(sambungan)
Apa yang disampaikan Paulus mengingatkan saya
seperti sebuah pohon buah misalnya pohon mangga. Sebagai pohon mangga
yang mungkin mulai dari bibit, ia harus tumbuh dan berjuang keras agar
akarnya bisa menembus lapisan tanah yang keras supaya bisa mendapat air.
Tanpa itu, jangankan menghasilkan buah, untuk hidup saja bakal sulit.
Kalau begitu, untuk apa pohon mangga itu hidup dan tumbuh? Untuk
berbuah. Pada akhirnya sebuah pohon buah harus bisa menghasilkan buah
agar bisa dinikmati dan menyehatkan orang yang memakannya. Kalau anda
membeli pohon mangga tapi tidak kunjung berbuah, anda tentu kecewa
bukan? Jika pohon mangga tidak berbuah, maka pohon itu menjadi sia-sia
alias tidak berguna. Kalau pohon dituntut harus berbuah, kita pun
sebenarnya sama.
Sekarang ayo kita lihat sekilas tentang saat
Paulus menulis surat ini. Tidak ada catatan pasti dimana dan kapan
Paulus menulisnya. Tapi yang sudah diketahui adalah fakta bahwa Paulus
menulisnya saat berada di dalam penjara dan sewaktu-waktu harus siap
menghadapi hukuman mati. Ada yang memperkirakan bahwa saat menulis surat
untuk jemaat dari gereja yang ia dirikan sendiri ini, Paulus sudah
berusia sekitar 60 tahun, yang artinya pada waktu itu ia sudah melayani
sekitar 30 tahunan. Segala suka dan duka, manis dan pahit atau getirnya
menjalani panggilan sudah ia lalui. Yang luar biasa, meski ia menjadi
duta Kerajaan yang aktif dan berani mewartakan kabar gembira tentang
Kristus, ia tetap masih harus bekerja sendiri mencukupi pelayanannya.
Dalam perjalanannya, kita tahu bahwa Paulus berulang kali menghadapi
tekanan bahkan siksaan. Ia berkali-kali dipenjara, dipukuli, dipasung,
diusir, dan sebagainya. Kita juga tahu bahwa semua itu sama sekali tidak
membuatnya lemah atau bahkan berhenti.
Coba bayangkan kalau
Paulus kalah dalam menghadapi beratnya melayani, seperti apa jadinya
Alkitab, dan berapa banyak kita akan kehilangan Firman yang diilhamkan
Tuhan, khususnya mengenai sendi-sendi dasar dan standar kehidupan
Kekristenan. Bayangkan pula apa jadinya penyebaran kabar gembira ini
tanpa Paulus, karena ia begitu militan dalam perjalanan hingga mencapai
Asia Kecil (sekarang kira-kira di Turki bagian Asia) bahkan Yunani.
Kalau kita lihat di peta, jarak tempuhnya itu mencapai 25 ribu
kilometer. Pesawat terbang, bus lintas kota, kereta api cepat, mobil,
semua sarana transportasi modern ini belum ada pada saat itu. Jadi bisa
dibayangkan bagaimana beratnya perjalanan Paulus. Tapi ia sanggup
menjalani panggilannya hingga sejauh itu. Itu luar biasa.
Satu
hal lain yang wajib kita ketahui, Paulus bukanlah orang yang terlahir
sebagai Kristen. Pada mulanya ia justru seorang penganiaya orang Kristen
yang juga keturunan orang Farisi. Tapi dalam Kisah Para Rasul kita bisa
menemukan cerita pertobatannya yang luar biasa. Sejak saat itu
kehidupannya berubah drastis menjadi hamba Tuhan yang kuat, radikal dan
setia sampai akhir hidupnya.
Melihat garis besar hidup Paulus
tadi, saya rasa kita harus belajar banyak dari dia. Sudah melayani
Tuhan, sudah harus membiayai sendiri masih harus merasakan tekanan dan
siksaan hingga akhirnya mendekam di penjara menunggu waktu eksekusi.
Bagaimana ia bisa tetap memiliki iman yang tidak tergoyahkan sedikitpun?
Bagaimana ia bisa tetap melakukan semua itu meski tengah menghadapi
akhir yang mengerikan? Paulus bisa melakukan itu karena ia tahu apa yang
jadi panggilannya. Ia tahu bahwa panggilannya harus dijalankan tanpa
kompromi, tak peduli apapun yang terjadi, dan ia tahu bahwa ia harus
terus menghasilkan buah selagi kesempatan masih ada, meski situasi yang
ia hadapi sama sekali jauh dari baik.
Ada banyak orang yang
aktif dalam pelayanan karena berharap mereka mendapat keistimewaan di
mata Tuhan. Mereka melayani karena ingin bisnisnya diberkati, masalah
dijauhkan dan hidup berkecukupan, kalau tidak berkelimpahan. Jika yang
terjadi sebaliknya, mereka akan segera berhenti karena kecewa pada Tuhan
bahkan dengan berani mempertanyakan keadilan Tuhan. Padahal apa yang
mereka alami belumlah seujung kuku dari apa yang harus dilalui Paulus
dalam hidupnya. Banyak orang yang berpikir bisa menyogok Tuhan kalau
melayani. Aku sudah bekerja untukMu kan? Sekarang gantian, limpahi aku
dengan apapun yang aku minta! Mungkin terdengar konyol, tapi pada
kenyataannya ada banyak orang yang berpikiran seperti ini. Atau,
melayani karena ingin terlihat hebat, mencari pujian, pamor dan
popularitas di mata orang dan keuntungan-keuntungan lainnya. Mereka ini
adalah contoh orang yang masih memiliki motivasi sangat keliru akan
hakekatnya menjadi rekan sekerja Tuhan. Mereka mengira bahwa dengan
melayani artinya mereka akan mendapat keistimewaan dan keuntungan.
Tidaklah mengherankan apabila ada banyak orang yang mudah kecewa pada
Tuhan. Apa jadinya kalau mereka ada di posisi Paulus? Untung yang
mengalami itu Paulus, bukan mereka. Kalau tidak entah bagaimana jadinya
kebangunan jemaat mula-mula dan bagaimana kita sekarang.
(bersambung)
No comments:
Post a Comment