Saturday, June 30, 2012

Membangun Parit sebagai Langkah Iman (2)

(sambungan)

Kemudian hal yang kedua, seringkali diperlukan sebuah langkah iman terlebih dahulu untuk memperoleh janji Tuhan. Do our part first, and God will do His part.Kita seringkali berharap hanya pada hasil instan ketimbang berusaha taat terlebih dahulu. Kita hanya ingin Tuhan segera melakukan sesuatu tanpa kita perlu melakukan apa-apa terlebih dahulu. This is not the way God works. Petrus harus terlebih dahulu kembali ke tengah laut untuk memperoleh ikan berlimpah seperti yang diperintahkan Yesus (Lukas 5:1-11), atau lihatlah apa yang dijanjikan Tuhan kepada Yosua berikut ini: "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa." (Yosua 1:3). Setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu, kata Tuhan, itu menunjukkan bahwa kita harus bergerak melangkah dalam iman. Tidak hanya berhenti di tempat, tidak menyingkir ke tepi, tidak diam saja, tetapi bergerak melangkah lebih dalam lagi ke dalam hubungan yang semakin erat dengan Tuhan, dan melibatkanNya dalam segala sesuatu yang kita jalani dalam hidup ini. Keputusan yang kita ambil akan membuat perbedaan nyata.

Selanjutnya hal yang ketiga, kita bisa melihat bagaimana besarnya kuasa dibalik pujian dan penyembahan. Bagaimana Elisa bisa mendapat pewahyuan dari Tuhan dalam menyikapi situasi yang begitu berat? Dia memanggil pemain musik dan melakukan pujian dan penyembahan. (2 Raja Raja 3:15). Dari sanalah kemudian Elisa dipenuhi Roh Tuhan dan kemudian mendapatkan jawaban. Dalam Yosua 6 kita bisa melihat bagaimana tembok sekokoh Yerikho bisa tumbang lewat puji-pujian. Singkatnya, ada kuasa besar di balik puji-pujian. Mengapa? Lewat Daud kita bisa memperoleh jawabannya. "...Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4). Ya, Tuhan sendirilah yang bertahta di atas puji-pujian kita. Tidaklah heran apabila pujian dan penyembahan punya kuasa yang sangat besar.

Keempat, lewat kisah ini kita tahu bahwa Tuhan tidak pernah lupa atau lalai dalam menepati janji. Keterbatasan kemampuan kita untuk mengetahui apa yang dirancang Tuhan bagi kita membuat kita seringkali sulit mengerti mengapa waktu Tuhan sering tidak sejalan dengan waktu kita dalam mengulurkan bala bantuan. Firman Tuhan sudah mengingatkan: "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." (Pengkotbah 3:11).Petrus juga mengingatkan hal yang sama.  "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9). Tuhan sesungguhnya tidak lalai dan tidak akan pernah lalai. Dia tidak pernah lupa untuk menepati janjiNya. Meski jalannya aneh, meski tidak masuk akal, atau meski terkadang terasa lambat, namun Tuhan pada saatnya akan selalu menggenapi janjiNya kepada orang-orang yang terus taat tanpa banyak tanya.

Hal terakhir, percaya, percaya dan percaya. Ketidakpercayaan, keraguan, kebimbangan, ketidakyakinan sering menjadi batu sandungan terbesar bagi kita untuk bisa menerima mukjizatNya. Padahal Firman Tuhan jelas berkata "Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH, Yang Mahakudus, Allah Israel: "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." (Yesaya 30:15). Jika masih juga sulit untuk percaya, lihatlah bagaimana Yesus membandingkan kita dengan burung pipit yang sangat murah harganya. "Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekorpun dari padanya yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamupun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit." (Lukas 12:6-7). Jika burung pipit yang murah saja Tuhan perhatikan, jika jumlah rambut di kepala kita pun dianggap penting oleh Tuhan sampai Dia merasa perlu untuk menghitung hingga tahu jumlahnya, mengapa kita harus takut dan menyerah dalam situasi sulit? Dan sebuah ayat yang sangat singkat ini menggambarkan seruan penting yang berasal dari Yesus sendiri. "Jangan takut, percaya saja!" (Markus 5:36).

Tuhan lebih dari sanggup melakukan hal-hal ajaib yang tidak terduga, terpikirkan atau terjangkau oleh kita. Logika kita yang terbatas bisa membuat kita berpikir bahwa akan ada kesukaran yang tidak akan teratasi oleh kita, tetapi Tuhan mengatakan bahwa Dia peduli dan bisa melakukan apapun tanpa terbatas oleh logika dan keterbatasan kita. Percaya dengan melakukan langkah iman akan membuat kita mampu menuai keajaiban pertolongan Tuhan. Berbagai keraguan kita sesungguhnya menjadi salah satu penghalang terbesar turunnya mukjizat Tuhan. Itu bagaikan menyumbat parit-parit sehingga limpahan air tidak dapat mengalir seperti kisah 2 Raja Raja 3 yang sudah kita baca kemarin. Jangan lupa ada kuasa besar di balik puji-pujian, dimana Tuhan sendiri bersemayam di atasnya. Apakah ada diantara teman-teman yang tengah berhadapan dengan keadaan yang sepertinya tidak mungkin teratasi? Apakah itu soal sakit penyakit, masalah ekonomi, rumah tangga yang berantakan, masa depan yang sepertinya tanpa arah atau suram atau lain-lain? Hari ini Tuhan mengatakan bahwa tidak ada satupun yang mustahil bagiNya. Berkat dan pertolongan Tuhan bisa selalu datang secara ajaib. Tuhan sanggup mencurahkan segalanya dan memenuhi parit-parit dengan air yang berlimpah dan membawa anda masuk ke dalam kemenangan demi kemenangan jika anda mau mendengarNya dan taat sepenuhnya. Percayalah.

Ketaatan sepenuhnya adalah kunci untuk menerima berkat dan pertolongan Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, June 29, 2012

Membangun Parit sebagai Langkah Iman (1)

Ayat bacaan: 2 Raja Raja 3:16
========================
"Kemudian berkatalah ia: "Beginilah firman TUHAN: Biarlah di lembah ini dibuat parit-parit"

membangun parit, langkah imanKita semua tentu tahu bahwa bagi Tuhan tidak ada satupun hal yang mustahil. Kita mengimani hal tersebut yang tertulis dalam Lukas 1:37, "Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." Tapi sejauh mana kita percaya akan hal tersebut, mengaplikasikannya secara nyata? Seberapa jauh ketaatan kita dalam mematuhi apa yang Tuhan suruh untuk kerjakan, terlebih ketika kita harus melakukan sesuatu yang rasanya tidak masuk akal atau sama sekali tidak berhubungan? Ada banyak orang percaya yang begitu mudahnya putus asa ketika berhadapan dengan kesulitan, apalagi jika logika mengatakan sesuatu itu tidak lagi mungkin. Vonis dokter akan sakit penyakit yang serius, usaha yang merosot drastis sehingga kebangkrutan terlihat nyata di depan mata, keluarga yang berantakan dan lain-lain, selalu saja ada banyak situasi yang kita alami setiap harinya yang bisa setiap saat membuat kita kehilangan gairah hidup, asa ataupun arah tujuan. Belum lagi jika kita merasa tidak yakin terhadap apa yang kita kerjakan, meski kita tahu bahwa itu sesuai dengan petunjuk dari Tuhan sendiri. Dalam keadaan demikian seringkali kita melupakan Tuhan dengan kuasaNya yang tidak terbatas. Kita pun kemudian menjadi ragu dan sulit percaya karena tidak cukup sabar dalam "menanam". Ada banyak orang yang tidak lagi mau bangkit karena merasa tidak akan ada jalannya bagi mereka untuk bangkit. Padahal jika mau meluangkan waktu sedikit saja untuk membaca dan merenungkan Alkitab setiap hari, disana berulang kali sudah diingatkan agar kita jangan pernah kehilangan harapan dan putus asa. Kita pun bisa menelaah contoh-contoh nyata dari orang-orang yang nyata pula.  Ada begitu banyak kejadian yang mencatat bagaimana Tuhan melakukan berbagai mukjizat yang bagi logika manusia tidak masuk akal atau tidak sesuai dengan kemampuan berpikir kita. Bahkan hingga hari ini, masih ada begitu banyak orang yang mengalami langsung jamahan Tuhan dan menerima mukjizat-mukjizatNya yang bagi kita sangatlah terasa mustahil. Saya sudah sering mengalaminya dan melihat langsung pula mukjizat-mukjizat Tuhan mengatasi kemustahilan menurut batas kemampuan berpikir kita. Yang pasti Tuhan bisa melakukan apapun, yang paling mustahil sekalipun, lewat banyak cara yang ajaib, dan satu lagi kesimpulan saya, cepat atau lambat, kita akan memperoleh apa yang dijanjikan jika kita terus taat dan patuh terhadap apapun yang Dia kehendaki untuk kita lakukan.

Saya akan mengambil sebuah contoh yang tertulis dalam kitab 2 Raja Raja pasal 3. Pasal ini menceritakan pengalaman bangsa Israel dalam menghadapi peperangan terhadap Moab dengan bergabung bersama bangsa Yehuda dan Edom. Di sana dikisahkan bahwa mereka masuk melalui padang gurun Edom dan kemudian menghadapi masalah pelik, yaitu tidak mendapatkan air setelah berjalan selama seminggu penuh. "Maka berjalanlah raja Israel dan raja Yehuda dan raja Edom. Tetapi sesudah mereka berkeliling tujuh hari perjalanan jauhnya, maka tidak terdapat air untuk tentara dan untuk hewan yang mengikuti mereka." (2 Raja Raja 3:9). Seminggu penuh tanpa air! Bagaimana mungkin bisa berperang jika tentara dan kuda-kuda mengalami dahaga tingkat berat? Jangankan berperang, untuk sekedar bertahan hidup saja sepertinya tidak mungkin. Secara logika, itu pasti akhir hidup mereka, mati kehausan di padang gurun. Tetapi raja Yosafat menyadari bahwa lebih dari apapun, mereka butuh petunjuk Tuhan. Lalu nabi Elisa pun kemudian memanggil seorang pemain kecapi untuk menyembah Tuhan, lalu Elisa pun dipenuhi oleh Roh Tuhan lewat pujian dan penyembahan sang pemain kecapi. Alkitab mencatatnya demikian: "Sekarang bawalah ke mari seorang pemain kecapi." Sementara orang itu memainkan kecapinya, Elisa dikuasai oleh Roh TUHAN," (ay 15:BIS). Lalu Elisa berkata: "Beginilah firman TUHAN: Biarlah di lembah ini dibuat parit-parit." (ay 16). Seandainya anda yang mendengar langsung pada waktu itu, bagaimana reaksi anda? Membuat parit-parit di gurun yang tandus dan gersang? Untuk apa membuat parit jika tidak ada air? Sudah haus, seminggu tanpa air, masih juga harus membangun parit? Bukankah ini sebuah perintah yang sama sekali tidak masuk akal? Maukah anda patuh untuk membangun parit ketika anda tengah lesu kehausan dibawah terik matahari di padang gurun? Kita mungkin akan tertawa atau malah marah karena merasa diolok-olok. Tapi kemudian Elisa kemudian melanjutkan: "sebab beginilah firman TUHAN: Kamu tidak akan mendapat angin dan hujan, namun lembah ini akan penuh dengan air, sehingga kamu serta ternak sembelihan dan hewan pengangkut dapat minum. Dan itupun adalah perkara ringan di mata TUHAN; juga orang Moab akan diserahkan-Nya ke dalam tanganmu." (ay 17-18). Tidak ada angin, tidak ada hujan, tanda-tanda alam seperti mendung pun tidak terlihat sama sekali, tapi jika Tuhan berjanji seperti itu, Tuhan pasti menepatinya, meski mungkin terdengar aneh bagi manusia biasa. Untuk memperoleh itu diperlukan sebuah langkah iman terlebih dahulu. Dalam kisah ini langkah iman itu adalah membuat parit. Tuhan mengatakan langsung bahwa Dia siap memberi berkat ganda. Bukan saja air yang akan melimpah bagi mereka tetapi juga kemenangan atas bangsa Moab. Mereka memilih untuk patuh, lalu apa yang terjadi pun tepat seperti janji Tuhan. Bayangkan seandainya mereka tidak menuruti perintah Tuhan dan menganggap membuat parit sebagai hal bodoh. Tidak akan ada kemenangan dalam peperangan, mereka bahkan akan benar-benar mati kehausan terpanggang diatas pasir panas di gurun yang gersang.

Dari kisah ini kita bisa melihat bahwa tidak ada satupun yang mustahil bagi Tuhan. Tuhan bisa melakukan apapun mengatasi keterbatasan logika dan kemampuan berpikir kita. Jika kita tanyakan pada diri kita sekarang, kepada siapa kita bersandar dalam keadaan terdesak? Siapa yang kita cari ketika kita tengah berada di tengah "padang gurun"? Dari kisah di atas kita bisa melihat bahwa ketaatan penuh kepada Tuhan tanpa ragu atau banyak tanya membawa hasil yang sangat luar biasa bahkan bisa melebihi apa yang kita inginkan.

(bersambung)

Thursday, June 28, 2012

Banyak Rumah di Surga

Ayat bacaan: Yohanes 14:2
=========================
"Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu."

banyak rumah di surgaIndonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Kepadatan penduduk ini bisa kita rasakan dengan mudah lewat kemacetan di jalan raya, yang jelas menunjukkan jumlah ruas jalan yang tidak sebanding dengan jumlah kendaraan termasuk juga pemiliknya. Di sisi lain, semakin sulit pula untuk membangun jalan baru karena tidak banyak lagi area yang tersisa. Membangun jalan layang bisa menjadi alternatif selanjutnya, tapi itupun memerlukan biaya yang tidak sedikit. Jika di jalan raya saja kita sudah merasakan kepadatan ini, di kota-kota besar harga sebidang tanah melonjak dengan sangat cepat. Di daerah pinggiran di kota saya saja harga properti bisa meningkat sekitar 50 juta setiap tahunnya. Ada banyak teman yang kesulitan untuk mencari rumah terutama yang tidak terlalu jauh dari pusat kota. Kalaupun ada harganya sudah sangat mahal sehingga sulit dijangkau oleh penduduk karena pendapatan dan harga begitu jauh selisihnya. Anda ingin menabung untuk membeli rumah? Begitu uang terkumpul, harganya ternyata sudah meningkat jauh diatas harga sebelumnya. Maka semakin lama semakin sulitlah bagi kita untuk mencari rumah. Seorang teman saya yang hanya bekerja sebagai pegawai biasa bercerita tentang kesulitannya. Tidak lama setelah menikah ia langsung dikaruniai anak, sehingga uangnya tidak pernah bisa terkumpul untuk bisa membeli rumah. Akibatnya ia hanya mengontrak sebuah kamar dan membayar perbulan. Itupun harganya terus naik sehingga ia merasa cemas memikirkan tempat tinggal yang jelas merupakan salah satu kebutuhan primer bagi kita.

Hidup memang tidak mudah. Tapi biar bagaimanapun kita harus ingat bahwa segala kesulitan yang kita alami di dunia ini hanyalah sementara saja. Petrus mengingatkan bahwa di dunia ini kita hanyalah pendatang atau perantau. Dan ia pun mengingatkan apa yang harus kita lakukan sesuai dengan stauts kita sebagai pendatang atau perantau ini. "Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa." (1 Petrus 2:11). Kita harus menjauhkan diri dari keinginan daging, itu kalau kita mau selamat pulang ke tempat dimana kita seharusnya kembali. Dimana kewargaan kita yang sesungguhnya? Bagi orang percaya yang menerima Yesus sebagai juru selamat, kita adalah warga dari Kerajaan Surga, dan itu tertulis dalam Alkitab. "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat" (Filipi 3:20).

Selanjutnya kita bisa mengetahui bahwa di surga tidak ada pembatasan. Bagi setiap kita yang memegang perintah Kristus dan melakukannya, maka mereka akan dikasihi Tuhan dan juga oleh Kristus sendiri. "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yohanes 14:21). Untuk kita pun dikatakan telah disediakan cukup tempat di surga, dan itu dikatakan oleh Yesus langsung. "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada. Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ." (ay 2-4). Dari kata-kata Yesus ini kita bisa melihat dengan jelas bahwa bahwa di rumah Bapa ada banyak tempat tinggal yang sudah disediakan bagi orang percaya. Sebuah tempat indah dimana tidak lagi ada air mata. Sebuah tempat penuh damai sukacita. Sebuah tempat nyata dimana Yesus kini berada. "Inti segala yang kita bicarakan itu ialah: kita mempunyai Imam Besar yang demikian, yang duduk di sebelah kanan takhta Yang Mahabesar di sorga" (Ibrani 8:1). Disana Yesus telah menyediakan tempat bagi siapapun yang percaya padaNya, yang memegang teguh dan melakukan semua yang Dia firmankan. Tidak ada kuota maksimum, tidak ada pembatasan jumlah, tidak ada biaya selangit yang terus meningkat. Siapapun diundang untuk masuk ke dalam rumah Bapa. Bahkan Yesus pun terus mengetuk pintu hati manusia untuk diselamatkan, agar manusia pun bisa diselamatkan dan masuk ke dalam tempat yang telah Dia sediakan. Bukankah hal ini sangat indah?

Jika saat ini pergumulan, permasalahan dan kesulitan masih mengelilingi kita, janganlah gelisah. Betapa indahnya ketika Yesus memulai firmanNya tentang Rumah Bapa dengan perkataan: "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku." (Yohanes 14:1). Di dalam "tempat perantauan" kita ini kita telah dijanjikan penyertaan Tuhan, dan ada tempat sebenarnya bagi kita yang telah disediakan Kristus sendiri. Surga, Rumah Bapa, adalah sebuah tempat yang nyata, bukan halusinasi atau fatamorgana, yang akan menjadi tempat kekal bagi setiap orang percaya yang hidup sungguh-sungguh menjaga kehidupannya sesuai firman Tuhan. Mari kita terus bertekun agar tempat yang Dia sediakan itu juga tersedia bagi kita.


Di Rumah Bapa ada banyak tempat tinggal, itu cukup bagi semua manusia yang bertobat dan menerima Yesus sebagai Juru Selamat

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, June 27, 2012

Kesabaran dan Iman

Ayat bacaan: Ibrani 6:11-12
====================
"Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah."

kesabaran dan imanDalam sebuah survey yang berisi pertanyaan: apa yang paling tidak anda sukai, salah satu jawaban terbanyak adalah menunggu. Ada banyak orang yang bermasalah dengan menunggu. Mereka sulit untuk bersabar dan gelisah jika harus menunggu sebentar saja. Ada banyak orang yang saya kenal dekat ternyata bermasalah dengan perihal kesabaran. Terlambat 5 menit saja mereka sudah sibuk menelepon dan ujung-ujungnya bisa bete dan ngambek. Bukan saja orang yang kebetulan memiliki sifat tidak bisa menunggu, tapi di jaman modern yang penuh dengan hiruk pikuk kehidupan ini pun kita seringkali terus diuji akan kesabaran. Hampir di setiap lini kehidupan kita bertemu dengan situasi-situasi dimana kesabaran kita terdesak hingga ke ujung. Mungkin mudah bagi kita untuk menasihati orang untuk bersabar, tetapi ketika kita sendiri yang mengalami, seringkali kita gagal menerapkan kata ini dalam menyikapi situasi yang tengah kita hadapi. Untuk beberapa hal mungkin ketidaksabaran masih bisa ditolerir, tetapi kita harus pula sadar bahwa ketidaksabaran sering menjadi alasan utama terjadinya kehancuran. Ambil contoh kecelakaan di jalan raya yang terjadi karena orang mengebut karena tidak sabar ingin sampai cepat ke tujuan. Di jalan tanjakan menuju rumah saya kecelakaan sering terjadi, bahkan pernah mengakibatkan kematian. Padahal ada jalan memutar yang bedanya cuma sekitar 1 km yang kita-kira hanya berbeda 5 menit saja. Selain itu, perceraian dalam rumah tangga pun seringkali berawal dari ketidaksabaran kita, dan ada banyak contoh lainnya dimana ketidaksabaran mengakibatkan kegagalan atau bahkan kehancuran.

Dalam hal kerohanian, kesabaran pun merupakan faktor yang mutlak untuk kita cermati. Ada banyak orang yang sudah berjalan dengan iman, menerapkan hidup kudus dan taat. Tetapi ketika apa yang kita harapkan sepertinya lambat untuk datang, terutama ketika kita memakai ukuran waktu yang kita inginkan, ketidaksabaran kita bisa mengarahkan kita kepada jalan-jalan yang keliru. Ketika kita sudah mencoba berjalan dengan iman tetapi tangan Tuhan terasa tidak kunjung turun untuk melepaskan anda dari berbagai masalah, apa yang akan kita lakukan? Ini sebuah pertanyaan yang mungkin baik untuk kita tanyakan pada diri sendiri. Apakah kita masih akan terus berjalan dengan pengharapan penuh tanpa putus asa, atau anda akan tergoda untuk menyerah atau bahkan mengambil alternatif-alternatif yang bertentangan dengan Firman Tuhan?

Firman Tuhan yang saya pakai sebagai ayat bacaan hari ini menggambarkan dengan jelas bahwa bukan saja iman yang penting dalam urusan menerima janji-janji Tuhan, tetapi faktor kesabaran pun tidak kalah pentingnya. Apakah itu berkat, pertolongan, pemulihan dan sebagainya, kedua faktor ini: iman dan kesabaran, akan sangat berpengaruh terhadap berhasil tidaknya kita memperoleh janji-janji Tuhan. Penulis Ibrani mengatakan demikian: "Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah." (Ibrani 6:11-12). Dari ayat ini jelas kita lhat bahwa untuk mendapatkan bagian dari apa yang dijanjikan Allah, maka kita harus tetap memelihara keduanya. Iman dan kesabaran harus sama-sama kita perhatikan dengan seksama. Keduanya merupakan satu kesatuan penting yang saling berhubungan erat, tidak terpisahkan dan akan membuat perbedaan nyata jika diterapkan secara bersamaan.

Penulis Ibrani dalam ayat diatas menuliskan panggilan kepada kita semua agar memiliki kesabaran dan tidak mudah putus asa. Ada kalanya kita merasa waktu sepertinya tidak memlihak pada kita dan terasa berjalan jauh lebih lambat. Kita berharap pertolongan Tuhan datang segera untuk melepaskan kita dari jerat masalah, tetapi ketika itu tidak juga kunjung terjadi, kita segera menuduh Tuhan tidak lagi peduli kepada kita. Kita pun kemudian menjadi begitu mudah kehilangan harapan lalu menyerah. Tapi perhatikanlah apa yang tertulis dalam Alkitab berikut ini:  "Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang." (ay 10). Tuhan bukannya tidak adil, tidak peduli atau malah melupakan kita yang sudah belajar untuk patuh kepadaNya. Sama sekali tidak. Tetapi kita harus sadar bahwa bingkai waktu kita memang berbeda dengan waktunya Tuhan. Kita berpikir bahwa kitalah yang paling tahu, tetapi harus kita kethaui pula bahwa Tuhan tentu yang paling tahu apa yang terbaik buat kita. Jika kita sudah memastikan bahwa kita hidup seturut dengan kehendakNya dan sudah berjalan dengan iman, selanjutnya kita perlu memperhatikan pula untuk terus bersabar dan memastikan nyala pengharapan kita tidak padam. Sikap inilah yang bisa menjamin kita untuk tidak buru-buru merasa putus asa dan kehilangan harapan. Kesabaran akan mampu memperkuat dan menopang iman kita sampai kita memperoleh apa yang anda harapkan dari Tuhan.

Setelah kita merenungkan janji-janji Tuhan dan memiliki itu tertanam dalam roh dan jiwa kita, kesabaranlah yang akan mendorong kita untuk terus bertahan. Kesabaran pada akhirnya akan membawa kita kepada sebuah kesimpulan bahwa firman Tuhan tidak pernah gagal. Kesabaran membuat kita tidak akan pernah melangkah mundur karena ketakutan, tetapi akan membuat kita terus maju dalam iman sampai kita memperoleh jawaban dari Tuhan. Dalam surat Yakobus kita menemukan ayat yang secara inspiratif mengingatkan hal yang sama. "Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi." (Yakobus 5:7). Kita bisa belajar dari pengalaman begitu banyak tokoh dalam Alkitab yang sudah membuktikan bahwa kesabaran mereka akan berbuah manis pada akhirnya, sebaliknya ada banyak pula tokoh yang akhirnya gagal karena ketidaksabaran mereka, meski pada mulanya mereka sudah memulai segala sesuatu dengan baik. Adalah baik jika kita sudah berjalan dengan firman Tuhan, menerapkan hidup seturut kehendakNya dan mempercayai Tuhan sepenuhnya dalam berbagai aspek kehidupan. Tapi lanjutkanlah itu dengan terus melatih kesabaran dengan tekun. Tetap gantungkan pengharapan sepenuhnya, teruslah pegang firman Tuhan dengan kesabaran dan iman. Pada saatnya nanti anda akan menerima penggenapan janji Tuhan sebagai sesuatu yang pasti.

Kesabaran akan sangat menentukan apakah kita akan berhasil atau gagal dalam menerima janji Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, June 26, 2012

Dari Sudut Pandang Positif

Ayat bacaan: Filipi 4:8
==================
"Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."

memandang sisi positifSelalu menarik melihat fotografer-fotografer handal mengabadikan sisi-sisi sosial manusia. Bagi kita mungkin objek-objek mereka itu terlihat biasa saja, tapi di tangan mereka objek itu terlihat menjadi sangat menarik. Air muka, berbagai kerutan, perpaduan antara objek dengan lingkungan sekitarnya, ekspresi dan sebagainya membuat foto-foto tersebut tampil punya nyawa dan bisa berbicara banyak tanpa harus mempergunakan kata-kata. Ini seringkali tidak mudah. Karena selain mereka harus jeli dalam melihat sesuatu yang menarik dari objek mereka, tetapi mereka pun harus tahu kapan momen yang tepat untuk membidik agar foto itu bisa tampil istimewa. Dari sini kita bisa melihat bagaimana bagaimana sudut pandang yang berbeda bisa menghadirkan hasil yang berbeda pula.

Ada banyak orang yang sangat cepat atau mudah melihat keburukan orang lain. Sisi negatif orang begitu mudah terlihat, namun sepertinya begitu sulit melihat sisi baik dari orang lain. Kita sulit memuji tapi mudah mengkritik, menuduh, menghina atau bahkan menghujat. Itu bisa kita lakukan dengan sangat mudah tanpa melihat dahulu baik-baik letak persoalannya, atau mengenal terlebih dahulu seseorang itu. Padahal siapapun mereka, mereka adalah juga ciptaan Tuhan yang sama seperti kita. Manusia semuanya punya kekurangan, tapi jangan lupa semua orang pun punya kelebihan masing-masing. Perbedaan status sosial, perbedaan suku, ras atau kepercayaan seringkali membuat kita membuat dinding-dinding dan sekat pembeda atau pembatas. Dunia semakin lama semakin cenderung membentuk kotak-kotak perbedaan dan menganggap itu adalah wajar, padahal di mata Tuhan semua manusia itu sama berharganya. Saya, anda dan mereka tetaplah masterpieceNya, hasil ciptaanNya yang spesial.

Daud pada suatu kali melakukan perenungan sambil ditemani keindahan langit yang bertaburan bintang-bintang dan bulan yang bersinar dengan indahnya. Semua yang ia lihat menghiasi langit di malam hari itu sangatlah indah dan merupakan karya Tuhan yang sungguh luar biasa. Tetapi biar bagaimanapun, Daud tahu bahwa manusia, yang mungkin sering dipandang tidak berarti bagi sesamanya sendiri, ternyata jauh lebih berharga dari segala keindahan alam. Maka Daud pun menulis: "Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?" (Mazmur 8:4-5). Daud sadar betul betapa berharganya manusia di mata Tuhan. "Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya: kambing domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang; burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan." (ay 6-9). Dan Daud menutup tulisannya pada pasal ini dengan sebuah pengakuan akan keagungan Tuhan. "Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!" (ay 10).

Jika manusia memang diciptakan begitu istimewa, bahkan dikatakan sesuai gambar dan rupa Allah sendiri, tentu kita tidak bisa menyangkal bahwa manusia itu sangatlah berharga di mata Tuhan. Betapa keterlaluan ketika kita yang sama-sama ciptaan Tuhan malah saling menghujat, menghakimi, merendahkan atau menghina satu sama lain. Lihatlah bagaimana Tuhan mengangkat orang-orang pilihanNya dalam sepanjang kisah Alkitab. Dalam mengangkat nabi-nabiNya di Perjanjian Lama, hingga murid-murid yang dipilih Yesus, kita melihat bahwa orang-orang yang dipakai pun adalah orang biasa yang mungkin tidak dipandang atau malah dianggap hina bagi masyarakat. Tuhan tidak memilih raja, orang kaya raya, punya pengaruh, atau luar biasa pintarnya, tetapi ternyata lebih senang memilih orang-orang biasa yang kemudian menjadi luar biasa ditanganNya. Tuhan tidak memilih pewarta firman yang hebat dalam berbicara, orator, dan sebagainya, tapi malah memilih pembunuh orang Kristen, teroris pada masa itu yang kemudian bertobat dan bekerja secara luar biasa demi Tuhan. Nelayan, pemungut cukai, gembala, orang yang sulit bicara, seorang abdi dan lain-lain, mereka ini bisa diubahkan Tuhan secara luar biasa dan Dia pakai secara luar biasa pula. Artinya, orang yang mungkin tidak berarti di mata sesamanya pun punya sisi-sisi menarik. Manusia mungkin memandang mereka hanya seperti batu yang tidak berharga, tapi di mata Tuhan mereka bisa menjadi mutiara yang sangat berharga. Karena itulah kita harus mampu melatih pikiran kita agar tidak berpusat pada hal-hal negatif semata, namun dasarkanlah pada segala sesuatu yang baik, yang manis dan sebagainya. Ini diingatkan oleh Paulus dalam suratnya untuk jemaat di Filipi. "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8). Dalam versi BIS dikatakan seperti ini: "Akhirnya, Saudara-saudara, isilah pikiranmu dengan hal-hal bernilai, yang patut dipuji, yaitu hal-hal yang benar, yang terhormat, yang adil, murni, manis, dan baik." Ini adalah penting, karena dengan menghormati ciptaan Tuhan berarti kita juga menghormatiNya.

Mari kita senantiasa menjaga kemurnian hati dan belajar untuk memandang siapapun dari sudut yang positif. Tidak memandang rendah orang lain, tidak menghakimi, tidak menghujat satu sama lain, dan sebagainya. Ingatlah bahwa siapapun mereka, mereka punya sisi menarik yang jika kita pandang dengan berdasar pada segala hal yang manis, baik, dan sebagainya seperti apa yang dikatakan Paulus, maka kita akan bisa melihat sisi lain dari seseorang. Sesuatu yang menarik dan istimewa pasti ada pada diri sisapapun. Seperti ilustrasi fotografer di awal, meski dari "kamera" yang sama, hasil yang diperoleh bisa berbeda. Ketika kita tahu dari sudut mana kita harus memandang dan melihat sesuatu, maka hasil yang positif pun bisa kita peroleh. Kita harus senantiasa menjaga hati dan pikiran kita agar tidak terbiasa melihat sisi negatif dari segalanya. Mazmur Daud berkata: "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia." (Mazmur 24:4-5). Kita berharga dimataNya, maka mari kita menghargai pula sesama kita, yang sangat istimewa di mata Tuhan.

Latih terus hati dan pikiran kita agar mampu melihat sisi baik dan menarik dari orang lain

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, June 25, 2012

Prioritas yang Keliru

Ayat bacaan: Hagai 1:9b
===================
"Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri."

prioritas keliruBaru saja saya bertemu dengan seorang penyanyi senior yang bercerita tentang sahabat dekatnya yang tengah dirundung masalah. Temannya membuka cafe, tapi serentetan masalah menimpanya. Ia cukup kaya, termasuk orang yang terus bekerja tanpa henti. Tapi ada banyak masalah datang kepadanya, mulai dari kesehatan sampai berbagai masalah dalam usaha. Meski pindah tempat sekalipun ternyata masalahnya tidak juga selesai. Teman saya itu pun berkata, "Sayang sekali itu semua harus terjadi... ia itu orang percaya, tetapi jauh dari Tuhan. Saya sudah mengingatkannya tapi ia terus saja bertindak menurut pikirannya sendiri. Ia harus sadar bahwa semua kesuksesan itu datangnya dari Tuhan, dan bukan atas kekuatan sendiri saja.." Hal seperti ini banyak dialami orang. Mereka sudah berusaha mati-matian, bekerja siang dan malam tanpa berhenti, bahkan sudah mengorbankan banyak hal dalam hidupnya. Tetapi hasil yang diperoleh masih saja belum sesuai dengan usaha yang dikeluarkan. Kalau sudah begini, ada baiknya orang yang mengalami meninjau ulang skala prioritasnya. Jika hanya terus bekerja,berkejar-kejaran dengan waktu hingga lupa kepada hal-hal lainnya, keluarga diabaikan, dan yang paling mengenaskan, waktu-waktu bersama Tuhan pun dinomor duakan atau bahkan diabaikan, maka artinya ada kesalahan prioritas dalam hidup yang harus ditinjau ulang. Benar, kita harus bekerja dengan keras dan sungguh-sungguh, tapi itu bukanlah segalanya. Banyak orang yang melakukan kekeliruan seperti ini. Tuhan hanya dijumpai jika ada waktu, kalau lagi sibuk nanti saja kapan-kapan. Tuhan bukan lagi yang utama melainkan melorot ke posisi kesekian dalam daftar prioritas manusia. Beribadah ke gereja adalah membuang-buang waktu karena 2 jam itu seharusnya bisa dipergunakan untuk menambah pundi-pundi uang. Lucunya, ketika masalah melanda, Tuhan pula yang kemudian disalahkan.

Kita bisa melihat situasi yang sama di Alkitab dalam banyak kesempatan. Salah satunya adalah pada zaman Hagai. Pada masa itu bangsa Israel dikatakan terlalu sibuk mengurusi urusannya masing-masing sehingga membiarkan rumah Tuhan terbengkalai tidak terurus. Mereka hanya sibuk untuk terus mempercantik rumah sendiri sampai-sampai rumah Tuhan yang sudah menjadi reruntuhan pun tidak lagi mereka pedulikan. Maka Tuhan pun menegur mereka lewat Hagai. "Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?" (Hagai 1:4). Tuhan menegur bangsa Israel dengan mencela sikap mereka ini secara langsung. Tidaklah heran apabila mereka terus menerus memperoleh hasil yang sedikit dan hidup dalam kekeringan, mengalami kegagalan atas segala yang mereka usahakan, dan itu terjadi "Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri." (ay 9b). Tuhan tersinggung dan kecewa dengan sikap seperti ini. Semua itu tertulis jelas di dalam kitab Hagai yang mencatat langsung suara Tuhan yang menegur keras sikap bangsa ini. "Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang! Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit, dan ketika kamu membawanya ke rumah, Aku menghembuskannya." (ay 6,9a). Tentu saja wajar Tuhan menegur sikap buruk seperti ini. Bukankah kebaikan dan kesabaran Tuhan telah menyertai mereka sejak dahulu? Tuhan mau mereka mengerti betul mengenai kasih Tuhan, kebaikan, kesabaranNya dan kesetiaanNya. Tuhan mau mereka bisa menghargai sepenuhnya segala berkat-berkat yang telah Dia alirkan ke tengah-tengah mereka. Alangkah keterlaluannya jika mereka hanya mau berkat turun atas mereka tapi melupakan Sang Pemberinya. Dan yang terjadi adalah segala sesuatu yang sia-sia. Kesia-siaan akibat mengambil prioritas yang salah ini pun nyata tertulis sepanjang kitab Pengkotbah yang notabene ditulis oleh orang yang terkaya yang pernah hidup di dunia ini.

Kita begitu sibuk bekerja, berjuang hidup, sehingga kita sering melewatkan waktu-waktu kita untuk mendatangi Tuhan dan berdiam di hadiratNya. Ada yang bahkan sering terlalu sibuk melayani dan mengira bahwa itu tandanya mereka sudah dekat dengan Tuhan, padahal bisa jadi mereka hanya terus melakukan tapi melupakan saat-saat untuk duduk berdiam di kakiNya dan merasakan betapa Tuhan begitu dekat dan begitu mengasihi kita. Lewat Yesus kita bisa mengetahui kekeliruan seperti ini, yaitu ketika Yesus berkunjung ke rumah Marta dan Maria. Kunjungan seistimewa ini ternyata disikapi berbeda oleh keduanya. Marta sibuk melayani, sedang Maria memilih untuk terus duduk diam di dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataanNya. Marta kemudian mengeluh karena ia melayani sendirian dan meminta Yesus mengingatkan Maria untuk membantunya. Tapi Yesus menjawab: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya." (Lukas 10:41-42). Hal ini tentu saja bukan berarti bahwa kita hanya perlu terus berdoa saja dan boleh malas-malasan atau tidak perlu bekerja, tetapi ada skala prioritas atau keseimbangan yang sangat diperlukan dalam menjalani kehidupan. Terlalu sibuk bekerja, bahkan terlalu sibuk melayani bisa membuat kita lupa untuk memilih yang terbaik, yaitu duduk diam di kaki Tuhan, merasakan hadiratNya dan mendengar suaraNya. Lewat Hagai Tuhan menegur agar kita tidak hidup untuk diri sendiri saja, mementingkan diri kita saja, tetapi harus pula memperhatikan rumah Tuhan juga sebagai tanda kasih dan hormat kita kepadaNya. Dalam kisah Yesus bersama Marta dan Maria kita pun bisa melihat bahwa terlalu sibuk bekerja dan melayani meski tujuannya baik pun tidaklah benar jika itu membuat kita jauh dari Tuhan, melupakan dan menomorduakan Dia dalam kehidupan kita sehari-hari.

Yesus sudah memberikan kuncinya dengan sangat jelas. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Atau dalam versi Lukas dikatakan: "Tetapi carilah Kerajaan-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan juga kepadamu." (Lukas 12:31). Sadarilah bahwa di atas segala kekuatan dan kemampuan kita, berkat sesungguhnya berasal dari Tuhan. Jika demikian, adalah penting bagi kita untuk menarik rem sejenak dari kesibukan kita, pekerjaan atau bahkan pelayanan. Kita harus memperhatikan betul agar jangan sampai kesibukan kita membuat hal-hal penting lainnya dalam keseharian kita. Mengurus keluarga, membagi waktu buat istri/suami dan anak-anak serta keluarga lainnya, bersosialisasi dengan tetangga dan teman-teman, kesehatan kita terutama hubungan kita dengan Tuhan. Tidaklah salah jika kita bekerja dengan keras dan serius karena itu memang merupakan keinginan Tuhan atas diri kita, tetapi perhatikan baik-baik agar jangan semua itu merebut hubungan kita dengan sesama terutama dengan Tuhan. Jika anda termasuk orang yang super sibuk, ini saatnya untuk menelaah kembali sejauh mana kita sudah mengendalikan kesibukan tanpa harus mengorbankan hal-hal penting lainnya. Lihatlah ke sekitar anda, ada keluarga yang tetap butuh perhatian dan kasih sayang, dan ada Tuhan yang tengah menanti anda untuk datang kepadaNya untuk menyatakan kasih kepadaNya.

Jangan korbankan keluarga dan Tuhan demi kesibukan bekerja

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, June 24, 2012

Membersihkan dan Menyucikan

Ayat bacaan: 1 Yohanes 1:9
======================
"Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan."

membersihkan menyucikanSalah satu produsen detergen di Indonesia memakai kalimat "membersihkan paling bersih" sebagai slogannya dan slogan yang sudah dipakai puluhan tahun itu tampaknya cukup manjur untuk menjaring pembeli. Tapi meski slogan itu bekerja dengan baik, produk ini tidaklah berhenti berinovasi. Berbagai versi baru dan jenis baru keluar dan menawarkan kemampuan untuk membersihkan lebih baik dan lebih praktis. Tidak satupun dari kita mau memakai baju kotor, tetapi dalam melakukan aktivitas sehari-hari tentu kita tidak bisa mencegah baju kita dari keringat, noda dan bercak. Kita bisa saja tersemprot lumpur di jalan disaat hujan misalnya, terkena kuah makanan, minyak dan sebagainya. Agar bisa dipakai, baju itu tentu akan kita cuci terlebih dahulu hingga bersih. Apabila noda itu menempel maka sulitlah bagi kita untuk menghilangkan semuanya dan membuat baju kita kembali seperti baru. Produsen mengetahui hal itu, dan oleh karena itulah berbagai produk deterjen terus berlomba-lomba mencari dan mengembangkan inovasi-inovasi baru yang mampu membersihkan dengan cara yang paling mudah, praktis, hemat dan cepat.

Firman Tuhan berkata: "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Ayat ini jelas mengambarkan bahwa ada kesempatan yang diberikan kepada kita untuk memulai sebuah hidup baru ketika kita menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat kita. Through our devotion to Christ we are considered as "a new creation", a fresh one. Itu artinya dosa-dosa kita sudah dihapuskan, kita sudah merdeka, dilepaskan dari berbagai belenggu yang mengikat kita selama ini. Kita telah menerima tebusan atas dosa-dosa kita di masa lalu, dan kemudian menerima kebenaran dan keselamatan sebagai anugerah yang berasal dari Tuhan. We are transformed into a whole new person. Idealnya, kita harus menjaga diri kita yang sudah kembali baru agar jangan tercemar kembali oleh berbagai noda dosa. Tetapi kita sebagai manusia yang lemah kita bisa terjebak untuk kembali terjerumus dalam berbagai bentuk dosa. Anggaplah diri kita seperti baju, maka baju yang sudah bersih akan kembali kotor apabila banyak noda yang hinggap di atas baju kita. Ada yang mudah dibersihkan, ada pula yang seperti noda membandel sehingga sulit dibersihkan. Demikian pula dosa-dosa itu akan membuat kita kembali kotor meski ketika kita menjadi ciptaan baru. Lalu bagaimana dengan dosa-dosa yang kita lakukan setelah kita menerima Kristus? Apakah Tuhan tetap menyediakan pengampunannya? Tentu saja. Tuhan tetap membuka pintu kesempatan selebar-lebarnya kepada siapapun untuk berbalik dari jalan-jalan yang salah dan kembali kepada jalan kebenaran yang mengarah kepada keselamatan. Tuhan selalu rindu melihat pertobatan, dan itu termasuk bagi orang yang belum menerima Kristus maupun yang sudah.

Selanjutnya mari kita lihat kitab 1 Yohanes. Kitab ini dipercaya sebagai hasil tulisan Yohanes sendiri yang saya tidak tahu pasti ditujukan untuk siapa atau jemaat mana. Meski demikian, satu hal yang pasti adalah bahwa surat tulisan Yohanes ini ditujukan untuk orang-orang percaya, dan bukan kepada orang-orang yang belum menerima Kristus. Dengan kata lain, surat ini dituliskan secara khusus untuk orang-orang Kristen. Yohanes tahu bahwa setelah kita bertobat, selalu saja ada godaan yang berpeluang untuk membawa kita terjerumus kembali dalam dosa, kembali melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk atau dosa-dosa baru yang seharusnya sudah kita tinggalkan ketika kita ditransformasikan menjadi ciptaan yang baru. Apa yang akan diperbuat Tuhan kepada para orang percaya yang terpeleset kembali ke dalam dosa? Lewat Yohanes kita bisa mengetahui isi hati Tuhan mengenai hal ini. "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9).

Dari ayat ini kita bisa mengetahui bahwa Tuhan akan melakukan 2 hal berikut:
1. mengampuni dosa kita
2. menyucikan kita

Keduanya akan segera Dia berikan begitu kita menyadari dan mengakui dosa kita. Lihatlah betapa baiknya Tuhan,  sehingga pintu pengampunan ternyata masih Dia bentangkan lebar-lebar terhadap anak-anakNya yang kembali ternoda oleh berbagai kotoran akibat dosa.

Yohanes melanjutkan penjelasannya dalam pasal selanjutnya. Ia mengatakan "Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil. Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia." (1 Yohanes 2:1-2). Sebagai ciptaan baru seharusnya kita tidak lagi berbuat dosa. Itu idealnya. Tetapi kalaupun kita kembali terjebak, ingatlah bahwa kita punya Kristus yang akan bertindak sebagai perantara atau pembela buat kita di hadapan Allah. Ini janji Tuhan yang dihadirkan lewat Yohanes dan ditujukan buat kita, orang-orang percaya. Meski demikian, hendaknya kita tidak menyalah gunakan kebaikan Tuhan dengan berpikir bahwa kita bolak balik berbuat dosa lalu bertobat. Tidak demikian. Kita harus mampu menyadari sepenuhnya kebaikan Tuhan dan menghargai kesempatan itu dengan sungguh-sungguh. Selain daripada itu, tidak satupun dari kita yang tahu kapan batas waktu kita di dunia ini akan berakhir. Bagaimana jika pada saat dipanggil ternyata kita tengah penuh dengan bercak dosa? Itu tentu akan merugikan diri kita sendiri juga. Ketika kita kembali berbuat dosa artinya kita kembali hidup dalam penghukuman. Arah jalan yang tadinya lurus menuju keselamatan pun kemudian berbelok menuju jurang kebinasaan. Tetapi hati Tuhan yang penuh kasih masih memberikan kesempatan. Tuhan siap untuk menghapuskan dan tidak lagi mengingat-ingat pelanggaran kita apabila kita mengakui dosa kita di hadapanNya. Tuhan pun berjanji bahwa diri kita pun akan dibersihkan atau disucikan kembali segera ketika kita mengakui dosa-dosa yang kita perbuat. Dalam kitab Yesaya kita bisa membaca janji Tuhan yang sangat berhubungan erat dengan tema renungan hari ini. "Marilah, baiklah kita berperkara! --firman TUHAN--Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Tuhan siap mengembalikan diri kita yang telah ternoda untuk kembali putih mengkilap seperti baru.

Kebenaran akan kembali muncul setelah kita disucikan dari berbagai penyimpangan atau kejahatan. Sebagai ciptaan baru kita seharusnya meninggalkan masa lalu kita yang penuh dosa dan menatap ke depan untuk menuai janji-janji Tuhan. Namun dalam prakteknya, ada kalanya kita kembali terjebak dan berbuat dosa. Apabila itu yang terjadi, ingatlah bahwa Tuhan masih memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi kita orang yang sudah percaya untuk mengakui dosa mereka di hadapan Tuhan. Jika itu kita lakukan, maka Tuhan sendiri yang akan mengambil langkah dalam 2 tahap: mengampuni dan menyucikan. Marilah datang kepadaNya dan mengakui semua dosa yang sudah kita lakukan. Tidak peduli sekotor apapun anda saat ini, jangan pernah lupakan bahwa pengampunan dan penyucian akan selalu diberikan Tuhan kepada mereka yang jujur mengakui setiap dosa yang pernah diperbuat.

Mengakui dosa adalah awal dari pemulihan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, June 23, 2012

Lakukan Hari Ini Juga (2)

(sambungan)

Kemarin kita sudah melihat betapa pentingnya untuk saling mengingatkan satu sama lain dalam menghadapi hari-hari yang jahat. Kapan itu harus dilakukan? Besok? Lusa? Nanti? Kapan-kapan? Kalau ingat? Dalam Ibrani 3:13, Penulisnya menekankan kata "HARI INI". Itu tidak boleh ditunda dan harus HARI INI juga. Mengapa harus ada penekanan seperti itu? Karena kita tidak tahu kapan waktu kita dipanggil kembali menghadapNya. Bisa puluhan tahun lagi, bisa beberapa tahun lagi, beberapa bulan, beberapa hari, atau bahkan mungkin saja ini hari terakhir kita di muka bumi. Menunda tidak akan membawa kebaikan, terlebih dalam hal saling mengingatkan di hari-hari yang jahat ini.

Selanjutnya, mari kita lihat kembali ayat berikut ini. ""Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan "hari ini", supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa." (Ibrani 3:13). Perhatikan tulisan yang saya cetak tebal. Gemar menunda-nunda dalam saling menasihati ternyata bisa membuat hati kita menjadi menebal dan mengeras sehingga semakin lama menjadi semakin rentan terhadap dosa. Terus berbuat dosa tanpa ada yang mengingatkan akan membuat kita semakin lama semakin terbiasa dalam dosa sehingga kitapun semakin tidak peka lagi terhadap berbagai penyimpangan. Itu merupakan salah satu alasan penting agar kita tidak menunda-nunda dalam hal saling mengingatkan satu sama lain. 

Pemazmur berkata "Masa hidupku ada dalam tangan-Mu." (Mazmur 31:16). Panjang pendeknya usia kita itu ada di dalam tangan Tuhan. Menyia-nyiakan waktu yang masih ada untuk membawa yang sesat kembali ke jalan Tuhan akan membuat kita melewatkan sebuah kesempatan untuk memenuhi tugas sesuai panggilan kita di bumi ini. Hari ini mungkin merupakan kesempatan terakhir kita untuk memperoleh pengampunan Tuhan, atau jika kita sudah berjalan sesuai dengan kehendakNya, hari ini bisa menjadi kesempatan terakhir kita untuk membagikan kasih dan keselamatan yang telah dihadiahkan Tuhan kepada saudara-saudari kita, orang-orang terdekat dan yang kita kasihi. Sebaik apapun kita hidup, jika kita tidak mempedulikan saudara-saudari kita yang lain, semua itu akan sia-sia saja.

Tuhan Yesus sendiri telah mengingatkan agar kita bisa menghargai waktu yang ada dan memakainya semaksimal mungkin untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang telah dibebankan kepada kita. Perhatikan kata-kata Yesus berikut. "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Untuk pekerjaan yang dilakukan terburu-buru atau bahkan melewati tenggat waktu mungkin kita masih bisa berdalih dan terhindar dari berbagai bentuk konsekuensi, tapi itu tidak akan bisa terjadi dalam hal menunda untuk saling mengingatkan. Apabila waktunya sudah tiba dan kita masih belum melakukan apa-apa dalam hal kebaikan, maka konsekuensinya mau tidak mau harus kita tanggung tanpa ada satu dalihpun yang bisa menghindarkan kita dari itu. In this case, we can never be a "deadliner" and get away with it. Ada waktu dimana kita tidak bisa lagi berbuat apa-apa, maka oleh karena itukita harus bisa mempergunakan waktu dengan semaksimal mungkin. Dalam kesempatan lain Yakobus mengingatkan kita bahwa hidup itu singkat. "sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap." (Yakobus 4:14). Ia menyadari hal yang sama seperti Musa yang berkata dalam doanya: "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12).

Jika ada kesempatan yang masih diberikan Tuhan hari ini, baik untuk diri kita sendiri maupun untuk menasihati orang lain agar berubah dari jalan-jalan yang masih menyimpang dari suara hati Tuhan, manfaatkanlah itu dengan sebaik-baiknya dan jangan sia-siakan. Mari kita periksa diri kita dan lihat ke sekeliling kita hari ini juga. Jangan tunda lagi, karena tidak ada satupun dari kita yang tahu apa yang akan terjadi nanti.

Hargai kesempatan yang masih diberikan Tuhan dengan memanfaatkan waktu semaksimal mungkin

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, June 22, 2012

Lakukan Hari Ini Juga (1)

Ayat bacaaan: Ibrani 3:13
==================
"Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan "hari ini", supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa."

hari iniApakah anda termasuk orang yang suka menunda dan baru mengerjakan tugas pada saat-saat terakhir atau termasuk orang yang akan langsung memulai meski tenggat waktunya masih cukup lama? Saya termasuk orang yang lebih suka mengerjakan sejak awal. Ada beberapa keuntungan menurut pengalaman saya pribadi akan hal ini. Pertama, waktu yang lowong membuat saya bisa lebih tenang dan santai dalam bekerja, terutama dalam menulis yang menjadi pekerjaan saya sehari-hari. Kedua saya tidak harus panik ketika batas waktunya tiba, sehingga saya tidak perlu hidup dalam stres. Ketiga, hasilnya bisa jauh lebih baik ketimbang mengerjakan terburu-buru. Keempat, saya bisa punya waktu yang lebih lega yang bisa dibagikan buat istri atau untuk mengerjakan hal lainnya seperti menulis renungan setiap hari misalnya. Semua itu tidak akan bisa saya lakukan apabila saya menunda-nunda pekerjaan. Bagaimana jika ide mentok ketika anda sudah diburu waktu? Tentu hasilnya tidak akan bisa sebaik jika anda mengerjakannya secara santai dan perlahan. Sayangnya lebih banyak orang bertipe "deadliner" di muka bumi ini, atau bahkan banyak pula yang melanggar tenggat waktu karena terlalu santai. Banyak orang yang menjadi stres karena selalu terdesak oleh waktu, lalu berbalik menyalahkan yang memberi tugas, klien atau kambing hitam lainnya. Padahal kesalahan yang sebenarnya adalah pada ketidakmampuan membagi dan memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin.

Firman Tuhan mengatakan: "pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:16). Kita sudah diingatkan akan pentingnya memanfaatkan waktu yang ada dengan sebaik mungkin, terlebih dalam hal saling mengingatkan satu sama lain. Mengapa? Karena hari-hari ini adalah jahat. Kita hidup di dunia yang berisi banyak godaan, penyelewengan dan penyimpangan, yang jika tidak hati-hati akan sanggup menjatuhkan kita dan menghancurkan apa yang sudah kita bangun dengan baik sejak semula. Tetapi pada kenyataannya kita seringkali lebih suka menunda-nunda dan menghindar. Mungkin kita merasa segan, merasa tidak sanggup atau merasa bahwa itu bukan tugas kita. Rasa individualisme manusia semakin lama semakin menebal. Untuk menolong orang yang jelas-jelas menangis di depan kita saja sudah semakin sulit, apalagi untuk mengingatkan orang untuk bertobat, atau malah tidak peduli terhadap diri kita sendiri. Adalah baik apabila kita sudah menjaga diri kita dengan serius untuk taat, tapi jangan lupa bahwa di sekeliling kita ada banyak orang yang masih tenggelam dalam jerat-jerat dosa. Waktu yang berjalan bagi mereka sama cepatnya seperti kita dan tidak ada satupun dari kita yang tahu kapan pastinya kita dipanggil pulang. Kita cenderung menunggu sampai orang lain yang menghampiri dan mengingatkan mereka, kita cenderung berdiam diri, tetapi pernahkah kita terpikir bahwa mungkin saja kita yang dipanggil untuk itu, mengingat mereka ada di dekat kita?

Firman Tuhan mengingatkan "Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan "hari ini", supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa." (Ibrani 3:13). Pesan ini mengingatkan kita agar tidak menutup mata ketika melihat ada orang-orang yang masih tersesat. Kita sendiri mungkin masih melakukan beberapa hal yang bertentangan dengan firman Tuhan, dan untuk itu kita pun membutuhkan nasihat, teguran atau peringatan dari orang lain yang dekat dengan kita. Saling mengingatkan artinya berlaku timbal balik. Jika mereka menutup mata dan membiarkan kita tersesat, bukankah kita sendiri yang rugi? Begitu pula sebaliknya. Sebuah panggilan untuk menjadi terang dan garam bukan saja berarti bahwa kita harus berbuat baik dalam hidup kita, tetapi termasuk pula di dalamnya untuk saling mengingatkan, saling menasihati dan saling bantu.

(bersambung)

Thursday, June 21, 2012

Yesus dan Matius

Ayat bacaan: Matius 9:9
===================
"Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia."

matiusSaya selalu merasa kagum melihat hamba-hamba Tuhan yang bersedia melayani jemaat secara pribadi. Ditengah kesibukan mereka baik dalam pekerjaan, mengurus keluarga maupun melayani, mereka masih sanggup meluangkan waktu untuk counseling membantu orang, pasangan atau keluarga yang tengah menghadapi masalah. Tidak semua hamba Tuhan mau seperti ini, dan kita pun melihat ada banyak gereja hari ini yang lebih mementingkan kuantitas ketimbang kualitas. Mereka akan setengah hati melayani apabila jemaatnya sedikit, tapi akan bersemangat jika ramai. Melayani satu persatu secara pribadi tentu menyita waktu dan tenaga. Tidak jarang pula mereka butuh dibimbing secara perlahan, yang artinya tidak akan cukup dalam satu sesi saja. Salah seorang pendeta pernah saya tanya dan menjawab, "selain itu memang tugas saya, bagaimana saya bisa berpangku tangan melihat jiwa yang lelah dan butuh bantuan? Biar satu orang, tapi kalau ia bisa merasakan jamahan Tuhan akan membuat saya sangat bersukacita." katanya sambil tersenyum.  Apa yang dilakukan oleh para hamba Tuhan yang mau melayani sedikit atau bahkan satu orang saja ini memang luar biasa, terlebih jika mengingat banyak diantara mereka yang tidak mau mengeluarkan kemampuan terbaik ketika yang dilayani hanya satu orang. Mereka berpikir bahwa hanya buang-buang waktu saja rasanya melayani hanya satu orang. Ada pula yang berpikir bahwa sia-sia saja jika harus meladeni orang itu begitu berdosa, begitu hina dan dalam penilaiannya tidak ada lagi yang bisa diharapkan karena dosanya sudah terlalu besar. Tuhan tidak pernah mengajarkan demikian. Mari kita lihat keteladanan yang ditunjukkan oleh Yesus.

Yesus tidak pernah membeda-bedakan jumlah dalam pelayananNya di muka bumi ini. Yesus memberi pelayanan yang sama baiknya, baik di depan ribuan orang, maupun hanya satu orang. Kita bisa melihat bagaimana Yesus peduli meski terhadap satu orang lewat kisah perjumpaanNya dengan Matius. Matius tadinya bukanlah orang yang baik di mata masyarakat karena berprofesi sebagai pemungut cukai. Itu tandanya ia bekerja untuk kepentingan Roma, bangsa penjajah. Pemungut cukai digolongkan ke dalam orang berdosa pada masa itu dan dikucilkan masyarakat karena dianggap penghianat dan musuh. Pada suatu hari Yesus bertemu dengan Matius."Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia." (Matius 9:9). Ayat ini terlihat singkat saja, tetapi mari kita lihat makna dibalik ayat ini. Yesus berbicara kepada Matius, itu artinya Yesus tidak melewatkan Matius begitu saja. Matius saat itu duduk seorang diri disana, dan ia adalah orang berdosa. Tapi perhatikan Yesus tidak melewatinya begitu saja tapi malah menghampiri Matius dan mengajaknya ikut. Selanjutnya tergantung keputusan Matius, dan ternyata Matius memilih untuk berdiri dan mengikut Yesus. Itu sebuah pilihan yang sangat tepat. Dari sana, Yesus lalu berkunjung dan makan di rumah Matius. Ternyata kedatangan Yesus berkunjung ke rumah Matius didengar oleh pemungut cukai dan orang-orang lainnya yang dimata masyarakat dicap sebagai pendosa. Mereka pun berbondong-bondong datang. Dari satu kemudian berkembang menjadi banyak. Orang Farisi pun kaget melihat itu dan segera bertanya kepada para murid, "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" (ay 11). Lantas "Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (ay 12-13). Betapa tepatnya Yesus mengambil permisalan. Dokter tugasnya memang menyembuhkan orang sakit. Walau hanya satu orang, kalau sakit tentu diobati dan ditangani dengan sebaik-baiknya bukan? Demikian pula kata Yesus, bahwa tugasNya ke dunia ini adalah untuk menyelamatkan orang-orang berdosa. Meski hanya satu jiwa saja, itupun berharga bagiNya. Kita tahu apa yang terjadi kemudian. Matius bertobat dan menjadi murid Yesus. Tidak hanya murid biasa, tapi ia pun termasuk dalam satu dari empat penulis Injil yang bisa kita baca hingga hari ini. Semua itu berawal dari keputusan Yesus untuk tidak memandang jumlah dan berkenan untuk mengurusi satu orang saja.

Ada dua perumpamaan diberikan Yesus mengenai hal ini. Pertama dalam perumpamaan tentang domba yang hilang. "Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?" (Lukas 15:4). Jika satu domba hilang, tidakkah si gembala mau kembali ke padang gurun untuk mencari dombanya? Mungkin tersesat, mungkin celaka, dan mereka pasti rela kembali mencari untuk menyelamatkan dombanya. Demikian pula Yesus. "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (ay 7). Meski hanya satu orang bertobat, sukacita di surga pun akan terjadi. Lalu selanjutnya ada perumpamaan tentang dirham yang hilang. "Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu di antaranya, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dirhamku yang hilang itu telah kutemukan." (ay 8-9). Satu keping uang perak hilang tentu akan dicari walaupun masih ada 9 uang perak lagi yang tidak hilang. Dan Yesus kemudian menyimpulkan, "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat." (ay 10). Satu orang bertobat, seluruh malaikat pun akan bersorak sorai. Tidak harus seratus, seribu, sejuta, tapi satu saja sudah membuat seisi surga bersorak dengan penuh sukacita.

Satu jiwa itu sangat berharga di mata Allah. Tidakkah keterlaluan jika kita malah memandang kuantitas lebih dari kualitas? Sudahkah kita rela untuk meluangkan waktu dan kesibukan kita untuk melayani satu orang saja? Itu bukan hanya tugas dari para hamba Tuhan, tapi kita semua orang percaya pun punya kewajiban seperti itu. Menjadi terang dan garam bagi dunia tentu menjadi impian semua anak-anak Tuhan, tapi menjadi terang dan garam bagi satu orang, itupun tidak kurang pentingnya. Jika kita bisa mempertanggungjawabkan satu orang, Tuhan pasti akan melipatgandakannya kelak. Tapi berapapun jumlahnya, yang penting adalah kerinduan hati kita untuk melihat jiwa yang selamat. Mari kita lihat disekeliling kita, berbuatlah sesuatu bagi mereka meski hanya seorang saja. Bukan lewat kekerasan, paksaan atau intimidasi, tetapi Alkitab mengajarkan kita untuk melayani dengan sabar dan lemah lembut dengan didasari oleh kasih. Jangan berpangku tangan ketika melihat orang-orang yang putus pengharapan dan merasa terabaikan, sebab satu orang sekalipun sangatlah berharga bagi Tuhan.

Satu orang bertobat, seisi surga bersukacita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, June 20, 2012

Tiga Jenis Kerajaan

Ayat bacaan: 1 Petrus 3:15
==================
"Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan!"

tiga jenis kerajaan dalam hidup kita"Sedikit-sedikit iblis... kadang kasihan juga iblis dituduh terus, padahal yang salah ya diri sendiri juga, mau terpengaruh.." kata teman saya pada suatu hari sambil tertawa. Saya pun geli mendengar komentarnya. Apa yang ia katakan memang ada benarnya, karena Alkitab memang jelas berkata bahwa "...Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Artinya, iblis hanya bisa menancapkan kuku kepada orang yang memang membuka celah untuk itu, yang memang memberi kesempatan bagi iblis untuk menelan mereka. Selain dari pada itu, iblis hanya bisa berjalan berkeliling tanpa bisa mendekati kita. Obrolan kami pun berlanjut, dan ia sampai pada kesimpulan bahwa ada 3 kerajaan atau kingdom yang berkuasa dalam diri manusia, yaitu the kingdom of myself, the kingdom of evil dan the kingdom of God.

Mana dari ketiga kerajaan ini yang berkuasa atas kita hari ini? Apakah kerajaan dengan diri sendiri sebagai raja diatas segala raja, kerajaan dimana iblis yang berkuasa, atau kerajaan yang berada penuh dibawah kendali Tuhan?  Merasa diri sendiri paling hebat, tidak membutuhkan orang lain, ke-aku-an yang sangat tinggi sehingga harus selalu didahulukan diatas segalanya dan orang lain sama sekali tidak penting, itu artinya kerajaan jenis pertamalah yang berkuasa. Terus hidup dalam berbagai dosa, berbuat kejahatan tanpa merasa bersalah, hati nurani tertutup dan berbagai pelanggaran dianggap wajar, bahkan sanggup bersikap kejam terhadap orang lain, itu artinya iblislah yang menjadi raja. The Kingdom of God, itu berbicara mengenai ketaatan dan kepatuhan kita tanpa syarat kepada Raja di atas segala raja. Tidak memberi kompromi sedikitpun atas pelanggaran meski sangat kecil dan sering dianggap boleh diabaikan, terus berjalan dalam koridor yang berkenan di hadapan Tuhan dan memuliakanNya lewat segala yang kita kerjakan, mengasihi orang lain dengan tulus, bekerja serius, sungguh-sungguh dan penuh kejujuran, punya kerinduan untuk terus mendengarkan Tuhan dan tunduk secara total atas otoritas Tuhan dalam segala aspek kehidupan, itulah yang menjadi sikap orang-orang yang menjadikan Kristus sebagai Raja atas hidupnya.

Anggaplah diri kita seperti sebuah lembaga kerajaan, maka siapa yang memimpin akan sangat menentukan perjalanan hidup kita. Yes, there's a kingdom in our hearts, dan kita harus menentukan siapa yang menjadi pemimpin di dalamnya. Ada sebuah ayat yang dengan tegas menyebutkan apa yang seharusnya kita lakukan, dan itu disampaikan Petrus dengan singkat, padat namun jelas: "Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan!" (1 Petrus 3:15). Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan: "But in your hearts set Christ apart as hold (and acknowledge Him) as Lord." Ada versi lain yang menyebutkan ayat ini dengan "Sanctify the Lord God in your hearts." Rangkuman dari keduanya berarti kita harus menguduskan, menjadikan dan mendeklariskan atau mendedikasikan Yesus sebagai Penguasa tertinggi dalam hidup kita. Dan Petrus jelas mengatakan bahwa itu semua bermula dari hati. Hatilah yang menjadi pusat kerajaan, dan siapa yang berkuasa disana akan sangat menentukan siapa dan bagaimana diri kita hari ini, juga akan sangat menentukan ke arah mana kita menuju kedepannya.

Oleh karena itulah Alkitab berbicara banyak mengenai pentingnya menjaga hati. Sebuah ayat dalam Amsal berkata: "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Mengapa hati harus dijaga dengan segala kewaspadaan? Karena dari sanalah kehidupan itu sesungguhnya terpancar. Yesus pun menyebutkan alasannya dengan rinci. "sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan." (Markus 7:21-22). Ini merupakan daftar yang bisa membuat kita bergidik ngeri. Dan lanjutannya, Yesus mengatakan secara jelas pula bahwa "Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (ay 23). Kalau begitu, sangatlah penting bagi kita untuk menguduskan hati kita lalu terus mempertahankan dan menjaga kekudusannya. Dan hal tersebut tidak mungkin kita lakukan jika kita membiarkan hal-hal selain Tuhan Yesus untuk menjadi Penguasa di dalamnya. Nasib sebuah negara atau kerajaan akan sangat tergantung dari siapa pemimpin atau rajanya, dan sama seperti itu pulalah hidup kita. Dan hati, sebagai pusat dari kehidupan butuh Sosok Pemimpin yang benar, atau semuanya akan berakhir dalam kehancuran.

Kembali kepada seruan Petrus, sebuah ayat lain mengingatkan pentingnya menjaga kekudusan ini. "sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:16). Kita harus mengejar kekudusan, "sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan." (Ibrani 12:14). Untuk menjadikan Yesus sebagai Raja yang bertahta dalam hati kita, kita harus mematikan segala sesuatu yang bisa merusak atau menggagalkan hal itu. Keinginan daging, hawa nafsu, godaan-godaan, membiarkan pengaruh-pengaruh buruk meracuni kita atau berbagai penyebab kerusakan lainnya haruslah bisa kita tundukkan dan matikan. Tanpa itu hati kita tidak akan pernah bisa memiliki Raja yang tepat yang akan membawa kita masuk kedalam keselamatan dalam kepenuhan.

Ada banyak hal di dalam diri kita yang mencoba untuk memegang kendali penuh atas kita. Jangan-jangan Tuhan sudah terpinggirkan sejak lama dalam hati kita, kalaupun ada mungkin hanya menempati sebagian kecil saja disana atau bahkan sudah sama sekali tidak punya tempat lagi. Kita mungkin merasa itulah kebebasan yang membawa kenikmatan dalam hidup, tetapi sesungguhnya sebuah kebebasan sejati hanya akan datang jika kita mengijinkan Yesus sendiri untuk berkuasa atas hati dan hidup kita. Siapakah yang menjadi raja atas diri anda hari ini? Saatnya bagi kita untuk bersama-sama memeriksa hati. Make sure that Kingdom of God is the one that rules, or destructions is only a matter of time.

Hidup yang sepenuhnya tunduk kepada otoritas Tuhan akan membawa kita menuju jalan keselamatan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Menghormati dan Membalas Budi Orang Tua

Ayat bacaan: Efesus 6:1-3
====================
"Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu--ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi."

Habis manis sepah dibuang. Pepatah ini sering terjadi pada orang tua yang pada masa-masa senjanya tidak lagi dipedulikan oleh anak-anaknya sendiri. Anak-anak mereka sudah sibuk dengan dunianya masing-masing, sehingga merasa direpotkan jika harus mengurus orang tuanya yang sudah lanjut usia. Betapa memprihatinkan jika melihat hal seperti ini. Bagai kacang lupa kulit, anak-anak ini melupakan segala pengorbanan dan jasa orang tuanya dahulu sehingga mereka bisa menjadi siapa diri mereka hari ini. Mereka merasa terlalu sibuk untuk merawat orang tuanya, risih membersihkan kotoran-kotoran, merasa malu dilihat orang "menenteng-nenteng" orang tuanya atau alasan-alasan lain. Tidak jarang pula pasangan mereka menentang karena tidak mau direpotkan oleh kehadiran orang tua yang sakit-sakitan di rumahnya. Saya mendengar langsung dari beberapa orang tua yang tidak dipeduli lagi oleh anak-anaknya berkata lebih baik mati saja daripada menjadi masalah bagi hidup anak-anaknya. Ada beberapa dari anak-anak ini yang ternyata mengalami kepahitan karena orang tuanya dahulu terlalu keras dalam mendidik mereka, atau terlalu sibuk sehingga tidak mempedulikan mereka. Setelah mereka dewasa mereka pun menjadi individualis yang sama sekali tidak dekat dengan orang tuanya. Kejadian seperti ini banyak terjadi di sekitar kita dan mungkin dianggap wajar oleh dunia. Tapi Alkitab tidak menyatakan demikian. Apapun alasannya, seorang anak dituntut untuk menghormati orang tuanya tanpa syarat. Melawan atau membangkang orang tua tidak pernah mendapat pembenaran di mata Tuhan, apapun alasannya.

Mari kita lihat apa kata Firman Tuhan mengenai keharusan anak atau cucu kepada orang tuanya. "Tetapi jikalau seorang janda mempunyai anak atau cucu, hendaknya mereka itu pertama-tama belajar berbakti kepada kaum keluarganya sendiri dan membalas budi orang tua dan nenek mereka, karena itulah yang berkenan kepada Allah." (1 Timotius 5:3). Ayat ini dengan jelas mengatakan bahwa anak cuculah yang seharusnya menjadi orang pertama yang wajib memperhatikan nasib mereka. Bukan pembantu, bukan perawat, bukan pula panti jompo atau orang lain. Dikatakan belajar berbakti dan belajar membalas budi orang tua dan nenek/kakek mereka. Disaat orang tua sudah tidak bisa lagi berbuat banyak karena usia mereka yang sudah lanjut, saatnya bagi para anak dan cucu untuk berbakti dan membalas budi mereka yang dahulu mati-matian dalam membesarkan anak-anaknya dengan penuh cucuran keringat dan air mata. Alangkah menyedihkannya melihat orang-orang yang merasa malu atau risih untuk mengurus orang tua mereka, atau malah untuk sekedar bertemu dengan orang tua mereka. Begitu teganya mereka lupa akan perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan orang tua disaat mereka masih kecil. Disaat dulu tidak bisa apa-apa, orang tua berjuang habis-habisan agar anak-anaknya mendapat yang terbaik, tetapi di saat kini orang tua yang tidak bisa apa-apa lagi, bukannya membalas budi tetapi anak-anak yang tidak berbakti ini justru meninggalkan orang tuanya. Firman Tuhan dengan tegas berkata bahwa apa yang berkenan bagi Tuhan adalah sikap dari anak dan cucu yang mau berbakti dan tahu membalas budi. Tuhan tidak suka orang-orang percaya yang tidak tahu membalas budi, bersikap habis manis sepah dibuang, kacang lupa kulit, apalagi terhadap orang tua mereka sendiri.

Hal menghormati orang tua sangatlah penting dimata Tuhan. Lihatlah ayat bacaan hari ini yang diambil dari surat Paulus kepada jemaat Efesus. "Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu--ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi." (Efesus 6:1-3). Paulus mengingatkan mreka kembali akan salah satu dari 10 Perintah Allah yang turun lewat Musa yang berbunyi: "Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu." (Ulangan 5:16). Hormati, itu bukan hanya mengacu pada hubungan disaat keduanya masih segar bugar, tetapi justru akan sangat terlihat dari bagaimana sikap kita menghadapi orang tua yang sudah sakit-sakitan atau lemah di usia senjanya. Menghormati orang tua bukan tergantung dari baik tidaknya mereka membesarkan kita, tapi itu merupakan keharusan yang mutlak untuk dilakukan oleh para anak di mata Tuhan. Tuhan tidak berkata: "Hormatilah ayah dan ibumu jika mereka merawat dengan penuh kasih sayang dan tidak pernah marah/menghukummu." Tidak. Tuhan berkata tegas, "hormatilah ayahmu dan ibumu", dan itu tanpa syarat. Untuk apa? Supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu. Kita akan jauh dari berkat Tuhan apabila melanggar perintahNya, dan itu akan membawa kerugian bagi kita sendiri juga.

Ayah, ibu, nenek, kakek, mereka adalah orang tua kita yang harusnya kita kasihi dan hormati. Terlepas dari kekurangan-kekurangan mereka, kita tidak akan ada tanpa mereka. Tidak jarang mereka harusberjuang habis-habisan untuk membesarkan dan menyekolahkan kita. Mertua pun harus kita hormati sebagai orang tua kita. Bukankah pasangan kita tidak ada tanpa mereka?  Jika kita sudah bekerja mapan hari ini, semua itu tidaklah terlepas dari usaha orang tua kita juga? Sekeras-kerasnya mereka mengasuh atau malah sejahat-jahatnya mereka, tentu sedikit banyak ada hal-hal baik yang kita peroleh dari mereka. Dan itupun layak untuk dihargai. Diatas segalanya, kasih merupakan inti dasar kekristenan yang harus berlaku unconditional alias tanpa syarat. Jika kepada orang lain saja kita harus mengasihi, apalagi terhadap orang tua kita sendiri. Jika diantara teman-teman ada yang mengalami kepahitan terhadap orang tua, mulailah melunakkan hati dan melepaskan pengampunan. Hampiri mereka dan berbesar hatilah. Mulailah bangun kembali hubungan yang sudah terputus sekian lama dan jadikan kasih sebagai dasarnya. Jika anda selama ini terlalu sibuk sehingga jarang bertemu atau menghubungi orang tua anda, ambillah waktu sekarang juga sebelum semuanya terlambat. Berusahalah agar mereka bisa bahagia di hari-hari akhir mereka. Sehingga bukan saja mereka akan akan merasa bangga terhadap anak-anaknya, tapi Tuhan pun akan berkenan dan menghargai tinggi sikap seperti ini.

Tuhan berkenan kepada anak-anak yang berbakti dan tahu membalas budi kepada orangtuanya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, June 19, 2012

Ayah Frankenstein

Ayat bacaan: Mazmur 27:10
====================
 "Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun TUHAN menyambut aku."

Hari ini saya menonton sebuah film tahun 1994 berjudul Frankenstein yang dibintangi oleh Robert De Niro. Film ini menyadur novel gothik karya Mary Shelley tahun 1817 menceritakan tentang seorang ilmuwan bernama Victor Frankenstein yang menciptakan sosok raksasa yang berasal dari potongan-potongan tubuh yang berbeda-beda. Kisah ini sangat terkenal dan sudah berulang kali difilmkan sebelumnya. Saya pun teringat tentang sebuah majalah yang memberikan sebuah kesaksian hidup seseorang yang ditinggal ayah kandungnya sejak masih di dalam kandungan. Begitu ia lahir, ibunya meninggal, dan ia pun kemudian diangkat anak oleh teman ibunya, seorang wanita karir yang tidak menikah. Dalam majalah itu ia bercerita bahwa kehilangan figur ayah membuatnya terus mencari sosok ayah dari berbagai sumber. Di masa SMA, ia bertemu dengan beberapa pembimbing rohani yang mengajarkan bagaimana seharusnya ia berperilaku sebagai seorang pria yang beranjak dewasa. Tahun berganti, pembimbing rohaninya pun berganti-ganti. Sifatnya berbeda-beda, pengalaman hidup mereka yang mereka bagikan pun berbeda. Dan ia pun berkata bahwa para pembimbing rohani ini bagaikan potongan-potongan yang membentuk figur seorang ayah baginya, seperti Frankenstein yang terbentuk dari potongan tubuh yang berbeda-beda pula. Satu hal yang membuat saya kagum, ia tidak menganggap hal ini sebagai sebuah "nasib buruk", karena ia melihat dari sisi positif. Ia bersyukur karena meski tidak sempurna dan berasal dari potongan-potongan yang berbeda, sosok "ayah Frankenstein" ini mengajarkan banyak hal yang baik dan mengenalkannya pada kehidupan dan Tuhan.

Saya merasa kagum terhadap reaksi dan kebesaran hatinya menyikapi hal ini, karena ada banyak orang lain yang mengalami masalah yang sama kemudian mengalami kepahitan dan sulit bertumbuh akibat kehilangan figur ayah atau ibu atau sekaligus keduanya. Ada pula anak-anak yang sebenarnya berasal dari keluarga yang lengkap dan baik-baik saja, tetapi mereka bersikap bandel dan tidak menghormati orang tuanya. Terus melawan, ribut dan tidak bersyukur, seolah-olah mereka berharap kalau bisa orang tuanya biar hilang ditelan bumi saja. Bagi narasumber diatas hal seperti ini sangatlah menyedihkan, karena baginya mereka tidak menyadari seperti apa sakitnya tumbuh tanpa kehadiran ayah.

Daud mengalami masa kecil yang cukup pahit. Ia tidak dianggap ada oleh orangtuanya dan hanya disuruh menggembalakan ternak. Sementara saudara-saudaranya yang lain disayangi dan dibesarkan dengan penuh perhatian dan keistimewaan, ia bagai dianak tirikan. Bayangkan bahayanya menggembalakan ternak sendirian, karena ada banyak binatang buas yang bisa memangsanya setiap saat. Tapi justru dalam situasi seperti itulah Daud kemudian mengenal Tuhan dengan baik. Ia menyadari bahwa biar bagaimanapun Tuhan selalu ada melindunginya. Itulah yang kemudian yang membuat Daud sama sekali tidak takut menghadapi raksasa Goliat. Perhatikan reaksinya ketika disepelekan oleh Saul dan para prajurit Israel yang ketakutan melihat raksasa dengan tinggi 10 kaki dilengkapi peralatan perang lengkap. "Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya. Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh hambamu ini. Dan orang Filistin yang tidak bersunat itu, ia akan sama seperti salah satu dari pada binatang itu, karena ia telah mencemooh barisan dari pada Allah yang hidup." (1 Samuel 17:34-36). Daud bukannya membanggakan kekuatannya sendiri, tetapi ia menyatakan bahwa semua itu adalah berkat adanya Tuhan bersamanya. "Pula kata Daud: "TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu." (ay 37a). Kelak dikemudian hari Daud menyatakan kembali pengalaman kehidupan masa kecilnya antara ditolak orang tua dan hidup bersama Tuhan. "Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun TUHAN menyambut aku." (Mazmur 27:10).

Ya, Tuhan senantiasa ada bersama kita dengan sepenuh kasih. Orang lain boleh tidak mengerti, atau bahkan menolak kita. Tapi satu hal yang harus kita sadari dengan pasti adalah bahwa Tuhan tidak akan pernah menolak kita. Dia akan selalu menerima kita apa adanya, melindungi dan menjaga kita dengan kasihNya yang luar biasa besar. Daud tidak membenci orang tuanya, narasumber di atas tidak membenci ayahnya. Jika ada diantara teman-teman yang mengalami masa kecil yang pahit sama seperti mereka ini, belajarlah untuk mengampuni. Mengampuni dan belajar menghormati orang tua yang sudah melakukan banyak kesalahan itu tidaklah mudah. Tetapi itu akan membawa kita keluar dari pengaruh negatif dan berbagai godaan untuk berbuat dosa. Faktanya ada banyak dari mereka yang kehilangan figur ayah ini kemudian tumbuh menjadi orang-orang yang kepribadiannya rusak, dan tidak jarang pula mereka kembali melakukan hal yang sama terhadap anak-anaknya sendiri. Karena itulah penting bagi kita untuk belajar mengampuni dan menghormati orang tua tanpa syarat. Kita harus mau melembutkan hati dan mengalami pemulihan dari Tuhan meski pengalaman masa kecil mungkin tidak seberuntung orang lain. Kekristenan selalu berbicara mengenai pengampunan tanpa batas dan tanpa syarat. Lihatlah apa yang diajarkan Yesus berikut: "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). Atau "Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu.)" (Markus 11:25-26). Bukan hanya mengajarkan, tapi Yesus sendiri sudah menunjukkan keteladanan akan hal itu. Lihatlah apa yang dikatakan Yesus setelah mengalami siksaan tak terperikan hingga menjelang ajal di atas kayu salib. "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34). Dunia boleh mengajarkan bentuk-bentuk dendam dengan pembalasannya, tetapi kekristenan akan selalu berbicara soal pengampunan. Terhadap orang lain saja kita harus seperti itu, apalagi terhadap orang tua yang melahirkan kita. Mungkin ada diantara teman-teman yang mengalami nasib sama, belajarlah dari Daud. Ia tertolak dalam keluarga, dan dicemooh ketika harus berhadapan dengan raksasa, tapi ia tetap mengandalkan Tuhan dan keluar sebagai pemenang. Besok saya akan melanjutkan dengan mengajak teman-teman untuk melihat mengapa kita harus menghormati orang tua dengan sepenuhnya.

Orang boleh menolak kita, tapi percayalah bahwa Tuhan akan selalu menerima kita apa adanya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, June 18, 2012

Tidur Nyenyak

Ayat bacaan: Mazmur 4:9
==================
"Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman."

tidur nyenyakApakah anda termasuk orang yang bisa tidur dengan nyenyak? Bersyukurlah jika ya, karena faktanya semakin lama semakin banyak orang yang mengalami kesulitan tidur. Tekanan hidup atau kerja, feeling insecure about something, cemas, gelisah, stres atau lainnya bisa menjadi penyebab orang semakin sulit untuk memejamkan mata dan tidur dengan penuh kedamaian. Bahkan sekarang anak-anak kecilpun sudah banyak yang mengalami hal ini. Di usia mudanya mereka sudah harus berkenalan dengan rasa was-was. Besok akan ulangan, besok dapat giliran maju ke depan kelas untuk mempresentasikan tugasnya atau besok guru yang dianggap galak akan mengajar di kelas, semua itu bisa membuat anak-anak kehilangan rasa tentram dan tenang sejak usia dini. Situasi rumah tangga yang tidak kondusif dengan orang tua yang gemar berkelahi di depan anak-anaknya juga menjadikan mereka mulai merasakan sulit tidur karena perasaan yang tidak tenang. Semakin dewasa, semakin banyak pula persoalan hidup, dan banyak orang semakin kehilangan ketentraman dalam hidupnya. Ada banyak diantara mereka yang mengira bahwa punya uang banyak merupakan solusi. Kasur-kasur ditawarkan seempuk dan senyaman mungkin dan diiklankan mampu untuk membuat orang yang berbaring diatasnya bagai tidur di awan sambil tersenyum, tapi pada kenyataannya tidaklah demikian jika ada banyak ketakutan berkecamuk didalam pikiran kita. Nyatanya, semakin banyak uang, semakin gelisah pula pemiliknya. Mereka takut dicuri, ditipu, atau hal lainnya yang akan menghilangkan uang mereka. Menyewa satpam atau penjaga malam pun seringkali tidak serta merta menjamin keamanan, dan itu berulang kali kita baca di berbagai suratkabar atau media lainnya.

Semua mahluk hidup memerlukan tidur yang cukup agar tetap sehat. Disaat kita tidur tubuh kita melakukan perbaikan terhadap berbagai kerusakan jaringan sel yang terjadi akibat berbagai aktivitas atau kegiatan kita sehari-hari. Kita butuh tidur bukan saja sehabis lelah secara fisik. Sebuah penelitian mengatakan bahwa orang yang banyak mempergunakan otak/pikiran dalam bekerja memerlukan tidur yang justru lebih lama dibanding orang yang bekerja mempergunakan tenaga. Ketika tubuh kita sedang sakit, kitapun membutuhkan waktu lebih banyak lagi agar tubuh punya cukup waktu untuk mengganti sel-sel yang rusak agar kita bisa kembali pulih. Secara umum para ahli sepakat bahwa orang dewasa memerlukan sedikitnya sekitar tujuh jam sehari untuk tidur kalau mau sehat. Apa yang terjadi jika kita kurang tidur? Kita akan rentan terserang penyakit. Tubuh kita akan terasa lemas, kita sulit konsentrasi, dalam kadar kekurangan tertentu emosi menjadi labil, bahkan bisa membawa halusinasi apabila tubuh dibiarkan tidak tidur berhari-hari lamanya.

Daud adalah salah satu tokoh yang dikenal memiliki kedekatan yang sangat intim dengan Tuhan, dan kedekatannya itu sudah ia bangun semenjak masa kecilnya. Meski demikian itu bukan berarti hidup Daud sepenuhnya tanpa masalah. Kita tahu ia begitu banyak mengalami masalah atau situasi sulit, dimana banyak di antaranya merupakan masalah hidup dan mati. Setengahnya saja kita alami mungkin sudah bisa membuat kita mati ketakutan. Menariknya, justru di saat-saat genting seperti itu Daud berulang kali menunjukkan penyerahan dirinya secara total dengan kepecayaan penuh kepada Tuhan. Lihatlah salah satunya dalam Mazmur 34:1-22. Disana Daud menyatakan dengan jelas indahnya berada dalam perlindungan Tuhan. Lihat apa katanya: "Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:7). Ayat ini kemudian disusul dengan "Malaikat TUHAN berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka." (ay 8). Ini baru satu contoh dari begitu banyak ungkapan kepercayaan Daud kepada Tuhan atas berbagai situasi sulit yang ia hadapi, dan semua itu tercatat jelas di dalam Alkitab. Itulah sebabnya Daud dengan penuh keyakinan berkata: "Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!" (ay 9). Ingatlah bahwa ucapan ini disampaikan bukan oleh orang yang sepanjang hidupnya nyaman tanpa masalah, tetapi sebaliknya justru oleh orang yang menghadapi tumpukan banyak masalah sepanjang hidupnya sejak kecil hingga akhir hayatnya.

Berulang-ulang Daud menyerukan tentang kebaikan Tuhan. Sepanjang kitab Mazmur kita bisa menemukan ratusan ayat yang menunjukkan iman Daud yang percaya sepenuhnya kepada Tuhan meski ketika ia sedang menghadapi masalah atau bahaya. Dalam kitab 2 Samuel pun kita bisa menemukan perkataan Daud yang tegas menunjukkan seperti apa kebaikan Tuhan itu menaungi hidupnya. "Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku, tempat pelarianku, juruselamatku; Engkau menyelamatkan aku dari kekerasan." (2 Samuel 22:3). Benar, sebagai manusia biasa dia pun tentu pernah mengalami pergumulan-pergumulan dan rasa takut, tetapi ia tidak menyerah dalam perasaan seperti itu dan selalu berhasil untuk kembali mempercayakan hidup sepenuhnya ke dalam tangan Tuhan. Ia mengalahkan rasa takut atau kuatirnya dan menggantikannya dengan kepercayaan yang didukung oleh imannya. Sama seperti Daud, dalam menghadapi situasi-situasi sulit atau berbagai bentuk pergumulan kita memerlukan iman, sebuah iman yang akan memerdekakan kita dari rasa takut, khawatir, cemas dan sebagainya, hal-hal yang bisa dengan mudah merebut sukacita dan kedamaian dari hidup kita dan membuat kita sulit tidur.

Dalam Mazmur 4:1-8 kita menemukan seuntai doa yang indah dari Daud di malam hari. Bagian ini menunjukkan dengan jelas bagaimana yakinnya Daud akan penyertaan Tuhan dan pertolongannya. Disana kita bisa melihat bagaimana Daud menyadari betul bahwa Tuhan penuh kasih setia dalam menyertai kita, bahwa Tuhan punya kuasa yang lebih besar dari apapun yang ada di kolong langit ini. Dengan menyadari itu Daud tahu betul, mengapa ia harus takut? Karena itulah Daud bisa berkata: "Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman." (Mazmur 4:9) "In peace I will both lie down and sleep, for You, Lord, alone make me dwell in safety and confident trust." Dalam kitab Yesaya kita bisa menemukan ayat yang menegaskan penjagaan Tuhan. "Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya." (Yesaya 26:3). Hati yang teguh dan percaya sepenuhnya kepada Tuhan akan Dia jaga dengan damai sejahtera yang melimpah. Jika kita menyadari bahwa Tuhan yang menjanjikan ini memiliki kuasa jauh diatas apapun, kita seharusnya bisa tenang dalam menghadapi kesulitan apapun. Pada kesempatan lain Daud disebutkan tengah lari dari makar yang dilakukan anaknya sendiri, Absalom. Itu situasi yang pasti terasa menyakitkan sekaligus menakutkan. Tetapi perhatikan, justru dalam situasi ini kita menemukan kata-kata Daud berikut: "Aku membaringkan diri, lalu tidur; aku bangun, sebab TUHAN menopang aku!" (Mazmur 3:6). Ditengah banyaknya problema hidup Daud bisa berkata seperti itu. Apa sebabnya? Apakah sebab banyaknya harta? statusnya sebagai raja? jumlah pengawal? Sama sekali tidak. Daud dengan jelas menyebutkan alasannya, "sebab TUHAN menopang aku!".

Ketika banyak tekanan membuat kita sulit tidur, ketika kita dihadapkan kepada situasi-situasi sulit yang seolah tidak punya penyelesaian atau jawaban, serahkanlah semua kepada Tuhan. Ada ribuan janji Tuhan yang tertulis jelas di dalam Alkitab yang seharusnya lebih dari cukup untuk membuat kita bisa tenang. Ada saat dimana kita panik, gemetar ketakutan, atau terus berteriak meminta pertolongan, tetapi Alkitab berkata bahwa ada kalanya kita justru harus diam dan menyadari betul dengan iman kita bahwa Allah ada bersama kita dan lebih dari tahu bagaimana untuk menolong kita. "Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!" (Mazmur 46:11). Masalah ketenangan, ketentraman atau kedamaian ternyata bukan terletak pada ada tidaknya masalah, atau jumlah harta, empuk tidaknya kasur dan hal-hal duniawi lainnya, tetapi justru terletak pada sebesar apa iman kita sebenarnya akan Allah Surgawi. Apabila ada di antara teman-teman yang tengah mengalami banyak masalah atau beban pikiran hari ini dan karenanya menjadi sulit tidur, serahkanlah segalanya ke dalam tangan Tuhan. Di dalam Tuhan ada kelegaan, di dalam Tuhan ada jawaban, di dalam Tuhan ada pertolongan, dan tentu saja di dalam Tuhan ada keselamatan.Malam ini lepaskanlah semua rasa takut anda. Datanglah kepadaNya dan rasakan kelembutan jamahan Tuhan yang mampu memberikan kelegaan sehingga anda akan bisa beristirahat dengan tenang. Alami tidur yang nyenyak dengan penyertaan Tuhan sepenuhnya atas diri anda.

Ada tidaknya masalah, anda tetap bisa tidur dengan tenang, sebab Tuhan menopang anda

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, June 17, 2012

Anak-anak di Mata Tuhan (2)

(sambungan)

Selanjutnya kita bisa melihat bagaimana reaksi Tuhan ketika kita mengabaikan atau menyesatkan anak-anak kecil ini. "Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut." (ay 6). Jika sampai sebegitu keras, itu tandanya anak-anak memang mendapat posisi yang sangat istimewa bagi Tuhan.

Dalam Perjanjian Lama kita bisa menemukan ayat yang menyatakan bahwa selain penting bagi kita untuk mengindahkan ketetapan-ketetapanNya, adalah penting pula untuk mengajarkan anak-anak dalam pengenalan akan Tuhan secara berulang-ulang sampai semua itu meresap dan tinggal di dalam diri mereka. "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu." (Ulangan 6:6-9). Anak-anak kecil terkadang sulit untuk berkonsentrasi, dan mereka mudah merasa bosan atau jenuh. Oleh karena itu kita harus mampu terus berulang-ulang mengajarkan mereka dan mencari cara penyampaian yang menarik agar mereka bisa menangkap intinya dengan baik. Mengajarkan sambil bermain atau lewat permainan-permainan, lewat lagu-lagu, atau bahkan dongeng sebelum tidur alias bedtime story mungkin bisa dipakai sebagai metode penyampai yang baik buat anak-anak. Perhatikan bahwa diperlukan usaha yang serius dan kerelaan mengorbankan sebagian waktu untuk bisa melakukan ini, tapi itulah yang diinginkan Tuhan bagi para orang tua. Anak-anak merupakan titipanNya yang harus disyukuri dan dibangun dalam pengenalan yang baik akan Tuhan, bukan untuk dianggap sebagai pengganggu, direndahkan, disepelekan atau disingkirkan dari hidup. Itulah yang dilakukan oleh pahlawan, dan jika melakukan itu, itu artinya kita menyambut Kristus. Melakukan sebaliknya? Menolak anak-anak itu berarti menolak Kristus, dan itu dikatakan oleh Kristus sendiri.

Jika anda mengira bahwa ini hanyalah tugas para ibu saja, anda keliru. Para ayah pun punya peran yang tidak kalah pentingnya dalam hal ini. Benar bahwa ayah harus bekerja mencari nafkah, tetapi seorang ayah teladan haruslah mampu menyediakan waktu bagi keluarga terlebih bagi anak-anaknya. Hanya mencari nafkah tanpa memperhatikan kebutuhan rohani atau jiwa dari anak tidak akan pernah cukup bagi perkembangan dan kebahagiaan mereka. Saya bertemu dengan banyak orang yang kehilangan figur ayah dalam hidupnya, dan mereka tumbuh menjadi orang-orang yang terus kehilangan sesuatu dalam hidupnya. Ada banyak pula diantara mereka yang terjatuh dalam banyak masalah karenanya. Firman Tuhan pun sudah mengingatkan secara khusus buat para ayah. "Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya." (Kolose 3:21). Menghukum berlebihan dengan kekerasan, tidak mempedulikan, tidak memberi sedikitpun waktu bagi anak, ini semua akan menyakiti hati mereka dan membuatnya tawar. Oleh karena itu meski kita sebagai kepala rumah tangga harus sibuk memenuhi kebutuhan materi keluarga dan anak-anak, kita pun harus memperhatikan pula untuk memberi perhatian, kasih sayang dan membagi sebagian dari waktu kita secara khusus bagi mereka.

Sudahkah anda bertindak sebagai pahlawan dan mengarahkan "anak-anak panah" anda dengan baik, ke arah yang baik pula? Tidak mudah untuk menjadi orang tua, tapi kita memang harus mensyukuri titipan yang diberikan Tuhan kepada kita dengan mengarahkan mereka untuk menjadi teladan-teladan yang baik di masyarakat ketika mereka dewasa nanti. Ketika ada banyak orang yang masih mendambakan hadirnya buah hati dalam keluarga mereka, peliharalah dengan baik jika anda sudah memiliki buah hati titipan Tuhan ini dalam hidup anda. Mereka sangatlah berharga di mata Tuhan, dan kita yang dititipkan harus bisa menghargai itu dengan melakukan segala yang baik di masa pertumbuhan mereka.

Anak merupakan titipan Tuhan yang harus dihargai, diasuh, diurus, dipelihara dan dididik dengan baik

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Belajar dari Rehabeam (2)

 (sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...