Wednesday, August 31, 2022

Figur Yang Bisa Diandalkan dan Dipercaya (2)

(sambungan)

 Mari kita lihat lanjutannya. "Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan "Amin", untuk memuliakan Allah." Jadi, untuk apa kita mengatakan amin? Jawabannya: untuk memuliakan Allah. Memuliakan Allah, karena semua janji Allah itu ada jaminan kepastian lewat atau dalam Yesus.

Ada ayat lain yang menegaskan demikian: "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19). Ayat ini dengan tegas menggambarkan jatidiri Allah yang jelas bukan seperti manusia yang bisa ingkar janji, melanggar atau tidak menepati. Bagaimana mungkin Tuhan Yang Maha Kuasa berfirman lalu melanggarnya? Itu tentu bukan karakter atau sifat Tuhan. Dia tidak akan pernah melakukan itu. When God promises, God fulfills.

Apa yang Tuhan rancangkan bagi kita adalah "rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan" seperti yang tertulis dalam Yeremia 29:11. Sejak penciptaan langit dan bumi, rancanganNya selalu seperti itu. Karenanya, dalam menghadapi permasalahan apapun, peganglah erat-erat janjiNya, dan percayalah dalam Yesus ada jaminan kepastian akan hal itu.

Ayat yang saya bahas hari ini berkali-kali menguatkan saya saat saya sedang ditekan oleh kesulitan yang kalau mau dituruti bisa melemahkan iman saya. Saya tidak mau berdoa tanpa disertai keyakinan. Keyakinan bahwa Tuhan tahu pergumulan saya, keyakinan bahwa Tuhan peduli, keyakinan bahwa Dia sanggup dan berkenan untuk mengulurkan tanganNya. Saya berpikir akan lebih baik jika saya tidak berdoa saja daripada saya berdoa tanpa disertai keyakinan. Lebih baik saya skip daripada saya mengatakan dalam nama Yesus di akhir doa lantas ditutup dengan Amin, tapi tidak ada efeknya sama sekali buat batin saya, karena itu artinya sama saja saya tidak percaya pada jaminan kepastian dalam Yesus dan tidak memuliakanNya. Masalah akan selalu ada, percayakah kita bahwa kita punya Figur yang bisa diandalkan dan dipercaya? Do we see Him as reliable and believable Figure just yet?

Dalam Yesus ada jaminan kepastian, ucapan Amin adalah ekspresi memuliakan Allah  

 

Tuesday, August 30, 2022

Figur Yang Bisa Diandalkan dan Dipercaya (1)

Ayat bacaan: 2 Korintus 1:19-20
==============
“Karena Yesus Kristus, Anak Allah, yang telah kami beritakan di tengah-tengah kamu, yaitu olehku dan oleh Silwanus dan Timotius, bukanlah "ya" dan "tidak", tetapi sebaliknya di dalam Dia hanya ada "ya". Sebab Kristus adalah "ya" bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan "Amin" untuk memuliakan Allah.”

Sewaktu saya masih kecil saya tidur harus dalam keadaan lampu menyala. Kenapa? Karena saya takut gelap. Saya berpikir bahwa kalau gelap nanti ada hantu yang bisa memakan saya. Suatu kali ayah saya memanggil saya dan mengajak saya bicara tentang hal itu. "Kenapa kamu harus takut? Kamu lupa ya kalau kamu punya papa? Kalau ada hantu papa yang maju dan tendang hantunya jauh-jauh. Jadi harusnya hantu itu yang takut sama kamu bukan sebaliknya, karena kamu punya papa." Sejak saat itu saya tidak lagi takut pada gelap apalagi hantu. Kejadian saat ayah saya memanggil saya ini sudah puluhan tahun lalu, tapi kapan, dimana dan apa perkataannya waktu itu saya masih ingat jelas sampai sekarang.

Figur yang bisa diandalkan dan dapat dipercaya, itu tentu sangat berguna bagi anak kecil, dan buat yang sudah dewasa pun kita sebenarnya tetap membutuhkan figur seperti itu. Mungkin bukan urusan gelap dan hantu lagi, tapi justru dalam menghadapi masalah-masalah hidup yang realistis, bisa jadi berhubungan dengan kelangsungan hidup kita dan keluarga, bisa membuat kita cemas bahkan takut, jauh lebih parah dari sekedar urusan gelap dan hantu seperti yang ada di pikiran anak-anak.

Sadarkah kita bahwa diluar figur manusia, ada Figur lain yang jauh lebih besar, jauh lebih bisa diandalkan dan dipercaya? Betul, saya bicara tentang figur Allah. Mudah bagi kita untuk berkata ya, tapi apakah kenyataannya demikian? Mudah pula bagi kita untuk berkata ya saat kita sedang baik-baik saja, tapi masih mudahkah saat kita berhadapan dengan situasi atau kondisi sulit?

Seberapa seringkah kita doa minta pertolongan Tuhan, lalu kita tutup dalam nama Yesus, kita bilang amin, tapi begitu selesai kita langsung khawatir dan takut lagi saat itu juga? Lantas buat apa kita berdoa kalau Sosok yang kepadaNya kita panjatkan doa ternyata belum cukup mampu kita pandang sebagai figur yang dapat diandalkan dan dipercaya? Apa gunanya kata amin kita ucapkan untuk menutup doa? Jika ada diantara teman-teman yang seperti itu, ketahuilah anda tidak sendirian, karena saya pun sempat beberapa kali mengalaminya.

Hari ini mari kita lihat ayat yang saya jadikan ayat bacaan yang diambil dari surat 2 Korintus 1:19-20. Bunyinya adalah sebagai berikut: “Karena Yesus Kristus, Anak Allah, yang telah kami beritakan di tengah-tengah kamu, yaitu olehku dan oleh Silwanus dan Timotius, bukanlah "ya" dan "tidak", tetapi sebaliknya di dalam Dia hanya ada "ya". Sebab Kristus adalah "ya" bagi semua janji Allah."

Mari perhatikan baik-baik rangkaian dua ayat diatas. Hal pertama yang harus kita camkan baik-baik adalah bahwa dalam Yesus tidak ada tipu, keliru, batal, kadang-kadang, mungkin, lihat nanti dan ketidakpastian atau tipuan lainnya. Yesus bukan Sosok yang plin-plan, suka ingkar janji, hari ini ya besok tidak, tapi di dalam Yesus hanya ada "ya". Sebab, Yesus adalah "ya" bagi semua janji Allah. Artinya, dalam Yesus itu jelas ada jaminan kepastian. Karena adanya jaminan kepastian itulah kita mengatakan "Amin".

(bersambung)

Monday, August 29, 2022

Bandel (2)

 (sambungan)

Apakah mereka patuh? Ternyata tidak. Firman Tuhan selanjutnya mengatakan "Tetapi umat-Ku tidak mendengarkan suara-Ku, dan Israel tidak suka kepada-Ku." (ay 12). Bangsa Israel sepertinya lupa atau menganggap remeh pengalaman yang sebenarnya mereka alami sendiri secara langsung, yaitu bahwa adalah Tuhan sendiri yang menuntun mereka keluar dari tanah perbudakan untuk menuju tanah terjanji yang melimpah susu dan madunya. Bukannya patuh tapi malah membandel dan mengatakan tidak suka kepada Allah seperti apa yang ditulis dalam ayat 12 tadi. Mereka menganggap Tuhan sebagai Pribadi yang egois dan demanding atau menuntut secara berlebihan. Dan akibatnya, Tuhan pun membiarkan mereka dengan pilihannya! "Sebab itu Aku membiarkan dia dalam kedegilan hatinya; biarlah mereka berjalan mengikuti rencananya sendiri!" (ay 13).

Sejarah mencatat bahwa keputusan Israel itu kemudian membuat mereka terpuruk. Dijajah musuh, hancur berantakan, jauh dari apa yang sebenarnya telah disediakan Tuhan bagi mereka. Seandainya saja mereka mau mendengar, if only they would listen. Kalau mereka mau dengar, lihatlah apa yang disediakan Tuhan untuk mereka. 

"Sekiranya umat-Ku mendengarkan Aku! Sekiranya Israel hidup menurut jalan yang Kutunjukkan! Seketika itu juga musuh mereka Aku tundukkan, dan terhadap para lawan mereka Aku balikkan tangan-Ku. Orang-orang yang membenci TUHAN akan tunduk menjilat kepada-Nya, dan itulah nasib mereka untuk selama-lamanya. Tetapi umat-Ku akan Kuberi makan gandum yang terbaik dan dengan madu dari gunung batu Aku akan mengenyangkannya." (ay 14-17).

Kebandelan akan membawa dampak buruk bagi kita. Resikonya nyata, dan bisa jadi pada suatu ketika menjadi fatal. Kita suka memberi pemakluman bahwa sifat tidak suka dilarang dan cepat tersinggung ketika diingatkan itu adalah sesuatu yang manusiawi. Tetapi Tuhan sesungguhnya tidak menginginkan kita menjadi pribadi-pribadi yang keras kepala seperti itu. Tuhan ingin kita memiliki hati yang lembut, sebentuk hati yang siap dibentuk. Tuhan menginginkan ketaatan kita lebih dari apapun. 

"Maka sekarang, hai orang Israel, apakah yang dimintakan dari padamu oleh TUHAN, Allahmu, selain dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, mengasihi Dia, beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, berpegang pada perintah dan ketetapan TUHAN yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu." (Ulangan 10:12-13).

Bangsa Israel sudah merasakan sendiri bagaimana konsekuensi yang harus mereka pikul akibat kebandelan mereka yang sesungguhnya sudah dilakukan berulang kali. Anak-anak bisa terlena membangkang karena mereka tidak menyadari bahaya yang mengintai mereka. Ironisnya, orang dewasa pun sering berlaku seperti anak-anak, tidak menyadari bahaya yang mengancam mereka akibat kebandelan, kekerasan hati dan kepalanya. Seharusnya contoh-contoh itu bisa menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak lagi mengulangi kesalahan seperti itu.

Sebuah larangan memang terlihat seperti membatasi pergerakan kita dan membuat kita seolah tidak bisa menikmati hal-hal yang tampaknya menarik dan menyenangkan secara duniawi. Tetapi pikirkanlah, jika itu semua bertujuan baik, agar kita bisa terhindar dari masalah dan penderitaan yang dapat berujung pada kehancuran yang seharusnya tidak perlu terjadi, kenapa kita harus mengabaikan apalagi melawan? Jadi apabila Tuhan masih mau mengingatkan kita meski terkadang keras, bersyukurlah. Karena kita sendiri yang rugi apabila kemudian kita harus terjatuh dalam banyak masalah akibat kebandelan kita sendiri. Apakah itu langsung dari Tuhan, lewat hati nurani kita, atau lewat orang tua, saudara atau sahabat yang peduli kepada kita, bersyukurlah dan berterima kasihlah untuk itu dan dengarkanlah. Jangan keraskan hati apalagi menuduh dan bersungut-sungut, sebab larangan atau peringatan yang baik yang kita terima sesungguhnya bisa mencegah kita dari bencana yang bisa jadi akan kita sesali pada suatu ketika nanti.

Tuhan menuntut ketaatan kepadaNya demi kebaikan kita

Sunday, August 28, 2022

Bandel (1)

Ayat bacaan: Mazmur 81:9
====================
"Dengarlah hai umat-Ku, Aku hendak memberi peringatan kepadamu; hai Israel, jika engkau mau mendengarkan Aku!"

Anak-anak di usia dini memang terkadang bisa bandel. Mereka cenderung untuk melakukan apa yang berbeda dengan apa yang diingatkan, semakin dilarang semakin dilakukan. Itu rasanya dialami oleh setiap orang tua. Dan yang sering terjadi, mereka pun akan mengalami situasi seperti terjatuh, luka dan sebagainya saat mengabaikan peringatan orangtuanya. Mereka akan menangis, merasakan sakit dan lain-lain karena bandel. Saya pun mengalami hal itu. Dan jika itu terjadi, saya biasanya mengingatkannya: "lain kali kalau papa ingetin didengar ya.. kamu tidak harus mengalami itu, kalau saja kamu dengar larangan papa."

If only you listen. Masalah abai dan bandel sebenarnya bukan cuma masalah untuk anak kecil, tapi yang dewasa pun seringkali masih berperilaku sama. Bahkan ada yang bilang bahwa peraturan itu ada untuk dilanggar, kan? Padahal, namanya peraturan dibuat untuk mengatur agar semua berjalan baik dan menjauhkan kita dari masalah. Sebaliknya kebandelan atau pembangkangan tidak akan pernah membawa manfaat positif, malah sebaliknya bisa menjerumuskan, mencelakakan atau bahkan membinasakan.

Tuhan memberikan dengan jelas tuntunan hidup yang akan membawa kita kedalam kehidupan yang indah seperti yang diinginkanNya dan juga mengarah kepada keselamatan yang kekal. Tuhan memberikan batasan-batasan dan larangan-larangan, tapi sejauh mana kita mau mendengarnya? Yang sering terjadi justru sikap membangkang dari kita, mengira bahwa Tuhan tidak ingin kita menikmati sesuatu yang menyenangkan, terlalu mengekang atau bersikap otoriter. Padahal sadarkah kita bahwa itu pun sebenarnya demi kebaikan kita sendiri dan bukan untuk kepuasan Tuhan?

Hari ini mari kita buka Mazmur pasal 81 yang menggambarkan bagaimana kesalnya Tuhan dalam menyikapi kebandelan bangsa Israel. Dengan nyaring Tuhan sudah mengingatkan: 

"Dengarlah hai umat-Ku, Aku hendak memberi peringatan kepadamu; hai Israel, jika engkau mau mendengarkan Aku!" (Mazmur 81:9). 

God said: "Hear me, my people, and I will warn you — if you would only listen to me". Aku mengingatkan kalian, Aku mau menjauhkan kalian dari masalah, kalau kalian mau mendengarkan. If only you would listen. Dengan kata lain, Tuhan mau bilang: "Aku mau jauhkan kalian dari bahaya dan celaka, kalau saja kalian mau dengar. Sekali lagi, Tuhan peduli. 

Perhatikan bahwa Tuhan memberi peringatan bukan demi kepentinganNya melainkan demi kebaikan umatNya sendiri. Seandainya kalian mau dengar, itu kata Tuhan.

Apa yang diingatkan Tuhan adalah agar bangsa Israel berhenti menyembah allah-allah asing. 

"Janganlah ada di antaramu allah lain, dan janganlah engkau menyembah kepada allah asing. Akulah TUHAN, Allahmu, yang menuntun engkau keluar dari tanah Mesir: bukalah mulutmu lebar-lebar, maka Aku akan membuatnya penuh." (ay 10-11).



(bersambung)

Saturday, August 27, 2022

Kegelapan (2)

 (sambungan)

Yesus  mengingatkan kita agar berhati-hati menjaga diri kita agar tidak terperangkap dalam kegelapan. "Karena itu perhatikanlah supaya terang yang ada padamu jangan menjadi kegelapan." (Matius 12:35). Pesan Yesus ini penting, karena seringkali kita terperangkap dalam kegelapan bukan atas kehendak kita. Tidak satupun dari kita memang berniat untuk hidup dalam kegelapan kan? Tapi saat kita tidak kuat menyikapi tekanan, atau saat kita mulai membuka sedikit celah untuk melakukan pelanggaran, maka kegelapan itu bisa tanpa kita sadari menguasai kita. Kita pikir kita masih baik-baik saja tetapi tahu-tahu sudah dikuasai kegelapan. Betapa berbahayanya jika kita tidak memperhatikan atau tidak awas.

Paulus berpesan pada jemaat Efesus mengenai hal ini dengan rinci. Pada perikop Hidup Sebagai Anak Terang (Efesus 5:1-21), kita diingatkan agar selalu hidup dalam kasih (ay 1), jangan sampai diri kita dimasuki oleh rupa-rupa kecemaran, keserakahan, percabulan, perkataan kotor dan kosong dan lain-lain (ay 3), dan kita harus tetap waspada agar jangan sampai disesatkan (ay 6).

Paulus mengingatkan bahwa dengan menerima Kristus, kita mendapat status sebagai anak-anak terang. "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yoh 8:12). Karena itu pula, bagi kita yang mengikut Yesus, kita pun diminta untuk menjadi terang dunia. (Lukas 5:14). Namun kita tidak akan bisa menjadi terang dunia jika kegelapan masih memiliki kuasa atas diri kita. Karenanya, Paulus pun mengingatkan kita agar senantiasa hidup sebagai anak-anak terang. "Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang" (Efesus 5:9).

Katakan tidak pada dosa meski yang kecil atau tampak sepele sekalipun. Dosa meski yang kelihatannya ringan dan sering dianggap kenakalan biasa bisa menjadi pintu masuk iblis untuk menyesatkan kita lebih jauh. Jangan pernah beri toleransi, jangan beri kesempatan, jangan buka peluang, karena sekali kita beri kesempatan, tanpa sadar kita akan menjadi terbiasa dalam kegelapan. Terbiasa berbuat dosa dan kehilangan segala yang baik dari Tuhan.

Tetaplah hidup sesuai firman Tuhan, dan hiduplah kudus sehingga Roh Kudus menerangi hidup kita. Tidak akan ada gelap yang mampu melawan terang kecuali kita sendiri yang menyingkirkan terang dan mengijinkan gelap memasuki hidup kita. Pastikan kita tetap memiliki terang Kristus dan bercahaya di depan orang dan dengan demikian kita memuliakan Bapa. "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16).

"Darkness cannot drive out darkness; only light can do that." - Marin Luther King, Jr

Friday, August 26, 2022

Kegelapan (1)

 Ayat bacaan: 1 Yohanes 1:6
==========================
"Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran."

Saat saya sedang mengetik, aliran listrik tiba-tiba padam. Laptop saya yang baterainya sudah rusak membuat saya tergantung pada aliran listrik untuk bisa bekerja. Karenanya laptop pun langsung mati, dan saya tahu saya harus mengulang lagi sebagian yang sudah saya ketik karena belum sempat saya simpan sebelum listrik padam. Ketika listrik mendadak padam, kita tidak akan bisa melihat apa-apa sama sekali. Semua jadi gelap gulita, dan butuh waktu bagi mata kita untuk pelan-pelan menyesuaikan dengan gelap. Selang beberapa waktu kita mulai bisa melihat sedikit-sedikit, dan bisa mulai beranjak mencari sumber penerangan. Mata punya kemampuan adaptasi dengan keadaan sekitar. Dalam keadaan gelap gulita, mata akan membiasakan diri perlahan-lahan dengan situasi itu. Saat kita ke bioskop untuk menonton film dan masuknya telat, kita akan butuh bantuan senter dari mbak-mbak yang bertugas untuk mengantarkan kita menuju kursi supaya tidak tersandung. Terangnya lampu di luar ruang bioskop lalu tiba-tiba masuk ke dalam ruang gelap membuat kita kesulitan untuk melihat, karena perpindahan mendadak dari terang ke gelap membuat mata butuh waktu terlebih dahulu untuk menyesuaikan diri.

Ilustrasi ini menggambarkan hal yang mirip dengan apa yang bisa terjadi dalam kehidupan kerohanian kita. Membiasakan diri hidup dalam Terang Kristus membuat kita secara natural atau alami menjalani dengan mengadopsi kebenaran-kebenaran sesuai prinsip Allah. Tapi saat kita mulai memberi toleransi pada kehidupan dalam kegelapan, saat kita mulai membiarkan penyimpangan-penyimpangan kecil,  membiasakan diri untuk mengabaikan bahaya dosa dan menganggap bahwa sebuah dosa itu hanyalah bagian dari hal yang sifatnya manusiawi atau wajar, maka lambat laun kita akan menjadi terbiasa berbuat dosa.

Seperti halnya mata yang pelan-pelan jadi terbiasa dalam gelap, diri kita pun pelan-pelan bisa terbiasa hidup dalam kegelapan, dan semakin menjauhi Terang Tuhan. Akibatnya kita tidak lagi bisa mendengar suaraNya, tidak lagi merasa perlu untuk bersekutu denganNya, mengalami hubungan yang semakin renggang lama-lama terputus. Hati nurani kehilangan kepekaannya, kita jadi sulit membedakan mana yang benar dan salah, mana yang baik dan sesat, kehilangan kendali atas diri kita dan disana kebinasaan pun akan segera membuka mulut lebar-lebar untuk menelan kita.

Dalam kitab 1 Yohanes disebutkan demikian: "Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran." (1 Yohanes 1:6).

Tuhan yang kudus tidak akan bisa didekati dengan kecemaran. Kecemaran bisa mengkontaminasi diri kita, yang bisa terjadi bukan saja saat kita sepenuhnya jahat tapi juga kalau kita berkompromi dengan hal-hal yang buruk, membiarkan kegelapan secara perlahan-lahan menggantikan terang dalam diri kita. Antara hidup benar dan melanggar Firman Tuhan, itu tidak bisa dilakukan secara bersamaan. Jadi kalau kita mengaku murid Kristus, tapi hidup kita masih terus berada dalam kegelapan, itu sama saja bohong. Kalau kita hanya seolah terlihat baik di luar tapi sebenarnya banyak melakukan pelanggaran saat tidak ada yang melihat, itu pun sama saja dengan bohong, dan tidak ada kebenaran yang muncul disana. 

(bersambung)


Thursday, August 25, 2022

Pelita (3)

 (sambungan)

Bagaimana kalau kita malas dan menolak melakukan itu? Murka Tuhan nanti bisa menimpa kita. Perhatikan apa yang menjadi keputusan Tuhan terhadap hamba yang malas dalam Matius 25 tadi. Pertama, apa yang ia miliki diambil dan diberikan kepada orang yang melipat gandakan talenta (Matius 25:28). Kemudian yang kedua, ia dilempar ke dalam kegelapan tergelap, tempat yang penuh ratap dan kertak gigi. (ay 30). Tentu tidak satupun dari kita mau berakhir seperti itu kan?

Perhatikan kesamaan ayat dalam perumpamaan tentang talenta dalam Matius 25 dan pelita dari Markus 4 berikut:
- "Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya" (Matius 25:29)
- "Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya." (Markus 4:25).

Dengan demikian kita bisa melihat dengan jelas hubungannya, yaitu bahwa apabila kita menyia-nyiakan talenta kita, menyia-nyiakan waktu dan kesempatan seperti menyimpan terang di bawah kolong, maka segalanya akan diambil dan kita akan menerima ganjarannya di tempat yang penuh ratap dan kertak gigi. Sebaliknya, jika kita mempergunakan talenta-talenta kita untuk menjadi terang dan berkat bagi banyak orang, maka kepada kita akan ditambahkan lebih banyak lagi. Tuhan akan mencurahkan lebih banyak lagi berkat, yang kemudian mampu anda pergunakan pula untuk memberkati orang lain lebih banyak lagi.

Meskipun Tuhan mengasihi kita dan menganugerahkan hidup yang kekal, hal tersebut bukan berarti bahwa kita boleh melakukan apapun dengan sesuka hati. Jangan pernah menyalah gunakan kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Pada saatnya nanti kita harus mempertanggungjawabkan segala yang dipercayakan Tuhan selama masa hidup kita. Ketika Tuhan telah mengaruniakan kita dengan terang, Dia akan melihat apa yang akan kita lakukan dengan terang itu. Apakah kita menerangi banyak orang dan lebih banyak lagi, apakah kita melipatgandakan talenta-talenta itu untuk tujuan mempermuliakan nama Tuhan dan membawa jiwa-jiwa untuk diselamatkan, atau memilih untuk tidak melakukan itu semua sama sekali dan menjadi orang yang hanya memikirkan diri sendiri.

Pilihan dan keputusan ada di tangan kita. Tidak ada alasan untuk tidak berbuat apa-apa  karena Tuhan sudah mencurahkan segalanya secara cukup bagi kita untuk mulai berbuat sesuatu. Tidak perlu malu, takut, merasa tidak sanggup dan sebagainya untuk menyatakan terang, karena "Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan di samping itu akan ditambah lagi kepadamu." (Markus 4:24). Inilah perumpamaan tentang Pelita yang disebutkan Yesus.

Saya berdoa semoga kita semua mampu menjadi terang yang benar, seperti halnya Kristus sang "Terang Dunia". Dunia saat ini penuh dengan lingkup kegelapan, dan sangat membutuhkan seberkas sinar untuk meneranginya. Jika kita mau menjadi terang sesuai firman Tuhan, maka Tuhan akan berkata: "Pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan pulih dengan segera; kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan TUHAN barisan belakangmu." (Yesaya 58:8).

It's time to shine, so shine on!

Wednesday, August 24, 2022

Pelita (2)

 

(sambungan)

Ketika kita menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat kita, maka kita menerima terang dan kemudian  memiliki terang hidup. Kenapa demikan? Sebab Yesus adalah terang yang sejati. "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yohanes 8:12). Saat terang Yesus hadir dalam diri kita, maka terang itu pun akan menyinari kita; Kristus sendiri yang akan bercahaya atas kita. (Efesus 5:14). Dengan demikian kita yang dulu hidup dalam kegelapan, kini berubah menjadi anak-anak terang. "Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang." (Efesus 5:8). Hidup sebagai terang akan nyata ketika hidup kita berbuah kebaikan, keadilan dan kebenaran. (ay 9). Dan dengan hidup dalam terang, dimana darah Yesus menyucikan kita dari segala dosa. (1 Yohanes 1:7).

Dengan demikian, kita yang tadinya tidak layak jadi dilayakkan untuk menerima keselamatan. Pertanyaannya, apakah terang Kristus itu sudah benar-benar menerangi kita? Sudahkah terang Kristus membuat kita bercahaya menampilkan prinsip-prinsip kebenaran di dunia? Sudahkah terang Kristus membuat orang bisa melihat dan mengenal Tuhan lewat cara dan gaya hidup kita? Jika belum, itu artinya kita belum menempatkan terang itu secara benar dalam hidup kita.

Ingatlah bahwa terang yang kita peroleh dari sang "Terang Dunia" bukanlah dimaksudkan hanya untuk diri kita sendiri saja melainkan juga untuk menyinari saudara-saudara kita yang masih terperangkap dalam kegelapan. Ayat ini menegaskan hal itu. "Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu. Sebab sesungguhnya, kegelapan menutupi bumi, dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa; tetapi terang TUHAN terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu." (Yesaya 60:1-2).

Dalam kotbah Yesus di atas bukit, Yesus kembali menyampaikan hal yang mengenai terang ini. "Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu." (Matius 5:14-15). Lalu Yesus menyampaikan kesimpulannya: "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (ay 16). Ketika kebenaran Firman bersinar dari kita menerangi orang lain, tidak tertutup atau ditutup-tutupi, ketika orang percaya berfungsi sesuai hakekatnya sebagai terang, orang tidak akan bisa menyanggah kebaikan dan kasih yang terpancar dari kita, dan disana orang tidak lagi bisa menampik kebenaran melainkan akan memuliakan Tuhan.

Untuk apa lampu kalau ditutup/tertutupi sesuatu? Apakah lampu akan berfungsi maksimal kalau ditaruh di bawah gantang, ditutupi tempurung, dinyalakan di dalam peti atau dipasang di bawah tempat tidur? Tentu lampu segera kehilangan fungsi optimalnya. Kita tidak akan berfungsi apa-apa kalau kita terus bersembunyi dan tidak melakukan apa-apa, termasuk menerapkan cara dan gaya hidup sesuai prinsip Kerajaan Allah. Pelita dinyalakan bukan untuk ditempatkan di bawah kolong atau ditutupi, tetapi haruslah ditempatkan pada posisi yang seharusnya agar bisa menerangi gelap.

Bagaimana terang yang kita miliki mampu untuk menyinari orang lain, apabila kita terus menyembunyikannya di "kolong" hati kita? Bagaimana kita bisa berdampak kalau kita terus bersembunyi? Terang kita tidak akan terlihat, tidak akan mampu menjangkau orang lain, sehingga kita gagal untuk melakukan kewajiban sesuai Amanat Agung yang difirmankan Tuhan Yesus sesaat sebelum Dia naik ke Surga. Hal ini akan diperhitungkan pada hari penghakiman, dimana saat itu tidak lagi ada hal yang tersembunyi. Pada saat itu nanti, siap atau tidak, kita harus mempertanggungjawabkan segala yang kita lakukan. Apakah kita hidup sesuai firman Tuhan atau tidak. Apakah kita sudah melakukan segalanya atas dasar kasih, atau malah mementingkan diri sendiri selama hidup. Apakah kita sudah melayani Tuhan dan pekerjaanNya, atau kita malas-malasan dan hanya menuntut berkat tanpa ingin memberkati. Semua itu akan dibuka pada hari penghakiman. Tidak ada lagi yang bisa ditutup-tutupi.

Menjadi terang merupakan fungsi kita di dunia dalam masa kita ada disana. Agar kita bisa melakukan sesuai fungsi, maka kita harus menempatkan terang dalam kita di posisi yang benar, berfungsi maksimal sebagaimana lampu yang dipasang diatas. Kita harus menyadari bahwa Tuhan sudah melengkapi kita dengan talenta, dengan segala yang diperlukan untuk bisa berfungsi sempurna sebagai terang. Kita harus mengolah sumber daya yang telah dibekali Tuhan dalam diri kita, melakukan hal-hal dimana talenta-talenta itu dilipat gandakan lalu digunakan untuk melayani dan menyelamatkan orang lain. Dipakai untuk bekerja di ladang Tuhan dan membawa jiwa-jiwa untuk diselamatkan, bukan dipendam dalam tanah, seperti yang tertulis dalam perumpamaan tentang talenta (Matius 25:14-30, Lukas 19:12-27). 

(bersambung)

Tuesday, August 23, 2022

Pelita (1)

 Ayat bacaan: Markus 4:21
===================
"Lalu Yesus berkata kepada mereka: "Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian."

Di jaman modern lampu banyak modelnya. Ada lampu pijar, ada lampu energy saving yang sekarang sudah beralih pada LED, ada lampu hias, lampu baca, lampu ultra violet  dan sebagainya. Dari sisi ukuran fitting pun lampu ada yang fitting besar, ada pula yang kecil. Tapi kalau kita kembali kepada fungsinya seperti saat Thomas Alva Edison lewat usaha kerasnya berhasil menciptakan lampu pijar, lampu itu bertujuan untuk menerangi kegelapan.

Sepanjang sejarah, manusia pasti membutuhkan yang namanya cahaya untuk memberikan penerangan terhadap aktivitas sehari-hari. Penerangan alami tentu berasal dari matahari, tapi saat matahari terbenam maka kita pun butuh sarana penerangan lain. Ayah saya bercerita bahwa dahulu saat ia kecil, ia harus lebih dulu mengumpulkan kunang-kunang lalu memasukkannya ke dalam toples supaya ia bisa punya penerangan untuk belajar. Sebelum ada lampu pijar, orang menggunakan lilin sebagai alat penerang di saat malam. Sebelum ada lilin orang menggunakan api unggun. Penerangan menjadi kebutuhan mau di jaman apapun.

Ada berapa jumlah lampu di rumah teman-teman, dan dimana lampu tersebut terpasang? Letaknya biasanya ada di atas. Mengapa? Karena di posisi atas lampu bisa menerangi ruangan secara maksimal. Untuk lampu baca sekalipun, meski tidak dipasang di langit-langit ruangan tetap saja posisinya lebih tinggi dari arah pandangan mata. Alangkah anehnya apabila ada orang menginstalasi lampu di lantai atau di tempat yang rendah. Apalagi kalau lampu itu dipasang di area tertutup seperti di dalam peti misalnya, atau terhalang oleh sesuatu. Jika itu yang dilakukan maka lampu akan kehilangan fungsinya.

Markus pasal 4 menceritakan suatu peristiwa saat Yesus mengajar di tepi danau. Begitu penuh sesaknya orang disana sehingga Yesus pun harus menaiki sebuah perahu dan duduk disana untuk mengajar agar kerumunan orang itu bisa duduk di tepi danau untuk mendengar pengajaranNya. Salah satu hal penting yang disampaikan Yesus disana adalah perumpamaan tentang pelita.

 "Lalu Yesus berkata kepada mereka: "Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian." (Markus 4:21). Demikan kata Yesus.

Bagi saya perumpamaan ini sangatlah menarik. Pada hakekatnya lampu akan mudah dilihat orang pada saat ia melakukan fungsinya untuk menerangi. Lampu akan membuat semuanya terlihat, dan di saat yang sama si lampu sendiri pun tidak mungkin tersembunyi. Kita bisa melihat dan mengenali lampu saat ia berfungsi baik. Seperti itulah seharusnya kebenaran Firman Tuhan yang ada tertulis dalam Alkitab. 

Prinsip-prinsip kebenaran Kerajaan Allah yang mengandung kebenaran hakiki bukanlah sesuatu yang harus tersembunyi atau ditutup-tutupi. Kebenaran Firman seharusnya mudah terlihat oleh orang lain lewat cara hidup kita secara nyata seiring proses kita untuk terus menjadi serupa dengan Kristus. Tuhan Yesus kemudian melanjutkan: "Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap." (Markus 4:22). 

(bersambung)

(sambungan)

Ketika kita menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat kita, maka kita menerima terang dan kemudian  memiliki terang hidup. Kenapa demikan? Sebab Yesus adalah terang yang sejati. "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yohanes 8:12). Saat terang Yesus hadir dalam diri kita, maka terang itu pun akan menyinari kita; Kristus sendiri yang akan bercahaya atas kita. (Efesus 5:14). Dengan demikian kita yang dulu hidup dalam kegelapan, kini berubah menjadi anak-anak terang. "Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang." (Efesus 5:8). Hidup sebagai terang akan nyata ketika hidup kita berbuah kebaikan, keadilan dan kebenaran. (ay 9). Dan dengan hidup dalam terang, dimana darah Yesus menyucikan kita dari segala dosa. (1 Yohanes 1:7).

Dengan demikian, kita yang tadinya tidak layak jadi dilayakkan untuk menerima keselamatan. Pertanyaannya, apakah terang Kristus itu sudah benar-benar menerangi kita? Sudahkah terang Kristus membuat kita bercahaya menampilkan prinsip-prinsip kebenaran di dunia? Sudahkah terang Kristus membuat orang bisa melihat dan mengenal Tuhan lewat cara dan gaya hidup kita? Jika belum, itu artinya kita belum menempatkan terang itu secara benar dalam hidup kita.

Ingatlah bahwa terang yang kita peroleh dari sang "Terang Dunia" bukanlah dimaksudkan hanya untuk diri kita sendiri saja melainkan juga untuk menyinari saudara-saudara kita yang masih terperangkap dalam kegelapan. Ayat ini menegaskan hal itu. "Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu. Sebab sesungguhnya, kegelapan menutupi bumi, dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa; tetapi terang TUHAN terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu." (Yesaya 60:1-2).

Dalam kotbah Yesus di atas bukit, Yesus kembali menyampaikan hal yang mengenai terang ini. "Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu." (Matius 5:14-15). Lalu Yesus menyampaikan kesimpulannya: "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (ay 16). Ketika kebenaran Firman bersinar dari kita menerangi orang lain, tidak tertutup atau ditutup-tutupi, ketika orang percaya berfungsi sesuai hakekatnya sebagai terang, orang tidak akan bisa menyanggah kebaikan dan kasih yang terpancar dari kita, dan disana orang tidak lagi bisa menampik kebenaran melainkan akan memuliakan Tuhan.

Untuk apa lampu kalau ditutup/tertutupi sesuatu? Apakah lampu akan berfungsi maksimal kalau ditaruh di bawah gantang, ditutupi tempurung, dinyalakan di dalam peti atau dipasang di bawah tempat tidur? Tentu lampu segera kehilangan fungsi optimalnya. Kita tidak akan berfungsi apa-apa kalau kita terus bersembunyi dan tidak melakukan apa-apa, termasuk menerapkan cara dan gaya hidup sesuai prinsip Kerajaan Allah. Pelita dinyalakan bukan untuk ditempatkan di bawah kolong atau ditutupi, tetapi haruslah ditempatkan pada posisi yang seharusnya agar bisa menerangi gelap.

Bagaimana terang yang kita miliki mampu untuk menyinari orang lain, apabila kita terus menyembunyikannya di "kolong" hati kita? Bagaimana kita bisa berdampak kalau kita terus bersembunyi? Terang kita tidak akan terlihat, tidak akan mampu menjangkau orang lain, sehingga kita gagal untuk melakukan kewajiban sesuai Amanat Agung yang difirmankan Tuhan Yesus sesaat sebelum Dia naik ke Surga. Hal ini akan diperhitungkan pada hari penghakiman, dimana saat itu tidak lagi ada hal yang tersembunyi. Pada saat itu nanti, siap atau tidak, kita harus mempertanggungjawabkan segala yang kita lakukan. Apakah kita hidup sesuai firman Tuhan atau tidak. Apakah kita sudah melakukan segalanya atas dasar kasih, atau malah mementingkan diri sendiri selama hidup. Apakah kita sudah melayani Tuhan dan pekerjaanNya, atau kita malas-malasan dan hanya menuntut berkat tanpa ingin memberkati. Semua itu akan dibuka pada hari penghakiman. Tidak ada lagi yang bisa ditutup-tutupi.

Menjadi terang merupakan fungsi kita di dunia dalam masa kita ada disana. Agar kita bisa melakukan sesuai fungsi, maka kita harus menempatkan terang dalam kita di posisi yang benar, berfungsi maksimal sebagaimana lampu yang dipasang diatas. Kita harus menyadari bahwa Tuhan sudah melengkapi kita dengan talenta, dengan segala yang diperlukan untuk bisa berfungsi sempurna sebagai terang. Kita harus mengolah sumber daya yang telah dibekali Tuhan dalam diri kita, melakukan hal-hal dimana talenta-talenta itu dilipat gandakan lalu digunakan untuk melayani dan menyelamatkan orang lain. Dipakai untuk bekerja di ladang Tuhan dan membawa jiwa-jiwa untuk diselamatkan, bukan dipendam dalam tanah, seperti yang tertulis dalam perumpamaan tentang talenta (Matius 25:14-30, Lukas 19:12-27). 

(bersambung)


Monday, August 22, 2022

Jadilah Terang

Ayat bacaan: Kejadian 1:3
=========================
"Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi."

Perekonomian yang terpuruk sejak pandemi membuat tingkat kejahatan meningkat. Saat PPKM pertama dimulai tahun 2020, daerah saya yang tadinya terbilang aman langsung berubah menjadi rawan, karena jalanan sudah sepi diatas jam 7 malam dan toko-toko yang tadinya sampai malam harus mengikuti peraturan dengan tutup lebih awal. Ada korban begal, berita kehilangan motor santer terdengar, rumah dan toko yang kemalingan dan sebagainya. Sebenarnya ronda warga pada waktu itu tetap ada, tapi penerangan di daerah saya memang minim sekali dan itu sepertinya membuat para pelaku kejahatan ini bisa bersembunyi dalam gelap. Ya, meski ada juga pelaku kejahatan yang nekad di siang bolong, kecenderungan tindak kejahatan terbanyak itu terjadi saat malam hari, alias setelah gelap dan sunyi. Gelap malam menjadi habitat dan waktu favorit para penjahat untuk melancarkan aksinya. Setelah penerangan ditambah dan siskamling masing-masing RT dioptimalkan, angka kejahatan pun menurun drastis.

Selain soal kejahatan, ada fakta menarik lainnya tentang fenomena gelap. Ada sebuah berita mengenai negara-negara dengan penduduk terbanyak mengkonsumsi obat anti depresi. Faktanya mengejutkan, yaitu bahwa negara-negara dalam daftar itu adalah negara dengan malam-malam yang panjang. Negara-negara di bagian atas Eropa mengalami terang dan gelap yang seimbang durasinya. Setiap kali menjelang musim dingin, terang siang harinya makin pendek dan gelap malam semakin panjang. Bahkan ada beberapa negara yang di saat musim dingin yang akan berhari-hari tanpa sinar matahari, alias full gelap 24 jam. Yang ada hanyalah malam yang dingin, kelam dan gelap. Itu ternyata bisa menimbulkan depresi. Yang lebih seram lagi, di antara negara tersebut ada pula negara yang tingkat kematian akibat bunuh dirinya tinggi. Apa yang jadi pemicunya? Apakah karena kota itu dilanda kemiskinan tingkat tinggi? Tidak. Banyak orang tertindas? Tidak. Orang tidak punya pekerjaan dan makanan? Tidak juga. Apa yang menyebabkan tingginya angka kematian akibat bunuh diri disana ternyata adalah depresi. Depresi ternyata bukan cuma soal terpaan tekanan hidup saja, tapi bisa pula terjadi akibat terus menerus berada dalam kegelapan. 

Untuk mengatasi gelap tentu dibutuhkan terang. Dan kalau bicara soal terang, ada ayat mengenai penciptaan yang sangat saya sukai, yaitu dalam Kejadian 1:3. "Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi."

Bagi saya, terang di lembar pertama Alkitab ini sangat menarik karena bukan hanya menceritakan tentang awal penciptaan tetapi juga menjadi awal dari gambaran kontras terang dan gelap pada banyak bagian lain. Maka buat saya ayat bacaan hari ini terasa menggambarkan pentingnya terang di mata Tuhan. Kita mungkin jarang menyadari bahwa terang itu adalah salah satu bentuk kasih tak terhingga Tuhan bagi kita yang dikasihiNya: Dia menganugrahkan terang sebagai berkat luar biasa bagi kita. Bayangkan apa jadinya kalau bumi terus menerus diliputi kegelapan. Tuhan tidak menginginkan itu. Maka Dia menciptakan terang, dan terang itu jadi.

Saat Tuhan Yesus turun ke bumi, Dia berulang kali menyatakan makna penting "terang" bagi kita. Begitu penting, sehingga Firman Tuhan berkata bahwa selain membawa misi penyelamatan bagi manusia, tujuan kedatangan Yesus ke dunia adalah sebagai terang yang menyinari kehidupan kita. "Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata-Nya: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup " (Yohanes 8:12). Atau lihatlah ayat ini: "Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya " (Yohanes 1:4-5).

Lalu lihatlah ayat lain yang mengingatkan kita untuk terus berjaga-jaga dengan pelita yang tetap menyala. (Lukas 12:35). Tuhan sadar betul bahwa banyak manusia yang terjatuh dalam kegelapan, dan bagaimana bahayanya sebuah kegelapan itu, sehingga Kristus berpesan agar kita mampu menjadi terang dan garam dunia. (Matius 5:13-14). Yesus pun kemudian mengingatkan kita bahwa selama kita percaya pada terang dan terang itu ada pada kita, kita pun menjadi anak-anak terang. (Yohanes 12:36).

Dalam hidup ini akan saat dimana kita berada dalam kegelapan dan kegelapan bisa begitu tebal, sehingga kita sepertinya sulit melihat setitik cahayapun. Ada kalanya hidup kita akan bertemu dengan kegelapan, baik kegelapan secara rohani, atau ketika kita berjalan dalam kegelapan bagai malam-malam tanpa cahaya yang panjang.  Jika kita mengalami hal itu, jangan takut. Jangan biarkan depresi menyerang kita, dan jangan pernah putus asa. Ingatlah bahwa bagi Tuhan, kegelapan, kehampaan atau kemustahilan hanyalah lahan subur bagiNya untuk membuat suatu keajaiban. Selalu ada terang dalam diri kita selama kita percaya pada Kristus, Sang Terang Dunia. Dan kegelapan tidak akan bisa mengalahkan Terang. (Yohanes 1:5). Berpeganglah teguh dalam iman akan Kristus, dan biarlah cahaya terangNya menyinari diri kita. Bagi siapapun dari kita yang merasa sudah terlalu lama diliputi gelap, Tuhan hanya butuh berfirman: Jadilah terang, lalu terang itu jadi atas kita.

Gelap tidak akan pernah menang melawan terang


Sunday, August 21, 2022

Untuk Apa Kita Hidup? (3)

 

(sambungan)

Ada begitu banyak ayat di dalam surat Filipi yang menunjukkan sekuat dan seteguh apa iman Paulus. Coba gambarkan dalam benak teman-teman ada sosok pria berusia sekitar 60 tahun sedang duduk di dalam penjara yang gelap, pengap dan lembab. Ia tengah menanti hukuman mati dengan cara sadis, bukan karena ia kriminal tapi atas kerja kerasnya melayani Tuhan selama puluhan tahun. Dan disana, dalam keadaan seperti itu, ia terus menulis beberapa surat untuk jemaat di beberapa tempat. Surat-surat seperti apa yang ia tulis? Surat berisi kebencian? Kekecewaan? Kesedihan? Protes? Amarah? Sama sekali tidak. Hebatnya, jika ditelaah, surat Filipi justru bisa digambarkan sebagai 'surat sukacita'. Ambil satu contoh saja misalnya Filipi 4:4 yang mengingatkan "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!". Selain itu ada banyak hal esensial yang bisa menjadi pondasi kokoh buat kita. Misalnya seruan untuk jangan kuatir (4:6), kekuatan dari Tuhan akan memampukan kita menanggung segala perkara (4:13), bersyukur dan bersukacita dalam segala keadaan hingga bagaimana seharusnya seorang pengikut Kristus itu hidup: sehati, sepikir, sejiwa, satu tujuan, hidup dalam kasih, memiliki belas kasih, rendah hati dan meneladani Kristus menjadi seorang hamba yang melayani (pasal 2). Bukan main besarnya pelajaran yang bisa kita ambil dari Paulus justru pada saat-saat akhir hidupnya.

Sekali lagi, mari kita lihat ayat bacaan renungan kali ini. "Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (1:22a). Paulus bilang: kalau ia masih diberikan kesempatan untuk hidup di dunia ini, itu artinya ia harus berbuah. Dalam keadaan jauh dari baik seperti itu, ia masih bisa mengingatkan hakekat dari hidup. Tujuan, arti dari hidup. Orang bisa punya beragam alasan berbeda untuk memaknai hidupnya, tapi Paulus mengingatkan bahwa buat umat Tuhan, setiap kesempatan hidup yang masih diberikan seharusnya dimaknai dengan kesempatan untuk terus menghasilkan buah. Tidak ada waktu untuk dibuang sia-sia, tidak ada waktu untuk kecewa, berlama-lama, bermalas-malasan, kuatir dan sebagainya, melainkan terus dipakai untuk berbuah. Mengacu pada prinsip pohon, buah adalah bukti kita berakar. Selain itu buah pun merupakan tanda dari kondisi iman. Dari buahlah akan terlihat apakah iman kita kuat berakar dan tumbuh dalam Kristus atau tidak, dari buahlah kita bisa menunjukkan apakah kita sudah menjadi muridNya yang benar atau tidak.

Kita setiap hari berjuang, bergumul dan bersinggungan dengan segala bentuk kesulitan. Ada kalanya kita harus mengalami ketidakadilan, merasakan beratnya masalah ditengah banyaknya godaan, disamping harus bergumul dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup terlebih di masa sulit seperti sekarang. Ada banyak hal yang menyita pikiran, hati, tenaga, perasaan dan waktu setiap hari. Kalau tidak hati-hati, kita bisa melenceng dari alasan paling mendasar kenapa kita masih diijinkan Tuhan ada hari ini. Dan sekali lagi, itu adalah menghasilkan buah.

Secara garis besar, ada dua hal yang saya rasa penting untuk kita renungkan dari Filipi 1:22a ini, yaitu:
- Kenapa Tuhan masih memberi kesempatan buat kita hidup, apa tujuan kita hidup.
- Apa panggilan dan tugas kita, dan buah seperti apa yang bisa kita hasilkan dari sana.

Paulus mengingatkan kita bahwa apabila Tuhan masih mengijinkan kita bernapas, itu jelas bukan dimaksudkan agar kita bisa hidup semau kita atau sekehendak hati kita. Bukan juga agar kita tetap sibuk menggejar pemenuhan kebutuhan, terus menimbun harta lantas mengabaikan tujuan terutama kita. Benar, kita memang harus terus berjuang mencari nafkah, tetapi ingatlah bahwa diatas semua itu, apabila kita masih diberi kesempatan hidup kita harus bisa menghasilkan buah melalui profesi atau panggilan kita masing-masing yang lebih dari sekedar memperoleh pendapatan. Untuk bisa seperti itu diperlukan iman yang berakar teguh. Kita bisa meneladani Paulus yang terus berbuah hingga akhir meski situasi ril yang ia alami terlihat sangat tidak kondusif. Ia tidak kecewa, tidak kepahitan, karena ia terus mengarahkan pandangannya pada Tuhan. Ia tahu bahwa apa yang ia tuju bukanlah di dunia yang fana ini melainkan berada pada sebuah kehidupan kekal sesudahnya. Karenanya saat akhirnya tiba, Paulus bisa dengan lantang berkata: "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." (2 Timotius 4:7). Hingga batas akhir tiba, Paulus membuktikan bahwa ia mencapai garis akhir sebagai pemenang. Ia telah berhasil terus memelihara iman dan ia masih terus menghasilkan buah hingga ke titik akhir masa hidupnya di dunia.

Hingga hari ini dan generasi-generasi yang akan datang bisa terus belajar tentang esensi hidup seorang pengikut Kristus lewat pesan dan keteladanan Paulus. Sudahkah motivasi kita dalam bekerja dan melayani benar? Apakah kita tahu apa yang menjadi panggilan kita? Apakah kita berakar kuat di dalam Kristus dan tumbuh di atasNya? Apakah kita sudah atau masih berbuah? Jangan lupa bahwa jika kita masih hidup saat ini, itu artinya kita harus berbuah. Berbuahlah dengan subur dalam bidang pekerjaan dan pelayanan anda masing-masing.

"Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." (Yohanes 15:8)


Saturday, August 20, 2022

Untuk Apa Kita Hidup? (2)

 

(sambungan)

Apa yang disampaikan Paulus mengingatkan saya seperti sebuah pohon buah misalnya pohon mangga. Sebagai pohon mangga yang mungkin mulai dari bibit, ia harus tumbuh dan berjuang keras agar akarnya bisa menembus lapisan tanah yang keras supaya bisa mendapat air. Tanpa itu, jangankan menghasilkan buah, untuk hidup saja bakal sulit. Kalau begitu, untuk apa pohon mangga itu hidup dan tumbuh? Untuk berbuah. Pada akhirnya sebuah pohon buah harus bisa menghasilkan buah agar bisa dinikmati dan menyehatkan orang yang memakannya. Kalau anda membeli pohon mangga tapi tidak kunjung berbuah, anda tentu kecewa bukan? Jika pohon mangga tidak berbuah, maka pohon itu menjadi sia-sia alias tidak berguna. Kalau pohon dituntut harus berbuah, kita pun sebenarnya sama.

Sekarang ayo kita lihat sekilas tentang saat Paulus menulis surat ini. Tidak ada catatan pasti dimana dan kapan Paulus menulisnya. Tapi yang sudah diketahui adalah fakta bahwa Paulus menulisnya saat berada di dalam penjara dan sewaktu-waktu harus siap menghadapi hukuman mati. Ada yang memperkirakan bahwa saat menulis surat untuk jemaat dari gereja yang ia dirikan sendiri ini, Paulus sudah berusia sekitar 60 tahun, yang artinya pada waktu itu ia sudah melayani sekitar 30 tahunan. Segala suka dan duka, manis dan pahit atau getirnya menjalani panggilan sudah ia lalui. Yang luar biasa, meski ia menjadi duta Kerajaan yang aktif dan berani mewartakan kabar gembira tentang Kristus, ia tetap masih harus bekerja sendiri mencukupi pelayanannya. Dalam perjalanannya, kita tahu bahwa Paulus berulang kali menghadapi tekanan bahkan siksaan. Ia berkali-kali dipenjara, dipukuli, dipasung, diusir, dan sebagainya. Kita juga tahu bahwa semua itu sama sekali tidak membuatnya lemah atau bahkan berhenti.

Coba bayangkan kalau Paulus kalah dalam menghadapi beratnya melayani, seperti apa jadinya Alkitab, dan berapa banyak kita akan kehilangan Firman yang diilhamkan Tuhan, khususnya mengenai sendi-sendi dasar dan standar kehidupan Kekristenan. Bayangkan pula apa jadinya penyebaran kabar gembira ini tanpa Paulus, karena ia begitu militan dalam perjalanan hingga mencapai Asia Kecil (sekarang kira-kira di Turki bagian Asia)  bahkan Yunani. Kalau kita lihat di peta, jarak tempuhnya itu mencapai 25 ribu kilometer. Pesawat terbang, bus lintas kota, kereta api cepat, mobil, semua sarana transportasi modern ini belum ada pada saat itu. Jadi bisa dibayangkan bagaimana beratnya perjalanan Paulus. Tapi ia sanggup menjalani panggilannya hingga sejauh itu. Itu luar biasa.

Satu hal lain yang wajib kita ketahui, Paulus bukanlah orang yang terlahir sebagai Kristen. Pada mulanya ia justru seorang penganiaya orang Kristen yang juga keturunan orang Farisi. Tapi dalam Kisah Para Rasul kita bisa menemukan cerita pertobatannya yang luar biasa. Sejak saat itu kehidupannya berubah drastis menjadi hamba Tuhan yang kuat, radikal dan setia sampai akhir hidupnya.

Melihat garis besar hidup Paulus tadi, saya rasa kita harus belajar banyak dari dia. Sudah melayani Tuhan, sudah harus membiayai sendiri masih harus merasakan tekanan dan siksaan hingga akhirnya mendekam di penjara menunggu waktu eksekusi. Bagaimana ia bisa tetap memiliki iman yang tidak tergoyahkan sedikitpun? Bagaimana ia bisa tetap melakukan semua itu meski tengah menghadapi akhir yang mengerikan? Paulus bisa melakukan itu karena ia tahu apa yang jadi panggilannya. Ia tahu bahwa panggilannya harus dijalankan tanpa kompromi, tak peduli apapun yang terjadi, dan ia tahu bahwa ia harus terus menghasilkan buah selagi kesempatan masih ada, meski situasi yang ia hadapi sama sekali jauh dari baik.

Ada banyak orang yang aktif dalam pelayanan karena berharap mereka mendapat keistimewaan di mata Tuhan. Mereka melayani karena ingin bisnisnya diberkati, masalah dijauhkan dan hidup berkecukupan, kalau tidak berkelimpahan. Jika  yang terjadi sebaliknya, mereka akan segera berhenti karena kecewa pada Tuhan bahkan dengan berani mempertanyakan keadilan Tuhan. Padahal apa yang mereka alami belumlah seujung kuku dari apa yang harus dilalui Paulus dalam hidupnya. Banyak orang yang berpikir bisa menyogok Tuhan kalau melayani. Aku sudah bekerja untukMu kan? Sekarang gantian, limpahi aku dengan apapun yang aku minta! Mungkin terdengar konyol, tapi pada kenyataannya ada banyak orang yang berpikiran seperti ini. Atau, melayani karena ingin terlihat hebat, mencari pujian, pamor dan popularitas di mata orang dan keuntungan-keuntungan lainnya. Mereka ini adalah contoh orang yang masih memiliki motivasi sangat keliru akan hakekatnya menjadi rekan sekerja Tuhan. Mereka mengira bahwa dengan melayani artinya mereka akan mendapat keistimewaan dan keuntungan. Tidaklah mengherankan apabila ada banyak orang yang mudah kecewa pada Tuhan. Apa jadinya kalau mereka ada di posisi Paulus? Untung yang mengalami itu Paulus, bukan mereka. Kalau tidak entah bagaimana jadinya kebangunan jemaat mula-mula dan bagaimana kita sekarang.

(bersambung)

Friday, August 19, 2022

Untuk Apa Kita Hidup? (1)

 Ayat bacaan: Filipi 1:22a
====================
"Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah."

"Umur sudah segini, pasangan belum ada, pekerjaan nggak jelas. Entah mau jadi apa dia ini nanti.." begitu kata pelanggan saya pada suatu kali membicarakan anak laki-laki satu-satunya. Anaknya memang sudah dewasa, ia sudah bekerja di beberapa tempat tapi punya sifat mudah tidak betah sehingga tidak ada satupun pekerjaan sejauh ini yang bisa bertahan lama. Kalau mau dipikir-pikir, hal seperti ini bisa jadi merupakan salah satu yang paling ditakutkan oleh orang tua, dan sepertinya juga menjadi tekanan bagi si anak. Ada satu teman saya kuliah yang dulu disuruh 'keluar' dari rumah oleh orang tuanya tidak lama setelah wisuda agar bisa mandiri dan 'jadi orang'. Untunglah saat ini ia sudah sukses dan berkeluarga. Tapi pada waktu itu ia bingung dan kalut. Saya masih ingat ia datang ke rumah dan bercerita tentang hal ini. Harus keluar rumah tapi tidak tahu mau apa dan kemana. Ia pun sempat menumpang di rumah saya untuk sementara waktu sebelum akhirnya mendapat pekerjaan di Jakarta dan pindah kesana.

Saya berpikir bahwa hidup ini memang seharusnya punya arah dan tujuan. Hidup tidak boleh dibiarkan mengalir begitu saja karena nantinya akan ada banyak waktu yang terbuang sia-sia. Sementara untuk mencari kerja ada batasan umur dan pengalaman yang sering dijadikan syarat penerimaan, sedangkan untuk memulai usaha butuh modal yang belum tentu dimiliki semua orang.

Pertanyaan paling mendasarnya adalah: untuk apa sebenarnya kita hidup? Yang terbaik adalah mengenali atau mengetahui panggilan kita masing-masing. Panggilan bagi setiap orang itu tentu berbeda-beda. Tapi ada berapa banyak orang yang mengetahui dengan jelas apa panggilannya? Ini bisa jadi merupakan salah satu penyebab kenapa ada orang yang terus menerus gonta ganti profesi, karena pada dasarnya mereka tidak menikmati pekerjaannya. Ada orang yang bertipe gigih, meski tidak suka dengan profesinya mereka terus menekuni dengan sungguh-sungguh sampai bisa berhasil. Ini tentu saja baik, walaupun mungkin mereka hanya sebatas bekerja karena keharusan bukan karena mereka menyukai pekerjaannya.

Panggilan kita itu berbeda-beda. Saya punya panggilan dalam musik, meski bukan di panggung atau studio rekaman karena saya bukan musisi. Disamping itu saya punya panggilan juga untuk melayani lewat tulisan seperti yang sedang anda baca saat ini. Meski saya bukan pendeta, bukan lulusan sekolah Alkitab, bukan pula Kristen sejak lahir, tapi itu jadi panggilan saya, yang saya baru dapatkan sekitar 15 tahun lalu. Sementara istri saya punya panggilan atas anjing dan kucing yang terlantar di jalanan. Ia kerap berkeliling memberi mereka makan, dan saya pun sudah beberapa kali membantu panggilannya dengan melakukan rescue dan mencari adopter. Sebagai suami, saya tentu harus mendukung panggilan istri saya, meski itu bukan panggilan saya. Dan sebaliknya, meski bukan panggilannya, istri saya pun mendukung panggilan saya. Dari dua orang yang sudah dipersatukan saja panggilannya berbeda. Begitu banyak ragam panggilan di dunia ini, yang saya percaya, apabila kita semua mengetahui panggilan kita dan melakukannya, bukan saja kita yang akan merasakan sukacita tapi juga pasti membuat dunia ini menjadi tempat yang jauh lebih bahagia dan menyenangkan untuk didiami.

Kembali kepada pertanyaan: Untuk apa kita hidup, saya ingin mengangkat apa yang ada di Alkitab  berkenaan dengan hal ini. Ada sebuah ayat yang ditulis Paulus dalam suratnya untuk jemaat di Filipi yang meneguhkan dan dengan sendirinya menjadi salah satu ayat yang saya pegang betul dalam hidup saya setelah saya lahir baru dan menemukan ayat ini.

Mari kita lihat ayatnya. "Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:22a). Kalau aku masih diberi kesempatan hidup di dunia, maka itu artinya aku harus bekerja menghasilkan buah. Itu kata Paulus. Kalimat ini sangat sederhana dan tegas, tapi maknanya sangat dalam. 

(bersambung)


Thursday, August 18, 2022

Kontribusi Nyata Demi Bangsa (2)

 (sambungan)

Firman Tuhan dalam Yeremia 29:7 ini mengajak kita untuk kembali menyadari apa yang diminta Tuhan sebenarnya. Seberapa jauh gereja dan umatNya hari ini mau berfungsi nyata dalam kehidupan disekitarnya, tanpa tujuan apapun selain mengusahakan kesejahteraan kota seperti panggilan Tuhan itu? Sekali lagi, mendoakan itu tentu sangat penting. Saya sama sekali tidak mengenyampingkan itu. Doa punya kuasa yang luar biasa, apalagi jika dilakukan oleh orang benar. (Yakobus 5:16b). Tapi sebuah tindakan nyata yang aktif juga merupakan sesuatu yang sangat penting untuk kita pikirkan dan lakukan, begitu pentingnya bahkan kata usahakan itu diletakkan di depan.

Kedua, mari kita fokus kepada kata "mengusahakan". Menurut kamus bahasa Indonesia kata mengusahakan ini melingkupi hal-hal sebagai berikut:
- mengerjakan sesuatu
- mengikhtiarkan (berpikir dalam-dalam untuk mencari solusi)
- berusaha sekeras-kerasnya dalam melakukan sesuatu
- membuat dan menciptakan sesuatu

Keempat elemen yang tercakup di dalam kata "mengusahakan" menunjukkan bahwa itu bukanlah sebuah hal yang sepele. Jika Tuhan meminta kita untuk mengusahakan kesejahteraan kota dimana kita ditempatkan, itu artinya keempat hal di atas haruslah menjadi bagian dari fokus kita dalam bekerja. Keempatnya haruslah terangkum di dalam, kalau tidak atau belum, berarti kita belum secara maksimal mengusahakan sesuatu.  

Benar, kita harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tapi ingatlah bahwa sejatinya pekerjaan kita tidak pernah hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup kita dan keluarga, tetapi yang lebih penting adalah sebagai sarana atau wadah bagi kita untuk berbuat sesuatu bagi bangsa dan negara. Apa yang kita kerjakan harus bisa kita pandang sebagai bagian dari kontribusi dan peran serta kita secara aktif untuk pembangunan kesejahteraan di mana kita ditempatkan hari ini.

Ketiga, kita harus menyadari bahwa tidak akan pernah bisa tergerak untuk melakukan peran aktif demi kesejahteraan kota apabila kita tidak mengasihi kota dimana kita tinggal. Kita mau habis-habisan bekerja dan menyerahkan semuanya kepada istri kita karena kita mengasihinya bukan? Kita akan siap mempertaruhkan nyawa demi anak kita, itu karena kita mengasihinya kan? Sama halnya seperti kota, apabila kita mencintai dan mengasihi kota kita termasuk orang-orang yang hidup di dalamnya, maka disanalah kita akan mulai memiliki kerinduan untuk mengusahakan sesuatu sesuai dengan kemampuan dan talenta yang kita miliki demi kesejahteraan kota kita.

Keempat. Apa modal kita agar kontribusi kita bisa berdampak bagi kota, negara dan bangsa?

Perhatikan ayat ini: "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Sesungguhnya segala sesuatu yang diperlukan agar bisa melakukan pekerjaan baik sudah dipersiapkan Allah lewat Kristus, termasuk dalam mengusahakan kota tentunya. Dan Tuhan mengatakan bahwa Dia mau kita hidup di dalamnya.

Pada hakekatnya kesejahteraan kota akan sangat menentukan seberapa jauh kesejahteraan kita. Saya berasal dari kota lain, saya percaya bahwa saya berada di kota dimana saya tinggal sekarang bukanlah suatu kebetulan. Demikian pula teman-teman yang saat ini berada jauh dari kota kelahiran. Kita harus menyadari bahwa ada panggilan Tuhan bagi kita untuk mensejahterakan kota di mana kita berada, dan itu adalah kewajiban kita. Kalau pendatang saja memiliki tugas untuk kesejahteraan kotanya, apalagi jika anda merupakan penduduk asli di tempat dimana anda berada sekarang.

Sudah saatnya gereja dan umat Allah bergerak keluar dari tembok-tembok pembatas dan mulai melakukan karya nyatanya demi kemajuan dan kesejahteraan kota dimana kita berada saat ini. Focusing on Christ-centered Christianity more than 'building'-centered Christianity, dan kalau kekristenan kita berpusat pada Kristus, kita tentu tahu bahwa ada banyak yang bisa kita lakukan secara nyata demi sesama, demi kota, demi bangsa dan negara kita, yang sama sekali tidak terbatas oleh ruangan dikelilingi 4 tembok saja.

Apa yang bisa kita lakukan saat ini? Menanam pohon untuk penghijauan? Mengurus anak jalanan? Memberikan ide-ide atau solusi mengatasi problema sosial yang bertumpuk? Atau sekedar berpartisipasi dalam kebersihan lingkungan, ikut ronda malam, atau melakukan profesi kita dengan paradigma atau fokus pandangan yang berbeda, bukan lagi dari sisi kepentingan pribadi tapi menyangkut panggilan hidup kita untuk menjadi bagian dari kemajuan negara dan bangsa? Percayalah apapun yang anda lakukan atau usahakan atas dasar kerinduan anda untuk mensejahterakan kota tidak akan pernah terbuang sia-sia, meski hal itu mungkin sangatlah kecil dalam penilaian anda secara pribadi.

Bayangkanlah sebuah kota dimana keamanannya baik, orang hidup berdampingan secara damai, anda bisa bekerja dengan rasa tenang, bukankah itu indah? Dan siapa bilang kita tidak bisa memberi sumbangsih apapun untuk itu? Nanti kapan-kapan saya akan ceritakan bagaimana saya bersaksi di hadapan ketua salah satu ormas dan anggotanya, dan bukan saja saya baik-baik saja setelah melakukan itu, tapi hubungan saya dengan mereka menjadi cair dan baik, lebih dari sebelumnya. Ya, itu salah satu contoh mengenai bagaimana saya berperan sebagai saksi Kristus sekaligus mengusahakan hal positif di lingkungan saya. Mari hari ini kita sama-sama memikirkan dengan serius apa yang bisa kita usahakan untuk kota kita dan apa yang akan menjadi tindakan kita untuk mewujudkannya secara nyata.

Dirgahayu Republik Indonesia. Jayalah selalu. God bless you, we love you.

Kesejahteraan kota dimana kita berada, bahkan kesejahteraan bangsa dan negara butuh tindakan nyata dari kita

Wednesday, August 17, 2022

Kontribusi Nyata Demi Bangsa (1)

 Ayat bacaan: Yeremia 29:7
=================
"Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu."

Bagaimana kondisi negara kita pada saat ini, terlebih setelah pandemi menghantam seluruh sendi-sendi negara dan bangsa, dan hingga kini masih juga belum usai? Bagaimana dengan ancaman disintegrasi bangsa yang masih menjadi hal penting untuk ditangani? Intoleransi? Kekerasan? Ketidakadilan? Kesenjangan? Stabilitas ekonomi dan peningkatan daya beli? Stabilitas keamanan? Itu mungkin baru sebagian dari masalah yang harus menjadi perhatian serius dan memerlukan penangan yang tak kalah serius. Saya tahu betapa sayangnya Tuhan pada bangsa dan negara ini, karena dengan segala permasalahan yang terjadi, kita masih bisa berdiri hari ini meskipun mungkin tidak sekokoh sebelum malapetaka pandemi. Saya tidak bisa membayangkan apa jadinya jika kita dipimpin oleh figur lain saat bencana ini terjadi, dan saya tidak bisa juga membayangkan betapa beratnya para pemimpin kita membenahi kondisi carut-marut di berbagai lini dan dimensi, dan kalau menyadari luas negara dengan banyak pulau dengan segala keragamannya.

Jika kita merasa bahwa masih ada banyak yang harus diusahakan, diperbaiki dan ditingkatkan, dimana peran kita, orang percaya sebagai bagian dari anak bangsa? Apa yang bisa kita lakukan, apa kontribusi yang bisa kita tawarkan? Puji Tuhan bagi teman-teman yang sudah berkontribusi nyata bagi bangsa, dan buat yang belum, mari pikirkan ini. Kalau ada yang berpikir: "ah, ngapain dipikir, satu orang aja nggak bakal ngefek. Percuma", dan itu dijadikan alasan untuk apatis saja, itu tentu pemikiran egois yang keliru. Bagaimana kalau semua orang berpikir begitu, alias satu dikali ribuan orang yang berpikiran sama? Sebaliknya, jika semua orang percaya menyadari pentingnya untuk berkontribusi nyata bagi bangsa ini baik lewat pikiran dan tenaga, yang bersumber dari hati yang tulus dan takut akan Tuhan, anda bisa bayangkan betapa besar dampak positif yang bisa ditimbulkan. Tapi apa? What can we exactly do, what should we think on this matter? Apa landasan pemikirannya kalau mengacu pada Firman Tuhan? Di saat kita merayakan hari Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke 77, saya ingin mengangkat hal ini yang mudah-mudahan bisa jadi berkat buat teman-teman sekalian.

Mari kita baca dan renungkan dengan sungguh-sungguh dengan ayat berikut:

"Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu." (Yeremia 29:7).

Ayat ini singkat, tapi ada banyak yang bisa kita gali untuk mendapatkan gambaran detail dan mendalam daripadanya.

Pertama, dari segi urutan. Firman Tuhan berkata: "Usahakanlah kesejahteraan kota dimana kamu Aku buang, DAN berdoalah untuk kota itu." Kata "dan" disana menunjukkan adanya dua aktivitas berbeda namun saling berhubungan atau berkaitan.

"Usahakanlah kesejahteraan kota", itu ditempatkan di depan kata "berdoalah untuk kota itu", dan bukan sebaliknya.

Jadi itu artinya, terlepas dari panggilan kita sebagai anak Tuhan untuk secara rutin memanjatkan doa syafaat atas kota, bangsa dan negara kita, termasuk para pemimpin, adalah sangat penting bagi kita untuk melakukan sesuatu secara nyata demi kesejahteraan kota dimana kita tinggal. Begitu penting, sehingga kata 'mengusahakan' diletakkan di awal sebelum kata 'berdoa'.

Sayang sekali tidak banyak gereja yang tergerak untuk keluar dari balik dinding-dindingnya untuk menjangkau kehidupan di luar tembok gereja dengan melakukan sesuatu secara nyata. Tapi yah... mendoakan tentu jauh lebih mudah untuk dilakukan karena tidak perlu repot-repot mengeluarkan tenaga dan biaya. Cukup berkumpul dalam ruangan ber AC, aman dari gangguan, suasana nyaman, lantas urusan dianggap selesai. Selain gereja, para orang percaya pun banyak yang berpikiran sama. Kalaupun kerja, itu cuma atas dasar memenuhi kebutuhan alias mencari nafkah, bukan untuk memberkati kota agar sejahtera.

(bersambung)


Tuesday, August 16, 2022

Animal Defense Mechanism (2)

 (sambungan)

Kalau pada hewan Tuhan menunjukkan kepedulian seperti itu, bagaimana dengan kita, manusia? Jika hewan-hewan ini bisa mendapatkan karunia dari Tuhan untuk melindungi atau menyelamatkan dirinya, apalagi manusia yang Dia ciptakan secara istimewa seperti rupa dan gambarNya sendiri.

Perhatikanlah apa yang dikatakan Ayub berikutnya. "Tetapi bertanyalah kepada binatang, maka engkau akan diberinya pengajaran, kepada burung di udara, maka engkau akan diberinya keterangan. Atau bertuturlah kepada bumi, maka engkau akan diberinya pengajaran, bahkan ikan di laut akan bercerita kepadamu." (12:7-8). Bertanya pada burung? Ikan di laut? Kepada bumi? Apakah Ayub sedang terganggu pikirannya saat mengatakan hal ini? Atau dia sedang sinis melihat nasib yang menimpanya? Sama sekali tidak. Apa yang diingatkan oleh Ayub adalah sebuah pesan bahwa kita bisa belajar banyak dari perilaku dan kebiasaan hewan-hewan, sistem pertahanannya yang berbeda satu dengan lainnya, juga dari segala ciptaan Tuhan lainnya yang ada di sekitar kita. Yang juga menarik adalah melihat bahwa Ayub sadar betul bahwa Tuhan telah "memberi kita akal budi melebihi binatang di bumi dan hikmat melebihi burung di udara." (35:11)

Semua itu tentu benar. Ada begitu banyak yang bisa kita pelajari dari hewan dan jutaan ciptaan Tuhan lainnya di bumi. Dari contoh beberapa hewan unik di atas saja kita bisa melihat bahwa kreatifitas Tuhan sungguh tidak terbatas dalam melindungi ciptaan-ciptaanNya. Ayub  mengerti hal itu dengan jelas, sehingga ia bisa berkata: "Dia mengatur hidup segala makhluk yang ada; Dia berkuasa atas nyawa setiap manusia." (12:10 : BIS). Ditangan Tuhanlah terletak segalanya. Pemazmur pun menyadari hal itu sehingga kita bisa melihat dalam Mazmur 148 diberikan seruan kepada seisi jagat raya hingga malaikat untuk memuji Tuhan. "Baiklah semuanya memuji nama TUHAN, sebab Dia memberi perintah, maka semuanya tercipta." (ay 5). Dia berfirman, dan segalanya tercipta. Jadilah, maka itu jadi. So the Bible says, that's why we have to praise His Name above all names.

Saat mengajarkan kita untuk tidak takut dan kuatir, Yesus pun mengambil contoh dari hewan yang sangat lemah, murah harganya dan bahkan tidak punya sistem pertahanan yang 'sakti' seperti kodok berbulu, ikan yang bisa jadi landak bulat atau kadal bertanduk yang bisa menyemprotkan darah dari matanya di awal renungan ini. Hewan itu adalah hewan yang sepertinya sangat lemah, yaitu burung pipit. Kata Yesus: "Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu...Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit." (Matius 10:29,31). Jika kita melihat dan menyadari bagaimana Tuhan melindungi hewan-hewan ciptaanNya dengan begitu unik, bahkan yang selemah dan semurah burung pipit sekalipun, mengapa kita harus ragu Tuhan meninggalkan kita di tengah kesulitan-kesulitan hidup yang terkadang bisa bagaikan predator menyerang dan siap menelan kita? Kreatifitas Tuhan dalam melindungi ciptaanNya bisa terlihat dengan begitu nyata. Masalah bisa lebih besar dari kita, tetapi Tuhan tetap lebih besar dari masalah apapun. Oleh karena itu tetaplah berpegang kepadaNya dan percayakan hidup kita sepenuhnya ke dalam tanganNya.

Tuhan akan selalu lebih besar dari masalah terbesar yang menimpa kita
 

Monday, August 15, 2022

Animal Defense Mechanism (1)

 Ayat bacaan: Ayub 12:10
===================
"Dia mengatur hidup segala makhluk yang ada; Dia berkuasa atas nyawa setiap manusia." (BIS)

Anjing dan kucing adalah hewan piaraan paling favorit bagi manusia, tapi keduanya berbeda karakter. Kalau anjing menggoyang-goyangkan ekor, itu artinya ia lagi senang atau playful. Sebaliknya kalau kucing yang ekornya goyang ke kiri kanan, itu tandanya kucing sedang terganggu atau merasa tidak nyaman. Anjing akan menggeram dan menggonggong sebagai warning sign, kucing mendesis. Anjing menyerang dan melumpuhkan lawan dengan menggigit, kucing akan mengeluarkan cakarnya yang tajam untuk menyerang. Meski secara umum mereka aman dan menyenangkan untuk dipelihara dan bisa interaktif, itu bukan berarti mereka lemah. Mereka punya defense mechanism yang akan dapat melindungi mereka saat terancam.

Kalau bicara soal animal defense mechanism, ada banyak lagi hewan liar di luar sana yang punya sistem pertahanan yang sangat unik dan kaya ragam. Lihatlah sejenis kadal yang biasa dijumpai di gurun pasir Texas. Ia bertanduk dan punya duri-duri tajam di kepalanya yang akan lumayan melindungi dari serangan predator. Tapi sistem pertahanannya tidak berhenti sampai disana. Senjata pamungkasnya saat terdesak sangat mengejutkan. Seolah terinspirasi film horror, kadal ini akan menyemprotkan darah keluar dari matanya. Darah yang keluar bukanlah cairan mirip darah atau darah tiruan melainkan benar-benar darahnya sendiri. Cukup beresiko karena sekali semprot kadal ini bisa kehilangan darah sekitar sepertiganya, tapi semburan darah bisa sangat mengagetkan predator dan menyelamatkan kadal ini dari para pemangsanya. Ada sejenis kodok aneh yang berbulu yang ditemukan di Afrika. Tidak seperti kodok lainnya, kodok ini saat terancam bisa mematahkan tulang-tulang jarinya sendiri, menembus kulit sehingga terlihat seperti kuku-kuku tajam. Sakitkah? Bisa jadi. Tapi yang pasti, sistem pertahanan ini terbukti ampuh menyelamatkan mereka dari kepunahan.

Ada begitu banyak hewan lainnya yang punya defense system atau sistem pertahanan unik. Mulai dari yang bisa membunuh seperti kumbang pembombardir yang menyemprotkan cairan kimia panas beracun, sejenis ikan yang akan menggelembung dan duri-duri tajam disekujur tubuh akan melindunginya dari pemangsa. Ada pula yang imut dan lucu seperti hewan mamalia opossum yang bisa pura-pura mati agar tidak dimangsa. Kalau bukan yang unik, aneh dan ajaib, hewan juga punya kelebihannya sendiri-sendiri untuk bisa memproteksi diri. Ada yang bisa lari cepat, ada yang cekatan dalam berayun, ada yang bisa menembus tanah, ada juga yang buat saya fascinating, seperti bunglon yang bisa berubah warna menyesuaikan dengan lingkungan agar tidak terlihat. Hewan-hewan ini relatif kecil ukurannya dibanding apex predator di puncak piramida, tapi Tuhan melengkapi mereka dengan sistem pertahanan yang sangat luar biasa.

Buat saya, semua itu adalah bukti nyata betapa kreatifnya Tuhan dalam menciptakan segala sesuatu. Tak terbatas idenya, tak terbatas kreasinya. Apakah kita menyadari kalau hewan saja Tuhan pikirkan sistem pertahanannya saat Dia ciptakan?

Ayub tampaknya memikirkan hal itu, terutama saat ia menyinggung tentang burung unta. Burung unta seolah terlihat sebagai jenis burung dengan figur ibu yang kurang baik. Ayub mencatat bahwa burung unta ini bagai tidak punya kasih sayang terhadap anaknya sendiri. "Sebab telurnya ditinggalkannya di tanah, dan dibiarkannya menjadi panas di dalam pasir, tetapi lupa, bahwa telur itu dapat terpijak kaki, dan diinjak-injak oleh binatang-binatang liar. Ia memperlakukan anak-anaknya dengan keras seolah-olah bukan anaknya sendiri; ia tidak peduli, kalau jerih payahnya sia-sia." (Ayub 39:17-19). Meski terlihat seolah bersifat buruk seperti itu, tapi lihatlah keistimewaan burung unta yang dicatat oleh Ayub. "Apabila ia dengan megah mengepakkan sayapnya, maka ia menertawakan kuda dan penunggangnya." (ay 21). Apa maksudnya menertawakan kuda dan penunggangnya? Maksud Ayub adalah sebuah fakta bahwa burung unta sanggup lari melebihi kecepatan kuda. Itu keistimewaan burung unta yang tentu akan sangat bermanfaat untuk melepaskan diri dari sergapan predator. Perhatikanlah hewan-hewan yang secara fisik tergolong lemah dan rentan terhadap serangan pemangsa tetapi Tuhan memberikan keistimewaan bagi mereka masing-masing untuk mempertahankan diri.

(bersambung)

Sunday, August 14, 2022

Waktu Sama Dengan Uang? (2)

 (sambungan)
Apakah itu artinya Tuhan menyuruh kita untuk berkejar-kejaran dengan waktu? Tentu saja bukan itu maksudnya. Yang Tuhan mau adalah agar kita bisa menghargai waktu. Jangan buang sia-sia, jangan habiskan dengan melakukan yang tidak berguna baik bagi kehidupan saat ini maupun untuk hidup dalam kekekalan nanti.

Pengkotbah juga banyak mengajarkan kita soal waktu. Bacalah Pengkotbah 3 yang mengingatkan kita bahwa di bawah langit ini segala sesuatu ada waktunya. Ada masa-masa senang, ada masa-masa sedih, ada masa tenang, ada masa sukar. Karena itulah kita harus benar-benar mengerti pentingnya menyikapi waktu secara bijak, mempergunakan waktu sesuai masanya, dan mempergunakannya untuk mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan baik secara umum bagi diri kita masing-masing maupun sesuai masanya. Ada masa dimana kita bisa melakukan sesuatu, ada masa kita tidak bisa karena harus fokus dalam hal lain. Jadi saat kita bisa melakukan sesuatu, jangan tunda dan lakukan segera sebelum masa untuk itu keburu lewat.

Dalam kaitan waktu dengan uang, ingatlah bahwa Tuhan tidak menyuruh kita untuk mengejar uang, tapi Tuhan minta kita untuk bijaksana dalam mencari dan mengelola berkatnya. Bukan dipakai untuk memperkaya diri sendiri, tapi ingatlah bahwa kita diberkati untuk memberkati. Jangan lupa bahwa selalu ada sisi spiritual yang harus dipertanggungjawabkan dalam menjalankan profesi. Bekerja dengan jujur, berusaha dengan serius, mencukupi keluarga dan menjadi saluran berkat buat orang lain. Seperti itulah yang disebut bijaksana dalam memanfaatkan waktu dalam hal mencari dan mengolah pendapatan.

Kita bisa pula belajar lewat contoh yang dilakukan Yesus. Sebelum mengambil keputusan penting, Dia menggunakan waktu yang tersedia untuk berdoa kepada Bapa semalaman. (Lukas 6:12). Apa yang dilakukan Yesus ini memberikan keteladanan bagaimana kita seharusnya datang pada Tuhan lebih dahulu sebelum kita melakukan atau mengambil keputusan yang penting.

Kembali pada ilustrasi awal, ada satu lagi quote Steve Jobs yang saya rasa sangat baik dalam mengingatkan kita mengenai waktu.

"Remembering that I'll be dead soon is the most important tool I've ever encountered to help me make the big choices in life. Because almost everything-all external expectations, all pride, all fear of embarrasment or failure - these things just fall away in the face of death, leaving only what is truly important. Remembering that you are  going to die is  the best way I know to avoid the trap of thinking you have something to lose. You are already naked. There is no reason not to follow your heart."

Terjemahannya seperti ini: "Mengingat bahwa saya sebentar lagi akan berpulang adalah sarana paling penting yang pernah saya temukan untuk membantu saya mengambil keputusan-keputusan  besar dalam hidup. Karena hampi semuanya- semua ekspektasi, semua kebanggaan, semua rasa takut atas rasa malu yang timbul dari kegagalan, semua ini akan lenyap di hadapan kematian, yang tinggal hanyalah hal-hal esensial. Dengan mengingat bahwa kita akan meninggal adalah cara terbaik yang saya tahu untuk menghindari perangkap pemikiran bahwa kita akan kehilangan sesuatu. Kita pergi dengan tidak membawa apa-apa. Karena itu, tidak ada alasan untuk tidak mengikuti suara hati anda."

Selain waktu berjalan sangat cepat, segala sesuatu pun ada waktunya, dan waktu dalam hidup kita ini sesungguhnya singkat. Jangan sampai masa hidup kita selesai dengan tangan hampa, tidak menghasilkan apa-apa hanya karena terlalu banyak waktu yang kita buang percuma. Ayo kita perhatikan betul bagaimana kita menyikapi waktu. Dan ingatlah bahwa Tuhan selalu siap untuk mengajarkan kita menghitung hari-hari kita, hingga kita beroleh hati yang bijaksana.

 Pergunakan waktu untuk mengusahakan hati yang bijaksana

Saturday, August 13, 2022

Waktu Sama Dengan Uang? (1)

 Ayat bacaan: Mazmur 90:12
==================
"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana"


Sulit membayangkan perkembangan teknologi tanpa adanya Steve Jobs. Ia adalah inventor, seorang jenius di bidang digital pendiri perusahaan teknologi multi nasional bernama Apple. Semasa hidupnya ia menjadi salah satu orang terkaya di dunia. Artinya, uang bukanlah masalah baginya seperti banyak dari kita saat ini yang masih berusaha bangkit setelah diporak-porandakan pandemi yang tidak kunjung selesai. Tapi Steve Jobs yang super kaya beberapa kali menyinggung soal waktu. 

Dalam sebuah wawancara, ia pernah berkata seperti ini: "My favorite things in life don't cost any money. It's really clear that the most precious resource we all have is time." Ia mengatakan bahwa hal-hal yang paling menyenangkan dalam hidupnya tidak membutuhkan biaya sepeserpun. Sangatlah jelas bahwa sumber paling berharga yang kita semua punya adalah: waktu. Dalam kesempatan lain ia mengingatkan kita pula soal waktu yang terbatas. "Your time is limited so don't waste it living someone else's life." Hidupmu terbatas, jadi jangan buang dengan menjalani hidup orang lain.

Dalam renungan terdahulu  saya sudah membahas soal pemanfaatan waktu menurut Alkitab, yang harusnya kita sikapi lebih jauh dari pandangan dunia yaitu hingga menjangkau pemahaman agar dipergunakan untuk mengetahui kehendak Tuhan atas diri kita masing-masing. Dunia mengatakan bahwa time is money, waktu adalah uang. Peribahasa ini bagus untuk membuka pemahaman awal bagi orang awam akan pentingnya menghargai waktu karena menggunakan ilustrasi yang mudah diterima semua orang. Saya pun yakin orang yang membuat peribahasa itu bukan bermaksud menyamakan uang dengan waktu, tapi lebih kepada memberikan perbandingan dengan sesuatu yang nyata yang bisa dipahami semua orang.

Tapi waktu tentu tidak sama dengan uang. Steve Jobs yang kaya semasa hidupnya pun mengatakan sendiri hal itu. Bahwa lebih dari semua uang yang ia peroleh sebagai hasil dari kecerdasan dan usaha kerasnya dalam hidup, lewat pengalaman panjangnya ia bisa menyimpulkan bahwa waktu justru sumber yang paling berharga. Uang bisa dicari dengan waktu, tapi waktu tidak bisa dibeli dengan uang. Tidak ada angka yang cuukup untuk bisa membeli hari kemarin kan? Waktu yang sudah berlalu tidak bisa lagi dikembalikan, sekalinya terbuang sia-sia maka tidak ada lagi yang bisa kita lakukan.

Sejak punya anak saya belajar banyak soal menghargai dan memanfaatkan waktu. Saya belajar bahwa utamanya menjadi laki-laki bukan soal mencari duit sebanyak-banyaknya tetapi finding balance. Bisa menafkahi keluarga, bisa jadi papa yang baik buat anak, memberi mereka cukup waktu untuk main, belajar dan mendapatkan perhatian papanya dengan cukup. Lalu harus bisa pula menjadi suami yang bisa diandalkan. Bukan cuma memenuhi kebutuhannya tapi juga memberi cukup waktu buat istri. Punya waktu untuk ngobrol, mendengarkan keluhannya, ada saat ia butuh, menyediakan waktu untuk hiburan seperti nonton bareng dan sebagainya, juga membantunya mengurus rumah. 

So, based on my experience, finding balance is the hardest part to be a man. Dan waktu jelas menjadi faktor yang terutama. Kalau ada yang berpikir, lantas bagaimana dengan kebutuhan kita sebagai laki-laki, saya hanya akan menjawab, that's the privilege for being a real man. Kesampingkan dulu semua itu dan cobalah berpikir bahwa betapa bahagianya apabila kita bisa menjadi suami, ayah, teman, kepala keluarga yang dibanggakan. Itu lebih dari sekedar pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pribadi. 

Pemazmur mengingatkan kita juga mengenai soal waktu. "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana" (Mazmur 91:12) Ayat ini buat saya menarik karena ternyata kita bisa pula berdoa meminta Tuhan menolong kita yang masih kesulitan untuk menghargai waktu. Sebab, seringkali sulit bagi kita untuk bisa benar-benar menghargai waktu. 24 jam itu seringkali masih terasa kurang bagi kita yang sibuk. Berbagai keinginan pribadi pun sering membuat kita mengabaikan soal memanfaatkan waktu dengan baik. Ayat ini sungguh meneguhkan, karena kita rupanya bisa datang pada Tuhan agar kiranya Dia mengajarkan kita untuk menghitung hari-hari kita dengan baik, menyikapi waktu dengan benar, sampai kita bisa bijaksana untuk mengelola dan menggunakan waktu.

(bersambung)


Friday, August 12, 2022

Waktu dan Mengerti Kehendak Tuhan (3)

 (sambungan)

Saya bukan sedang mengajak teman-teman untuk hidup di awang-awang atau menjadi orang aneh bak orang planet lain di dunia ini. No. Tapi yang saya ajak adalah agar kita paham betul apa yang diajarkan Tuhan lewat Firman-FirmanNya sehingga kita tahu mana yang boleh atau bisa kita lakukan mana yang tidak. Karena apabila kita tidak tahu tentang kebenaran, saat kita tidak tahu apa saja yang menjadi larangan, kita bisa terbawa oleh berbagai arus kesesatan baik yang terang-terangan maupun tersirat, baik yang lewat perbuatan maupun ada dalam bentuk pola pemikiran. Karena itu akan sangat baik jika kita mempergunakan waktu yang ada untuk menggali Kitab Suci kita untuk mengetahui setiap kebenaran, larangan, peringatan dan nasihat yang berasal dari Kerajaan Allah.

3. Usahakanlah untuk mengerti kehendak Tuhan

Kita sudah tahu bahwa waktu harus dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Pertanyaan berikutnya: untuk apa waktu seharusnya digunakan? Paulus dengan jelas mengatakan seharusnya waktu itu dipakai untuk mengerti kehendak Tuhan. Waktu hendaknya digunakan untuk mencari tahu apa kehendak Tuhan dalam hidup kita, lalu kita hidupi dengan sebaik-baik yang kita sanggup.  Jika kita hanya melewati hari demi hari dengan melakukan hal-hal yang diluar kehendak Tuhan, itu hanya akan membuat kita gagal menuai rencanaNya yang terbaik, alias membuat hidup kita jadi sia-sia. Kita hanya buang waktu, buang tenaga, buang uang, dan tidak dapat apa-apa. Kalaupun masih dapat sesuatu, itu tidak akan sebaik apa yang Tuhan rancangkan bagi hidup kita masing-masing.

Bagaimana kalau sekarang kita masih belum mengerti apa kehendak Tuhan dalam hidup kita? Tuhan mau kita jadi apa, menjadi berkat dimana, mengusahakan apa? Tidak apa-apa. Tapi kita harus terus berusaha, we have to keep tryting. Paulus mengatakan: "usahakanlah". Berusahalah terus untuk mengetahui apa yang Tuhan mau dalam hidup kita. Lalu setelah mengetahui, usahakanlah untuk mengerti sedalam-dalamnya. Kemudian lakukan dan hidupi dengan sebaik-baiknya. Pergunakan waktu-waktu yang ada untuk itu. Itulah yang Paulus bilang sebagai sikap hidup yang arif, bijaksana, tidak bebal dan tidak bodoh.

Ada korelasi antara "menggunakan waktu" dengan "mengerti kehendak Tuhan". Kita harus memanfaatkan waktu dengan bijak, jangan membuang-buangnya sia-sia untuk berbuat segala sesuatu yang baik, benar dan bermanfaat. Tapi jangan berhenti disitu karena kita harus sampai pada level dimana kita menempatkan pentingnya untuk mengetahui kehendak Tuhan sebagai sesuatu yang penting. Waktu berjalan dengan cepat dan tidak bisa diputar balik. Time wait for nobody. Mari kita pergunakan setiap waktu dengan bijak dengan titik pemberatan pada kerinduan kita untuk mengetahui kehendakNya.


Remember, It IS very important to make the best use of the time given to us

Thursday, August 11, 2022

Waktu dan Mengerti Kehendak Tuhan (2)

 

 

(sambungan)

Hal yang pertama saya ingin ajak untuk cermati adalah bagaimana Paulus mengaitkan perihal "menggunakan waktu" dengan "mengerti kehendak Tuhan". 

Dunia mengajarkan kita mirip-mirip dengan peribahasa 'time is money' alias 'waktu adalah uang', Tujuannya sama agar kita menghargai waktu dan tidak membuangnya sia-sia. Tapi kalau dunia hanya sampai sebatas menghargai waktu seperti kita menghargai uang, Paulus mengacu pada hal yang jauh lebih esensial yaitu agar kita bijak menggunakan waktu agar kita mengerti apa yang menjadi kehendak, rencana atau rancangan Tuhan atas setiap kita. Masalahnya, bagaimana kita bisa mengerti kehendak Tuhan atas kita kalau tahu saja tidak atau belum? Kalau tahu dan mengerti saja belum, apalagi melakukannya. Sementara waktu berjalan sangat cepat. Apa sebenarnya panggilan dalam hidup setiap kita? Apakah kita sudah tahu, dan sejauh mana kita sudah mengerti?

Menghargai waktu seperti menghargai uang, itu baik. Tapi akan jauh lebih baik jika kita menghargai waktu lebih jauh hingga sampai kepada pemahaman akan betapa pentingnya untuk mengerti kehendak Tuhan dalam hidup kita.

Kembali kepada rangkaian ayat Efesus 15:17, ada tiga poin penting yang saling berkaitan yang penting untuk kita pelajari.

1. Perhatikan dengan seksama bagaimana kamu hidup


Dalam versi lain dikatakan: "Pay care attention, then, to how you walk. Perhatikan benar-benar bagaimana kita melangkah dalam hidup. Hidup itu adalah sebuah rangkaian sekuens. Satu langkah yang salah akan mengarah pada kesalahan berikutnya, sehingga saat salah langkah terus terjadi kita pun akan makin jauh dari rencana atau rancangan Tuhan atas hidup kita. Kalau sudah begitu, bisa dibayangkan berapa banyak waktu yang terbuang. Jadi kita perlu memperhatikan betul-betul. Bukan sekedar saja, tapi dengan seksama. Not just pay attention, but pay care attention. Apakah kita sudah memperhatikan benar-benar bagaimana kita hidup, atau masih on and off, atau malah belum kepikiran, ayat ini mengingatkan kita untuk benar-benar melakukan itu dengan seksama, dengan perhatian penuh dan serius, selagi waktu dan kesempatan masih ada.

2. Pergunakanlah waktu yang ada

Make the most of the time,  Make the best use of our time. Jangan buang waktu sia-sia, jangan salah fokus dalam hidup, jangan salah mengambil prioritas. Kita harus memperhatikan baik-baik penggunaan waktu kita. Kenapa? Kata Paulus, karena hari-hari ini adalah jahat. Because the days are evil. Masa-masa sukar, pergaulan yang salah, pengajaran-pengajaran atau doktrin yang menyesatkan, pola pikir atau paradigma yang bertentangan denagn prinsip kebenaran ada di mana-mana di sekeliling kita. Jika tidak hati-hati, kita bisa terseret kedalamnya dan semakin jauh dari apa yang sebenarnya menjadi kehendak Tuhan. 

(bersambung)

Wednesday, August 10, 2022

Waktu dan Mengerti Kehendak Tuhan (1)

 Ayat bacaan: Efesus 5:15-17
============
"Oleh karena itu, perhatikanlah dengan seksama bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan."

Rasanya baru saja saya mendapatkan kejutan luar biasa dari Tuhan saat istri saya hamil setelah 10 tahun kami menunggu sang buah hati. Bagai sekejap mata, sekarang ia sudah berumur hampir 3 tahun setengah, sudah begitu aktif dan cerewet, dan sudah pula punya teman-teman bermain alias 'gang' nya. Ia sudah bisa dan bahkan suka memimpin doa sebelum tidur, ia sudah pintar mengingatkan kami orang tuanya agar jangan begini dan begitu, ia juga sudah mengerti konsep mana barang yang ia bisa dapatkan mana yang terlalu mahal. Rasanya seperti baru kemarin saya duduk menantikan istri bersalin jam 6 pagi, lalu terpesona sampai menangis saat saya melihatnya pertama kali. Saya tidak akan pernah lupa perasaan bahagia saat saya pertama kali menggendongnya sebelum ia dibersihkan. Waktu memang berlalu sangat cepat.

Seperti baru kemarin pula rasanya saat saya harus jeda dahulu dari melayani teman-teman lewat tulisan. Itu keputusan yang harus saya ambil karena kehamilan istri saya dan harus fokus pula mengerjakan begitu banyak hal sementara istri saya benar-benar berkonsentrasi merawat anak kami saat masih bayi. Saya sebernarnya berencana untuk jeda sampai anak kami berusia setahun, tapi datanglah bencana pandemi yang membuat saya harus benar-benar fokus berjuang agar dapur bisa tetap ngebul. Tahu-tahu, sudah 4 tahun saya jeda. Dan ayat bacaan hari inilah yang kemudian menegur saya untuk segera kembali aktif, meski saya harus katakan bahwa kalau dari sudut kemampuan, saya sebenarnya masih harus fokus untuk berjuang mencari nafkah karena keadaan kami saat ini secara finansial justru lebih buruk dari sebelumnya. 

Ya, sebenarnya saya belum siap karena kesibukan luar biasa setiap harinya. Tapi kalau soal siap tidak siap, kapan kita bisa benar-benar siap? Saya memakai waktu setelah semua selesai saya kerjakan, yang biasanya seperti saat ini sudah lewat tengah malam untuk menulis. Setidaknya saya hanya butuh memotong waktu istirahat saja, itu bukan hal yang berat. Saya harus sadar bahwa waktu berjalan dengan sangat cepat. Saya tidak akan bisa melakukan ini selamanya. Akan ada masa dimana saya tidak lagi bisa membagikan apa-apa karena waktu saya pada saat itu sudah selesai. Tapi selagi bisa, saya harus mengingatkan diri saya agaar tidak buang waktu. Saya harus pergunakan waktu yang ada dengan baik, dan saya tidak boleh mengabaikan apa kehendak Tuhan dalam hidup saya. Sekali lagi saya minta maaf karena meninggalkan pelayanan saya sampai 4 tahun, dan saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk memastikan renungan harian ini bisa kembali hadir secara rutin seperti sediakala.

Waktu itu berjalan dengan sangat cepat. Karena cepatnya itu kita sering melewatkan banyak hal dan kemudian menyesalinya. Seandainya dulu saya begini, mungkin saya bisa lebih baik sekarang. Itu kan yang sering muncul dalam pikiran kita? Itu ada dalam kerangka waktu yang jalannya sangat cepat. Dan waktu tidak akan pernah bisa diputar ulang. We can never turn back the time, we can only move forward. Karena itu alangkah sayangnya jika waktu hidup kita banyak terbuang karena hal yang sia-sia. Alangkah sayangnya jika kita tidak memanfaatkan waktu dengan baik dan sungguh-sungguh, dan alangkah sayangnya jika kita tidak memakainya untuk mencari tahu kehendak Tuhan dan melakukannya.

Mari kita cermati ayat bacaan hari ini, yaitu dari Efesus 5:15-17.

"Oleh karena itu, perhatikanlah dengan seksama bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan."

Hal yang pertama saya ingin ajak untuk cermati adalah bagaimana Paulus mengaitkan perihal "menggunakan waktu" dengan "mengerti kehendak Tuhan". 

 

(bersambung)

 

(sambungan)

Hal yang pertama saya ingin ajak untuk cermati adalah bagaimana Paulus mengaitkan perihal "menggunakan waktu" dengan "mengerti kehendak Tuhan". 

Dunia mengajarkan kita mirip-mirip dengan peribahasa 'time is money' alias 'waktu adalah uang', Tujuannya sama agar kita menghargai waktu dan tidak membuangnya sia-sia. Tapi kalau dunia hanya sampai sebatas menghargai waktu seperti kita menghargai uang, Paulus mengacu pada hal yang jauh lebih esensial yaitu agar kita bijak menggunakan waktu agar kita mengerti apa yang menjadi kehendak, rencana atau rancangan Tuhan atas setiap kita. Masalahnya, bagaimana kita bisa mengerti kehendak Tuhan atas kita kalau tahu saja tidak atau belum? Kalau tahu dan mengerti saja belum, apalagi melakukannya. Sementara waktu berjalan sangat cepat. Apa sebenarnya panggilan dalam hidup setiap kita? Apakah kita sudah tahu, dan sejauh mana kita sudah mengerti?

Menghargai waktu seperti menghargai uang, itu baik. Tapi akan jauh lebih baik jika kita menghargai waktu lebih jauh hingga sampai kepada pemahaman akan betapa pentingnya untuk mengerti kehendak Tuhan dalam hidup kita.

Kembali kepada rangkaian ayat Efesus 15:17, ada tiga poin penting yang saling berkaitan yang penting untuk kita pelajari.

1. Perhatikan dengan seksama bagaimana kamu hidup


Dalam versi lain dikatakan: "Pay care attention, then, to how you walk. Perhatikan benar-benar bagaimana kita melangkah dalam hidup. Hidup itu adalah sebuah rangkaian sekuens. Satu langkah yang salah akan mengarah pada kesalahan berikutnya, sehingga saat salah langkah terus terjadi kita pun akan makin jauh dari rencana atau rancangan Tuhan atas hidup kita. Kalau sudah begitu, bisa dibayangkan berapa banyak waktu yang terbuang. Jadi kita perlu memperhatikan betul-betul. Bukan sekedar saja, tapi dengan seksama. Not just pay attention, but pay care attention. Apakah kita sudah memperhatikan benar-benar bagaimana kita hidup, atau masih on and off, atau malah belum kepikiran, ayat ini mengingatkan kita untuk benar-benar melakukan itu dengan seksama, dengan perhatian penuh dan serius, selagi waktu dan kesempatan masih ada.

2. Pergunakanlah waktu yang ada

Make the most of the time,  Make the best use of our time. Jangan buang waktu sia-sia, jangan salah fokus dalam hidup, jangan salah mengambil prioritas. Kita harus memperhatikan baik-baik penggunaan waktu kita. Kenapa? Kata Paulus, karena hari-hari ini adalah jahat. Because the days are evil. Masa-masa sukar, pergaulan yang salah, pengajaran-pengajaran atau doktrin yang menyesatkan, pola pikir atau paradigma yang bertentangan denagn prinsip kebenaran ada di mana-mana di sekeliling kita. Jika tidak hati-hati, kita bisa terseret kedalamnya dan semakin jauh dari apa yang sebenarnya menjadi kehendak Tuhan. 

(bersambung)


Belajar dari Rehabeam (2)

 (sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...