Friday, February 28, 2014

Rules Are Meant to be Broken?

Ayat bacaan: Mazmur 81:9
====================
"Dengarlah hai umat-Ku, Aku hendak memberi peringatan kepadamu; hai Israel, jika engkau mau mendengarkan Aku!"

Ada anekdot yang mengatakan "rules are meant to be broken." Peraturan ada untuk dilanggar. Sebuah peraturan dibuat dengan tujuan untuk membuat tatanan masyarakat yang lebih baik dan lebih teratur. Meski ada banyak peraturan yang seiring perkembangan waktu menjadi ketinggalan jaman alias tidak lagi tepat untuk diterapkan dan disisi lain ada banyak pula peraturan yang justru menjadi kontroversi karena hanya mengacu kepada kepentingan sekelompok golongan saja. Tapi pada hakekatnya semua tentu bertujuan baik. Sayangnya idiom 'peraturan ada untuk dilanggar' dianut oleh begitu banyak orang. Mereka melanggar dengan berbagai alasan, bahkan atas alasan-alasan yang sangat tidak penting seperti cuma kepingin, ingin terlihat hebat dan sebagainya. Peraturan lalu lintas adalah yang paling sering dilanggar terutama di malam hari ketika orang-orang yang tidak bertanggung jawab merasa bahwa tidak ada lagi polisi yang bisa menilang. Demikianlah sifat manusia yang agaknya susah diatur dan alergi terhadap larangan. Banyak orang yang menganggap bahwa peraturan itu ada untuk dilanggar, bukan untuk suatu tujuan yang baik. Padahal lihatlah bagaimana kebandelan itu bisa merusak atau bahkan membahayakan baik diri kita sendiri maupun orang lain.

Terhadap peraturan di dunia kita terbiasa membangkang, terhadap peraturan Tuhan apalagi. Tuhan memberikan dengan jelas tuntunan hidup yang akan membawa kita kedalam kehidupan yang indah seperti yang diinginkanNya dan juga mengarah kepada keselamatan yang kekal. Tuhan memberikan batasan-batasan dan larangan-larangan, tapi sejauh mana kita mau mendengarnya? Yang sering terjadi justru sikap membangkang dari kita, mengira bahwa Tuhan tidak ingin kita menikmati sesuatu yang menyenangkan, terlalu mengekang atau bersikap otoriter. Banyak orang yang memilah-milah peraturan Tuhan, hanya melakukan selama tidak bertabrakan dengan kesenangan. Padahal sadarkah kita bahwa itu pun sebenarnya demi kebaikan kita sendiri dan bukan untuk kepuasan Tuhan?

Sikap manusia seperti ini sebenarnya sudah merupakan masalah klasik yang turun temurun sejak dahulu. Dari sekian banyak contoh, kita bisa lihat Mazmur 81 yang mencatat bagaimana kesalnya Tuhan dalam menyikapi kebandelan bangsa Israel. Dengan tegas Tuhan sudah mengingatkan: "Dengarlah hai umat-Ku, Aku hendak memberi peringatan kepadamu; hai Israel, jika engkau mau mendengarkan Aku!" (Mazmur 81:9). Itu bentuk kepedulian Tuhan. Dia memberi peringatan bukan demi kepentinganNya melainkan demi kebaikan bangsa Israel sendiri. Dengarlah kalau mau, itu kata Tuhan. Apa yang diingatkan Tuhan adalah agar bangsa Israel berhenti menyembah allah-allah asing. "Janganlah ada di antaramu allah lain, dan janganlah engkau menyembah kepada allah asing. Akulah TUHAN, Allahmu, yang menuntun engkau keluar dari tanah Mesir: bukalah mulutmu lebar-lebar, maka Aku akan membuatnya penuh." (ay 10-11). Sudah sedemikian besar janji Tuhan, tapi bagaimana respon bangsa Israel? Mereka membandel, dan kebebalan mereka membuat mereka menolak untuk patuh. Firman Tuhan selanjutnya mengatakan "Tetapi umat-Ku tidak mendengarkan suara-Ku, dan Israel tidak suka kepada-Ku." (ay 12). Bangsa Israel sudah merasakan sendiri bagaimana Tuhan menuntun mereka keluar dari tanah perbudakan untuk menuju tanah terjanji yang melimpah susu dan madunya, dan Tuhan pun telah melakukan begitu banyak mukjizat buat mereka sepanjang perjalanan. Tapi agaknya mereka meremehkan dan melupakan itu semua. Bukannya patuh tapi malah membandel dan mengatakan tidak suka kepada Allah seperti apa yang ditulis dalam ayat 12 tadi. Mereka menganggap Tuhan sebagai Pribadi yang egois, penuntut atau tidak suka melihat mereka senang. Yang terjadi selanjutnya, Tuhan pun membiarkan mereka dengan pilihannya! "Sebab itu Aku membiarkan dia dalam kedegilan hatinya; biarlah mereka berjalan mengikuti rencananya sendiri!" (ay 13). Seandainya saja mereka mau mendengar, lihatlah apa yang disediakan Tuhan itu. "Sekiranya umat-Ku mendengarkan Aku! Sekiranya Israel hidup menurut jalan yang Kutunjukkan! Seketika itu juga musuh mereka Aku tundukkan, dan terhadap para lawan mereka Aku balikkan tangan-Ku. Orang-orang yang membenci TUHAN akan tunduk menjilat kepada-Nya, dan itulah nasib mereka untuk selama-lamanya. Tetapi umat-Ku akan Kuberi makan gandum yang terbaik dan dengan madu dari gunung batu Aku akan mengenyangkannya." (ay 14-17). Mereka tetap bandel dan memilih sendiri jalan mereka. Yang terjadi sangat menyedihkan. Sejarah mencatat bahwa keputusan Israel itu kemudian membawa konsekuensi buruk buat mereka. Perilaku bandel itu membuat mereka terpuruk. Dijajah musuh, hancur berantakan, jauh dari apa yang sebenarnya telah disediakan Tuhan bagi mereka.

Kebandelan tidak akan pernah membawa manfaat sebaliknya justru akan berdampak buruk bagi kita. Resikonya jelas, konsekuensinya nyata, bisa jadi membawa akibat sangat fatal dan sukar untuk diperbaiki lagi. Kita menganggap bahwa sifat tidak suka dilarang, anti peraturan dan cepat tersinggung ketika diingatkan itu adalah manusiawi dan bisa ditoleransi. Tetapi Tuhan sesungguhnya tidak menginginkan kita menjadi pribadi-pribadi yang keras kepala atau degil seperti itu. Tuhan rindu agar kita memiliki hati yang lembut yang siap dibentuk, setia dan taat terhadap peraturan terutama ketetapanNya. "Maka sekarang, hai orang Israel, apakah yang dimintakan dari padamu oleh TUHAN, Allahmu, selain dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, mengasihi Dia, beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, berpegang pada perintah dan ketetapan TUHAN yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu." (Ulangan 10:12-13). Bangsa Israel sudah merasakan sendiri konsekuensi yang harus mereka hadapi akibat kedegilan mereka melawan Tuhan dalam begitu banyak kesempatan. Hanya gara-gara ingin dianggap keren orang-orang yang mengemplang peraturan berlalu lintas tidak sadar bahwa mereka bisa membahayakan jiwa banyak orang. Padahal tidak ada keren-kerennya sama sekali, justru itu menunjukkan sikap yang tidak terdidik dan terpuji. Sebuah larangan memang terlihat seperti membatasi pergerakan kita dan membuat kita seolah tidak bisa menikmati hal-hal yang tampaknya menarik dan menyenangkan di dunia. Tetapi itu semua bertujuan baik, agar kita bisa terhindar dari masalah dan penderitaan yang dapat berujung pada kebinasaan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Apakah itu langsung dari Tuhan, lewat hati nurani kita, atau lewat orang tua, saudara atau sahabat yang peduli kepada kita, bersyukurlah dan berterima kasihlah jika diingatkan. Jangan keraskan hati apalagi menuduh dan bersungut-sungut, sebab larangan atau peringatan yang baik yang kita terima sesungguhnya bisa menghindarkan kita dari kejadian-kejadian yang kelak akan kita sesali sendiri.

Tuhan memberi larangan bukan untuk kepuasanNya melainkan demi kebaikan kita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, February 27, 2014

Menjaga Kekudusan

Ayat bacaan: 1 Tesalonika 4:1
=======================
"Akhirnya, saudara-saudara, kami minta dan nasihatkan kamu dalam Tuhan Yesus: Kamu telah mendengar dari kami bagaimana kamu harus hidup supaya berkenan kepada Allah. Hal itu memang telah kamu turuti, tetapi baiklah kamu melakukannya lebih bersungguh-sungguh lagi."

Menjalani bentuk hidup yang kudus sepertinya sangat sulit di jaman sekarang ini. Memilih hidup kudus berarti melawan arus dunia yang terus memotivasi orang-orang yang hidup di dalamnya untuk mencari kesenangan dengan mengikuti hawa nafsu sebanyak, sebesar dan sesering mungkin. Anda bisa lihat bagaimana industri musik pop di Amerika meracuni pikiran penggemar musik sejak usia belia. Lirik-lirik yang sangat tidak pantas menyampaikan bahwa sex bebas, hubungan sesama jenis, obat-obat terlarang dan hal-hal cemar lainnya bukanlah sesuatu yang serius melainkan hanya bagian dari lifestyle jaman modern. Kalau mau dibilang gaul ya harus seperti itu, kalau tidak maka anda dianggap kuno, kampungan atau bodoh. "It's our body we can do what we want." demikian penggalan lirik yang digumamkan terus menerus dalam sebuah lagu yang ngetop tahun lalu lewat suara penyanyi yang tadinya menjadi tokoh panutan anak-anak. Videoclip yang menyesatkan, vulgar dan tidak pantas terus datang dari industri. Dan dunia musik di belahan dunia lainnya pun tertarik dengan hal itu. Dunia musik semakin dikuasai kegelapan dan meluas menyentuh negara-negara lain, mulai dari yang punya industri besar seperti Korea dan Jepang sampai kepada Indonesia yang memang sejak dahulu hobi latah meniru apapun yang datang dari luar tanpa disaring terlebih dahulu. Yang aneh bukan lagi kalau orang melakukan pencemaran, tetapi justru yang hidup kudus. Selingkuh dianggap hebat, gonta ganti pasangan itu membanggakan, para pelaku korupsi masih bisa tampil bak megastar di televisi ketika ditangkap atau diperiksa. Dunia semakin parah moralnya, terus terdegradasi, tercemar, lenyap bersama keinginan-keinginannya. Seorang teman bercerita bahwa anaknya mendapat kesulitan dalam pertemanan karena memilih hidup kudus. Anaknya terus ditertawakan teman-temannya karena dianggap bagaikan mahluk aneh, menolak gaya pacaran bebas, hangout di diskotik menikmati segala suguhan disana dan lain-lain. Pendeknya, ia dianggap bodoh karena menolak segala hal yang menyenangkan. Dengan santai ia menjawab, "mudah bagi saya untuk menjadi seperti kalian, tapi pasti bakal sangat sulit bagi kalian untuk bisa menjadi seperti saya." Sebuah jawaban yang sangat baik, tapi mahal harganya. Untuk bisa seperti itu kita harus siap berlawanan dengan arus kebiasaan dunia, mungkin dikucilkan, mungkin ditertawakan, tapi itulah harga yang harus dibayar untuk menjadi orang-orang yang hidup kudus, tepat seperti yang diinginkan Tuhan.

Meski penyesatan semakin intens, kecenderungan manusia untuk tergiur akan keinginan daging bukanlah isu hari ini saja. Itu sudah terjadi sejak jaman dahulu. Paulus menganggap penting penekanan anjuran untuk hidup kudus dalam pemberitaannya kemana-mana, termasuk kepada jemaat Tesalonika. Kita bisa membaca nasihatnya dalam 1 Tesalonika 4:1-12. "Akhirnya, saudara-saudara, kami minta dan nasihatkan kamu dalam Tuhan Yesus: Kamu telah mendengar dari kami bagaimana kamu harus hidup supaya berkenan kepada Allah. Hal itu memang telah kamu turuti, tetapi baiklah kamu melakukannya lebih bersungguh-sungguh lagi." (ay 1). Paulus mengatakan bahwa setelah ia dan rekan-rekan sepelayanannya mengajarkan cara-cara hidup sesuai firman Tuhan, adalah penting bagi jemaat Tesalonika untuk meningkatkan kualitas kehidupan mereka dari sudah baik menjadi lebih baik dan lebih bersungguh-sungguh lagi. Jika anda membaca perikop ini, anda akan menemukan bahwa jemaat Tesalonika sudah menunjukkan kinerja baik dalam hal kasih persaudaraan (ay 9), yang sudah mereka lakukan terhadap saudara-saudari bukan saja di Tesalonika tapi di seluruh wilayah Makedonia. Tapi Paulus mengingatkan mereka agar terus meningkatkan semua yang baik yang sudah mereka lakukan. (ay 10).

Pertanyaannya, jika apa yang mereka lakukan sudah baik, mengapa Paulus merasa perlu untuk menasihati jemaat Tesalonika ini? Itu karena Paulus tidak mau mereka lengah dan masuk ke dalam bagian-bagian kehidupan yang berpotensi menjatuhkan mereka, area-area yang harus mereka hindari. Hal yang berpotensi pada waktu itu masih saja sama dengan pergumulan kita hari ini, yaitu pada masalah kecemaran hidup. Paulus mengingatkan mereka agar mereka menjauhi hawa nafsu, percabulan seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah (ay 3-5), hidup jujur, tidak menipu, merugikan atau berbuat salah pada orang lain (ay 6).  Mereka diminta untuk tetap memiliki kendali penuh atas diri mereka sehingga tetap bisa memuliakan Tuhan dengan tubuh mereka, meneladani langsung cara hidup Yesus, sehingga cara hidup mereka bisa menjadi teladan bagi orang lain. Paulus mengingatkan kembali bahwa Tuhan memanggil kita bukan untuk melakukan hal yang cemar, not to impurity, tetapi kepada apa yang kudus, apa yang menyenangkan hatinya, to concentrate in dedicating ourselves to the most thorough purity (ay 7). Dengan dasar ini, ia juga mengingatkan konsekuensi atas dosa. Ketika kita menolak untuk menguduskan diri dan menjauhkan diri dari segala area hidup yang mencemarkan, itu artinya bukan menolak manusia melainkan Allah sendiri yang telah memberikan RohNya yang kudus. (ay 8).

Semakin anda hidup menyerupai Yesus maka semakin pula anda mencerminkanNya di dunia. Cepat atau lambat anda akan menemukan perbedaan antara mengetahui firman dan menjalaninya. Sekedar mengetahui firman hanya akan membawa kita mengerti mana yang benar dan salah, mana yang baik dan mana yang buruk, tetapi dengan menjalankan atau melakukan firman Tuhan akan mendatangkan sebuah hubungan kekariban dengan Tuhan. Ambil contoh sederhana saja. Anda bisa membaca semua buku tentang membangun hubungan kasih dengan seseorang alias pacaran, mengetahui segala tips dan trik agar tidak ditolak ketika menyatakan cinta, tetapi hanya dengan melakukan secara langsunglah anda bisa membangun hubungan dengan orang yang anda cintai secara nyata. Seperti itu pula halnya dengan membangun hubungan dengan Tuhan. Anda bisa membaca semua buku, membaca Alkitab berulang-ulang, mendengar semua kotbah, tapi hanya dengan melakukan firman lah anda akan memiliki kedekatan hubungan dengan Tuhan secara nyata.

Adalah baik jika kita sudah mulai menjalankan cara hidup Kekristenan, tapi selanjutnya teruslah tingkatkan dengan lebih serius dan bersungguh-sungguh lagi. Jangan beri celah atau ruang apapun bagi segala kecemaran untuk bisa masuk mengkontaminasi kita. Jangan beri toleransi atas dosa sekecil apapun bentuknya. Setiap dosa yang kita perbuat berarti memalingkan muka dari Tuhan menuju kepada iblis. Hidup dengan kekudusan, yang sesuai dengan panggilan Tuhan, harus menjadi bagian hidup sehari-hari. Bukan hanya kapan kita mau, kapan kita berkenan, sepanjang tidak mengganggu kesenangan atau hanya pada saat-saat tertentu saja, tetapi haruslah menjadi sebuah gaya hidup atau lifestyle. And don't forget, a lifestyle will become more natural the more we put it into practice. Kita harus kembali kepada sebuah dasar pemikiran bahwa Tuhan mengasihi kita, Dia sudah mengorbankan AnakNya yang tunggal bagi kita, dan kita mau memuliakanNya dalam setiap aspek kehidupan kita.

"Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan." (Ibrani 12:14)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, February 26, 2014

Melalaikan dan Melupakan Tuhan (2)

Ayat bacaan: Ulangan 8:11
=====================
"Hati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, Allahmu, dengan tidak berpegang pada perintah, peraturan dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini"

Anak yang tidak tahu berterimakasih kepada orang tua, bukannya membalas jasa malah melawan dan mendukakan hati mereka disebut anak durhaka. Kata durhaka sendiri berarti sebuah perbuatan yang ingkar terhadap perintah, tidak setia kepada yang lebih berkuasa, menentang atau membangkang. Atas segala usaha dan pengorbanan orang tua yang telah melahirkan kita, merawat, membesarkan dan mendidik kita sampai bisa menjadi orang, tentu mereka harus selalu kita hormati dan sayangi. Saat usia senja mereka datang dan mereka tidak lagi sekuat dulu, kita harus merawat mereka dengan penuh kasih sayang, agar sisa hidup mereka penuh dengan rasa bahagia dan bangga melihat anak-anak yang tahu membalas jasa dan mengasihi mereka dengan sepenuh hati. Anak-anak yang durhaka itu jauh dari berkat. Jika anda tahu cerita rakyat dari Sumatra Barat yang berjudul Malin Kundang, anda akan menemukan kisah anak durhaka yang sangat keterlaluan kepada ibunya. Bayangkan, setelah ia sukses dan pulang kampung, ia bukannya memeluk ibunya, tapi ia malah merasa malu dan menolak sang ibu. Yang terjadi selanjutnya inilah yang terjadi. Ibunya marah, kemudian mengutuknya, dan Malin Kundang, si anak durhaka, akhirnya berakhir menjadi batu. Hikayat Malin Kundang sangatlah terkenal dan menjadi simbol dari anak durhaka, anak yang tidak tahu terimakasih kepada orang tua yang telah bersusah payah melahirkan dan membesarkannya.

Kalau saat manusia melawan orang tua bisa dicap anak durhaka, bayangkan apabila kita melukai hati Tuhan. Betapa seringnya kita melakukan hal yang sama terhadap Tuhan tanpa kita sadari. Alangkah ironis ketika dalam kesesakan kita berseru-seru kepada Tuhan, tetapi setelah kita terbebas dan mendapat pertolongan Tuhan, kita malah terlena dengan segala kelimpahan dan kenyamanan lantas berpaling dan lupa kepadaNya. Ini sebuah kebiasaan buruk yang cenderung terjadi pada kebanyakan orang. Ketika masalah sedang parah-parahnya biasanya orang akan lebih dekat pada Tuhan. Tapi ketika semua sedang aman dan baik,  hidup yang penuh dengan kelimpahan, orang pun segera lupa kepadaNya. Maka Tuhan memberikan peringatan serius atas kecenderungan ini.

Melanjutkan renungan kemarin, ayat bacaan hari ini diambil dari peringatan Tuhan yang diberikan kepada bangsa Israel. "Hati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, Allahmu, dengan tidak berpegang pada perintah, peraturan dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini" (Ulangan 8:11). Peringatan Tuhan terhadap bangsa Israel agar mereka tidak melupakanNya. Ini peringatan serius karena jelas sekali ada indikasi dan bukti penyelewengan mereka melupakan Tuhan. Apa yang dilakukan bangsa Israel benar-benar keterlaluan. Tuhan sendiri yang memimpin mereka keluar dari perbudakan di Mesir, memberi tiang awan dan tiang api dalam perjalanan mereka, membelah laut Teberau, memberi manna dari langit dan sebagainya. Mereka mengalami berbagai mukjizat silih berganti, meski mereka selalu bersungut-sungut dan terus mengeluh selama perjalanan mereka menuju tanah terjanji. Dan Tuhan pun masih bersabar dengan memberikan peringatan yang amat tegas ini. Taatkah Israel? Israel yang tegar tengkuk ternyata memang benar-benar melupakan Tuhan yang telah begitu baik kepada mereka. "Gunung batu yang memperanakkan engkau, telah kaulalaikan, dan telah kaulupakan Allah yang melahirkan engkau." (Ulangan 32:18). Di ayat sebelumnya kita melihat apa yang diperbuat Israel. "Lalu menjadi gemuklah Yesyurun (Israel), dan menendang ke belakang, --bertambah gemuk engkau, gendut dan tambun--dan ia meninggalkan Allah yang telah menjadikan dia, ia memandang rendah gunung batu keselamatannya. Mereka membangkitkan cemburu-Nya dengan allah asing, mereka menimbulkan sakit hati-Nya dengan dewa kekejian. mereka mempersembahkan korban kepada roh-roh jahat yang bukan Allah, kepada allah yang tidak mereka kenal, allah baru yang belum lama timbul, yang kepadanya nenek moyangmu tidak gentar." (ay 15-17). Dalam Hakim-Hakim dikatakan demikian: "Orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, mereka melupakan TUHAN, Allah mereka, dan beribadah kepada para Baal dan para Asyera." (Hakim Hakim 3:7). Coba perhatikan, kurang apa lagi kebaikan Tuhan kepada mereka? Tapi ternyata segala berkat dan perlindungan Tuhan itu malah membuat mereka lupa diri. Bukannya semakin taat pada Tuhan, tapi mereka malah terlena dan membuat segala sesuatu yang merupakan kekejian di mata Tuhan. Memalingkan wajah dari Tuhan, itu bisa fatal resikonya. Maka sebelum terlambat sangatlah baik jika kita memperhatikan hal ini terlebih dahulu.

Pesan ini diberikan kepada bangsa Israel, pesan yang sama juga berlaku bagi kita. Jika saat ini hidup anda sedang tenang, dalam keadaan baik, jika kini kita menjadi orang yang berhasil dan serba cukup, bersyukurlah senantiasa kepada Tuhan. Itu seharusnya membuat anda semakin dekat pada Tuhan dan bukan malah mengabaikannya. Lewat ayat bacaan hari ini kita diingatkan dengan tegas agar tidak melupakan Tuhan yang telah menyediakan segalanya itu bagi kita atas dasar kasihNya yang tak terukur dalamnya. Sangatlah keterlaluan jika kita sampai meninggalkanNya dan memilih jalan yang salah. Belajarlah untuk senantiasa mengucap syukur, baik ketika kita berada dalam fase "padang gurun" , atau ketika kita sedang menapak naik mengalami berbagai berkat Tuhan dalam kelimpahan. Kita harus terus mengingat bahwa segala-galanya berasal dari Tuhan. Kita tidak ada apa-apanya jika tidak karena Tuhan. Jangan pernah lupakan Tuhan dan melawan perintah serta ketetapanNya, karena semua itu bukanlah karena hasil kerja keras kita sendiri saja, melainkan berasal dari Tuhan yang begitu baik.

Ketika hidup sedang baik, aman dan lancar, ingatlah pada Tuhan yang memberikan, dan bersyukurlah

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, February 25, 2014

Melalaikan dan Melupakan Tuhan (1)

Ayat bacaan: Ulangan 32:18
======================
"Gunung batu yang memperanakkan engkau, telah kaulalaikan, dan telah kaulupakan Allah yang melahirkan engkau."

Agaknya sudah menjadi kebiasaan manusia untuk lupa kepada orang-orang yang pernah berjasa dalam hidup mereka. Anak-anak jaman sekarang kebanyakan tidak tahu/peduli lagi terhadap pahlawan-pahlawan yang dahulu rela gugur demi memperjuangkan kemerdekaan yang mereka nikmati hari ini. Teman datang memohon pertolongan kepada kita dan kita pun mengulurkan tangan. Tetapi setelah mereka lepas dari masalah, mereka menghilang entah kemana. Mungkin anda pun pernah mengalami hal seperti ini. Ada banyak orang yang tidak lagi mempedulikan orang tua sendiri yang sudah uzur karena merasa direpotkan. Padahal dahulu orang tua berkorban habis-habisan agar anak-anak mereka bisa memperoleh pendidikan yang baik agar bisa berhasil setelah dewasa. Habis manis sepah dibuang, kata pepatah. Entah secara sadar atau tidak, kenyataannya memang manusia cenderung lupa kepada jasa orang lain setelah mereka tidak dibutuhkan lagi. Ini merupakan sebuah kebiasaan atau kecenderungan manusia yang seharusnya diperbaiki.

Jika kepada manusia saja kita seharusnya tidak boleh bersikap demikian, apalagi kepada Tuhan. Perilaku yang sama dilakukan banyak orang terhadap Tuhan. Ketika dalam kesesakan manusia berdoa dan memohon pertolongan terus menerus, tapi ketika mereka lepas mereka pun segera melupakan Tuhan. Jika kemarin kita sudah melihat bahwa Tuhan sangat ingin untuk memiliki hubungan yang karib dengan manusia, yang sering terjadi justru sebaliknya, manusia memalingkan muka dariNya lalu mencari kesenangan sendiri, tapi baru mendatangi Tuhan jika terlilit masalah dan butuh bantuan. Ini sudah terjadi berulang-ulang sejak jaman dulu, misalnya seperti yang dilakukan oleh bangsa Israel di jaman Musa.

Kurang apa bangsa Israel pada jaman Musa? Mereka dijanjikan tanah yang subur, mereka dipilihkan pemimpin untuk membawa mereka keluar dari perbudakan di Mesir menuju kemerdekaan di tempat yang sangat baik. Sepanjang perjalanan Tuhan menunjukkan penyertaanNya secara nyata atau terang-terangan, tapi yang Dia peroleh sebagai balasan tetap saja hal-hal yang mengecewakan bahkan menyakitiNya. Tidak saja mereka terus bersungut-sungut, mengeluh dan membangkang, tapi mereka bahkan melalaikan dan melupakan Tuhan. Perilaku buruk ini pun pernah mendatangkan teguran keras. Lewat nyanyian Musa (Ulangan 32:1-43).kita bisa membaca sederetan kemurkaan Tuhan atas sikap bangsa Israel yang melupakan segala yang telah Dia berikan. Ayat 10-14 menggambarkan bagaimana Tuhan menyediakan segala sesuatu kepada mereka. Perlindungan langsung oleh Tuhan, berbagai kelimpahan, semua disediakan bagi bangsa Israel. Namun apa yang terjadi? Mari kita baca ayat-ayat berikutnya. "Lalu menjadi gemuklah Yesyurun, dan menendang ke belakang, --bertambah gemuk engkau, gendut dan tambun--dan ia meninggalkan Allah yang telah menjadikan dia, ia memandang rendah gunung batu keselamatannya." (ay 15). Ketika hidup menjadi nikmat alias aman tanpa masalah, mereka pun langsung meninggalkan Tuhan yang telah memberikan segala kemurahanNya, dan memandang sepele Tuhan, gunung batu keselamatan mereka. Sungguh keterlaluan, bangsa Israel mulai menyembah allah-allah asing, mempersembahkan kurban pada roh-roh jahat dan bukan pada Allah. (ay 17). "Gunung batu yang memperanakkan engkau, telah kaulalaikan, dan telah kaulupakan Allah yang melahirkan engkau." (ay 18). Tuhan pun murka. Bangsa Israel pada masa itu Dia sebut dengan "suatu angkatan yang bengkok, anak-anak yang tidak mempunyai kesetiaan" (ay 20), "bangsa yang bebal" (ay 21). Selanjutnya kita bisa melihat bagaimana mengerikannya murka Tuhan jika dilupakan pada ayat-ayat selanjutnya. Dalam kitab Hakim-Hakim pun sama. "Orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, mereka melupakan TUHAN, Allah mereka, dan beribadah kepada para Baal dan para Asyera." (Hakim Hakim 3:7). Dan hal ini dikatakan membangkitkan murka Tuhan. (ay 8). Bukankah keterlaluan jika bangsa bebal dengan angkatan yang bengkok ini melupakan Tuhan yang telah begitu baik pada mereka? Mereka dikeluarkan dari tanah perbudakan, diawasi dan dilindungi langsung oleh Tuhan sendiri dalam perjalanan menuju ke tanah terjanji dengan berbagai mukjizat luar biasa dan banyak lagi. Tapi mereka masih juga sanggup melupakan Tuhan ketika hidup sedang baik, yang ironisnya justru berasal dari penyertaan Allah sendiri atas mereka.

Yang sangat disayangkan, tampaknya manusia tidak pernah belajar dari kesalahan. Apa yang diperbuat bangsa Israel pada masa itu masih saja terjadi hingga hari ini. Mungkin dulu kita tidak bisa atau tidak punya apa-apa, mungkin dulu kita tidak berharga di mata orang lain, mungkin kita dulu punya banyak beban, mungkin dahulu kita punya banyak pergumulan, tetapi ketika semua berubah, ketika hidup berubah menjadi baik, saat kita menjadi berhasil, berkecukupan, berkelimpahan, kita pun mulai lalai untuk mengingat Tuhan. Kita akan lebih memilih untuk menimbun harta dengan bekerja tanpa henti, meletakkan kebahagiaan atas harta dan tidak lagi mau meluangkan waktu untuk Tuhan. Ketika sukses datang, kita lupa pada campur tangan Tuhan, memalingkan muka dariNya dan menganggap semua itu adalah hasil kehebatan dan kekuatan kita sendiri. Jangan sampai kita terpeleset menjadi bangsa bebal atau angkatan bengkok. Daud mengingatkan semua keturunan Israel untuk senantiasa memuliakan Tuhan dan memiliki rasa takut akan Tuhan. "kamu yang takut akan TUHAN, pujilah Dia, hai segenap anak cucu Yakub, muliakanlah Dia, dan gentarlah terhadap Dia, hai segenap anak cucu Israel!" (Mazmur 22:24). Apabila diantara teman-teman ada yang mulai jarang berdoa dan menjauh dari Tuhan, berbaliklah segera. Dalam keadaan apapun, baik susah maupun senang, hendaklah kita tetap ingat kepada Tuhan dengan segala kebaikan dan kasih setiaNya yang tidak pernah pudar. Ingatlah bahwa tanpa Tuhan kita bukanlah apa-apa, dan ingat pula bahwa Tuhan sangat menginginkan anda untuk menjadi anak-anakNya yang mau bergaul karib denganNya. Mari kita menjaga hati kita untuk selalu memuliakan dan menomor satukan Tuhan di atas segalanya, seperti apa yang dikatakan Daud. "Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!" (Mazmur 103:2).

Dalam kondisi apapun, tetaplah bersyukur kepada Tuhan dan bina terus hubungan yang karib denganNya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, February 24, 2014

Being BFF's with God

Ayat bacaan: Imamat 10:3
========================
"..Inilah yang difirmankan TUHAN: Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku..."

BFF adalah sebuah slang yang terbilang baru di Amerika yang merupakan singkatan dari Best Friends Forever, biasanya ditujukan kepada sahabat-sahabat yang dianggap sangat dekat, dipercaya alias sahabat karib. Orang yang punya sahabat karib tentu akan mendapatkan banyak keuntungan dibanding orang yang hanya punya teman tanpa ada satupun yang benar-benar dekat. Seorang sahabat karib biasanya akan berada mendampingi kita di saat suka dan duka seperti layaknya anggota keluarga atau bahkan bisa lebih dekat dari saudara. Kepada mereka kita bisa nyaman mengadu, mencurahkan isi hati, berkeluh kesah mulai dari hal-hal biasa hingga yang sifatnya pribadi sekalipun. Mereka bisa memberi nasihat tanpa menghakimi kita karena mereka mengenal kita sangat baik dan karenanya kita nyaman bercerita kepada mereka. Terhadap seorang sahabat karib biasanya kita tidak lagi tertutup. Ketika dunia sudah berseberangan dengan kita dan kita merasa tidak ada lagi yang peduli, sahabat karib akan selalu menjadi tempat dimana kita bisa berteduh dalam duka, dan akan menjadi orang pertama yang ikut bahagia saat kita berada dalam suka. Kepercayaan, pengertian, itu tentu menjadi sebuah harapan besar dari sosok seorang sahabat karib.

Jika Tuhan yang kudus, yang teramat sangat besar dibandingkan kita menyatakan keinginannya untuk bersahabat karib dengan kita, bukankah itu sesuatu yang luar biasa? Kalau Tuhan terasa terlalu besar, coba bayangkan jika ada seorang pemimpin negara besar yang mengatakan itu kepada anda. Misalnya anda diundang ke Gedung Putih untuk bertemu presiden dimana anda bisa berbincang-bincang, bercanda dan membagi cerita tanpa ada pengawalan apa-apa, itu pasti sangat membanggakan. Anda mungkin kaget dan sulit mempercayainya sebagai kenyataan. Lupakan pemimpin negara di dunia, sekarang arahkan pandangan anda kepada Tuhan yang berada jauh di atasnya. Ya, Tuhan selalu ingin menjalin hubungan dengan anda, bukan sekedar hubungan biasa tetapi selayaknya sahabat karib. Anda bisa datang kepadanya untuk bercerita, mencurahkan isi hati, mempercayaiNya dengan sepenuh hati, dan Tuhan pun tidak akan segan-segan memberitahukan anda hal-hal yang tertutup bagi dunia dan orang-orang di dalamnya yang tidak mengenalNya. Ini adalah sebuah kehormatan luar biasa.

Tuhan sejak semula merindukan manusia bisa menjadi sahabat karibnya. Lihatlah bagaimana istimewanya Adam dan Hawa Dia tempatkan. Sayangnya meski Tuhan ingin membangun hubungan yang erat sejak awal, manusia jatuh dalam dosa sejak awal pula. Tapi meskipun demikian, Tuhan tidak berhenti menunggu kerelaan dari manusia, yang begitu Dia kasihi, untuk datang kepadaNya dan bergaul akrab denganNya. Maka dalam Alkitab kita mengenal tokoh bernama Henokh. Disebutkan bahwa Henokh berusia 65 tahun ketika mendapatkan seorang anak laki-laki bernama Metusalah. (Kejadian 5:21). Ayat selanjutnya tertulis sebagai berikut: "Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi.." (ay 22a). Perhatikan bahwa Henokh dikatakan hidup bergaul dengan Allah selama 300 tahun lagi. Betapa luar biasanya sebuah hubungan kekerabatan yang akrab atau karib yang tidak lekang di makan waktu hingga mencapai lebih dari 300 tahun. Kita bisa melihat dari ayat ini bagaimana seorang Henokh mampu menjaga hubungannya dengan Sang Pencipta, hidup selaras dengan kehendak Tuhan sampai begitu lama. Kesetiaannya teruji dalam rentang waktu yang begitu panjang.

Mungkin kita bisa berdalih bahwa tantangan pada jaman Henokh tidak separah sekarang. Tapi saya yakin pada masa itu Henokh bukannya tidak mendapat cobaan dari berbagai keinginan duniawi yang bisa menariknya menjauh dari Allah. Setiap masa punya tantangannya sendiri, itu pasti. Tetapi Henokh tidaklah terpengaruh dengan itu. Fakta Alkitab menyebutkan bahwa Henokh tetap bergaul dengan Allah hingga 3 abad. Atas hubungan kekerabatan seperti itu, Henokh kemudian tercatat menerima sebuah anugerah luar biasa. Ia tidak sampai mengalami kematian. Henokh diangkat langsung dari dunia yang berlumur dosa ini menuju Surga untuk seterusnya bersama-sama dengan Allah dalam kemuliaanNya yang kekal. "Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah." (ay 24). Kelak ribuan tahun sesudahnya Penulis Ibrani kemudian menuliskan lagi mengenai Henokh. "Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah." (Ibrani 11:5). Perhatikan bahwa perilaku, kesetiaan dan keakraban Henokh dalam membangun hubungan dengan Sang Pencipta ternyata berkenan di hatiNya.

Seorang sahabat karib tentu bukanlah sosok teman yang hanya mencari keuntungan dan kesenangan saja bersama kita. Mereka akan tetap setia bersama kita ketika kita mendapat musibah atau berbagai bentuk kesusahan. Mereka akan dengan senang hati membantu kita sebesar dan seluas kemampuan mereka ketika kita mencari pertolongan. Itu sosok sahabat karib dan seperti itu pulalah seharusnya hubungan kita dengan Tuhan. Apakah kita hanya berdoa siang dan malam untuk ditolong Tuhan dari kesusahan, dan setelah itu kita melupakannya? Apakah kita menuduh Tuhan tidak adil atau tidak peduli ketika kita terus bergumul dalam masalah? Apakah kita menempatkan segala kegiatan, kepentingan atau kebutuhan di dunia di atas kebutuhan kita untuk bersekutu dengan Tuhan? Kalau itu yang masih terjadi, artinya kita belum menempatkan Tuhan pada posisi sebagai sahabat karib. Padahal Tuhan menjanjikan banyak hal istimewa kepada orang-orang yang bergaul akrab dengannya.

Ayat bacaan hari ini mengatakan hal itu dengan jelas. "..Inilah yang difirmankan TUHAN: Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku..." (Imamat 10:3). Tuhan menyatakan kekudusanNya dan memperlihatkan kemuliaanNya kepada orang-orang Dia anggap bersahabat karib denganNya. Daud juga mengerti akan hal ini yang bisa terlihat lewat ayat berikut: "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Takut akan Tuhan akan membawa kita untuk terus membangun hubungan dengan Tuhan hingga mencapai tingkat kekariban dengan kualitas kedekatan yang tinggi, dan hal itu akan membuat Tuhan tidak segan-segan untuk terbuka dalam memberitahukan rencana dan rancanganNya pada kita. Seperti itulah janji Tuhan. Ada penyertaan dan kebersamaan dalam sebuah persahabatan yang terbina akrab, dan itu pun akan terjadi antara kita dengan Tuhan ketika kita bergaul karib denganNya.

Ada begitu banyak godaan dari berbagai arah dalam kehidupan kita yang bisa melemahkan kualitas hubungan kita dengan Tuhan. Kita harus mewaspadai semuanya dan memastikan bahwa hubungan kita dengan Tuhan akan tetap terbina dengan baik. Seperti halnya kita merasakan sakit yang luar biasa jika sahabat karib kita menghianati kita, tentu Tuhan pun akan merasa kecewa apabila kita menghianatiNya, apalagi kalau hanya untuk kepentingan atau kepuasaan sesaat di dunia yang hanya sementara ini. Bergaullah karib dengan Tuhan dengan melibatkanNya dalam setiap aspek kehidupan kita. Rajinlah berdoa, membangun hubungan yang intim denganNya dengan rutin, muliakan Dia selalu dengan tubuh, jiwa, roh, dengan perbuatan dan perkataan kita. Tuhan menanti anda untuk menjadi sahabat karibNya, maukah anda menyambut uluran tanganNya hari ini dengan semangat kasih?

Be a BFF with God and He'll open everything to you

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, February 23, 2014

Kemana Seharusnya Mengarahkan Pandangan?

Ayat bacaan: 2 Korintus 4:18
=======================
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal."

Susahkah menjadi pengikut Yesus? Anda bisa kecewa jika anda menganggap itu mudah, atau malah menjadi tawar hati ketika mendapati bahwa mengikuti Yesus tidak serta merta membuat hidup menjadi berubah 180 derajat secara instan. Banyak orang yang mengikuti Yesus bukan dengan dasar mengasihiNya tetapi lebih kepada mencari keuntungan dan kemudahan dalam hal-hal yang hanya duniawi saja. Ingin usaha berhasil, ingin hutang-hutang lunas tanpa harus susah payah, ingin bangkit dari kebangkrutan, atau bahkan untuk hal-hal lain yang tidaklah penting-penting amat. Seringkali ketika kita baru saja lahir baru, Tuhan memutuskan untuk membentuk kita terlebih dahulu mulai dari dasar. Dan prosesnya bisa jadi terasa berat bahkan menyakitkan. Pembersihan benalu-benalu dosa yang menempel seringkali makan waktu, dan selama proses itu kita harus rela menderita dan mengorbankan banyak hal. Itu belum lagi ditambah reaksi dunia yang kerap membuat keputusan mengikuti Yesus menjadi semakin sulit, bagai mendaki jalan yang terus bertambah terjal. Yesus sendiri sudah mengingatkan bahwa "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Markus 8:34). Pada akhirnya setelah melewati proses pemurnian, barulah kita sadar bahwa semua itu adalah demi kebaikan sendiri juga, menjadi permata-permata Allah yang bernilai tinggi di dunia, membawa berkat bagi banyak orang, menginspirasi dan mencerahkan. Tapi tidak dipungkiri memang, selama proses pembentukan kita akan mengalami banyak rasa yang tidak enak. Berbagai hal yang terjadi dalam kehidupan dunia yang begitu penuh gejolak ini mampu meruntuhkan kepercayaan kita dan membuat kita kehilangan pengharapan. Banyak orang yang akhirnya berubah meninggalkan Tuhan akibat tekanan bertubi-tubi yang tidak lagi mampu ia hadapi. Penderitaan hidup, kemiskinan, terlilit hutang, penyakit yang tidak sembuh-sembuh, kepahitan, kemarahan, sakit hati, jodoh dan sebagainya. Di sisi lain, limpahan harta kekayaan, jabatan, popularitas, sibuk menimbun uang dan sejenisnya, juga mampu membuat manusia kehilangan arah. Menyimpang ke kanan atau ke kiri, tidak lagi lurus melangkah di jalan Tuhan. Belum lagi berbagai penyesatan dari media hiburan, pola hidup modern yang menyimpang dan sebagainya, termasuk pula kekecewaan mendalam karena memiliki dasar yang salah dalam mengikuti Yesus. Pendeknya, ada 1001 macam kejadian yang bisa membuat kita meninggalkan Tuhan jika tidak hati-hati.Lalu bagaimana cara kita agar bisa mampu bertahan, tetap setia hingga akhir dan tidak terburu-buru meninggalkan Tuhan?

Menjaga diri agar tetap setia sampai akhir dengan tetap memelihara iman itu sangatlah penting. Itulah yang akan membawa kita untuk menerima mahkota kebenaran atas karunia Tuhan. Paulus mengatakan hal itu dalam 2 Timotius 4:7-8. Selain itu, Tuhan mau kita semua bisa menjadi orang-orang yang bergaul karib denganNya, dalam hubungan yang sangat erat bagai seorang ayah yang penuh kasih dengan anak yang mengasihinya. Dengan bergaul karib bersama Tuhan kita akan melihat kekudusan Tuhan dinyatakan atas kita, kemuliaanNya bisa kita saksikan (Imamat 10:3) dan perjanjianNya pun akan kita ketahui dan terima. (Mazmur 25:14).

Caranya dijelaskan oleh Paulus dalam suratnya pada jemaat Korintus. Disana dalam sebuah bagian Paulus menyatakan dengan jelas bahwa ia bukannya hidup nyaman dalam pelayanannya. Setelah bertobat ia justru mengalami begitu banyak penderitaan dalam menyebarkan berita keselamatan. Salah satu 'curhat'nya berbunyi sebagai berikut: "..Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian " (2 Korintus 11:23-27). Anda bisa bayangkan, itu sangatlah luar biasa beratnya.

Akan tetapi sangatlah menarik jika melihat bagaimana Paulus memandang itu semua. Paulus ternyata menganggap semua itu bukanlah hal yang bisa mengecewakannya melainkan hanya menganggapnya sebagai penderitaan ringan. Ringan? Bagaimana bisa? Inilah kuncinya. "Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami." (2 Korintus 4:17). Ia menganggapnya ringan, karena apa yang ia alami di dunia ini jika mampu ia jalani dengan benar akan membawanya untuk memperoleh kemuliaan kekal, yang jelas jauh lebih berarti dibanding segala penderitaan yang saat itu ia alami. Inilah sebuah kunci yang mampu membuat kita untuk tetap fokus dan tidak kehilangan pengharapan dalam masa-masa sulit. Selanjutnya ia berkata: "Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (ay 18). Memperhatikan yang kelihatan, hal-hal duniawi, segala kesulitan dalam kehidupan di dunia bisa membuat kita menjadi lemah dan kemudian menyerah. Tapi yang tidak kelihatan, mengarahkan pandangan kepada sebuah kehidupan bersama Bapa di Surga kelak, sebuah kemerdekaan tanpa ada ratap tangis dan penderitaan lagi bisa diperoleh bukan hanya sementara melainkan selamanya, kekal menjadi bagian kita. Mata iman sangat diperlukan untuk itu, sebab dikatakan: "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Sebuah kemuliaan kekal tentu mengatasi penderitaan seberat apapun yang sifatnya hanya sementara. Paulus menyadari hal ini. Itulah sebabnya ia tidak kecewa, bersungut-sungut atau memilih berhenti menjadi hamba Tuhan meski resiko yang harus ia tanggung tidak main-main.

Jauh sebelumnya Salomo sudah mengingatkan: "Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan." (Amsal 4:26-27). Berhati-hatilah pada jalan yang disangka lurus, namun ternyata berujung maut. (14:12). Hal-hal seperti ini harus kita cermati secara serius. Dalam keadaan apapun, bagaimanapun, kita harus mampu untuk terus setia pada Tuhan dalam perjalanan kehidupan kita agar kita mampu beroleh mahkota kehidupan yang penuh kemuliaan kelak di akhir perjalanan hidup kita di dunia ini. Alangkah ironisnya jika kita sudah memulai dengan baik, namun di tengah perjalanan kita ternyata menyimpang ke kanan dan ke kiri, keluar dari jalur yang menuju sebuah kehidupan kekal penuh kemenangan. Pastikan motivasi anda dalam mengikut Yesus, dan pergunakan mata iman anda agar mampu melihat sesuatu yang tidak atau belum kelihatan. Kekekalan ada disana, dan seperti apa bentuk kekekalan yang kita terima kelak akan sangat tergantung dari keseriusan kita dalam mendengar, memahami dan melakukan ketetapan-ketetapanNya. Jika anda melaksanakannya, anda tidak perlu cemas dan bisa memegang erat janji Tuhan. "Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia." (Ibrani 10:23).

Daripada hanya melihat yang kelihatan tapi hanya sementara, lebih baik fokus kepada apa yang tidak kelihatan tapi kekal

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, February 22, 2014

Kunci Kebahagiaan Sejati (2)

(sambungan)

Dalam kisah "perumpamaan tentang seorang penabur" pada Matius 13:1-23,Yesus menjelaskan bahwa apa yang ditaburkan di tanah yang baik adalah orang yang mendengar firman, lalu mengerti akan firman itu. Dan karenanya, orang yang berlaku demikian akan berbuah berlipat ganda. (Matius 13:23) Jika kita mau hidup bahagia dan hidup berbuah berlipat ganda, kita tidak cukup hanya membaca firman Tuhan, tapi juga harus mengerti, taat dan melaksanakannya. Mendengar, mengerti dan melakukan firman, itulah yang akan mendatangkan kebahagiaan dalam hidup kita.

Pertanyaan selanjutnya, seperti apa buah yang bisa dipetik oleh orang-orang yang mau mendengar dan melakukan dengan setia firman-firman Tuhan ini sehingga kebahagiaan sejati bisa menjadi milik mereka? Jika anda ingin poin-poinnya, semua itu tertulis dalam Ulangan 28:1-14. Perikop ini dimulai dengan sebuah kunci yang ternyata sama dengan apa yang dikatakan Yesus.  "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi." (ay 1). Lantas apa saja berkat yang menjadi buah dari ketaatan kita dengan mendengar dan melakukan firman Tuhan? Ayat-ayat selanjutnya menjabarkan satu persatu dengan terperinci.
- "Diberkatilah engkau di kota dan diberkatilah engkau di ladang" (ay 3).
- "Diberkatilah buah kandunganmu, hasil bumimu dan hasil ternakmu, yakni anak lembu sapimu dan kandungan kambing dombamu." (ay 4).
- "Diberkatilah bakulmu dan tempat adonanmu" (ay 5)
- "Diberkatilah engkau pada waktu masuk dan diberkatilah engkau pada waktu keluar." (ay 6)
- "TUHAN akan membiarkan musuhmu yang maju berperang melawan engkau, terpukul kalah olehmu. Bersatu jalan mereka akan menyerangi engkau, tetapi bertujuh jalan mereka akan lari dari depanmu." (ay 7)
- "TUHAN akan memerintahkan berkat ke atasmu di dalam lumbungmu dan di dalam segala usahamu; Ia akan memberkati engkau di negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu." (ay 8)
- "TUHAN akan menetapkan engkau sebagai umat-Nya yang kudus, seperti yang dijanjikan-Nya dengan sumpah kepadamu, jika engkau berpegang pada perintah TUHAN, Allahmu, dan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya. Maka segala bangsa di bumi akan melihat, bahwa nama TUHAN telah disebut atasmu, dan mereka akan takut kepadamu." (ay 9-10)
- "Juga TUHAN akan melimpahi engkau dengan kebaikan dalam buah kandunganmu, dalam hasil ternakmu dan dalam hasil bumimu--di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu untuk memberikannya kepadamu." (ay 11)
- "TUHAN akan membuka bagimu perbendaharaan-Nya yang melimpah, yakni langit, untuk memberi hujan bagi tanahmu pada masanya dan memberkati segala pekerjaanmu, sehingga engkau memberi pinjaman kepada banyak bangsa, tetapi engkau sendiri tidak meminta pinjaman." (ay 12)
- "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia, dan apabila engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya." (ay 13-14).

Atas semua berkat-berkat seperti itu yang turun atas kita, tidakkah kita akan menjadi orang yang paling berbahagia di muka bumi ini? Lihatlah bahwa itu semua bisa menjadi milik orang-orang yang dengan serius mendengarkan suara Tuhan dan setia menjalankannya alias hidup sebagai pelaku-pelaku firman yang tidak setengah-setengah.

Benar, untuk bisa melakukan itu tidaklah mudah, terlebih ketika kita terus menerus dibombardir oleh begitu banyak paham atau pengajaran dunia yang terus mengejar kekayaan dan kemakmuran dari segi materi dan kepemilikan atas barang-barang. Menjalani bentuk hidup yang berbeda itu sulit. Tapi dengan janji Tuhan akan berkat seperti yang dirinci di atas, mengapa tidak? Apalagi jika kita melihat bahwa harta sama sekali tidak sanggup untuk menjamin kebahagiaan. Selalu ada ruang kosong dalam hati kita yang butuh diisi hingga mencapai kepenuhan. Semua orang berusaha mengisinya, dan cara-cara keliru tidak akan pernah bisa menambal lubang itu. Mungkin bisa untuk sementara, tetapi dalam sekejap semua akan kembali sirna. Berjalan dalam ketaatan akan Tuhan, mendengar, memahami dan menjalankan firmanNya akan membuat hidup kita berpusat pada Tuhan, dan disanalah segala berkat tercurah dan menjamin kebahagiaan kita. Anda rindu untuk menikmati hidup yang bahagia, penuh damai sejahtera dan terus berbuah sepanjang musim? Caranya sudah disampaikan. Semua tergantung keputusan atau pilihan kita, apakah kita mau memegang kuncinya atau menolak.

Kunci kebahagiaan sejati terletak pada kehidupan yang berpusat pada Tuhan, mendengar, mematuhi dan melakukan firmanNya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, February 21, 2014

Kunci Kebahagiaan Sejati (1)

Ayat bacaan: Lukas 11:28
===================
"Tetapi Ia berkata: "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya."

Apa yang anda percaya akan mendatangkan kebahagiaan? Dunia terus membombardir kita dengan ajakan untuk berpusat pada harta, kepemilikan barang-barang mahal dan kemewahan. Kita terus melihat deretan gigi putih dibalik senyuman lebar orang-orang yang mampu membeli mobil, apartemen lux atau produk-produk lainnya dalam begitu banyak iklan di televisi. Sebuah iklan apartemen menjanjikan investasi lebih dari 100% dalam waktu singkat apabila dibeli. Dalam sebuah wawancara, salah seorang manajernya mengatakan bahwa investasi itu akan menjamin hari depan dan kebahagiaan pada konsumen. Inilah bentuk kebahagiaan yang diajarkan oleh dunia dan dipegang oleh para penganutnya. Salah seorang teman saya sedang pusing karena ibu dari kekasihnya mengultimatum agar ia memiliki rumah dan mobil mewah terlebih dahulu sebelum menikahi anaknya. "Kalau tidak ada yang dua itu, anak saya sudah pasti tidak akan bahagia." demikian kata si ibu seperti yang diceritakan teman saya itu. Teman lainnya di kota kecil mengalami masalah mirip. Ibu dari kekasihnya tidak menyetujui hubungan mereka hanya karena ia bukan pegawai negeri. Padahal teman saya yang satu ini sudah sukses berwiraswasta. Ukuran kebahagiaan ternyata beda-beda dan kebanyakan diukur dari uang, materi dan kepemilikan barang-barang. Kalau ingin punya senyum sebahagia orang-orang di iklan, ya beli produk-produknya. Kalau tidak punya uang untuk itu, ya usahakan. Tidak peduli caranya bagaimana, yang penting uangnya cukup untuk membeli semuanya. Mau mengorbankan orang lain, mau mengemplang yang bukan hak milik, mau kerja nonstop seperti kuda, yang penting bisa memenuhi semua kebutuhan yang kata dunia sanggup menjamin kebahagiaan.

Saya tidak pernah tertarik melihat apa yang diumbar dunia bisa mendatangkan kebahagiaan. Apa yang saya beli adalah hal-hal yang memang saya perlukan baik untuk bekerja maupun untuk hal-hal lain yang memang saya butuhkan. Mobil mewah biar gaya? Rumah mewah supaya membuat orang berdecak kagum? Tumpukan atau gonta-ganti gadget tanda mengikuti trend dan tehnologi? Baju dan aksesoris bermerek agar terlihat kaya? Deretan panjang kartu kredit ketika buka dompet? Semua itu sama sekali tidak penting bagi saya, karena saya tahu pasti bahwa itu tidak akan pernah bisa menjamin kebahagiaan. Kalau kebahagiaan hanya diukur dari sana, anda akan kecewa karena anda akan terus merasa kurang dan kurang lagi. Berapapun banyaknya harta kekayaan itu tidak akan pernah bisa membuat lubang yang ada di dalam hati mengalami kepenuhan. Lihatlah orang-orang yang secara materi berlimpah tetapi hidupnya jauh dari bahagia dan tidak merasakan damai sejahtera. Hidup saya jauh dari kemewahan. Kartu kredit saja saya tidak pernah tertarik untuk memilikinya karena bagi saya itu sama saja dengan berhutang. Tanpa tumpukan gadget, barang mewah, kendaraan mahal, apakah saya tidak bahagia? Justru sebaliknya, saya merasakan kepenuhan hati yang membawa rasa bahagia dan damai sejahtera, dan itu tidak tergantung dari situasi dan kondisi. Saya menikmati dan bersyukur atas apa yang saya miliki hari ini. I'm thankful for what I have, I'm happy with them and I don't need to ask for more. 

Sejak saya lahir baru saya terus belajar untuk menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan. Itu artinya saya akan berseberangan dengan pola pikir atau bentuk pengajaran dunia yang dianut oleh begitu banyak orang. So be it, tidak masalah. Menyerahkan hidup kepada Tuhan membuat saya tidak perlu takut, kuatir atau ragu dalam menjalani hidup. Faktanya, setiap kali saya membutuhkan sesuatu, Tuhan sendiri yang sediakan. Itu sudah terbukti dalam begitu banyak kesempatan sehingga saya tahu pasti bahwa itu bukan sebuah kebetulan. Jadi apabila Yesus mengingatkan kita "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu" (Matius 6:33), itu sangatlah benar karena saya sendiri sudah membuktikannya. Mencari Kerajaan Allah, aim at and strive after His Kingdom and His righteousness first of all, itu bicara mengenai komitmen kita untuk menempatkan Tuhan sebagai prirotas utama, menjalankan hidup taat sepenuhnya, mematuhi perintahNya dan menjauhi laranganNya, melaksanakan tugas atau panggilan seperti yang sudah Dia rencanakan atas diri kita sejak semula, mengerti dan melakukan firmanNya.

Yesus sudah menyampaikan langsung mengenai apa yang sebenarnya mendatangkan kebahagiaan sejati. Berulang kali Dia menekankan pentingnya untuk mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan sehingga kita harus paham bahwa artinya itu sangatlah penting. Lihatlah perikop Lukas 11:27-28 yang diberi judul "Siapa yang berbahagia". Disini Yesus secara jelas memberi kunci bagaimana kita bisa memperoleh atau memiliki kebahagiaan yang sejati. Siapa yang berbahagia? Kata Yesus: "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya." (ay 28). Ternyata kunci kebahagiaan sejati tidak terletak pada hal-hal seperti yang dipercaya dunia melainkan terletak pada sejauh mana kita mau mendengar firman Tuhan dan memeliharanya. Dalam versi Bahasa Indonesia Sehari-hari kata memelihara disebut dengan "menjalankannya", dalam versi Bahasa Inggrisnya dikatakan "obey and practice it", mematuhi dan melakukannya.

Adalah baik jika kita sudah rajin mendengar atau membaca firman Tuhan. Tapi itu tidaklah cukup sebelum kita meningkatkan dengan mengerti atau memahami dan kemudian melakukan. Tanpa itu semua, sia-sialah apa yang kita ketahui. Perhatikan bagaimana Yesus menegur beberapa orang Saduki karena mereka tahu kitab suci, tapi tidak mengerti isinya apalagi kuasa Allah. Hal demikian disebut Yesus dengan sesat. (Matius 22:29).

(bersambung)

Thursday, February 20, 2014

Madu dan Racun

Ayat bacaan: Ulangan 30:19
=================
"Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu"

Bagi anda yang sudah remaja pada tahun 80an tentu masih ingat dengan sebuah lagu yang menjadi hit besar pada masa itu lewat Bill & Brod yang berjudul Madu dan Racun. Lagu kocak ini berisi lirik yang sangat sederhana tentang pria yang naksir seorang wanita, tapi ia tidak tahu respon apa yang akan ia peroleh, apakah madu atau racun. Jika pilihan itu diberikan kepada kita, apa yang akan kita pilih? Tentu semua orang akan langsung memilih madu. Memilih antara madu dan racun akan mudah karena bentuknya jelas berbeda. Tapi bagaimana jika racun itu terlihat tidak menyeramkan namun dikemas secara menarik sehingga terlihat menggugah selera? Sebaliknya madu yang berkhasiat dan menyehatkan justru terlihat kusam tanpa daya tarik? Wah, bisa-bisa kita salah pilih. Dan itulah kenyataan yang sering terjadi di lapangan. Dan Firman Tuhan pun telah mengingatkan bahwa "Ada jalan yang disangka lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12, 16:25). Kalau tidak hati-hati melangkah, kita bisa terjebak mengambil pilihan yang salah. Masih bagus jika konsekuensinya tidak berdampak luas, tapi bagaimana sekiranya keputusan kita berdampak fatal untuk jangka waktu yang lama atau berakhir dengan penyesalan yang datang terlambat? Bagaimana kalau pilihan itu membawa kematian yang kekal tanpa bisa diperbaiki sama sekali? Tidak ada jalan lain, kita harus benar-benar peka dalam memilih agar tidak salah dalam menentukan pilihan.

Kita adalah anak-anakNya yang diciptakan berbeda dengan sangat istimewa. Karena itu Tuhan tidak ingin merancang manusia seperti robot dan memberi kita kehendak bebas atau free will. Kebebasan itu seharusnya kita hargai sebagai anugerah luar biasa dan harus mampu pula kita pertanggungjawabkan, bukan malah dijadikan dasar untuk bisa berlaku seenaknya dalam mengambil pilihan dengan hanya mendasarkan kepada hal-hal yang terlihat mendatangkan kesenangan sesaat saja. Begitu pentingnya hal ini, maka saya memutuskan untuk kembali mengangkat ayat bacaan yang sama dalam renungan hari ini.

Serangkaian kotbah diucapkan Musa sebelum ia digantikan Yosua, dan salah satunya berbicara mengenai pilihan."Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan." (ulangan 30:15). Selanjutnya Musa berkata "Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu" (ay 19). Peringatan penting ini disampaikan Musa agar bangsa Israel bisa merenungkan baik-baik terlebih dahulu sebelum mereka memasuki tanah yang dijanjikan Tuhan, supaya keturunan mereka bisa menikmati semuanya kelak tanpa harus kehilangan apapun. Mereka harus menjaga tingkah laku karena jika salah memilih, akibatnya pun bisa sangat berbeda.

Pilih kehidupan dan keberuntungan atau kematian dan kecelakaan? Pilih kehidupan atau kematian, berkat atau kutuk? Pilihan ini sepintas secara teoritis mudah, karena orang paling bodoh sekalipun akan segera memilih kehidupan daripada kematian, memilih berkat daripada kutuk. Tapi faktanya tidaklah semudah itu. Musa tahu bahwa ada banyak hal yang harus mereka jaga agar kutuk tidak jatuh kepada mereka tanpa disadari, dan ia pun menjabarkannya secara jelas, yang bisa kita baca dalam Ulangan 27:11-26. Secara ringkas Musa menyebutkan hal-hal yang bisa mendtangkan kutuk, diantaranya: \
- menyembah berhala (ay 15)
- memandang rendah orang tua (ay 16)
- sikap tamak, mementingkan diri sendiri, merebut milik/hak orang lain dan menyesatkan orang lain (ay 16-19), - penyimpangan-penyimpangan seksual (ay 20-23)
- membunuh (ay 25)
- melanggar ajaran Tuhan dengan perbuatan yang keliru (ay 26)

Jika ini dilakukan, maka itu artinya kita memilih kutuk. Jadi bukan dengan sengaja kita memilih kutuk, tapi pilihan-pilihan keliru seperti poin-poin di atas akan membuat kita jatuh pada pilihan kutuk.

Akibat dari kutuk ini tidak main-main. Semua itu tertulis dalam Ulangan 28:15-46 secara terperinci. Kutuk akan jatuh atas:
- kota/ladang, pekerjaan (ay 16-17)
- buah kandungan, penghasilan (ay 18)
- segala usaha (ay 19)
- dalam kehidupan akan penuh bencana, kekacauan dan kesulitan hingga binasa dengan segera (ay 20)
- kesehatan, dengan hadirnya berbagai sakit penyakit yang membinasakan (ay 21-22)
- kesejahteraan, dengan tidak ada kemakmuran melainkan hanya akan ada kekeringan dan kegersangan (ay 23-24)
- kesempatan atau keberuntungan tertutup. Kita akan terus gagal, ditipu atau dihancurkan orang lain tanpa ada lagi perlindungan Tuhan (ay 25)
- kehilangan akal sehat dan kewarasan (ay 28-29)
- hak kemerdekaan, karena akan terus ditindas (ay 29)
- hadirnya kehancuran rumah tangga (ay 30,32)
- kepemilikian, segalanya dirampas orang lain (ay 31)
dan banyak lagi.

Anda bisa lihat bahwa setiap poin membawa konsekuensi mengerikan yang tentu saja tidak satupun dari kita ingin mengalaminya. Saya sudah melihat sendiri jatuhnya beberapa poin ini kepada orang-orang yang berkhianat menjual hak kesulungannya atau yang melanggar terang-terangan perintah, ketetapan atau larangan Tuhan, jadi semua yang mengerikan di atas itu sama sekali tidak main-main dan bukan sekedar ancaman kosong. Bagaimana jika anda memilih untuk taat? Maka berkat akan menjadi bagian anda, dan itu sangat berbanding terbalik. Keuntungan dari orang yang memilih kehidupan dan berkat ditulis secara terperinci dalam Ulangan 28:1-14. Bacalah maka anda akan melihat perbedaan yang sangat kontras antara keduanya.

Bagaimana cara kita memilih kehidupan atau berkat ini? Musa mengatakan sesungguhnya caranya tidaklah terlalu sulit untuk dilakukan, karena sangat dekat dengan keseharian kita. (30:11-14). Caranya tidak lain dengan "mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya.." (ay 16), dan dalam kesempatan lain dikatakan: "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini.." (28:1). Dengan melakukan itu, artinya kita memilih kehidupan dan bukan kematian, keselamatan dan bukan kebinasaan, memilih berkat dan bukan kutuk.

Hidup akan selalu penuh dengan pilihan. Kebanyakan akan terlihat mudah secara sepintas tapi pada prakteknya seringkali sulit. Apa yang kita pilih hari ini akan sangat menentukan bagaimana kita dan keturunan kita kelak di kemudian hari. Apa yang menjadi pilihan anda? Seriuslah dalam menentukan pilihan di setiap langkah agar jangan sampai salah pilih.

Berhati-hatilah mengambil pilihan karena akan berdampak jauh pada masa depan anda dan keturunan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, February 19, 2014

Hidup Penuh dengan Pilihan

Ayat bacaan: Ulangan 30:19
======================
"Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu"

Sadar atau tidak, kita setiap hari bertemu dengan begitu banyak pilihan dimana keputusan kita akan sangat menentukan langkah selanjutnya. Anda bangun pagi, anda bisa memilih apakah mau mengambil waktu sejenak untuk benar-benar bangun terlebih dahulu, langsung mandi atau menikmati segelas kopi hangat. Lantas anda bisa memilih baju yang hendak dipergunakan, kendaraan pribadi atau kendaraan umum, memilih jalan yang mana untuk sampai ke tempat kerja atau kampus/sekolah dan lain-lain. Sampai anda kembali tidur anda akan terus bertemu dengan berbagai macam pilihan yang akan berbeda hasilnya tergantung apa yang anda pilih. Anda tidak mungkin berada pada dua tempat sekaligus pada satu waktu yang sama. Jika anda berada di kantor, maka anda tidak mungkin ada di mal di detik yang sama. Tentu saja anda wajib menuruti peraturan dimana anda bekerja, tapi anda tentu bisa saja mangkir dan memilih untuk berada di tempat lain. Semua itu akan membawa konsekuensinya sendiri, tergantung dari keputusan memilih dari sekian banyak pilihan yang dihadapkan kepada anda. Di sekolah, kampus, saringan penerimaan mahasiswa atau pegawai baru juga banyak yang memakai pilihan berganda (multiple choice) dalam bentuk ujian yang akan membawa hasil apakah anda diterima, lulus, naik, atau sebaliknya, tergantung dari jawaban anda. Coba hitung, ada berapa banyak pilihan yang dihadapkan pada anda dalam sehari? Jumlahnya bisa ratusan bahkan ribuan. So, our lives are full with choices that needs good decision making in order to succeed. 

Sekarang mari kita kaitkan kepada masalah kerohanian. Sebuah pertanyaan: Apakah Tuhan menganugerahkan segala berkat termasuk keselamatan dan rancangan damai sejahteraNya pada semua orang atau sebagian saja? Tuhan memberikan itu kepada semua orang tanpa terkecuali. Kalau Tuhan mau, Dia tentu bisa memaksa kita semua untuk tunduk kepadanya. Tuhan bisa saja bersikap otoriter dan memaksakan kehendakNya. Tapi ingat bahwa niat Tuhan dari awal adalah menciptakan manusia yang menyerupai gambar dan rupaNya sendiri, bukan robot. Robot itu terprogram sesuai kemauan pembuatnya, tapi manusia punya kehendak bebas (free will) yang bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif tapi bisa juga negatif. Agar tidak keliru melangkah dalam mengambil keputusan, Tuhan sudah memberi penolong yaitu Roh Kudus untuk membimbing kita, kita diberikan akal budi, pikiran bahkan hikmat, dan Tuhan pun kerap mengingatkan kita lewat hati nurani. Tapi namanya kehendak bebas, kita bisa pula menolak itu semua dan memilih melakukan apa yang kita suka. Agar hidup tidak sia-sia atau bahkan hancur, kita harus memperhatikan betul setiap langkah yang diambil karena setiap keputusan atau pilihan akan membawa hasil yang berbeda dan akan sangat menentukan langkah selanjutnya. Apakah kita ikut apa kata Tuhan, memilih untuk taat kepadaNya,apakah kita menyerahkan hidup kita ke dalam tanganNya, menjalani sesuai kehendakNya, atau kita memilih untuk membangkang dan menjalankan hidup menurut diri kita sendiri, mengambil keputusan-keputusan yang sepintas bisa jadi terlihat baik padahal itu bertentangan dengan firman Tuhan. Apakah kita memilih untuk patuh mengikuti rencanaNya atau hanya mendasarkan keputusan kita terpusat pada diri sendiri atau orang lain, itu semua adalah pilihan. Kesimpulan yang saya dapat adalah: Ya, Tuhan memberikan anugerahNya akan keselamatan dan rancangan terbaik untuk hari depan pada semua orang, tetapi kepada kita diberikan kehendak bebas (free will) untuk mengikuti atau menolakNya. The choice is up to us.

Ayat bacaan hari ini menunjukkan bagaimana kaitannya kehendak bebas dengan dua pilihan mendasar yang dihadapkan Tuhan pada kita. "Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu" (Ulangan 30:19). Perhatikan bahwa Tuhan sudah menjanjikan segala yang terbaik, penyertaan, pertolongan dan berkat-berkat luar biasaNya kepada kita. Tapi kepada kita dihadapkan dua pilihan: memilih kehidupan atau kematian, memilih berkat atau kutuk. Memilih kehidupan akan mendatangkan segala yang terbaik dari Tuhan, pilihan sebaliknya akan mengarah pada kematian dan kutuk. Kita bisa berbuat dosa, kita bisa hidup benar. Kita bisa menolak Tuhan, kita bisa taat kepadaNya. Kita bisa memilih untuk baik, bisa pula memilih untuk jahat. Kita bisa memilih kehidupan, kita bisa memilih kematian. Kita bisa memilih berkat, kita bisa memilih kutuk. Semuanya tergantung kita.

Begitu baiknya Tuhan, karena meski Dia memberi kehendak bebas, Dia masih peduli dengan menunjukkan pilihan mana yang seharusnya kita pilih untuk menerima segala berkat dan anugerahNya, menuai semua yang terbaik sesuai rencanaNya. Pilihlah kehidupan, supaya kita hidup dengan kepenuhan Ilahi, baik bagi kita sendiri maupun keturunan kita. Mari kita baca lanjutannya. "dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya, sebab hal itu berarti hidupmu dan lanjut umurmu untuk tinggal di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni kepada Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepada mereka." (ay 20). Dari ayat ini kita bisa lihat bahwa memilih kehidupan ternyata berkaitan dengan mendengarkan suaraNya, bergantung padaNya dan mengasihiNya. Itulah yang dimaksud dengan memilih kehidupan.

Kita bisa berdalih bahwa pilihan itu tampaknya terlalu sulit, tetapi Tuhan mengatakan justru sebaliknya. Ayat-ayat sebelumnya menyebutkan hal tersebut. "Sebab perintah ini, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, tidaklah terlalu sukar bagimu dan tidak pula terlalu jauh." (ay 11). Itu bukan di langit, bukan di seberang laut (ay 12-13), maksudnya keputusan seharusnya tidaklah jauh atau sulit untuk diraih. "Tetapi firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan."(ay 14). Tuhan setiap hari berbicara kepada kita dengan banyak cara. Rajin membaca Alkitab akan membawa kita semakin tahu rencana Tuhan. Kita pun akan dibimbing langsung oleh Roh Kudus untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Ketika firman itu menjadi rhema dalam diri kita, maka hati kita akan berfungsi banyak untuk membuat kita peka mengetahui mana yang baik dan yang buruk. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Hati kita haruslah kita jaga, dan terus disuburkan dengan firman Tuhan, karena dari situlah terpancar kehidupan.

Status, gelar, kepandaian atau kepintaran, tingkat IQ dan sebagainya tidaklah serta merta menjamin orang untuk bisa memilih dengan benar. Ada tertulis bahwa mengaku sebagai pengikut Kristus sekalipun belum menjamin orang untuk hidup sesuai kehendak Tuhan, jika ia tidak mendengar firmanNya, terlebih tidak melakukan firmanNya dan masih terus terjebak pada kepentingan-kepentingan duniawi saja. Begitu banyak anak-anak Tuhan yang jatuh pada banyak hal, terutama di seputar tahta, harta dan wanita. Ada begitu banyak lubang menganga di depan kita yang setiap saat siap menelan kita. Apakah kita mau melompat melewati lubang-lubang itu atau memilih untuk jatuh, itu adalah pilihan. Pilihan dan keputusan kita hendaklah senantiasa didasarkan pada kehendak Tuhan, bukan atas diri kita sendiri. Ulangan 28 menjelaskan secara rinci mengenai berkat dan kutuk. Berkat, apabila kita melakukan hal ini: "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini...." (Ulangan 28:1), sementara kutuk akan jatuh bila demikian: "Tetapi jika engkau tidak mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan tidak melakukan dengan setia segala perintah dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini." (ay 15). Tuhan menjanjikan segala yang terbaik bagi kita karena kasihNya begitu besar pada kita, tapi hidup penuh dengan pilihan. Pilihan dan keputusan yang kita ambil hari ini akan menentukan bagaimana kita kelak di kemudian hari. Jagalah hati dan diri kita, penuhi dengan firman Tuhan. Mana yang kita pilih, kehidupan atau kematian? Bagaimana agar kita memilih kehidupan dan bagaimana agar tidak keliru dengan memilih kematian? Perhatikan baik-baik setiap langkah atau keputusan yang anda pilih. The choice is yours. Jangan sampai salah.

Hidup penuh pilihan, maka hati-hatilah dalam mengambil keputusan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, February 18, 2014

Pembangkang Tuhan

Ayat bacaan: Mikha 6:8
======================
"Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?"

Menghadapi anak-anak bertipe pembangkang tidak mudah. Selain dibutuhkan kesabaran ekstra, bentuk hukuman yang diberikan pun harus benar-benar cermat dipikirkan. Jika terlalu keras bisa membuat mereka tambah berontak, jika terlalu lembut tidak membawa efek jera. Kalau anak-anak saja sudah susah diurus, bayangkan jika anda berhadapan dengan orang yang sudah dewasa tapi punya tipe pembangkang seperti itu. Mereka sulit mendengar tapi cepat membantah atau melawan, bahkan sebelum mereka mengetahui terlebih dahulu duduk perkaranya. Ada banyak pula tipe pembangkang yang hanya melawan karena ingin menunjukkan pandangan berbeda. Yang penting beda, benar tidak itu urusan belakangan. Seperti itu kira-kira. Anda tentu pernah bertemu orang-orang seperti ini dan merasakan kekesalan, sedih, kecewa bahkan emosi ketika berhadapan dengan mereka.

Mungkin kita tidak termasuk orang bertipe seperti itu dalam kehidupan sosial dengan orang lain. Tapi sudahkah kita sadar bahwa banyak diantara kita yang masih membangkang terhadap perintah dan ketetapan Tuhan? Pedulikah kita terhadap perasaan Tuhan menghadapi pembangkangan dari anak-anakNya sendiri? Ada banyak orang percaya yang menolak untuk taat sepenuhnya kepada Tuhan dan terus melemparkan alasan demi alasan sebagai pembenaran. Bisa dibayangkan bagaimana kecewa dan sedihnya Tuhan melihat perilaku seperti ini. Jika kita bisa merasa kesal, kecewa, sedih dan sebagainya menghadapi beberapa orang saja, Tuhan pun akan merasakan hal yang sama jika harus menghadapi begitu banyak anak-anakNya sendiri yang terus menerus membangkang, melawan ketetapanNya. Tuhan memberikan segala yang terbaik, menjanjikan keselamatan bahkan rela ketika harus mengorbankan AnakNya yang tunggal, Yesus Kristus mati demi kita. Semua itu bukan lagi akan diberikan, tetapi sudah terlebih dahulu diberikan ketika manusia masih berlumur dosa. Tapi apa yang kita berikan sebagai balasannya? Bukannya bersyukur dan menghargai dengan mematuhiNya, manusia malah terus melawan dan membangkang. Tuhan jelas kecewa dan sedih, bukan saja karena harus berhadapan dengan kebandelan kita tapi juga karena itu berarti kita menolak kasih karunia yang sudah Dia berikan dan justru lebih tertarik untuk berakhir pada ujung yang lain.

Bentuk pembangkangan mungkin tidak terlihat nyata, tapi secara tidak sadar kita sering melakukannya. Beberapa contoh akan saya berikan dengan dihubungkan pada beberapa ayat yang sudah kita kenal baik. Misalnya, ketika Yesus mengatakan "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28), kita cenderung menolak dan mengambil alasan terlalu sibuk dengan kegiatan, pekerjaan atau aktivitas-aktivitas lainnya. Waktu Tuhan menginginkan kita untuk rajin membaca dan merenungkan FirmanNya, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam" (Yosua 1:8), kita berdalih tidak punya cukup waktu untuk melakukannya. Ketika Tuhan berseru "Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!" (Mazmur 46:11), kita menolak untuk diam, karena merasa diam itu hanya berarti buang-buang waktu. Daripada diam, kita jauh lebih tertarik untuk panik dan terus mencari jalan menurut kita sendiri, termasuk mengambil keputusan-keputusan yang justru semakin keliru, semakin jauh dari kehendak Bapa. Lantas ketika Tuhan berkata "Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:16), kita malah berkata, "nanti dulu, bukankah dunia ini penuh dengan kenikmatan dan kesenangan yang sayang untuk diabaikan?" Ini baru beberapa contoh saja mengenai pembangkangan yang sering dilakukan orang percaya. Bukannya taat, kita menyerah pada keadaan dan ikut-ikutan berlaku sesat seperti yang dilakukan banyak orang. Padahal disetiap perintah Tuhan tersimpan janji luar biasa yang siap diberikan kepada kita sebagai upahnya. Sayangnya kita justru lebih tertarik untuk urusan-urusan lainnya di dunia ini lebih dari menunjukkan ketaatan kepada Tuhan. Apa yang dirasakan Tuhan melihat perilaku-perilaku kita yang dengan berbagai alasan menomor-duakan dan mengabaikanNya? Tuhan akan sangat sedih dan kecewa karena semua yang terbaik yang Dia berikan kita abaikan sia-sia.

Kitab Ulangan menghadapkan dua pilihan untuk kita pilih. "Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu" (Ulangan 30:19). kelanjutannya mengatakan bagaimana caranya, yaitu "dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya." (ay 20). Seruan ini sesungguhnya amatlah penting untuk kita perhatikan, karena ayat ini selanjutnya berbunyi:"..hal itu berarti hidupmu dan lanjut umurmu untuk tinggal di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni kepada Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepada mereka." Membangkang dan terus lebih mementingkan kesibukan dunia tidak akan pernah membawa kebaikan, justru sebaliknya membawa kerugian bagi kita. Meski sepintas bisa jadi terlihat menyenangkan dan nikmat, itu akan sangat menentukan langkah kita ke depan. Ini bukan berarti bahwa kita harus terus nonstop serius bekerja tanpa boleh beristirahat dan bersenang-senang sedikitpun. Tetapi kita harus ingat agar jangan sampai semua itu menjauhkan kita dari Tuhan, atau malahmenjadikan kesibukan kita sebagai alasan untuk melupakan pentingnya membangun hubungan dengan Tuhan.

Tuhan pun sebenarnya tidak menuntut terlalu banyak bagi kita, apalagi semua itu juga untuk kebaikan kita sendiri. Lihatlah Firman Tuhan berikut ini:  "Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?" (Mikha 6:8). Memang tidak terbantahkan bahwa dalam kehidupan di dunia ini panca indera kita akan sering terpengaruh untuk membuat kita hidup dalam daging bukan dalam Roh. Dengan berbagai kesenangan yang ditawarkan dunia kita bisa saja merasa bahwa hidup dalam Roh itu tidak penting atau bahkan dianggap memenjarakan kesenangan kita. Hidup dalam Roh sesungguhnya justru membebaskan, memberi kemerdekaan dan mengarahkan kita kepada kehidupan yang kekal penuh kebahagiaan. sejauh mana ketaatan yang sudah kita lakukan terhadap Tuhan hari ini? Apakah kita sudah mengikutiNya dengan baik atau masih hidup sebagai pembangkang-pembangkang? Mari kita periksa diri kita hari ini, seberapa besar hidup kita yang masih dikuasai oleh bentuk-bentuk kesenangan yang ditawarkan dunia dan seberapa besar yang dikuasai Roh yang berasal dari Allah. Jika menghadapi anak-anak yang keras kepala dan suka membangkang itu sulit, jangan sampai kita pun berlaku hal yang sama terhadap Bapa Surgawi yang sangat mengasihi kita.

Senangkan hati Tuhan dengan menjadi anak-anakNya yang patuh

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, February 17, 2014

Standar Kasih dalam Kekristenan

Ayat bacaan: 1 Korintus 13:13
======================
"Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih."

Baru 3 hari yang lalu kita merayakan Hari Kasih Sayang yang lebih populer dengan sebutan Valentine's Day. Perayaan ini termasuk kontroversial karena sering dihubungkan dengan perayaan keagamaan sehingga umat dengan keyakinan berbeda menganggap perayaan ini sebagai sesuatu yang terlarang. Kontroversi atau tidak, berhubungan dengan kekristenan atau tidak, saya tidak mau mempersoalkan itu. Biarlah itu menjadi keputusan masing-masing orang. Tapi yang ingin saya soroti adalah mengenai sebuah bentuk kasih, yang menjadi tema sentral dari Valentine's Day.

Kebanyakan orang merayakan hari ini dengan mengambil sisi romantisme antar pasangan. Memberi bunga mawar, kartu, kado, makan malam ditemani lilin di meja dan sebagainya. Sebagian lain memperluas jangkauan dengan menyentuh orang tua, saudara dan teman-teman dekat. Semua ini tentu baik. Tapi sudahkah kita sadar bahwa ada banyak orang yang saat ini sedang merasa sebatang kara, sendirian dan tidak merasakan kasih dari siapapun, atau mungkin saja ada orang yang sama sekali belum pernah merasakan seperti apa indahnya dikasihi? Ada juga yang punya pengalaman pahit akan kasih sehingga pintu hatinya tertutup rapat terhadap orang lain yang dikuatirkan akan kembali melukai mereka. Ada banyak orang disekitar kita yang sedang hidup tanpa kasih dari sesamanya, ada pula yang belum pernah mengenal kasih sama sekali, atau pesimis malah sinis dengan menganggap cinta kasih hanyalah omong kosong belaka.

Apakah benar manusia itu tidak butuh kasih? Apakah kasih itu hanya sesuatu yang wujudnya semu dan tidak nyata? Bagi mereka yang mengalami kepahitan tentang kasih, mungkin jawabannya ya. Tapi siapapun itu, apapun kata mereka, saya yakin, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka pun sama seperti anda dan saya, butuh dicintai dan ingin bisa mencintai.

Beberapa hari lalu saya sudah mengajak anda melihat perikop dalam 1 Korintus 13 yang berbicara panjang lebar mengenai kasih. Kasih yang digambarkan disana bukan hanya sebatas dicintai oleh orang lain, tetapi lebih jauh berbicara mengenai bentuk kasih yang universal, yang punya daya jangkau luas bahkan menjelaskan seperti apa standar kasih menurut Kerajaan Allah, yang seharusnya dihidupi oleh orang percaya.

Seperti apa standarnya? Mari kita lihat ayatnya. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran." (1 Korintus 13:4-6). Lebih jauh lagi, orang yang memiliki kasih akan tahan menghadapi segala sesuatu, dan mau melihat sisi baik dari setiap orang, tidak pernah kehilangan harapan dan sabar. "Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (ay 7).
Jadi standar kasih dalam kekristenan haruslah memiliki elemen-elemen sebagai berikut:
- sabar
- murah hati
- tidak cemburu
- tidak memegahkan diri
- tidak sombong
- tidak melakukan yang tidak sopan
- tidak mencari keuntungan sendiri
- tidak berisi kemarahan
- tidak menyimpan kesalahan orang alias mendendam
- menentang ketidakadilan
- menyukai kebenaran
- menguatkan/memberi daya tahan untuk menghadapi segala sesuatu
- memampukan untuk melihat sisi-sisi terbaik pada setiap orang
- membuat kita terus hidup dalam pengharapan, dan
- membuat kita tabah dalam menanggung segala sesuatu

Dari rincian di atas kita bisa melihat dengan jelas bahwa bentuk kasih yang menjadi inti atau dasar dalam kekristenan memiliki sebuah standar yang sangat tinggi. Di dalamnya jelas terdapat mendahulukan kepentingan orang lain, jujur, setia, sabar, rendah hati, memberi kekuatan dan kesabaran ketika berhadapan dengan orang-orang yang menyusahkan kita dan membuat kita tidak terjebak pada emosi, bahkan hingga kerelaan untuk berkorban. Standar tinggi ini tentu saja sangat baik apabila diaplikasikan kepada pasangan kita, antara suami-istri, terhadap anak-anak atau keluarga dan sahabat. Tapi kasih seperti ini akan jauh lebih membawa manfaat apabila diaplikasikan jauh melebihi itu, dengan menjangkau orang-orang diluar sana, yang belum kita kenal bahkan yang sulit dijangkau sekalipun. Kasih seperti inilah yang akan mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik, sebentuk kasih Surgawi yang sudah dipraktekkan oleh Allah sendiri lewat Kristus, kasih yang sudah mendatangkan keselamatan bagi kita dan mendamaikan hubungan antara Sang Pencipta dan yang diciptakan yang tadinya terputus akibat dosa.

Lebih lanjut perikop ini berkata bahwa pada suatu saat nanti  "... nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap." Itu semua akan habis pada satu ketika, tetapi "kasih tidak berkesudahan." (ay 8). Tidak akan pernah ada saat dimana orang tidak perlu saling mengasihi. Dan Tuhan tidak akan pernah berhenti mengasihi kita dan akan terus mengharapkan kita mengasihiNya serta menjalani hidup yang digerakkan oleh kasih. Itulah keinginan Tuhan. Bahkan begitu pentingnya kasih, sehingga diantara yang penting untuk tetap kita lakukan, yaitu iman, pengharapan dan kasih, Tuhan mengatakan yang terpenting diantara itu semua adalah kasih. (ay 13). Mengasihi Tuhan dan mengasihi orang lain seperti halnya Tuhan mengasihi kita, itulah yang terpenting.

Kalau biasanya kita paling jauh hanya sampai pada merasa kasihan, ini saatnya untuk mulai bergerak melakukan tindakan nyata sebagai bentuk kepedulian kita dengan didasari kasih yang tulus dan murni. Ada begitu banyak orang yang menjadi tawar karena tidak lagi merasakan kasih dalam hidupnya, dan mereka ini ada di sekitar anda dan saya. Jika anda menganggap bahwa kasih Tuhan nyata dalam hidup anda, jika anda tahu betapa indah rasanya dikasihi dan mengasihi, sekarang saatnya untuk membagikan sukacita yang sama pada mereka yang membutuhkan. Hari valentine yang diperingati sebagai hari kasih sayang hendaknya bisa pula dipakai sebagai sebuah hari yang bukan saja khusus untuk kekasih atau orang-orang terdekat saja, namun jadikan itu sebagai titik tolak bagi kita untuk membagi kasih kepada sesama manusia, tanpa terkecuali. Kasih dalam kekristenan adalah kasih yang bersifat universal dan punya daya jangkau luas, bukan kasih yang pilih-pilih seperti sikap orang-orang yang mengadopsi pola pikir dunia.

Semakin anda mengenal kasih Tuhan, hendaknya semakin banyak pula kasih yang kita berikan pada sesama tanpa terkecuali

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, February 16, 2014

Korah (2)

(sambungan)

Selain Korah, Alkitab juga mencatat banyak contoh tokoh yang sebenarnya luar biasa, berprestasi atau setidaknya menjanjikan, namun mereka tersandung jatuh hanya karena kelengahan atau kesalahan yang seharusnya bisa mereka hindari. Lihat Musa yang antiklimaks. Setelah dengan luar biasa sabar menuntun bangsa Israel yang degil selama puluhan tahun, ia harus gagal memasuki tanah terjanji karena ia tidak bisa menahan emosi pada suatu ketika. Lihat beberapa raja Israel yang jatuh ketika berada di puncak karir dan popularitas mereka. Daud jatuh akibat dosa perzinaan, Salomo jatuh dalam dosa penyembahan berhala, atau lihatlah Saul yang tadinya begitu cemerlang namun akhirnya binasa akibat serangkaian dosa yang ia perbuat. Kisah menara Babel, jemaat Laodikia dalam kitab Wahyu dan sebagainya, semua menunjukkan bahwa ketika situasi sedang sangat baik, ketika sedang berada di puncak, disanalah ada bahaya mengancam. Itulah titik rawan bagi kita untuk jatuh.

Kepada jemaat Filadelfia dalam kitab Wahyu kita bisa melihat sebuah pesan yang sangat penting untuk kita ingat. "Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu." (Wahyu 3:11). Pegang terus mahkota yang sudah ada ditangan, pertahankanlah. Itu sebuah seruan yang sangat penting dalam perjalanan hidup kita, terlebih ketika aroma kesuksesan dan kenyamanan berada di atas sedang memenuhi diri kita. Penulis Ibrani pun mengingatkan hal yang sama. "Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Ini sebuah pesan agar kita lebih teliti, lebih jeli dan lebih berhati-hati menapak ke depan. Keselamatan kekal yang telah kita peroleh lewat pengorbanan Yesus sebenarnya merupakan anugerah yang tak ternilai harganya. Alangkah sayang apabila anugerah itu kita buang hanya karena tergoda urusan duniawi yang sifatnya sementara. karenanya berhati-hatilah agar jangan apa yang telah kita genggam akhirnya harus luput dari tangan kita. Demikian dikatakan oleh Penulis Ibrani: "Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula." (3:14).

Merasa percaya diri itu baik. Mengetahui potensi dan kemampuan pun tentu baik. Menghargai diri sendiri itu pun baik. Tapi jika itu kita nikmati secara berlebihan, kita bisa terjatuh kepada berbagai dosa yang akan membuat apa yang telah susah payah kita bangun menjadi hancur berantakan dalam sekejap mata. Ketika kita sudah berhasil, bersyukurlah kepada Tuhan yang telah memberikan itu semua. Jangan berhenti disitu, tapi pertahankanlah kesuksesan itu dan jauhilah segala hal yang bisa menjatuhkan kita. Selanjutnya pergunakan setiap kesuksesan untuk memuliakan nama Tuhan di atas segalanya. Jangan ikuti contoh buruk dari Korah. Ingatlah bahwa Di luar Tuhan kita bukanlah apa-apa (Yohanes 15:5). Jangan lupa diri dengan merasa paling hebat lantas tergoda untuk merebut kemuliaan yang menjadi hak Tuhan. Ketika kita menjadi sukses, jagalah prestasi itu dengan baik, teruslah bersikap rendah hati, berkati orang lain lebih lagi dan teruslah muliakan Tuhan.  Tetap jaga garis batas yang ditetapkan Tuhan bagi kita, dan waspadalah terhadap dosa kesombongan. Ada banyak jebakan yang siap memerangkap kita dibalik setiap kesuksesan, Kita harus tetap memperhatikan betul setiap langkah agar apa yang telah kita bangun tidak musnah tetapi akan terus mengarah kepada keberhasilan demi keberhasilan yang menanti di depan sana.

Mempertahankan lebih sulit daripada memulai

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, February 15, 2014

Korah (1)

Ayat bacaan: Bilangan 26:10
==========================
"tetapi bumi membuka mulutnya dan menelan mereka bersama-sama dengan Korah, ketika kumpulan itu mati, ketika kedua ratus lima puluh orang itu dimakan api, sehingga mereka menjadi peringatan."

Anda tentu kenal dengan aktor Robert Downey, Jr yang sangat sukses lewat banyak peran, terutama untuk masa sekarang lewat peran hebatnya di seri blockbuster Iron Man. Kesuksesannya tidaklah datang instan, dan jika anda melihat kisah hidupnya anda akan melihat bahwa ia termasuk orang yang sangat beruntung karena mendapatkan kesempatan kedua. Aktor ini memulai karir sejak masa kecilnya di usia 5 tahun, dan setapak demi setapak ia terus merangkak naik di peta percaturan Hollywood yang keras. Ia mulai menuai hasil pada pertengahan tahun 80'an hingga mencapai puncaknya pada awal hingga pertengahan tahun 90an lewat film-film seperti Chaplin, Air America, Scent of a Woman dan Natural Born Killer. Sayangnya aktor ini kemudian terjebak pola hidup buruk. Ia berulang kali ditangkap atas pemakaian dan kepemilikan beberapa jenis obat-obatan terlarang. Ini membuat apa yang telah ia perjuangkan selama 20 tahun langsung amblas. Ia terus menghadapi kesulitan untuk bisa lepas dari pengaruh obat-obat terlarang dan meski ia terus mencoba bangkit kembali dari bawah, ia terus menerus terjatuh kembali kepada kebiasaan buruknya. Untunglah kesempatan kedua ia peroleh lewat perannya di film Iron Man. Ia kembali bangkit dan saat ini menjadi salah satu aktor dengan harga termahal.

Tidak semua orang bisa seberuntung Robert. Kita melihat sendiri di kalangan dunia selebritis ada banyak artis yang memulai dengan susah payah dengan banyak pengorbanan sejak lama tapi semua menjadi hancur sia-sia hanya karena lengah, terlena atas kesuksesan mereka lalu terperangkap kesalahan yang mereka perbuat. Di dunia peran, dunia musik, politik dan berbagai profesi lainnya kita terus melihat nama-nama yang mati-matian membangun karir selama bertahun-tahun lalu bersinar, tapi kemudian meredup drastis, apakah karena obat-obatan terlarang, skandal, korupsi ataupun sifat-sifat buruk lain seperti kesombongan dan lain sebagainya. Ada yang bisa kembali menapak naik, tidak sedikit pula yang harus melupakan impian mereka dan tidak pernah kembali. Susah-susah berjuang, tapi habis sia-sia. Sungguh amat disayangkan sesuatu yang telah dibangun harus hancur dalam sekejap mata karena kebodohan sendiri. Terlena dalam kesuksesan bisa membuat orang lengah terhadap dosa, dan itu bisa menjadi sangat fatal akibatnya.

Kejatuhan seringkali datang bukan pada saat kita menapak atau berjuang naik, tapi justru ketika kita sudah berhasil. Oleh sebab itu Paulus mengingatkan kita agar berhati-hati menyikapi keberhasilan. "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12). Mempertahankan itu auh lebih berat ketimbang membangun. Ada banyak faktor di dalam sebuah keberhasilan yang bisa membuat kita lupa diri, sesuatu yang mungkin tidak terjadi ketika kita sedang merintis atau membangun keberhasilan kita. Maka tidaklah heran jika ketika kita sudah sukses, perjuangan bukan menjadi lebih mudah tapi malah justru lebih berat.

Tokoh dalam Alkitab yang bernama Korah dalam kitab Bilangan bisa kita jadikan pelajaran agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama. Korah pada mulanya merupakan seorang pemimpin yang cukup berpengaruh pada masa dimana bangsa Israel keluar dari Mesir. Seperti halnya orang Lewi lainnya, Korah dipercaya untuk melakukan pekerjaan pada Kemah Suci Tuhan, bertugas sebagai pelayan Tuhan atas umat yang dipercayakan padanya. Dengan status seperti itu ia dengan sendirinya mendapat kepercayaan yang lebih tinggi di banding orang Israel lainnya. Itu adalah sebuah kehormatan yang seharusnya disyukuri dan ditanggungjawabi dengan sungguh-sungguh, dengan sepenuh hati. Sayangnya bukan itu yang ia lakukan. Ia terlena akan kehormatan yang diberikan kepadanya lalu terperosok dalam dosa pemberontakan. Ia menjadi lupa akan hakekat kepercayaan yang telah diberikan Tuhan kepadanya dan tidak menyikapi kesuksesan dengan benar. Ia menghargai dirinya sendiri secara berlebihan dan kemudian gagal untuk mengenal batasan yang telah ditetapkan Tuhan baginya. Ia lupa kepada apa yang menjadi garis tugasnya dan berubah menjadi orang yang sombong. Korah merencanakan makar, "mengajak orang-orang untuk memberontak melawan Musa, beserta dua ratus lima puluh orang Israel, pemimpin-pemimpin umat itu, yaitu orang-orang yang dipilih oleh rapat, semuanya orang-orang yang kenamaan." (Bilangan 16:1-2). Kenapa ia memberontak? Itu karena ia merasa dirinya lebih hebat dari orang lain, berada diatas angin sehingga tergoda akan jabatan. Ia dan kelompoknya merasa iri kepada Musa. Lantas Musa pun menegur mereka: "Belum cukupkah bagimu, bahwa kamu dipisahkan oleh Allah Israel dari umat Israel dan diperbolehkan mendekat kepada-Nya, supaya kamu melakukan pekerjaan pada Kemah Suci TUHAN dan bertugas bagi umat itu untuk melayani mereka, dan bahwa engkau diperbolehkan mendekat bersama-sama dengan semua saudaramu bani Lewi? Dan sekarang mau pula kamu menuntut pangkat imam lagi?" (ay 9-10). Kesombongan Korah dan pengikut-pengikutnya membuat mereka lupa bahwa sesungguhnya yang mereka lawan bukanlah Musa dan Harun saja melainkan Tuhan yang telah menggariskan langsung seperti apa mereka harus berjalan.

Musa dengan bijaksana lantas mengajak bangsa Israel untuk melihat siapa yang benar. "Sesudah itu berkatalah Musa: "Dari hal inilah kamu akan tahu, bahwa aku diutus TUHAN untuk melakukan segala perbuatan ini, dan hal itu bukanlah dari hatiku sendiri: jika orang-orang ini nanti mati seperti matinya setiap manusia, dan mereka mengalami yang dialami setiap manusia, maka aku tidak diutus TUHAN. Tetapi, jika TUHAN akan menjadikan sesuatu yang belum pernah terjadi, dan tanah mengangakan mulutnya dan menelan mereka beserta segala kepunyaan mereka, sehingga mereka hidup-hidup turun ke dunia orang mati, maka kamu akan tahu, bahwa orang-orang ini telah menista TUHAN." (ay 28-30). Apa yang terjadi selanjutnya sangat fatal. Murka Tuhan turun atas mereka dan kebinasaan pun menimpa mereka. "Baru saja ia selesai mengucapkan segala perkataan itu, maka terbelahlah tanah yang di bawah mereka, dan bumi membuka mulutnya dan menelan mereka dengan seisi rumahnya dan dengan semua orang yang ada pada Korah dan dengan segala harta milik mereka. Demikianlah mereka dengan semua orang yang ada pada mereka turun hidup-hidup ke dunia orang mati; dan bumi menutupi mereka, sehingga mereka binasa dari tengah-tengah jemaah itu." (ay 31-33). Hal ini kemudian disinggung kembali pada bagian lain. "tetapi bumi membuka mulutnya dan menelan mereka bersama-sama dengan Korah, ketika kumpulan itu mati, ketika kedua ratus lima puluh orang itu dimakan api, sehingga mereka menjadi peringatan." (Bilangan 26:10). Korah dan orang-orangnya akhirnya binasa, turun hidup-hidup ke dunia orang mati. Hukuman Tuhan jatuh atas orang-orang sombong yang melupakan hakekat dirinya lalu berani melawan Tuhan. Betapa ironis dan disayangkan, orang yang sudah mendapat kepercayaan dari Tuhan tapi menyia-nyiakan kesempatan, malah memanfaatkan kehormatan yang mereka terima dari Tuhan untuk mencari nama besar sendiri. Ayat yang menjadi bacaan kita hari ini berkata dengan tegas agar hendaknya kita menjadikannya peringatan, jangan sampai kita mengulangi kesalahan yang sama dalam hidup kita seperti yang dibuat Korah.

(bersambung)

Kacang Lupa Kulit (4)

 (sambungan) Alangkah ironis, ketika Israel dalam ayat ke 15 ini memakai istilah "Yesyurun". Yesyurun merupakan salah satu panggil...