Ayat bacaan: Kolose 4:12
====================
"Salam dari Epafras kepada kamu; ia seorang dari antaramu, hamba Kristus Yesus, yang selalu bergumul dalam doanya untuk kamu, supaya kamu berdiri teguh, sebagai orang-orang yang dewasa dan yang berkeyakinan penuh dengan segala hal yang dikehendaki Allah."
Kita berdoa mengucap syukur dan menyampaikan permohonan-permohonan agar kiranya dikabulkan Tuhan. Lalu bagaimana dengan mendoakan orang lain? Apakah itu penting? Apakah doa untuk orang lain bisa membawa perubahan kepada mereka ke arah yang lebih baik? Saya sudah melihat banyak bukti bagaimana doa yang dipanjatkan buat orang lain ternyata mampu mendatangkan perubahan yang luar biasa, bahkan mukjizat. Doa, seperti halnya saat dilakukan untuk kita sendiri terkadang butuh waktu untuk dikabulkan. Waktunya bisa berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Tapi kalau memang yang didoakan merupakan hal baik, saya tidak pernah ragu bahwa cepat atau lambat doa pasti akan dikabulkan.
Sayang banyak orang yang tidak mengetahui kekuatan doa. Tidak mempercayainya, menganggap itu kurang atau tidak penting, tidak mengetahui besarnya kekuatan disana atau mungkin pula tidak cukup sabar untuk menanti dijawabnya sebuah doa. Kalau terhadap diri sendiri sudah tidak sabar menunggu, apalagi doa untuk orang lain. Tidak sedikit pula yang merasa malas tidak peduli terhadap orang lain sehingga merasa tidak perlu mendoakan. Di sisi lain, jangan lupa pula bahwa tidak menutup kemungkinan ada orang-orang yang dengan tekun terus mendoakan kita. Kita mungkin tahu, mungkin bakal tahu, mungkin juga tidak akan pernah tahu. Tapi bisa saja ada orang-orang yang terus bergumul mendoakan kita terus menerus, sehingga jika kita berada dalam keadaan baik hari ini, didalamnya ada andil dari mereka yang peduli terhadap kita lewat doa-doa yang mereka panjatkan untuk diri kita secara sungguh-sungguh dan terus menerus. Misalnya orang tua, saudara, teman-teman, tetangga atau gembala dimana anda bertumbuh, tim pendoa di gereja, teman-teman persekutuan, dan sebagainya. Bisa saja satu atau beberapa orang di antara mereka secara tekun bergumul dalam doa untuk kita setiap harinya.
Ada kalanya dibutuhkan sebuah perjuangan berat diperlukan untuk mendukung sesama orang percaya atau yang belum percaya sekalipun seperti saat melakukannya untuk orang yang keras kepala, keras hati atau yang dosanya 'kambuhan'. Salah satu cara yang terbaik adalah dengan dibawa dalam doa.
Dahulu kala ada seorang hamba Tuhan bernama Epafras yang berada dalam penjara bersama-sama dengan Paulus. Namanya mungkin tidak sering kita dengar dan tidak seterkenal Paulus, Petrus, Barnabas dan beberapa rasul lainnya. Tetapi sangatlah menarik mencermati bahwa apa yang dilakukan Epafras mencerminkan kerinduannya untuk terus memberi dukungan kepada para jemaat lewat doa. Paulus ternyata melihat hal itu dan terkesan sehingga disebutkan langsung oleh Paulus dalam salah satu suratnya. "Salam dari Epafras kepada kamu; ia seorang dari antaramu, hamba Kristus Yesus, yang selalu bergumul dalam doanya untuk kamu, supaya kamu berdiri teguh, sebagai orang-orang yang dewasa dan yang berkeyakinan penuh dengan segala hal yang dikehendaki Allah." (Kolose 4:12). Lewat ayat ini kita bisa melihat bahwa Epafras tidak hanya berdoa ala kadarnya, bukan sambil lalu saja, tetapi dikatakan bergumul dalam doa-doanya untuk kebaikan jemaat. Bukan pula hanya sekali-kali bergumul, tapi dikatakan "selalu bergumul", dan itu ia lakukan untuk jemaat Kolose supaya mereka bisa berdiri teguh seperti orang-orang yang dewasa yang punya keyakinan penuh akan segala yang dikehendaki Allah.
Sekarang mari kita lihat, seperti apa besarnya kuasa doa? Jawabannya bisa kita peroleh dari apa yang dikatakan Yesus sendiri. "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." (Matius 21:22). Yesus dengan jelas menyatakan bahwa ada kuasa yang sangat dahsyat dibalik doa yang disertai iman penuh. Mungkin Tuhan tidak menjawabnya dengan segera, tetapi ada saatnya nanti dimana kita akan bersukacita saat doa kita mendapat jawaban dariNya.
(bersambung)
Monday, August 31, 2015
Sunday, August 30, 2015
Merenungkan Perbuatan Tuhan yang Ajaib
Ayat bacaan: Mazmur 77:12-13
=========================
"Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu."
Bagaimana reaksi kita saat masalah datang menerpa? Kalau masalah sudah berat apalagi datangnya sekaligus, kita bisa gelagapan, goyah lalu kemudian panik, disana rasa takut pun mulai muncul. Kita menjadi ragu apakah kita bisa melewati semua itu sebagai pemenang atau itu akan menjadi catatan kegagalan yang akan menghantui kita seumur hidup atau bahkan menjadi akhir dari hidup kita. Benar bahwa saat berada dalam keadaan tidak baik itu tidak menyenangkan. Tidak satupun dari kita yang mau seperti itu. Kita ingin hidup ini baik-baik saja, selalu sejahtera dan berjalan tanpa ada masalah. Tapi siapapun kita, selalu saja ada saat-saat dimana kita harus berhadapan dengan berbagai bentuk masalah. Bahkan terkadang, belum lagi masalah yang satu beres, sudah muncul masalah berikutnya. Kekuatan iman kita akan sangat menentukan seberapa kuat kita bisa berjuang menghadapinya, tapi seringkali saat sedang ditengah-tengah badai iman kita ikut goyah bagai kehilangan titik tumpu. Di saat seperti itu, adakah sesuatu yang bisa kita pakai untuk menguatkan kembali kaki kita untuk berpijak tegar di tengah situasi sulit? Apa yang bisa membuat iman kita tidak ikut goyah sebaliknya mampu memberi kekuatan kepada kita untuk bisa terus tegar dan pada akhirnya keluar sebagai pemenang?
Kemarin kita sudah melihat bagaimana Tuhan berjanji untuk tetap berada di samping kita saat kita harus menghadapi kepungan masalah bak pasukan yang menyerang dari berbagai arah, atau bahkan sekumpulan raksasa yang bisa dianalogikan kepada masalah-masalah besar yang bertumpuk yang harus kita hadapi dan atasi. Itu bisa kita lihat baik lewat kisah bangsa Israel yang secara ajaib bisa berjalan melalui laut Teberau yang terbelah dua (Keluaran 14), kisah Daud melawan Goliat (1 Samuel 17), kisah bangsa Yehuda yang dikepung pasukan dari Moab, Amon dan Meunim (2 Tawarikh 20) maupun saat bangsa Israel terancam oleh orang-orang raksasa seperti Amori, Het, Feris, Hewi, Kanaan dan lain-lain (Ulangan 23). Ini hanyalah sebagian kecil dari kebesaran kuasa Tuhan yang mampu membawa kita ke dalam kemenangan meski harus berhadapan dengan situasi-situasi luar biasa sulit bahkan bahaya yang mengancam yang mungkin secara logika tidak mungkin sanggup kita atasi.
Pemazmur memberikan sebuah tips yang sangat baik untuk kita ingat saat kita sedang berada ditengah badai kehidupan. "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu." (Mazmur 77:1-13).
Saat harus bertemu situasi yang sulit, Pemazmur mengambil waktu untuk mengenang kembali bagaimana keajaiban-keajaiban yang pernah di lakukan Tuhan sebelumnya, bagaimana Tuhan menyatakan kuasa dan kemuliaanNya turun atas manusia. Setelah merenungkan segala kebaikan Tuhan, pemazmur pun sampai pada kesimpulan: "Ya Allah, jalan-Mu adalah kudus! Allah manakah yang begitu besar seperti Allah kami?" (ay 14). Jika kita fokus hanya kepada penderitaan kita saja maka kita akan segera kehilangan sukacita, bahkan iman kita pun akan merosot drastis. Pada saat seperti itulah sebaiknya kita kembali mengingat-ingat segala sesuatu yang telah Tuhan lakukan kepada begitu banyak orang di masa lalu. Jika dulu Tuhan bisa melakukannya, kenapa tidak hari ini? Kalau Tuhan sanggup melakukan perbuatan-perbuatan ajaibNya di masa lalu, baik kepada begitu banyak tokoh dalam Alkitab maupun diri kita sendiri, kenapa kita harus ragu akan hal itu saat ini? Tuhan tidak pernah berubah, baik dahulu, sekarang maupun selamanya. (Ibrani 13:8)
Marilah kita mengacu pada seluruh isi Alkitab dan melihat bagaimana perbuatan-perbuatan Tuhan yang telah nyata tertulis di dalamnya. Kepada jemaat di Roma Paulus memberi pesan seperti ini: "Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci." (Roma 15:4). Alkitab berisi begitu banyak hal yang dapat kita jadikan tuntunan bagaimana kita harus berlaku ketika kita menghadapi sesuatu. Kita bisa mendapatkan berbagai tips dan peringatan agar tetap hidup sesuai kehendak Tuhan, kita juga bisa mendapat penghiburan yang meneguhkan. Ada begitu banyak pergumulan di dalam Alkitab yang sampai hari ini sering pula kita alami. Para nabi dan tokoh-tokoh Alkitab telah menunjukkan bagaimana akhirnya Tuhan melepaskan mereka dan memberikan kemenangan. Ada pula tokoh-tokoh yang akhirnya gagal, dan kita pun bisa belajar dari kegagalan mereka. Semua itu bisa kita jadikan pelajaran berharga, menjadi bekal yang sempurna dan lengkap untuk menatap hidup ke depan.
Saat menghadapi situasi sulit, janganlah terbenam pada penderitaan. Bangkitlah, ingat dan renungkanlah bahwa ada banyak hal yang bisa kita dapatkan lewat pengalaman-pengalaman para tokoh di Alkitab bersama Tuhan di masa lalu. Pergulatan dan turun naiknya iman banyak tokoh jelas dituliskan dalam Alkitab dan kita bisa belajar dari itu semua. Kita juga bisa merenungkan pengalaman-pengalaman kita akan kuasa Tuhan yang luar biasa di waktu sebelumnya, atau mungkin mukjizat-mukjizat yang dialami oleh orang tua kita, orang-orang terdekat atau kesaksian-kesaksian banyak orang yang mengalaminya di masa sekarang. Jika kita menyadari hal ini, kita pun akan tahu bahwa Tuhan mampu melakukan appaun itu, bahkan yang paling mustahil sekalipun bagi logika daya pikir manusia. Pada akhirnya kita akan bisa menyimpulkan hal yang sama dengan pemazmur ketika ia mengatakan "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:1).
Tidak akan pernah sia-sia untuk mengandalkan Tuhan. Ketika kita sedang mengalami pergumulan, mari kita ingat kembali bagaimana Tuhan melakukan mukjizat-mukjizatNya di waktu lampau, dan marilah bersyukur sebab Tuhan yang kita sembah saat ini adalah Tuhan yang sama, baik kuasaNya maupun kasihNya.
Saat kesulitan datang menghadang, renungkan segala kebesaran kuasa Tuhan dan percayalah itu bisa terjadi pada anda
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=========================
"Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu."
Bagaimana reaksi kita saat masalah datang menerpa? Kalau masalah sudah berat apalagi datangnya sekaligus, kita bisa gelagapan, goyah lalu kemudian panik, disana rasa takut pun mulai muncul. Kita menjadi ragu apakah kita bisa melewati semua itu sebagai pemenang atau itu akan menjadi catatan kegagalan yang akan menghantui kita seumur hidup atau bahkan menjadi akhir dari hidup kita. Benar bahwa saat berada dalam keadaan tidak baik itu tidak menyenangkan. Tidak satupun dari kita yang mau seperti itu. Kita ingin hidup ini baik-baik saja, selalu sejahtera dan berjalan tanpa ada masalah. Tapi siapapun kita, selalu saja ada saat-saat dimana kita harus berhadapan dengan berbagai bentuk masalah. Bahkan terkadang, belum lagi masalah yang satu beres, sudah muncul masalah berikutnya. Kekuatan iman kita akan sangat menentukan seberapa kuat kita bisa berjuang menghadapinya, tapi seringkali saat sedang ditengah-tengah badai iman kita ikut goyah bagai kehilangan titik tumpu. Di saat seperti itu, adakah sesuatu yang bisa kita pakai untuk menguatkan kembali kaki kita untuk berpijak tegar di tengah situasi sulit? Apa yang bisa membuat iman kita tidak ikut goyah sebaliknya mampu memberi kekuatan kepada kita untuk bisa terus tegar dan pada akhirnya keluar sebagai pemenang?
Kemarin kita sudah melihat bagaimana Tuhan berjanji untuk tetap berada di samping kita saat kita harus menghadapi kepungan masalah bak pasukan yang menyerang dari berbagai arah, atau bahkan sekumpulan raksasa yang bisa dianalogikan kepada masalah-masalah besar yang bertumpuk yang harus kita hadapi dan atasi. Itu bisa kita lihat baik lewat kisah bangsa Israel yang secara ajaib bisa berjalan melalui laut Teberau yang terbelah dua (Keluaran 14), kisah Daud melawan Goliat (1 Samuel 17), kisah bangsa Yehuda yang dikepung pasukan dari Moab, Amon dan Meunim (2 Tawarikh 20) maupun saat bangsa Israel terancam oleh orang-orang raksasa seperti Amori, Het, Feris, Hewi, Kanaan dan lain-lain (Ulangan 23). Ini hanyalah sebagian kecil dari kebesaran kuasa Tuhan yang mampu membawa kita ke dalam kemenangan meski harus berhadapan dengan situasi-situasi luar biasa sulit bahkan bahaya yang mengancam yang mungkin secara logika tidak mungkin sanggup kita atasi.
Pemazmur memberikan sebuah tips yang sangat baik untuk kita ingat saat kita sedang berada ditengah badai kehidupan. "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu." (Mazmur 77:1-13).
Saat harus bertemu situasi yang sulit, Pemazmur mengambil waktu untuk mengenang kembali bagaimana keajaiban-keajaiban yang pernah di lakukan Tuhan sebelumnya, bagaimana Tuhan menyatakan kuasa dan kemuliaanNya turun atas manusia. Setelah merenungkan segala kebaikan Tuhan, pemazmur pun sampai pada kesimpulan: "Ya Allah, jalan-Mu adalah kudus! Allah manakah yang begitu besar seperti Allah kami?" (ay 14). Jika kita fokus hanya kepada penderitaan kita saja maka kita akan segera kehilangan sukacita, bahkan iman kita pun akan merosot drastis. Pada saat seperti itulah sebaiknya kita kembali mengingat-ingat segala sesuatu yang telah Tuhan lakukan kepada begitu banyak orang di masa lalu. Jika dulu Tuhan bisa melakukannya, kenapa tidak hari ini? Kalau Tuhan sanggup melakukan perbuatan-perbuatan ajaibNya di masa lalu, baik kepada begitu banyak tokoh dalam Alkitab maupun diri kita sendiri, kenapa kita harus ragu akan hal itu saat ini? Tuhan tidak pernah berubah, baik dahulu, sekarang maupun selamanya. (Ibrani 13:8)
Marilah kita mengacu pada seluruh isi Alkitab dan melihat bagaimana perbuatan-perbuatan Tuhan yang telah nyata tertulis di dalamnya. Kepada jemaat di Roma Paulus memberi pesan seperti ini: "Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci." (Roma 15:4). Alkitab berisi begitu banyak hal yang dapat kita jadikan tuntunan bagaimana kita harus berlaku ketika kita menghadapi sesuatu. Kita bisa mendapatkan berbagai tips dan peringatan agar tetap hidup sesuai kehendak Tuhan, kita juga bisa mendapat penghiburan yang meneguhkan. Ada begitu banyak pergumulan di dalam Alkitab yang sampai hari ini sering pula kita alami. Para nabi dan tokoh-tokoh Alkitab telah menunjukkan bagaimana akhirnya Tuhan melepaskan mereka dan memberikan kemenangan. Ada pula tokoh-tokoh yang akhirnya gagal, dan kita pun bisa belajar dari kegagalan mereka. Semua itu bisa kita jadikan pelajaran berharga, menjadi bekal yang sempurna dan lengkap untuk menatap hidup ke depan.
Saat menghadapi situasi sulit, janganlah terbenam pada penderitaan. Bangkitlah, ingat dan renungkanlah bahwa ada banyak hal yang bisa kita dapatkan lewat pengalaman-pengalaman para tokoh di Alkitab bersama Tuhan di masa lalu. Pergulatan dan turun naiknya iman banyak tokoh jelas dituliskan dalam Alkitab dan kita bisa belajar dari itu semua. Kita juga bisa merenungkan pengalaman-pengalaman kita akan kuasa Tuhan yang luar biasa di waktu sebelumnya, atau mungkin mukjizat-mukjizat yang dialami oleh orang tua kita, orang-orang terdekat atau kesaksian-kesaksian banyak orang yang mengalaminya di masa sekarang. Jika kita menyadari hal ini, kita pun akan tahu bahwa Tuhan mampu melakukan appaun itu, bahkan yang paling mustahil sekalipun bagi logika daya pikir manusia. Pada akhirnya kita akan bisa menyimpulkan hal yang sama dengan pemazmur ketika ia mengatakan "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:1).
Tidak akan pernah sia-sia untuk mengandalkan Tuhan. Ketika kita sedang mengalami pergumulan, mari kita ingat kembali bagaimana Tuhan melakukan mukjizat-mukjizatNya di waktu lampau, dan marilah bersyukur sebab Tuhan yang kita sembah saat ini adalah Tuhan yang sama, baik kuasaNya maupun kasihNya.
Saat kesulitan datang menghadang, renungkan segala kebesaran kuasa Tuhan dan percayalah itu bisa terjadi pada anda
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, August 29, 2015
Saat Terkepung (2)
(sambungan)
Hal yang sama bisa jadi menimpa kita hari ini. Mungkin bukan dalam bentuk serangan pasukan sekaligus, tetapi berbagai kondisi sulit, situasi pelik, ancaman besar, keadaan terjepit bisa tiba-tiba muncul di hadapan kita, dimana logika tidak berpihak sama sekali kepada kita untuk mengatasinya. Tetapi lihatlah janji Tuhan yang sangat melegakan itu. Tuhan berkata bahwa kita tidak perlu takut meski situasinya sama sekali tidak berpihak kepada kita. Mengapa? Kalau kita baca baik-baik ayat bacaan hari ini maka kita akan menemukan alasannya. Sebab bukan kita yang berperang, melainkan Allah. Ancaman persoalan dalam hidup bisa bagai bersatu padu menyerang kita sekaligus seperti serangan laskar gabungan yang besar. Tapi kita tidak perlu takut, sebab bukan kita yang berperang melainkan Tuhan sendiri.
Contoh lain bisa kita lihat dalam Keluaran 23. Disana kita kembali mendapatkan suara Tuhan yang melegakan dalam menghadapi serangan besar sekaligus. Firman Tuhan berkata: "Sebab malaikat-Ku akan berjalan di depanmu dan membawa engkau kepada orang Amori, orang Het, orang Feris, orang Kanaan, orang Hewi dan orang Yebus, dan Aku akan melenyapkan mereka." (Ulangan 23:23). Orang Amori, orang Het, orang Kanaan dan sebagainya, itu menggambarkan orang-orang raksasa yang siap merontokkan kita dalam sekali pukul. Logikanya? Jelas kita kalah. Namanya juga dikepung dari berbagai sisi seperti itu, oleh raksasa-raksasa pula. Tetapi Tuhan berfirman sendiri bahwa bukan kita yang berperang, melainkan Tuhan. Dia akan mengutus malaikat-malaikatNya untuk berjalan di depan. Kita tetap akan berhadapan dengan berbagai "raksasa-raksasa" masalah, tetapi ada malaikat Tuhan yang berjalan di depan kita, dan Tuhan sendirilah yang akan melenyapkan semua itu. Bukan kita yang berperang, tetapi Tuhan. Itu janji penyertaaan dan penyelamatan Tuhan. Syaratnya disebutkan pada satu ayat sebelumnya: "Tetapi jika engkau sungguh-sungguh mendengarkan perkataannya, dan melakukan segala yang Kufirmankan, maka Aku akan memusuhi musuhmu, dan melawan lawanmu." (ay 22). Sungguh-sungguh mendengar dan melakukan firmanNya, itu bagian kita. Dan bagian Tuhan adalah membawa kita masuk ke dalam kemenangan yang diluar kemampuan logika manusia. Bukan sekedar memberkati, tapi Dia sendiri yang turun langsung berperang bagi kita. Bukankah itu luar biasa?
Berulang kali Tuhan menyatakan penyertaan, pemeliharaan dan pertolonganNya kepada kita. Berulang kali pula oleh karena itu Tuhan menyerukan agar kita jangan takut. "Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau." (Ulangan31:6). Selanjutnya lihat juga ayat berikut ini: "janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." (Yesaya 41:10).
Akan selalu datang waktu-waktu dimana kita harus rela berhadapan dengan masalah-masalah yang ada kalanya bisa besar dan banyak bagai serangan raksasa yang bergabung menjadi satu atau datang dari beberapa penjuru sekaligus. Apakah itu masalah pekerjaan, keluarga, sakit penyakit atau serangan dari orang-orang yang hendak menghancurkan kita dan lain sebagainya. Kita tidak bisa menghindarinya, tapi perhatikan bahwa Tuhan sudah menjanjikan pertolonganNya kepada setiap anakNya yang taat. Dia sendiri yang akan berperang, dan Dia akan membawa kita masuk ke dalam kemenangan. Itulah sebabnya kita tidak perlu takut menghadapi apapun dalam hidup ini.
Apabila ada di antara teman-teman yang tengah merasa berhadapan dengan "orang Moab dan Amon", atau serangan "orang Amori, orang Het, orang Feris, orang Kanaan, orang Hewi dan orang Yebus", tetaplah berdiri tegak, jangan mundur, jangan ragu dan jangan takut. Situasinya mungkin sangat menyesakkan untuk saat ini, tetapi ingatlah bahwa di atas segalanya kita memiliki Tuhan dengan kuasa tertinggi. Adalah Tuhan sendiri, bukan kita yang akan berperang menghadapi semua itu. Percayalah kepadaNya, taatlah kepada firmanNya dan lakukanlah seperti apa yang Dia kehendaki, maka kita tidak perlu kehilangan sukacita dan damai sejahtera meski tengah dikerubungi berbagai permasalahan bagai pasukan atau bahkan raksasa sekalipun.
Sumber kekuatan yang terbesar di tengah segala tumpukan masalah ada di tangan Allah
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Hal yang sama bisa jadi menimpa kita hari ini. Mungkin bukan dalam bentuk serangan pasukan sekaligus, tetapi berbagai kondisi sulit, situasi pelik, ancaman besar, keadaan terjepit bisa tiba-tiba muncul di hadapan kita, dimana logika tidak berpihak sama sekali kepada kita untuk mengatasinya. Tetapi lihatlah janji Tuhan yang sangat melegakan itu. Tuhan berkata bahwa kita tidak perlu takut meski situasinya sama sekali tidak berpihak kepada kita. Mengapa? Kalau kita baca baik-baik ayat bacaan hari ini maka kita akan menemukan alasannya. Sebab bukan kita yang berperang, melainkan Allah. Ancaman persoalan dalam hidup bisa bagai bersatu padu menyerang kita sekaligus seperti serangan laskar gabungan yang besar. Tapi kita tidak perlu takut, sebab bukan kita yang berperang melainkan Tuhan sendiri.
Contoh lain bisa kita lihat dalam Keluaran 23. Disana kita kembali mendapatkan suara Tuhan yang melegakan dalam menghadapi serangan besar sekaligus. Firman Tuhan berkata: "Sebab malaikat-Ku akan berjalan di depanmu dan membawa engkau kepada orang Amori, orang Het, orang Feris, orang Kanaan, orang Hewi dan orang Yebus, dan Aku akan melenyapkan mereka." (Ulangan 23:23). Orang Amori, orang Het, orang Kanaan dan sebagainya, itu menggambarkan orang-orang raksasa yang siap merontokkan kita dalam sekali pukul. Logikanya? Jelas kita kalah. Namanya juga dikepung dari berbagai sisi seperti itu, oleh raksasa-raksasa pula. Tetapi Tuhan berfirman sendiri bahwa bukan kita yang berperang, melainkan Tuhan. Dia akan mengutus malaikat-malaikatNya untuk berjalan di depan. Kita tetap akan berhadapan dengan berbagai "raksasa-raksasa" masalah, tetapi ada malaikat Tuhan yang berjalan di depan kita, dan Tuhan sendirilah yang akan melenyapkan semua itu. Bukan kita yang berperang, tetapi Tuhan. Itu janji penyertaaan dan penyelamatan Tuhan. Syaratnya disebutkan pada satu ayat sebelumnya: "Tetapi jika engkau sungguh-sungguh mendengarkan perkataannya, dan melakukan segala yang Kufirmankan, maka Aku akan memusuhi musuhmu, dan melawan lawanmu." (ay 22). Sungguh-sungguh mendengar dan melakukan firmanNya, itu bagian kita. Dan bagian Tuhan adalah membawa kita masuk ke dalam kemenangan yang diluar kemampuan logika manusia. Bukan sekedar memberkati, tapi Dia sendiri yang turun langsung berperang bagi kita. Bukankah itu luar biasa?
Berulang kali Tuhan menyatakan penyertaan, pemeliharaan dan pertolonganNya kepada kita. Berulang kali pula oleh karena itu Tuhan menyerukan agar kita jangan takut. "Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau." (Ulangan31:6). Selanjutnya lihat juga ayat berikut ini: "janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." (Yesaya 41:10).
Akan selalu datang waktu-waktu dimana kita harus rela berhadapan dengan masalah-masalah yang ada kalanya bisa besar dan banyak bagai serangan raksasa yang bergabung menjadi satu atau datang dari beberapa penjuru sekaligus. Apakah itu masalah pekerjaan, keluarga, sakit penyakit atau serangan dari orang-orang yang hendak menghancurkan kita dan lain sebagainya. Kita tidak bisa menghindarinya, tapi perhatikan bahwa Tuhan sudah menjanjikan pertolonganNya kepada setiap anakNya yang taat. Dia sendiri yang akan berperang, dan Dia akan membawa kita masuk ke dalam kemenangan. Itulah sebabnya kita tidak perlu takut menghadapi apapun dalam hidup ini.
Apabila ada di antara teman-teman yang tengah merasa berhadapan dengan "orang Moab dan Amon", atau serangan "orang Amori, orang Het, orang Feris, orang Kanaan, orang Hewi dan orang Yebus", tetaplah berdiri tegak, jangan mundur, jangan ragu dan jangan takut. Situasinya mungkin sangat menyesakkan untuk saat ini, tetapi ingatlah bahwa di atas segalanya kita memiliki Tuhan dengan kuasa tertinggi. Adalah Tuhan sendiri, bukan kita yang akan berperang menghadapi semua itu. Percayalah kepadaNya, taatlah kepada firmanNya dan lakukanlah seperti apa yang Dia kehendaki, maka kita tidak perlu kehilangan sukacita dan damai sejahtera meski tengah dikerubungi berbagai permasalahan bagai pasukan atau bahkan raksasa sekalipun.
Sumber kekuatan yang terbesar di tengah segala tumpukan masalah ada di tangan Allah
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, August 28, 2015
Saat Terkepung (1)
Ayat bacaan: 2 Tawarikh 20:15
=========================
"...Camkanlah, hai seluruh Yehuda dan penduduk Yerusalem dan tuanku raja Yosafat, beginilah firman TUHAN kepadamu: Janganlah kamu takut dan terkejut karena laskar yang besar ini, sebab bukan kamu yang akan berperang melainkan Allah."
"Ah, orangnya gede sih, banyakan lagi... coba cuma satu dan kecil, pasti saya berani", kata seorang teman menanggapi candaan temannya apakah ia berani atau tidak menginjak kaki seseorang yang tinggi besar bersama beberapa temannya. Kalau diibaratkan pada masalah dalam hidup, kita mungkin masih bisa tenang saat berhadapan dengan persoalan kecil, tetapi bagaimana kalau masalahnya berat dan datangnya rombongan alias berbarengan? Reaksi kita akan tergantung dari seberapa kuat daya tahan kita dalam menghadapi tekanan.
Pertanyaan kedua, seberapa kuat daya tahan kita dalam menghadapi tekanan atau apa saja yang menentukan kekuatannya? Faktor mental, keyakinan, ketabahan, pengalaman dan sebagainya akan sangat berpengaruh akan hal ini, dan tentu saja sebuah faktor lain yang sesungguhnya sangat penting, yaitu faktor iman. Sejarah membuktikan banyaknya kejatuhan para tokoh besar karena mereka tidak lagi tahan menghadapi berbagai tekanan. Entah itu desakan dari luar, rasa malu akibat melakukan kesalahan, deraan masalah yang beruntun dan lain-lain. Bahkan ada yang akhirnya mengambil jalan pintas dengan mengakhiri hidupnya karena sudah tidak tahan atau tidak kuat lagi menanggung beban-beban hidup.
Mungkin ada di antara kita yang hari ini pun tengah mengalami situasi sulit. Terjepit di tengah-tengah himpitan beberapa masalah sekaligus, tidak bisa maju dan mundur pun sudah terlambat. Kita tahu harus terus maju, tetapi tidak lagi punya kekuatan dan keyakinan untuk melangkah setapak pun. Saat bangsa Israel berada dalam keadaan terjepit karena didepan mereka terbentang laut luas sementara di belakang ada tentara Firaun yang siap membinasakan, kita bisa lihat bagaimana Tuhan sendiri yang kemudian melepaskan mereka lewat cara terbelahnya laut Teberau menjadi dua bagian sehingga bangsa Israel bisa berjalan di tengah-tengahnya. Kisah luar biasa ini bisa dibaca dalam kitab Keluaran pasal 14. Dan Musa menyampaikan sebuah kunci untuk melepaskan diri dari situasi seperti itu. "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya." (ay 13). Jangan takut, tetap berdiri dan fokus pada penyertaan Tuhan, itulah ketiga kunci yang diberikan Musa agar bisa melepaskan diri dari situasi terjepit itu.
Disamping itu kita juga tidak boleh lupa bahwa Tuhan telah berjanji kepada setiap anak-anakNya yang patuh dan yakin kepadaNya bahwa Dia tidak akan pernah meninggalkan, meski harus melalui kesulitan-kesulitan besar yang kalau diibaratkan bisa seperti air bah yang siap menenggelamkan atau api yang siap membakar habis. "Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau." (Yesaya 42:2-3a). Bagaimana dengan kisah Daud melawan Goliat dan pasukannya? Itu pun bisa kita jadikan contoh nyata. Untuk renungan kali ini, saya ingin mengambil contoh lain lewat kisah yang dicatat dalam kitab 2 Tawarikh pada bagian yang berisi sekelumit kisah pada masa raja Yosafat.
Mari kita lihat apa yang terjadi pada suatu ketika di masa pemerintahan raja Yosafat tersebut. Pada waktu itu bangsa Yehuda tengah mengalami situasi pelik yang tidak main-main. Mereka terjepit dan terancam hancur lebur dengan datangnya ancaman bani Moab dan Amon juga sepasukan tentara Meunim sekaligus. (2 Tawarikh 20:1). Itu jelas situasi yang tidak mudah, karena jelas kekuatan mereka tidaklah seimbang dalam menghadapi serangan sebesar itu. Dalam keadaan kalut dan takut, Yosafat pun mengajak seluruh bangsa Israel untuk mencari Tuhan dan berpuasa (ay 3), lalu berseru kepada Allah. (ay 6-12). Dan lihatlah, Tuhan segera menjawab teriakan minta tolong mereka.
Lewat Yahezkiel bin Zakharia bin Benaya bin Matanya, seorang Lewi dari bani Asaf, Tuhan pun berseru: "Camkanlah, hai seluruh Yehuda dan penduduk Yerusalem dan tuanku raja Yosafat, beginilah firman TUHAN kepadamu: Janganlah kamu takut dan terkejut karena laskar yang besar ini, sebab bukan kamu yang akan berperang melainkan Allah." (ay 15). Dan itulah yang terjadi. Sulit dipercaya, tetapi kalau Tuhan yang sudah turun tangan, tidak ada satupun masalah yang lebih besar dari Tuhan dan mampu mengatasi kuasaNya.
(bersambung)
=========================
"...Camkanlah, hai seluruh Yehuda dan penduduk Yerusalem dan tuanku raja Yosafat, beginilah firman TUHAN kepadamu: Janganlah kamu takut dan terkejut karena laskar yang besar ini, sebab bukan kamu yang akan berperang melainkan Allah."
"Ah, orangnya gede sih, banyakan lagi... coba cuma satu dan kecil, pasti saya berani", kata seorang teman menanggapi candaan temannya apakah ia berani atau tidak menginjak kaki seseorang yang tinggi besar bersama beberapa temannya. Kalau diibaratkan pada masalah dalam hidup, kita mungkin masih bisa tenang saat berhadapan dengan persoalan kecil, tetapi bagaimana kalau masalahnya berat dan datangnya rombongan alias berbarengan? Reaksi kita akan tergantung dari seberapa kuat daya tahan kita dalam menghadapi tekanan.
Pertanyaan kedua, seberapa kuat daya tahan kita dalam menghadapi tekanan atau apa saja yang menentukan kekuatannya? Faktor mental, keyakinan, ketabahan, pengalaman dan sebagainya akan sangat berpengaruh akan hal ini, dan tentu saja sebuah faktor lain yang sesungguhnya sangat penting, yaitu faktor iman. Sejarah membuktikan banyaknya kejatuhan para tokoh besar karena mereka tidak lagi tahan menghadapi berbagai tekanan. Entah itu desakan dari luar, rasa malu akibat melakukan kesalahan, deraan masalah yang beruntun dan lain-lain. Bahkan ada yang akhirnya mengambil jalan pintas dengan mengakhiri hidupnya karena sudah tidak tahan atau tidak kuat lagi menanggung beban-beban hidup.
Mungkin ada di antara kita yang hari ini pun tengah mengalami situasi sulit. Terjepit di tengah-tengah himpitan beberapa masalah sekaligus, tidak bisa maju dan mundur pun sudah terlambat. Kita tahu harus terus maju, tetapi tidak lagi punya kekuatan dan keyakinan untuk melangkah setapak pun. Saat bangsa Israel berada dalam keadaan terjepit karena didepan mereka terbentang laut luas sementara di belakang ada tentara Firaun yang siap membinasakan, kita bisa lihat bagaimana Tuhan sendiri yang kemudian melepaskan mereka lewat cara terbelahnya laut Teberau menjadi dua bagian sehingga bangsa Israel bisa berjalan di tengah-tengahnya. Kisah luar biasa ini bisa dibaca dalam kitab Keluaran pasal 14. Dan Musa menyampaikan sebuah kunci untuk melepaskan diri dari situasi seperti itu. "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya." (ay 13). Jangan takut, tetap berdiri dan fokus pada penyertaan Tuhan, itulah ketiga kunci yang diberikan Musa agar bisa melepaskan diri dari situasi terjepit itu.
Disamping itu kita juga tidak boleh lupa bahwa Tuhan telah berjanji kepada setiap anak-anakNya yang patuh dan yakin kepadaNya bahwa Dia tidak akan pernah meninggalkan, meski harus melalui kesulitan-kesulitan besar yang kalau diibaratkan bisa seperti air bah yang siap menenggelamkan atau api yang siap membakar habis. "Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau." (Yesaya 42:2-3a). Bagaimana dengan kisah Daud melawan Goliat dan pasukannya? Itu pun bisa kita jadikan contoh nyata. Untuk renungan kali ini, saya ingin mengambil contoh lain lewat kisah yang dicatat dalam kitab 2 Tawarikh pada bagian yang berisi sekelumit kisah pada masa raja Yosafat.
Mari kita lihat apa yang terjadi pada suatu ketika di masa pemerintahan raja Yosafat tersebut. Pada waktu itu bangsa Yehuda tengah mengalami situasi pelik yang tidak main-main. Mereka terjepit dan terancam hancur lebur dengan datangnya ancaman bani Moab dan Amon juga sepasukan tentara Meunim sekaligus. (2 Tawarikh 20:1). Itu jelas situasi yang tidak mudah, karena jelas kekuatan mereka tidaklah seimbang dalam menghadapi serangan sebesar itu. Dalam keadaan kalut dan takut, Yosafat pun mengajak seluruh bangsa Israel untuk mencari Tuhan dan berpuasa (ay 3), lalu berseru kepada Allah. (ay 6-12). Dan lihatlah, Tuhan segera menjawab teriakan minta tolong mereka.
Lewat Yahezkiel bin Zakharia bin Benaya bin Matanya, seorang Lewi dari bani Asaf, Tuhan pun berseru: "Camkanlah, hai seluruh Yehuda dan penduduk Yerusalem dan tuanku raja Yosafat, beginilah firman TUHAN kepadamu: Janganlah kamu takut dan terkejut karena laskar yang besar ini, sebab bukan kamu yang akan berperang melainkan Allah." (ay 15). Dan itulah yang terjadi. Sulit dipercaya, tetapi kalau Tuhan yang sudah turun tangan, tidak ada satupun masalah yang lebih besar dari Tuhan dan mampu mengatasi kuasaNya.
(bersambung)
Thursday, August 27, 2015
For Everything There's a Season (1)
Ayat bacaan: Pengkotbah 3:1
=======================
"Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya."
Tepat disamping rumah saya ada tanah kosong yang tidak diurus lagi oleh pemiliknya selama bertahun-tahun. Tanahnya cukup luas dan penuh semak dengan rumput yang sudah tinggi sekali. Belum lama ini ada seorang warga desa yang berpikir untuk memanfaatkan tanah tersebut menjadi lahan bercocok tanam, selagi tanah memang tidak dipakai oleh si pemilik. Selama beberapa hari ia memotong rumput-rumput disana, membersihkan tanah seluas 200 meter itu sendirian. Setelah rumput dan semak ia tebas, ia kemudian mencangkul dengan tujuan agar tanahnya menjadi gembur dan siap tanam. Kalau dihitung-hitung, ia butuh waktu sekitar seminggu untuk mengerjakan itu. Lantas ia mulai menanam bibit-bibit disana, dan rajin menyiram dengan menggunakan gembor yang terbuat dari plastik. Ia harus bolak balik menenteng gembor berat berisi air untuk menyiram benih yang ia tanam di lahan tersebut. Seminggu kemudian saya mulai melihat apa yang ia tanam ternyata kangkung. Kurang lebih sebulan berikutnya, kangkungnya sudah siap panen. Selain ia jual, sebagian lagi ia bagikan ke tetangga, termasuk saya yang berada tepat disamping lahan kosong yang ia manfaatkan tersebut.
Life is a process. Hidup adalah bagian dari proses. Kita lahir, tumbuh, dewasa lalu tua dan kemudian meninggal. Agar bisa bekerja kita belajar sejak kecil, menimba ilmu baik yang formal maupun informal, termasuk tambahan-tambahan keahlian tertentu seperti pengoperasian komputer, bahasa dan sebagainya. Dalam bekerja kita mulai dari bawah dan kemudian berusaha menapak naik ke tingkatan yang lebih tinggi. Ada kalanya profesi mengalami stagnasi atau malah menurun, tapi dengan usaha keras kita kemudian naik kembali. Bapak warga desa tadi tidak akan memanen kangkung sebegitu banyak kalau tidak membersihkan lemak, menggemburkan tanah, menanam bibit dan merawatnya. Pendek kata, semua dalam hidup ini merupakan bagian dari proses. Bagai roda pedati, ada kalanya kita di atas, ada pula saatnya kita dibawah. Dari pengalaman saya, masa-masa sukar ketika kita seolah sedang berada di titik terbawah roda pedati, disana kita justru bisa belajar banyak. Belajar hal baru, belajar lebih sabar, tabah, dewasa dan bijaksana.
Sayangnya, orang semakin lama semakin menginginkan hasil instan. Semakin lama semakin sedikit yang menghargai proses. Jika itu yang diinginkan, tidaklah mengherankan kalau orang menjadi semakin cepat putus asa. Cepat menyerah, cepat kehilangan harapan, gampang panik, lekas emosi dan mudah goyah. Sedikit saja hidup terguncang, semua langsung runtuh. Tidak ada kekuatan iman yang bisa menopang, dan seringkali itu berawal dari pola pikir yang maunya serba instan, pakai cara gampang dan tidak mau susah melewati proses.
Pernahkah anda merasakan bahwa anda sudah berbuat yang terbaik, namun tidak mendapatkan hasil yang terbaik? Anda sudah mati-matian belajar, tapi hasilnya jelek. Anda sudah mati-matian bekerja, tapi belum mendapatkan imbalan memadai, atau jangan-jangan malah kena PHK. Anda tidak melakukan kesalahan, tapi anda dipersalahkan. Anda sedang menikmati zona nyaman dalam hidup anda, tiba-tiba semua seakan-akan diambil dari anda, dijungkirbalikkan, dan dalam sekejap mata anda berada dalam keadaan yang sebaliknya. Hal seperti itu bisa terjadi kapan saja pada siapa saja. Ada saja waktu-waktu dimana kondisi sulit yang rasanya tidak sebanding dengan apa yang telah kita lakukan dengan sebaik-baiknya datang menerpa kita. Sebagian orang akan patah semangat bahkan merasa pahit untuk melanjutkan usahanya, tapi kalau kita melihat itu sebagai bagian dari proses, kita akan mempergunakan masa-masa itu untuk belajar banyak. Pada suatu hari nanti kita akan tersenyum ketika menyadari bahwa itu adalah sebuah proses kehidupan yang bisa mendewasakan, menguatkan dan menebalkan iman kita.
Di dalam Pengkotbah ada rangkaian ayat yang bagi saya selalu terasa sangat menarik. "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." (Pengkotbah 3:1). There's a season to everything, and a time for every matter or purpose.
"Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai."(ay 2-8).
(bersambung)
=======================
"Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya."
Tepat disamping rumah saya ada tanah kosong yang tidak diurus lagi oleh pemiliknya selama bertahun-tahun. Tanahnya cukup luas dan penuh semak dengan rumput yang sudah tinggi sekali. Belum lama ini ada seorang warga desa yang berpikir untuk memanfaatkan tanah tersebut menjadi lahan bercocok tanam, selagi tanah memang tidak dipakai oleh si pemilik. Selama beberapa hari ia memotong rumput-rumput disana, membersihkan tanah seluas 200 meter itu sendirian. Setelah rumput dan semak ia tebas, ia kemudian mencangkul dengan tujuan agar tanahnya menjadi gembur dan siap tanam. Kalau dihitung-hitung, ia butuh waktu sekitar seminggu untuk mengerjakan itu. Lantas ia mulai menanam bibit-bibit disana, dan rajin menyiram dengan menggunakan gembor yang terbuat dari plastik. Ia harus bolak balik menenteng gembor berat berisi air untuk menyiram benih yang ia tanam di lahan tersebut. Seminggu kemudian saya mulai melihat apa yang ia tanam ternyata kangkung. Kurang lebih sebulan berikutnya, kangkungnya sudah siap panen. Selain ia jual, sebagian lagi ia bagikan ke tetangga, termasuk saya yang berada tepat disamping lahan kosong yang ia manfaatkan tersebut.
Life is a process. Hidup adalah bagian dari proses. Kita lahir, tumbuh, dewasa lalu tua dan kemudian meninggal. Agar bisa bekerja kita belajar sejak kecil, menimba ilmu baik yang formal maupun informal, termasuk tambahan-tambahan keahlian tertentu seperti pengoperasian komputer, bahasa dan sebagainya. Dalam bekerja kita mulai dari bawah dan kemudian berusaha menapak naik ke tingkatan yang lebih tinggi. Ada kalanya profesi mengalami stagnasi atau malah menurun, tapi dengan usaha keras kita kemudian naik kembali. Bapak warga desa tadi tidak akan memanen kangkung sebegitu banyak kalau tidak membersihkan lemak, menggemburkan tanah, menanam bibit dan merawatnya. Pendek kata, semua dalam hidup ini merupakan bagian dari proses. Bagai roda pedati, ada kalanya kita di atas, ada pula saatnya kita dibawah. Dari pengalaman saya, masa-masa sukar ketika kita seolah sedang berada di titik terbawah roda pedati, disana kita justru bisa belajar banyak. Belajar hal baru, belajar lebih sabar, tabah, dewasa dan bijaksana.
Sayangnya, orang semakin lama semakin menginginkan hasil instan. Semakin lama semakin sedikit yang menghargai proses. Jika itu yang diinginkan, tidaklah mengherankan kalau orang menjadi semakin cepat putus asa. Cepat menyerah, cepat kehilangan harapan, gampang panik, lekas emosi dan mudah goyah. Sedikit saja hidup terguncang, semua langsung runtuh. Tidak ada kekuatan iman yang bisa menopang, dan seringkali itu berawal dari pola pikir yang maunya serba instan, pakai cara gampang dan tidak mau susah melewati proses.
Pernahkah anda merasakan bahwa anda sudah berbuat yang terbaik, namun tidak mendapatkan hasil yang terbaik? Anda sudah mati-matian belajar, tapi hasilnya jelek. Anda sudah mati-matian bekerja, tapi belum mendapatkan imbalan memadai, atau jangan-jangan malah kena PHK. Anda tidak melakukan kesalahan, tapi anda dipersalahkan. Anda sedang menikmati zona nyaman dalam hidup anda, tiba-tiba semua seakan-akan diambil dari anda, dijungkirbalikkan, dan dalam sekejap mata anda berada dalam keadaan yang sebaliknya. Hal seperti itu bisa terjadi kapan saja pada siapa saja. Ada saja waktu-waktu dimana kondisi sulit yang rasanya tidak sebanding dengan apa yang telah kita lakukan dengan sebaik-baiknya datang menerpa kita. Sebagian orang akan patah semangat bahkan merasa pahit untuk melanjutkan usahanya, tapi kalau kita melihat itu sebagai bagian dari proses, kita akan mempergunakan masa-masa itu untuk belajar banyak. Pada suatu hari nanti kita akan tersenyum ketika menyadari bahwa itu adalah sebuah proses kehidupan yang bisa mendewasakan, menguatkan dan menebalkan iman kita.
Di dalam Pengkotbah ada rangkaian ayat yang bagi saya selalu terasa sangat menarik. "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." (Pengkotbah 3:1). There's a season to everything, and a time for every matter or purpose.
"Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai."(ay 2-8).
(bersambung)
Wednesday, August 26, 2015
For Everything There's a Season (2)
(sambungan)
For everything there's a season. Ada masa dimana kita berada pada situasi tidak menyenangkan. Tapi ingatlah bahwa semua itu akan indah pada waktunya. Jika anda belum melihat apa-apa saat ini dari sisi kebaikan, bersabarlah, karena memang kemampuan kita tidak sanggup untuk mengerti rencana Tuhan buat diri kita jauh ke depan. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." (ay 11).
There are seasons, times and eras in our lives. Kita harus mampu menyikapi setiap masa dalam hidup kita dan mencoba menangkap hal positif dalam masa yang paling kelam sekalipun. Jika belum bisa, percayalah bahwa segala yang diijinkan Tuhan untuk terjadi pada anak-anakNya hanyalah untuk mendatangkan kebaikan. Tidak ada hal buruk dalam rancangan Tuhan. Semua hanyalah rancangan damai sejahtera akan hari depan yang penuh harapan. (Yeremia 29:11).
Tentu saja masa-masa sukar yang penuh ketidakadilan itu menyakitkan untuk dijalani. Tentu saja kita lebih suka tertawa ketimbang menangis, lebih suka menari ketimbang meratap. Itu pasti. Namun masa-masa sukar itu justru seringkali membuat kita jadi mengenal Tuhan jauh lebih dalam. Ketika mengalami masa seperti itu, kita akan belajar bahwa tidak akan pernah cukup untuk mengandalkan kekuatan dan kepandaian manusia saja. Tapi di atas segalanya, ada Tuhan yang selalu menyiapkan rancangan terbaik buat setiap anda dan saya! Kita akan belajar dan mengerti bahwa tidak ada tempat perlindungan lain yang lebih baik selain Allah. "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Yes, God is our refuge and strength. Dan itu sangat terbukti.
Percayalah bahwa dalam keadaan sulit sekalipun, dalam masa-masa sukar, in bad times and dark-clouded seasons, Tuhan tetap ada bersama-sama dengan kita. Ketika anda masuk dalam masa seperti ini, tetaplah berpegang pada Tuhan. "Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah." (55:24). Kita disiapkan untuk menjadi kepala dan bukan ekor, naik dan bukan turun. (Ulangan 28:13).
Jika saat ini anda masih merasa dalam posisi terendah dan sedang ada di bawah, bertahanlah, bangkitlah dan teruslah berjalan. Jangan putus pengharapan, pergunakan saat-saat itu untuk belajar banyak dan memakainya untuk proses pendewasaan iman. Ingatlah bahwa ada sesuatu yang indah yang direncanakan Tuhan di depan. Anda mungkin belum melihatnya, tapi Tuhan telah menyediakan semua itu di depan. Dan dalam prosesnya, penyertaan Tuhan selalu ada. Dalam masa seperti apapun anda saat ini, for whatever season you're in right now, itu tetaplah masa yang tepat untuk percaya padaNya.
The darkest moments can be the perfect season to put your trust in Him
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
For everything there's a season. Ada masa dimana kita berada pada situasi tidak menyenangkan. Tapi ingatlah bahwa semua itu akan indah pada waktunya. Jika anda belum melihat apa-apa saat ini dari sisi kebaikan, bersabarlah, karena memang kemampuan kita tidak sanggup untuk mengerti rencana Tuhan buat diri kita jauh ke depan. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." (ay 11).
There are seasons, times and eras in our lives. Kita harus mampu menyikapi setiap masa dalam hidup kita dan mencoba menangkap hal positif dalam masa yang paling kelam sekalipun. Jika belum bisa, percayalah bahwa segala yang diijinkan Tuhan untuk terjadi pada anak-anakNya hanyalah untuk mendatangkan kebaikan. Tidak ada hal buruk dalam rancangan Tuhan. Semua hanyalah rancangan damai sejahtera akan hari depan yang penuh harapan. (Yeremia 29:11).
Tentu saja masa-masa sukar yang penuh ketidakadilan itu menyakitkan untuk dijalani. Tentu saja kita lebih suka tertawa ketimbang menangis, lebih suka menari ketimbang meratap. Itu pasti. Namun masa-masa sukar itu justru seringkali membuat kita jadi mengenal Tuhan jauh lebih dalam. Ketika mengalami masa seperti itu, kita akan belajar bahwa tidak akan pernah cukup untuk mengandalkan kekuatan dan kepandaian manusia saja. Tapi di atas segalanya, ada Tuhan yang selalu menyiapkan rancangan terbaik buat setiap anda dan saya! Kita akan belajar dan mengerti bahwa tidak ada tempat perlindungan lain yang lebih baik selain Allah. "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Yes, God is our refuge and strength. Dan itu sangat terbukti.
Percayalah bahwa dalam keadaan sulit sekalipun, dalam masa-masa sukar, in bad times and dark-clouded seasons, Tuhan tetap ada bersama-sama dengan kita. Ketika anda masuk dalam masa seperti ini, tetaplah berpegang pada Tuhan. "Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah." (55:24). Kita disiapkan untuk menjadi kepala dan bukan ekor, naik dan bukan turun. (Ulangan 28:13).
Jika saat ini anda masih merasa dalam posisi terendah dan sedang ada di bawah, bertahanlah, bangkitlah dan teruslah berjalan. Jangan putus pengharapan, pergunakan saat-saat itu untuk belajar banyak dan memakainya untuk proses pendewasaan iman. Ingatlah bahwa ada sesuatu yang indah yang direncanakan Tuhan di depan. Anda mungkin belum melihatnya, tapi Tuhan telah menyediakan semua itu di depan. Dan dalam prosesnya, penyertaan Tuhan selalu ada. Dalam masa seperti apapun anda saat ini, for whatever season you're in right now, itu tetaplah masa yang tepat untuk percaya padaNya.
The darkest moments can be the perfect season to put your trust in Him
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, August 25, 2015
Satan the Accuser
Ayat bacaan: Ayub 1:12
===============
"...Satan (the adversary and the accuser)..." (English AMP)
Selama saya melayani saya sudah bertemu dengan banyak orang yang sulit maju akibat masih terikat oleh dosa yang pernah mereka lakukan di masa lalu. Bagai kakinya terbelenggu oleh beban berat mereka tidak bisa melangkah dan terus duduk di kursi terdakwa, menjadi tertuduh. Tertuduh? Siapa yang menuduh? Masyarakat atau orang disekitarnya bisa menjadi salah satu sumber datangnya masalah ini, tapi selain itu seringkali pula orang terus merasa tertuduh oleh si jahat. Seperti ada saja yang terus mengarahkan telunjuknya ke arah kita, terus mendera perasaan kita dengan rasa bersalah yang tidak kunjung selesai, meski mereka sudah menjalani hukuman atau bahkan menyesali perbuatannya dan bertobat.
Betapa banyaknya orang yang sulit bangkit dari masa lalu yang buruk. Mereka terus dihantui masa lalu mereka dan tidak yakin mereka bisa mendapat pengampunan karena merasa apa yang mereka perbuat dahulu sangatlah buruk. Mereka ini terus menerus dicekam rasa takut meski ia sudah menyadari kesalahannya di waktu lampau dan bertobat. Perasaan seperti ini mungkin banyak dialami orang, bahkan masih banyak dirasakan diantara orang-orang percaya sekalipun yang sudah menjaga hidupnya. Mereka seolah memanggul beban berat, atau kakinya ditambatkan pada batu besar. Setiap hari mereka menjalani setiap langkah dengan perasaan tertuduh.
Pola seperti ini ternyata sangat disukai oleh iblis. Iblis selalu berupaya mencegah atau menghalangi pertumbuhan iman kita dan akan terus berusaha menggagalkan kita dari semua janji yang sudah diberikan Tuhan. Dan salah satu cara yang terbukti paling efektif adalah dengan mempergunakan pola menuduh atau mendakwa kita lewat kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan di masa lalu.
Di Alkitab, iblis dikatakan sebagai pendusta dan bapa segala dusta. (Yohanes 8:44). Dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan "a liar and the father of lies and all that is false." Iblis memang tukang tipu kawakan yang ulung. Betapa sering kita terperdaya oleh tipu muslihatnya. Dan itu sudah terjadi sejak awal, seperti yang dialami oleh Adam dan Hawa. Selain sebagai bapa segala dusta, iblis juga disebut sebagai penuduh atau pendakwa. Ini bisa kita lihat dalam awal kisah Ayub, yaitu dalam pasal 1 ayat 12. Dalam Alkitab versi Terjemahan Baru yang kita pakai memang tidak disebutkan demikian, tapi lihatlah versi English amplified-nya. Disana ada penekanan di depan kata iblis yang ditulis dalam tanda kurung, dimana iblis disebutkan sebagai "the adversary and the accuser". Dalam bahasa Indonesia berarti "musuh dan pendakwa/penuduh". Inilah salah satu metode kerja iblis. Dia terus berusaha melemahkan kita. Mengapa? Karena iblis tidak ingin kita diselamatkan dan ingin kita binasa. Iblis akan terus berusaha mendakwa atau menuduh kita sampai kita putus asa dan semakin lama semakin jatuh dalam rasa bersalah. Yang dipakai untuk mendakwa adalah dosa kita. Kita terus dibuat seperti tertuduh. Kesalahan-kesalahan kita terus diingatkan dan kita dibuat berpikir seolah-olah kita tidak dan tidak akan pernah layak untuk bisa menerima pengampunan dan keselamatan.
Dosa-dosa yang belum kita bereskan secara total sering menjadi pintu masuknya tuduhan si jahat ini. Maka untuk membungkam dan mematahkan tuduhan iblis, kita harus segera mengakui dosa kita. Begitu kita mengakui dosa kita dan memohon ampun, saat itu pula Allah mengampuni kita. Kita harus menyadari hal itu benar-benar. Tidak ada alasan untuk meragukan itu karena itu berasal dari janji Tuhan sendiri. Karenanya imani dan percayalah akan hal itu. Jadi intinya, untuk mematahkan dakwaan iblis, kita harus mengakui dosa dan segera bertobat. Jika itu kita lakukan, tidak ada alasan lagi bagi iblis untuk mendakwa kita, karena kita sudah mengakuinya dan sudah diampuni.
Bukti jelas tertulis dalam ayat ini "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Dosa semerah kirmizi bisa putih seputih salju, semerah kain kesumba sekalipun bisa seputih bulu domba. (Yesaya 1:18).
Ingatlah syaratnya adalah mengakui dosa, karena bagaimana Tuhan mengampuni jika kita tetap menyimpan dosa di dalam diri kita? Dosa yang tidak diakui akan merintangi dan merusak hubungan antara kita dengan Tuhan. Dan itupun sudah diingatkan pada kita dalam Alkitab. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar;tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (59:1-2).
Sebagai manusia kita tentu tidak luput dari berbuat kesalahan. Tapi itu bukan berarti bahwa kita boleh membiarkan berbagai kesalahan terus terjadi dan memakai alasan kita manusia yang lemah sebagai pembenaran. Kita harus mengawasi betul masuknya dosa, dan jika sudah terlanjur terjadi, segeralah bereskan, baik langsung kepada orang yang bersangkutan terlebih dengan mengakuinya di depan Tuhan dan memohon pengampunan. Lalu alangkah baiknya apabila pengalaman kita itu bisa pula kita angkat sebagai kesaksian bagi banyak orang. Bukankah Wahyu 12:11 mengatakan bahwa iblis dikalahkan oleh darah anak domba dan oleh kesaksian kita?
Jangan pernah ragu akan pengampunan Tuhan. "Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya,yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian." (Efesus 1:7). Kita memilki Allah yang luar biasa yang sangat ingin kita diselamatkan. Dan untuk itulah Yesus turun ke dunia untuk menebus dosa-dosa manusia. Jika kita berbuat dosa, segeralah berbalik pada Tuhan, mohon pengampunan lalu hiduplah dalam terang. "Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa." (1 Yohanes 1:7). Jika anda masih merasa dakwaan iblis seakan membelenggu anda, katakanlah segera bahwa anda telah mengakui segalanya dan menerima pengampunan dari Yesus. Bebaslah dari dakwaan iblis, dan bertumbuhlah dalam iman akan Kristus.
Iblis tidak bisa mendakwa dosa yang sudah kita buka dan sudah diampuni
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===============
"...Satan (the adversary and the accuser)..." (English AMP)
Selama saya melayani saya sudah bertemu dengan banyak orang yang sulit maju akibat masih terikat oleh dosa yang pernah mereka lakukan di masa lalu. Bagai kakinya terbelenggu oleh beban berat mereka tidak bisa melangkah dan terus duduk di kursi terdakwa, menjadi tertuduh. Tertuduh? Siapa yang menuduh? Masyarakat atau orang disekitarnya bisa menjadi salah satu sumber datangnya masalah ini, tapi selain itu seringkali pula orang terus merasa tertuduh oleh si jahat. Seperti ada saja yang terus mengarahkan telunjuknya ke arah kita, terus mendera perasaan kita dengan rasa bersalah yang tidak kunjung selesai, meski mereka sudah menjalani hukuman atau bahkan menyesali perbuatannya dan bertobat.
Betapa banyaknya orang yang sulit bangkit dari masa lalu yang buruk. Mereka terus dihantui masa lalu mereka dan tidak yakin mereka bisa mendapat pengampunan karena merasa apa yang mereka perbuat dahulu sangatlah buruk. Mereka ini terus menerus dicekam rasa takut meski ia sudah menyadari kesalahannya di waktu lampau dan bertobat. Perasaan seperti ini mungkin banyak dialami orang, bahkan masih banyak dirasakan diantara orang-orang percaya sekalipun yang sudah menjaga hidupnya. Mereka seolah memanggul beban berat, atau kakinya ditambatkan pada batu besar. Setiap hari mereka menjalani setiap langkah dengan perasaan tertuduh.
Pola seperti ini ternyata sangat disukai oleh iblis. Iblis selalu berupaya mencegah atau menghalangi pertumbuhan iman kita dan akan terus berusaha menggagalkan kita dari semua janji yang sudah diberikan Tuhan. Dan salah satu cara yang terbukti paling efektif adalah dengan mempergunakan pola menuduh atau mendakwa kita lewat kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan di masa lalu.
Di Alkitab, iblis dikatakan sebagai pendusta dan bapa segala dusta. (Yohanes 8:44). Dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan "a liar and the father of lies and all that is false." Iblis memang tukang tipu kawakan yang ulung. Betapa sering kita terperdaya oleh tipu muslihatnya. Dan itu sudah terjadi sejak awal, seperti yang dialami oleh Adam dan Hawa. Selain sebagai bapa segala dusta, iblis juga disebut sebagai penuduh atau pendakwa. Ini bisa kita lihat dalam awal kisah Ayub, yaitu dalam pasal 1 ayat 12. Dalam Alkitab versi Terjemahan Baru yang kita pakai memang tidak disebutkan demikian, tapi lihatlah versi English amplified-nya. Disana ada penekanan di depan kata iblis yang ditulis dalam tanda kurung, dimana iblis disebutkan sebagai "the adversary and the accuser". Dalam bahasa Indonesia berarti "musuh dan pendakwa/penuduh". Inilah salah satu metode kerja iblis. Dia terus berusaha melemahkan kita. Mengapa? Karena iblis tidak ingin kita diselamatkan dan ingin kita binasa. Iblis akan terus berusaha mendakwa atau menuduh kita sampai kita putus asa dan semakin lama semakin jatuh dalam rasa bersalah. Yang dipakai untuk mendakwa adalah dosa kita. Kita terus dibuat seperti tertuduh. Kesalahan-kesalahan kita terus diingatkan dan kita dibuat berpikir seolah-olah kita tidak dan tidak akan pernah layak untuk bisa menerima pengampunan dan keselamatan.
Dosa-dosa yang belum kita bereskan secara total sering menjadi pintu masuknya tuduhan si jahat ini. Maka untuk membungkam dan mematahkan tuduhan iblis, kita harus segera mengakui dosa kita. Begitu kita mengakui dosa kita dan memohon ampun, saat itu pula Allah mengampuni kita. Kita harus menyadari hal itu benar-benar. Tidak ada alasan untuk meragukan itu karena itu berasal dari janji Tuhan sendiri. Karenanya imani dan percayalah akan hal itu. Jadi intinya, untuk mematahkan dakwaan iblis, kita harus mengakui dosa dan segera bertobat. Jika itu kita lakukan, tidak ada alasan lagi bagi iblis untuk mendakwa kita, karena kita sudah mengakuinya dan sudah diampuni.
Bukti jelas tertulis dalam ayat ini "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Dosa semerah kirmizi bisa putih seputih salju, semerah kain kesumba sekalipun bisa seputih bulu domba. (Yesaya 1:18).
Ingatlah syaratnya adalah mengakui dosa, karena bagaimana Tuhan mengampuni jika kita tetap menyimpan dosa di dalam diri kita? Dosa yang tidak diakui akan merintangi dan merusak hubungan antara kita dengan Tuhan. Dan itupun sudah diingatkan pada kita dalam Alkitab. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar;tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (59:1-2).
Sebagai manusia kita tentu tidak luput dari berbuat kesalahan. Tapi itu bukan berarti bahwa kita boleh membiarkan berbagai kesalahan terus terjadi dan memakai alasan kita manusia yang lemah sebagai pembenaran. Kita harus mengawasi betul masuknya dosa, dan jika sudah terlanjur terjadi, segeralah bereskan, baik langsung kepada orang yang bersangkutan terlebih dengan mengakuinya di depan Tuhan dan memohon pengampunan. Lalu alangkah baiknya apabila pengalaman kita itu bisa pula kita angkat sebagai kesaksian bagi banyak orang. Bukankah Wahyu 12:11 mengatakan bahwa iblis dikalahkan oleh darah anak domba dan oleh kesaksian kita?
Jangan pernah ragu akan pengampunan Tuhan. "Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya,yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian." (Efesus 1:7). Kita memilki Allah yang luar biasa yang sangat ingin kita diselamatkan. Dan untuk itulah Yesus turun ke dunia untuk menebus dosa-dosa manusia. Jika kita berbuat dosa, segeralah berbalik pada Tuhan, mohon pengampunan lalu hiduplah dalam terang. "Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa." (1 Yohanes 1:7). Jika anda masih merasa dakwaan iblis seakan membelenggu anda, katakanlah segera bahwa anda telah mengakui segalanya dan menerima pengampunan dari Yesus. Bebaslah dari dakwaan iblis, dan bertumbuhlah dalam iman akan Kristus.
Iblis tidak bisa mendakwa dosa yang sudah kita buka dan sudah diampuni
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, August 24, 2015
Jesus Friend of Sinners (2)
(sambungan)
Mari kita lihat sebuah fakta menarik. Kisah orang sakit ini sesungguhnya berbeda dengan beberapa kisah mengenai mukjizat kesembuhan yang hadir di beberapa kejadian lain, seperti kisah anak Yairus yang dibangkitkan dan seorang perempuan yang sakit pendarahan (Markus 5:21-43), kisah Yesus menyembuhkan orang kusta (Matius 8:1-4), menyembuhkan hamba seorang perwira Kapernaum (Matius 8:5-13) dan sebagainya. Secara sepintas semuanya berbicara tentang turunnya mukjizat kesembuhan yang dilakukan Yesus. Tapi ada hal yang berbeda dengan pria lanjut usia di Betesda. Dalam kisah-kisah anak Yairus, wanita yang sakit pendarahan, orang kusta, hamba perwira Kapernaum dan lain-lain, semua penderita sudah mengenal siapa Yesus dan iman mereka akan Yesus membawa mereka kepada mukjizat kesembuhan. Tapi orang sakit di kolam Betesda ini beda kasus. Ia sama sekali tidak mengenal Yesus, dan ia pun termasuk orang berdosa. Dan itu jelas tertulis di Alkitab. "Tetapi orang yang baru sembuh itu tidak tahu siapa orang itu, sebab Yesus telah menghilang ke tengah-tengah orang banyak di tempat itu." (ay 13). Dia tidak mengenal siapa Yesus, tetapi Yesus datang kepadanya. Apa yang membuat Yesus bersedia datang menjumpainya? Saya yakin, kegigihannya yang terus penuh dengan pengharapan mengundang Yesus untuk hadir disana. Dan itulah yang terjadi. Yesus datang kepadaNya dan menyembuhkan dirinya secara total dalam seketika.
Dari kisah ini kita bisa mengetahui bahwa Yesus tidak pernah memusuhi orang berdosa. Justru sebaliknya, Dia mengasihi orang-orang seperti ini. Dia mengasihi anda dan saya, yang setiap hari tidak luput dari dosa. Dia datang dan melakukan karya penebusan dengan mengorbankan DiriNya sendiri buat kita. Satu hal lagi, kesungguhan dan pengharapan kita tidak akan pernah sia-sia di mataNya.
Apa yang terjadi di kolam Betesda tepat seperti apa yang dikatakan Yesus pula mengenai kedatanganNya turun ke dunia ini seperti yang telah saya singgung kemarin. "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit." (Matius 9:12), "..karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (ay 13) dan "..sebab Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya." (Yohanes 12:47). Yesus justru datang ke dunia ini untuk menyelamatkan domba-domba yang hilang. Dia mengasihi kita orang-orang berdosa dengan sepenuhnya. Meski dunia mungkin memusuhi, meski dunia terus menuduh dan menyingkirkan, tetapi Tuhan yang penuh kasih akan selalu merindukan kita untuk kembali kepadaNya. Tidak hanya menunggu, tetapi Tuhan pun rela bersikap pro-aktif untuk terjun langsung mendatangi dan menjamah kita, orang berdosa. Seperti itulah gambaran kasih Allah yang begitu besar terhadap kita.
Kesembuhan hadir kepada orang yang sudah 38 tahun menderita sakit akibat dosa. Tidak saja mukjizat kesembuhan, tetapi Tuhan telah berjanji siap untuk "memutihkan" segala dosa kita (Yesaya 1:18). Dia siap untuk menghapus dan melupakan dosa-dosa kita (Yesaya 43:25), bahkan "oleh kasih karunia kita telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:24). Dan Firman Tuhan juga berkata: "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9).
Dari kisah orang sakit di kolam Betesda ini kita bisa melihat bagaimana besarnya kasih Allah terhadap kita, dan setiap saat Dia siap untuk hadir dan memulihkan kita, tidak peduli sebesar apapun dosa yang pernah kita perbuat. Tetap ingat bahwa Yesus adalah sahabat orang berdosa, Dia mengasihi orang-orang berdosa dan siap memulihkan hidup orang berdosa. Jika di antara anda ada yang terus menghadapi penolakan atau terus merasa dihakimi oleh beban dosa di masa lalu, jangan putus asa dan kehilangan harapan. Tuhan tidak pernah melupakan atau membenci diri anda. Ijinkan Yesus hadir dalam diri anda hari ini juga dan mulailah hidup baru, hidup yang sepenuhnya merdeka dari jerat kutuk dan dosa.
Yesus membenci dosa, tetapi mengasihi orang yang berdosa
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Mari kita lihat sebuah fakta menarik. Kisah orang sakit ini sesungguhnya berbeda dengan beberapa kisah mengenai mukjizat kesembuhan yang hadir di beberapa kejadian lain, seperti kisah anak Yairus yang dibangkitkan dan seorang perempuan yang sakit pendarahan (Markus 5:21-43), kisah Yesus menyembuhkan orang kusta (Matius 8:1-4), menyembuhkan hamba seorang perwira Kapernaum (Matius 8:5-13) dan sebagainya. Secara sepintas semuanya berbicara tentang turunnya mukjizat kesembuhan yang dilakukan Yesus. Tapi ada hal yang berbeda dengan pria lanjut usia di Betesda. Dalam kisah-kisah anak Yairus, wanita yang sakit pendarahan, orang kusta, hamba perwira Kapernaum dan lain-lain, semua penderita sudah mengenal siapa Yesus dan iman mereka akan Yesus membawa mereka kepada mukjizat kesembuhan. Tapi orang sakit di kolam Betesda ini beda kasus. Ia sama sekali tidak mengenal Yesus, dan ia pun termasuk orang berdosa. Dan itu jelas tertulis di Alkitab. "Tetapi orang yang baru sembuh itu tidak tahu siapa orang itu, sebab Yesus telah menghilang ke tengah-tengah orang banyak di tempat itu." (ay 13). Dia tidak mengenal siapa Yesus, tetapi Yesus datang kepadanya. Apa yang membuat Yesus bersedia datang menjumpainya? Saya yakin, kegigihannya yang terus penuh dengan pengharapan mengundang Yesus untuk hadir disana. Dan itulah yang terjadi. Yesus datang kepadaNya dan menyembuhkan dirinya secara total dalam seketika.
Dari kisah ini kita bisa mengetahui bahwa Yesus tidak pernah memusuhi orang berdosa. Justru sebaliknya, Dia mengasihi orang-orang seperti ini. Dia mengasihi anda dan saya, yang setiap hari tidak luput dari dosa. Dia datang dan melakukan karya penebusan dengan mengorbankan DiriNya sendiri buat kita. Satu hal lagi, kesungguhan dan pengharapan kita tidak akan pernah sia-sia di mataNya.
Apa yang terjadi di kolam Betesda tepat seperti apa yang dikatakan Yesus pula mengenai kedatanganNya turun ke dunia ini seperti yang telah saya singgung kemarin. "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit." (Matius 9:12), "..karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (ay 13) dan "..sebab Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya." (Yohanes 12:47). Yesus justru datang ke dunia ini untuk menyelamatkan domba-domba yang hilang. Dia mengasihi kita orang-orang berdosa dengan sepenuhnya. Meski dunia mungkin memusuhi, meski dunia terus menuduh dan menyingkirkan, tetapi Tuhan yang penuh kasih akan selalu merindukan kita untuk kembali kepadaNya. Tidak hanya menunggu, tetapi Tuhan pun rela bersikap pro-aktif untuk terjun langsung mendatangi dan menjamah kita, orang berdosa. Seperti itulah gambaran kasih Allah yang begitu besar terhadap kita.
Kesembuhan hadir kepada orang yang sudah 38 tahun menderita sakit akibat dosa. Tidak saja mukjizat kesembuhan, tetapi Tuhan telah berjanji siap untuk "memutihkan" segala dosa kita (Yesaya 1:18). Dia siap untuk menghapus dan melupakan dosa-dosa kita (Yesaya 43:25), bahkan "oleh kasih karunia kita telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:24). Dan Firman Tuhan juga berkata: "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9).
Dari kisah orang sakit di kolam Betesda ini kita bisa melihat bagaimana besarnya kasih Allah terhadap kita, dan setiap saat Dia siap untuk hadir dan memulihkan kita, tidak peduli sebesar apapun dosa yang pernah kita perbuat. Tetap ingat bahwa Yesus adalah sahabat orang berdosa, Dia mengasihi orang-orang berdosa dan siap memulihkan hidup orang berdosa. Jika di antara anda ada yang terus menghadapi penolakan atau terus merasa dihakimi oleh beban dosa di masa lalu, jangan putus asa dan kehilangan harapan. Tuhan tidak pernah melupakan atau membenci diri anda. Ijinkan Yesus hadir dalam diri anda hari ini juga dan mulailah hidup baru, hidup yang sepenuhnya merdeka dari jerat kutuk dan dosa.
Yesus membenci dosa, tetapi mengasihi orang yang berdosa
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, August 23, 2015
Jesus Friend of Sinners (1)
Ayat bacaan: Yohanes 5:6,13
=========================
"Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: "Maukah engkau sembuh?"...Tetapi orang yang baru sembuh itu tidak tahu siapa orang itu, sebab Yesus telah menghilang ke tengah-tengah orang banyak di tempat itu."
Ada banyak orang mengira bahwa dosanya sudah terlalu banyak atau berat untuk diampuni. Menurut mereka kesempatannya sudah tertutup, dan mereka pun hidup sebagai tertuduh yang selalu menjadi salah satu celah yang dipakai iblis untuk menjauhkan kita dari kasih karunia. Ada yang menghadapi penolakan, disingkirkan, dibuang, diabaikan, dilupakan. Lalu yang sering terjadi, hidup tertolak membuat orang lupa bahwa di atas segalanya, ada Tuhan yang tidak pernah menolak siapapun yang mau meninggalkan jalan-jalan mereka yang salah dan kembali kepadaNya. Tuhan selalu siap membuka tanganNya menyambut kita dengan penuh sukacita kapanpun kita memutuskan untuk berbalik arah dan kembali kepadaNya. Bahkan Tuhan tidak hanya diam menanti, tapi juga bersikap proaktif dengan mengambil inisiatif mendatangi kita dan mengajak kita untuk berbalik kembali kepadaNya. Apakah benar seperti itu? Tentu saja. Itu yang akan saya bagikan hari ini lewat kunjungan Yesus ke kolam Betesda.
Kisah menarik mengenai kemunculan Yesus di kolam Betesda yang tertulis dalam Injil Yohanes 5:1-18. Ada sebuah kolam yang diberi nama Betesda (yang berarti Kasih Karunia) bertempat di Yerusalem. Kolam ini berfungsi sebagai sebuah tempat dimana orang-orang sakit bisa mengalami kesembuhan. Di sana dikatakan bahwa ada waktu-waktu di mana malaikat Tuhan akan turun dan mengguncangkan air di dalam kolam itu, dan jika orang yang pertama sekali masuk kesana ketika air itu tengah berguncang, maka penyakit apapun yang ia derita akan segera sembuh. Bisa dibayangkan disana ada banyak sekali orang sakit yang akan segera berlomba-lomba untuk menceburkan diri ke dalam kolam itu begitu airnya berguncang, agar mereka bisa disembuhkan dari sakit penyakit yang diderita.
Pada suatu hari disana terdapat seorang pria yang sudah 38 tahun lamanya menderita sakit. Tidak dicatat sudah berapa lama ia berada di sana, tapi dari perkataannya kita bisa menduga bahwa ia sudah cukup lama berusaha dan terus berharap, meski itu rasanya mustahil mengingat ada begitu banyak orang yang akan saling mendahului agar bisa sembuh. Itu terlihat dari jawabannya ketika mendapat pertanyaan dari Yesus yang tiba-tiba datang mengunjungi dirinya di salah satu serambi dekat kolam Betesda. "Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: "Maukah engkau sembuh?" (ay 6) Perhatikan bahwa Yesuslah yang mengambil inisiatif mendatanginya. Pria itu kemudian berkata: "Bapak, tidak ada orang di sini untuk memasukkan saya ke dalam kolam waktu airnya bergoncang. Dan sementara saya menuju ke kolam, orang lain sudah masuk lebih dahulu."(ay 7:BIS).
Nobody cares about him. Semua orang hanya mementingkan dirinya sendiri dan kemudian berlalu ketika mereka sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Ada seorang pria tua yang sudah puluhan tahun menderita sakit? Apa urusannya dengan saya? Yang penting urusan saya beres, buat apa repot mengurusi orang. Seperti itu kira-kira pikiran mereka yang ada disana. Lalu apa yang terjadi selanjutnya? Yesus menyembuhkan orang itu secara langsung, tanpa perlu repot-repot berebutan untuk menceburkan diri lagi ke kolam. Ia sembuh seketika! Dan Yesus berpesan kepadanya: "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk." (ay 14).
Ada begitu banyak pelajaran yang bisa kita peroleh dari kisah singkat ini. Kemarin kisah yang sama saya pakai untuk menunjukkan contoh sifat manusia yang lebih cenderung cari selamat sendiri. Untuk hari ini mari kita lihat dari sisi sikap proaktif Tuhan dalam menjangkau manusia. Pria itu bukanlah menderita sakit sejak lahir. Yang kita tahu adalah bahwa ia sudah menderita sakit selama 38 tahun lamanya. Dan dari ayat 14 kita bisa mengetahui bahwa penyakit itu timbul akibat dosa yang pernah ia lakukan di masa lalu. Ia pun tengah berada di depan kolam yang dipercaya bisa memberikan kesembuhan, namun tidak kunjung mendapatkan kesempatan karena terus kalah bersaing dengan banyak orang yang sakitnya tidak separah dia. Tapi lihatlah Yesus hadir di sana, khusus untuk dirinya! Hal lain yang perlu diketahui, orang yang ada disana merupakan orang yang disisihkan. Ia tidak kunjung mendapat kesempatan untuk beroleh kesembuhan di kolam Betesda, tapi secara khusus Yesus menjumpai dan menyembuhkannya.
(bersambung)
=========================
"Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: "Maukah engkau sembuh?"...Tetapi orang yang baru sembuh itu tidak tahu siapa orang itu, sebab Yesus telah menghilang ke tengah-tengah orang banyak di tempat itu."
Kisah menarik mengenai kemunculan Yesus di kolam Betesda yang tertulis dalam Injil Yohanes 5:1-18. Ada sebuah kolam yang diberi nama Betesda (yang berarti Kasih Karunia) bertempat di Yerusalem. Kolam ini berfungsi sebagai sebuah tempat dimana orang-orang sakit bisa mengalami kesembuhan. Di sana dikatakan bahwa ada waktu-waktu di mana malaikat Tuhan akan turun dan mengguncangkan air di dalam kolam itu, dan jika orang yang pertama sekali masuk kesana ketika air itu tengah berguncang, maka penyakit apapun yang ia derita akan segera sembuh. Bisa dibayangkan disana ada banyak sekali orang sakit yang akan segera berlomba-lomba untuk menceburkan diri ke dalam kolam itu begitu airnya berguncang, agar mereka bisa disembuhkan dari sakit penyakit yang diderita.
Pada suatu hari disana terdapat seorang pria yang sudah 38 tahun lamanya menderita sakit. Tidak dicatat sudah berapa lama ia berada di sana, tapi dari perkataannya kita bisa menduga bahwa ia sudah cukup lama berusaha dan terus berharap, meski itu rasanya mustahil mengingat ada begitu banyak orang yang akan saling mendahului agar bisa sembuh. Itu terlihat dari jawabannya ketika mendapat pertanyaan dari Yesus yang tiba-tiba datang mengunjungi dirinya di salah satu serambi dekat kolam Betesda. "Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: "Maukah engkau sembuh?" (ay 6) Perhatikan bahwa Yesuslah yang mengambil inisiatif mendatanginya. Pria itu kemudian berkata: "Bapak, tidak ada orang di sini untuk memasukkan saya ke dalam kolam waktu airnya bergoncang. Dan sementara saya menuju ke kolam, orang lain sudah masuk lebih dahulu."(ay 7:BIS).
Nobody cares about him. Semua orang hanya mementingkan dirinya sendiri dan kemudian berlalu ketika mereka sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Ada seorang pria tua yang sudah puluhan tahun menderita sakit? Apa urusannya dengan saya? Yang penting urusan saya beres, buat apa repot mengurusi orang. Seperti itu kira-kira pikiran mereka yang ada disana. Lalu apa yang terjadi selanjutnya? Yesus menyembuhkan orang itu secara langsung, tanpa perlu repot-repot berebutan untuk menceburkan diri lagi ke kolam. Ia sembuh seketika! Dan Yesus berpesan kepadanya: "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk." (ay 14).
Ada begitu banyak pelajaran yang bisa kita peroleh dari kisah singkat ini. Kemarin kisah yang sama saya pakai untuk menunjukkan contoh sifat manusia yang lebih cenderung cari selamat sendiri. Untuk hari ini mari kita lihat dari sisi sikap proaktif Tuhan dalam menjangkau manusia. Pria itu bukanlah menderita sakit sejak lahir. Yang kita tahu adalah bahwa ia sudah menderita sakit selama 38 tahun lamanya. Dan dari ayat 14 kita bisa mengetahui bahwa penyakit itu timbul akibat dosa yang pernah ia lakukan di masa lalu. Ia pun tengah berada di depan kolam yang dipercaya bisa memberikan kesembuhan, namun tidak kunjung mendapatkan kesempatan karena terus kalah bersaing dengan banyak orang yang sakitnya tidak separah dia. Tapi lihatlah Yesus hadir di sana, khusus untuk dirinya! Hal lain yang perlu diketahui, orang yang ada disana merupakan orang yang disisihkan. Ia tidak kunjung mendapat kesempatan untuk beroleh kesembuhan di kolam Betesda, tapi secara khusus Yesus menjumpai dan menyembuhkannya.
(bersambung)
Saturday, August 22, 2015
Cari Selamat Sendiri (2)
(sambungan)
Sikap seperti itu tidaklah diinginkan oleh Tuhan. Kita diselamatkan untuk menyelamatkan. Karena itulah Yesus sendiri memberi Amanat Agung yang bisa kita baca dalam Matius 28:18-20. Sikap mementingkan diri sendiri sama sekali tidak menggambarkan pribadi Allah, dan itu pun tidak sesuai dengan perintah agar kita bisa menjadi terang dan garam di dunia ini.
Jika kita melihat bagaimana cara hidup jemaat mula-mula seperti yang tertulis dalam kitab Kisah Para Rasul, kita akan melihat sendiri betapa cara hidup kita saat ini begitu jauh melenceng dari sikap mereka. Jemaat mula-mula memiliki kepedulian yang besar terhadap saudara-saudara mereka. Alkitab menyatakannya seperti ini: "Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing." (Kisah Para Rasul 2:44-45). Dan hal ini kemudian diulangi lagi dalam Pasal berikutnya. "Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama" (4:32). Tidak heran jika dikatakan "tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka" (ay 34), dan dengan demikian Tuhan berkenan dan terus menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. (2:47).
Bayangkan jika semua orang percaya memiliki sikap seperti itu, saya yakin bangsa ini akan jauh lebih baik. Kita akan melihat kebangunan rohani dan pemulihan secara besar-besaran. Kita akan melihat dunia dengan tatanan yang lebih baik dan harmonis. Selama sikap mementingkan diri sendiri masih menjadi bagian dalam hidup kita, maka jangan berharap kita mampu melihat hal tersebut. Yesus sendiri menginginkan kita untuk mengasihi sesama kita seperti halnya Dia sendiri mengasihi kita. "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Dan dengan jelas ayat selanjutnya mengatakan bahwa saling mengasihi akan (seharusnya) menjadi lambang bahwa kita adalah murid-muridNya. Bukankah hal sebaliknya yang terjadi apabila kita yang mengaku murid Kristus malah saling cari selamat sendiri? Orang jelas akan mendapat gambaran yang salah dari Kristus, dan itu sangatlah menyedihkan saat dilakukan oleh orang-orang yang notabene sudah menerima keselamatan daripadaNya.
Paulus mengingatkan kita seperti ini: "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." (Galatia 6:2). Yohanes pun mengingatkan hal yang sama: "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17). Ya, bagaimana kita bisa mengaku sebagai anak-anak Allah yang memiliki kasih Allah dalam diri kita jika kita masih berhitung untung rugi dalam membantu sesama kita? Bagaimana kita bisa memproklamirkan diri sebagai pengikut Kristus jika kita masih tega berdiam diri melihat orang-orang yang ditimpa kesulitan? Itu bukan gambaran anak-anak Tuhan seperti yang Dia kehendaki.
Oleh karena itu, mari kita hari ini lebih peka terhadap kesulitan saudara-saudara kita, tanpa memandang siapa mereka dan dari mana mereka berasal. Dunia melakukan pengkotak-kotakan, kita tidak boleh melakukan itu. Ingatlah bahwa Tuhan mengasihi mereka semua, sama seperti Tuhan mengasihi kita, dan kita diminta untuk mau berempati dan menolong mereka sebesar-besar kemampuan kita.
Perhatikan sekeliling anda, adakah orang yang tengah kesulitan? Jika ada, mengapa tidak mulai mengulurkan tangan dan menyampaikan kasih Kristus kepada mereka saat ini juga?
Cari selamat sendiri bukanlah bagian dari sikap saling mengasihi yang seharusnya ada pada kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sikap seperti itu tidaklah diinginkan oleh Tuhan. Kita diselamatkan untuk menyelamatkan. Karena itulah Yesus sendiri memberi Amanat Agung yang bisa kita baca dalam Matius 28:18-20. Sikap mementingkan diri sendiri sama sekali tidak menggambarkan pribadi Allah, dan itu pun tidak sesuai dengan perintah agar kita bisa menjadi terang dan garam di dunia ini.
Jika kita melihat bagaimana cara hidup jemaat mula-mula seperti yang tertulis dalam kitab Kisah Para Rasul, kita akan melihat sendiri betapa cara hidup kita saat ini begitu jauh melenceng dari sikap mereka. Jemaat mula-mula memiliki kepedulian yang besar terhadap saudara-saudara mereka. Alkitab menyatakannya seperti ini: "Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing." (Kisah Para Rasul 2:44-45). Dan hal ini kemudian diulangi lagi dalam Pasal berikutnya. "Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama" (4:32). Tidak heran jika dikatakan "tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka" (ay 34), dan dengan demikian Tuhan berkenan dan terus menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. (2:47).
Bayangkan jika semua orang percaya memiliki sikap seperti itu, saya yakin bangsa ini akan jauh lebih baik. Kita akan melihat kebangunan rohani dan pemulihan secara besar-besaran. Kita akan melihat dunia dengan tatanan yang lebih baik dan harmonis. Selama sikap mementingkan diri sendiri masih menjadi bagian dalam hidup kita, maka jangan berharap kita mampu melihat hal tersebut. Yesus sendiri menginginkan kita untuk mengasihi sesama kita seperti halnya Dia sendiri mengasihi kita. "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Dan dengan jelas ayat selanjutnya mengatakan bahwa saling mengasihi akan (seharusnya) menjadi lambang bahwa kita adalah murid-muridNya. Bukankah hal sebaliknya yang terjadi apabila kita yang mengaku murid Kristus malah saling cari selamat sendiri? Orang jelas akan mendapat gambaran yang salah dari Kristus, dan itu sangatlah menyedihkan saat dilakukan oleh orang-orang yang notabene sudah menerima keselamatan daripadaNya.
Paulus mengingatkan kita seperti ini: "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." (Galatia 6:2). Yohanes pun mengingatkan hal yang sama: "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17). Ya, bagaimana kita bisa mengaku sebagai anak-anak Allah yang memiliki kasih Allah dalam diri kita jika kita masih berhitung untung rugi dalam membantu sesama kita? Bagaimana kita bisa memproklamirkan diri sebagai pengikut Kristus jika kita masih tega berdiam diri melihat orang-orang yang ditimpa kesulitan? Itu bukan gambaran anak-anak Tuhan seperti yang Dia kehendaki.
Oleh karena itu, mari kita hari ini lebih peka terhadap kesulitan saudara-saudara kita, tanpa memandang siapa mereka dan dari mana mereka berasal. Dunia melakukan pengkotak-kotakan, kita tidak boleh melakukan itu. Ingatlah bahwa Tuhan mengasihi mereka semua, sama seperti Tuhan mengasihi kita, dan kita diminta untuk mau berempati dan menolong mereka sebesar-besar kemampuan kita.
Perhatikan sekeliling anda, adakah orang yang tengah kesulitan? Jika ada, mengapa tidak mulai mengulurkan tangan dan menyampaikan kasih Kristus kepada mereka saat ini juga?
Cari selamat sendiri bukanlah bagian dari sikap saling mengasihi yang seharusnya ada pada kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, August 21, 2015
Cari Selamat Sendiri (1)
Ayat bacaan:Yohanes 5:7
======================
"Jawab orang sakit itu kepada-Nya: "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku."
Para koruptor malah merupakan orang-orang yang sebenarnya masih kaya tapi tetap saja merasa kurang banyak. Bahkan mereka rata-rata sudah berada sebelum melakukan korupsi. Mengemplang hak orang lain lewat cara-cara curang jelas merugikan banyak orang dan hanya menguntungkan pribadi atau golongan, tetapi itu tega dilakukan semata-mata karena ketamakan dan berpusat pada kepentingan diri sendiri. Semakin lama semakin banyak orang yang tidak lagi punya empati. Manusia berubah menjadi individu-individu yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan tidak lagi peduli terhadap nasib orang lain. Jangankan membantu, kata-kata yang tajam dan kasar pun tanpa rasa bersalah dilayangkan kepada orang yang sedang berada dalam kesusahan.
Sebagian besar orang selalu merasa kekurangan dan tidak pernah merasa cukup. Mereka cenderung menimbun dan menimbun dan merasa rugi untuk menabur. Mereka terus mengejar harta dan tidak lagi tahu bersyukur. Kalau kita peduli, sebenarnya ada begitu banyak masalah di sekitar kita. Ada banyak orang yang butuh bantuan di sekeliling kita, ada banyak yang masih harus dibereskan. Seandainya saja orang-orang percaya mengikuti apa yang disuarakan Kristus mengenai saling tolong menolong, kalau saja kita mengimani betul bagaimana kasih Allah, maka rasanya jumlah orang yang menderita bisa menurun dengan sangat drastis dan bangsa bisa menjadi lebih makmur. Benar, merupakan salah satu pekerjaan rumah pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya. Tapi apakah benar kita tidak punya peran disana?
Dalam hal kerohanian pun begitu. Kita semua ingin selamat, tidak satupun dari kita yang ingin berakhir dalam siksaan kekal, namun berapa banyak di antara kita yang peduli kepada nasib begitu banyak saudara-saudara kita lainnya? Sikap cari selamat sendiri kalau perlu mengorbankan orang lain jauh lebih populer dibandingkan berkorban untuk orang lain. Nanti dulu soal berkorban, untuk hidup menikmati hak sendiri tanpa merampok hak orang lain pun sudah semakin sulit untuk dilakukan. Itu pola pikir dunia yang sayangnya sudah merasuk orang-orang percaya. Padahal itu bukanlah sebuah sikap yang diinginkan oleh Tuhan dari anak-anakNya.
Akan hal ini, ada sebuah kisah dari perjalanan Yesus di muka bumi yang menarik untuk disimak. Mari kita lihat lagi kisah kedatangan Yesus ke kolam Betesda dalam Yohanes 5:1-18. Kolam Betesda adalah tempat dimana orang-orang sakit bisa berharap untuk disembuhkan. Ada malaikat-malaikat yang muncul sewaktu-waktu di sana, dan begitu air diguncangkan oleh para malaikat itu, maka orang sakit yang pertama kali masuk menceburkan diri ke kolam akan sembuh, apapun penyakitnya. Tidaklah heran jika ada begitu banyak orang sakit berada di setiap sisi lokasi, baik di serambi atau koridor yang menuju ke kolam. Dari kisah ini kita bisa mengetahui bahwa sifat mementingkan diri sendiri atau cari selamat sendiri sebenarnya sudah berlangsung sejak dahulu kala.
Pada saat itu ada seorang yang sudah mengalami sakit selam 38 tahun lamanya (ay 5). Yesus yang berada disana kemudian menemuinya seraya bertanya, "Maukah engkau sembuh?" (ay 6). Lihatlah bagaimana jawaban orang tersebut: "Jawab orang sakit itu kepada-Nya: "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku." (ay 7). Seperti itulah manusia pada umumnya, yang hanya peduli kepada keselamatan diri sendiri tanpa mau memikirkan orang lain. Apa yang terjadi jika ada yang sembuh? Sepertinya mereka akan langsung pulang tanpa mempedulikan orang lain yang menderita disana. Mengapa tidak bergantian saja? Bukankah kegembiraan setelah disembuhkan seharusnya menggerakkan orang untuk menolong sesamanya? Ternyata tidak. Yang penting diri selamat, yang lain ya urus sendiri saja. Itulah gambaran sifat banyak orang.
(bersambung)
======================
"Jawab orang sakit itu kepada-Nya: "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku."
Para koruptor malah merupakan orang-orang yang sebenarnya masih kaya tapi tetap saja merasa kurang banyak. Bahkan mereka rata-rata sudah berada sebelum melakukan korupsi. Mengemplang hak orang lain lewat cara-cara curang jelas merugikan banyak orang dan hanya menguntungkan pribadi atau golongan, tetapi itu tega dilakukan semata-mata karena ketamakan dan berpusat pada kepentingan diri sendiri. Semakin lama semakin banyak orang yang tidak lagi punya empati. Manusia berubah menjadi individu-individu yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan tidak lagi peduli terhadap nasib orang lain. Jangankan membantu, kata-kata yang tajam dan kasar pun tanpa rasa bersalah dilayangkan kepada orang yang sedang berada dalam kesusahan.
Sebagian besar orang selalu merasa kekurangan dan tidak pernah merasa cukup. Mereka cenderung menimbun dan menimbun dan merasa rugi untuk menabur. Mereka terus mengejar harta dan tidak lagi tahu bersyukur. Kalau kita peduli, sebenarnya ada begitu banyak masalah di sekitar kita. Ada banyak orang yang butuh bantuan di sekeliling kita, ada banyak yang masih harus dibereskan. Seandainya saja orang-orang percaya mengikuti apa yang disuarakan Kristus mengenai saling tolong menolong, kalau saja kita mengimani betul bagaimana kasih Allah, maka rasanya jumlah orang yang menderita bisa menurun dengan sangat drastis dan bangsa bisa menjadi lebih makmur. Benar, merupakan salah satu pekerjaan rumah pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya. Tapi apakah benar kita tidak punya peran disana?
Dalam hal kerohanian pun begitu. Kita semua ingin selamat, tidak satupun dari kita yang ingin berakhir dalam siksaan kekal, namun berapa banyak di antara kita yang peduli kepada nasib begitu banyak saudara-saudara kita lainnya? Sikap cari selamat sendiri kalau perlu mengorbankan orang lain jauh lebih populer dibandingkan berkorban untuk orang lain. Nanti dulu soal berkorban, untuk hidup menikmati hak sendiri tanpa merampok hak orang lain pun sudah semakin sulit untuk dilakukan. Itu pola pikir dunia yang sayangnya sudah merasuk orang-orang percaya. Padahal itu bukanlah sebuah sikap yang diinginkan oleh Tuhan dari anak-anakNya.
Akan hal ini, ada sebuah kisah dari perjalanan Yesus di muka bumi yang menarik untuk disimak. Mari kita lihat lagi kisah kedatangan Yesus ke kolam Betesda dalam Yohanes 5:1-18. Kolam Betesda adalah tempat dimana orang-orang sakit bisa berharap untuk disembuhkan. Ada malaikat-malaikat yang muncul sewaktu-waktu di sana, dan begitu air diguncangkan oleh para malaikat itu, maka orang sakit yang pertama kali masuk menceburkan diri ke kolam akan sembuh, apapun penyakitnya. Tidaklah heran jika ada begitu banyak orang sakit berada di setiap sisi lokasi, baik di serambi atau koridor yang menuju ke kolam. Dari kisah ini kita bisa mengetahui bahwa sifat mementingkan diri sendiri atau cari selamat sendiri sebenarnya sudah berlangsung sejak dahulu kala.
Pada saat itu ada seorang yang sudah mengalami sakit selam 38 tahun lamanya (ay 5). Yesus yang berada disana kemudian menemuinya seraya bertanya, "Maukah engkau sembuh?" (ay 6). Lihatlah bagaimana jawaban orang tersebut: "Jawab orang sakit itu kepada-Nya: "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku." (ay 7). Seperti itulah manusia pada umumnya, yang hanya peduli kepada keselamatan diri sendiri tanpa mau memikirkan orang lain. Apa yang terjadi jika ada yang sembuh? Sepertinya mereka akan langsung pulang tanpa mempedulikan orang lain yang menderita disana. Mengapa tidak bergantian saja? Bukankah kegembiraan setelah disembuhkan seharusnya menggerakkan orang untuk menolong sesamanya? Ternyata tidak. Yang penting diri selamat, yang lain ya urus sendiri saja. Itulah gambaran sifat banyak orang.
(bersambung)
Thursday, August 20, 2015
Sabar
Ayat bacaan: Ibrani 6:11-12
====================
"Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah."
Bersabar termasuk hal yang paling susah untuk dilakukan. Itu kesimpulan yang saya dapat dari mengamati begitu banyak orang selama bertahun-tahun. Bagai penyakit, masalah ketidaksabaran menyerang siapapun termasuk orang-orang percaya yang seharusnya memiliki iman yang lebih kuat. Ada seorang yang saya kenal sudah melayani sangat lama, lantas mulai melebarkan sayap ke dunia musik sekuler. Ide awalnya keren, ingin menjadi berkat bagi orang banyak seiring dengan menjalani panggilan sebagai pemusik. Sayangnya, semakin lama orientasinya semakin melenceng. Ia menjadi orang yang mengejar uang, tidak sabaran dan terus mencari kambing hitam saat bertemu dengan kendala meski kecil. Ia tidak lagi melibatkan Tuhan melainkan mengikuti pola dunia yang selalu butuh sogokan agar urusan lancar, seperti yang dilakukan oleh hampir semua radio jika ingin lagu dari band itu diputar di stasiunnya. Gelisah, cemas, resah, bahkan kalang kabut. Galau, mood tidak stabil dan kemudian menyerang kesana kemari. Ini sesuatu yang seharusnya tidak terjadi terhadap orang yang mengenal prinsip Kerajaan, tahu bagaimana hati Bapa dan menyerahkan hidup dan profesi ke dalam tanganNya. Ia menjadi orang yang gampang menyinggung orang lain lewat sikap buruknya, berpikiran negatif, menuduh dan mudah tersulut emosi. Ia mulai kehilangan teman satu demi satu, tidak lagi bergembira dalam berkarya dan hingga saat ini karirnya melempem tanpa pencapaian berarti sementara uang sudah ludes akibat membayar sogokan sana sini.
Satu hal yang bisa jelas terlihat adalah, saat karir dan aspek-aspek kehidupan lainnya sudah berpindah dari penyerahan sepenuhnya pada Tuhan kepada pengandalan diri sendiri untuk mengejar segala yang diiming-imingkan dunia, kita akan menjadi orang yang gelisah bahkan panik. Kesabaran pun dengan sendirinya lenyap dari diri kita. Tidak ada lagi faktor Tuhan dan waktunya Tuhan yang dilibatkan, tidak ada lagi kesabaran dalam menantikan datangnya segala yang dijanjikan Tuhan, semua dipusatkan pada keinginan diri sendiri untuk mengejar hal-hal yang sudah melenceng dari cara pandang Kerajaan. Pendek kata, Tuhan disingkirkan, digantikan dengan kedagingan seperti kekayaan, popularitas, reputasi di mata orang dunia dan sebagainya. Jika itu yang terjadi, dalam banyak kasus kegagalan dan kehancuran lah yang kemudian datang menerpa.
Sudah terlalu sering saya menyaksikan orang-orang yang sebenarnya mengetahui panggilan, mengenal kebenaran, para pekerja keras, orang dengan potensi dan bakat besar akhirnya harus gagal menerima bagiannya karena terjebak pada sistem ketidaksabaran yang dianut oleh orang-orang yang tidak mengenal Tuhan. Semua pengennya serba instan, semua harus segera menghasilkan dengan cara apapun, tidak peduli soal benar atau tidaknya jalan yang diambil. Sabar berarti lamban, sabar berarti buang waktu, semua harus buru-buru. Kalau kita sudah seperti itu, artinya kita sudah sangat jauh melenceng dari prinsip Kerajaan untuk menerima apa yang sudah direncanakan tuhan bagi kita.
Dalam iman kekristenan, kesabaran merupakan faktor yang mutlak untuk kita cermati. Ada banyak orang yang sebetulnya sudah berjalan dengan iman, menerapkan hidup kudus dan taat, tetapi ketika apa yang diharapkan sepertinya lambat untuk datang, terutama ketika kita memakai ukuran waktu yang kita inginkan, ketidaksabaran kita bisa mengarahkan kita kepada jalan-jalan yang keliru. Ketika kita sudah mencoba berjalan dengan iman tetapi tangan Tuhan terasa tidak kunjung turun untuk melepaskan anda dari berbagai masalah, apa yang akan kita lakukan? Ini sebuah pertanyaan yang mungkin baik untuk kita tanyakan pada diri sendiri. Apakah kita masih akan terus berjalan dengan pengharapan penuh tanpa putus asa, atau kita sudah panik mengejar semua yang tak pasti dan semakin melenceng dari kebenaran? Apakah kita sudah melupakan Tuhan dan tergoda untuk menyerah atau bahkan mengambil alternatif-alternatif yang bertentangan dengan Firman Tuhan?
Firman Tuhan yang saya pakai sebagai ayat bacaan hari ini menggambarkan dengan jelas bahwa bukan saja iman yang penting dalam urusan menerima janji-janji Tuhan, tetapi faktor kesabaran pun tidak kalah pentingnya. Apakah itu berkat, pertolongan, pemulihan dan sebagainya, kedua faktor ini: iman dan kesabaran, akan sangat berpengaruh terhadap berhasil tidaknya kita memperoleh janji-janji Tuhan. Penulis Ibrani menggambarkannya seperti ini: "Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah." (Ibrani 6:11-12).
Dari ayat ini jelas kita lhat bahwa untuk mendapatkan bagian dari apa yang dijanjikan Allah, maka kita harus tetap memelihara keduanya. Iman dan kesabaran harus sama-sama kita perhatikan dengan seksama. Keduanya merupakan satu kesatuan penting yang saling berhubungan erat, tidak terpisahkan dan akan membuat perbedaan nyata jika diterapkan secara bersamaan.
Penulis Ibrani dalam ayat diatas menuliskan panggilan kepada kita semua agar memiliki kesabaran dan tidak mudah putus asa. Ada kalanya kita merasa waktu sepertinya tidak memlihak pada kita dan terasa berjalan jauh lebih lambat. Kita ingin langsung sukses tanpa proses, kita tidak lagi peduli pada yang namanya proses tapi hanya mengejar hasil. Kita berharap pertolongan Tuhan datang segera untuk melepaskan kita dari jerat masalah, tetapi ketika itu tidak juga kunjung terjadi, kita segera menuduh Tuhan tidak lagi peduli kepada kita. Kita pun kemudian menjadi begitu mudah kehilangan harapan lalu menyerah. Tapi perhatikanlah apa yang tertulis dalam Alkitab berikut ini: "Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang." (ay 10).
Tuhan bukannya tidak adil, tidak peduli atau malah melupakan kita yang sudah belajar untuk patuh kepadaNya. Sama sekali tidak. Tetapi kita harus sadar bahwa bingkai waktu kita memang berbeda dengan waktunya Tuhan. Kita berpikir bahwa kitalah yang paling tahu, tetapi harus kita kethaui pula bahwa Tuhan tentu yang paling tahu apa yang terbaik buat kita. Jika kita sudah memastikan bahwa kita hidup seturut dengan kehendakNya dan sudah berjalan dengan iman, selanjutnya kita perlu memperhatikan pula untuk terus bersabar dan memastikan nyala pengharapan kita tidak padam. Sikap inilah yang bisa menjamin kita untuk tidak buru-buru merasa putus asa dan kehilangan harapan. Kesabaran akan mampu memperkuat dan menopang iman kita sampai kita memperoleh apa yang anda harapkan dari Tuhan.
Setelah kita merenungkan janji-janji Tuhan dan menanamnya dalam roh dan jiwa kita, kesabaranlah yang kemudian akan mendorong kita untuk terus bertahan. Kesabaran pada akhirnya akan membawa kita kepada sebuah kesimpulan bahwa firman Tuhan tidak pernah gagal. Kesabaran membuat kita tidak akan pernah melangkah mundur karena ketakutan, tetapi akan membuat kita terus maju dalam iman sampai kita memperoleh jawaban dari Tuhan. Kesabaran akan membuat kita tetap tenang berjalan dalam proses menuju keberhasilan tanpa harus tertipu disesatkan oleh dunia dan kita pun tidak harus kehilangan sukacita.
Dalam surat Yakobus kita menemukan ayat yang secara inspiratif mengingatkan hal yang sama. "Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi." (Yakobus 5:7). Kita bisa belajar dari pengalaman begitu banyak tokoh dalam Alkitab maupun orang-orang yang sezaman dengan kita yang sudah membuktikan bahwa kesabaran mereka akan berbuah manis pada akhirnya, sebaliknya ada banyak pula tokoh yang akhirnya gagal karena ketidaksabaran mereka, meski pada mulanya mereka sudah memulai segala sesuatu dengan baik.
Adalah baik jika kita sudah berjalan dengan firman Tuhan, menerapkan hidup seturut kehendakNya dan mempercayai Tuhan sepenuhnya dalam berbagai aspek kehidupan. Tapi lanjutkanlah itu dengan terus melatih kesabaran dengan tekun. Tetap gantungkan pengharapan sepenuhnya, teruslah pegang firman Tuhan dengan kesabaran dan iman. Pada saatnya nanti anda akan menerima penggenapan janji Tuhan sebagai sesuatu yang pasti.
"Patience is not the ability to wait but how you act while you're waiting" - Joyce Meyer
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
====================
"Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah."
Bersabar termasuk hal yang paling susah untuk dilakukan. Itu kesimpulan yang saya dapat dari mengamati begitu banyak orang selama bertahun-tahun. Bagai penyakit, masalah ketidaksabaran menyerang siapapun termasuk orang-orang percaya yang seharusnya memiliki iman yang lebih kuat. Ada seorang yang saya kenal sudah melayani sangat lama, lantas mulai melebarkan sayap ke dunia musik sekuler. Ide awalnya keren, ingin menjadi berkat bagi orang banyak seiring dengan menjalani panggilan sebagai pemusik. Sayangnya, semakin lama orientasinya semakin melenceng. Ia menjadi orang yang mengejar uang, tidak sabaran dan terus mencari kambing hitam saat bertemu dengan kendala meski kecil. Ia tidak lagi melibatkan Tuhan melainkan mengikuti pola dunia yang selalu butuh sogokan agar urusan lancar, seperti yang dilakukan oleh hampir semua radio jika ingin lagu dari band itu diputar di stasiunnya. Gelisah, cemas, resah, bahkan kalang kabut. Galau, mood tidak stabil dan kemudian menyerang kesana kemari. Ini sesuatu yang seharusnya tidak terjadi terhadap orang yang mengenal prinsip Kerajaan, tahu bagaimana hati Bapa dan menyerahkan hidup dan profesi ke dalam tanganNya. Ia menjadi orang yang gampang menyinggung orang lain lewat sikap buruknya, berpikiran negatif, menuduh dan mudah tersulut emosi. Ia mulai kehilangan teman satu demi satu, tidak lagi bergembira dalam berkarya dan hingga saat ini karirnya melempem tanpa pencapaian berarti sementara uang sudah ludes akibat membayar sogokan sana sini.
Satu hal yang bisa jelas terlihat adalah, saat karir dan aspek-aspek kehidupan lainnya sudah berpindah dari penyerahan sepenuhnya pada Tuhan kepada pengandalan diri sendiri untuk mengejar segala yang diiming-imingkan dunia, kita akan menjadi orang yang gelisah bahkan panik. Kesabaran pun dengan sendirinya lenyap dari diri kita. Tidak ada lagi faktor Tuhan dan waktunya Tuhan yang dilibatkan, tidak ada lagi kesabaran dalam menantikan datangnya segala yang dijanjikan Tuhan, semua dipusatkan pada keinginan diri sendiri untuk mengejar hal-hal yang sudah melenceng dari cara pandang Kerajaan. Pendek kata, Tuhan disingkirkan, digantikan dengan kedagingan seperti kekayaan, popularitas, reputasi di mata orang dunia dan sebagainya. Jika itu yang terjadi, dalam banyak kasus kegagalan dan kehancuran lah yang kemudian datang menerpa.
Sudah terlalu sering saya menyaksikan orang-orang yang sebenarnya mengetahui panggilan, mengenal kebenaran, para pekerja keras, orang dengan potensi dan bakat besar akhirnya harus gagal menerima bagiannya karena terjebak pada sistem ketidaksabaran yang dianut oleh orang-orang yang tidak mengenal Tuhan. Semua pengennya serba instan, semua harus segera menghasilkan dengan cara apapun, tidak peduli soal benar atau tidaknya jalan yang diambil. Sabar berarti lamban, sabar berarti buang waktu, semua harus buru-buru. Kalau kita sudah seperti itu, artinya kita sudah sangat jauh melenceng dari prinsip Kerajaan untuk menerima apa yang sudah direncanakan tuhan bagi kita.
Dalam iman kekristenan, kesabaran merupakan faktor yang mutlak untuk kita cermati. Ada banyak orang yang sebetulnya sudah berjalan dengan iman, menerapkan hidup kudus dan taat, tetapi ketika apa yang diharapkan sepertinya lambat untuk datang, terutama ketika kita memakai ukuran waktu yang kita inginkan, ketidaksabaran kita bisa mengarahkan kita kepada jalan-jalan yang keliru. Ketika kita sudah mencoba berjalan dengan iman tetapi tangan Tuhan terasa tidak kunjung turun untuk melepaskan anda dari berbagai masalah, apa yang akan kita lakukan? Ini sebuah pertanyaan yang mungkin baik untuk kita tanyakan pada diri sendiri. Apakah kita masih akan terus berjalan dengan pengharapan penuh tanpa putus asa, atau kita sudah panik mengejar semua yang tak pasti dan semakin melenceng dari kebenaran? Apakah kita sudah melupakan Tuhan dan tergoda untuk menyerah atau bahkan mengambil alternatif-alternatif yang bertentangan dengan Firman Tuhan?
Firman Tuhan yang saya pakai sebagai ayat bacaan hari ini menggambarkan dengan jelas bahwa bukan saja iman yang penting dalam urusan menerima janji-janji Tuhan, tetapi faktor kesabaran pun tidak kalah pentingnya. Apakah itu berkat, pertolongan, pemulihan dan sebagainya, kedua faktor ini: iman dan kesabaran, akan sangat berpengaruh terhadap berhasil tidaknya kita memperoleh janji-janji Tuhan. Penulis Ibrani menggambarkannya seperti ini: "Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah." (Ibrani 6:11-12).
Dari ayat ini jelas kita lhat bahwa untuk mendapatkan bagian dari apa yang dijanjikan Allah, maka kita harus tetap memelihara keduanya. Iman dan kesabaran harus sama-sama kita perhatikan dengan seksama. Keduanya merupakan satu kesatuan penting yang saling berhubungan erat, tidak terpisahkan dan akan membuat perbedaan nyata jika diterapkan secara bersamaan.
Penulis Ibrani dalam ayat diatas menuliskan panggilan kepada kita semua agar memiliki kesabaran dan tidak mudah putus asa. Ada kalanya kita merasa waktu sepertinya tidak memlihak pada kita dan terasa berjalan jauh lebih lambat. Kita ingin langsung sukses tanpa proses, kita tidak lagi peduli pada yang namanya proses tapi hanya mengejar hasil. Kita berharap pertolongan Tuhan datang segera untuk melepaskan kita dari jerat masalah, tetapi ketika itu tidak juga kunjung terjadi, kita segera menuduh Tuhan tidak lagi peduli kepada kita. Kita pun kemudian menjadi begitu mudah kehilangan harapan lalu menyerah. Tapi perhatikanlah apa yang tertulis dalam Alkitab berikut ini: "Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang." (ay 10).
Tuhan bukannya tidak adil, tidak peduli atau malah melupakan kita yang sudah belajar untuk patuh kepadaNya. Sama sekali tidak. Tetapi kita harus sadar bahwa bingkai waktu kita memang berbeda dengan waktunya Tuhan. Kita berpikir bahwa kitalah yang paling tahu, tetapi harus kita kethaui pula bahwa Tuhan tentu yang paling tahu apa yang terbaik buat kita. Jika kita sudah memastikan bahwa kita hidup seturut dengan kehendakNya dan sudah berjalan dengan iman, selanjutnya kita perlu memperhatikan pula untuk terus bersabar dan memastikan nyala pengharapan kita tidak padam. Sikap inilah yang bisa menjamin kita untuk tidak buru-buru merasa putus asa dan kehilangan harapan. Kesabaran akan mampu memperkuat dan menopang iman kita sampai kita memperoleh apa yang anda harapkan dari Tuhan.
Setelah kita merenungkan janji-janji Tuhan dan menanamnya dalam roh dan jiwa kita, kesabaranlah yang kemudian akan mendorong kita untuk terus bertahan. Kesabaran pada akhirnya akan membawa kita kepada sebuah kesimpulan bahwa firman Tuhan tidak pernah gagal. Kesabaran membuat kita tidak akan pernah melangkah mundur karena ketakutan, tetapi akan membuat kita terus maju dalam iman sampai kita memperoleh jawaban dari Tuhan. Kesabaran akan membuat kita tetap tenang berjalan dalam proses menuju keberhasilan tanpa harus tertipu disesatkan oleh dunia dan kita pun tidak harus kehilangan sukacita.
Dalam surat Yakobus kita menemukan ayat yang secara inspiratif mengingatkan hal yang sama. "Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi." (Yakobus 5:7). Kita bisa belajar dari pengalaman begitu banyak tokoh dalam Alkitab maupun orang-orang yang sezaman dengan kita yang sudah membuktikan bahwa kesabaran mereka akan berbuah manis pada akhirnya, sebaliknya ada banyak pula tokoh yang akhirnya gagal karena ketidaksabaran mereka, meski pada mulanya mereka sudah memulai segala sesuatu dengan baik.
Adalah baik jika kita sudah berjalan dengan firman Tuhan, menerapkan hidup seturut kehendakNya dan mempercayai Tuhan sepenuhnya dalam berbagai aspek kehidupan. Tapi lanjutkanlah itu dengan terus melatih kesabaran dengan tekun. Tetap gantungkan pengharapan sepenuhnya, teruslah pegang firman Tuhan dengan kesabaran dan iman. Pada saatnya nanti anda akan menerima penggenapan janji Tuhan sebagai sesuatu yang pasti.
"Patience is not the ability to wait but how you act while you're waiting" - Joyce Meyer
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, August 19, 2015
Sekali Berarti, Sudah itu Mati (2)
(sambungan)
Life is actually really, really short. Musa berkata, "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (Mazmur 90:10). Tujuh puluh tahun memang relatif. Ada yang beruntung punya masa hidup lebih dari itu, ada yang jauh di bawah itu. Tapi berapapun panjangnya umur kita, jelas itu sangat singkat dibanding fase selanjutnya yang kekal yang menanti kedatangan kita. Apakah kehidupan kekal atau kematian kekal yang penuh siksaan mengerikan nantinya yang jadi bagian kita akan tergantung dari bagaimana cara kita menyikapi fase saat ini,.
Alangkah bodohnya kalau waktu yang singkat ini kita pakai untuk sibuk menumpuk harta dengan segala cara bahkan kalau perlu dengan cara-cara curang yang keji dan mengorbankan orang lain. Betapa bodohnya jika kita gila jabatan dan siap menghalalkan segala cara demi itu, mau terang-terangan curang pun tidak malu hanya untuk mengejar sesuatu yang masa berlakunya sangat singkat. Tidak peduli sebanyak apapun kita berhasil memperolehnya, tetap saja pada suatu ketika nanti semua itu ditinggalkan dan tidak akan bisa dibawa untuk berpindah ke fase berikutnya. Dan cara kita memperolehnya akan menentukan kemana pendulum hidup kita selanjutnya mengarah. Dan kali ini, itu berlaku kekal, tidak lagi fana seperti sekarang.
Yesus sendiri sudah berpesan agar kita menyikapi betul hal ini. "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19-20). Seberapa jauh kita menyadari hal ini? Apakah kita saat ini masih termasuk orang yang menilai segala sesuatu hanya dari sisi uang atau harta saja, mementingkan sisi materialisme lebih dari segalanya atau tidak? Apakah kita masih menjadi orang yang hanya sibuk mengejar semua itu lantas melupakan panggilan kita, baik panggilan yang mendasar secara umum untuk menjadi terang dan garam, berkat bagi orang banyak dan mewartakan kabar keselamatan kepada orang lain maupun yang lebih spesifik sesuai dengan rencana Tuhan atas diri kita? Tuhan Yesus berkata: "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (ay 21).
Kembali kepada kata-kata Musa tentang singkatnya hidup di dunia tadi, selanjutnya Musa berkata: "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12). Kita harus bisa menghitung hari dengan bijaksana, mempergunakannya secara bijaksana dan berpikir untuk melakukan hal-hal berarti dengan bijaksana pula, karena waktu untuk melakukan itu sesungguhnya singkat. Janganlah tergoda untuk mengejar kenikmatan yang fana. Mabuk terhadap harta, jabatan atau hal-hal lain yang sering dipercaya dunia dapat mendatangkan kebahagiaan bagi semua orang. Apalagi jika untuk memperoleh itu semua kita lalu tega untuk melakukan cara-cara curang dan jahat yang merugikan, baik bagi orang lain apalagi terhadap kehidupan bangsa dan negara. Tidak satupun dari itu yang abadi. Cepat atau lambat kita akan meninggalkan itu semua.
Apa yang penting untuk kita ingat adalah mengisi setiap detik kehidupan kita dengan hal-hal yang bermanfaat untuk masa depan kita kelak di fase berikutnya yang kekal, berbuat sebaik-baiknya seperti untuk Tuhan, memuliakanNya lewat memberkati banyak orang lain lewat karya-karya kita, dan tidak menyia-nyiakan atu membuang-buang waktu untuk itu. Ketika Tuhan memberkati kita dengan kekayaan, pergunakanlah sebagian dari itu untuk membantu sesama, ketika kita diberikan berkat atas jabatan, muliakanlah Tuhan dengan itu dengan hikmat dan kebijaksanaan yang mencerminkan kita sebagai murid Kristus sejati. Jadilah orang yang menghasilkan karya-karya berarti sesuai panggilan sebelum ajal menjemput. Let's make Him proud with everything we do today and tomorrow!
Life is short, make it amazing
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Life is actually really, really short. Musa berkata, "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (Mazmur 90:10). Tujuh puluh tahun memang relatif. Ada yang beruntung punya masa hidup lebih dari itu, ada yang jauh di bawah itu. Tapi berapapun panjangnya umur kita, jelas itu sangat singkat dibanding fase selanjutnya yang kekal yang menanti kedatangan kita. Apakah kehidupan kekal atau kematian kekal yang penuh siksaan mengerikan nantinya yang jadi bagian kita akan tergantung dari bagaimana cara kita menyikapi fase saat ini,.
Alangkah bodohnya kalau waktu yang singkat ini kita pakai untuk sibuk menumpuk harta dengan segala cara bahkan kalau perlu dengan cara-cara curang yang keji dan mengorbankan orang lain. Betapa bodohnya jika kita gila jabatan dan siap menghalalkan segala cara demi itu, mau terang-terangan curang pun tidak malu hanya untuk mengejar sesuatu yang masa berlakunya sangat singkat. Tidak peduli sebanyak apapun kita berhasil memperolehnya, tetap saja pada suatu ketika nanti semua itu ditinggalkan dan tidak akan bisa dibawa untuk berpindah ke fase berikutnya. Dan cara kita memperolehnya akan menentukan kemana pendulum hidup kita selanjutnya mengarah. Dan kali ini, itu berlaku kekal, tidak lagi fana seperti sekarang.
Yesus sendiri sudah berpesan agar kita menyikapi betul hal ini. "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19-20). Seberapa jauh kita menyadari hal ini? Apakah kita saat ini masih termasuk orang yang menilai segala sesuatu hanya dari sisi uang atau harta saja, mementingkan sisi materialisme lebih dari segalanya atau tidak? Apakah kita masih menjadi orang yang hanya sibuk mengejar semua itu lantas melupakan panggilan kita, baik panggilan yang mendasar secara umum untuk menjadi terang dan garam, berkat bagi orang banyak dan mewartakan kabar keselamatan kepada orang lain maupun yang lebih spesifik sesuai dengan rencana Tuhan atas diri kita? Tuhan Yesus berkata: "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (ay 21).
Kembali kepada kata-kata Musa tentang singkatnya hidup di dunia tadi, selanjutnya Musa berkata: "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12). Kita harus bisa menghitung hari dengan bijaksana, mempergunakannya secara bijaksana dan berpikir untuk melakukan hal-hal berarti dengan bijaksana pula, karena waktu untuk melakukan itu sesungguhnya singkat. Janganlah tergoda untuk mengejar kenikmatan yang fana. Mabuk terhadap harta, jabatan atau hal-hal lain yang sering dipercaya dunia dapat mendatangkan kebahagiaan bagi semua orang. Apalagi jika untuk memperoleh itu semua kita lalu tega untuk melakukan cara-cara curang dan jahat yang merugikan, baik bagi orang lain apalagi terhadap kehidupan bangsa dan negara. Tidak satupun dari itu yang abadi. Cepat atau lambat kita akan meninggalkan itu semua.
Apa yang penting untuk kita ingat adalah mengisi setiap detik kehidupan kita dengan hal-hal yang bermanfaat untuk masa depan kita kelak di fase berikutnya yang kekal, berbuat sebaik-baiknya seperti untuk Tuhan, memuliakanNya lewat memberkati banyak orang lain lewat karya-karya kita, dan tidak menyia-nyiakan atu membuang-buang waktu untuk itu. Ketika Tuhan memberkati kita dengan kekayaan, pergunakanlah sebagian dari itu untuk membantu sesama, ketika kita diberikan berkat atas jabatan, muliakanlah Tuhan dengan itu dengan hikmat dan kebijaksanaan yang mencerminkan kita sebagai murid Kristus sejati. Jadilah orang yang menghasilkan karya-karya berarti sesuai panggilan sebelum ajal menjemput. Let's make Him proud with everything we do today and tomorrow!
Life is short, make it amazing
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, August 18, 2015
Sekali Berarti, Sudah itu Mati (1)
Ayat bacaan: 2 Tawarikh 9:31
=====================
"Kemudian Salomo mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangnya, dan ia dikuburkan di kota Daud, ayahnya. Maka Rehabeam, anaknya, menjadi raja menggantikan dia."
72 tahun yang lalu seorang anak muda bernama Chairil Anwar mencoba untuk membangkitkan semangat perang melawan penjajah bukan dengan mengangkat senjata melainkan dengan lirik-lirik syair puisi lewat goresan penanya pada kertas. Ia menderita banyak penyakit sejak usia masa mudanya lalu meninggal pada usia sangat muda sebelum ia mencapai usia 30 tahun. Dalam puisinya yang berjudul Diponegoro ia mengobarkan semangat untuk berjuang merebut kemerdekaan, dan puisi ini sampai hari ini masih diperbincangkan orang terutama mereka yang mendalami bidang sastra. Kalau anda tidak begitu familiar dengan puisinya yang satu ini, ada penggalan syairnya yang sangat terkenal: "Sekali berarti, sudah itu mati." Entah ia sadari atau tidak, meski ia tidak mengangkat senjata dan ada begitu banyak masalah dalam hidupnya, ia merupakan seseorang yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Namanya masih dikenang orang hingga hari ini. Ia bahkan layak disebut pahlawan meski perjuangannya bukan secara langsung berhadapan dengan musuh. Ia berarti. Tapi sudah itu mati.
Dalam perjalanan sejarah dunia ada begitu banyak orang yang tercatat dengan tinta emas karena melakukan sumbangsih, karya atau perbuatan yang menginspirasi dan sangat menentukan generasi selanjutnya sampai hari ini. Itu bisa muncul dalam segala bidang, baik teknologi, politik, seni dan budaya dan sebagainya. Tapi satu hal yang pasti, sehebat-hebatnya seseorang dalam menelurkan karyanya, sepintar-pintarnya orang, sekuat-kuatnya mereka, semuanya punya masa bakti dalam hidup yang terbatas. Hari ini mereka berarti, tapi saat ajal tiba tidak satupun yang sanggup menentang keputusan Yang Kuasa dan harus siap untuk dipanggil kembali menghadap Penciptanya. Bahkan ada tokoh-tokoh tertentu yang masih berusaha melakukan panggilannya di bidang masing-masing meski mereka tahu bahwa umur mereka tidak lama lagi dan melakukannya sambil berjuang mengatasi rasa sakit dan kondisi kesehatan yang seharusnya tidak lagi memungkinkan mereka untuk bekerja/mengerjakan sesuatu. Mereka tetap maju melakukan sesuatu yang berarti, lantas kemudian mati.
Di industri musik dimana saya berkecimpung, ada banyak penyanyi atau musisi yang bersinar pada masanya di setiap era. Ada yang beruntung bisa melewati beberapa dekade dengan sukses, ada yang muncul bak komet, hari ini melejit, tapi kemudian lenyap ditelan bumi. Ada banyak diantara pelaku seni yang sudah melewati masa keemasannya merasa sedih tapi harus rela saat ia tenggelam digantikan oleh sosok-sosok yang lebih muda. Saya bertemu dengan banyak dari mereka, baik dari dalam dan luar negeri. Sepanjang-panjangnya kesuksesan karir, sehebat-hebatnya karya yang mereka torehkan dalam dunia musik, tetap saja pada suatu ketika masa itu berakhir dan usianya berakhir.
Apa yang saya sampaikan di atas menjadi pembuktian kebenaran penggalan syair Chairil Anwar, "sekali berarti, sudah itu mati." Kalau dalam bahasa Inggris ada kata-kata mutiara yang mirip seperti itu, yaitu here today, gone tomorrow. Tidak peduli seberapa hebatnya kita, siapapun kita, pada suatu saat nanti semua itu akan berakhir. Mau punya jabatan setinggi langit, mau punya kekayaan melimpah bagai air bah, semua itu adalah fana. Pada suatu hari semua akan berakhir, dan tidak ada yang bisa kita lakukan dengan itu. Karena itu alangkah sia-sia kalau kita sibuk mencari hal-hal yang kata dunia dianggap penting lalu melupakan panggilan kita, mengejar yang fana lantas melupakan yang kekal, atau malah membuang-buang waktu dengan melakukan hal yang tak penting ketimbang mencari tahu apa yang berarti yang bisa kita lakukan selagi kesempatan itu masih ada. Dan Alkitab secara menarik menggambarkan hal ini dalam banyak kesempatan, diantaranya ayat yang saya pakai sebagai bahan perenungan hari ini.
Ayat bacaan hari ini merupakan gambaran akhir dari kehidupan orang paling kaya dan paling berhikmat sepanjang masa yang pernah ada di muka bumi ini. Kita tentu tahu bagaimana kekayaan Salomo dan betapa luasnya pengetahuannya dalam hikmat. Tapi pada saatnya, bahkan Salomo sekalipun tidak mampu mencegah akhir perjalanan hidupnya. "Kemudian Salomo mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangnya, dan ia dikuburkan di kota Daud, ayahnya. Maka Rehabeam, anaknya, menjadi raja menggantikan dia." (2 Tawarikh 9:31).
Ayat ini mungkin sepintas lalu tidak terlihat penting atau menarik, tapi kalau anda mundur sedikit saja kebelakang, ayat ini menjadi sangat unik dalam sebuah rangkaian yang sangat unik pula. Perhatikan bahwa perikop mengenai mangkatnya Salomo ini hadir tepat setelah perikop yang memaparkan masa-masa kejayaannya lengkap dengan kekayaannya. Mari kita lihat sejenak sedikit saja dari pemaparan itu. "Adapun berat emas, yang dibawa kepada Salomo dalam satu tahun ialah seberat enam ratus enam puluh enam talenta." (ay 14). 666 talenta itu setara dengan 23.000 kg emas. Itu per tahun. Berapa harga 1 kg emas hari ini? Dan berapa nilainya jika dikalikan 23.000? Dan itu dikatakan belum termasuk yang dibawa oleh para saudagar dan pedagang juga raja-raja Arab dan bupati-bupati di negeri itu. Rangkaian ayat selanjutnya merinci lebih jauh lagi tentang kekayaan Salomo. Tapi di perikop selanjutnya kita kemudian menemukan ayat yang menyatakan dengan sederhana bahwa Salomo kemudian meninggal dan dikuburkan di kota Daud, ayahnya. Sangatlah menarik bagi saya melihat urutan kedua perikop ini. Karenanya saya merasa seolah penulis 2 Tawarikh ingin menyatakan bahwa betapapun hebatnya seorang manusia, ia tetaplah sosok yang fana. Sehebat dan seluar biasa apapun manusia, pada satu saat semua itu akan ditinggalkan, dan apa yang tinggal hanyalah kenangan.
(bersambung)
=====================
"Kemudian Salomo mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangnya, dan ia dikuburkan di kota Daud, ayahnya. Maka Rehabeam, anaknya, menjadi raja menggantikan dia."
72 tahun yang lalu seorang anak muda bernama Chairil Anwar mencoba untuk membangkitkan semangat perang melawan penjajah bukan dengan mengangkat senjata melainkan dengan lirik-lirik syair puisi lewat goresan penanya pada kertas. Ia menderita banyak penyakit sejak usia masa mudanya lalu meninggal pada usia sangat muda sebelum ia mencapai usia 30 tahun. Dalam puisinya yang berjudul Diponegoro ia mengobarkan semangat untuk berjuang merebut kemerdekaan, dan puisi ini sampai hari ini masih diperbincangkan orang terutama mereka yang mendalami bidang sastra. Kalau anda tidak begitu familiar dengan puisinya yang satu ini, ada penggalan syairnya yang sangat terkenal: "Sekali berarti, sudah itu mati." Entah ia sadari atau tidak, meski ia tidak mengangkat senjata dan ada begitu banyak masalah dalam hidupnya, ia merupakan seseorang yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Namanya masih dikenang orang hingga hari ini. Ia bahkan layak disebut pahlawan meski perjuangannya bukan secara langsung berhadapan dengan musuh. Ia berarti. Tapi sudah itu mati.
Dalam perjalanan sejarah dunia ada begitu banyak orang yang tercatat dengan tinta emas karena melakukan sumbangsih, karya atau perbuatan yang menginspirasi dan sangat menentukan generasi selanjutnya sampai hari ini. Itu bisa muncul dalam segala bidang, baik teknologi, politik, seni dan budaya dan sebagainya. Tapi satu hal yang pasti, sehebat-hebatnya seseorang dalam menelurkan karyanya, sepintar-pintarnya orang, sekuat-kuatnya mereka, semuanya punya masa bakti dalam hidup yang terbatas. Hari ini mereka berarti, tapi saat ajal tiba tidak satupun yang sanggup menentang keputusan Yang Kuasa dan harus siap untuk dipanggil kembali menghadap Penciptanya. Bahkan ada tokoh-tokoh tertentu yang masih berusaha melakukan panggilannya di bidang masing-masing meski mereka tahu bahwa umur mereka tidak lama lagi dan melakukannya sambil berjuang mengatasi rasa sakit dan kondisi kesehatan yang seharusnya tidak lagi memungkinkan mereka untuk bekerja/mengerjakan sesuatu. Mereka tetap maju melakukan sesuatu yang berarti, lantas kemudian mati.
Di industri musik dimana saya berkecimpung, ada banyak penyanyi atau musisi yang bersinar pada masanya di setiap era. Ada yang beruntung bisa melewati beberapa dekade dengan sukses, ada yang muncul bak komet, hari ini melejit, tapi kemudian lenyap ditelan bumi. Ada banyak diantara pelaku seni yang sudah melewati masa keemasannya merasa sedih tapi harus rela saat ia tenggelam digantikan oleh sosok-sosok yang lebih muda. Saya bertemu dengan banyak dari mereka, baik dari dalam dan luar negeri. Sepanjang-panjangnya kesuksesan karir, sehebat-hebatnya karya yang mereka torehkan dalam dunia musik, tetap saja pada suatu ketika masa itu berakhir dan usianya berakhir.
Apa yang saya sampaikan di atas menjadi pembuktian kebenaran penggalan syair Chairil Anwar, "sekali berarti, sudah itu mati." Kalau dalam bahasa Inggris ada kata-kata mutiara yang mirip seperti itu, yaitu here today, gone tomorrow. Tidak peduli seberapa hebatnya kita, siapapun kita, pada suatu saat nanti semua itu akan berakhir. Mau punya jabatan setinggi langit, mau punya kekayaan melimpah bagai air bah, semua itu adalah fana. Pada suatu hari semua akan berakhir, dan tidak ada yang bisa kita lakukan dengan itu. Karena itu alangkah sia-sia kalau kita sibuk mencari hal-hal yang kata dunia dianggap penting lalu melupakan panggilan kita, mengejar yang fana lantas melupakan yang kekal, atau malah membuang-buang waktu dengan melakukan hal yang tak penting ketimbang mencari tahu apa yang berarti yang bisa kita lakukan selagi kesempatan itu masih ada. Dan Alkitab secara menarik menggambarkan hal ini dalam banyak kesempatan, diantaranya ayat yang saya pakai sebagai bahan perenungan hari ini.
Ayat bacaan hari ini merupakan gambaran akhir dari kehidupan orang paling kaya dan paling berhikmat sepanjang masa yang pernah ada di muka bumi ini. Kita tentu tahu bagaimana kekayaan Salomo dan betapa luasnya pengetahuannya dalam hikmat. Tapi pada saatnya, bahkan Salomo sekalipun tidak mampu mencegah akhir perjalanan hidupnya. "Kemudian Salomo mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangnya, dan ia dikuburkan di kota Daud, ayahnya. Maka Rehabeam, anaknya, menjadi raja menggantikan dia." (2 Tawarikh 9:31).
Ayat ini mungkin sepintas lalu tidak terlihat penting atau menarik, tapi kalau anda mundur sedikit saja kebelakang, ayat ini menjadi sangat unik dalam sebuah rangkaian yang sangat unik pula. Perhatikan bahwa perikop mengenai mangkatnya Salomo ini hadir tepat setelah perikop yang memaparkan masa-masa kejayaannya lengkap dengan kekayaannya. Mari kita lihat sejenak sedikit saja dari pemaparan itu. "Adapun berat emas, yang dibawa kepada Salomo dalam satu tahun ialah seberat enam ratus enam puluh enam talenta." (ay 14). 666 talenta itu setara dengan 23.000 kg emas. Itu per tahun. Berapa harga 1 kg emas hari ini? Dan berapa nilainya jika dikalikan 23.000? Dan itu dikatakan belum termasuk yang dibawa oleh para saudagar dan pedagang juga raja-raja Arab dan bupati-bupati di negeri itu. Rangkaian ayat selanjutnya merinci lebih jauh lagi tentang kekayaan Salomo. Tapi di perikop selanjutnya kita kemudian menemukan ayat yang menyatakan dengan sederhana bahwa Salomo kemudian meninggal dan dikuburkan di kota Daud, ayahnya. Sangatlah menarik bagi saya melihat urutan kedua perikop ini. Karenanya saya merasa seolah penulis 2 Tawarikh ingin menyatakan bahwa betapapun hebatnya seorang manusia, ia tetaplah sosok yang fana. Sehebat dan seluar biasa apapun manusia, pada satu saat semua itu akan ditinggalkan, dan apa yang tinggal hanyalah kenangan.
(bersambung)
Monday, August 17, 2015
Kebersatuan Membawa Pelipatgandaan
Ayat bacaan: Ulangan 32:30
======================
"Bagaimana mungkin satu orang dapat mengejar seribu orang, dan dua orang dapat membuat lari sepuluh ribu orang, kalau tidak gunung batu mereka telah menjual mereka, dan TUHAN telah menyerahkan mereka!"
Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Itu kata pepatah. Itu menggambarkan bahwa manusia sebenarnya sangatlah menyadari pentingnya bersatu untuk membangun sebuah kekuatan, yang tentu saja akan lebih baik ketimbang sendirian. Sayangnya meski tahu itu, semakin lama manusia semakin lebih tertarik untuk terpecah atau bercerai ketimbang bersatu. Selalu saja ada alasan yang dikemukakan sebagai dasar pembenaran. Dan saya bukan cuma berbicara mengenai hubungan dalam sel terkecil yaitu suami dan istri atau antar anggota keluarga, tetapi lebih luas lagi menyangkut hubungan pertemanan, antar sesama warganegara, atau juga antar bangsa dan negara.
Yang lebih menyedihkan lagi, di kalangan orang percaya pun banyak yang terjangkit wabah yang sama. Bahkan ini terjadi di kalangan para pemukanya. Lihatlah gereja yang terus terpecah dan berjalan sendiri-sendiri. Saat setiap orang Kristen yang akan memasuki pernikahan terus diingatkan bahwa bercerai itu tidak boleh, kenapa mereka yang punya otoritas malah dengan seenaknya menunjukkan seolah perceraian itu boleh atas alasan-alasan tertentu yang menurut mereka pantas dijadikan dasar untuk melakukannya? Yang lebih aneh lagi, ada diantara mereka yang bahkan berani berkata bahwa perceraian itu memang atas perintah Tuhan yang ditanam di hati mereka. Itu pernah saya dengar dari seorang petinggi. Wah, bukan main beraninya menjadikan Tuhan sebagai bemper untuk melakukan sesuatu yang justru tidak disukai Tuhan.
Ada sebuah contoh sederhana yang sudah saya ketahui sejak saya masih duduk di sekolah dasar. Sebuah lidi tentu mudah untuk dipatahkan, tetapi menjadi sangat sulit untuk mematahkan sapu lidi yang berisi puluhan sampai ratusan lidi yang diikat menjadi satu. Kita juga tentu tahu betul bagaimana politik Devide et Impera yang dijalankan Belanda dulu mampu membuat bangsa kita menjadi bangsa yang terjajah selama 3.5 abad. Devide et Impera, alias Divide and Rule, pecah belah lalu kuasai, menjadi sebuah strategi yang berhasil bagi penjajah dahulu kala. Meski Belanda sudah hengkang 70 tahun lalu dari bumi pertiwi, masih banyak orang yang mengadopsi strategi ini untuk keuntungan mereka. Tidak memikirkan kelangsungan bangsa, negara atau orang-orang lain yang hidup didalamnya yang semakin lama semakin terpuruk sebagai korban para penguasa.
Ada sebuah ayat menarik yang saya peroleh hari ini. "Bagaimana mungkin satu orang dapat mengejar seribu orang, dan dua orang dapat membuat lari sepuluh ribu orang, kalau tidak gunung batu mereka telah menjual mereka, dan TUHAN telah menyerahkan mereka!" (Ulangan 32:30). Kalau kita teliti secara matematis, seandainya satu orang bisa mengalahkan seribu orang, maka seharusnya dua orang bisa mengalahkan dua ribu orang. Tapi ayat bacaan hari ini mengatakan hal yang berbeda. Ketika satu orang bisa mengatasi seribu orang, dua orang akan mampu mengatasi sepuluh kali lipat dari kekuatan satu orang, alias sepuluh ribu! Ayat bacaan kita mengatakan bahwa itu tidak akan mungkin kalau bukan atas campur tangan Tuhan. Lantas Yosua mengatakan bahwa kemampuan itu bukanlah karena kehebatan kita, tapi karena hadirnya Tuhan. (Yosua 23:10).
Dari sini kita bisa melihat bagaimana kuasa Tuhan hadir berlipat ganda lewat kebersatuan. Kita melihat bahwa ada pelipatgandaan kuasa, pelipatgandaan berkat, dan pelipatgandaan pertolongan dari Tuhan ketika ada lebih dari satu orang yang bersepakat. Pengkotbah pun sebenarnya sudah mengingatkan hal ini. "Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka....Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan." (Pengkotbah 4:9,12).
Saat Tuhan Yesus hadir dan mengajarkan isi hati Bapa, Dia suatu kali berkata: "Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Matius 18:19-20). Ya, permintaan dari dua atau tiga orang, atau lebih, yang berkumpul dalam nama Yesus, bersepakat bersama-sama meminta dalam doa, maka Yesus akan hadir ditengah-tengah mereka dan permintaannya akan dikabulkan oleh Bapa. Bukankah ini luar biasa? Kesepakatan antara dua orang atau lebih akan membawa hadirnya Tuhan dan disana ada pelipatgandaan.
Hari ini kita memperingati hari kemerdekaan kita yang ke 70. Bangsa ini masih terpecah-pecah, masih banyak ketidakadilan dan bentuk-bentuk tirani mayoritas kepada kaum minoritas. Akan sulit sekali untuk berharap masa depan bangsa yang lebih baik kalau diantara umat Tuhan sendiri saja perpecahan atau perceraian masih terus terjadi. Bagaimana kita bisa menjadi berkat dan membawa angin perubahan kalau kita sendiri saja masih tidak beres? Kalau untuk bersatu dalam pekerjaan, pelayanan atau kehidupan dalam skala kemasyarakatan yang menyangkut banyak orang masih terasa sulit, bagaimana dengan sel terkecil yaitu keluarga? Apakah kita sudah rajin berdoa bersama-sama dengan keluarga? Bagi yang sudah berumah tangga, sudahkah ada kesepakatan di antara suami dan istri? Saling support, saling dukung, saling bantu, saling menguatkan, berjalan beriringan dalam menjalani kehidupan berumah-tangga, bersama-sama bersatu dalam doa, apakah itu sudah kita lakukan atau kita masih berjalan sendiri-sendiri atau jangan-jangan tengah memikirkan perceraian dengan seribu satu macam alasan? Kebersatuan dan kesepakatan di rumah tangga saja akan mampu memberikan pelipatgandaan.
Kalau kita terus membiarkan roh perpecahan menguasai kita, kekuatan kita pun akan lemah sehingga iblis akan dengan mudah memporakporandakan kita. Dan titik serang iblis yang paling potensial saat ini berada pada titik persatuan yang harmonis. Kalau kita tahu itu, maukah kita berkomitmen untuk tetap bersatu, baik bersama keluarga, antara suami-istri-anak, dengan saudara, teman, rekan sepelayanan dan sebagainya? Kekuatan yang timbul dari kesepakatan dan kesatuan di antara dua orang atau lebih, itu akan mampu menghasilkan pelipatgandaan. Saya percaya ketika kita mau mengambil langkah untuk bersepakat, seiring sejalan dalam doa, apapun yang kita minta akan dikabulkan oleh Bapa Surgawi dengan berlipat kali ganda. Tentu sepanjang permintaan itu bukan demi pemuasan kedagingan duniawi, namun karena sesuatu yang benar kita butuhkan.
Kita harus terus melatih diri untuk tidak terbiasa bercerai atau terpecah. Kita harus terus belajar untuk mengalahkan ego dan melihat kepentingan yang lebih besar, terutama hal-hal esensial yang menjadi kebenaran dari Kerajaan Allah. Jadilah bagian tubuh Kristus yang saling melekat, tersambung dan melengkapi satu sama lain, dengan Kristus sebagai kepala. Sebab bayangkan, apabila ada manusia yang bagian tubuhnya terpisah-pisah tidak saling melekat satu sama lain, bukankah itu mengerikan? Maka tetap junjung tinggi persatuan dan hindari perpecahan. Itu dulu, baru kita bisa berharap banyak pada kelangsungan bangsa yang kita cintai ini di masa mendatang. Bukan cuma ngomong karena itu tidak akan efektif, tapi kita harus bisa menjadi teladan yang menunjukkan terang di dalam bangsa yang gelap, bukan sebaliknya malah ikut-ikutan jadi bagian dari gelap. Semoga kita bisa menjadi umat Allah yang terus lebih baik dalam melakukan kebenaran dan semoga bangsa ini semakin jaya.
Hidup harmonis bersatu dan bersepakat dalam nama Yesus menghasilkan pelipatgandaan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
======================
"Bagaimana mungkin satu orang dapat mengejar seribu orang, dan dua orang dapat membuat lari sepuluh ribu orang, kalau tidak gunung batu mereka telah menjual mereka, dan TUHAN telah menyerahkan mereka!"
Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Itu kata pepatah. Itu menggambarkan bahwa manusia sebenarnya sangatlah menyadari pentingnya bersatu untuk membangun sebuah kekuatan, yang tentu saja akan lebih baik ketimbang sendirian. Sayangnya meski tahu itu, semakin lama manusia semakin lebih tertarik untuk terpecah atau bercerai ketimbang bersatu. Selalu saja ada alasan yang dikemukakan sebagai dasar pembenaran. Dan saya bukan cuma berbicara mengenai hubungan dalam sel terkecil yaitu suami dan istri atau antar anggota keluarga, tetapi lebih luas lagi menyangkut hubungan pertemanan, antar sesama warganegara, atau juga antar bangsa dan negara.
Yang lebih menyedihkan lagi, di kalangan orang percaya pun banyak yang terjangkit wabah yang sama. Bahkan ini terjadi di kalangan para pemukanya. Lihatlah gereja yang terus terpecah dan berjalan sendiri-sendiri. Saat setiap orang Kristen yang akan memasuki pernikahan terus diingatkan bahwa bercerai itu tidak boleh, kenapa mereka yang punya otoritas malah dengan seenaknya menunjukkan seolah perceraian itu boleh atas alasan-alasan tertentu yang menurut mereka pantas dijadikan dasar untuk melakukannya? Yang lebih aneh lagi, ada diantara mereka yang bahkan berani berkata bahwa perceraian itu memang atas perintah Tuhan yang ditanam di hati mereka. Itu pernah saya dengar dari seorang petinggi. Wah, bukan main beraninya menjadikan Tuhan sebagai bemper untuk melakukan sesuatu yang justru tidak disukai Tuhan.
Ada sebuah contoh sederhana yang sudah saya ketahui sejak saya masih duduk di sekolah dasar. Sebuah lidi tentu mudah untuk dipatahkan, tetapi menjadi sangat sulit untuk mematahkan sapu lidi yang berisi puluhan sampai ratusan lidi yang diikat menjadi satu. Kita juga tentu tahu betul bagaimana politik Devide et Impera yang dijalankan Belanda dulu mampu membuat bangsa kita menjadi bangsa yang terjajah selama 3.5 abad. Devide et Impera, alias Divide and Rule, pecah belah lalu kuasai, menjadi sebuah strategi yang berhasil bagi penjajah dahulu kala. Meski Belanda sudah hengkang 70 tahun lalu dari bumi pertiwi, masih banyak orang yang mengadopsi strategi ini untuk keuntungan mereka. Tidak memikirkan kelangsungan bangsa, negara atau orang-orang lain yang hidup didalamnya yang semakin lama semakin terpuruk sebagai korban para penguasa.
Ada sebuah ayat menarik yang saya peroleh hari ini. "Bagaimana mungkin satu orang dapat mengejar seribu orang, dan dua orang dapat membuat lari sepuluh ribu orang, kalau tidak gunung batu mereka telah menjual mereka, dan TUHAN telah menyerahkan mereka!" (Ulangan 32:30). Kalau kita teliti secara matematis, seandainya satu orang bisa mengalahkan seribu orang, maka seharusnya dua orang bisa mengalahkan dua ribu orang. Tapi ayat bacaan hari ini mengatakan hal yang berbeda. Ketika satu orang bisa mengatasi seribu orang, dua orang akan mampu mengatasi sepuluh kali lipat dari kekuatan satu orang, alias sepuluh ribu! Ayat bacaan kita mengatakan bahwa itu tidak akan mungkin kalau bukan atas campur tangan Tuhan. Lantas Yosua mengatakan bahwa kemampuan itu bukanlah karena kehebatan kita, tapi karena hadirnya Tuhan. (Yosua 23:10).
Dari sini kita bisa melihat bagaimana kuasa Tuhan hadir berlipat ganda lewat kebersatuan. Kita melihat bahwa ada pelipatgandaan kuasa, pelipatgandaan berkat, dan pelipatgandaan pertolongan dari Tuhan ketika ada lebih dari satu orang yang bersepakat. Pengkotbah pun sebenarnya sudah mengingatkan hal ini. "Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka....Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan." (Pengkotbah 4:9,12).
Saat Tuhan Yesus hadir dan mengajarkan isi hati Bapa, Dia suatu kali berkata: "Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Matius 18:19-20). Ya, permintaan dari dua atau tiga orang, atau lebih, yang berkumpul dalam nama Yesus, bersepakat bersama-sama meminta dalam doa, maka Yesus akan hadir ditengah-tengah mereka dan permintaannya akan dikabulkan oleh Bapa. Bukankah ini luar biasa? Kesepakatan antara dua orang atau lebih akan membawa hadirnya Tuhan dan disana ada pelipatgandaan.
Hari ini kita memperingati hari kemerdekaan kita yang ke 70. Bangsa ini masih terpecah-pecah, masih banyak ketidakadilan dan bentuk-bentuk tirani mayoritas kepada kaum minoritas. Akan sulit sekali untuk berharap masa depan bangsa yang lebih baik kalau diantara umat Tuhan sendiri saja perpecahan atau perceraian masih terus terjadi. Bagaimana kita bisa menjadi berkat dan membawa angin perubahan kalau kita sendiri saja masih tidak beres? Kalau untuk bersatu dalam pekerjaan, pelayanan atau kehidupan dalam skala kemasyarakatan yang menyangkut banyak orang masih terasa sulit, bagaimana dengan sel terkecil yaitu keluarga? Apakah kita sudah rajin berdoa bersama-sama dengan keluarga? Bagi yang sudah berumah tangga, sudahkah ada kesepakatan di antara suami dan istri? Saling support, saling dukung, saling bantu, saling menguatkan, berjalan beriringan dalam menjalani kehidupan berumah-tangga, bersama-sama bersatu dalam doa, apakah itu sudah kita lakukan atau kita masih berjalan sendiri-sendiri atau jangan-jangan tengah memikirkan perceraian dengan seribu satu macam alasan? Kebersatuan dan kesepakatan di rumah tangga saja akan mampu memberikan pelipatgandaan.
Kalau kita terus membiarkan roh perpecahan menguasai kita, kekuatan kita pun akan lemah sehingga iblis akan dengan mudah memporakporandakan kita. Dan titik serang iblis yang paling potensial saat ini berada pada titik persatuan yang harmonis. Kalau kita tahu itu, maukah kita berkomitmen untuk tetap bersatu, baik bersama keluarga, antara suami-istri-anak, dengan saudara, teman, rekan sepelayanan dan sebagainya? Kekuatan yang timbul dari kesepakatan dan kesatuan di antara dua orang atau lebih, itu akan mampu menghasilkan pelipatgandaan. Saya percaya ketika kita mau mengambil langkah untuk bersepakat, seiring sejalan dalam doa, apapun yang kita minta akan dikabulkan oleh Bapa Surgawi dengan berlipat kali ganda. Tentu sepanjang permintaan itu bukan demi pemuasan kedagingan duniawi, namun karena sesuatu yang benar kita butuhkan.
Kita harus terus melatih diri untuk tidak terbiasa bercerai atau terpecah. Kita harus terus belajar untuk mengalahkan ego dan melihat kepentingan yang lebih besar, terutama hal-hal esensial yang menjadi kebenaran dari Kerajaan Allah. Jadilah bagian tubuh Kristus yang saling melekat, tersambung dan melengkapi satu sama lain, dengan Kristus sebagai kepala. Sebab bayangkan, apabila ada manusia yang bagian tubuhnya terpisah-pisah tidak saling melekat satu sama lain, bukankah itu mengerikan? Maka tetap junjung tinggi persatuan dan hindari perpecahan. Itu dulu, baru kita bisa berharap banyak pada kelangsungan bangsa yang kita cintai ini di masa mendatang. Bukan cuma ngomong karena itu tidak akan efektif, tapi kita harus bisa menjadi teladan yang menunjukkan terang di dalam bangsa yang gelap, bukan sebaliknya malah ikut-ikutan jadi bagian dari gelap. Semoga kita bisa menjadi umat Allah yang terus lebih baik dalam melakukan kebenaran dan semoga bangsa ini semakin jaya.
Hidup harmonis bersatu dan bersepakat dalam nama Yesus menghasilkan pelipatgandaan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, August 16, 2015
Panggilan Terhadap Hewan Terlantar (2)
(sambungan)
Mengapa demikian? Jawabannya pun sesungguhnya sudah diberikan di dalam Alkitab, sebab Tuhan telah menciptakan segalanya itu bukan sekedar baik saja, tetapi dikatakan "sungguh amat baik." "Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik." (ay 31). Jika Tuhan telah menciptakan segala sesuatu dengan amat sangat baik, dan Dia sudah berpesan agar kita menjaganya dengan baik, bagaimana kita bisa tega memperlakukan alam beserta tumbuhan dan hewan di dalamnya dengan buruk? Dan jika demikian, bukankah Tuhan pun menginginkan kita untuk melakukan hal-hal yang baik bagi ciptaan-ciptaan Tuhan ini?
Selanjutnya mari kita lihat ayat berikut: "Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?" (Matius 6:26) lalu ayat ini: "Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu." (10:29).
Kedua ayat ini memang berbicara untuk mengingatkan kita bahwa kita tidak perlu takut karena kita semua berada dalam pemeliharaan Tuhan yang penuh kasih. Tetapi perhatikanlah kembali kedua ayat tadi dengan baik, maka kita akan mendapatkan bagaimana Tuhan pun masih meluangkan waktu untuk menjaga kelangsungan hidup burung-burung kecil yang harganya tentu jauh di bawah kita. Ini menunjukkan betapa besarnya perhatian Tuhan bagi hewan-hewan yang bagi manusia mungkin dianggap tidak berguna, atau bahkan hanya dijadikan korban permainan demi kesenangan mereka pribadi.
Sesungguhnya orang-orang yang terpanggil untuk melakukan pekerjaan menyelamatkan hewan dan lingkungan hidup ini dengan dedikasi tinggi pun menunjukkan kasih yang tinggi pula. Ini sejalan dengan Firman Tuhan yang berkata dengan tegas: "Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!" (1 Korintus 16:14). Disamping itu, ingatlah selalu bahwa "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Apa yang mereka lakukan sejalan dengan ayat-ayat di atas. Jika kita melakukan segala sesuatu dalam kasih dan dengan segenap hati seperti untuk Tuhan maka kita pun tentu menyenangkan hati Tuhan, menjadi berkat dan menyatakan terang kepada orang lain, dan lewat itu Roh Kudus bisa bekerja untuk menyentuh jiwa-jiwa untuk selamat.
Panggilan untuk menyelamatkan hewan-hewan yang menderita dan terbuang pun merupakan tugas mulia yang akan sangat besar nilainya di mata Tuhan. Kita harus ingat bahwa kelestarian dan kelangsungan hidup satwa menjadi tanggungjawab kita. Ada banyak spesies yang terancam punah, ada begitu banyak hewan yang saat ini terancam kelangsungan hidupnya, ada banyak pula diantara mereka yang saat ini hidup ketakutan dalam penderitaan sangat membutuhkan pertolongan dari kita. Melayani manusia dan mewartakan Injil kepada sesama itu penting, tapi melestarikan dan menyelamatkan ciptaan-ciptaan Tuhan seperti hewan dan tumbuhan yang juga Dia nilai baik pun tidak kalah pentingnya. Disana pun Tuhan bisa memakai kita untuk menjadi wakil-wakilNya seperti apa yang diamanatkan Yesus. Itu pun bisa menjadi panggilan yang tujuannya sangat baik bagi kehidupan manusia.
Jika itu merupakan panggilan anda hari ini, jalankanlah dengan penuh sukacita dan serius. Tuhan ingin kita melestarikan ciptaan-ciptaanNya di muka bumi ini, dan lewat karya nyata kita bisa mewujudkannya. Bentuk kepedulian nyata seperti itu pun merupakan wujud pelayanan yang tidak kalah mulianya ketimbang pelayanan untuk sesama manusia.
Menjaga kelestarian alam beserta tumbuhan dan hewan di dalamnya merupakan tugas mulia yang tinggi nilainya dimata Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Mengapa demikian? Jawabannya pun sesungguhnya sudah diberikan di dalam Alkitab, sebab Tuhan telah menciptakan segalanya itu bukan sekedar baik saja, tetapi dikatakan "sungguh amat baik." "Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik." (ay 31). Jika Tuhan telah menciptakan segala sesuatu dengan amat sangat baik, dan Dia sudah berpesan agar kita menjaganya dengan baik, bagaimana kita bisa tega memperlakukan alam beserta tumbuhan dan hewan di dalamnya dengan buruk? Dan jika demikian, bukankah Tuhan pun menginginkan kita untuk melakukan hal-hal yang baik bagi ciptaan-ciptaan Tuhan ini?
Selanjutnya mari kita lihat ayat berikut: "Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?" (Matius 6:26) lalu ayat ini: "Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu." (10:29).
Kedua ayat ini memang berbicara untuk mengingatkan kita bahwa kita tidak perlu takut karena kita semua berada dalam pemeliharaan Tuhan yang penuh kasih. Tetapi perhatikanlah kembali kedua ayat tadi dengan baik, maka kita akan mendapatkan bagaimana Tuhan pun masih meluangkan waktu untuk menjaga kelangsungan hidup burung-burung kecil yang harganya tentu jauh di bawah kita. Ini menunjukkan betapa besarnya perhatian Tuhan bagi hewan-hewan yang bagi manusia mungkin dianggap tidak berguna, atau bahkan hanya dijadikan korban permainan demi kesenangan mereka pribadi.
Sesungguhnya orang-orang yang terpanggil untuk melakukan pekerjaan menyelamatkan hewan dan lingkungan hidup ini dengan dedikasi tinggi pun menunjukkan kasih yang tinggi pula. Ini sejalan dengan Firman Tuhan yang berkata dengan tegas: "Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!" (1 Korintus 16:14). Disamping itu, ingatlah selalu bahwa "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Apa yang mereka lakukan sejalan dengan ayat-ayat di atas. Jika kita melakukan segala sesuatu dalam kasih dan dengan segenap hati seperti untuk Tuhan maka kita pun tentu menyenangkan hati Tuhan, menjadi berkat dan menyatakan terang kepada orang lain, dan lewat itu Roh Kudus bisa bekerja untuk menyentuh jiwa-jiwa untuk selamat.
Panggilan untuk menyelamatkan hewan-hewan yang menderita dan terbuang pun merupakan tugas mulia yang akan sangat besar nilainya di mata Tuhan. Kita harus ingat bahwa kelestarian dan kelangsungan hidup satwa menjadi tanggungjawab kita. Ada banyak spesies yang terancam punah, ada begitu banyak hewan yang saat ini terancam kelangsungan hidupnya, ada banyak pula diantara mereka yang saat ini hidup ketakutan dalam penderitaan sangat membutuhkan pertolongan dari kita. Melayani manusia dan mewartakan Injil kepada sesama itu penting, tapi melestarikan dan menyelamatkan ciptaan-ciptaan Tuhan seperti hewan dan tumbuhan yang juga Dia nilai baik pun tidak kalah pentingnya. Disana pun Tuhan bisa memakai kita untuk menjadi wakil-wakilNya seperti apa yang diamanatkan Yesus. Itu pun bisa menjadi panggilan yang tujuannya sangat baik bagi kehidupan manusia.
Jika itu merupakan panggilan anda hari ini, jalankanlah dengan penuh sukacita dan serius. Tuhan ingin kita melestarikan ciptaan-ciptaanNya di muka bumi ini, dan lewat karya nyata kita bisa mewujudkannya. Bentuk kepedulian nyata seperti itu pun merupakan wujud pelayanan yang tidak kalah mulianya ketimbang pelayanan untuk sesama manusia.
Menjaga kelestarian alam beserta tumbuhan dan hewan di dalamnya merupakan tugas mulia yang tinggi nilainya dimata Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, August 15, 2015
Panggilan Terhadap Hewan Terlantar (1)
Ayat bacaan: Kejadian 1:28
======================
"Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
Baru saja ada teman yang bercerita tentang reaksi teman-teman persekutuannya saat mendengar apa yang menjadi panggilannya. Satu persatu mereka menyebutkan apa panggilan mereka, ada yang merasa panggilannya di dunia musik, kepada anak terlantar, kepada kesejahteraan karyawan dan lain-lain. Sampai kepada giliran teman saya, ia berkata bahwa panggilannya kepada anjing dan kucing liar yang berkeliaran di jalanan. Reaksi yang ia terima mengejutkannya: semua orang tertawa dan merasa bahwa itu aneh atau konyol. "Manusia saja masih banyak yang masih harus diurusin, kok malah binatang yang tidak jelas asal usulnya yang dijadikan panggilan, ada-ada saja kamu." kata seorang dari mereka. Ia kecewa mendengar komentar temannya itu dan reaksi yang lain. Maka ia datang dan bertanya pada saya, apakah salah kalau ia merasa bahwa panggilannya adalah mengurus hewan-hewan terlantar di jalanan?
Banyak orang merasa seperti itu, bahwa panggilan hanyalah mengacu kepada manusia dan bukan yang lain. Apakah panggilan memang terbatas hanya untuk manusia saja? Apakah bidan pelayanan tidak boleh menyentuh hal di luar manusia seperti mempedulikan hewan dan tumbuhan? Selain kisah teman saya itu, saya pernah juga mendengar sebuah komentar dari seseorang yang mengatakan bahwa seharusnya orang yang mengaku cinta Tuhan mementingkan dulu untuk melayani manusia daripada sibuk mengurusi 'yang tidak-tidak', mengacu kepada kepedulian terhadap hewan. Ia mengacu kepada Amanat Agung yang menugaskan kita untuk menjadikan semua bangsa menjadi muridNya seperti yang tertulis pada Matius 28:19-20. Apakah benar harus demikian? Apakah kita tidak bisa menjadi terang dan menyenangkan hati Tuhan lewat pelayanan kita menyelamatkan hewan-hewan terlantar, doing an animal rescue or animal conservation? Apakah tidak mungkin jika Tuhan memberi panggilan kepada sebagian orang untuk bekerja di ladang yang satu ini, atau yang lebih sederhana, tidakkah mungkin jika kita bisa melakukan Amanat Agung lewat tindakan mulia menyelamatkan hewan-hewan yang terbuang dan menderita ini?
Kenyataannya, di mana pun di bumi ini ada begitu banyak hewan yang butuh pertolongan. Di beberapa acara televisi saya melihat langsung hewan-hewan yang diperlakukan dengan sangat kejam yang akan segera mati jika tidak mendapatkan pertolongan. Banyak yang tega menyiksa atau memperlakukan hewan piaraannya secara buruk dan lain sebagainya, atau meracun dan menganiaya hewan-hewan malang ini tanpa perasaan, dengan sangat kejam. Ada pula beberapa kota yang pemerintahnya begitu tega mengeluarkan perintah untuk menghabisi nyawa hewan liar di jalanan seolah mereka tidak punya perasaan, nyawanya tak berharga. Anak-anak sejak kecil ditakut-takuti dengan anjing, padahal anjing bisa jauh lebih setia ketimbang manusia. Pada kenyataannya kita sering melihat atau mendengar orang memperlakukan hewan piaraannya dengan kejam. Ada anjing yang diikat diluar sepanjang hidupnya, terkena panas terik dan hujan begitu saja, ada yang tidak diberi makan, dibiarkan ketika diserang kutu, sekarat tertabrak mobil atau disiksa orang dan sebagainya. Ada beberapa lembaga yang aktif melakukan pelayanannya dan menunjukkan foto-foto dari hewan-hewan yang bernasib naas seperti ini, orang-orang yang membuka animal shelter dan saling berbagi info mengenai anjing-anjing yang terlantar di berbagai tempat. Dan saya bersyukur karena ternyata masih banyak orang yang mau membantu mereka untuk menolong hewan-hewan ini bersama-sama tanpa memandang latar belakang masing-masing.
Tuhan mengasihi manusia secara istimewa, itu benar. Bahwa ada banyak manusia yang butuh pertolongan dan belum mengenal kebenaran, itu pun benar. Tetapi bukan berarti bahwa Tuhan tidak mengasihi hewan dan tumbuhan yang notabene merupakan ciptaanNya juga dan kita tidak punya urusan apa-apa atau tidak perlu peduli terhadap itu. Banyak orang yang tidak bertanggungjawab merusak lingkungan, menebang pohon sembarangan, merusak habitat hewan bahkan memburu mereka termasuk hewan-hewan langka di dalamnya tanpa merasa bersalah. Kekejaman terhadap hewan seperti yang di jalan atau burung yang ditembaki hanya untuk kesenangan sesaat terus saja terjadi. Mengingat Tuhan menginginkan kita untuk menjadi berkat di dunia, apakah kita tidak bisa menjadi berkat buat sesama lewat kepedulian kita terhadap hewan-hewan terlantar yang nyawanya terancam setiap saat?
Akan hal ini, mari kita lihat apa yang tertulis pada bagian paling depan di Alkitab. Sejak di awal penciptaan sesungguhnya kita bisa melihat bagaimana Tuhan telah berpesan langsung kepada kita mengenai hal ini. Lihatlah ayat yang disebutkan dalam kitab Kejadian "Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kejadian 1:28). Menaklukkan dan berkuasa disini bukanlah dimaksudkan bahwa kita bisa seenaknya mengeksploitasi isi bumi tanpa memikirkan kelangsungan hidup atau kelestariannya, tapi justru sebaliknya, kepada kita disematkan sebuah tanggung jawab secara penuh untuk mengurus dan melestarikan segala yang ada di muka bumi ini, termasuk pula di dalamnya berbagai spesies atau jenis hewan yang hidup di bumi terutama yang langka.
(bersambung)
======================
"Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
Baru saja ada teman yang bercerita tentang reaksi teman-teman persekutuannya saat mendengar apa yang menjadi panggilannya. Satu persatu mereka menyebutkan apa panggilan mereka, ada yang merasa panggilannya di dunia musik, kepada anak terlantar, kepada kesejahteraan karyawan dan lain-lain. Sampai kepada giliran teman saya, ia berkata bahwa panggilannya kepada anjing dan kucing liar yang berkeliaran di jalanan. Reaksi yang ia terima mengejutkannya: semua orang tertawa dan merasa bahwa itu aneh atau konyol. "Manusia saja masih banyak yang masih harus diurusin, kok malah binatang yang tidak jelas asal usulnya yang dijadikan panggilan, ada-ada saja kamu." kata seorang dari mereka. Ia kecewa mendengar komentar temannya itu dan reaksi yang lain. Maka ia datang dan bertanya pada saya, apakah salah kalau ia merasa bahwa panggilannya adalah mengurus hewan-hewan terlantar di jalanan?
Banyak orang merasa seperti itu, bahwa panggilan hanyalah mengacu kepada manusia dan bukan yang lain. Apakah panggilan memang terbatas hanya untuk manusia saja? Apakah bidan pelayanan tidak boleh menyentuh hal di luar manusia seperti mempedulikan hewan dan tumbuhan? Selain kisah teman saya itu, saya pernah juga mendengar sebuah komentar dari seseorang yang mengatakan bahwa seharusnya orang yang mengaku cinta Tuhan mementingkan dulu untuk melayani manusia daripada sibuk mengurusi 'yang tidak-tidak', mengacu kepada kepedulian terhadap hewan. Ia mengacu kepada Amanat Agung yang menugaskan kita untuk menjadikan semua bangsa menjadi muridNya seperti yang tertulis pada Matius 28:19-20. Apakah benar harus demikian? Apakah kita tidak bisa menjadi terang dan menyenangkan hati Tuhan lewat pelayanan kita menyelamatkan hewan-hewan terlantar, doing an animal rescue or animal conservation? Apakah tidak mungkin jika Tuhan memberi panggilan kepada sebagian orang untuk bekerja di ladang yang satu ini, atau yang lebih sederhana, tidakkah mungkin jika kita bisa melakukan Amanat Agung lewat tindakan mulia menyelamatkan hewan-hewan yang terbuang dan menderita ini?
Kenyataannya, di mana pun di bumi ini ada begitu banyak hewan yang butuh pertolongan. Di beberapa acara televisi saya melihat langsung hewan-hewan yang diperlakukan dengan sangat kejam yang akan segera mati jika tidak mendapatkan pertolongan. Banyak yang tega menyiksa atau memperlakukan hewan piaraannya secara buruk dan lain sebagainya, atau meracun dan menganiaya hewan-hewan malang ini tanpa perasaan, dengan sangat kejam. Ada pula beberapa kota yang pemerintahnya begitu tega mengeluarkan perintah untuk menghabisi nyawa hewan liar di jalanan seolah mereka tidak punya perasaan, nyawanya tak berharga. Anak-anak sejak kecil ditakut-takuti dengan anjing, padahal anjing bisa jauh lebih setia ketimbang manusia. Pada kenyataannya kita sering melihat atau mendengar orang memperlakukan hewan piaraannya dengan kejam. Ada anjing yang diikat diluar sepanjang hidupnya, terkena panas terik dan hujan begitu saja, ada yang tidak diberi makan, dibiarkan ketika diserang kutu, sekarat tertabrak mobil atau disiksa orang dan sebagainya. Ada beberapa lembaga yang aktif melakukan pelayanannya dan menunjukkan foto-foto dari hewan-hewan yang bernasib naas seperti ini, orang-orang yang membuka animal shelter dan saling berbagi info mengenai anjing-anjing yang terlantar di berbagai tempat. Dan saya bersyukur karena ternyata masih banyak orang yang mau membantu mereka untuk menolong hewan-hewan ini bersama-sama tanpa memandang latar belakang masing-masing.
Tuhan mengasihi manusia secara istimewa, itu benar. Bahwa ada banyak manusia yang butuh pertolongan dan belum mengenal kebenaran, itu pun benar. Tetapi bukan berarti bahwa Tuhan tidak mengasihi hewan dan tumbuhan yang notabene merupakan ciptaanNya juga dan kita tidak punya urusan apa-apa atau tidak perlu peduli terhadap itu. Banyak orang yang tidak bertanggungjawab merusak lingkungan, menebang pohon sembarangan, merusak habitat hewan bahkan memburu mereka termasuk hewan-hewan langka di dalamnya tanpa merasa bersalah. Kekejaman terhadap hewan seperti yang di jalan atau burung yang ditembaki hanya untuk kesenangan sesaat terus saja terjadi. Mengingat Tuhan menginginkan kita untuk menjadi berkat di dunia, apakah kita tidak bisa menjadi berkat buat sesama lewat kepedulian kita terhadap hewan-hewan terlantar yang nyawanya terancam setiap saat?
Akan hal ini, mari kita lihat apa yang tertulis pada bagian paling depan di Alkitab. Sejak di awal penciptaan sesungguhnya kita bisa melihat bagaimana Tuhan telah berpesan langsung kepada kita mengenai hal ini. Lihatlah ayat yang disebutkan dalam kitab Kejadian "Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kejadian 1:28). Menaklukkan dan berkuasa disini bukanlah dimaksudkan bahwa kita bisa seenaknya mengeksploitasi isi bumi tanpa memikirkan kelangsungan hidup atau kelestariannya, tapi justru sebaliknya, kepada kita disematkan sebuah tanggung jawab secara penuh untuk mengurus dan melestarikan segala yang ada di muka bumi ini, termasuk pula di dalamnya berbagai spesies atau jenis hewan yang hidup di bumi terutama yang langka.
(bersambung)
Friday, August 14, 2015
Fase Padang Gurun (2)
(sambungan)
Untuk apa sebenarnya Tuhan mengijinkan kita, anak-anakNya untuk masuk ke dalam padang gurun? Apakah karena Tuhan senang menyiksa anak-anakNya? Tentu tidak. Tuhan mengijinkan kita terdampar di padang gurun dengan tujuan agar kita menjadi kuat, teruji dan berkualitas, baik dari segi mental maupun spiritual. Ketahanan, kesabaran, ketegaran dan kekuatan iman kita akan diuji betul disana. Tuhan tidak ingin kita menjadi orang-orang yang penuh kesombongan. Tuhan tidak ingin kita memiliki sikap hati yang salah. Tuhan tidak ingin kita terlena, menjadi manja dan lemah. Ketika Tuhan mengijinkan kita masuk ke dalam padang gurun, disana kita ditempa untuk memiliki otot-otot rohani yang kuat dan belajar untuk berpegang teguh pada Tuhan, belajar bahwa kehebatan kita tidaklah ada apa-apanya, dan nanti ketika kita keluar dari padang gurun, kita akan jauh lebih bisa menghargai kehidupan dan sang Pemilik kehidupan.
Kepada bangsa Israel Tuhan berpesan demikian: "Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak. Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN." (Ulangan 8:2-3). Pesan yang sama berikut alasan mengapa pencobaan padang gurun harus dilalui juga berlaku pada kita. Tanpa melewati berbagai ujian di padang gurun, kita akan menjadi pengikut Kristus yang lemah. Mudah sombong, manja dan lemah otot imannya. Tanpa adanya fase sulit, iman kita belumlah teruji, dan kita bisa lengah dan lupa diri karena kita belum merasakan bagaimana yang namanya penderitaan.
Adalah sangat penting bagi setiap kita untuk dilatih memiliki iman yang teguh, tahu untuk mengandalkan Tuhan dalam setiap kehidupan kita lewat berbagai pengalaman di padang gurun. Jika saya ibaratkan padang gurun sebagai sebuah ujian, maka lulus atau tidak dari padang gurun tergantung dari bagaimana kita menyikapinya. Apakah kita tegar dan taat untuk belajar dari segala penderitaan dan bisa benar-benar menghargai "tanah terjanji" yang disediakan Tuhan di depan, atau kita memilih untuk menyerah dan "kembali ke Mesir", yang berbicara mengenai kembali kepada dosa-dosa lama kita. Apakah kita memilih untuk belajar bergantung pada Tuhan saja, atau kita malah memilih tawaran-tawaran instan yang penuh tipu daya iblis lewat menyembah ilah lain. Semua ini penting untuk disikapi, karena lewat padang gurun inilah Tuhan ingin menguji bagaimana isi hati dan sikap kita sebenarnya.
Tidak mudah, tidak menyenangkan, menyakitkan, itu semua akan dirasakan ketika kita berada di padang gurun. Tapi ingatlah satu hal: meski ditengah penderitaan kita terkadang sulit merasakan keberadaan Tuhan dan mengira Dia diam dan memalingkan muka, sesungguhnya Tuhan selalu ada bersama kita dan tidak akan membiarkan kita menghadapinya sendirian. Tuhan sendiri berjanji bahwa dalam masa padang gurun sekalipun, Dia akan selalu menjaga kita layaknya biji mataNya sendiri! "Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun, di tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya." (Ulangan 32:10).
Seperti halnya Yesus yang tetap dilayani oleh para Malaikat ketika dibawa oleh Roh ke dalam padang gurun (Markus 1:13), demikian pula perjalanan anak-anakNya yang takut akan Dia di dalam kesesakan. Lihat apa kata Daud: "Malaikat TUHAN berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka." (Mazmur 24:8). Yakobus mengingatkan kita juga mengenai akhir indah dari sebuah perjalanan di padang gurun yang penuh pencobaan. "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12).
Oleh sebab itu apabila ada diantara anda yang tengah berjalan dalam fase padang gurun, janganlah menyerah, jangan putus asa, dan jagalah diri anda agar jangan malah terjatuh ke dalam kesesatan ketika berada di padang gurun. Itu adalah sebuah proses menuju kepada kedewasaan rohani, yang menyiapkan kita untuk tidak lupa diri ketika kita mengalami keberhasilan dan berkat-berkat dari Tuhan, fase yang mempersiapkan kita untuk menjadi orang-orang yang kuat otot imannya, lebih tegar, lebih kuat, lebih dewasa, lebih bijaksana dan lebih mengandalkan Tuhan. Jadikan saat-saat di padang gurun sebagai sebuah pengalaman berharga, tetaplah bersyukur dan lakukan yang terbaik disana agar anda memperoleh manfaatnya secara maksimal.
Proses padang gurun adalah sebuah proses pendewasaan rohani agar kita menjadi umatNya yang layak
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Untuk apa sebenarnya Tuhan mengijinkan kita, anak-anakNya untuk masuk ke dalam padang gurun? Apakah karena Tuhan senang menyiksa anak-anakNya? Tentu tidak. Tuhan mengijinkan kita terdampar di padang gurun dengan tujuan agar kita menjadi kuat, teruji dan berkualitas, baik dari segi mental maupun spiritual. Ketahanan, kesabaran, ketegaran dan kekuatan iman kita akan diuji betul disana. Tuhan tidak ingin kita menjadi orang-orang yang penuh kesombongan. Tuhan tidak ingin kita memiliki sikap hati yang salah. Tuhan tidak ingin kita terlena, menjadi manja dan lemah. Ketika Tuhan mengijinkan kita masuk ke dalam padang gurun, disana kita ditempa untuk memiliki otot-otot rohani yang kuat dan belajar untuk berpegang teguh pada Tuhan, belajar bahwa kehebatan kita tidaklah ada apa-apanya, dan nanti ketika kita keluar dari padang gurun, kita akan jauh lebih bisa menghargai kehidupan dan sang Pemilik kehidupan.
Kepada bangsa Israel Tuhan berpesan demikian: "Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak. Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN." (Ulangan 8:2-3). Pesan yang sama berikut alasan mengapa pencobaan padang gurun harus dilalui juga berlaku pada kita. Tanpa melewati berbagai ujian di padang gurun, kita akan menjadi pengikut Kristus yang lemah. Mudah sombong, manja dan lemah otot imannya. Tanpa adanya fase sulit, iman kita belumlah teruji, dan kita bisa lengah dan lupa diri karena kita belum merasakan bagaimana yang namanya penderitaan.
Adalah sangat penting bagi setiap kita untuk dilatih memiliki iman yang teguh, tahu untuk mengandalkan Tuhan dalam setiap kehidupan kita lewat berbagai pengalaman di padang gurun. Jika saya ibaratkan padang gurun sebagai sebuah ujian, maka lulus atau tidak dari padang gurun tergantung dari bagaimana kita menyikapinya. Apakah kita tegar dan taat untuk belajar dari segala penderitaan dan bisa benar-benar menghargai "tanah terjanji" yang disediakan Tuhan di depan, atau kita memilih untuk menyerah dan "kembali ke Mesir", yang berbicara mengenai kembali kepada dosa-dosa lama kita. Apakah kita memilih untuk belajar bergantung pada Tuhan saja, atau kita malah memilih tawaran-tawaran instan yang penuh tipu daya iblis lewat menyembah ilah lain. Semua ini penting untuk disikapi, karena lewat padang gurun inilah Tuhan ingin menguji bagaimana isi hati dan sikap kita sebenarnya.
Tidak mudah, tidak menyenangkan, menyakitkan, itu semua akan dirasakan ketika kita berada di padang gurun. Tapi ingatlah satu hal: meski ditengah penderitaan kita terkadang sulit merasakan keberadaan Tuhan dan mengira Dia diam dan memalingkan muka, sesungguhnya Tuhan selalu ada bersama kita dan tidak akan membiarkan kita menghadapinya sendirian. Tuhan sendiri berjanji bahwa dalam masa padang gurun sekalipun, Dia akan selalu menjaga kita layaknya biji mataNya sendiri! "Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun, di tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya." (Ulangan 32:10).
Seperti halnya Yesus yang tetap dilayani oleh para Malaikat ketika dibawa oleh Roh ke dalam padang gurun (Markus 1:13), demikian pula perjalanan anak-anakNya yang takut akan Dia di dalam kesesakan. Lihat apa kata Daud: "Malaikat TUHAN berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka." (Mazmur 24:8). Yakobus mengingatkan kita juga mengenai akhir indah dari sebuah perjalanan di padang gurun yang penuh pencobaan. "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12).
Oleh sebab itu apabila ada diantara anda yang tengah berjalan dalam fase padang gurun, janganlah menyerah, jangan putus asa, dan jagalah diri anda agar jangan malah terjatuh ke dalam kesesatan ketika berada di padang gurun. Itu adalah sebuah proses menuju kepada kedewasaan rohani, yang menyiapkan kita untuk tidak lupa diri ketika kita mengalami keberhasilan dan berkat-berkat dari Tuhan, fase yang mempersiapkan kita untuk menjadi orang-orang yang kuat otot imannya, lebih tegar, lebih kuat, lebih dewasa, lebih bijaksana dan lebih mengandalkan Tuhan. Jadikan saat-saat di padang gurun sebagai sebuah pengalaman berharga, tetaplah bersyukur dan lakukan yang terbaik disana agar anda memperoleh manfaatnya secara maksimal.
Proses padang gurun adalah sebuah proses pendewasaan rohani agar kita menjadi umatNya yang layak
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Subscribe to:
Posts (Atom)
Belajar dari Rehabeam (2)
(sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...