Ayat bacaan: Markus 11:25
======================
"Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu."
Pelajaran sejarah di sekolah-sekolah mengatakan bahwa bangsa Indonesia dijajah selama 350 tahun lamanya. Belakangan saya mengetahui bahwa penjajahan sampai 3 setengah abad itu bukan terjadi secara keseluruhan, dalam artian bukan semua bagian Indonesia seragam mengalami masa terjajah sedemikian panjang. Meski demikian, tidak akan ada yang menyanggah bahwa mau lama mau singkat, berada dalam penjajahan itu tetap saja sangat menyakitkan. Beberapa veteran perang yang sempat saya temui bercerita banyak tentang itu. Selain nyawa yang jadi taruhan, bentuk siksaan yang mungkin dialami, hidup penuh ketakutan dan segala penghinaan, tekanan dan sebagainya pun merupakan hal-hal yang menyakitkan saat berada di bawah penjajahan.
Hari ini Indonesia sudah merdeka. Tapi nyatanya hari ini di alam yang katanya sudah merdeka pun, baik sadar atau tidak, kita masih sering terjajah oleh banyak hal. Termasuk dalam hal iman, banyak dari kita yang belum sepenuhnya merdeka, atau malah belum merdeka sama sekali. Mengapa bisa seperti itu, padahal Yesus sudah memerdekakan kita dari belenggu dosa ribuan tahun lalu? Jangan dulu menyalahkan orang lain, karena bisa jadi kita justru terjajah oleh keputusan-keputusan atau perilaku kita sendiri yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Itu bisa menghalangi berkat dan jawaban Tuhan turun atas kita, membuat jarak kita terpisah begitu jauh dari Tuhan.
Lihatlah apa yang dikatakan dalam kitab Yesaya berikut. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Dosa-dosa yang kita biarkan terus bercokol di dalam diri kita bisa membuat doa-doa kita terhalang untuk mendapatkan jawaban. Itu merupakan penghalang hubungan kita dengan Tuhan. Perlakuan suami terhadap istri yang tidak bijaksana pun bisa menghalangi kita menjadi orang-orang yang merdeka secara iman. "Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang." (1 Petrus 3:7). Selain itu, ada satu lagi penghambat doa-doa kita didengar Tuhan, yaitu ketika kita masih menyimpan dendam dan belum bisa memberikan pengampunan terhadap seseorang yang pernah melukai perasaan kita atau merugikan hidup kita.
Banyak orang tidak menyadari betapa eratnya hubungan antara iman dan pengampunan. Yesus pernah mengajarkan mengenai hubungan ini ketika memberi nasihat tentang doa (Markus 11:20-26). Syarat yang diberikan Yesus agar kita bisa memiliki iman yang sanggup mencampakkan gunung ke laut adalah keteguhan hati kita. Tidak bimbang, tetap percaya, maka hal itu akan terjadi. Demikian kata Yesus dalam ayat 23. Kemudian Yesus melanjutkan lewat ayat yang sudah begitu kita kenal dengan baik. "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (ay 24). Iman yang kuat akan membuat kita bisa percaya penuh kepada Tuhan.
Ayat ini sangatlah kita kenal. Tapi ada hal yang menarik yang saya pikir jarang kita bahas atau perhatikan. Mari kita lihat ayat apa yang langsung menyambung ayat dalam Markus 11:24 itu. "Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (ay 25). Bahkan kemudian ditekankan lagi dengan hal sebaliknya: "Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (ay 26).
Perhatikanlah rangkaian ayat 24 sampai 26. Rangkaian ayat ini sesungguhnya menunjukkan sebuah kaitan yang sangat erat antara iman dan pengampunan. Sebelum kita berdoa dan berharap menerima apa yang kita minta, kita wajib terlebih dahulu mengampuni orang-orang yang masih mengganjal dalam hati kita. Artinya, doa hanya akan berakhir sia-sia jika kita belum melepaskan sakit hati atau dendam yang masih bercokol di dalam hati kita dan memberi pengampunan.
(bersambung)
Thursday, March 31, 2016
Wednesday, March 30, 2016
Mengasihi dalam Hakekat Manusia sebagai Objek Kasih Tuhan (2)
(sambungan)
Berkali-kali Tuhan menyatakan betapa Dia mengasihi kita. Misalnya saat kita dikatakan sebagai ciptaan yang dahsyat dan ajaib. Tuhan membentuk setiap bagian tubuh kita, menenun kita langsung dalam rahim ibu kita (Mazmur 139:13-14), kita dilukiskan Tuhan dalam telapak tanganNya dan terukir di ruang mataNya (Yesaya 39:16), dan lain-lain. Bahkan begitu besar Tuhan mengasihi kita sehingga Kristus pun Dia berikan agar kita semua selamat dari maut. (Yohanes 3:16). Semua kisah kasih Tuhan terhadap manusia yang penuh dosa ini begitu menggugah hati, sehingga seharusnya jika kita mengenal pribadiNya yang kasih, kita pun sudah pada tempatnya senantiasa termotivasi untuk mengasihi orang lain pula.
Tuhan selalu merindukan eratnya hubungan dengan anak-anakNya yang khusus diciptakan segambar dan serupa dengan Dia, yang dapat Dia kasihi. Tuhan menciptakan manusia, baik pria maupun wanita dengan begitu istimewa, dengan mengambil gambarNya sendiri, karena Dia menginginkan kita sebagai sosok untuk berbagi kasih.
Renungkanlah, maka anda akan mendapati bahwa pesan ini sesungguhnya sangat menakjubkan. Kita objek-objek yang menerima kasih Allah, bentuk kasih yang sempurna. Terlebih ketika Allah sudah terlebih dahulu mengulurkan tanganNya untuk mengasihi kita. Wujud mengasihi Tuhan ini tidaklah bisa lepas dari wujud mengasihi sesama kita, seperti apa yang dipesankan Tuhan Yesus. Yohanes menuliskan demikian: "Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya." (1 Yohanes 4:19-21). Rangkaian pesan ini menegaskan pesan kasih yang harus kita jalankan di dunia jika kita mengaku mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi kita.
Tidak mudah memang untuk mengasihi orang yang tidak kita kenal, apalagi kalau mereka termasuk orang yang mengecewakan atau malah menyakiti kita. Tetapi setidaknya kita bisa belajar untuk melakukannya dengan mengimani pribadi Tuhan yang tidak lain adalah kasih. Seperti kasih yang terus menerus Dia curahkan pada kita yang sebenarnya jauh dari layak untuk menerima itu semua, seperti itu pula kita seharusnya berbuat kepada orang lain. Ketika Tuhan begitu mengasihi kita, tidakkah kita yang mengaku anak-anakNya sudah sepantasnya berusaha pula untuk mengasihi orang lain seperti itu? Sebagai objek kasih Tuhan, adakah orang disekitar anda saat ini yang bisa anda jadikan objek kasih? Sudahkah anda melakukan itu?
Sebagai objek kasih Tuhan, hendaklah kita juga belajar mengasihi orang lain, termasuk yang sulit sekalipun
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Berkali-kali Tuhan menyatakan betapa Dia mengasihi kita. Misalnya saat kita dikatakan sebagai ciptaan yang dahsyat dan ajaib. Tuhan membentuk setiap bagian tubuh kita, menenun kita langsung dalam rahim ibu kita (Mazmur 139:13-14), kita dilukiskan Tuhan dalam telapak tanganNya dan terukir di ruang mataNya (Yesaya 39:16), dan lain-lain. Bahkan begitu besar Tuhan mengasihi kita sehingga Kristus pun Dia berikan agar kita semua selamat dari maut. (Yohanes 3:16). Semua kisah kasih Tuhan terhadap manusia yang penuh dosa ini begitu menggugah hati, sehingga seharusnya jika kita mengenal pribadiNya yang kasih, kita pun sudah pada tempatnya senantiasa termotivasi untuk mengasihi orang lain pula.
Tuhan selalu merindukan eratnya hubungan dengan anak-anakNya yang khusus diciptakan segambar dan serupa dengan Dia, yang dapat Dia kasihi. Tuhan menciptakan manusia, baik pria maupun wanita dengan begitu istimewa, dengan mengambil gambarNya sendiri, karena Dia menginginkan kita sebagai sosok untuk berbagi kasih.
Renungkanlah, maka anda akan mendapati bahwa pesan ini sesungguhnya sangat menakjubkan. Kita objek-objek yang menerima kasih Allah, bentuk kasih yang sempurna. Terlebih ketika Allah sudah terlebih dahulu mengulurkan tanganNya untuk mengasihi kita. Wujud mengasihi Tuhan ini tidaklah bisa lepas dari wujud mengasihi sesama kita, seperti apa yang dipesankan Tuhan Yesus. Yohanes menuliskan demikian: "Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya." (1 Yohanes 4:19-21). Rangkaian pesan ini menegaskan pesan kasih yang harus kita jalankan di dunia jika kita mengaku mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi kita.
Tidak mudah memang untuk mengasihi orang yang tidak kita kenal, apalagi kalau mereka termasuk orang yang mengecewakan atau malah menyakiti kita. Tetapi setidaknya kita bisa belajar untuk melakukannya dengan mengimani pribadi Tuhan yang tidak lain adalah kasih. Seperti kasih yang terus menerus Dia curahkan pada kita yang sebenarnya jauh dari layak untuk menerima itu semua, seperti itu pula kita seharusnya berbuat kepada orang lain. Ketika Tuhan begitu mengasihi kita, tidakkah kita yang mengaku anak-anakNya sudah sepantasnya berusaha pula untuk mengasihi orang lain seperti itu? Sebagai objek kasih Tuhan, adakah orang disekitar anda saat ini yang bisa anda jadikan objek kasih? Sudahkah anda melakukan itu?
Sebagai objek kasih Tuhan, hendaklah kita juga belajar mengasihi orang lain, termasuk yang sulit sekalipun
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, March 29, 2016
Mengasihi dalam Hakekat Manusia sebagai Objek Kasih Tuhan (1)
Ayat bacaan: 1 Yohanes 4:8
=======================
"Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih."
Saya masih ingin melanjutkan soal kasih. Untuk mengucapkan kasih seperti ucapan I love you atau aku cinta/sayang kamu itu tidak sulit. Hampir semua pasangan gemar mengatakan itu. Tapi untuk benar-benar mengaplikasikan kasih secara nyata dalam kehidupan tidaklah semudah Mungkin mudah kalau kita menyatakan kasih kepada pasangan atau keluarga, tapi akan sulit saat itu berhubungan dengan orang yang tidak kita kenal dekat, makin sulit kalau ke orang yang tidak kenal sama sekali, lebih-lebih lagi sulitnya kalau harus menyatakan itu kepada orang yang pernah menyakiti, mengecewakan atau orang-orang yang tabiatnya memang sulit dan cenderung suka mencari perkara. Kalau kita berhadapan dengan tipe orang seperti itu, alih-alih mau mengasihi mereka, tidak bereaksi negatif saja mungkin sudah merupakan keberhasilan luar biasa. Sulit sekali, atau malah hampir-hampir tidak mungkin. Padahal kasih merupakan dasar dari kekristenan yang seharusnya dimiliki atau dihidupi oleh orang-orang percaya dan berlaku secara luas bukan berhenti hanya pada orang-orang yang kita sayangi, dekat atau baik saja.
Dua perintah yang terutama dari Yesus berkaitan dengan kasih, yaitu mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi, lalu mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri (Matius 22:37-40). Lebih lanjut kita justru diperintahkan untuk meningkatkan level kasih kita kepada tidak hanya seperti mengasihi diri sendiri, melainkan seperti Kristus sendiri telah mengasihi kita. (Yohanes 13:34). Yesus juga berkata: "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (15:13). Tingkatan seperti itulah yang Tuhan sampaikan dan sudah Dia contohkan sendiri. Bisakah kita melakukan itu kalau memaafkan orang yang bermasalah dengan kita saja sudah sedemikian sulit? Berat, itu pasti. Tetapi kalau kita bicara soal kasih dalam standar Kerajaan Surga, kasih seharusnya terus berproses untuk sampai kepada tingkatan itu,
Kali ini saya ingin mngajak teman-teman untuk melihat sebuah sisi lain dari kasih, yaitu dari sisi penerapan kasih Allah. Ayat bacaan hari ini berbunyi demikian: "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
Ayat ini sepintas terlihat sangat sederhana. Tetapi saya pikir, meski sederhana ayat ini sesungguhnya berbicara jelas mengenai hubungan antara mengasihi orang lain bahkan musuh sekalipun dengan pengenalan kita akan pribadi Allah. Artinya, seberapa besar kita mengasihi sesama kita akan mencerminkan sejauh mana kita mengenal Allah.
Dalam ayat berikut kita membaca: "Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia." (ay 16).
Lihatlah, sedemikian pentingnya sebuah ungkapan kasih kepada sesama manusia, sedemikian pentingnya untuk hidup dikuasai oleh kasih dan bukan kebencian sampai-sampai itu dikaitkan dengan seberapa jauh pengenalan dan kedekatan kita dengan Allah sendiri. Menariknya, apa yang disampaikan ayat ini bukan hanya sebatas Tuhan sebagai Pribadi yang Maha Pengasih, tetapi Tuhan adalah kasih itu sendiri, PribadiNya adalah kasih.
Tuhan mempunyai banyak sifat lainnya, seperti maha adil, maha kudus, maha kuasa, maha besar dan seterusnya. Itu benar. Tapi mari saya ajak teman-teman melihat perbedaannya. Perhatikan bahwa sifat-sifat ini bisa dimiliki Tuhan tanpa membutuhkan kita alias sebenarnya tidak butuh objek. Maksud saya, Tuhan tidak perlu kita, manusia, untuk menjadi kudus, tidak membutuhkan kita untuk menjadi adil, maha besar dan sebagainya. Tapi kasih itu berbeda. Sifat kasih yang menjadi sifat dasar Tuhan ini tidak dapat Dia berikan tanpa kehadiran kita, manusia-manusia yang dibentuk sesuai dengan gambar dan rupaNya. Artinya, kita ada sebagai objek dimana Tuhan bisa menyatakan kasihNya. Logikanya, kasih akan berlangsung jika ada yang mengasihi dan ada yang dikasihi, dan saat kedua pihak saling mengasihi, disanalah kasih itu akan menjadi luar biasa indahnya.
(bersambung)
=======================
"Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih."
Saya masih ingin melanjutkan soal kasih. Untuk mengucapkan kasih seperti ucapan I love you atau aku cinta/sayang kamu itu tidak sulit. Hampir semua pasangan gemar mengatakan itu. Tapi untuk benar-benar mengaplikasikan kasih secara nyata dalam kehidupan tidaklah semudah Mungkin mudah kalau kita menyatakan kasih kepada pasangan atau keluarga, tapi akan sulit saat itu berhubungan dengan orang yang tidak kita kenal dekat, makin sulit kalau ke orang yang tidak kenal sama sekali, lebih-lebih lagi sulitnya kalau harus menyatakan itu kepada orang yang pernah menyakiti, mengecewakan atau orang-orang yang tabiatnya memang sulit dan cenderung suka mencari perkara. Kalau kita berhadapan dengan tipe orang seperti itu, alih-alih mau mengasihi mereka, tidak bereaksi negatif saja mungkin sudah merupakan keberhasilan luar biasa. Sulit sekali, atau malah hampir-hampir tidak mungkin. Padahal kasih merupakan dasar dari kekristenan yang seharusnya dimiliki atau dihidupi oleh orang-orang percaya dan berlaku secara luas bukan berhenti hanya pada orang-orang yang kita sayangi, dekat atau baik saja.
Dua perintah yang terutama dari Yesus berkaitan dengan kasih, yaitu mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi, lalu mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri (Matius 22:37-40). Lebih lanjut kita justru diperintahkan untuk meningkatkan level kasih kita kepada tidak hanya seperti mengasihi diri sendiri, melainkan seperti Kristus sendiri telah mengasihi kita. (Yohanes 13:34). Yesus juga berkata: "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (15:13). Tingkatan seperti itulah yang Tuhan sampaikan dan sudah Dia contohkan sendiri. Bisakah kita melakukan itu kalau memaafkan orang yang bermasalah dengan kita saja sudah sedemikian sulit? Berat, itu pasti. Tetapi kalau kita bicara soal kasih dalam standar Kerajaan Surga, kasih seharusnya terus berproses untuk sampai kepada tingkatan itu,
Kali ini saya ingin mngajak teman-teman untuk melihat sebuah sisi lain dari kasih, yaitu dari sisi penerapan kasih Allah. Ayat bacaan hari ini berbunyi demikian: "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
Ayat ini sepintas terlihat sangat sederhana. Tetapi saya pikir, meski sederhana ayat ini sesungguhnya berbicara jelas mengenai hubungan antara mengasihi orang lain bahkan musuh sekalipun dengan pengenalan kita akan pribadi Allah. Artinya, seberapa besar kita mengasihi sesama kita akan mencerminkan sejauh mana kita mengenal Allah.
Dalam ayat berikut kita membaca: "Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia." (ay 16).
Lihatlah, sedemikian pentingnya sebuah ungkapan kasih kepada sesama manusia, sedemikian pentingnya untuk hidup dikuasai oleh kasih dan bukan kebencian sampai-sampai itu dikaitkan dengan seberapa jauh pengenalan dan kedekatan kita dengan Allah sendiri. Menariknya, apa yang disampaikan ayat ini bukan hanya sebatas Tuhan sebagai Pribadi yang Maha Pengasih, tetapi Tuhan adalah kasih itu sendiri, PribadiNya adalah kasih.
Tuhan mempunyai banyak sifat lainnya, seperti maha adil, maha kudus, maha kuasa, maha besar dan seterusnya. Itu benar. Tapi mari saya ajak teman-teman melihat perbedaannya. Perhatikan bahwa sifat-sifat ini bisa dimiliki Tuhan tanpa membutuhkan kita alias sebenarnya tidak butuh objek. Maksud saya, Tuhan tidak perlu kita, manusia, untuk menjadi kudus, tidak membutuhkan kita untuk menjadi adil, maha besar dan sebagainya. Tapi kasih itu berbeda. Sifat kasih yang menjadi sifat dasar Tuhan ini tidak dapat Dia berikan tanpa kehadiran kita, manusia-manusia yang dibentuk sesuai dengan gambar dan rupaNya. Artinya, kita ada sebagai objek dimana Tuhan bisa menyatakan kasihNya. Logikanya, kasih akan berlangsung jika ada yang mengasihi dan ada yang dikasihi, dan saat kedua pihak saling mengasihi, disanalah kasih itu akan menjadi luar biasa indahnya.
(bersambung)
Monday, March 28, 2016
Kopi Hangat dan Kasih (2)
(sambungan)
Dalam menghadapi hidup di jaman yang sulit ini kita harus tetap memastikan bahwa kasih tetap hidup dalam diri kita dan menjadikan kasih mendasari segala perbuatan baik yang kita lakukan. Kita harus terus menjaga agar kasih jangan sampai menjadi dingin tapi tetap hangat. Dan caranya adalah dengan tetap menjalani kehidupan yang berdasarkan kasih, baik kepada Tuhan maupun kepada sesama, dan menjaga diri kita agar tidak terkontaminasi oleh berbagai bentuk kedurhakaan, kesesatan dan pengaruh-pengaruh negatif lainnya.
Selanjutnya perhatikan pula bahwa pengenalan yang baik akan Tuhan merupakan kunci utama untuk membuat kasih ini tidak menjadi dingin. Yohanes mengingatkan hal itu. "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Kasih bukan saja menjadi sifat Allah, tapi kasih itu sejatinya adalah pribadiNya sendiri. Allah adalah kasih. God doesn't only have love, He IS Love. Karena itulah ketika kita mengenal Allah, yang tidak lain adalah kasih, kita pun dengan sendirinya akan terus memiliki kasih yang menyala-nyala dalam diri kita. Ketika Allah yang adalah kasih tinggal di dalam diri kita, maka hidup kita pun akan senantiasa memiliki kasih.
Kasih merupakan hukum yang terutama dalam kekristenan. Tuhan Yesus tidak sekedar bersabda atau memberi pesan/pengajaran, tetapi Dia sendiri telah terlebih dahulu memberi teladan. Dia rela memberikan nyawaNya bagi kita ketika kita masih berdosa, dan oleh karena Dia kita diselamatkan. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Oleh karenanya tepatlah jika Yesus mengajarkan "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Kasih dikatakan akan membuat perbuatan-perbuatan baik kita bermakna, juga bermakna di hadapan Tuhan. Kasih pun mampu membuat kita terhindar dari jebakan berbagai jenis dosa. "Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa." (1 Petrus 4:8).
Kasih bisa menjadi dingin jika kita terus terjebak pada perbuatan-perbuatan dosa. Sebaliknya kasih yang terjaga suhunya dalam diri kita bisa menjauhkan kita dari begitu banyak dosa. Selain itu, kasih yang kita aplikasikan akan menjadi jendela bagi orang-orang di sekitar kita untuk mengenal dan mengalami Tuhan. Dan "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35).
Tetaplah dekat dengan Tuhan, mengenal pribadiNya terus lebih dalam lagi. Itu akan berfungsi sebagai penjaga kehangatan kasih di dalam diri kita. Jangan abaikan saat teduh, jangan lewatkan waktu-waktu berdoa dan bersekutu denganNya, jangan lupa bersyukur, tekunlah membaca dan merenungkan Firman Tuhan, dan jangan hindari pertemuan-pertemuan ibadah dimana kita bisa terus bertumbuh dan saling membangun dengan saudara-saudara seiman. Selanjutnya, terus aplikasikan kasih tersebut kepada sesama. Itu akan membuat kita hidup lebih bahagia, lebih tenang dan lebih damai. Mari periksa kondisi hati kita hari ini, apakah masih tetap hangat atau sudah dingin? Jika sudah mulai mendingin, segera hangatkan kembali.
"Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa." (1 Petrus 4:8)
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Dalam menghadapi hidup di jaman yang sulit ini kita harus tetap memastikan bahwa kasih tetap hidup dalam diri kita dan menjadikan kasih mendasari segala perbuatan baik yang kita lakukan. Kita harus terus menjaga agar kasih jangan sampai menjadi dingin tapi tetap hangat. Dan caranya adalah dengan tetap menjalani kehidupan yang berdasarkan kasih, baik kepada Tuhan maupun kepada sesama, dan menjaga diri kita agar tidak terkontaminasi oleh berbagai bentuk kedurhakaan, kesesatan dan pengaruh-pengaruh negatif lainnya.
Selanjutnya perhatikan pula bahwa pengenalan yang baik akan Tuhan merupakan kunci utama untuk membuat kasih ini tidak menjadi dingin. Yohanes mengingatkan hal itu. "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Kasih bukan saja menjadi sifat Allah, tapi kasih itu sejatinya adalah pribadiNya sendiri. Allah adalah kasih. God doesn't only have love, He IS Love. Karena itulah ketika kita mengenal Allah, yang tidak lain adalah kasih, kita pun dengan sendirinya akan terus memiliki kasih yang menyala-nyala dalam diri kita. Ketika Allah yang adalah kasih tinggal di dalam diri kita, maka hidup kita pun akan senantiasa memiliki kasih.
Kasih merupakan hukum yang terutama dalam kekristenan. Tuhan Yesus tidak sekedar bersabda atau memberi pesan/pengajaran, tetapi Dia sendiri telah terlebih dahulu memberi teladan. Dia rela memberikan nyawaNya bagi kita ketika kita masih berdosa, dan oleh karena Dia kita diselamatkan. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Oleh karenanya tepatlah jika Yesus mengajarkan "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Kasih dikatakan akan membuat perbuatan-perbuatan baik kita bermakna, juga bermakna di hadapan Tuhan. Kasih pun mampu membuat kita terhindar dari jebakan berbagai jenis dosa. "Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa." (1 Petrus 4:8).
Kasih bisa menjadi dingin jika kita terus terjebak pada perbuatan-perbuatan dosa. Sebaliknya kasih yang terjaga suhunya dalam diri kita bisa menjauhkan kita dari begitu banyak dosa. Selain itu, kasih yang kita aplikasikan akan menjadi jendela bagi orang-orang di sekitar kita untuk mengenal dan mengalami Tuhan. Dan "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35).
Tetaplah dekat dengan Tuhan, mengenal pribadiNya terus lebih dalam lagi. Itu akan berfungsi sebagai penjaga kehangatan kasih di dalam diri kita. Jangan abaikan saat teduh, jangan lewatkan waktu-waktu berdoa dan bersekutu denganNya, jangan lupa bersyukur, tekunlah membaca dan merenungkan Firman Tuhan, dan jangan hindari pertemuan-pertemuan ibadah dimana kita bisa terus bertumbuh dan saling membangun dengan saudara-saudara seiman. Selanjutnya, terus aplikasikan kasih tersebut kepada sesama. Itu akan membuat kita hidup lebih bahagia, lebih tenang dan lebih damai. Mari periksa kondisi hati kita hari ini, apakah masih tetap hangat atau sudah dingin? Jika sudah mulai mendingin, segera hangatkan kembali.
"Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa." (1 Petrus 4:8)
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, March 27, 2016
Kopi Hangat dan Kasih (1)
Ayat bacaan: Matius 24:12
=====================
"Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin."
Teknologi terus mempermudah kita. Tidak hanya untuk inovasi-inovasi atau penciptaan sesuatu yang muktahir, tapi juga peralatan-peralatan sederhana yang dahulu mungkin luput dari perhatian. Belakangan ini saya merasa sangat terbantu oleh sebuah alat pemanas berukuran sedang. Tugas saya setiap harinya menulis berbagai artikel. Dalam bekerja saya sering ditemani oleh secangkir kopi atau teh panas yang tentu saja tidak langsung habis pada saat itu juga. Kalau sudah terlalu asyik mengetik, minuman sering keburu dingin sehingga kenikmatannya pun kurang. Dengan adanya alat ini, kopi atau teh saya bisa tetap terjaga panasnya. Alat ini tidak sampai membuat air di atasnya mendidih karena suhunya terjaga di kisaran 40 derajat Celcius. Nah, saya pun sekarang bisa santai menikmati waktu mengerjakan artikel dengan ditemani minuman hangat yang tetap terjaga suhunya. Simpel, tapi menyenangkan dan sangat membantu.
Bagaimana dengan kasih dalam diri kita? Uniknya, kasih yang ada dalam diri kita pun punya kondisi yang sama seperti secangkir kopi hangat. Jika dibiarkan, kasih lama-lama bisa kehilangan kehangatan dan menjadi dingin.
Apa yang bisa menyebabkan kasih bisa menjadi dingin? Agaknya hal ini penting, karena jawabannya ternyata disampaikan langsung oleh Yesus sendiri. "Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12). Dikatakan bahwa menjelang kesudahan dunia akan semakin banyak kedurhakaan. Kejahatan merajalela di mana-mana, kesesatan terus bertumbuh subur. Semua itu akan mengakibatkan kasih banyak orang menjadi dingin.
Dulu begitu, sekarang pun sama. Kasih seringkali terbatas pada slogan saja, hanya disinggung dan dibicarakan, tapi semakin jarang diaplikasikan dalam kehidupan secara nyata. Kita sering terbawa kebiasaan dunia, mengacu pada teori ekonomi semata berdasarkan prinsip untung rugi. Kalau mau membantu kita melihat dahulu keuntungan apa yang bisa kita peroleh atau motivasi-motivasi lain, bukan lagi didasarkan kasih. Kita terlalu sibuk dan lupa menyatakan kasih terhadap orang lain. Jangankan orang yang tidak dikenal, keluarga terdekat saja kita sudah tidak lagi punya waktu. Hal-hal seperti ini akan sangat cepat membuat kasih menjadi dingin.
Kasih sangatlah penting. Lihatlah bagaimana Paulus melukiskan pentingnya kasih. "Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku." (1 Korintus 13:1-3). Kasih merupakan hal yang paling mendasar, paling utama dan terutama dalam kehidupan anak-anak Tuhan. Kita bisa menjadi orang terpintar, terkaya, terhebat, dan sebagainya, tapi tanpa kasih maka semuanya tidak akan berguna alias sia-sia belaka.
Jika tidak dijaga kehangatannya atau dibiarkan saja, kasih bisa menjadi dingin. Meskipun kita melakukan berbagai perbuatan baik, tapi jika tidak disertai dengan dasar yang benar yaitu kasih, maka semua itu tidaklah berarti apa-apa. Ada begitu banyak penyesatan dimana-mana, baik yang nyata-nyata kelihatan maupun yang samar-samar atau terselubung lewat berbagai bentuk yang bisa sangat menipu. Orang menjadi semakin individualis, penuh rasa curiga dalam memandang sesamanya, dan paham-paham yang terus tumbuh semakin mengarahkan kita seperti itu. Itu akan menelan kasih yang seharusnya ada dalam diri kita sampai lama-lama tidak lagi ada dalam diri kita.
(bersambung)
=====================
"Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin."
Teknologi terus mempermudah kita. Tidak hanya untuk inovasi-inovasi atau penciptaan sesuatu yang muktahir, tapi juga peralatan-peralatan sederhana yang dahulu mungkin luput dari perhatian. Belakangan ini saya merasa sangat terbantu oleh sebuah alat pemanas berukuran sedang. Tugas saya setiap harinya menulis berbagai artikel. Dalam bekerja saya sering ditemani oleh secangkir kopi atau teh panas yang tentu saja tidak langsung habis pada saat itu juga. Kalau sudah terlalu asyik mengetik, minuman sering keburu dingin sehingga kenikmatannya pun kurang. Dengan adanya alat ini, kopi atau teh saya bisa tetap terjaga panasnya. Alat ini tidak sampai membuat air di atasnya mendidih karena suhunya terjaga di kisaran 40 derajat Celcius. Nah, saya pun sekarang bisa santai menikmati waktu mengerjakan artikel dengan ditemani minuman hangat yang tetap terjaga suhunya. Simpel, tapi menyenangkan dan sangat membantu.
Bagaimana dengan kasih dalam diri kita? Uniknya, kasih yang ada dalam diri kita pun punya kondisi yang sama seperti secangkir kopi hangat. Jika dibiarkan, kasih lama-lama bisa kehilangan kehangatan dan menjadi dingin.
Apa yang bisa menyebabkan kasih bisa menjadi dingin? Agaknya hal ini penting, karena jawabannya ternyata disampaikan langsung oleh Yesus sendiri. "Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12). Dikatakan bahwa menjelang kesudahan dunia akan semakin banyak kedurhakaan. Kejahatan merajalela di mana-mana, kesesatan terus bertumbuh subur. Semua itu akan mengakibatkan kasih banyak orang menjadi dingin.
Dulu begitu, sekarang pun sama. Kasih seringkali terbatas pada slogan saja, hanya disinggung dan dibicarakan, tapi semakin jarang diaplikasikan dalam kehidupan secara nyata. Kita sering terbawa kebiasaan dunia, mengacu pada teori ekonomi semata berdasarkan prinsip untung rugi. Kalau mau membantu kita melihat dahulu keuntungan apa yang bisa kita peroleh atau motivasi-motivasi lain, bukan lagi didasarkan kasih. Kita terlalu sibuk dan lupa menyatakan kasih terhadap orang lain. Jangankan orang yang tidak dikenal, keluarga terdekat saja kita sudah tidak lagi punya waktu. Hal-hal seperti ini akan sangat cepat membuat kasih menjadi dingin.
Kasih sangatlah penting. Lihatlah bagaimana Paulus melukiskan pentingnya kasih. "Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku." (1 Korintus 13:1-3). Kasih merupakan hal yang paling mendasar, paling utama dan terutama dalam kehidupan anak-anak Tuhan. Kita bisa menjadi orang terpintar, terkaya, terhebat, dan sebagainya, tapi tanpa kasih maka semuanya tidak akan berguna alias sia-sia belaka.
Jika tidak dijaga kehangatannya atau dibiarkan saja, kasih bisa menjadi dingin. Meskipun kita melakukan berbagai perbuatan baik, tapi jika tidak disertai dengan dasar yang benar yaitu kasih, maka semua itu tidaklah berarti apa-apa. Ada begitu banyak penyesatan dimana-mana, baik yang nyata-nyata kelihatan maupun yang samar-samar atau terselubung lewat berbagai bentuk yang bisa sangat menipu. Orang menjadi semakin individualis, penuh rasa curiga dalam memandang sesamanya, dan paham-paham yang terus tumbuh semakin mengarahkan kita seperti itu. Itu akan menelan kasih yang seharusnya ada dalam diri kita sampai lama-lama tidak lagi ada dalam diri kita.
(bersambung)
Saturday, March 26, 2016
Menjadi Pelopor Sejak Muda (2)
(sambungan)
Saya merenungkan apa yang saya lakukan saat masih berusia 20 tahun? Saya seperti kebanyakan dari teman-teman masih menikmati masa muda dengan bersenang-senang. Saya pada waktu itu tidak berpikir untuk menjadi orang benar, hidup lurus, taat aturan dan sebagainya. Yang terpikir hanyalah ingin memberontak dari segala larangan yang seperti membatasi kesenangan saya. Yosia yang sudah jadi raja sekian tahun sebelumnya ternyata tahu apa yang harus ia lakukan sebagai orang benar. Apa yang ia lakukan pada waktu itu tidak mudah, tapi ia memakai kekuasaan yang ia pegang untuk melakukan sesuatu yang benar. Ia menjadi pelopor pada masanya, ia masih menginspirasi dan menjadi teladan bagi kita hari ini, terutama bagi teman-teman yang masih di kisaran usianya.
Selain Yosia ada banyak pula orang-orang yang dipakai sejak usia mudanya. Daud sudah harus bertarung melawan Goliat disaat ia masih belia. Timotius dipakai luar biasa pada usia mudanya. Dan ada banyak lagi contoh di dalam alkitab. Lihatlah pesan Paulus kepada Timotius: " Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Jadi usia bukanlah halangan atau hambatan, bukan pula alasan bagi kita untuk menghindari panggilan Tuhan. Berapa muda usia anda, Tuhan memerlukan anda. You can already make a difference even when you are still young and tender.
Anak-anak muda, hiduplah lurus dari sekarang. Jangan menunda lagi dan terus terlena dalam gaya hidup dan nafsu anak-anak muda duniawi. Jangan terus buka celah bagi iblis untuk masuk dan merusak diri anda. Kepada Timotius, Paulus berpesan: "Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni." (2 Timotius 2:22). Tidak ada yang tahu kapan akhir jaman akan datang. "Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa saja." (Markus 13:32). Semua itu merupakan rahasia Ilahi. Jika kita tidak bersiap sejak sekarang, bisa jadi penyesalan akan datang pada saat yang terlambat. Seperti Yosia, jadilah teladan sejak muda. Begitu pula bagi kita semua yang mungkin sedang berada pada posisi pemimpin, jadilah pemimpin yang mencerminkan keteladanan Kristus. Jangan salah gunakan posisi yang dipercayakan Tuhan pada diri anda saat ini, tapi muliakanlah Tuhan dengan itu. Didik dan bimbinglah bawahan anda dengan jujur dan lurus. Demikian pula anak-anak yang sudah dipercayakan Tuhan kepada anda. Bimbinglah mereka menurut jalanNya. "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." (Amsal 22:6). Sebagai orang tua, jadilah pahlawan dengan "busur panah" yang baik untuk mengarahkan "anak-anak panah" anda ke arah yang benar. (Mazmur 127:4). Mari kita semua mulai mengambil komitmen untuk hidup lurus, benar di mata Tuhan sejak dini, karena itu merupakan kewajiban kita semua tanpa memandang usia.
Biarpun masih muda, kita dituntut untuk hidup benar dan menjadi saksi Kristus
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saya merenungkan apa yang saya lakukan saat masih berusia 20 tahun? Saya seperti kebanyakan dari teman-teman masih menikmati masa muda dengan bersenang-senang. Saya pada waktu itu tidak berpikir untuk menjadi orang benar, hidup lurus, taat aturan dan sebagainya. Yang terpikir hanyalah ingin memberontak dari segala larangan yang seperti membatasi kesenangan saya. Yosia yang sudah jadi raja sekian tahun sebelumnya ternyata tahu apa yang harus ia lakukan sebagai orang benar. Apa yang ia lakukan pada waktu itu tidak mudah, tapi ia memakai kekuasaan yang ia pegang untuk melakukan sesuatu yang benar. Ia menjadi pelopor pada masanya, ia masih menginspirasi dan menjadi teladan bagi kita hari ini, terutama bagi teman-teman yang masih di kisaran usianya.
Selain Yosia ada banyak pula orang-orang yang dipakai sejak usia mudanya. Daud sudah harus bertarung melawan Goliat disaat ia masih belia. Timotius dipakai luar biasa pada usia mudanya. Dan ada banyak lagi contoh di dalam alkitab. Lihatlah pesan Paulus kepada Timotius: " Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Jadi usia bukanlah halangan atau hambatan, bukan pula alasan bagi kita untuk menghindari panggilan Tuhan. Berapa muda usia anda, Tuhan memerlukan anda. You can already make a difference even when you are still young and tender.
Anak-anak muda, hiduplah lurus dari sekarang. Jangan menunda lagi dan terus terlena dalam gaya hidup dan nafsu anak-anak muda duniawi. Jangan terus buka celah bagi iblis untuk masuk dan merusak diri anda. Kepada Timotius, Paulus berpesan: "Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni." (2 Timotius 2:22). Tidak ada yang tahu kapan akhir jaman akan datang. "Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa saja." (Markus 13:32). Semua itu merupakan rahasia Ilahi. Jika kita tidak bersiap sejak sekarang, bisa jadi penyesalan akan datang pada saat yang terlambat. Seperti Yosia, jadilah teladan sejak muda. Begitu pula bagi kita semua yang mungkin sedang berada pada posisi pemimpin, jadilah pemimpin yang mencerminkan keteladanan Kristus. Jangan salah gunakan posisi yang dipercayakan Tuhan pada diri anda saat ini, tapi muliakanlah Tuhan dengan itu. Didik dan bimbinglah bawahan anda dengan jujur dan lurus. Demikian pula anak-anak yang sudah dipercayakan Tuhan kepada anda. Bimbinglah mereka menurut jalanNya. "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." (Amsal 22:6). Sebagai orang tua, jadilah pahlawan dengan "busur panah" yang baik untuk mengarahkan "anak-anak panah" anda ke arah yang benar. (Mazmur 127:4). Mari kita semua mulai mengambil komitmen untuk hidup lurus, benar di mata Tuhan sejak dini, karena itu merupakan kewajiban kita semua tanpa memandang usia.
Biarpun masih muda, kita dituntut untuk hidup benar dan menjadi saksi Kristus
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, March 25, 2016
Menjadi Pelopor Sejak Muda (1)
Ayat bacaan: 2 Tawarikh 34:2
=======================
"Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN dan hidup seperti Daud, bapa leluhurnya, dan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri."
Kemarin kita sudah melihat bahwa Tuhan tetap membutuhkan mereka yang sudah lanjut usia untuk menjadi rekan sekerjaNya di dunia ini. Pertanyaannya sekarang, bagaimana dengan anak muda? Saya salut melihat anak-anak muda di gereja saya yang begitu aktif meski rata-rata masih belasan tahun atau teenagers. Bukan saja ibadah teens mereka terus meningkat pesat, mereka juga banyak terlibat di kebaktian umum terutama lewat tim kreatif yang mereka rintis sejak setahun lalu. Di lain pihak kita akan dengan mudah menemukan anak-anak muda bermasalah di luar sana. Pelaku begal misalnya didominasi oleh anak muda bahkan yang masih di bawah umur. Mereka masih seumur jagung, tapi sudah tega melakukan tindakan-tindakan sadis. Anak muda yang mengkonsumsi narkoba, seks bebas dan sebagainya, itu pun banyak. Banyak di antara mereka yang mengira bahwa urusan hidup benar itu nanti saja kalau sudah tua. Kalau masih muda ya senang-senang dulu. Tapi mereka lupa bahwa berbagai perbuatan buruk dan keji mereka bisa menghancurkan masa depan, atau bahkan membuat usia mereka berakhir sebelum waktunya.
Kalau orang yang sudah berusia senja saja Tuhan butuh, bagaimana dengan anak-anak muda? Apakah ada usia yang masih terlalu muda sehingga Tuhan tidak bisa pakai? Hidup benar adalah kewajiban semua orang tanpa memandang usia yang bersangkutan. Sejak muda sekalipun kita sudah dituntut untuk hidup lurus sesuai jalanNya, Tuhan ingin anak-anak muda siap untuk menjadi teladan bagi sesama sejak dini. Yang sudah lanjut usia Tuhan butuh, anak muda pun Tuhan butuh.
Mari kita lihat kisah mengenai Yosia yang dicatat dalam kitab 2 Tawarikh. Yosia diangkat menjadi raja di Yerusalem pada usia yang masih sangat muda, saat usianya baru menginjak 8 tahun. Menjadi raja di usia muda, ia ternyata berkuasa cukup lama, memerintah selama 31 tahun.
Apa yang menarik dari Yosia selain menjadi raja saat masih kanak-kanak? Meski masih kecil, ternyata Yosia dicatat memiliki gaya hidup yang lurus. "Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN dan hidup seperti Daud, bapa leluhurnya, dan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri." (2 Tawarikh 34:2). Di ayat berikutnya dikatakan: "Pada tahun kedelapan dari pemerintahannya, ketika ia masih muda belia, ia mulai mencari Allah Daud, bapa leluhurnya, dan pada tahun kedua belas ia mulai mentahirkan Yehuda dan Yerusalem dari pada bukit-bukit pengorbanan, tiang-tiang berhala, patung-patung pahatan dan patung-patung tuangan." (ay 3).
Dikatakan itu terjadi pada usia kedelapan dari pemerintahannya. Berarti kejadiannya adalah saat usia Yosia masih 16 tahun. Di umur seperti itu dia sudah mencari Tuhan. Seorang anak muda belia dengan perilaku seperti itu? Wow. Itu luar biasa. Ditambah lagi statusnya sebagai raja, yang tentu saja memiliki agenda kesibukan yang sangat padat dan memiliki kekuasaan tertinggi yang berarti ia bisa melakukan apa saja sekehendak hatinya. Godaan untuk mabuk kekuasaan dan berlaku seenaknya akan mudah menyerangnya. Tetapi tidak dengan Yosia. Ia memiliki gaya hidup yang berbeda meski ia masih muda dan sebenarnya dengan kekuasaan yang ia miliki ia bisa bertindak sesukanya. Ia berbeda dari banyak raja yang gaya hidupnya tidak berkenan bagi Tuhan.
Pada tahun ke dua belas, ini artinya 4 tahun kemudian, ketika ia berusia 20 tahun, ia sudah mulai mentahirkan Yehuda dan Yerusalem dari berbagai bentuk penyembahan berhala. "Mezbah-mezbah para Baal dirobohkan di hadapannya; ia menghancurkan pedupaan-pedupaan yang ada di atasnya; ia meremukkan dan menghancurluluhkan tiang-tiang berhala, patung-patung pahatan dan patung-patung tuangan, dan menghamburkannya ke atas kuburan orang-orang yang mempersembahkan korban kepada berhala-berhala itu." (ay 4). Pada usia yang masih sangat muda, Yosia sudah berperilaku lurus dan tidak menyimpang kemana-mana, ia mempergunakan statusnya sebagai raja dengan benar, dan tidak menyalahgunakan jabatan yang ia pegang. Di usia mudanya Yosia menjadi pelopor dan teladan dalam pergerakan reformasi rohani di wilayah pemerintahannya.
(bersambung)
=======================
"Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN dan hidup seperti Daud, bapa leluhurnya, dan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri."
Kemarin kita sudah melihat bahwa Tuhan tetap membutuhkan mereka yang sudah lanjut usia untuk menjadi rekan sekerjaNya di dunia ini. Pertanyaannya sekarang, bagaimana dengan anak muda? Saya salut melihat anak-anak muda di gereja saya yang begitu aktif meski rata-rata masih belasan tahun atau teenagers. Bukan saja ibadah teens mereka terus meningkat pesat, mereka juga banyak terlibat di kebaktian umum terutama lewat tim kreatif yang mereka rintis sejak setahun lalu. Di lain pihak kita akan dengan mudah menemukan anak-anak muda bermasalah di luar sana. Pelaku begal misalnya didominasi oleh anak muda bahkan yang masih di bawah umur. Mereka masih seumur jagung, tapi sudah tega melakukan tindakan-tindakan sadis. Anak muda yang mengkonsumsi narkoba, seks bebas dan sebagainya, itu pun banyak. Banyak di antara mereka yang mengira bahwa urusan hidup benar itu nanti saja kalau sudah tua. Kalau masih muda ya senang-senang dulu. Tapi mereka lupa bahwa berbagai perbuatan buruk dan keji mereka bisa menghancurkan masa depan, atau bahkan membuat usia mereka berakhir sebelum waktunya.
Kalau orang yang sudah berusia senja saja Tuhan butuh, bagaimana dengan anak-anak muda? Apakah ada usia yang masih terlalu muda sehingga Tuhan tidak bisa pakai? Hidup benar adalah kewajiban semua orang tanpa memandang usia yang bersangkutan. Sejak muda sekalipun kita sudah dituntut untuk hidup lurus sesuai jalanNya, Tuhan ingin anak-anak muda siap untuk menjadi teladan bagi sesama sejak dini. Yang sudah lanjut usia Tuhan butuh, anak muda pun Tuhan butuh.
Mari kita lihat kisah mengenai Yosia yang dicatat dalam kitab 2 Tawarikh. Yosia diangkat menjadi raja di Yerusalem pada usia yang masih sangat muda, saat usianya baru menginjak 8 tahun. Menjadi raja di usia muda, ia ternyata berkuasa cukup lama, memerintah selama 31 tahun.
Apa yang menarik dari Yosia selain menjadi raja saat masih kanak-kanak? Meski masih kecil, ternyata Yosia dicatat memiliki gaya hidup yang lurus. "Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN dan hidup seperti Daud, bapa leluhurnya, dan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri." (2 Tawarikh 34:2). Di ayat berikutnya dikatakan: "Pada tahun kedelapan dari pemerintahannya, ketika ia masih muda belia, ia mulai mencari Allah Daud, bapa leluhurnya, dan pada tahun kedua belas ia mulai mentahirkan Yehuda dan Yerusalem dari pada bukit-bukit pengorbanan, tiang-tiang berhala, patung-patung pahatan dan patung-patung tuangan." (ay 3).
Dikatakan itu terjadi pada usia kedelapan dari pemerintahannya. Berarti kejadiannya adalah saat usia Yosia masih 16 tahun. Di umur seperti itu dia sudah mencari Tuhan. Seorang anak muda belia dengan perilaku seperti itu? Wow. Itu luar biasa. Ditambah lagi statusnya sebagai raja, yang tentu saja memiliki agenda kesibukan yang sangat padat dan memiliki kekuasaan tertinggi yang berarti ia bisa melakukan apa saja sekehendak hatinya. Godaan untuk mabuk kekuasaan dan berlaku seenaknya akan mudah menyerangnya. Tetapi tidak dengan Yosia. Ia memiliki gaya hidup yang berbeda meski ia masih muda dan sebenarnya dengan kekuasaan yang ia miliki ia bisa bertindak sesukanya. Ia berbeda dari banyak raja yang gaya hidupnya tidak berkenan bagi Tuhan.
Pada tahun ke dua belas, ini artinya 4 tahun kemudian, ketika ia berusia 20 tahun, ia sudah mulai mentahirkan Yehuda dan Yerusalem dari berbagai bentuk penyembahan berhala. "Mezbah-mezbah para Baal dirobohkan di hadapannya; ia menghancurkan pedupaan-pedupaan yang ada di atasnya; ia meremukkan dan menghancurluluhkan tiang-tiang berhala, patung-patung pahatan dan patung-patung tuangan, dan menghamburkannya ke atas kuburan orang-orang yang mempersembahkan korban kepada berhala-berhala itu." (ay 4). Pada usia yang masih sangat muda, Yosia sudah berperilaku lurus dan tidak menyimpang kemana-mana, ia mempergunakan statusnya sebagai raja dengan benar, dan tidak menyalahgunakan jabatan yang ia pegang. Di usia mudanya Yosia menjadi pelopor dan teladan dalam pergerakan reformasi rohani di wilayah pemerintahannya.
(bersambung)
Thursday, March 24, 2016
Tuhan Perlu Anda
Ayat bacaan: Lukas 19:34
=====================
"Kata mereka: "Tuhan memerlukannya."
Belum lama ini saya sempat berbincang-bincang dengan musisi yang sudah berkarir lebih dari setengah abad. Di usia senjanya ia masih diberkati dengan kesehatan dan kekuatan yang memampukannya untuk terus aktif bermain. Baginya bermusik itu panggilan, hiburan dan penyemangat. Selama ia masih bisa bermain, ia akan terus bermain. Lantas ia pun sambil tertawa kecil berkata: "dan tentu saja selama saya masih diperlukan, selama masih ada yang mau ngundang dan nonton." Ada kalanya kita kasihan melihat orang yang sudah berusia lanjut masih bekerja. Tapi ada banyak pula di antara mereka yang justru masih merasakan kegembiraan saat masih bisa aktif bekerja. Sekali mereka berhenti, maka segera mereka jadi pikun dan kondisi tubuhnya menurun drastis. Selama mereka menikmati dan bergembira dalam pekerjaannya, saya kira itu baik. Pada suatu saat mungkin dunia merasa jasa mereka tidak lagi diperlukan karena dianggap terlalu renta, tapi perhatikan bahwa Tuhan justru tidak berpikir demikian.
Tuhan mengatakan Dia tetap membutuhkan kita, tidak perduli keadaan atau usia kita. Ada banyak orang di usia senjanya bertanya, apakah mereka masih bisa berguna bagi Tuhan? Apakah mereka masih bisa membuat sisa hidup mereka bermakna? Apakah mereka masih dibutuhkan? Jawabannya jelas: tentu. Kita bisa melihat beberapa orang yang dalam usia tuanya ternyata masih berperan besar dalam melakukan perintah Tuhan. Nuh membangun bahtera di usia lanjut. Kaleb mengaku masih sama kuat di usia 85 tahun untuk berperang memasuki tanah yang dijanjikan Tuhan kepadanya. "..Jadi sekarang, telah berumur delapan puluh lima tahun aku hari ini; pada waktu ini aku masih sama kuat seperti pada waktu aku disuruh Musa; seperti kekuatanku pada waktu itu demikianlah kekuatanku sekarang untuk berperang dan untuk keluar masuk." (Yosua 14:10-11). Bagaimana dengan Abraham dan Sara? Mereka mendapatkan janji Tuhan akan keturunan yang banyak bagai bintang di langit justru pada usia yang sangat lanjut. Artinya orang-orang yang berusia tua pun tetap bernilai di mata Tuhan dan selalu mendapat kesempatan bahkan kepercayaan untuk melakukan sesuatu untuk Tuhan.
Saya teringat ketika Yesus membutuhkan keledai untuk membawanya memasuki Yerusalem. Yesus menyuruh dua muridnya demikian: "Pergilah ke kampung yang di depanmu itu: Pada waktu kamu masuk di situ, kamu akan mendapati seekor keledai muda tertambat, yang belum pernah ditunggangi orang. Lepaskanlah keledai itu dan bawalah ke mari." (Lukas 19:30). Dan ketika mereka melakukannya, si pemilik keledai pun bertanya mengapa mereka melepaskan keledai. Mereka pun menjawab seperti apa yang dipesan Yesus untuk mereka katakan: " Kata mereka: "Tuhan memerlukannya." (ay 34). Jika seekor keledai saja dibutuhkan Tuhan untuk menyelesaikan pekerjaanNya di dunia ini, mengapa kita tidak?
Tuhan selalu memerlukan kita, anak-anakNya, duta-dutaNya di dunia ini untuk melakukan pekerjaanNya. Itu bisa berupa tugas spesifik yang segera harus dilakukan, a brief single task, seperti keledai itu, atau bisa juga memerlukan usaha dan ketekunan selama bertahun-tahun. Apapun bentuknya, semua ini akan menjadi kesempatan indah bagi kita untuk menyatakan kesaksian kita, menyatakan kasih Tuhan kepada sesama. Ketika kita mendapat tugas dari Tuhan, itu bukan beban melainkan sebuah kehormatan yang harus kita syukuri dan lakukan dengan sebaik-baiknya. Yang pasti, Tuhan akan selalu membutuhkan kita pada waktunya.
Untuk itu kita harus senantiasa mempersiapkan diri kita. Senantiasa berjaga-jaga baik lewat doa, membaca dan merenungkan firman Tuhan dalam alkitab dan terus peka mendengar panggilanNya. Ingatlah bahwa ada saat dimana kita tidak lagi bisa berbuat apa-apa, yaitu ketika masa hidup kita di dunia ini sudah selesai. Karenanya selama kita masih punya waktu, terimalah tugas Tuhan itu sebagai sebuah kehormatan besar. "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Soal kapan diperlukan, serahkan itu kepada Tuhan. Dengarlah suaraNya dan turuti perintahNya. Sebab itu bukan tergantung kita, tetapi tergantung Tuhan sendiri. "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu." (Yohanes 15:16). Yang penting adalah kesiapan kita, sehingga begitu tugas diberikan, kita akan mampu untuk langsung mengerjakan sesuai dengan apa yang dikehendakiNya.
Apa hebatnya keledai? Bagi orang banyak keledai diasosiasikan sebagai binatang yang bodoh, tetapi nyatanya keledai sekalipun tetap dibutuhkan Tuhan. Apalagi kita anak-anakNya. Bukan kehebatan kita, keahlian kita, gelar dan tingkat pendidikan kita, pengaruh dan kuasa kita di dunia, tapi kemauan atau kesediaan kita, itulah yang Dia tuntut. Tuhan bukan mencari orang-orang hebat secara duniawi, tapi orang yang dengan tulus mau melakukan sesuai panggilanNya, karena mengasihi Tuhan. Usia? Bukan halangan. Kemampuan? Bukan halangan juga. Mari kita semua tetap mempersiapkan diri dengan tekun. Jika Tuhan memanggil anda untuk sebuah pekerjaan, jika anda dibutuhkan Tuhan saat ini, sudah siapkah anda?
Tuhan memiliki tugas untuk setiap kita tanpa memandang usia atau kemampuan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Kata mereka: "Tuhan memerlukannya."
Belum lama ini saya sempat berbincang-bincang dengan musisi yang sudah berkarir lebih dari setengah abad. Di usia senjanya ia masih diberkati dengan kesehatan dan kekuatan yang memampukannya untuk terus aktif bermain. Baginya bermusik itu panggilan, hiburan dan penyemangat. Selama ia masih bisa bermain, ia akan terus bermain. Lantas ia pun sambil tertawa kecil berkata: "dan tentu saja selama saya masih diperlukan, selama masih ada yang mau ngundang dan nonton." Ada kalanya kita kasihan melihat orang yang sudah berusia lanjut masih bekerja. Tapi ada banyak pula di antara mereka yang justru masih merasakan kegembiraan saat masih bisa aktif bekerja. Sekali mereka berhenti, maka segera mereka jadi pikun dan kondisi tubuhnya menurun drastis. Selama mereka menikmati dan bergembira dalam pekerjaannya, saya kira itu baik. Pada suatu saat mungkin dunia merasa jasa mereka tidak lagi diperlukan karena dianggap terlalu renta, tapi perhatikan bahwa Tuhan justru tidak berpikir demikian.
Tuhan mengatakan Dia tetap membutuhkan kita, tidak perduli keadaan atau usia kita. Ada banyak orang di usia senjanya bertanya, apakah mereka masih bisa berguna bagi Tuhan? Apakah mereka masih bisa membuat sisa hidup mereka bermakna? Apakah mereka masih dibutuhkan? Jawabannya jelas: tentu. Kita bisa melihat beberapa orang yang dalam usia tuanya ternyata masih berperan besar dalam melakukan perintah Tuhan. Nuh membangun bahtera di usia lanjut. Kaleb mengaku masih sama kuat di usia 85 tahun untuk berperang memasuki tanah yang dijanjikan Tuhan kepadanya. "..Jadi sekarang, telah berumur delapan puluh lima tahun aku hari ini; pada waktu ini aku masih sama kuat seperti pada waktu aku disuruh Musa; seperti kekuatanku pada waktu itu demikianlah kekuatanku sekarang untuk berperang dan untuk keluar masuk." (Yosua 14:10-11). Bagaimana dengan Abraham dan Sara? Mereka mendapatkan janji Tuhan akan keturunan yang banyak bagai bintang di langit justru pada usia yang sangat lanjut. Artinya orang-orang yang berusia tua pun tetap bernilai di mata Tuhan dan selalu mendapat kesempatan bahkan kepercayaan untuk melakukan sesuatu untuk Tuhan.
Saya teringat ketika Yesus membutuhkan keledai untuk membawanya memasuki Yerusalem. Yesus menyuruh dua muridnya demikian: "Pergilah ke kampung yang di depanmu itu: Pada waktu kamu masuk di situ, kamu akan mendapati seekor keledai muda tertambat, yang belum pernah ditunggangi orang. Lepaskanlah keledai itu dan bawalah ke mari." (Lukas 19:30). Dan ketika mereka melakukannya, si pemilik keledai pun bertanya mengapa mereka melepaskan keledai. Mereka pun menjawab seperti apa yang dipesan Yesus untuk mereka katakan: " Kata mereka: "Tuhan memerlukannya." (ay 34). Jika seekor keledai saja dibutuhkan Tuhan untuk menyelesaikan pekerjaanNya di dunia ini, mengapa kita tidak?
Tuhan selalu memerlukan kita, anak-anakNya, duta-dutaNya di dunia ini untuk melakukan pekerjaanNya. Itu bisa berupa tugas spesifik yang segera harus dilakukan, a brief single task, seperti keledai itu, atau bisa juga memerlukan usaha dan ketekunan selama bertahun-tahun. Apapun bentuknya, semua ini akan menjadi kesempatan indah bagi kita untuk menyatakan kesaksian kita, menyatakan kasih Tuhan kepada sesama. Ketika kita mendapat tugas dari Tuhan, itu bukan beban melainkan sebuah kehormatan yang harus kita syukuri dan lakukan dengan sebaik-baiknya. Yang pasti, Tuhan akan selalu membutuhkan kita pada waktunya.
Untuk itu kita harus senantiasa mempersiapkan diri kita. Senantiasa berjaga-jaga baik lewat doa, membaca dan merenungkan firman Tuhan dalam alkitab dan terus peka mendengar panggilanNya. Ingatlah bahwa ada saat dimana kita tidak lagi bisa berbuat apa-apa, yaitu ketika masa hidup kita di dunia ini sudah selesai. Karenanya selama kita masih punya waktu, terimalah tugas Tuhan itu sebagai sebuah kehormatan besar. "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Soal kapan diperlukan, serahkan itu kepada Tuhan. Dengarlah suaraNya dan turuti perintahNya. Sebab itu bukan tergantung kita, tetapi tergantung Tuhan sendiri. "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu." (Yohanes 15:16). Yang penting adalah kesiapan kita, sehingga begitu tugas diberikan, kita akan mampu untuk langsung mengerjakan sesuai dengan apa yang dikehendakiNya.
Apa hebatnya keledai? Bagi orang banyak keledai diasosiasikan sebagai binatang yang bodoh, tetapi nyatanya keledai sekalipun tetap dibutuhkan Tuhan. Apalagi kita anak-anakNya. Bukan kehebatan kita, keahlian kita, gelar dan tingkat pendidikan kita, pengaruh dan kuasa kita di dunia, tapi kemauan atau kesediaan kita, itulah yang Dia tuntut. Tuhan bukan mencari orang-orang hebat secara duniawi, tapi orang yang dengan tulus mau melakukan sesuai panggilanNya, karena mengasihi Tuhan. Usia? Bukan halangan. Kemampuan? Bukan halangan juga. Mari kita semua tetap mempersiapkan diri dengan tekun. Jika Tuhan memanggil anda untuk sebuah pekerjaan, jika anda dibutuhkan Tuhan saat ini, sudah siapkah anda?
Tuhan memiliki tugas untuk setiap kita tanpa memandang usia atau kemampuan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, March 23, 2016
Cakap: Diligent and Skillful
Ayat bacaan: Amsal 22:29
===================
"Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akanberdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina."
Sama-sama bekerja, tapi kualitas kerja berbeda, hasil pun beda. Apa yang saya maksudkan adalah bahwa cara orang memandang dan menyikapi kerja itu tidaklah sama. Ada yang serius melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya, ada yang cuma ala kadarnya. Toh tidak dapat bonus ekstra, buat apa ngasih lebih? Ya secukupnya saja, asal ada. Itu banyak dilakukan orang. Ada yang menggantungkan keseriusannya pada besar tidaknya upah yang ia terima. Ada yang malas dan menganut sistem kebut semalam. Bila hasilnya buruk, mereka pun sudah menyiapkan banyak dalih. Lagi kurang enak badan, lagi sibuk, komputer rusak, kena virus dan sebagainya. Pokoknya ada saja, yang penting punya alasan. Oh, ada pula yang berdalih bahwa pekerjaannya yang sekarang dilakukan hanya karena terpaksa, karena belum dapat yang lebih bagus atau tidak sesuai minat. Lucunya mereka tetap mau menerima gaji bahkan berharap naik jabatan, tapi hasil pekerjaan pas-pasan kalau tidak bisa dibilang dibawah standar. Bagaimana kita seharusnya menyikapi pekerjaan kita?
Tuhan tidak akan pernah menginginkan anak-anakNya untuk menjadi orang yang suka bekerja setengah-setengah. Tuhan ingin kita menjadi orang-orang yang cakap di bidang masing-masing. Menjadi contoh dan teladan lewat segala sesuatu yang kita lakukan.
Ada sebuah ayat menarik tentang hal ini di dalam kitab Amsal. Salomo mengajukan sebuah kalimat penting dalam bentuk pertanyaan kepada semua yang membacanya. "Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina." (Amsal 22:29). Perhatikan kata "cakap" pada ayat ini. Tuhan tidak hanya mengucapkan kata "kerja" saja, tetapi dilengkapi dengan kata "cakap". Dalam bahasa Inggrisnya kata ini disebut dengan "dilligent and skillful", artinya "rajin dan ahli." Itulah yang dimaksudkan lewat kata "cakap", dan itu seharusnya menjadi gambaran dari orang-orang percaya. Bekerja jangan setengah-setengah, jangan asal jadi dan jangan pula pas-pasan. Memberi yang terbaik dalam pekerjaan, usaha, atau belajar dan sebagainya, itu adalah sebuah keharusan.
Jika kita cakap atau rajin dan ahli, apa yang akan kita peroleh? Ayat dalam Amsal ini mengatakan bahwa kita akan berdiri di hadapan raja-raja, di hadapan orang-orang penting, orang-orang berpengaruh, dan bukan di hadapan orang-orang biasa. Jika anda memberi yang terbaik, atau bahkan lebih dari yang seharusnya alias 'going extra miles', tentu hasil kerja anda akan diapresiasi oleh orang-orang yang duduk di atas. Saya pernah mendengar cerita bahwa ada pemilik perusahaan yang mengetahui bahwa salah satu office boy di perusahaannya ternyata begitu giat dalam bekerja. Ia lantas dipromosikan pada posisi tertentu. Kembali ia menunjukkan kinerja yang memuaskan, ia terus menapak naik dan akhirnya ia duduk sebagai satu dari kepala divisi dalam waktu relatif singkat. Ya, kalau hasil kerjanya memang sangat baik, kenapa tidak? Saya yakin semua perusahaan ingin memiliki orang-orang terbaik yang bekerja disana.
Selain itu, ayat dalam Amsal ini juga menggambarkan bagaimana Tuhan memandang penting sebuah usaha keras yang dilakukan secara serius dan sungguh-sungguh. Dia siap memberkati kita yang selalu berupaya memberikan yang terbaik untuk terus meningkat lebih dan lebih lagi. Ini sesuai dengan apa yang dijanjikan Tuhan pula. "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia." (Ulangan 28:13). Tuhan menjanjikan keberhasilan. Kita didesain sebagai kepala bukan ekor, direncanakan untuk terus naik dan bukan turun. Ini akan kita peroleh jika kita mau mendengarkan perintah Tuhan dan melakukannya dengan setia. Bekerja secara serius dan sungguh-sungguh adalah salah satu bagian dari melakukan perintah Tuhan dengan setia, dan itu akan membuat kita memperoleh keberhasilan demi keberhasilan dalam karir, keluarga atau dalam apapun yang sedang kita lakukan.
Perumpamaan tentang talenta (Matius 25:14-30) menggambarkan dengan jelas bahwa Tuhan telah melengkapi kita semua dengan keistimewaan-keistimewaan tersendiri. Semua itu ia titipkan kepada kita agar kita bisa melakukan pekerjaan kita dengan sebaik-baiknya, dan bukan untuk bekerja pas-pasan atau asal jadi. Semua itu pada suatu ketika haruslah kita pertanggungjawabkan. Banyak tidaknya talenta itu bukan masalah sama sekali. Berapapun yang dipercayakan Tuhan kepada kita merupakan hal yang patut kita syukuri, dan kita harus sadar pula bahwa itu semua sudah lebih dari cukup untuk membuat kita bisa berhasil dalam setiap apa yang kita kerjakan. Tuhan ingin kita sukses, Tuhan memberikan bekal buat kita untuk itu, dan Tuhan siap memberkati pekerjaan kita. Bukankah itu merupakan sebuah kesatuan yang luar biasa? Dengan bekerja serius berarti kita menghargai Tuhan, sebaliknya bagaimana mungkin kita mengaku sebagai orang yang bersyukur apabila kita tidak mau serius dalam bekerja? Itu sama saja dengan merendahkan anugerah Tuhan atas diri kita bahkan menghina Tuhan.
Jangan lupa bahwa Tuhan pun sudah menegaskan kita agar bekerja serius seperti melakukannya untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Tuhan memandang penting sebuah keseriusan dari diri kita. Jika kita melakukannya dengan sebaik mungkin dan memuliakan Tuhan di dalamnya, tentu Tuhan pun tidak akan sungkan-sungkan untuk memberkati kita tepat seperti apa yang Dia rindukan. Bayangkan betapa senangnya Tuhan apabila melihat anak-anakNya menjadi orang-orang yang berpengaruh dalam bidangnya masing-masing, menjadi teladan bagi pekerja lain, jujur dan setia. Orang tua kita saja akan merasa sangat bangga, apalagi Bapa yang menciptakan dan sangat mengasihi kita.
Sudahkah anda memberikan kinerjayang terbaik dalam pekerjaan atau studi anda? Sudahkah anda melakukan yang terbaik bagi keluarga anda? Atau sudahkah anda peduli dengan kecakapan, maukah anda terus melatih diri agar menjadi lebih cakap lagi? Ingatlah bahwa Tuhan akan selalu siap memperbesar kapasitas dari orang-orang yang cakap di bidangnya masing-masing. Keberhasilan merupakan bagian dari kehidupan anak-anak Tuhan, dan itu akan bisa dicapai apabila kita mau menghargai segala talenta yang diberikan Tuhan dengan sungguh-sungguh dan mempergunakannya dengan baik dalam pekerjaan kita. Ada masa depan yang cerah penuh dengan keberhasilan Tuhan sediakan bagi setiap kita, dan itu semua hanya akan bisa dicapai apabila kita mau mempergunakan semua yang telah diberikan Tuhan sebagai sebuah keistimewaan dengan sebaik-baiknya. Laukan yang terbaik, dan tempati posisi puncak dimana anda seharusnya berada, because only the hands of the diligent will rule.
Muliakan Tuhan dengan memberi yang terbaik dalam pekerjaan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akanberdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina."
Sama-sama bekerja, tapi kualitas kerja berbeda, hasil pun beda. Apa yang saya maksudkan adalah bahwa cara orang memandang dan menyikapi kerja itu tidaklah sama. Ada yang serius melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya, ada yang cuma ala kadarnya. Toh tidak dapat bonus ekstra, buat apa ngasih lebih? Ya secukupnya saja, asal ada. Itu banyak dilakukan orang. Ada yang menggantungkan keseriusannya pada besar tidaknya upah yang ia terima. Ada yang malas dan menganut sistem kebut semalam. Bila hasilnya buruk, mereka pun sudah menyiapkan banyak dalih. Lagi kurang enak badan, lagi sibuk, komputer rusak, kena virus dan sebagainya. Pokoknya ada saja, yang penting punya alasan. Oh, ada pula yang berdalih bahwa pekerjaannya yang sekarang dilakukan hanya karena terpaksa, karena belum dapat yang lebih bagus atau tidak sesuai minat. Lucunya mereka tetap mau menerima gaji bahkan berharap naik jabatan, tapi hasil pekerjaan pas-pasan kalau tidak bisa dibilang dibawah standar. Bagaimana kita seharusnya menyikapi pekerjaan kita?
Tuhan tidak akan pernah menginginkan anak-anakNya untuk menjadi orang yang suka bekerja setengah-setengah. Tuhan ingin kita menjadi orang-orang yang cakap di bidang masing-masing. Menjadi contoh dan teladan lewat segala sesuatu yang kita lakukan.
Ada sebuah ayat menarik tentang hal ini di dalam kitab Amsal. Salomo mengajukan sebuah kalimat penting dalam bentuk pertanyaan kepada semua yang membacanya. "Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina." (Amsal 22:29). Perhatikan kata "cakap" pada ayat ini. Tuhan tidak hanya mengucapkan kata "kerja" saja, tetapi dilengkapi dengan kata "cakap". Dalam bahasa Inggrisnya kata ini disebut dengan "dilligent and skillful", artinya "rajin dan ahli." Itulah yang dimaksudkan lewat kata "cakap", dan itu seharusnya menjadi gambaran dari orang-orang percaya. Bekerja jangan setengah-setengah, jangan asal jadi dan jangan pula pas-pasan. Memberi yang terbaik dalam pekerjaan, usaha, atau belajar dan sebagainya, itu adalah sebuah keharusan.
Jika kita cakap atau rajin dan ahli, apa yang akan kita peroleh? Ayat dalam Amsal ini mengatakan bahwa kita akan berdiri di hadapan raja-raja, di hadapan orang-orang penting, orang-orang berpengaruh, dan bukan di hadapan orang-orang biasa. Jika anda memberi yang terbaik, atau bahkan lebih dari yang seharusnya alias 'going extra miles', tentu hasil kerja anda akan diapresiasi oleh orang-orang yang duduk di atas. Saya pernah mendengar cerita bahwa ada pemilik perusahaan yang mengetahui bahwa salah satu office boy di perusahaannya ternyata begitu giat dalam bekerja. Ia lantas dipromosikan pada posisi tertentu. Kembali ia menunjukkan kinerja yang memuaskan, ia terus menapak naik dan akhirnya ia duduk sebagai satu dari kepala divisi dalam waktu relatif singkat. Ya, kalau hasil kerjanya memang sangat baik, kenapa tidak? Saya yakin semua perusahaan ingin memiliki orang-orang terbaik yang bekerja disana.
Selain itu, ayat dalam Amsal ini juga menggambarkan bagaimana Tuhan memandang penting sebuah usaha keras yang dilakukan secara serius dan sungguh-sungguh. Dia siap memberkati kita yang selalu berupaya memberikan yang terbaik untuk terus meningkat lebih dan lebih lagi. Ini sesuai dengan apa yang dijanjikan Tuhan pula. "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia." (Ulangan 28:13). Tuhan menjanjikan keberhasilan. Kita didesain sebagai kepala bukan ekor, direncanakan untuk terus naik dan bukan turun. Ini akan kita peroleh jika kita mau mendengarkan perintah Tuhan dan melakukannya dengan setia. Bekerja secara serius dan sungguh-sungguh adalah salah satu bagian dari melakukan perintah Tuhan dengan setia, dan itu akan membuat kita memperoleh keberhasilan demi keberhasilan dalam karir, keluarga atau dalam apapun yang sedang kita lakukan.
Perumpamaan tentang talenta (Matius 25:14-30) menggambarkan dengan jelas bahwa Tuhan telah melengkapi kita semua dengan keistimewaan-keistimewaan tersendiri. Semua itu ia titipkan kepada kita agar kita bisa melakukan pekerjaan kita dengan sebaik-baiknya, dan bukan untuk bekerja pas-pasan atau asal jadi. Semua itu pada suatu ketika haruslah kita pertanggungjawabkan. Banyak tidaknya talenta itu bukan masalah sama sekali. Berapapun yang dipercayakan Tuhan kepada kita merupakan hal yang patut kita syukuri, dan kita harus sadar pula bahwa itu semua sudah lebih dari cukup untuk membuat kita bisa berhasil dalam setiap apa yang kita kerjakan. Tuhan ingin kita sukses, Tuhan memberikan bekal buat kita untuk itu, dan Tuhan siap memberkati pekerjaan kita. Bukankah itu merupakan sebuah kesatuan yang luar biasa? Dengan bekerja serius berarti kita menghargai Tuhan, sebaliknya bagaimana mungkin kita mengaku sebagai orang yang bersyukur apabila kita tidak mau serius dalam bekerja? Itu sama saja dengan merendahkan anugerah Tuhan atas diri kita bahkan menghina Tuhan.
Jangan lupa bahwa Tuhan pun sudah menegaskan kita agar bekerja serius seperti melakukannya untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Tuhan memandang penting sebuah keseriusan dari diri kita. Jika kita melakukannya dengan sebaik mungkin dan memuliakan Tuhan di dalamnya, tentu Tuhan pun tidak akan sungkan-sungkan untuk memberkati kita tepat seperti apa yang Dia rindukan. Bayangkan betapa senangnya Tuhan apabila melihat anak-anakNya menjadi orang-orang yang berpengaruh dalam bidangnya masing-masing, menjadi teladan bagi pekerja lain, jujur dan setia. Orang tua kita saja akan merasa sangat bangga, apalagi Bapa yang menciptakan dan sangat mengasihi kita.
Sudahkah anda memberikan kinerjayang terbaik dalam pekerjaan atau studi anda? Sudahkah anda melakukan yang terbaik bagi keluarga anda? Atau sudahkah anda peduli dengan kecakapan, maukah anda terus melatih diri agar menjadi lebih cakap lagi? Ingatlah bahwa Tuhan akan selalu siap memperbesar kapasitas dari orang-orang yang cakap di bidangnya masing-masing. Keberhasilan merupakan bagian dari kehidupan anak-anak Tuhan, dan itu akan bisa dicapai apabila kita mau menghargai segala talenta yang diberikan Tuhan dengan sungguh-sungguh dan mempergunakannya dengan baik dalam pekerjaan kita. Ada masa depan yang cerah penuh dengan keberhasilan Tuhan sediakan bagi setiap kita, dan itu semua hanya akan bisa dicapai apabila kita mau mempergunakan semua yang telah diberikan Tuhan sebagai sebuah keistimewaan dengan sebaik-baiknya. Laukan yang terbaik, dan tempati posisi puncak dimana anda seharusnya berada, because only the hands of the diligent will rule.
Muliakan Tuhan dengan memberi yang terbaik dalam pekerjaan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, March 22, 2016
Keteladanan dari Handuk dan Baskom (2)
(sambungan)
Terkait dengan apa yang dikatakan Yesus, mari kita kembali kepada kedua anak Zebedeus. Mereka sebenarnya bisa saja berada di sisi kanan dan kiri Yesus dalam banyak kesempatan. Mereka bisa berdiri disana ketika Yesus sedang berdoa di taman Getsemani. (Matius 26:36-46). Yesus sudah membawa mereka berdua bersama Petrus. (ay 37). Tetapi apa yang mereka lakukan? Tidak sampai sejam saja mereka sudah tertidur. (ay 40). Lalu mereka punya kesempatan lagi ketika Yesus ditangkap. (Markus 14:43-52). Tapi mereka memilih untuk melarikan diri. (ay 50). Selanjutnya, mereka pun bisa berada di sisi kanan dan kiri Yesus ketika Dia disalibkan. (Yohanes 23:33-49). Sekali lagi kita melihat bahwa mereka tidak melakukan itu, tetapi justru berdiri dari jauh dalam ketakutan dan hanya menonton saja. (ay 49). Semua ini menunjukkan bahwa mereka memang tidak mengerti apa yang mereka minta.
Yesus menjalankan tugasnya sampai tuntas dengan ketaatan penuh demi keselamatan kita semua. Dalam setiap prosesnya Yesus memberikan keteladanan secara langsung kepada murid-muridNya. Dia mengajarkan apa arti besar yang sesungguhnya. Bukan bukan dari pamor atau popularitas, bukan dari kekayaan, tetapi salah satunya lewat sebuah baskom dan selembar handuk. Yesus mau merendahkan diriNya untuk membasuh kaki para murid, sebuah pekerjaan yang pada saat itu seharusnya dilakukan oleh seorang hamba.
Apa yang dilakukan Yesus adalah radikal, dan mungkin kontroversial. Wajar jika murid-muridNya pun terkejut, termasuk Petrus. "Maka sampailah Ia kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepada-Nya: "Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?" (Yohanes 13:6). Dan Yesus menjawab, "Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak."(ay 7). Apa yang dilakukan Yesus mengacu kepada sebuah keteladanan, agar kita semua mau merubah pola pikir kita agar mengerti seperti apa kata besar itu menurut Kerajaan Allah. "Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu." (ay 14-15).
Hidup di dunia yang penuh persaingan membuat kita seringkali lupa bagaimana gambaran yang seharusnya menurut hati Tuhan. Sampai batas-batas tertentu persaingan itu baik, apabila lewat persaingan itu kita menjadi termotivasi untuk semakin memberi yang terbaik dan terus bertumbuh. Tetapi ketika kita tergoda untuk menjadi yang terbesar melalui mencari kekayaan sebesar-besarnya, popularitas, status atau kejayaan di dunia, menghalalkan segala cara, itu sudah tidak lagi mencerminkan panggilan manusia yang sebenarnya menurut hukum Kerajaan Allah.
Teladan-teladan akan kerendahan hati, suka menolong, peduli terhadap jeritan orang lain, kebaikan, kejujuran, mendahulukan kepentingan orang lain seharusnya bisa terlihat dari kita, murid-murid Yesus yang saat ini ada di muka bumi. Menjadi pelayan, menjadi hamba dengan segala kerendahan hati, itu sangat sulit ditemukan hari-hari ini. Semua itu adalah tugas kita. Yesus sudah memberi keteladanan lewat sebuah baskom dan handuk, Dia juga sudah membuktikanNya dengan mengorbankan diri sepenuhnya untuk mati di atas kayu salib. Dan kita pun seharusnya bisa mengerti dan meneladani contoh yang telah Yesus sendiri berikan.
"Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." (Lukas 9:48b)
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Terkait dengan apa yang dikatakan Yesus, mari kita kembali kepada kedua anak Zebedeus. Mereka sebenarnya bisa saja berada di sisi kanan dan kiri Yesus dalam banyak kesempatan. Mereka bisa berdiri disana ketika Yesus sedang berdoa di taman Getsemani. (Matius 26:36-46). Yesus sudah membawa mereka berdua bersama Petrus. (ay 37). Tetapi apa yang mereka lakukan? Tidak sampai sejam saja mereka sudah tertidur. (ay 40). Lalu mereka punya kesempatan lagi ketika Yesus ditangkap. (Markus 14:43-52). Tapi mereka memilih untuk melarikan diri. (ay 50). Selanjutnya, mereka pun bisa berada di sisi kanan dan kiri Yesus ketika Dia disalibkan. (Yohanes 23:33-49). Sekali lagi kita melihat bahwa mereka tidak melakukan itu, tetapi justru berdiri dari jauh dalam ketakutan dan hanya menonton saja. (ay 49). Semua ini menunjukkan bahwa mereka memang tidak mengerti apa yang mereka minta.
Yesus menjalankan tugasnya sampai tuntas dengan ketaatan penuh demi keselamatan kita semua. Dalam setiap prosesnya Yesus memberikan keteladanan secara langsung kepada murid-muridNya. Dia mengajarkan apa arti besar yang sesungguhnya. Bukan bukan dari pamor atau popularitas, bukan dari kekayaan, tetapi salah satunya lewat sebuah baskom dan selembar handuk. Yesus mau merendahkan diriNya untuk membasuh kaki para murid, sebuah pekerjaan yang pada saat itu seharusnya dilakukan oleh seorang hamba.
Apa yang dilakukan Yesus adalah radikal, dan mungkin kontroversial. Wajar jika murid-muridNya pun terkejut, termasuk Petrus. "Maka sampailah Ia kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepada-Nya: "Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?" (Yohanes 13:6). Dan Yesus menjawab, "Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak."(ay 7). Apa yang dilakukan Yesus mengacu kepada sebuah keteladanan, agar kita semua mau merubah pola pikir kita agar mengerti seperti apa kata besar itu menurut Kerajaan Allah. "Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu." (ay 14-15).
Hidup di dunia yang penuh persaingan membuat kita seringkali lupa bagaimana gambaran yang seharusnya menurut hati Tuhan. Sampai batas-batas tertentu persaingan itu baik, apabila lewat persaingan itu kita menjadi termotivasi untuk semakin memberi yang terbaik dan terus bertumbuh. Tetapi ketika kita tergoda untuk menjadi yang terbesar melalui mencari kekayaan sebesar-besarnya, popularitas, status atau kejayaan di dunia, menghalalkan segala cara, itu sudah tidak lagi mencerminkan panggilan manusia yang sebenarnya menurut hukum Kerajaan Allah.
Teladan-teladan akan kerendahan hati, suka menolong, peduli terhadap jeritan orang lain, kebaikan, kejujuran, mendahulukan kepentingan orang lain seharusnya bisa terlihat dari kita, murid-murid Yesus yang saat ini ada di muka bumi. Menjadi pelayan, menjadi hamba dengan segala kerendahan hati, itu sangat sulit ditemukan hari-hari ini. Semua itu adalah tugas kita. Yesus sudah memberi keteladanan lewat sebuah baskom dan handuk, Dia juga sudah membuktikanNya dengan mengorbankan diri sepenuhnya untuk mati di atas kayu salib. Dan kita pun seharusnya bisa mengerti dan meneladani contoh yang telah Yesus sendiri berikan.
"Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." (Lukas 9:48b)
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, March 21, 2016
Keteladanan dari Handuk dan Baskom (1)
Ayat bacaan: Yohanes 13:14-15
=================
"Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu."
Kompetisi sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita. Hampir setiap hari hampir di semua bagian kehidupan ini kita dituntut untuk bersaing. Mulai dari siapa yang lebih disayang diantara saudara, persaingan dalam studi, berlanjut pula dalam dunia pekerjaan. Persaingan antar tetangga tidak kalah sengit, tidak sedikit pula yang bersaing dalam soal jodoh. Bersaing dalam batas-batas tertentu itu baik. Kita bisa termotivasi untuk memberi yang terbaik dari diri kita untuk bisa memenangkan persaingan. Tetapi dalam kadar berlebih persaingan bisa berakibat sangat buruk. Persaingan yang tidak bisa dikendalikan bisa membuat kita lupa diri, tega menyikut atau menghancurkan orang, menghalalkan segala cara demi memenangkan persaingan. Karena hal ini biasa bagi dunia, pola pikir kita pun lama-lama bisa terkontaminasi. Kita jadi terbiasa dengan itu semua, lalu mulai terpengaruh untuk melakukannya. Saat itu terjadi, kasih sudah tidak lagi ada dalam hidup kita.
Siapa yang lebih hebat, lebih pintar, lebih jago, lebih kaya, dan lebih-lebih lainnya, anda atau saya? Itu bisa jadi ada di dalam pikiran kita dalam berbagai situasi. Pola pikir seperti ini bukan saja miliki orang-orang di jaman modern seperti sekarang ini, tetapi pada masa Yesus turun ke bumi pun pemikiran seperti itu ternyata sudah ada. Lihatlah persaingan di antara murid Yesus sendiri mengenai siapa yang terbesar di antara mereka. Bukan cuma bersaing sehat, mereka sampai bertengkar demi memperebutkan posisi itu. "Maka timbullah pertengkaran di antara murid-murid Yesus tentang siapakah yang terbesar di antara mereka." (Lukas 9:46). Kalau dipikir-pikir, betapa ironisnya hal ini. Yesus selalu memberikan keteladanan yang luar biasa, tetapi justru murid-muridNya sendiri tidak bisa meneladani itu dan masih terpengaruh oleh pola pikir dunia.
Lihatlah perilaku kedua anak Zebedeus, yaitu Yohanes dan Yakobus. Keduanya meminta tolong ibu mereka agar mendapat tempat duduk kemuliaan di Kerajaan Kristus. Karena sayang anak, si ibu pun menurut. Ia mendatangi Yesus untuk menyampaikan permintaan anak-anaknya. "Kata Yesus: "Apa yang kaukehendaki?" Jawabnya: "Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu." (Matius 20:21). Apa respon Yesus? "Tetapi Yesus menjawab, kata-Nya: "Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta." (ay 22a).
Yesus berkata sesungguhnya ibu dan kedua anaknya ini tidak mengerti apa yang mereka minta. Mereka hanya tertarik pada jebakan kekuasaan, tetapi mereka melupakan sisi lainnya, yaitu pengorbanan. Mereka tidak mengerti bahwa siapa yang terbesar menurut Kerajaan Allah bukanlah yang paling hebat,paling besar atau lainnya seperti tingkatan menurut dunia, melainkan justru yang terkecil. "Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." (Lukas 9:48b). Dengarlah apa kata Yesus berikut ini: "Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu." (Matius 20:25-27). Apakah Yesus hanya menuntut kita untuk melakukan itu? Sama sekali tidak. Yesus sudah mencontohkan sendiri, memberikan keteladanan akan hal ini sepanjang masa hidupNya di dunia hingga tugasnya selesai di kayu salib. "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (ay 28).
(bersambung)
=================
"Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu."
Kompetisi sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita. Hampir setiap hari hampir di semua bagian kehidupan ini kita dituntut untuk bersaing. Mulai dari siapa yang lebih disayang diantara saudara, persaingan dalam studi, berlanjut pula dalam dunia pekerjaan. Persaingan antar tetangga tidak kalah sengit, tidak sedikit pula yang bersaing dalam soal jodoh. Bersaing dalam batas-batas tertentu itu baik. Kita bisa termotivasi untuk memberi yang terbaik dari diri kita untuk bisa memenangkan persaingan. Tetapi dalam kadar berlebih persaingan bisa berakibat sangat buruk. Persaingan yang tidak bisa dikendalikan bisa membuat kita lupa diri, tega menyikut atau menghancurkan orang, menghalalkan segala cara demi memenangkan persaingan. Karena hal ini biasa bagi dunia, pola pikir kita pun lama-lama bisa terkontaminasi. Kita jadi terbiasa dengan itu semua, lalu mulai terpengaruh untuk melakukannya. Saat itu terjadi, kasih sudah tidak lagi ada dalam hidup kita.
Siapa yang lebih hebat, lebih pintar, lebih jago, lebih kaya, dan lebih-lebih lainnya, anda atau saya? Itu bisa jadi ada di dalam pikiran kita dalam berbagai situasi. Pola pikir seperti ini bukan saja miliki orang-orang di jaman modern seperti sekarang ini, tetapi pada masa Yesus turun ke bumi pun pemikiran seperti itu ternyata sudah ada. Lihatlah persaingan di antara murid Yesus sendiri mengenai siapa yang terbesar di antara mereka. Bukan cuma bersaing sehat, mereka sampai bertengkar demi memperebutkan posisi itu. "Maka timbullah pertengkaran di antara murid-murid Yesus tentang siapakah yang terbesar di antara mereka." (Lukas 9:46). Kalau dipikir-pikir, betapa ironisnya hal ini. Yesus selalu memberikan keteladanan yang luar biasa, tetapi justru murid-muridNya sendiri tidak bisa meneladani itu dan masih terpengaruh oleh pola pikir dunia.
Lihatlah perilaku kedua anak Zebedeus, yaitu Yohanes dan Yakobus. Keduanya meminta tolong ibu mereka agar mendapat tempat duduk kemuliaan di Kerajaan Kristus. Karena sayang anak, si ibu pun menurut. Ia mendatangi Yesus untuk menyampaikan permintaan anak-anaknya. "Kata Yesus: "Apa yang kaukehendaki?" Jawabnya: "Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu." (Matius 20:21). Apa respon Yesus? "Tetapi Yesus menjawab, kata-Nya: "Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta." (ay 22a).
Yesus berkata sesungguhnya ibu dan kedua anaknya ini tidak mengerti apa yang mereka minta. Mereka hanya tertarik pada jebakan kekuasaan, tetapi mereka melupakan sisi lainnya, yaitu pengorbanan. Mereka tidak mengerti bahwa siapa yang terbesar menurut Kerajaan Allah bukanlah yang paling hebat,paling besar atau lainnya seperti tingkatan menurut dunia, melainkan justru yang terkecil. "Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." (Lukas 9:48b). Dengarlah apa kata Yesus berikut ini: "Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu." (Matius 20:25-27). Apakah Yesus hanya menuntut kita untuk melakukan itu? Sama sekali tidak. Yesus sudah mencontohkan sendiri, memberikan keteladanan akan hal ini sepanjang masa hidupNya di dunia hingga tugasnya selesai di kayu salib. "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (ay 28).
(bersambung)
Sunday, March 20, 2016
Belajar Lewat Keteladanan Paulus (2)
(sambungan)
Dalam masa hidupNya yang singkat di muka bumi ini, Yesus pun menunjukkan hal yang sama. Segala yang Dia ajarkan telah Dia contohkan secara langsung pula. Lihatlah sebuah contoh dari perkataan Yesus sendiri ketika ia mengingatkan kita untuk merendahkan diri kita menjadi pelayan dan hamba dalam Matius 20:26-27. Yesus berkata: "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (ay 28). Apa yang diajarkan Yesus telah Dia contohkan pula secara nyata. Ketika Yesus berkata "Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu." (Yohanes 15:12), kita pun lalu bisa melihat sebesar apa kasihNya kepada kita. Yesus mengasihi kita sebegitu rupa sehingga Dia rela memberikan nyawaNya untuk menebus kita semua. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (ay 13). Yesus membuktikannya secara langsung lewat karya penebusanNya.
Jauh lebih mudah untuk hanya berteori ketimbang menjadi teladan, karena sebagai teladan sikap kita haruslah sesuai dengan perkataan yang kita ajarkan. Sayangnya sikap hidup yang sesuai dengan pengajaran seperti itu sudah semakin sulit saja ditemukan hari ini. Kesibukan, tuntutan yang terus bertambah dan meningkat membuat kita menghabiskan hari-hari hanya untuk mengejar kecukupan lantas lupa untuk menjadi teladan bagi anak-anak kita. Tuhan menghendaki kita semua agar tidak berhenti hanya dengan memberi nasihat, teguran atau pengajaran saja, melainkan menjadi teladan dengan memiliki karakter, gaya hidup, sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai kebenaran yang kita katakan. Alkitab mengatakan : "Dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu" (Titus 2:7)
Kita dituntut untuk bisa menjadi teladan di muka bumi ini. Sesungguhnya itu jauh lebih bermakna ketimbang hanya menyampaikan ajaran-ajaran lewat perkataan kosong. Sebagai orang tua, abang, kakak, dan teman kita harus sampai kepada sebuah tingkatan untuk menjadi contoh teladan. Tetapi tugas menjadi teladan pun bukan hanya menjadi keharusan untuk orang-orang tua saja. Sejak muda pun kita sudah bisa, dan sangat dianjurkan untuk bisa menjadi teladan bahkan bagi orang-orang yang lebih tua sekalipun. Firman Tuhan berkata: "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12).
Kalau Paulus bisa dengan berani meminta jemaat di Korintus untuk meneladani cara hidup dan perbuatannya, kita pun seharusnya siap untuk bisa berkata seperti itu. Sebuah kehidupan yang mengaplikasikan firman secara nyata akan mampu berbicara banyak. Hal keteladanan sangatlah penting karena orang cenderung lebih mudah percaya dan menerima sebuah kebenaran yang dipraktekkan secara langsung ketimbang hanya lewat kata-kata atau teoritis saja. Orang yang hidup sesuai kebenaran akan memiliki banyak kesaksian untuk dibagikan yang sanggup mengenalkan kebenaran kepada orang-orang yang belum mengetahuinya. Tidak perlu muluk-muluk, hal-hal sederhana saja bisa menjadi sebuah bukti penyertaan Tuhan yang luar biasa yang mampu menjadi berkat bagi orang lain. Seperti apa karakter yang kita tunjukkan hari ini? Apakah kita sudah atau setidaknya tengah berusaha untuk menjadi teladan dalam berbuat baik atau kita masih hidup egois, eksklusif, pilih kasih, kasar, membeda-bedakan orang bahkan masih melakukan banyak hal yang jahat meski kerap mengajarkan kebaikan? Sadarilah bahwa cara hidup kita akan selalu diperhatikan oleh orang lain. Anak-anak kita akan melihat sejauh mana kita melakukan hal-hal yang kita nasihati kepada mereka, begitu juga dengan teman-teman dan orang-orang di sekitar kita. Menjadi teladan adalah sebuah keharusan, marilah kita terus melatih diri kita untuk menjadi teladan seperti yang dikehendaki Tuhan atas anak-anakNya.
"Example is not the main thing in influencing others. It's the only thing" - Albert Schweitzer, ahli teologia/filsuf asal Jerman, misionaris di Afrika
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Dalam masa hidupNya yang singkat di muka bumi ini, Yesus pun menunjukkan hal yang sama. Segala yang Dia ajarkan telah Dia contohkan secara langsung pula. Lihatlah sebuah contoh dari perkataan Yesus sendiri ketika ia mengingatkan kita untuk merendahkan diri kita menjadi pelayan dan hamba dalam Matius 20:26-27. Yesus berkata: "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (ay 28). Apa yang diajarkan Yesus telah Dia contohkan pula secara nyata. Ketika Yesus berkata "Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu." (Yohanes 15:12), kita pun lalu bisa melihat sebesar apa kasihNya kepada kita. Yesus mengasihi kita sebegitu rupa sehingga Dia rela memberikan nyawaNya untuk menebus kita semua. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (ay 13). Yesus membuktikannya secara langsung lewat karya penebusanNya.
Jauh lebih mudah untuk hanya berteori ketimbang menjadi teladan, karena sebagai teladan sikap kita haruslah sesuai dengan perkataan yang kita ajarkan. Sayangnya sikap hidup yang sesuai dengan pengajaran seperti itu sudah semakin sulit saja ditemukan hari ini. Kesibukan, tuntutan yang terus bertambah dan meningkat membuat kita menghabiskan hari-hari hanya untuk mengejar kecukupan lantas lupa untuk menjadi teladan bagi anak-anak kita. Tuhan menghendaki kita semua agar tidak berhenti hanya dengan memberi nasihat, teguran atau pengajaran saja, melainkan menjadi teladan dengan memiliki karakter, gaya hidup, sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai kebenaran yang kita katakan. Alkitab mengatakan : "Dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu" (Titus 2:7)
Kita dituntut untuk bisa menjadi teladan di muka bumi ini. Sesungguhnya itu jauh lebih bermakna ketimbang hanya menyampaikan ajaran-ajaran lewat perkataan kosong. Sebagai orang tua, abang, kakak, dan teman kita harus sampai kepada sebuah tingkatan untuk menjadi contoh teladan. Tetapi tugas menjadi teladan pun bukan hanya menjadi keharusan untuk orang-orang tua saja. Sejak muda pun kita sudah bisa, dan sangat dianjurkan untuk bisa menjadi teladan bahkan bagi orang-orang yang lebih tua sekalipun. Firman Tuhan berkata: "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12).
Kalau Paulus bisa dengan berani meminta jemaat di Korintus untuk meneladani cara hidup dan perbuatannya, kita pun seharusnya siap untuk bisa berkata seperti itu. Sebuah kehidupan yang mengaplikasikan firman secara nyata akan mampu berbicara banyak. Hal keteladanan sangatlah penting karena orang cenderung lebih mudah percaya dan menerima sebuah kebenaran yang dipraktekkan secara langsung ketimbang hanya lewat kata-kata atau teoritis saja. Orang yang hidup sesuai kebenaran akan memiliki banyak kesaksian untuk dibagikan yang sanggup mengenalkan kebenaran kepada orang-orang yang belum mengetahuinya. Tidak perlu muluk-muluk, hal-hal sederhana saja bisa menjadi sebuah bukti penyertaan Tuhan yang luar biasa yang mampu menjadi berkat bagi orang lain. Seperti apa karakter yang kita tunjukkan hari ini? Apakah kita sudah atau setidaknya tengah berusaha untuk menjadi teladan dalam berbuat baik atau kita masih hidup egois, eksklusif, pilih kasih, kasar, membeda-bedakan orang bahkan masih melakukan banyak hal yang jahat meski kerap mengajarkan kebaikan? Sadarilah bahwa cara hidup kita akan selalu diperhatikan oleh orang lain. Anak-anak kita akan melihat sejauh mana kita melakukan hal-hal yang kita nasihati kepada mereka, begitu juga dengan teman-teman dan orang-orang di sekitar kita. Menjadi teladan adalah sebuah keharusan, marilah kita terus melatih diri kita untuk menjadi teladan seperti yang dikehendaki Tuhan atas anak-anakNya.
"Example is not the main thing in influencing others. It's the only thing" - Albert Schweitzer, ahli teologia/filsuf asal Jerman, misionaris di Afrika
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, March 19, 2016
Belajar Lewat Keteladanan Paulus (1)
Ayat bacaan: 1 Korintus 4:16
====================
"Sebab itu aku menasihatkan kamu: turutilah teladanku!"
Seperti apakah orang yang bisa disebut atau dijadikan teladan? Kata teladan mengacu kepada sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh seperti dalam sifat, sikap, perbuatan, tingkah laku dan sebagainya. Itu yang seharusnya. Tapi pengertian teladan atau role model sudah mulai menyimpang. Banyak orang yang keliru mengambil figur panutan dan 'meneladani' perilaku-perilaku buruk dari figur tersebut. Misalnya ngefans sama artis yang hidupnya penuh dengan obat-obat terlarang, hubungan bebas dan sebagainya, yang mengajarkan perilaku-perilaku buruk atau malah tokoh dunia yang terkenal kejam dan sudah membantai begitu banyak jiwa pun ternyata banyak fansnya karena dianggap keren. Ada saja memang orang yang seperti itu. Itu bukanlah sebuah keteladanan menurut pengertian sebenarnya. Seorang yang bisa dijadikan panutan atau teladan adalah orang yang terus menanamkan nilai-nilai kebenaran, budi pekerti dan berbagai kebaikan lainnya yang bukan hanya sebatas ajaran lewat kata-kata saja tetapi tercermin langsung dalam keseharian hidup mereka.
Orang-orang yang menjadi teladan adalah orang berintegritas yang punya kesesuaian antara perkataan dan perbuatan. Itu sebabnya untuk menjadi seorang teladan bukanlah perkara mudah. Bila dalam mengajar kita hanya perlu membagikan ilmu dan pengetahuan lewat perkataan, tetapi dalam menerapkan keteladanan kita harus mengadopsi langsung seluruh nilai-nilai yang kita ajarkan untuk tampil secara langsung dalam perbuatan kita, siap dicontoh oleh mereka. Ada orang-orang yang mampu menunjukkan nilai-nilai kebenaran dalam hidupnya sehingga mampu memberi pengajaran tersendiri meski tanpa mengucapkan kata-kata sekalipun. Sebaliknya ada orang yang terus berbicara tapi hasilnya tidak maksimal karena tidak disertai dengan contoh nyata dari cara atau sikap hidupnya. Dan itu akan sia-sia saja pada akhirnya.
Ada banyak orang tua yang kecapaian akibat terlalu sibuk bekerja hanya akan memarahi anak-anaknya kalau ada yang salah tanpa memeriksa terlebih dahulu apa yang sebenarnya terjadi. Di satu sisi mereka melarang ini dan itu, tapi di sisi lain mereka melanggar sendiri peraturan yang mereka buat. Saya kan orang tua, terserah saya. Kamu masih anak kecil, harus menurut. Titik, tidak pakai koma. Ini bukanlah sikap orang yang bisa dijadikan teladan karena hanya memerintah tanpa mencontohkan. Anak akan sulit belajar tentang kebenaran jika berada dalam bentuk keluarga seperti itu.
Agar bisa menjadi teladan itu tidak mudah. Berat dan seringkali butuh pengorbanan. Kalau orang tua inign mengajarkan bahwa tidak baik untuk cepat marah, orang tua tersebut harus terlebih dahulu menunjukkan kesabaran, bukan malah menunjukkan betapa pendeknya sumbu kesabaran mereka. Kalau mau mengajarkan harus hidup jujur dan bersih harus terlebih dahulu melakukannya tanpa syarat, bukan mencari alasan karena terpaksa dan sebagainya. Kalau mau mengajarkan harus rajin membangun hubungan dengan Tuhan, kita harus mencontohkannya dan bukan hanya menyuruh tapi sendirinya malas karena merasa tidak lagi punya cukup waktu untuk itu setelah habis dipakai bekerja atau menyalurkan hobi. Seseorang pernah berkata bahwa urusan doa adalah urusan istri, sementara dia tugasnya memenuhi kebutuhan akan materi. Ketika saya tanyakan apakah anak laki-lakinya yang masih kecil ia ajarkan untuk rajin berdoa sejak di usia kecil, ia berkata dengan bangga: "tentu saja." Disini bisa kita lihat contoh orang yang meski mengajarkan anaknya tentang hal benar tapi ia sendiri tidak memberi keteladanan. Atau ada pula yang rajin berdoa tapi dalam hidup sehari-hari perilakunya buruk dan secara transparan dilihat oleh anak-anaknya. Ini tidak akan baik bagi pertumbuhan si anak.
Hari ini mari kita lihat contoh lewat Paulus. Pada suatu kali Paulus berkata dengan tegas kepada jemaat Korintus: "Sebab itu aku menasihatkan kamu: turutilah teladanku!" (1 Korintus 4:16). Hanya sebuah kalimat singkat dan sederhana, tapi kalau kita renungkan kalimatnya yang singkat itu sebenarnya tidaklah ringan. Paulus tidak mungkin berani berkata seperti itu apabila ia tidak atau belum mencontohkan apapun yang ia sampaikan mengenai kebenaran firman Tuhan. Tapi kita tahu seperti apa cara hidup Paulus. Ia mengalami perubahan hidup 180 derajat dalam waktu relatif singkat. Dari seorang penyiksa orang percaya, ia berubah menjadi orang yang sangat radikal dan berani dalam menyebarkan Injil keselamatan. Ia mengabdikan seluruh sisa hidupnya untuk pergi ke berbagai pelosok dalam menjalankan misinya bahkan hingga sampai di Asia kecil. Tidak ada pesawat waktu itu yang mampu mengantar orang dalam waktu singkat, tidak ada pula sarana internet yang memungkinkan orang bisa berhubungan tatap muka secara langsung meski berada jauh satu sama lain seperti chatting, teleconference dan sebagainya. Ditambah lagi ia justru masih harus bekerja demi membiayai keperluan pelayanannya. Bisa kita bayangkan bagaimana beratnya perjuangan Paulus. Cobalah letakkan diri kita pada posisinya, rasanya kita mungkin bisa stres, depresi dan sebagainya diterpa kelelahan dan tekanan dalam menghadapi hari demi hari. Atau mungkin saja kita merasa kecewa dan tawar hati karena apa yang dialami berbeda dengan yang diharapkan.
Tapi Paulus bukanlah orang bermental lemah. Ia tahu diatas segalanya anugerah keselamatan yang ia terima merupakan sebuah anugerah yang luar biasa besar sehingga ia ingin melihat banyak orang lagi bisa mengikuti jejaknya. Ia memang berkeliling menyampaikan berita keselamatan, tetapi yang jauh lebih penting adalah ia mencontohkan sendiri aplikasi kebenaran dalam hidup lewat cara hidupnya. Jelas ia benar-benar menghayati keselamatan yang diperolehnya dengan penuh rasa syukur dan mempergunakan seluruh sisa hidupnya secara penuh hanya untuk Tuhan.
Dalam menjalankan misinya Paulus mengalami banyak hal yang mungkin akan mudah membuat kita kecewa apabila berada di posisinya. Berat, bahkan sampai harus mengalami penyiksaan dan tindak-tindak kekerasan lain. Tetapi tidak demikian dengan Paulus. Lihatlah apa yang ia katakan: "Sampai pada saat ini kami lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara, kami melakukan pekerjaan tangan yang berat. Kalau kami dimaki, kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar; kalau kami difitnah, kami tetap menjawab dengan ramah." (1 Korintus 4:11-13a). Bukankah itu luar biasa? Lihatlah bagaimana contoh yang ia berikan dalam menghadapi tekanan dan siksaan. Ia tetap memberkati walau dimaki, ia tetap sabar walau dianiaya, ia tetap ramah meski difitnah. Itu bukan hanya sebatas pengajaran lewat perkataan saja melainkan ia tunjukkan langsung dengan perbuatan nyata. Dan semua orang bisa melihat itu secara langsung. Kita bisa melihat sendiri bagaimana karakter dan sikap Paulus dalam menghadapi berbagai hambatan dalam pelayanannya. Apa yang ia ajarkan semuanya telah dan terus ia lakukan sendiri dalam kehidupannya. Oleh sebab itu pantaslah jika Paulus berani menjadikan dirinya sebagai teladan seperti yang tertulis pada ayat bacaan hari ini.
(bersambung)
====================
"Sebab itu aku menasihatkan kamu: turutilah teladanku!"
Seperti apakah orang yang bisa disebut atau dijadikan teladan? Kata teladan mengacu kepada sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh seperti dalam sifat, sikap, perbuatan, tingkah laku dan sebagainya. Itu yang seharusnya. Tapi pengertian teladan atau role model sudah mulai menyimpang. Banyak orang yang keliru mengambil figur panutan dan 'meneladani' perilaku-perilaku buruk dari figur tersebut. Misalnya ngefans sama artis yang hidupnya penuh dengan obat-obat terlarang, hubungan bebas dan sebagainya, yang mengajarkan perilaku-perilaku buruk atau malah tokoh dunia yang terkenal kejam dan sudah membantai begitu banyak jiwa pun ternyata banyak fansnya karena dianggap keren. Ada saja memang orang yang seperti itu. Itu bukanlah sebuah keteladanan menurut pengertian sebenarnya. Seorang yang bisa dijadikan panutan atau teladan adalah orang yang terus menanamkan nilai-nilai kebenaran, budi pekerti dan berbagai kebaikan lainnya yang bukan hanya sebatas ajaran lewat kata-kata saja tetapi tercermin langsung dalam keseharian hidup mereka.
Orang-orang yang menjadi teladan adalah orang berintegritas yang punya kesesuaian antara perkataan dan perbuatan. Itu sebabnya untuk menjadi seorang teladan bukanlah perkara mudah. Bila dalam mengajar kita hanya perlu membagikan ilmu dan pengetahuan lewat perkataan, tetapi dalam menerapkan keteladanan kita harus mengadopsi langsung seluruh nilai-nilai yang kita ajarkan untuk tampil secara langsung dalam perbuatan kita, siap dicontoh oleh mereka. Ada orang-orang yang mampu menunjukkan nilai-nilai kebenaran dalam hidupnya sehingga mampu memberi pengajaran tersendiri meski tanpa mengucapkan kata-kata sekalipun. Sebaliknya ada orang yang terus berbicara tapi hasilnya tidak maksimal karena tidak disertai dengan contoh nyata dari cara atau sikap hidupnya. Dan itu akan sia-sia saja pada akhirnya.
Ada banyak orang tua yang kecapaian akibat terlalu sibuk bekerja hanya akan memarahi anak-anaknya kalau ada yang salah tanpa memeriksa terlebih dahulu apa yang sebenarnya terjadi. Di satu sisi mereka melarang ini dan itu, tapi di sisi lain mereka melanggar sendiri peraturan yang mereka buat. Saya kan orang tua, terserah saya. Kamu masih anak kecil, harus menurut. Titik, tidak pakai koma. Ini bukanlah sikap orang yang bisa dijadikan teladan karena hanya memerintah tanpa mencontohkan. Anak akan sulit belajar tentang kebenaran jika berada dalam bentuk keluarga seperti itu.
Agar bisa menjadi teladan itu tidak mudah. Berat dan seringkali butuh pengorbanan. Kalau orang tua inign mengajarkan bahwa tidak baik untuk cepat marah, orang tua tersebut harus terlebih dahulu menunjukkan kesabaran, bukan malah menunjukkan betapa pendeknya sumbu kesabaran mereka. Kalau mau mengajarkan harus hidup jujur dan bersih harus terlebih dahulu melakukannya tanpa syarat, bukan mencari alasan karena terpaksa dan sebagainya. Kalau mau mengajarkan harus rajin membangun hubungan dengan Tuhan, kita harus mencontohkannya dan bukan hanya menyuruh tapi sendirinya malas karena merasa tidak lagi punya cukup waktu untuk itu setelah habis dipakai bekerja atau menyalurkan hobi. Seseorang pernah berkata bahwa urusan doa adalah urusan istri, sementara dia tugasnya memenuhi kebutuhan akan materi. Ketika saya tanyakan apakah anak laki-lakinya yang masih kecil ia ajarkan untuk rajin berdoa sejak di usia kecil, ia berkata dengan bangga: "tentu saja." Disini bisa kita lihat contoh orang yang meski mengajarkan anaknya tentang hal benar tapi ia sendiri tidak memberi keteladanan. Atau ada pula yang rajin berdoa tapi dalam hidup sehari-hari perilakunya buruk dan secara transparan dilihat oleh anak-anaknya. Ini tidak akan baik bagi pertumbuhan si anak.
Hari ini mari kita lihat contoh lewat Paulus. Pada suatu kali Paulus berkata dengan tegas kepada jemaat Korintus: "Sebab itu aku menasihatkan kamu: turutilah teladanku!" (1 Korintus 4:16). Hanya sebuah kalimat singkat dan sederhana, tapi kalau kita renungkan kalimatnya yang singkat itu sebenarnya tidaklah ringan. Paulus tidak mungkin berani berkata seperti itu apabila ia tidak atau belum mencontohkan apapun yang ia sampaikan mengenai kebenaran firman Tuhan. Tapi kita tahu seperti apa cara hidup Paulus. Ia mengalami perubahan hidup 180 derajat dalam waktu relatif singkat. Dari seorang penyiksa orang percaya, ia berubah menjadi orang yang sangat radikal dan berani dalam menyebarkan Injil keselamatan. Ia mengabdikan seluruh sisa hidupnya untuk pergi ke berbagai pelosok dalam menjalankan misinya bahkan hingga sampai di Asia kecil. Tidak ada pesawat waktu itu yang mampu mengantar orang dalam waktu singkat, tidak ada pula sarana internet yang memungkinkan orang bisa berhubungan tatap muka secara langsung meski berada jauh satu sama lain seperti chatting, teleconference dan sebagainya. Ditambah lagi ia justru masih harus bekerja demi membiayai keperluan pelayanannya. Bisa kita bayangkan bagaimana beratnya perjuangan Paulus. Cobalah letakkan diri kita pada posisinya, rasanya kita mungkin bisa stres, depresi dan sebagainya diterpa kelelahan dan tekanan dalam menghadapi hari demi hari. Atau mungkin saja kita merasa kecewa dan tawar hati karena apa yang dialami berbeda dengan yang diharapkan.
Tapi Paulus bukanlah orang bermental lemah. Ia tahu diatas segalanya anugerah keselamatan yang ia terima merupakan sebuah anugerah yang luar biasa besar sehingga ia ingin melihat banyak orang lagi bisa mengikuti jejaknya. Ia memang berkeliling menyampaikan berita keselamatan, tetapi yang jauh lebih penting adalah ia mencontohkan sendiri aplikasi kebenaran dalam hidup lewat cara hidupnya. Jelas ia benar-benar menghayati keselamatan yang diperolehnya dengan penuh rasa syukur dan mempergunakan seluruh sisa hidupnya secara penuh hanya untuk Tuhan.
Dalam menjalankan misinya Paulus mengalami banyak hal yang mungkin akan mudah membuat kita kecewa apabila berada di posisinya. Berat, bahkan sampai harus mengalami penyiksaan dan tindak-tindak kekerasan lain. Tetapi tidak demikian dengan Paulus. Lihatlah apa yang ia katakan: "Sampai pada saat ini kami lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara, kami melakukan pekerjaan tangan yang berat. Kalau kami dimaki, kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar; kalau kami difitnah, kami tetap menjawab dengan ramah." (1 Korintus 4:11-13a). Bukankah itu luar biasa? Lihatlah bagaimana contoh yang ia berikan dalam menghadapi tekanan dan siksaan. Ia tetap memberkati walau dimaki, ia tetap sabar walau dianiaya, ia tetap ramah meski difitnah. Itu bukan hanya sebatas pengajaran lewat perkataan saja melainkan ia tunjukkan langsung dengan perbuatan nyata. Dan semua orang bisa melihat itu secara langsung. Kita bisa melihat sendiri bagaimana karakter dan sikap Paulus dalam menghadapi berbagai hambatan dalam pelayanannya. Apa yang ia ajarkan semuanya telah dan terus ia lakukan sendiri dalam kehidupannya. Oleh sebab itu pantaslah jika Paulus berani menjadikan dirinya sebagai teladan seperti yang tertulis pada ayat bacaan hari ini.
(bersambung)
Friday, March 18, 2016
Teladan (2)
(sambungan)
Kalau kita mundur dan membaca kitab Perjanjian Lama, perihal keteladanan juga telah disampaikan terutama ditujukan kepada orang tua. Ketika pesan "haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun" (Ulangan 6:7) diberikan, itu kemudian disusul dengan keharusan untuk mengaplikasikan itu ke dalam kehidupan sehari-hari yang mampu memberikan teladan. "Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu." (ay 8-9). Ayat ini berbicara dengan jelas mengenai keharusan kita untuk menunjukkan contoh secara langsung dalam hidup kita dan bukan hanya sebatas kata atau teori semata. Setiap pengajaran tentang kebenaran wajib diaplikasikan dalam setiap kehidupan anak-anak Tuhan. Kita tidak akan pernah cukup menyampaikan saja, tetapi terlebih pula harus mampu menunjukkan secara langsung melalui keteladanan lewat kehidupan kita sendiri.
Banyak yang mengira bahwa mewartakan kabar keselamatan hanya bisa dilakukan lewat kotbah panjang penuh berisi ayat. Itu dianggap hanya menjadi tugas para pendeta atau pelayan Tuhan di gereja saja. Itu jelas merupakan sebuah pemikiran keliru. semua orang percaya wajib menjadi agen-agen Tuhan di muka bumi ini dan menjadi teladan akan kebenaran, itu berlaku dimanapun kita ditempatkan, sesuai panggilan dan talenta kita masing-masing. Sebagian dari kita tidak terlalu pintar berbicara, tetapi saat kita menunjukkan perbuatan-perbuatan baik yang sesuai dengan firman Tuhan kepada orang lain lewat keteladanan yang mencerminkan kebenaranNya, itu sudah lebih dari cukup untuk bisa memperkenalkan pribadi Kristus kepada orang lain. Bahkan anda akan jauh lebih mudah dalam menyampaikan kebenaran apabila hidup anda sudah mencerminkan kebenaran itu secara nyata. Sebab, bagaimana orang mau percaya kalau kita sendiri masih belum tidak menunjukkan keteladanan dan tidak punya kesaksian apapun yang bisa kita bagikan?
Dari pengalaman sendiri, dari kesaksian sendiri, semua akan menjadi bukti-bukti bahwa firman Tuhan mampu membawa banyak hal luar biasa ketika dipatuhi dan dijalankan dengan benar. Keteladanan kita akan dan seharusnya mampu membawa sebuah perubahan besar dalam lingkungan di mana kita berada. Ada banyak orang yang mengaku anak Tuhan tetapi sama sekali tidak menunjukkan itu dalam perilaku dan perbuatan sehari-hari. Bukannya kesaksian yang datang, malah mereka menjadi batu sandungan. Bukannya menjadi teladan tapi malah ikut-ikutan melakukan perbuatan-perbuatan yang salah. Seharusnya itu tidak boleh terjadi. Tuhan ingin kita menjadi teladan dalam perbuatan baik. Kita harus menunjukkan bahwa kita mampu.
Ingatlah bahwa tindakan yang kita lakukan akan membawa dampak, baik atau buruk, dan itu tergantung dari tindakan seperti apa yang kita lakukan. Mari hari ini kita menjadi anak-anak Allah yang mampu menjadi teladan, khususnya dalam menyatakan kasih dan perbuatan baik bagi orang-orang di sekitar kita tanpa membedakan latar belakang dan siapa mereka.Kalau orang melanggar rambu, kita jangan ikut-ikutan. Kalau orang menabrak lampu merah, kita berhenti meski tidak ada yang melihat. Orang melakukan kecurangan kita jujur. Dan sebagainya. Ingatlah bahwa menjadi teladan dalam berbuat baik merupakan kewajiban dari umat Tuhan tanpa terkecuali. Lakukan dimanapun anda berada saat ini.
Be a good example and a model of good deeds as a repesentation of Christ in today's world
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Kalau kita mundur dan membaca kitab Perjanjian Lama, perihal keteladanan juga telah disampaikan terutama ditujukan kepada orang tua. Ketika pesan "haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun" (Ulangan 6:7) diberikan, itu kemudian disusul dengan keharusan untuk mengaplikasikan itu ke dalam kehidupan sehari-hari yang mampu memberikan teladan. "Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu." (ay 8-9). Ayat ini berbicara dengan jelas mengenai keharusan kita untuk menunjukkan contoh secara langsung dalam hidup kita dan bukan hanya sebatas kata atau teori semata. Setiap pengajaran tentang kebenaran wajib diaplikasikan dalam setiap kehidupan anak-anak Tuhan. Kita tidak akan pernah cukup menyampaikan saja, tetapi terlebih pula harus mampu menunjukkan secara langsung melalui keteladanan lewat kehidupan kita sendiri.
Banyak yang mengira bahwa mewartakan kabar keselamatan hanya bisa dilakukan lewat kotbah panjang penuh berisi ayat. Itu dianggap hanya menjadi tugas para pendeta atau pelayan Tuhan di gereja saja. Itu jelas merupakan sebuah pemikiran keliru. semua orang percaya wajib menjadi agen-agen Tuhan di muka bumi ini dan menjadi teladan akan kebenaran, itu berlaku dimanapun kita ditempatkan, sesuai panggilan dan talenta kita masing-masing. Sebagian dari kita tidak terlalu pintar berbicara, tetapi saat kita menunjukkan perbuatan-perbuatan baik yang sesuai dengan firman Tuhan kepada orang lain lewat keteladanan yang mencerminkan kebenaranNya, itu sudah lebih dari cukup untuk bisa memperkenalkan pribadi Kristus kepada orang lain. Bahkan anda akan jauh lebih mudah dalam menyampaikan kebenaran apabila hidup anda sudah mencerminkan kebenaran itu secara nyata. Sebab, bagaimana orang mau percaya kalau kita sendiri masih belum tidak menunjukkan keteladanan dan tidak punya kesaksian apapun yang bisa kita bagikan?
Dari pengalaman sendiri, dari kesaksian sendiri, semua akan menjadi bukti-bukti bahwa firman Tuhan mampu membawa banyak hal luar biasa ketika dipatuhi dan dijalankan dengan benar. Keteladanan kita akan dan seharusnya mampu membawa sebuah perubahan besar dalam lingkungan di mana kita berada. Ada banyak orang yang mengaku anak Tuhan tetapi sama sekali tidak menunjukkan itu dalam perilaku dan perbuatan sehari-hari. Bukannya kesaksian yang datang, malah mereka menjadi batu sandungan. Bukannya menjadi teladan tapi malah ikut-ikutan melakukan perbuatan-perbuatan yang salah. Seharusnya itu tidak boleh terjadi. Tuhan ingin kita menjadi teladan dalam perbuatan baik. Kita harus menunjukkan bahwa kita mampu.
Ingatlah bahwa tindakan yang kita lakukan akan membawa dampak, baik atau buruk, dan itu tergantung dari tindakan seperti apa yang kita lakukan. Mari hari ini kita menjadi anak-anak Allah yang mampu menjadi teladan, khususnya dalam menyatakan kasih dan perbuatan baik bagi orang-orang di sekitar kita tanpa membedakan latar belakang dan siapa mereka.Kalau orang melanggar rambu, kita jangan ikut-ikutan. Kalau orang menabrak lampu merah, kita berhenti meski tidak ada yang melihat. Orang melakukan kecurangan kita jujur. Dan sebagainya. Ingatlah bahwa menjadi teladan dalam berbuat baik merupakan kewajiban dari umat Tuhan tanpa terkecuali. Lakukan dimanapun anda berada saat ini.
Be a good example and a model of good deeds as a repesentation of Christ in today's world
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, March 17, 2016
Teladan (1)
Ayat bacaan: Titus 2:7
================
"Dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik."
Slogan "jadilah pelopor keselamatan berlalu lintas" hampir setiap hari kita dengar di televisi. Himbauan yang sangat baik karena keselamatan berlalu lintas akan sangat tergantung dari sejauh mana para pengendara serius menaati peraturan yang berlaku, termasuk kita. Jadi pelopor, juga jadi teladan, itu artinya kita harus mulai melakukannya sekarang juga meski yang lain masih suka melanggar aturan. Sebenarnya mana yang lebih mudah, jadi pelopor atau teladan atau ikut-ikutan yang salah? Pada kenyataannya jauh lebih banyak yang ikut-ikutan ketimbang memberi contoh baik. Bak ikut arus deras, kita biasanya terbawa arus dan ikut bandel ketimbang bersikap taat pada aturan. Alasannya macam-macam. Takut kehilangan teman, takut tidak diterima dalam kelompok, ingin terlihat gaul dan sebagainya. Kalau anda lihat di acara-acara televisi terkait, saat orang melanggar aturan lalu lintas dan diberhentikan, mereka biasanya berdalih bahwa semua orang juga melakukan itu. Kenapa saya ditilang sementara yang lain tidak apa-apa? Itu contoh jelas dari kebiasaan kita mengikuti arus, tak peduli bahwa itu salah. Kalau orang semua salah, ya kita juga boleh dong salah. Begitu kira-kira. Memilih untuk hidup benar seringkali menjadi pilihan terakhir. Bukan karena kesadaran tapi kalau sudah sangat terpaksa. Selain itu, kita pun terbiasa untuk hanya taat aturan saat ada yang melihat, tapi akan seenaknya melanggar kalau merasa tidak ada yang memperhatikan. Lampu merah ditaati di siang dan sore hari, tapi kalau sudah larut malam maka lampu tidak lagi diindahkan, meski itu sangat beresiko mendatangkan kecelakaan yang bisa menghilangkan nyawa. Berbagai penyimpangan kebenaran menjadi hal yang sangat lumrah. Saking lumrahnya sampai-sampai orang yang mencoba hidup benarlah yang terlihat aneh. Maka banyak orang percaya pun menyerah. Bukannya menunjukkan keteladanan tentang hidup yang benar menurut Kerajaan Allah tapi malah menyerah ikut-ikutan.
Di tengah dunia yang semakin penuh gemerlap cahaya tapi semakin gelap secara moral, dimanakah seharusnya orang percaya berdiri? Apakah memang jumlah orang percaya yang benar terlalu sedikit sehingga kita harus terlalu mudah menyerah dan mengikuti cara hidup orang dunia? Pentingkah atau wajibkah kita menjadi teladan, atau memang kita diperbolehkan untuk ikut-ikutan dengan alasan-alasan tertentu?
Pertama-tama mari kita sadari bahwa Kepada kita semua telah disematkan tugas mulia untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia, menjadikan seluruh bangsa sebagai muridNya. (Matius 28:19-20). Kita diminta untuk menjadi saksi Kristus dimanapun kita berada, bahkan sampai ke ujung bumi. (Kisah Para Rasul 1:8). Banyak orang mengira bahwa itu berarti menginjili, mengkotbahi dan sejenisnya. Kalau sudah berpikir begitu, alasan tidak pintar bicara, pemalu atau bahkan tidak merasa itu sebagai panggilan pun dikemukakan sebagai excuse. Tapi coba pikirkan, bagaimana mungkin kita bisa menjalankan tugas ini hanya dengan menyampaikannya sebatas kata-kata saja? Meski kita terus menyampaikan firman Tuhan sampai berbusa sekalipun tidak akan membawa hasil apabila itu tidak tercermin dari sikap hidup kita. Itu malah hanya akan menjadikan kita bahan tertawaan atau olok-olok saja.
Pada bagian lain, Firman Tuhan menyatakan bahwa kita dituntut untuk menjadi terang dan garam dunia. (Matius 5:13-16). Perhatikan sifat garam dan sumber penerangan seperti lampu. Kalau garam dibiarkan diam di dalam botol tanpa dipakai untuk memasak, apakah garam bisa berfungsi? Terang pun demikian. Lampu tidak akan bermanfaat kalau hanya disimpan, tidak dinyalakan atau tidak diletakkan pada posisi yang tepat untuk menerangi area yang gelap. Semua ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kabar gembira yang kita sampaikan dengan bentuk perbuatan nyata yang harus tercermin lewat sikap hidup kita sendiri. Dengan kata lain, keteladanan lewat sikap dan perbuatan kita merupakan hal yang mutlak untuk kita perhatikan apabila kita ingin menjadi agen-agen Tuhan yang berfungsi benar di dunia ini.
Karenanya menjadi teladan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Dalam Titus 2 kita bisa membaca serangkaian nasihat yang menggambarkan kewajiban kita, orang tua, pemuda dan hamba dalam kehidupan. Pertama, kita diminta untuk memberitakan apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat. (Titus 2:1). Pria dewasa diminta untuk "hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan." (ay 2). Sementara wanita dewasa "hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang." (ay 3-5). Anak-anak muda diminta agar mampu "menguasai diri dalam segala hal". (ay 6). Semua pesan ini menunjukkan perintah untuk memberikan keteladanan secara nyata tanpa memandang usia, gender maupun latar belakang lainnya. Itulah yang akan mampu membuat ajaran yang sehat bisa diterima oleh orang lain secara baik dan membuahkan perubahan. Seruannya jelas: "dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik." (ay 7). Jadikan diri kita teladan, menjadi agen-agen Tuhan menyampaikan kebenaran lewat perbuatan-perbuatan baik yang merupakan buah dari keselamatan yang kita terima dalam Kristus.
(bersambung)
================
"Dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik."
Slogan "jadilah pelopor keselamatan berlalu lintas" hampir setiap hari kita dengar di televisi. Himbauan yang sangat baik karena keselamatan berlalu lintas akan sangat tergantung dari sejauh mana para pengendara serius menaati peraturan yang berlaku, termasuk kita. Jadi pelopor, juga jadi teladan, itu artinya kita harus mulai melakukannya sekarang juga meski yang lain masih suka melanggar aturan. Sebenarnya mana yang lebih mudah, jadi pelopor atau teladan atau ikut-ikutan yang salah? Pada kenyataannya jauh lebih banyak yang ikut-ikutan ketimbang memberi contoh baik. Bak ikut arus deras, kita biasanya terbawa arus dan ikut bandel ketimbang bersikap taat pada aturan. Alasannya macam-macam. Takut kehilangan teman, takut tidak diterima dalam kelompok, ingin terlihat gaul dan sebagainya. Kalau anda lihat di acara-acara televisi terkait, saat orang melanggar aturan lalu lintas dan diberhentikan, mereka biasanya berdalih bahwa semua orang juga melakukan itu. Kenapa saya ditilang sementara yang lain tidak apa-apa? Itu contoh jelas dari kebiasaan kita mengikuti arus, tak peduli bahwa itu salah. Kalau orang semua salah, ya kita juga boleh dong salah. Begitu kira-kira. Memilih untuk hidup benar seringkali menjadi pilihan terakhir. Bukan karena kesadaran tapi kalau sudah sangat terpaksa. Selain itu, kita pun terbiasa untuk hanya taat aturan saat ada yang melihat, tapi akan seenaknya melanggar kalau merasa tidak ada yang memperhatikan. Lampu merah ditaati di siang dan sore hari, tapi kalau sudah larut malam maka lampu tidak lagi diindahkan, meski itu sangat beresiko mendatangkan kecelakaan yang bisa menghilangkan nyawa. Berbagai penyimpangan kebenaran menjadi hal yang sangat lumrah. Saking lumrahnya sampai-sampai orang yang mencoba hidup benarlah yang terlihat aneh. Maka banyak orang percaya pun menyerah. Bukannya menunjukkan keteladanan tentang hidup yang benar menurut Kerajaan Allah tapi malah menyerah ikut-ikutan.
Di tengah dunia yang semakin penuh gemerlap cahaya tapi semakin gelap secara moral, dimanakah seharusnya orang percaya berdiri? Apakah memang jumlah orang percaya yang benar terlalu sedikit sehingga kita harus terlalu mudah menyerah dan mengikuti cara hidup orang dunia? Pentingkah atau wajibkah kita menjadi teladan, atau memang kita diperbolehkan untuk ikut-ikutan dengan alasan-alasan tertentu?
Pertama-tama mari kita sadari bahwa Kepada kita semua telah disematkan tugas mulia untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia, menjadikan seluruh bangsa sebagai muridNya. (Matius 28:19-20). Kita diminta untuk menjadi saksi Kristus dimanapun kita berada, bahkan sampai ke ujung bumi. (Kisah Para Rasul 1:8). Banyak orang mengira bahwa itu berarti menginjili, mengkotbahi dan sejenisnya. Kalau sudah berpikir begitu, alasan tidak pintar bicara, pemalu atau bahkan tidak merasa itu sebagai panggilan pun dikemukakan sebagai excuse. Tapi coba pikirkan, bagaimana mungkin kita bisa menjalankan tugas ini hanya dengan menyampaikannya sebatas kata-kata saja? Meski kita terus menyampaikan firman Tuhan sampai berbusa sekalipun tidak akan membawa hasil apabila itu tidak tercermin dari sikap hidup kita. Itu malah hanya akan menjadikan kita bahan tertawaan atau olok-olok saja.
Pada bagian lain, Firman Tuhan menyatakan bahwa kita dituntut untuk menjadi terang dan garam dunia. (Matius 5:13-16). Perhatikan sifat garam dan sumber penerangan seperti lampu. Kalau garam dibiarkan diam di dalam botol tanpa dipakai untuk memasak, apakah garam bisa berfungsi? Terang pun demikian. Lampu tidak akan bermanfaat kalau hanya disimpan, tidak dinyalakan atau tidak diletakkan pada posisi yang tepat untuk menerangi area yang gelap. Semua ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kabar gembira yang kita sampaikan dengan bentuk perbuatan nyata yang harus tercermin lewat sikap hidup kita sendiri. Dengan kata lain, keteladanan lewat sikap dan perbuatan kita merupakan hal yang mutlak untuk kita perhatikan apabila kita ingin menjadi agen-agen Tuhan yang berfungsi benar di dunia ini.
Karenanya menjadi teladan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Dalam Titus 2 kita bisa membaca serangkaian nasihat yang menggambarkan kewajiban kita, orang tua, pemuda dan hamba dalam kehidupan. Pertama, kita diminta untuk memberitakan apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat. (Titus 2:1). Pria dewasa diminta untuk "hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan." (ay 2). Sementara wanita dewasa "hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang." (ay 3-5). Anak-anak muda diminta agar mampu "menguasai diri dalam segala hal". (ay 6). Semua pesan ini menunjukkan perintah untuk memberikan keteladanan secara nyata tanpa memandang usia, gender maupun latar belakang lainnya. Itulah yang akan mampu membuat ajaran yang sehat bisa diterima oleh orang lain secara baik dan membuahkan perubahan. Seruannya jelas: "dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik." (ay 7). Jadikan diri kita teladan, menjadi agen-agen Tuhan menyampaikan kebenaran lewat perbuatan-perbuatan baik yang merupakan buah dari keselamatan yang kita terima dalam Kristus.
(bersambung)
Wednesday, March 16, 2016
Hormati Istrimu
Ayat bacaan: 1 Petrus 3:7
==============
"Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang."
Ini bukan fiksi, tapi benar terjadi. Ada seorang yang saya kenal yang bertahun-tahun dilecehkan oleh suaminya. Ia sering dikatakan bodoh, dihina, dan tidak mendapat perlakuan pantas dari pasangannya. Ia tidak boleh memilih menu sendiri apabila mereka makan di luar. Ia dilarang bicara kepada pria dan tidak boleh menatap mata pria, termasuk mata suami sendiri. Untuk duduk di mobil saja ia harus hati-hati dan dilarang menyentuh apapun di dalam. Kalau sampai ia atau anaknya bikin bercak pada jok mobil, habislah ia. Mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan berbagai perlakuan kasar lain seperti dibentak misalnya sudah makanan sehari-hari. Anda akan kaget kalau saya bilang mereka adalah orang percaya. Betapa menyedihkan. Apa yang ia alami ini sebagai satu contoh dari keadaan yang dialami oleh banyak wanita lain yang senasib. Ada banyak pria yang menjadikan wanita hanya sebagai sebuah komoditas saja, yang seperti membeli pasangan lewat pernikahan. Namanya sudah membeli, ya bisa sesuka hati. Mungkin begitu pikir mereka. Maka banyak pria berlaku buruk terhadap istrinya. Salah sedikit dimarahi, jika berbicara dianggap mengganggu, dinomor-duakan bahkan direndahkan di depan orang lain. Para pria, perhatikanlah bahwa perlakuan buruk terhadap istri tidaklah berkenan di mata Tuhan. Perbuatan seperti itu sudah mengemplang begitu banyak Firman Tuhan sehingga bisa merugikan diri sendiri dalam banyak hal.
Ada beberapa hal yang menyebabkan doa-doa yang kita panjatkan tidak didengar Tuhan apalagi dikabulkan. Misalnya ketika dalam doa kita minta sesuatu yang hanya untuk memuaskan keinginan pribadi atau hanya didasarkan pada hawa nafsu. Hari ini kita lihat bahwa doa pun bisa terhalang apabila para suami tidak menghormati istrinya. Firman Tuhan menyatakan: "Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang." (1 Petrus 3:7). Kalau kita kemarin sempat membahas soal hidup bijaksana dengan hikmat, suami ternyata juga harus berkomitmen untuk hidup bijaksana dengan istrinya. Suami harus menghormati istri bukan hanya sebagai pendamping atau pasangan saja tetapi juga sebagai teman pewaris dari kasih karunia Tuhan berupa kehidupan. Jika kita menyadari ayat ini, kita tentu tahu bahwa perlakuan terhadap istri merupakan sesuatu yang penting yang harus kita jaga dengan benar. Jika tidak, jangan berharap Tuhan mau menjawab apapun isi dari doa kita.
Seperti apa sebenarnya posisi istri itu? Kita bisa melihat tentang hal ini dalam kitab Kejadian. Ketika melihat Adam sendirian, "TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." (Kejadian 2:18). Tuhan membentuk wanita dengan dasar alasan untuk memberikan seorang penolong, yang sepadan. Bukan tanpa tujuan dan bukanlah sebagai sosok yang lebih rendah statusnya dibanding pria. Itulah ide awal dari penciptaan wanita, yang secara istimewa justru dibuat dengan mengambil tulang rusuk pria. (ay 21). Seorang wanita diciptakan secara spesial bukan untuk direndahkan, bukan untuk diremehkan. Wanita tidak ditempatkan lebih rendah dibawah pria pria, tidak pula hanya sebagai pelengkap penderita atau sebagai objek saja.
Para suami Kristiani seharusnya bisa memahami hakekat kehadiran wanita, dalam hal ini istri, dalam rumah tangga yang dibangun. Cintai mereka, lindungi mereka, dan hormati mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia. Hiduplah bijaksana bersama mereka dalam kasih yang dibangun indah dalam Kristus. Benar, ada kalanya kita berbeda pendapat dengan mereka atau mungkin ada tindakan atau ucapan mereka yang menyinggung perasaan kita. Tapi itu tidak berarti bahwa kita boleh memperlakukan mereka seenaknya. Jika anda menghormati seseorang, anda tentu tidak berlaku kasar terhadap mereka bukan? Anda tentu akan menghargai mereka. Kalaupun anda kesal anda tentu tidak akan bertindak tak sopan terhadap mereka. Seperti itulah hakekatnya sikap seorang suami terhadap istri.
Berbeda dengan cerita pembuka di atas, seorang teman lama yang baru kembali dari Jepang menceritakan sesuatu yang sangat menginspirasinya sewaktu disana. Ketika ia sedang makan di sebuah restoran, ada pasangan berusia lanjut duduk tepat di depannya. Pasangan ini saling memegang tangan dan sangat menikmati detik demi detik yang mereka lewatkan disana. Mereka saling bercerita, tertawa sambil terus saling memandang dengan lembut satu sama lain. Ada sekuntum bunga di meja mereka dan setelah makanan dihidangkan, sesekali mereka saling suap. Bagaimana mereka bisa seperti itu? Apakah mereka tidak pernah berbeda pendapat? Apa mereka tidak pernah berselisih paham? Melakukan hal yang tidak disengaja menyinggung pasangannya? Salah ngomong? Saya yakin mereka pun pernah mengalaminya. Tetapi mereka pasti tahu bagaimana menyikapi pernikahan dengan benar. Menikmati setiap waktu yang mereka lalui sebagai suami dan istri, baik suka maupun duka. Saling mengerti, saling menghargai, saling memaafkan dan saling mengasihi. "Di saat ada begitu banyak orang bercerai, apa yang mereka tunjukkan benar-benar indah. Aku iri melihat mereka." katanya sambil tertawa.
Jika anda juga pria yang sudah menikah seperti saya, mari kita sama-sama ingat bahwa sangatlah penting bagi kita untuk menghormati istri. Tidak membohongi mereka, mengasihi mereka, hidup bijaksana bersama mereka. Jadilah kepala rumah tangga yang bertanggungjawab bukan hanya dari segi finansial tetapi juga dari segi moril. Jadikan diri anda sebagai pemimpin yang mengasihi, seperti halnya Yesus dan bukan pemimpin otoriter yang hanya mau dilayani dan boleh bertindak seenaknya.
Syukuri hadirnya istri anda sebagai sebuah anugerah besar dari Tuhan dengan mengasihi dan menghormati mereka, bukan melecehkan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
==============
"Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang."
Ini bukan fiksi, tapi benar terjadi. Ada seorang yang saya kenal yang bertahun-tahun dilecehkan oleh suaminya. Ia sering dikatakan bodoh, dihina, dan tidak mendapat perlakuan pantas dari pasangannya. Ia tidak boleh memilih menu sendiri apabila mereka makan di luar. Ia dilarang bicara kepada pria dan tidak boleh menatap mata pria, termasuk mata suami sendiri. Untuk duduk di mobil saja ia harus hati-hati dan dilarang menyentuh apapun di dalam. Kalau sampai ia atau anaknya bikin bercak pada jok mobil, habislah ia. Mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan berbagai perlakuan kasar lain seperti dibentak misalnya sudah makanan sehari-hari. Anda akan kaget kalau saya bilang mereka adalah orang percaya. Betapa menyedihkan. Apa yang ia alami ini sebagai satu contoh dari keadaan yang dialami oleh banyak wanita lain yang senasib. Ada banyak pria yang menjadikan wanita hanya sebagai sebuah komoditas saja, yang seperti membeli pasangan lewat pernikahan. Namanya sudah membeli, ya bisa sesuka hati. Mungkin begitu pikir mereka. Maka banyak pria berlaku buruk terhadap istrinya. Salah sedikit dimarahi, jika berbicara dianggap mengganggu, dinomor-duakan bahkan direndahkan di depan orang lain. Para pria, perhatikanlah bahwa perlakuan buruk terhadap istri tidaklah berkenan di mata Tuhan. Perbuatan seperti itu sudah mengemplang begitu banyak Firman Tuhan sehingga bisa merugikan diri sendiri dalam banyak hal.
Ada beberapa hal yang menyebabkan doa-doa yang kita panjatkan tidak didengar Tuhan apalagi dikabulkan. Misalnya ketika dalam doa kita minta sesuatu yang hanya untuk memuaskan keinginan pribadi atau hanya didasarkan pada hawa nafsu. Hari ini kita lihat bahwa doa pun bisa terhalang apabila para suami tidak menghormati istrinya. Firman Tuhan menyatakan: "Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang." (1 Petrus 3:7). Kalau kita kemarin sempat membahas soal hidup bijaksana dengan hikmat, suami ternyata juga harus berkomitmen untuk hidup bijaksana dengan istrinya. Suami harus menghormati istri bukan hanya sebagai pendamping atau pasangan saja tetapi juga sebagai teman pewaris dari kasih karunia Tuhan berupa kehidupan. Jika kita menyadari ayat ini, kita tentu tahu bahwa perlakuan terhadap istri merupakan sesuatu yang penting yang harus kita jaga dengan benar. Jika tidak, jangan berharap Tuhan mau menjawab apapun isi dari doa kita.
Seperti apa sebenarnya posisi istri itu? Kita bisa melihat tentang hal ini dalam kitab Kejadian. Ketika melihat Adam sendirian, "TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." (Kejadian 2:18). Tuhan membentuk wanita dengan dasar alasan untuk memberikan seorang penolong, yang sepadan. Bukan tanpa tujuan dan bukanlah sebagai sosok yang lebih rendah statusnya dibanding pria. Itulah ide awal dari penciptaan wanita, yang secara istimewa justru dibuat dengan mengambil tulang rusuk pria. (ay 21). Seorang wanita diciptakan secara spesial bukan untuk direndahkan, bukan untuk diremehkan. Wanita tidak ditempatkan lebih rendah dibawah pria pria, tidak pula hanya sebagai pelengkap penderita atau sebagai objek saja.
Para suami Kristiani seharusnya bisa memahami hakekat kehadiran wanita, dalam hal ini istri, dalam rumah tangga yang dibangun. Cintai mereka, lindungi mereka, dan hormati mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia. Hiduplah bijaksana bersama mereka dalam kasih yang dibangun indah dalam Kristus. Benar, ada kalanya kita berbeda pendapat dengan mereka atau mungkin ada tindakan atau ucapan mereka yang menyinggung perasaan kita. Tapi itu tidak berarti bahwa kita boleh memperlakukan mereka seenaknya. Jika anda menghormati seseorang, anda tentu tidak berlaku kasar terhadap mereka bukan? Anda tentu akan menghargai mereka. Kalaupun anda kesal anda tentu tidak akan bertindak tak sopan terhadap mereka. Seperti itulah hakekatnya sikap seorang suami terhadap istri.
Berbeda dengan cerita pembuka di atas, seorang teman lama yang baru kembali dari Jepang menceritakan sesuatu yang sangat menginspirasinya sewaktu disana. Ketika ia sedang makan di sebuah restoran, ada pasangan berusia lanjut duduk tepat di depannya. Pasangan ini saling memegang tangan dan sangat menikmati detik demi detik yang mereka lewatkan disana. Mereka saling bercerita, tertawa sambil terus saling memandang dengan lembut satu sama lain. Ada sekuntum bunga di meja mereka dan setelah makanan dihidangkan, sesekali mereka saling suap. Bagaimana mereka bisa seperti itu? Apakah mereka tidak pernah berbeda pendapat? Apa mereka tidak pernah berselisih paham? Melakukan hal yang tidak disengaja menyinggung pasangannya? Salah ngomong? Saya yakin mereka pun pernah mengalaminya. Tetapi mereka pasti tahu bagaimana menyikapi pernikahan dengan benar. Menikmati setiap waktu yang mereka lalui sebagai suami dan istri, baik suka maupun duka. Saling mengerti, saling menghargai, saling memaafkan dan saling mengasihi. "Di saat ada begitu banyak orang bercerai, apa yang mereka tunjukkan benar-benar indah. Aku iri melihat mereka." katanya sambil tertawa.
Jika anda juga pria yang sudah menikah seperti saya, mari kita sama-sama ingat bahwa sangatlah penting bagi kita untuk menghormati istri. Tidak membohongi mereka, mengasihi mereka, hidup bijaksana bersama mereka. Jadilah kepala rumah tangga yang bertanggungjawab bukan hanya dari segi finansial tetapi juga dari segi moril. Jadikan diri anda sebagai pemimpin yang mengasihi, seperti halnya Yesus dan bukan pemimpin otoriter yang hanya mau dilayani dan boleh bertindak seenaknya.
Syukuri hadirnya istri anda sebagai sebuah anugerah besar dari Tuhan dengan mengasihi dan menghormati mereka, bukan melecehkan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, March 15, 2016
Hikmat dibanding Permata
Ayat bacaan: Amsal 8:11
=======================
" Karena hikmat lebih berharga dari pada permata, apapun yang diinginkan orang, tidak dapat menyamainya."
Rasanya tidak akan ada orang yang menyanggah bahwa permata itu adalah benda berharga. Tidak saja indah, tapi permata juga bisa menaikkan gengsi, menjadi ukuran kekayaan, mengangkat martabat seseorang, dan sebagainya. Pada masa Perjanjian Lama, adalah hal lumrah untuk menjadikan permata sebagai persembahan bagi raja-raja. Salomo, raja terkaya yang pernah ada tentu punya permata yang tidak terhingga banyaknya. Seperseratusnya saja kalau kita punya sudah membuat kita hidup mewah sampai beberapa keturunan. Alangkah menarik kalau kita melihat ayat bacaan hari ini. Permata itu berharga, benar. Tapi si raja terkaya justru mengatakan bahwa ada sesuatu yang lebih berharga dari permata. Kalau Salomo mengatakan hikmat itu lebih berharga daripada permata, itu tidak berarti bahwa Salomo menganggap sepele nilai permata. "Karena hikmat lebih berharga dari pada permata, apapun yang diinginkan orang, tidak dapat menyamainya." (Amsal 8:11). Salomo bilang ada sesuatu yang jauh lebih penting daripada permata, kemewahan dan kekayaan, yaitu hikmat. Apapun yang termahal yang pernah diinginkan orang tidak akan pernah bisa menyamai harga dari hikmat.
Hikmat adalah kebijaksanaan, kemampuan untuk hidup bijaksana dan akan selalu belajar dari setiap langkah. Hikmat adalah sebuah bentuk pengenalan akan Tuhan dan hidup dalam pengendalian Tuhan, dan memiliki kemampuan untuk membedakan hal yang baik dan buruk, yang mana yang paling berharga untuk diperoleh dan mana yang tidak. Hikmat tidaklah sama dengan kecerdasan atau intelektual. Orang dengan indeks prestasi tinggi, punya banyak gelar dan setinggi langit sekalipun tidak menjamin bahwa mereka punya hikmat dalam hidupnya. Anda bisa membeli permata atau batu mulia lainnya yang paling indah jika anda punya uang yang cukup untuk itu kapan saja, tetapi dalam sekejap mata pun harta anda termasuk permata itu dapat lenyap. Hikmat adalah sesuatu yang tidak dapat dibeli, tidak dapat dicari, tidak dapat dicuri, dan tidak akan lenyap. Itu sebabnya hikmat ini lebih berharga dari permata.
Dari mana kita bisa memperoleh hikmat? "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." (Amsal 9:10). Hikmat bermula dari takut akan Tuhan, dan akan anda dapati dengan selalu memperkaya diri anda dengan kebenaran firman. Dalam Amsal 15:33 dikatakan "Takut akan TUHAN adalah didikan yang mendatangkan hikmat, dan kerendahan hati mendahului kehormatan." Berarti kita tidak perlu menunggu hingga ubanan atau berusia lanjut untuk menjadi seorang yang bijaksana, karena hikmat itu sesungguhnya datang dari Tuhan. Banyak orang tidak berhikmat bukan karena dia bodoh dan kurang terpelajar tapi karena tidak memiliki rasa takut Tuhan. Disisi lain banyak orang mungkin sudah sangat terpelajar tetapi tidak mau mengenal Tuhan, dan akibatnya mereka pun tidak memiliki hikmat dalam hidupnya. Takut akan Tuhan disini bukan seperti takut hantu atau bentuk-bentuk ketakutan lainnya, tetapi lebih kepada rasa hormat dengan menjaga perilaku sesuai ketetapan Tuhan agar tidak mengecewakanNya.
Bagaimana jika masalahnya bukan tidak punya tapi kekurangan hikmat? Firman Tuhan berkata "Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, --yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit--,maka hal itu akan diberikan kepadanya." (Yakobus 1:5). Ternyata kalau kita kekurangan hikmat, kita cukup minta kepada Allah saja. Hikmat berasal dari Tuhan, dan kalau kita kurang akan hal itu kita hanya tinggal minta kapan saja, dan Tuhan akan dengan senang hati mencukupkan.
Hikmat sesungguhnya lebih berharga dari permata dan apapun yang pernah diinginkan orang. Hikmat akan sangat kita perlukan agar hidup kita tetap berjalan sesuai rencana Tuhan, kita tidak harus buang waktu sia-sia atau bahkan kehilangan kesempatan untuk selamat. Kita perlu hikmat untuk mencapai tujuan hidup kita, yaitu serupa dengan Kristus. Mari kita sekalian hiduplah penuh hikmat, yang lebih berharga dari segala harta kekayaan yang bisa kita miliki.
"Wisdom is the principal thing; therefore get wisdom: and with all thy getting get understanding." (Amsal 4:7 KJV)
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=======================
" Karena hikmat lebih berharga dari pada permata, apapun yang diinginkan orang, tidak dapat menyamainya."
Rasanya tidak akan ada orang yang menyanggah bahwa permata itu adalah benda berharga. Tidak saja indah, tapi permata juga bisa menaikkan gengsi, menjadi ukuran kekayaan, mengangkat martabat seseorang, dan sebagainya. Pada masa Perjanjian Lama, adalah hal lumrah untuk menjadikan permata sebagai persembahan bagi raja-raja. Salomo, raja terkaya yang pernah ada tentu punya permata yang tidak terhingga banyaknya. Seperseratusnya saja kalau kita punya sudah membuat kita hidup mewah sampai beberapa keturunan. Alangkah menarik kalau kita melihat ayat bacaan hari ini. Permata itu berharga, benar. Tapi si raja terkaya justru mengatakan bahwa ada sesuatu yang lebih berharga dari permata. Kalau Salomo mengatakan hikmat itu lebih berharga daripada permata, itu tidak berarti bahwa Salomo menganggap sepele nilai permata. "Karena hikmat lebih berharga dari pada permata, apapun yang diinginkan orang, tidak dapat menyamainya." (Amsal 8:11). Salomo bilang ada sesuatu yang jauh lebih penting daripada permata, kemewahan dan kekayaan, yaitu hikmat. Apapun yang termahal yang pernah diinginkan orang tidak akan pernah bisa menyamai harga dari hikmat.
Hikmat adalah kebijaksanaan, kemampuan untuk hidup bijaksana dan akan selalu belajar dari setiap langkah. Hikmat adalah sebuah bentuk pengenalan akan Tuhan dan hidup dalam pengendalian Tuhan, dan memiliki kemampuan untuk membedakan hal yang baik dan buruk, yang mana yang paling berharga untuk diperoleh dan mana yang tidak. Hikmat tidaklah sama dengan kecerdasan atau intelektual. Orang dengan indeks prestasi tinggi, punya banyak gelar dan setinggi langit sekalipun tidak menjamin bahwa mereka punya hikmat dalam hidupnya. Anda bisa membeli permata atau batu mulia lainnya yang paling indah jika anda punya uang yang cukup untuk itu kapan saja, tetapi dalam sekejap mata pun harta anda termasuk permata itu dapat lenyap. Hikmat adalah sesuatu yang tidak dapat dibeli, tidak dapat dicari, tidak dapat dicuri, dan tidak akan lenyap. Itu sebabnya hikmat ini lebih berharga dari permata.
Dari mana kita bisa memperoleh hikmat? "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." (Amsal 9:10). Hikmat bermula dari takut akan Tuhan, dan akan anda dapati dengan selalu memperkaya diri anda dengan kebenaran firman. Dalam Amsal 15:33 dikatakan "Takut akan TUHAN adalah didikan yang mendatangkan hikmat, dan kerendahan hati mendahului kehormatan." Berarti kita tidak perlu menunggu hingga ubanan atau berusia lanjut untuk menjadi seorang yang bijaksana, karena hikmat itu sesungguhnya datang dari Tuhan. Banyak orang tidak berhikmat bukan karena dia bodoh dan kurang terpelajar tapi karena tidak memiliki rasa takut Tuhan. Disisi lain banyak orang mungkin sudah sangat terpelajar tetapi tidak mau mengenal Tuhan, dan akibatnya mereka pun tidak memiliki hikmat dalam hidupnya. Takut akan Tuhan disini bukan seperti takut hantu atau bentuk-bentuk ketakutan lainnya, tetapi lebih kepada rasa hormat dengan menjaga perilaku sesuai ketetapan Tuhan agar tidak mengecewakanNya.
Bagaimana jika masalahnya bukan tidak punya tapi kekurangan hikmat? Firman Tuhan berkata "Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, --yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit--,maka hal itu akan diberikan kepadanya." (Yakobus 1:5). Ternyata kalau kita kekurangan hikmat, kita cukup minta kepada Allah saja. Hikmat berasal dari Tuhan, dan kalau kita kurang akan hal itu kita hanya tinggal minta kapan saja, dan Tuhan akan dengan senang hati mencukupkan.
Hikmat sesungguhnya lebih berharga dari permata dan apapun yang pernah diinginkan orang. Hikmat akan sangat kita perlukan agar hidup kita tetap berjalan sesuai rencana Tuhan, kita tidak harus buang waktu sia-sia atau bahkan kehilangan kesempatan untuk selamat. Kita perlu hikmat untuk mencapai tujuan hidup kita, yaitu serupa dengan Kristus. Mari kita sekalian hiduplah penuh hikmat, yang lebih berharga dari segala harta kekayaan yang bisa kita miliki.
"Wisdom is the principal thing; therefore get wisdom: and with all thy getting get understanding." (Amsal 4:7 KJV)
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, March 14, 2016
Orang Bijaksana Rajin Mendengar dan Belajar
Ayat bacaan: Amsal 1:5
=================
"The wise also will hear and increase in learning, and the person of understanding will acquire skill and attain to sound counsel [so that he may be able to steer his course rightly]" (English Ampilified)
Seorang presiden di negara manapun tentu tidak bisa memimpin sendirian. Mereka butuh pembantu-pembantu, baik menteri maupun kepala berbagai jawatan atau dewan penasihat agar bisa menjalankan roda pemerintahan dengan baik. Raja pun demikian, mereka biasanya punya tim penasihat yang memberi masukan setiap diperlukan. Tidak ada seorang pun yang menguasai seluruh bidang, tahu segalanya. Agar keputusan-keputusan bisa diambil dengan bijaksana, mereka butuh mendengar dari orang lain terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu. Pemimpin yang bijaksana bahkan perlu mendengar suara rakyatnya agar tahu apa yang terjadi di bawah, apa yang menjadi keluhan dan kesulitan mereka. Dalam bekerja pun kita sebaiknya seperti itu. Kita tidak boleh berhenti belajar baik dari literatur maupun narasumber atau orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Belajar lewat membaca dan mendengar akan membuat kita semakin tahu dan dengan demikian tentu semakin bijaksana.
Kalau anda lihat gambar-gambar kartun orang yang bijaksana, kebanyakan akan memakai tokoh orang tua yang terlihat kalem, lembut dan senyum. Tokoh tua biasanya dipilih karena mereka sudah banyak makan asam garam dalam hidup, bukan sekedar melalui tapi terus belajar sepanjang perjalanannya itu. Karena itulah wajah mereka terlihat teduh. Wajah orang yang bijaksana akan terlihat berbeda dengan yang tidak. Tidak akan ada riak emosi, wajah panik, cemas, tegang dan sejenisnya. Dan orang pun biasanya akan suka berada dekat mereka.
Mau jadi orang bijaksana? Salomo bilang mendengarlah dan teruslah meningkatkan kerinduan untuk belajar. Meski anda orang yang berpendidikan, teruslah mendengar agar memperoleh bahan pertimbangan. Orang yang bijaksana hendaknya kaya dengan bahan pertimbangan dan tidak terlalu cepat menyimpulkan sesuatu hanya menurut pendapatnya sendiri. "baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan-" (Amsal 1:5). Dalam versi bahasa Inggris amplifiednya dikatakan "The wise also will hear and increase in learning, and the person of understanding will acquire skill and attain to sound counsel [so that he may be able to steer his course rightly]". Orang yang bijaksana akan mendengar dan terus belajar, dan orang yang berpengertian akan mengembangkan kemampuan dan memiliki pertimbangan, sehingga ia bisa mengarahkan tujuannya dengan benar. Ada banyak orang yang bingung menentukan masa depannya, kemana mereka harus melangkah, jurusan apa yang harus ia ambil sesuai talenta dan panggilannya. Salah langkah, maka akan banyak waktu terbuang sia-sia dan akan menderita banyak kerugian, baik rugi waktu, tenaga, uang, dan sebagainya. Selain itu masih ada begitu banyak hal yang belum kita ketahui, yang dapat menambah pengetahuan kita akan segala sesuatu, dan akhirnya bisa menjadikan kita sebagai orang dengan wawasan pemikiran luas serta bijaksana.
Orang yang bijaksana dalam menghadapi masalah mampu melihat dari berbagai sisi dengan lebih tenang. Kita seringkali hanya ingin mendapat jawaban yang cepat, tapi sesungguhnya untuk membuat hidup menjadi lebih kuat, kita membutuhkan lebih banyak lagi hikmat yang bisa kita peroleh dengan banyak mendengar dan mau tetap belajar. Tidak ada orang yang sudah tahu segalanya. Kita masih harus terus belajar selama kita masih mampu untuk itu. Jangan pernah gengsi untuk bertanya kepada orang lain. Kemudian dengarkan lawan bicara dengan baik, dan berilah kesempatan pada mereka untuk mengungkapkan ide, pola pikir, kebiasaan, pengalaman, nasihat, tips, trik dan lain-lain.
Ada kalanya kita perlu menyampaikan pendapat, ada kalanya kita harus memberi kesempatan pada orang lain untuk berbicara dan mendengar mereka baik-baik. Di saat kita diam dan mendengar, disana kita menghargai mereka dan memiliki kesempatan untuk menyerap dan memahami hal-hal baru. Memasang gengsi terlalu tinggi atau bersikap sok tahu hanya akan merugikan kita sendiri. Terhadap suara Tuhan pun demikian. Jangan berdoa hanya satu arah, hanya menjadikan doa sebagai sarana untuk menyampaikan berbagai keinginan dan permintaan ini-itu saja, tapi pakailah doa sebagai saat-saat indah dalam hubungan dengan Tuhan, dimana kita mendengarkan apa kata Tuhan, pesan, nasihat maupun teguran dengan hati yang lapang. "..."Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!" (Ibrani 4:7).
Kitab Amsal sendiri berisi begitu banyak hikmat yang masih sangat-sangat relevan hingga hari ini. Baca dan renungkan baik-baik, karena Salomo sudah mengingatkan itu diperlukan "untuk mengerti amsal dan ibarat, perkataan dan teka-teki orang bijak." (Amsal 1:6). Kita perlu membaca atau mendengarnya secara serius agar bisa mengerti atau menyelami arti-arti yang tersembunyi di dalamnya.
Ingatlah bahwa sesungguhnya Tuhan terus berbicara mengingatkan diri kita agar jangan sampai tersesat dan terjatuh. Jangan sampai kita lalai,melewatkan banyak kesempatan untuk bertumbuh dan menjadi orang bebal. "Sebab orang yang tak berpengalaman akan dibunuh oleh keengganannya, dan orang bebal akan dibinasakan oleh kelalaiannya." (Amsal 1:32). Mau menjadi orang bijak atau bijaksana? Banyak-banyaklah mendengar dan jangan berhenti belajar.
Orang bijaksana suka mendengar masukan dan pertimbangan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=================
"The wise also will hear and increase in learning, and the person of understanding will acquire skill and attain to sound counsel [so that he may be able to steer his course rightly]" (English Ampilified)
Seorang presiden di negara manapun tentu tidak bisa memimpin sendirian. Mereka butuh pembantu-pembantu, baik menteri maupun kepala berbagai jawatan atau dewan penasihat agar bisa menjalankan roda pemerintahan dengan baik. Raja pun demikian, mereka biasanya punya tim penasihat yang memberi masukan setiap diperlukan. Tidak ada seorang pun yang menguasai seluruh bidang, tahu segalanya. Agar keputusan-keputusan bisa diambil dengan bijaksana, mereka butuh mendengar dari orang lain terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu. Pemimpin yang bijaksana bahkan perlu mendengar suara rakyatnya agar tahu apa yang terjadi di bawah, apa yang menjadi keluhan dan kesulitan mereka. Dalam bekerja pun kita sebaiknya seperti itu. Kita tidak boleh berhenti belajar baik dari literatur maupun narasumber atau orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Belajar lewat membaca dan mendengar akan membuat kita semakin tahu dan dengan demikian tentu semakin bijaksana.
Kalau anda lihat gambar-gambar kartun orang yang bijaksana, kebanyakan akan memakai tokoh orang tua yang terlihat kalem, lembut dan senyum. Tokoh tua biasanya dipilih karena mereka sudah banyak makan asam garam dalam hidup, bukan sekedar melalui tapi terus belajar sepanjang perjalanannya itu. Karena itulah wajah mereka terlihat teduh. Wajah orang yang bijaksana akan terlihat berbeda dengan yang tidak. Tidak akan ada riak emosi, wajah panik, cemas, tegang dan sejenisnya. Dan orang pun biasanya akan suka berada dekat mereka.
Mau jadi orang bijaksana? Salomo bilang mendengarlah dan teruslah meningkatkan kerinduan untuk belajar. Meski anda orang yang berpendidikan, teruslah mendengar agar memperoleh bahan pertimbangan. Orang yang bijaksana hendaknya kaya dengan bahan pertimbangan dan tidak terlalu cepat menyimpulkan sesuatu hanya menurut pendapatnya sendiri. "baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan-" (Amsal 1:5). Dalam versi bahasa Inggris amplifiednya dikatakan "The wise also will hear and increase in learning, and the person of understanding will acquire skill and attain to sound counsel [so that he may be able to steer his course rightly]". Orang yang bijaksana akan mendengar dan terus belajar, dan orang yang berpengertian akan mengembangkan kemampuan dan memiliki pertimbangan, sehingga ia bisa mengarahkan tujuannya dengan benar. Ada banyak orang yang bingung menentukan masa depannya, kemana mereka harus melangkah, jurusan apa yang harus ia ambil sesuai talenta dan panggilannya. Salah langkah, maka akan banyak waktu terbuang sia-sia dan akan menderita banyak kerugian, baik rugi waktu, tenaga, uang, dan sebagainya. Selain itu masih ada begitu banyak hal yang belum kita ketahui, yang dapat menambah pengetahuan kita akan segala sesuatu, dan akhirnya bisa menjadikan kita sebagai orang dengan wawasan pemikiran luas serta bijaksana.
Orang yang bijaksana dalam menghadapi masalah mampu melihat dari berbagai sisi dengan lebih tenang. Kita seringkali hanya ingin mendapat jawaban yang cepat, tapi sesungguhnya untuk membuat hidup menjadi lebih kuat, kita membutuhkan lebih banyak lagi hikmat yang bisa kita peroleh dengan banyak mendengar dan mau tetap belajar. Tidak ada orang yang sudah tahu segalanya. Kita masih harus terus belajar selama kita masih mampu untuk itu. Jangan pernah gengsi untuk bertanya kepada orang lain. Kemudian dengarkan lawan bicara dengan baik, dan berilah kesempatan pada mereka untuk mengungkapkan ide, pola pikir, kebiasaan, pengalaman, nasihat, tips, trik dan lain-lain.
Ada kalanya kita perlu menyampaikan pendapat, ada kalanya kita harus memberi kesempatan pada orang lain untuk berbicara dan mendengar mereka baik-baik. Di saat kita diam dan mendengar, disana kita menghargai mereka dan memiliki kesempatan untuk menyerap dan memahami hal-hal baru. Memasang gengsi terlalu tinggi atau bersikap sok tahu hanya akan merugikan kita sendiri. Terhadap suara Tuhan pun demikian. Jangan berdoa hanya satu arah, hanya menjadikan doa sebagai sarana untuk menyampaikan berbagai keinginan dan permintaan ini-itu saja, tapi pakailah doa sebagai saat-saat indah dalam hubungan dengan Tuhan, dimana kita mendengarkan apa kata Tuhan, pesan, nasihat maupun teguran dengan hati yang lapang. "..."Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!" (Ibrani 4:7).
Kitab Amsal sendiri berisi begitu banyak hikmat yang masih sangat-sangat relevan hingga hari ini. Baca dan renungkan baik-baik, karena Salomo sudah mengingatkan itu diperlukan "untuk mengerti amsal dan ibarat, perkataan dan teka-teki orang bijak." (Amsal 1:6). Kita perlu membaca atau mendengarnya secara serius agar bisa mengerti atau menyelami arti-arti yang tersembunyi di dalamnya.
Ingatlah bahwa sesungguhnya Tuhan terus berbicara mengingatkan diri kita agar jangan sampai tersesat dan terjatuh. Jangan sampai kita lalai,melewatkan banyak kesempatan untuk bertumbuh dan menjadi orang bebal. "Sebab orang yang tak berpengalaman akan dibunuh oleh keengganannya, dan orang bebal akan dibinasakan oleh kelalaiannya." (Amsal 1:32). Mau menjadi orang bijak atau bijaksana? Banyak-banyaklah mendengar dan jangan berhenti belajar.
Orang bijaksana suka mendengar masukan dan pertimbangan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, March 13, 2016
Seni Ular dan Merpati (2)
(sambungan)
Lihat pula apa kata Paulus berikut: "Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku." (1 Korintus 13:1-3).
Paulus mengatakan bahwa tanpa adanya kasih, sehebat apapun dia dalam misinya, sebesar-besarnya kemampuan rohani, talenta dan kemampuan yang ada, dia tidak akan bisa berhasil. Kasih akan memampukan kita melakukan tugas dengan elegan. Kasih akan membuat kita memandang orang lain dengan keramahan dan kelembutan, dan menjauhkan kita dari sikap-sikap yang negatif dan tidak terpuji.
Dahulu Yesus melihat melihat ada banyak orang yang terlantar yang butuh pertolongan. "Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala." (Matius 9:36). Pemandangan yang sama pun masih ada hingga hari ini. Kita bisa mengenalkan Yesus, Gembala yang baik kepada orang lain, namun perhatikan baik bagaimana cara kita untuk melakukannya. Lewat pemaksaan, kasar atau menjelek-jelekkan jelas bukan pilihan. Bersikap tulus seperti merpati dan cerdik seperti ular, itu seninya yang seharusnya kita lakukan, dan keduanya harus pula berjalan beriringan. Cerdik tapi tidak tulus itu tidak baik, sebaliknya tulus tapi tidak cerdik pun tidak baik juga.
Petrus mengatakan "Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu" (1 Petrus 3:15-16). Lemah lembut, hormat dan dengan hati nurani yang murni, itulah yang harus menjadi dasar dalam hati kita dalam mewartakan berita keselamatan ini.
Paulus juga mengingatkan hal yang sama dalam suratnya kepada Timotius: "sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran." (2 Timotius 2:24-25).
Jadi pintar-pintarlah dalam menjalankan tugas. Tetap tulus, tapi cerdiklah juga. Perhatikan apa yang menjadi pergumulan mereka, berikan bantuan dengan tulus dan biar hati mereka sendiri yang menilai. Bukan dengan paksaan, apalagi dengan cara menjelekkan. Pilihlah jalan-jalan yang bijaksana dengan dasar kasih sehingga kita bisa menjamah hati orang lain untuk mengenal Yesus dengan baik dan benar.
Pakai seni ular dan merpati dalam mewartakan keselamatan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Lihat pula apa kata Paulus berikut: "Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku." (1 Korintus 13:1-3).
Paulus mengatakan bahwa tanpa adanya kasih, sehebat apapun dia dalam misinya, sebesar-besarnya kemampuan rohani, talenta dan kemampuan yang ada, dia tidak akan bisa berhasil. Kasih akan memampukan kita melakukan tugas dengan elegan. Kasih akan membuat kita memandang orang lain dengan keramahan dan kelembutan, dan menjauhkan kita dari sikap-sikap yang negatif dan tidak terpuji.
Dahulu Yesus melihat melihat ada banyak orang yang terlantar yang butuh pertolongan. "Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala." (Matius 9:36). Pemandangan yang sama pun masih ada hingga hari ini. Kita bisa mengenalkan Yesus, Gembala yang baik kepada orang lain, namun perhatikan baik bagaimana cara kita untuk melakukannya. Lewat pemaksaan, kasar atau menjelek-jelekkan jelas bukan pilihan. Bersikap tulus seperti merpati dan cerdik seperti ular, itu seninya yang seharusnya kita lakukan, dan keduanya harus pula berjalan beriringan. Cerdik tapi tidak tulus itu tidak baik, sebaliknya tulus tapi tidak cerdik pun tidak baik juga.
Petrus mengatakan "Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu" (1 Petrus 3:15-16). Lemah lembut, hormat dan dengan hati nurani yang murni, itulah yang harus menjadi dasar dalam hati kita dalam mewartakan berita keselamatan ini.
Paulus juga mengingatkan hal yang sama dalam suratnya kepada Timotius: "sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran." (2 Timotius 2:24-25).
Jadi pintar-pintarlah dalam menjalankan tugas. Tetap tulus, tapi cerdiklah juga. Perhatikan apa yang menjadi pergumulan mereka, berikan bantuan dengan tulus dan biar hati mereka sendiri yang menilai. Bukan dengan paksaan, apalagi dengan cara menjelekkan. Pilihlah jalan-jalan yang bijaksana dengan dasar kasih sehingga kita bisa menjamah hati orang lain untuk mengenal Yesus dengan baik dan benar.
Pakai seni ular dan merpati dalam mewartakan keselamatan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, March 12, 2016
Seni Ular dan Merpati (1)
Ayat bacaan: Matius 10:16
====================
"Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati."
Kalau anda pergi ke mall dan mengunjungi banyak butik, anda akan bertemu pramuniaga dengan gaya dan sikap yang berbeda-beda. Ada yang malas-malasan, ada yang terus menguntit setiap langkah anda, ada yang tersenyum ramah, ada yang cuek, dan sebagainya. Mana yang bisa membuat anda tertarik untuk membeli produk yang mereka jual? Disamping soal harga, seringkali keramahan yang menjual akan sangat menentukan apakah kita membeli barang jualannya atau tidak. Ada yang pintar menjual, ada yang cuma sekedar 'kerja' dalam artian yang penting masuk dan pulang sesuai waktu. Kalau yang jual sikapnya menjengkelkan, bagaimana mungkin mereka berharap ada pembeli? Seorang teman yang punya toko merasa perlu untuk mendidik para penjaga toko dengan seni menjual dan seni berinteraksi dengan konsumen, dan tampaknya metodenya cukup berhasil. Di masa kesulitan ekonomi dia masih bisa mengalami peningkatan dalam penjualan. Saya berkunjung kesana pada suatu kali dan memang, para pramuniaganya menyambut ramah dan tidak mengganggu kenyamanan konsumen saat melihat-lihat produk, tapi tanggap ketika diperlukan. Elegan sekali, pikir saya. Tidak heran kalau tokonya ramai pengunjung.
Betapa seringnya kita gagal karena tidak tahu mengambil momen yang tepat. Dalam bekerja, dalam kehidupan maupun dalam menjalankan tugas kita sesuai Amanat Agung yang telah disampaikan Yesus sesaat sebelum Dia naik ke Surga. Ada banyak anak-anak Tuhan yang merasa bertanggung jawab untuk mewartakan berita keselamatan, tetapi sayang sekali ada banyak pula dari mereka yang tidak tahu seni melakukan itu secara elegan. Akibatnya mereka terjebak untuk mengikuti cara-cara dunia. Ada yang pakai metode 'hit and run', datang, langsung to the point, kalau kira-kira yang diserang marah langsung ambil langkah seribu. Ada juga yang memaksakan kehendak dengan kasar atau bahkan kekerasan. Atau menganggap perlu untuk menjelek-jelekkan orang lain terlebih dahulu agar apa yang mereka sampaikan bisa diterima. Ada beberapa teman yang pernah bercerita bahwa mereka pernah bertemu dengan orang-orang yang bersikap seperti ini. Mereka memaksakan kehendak dan mudah marah ketika orang tidak mengikuti kemauan mereka, hanya karena mereka berasal dari denominasi yang berbeda. Mereka begitu mudahnya menjelek-jelekkan gereja dan jemaat selain mereka dan bersikap sangat tidak simpatik. Jika itu yang dipertontonkan, bukannya menjadi garam dan terang tetapi mereka malah menjadi batu sandungan bagi orang lain. Jangankan membawa jiwa, dekat saja mungkin tidak ada yang mau, atau malah membuat orang pergi menjauh.
Mengapa harus seperti itu sikapnya? Itu sama sekali bukanlah gambaran sikap yang diinginkan Tuhan untuk kita lakukan. Melakukannya harus dengan seni, dan menurut Yesus seni yang pas adalah seperti ular dan merpati. Yesus mengatakan seperti ini: "Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati." (Matius 10:16). Seringkali medan yang kita hadapi itu berat, kita harus berhadapan dengan situasi-situasi yang beresiko, penolakan dan lain sebagainya. Dalam posisi seperti itu bisa jadi kita bagaikan domba ditengah serigala. Domba dilempar di tengah-tengah serigala? Kalau tidak pintar-pintar, habislah kita. Oleh karena itulah kita diingatkan agar pintar memilih momen dan bersikap. Tetap tulus seperti merpati, bukan karena adanya agenda-agenda pribadi tetapi semata-mata atas dasar kerinduan membawa kabar keselamatan kepada banyak orang. Disamping tulus, hendak pula kita cerdik dalam melakukannya. Bukan dengan paksaan, kasar, dengan menjelek-jelekkan, atau melakukan bentuk-bentuk negatif yang membuat risih orang lain. Melakukan dengan tulus atas dasar kasih dan mengambil jalan-jalan yang baik, elegan dengan rasa hormat dan lemah lembut, itulah yang seharusnya kita pilih dalam mewartakan Injil keselamatan kepada orang lain.
Tidak satupun firman Tuhan yang mengajarkan kita untuk bersikap kasar atau memaksakan kehendak. Itu bukan cara yang benar menurut kekristenan. Tidak dalam hal pekerjaan atau kehidupan, apalagi dalam menyebarkan Injil. Kita justru diingatkan untuk memiliki hati yang lemah lembut. Lihatlah pesan yang sangat indah dan esensial dalam Kolose berikut: "Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan." (Kolose 3:12-14). Ini sikap yang seharusnya ada pada kita dalam menjalani kehidupan kita termasuk didalamnya untuk menjalankan tugas sesuai dengan Amanat Agung.
Ingatlah dua hukum yang terutama seperti yang dikatakan Yesus dimana didalamnya tercakup seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu...Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (Matius 22:37,39). Ingatlah bahwa "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.." (1 Korintus 13:4-5). Tidak ada tempat untuk kasar, memaksa, tidak sopan dan sebagainya dalam kasih, dan ketika kita berjalan dengan dasar kasih, maka kita pun seharusnya melakukan semuanya dengan sikap-sikap seperti yang dijelaskan dalam ayat tersebut.
(bersambung)
====================
"Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati."
Kalau anda pergi ke mall dan mengunjungi banyak butik, anda akan bertemu pramuniaga dengan gaya dan sikap yang berbeda-beda. Ada yang malas-malasan, ada yang terus menguntit setiap langkah anda, ada yang tersenyum ramah, ada yang cuek, dan sebagainya. Mana yang bisa membuat anda tertarik untuk membeli produk yang mereka jual? Disamping soal harga, seringkali keramahan yang menjual akan sangat menentukan apakah kita membeli barang jualannya atau tidak. Ada yang pintar menjual, ada yang cuma sekedar 'kerja' dalam artian yang penting masuk dan pulang sesuai waktu. Kalau yang jual sikapnya menjengkelkan, bagaimana mungkin mereka berharap ada pembeli? Seorang teman yang punya toko merasa perlu untuk mendidik para penjaga toko dengan seni menjual dan seni berinteraksi dengan konsumen, dan tampaknya metodenya cukup berhasil. Di masa kesulitan ekonomi dia masih bisa mengalami peningkatan dalam penjualan. Saya berkunjung kesana pada suatu kali dan memang, para pramuniaganya menyambut ramah dan tidak mengganggu kenyamanan konsumen saat melihat-lihat produk, tapi tanggap ketika diperlukan. Elegan sekali, pikir saya. Tidak heran kalau tokonya ramai pengunjung.
Betapa seringnya kita gagal karena tidak tahu mengambil momen yang tepat. Dalam bekerja, dalam kehidupan maupun dalam menjalankan tugas kita sesuai Amanat Agung yang telah disampaikan Yesus sesaat sebelum Dia naik ke Surga. Ada banyak anak-anak Tuhan yang merasa bertanggung jawab untuk mewartakan berita keselamatan, tetapi sayang sekali ada banyak pula dari mereka yang tidak tahu seni melakukan itu secara elegan. Akibatnya mereka terjebak untuk mengikuti cara-cara dunia. Ada yang pakai metode 'hit and run', datang, langsung to the point, kalau kira-kira yang diserang marah langsung ambil langkah seribu. Ada juga yang memaksakan kehendak dengan kasar atau bahkan kekerasan. Atau menganggap perlu untuk menjelek-jelekkan orang lain terlebih dahulu agar apa yang mereka sampaikan bisa diterima. Ada beberapa teman yang pernah bercerita bahwa mereka pernah bertemu dengan orang-orang yang bersikap seperti ini. Mereka memaksakan kehendak dan mudah marah ketika orang tidak mengikuti kemauan mereka, hanya karena mereka berasal dari denominasi yang berbeda. Mereka begitu mudahnya menjelek-jelekkan gereja dan jemaat selain mereka dan bersikap sangat tidak simpatik. Jika itu yang dipertontonkan, bukannya menjadi garam dan terang tetapi mereka malah menjadi batu sandungan bagi orang lain. Jangankan membawa jiwa, dekat saja mungkin tidak ada yang mau, atau malah membuat orang pergi menjauh.
Mengapa harus seperti itu sikapnya? Itu sama sekali bukanlah gambaran sikap yang diinginkan Tuhan untuk kita lakukan. Melakukannya harus dengan seni, dan menurut Yesus seni yang pas adalah seperti ular dan merpati. Yesus mengatakan seperti ini: "Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati." (Matius 10:16). Seringkali medan yang kita hadapi itu berat, kita harus berhadapan dengan situasi-situasi yang beresiko, penolakan dan lain sebagainya. Dalam posisi seperti itu bisa jadi kita bagaikan domba ditengah serigala. Domba dilempar di tengah-tengah serigala? Kalau tidak pintar-pintar, habislah kita. Oleh karena itulah kita diingatkan agar pintar memilih momen dan bersikap. Tetap tulus seperti merpati, bukan karena adanya agenda-agenda pribadi tetapi semata-mata atas dasar kerinduan membawa kabar keselamatan kepada banyak orang. Disamping tulus, hendak pula kita cerdik dalam melakukannya. Bukan dengan paksaan, kasar, dengan menjelek-jelekkan, atau melakukan bentuk-bentuk negatif yang membuat risih orang lain. Melakukan dengan tulus atas dasar kasih dan mengambil jalan-jalan yang baik, elegan dengan rasa hormat dan lemah lembut, itulah yang seharusnya kita pilih dalam mewartakan Injil keselamatan kepada orang lain.
Tidak satupun firman Tuhan yang mengajarkan kita untuk bersikap kasar atau memaksakan kehendak. Itu bukan cara yang benar menurut kekristenan. Tidak dalam hal pekerjaan atau kehidupan, apalagi dalam menyebarkan Injil. Kita justru diingatkan untuk memiliki hati yang lemah lembut. Lihatlah pesan yang sangat indah dan esensial dalam Kolose berikut: "Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan." (Kolose 3:12-14). Ini sikap yang seharusnya ada pada kita dalam menjalani kehidupan kita termasuk didalamnya untuk menjalankan tugas sesuai dengan Amanat Agung.
Ingatlah dua hukum yang terutama seperti yang dikatakan Yesus dimana didalamnya tercakup seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu...Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (Matius 22:37,39). Ingatlah bahwa "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.." (1 Korintus 13:4-5). Tidak ada tempat untuk kasar, memaksa, tidak sopan dan sebagainya dalam kasih, dan ketika kita berjalan dengan dasar kasih, maka kita pun seharusnya melakukan semuanya dengan sikap-sikap seperti yang dijelaskan dalam ayat tersebut.
(bersambung)
Subscribe to:
Posts (Atom)
Kacang Lupa Kulit (4)
(sambungan) Alangkah ironis, ketika Israel dalam ayat ke 15 ini memakai istilah "Yesyurun". Yesyurun merupakan salah satu panggil...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...