(sambungan)
Sangatlah penting bagi kita untuk bisa mendengar baik-baik suara Tuhan. Kita tidak boleh membiarkan diri kita terus terlalu sibuk dengan hal-hal dunia dan terus menelan bulat-bulat ajaran-ajaran dunia yang keliru mengenai sejahtera dan bahagia sepanjang waktu. Kita harus mulai berpikir untuk memberi Tuhan waktu dan perhatian kita secara khusus dan serius. Tanpa itu kita tidak akan memiliki kepekaan yang cukup terhadap suara Tuhan dan kemudian hidup tanpa pernah memiliki damai sejahtera sama sekali di dalam diri kita. Selain itu jangan lupa pula bahwa ayat bacaan kita hari ini ditutup dengan peringatan agar kita senantiasa mengucap syukur. "..Dan bersyukurlah!" demikian akhir dari ayat Kolose 3:15 di atas.
Karena hati menjadi penentu agar kita bisa mendengar nasihat bahkan teguran Tuhan, kita harus memastikan untuk terus menjaga hati tetap murni. Murni artinya bebas kecemaran dan penyimpangan, yang kalau dibiarkan bisa membawa kita ke dalam pengambilan keputusan yang sembrono, ceroboh atau keliru. Hati akan berhubungan dengan pikiran, maka yang terbaik adalah menyinkronkan perasaan dan pikiran kita dengan Kristus. Untuk menyelidiki hati, seperti yang sudah saya bahas pula sebelumnya, Tuhan memberi pelita lewat roh kita. Itu artinya kita harus memastikan agar tidak ada satu hal pun, terutama kedagingan, yang menghimpit atau mengalahkan roh dalam diri kita.
Kita butuh pelita Tuhan agar bisa menyinari sisi-sisi yang terdalam dari hati kita, bagian-bagian yang tersembunyi jauh di lubuk hati. Lalu kita jangan pula mengabaikan hati nurani kita yang sering menjadi sarana Tuhan untuk berbicara pada kita, mengingatkan saat kita hampir salah langkah. Perasaan damai sejahtera seringkali bisa dijadikan tolok ukur. Saat kita melakukan atau memutuskan sesuatu lalu kita merasa damai sejahtera kita terganggu, segeralah berhenti. Tentu saja ini hanya bisa kita rasakan apabila kita peka. Dan kepekaan hanya akan hadir dari hati yang murni dengan hati nurani yang berfungsi baik.
Berhati-hatilah agar kita tidak dikuasai oleh berbagai emosi/perasaan-perasaan negatif dan keinginan-keinginan daging. Jika kita membiarkan hal-hal ini terjadi, maka akan sangat sukar bagi kita untuk menerima panduan Roh Kudus dari hati yang murni. Berilah penghargaan dan ucapan terima kasih kita kepada Tuhan. Dengan memiliki hati yang bersyukur, anda akan mendapati bahwa jauh lebih mudah untuk mendengar suaraNya jika Dia berbicara dan merasakan damai sejahtera daripadaNya.
Apakah anda merasakan damai sejahtera hari ini dengan keputusan-keputusan yang sudah, sedang dan akan anda ambil? Apakah hal-hal yang anda lakukan saat ini dibarengi dengan damai sejahtera? Apakah anda bisa taat segera saat teguran lewat hati nurani anda rasakan atau anda masih cenderung membiarkan diri anda dikuasai emosi atau keinginan-keinginan duniawi? Apakah anda masih suka terburu-buru/terburu nafsu saat mengambil keputusan termasuk yang penting atau anda termasuk yang mau berpikir baik-baik terlebih dahulu dengan hati yang sudah terlebih dahulu ditenangkan?
Cara anda bersikap, mengambil tindakan atau memutuskan akan sangat menentukan bagaimana langkah anda ke depannya. Oleh karena itu perhatikanlah baik-baik. Mintalah pertimbangan lewat doa-doa khusus anda dan tetaplah peka mendengar suara hati anda. Memasuki tahun yang baru, hendaklah kita memperhatikan dengan seksama kemurnian hati kita sehingga kita bisa dipandu oleh kedamaian Kristus dalam pengambilan-pengambilan keputusan sepanjang tahun. Jangan pernah lupa, jangan pernah ragukan bahwa damai sejahtera Kristus bisa memandu atau menuntun anda lebih dari yang anda duga. Selamat Tahun Baru, Tuhan memberkati teman-teman semua.
Jika tidak merasa damai sukacita dalam melakukan sesuatu, berhentilah segera
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, December 31, 2017
Saturday, December 30, 2017
Dipandu Damai Sejahtera (3)
(sambungan)
Ingatlah bahwa tuntunan batin dari Roh Kudus bisa membawa rasa kegelisahan saat kita keliru bersikap, atau sebaliknya damai saat kita mengikuti tuntunan dengan baik. Ini adalah sesuatu yang harus kita cermati dengan seksama. Bagi orang percaya, Yesus sudah mengutus Penolong yakni Roh Kudus untuk menyertai kita selama-lamanya. "Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu." (Yohanes 14:16-17).
Roh Kudus akan membantu mengingatkan kita, menegur, menasihati dalam kelemahan kita, termasuk di dalamnya membantu kita untuk menyampaikan kepada Allah tentang keluhan-keluhan yang tidak lagi bisa terucapkan oleh kita. (Roma 8:26). Kalau kita memiliki hati nurani yang berfungsi baik dengan kepekaan, kita akan mudah merasakan betapa seringnya Roh Kudus memberitahukan banyak hal lewat batin kita. Itu adalah salah satu cara yang kerap dipakai oleh Tuhan untuk membimbing anak-anakNya. Kehendak bebas yang Dia berikan kepada kita membuat kita bisa memilih untuk patuh atau tidak terhadap suaraNya. Tapi kita harus mengimani bahwa Tuhan tahu tentang apa yang terbaik buat kita lebih dari apa yang kita pikir terbaik buat kita sendiri.
Sebuah ayat dalam surat Kolose menyatakan hal ini. "Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah." (Kolose 3:15). Dalam versi lainnya dikatakan: "Hendaklah keputusan-keputusanmu ditentukan oleh kedamaian yang diberikan oleh Kristus di dalam hatimu. Sebab Allah memanggil kalian untuk menjadi anggota satu tubuh, supaya kalian hidup dalam kedamaian dari Kristus itu. Hendaklah kalian berterima kasih."(BIS). Lihatlah bahwa rasa damai sejahtera Kristus bisa menjadi pemandu kita dalam mengambil keputusan. "let the peace (soul harmony which comes) from Christ rule (act as umpire continually) in your hearts [deciding and settling with finality all questions that arise in your minds, in that peaceful state]", itu bunyi versi English Amplified-nya.
Dari ketiga versi di atas kita bisa melihat jelas bahwa damai sejahtera Kristus mampu memandu kita agar tidak salah jalan dalam memutuskan sesuatu. Apakah kita sudah pernah merasakannya, setidaknya tahu, atau malah tidak tahu sama sekali, persoalannya ada pada kita sendiri. Yang jelas damai sejahtera Kristus akan selalu mampu menjadi peringatan apakah keputusan atau tindakan yang kita ambil itu baik atau buruk bagi kita maupun orang lain, juga benar atau salah di mata Tuhan.
Damai sejahtera dari Allah Bapa dan dari Yesus Kristus berulang kali dinyatakan oleh Paulus terutama dalam penutup surat-suratNya. Lihatlah pada akhir surat Galatia, Efesus Filipi, Tesalonika dan Timotius juga Kolose, Paulus selalu menyatakan hal yang kurang lebih sama: "Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu."
Selain Paulus, Yohanes menyatakan itu juga dalam suratnya: "Kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa, dan dari Yesus Kristus, Anak Bapa, akan menyertai kita dalam kebenaran dan kasih." (2 Yohanes 1:3) Petrus pun demikian. "Damai sejahtera menyertai kamu sekalian yang berada dalam Kristus. Amin." (1 Petrus 5:14b).
Damai sejahtera dari Bapa dan Kristus akan selalu menyertai kita, dan kitalah yang memilih apakah kita mau menerima atau menolaknya, apakah kita mau menjadikannya sebagai pemandu bagi langkah, pengambilan keputusan kita atau memilih untuk mengabaikannya dan membiarkan diri kita untuk terus berjalan, mengambil keputusan dan bersikap tanpa tuntunan.
(bersambung)
Ingatlah bahwa tuntunan batin dari Roh Kudus bisa membawa rasa kegelisahan saat kita keliru bersikap, atau sebaliknya damai saat kita mengikuti tuntunan dengan baik. Ini adalah sesuatu yang harus kita cermati dengan seksama. Bagi orang percaya, Yesus sudah mengutus Penolong yakni Roh Kudus untuk menyertai kita selama-lamanya. "Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu." (Yohanes 14:16-17).
Roh Kudus akan membantu mengingatkan kita, menegur, menasihati dalam kelemahan kita, termasuk di dalamnya membantu kita untuk menyampaikan kepada Allah tentang keluhan-keluhan yang tidak lagi bisa terucapkan oleh kita. (Roma 8:26). Kalau kita memiliki hati nurani yang berfungsi baik dengan kepekaan, kita akan mudah merasakan betapa seringnya Roh Kudus memberitahukan banyak hal lewat batin kita. Itu adalah salah satu cara yang kerap dipakai oleh Tuhan untuk membimbing anak-anakNya. Kehendak bebas yang Dia berikan kepada kita membuat kita bisa memilih untuk patuh atau tidak terhadap suaraNya. Tapi kita harus mengimani bahwa Tuhan tahu tentang apa yang terbaik buat kita lebih dari apa yang kita pikir terbaik buat kita sendiri.
Sebuah ayat dalam surat Kolose menyatakan hal ini. "Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah." (Kolose 3:15). Dalam versi lainnya dikatakan: "Hendaklah keputusan-keputusanmu ditentukan oleh kedamaian yang diberikan oleh Kristus di dalam hatimu. Sebab Allah memanggil kalian untuk menjadi anggota satu tubuh, supaya kalian hidup dalam kedamaian dari Kristus itu. Hendaklah kalian berterima kasih."(BIS). Lihatlah bahwa rasa damai sejahtera Kristus bisa menjadi pemandu kita dalam mengambil keputusan. "let the peace (soul harmony which comes) from Christ rule (act as umpire continually) in your hearts [deciding and settling with finality all questions that arise in your minds, in that peaceful state]", itu bunyi versi English Amplified-nya.
Dari ketiga versi di atas kita bisa melihat jelas bahwa damai sejahtera Kristus mampu memandu kita agar tidak salah jalan dalam memutuskan sesuatu. Apakah kita sudah pernah merasakannya, setidaknya tahu, atau malah tidak tahu sama sekali, persoalannya ada pada kita sendiri. Yang jelas damai sejahtera Kristus akan selalu mampu menjadi peringatan apakah keputusan atau tindakan yang kita ambil itu baik atau buruk bagi kita maupun orang lain, juga benar atau salah di mata Tuhan.
Damai sejahtera dari Allah Bapa dan dari Yesus Kristus berulang kali dinyatakan oleh Paulus terutama dalam penutup surat-suratNya. Lihatlah pada akhir surat Galatia, Efesus Filipi, Tesalonika dan Timotius juga Kolose, Paulus selalu menyatakan hal yang kurang lebih sama: "Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu."
Selain Paulus, Yohanes menyatakan itu juga dalam suratnya: "Kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa, dan dari Yesus Kristus, Anak Bapa, akan menyertai kita dalam kebenaran dan kasih." (2 Yohanes 1:3) Petrus pun demikian. "Damai sejahtera menyertai kamu sekalian yang berada dalam Kristus. Amin." (1 Petrus 5:14b).
Damai sejahtera dari Bapa dan Kristus akan selalu menyertai kita, dan kitalah yang memilih apakah kita mau menerima atau menolaknya, apakah kita mau menjadikannya sebagai pemandu bagi langkah, pengambilan keputusan kita atau memilih untuk mengabaikannya dan membiarkan diri kita untuk terus berjalan, mengambil keputusan dan bersikap tanpa tuntunan.
(bersambung)
Friday, December 29, 2017
Dipandu Damai Sejahtera (2)
(sambungan)
Hati dengan perasaan yang tidak murni kemudian mencemari pikiran sehingga mendatangkan pengambilan keputusan yang salah. Ini adalah satu dari penyebab klasik datangnya kerugian atau kegagalan. Jika demikian, pengambilan-pengambilan keputusan terutama yang penting atau krusial harus didasari pertimbangan atau pemikiran matang. Makin penting keputusan yang harus diambil, semakin panjang pula harusnya pertimbangan dan pemikirannya. Benar, ada kalanya keputusan yang diambil harus cepat. Tapi biar bagaimanapun kita harus mengambil waktu sejenak agar keputusan bisa diambil saat kondisi hati sedang tenang, tidak terganggu oleh pemikiran atau perasaan apapun. Memutuskan sesuatu saat hati sedang panas, tidak tenang, sedang kesal seringkali akan berbeda hasilnya dengan saat dimana kita bisa berpikir jernih tanpa terganggu oleh suasana hati.
Misalnya, pada saat kita memutuskan dalam keadaan kesal, keputusan yang dipengaruhi suasana hati pada akhirnya akan menghasilkan hal-hal yang kemudian akan kita sesali. Ada yang mengambil keputusan cerai karena emosi kemudian menyesal saat sudah terlanjur terjadi. Pasangan-pasangan yang kemudian putus karena berbagai keputusan yang salah akibat didasari rasa cemburu berlebihan, orang yang kemudian merugi dalam usaha karena salah mengambil keputusan, orang yang kemudian menyakiti orang lain atau tindak kejahatan karena tidak bisa menguasai hatinya dari rasa sakit, cemburu atau iri. Itupun tentu berawal dari keputusan kita sendiri.
Semua ini adalah sedikit contoh dari banyaknya kasus lain yang merugikan bahkan menghancurkan karena pengambilan keputusan salah dengan didasari oleh keadaan hati yang sedang tidak tenang atau tidak stabil.
Kalau dua contoh teman saya di awal menunjukkan bahwa mereka sebenarnya sudah berdoa dan bertanya tapi dengan hati yang tidak 'netral' dan sepenuhnya mau taat pada Tuhan, ada banyak orang pula yang mengikuti pikirannya sendiri dalam memutuskan tanpa bertanya terlebih dahulu pada Tuhan. Keuntungan yang memikat membuat kita terlalu cepat berpikir bahwa itulah yang terbaik. Dari sana lantas terus melanjutkannya meski hati nurani sebenarnya sudah mengingatkan agar setidaknya kita hati-hati dan mempelajari secara seksama terlebih dahulu. Dan pada akhirnya ketika kita mengalami kerugian akibat terburu-buru dalam mengambil keputusan. Setelah itu terjadi, barulah kita teringat bahwa sebenarnya Roh Kudus sudah berulang kali berbicara menasihati, tapi pikiran dan hati kita sedang tercemar sehingga kita tidak lagi mendengar Roh Allah sebenarnya sudah mengingatkan lewat hati nurani kita.
Salah satu indikasi yang paling sering dan paling mudah dirasa adalah tidak adanya rasa damai sejahtera ketika melakukan hal yang keliru itu, atau saat mengambil sebuah keputusan. Pernahkah anda merasa mulai kehilangan damai sejahtera saat melakukan sesuatu atau saat hendak mengambil keputusan? Kenapa kok rasanya tidak enak ya, seperti ada yang salah. Itu sederhananya yang mungkin kita rasa.
Di saat seperti itu seharusnya kita mendengar suara dalam hati kita dan segera berhenti sebelum perbuatan kita mendatangkan kerugian yang bisa saja terlambat meski disesali. Tuhan selalu siap mengingatkan manusia dengan berbagai cara, termasuk lewat hati kita. Saat kita mengambil sebuah tindakan lalu menyadari bahwa kita tidak lagi merasakan damai sejahtera atau tenteram mengenai tindakan itu, hal terbaik yang seharusnya kita lakukan adalah berhenti segera. Tetapi yang sering terjadi kita malah menutup mata hati dan terus melanjutkan meski damai sejahtera tidak lagi kita rasakan. Sudah kepalang tanggung, terlanjur basah, atau keuntungan yang diimingkan terlihat begitu menggiurkan, atau emosi rasanya belum puas dilampiaskan. Apapun alasannya, kita tidak boleh membiarkan kekeliruan saat kita sudah diingatkan lewat hati.
(bersambung)
Hati dengan perasaan yang tidak murni kemudian mencemari pikiran sehingga mendatangkan pengambilan keputusan yang salah. Ini adalah satu dari penyebab klasik datangnya kerugian atau kegagalan. Jika demikian, pengambilan-pengambilan keputusan terutama yang penting atau krusial harus didasari pertimbangan atau pemikiran matang. Makin penting keputusan yang harus diambil, semakin panjang pula harusnya pertimbangan dan pemikirannya. Benar, ada kalanya keputusan yang diambil harus cepat. Tapi biar bagaimanapun kita harus mengambil waktu sejenak agar keputusan bisa diambil saat kondisi hati sedang tenang, tidak terganggu oleh pemikiran atau perasaan apapun. Memutuskan sesuatu saat hati sedang panas, tidak tenang, sedang kesal seringkali akan berbeda hasilnya dengan saat dimana kita bisa berpikir jernih tanpa terganggu oleh suasana hati.
Misalnya, pada saat kita memutuskan dalam keadaan kesal, keputusan yang dipengaruhi suasana hati pada akhirnya akan menghasilkan hal-hal yang kemudian akan kita sesali. Ada yang mengambil keputusan cerai karena emosi kemudian menyesal saat sudah terlanjur terjadi. Pasangan-pasangan yang kemudian putus karena berbagai keputusan yang salah akibat didasari rasa cemburu berlebihan, orang yang kemudian merugi dalam usaha karena salah mengambil keputusan, orang yang kemudian menyakiti orang lain atau tindak kejahatan karena tidak bisa menguasai hatinya dari rasa sakit, cemburu atau iri. Itupun tentu berawal dari keputusan kita sendiri.
Semua ini adalah sedikit contoh dari banyaknya kasus lain yang merugikan bahkan menghancurkan karena pengambilan keputusan salah dengan didasari oleh keadaan hati yang sedang tidak tenang atau tidak stabil.
Kalau dua contoh teman saya di awal menunjukkan bahwa mereka sebenarnya sudah berdoa dan bertanya tapi dengan hati yang tidak 'netral' dan sepenuhnya mau taat pada Tuhan, ada banyak orang pula yang mengikuti pikirannya sendiri dalam memutuskan tanpa bertanya terlebih dahulu pada Tuhan. Keuntungan yang memikat membuat kita terlalu cepat berpikir bahwa itulah yang terbaik. Dari sana lantas terus melanjutkannya meski hati nurani sebenarnya sudah mengingatkan agar setidaknya kita hati-hati dan mempelajari secara seksama terlebih dahulu. Dan pada akhirnya ketika kita mengalami kerugian akibat terburu-buru dalam mengambil keputusan. Setelah itu terjadi, barulah kita teringat bahwa sebenarnya Roh Kudus sudah berulang kali berbicara menasihati, tapi pikiran dan hati kita sedang tercemar sehingga kita tidak lagi mendengar Roh Allah sebenarnya sudah mengingatkan lewat hati nurani kita.
Salah satu indikasi yang paling sering dan paling mudah dirasa adalah tidak adanya rasa damai sejahtera ketika melakukan hal yang keliru itu, atau saat mengambil sebuah keputusan. Pernahkah anda merasa mulai kehilangan damai sejahtera saat melakukan sesuatu atau saat hendak mengambil keputusan? Kenapa kok rasanya tidak enak ya, seperti ada yang salah. Itu sederhananya yang mungkin kita rasa.
Di saat seperti itu seharusnya kita mendengar suara dalam hati kita dan segera berhenti sebelum perbuatan kita mendatangkan kerugian yang bisa saja terlambat meski disesali. Tuhan selalu siap mengingatkan manusia dengan berbagai cara, termasuk lewat hati kita. Saat kita mengambil sebuah tindakan lalu menyadari bahwa kita tidak lagi merasakan damai sejahtera atau tenteram mengenai tindakan itu, hal terbaik yang seharusnya kita lakukan adalah berhenti segera. Tetapi yang sering terjadi kita malah menutup mata hati dan terus melanjutkan meski damai sejahtera tidak lagi kita rasakan. Sudah kepalang tanggung, terlanjur basah, atau keuntungan yang diimingkan terlihat begitu menggiurkan, atau emosi rasanya belum puas dilampiaskan. Apapun alasannya, kita tidak boleh membiarkan kekeliruan saat kita sudah diingatkan lewat hati.
(bersambung)
Thursday, December 28, 2017
Dipandu Damai Sejahtera (1)
Ayat bacaan: Kolose 3:15 (BIS)
=====================
"Hendaklah keputusan-keputusanmu ditentukan oleh kedamaian yang diberikan oleh Kristus di dalam hatimu. Sebab Allah memanggil kalian untuk menjadi anggota satu tubuh, supaya kalian hidup dalam kedamaian dari Kristus itu. Hendaklah kalian berterima kasih."
Seorang teman lama sejak saya masih di sekolah dasar sekarang sudah menjadi seorang pengusaha sukses. Saat bertemu dengannya beberapa waktu lalu, ia sempat membagikan salah satu kunci suksesnya. Menurutnya, dalam sebuah pengambilan keputusan dibutuhkan pertimbangan yang matang, dan itu hanya akan bisa dilakukan saat pikiran sudah tenang. Pengambilan keputusan yang terburu-buru apalagi jika didasari emosi dan hanya berdasarkan incaran keuntungan hanya akan membawa kerugian. Menurutnya, seringkali keputusan akan sangat menentukan keberhasilan jangka panjang. Kesalahan mengambil keputusan bukan saja bisa membuat banyak waktu terbuang sia-sia tapi juga bisa sangat merugikan dalam banyak hal.
Saya sangat sepakat dengan apa yang ia sampaikan. Sebuah pengambilan keputusan, terutama yang menyangkut sesuatu yang penting haruslah melalui proses pemikiran serius dan matang. Tidak boleh tergesa-gesa, tidak boleh buru-buru, tidak boleh hanya dilihat dari satu sisi dan tidak boleh pakai emosi. Emosi yang saya maksud bukan soal marah-marah, tapi yang didasari hawa nafsu, seperti tergiur iming-iming keuntungan, hanya karena iri, ingin mencari pujian dan sebagainya.
Saya pun ingat seorang teman pengerja yang merasa bersyukur diingatkan istrinya saat ia hampir memutuskan sesuatu. Ceritanya ia ditawari kerjasama oleh salah seorang teman lamanya. Dari sisi keuntungan terlihat begitu menjanjikan. Dari segi resiko pun sebenarnya terbilang kecil. Tapi istrinya melihat sesuatu yang tidak ia lihat, yaitu dari sisi kepribadian. Istrinya merasa teman lama suaminya ini kurang bisa dipercaya. Teman pengerja ini mula-mula merasa istrinya terlalu kuatir. Ia merasa sudah mengenal temannya sejak lama, sedang istrinya baru sekarang bertemu dan kenal. Ia mengaku sudah membawa dalam doa dan merasa sepertinya itu adalah berkat dari Tuhan. Untungnya ia masih mau berpikir panjang sebelum memutuskan apa-apa. Akhirnya ia memutuskan untuk mengikuti saran istrinya dan batal menjalin kerjasama. Tidak lama setelah itu, ia pun mendengar bahwa rekanan bisnis si teman lama yang masuk menggantikan dirinya ditipu hingga miliaran rupiah. Sang teman pun kemudian raib entah kemana. Ia pun bersyukur punya istri yang peka sehingga tidak harus menjadi korban penipuan.
Ada lagi teman lainnya yang tergiur bisnis MLM. Ia mengaku sudah berdoa, sudah meneliti dan kemudian yakin. Ia gencar meyakinkan teman-temannya dan menjamin investasi mereka. Belum sempat mendapat keuntungan, MLM itu lepas tangan. Pemiliknya kabur dan ia pun harus berurusan dengan teman-temannya. Sudah dituntut harus mengganti sesuai apa yang ia janjikan, ia pun harus kehilangan banyak teman, hanya karena mengambil keputusan tanpa pemikiran matang dan hanya karena emosi tergiur keuntungan besar.
Kedua orang dalam contoh di atas sama-sama mengaku sudah berdoa dan merasa bahwa Tuhan approve. Bahkan yakin bahwa itu adalah jalan Tuhan. Kalau begitu kenapa pada akhirnya keduanya berakhir buruk? Itu karena seringkali keputusan kita sejak awal sudah terpengaruh oleh pikiran akan keuntungan yang bisa didapat atau motivasi yang keliru, yang berasal dari hati yang sudah tidak murni lagi.
Benar, kita sudah berdoa. Tapi apakah hati kita murni menyerahkan keputusan kepada Tuhan dan siap untuk taat saat Tuhan bilang jangan? Seringkali bentuk doa sepintas seolah kita bertanya kepada Tuhan, tapi pada kenyataannya kita sedang berusaha memaksa Tuhan untuk menyetujui dan memberkati apa yang mau kita putuskan. Yang terjadi bukan "Jadilah kehendakMu, tapi jadilah kehendakku yang harus diapprove Tuhan, no matter what. Belum apa-apa kita berani bilang yakin bahwa itu dari Tuhan. Nanti kalau yang terjadi adalah kerugian, Tuhan malah yang disalahkan. Ini banyak dialami oleh orang percaya. Saya pun dahulu pernah gagal dalam hal ini yang kemudian menjadi pelajaran berharga buat ke depannya.
(bersambung)
=====================
"Hendaklah keputusan-keputusanmu ditentukan oleh kedamaian yang diberikan oleh Kristus di dalam hatimu. Sebab Allah memanggil kalian untuk menjadi anggota satu tubuh, supaya kalian hidup dalam kedamaian dari Kristus itu. Hendaklah kalian berterima kasih."
Seorang teman lama sejak saya masih di sekolah dasar sekarang sudah menjadi seorang pengusaha sukses. Saat bertemu dengannya beberapa waktu lalu, ia sempat membagikan salah satu kunci suksesnya. Menurutnya, dalam sebuah pengambilan keputusan dibutuhkan pertimbangan yang matang, dan itu hanya akan bisa dilakukan saat pikiran sudah tenang. Pengambilan keputusan yang terburu-buru apalagi jika didasari emosi dan hanya berdasarkan incaran keuntungan hanya akan membawa kerugian. Menurutnya, seringkali keputusan akan sangat menentukan keberhasilan jangka panjang. Kesalahan mengambil keputusan bukan saja bisa membuat banyak waktu terbuang sia-sia tapi juga bisa sangat merugikan dalam banyak hal.
Saya sangat sepakat dengan apa yang ia sampaikan. Sebuah pengambilan keputusan, terutama yang menyangkut sesuatu yang penting haruslah melalui proses pemikiran serius dan matang. Tidak boleh tergesa-gesa, tidak boleh buru-buru, tidak boleh hanya dilihat dari satu sisi dan tidak boleh pakai emosi. Emosi yang saya maksud bukan soal marah-marah, tapi yang didasari hawa nafsu, seperti tergiur iming-iming keuntungan, hanya karena iri, ingin mencari pujian dan sebagainya.
Saya pun ingat seorang teman pengerja yang merasa bersyukur diingatkan istrinya saat ia hampir memutuskan sesuatu. Ceritanya ia ditawari kerjasama oleh salah seorang teman lamanya. Dari sisi keuntungan terlihat begitu menjanjikan. Dari segi resiko pun sebenarnya terbilang kecil. Tapi istrinya melihat sesuatu yang tidak ia lihat, yaitu dari sisi kepribadian. Istrinya merasa teman lama suaminya ini kurang bisa dipercaya. Teman pengerja ini mula-mula merasa istrinya terlalu kuatir. Ia merasa sudah mengenal temannya sejak lama, sedang istrinya baru sekarang bertemu dan kenal. Ia mengaku sudah membawa dalam doa dan merasa sepertinya itu adalah berkat dari Tuhan. Untungnya ia masih mau berpikir panjang sebelum memutuskan apa-apa. Akhirnya ia memutuskan untuk mengikuti saran istrinya dan batal menjalin kerjasama. Tidak lama setelah itu, ia pun mendengar bahwa rekanan bisnis si teman lama yang masuk menggantikan dirinya ditipu hingga miliaran rupiah. Sang teman pun kemudian raib entah kemana. Ia pun bersyukur punya istri yang peka sehingga tidak harus menjadi korban penipuan.
Ada lagi teman lainnya yang tergiur bisnis MLM. Ia mengaku sudah berdoa, sudah meneliti dan kemudian yakin. Ia gencar meyakinkan teman-temannya dan menjamin investasi mereka. Belum sempat mendapat keuntungan, MLM itu lepas tangan. Pemiliknya kabur dan ia pun harus berurusan dengan teman-temannya. Sudah dituntut harus mengganti sesuai apa yang ia janjikan, ia pun harus kehilangan banyak teman, hanya karena mengambil keputusan tanpa pemikiran matang dan hanya karena emosi tergiur keuntungan besar.
Kedua orang dalam contoh di atas sama-sama mengaku sudah berdoa dan merasa bahwa Tuhan approve. Bahkan yakin bahwa itu adalah jalan Tuhan. Kalau begitu kenapa pada akhirnya keduanya berakhir buruk? Itu karena seringkali keputusan kita sejak awal sudah terpengaruh oleh pikiran akan keuntungan yang bisa didapat atau motivasi yang keliru, yang berasal dari hati yang sudah tidak murni lagi.
Benar, kita sudah berdoa. Tapi apakah hati kita murni menyerahkan keputusan kepada Tuhan dan siap untuk taat saat Tuhan bilang jangan? Seringkali bentuk doa sepintas seolah kita bertanya kepada Tuhan, tapi pada kenyataannya kita sedang berusaha memaksa Tuhan untuk menyetujui dan memberkati apa yang mau kita putuskan. Yang terjadi bukan "Jadilah kehendakMu, tapi jadilah kehendakku yang harus diapprove Tuhan, no matter what. Belum apa-apa kita berani bilang yakin bahwa itu dari Tuhan. Nanti kalau yang terjadi adalah kerugian, Tuhan malah yang disalahkan. Ini banyak dialami oleh orang percaya. Saya pun dahulu pernah gagal dalam hal ini yang kemudian menjadi pelajaran berharga buat ke depannya.
(bersambung)
Wednesday, December 27, 2017
Kembali pada Esensi Natal (3)
(sambungan)
Apa yang harus kita lakukan adalah: "Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya." (ay 2). Lebih dari apa yang menyenangkan diri kita pribadi, kita harus bisa mengesampingkannya demi mencari apa yang bisa menyenangkan sesama kita, apa yang bisa kita buat untuk menolong atau meringankan beban mereka. Tidak sebatas memberi kesenangan saja karena itu bisa mengarah kepada pemberian-pemberian yang tidak mendidik atau malah menyesatkan, tapi Firman Tuhan berkata bahwa kita wajib membantu untuk kebaikan mereka.
Demikianlah keteladanan yang kita peroleh dari Kristus. "Karena Kristus juga tidak mencari kesenanganNya sendiri." (Ay 3). Jauh dari kesenangan atau kenyamanan, Yesus menghabiskan waktu demi orang lain, lalu Dia pun rela menderita menanggung siksaan luar biasa keji hingga akhirnya mati di kayu salib. Tanpa itu, entah apa nasib kita hari ini. Penebusan dan pemulihan hubungan dengan Allah yang lama terputus akibat dosa diberikan pada kita lewat kematian dan kebangkitanNya. Jadi kita bisa melihat betapa besarnya kepedulian Kristus terhadap manusia lebih dari kepentingan diriNya sendiri.
Jika Tuhan saja demikian, sudah sepantasnya kita pun demikian. Setidaknya kita bisa memakai momentum Natal tahun ini untuk mulai belajar melakukan itu dimulai dari hal-hal yang sederhana, lalu terus melatih kepekaan kita terhadap penderitaan sesama, sehingga pada suatu ketika kita bisa "satu hati dan satu suara memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus" bersama-sama mereka. (ay 6).
Jika kita bersyukur atas anugerah keselamatan dari Tuhan lewat kelahiran Kristus ke dunia, berarti sudah pada tempatnya kita berpikir untuk melakukan sesuatu sebagai ucapan syukur kita. Apa yang harus kita lakukan? Yesus berkata bahwa "sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40) Itu pesan pentingnya, dan dalam memperingati Natal pun sudah seharusnya kita memikirkan untuk melakukannya. Ingatlah bahwa kita hidup untuk memuliakan Tuhan. "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36).
Hidup ini berasal dari Tuhan, berpusat pada Tuhan, menjalani bersama Tuhan dan berakhir untuk Tuhan. Itulah kehidupan kekristenan sejati. Jika demikian, kita tidak pantas untuk mementingkan kepentingan diri sendiri saja, sibuk membuat pesta dengan segala kemewahan dan kemeriahannya sementara di sekeliling kita masih banyak orang yang berjuang mati-matian untuk sekedar bertahan hidup.
Mengejar perayaan agar terlihat hebat di mata orang bukanlah gambaran yang benar dari hamba Kristus. Dan itu sudah disampaikan pula oleh Paulus. Ingatlah pesan Tuhan berbunyi "Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus." (Galatia 1:10). Pesta besar tentu akan berkenan kepada manusia, pujian dan pujaan mungkin hadir buat kita, nama dan popularitas mungkin meningkat, tapi itu tidaklah berkenan bagi Kristus sebelum kita terlebih dahulu mengulurkan tangan kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan. Seorang hamba Kristus akan rela melepas atribut dan hak dalam melakukan segala yang dikehendaki Tuhan dalam hidupnya.
Jangan lupa pula bahwa seperti yang saya sampaikan dalam renungan sebelum ini, pesan Tuhan untuk Natal tahun ini adalah agar kita menjaga betul kemurnian hati kita, dimana seluruh kehidupan itu terpancar. Hati yang tercemar akan menghasilkan kualitas hidup yang juga penuh kecemaran. Itu akan sangat buruk buat kita dan akan pula buruk buat siapapun yang ada di sekitar kita. Buah kebencian dari hati yang dicemari kebencian bukan saja membuat kita jauh dari sukacita dan damai sejahtera tapi juga bisa merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara seperti yang kita lihat beberapa waktu ini.
Celakanya, kebencian hanyalah satu dari begitu banyak produk buruk dari hati yang tercemar. Tidak ada kasih yang bisa hidup disana, apalagi kasih yang bersifat universal, menembus sekat dan batas primordial alias pandangan atau paham baik mengenai tradisi, adat, kepercayaan dan lain-lain, kasih yang berisi pengampunan yang lebih besar dari ukuran dunia, kasih yang sanggup menggerakkan kita untuk melakukan sesuatu yang nyata buat orang lain tanpa memandang latar belakangnya, bukan seperti sistim sempit yang dianut orang di luar sana. Sedikit kecemaran saja sudah bisa membuat hati kita menghasilkan produk-produk buruk yang terpancar keluar dari kehidupan kita.
Tuhan menyediakan pelitaNya lewat roh kita untuk menyelidiki sisi-sisi terdalam pada hati kita agar kita bisa memastikan apakah hati kita sudah murni atau masih mengandung kecemaran. Dan karena itu disediakan lewat roh, maka kita harus memastikan agar roh kita kuat dan memegang kendali atas hidup kita, bukan kedagingan. Lalu kita harus menyerahkan atau menundukkan pikiran dan perasaan kita agar selaras dengan pikiran dan perasaan Yesus. We think the way He thinks, we feel the way He feels. Tanpa ini semua, kita akan hidup dengan bahaya kecemaran menuju pada kehancuran.
Sebagai bentuk ucapan syukur kita atas anugerah Tuhan dalam memperingati Natal, hendaklah kita sama-sama merenungkan kembali semua ini. Miliki hati yang murni dalam Tuhan yang menghasilkan produk-produk dimana kasihNya tercermin dan terasa disana. Tidak ada perayaan Natal apabila Tuhan tidak digerakkan oleh kasih memutuskan untuk menebus kita. Tidak ada Natal apabila Yesus tidak datang ke dunia, melepas semua atribut ke-IlahianNya dan mengorbankan diriNya demi kita semua. Mari rayakan Natal tahun ini dengan kembali pada esensinya. Mengerti, menyikapi benar dan mensyukuri, kemudian meneladani dan mengaplikasikan. Jangan jadikan semua yang dilakukan Tuhan sia-sia. Let's make this Christmas as a start of something good. Merry Christmas, God bless you!
We may love the Christmas season, but do we love Christ?
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Apa yang harus kita lakukan adalah: "Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya." (ay 2). Lebih dari apa yang menyenangkan diri kita pribadi, kita harus bisa mengesampingkannya demi mencari apa yang bisa menyenangkan sesama kita, apa yang bisa kita buat untuk menolong atau meringankan beban mereka. Tidak sebatas memberi kesenangan saja karena itu bisa mengarah kepada pemberian-pemberian yang tidak mendidik atau malah menyesatkan, tapi Firman Tuhan berkata bahwa kita wajib membantu untuk kebaikan mereka.
Demikianlah keteladanan yang kita peroleh dari Kristus. "Karena Kristus juga tidak mencari kesenanganNya sendiri." (Ay 3). Jauh dari kesenangan atau kenyamanan, Yesus menghabiskan waktu demi orang lain, lalu Dia pun rela menderita menanggung siksaan luar biasa keji hingga akhirnya mati di kayu salib. Tanpa itu, entah apa nasib kita hari ini. Penebusan dan pemulihan hubungan dengan Allah yang lama terputus akibat dosa diberikan pada kita lewat kematian dan kebangkitanNya. Jadi kita bisa melihat betapa besarnya kepedulian Kristus terhadap manusia lebih dari kepentingan diriNya sendiri.
Jika Tuhan saja demikian, sudah sepantasnya kita pun demikian. Setidaknya kita bisa memakai momentum Natal tahun ini untuk mulai belajar melakukan itu dimulai dari hal-hal yang sederhana, lalu terus melatih kepekaan kita terhadap penderitaan sesama, sehingga pada suatu ketika kita bisa "satu hati dan satu suara memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus" bersama-sama mereka. (ay 6).
Jika kita bersyukur atas anugerah keselamatan dari Tuhan lewat kelahiran Kristus ke dunia, berarti sudah pada tempatnya kita berpikir untuk melakukan sesuatu sebagai ucapan syukur kita. Apa yang harus kita lakukan? Yesus berkata bahwa "sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40) Itu pesan pentingnya, dan dalam memperingati Natal pun sudah seharusnya kita memikirkan untuk melakukannya. Ingatlah bahwa kita hidup untuk memuliakan Tuhan. "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36).
Hidup ini berasal dari Tuhan, berpusat pada Tuhan, menjalani bersama Tuhan dan berakhir untuk Tuhan. Itulah kehidupan kekristenan sejati. Jika demikian, kita tidak pantas untuk mementingkan kepentingan diri sendiri saja, sibuk membuat pesta dengan segala kemewahan dan kemeriahannya sementara di sekeliling kita masih banyak orang yang berjuang mati-matian untuk sekedar bertahan hidup.
Mengejar perayaan agar terlihat hebat di mata orang bukanlah gambaran yang benar dari hamba Kristus. Dan itu sudah disampaikan pula oleh Paulus. Ingatlah pesan Tuhan berbunyi "Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus." (Galatia 1:10). Pesta besar tentu akan berkenan kepada manusia, pujian dan pujaan mungkin hadir buat kita, nama dan popularitas mungkin meningkat, tapi itu tidaklah berkenan bagi Kristus sebelum kita terlebih dahulu mengulurkan tangan kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan. Seorang hamba Kristus akan rela melepas atribut dan hak dalam melakukan segala yang dikehendaki Tuhan dalam hidupnya.
Jangan lupa pula bahwa seperti yang saya sampaikan dalam renungan sebelum ini, pesan Tuhan untuk Natal tahun ini adalah agar kita menjaga betul kemurnian hati kita, dimana seluruh kehidupan itu terpancar. Hati yang tercemar akan menghasilkan kualitas hidup yang juga penuh kecemaran. Itu akan sangat buruk buat kita dan akan pula buruk buat siapapun yang ada di sekitar kita. Buah kebencian dari hati yang dicemari kebencian bukan saja membuat kita jauh dari sukacita dan damai sejahtera tapi juga bisa merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara seperti yang kita lihat beberapa waktu ini.
Celakanya, kebencian hanyalah satu dari begitu banyak produk buruk dari hati yang tercemar. Tidak ada kasih yang bisa hidup disana, apalagi kasih yang bersifat universal, menembus sekat dan batas primordial alias pandangan atau paham baik mengenai tradisi, adat, kepercayaan dan lain-lain, kasih yang berisi pengampunan yang lebih besar dari ukuran dunia, kasih yang sanggup menggerakkan kita untuk melakukan sesuatu yang nyata buat orang lain tanpa memandang latar belakangnya, bukan seperti sistim sempit yang dianut orang di luar sana. Sedikit kecemaran saja sudah bisa membuat hati kita menghasilkan produk-produk buruk yang terpancar keluar dari kehidupan kita.
Tuhan menyediakan pelitaNya lewat roh kita untuk menyelidiki sisi-sisi terdalam pada hati kita agar kita bisa memastikan apakah hati kita sudah murni atau masih mengandung kecemaran. Dan karena itu disediakan lewat roh, maka kita harus memastikan agar roh kita kuat dan memegang kendali atas hidup kita, bukan kedagingan. Lalu kita harus menyerahkan atau menundukkan pikiran dan perasaan kita agar selaras dengan pikiran dan perasaan Yesus. We think the way He thinks, we feel the way He feels. Tanpa ini semua, kita akan hidup dengan bahaya kecemaran menuju pada kehancuran.
Sebagai bentuk ucapan syukur kita atas anugerah Tuhan dalam memperingati Natal, hendaklah kita sama-sama merenungkan kembali semua ini. Miliki hati yang murni dalam Tuhan yang menghasilkan produk-produk dimana kasihNya tercermin dan terasa disana. Tidak ada perayaan Natal apabila Tuhan tidak digerakkan oleh kasih memutuskan untuk menebus kita. Tidak ada Natal apabila Yesus tidak datang ke dunia, melepas semua atribut ke-IlahianNya dan mengorbankan diriNya demi kita semua. Mari rayakan Natal tahun ini dengan kembali pada esensinya. Mengerti, menyikapi benar dan mensyukuri, kemudian meneladani dan mengaplikasikan. Jangan jadikan semua yang dilakukan Tuhan sia-sia. Let's make this Christmas as a start of something good. Merry Christmas, God bless you!
We may love the Christmas season, but do we love Christ?
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, December 26, 2017
Kembali pada Esensi Natal (2)
(sambungan)
Kenapa Tuhan begitu peduli akan keselamatan kita? Karena kasihNya begitu besar atas kita. Kasih ternyata begitu besar powernya bahkan mampu menggerakkan Tuhan untuk melakukan sesuatu terlebih dahulu. Lewat apa Dia menyelamatkan kita? Dengan mengorbankan AnakNya, Yesus Kristus. Bagaimana caranya? Dengan percaya kepada Yesus. Apa yang didapat oleh mereka yang percaya? Tidak binasa dan memperoleh hidup yang kekal. Agar manusia tidak lagi ada di bawah hukuman atau kutuk. Bukankah ini adalah sesuatu yang sangat besar maknanya bagi perjalanan hidup umat manusia di dunia?
Sebuah anugerah atas dasar kasih, diberikan kepada kita yang tidak layak. Yesus, Sang Raja di atas segala Raja seharusnya layak mendapatkan segala pelayanan yang terbaik yang ada di permukaan bumi ini. Dia berhak, bahkan lebih dari berhak untuk itu. Dia bisa saja datang untuk menghakimi orang-orang yang terus berbuat jahat atau dosa tanpa henti. Tapi bukan misi menghakimi melainkan menyelamatkan yang dilakukan Yesus ke dunia sesuai dengan keinginan Allah Bapa. Yesus rela mengesampingkan hak-hakNya untuk mendapatkan pelayanan kelas utama dan mendapat segala kemudahan dan penghargaan.
Yesus turun ke dunia "bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:45). Yesus memilih untuk melepas atribut ke-IlahianNya dan "mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6-7) Tidak berhenti sampai disitu tapi "dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (ay 8). Semua itu adalah untuk sebuah misi menebus kita semua, manusia yang berselubung dosa. Penebusan yang hadir sebagai anugerah terbesar dari Tuhan karena Dia teramat sangat mengasihi manusia, His masterpiece, yang begitu berharga bagiNya.
Jadi, saat banyak orang yang hanya merayakan Natal sebatas seremonial dan kemeriahan pesta saja, tidak lagi memikirkan apa yang paling mendasar dari perayaan Natal, bukankah itu menyedihkan? Pestanya dicari, diusahakan semeriah mungkin dan dinikmati, orang rela keluar uang dalam jumlah besar untuk itu, tapi siapa yang dirayakan dan makna perayaannya sendiri dikesampingkan atau bahkan diabaikan. Lupa mengucapkan syukur atas anugerah yang begitu besar, for this greatest gift of all, dan lupa bagaimana menyikapi esensi Natal ini dalam hubungan dengan sesama. Jika anda ada di posisi Tuhan, bagaimana perasaan anda melihat anugerahNya yang terbesar dikesampingkan dan hanya dipakai sebagai pesta semata?
Kasih merupakan inti dasar dari kekristenan. Saat kita menghargai anugerah Tuhan yang begitu besar karena digerakkan oleh kasih, seharusnya kita pun meneladaninya dengan mengasihi Tuhan lebih lagi dari hari ke hari dan juga menyatakan kasih itu kepada sesama. Saya yakin bukanlah kebetulan bentuk salib menggambarkan hubungan dengan Tuhan (garis vertikal) dan hubungan dengan sesama (garis horizontal), dimana pusat perpotongannya memancarkan kasih ke segala penjuru garis. Mengasihi Allah dengan segenap diri kita dan mengasihi sesama manusia seperti halnya kita mengasihi diri sendiri merupakan hukum terutama seperti yang diajarkan Yesus sendiri.
Yesus menyampaikan itu langsung pada saat kedatanganNya ke dunia. "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." (Markus 12:30-31) Bahkan lebih dari itu, kita juga harus mengasihi sesama seperti halnya Yesus mengasihi kita. "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34).
Pertanyaannya, seperti apa Yesus mengasihi kita? Dia mengesampingkan atribut dan hak-hakNya dan memberikan nyawaNya bagi kita. Bentuk kasihNya Dia nyatakan sebagai berikut: "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya" (15:13). Itulah persisNya yang sudah dilakukan Yesus lewat karya penebusanNya. Bagaimana kita bisa mencapai level itu jika untuk memberi sebagian saja sudah sulit? Bagaimana kita bisa memenuhi perintah Kristus jika melihat orang menderita di depan kita saja tidak peka? Bagaimana kita bisa seperti itu kalau kita masih hidup memelihara kebencian, gampang tersinggung, sakit hati atau dendam?
Selanjutnya mari kita lihat ayat berikutnya. Dalam Roma 15:1-6 kita bisa melihat gambaran prinsip hidup sebagai seorang Kristen yang seharusnya terhadap sesama kita. "Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri." (Roma 15:1) Kita tidak boleh mementingkan kepentingan diri sendiri, menyenangkan diri sendiri saja dan menutup mata dari kesulitan-kesulitan yang tengah menimpa saudara-saudara kita. Apalagi kalau kita kemudian mengorbankan hak orang lain demi kepentingan atau kesenangan diri sendiri.
(bersambung)
Kenapa Tuhan begitu peduli akan keselamatan kita? Karena kasihNya begitu besar atas kita. Kasih ternyata begitu besar powernya bahkan mampu menggerakkan Tuhan untuk melakukan sesuatu terlebih dahulu. Lewat apa Dia menyelamatkan kita? Dengan mengorbankan AnakNya, Yesus Kristus. Bagaimana caranya? Dengan percaya kepada Yesus. Apa yang didapat oleh mereka yang percaya? Tidak binasa dan memperoleh hidup yang kekal. Agar manusia tidak lagi ada di bawah hukuman atau kutuk. Bukankah ini adalah sesuatu yang sangat besar maknanya bagi perjalanan hidup umat manusia di dunia?
Sebuah anugerah atas dasar kasih, diberikan kepada kita yang tidak layak. Yesus, Sang Raja di atas segala Raja seharusnya layak mendapatkan segala pelayanan yang terbaik yang ada di permukaan bumi ini. Dia berhak, bahkan lebih dari berhak untuk itu. Dia bisa saja datang untuk menghakimi orang-orang yang terus berbuat jahat atau dosa tanpa henti. Tapi bukan misi menghakimi melainkan menyelamatkan yang dilakukan Yesus ke dunia sesuai dengan keinginan Allah Bapa. Yesus rela mengesampingkan hak-hakNya untuk mendapatkan pelayanan kelas utama dan mendapat segala kemudahan dan penghargaan.
Yesus turun ke dunia "bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:45). Yesus memilih untuk melepas atribut ke-IlahianNya dan "mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6-7) Tidak berhenti sampai disitu tapi "dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (ay 8). Semua itu adalah untuk sebuah misi menebus kita semua, manusia yang berselubung dosa. Penebusan yang hadir sebagai anugerah terbesar dari Tuhan karena Dia teramat sangat mengasihi manusia, His masterpiece, yang begitu berharga bagiNya.
Jadi, saat banyak orang yang hanya merayakan Natal sebatas seremonial dan kemeriahan pesta saja, tidak lagi memikirkan apa yang paling mendasar dari perayaan Natal, bukankah itu menyedihkan? Pestanya dicari, diusahakan semeriah mungkin dan dinikmati, orang rela keluar uang dalam jumlah besar untuk itu, tapi siapa yang dirayakan dan makna perayaannya sendiri dikesampingkan atau bahkan diabaikan. Lupa mengucapkan syukur atas anugerah yang begitu besar, for this greatest gift of all, dan lupa bagaimana menyikapi esensi Natal ini dalam hubungan dengan sesama. Jika anda ada di posisi Tuhan, bagaimana perasaan anda melihat anugerahNya yang terbesar dikesampingkan dan hanya dipakai sebagai pesta semata?
Kasih merupakan inti dasar dari kekristenan. Saat kita menghargai anugerah Tuhan yang begitu besar karena digerakkan oleh kasih, seharusnya kita pun meneladaninya dengan mengasihi Tuhan lebih lagi dari hari ke hari dan juga menyatakan kasih itu kepada sesama. Saya yakin bukanlah kebetulan bentuk salib menggambarkan hubungan dengan Tuhan (garis vertikal) dan hubungan dengan sesama (garis horizontal), dimana pusat perpotongannya memancarkan kasih ke segala penjuru garis. Mengasihi Allah dengan segenap diri kita dan mengasihi sesama manusia seperti halnya kita mengasihi diri sendiri merupakan hukum terutama seperti yang diajarkan Yesus sendiri.
Yesus menyampaikan itu langsung pada saat kedatanganNya ke dunia. "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." (Markus 12:30-31) Bahkan lebih dari itu, kita juga harus mengasihi sesama seperti halnya Yesus mengasihi kita. "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34).
Pertanyaannya, seperti apa Yesus mengasihi kita? Dia mengesampingkan atribut dan hak-hakNya dan memberikan nyawaNya bagi kita. Bentuk kasihNya Dia nyatakan sebagai berikut: "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya" (15:13). Itulah persisNya yang sudah dilakukan Yesus lewat karya penebusanNya. Bagaimana kita bisa mencapai level itu jika untuk memberi sebagian saja sudah sulit? Bagaimana kita bisa memenuhi perintah Kristus jika melihat orang menderita di depan kita saja tidak peka? Bagaimana kita bisa seperti itu kalau kita masih hidup memelihara kebencian, gampang tersinggung, sakit hati atau dendam?
Selanjutnya mari kita lihat ayat berikutnya. Dalam Roma 15:1-6 kita bisa melihat gambaran prinsip hidup sebagai seorang Kristen yang seharusnya terhadap sesama kita. "Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri." (Roma 15:1) Kita tidak boleh mementingkan kepentingan diri sendiri, menyenangkan diri sendiri saja dan menutup mata dari kesulitan-kesulitan yang tengah menimpa saudara-saudara kita. Apalagi kalau kita kemudian mengorbankan hak orang lain demi kepentingan atau kesenangan diri sendiri.
(bersambung)
Monday, December 25, 2017
Kembali pada Esensi Natal (1)
Ayat bacaan: Yohanes 3:16
======================
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."
Ada seorang teman yang bukan Kristen tapi berkata bahwa season atau musim, atau perayaan favoritnya justru Natal. Kenapa? "Karena lagu-lagunya yang kebanyakan ngejazz, karena dekorasinya indah dengan pohon yang dihias." katanya. Kalau di negara kita saja nuansa perayaan yang dihadirkan lewat dekorasi, lagu atau kostum dan berbagai acara khusus sudah terasa semarak, di luar sana biasanya suasana perayaan Natal akan berpadu dengan nuansa putih dari salju. Di Eropa dan beberapa bagian Amerika lamanya terang sangat singkat pada musim dingin atau winter. Jadi saat bulan Desember seperti sekarang langit sudah gelap pada sore hari. Salju yang putih seperti berkilau saat berpadu dengan kerlap kerlip lampu pada pohon terang dan beberap rumah yang merayakannya dengan memasang lampu warna warni pada halaman atau dinding/atap rumahnya.
Saya pernah berada di sebuah negara di belahan utara Eropa bertepatan pada musim Natal sekian tahun lalu. Suasana dan pemandangannya memang sangat berbeda. Paduan salju, udara dingin dan lampu yang menghiasi rumah dengan pohon-pohon cemara didekorasi dengan hiasan dan lampu warna warni membuat sebuah kesan berbeda dengan apa yang biasanya saya lihat di negara sendiri. Anak-anak membuat boneka salju, ada yang tidur terlentang dan mengibaskan tangan dan kakinya naik turun untuk membuat kesan kupu-kupu.
Di rumah tempat saya menginap, orang tua dan anak saling bertukar hadiah yang diletakkan di bawah pohon Natal. Kemudian makan malamnya pun istimewa pada malam tanggal 24. Ada kalkun, kentang kukus dengan saus, salad dan wine. Wah, meriah dan istimewa. Tapi sayangnya, semua hanya sebatas perayaan atau pestanya saja. Ketika saya tanyakan apakah tidak ke gereja merayakan Natal, mereka tertawa dan mengatakan bahwa gereja disana hanyalah untuk sebagian orang tua saja. Sepi, dan bakal aneh kalau ada anak atau remaja yang datang kesana.
So for them, Christmas is just a celebration of the season. A lifestyle, a party. But that's it. Bagaimana dengan para tunawisma yang untuk menghindari dingin harus mengais rejeki dan tidur di lorong-lorong kereta api bawah tanah (subway)? Siapa yang bertukar hadiah dengan mereka, siapa yang peduli dan mendoakan mereka? Tidak jauh dari sana ada subway dengan beberapa tunawisma, yang saya kira akan sangat bahagia jika sebagian dari makanan yang berlebih ini dibagikan kepada mereka.
Itu dalam hubungan dengan sesama yang didasari kasih. Bagaimana dengan hubungan dengan Tuhan saat merayakan Natal? Saat pestanya dinikmati, suasana semaraknya menyenangkan hati, bukankah makin lama manusia makin kehilangan makna Natal yang sebenarnya? Itu seperti ada orang yang ulang tahun kemudian membuat perayaan, lantas banyak orang datang dan menikmati sajian sepuasnya tapi tidak mengucapkan apa-apa kepada yang ulang tahun. Bahkan mereka tidak tahu dan tidak peduli siapa yang sudah menyediakan semua itu secara berkelimpahan.
Kalau ini dilakukan oleh orang percaya yang katanya beriman pada Kristus, bukankah itu adalah hal yang menyedihkan? Saat Tuhan sudah memberi kasih karunia dan anugerahNya secara luar biasa, dan yang terbesar justru kita rayakan di hari Natal, tapi kita tidak mengetahui esensinya dan tidak peduli kepada sosok Kristus, sentral dari perayaan ini. Pergeseran makna Natal terus terjadi. yang dipentingkan adalah pesta dan kemeriahan, makin mewah makin bagus, pujian dari orang yang diundang sangat penting bagi kita, tapi kita semakin jarang merenungkan apa yang sebenarnya dirayakan lewat Natal.
Apa sebenarnya esensi dari Natal? Buat saya, Natal adalah pengingat akan kelahiran atau turunnya Allah ke dunia untuk sebuah misi yang teramat penting bagi kita manusia sebagai sebuah bentuk anugerahNya yang begitu besar. Dikatakan anugerah adalah karena itu adalah pemberian bukan atas balasa jasa melainkan atas dasar kasih untuk kita yang sebenarnya tidak layak menerimanya. Mari kita baca dan renungkan ayat-ayat berikut.
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah." (Yohanes 3:16-18).
(bersambung)
======================
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."
Ada seorang teman yang bukan Kristen tapi berkata bahwa season atau musim, atau perayaan favoritnya justru Natal. Kenapa? "Karena lagu-lagunya yang kebanyakan ngejazz, karena dekorasinya indah dengan pohon yang dihias." katanya. Kalau di negara kita saja nuansa perayaan yang dihadirkan lewat dekorasi, lagu atau kostum dan berbagai acara khusus sudah terasa semarak, di luar sana biasanya suasana perayaan Natal akan berpadu dengan nuansa putih dari salju. Di Eropa dan beberapa bagian Amerika lamanya terang sangat singkat pada musim dingin atau winter. Jadi saat bulan Desember seperti sekarang langit sudah gelap pada sore hari. Salju yang putih seperti berkilau saat berpadu dengan kerlap kerlip lampu pada pohon terang dan beberap rumah yang merayakannya dengan memasang lampu warna warni pada halaman atau dinding/atap rumahnya.
Saya pernah berada di sebuah negara di belahan utara Eropa bertepatan pada musim Natal sekian tahun lalu. Suasana dan pemandangannya memang sangat berbeda. Paduan salju, udara dingin dan lampu yang menghiasi rumah dengan pohon-pohon cemara didekorasi dengan hiasan dan lampu warna warni membuat sebuah kesan berbeda dengan apa yang biasanya saya lihat di negara sendiri. Anak-anak membuat boneka salju, ada yang tidur terlentang dan mengibaskan tangan dan kakinya naik turun untuk membuat kesan kupu-kupu.
Di rumah tempat saya menginap, orang tua dan anak saling bertukar hadiah yang diletakkan di bawah pohon Natal. Kemudian makan malamnya pun istimewa pada malam tanggal 24. Ada kalkun, kentang kukus dengan saus, salad dan wine. Wah, meriah dan istimewa. Tapi sayangnya, semua hanya sebatas perayaan atau pestanya saja. Ketika saya tanyakan apakah tidak ke gereja merayakan Natal, mereka tertawa dan mengatakan bahwa gereja disana hanyalah untuk sebagian orang tua saja. Sepi, dan bakal aneh kalau ada anak atau remaja yang datang kesana.
So for them, Christmas is just a celebration of the season. A lifestyle, a party. But that's it. Bagaimana dengan para tunawisma yang untuk menghindari dingin harus mengais rejeki dan tidur di lorong-lorong kereta api bawah tanah (subway)? Siapa yang bertukar hadiah dengan mereka, siapa yang peduli dan mendoakan mereka? Tidak jauh dari sana ada subway dengan beberapa tunawisma, yang saya kira akan sangat bahagia jika sebagian dari makanan yang berlebih ini dibagikan kepada mereka.
Itu dalam hubungan dengan sesama yang didasari kasih. Bagaimana dengan hubungan dengan Tuhan saat merayakan Natal? Saat pestanya dinikmati, suasana semaraknya menyenangkan hati, bukankah makin lama manusia makin kehilangan makna Natal yang sebenarnya? Itu seperti ada orang yang ulang tahun kemudian membuat perayaan, lantas banyak orang datang dan menikmati sajian sepuasnya tapi tidak mengucapkan apa-apa kepada yang ulang tahun. Bahkan mereka tidak tahu dan tidak peduli siapa yang sudah menyediakan semua itu secara berkelimpahan.
Kalau ini dilakukan oleh orang percaya yang katanya beriman pada Kristus, bukankah itu adalah hal yang menyedihkan? Saat Tuhan sudah memberi kasih karunia dan anugerahNya secara luar biasa, dan yang terbesar justru kita rayakan di hari Natal, tapi kita tidak mengetahui esensinya dan tidak peduli kepada sosok Kristus, sentral dari perayaan ini. Pergeseran makna Natal terus terjadi. yang dipentingkan adalah pesta dan kemeriahan, makin mewah makin bagus, pujian dari orang yang diundang sangat penting bagi kita, tapi kita semakin jarang merenungkan apa yang sebenarnya dirayakan lewat Natal.
Apa sebenarnya esensi dari Natal? Buat saya, Natal adalah pengingat akan kelahiran atau turunnya Allah ke dunia untuk sebuah misi yang teramat penting bagi kita manusia sebagai sebuah bentuk anugerahNya yang begitu besar. Dikatakan anugerah adalah karena itu adalah pemberian bukan atas balasa jasa melainkan atas dasar kasih untuk kita yang sebenarnya tidak layak menerimanya. Mari kita baca dan renungkan ayat-ayat berikut.
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah." (Yohanes 3:16-18).
(bersambung)
Sunday, December 24, 2017
Pikiran dan Perasaan (2)
(sambungan)
Kunci untuk bisa mensinkronkan perasaan dan pikiran jelas tergambar dari rangkaian ayat-ayat ini. Ini adalah hal yang sangat penting yang seharusnya kita renungkan baik-baik. Tapi ingatlah bahwa kita jangan berhenti hanya pada apa yang telah kita pelajari atau ketahui karena itu hanyalah tersimpan dalam pikiran, tapi praktekkanlah langsung lewat cara hidup kita, dan itulah yang akan bisa membangun jembatan antara pikiran dan perasaan agar keduanya berisi nilai-nilai kebenaran yang bisa terpancar keluar secara sinergi.
Antara pikiran dan perasaan terdapat hubungan erat, dimana kondisi salah satu atau keduanya bisa sangat menentukan perjalanan pertumbuhan keimanan kita. Karena itu kita perlu memeriksa keduanya secara serius dan menyelaraskan hubungan antara keduanya dalam pikiran dan perasaan Kristus. Pikiran dan perasaan harus sejalan mengarah kepada kebenaran. Selaraskan dengan Yesus Kristus, lantas pelihara dengan memiliki damai sejahtera Allah. Itulah yang akan memastikan agar pengetahuan kita akan Firman Tuhan tidak menguap sia-sia dan tidak membawa dampak apapun dalam hidup kita.
Saat kita memperingati kelahiran Yesus ke dunia yang disepakati mengambil tanggal 25 Desember, kita tentu harus mengucap syukur bahwa Tuhan rela turun ke dunia, mengambil rupa manusia meninggalkan segala hakNya untuk mengemban misi menyelamatkan kita, manusia yang Dia ciptakan secara istimewa, dan melayakkan kita untuk mengalami pemulihan hubungan denganNya. Kasih karunia yang sebegitu besar seharusnya disikapi serius dengan tidak menyia-nyiakan apalagi membuangnya. Itu adalah sikap yang benar dalam merayakan Natal.
Tapi secara lebih spesifik mengenai pesan Natal tahun ini, saya percaya Tuhan ingin kita semua memeriksa kemurnian hati. Bukanlah kebetulan belakangan ini saya diingatkan banyak hal tentang hati seperti yang saya bagikan panjang lebar beberapa minggu terakhir. Saya yakin Tuhan sedang bicara mengenai pentingnya hati dimana kehidupan itu sesungguhnya terpancar. Seperti apa kualitas kehidupan kita, kemana kita selanjutnya menuju sangatlah tergantung dari seberapa murni hati kita. Tuhan sudah menyiapkan pelita lewat roh kita, yang akan mampu menyelidiki segala sisi dari lubuk hati kita yang terdalam. Seperti pohon, produk apa yang keluar dari hidup kita berasal dari hati. Apakah kasih atau kebencian, apakah mengampuni atau mendendam, apakah kepedulian atau tidak, apakah bersumber pada kebenaran atau terus berpaling dari Tuhan, apakah kita punya kerinduan untuk menjadi pelaku Firman dan terus semakin serupa dengan Kristus atau terus melanggar dan semakin menjadi batu sandungan bagi banyak orang.
Tuhan mau kita untuk memeriksa hati dan mengusahakan kemurniannya. Secara lebih khusus, hari ini kita diingatkan untuk bersama-sama menaruh, menaklukkan pikiran dan perasaan kita selaras dengan Yesus. Itulah yang akan menjaga agar kita tetap berada di jalur yang benar dan dengan demikian tidak menyia-nyiakan anugerah Tuhan yang terbesar bagi umat manusia. Selamat Hari Natal buat teman-teman semua. Tetaplah bertumbuh, bersukacitalah karena hari Natal ini ada sebagai bukti kebesaran kasih Tuhan bagi anda. Tuhan memberkati.
Make sure our mind and heart are connected to Jesus
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Kunci untuk bisa mensinkronkan perasaan dan pikiran jelas tergambar dari rangkaian ayat-ayat ini. Ini adalah hal yang sangat penting yang seharusnya kita renungkan baik-baik. Tapi ingatlah bahwa kita jangan berhenti hanya pada apa yang telah kita pelajari atau ketahui karena itu hanyalah tersimpan dalam pikiran, tapi praktekkanlah langsung lewat cara hidup kita, dan itulah yang akan bisa membangun jembatan antara pikiran dan perasaan agar keduanya berisi nilai-nilai kebenaran yang bisa terpancar keluar secara sinergi.
Antara pikiran dan perasaan terdapat hubungan erat, dimana kondisi salah satu atau keduanya bisa sangat menentukan perjalanan pertumbuhan keimanan kita. Karena itu kita perlu memeriksa keduanya secara serius dan menyelaraskan hubungan antara keduanya dalam pikiran dan perasaan Kristus. Pikiran dan perasaan harus sejalan mengarah kepada kebenaran. Selaraskan dengan Yesus Kristus, lantas pelihara dengan memiliki damai sejahtera Allah. Itulah yang akan memastikan agar pengetahuan kita akan Firman Tuhan tidak menguap sia-sia dan tidak membawa dampak apapun dalam hidup kita.
Saat kita memperingati kelahiran Yesus ke dunia yang disepakati mengambil tanggal 25 Desember, kita tentu harus mengucap syukur bahwa Tuhan rela turun ke dunia, mengambil rupa manusia meninggalkan segala hakNya untuk mengemban misi menyelamatkan kita, manusia yang Dia ciptakan secara istimewa, dan melayakkan kita untuk mengalami pemulihan hubungan denganNya. Kasih karunia yang sebegitu besar seharusnya disikapi serius dengan tidak menyia-nyiakan apalagi membuangnya. Itu adalah sikap yang benar dalam merayakan Natal.
Tapi secara lebih spesifik mengenai pesan Natal tahun ini, saya percaya Tuhan ingin kita semua memeriksa kemurnian hati. Bukanlah kebetulan belakangan ini saya diingatkan banyak hal tentang hati seperti yang saya bagikan panjang lebar beberapa minggu terakhir. Saya yakin Tuhan sedang bicara mengenai pentingnya hati dimana kehidupan itu sesungguhnya terpancar. Seperti apa kualitas kehidupan kita, kemana kita selanjutnya menuju sangatlah tergantung dari seberapa murni hati kita. Tuhan sudah menyiapkan pelita lewat roh kita, yang akan mampu menyelidiki segala sisi dari lubuk hati kita yang terdalam. Seperti pohon, produk apa yang keluar dari hidup kita berasal dari hati. Apakah kasih atau kebencian, apakah mengampuni atau mendendam, apakah kepedulian atau tidak, apakah bersumber pada kebenaran atau terus berpaling dari Tuhan, apakah kita punya kerinduan untuk menjadi pelaku Firman dan terus semakin serupa dengan Kristus atau terus melanggar dan semakin menjadi batu sandungan bagi banyak orang.
Tuhan mau kita untuk memeriksa hati dan mengusahakan kemurniannya. Secara lebih khusus, hari ini kita diingatkan untuk bersama-sama menaruh, menaklukkan pikiran dan perasaan kita selaras dengan Yesus. Itulah yang akan menjaga agar kita tetap berada di jalur yang benar dan dengan demikian tidak menyia-nyiakan anugerah Tuhan yang terbesar bagi umat manusia. Selamat Hari Natal buat teman-teman semua. Tetaplah bertumbuh, bersukacitalah karena hari Natal ini ada sebagai bukti kebesaran kasih Tuhan bagi anda. Tuhan memberkati.
Make sure our mind and heart are connected to Jesus
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, December 23, 2017
Pikiran dan Perasaan (1)
Ayat bacaan: Filipi 2:5
==============
"Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus"
Ada sebuah film yang pernah saya tonton menceritakan tentang seorang pria yang kehilangan ingatannya. Film fiksi ini kemudian menunjukkan beberapa ahli mencoba mengembalikan lagi dengan menggali alam bawah sadarnya dengan memasang beberapa alat dan lewat kabel-kabel apa yang ada pada memorinya bisa terlihat secara visual pada layar. Penggalian memori ternyata membuat emosinya bergejolak. Ia terlihat gelisah, wajahnya mulai berkerut menampilkan kesedihan terutama saat ia melihat istri dan anaknya. Meski ini adalah sebuah film fiksi, kita bisa melihat adanya keterkaitan antara pikiran dan perasaan. Pada lain kesempatan ada banyak pula film yang menampilkan keterkaitan ini saat seseorang dibawah hipnotis oleh psikiater tengah digali alam bawah sadarnya. Saat terapi ini dijalankan, pasien biasanya juga akan mengalami gejolak emosi pada sisi perasaannya.
Antara pikiran dan perasaan meski seringkali terkait satu sama lain, terdapat perbedaan antara keduanya. Pikiran berisi hal-hal tentang logika, ilmu pengetahuan, akal juga imajinasi atau proyeksi rekaman otak. Sedang perasaan merupakan perkara 'sensasi rasa' yang hanya bisa diakses melalui jiwa dan hati. Rasa senang, bahagia, sedih, kecewa, kesal, marah, takut, semua itu merupakan produk perasaan yang tentu akan berhubungan dengan pikiran. Rasa takut muncul dalam hati saat orang berpikir akan sesuatu yang menyeramkan, itu salah satu contohnya. Atau saat kita berpikir tentang sebuah perpisahan dengan orang yang kita sayangi, perasaan kita pun menjadi sedih. Pikiran dan perasaan dimiliki oleh orang yang normal. Tanpa keduanya kita akan sulit dikatakan sebagai manusia, dan seringkali kedua hal inilah yang menentukan langkah-langkah pengambilan keputusan dan proses lainnya dalam hidup.
Lantas, sadarkah kita bahwa pikiran atau perasaan bisa sangat menentukan tingkat keimanan kita? Salah satunya bisa mengganggu pertumbuhan iman, atau malah dua-duanya saling berkomplimen untuk menekan pertumbuhan iman kita. Mari kita ambil contoh. Pikiran anda mengetahui Firman Tuhan berkata jangan takut, tapi perasaan anda masih sering diliputi rasa cemas, khawatir, dihantui ketakutan bahkan atas hal yang sepele. Dalam kaitannya dengan hati nurani yang saya jadikan topik pembahasan dalam renungan terdahulu, perasaan anda mungkin sudah mengingatkan lewat hati nurani akan sesuatu hal, tetapi pikiran anda meyakinkan bahwa sebuah langkah harus diambil karena secara logika manusia terlihat menjanjikan keuntungan. Ini dua contoh dari bagaimana pikiran dan perasaan dalam hubungannya dengan kondisi iman kita. Yang parah kalau pikiran dan perasaan masih belum ditundukkan dalam Tuhan. Bayangkan pikiran dan perasaan seperti apa yang bisa timbul dari orang yang belum mengenal Tuhan, kepribadianNya, kasihNya, janjiNya dan kasih karuniaNya. Itu bisa mendatangkan banyak masalah.
Dari pengalaman saya ketemu banyak orang maupun pengalaman pribadi, saya mengambil kesimpulan bahwa pikiran dan perasaan, baik salah satu maupun keduanya bisa menjadi celah bagi si jahat untuk merusak kehidupan iman kita. Jadi kita tentu sepakat bahwa antara perasaan dan pikiran harus sinkron, tersambung dengan baik untuk mengacu kepada kebenaran. Bagaimana caranya dan kemana?
Ayat hari ini secara jelas memberi jawabannya. "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus" (Filipi 2:5). Ayat ini menunjukkan bahwa Firman Tuhan lewat Paulus sudah memberi peringatan mengenai pentingnya mengawal atau memperhatikan pikiran dan perasaan dengan serius. Firman Tuhan ini menyerukan bahwa kita harus menaruh pikiran dan perasaan seperti Kristus. Dengan kata lain, adalah penting bagi kita untuk menggali, menyelidiki dan kemudian mempedomani cara pikir dan perasaan Yesus agar selaras dengan pikiran dan perasaan kita. Itulah yang akan memampukan kita untuk bisa mensinkronkan pikiran dan perasaan kita agar keduanya mengacu kepada kebenaran Allah yang akan mencegah kita dari banyak kesesatan maupun pelanggaran yang bisa berakibat buruk bagi kita.
Selanjutnya kita juga perlu mengetahui bahwa apa yang bisa memelihara hati (perasaan) dan pikiran kita dalam Yesus tidak lain adalah damai sejahtera Allah. Hal ini disebutkan dalam Filipi 4:7, "Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." Ayat ini didahului dengan pesan bagaimana seharusnya kita bereaksi saat menghadapi masalah. "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (ay 6).
Kita diingatkan agar jangan khawatir terhadap segala perihal yang menyusahkan hidup kita, tetapi bawakanlah semuanya kepada Allah dengan disertai doa dan ucapan syukur. Lalu ayat berikutnya setelah ayat 7 mengingatkan kita untuk tetap mendasarkan pikiran kita terhadap segala sesuatu "yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji" (ay 8), lalu kita diminta pula untuk mempelajari apa yang sudah kita terima baik lewat pendengaran atau penglihatan. Dan disanalah damai sejahtera Allah akan ada beserta kita. (ay 9).
(bersambung)
==============
"Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus"
Ada sebuah film yang pernah saya tonton menceritakan tentang seorang pria yang kehilangan ingatannya. Film fiksi ini kemudian menunjukkan beberapa ahli mencoba mengembalikan lagi dengan menggali alam bawah sadarnya dengan memasang beberapa alat dan lewat kabel-kabel apa yang ada pada memorinya bisa terlihat secara visual pada layar. Penggalian memori ternyata membuat emosinya bergejolak. Ia terlihat gelisah, wajahnya mulai berkerut menampilkan kesedihan terutama saat ia melihat istri dan anaknya. Meski ini adalah sebuah film fiksi, kita bisa melihat adanya keterkaitan antara pikiran dan perasaan. Pada lain kesempatan ada banyak pula film yang menampilkan keterkaitan ini saat seseorang dibawah hipnotis oleh psikiater tengah digali alam bawah sadarnya. Saat terapi ini dijalankan, pasien biasanya juga akan mengalami gejolak emosi pada sisi perasaannya.
Antara pikiran dan perasaan meski seringkali terkait satu sama lain, terdapat perbedaan antara keduanya. Pikiran berisi hal-hal tentang logika, ilmu pengetahuan, akal juga imajinasi atau proyeksi rekaman otak. Sedang perasaan merupakan perkara 'sensasi rasa' yang hanya bisa diakses melalui jiwa dan hati. Rasa senang, bahagia, sedih, kecewa, kesal, marah, takut, semua itu merupakan produk perasaan yang tentu akan berhubungan dengan pikiran. Rasa takut muncul dalam hati saat orang berpikir akan sesuatu yang menyeramkan, itu salah satu contohnya. Atau saat kita berpikir tentang sebuah perpisahan dengan orang yang kita sayangi, perasaan kita pun menjadi sedih. Pikiran dan perasaan dimiliki oleh orang yang normal. Tanpa keduanya kita akan sulit dikatakan sebagai manusia, dan seringkali kedua hal inilah yang menentukan langkah-langkah pengambilan keputusan dan proses lainnya dalam hidup.
Lantas, sadarkah kita bahwa pikiran atau perasaan bisa sangat menentukan tingkat keimanan kita? Salah satunya bisa mengganggu pertumbuhan iman, atau malah dua-duanya saling berkomplimen untuk menekan pertumbuhan iman kita. Mari kita ambil contoh. Pikiran anda mengetahui Firman Tuhan berkata jangan takut, tapi perasaan anda masih sering diliputi rasa cemas, khawatir, dihantui ketakutan bahkan atas hal yang sepele. Dalam kaitannya dengan hati nurani yang saya jadikan topik pembahasan dalam renungan terdahulu, perasaan anda mungkin sudah mengingatkan lewat hati nurani akan sesuatu hal, tetapi pikiran anda meyakinkan bahwa sebuah langkah harus diambil karena secara logika manusia terlihat menjanjikan keuntungan. Ini dua contoh dari bagaimana pikiran dan perasaan dalam hubungannya dengan kondisi iman kita. Yang parah kalau pikiran dan perasaan masih belum ditundukkan dalam Tuhan. Bayangkan pikiran dan perasaan seperti apa yang bisa timbul dari orang yang belum mengenal Tuhan, kepribadianNya, kasihNya, janjiNya dan kasih karuniaNya. Itu bisa mendatangkan banyak masalah.
Dari pengalaman saya ketemu banyak orang maupun pengalaman pribadi, saya mengambil kesimpulan bahwa pikiran dan perasaan, baik salah satu maupun keduanya bisa menjadi celah bagi si jahat untuk merusak kehidupan iman kita. Jadi kita tentu sepakat bahwa antara perasaan dan pikiran harus sinkron, tersambung dengan baik untuk mengacu kepada kebenaran. Bagaimana caranya dan kemana?
Ayat hari ini secara jelas memberi jawabannya. "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus" (Filipi 2:5). Ayat ini menunjukkan bahwa Firman Tuhan lewat Paulus sudah memberi peringatan mengenai pentingnya mengawal atau memperhatikan pikiran dan perasaan dengan serius. Firman Tuhan ini menyerukan bahwa kita harus menaruh pikiran dan perasaan seperti Kristus. Dengan kata lain, adalah penting bagi kita untuk menggali, menyelidiki dan kemudian mempedomani cara pikir dan perasaan Yesus agar selaras dengan pikiran dan perasaan kita. Itulah yang akan memampukan kita untuk bisa mensinkronkan pikiran dan perasaan kita agar keduanya mengacu kepada kebenaran Allah yang akan mencegah kita dari banyak kesesatan maupun pelanggaran yang bisa berakibat buruk bagi kita.
Selanjutnya kita juga perlu mengetahui bahwa apa yang bisa memelihara hati (perasaan) dan pikiran kita dalam Yesus tidak lain adalah damai sejahtera Allah. Hal ini disebutkan dalam Filipi 4:7, "Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." Ayat ini didahului dengan pesan bagaimana seharusnya kita bereaksi saat menghadapi masalah. "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (ay 6).
Kita diingatkan agar jangan khawatir terhadap segala perihal yang menyusahkan hidup kita, tetapi bawakanlah semuanya kepada Allah dengan disertai doa dan ucapan syukur. Lalu ayat berikutnya setelah ayat 7 mengingatkan kita untuk tetap mendasarkan pikiran kita terhadap segala sesuatu "yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji" (ay 8), lalu kita diminta pula untuk mempelajari apa yang sudah kita terima baik lewat pendengaran atau penglihatan. Dan disanalah damai sejahtera Allah akan ada beserta kita. (ay 9).
(bersambung)
Friday, December 22, 2017
Mengenali Strategi Lawan (3)
(sambungan)
Apa yang harus kita perhatikan dengan sepenuhnya sudah disampaikan pada kita. Kalau mau punya roh kuat, kita harus berusaha untuk sepenuhnya hidup dalam Roh dan bukan menuruti keinginan daging seperti yang dinyatakan dengan jelas dalam Roma 8:1-17. Mengapa? "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera." (Roma 8:6). Sepintas keinginan-keinginan daging memang terlihat menggoda, penuh dengan kesenangan dan kenikmatan yang bisa sangat memuaskan daging. Tapi berhati-hatilah karena semua itu bisa melahirkan dosa berujung maut. "Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." (ay 13). Kita bisa melihat pula bagaimana perbedaan atau perbandingan hidup menurut daging dan Roh dalam Galatia 5:16-26.
Mengenai roh dan daging juga diingatkan oleh Yesus sendiri. Dia sudah memberi peringatan dengan tegas agar kita mewaspadai benar-benar keinginan-keinginan yang berasal dari daging ini. "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Yesus mengatakan kita harus berhati-hati karena sementara roh itu penurut, daging sebenarnya sangat lemah atau rentan terhadap godaan. Terlebih karena keinginan daging justru bisa memikat kita lebih daripada roh. Pada saat roh kita kalah dibandingkan daging, maka berbagai hal jahat pun berpotensi menghancurkan kita. Disaat seperti itu roh kita tidak akan bisa memfungsikan dirinya sebagai pelita Allah, dan saat tidak ada pelita membawa terang Allah, maka hati kita pun tidak akan bisa kita pastikan bebas dari kecemaran. Itu jelas berbahaya.
Selanjutnya, bagaimana caranya agar kita mampu mengatasi godaan-godaan dari kedagingan ini? Tuhan Yesus sudah mengatakan caranya pada ayat tadi. Berjaga-jaga, dan berdoa. Itu akan mencegah masuknya berbagai bentuk dosa lewat kelemahan daging kita. Alangkah sayangnya kalau kita yang sudah memulai kehidupan baru dalam Roh kemudian semuanya sia-sia karena kita gagal menjaga kedagingan kita dari berbagai serangan.
Jangan hanya serius pada satu hal tapi mengabaikan yang lain, jangan cuma rajin berdoa tapi lengah berjaga-jaga. Sebaliknya jangan pula tekun berjaga-jaga tapi jarang berdoa. Bukan salah satu tetapi dilakukan bersama-sama, beriringan dan simultan. Berjaga-jaga, berdoa. Berdoa, berjaga-jaga. Itulah kunci utama agar kita tidak menyerah kepada jebakan si jahat yang seringkali masuk melalui berbagai keinginan daging kita yang lemah.
Marilah hal ini kita sikapi serius. Mulailah sejak awal membentengi diri kita dengan baik agar hari demi hari bisa kita lalui penuh kemenangan bersama Tuhan. Jangan lewatkan saat-saat teduh dimana kita bisa membangun hubungan yang terus lebih dalam dengan Tuhan. Jangan berhenti untuk terus membekali diri kita dengan Firman Tuhan yang hidup. Jangan menghindar tapi tetaplah biasakan diri untuk bersekutu bersama saudara-saudari seiman yang bisa saling menguatkan satu sama lain. Dan tetap libatkan Tuhan dalam apapun yang anda lakukan.
Perhatikan agar jangan sampai kedagingan yang berkuasa atas diri kita, bukan roh. Kenali strategi iblis, kenali titik-titik lemah kita agar kita tidak berakhir sebagai santapan empuk dan lahan bermain iblis untuk melakukan kerusakan atas semua yang sudah kita bangun yang berasal dari kasih karunia Tuhan. Jika anda berperang dan ingin menang, sudahkah anda tahu strategi yang tepat?
"Hence the saying: If you know the enemy and you know yourself, your victory will not stand in doubt; if you know Heaven and you know Earth, you may make your victory complete." - Sun Tzu
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Apa yang harus kita perhatikan dengan sepenuhnya sudah disampaikan pada kita. Kalau mau punya roh kuat, kita harus berusaha untuk sepenuhnya hidup dalam Roh dan bukan menuruti keinginan daging seperti yang dinyatakan dengan jelas dalam Roma 8:1-17. Mengapa? "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera." (Roma 8:6). Sepintas keinginan-keinginan daging memang terlihat menggoda, penuh dengan kesenangan dan kenikmatan yang bisa sangat memuaskan daging. Tapi berhati-hatilah karena semua itu bisa melahirkan dosa berujung maut. "Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." (ay 13). Kita bisa melihat pula bagaimana perbedaan atau perbandingan hidup menurut daging dan Roh dalam Galatia 5:16-26.
Mengenai roh dan daging juga diingatkan oleh Yesus sendiri. Dia sudah memberi peringatan dengan tegas agar kita mewaspadai benar-benar keinginan-keinginan yang berasal dari daging ini. "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Yesus mengatakan kita harus berhati-hati karena sementara roh itu penurut, daging sebenarnya sangat lemah atau rentan terhadap godaan. Terlebih karena keinginan daging justru bisa memikat kita lebih daripada roh. Pada saat roh kita kalah dibandingkan daging, maka berbagai hal jahat pun berpotensi menghancurkan kita. Disaat seperti itu roh kita tidak akan bisa memfungsikan dirinya sebagai pelita Allah, dan saat tidak ada pelita membawa terang Allah, maka hati kita pun tidak akan bisa kita pastikan bebas dari kecemaran. Itu jelas berbahaya.
Selanjutnya, bagaimana caranya agar kita mampu mengatasi godaan-godaan dari kedagingan ini? Tuhan Yesus sudah mengatakan caranya pada ayat tadi. Berjaga-jaga, dan berdoa. Itu akan mencegah masuknya berbagai bentuk dosa lewat kelemahan daging kita. Alangkah sayangnya kalau kita yang sudah memulai kehidupan baru dalam Roh kemudian semuanya sia-sia karena kita gagal menjaga kedagingan kita dari berbagai serangan.
Jangan hanya serius pada satu hal tapi mengabaikan yang lain, jangan cuma rajin berdoa tapi lengah berjaga-jaga. Sebaliknya jangan pula tekun berjaga-jaga tapi jarang berdoa. Bukan salah satu tetapi dilakukan bersama-sama, beriringan dan simultan. Berjaga-jaga, berdoa. Berdoa, berjaga-jaga. Itulah kunci utama agar kita tidak menyerah kepada jebakan si jahat yang seringkali masuk melalui berbagai keinginan daging kita yang lemah.
Marilah hal ini kita sikapi serius. Mulailah sejak awal membentengi diri kita dengan baik agar hari demi hari bisa kita lalui penuh kemenangan bersama Tuhan. Jangan lewatkan saat-saat teduh dimana kita bisa membangun hubungan yang terus lebih dalam dengan Tuhan. Jangan berhenti untuk terus membekali diri kita dengan Firman Tuhan yang hidup. Jangan menghindar tapi tetaplah biasakan diri untuk bersekutu bersama saudara-saudari seiman yang bisa saling menguatkan satu sama lain. Dan tetap libatkan Tuhan dalam apapun yang anda lakukan.
Perhatikan agar jangan sampai kedagingan yang berkuasa atas diri kita, bukan roh. Kenali strategi iblis, kenali titik-titik lemah kita agar kita tidak berakhir sebagai santapan empuk dan lahan bermain iblis untuk melakukan kerusakan atas semua yang sudah kita bangun yang berasal dari kasih karunia Tuhan. Jika anda berperang dan ingin menang, sudahkah anda tahu strategi yang tepat?
"Hence the saying: If you know the enemy and you know yourself, your victory will not stand in doubt; if you know Heaven and you know Earth, you may make your victory complete." - Sun Tzu
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, December 21, 2017
Mengenali Strategi Lawan (2)
(sambungan)
Kemarin kita sudah melihat bahwa roh kita adalah pelita Tuhan yang menyelidiki seluruh lubuk hati kita (Amsal 20:27). Agar hati kita bisa terjaga kemurniannya, kita butuh penerangan dan Tuhan menyediakan itu lewat roh kita. Tapi pelita Tuhan hanya akan berfungsi jika roh kita kuat. Dan agar kuat, kita harus tetap hidup dalam roh bukan dalam daging.
Kita akan lihat lebih jauh tentang hal ini lewat apa yang disampaikan oleh Yesus sendiri. Tapi sebelumnya, sudahkah kita sadar bahwa dalam hidup ini kita senantiasa beresiko mendapat serangan? Mungkin bukan dari manusia atau balatentara melainkan dari si jahat yang bisa melancarkan serangan dalam berbagai bentuk. Kalau hal-hal yang jelas jahat bisa kita hindari, bagaimana dengan godaan-godaan yang datang dalam berbagai bentuk atau kemasan yang menipu?
Pada kenyataannya iblis suka memerangkap kita dalam dosa, dan itu seringkali dilakukan lewat hal-hal yang secara sepintas tampak menyenangkan. Sedap dan nikmat. Dia akan selalu mengaum mencoba untuk mencari titik lemah dan memangsa kita. Kalau lewat cara terang-terangan tidak mempan, dia cukup pintar untuk mencoba mempengaruhi kita lewat hal-hal yang mungkin tidak terlalu kita pusingkan atau perhatikan. Iblis akan selalu mencari celah lewat kelemahan kita, dan sebagai manusia kita selalu punya titik-titik lemah yang berpotensi menjadi pintu masuknya.
Kedagingan kita selalu menginginkan segala sesuatu yang enak, nikmat, nyaman dan menyenangkan. Sebaliknya keinginan Roh kerap dianggap sebagai sesuatu yang membatasi atau merusak kesenangan kita. Kita berpikir, sedikit melanggar untuk bersenang-senang seharusnya tidak apa-apa. Kan cuma sekali-kali saja. Pikiran seperti itu sering hadir dalam benak setiap orang. Kita rasa itu wajar, padahal disanalah iblis sedang mengintip dan bersiap untuk menerkam kita hidup-hidup. Bayangkan apabila anda membiarkan ada celah yang tidak terawasi saat berjaga dari serangan, itu bisa sangat fatal. Sedikit saja celah yang kita buka bisa sangat berbahaya baik bagi kehidupan yang sekarang maupun bagi keselamatan kekal.
Firman Tuhan sudah mengingatkan bahwa seringkali dosa bukan datang secara tiba-tiba melainkan melalui sebuah proses yang berawal dari ketidakmampuan kita mengatasi keinginan-keinginan daging kita. Perhatikan ayat berikut: "..tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15).
Ayat ini secara jelas menggambarkan proses mulai dari masuknya dosa yang pada akhirnya melahirkan maut. Mulai dari cobaan lewat keinginan-keinginan sendiri, lantas terseret dan terpikat, dibiarkan terus hingga berbuah dan melahirkan dosa, dan saat dosa sudah lahir, maka maut pun menanti disana. Jalan masuknya jelas, yaitu lewat berbagai macam keinginan daging. Itu artinya kita harus benar-benar berhati-hati terhadap penyimpangan-penyimpangan kecil yang kita anggap sepele yang menggoda kedagingan kita. Jangan sampai hal-hal kecil yang tidak kita perhatikan itu kemudian berbuah menjadi dosa yang melahirkan maut.
(bersambung)
Kemarin kita sudah melihat bahwa roh kita adalah pelita Tuhan yang menyelidiki seluruh lubuk hati kita (Amsal 20:27). Agar hati kita bisa terjaga kemurniannya, kita butuh penerangan dan Tuhan menyediakan itu lewat roh kita. Tapi pelita Tuhan hanya akan berfungsi jika roh kita kuat. Dan agar kuat, kita harus tetap hidup dalam roh bukan dalam daging.
Kita akan lihat lebih jauh tentang hal ini lewat apa yang disampaikan oleh Yesus sendiri. Tapi sebelumnya, sudahkah kita sadar bahwa dalam hidup ini kita senantiasa beresiko mendapat serangan? Mungkin bukan dari manusia atau balatentara melainkan dari si jahat yang bisa melancarkan serangan dalam berbagai bentuk. Kalau hal-hal yang jelas jahat bisa kita hindari, bagaimana dengan godaan-godaan yang datang dalam berbagai bentuk atau kemasan yang menipu?
Pada kenyataannya iblis suka memerangkap kita dalam dosa, dan itu seringkali dilakukan lewat hal-hal yang secara sepintas tampak menyenangkan. Sedap dan nikmat. Dia akan selalu mengaum mencoba untuk mencari titik lemah dan memangsa kita. Kalau lewat cara terang-terangan tidak mempan, dia cukup pintar untuk mencoba mempengaruhi kita lewat hal-hal yang mungkin tidak terlalu kita pusingkan atau perhatikan. Iblis akan selalu mencari celah lewat kelemahan kita, dan sebagai manusia kita selalu punya titik-titik lemah yang berpotensi menjadi pintu masuknya.
Kedagingan kita selalu menginginkan segala sesuatu yang enak, nikmat, nyaman dan menyenangkan. Sebaliknya keinginan Roh kerap dianggap sebagai sesuatu yang membatasi atau merusak kesenangan kita. Kita berpikir, sedikit melanggar untuk bersenang-senang seharusnya tidak apa-apa. Kan cuma sekali-kali saja. Pikiran seperti itu sering hadir dalam benak setiap orang. Kita rasa itu wajar, padahal disanalah iblis sedang mengintip dan bersiap untuk menerkam kita hidup-hidup. Bayangkan apabila anda membiarkan ada celah yang tidak terawasi saat berjaga dari serangan, itu bisa sangat fatal. Sedikit saja celah yang kita buka bisa sangat berbahaya baik bagi kehidupan yang sekarang maupun bagi keselamatan kekal.
Firman Tuhan sudah mengingatkan bahwa seringkali dosa bukan datang secara tiba-tiba melainkan melalui sebuah proses yang berawal dari ketidakmampuan kita mengatasi keinginan-keinginan daging kita. Perhatikan ayat berikut: "..tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15).
Ayat ini secara jelas menggambarkan proses mulai dari masuknya dosa yang pada akhirnya melahirkan maut. Mulai dari cobaan lewat keinginan-keinginan sendiri, lantas terseret dan terpikat, dibiarkan terus hingga berbuah dan melahirkan dosa, dan saat dosa sudah lahir, maka maut pun menanti disana. Jalan masuknya jelas, yaitu lewat berbagai macam keinginan daging. Itu artinya kita harus benar-benar berhati-hati terhadap penyimpangan-penyimpangan kecil yang kita anggap sepele yang menggoda kedagingan kita. Jangan sampai hal-hal kecil yang tidak kita perhatikan itu kemudian berbuah menjadi dosa yang melahirkan maut.
(bersambung)
Wednesday, December 20, 2017
Mengenali Strategi Lawan (1)
Ayat bacaan: Matius 26:41
==================
"Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah."
Salah satu tokoh yang saya kagumi adalah seorang jenderal bernama Sun Tzu. Saya mulai mengenal figur ini sejak masih duduk di sekolah menengah pertama lewat sebuah PC game. Jenderal Sun Tzu adalah seorang ahli strategi perang selain filsuf yang hidup sekitar 500 tahun Sebelum Masehi. Strategi perangnya masih relevan diterapkan hingga sekarang. Hebatnya lagi, semua strategi perangnya mumpuni diterapkan sampai hari ini bukan hanya di dunia militer tapi juga dalam dunia lain mulai dari bisnis sampai olah raga.
Begitu banyak strategi yang ia sampaikan sehingga cukup dijadikan buku tebal. Salah satunya berkata "If you know your enemies and know yourself, you will not be imperiled in a hundred battles; if you do not know your enemies but do know yourself, you will win one and lose one; if you do not know your enemies nor yourself, you will be imperiled in every single battle." Kalau anda mengenal musuh dan mengenal diri sendiri, anda tidak akan terkalahkan dalam seratus peperangan. Kalau anda tidak mengenal musuh tapi mengenal diri sendiri, anda akan memenangkan satu dan kalah satu peperangan. Tapi kalau anda tidak mengenal apa-apa tentang musuh juga diri sendiri, anda akan hancur lebur pada setiap peperangan. Strategi lainnya yang pernah ia katakan adalah sebagai berikut: "Thus, what is of supreme importance in war is to attack the enemy's strategy." Jadi, apa yang paling penting dalam perang adalah menyerang strategi musuh.
Ini baru dua dari ratusan atau mungkin ribuan strategi 'the art of war' nya Sun Tzu yang tidak pernah kehilangan relevansinya hingga hari ini. Kedua kutipan prinsip perang sang jendral legendaris ini ternyata juga baik untuk diaplikasikan dalam hal peperangan kita melawan si jahat dengan segala tipu muslihat dan godaannya. Ini sebenarnya sebuah peperangan yang tidak sulit karena iblis sudah dikalahkan Yesus lebih dari dua ribu tahun lalu. Jadi yang bisa si jahat lakukan sekarang hanyalah melancarkan tipuan, godaan dan berbagai jebakan. Ia hanya bisa berkeliling mencari celah untuk masuk dan menghancurkan kita. Tanpa adanya celah, ia tidak bisa masuk untuk merusak segala prinsip kehidupan sejati yang sudah atau tengah kita bangun.
Iblis akan mencoba menyerang titik lemah kita, misalnya lewat kebiasaan buruk di masa lalu, dosa yang pernah kita buat, atau dengan pancingan-pancingan yang bisa memuaskan kedagingan kita. Iblis bisa mencoba mendakwa kita atas perbuatan yang pernah kita lakukan untuk membuat kita merasa tidak layak, dia bisa mencoba menyerang lewat orang lain yang punya roh lemah untuk mencoba menggoyahkan kita. Misalnya, jika anda termasuk orang yang bertempramen tinggi, maka iblis bisa mencoba menyerang anda lewat orang lain yang bisa mengesalkan dan memancing emosi anda keluar.
Pendek kata, ia akan mencoba menyerang titik-titik lemah kita. Dan titik-titik lemah itu biasanya ada di kedagingan kita. Jika mengacu kepada dua strategi Sun Tzu di atas, apakah kita mengenal si jahat dan strateginya? Atau kita masih mengira bahwa iblis hanyalah sesuatu yang kita lihat dalam film-film horor atau acara televisi yang hanya mencoba menakut-nakuti orang. Anda takut di tempat gelap, takut jalan melewati kuburan, tapi tidak awas terhadap berbagai kecemaran yang dilakukan para penguasa kegelapan dalam hati anda, itu artinya anda belum betul-betul mengenal siasat atau strategi musuh. Jika kita tidak mengetahui kelemahan kita, itu tandanya kita belum mengenal diri sendiri seutuhnya. Kalau keduanya tidak kita ketahui, bagaimana kita bisa berharap menang melawan tipu muslihat dan godaan si jahat?
Kita menghindari dosa-dosa yang jelas nyata tapi cenderung memberi toleransi untuk masuknya dosa-dosa yang kita anggap kecil dan menganggapnya sebagai sebuah kewajaran atau manusiawi. Jika Sun Tzu bilang kita seharusnya menyerang strategi musuh, bagaimana mau menyerang kalau kita tidak paham strateginya dan tidak punya kekuatan untuk melakukannya? Apabila kondisi ini yang terjadi atas kita, kita hanya akan berakhir sebagai lahan bermain iblis dan tidak akan bisa bertahan lama untuk tetap hidup dalam kebenaran. Jeratan dosa akan segera membelenggu dengan erat dan kebinasaan kekal menanti di depan mata.
(bersambung)
==================
"Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah."
Salah satu tokoh yang saya kagumi adalah seorang jenderal bernama Sun Tzu. Saya mulai mengenal figur ini sejak masih duduk di sekolah menengah pertama lewat sebuah PC game. Jenderal Sun Tzu adalah seorang ahli strategi perang selain filsuf yang hidup sekitar 500 tahun Sebelum Masehi. Strategi perangnya masih relevan diterapkan hingga sekarang. Hebatnya lagi, semua strategi perangnya mumpuni diterapkan sampai hari ini bukan hanya di dunia militer tapi juga dalam dunia lain mulai dari bisnis sampai olah raga.
Begitu banyak strategi yang ia sampaikan sehingga cukup dijadikan buku tebal. Salah satunya berkata "If you know your enemies and know yourself, you will not be imperiled in a hundred battles; if you do not know your enemies but do know yourself, you will win one and lose one; if you do not know your enemies nor yourself, you will be imperiled in every single battle." Kalau anda mengenal musuh dan mengenal diri sendiri, anda tidak akan terkalahkan dalam seratus peperangan. Kalau anda tidak mengenal musuh tapi mengenal diri sendiri, anda akan memenangkan satu dan kalah satu peperangan. Tapi kalau anda tidak mengenal apa-apa tentang musuh juga diri sendiri, anda akan hancur lebur pada setiap peperangan. Strategi lainnya yang pernah ia katakan adalah sebagai berikut: "Thus, what is of supreme importance in war is to attack the enemy's strategy." Jadi, apa yang paling penting dalam perang adalah menyerang strategi musuh.
Ini baru dua dari ratusan atau mungkin ribuan strategi 'the art of war' nya Sun Tzu yang tidak pernah kehilangan relevansinya hingga hari ini. Kedua kutipan prinsip perang sang jendral legendaris ini ternyata juga baik untuk diaplikasikan dalam hal peperangan kita melawan si jahat dengan segala tipu muslihat dan godaannya. Ini sebenarnya sebuah peperangan yang tidak sulit karena iblis sudah dikalahkan Yesus lebih dari dua ribu tahun lalu. Jadi yang bisa si jahat lakukan sekarang hanyalah melancarkan tipuan, godaan dan berbagai jebakan. Ia hanya bisa berkeliling mencari celah untuk masuk dan menghancurkan kita. Tanpa adanya celah, ia tidak bisa masuk untuk merusak segala prinsip kehidupan sejati yang sudah atau tengah kita bangun.
Iblis akan mencoba menyerang titik lemah kita, misalnya lewat kebiasaan buruk di masa lalu, dosa yang pernah kita buat, atau dengan pancingan-pancingan yang bisa memuaskan kedagingan kita. Iblis bisa mencoba mendakwa kita atas perbuatan yang pernah kita lakukan untuk membuat kita merasa tidak layak, dia bisa mencoba menyerang lewat orang lain yang punya roh lemah untuk mencoba menggoyahkan kita. Misalnya, jika anda termasuk orang yang bertempramen tinggi, maka iblis bisa mencoba menyerang anda lewat orang lain yang bisa mengesalkan dan memancing emosi anda keluar.
Pendek kata, ia akan mencoba menyerang titik-titik lemah kita. Dan titik-titik lemah itu biasanya ada di kedagingan kita. Jika mengacu kepada dua strategi Sun Tzu di atas, apakah kita mengenal si jahat dan strateginya? Atau kita masih mengira bahwa iblis hanyalah sesuatu yang kita lihat dalam film-film horor atau acara televisi yang hanya mencoba menakut-nakuti orang. Anda takut di tempat gelap, takut jalan melewati kuburan, tapi tidak awas terhadap berbagai kecemaran yang dilakukan para penguasa kegelapan dalam hati anda, itu artinya anda belum betul-betul mengenal siasat atau strategi musuh. Jika kita tidak mengetahui kelemahan kita, itu tandanya kita belum mengenal diri sendiri seutuhnya. Kalau keduanya tidak kita ketahui, bagaimana kita bisa berharap menang melawan tipu muslihat dan godaan si jahat?
Kita menghindari dosa-dosa yang jelas nyata tapi cenderung memberi toleransi untuk masuknya dosa-dosa yang kita anggap kecil dan menganggapnya sebagai sebuah kewajaran atau manusiawi. Jika Sun Tzu bilang kita seharusnya menyerang strategi musuh, bagaimana mau menyerang kalau kita tidak paham strateginya dan tidak punya kekuatan untuk melakukannya? Apabila kondisi ini yang terjadi atas kita, kita hanya akan berakhir sebagai lahan bermain iblis dan tidak akan bisa bertahan lama untuk tetap hidup dalam kebenaran. Jeratan dosa akan segera membelenggu dengan erat dan kebinasaan kekal menanti di depan mata.
(bersambung)
Tuesday, December 19, 2017
Pelita Tuhan (3)
(sambungan)
Hanya dengan dilahirkan kembalilah kita akan mendapatkan kehidupan yang dipimpin oleh Roh, yang akan memungkinkan kita untuk bisa melihat Kerajaan Allah. (ay 3). Ketika kita mengalami kelahiran kembali maka kita bisa dipenuhi oleh Roh Kudus yang dianugerahkan Tuhan secara langsung untuk tinggal diam (dwell) dalam diri kita. Dilahirkan, dipenuhi dan dipimpin oleh Roh. Ini penting untuk kita miliki agar roh kita bisa diterangi oleh cahaya terang dari 'bola lampu' Allah.
Setelah dilahirkan, dipenuhi dan dipimpin oleh Roh, kita harus memastikan bahwa roh kita tidak ditekan oleh berbagai keinginan daging yang dapat membuat kita jatuh dan kemudian gagal memenuhi rencana Tuhan. Bagaimana cara menjaganya? Saya akan membahas secara khusus hal ini dalam renungan selanjutnya. Untuk kali ini, kita setidaknya tahu bahwa karunia yang sudah diberikan Tuhan itu harus dijaga sedemikian rupa sehingga hati kita bisa tetap memiliki pelita Tuhan di dalamnya.
Tuhan menerangi hati kita dengan lewat roh kita. Hati yang berisi terang dari pelita Tuhan akan mampu menyoroti seluruh batin, searching and checking, examining every single part of it, including the innermost part. Roh yang ada terang Tuhannya akan mampu menyelidiki jauh ke dalam lubuk hati agar jangan ada kegelapan dan berbagai produknya berdiam disana. Terang itu akan menjaga agar kita tidak melakukan kekeliruan, kesalahan hingga kejahatan yang tentu saja berakibat buruk bagi masa depan kita.
Sebagaimana sulitnya kita hidup sehari-hari tanpa adanya terang, demikian pula akan sulit bagi kita untuk hidup tanpa adanya pelita dalam hati kita. Akan ada banyak hal yang mampu membuat kita terjerumus ke dalam kesesatan jika hati tidak berfungsi baik. Tanpa adanya pelita Tuhan kita akan sulit menyelidiki jauh hingga ke dalam lubuk hati, menyorot segala hal yang terdalam, paling tersembunyi untuk memastikan kita tidak menyimpan sesuatu yang buruk disana, apakah itu motivasi-motivasi terselubung, niat jahat, konspirasi, dendam, kepahitan dan sebagainya.
Adalah sangat penting untuk terus memeriksa hati. Daud berkata "Ujilah aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku." (Mazmur 26:2). Kalimat ini jelas diucapkan oleh orang yang rohnya berisi pelita Tuhan, karena Daud tentu tidak akan berani meminta Tuhan menyelidiki hatinya apabila belum ada terang Tuhan dalam hati nurani yang menyoroti seisi lubuk hatinya.
Sebuah hati nurani yang tidak memiliki terang Tuhan akan membuat mata hati tidak mampu melihat kebenaran. Kegelapan akan membuat kita tidak mampu untuk menilai sesuatu secara benar. Tuhan tahu itu, dan Dia selalu siap untuk menjadi Penerang bagi kita. Dan itu Dia lakukan lewat roh kita. Pastikan bahwa pelita Tuhan berfungsi dalam roh kita, agar seluruh bagian hati kita terawasi dengan baik dan terhindar dari penyelusup-penyelusup yang bisa menghancurkan perjalanan hidup kita baik yang sekarang maupun di kekekalan nanti.
"Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." - Mazmur 119:105
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Hanya dengan dilahirkan kembalilah kita akan mendapatkan kehidupan yang dipimpin oleh Roh, yang akan memungkinkan kita untuk bisa melihat Kerajaan Allah. (ay 3). Ketika kita mengalami kelahiran kembali maka kita bisa dipenuhi oleh Roh Kudus yang dianugerahkan Tuhan secara langsung untuk tinggal diam (dwell) dalam diri kita. Dilahirkan, dipenuhi dan dipimpin oleh Roh. Ini penting untuk kita miliki agar roh kita bisa diterangi oleh cahaya terang dari 'bola lampu' Allah.
Setelah dilahirkan, dipenuhi dan dipimpin oleh Roh, kita harus memastikan bahwa roh kita tidak ditekan oleh berbagai keinginan daging yang dapat membuat kita jatuh dan kemudian gagal memenuhi rencana Tuhan. Bagaimana cara menjaganya? Saya akan membahas secara khusus hal ini dalam renungan selanjutnya. Untuk kali ini, kita setidaknya tahu bahwa karunia yang sudah diberikan Tuhan itu harus dijaga sedemikian rupa sehingga hati kita bisa tetap memiliki pelita Tuhan di dalamnya.
Tuhan menerangi hati kita dengan lewat roh kita. Hati yang berisi terang dari pelita Tuhan akan mampu menyoroti seluruh batin, searching and checking, examining every single part of it, including the innermost part. Roh yang ada terang Tuhannya akan mampu menyelidiki jauh ke dalam lubuk hati agar jangan ada kegelapan dan berbagai produknya berdiam disana. Terang itu akan menjaga agar kita tidak melakukan kekeliruan, kesalahan hingga kejahatan yang tentu saja berakibat buruk bagi masa depan kita.
Sebagaimana sulitnya kita hidup sehari-hari tanpa adanya terang, demikian pula akan sulit bagi kita untuk hidup tanpa adanya pelita dalam hati kita. Akan ada banyak hal yang mampu membuat kita terjerumus ke dalam kesesatan jika hati tidak berfungsi baik. Tanpa adanya pelita Tuhan kita akan sulit menyelidiki jauh hingga ke dalam lubuk hati, menyorot segala hal yang terdalam, paling tersembunyi untuk memastikan kita tidak menyimpan sesuatu yang buruk disana, apakah itu motivasi-motivasi terselubung, niat jahat, konspirasi, dendam, kepahitan dan sebagainya.
Adalah sangat penting untuk terus memeriksa hati. Daud berkata "Ujilah aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku." (Mazmur 26:2). Kalimat ini jelas diucapkan oleh orang yang rohnya berisi pelita Tuhan, karena Daud tentu tidak akan berani meminta Tuhan menyelidiki hatinya apabila belum ada terang Tuhan dalam hati nurani yang menyoroti seisi lubuk hatinya.
Sebuah hati nurani yang tidak memiliki terang Tuhan akan membuat mata hati tidak mampu melihat kebenaran. Kegelapan akan membuat kita tidak mampu untuk menilai sesuatu secara benar. Tuhan tahu itu, dan Dia selalu siap untuk menjadi Penerang bagi kita. Dan itu Dia lakukan lewat roh kita. Pastikan bahwa pelita Tuhan berfungsi dalam roh kita, agar seluruh bagian hati kita terawasi dengan baik dan terhindar dari penyelusup-penyelusup yang bisa menghancurkan perjalanan hidup kita baik yang sekarang maupun di kekekalan nanti.
"Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." - Mazmur 119:105
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, December 18, 2017
Pelita Tuhan (2)
(sambungan)
Sebelum kita melihat jawabannya, mari kita lihat terlebih dahulu seperti apa terang itu menurut Tuhan. Jika mengacu kepada proses penciptaan mula-mula dalam kitab Kejadian, kita akan melihat bahwa Tuhan segera menciptakan terang sesaat setelah Dia menciptakan langit dan bumi. "Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi." (Kejadian 1:3). Lantas bagaimana penilaian Allah terhadap terang? "Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap." (ay 4). Lihatlah bahwa terang akan memisahkan kita dari kegelapan. Seperti itulah Bapa Surgawi memandang terang.
Terang itu sangat penting. Masalahnya, biar bagaimanapun dalam hidup ini kita akan tetap bertemu dengan yang namanya gelap. Baik gelap dalam artian tidak ada cahaya di sekitar kita, atau ketika kita berada dalam kegelapan secara rohani. Berbagai kuasa kegelapan akan selalu mencari celah untuk menghancurkan kita.
Begitu ketemu titik lemah, kita bisa diselubungi oleh kegelapan yang menjadikan kita sulit membedakan kebenaran dan segala sesuatu yang menyesatkan, membuat kita sulit menghindar dari godaan, sulit untuk melihat apakah perbuatan atau keputusan kita sudah benar atau tidak. Sama halnya ketika kegelapan membuat kita tidak bisa melihat benda-benda atau lingkungan di sekitar kita, demikian pula ketika kegelapan menyelubungi hati kita. Jika itu yang terjadi, kita berada dalam bahaya dan kelak harus siap dengan konsekuensinya.
Kembali kepada pertanyaan sebelumnya: adakah tuhan memberikan lampu atau pelita yang bisa menerangi seluruh bagian hati kita? Jawabannya: ada. Sebuah ayat menyatakan hal itu dengan sangat jelas. Demikian Firman Tuhan: "Roh manusia adalah pelita TUHAN, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya." (Amsal 20:27).
Roh manusia itu pelita Tuhan. Jika kita analogikan dengan sumber terang yang kita peroleh dalam kehidupan sehari-hari di jaman sekarang maka kita bisa pula mengatakannya seperti ini: Roh manusia adalah bola lampu Tuhan. Ayat ini berbicara mengenai bagaimana Tuhan bisa berfungsi sebagai sumber terang bagi kita, yang bisa menerangi dan membimbing kita secara roh, melalui roh kita. Dari sinilah kita akan bisa mendapat sorotan cahaya yang menunjukkan dengan jelas mengenai segala sesuatu yang sedang terjadi di dalam lubuk hati atau batin kita. Sumber penerangannya adalah pelita Allah sendiri yang menyala lewat roh kita. Jadi sumber terangnya ada. Dan lewat apa terang itu bisa menyinari hati pun sudah disampaikan. Kalau begitu apa yang harus kita perhatikan adalah memastikan bahwa roh kita mampu menjadi sumber penerangan Tuhan. Kalau roh kita terus dikalahkan oleh daging, roh kita tidak akan bisa menjadi sumber penerangan dari Tuhan. Hati pun kemudian akan gelap dan berbagai kesesatan, godaan, tipuan dan kejahatan akan segera mencemarkannya.
Bertolak dari hal di atas, membiarkan roh kita dipimpin oleh Roh Allah merupakan esensi yang sangat penting untuk diperhatikan. Firman Tuhan berbicara jelas mengenai hal ini: "Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah." (Roma 8:14). Untuk bisa mengalami pimpinan Roh Allah ini, Yesus mengatakan bahwa kita harus dilahirkan kembali dari Roh. "Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh." (Yohanes 3:6). Dan Yesus pun melanjutkan "Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali." (ay 7).
(bersambung)
Terang itu sangat penting. Masalahnya, biar bagaimanapun dalam hidup ini kita akan tetap bertemu dengan yang namanya gelap. Baik gelap dalam artian tidak ada cahaya di sekitar kita, atau ketika kita berada dalam kegelapan secara rohani. Berbagai kuasa kegelapan akan selalu mencari celah untuk menghancurkan kita.
Begitu ketemu titik lemah, kita bisa diselubungi oleh kegelapan yang menjadikan kita sulit membedakan kebenaran dan segala sesuatu yang menyesatkan, membuat kita sulit menghindar dari godaan, sulit untuk melihat apakah perbuatan atau keputusan kita sudah benar atau tidak. Sama halnya ketika kegelapan membuat kita tidak bisa melihat benda-benda atau lingkungan di sekitar kita, demikian pula ketika kegelapan menyelubungi hati kita. Jika itu yang terjadi, kita berada dalam bahaya dan kelak harus siap dengan konsekuensinya.
Kembali kepada pertanyaan sebelumnya: adakah tuhan memberikan lampu atau pelita yang bisa menerangi seluruh bagian hati kita? Jawabannya: ada. Sebuah ayat menyatakan hal itu dengan sangat jelas. Demikian Firman Tuhan: "Roh manusia adalah pelita TUHAN, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya." (Amsal 20:27).
Roh manusia itu pelita Tuhan. Jika kita analogikan dengan sumber terang yang kita peroleh dalam kehidupan sehari-hari di jaman sekarang maka kita bisa pula mengatakannya seperti ini: Roh manusia adalah bola lampu Tuhan. Ayat ini berbicara mengenai bagaimana Tuhan bisa berfungsi sebagai sumber terang bagi kita, yang bisa menerangi dan membimbing kita secara roh, melalui roh kita. Dari sinilah kita akan bisa mendapat sorotan cahaya yang menunjukkan dengan jelas mengenai segala sesuatu yang sedang terjadi di dalam lubuk hati atau batin kita. Sumber penerangannya adalah pelita Allah sendiri yang menyala lewat roh kita. Jadi sumber terangnya ada. Dan lewat apa terang itu bisa menyinari hati pun sudah disampaikan. Kalau begitu apa yang harus kita perhatikan adalah memastikan bahwa roh kita mampu menjadi sumber penerangan Tuhan. Kalau roh kita terus dikalahkan oleh daging, roh kita tidak akan bisa menjadi sumber penerangan dari Tuhan. Hati pun kemudian akan gelap dan berbagai kesesatan, godaan, tipuan dan kejahatan akan segera mencemarkannya.
Bertolak dari hal di atas, membiarkan roh kita dipimpin oleh Roh Allah merupakan esensi yang sangat penting untuk diperhatikan. Firman Tuhan berbicara jelas mengenai hal ini: "Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah." (Roma 8:14). Untuk bisa mengalami pimpinan Roh Allah ini, Yesus mengatakan bahwa kita harus dilahirkan kembali dari Roh. "Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh." (Yohanes 3:6). Dan Yesus pun melanjutkan "Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali." (ay 7).
(bersambung)
Sunday, December 17, 2017
Pelita Tuhan (1)
Ayat bacaan: Amsal 20:27
=====================
"Roh manusia adalah pelita TUHAN, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya."
Beberapa waktu lalu ada seorang tetangga saya yang meminta tolong untuk memeriksa jalur airnya karena air tidak mengalir sejak sore. Tetangga saya ini adalah seorang ibu janda yang tinggal sendirian. Karena ia meminta tolong di malam hari, saya pun harus mempergunakan senter untuk memeriksa jalur pipa airnya mulai dari bak air yang letaknya sekitar 50 meter terus sampai ke rumahnya. Saya menelusuri perlahan terutama pada setiap sambungan. Setelah beberapa waktu, saya menemukan letak permasalahannya, yaitu adanya kebocoran di salah satu bagian yang tertimpa semak dan pecahan batu sehingga sulit dilihat kalau hanya sepintas. Setelah diperbaiki, air pun kembali mengalir dengan lancar ke rumah ibu tetangga saya itu.
Sepasang mata yang diberikan Tuhan akan berfungsi baik dengan adanya terang. Jika mata kita berada dalam kegelapan, maka kedua mata kita akan sulit bekerja, sehingga dalam situasi seperti itu kita membutuhkan alat bantu penerangan Lampu, pelita, senter, lilin, korek api atau cahaya apapun akan sangat membantu agar kita tidak mengalami masalah, seperti terjatuh karena tidak bisa melihat jalan misalnya, juga agar kita bisa melakukan kegiatan di malam hari, seperti kasus ibu tetangga saya di atas. Tanpa bantuan senter, saya tidak akan bisa membantunya karena selain sulit menemukan letak permasalahannya, akan sangat sulit pula untuk memperbaiki kerusakan pada pipa tersebut.
Setelah membahas banyak hal tentang 'hati' dalam renungan-renungan terdahulu, sebuah pertanyaan penting pun hadir. Bagaimana kita bisa mengetahui dengan pasti seperti apa kondisi hati kita saat ini dan apa saja isinya? Apakah kasih, kemurahan, empati atau belas kasihan yang disertai kerinduan untuk melakukan sesuatu, atau kepahitan, kekecewaan, kebencian, iri, dengki, dendam, kemarahan, ketidakpedulian dan sejenisnya? Masih lumayan kalau kita menyadari masalah yang tengah mencemari hati kita karena dengan demikian kita bisa mulai membenahinya. Tapi bagaimana dengan masalah yang tersembunyi sehingga luput dari perhatian kita? Sikap-sikap hati yang sebenarnya buruk tapi kita anggap biasa karena sudah dihidupi selama bertahun-tahun? Hati yang sudah terlanjur diisi kegelapan membuat kita sulit untuk melihat apa isinya terutama yang tersembunyi. Hati kita juga butuh cahaya penerangan supaya kita bisa meneliti isinya dan memastikan agar jangan ada kecemaran hingga ke sudut-sudut terkecil dan terdalam di hati kita.
Hati pun ada matanya. Mata hati yang berfungsi baik harus memiliki terang yang berasal dari Tuhan. Itulah yang akan membuat mata hati kita mampu memahami nilai-nilai kebenaran yang terkandung dalam firman Tuhan, mampu mengingatkan kita untuk menjauhi berbagai bentuk kejahatan dan mengingatkan/menjaga kita agar tidak terjebak pada berbagai perbuatan yang berpaling dari Tuhan.
Seperti halnya sepasang mata fisik kita, mata hati inipun sulit melihat apabila berada dalam kegelapan rohani. Jika Tuhan mengatakan bahwa hati ini harus kita jaga dengan segala kewaspadaan karena dari situlah kehidupan itu terpancar seperti yang disebutkan dalam Amsal 4:23, itu artinya kita harus benar-benar serius menyikapi pentingnya menjaga hati. Kita tidak boleh membiarkan hati nurani kita beku sehingga kita tidak lagi peka terhadap peringatan Tuhan. Sebuah hati yang gelap dan sudah membeku akan membuat kita jauh dari kebenaran, mudah melakukan kejahatan dan tidak lagi memancarkan sebuah kehidupan seperti yang diinginkan Sang Pencipta.
Jadi kita tahu bahwa Tuhan menganggap penting hati dan kerap mengingatkan kita lewat itu. Pertanyaannya, apakah Tuhan memberikan lampu atau pelita agar hati kita tetap terang?
(bersambung)
=====================
"Roh manusia adalah pelita TUHAN, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya."
Beberapa waktu lalu ada seorang tetangga saya yang meminta tolong untuk memeriksa jalur airnya karena air tidak mengalir sejak sore. Tetangga saya ini adalah seorang ibu janda yang tinggal sendirian. Karena ia meminta tolong di malam hari, saya pun harus mempergunakan senter untuk memeriksa jalur pipa airnya mulai dari bak air yang letaknya sekitar 50 meter terus sampai ke rumahnya. Saya menelusuri perlahan terutama pada setiap sambungan. Setelah beberapa waktu, saya menemukan letak permasalahannya, yaitu adanya kebocoran di salah satu bagian yang tertimpa semak dan pecahan batu sehingga sulit dilihat kalau hanya sepintas. Setelah diperbaiki, air pun kembali mengalir dengan lancar ke rumah ibu tetangga saya itu.
Sepasang mata yang diberikan Tuhan akan berfungsi baik dengan adanya terang. Jika mata kita berada dalam kegelapan, maka kedua mata kita akan sulit bekerja, sehingga dalam situasi seperti itu kita membutuhkan alat bantu penerangan Lampu, pelita, senter, lilin, korek api atau cahaya apapun akan sangat membantu agar kita tidak mengalami masalah, seperti terjatuh karena tidak bisa melihat jalan misalnya, juga agar kita bisa melakukan kegiatan di malam hari, seperti kasus ibu tetangga saya di atas. Tanpa bantuan senter, saya tidak akan bisa membantunya karena selain sulit menemukan letak permasalahannya, akan sangat sulit pula untuk memperbaiki kerusakan pada pipa tersebut.
Setelah membahas banyak hal tentang 'hati' dalam renungan-renungan terdahulu, sebuah pertanyaan penting pun hadir. Bagaimana kita bisa mengetahui dengan pasti seperti apa kondisi hati kita saat ini dan apa saja isinya? Apakah kasih, kemurahan, empati atau belas kasihan yang disertai kerinduan untuk melakukan sesuatu, atau kepahitan, kekecewaan, kebencian, iri, dengki, dendam, kemarahan, ketidakpedulian dan sejenisnya? Masih lumayan kalau kita menyadari masalah yang tengah mencemari hati kita karena dengan demikian kita bisa mulai membenahinya. Tapi bagaimana dengan masalah yang tersembunyi sehingga luput dari perhatian kita? Sikap-sikap hati yang sebenarnya buruk tapi kita anggap biasa karena sudah dihidupi selama bertahun-tahun? Hati yang sudah terlanjur diisi kegelapan membuat kita sulit untuk melihat apa isinya terutama yang tersembunyi. Hati kita juga butuh cahaya penerangan supaya kita bisa meneliti isinya dan memastikan agar jangan ada kecemaran hingga ke sudut-sudut terkecil dan terdalam di hati kita.
Hati pun ada matanya. Mata hati yang berfungsi baik harus memiliki terang yang berasal dari Tuhan. Itulah yang akan membuat mata hati kita mampu memahami nilai-nilai kebenaran yang terkandung dalam firman Tuhan, mampu mengingatkan kita untuk menjauhi berbagai bentuk kejahatan dan mengingatkan/menjaga kita agar tidak terjebak pada berbagai perbuatan yang berpaling dari Tuhan.
Seperti halnya sepasang mata fisik kita, mata hati inipun sulit melihat apabila berada dalam kegelapan rohani. Jika Tuhan mengatakan bahwa hati ini harus kita jaga dengan segala kewaspadaan karena dari situlah kehidupan itu terpancar seperti yang disebutkan dalam Amsal 4:23, itu artinya kita harus benar-benar serius menyikapi pentingnya menjaga hati. Kita tidak boleh membiarkan hati nurani kita beku sehingga kita tidak lagi peka terhadap peringatan Tuhan. Sebuah hati yang gelap dan sudah membeku akan membuat kita jauh dari kebenaran, mudah melakukan kejahatan dan tidak lagi memancarkan sebuah kehidupan seperti yang diinginkan Sang Pencipta.
Jadi kita tahu bahwa Tuhan menganggap penting hati dan kerap mengingatkan kita lewat itu. Pertanyaannya, apakah Tuhan memberikan lampu atau pelita agar hati kita tetap terang?
(bersambung)
Saturday, December 16, 2017
Hati Nurani (3)
(sambungan)
Yang ironis, seburuk-buruk orang Farisi dan ahli Taurat pada masa itu, ternyata mereka masih lebih baik daripada sebagian orang yang merasa terdepan dalam soal agama di sekitar kita hari ini. Saat itu dalam menyikapi seruan Yesus para ahli Taurat dan orang Farisi ini ternyata mau mendengar suara hati nuraninya dan kemudian pergi. Jika itu terjadi hari ini, saya rasa sebagian dari mereka malah akan dengan senang hati melempari sampai mati, sekalian Yesus dilempari, karena merasa dirinya paling suci, tanpa dosa, tanpa cela, bersih dan paling benar. Lihat bagaimana perilaku sekelompok orang yang merasa berhak menghakimi dengan jalan-jalan kekerasan dengan mengatas-namakan Tuhan. Apakah hati nuraninya sudah mati? Membeku? Atau isinya memang sudah terlalu banyak yang menyimpang? Entahlah. Hanya mereka yang tahu apa suara hati nurani mereka saat melakukan tindakan-tindakan seperti itu didasari hati yang sudah terkontaminasi dengan kebencian.
Yang pasti, kekerasan tidak akan pernah bisa menjadi solusi penyelesaian masalah. Setidaknya dalam kekristenan kita diajarkan untuk terus mengasihi, dimana di dalamnya kekerasan harus tidak boleh mendapat tempat dalam segala sisi kehidupan kita.
Dalam hal kasih, bukan hanya kita tidak boleh membenci apalagi melakukan kekerasan, Yesus justru mengharuskan kita untuk mengasihi musuh dan berdoa bagi mereka. "Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:44). Mengapa harus begitu? "Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar." (ay 45). Ingat pula bahwa dalam prinsip Kerajaan Allah, kasih tidak pernah gagal (1 Korintus 13:8).
Dalam surat Roma disebutkan: "Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela." (Roma 2:15). Hati nurani sesungguhnya merupakan anugerah yang diberikan Tuhan secara langsung untuk membekali setiap manusia sejak diciptakanNya. Semua manusia memiliki hati nurani yang dipakai Tuhan untuk berbicara kepada kita. Tidak satupun orang yang hidup tanpa hati nurani. Kita bukan diciptakan sebagai robot atau patung tanpa jiwa dan roh. Tuhan akan terus berbicara melalui hati nurani, tetapi semua tergantung kita, apakah kita mau mendengarkan atau memilih untuk mengabaikannya.
Hati nurani bisa menegur dan bahkan membuat kita merasa sebagai tertuduh apabila apa yang kita lakukan memang bertentangan dengan kebenaran. Jika ada di antara teman-teman yang saat ini sedang merasa gelisah karena sedang atau akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani anda sendiri, merasa cemas, kehilangan sukacita atau merasa tertuduh, jangan abaikan sebelum hati nurani anda semakin tumpul dan lama-lama tidak lagi berfungsi. Berdoalah dan mintalah Roh Kudus untuk menerangi hati anda. Ingatlah bahwa Firman Tuhan berkata: "Roh manusia adalah pelita TUHAN, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya." (Amsal 20:27). Kita harus serius dalam menjaga kemurnian hati nurani supaya tetap bisa berfungsi baik dalam hidup kita. Jika anda masih mendengar suara hati nurani, dengarlah dan jangan abaikan karena itu hanya akan membawa kita kepada berbagai macam kesesatan yang pada akhirnya menuju kebinasaan.
"Conscience is the authentic voice of God to you." - Rutherford B Hayes, Presiden Amerika ke 19
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Yang pasti, kekerasan tidak akan pernah bisa menjadi solusi penyelesaian masalah. Setidaknya dalam kekristenan kita diajarkan untuk terus mengasihi, dimana di dalamnya kekerasan harus tidak boleh mendapat tempat dalam segala sisi kehidupan kita.
Dalam hal kasih, bukan hanya kita tidak boleh membenci apalagi melakukan kekerasan, Yesus justru mengharuskan kita untuk mengasihi musuh dan berdoa bagi mereka. "Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:44). Mengapa harus begitu? "Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar." (ay 45). Ingat pula bahwa dalam prinsip Kerajaan Allah, kasih tidak pernah gagal (1 Korintus 13:8).
Dalam surat Roma disebutkan: "Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela." (Roma 2:15). Hati nurani sesungguhnya merupakan anugerah yang diberikan Tuhan secara langsung untuk membekali setiap manusia sejak diciptakanNya. Semua manusia memiliki hati nurani yang dipakai Tuhan untuk berbicara kepada kita. Tidak satupun orang yang hidup tanpa hati nurani. Kita bukan diciptakan sebagai robot atau patung tanpa jiwa dan roh. Tuhan akan terus berbicara melalui hati nurani, tetapi semua tergantung kita, apakah kita mau mendengarkan atau memilih untuk mengabaikannya.
Hati nurani bisa menegur dan bahkan membuat kita merasa sebagai tertuduh apabila apa yang kita lakukan memang bertentangan dengan kebenaran. Jika ada di antara teman-teman yang saat ini sedang merasa gelisah karena sedang atau akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani anda sendiri, merasa cemas, kehilangan sukacita atau merasa tertuduh, jangan abaikan sebelum hati nurani anda semakin tumpul dan lama-lama tidak lagi berfungsi. Berdoalah dan mintalah Roh Kudus untuk menerangi hati anda. Ingatlah bahwa Firman Tuhan berkata: "Roh manusia adalah pelita TUHAN, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya." (Amsal 20:27). Kita harus serius dalam menjaga kemurnian hati nurani supaya tetap bisa berfungsi baik dalam hidup kita. Jika anda masih mendengar suara hati nurani, dengarlah dan jangan abaikan karena itu hanya akan membawa kita kepada berbagai macam kesesatan yang pada akhirnya menuju kebinasaan.
"Conscience is the authentic voice of God to you." - Rutherford B Hayes, Presiden Amerika ke 19
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, December 15, 2017
Hati Nurani (2)
(sambungan)
Dalam renungan ini saya ingin membagikan dua kisah yang berkaitan dengan hati nurani. Pertama, sebuah kisah menarik dalam Alkitab yaitu pada saat Paulus ditangkap dan dihadapkan ke depan Mahkamah Agama karena keberaniannya untuk terus mewartakan berita keselamatan dari Kerajaan Allah secara frontal. Kisah ini bisa dibaca dicatat dalam Kisah Para Rasul pasal 22.
Penangkapan itu nyaris membuahkan hukuman cambuk atas diri Paulus. Itu hukuman yang menyakitkan dan tidak main-main. Tapi meski ia dihadapkan ke depan Mahkamah Agama dengan ancaman serius, keberanian Paulus tidak surut sedikitpun. "Sambil menatap anggota-anggota Mahkamah Agama, Paulus berkata dengan lantang: "Hai saudara-saudaraku, sampai kepada hari ini aku tetap hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah." (Kisah Para Rasul 23:1). Paulus tidak berkata, "aduh maaf, tolong ampuni saya. Saya janji tidak akan mewartakan Firman lagi. Jangan siksa saya." Tidak. Ia ternyata segera mengarah kepada kemurnian hati nurani, yang membuatnya tidak goyah terhadap apapun.
Paulus tahu bahwa hati nurani harus tetap dijaga kemurniannya agar ia tahu Ia memilih untuk mendengar, mematuhi dan melakukan apa yang ia dengar dari hati nurani yang tidak bertoleransi terhadap kecemaran. Ia sepenuhnya sadar bahwa Tuhan akan terus berbicara melalui hati nurani di dalam dirinya, dan ia memilih untuk mengikuti dan bukan mengabaikannya, apapun alasannya, apapun resikonya. Dengan tegas pun Paulus menyatakan itu di depan para penuduhnya, dan itu membuahkan sebuah tamparan keras ke mulutnya (ay 2). Tetapi Paulus tidak bergeming. Ia malah dengan lantang berseru: "Allah akan menampar engkau, hai tembok yang dikapur putih-putih! Engkau duduk di sini untuk menghakimi aku menurut hukum Taurat, namun engkau melanggar hukum Taurat oleh perintahmu untuk menampar aku." (ay 3). Orang-orang yang berpakaian putih-putih, merasa paling benar lalu merasa berhak menghakimi orang lain yang berbeda, itu ternyata sudah ada sejak jaman dahulu dalam versi berbeda.
Singkat cerita, pada akhirnya kita bisa melihat bagaimana hati nurani para orang Farisi dan Saduki disana saling menghakimi diri mereka. Mereka pun mulai bertengkar karena ternyata ada yang merasakan suara hati nurani mereka mengatakan bahwa Paulus tidak bersalah tetapi sebagian lagi ternyata mengabaikan seruan itu.
Kisah ini memberi gambaran jelas tentang bagaimana hati nurani bekerja, dan bagaimana hati nurani itu bisa berfungsi tergantun pilihan dari orang apakah mereka mendengar atau mengabaikannya. Perbedaan antara orang yang hati nuraninya murni, hati nuraninya masih berfungsi walau lemah dan yang hati nuraninya sudah mati bisa kita lihat dengan jelas dari kisah ini.
Ada contoh lainnya tentang hati nurani ini yaitu pada kisah "Perempuan yang berzinah" dalam Yohanes 8:1-11. Disini kita bisa melihat bagaimana Yesus menegur manusia lewat menguji hati nurani.
Pada saat itu para ahli Taurat dan orang Farisi mencobai Yesus dengan membawa seorang wanita yang kedapatan berzinah ke hadapanNya. Menurut Hukum Taurat ganjarannya jelas. Hukum Taurat mengharuskan agar pelakunya segera dihukum dengan hukuman rajam. Kenapa mereka membawa wanita ini pada Yesus? Karena mereka tahu bahwa Yesus adalah Pribadi yang selalu mengasihi dan mengampuni. Karenanya mereka berharap ada sesuatu yang bisa dijadikan alasan untuk menyalahkan Yesus. (ay 6).
Bagaimana reaksi Yesus? "Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Iapun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." (ay 7). Yesus memberi sebuah reaksi yang langsung mengetuk pintu hati nurani masing-masing orang hanya dengan satu kalimat saja. Mendengar itu, semua orang yang sudah bersiap merajam pun akhirnya pergi. Ketika orang mendengar hati nuraninya, maka mereka akan tersadar akan kekeliruan mereka. Itulah yang terjadi pada saat itu.
(bersambung)
Dalam renungan ini saya ingin membagikan dua kisah yang berkaitan dengan hati nurani. Pertama, sebuah kisah menarik dalam Alkitab yaitu pada saat Paulus ditangkap dan dihadapkan ke depan Mahkamah Agama karena keberaniannya untuk terus mewartakan berita keselamatan dari Kerajaan Allah secara frontal. Kisah ini bisa dibaca dicatat dalam Kisah Para Rasul pasal 22.
Penangkapan itu nyaris membuahkan hukuman cambuk atas diri Paulus. Itu hukuman yang menyakitkan dan tidak main-main. Tapi meski ia dihadapkan ke depan Mahkamah Agama dengan ancaman serius, keberanian Paulus tidak surut sedikitpun. "Sambil menatap anggota-anggota Mahkamah Agama, Paulus berkata dengan lantang: "Hai saudara-saudaraku, sampai kepada hari ini aku tetap hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah." (Kisah Para Rasul 23:1). Paulus tidak berkata, "aduh maaf, tolong ampuni saya. Saya janji tidak akan mewartakan Firman lagi. Jangan siksa saya." Tidak. Ia ternyata segera mengarah kepada kemurnian hati nurani, yang membuatnya tidak goyah terhadap apapun.
Paulus tahu bahwa hati nurani harus tetap dijaga kemurniannya agar ia tahu Ia memilih untuk mendengar, mematuhi dan melakukan apa yang ia dengar dari hati nurani yang tidak bertoleransi terhadap kecemaran. Ia sepenuhnya sadar bahwa Tuhan akan terus berbicara melalui hati nurani di dalam dirinya, dan ia memilih untuk mengikuti dan bukan mengabaikannya, apapun alasannya, apapun resikonya. Dengan tegas pun Paulus menyatakan itu di depan para penuduhnya, dan itu membuahkan sebuah tamparan keras ke mulutnya (ay 2). Tetapi Paulus tidak bergeming. Ia malah dengan lantang berseru: "Allah akan menampar engkau, hai tembok yang dikapur putih-putih! Engkau duduk di sini untuk menghakimi aku menurut hukum Taurat, namun engkau melanggar hukum Taurat oleh perintahmu untuk menampar aku." (ay 3). Orang-orang yang berpakaian putih-putih, merasa paling benar lalu merasa berhak menghakimi orang lain yang berbeda, itu ternyata sudah ada sejak jaman dahulu dalam versi berbeda.
Singkat cerita, pada akhirnya kita bisa melihat bagaimana hati nurani para orang Farisi dan Saduki disana saling menghakimi diri mereka. Mereka pun mulai bertengkar karena ternyata ada yang merasakan suara hati nurani mereka mengatakan bahwa Paulus tidak bersalah tetapi sebagian lagi ternyata mengabaikan seruan itu.
Kisah ini memberi gambaran jelas tentang bagaimana hati nurani bekerja, dan bagaimana hati nurani itu bisa berfungsi tergantun pilihan dari orang apakah mereka mendengar atau mengabaikannya. Perbedaan antara orang yang hati nuraninya murni, hati nuraninya masih berfungsi walau lemah dan yang hati nuraninya sudah mati bisa kita lihat dengan jelas dari kisah ini.
Ada contoh lainnya tentang hati nurani ini yaitu pada kisah "Perempuan yang berzinah" dalam Yohanes 8:1-11. Disini kita bisa melihat bagaimana Yesus menegur manusia lewat menguji hati nurani.
Pada saat itu para ahli Taurat dan orang Farisi mencobai Yesus dengan membawa seorang wanita yang kedapatan berzinah ke hadapanNya. Menurut Hukum Taurat ganjarannya jelas. Hukum Taurat mengharuskan agar pelakunya segera dihukum dengan hukuman rajam. Kenapa mereka membawa wanita ini pada Yesus? Karena mereka tahu bahwa Yesus adalah Pribadi yang selalu mengasihi dan mengampuni. Karenanya mereka berharap ada sesuatu yang bisa dijadikan alasan untuk menyalahkan Yesus. (ay 6).
Bagaimana reaksi Yesus? "Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Iapun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." (ay 7). Yesus memberi sebuah reaksi yang langsung mengetuk pintu hati nurani masing-masing orang hanya dengan satu kalimat saja. Mendengar itu, semua orang yang sudah bersiap merajam pun akhirnya pergi. Ketika orang mendengar hati nuraninya, maka mereka akan tersadar akan kekeliruan mereka. Itulah yang terjadi pada saat itu.
(bersambung)
Thursday, December 14, 2017
Hati Nurani (1)
Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 23:1
======================
"Sambil menatap anggota-anggota Mahkamah Agama, Paulus berkata: "Hai saudara-saudaraku, sampai kepada hari ini aku tetap hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah."
Suatu kali saya terlambat bangun karena tidak mendengar bunyi alarm. Sebenarnya alarm sudah saya set sesuai waktu yang saya inginkan. Hanya saja, karena malamnya saya rapat, hp dalam kondisi silent dan lupa dikembalikan pada posisi suara aktif. Akibatnya meski alarm berfungsi, saya tidak bisa mendengarnya. Akibatnya saya pun terlambat pergi ke sebuah pertemuan sesuai janji. Masih untung bukan sesuatu yang urgent. Bagaimana kalau itu menyangkut sebuah kegiatan yang penting? Bayangkan kalau kita harus mengalami kerugian atau kegagalan akan sesuatu hanya karena alarm yang sebenarnya berfungsi tidak kita dengar karena satu dan lain hal.
Seorang teman suatu kali berkata, betapa enaknya jika dalam hidup ini ada 'alarm' yang bisa berbunyi keras dan nyaring sebelum kita melakukan perbuatan yang salah. Itu ia katakan untuk menggambarkan sulitnya untuk selalu ingat mana yang baik dan tidak. Akan selalu saja ada godaan untuk melakukan hal-hal yang buruk, terlebih karena sesuatu yang buruk seringkali terlihat menyenangkan. Ketika sesuatu terlihat menjanjikan kenikmatan atau kesenangan, maka kita cenderung segera memberi toleransi terhadap dosa. Maka teman saya berpikir bahwa hidup pasti jauh lebih mudah apabila ada alarm yang akan berbunyi nyaring apabila kita mulai berpikir untuk berbuat dosa.
Pertanyaannya, ada atau tidak sih alarm itu? Sesungguhnya ada. Roh Kudus akan selalu mengingatkan kita dalam setiap langkah, lantas pagar Firman Tuhan yang akan berfungsi banyak untuk membantu kita menjaga batas-batas perjalanan agar tetap berada dalam koridor yang benar. Jangan lupa pula bahwa Tuhan pun sebenarnya telah memberikan sesuatu dalam diri kita yang bisa berfungsi sebagai alarm awal untuk menghindari perbuatan-perbuatan pelanggaran. Itu Dia beri dalam hati kita. Kita mengenalnya dengan sebutan hati nurani.
Hati itu merupakan benda nyata. Tapi hati nurani seperti jiwa dan roh. Ada, tapi tidak memiliki wujud nyata yang bisa dilihat dengan kasat mata. Hati nurani ini bisa menegur seseorang ketika melakukan perbuatan yang salah lewat rasa seperti tidak nyaman, merasa bersalah, menyesal dan sebagainya. Disinilah peran hati nurani tersebut. Apabila ada orang-orang yang tega melakukan tindak kejahatan terutama yang kejam atau sadis, kita sering mengatakan bahwa orang itu hati nuraninya sudah mati. Entah benar-benar mati atau tidak, yang jelas hatinya sudah dingin sehingga tidak lagi peka terhadap teguran-teguran yang disampaikan lewat benda tak berwujud bernama hati nurani ini.
Belum lama saya melihat berita tentang seorang mantan suami yang tega mencederai istrinya hingga terluka parah dan membakar rumah mertuanya, hanya karena ia merasa sakit hati. Bagaimana orang bisa setega itu, apalagi terhadap seseorang yang pernah menjadi belahan jiwanya? Itu menunjukkan hati nurani yang tidak lagi berfungsi, atau mungkin sudah mati. Sebab, bagaimana mungkin orang bisa menjadi sekejam itu kalau hati nuraninya masih berfungsi?
Hati nurani kerap menjadi jendela bagi Tuhan yang bisa berfungsi sebagai alarm saat kita mulai berpikir untuk melakukan hal yang salah dan menjadi peringatan agar kita tidak terus melenceng berbuat dosa semakin jauh. Terbiasa mengabaikan suara hati nurani akan membuat kita semakin tidak peka sehingga tidak lagi merasa bersalah atau berdosa ketika melakukan perkara-perkara yang bertentangan dengan firman Tuhan. Semakin kita abaikan, maka hati nurani akan semakin lemah dan lama kelamaan akan tidak lagi berfungsi. Atau, seperti ilustrasi awal di atas, hati nuraninya sebenarnya masih bekerja, tetapi karena terbiasa diabaikan atau di'silent', kita tidak lagi mendengar peringatan-peringatan darinya.
(bersambung)
======================
"Sambil menatap anggota-anggota Mahkamah Agama, Paulus berkata: "Hai saudara-saudaraku, sampai kepada hari ini aku tetap hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah."
Suatu kali saya terlambat bangun karena tidak mendengar bunyi alarm. Sebenarnya alarm sudah saya set sesuai waktu yang saya inginkan. Hanya saja, karena malamnya saya rapat, hp dalam kondisi silent dan lupa dikembalikan pada posisi suara aktif. Akibatnya meski alarm berfungsi, saya tidak bisa mendengarnya. Akibatnya saya pun terlambat pergi ke sebuah pertemuan sesuai janji. Masih untung bukan sesuatu yang urgent. Bagaimana kalau itu menyangkut sebuah kegiatan yang penting? Bayangkan kalau kita harus mengalami kerugian atau kegagalan akan sesuatu hanya karena alarm yang sebenarnya berfungsi tidak kita dengar karena satu dan lain hal.
Seorang teman suatu kali berkata, betapa enaknya jika dalam hidup ini ada 'alarm' yang bisa berbunyi keras dan nyaring sebelum kita melakukan perbuatan yang salah. Itu ia katakan untuk menggambarkan sulitnya untuk selalu ingat mana yang baik dan tidak. Akan selalu saja ada godaan untuk melakukan hal-hal yang buruk, terlebih karena sesuatu yang buruk seringkali terlihat menyenangkan. Ketika sesuatu terlihat menjanjikan kenikmatan atau kesenangan, maka kita cenderung segera memberi toleransi terhadap dosa. Maka teman saya berpikir bahwa hidup pasti jauh lebih mudah apabila ada alarm yang akan berbunyi nyaring apabila kita mulai berpikir untuk berbuat dosa.
Pertanyaannya, ada atau tidak sih alarm itu? Sesungguhnya ada. Roh Kudus akan selalu mengingatkan kita dalam setiap langkah, lantas pagar Firman Tuhan yang akan berfungsi banyak untuk membantu kita menjaga batas-batas perjalanan agar tetap berada dalam koridor yang benar. Jangan lupa pula bahwa Tuhan pun sebenarnya telah memberikan sesuatu dalam diri kita yang bisa berfungsi sebagai alarm awal untuk menghindari perbuatan-perbuatan pelanggaran. Itu Dia beri dalam hati kita. Kita mengenalnya dengan sebutan hati nurani.
Hati itu merupakan benda nyata. Tapi hati nurani seperti jiwa dan roh. Ada, tapi tidak memiliki wujud nyata yang bisa dilihat dengan kasat mata. Hati nurani ini bisa menegur seseorang ketika melakukan perbuatan yang salah lewat rasa seperti tidak nyaman, merasa bersalah, menyesal dan sebagainya. Disinilah peran hati nurani tersebut. Apabila ada orang-orang yang tega melakukan tindak kejahatan terutama yang kejam atau sadis, kita sering mengatakan bahwa orang itu hati nuraninya sudah mati. Entah benar-benar mati atau tidak, yang jelas hatinya sudah dingin sehingga tidak lagi peka terhadap teguran-teguran yang disampaikan lewat benda tak berwujud bernama hati nurani ini.
Belum lama saya melihat berita tentang seorang mantan suami yang tega mencederai istrinya hingga terluka parah dan membakar rumah mertuanya, hanya karena ia merasa sakit hati. Bagaimana orang bisa setega itu, apalagi terhadap seseorang yang pernah menjadi belahan jiwanya? Itu menunjukkan hati nurani yang tidak lagi berfungsi, atau mungkin sudah mati. Sebab, bagaimana mungkin orang bisa menjadi sekejam itu kalau hati nuraninya masih berfungsi?
Hati nurani kerap menjadi jendela bagi Tuhan yang bisa berfungsi sebagai alarm saat kita mulai berpikir untuk melakukan hal yang salah dan menjadi peringatan agar kita tidak terus melenceng berbuat dosa semakin jauh. Terbiasa mengabaikan suara hati nurani akan membuat kita semakin tidak peka sehingga tidak lagi merasa bersalah atau berdosa ketika melakukan perkara-perkara yang bertentangan dengan firman Tuhan. Semakin kita abaikan, maka hati nurani akan semakin lemah dan lama kelamaan akan tidak lagi berfungsi. Atau, seperti ilustrasi awal di atas, hati nuraninya sebenarnya masih bekerja, tetapi karena terbiasa diabaikan atau di'silent', kita tidak lagi mendengar peringatan-peringatan darinya.
(bersambung)
Wednesday, December 13, 2017
Menjaga Kemurnian Hati (5)
(sambungan)
Kepahitan, sakit hati, dendam semua ini bisa sangat mencemarkan hati kita dengan sangat parah. Kalau bicara soal hati masih terasa abstrak, menimpan dendam dan kepahitan bisa mendatangkan begitu banyak penyakit pada diri kita. Dan kita tidak akan pernah bisa berharap merasakan damai sejahtera apabila kita masih menyimpan perasaan-perasaan seperti itu dalam hati kita. Dan Firman Tuhan pun sudah mengingatkan bahwa apabila kita ingin doa kita didengar dan kesalahan/pelanggaran kita diampuni, kita harus membereskan terlebih dahulu sekiranya masih ada ganjalan dengan sesama kita. "Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (Markus 11:25).
Kalau kita memandang pada kesalahan orang kita akan sulit mengampuni, tapi kalau kita melihatnya dari sisi kita, jika kita ingin diampuni Tuhan, ingin doa kita didengar dan kita ingin merasakan damai sejahtera sepenuhnya tanpa terganggu, kita harus membebaskan diri kita dari berbagai perasaan sakit hati, dendam dan kepahitan dengan memberi pengampunan.
Daud menyadari betul betapa pentingnya memiliki hati yang murni dan kudus. Lihatlah bagaimana seruannya pada Tuhan. "I (Mazmur 51:12). "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!" (139:23-24). Saya yakin Daud berani mengatakan itu karena ia sudah terlebih dahulu memeriksa hatinya. Hanya saja ia butuh memastikan sekiranya ada yang tertinggal atau luput dengan meminta Tuhan menguji dan mentahirkan sepenuhnya. Tidak heran kalau kemudian Daud yang pernah jatuh sedemikian parah bisa diangkat kembali oleh Tuhan karena Tuhan pasti melihat komitmennya dalam menjaga hati.
Tentu saja tidak mudah untuk bisa menjaga hati agar tetap murni. Terlebih saat ada begitu banyak godaan dan penyesatan yang hadir dalam setiap lini kehidupan kita, lewat berbagai bentuk baik yang jelas terlihat maupun yang tersamar. Bisa jadi kita perlu bergumul dan berperang melawan semua itu, tetapi kalau kita tahu bahwa hati yang murni itu penting, kita akan mengerahkan segenap daya upaya agar bisa menjaga kemurniannya.
Kemurnian hati sangatlah menentukan kemana arah hidup kita dan bagaimana bentuk hidup kita. Tidak banyak yang menyadari bahwa semua itu berawal dan berasal dari hati. Kalau kita sudah tahu bagaimana pentingnya menjaga kemurnian hati, kenapa kita tidak mulai melakukannya mulai sekarang? Itu akan menghindarkan kita dari berbagai hal buruk, dan akan terus mengarahkan kita kepada tujuan yang benar seperti rencana Tuhan.
"Keep your heart pure. A pure heart is neccessary to see God in each other. If you see God in each other, there is love for each other, then there is peace." - Mother Theresa
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Kepahitan, sakit hati, dendam semua ini bisa sangat mencemarkan hati kita dengan sangat parah. Kalau bicara soal hati masih terasa abstrak, menimpan dendam dan kepahitan bisa mendatangkan begitu banyak penyakit pada diri kita. Dan kita tidak akan pernah bisa berharap merasakan damai sejahtera apabila kita masih menyimpan perasaan-perasaan seperti itu dalam hati kita. Dan Firman Tuhan pun sudah mengingatkan bahwa apabila kita ingin doa kita didengar dan kesalahan/pelanggaran kita diampuni, kita harus membereskan terlebih dahulu sekiranya masih ada ganjalan dengan sesama kita. "Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (Markus 11:25).
Kalau kita memandang pada kesalahan orang kita akan sulit mengampuni, tapi kalau kita melihatnya dari sisi kita, jika kita ingin diampuni Tuhan, ingin doa kita didengar dan kita ingin merasakan damai sejahtera sepenuhnya tanpa terganggu, kita harus membebaskan diri kita dari berbagai perasaan sakit hati, dendam dan kepahitan dengan memberi pengampunan.
Daud menyadari betul betapa pentingnya memiliki hati yang murni dan kudus. Lihatlah bagaimana seruannya pada Tuhan. "I (Mazmur 51:12). "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!" (139:23-24). Saya yakin Daud berani mengatakan itu karena ia sudah terlebih dahulu memeriksa hatinya. Hanya saja ia butuh memastikan sekiranya ada yang tertinggal atau luput dengan meminta Tuhan menguji dan mentahirkan sepenuhnya. Tidak heran kalau kemudian Daud yang pernah jatuh sedemikian parah bisa diangkat kembali oleh Tuhan karena Tuhan pasti melihat komitmennya dalam menjaga hati.
Tentu saja tidak mudah untuk bisa menjaga hati agar tetap murni. Terlebih saat ada begitu banyak godaan dan penyesatan yang hadir dalam setiap lini kehidupan kita, lewat berbagai bentuk baik yang jelas terlihat maupun yang tersamar. Bisa jadi kita perlu bergumul dan berperang melawan semua itu, tetapi kalau kita tahu bahwa hati yang murni itu penting, kita akan mengerahkan segenap daya upaya agar bisa menjaga kemurniannya.
Kemurnian hati sangatlah menentukan kemana arah hidup kita dan bagaimana bentuk hidup kita. Tidak banyak yang menyadari bahwa semua itu berawal dan berasal dari hati. Kalau kita sudah tahu bagaimana pentingnya menjaga kemurnian hati, kenapa kita tidak mulai melakukannya mulai sekarang? Itu akan menghindarkan kita dari berbagai hal buruk, dan akan terus mengarahkan kita kepada tujuan yang benar seperti rencana Tuhan.
"Keep your heart pure. A pure heart is neccessary to see God in each other. If you see God in each other, there is love for each other, then there is peace." - Mother Theresa
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, December 12, 2017
Menjaga Kemurnian Hati (4)
(sambungan)
4. Terus meningkatkan standar hidup sesuai kebenaran Firman dan semakin serius menjadi pelaku Firman
Sebuah pertanyaan mendasar: bagaimana kita bisa tahu mengenai apa saja yang menjadi ketetapan Tuhan, isi hatiNya, kebenaranNya maupun laranganNya, atau bahkan mengenalNya tanpa mengenal Firman Nya dalam Alkitab? Kalau kita berjalan tanpa mengerti rambu, kita bisa tersesat. Seperti itu pula hati yang tidak mengenal Firman Tuhan. Bagaimana kita bisa berharap memiliki hati yang murni kalau kita tidak tahu apa yang memurnikan dan apa yang mencemarkan? Karenanya sangatlah penting bagi kita untuk memastikan agar kita mengenal Firman Tuhan dengan baik dengan menggali terus lebih dalam isi Alkitab.
Keuntungan bagi orang yang merenungkan Firman siang dan malam sesungguhnya sangatlah besar. Dan itu sudah disebutkan dalam banyak kesempatan. Salah satunya yang mungkin sudah sangat kita kenal ada pada Mazmur paling depan. "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3). Terus berbuah, tidak layu dan berhasil dalam apapun yang dikerjakan. Bukankah itu yang kita inginkan?
Kalau membaca dan merenungkan saja sudah penting, kita harus pula meningkatkan kualitas diri untuk menjadi para pelaku Firman. Yakobus menekankan pentingnya untuk tidak berpuas diri hanya sebagai pendengar atau pembaca firman, tapi juga harus melanjutkannya dengan perbuatan-perbuatan nyata sesuai apa yang dikehendaki Tuhan. "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22).
Orang-orang yang hanya mendengar atau membaca tapi tidak melakukan digambarkan sebagai berikut: "Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya." (Yakobus 1:23-24). Itulah bentuk orang yang berhenti sebelum melakukan. "Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya." (ay 25).
5. Membereskan kesalahan-kesalahan di masa lalu
Seringkali orang terjebak dan sulit tumbuh karena masih terbelenggu dengan masa lalu. Perhatikan apa kata Paulus berikut: "Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Masalahnya, seringkali kesalahan masa lalu yang belum dibereskan menjadi penghalang kita untuk menjaga kemurnian hati. Iblis akan selalu berusaha memanfaatkan kesalahan di masa lalu untuk mendakwa kita.
(bersambung)
(sambungan)
Kita harus tahu salah satu sifat mendasar iblis adalah penuduh. Dalam Ayub 1:12 iblis disebutkan sebagai "the accuser" alias penuduh/pendakwa (versi English amplified) yang terus berusaha melemahkan kita. Iblis tidak ingin kita diselamatkan. Iblis akan terus berusaha mendakwa atau menuduh kita sampai kita putus asa dan semakin lama semakin terperosok makin dalam. Yang seringkali dipakai untuk mendakwa adalah dosa yang pernah kita lakukan di masa lalu. Maka untuk menutup mulut iblis, kita harus segera mengakui dosa kita. Begitu kita mengakui dosa kita dan memohon ampun, saat itu pula Allah mengampuni kita. Imani dan percayalah akan hal itu. Tidak ada alasan lagi bagi iblis untuk mendakwa kita, karena dosa kita sudah diampuni. Apa kata Tuhan mengenai orang yang mengakui dosanya? "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9).
Kalau sudah kita akui di hadapan Tuhan dan kita bertobat, tidak ada alasan apapun bagi iblis untuk mendakwa kita. Jangan sampai kita tertipu dan terus didera rasa berdosa atau bersalah karena itu akan menghimpit kita untuk bertumbuh. Jadi penting sekali untuk membereskan kesalahan di masa lalu agar tidak ada lagi pijakan bagi iblis untuk menjadikan kita tertuduh.
6. Menjaga hati dari perasaan dendam, sakit hati dan pahit
Ini adalah poin penting yang seringkali dilewatkan atau diabaikan banyak orang. Ingatlah bahwa salah satu hal yang tersering mencemari hati adalah saat rasa dendam sebagai efek dari dibiarkannya sakit hati bercokol dalam diri kita dibiarkan tumbuh. Untuk mencegahnya, kita harus hidup dalam pengampunan. Pengampunan berarti mau memaafkan orang dan tidak lagi mengingatnya.
Kita harus sanggup dalam tingkatan itu karena Tuhan pun melakukan hal yang sama kepada kita. "... sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka." (Yeremia 31:34). Kalau Tuhan seperti itu, siapakah kita yang merasa berhak untuk mendendam? Lantas, bagaimana mungkin kita berani mengharapkan pengampunan Tuhan kalau kita sendiri menolak untuk melakukan itu terhadap sesama?
Akan selalu ada saat dimana kita merasa sakit hati oleh perbuatan orang lain. Bisa jadi perasaan itu begitu menyakitkan sehingga menimbulkan kepahitan. Apa yang diingatkan Yesus akan hal ini sangat berbeda dari cara pandang dunia terhadap reaksi kita atas perilaku jahat orang lain. "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:43-44). Firman Tuhan pun sudah mengingatkan kita agar tidak bersukacita ketika musuh terjatuh. "Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu beria-ria kalau ia terperosok" (Amsal 24:17).
Orang yang mendendam artinya sama dengan tidak mengenal Allah. Firman Tuhan berkata "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Dan kasih tanpa pamrih seperti halnya Tuhan mengasihi kita ini sudah selayaknya diberikan kepada siapapun, termasuk kepada musuh yang sudah berlaku sangat jahat kepada kita. Tidak ada alasan bagi kita untuk menolak memberikan bentuk kasih seperti ini, karena sesungguhnya Allah sendiri sudah mendemonstrasikannya kepada kita. Ditambah lagi kasih dari Allah ini sudah dicurahkan kepada kita lewat Roh Kudus. Kita bisa melihat buktinya lewat kitab Roma: "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5).
(bersambung)
4. Terus meningkatkan standar hidup sesuai kebenaran Firman dan semakin serius menjadi pelaku Firman
Sebuah pertanyaan mendasar: bagaimana kita bisa tahu mengenai apa saja yang menjadi ketetapan Tuhan, isi hatiNya, kebenaranNya maupun laranganNya, atau bahkan mengenalNya tanpa mengenal Firman Nya dalam Alkitab? Kalau kita berjalan tanpa mengerti rambu, kita bisa tersesat. Seperti itu pula hati yang tidak mengenal Firman Tuhan. Bagaimana kita bisa berharap memiliki hati yang murni kalau kita tidak tahu apa yang memurnikan dan apa yang mencemarkan? Karenanya sangatlah penting bagi kita untuk memastikan agar kita mengenal Firman Tuhan dengan baik dengan menggali terus lebih dalam isi Alkitab.
Keuntungan bagi orang yang merenungkan Firman siang dan malam sesungguhnya sangatlah besar. Dan itu sudah disebutkan dalam banyak kesempatan. Salah satunya yang mungkin sudah sangat kita kenal ada pada Mazmur paling depan. "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3). Terus berbuah, tidak layu dan berhasil dalam apapun yang dikerjakan. Bukankah itu yang kita inginkan?
Kalau membaca dan merenungkan saja sudah penting, kita harus pula meningkatkan kualitas diri untuk menjadi para pelaku Firman. Yakobus menekankan pentingnya untuk tidak berpuas diri hanya sebagai pendengar atau pembaca firman, tapi juga harus melanjutkannya dengan perbuatan-perbuatan nyata sesuai apa yang dikehendaki Tuhan. "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22).
Orang-orang yang hanya mendengar atau membaca tapi tidak melakukan digambarkan sebagai berikut: "Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya." (Yakobus 1:23-24). Itulah bentuk orang yang berhenti sebelum melakukan. "Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya." (ay 25).
5. Membereskan kesalahan-kesalahan di masa lalu
Seringkali orang terjebak dan sulit tumbuh karena masih terbelenggu dengan masa lalu. Perhatikan apa kata Paulus berikut: "Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Masalahnya, seringkali kesalahan masa lalu yang belum dibereskan menjadi penghalang kita untuk menjaga kemurnian hati. Iblis akan selalu berusaha memanfaatkan kesalahan di masa lalu untuk mendakwa kita.
(bersambung)
(sambungan)
Kita harus tahu salah satu sifat mendasar iblis adalah penuduh. Dalam Ayub 1:12 iblis disebutkan sebagai "the accuser" alias penuduh/pendakwa (versi English amplified) yang terus berusaha melemahkan kita. Iblis tidak ingin kita diselamatkan. Iblis akan terus berusaha mendakwa atau menuduh kita sampai kita putus asa dan semakin lama semakin terperosok makin dalam. Yang seringkali dipakai untuk mendakwa adalah dosa yang pernah kita lakukan di masa lalu. Maka untuk menutup mulut iblis, kita harus segera mengakui dosa kita. Begitu kita mengakui dosa kita dan memohon ampun, saat itu pula Allah mengampuni kita. Imani dan percayalah akan hal itu. Tidak ada alasan lagi bagi iblis untuk mendakwa kita, karena dosa kita sudah diampuni. Apa kata Tuhan mengenai orang yang mengakui dosanya? "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9).
Kalau sudah kita akui di hadapan Tuhan dan kita bertobat, tidak ada alasan apapun bagi iblis untuk mendakwa kita. Jangan sampai kita tertipu dan terus didera rasa berdosa atau bersalah karena itu akan menghimpit kita untuk bertumbuh. Jadi penting sekali untuk membereskan kesalahan di masa lalu agar tidak ada lagi pijakan bagi iblis untuk menjadikan kita tertuduh.
6. Menjaga hati dari perasaan dendam, sakit hati dan pahit
Ini adalah poin penting yang seringkali dilewatkan atau diabaikan banyak orang. Ingatlah bahwa salah satu hal yang tersering mencemari hati adalah saat rasa dendam sebagai efek dari dibiarkannya sakit hati bercokol dalam diri kita dibiarkan tumbuh. Untuk mencegahnya, kita harus hidup dalam pengampunan. Pengampunan berarti mau memaafkan orang dan tidak lagi mengingatnya.
Kita harus sanggup dalam tingkatan itu karena Tuhan pun melakukan hal yang sama kepada kita. "... sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka." (Yeremia 31:34). Kalau Tuhan seperti itu, siapakah kita yang merasa berhak untuk mendendam? Lantas, bagaimana mungkin kita berani mengharapkan pengampunan Tuhan kalau kita sendiri menolak untuk melakukan itu terhadap sesama?
Akan selalu ada saat dimana kita merasa sakit hati oleh perbuatan orang lain. Bisa jadi perasaan itu begitu menyakitkan sehingga menimbulkan kepahitan. Apa yang diingatkan Yesus akan hal ini sangat berbeda dari cara pandang dunia terhadap reaksi kita atas perilaku jahat orang lain. "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:43-44). Firman Tuhan pun sudah mengingatkan kita agar tidak bersukacita ketika musuh terjatuh. "Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu beria-ria kalau ia terperosok" (Amsal 24:17).
Orang yang mendendam artinya sama dengan tidak mengenal Allah. Firman Tuhan berkata "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Dan kasih tanpa pamrih seperti halnya Tuhan mengasihi kita ini sudah selayaknya diberikan kepada siapapun, termasuk kepada musuh yang sudah berlaku sangat jahat kepada kita. Tidak ada alasan bagi kita untuk menolak memberikan bentuk kasih seperti ini, karena sesungguhnya Allah sendiri sudah mendemonstrasikannya kepada kita. Ditambah lagi kasih dari Allah ini sudah dicurahkan kepada kita lewat Roh Kudus. Kita bisa melihat buktinya lewat kitab Roma: "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5).
(bersambung)
Monday, December 11, 2017
Menjaga Kemurnian Hati (3)
(sambungan)
Semua itu sangatlah bertentangan dengan buah roh, yaitu "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu." (ay 22-23). Jadi "hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging" (ay 16) Dan "Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh" (ay 25).
Dalam Yehezkiel hubungan hidup oleh Roh dan hati tertulis dengan jelas. "Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat, supaya mereka hidup menurut segala ketetapan-Ku dan peraturan-peraturan-Ku dengan setia; maka mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allah mereka." (Yehezkiel 11:19-20). Lihatlah bahwa roh yang baru bisa menjauhkan kita dari memiliki hati yang keras dan pembangkang. Hati yang baru dalam roh yang baru akan membuat kita mampu untuk hidup dengan ketaatan menurut semua ketetapan dan peraturan Tuhan dengan setia. Sebuah hidup yang didasarkan oleh Roh Allah dan dipimpin oleh Roh akan memampukan kita menjaga kemurnian hati.
3. Memastikan hati nurani tetap berfungsi dengan baik
Dalam Kisah Para Rasul 24:16, Paulus mengatakan "Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia." Disadari atau tidak, Tuhan kerap berbicara melalui hati nurani. Orang yang hati nuraninya berfungsi dengan baik biasanya lebih awas terhadap godaan dan penyesatan ketimbang orang yang hati nuraninya tidak berfungsi apalagi kalau sampai keburu mati.
Sebuah artikel pernah menyampaikan mengenai hati nurani ini. Kalau hati memang bentuknya nyata, hati nurani seperti jiwa dan roh tidak memiliki wujud nyata alias tidak kasat mata. Meski demikian, hati nurani sangat berperan dalam hidup kita. Hati nurani bisa menegur kita saat melakukan perbuatan buruk lewat perasaan tidak enak, tidak nyaman, perasaan bersalah, penyesalan dan sebagainya. Karena itulah orang yang hati nuraninya berfungsi akan lebih terhindar dari berbagai penyesatan dan perbuatan dosa.
Teguran Tuhan kerap menjadi jendela bagi Tuhan untuk mengingatkan kita saat kita hampir terjebak atau tergoda untuk melakukan pelanggaran, agar tidak melenceng melakukan perbuatan dosa semakin jauh. Terbiasa mengabaikan hati nurani akan membuat fungsinya melemah. Kalau tadinya ada perasaan berdosa atau bersalah, tanpa hati nurani yang berfungsi kita bisa merasa biasa saja dalam melakukannya.
Hati nurani yang gelap tanpa adanya terang Tuhan tidak akan bisa menyinari batin, menyorot segala hal yang terdalam, paling tersembunyi untuk memastikan kita tidak menyimpan sesuatu yang buruk disana, apakah itu motivasi-motivasi terselubung, niat jahat, konspirasi, dendam, kepahitan dan sebagainya. Sebuah hati nurani yang tidak memiliki terang Tuhan akan membuat mata hati tidak mampu melihat kebenaran. Betapa berbahayanya apabila hati nurani kita sampai dibiarkan tidak berfungsi, melemah sampai pada akhirnya mati. Disaat seperti itu kita tidak lagi peka terhadap perbuatan-perbuatan yang melanggar ketetapanNya, dan itu bisa membawa kita masuk ke dalam kehancuran.
(bersambung)
Sunday, December 10, 2017
Menjaga Kemurnian Hati (2)
(sambungan)
1. Lahir baru.
Pertama yang harus kita ingat adalah lahir baru. Dalam Efesus 4 dikatakan: "yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya." (ay 22-24). Lantas dalam Kolose dikatakan "Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya" (ay 10-11).
Lahir baru membuat kita diberi kesempatan untuk menjadi manusia baru, diperbaharui dalam roh dan pikiran, yang memungkinkan kita untuk hidup dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya/seharusnya. Sebuah proses lahir baru membuat kita bisa terus menerus diperbaharui untuk semakin dalam mengenal Allah secara benar. "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:7). Tanpa menjadi ciptaan yang baru akan sangat sulit bagi kita untuk bisa memiliki hati yang suci.
Satu hal yang harus kita perhatikan adalah menjadi manusia baru tidak serta merta membuat kita sepenuhnya bebas dari jerat dosa untuk seterusnya. Benar, kita sudah diperbaharui dan disucikan. Kematian Kristus menebus kita, memulihkan hubungan dengan Tuhan dan itu bisa menjadi landasan kokoh untuk sebuah hidup penuh kebenaran. Tapi seperti sebuah rumah yang sudah disapu dan dipel, kalau kita biarkan terbuka maka akan ada banyak kotoran yang bisa kembali mencemari rumah yang sudah bersih tadi.
Sebuah kesempatan besar untuk lahir baru dan mengenakan hidup baru seharusnya disikapi dan dihargai dengan tinggi supaya kita tidak kembali terjebak pada dosa-dosa atau kebiasaan-kebiasaan lama yang umumnya bisa menarik kita kembali ke kehidupan lama kita. Dan juga bisa mencegah kita untuk tidak tergoda untuk melakukan berbagai penyimpangan atau pelanggaran yang kerap dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengenal Tuhan. Semua itu bisa kembali mencemarkan dan itu berarti kita tidak menghargai sebuah kasih karunia besar yang Tuhan sudah berikan pada kita.
2. Hidup oleh Roh dan dipimpin oleh Roh.
Hidup dalam Roh dan dipimpin oleh Roh sangatlah penting. Dan itu diingatkan Paulus dalam Galatia 5:16-26 dimana ia mengurakikan panjang lebar tentang hal itu. Setelah kita menjadi manusia baru, kita butuh sesuatu yang bisa menjaga kita untuk tidak melakukan kebiasaan lama dan kecemaran-kecemaran baru, yang bisa membuat kita terhindar dari hidup yang mementingkan keinginan-keinginan daging yang menyesatkan bahkan membinasakan. Membinasakan? Ya. Kita bisa lihat betapa berbahayanya perbuatan daging seperti yang dirinci oleh Paulus. "Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu--seperti yang telah kubuat dahulu--bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah." (ay 19-21).
(bersambung)
1. Lahir baru.
Pertama yang harus kita ingat adalah lahir baru. Dalam Efesus 4 dikatakan: "yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya." (ay 22-24). Lantas dalam Kolose dikatakan "Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya" (ay 10-11).
Lahir baru membuat kita diberi kesempatan untuk menjadi manusia baru, diperbaharui dalam roh dan pikiran, yang memungkinkan kita untuk hidup dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya/seharusnya. Sebuah proses lahir baru membuat kita bisa terus menerus diperbaharui untuk semakin dalam mengenal Allah secara benar. "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:7). Tanpa menjadi ciptaan yang baru akan sangat sulit bagi kita untuk bisa memiliki hati yang suci.
Satu hal yang harus kita perhatikan adalah menjadi manusia baru tidak serta merta membuat kita sepenuhnya bebas dari jerat dosa untuk seterusnya. Benar, kita sudah diperbaharui dan disucikan. Kematian Kristus menebus kita, memulihkan hubungan dengan Tuhan dan itu bisa menjadi landasan kokoh untuk sebuah hidup penuh kebenaran. Tapi seperti sebuah rumah yang sudah disapu dan dipel, kalau kita biarkan terbuka maka akan ada banyak kotoran yang bisa kembali mencemari rumah yang sudah bersih tadi.
Sebuah kesempatan besar untuk lahir baru dan mengenakan hidup baru seharusnya disikapi dan dihargai dengan tinggi supaya kita tidak kembali terjebak pada dosa-dosa atau kebiasaan-kebiasaan lama yang umumnya bisa menarik kita kembali ke kehidupan lama kita. Dan juga bisa mencegah kita untuk tidak tergoda untuk melakukan berbagai penyimpangan atau pelanggaran yang kerap dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengenal Tuhan. Semua itu bisa kembali mencemarkan dan itu berarti kita tidak menghargai sebuah kasih karunia besar yang Tuhan sudah berikan pada kita.
2. Hidup oleh Roh dan dipimpin oleh Roh.
Hidup dalam Roh dan dipimpin oleh Roh sangatlah penting. Dan itu diingatkan Paulus dalam Galatia 5:16-26 dimana ia mengurakikan panjang lebar tentang hal itu. Setelah kita menjadi manusia baru, kita butuh sesuatu yang bisa menjaga kita untuk tidak melakukan kebiasaan lama dan kecemaran-kecemaran baru, yang bisa membuat kita terhindar dari hidup yang mementingkan keinginan-keinginan daging yang menyesatkan bahkan membinasakan. Membinasakan? Ya. Kita bisa lihat betapa berbahayanya perbuatan daging seperti yang dirinci oleh Paulus. "Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu--seperti yang telah kubuat dahulu--bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah." (ay 19-21).
(bersambung)
Saturday, December 9, 2017
Menjaga Kemurnian Hati (1)
Ayat bacaan: Matius 5:8
====================
"Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah."
Dalam renungan kemarin kita sudah melihat bagaimana Tuhan memperlakukan orang yang tangannya bersih dan hatinya murni. Dikatakan orang yang bersih tangannya dan murni hatinyalah yang boleh naik ke atas gunung Tuhan dan masuk ke dalam tempatNya yang kudus (Mazmur 24:3) dan mereka menerima berkat dan keadilan dari Tuhan. (ay 5). Seperti janji saya sebelumnya, dalam renungan kali ini saya ingin fokus kepada hati yang murni. Hati yang murni adalah sebuah bentuk hati yang tidak dibiarkan tercemar, terkontaminasi oleh hal-hal yang bertentangan dengan prinsip kasih seperti yang dijabarkan Paulus dalam 1 Korintus 13:4-7. Seperti dalam contoh sebelumnya, air murni akan berguna bagi kesehatan kita, bisa menyembuhkan penyakit dan menjaga agar kita tetap dalam kondisi baik. Demikian juga hati yang murni. Begitu pentingnya, Yesus bahkan berkata: "Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah." (Matius 5:8).
Dalam versi English amplifiednya ayat yang saya jadikan ayat bacaan ini berkata "Blessed (happy, enviably fortunate, and spiritually prosperous--possessing the happiness produced by the experience of God's favor and especially conditioned by the revelation of His grace, regardless of their outward conditions) are the pure in heart, for they shall see God!" Kalau diterjemahkan bunyinya seperti ini: Diberkatilah (Bergembiralah, beruntunglah dan makmurlah secara spiritual - dengan kegirangan dan kepuasan hidup dalam kemurahan dan keselamatan Tuhan dan secara khusus berada dalam anugerahNya terlepas dari apapun kondisi yang tengah terjadi) mereka yang suci/murni hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
Bukankah itu luar biasa? Itu jelas sebuah anugerah yang bukan main besarnya yang akan membuat hidup kita jauh berbeda dibanding kebanyakan orang yang masih membiarkan hatinya terus teracuni oleh iri, dengki, kebencian, kekecewaan dan berbagai pandangan keliru tentang kemurahan Tuhan serta penyesatan-penyesatan dari pola pikir dunia.
Hati sungguh merupakan faktor penting yang sangat menentukan kualitas hubungan kita dengan Tuhan, kemampuan kita dalam menerima berkat dan anugerahNya tanpa terhalang sesuatu apapun, siapa kita dalam hidup saat ini dan kemana kita akan mengarah setelah fase kehidupan yang sekarang ini selesai. Dengan kata lain, bagaimana kondisi hati akan sangat menentukan dan menunjukkan seperti apa perjalanan dan masa depan kehidupan kita.
Dalam kitab Amsal dikatakan "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." (Amsal 27:19). Jika kita memandang permukaan air dari atas, wajah kita akan tercermin disana. Sebagaimana air memantulkan wajah saat kita pandang dari atas, seperti itu pula hati mencerminkan diri atau hidup seseorang.
Lalu Firman lainnya mengingatkan bahwa Tuhan sangat mementingkan hati. "... Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7). Sebegitu pentingnya kondisi hati kita, sehingga sebuah ayat berkata demikian: "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23).
Dikatakan kita harus menjaga hati bukan dengan ala kadarnya atau seadanya, apalagi asal-asalan dengan standar kewaspadaan rendah, tapi dikatakan dengan segala kewaspadaan, sepenuh-penuhnya sadar dan waspada, karena dari hatilah sesungguhnya hidup itu terpancar.
Semakin murni hati kita, maka semakin besar pula kesempatan kita untuk membangun hubungan berkualitas dengan Tuhan. Dan semakin besar pula kesempatan kita untuk menikmati hidup yang berkemenangan, penuh sukacita dalam perlindungan dan perhatian Tuhan tanpa tergantung dari situasi dan kondisi yang tengah kita alami.
Pertanyaannya sekarang, bagaimana agar kita bisa memperoleh dan menjaga kemurnian atau kesucian hati? Ada beberapa poin penting yang harus kita ingat dan perhatikan, dan mari kita lihat satu persatu.
(bersambung)
====================
"Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah."
Dalam renungan kemarin kita sudah melihat bagaimana Tuhan memperlakukan orang yang tangannya bersih dan hatinya murni. Dikatakan orang yang bersih tangannya dan murni hatinyalah yang boleh naik ke atas gunung Tuhan dan masuk ke dalam tempatNya yang kudus (Mazmur 24:3) dan mereka menerima berkat dan keadilan dari Tuhan. (ay 5). Seperti janji saya sebelumnya, dalam renungan kali ini saya ingin fokus kepada hati yang murni. Hati yang murni adalah sebuah bentuk hati yang tidak dibiarkan tercemar, terkontaminasi oleh hal-hal yang bertentangan dengan prinsip kasih seperti yang dijabarkan Paulus dalam 1 Korintus 13:4-7. Seperti dalam contoh sebelumnya, air murni akan berguna bagi kesehatan kita, bisa menyembuhkan penyakit dan menjaga agar kita tetap dalam kondisi baik. Demikian juga hati yang murni. Begitu pentingnya, Yesus bahkan berkata: "Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah." (Matius 5:8).
Dalam versi English amplifiednya ayat yang saya jadikan ayat bacaan ini berkata "Blessed (happy, enviably fortunate, and spiritually prosperous--possessing the happiness produced by the experience of God's favor and especially conditioned by the revelation of His grace, regardless of their outward conditions) are the pure in heart, for they shall see God!" Kalau diterjemahkan bunyinya seperti ini: Diberkatilah (Bergembiralah, beruntunglah dan makmurlah secara spiritual - dengan kegirangan dan kepuasan hidup dalam kemurahan dan keselamatan Tuhan dan secara khusus berada dalam anugerahNya terlepas dari apapun kondisi yang tengah terjadi) mereka yang suci/murni hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
Bukankah itu luar biasa? Itu jelas sebuah anugerah yang bukan main besarnya yang akan membuat hidup kita jauh berbeda dibanding kebanyakan orang yang masih membiarkan hatinya terus teracuni oleh iri, dengki, kebencian, kekecewaan dan berbagai pandangan keliru tentang kemurahan Tuhan serta penyesatan-penyesatan dari pola pikir dunia.
Hati sungguh merupakan faktor penting yang sangat menentukan kualitas hubungan kita dengan Tuhan, kemampuan kita dalam menerima berkat dan anugerahNya tanpa terhalang sesuatu apapun, siapa kita dalam hidup saat ini dan kemana kita akan mengarah setelah fase kehidupan yang sekarang ini selesai. Dengan kata lain, bagaimana kondisi hati akan sangat menentukan dan menunjukkan seperti apa perjalanan dan masa depan kehidupan kita.
Dalam kitab Amsal dikatakan "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." (Amsal 27:19). Jika kita memandang permukaan air dari atas, wajah kita akan tercermin disana. Sebagaimana air memantulkan wajah saat kita pandang dari atas, seperti itu pula hati mencerminkan diri atau hidup seseorang.
Lalu Firman lainnya mengingatkan bahwa Tuhan sangat mementingkan hati. "... Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7). Sebegitu pentingnya kondisi hati kita, sehingga sebuah ayat berkata demikian: "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23).
Dikatakan kita harus menjaga hati bukan dengan ala kadarnya atau seadanya, apalagi asal-asalan dengan standar kewaspadaan rendah, tapi dikatakan dengan segala kewaspadaan, sepenuh-penuhnya sadar dan waspada, karena dari hatilah sesungguhnya hidup itu terpancar.
Semakin murni hati kita, maka semakin besar pula kesempatan kita untuk membangun hubungan berkualitas dengan Tuhan. Dan semakin besar pula kesempatan kita untuk menikmati hidup yang berkemenangan, penuh sukacita dalam perlindungan dan perhatian Tuhan tanpa tergantung dari situasi dan kondisi yang tengah kita alami.
Pertanyaannya sekarang, bagaimana agar kita bisa memperoleh dan menjaga kemurnian atau kesucian hati? Ada beberapa poin penting yang harus kita ingat dan perhatikan, dan mari kita lihat satu persatu.
(bersambung)
Subscribe to:
Posts (Atom)
Belajar dari Rehabeam (2)
(sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...