Thursday, June 30, 2016

Gideon (1)

Ayat bacaan: Hakim Hakim 7:11
=============================
"..engkau akan mendapat keberanian untuk turun menyerbu perkemahan itu." ("..your hands shall be strengthened to go down against the camp.")

Ada pasukan yang jumlahnya begitu banyak, sebanyak pasir di tepi laut dengan persenjataan lengkap siap menyerang anda. Di posisi anda, setelah dikumpul-kumpul anda bisa membawa 32 ribu prajurit untuk berperang bersama anda. Jumlah itu masih kalah jauh dibanding musuh. Tapi kemudian saat anda hendak maju, jumlah itu dianggap terlalu banyak dan anda diminta mengurangi jumlahnya. Dikurangi, dan terus dikurangi. Dari 32 ribu, menjadi 10 ribu, itupun kata Tuhan masih terlalu banyak. Kurangi lagi hingga akhirnya cuma diijinkan 300 orang. Apa reaksi anda? 300 orang menghadapi pasukan sebanyak pasir di pantai, apa yang bisa diharapkan? Saya kira kalau pakai hitung-hitungan logika, dengan 32 ribu saja pun anda masih harus berpikir panjang untuk maju kecuali terpaksa. Anda mungkin akan memikirkan terlebih dahulu berbagai alternatif atau strategi. Sementara anda diminta maju bukan dengan jumlah itu melainkan jauh lebih kecil. Ketika ini saya tanyakan kepada seorang teman, ia berkata bahwa cuma dua jenis orang yang mau melakukan itu: orang gila atau bosan hidup. Saya tersenyum. Yang ia bilang tidak salah. Tapi bagaimana kalau Tuhan yang minta? Anggaplah ini situasi nyata, apa yang anda pilih? Bergantung pada hitungan logika atau percaya kepada Tuhan?

Kisah dan jumlah prajurit di atas sebenarnya saya ambil dari Alkitab. Ada periode tertentu dalam sejarah bangsa Israel ketika mereka tengah ditindas oleh dua suku sekaligus, suku Midian dan sekutunya Amalek. Orang-orang Midian dan Amalek pada saat itu begitu jahat. Mereka menghancurkan ternak dan tanaman mereka terus menerus sehingga bangsa Israel terpaksa hidup melarat dan hanya mampu bersembunyi di balik gunung-gunung maupun gua-gua. (Hakim Hakim 6:1-6). Tuhan lalu mengutus MalaikatNya untuk menemui seseorang bernama Gideon, menyampaikan kepadanya bahwa Tuhan memilih dirinya untuk mengalahkan orang Midian dan Amalek.(ay 11-12).

Sebelum kita lanjutkan, mari kita lihat terlebih dahulu siapa Gideon itu. Gideon bukanlah seorang panglima perang yang gagah berani. Dia bahkan bukan seorang pemimpin. Gideon justru disebutkan hanyalah seorang yang paling muda di antara kaum keluarganya, dan kaum keluarganya itu justru yang paling kecil diantara suku-suku yang ada. (ay 15). Tapi Tuhan mengatakan bahwa Tuhan sendiri yang akan menyertainya. Dengan serangkaian tanda dari Tuhan, singkat kata kita bisa mengetahui bahwa Gideon akhirnya tidak ragu lagi dan percaya penuh bahwa dirinya memang diutus Tuhan untuk mengalahkan Midian dan Amalek. (ay 17-40).

Namanya harus bersiap-siap berperang, tibalah saatnya untuk mempelajari peta kekuatan lawan. Berapa jumlah lawan yang harus dihadapi? Alkitab mencatat: "Adapun orang Midian dan orang Amalek dan semua orang dari sebelah timur itu bergelimpangan di lembah itu, seperti belalang banyaknya, dan unta mereka tidak terhitung, seperti pasir di tepi laut banyaknya." (Hakim Hakim 7:12). Dalam bahasa Inggris jumlah musuh disebutkan "like locusts for multitude", dan jumlah untanya "as the sand on the seashore for multitude". Itu jelas jumlah yang terlalu gila dan mustahil untuk ditaklukkan.

Setelah dihitung-hitung, Gideon berhasil mengumpulkan sebanyak 32.000 orang. Jumlah itu sebenarnya masih terlalu sedikit jika dibandingkan dengan jumlah pasukan Midian dan Amalek. Tapi anehnya, Tuhan malah berseru bahwa itu masih terlalu banyak. Kenapa? Jawabannya: Tuhaningin orang Israel tahu bahwa yang menyelamatkan mereka bukanlah kuat perkasa mereka, bukan tenaga, keahlian berperang, kelengkapan atau jumlah pasukan, melainkan tangan Tuhan. Karena itu mereka tidak membutuhkan jumlah pasukan yang besar. Hal ini disebutkan dalam ayat 2: "Berfirmanlah TUHAN kepada Gideon: "Terlalu banyak rakyat yang bersama-sama dengan engkau itu dari pada yang Kuhendaki untuk menyerahkan orang Midian ke dalam tangan mereka, jangan-jangan orang Israel memegah-megahkan diri terhadap Aku, sambil berkata: Tanganku sendirilah yang menyelamatkan aku." 

Baiklah. Tapi berapa banyak? Jumlah prajurit lalu diperkecil menjadi 10.000, tapi tetap Tuhan bilang masih kebanyakan. (ay 2-4). Dan melalui seleksi unik sesuai perintah Tuhan, jumlah akhir yang disetujui adalah 300 orang saja.(ay 5-7) Gideon dan 300 pasukan, melawan pasukan sebegitu banyak seperti wabah belalang dengan unta sebanyak butiran pasir di tepi laut. Logika kita akan mengatakan bahwa itu mustahil. Tidak masuk akal, no chance. Tapi itu faktanya, dan itulah yang terjadi. Dengan tegas Tuhan meneguhkan Gideon dengan berkata :"..engkau akan mendapat keberanian untuk turun menyerbu perkemahan itu."  (ay 11). Dalam versi Inggrisnya dikatakan: "..your hands shall be strengthened to go down against the camp." Tuhan bilan, tanganmu akan dikuatkan untuk menyerbu perkemahan itu. Mungkin Gideon sebagai manusia bisa saja ragu, tapi imannya membuat ia kemudian memilih untuk taat melakukan tepat seperti kata Tuhan.

(bersambung)

Wednesday, June 29, 2016

Tak Pernah Kering dan Melimpah Tanpa Henti (3)

(sambungan)

Baik lewat ucapan Pascal seperti yang bisa dibaca dalam renungan kemarin atau lewat contoh-contoh nyata yang sering atau mungkin pernah kita alami, kita harus menyadari bahwa kebahagiaan sejati hanyalah bisa kita peroleh secara rohani lewat hubungan erat kita dengan Tuhan. Ketaatan terhadap Tuhan, patuh terhadap ketetapan-ketetapanNya tanpa terkecuali merupakan kunci penting untuk bisa memperoleh kebahagiaan dan damai sejahtera yang sejati, tanpa pernah kering, tanpa pernah berhenti. Rongga kosong dalam hati kita akan tetap ada selama kita terus terjebak mencari solusi yang salah. Semua itu tidak akan mampu mengisi kekosongan kecuali Tuhan sendiri.

Selanjutnya mari kita lihat bahwa Yesus berfirman: "..Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus." (Roma 14:17). Yesus mengatakan bahwa Kerajaan Allah bukan mengacu kepada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisik saja, tetapi justru mengacu kepada damai sejahtera dan sukacita lewat Roh Kudus. Itulah yang akan mampu memenuhi rongga kosong dalam hati kita lantas dalam kepenuhan bisa mencapai kebahagiaan dan damai sejahtera yang tidak ada habisanya, yang tidak lagi terpengaruh oleh keadaan atau kondisi apapun yang tengah kita alami hari ini. Sebuah Kebahagiaan dan damai sejahtera yang sejati hanya bisa disediakan oleh Tuhan, dan itu hanya akan bisa terjadi jika kita menjalankan hidup sesuai prinsip Kerajaan Allah yang kita pelajari dari Firman Tuhan. Menjadi pelaku-pelaku Firman dimana Kerajaan Allah hadir dalam kehidupan kita. Harta benda, kekayaan, jabatan, pujian dan penghargaan tidak akan pernah mampu menjawab kebutuhan kita akan kebahagiaan ini.

Kita sering keliru bahwa uang merupakan jawaban atas segala-galanya, yang sepertinya mampu memenuhi segala kebutuhan kita atas berbagai produk yang terus menawarkan kebahagiaan. Mengira bahwa segalanya bisa dibeli dengan uang. Tapi pada akhirnya kita akan sampai pada kesimpulan bahwa kekosongan atau kehampaan dalam hati kita itu tidak bisa diatasi oleh apapun, tak peduli sebanyak apapun harta kekayaan kita selain oleh Tuhan sendiri. Mudah-mudahan kesadaran itu munculnya tidak terlambat.

Saat rongga itu terpenuhi, disanalah kita akan merasakan kebahagiaan dan damai sejahtera tanpa henti yang tidak lagi tergantung lewat berbagai kesusahan di dunia ini. Sebaliknya, semakin meninggalkan atau menjauh dari Tuhan dan terus mengejar kenikmatan atas kedagingan justru akan membuat rongga kosong ini terus melebar, membawa kita ke dalam bermacam kesesatan yang semakin parah, dan merampas setiap sukacita yang seharusnya menjadi bagian dari kita lewat Kristus.

Jika anda saat merasakan kekosongan dalam hati anda yang membuat anda merasa kering tanpa damai sejahtera dan tidak ada lagi ombak kebahagiaan yang menghampiri anda, itu tandanya anda harus mulai berpikir untuk memeriksa sejauh mana anda sudah memperhatikan perintah Tuhan dalam kehidupan anda sehari-hari. Memeriksa lagi sedekat apa hubungan yang anda bangun dengan Tuhan saat ini.  Jika masih kurang, perbaikilah segera.

Firman berkata: "Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu." (Yakobus 4:8). Tuhan menantikan anda dan rindu untuk mengalirkan damai sejahtera dan kebahagiaan yang tidak pernah kering dan berhenti. Datanglah kepadaNya, perbaiki bagian-bagian yang masih belum beres dan perbaiki hubungan dengan Tuhan, lalu terimalah rasa damai sejahtera dan bahagia dalam tingkatan yang tidak lagi bisa digoncangkan oleh kondisi sesulit apapun.

Kebahagiaan melimpah bagai gelombang laut dan damai sejahtera bagai sungai yang tak pernah kering menjadi milik orang-orang yang taat pada perintahNya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, June 28, 2016

Tak Pernah Kering dan Melimpah Tanpa Henti (2)

(sambungan)

Tuhan menjanjikan kebahagiaan yang dapat kita peroleh secara melimpah tanpa henti, bagai gelombang laut yang tidak pernah berhenti dan damai sejahtera bagai sungai yang tidak pernah kering seperti yang tertulis dalam Yesaya 48:18. Tapi itu semua bisa menjadi milik kita apabila kita memperhatikan  setiap perintah Tuhan secara serius dan sungguh-sungguh. Ketaatan kita akan membuat Tuhan berada dekat dengan kita, di dalam diri kita, dan hanya dengan cara itulah kita bisa menerima janji Tuhan yang sebesar ini. Disanalah kita bisa merasakan seperti apa sebenarnya kebahagiaan dan damai sejahtera yang berasal dari Tuhan, yang tidak lagi tergantung oleh baik buruknya situasi yang kita alami sehari-hari, bukan pula kebahagiaan semu seperti yang dijanjikan dunia. Jika kita masih ragu akan hal itu, dalam beberapa kesempatan kita bisa menemukan ayat yang menyatakan dengan jelas bahwa Tuhan sendirilah yang merupakan sumber damai sejahtera , misalnya dalam Roma 15:33 dan Roma 16:20.

Kita perlu tahu betul ayat ini karena konsep yang dipercaya dunia sesungguhnya mengajarkan hal yang berbeda. Memenuhi keinginan daging secara sekilas seolah-olah mampu memberikan jawaban untuk mendatangkan kebahagiaan. Banyak orang mati-matian berusaha untuk memuaskan keinginan dagingnya untuk memperoleh rasa bahagia dan damai sejahtera, bahkan untuk itu mereka rela mengorbankan hubungan dengan Tuhan. Mereka mencoba terus lebih dekat lagi kepada hal-hal duniawi yang dianggap mampu menjawab kebutuhan akan kebahagiaan itu. Mengira bahwa kebahagiaan dan damai sejahtera itu bisa dibeli, seperti hal-hal lainnya yang mereka percaya bisa dibeli. Padahal kuncinya bukan disana justru berada di Tuhan. Firman Tuhan berkata "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera." (Roma 8:6). Dalam Galatia 5:22-23 pun kita bisa melihat bahwa damai sejahtera dan sukacita merupakan dua dari beberapa buah Roh.

Bicara soal mencari damai sejahtera dan kebahagiaan, sangatlah menarik melihat apa yang dikatakan seorang filsuf dan ahli ilmu pengetahuan yang sangat terkenal bernama Pascal (1623-1662). Ia pernah memberi pernyataan yang sangat penting mengenai kepenuhan hati untuk bisa merasakan damai sejahtera dan kebahagiaan. Berikut tulisannya. "What else does this craving, and this helplessness, proclaim but that there was once in man a true happiness, of which all that now remains is the empty print and trace? This he tries in vain to fill with everything around him, seeking in things that are not there the help he cannot find in those that are, though none can help, since this infinite abyss can be filled only with an infinite and immutable object; in other words by God himself".

Pascal mengatakan bahwa sesungguhnya ada kekosongan, kehampaan, ketidakberdayaan di dalam kita yang selalu kita usahakan untuk tambal dengan segala cara lewat apapun yang ada pada kita. Padahal itu cuma bisa ditutupi oleh Tuhan sendiri. Bukankah menarik ketika kita mencermati bahwa ucapan ini berasal dari seorang yang sangat ahli dalam ilmu pengetahuan, orang yang menciptakan begitu banyak teori yang masih dipakai sebagai dasar ilmu pengetahuan sampai hari ini? Setinggi-tingginya kita menguasai ilmu, sehebat-hebatnya dan sekaya-kayanya kita, ternyata ada sebuah rongga atau lubang yang akan selalu ada di dalam diri kita yang tidak akan mampu dipenuhi oleh hal apapun kecuali oleh Tuhan saja.

Itulah sebabnya kita sering melihat bahkan mungkin pernah mengalami bahwa tidak peduli seberapa kerasnya usaha kita untuk menutupi lubang ini lewat hal-hal yang ditawarkan dunia, semua itu hanya sia-sia saja. Manusia cenderung mencari kebahagiaan di tempat yang salah, mengimani apa yang dipercaya dunia bisa mendatangkan kebahagiaan seperti misalnya kekayaan, jabatan, lingkungan kelas atas dalam pertemanan, berbagai bentuk pesta atau bahkan sebagian orang lagi memilih hal yang lebih jauh seperti mabuk-mabukan, obat terlarang dan hubungan bebas. Tapi buktinya, mereka ini hanya akan tersesat lebih dan lebih jauh lagi tanpa pernah menemukan solusi yang mujarab.

Ini merupakan hal yang ironis karena kehampaan dan kekosongan dalam hati biasanya bukannya tertutup tetapi malah bertambah besar. Pengambilan langkah yang salah seperti ini bukan cuma sia-sia tapi bahkan semakin menjauhkan kita dari Tuhan. Itu jelas menimbulkan bahaya besar baik dalam hidup di dunia saat ini maupun untuk fase yang kekal nanti.

(bersambung)

Monday, June 27, 2016

Tak Pernah Kering dan Melimpah Tanpa Henti (1)

Ayat bacaan: Yesaya 48:18
======================
"Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti."

Ada banyak sungai kering saat kemarau berlangsung lama. Ketidakpedulian manusia terhadap lingkungan, penebangan hutan dan pertumbuhan populasi manusia yang semakin banyak membuat ketinggian air sungai menyusut lalu kering. Meski demikian, ada banyak pula sungai-sungai yang ternyata sanggup bertahan bukan cuma puluhan atau ratusan tahun tapi jutaan. Di Indonesia pun ada banyak sungai-sungai yang usianya sudah sangat tua ini. Contohnya Bengawan Solo. Sungai ini menjadi termasyhur dan harum namanya di seluruh dunia lewat lagu yang ditulis oleh maestro Gesang. Dari apa yang pernah saya baca, sungai Bengawan Solo ini sudah berumur lebih dari empat juta tahun lalu. Kalau itu benar, dengan umur seperti itu Bengawan Solo merupakan saksi bisu perjalanan panjang dunia. Bicara soal sungai tua yang bukan di Indonesia, pikiran saya langsung mengarah pada sungai yang sangat terkenal di India yaitu sungai Gangga. Sungai ini dianggap suci oleh masyarakt disana yang mayoritas beragama Hindu. Ada ritual mandi, mereka mencuci disana, dan dengar-dengar abu dari orang yang meninggal pun akan terhormat kalau ditabur disana. Usia sungai ini pun sudah sangat lama. Saya tidak tahu pasti berapa usianya, tapi setidaknya kitab Mahabharata yang ditulis sekian (puluh) ribu tahun yang lalu sudah mencatat istimewanya sungai ini. Baik Bengawan Solo dan sungai Gangga masih ada hingga hari ini, dan mereka akan terus ada ratusan atau bahkan ribuan tahun ke depan, selama dunia masih belum kiamat.

Masih soal kumpulan air yang tidak berhenti, coba perhatikan ombak di laut. Setiap kali saya liburan ke pantai, saya selalu tertarik melihat gelombang. Karena malas berendam, saya sering hanya berdiri di pinggiran dan membiarkan ombak menerpa kaki hingga lutut. Terkadang kalau gelombangnya tinggi, ombaknya bisa menerpa sampai ke badan bahkan punya kekuatan untuk mendorong saya sampai jatuh tercebur. Main air seperti itu termasuk asyik buat banyak orang. Lihatlah betapa gembiranya mereka berlari-lari bermain ombak di pinggir pantai. Satu hal yang menarik, ombak tidak akan pernah berhenti. Mau besar mau kecil, mau tinggi mau rendah, mau jauh hingga ke dalam pantai atau hanya diujung luar saja, ombak akan terus menerpa pantai.

Gelombang laut tidak akan pernah berhenti tanpa peduli waktu. Bila anda berjalan di tepi pantai pada tengah malam, anda akan tetap mendapati bahwa gelombang-gelombang itu tetap ada, dari tengah lalu bergulung menuju kaki anda. Sungai yang tidak kering akan menjamin kesuburan tanah di sekitarnya sekaligus menjamin kehidupan yang baik bagi orang-orang yang tinggal disana. Sekarang coba bayangkan. Bagaimana kalu damai sejahtera dan kebahagiaan bisa seperti itu pada kita? Damai sejahtera yang tidak pernah kering bagai sungai-sungai tertua di atas, bahagia yang berlimpah tanpa henti bagai gelombang air laut. Bukankah itu terdengar sangat luar biasa?

Apakah saya cuma berandai-andai? Tidak. Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa seperti itulah tepatnya yang Tuhan janjikan kepada kita. Mari kita baca dan imani sama-sama. "Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti." (Yesaya 48:18).

Wow, bukankah itu janji Tuhan yang sangat luar biasa? Firman Tuhan bilang kita bisa mendapat damai sejahtera yang tidak akan pernah kering seperti sungai-sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaan yang terus berlimpah seperti gelombang laut yang tak pernah berhenti. Bukan damai sejahtera yang pasang surut, bukan kebahagiaan yang pas-pasan dan singkat. Bukan. Tapi yang tidak pernah kering dan melimpah. Itu semua bisa menjadi milik kita, tapi dengan satu syarat, yaitu apabila kita memperhatikan perintah-perintah Tuhan dalam segala aspek kehidupan kita.

Dalam versi Bahasa Inggrisnya dikatakan: "Oh, that you had hearkened to My commandments! Then your peace and prosperity would have been like a flowing river, and your righteousness [the holiness and purity of the nation] like the [abundant] waves of the sea." Kata 'hearken' berarti mendengar, memperhatikan dan mematuhi. Dengan kata lain, if we listen, give attention to Lord's commandments in full obedience, we will gain peace and prosperity like a flowing river, then our righteousness will never stop just like the waves of the sea. Jika kita mendengar, mencermati dan mematuhi ketetapan Tuhan, semua itu dijanjikan Tuhan untuk menjadi milik kita.

(bersambung)

Sunday, June 26, 2016

An Open Letter of Christ (2)

(sambungan)

Mari kita lanjutkan sedikit lagi. Dari mana pengenalan Kristus itu akan muncul dari kita? Pengenalan akan Kristus yang benar akan muncul lewat buah-buah baik yang tumbuh dari hidup kita. Bicara soal buah, cara termudah bagi kita untuk mengetahui jenis pohon adalah lewat buah yang tumbuh pada ranting-rantingnya. Pohon mangga akan menghasilkan buah mangga. Pohon yang baik akan berbuah lebat, dan yang tidak akan sulit berbuah atau malah tidak sama sekali. Seperti itu pula dengan kita. Yesus berkata: "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." (Yohanes 15:4-8).

Dalam kesempatan lain Yesus berkata: "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35). Jadi seharusnya orang akan tahu bahwa kita adalah murid Yesus dan mengenal PribadiNya secara benar lewat diri kita, yaitu apabila kita menunjukkan sikap saling mengasihi tanpa memandang latar belakang, kenal tidak kenal dan lain-lain dalam hidup kita sehari-hari.

Sebagai surat Kristus kita juga harus mampu membawa terang, seperti halnya Yesus yang merupakan Terang Dunia. Itu dikatakan Yesus sendiri. "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16) Karena itulah kita harus menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan, hingga kita bisa mencapai tingkatan seperti yang Tuhan ingin kita capai. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Matius 5:48). Hanya dengan demikianlah kita bisa menjadi surat Kristus yang benar untuk dibaca banyak orang. Segala sisi kehidupan kita seharusnya mampu bercerita tentang Yesus. Hidup kita seharusnya mampu menjadi surat cinta Yesus kepada semua orang di dunia tanpa terkecuali. Seperti halnya Yesus mencintai anda, setiap sendi kehidupan kita juga sudah selayaknya menjadi kertas yang dipakai oleh guratan pena Tuhan untuk menyatakan kasihNya yang begitu besar kepada semua orang tanpa terkecuali.

Roh Allah meninggalkan coretan-coretan dalam diri kita. Bukan coretan-coretan kasar tanpa makna atau sukar dibaca atau malah yang tidak enak dipandang mata, tetapi sebaliknya memberikan gambaran akan kasih dan perhatian Tuhan yang begitu indah dan besar kepada dunia. Apakah itu yang dibaca orang lewat diri kita hari ini atau malah kita meninggalkan goresan-goresan tajam yang justru mencabik-cabik orang lain? Sosok Yesus seperti apa yang tergambar lewat diri kita? Surat apa yang kita tunjukkan dalam hubungannya dengan jatidiri kita sebagai murid Yesus? Setiap orang percaya merupakan surat tersendiri akan Kristus. Suka atau tidak, sadar atau tidak, mau atau tidak, kita merupakan sebuah surat terbuka yang bisa membuat orang mengenal Yesus lewat cara dan gaya hidup kita. We are an open letter of Christ to the world.

Karenanya, perhatikanlah dengan baik perilaku dan cara hidup kita, agar orang tidak sampai salah melihat figur Yesus melalui diri kita. Jika kita merupakan surat Kristus, apakah pembaca akan menemukan pribadi Yesus yang benar di dalam setiap lembarnya?

Think, act, be and love like Jesus

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, June 25, 2016

An Open Letter of Christ (1)

Ayat bacaan: 2 Korintus 3:3
======================
"Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia."

Dalam menjalankan profesi, saya setiap harinya berhubungan dengan banyak orang lewat surat elektronik alias email. Sebuah email bisa menghubungkan kita dengan siapapun di berbagai belahan dunia dengan cepat dan mudah. Klik send atau kirim, maka seketika itu juga surat itu sampai ke yang dituju. Bandingkan dengan surat via pos yang bisa makan waktu berhari-hari untuk bisa diterima oleh orang yang kita tuju. Saya masih sempat merasakan lamanya menanti balasan dengan surat via pos, dan sekarang menikmati betul adanya fasilitas email. Selain kedua bentuk surat ini menghubungkan kita dengan orang lain yang tinggal di tempat berbeda, satu hal yang sama dari keduanya menurut pengamatan saya adalah bahwa keduanya bisa menggambarkan sifat dari penulisnya. Orang yang ramah akan terlihat dari balasannya, orang yang terbiasa formil akan sangat formil dalam membalas. Orang yang suka bercerita emailnya bisa panjang, sebaliknya orang yang efektif emailnya singkat, padat dan jelas. Orang yang cermat biasanya membalas dengan meng-quote email kita sebelum membalas agar tidak ada yang terlewat, orang yang intim akan bercerita lebih jauh dari yang kita tanyakan. Orang yang emosian akan terasa dari caranya membalas surat atau email, orang yang sabar tentu berbeda gayanya. Ada banyak orang yang saya mulai kenal bukan secara langsung melainkan lewat korespondensi email, dan pada saat bertemu saya serasa sudah mengenal mereka dan tahu harus berkomunikasi seperti apa.

Sebuah surat bisa menunjukkan atau menggambarkan pribadi penulisnya. Dalam hal menjadi pengikut Kristus, sudahkah kita sadar bahwa kita pun sesungguhnya merupakan tulisan atau surat tersendiri akan Kristus? Bukan tulisan di atas kertas atau lewat mengetik di keyboard komputer/laptop/netbook/tablet dan gadget atau smart phone yang kita miliki melainkan dari cerminan kehidupan kita, menjadi surat Kristus bagi orang-orang di sekitar kita. Mereka seharusnya bisa mengenal Tuhan yang kita sembah lewat cara hidup kita ditengah masyarakat. Kalau cara hidup kita benar, maka kebenaran Tuhan akan terpancar disana. Tapi sebaliknya jika kita mengaku orang percaya tapi kehidupan kita buruk, maka orang pun akan mencemooh dan mendapat pengenalan yang keliru dari Kristus. Kita seharusnya sadar bahwa kita merupakan surat yang bukan sembarang surat tetapi menjadi surat Kristus yang bisa dibaca orang lain. Dengan kata lain, kita seharusnya bisa menjadi sebuah kesaksian tersendiri mencerminkan figur Kristus yang bisa dilihat oleh orang lain yang bertemu kita dengan jelas.We are an open letter of Christ to the world. 

Mari kita lihat ayatnya, yang ditulis oleh Paulus dalam surat yang ditujukan kepada jemaat Korintus. "Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia." (2 Korintus 3:3). Dikatakan bahwa kita ditulis bukan dengan tinta yang biasa dipakai orang untuk menulis melainkan langsung dengan Roh Allah. Bukan pada loh batu atau kertas tetapi langsung ke dalam hati kita. Jika kita jelek, maka jeleklah yang dibaca orang. Sebaliknya jika yang tertulis adalah gambaran Kristus yang benar, maka orang pun akan mampu melihat atau membaca siapa sebenarnya Kristus lewat apa yang tampil dari kita.

Kita perlu merenungkan dan memeriksa apa yang tertulis dalam hati kita hari ini. Seperti apa pribadi Kristus yang dibaca orang lewat diri kita? Agar suratnya tidak keliru, kita harus menjaga hati kita agar yang tercermin tidak bertentangan dengan pribadi Kristus yang telah ditulis oleh Roh Kudus secara langsung.

Menjaga hati menjadi sesuatu yang mutlak bagi kita. Firman Tuhan berkata: "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Ayat ini dengan tegas dan nyata menggambarkan bahwa apapun kehidupan yang terpancar dari diri kita hari ini, semua itu berasal dari hati. Dan apa yang tertulis dalam hati kita akan sangat menentukan apa yang dibaca orang lewat diri kita. Sebagai anak Tuhan kita telah dianugerahkan Roh Kudus, dan dalam hati kitalah Dia berdiam. "Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!" (Galatia 4:6).

Sebagai surat Kristus, surat seperti apa yang kita tunjukkan lewat kehidupan kita saat ini? Apakah kita sudah mencerminkan pengenalan yang benar akan Kristus, atau kita bersikap munafik, mengaku sebagai pengikut Kristus tetapi terus menerus menunjukkan perilaku yang jelek? Apakah kita sudah memperkenalkan bagaimana Yesus yang sebenarnya atau malah kita membuat Yesus menjadi bahan ejekan dan tertawaan orang? Apakah orang menjadi tertarik untuk mengenal Kristus lebih jauh atau malah tambah anti pati? Kita harus menyadari bahwa orang bisa mengenal Yesus lewat diri pengikutNya. Ini adalah hal yang sangat penting untuk kita renungkan, karena orang akan terus mengamati siapa diri kita, dan seperti apa sebenarnya pribadi Yesus yang tertulis lewat kita.

(bersambung)

Friday, June 24, 2016

Mencerminkan Kristus (2)

(sambungan)

Tuhan Yesus sendiri mengingatkan kita agar selalu siap menjadi terang dan garam. "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:13-16).

Garam hanya akan berfungsi jika bercampur dengan makanan. Dan jika garam sudah hambar, buat apalagi garam itu ada? Garam akan segera kehilangan fungsinya. Demikian pula dengan terang. Terang hanya akan berfungsi jika ditempatkan dalam gelap. Jika semuanya terang benderang, untuk apa lagi kita menambahkan terang? Posisi terang ada di atas/luar dalam posisi terbuka, dan hanya disanalah ia mampu menerangi kegelapan. Kalau diletakkan dibawah sebuah benda atau di dalam kotak, terang tidak akan berfungsi. Tuhan Yesus mengingatkan kita agar kita senantiasa mampu menjadi terang dan garam agar Tuhan bisa dipermuliakan.

Lebih jauh lagi, Yesus pun telah memerintahkan kita untuk saling mengasihi. Bukan hanya sekedar mengasihi orang lain seperti mengasihi diri kita sendiri saja, melainkan mengasihi orang lain seperti halnya Kristus sendiri telah mengasihi kita. "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Hal ini penting, karena "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (ay 35).

Dalam doa yang Dia tujukan kepada para murid, Yesus mengatakan sebagai berikut: "Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku." (Yohanes 17:20-21). DoaNya jelas. Yesus berdoa bukan cuma kepada murid-muridNya yang pada saat itu mengikutiNya, tapi juga kepada semua orang yang percaya kepadaNya, termasuk anda dan saya hari ini. Mendoakan agar kita bersatu sama seperti Bapa di dalam Kristus, dan Kristus di dalam Bapa. Buat apa? Supaya semua orang percaya bahwa Tuhanlah yang mengutus Kristus.

Sikap yang kita tunjukkan, keputusan-keputusan kita, perbuatan kita, cara pandang hidup kita, semua akan menentukan apakah orang akan percaya kepadaNya atau tidak, seperti apa pengenalan akan Kristus bagi orang lain. Benar atau salah pengenalannya, itu akan terlihat dari kita yang percaya kepadaNya. Apalagi di saat dunia terus mendahulukan perpecahan ketimbang persatuan, ketika dunia terus tercerai berai, kita seharusnya bisa menunjukkan sikap hati yang bersatu karena mengedepankan kasih. Kalau itu tidak bisa kita tunjukkan, tidak ada bedanya kita dengan orang-orang di bawah pengaruh dunia.

Tidak peduli apa pekerjaan, jabatan, status dan tempat kita saat ini, kita selalu dituntut untuk siap menjadi terang dan garam yang bisa mewakili gambaran Kristus di dunia saat ini. Bahkan orang yang dianggap bodoh bagi dunia sekalipun bisa Tuhan pakai. "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat." (1 Korintus 1:27). Artinya, siapapun kita, semua orang percaya harus selalu siap menjadi duta Kristus dimanapun kita ditempatkan. Alangkah ironis jika Yesus yang mengasihi kita justru mendapat gambaran yang salah di dunia lewat perilaku kita. Yesus sendiri telah mengingatkan kita dan telah memberikan keteladanan yang luar biasa.

Kita harus terus berusaha untuk menjadi sosok yang penuh dengan kemuliaan Tuhan sehingga tidak diragukan oleh siapapun disekeliling kita. Dan sudah seharusnya demikian, karena kita sudah menjadi ciptaan baru, tidak lagi sama dengan dunia ini, yang dipenuhi Roh Kudus. Kita harus terus aktif menghidupi cahaya Tuhan dalam diri kita hingga orang asing di pinggir jalan sekalipun akan mampu melihat Yesus lewat diri kita. Siapkah anda menjadi duta Kristus yang memberi gambaran yang benar akan diriNya?

Siapa Yesus bisa tercermin dari sikap hidup kita, pastikan agar Tuhan senantiasa dipermuliakan di dalamnya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, June 23, 2016

Mencerminkan Kristus (1)

Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 4:13
============================
"Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus."

Dalam perjalanan karir saya di dunia musik, saya mengenal banyak musisi muda hebat berbakat yang ternyata mewarisi bakat orang tuanya. Yang terbaru, ada seorang gadis belia yang masih belasan tahun. Ia baru mulai memegang instrumen belum setahun, tapi ia sudah sangat piawai memainkan instrumen itu seperti pemain yang sudah aktif puluhan tahun. Selidik punya selidik, ternyata gadis ini adalah anak dari seorang pemusik senior yang keahliannya luar biasa. Sentuhannya begitu terasa di dalam bandnya selama puluhan tahun, sebuah grup legendaris yang masih eksis sampai hari ini. Gadis muda ini bercerita bahwa ia dilatih langsung oleh ayahnya tidak kurang dari 8 jam sehari. Itu keseriusan yang juga dilakukan ayahnya pada saat masih muda. Si ayah mengatakan bahwa benar anaknya serius berlatih, tetapi bakat yang ada pada si anak membuatnya cepat menangkap semua pengajaran ayahnya selama sekian bulan terakhir. Saat saya bercerita tentang gadis ini kepada teman-teman musisi lain, saat mereka tahu ia anak siapa, rata-rata bereaksi sama. "Oh pantesan..." Mereka belum mendengar usaha si gadis dalam berlatih, tapi cukup dengan mendengar siapa ayahnya mereka langsung maklum dan mengerti kenapa anak gadis ini bisa seperti itu.

Kalau ada anak yang bandel, banyak orang akan bereaksi menghubungkan si anak dengan orang tuanya. "Anak siapa sih itu, kok bandel banget?" Kalau orang tuanya orang baik-baik, reaksi yang muncul kemungkinan besar adalah keheranan: "kok bisa begitu ya.." Sedang kalau si anak memang berasal dari keluarga yang kacau, reaksi yang muncul biasanya seperti "oh, tidak heran kalau begitu" dan sejenisnya. The fruit doesn't fall far from the tree. Lke father, like son. Ada banyak musisi muda yang bermain dengan ayahnya, saling mengisi dengan padu. Mereka bisa tampil lebih karena mereka punya sesuatu yang tidak dipunyai pemain lain dalam band tersebut: sebuah hubungan darah dan pribadi yang terjalin bertahun-tahun, sejak mereka dilahirkan hingga mereka menjadi musisi matang hari ini.

Bagaimana dengan kita? Seperti apa orang mengenal kita? Apakah kita dikenal sebagai orang yang baik, ramah, damai, penuh kasih, rajin menolong sesama atau justru sebaliknya, kasar, sombong dan penuh kebencian? Apakah ketika kita hadir orang merasa senang atau sebaliknya kedatangan kita mengapus keceriaan di wajah dan hati mereka? Seperti contoh di atas, orang akan menghubungkan kita dengan dari mana kita berasal. Tapi ada yang lebih penting lagi yang harus kita perhatikan. Sebagai orang percaya pengikut Yesus, seperti apa citra kita di mata orang lain mau tidak mau akan mengarahkan orang untuk mengenal seperti apa Yesus itu. Dengan kata lain, orang bisa dan akan mengenal Yesus lewat pribadi kita.

Suatu kali Petrus dan Yohanes ditangkap ketika sedang mengajar oleh para imam kepala dan orang-orang Saduki karena rupanya merasa terganggu dengan kegiatan kedua rasul itu dalam mewartakan kabar gembira mengenai Kristus. Penangkapan itu ternyata tidak melemahkan mental Petrus dan Yohanes. Sangat menarik ketika Alkitab mencatat tanggapan orang-orang yang hadir dalam persidangan kala itu. "Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus." (Kisah Para Rasul 4:13).

Lihat seperti apa kedua rasul itu dikenal orang. Mereka dikenal bukan sebagai orang terpelajar, bukan seperti para imam dan orang Saduki yang elite, hafal kitab Taurat dan punya posisi tinggi di masyarakat, melainkan dikenal sebagai pengikut Kristus. Citra Kristus tergambar dari cara hidup, pikiran dan perkataan mereka. Yang terjadi selanjutnya adalah, keduanya dibebaskan karena memang tidak ada kesalahan apapun yang bisa didakwa dari mereka. (ay 21).

Disadari atau tidak, tingkah dan polah kita yang kita tunjukkan dalam bermasyarakat akan mengarah kepada pengenalan orang akan Kristus. Oleh karena itulah kita perlu menjaga perilaku kita agar orang jangan sampai salah mengenal siapa dan seperti apa pribadi Kristus itu sebenarnya.

(bersambung)

Wednesday, June 22, 2016

Let's Love with Real Action (2)

(sambungan)

Lihatlah bagaimana Paulus bersaksi atas mereka. "Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka. engan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus. Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami." (ay 3-5). Bagi saya, potret kasih yang mereka perlihatkan sangatlah menginspirasi. Ternyata kasih memang tidak melihat miskin dan kaya, sedang nyaman atau sedang dalam pergumulan, karena jemaat Makedonia membuktikan mereka mampu menyatakan kasih lewat perbuatan nyata meski mereka sendiri hidup di bawah kemiskinan dan penderitaan.

Seperti apa output yang keluar dari sebentuk kasih yang benar? Paulus menjabarkannya dengan lengkap dalam surat Korintus. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (1 Korintus 13:4-7). Lihatlah bahwa elemen-elemen kasih itu ternyata sangat berhubungan dengan tindakan-tindakan yang nyata.

Ketika kita diwajibkan untuk menjadi pelaku Firman, itu artinya semua Firman yang kita dengar harus diikuti dengan perbuatan nyata dan tidak berhenti hanya sebatas tahu dan dengar saja. "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Firman Tuhan menyatakan bahwa kita harus mengasihi Tuhan dan sesama kita, dan itu haruslah diikuti dengan bentuk-bentuk perbuatan nyata. Tanpa tindakan nyata, kasih belumlah sempurna.

Kita harus mulai belajar untuk mengasihi dengan tulus tanpa pandang bulu, tanpa pamrih, bahkan kepada musuh sekalipun kita harus menunjukkan kasih dan bukan kebencian, seperti apa yang dikatakan Yesus: "Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:44). Selain itu kita harus ingat benar bahwa kasih sesungguhnya berasal dari Tuhan dan menunjukkan seberapa jauh pengenalan kita akan pribadi Allah sendiri yang adalah kasih. "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah." (1 Yohanes 4:7). Kalau berasal dari Allah, tidak ada alasan yang bisa kita kemukakan sebagai alasan untuk tidak mengasihi. Dand ingat pula, kasih yang lahir dari Allah ini bukanlah merupakan kasih semu atau dangkal, melainkan kasih yang harus selalu diikuti dengan perbuatan nyata.

Jangan tiru orang-orang percaya yang menutup mata atas kesulitan saudaranya. Jangan terjebak hanya mengasihi lewat kata-kata tetapi buatlah perbedaan mulai hari ini. Mulailah belajar menunjukkan atau menyatakan kasih lewat sesuatu yang nyata. Why? Because real love needs real  action.

Love in deed is love indeed

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, June 21, 2016

Let's Love with Real Action (1)

Ayat bacaan: 1 Yohanes 3:18
=======================
"Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran."

Sudah jatuh, tertimpa tangga, masuk lubang. Itu mungkin sakitnya yang dialami seorang teman pada waktu itu. Dalam kondisi seperti itu, ia harus mencari tempat tinggal saat istrinya tengah hamil tua. Teman saya ini aktif sebagai worship leader di gereja, tapi lucunya pada saat ia terjatuh sedemikian parah, tidak satupun teman dari gereja yang menolongnya. Seorang ibu dari sepupu kita justru yang meminjamkan apartemennya dulu tanpa mematok harga sewa. "Kasihan kamu, yang penting selamat melahirkan dan bayinya sehat..." kata si ibu kepada istrinya. Dan mereka pun menetap disana selama lebih dari setahun dengan harga sewa yang jauh dibawah normal. Cerita lain, ada seorang pemusik yang sudah lama juga melayani di gerejanya. Suatu kali ia diminta oleh salah seorang pengurus untuk menjadi guru piano anaknya. "Kamu ajarin gratis dong... masa saya harus bayar? Kalaupun bayar jangan harga biasa.." ujar si pengurus dengan ringan. Ini yang ngomong adalah orang yang punya banyak pabrik dan rumah bertingkat dengan ukuran seperti istana. Sementara si pemusik hidup utamanya dari mengajar. Sudah minta mengajar, biaya transpor ke rumahnya saja ia tidak mau keluar. Bukannya seharusnya si pengusaha ini memberkati saudaranya sendiri yang memfasilitasi musik baginya untuk memuji dan menyembah setiap minggunya? Harga mengajar per bulan mungkin lebih kecil dari biaya yang ia keluarkan sekali makan di restoran. Tapi itulah potret sikap banyak orang percaya hari-hari ini.

Kedua cerita ini bukan fiksi tapi sebuah kisah nyata. Saya terkadang miris melihat bagaimana sikap banyak orang percaya. Semua tentu sudah tahu bahwa kasih seharusnya memegang peranan terpenting dalam kehidupan. Bilang syalom dan God bless you, semua juga suka, mungkin karena gampang dan gratis. Tapi ketika berhadapan dengan situasi aktual atas kesulitan yang dialami oleh saudara-saudarinya, banyak yang memilih untuk memalingkan muka, tidak peduli atau pura-pura tidak tahu. Teman saya sambil tertawa berkata, kalau ia tengah tergantung di pinggir tebing antara hidup dan mati jatuh ke jurang, orang percaya mungkin hanya bilang "saya doakan ya, God bless you", tapi berlalu dan tidak mengulurkan tangan. Ironis sekali kalau sampai begitu, tapi tampaknya memang ada kekeliruan mengenai kasih dan seperti apa aplikasinya. Apakah cukup dengan bilang "saya doakan", "God bless you", "Syalom", "Tuhan memberkati", tanpa disertai tindakan nyata? Seperti apa sebenarnya kasih itu seharusnya menurut prinsip Kerajaan Allah, menurut hati Tuhan?

Kalau Yesus cuma bilang "ya, Aku nanti tolong kalian supaya selamat. Tenanglah.", tapi Dia tidak pernah datang melakukan karya penebusanNya secara nyata, entah bagaimana nasib kita hari ini. Tapi standar kasih yang Tuhan berikan itu sangat tinggi. Kita bisa lihat bahwa Yesus benar-benar turun, dikorbankan Tuhan demi kita semua, supaya kita semua tidak binasa melainkan bisa beroleh kehidupan yang kekal. Itu bukan cuma wacana, tapi perbuatan nyata. Yesus berkata: "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi" (Yohanes 13:34). Standar seperti Yesus, seperti itulah seharusnya standar kasih yang seharusnya kita kejar. Kalau ada saudara kesulitan saja masih tutup mata, bagaimana mau sampai kepada standar seperti itu?

Takut rugi, itu alasan utamanya. Banyak orang berpikir bahwa untuk membantu sesama itu harus melalui pemberian-pemberian atau pengeluaran yang besar. Kita lupa bahwa seringkali bantuan sederhana dari keterbatasan kita tetap bisa bermakna besar bagi yang menerimanya. Dari pengalaman saya, keikhlasan kita menolong tidak akan pernah membuat kita kekurangan. Kenapa? Sebab yang mengatur semuanya adalah Tuhan sendiri. Saat kita menolong atau memberi dengan dasar kasih, saya yakin Tuhan tidak akan tutup mata. Yang pasti, kasih seharusnya bukan berhenti hanya sebatas wacana atau cuma sebatas kata-kata, tapi disertai bentuk-bentuk tindakan nyata. Ada banyak orang yang bisa berkata bahwa mereka mencintai atau mengasihi seseorang, namun kenyataan tidak terlihat sama sekali dari tindakan real mereka. Bisa berkata sayang, namun menyakiti di belakang. Mengaku peduli, tapi menghilang ketika dibutuhkan. Memberkati dengan ucapan tapi tidak peduli kesulitan saudaranya. Itu jauh sekali dari standar kasih yang disampaikan Yesus.

Bentuk kasih dalam kekristenan berbicara mengenai sesuatu yang sangat luas. Seperti halnya Yesus sendiri mengajarkan "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Yesus tidak saja mengajarkan, tapi telah membuktikannya sendiri secara langsung. Dan itulah kemudian yang diberitakan oleh Yohanes dalam menyampaikan pengajaran tentang kasih. "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita." (1 Yohanes 3:16). Sebab bagaimana mungkin seseorang bisa mengaku memiliki kasih Allah tapi mereka menutup mata terhadap penderitaan saudara-saudaranya sendiri? (ay 17). Karenanya Yohanes berpesan: "Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." (ay 18). Jangan hanya berhenti dengan perkataan saja, tapi teruskanlah dengan perbuatan nyata, dalam kebenaran. In deed and in truth, in practice and in sincerity.

Akan halnya mengasihi lewat perbuatan nyata, kita bisa melihat contoh dari jemaat di Makedonia yang disebutkan dalam 2 Korintus 8:1-15. "Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan." (ay 2). Jemaat Makedonia bukanlah jemaat kaya. Mereka juga bukannya jemaat yang hidup nyaman tanpa masalah. Jelas dikatakan bahwa mereka itu sangat miskin, dan mengalami banyak penderitaan. Tapi lihatlah bahwa mereka tetap punya sukacita yang meluap dan begitu kaya dalam kemurahan.

(bersambung)

Monday, June 20, 2016

Saya Bersedia! (2)

(sambungan)

Sebuah pernikahan kudus dan suci. Pernikahan dimateraikan bukan lagi dua melainkan menjadi satu langsung oleh Tuhan, bukan oleh pendeta, penghulu, orang tua dan sebagainya. Kita berbicara mengenai materai Tuhan, dimana Tuhan sendiri menjadi saksi sebuah pernikahan, bukan materai yang kita beli di kantor pos. Jika orang sudah takut melanggar sebuah perjanjian yang dimateraikan dengan keping kertas seharga sekian ribu rupiah, apalagi jika materai tersebut menyangkut Tuhan di dalamnya. Sebuah pernikahan di mata Tuhan adalah sebuah perjanjian Ilahi yang harus diisi dengan menghayati sebuah kesatuan. "Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (Matius 19:5-6).

Sebuah pernikahan, seperti yang dikatakan oleh artis senior di awal renungan ini, berarti sebuah komitmen untuk mengemban tanggung jawab. Mari kita lihat kitab Efesus. "Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya." (Efesus 5:33). Suami dan istri memiliki peran masing-masing yang haruslah saling isi, karena mereka bukan lagi dua melainkan satu.

"Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang." (1 Petrus 3:7). Lihatlah bahwa ada konsekuensi serius jika seorang tidak menghormati konstitusi pernikahan. Jika dalam Maleakhi pasal 2 di atas kita membaca Allah tidak berkenan menerima apapun dari tangan mereka lagi, dalam 1 Petrus 3:7 kita membaca bahwa doa-doa kita akan terhalang jika kita bisa menghormati pasangan hidup kita.

Masalah akan selalu ada, baik dalam keluarga yang paling harmonis di dunia sekalipun. Yang membedakan adalah bagaimana menyikapinya. Semua masalah bisa diselesaikan dengan keterbukaan dan kejujuran, dan hendaklah diselesaikan dengan cepat, jangan ditunda-tunda hingga menumpuk dan menjadi rumit. Mencari pelarian di luar bukanlah sebuah penyelesaian, malah seringkali membuka permasalahan demi permasalahan baru yang akan mempersulit segalanya. Lebih dari itu, hal tersebut pun dibenci Tuhan.

Walaupun ada teman-teman pembaca yang saat ini belum menikah, suatu saat nanti akan tiba saatnya bagi anda untuk memasuki jenjang pernikahan ini. Baik teman-teman yang sudah menikah maupun yang belum, mari kita bangun sebuah hubungan pernikahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip firman Tuhan, sehingga rumah tangga kita bisa menjadi sebuah kesaksian yang indah bagi keluarga-keluarga lainnya. Pernikahan yang benar-benar disadari dipersatukan oleh Tuhan seharusnya bisa memberkati dan menginspirasi. Ketika dunia penuh dengan kawin-cerai, ini saatnya kita memperkenalkan keindahan keluarga ilahi yang dimateraikan langsung oleh Tuhan. Adalah tugas kita untuk menyatakan seperti apa pernikahan yang harmonis itu agar bisa diteladani oleh orang lain.

"Marriage is not a noun, it's a verb. It isn't something you get, it's something you do. It's the way you love your partner every day." - Barbara De Angelis

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, June 19, 2016

Saya Bersedia! (1)

Ayat bacaan: Maleakhi 2:14
====================
"Oleh sebab TUHAN telah menjadi saksi antara engkau dan isteri masa mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan isteri seperjanjianmu."

Di tengah banyaknya artis yang kawin cerai hari-hari ini, saya merasa diberkati oleh salah satu pasangan artis senior yang sukses membina rumah tangganya hampir 50 tahun. Mereka pergi berdua kemana-mana dan hebatnya, masih bergandengan tangan. Dalam sebuah obrolan ringan, saya menanyakan apa yang membuat mereka bisa seperti itu. Ia berkata: "Saat saya mengucapkan "saya bersedia", itulah akhir dari sebuah perjalanan saya mencari pasangan. "It's the end of the line for me." katanya. Ia lalu melanjutkan: "Kamu harus ingat. Pernikahan itu bukan kontrak, tapi komitmen. Dan komitmen itu bukan kepada manusia, tapi komitmen kepada Tuhan." Apakah itu artinya ia terpaksa melanjutkan hubungan meski cinta sudah pudar? Tentu saja tidak. Ia berkata bahwa komitmen yang ia sandang membuatnya menghargai setiap detik pernikahan. Seperti kita, mereka pun terkadang berselisih paham, berdebat, bertengkar. Tapi mereka tidak membiarkan hal itu dan segera menyelesaikannya. Karena ia menikmati setiap detik pernikahannya, ternyata cinta yang terjalin bukannya memudar malah bertambah.

Wow. Itu sungguh memberkati. Kalau kita lihat hari ini begitu banyak pasangan yang mudah bercerai. Alasannya begitu banyak. Ada yang bilang bahwa karena perbedaan prinsip yang tidak lagi bisa dicari jalan tengahnya, ada yang bilang sudah mati rasa, ada yang karena sakit hati dan banyak lagi. Bahkan ada yang bilang bahwa itu sudah takdirnya. Takdir, berarti dari Tuhan. Apa Tuhan akan pernah menginginkan manusia bercerai? Dalam beberapa renungan terdahulu kita sudah melihat bahwa Tuhan menginginkan kebersatuan. Kalau dengan sesama manusia saja Tuhan ingin itu, apalagi dalam hubungan pernikahan. Dalam kekristenan sebuah pernikahan itu sakral dan kudus, dimana Tuhan sendiri yang memateraikan bersatunya sepasang manusia dalam hubungan pernikahan. Yesus mengatakan: "Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia" (Matius 19:6). Tidak boleh, atas dasar apapun. Kita harus berhati-hati dalam memilih pasangan, jangan hanya pakai nafsu dan perasaan saja. Tapi saat sudah memutuskan untuk menikah, maka ada komitmen yang harus dipegang, sebuah komitmen bukan kepada manusia tetapi kepada Tuhan seperti apa yang dikatakan artis senior di atas.

Gaya hidup modern penuh dengan kawin-cerai. Celakanya itu tidak hanya terjadi di antara mereka yang kurang menghayati pentingnya sebuah komitmen saja, tapi malah dituliskan pula menjadi lirik-lirik lagu yang sedikit banyak bisa mempengaruhi pola pikir seluruh lapisan masyarakat. Ada begitu banyak lagu yang seolah melegalkan kawin-cerai dan perselingkuhan. Ada yang dalam liriknya menuliskan alasan, ada pula yang menganggap ringan seperti lelucon saja. Atau lihat sinetron-sinetron dan film yang terus seolah menganjurkan hal itu. Tidak heran kalau manusia semakin mudah saja bercerai, lupa bahwa pernikahan sesungguhnya sakral, suci, kudus dan jelas melibatkan Tuhan di dalamnya. Fokus bergeser kepada hal-hal lain. Foto pre-wedding harus indah, pestanya harus besar dan meriah, makanan harus mewah, jumlah stal harus banyak, undangan harus keren, baju pengantinnya harus gaya dan lain-lain. Tujuan pernikahan bergeser bukan lagi sebagai komitmen kepada Tuhan tapi kepada ajang pamer kepada orang lain.

Mari kita baca apa yang tertulis dalam Maleakhi 2. "Dan inilah yang kedua yang kamu lakukan: Kamu menutupi mezbah TUHAN dengan air mata, dengan tangisan dan rintihan, oleh karena Ia tidak lagi berpaling kepada persembahan dan tidak berkenan menerimanya dari tanganmu. Dan kamu bertanya: "Oleh karena apa?" Oleh sebab TUHAN telah menjadi saksi antara engkau dan isteri masa mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan isteri seperjanjianmu. Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan apakah yang dikehendaki kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya. Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel--juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat!" (Maleakhi 2:14-16).

Tuhan membenci perceraian, Tuhan tidak suka orang yang berkhianat. Dan ketika ini terjadi, jangan heran jika hidup tidak lagi memiliki sukacita dan damai, karena Tuhan tidak lagi berkenan menerima persembahan apapun dari tangan mereka.

(bersambung)

Saturday, June 18, 2016

Merapikan Kabel

Ayat bacaan: Yunus 1:3
==================
"Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN; ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN."

Semakin banyak alat elektronik, semakin banyak pula kabel yang seliweran di lantai. Di belakang televisi saja misalnya, bisa ada banyak kabel, mulai dari kabel listrik televisi itu sendiri, dvd player, tv cable dan game. Anda punya berapa handphone? Jumlah kabel pun bertambah. Belum lagi kalau anda menyiapkan kabel charger di beberapa ruangan rumah. Dapur punya kabel-kabelnya sendiri. Kulkas, microwave, rice cooker, pemanas air elektrik, itu beberapa contoh peralatan berkabel di dapur. Yang jadi masalah adalah, kabel biasanya kalau bertumpuk punya 'kebiasaan' buruk, yaitu saling berbelit satu sama lain. Semakin lama dibiarkan, semakin parah pula belitannya. Kalau tidak mau keliatan jelek, mau tidak mau kita harus merapikannya. Dan itu kerjaan yang lumayan merepotkan. Syukurlah sekarang ada banyak alat bantu yang bisa dipakai untuk memilah-milah kabel, menandai dan membuatnya rapi. Seandainya semua peralatan elektronik ini wireless tentu rumah bisa terlihat lebih rapi. Tetapi untuk sementara ini, nikmatilah kabel-kabel yang berbelit. Kalau kabel saja sudah merepotkan, coba kalau anda harus merapikan benang kusut. Wah, itu lebih ribet lagi. Bisakah kabel atau benang itu terurai rapi dengan sendirinya? Tentu tidak. Untuk mengurai kabel dan benang kusut dibutuhkan tangan-tangan yang sabar dan tenang. Kalau tidak, kabel bukan cuma tetap tapi bisa bertambah parah kusutnya.

Masalah dalam hidup kita pun seringkali seperti benang kusut. Begitu banyak dan saling berkait, sehingga bisa jadi kita bingung harus mulai dari mana untuk menyelesaikannya. Semakin lama anda biarkan, maka masalah akan semakin berbelit-belit, semakin menyulitkan untuk diselesaikan. Banyak orang yang lebih memilih lari dari masalah ketimbang menyelesaikannya. Mereka selalu berpikir, "mudah-mudahan", masalah itu akan berlalu dengan sendirinya. Padahal biasanya bukan itu yang terjadi. Kalau dibiarkan, yang ada masalah-masalah itu tidak pernah selesai dan selalu saja semakin mempersulit saja di kemudian hari. Lari dari masalah hanyalah menambah masalah. Masalah memang memusingkan, dan seringkali membuat kita menderita, apalagi kalau sudah berbelit seperti benang kusut. Tapi seperti benang kusut membutuhkan tangan-tangan untuk mengurai, hidup kita pun membutuhkan langkah-langkah yang diambil dengan tenang, tidak panik, disertai dengan tindakan untuk mulai menguraikan kemudian menyelesaikan masalah-masalah itu satu persatu.

Pada suatu kali Yunus mendapat amanat untuk pergi ke Niniwe guna menyampaikan pesan Tuhan. "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku." (Yunus 1:2). Itu jelas bukanlah perkara gampang dan menyenangkan. Yunus pun merasa seperti itu. Malas, repot, itu jelas. Tapi itu juga ia anggap sebuah masalah besar. It was a big problem to him, and then, he decided to run from it. Yunus memilih untuk kabur, seperti yang kita baca pada ayat bacaan hari ini. "Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN; ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN." (ay 3). Kita tahu apa konsekuensi yang harus ditanggung Yunus kemudian. Yunus dilempar ke luar dari kapal, dicampakkan ke laut dan ditelan oleh ikan besar. Setelah itu barulah ia sadar dan memilih taat. Salah satu hal yang bisa kita pelajari dari kisah Yunus adalah, bahwa lari dari masalah bukanlah solusi yang benar. Lari dari masalah tidak akan menyelesaikan masalah, malah akan menambah masalah lebih banyak lagi.

Semua tokoh dalam Alkitab punya masalah dan pergumulannya sendiri-sendiri. Tidak ada satupun tokoh Alkitab yang digambarkan hidup tanpa masalah. Dan memang, kekristenan tidak pernah mengajarkan sebuah jaminan untuk sepenuhnya tanpa masalah. Dari Perjanjian Lama: Abraham, Daud, Musa, Ayub dan lain-lain, hingga Perjanjian Baru seperti Petrus, Paulus dan lain-lain, semua punya pergumulan mereka sendiri. Tapi kita belajar satu hal, bahwa lewat masalah mereka-lah kemudian Tuhan menyatakan diriNya, dan ketaatan mereka membuat mereka mampu menyelesaikan masalah dan keluar sebagai pemenang. Mereka sukses melewati uji kemurnian iman. Mereka semua adalah tokoh-tokoh nyata dimana kita bisa belajar dari pengalaman hidup mereka.

Saat menghadapi masalah, hadapilah dengan tenang. Kepanikan tidak akan menambah cepat penyelesaian melainkan malah memperberat. Periksa apakah ada hal yang masih belum kita selesaikan sehingga masalah muncul dan tidak kunjung selesai. Libatkan Tuhan di dalamnya. Berbagai masalah yang mungkin bagi kita sudah tidak mungkin bisa selesai itu hanyalah merupakan lahan subur bagi Tuhan untuk membuat keajaiban. Masalah yang disikapi salah bisa membuat kita makin kesulitan. Tapi kalau disikapi benar, iman kita bisa bertumbuh. Melatih diri kita untuk mengandalkan Tuhan dan membuat kita justru semakin dekat padaNya.

Jangan lari, hadapilah dengan sabar, dan hadapi masalah itu bersama Tuhan. Dalam Amsal tertulis demikian: "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." (Amsal 3:5-6). Dia akan selalu ada bersama kita yang percaya dan selalu siap membantu. Lalu dalam Yosua kita membaca: "Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung." (Yosua 1:6). Inilah yang kita perlukan. Selalu taat pada Tuhan, mau menyerahkan hidup kita sepenuhnya pada Dia, melakukan apapun dalam hidup kita dalam nama Yesus, maka anda tidak lagi perlu lari dari masalah. Hadapi masalah itu, karena Tuhan kita jauh lebih besar dari semua masalah anda.

Jangan takut berhadapan dengan masalah karena kita punya Tuhan yang jauh lebih besar dari semua itu

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, June 17, 2016

Memposisikan Uang dengan Benar (3)

(sambungan)

Jika di dunia kita terus diarahkan untuk menimbun, menurut Kerajaan Allah justru sebaliknya, yaitu terus memberi. "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Kita diberkati bukan untuk ditimbun. Kita diberkati untuk memberkati. Itulah aturan mainnya. Terus memberi sehingga pada akhirnya kita bisa merasakan "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35).

Jika demikian bagaimana dengan kehidupan kita saat ini? Bukankah kita perlu uang untuk makan, untuk mencukupi keluarga, untuk hidup? Tentu saja. Kita memang harus terus bekerja untuk menyambung hidup, dan untuk itu kita butuh uang. Benar. Tapi kita harus berhati-hati agar tidak terjerumus menjadi hamba uang, berfokus mengejar harta tanpa pernah bersyukur dan merasa cukup. Orang yang demikian sudah berpindah cintanya kepada mamon. Sebagai seorang hamba kita harus memilih kepada siapa kita mengabdi. Bekerjalah dengan sebaik-baiknya, bahkan kita diminta untuk bekerja dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (Kolose 3:23). Lalu Tuhan akan memberkati kita dengan segala sesuatu. Bukan untuk ditimbun melainkan untuk dipakai memberkati orang lain. Dan itupun bukan untuk popularitas kita, tapi untuk kemuliaan Tuhan. Lakukan itu, maka itu artinya kita sedang mengumpulkan harta di surga, dimana tidak ada satupun yang mampu merusak atau mencurinya.

Bukan soal uangnya, tetapi soal dimana hati kita berada. Apakah kita yang memegang kendali atas harta atau sebaliknya kita diperbudak oleh gemerincing uang. Ingatlah bahwa harta duniawi hanyalah mampu berfungsi sebagai alat tukar yang tidak akan pernah kekal sifatnya. Tidak ada perlindungan, kebahagiaan apalagi keselamatan di dalamnya. Apalagi Tuhan sendiri sudah berjanji untuk memberikan semua itu kepada kita, dan jelas Dia lebih dari sekedar sanggup untuk itu. Jika demikian buat apa lagi kita mengorbankan nyawa kita sia-sia? Alangkah ironis jika kita malah memilih harta duniawi yang tidak kekal lalu mengorbankan nyawa kita ke dalam kebinasaan kekal.

Sekali lagi, Tuhan tidak melarang kita untuk mencari nafkah, memiliki pakaian, makanan atau kebutuhan-kebutuhan lainnya, tapi jangan menghamba kepadanya lantas meninggalkan Tuhan. Berhati-hatilah terhadap jebakan-jebakan yang bisa membuat kita terjatuh ke dalamnya. Kita tidak akan bisa mengabdi kepada Tuhan dan harta sekaligus. Jadi jika pilihan "harta atau nyawa" itu diberikan saat ini, meski tanpa kehadiran perampok dengan pistol, pastikanlah bahwa anda mengerti dan memberi jawaban yang benar.

Hamba tidak boleh punya dua tuan. Siapa tuan kita sekarang? 

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, June 16, 2016

Memposisikan Uang dengan Benar (2)

(sambungan)

Selanjutnya mari kita lihat perikop "Orang Kaya Yang Bodoh" dalam Lukas 12:13-21. Bagian ini mencatat perumpamaan mengenai kesia-siaan jika kita sibuk mengumpulkan harta di dunia ini dengan sangat jelas. Yesus berkata "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." (ay 15). Dalam perumpamaan yang diberikan Yesus, dikatakan ada seorang yang sangat kaya, yang terus menimbun dirinya dengan pundi-pundi harta. Begitu pongahnya, sehingga "Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!" (ay 19). Tapi bagaimana reaksi Tuhan? "Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?" (ay 20).

Untuk apa semua itu kelak ketika kita dipanggil menghadapNya? Semua itu tidak akan pernah bisa kita bawa. Begitu urusan di dunia selesai, maka itulah akhir cerita dari segala harta kekayaan itu. Dan Yesus pun menutup perumpamaannya dengan "Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah." (ay 21).

Tidak peduli seberapa tinggi dan lebar tumpukan harta yang kita miliki saat ini, semua itu tidak akan pernah bisa menjamin keselamatan kekal. Mungkin di dunia ini kita bisa berbuat apapun, tapi tidak bagi Tuhan. Kita tidak akan pernah bisa membayar Tuhan dengan nilai harta berapapun besarnya. Jika anda membaca kisah orang kaya yang bodoh, itulah akhir dari setiap orang yang berusaha memperkaya dirinya sendiri secara duniawi tapi tidak berusaha menjadi kaya di mata Tuhan.

Kekayaan di dunia ini tidaklah sebanding dengan kekayaan di surga kelak. Apa yang seharusnya kita kumpulkan bukanlah harta secara duniawi, melainkan harta di surga. Itulah yang seharusnya menjadi tujuan kita. Yesus berkata "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19). Harta di bumi ini tidak akan pernah bersifat kekal. Setiap saat semuanya bisa sirna, tidak peduli sebanyak apapun yang sudah kita timbun, semua itu bisa lenyap dalam sekejap mata. Dan inilah yang seharusnya kita lakukan: "Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (ay 20).

(bersambung)

Wednesday, June 15, 2016

Memposisikan Uang dengan Benar (1)

Ayat bacaan: Matius 6:24
======================
"Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."

Seandainya anda berhadapan dengan perampok yang menodong anda dengan pistol lalu mengancam: "pilih harta atau nyawa", apa jawaban anda? Ya jelas pilih nyawa dong.. itu pertanyaan apaan? Mungkin reaksi banyak orang akan begitu. Harta masih bisa dicari, tapi nyawa tidak ada cadangannya. Itu pasti jadi alasan. Jadi kalau ditodong, kita pasti memberikan apa yang ada pada kita asal jangan ditembak. Siapa yang mau mati karena harta yang fana? Tapi sebenarnya justru banyak orang yang memilih sebaliknya, yaitu lebih memilih harta. Ada banyak orang yang masih berusaha mempertahankan hartanya meski nyawanya sedang terancam di ujung tanduk. Lihat pula ada berapa banyak koruptor yang ditangkap, kemudian harus menghabiskan begitu banyak tahun dalam sisa hidupnya di balik jeruji penjara. Karir yang sudah dibangun habis, tidak lagi bisa menikmati waktu bersama keluarga dan teman-teman. Masih untung bukan dihukum mati seperti di beberapa negara lain, tapi tetap saja semua yang dirintis selama puluhan tahun menjadi sia-sia. Orang yang berani merampok tanpa takut ditembak, atau orang-orang yang rela menjual jiwanya kepada iblis hanya untuk menjadi kaya. Bukankah mereka ini jelas-jelas memilih harta ketimbang nyawa?

Uang memang memegang peran yang luar biasa penting di dunia. Dengan uang kita seakan bisa melakukan segalanya. Kita bisa membeli apapun yang kita mau, kemewahan, kenyamanan, status, termasuk pula membeli hukum dan keadilan. Dengan uang kita bisa menguasai, dengan uang kita bisa menundukkan. Itu memang yang terjadi menurut hukum dunia. Money talks louder than words. Tampaknya begitu. Tapi sadarkah kita bahwa ada begitu banyak jebakan dibalik itu yang bisa menjerumuskan kita ke dalam kebinasaan? Adakah gunanya uang pada saat kesempatan kita di dunia ini habis?

Ada banyak yang mengira bahwa antara mengikuti Tuhan dan mengejar harta bisa berjalan beriringan alias sekaligus. Beda pos, katanya. Tapi itu adalah sebuah pemikiran yang keliru. Yesus sudah mengingatkan hal ini dengan sangat jelas. "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Matius 6:24). Tidak bisa dua-duanya, harus pilih satu. Mau pilih mengabdi pada Allah atau mamon (dewa uang)? Mau cinta Tuhan atau cinta harta? Pikirkanlah dampaknya secara luas, bukan cuma selama hidup di dunia ini tapi juga untuk kehidupan yang kekal kelak.

Banyak orang menyalah artikan ayat dalam Matius 6:24 sebagai sebuah perintah untuk hidup miskin, tetapi tentu bukan demikian, karena Tuhan berulang kali menyatakan bahwa Dia sanggup menjaga kita dan melimpahi kita dengan segala sesuatu yang kita butuhkan. Jika kita membaca perikop selanjutnya mengenai Hal Kekuatiran (Matius 6:25-34), disana jelas bahwa Tuhan sanggup menyediakan segala kebutuhan kita. Bukan hanya sedikit atau sebagian, tapi firman Tuhan jelas berkata "semuanya", "all these things taken together will be given". Itu akan kita peroleh jika kita mementingkan terlebih dahulu untuk mendapatkan Kerajaan Allah dan kebenarannya lebih dari apapun. (ay 33). Atau lihat janji Tuhan lainnya "Tetapi seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9).

 Mencari uang itu tidak salah, uangnya tidak salah, tetapi menjadi "HAMBA" uang, itulah yang salah.

(bersambung)

Tuesday, June 14, 2016

Countless Ways of God

Ayat bacaan: Yesaya 55:8-9
=======================
"Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." 

Suatu hari saya dan teman-teman iseng-iseng mencoba melatih kemampuan berpikir saat menghadapi masalah. Kami mengambil salah satu masalah, lalu mencoba menuliskan alternatif yang mungkin bisa menyelesaikan masalah tersebut di atas selembar kertas. ADa yang menulis tiga, ada yang lima, ada yang lebih. Kalau di total alternatifnya mencapai hampir 50 buah. Dari yang paling masuk akal sampai yang tidak logika tetapi tetap layak dicoba. Disaat masalah benar-benar datang, seringkali kepanikan kita membuat pikiran kita seolah buntu untuk mencari jalan keluar. Tapi saat dirembuk bersama teman-teman seperti ini, ternyata ada begitu banyak alternatif yang masih mungkin dilakukan daripada langsung menyerah. Saya berpikir, kalau kita saja bisa menuliskan lumayan banyak alternatif, apalagi Tuhan. Tuhan mampu menciptakan jauh lebih banyak alternatif untuk melepaskan kita dari masalah, karena tidak seperti kita, tidak ada kata mustahil bagi Tuhan. Dia bisa pakai apa saja dan lewat cara manapun untuk menyatakan kemuliaanNya. Apa yang Dia sanggup sungguh jauh lebih besar dari kemampuan nalar atau logika kita. Dan itu sudah terbukti berabad-abad pada begitu banyak orang yang tidak lagi terhitung jumlahnya. Keajaiban yang mustahil bagi kita akan sangat mudah ketika berada di tangan Tuhan.

"Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9).

Firman Tuhan ini membuat saya mengerti bahwa kemampuan kita tidak ada apa-apanya dibanding Tuhan. Seujung kuku pun tidak. Ayat ini menunjukkan betapa besarnya Allah yang tidak akan mampu terselami dengan kemampuan akal kita yang begitu terbatas. Setinggi apa kita bisa menciptakan sesuatu, kemampuan teknologi yang terus berkembang pesat, tapi tetap saja kita tidak akan pernah mampu mencapai tingkat seperti Tuhan. Kita tahu bahwa Tuhan selalu rindu untuk memberkati dan menolong anak-anakNya, dan untuk itu Tuhan bisa pakai seribu satu cara. Kalau kita lihat di dalam Alkitab, kita akan melihat Tuhan memakai begitu banyak cara ajaib yang tidak pernah terpikirkan oleh kita, tidak terselami, bahkan tidak mampu dipecahkan dengan cara berpikir atau logika manusia.

Mari lihat beberapa contoh saja seperti yang tertulis di dalam Alkitab. Lihatlah bagaimana Tuhan menolong Elia lewat burung-burung gagak yang membawa roti dan daging setiap pagi dan petang ketika ia berada di sungai Kerit. (1 Raja Raja 17:1-6). Lalu perhatikan bagaimana Tuhan menolong seorang janda yang terjerat hutang lewat sedikit sisa minyak yang ia miliki. Tuhan sanggup mengisi bejana-bejana hingga melimpah, lalu menyuruh perempuan itu untuk pergi menjual minyak untuk menutupi hutangnya. Bahkan begitu melimpah sehingga si janda masih memiliki sisa uang yang bisa ia pakai untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya. (2 Raja Raja 4:1-7). Tiang awan dan tiang api dipakai Tuhan untuk menuntun umatNya menuju tanah terjanji (Keluaran 13:17-22).

Masih ingatkah anda dengan kisah Perkawinan di Kana dimana Yesus mengatasi masalah kehabisan anggur bukan cuma secukupnya tapi hingga berlimpah-limpah? (Yohanes 2:1-11). Atau mengenai penggandaan lima roti dan dua ikan yang dimiliki seorang anak kecil untuk memberi makan lebih dari 5000 orang? (Matius 14:13-21). Ini baru beberapa contoh saja, karena ada ratusan contoh di dalam Alkitab yang mencatat bagaimana bervariasinya perbuatan ajaib yang dilakukan Tuhan untuk menolong dan memberkati anak-anakNya. Hingga hari ini pun berbagai mukjizat yang ajaib masih bisa kita saksikan. Orang sakit disembuhkan, rumah tangga atau diri seseorang dipulihkan dan sebagainya, bahkan orang mati yang bangkit kembali pun masih juga terdengar hingga hari ini. Tuhan sanggup, lebih dari sanggup menolong anak-anakNya dengan seribu satu cara sampai kapanpun.

Paulus suatu kali menuliskan: "O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!" (Roma 11:33). Tidak ada satupun manusia, sepintar apapun, yang akan sanggup mengukur cara-cara yang dipakai Tuhan. Paulus pun melanjutkan "Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?" (ay 34). Alangkah sia-sianya jika kita terus meragukan bahwa Tuhan sanggup menolong kita untuk lepas dari masalah yang tengah menerpa kita hari ini.  Alangkah ironisnya jika kita merasa putus asa bahwa masalah kita tidak akan mampu terpecahkan. Kita bisa memakai logika kita yang paling muktahir untuk menganalisa masalah yang tengah kita hadapi hari ini, dan mungkin logika kita berkata bahwa apa yang kita alami tidak lagi memiliki pemecahan atau jalan keluar. Kita bisa takut akan setiap masalah yang menyelimuti hidup kita, tetapi sesungguhnya kita harus ingat: di tangan Tuhan tidak ada yang mustahil! Segalanya mungkin, dan Tuhan bisa memakai orang-orang atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan bagi kita untuk menjadi saluranNya dalam menolong atau memberkati kita. Kita tidak akan pernah bisa mengukur Tuhan. Jarak antara kemampuan logika kita dan kemampuan Tuhan itu bagaikan bumi dan langit, tidak terselidiki, tidak terselami.

Pemazmur pun menyadari hal itu. Ia berkata: "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu." (Mazmur 77:12-13). Itu sudah ribuan tahun lalu. Hari ini, keajaiban Tuhan itu masih terus berlanjut. Jika demikian, mengapa kita harus gentar menghadapi masalah seberat apapun yang tengah menghimpit kita hari ini? Teruslah hidup dalam pengharapan dan kepercayaan penuh dalam Tuhan. Lakukan bagian kita, dan pada saatnya nanti Tuhan akan bertindak dengan cara-cara yang ajaib, yang tidak terselami atau tidak terselidiki, tidak terbayangkan dan tidak terpikirkan oleh kita. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, "Besar dan ajaib segala pekerjaan-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa! Adil dan benar segala jalan-Mu, ya Raja segala bangsa!" (Wahyu 15:3b).

God can help us in countless creative ways. When God steps in, miracles happen

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, June 13, 2016

Belalang Aja Bisa (2)

(sambungan)

Meskipun Perjanjian Baru banyak memberi penekanan kepada pertumbuhan iman kita secara individu, Tuhan tidak pernah menginginkan kita untuk menjadi pribadi-pribadi yang eksklusif. Gereja dan umat Tuhan tidak akan pernah bisa menjadi terang dan garam jika keimanannya hanya dibatasi oleh dinding-dinding gereja dan tidak pernah berpikir untuk menjangkau lebih banyak jiwa yang berada di luar dinding itu. Itu sama saja dengan garam yang diam di dalam botol tertutup. Tanpa dipakai, garam tidak akan membawa manfaat atau berfungsi apa-apa. Penulis Ibrani menyampaikan: "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik." (Ibrani 10:24). Marilah kita 'saling'. Itu bukan terpisah-pisah tapi bersama-sama. Prinsip saling yang positif harus terus kita tumbuh kembangkan, karena kita harus menyadari bahwa manusia pada hakekatnya terbatas dan lemah, sama seperti seekor belalang.

Menghadapi hari-hari yang semakin sukar ini, kita harus lebih menekankan kebersamaan, membangun hubungan kekeluargaan dan persaudaraan erat dengan saudara-saudari kita lainnya. Apa yang diiinginkan Tuhan itu jelas. Kita harus berhenti menjadi pribadi yang eksklusif. Tak peduli berapa seringnya kita berdoa dan membaca Alkitab di rumah, beribadah bersama saudara seiman, menghidupi kehidupan persekutuan yang aktif tetaplah menjadi kebutuhan penting bagi kita. "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (ay 25). Ayat ini jelas mengacu kepada pentingnya kita untuk membangun kehidupan berfellowship, saling dukung, saling bantu, saling menguatkan. Ini adalah hal yang penting untuk dilakukan terlebih ketika hari Tuhan semakin mendekat.

Seperti yang sudah kita baca kemarin, Firman Tuhan berkata: "Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!" (Pengkotbah 4:9-10). Lalu  "Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan." (ay 12).  Jika anda mengambil sebatang lidi, tentu sangat mudah bagi anda untuk mematahkannya. Tapi saat lidi bersatu menjadi sebuah sapu, menjadi mustahil pula bagi kita untuk bisa mematahkannya. Demikian juga dengan belalang.Belalang jika hanya seekor akan mudah ditangkap, tetapi saat bersatu itu akan menjadi sangat-sangat sulit sekali.

Kalau belalang yang tidak punya raja belalang saja bisa kompak dalam persatuan untuk mencapai satu tujuan bersama, kita seharusnya malu. Kita punya bukan sekedar raja tetapi Raja di atas segala raja. Seharusnya kitalah yang menjadi role model tentang persatuan. Persatuan yang seperti apa yang didoakan Yesus : "Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku." (Yohanes 17:20-21). sesungguhnya bentuk persatuan seperti ini bukan saja akan sangat membantu kita untuk melewati hari-hari yang sulit tetapi juga mampu membawa pengenalan akan Kristus pada dunia sehingga mereka bisa percaya. Seringkali kita terjebak untuk mengandalkan kata-kata untuk memenangkan jiwa, tapi yang kita pertontonkan sama sekali jauh dari cerminan Kristus. Karenanya belajarlah dari belalang. Mereka tidak punya raja, kita punya Raja di atas segala raja. Soal bersatu, seharusnya kita ahlinya, bukan malah sebaliknya.

Belalang saja bisa, masa kita tidak?

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, June 12, 2016

Belalang Aja Bisa (1)

Ayat bacaan: Amsal 30:27
========================
"The locusts have no king, yet they go forth all of them by bands"

Ada orang yang geli melihat belalang, tapi jarang sekali ada yang takut. Secara umum, berbagai spesies belelang bukanlah hewan yang perlu ditakutkan karena bukan hewan berbisa, menggigit apalagi buas. Belalang malah kerap dijadikan mangsa oleh hewan-hewan lainnya yang lebih besar. Anak-anak kecil saja bisa menangkap belalang dengan relatif mudah. Mereka hanya melompat-lompat di rumput, atau terbang. Kalau satu-dua ekor memang seperti itu. Tapi sekarang, bayangkan kalau yang datang bukan satu-dua melainkan ratusan atau ribuan ekor, bergerombol ramai-ramai menyerang lahan persawahan. Itu bisa sangat merepotkan dan menakutkan. Kalau sudah ini yang terjadi, hasil tani bisa habis musnah dalam sekejap. Masalahnya, mereka ini memang punya nature yang senang bergerombol dan menyerang beramai-ramai. Bandingkanlah satu-due ekor dengan saat mereka jadi hama berjumlah ratusan atau ribuan. Perbedaannya sungguh nyata. Satu belalang tidak berbahaya, tapi kalau banyak bisa sangat merugikan.

Alkitab pun pernah mencatat bagaimana seramnya serbuan pasukan belalang ini. Itu bisa kita lihat dalam Alkitab pada saat Musa hendak membawa bangsa Israel keluar dari perbudakan menuju tanah yang dijanjikan Tuhan. Meski sudah diingatkan akan konsekuensinya, Firaun tetap mengeraskan hatinya untuk melepaskan Israel dari perbudakan di negaranya Mesir. Kebandelannya mendatangkan serangkaian tulah menimpa bangsanya. Salah satu dari tulah itu, yaitu tulah ke delapan adalah segerombolan belalang dalam jumlah yang begitu besar. "Datanglah belalang meliputi seluruh tanah Mesir dan hinggap di seluruh daerah Mesir, sangat banyak; sebelum itu tidak pernah ada belalang yang demikian banyaknya dan sesudah itupun tidak akan terjadi lagi yang demikian. Belalang menutupi seluruh permukaan bumi, sehingga negeri itu menjadi gelap olehnya; belalang memakan habis segala tumbuh-tumbuhan di tanah dan segala buah-buahan pada pohon-pohon yang ditinggalkan oleh hujan es itu, sehingga tidak ada tinggal lagi yang hijau pada pohon atau tumbuh-tumbuhan di padang di seluruh tanah Mesir." (Keluaran 10:14-15). Gerombolan belalang bisa begitu mengerikan. Mereka menutup semua daerah Mesir sampai-sampai negeri itu menjadi gelap tertutup belalang. Semua tumbuhan dan tanaman musnah. Bukan cuma pertanian tapi juga semua tumbuhan dan buah-buahan ludes tak bersisa. Dari sebuah negeri yang subur, Mesir berubah menjadi gurun gersang dalam seketika.

Satu belalang itu lemah, tapi dalam jumlah banyak belalang bisa mendatangkan masalah besar. Agur bin Yake melihat hal itu dari sisi lain. "belalang yang tidak mempunyai raja, namun semuanya berbaris dengan teratur." (Amsal 30:27). Dalam versi Bahasa Inggris Amplified ditulis: "The locusts have no king, yet they go forth all of them by bands". Meski belalang  tidak memiliki raja, tetapi lihatlah mereka bisa bersatu dengan kuat dalam sebuah kelompok besar untuk mencapai tujuan yang sama. Ini berbanding terbalik dengan bagaimana sikap manusia yang semakin hari semakin sulit untuk bersatu. Manusia saat ini cenderung justru memperbesar jurang perbedaan dan mengabaikan kesamaan yang bisa membuat kita untuk bersatu. Perbedaan ideologi, kepentingan, kepercayaan, semuanya bisa menjadi alasan yang dianggap valid untuk perpecahan.

Lupakan dulu bersatu antara orang yang berbeda kepercayaan, ideologi atau kepentingan. Di kalangan sendiri saja perpecahan masih terus terjadi. Orang saling curiga satu sama lain, terus bertikai, saling mencemooh dan menghina, merasa paling benar dan merasa berhak untuk menghakimi. Perbedaan dikedepankan, kesamaan disisihkan. Bercerai lebih baik dari bersatu. Betapa sulitnya kita yang seiman untuk bersatu. Padahal, bukankah semua sama-sama beriman kepada Kristus? Hanya karena tata cara peribadatan yang berbeda orang merasa berhak menghujat saudara seimannya sendiri bahkan berani mengatakan sesat. Padahal kita memiliki Raja yang sama, Raja diatas segala raja yaitu Yesus Kristus. Jika belalang yang tidak memiliki raja saja bisa bersatu dan membawa dampak untuk tujuan tertentu, betapa memalukannya kita yang memiliki Raja malah tidak bisa melakukannya. Kalau kita saja tidak bisa, lupakan berharap adanya persatuan yang lebih luas untuk mencapai tatanan hidup damai.

(bersambung)


Saturday, June 11, 2016

Multiplikasi dalam Persatuan (2)

(sambungan)

Saat Tuhan Yesus hadir dan mengajarkan isi hati Bapa, salah satu pesan penting yang Dia sampaikan berbunyi sebagai berikut: "Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Matius 18:19-20). Ya, permintaan dari dua atau tiga orang, atau lebih, yang berkumpul dalam nama Yesus, bersepakat bersama-sama meminta dalam doa, maka Yesus akan hadir ditengah-tengah mereka dan permintaannya akan dikabulkan oleh Bapa. Bukankah ini luar biasa? Kesepakatan antara dua orang atau lebih akan membawa hadirnya Tuhan dan disana ada pelipatgandaan.

Bangsa ini masih terpecah-belah oleh banyak kepentingan didasari banyak alasan. Masih banyak ketidakadilan dan bentuk-bentuk tirani mayoritas kepada kaum minoritas. Bahkan sekarang perbedaan paham saja sudah cukup menjadi alasan untuk menghabisi nyawa seseorang, melukai dan membawa kerugian besar bagi orang lain. Akan sulit sekali untuk berharap masa depan bangsa yang lebih baik kalau diantara umat Tuhan sendiri saja perpecahan atau perceraian masih terus terjadi. Bagaimana kita bisa menjadi berkat dan membawa angin perubahan kalau kita sendiri saja masih tidak beres?

Kalau untuk bersatu dalam pekerjaan, pelayanan atau kehidupan dalam skala kemasyarakatan yang menyangkut banyak orang masih terasa sulit, bagaimana dengan sel terkecil yaitu keluarga? Apakah kita sudah rajin berdoa bersama-sama dengan keluarga? Bagi yang sudah berumah tangga, sudahkah ada kesepakatan di antara suami dan istri? Saling dukung, saling bantu, saling menguatkan, berjalan beriringan dalam menjalani kehidupan berumah-tangga, bersama-sama bersatu dalam doa dan terus berproses bersama untuk semakin menyerupai Kristus. Apakah itu sudah kita lakukan atau kita masih berjalan sendiri-sendiri atau jangan-jangan tengah memikirkan perceraian dengan seribu satu macam alasan? Ingatlah bahwa kebersatuan dan kesepakatan di rumah tangga saja akan mampu memberikan pelipatgandaan.

Kalau kita terus membiarkan roh perpecahan menguasai kita, kekuatan kita pun akan lemah sehingga iblis akan dengan mudah memporakporandakan kita. Dan titik serang iblis yang paling potensial saat ini berada pada titik persatuan yang harmonis. Kalau kita tahu itu, maukah kita berkomitmen untuk tetap bersatu, baik bersama keluarga, antara suami-istri-anak, dengan saudara, teman, rekan sepelayanan dan sebagainya? Kekuatan yang timbul dari kesepakatan dan kesatuan di antara dua orang atau lebih, itu akan mampu menghasilkan pelipatgandaan. Saya percaya ketika kita mau mengambil langkah untuk bersepakat, seiring sejalan dalam doa, apapun yang kita minta akan dikabulkan oleh Bapa Surgawi dengan berlipat kali ganda. Tentu sepanjang permintaan itu bukan demi pemuasan kedagingan, namun karena sesuatu yang benar kita butuhkan.

Kita harus terus melatih diri untuk tidak membiarkan kebiasaan bercerai atau terpecah terus bertumbuh dalam diri kita. Kita harus terus belajar untuk mengalahkan ego dan melihat kepentingan yang lebih besar, terutama hal-hal esensial yang menjadi kebenaran dari Kerajaan Allah. Jadilah bagian tubuh Kristus yang saling melekat, tersambung dan melengkapi satu sama lain, dengan Kristus sebagai kepala. Sebab bayangkan, apabila ada manusia yang bagian tubuhnya terpisah-pisah tidak saling melekat satu sama lain, bukankah itu mengerikan? Maka tetap junjung tinggi persatuan dan hindari perpecahan. Itu dulu, baru kita bisa berharap banyak pada kelangsungan bangsa yang kita cintai ini di masa mendatang. Bukan cuma ngomong karena itu tidak akan ada gunanya. Kita harus bisa menjadi teladan yang menunjukkan terang di dalam bangsa yang gelap, bukan sebaliknya malah ikut-ikutan jadi bagian dari gelap. Semoga kita bisa menjadi umat Allah yang terus lebih baik dalam menjalankan bagian kita menggenapi kehendak Allah, menyatakan Kristus secara benar dimana kita ada hari ini.

Ada multiplikasi dalam persatuan yang melibatkan Tuhan di dalamnya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, June 10, 2016

Multiplikasi dalam Persatuan (1)

Ayat bacaan: Ulangan 32:30
======================
"Bagaimana mungkin satu orang dapat mengejar seribu orang, dan dua orang dapat membuat lari sepuluh ribu orang, kalau tidak gunung batu mereka telah menjual mereka, dan TUHAN telah menyerahkan mereka!"

Negeri ini sesungguhnya dibangun atas azas gotong royong. Sejak dahulu kala kita dikenal sebagai bangsa yang ramah, sabar dan suka saling bantu. Tidak heran kalau ada pepatah yang mengatakan: bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Bayangkan bagaimana kita bisa melawan penjajah dengan hanya bersenjatakan bambu runcing  kalau tidak bersatu. Jauh sebelum merdeka, Sumpah Pemuda di tahun 1928 sudah menyuarakan pentingnya persatuan dari barat sampai ke timur agar bisa melawan penjajah. Lantas Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi tetap satu pun pernah menjadi simbol kekuatan bangsa. Seharusnya semua ini bisa membuat kita sadar akan pentingnya bersatu untuk membangun sebuah kekuatan. Sayangnya meski tahu itu, semakin lama manusia semakin lebih tertarik untuk terpecah atau bercerai ketimbang bersatu. Entah dimana salahnya, hari ini bangsa kita terus terkoyak. Dikoyak oleh bangsanya sendiri, dikoyak oleh kepentingan pribadi atau golongan, dikoyak oleh ego, dikoyak oleh ideologi. Dan segudang penyoyak lainnya. Radikalisme semakin jaya dan aparat tampaknya segan untuk masuk lebih jauh. Bangsa yang harusnya kuat dengan jumlah penduduk hampir 300 juta jiwa pun sulit melawan tekanan dari luar. Mau kuat bagaimana kalau bersatu saja masih sulit?

Apa yang bisa didapat dari perpecahan? Sebaliknya, sadarkah kita akan kuatnya sebuah persatuan? Mudah untuk bilang sadar. Namun faktanya virus perpecahan menular kemana-mana. Keluarga hari-hari ini menjadi target serangan iblis. Itu bisa kita lihat dari semakin banyaknya keluarga yang pecah berantakan untuk alasan-alasan yang terkadang tidak jelas awalnya. Dan orang percaya pun tampaknya rentan diserang. Bahkan ini terjadi di kalangan para pemukanya. Seperti yang saya sampaikan dalam renungan terdahulu, lihatlah gereja yang terus terpecah dan berjalan sendiri-sendiri. Saat setiap orang Kristen yang akan memasuki pernikahan terus diingatkan bahwa bercerai itu tidak boleh, kenapa mereka yang punya otoritas malah dengan seenaknya menunjukkan seolah perceraian itu boleh atas alasan-alasan tertentu yang menurut mereka pantas dijadikan dasar untuk melakukannya, bahkan ada yang berani berkata bahwa perceraian itu memang atas perintah Tuhan yang ditanam di hati mereka. Betapa sedihnya Tuhan melihat hal ini.

Ada sebuah contoh sederhana yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Jika anda mematahkan sebuah sebatang lidi, itu tentu sangat mudah. Tetapi jika anda diminta untuk mematahkan sapu lidi yang isinya puluhan atau ratusan diikat menjadi satu, itu hampir-hampir tidak mungkin. Firman Tuhan pun berkata: "Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka....Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan." (Pengkotbah 4:9,12).

Ada sebuah ayat menarik lainnya yang ingin saya angkat hari ini. "Bagaimana mungkin satu orang dapat mengejar seribu orang, dan dua orang dapat membuat lari sepuluh ribu orang, kalau tidak gunung batu mereka telah menjual mereka, dan TUHAN telah menyerahkan mereka!" (Ulangan 32:30).

Ada yang aneh dari ayat ini yang saya rasakan waktu pertama kali membacanya. Mari kita berhitung. Seandainya satu orang bisa mengalahkan seribu orang, maka seharusnya dua orang bisa mengalahkan dua ribu orang. Hitungan matematika sederhana. Tapi ayat bacaan hari ini mengatakan hal yang berbeda. Ketika satu orang bisa mengatasi seribu orang, dua orang akan mampu mengatasi sepuluh kali lipat dari kekuatan satu orang, alias sepuluh ribu! Ayat bacaan kita mengatakan bahwa itu tidak akan mungkin kalau bukan atas campur tangan Tuhan. Lantas Yosua mengatakan bahwa kemampuan itu bukanlah karena kehebatan kita, tapi karena hadirnya Tuhan. (Yosua 23:10).

Kalau satu mengalahkan seribu, dua orang yang bersama Tuhan bisa mengalahkan sepuluh ribu. Disini kita bisa melihat bagaimana kuasa Tuhan hadir berlipat ganda lewat sebuah persatuan. Kita melihat bahwa ada pelipatgandaan kuasa, pelipatgandaan berkat, dan pelipatgandaan pertolongan dari Tuhan ketika ada lebih dari satu orang yang bersepakat.

(bersambung)

Belajar dari Rehabeam (2)

 (sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...