Friday, July 31, 2009

Tetap Bersyukur

Ayat bacaan: Mazmur 52:11
======================
"Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan orang-orang yang Kaukasihi!"

tetap bersyukurSejauh mana kita mampu untuk terus bersyukur dan mengimani dengan sungguh-sungguh bahwa Tuhan sungguh baik ketika kita sedang mengalami masalah? Adalah mudah untuk bersyukur ketika kita sedang dalam kondisi nyaman dan baik, namun ketika kita sedang dalam kesulitan, katakanlah sedang menderita sakit, terkadang sulit bagi kita untuk mengucap syukur. Kecenderungan manusia adalah mendesak Tuhan untuk sesegera mungkin melepaskan kita dari beban masalah dan sakit penyakit. Tetapi ketika kita belum juga lepas, mampukah kita terus bersyukur memuliakan Tuhan? Saya benar-benar merasa terharu lewat seorang bapak yang masih setia melayani di gereja di mana saya bertumbuh, meskipun ia sedang menderita penyakit yang tidak main-main, yaitu kanker.

Penyakit kanker yang diderita beliau mengharuskannya bolak balik ke Singapura untuk menjalani kemoterapi. Dari hasil pemeriksaan terakhir, diketahui bahwa kankernya sudah menyebar ke beberapa bagian tubuh. Namun lihatlah bagaimana reaksinya. Ia masih terus setia melayani! Dan ia terus bersaksi bahwa Tuhan itu baik. Ia terus percaya Tuhan akan selalu memberikan yang terbaik kepadanya, Tuhan akan selalu menguatkan dirinya untuk tetap teguh dalam pelayanan. Ketika sebagian orang sudah menyerah, putus asa dan tidak lagi memiliki minat untuk melakukan apapun, ia tetap setia tampil di depan melakukan pekerjaan Tuhan. Ini sebuah sikap yang sungguh mengagumkan. Saya terharu dan merasa sangat diberkati lewat keteladanannya. Sakit atau tidak, ia tetap tampil seperti tanpa beban. Ia tetap bersukacita, ia tetap tersenyum, meski apa yang sedang ia derita sangatlah serius. Melihat dirinya hari Minggu kemarin, saya pun teringat akan ayat-ayat dalam Mazmur yang berasal dari keteguhan iman Daud. Daud tidak pernah berhenti untuk bersyukur dalam kondisi seterjepit apapun.

Daud pada suatu kali mengatakan "Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan orang-orang yang Kaukasihi!" (Mazmur 52:11). Dalam banyak kesempatan lain pun Daud berulang kali menyatakan ucapan syukurnya. Tidak gampang untuk bisa mencapai tingkat seperti Daud, karena seringkali rasa sakit itu menyiksa, penderitaan terasa berat, beban masalah melemahkan diri maupun rohani kita. Itu lumrah terjadi. Namun janganlah kita menyerah dan menuruti segala kelemahan daging itu. Bagaimana caranya? Paulus mengajarkan caranya yaitu dengan mengarahkan fokus pandangan ke arah yang tepat. "Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18) Inilah kunci bagaimana Paulus dan rekan-rekannya tidak tawar hati meski mereka kerap mengalami penyiksaan dan penderitaan dalam menjalankan pelayanan mereka. Paulus dan rekan-rekan sepelayanannya tidak memfokuskan diri mereka kepada sesuatu yang kelihatan, hal-hal duniawi, namun mereka terus fokus mengarahkan pandangan kepada yang tidak kelihatan, kepada perkara-perkara Surgawi, segala sesuatu yang mengarah kepada kekekalan. Paulus dan kawan-kawan tahu bahwa mengarahkan pandangan hanya kepada yang kelihatan hanyalah akan membuat mereka lemah dan kemudian menyerah. Namun mengarahkan pandangan kepada kehidupan yang kekal kelak dimana Yesus bertahta, itu akan membuat mereka terus bersemangat dan tidak kehilangan harapan. Dalam suratnya untuk jemaat Kolose, ia mengulangi hal ini. "Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah." (Kolose 3:1). Dan dengan tegas ia berkata "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (ay 2). Ini sebuah kunci penting yang patut kita teladani dalam menjalani hidup.

Ada sebuah kalimat yang pernah saya baca bunyinya begini. "Rasa sakit itu sifatnya pasti, namun menderita itu adalah pilihan". Kedagingan kita memang membuat kita harus merasakan rasa sakit, namun apakah kita menderita atau tetap bersukacita, itu adalah sebuah pilihan. Apa yang dikatakan Paulus menjadi begitu relevan, bahwa tidaklah tepat untuk mengarahkan fokus kepada hal-hal di dunia yang hanya sementara sifatnya. Mengarahkan kepada kekekalan, dimana tidak lagi ada penderitaan dan isak tangis, dimana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah, itu jauh lebih penting. Dan untuk menuju kesana, kita harus tetap fokus kepada hal tersebut. Untuk itu, hendaklah kita senantiasa mengucap syukur dalam segala hal, baik suka maupun duka, senang maupun susah, sehat maupun sakit. "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18). Tidak ada yang mustahil bagi Allah, namun di atas itu semua, rencanaNya tetap yang terbaik bagi kita. Apapun itu. Allah itu setia, dan telah menyediakan segalanya sesuai janjiNya. Sementara hidup ini hanya sementara, kekekalan itu lebih berguna. Itulah tampaknya yang menjadi pegangan iman dari sang bapak yang tengah menderita kanker untuk tetap terus bersukacita dan tidak henti-hentinya bersyukur mengatakan bahwa Tuhan itu baik. Baik bapak itu maupun kita, teruslah berjuang dengan pengharapan penuh dipenuhi ucapan syukur hingga akhir agar segala yang dijanjikan Tuhan tidak menguap sia-sia.

Dunia ini hanya sementara, tapi Surga itu kekal

Thursday, July 30, 2009

Bersahabat dengan Tuhan

Ayat bacaan: Yohanes 15:14
======================
"Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu."

bersahabat dengan Tuhan, menjadi sahabat TuhanPerlukah sosok seorang sahabat dalam hidup kita? Rasanya mayoritas jawaban adalah ya. Teman mungkin bisa banyak, namun yang memenuhi kategori sahabat biasanya sedikit. Untuk mencapai status sahabat biasanya butuh waktu yang cukup panjang. Dalam prosesnya biasanya akan terlihat siapa yang benar-benar peduli pada kita, tetap berada dekat dengan kita di saat kita sedang berada dalam permasalahan. Bukan hanya dalam suka, tapi dalam duka pun mereka selalu siap hadir memberikan bantuan, mendukung kita tanpa pamrih. Sahabat adalah orang yang biasanya kita datangi pertama kali ketika kita butuh masukan atau nasihat, karena kepada mereka biasanya kepada mereka kita tidak perlu menutup-nutupi sesuatu, karena mereka adalah orang-orang yang biasanya paling dipercaya. Maka hidup dengan sahabat dan tanpa sahabat akan sahabat akan begitu terasa bedanya.

Jika bersahabat dengan manusia saja sudah begitu terasa bedanya, bagaimana jika kita bisa bersahabat dengan Tuhan? Tentu luar biasa bukan? Ketika manusia yang punya kelemahan saja bisa membuat sebuah perbedaan, apalagi Tuhan yang sungguh besar kasih setiaNya. Apakah kita bisa menjadi sahabat Tuhan? Jawabannya adalah bisa. Alkitab mencatat kualitas hubungan antara Tuhan dengan beberapa nabi. Misalnya dengan Musa: "Dan TUHAN berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya; kemudian kembalilah ia ke perkemahan." (Keluaran 33:11a). Kedekatan Musa dengan Tuhan begitu erat, sehingga kepada Musa, Tuhan berfirman "Aku mengenal namamu dan juga engkau mendapat kasih karunia di hadapan-Ku." (ay 12). Lalu mari kita lihat Abraham, bapa orang beriman. Dalam kitab 2 Tawarikh kita mendapati demikian: "Bukankah Engkau Allah kami yang menghalau penduduk tanah ini dari depan umat-Mu Israel, dan memberikannya kepada keturunan Abraham, sahabat-Mu itu, untuk selama-lamanya?" (2 Tawarikh 20:7). Abraham dikatakan sebagai sahabat Tuhan! Kita tahu apa janji Tuhan kepada Abraham dan bagaimana hebatnya Tuhan memberkatinya. Penghargaan kepada sahabat ditunjukkan Tuhan dengan jelas kepada Abraham. Ketika Tuhan memutuskan untuk memusnahkan Sodom, Tuhan ternyata tidak sanggup menyembunyikan rencanaNya kepada Abraham sahabatNya. "Berpikirlah TUHAN: "Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan ini?" (Kejadian 18:17). Jika sosok manusia saja tidak mampu atau tidak mau menutupi sesuatu kepada sahabatnya, Tuhan pun demikian menghargai arti sebuah persahabatan. Ada beberapa tokoh Alkitab lainnya yang disebutkan bergaul karib dengan Tuhan, dan kita pun melihat bagaimana Tuhan menghargai persahabatan dengan orang-orang yang mampu memenuhi kriteria untuk menjadi sosok sahabat di mataNya.

Dari sosok Musa dan Abraham kita bisa belajar untuk bisa menjadi sahabat Tuhan. Kita tahu bagaimana sosok Musa dan Abraham dan iman mereka, dan itu membuat Tuhan berkenan kepada mereka. Mengenal mereka, dan menjadikan mereka sahabat. Daud memberikan sebuah pernyataan kepada siapa Tuhan mau bersahabat. "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Tidak saja bergaul karib, tapi Tuhan pun menghargai persahabatan dengan tidak menyembunyikan perjanjianNya. Yesus sendiri mengulangi hal ini kepada murid-muridNya ketika ia menyampaikan bahwa mereka sudah Dia anggap sebagai sahabat. "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku." (Yohanes 15:15). Lihatlah bahwa Yesus tidak menutupi apapun yang telah Dia dengar dari Bapa Surgawi kepada sahabat. Tidak hanya kepada para murid, tapi Yesus pun mengulurkan tangan persahabatan kepada setiap manusia. Dan untuk itu, Yesus telah memulainya secara proaktif, dengan bukti nyata, yaitu dengan mengorbankan diriNya untuk mati di atas kayu salib demi menebus dosa-dosa kita yang Dia anggap sebagai sahabat. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Betapa luar biasanya melihat Tuhan dengan penuh kasih mengulurkan salam persahabatan kepada manusia, dan betapa keterlaluannya jika kita menepis itu dan lebih memilih untuk terus hidup berkubang dalam dosa.

Untuk menjadi sahabat, Yesus mengatakan demikian: "Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." (Yohanes 15:14). Apa yang diperintahkan Yesus kepada kita? Inilah perintah Yesus yang harus kita perbuat. "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." (Lukas 12:29-30). Begitu besar kasih Tuhan pada kita sehingga Dia mau mengulurkan tangan untuk bersahabat dengan kita. Pertanyaannya sekarang, maukah kita menerima uluran tanganNya? Jadilah sahabat-sahabat Tuhan yang setia.

Tuhan begitu menghargai nilai persahabatan, siapkah kita untuk menjadi sahabat Tuhan?

Wednesday, July 29, 2009

Keteladanan Dari Seorang Ibu

Ayat bacaan: Ibrani 10:25
====================
"Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat."

belajar dari ibu sakit, pincang, penyanggahHari minggu kemarin ketika saya bertugas sebagai pengerja, tepatnya sebagai penyambut jemaat yang berdiri di depan pintu, ada seorang ibu yang datang ke gereja sendirian dengan susah payah. Ia menggunakan alat bantu yang biasanya dikenal dengan "walker" (lihat gambar), yaitu sejenis pegangan 4 kaki dari besi sebagai alat bantu untuk berjalan. Ia tertatih-tatih sendirian melangkah mulai sejak keluar dari lift menuju ke ruang ibadah raya. Meski demikian, ia terlihat sungguh bersuka cita. Senyuman tulus ia arahkan kemana-mana, bahkan berkali-kali ia berhenti menerima salam dari jemaat lain yang ada di sekitarnya. Ini pemandangan yang mengagumkan. Saya berpikir, ketika kita sedikit saja merasa tidak enak badan lalu merasa tidak sanggup untuk pergi ke gereja untuk beribadah, ketika kita lebih memilih untuk sibuk bekerja hingga melupakan hari Sabat yang seharusnya kita pergunakan untuk memuliakan Tuhan bersama dengan saudara-saudara seiman, ketika kita merasa kasur jauh lebih nikmat ketimbang harus repot-repot bangun dan pergi ke gereja, ibu ini penuh suka cita meski kondisinya sedang tidak memungkinkan. Naik apa ia datang? Bagaimana ia berdesakan di dalam lift? Dari lapangan parkir menuju lantai 4, berdesakan, itu tentu berat baginya. Namun ia hadir dengan penuh sukacita. Ia mengucapkan terima kasih dengan senyum yang sangat damai ketika saya membantunya untuk duduk, mengosongkan dua bangku di depannya agar "walker"nya bisa ia letakkan di depannya. Ketika ibadah selesai, ia kembali mengangguk dan mengucapkan terima kasih ketika saya membantu mengosongkan kursi-kursi di sekitarnya agar ia lebih leluasa bergerak. Terima kasih ibu, atas keteladanan yang ibu contohkan hari ini.

Ada begitu banyak alasan bagi kita untuk bolos beribadah di hari Minggu. Terlalu capai seminggu ke belakang, kurang enak badan, tidak ada yang antar, malas pergi sendiri karena teman berhalangan, hujan, sedang banyak tugas, ada teman yang datang dan sebagainya, acap kali kita jadikan alasan untuk memutuskan tidak pergi ke gereja, beribadah bersama saudara-saudara kita seiman. Jika kita sedang dalam kondisi si ibu, akankah kita tetap bersemangat seperti dirinya, atau kita lebih peduli pada rasa malu dilihat orang dengan keadaan kita yang sedang sakit? Ada pula yang berdalih tidak perlu ke gereja, karena Tuhan toh ada di rumah juga. Itu tidaklah salah. Tuhan memang bersifat "omnipresent" alias punya kemampuan untuk hadir di mana-mana pada saat yang sama. Namun bersekutu, beribadah bersama-sama, memuji dan memuliakan Tuhan bersama-sama, membangun relasi dengan saudara-saudara seiman lainnya agar kita bisa saling menguatkan, semua itu tidaklah bisa kita lakukan jika kita hanya memilih untuk beribadah sendirian saja selamanya. Ada kalanya kita lemah, di sana peran teman-teman akan sangat berguna. Sebaliknya ketika teman sedang lemah, ada kita yang bisa menguatkan. Ada firman-firman Tuhan yang akan sangat berguna dalam hidup kita setidaknya untuk menguatkan kita menghadapi pekerjaan atau belajar di sekolah seminggu ke depan. Ada sukacita luar biasa ketika kita bersama-sama memuliakan Tuhan baik dalam pujian atau penyembahan, alangkah sayangnya jika semua itu terlewatkan ketika kita memutuskan untuk melewatkan ibadah ke gereja.

Penulis Ibrani mengingatkan demikian: "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan - pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25). Berbagai penyesatan, berbagai kesulitan di dunia yang semakin tua ini setiap saat bisa membuat kita lemah. Kita butuh "nutrisi" tambahan agar kuat menghadapi itu semua. Bersekutu, saling support bersama saudara seiman, bersukacita memuji dan memuliakan Tuhan bersama-sama dan asupan firman Tuhan sudah pasti akan membuat kita lebih kuat dan tidak gampang jatuh. Apalagi Yesus sendiri pun mengingatkan bahwa "di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Matius 18:20).

Pengkotbah mengatakan "Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!" (Pengkotbah 4:9-10). Kemudian selanjutnya dikatakan demikian: "Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan." (ay 12). Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Selanjutnya kita bisa melihat pula bahwa ada pelipatgandaan ketika ada lebih dari satu orang yang bersepakat. Kita bisa melihat dalam kitab Ulangan mengenai hal ini. Ketika satu orang bisa mengejar seribu orang, dua orang bukanlah bisa membuat lari dua ribu orang, seperti hitungan matematika biasa, namun dua orang punya kemampuan untuk mengalahkan sepuluh ribu orang! (Ulangan 32:30). Ada pelipatgandaan sebesar 10 kali lipat ketika dua orang bersepakat bersama. Jika dua orang saja sudah demikian besar, bagaimana jika kita beribadah bersama dengan banyak saudara-saudara kita seiman? Iblis tidak akan mampu menggoyahkan kita, karena kita menerapkan hukum Kristus dengan saling dukung, saling bantu, dan bersatu dalam kasih.

Jika ibu yang pincang itu sanggup datang dengan penuh sukacita, mengapa kita tidak? Ibu itu punya kerinduan untuk berjemaat bersama-sama dalam kegembiraan bahwa Tuhan sungguh baik bagi dirinya, meskipun kondisinya sedang dalam keadaan sulit. Luar biasa. Saya kagum dengan semangatnya dan kerinduan hatinya untuk hadir bersekutu dengan saudara-saudara seiman, bersama-sama meninggikan Tuhan, memuji dan menyembah Dia. Kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu karena hari-hari ini adalah jahat. (Efesus 5:16). Menjelang hari Tuhan yang sudah semakin dekat, hendaklah kita semakin giat untuk saling menguatkan, salah satunya adalah dengan tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk beribadah bersama-sama. Belajarlah dari keteguhan iman dan semangat dari sang ibu.

Bersekutu bersama akan membuat kita tidak gampang dipatahkan

Tuesday, July 28, 2009

Kesetiaan

Ayat bacaan: Lukas 16:10
===================
"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar."

kesetiaan, perceraian, selingkuhMasalah kesetiaan rasanya sudah berkurang nilai pentingnya di jaman sekarang. Di media kita terus saja melihat para selebritis dalam dan luar negeri kedapatan selingkuh hingga bercerai. Saya malah pernah mendengar suatu komentar dari artis dalam negeri yang malah berbalik menyalahkan Tuhan. "Saya rasa semua ini memang sudah suratan dari Tuhan.." Masa Tuhan menginginkan perceraian? Tuhan tidak pernah menginginkan orang untuk bercerai berai. Tapi begitulah trend di masa sekarang yang tidak lagi menempatkan kesetiaan sebagai sesuatu yang penting. Lagu-lagu dan film-film yang ada pun sejalan dengan perilaku mereka, menganggap perselingkuhan sebagai sesuatu yang wajar dengan berbagai dalih. Jika tokoh-tokoh selebritis memberi contoh seperti itu, tidak heran jika di kalangan masyarakat pun kesetiaan menjadi barang langka hari-hari ini. Sudah terlalu sering rasanya kita melihat orang yang berselingkuh. Sudah tidak harmonis lagi, istri kurang perhatian, cinta lokasi, dan sebagainya, sering diangkat sebagai alasan untuk menghalalkan selingkuh. Malah perselingkuhan bukan lagi didominasi pihak pria. Dari kalangan wanita pun sudah banyak yang berselingkuh.

Tuhan jelas tidak menginginkan perselingkuhan. Malah dengan tegas dikatakan bahwa kesetiaan merupakan salah satu karakter penting yang harus dimiliki setiap anak-anakNya. Paulus menggolongkan kesetiaan sebagai salah satu dari buah Roh. "Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu." (Galatia 5:22). Dalam ayat bacaan hari ini kita bisa melihat pandangan Yesus mengenai kesetiaan itu. "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10). Ini benar adanya. Kita tidak akan bisa setia terhadap perkara besar apabila dalam perkara kecil saja kita sudah gagal untuk setia. Kita harus bisa mulai belajar untuk setia terhadap hal-hal kecil. Belajar menghormati kepercayaan yang sudah diberikan kepada kita, menjaganya dengan baik, walau kecil sekalipun. Jika terhadap istri, sahabat, keluarga saja kita tidak bisa setia, jika terhadap tempat kerja saja kita tidak setia, bagaimana kita bisa setia kepada Tuhan? Perselingkuhan itu adalah perbuatan keji di mata Tuhan. Bahkan orang yang menceraikan istrinya dan kemudian kawin lagi dengan wanita lain digolongkan sebagai perzinahan. (ay 18). Jika hal ini saja sudah merupakan pelanggaran besar, apalagi jika kita berkhianat atau "berselingkuh" dengan mempercayai allah-allah lain (huruf kecil) atau roh-roh, arwah-arwah dan sebagainya sementara kita mengaku masih terus berdoa dan rajin beribadah? Tidak bisa tidak, kesetiaan harus dimulai dari hal-hal kecil dalam hidup kita terlebih dahulu.

Amsal Salomo mengatakan "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya; lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong." (Amsal 19:22). Lebih baik miskin daripada berbohong atau menipu. Kesetiaan hendaklah ditempatkan pada posisi tinggi dari prinsip hidup kita. Baik kesetiaan terhadap tempat kita bekerja, terhadap pasangan hidup kita apalagi terhadap Tuhan. Kepada Timotius, Paulus menyampaikan agar kita harus selalu berusaha untuk mengejar kesetiaan dalam kehidupan kita ini. "Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." (1 Timotius 6:11). Belajarlah untuk senantiasa bersyukur. Pasangan hidup anda saat ini adalah yang terbaik buat anda yang telah Dia sediakan untuk kebahagiaan hidup anda. Dengan demikian, setia kepada pasangan hidup anda artinya anda pun menghargai dan bersyukur atas pemberian Tuhan. Ada banyak kesempatan dan dorongan untuk tidak setia atau tidak jujur memang, namun kita harus senantiasa menjaga diri kita agar tidak mudah tergiur dan tergoda untuk tidak setia. Seperti halnya apa yang ditunjukkan Yesus sendiri semasa kedatanganNya di dunia, yaitu setia sampai akhir melakukan kehendak Bapa di Surga, marilah kita semua belajar untuk tetap setia dalam segala hal.

Mulailah setia terhadap hal-hal kecil agar mampu setia dalam hal besar

Monday, July 27, 2009

Saul Yang Bodoh

Ayat bacaan: 1 Samuel 13:13-14
=========================
"Kata Samuel kepada Saul: "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu."

saul, kebodohan saul, awal gemilangKemarin saya baru saja menghadiri sidang kelulusan mahasiswa bimbingan saya. Keduanya lulus dengan nilai baik. Untuk menutup sidang setelah saya membacakan hasilnya, saya mengatakan pada kedua mahasiswa tersebut bahwa apa yang mereka capai hari ini bukanlah akhir, melainkan barulah awal dari perjalanan karir mereka ke depan kelak. Jangan menganggap semuanya selesai dan berpuas diri. Tapi jadikanlah hari ini sebagai titik tolak, membuka lembaran baru untuk menuju masa depan. Mengapa saya mengatakan hal itu? Karena ada banyak contoh dimana setelah orang mencapai sesuatu dengan gemilang, mereka akan terlena dan akhirnya jatuh dan binasa. Ketika orang sudah mencapai sukses, mereka lupa menjaga kesuksesan itu dengan baik. Mereka terlena dan mengira semuanya sudah selesai. Ada yang jatuh pada ketamakan, ada yang jatuh pada kesombongan, atau pada berbagai perilaku lainnya yang jahat di mata Tuhan.

Saul awalnya adalah seorang yang diurapi Tuhan. Ia dikatakan elok rupanya, badannya tinggi (1 Samuel 9:2). Saul juga dikenal sebagai pribadi yang rendah hati (ay 20-21). Ia penuh Roh Allah seperti halnya nabi (10:10-13). Saul mengawali segalanya dengan gemilang. Tapi yang terjadi kemudian sungguh ironis. Dalam pasal ke 13 kita mulai melihat tanda kejatuhan Saul. Kejayaan Saul tidaklah diikuti dengan ketaatan dan kesetiaan pada Tuhan. Ia mulai hilang pengharapan dan kesabaran. Daud mulai meminta petunjuk dari arwah karena gentar menghadapi bangsa Filistin dan khawatir tidak lagi didukung oleh bangsanya (13:11-12). Ia tidak lagi percaya dan menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan, melainkan mulai mencari alternatif-alternatif sendiri yang sayangnya merupakan hal yang jahat di mata Tuhan. Samuel pun kemudian mengeluarkan kecaman keras terhadap Saul. "Kata Samuel kepada Saul: "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu." (1 Samuel 13:13-14). Kebodohan Saul membuat awal gilang gemilangnya kandas. Tuhan menyesal menjadikannya raja. "Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku." (15:11). Dan Saul pun mati mengenaskan dengan mengakhiri hidupnya sendiri karena menyerah kalah seperti yang dapat kita baca dalam 1 Samuel 31:4 dan 1 Tawarikh 10:4. Dalam Tawarikh dikatakan demikian: "Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah, dan tidak meminta petunjuk TUHAN. Sebab itu TUHAN membunuh dia dan menyerahkan jabatan raja itu kepada Daud bin Isai." (1 Tawarikh 10:13-14). Awal yang gemilang kemudian berakhir dengan kejatuhan akibat sikap yang menghianati Tuhan. Selanjutnya kita tahu Daud lah yang menggantikan Saul. Hidup Daud pun bukannya lancar-lancar saja. Kita tahu bagaimana Daud dikejar-kejar dan mendapat ancaman pembunuhan. Tapi Daud taat penuh pada Tuhan. Daud yakin dengan kuasa Tuhan dan mau menyerahkan seluruhnya ke dalam perlindungan Tuhan. Ia tetap memuji dan memuliakan Tuhan meski hidupnya terancam, dan Daud pun menerima berkat Tuhan seperti yang tertulis dalam 2 Samuel 7:1-17. "Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia. Tetapi kasih setia-Ku tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya."(2 Samuel 7:14-16).

Ketika kita menerima Kristus sebagai Juru Selamat, ketika kita percaya dan mengenal Tuhan Yesus dengan keyakinan yang berasal dari diri kita sendiri, saat itu sebenarnya kita sudah memulai sebuah awal yang gemilang. Kita menerima berbagai janji perlindungan, pemeliharaan dan keselamatan dari Tuhan. Namun jika kita terlena dan menjauh dari Tuhan, kemudian mulai berbuat hal-hal yang menyakiti hati Tuhan, kita pun menuju pada kejatuhan bahkan kebinasaan seperti Saul. Setelah memulai awal yang gemilang dengan menerima Kristus dalam hidup kita secara pribadi, kita harus melanjutkannya dengan terus taat dan setia mengikuti Tuhan. Menyerahkan hidup kita sepenuhnya ke dalam rencanaNya, yang sudah pasti akan indah pada akhirnya. Dalam keadaan tertekan, terjepit, dihimpit persoalan, percayalah bahwa Tuhan punya kuasa yang lebih dari apapun, dan sanggup melepaskan anda tepat pada waktuNya. Jangan tergiur mencari alternatif-alternatif lain akibat tidak sabar. Atau ketika hidup sudah aman, janganlah lupa untuk terus bersyukur kepada Tuhan. Jadikan Tuhan berkuasa atas hidup kita, baik dalam suka maupun duka, agar kita bisa mengakhiri awal yang gemilang dengan akhir yang gemilang pula. Jangan mengulangi pengalaman Saul yang kehilangan segala berkat Tuhan karena kebodohannya sendiri. Lewat kisah Saul hari ini kita sudah jelas melihat konsekuensi atau akibat yang harus kita tanggung jika kita melupakan atau menghianati Tuhan. Sudahkah kita taat sepenuhnya pada Tuhan atau masih bergantung pada hal-hal lain di luar Dia? Semua tergantung keputusan kita sendiri.

Akhirilah awal yang gemilang dengan akhir yang gemilang pula

Sunday, July 26, 2009

Mengembangkan Kapasitas

Ayat bacaan: Yesaya 54:2-3a
=======================
"Lapangkanlah tempat kemahmu, dan bentangkanlah tenda tempat kediamanmu, janganlah menghematnya; panjangkanlah tali-tali kemahmu dan pancangkanlah kokoh-kokoh patok-patokmu! Sebab engkau akan mengembang ke kanan dan ke kiri.."

mengembangkan kapasitas, bertumbuh, terus belajarMengelola situs jazz saya tidaklah mudah. Meskipun saya sudah menikmati dan mengikuti perkembangan musik jazz sejak masih kecil, namun sebagai manusia saya bukanlah mahluk yang tahu segalanya. Ada 50 lebih sub genre dalam jazz, ada ribuan bahkan jutaan kisah dibalik jeni musik bernama jazz ini sejak kemunculannya di awal abad ke 20. Begitu banyak artis dari masa ke masa, begitu banyak sejarah mengenai lagu, pengarang dan yang membawakan, ada banyak momen-momen penting, begitu pula dengan korelasi antara satu dengan yang lain. Sebagai manusia biasa saya tidak mungkin mengetahui segalanya. Itu belum lagi mengenai teknik mengelola situs, menulis artikel, ulasan dan sebagainya, atau menguasai seluk beluk jurnalisme, karena saya bukanlah lulusan jurnalistik, bukan lulusan Fakultas Sastra, dan bukan pula lulusan sekolah musik. Tapi semua itu saya siasati dengan terus menerus belajar. Saya tidak akan pernah mau berhenti belajar selama masih hidup. Tentu di atas itu semua, saya terus meminta hikmat dari Tuhan agar apa yang saya kerjakan bisa saya lakukan dengan maksimal. Puji Tuhan, semua itu tidaklah sia-sia. Saya merasakan pengembangan kapasitas lewat talenta yang diberikan Tuhan, dan itu semua menunjukkan peningkatan terhadap situs yang saya kelola. Tanpa hikmat Tuhan tidaklah mungkin, tanpa kemauan untuk terus belajar, tentu tidak mungkin juga.

Talenta diberikan Tuhan kepada semua manusia ciptaanNya. Mengacu pada Matius 25:14-30 (Lukas 19:12-27) dan paralel dengan kenyataan, setiap orang diberi talenta yang berbeda-beda, baik jenis maupun jumlah, sesuai dengan kesanggupannya. Ada banyak orang berpuas diri dengan talenta yang dimilikinya sehingga tidak lagi merasa perlu untuk meningkatkannya, atau mempergunakannya demi kemuliaan Tuhan. Talenta-talenta itu hanya ditimbun dan dinikmati sendiri tanpa ada kemajuan. Ini tidaklah diinginkan Tuhan. Talenta yang diberikan Tuhan kepada kita bukanlah hasil akhir, melainkan modal awal bagi kita untuk maju dan berhasil dalam hidup ini. Karena itu kita harus terus meningkatkan kapasitas kita baik lewat terus menerus belajar, mengikuti perkembangan jaman dan tentunya terus berdoa, selalu rajin bersekutu dengan Tuhan, agar hikmat kebijaksanaan akan terus Tuhan limpahkan bagi kita.

Yesaya menyampaikan firman Tuhan yang bertujuan untuk mengingatkan kita agar selalu meningkatkan kapasitas kita. "Lapangkanlah tempat kemahmu, dan bentangkanlah tenda tempat kediamanmu, janganlah menghematnya; panjangkanlah tali-tali kemahmu dan pancangkanlah kokoh-kokoh patok-patokmu! Sebab engkau akan mengembang ke kanan dan ke kiri.." (Yesaya 54:2-3a). Ini sebuah pesan penting bagi kita untuk tidak berhenti mengembangkan kemampuan kita berdasarkan talenta yang telah Tuhan sediakan bagi kita. Amsal Salomo berkata "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4). Kemalasan hanyalah mengarahkan kita pada kemiskinan, tapi kerajinan akan membawa kita kepada kekayaan. Hal ini bukan hanya berbicara mengenai rajin bekerja, namun juga rajin untuk terus belajar, memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan, mengikuti perkembangan jaman berikut kemajuan-kemajuannya, dan tentu saja terus rajin membaca firman Tuhan agar kita jangan sampai mengalami kemiskinan rohani dan mudah disusupi iblis untuk menjatuhkan kita.

Pendiri McDonald, Roy Kroc pernah berkata "Are you green and growing or ripe and rotting?" Jika hidup diibaratkan sebagai buah, selama kita masih hijau kita akan terus bertumbuh, namun begitu kita merasa sudah matang/masak, maka kita pun tinggal menunggu waktu untuk membusuk dan tidak lagi berarti. Semakin banyak yang kita tahu, semakin banyak pula yang kita tidak tahu. Ini prinsip saya yang membuat saya akan terus belajar mengenai banyak hal selama masih hidup. Seiring perjalanan waktu, segalanya berubah. Kemajuan teknologi, kemunculan inovasi-inovasi baru, perkembangan baru dan sebagainya akan terus berlangsung. Apa yang kita ketahui barulah secuil dari kebesaran Tuhan menciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Tuhan tidak pernah menempatkan kita dalam wadah yang terlalu sempit bagi kita untuk bertumbuh. Masih begitu banyak peluang tersedia di depan kita, dimana kita bisa terus mengembang ke kiri atau ke kanan. Mari kita tidak berpuas diri. Teruslah meningkatkan kapasitas diri agar talenta-talenta yang berasal dari Tuhan tidak terbuang sia-sia.

Tuhan telah memberi talenta, sekarang tugas kita untuk mengembangkannya

Saturday, July 25, 2009

Mati Pelan-Pelan

Ayat bacaan: Amsal 14:27
=====================
"Takut akan TUHAN adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut."

takut akan Tuhan, mati pelan-pelan, tipu muslihat iblisDi kampus tempat saya mengajar ada beberapa polisi yang sering mampir beristirahat. Kemarin mereka bercerita tentang terjadinya sebuah kecelakaan dengan korban seorang pengendara motor. Si pengendara motor menurut cerita mereka ngebut menerobos lampu merah, lalu ditabrak mobil. Polisi itu pun mengeluh. Katanya mereka sudah sering disalahkan masyarakat setiap kali terjadi kecelakaan. Tuduhan-tuduhan seperti polisi tidak cukup serius, kurang peduli dan sebagainya. "Tapi kami sudah memasang rambu-rambu kan? Lampu merah juga ada...kalau merah ya berhenti dong.." katanya. Bagi sebagian orang yang hobi balapan di jalan, mungkin ngebut itu mengasyikkan rasanya. Tapi jika sudah begini ceritanya, ketika nyawa melayang sia-sia, masihkah yang mengasyikkan itu tetap asyik? Iblis biasanya mengintai dan melakukan tipu muslihatnya lewat hal-hal yang rasanya enak dan menyenangkan. Namun di balik itu semua, ada maut mengintai kita. Bagi pemakai narkoba dan obat-obat terlarang, semua itu dipercaya bisa mengobati stres, menghilangkan rasa takut dan rasanya nikmat. Tapi akibatnya tidaklah main-main. Seringkali sesuatu terasa nikmat pada mulanya, namun kita sedang dijebak untuk mati pelan-pelan.

Setelah kemarin kita membaca bahwa sumber kehidupan berasal dari ajaran orang bijak yang mampu menghindarkan kita dari jerat-jerat maut (Amsal 13:14), hari ini marilah kita melihat Amsal Salomo lainnya yang memberitahukan kita mengenai sumber kehidupan lainnya. "Takut akan TUHAN adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut." (Amsal 14:27). Selain mendengar nasihat orang-orang yang bijaksana dan dekat dengan Tuhan, tidak kalah pentingnya bagi kita untuk memiliki rasa takut akan Tuhan. Rasa takut akan Tuhan bukanlah bentuk rasa takut negatif seperti takut hantu, takut di tempat gelap, atau bahkan tidak berbuat salah karena takut dihukum, namun takut akan Tuhan mengarah pada rasa takut yang positif. Tidak mau mengecewakan Tuhan karena kita sungguh mengasihiNya dan menghargai semua yang Dia berikan kepada kita dengan penuh rasa syukur. Rasa takut akan Tuhan akan membuat kita menghindari hal-hal yang mungkin terasa nikmat pada awalnya namun bisa menjerat kita ke dalam maut lalu berakhir dalam sebuah kematian kekal. Musa mengingatkan kita untuk tidak terjebak kepada ajakan manusia atau allah-allah lain yang tidak kita kenal, namun hendaklah kita senantiasa mengikuti Dia dan setia dengan sungguh-sungguh. "TUHAN, Allahmu, harus kamu ikuti, kamu harus takut akan Dia, kamu harus berpegang pada perintah-Nya, suara-Nya harus kamu dengarkan, kepada-Nya harus kamu berbakti dan berpaut." (Ulangan 13:4). Mazmur Daud mengajarkan bahwa "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk selamanya." (Mazmur 111:10). Daud juga mengatakan demikian: "Haleluya! Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya." (112:1). Orang yang takut akan Tuhan akan melihat anak cucunya diberkati dan berkuasa di bumi (ay 2), hidup makmur dan sejahtera untuk selamanya (ay 3), memiliki terang di tengah kegelapan (ay 4), tidak akan goyah (ay 6), bahkan tidak takut menghadapi kesulitan (ay 7). Ini semua merupakan janji Tuhan bagi kita yang takut akan Dia. Tidak heran jika takut akan Tuhan dikatakan sebagai sumber kehidupan yang bisa menjauhkan kita dari jebakan jerat-jerat maut.

Hendaklah kita senantiasa mendengar firman Tuhan, menanamkan dalam hati kita, dan yang lebih penting lagi tidak hanya berhenti sampai membaca dan mengetahui, tapi juga melakukannya secara nyata dalam kehidupan kita. Jadilah pelaku-pelaku firman yang taat atas dasar takut akan Tuhan. Musa berkata demikian: "TUHAN, Allah kita, memerintahkan kepada kita untuk melakukan segala ketetapan itu dan untuk takut akan TUHAN, Allah kita, supaya senantiasa baik keadaan kita dan supaya Ia membiarkan kita hidup, seperti sekarang ini." (Ulangan 6:24). Jika kita setia melakukan itu semua, maka Tuhan pun akan berkenan kepada kita. "Dan kita akan menjadi benar, apabila kita melakukan segenap perintah itu dengan setia di hadapan TUHAN, Allah kita, seperti yang diperintahkan-Nya kepada kita." (ay 25). Ingatlah bahwa iblis tidak akan pernah berhenti untuk mencoba menyesatkan kita lewat segala tipu muslihat, terutama lewat sesuatu yang menyenangkan, nikmat atau lewat kebiasaan-kebiasaan buruk yang sulit kita hentikan, sehingga tanpa sadar kita sebenarnya sedang diarahkan untuk mati pelan-pelan. Ada banyak rambu-rambu kehidupan yang telah ditetapkan Tuhan bagi kita. Patuhilah itu semua, jangan tergoda untuk melanggarnya, agar kita senantiasa ada dalam keselamatan, terhindar dari segala jerat maut.

Rambu-rambu ada agar kita selamat, patuhilah semua itu agar kita tidak celaka

Friday, July 24, 2009

Papan Peringatan

Ayat bacaan: Amsal 13:14
=====================
"Ajaran orang bijak adalah sumber kehidupan, sehingga orang terhindar dari jerat-jerat maut."

papan peringatan, pantai, peringatan Tuhan, jerat mautMalam ini saya teringat akan sebuah pc game yang saya gemari sekian tahun yang lalu. Game "Beach Life" namanya, yaitu game simulasi yang membuat kita bisa membangun sebuah pantai dari kosong menjadi tempat wisata/resor besar dengan pengunjung yang banyak. Salah satu dari bagian penting dari game itu adalah memasang papan peringatan dan menaruh penjaga pantai di sejumlah tempat yang dianggap rawan. Dalam game itu digambarkan adanya hiu pada beberapa bagian pantai sehingga papan tanda dilarang berenang harus dipasang disana. Jika tidak? Akan ada pengunjung yang jadi korban, dan itu akan menurunkan status resor yang kita bangun. Jika direfleksikan ke dalam kehidupan nyata di negara kita, ada banyak pantai di Indonesia ini yang belum dilengkapi dengan papan peringatan dalam jumlah yang memadai, maupun jumlah penjaga pantai yang cukup. Tidak heran kalau angka kematian di pantai terus meningkat. Papan peringatan akan mampu mengurangi jumlah jatuhnya korban secara signifikan. Tidak akan mungkin bisa menghapuskan total memang, karena tetap saja ada orang-orang yang tidak mengindahkan peraturan meski sudah ditulis besar-besar atau diingatkan berulang-ulang sekalipun.

Demikan pula halnya dengan hidup kita. Untuk menuju kehidupan yang kekal nanti dengan selamat, ada sejumlah "papan peringatan" atau rambu-rambu yang telah sejak awal Tuhan ingatkan pada kita. "Papan-papan peringatan" ini bertujuan untuk melindungi kita dan menjaga agar kita tidak terjatuh ke dalam berbagai jerat maut dan karenanya kehilangan kesempatan untuk beroleh keselamatan. Dalam Amsal kita tertulis "Ajaran orang bijak adalah sumber kehidupan, sehingga orang terhindar dari jerat-jerat maut." (Amsal 13:14). Ayat ini berbicara mengenai nasihat agar kita mendengarkan ajaran-ajaran yang bijaksana baik dari orang tua kita, kakak, guru, dosen, pendeta dan sebagainya. Ayat ini sungguh penting terutama untuk mengingatkan kita agar berhati-hati terhadap jerat-jerat yang dipasang oleh iblis dan menghimbau kita untuk terus mencari hikmat yang berasal dari Tuhan. Seperti halnya jika kita tidak peduli terhadap papan larangan di pantai sehingga kita bisa terancam oleh maut, demikian pula kehidupan rohani kita bisa terancam oleh jerat-jerat maut apabila kita tidak mengindahkan rambu-rambu yang sudah ditetapkan oleh Tuhan.

Paulus memberikan cara agar kita terhindar dari jerat-jerat maut ini dalam suratnya kepada jemaat Efesus. "Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis." (Efesus 6:11) Berbagai perlengkapan senjata Allah itu bisa dibaca pada ayat 14 hingga ayat ke 17. Kita harus tetap waspada terhadap berbagai siasat iblis yang siap menjerat kita setiap waktu. Berhati-hatilah karena ada jalan yang disangka lurus tapi ujungnya menuju maut. (Amsal 16:25). Iblis pun bisa menyamar sebagai malaikat Terang. (2 Korintus 11:14).  Begitu pintarnya iblis mempergunakan tipu muslihatnya untuk menjerat dan menjerumuskan kita lewat berbagai hal. Oleh karena itu kita perlu terus memperlengkapi diri dengan perlengkapan senjata Allah dan tidak menutup telinga kita terhadap ajaran orang-orang yang lebih bijaksana dari kita. Dan jangan lupa teruslah perkaya diri dengan firman Tuhan dan rajin-rajin bersekutu denganNya. Hari-hari ini ada begitu banyak jerat yang dipasang iblis dimana-mana. Perhatikan baik-baik berbagai "papan peringatan" dari Tuhan dan janganlah mengacuhkan dan terus melanggar agar tidak terjebak pada jerat-jerat yang menuju maut.

Peringatan Tuhan ditujukan untuk mengingatkan kita agar tidak terjebak pada tipu muslihat iblis

Thursday, July 23, 2009

Kelembutan Hati

Ayat bacaan: Bilangan 12:3
======================
"Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi."

kelembutan hati, lembut hati, lemah lembutBetapa sulitnya menahan emosi ketika kita sedang stres, sedang menghadapi masalah, kurang tidur bahkan ketika menghadapi terik matahari. Hari ini di jalan pulang saya melihat seorang bapak yang sedang membonceng istrinya memaki-maki di tengah jalan. Ada mobil hendak belok membuatnya emosi, angkot berhenti membuatnya emosi, saya berada di belakangnya untuk waktu yang lumayan lama untuk bisa melihat tindak tanduknya. Mungkin sedang stres, mungkin banyak pikiran, banyak masalah atau apapun. Kita juga sering mudah terpancing emosi ketika kondisi kita sedang labil. Marah mungkin wajar untuk batas tertentu, asal tidak berkepanjangan dan berubah ke arah yang bisa membuka kesempatan bagi iblis untuk menjerumuskan kita ke dalam berbagai kejahatan. Tapi tidak kalah pentingnya adalah kemampuan untuk mengendalikan emosi sedini mungkin sebelum emosi kita menjadi melebar melebihi batas. Memiliki hati yang lembut akan membawa dampak yang positif baik dalam kehidupan di dunia ini maupun nanti setelah kita menyelesaikan masa ini.

Hari ini saya bertemu dengan ayat yang menyatakan bahwa Musa adalah seorang tokoh besar yang dikatakan memiliki kelembutan hati melebihi manusia lain di muka bumi. "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3). Bayangkan bangsa besar yang ia pimpin menuju tanah terjanji adalah bangsa yang dikatakan tegar tengkuk alias keras kepala. Bangsa Israel sudah mengalami berbagai bentuk mukjizat Tuhan, namun mereka tetaplah bangsa yang sulit berterimakasih. Mereka terus bersungut-sungut. Mengolok-olok, menyudutkan, menyindir, sinis, semua itu dialami Musa terus menerus selama puluhan tahun dari bangsa yang tengah ia pimpin sesuai dengan kehendak Tuhan. Saya membayangkan mungkin kalau kita di posisi Musa, bisa bertahan seminggu saja sudah bagus. Tapi Musa sanggup mengendalikan emosinya dan terus mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan untuk ia perbuat.

Tuhan Yesus pernah mengingatkan kita agar memiliki hati yang lemah lembut. "Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi." (Matius 5:5). Ini adalah satu dari rangkaian ucapan bahagia yang diucapkan Yesus di depan orang banyak dari atas bukit. Lemah lembut seperti apa yang Yesus maksud? Dalam versi bahasa Inggris kita membaca rincian yang lebih detail: "the mild, patient, long suffering". "lembut, sabar dan tabah". Orang yang memiliki sikap seperti ini dikatakan Yesus akan memiliki bumi. Tuhan akan memenuhi janjiNya pada mereka ini, bukan kepada orang yang pendek kesabarannya, cepat emosi, kasar dan cepat mengeluh.

Sebuah tips diberikan Daud untuk bisa menjadi sabar. "Dari Daud. Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang; sebab mereka segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau. Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak." (Mazmur 37:1-5). Tuhan itu setia dan akan memperhitungkan baik buruknya perbuatan manusia. Kita diingatkan untuk senantiasa bergembira dan setia, serta menyerahkan hidup kita kepadaNya dengan kepercayaan penuh. Selanjutnya Daud berkata "Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan. Sebab orang-orang yang berbuat jahat akan dilenyapkan, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN akan mewarisi negeri." (ay 8-9). Ini paralel dengan apa yang dikatakn Yesus di atas. Kemarahan tidaklah mendatangkan hal baik tapi bisa membawa orang untuk terjerumus pada kejahatan, yang pada akhirnya akan dilenyapkan.

Yakobus mengingatkan pula agar kita cepat untuk mendengar, tapi lambat untuk berkata-kata dan lambat untuk marah. (Yakobus 1:19). Mengapa demikian? "sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." (ay 20). Memang tidaklah mudah untuk bisa menahan diri, tapi itulah yang menjadi kehendak Tuhan dan berkenan di hadapannya. Mungkin sulit bagi kita untuk meniru figur Musa, tapi tidak ada salahnya untuk mulai mencoba. Adakah di antara teman-teman yang sedang emosi pada saat ini? Redakanlah, dan tersenyumlah. Rasakanlah bahwa Tuhan itu sungguh baik.

Miliki hati yang lemah lembut sesuai kehendak Bapa di Surga

Wednesday, July 22, 2009

Jangan Lalai Mengucap Syukur

Ayat bacaan: Lukas 17:17-18
=======================
"Lalu Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?"


mengucap syukurTidak ada yang mau terus menerus berada dalam jepitan kesulitan. Maka kita pun berdoa meminta Tuhan mengangkat kita keluar dari jerat masalah. Ketika Tuhan mengulurkan tanganNya dan membebaskan kita, seharusnya kita pun mengingat kebaikan Tuhan yang telah melepaskan kita. Tapi sayangnya tidak banyak orang yang ingat untuk mengucap syukur atas kebaikanNya. Mungkin sekedar ucapan terima kasih dalam satu atau dua doa, lantas sibuk menikmati kebebasan dan lupa untuk bersyukur. Sementara seharusnya, bukan hanya dalam keadaan baik, tapi dalam keadaan buruk pun kita terus mengucap syukur pada Tuhan. Seperti apa yang dikatakan Paulus kepada jemaat Tesalonika "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18). Ini hal yang penting yang seharusnya kita lakukan, sesuai dengan apa yang Allah kehendaki untuk senantiasa kita lakukan dalam hidup kita. Namun banyak orang yang hanya ingat untuk bersyukur untuk sementara waktu saja, atau malah tidak pernah sama sekali.

Terlena dalam kenyamanan hidup. Hal ini sudah sejak dahulu kala menjadi kebiasaan buruk manusia. Salah satu kisah mengenai ini langsung dialami oleh Yesus sendiri ketika Dia bertemu dengan sepuluh orang kusta yang tercatat pada Lukas 17:11-19. Pada masa itu orang yang menderita penyakit kusta dikucilkan dari masyarakat. Tidak ada yang mau dekat dengan mereka. Pada suatu kali kesempatan emas datang di hadapan mereka. Mereka melihat Yesus berjalan agak jauh di depan mereka. (ay 12). Mereka pun segera memanggil-manggil Yesus. "Yesus, Guru, kasihanilah kami!"(ay 13). Yesus kemudian menyembuhkan/mentahirkan mereka semua. Tapi lihatlah berapa orang yang kembali menghadap Yesus. "Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria." (ay 15-16). Hanya satu orang! Dan itupun orang Samaria. Kemana 9 orang lagi? Mungkin sedang berlari-lari kegirangan menikmati kesembuhan mereka, lupa untuk mengucapkan terimakasih, bersyukur pada Tuhan yang telah menjamah mereka. "Lalu Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?" (ay 17-18). Betapa memalukan. Tapi hingga hari ini, hal seperti ini masih juga sering terjadi.

Sudahkah anda bersyukur hari ini atas semua kebaikan Tuhan dalam hidup anda? Sudahkah anda memujiNya atas penyertaanNya sepanjang hari ini? Jika belum, kembalilah seperti orang Samaria yang disembuhkan di atas. Datanglah kepada Yesus, dan mengucap syukurlah. Bahkan dalam keadaan sulit sekalipun, sebab itulah yang dikehendaki Tuhan di dalam Kristus. Tokoh-tokoh dalam Alkitab pun punya pergumulannya sendiri sendiri. Namun mereka tahu bahwa kasih setia Allah sanggup melepaskan mereka dari belenggu masalah sebesar apapun sesuai waktunya Tuhan. Daud pun sering mengalami kesulitan. Salah satunya tertulis seperti ini: "Seperti tikaman maut ke dalam tulangku lawanku mencela aku, sambil berkata kepadaku sepanjang hari: "Di mana Allahmu?" (Mazmur 42:11). Lalu bagaimana reaksi Daud? Luar biasa. Ayat selanjutnya berkata: "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!" (ay 12). Ini sikap yang dikehendaki Allah. Janganlah pernah lalai untuk mengucap syukur padaNya. Seperti halnya kepada 10 orang kusta, Dia pun sanggup memulihkan kita. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar" (Yesaya 59:1) Itu janji Tuhan. Karenanya belajarlah untuk terbiasa untuk mengucap syukur dalam keadaan apapun. Tuhan berfirman, meskipun kita terjatuh, kita tidak akan sampai tergeletak, sebab Tuhan menopang tangan kita. (Mazmur 37:24). Inilah yang menjadi janji Tuhan ketika kita tetap tahu untuk bersyukur dan berterimakasih meski dalam keadaan sulit sekalipun. Jadi tidak perlu merasa tertekan, dan teruslah belajar untuk rajin mengucap syukur kepada Tuhan. "Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya." (Ibrani 13:15).

Bersyukurlah kepada Tuhan karena itulah yang Dia kehendaki di dalam Kristus

Tuesday, July 21, 2009

Belajar dari Perwira Kapernaum (3)

Ayat bacaan: Matius 8:8
===================
"Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya: "Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh."

sikap rendah hati, perwira kapernaumAda pepatah yang mengatakan, ibarat padi, semakin berisi semakin merunduk. Ini sebuah pepatah yang mengajarkan kita agar tidak menjadi jumawa atau sombong jika kita menapak naik semakin tinggi. Semakin sukses, semakin tinggi kedudukan, hendaknya kita semakin rendah hati, menjauhi sikap-sikap angkuh dan bentuk-bentuk kesombongan. Tapi yang cenderung terjadi justru sebaliknya. Ketika kesuksesan tiba, manusia cenderung mudah untuk lupa diri. Kemarin saya sudah menyinggung kecenderungan pimpinan atau atasan untuk bertindak semena-mena, kasar dan bentuk merendahkan lainnya kepada bawahannya. Alasan yang keluar biasanya klasik, yaitu menjaga wibawa dan kehormatan. Padahal perlakuan kasar sudah seringkali terbukti tidak signifikan untuk menimbulkan rasa hormat.

Hari ini kembali saya mengangkat sisi lain dari kisah perwira Kapernaum yang bertemu dengan Yesus, yaitu mengenai kerendahan hatinya. Ada dua hal yang menunjukkan sikap rendah hati dari sang perwira. Pertama, perhatikan usahanya untuk bertemu Yesus agar bawahannya disembuhkan. Berada dalam status prajurit tingkat atas tidak membuatnya buta dan lupa pada kesejahteraan bawahannya. Ia ternyata punya rasa belas kasih yang disertai tindakan nyata untuk melangkah menemui Yesus mewakili bawahannya yang sedang terbaring sakit. Sebagai perwira atas, mungkin lebih mudah baginya untuk memerintahkan prajurit bawahannya untuk pergi menjumpai Yesus. Itupun jika ia cukup peduli dengan kondisi bawahannya. Namun ia memilih untuk melakukannya sendiri. Di sisi lain, kita bisa melihat perkataan perwira ini kepada Yesus. "Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya: "Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh." (Matius 8:8). Ini yang ia katakan ketika Yesus hendak berkunjung kerumahnya untuk menjumpai hambanya yang sedang sakit. Dari dua hal ini kita bisa melihat bagaimana kerendahan hati yang dimiliki perwira Romawi dari Kapernaum ini.

Menarik melihat apa yang selanjutnya dikatakan sang perwira. "Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya." (ay 9). Ia tahu benar bahwa ia bukanlah yang tertinggi di dunia ini. Ia masih punya atasan, dan di atas segalanya ia tahu bahwa ia tengah berhadapan dengan Raja diatas segala raja. Yesus pun terkesan dengan sikapnya dan mengatakan: "Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya." (Matius 8:13). Seketika itu pula hambanya disembuhkan.

Kepada jemaat Efesus Paulus mengingatkan demikian "Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu." (Efesus 4:2). Lihatlah bahwa kita diminta untuk selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar, dan yang tidak kalah pentingnya adalah menunjukkan kasih dalam bentuk nyata dengan saling membantu. Pada kesempatan lain untuk jemaat Filipi, Paulus mengingatkan pula "..hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri" (Filipi 2:3). Sementara Petrus mengingatkan sebagai berikut "..Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (1 Petrus 5:5). Semua ini sesuai dengan keteladanan karakter Yesus yang juga lemah lembut dan rendah hati. (Matius 11:29). Perwira Kapernaum sanggup untuk tetap rendah hati ketika ia berada pada posisi atasan. Mari kita teladani dengan menunjukkan sikap mengasihi dan saling menghargai terhadap para bawahan, karena orang-orang seperti inilah yang dikasihani Tuhan dan berkenan dihadapanNya.

Semakin tinggi posisi atau jabatan, hendaklah kita semakin rendah hati

Monday, July 20, 2009

Belajar dari Perwira Kapernaum (2)

Ayat bacaan: Matius 8:6
====================
"Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita."

perwira kapernaum, belas kasih, peduli sesamaSeberapa besar rasa belas kasih kita terhadap saudara-saudara kita yang tidak mampu atau yang sedang ditimpa kesulitan? Seringkali orang mudah merasa kasihan tapi sulit mengeluarkan tenaga maupun uang untuk membantu mereka. Mudah untuk merasa simpati, namun sulit untuk ber-empati. Beberapa kali saya mendengar alasan klasik, bagaimana bisa membantu kalau diri sendiri masih kekurangan? Tapi masalahnya, bagi manusia biasanya tidak pernah ada kata cukup. Batasan antara kurang dan cukup seringkali kabur dan sangat elastis, juga sangat subjektif. Sementara di sisi lain, ada orang yang benar-benar sedang berada dalam keadaan terjepit. Jangankan untuk kebutuhan sekunder, makan saja mungkin sudah sulit. Atau bagaimana dengan keluarga yang sedang kesulitan untuk membayar biaya perawatan rumah sakit misalnya, atau banyak contoh lain. Maukah kita mengulurkan tangan untuk membantu dengan ikhlas? Mudah-mudahan jawabannya ya. Menunjukkan rasa kasihan atau bersimpati memang baik, namun seringkali belum cukup mampu untuk meringankan beban orang lain secara nyata.

Hari ini saya ingin menyorot sisi lain dari kisah perwira Kapernaum yang menghadap Yesus. Jika kemarin kita melihat bagaimana keteguhan imannya yang mampu percaya secara penuh pada kuasa Tuhan, hari ini mari kita melihat belas kasih yang ia miliki. "Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita." (Matius 8:6). Perwira Kapernaum itu mendatangi Yesus bukan karena ia sendiri yang sakit, namun karena ia merasa kasihan kepada penderitaan hambanya yang sedang terbaring di rumah sakit. Sebagai seorang atasan seharusnya mudah bagi dia untuk mencampakkan bawahannya dan mencari orang baru. Namun lihatlah ia mau meluangkan waktu untuk repot-repot pergi bertemu Yesus. Dia tidak berhenti pada rasa kasihan saja, tapi ia melakukan sesuatu untuk menolong hambanya. He choosed to do some action instead of ended up feeling sorry. Dan itu membawa hasil nyata dengan kesembuhan hambanya. Ini sebuah sikap yang luar biasa yang bisa kita jadikan teladan. Hati si perwira Kapernaum ternyata penuh dengan belas kasih. Dan yang lebih penting lagi, hati penuh kasihnya disertai dengan sebuah perbuatan nyata.

Amsal Salomo menyebutkan "Siapa menghina sesamanya berbuat dosa, tetapi berbahagialah orang yang menaruh belas kasihan kepada orang yang menderita." (Amsal 14:21). Tuhan memperhitungkan segala belas kasih yang kita tunjukkan kepada sesama kita, walau sekecil apapun. Demikian pula yang dikatakan Yesus. "Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40). Di hari-hari sekarang ini kita sering menjumpai keadaan yang bertolak belakang dengan apa yang dilakukan sang perwira Kapernaum. Mudah bagi kita untuk melihat atasan yang betindak kasar, semena-mena dan merendahkan bawahannya, namun jarang bagi kita untuk melihat keadaan sebaliknya. Maka keteladanan yang ditunjukkan oleh perwira Kapernaum ini sungguh tepat untuk mengingatkan kita agar memiliki rasa belas kasih tanpa memandang jabatan, status atau tingkatan/strata sosial lainnya. Tuhan sendiri begitu besar belas kasihnya siapapun kita yang mengenal Dia. "Sebab Aku akan menaruh belas kasihan terhadap kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa-dosa mereka." (Ibrani 8:12). Jika Tuhan saja penuh belas kasih, mengapa kita tidak? Selain itu, saling tolong menolong pun berarti kita memenuhi hukum Kristus. (Galatia 6:2). Sebagaimana Tuhan mengasihi kita, marilah kita juga mengasihi sesama kita, tanpa terkecuali, siapapun mereka, bukan hanya berhenti pada rasa kasihan tetapi terutama melalui tindakan.

Miliki belas kasih yang peduli terhadap penderitaan sesama kita dan sertailah dengan perbuatan nyata

Sunday, July 19, 2009

Belajar dari Perwira Kapernaum (1)

Ayat bacaan: Matius 8:13
===================
"Lalu Yesus berkata kepada perwira itu: "Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya." Maka pada saat itu juga sembuhlah hambanya."

perwira kapernaum, imanPengalaman dari profesi ayah saya sebagai dokter sejak tahun 70an hingga kini menyisakan banyak kisah menarik. Dulu ia sering bercerita sambil tertawa bahwa ada pasien-pasien yang tidak mau membayar jika tidak disuntik dan diberi obat. Terutama suntik, katanya. Padahal tidak semua penyakit harus ditindaklanjuti dengan jarum, tapi itulah yang mereka harapkan ketika datang ke dokter. Tidak jarang, katanya, pasien langsung hanya bilang "terima kasih, dok.." dan langsung beranjak meninggalkan praktek tanpa bayar. Padahal menulis resep dan merekomendasikan obat tidak sembarangan. Butuh pendidikan bertahun-tahun untuk bisa seperti itu, namun tanpa jarum suntik rasanya kurang afdol bagi mereka. Lucu memang, tapi itu kejadian nyata dari pola pemikiran pasien di kota kelahiran saya sekian tahun yang lalu.

Kisah di atas sebenarnya mirip dengan pola pemikiran sebagian orang terhadap keimanan. Ketika kita atau salah seorang keluarga kita sedang sakit atau perlu didoakan, cukupkah kita minta didoakan jarak jauh? Ada banyak orang yang merasa kurang afdol jika hanya lewat jarak jauh. Kalau tidak datang langsung, tumpang tangan, dijamah, mukjizat rasanya tidak akan bisa terjadi. Kalau tidak pendeta yang top kesembuhan rasanya tidak mungkin terjadi. Kesembuhan atau mukjizat lainnya menjadi bukan berasal dari Tuhan, namun tergantung dari manusianya, pendetanya. Ini adalah pola pikir yang sudah menyimpang. Kita bisa belajar dari kisah seorang perwira Kapernaum yang mendatangi Yesus.

Mari kita baca Matius 8:5-13. Disana dikisahkan ketika Yesus memasuki Kapernaum, ada seorang perwira yang menjumpaiNya. Si perwira ternyata ingin minta tolong atas nama salah seorang pelayannya yang saat itu terbaring di rumah karena lumpuh. "Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita." (Matius 8:6). Mendengar hal itu, Yesus pun menjawab "Aku akan datang menyembuhkannya." (ay 7). Bayangkan jika kita ada di posisi sang perwira Kapernaum, apa reaksi kita? Mungkin kita akan berteriak kegirangan, menarik tangan Yesus untuk secepatnya mendatangi rumah kita, menumpang tangan atas si pelayan, mendoakannya langsung di tempat bahkan mungkin menahan Yesus di sana hingga mukjizat terjadi. Tapi lihatlah apa reaksi perwira Kapernaum. "Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya: "Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh." (ay 8). Iman si perwira begitu luar biasa. Dia ternyata percaya bahwa Tuhan punya kuasa yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Mukjizat bukan terjadi semata-mata akibat perjumpaan langsung, jamahan, tumpang tangan atau apapun yang dilakukan orang, namun semua itu adalah berasal dari Tuhan. Artinya, kapanpun, dimanapun, dengan cara apapun, mukjizat itu bisa terjadi, karena sekali lagi, kuasa Tuhan berada di atas segalanya dan tidak terbatas oleh apapun. Kembali pada kisah perwira Kapernaum, Imannya membuat Yesus kagum. "Lalu Yesus berkata kepada perwira itu: "Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya." Maka pada saat itu juga sembuhlah hambanya." (ay 13).

Lewat sepatah kata, Yesus sanggup menyembuhkan orang yang sedang tergeletak jauh disana. Sang Perwira percaya itu, dan itulah yang terjadi, sesuai apa yang ia percayai. Inilah bentuk iman yang mampu menyaksikan turunnya mukjizat Tuhan. Iman mampu membuat perbedaan. Penulis Ibrani menulis demikian: "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Dan Yesus berkata: "Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya." (Yohanes 20:29b). Meski kita belum melihatnya, seperti halnya perwira Kapernaum yang saat itu masih jauh dari rumahnya dan belum mengetahui apakah hambanya sudah sembuh saat itu juga atau belum, namun imannya membuatnya yakin bahwa itu telah terjadi meski belum melihat langsung. Dan dalam ayat 13 tadi kita bisa membaca apa yang terjadi. Ya, hambanya memang sembuh saat itu juga! Iman yang teguh akan membuat kita bisa menerima berkat dan mukjizat Tuhan. Bukan atas kehebatan manusia, melainkan iman akan Kristus lah yang menyelamatkan. Ingatlah apa yang dikatakan Yesus: "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya. Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:23-24). Percaya dalam iman yang teguh, maka kita akan menerima. Kemudian ingatlah bahwa semua itu haruslah sesuai dengan kehendakNya, bukan kehendak kita. "Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya. Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya." (1 Yohanes 5:14-15). Itu janji Tuhan dan kita tahu janji Tuhan itu "ya dan amin". Belajar dari iman perwira Kapernaum hari ini, milikilah iman yang sungguh-sungguh, dan percayalah sepenuhnya pada Tuhan. Jangan menggantungkan diri kepada sosok manusia yang terbatas tapi berpeganglah pada Tuhan yang punya kuasa diatas segalanya. Malam ini secara khusus saya mendoakan dari jauh dalam nama Yesus untuk teman-teman yang sedang mengalami sakit penyakit, permasalahan dan lain-lain yang membuat anda sulit bangkit dan menderita. Tuhan memberkati.

""Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya."

Saturday, July 18, 2009

Berlaku Jujur Dalam Jual Beli

Ayat bacaan: Imamat 25:14
====================
"Apabila kamu menjual sesuatu kepada sesamamu atau membeli dari padanya, janganlah kamu merugikan satu sama lain."

berlaku jujur, jangan merugikan, jual beliPernah merasa tertipu ketika membeli barang? Sepertinya semua orang pernah mengalami hal itu. Baik tertipu mengenai harga, kualitas maupun kondisi barang. Barang palsu dibilang asli, barang second dibilang baru, barang rusak dibilang bagus dan sebagainya. Itu menjadi masalah yang sering kita hadapi ketika membeli sesuatu. Ada banyak sales-sales yang mengiming-imingi barang secara gratis, tapi harus membeli dulu satu atau beberapa produknya, dimana biasanya harga barang itu sudah di mark-up naik sehingga apa yang mereka katakan gratis itu sebenarnya sudah dibebankan pada konsumen. Satu hal yang unik di kota tempat tinggal saya saat ini adalah adanya kejujuran dari banyak penjual yang sudah beberapa kali saya alami. Mereka tanpa malu-malu mengakui jika barangnya kurang bagus. "kondisinya kurang bagus, pak.. mending jangan yang ini deh.." kata seorang penjual handphone pada suatu saat ketika saya tertarik pada sebuah handphone yang ia pajang di etalase. Beberapa waktu yang lalu ketika saya makan di sebuah rumah makan, saya mendapati bentuk kejujuran lain. Ketika saya hendak membeli kerupuk yang ada di etalasenya, sang penjual berkata bahwa kerupuk itu sudah lama sehingga mungkin tidak renyah lagi.

Sebenarnya masalah merugikan bukan saja dilakukan oleh penjual. Pembeli pun bisa berlaku demikian. Saya pernah membaca di sebuah majalah bahwa akibat tingginya tingkat persaingan, ada beberapa produsen yang terpaksa menjual produknya dibawah harga produksi agar mereka bisa ditempatkan pada posisi-posisi strategis di retail besar. Adapula pembeli yang terus menekan penjual dalam perdagangan. Dalam hal jasa atau tenaga kerja pun kita mendapati majikan yang mempekerjakan pembantu/buruh melebihi waktu normal tapi dengan upah serendah mungkin tanpa memperhatikan kesejahteraan mereka. Pertemuan penjual dan pembeli di pasar atau market space dan segala sesuatu yang berhubungan dengan berbagai bidang usaha memang banyak menyisakan berbagai kisah termasuk mengenai kejujuran maupun kerugian. Menariknya, Alkitab mencatat firman Tuhan mengenai proses jual beli ini. Dalam kitab Imamat tertulis seperti ini: "Apabila kamu menjual sesuatu kepada sesamamu atau membeli dari padanya, janganlah kamu merugikan satu sama lain." (Imamat 25:14). Bentuk-bentuk penipuan di satu sisi, atau bentuk penekanan terhadap bawahan yang lebih lemah di sisi lain bisa merugikan dan hal itu tidaklah berkenan di mata Tuhan. Ini sebuah pesan penting yang dapat dijadikan acuan atau landasan dalam bertransaksi.

Berlaku jujur dan memperhatikan kesejahteraan orang lain, mengasihi dan punya belas kasihan, itu semua bisa mencegah kita agar tidak merugikan orang lain. Sebagai anak-anak Tuhan yang takut akan Tuhan tentu kita harus menghindari praktek-praktek buruk seperti ini. "Janganlah kamu merugikan satu sama lain, tetapi engkau harus takut akan Allahmu, sebab Akulah TUHAN, Allahmu." (Imamat 25:17). Dan demikianlah kita harus mengikuti dan melakukan ketetapan Tuhan agar hidup kita tenteram. "Demikianlah kamu harus melakukan ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-Ku serta melakukannya, maka kamu akan diam di tanahmu dengan aman tenteram." (ay 18). Praktek-praktek penipuan, manipulasi dan bentuk penekanan terhadap yang lemah tidaklah mencerminkan karakter Kristus sama sekali sebagai Tuhan yang penuh kasih, jujur dan setia. Tuhan sangat tidak menyukai bentuk seperti ini dan tidak akan menerima pelakunya dalam kerajaanNya. Paulus berkata demikian: "Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah." (1 Korintus 6:9-10).

Hari-hari ini ada begitu banyak orang yang hanya memikirkan keuntungan sesaat dan hanya fokus untuk menimbun harta. Tidak peduli walaupun hal itu bisa merugikan bahkan menghancurkan hidup orang lain. "..orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan." (2 Timotius 3:13). Tapi sebagai anak-anak Tuhan hendaklah kita terus berpegang pada kebenaran firmanNya. Terus hidup benar, berperilaku jujur dan menjauhi segala praktek-praktek yang bisa merugikan orang lain. Bantulah mereka yang miskin, jangan menekan mereka. Dasarkan segalanya dalam kasih, seperti halnya Tuhan mengasihi kita. Dalam keadaan dunia yang sungguh berat ini, ada begitu banyak orang lemah yang merindukan kerelaan kita untuk mengasihi mereka, dan memberikan sebentuk keadilan bagi mereka. Jadilah anak-anak Tuhan yang jujur dan penuh kasih.

Adalah sia-sia menjadi pengikut Kristus jika kita tidak mencerminkan karakterNya yang penuh kasih

Friday, July 17, 2009

Jangan Lemah

Ayat bacaan: Ibrani 12:12-13
========================
"Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh."

jangan lemahSepanjang perjalanan hidup saya hingga hari ini saya bertemu dengan beberapa orang yang menjadi lemah akibat luka masa lalu mereka. Luka yang masih belum sembuh ternyata membawa pengaruh buruk bagi kehidupan mereka. Kehilangan jati diri, kehilangan harga diri, merasa diri tidak berharga, sehingga mereka gampang dipermainkan dan dimanfaatkan orang lain. Ironisnya, banyak diantara mereka yang merasa tidak sanggup melepaskan diri dari orang-orang yang terus menyakiti mereka. Tidak hanya luka masa lalu, namun berbagai permasalahan dalam hidup yang bertubi-tubi pun bisa membuat tubuh, hati dan jiwa kita. Bahkan ketika iman kita menjadi merosot, roh kita pun akan melemah. Kehilangan pegangan dan pengharapan bisa terjadi dan itu sangat beresiko kepada perjalanan hidup kita baik di bumi maupun kelak di fase berikutnya. Jika tidak hati-hati, hidup bisa hancur dan kita kehilangan kesempatan untuk memperoleh tempat kelak di Surga.

Ada kalanya tekanan hidup yang begitu bertubi-tubi dan pelajaran pahit dari masa lalu harus kita hadapi. Ada kalanya kita harus menjalani konsekuensi dari sebuah keputusan yang salah di masa lalu. Penulis Ibrani mengatakan demikian: "Sebab mereka (orang tua kita) mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya." (Ibrani 12:10). Ketika kita didisplinkan tentu tidak nyaman rasanya. Namun semua itu bisa mematangkan kita. "Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." (ay 11). Selanjutnya Penulis Ibrani mengatakan: "Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh." (ay 12-13). Kita tidak boleh membiarkan diri kita untuk menjadi lemah dan goyah agar kita bisa terus berjalan lurus dalam kondisi baik dan tidak pincang. Ingatlah bahwa iblis akan terus mencari kesempatan untuk merusak hati dan pikiran kita ketika kita sedang dalam keadaan lemah. Bukan saja iblis, tapi orang-orang yang jahat pun siap memanipulasi kita, memanfaatkan diri kita demi keuntungan mereka apabila kita lemah. Karena itu kita harus kuat dan tegar.

Orang yang menyerah kalah dan memilih untuk terus terperangkap dalam keadaan lemah dan pincang tidaklah berkenan di hadapan Tuhan. "Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya." (Ibrani 10:38) Penulis Ibrani mengingatkan bahwa sebagai anak-anak Tuhan, seharusnya kita ada dalam posisi yang penuh ketekunan dan ketaatan sebagai orang-orang percaya sehingga beroleh keselamatan. (ay 39). Mungkin kita tidak cukup kuat untuk melepaskan diri dari belenggu masa lalu, berbagai kepahitan atau permasalahan. Manusia memang terbatas, namun Yesus sanggup melakukan itu semua! Adalah penting untuk memperkuat diri kita agar tidak mudah diserang. Dan caranya adalah dengan memenuhi diri kita dengan asupan firman Tuhan secara terus menerus. Rajin-rajinlah mendengar dan membaca firman Tuhan, rajinlah berdoa, dekatkan diri kepada Tuhan, teruslah mengucap syukur dan fokuskan pandangan senantiasa kepadaNya. Jadikan iman kita pada Kristus sebagai pegangan hidup. Itu akan membuat kita tidak gampang jatuh menjadi lemah dan mudah goyah. Secara singkat Daud menyebutkannya demikian: "Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah." (Mazmur 16:8). Seperti halnya satu atau dua bagian tubuh yang mengalami masalah bisa menimbulkan kesulitan besar bagi kita, begitu pula ketika tubuh, jiwa atau roh kita menjadi lemah. Iblis akan terus mengincar titik-titik lemah kita sebagai pintu masuk untuk menghancurkan kita. Begitu pula orang-orang yang punya niat buruk. Karenanya, tetaplah jaga tubuh, jiwa dan roh kita agar tetap kuat. Jangan beri kesempatan kepada yang jahat. Tetaplah berdiri tegar agar kita bisa terus melangkah dengan benar hingga akhir.

Membiarkan diri dalam kondisi lemah berlarut-larut berarti membuka peluang bagi yang jahat untuk menghancurkan kita

Thursday, July 16, 2009

Insomnia

Ayat bacaan: Mazmur 4:9
=====================
"Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman."

sulit tidur, insomniaSemua orang pasti menginginkan tidur nyenyak yang berkualitas dan sehat pada malam hari. Tidur dibutuhkan agar tubuh kita dapat berfungsi dengan baik dan maksimal, baik secara fisik maupun mental. Tidur bisa membuat kita menjadi lebih sehat, tidak mudah sakit dan lebih produktif, konsentrasi terjaga, ingatan kuat bahkan bisa mempengaruhi tingkat emosi kita. Coba perhatikan ketika kita kurang tidur, selain tubuh lemas, biasanya emosi kita juga mudah meningkat. Ketika tidur, ada proses regenerasi dan perbaikan sel-sel dalam tubuh yang katanya dilakukan oleh hormon-hormon yang diproduksi tubuh. Ini proses yang terjadi ketika kita tidur. Selain itu anggota-anggota tubuh pun mendapatkan waktu untuk istirahat. Begitu pentingnya tidur bagi semua orang, namun tidak sedikit pula dari kita yang mengalami kesulitan tidur dengan berbagai sebab. Sulit tidur yang biasanya disebut juga dengan insomnia. Penyebab insomnia bisa beragam, seperti halnya pengamatan saya dari beberapa teman yang mengalami kesulitan tidur ini. Ada yang diakibatkan faktor pikiran. Rasa takut, khawatir, kegagalan-kegagalan, memikirkan pekerjaan dan sebagainya bisa mempengaruhi pikiran dan psikis kita. Depresi muncul akibat banyaknya tekanan bertubi-tubi sehingga membuat kita sulit tidur. Ada pula yang terlalu sibuk bekerja sehingga lama-lama menjadi sulit untuk tidur. Selain itu bisa juga akibat faktor lingkungan yang tidak mendukung, atau akibat gaya hidup yang buruk. Ada seorang teman yang menjadi insomnia akibat merasa kesepian. Begitu banyak faktor yang menyebabkan manusia sulit tidur. Tidur saja sulit, apalagi mendapatkan tidur yang berkualitas. "Wah jauh deh.... bisa tidur 2-3 jam saja sudah syukur.." kata seorang teman pada suatu kali. Semoga anda tidak mengalami insomnia seperti ini, karena insomnia sangatlah tidak baik untuk kesehatan maupun kestabilan fisik dan mental kita. Tapi jika di antara teman-teman ada yang mengalaminya, mari kita lihat apa kata Alkitab mengenai hal ini.

Perjalanan hidup Daud bukannya tanpa masalah. Kita tahu berapa kali Daud mendapatkan ancaman dan masalah. Ia manusia juga sama seperti kita yang bisa dicekam rasa takut pada saat-saat tertentu. Tapi lihatlah apa kata Daud pada ayat bacaan hari ini. "Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman." (Mazmur 4:9). Daud mampu tidur dengan tentram dalam damai. Bagaimana rahasianya? Karena Daud tahu pasti ada Tuhan yang menjaga dirinya, memastikan bahwa hidupnya ada dalam keadaan aman. Pada ayat sebelumnya kita juga membaca bahwa Daud merasakan sukacita yang diberikan Tuhan kepadanya (ay 8), ada sinar cahaya wajah Tuhan menyinarinya (ay 7), perlunya mempersembahkan korban yang benar dan percaya (yakin) sepenuhnya pada Tuhan, yang mampu melepaskan kita dari jerat masalah seberat apapun (ay 6), tidak membawa emosi atau kemarahan berlarut-larut ke tempat tidur (ay 5). Daud juga menyadari bahwa Tuhan selalu mendengarkan orang yang berseru padaNya (ay 4) dan selalu siap memberikan kelegaan dalam kesesakan. (ay 2). Singkatnya, Daud menyadari dengan sepenuhnya bahwa Tuhan penuh kasih setia menyertai anak-anakNya dan punya kuasa jauh lebih besar dari masalah terbesar sekalipun. Jika demikian, ia tidak perlu merasa sulit tidur. Daud pun bisa tidur nyenyak dengan tentram. Daud pun berkata: "Aku membaringkan diri, lalu tidur; aku bangun, sebab TUHAN menopang aku!" (Mazmur 3:6).

Dimanapun, kapanpun, kita bisa berhadapan dengan masalah. Namun ingatlah bahwa Tuhan punya kuasa yang jauh melebihi apapun itu. Yesus sendiri berkata "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Ada jaminan dari Tuhan untuk terus menopang kita. Masalah boleh hadir, namun janganlah masalah itu membebani pikiran kita secara berlebihan sehingga membuat kita sulit tidur dan akhirnya kehilangan pengharapan.. Bagaimanapun juga tidur sehat berkualitas itu sangat kita butuhkan. Jika di antara teman-teman ada yang mengalami timbunan masalah, beban pikiran, gangguan secara psikologis dan sebagainya, ingatlah ada Tuhan Yesus yang selalu siap memberi kelegaan dan mampu menjaga anda. Malam ini datanglah padaNya dan rasakan jamahan Tuhan memberi anda kelegaan, lepas dari beban pikiran dan lain-lain yang membuat anda sulit beristirahat. Sleep tight, sweet dream.

Tidurlah dengan nyenyak dalam damai, sebab Tuhan menopang dan memberi kelegaan

Wednesday, July 15, 2009

Setia Hingga Akhir

Ayat bacaan: 2 Korintus 4:18
=======================
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal."

setia hingga akhir, fokus pada YesusSetelah membaca kisah Henokh kemarin, mungkin ada sebagian dari kita yang berpikir bahwa tantangan hidup di masa Henokh dan masa kini sudah jauh berbeda. Pada jaman Henokh hiburan belumlah sebanyak sekarang, teknologi belum secanggih saat ini, fasilitas-fasilitas dan kebutuhan belum sekompleks jaman sekarang. Tantangan hidup saat ini mungkin lebih berat, mungkin juga tidak. Saya tidak tahu, seperti apa hidup di masa Henokh. Mungkin setiap jaman memiliki kesukarannya sendiri, tantangan sendiri dan permasalahannya sendiri. Yang pasti, siapapun manusia, di masa manapun, berbagai kesulitan hidup akan terus hadir. Menjalani hidup sulit bukanlah alasan untuk meninggalkan kesetiaan kita kepada Tuhan. Saya yakin jika Henokh bisa, kita pun bisa. Jika Henokh mampu melepaskan kedagingannya, kita pun pasti bisa. Karena Henokh dan kita adalah sama-sama manusia juga.

Berbagai hal yang terjadi dalam kehidupan dunia yang begitu penuh gejolak ini mampu meruntuhkan kepercayaan kita dan membuat kita kehilangan pengharapan. Banyak orang yang akhirnya berubah meninggalkan Tuhan akibat tekanan bertubi-tubi yang tidak lagi mampu ia hadapi. Penderitaan hidup, kemiskinan, terlilit hutang, penyakit yang tidak sembuh-sembuh, kepahitan, kemarahan, sakit hati, jodoh dan sebagainya. Di sisi lain, limpahan harta kekayaan, jabatan, popularitas, sibuk menimbun uang dan sejenisnya, juga mampu membuat manusia kehilangan arah. Menyimpang ke kanan atau ke kiri, tidak lagi lurus melangkah di jalan Tuhan. Belum lagi berbagai penyesatan dari media hiburan, pola hidup modern yang menyimpang dan sebagainya. Ada 1001 macam kejadian yang bisa membuat kita meninggalkan Tuhan jika tidak hati-hati.

Menjaga diri agar tetap setia sampai akhir dengan tetap memelihara iman akan membawa kita untuk menerima mahkota kebenaran atas karunia Tuhan. Paulus mengatakan hal itu dalam 2 Timotius 4:7-8. Kita juga telah membaca kemarin bahwa Tuhan mau kita semua bisa menjadi orang-orang yang bergaul karib denganNya. Dengan bergaul karib bersama Tuhan kita akan melihat kekudusan Tuhan dinyatakan atas kita, kemuliaanNya bisa kita saksikan (Imamat 10:3) dan perjanjianNya pun akan kita ketahui dan terima. (Mazmur 25:14). Meski sulit, namun bukan tidak mungkin. Caranya dijelaskan oleh Paulus dalam suratnya pada jemaat Korintus. Paulus menyatakan dengan jelas bahwa ia bukannya hidup nyaman dalam pelayanannya. Ia pernah memaparkan segala yang ia alami dalam pelayanan. "..Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian " (2 Korintus 11:23-27). Ini luar biasa beratnya! Namun menarik jika melihat bagaimana Paulus memandang itu semua. Paulus ternyata menganggap itu semua sebagai penderitaan ringan! "Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami." (2 Korintus 4:17). Ia menganggapnya ringan, karena apa yang ia alami di dunia ini jika mampu ia jalani dengan benar akan membawanya untuk memperoleh kemuliaan kekal, yang jelas jauh lebih berarti dibanding segala penderitaan yang saat itu ia alami. Inilah sebuah kunci yang mampu membuat kita untuk tetap fokus dan tidak kehilangan pengharapan dalam masa-masa sulit. Mari kita lihat lanjutannya. "Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (ay 18). Memperhatikan yang kelihatan, hal-hal duniawi, segala kesulitan dalam kehidupan di dunia bisa membuat kita menjadi lemah dan kemudian menyerah. Tapi yang tidak kelihatan, mengarahkan pandangan kepada sebuah kehidupan bersama Bapa di Surga kelak, itulah yang kekal. Dan itu semua bergantung dari bagaimana kita bersikap selama masa hidup kita di dunia ini.

Salomo jauh-jauh hari pernah mengingatkan demikian. "Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan." (Amsal 4:26-27). Berhati-hatilah pada jalan yang disangka lurus, namun ternyata berujung maut. (14:12). Hal-hal seperti ini harus kita cermati secara serius. Dalam keadaan apapun, bagaimanapun, kita harus mampu untuk terus setia pada Tuhan dalam perjalanan kehidupan kita agar kita mampu beroleh mahkota kehidupan kelak di akhir perjalanan hidup kita di dunia ini. Alangkah ironisnya jika kita sudah memulai dengan baik, namun di tengah perjalanan kita ternyata menyimpang ke kanan dan kekiri, keluar dari jalur yang menuju sebuah kehidupan kekal penuh kemenangan. Oleh karena itu janganlah putus pengharapan. Tetap arahkan fokus pandangan kita kepada Yesus Kristus dan peganglah janji-janjiNya. Percayalah, Tuhan kita adalah Allah yang selalu setia. "Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia." (Ibrani 10:23).

Jagalah langkah kita agar tetap pada jalur yang lurus hingga akhir

Tuesday, July 14, 2009

Bergaul Karib

Ayat bacaan: Imamat 10:3
========================
"..Inilah yang difirmankan TUHAN: Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku..."

bergaul karib, akrabApa yang paling kita harapkan dari seorang sahabat karib? Sahabat karib adalah seorang sahabat yang paling dekat dengan kita. Seringkali kedekatan kita dengannya melebihi kedekatan kita dengan saudara kandung kita sendiri. Kepada sahabat karib-lah biasanya orang akan mengadu, mencurahkan isi hati, berkeluh kesah dan bercerita bahkan mungkin mengenai hal-hal yang sifatnya pribadi sekalipun. Mereka biasanya sangat mengenal kita termasuk kelemahan-kelemahan yang mungkin ada dalam diri kita. Terhadap seorang sahabat karib biasanya kita tidak lagi tertutup karena biasanya sahabat karib bisa kita percaya dengan sepenuh hati. Apa yang bakal dirasakan jika seorang sahabat karib menghianati kita? Mungkin akan muncul rasa kecewa, rasa sakit yang melebihi sakit akibat dikecewakan orang tidak dekat dengan kita, atau mungkin juga rasa muak. Hal seperti ini timbul karena seharusnya seorang sahabat karib adalah tempat dimana kita bisa berteduh dalam duka, dan akan menjadi orang pertama yang ikut bahagia ketika kita berada dalam suka. Kepercayaan, pengertian, itu tentu menjadi sebuah harapan besar dari seorang sahabat karib.

Tuhan sejak semula merindukan manusia bisa menjadi sahabat karibnya. Sayangnya manusia jatuh dalam dosa sejak awal pula. Namun demikian, Tuhan tidak henti-hentinya menunggu kerelaan dari manusia, yang begitu Dia kasihi, untuk datang kepadaNya dan bergaul akrab denganNya. Dalam Alkitab kita mengenal tokoh bernama Henokh. Disebutkan bahwa Henokh berusia 65 tahun ketika mendapatkan seorang anak laki-laki bernama Metusalah. (Kejadian 5:21). Ayat selanjutnya tertulis sebagai berikut: "Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi.." (ay 22a). Perhatikan bahwa Henokh dikatakan hidup bergaul dengan Allah selama 300 tahun lagi. Betapa luar biasanya sebuah hubungan kekerabatan yang akrab atau karib yang tidak lekang di makan waktu. Kita bisa melihat dari ayat ini bagaimana seorang Henokh mampu menjaga hubungannya dengan Sang Pencipta, hidup selaras dengan kehendak Tuhan sebegitu lama. Kesetiaannya teruji dalam rentang waktu yang begitu panjang. Saya yakin pada masa itu Henokh bukannya tidak mendapat cobaan dari berbagai keinginan duniawi yang bisa menariknya menjauh dari Allah, namun Henokh tidaklah terpengaruh dengan itu. Fakta Alkitab menyebutkan bahwa Henokh tetap bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun. Pada akhirnya kita tahu apa yang terjadi pada Henokh. Begitu akrabnya ia berhubungan dengan Tuhan, maka ia tidak sampai mengalami kematian! Henokh diangkat langsung dari dunia yang berlumur dosa ini menuju Surga untuk seterusnya bersama-sama dengan Allah. "Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah." (ay 24). Penulis Ibrani kemudian menuliskan lagi mengenai Henokh. "Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah." (Ibrani 11:5). Perhatikan bahwa perilaku dan kesetiaan Henokh ternyata berkenan kepada Allah.

Sahabat karib yang akrab dengan kita tentu bukanlah sosok teman yang hanya mencari keuntungan dan kesenangan saja bersama kita. Mereka akan tetap setia bersama kita ketika kita mendapat musibah atau berbagai bentuk kesusahan. Mereka akan dengan senang hati membantu kita sedapat-dapatnya ketika kita dalam kesesakan. Itu sosok sahabat karib dan seperti itu pulalah seharusnya hubungan kita dengan Tuhan. Apakah kita hanya berdoa siang dan malam untuk ditolong Tuhan dari kesusahan, dan setelah itu kita melupakannya? Apakah kita menuduh Tuhan tidak adil atau tidak peduli ketika kita terus bergumul dalam masalah? Apakah kita menempatkan segala kegiatan, kepentingan atau kebutuhan di dunia di atas kebutuhan kita untuk bersekutu dengan Tuhan? Itu artinya kita belum menempatkan Tuhan pada posisi sebagai sahabat karib. Padahal Tuhan menjanjikan banyak hal istimewa kepada orang-orang yang bergaul akrab dengannya. Perhatikan ayat bacaan hari ini. "..Inilah yang difirmankan TUHAN: Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku..." (Imamat 10:3). Tuhan menyatakan kekudusanNya dan memperlihatkan kemuliaanNya kepada orang-orang Dia anggap bersahabat karib denganNya. Daud juga mengerti akan hal ini. "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Takut akan Tuhan akan membawa kita untuk terus membangun hubungan dengan Tuhan hingga ke tingkat kekariban, dan hal itu akan membuat Tuhan terbuka dalam memberitahukan rencana dan rancanganNya pada kita. Itu janji Tuhan. Ada penyertaan dan kebersamaan dalam sebuah persahabatan yang terbina akrab, dan itu pun akan terjadi antara kita dengan Tuhan ketika kita bergaul karib denganNya. Janganlah tergoda oleh berbagai hal yang ditawarkan dunia yang mampu merenggangkan hubungan kita dengan Tuhan. Seperti halnya kita merasakan sakit yang luar biasa jika sahabat karib kita menghianati kita, tentu Tuhan pun akan merasa kecewa apabila kita menghianatiNya. Apalagi hanya untuk kepentingan atau kepuasaan sesaat di dunia yang hanya sementara ini. Tetap ingat bahwa setiap pelanggaran dan ketidaktaatan akan mendapat balasan yang setimpal. (Ibrani 2:2). Bergaullah karib dengan Tuhan dengan melibatkanNya dalam setiap aspek kehidupan kita. Rajinlah berdoa, membangun hubungan yang intim denganNya dengan rutin, muliakan Dia selalu dengan tubuh, perbuatan dan perkataan kita. That's what real friends do. Tuhan menanti anda untuk menjadi sahabat karibNya, maukah anda menerima uluran tanganNya hari ini?

Bergaul karib dengan Tuhan membawa kita untuk menikmati janji-janjiNya

Monday, July 13, 2009

Karakter Terhormat

Ayat bacaan: Rut 3:11
=================
"Oleh sebab itu, anakku, janganlah takut; segala yang kaukatakan itu akan kulakukan kepadamu; sebab setiap orang dalam kota kami tahu, bahwa engkau seorang perempuan baik-baik."


karakter terhormat, rut, boasGajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Itulah kata sebuah pepatah yang mungkin sudah jarang diingat orang hari ini. Ada yang melanjutkan pepatah itu dengan "manusia mati meninggalkan nama". Seperti apa kita saat ini dan terutama nantinya dikenang orang? Apakah kita dikenal dengan kebaikan kita, kerendahan hati, keramahan, atau kita dikenal sebagai orang yang sombong, egois dan sebagainya. Apakah kekayaan membuat kita semakin mengasihi Tuhan dan sesama, atau malah menjauhkan kita dariNya? Apakah segala berkat yang kita dapatkan sudah kita pakai untuk memberkati orang lain atau hanya ditimbun dan ditumpuk untuk kekayaan diri sendiri? Semua itu menentukan apakah kita tercatat dengan tinta emas baik di mata sesama kita manusia dan tentunya Tuhan. Gelar, status dan harta kekayaan kita saat ini tidak serta merta menjamin kita menjadi seseorang yang terhormat dan dikenang orang dari masa ke masa. Bahkan tidak berarti dengan itu semua kita menjadi orang-orang yang dikenal Tuhan secara pribadi. Rasanya tidak ada orang yang tidak ingin menjadi sosok berkarakter terhormat yang masih diingat orang bahkan jauh setelah kita tidak lagi ada di dunia ini. Hari ini mari kita melihat sisi seorang wanita dengan karakter terhormat, Rut.

Rut terlahir sebagai wanita bangsa Moab, sebuah bangsa yang jauh dari Tuhan dan menyembah berhala. Pernikahannya dengan anak Naomi membawanya untuk mengenal sosok Tuhan. Ketika bencana terjadi, Rut kehilangan suaminya sehingga hanya ia yang tinggal bersama mertuanya Naomi dan iparnya Orpa. Ketika Naomi memilih untuk pulang ke tanah airnya, Orpa memilih untuk pulang kepada orang tuanya di Moab. Sementara Rut memutuskan untuk tetap setia, baik kepada mertuanya maupun kepada Tuhan yang sekarang ia sembah. "Tetapi kata Rut: "Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan. Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jikalau sesuatu apapun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada maut!" (Rut 1:16-17). Hidup di tanah orang lain yang tidak menganggap bangsa Moab sebagai bangsa yang terhormat tanpa modal apa-apa, tanpa kenal siapapun selain mertuanya Naomi. Sementara jika ia memilih untuk pulang, ia bisa mendapatkan kembali hidup tak berkekurangan. Ini tentu sebuah pilihan sulit bagi Rut. Tapi dengan tegas Rut memutuskan untuk mengikuti Naomi. Sekali lagi, Rut memilih untuk setia dan tetap mengasihi mertuanya dan Tuhan yang sekarang ia sembah.

Pilihan seperti ini merupakan sebuah langkah iman. Rut percaya ada rencana Tuhan di depan walaupun ia belum melihatnya. Dan apa yang terjadi sungguh indah. Rut kemudian bertemu dengan Boas. Ternyata karakter Rut bersinar terang di Betlehem. Karakternya yang bersinar dan terhormat tidak saja diakui oleh Boas, namun ternyata diakui oleh semua orang di kota tempat tinggalnya yang baru. Meski dia berasal dari Moab, ternyata karakternya mendatangkan kekaguman dari penduduk disana. Boas pun berkata demikian: "Oleh sebab itu, anakku, janganlah takut; segala yang kaukatakan itu akan kulakukan kepadamu; sebab setiap orang dalam kota kami tahu, bahwa engkau seorang perempuan baik-baik." (Rut 3:11). Dalam versi BIS, karakter Rut disebutkan sebagai "wanita yang baik budi". Pernikahan Rut dan Boas pun terjadi, dan hidupnya dipulihkan secara luar biasa. Langkah iman Rut membawanya pada berkat-berkat Tuhan yang terus mengalir dalam hidupnya. Kita tahu dari keturunan-keturunan Rut dan Boas kemudian lahirlah Daud hingga kemudian Yesus Kristus. Luar biasa.

Latar belakang masa lalu, harta, status dan kehebatan manusia tidaklah cukup kuat untuk membuat kita kepada sebuah karakter terhormat. Rut mendapatkannya dengan kesetiaan kepada Allah. Langkah imannya yang teguh kepada Allah yang belum lama ia kenal membuat dirinya hidup penuh pengharapan, tidak bersungut-sungut, rendah hati dan berbudi pekerti. Dan itu semua membuatnya menjadi sosok wanita terhormat yang diakui oleh orang lain, bahkan berkenan pada Tuhan sehingga lewat dirinyalah Sang Penebus lahir di dunia ini. Hidup ini tidaklah mudah. Setiap saat ada banyak keinginan yang bisa menjerumuskan kita kepada kemerosotan moral hingga berujung pada dosa. Ada begitu banyak penderitaan yang mungkin saat ini belum terlihat jalan keluarnya. Tapi kita diingatkan untuk tidak bersandar pada kekuatan diri sendiri, melainkan bergantunglah pada Allah dengan pengharapan tanpa henti. (2 Korintus 1:8-9). Mata Tuhan tetap melihat segala yang kita lakukan, dan Dia selalu lebih dari siap untuk melimpahkan berkat kepada siapapun yang selalu taat dengan sungguh-sungguh kepadaNya. "Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia." (2 Tawarikh 16:9a). Langkah iman yang teguh tidak akan pernah sia-sia. Karena itu kita tidak perlu gemetar dan khawatir menghadapi masa depan, tidak perlu terjebak pada keinginan menimbun harta lewat jalan-jalan yang tidak berkenan di hadapan Tuhan, karena tanpa itu semua pun kita mampu hidup dengan penuh kecukupan, karena Tuhan adalah Allah yang menyediakan. Karakter terhormat akan hadir jika kita mengenal Tuhan dengan baik, percaya kepadaNya dengan sungguh-sungguh, dan hidup dengan iman yang teguh kepadaNya. Terang Tuhan akan terpancar lewat kita jika kita mengijinkanNya hidup di dalam kita, dan kita hidup di dalamNya. Yesus mengingatkan demikian: "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." (Matius 6:33-34). Hal ini telah dilakukan Rut jauh sebelumnya, dan Rut telah membuktikan bahwa janji Tuhan itu bukanlah omong kosong. Lewat kisah Rut hari ini, marilah kita memiliki pribadi dengan karakter terhormat meski mungkin hidup terasa masih sulit hari ini. Percayalah bahwa Tuhan siap menambahkan segalanya kepada kita.

Langkah iman tidak akan pernah sia-sia, karenanya hiduplah selalu sesuai firman Tuhan

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (8)

 (sambungan) Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang ...