Saturday, May 31, 2014

Penyusup-Penyusup Kecil yang Merusak Taman (1)

Ayat bacaan: Amsal 4:23
================
"Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan."

Saya pernah membaca sebuah artikel dari luar yang membahas mengenai 10 hewan yang kerap merusak taman atau kebun di rumah orang, terlebih yang tinggal di pinggiran kota atau berbatasan langsung dengan hutan. Bunga-bunga yang indah, kebun yang asri bisa luluh lantak apabila di'serang' oleh para hewan ini, yang kebanyakan muncul pada waktu orang sedang terlelap tidur. Hewan apa saja? Misalnya tikus tanah yang menyeruak keluar dari dalam tanah dan menimbulkan lubang-lubang terowongan, merusak akar, benih-benih sampai pohon apaila mereka sedang kelaparan. Lantas rakun yang bisa menganggap taman sebagai surga makanan baginya, berjenis-jenis tupai (chipmunk, opossum dan lain-lain), hewan-hewan pengerat, kucing liar, rubah bahkan kelinci dan rusa, kerap menjadi masalah bagi para pemilik taman di luar sana. Dari daftar nama hewan di artikel tersebut saya rasa kita cukup beruntung karena sebagian besar hewan-hewan tersebut tidak atau jarang terdapat di negara kita. Kalau kita yang membangun taman, mungkin kita akan bermasalah dengan tikus yang membuat lubang, burung-burung atau serangga dan hama. 10 hewan yang disebutkan dalam artikel itu rata-rata kelihatan 'imut', kecil dan lucu tapi kerusakan yang ditimbulkan bisa lumayan parah, minimal menjengkelkan. Bayangkan sudah susah-susah menanam dan menata taman, semua bisa hancur lebur dalam seketika jika salah satu atau beberapa hewan dari daftar tersebut masuk kesana.

Saya yakin tidak satupun dari pemilik taman akan diam saja melihat tamannya dirusak oleh hewan-hewan tersebut. Jika ketahuan langsung tentu akan segera diusir, atau mengambil tindakan-tindakan preventif seperti misalnya membuat pagar. Tapi tetap saja pemilik taman harus memperhatikan betul keadaan tamannya. Kalau lengah maka kerusakan tetap bisa hadir meski tindakan preventif sudah dilakukan.

Sadarkah kita bahwa hati kita juga seperti taman? Tuhan menginginkan segala yang sehat dan memberikan kehidupan untuk tumbuh dan berkembang disana. Tuhan ingin hati kita bisa semarak seperti taman bunga yang indah. Tunas-tunas baru, kondisinya sehat dan segar, sejuk, asri dan penuh warna. Tuhan ingin hati kita tampil sebagai hati yang bersih penuh dengan potensi Ilahi, menjadi lahan subur dimana Tuhan akan meletakkan kasih dan anugrahNya. Hati yang bersih akan mampu menjadi tempat dimana Tuhan menyatakan isi hatiNya. Semakin banyak firman Tuhan yang ditabur tumbuh dan berakar didalam hati kita, maka kita pun akan semakin mampu untuk hidup benar sesuai kehendak Tuhan. Hati seperti inilah yang akan mampu mengasihi dan memberkati banyak orang. Tetapi sebaliknya, apabila kita tidak berhati-hati, dan membangun pagar, kalau kita lengah dalam melindungi hati kita, maka hati akan sangat rawan terhadap penyelusup-penyelusup yang akan dengan mudah dan cepat menghancurkannya. Kalau kondisi hati kita sampai dirusak oleh berbagai hal buruk, maka dan dengan sendirinya hidup kita pun menjadi rusak bahkan bisa hancur.

Kita harus sadar bahwa hati merupakan bagian dari diri kita yang mudah terluka, mudah sakit dan sangat rapuh. Di sisi lain, hati juga merupakan sumber kehidupan yang akan mengarahkan seperti apa kita cara hidup kita. Kalau hati diibaratkan pabrik, maka sikap, cara dan gaya hidup kita, keputusan-keputusan yang kita ambil, cara kita menyikapi berbagai hal akan menjadi produknya. Dan 'produk-produk' itu akan dilihat orang lain, bersinggungan secara langsung. Apakah kita mencerminkan Kristus secara benar atau kita malah memberi pemahaman keliru yang terus menimbulkan cemooh, mempermalukan Tuhan, itu tergantung dari seperti apa kondisi hati kita, siapa yang bertahta disana. Kita juga harus sadar bahwa apabila hati tidak dijaga, selain dapat dimasuki pengaruh-pengaruh negatif yang akan menjauhkan kita dari hadirat Tuhan, hati yang terlanjur luka atau rusak seringkali memerlukan waktu yang cukup lama untuk kembali "sehat", ada kalanya waktu kerusakan sudah terlalu parah, perbaikan menjadi sangat sulit, itupun kalau waktu dan kesempatan masih terbuka bagi kita.

Itulah sebabnya Firman Tuhan mengingatkan kita akan pentingnya menjaga hati. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Dalam versi BIS dikatakan "Jagalah hatimu baik-baik, sebab hatimu menentukan jalan hidupmu." Hati merupakan tempat asal terpancarnya kehidupan, harus kita jaga baik karena itu akan menentukan jalan hidup kita, kemana hidup kita akan mengarah. Dalam English Amplified ayat ini diterjemahkan "Keep and guard your heart with all vigilance and above all your guard, for out of it flow the springs of life." Kita harus menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan, di atas segala hal lainnya yang kita jaga, karena dari sana akan mengalir pancaran kehidupan.

(bersambung)

Friday, May 30, 2014

Iri Hati

Ayat bacaan: Yakobus 3:16
======================
"Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat."

Beberapa hari kemarin kita belajar untuk menghindari sikap sombong yang juga merupakan salah satu produk dari hati yang tidak dijaga dengan baik. sikap sombong muncul saat kita berada pada kondisi baik, ketika kesuksesan atau keberhasilan tengah berada di pihak kita. Bagaimana dengan saat kita dalam kondisi sebaliknya? Bicara soal produk hati yang buruk, salah satu yang paling sering timbul adalah iri hati. Rasa iri biasanya hadir saat kita melihat ada orang yang lebih baik dari kita. Kalau mau lebih spesifik, rasa iri hati akan muncul saat kita membanding-bandingkan apa yang kita punya dengan apa yang dimiliki orang lain lalu merasa kalah dari mereka. Iri hati adalah sebuah perasaan tidak puas yang timbul akibat keuntungan atau kesuksesan orang lain. Iri hati membuat orang merasa tidak nyaman ketika ada orang lain yang lebih darinya. Banyak orang sibuk memupuk rasa iri hati dalam hidupnya, padahal perasaan seperti ini sama sekali tidak produktif bahkan bisa merugikan atau malah menghancurkan kita. Karena iri kita akan terjebak pada begitu banyak bentuk kejahatan, mulai dari yang tingkatnya ringan sampai sesuatu yang fatal. Berbagai berita kriminal menunjukkan bagaimana orang bisa kehilangan kontrol diri atau nalarnya dengan melakukan kejahatan yang merugikan orang lain atau sampai tega membunuh hanya karena berawal dari iri hati.

Banyak orang menganggap sepele akan dosa iri hati. Kita anggap wajar saja dan mungkin pula tanpa sadar kita rasakan, seolah-olah hanyalah sebuah ungkapan kekesalan sesaat yang alamiah, manusiawi dan tidak berbahaya. Kita cenderung memaklumi, tapi berhati-hatilah karena iri hati adalah racun dari iblis yang mampu mengubah kasih menjadi kebencian, menghilangkan kasih dan akibatnya melumpuhkan iman dalam kehidupan kita. Iri hati biasanya muncul sedikit demi sedikit, lalu terus membesar dengan tingkat kejahatan yang semakin besar pula apabila dibiarkan bercokol dalam diri kita. Sikap iri ini merupakan salah satu celah yang sangat disukai iblis untuk merusak kita. Cara iblis menyerang disebutkan Petrus dalam salah satu bagian suratnya. "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Perhatikan bahwa iblis akan terus berkeliling mencari mangsa. Ia terus mencari celah yang terbuka, dan begitu menemukan celah, ia akan segera masuk, menerkam dan membinasakan kita. Iri hati bisa menjadi sebuah lahan basah yang asyik bagi si jahat untuk bermain. Dengan terus membiarkan produk buruk hati ini menguasai kita, maka itu sama artinya dengan membuka diri untuk dihancurkan iblis.

Ayat bacaan hari ini diambil dari Yakobus pasal 3 ayat 16. "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." Dari ayat ini kita bisa melihat bahwa iri hati akan membuka pintu bagi iblis untuk masuk ke dalam kehidupan kita, menyebabkan banyak kekacauan dan menjadi awal dari segala macam; bukan satu-dua atau sedikit tetapi dikatakan segala macam; perbuatan jahat. Perbuatan jahat apa saja? Banyak sekali, mulai dari "sekedar" cemburu, depresi, down hingga kejahatan-kejahatan yang lebih keji seperti pembunuhan.

Pembunuhan bisa berawal dari rasa iri. Bahkan kisah pembunuhan yang pertama kali dicatat di dalam Alkitab berawal dari rasa iri. Perhatikan apa yang terjadi ketika Kain merasa iri pada saudaranya Habel, bahwa korban persembahannya "kalah". Hatinya pun panas, dan Wajahnya muram. Apa kata Tuhan melihat Kain?  Ini kata Tuhan: "Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya."  (Kejadian 4:7). Tuhan tidak berkata, "Kain, itu adalah hal yang wajar, santai saja.." Tidak. Sebaliknya Tuhan berkata: "Kain, berhati-hatilah dengan rasa irimu, sebab dosa sudah mengintip di depan pintu." Kain sudah diperingatkan, tapi ia tidak peduli dan terus cemburu. Maka lihat apa yang terjadi kemudian. Kain menyerah pada roh jahat, dan berawal dari iri hati, ia membunuh adiknya (ay 8). Contoh lain bisa kita pelajari lewat kisah anak-anak Yakub, yakni Yusuf dan saudara-saudaranya di kitab Kejadian 37. Mereka begitu iri pada Yusuf, sehingga mereka berpikir bahwa dengan menyingkirkan Yusuf, hidup mereka akan menjadi lebih baik. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Mereka bahkan harus pergi ke negeri lain agar tidak mati kelaparan dan pada akhirnya Yusuf juga yang menjadi saluran berkat bagi mereka dan bangsa-bangsa. Ada banyak lagi contoh masalah yang ditimbulkan lewat iri hati jika anda membaca seluruh isi Alkitab.

Jadi iri hati jelas adalah masalah yang serius. Kalau sudah keburu muncul, iri hati harus kita singkirkan sepenuhnya, secepatnya , tanpa kompromi. Sedang yang masih belum, berhati-hatilah agar rasa iri tidak sampai ada.  Selain ayat bacaan hari ini, firman Tuhan mengatakan bahwa iri hati termasuk salah satu dari keinginan daging yang berlawanan dengan keinginan roh, yang dapat menyebabkan kita kehilangan bagian dalam Kerajaan Allah (Galatia 5:19-21). Iri hati berada dalam kategori yang sama dengan dosa-dosa yang kita anggap "lebih serius" seperti percabulan, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir dan sebagainya. Alangkah sayangnya jika kita sudah bersusah payah menghindari dosa-dosa itu, namun kita berkompromi pada iri hati yang dianggap banyak orang sebagai sesuatu yang sepele, wajar, biasa dan manusiawi.

Sadarilah betapa pentingnya kita untuk berjaga-jaga sepenuhnya karena jaman ini akan dibawa pada kesudahannya. Paulus mengatakan: "Hari sudah jauh malam, telah hampir siang. Sebab itu marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang! Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati." (Roma 13:12-13). Sekarang saatnya berbenah dan tidak berkompromi terhadap berbagai dosa. Sudah waktunya bagi kita menutup semua celah yang bisa dimanfaatkan iblis untuk memporak-porandakan kita dan menjadi budaknya dalam menyebar kejahatan di muka bumi ini. Kita harus terus berusaha agar tidak serupa dengan dunia ini. "Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?" (1 Korintus 3:3). Firman Tuhan sudah mengingatkan: "Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya." (Roma 13:14). Dan dari renungan kemarin, bukalah hati kita seluas-luasnya untuk Tuhan dan jadikan Kristus sebagai Raja yang bertahta di dalamnya. "Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan!"  (1 Petrus 3:15). Iri hati dan mementingkan diri sendiri akan membawa kekacauan dan segala macam perbuatan jahat, tapi hati yang punya Kristus akan menghasilkan produk-produk surgawi yang bukan saja membawa berkat bagi kita tapi juga bagi banyak orang.

Say no to jealousy, envy, rivalry and/or selfish ambition no matter how small it is

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, May 29, 2014

Penguasa Hati (2)

(sambungan)

Alkitab berbicara banyak mengenai pentingnya menjaga hati. Dalam Amsal tertulis: "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Mengapa hati harus dijaga dengan segala kewaspadaan? Yesus mengatakan alasannya. "sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan." (Markus 7:21-22). Matius menuliskannya seperti ini: "Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat." (Matius 15:19). Keduanya berisi yang cukup mengerikan bukan? Dan Yesus berkata: "Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Markus 7:23).

Kalau begitu jelas sangat penting bagi kita untuk menguduskan hati kita lalu terus mempertahankan dan menjaga kekudusannya. Kita tidak mungkin bisa menjaga kemurnian atau kekudusan hati kalau masih membiarkan hal-hal selain Tuhan Yesus untuk menjadi Penguasa di dalamnya. Nasib sebuah negara atau kerajaan akan sangat tergantung dari siapa pemimpin atau rajanya. Kualitas produk akan tergantung dari produsennya. Seperti itu pulalah hidup kita. Dan hati, sebagai pusat dari kehidupan butuh Sosok Pemimpin yang benar agar bisa mengeluarkan produk-produk yang benar pula.

Ada seruan penting yang harus kita camkan. "sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:16). Tuhan itu kudus, jadi tidak akan bisa dihampiri oleh yang cemar. Hal ini tidaklah main-main. Kita harus mengejar kekudusan, "sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan." (Ibrani 12:14). Untuk menjadikan Yesus sebagai Raja yang bertahta dalam hati kita, kita harus mematikan segala sesuatu yang bisa merusak atau menggagalkan hal itu. Keinginan daging, hawa nafsu, godaan-godaan, pengaruh-pengaruh buruk dan lain-lain, semua itu haruslah bisa kita matikan. Tanpa itu hati kita tidak akan pernah bisa menjadi tempat Yesus memerintah sebagai Raja. Dan kita harus sadar bahwa semua ini bergantung dari kita sendiri.

Seperti apa kondisi hati kita saat ini? Siapa yang memerintah disana? Ada banyak hal di dalam diri kita masing-masing yang ingin memegang kendali atas hidup kita. Jangan-jangan tanpa disadari Tuhan sudah terpinggirkan sejak lama dalam hati kita. Hanya menempati sebagian kecil saja disana atau bahkan tidak punya tempat lagi, sementara hal-hal lainnya justru lebih berkuasa atas diri kita. Banyak orang terpengaruh oleh pengajaran dunia yang mengatakan bahwa itu adalah sebuah wujud kebebasan, tetapi sesungguhnya sebuah kebebasan sejati hanya akan datang jika kita mengijinkan Yesus sendiri untuk berkuasa atas hati dan hidup kita. Mari periksa hati kita masing-masing, dan tetapkanlah penguasa disana dengan benar. Bukan saja itu akan menentukan produk seperti apa yang kita tampilkan dalam hidup, tapi itu juga akan sangat menentukan masa depan dan kelangsungan hidup kita.

Hati yang dipimpin Kristus akan menghasilkan produk-produk dengan kualitas Kerajaan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, May 28, 2014

Penguasa Hati (1)

Ayat bacaan: 1 Petrus 3:15
==================
"Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan!"

Hati bisa diibaratkan sebagai sebuah 'pabrik' yang mencetak 'produk-produk jadi' yang keluar dari diri manusia. Hati bisa mencetak produk-produk rendah hati, jujur, berintegritas, ramah, sopan, sabar, ulet dan tabah, tapi hati yang sama bisa juga memproduksi bentuk-bentuk sikap seperti mengesalkan, mau menang sendiri, memaksakan kehendak, ketus, congkak, penuh kebencian, pendendam, senang menggerutu, bereaksi negatif terhadap segala sesuatu, mudah putus asa, gampang kecewa dan berbagai kepahitan baik terhadap orang lain, situasi/keadaan maupun kepada Tuhan. Hati akan sangat menentukan wawasan manusia, cara pandang dalam menyikapi berbagai hal maupun keputusan-keputusan yang diambil dalam hidup.

Apa yang menentukan bentuk produk yang dihasilkan hati adalah siapa yang bertahta/berkuasa disana. Secara umum ada tiga yang mungkin mengambil posisi sebagai pemimpin hati, yaitu: diri sendiri, Tuhan dan iblis. Orang yang berpusat pada diri sendiri akan merasa dirinya adalah paling absolut, pusat dari segalanya. Keputusan yang mereka ambil mutlak, absolut, tidak bisa dibantah, tidak menerima masukan dan meski salah, mereka tetap merasa paling benar. Orang yang self centered akan tampil penuh ego, mementingkan diri sendiri dan tidak akan ragu mengorbankan orang lain apabila perlu. Tingginya ilmu, kepintaran atau talenta yang diberikan Tuhan secara istimewa sering secara ironis membuat orang lupa kepada Sang Pemberi lalu mengarah kepada sikap bermegah berlebihan terhadap diri sendiri. Merekalah yang berkuasa, paling hebat dan yang lain berada di bawah mereka.

Orang yang dipengaruhi si jahat tentu akan mencerminkan perbuatan-perbuatan si jahat. Hidup yang dikuasai iblis akan membuat orangnya terus berkubang dalam berbagai dosa. Dosa dinikmati tanpa perasaan bersalah. Hati nurani tertutup, berbagai pelanggaran terasa wajar. Mereka terus mengemplang kebenaran, sanggup bersikap kejam terhadap orang lain, menghalalkan segala cara demi kepuasan diri sendiri. Ada banyak pula yang berusaha menyesatkan orang lain. Mencuri, membunuh (kalau tidak secara fisik, membunuh karakter atau harga diri orang lain), menyakiti orang lain, bentuk-bentuk pemuasan hawa nafsu dalam berbagai bentuk mudah dilakukan tanpa pikir panjang. Berbohong atau menipu jadi kebiasaan sehari-hari yang biasa saja atau bahkan terasa lucu. Dalam kondisi-kondisi ekstrim, orang-orang yang hatinya dikuasai iblis cenderung bergantung/dikuasai atau terhubung dengan kuasa gelap atau okultisme. Tidak jarang mereka ini akan membawa persembahan-persembahan kepada si jahat atau sering dibawah pengaruh iblis seperti mendengar bisikan-bisikan untuk melakukan kejahatan dan sebagainya.

Perhatikan bahwa Efesus 6 sudah mengatakan tentang struktur kerajaan iblis ini. "karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12). Kerajaan iblis tampil mulai dari pemerintah tertingginya hingga jajaran dibawahnya sampai ke penghulu-penghulu. Itulah yang harus kita waspadai, karena bentuk-bentuk terkecil yang bisa luput dari perhatian kita justru bisa menjadi penghancur utama. Kerajaan yang tidak kelihatan ini berisi banyak tipu muslihat yang membawa dampak kerusakan parah pada manusia. Kita sering kali memperhatikan kondisi tubuh dan jiwa, tetapi manusia juga dibangun atas roh, yang akan menjadi titik serang paling rawan. Perjuangan melawan kuasa si jahat akan terus berlangsung. Oleh karenanya sangatlah penting untuk mengetahui strategi dan prinsip-prinsip iblis untuk memenangkan pertarungan.

Apa yang baik adalah mengijinkan Kristus memerintah dalam diri kita. Bukan berpusat pada diri sendiri apalagi pada iblis, tetapi berpusat pada Kristus beserta kebenaran Kerajaan Surga. Petrus mengatakan sebuah pesan penting yang berbunyi sangat tegas: "Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan!" (1 Petrus 3:15). Dalam bahasa Inggris (amplified) ayat ini berbunyi: "But in your hearts set Christ apart as hold (and acknowledge Him) as Lord." Ada versi lainnya yang ditulis sebagai berikut: "Sanctify the Lord God in your hearts." Ini adalah sebuah panggilan untuk menguduskan, menjadikan dan mendeklarisasikan Yesus sebagai Penguasa tertinggi dalam hidup kita. Dan Petrus jelas mengatakan bahwa itu harus dilakukan pada hati sebagai sumber kehidupan. Hatilah yang menjadi pusat kerajaan, dan siapa yang berkuasa disana akan sangat menentukan siapa dan bagaimana diri kita hari ini.

(bersambung)

Tuesday, May 27, 2014

Produk Hati

Ayat bacaan: Markus 7:21-23
======================
"sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang."

Kualitas produk jadi tergantung dari seberapa serius sebuah perusahaan itu memproduksinya. Hasil bisa asal-asalan, bisa bagus. Bisa inovatif, bisa hanya meniru. Bisa bebas dari bahan baku yang beresiko bagi kesehatan, bisa hanya mementingkan tampilan dan rasa tapi kandungannya berbahaya. Kalau lihat di iklan, maka semua akan menyebutkan bahwa produk mereka jelas yang terbaik. Dan seringkali konsumen terpedaya oleh manisnya iklan. Ada produk yang kualitasnya secara langsung bisa dibuktikan oleh konsumen, ada yang harus melalui uji laboratorium terlebih dahulu. Satu hal yang pasti, baik tidaknya kualitas akan tergantung dari produsen masing-masing, tidak peduli brand atau merek terkenal atau tidak.

Seperti apa sikap kita hidup pun demikian. Kita bisa bersikap ramah, bisa sombong. Bisa baik, bisa jahat. Bisa jujur dan berintegritas, bisa curang dan manipulatif. Bisa tampil apa adanya dan tulus, bisa penuh kepura-puraan. Semua ini merupakan 'produk' sikap yang juga punya tempat produksinya. Dimana? Tempatnya di hati. Seringkali kita tidak sadar bahwa hati merupakan pusat dari cara kita hidup, atau dalam firman Tuhan dikatakan sebagai sumber tempat terpancarnya kehidupan (Amsal 4:23). Dengan kata lain, seperti apa sikap kita, cara kita memandang, menyikapi dan memutuskan sesuatu, sikap kita dalam bermasyarakat, reaksi kita menghadapi situasi, semua itu tergantung dari bagaimana kondisi hati kita saat ini. Hati yang terjaga baik, yang berpusat pada Kristus, dipimpin oleh Roh Allah dan menjadikan Yesus sebagai Pribadi yang bertahta disana akan menghasilkan produk-produk berkualitas baik dalam kehidupan. Sebaliknya hati yang tidak terjaga, yang berisi banyak kepahitan, luka dan berbagai bentuk pengajaran dunia yang menyesatkan akan menghasilkan kualitas kehidupan yang buruk pula.

Seandainya stetoskop dokter bisa mendeteksi kondisi hati, bagaimana hati kita saat ini? Apakah hati kita dalam kondisi baik atau berisi kepedihan, kekecewaan, kemarahan dan hal lainnya yang jauh dari Tuhan? Penulis Amsal sudah mengingatkan kita pentingnya untuk terus menjaga hati, karena seperti yang sudah saya sebut tadi, dari sanalah sebenarnya sebuah kehidupan itu terpancar. Ayatnya berbunyi demikian: "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Artinya, apapun yang terpancar keluar, yang terlihat dari diri kita adalah merupakan cerminan dari bagaimana keadaan hati kita.

Akan hal ini, pada suatu kali Yesus Yesus mengingatkan banyak orang akan hal najis atau tidak menurut pandangan adat istiadat Yahudi dan Kerajaan Allah. Dalam konteks ini Yesus menegaskan bahwa "Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya." (Markus 7:15). Dalam pandangan Tuhan, apa yang menajiskan manusia bukanlah apa yang 'dimasukkan ke dalam' melainkan apa yang keluar dari diri kita. Those are the things that will pollute us, making us unhallowed and unclean. Produk hati akan menentukan najis tidaknya kita di mata Tuhan. Mengapa Yesus berkata bahwa apa yang keluar ini yang menajiskan? Yesus menerangkan, "sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (ay 21-23). Lihatlah daftar kenajisan yang merupakan produk hati yang tidak terjaga ini. Mungkin kita tidak membunuh, mungkin kita bisa menjaga diri agar tidak mencuri. Tapi sikap sombong, keras kepala atau bebal, iri hati, hawa nafsu, pikiran-pikiran jahat atau negatif, bukankah ini menjadi sesuatu yang semakin hari semakin dianggap biasa oleh manusia? Padahal firman Tuhan jelas berkata bahwa hal-hal yang muncul dari hati ini menjadikan kita najis di hadapan Tuhan.

Karenanya, sangatlah penting bagi kita untuk menjaga hati. Hati yang tidak terkontrol atau terjaga itu sangatlah berbahaya karena dapat menghasilkan produk-produk yang menajiskan kita. Dalam Perjanjian Lama di kitab Yeremia bahkan disebutkan: "Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?" (Yeremia 17:9). Bukan saja hati yang licik bisa menipu orang, tapi seringkali kita tidak sadar atau tidak mengetahui seperti apa hati kita hari ini. Kalau tubuh butuh check up berkala, hati yang letaknya tersembunyi itupun harus mendapat perhatian serius juga.

Benar, seringkali sulit bagi kita untuk memeriksa hati kita. Kita bisa secara subyektif mengira kita baik-baik saja padahal ada banyak hal disana yang siap mengotori kita. Tapi Tuhan tahu itu. Kalau kita tidak sanggup jujur terhadap diri sendiri memeriksa dan memastikan hati kita berada dalam kondisi fit dan bersih dari segala kotoran, Tuhan bersedia untuk itu. Lihatlah ayat selanjutnya dalam Yeremia di atas. "Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin." (ay 10). Tuhan telah mengatakan bahwa Dia mau memeriksa hati kita, menyembuhkan yang terluka, membersihkan yang kotor dan mengembalikan hati kita ke dalam keadaan yang baik. Akan hal ini kita juga bisa belajar dari Daud yang terus bertekun memeriksa hatinya agar tetap dalam keadaan bersih atau tahir. Dalam Mazmur 26 dan 139 misalnya, Daud berulang kali meminta Tuhan untuk menyelidiki hati dan batinnya. Daud juga berseru: "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" (Mazmur 51:12). Kita bisa meniru cara Daud, dan Tuhan bersedia untuk membantu anda jika disertai niat yang sungguh-sungguh ingin membenahi atau memperbaiki hati. Mungkin sulit bagi kita untuk melakukannya sendirian, tetapi kita harus ingat bahwa kita punya Tuhan yang sungguh peduli dan akan segera turun tangan jika kita memiliki niat sepenuhnya untuk menjaga kondisi hati kita.

Kita harus menyediakan diri kita untuk siap dikoreksi dan dibentuk, serta diperbaharui oleh Tuhan. Isilah terus hati kita dengan firman Tuhan, ijinkan hati kita dipimpin oleh Roh Allah dimana Yesus yang bertahta di dalamnya. Dari hati yang seperti itu kualitas hidup terbaik sesuai keinginan Tuhan bisa terpancar.

Pastikan agar kita senantiasa menjalani hidup dengan sebentuk hati yang bersih

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, May 26, 2014

Edom dan Keangkuhannya

Ayat bacaan: Obaja 1:3
======================
"Keangkuhan hatimu telah memperdayakan engkau, ya engkau yang tinggal di liang-liang batu, di tempat kediamanmu yang tinggi; engkau yang berkata dalam hatimu: "Siapakah yang sanggup menurunkan aku ke bumi?"

Saya masih ingin melanjutkan dosa kesombongan dan konsekuensi yang harus ditanggung sebagai akibatnya dari contoh lain. Kesombongan merupakan salah satu produk hati yang buruk, yang biasanya muncul saat hidup sedang dalam keadaan sangat baik. Saat sukses, saat berhasil, saat populer, saat punya jabatan tinggi, saat berada di atas dan sebagainya. Di saat-saat seperti inilah godaan untuk menjadi sombong biasanya menyeruak naik ke permukaan. Jika tidak siap dengan keberhasilan, dosa kesombongan akan sangat cepat mengambil alih sikap dan tingkah laku kita. Karenanya kita harus selalu berhati-hati dalam memperhatikan langkah demi langkah, tetap rajin memeriksa diri/hati agar kiranya jangan ada sedikitpun perasaan sombong yang bercokol disana.

Kemarin kita sudah melihat contoh dari sikap Saul yang meninggalkan Tuhan. Ia melanggar ketetapan Tuhan, berbalik dari Tuhan dan terus kuatir akan jabatannya sebagai raja. Berbagai pelanggaran terus ia lakukan hingga ia harus mengalami akhir tragis sebagai konsekuensinya. Hari ini mari kita lihat kisah sebuah negeri bernama Edom yang dicatat dalam kitab Obaja. Obaja pada suatu hari mendapat sebuah penglihatan mengenai situasi yang mengancam negeri Edom. Ia diberi tahu Tuhan bahwa telah dikirim utusan ke tengah bangsa itu untuk memeranginya. "Sesungguhnya, Aku membuat engkau kecil di antara bangsa-bangsa, engkau dihinakan sangat." (ay 2). Mengapa Tuhan harus melakukan itu? Penyebabnya, Tuhan sangatlah tidak berkenan melihat keangkuhan bangsa itu. Demikian Tuhan berkata: "Keangkuhan hatimu telah memperdayakan engkau, ya engkau yang tinggal di liang-liang batu, di tempat kediamanmu yang tinggi; engkau yang berkata dalam hatimu: "Siapakah yang sanggup menurunkan aku ke bumi?" (ay 3). Lihatlah betapa Tuhan anti dengan yang namanya angkuh atau sombong. Selain itu Edom pun dikenal sebagai bangsa yang kerap menyerang Yehuda.

Apa yang membuat Edom menjadi negeri yang penuh dengan sikap angkuh? Secara geografis, Edom terletak pada posisi yang strategis. Negeri itu berada di puncak gunung yang tinggi. Posisi ini sangat menguntungkan Edom. Mereka kuat dan terlindung, sehingga mereka merasa sangat aman lalu lupa diri. Mereka yakin berpikir bahwa tidak akan ada bangsa manapun yang akan mampu menandingi mereka. Mereka tidak sadar bahwa keangkuhan seperti itu ternyata tengah mengarahkan mereka ke dalam kehancuran. Mereka lupa bahwa keadaan geografis yang strategis dan terlihat sangat aman, kekuatan mereka yang superior tidaklah berarti apa-apa dibanding kuasa Tuhan. Kalau Tuhan mau menjungkir balikkan segalanya, itu bisa Dia lakukan dengan mudah, semudah membalikkan telapak tangan. "Sekalipun engkau terbang tinggi seperti burung rajawali, bahkan, sekalipun sarangmu ditempatkan di antara bintang-bintang, dari sanapun Aku akan menurunkan engkau, --demikianlah firman TUHAN." (ay 4).

Puji Tuhan apabila hari ini keadaan kita aman, baik dan terkendali. Bersyukurlah jika kita tengah tidak tersesak oleh kondisi finansial, tengah meniti karir yang meningkat secara signifikan dan tengah berlayar di lautan tenang dengan arah angin berpihak pada kita. Tapi pada keadaan seperti ini kita tidak boleh lengah. Justru kita harus meningkatkan kewaspadaan terhadap jebakan kesombongan. Jangan sampai kita lupa akan firman Tuhan ini: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6). Jika kita lupa, itu artinya kita tengah membiarkan diri kita berjalan menuju kehancuran. Sebab Firman Tuhan lewat Salomo berkata "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (Amsal 16:18). Kehancuran atau kejatuhan yang terjadi bisa sangat serius, karena seringkali bukan hanya terjadi pada satu individu saja, tapi bisa menjadi kolektif bahkan menimpa satu bangsa besar sekalipun, seperti yang terjadi pada bangsa Edom.

Kita diselamatkan untuk menyelamatkan, kita diberkati untuk memberkati. Semua itu bukanlah untuk ditimbun sendiri apalagi dipakai untuk menyombongkan diri tapi untuk menjadi saluran berkat bagi sesama, menjadi cerminan Yesus agar orang yang belum mengenalNya bisa kenal secara benar lewat diri orang-orang percaya yang menghidupi firman secara nyata. Kita harus ingat bahwa "segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36). Bukan karena kuat hebatnya kita, bukan karena kepandaian atau kuasa yang kita miliki, tapi semua itu berasal dari Tuhan. Oleh karena itulah kita jangan sampai merasa berada di atas angin dan lupa bahwa segalanya tetap merupakan berkat dari Tuhan. Bukankah kepandaian, bakat, talenta atau keahlian bahkan kesempatan untuk sukses pun berasal dari anugerahNya juga?

Firman Tuhan berkata "Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:7-8). Perkara naik dan turun pun berada dalam keputusan Tuhan. Petrus juga mengingatkan "Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya." (1 Petrus 5:6) dan lewat Yakobus pun sudah dikatakan bahwa bermegah diri dalam kesombongan adalah sikap yang salah. "Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah." (Yakobus 4:16).

Tanpa Tuhan kita tidak akan mungkin bisa mempertahankan apa yang sudah sukses kita peroleh hari ini. Tidak peduli sehebat apapun diri kita, dalam sekejap mata semua itu bisa lenyap. Belajar dari yang dialami bangsa Edom, mari kita menjaga diri kita untuk terhindar dari sikap angkuh, congkak atau sombong. Pakailah segala yang diberikan Tuhan kepada anda hari ini bukan untuk membanggakan diri tetapi untuk memuliakan Tuhan lebih lagi. Segala sesuatu berasal dariNya, bersyukurlah untuk itu dan teruslah pakai untuk menjadi saluran berkat bagi sesama.

Kesombongan awal dari kehancuran. Sikapi sukses dengan benar

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, May 25, 2014

Ngeles

Ayat bacaan: 1 Samuel 15:24
=====================
"Berkatalah Saul kepada Samuel: "Aku telah berdosa, sebab telah kulangkahi titah TUHAN dan perkataanmu; tetapi aku takut kepada rakyat, karena itu aku mengabulkan permintaan mereka."

Ngeles adalah sebuah bahasa gaul yang menggambarkan sebuah sikap menghindar dari kesalahan, perdebatan, pembicaraan, tidak mau bertanggungjawab atas kesalahan sendiri tapi mencari alasan pembenaran atau juga menimpakan kesalahan kepada orang lain alias mencari kambing hitam. Sikap ini kerap muncul kepada orang-orang yang tidak mau mengaku salah. Betapa kreatifnya manusia dalam merancang alasan agar tidak disalahkan. Ada banyak alasan yang bisa disampaikan, mulai dari yang sederhana sampai yang 'canggih'. Ironisnya sikap seperti ini sudah dilakukan oleh anak-anak kecil. Ada teman saya yang bekerja di sekolah dasar internasional. Ia bercerita bahwa pada suatu kali ada salah seorang murid yang mengambil milik teman sekelasnya. Anak yang menjadi korban pun panik mencari benda kepunyaannya. Untungnya sekolah itu memiliki CCTV di kelas dan setelah diselidiki, sang pelaku pun ketahuan. Ketika dipanggil, anak ini tidak mengaku salah. Ia bersikukuh mengatakan bahwa ia tidak melakukan itu. Setelah bukti video ditunjukkan, ternyata ia masih bisa ngeles lagi dengan berkata ia hanya salah ambil karena mengira barang itu miliknya. Padahal di CCTV jelas terlihat bahwa ia membuka tas temannya dan mengambil dari dalam tas tersebut. Bagaimana bisa anak sekecil itu melakukan tindakan tidak terpuji lalu ngeles menutupi perbuatannya? Kalau masih kecil saja sudah begitu bagaimana nanti setelah dewasa? Padahal anak ini berasal dari keluarga lebih dari cukup. Teman saya pun geleng-geleng kepala menceritakan pengalamannya tersebut.

Seribu satu alasan lebih dipilih ketimbang menyampaikan maaf dengan tulus kalau melakukan sebuah kesalahan. Ngeles sudah menjadi seperti budaya saja bagi sebagian besar manusia. Dalam berselisih paham, kita lebih suka mengeluarkan jurus "sebab-akibat", "Saya terpaksa harus berbuat itu karena kamu begini, begitu.." dan sebagainya. Padahal kalau dipikir baik-baik, semua keputusan ada di tangan kita. Kita cenderung untuk mencari alasan ketika bersalah, bahkan ketika kita sedang meminta maaf pun seringkali alasan-alasan ini masih juga tercetus keluar dari bibir kita. Setidaknya untuk mengurangi konsekuensi yang harus kita tanggung akibat kesalahan kita syukur-syukur bisa melepaskan kita sepenuhnya.

Saul pernah melakukan itu dalam serangkaian kesalahan yang ia perbuat. Seperti yang sudah dibahas kemarin, masa depan Saul sebenarnya sangat menjanjikan. Ia bahkan dikatakan dipenuhi Roh Allah seperti halnya nabi (1 Samuel 10:10-13). Tapi ketidaksetiaannya kepada Tuhan menjadi awal keruntuhannya. Dilanda ketakutan akan kehilangan jabatan sebagai raja dan berbagai kekhawatiran lainnya, bukannya menyerahkan pada Tuhan, tetapi ia justru meminta petunjuk dari arwah karena gentar menghadapi bangsa Filistin dan takut tidak didukung lagi oleh bangsanya. (13:11-12). Ini jelas merupakan kesalahan besar di mata Tuhan.

Apakah ia sadar dan bertobat? Sayangnya tidak. Dalam 1 Samuel 15 kita bisa melihat bagaimana Saul kembali berlaku buruk. Saat itu Saul diperintahkan untuk menumpas orang Amalek secara total, termasuk ternak-ternak yang mereka miliki. (ay 3). Itu bunyi perintahnya, tapi Saul tidak melakukan tepat seperti itu. "Tetapi Saul dan rakyat itu menyelamatkan Agag dan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dan tambun, pula anak domba dan segala yang berharga: tidak mau mereka menumpas semuanya itu. Tetapi segala hewan yang tidak berharga dan yang buruk, itulah yang ditumpas mereka." (ay 9). Saul dan rakyatnya tidak menuruti perintah Tuhan. Mereka menyimpan ternak-ternak yang gemuk dan hanya menghabisi yang berada dalam kondisi buruk. Mereka merasa sayang jika membuang kesempatan untuk bisa menjadi makmur lewat ternak-ternak hasil rampasan itu. Dan Tuhan pun marah, sampai berkata menyesal menjadikan Saul sebagai raja atas dua hal: Saul telah berbalik dari Tuhan dan tidak melaksanakan firmanNya. (ay 11). Ketika teguran Allah disampaikan Samuel kepada Saul, apa reaksinya? Bukannya mengakui kesalahan dan bertobat, Saul malah mencoba menutupi dengan berbagai macam kebohongan. "Jawab Saul: "Semuanya itu dibawa dari pada orang Amalek, sebab rakyat menyelamatkan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dengan maksud untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu; tetapi selebihnya telah kami tumpas." (ay 15). Saul kira-kira ngeles begini: "bukannya bandel, tapi justru kami sengaja menyimpannya yang ujung-ujungnya tetap untuk dipersembahkan kepada Tuhan juga kok.." Alasan yang sama kembali ia ulangi pada ayat berikutnya. "Tetapi rakyat mengambil dari jarahan itu kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dari yang dikhususkan untuk ditumpas itu, untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu, di Gilgal." (ay 21).

Samuel terus mencecarnya sampai ia tidak bisa berkelit lagi dengan alasan tersebut. Alasan satu gagal, alasan kedua pun hadir. "Berkatalah Saul kepada Samuel: "Aku telah berdosa, sebab telah kulangkahi titah TUHAN dan perkataanmu; tetapi aku takut kepada rakyat, karena itu aku mengabulkan permintaan mereka." (ay 24). Kali ini Saul berdalih bahwa ia terpaksa melanggar karena takut kehilangan kekuasaan/jabatan karena ditentang rakyat. Karenanya ia menuruti rakyatnya dan berani mengorbankan perintah Tuhan untuk itu. Saul ngeles dengan mengemukakan berbagai alasan untuk memberi pembenaran atas pelanggarannya. Dan ini jelas merupakan keputusan yang keliru bahkan bodoh. Bodoh, karena manusia mungkin bisa ditipu tetapi tidak akan ada satupun alasan yang bisa mengelabui Tuhan karena tidak ada satupun yang tersembunyi bagi Tuhan. Atas perilakunya yang buruk, pada akhirnya kita bisa melihat konsekuensi yang harus ditanggung Saul. Segala awal gemilang yang ada pada Saul harus berakhir dengan kejatuhan dan kebinasaan.

Sesungguhnya tidak ada satupun hal yang tersembunyi bagi Tuhan. Mungkin kita bisa memperdaya manusia lewat alasan-alasan yang kita ciptakan, tetapi itu tidak akan pernah mampu memperdaya Tuhan. Pada saatnya kelak kita harus mempertanggungjawabkan segala-galanya di hadapan tahta Tuhan, termasuk pula berbagai alasan yang mungkin kita anggap biasa-biasa saja atau bukan apa-apa dibanding dosa-dosa lainnya yang menurut kita lebih serius. Ngeles, apapun alasannya tetap merupakan kebohongan yang punya konsekuensi serius. Bukankah firman Tuhan sudah berkata: "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat." (Matius 5:37) Dari contoh Saul kita bisa melihat bahwa terus bikin alasan bisa membuat kita kehilangan kepercayaan dari Tuhan. Pilihan ada pada kita. Apakah kita mau bersikap dewasa dan dengan lapang dada mengaku dengan jujur dan bertanggung jawab atas kesalahan kita lalu memperbaikinya atau kita memilih untuk terus membela diri dengan berbagai alasan lalu kehilangan kepercayaan Tuhan. Semua tergantung keputusan kita.

Jangan biasakan ngeles karena itu buruk di mata Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, May 24, 2014

Tragedi Saul

Ayat bacaan: 1 Samuel 13:13-14
=========================
"Kata Samuel kepada Saul: "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu."

Decision making atau pengambilan keputusan haruslah melalui perencanaan matang, bukan saja karena itu akan sangat menentukan berhasil tidaknya kita mengatasi sebuah masalah tapi juga karena itu akan sangat menentukan kemana kita melangkah selanjutnya. Saya pernah menyinggung soal sequence/sekuens dalam hidup. Kita bisa berjalan dari satu kemenangan kepada kemenangan selanjutnya, from glory to glory, jika kita tahu apa yang menjadi rencana Tuhan dalam hidup kita dan mengikutinya sesuai sekuens, tapi kita bisa menyia-nyiakan banyak waktu atau berakhir dengan kegagalan jika salah mengambil langkah apalagi kalau itu terjadi berkelanjutan, dari satu kegagalan kepada kegagalan berikutnya, from one failure to another. Hal ini pun berlaku buat pengambilan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan sikap, perilaku kita dalam menghadapinya. Bagaimana kita menyikapi sebuah kesuksesan atau kegagalan? Terhadap orang-orang yang terkait? Di kala sukses kita sering terjebak dengan perilaku sombong, berubah menjadi tamak, kemaruk dan lupa diri. Disana ada banyak kehancuran yang mengintip, siap menelan kita bagai Korah yang ditelan bumi sebagai bentuk hukuman Tuhan atas perilakunya yang berani menentang ketetapan Tuhan.

Hari ini mari kita lihat kisah tragis Saul. Pada mulanya ia jelas-jelas merupakan orang yang diurapi Tuhan. Ia dikatakan elok rupanya, badannya tinggi (1 Samuel 9:2). Saul juga dikenal sebagai pribadi yang rendah hati (ay 20-21). Ia penuh Roh Allah seperti halnya nabi (10:10-13). Everything seems so good. Saul mengawali segalanya dengan gemilang. Tapi yang terjadi kemudian sangatlah disayangkan. Mulai dari pasal ke 13 tanda-tanda kejatuhan Saul mulai terlihat dalam sekuens yang terus bertambah buruk. Pangkal penyebabnya jelas. Kejayaan Saul tidaklah diikuti dengan ketaatan dan kesetiaan pada Tuhan. Ia mulai hilang pengharapan dan kesabaran. Ia mulai meminta petunjuk dari arwah karena gentar menghadapi bangsa Filistin dan khawatir tidak lagi didukung oleh bangsanya (13:11-12). Ia tidak lagi percaya dan berserah kepada Tuhan, melainkan mulai mencari alternatif-alternatif sendiri yang merupakan hal yang jahat di mata Tuhan. Atas perilaku-perilaku seperti itu, Tuhan mengutus Samuel untuk menegurnya dengan keras. "Kata Samuel kepada Saul: "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu." (1 Samuel 13:13-14).

Kebodohan Saul membuat kegemilangannya kandas. Tuhan menyesal menjadikannya raja. "Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku." (15:11). Pada akhirnya Saul tewas mengenaskan dengan mengakhiri hidupnya sendiri karena menyerah kalah seperti yang dapat kita baca dalam 1 Samuel 31:4 dan 1 Tawarikh 10:4. Dalam Tawarikh dikatakan: "Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah, dan tidak meminta petunjuk TUHAN. Sebab itu TUHAN membunuh dia dan menyerahkan jabatan raja itu kepada Daud bin Isai." (1 Tawarikh 10:13-14). Awal yang gemilang kemudian berakhir dengan kejatuhan akibat sikap yang menghianati Tuhan. Daud terpilih menggantikan Saul. Terhadap Daud, Saul pun sempat menunjukkan iri hatinya yang mengarah pada kejahatan demi kejahatan. Kita tahu bagaimana Daud dikejar-kejar Saul dan mendapat ancaman pembunuhan. Tapi Daud tenyata menunjukkan sikap taat penuh pada Tuhan. Daud yakin dengan kuasa Tuhan dan mau menyerahkan seluruhnya ke dalam perlindungan Tuhan. Ia tetap memuji dan memuliakan Tuhan meski hidupnya terancam, dan Daud pun menerima berkat Tuhan seperti yang tertulis dalam 2 Samuel 7:1-17. "Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia. Tetapi kasih setia-Ku tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya." (2 Samuel 7:14-16).

Saat kita bertobat dan menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi, saat kita percaya dan mengenal Tuhan Yesus dengan keyakinan yang berasal dari diri kita sendiri, saat itu sebenarnya kita sudah memulai sebuah awal yang gemilang. Kita menerima berbagai janji perlindungan, pemeliharaan dan keselamatan dari Tuhan. Namun jika kita terlena dan menjauh dari Tuhan, kemudian mulai berbuat hal-hal yang menyakiti hati Tuhan, kita pun menuju pada kejatuhan bahkan kebinasaan seperti Saul. Setelah memulai awal yang gemilang dengan menerima Kristus dalam hidup kita secara pribadi, kita harus melanjutkannya dengan terus taat dan setia mengikuti Tuhan. Menyerahkan hidup kita sepenuhnya ke dalam rencanaNya, yang sudah pasti akan indah pada akhirnya. Menjaga setiap langkah dengan mengamalkan atau menghidupi firman secara nyata.

 Dalam keadaan tertekan, terjepit, dihimpit persoalan, percayalah bahwa Tuhan punya kuasa yang lebih dari apapun, dan sanggup melepaskan anda tepat pada waktuNya. Jangan tergiur mencari alternatif-alternatif lain akibat tidak sabar. Sebaliknya ketika hidup sudah aman dan sukses, janganlah lupa diri. Pastikan bahwa kita tetap rendah hati, tetap bersyukur kepada Tuhan atas semua berkat yang Dia curahkan bagi kita. Jadikan Tuhan berkuasa atas hidup kita, baik dalam suka maupun duka, agar kita bisa mengakhiri awal yang gemilang dengan akhir yang gemilang pula. Saul yang kehilangan segala berkat Tuhan dan harus mengalami akhir tragis karena kebodohannya sendiri. Kisah Saul menyatakan adanya konsekuensi atau akibat yang harus kita tanggung jika kita melupakan atau menghianati Tuhan. Sudahkah kita taat sepenuhnya pada Tuhan atau masih bergantung pada hal-hal lain di luar Dia? Bagi yang sudah sukses menggapai mimpi, bagaimana anda menyikapinya? Apakah anda masih tetap rendah hati dan dipenuhi syukur, menjadi saluran berkat bagi sesama atau sudah berubah menjadi orang yang angkuh, rakus dan besar kepala? Ini penting untuk diperhatikan dengan serius karena konsekuensi yang harus ditanggung pun tidak kalah seriusnya. Semua tergantung keputusan kita sendiri, oleh sebab itu mari awasi setiap langkah secara sungguh-sungguh agar kisah Saul tidak perlu terulang pada diri kita.

Akhirilah awal yang gemilang dengan akhir yang gemilang pula

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, May 23, 2014

Hati-Hati Jatuh

Ayat bacaan: 1 Korintus 10:12
==========================
"Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!"

Here today, gone tomorrow. Kalimat ini dialami banyak orang yang jatuh, hancur berantakan saat kesuksesan atau ketenaran sudah berada dalam genggaman. Ini adalah sesuatu yang jarang terjadi pada saat kita tengah menapak naik tetapi menimpa orang disaat hidup berada di puncak. Mengapa demikian? Kebanyakan dari kita mudah terlena pada saat seperti itu sehingga tidak sadar akan banyaknya godaan yang siap membuat kita jatuh. Pada saat membangun kita awas, tapi saat sukses kita lengah. Sepanjang sejarah kita melihat kejatuhan tokoh-tokoh yang tidak sanggup menjaga kesuksesannya dengan baik. Ada yang makan waktu lama, tidak sedikit pula yang singkat. Bagi saya yang berkecimpung di dunia musik, jumlah korbannya pun lumayan, baik di pentas lokal maupun dunia. Ada yang masuk ke dalam jebakan korupsi, skandal, narkoba, ketamakan, perceraian dan sebagainya. Bahkan orang-orang percaya pun tidak luput dari kejatuhan akibat hal yang sama. Dalam seketika hidup mereka luluh lantak dan itu sama sekali tidak sebanding dengan tahun-tahun sulit perjuangan mereka untuk mencapai ketenaran.

Menjadi sukses adalah impian semua orang. Tuhan pun tidak ingin kita jadi orang biasa-biasa saja. Dalam rencanaNya, Dia ingin kita berhasil. Jadi orang-orang yang berada di kepala dan bukan di ekor, terus naik dan tidak turun. Orang-orang yang mampu menginspirasi banyak orang,  berdampak bagi lingkungan sekitarnya, kota, negara bahkan dunia. Tapi kita juga tidak boleh terlena dan tetap harus ingat bahwa mempertahankan itu jauh lebih sulit daripada memulai. Di saat kesuksesan ada dalam genggaman tangan kita, ada banyak pula jebakan di setiap sisi yang siap menjatuhkan kita. Oleh karena itu kita harus selalu mewaspadai setiap langkah dan selalu bersama Tuhan di dalamnya. Ingatlah sudah disebutkan bahwa iblis akan selalu berkeliling seperti singa mengaum-aum untuk mencari orang yang dapat ditelannya seperti yang tertulis dalam 1 Petrus 5:8. Kesuksesan bisa membuat kita lupa diri, sombong, merasa hebat dan disitulah kita membuka celah sehingga iblis bisa masuk menerkam, menghancurkan pertahanan kita, iman kita luluh lantak dan disanalah kita akan habis berakhir sia-sia.

Lewat Paulus peringatan diberikan bagi kita semua agar berhati-hati saat kesuksesan ada dalam genggaman. "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12). Percaya diri itu baik, tapi jangan lupa diri. Saat kita merasa nyaman, aman dan tanpa gangguan, jangan lengah dan tetaplah waspada agar kita tidak harus jatuh, melihat semua yang kita bangun selama ini mati-matian harus runtuh dalam sekejap mata.

Ada banyak tokoh di dalam Alkitab yang bisa kita jadikan pelajaran akan hal ini, orang-orang yang sebenarnya punya potensi besar untuk berhasil, sangat menjanjikan tetapi sayang mereka kemudian tersandung dan jatuh justru ketika berada di puncak. Kemarin kita sudah melihat tentang Korah yang tertulis di dalam Bilangan 16. Korah silau oleh kekuasaan dan kemudian menghasut 250 orang berpengaruh untuk memberontak terhadap Musa dan Harun (ay 2). Kita pun menyaksikan tragedi. Bukannya mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan, tetapi justru akhir yang tragis dan mengerikanlah yang menimpa Korah beserta pengikutnya. Alkitab mencatat kematian tragis yang menimpa mereka. "bumi membuka mulutnya dan menelan mereka dengan seisi rumahnya dan dengan semua orang yang ada pada Korah dan dengan segala harta milik mereka. Demikianlah mereka dengan semua orang yang ada pada mereka turun hidup-hidup ke dunia orang mati; dan bumi menutupi mereka, sehingga mereka binasa dari tengah-tengah jemaah itu." (ay 32-33). Sebuah ambisi yang tidak terkendali dan kesombongan ternyata bisa menghancurkan dan membinasakan kita.

Selain Korah, Alkitab mencatat kejatuhan beberapa raja Israel. Daud jatuh akibat dosa perzinaan, Salomo jatuh dalam dosa penyembahan berhala. Saul yang tadinya begitu cemerlang harus binasa akibat serangkaian dosa yang ia perbuat. Pelajaran keras juga bisa kita dapati lewat kisah menara Babel, dari jemaat Laodikia di dalam kitab Wahyu dan banyak lagi. Semua ini menunjukkan bahwa ketika situasi sedang amat baik, ketika semua sedang tenang dan lancar, justru disana ada banyak jebakan mengintai. Kesombongan, ambisi, popularitas itu bisa menjadi celah untuk menghancurkan kita. Apakah kesuksesan dalam jenjang karir, jabatan baik dalam pekerjaan atau dalam pelayanan di Gereja, kita harus tetap mengawasi setiap langkah. Bahkan ucapan kita pun berpotensi untuk membuat kita jatuh lewat kesombongan. Dan firman Tuhan sudah memberi tips sederhana akan hal ini. "Bila engkau menyombongkan diri tanpa atau dengan berpikir, tekapkanlah tangan pada mulut!" (Amsal 30:32). Dosa kesombongan bisa menjadi pintu masuk banyak dosa lainnya yang siap menjatuhkan kita. Hindari sikap sombong pada saat sukses. Tetaplah menjejakkan kaki di bumi, jangan terlena dan awasi semua langkah, ucapan dan perbuatan kita.

Ketika berada di puncak, perhatikan setiap langkah agar jangan jatuh

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, May 22, 2014

Slippery When Wet (2)

(sambungan)

Menyikapi hal ini, Musa mengajak bangsa Israel untuk melihat bukti siapa yang benar. "Sesudah itu berkatalah Musa: "Dari hal inilah kamu akan tahu, bahwa aku diutus TUHAN untuk melakukan segala perbuatan ini, dan hal itu bukanlah dari hatiku sendiri: jika orang-orang ini nanti mati seperti matinya setiap manusia, dan mereka mengalami yang dialami setiap manusia, maka aku tidak diutus TUHAN. Tetapi, jika TUHAN akan menjadikan sesuatu yang belum pernah terjadi, dan tanah mengangakan mulutnya dan menelan mereka beserta segala kepunyaan mereka, sehingga mereka hidup-hidup turun ke dunia orang mati, maka kamu akan tahu, bahwa orang-orang ini telah menista TUHAN." (ay 28-30). Dan yang terjadi selanjutnya adalah sesuatu yang diluar dugaan, mengerikan dengan konsekuensi sangat fatal. Murka Tuhan turun atas mereka. "Baru saja ia selesai mengucapkan segala perkataan itu, maka terbelahlah tanah yang di bawah mereka, dan bumi membuka mulutnya dan menelan mereka dengan seisi rumahnya dan dengan semua orang yang ada pada Korah dan dengan segala harta milik mereka. Demikianlah mereka dengan semua orang yang ada pada mereka turun hidup-hidup ke dunia orang mati; dan bumi menutupi mereka, sehingga mereka binasa dari tengah-tengah jemaah itu." (ay 31-33). Membayangkan bahwa tanah tiba-tiba terbelah dan menelan Korah beserta pengikutnya tentu mengerikan. Tragedi ini kemudian disinggung kembali dalam Bilangan 26. "tetapi bumi membuka mulutnya dan menelan mereka bersama-sama dengan Korah, ketika kumpulan itu mati, ketika kedua ratus lima puluh orang itu dimakan api, sehingga mereka menjadi peringatan." (Bilangan 26:10). Korah dan orang-orangnya akhirnya binasa, turun hidup-hidup ke dunia orang mati. Lihatlah betapa seriusnya hukuman Tuhan yang jatuh atas orang-orang sombong yang melupakan hakekat dirinya lalu berani memberontak melawan Tuhan. Ayat ini berkata dengan tegas agar hendaknya kita menjadikannya peringatan, jangan sampai kita mengulangi kesalahan yang sama dalam hidup kita.

Percaya diri dan tahu potensi diri itu baik. Menghargai diri sendiri itu juga baik. Mencapai sukses selama dilakukan lewat cara yang benar adalah sesuatu yang baik pula. Tapi kalau tidak hati-hati, disana ada banyak jebakan mengintip yang bisa membuat kita jatuh kepada berbagai dosa. Bukan saja itu akan membuat apa yang telah susah payah kita bangun menjadi hancur berantakan dalam sekejap mata, tetapi juga akan menggagalkan kita untuk menerima segala anugerah Tuhan termasuk keselamatan yang kekal.

Jalan yang 'basah' itu 'licin'.  Ketika kita sudah berhasil, bersyukurlah kepada Tuhan yang telah memberikan itu semua. Langkah selanjutnya, pertahankanlah kesuksesan itu dan waspadai setiap langkah. Jauhilah segala hal yang bisa menjatuhkan kita. Jangan ikuti contoh buruk dari Korah. Jangan pernah lupa bahwa di luar Tuhan kita bukanlah apa-apa (Yohanes 15:5). Jangan lupa diri sehingga merasa bahwa kitalah yang terhebat kemudian melupakan lalu berani merebut kemuliaan yang menjadi hak Tuhan. Ketika kita menjadi sukses, jagalah prestasi itu dengan baik, teruslah bersikap rendah hati, berkati orang lain lebih lagi dan teruslah muliakan Tuhan.  Tetap jaga garis batas yang ditetapkan Tuhan bagi kita, dan waspadalah terhadap dosa kesombongan. Ada banyak godaan yang siap membuat kita terpeleset. Karenanya jalani setiap langkah dengan perhatian serius agar apa yang telah kita bangun tidak musnah tetapi akan terus mengarah kepada keberhasilan demi keberhasilan lainnya agar kita bisa menjadi saluran berkat yang terus lebih besar lagi.

Ketika basah dan licin, berhati-hatilah dijalan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, May 21, 2014

Slippery When Wet (1)

Ayat bacaan: Bilangan 26:10
=================
"tetapi bumi membuka mulutnya dan menelan mereka bersama-sama dengan Korah, ketika kumpulan itu mati, ketika kedua ratus lima puluh orang itu dimakan api, sehingga mereka menjadi peringatan."

Salah satu album yang buat saya sangat berkesan saat masih duduk dibangku SMP adalah album Bon Jovi ketiga yang berjudul "Slippery When Wet". Ada banyak lagu dari album ini yang tidak saja menjadi 'signature songs' grup rock tenar ini tapi juga menjadi klasik karena masih terus diingat orang sampai hari ini. Istilah Slippery When Wet alias 'licin saat basah' juga banyak dipakai tanda peringatan di jalan agar berhati-hati saat hujan atau pada musim salju karena jalanan biasanya menjadi licin. Tanda peringatan ini juga kerap kita temui di pusat-pusat perbelanjaan, mal, hotel dan sebagainya ketika ada yang tengah mengepel lantai. Kalau tidak hati-hati maka kita bisa celaka. Dalam kehidupan kita, seringkali kita bisa terpeleset, lupa terhadap peringatan Tuhan lewat sikap-sikap kita dan jatuh dalam dosa. Dan ini biasanya terjadi bukan di saat kita sedang dalam keadaan sulit atau biasa-biasa saja, tapi justru ketika kita sedang 'basah' oleh kesuksesan. Tidak jarang kita melihat banyak tokoh yang mati-matian berjuang untuk sukses, tetapi kemudian hancur dalam sekejap mata akibat terpeleset ke dalam dosa. Tidak jarang pula, konsekuensi yang harus ditanggung bisa berdampak lama, sulit untuk dibangun kembali atau bahkan secara fatal menjadi akhir perjalanan hidup tanpa bisa diperbaiki lagi.

Firman Tuhan sudah mengingatkan agar kita berhati-hati saat kita berada di atas. "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12). Setelah berjuang menapak naik dengan segala usaha yang kerap membutuhkan waktu yang tidak singkat, ada banyak faktor di dalam sebuah keberhasilan yang bisa membuat kita lupa diri. Ini adalah sesuatu yang biasanya tidak terjadi ketika kita sedang merintis atau membangun. Faktanya, kebanyakan orang tergelincir jatuh bukan ketika mereka berjuang, tapi justru ketika kesuksesan telah berhasil diraih. Maka tidaklah heran jika ketika kita sudah sukses, perjuangan bukan menjadi lebih mudah tapi malah akan menjadi jauh lebih berat lagi. Minimal, kita harus jauh lebih waspada karena akan ada banyak godaan yang bisa membuat segala yang dibangun selama ini menjadi sia-sia.

Hari ini mari kita belajar dari tragedi yang dialami Korah. Pada mulanya Korah berdiri sebagai seorang pemimpin yang cukup berpengaruh di masa ketika Israel keluar dari Mesir. Seperti halnya orang Lewi lainnya, Korah dipercaya untuk melakukan pekerjaan pada Kemah Suci Tuhan, bertugas melayani umat Tuhan. Dengan status seperti itu tentu Korah mendapat kepercayaan yang lebih tinggi di banding orang Israel lain. Sebagai pemimpin dan melayani, itu jelas merupakan sebuah kehormatan yang seharusnya disyukuri dan dipertanggungjawabkan dengan sungguh-sungguh. Tetapi nyatanya tidaklah demikian. Korah terperosok dalam dosa pemberontakan. Ia menjadi haus kekuasaan, lupa diri dan berubah menjadi sombong. Ia menghargai dirinya sendiri secara berlebihan dan kemudian gagal untuk mengenal batasan yang telah ditetapkan Tuhan baginya. Ia tidak lagi ingat tentang apa yang menjadi garis tugasnya. Korah merencanakan makar, "mengajak orang-orang untuk memberontak melawan Musa, beserta dua ratus lima puluh orang Israel, pemimpin-pemimpin umat itu, yaitu orang-orang yang dipilih oleh rapat, semuanya orang-orang yang kenamaan." (Bilangan 16:1-2). Lihatlah pengaruh yang dimiliki Korah ternyata begitu besar sehingga sanggup mempengaruhi tidak kurang dari 250 orang yang semuanya dikatakan kenamaan alias berpengaruh. Seandainya kelebihan itu ia pakai untuk sesuatu yang positif, tentu itu akan jauh meringankan beban Musa mengepalai sebegitu banyak orang untuk keluar dari perbudakan dan masuk ke tanah yang dijanjikan Tuhan, dan tentu saja itu akan sangat bermanfaat bagi bangsanya sendiri.

Musa kemudian memberi teguran keras. "Belum cukupkah bagimu, bahwa kamu dipisahkan oleh Allah Israel dari umat Israel dan diperbolehkan mendekat kepada-Nya, supaya kamu melakukan pekerjaan pada Kemah Suci TUHAN dan bertugas bagi umat itu untuk melayani mereka, dan bahwa engkau diperbolehkan mendekat bersama-sama dengan semua saudaramu bani Lewi? Dan sekarang mau pula kamu menuntut pangkat imam lagi?" (ay 9-10). "Belum puaskah kamu, Korah, bahwa kamu sudah dipilih secara khusus oleh Allah langsung untuk melayani umat? Kamu bahkan bisa mendekat kepadaNya, menjadi perantara antara Allah dan umat! Kurang apa lagi?" Kira-kira seperti itu bunyi teguran Musa kepada Korah. Tapi kesombongan Korah dan pengikut-pengikutnya membuat mereka lupa bahwa sesungguhnya yang mereka lawan bukanlah Musa dan Harun saja melainkan Tuhan dan berani menentang segala yang sudah ditetapkan Tuhan.

(bersambung)

Tuesday, May 20, 2014

Sombong Lewat Omongan

Ayat bacaan: Amsal 30:32
======================
"Bila engkau menyombongkan diri tanpa atau dengan berpikir, tekapkanlah tangan pada mulut!"

Ada banyak bentuk kesombongan yang bisa dengan mudah kita lihat dari sikap seseorang. Ada yang mempertontonkan hidup glamor penuh kemewahan, ada yang gesture atau gerak tubuhnya angkuh, tapi yang paling sering kita lihat adalah lewat perkataan. Ada seorang ibu yang saya kenal terus menerus bercerita tentang masa-masanya ketika berada di luar negeri setiap kali bertemu yang diisi dengan kemampuannya membeli barang-barang bermerek, emas dan sebagainya. Ada juga yang menyombongkan diri lewat jabatan, posisi atau profesinya. Belum lama saya bertemu dengan seorang pria muda yang baru kenal. Entah untuk apa, dalam pembicaraannya ia seolah perlu menyatakan kekayaannya. "Ah, kalau cuma iPhone terbaru, lima biji juga bisa sekarang juga saya beli." Atau ketika ia bercerita tentang mobil-mobl yang ia beli. Saya tidak melihat urgensi menceritakan itu semua terlebih kepada orang yang baru dikenal. Untuk apa? Sama sekali tidak perlu dan tidak ada gunanya. Ada yang bereaksi berlebihan saat kesal terhadap seseorang, tapi lucunya bukan di depan orangnya langsung melainkan di belakang mereka agar didengar hebat oleh teman-temannya. Yang justru sering terjadi, orang-orang bermulut besar justru sebenarnya menutupi kekurangan mereka dalam banyak hal. Sok jago dibelakang tapi ciut kalau berhadapan langsung, dahulu pernah jaya tapi sekarang sedang tidak, dan sebagainya. Semakin tinggi tingkat keberhasilan kita, semakin rawan pula kita akan masuknya dosa kesombongan. Masalahnya, terkadang sulit bagi manusia untuk tidak merasa bangga ketika mereka mencapai sesuatu yang membanggakan. Dalam batas tertentu kita boleh bangga, tetapi jangan sampai itu hadir secara berlebihan sehingga menimbulkan sikap sombong. Kita harus benar-benar waspada karena seringkali kesombongan bisa mencelat keluar secara spontan tanpa direncanakan.

Ayat hari ini memberikan sebuah tips yang menarik karena sangat mudah untuk dilakukan, tapi bisa menghindari jatuhnya kita ke dalam dosa kesombongan. Bunyinya: "Bila engkau menyombongkan diri tanpa atau dengan berpikir, tekapkanlah tangan pada mulut!" ((Amsal 30:32). Menyombongkan diri bukan saja tidak baik untuk dilakukan, tapi terlebih lagi itu bukanlah perbuatan yang berkenan di hadapan Tuhan, sebab kesombongan sebenarnya merupakan cerminan mencuri apa yang menjadi hak Tuhan demi kebanggaan diri sendiri. Masalahnya seperti yang saa katakan diatas, kesombongan bisa muncul tanpa sadar, keluar spontan begitu saja mengalir dari mulut kita. Itu harus kita waspadai agar tidak terjadi. Sebab alangkah sayangnya apabila kesombongan muncul tanpa kita inginkan dan menjatuhkan kita. Ayat bacaan kita hari ini sudah menyatakan hal itu secara jelas, bahwa jika kesombongan mulai hadir baik dengan sengaja maupun tidak, segera hentikan sebelum mendatangkan banyak masalah.

Kesombongan ini merupakan salah satu produk yang keluar dari dalam, yaitu dari hati yang tidak dijaga dengan baik seperti yang bisa kita baca dalam ayat berikut ini: "sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Markus 7:21-23). Kita harus sadar bahwa ada hubungan antara apa yang keluar dari mulut dengan kondisi hati kita, "karena yang diucapkan mulut meluap dari hati." (Matius 12:34b). Yesus juga mengingatkan bahwa "Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman." (ay 36). Oleh karenanya kita harus berhati-hati dengan apa yang kita ucapkan. Ingatlah bahwa berkat dan kutuk itu keluar dari mulut yang sama. (Yakobus 3:10), karenanya kita perlu untuk menjaga mulut kita. Lalu ingat pula ayat ini: "Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum."(Matius 12:37).

Apabila memang kita harus mengungkapkan keberhasilan atau pencapaian yang berhasil kita capai, ungkapkanlah secukupnya saja dengan kerendahan hati disertai dengan ucapan syukur. Perhatikan baik-baik apa yang keluar dari mulut kita. Pikirkan terlebih dahulu dan seandainya ada kesombongan yang akan keluar, redamlah segera sebelum keluar dari mulut. Dengan kata lain, begitu kesombongan mulai terasa akan terucap, tekapkan langsung tangan pada mulut. Kita juga harus terus menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan, karena dari hati lah terpancar kehidupan. (Amsal 4:23). Hanya dengan menjaga hati dengan baik kita bisa menghindari pembusukan yang terjadi di dalam diri kita, dimana salah satu produknya adalah kesombongan. Tuhan tidak senang pada orang sombong. "Karena Allah merendahkan orang yang angkuh tetapi menyelamatkan orang yang menundukkan kepala!"(Ayub 22:29). Pada suatu saat nanti akan datang hukuman Tuhan atas orang-orang yang congkak dan angkuh. "Sebab TUHAN semesta alam menetapkan suatu hari untuk menghukum semua yang congkak dan angkuh, serta menghukum semua yang meninggikan diri, supaya direndahkan." (Yesaya 2:12). Mengingat kesombongan ini bisa timbul tanpa direncanakan dan akan selalu mencari celah untuk masuk disela-sela keberhasilan kita, tips dari Agur bin Yake di atas bisa menjadi solusi cepat dan mudah. "Bila engkau menyombongkan diri tanpa atau dengan berpikir, tekapkanlah tangan pada mulut!"

Segera tutup mulut begitu gelagat kesombongan mulai timbul

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, May 19, 2014

Sombong Awal Kejatuhan

Ayat bacaan: Amsal 16:18
=======================
 "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan."

Sekitar tahun lalu ada seorang pria yang tadinya menjadi korban penipuan, tetapi karena gayanya lucu ketika diliput program-program infotainment televisi swasta mendadak sontak ia langsung terkenal. Tawaran main sinetron datang, bahkan sepenggal ucapannya dipakai orang menjadi lagu atau diparodikan di berbagai acara. Sayangnya, orang ini ternyata tidak siap untuk sukses. Perilaku yang ia tunjukkan langsung berubah menjadi sombong, angkuh, pongah disertai dengan mulut besar sehingga dalam sekejap mata ia pun lenyap dari pemberitaan. Tidak semua orang bisa menemukan jalan pintas seperti itu untuk tenar, tapi pria ini membuang kesempatan itu begitu saja lewat sikap sombong. Maka tepatlah sebuah ayat dalam Amsal yang sebenarnya sudah mengingatkan kita untuk menjaga sikap jauh dari sikap sombong: "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (Amsal 16:18). Pride goes before destruction, and a haughty spirit before a fall. Baru beberapa hari lalu saya bertemu dengan seorang penyanyi wanita yang semua orang tahu karirnya berawal dari youtube. Ia mengunggah video dirinya bernyanyi dan ternyata banyak yang suka. Ia pun terkenal. Setahun terakhir ini ia menunjukkan sikap yang berubah drastis dibandingkan ia yang saya kenal beberapa tahun lalu. Bodyguard berbadan besar mengelilinginya, dan omongannya menjadi sombong. "Siapa yang dari youtube? Saya sudah terkenal sebelum itu." ujarnya. Mengingat gadis muda ini punya talenta luar biasa di bidang tarik suara, saya berdoa agar ia cepat sadar dan berhenti menyombongkan diri agar ia tidak harus mengalami firman dalam Amsal 16:18 tadi.

Adakah sesuatu yang pantas kita jadikan dasar untuk bersikap sombong? Apakah kita punya alasan untuk menyombongkan diri dengan apa yang kita miliki hari ini? Semua orang berharap dilimpahi berkat, tetapi ironisnya ada begitu banyak orang yang berubah menjadi sombong ketika mereka diberkati. Saat keberhasilan, kesuksesan, ketenaran atau popularitas hadir, saat itu pula orang langsung terjebak pada dosa kesombongan. Kalau kita sadar bahwa semua itu, baik talenta, kesempatan dan kesuksesan berasal dari Tuhan, tentu wajar apabila Tuhan sungguh menentang sikap seperti ini. Untuk contohnya kita bisa melihat sikap buruk dari jemaat Korintus.

Jemaat Korintus tampaknya merupakan gambaran jemaat yang sombong. Ada banyak ayat yang mengindikasikan hal ini seperti yang beberapa kali tecatat misalnya dalam 1 Korintus 4:6-21, 5:2, 8:1 dan 13:4. Paulus memberikan teguran atas kesombongan mereka. Lihatlah salah satunya: "Saudara-saudara, kata-kata ini aku kenakan pada diriku sendiri dan pada Apolos, karena kamu, supaya dari teladan kami kamu belajar apakah artinya ungkapan: "Jangan melampaui yang ada tertulis", supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain". (1 Korintus 4:6). Jemaat di Korintus lupa akan jati diri mereka dan tenggelam dalam kesombongan, sehingga merasa tidak lagi memerlukan apa-apa, termasuk tidak lagi membutuhkan hamba Tuhan dalam hidup mereka. "Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?" (ay 7) Dalam versi BIS-nya kalimat Paulus bisa dibaca lebih mudah: "Siapakah yang menjadikan Saudara lebih dari orang lain? Bukankah segala sesuatu Saudara terima dari Allah? Jadi, mengapa mau menyombongkan diri, seolah-olah apa yang ada pada Saudara itu bukan sesuatu yang diberi?" Perilaku mereka seolah-olah mereka tidak lagi memerlukan apa-apa. "As if you are already filled and think you have enough (you are full and content, feeling no need of anything more)!" Itu yang tertulis dalam versi bahasa Inggris untuk ayat 8. Mereka lupa diri dan tidak sadar bahwa semua yang mereka miliki sesungguhnya berasal dari Tuhan sehingga tidak pada tempatnya menyombongkan diri. Berulang kali pula Paulus pun mengingatkan dengan tegas bahwa keselamatan itu adalah pemberian Tuhan, (1:18, 15:10). Tuhan yang memilih (1:27-28), mengaruniakan RohNya sendiri untuk menyingkapkan rahasia-rahasia Ilahi (2:10-12), juga memberikan berbagai anugerah atas kasih karuniaNya (1:4-5). Semua berasal dari Tuhan sehingga tidak seorangpun punya hak untuk menyombongkan diri.

Semua yang kita miliki saat ini, apakah menurut kita biasa atau istimewa, besar atau kecil dalam pandangan manusia, itu semua adalah anugerah luar biasa yang berasal dari Tuhan. Dan Paulus berkata "Ada tertulis: "Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan." (1:31). Sesungguhnya sebuah kasih karunia dikatakan kasih karunia karena bukan berasal dari perbuatan kita melainkan dari Sang Pemberi yaitu Tuhan sendiri. Dan itupun sudah disebutkan di dalam Alkitab. "Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia." (Roma 11:6). Kesombongan merupakan bentuk penyangkalan dari hal itu, karena artinya mereka berpikiran seolah-olah semua itu adalah hasil pekerjaan mereka atau beranggapan bahwa mereka sudah sangat hebat melebihi orang lain atau bahkan Tuhan sehingga lupa diri. Menyadari bahwa kasih karunia merupakan pemberian Tuhan, milik Tuhan yang diberikan kepada kita akan membuat kita tetap sadar bahwa tidak ada satupun yang pantas kita sombongkan.

Marilah kita menyadari betul anugerah kasih karunia yang telah Tuhan berikan kepada kita. Semua yang ada pada kita hari ini sesungguhnya berasal dari Tuhan. (Ulangan 8:14-18). Ingatlah bahwa semua itu dari Tuhan, oleh Tuhan dan untuk Tuhan. (Roma 11:36). Tidak ada tempat bagi orang sombong di hadapan Tuhan, dan ini bisa kita lihat dalam banyak ayat. Kesombongan merupakan awal dari kehancuran seperti yang Amsal 16:18 di atas, kesombongan merupakan sikap yang ditentang Tuhan (Yakobus 4:6), dan merupakan kekejian bagi Allah sehingga tidak akan luput dari hukuman (Amsal 16:5). Kita harus mensyukuri semua yang telah diberikan Tuhan, dan itu bisa kita tunjukkan lewat sebentuk kerendahan hati bukan lewat sikap sombong atau tinggi hati.

Kesombongan berarti mengingkari kasih karunia 

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, May 18, 2014

Satu Keluarga, Satu Suara (2)

(sambungan)

Kesepakatan atau kebersatuan dalam kerukunan dalam keluarga akan menghasilkan sebuah keluarga dengan ikatan kuat dan harmonis. Hari-hari ini yang sering kita lihat justru sebaliknya. Kalau suami ke kiri, maka istri ke kanan. Ketika satu dapat masalah, yang lainnya menyalahkan. Ada suami-suami yang menganggap istrinya tidak penting dalam mengambil keputusan, ada istri yang tidak ada atau tidak peduli saat suaminya harus memutuskan sesuatu. Kalau keputusan salah, tinggal salahkan saja suaminya, beres. Anak-anak yang tidak didengar atau dianggap sama sekali karena terus dicap tidak tahu apa-apa, atau malah dalam keluarga saling tidak bicara kalau tidak perlu karena kalau bicara sedikit pasti ribut. Ini terjadi pada banyak keluarga saat ini.

Yang juga sering jadi akar masalah, kesibukan yang menyita waktu membuat hubungan antar keluarga menjadi dingin. Apalagi mesbah keluarga, berantakan dan terabaikan. Semua berjalan sendiri-sendiri, dan ini bisa membahayakan keharmonisan keluarga. Yesus berkata: "Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Matius 18:19-20). Bukankah sudah dinyatakan bahwa ada kuasa yang bisa ditimbulkan dari kesepakatan dan kebersamaan? Begitu kuat, sehingga kalau dua atau tiga orang saja berkumpul, Yesus hadir, dan kesepakatan untuk meminta dalam nama Yesus akan membuat permintaan dikabulkan. Itu janji Tuhan. Bagaimana itu bisa hadir apabila tidak ada kesatuan lagi dalam keluarga? Semua itu pun akan luput dari kita.

Kesepakatan bisa diibaratkan sebagai sebuah kerjasama dalam kesatuan yang harmonis, saling dukung, saling bantu, satu suara. Dari kisah Nuh, kita melihat bahwa kerjasama harmonis bukan saja terjadi antara suami-istri dan anak, namun ada campur tangan Tuhan pula di dalamnya. Ketika Nuh disuruh membangun bahtera, perhatikan Tuhan memberitahukan secara rinci mengenai bagaimana membangun bahtera tersebut. Ini menunjukkan dengan jelas bahwa untuk memperoleh keselamatan, sebuah kerjasama tim juga harus melibatkan Tuhan. Dalam pengambilan keputusan, atau doa-doa permohonan, adakah Tuhan tetap berbicara pada kita? Tentu saja. Ada Roh Kudus yang selalu mengingatkan dan membimbing kita. Tuhan berbicara baik lewat hati nurani, lewat orang lain, atau penglihatan dan sebagainya. Namun seringkali kita mengabaikan semuanya dalam mengambil keputusan, dan cenderung lebih memikirkan kepentingan diri kita sendiri. Kita tidak menganggap penting untuk melibatkan anggota keluarga lainnya dalam mengambil keputusan. Ini jelas bukan bentuk kerjasama tim yang baik. Kerjasama tim yang baik seharusnya melibatkan Tuhan, dimana kita sekeluarga mengikuti apa yang menjadi rencana Tuhan dalam hidup kita. Roh-roh perpecahan akan terus berusaha memutus ikatan itu, namun sebuah kesepakatan dan kerja sama tim yang kuat dalam Tuhan akan membuat kita tidak gampang diporak-porandakan iblis. Ingatlah ada Yesus ditengah-tengah kita ketika kita bersepakat bersama-sama dalam keluarga. Bukankah akan sayang sekali jika kita tidak menyadari anugerah seistimewa itu?

Ikatan suami istri adalah ikatan kuat yang dimateraikan langsung oleh Tuhan sendiri. Yesus mengatakan "Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu." (Matius 19:5-6a). Suami istri bukan lagi dua, melainkan satu. Satu bukan saja dalam pengertian jasmani, namun dalam segala hal, termasuk dalam memutuskan sesuatu dan bersepakat dalam berbagai hal. Sudah seharusnya para suami melibatkan istri untuk mengambil bagian dalam keputusan-keputusan rumah tangga. Untuk yang sudah punya anak terutama yang sudah beranjak dewasa, mereka pun perlu diajak untuk bersepakat bersama-sama. Bangunlah mesbah keluarga yang kokoh sejak dini. Tanamkan keteladanan kepada anak-anak anda, saling mengasihilah, dan bersepakatlah dalam segala hal. Saat itu anda lakukan, Yesus sendiri akan berada ditengah-tengah anda.

Kesepakatan antar anggota keluarga dengan melibatkan Tuhan adalah jalan yang terbaik

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, May 17, 2014

Satu Keluarga, Satu Suara (1)

Ayat bacaan: Kejadian 6:22
======================
"Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya."

Anda tentu masih ingat dengan sinetron Keluarga Cemara yang disiarkan beberapa tahun lalu. Ditengah sinetron-sinetron berisi pesan-pesan negatif seperti perselingkuhan, anak-anak tidak sopan atau ibu kejam yang mengajarkan banyak kekerasan, sikap tidak sopan dan gaya hidup hedon, sinetron yang satu ini tampil bersahaja dalam kesederhanaan. Banyak nilai-nilai baik yang dibawa serial ini terutama dari komunikasi antar anggota keluarga yang sopan dan akrab satu sama lain. Ketika banyak sinetron mengedepankan hidup glamor, kemewahan hidup dan kesenjangan sosial, keluarga Cemara menampilkan sesuatu yang berbeda, akar budaya asli Indonesia yang sekarang justru hilang ditelan gemerlap kehidupan yang katanya gaya modern. Orang tua yang selalu perhatian kepada anak-anaknya, sabar dan penuh tanggung jawab, anak-anak yang patuh dan bagaimana cara menyelesaikan masalah-masalah dengan kehangatan keluarga menjadi bentuk keluarga rukun harusnya bisa menginspirasi banyak keluarga. Tapi pada kenyataannya itu jauh panggang dari api. Apa yang banyak terjadi saat ini adalah keluarga amburadul, acak-acakan, retak disana-sini dan keropos. Apakah sinetron-sinetron tidak mendidik yang menunjukkan bentuk keluarga kacau penuh dengan perilaku tidak beradab yang memicu? Apakah anak-anak yang belum bisa membedakan antara sebuah tontonan dengan kehidupan nyata kemudian menjadi korban dan menghancurkan generasi-generasi muda? Entahlah. Tapi yang pasti, pada hari ini ada banyak keluarga yang diambang kehancuran. Anak-anak yang tidak punya etika, orang tua yang tidak lagi peduli anak dan mengira bahwa uang mampu menjadi penjamin kebahagiaan, pasangan-pasangan yang diujung perceraian, suasana rumah panas yang membuat anggota-anggotanya malas pulang, perselingkuhan dan gaya-gaya hidup hedon tanpa memperhatikan kemampuan finansial karena terjebak pergaulan yang buruk menjadi sesuatu yang biasa saat ini. Masing-masing sibuk dengan dunianya sendiri, dengan gadgetnya sendiri. Komunikasi hanya kalau perlu saja, selebihnya urus saja masing-masing. Inilah tragedi kehidupan banyak keluarga saat ini, yang amatlah jauh dari gambaran keluarga yang ada dalam rencana Tuhan ketika menciptakan pria dan wanita.

Ada begitu banyak keluarga yang isinya sudah tidak lagi searah, apalagi satu suara dalam memutuskan sesuatu. Katanya musyawarah mufakat merupakan ciri bangsa ini, tetapi dalam bentuk komunitas terkecil yaitu keluarga saja sudah susahnya minta ampun untuk diterapkan. Mencari kesepakatan dalam memutuskan sesuatu terutama yang penting merupakan hal yang mutlak dalam membina rumah tangga. Memang ada kalanya itu sulit dilakukan, tapi biar bagaimanapun komunikasi dengan dasar kasih jelas diperlukan dalam setiap keluarga agar bisa satu suara atau kompak dalam mengambil solusi dalam setiap permasalahan. Ada banyak bentuk masalah yang muncul dalam sebuah keluarga, mulai dari hal biasa sampai sesuatu yang serius. Tentu sulit untuk sepakat apabila komunikasi dalam keluarga tersendat, tidak berjalan baik atau bahkan terputus bukan?

Adalah wajar apabila semua orang punya pandangan yang akan mengarah kepada penyelesaian yang berbeda pula dalam mengatasi masalah baik besar maupun kecil. Akan tetapi Alkitab menekankan pentingnya sebuah kesatuan dalam sebuah keluarga. Yang penting adalah bagaimana kita mencari sebuah titik temu, agar semua keputusan yang diambil adalah yang terbaik bagi seluruh anggota keluarga, didasarkan pada kesepakatan bersama dan tentunya harus sesuai dengan firman Tuhan. Satu keluarga, satu suara, dan tidak keluar dari koridor ketetapan Tuhan. Dengan menekankan hal itu dalam keluarga saya, saya membuktikan sendiri betapa suasana dalam rumah tangga terasa damai dan bahagia. Masalah tetap ada dan akan selalu ada, tetapi dalam menghadapinya kami seiring dan sejalan. Frekuensi perselisihan bisa berkurang secara drastis. Saling menyalahkan akan sangat minimal kalaupun harus ada. Biarlah semua berjalan seijin Tuhan. Berdoa ntuk mencari jalan yang terbaik sesuai dengan apa yang dikehendaki Tuhan secara bersama-sama lalu memutuskan bersama-sama pula, sepakat antar seisi keluarga dan Tuhan. Karena itulah walaupun terkadang keputusan secara pribadi berbeda, namun titik temu pasti selalu ada, dan itulah yang kami pilih untuk dijadikan dasar dalam mengambil keputusan.

Akan halnya kesatuan keluarga, kita bisa meneladani keluarga Nuh. Pada masa itu moral manusia sangat buruk, bahkan dikatakan benar-benar telah rusak di hadapan Allah (Kejadian 6:11). Isi dunia dikatakan hanyalah kejahatan. "Allah menilik bumi itu dan sungguhlah rusak benar, sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi." (ay 12). Karena itulah Tuhan memutuskan untuk mengakhiri hidup segala mahluk di bumi, tapi tidak bagi Nuh dan keluarga, yang dikatakan sebagai orang benar, tidak bercela, dan hidup bergaul dengan Allah. (ay 1). Tuhan menyuruh Nuh yang sudah sangat tua untuk membangun bahtera yang ukurannya super besar. Itu adalah hal yang sangat tidak masuk akal karena pada waktu itu belum ada catatan bahwa hujan pernah turun. Belum ada hujan, belum pernah banjir, untuk apa membuat bahtera raksasa? Mungkin, seperti apa bentuk bahtera pun belum terbayang waktu itu. Tapi Tuhan menyuruh Nuh membuat bahtera raksasa. Apa yang dilakukan Nuh mengikuti perintah Tuhan tentu lucu, aneh atau bahkan dianggap gila bagi orang lain pada masa itu, terlebih jika mengingat bahwa manusia pada saat itu bukanlah manusia-manusia yang baik sifatnya. Nuh dan keluarga tentu diejek habis-habisan ketika membangun bahtera itu. Meski demikian, Alkitab mencatat ketaatan Nuh yang terus mengerjakan hingga selesai. "Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya." (ay 22). Menghadapi olok-olok dan menjadi bahan tertawaan selama membangun kapal dalam jangka waktu panjang tentu tidak gampang.

Apa yang membuat Nuh tegar untuk menyelesaikan itu semua? Selain Nuh percaya penuh pada Tuhan, tidak disangsikan bahwa ia pun didukung seluruh keluarganya. Mereka bersepakat mengikuti perintah Tuhan, menjalani tepat seperti apa yang diinginkan Tuhan untuk dilakukan. Mereka bersatu, mereka mendengar, mereka melakukan, bersama-sama. Tanpa itu semua, niscaya Nuh akan mudah patah semangat menghadapi tekanan. Tidak ada satupun ayat yang menyatakan mereka berbantah-bantah, berbeda pendapat atau suara. Mereka semua patuh dan taat baik dalam mengerjakan maupun mengumpulkan hewan-hewan untuk masuk bersama ke dalam bahtera setelah selesai dibangun. Mereka satu suara, seiring dan sejalan. Bukan tidak mungkin pekerjaan Nuh dalam membangun kapal yang luar biasa besar itu pun tidak sendirian, melainkan dibantu oleh seluruh anggota keluarganya. Dan ketika air bah turun, keluarga Nuh pun selamat dan mendapat curahan berkat dari Tuhan. (9:1).

(bersambung)

Friday, May 16, 2014

Beda Generasi Beda Gaya

Ayat bacaan: Mazmur 127:4
======================
"Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda."

Beda generasi, beda gaya. Beda cara pandang, beda pemikiran, beda selera dan beda-beda lainnya. Itu sudah menjadi hal yang lumrah seiring perkembangan atau perubahan jaman. Perbedaan ini tidak saja bisa menyebabkan munculnya masalah antara generasi berbeda tapi juga bisa memicu timbulnya konflik dalam keluarga, terutama antara orang tua dan anak. Orang tua tidak bisa menerima gaya hidup generasi yang lebih muda, mereka tetap berpegang kuat kepada tradisi mereka, sementara anak-anak merasa orang tua mereka terlalu kolot/kuno dan tidak mau mengerti mereka. Orang tua dianggap tidak bisa mengerti, sementara anak dianggap tidak mau menurut. Selalu ada perbedaan dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan yang sering terjadi adalah generasi yang lebih muda akan menentang generasi sebelumnya. Jika dalam hal-hal kecil tentu masalah yang timbul dari perbedaan generasi ini tidak akan terlalu besar. Tetapi kalau terus menerus terjadi dan tidak dipikirkan, maka perbedaan ini bisa menyebabkan munculnya masalah yang serius yang melukai hubungan orang tua dan anak. Apalagi kalau menyangkut hal-hal mendasar atau prinsipil bagi salah satu/kedua belah pihak. Orang tua bersikap otoriter, anak bersikap seenaknya. Kapan bisa ada titik temunya kalau terus menerus seperti ini? Di satu sisi masalah seperti ini bisa timbul dari kekeliruan cara pandang orang tua terhadap anak. Karena mereka yang melahirkan, mereka menganggap mereka punya hak mutlak untuk mengatur anak sesuka hati mereka. Tidak jarang anak-anak dipaksa untuk memilih pendidikan bukan karena melihat minat dan bakat mereka tetapi semata-mata karena ikut orang tua atau malah karena dahulu orang tuanya gagal mencapainya. Ini ditimpakan kepada anak yang belum tentu tertarik atas pilihan orang tuanya. Di sisi lain, ada pula anak-anak yang sama sekali tidak mau mendengar masukan orang tuanya. Mereka lebih suka mendengar teman ketimbang nasihat orang tua. Kalau sudah begini, sulit bagi kita untuk mencari titik temu sehingga kedua kubu berhenti saling melukai satu sama lain.

Di dalam nyanyian ziarah Salomo yang dicatat di Mazmur berisi ayat yang menengahi hal ini. Bunyinya: "Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah." (Mazmur 127:3). Dalam versi Inggrisnya anak-anak lelaki ini dikatakan sebagai "children", jadi ayat ini berlaku baik bagi anak laki-laki maupun perempuan. Firman Tuhan mengingatkan bahwa anak bukanlah semata-mata hasil dari hubungan antara suami dengan istri, tetapi sesungguhnya merupakan pemberian Allah. Anak adalah anugerah luar biasa yang dititipkan kepada para orang tua. Dititipkan pada orang tua, pemiliknya tetaplah Allah sendiri. Bagaimana anak ini nantinya terbentuk merupakan hasil dari pertanggungjawaban dari orang yang dititipkan (orang tua) kepada sang Pemilik (Tuhan).

Jika kita melanjutkan pada ayat selanjutnya, kita akan menemukan kalimat berikut: "Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda." (ay 4). Pada ayat ini anak-anak diibaratkan sebagai anak-anak panah dan orang tua diibaratkan sebagai pahlawan, yang siap menembakkan anak-anak panah ini ke tempat yang tepat. Tidak ada pahlawan yang selalu ingin panahnya melenceng dari target. Apa yang membuat anak panah bisa meluncur tepat sasaran? Jelas, dibutuhkan keahlian dari sang pemanah. Secara teknis, busur yang tidak elastis dan kuat tidak akan bisa mengarahkan anak panah dengan baik. Di sisi lain, anak panah yang berat dan berekor kaku juga akan melenceng dari arah yang benar, meski busurnya baik. Dengan kata lain, untuk mencapai sasaran yang benar, keduanya harus baik.

Ayat ini menerangkan dengan jelas hubungan atau sinergi antara pemanah yang memegang busur dan mengarahkan dengan anak panah yang ditembakkan. Busur yang elastis mewakili sikap para orang tua yang, alangkah sangat bijak, jangan terlalu kaku dan mau mendengar/menimbang keluh kesah dan pendapat anaknya. Benar, orang tua pasti jauh lebih berpengalaman, lebih banyak makan asam garam, tetapi tidak ada salahnya pula untuk mengerti generasi berbeda dan mau lebih beradaptasi pada perkembangan jaman dan lebih mengenal cara hidup pada generasi dimana anak-anak mereka bertumbuh. Jalannya hubungan jangan sampai hanya satu arah. Anak tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan-keputusan yang menyangkut masa depan mereka. Terlalu kaku, mengatur, memerintah dan melarang secara otoriter sehingga lupa menyiapkan busur yang kuat sebagai tumpuan dan sumber yang mengatur kemana anak-anak panah ini nantinya melesat. Di sisi lain, anak-anak pun seringkali terlalu cepat menentang orang tuanya. Anak-anak yang tidak mendengar dan hanya mau berbuat sesuka hatinya seolah anak-anak panah yang berat, kaku sehingga sulit diarahkan ke target yang benar. Salah satu saja tidak berfungsi baik akan membelokkan arah ke tempat yang salah, apalagi jika dua-duanya tidak berfungsi.

Ada ayat lainnya yang berkata: "Seorang raja tidak akan selamat oleh besarnya kuasa; seorang pahlawan tidak akan tertolong oleh besarnya kekuatan." (Mazmur 33:16). Seorang raja tidak akan selamat jika hanya bergantung pada besarnya kuasa mereka sendiri. Kalau dari sisi pahlawan, seorang pahlawan tidaklah tergantung dari besarnya kekuatan mereka sendiri. Orang tua tidak akan bisa menjadi pahlawan jika mereka mengandalkan kekuasaan dan kekuatan mereka semata dalam menentukan kelanjutan masa depan anak-anaknya. Di sisi lain, anak pun hendaknya jangan menjadi pribadi pembangkang. Terlalu cepat menentang tanpa pikir panjang juga salah. Karena ada kalanya anak harus belajar dari pengalaman dan kebijaksanaan orang tua mereka. Kalau ini masih belum juga membuat keduanya menemukan titik temu, ingatlah bahwa apa yang bisa membuat segalanya baik hanyalah jika kedua pihak, baik orang tua maupun anak mendasarkan segala sesuatunya kepada Tuhan. "Sesungguhnya, mata TUHAN tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada mereka yang berharap akan kasih setia-Nya, untuk melepaskan jiwa mereka dari pada maut dan memelihara hidup mereka pada masa kelaparan." (ay 18-19). Jika kita melihat dari pribadi Kristus sendiri, lihatlah bagaimana bentuk doa Kristus. "datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga." (Matius 6:10). Lalu, ".....tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (26:39). Bukan kehendak kita, bukan kehendak orang tua, bukan kehendak anak, tapi yang terbaik adalah seperti yang Tuhan kehendaki. Bertanya kepada Tuhan dan menuruti apa yang menjadi kehendakNya tidak akan bisa kita lakukan apabila kita tidak membangun hubungan yang intim denganNya.

Belajar dari hal ini, yang terbaik untuk dilakukan adalah orang tua dan anak duduk bersama-sama, saling terbuka dan mendengar pendapat masing-masing. Beri kesempatan masing-masing untuk mengutarakan pandangannya. Dan yang lebih penting lagi, berdoalah bersama. Biarlah Tuhan yang berbicara dan memberitahukan apa yang terbaik. Tidak saja pada saat ada yang harus disikapi bersama tetapi juga teruslah membangun hubungan dengan Tuhan secara bersama-sama agar bisa terhindar dari konflik-konflik baik besar atau kecil yang sebenarnya tidak perlu terjadi.

Bersikap otoriter tidak akan pernah mendatangkan kebaikan. Di sisi lain, anak-anak hendaklah menghormati orang tuanya. "Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu." (Ulangan 5:16). Jangan terburu-buru membangkang. Dengarkanlah terlebih dahulu, pertimbangkan, pikir dengan baik, jangan sia-siakan suara mereka. "Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu" (Amsal 1:8). Generasi boleh berbeda, sifat dan gaya boleh berbeda, tapi dalam Tuhan kita semua satu dan tetap sama. Orang tua, jadilah busur yang kuat dan elastis agar anak-anak panah anda bisa mencapai sasaran yang tepat. Fleksibellah kepada anak-anak anda, dengarkan kebutuhan, keinginan, cita-cita dan impian mereka. Anak-anak, jadilah anak-anak panah yang stabil, jangan mengeraskan hati sehingga sulit diarahkan. Bersatulah dalam doa, dengarlah apa kata Tuhan, karena itulah yang terbaik.

Pemanah, busur dan anak panah harus sama-sama baik agar bisa tepat sasaran

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Kacang Lupa Kulit (5)

 (sambungan) Kapok kah mereka? Ternyata tidak. Bukan sekali dua kali bangsa ini melupakan Tuhannya. Kita melihat dalam banyak kesempatan mer...