Ayat bacaan: Ulangan 32:11
======================
"Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya, demikianlah TUHAN sendiri menuntun dia, dan tidak ada allah asing menyertai dia."
Malam ini saya kembali melihat seekor burung elang melintas rendah tepat di depan mata saya. Saya tahu saya harus kembali menulis mengenai burung elang alias burung rajawali lagi. Saat ini sebenarnya saya sedang siap-siap untuk tidur, hari sudah sangat larut dan menjelang subuh, tapi ayat yang saya jadikan ayat bacaan hari ini tiba-tiba terlintas di pikiran saya dan itu artinya saya harus menuliskan sesuatu malam ini juga sebelum keburu lupa.
Seperti apa burung rajawali mengajarkan anaknya untuk terbang? Dalam sebuah film dokumenter yang pernah saya tonton, jalannya adalah sebagai berikut. Seperti yang saya tuliskan kemarin, burung rajawali biasanya membuat sarang jauh tinggi di atas gunung. Di sanalah biasanya burung rajawali menetaskan telurnya. Pada awal kelahiran, seperti halnya bayi manusia, bayi-bayi burung rajawali akan menghabiskan waktunya dengan makan dan tidur dengan penuh kenyamanan dalam sarangnya. Sang induk pun akan mengurus mereka dengan penuh kasih sayang, mencari makanan dan menyuapi mereka satu persatu. Tapi pada suatu hari, sang induk akan terbang mengitari sarangnya sambil memperhatikan anak-anaknya dengan seksama. Pada suatu saat, sang induk rajawali akan meluncur cepat menuju sarangnya, menabrak sarangnya dan menggoncang dan menggoyang sarang itu. Lalu anaknya akan di ajarkan terbang. Si anak akan berkali-kali jatuh, namun induknya akan dengan cepat meraih anaknya kembali, mengangkat anaknya naik ke atas, dan melepaskannya kembali hingga anaknya terlatih dan siap untuk terbang.
Ada banyak di antara kita yang percaya pada Yesus tapi terus berlaku selayaknya bayi burung rajawali. Kita hanya mau berada di sarang yang nyaman, disuapi terus, diurusi terus tanpa mau melangkah, mau masuk lebih dalam atau mau belajar untuk terbang naik lebih tinggi lagi. Kita takut menghadapi perubahan. Kita hanya mau mendengar firman yang berisi berkat-berkat yang nyaman bagi telinga, dan melupakan ayat-ayat yang mengajarkan untuk bertekun dalam penderitaan. Menganggap Allah penuh kasih ketika senang, tapi ketika masalah datang, Tuhan dalam seketika akan berubah menjadi sosok bengis yang kejam. Apa yang kita baca pada ayat bacaan hari ini sesungguhnya sangat indah. "Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya, demikianlah TUHAN sendiri menuntun dia, dan tidak ada allah asing menyertai dia." (Ulangan 32:11). God Himself wants to teach us how to fly. Ada masa dimana kita harus disuapi dan diberi susu, tapi ada saat dimana kita cukup "dewasa" dan akan dipersiapkan Tuhan untuk berdiri, berjalan dan berlari. Mulai mengepakkan sayap dan terus berusaha untuk naik ke atas. Mulai bertolak dari pinggiran pantai dan masuk ke laut yang lebih dalam. Dalam proses itu, Tuhan sendirilah yang akan menuntun kita. Dia akan menuntun kita hingga kita siap untuk terbang.
Dalam suatu kali Paulus mengingatkan demikian. "Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya. Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?" (1 Korintus 3:1-3). Berbagai perselisihan dan saling menjatuhkan di antara sesama anak-anak Tuhan yang banyak terjadi menunjukkan sebuah proses iman yang masih jauh dari dewasa. Mari kita lihat dalam kitab lain. "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil.Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:12-14). Lihatlah masih banyak orang-orang yang seharusnya sudah siap menjadi pelayan Tuhan, namun perilaku, sikap, tindakan dan perbuatannya masih seperti bayi kecil. Bagaimana Tuhan bisa mengajarkan kita untuk naik ke atas, dan menerima begitu banyak janji Tuhan di atas sana, terbang lebih tinggi dari segala permasalahan dan goncangan-goncangan kehidupan, jika kita masih terus saja berlaku seperti bayi?
In times, He wants you to fly. He will personally teach and guide you for that. Kembali pada Ulangan 32, kisah rajawali menggoyang sarang ini didahului oleh ayat berikut: "Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun, di tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya." (Ulangan 32:10). Dan kemudian setelah ayat bacaan hari ini kita dapati ayat demikian: "Dibuat-Nya dia berkendaraan mengatasi bukit-bukit di bumi, dan memakan hasil dari ladang; dibuat-Nya dia mengisap madu dari bukit batu, dan minyak dari gunung batu yang keras" (ay 14). Lihatlah di padang gurun, ditengah ketandusan dan auman padang belantara, Tuhan ada bersama kita. Dia melatih kita untuk menjadi kuat, untuk mampu terbang tinggi, sehingga kita sanggup melintasi semua ketandusan, kegersangan dan ganasnya kehidupan dan mendapatkan berkat melimpah dari bukit batu dan gunung batu yang keras sekalipun! Itu yang Tuhan sediakan bagi kita. Tapi itu tidaklah bisa kita peroleh jika kita terus menerus berlaku seperti layaknya bayi rajawali. Let's spread our wings and fly!
To be able to fly high first we must learn how to fly
Tuesday, March 31, 2009
Monday, March 30, 2009
Terbang Lebih Tinggi
Ayat bacaan: Yesaya 40:31
=====================
"tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah."
Kemarin saya melihat seekor burung elang/rajawali terbang melayang tepat di langit di depan rumah saya. Saya mengamatinya dari teras, betapa indah dan elegan burung rajawali itu mengembangkan kedua sayapnya dan melayang bebas di angkasa. Melihat seekor burung rajawali terbang melayang-layang di tengah kota tentulah bukan pemandangan yang biasa, sehingga sempat menjadi tontonan warga di sekitar tempat tinggal saya. Burung rajawali adalah burung yang berukuran cukup besar. Saya pernah membaca bahwa lebar kedua sayapnya ketika direntangkan setidaknya mencapai dua meter. Burung rajawali pun diketahui membangun sarangnya tinggi di atas gunung. Untuk mencapai sebuah puncak ketinggian tertentu dimana burung itu bisa melayang megah dan bebas tentu tidak mudah. Seekor burung rajawali harus mengepakkan sayapnya dengan kuat melawan angin kencang dan mungkin badai untuk bisa sampai ke sebuah ketinggian tertentu. Burung rajawali pun harus berani menghadapi dan menentang badai untuk bisa melewatinya. Tapi usaha keras burung rajawali untuk menentang angin dan badai tidaklah sia-sia. Ketika mereka berada di atas badai dan angin kencang, mereka bisa melayang-layang bebas dengan indahnya. Itulah yang saya lihat, betapa bahagianya burung rajawali itu melayang di angkasa.
Ketika saya diingatkan mengenai berani melangkah dan masuk lebih dalam lagi dalam dua hari terakhir, malam ini saya mendapatkan ayat ini. Berada di tempat rendah, kita akan merasakan berbagai masalah yang terus menerpa kita bak angin kencang dan badai. Jika kita memutuskan untuk berhenti dan puas hanya di tempat rendah, kitapun bisa goyah diterpa angin dan badai masalah. Untuk bisa mengatasinya adalah dengan berani mengambil langkah untuk naik lebih tinggi, sehingga kita bisa berada di atas segala permasalahan duniawi. Dengan berada di atas, kita tidak akan mudah goncang di terpa badai, malah mungkin kita tidak lagi merasakannya! Dunia boleh ditimpa krisis, dunia boleh goncang, namun hanya ketika kita berada di ataslah kita akan selamat, tidak kurang suatu apapun, malah bisa seolah burung rajawali yang melayang-layang dengan penuh sukacita.
Bagaimana agar kita bisa terbang ke tempat yang tinggi? Semoga ayat hari ini bisa memberi berkat buat kita semua. "tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." (Yesaya 40:31). Kita haruslah terus menanti-nantikan Tuhan. Terus bergantung tanpa putus pengharapan. Pengharapan akan Tuhan tidaklah pernah mengecewakan. "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5). Itu janji Tuhan, dan kita tahu janji Tuhan itu adalah "ya dan amin". (2 Korintus 1:20). Mungkin waktunya tidaklah sama dengan keinginan kita, tapi kita tahu bahwa apa yang dirancang Tuhan bagi kita adalah semua yang terbaik. Semua Dia sediakan untuk kita miliki. Karena itulah pengharapan dalam menanti-nanti Tuhan tidak akan pernah mengecewakan. Bagi kita semua yang terus bertekun dan patuh, kita akan dibawa seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya, tidak akan lesu dan tidak akan lelah, meskipun harus menempuh angin dan badai sekalipun. "Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." (Yesaya 40:29). Tuhan ada bersama kita!
Prosesnya tidaklah gampang. Seperti burung rajawali yang harus mengepakkan sayapnya dengan sekuat tenaga berulang-ulang agar dapat menembus angin untuk naik ke atas, demikian pula ketika kita hendak melatih kerohanian kita untuk terus menapak naik. Kita harus mematahkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang mungkin nikmat buat kita, kita harus keluar dari zona kenyamanan kita yang sering membuat kita terlena. Untuk bisa "terbang" di atas masalah, kita harus berani menghadapi masa-masa sukar dan tidak menghindar darinya. Namun percayalah, jika kita adalah orang percaya yang setia menanti-nantikan Tuhan, maka dalam proses untuk naik terbang tersebut kita akan ditopang oleh Allah, sehingga kita tidak menjadi lesu dan lelah. Pada suatu saat nanti, anda akan berada di atas, dan tidak lagi terpengaruh oleh angin, badai, gempa dan goncangan-goncangan hidup lainnya. Ada janji Tuhan yang sangat besar menanti di atas. Karena itu teruslah bertekun untuk terbang naik bak rajawali bersama Allah yang akan terus menguatkan anda.
Untuk lepas dari ikatan masalah, kita harus terbang lebih tinggi lagi
=====================
"tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah."
Kemarin saya melihat seekor burung elang/rajawali terbang melayang tepat di langit di depan rumah saya. Saya mengamatinya dari teras, betapa indah dan elegan burung rajawali itu mengembangkan kedua sayapnya dan melayang bebas di angkasa. Melihat seekor burung rajawali terbang melayang-layang di tengah kota tentulah bukan pemandangan yang biasa, sehingga sempat menjadi tontonan warga di sekitar tempat tinggal saya. Burung rajawali adalah burung yang berukuran cukup besar. Saya pernah membaca bahwa lebar kedua sayapnya ketika direntangkan setidaknya mencapai dua meter. Burung rajawali pun diketahui membangun sarangnya tinggi di atas gunung. Untuk mencapai sebuah puncak ketinggian tertentu dimana burung itu bisa melayang megah dan bebas tentu tidak mudah. Seekor burung rajawali harus mengepakkan sayapnya dengan kuat melawan angin kencang dan mungkin badai untuk bisa sampai ke sebuah ketinggian tertentu. Burung rajawali pun harus berani menghadapi dan menentang badai untuk bisa melewatinya. Tapi usaha keras burung rajawali untuk menentang angin dan badai tidaklah sia-sia. Ketika mereka berada di atas badai dan angin kencang, mereka bisa melayang-layang bebas dengan indahnya. Itulah yang saya lihat, betapa bahagianya burung rajawali itu melayang di angkasa.
Ketika saya diingatkan mengenai berani melangkah dan masuk lebih dalam lagi dalam dua hari terakhir, malam ini saya mendapatkan ayat ini. Berada di tempat rendah, kita akan merasakan berbagai masalah yang terus menerpa kita bak angin kencang dan badai. Jika kita memutuskan untuk berhenti dan puas hanya di tempat rendah, kitapun bisa goyah diterpa angin dan badai masalah. Untuk bisa mengatasinya adalah dengan berani mengambil langkah untuk naik lebih tinggi, sehingga kita bisa berada di atas segala permasalahan duniawi. Dengan berada di atas, kita tidak akan mudah goncang di terpa badai, malah mungkin kita tidak lagi merasakannya! Dunia boleh ditimpa krisis, dunia boleh goncang, namun hanya ketika kita berada di ataslah kita akan selamat, tidak kurang suatu apapun, malah bisa seolah burung rajawali yang melayang-layang dengan penuh sukacita.
Bagaimana agar kita bisa terbang ke tempat yang tinggi? Semoga ayat hari ini bisa memberi berkat buat kita semua. "tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." (Yesaya 40:31). Kita haruslah terus menanti-nantikan Tuhan. Terus bergantung tanpa putus pengharapan. Pengharapan akan Tuhan tidaklah pernah mengecewakan. "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5). Itu janji Tuhan, dan kita tahu janji Tuhan itu adalah "ya dan amin". (2 Korintus 1:20). Mungkin waktunya tidaklah sama dengan keinginan kita, tapi kita tahu bahwa apa yang dirancang Tuhan bagi kita adalah semua yang terbaik. Semua Dia sediakan untuk kita miliki. Karena itulah pengharapan dalam menanti-nanti Tuhan tidak akan pernah mengecewakan. Bagi kita semua yang terus bertekun dan patuh, kita akan dibawa seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya, tidak akan lesu dan tidak akan lelah, meskipun harus menempuh angin dan badai sekalipun. "Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." (Yesaya 40:29). Tuhan ada bersama kita!
Prosesnya tidaklah gampang. Seperti burung rajawali yang harus mengepakkan sayapnya dengan sekuat tenaga berulang-ulang agar dapat menembus angin untuk naik ke atas, demikian pula ketika kita hendak melatih kerohanian kita untuk terus menapak naik. Kita harus mematahkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang mungkin nikmat buat kita, kita harus keluar dari zona kenyamanan kita yang sering membuat kita terlena. Untuk bisa "terbang" di atas masalah, kita harus berani menghadapi masa-masa sukar dan tidak menghindar darinya. Namun percayalah, jika kita adalah orang percaya yang setia menanti-nantikan Tuhan, maka dalam proses untuk naik terbang tersebut kita akan ditopang oleh Allah, sehingga kita tidak menjadi lesu dan lelah. Pada suatu saat nanti, anda akan berada di atas, dan tidak lagi terpengaruh oleh angin, badai, gempa dan goncangan-goncangan hidup lainnya. Ada janji Tuhan yang sangat besar menanti di atas. Karena itu teruslah bertekun untuk terbang naik bak rajawali bersama Allah yang akan terus menguatkan anda.
Untuk lepas dari ikatan masalah, kita harus terbang lebih tinggi lagi
Sunday, March 29, 2009
Bertolak Lebih Dalam
Ayat bacaan: Lukas 5:4
===================
"Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan."
Beberapa hari yang lalu saya ke rumah mertua saya. Hari waktu itu sudah cukup larut malam, sehingga pintu portal sudah ditutup oleh penjaga kompleks. Istri saya mengenal si penjaga kompleks, yang katanya sudah bekerja di sana semenjak dia kecil. Dari masih muda, hingga sekarang sudah terlihat tua dan lemah, pak penjaga masih tetap bekerja sebagai penjaga pintu kompleks. Sebuah kesetiaan dan pengabdian terhadap profesi yang luar biasa memang. Namun saya berpikir, dengan tingkat seperti yang ia miliki, tidak kah ia bisa memiliki pekerjaan lain yang lebih baik dan sehat, ketimbang harus bergadang setiap malam selama puluhan tahun? Kemudian saya teringat pada seorang bapak penjual jagung yang sering lewat di depan rumah orang tua saya. Setidaknya sejak saya masih SD, dia sudah mengayuh sepeda menjual jagung. Dan puluhan tahun setelahnya, ia masih juga melakukan hal yang sama. Sekitar sepuluh tahun yang lalu saya pernah bertanya, mengapa dia tidak memikirkan untuk membuka warung kecil daripada terus mengayuh sepeda setiap hari puluhan kilometer? Dia waktu itu menjawab bahwa mengayuh sepeda menjual jagung sudah biasa ia lakukan, dan ia tidak berani mengambil langkah lain yang cenderung beresiko. Alasan ini mungkin mendasari begitu banyak orang, sehingga kemarin, hari ini, besok, lusa atau sepuluh tahun lagi, mungkin kita akan melihat mereka masih berada pada situasi dan kondisi yang sama.
Kemarin kita sudah melihat bahwa kita harus mulai melangkah. Berani mengambil langkah meskipun harus melepaskan zona nyaman kita untuk memenuhi panggilan Tuhan sungguh penting bagi kita untuk mengalami hidup yang diubahkan. Mungkin awalnya terasa berat bagi kita, namun tidak ada yang harus kita cemaskan karena Tuhan akan selalu ada bersama kita dalam setiap langkah yang kita ambil. Tadi pagi saya diingatkan oleh ayat bacaan hari ini. Ini adalah penggalan dari kisah Petrus, seorang nelayan yang mengalami mukjizat Yesus secara luar biasa. Pada saat itu, Yesus mengunjungi pantai Danau Genesaret, dan bertemu dengan Petrus. Mungkin saat itu Yesus melihat bahwa Petrus tidak berhasil menangkap seekor ikan pun pada malam hari, dan Yesus pun mengatakan demikian: "Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." (Lukas 5:4). Saya melihat ada beberapa hal menarik dari ayat ini. Petrus adalah seorang nelayan yang sudah berpengalaman. Dia tahu bahwa saat yang paling baik untuk menangkap ikan adalah malam hari. Sementara Yesus bukanlah nelayan. Dengan logika manusia, mungkinkah "seseorang" yang bukan nelayan memberikan nasihat profesional kepada nelayan kawakan? Tapi lihat jawab Petrus. "Simon menjawab: "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." (ay 5). Yang terjadi kemudian sungguh ajaib. "Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam." (ay 6-7). Ini semua terjadi karena Petrus mau menuruti perintah Tuhan untuk bertolak ke tempat yang lebih dalam.
Hidup kita seringkali berhenti pada tempat yang dangkal, dipinggir-pinggir saja, karena itu merupakan tempat yang nyaman dan relatif tidak beresiko apa-apa. Kita tidak mau mengambil langkah maju karena ragu dan khawatir, takut akan resiko yang mungkin dihadapi, dan berat untuk melepaskan zona nyaman kita. Kita memilih hanya sebagai penonton setia dan bukan sebagai pelaku. Kita hanya mau dilayani, tanpa mau melayani. Dalam hidup dan pekerjaan pun, kita takut salah langkah, meskipun kita seringkali sadar bahwa Tuhan telah menyuruh kita untuk melakukan sesuatu, untuk melangkah maju, untuk masuk lebih dalam lagi. Padahal lihatlah, di tempat yang dalam itu ada rencana besar Tuhan untuk masing-masing kita. Memang, untuk masuk ke tempat yang lebih dalam lagi ada banyak resiko menghadang. Mungkin ada badai, angin kencang di tengah laut, mungkin ada ombak tinggi menggulung, ada resiko kapal karam, ada resiko untuk terombang ambing sendirian di tengah lautan luas, namun ingatlah sekali lagi bahwa Tuhan sudah berjanji untuk tidak akan pernah meninggalkan kita. "Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."(Ibrani 13:5b). Dan lihatlah di tempat dalam, mukjizat Tuhan ada sangat banyak disana.
Kita harus melatih kerohanian kita untuk masuk lebih dalam lagi. Jangan berhenti, teruslah bertolak lebih dalam, sehingga kita bisa menemukan berbagai berkat Tuhan yang luar biasa yang telah Dia sediakan bagi kita. Kemudian libatkan Tuhan dalam setiap pekerjaan dan kehidupan anda, dalam setiap keputusan-keputusan yang akan anda ambil. Hidup kita, pekerjaan kita, usaha kita, dan iman kita adalah perahu-perahu yang harus kita bawa ke tempat yang lebih dalam lagi untuk bisa memperoleh berkat-berkat luar biasa dari Tuhan. Seperti halnya Petrus yang taat dan mau melakukan apa yang diperintahkan Tuhan, kemudian memperoleh mukjizat luar biasa hingga jalanya terkoyak dan kapalnya hampir karam karena kepenuhan ikan, begitu pula hendaknya kita bisa mengikuti jejak Petrus yang mau taat, tidak berbantah-bantah dan merasa diri kita lebih tahu atau lebih pintar. Begitu banyaknya berkat dan mukjizat Tuhan bagi Petrus, demikian pula yang Dia sediakan bagi kita, asal kita mau taat dan mau masuk lebih dalam lagi. Mulailah arahkan perahu kehidupan anda ke tempat yang lebih dalam, berlayarlah bersama Tuhan dan raihlah semua yang Dia janjikan.
Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam menuju rencana-rencana besar Tuhan
===================
"Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan."
Beberapa hari yang lalu saya ke rumah mertua saya. Hari waktu itu sudah cukup larut malam, sehingga pintu portal sudah ditutup oleh penjaga kompleks. Istri saya mengenal si penjaga kompleks, yang katanya sudah bekerja di sana semenjak dia kecil. Dari masih muda, hingga sekarang sudah terlihat tua dan lemah, pak penjaga masih tetap bekerja sebagai penjaga pintu kompleks. Sebuah kesetiaan dan pengabdian terhadap profesi yang luar biasa memang. Namun saya berpikir, dengan tingkat seperti yang ia miliki, tidak kah ia bisa memiliki pekerjaan lain yang lebih baik dan sehat, ketimbang harus bergadang setiap malam selama puluhan tahun? Kemudian saya teringat pada seorang bapak penjual jagung yang sering lewat di depan rumah orang tua saya. Setidaknya sejak saya masih SD, dia sudah mengayuh sepeda menjual jagung. Dan puluhan tahun setelahnya, ia masih juga melakukan hal yang sama. Sekitar sepuluh tahun yang lalu saya pernah bertanya, mengapa dia tidak memikirkan untuk membuka warung kecil daripada terus mengayuh sepeda setiap hari puluhan kilometer? Dia waktu itu menjawab bahwa mengayuh sepeda menjual jagung sudah biasa ia lakukan, dan ia tidak berani mengambil langkah lain yang cenderung beresiko. Alasan ini mungkin mendasari begitu banyak orang, sehingga kemarin, hari ini, besok, lusa atau sepuluh tahun lagi, mungkin kita akan melihat mereka masih berada pada situasi dan kondisi yang sama.
Kemarin kita sudah melihat bahwa kita harus mulai melangkah. Berani mengambil langkah meskipun harus melepaskan zona nyaman kita untuk memenuhi panggilan Tuhan sungguh penting bagi kita untuk mengalami hidup yang diubahkan. Mungkin awalnya terasa berat bagi kita, namun tidak ada yang harus kita cemaskan karena Tuhan akan selalu ada bersama kita dalam setiap langkah yang kita ambil. Tadi pagi saya diingatkan oleh ayat bacaan hari ini. Ini adalah penggalan dari kisah Petrus, seorang nelayan yang mengalami mukjizat Yesus secara luar biasa. Pada saat itu, Yesus mengunjungi pantai Danau Genesaret, dan bertemu dengan Petrus. Mungkin saat itu Yesus melihat bahwa Petrus tidak berhasil menangkap seekor ikan pun pada malam hari, dan Yesus pun mengatakan demikian: "Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." (Lukas 5:4). Saya melihat ada beberapa hal menarik dari ayat ini. Petrus adalah seorang nelayan yang sudah berpengalaman. Dia tahu bahwa saat yang paling baik untuk menangkap ikan adalah malam hari. Sementara Yesus bukanlah nelayan. Dengan logika manusia, mungkinkah "seseorang" yang bukan nelayan memberikan nasihat profesional kepada nelayan kawakan? Tapi lihat jawab Petrus. "Simon menjawab: "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." (ay 5). Yang terjadi kemudian sungguh ajaib. "Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam." (ay 6-7). Ini semua terjadi karena Petrus mau menuruti perintah Tuhan untuk bertolak ke tempat yang lebih dalam.
Hidup kita seringkali berhenti pada tempat yang dangkal, dipinggir-pinggir saja, karena itu merupakan tempat yang nyaman dan relatif tidak beresiko apa-apa. Kita tidak mau mengambil langkah maju karena ragu dan khawatir, takut akan resiko yang mungkin dihadapi, dan berat untuk melepaskan zona nyaman kita. Kita memilih hanya sebagai penonton setia dan bukan sebagai pelaku. Kita hanya mau dilayani, tanpa mau melayani. Dalam hidup dan pekerjaan pun, kita takut salah langkah, meskipun kita seringkali sadar bahwa Tuhan telah menyuruh kita untuk melakukan sesuatu, untuk melangkah maju, untuk masuk lebih dalam lagi. Padahal lihatlah, di tempat yang dalam itu ada rencana besar Tuhan untuk masing-masing kita. Memang, untuk masuk ke tempat yang lebih dalam lagi ada banyak resiko menghadang. Mungkin ada badai, angin kencang di tengah laut, mungkin ada ombak tinggi menggulung, ada resiko kapal karam, ada resiko untuk terombang ambing sendirian di tengah lautan luas, namun ingatlah sekali lagi bahwa Tuhan sudah berjanji untuk tidak akan pernah meninggalkan kita. "Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."(Ibrani 13:5b). Dan lihatlah di tempat dalam, mukjizat Tuhan ada sangat banyak disana.
Kita harus melatih kerohanian kita untuk masuk lebih dalam lagi. Jangan berhenti, teruslah bertolak lebih dalam, sehingga kita bisa menemukan berbagai berkat Tuhan yang luar biasa yang telah Dia sediakan bagi kita. Kemudian libatkan Tuhan dalam setiap pekerjaan dan kehidupan anda, dalam setiap keputusan-keputusan yang akan anda ambil. Hidup kita, pekerjaan kita, usaha kita, dan iman kita adalah perahu-perahu yang harus kita bawa ke tempat yang lebih dalam lagi untuk bisa memperoleh berkat-berkat luar biasa dari Tuhan. Seperti halnya Petrus yang taat dan mau melakukan apa yang diperintahkan Tuhan, kemudian memperoleh mukjizat luar biasa hingga jalanya terkoyak dan kapalnya hampir karam karena kepenuhan ikan, begitu pula hendaknya kita bisa mengikuti jejak Petrus yang mau taat, tidak berbantah-bantah dan merasa diri kita lebih tahu atau lebih pintar. Begitu banyaknya berkat dan mukjizat Tuhan bagi Petrus, demikian pula yang Dia sediakan bagi kita, asal kita mau taat dan mau masuk lebih dalam lagi. Mulailah arahkan perahu kehidupan anda ke tempat yang lebih dalam, berlayarlah bersama Tuhan dan raihlah semua yang Dia janjikan.
Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam menuju rencana-rencana besar Tuhan
Berani Melangkah
Ayat bacaan: Yosua 1:3
==================
"Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa."
Sebuah situs musik yang saya kelola sejak setahun lebih lalu saat ini mengalami peningkatan yang luar biasa. Situs itu dimulai dari 0 besar, tanpa relasi, tanpa koneksi, tapi saat itu saya merasakan dorongan yang kuat dari hati untuk berani melangkah dan mulai membangunnya. Ada saat-saat dimana saya merasa ragu apakah saya akan berhasil atau tidak. "Siapa lah yang mengenal saya..mau dari mana jalannya situs ini bisa berhasil?" itu pikiran saya ketika logika-logika manusia saya mencoba menguasai dan mengambil alih diri saya. Tapi saya memutuskan untuk terus berjalan, karena saya percaya Tuhan tidak akan mungkin membiarkan apa yang Dia kehendaki bagi saya berakhir sia-sia. Tentu saja, Tuhan tidak membuat segala sesuatunya secara instan. Saya tahu betul bahwa dari pihak saya diperlukan kerja keras dan usaha serius. Saya pun tidak menutup diri dari orang lain, karena saya tahu pasti Tuhan bisa memberkati dan melakukan mukjizatNya lewat orang lain atau apapun. Dan itulah yang terjadi. Bagaikan zig zag, berbagai keajaiban Tuhan datang berulang kali dengan begitu nyata, sehingga situs musik saya mencapai peningkatan, yang secara logika tidak mungkin bisa mencapai taraf seperti ini dalam waktu relatif singkat. Maka hari ini, saya mulai melihat hasilnya. Ada banyak artis baik dari dalam dan luar negeri sekarang menghubungi saya baik untuk melakukan wawancara, mengulas album mereka dan sebagainya. Jika dulu masalah saya adalah bagaimana meningkatkan situs agar dikenal luas, saat ini masalah yang datang lain. Saya terkadang merasa tegang dan sedikit stres ketika harus melakukan sambungan telepon dengan artis-artis di luar negeri untuk sesi wawancara. Di sisi lain saya merasa kecapaian harus melakukan begitu banyak tugas, disamping pekerjaan mengajar saya dan sering bagai dikejar-kejar waktu. Menulis renungan setiap hari, itu masih menjadi komitmen saya, dan puji Tuhan, hanya karena berkatNya-lah hingga hari ini saya masih cukup kuat melakukan semuanya. Tapi saya percaya satu hal. Jika dulu Tuhan mampu melakukan keajaiban dan mukjizat, hari ini Tuhan pasti juga mampu. Jika hari ini saya bisa melihat bagaimana mukjizat Tuhan turun memberkati pekerjaan yang saya lakukan sesuai kehendakNya dan membuatnya berhasil, saya yakin ke depan nanti pun Tuhan akan tetap menyertai saya. Apa yang perlu saya lakukan adalah terus melangkah. Stay close to God, and keep it going.
Hari ini saya diingatkan dengan ayat bacaan hari ini. Kita mengenal Yosua sebagai hamba Musa yang setia, yang selalu mengikuti Musa kemanapun ia pergi. Ketika pada Musa meninggal, Yosua pun diangkat Tuhan untuk menggantikan Musa memimpin bangsa Israel menuju tanah terjanji, tanah Kanaan. Saya yakin Yosua tahu pasti bahwa itu tidak mudah. Yosua mengikuti Musa begitu lama, sehingga dia pasti sudah kenal betul perangai bangsa Israel yang keras kepala, dan tahu bahwa tugas yang ia emban adalah tugas luar biasa sulit. Namun Tuhan menguatkan Yosua lewat beberapa pesan sebelum mulai melakukan tugasnya. Hari ini saya akan fokus pada salah satu ayat: "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa." (Yosua 1:3). Ayat ini berisi ulangan janji Tuhan yang pernah Dia berikan pada Musa. "Setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu, kamulah yang akan memilikinya: mulai dari padang gurun sampai gunung Libanon, dan dari sungai itu, yakni sungai Efrat, sampai laut sebelah barat, akan menjadi daerahmu." (Ulangan 11:24). Perhatikan perkataan "setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu" yang terdapat pada kedua ayat tersebut. Kalimat ini mengingatkan kita untuk berani menapak dan kemudian berani melangkah keluar. Jika kita tidak melangkah, maka tidak akan ada tempat lain yang kita injak, dan itu artinya kita hanya akan berhenti di tempat, atau berjalan di tempat, dan dengan demikian, kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Tanpa kemauan dan keberanian melangkah, kita tidak akan bisa mendapat apa-apa dari Tuhan.
Untuk berani melangkah dibutuhkan keberanian, keteguhan hati dan semangat baja. Terkadang tidaklah mudah untuk melangkah keluar dari zona nyaman (comfort zone) kita. Ada banyak orang yang berhenti pada satu titik, dan kemudian tidak mengalami apa-apa lagi. Padahal ada begitu banyak berkat Tuhan menanti di depan. Namun mereka takut, mereka mungkin trauma, mereka dikalahkan oleh kekhawatiran dan keraguan, pikiran mereka dikuasai ribuan "what if" questions, sehingga mereka gagal mendapatkan janji-janji Tuhan akan berkat. Saya bukanlah tipe orang yang berani mengambil resiko. Saya lahir dengan sifat dasar cenderung takut melakukan hal baru dan takut keluar dari zona nyaman. Tapi saya percaya ada Roh Kudus yang menyertai saya setelah lahir baru, dan menjadikan saya sebagai ciptaan baru. "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Tidak ada alasan bagi saya untuk takut melangkah, karena ada Roh Allah menyertai. Kita tidak perlu ragu dan takut karena kita tidak akan dibiarkanNya sendirian! Tuhan akan selalu menyertai kita! Kepada Yosua pun Tuhan mengingatkan hal itu. "Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi." (Yosua 1:9).
Jika saya bisa, maka anda pun pasti bisa. Ingatlah ada Roh Allah yang menyertai segala sesuatu yang kita lakukan, dimanapun, bagaimanapun dan kapanpun. Yang dibutuhkan dari kita adalah keberanian untuk melangkah. Take a step. Dan dalam prosesnya, tetaplah dekat dengan Tuhan. Stick with God and stay close to Him. Keraguan, kekhawatiran, kecemasan dan hal negatif lain boleh saja muncul, namun kalahkanlah semua itu dalam nama Yesus. Tidak ada tempat bagi semua itu dalam ciptaan baru. Daud punya kepercayaan seperti ini: "kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 56:12). Dan itulah yang perlu kita lakukan. Ada banyak berkat Tuhan menunggu di depan sana, sesuai janji-janjiNya, namun semua itu tidak akan bisa kita peroleh jika kita tidak berani melangkah. Mulailah melangkah sesuai apa yang diperintahkan Tuhan, dan petiklah berkat-berkatNya.
Jangan takut melangkah karena Tuhan selalu ada menyertai kita
==================
"Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa."
Sebuah situs musik yang saya kelola sejak setahun lebih lalu saat ini mengalami peningkatan yang luar biasa. Situs itu dimulai dari 0 besar, tanpa relasi, tanpa koneksi, tapi saat itu saya merasakan dorongan yang kuat dari hati untuk berani melangkah dan mulai membangunnya. Ada saat-saat dimana saya merasa ragu apakah saya akan berhasil atau tidak. "Siapa lah yang mengenal saya..mau dari mana jalannya situs ini bisa berhasil?" itu pikiran saya ketika logika-logika manusia saya mencoba menguasai dan mengambil alih diri saya. Tapi saya memutuskan untuk terus berjalan, karena saya percaya Tuhan tidak akan mungkin membiarkan apa yang Dia kehendaki bagi saya berakhir sia-sia. Tentu saja, Tuhan tidak membuat segala sesuatunya secara instan. Saya tahu betul bahwa dari pihak saya diperlukan kerja keras dan usaha serius. Saya pun tidak menutup diri dari orang lain, karena saya tahu pasti Tuhan bisa memberkati dan melakukan mukjizatNya lewat orang lain atau apapun. Dan itulah yang terjadi. Bagaikan zig zag, berbagai keajaiban Tuhan datang berulang kali dengan begitu nyata, sehingga situs musik saya mencapai peningkatan, yang secara logika tidak mungkin bisa mencapai taraf seperti ini dalam waktu relatif singkat. Maka hari ini, saya mulai melihat hasilnya. Ada banyak artis baik dari dalam dan luar negeri sekarang menghubungi saya baik untuk melakukan wawancara, mengulas album mereka dan sebagainya. Jika dulu masalah saya adalah bagaimana meningkatkan situs agar dikenal luas, saat ini masalah yang datang lain. Saya terkadang merasa tegang dan sedikit stres ketika harus melakukan sambungan telepon dengan artis-artis di luar negeri untuk sesi wawancara. Di sisi lain saya merasa kecapaian harus melakukan begitu banyak tugas, disamping pekerjaan mengajar saya dan sering bagai dikejar-kejar waktu. Menulis renungan setiap hari, itu masih menjadi komitmen saya, dan puji Tuhan, hanya karena berkatNya-lah hingga hari ini saya masih cukup kuat melakukan semuanya. Tapi saya percaya satu hal. Jika dulu Tuhan mampu melakukan keajaiban dan mukjizat, hari ini Tuhan pasti juga mampu. Jika hari ini saya bisa melihat bagaimana mukjizat Tuhan turun memberkati pekerjaan yang saya lakukan sesuai kehendakNya dan membuatnya berhasil, saya yakin ke depan nanti pun Tuhan akan tetap menyertai saya. Apa yang perlu saya lakukan adalah terus melangkah. Stay close to God, and keep it going.
Hari ini saya diingatkan dengan ayat bacaan hari ini. Kita mengenal Yosua sebagai hamba Musa yang setia, yang selalu mengikuti Musa kemanapun ia pergi. Ketika pada Musa meninggal, Yosua pun diangkat Tuhan untuk menggantikan Musa memimpin bangsa Israel menuju tanah terjanji, tanah Kanaan. Saya yakin Yosua tahu pasti bahwa itu tidak mudah. Yosua mengikuti Musa begitu lama, sehingga dia pasti sudah kenal betul perangai bangsa Israel yang keras kepala, dan tahu bahwa tugas yang ia emban adalah tugas luar biasa sulit. Namun Tuhan menguatkan Yosua lewat beberapa pesan sebelum mulai melakukan tugasnya. Hari ini saya akan fokus pada salah satu ayat: "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa." (Yosua 1:3). Ayat ini berisi ulangan janji Tuhan yang pernah Dia berikan pada Musa. "Setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu, kamulah yang akan memilikinya: mulai dari padang gurun sampai gunung Libanon, dan dari sungai itu, yakni sungai Efrat, sampai laut sebelah barat, akan menjadi daerahmu." (Ulangan 11:24). Perhatikan perkataan "setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu" yang terdapat pada kedua ayat tersebut. Kalimat ini mengingatkan kita untuk berani menapak dan kemudian berani melangkah keluar. Jika kita tidak melangkah, maka tidak akan ada tempat lain yang kita injak, dan itu artinya kita hanya akan berhenti di tempat, atau berjalan di tempat, dan dengan demikian, kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Tanpa kemauan dan keberanian melangkah, kita tidak akan bisa mendapat apa-apa dari Tuhan.
Untuk berani melangkah dibutuhkan keberanian, keteguhan hati dan semangat baja. Terkadang tidaklah mudah untuk melangkah keluar dari zona nyaman (comfort zone) kita. Ada banyak orang yang berhenti pada satu titik, dan kemudian tidak mengalami apa-apa lagi. Padahal ada begitu banyak berkat Tuhan menanti di depan. Namun mereka takut, mereka mungkin trauma, mereka dikalahkan oleh kekhawatiran dan keraguan, pikiran mereka dikuasai ribuan "what if" questions, sehingga mereka gagal mendapatkan janji-janji Tuhan akan berkat. Saya bukanlah tipe orang yang berani mengambil resiko. Saya lahir dengan sifat dasar cenderung takut melakukan hal baru dan takut keluar dari zona nyaman. Tapi saya percaya ada Roh Kudus yang menyertai saya setelah lahir baru, dan menjadikan saya sebagai ciptaan baru. "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Tidak ada alasan bagi saya untuk takut melangkah, karena ada Roh Allah menyertai. Kita tidak perlu ragu dan takut karena kita tidak akan dibiarkanNya sendirian! Tuhan akan selalu menyertai kita! Kepada Yosua pun Tuhan mengingatkan hal itu. "Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi." (Yosua 1:9).
Jika saya bisa, maka anda pun pasti bisa. Ingatlah ada Roh Allah yang menyertai segala sesuatu yang kita lakukan, dimanapun, bagaimanapun dan kapanpun. Yang dibutuhkan dari kita adalah keberanian untuk melangkah. Take a step. Dan dalam prosesnya, tetaplah dekat dengan Tuhan. Stick with God and stay close to Him. Keraguan, kekhawatiran, kecemasan dan hal negatif lain boleh saja muncul, namun kalahkanlah semua itu dalam nama Yesus. Tidak ada tempat bagi semua itu dalam ciptaan baru. Daud punya kepercayaan seperti ini: "kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 56:12). Dan itulah yang perlu kita lakukan. Ada banyak berkat Tuhan menunggu di depan sana, sesuai janji-janjiNya, namun semua itu tidak akan bisa kita peroleh jika kita tidak berani melangkah. Mulailah melangkah sesuai apa yang diperintahkan Tuhan, dan petiklah berkat-berkatNya.
Jangan takut melangkah karena Tuhan selalu ada menyertai kita
Friday, March 27, 2009
Less is More, Little is Much, Small is Beautiful
Ayat bacaan: Zakharia 4:10
=====================
"Who despises the day of small things?"
Dalam gambaran dasar pelajaran web desain yang saya ajarkan di kampus, saya selalu menekankan prinsip "less is more", "little is much" dan "small is beautiful". Tiga prinsip dalam merancang sebuah situs ini adalah sesuai dengan perkembangan jaman, dimana orang lebih menuntut sebuah situs yang cepat di akses ketimbang situs yang memiliki terlalu banyak fitur sehingga memberatkan tubuh situs tersebut dan memperlambat loading time nya. Berbeda dengan 4 tahun lalu, dimana rancangan situs yang dinilai bagus adalah situs yang memakai banyak flash dan memerlukan pemahaman tinggi dalam mengoperasikan berbagai software pendukung, dalam perkembangan situs saat ini, kesederhanaan lah yang harus jadi penekanan. Tapi hal tersebut bukan berarti mendesain situs menjadi lebih mudah saat ini dibanding dulu, karena saat ini desainer dituntut untuk mematangkan konsep mereka, sehingga lewat sebuah kesederhanaan pesan-pesan yang ingin disampaikan dapat diterima secara visual oleh orang yang mengakses situs. Itulah yang saya maksud dengan "less is more", "little is much" dan "small is beautiful".
Di dunia ini ada kecenderungan sebaliknya. "Bigger is better", "the more the merrier". Dalam pelayanan seringkali kita kurang bersemangat apabila yang dilayani sedikit jumlahnya. Dunia cenderung mementingkan kuantitas dan bukan kualitas. Ada yang bersemangat melayani ketika jemaat penuh, namun kehilangan gairah melihat bangku kosong. Padahal Tuhan tidak mengajarkan demikian. Kita tidak boleh memandang hina hal-hal kecil, karena seringkali berkat Tuhan pun dimulai dari sesuatu yang biasa. Bahkan kelemahan sekalipun bisa dipakai Tuhan untuk menjadi ladang subur untuk menabur berkatNya.
Kita lihat dalam perumpamaan Talenta. Kepada hamba dengan lima talenta dan dua talenta, Tuhan memberikan jawaban yang sama. "Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (Matius 25:21,23). Baik talenta besar maupun kecil keduanya bisa menghasilkan buah. Dan Allah menghargai sama terhadap laba dua talenta dan lima talenta. Artinya disini, Tuhan tidak melihat kuantitas, melainkan kualitas. Dua talenta sekalipun akan sangat dihargai apabila kita melakukannya dengan sepenuh hati. Anda merasa gagal dalam pelayanan jika yang dilayani sedikit atau lambat berbuah? Jangan. Ingat bahwa Tuhan tidak melihat apa yang di depan mata, tapi melihat hati. (1 Samuel 16:7).
Kita lihat bagaimana Yesus melakukan pelayananNya di dunia. Yesus sungguh peduli baik pada jumlah massa yang banyak maupun pada orang per-orang yang datang kepadaNya. Yesus pernah melakukan kotbah di atas bukit dihadapan orang banyak (Matius 5-7). Tapi tidak pernah menutup mata dari pribadi-pribadi yang menjumpaiNya. Bahkan ketika muridNya berkurang, seperti yang kita baca dalam Yohanes 6:66, "Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia", hal tersebut tidak mengganggu Yesus dalam menggenapi rencana Allah.
Jika saat ini anda mengalami masa surut dalam pelayanan, tetaplah bersyukur dan tetaplah melayani semaksimal mungkin. Size is nothing; substance is everything. Baik ketika anda melayani Gereja kecil, sekolah minggu, atau melayani hanya satu orang saat ini, layanilah dengan segenap hati. Jika kita setia dalam perkara kecil, Tuhan akan memberikan tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar pada waktunya. Tetaplah beri yang terbaik dari diri anda dalam hal-hal kecil, karena bukan kuantitas yang penting, melainkan substansi dan kualitas yang murni berasal dari hati.
Small is much when God's in it
=====================
"Who despises the day of small things?"
Dalam gambaran dasar pelajaran web desain yang saya ajarkan di kampus, saya selalu menekankan prinsip "less is more", "little is much" dan "small is beautiful". Tiga prinsip dalam merancang sebuah situs ini adalah sesuai dengan perkembangan jaman, dimana orang lebih menuntut sebuah situs yang cepat di akses ketimbang situs yang memiliki terlalu banyak fitur sehingga memberatkan tubuh situs tersebut dan memperlambat loading time nya. Berbeda dengan 4 tahun lalu, dimana rancangan situs yang dinilai bagus adalah situs yang memakai banyak flash dan memerlukan pemahaman tinggi dalam mengoperasikan berbagai software pendukung, dalam perkembangan situs saat ini, kesederhanaan lah yang harus jadi penekanan. Tapi hal tersebut bukan berarti mendesain situs menjadi lebih mudah saat ini dibanding dulu, karena saat ini desainer dituntut untuk mematangkan konsep mereka, sehingga lewat sebuah kesederhanaan pesan-pesan yang ingin disampaikan dapat diterima secara visual oleh orang yang mengakses situs. Itulah yang saya maksud dengan "less is more", "little is much" dan "small is beautiful".
Di dunia ini ada kecenderungan sebaliknya. "Bigger is better", "the more the merrier". Dalam pelayanan seringkali kita kurang bersemangat apabila yang dilayani sedikit jumlahnya. Dunia cenderung mementingkan kuantitas dan bukan kualitas. Ada yang bersemangat melayani ketika jemaat penuh, namun kehilangan gairah melihat bangku kosong. Padahal Tuhan tidak mengajarkan demikian. Kita tidak boleh memandang hina hal-hal kecil, karena seringkali berkat Tuhan pun dimulai dari sesuatu yang biasa. Bahkan kelemahan sekalipun bisa dipakai Tuhan untuk menjadi ladang subur untuk menabur berkatNya.
Kita lihat dalam perumpamaan Talenta. Kepada hamba dengan lima talenta dan dua talenta, Tuhan memberikan jawaban yang sama. "Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (Matius 25:21,23). Baik talenta besar maupun kecil keduanya bisa menghasilkan buah. Dan Allah menghargai sama terhadap laba dua talenta dan lima talenta. Artinya disini, Tuhan tidak melihat kuantitas, melainkan kualitas. Dua talenta sekalipun akan sangat dihargai apabila kita melakukannya dengan sepenuh hati. Anda merasa gagal dalam pelayanan jika yang dilayani sedikit atau lambat berbuah? Jangan. Ingat bahwa Tuhan tidak melihat apa yang di depan mata, tapi melihat hati. (1 Samuel 16:7).
Kita lihat bagaimana Yesus melakukan pelayananNya di dunia. Yesus sungguh peduli baik pada jumlah massa yang banyak maupun pada orang per-orang yang datang kepadaNya. Yesus pernah melakukan kotbah di atas bukit dihadapan orang banyak (Matius 5-7). Tapi tidak pernah menutup mata dari pribadi-pribadi yang menjumpaiNya. Bahkan ketika muridNya berkurang, seperti yang kita baca dalam Yohanes 6:66, "Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia", hal tersebut tidak mengganggu Yesus dalam menggenapi rencana Allah.
Jika saat ini anda mengalami masa surut dalam pelayanan, tetaplah bersyukur dan tetaplah melayani semaksimal mungkin. Size is nothing; substance is everything. Baik ketika anda melayani Gereja kecil, sekolah minggu, atau melayani hanya satu orang saat ini, layanilah dengan segenap hati. Jika kita setia dalam perkara kecil, Tuhan akan memberikan tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar pada waktunya. Tetaplah beri yang terbaik dari diri anda dalam hal-hal kecil, karena bukan kuantitas yang penting, melainkan substansi dan kualitas yang murni berasal dari hati.
Small is much when God's in it
Thursday, March 26, 2009
Ikatan Perjanjian
Ayat bacaan: Maleakhi 2:5
====================
"Perjanjian-Ku dengan dia pada satu pihak ialah kehidupan dan sejahtera dan itu Kuberikan kepadanya--pada pihak lain ketakutan--dan ia takut kepada-Ku dan gentar terhadap nama-Ku."
Sebuah perjanjian hanya akan berlaku jika terdapat dua belah pihak yang saling mengikat di dalamnya. Ada syarat dan ketentuan yang wajib untuk dijalankan masing-masing pihak sesuai ikatan perjanjian. Alangkah anehnya apabila perjanjian hanya berlaku sepihak saja, hanya menuntut hak tanpa menjalankan kewajiban. Kemudian bagi yang melanggar syarat-syarat yang diatur dalam sebuah perjanjian tentu ada sanksinya. Itu adalah hukum wajib sebuah perjanjian dalam bentuk apapun. Baik perjanjian kerjasama, perjanjian jual beli dan sebagainya.
Ada begitu banyak orang yang menuntut janji-janji Tuhan, dan merasa seolah-olah Tuhan tidak memperhatikan mereka dan tidak menepati janjiNya. Apakah Tuhan adalah "sosok" yang ingkar janji? Apakah Tuhan adalah Allah yang hanya memberikan janji kosong? Tentu saja tidak. Allah selalu menepati janjinya, meskipun mungkin janji itu datang tidak seperti waktu yang kita inginkan. Tapi pada waktunya, sesuai waktu Tuhan, segala janji itu akan selalu ditepati. Dulu, sekarang dan selamanya. Tapi ingatlah bahwa selayaknya sebuah ikatan perjanjian, ada hal-hal yang harus kita penuhi terlebih dahulu. Ada kewajiban yang harus kita laksanakan sebelum kita menerima apa yang menjadi hak kita. Tentu tidaklah benar jika kita hanya terus menuntut hak kita, tanpa memperdulikan kewajiban.
Kita melihat bagaimana marahnya Tuhan kepada para imam yang tidak setia pada perjanjian antara Tuhan dengan Israel. Dalam salah satu bagian, Tuhan menjelaskan bagaimana bentuk ikatan perjanjian itu. "Perjanjian-Ku dengan dia pada satu pihak ialah kehidupan dan sejahtera dan itu Kuberikan kepadanya--pada pihak lain ketakutan--dan ia takut kepada-Ku dan gentar terhadap nama-Ku." (Maleakhi 2:5). Ya, Tuhan menjanjikan kehidupan yang sejahtera, penuh berkat melimpah. Namun itu tidaklah berlaku sepihak saja. Di pihak lain, sebagai manusia ada bagian yang harus kita lakukan. Kita harus senantiasa hidup dengan memiliki rasa takut akan Allah dan gentar terhadap diriNya. Takut akan Allah sama artinya dengan membenci dosa. Seringkali orang hanya takut pada "akibat" dosa, dan bukan takut untuk "berbuat" dosa. Orang takut pada hukuman Tuhan, takut masuk neraka jika melanggar aturan Tuhan, takut kehilangan berkat ketika kita berdosa, atau sebagian orang menggambarkannya dengan takut kena karma. Tapi sebuah hidup yang takut akan Tuhan memberi pengertian sebagai sebuah bentuk perasaan menghormati dan mengasihi Tuhan. Takut akan Tuhan berarti kita rindu untuk mengikuti kehendakNya, tidak ingin mengecewakanNya, karena kita sangat mengasihiNya.
Dalam Amsal dikatakan bahwa takut akan Tuhan adalah awal dari hikmat. "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." (Amsal 9:10). Dalam Pengkotbah juga diingatkan demikian: "Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang. Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat." (Pengkotbah 12:13-14). Bagi yang melanggar ikatan perjanjian ada hukuman yang harus dijatuhkan sesuai undang-undang yang berlaku, demikian pula Allah akan selalu membawa orang-orang yang melanggar perjanjian ke dalam penghakiman suatu saat nanti.
Bagaimana bentuk hidup yang sejahtera seperti yang dijanjikan Tuhan bagi orang yang takut akan Dia? Mari kita baca ayat berikut: "Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti, maka keturunanmu akan seperti pasir dan anak cucumu seperti kersik banyaknya; nama mereka tidak akan dilenyapkan atau ditiadakan dari hadapan-Ku." (Yesaya 38:18-19). Kesemuanya itu adalah janji dari Allah yang tidak pernah ingkar janji, dan akan kita terima apabila kita telah melakukan apa yang menjadi kewajiban di pihak kita. Allah berjanji akan melimpahkan kehidupan dan sejahtera buat kita, hidup yang maksimal dan berlimpah untuk kita nikmati dan kita bagikan/salurkan pada saudara-saudara kita lainnya. Kita dijanjikan untuk menerima bentuk damai sejahtera dan sukacita yang sifatnya kekal, tidak bisa dibeli dengan uang sebesar apapun. Itu bagian Tuhan. Hidup takut akan Tuhan, menghormatiNya, menjaga hidup tetap kudus, membenci dosa, patuh dan taat semua firmanNya secara penuh dan melakukan ini semua karena mengasihi Tuhan lebih di atas segalanya, itu bagian kita.
Lakukan bagian kita, dan terima bagian Tuhan
====================
"Perjanjian-Ku dengan dia pada satu pihak ialah kehidupan dan sejahtera dan itu Kuberikan kepadanya--pada pihak lain ketakutan--dan ia takut kepada-Ku dan gentar terhadap nama-Ku."
Sebuah perjanjian hanya akan berlaku jika terdapat dua belah pihak yang saling mengikat di dalamnya. Ada syarat dan ketentuan yang wajib untuk dijalankan masing-masing pihak sesuai ikatan perjanjian. Alangkah anehnya apabila perjanjian hanya berlaku sepihak saja, hanya menuntut hak tanpa menjalankan kewajiban. Kemudian bagi yang melanggar syarat-syarat yang diatur dalam sebuah perjanjian tentu ada sanksinya. Itu adalah hukum wajib sebuah perjanjian dalam bentuk apapun. Baik perjanjian kerjasama, perjanjian jual beli dan sebagainya.
Ada begitu banyak orang yang menuntut janji-janji Tuhan, dan merasa seolah-olah Tuhan tidak memperhatikan mereka dan tidak menepati janjiNya. Apakah Tuhan adalah "sosok" yang ingkar janji? Apakah Tuhan adalah Allah yang hanya memberikan janji kosong? Tentu saja tidak. Allah selalu menepati janjinya, meskipun mungkin janji itu datang tidak seperti waktu yang kita inginkan. Tapi pada waktunya, sesuai waktu Tuhan, segala janji itu akan selalu ditepati. Dulu, sekarang dan selamanya. Tapi ingatlah bahwa selayaknya sebuah ikatan perjanjian, ada hal-hal yang harus kita penuhi terlebih dahulu. Ada kewajiban yang harus kita laksanakan sebelum kita menerima apa yang menjadi hak kita. Tentu tidaklah benar jika kita hanya terus menuntut hak kita, tanpa memperdulikan kewajiban.
Kita melihat bagaimana marahnya Tuhan kepada para imam yang tidak setia pada perjanjian antara Tuhan dengan Israel. Dalam salah satu bagian, Tuhan menjelaskan bagaimana bentuk ikatan perjanjian itu. "Perjanjian-Ku dengan dia pada satu pihak ialah kehidupan dan sejahtera dan itu Kuberikan kepadanya--pada pihak lain ketakutan--dan ia takut kepada-Ku dan gentar terhadap nama-Ku." (Maleakhi 2:5). Ya, Tuhan menjanjikan kehidupan yang sejahtera, penuh berkat melimpah. Namun itu tidaklah berlaku sepihak saja. Di pihak lain, sebagai manusia ada bagian yang harus kita lakukan. Kita harus senantiasa hidup dengan memiliki rasa takut akan Allah dan gentar terhadap diriNya. Takut akan Allah sama artinya dengan membenci dosa. Seringkali orang hanya takut pada "akibat" dosa, dan bukan takut untuk "berbuat" dosa. Orang takut pada hukuman Tuhan, takut masuk neraka jika melanggar aturan Tuhan, takut kehilangan berkat ketika kita berdosa, atau sebagian orang menggambarkannya dengan takut kena karma. Tapi sebuah hidup yang takut akan Tuhan memberi pengertian sebagai sebuah bentuk perasaan menghormati dan mengasihi Tuhan. Takut akan Tuhan berarti kita rindu untuk mengikuti kehendakNya, tidak ingin mengecewakanNya, karena kita sangat mengasihiNya.
Dalam Amsal dikatakan bahwa takut akan Tuhan adalah awal dari hikmat. "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." (Amsal 9:10). Dalam Pengkotbah juga diingatkan demikian: "Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang. Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat." (Pengkotbah 12:13-14). Bagi yang melanggar ikatan perjanjian ada hukuman yang harus dijatuhkan sesuai undang-undang yang berlaku, demikian pula Allah akan selalu membawa orang-orang yang melanggar perjanjian ke dalam penghakiman suatu saat nanti.
Bagaimana bentuk hidup yang sejahtera seperti yang dijanjikan Tuhan bagi orang yang takut akan Dia? Mari kita baca ayat berikut: "Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti, maka keturunanmu akan seperti pasir dan anak cucumu seperti kersik banyaknya; nama mereka tidak akan dilenyapkan atau ditiadakan dari hadapan-Ku." (Yesaya 38:18-19). Kesemuanya itu adalah janji dari Allah yang tidak pernah ingkar janji, dan akan kita terima apabila kita telah melakukan apa yang menjadi kewajiban di pihak kita. Allah berjanji akan melimpahkan kehidupan dan sejahtera buat kita, hidup yang maksimal dan berlimpah untuk kita nikmati dan kita bagikan/salurkan pada saudara-saudara kita lainnya. Kita dijanjikan untuk menerima bentuk damai sejahtera dan sukacita yang sifatnya kekal, tidak bisa dibeli dengan uang sebesar apapun. Itu bagian Tuhan. Hidup takut akan Tuhan, menghormatiNya, menjaga hidup tetap kudus, membenci dosa, patuh dan taat semua firmanNya secara penuh dan melakukan ini semua karena mengasihi Tuhan lebih di atas segalanya, itu bagian kita.
Lakukan bagian kita, dan terima bagian Tuhan
Wednesday, March 25, 2009
Gesekan Dalam Pelayanan
Ayat bacaan: Yohanes 12:26
=======================
"Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa."
Malam ini ingatan saya kembali pada kejadian sekian tahun yang lalu. Pada saat itu ada seorang teman saya yang baru saja mulai melayani sebagai drummer tim musik Gereja. Pada saat latihan, ternyata ia berselisih dengan salah seorang yang sudah lebih senior. Masalahnya sebenarnya sepele: orang itu mengharuskan teman saya untuk memanggil "abang", dan saya tidak tahu persis bagaimana, tapi tampaknya teman saya tersinggung dengan cara penyampaiannya yang menurut dia kasar. Yang terjadi selanjutnya, teman saya memutuskan untuk keluar dari pelayanan, dan tidak saja berhenti disitu, tapi juga memutuskan untuk pindah Gereja. Yang satu menjadi batu sandungan, yang satu lupa fokus utama dalam melayani. Kedua-duanya mengikuti emosi duniawi.
Orang boleh sama-sama melayani, namun tujuan melayani bisa berbeda-beda pada setiap orang. Ada yang murni untuk Tuhan, tapi ada pula yang karena ingin menonjol, paksaan keluarga/pacar dan berbagai alasan lain. Apa yang menjadi motivasi bisa terlihat ketika pelayanan kita mendapat gesekan baik dari sesama teman pelayanan atau mungkin mendapat penolakan dari orang yang kita layani. Jika belum apa-apa kita sudah bereaksi dengan emosional, seperti mengundurkan diri dari pelayanan, menghujat atau yang lebih ekstrim langsung pindah Gereja, itu artinya kita belum sampai pada visi yang benar dalam melayani Tuhan.
Mari kita lihat kisah ketika Simon Petrus ditanya Yesus dengan pertanyaan yang sama sebanyak tiga kali. "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." (Yohanes 21:15-17). Jika Yesus menganggap perlu untuk menanyakan hal ini sampai tiga kali, maka saya yakin pertanyaannya pastilah sangat penting. Apa yang harusnya menjadi dasar utama untuk melayani, menggembalakan domba-domba Kristus? Tidak lain dan tidak bukan adalah atas dasar mengasihi Yesus lebih dari segala sesuatu. Bukan atas mengasihi diri sendiri, demi popularitas dan berbagai motivasi-motivasi yang salah, tapi semata-mata karena kita mengasihi Kristus. Lantas bagaimana jika ada seseorang yang menjengkelkan dalam pelayanan atau mungkin dalam Gereja? Saya mengerti bahwa mungkin sulit untuk fokus melakukan sesuatu ketika ada hal yang mengganggu di dekat kita. Namun hendaklah kita bisa mengalahkan itu, karena mengasihi Yesus seharusnya berada di atas segala hal lainnya.
Yesus berkata: "Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa." (Yohanes 12:26). Kita yang berada dalam pelayanan haruslah mengikuti Yesus dimanapun Dia berada. Dan hal itu bisa jadi tidak mudah, karena seringkali kita harus menghadapi situasi-situasi bagaikan memikul salib. Dan hal itu pun sudah diingatkan Yesus sejak awal. "Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Jika kita melihat para Nabi baik di Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru, kita pun akan melihat bahwa pelayanan mereka seringkali disertai berbagai permasalahan, penuh penderitaan dan berbagai gejolak yang setiap saat mampu melemahkan mereka hingga ke titik terendah. Dari Nuh, Musa hingga Paulus dan rekan-rekan sepelayanan, semua mengalami berbagai masalah yang tidak mudah untuk dihadapi. Namun mereka tidak patah semangat, dan tetap tegar melakukan apa yang menjadi kehendak Bapa. Mereka tetap tekun melayani sepenuh hati. Malah tidak sedikit yang mempertaruhkan nyawa mereka, bahkan ada yang harus menjadi martir. Tapi mereka tetap setia hingga akhir. Mengapa? Karena visi mereka jelas, yaitu menempatkan Tuhan di atas segalanya dalam apapun yang mereka lakukan. Mereka punya sikap hati yang lebih mementingkan keinginan Tuhan di atas segalanya.Kita bisa meneladani mereka. "Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan." (Yakobus 5:10). Kedatangan Yesus ke dunia pun tidak lepas dari berbagai penderitaan. Tapi karena kasihNya yang luar biasa besar bagi kita, Dia menggenapkan kehendak Bapa hingga tuntas, mati di atas kayu salib demi menebus dosa-dosa kita. .
Perselisihan dalam pelayanan bisa terjadi kapan saja. Gesekan-gesekan akan selalu ada ketika kita berada dalam sekelompok orang yang sama setiap hari. Itu sangat wajar dan alamiah. Namun yang membedakan adalah sikap hati kita dalam menghadapi hal itu. Alangkah ironisnya jika kita menjadi sulit membedakan mana yang menjadi keinginan Tuhan dan mana yang berasal dari ego dalam diri kita. Ketika terjadi perselisihan, berusahalah secepatnya untuk berdamai dan saling memaafkan. Seperti apa yang diingatkan oleh Paulus, kita harus selalu berusaha menghindari perpecahan. "Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir." (1 Korintus 1:10). Seperti halnya Tuhan selalu siap membukakan pintu pengampunanNya bagi kita, demikian pula kita harus selalu siap untuk saling memaafkan satu sama lain. "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." (Efesus 4:32). Ingatlah bahwa di atas segalanya kita melayani karena mengasihi Kristus lebih dari segalanya. Taklukkanlah hal-hal lain yang mungkin merintangi pelayanan kita dengan kasih dan saling memaafkan dan fokuslah kembali pada tujuan yang benar, sehingga nama Tuhan bisa dipermuliakan dalam setiap pelayanan kita.
Melayanilah karena mengasihi Tuhan, bukan karena hal lain
=======================
"Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa."
Malam ini ingatan saya kembali pada kejadian sekian tahun yang lalu. Pada saat itu ada seorang teman saya yang baru saja mulai melayani sebagai drummer tim musik Gereja. Pada saat latihan, ternyata ia berselisih dengan salah seorang yang sudah lebih senior. Masalahnya sebenarnya sepele: orang itu mengharuskan teman saya untuk memanggil "abang", dan saya tidak tahu persis bagaimana, tapi tampaknya teman saya tersinggung dengan cara penyampaiannya yang menurut dia kasar. Yang terjadi selanjutnya, teman saya memutuskan untuk keluar dari pelayanan, dan tidak saja berhenti disitu, tapi juga memutuskan untuk pindah Gereja. Yang satu menjadi batu sandungan, yang satu lupa fokus utama dalam melayani. Kedua-duanya mengikuti emosi duniawi.
Orang boleh sama-sama melayani, namun tujuan melayani bisa berbeda-beda pada setiap orang. Ada yang murni untuk Tuhan, tapi ada pula yang karena ingin menonjol, paksaan keluarga/pacar dan berbagai alasan lain. Apa yang menjadi motivasi bisa terlihat ketika pelayanan kita mendapat gesekan baik dari sesama teman pelayanan atau mungkin mendapat penolakan dari orang yang kita layani. Jika belum apa-apa kita sudah bereaksi dengan emosional, seperti mengundurkan diri dari pelayanan, menghujat atau yang lebih ekstrim langsung pindah Gereja, itu artinya kita belum sampai pada visi yang benar dalam melayani Tuhan.
Mari kita lihat kisah ketika Simon Petrus ditanya Yesus dengan pertanyaan yang sama sebanyak tiga kali. "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." (Yohanes 21:15-17). Jika Yesus menganggap perlu untuk menanyakan hal ini sampai tiga kali, maka saya yakin pertanyaannya pastilah sangat penting. Apa yang harusnya menjadi dasar utama untuk melayani, menggembalakan domba-domba Kristus? Tidak lain dan tidak bukan adalah atas dasar mengasihi Yesus lebih dari segala sesuatu. Bukan atas mengasihi diri sendiri, demi popularitas dan berbagai motivasi-motivasi yang salah, tapi semata-mata karena kita mengasihi Kristus. Lantas bagaimana jika ada seseorang yang menjengkelkan dalam pelayanan atau mungkin dalam Gereja? Saya mengerti bahwa mungkin sulit untuk fokus melakukan sesuatu ketika ada hal yang mengganggu di dekat kita. Namun hendaklah kita bisa mengalahkan itu, karena mengasihi Yesus seharusnya berada di atas segala hal lainnya.
Yesus berkata: "Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa." (Yohanes 12:26). Kita yang berada dalam pelayanan haruslah mengikuti Yesus dimanapun Dia berada. Dan hal itu bisa jadi tidak mudah, karena seringkali kita harus menghadapi situasi-situasi bagaikan memikul salib. Dan hal itu pun sudah diingatkan Yesus sejak awal. "Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Jika kita melihat para Nabi baik di Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru, kita pun akan melihat bahwa pelayanan mereka seringkali disertai berbagai permasalahan, penuh penderitaan dan berbagai gejolak yang setiap saat mampu melemahkan mereka hingga ke titik terendah. Dari Nuh, Musa hingga Paulus dan rekan-rekan sepelayanan, semua mengalami berbagai masalah yang tidak mudah untuk dihadapi. Namun mereka tidak patah semangat, dan tetap tegar melakukan apa yang menjadi kehendak Bapa. Mereka tetap tekun melayani sepenuh hati. Malah tidak sedikit yang mempertaruhkan nyawa mereka, bahkan ada yang harus menjadi martir. Tapi mereka tetap setia hingga akhir. Mengapa? Karena visi mereka jelas, yaitu menempatkan Tuhan di atas segalanya dalam apapun yang mereka lakukan. Mereka punya sikap hati yang lebih mementingkan keinginan Tuhan di atas segalanya.Kita bisa meneladani mereka. "Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan." (Yakobus 5:10). Kedatangan Yesus ke dunia pun tidak lepas dari berbagai penderitaan. Tapi karena kasihNya yang luar biasa besar bagi kita, Dia menggenapkan kehendak Bapa hingga tuntas, mati di atas kayu salib demi menebus dosa-dosa kita. .
Perselisihan dalam pelayanan bisa terjadi kapan saja. Gesekan-gesekan akan selalu ada ketika kita berada dalam sekelompok orang yang sama setiap hari. Itu sangat wajar dan alamiah. Namun yang membedakan adalah sikap hati kita dalam menghadapi hal itu. Alangkah ironisnya jika kita menjadi sulit membedakan mana yang menjadi keinginan Tuhan dan mana yang berasal dari ego dalam diri kita. Ketika terjadi perselisihan, berusahalah secepatnya untuk berdamai dan saling memaafkan. Seperti apa yang diingatkan oleh Paulus, kita harus selalu berusaha menghindari perpecahan. "Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir." (1 Korintus 1:10). Seperti halnya Tuhan selalu siap membukakan pintu pengampunanNya bagi kita, demikian pula kita harus selalu siap untuk saling memaafkan satu sama lain. "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." (Efesus 4:32). Ingatlah bahwa di atas segalanya kita melayani karena mengasihi Kristus lebih dari segalanya. Taklukkanlah hal-hal lain yang mungkin merintangi pelayanan kita dengan kasih dan saling memaafkan dan fokuslah kembali pada tujuan yang benar, sehingga nama Tuhan bisa dipermuliakan dalam setiap pelayanan kita.
Melayanilah karena mengasihi Tuhan, bukan karena hal lain
Tuesday, March 24, 2009
Mengajarkan Firman Tuhan Pada Anak
Ayat bacaan: Ulangan 6:6-7
======================
"Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun."
Ada seorang teman online saya orang Amerika yang sudah lanjut usia. Baru-baru ini ia menggali kembali foto-foto lama keluarganya, dan mengenalkan ayahnya yang sudah lama meninggal dunia. Dia mengatakan betapa bersyukurnya dirinya memiliki sosok ayah seperti beliau, yang selalu memberi kasih sayang, perhatian dan mengajarkan budi pekerti selama ia bertumbuh. "Apa yang ia wariskan pada saya bukan uang atau harta kekayaan, namun segala bentuk perhatian dan kasih sayangnya mengasuh saya hingga dewasa,hal itu sungguh warisan yang sangat berharga. Saya tidak akan bisa seperti sekarang tanpa sosok seperti ayah." itu katanya. Apa yang kita tinggalkan bagi orang lain disebut sebagai warisan. Biasanya orang akan mengacu pada harta kekayaan, baik uang maupun benda, ada pula yang mewariskan kekuasaan, perusahaan, dan hal-hal lain yang dianggap bernilai tinggi. Sebaliknya, warisan juga bisa mengacu pada hal-hal negatif, seperti warisan hutang, reputasi/nama buruk dan sebagainya.
Warisan apa yang baik untuk kita berikan pada keturunan kita? Sudah pasti tidak akan ada yang mau meninggalkan warisan dalam bentuk hutang dan reputasi buruk. Banyak orang tua akan selalu berusaha untuk meninggalkan warisan harta sebanyak-banyaknya. Tapi Alkitab mencatat ada sebuah warisan yang jauh lebih berharga dibandingkan harta benda dan bentuk-bentuk kekayaan lainnya, yaitu warisan iman akan Kristus. Mari kita baca dalam kitab Ulangan 6. "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:6-7). Kita diwajibkan untuk memahami firman Tuhan, mengenal pribadi Allah lewat Kristus, dan harus pula mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anak kita. Ketika kekayaan berupa harta benda dan uang pada suatu saat akan habis lenyap, tidak demikian halnya dengan iman akan Kristus. Ini adalah bekal yang sungguh bermanfaat sepanjang kehidupan di dunia, dan menjadi bekal untuk kehidupan kekal kelak.
Firman Tuhan mengajarkan bahwa kita harus mengenalkan firman Tuhan sejak dini pada anak-anak kita. Ketika kita duduk di rumah, dalam perjalanan, ketika berbaring dan ketika kita bangun. Ini menunjukkan bahwa kita haruslah mengenalkan dan mengajarkan firman Tuhan secara berulang-ulang dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Tidak cukup berhenti hanya sampai tidak menghalang-halangi seperti renungan yang kita baca kemarin, namun kita juga dituntut untuk mengajarkan secara berulang-ulang pada setiap kesempatan, pada setiap aspek kehidupan mereka, sepanjang perjalanan hidup mereka sejak awal hingga dewasa, kapan saja kita masih punya kesempatan untuk berada bersama-sama mereka. Lebih jauh lagi, kita juga harus mampu menjadi teladan bagi mereka, bagaimana kita menerapkan firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari kita, dan bagaimana aplikasinya secara nyata.
Daud menyadari hal ini. "Marilah anak-anak, dengarkanlah aku, takut akan TUHAN akan kuajarkan kepadamu!" (Mazmur 34:13). Apa yang hendak diajarkan Daud mengenai takut akan Tuhan pada mereka? Kita lihat ayat selanjutnya. "Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik? Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu; jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya! Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong; wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi. Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." (ay 13-18). Dan seterusnya hingga perikop ini selesai.
Sudahkah anda dengan tekun mengajarkan anak-anak anda untuk mengenal Kristus, dan demikian mengenal pribadi Allah? Dan yang lebih penting lagi, sudahkah anda menjadi contoh teladan yang baik bagi mereka? Semua ini akan menjadi bekal yang sungguh berharga bagi perjalanan kehidupan mereka di masa mendatang. Firman Tuhan berkata: "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu."(Amsal 22:6). Ini investasi yang sangat penting, sekaligus akan menjadi warisan yang paling berharga bagi mereka.
Mewariskan iman tidak hanya berguna di dunia, tapi juga di Surga
======================
"Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun."
Ada seorang teman online saya orang Amerika yang sudah lanjut usia. Baru-baru ini ia menggali kembali foto-foto lama keluarganya, dan mengenalkan ayahnya yang sudah lama meninggal dunia. Dia mengatakan betapa bersyukurnya dirinya memiliki sosok ayah seperti beliau, yang selalu memberi kasih sayang, perhatian dan mengajarkan budi pekerti selama ia bertumbuh. "Apa yang ia wariskan pada saya bukan uang atau harta kekayaan, namun segala bentuk perhatian dan kasih sayangnya mengasuh saya hingga dewasa,hal itu sungguh warisan yang sangat berharga. Saya tidak akan bisa seperti sekarang tanpa sosok seperti ayah." itu katanya. Apa yang kita tinggalkan bagi orang lain disebut sebagai warisan. Biasanya orang akan mengacu pada harta kekayaan, baik uang maupun benda, ada pula yang mewariskan kekuasaan, perusahaan, dan hal-hal lain yang dianggap bernilai tinggi. Sebaliknya, warisan juga bisa mengacu pada hal-hal negatif, seperti warisan hutang, reputasi/nama buruk dan sebagainya.
Warisan apa yang baik untuk kita berikan pada keturunan kita? Sudah pasti tidak akan ada yang mau meninggalkan warisan dalam bentuk hutang dan reputasi buruk. Banyak orang tua akan selalu berusaha untuk meninggalkan warisan harta sebanyak-banyaknya. Tapi Alkitab mencatat ada sebuah warisan yang jauh lebih berharga dibandingkan harta benda dan bentuk-bentuk kekayaan lainnya, yaitu warisan iman akan Kristus. Mari kita baca dalam kitab Ulangan 6. "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:6-7). Kita diwajibkan untuk memahami firman Tuhan, mengenal pribadi Allah lewat Kristus, dan harus pula mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anak kita. Ketika kekayaan berupa harta benda dan uang pada suatu saat akan habis lenyap, tidak demikian halnya dengan iman akan Kristus. Ini adalah bekal yang sungguh bermanfaat sepanjang kehidupan di dunia, dan menjadi bekal untuk kehidupan kekal kelak.
Firman Tuhan mengajarkan bahwa kita harus mengenalkan firman Tuhan sejak dini pada anak-anak kita. Ketika kita duduk di rumah, dalam perjalanan, ketika berbaring dan ketika kita bangun. Ini menunjukkan bahwa kita haruslah mengenalkan dan mengajarkan firman Tuhan secara berulang-ulang dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Tidak cukup berhenti hanya sampai tidak menghalang-halangi seperti renungan yang kita baca kemarin, namun kita juga dituntut untuk mengajarkan secara berulang-ulang pada setiap kesempatan, pada setiap aspek kehidupan mereka, sepanjang perjalanan hidup mereka sejak awal hingga dewasa, kapan saja kita masih punya kesempatan untuk berada bersama-sama mereka. Lebih jauh lagi, kita juga harus mampu menjadi teladan bagi mereka, bagaimana kita menerapkan firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari kita, dan bagaimana aplikasinya secara nyata.
Daud menyadari hal ini. "Marilah anak-anak, dengarkanlah aku, takut akan TUHAN akan kuajarkan kepadamu!" (Mazmur 34:13). Apa yang hendak diajarkan Daud mengenai takut akan Tuhan pada mereka? Kita lihat ayat selanjutnya. "Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik? Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu; jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya! Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong; wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi. Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." (ay 13-18). Dan seterusnya hingga perikop ini selesai.
Sudahkah anda dengan tekun mengajarkan anak-anak anda untuk mengenal Kristus, dan demikian mengenal pribadi Allah? Dan yang lebih penting lagi, sudahkah anda menjadi contoh teladan yang baik bagi mereka? Semua ini akan menjadi bekal yang sungguh berharga bagi perjalanan kehidupan mereka di masa mendatang. Firman Tuhan berkata: "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu."(Amsal 22:6). Ini investasi yang sangat penting, sekaligus akan menjadi warisan yang paling berharga bagi mereka.
Mewariskan iman tidak hanya berguna di dunia, tapi juga di Surga
Monday, March 23, 2009
Anak Kecil pun Butuh Yesus
Ayat bacaan: Matius 19:14
======================
"Tetapi Yesus berkata: "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga."
Saya sering terheran-heran melihat sekelompok anak balita yang bermain di depan rumah saya. Bayangkan di usia seperti itu, apa yang keluar dari mulut mereka sudah tergolong keterlaluan. Berbagai kata-kata tidak sopan terlempar begitu saja dalam bermain. Tadi saya sempat kaget, melihat salah satu dari mereka memakai topeng "Kamen Rider" dan berteriak "kubunuh kamu! kutebas lehermu!" (dalam bahasa daerah). Itu diucapkan oleh anak-anak berumur dibawah 5 tahun.. Saya berpikir, sejahat itukah lingkungan yang kita tempati saat ini, berbagai tayangan-tayangan yang tanpa sadar kita biarkan untuk mereka tonton, lagu-lagu yang isinya mengajarkan hal-hal jahat yang mereka dengar, sehingga anak-anak yang masih polos dan lugu terkontaminasi dengan hal-hal yang berpotensi besar merusak masa depan mereka? Anak kecil butuh bimbingan, karena mereka masih seperti kertas kosong yang akan berisi tergantung apa yang ditulis di atasnya. Para orang tua, dengarlah, anak-anak anda butuh bimbingan, dan mereka pun perlu untuk mengenal Yesus sejak dini.
Ada banyak pula orang tua yang terlalu sibuk, dan menganggap anaknya masih terlalu kecil, dan tidak perlu dibawa ke Gereja, tidak perlu sekolah minggu dan lain-lain. Ada banyak yang tidak mau karena merasa terganggu karena membawa anak, atau mungkin terlalu sibuk sehingga tidak punya waktu untuk mengantar jemput atau menunggui anaknya. Sebuah keputusan yang kita ambil saat ini bagi mereka bisa sangat menentukan seperti apa mereka di masa depan.
Mari kita lihat bagaimana reaksi Yesus ketika ada orang-orang yang membawa anak mereka kepada Yesus untuk diberkati. Pada saat itu, murid-murid Yesus bertindak seperti "bodyguard" dan memarahi mereka yang membawa anak. "Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan mendoakan mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu."(Matius 19:13). Bagaimana reaksi Yesus? "Tetapi Yesus berkata: "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga."(ay 14). Wow, orang-orang seperti anak-anak itulah yang empunya Kerajaan Sorga. Anak-anak kecil yang masih belum terkontaminasi dengan logika-logika manusia, yang masih polos tanpa topeng, jujur dan sederhana pikirannya. Seperti itulah kita seharusnya dalam menyambut Kerajaan Allah. Anak kecil tidak khawatir apabila mereka ada dekat orang tuanya, mereka akan merasa aman dan percaya penuh pada orang tuanya, dan menuruti orang tuanya tanpa banyak tanya. Dan Yesus pun mengingatkan kita untuk berbuat demikian. "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya."(Lukas 18:17). Dan kemudian, Yesus meletakkan tangan-Nya di atas kepala anak-anak itu dan memberkati mereka. (Matius 19:15). Yesus tidak saja mengasihi kita yang sudah dewasa, namun juga mengasihi anak-anak kecil, bahkan memandang mereka secara istimewa, dan mengingatkan kita untuk memandang Kerajaan Allah dengan mata anak kecil. Through the eyes of a child. Hidup kita yang sudah dewasa ini sudah terkontaminasi dengan begitu banyak hal, sehingga kita menjadi sulit untuk mengerti kehendak Tuhan dan percaya sepenuhnya pada Tuhan. Terlalu sering kita memaksakan logika-logika kita sendiri, sehingga sadar atau tidak kita menutup pintu dari berkat-berkat yang disediakan Tuhan bagi kita.
Kembali kepada anak-anak, sebagai orang tua kita harus mampu menjadi sumber bagi mereka untuk mengenal Yesus. Sudahkah anda menceritakan hal-hal tentang Yesus sebelum mereka tidur? Sudahkah anda mengajak mereka untuk membangun mesbah Tuhan dan bersama-sama memuliakan Tuhan? Sudahkah anda bersukacita mengantarkan anak-anak anda ke sekolah Minggu atau kelas-kelas balita yang disediakan oleh banyak Gereja? Jika pada saat itu Tuhan Yesus melarang siapapun untuk menghalang-halangi anak-anak itu untuk datang kepadaNya, apalagi saat ini ketika lingkungan sekitar dalam segala aspek kehidupan mereka bisa setiap saat memberi pengaruh negatif dan merusak masa depan mereka. Lebih jauh Yesus mengingatkan sesuatu yang penting mengenai hal ini. "Maka Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka: Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku." (Markus 9:36-37). Dan lihat apa kata Yesus pada setiap orang yang tidak menerima anak-anak kecil atau yang menghalang-halangi mereka. "Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut." (Markus 9:42). Pesan yang sama diingatkan Tuhan Yesus juga kepada anda, para orang tua, agar tidak menghalang-halangi anak-anak anda untuk datang kepada Yesus. Anak-anak kita butuh Yesus, sama seperti kita juga. Dan Yesus mengasihi mereka juga, sama seperti Dia mengasihi anda dan saya.
Seperti kita butuh Yesus, demikian pula anak-anak kita. Jangan halang-halangi mereka
======================
"Tetapi Yesus berkata: "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga."
Saya sering terheran-heran melihat sekelompok anak balita yang bermain di depan rumah saya. Bayangkan di usia seperti itu, apa yang keluar dari mulut mereka sudah tergolong keterlaluan. Berbagai kata-kata tidak sopan terlempar begitu saja dalam bermain. Tadi saya sempat kaget, melihat salah satu dari mereka memakai topeng "Kamen Rider" dan berteriak "kubunuh kamu! kutebas lehermu!" (dalam bahasa daerah). Itu diucapkan oleh anak-anak berumur dibawah 5 tahun.. Saya berpikir, sejahat itukah lingkungan yang kita tempati saat ini, berbagai tayangan-tayangan yang tanpa sadar kita biarkan untuk mereka tonton, lagu-lagu yang isinya mengajarkan hal-hal jahat yang mereka dengar, sehingga anak-anak yang masih polos dan lugu terkontaminasi dengan hal-hal yang berpotensi besar merusak masa depan mereka? Anak kecil butuh bimbingan, karena mereka masih seperti kertas kosong yang akan berisi tergantung apa yang ditulis di atasnya. Para orang tua, dengarlah, anak-anak anda butuh bimbingan, dan mereka pun perlu untuk mengenal Yesus sejak dini.
Ada banyak pula orang tua yang terlalu sibuk, dan menganggap anaknya masih terlalu kecil, dan tidak perlu dibawa ke Gereja, tidak perlu sekolah minggu dan lain-lain. Ada banyak yang tidak mau karena merasa terganggu karena membawa anak, atau mungkin terlalu sibuk sehingga tidak punya waktu untuk mengantar jemput atau menunggui anaknya. Sebuah keputusan yang kita ambil saat ini bagi mereka bisa sangat menentukan seperti apa mereka di masa depan.
Mari kita lihat bagaimana reaksi Yesus ketika ada orang-orang yang membawa anak mereka kepada Yesus untuk diberkati. Pada saat itu, murid-murid Yesus bertindak seperti "bodyguard" dan memarahi mereka yang membawa anak. "Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan mendoakan mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu."(Matius 19:13). Bagaimana reaksi Yesus? "Tetapi Yesus berkata: "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga."(ay 14). Wow, orang-orang seperti anak-anak itulah yang empunya Kerajaan Sorga. Anak-anak kecil yang masih belum terkontaminasi dengan logika-logika manusia, yang masih polos tanpa topeng, jujur dan sederhana pikirannya. Seperti itulah kita seharusnya dalam menyambut Kerajaan Allah. Anak kecil tidak khawatir apabila mereka ada dekat orang tuanya, mereka akan merasa aman dan percaya penuh pada orang tuanya, dan menuruti orang tuanya tanpa banyak tanya. Dan Yesus pun mengingatkan kita untuk berbuat demikian. "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya."(Lukas 18:17). Dan kemudian, Yesus meletakkan tangan-Nya di atas kepala anak-anak itu dan memberkati mereka. (Matius 19:15). Yesus tidak saja mengasihi kita yang sudah dewasa, namun juga mengasihi anak-anak kecil, bahkan memandang mereka secara istimewa, dan mengingatkan kita untuk memandang Kerajaan Allah dengan mata anak kecil. Through the eyes of a child. Hidup kita yang sudah dewasa ini sudah terkontaminasi dengan begitu banyak hal, sehingga kita menjadi sulit untuk mengerti kehendak Tuhan dan percaya sepenuhnya pada Tuhan. Terlalu sering kita memaksakan logika-logika kita sendiri, sehingga sadar atau tidak kita menutup pintu dari berkat-berkat yang disediakan Tuhan bagi kita.
Kembali kepada anak-anak, sebagai orang tua kita harus mampu menjadi sumber bagi mereka untuk mengenal Yesus. Sudahkah anda menceritakan hal-hal tentang Yesus sebelum mereka tidur? Sudahkah anda mengajak mereka untuk membangun mesbah Tuhan dan bersama-sama memuliakan Tuhan? Sudahkah anda bersukacita mengantarkan anak-anak anda ke sekolah Minggu atau kelas-kelas balita yang disediakan oleh banyak Gereja? Jika pada saat itu Tuhan Yesus melarang siapapun untuk menghalang-halangi anak-anak itu untuk datang kepadaNya, apalagi saat ini ketika lingkungan sekitar dalam segala aspek kehidupan mereka bisa setiap saat memberi pengaruh negatif dan merusak masa depan mereka. Lebih jauh Yesus mengingatkan sesuatu yang penting mengenai hal ini. "Maka Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka: Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku." (Markus 9:36-37). Dan lihat apa kata Yesus pada setiap orang yang tidak menerima anak-anak kecil atau yang menghalang-halangi mereka. "Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut." (Markus 9:42). Pesan yang sama diingatkan Tuhan Yesus juga kepada anda, para orang tua, agar tidak menghalang-halangi anak-anak anda untuk datang kepada Yesus. Anak-anak kita butuh Yesus, sama seperti kita juga. Dan Yesus mengasihi mereka juga, sama seperti Dia mengasihi anda dan saya.
Seperti kita butuh Yesus, demikian pula anak-anak kita. Jangan halang-halangi mereka
Sunday, March 22, 2009
Susah Air
Ayat bacaan: Keluaran 17:3
=====================
"Hauslah bangsa itu akan air di sana; bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa dan berkata: "Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?"
Harga segalon air mineral terus naik seiring dengan kenaikan harga-harga lainnya. Banyak orang sepakat mengatakan bahwa ini tahun yang sulit. Dengan sinis seorang teman pernah berkata, dalam UUD 45 terdapat pasal 33 yang mengatakan "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat" tapi itu dulu. Sekarang bunyinya berhenti sampai "dikuasai oleh Negara", atau malah ditambahkan "dan dipergunakan pejabat untuk sebesar-besarnya untuk memperkaya diri sendiri." Sebuah bentuk sinisme yang kalau dipikir-pikir cukup beralasan, karena negara kita yang katanya kaya alamnya, ternyata tidak cukup mampu menjangkau kebutuhan rakyat jelata. "Untuk minum pun mahal" kata satpam di kampus saya. Tapi kalau saya pikir lagi, setidaknya air masih relatif lebih mudah di dapat di negara kita dibandingkan di gurun pasir. Lebih jauh lagi, setidaknya di gurun pasir saat ini kita bisa membeli air meskipun harganya mungkin jauh lebih mahal ketimbang kemasan-kemasan air mineral di Indonesia. Sekarang bayangkan pada jaman Musa, tidak ada orang yang menjual air! Dengan jumlah orang Israel yang berjalan melalui gurun pada jaman Musa, bisa dibayangkan bagaimana paniknya mereka membayangkan ketiadaan air. Tanpa air tidak ada manusia yang mampu hidup, apalagi di gurun pasir yang luar biasa panasnya. Kematian membayangi. Maka mulailah mereka bersungut-sungut, protes dan bersikap sinis kepada Musa.
Sungguh, merupakan hal yang wajar bagi manusia untuk merasa stres bahkan panik ketika bertemu dengan masalah. Itu adalah reaksi alamiah yang sangat wajar secara manusiawi. Namun masalahnya, seharusnya orang Israel pada waktu itu tidak punya alasan untuk bersungut-sungut, protes, stres dan panik. Lihatlah dalam sepanjang perjalanan mereka, bukankah Tuhan sudah melakukan begitu banyak mukjizat bagi mereka setiap hari? Coba lihat bagaimana Tuhan sendiri yang berjalan di depan mereka dengan tiang awan dan tiang api. "TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam. Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu." (Keluaran 13:21-22). Lalu lihat pula bagaimana Tuhan mampu membelah Laut Teberau alias Laut Merah secara ajaib. Hal itu memungkinkan mereka untuk berjalan di tengah-tengahnya, dan kemudian ketika laskar Firaun melintasi belahan Laut Merah itu, mereka pun tenggelam. "Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka.....Berbaliklah segala air itu, lalu menutupi kereta dan orang berkuda dari seluruh pasukan Firaun, yang telah menyusul orang Israel itu ke laut; seorangpun tidak ada yang tinggal dari mereka."(Keluaran 14:22-28). Kemudian ketika mereka melintasi padang gurun Syur dan sampai di Mara. Di sana mereka tidak dapat minum karena airnya pahit rasanya. Tapi sekali lagi Tuhan melakukan perkara ajaib, air yang pahit itu menjadi manis dan bisa mereka minum. (Keluaran 15:25). Dalam setiap permasalahan yang mereka jumpai, mereka mengeluh, dan Tuhan selalu sabar dan berulang-ulang melakukan mukjizat. Tapi lagi-lagi, orang Israel terus saja mengeluh dan bersungut-sungut. Hingga kita sampai pada ayat bacaan hari ini, dimana kembali mereka bersungut-sungut ketika memasuki Rafidim yang tanpa air. Tidak cukupkah pengalaman luar biasa mereka yang penuh mukjizat sepanjang perjalanan? Tidak cukupkah semua mukjizat itu membuat mereka yakin bahwa jika dulu saja Tuhan sanggup menolong, kali ini pun Tuhan pasti sanggup? Tidakkah mereka bisa percaya akan kasih setia Tuhan?
Masalah saat itu ternyata bukanlah "lack of water" atau "kekurangan air" melainkan "lack of faith" alias "kekurangan iman". Hal ini masih relevan terjadi pada kita saat ini. Kita seringkali lupa bagaimana Tuhan pernah memberkati hidup kita dan menolong kita dalam masa-masa sulit. Jika saat itu saja Tuhan bisa, saat ini pun tidaklah mustahil Tuhan mampu untuk kembali melakukannya. Lihat bagaimana kesalnya Tuhan terhadap bangsa Israel yang terbiasa mengeluh. "Lagi firman TUHAN kepada Musa: "Telah Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk." (Keluaran 32:9), atau ini "Berapa lama lagi umat yang jahat ini akan bersungut-sungut kepada-Ku? Segala sesuatu yang disungut-sungutkan orang Israel kepada-Ku telah Kudengar." (Bilangan 14:27). Dalam Roma pun kembali dikatakan bahwa bangsa Israel adalah bangsa yang tidak taat dan yang membantah. (Roma 10:21). Aduh, jangan sampai kita dikatakan Tuhan seperti itu. Jangan sampai kita dikenal sebagai anakNya yang jahat, tegar tengkuk, tidak taat, hobi membantah dan jagoan bersungut-sungut. Hadapilah permasalahan dengan tegar, tanpa hilang pengharapan, dan ingatlah berapa banyak Tuhan telah menolong anda di masa lalu. Jika dulu Tuhan sanggup, maka kali ini pun Tuhan pasti sanggup. Be full of faith to face the problem.
Jika dulu Tuhan sanggup, saat ini dan di masa depan pun Tuhan pasti sanggup
=====================
"Hauslah bangsa itu akan air di sana; bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa dan berkata: "Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?"
Harga segalon air mineral terus naik seiring dengan kenaikan harga-harga lainnya. Banyak orang sepakat mengatakan bahwa ini tahun yang sulit. Dengan sinis seorang teman pernah berkata, dalam UUD 45 terdapat pasal 33 yang mengatakan "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat" tapi itu dulu. Sekarang bunyinya berhenti sampai "dikuasai oleh Negara", atau malah ditambahkan "dan dipergunakan pejabat untuk sebesar-besarnya untuk memperkaya diri sendiri." Sebuah bentuk sinisme yang kalau dipikir-pikir cukup beralasan, karena negara kita yang katanya kaya alamnya, ternyata tidak cukup mampu menjangkau kebutuhan rakyat jelata. "Untuk minum pun mahal" kata satpam di kampus saya. Tapi kalau saya pikir lagi, setidaknya air masih relatif lebih mudah di dapat di negara kita dibandingkan di gurun pasir. Lebih jauh lagi, setidaknya di gurun pasir saat ini kita bisa membeli air meskipun harganya mungkin jauh lebih mahal ketimbang kemasan-kemasan air mineral di Indonesia. Sekarang bayangkan pada jaman Musa, tidak ada orang yang menjual air! Dengan jumlah orang Israel yang berjalan melalui gurun pada jaman Musa, bisa dibayangkan bagaimana paniknya mereka membayangkan ketiadaan air. Tanpa air tidak ada manusia yang mampu hidup, apalagi di gurun pasir yang luar biasa panasnya. Kematian membayangi. Maka mulailah mereka bersungut-sungut, protes dan bersikap sinis kepada Musa.
Sungguh, merupakan hal yang wajar bagi manusia untuk merasa stres bahkan panik ketika bertemu dengan masalah. Itu adalah reaksi alamiah yang sangat wajar secara manusiawi. Namun masalahnya, seharusnya orang Israel pada waktu itu tidak punya alasan untuk bersungut-sungut, protes, stres dan panik. Lihatlah dalam sepanjang perjalanan mereka, bukankah Tuhan sudah melakukan begitu banyak mukjizat bagi mereka setiap hari? Coba lihat bagaimana Tuhan sendiri yang berjalan di depan mereka dengan tiang awan dan tiang api. "TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam. Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu." (Keluaran 13:21-22). Lalu lihat pula bagaimana Tuhan mampu membelah Laut Teberau alias Laut Merah secara ajaib. Hal itu memungkinkan mereka untuk berjalan di tengah-tengahnya, dan kemudian ketika laskar Firaun melintasi belahan Laut Merah itu, mereka pun tenggelam. "Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka.....Berbaliklah segala air itu, lalu menutupi kereta dan orang berkuda dari seluruh pasukan Firaun, yang telah menyusul orang Israel itu ke laut; seorangpun tidak ada yang tinggal dari mereka."(Keluaran 14:22-28). Kemudian ketika mereka melintasi padang gurun Syur dan sampai di Mara. Di sana mereka tidak dapat minum karena airnya pahit rasanya. Tapi sekali lagi Tuhan melakukan perkara ajaib, air yang pahit itu menjadi manis dan bisa mereka minum. (Keluaran 15:25). Dalam setiap permasalahan yang mereka jumpai, mereka mengeluh, dan Tuhan selalu sabar dan berulang-ulang melakukan mukjizat. Tapi lagi-lagi, orang Israel terus saja mengeluh dan bersungut-sungut. Hingga kita sampai pada ayat bacaan hari ini, dimana kembali mereka bersungut-sungut ketika memasuki Rafidim yang tanpa air. Tidak cukupkah pengalaman luar biasa mereka yang penuh mukjizat sepanjang perjalanan? Tidak cukupkah semua mukjizat itu membuat mereka yakin bahwa jika dulu saja Tuhan sanggup menolong, kali ini pun Tuhan pasti sanggup? Tidakkah mereka bisa percaya akan kasih setia Tuhan?
Masalah saat itu ternyata bukanlah "lack of water" atau "kekurangan air" melainkan "lack of faith" alias "kekurangan iman". Hal ini masih relevan terjadi pada kita saat ini. Kita seringkali lupa bagaimana Tuhan pernah memberkati hidup kita dan menolong kita dalam masa-masa sulit. Jika saat itu saja Tuhan bisa, saat ini pun tidaklah mustahil Tuhan mampu untuk kembali melakukannya. Lihat bagaimana kesalnya Tuhan terhadap bangsa Israel yang terbiasa mengeluh. "Lagi firman TUHAN kepada Musa: "Telah Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk." (Keluaran 32:9), atau ini "Berapa lama lagi umat yang jahat ini akan bersungut-sungut kepada-Ku? Segala sesuatu yang disungut-sungutkan orang Israel kepada-Ku telah Kudengar." (Bilangan 14:27). Dalam Roma pun kembali dikatakan bahwa bangsa Israel adalah bangsa yang tidak taat dan yang membantah. (Roma 10:21). Aduh, jangan sampai kita dikatakan Tuhan seperti itu. Jangan sampai kita dikenal sebagai anakNya yang jahat, tegar tengkuk, tidak taat, hobi membantah dan jagoan bersungut-sungut. Hadapilah permasalahan dengan tegar, tanpa hilang pengharapan, dan ingatlah berapa banyak Tuhan telah menolong anda di masa lalu. Jika dulu Tuhan sanggup, maka kali ini pun Tuhan pasti sanggup. Be full of faith to face the problem.
Jika dulu Tuhan sanggup, saat ini dan di masa depan pun Tuhan pasti sanggup
Saturday, March 21, 2009
Mengurai Benang Kusut
Ayat bacaan: Yunus 1:3
==================
"Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN; ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN."
Setiap kali saya hendak membersihkan CPU komputer, saya selalu saja harus berhadapan dengan kabel-kabel yang kusut, saling berbelit-belit di belakang. Saya selalu harus merapikan kabel-kabel itu, mengurainya satu per-satu agar kembali rapi. Hari ini rapi, besok-besok ketika saya harus membuka CPU lagi, saya akan kembali berhadapan dengan kabel berseliweran dan saling mengikat satu sama lain. Saya membayangkan, jika merapikan kabel komputer yang berbelit-belit saja sudah repot, apalagi jika harus mengurai benang kusut. Wah, repotnya bukan main. Bisakah kabel atau benang itu terurai rapi dengan sendirinya? Tentu tidak bukan? Jika dibiarkan, bukan saja tetap kusut, malah bisa bertambah kusut dan semakin lama akan semakin merepotkan jika hendak diurai. Dibutuhkan tangan-tangan untuk mulai mengurai benang-benang kusut itu satu persatu, karena kabel atau benang tadi tidak akan pernah bisa terurai dengan sendirinya.
Masalah dalam hidup kita pun seringkali demikian. Begitu banyak dan saling berkait, sehingga kita bingung harus mulai dari mana untuk menyelesaikannya. Semakin lama anda biarkan, maka masalah akan semakin berbelit-belit, semakin "complicated" dan akan semakin menyulitkan untuk diselesaikan. Dulu saya termasuk orang yang punya sifat selalu lari dari masalah dan tidak mau menyelesaikannya. Saya selalu berpikir, "mudah-mudahan", masalah itu akan berlalu dengan sendirinya. Padahal itu tidak mungkin. Tidak ada masalah yang bisa selesai dengan sendirinya. Akibatnya masalah-masalah itu tidak pernah selesai dan selalu saja semakin mempersulit saya di kemudian hari. Masalah memang memusingkan, dan seringkali membuat kita menderita, apalagi kalau sudah berbelit seperti benang kusut. Tapi seperti benang kusut membutuhkan tangan-tangan untuk mengurai, hidup kita pun membutuhkan sebuah langkah dengan tindakan untuk mulai menguraikan kemudian menyelesaikan masalah-masalah itu satu persatu.
Yunus mendapat amanat untuk pergi ke Niniwe guna menyampaikan pesan Tuhan. "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku." (Yunus 1:2). Itu jelas bukanlah perkara gampang dan menyenangkan. Dan Yunus pun merasa demikian. It was a big problem to him, and then, he decided to run from it. Yunus memilih untuk kabur, seperti yang kita baca pada ayat bacaan hari ini. "Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN; ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN." (ay 3). Kita tahu apa akibatnya kemudian. Yunus dilempar ke luar dari kapal, dicampakkan ke laut dan ditelan oleh ikan besar. Salah satu hal yang bisa kita pelajari dari kisah Yunus adalah, bahwa lari dari masalah bukanlah solusi yang benar. Lari dari masalah tidak akan menyelesaikan masalah, malah akan menambah masalah lebih banyak lagi.
Para tokoh Alkitab tanpa terkecuali punya problema sendiri-sendiri. Tidak ada satupun tokoh Alkitab yang digambarkan hidup tanpa masalah. Dan memang, kekristenan tidak pernah mengajarkan sebuah jaminan untuk 100% tanpa masalah. Dari Perjanjian Lama: Abraham, Daud, Musa, Ayub dan lain-lain, hingga Perjanjian Baru seperti Petrus, Paulus dan lain-lain, semua punya pergumulan mereka sendiri. Tapi kita belajar satu hal, bahwa lewat masalah mereka-lah kemudian Tuhan menyatakan diriNya, dan ketaatan mereka membuat mereka mampu menyelesaikan masalah. Mereka sukses melewati uji kemurnian iman. Mereka semua adalah tokoh-tokoh nyata dimana kita bisa belajar dari pengalaman hidup mereka.
Tadi siang saya mengajarkan pada murid-murid saya untuk jangan pernah lari dari masalah. Stand up and face your problem like a real man should! Saya mengalami sendiri sebuah transformasi diri, dari orang yang selalu lari dari masalah menjadi orang yang selalu menjadikan masalah sebagai sebuah kesempatan untuk belajar dan bertumbuh. Di saat saya ada dalam zona nyaman saya, saya tidak akan belajar, dan tidak akan bertumbuh. Lagipula berbagai masalah yang mungkin bagi kita sudah tidak mungkin bisa selesai itu hanyalah merupakan lahan subur bagi Tuhan untuk membuat keajaiban. Masalah bisa membuat kita salah langkah, namun bisa pula membuat iman kita bertumbuh, melatih diri kita untuk mengandalkan Tuhan dan membuat kita justru semakin dekat padaNya.
Yang penting adalah keberanian kita untuk menghadapi masalah. Hadapi masalah itu bersama Tuhan, dan jangan pernah berjalan sendirian. Dalam Amsal tertulis demikian: "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." (Amsal 3:5-6). Dia akan selalu ada bersama kita yang percaya dan selalu siap membantu. Lalu dalam Yosua kita membaca: "Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung. (Yosua 1:6). Inilah yang kita perlukan. Selalu taat pada Tuhan, mau menyerahkan hidup kita sepenuhnya pada Dia, melakukan apapun dalam hidup kita dalam nama Yesus, maka anda tidak lagi perlu lari dari masalah. Hadapi masalah itu, karena Tuhan kita jauh lebih besar dari semua masalah anda.
Beranikan diri untuk menghadapi masalah karena kita punya Tuhan yang jauh lebih besar dari itu semua
==================
"Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN; ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN."
Setiap kali saya hendak membersihkan CPU komputer, saya selalu saja harus berhadapan dengan kabel-kabel yang kusut, saling berbelit-belit di belakang. Saya selalu harus merapikan kabel-kabel itu, mengurainya satu per-satu agar kembali rapi. Hari ini rapi, besok-besok ketika saya harus membuka CPU lagi, saya akan kembali berhadapan dengan kabel berseliweran dan saling mengikat satu sama lain. Saya membayangkan, jika merapikan kabel komputer yang berbelit-belit saja sudah repot, apalagi jika harus mengurai benang kusut. Wah, repotnya bukan main. Bisakah kabel atau benang itu terurai rapi dengan sendirinya? Tentu tidak bukan? Jika dibiarkan, bukan saja tetap kusut, malah bisa bertambah kusut dan semakin lama akan semakin merepotkan jika hendak diurai. Dibutuhkan tangan-tangan untuk mulai mengurai benang-benang kusut itu satu persatu, karena kabel atau benang tadi tidak akan pernah bisa terurai dengan sendirinya.
Masalah dalam hidup kita pun seringkali demikian. Begitu banyak dan saling berkait, sehingga kita bingung harus mulai dari mana untuk menyelesaikannya. Semakin lama anda biarkan, maka masalah akan semakin berbelit-belit, semakin "complicated" dan akan semakin menyulitkan untuk diselesaikan. Dulu saya termasuk orang yang punya sifat selalu lari dari masalah dan tidak mau menyelesaikannya. Saya selalu berpikir, "mudah-mudahan", masalah itu akan berlalu dengan sendirinya. Padahal itu tidak mungkin. Tidak ada masalah yang bisa selesai dengan sendirinya. Akibatnya masalah-masalah itu tidak pernah selesai dan selalu saja semakin mempersulit saya di kemudian hari. Masalah memang memusingkan, dan seringkali membuat kita menderita, apalagi kalau sudah berbelit seperti benang kusut. Tapi seperti benang kusut membutuhkan tangan-tangan untuk mengurai, hidup kita pun membutuhkan sebuah langkah dengan tindakan untuk mulai menguraikan kemudian menyelesaikan masalah-masalah itu satu persatu.
Yunus mendapat amanat untuk pergi ke Niniwe guna menyampaikan pesan Tuhan. "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku." (Yunus 1:2). Itu jelas bukanlah perkara gampang dan menyenangkan. Dan Yunus pun merasa demikian. It was a big problem to him, and then, he decided to run from it. Yunus memilih untuk kabur, seperti yang kita baca pada ayat bacaan hari ini. "Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN; ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN." (ay 3). Kita tahu apa akibatnya kemudian. Yunus dilempar ke luar dari kapal, dicampakkan ke laut dan ditelan oleh ikan besar. Salah satu hal yang bisa kita pelajari dari kisah Yunus adalah, bahwa lari dari masalah bukanlah solusi yang benar. Lari dari masalah tidak akan menyelesaikan masalah, malah akan menambah masalah lebih banyak lagi.
Para tokoh Alkitab tanpa terkecuali punya problema sendiri-sendiri. Tidak ada satupun tokoh Alkitab yang digambarkan hidup tanpa masalah. Dan memang, kekristenan tidak pernah mengajarkan sebuah jaminan untuk 100% tanpa masalah. Dari Perjanjian Lama: Abraham, Daud, Musa, Ayub dan lain-lain, hingga Perjanjian Baru seperti Petrus, Paulus dan lain-lain, semua punya pergumulan mereka sendiri. Tapi kita belajar satu hal, bahwa lewat masalah mereka-lah kemudian Tuhan menyatakan diriNya, dan ketaatan mereka membuat mereka mampu menyelesaikan masalah. Mereka sukses melewati uji kemurnian iman. Mereka semua adalah tokoh-tokoh nyata dimana kita bisa belajar dari pengalaman hidup mereka.
Tadi siang saya mengajarkan pada murid-murid saya untuk jangan pernah lari dari masalah. Stand up and face your problem like a real man should! Saya mengalami sendiri sebuah transformasi diri, dari orang yang selalu lari dari masalah menjadi orang yang selalu menjadikan masalah sebagai sebuah kesempatan untuk belajar dan bertumbuh. Di saat saya ada dalam zona nyaman saya, saya tidak akan belajar, dan tidak akan bertumbuh. Lagipula berbagai masalah yang mungkin bagi kita sudah tidak mungkin bisa selesai itu hanyalah merupakan lahan subur bagi Tuhan untuk membuat keajaiban. Masalah bisa membuat kita salah langkah, namun bisa pula membuat iman kita bertumbuh, melatih diri kita untuk mengandalkan Tuhan dan membuat kita justru semakin dekat padaNya.
Yang penting adalah keberanian kita untuk menghadapi masalah. Hadapi masalah itu bersama Tuhan, dan jangan pernah berjalan sendirian. Dalam Amsal tertulis demikian: "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." (Amsal 3:5-6). Dia akan selalu ada bersama kita yang percaya dan selalu siap membantu. Lalu dalam Yosua kita membaca: "Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung. (Yosua 1:6). Inilah yang kita perlukan. Selalu taat pada Tuhan, mau menyerahkan hidup kita sepenuhnya pada Dia, melakukan apapun dalam hidup kita dalam nama Yesus, maka anda tidak lagi perlu lari dari masalah. Hadapi masalah itu, karena Tuhan kita jauh lebih besar dari semua masalah anda.
Beranikan diri untuk menghadapi masalah karena kita punya Tuhan yang jauh lebih besar dari itu semua
Friday, March 20, 2009
Lurus Di Antara Yang Bengkok
Ayat bacaan: Filipi 2:15
==================
"supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia"
Betapa sulitnya hidup lurus ditengah generasi bengkok. Kemerosotan moral makin menjadi-jadi, kesempatan-kesempatan untuk berbuat dosa seolah-olah terhampar bebas di depan mata, dimana-mana. Dalam sebuah kesempatan saya pernah mendengar orang berbicara mengenai korupsi. Katanya, jika tidak ikut korupsi, jabatannya bisa dicopot karena membahayakan rekan-rekan dan atasannya yang melakukan korupsi. "harus mengikuti arus.." katanya. Terkadang hati nurani kita cukup tajam untuk melarang kita melakukan dosa demi dosa, namun seringkali kita kalah dan hanyut dalam arus kesesatan, bukan karena kemauan kita, tapi karena pengaruh lingkungan, atau keterpaksaan untuk mengikuti arus. Manusia kemudian bertoleransi dengan dosa. Mula-mula sedikit, namun dosa itu akan menyebar dan tanpa sadar kita sudah tenggelam dalam gelimang dosa, tidak lagi tahu bagaimana untuk keluar dari kubangan dosa itu.
Ada sebuah cuplikan menarik dari buku "No More Mr Nice Guy" karangan Steve Brown. Disana ia menulis sebuah paradoks ironis yang ia rasakan. Begini katanya: "Ketika saya terlalu takut untuk menyebabkan konflik bagi Kristus, ketika saya memilih untuk bersembunyi di pojok dan menghindari konflik dan masalah, ketika saya memilih untuk mengambil jalan yang mudah, dan ketika saya memilih untuk mengizinkan iman saya menjadi tumpul, saya menemukan bahwa tingkat kecemasan saya meningkat." Begitu derasnya arus penyesatan dari angkatan yang bengkok di dunia yang sama-sama kita tempati, begitu intensnya desakan untuk terseret pada kebiasaan dunia, sehingga kita seringkali beranggapan sama seperti Brown: Bahwa untuk tetap lurus dalam dunia yang penuh dengan angkatan bengkok akan membuat tingkat kecemasan kita meningkat. Komitmen tetap mau hidup lurus tanpa kompromi bisa membuat kita akan tersisih, tersingkir, dibuang oleh dunia.. ada konsekuensi-konsekuensi yang membuat kita akan khawatir seperti rasa disisihkan, diturunkan jabatan, bahkan dipecat jika tidak mau mengikut arus. "ah.. sok alim!", "bodoh!" dan sebagainya, itu akan menjadi tudingan langsung kepada kita jika kita tidak mau ikut-ikutan bengkok.
Bagaimana cara kita untuk mengatasi itu? Tidak ada cara lain selain menggantungkan hidup kita sepenuhnya pada Tuhan. Filipi 2 mulai ayat ke 12 mengajarkan cara itu dengan jelas. "Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir." (ay 12) Ini sebuah pesan penting bagi kita semua yang hidup ditengah-tengah dunia yang bengkok. Kita hanya perlu untuk terus taat pada Tuhan, dan Tuhan akan bekerja dalam hidup kita, menjaga dan melindungi kita. Dan itu tertulis dalam ayat lanjutannya:"karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya." (ay 13). Dengan demikian, kita tidak perlu khawatir untuk tetap hidup lurus. Sekali lagi, karena Tuhan sendiri lah yang akan bekerja atas kita. Dari itu kita tidak perlu hidup khawatir, penuh pertanyaan, bersungut-sungut atau berbantah-bantahan (ay 14). Kita perlu terus memegang komitmen tanpa kompromi untuk tetap hidup lurus di tengah generasi yang bengkok hatinya (crooked and wicked generation), sehingga kita cahaya Yesus, Terang Dunia, bisa memancar melalui kita. (ay 15). Steve Brown pun menyadari hal tersebut bahkan mendapat buktinya. Ia akhirnya menyimpulkan demikian: "Apa yang menurut saya akan mengurangi kekhawatiran dan kecemasan saya malah justru menjadi sebaliknya. Namun... ketika saya bertahan, Allah berdiri bersama saya." Ya, Allah akan selalu berdiri tegak disamping anak-anakNya yang selalu mengerjakan keselamatan dengan rasa takut akan Tuhan!
Dari kisah Sodom kita melihat Tuhan tidak akan menimpakan hukumanNya atas sebuah bangsa jika ada sedikit orang benar tinggal di dalamnya. Iman dari sedikit orang benar mampu menyelamatkan seluruh bangsa. (Kejadian 18:20-33). Tuhan harus memusnahkan Sodom karena di sana sudah tidak ada lagi orang benar. Kita yang tetap hidup lurus bisa menyelamatkan bangsa dan negara kita. Tuhan akan melihat keteguhan iman kita dan ketaatan kita kepadaNya. Jadilah orang-orang lurus ditengah generasi bengkok, dan percayalah: Tuhan sendiri yang akan bekerja atas kita.
Ditengah angkatan bengkok, tetaplah hidup lurus, Tuhan akan mencukupkan segalanya
==================
"supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia"
Betapa sulitnya hidup lurus ditengah generasi bengkok. Kemerosotan moral makin menjadi-jadi, kesempatan-kesempatan untuk berbuat dosa seolah-olah terhampar bebas di depan mata, dimana-mana. Dalam sebuah kesempatan saya pernah mendengar orang berbicara mengenai korupsi. Katanya, jika tidak ikut korupsi, jabatannya bisa dicopot karena membahayakan rekan-rekan dan atasannya yang melakukan korupsi. "harus mengikuti arus.." katanya. Terkadang hati nurani kita cukup tajam untuk melarang kita melakukan dosa demi dosa, namun seringkali kita kalah dan hanyut dalam arus kesesatan, bukan karena kemauan kita, tapi karena pengaruh lingkungan, atau keterpaksaan untuk mengikuti arus. Manusia kemudian bertoleransi dengan dosa. Mula-mula sedikit, namun dosa itu akan menyebar dan tanpa sadar kita sudah tenggelam dalam gelimang dosa, tidak lagi tahu bagaimana untuk keluar dari kubangan dosa itu.
Ada sebuah cuplikan menarik dari buku "No More Mr Nice Guy" karangan Steve Brown. Disana ia menulis sebuah paradoks ironis yang ia rasakan. Begini katanya: "Ketika saya terlalu takut untuk menyebabkan konflik bagi Kristus, ketika saya memilih untuk bersembunyi di pojok dan menghindari konflik dan masalah, ketika saya memilih untuk mengambil jalan yang mudah, dan ketika saya memilih untuk mengizinkan iman saya menjadi tumpul, saya menemukan bahwa tingkat kecemasan saya meningkat." Begitu derasnya arus penyesatan dari angkatan yang bengkok di dunia yang sama-sama kita tempati, begitu intensnya desakan untuk terseret pada kebiasaan dunia, sehingga kita seringkali beranggapan sama seperti Brown: Bahwa untuk tetap lurus dalam dunia yang penuh dengan angkatan bengkok akan membuat tingkat kecemasan kita meningkat. Komitmen tetap mau hidup lurus tanpa kompromi bisa membuat kita akan tersisih, tersingkir, dibuang oleh dunia.. ada konsekuensi-konsekuensi yang membuat kita akan khawatir seperti rasa disisihkan, diturunkan jabatan, bahkan dipecat jika tidak mau mengikut arus. "ah.. sok alim!", "bodoh!" dan sebagainya, itu akan menjadi tudingan langsung kepada kita jika kita tidak mau ikut-ikutan bengkok.
Bagaimana cara kita untuk mengatasi itu? Tidak ada cara lain selain menggantungkan hidup kita sepenuhnya pada Tuhan. Filipi 2 mulai ayat ke 12 mengajarkan cara itu dengan jelas. "Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir." (ay 12) Ini sebuah pesan penting bagi kita semua yang hidup ditengah-tengah dunia yang bengkok. Kita hanya perlu untuk terus taat pada Tuhan, dan Tuhan akan bekerja dalam hidup kita, menjaga dan melindungi kita. Dan itu tertulis dalam ayat lanjutannya:"karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya." (ay 13). Dengan demikian, kita tidak perlu khawatir untuk tetap hidup lurus. Sekali lagi, karena Tuhan sendiri lah yang akan bekerja atas kita. Dari itu kita tidak perlu hidup khawatir, penuh pertanyaan, bersungut-sungut atau berbantah-bantahan (ay 14). Kita perlu terus memegang komitmen tanpa kompromi untuk tetap hidup lurus di tengah generasi yang bengkok hatinya (crooked and wicked generation), sehingga kita cahaya Yesus, Terang Dunia, bisa memancar melalui kita. (ay 15). Steve Brown pun menyadari hal tersebut bahkan mendapat buktinya. Ia akhirnya menyimpulkan demikian: "Apa yang menurut saya akan mengurangi kekhawatiran dan kecemasan saya malah justru menjadi sebaliknya. Namun... ketika saya bertahan, Allah berdiri bersama saya." Ya, Allah akan selalu berdiri tegak disamping anak-anakNya yang selalu mengerjakan keselamatan dengan rasa takut akan Tuhan!
Dari kisah Sodom kita melihat Tuhan tidak akan menimpakan hukumanNya atas sebuah bangsa jika ada sedikit orang benar tinggal di dalamnya. Iman dari sedikit orang benar mampu menyelamatkan seluruh bangsa. (Kejadian 18:20-33). Tuhan harus memusnahkan Sodom karena di sana sudah tidak ada lagi orang benar. Kita yang tetap hidup lurus bisa menyelamatkan bangsa dan negara kita. Tuhan akan melihat keteguhan iman kita dan ketaatan kita kepadaNya. Jadilah orang-orang lurus ditengah generasi bengkok, dan percayalah: Tuhan sendiri yang akan bekerja atas kita.
Ditengah angkatan bengkok, tetaplah hidup lurus, Tuhan akan mencukupkan segalanya
Thursday, March 19, 2009
Menguji Kemurnian Emas
Ayat bacaan: 1 Petrus 1:7
===========================
"Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu--yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api--sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya."
Emas murni bukanlah emas yang kita kenal dalam banyak bentuk perhiasan. Perhiasan-perhiasan yang terbuat dari emas biasanya sudah dicampur dengan logam lainnya sehingga keras bentuknya. Emas yang murni sebenarnya adalah logam yang lembut, berkilat, berwarna kuning yang menarik, mudah di tempa dan lentur. Ada sebuah proses pemurnian emas yang dilakukan lewat proses pembakaran. Caranya adalah dengan membakar emas hingga mencair. Disaat emas sudah cair, berbagai kotoran yang melekat padanya seperti debu, karat dan unsur-unsur logam lain akan naik ke permukaan, sehingga semua kotoran ini bisa diambil. Kemudian panas api dinaikkan dan kotoran-kotoran yang masih tertinggal pun akan naik ke permukaan untuk dibuang. Demikianlah proses ini dilakukan berulang-ulang hingga akhirnya diperoleh emas yang benar-benar murni, bebas dari segala kotoran dan campuran logam lainnya. Dari proses pembakaran itu akan jelas terlihat mana emas yang murni, mana yang masih dipenuhi oleh kotoran-kotoran yang mengurangi kadar kemurnian emas itu.
Demikian pula bentuk iman kita. Ada kalanya Tuhan mengijinkan kita masuk dalam pencobaan. Bukan untuk menyiksa kita, namun untuk memurnikan iman kita. Seperti halnya emas diproses hingga menjadi emas murni, iman kita pun terkadang harus melalui proses pemurnian lewat pencobaan-pencobaan yang mungkin rasanya sangat menyakitkan seperti dibakar. Seperti halnya emas yang dimasukkan ke dalam api hingga kelihatan murni dan tidaknya, iman kita pun akan kelihatan kemurniannya lewat berbagai pencobaan. Reaksi dan tindakan dalam menghadapi permasalahan dan pergumulan hidup bisa menunjukkan tingkat keimanan seseorang. Bagaimana mungkin seseorang bisa dikatakan memiliki iman besar jika menghadapi masalah kecil saja sudah bersungut-sungut, takut, khawatir atau bahkan menyerah? Orang yang beriman teguh akan selalu tegar, karena mereka percaya penuh pada rancangan Tuhan beserta penyertaanNya dalam setiap aspek kehidupan kita.
Kita lihat bahwa pada jaman Petrus tampaknya menjadi orang Kristen waktu itu tidaklah mudah. Ada banyak tekanan dan ancaman yang bisa membahayakan nyawa sekalipun. Maka Petrus pun mengingatkan akan manfaat dari pencobaan, agar orang-orang percaya mampu tegar menghadapi itu semua. Petrus memulainya dengan ayat yang mengingatkan esensi hidup dalam Kristus. "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu." (1 Petrus 1:3-4). Sebuah hidup yang penuh dengan pengharapan, yang dipersiapkan untuk menerima bagian Surgawi yang kekal, itu disediakan lewat Yesus Kristus. Petrus mengingatkan agar jemaat tetap kuat ketika menghadapi bermacam-macam pencobaan. Bukan hanya kuat, tapi ia menasehati supaya bergembira. "Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan." (ay 6). Bagaimana bisa bergembira ditengah-tengah permasalahan hidup? Petrus menjelaskan demikian: "Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu--yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api--sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya." (ay 7). Perhatikan bagaimana Petrus membandingkan proses pemurnian iman dengan proses pemurnian emas. Emas dibakar berkali-kali hingga akhirnya menjadi emas murni yang berharga, sedangkan iman kita jauh lebih berharga dari emas. Emas adalah benda fana, yang tidak kekal, sementara iman kita akan membawa kita kedalam keselamatan jiwa yang kekal sifatnya. (ay 9). Jelaslah bahwa iman kita jauh lebih berharga dari emas. Jika emas saja harus dimurnikan agar bisa menjadi berharga, apalagi iman kita yang bisa membawa kita kepada kehidupan yang penuh sukacita yang kekal sifatnya.
Ayub mengalami serangkaian penderitaan yang tak terperikan. Namun pada suatu ketika Ayub pun menyadari bahwa apa yang ia alami adalah sebuah proses pengujian. "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10). Pesan Petrus yang menguatkan jemaat di masa itu agar tidak goyah ketika menghadapi penderitaan tetap relevan bagi kita. Apa yang kita alami hari-hari ini pun tidak mudah. Ada banyak ancaman, intimidasi, tekanan yang kita hadapi, belum lagi berbagai bentuk godaan duniawi yang setiap saat bisa merontokkan iman kita. setiap hari kita berhadapan dengan berbagai ujian yang bisa menjadi alat ukur kemurnian iman kita. Bagaimana kita menyikapi permasalahan akan menjadi ukuran seteguh apa iman kita percaya pada Tuhan. Pencobaan yang terkadang membawa kita ke dalam penderitaan akan membangkitkan pengharapan dan ketekunan kita serta melatih iman kita agar lebih kuat. Proses "pembakaran" iman kita akan melepaskan segala kotoran yang melekat pada iman kita, sehingga akhirnya kita bisa memiliki sebentuk iman yang murni, seperti emas murni. Semua itu bertujuan untuk kebaikan kita. Kita dipersiapkan agar layak menerima segala janji Tuhan yang sudah disediakanNya bagi kita semua. Itulah sebabnya kita harus bersyukur ketika kita melewati pencobaan. Jangan menyerah dan terburu-buru mencari alternatif yang menyesatkan ketika sedang menghadapi proses pemurnian, karena di ujung proses itu ada upah besar yang sedang menanti kita.
Iman yang diuji akan menghasilkan iman seperti emas murni
===========================
"Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu--yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api--sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya."
Emas murni bukanlah emas yang kita kenal dalam banyak bentuk perhiasan. Perhiasan-perhiasan yang terbuat dari emas biasanya sudah dicampur dengan logam lainnya sehingga keras bentuknya. Emas yang murni sebenarnya adalah logam yang lembut, berkilat, berwarna kuning yang menarik, mudah di tempa dan lentur. Ada sebuah proses pemurnian emas yang dilakukan lewat proses pembakaran. Caranya adalah dengan membakar emas hingga mencair. Disaat emas sudah cair, berbagai kotoran yang melekat padanya seperti debu, karat dan unsur-unsur logam lain akan naik ke permukaan, sehingga semua kotoran ini bisa diambil. Kemudian panas api dinaikkan dan kotoran-kotoran yang masih tertinggal pun akan naik ke permukaan untuk dibuang. Demikianlah proses ini dilakukan berulang-ulang hingga akhirnya diperoleh emas yang benar-benar murni, bebas dari segala kotoran dan campuran logam lainnya. Dari proses pembakaran itu akan jelas terlihat mana emas yang murni, mana yang masih dipenuhi oleh kotoran-kotoran yang mengurangi kadar kemurnian emas itu.
Demikian pula bentuk iman kita. Ada kalanya Tuhan mengijinkan kita masuk dalam pencobaan. Bukan untuk menyiksa kita, namun untuk memurnikan iman kita. Seperti halnya emas diproses hingga menjadi emas murni, iman kita pun terkadang harus melalui proses pemurnian lewat pencobaan-pencobaan yang mungkin rasanya sangat menyakitkan seperti dibakar. Seperti halnya emas yang dimasukkan ke dalam api hingga kelihatan murni dan tidaknya, iman kita pun akan kelihatan kemurniannya lewat berbagai pencobaan. Reaksi dan tindakan dalam menghadapi permasalahan dan pergumulan hidup bisa menunjukkan tingkat keimanan seseorang. Bagaimana mungkin seseorang bisa dikatakan memiliki iman besar jika menghadapi masalah kecil saja sudah bersungut-sungut, takut, khawatir atau bahkan menyerah? Orang yang beriman teguh akan selalu tegar, karena mereka percaya penuh pada rancangan Tuhan beserta penyertaanNya dalam setiap aspek kehidupan kita.
Kita lihat bahwa pada jaman Petrus tampaknya menjadi orang Kristen waktu itu tidaklah mudah. Ada banyak tekanan dan ancaman yang bisa membahayakan nyawa sekalipun. Maka Petrus pun mengingatkan akan manfaat dari pencobaan, agar orang-orang percaya mampu tegar menghadapi itu semua. Petrus memulainya dengan ayat yang mengingatkan esensi hidup dalam Kristus. "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu." (1 Petrus 1:3-4). Sebuah hidup yang penuh dengan pengharapan, yang dipersiapkan untuk menerima bagian Surgawi yang kekal, itu disediakan lewat Yesus Kristus. Petrus mengingatkan agar jemaat tetap kuat ketika menghadapi bermacam-macam pencobaan. Bukan hanya kuat, tapi ia menasehati supaya bergembira. "Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan." (ay 6). Bagaimana bisa bergembira ditengah-tengah permasalahan hidup? Petrus menjelaskan demikian: "Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu--yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api--sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya." (ay 7). Perhatikan bagaimana Petrus membandingkan proses pemurnian iman dengan proses pemurnian emas. Emas dibakar berkali-kali hingga akhirnya menjadi emas murni yang berharga, sedangkan iman kita jauh lebih berharga dari emas. Emas adalah benda fana, yang tidak kekal, sementara iman kita akan membawa kita kedalam keselamatan jiwa yang kekal sifatnya. (ay 9). Jelaslah bahwa iman kita jauh lebih berharga dari emas. Jika emas saja harus dimurnikan agar bisa menjadi berharga, apalagi iman kita yang bisa membawa kita kepada kehidupan yang penuh sukacita yang kekal sifatnya.
Ayub mengalami serangkaian penderitaan yang tak terperikan. Namun pada suatu ketika Ayub pun menyadari bahwa apa yang ia alami adalah sebuah proses pengujian. "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10). Pesan Petrus yang menguatkan jemaat di masa itu agar tidak goyah ketika menghadapi penderitaan tetap relevan bagi kita. Apa yang kita alami hari-hari ini pun tidak mudah. Ada banyak ancaman, intimidasi, tekanan yang kita hadapi, belum lagi berbagai bentuk godaan duniawi yang setiap saat bisa merontokkan iman kita. setiap hari kita berhadapan dengan berbagai ujian yang bisa menjadi alat ukur kemurnian iman kita. Bagaimana kita menyikapi permasalahan akan menjadi ukuran seteguh apa iman kita percaya pada Tuhan. Pencobaan yang terkadang membawa kita ke dalam penderitaan akan membangkitkan pengharapan dan ketekunan kita serta melatih iman kita agar lebih kuat. Proses "pembakaran" iman kita akan melepaskan segala kotoran yang melekat pada iman kita, sehingga akhirnya kita bisa memiliki sebentuk iman yang murni, seperti emas murni. Semua itu bertujuan untuk kebaikan kita. Kita dipersiapkan agar layak menerima segala janji Tuhan yang sudah disediakanNya bagi kita semua. Itulah sebabnya kita harus bersyukur ketika kita melewati pencobaan. Jangan menyerah dan terburu-buru mencari alternatif yang menyesatkan ketika sedang menghadapi proses pemurnian, karena di ujung proses itu ada upah besar yang sedang menanti kita.
Iman yang diuji akan menghasilkan iman seperti emas murni
Wednesday, March 18, 2009
Seperti Bapa Sayang Anaknya
Ayat bacaan: Ibrani 12:5-6
====================
"Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."
Hari ini saya teringat pada sebuah lagu yang juga sudah sangat populer, Seperti Bapa Sayang Anaknya. "Seperti bapa sayang anaknya, Demikianlah Engkau mengasihiku.." dan seterusnya. Lagu ini berbicara tentang betapa Tuhan mengasihi kita, seperti layaknya seorang ayah mengasihi anaknya. Seorang ayah teladan adalah ayah yang mampu meluangkan waktu untuk keluarga terlebih anak-anaknya ditengah kesibukan mencari nafkah yang menggunung, mampu menjadi imam dalam keluarganya dan mampu mendidik anak-anaknya untuk tumbuh dewasa dengan budi pekerti yang baik. Dalam mendidik anak-anak seorang ayah yang bijaksana tidak akan mungkin menuruti setiap keinginan anaknya. Hal tersebut tidak mendidik, dan akan membuat anaknya lupa diri, manja, egois dan lain-lain. Ada kalanya hukuman harus dijatuhkan, meskipun mungkin sang ayah merasa perih untuk melakukannya, dan seringkali sang anak merasa sedih kenapa ayahnya berlaku begitu kejam, karena mereka belum bisa melihat bahwa hukuman terkadang dijatuhkan atas mereka demi kebaikan mereka sendiri, agar tidak melakukan kesalahan yang sama lagi di kemudian hari. Pada masa kecil saya, saya masih ingat betul beberapa kali ayah saya menjatuhkan hukuman. Biasanya berupa menepuk telapak tangan saya, jika saya melakukan hal yang salah. Dulu waktu hukuman itu diberikan, saya merasa sedih dan marah. Namun hari ini ketika saya melihat ke belakang, saya bersyukur bahwa didikan yang diberikan kedua orang tua saya akhirnya berperan penting dalam membentuk saya seperti sekarang, tentunya termasuk berbagai hukuman yang dulu diberikan atas kesalahan-kesalahan saya.
Seperti bapa sayang anaknya, demikianlah Engkau mengasihiku. Kasih sayang Tuhan kepada kita hadir dalam bentuk yang begitu intim, begitu dekat, seperti kedekatan seorang ayah dengan anaknya. Daud menyadari itu, sehingga ia berkata demikian: "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia." (Mazmur 103:13). Yesaya menyebutkan: "Bukankah Engkau Bapa kami? Sungguh, Abraham tidak tahu apa-apa tentang kami, dan Israel tidak mengenal kami. Ya TUHAN, Engkau sendiri Bapa kami; nama-Mu ialah "Penebus kami" sejak dahulu kala." (Yesaya 63:16), Maleakhi menuliskan: "Mereka akan menjadi milik kesayangan-Ku sendiri, firman TUHAN semesta alam, pada hari yang Kusiapkan. Aku akan mengasihani mereka sama seperti seseorang menyayangi anaknya yang melayani dia." (Maleakhi 3:17), atau lihatlah bagaimana Yesus selalu menyebut Tuhan sebagai Bapa. Seperti halnya ayah kita di dunia menyediakan segalanya bagi kita, melindungi kita, demikian pula Bapa di Surga. Tapi di sisi lain, ketika kita melakukan kesalahan, seperti ayah di dunia yang terkadang perlu mendisiplinkan kita melalui hukuman, demikian pula Tuhan terkadang perlu menjatuhkan hukuman untuk mengajarkan dan mendisiplinkan kita demi kebaikan kita sendiri.
Penulis Ibrani mengingatkan pula akan bentuk pendisiplinan Tuhan. "Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya." (Ibrani 12:5). Mengapa demikian? "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (ay 6). Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan lebih jauh di ayat selanjutnya. "Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang." (ay 7-8). Jika lewat ayah kita di dunia kita didisplinkan, dan kita menghormati mereka, apalagi terhadap Bapa Surgawi kita, yang tetap mendidik kita demi kebaikan kita sendiri, agar kita layak untuk memperoleh bagian dalam kekudusanNya. (ay 9-10). Pada saat hukuman jatuh atas kita tentu menyakitkan. Tapi lihatlah hasil akhirnya, jika kita mau memperbaiki diri dan menerima hukuman itu dengan ketulusan, hasil dari hukuman itu akan menghasilkan buah kebenaran yang menyelamatkan kita.
Bentuk pendisiplinan yang terkadang hadir dalam bentuk hukuman dari Tuhan bukan terjadi atas keinginan untuk menyakiti dan menyiksa kita, tapi sebaliknya, karena Tuhan mengasihi kita dan hendak mendidik kita seperti layaknya seorang ayah mengajari anaknya. "Maka haruslah engkau insaf, bahwa TUHAN, Allahmu, mengajari engkau seperti seseorang mengajari anaknya." (Ulangan 8:5). Ingatlah bahwa dalam banyak kesempatan, penderitaan yang kita lalui adalah sebuah proses pemurnian dan pendisiplinan untuk mendatangkan kebaikan bagi kita sendiri juga. Hal inilah yang digambarkan oleh Yakobus. "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." (Yakobus 1:2-4). Jadi ketika kita sedang dididik Tuhan, meski terkadang sakit rasanya, bersyukurlah karena itu tandanya Tuhan mengasihi kita seperti bapa yang sayang anaknya.
Tuhan mendisiplinkan kita karena Dia sangat mengasihi kita sebagai anak-anakNya
====================
"Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."
Hari ini saya teringat pada sebuah lagu yang juga sudah sangat populer, Seperti Bapa Sayang Anaknya. "Seperti bapa sayang anaknya, Demikianlah Engkau mengasihiku.." dan seterusnya. Lagu ini berbicara tentang betapa Tuhan mengasihi kita, seperti layaknya seorang ayah mengasihi anaknya. Seorang ayah teladan adalah ayah yang mampu meluangkan waktu untuk keluarga terlebih anak-anaknya ditengah kesibukan mencari nafkah yang menggunung, mampu menjadi imam dalam keluarganya dan mampu mendidik anak-anaknya untuk tumbuh dewasa dengan budi pekerti yang baik. Dalam mendidik anak-anak seorang ayah yang bijaksana tidak akan mungkin menuruti setiap keinginan anaknya. Hal tersebut tidak mendidik, dan akan membuat anaknya lupa diri, manja, egois dan lain-lain. Ada kalanya hukuman harus dijatuhkan, meskipun mungkin sang ayah merasa perih untuk melakukannya, dan seringkali sang anak merasa sedih kenapa ayahnya berlaku begitu kejam, karena mereka belum bisa melihat bahwa hukuman terkadang dijatuhkan atas mereka demi kebaikan mereka sendiri, agar tidak melakukan kesalahan yang sama lagi di kemudian hari. Pada masa kecil saya, saya masih ingat betul beberapa kali ayah saya menjatuhkan hukuman. Biasanya berupa menepuk telapak tangan saya, jika saya melakukan hal yang salah. Dulu waktu hukuman itu diberikan, saya merasa sedih dan marah. Namun hari ini ketika saya melihat ke belakang, saya bersyukur bahwa didikan yang diberikan kedua orang tua saya akhirnya berperan penting dalam membentuk saya seperti sekarang, tentunya termasuk berbagai hukuman yang dulu diberikan atas kesalahan-kesalahan saya.
Seperti bapa sayang anaknya, demikianlah Engkau mengasihiku. Kasih sayang Tuhan kepada kita hadir dalam bentuk yang begitu intim, begitu dekat, seperti kedekatan seorang ayah dengan anaknya. Daud menyadari itu, sehingga ia berkata demikian: "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia." (Mazmur 103:13). Yesaya menyebutkan: "Bukankah Engkau Bapa kami? Sungguh, Abraham tidak tahu apa-apa tentang kami, dan Israel tidak mengenal kami. Ya TUHAN, Engkau sendiri Bapa kami; nama-Mu ialah "Penebus kami" sejak dahulu kala." (Yesaya 63:16), Maleakhi menuliskan: "Mereka akan menjadi milik kesayangan-Ku sendiri, firman TUHAN semesta alam, pada hari yang Kusiapkan. Aku akan mengasihani mereka sama seperti seseorang menyayangi anaknya yang melayani dia." (Maleakhi 3:17), atau lihatlah bagaimana Yesus selalu menyebut Tuhan sebagai Bapa. Seperti halnya ayah kita di dunia menyediakan segalanya bagi kita, melindungi kita, demikian pula Bapa di Surga. Tapi di sisi lain, ketika kita melakukan kesalahan, seperti ayah di dunia yang terkadang perlu mendisiplinkan kita melalui hukuman, demikian pula Tuhan terkadang perlu menjatuhkan hukuman untuk mengajarkan dan mendisiplinkan kita demi kebaikan kita sendiri.
Penulis Ibrani mengingatkan pula akan bentuk pendisiplinan Tuhan. "Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya." (Ibrani 12:5). Mengapa demikian? "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (ay 6). Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan lebih jauh di ayat selanjutnya. "Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang." (ay 7-8). Jika lewat ayah kita di dunia kita didisplinkan, dan kita menghormati mereka, apalagi terhadap Bapa Surgawi kita, yang tetap mendidik kita demi kebaikan kita sendiri, agar kita layak untuk memperoleh bagian dalam kekudusanNya. (ay 9-10). Pada saat hukuman jatuh atas kita tentu menyakitkan. Tapi lihatlah hasil akhirnya, jika kita mau memperbaiki diri dan menerima hukuman itu dengan ketulusan, hasil dari hukuman itu akan menghasilkan buah kebenaran yang menyelamatkan kita.
Bentuk pendisiplinan yang terkadang hadir dalam bentuk hukuman dari Tuhan bukan terjadi atas keinginan untuk menyakiti dan menyiksa kita, tapi sebaliknya, karena Tuhan mengasihi kita dan hendak mendidik kita seperti layaknya seorang ayah mengajari anaknya. "Maka haruslah engkau insaf, bahwa TUHAN, Allahmu, mengajari engkau seperti seseorang mengajari anaknya." (Ulangan 8:5). Ingatlah bahwa dalam banyak kesempatan, penderitaan yang kita lalui adalah sebuah proses pemurnian dan pendisiplinan untuk mendatangkan kebaikan bagi kita sendiri juga. Hal inilah yang digambarkan oleh Yakobus. "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." (Yakobus 1:2-4). Jadi ketika kita sedang dididik Tuhan, meski terkadang sakit rasanya, bersyukurlah karena itu tandanya Tuhan mengasihi kita seperti bapa yang sayang anaknya.
Tuhan mendisiplinkan kita karena Dia sangat mengasihi kita sebagai anak-anakNya
Tuesday, March 17, 2009
Agar Pohon Berbuah Lebat
Ayat bacaan: Lukas 13:8-9
=====================
"Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!"
Menanam pohon agar tumbuh baik ternyata susah-susah gampang. Pernah suatu kali saya berkunjung ke rumah seorang teman, dan pada saat itu ayahnya terlihat sedang sibuk membersihkan pohon di pekarangannya. Ketika saya bertanya apa yang sedang ia lakukan, ia menjawab bahwa ia sedang menyiangi dahan-dahan dari tunas-tunas yang tumbuh disana. Ia berkata bahwa pohon akan sulit menghasilkan buah secara produktif apabila ada terlalu banyak tunas yang tumbuh pada setiap dahan. Maka ia memilah-milah tunas yang tumbuh disana. Apabila tunas itu ternyata tidak produktif, tunas itu harus segera dipotong agar rantingnya bisa berbuah dengan baik. Di samping itu, terkadang ranting yang sudah berbuah produktif pun bisa dihinggapi berbagai parasit dan benalu. Parasit dan benalu ini akan membuat buah menjadi sedikit, malah tidak segar, karena zat-zat yang dibutuhkan ranting untuk menghasilkan buah habis diserap oleh benalu-benalu itu. Maka segala benalu dan parasit yang menempel pun harus segera dipotong dan dibuang sesegera mungkin. Tanpa melakukan berbagai usaha ini, niscaya pohon itu akan tumbuh sia-sia tanpa buah dan lama kelamaan akan mati.
Relevan dengan hal di atas, Alkitab dalam beberapa kesempatan menuliskan perumpamaan Tuhan sebagai tukang kebun dan kita sebagai pohon-pohon yang ada dalam kebun itu. Secara tegas Yesus pernah mengatakan demikian. "Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api." (Matius 7:18-19). Tidak main-main, pohon yang tidak berbuah, atau buahnya jelek, pada akhirnya akan ditebang dan dibakar. Kita sampai pada sebuah pertanyaan, apakah kita sudah menjadi pohon yang sehat? Sudahkah kita menghasilkan buah yang baik? Jika belum, kita harus melalui proses pemotongan tunas-tunas yang tidak produktif, pembersihan benalu dan parasit yang menempel dalam hidup kita, dan proses itu bisa menyakitkan. Tapi proses ini, meski menyakitkan harus kita lalui, agar pada akhirnya kita bisa menjadi pohon yang tumbuh subur dengan menghasilkan buah segar dengan lebat.
Ada sebuah perumpamaan singkat yang menarik berasal dari Yesus. "Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma! Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya,mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!" (Lukas 13:6-9). Perumpamaan ini menggambarkan Tuhan sebagai pemilik kebun, mendapati ada umatNya yang tidak berbuah dalam jangka waktu lama. Perhatikan ada jangka waktu yang diberikan Tuhan sebagai kesempatan bagi kita untuk berubah. Namun ketika kesempatan itu disia-siakan, pada akhirnya pohon yang tidak berguna itu akan ditebang. Pohon Ara itu hidup percuma dan hanya menghabiskan zat-zat nutrisi yang dibutuhkan tanaman anggur dalam kebun. Namun secara luar biasa, Yesus yang diumpamakan sebagai pengurus kebun meminta kesempatan sekali lagi. "aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya,mungkin tahun depan ia berbuah." (ay 8-9a). Sang "Pengurus kebun" akan mengerjakan sesuatu bagi pohon agar bisa berbuah. Hidup kita yang begitu rusak oleh benalu dan tunas-tunas dosa seringkali tidak lagi dapat diperbaiki sendiri, sehingga kita membutuhkan uluran tangan Yesus untuk "mencangkul tanah dan memberi pupuk" agar bisa selamat.
Tuhan Yesus telah datang untuk menyelamatkan kita. Dalam prosesnya, terkadang ada bagian-bagian yang tidak efektif dari diri kita harus dicangkul, dan itu bukanlah hal yang menyenangkan. Proses itu terkadang terasa begitu menyakitkan, tapi sungguh diperlukan, untuk menyelamatkan kita dari ditebang dan dilempar kedalam api. Yesus pun berseru: "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). Agar kita bisa bertumbuh dan berbuah dengan baik, kita harus tetap tinggal di dalam Kristus, dan Kristus di dalam kita. Baik dalam kehidupan sehari-hari, keluarga maupun pekerjaan, hendaklah Tuhan selalu ikut serta bersama kita. Ketika ada proses-proses pemotongan tunas yang tidak produktif atau pembersihan benalu, laluilah itu dengan suka cita, karena proses itu sungguh diperlukan untuk menjadikan kita pohon yang berbuah lebat. Sebatang pohon dikenal dari buahnya. Pohon yang baik akan berbuah baik, begitu pula sebaliknya. "Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal." (Matius 12:33). Ada banyak ranting, tunas dan benalu dalam hidup kita yang harus dipotong agar kita berbuah lebat. Apakah itu kesombongan, harta, kebiasaan buruk, status, adat dan sebagainya, jika itu menghambat kita untuk berbuah, ijinkan Tuhan untuk memotongnya, walau sakit sekalipun. Hanya dengan demikianlah kita bisa menjadi pohon yang tumbuh subur menghasilkan buah yang banyak.
Agar bisa berbuah lebat, pohon harus dirawat dan dibersihkan
=====================
"Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!"
Menanam pohon agar tumbuh baik ternyata susah-susah gampang. Pernah suatu kali saya berkunjung ke rumah seorang teman, dan pada saat itu ayahnya terlihat sedang sibuk membersihkan pohon di pekarangannya. Ketika saya bertanya apa yang sedang ia lakukan, ia menjawab bahwa ia sedang menyiangi dahan-dahan dari tunas-tunas yang tumbuh disana. Ia berkata bahwa pohon akan sulit menghasilkan buah secara produktif apabila ada terlalu banyak tunas yang tumbuh pada setiap dahan. Maka ia memilah-milah tunas yang tumbuh disana. Apabila tunas itu ternyata tidak produktif, tunas itu harus segera dipotong agar rantingnya bisa berbuah dengan baik. Di samping itu, terkadang ranting yang sudah berbuah produktif pun bisa dihinggapi berbagai parasit dan benalu. Parasit dan benalu ini akan membuat buah menjadi sedikit, malah tidak segar, karena zat-zat yang dibutuhkan ranting untuk menghasilkan buah habis diserap oleh benalu-benalu itu. Maka segala benalu dan parasit yang menempel pun harus segera dipotong dan dibuang sesegera mungkin. Tanpa melakukan berbagai usaha ini, niscaya pohon itu akan tumbuh sia-sia tanpa buah dan lama kelamaan akan mati.
Relevan dengan hal di atas, Alkitab dalam beberapa kesempatan menuliskan perumpamaan Tuhan sebagai tukang kebun dan kita sebagai pohon-pohon yang ada dalam kebun itu. Secara tegas Yesus pernah mengatakan demikian. "Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api." (Matius 7:18-19). Tidak main-main, pohon yang tidak berbuah, atau buahnya jelek, pada akhirnya akan ditebang dan dibakar. Kita sampai pada sebuah pertanyaan, apakah kita sudah menjadi pohon yang sehat? Sudahkah kita menghasilkan buah yang baik? Jika belum, kita harus melalui proses pemotongan tunas-tunas yang tidak produktif, pembersihan benalu dan parasit yang menempel dalam hidup kita, dan proses itu bisa menyakitkan. Tapi proses ini, meski menyakitkan harus kita lalui, agar pada akhirnya kita bisa menjadi pohon yang tumbuh subur dengan menghasilkan buah segar dengan lebat.
Ada sebuah perumpamaan singkat yang menarik berasal dari Yesus. "Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma! Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya,mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!" (Lukas 13:6-9). Perumpamaan ini menggambarkan Tuhan sebagai pemilik kebun, mendapati ada umatNya yang tidak berbuah dalam jangka waktu lama. Perhatikan ada jangka waktu yang diberikan Tuhan sebagai kesempatan bagi kita untuk berubah. Namun ketika kesempatan itu disia-siakan, pada akhirnya pohon yang tidak berguna itu akan ditebang. Pohon Ara itu hidup percuma dan hanya menghabiskan zat-zat nutrisi yang dibutuhkan tanaman anggur dalam kebun. Namun secara luar biasa, Yesus yang diumpamakan sebagai pengurus kebun meminta kesempatan sekali lagi. "aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya,mungkin tahun depan ia berbuah." (ay 8-9a). Sang "Pengurus kebun" akan mengerjakan sesuatu bagi pohon agar bisa berbuah. Hidup kita yang begitu rusak oleh benalu dan tunas-tunas dosa seringkali tidak lagi dapat diperbaiki sendiri, sehingga kita membutuhkan uluran tangan Yesus untuk "mencangkul tanah dan memberi pupuk" agar bisa selamat.
Tuhan Yesus telah datang untuk menyelamatkan kita. Dalam prosesnya, terkadang ada bagian-bagian yang tidak efektif dari diri kita harus dicangkul, dan itu bukanlah hal yang menyenangkan. Proses itu terkadang terasa begitu menyakitkan, tapi sungguh diperlukan, untuk menyelamatkan kita dari ditebang dan dilempar kedalam api. Yesus pun berseru: "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). Agar kita bisa bertumbuh dan berbuah dengan baik, kita harus tetap tinggal di dalam Kristus, dan Kristus di dalam kita. Baik dalam kehidupan sehari-hari, keluarga maupun pekerjaan, hendaklah Tuhan selalu ikut serta bersama kita. Ketika ada proses-proses pemotongan tunas yang tidak produktif atau pembersihan benalu, laluilah itu dengan suka cita, karena proses itu sungguh diperlukan untuk menjadikan kita pohon yang berbuah lebat. Sebatang pohon dikenal dari buahnya. Pohon yang baik akan berbuah baik, begitu pula sebaliknya. "Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal." (Matius 12:33). Ada banyak ranting, tunas dan benalu dalam hidup kita yang harus dipotong agar kita berbuah lebat. Apakah itu kesombongan, harta, kebiasaan buruk, status, adat dan sebagainya, jika itu menghambat kita untuk berbuah, ijinkan Tuhan untuk memotongnya, walau sakit sekalipun. Hanya dengan demikianlah kita bisa menjadi pohon yang tumbuh subur menghasilkan buah yang banyak.
Agar bisa berbuah lebat, pohon harus dirawat dan dibersihkan
Monday, March 16, 2009
Seperti Bejana Dibentuk
Ayat bacaan: Yeremia 18:4
====================
"Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya."
Ingat sebuah lagu rohani yang berjudul Bagai Bejana? Liriknya adalah sebagai berikut:
Bagai Bejana
Bagaikan bejana siap dibentuk
Demikian hidupku ditanganMu
Dengan urapan kuasa Roh-Mu
Ku dibaharui selalu
Jadikan kualat dalam rumahMu
Inilah hidupku ditanganMu
Bentuklah sturut kehendakMu
Pakailah sesuai rencanaMu
Ku mau sepertiMu Yesus
Disempurnakan selalu
Dalam setiap jalanku
Memuliakan namaMu
Lagu ini mudah untuk dihafalkan dan dinyanyikan. Tapi sudahkah kita mengimani betul pesan yang disampaikan lagu tersebut ketika kita menyanyikannya? Mudah bagi kita berkata bahwa kita siap untuk dibentuk seturut kehendak Tuhan, mudah bagi kita untuk berkata bahwa kita adalah bejana-bejana yang siap dibentuk. Tapi ketika kita mengalami proses pembentukan itu, ternyata prosesnya seringkali sungguh menyakitkan, membuat kita menderita dan terkadang membutuhkan proses yang sangat lama.
Proses pembuatan sebuah bejana tanah liat kira-kira demikian: dimulai dari mengambil gumpalan tanah liat, kemudian tanah liat tersebut dibersihkan dari batu-batu, kerikil dan kotoran-kotoran lain yang melekat di tanah liat tersebut. Lalu tanah liat itu biasanya direndam agar menjadi lebih lembek dan bisa dibentuk. Kemudian tanah liat itu akan melalui proses pembentukan di atas sebuah meja berputar, yang biasanya dilengkapi pedal yang dapat mengatur kecepatan putar meja bulat diatasnya. Sambil terus diputar, tanah liat akan terus dibentuk oleh sang pembuatnya. Ditekan, didorong, tanah liat akan terkikis dan perlahan-lahan terbentuk. Malah bejana itu harus melalui sebuah proses pembakaran hingga akhirnya menjadi sebuah bejana tanah liat yang indah pada akhirnya. Sekiranya salah bentuk? Bejana itu akan dibentuk ulang dari awal hingga menjadi sempurna. Sekiranya tanah liat itu memiliki indera perasa dan bisa bicara, saya yakin tanah liat itu akan menjerit-jerit kesakitan. Namun akhirnya ia akan bersyukur bahwa ia menjadi sebuah bejana yang indah yang sangat bermanfaat bagi orang banyak.
Suatu hari nabi Yeremia mendapatkan hikmat Tuhan untuk belajar dari tukang periuk. (Yeremia 18:1-17). Sesampainya disana, ia bertemu dengan tukang periuk yang sedang bekerja dengan pelarikan (meja beroda/berputar). Dan ia mengamati proses berikut: "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." (ay 4). Dan demikianlah Tuhan lalu berkata: "Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel!, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel!" (ay 6).
Karena kasihNya yang luar biasa pada kita, karena kepedulianNya terhadap keselamatan kita, maka Tuhan seringkali mengambil posisi sebagai tukang periuk/bejana. Apabila bejananya rusak, maka Tuhan akan membentuk ulang bejana tersebut sehingga menjadi baik dan sempurna. Tuhan tidak akan membiarkan anak-anakNya dalam keadaan rusak menuju kebinasaan. Maka proses pembuatan ulang bejana adalah pilihan terbaik, demi kebaikan kita, semata-mata karena Allah mengasihi kita. Bagai bejana, kita pun harus melalui proses "pembentukan ulang" yang seringkali menyakitkan. Kita dibersihkan, segala ego, kebiasaan buruk, kesombongan, dan sebagainya ditanggalkan, dikikis lepas dari kita, dan proses itu tidaklah nyaman. Namun lihatlah hasil akhirnya, bahwa dengan melewati proses itulah kita akan menjadi anak-anak Tuhan yang bisa Dia banggakan. Kita kemudian bisa dipakai Tuhan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaanNya di dunia.
Apa yang dirancangkan Tuhan bagi hidup kita adalah sebuah masterplan yang sempurna bagi setiap kita. Sesakit apapun proses itu, ingatlah bahwa semua itu bertujuan mendatangkan kebaikan bagi kita. Paulus mengingatkan demikian: "Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: "Mengapakah engkau membentuk aku demikian?" Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa? Jadi, kalau untuk menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaan-Nya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan--justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaan-Nya atas benda-benda belas kasihan-Nya yang telah dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan.."(Roma 9:20-23). Tuhan punya hak penuh atas kita, ciptaanNya, dan hukuman-hukuman yang kita alami tidak lain adalah sebuah proses pembentukan ulang bejana dari yang rusak menjadi sempurna, semata-mata karena Tuhan sangat mengasihi kita dan mempersiapkan kita agar layak menerima kemuliaan bersamaNya. Setelah kita menjadi sebuah bejana yang indah, Tuhan pun mempersiapkan kita untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang mulia. "Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia." (2 Timotius 2:21). Kita tidak akan mampu melakukan itu semua jika kita masih berupa bejana rusak.
Jika diantara teman-teman ada yang sedang mengalami proses pembentukan ulang ini, bersabar dan bersyukurlah, karena itu artinya Tuhan begitu mengasihi anda dan tidak ingin satupun dari anda binasa. Jangan keraskan hati, agar Tuhan mudah membentuk kita seturut kehendakNya.
Proses pembentukan bejana menyakitkan tapi menghasilkan bentuk indah yang berguna bagi banyak orang
====================
"Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya."
Ingat sebuah lagu rohani yang berjudul Bagai Bejana? Liriknya adalah sebagai berikut:
Bagai Bejana
Bagaikan bejana siap dibentuk
Demikian hidupku ditanganMu
Dengan urapan kuasa Roh-Mu
Ku dibaharui selalu
Jadikan kualat dalam rumahMu
Inilah hidupku ditanganMu
Bentuklah sturut kehendakMu
Pakailah sesuai rencanaMu
Ku mau sepertiMu Yesus
Disempurnakan selalu
Dalam setiap jalanku
Memuliakan namaMu
Lagu ini mudah untuk dihafalkan dan dinyanyikan. Tapi sudahkah kita mengimani betul pesan yang disampaikan lagu tersebut ketika kita menyanyikannya? Mudah bagi kita berkata bahwa kita siap untuk dibentuk seturut kehendak Tuhan, mudah bagi kita untuk berkata bahwa kita adalah bejana-bejana yang siap dibentuk. Tapi ketika kita mengalami proses pembentukan itu, ternyata prosesnya seringkali sungguh menyakitkan, membuat kita menderita dan terkadang membutuhkan proses yang sangat lama.
Proses pembuatan sebuah bejana tanah liat kira-kira demikian: dimulai dari mengambil gumpalan tanah liat, kemudian tanah liat tersebut dibersihkan dari batu-batu, kerikil dan kotoran-kotoran lain yang melekat di tanah liat tersebut. Lalu tanah liat itu biasanya direndam agar menjadi lebih lembek dan bisa dibentuk. Kemudian tanah liat itu akan melalui proses pembentukan di atas sebuah meja berputar, yang biasanya dilengkapi pedal yang dapat mengatur kecepatan putar meja bulat diatasnya. Sambil terus diputar, tanah liat akan terus dibentuk oleh sang pembuatnya. Ditekan, didorong, tanah liat akan terkikis dan perlahan-lahan terbentuk. Malah bejana itu harus melalui sebuah proses pembakaran hingga akhirnya menjadi sebuah bejana tanah liat yang indah pada akhirnya. Sekiranya salah bentuk? Bejana itu akan dibentuk ulang dari awal hingga menjadi sempurna. Sekiranya tanah liat itu memiliki indera perasa dan bisa bicara, saya yakin tanah liat itu akan menjerit-jerit kesakitan. Namun akhirnya ia akan bersyukur bahwa ia menjadi sebuah bejana yang indah yang sangat bermanfaat bagi orang banyak.
Suatu hari nabi Yeremia mendapatkan hikmat Tuhan untuk belajar dari tukang periuk. (Yeremia 18:1-17). Sesampainya disana, ia bertemu dengan tukang periuk yang sedang bekerja dengan pelarikan (meja beroda/berputar). Dan ia mengamati proses berikut: "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." (ay 4). Dan demikianlah Tuhan lalu berkata: "Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel!, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel!" (ay 6).
Karena kasihNya yang luar biasa pada kita, karena kepedulianNya terhadap keselamatan kita, maka Tuhan seringkali mengambil posisi sebagai tukang periuk/bejana. Apabila bejananya rusak, maka Tuhan akan membentuk ulang bejana tersebut sehingga menjadi baik dan sempurna. Tuhan tidak akan membiarkan anak-anakNya dalam keadaan rusak menuju kebinasaan. Maka proses pembuatan ulang bejana adalah pilihan terbaik, demi kebaikan kita, semata-mata karena Allah mengasihi kita. Bagai bejana, kita pun harus melalui proses "pembentukan ulang" yang seringkali menyakitkan. Kita dibersihkan, segala ego, kebiasaan buruk, kesombongan, dan sebagainya ditanggalkan, dikikis lepas dari kita, dan proses itu tidaklah nyaman. Namun lihatlah hasil akhirnya, bahwa dengan melewati proses itulah kita akan menjadi anak-anak Tuhan yang bisa Dia banggakan. Kita kemudian bisa dipakai Tuhan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaanNya di dunia.
Apa yang dirancangkan Tuhan bagi hidup kita adalah sebuah masterplan yang sempurna bagi setiap kita. Sesakit apapun proses itu, ingatlah bahwa semua itu bertujuan mendatangkan kebaikan bagi kita. Paulus mengingatkan demikian: "Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: "Mengapakah engkau membentuk aku demikian?" Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa? Jadi, kalau untuk menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaan-Nya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan--justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaan-Nya atas benda-benda belas kasihan-Nya yang telah dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan.."(Roma 9:20-23). Tuhan punya hak penuh atas kita, ciptaanNya, dan hukuman-hukuman yang kita alami tidak lain adalah sebuah proses pembentukan ulang bejana dari yang rusak menjadi sempurna, semata-mata karena Tuhan sangat mengasihi kita dan mempersiapkan kita agar layak menerima kemuliaan bersamaNya. Setelah kita menjadi sebuah bejana yang indah, Tuhan pun mempersiapkan kita untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang mulia. "Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia." (2 Timotius 2:21). Kita tidak akan mampu melakukan itu semua jika kita masih berupa bejana rusak.
Jika diantara teman-teman ada yang sedang mengalami proses pembentukan ulang ini, bersabar dan bersyukurlah, karena itu artinya Tuhan begitu mengasihi anda dan tidak ingin satupun dari anda binasa. Jangan keraskan hati, agar Tuhan mudah membentuk kita seturut kehendakNya.
Proses pembentukan bejana menyakitkan tapi menghasilkan bentuk indah yang berguna bagi banyak orang
Sunday, March 15, 2009
Hukuman Demi Kebaikan
Ayat bacaan: Ibrani 12:11
=====================
"Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya."
Sebagai seorang pengajar/pendidik, ada kalanya saya harus memberikan hukuman pada mahasiswa yang tidak disiplin. Ketika mereka tidak tepat waktu mengumpulkan tugas, dengan berat hati saya terpaksa memotong nilai mereka. Ada kalanya saya menegur mereka ketika lalai, di lain waktu ada tugas-tugas tambahan yang saya berikan jika diperlukan. Sejak awal memang saya sudah mengingatkan mereka bahwa ada konsekuensi yang harus mereka terima jika mereka tidak mentaati aturan.Dari sisi mahasiswa mungkin ada yang merasa bahwa pengajar itu seenaknya memberikan hukuman dan tugas-tugas, tidak mau mengerti penderitaan mereka bergadang mengerjakan semuanya. Padahal semua itu bertujuan baik. Saya ingin melatih mental dan disiplin mereka karena menghadapi ganasnya persaingan dunia kerja tidaklah mudah, apalagi hari-hari ini ketika dunia ditimpa krisis global. Selain skil dan kemampuan, saya beranggapan disiplin dan kekuatan mental menjadi faktor yang sangat penting untuk dijadikan modal awal mereka. Maka segala hukuman itu akhirnya harus diberikan demi kebaikan mereka sendiri. Saya akan merasa bahagia jika mereka berhasil, seperti mendengar salah satu siswa yang paling disiplin tahun lalu kini mendapat pekerjaan di Singapura. Ini buah kedisiplinan, ini buah yang ia petik setelah tekun belajar sekian lama.
Dalam banyak hal, di dalam kehidupan kita sehari-hari kita bisa menemukan hal yang kurang lebih sama. Terkadang kita merasa seolah-olah kita dibiarkan sendirian menghadapi masalah. Ada orang yang menganggap Tuhan jahat, tidak peduli penderitaan kita. Seolah-olah Tuhan tidak mendengar seruan kita meminta pertolongan. Hal ini bukanlah barang baru, karena dalam Perjanjian Lama pun kita berulang kali mendengar keluhan yang sama dari beberapa nabi. Mari kita lihat beberapa contoh: "Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: "Penindasan!" tetapi tidak Kautolong?" (Habakuk 1:2). Daud pun pernah mengalami hal yang sama berkali-kali, misalnya pada ayat ini: "Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?" (Mazmur 13:2). Atau lihatlah keluhan dan tuduhan Ayub terhadap Tuhan dalam Ayub 16:1 - 17:16. Terkadang sulit bagi kita untuk menyadari betapa besar kasih Allah pada kita di saat kita sedang mengalami penderitaan. Tapi ingatlah, bahwa Tuhan terkadang mengijinkan penderitaan hadir dalam hidup kita, atau bahkan menghukum kita, bukan karena ingin menyiksa, namun bertujuan demi kebaikan kita. Tuhan ingin kita dibentuk agar lebih baik lagi, lebih kuat lagi, tidak manja, dan akan semakin menyerupai Kristus. Sebuah hukuman pada waktu diberikan tentu tidak menyenangkan, hal itu akan mendukakan kita, namun pada akhirnya, ada buah-buah kebenaran yang akan diperoleh dari itu semua. "Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." (Ibrani 12:11).
Betapa pun beratnya sebuah penderitaan hidup, hal tersebut terkadang digunakan Tuhan untuk membuat kita lebih baik lagi, melatih kedisplinan kita, melatih iman kita, melatih tingkat percaya secara total kepada Tuhan. Meski Daud berkali-kali menanyakan kepedulian Tuhan, akhirnya Daud menyadari bahwa semua itu mendatangkan kebaikan baginya. "Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu." (Mazmur 119:71). Ayub yang mengalami penderitaan yang begitu mengerikan pun akhirnya berkata: "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal....Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau." (Ayub 42:2,5). Habakuk juga demikian, pada akhirnya ia berkata: "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang,namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku." (Habakuk 3:17-19).
Tuhan bisa dan terkadang harus menggunakan penderitaan hidup sebagai sarana untuk membujuk, menegur, memperingatkan kita dan mengajar kita untuk mau berubah menjadi lebih baik lagi. Beberapa hari ke depan kita akan melihat beberapa pelajaran tentang proses pemurnian, pembentukan ulang bahkan hukuman yang tercatat dalam Alkitab, dimana semuanya adalah untuk kebaikan kita sendjiri juga. Apa yang kita alami tidaklah menyenangkan, tidak mudah sama sekali, namun itu semua demi kebaikan kita sendiri. Namun lewat hal itu lah kita akan semakin mampu belajar dan menyadari kebenaran firman Tuhan, dan akan semakin mampu melihat "masterplan" Tuhan yang luar biasa untuk hidup kita dengan kacamata iman yang kuat. Pada akhirnya, kita akan mengalami pertumbuhan hingga mampu menghasilkan buah kebenaran yang akan membawa kita pada damai sejahtera dan keselamatan kekal. "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya." (Yesaya 32:17).
Bersyukurlah ketika menerima hukuman dari Tuhan karena itu artinya Dia begitu mengasihi kita
=====================
"Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya."
Sebagai seorang pengajar/pendidik, ada kalanya saya harus memberikan hukuman pada mahasiswa yang tidak disiplin. Ketika mereka tidak tepat waktu mengumpulkan tugas, dengan berat hati saya terpaksa memotong nilai mereka. Ada kalanya saya menegur mereka ketika lalai, di lain waktu ada tugas-tugas tambahan yang saya berikan jika diperlukan. Sejak awal memang saya sudah mengingatkan mereka bahwa ada konsekuensi yang harus mereka terima jika mereka tidak mentaati aturan.Dari sisi mahasiswa mungkin ada yang merasa bahwa pengajar itu seenaknya memberikan hukuman dan tugas-tugas, tidak mau mengerti penderitaan mereka bergadang mengerjakan semuanya. Padahal semua itu bertujuan baik. Saya ingin melatih mental dan disiplin mereka karena menghadapi ganasnya persaingan dunia kerja tidaklah mudah, apalagi hari-hari ini ketika dunia ditimpa krisis global. Selain skil dan kemampuan, saya beranggapan disiplin dan kekuatan mental menjadi faktor yang sangat penting untuk dijadikan modal awal mereka. Maka segala hukuman itu akhirnya harus diberikan demi kebaikan mereka sendiri. Saya akan merasa bahagia jika mereka berhasil, seperti mendengar salah satu siswa yang paling disiplin tahun lalu kini mendapat pekerjaan di Singapura. Ini buah kedisiplinan, ini buah yang ia petik setelah tekun belajar sekian lama.
Dalam banyak hal, di dalam kehidupan kita sehari-hari kita bisa menemukan hal yang kurang lebih sama. Terkadang kita merasa seolah-olah kita dibiarkan sendirian menghadapi masalah. Ada orang yang menganggap Tuhan jahat, tidak peduli penderitaan kita. Seolah-olah Tuhan tidak mendengar seruan kita meminta pertolongan. Hal ini bukanlah barang baru, karena dalam Perjanjian Lama pun kita berulang kali mendengar keluhan yang sama dari beberapa nabi. Mari kita lihat beberapa contoh: "Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: "Penindasan!" tetapi tidak Kautolong?" (Habakuk 1:2). Daud pun pernah mengalami hal yang sama berkali-kali, misalnya pada ayat ini: "Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?" (Mazmur 13:2). Atau lihatlah keluhan dan tuduhan Ayub terhadap Tuhan dalam Ayub 16:1 - 17:16. Terkadang sulit bagi kita untuk menyadari betapa besar kasih Allah pada kita di saat kita sedang mengalami penderitaan. Tapi ingatlah, bahwa Tuhan terkadang mengijinkan penderitaan hadir dalam hidup kita, atau bahkan menghukum kita, bukan karena ingin menyiksa, namun bertujuan demi kebaikan kita. Tuhan ingin kita dibentuk agar lebih baik lagi, lebih kuat lagi, tidak manja, dan akan semakin menyerupai Kristus. Sebuah hukuman pada waktu diberikan tentu tidak menyenangkan, hal itu akan mendukakan kita, namun pada akhirnya, ada buah-buah kebenaran yang akan diperoleh dari itu semua. "Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." (Ibrani 12:11).
Betapa pun beratnya sebuah penderitaan hidup, hal tersebut terkadang digunakan Tuhan untuk membuat kita lebih baik lagi, melatih kedisplinan kita, melatih iman kita, melatih tingkat percaya secara total kepada Tuhan. Meski Daud berkali-kali menanyakan kepedulian Tuhan, akhirnya Daud menyadari bahwa semua itu mendatangkan kebaikan baginya. "Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu." (Mazmur 119:71). Ayub yang mengalami penderitaan yang begitu mengerikan pun akhirnya berkata: "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal....Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau." (Ayub 42:2,5). Habakuk juga demikian, pada akhirnya ia berkata: "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang,namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku." (Habakuk 3:17-19).
Tuhan bisa dan terkadang harus menggunakan penderitaan hidup sebagai sarana untuk membujuk, menegur, memperingatkan kita dan mengajar kita untuk mau berubah menjadi lebih baik lagi. Beberapa hari ke depan kita akan melihat beberapa pelajaran tentang proses pemurnian, pembentukan ulang bahkan hukuman yang tercatat dalam Alkitab, dimana semuanya adalah untuk kebaikan kita sendjiri juga. Apa yang kita alami tidaklah menyenangkan, tidak mudah sama sekali, namun itu semua demi kebaikan kita sendiri. Namun lewat hal itu lah kita akan semakin mampu belajar dan menyadari kebenaran firman Tuhan, dan akan semakin mampu melihat "masterplan" Tuhan yang luar biasa untuk hidup kita dengan kacamata iman yang kuat. Pada akhirnya, kita akan mengalami pertumbuhan hingga mampu menghasilkan buah kebenaran yang akan membawa kita pada damai sejahtera dan keselamatan kekal. "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya." (Yesaya 32:17).
Bersyukurlah ketika menerima hukuman dari Tuhan karena itu artinya Dia begitu mengasihi kita
Saturday, March 14, 2009
Iman Abraham
Ayat bacaan: Ibrani 11:17-18
======================
"Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal,walaupun kepadanya telah dikatakan: "Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut keturunanmu."
Kemarin kita telah melihat bagaimana bentuk iman Nuh, iman yang menjadikannya benar di mata Tuhan. Menyambung renungan kemarin, mari kita lihat bagaimana bentuk iman Abraham. Abraham dikenal juga sebagai bapak orang beriman. Bagaimana Abraham bisa mendapatkan julukan itu? Apakah Abraham tidak pernah mengalami jatuh bangun dalam masalah iman? Alkitab menjelaskan bahwa Abraham mengalami banyak masa-masa dimana ia mengalami pergumulan iman seperti kita. Tapi lihatlah salah satunya, mengenai rentang waktu yang panjang sejak Abraham menerima janji Tuhan hingga saat janji itu digenapi dengan kelahiran Ishak. Jarak waktu yang panjang ini memang pantas menjadi salah satu alasan mengapa Abraham dijuluki bapak orang beriman, meskipun dalam rentang waktu yang panjang ini Abraham mengalami jatuh bangun berkali-kali dalam perjalanan imannya. Mari kita lihat satu persatu penggalan kisah hidup Abraham yang menunjukkan kekuatan imannya.
Bentuk iman yang dimiliki Abraham sungguh tidak main-main. Penulis Ibrani mencatat beberapa kisah kekuatan iman Abraham. "Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui. Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu.Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah." (Ibrani 11:8-10). Abraham memilih untuk taat ketika ia disuruh berangkat ke negeri lain, meninggalkan tanah dimana ia sedang hidup nyaman. Abraham belum pernah melihat tanah yang dijanjikan Tuhan, namun dia patuh mengikuti Tuhan. Maka Ibrani 1:11 ("Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.") pun terlihat dari kisah awal perjalanan Abraham ini.
Kemudian selanjutnya dalam Ibrani tertulis demikian: "Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia." (ay 11). Lihatlah usia Abraham dan Sarai ketika mendapat janji Tuhan mengenai keturunan sebanyak bintang di langit (Kejadian 15:15). Pada saat itu Sara sudah menopause, usianya sudah sangat lanjut, dan Abraham pun demikian, sudah sangat tua, secara logika sudah tidak lagi mampu. Abraham saat itu tentu tidak bisa melihat masa depan, namun dia tetap percaya, bahwa Tuhan, yang memberikan janji itu adalah setia. Lihatlah rentang waktu yang panjang sejak Abraham menerima janji Tuhan hingga saat janji itu digenapi dengan kelahiran Ishak. Jarak waktu yang panjang ini memang pantas menjadi salah satu alasan mengapa Abraham dijuluki bapak orang beriman, meskipun dalam rentang waktu yang panjang ini Abraham mengalami jatuh bangun berkali-kali dalam perjalanan imannya. Maka Ibrani 1:11 kembali terlihat dari bagian ini.
Kemudian kita tahu kisah Abraham yang disuruh mengorbankan Ishak. "Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal, walaupun kepadanya telah dikatakan: "Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut keturunanmu." (Ibrani 1:18). Bayangkan jika anda ada di posisi Abraham. Anda sudah menunggu begitu lama untuk mendapatkan keturunan, dan ketika akhirnya anda mendapatkan janji Tuhan itu di usia 100 tahun, tapi kemudian anda diminta Tuhan untuk menyembelih anak anda sendiri sebagai korban persembahan. Apa yang dilakukan Abraham? Abraham taat, meski saat itu saya yakin hatinya hancur berantakan. Untuk menuju tempat mempersembahkan Ishak di sebuah gunung, Abraham membawa dua bujangnya bersama-sama dengan mereka. Perhatikan sebuah ayat yang secara luar biasa menggambarkan sebesar apa iman Abraham. "Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu: "Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu." (Kejadian 22:7). Perhatikan kata kami dalam "...sesudah itu kami kembali kepadamu." Kami kembali kepadamu. Kami! Bukankah Abraham seharusnya kembali seorang diri, karena Ishak sudah dijadikan korban bakaran? Tapi begitu luar biasa iman Abraham, ia tahu pasti bahwa Tuhan sungguh setia, Tuhan sanggup membuat segala mukjizat. Abraham percaya sepenuhnya pada Tuhan, meskipun pada saat ia berkata kepada bujangnya ia belum melihat apa yang akan terjadi di depan. Melihat atau tidak, Abraham percaya dan taat pada Tuhan dengan sepenuh hati, tanpa protes, tanpa bersungut-sungut, tanpa ragu. Penulis Ibrani berkata: "Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali." (Ibrani 11:19). Itulah bentuk iman Abraham yang luar biasa, lewat imannya ia mampu setia dan taat pada Tuhan, mampu percaya bahwa setiap rancangan Tuhan adalah yang terbaik bagi dirinya, meskipun ia belum melihatnya. Abraham berkali-kali membuktikan imannya yang luar biasa, karenanya ia pantas menyandang predikat bapak orang beriman.
Sejauh mana kita bisa percaya pada sesuatu yang belum kita lihat, sejauh mana kita mampu taat meski apa yang kita hadapi belum menunjukkan apapun yang bisa kita terima secara logika, sejauh mana kita mau melakukan kehendak Tuhan meski tidak masuk akal, iman kita lah buktinya. Sebuah iman yang teguh akan membuat kita sanggup untuk taat tanpa ragu, tanpa bertanya-tanya. Yesus pun mengingatkan kembali hal yang sama. "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24). Percayalah, Tuhan selalu menyiapkan rancangan yang terbaik bagi anda. In the end, it will all be beautiful, meskipun saat ini apa yang dialami masih bertolak belakang sekalipun. Iman adalah bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Karena itu tidak perlu khawatir. Tetaplah pegang janji Tuhan dengan iman teguh.
Dengan iman Abraham menerima semua janji Tuhan tepat pada waktuNya
======================
"Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal,walaupun kepadanya telah dikatakan: "Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut keturunanmu."
Kemarin kita telah melihat bagaimana bentuk iman Nuh, iman yang menjadikannya benar di mata Tuhan. Menyambung renungan kemarin, mari kita lihat bagaimana bentuk iman Abraham. Abraham dikenal juga sebagai bapak orang beriman. Bagaimana Abraham bisa mendapatkan julukan itu? Apakah Abraham tidak pernah mengalami jatuh bangun dalam masalah iman? Alkitab menjelaskan bahwa Abraham mengalami banyak masa-masa dimana ia mengalami pergumulan iman seperti kita. Tapi lihatlah salah satunya, mengenai rentang waktu yang panjang sejak Abraham menerima janji Tuhan hingga saat janji itu digenapi dengan kelahiran Ishak. Jarak waktu yang panjang ini memang pantas menjadi salah satu alasan mengapa Abraham dijuluki bapak orang beriman, meskipun dalam rentang waktu yang panjang ini Abraham mengalami jatuh bangun berkali-kali dalam perjalanan imannya. Mari kita lihat satu persatu penggalan kisah hidup Abraham yang menunjukkan kekuatan imannya.
Bentuk iman yang dimiliki Abraham sungguh tidak main-main. Penulis Ibrani mencatat beberapa kisah kekuatan iman Abraham. "Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui. Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu.Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah." (Ibrani 11:8-10). Abraham memilih untuk taat ketika ia disuruh berangkat ke negeri lain, meninggalkan tanah dimana ia sedang hidup nyaman. Abraham belum pernah melihat tanah yang dijanjikan Tuhan, namun dia patuh mengikuti Tuhan. Maka Ibrani 1:11 ("Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.") pun terlihat dari kisah awal perjalanan Abraham ini.
Kemudian selanjutnya dalam Ibrani tertulis demikian: "Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia." (ay 11). Lihatlah usia Abraham dan Sarai ketika mendapat janji Tuhan mengenai keturunan sebanyak bintang di langit (Kejadian 15:15). Pada saat itu Sara sudah menopause, usianya sudah sangat lanjut, dan Abraham pun demikian, sudah sangat tua, secara logika sudah tidak lagi mampu. Abraham saat itu tentu tidak bisa melihat masa depan, namun dia tetap percaya, bahwa Tuhan, yang memberikan janji itu adalah setia. Lihatlah rentang waktu yang panjang sejak Abraham menerima janji Tuhan hingga saat janji itu digenapi dengan kelahiran Ishak. Jarak waktu yang panjang ini memang pantas menjadi salah satu alasan mengapa Abraham dijuluki bapak orang beriman, meskipun dalam rentang waktu yang panjang ini Abraham mengalami jatuh bangun berkali-kali dalam perjalanan imannya. Maka Ibrani 1:11 kembali terlihat dari bagian ini.
Kemudian kita tahu kisah Abraham yang disuruh mengorbankan Ishak. "Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal, walaupun kepadanya telah dikatakan: "Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut keturunanmu." (Ibrani 1:18). Bayangkan jika anda ada di posisi Abraham. Anda sudah menunggu begitu lama untuk mendapatkan keturunan, dan ketika akhirnya anda mendapatkan janji Tuhan itu di usia 100 tahun, tapi kemudian anda diminta Tuhan untuk menyembelih anak anda sendiri sebagai korban persembahan. Apa yang dilakukan Abraham? Abraham taat, meski saat itu saya yakin hatinya hancur berantakan. Untuk menuju tempat mempersembahkan Ishak di sebuah gunung, Abraham membawa dua bujangnya bersama-sama dengan mereka. Perhatikan sebuah ayat yang secara luar biasa menggambarkan sebesar apa iman Abraham. "Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu: "Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu." (Kejadian 22:7). Perhatikan kata kami dalam "...sesudah itu kami kembali kepadamu." Kami kembali kepadamu. Kami! Bukankah Abraham seharusnya kembali seorang diri, karena Ishak sudah dijadikan korban bakaran? Tapi begitu luar biasa iman Abraham, ia tahu pasti bahwa Tuhan sungguh setia, Tuhan sanggup membuat segala mukjizat. Abraham percaya sepenuhnya pada Tuhan, meskipun pada saat ia berkata kepada bujangnya ia belum melihat apa yang akan terjadi di depan. Melihat atau tidak, Abraham percaya dan taat pada Tuhan dengan sepenuh hati, tanpa protes, tanpa bersungut-sungut, tanpa ragu. Penulis Ibrani berkata: "Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali." (Ibrani 11:19). Itulah bentuk iman Abraham yang luar biasa, lewat imannya ia mampu setia dan taat pada Tuhan, mampu percaya bahwa setiap rancangan Tuhan adalah yang terbaik bagi dirinya, meskipun ia belum melihatnya. Abraham berkali-kali membuktikan imannya yang luar biasa, karenanya ia pantas menyandang predikat bapak orang beriman.
Sejauh mana kita bisa percaya pada sesuatu yang belum kita lihat, sejauh mana kita mampu taat meski apa yang kita hadapi belum menunjukkan apapun yang bisa kita terima secara logika, sejauh mana kita mau melakukan kehendak Tuhan meski tidak masuk akal, iman kita lah buktinya. Sebuah iman yang teguh akan membuat kita sanggup untuk taat tanpa ragu, tanpa bertanya-tanya. Yesus pun mengingatkan kembali hal yang sama. "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24). Percayalah, Tuhan selalu menyiapkan rancangan yang terbaik bagi anda. In the end, it will all be beautiful, meskipun saat ini apa yang dialami masih bertolak belakang sekalipun. Iman adalah bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Karena itu tidak perlu khawatir. Tetaplah pegang janji Tuhan dengan iman teguh.
Dengan iman Abraham menerima semua janji Tuhan tepat pada waktuNya
Subscribe to:
Posts (Atom)
Belajar dari Rehabeam (2)
(sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...