Tuesday, May 31, 2016

Terlambat (2)

(sambungan)

Terlambat. Itulah satu kata yang paling tepat untuk menggambarkan kenyataan yang dihadapi si orang kaya. Ia terlambat untuk berbuat baik, terlambat untuk mengasihi sesamanya. Ia terlena hidup dalam kemewahan dan lupa untuk memanfaatkan waktu yang tersedia. Pertanyaannya: apakah ia punya kesempatan? Tentu saja. Bahkan ia tidak perlu repot-repot atau jauh-jauh pergi untuk menunjukkan kasih dalam perbuatan nyata karena Lazarus sesungguhnya berbaring tepat di depan pintunya. Ia punya kesempatan, ia punya sesuatu yang bisa ia berikan, tetapi ia tidak melakukannya. Dan pada akhirnya ketika semua sudah terlambat ia pun menyesal. Sebuah penyesalan yang sayangnya tidak bisa lagi diperbaiki.

Ketika waktu masih dipercayakan Tuhan kepada kita saat ini, hendaklah kita memakai hikmat untuk mempergunakan waktu-waktu yang ada sebaik mungkin. Paulus berkata "Dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:16). Jangan sia-siakan waktu yang ada, karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kemudian. None of us can read or see the future. Kita tidak bisa melihat masa depan. Kita tidak tahu kapan kesempatan bagi kita untuk bertobat akan berakhir. Karenanya kita harus benar-benar belajar menghargai waktu, mengisinya dengan segala perbuatan baik berdasarkan kasih dan terus memakainya untuk belajar untuk lebih dekat dan lebih taat lagi kepada Tuhan. Kita harus senantiasa berjaga-jaga sebab kita tidak akan pernah tahu kapan hari maupun saatnya akan tiba. (Matius 25:13).

Ada begitu banyak yang ditawarkan dunia hari ini yang akan dengan mudah membuat kita terlena dan lupa melakukan apa yang seharusnya kita lakukan sebagai anak-anak Terang, sebagai ahli waris Tuhan di muka bumi ini. Sungguh kita hidup di hari-hari yang jahat, penuh dengan penyesatan. Ada keterlambatan yang masih bisa ditebus dengan sejumlah harga, tetapi ada pula keterlambatan yang benar-benar tidak bisa lagi kita tebus walau dengan harga sebesar apapun. Oleh karena itu kita harus benar-benar mewaspadai setiap langkah hidup kita dan berhenti menyia-nyiakan waktu.

Pergunakanlah waktu yang tersisa ini untuk mengambil langkah nyata dalam ketaatan, dan lakukanlah segala sesuatu seperti apa yang dikehendaki Tuhan. Hendaklah kita dipenuhi kebijaksanaan dan kearifan dalam hikmat agar mampu menghitung hari-hari kita menghargai setiap detik yang Tuhan masih berikan kepada kita. Orang kaya dimana Lazarus datang itu tidak lagi punya kesempatan. Tetapi kita masih punya. Maka dari itu jangan tunda lagi, mulailah hari ini juga agar kita ada di posisi Lazarus dan bukan si orang kaya.

Ada keterlambatan yang tidak bisa lagi diperbaiki, karenanya sikapi waktu secara bijak

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, May 30, 2016

Terlambat (1)

Ayat bacaan: Lukas 16:23
====================
"Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya."

Seorang teman bercerita mengenai kerugian yang ia derita hanya karena terlambat sedikit saja. Ceritanya ia harus menemui klien di kota lain. Ia sebenarnya sudah memasang alarm, tapi karena terlanjur lelah ia kebablasan tidur. Ia terbangun sekitar setengah jam sebelum waktu berangkat. Sontak ia panik dan buru-buru menyiapkan koper dan semua yang diperlukan untuk dibawa. Ia kemudian langsung terburu-buru berangkat menuju bandara. Kepanikan bertambah karena ia terjebak kemacetan. Ia tiba di bandara terlambat hanya beberapa menit. Hanya sekitar 5 menit yang lalu ia masih dipanggil lewat pengeras suara, tetapi sekarang sudah terlambat. Ia mencoba untuk mencari pesawat berikutnya tapi penuh. Kalaupun ada, ia sudah tidak mungkin lagi mengejar waktu meetingnya. Ia rugi tiket pesawat, ia gagal mengikat kerjasama dengan klien dan mengalami kerugian yang lebih besar dari sekedar hangusnya tiket. Pengalaman itu pahit, tapi ia berpikir positif untuk mempergunakan itu sebagai peringatan agar lebih menghargai waktu. "Kalau saja saya lebih berhati-hati mengatur waktu, tidak bergadang malamnya dan sudah mempersiapkan semua dengan baik, tentu saya tidak harus rugi besar seperti itu," katanya.

Kata terlambat memang bisa menimbulkan kerguian dan banyak masalah lainnya. Apa yang terjadi jika anda terlambat ke sekolah atau kampus di saat ujian? Apa yang terjadi jika reaksi anda terlambat sedetik saja mengerem? Kalau anda terlambat sepersekian detik mengelak kendaraan yang berhenti mendadak di depan anda? Ada banyak hal yang akhirnya kita sesali hanya karena sebuah kata: terlambat. Dalam contoh teman saya di atas, masih untung itu bukanlah sebuah keterlambatan yang terlalu fatal. Benar ia rugi, tapi setidaknya ia masih bisa berusaha lagi, mudah-mudahan lebih baik. Ia masih punya kesempatan untuk mengambil jadwal keberangkatan lainnya. Ada keterlambatan-keterlambatan yang berakibat fatal dimana penyesalan tidak ada gunanya lagi, yang bisa menimpa diri kita jika kita gagal memanfaatkan waktu selagi masa masih ada.

ITu bisa kita lihat dari kisah "Orang kaya dan Lazarus yang miskin" dalam Lukas 16:19-31. Tersebutlah seorang pengemis bernama Lazarus. Ia penuh borok dan sangat menderita. Ia menetap tepat di depan pintu rumah seorang kaya yang setiap hari bersukaria dalam kemewahannya. Adakah Lazarus pernah ia perhatikan? Tampaknya tidak. Si orang kaya mungkin berpikir, "Masih syukur kamu saya biarkan duduk di situ dan tidak diusir. Aku mencari uang dengan keringatku sendiri, kenapa aku harus memberi kepadamu?" Lazarus diabaikan begitu saja. Jika anda baca Ia bahkan harus makan dari remah-remah yang jatuh dari atas meja si orang kaya, sambil membiarkan boroknya dijilati anjing-anjing. Benar-benar menyedihkan. Kalau kita berdiri disana tentu kita melihat sebuah pemandangan yang kontras dan ironis.

Lalu kemudian Lazarus mati. Demikian pula si orang kaya tersebut. Pemandangan kontras kembali tersaji di atas sana, tetapi keadaan kini berbalik. "..Dan sementara ia (orang kaya itu) menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya." (ay 23). Melihat hal itu, si orang kaya pun meratap. "Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini." (ay 24). "Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang." (ay 25-26).

Betapa menyesalnya si orang kaya itu. Tentu ia berpikir, seandainya waktu hidup ia tidak bersikap seperti itu dan iba terhadap Lazarus, tentu ia tidak harus berakhir di ujung yang salah. Tetapi nasi sudah menjadi bubur. Masa yang ada padanya tidak ia pergunakan dengan benar. Kesempatan ia sia-siakan. Sekarang tidak ada lagi yang bisa ia lakukan sekarang untuk mengubah keadaan. Semua sudah terlambat.

(bersambung)

Sunday, May 29, 2016

Sesingkat Bunga

Ayat bacaan: Yakobus 4:14
=======================
"sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap."

Ada sebuah tanaman yang bagi saya seperti misterius. Saya sudah mengenal tanaman bunga ini sejak masih kecil karena ada di halaman rumah. Belakangan tanaman ini saya temui lagi di depan kos-kosan dan setelah saya berkeluarga, tanaman ini pun ada tanpa pernah saya tanam. Tanaman unik ini setelah saya cari tahu ternyata disebut kembang atau bunga wijayakusuma di Indonesia. Ada beberapa hal yang unik tentang bunga ini. Pertama, bunga ini termasuk jarang mekar. Saya tidak tahu persisnya pada musim apa dan berapa kali, tapi dari apa yang saya lihat bunganya muncul cuma satu - dua kali setahun. Lalu jam bunganya mekar juga terbilang aneh. Kalau bunga lain biasanya mulai mekar di pagi hari, bunga ini justru sebaliknya. Dari pengamatan saya, bunga ini mulai mekar biasanya beberapa saat sebelum tengah malam dan mencapai puncak mekar sekitar jam 2 pagi. Keanehan selanjutnya, bunga ini umurnya sangat singkat, cuma beberapa jam saja. Artinya, ketika kita bangun pagi bunga ini sudah layu. Karena itulah di beberapa negara bunga ini disebut Night Queen. Kembang Wijayakusuma termasuk tanaman yang tahan banting dalam artian tidak memerlukan perawatan khusus dan teratur. Karena jarang mekar dan waktunya singkat, saya selalu berusaha menikmati kehadirannya jika muncul.

Satu hal yang menjadi pelajaran buat saya dari bunga ini adalah bahwa seindah-indahnya bunga tetap ada masanya. Ia akan mekar, terlihat sangat indah tapi dalam waktu singkat layu lalu selesai masanya. Hidup kita pun sesungguhnya sama. Seperti yang bisa dilihat dalam beberapa renungan sebelumnya, Musa menyebutkan masa hidup manusia idealnya tujuh puluh tahun, jika kuat, delapan puluh tahun. Sesudah masa hidup yang singkat itu, manusiapun lenyap. (Mazmur 90:10). Bukan cuma manusia, pada suatu hari nanti langit dan bumi pun akan lenyap. Tidak seorang pun yang tahu kapan hari itu tiba. Malaikat-malaikat tidak, Anak pun tidak. Hanya Bapa yang tahu. (Matius 24:36). Tapi yang pasti, pada waktunya semua itu pun akan tiada lagi.

Kalau demikian, renungkanlah bahwa Kesempatan kita dalam menuruti perintah dan rencana Tuhan pun ada masanya. Pada suatu waktu kesempatan itu akan berlalu. Terkadang kita terlena dalam hidup, menunda-nunda untuk menjadi berkat buat orang lain, berlama-lama merubah pola hidup kita agar sejalan dengan kehendak Tuhan apalagi mengenalkan Kristus kepada orang.  Kita sering menganggap bahwa masih ada banyak waktu untuk itu. Jangan sekarang, nanti saja. Sekarang kita masih mau menikmati hidup saja sepuasnya. Kita tidak sadar bahwa kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi nanti, berapa lama lagi kita punya waktu. Puluhan tahun lagi? Setahun? Sehari? Sejam? Atau jangan-jangan sedetik lagi. Bayangkan kalau ketika masa kita habis, kita kedapatan belum melakukan apa-apa. Belum melipat-gandakan talenta dan mempergunakan semua itu demi kemuliaan Tuhan, belum menjalani panggilan, belum bersaksi dan belum melakukan Amanat Agung. Kalau sudah seperti itu, penyesalan tidak lagi berguna.

Yakobus mengingatkan mengenai hal ini. "Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: "Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung", sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap." (Yakobus 4:13-14). Seperti halnya Musa dalam doanya yang dicatat dalam kitab Mazmur di atas, Yakobus meminta kita untuk menyadari singkatnya waktu. Yakobus mengingatkan agar tidak membuang-buang waktu dalam hidup. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah kita masih diberi kesempatan untuk hidup atau sudah tidak ada lagi di dunia. Tidak ada yang tahu, kecuali Tuhan. Itulah hidup yang menurut Yakobus bagaikan uap, hanya sebentar saja kelihatan, kemudian lenyap.

Bagaimana sikap kita seharusnya? Yakobus melanjutkan: "Sebenarnya kamu harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu." (ay 15). Itulah yang harus kita lakukan, menjalani hidup sepenuhnya sesuai kehendak Tuhan, mematuhi Tuhan secara serius dan sungguh-sungguh selama kesempatan itu masih kita miliki. Artinya, kita harus sungguh-sungguh mencari tahu apa sebenarnya rencana Tuhan dalam hidup kita, melakukan kehendakNya selagi kesempatan masih ada dan tentu saja, melibatkanNya serta memuliakanNya dalam apapun yang kita lakukan. Janganlah menggunakan hari-hari dengan sombong dan memegahkan diri, karena hal itu adalah salah. (ay 16). Yakobus menutup bagian ini dengan "Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." (ay 17).

Jika kesempatan masih ada saat ini, alangkah baiknya jika kita memakainya dengan baik dan benar. Menjalani hari demi hari mengikuti apa rencana Tuhan setiap hari, hidup dengan mengikuti segala ketetapanNya dan melibatkanNya. Memang Tuhan selalu memberi kesempatan bagi kita untuk merubah pola hidup kita yang salah, Tuhan selalu membuka tangan menerima pertobatan kita, Tuhan selalu menyambut kita yang memutuskan untuk memuliakanNya lewat pikiran, perkataan dan perbuatan kita. Tapi ingatlah bahwa kesempatan kita untuk melakukan itu terbatas. Terlena dalam kenikmatan hidup, menunda-nunda kesempatan, itu merupakan sifat negatif yang mungkin ada dalam diri setiap manusia. Karena itu Musa pun berdoa "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12).

Pikirkanlah. Adakah sesuatu yang Tuhan ingin anda lakukan saat ini dalam namaNya? Sudah berapa lama anda tunda hal itu sejak Tuhan menanamkannya dalam hati anda? Mungkin kita terlalu sibuk sehingga lupa untuk melakukan kehendakNya. Ingatlah bahwa waktunya akan tiba. Kesempatan kita sungguh terbatas. Seperti kembang Wijayakusuma yang singkat waktunya, demikian pula dengan hidup kita. Akan tiba saat dimana kita tidak lagi bisa berbuat apa-apa. Karenanya, jika kita masih diberi kesempatan saat ini, pergunakanlah dengan baik. Mulailah penuhi panggilan anda. Jadilah berhasil bukan cuma untuk anda sendiri, tapi terlebih untuk menjadi terang Kristus dimana anda ada hari ini. Jangan tunda lagi, sekarang waktunya.


Lakukan sekarang sebelum terlambat

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, May 28, 2016

In Given Time (3)

(sambungan)

Kita semua ada di dunia ini, di tempat kita masing-masing bukanlah sebuah kebetulan. Kita ini semuanya ada karena Tuhan punya rencana yang jelas buat kita. Karena itu kita harus menemukan apa panggilan kita, apa tugas yang digariskan Tuhan kepada kita, apa yang harus kita lakukan selama kesempatan itu masih ada. Berhentilah menolak panggilan Tuhan, karena tidak selamanya kita bisa melayani Tuhan, tidak selamanya kita bisa berbuat yang terbaik.

Bicara soal buah dalam kaitannya dengan waktu, perhatikanlah firman Tuhan berikut: "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu." (Yohanes 15:16).

Bukan kita yang memilih, tapi Tuhanlah yang memilih kita. Karena itu jika Tuhan memilih kita saat ini, di waktu atau jaman kita berada, itu adalah suatu kehormatan, dan bukan keterpaksaan atau sesuatu yang boleh kita lakukan setengah hati. Dan jika itu kehormatan, maka tidaklah tepat jika kita terus menunda-nundanya. Kita dipilih Tuhan, dan ditempatkan pada suatu masa tertentu, pada suatu tempat tertentu, hendaklah kita menuruti panggilannya dan menghasilkan buah-buah yang manis, selagi kesempatan itu masih ada.

Daud tercatat dengan manis telah melakukan kehendak Allah di jamannya. Apakah kita akan dicatat sama seperti itu? Jangan buang-buang waktu, jangan tunda lagi, karena kesempatan itu tidak akan tersedia selamanya. Pandanglah sekeliling anda, ada banyak hal yang bisa anda lakukan untuk memuliakan Tuhan. Tuhan Yesus berkata "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4).

Secara lebih spesifik, temui apa yang menjadi rencana Tuhan bagi anda, seperti apa anda bisa dipakai Tuhan, dan jalanilah itu. Adalah sebuah kehormatan untuk bisa melakukan kehendak Allah. Adalah suatu kehormatan jika kita dipilihNya. Lakukanlah sebaik-baiknya selama waktu masih ada. Let's keep on doing our best in given time. 

"Berkatalah aku dalam hati: "Allah akan mengadili baik orang yang benar maupun yang tidak adil, karena untuk segala hal dan segala pekerjaan ada waktunya." (Pengkotbah 3:17)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, May 27, 2016

In Given Time (2)

(sambungan)

Oleh karena itulah selama kita masih memiliki kesempatan, seharusnya kita tidak membuang-buang waktu dan kesempatan untuk melakukan segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak Allah dalam hidup kita. Ada orang yang malas bekerja dan selalu menunda dari satu besok ke besok yang lain, ada orang yang selalu menolak untuk melayani Tuhan karena menganggap mereka belum siap. Berhitung untung rugi saat bisa melakukan sesuatu yang besar bagi banyak orang.  Mengingat umur kita yang punya batas, dimana kita sendiri tidak tahu kapan kita mencapai akhir itu, bagaimana jika kita belum melakukan apapun sudah keburu dipanggil untuk mempertanggungjawabkan hidup kita di depan Tuhan? Atau, bagaimana jika ketika kita sadar dan mau melakukan kehendak Tuhan, tapi tenaga kita sudah tidak lagi memungkinkan? Kalaupun tidak sejauh itu, bagaimana kalau kita harus terus kehilangan momen hingga pada akhirnya kesempatan itu tidak lagi ada?

Lihatlah catatan manis tentang Daud yang jadi ayat bacaan kali ini. "Sebab Daud melakukan kehendak Allah pada zamannya, lalu ia mangkat dan dibaringkan di samping nenek moyangnya, dan ia memang diserahkan kepada kebinasaan." (Kisah Para Rasul 13:36). Sehebat apapun Daud, dagingnya memang habis pada suatu waktu. Itu benar. Tetapi Alkitab mencatat sesuatu yang luar biasa. Umurnya ada batasnya, tetapi Daud dikatakan telah melakukan kehendak Allah pada jamannya. Ia berhasil menjalani hidup dengan melakukan rencana Tuhan atas dirinya, pada masa yang diberikan kepadanya.

Pengkotbah pasal 3 menggambarkan dengan panjang lebar bahwa untuk segala sesuatu ada waktunya. "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." (Pengkotbah 3:1). Dan rangkaian ayat selanjutnya menggambarkan beberapa contoh waktu-waktu untuk sesuatu. Jika anda baca keseluruhan perikop ini, maka anda akan melihat pesan penting untuk hidup anda yang berkaitan dengan masa. Ada masa baik dan tidak terlalu baik, there's ups and downs, tapi itulah proses perjalanan yang harus dilewati, diisi dengan sebaik-baiknya agar masa yang ada pada akhirnya bisa menghasilkan buah-buah yang memberkati banyak orang.

Seharusnya kita sadar akan hal ini dan berhenti membuang-buang waktu, berhenti bermalas-malasan, berhenti mencari alasan untuk tidak melakukan apapun, berhenti merasa tidak mampu dan sebagainya. Mulailah melakukan sesuatu hari ini. Periksa apa yang ada, temukan apa yang menjadi rencana Tuhan atas diri anda, kembangkan setiap potensi sampai maksimal, dan bersinarlah. Berhasil, dan menjadi terang buat banyak orang, dimana anda ditempatkan.

(bersambung)

Thursday, May 26, 2016

In Given Time (1)

Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 13:36
==============================
"Sebab Daud melakukan kehendak Allah pada zamannya, lalu ia mangkat dan dibaringkan di samping nenek moyangnya, dan ia memang diserahkan kepada kebinasaan."

Sebuah perenungan panjang saya malam ini hadir saat saya mengingat perjalanan hidup ayah saya. Ia lahir dalam sebuah keluarga yang miskin. Saudaranya ada banyak, sehingga tidak semua mampu disekolahkan. Saat memasuki SMP, ayah saya disuruh orang tuanya untuk pergi ke kota yang lebih besar. Ia hanya dibekali ongkos bus dan secarik kertas yang bertuliskan alamat terakhir dari famili yang dituju. Ia pun berangkat. Ia tinggal di rumah famili tersebut dan disekolahkan. Sebagai ganti jasa, ia diminta untuk bekerja bersih-bersih di rumah, memotong rumput dan lain-lain. Singkat cerita, ia berhasil menjadi dokter dan kemudian mulai membantu membiayai adik-adiknya sekolah. Terus menapak naik di spesialis yang ia tekuni, menjadi kepala, mengajar di kampus, mula-mula di kota tempat tinggal kemudian mulai melebar ke kota lain bahkan negara lain.

Hal yang sangat menginspirasi saya adalah kejujuran dan dedikasinya. Kalau ada mahasiswa yang mengirim paket ke rumah, ia menyuruh supir untuk mengembalikan. Dia tidak menghukum si mahasiswa yang mencoba menyogok, tapi akan menilai objektif apakah hasilnya bagus atau tidak. Dalam hal profesi sebagai dokter, namanya buka praktek di pinggiran kota, pada masa itu dia biasa dibayar bukan dengan uang melainkan dengan hasil tani atau kebun. Misalnya dibayar pakai pisang setandan, jagung dan sebagainya. Dia menerima dengan baik dan tidak membedakan pasien tersebut dari yang bayar pakai uang. Saya pernah tanyakan, ia berkata bahwa sebagai dokter, ia harus memgang sumpah dokter yang ia ucapkan saat lulus. Kalau ada pasien datang tengah malam, ia pun tetap membukakan pintu. Bagaimana kalau orang jahat yang datang? Tanya ibu saya suatu kali. Dan ia menjawab ringan, "bagaimana kalau memang orang yang butuh pertolongan? Itu sudah resiko sebagai dokter." katanya. Hari ini di usianya yang sudah lebih 70 tahun, ia masih aktif praktek dan mengajar. Ia masih sehat dan aktif. Selama hampir 50 tahun ia melakukan bagiannya, yang menurut saya dengan teramat sangat baik. Ia masih diberikan kesempatan untuk itu hari ini. Tapi pada suatu ketika ia akan melemah lalu tiada. Masanya sudah ia jalani dengan baik dan pada waktunya nanti masanya akan habis. Saya kagum kepada caranya menjalani panggilan dengan integritas.

Malam ini saya merenungkan pengalaman hidupnya, berbagai pesan, nasihat dan contoh yang telah ia berikan selama ini. Sekarang saya masih produktif, masih bisa bekerja, masih bisa melayani, masih bisa menyampaikan firman Tuhan, tapi saya harus sadar bahwa saya tidak mungkin bisa melakukan itu selamanya. Pada suatu saat nanti, saya tidak akan bisa lagi melakukannya, walaupun mungkin saya masih sangat ingin berbuat sesuatu. Masa saya tengah saya jalani, tapi pada suatu saat nanti masa saya akan habis. Karena itulah selagi saya masih bisa, komitmen saya adalah berbuat segala sesuatu yang terbaik dengan sekuat tenaga, berusaha sungguh-sungguh dan serius untuk melakukan segala sesuatu, seperti saya sedang melakukannya untuk Tuhan.

Ada batas waktu bagi kita untuk menjalani fase kehidupan di dunia ini. Dalam doa Musa yang dicatat pada Mazmur 90 dikatakan: "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (Mazmur 90:10). Tujuh puluh tahun, dan kalau kuat delapan puluh tahun. Itu berlaku sampai sekarang meskipun untuk kita di Indonesia tampaknya usia makin singkat saja. Ada orang yang mendapat "bonus" lebih melewati 80 tahun, tapi seberapa panjangpun, masa hidup setiap orang akan berakhir pada suatu ketika.

Alkitab mencatat beberapa orang yang berusia ekstrim hingga mencapai nyaris 1000 tahun. Adam mencapai 930 tahun (Kejadian 5:5), Set mencpadapai 912 tahun (ay 8), Enos mencapai 905 tahun (ay 11), Kenan mencapai 910 tahun (ay 14), Yared mencapai 962 tahun (ay 17) Nuh mencapai 950 tahun (9:29), dan yang terpanjang Metusalah, mencapai 969 tahun. (5:27). Begitu panjang umur mereka.

Tapi kalau semua ayat ini diperhatikan, ada sesuatu yang menarik untuk dicermati. Untuk semua ayat yang mencatat usia mereka di atas, kalimatnya selalu diakhiri dengan kata-kata yang sama: "lalu ia mati." Sepanjang apapun umur manusia, pada suatu ketika tetap akan berakhir. Tidak ada manusia yang hidup selamanya. Perjalanan hidup kita punya ujung, punya batas. Pada suatu ketika kita akan dipanggil Tuhan, dan dengan demikian berakhirlah perjalanan hidup di dunia ini.

(bersambung)

Wednesday, May 25, 2016

Memandang Muka (3)

(sambungan)

Apa yang harus kita lakukan ada pada ayat berikutnya. "Akan tetapi, jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri", kamu berbuat baik." (ay 8). Kasih. Itu kuncinya. Hukum kasih mengharuskan kita untuk tidak pandang bulu dan berlaku adil kepada semua orang. Kita harus memandang orang lain dengan sebuah kaca mata kasih. Alangkah ironis jika seseorang sudah menjaga hidupnya dari banyak kecemaran namun melupakan hal yang satu ini dan masih hidup dengan memandang muka. Konsekuensinya tidak main-main. "Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya." (ay 10).

Hindarilah memberlakukan standar ganda dan hargai semua orang secara sama dengan kasih yang sama pula. Ingatlah bahwa mereka pun dicintai Tuhan dengan kepenuhan yang sama. Tuhan sama perdulinya pada mereka seperti halnya pada kita. Tuhan Yesus mati juga buat mereka, sama seperti buat kita. Baik dalam pekerjaan, dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pelayanan, kenakanlah ukuran yang sama. Perlakukan semua orang dengan adil, layani semuanya dengan keseriusan yang sama. Ingatlah bahwa ukuran yang kita pakai untuk mengukur akan kembali diukurkan pada kita (Matius 7:2).

Yakobus mengingatkan kita bahwa ada bahaya yang mengintai kalau kita terus memandang muka, membeda-bedakan orang atau menetapkan standar ganda. Ijinkan saya mengutip lagi rangkaian ayat berikut ini: " Akan tetapi, jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri", kamu berbuat baik. Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran." (ay 8-9). Kalau kita melaksanakan hukum Kerajaan mengenai kasih, yaitu "kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri", kita melakukan hal yang benar. Tetapi sebaliknya, kalau kita membeda-bedakan orang dengan memandang muka, showing prjudice, favoritism for people, itu sama saja kita berbuat dosa. Hukum Allah menyatakan bahwa kita adalah pelanggar hukum, we are violators and offenders of God's Law. 

Sepintas masalah memandang muka seperti terlihat sepele. Tetapi kalau kita lihat rangkaian ayat di atas, kita akan tahu bahwa sebenarnya masalah ini tidaklah main-main. Ini masalah serius yang harus menjadi perhatian dari kita semua.

Seperti halnya Kristus turun ke bumi untuk menyelamatkan semua orang tanpa memandang muka, hendaknya kita pun mampu memandang dan memperlakukan setiap orang dengan hormat dan dengan sikap yang sama, sebab iman pada Yesus Kristus adalah iman yang diamalkan dengan tidak memandang muka.

Hukum kasih menuntut kita untuk berlaku adil dan tidak memandang muka

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, May 24, 2016

Memandang Muka (2)

(sambungan)


"Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka."(Yakobus 2:1). Show no prejudice, no partiality. Yakobus berkata bahwa sebagai orang-orang yang beriman pada Yesus, tidaklah pada tempatnya iman itu diamalkan dengan memandang muka. Ini adalah seruan penting untuk menangkis kebiasaan dunia menetapkan standar ganda karena Kristus sendiri tidak memandang muka dalam melayani. Yesus melakukan banyak mukjizat dalam masa-masa kedatanganNya ke dunia tanpa memandang latar belakang orang yang dilayani. Yesus sudah membuktikan sendiri bahwa Dia mau menjadi sahabat orang miskin, pengemis, pemungut cukai, penderita kusta, wanita tuna susila dan sebagainya yang pada masa itu dianggap penyakit menjijikkan, orang-orang terbuang, bahkan sahabat dari orang-orang berdosa sekalipun seperti yang tertulis dalam Matius 11:19.

Kita harus tetap ingat bahwa Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia tanpa membedakan siapapun. Perhatikan apa yang dikatakan Yesus berikut ini. "..Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala." (Yohanes 10:15b-16).

Beritanya jelas. Yesus datang untuk semua manusia tanpa terkecuali. Amanat agung pun mengatakan hal yang sama. "Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:18-20). Yesus mengatakan semua bangsa, tanpa memandang muka. Maka tepatlah jika Yakobus mengingatkan bahwa jika kita beriman pada Kristus, sungguh tidak tepat apabila kita mengamalkan iman kita dengan memandang muka, memberlakukan standar ganda, bersikap tidak adil dan pilih kasih.

Selanjutnya mari kita lihat apa kata Paulus. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini.."(Roma 12:2a). Ketika orang dunia banyak yang memandang muka, hendaklah kita yang beriman pada Yesus Kristus tidak ikut-ikutan serupa berperilaku seperti itu.

Kembali pada Yakobus 2, kita melihat bahwa dengan membeda-bedakan, artinya kita sudah bertindak menghakimi dengan pikiran yang jahat. "Sebab, jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: "Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini!", sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: "Berdirilah di sana!" atau: "Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!", bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?" (ay 2-4). Yakobus kemudian mengingatkan bahwa orang yang dianggap miskin oleh dunia pun bisa dipilih Tuhan untuk menjadi kaya dalam iman bahkan menjadi ahli waris Kerajaan seperti yang telah Dia janjikan kepada siapa saja yang mengasihiNya (ay 5). Sebaliknya, orang kaya yang dianggap terpandang dan kepadanya manusia memberi standar ganda bisa tersesat oleh silaunya harta atau status lalu berhati jahat, menindas, menjatuhkan ke dalam penderitaan bahkan menghujat Allah (ay 6,7).

(bersambung)

Monday, May 23, 2016

Memandang Muka (1)

Ayat bacaan: Yakobus 2:9
====================
"Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran."

Suatu kali saya pernah mendatangi sebuah wartel karena butuh menelepon seseorang. Kebetulan pada hari itu saya harus buru-buru menelepon begitu bangun tidur sehingga saya tidak sempat untuk mandi dan mengganti pakaian terlebih dahulu. Mungkin karena saya datang lusuh, berjalan kaki dan hanya memakai sendal jepit, saya disambut dengan sangat tidak ramah oleh satpam dan penjaga wartel. Ketika saya bertanya, mereka menjawab tanpa melihat dan itupun singkat dan ketus. Tidak lama saya disana, ada seorang pria memakai dasi masuk. Perlakuan berbeda langsung tersaji. Mereka berdiri dan menyapa ramah bahkan yang satu buru-buru keluar untuk membukakan pintu bilik. Saya heran kenapa bisa ada standar ganda seperti itu. Apa diajarkan begitu oleh pemilik? Entahlah, tapi saya rasa tidak. Padahal kalau mau dibandingkan, ia menelepon lebih sebentar dari saya dan kota yang dituju pun jauh lebih dekat. Tapi itulah nyatanya yang terjadi.

Kalau anda berkunjung ke mall, anda bisa dengan mudah melihat berbagai sikap berbeda ini. Kalau pakai baju yang tidak mewah, penjaga toko biasanya mengikuti dengan lebih intens, mengawasi seolah pengunjung toko itu pasti akan mencuri. Saya pernah melihat ada seorang ibu lanjut usia yang kelelahan menunggu keluarganya belanja di supermarket lantas memutuskan untuk duduk di salah satu sofa pajangan. Tidak lama datanglah petugas yang meminta si ibu untuk berdiri dan pergi meninggalkan sofa. Sofa pajangan memang tidak boleh diduduki, dan si ibu mungkin tidak tahu atau karena kecapaian, ia duduk saja buat sebentar. Peraturannya memang begitu, jadi tidak salah saat si petugas meminta ibu itu berdiri. Tapi tidak lama kemudian ada seorang wanita jauh lebih muda dengan penampilan yang jauh lebih mewah. Petugas masih disana, si ibu pun belum jauh. Si petugas ternyata tidak melarang. Ia bahkan mengangguk lantas berdiri saja membelakangi si wanita. Apa yang membuat petugas itu melakukan standar ganda? Apakah pasti kalau si ibu yang berbaju mewah bakal belanja lebih banyak? Entahlah. Tapi bentuk-bentuk standar ganda tetap saja terjadi di berbagai tempat.

Bagaimana dengan gereja? Anda mungkin akan terkejut kalau standar ganda pun terjadi. Teman saya pada suatu kali berkunjung ke suatu daerah dan dalam kunjungannya ia beribadah di sebuah gereja. Ketika ia masuk dan duduk, ia diminta untuk pindah ke belakang. Alasannya? Karena di depan yang duduk cuma boleh jajaran pengurus dan donatur. Padahal kursi-kursi di beberapa baris depan sangat kosong. Ia berkata, sampai akhir kebaktian pun kursi-kursi tersebut tetap kosong. Ada gembala dan pemimpin gereja yang hanya mendengar dan mendahulukan kelompoknya sendiri tapi tidak menganggap penting mendengar jemaat yang Tuhan titipkan pada mereka. Apapun yang dilakukan oleh jemaat, sebaik apapun, mereka tetap tidak menganggap penting kalau bukan dari kelompoknya. Sikap memandang muka jelas melanggar hukum kasih. Tapi apakah ada Firman Tuhan yang secara spesifik mengingatkan akan hal ini?

Jawabannya: ada. Penyakit standar ganda ternyata sudah terjadi sejak dahulu kala. Itu bisa kita ketahui karena Yakobus pernah secara panjang lebar mengingatkan agar para pengikut Kristus jangan sampai ikut-ikutan terjebak dalam sikap membeda-bedakan orang. Hal itu tertulis dalam Yakobus 2:1-13 dengan judul perikop: Jangan Memandang Muka.

"Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka." (Yakobus 2:1).


(bersambung)

Sunday, May 22, 2016

Bukan Tampilan tapi Hati (2)

(sambungan)

Secara jelas Tuhan bilang bahwa Tuhan tidak peduli apa yang dilihat manusia di depan matanya. Apa yang Tuhan lihat adalah hati. Samuel kemudian menangkap esensinya. Tapi tidak dengan Isai. Isai belum mengerti dan masih berpikir dengan cara pikir manusia. "Bukan Eliab ya? Kalau begitu pastilah Abinadab atau Syama." Seperti itu kira-kira pikiran Eliab. Sepertinya Isai berpikir, mungkin Eliab dianggap sudah terlalu tua. Tapi kriteria Tuhan pastilah diantara dua anakku lainnya yang sudah menjadi kebanggaan keluarga karena ada di jajaran prajurit Israel.

"Lalu Isai memanggil Abinadab dan menyuruhnya lewat di depan Samuel, tetapi Samuel berkata: "Orang inipun tidak dipilih TUHAN." Kemudian Isai menyuruh Syama lewat, tetapi Samuel berkata: "Orang inipun tidak dipilih TUHAN." (ay 8-9).

Dua-duanya tidak? Wah, masa sih? Begitu pikir Isai. Ia lalu menyuruh sisanya berdiri di depan Samuel. "Demikianlah Isai menyuruh ketujuh anaknya lewat di depan Samuel, tetapi Samuel berkata kepada Isai: "Semuanya ini tidak dipilih TUHAN." (ay 10). Perhatikan ayat ini. Disebutkan jelas bahwa Isai menyuruh ketujuh anaknya untuk tampil bergantian di hadapan Samuel. Tujuh. Padahal kita sudah tahu bahwa anak laki-lakinya bukan tujuh melainkan delapan.

Samuel pun sempat heran. "Lalu Samuel berkata kepada Isai: "Inikah anakmu semuanya?" (ay 11a). Mendengar dan melihat reaksi Samuel, barulah Isai mengakui bahwa sebenarnya ia masih punya satu anak lagi. "Jawabnya: "Masih tinggal yang bungsu, tetapi sedang menggembalakan kambing domba." (ay 11b). Bayangkan, Daud bahkan tidak dianggap ayahnya layak untuk jadi orang yang diurapi Tuhan sehingga ia tidak dibawa. Tujuh anak dibawa, tapi Daud tidak diajak. Di saat ketujuh anak dinilai Isai berpotensi, Daud sedang berjuang nyawa menjaga dua - tiga alias sedikit sekali kambing domba miliki Isai. Tapi kita tahu bahwa Tuhan pilih Daud. Seorang anak muda yang masih kemerah-merahan wajahnya dan jauh dari postur tinggi besar gagah bak prajurit. "Lalu TUHAN berfirman: "Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia." Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud. Lalu berangkatlah Samuel menuju Rama." (ay 13b-14).

Dunia mungkin akan terus mencari dan melihat orang-orang dari penampilan. Dan mungkin beberapa dari teman-teman selama ini terintimidasi dengan trend itu, mengira bahwa anda akan sulit untuk maju dan berhasil karenanya. Hari ini dengarlah, Tuhan tidak mementingkan itu, melainkan mementingkan hati. Hati yang berserah, hati yang bersyukur, hati yang berpusat pada Tuhan dan kehendakNya, hati yang taat, hati yang dipenuhi iman dan percaya kepada  Tuhan, hati yang humble, hati yang melayani, hati yang selalu mau serius dalam mengembangkan karunia dan talenta untuk dipakai memberkati banyak orang. Orang-orang seperti itulah yang Tuhan pilih lebih dari apapun. Periksa talenta anda, apa yang anda miliki saat ini dan apa yang menjadi panggilan Tuhan untuk anda. Berusahalah disana dan bersinarlah. Terima pengurapan Tuhan dan lakukan yang terbaik. Anda, saya, dan siapapun yang memiliki hati yang benar akan mendapat kehormatan untuk mencerahkan dunia dan menyatakan Kristus disana. The world won't be able to hold what God has granted, so don't be intimidated. 

"True beauty comes from deep within"

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, May 21, 2016

Bukan Tampilan tapi Hati (1)

Ayat bacaan: 1 Samuel 16:7
======================
"Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."

Berkecimpung di dunia musik membuat saya melihat sebuah realita yang ironis. Industri musik di Indonesia masih terjebak mementingkan penampilan, perawakan atau fisik ketimbang talenta dan kualitas bermusik atau bernyanyi. Tidak bagus suaranya tapi cantik, itu jauh lebih baik ketimbang punya suara emas tapi penampilannya kurang, apalagi kalau jauh dari standar yang mereka tetapkan. Seorang produser pernah bilang, "kalau cuma masalah suara gampang, tinggal diutak-atik di studio saja beres. Tapi kalau fisik, susah mau diapain juga." Dan itulah yang mereka jual. Tapi cantik saja pun belum cukup, karena para newcomer ini juga harus punya modal besar sebagai 'mahar' agar bisa diorbitkan. Dan beberapa kisah kelam juga mencatat pengorbanan para pendatang wanita agar bisa sukses berkarir di dunia hiburan.

Manusia memang cenderung mementingkan penampilan fisik ketimbang hal-hal lain seperti sifat, kerajinan, kesetiaan dan hal-hal lain yang tidak tampak di luar. Kata-kata true beauty comes from deep within seolah tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang esensi dari setiap orang. Tidaklah heran kalau kita melihat adanya degradasi moral, kebobrokan mental dan sulit mencari karakter yang berintegritas hari-hari ini. Tidak heran kalau kita terus melihat orang-orang yang seharusnya menginspirasi tapi kemudian menunjukkan perilaku-perilaku tidak terpuji. Dunia tidak mencari itu lagi sekarang melainkan penampilan. Karenanya orang-orang yang tidak berpusat pada Allah dan kehendakNya akan dengan mudah terpengaruh oleh apa yang dicari dunia hari ini.

Sebenarnya masalah mementingkan penampilan, paras, postur dan hal-hal fisik bukan baru sekarang terjadi, tetapi Alkitab sudah menyinggung tentang itu sejak dahulu. Setidaknya pada masa Daud hendak diurapi menjadi raja kecenderungan cara manusia menilai ini sudah terjadi.

Mari kita lihat kisah awal pengurapan Daud. Ayat pembuka dalam 1 Samuel 16 mencatat saat Tuhan menyuruh Samuel berhenti bersedih hati karena Saul dan segera bergegas menemui seorang tua bernama Isai. Untuk apa? Tugasnya jelas, yaitu untuk mengurapi raja baru pilihan Tuhan sendiri. Dan raja yang dipilih itu ternyata adalah salah satu anak Isai.

Maka Samuel pun kemudian bertemu dengan Isai di upacara pengurbanan. Samuel segera menguduskan Isai dan anak-anaknya satu persatu dalam upacara itu. Sebelum saya lanjutkan, ada berapa anak Isai dan seperti apa anak-anaknya? Kita bisa mengetahui hal tersebut dalam pasal 17:12-14. Mari kita lihat ayatnya.

"Daud adalah anak seorang dari Efrata, dari Betlehem-Yehuda, yang bernama Isai. Isai mempunyai delapan anak laki-laki. Pada zaman Saul orang itu telah tua dan lanjut usianya. Ketiga anak Isai yang besar-besar telah pergi berperang mengikuti Saul; nama ketiga anaknya yang pergi berperang itu ialah Eliab, anak sulung, anak yang kedua ialah Abinadab, dan anak yang ketiga adalah Syama. Daudlah yang bungsu. Jadi ketiga anak yang besar-besar itu pergi mengikuti Saul." (1 Samuel 17:12-14).

Dari ayat ini kita bisa melihat bahwa Isai itu punya delapan anak laki-laki. Tiga anak tertuanya yaitu Eliab Abinadab dan Syama merupakan prajurit Israel dibawah Saul. Ada kriteria tertentu untuk bisa menjadi prajurit atau tentara. selain postur yang gagah, keahlian berperang pun harus mereka miliki. Sedang Daud pada masa itu masih sangat muda dan perawakannya pun tidak cocok untuk menjadi prajurit, apalagi raja.

Secara logika manusia, kita tentu mengira bahwa untuk menjadi raja akan terlihat dari kepantasan sesuai postur. Samuel yang nabi pun ternyata tertipu dengan logika berpikir seperti itu. Saat Samuel melihat Eliab yang gagah, Samuel langsung mengira bahwa pasti anak tertua ini yang dipilih Tuhan.

"Ketika mereka itu masuk dan Samuel melihat Eliab, lalu pikirnya: "Sungguh, di hadapan TUHAN sekarang berdiri yang diurapi-Nya." (ay 6).

Itu pikir Samuel, namun ternyata bukan Eliab yang dipilih Tuhan. "Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (ay 7).

(bersambung)

Friday, May 20, 2016

Hilang Momen (2)

(Sambungan)

Mari kita ambil satu contoh kecil saja. Ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam alias panen atau menuai. Bayangkan kalau kita tidak menyikapi momen atau waktu dengan tepat. Kalau kita malas dan tidak menanam, maka kita kehilangan masa bukan saja saat menanam tapi juga saat menuai. Tidak akan ada panenan kalau tidak ada yang ditanam bukan? Atau bagi yang menanam dengan memperkirakan waktu panen sesuai musim atau cuaca, mereka mereka akan menuai hasil yang maksimal. Sementara kita yang asal tanam, bisa jadi panenan gagal karena tidak pas dengan cuaca. Ini barulah contoh kecil saja mengenai kerugian yang terjadi apabila kita lalai. Sementara kerugian lainnya yang lebih parah atau bahkan fatal bisa kita alami kalau kita membuang-buang waktu.

Orang yang malas bekerja di masa muda, lantas keburu sakit, lemah di masa tua saat mereka ingin bekerja. Maka mereka pun melewatkan masa produktif mereka untuk memperoleh berkat dari Tuhan. Atau ketika akhirnya sadar tapi batas usianya sudah lewat dari usia produktif. Maka kerugian yang sama pun merupakan hal yang kita tuai. Atau kalau sebagai orang tua membuang waktu untuk mendidik anaknya mengenai etika, budi pekerti, nilai-nilai moral terutama kebenaran, jangan menyesal bila anak-anaknya nanti tumbuh salah menjadi orang tak berbudi, karakter tak terpuji, melakukan tindakana-tindakan yang buruk yang bukan saja mempermalukan orang tuanya tetapi juga merugikan hidup mereka sendiri. Akan hal itu, Firman Tuhan pun sudah mengingatkan dengan jelas. "Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda. Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang." (Mazmur 127:4-5).

Tidak ada kata malas bagi orang percaya yang sungguh-sungguh menghidupi prinsip Kerajaan Allah. Tuhan tidak menyukai karakter orang malas dan beberapa kali menegur keras orang yang seperti itu. "Seperti pintu berputar pada engselnya, demikianlah si pemalas di tempat tidurnya." kata Salomo dalam Amsal 26:14. Pintu berputar pada engsel, itu artinya tidak kemana-mana alisa jalan di tempat. Tidak ada kemajuan, no progress. Kalau sudah begini, kita akan rugi sendiri. Selain itu lewat Paulus bahkan teguran keras diberikan. "Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10). Kalau malas jangan makan. Sekeras itulah peringatan bagi orang percaya.

Sadarilah bahwa waktu berjalan linier, artinya berjalan lurus dan tidak bisa diulang. Karenanya hendaklah waktu kita manfaatkan dengan baik dan kita pastikan sejalan dengan keinginan atau kehendak Tuhan, sebagai yang menciptakan waktu. Pastikan perhatian anda tajam mengamati peluang yang dibukakan Tuhan agar tidak kehilangan momen. Ingatlah bahwa apa yang penting bukan cuma mengenai keberhasilan karir anda pribadi saja, tetapi sejauh mana anda bisa memberkati orang lewat apa yang anda punya. Jangan hobi menunda pekerjaan, jangan lewatkan saat-saat teduh yang akan sangat penting untuk mengalami hubungan yang intim dengan Tuhan dan menjadi dasar yang kuat untuk membangun sebuah kehidupan yang berpusat pada Tuhan. Segala sesuatu di bawah langit ada masanya, karenanya bijaksanalah menyikapi waktu agar kita tidak perlu kehilangan momen.

"Time is free, but it's priceless.
You can't own it, but you can use it.
You can't keep it, but you can spend it.
Once you've lost it, you can never get it back." - Harvey Mackay

Thursday, May 19, 2016

Hilang Momen (1)

Ayat bacaan: Pengkotbah 3:1
=======================
"Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya."

Berkecimpung di dunia jurnalistik membuat saya punya banyak sekali teman yang berprofesi sebagai fotografer. Dari mereka ini saya belajar banyak mengenai kerugian yang terjadi kalau hilang momen. Saat meliput, seringkali mereka harus gesit agar bisa berhasil menangkap momen-momen penting. Tantangan yang dihadapi bisa sangat menyulitkan mereka. Selain hal-hal yang umum seperti terjebak kemacetan sehingga terlambat hadir, hambatan di lokasi juga kerap mempersulit. Misalnya kerumunan massa, sesama fotografer yang berebut mengambil gambar, atau bahkan kendala cahaya seperti back light atau kurang, bahkan saat cahaya terlalu over sehingga silau. Mereka harus tahu menyikapi kendala dan seringkali mereka harus cepat dalam memutuskan. Dimana mereka harus berdiri, kemana mereka harus bergeser, ketika tidak ada ruang tembak mereka harus bagaimana, dan sebagainya. Kalau foto panggung saja bisa sulit, apalagi kalau saat meliput hal-hal chaos seperti demonstrasi yang rusuh, perang, pertikaian kelompok, tawuran dan sebagainya. Mereka semua bercerita bahwa momen terbaik seringkali tidak datang dua kali. Agar tidak kehilangan momen, mereka harus bisa menyikapi waktu bahkan dalam hitungan sepersekian detik. Sepersekian detik? Ya, sepersekian detik. Waktu yang sedemikian singkat itu ternyata bisa sangat berharga dalam mengambil gambar terbaik dari sebuah momen yang mungkin tidak akan terulang lagi.

Itu berbanding sangat kontras dengan orang-orang yang gemar buang waktu. Kalau bagi para juru potret sepersekian detik itu berarti, bagi orang-orang yang malas waktu dibuang sia-sia. Tidak melakukan apa-apa, bermalas-malasan, seolah ia punya kuasa penuh atas waktu sehingga ia bisa sesukanya membuang-buang waktu tanpa takut kehilangan momen. Kenyataannya ada banyak orang yang hari ini menyesali sikap mereka yang membiarkan momen keemasan lewat di masa lalu. Kesempatan untuk maju yang tengah terbuka, peluang untuk sukses, saat ada momentum yang hadir di depan mata, semua itu bisa jadi sangat jarang terjadi, atau bahkan sulit untuk terulang kembali. Karena itulah apabila kita melewatkannya, itu sama artinya dengan membuang kesempatan emas untuk memenuhi apa yang menjadi rencana terindah Tuhan dalam hidup kita.

Firman Tuhan mengingatkan sesuatu yang sangat penting untuk kita ingat berkenaan dengan waktu yaitu dalam Mazmur 90 yang merupakan bagian dari rangkaian doa Musa. "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12). Musa tahu bahwa hidup kita sesungguhnya sangat singkat. Karenanya dalam doanya ia meminta agar kiranya Tuhan menyadarkan akan pentingnya menyikapi waktu. "Teach us to number our days," he said, "that we may get us a heart of wisdom." Orang yang bijaksana tidak akan membiarkan waktu terbuang sia-sia. Orang yang bijaksana akan menghargai waktu dan mempergunakan setiap kesempatan yang ada dengan sebaik yang mereka bisa. Orang yang bijaksana akan menikmati buah dari keseriusan mereka menyikapi waktu dan orang yang bijaksana akan mempergunakan waktu itu bukan hanya untuk dirinya sendiri melainkan untuk membawa kebaikan bagi orang lain.

Ada sebuah rangkaian ayat dalam Pengkotbah yang sangat saya sukai dan selalu mengingatkan saya mengenai waktu. "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya."(Pengkotbah 3:1). Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan: "TO EVERYTHING there is a season, and a time for every matter or purpose under heaven." Lihat bahwa kata "to everything" alias "untuk segala sesuatu" ditulis dengan huruf besar. Itu menunjukkan adanya penekanan bahwa segala sesuatu itu ada masanya, untuk segala urusan dan keperluan, semua itu pun ada waktunya. Begitu kata ayat ini.

Lantas ayat-ayat selanjutnya menunjukkan waktu-waktu atau masa-masa yang kita semua rasakan dalam hidup kita.  "Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai."(ay 2-8). 

(bersambung)

Wednesday, May 18, 2016

To Know is To Believe (2)

(sambungan)

Seperti apa pribadi Tuhan? Mari kita lihat beberapa ayat berikut ini: "Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada." (Mazmur 33:9). Tuhan adalah pribadi yang menciptakan segala sesuatu lewat firman. Kisah penciptaan alam semesta beserta isinya di awal Alkitab menjadi sebuah catatan penting mengenai hal ini. Salomo menggambarkan Tuhan sebagai sosok yang jauh lebih tinggi dari segala kepintaran dan kecerdasan bahkan kebijaksanaan manusia. "Tidak ada hikmat dan pengertian, dan tidak ada pertimbangan yang dapat menandingi TUHAN." (Amsal 21:30).

Dalam Yesaya kita bisa melihat lagi seperti ini: "Dengarkanlah Aku, hai kaum keturunan Yakub, hai semua orang yang masih tinggal dari keturunan Israel, hai orang-orang yang Kudukung sejak dari kandungan, hai orang-orang yang Kujunjung sejak dari rahim. Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." (Yesaya 3-4) Tuhan adalah Bapa yang setia yang akan tetap mau menggendong, menanggung, memikul dan menyelamatkan kita sampai akhir hayat."Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku" (ay 9). Ayat-ayat ini baru sedikit saja dari sekian banyak firman yang bisa mengenalkan kita secara mendalam kepada siapa Tuhan sebenarnya.

Mengenal pribadi Allah juga bisa kita peroleh lewat pengalaman kita berjalan bersama-sama denganNya, lewat pengalaman-pengalaman langsung akan kuasa Tuhan dengan penyertaanNya dalam hidup kita. Saya percaya semakin kita hidup taat mengikuti kehendakNya, maka kuasaNya akan semkakin nyata kita rasakan. Dan itu bisa terjadi apabila kita mengenal Tuhan lalu percaya kepadaNya. Firman Tuhan berkata: "Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan." (Roma 10:10). Orang yang percaya akan dibenarkan, yang mengaku akan diselamatkan. Ini sejalan dengan ayat bacaan hari ini, bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan orang yang percaya dan terus sungguh-sungguh mencariNya.

Orang yang setia mencari dan merindukan Tuhan adalah orang yang percaya kepadaNya, punya pengharapan tanpa henti, tidak menyerah pada ketakutan dan kekuatiran. Dan ini akan dimiliki apabila kita mengenal siapa Tuhan itu sebenarnya. Kita harus mengenal PribadiNya dengan baik dan benar. Sebesar apa sesungguhnya kasihNya bagi kita semua, seberapa besar Tuhan ingin kita selamat dan mendapatkan bagian di KerajaanNya, apa yang Dia inginkan untuk kita lakukan dan apa yang harus kita jauhi. Janganlah berhenti dengan percaya sebatas bibir saja, mulailah hari ini untuk mengenal pribadi Allah lebih jauh lagi sehingga dengan iman teguh kita bisa percaya sepenuhnya dan menerima penyertaan Tuhan secara nyata dalam hidup kita.

To know is to love, to love is to believe

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, May 17, 2016

To Know is To Believe (1)

Ayat bacaan: Mazmur 9:11
====================
"Orang yang mengenal nama-Mu percaya kepada-Mu, sebab tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN."

Ada proses yang kita lalui saat kita jatuh cinta dan mulai menjalin hubungan dengannya. Jatuh cinta, bisa jadi dari pandangan pertama atau love at first sight atau rasa cinta yang terbentuk secara perlahan dari frekuensi pertemuan yang tinggi. Setelah jatuh cinta itu, kalau gayung bersambut maka proses selanjutnya adalah mulai pacaran. Di saat seperti inilah keduanya mulai lebih mengenal pribadi masing-masing. Mengenal sifat, kebiasaan, apa kelebihan dan kekurangan, siapa sebenarnya mereka bukan lagi secara fisik melainkan lebih dalam, siapa mereka sebagai seorang individu yang utuh. Di fase ini pasangan akan mulai tahu apakah hubungan bisa terus dilanjutkan atau diakhiri, apakah cocok atau tidak.

Kalau jatuh cinta biasanya bisa instan dan bisa dari pandangan pertama, rasa sayang tidaklah bisa muncul secepat itu. Rasa sayang biasanya melalui sebuah proses, dan hanya akan muncul setelah kita mengenal seseorang secara mendalam. Kenal dulu baru sayang. Tak kenal maka tak sayang, kata pepatah. Di luar sana pepatah yang sama pun ada, to know is to love. Itu proses alami yang akan dilalui banyak orang saat menjalin hubungan. Dan tentu saja soal percaya pun sama. Kalau kita tidak mengenal seseorang tentu sulit bagi kita untuk bisa percaya. Singkatnya, agar bisa percaya, kita harus terlebih dahulu mengenal pribadi seseorang secara mendalam.

Hubungan antara kita manusia dengan Tuhan pun sama seperti itu. Sejauh mana kita mengenal Tuhan tergantung dari dengan seberapa jauh kita dekat dengan Tuhan, dan itu akan sangat menentukan seberapa besar tingkat kepercayaan kita kepadaNya. Bilang percaya itu mudah. Menyanyikan lagu-lagu yang menyatakan bahwa kita percaya kepada Tuhan pun mudah. Tetapi mungkin hanya sedikit yang benar-benar percaya lewat iman yang teguh. Tidak banyak yang benar-benar bisa percaya bahwa Tuhan memelihara kehidupan mereka sehari-hari, apalagi kalau sedang mengalami pergumulan atau penderitaan. Ketika masalah menerpa, ketika badai menghadang, seringkali rasa percaya merosot, berkurang dan kemudian hilang.

Begitu banyak orang yang saat ini didera kekhawatiran/ketakutan, baik terhadap apa yang akan terjadi di masa depan maupun dalam menghadapi pergumulan-pergumulan yang tengah mereka hadapi. Ada yang sampai jadi paranoid, kuatir berlebihan terhadap sesuatu yang bahkan belum terjadi. Bukannya percaya pada Tuhan, tapi malah lebih mudah untuk menyerah kepada ketakutan dan kekhawatiran yang menghantui pikiran. Masalah menjadi terlihat jauh lebih besar dan jadi bertambah banyak. Itulah yang terjadi kalau kita lebih percaya pada beratnya masalah dibandingkan kuasa yang dimiliki Tuhan. Masalahnya, bagaimana bisa percaya kalau belum mengenal?

Kalau begitu, untuk bisa percaya kepada Tuhan tentu terlebih dahulu kita harus mengenalNya. Inilah tips yang diberikan Daud dalam Mazmur. "Orang yang mengenal nama-Mu percaya kepada-Mu, sebab tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN." (Mazmur 9:11). Sebuah kunci penting disebutkan disini agar kita bisa percaya, yaitu dengan mengenal Tuhan. Pertanyaan berikutnya, bagaimana caranya kita bisa mengenal Tuhan? Pertama, kita bisa mengenal Tuhan lewat membaca dan merenungkan Firman. Alkitab mencatat begitu banyak keterangan mengenai Tuhan yang tentu bisa membuat kita mengenal Pribadi Tuhan secara utuh kalau kita serius membaca Alkitab.

(bersambung)

Monday, May 16, 2016

Standar Ganda Memberi

Ayat bacaan: Matius 5:42
=====================
"Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu."

Beberapa tahun yang lalu, pada suatu sore teman baik saya menelepon dan bertanya apakah ia bisa meminjam sejumlah uang untuk sebuah keperluan. Saya pada saat itu sedang susah juga sebenarnya, tetapi saya memutuskan untuk meminjamkannya. Di telepon ia terdengar sangat lega dan mengucapkan terima kasih. Saya waktu itu tidak begitu tahu jelas untuk apa, tapi saya merasa lega dan bahagia bisa membantunya. Belakangan saya tahu bahwa ia  waktu itu merasa tidak sehat sehingga butuh pinjaman untuk opname di rumah sakit sesuai anjuran dokter. Tidak lama setelahnya saya mendengar bahwa ia diopname di sebuah rumah sakit di daerah Bekasi. Belum sempat saya menjenguknya, berita dukacita pun sampai kepada saya. Ia meninggal pada usia 23 tahun akibat penyakit yang tidak jelas betul sampai akhir hayatnya. Ia sebelumnya terlihat baik-baik saja, dan di telepon yang menjadi komunikasi terakhir saya dengannya juga ia terdengar normal. Saat meminjam, ia menyembunyikan bahwa ia sedang sakit karena tidak mau mencemaskan orang termasuk saya sebagai sahabatnya. Saya merasa bersyukur bahwa waktu itu saya meminjamkan karena setidaknya ia sempat berusaha menangani apapun kondisi yang ia rasakan. Saya tidak bisa membayangkan jika waktu itu saya tidak menolong.

Apa yang saya pikirkan sehingga memutuskan untuk menolong waktu itu? Selain ia memang sahabat saya, saya berpikir bahwa selama saya masih bisa bantu, kenapa tidak? Toh saya masih bisa makan, paling-paling mengurangi jajan atau membeli yang kurang perlu untuk sementara waktu. Ada banyak orang yang memiliki standar ganda soal memberi. Maksud saya begini. Ketika kita "hang out" bersama teman-teman, kita tidak memikirkan uang yang terpakai. Makin terlihat royal, kita makin bangga. Kita makan di restoran, kita duduk di cafe, memberi tip besar, semua itu asik-asik saja, dan tentu tidak apa-apa. Tetapi ketika ada pengemis yang meminta-minta atau pengamen yang mendekat, seribu rupiah pun terkadang begitu sulitnya untuk keluar dari kantong. Kita bahkan marah karena merasa terganggu. "Nggak bisa lihat ya orang lagi makan?" Itu bentuk kejengkelan yang biasa timbul saat merasa 'terganggu' oleh kehadiran mereka. We can give out hundreds of thousands easily for nothing, but in other time, a little penny that could make a big difference would be so hard to let go. Lantas orang bisa berdalih, "uang itu didapat dari hasil bekerja mati-matian, terserah saya dong mau diapain." Tidak ada yang salah dengan itu. Tetapi ingatlah bahwa di sisi lain ada banyak saudara-saudara kita yang tengah kesulitan. Mungkin untuk makan sekali saja sudah tidak tahu bagaimana. Mengapa kita sulit untuk menyisihkan sebagian dari pendapatan kita untuk membantu meringankan beban mereka? Padahal sepersepuluh saja dari uang yang kita alokasikan untuk hiburan mungkin sudah menyelamatkan hidup mereka, setidaknya untuk hari ini.

Yesus sendiri mengajarkan bagaimana kita harus bersikap. "Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu." (Matius 5:42). Menjadi terang dan garam bukan hanya berarti sempit, hanya menginjili semata misalnya, tapi itu akan terlihat dari ketulusan kita untuk membantu orang-orang yang sedang kesulitan. Jika Yesus masih ada di dunia saat ini pun, saya yakin Dia akan dengan senang hati menjamah mereka. Tanpa memandang siapapun mereka. Mengapa masih banyak diantara kita, duta-duta Surgawi terkadang belum bisa menjadi perantara yang baik dengan memberikan empati kepada mereka dan bergegas membantu atas dasar kasih? Menjadi lentera di kegelapan bisa hadir dalam banyak bentuk. Bisa lewat memberi bantuan, bisa lewat memberi perhatian, kepedulian, bahkan secuil senyum sekalipun, seringkali bisa menjadi cahaya yang berharga bagi orang yang tengah kesulitan.

Paulus berpesan pada Timotius agar mengingatkan mereka yang hidup berkelimpahan untuk mau berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan dan suka memberi dan membagi. (1 Timotius 6:17). Jangan pernah jemu untuk memberi atas dasar kasih, karena satu dari perintah yang utama adalah bagi kita untuk mengasihi sesama seperti diri kita sendiri (Matius 22:39), bahkan lebih dari itu, kita harus mengasihi sesama sebagaimana Yesus telah mengasihi kita. (Yohanes 13:14, 15:12). Apapun yang kita lakukan bagi mereka yang membutuhkan, atau tertolak dan tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, itu semua besar artinya bagi Yesus, bahkan sama artinya dengan melakukannya untuk Yesus. (Matius 25:40).

Satu hal yang penting untuk diingat adalah kita harus memberi atas dasar kasih. Paulus berkata: "Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku." (1 Korintus 13:3). Sia-sialah semuanya jika kita memberi karena pamrih, bukan karena ingin meringankan beban mereka, karena kita mengasihi mereka, sebagaimana Yesus telah mengasihi kita. Dalam perumpamaan tentang persembahan janda miskin, Yesus memberi contoh mengenai betapa nyata perbedaannya ketika sebuah pemberian didasarkan pada kasih, dan bukan dilihat dari besar kecilnya jumlah pemberian. (Markus 12:41-44). Sudahkah anda menyisihkan sebagian dari pendapatan anda untuk menolong sesama atas dasar kasih? Puji Tuhan jika sudah, teruslah menjadi sumber berkat bagi orang lain dan kaya dalam kemurahan. Bagi yang belum, mari rasakan sebuah kebahagiaan yang berbeda, penuh dengan damai sukacita, karena pada akhirnya, anda pun akan sampai pada kesimpulan: "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35b).

"Giving is not just about making a donation, it's about making a difference" - Kathy Calvin

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, May 15, 2016

Miskin tapi Kaya (2)

(sambungan)

Sebagai orang percaya, kita seharusnya bisa sampai kepada sebuah pemahaman yang berbeda tentang kebahagiaan. Banyak orang merasa bahagia saat menerima, tapi kita seharusnya menyadari bahwa kebahagiaan justru datang dari memberi. Dan Alkitab menyatakan itu dengan jelas. "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35). Sikap ini hanya akan muncul jika kita memiliki iman yang teguh, iman yang sungguh percaya bahwa Tuhan sanggup mencukupkan kita akan segala sesuatu. Tanpa itu, kita hanya akan terus merasa kekurangan, terus menimbun harta tanpa ada rasa cukup, dan cepat atau lambat kita akan menjadi hamba uang. Tidak akan ada lagi sukacita, meski harta berlimpah.

Orang mungkin berpikir bahwa hidup akan begitu mudah ketika segalanya berlimpah, padahal mereka lupa bahwa disamping kekayaan harta, kita perlu pula kuasa untuk menikmatinya, dan itu pun juga karunia Tuhan. "Setiap orang yang dikaruniai Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bahagiannya, dan untuk bersukacita dalam jerih payahnya--juga itupun karunia Allah." (Pengkotbah 5:19). Tanpa itu, niscaya segala yang kita kumpulkan tidak akan pernah bisa membahagiakan kita.

Karena itu, mengapa kita harus takut dan berpelit-pelit untuk memberkati orang lain yang lebih sulit hidupnya daripada kita? Tuhan Yesus sendiri mengajarkan demikian: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Dalam kisah tentang ibu janda miskin yang memberi dalam kemiskinannya yang tertulis pada Lukas 21:1-4 kita melihat hal yang sama juga. Ia memang memberi hanya dua peser. Namun dibanding orang-orang kaya yang memberi banyak ke dalam kotak persembahan, Yesus mengatakan bahwa si ibu janda yang miskin ternyata dianggap memberi lebih banyak dari semua yang kaya itu. Alasannya, "Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya." (ay 4). Kembali kita melihat bahwa meski ibu janda ini miskin harta, namun ia kaya dalam kemurahan.

Tuhan sanggup memberkati pekerjaan kita secara berkelimpahan. His grace is overflowing and more than enough for us. Apa yang perlu kita pikirkan adalah "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Dan memberi kepada mereka yang membutuhkan adalah tanggung jawab kita. Dengan menolong orang yang kesusahan, itu artinya kita memenuhi hukum Kristus. (Galatia 6:2). Sebab, "sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 5:40). Soal hidup kita, Tuhan sanggup pelihara. Yang penting adalah mendahulukan mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya, melakukan dengan taat segala yang diperintahkan Tuhan dengan bersukacita. Berilah maka kamu akan diberi, itu janji Tuhan. Di samping itu, hati yang bersyukur akan kebaikan Tuhan akan membuat kita selalu kaya dalam kemurahan. Di saat seperti itulah kita akan merasa sangat bahagia ketika memberi, jauh lebih daripada saat kita menerima. Pemberian yang disertai dengan pengorbanan seperti yang dilakukan oleh jemaat Makedonia dan juga ibu janda yang miskin ternyata berkenan di mata Tuhan.

Marilah kita lebih peka lagi terhadap jeritan orang-orang di sekitar kita yang butuh pertolongan. Mari kita sisihkan sebagian dari apa yang kita miliki, termasuk di dalamnya waktu, tenaga, keahlian,ilmu, ide atau buah pikiran dan lain-lain, agar mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian menghadapi masalah. Lewat anda dan saya, biarlah kemuliaan Tuhan bisa dinyatakan dalam hidup mereka.

"No one has ever become poor by giving." - Anne Frank

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, May 14, 2016

Miskin tapi Kaya (1)

Ayat bacaan: 2 Korintus 8:2
=======================
"Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan."

Apa yang membuat kita bisa memberi? Saat saya memberikan pertanyaan ini kepada beberapa teman, kebanyakan berkata bahwa mereka baru bisa memberi kalau sudah mampu. "Kalau tidak punya apa-apa mau ngasih apa?" kata salah satunya. Kalau kita tidak punya apa-apa, tentu tidak ada yang bisa diberi. Masuk akal. Tapi masalahnya, apakah betul kita tidak punya apa-apa yang bisa kita berikan? Saya tidak hanya bicara soal uang karena memberi bukanlah bicara melulu soal uang saja. Ada waktu, perhatian, ilmu, kesempatan dan lain-lain yang juga bisa kita beri untuk memberkati sesama. Ada sebuah keluarga yang saya kenal jauh dari berada. Tapi mereka yang terdiri dari bapak, ibu dan dua anak laki-laki yang masih muda sangat aktif melayani. Mereka seminggu sekali melatih nyanyi dan musik di lembaga pemasyarakatan, salah satu anaknya kalau malam sering berkeliling dan menghampiri gelandangan, diajak bicara dan diberikan sesuatu seperti roti atau apapun yang ada padanya atau yang sanggup ia beli. Mereka juga aktif mengajar anak-anak mengenai etika dan kebenaran firman Tuhan disamping juga mencermati minat dan bakat anak-anak ini untuk kemudian diasah lewat metode yang menyenangkan. Hebatnya, anak-anak ini sebagian bukan orang mampu tapi mereka bisa tetap mendapatkan pendidikan tanpa dipungut biaya. Ia bercerita bahwa ada yang cuma bayar lima ribu rupiah saja sebulan. Ada pula yang terkadang tidak sanggup bayar karena sedang susah. Dan itu pun ia maklumi. Saya pikir mereka menunjukkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang banyak orang pikirkan. Mereka bukan orang berada, hidupnya terbilang susah, tapi mereka tetap melakukan banyak hal bagi sesamanya. Berapa uang yang harus keluar untuk ongkos? Untuk membeli roti atau makanan buat gelandangan? Waktu? Tenaga? Mereka miskin, tapi kaya dalam kemurahan.

Ada banyak orang yang memberi hanya didasarkan pada untung-rugi. Royal ketika memberi kepada orang-orang yang dekat dan berjasa, royal ketika sedang bersosialisasi, royal saat memberi tip kalau lagi sama rekan atau teman, tetapi langsung sulit memberi ketika hal itu tidak berkaitan secara langsung pada kesenangan kita. Kalau memberi yang dikenal saja susah, apalagi menolong orang yang tidak dikenal. Soal dikenal pun ada jenjangnya. Bukan didasarkan dari siapa yang lebih membutuhkan tapi lebih kepada kedekatan. Mungkin mudah memberi ketika kita sedang berlebih, namun jadi berat sekali di kala kita sedang dalam kekurangan. Banyak orang berpikir, "jangankan memberi, untuk diri sendiri saja belum cukup." Padahal terkadang ukuran cukup dan tidak ini sangatlah subjektif sifatnya. Kita lupa bahwa di saat kita merasa tidak cukup, ada banyak yang justru untuk makan satu kali sehari saja sudah bukan main berat. Ada banyak sekali orang yang sangat membutuhkan bantuan dari kita. Dan kalau kita peka, sebetulya tidak perlu mencari jauh-jauh, karena mereka ini pun ada di sekitar kita.

Kepada jemaat Korintus, Paulus bersaksi mengenai bagaimana pertumbuhan kasih karunia yang terjadi pada jemaat di Makedonia. Saat banyak orang hanya memberi ketika mereka sedang berkelimpahan, Paulus menceritakan hal yang sangat berbeda tentang jemaat Makedonia. Jemaat disana itu sangat murah hati, rajin memberi dan menolong sesamanya. Mungkin kita langsung mengira bahwa mereka adalah jemaat yang kaya raya. Tapi Paulus menjelaskan bahwa kenyataan justru sebaliknya. Paulus berkata demikian: "Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan." (2 Korintus 8:2). Meski miskin dan tengah menderita banyak hal, sukacita mereka ternyata tak terpengaruh sedikitpun. Dari sukacita itu, mereka ternyata terbang lebih tinggi dari kondisi aktual mereka. Mereka miskin, tapi sukacita dalam diri mereka ternyata mampu membuat jemaat Makedonia ini kaya raya dalam kemurahan.

Jelas, jemaat Makedonia ini buat saya sangat menginspirasi dan memberikan keteladanan luar biasa. Kalau banyak orang yang mendasarkan murah hati kepada jumlah harta mereka, kemurahan hati yang dimiliki jemaat Makedonia bukanlah berasal dari harta kekayaan mereka tetapi berasal dari sukacita mereka yang tidak tergantung dari kondisi faktual. Mereka bermurah hati meski berada dalam kemiskinan dan penderitaan!

Apa yang membuat mereka mampu memberi dengan sukacita tidak lain adalah kesadaran akan kasih karunia yang dianugerahkan oleh Tuhan. Mereka boleh saja miskin harta, namun mereka kaya dalam kemurahan. Hati mereka tetap penuh luapan syukur, mereka tahu bahwa Tuhan ada beserta mereka dan menganugerahkan mereka keselamatan. Karena itu tidak ada yang perlu mereka cemaskan sama sekali. Mereka akan memberi, dan terus memberi, dan mereka tahu pasti bahwa Tuhan akan jaga hidup mereka sehingga tidak akan berkekurangan meski mereka sendiri sedang dalam kemiskinan.

Miskin dan kaya, itu relatif, tergantung bagaimana kita mensyukuri apa yang ada pada hidup kita hari ini. Kita bisa saja merasa lebih miskin dari orang lain, tetapi itu bukan berarti kita harus miskin iman pula untuk percaya kepada penyertaan Tuhan. Kembali kepada jemaat Makedonia, Paulus mengatakan "Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka. Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus. ereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami." (ay 3-5). Sangat luar biasa kalau melihat hal seperti ini datang justru bukan dari orang-orang yang hartanya berlebihan, tapi justru datang dari orang yang miskin secara materi dan hidupnya penuh penderitaan.

(bersambung)

Friday, May 13, 2016

Meilhat Pilihan Hidup Musa (2)

(sambungan)

Musa mengambil keputusan hidup yang tepat. Dia tidak mau terlena dalam kenyamanan yang bukan menjadi panggilannya. Musa tahu apa yang Tuhan inginkan atas dirinya, meski ia belum melihat buktinya. Walaupun belum terjadi, Musa memilih untuk percaya penuh kepada Tuhan dan memutuskan untuk taat mengikuti Tuhan lebih daripada segala sesuatu. Ia rela meninggalkan kenyamanan dan menderita demi panggilan Tuhan kepadanya. Itulah iman Musa. Kelak di kemudian hari penulis Ibrani menyinggung hal ini sebagai contoh keteladanan: "Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa." (Ibrani 11:24-25). Musa mengamalkan apa yang dimaksud dengan iman secara tepat seperti yang tertulis dalam Ibrani 11:1. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." 

Mari belajar lewat pilihan Musa. Ada saat-saat dimana kita harus rela meninggalkan kenyamanan alias comfort zone kita, memutuskan untuk meninggalkan segala kenikmatan dan memilih untuk memikul salib mengikuti Yesus. Menderita? Memang. Akan tetapi dalam "frame" yang lebih besar, itu akan jauh lebih bermanfaat bagi masa depan kita. Tuhan tidak pernah mengingkari janji-janjiNya. Tidak akan pernah Tuhan menelantarkan kita. Dalam kesesakan dan kesulitan sekalipun, Dia tetap ada bersama kita, menuntun kita yang taat memikul salibNya. If God brings you to it, He himself will lead you to it. Disanalah kita akan berjalan dari satu kemenangan kepada kemenangan lain, menjalani hidup yang mengalami Tuhan karena kita taat dan memusatkan hidup hanya pada Tuhan.

Hidup sesungguhnya penuh dengan pilihan. Firman Tuhan berkata: "Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya, sebab hal itu berarti hidupmu dan lanjut umurmu untuk tinggal di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni kepada Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepada mereka." (Ulangan 30:19-20). Kehendak bebas membuat kita diijinkan untuk memutuskan apa yang akan menjadi pilihan kita. Dari satu pilihan kepada pilihan lain, itulah hidup kita. Satu pilihan salah akan mengarahkan anda untuk melakukan pilihan lainnya yang salah. Kalau pilihan yang salah yang terus terjadi, kita akan gagal mengalami hidup sesuai rencana Tuhan.

Mengikuti rencana Tuhan mungkin tidak serta merta mudah. Mungkin ada penderitaan di dalamnya, mungkin ada yang harus kita korbankan, sesuatu yang bisa jadi begitu kita nikmati, kesulitan dan sebagainya. Tapi itu semua pasti membentuk karakter anda lebih kuat dan mengerti bahwa anda harus mengandalkan Tuhan lebih dari apapun. Saat ini terlihat berat, tetapi percayalah pada akhirnya kita akan menerima segala janji Tuhan tanpa kurang sedikitpun. Mari belajar lewat Musa dan imannya. Kapanpun anda dihadapkan pada pilihan, pastikan anda mengambil pilihan yang tepat.

One thing lead to another. Make sure to make the right decision in every step

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, May 12, 2016

Melihat Pilihan Hidup Musa (1)

Ayat bacaan: Ibrani 11:24
===================
"Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa."

Hari ini saya merenungkan bahwa hidup penuh liku-liku. Ada masa-masa baik, ada yang kurang baik. Ada yang penuh tawa, ada masa bersedih. Ada saat berhasil, ada saat kita harus menerima kegagalan. Ada saat beruntung dan kurang beruntung atau rugi. Sepotong demi sepotong kisah hidup membentuk diri kita menjadi siapa diri kita hari ini. Dan potongan-potongan hidup itu kebanyakan berisi keputusan-keputusan yang kita ambil. Dari satu potongan hidup, kita beralih ke potongan berikutnya sesuai dengan pilihan atau keputusan kita. Keputusan yang benar membuat kita melangkah benar, keputusan yang salah akan menghambat kita maju, atau bisa jadi malah membuat kita mundur, bahkan bisa pula membuat kita harus kehilangan banyak waktu untuk memperbaiki keadaan yang menjadi konsekuensi dari sebuah pilihan keliru yang kita ambil. Sudahkah kita menyadari betapa pentingnya sebuah pengambilan keputusan itu? Sudahkah kita menyadari bahwa mengambil sebuah pilihan yang tampaknya sederhana sekalipun sesungguhnya sangat menentukan kemana kita akan melangkah?

Kalau ditanya mau pilih berkat atau kutuk, hidup atau kematian kekal, kita tentu tahu harus memilih apa. Secara teoritis seperti itu. Tapi pada kenyataannya kita seringkali gagal mengambil pilihan yang benar terutama saat kita berhadapan dengan tawaran-tawaran dunia yang seolah terlihat indah dan menyenangkan namun di balik itu tersimpan banyak hal yang bisa membawa kita keluar dari jalur. Saat hidup terasa baik kita harus tetap hati-hati. Bahkan kalau bisa lebih hati-hati lagi karena seperti saat mengemudi di jalan yang lengang konsentrasi kita bisa kurang dan kelengahan bisa mendatangkan musibah. Di saat kita menikmati kesenangan dan kelimpahan, berhati-hatilah agar tidak terjebak oleh si jahat yang seringkali mengambil saat-saat seperti itu untuk merusak apa yang sudah kita bangun dengan baik.

Siapa yang tidak kenal Musa? Dia adalah seorang nabi luar biasa yang memiliki perjalanan dan pengalaman hidup yang mengagumkan bersama Tuhan. Kisah hidupnya penuh liku sejak lahir. Musa lahir di saat Firaun tengah merasa terancam akibat lonjakan pertumbuhan penduduk pendatang yaitu bangsa Israel di negara yang ia pimpin, Mesir. Begitu takutnya Firaun akan bahaya laten dari jumlah besar orang Israel yang mungkin bisa mendatangkan masalah, seperti jika bersekutu dengan musuh lain misalnya, sehingga ia mengeluarkan titah yang sungguh kejam kepada para bidan. "Apabila kamu menolong perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan waktu anak itu lahir: jika anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak perempuan, bolehlah ia hidup." (Keluaran 1:16). Bangsa Israel pada masa itu mengalami tekanan dan penindasan dari penguasa lewat kerja paksa. "Lalu dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu." (ay 13-14). Di jaman kejam seperti itulah Musa lahir.

Musa terlahir sebagai bayi yang sehat. Orang tuanya merasa takut akibat ancaman perintah Firaun lalu menyembunyikan bayi Musa. Saat merasa menyembunyikan bayi Musa tidak lagi aman, ibunya mengambil keputusan untuk memasukkan Musa ke dalam peti pandan dan diletakkan di rerumputan pinggiran sungai Nil. Tidak lama kemudian puteri Firaun datang ke sungai Nil untuk mandi bersama dayang-dayangnya, dan mereka pun menemukan peti berisi Musa. Singkat cerita, Musa kemudian menjadi anak angkat dari puteri Firaun sendiri.

Hidup di istana yang megah dan mewah dengan menyandang status sebagai anak angkat dari putri raja tentu menyenangkan. Hidup disana berarti hidup yang secara duniawi tidak akan pernah berkekurangan. Apapun yang ia mau ia bisa dapat. Tapi saat Musa dewasa, ternyata Musa tidak melupakan asalnya. Hati nuraninya bergejolak melihat saudara-saudara sebangsanya disiksa melakukan kerja paksa yang berat dan dipukuli. Ia pun berontak dan memilih untuk keluar dari kenikmatan yang sebenarnya sedang ia rasakan.

Secara umum bagi orang banyak pilihan Musa ini mungkin dianggap pilihan yang bodoh. Jika kita jadi Musa, mana yang akan kita pilih? Relakah kita meninggalkan segala kenyamanan tinggal di istana demi hidup menderita di padang gurun? Itu sebuah pilihan yang aneh. Tapi Musa menetapkan pilihannya. Musa memilih untuk mengikuti dari mana ia berasal dan siapa yang menciptakanNya. Tuhan peduli terhadap tangisan dan erangan bangsa Israel, lalu mengutus Musa untuk membebaskan bangsa itu dari perbudakan Mesir. "Dan TUHAN berfirman: "Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka. Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus. Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat, betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka. Jadi sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir." (Keluaran 3:7-10).

Musa lebih memilih untuk melihat ke depan, patuh menuruti Tuhan meski pada saat itu ia tentu saja belum melihat apa yang akan terjadi kepadanya di masa depan. Sekarang kita tahu, itu pilihan yang sangat tepat. Dari keputusannya untuk taat, Musa dipakai Tuhan secara luar biasa dan namanya harum hingga hari ini bagi banyak bangsa.

(bersambung)

Wednesday, May 11, 2016

Biasa Ditolong Tuhan (2)

(sambungan)

Ketika kemampuannya disepelekan, Daud berkata begini. "Tetapi Daud berkata kepada Saul: "Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya. Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh hambamu ini. Dan orang Filistin yang tidak bersunat itu, ia akan sama seperti salah satu dari pada binatang itu, karena ia telah mencemooh barisan dari pada Allah yang hidup." (1 Samuel 17:34-36). Rangkaian ayat ini dengan sangat jelas menunjukkan bagaimana penyertaan Tuhan membuat hal mustahil menjadi makanan sehari-hari yang biasa, dan saat disikapi dengan baik ternyata bisa sangat meneguhkan atau menebalkan iman yang percaya sepenuhnya kepada Tuhan. Daud melakukan tepat seperti itu, dan kita tahu bagaimana hasilnya. Daud mengalahkan Goliat hanya dengan menggunakan umban, sejenis ketapel yang melontarkan batu kepada sasaran. Kembali kita lihat bagaimana kuasa Tuhan mampu membuat hal mustahil menjadi nyata. Hanya dengan umban melawan prajurit berukuran badan raksasa dengan persenjataan dan perisai lengkap? Tapi itu terjadi. Daud pun mendapatkan pengalaman berharga lagi, yang akan sangat ia perlukan pada saat ia menjadi raja Israel.

Teman saya mendapat jawaban dari kisah ini. Ia berasal dari keluarga miskin seperti Daud, ia masih sangat muda juga, usia di awal 20 an, dan ia tidak punya apa-apa untuk dipakai menyelesaikan masalahnya. Tapi lihat apa katanya.

"Setelah saya berdoa dan mendapatkan jawaban dari kisah ini, saya menemukan peneguhan. Saya sekarang tahu. Kenapa saya harus takut? Gak penting banget untuk takut. Hari ini saya sadar, kalau saya pun sudah biasa ditolong Tuhan, sama seperti Daud. Sampai saat ini tanpa pertolongan Tuhan dan penyertaan Tuhan, saya hanyalah sepotong daging yang tidak berharga. Cuma menuh-menuhin bumi, ngabis-ngabisin oksigen." katanya. Selanjutnya ia berkata: "Tidak ada waktu untuk mengasihani diri sendiri, untuk takut apalagi ragu dengan penyertaan Tuhan. Saya sekarang sadar kalau kita menyerahkan diri, segenap hidup dan jiwamu kepada Tuhan, kamu akan mengerti rencana Tuhan."

Apa yang dibagikan teman saya itu sangat memberkati saya. Saya harap anda pun diberkati, terutama bagi anda yang saat ini tengah takut menghadapi 2016 akibat berbagai masalah. Anda lihat, Daud bukan anak raja, anak orang kaya atau konglomerat. Ia hanyalah anak kecil yang tidak dianggap, kerjanya menggembalakan dua-tiga ekor domba yang harus ia pertanggungjawabkan dengan dengan nyawanya. Tapi Tuhan ternyata pilih Daud untuk menjadi raja, dan ia dipersiapkan sejak kecil, mengalami penyertaan Tuhan yang luar biasa dalam hidupnya. Sikap hati Daud yang benar membuatnya menyadari bahwa berjalan bersama Tuhan ia tidak perlu takut akan apapun. Ada dan akan terus ada Goliat-Goliat yang harus kita hadapi dalam hidup kita, baik sepanjang tahun ini maupun yang akan datang. Hadapilah itu dengan mengandalkan Tuhan, bukan kekuatan sendiri. Tuhan akan selalu menyertai semua orang yang percaya dan mengandalkanNya. Karenanya berjalanlah dengan berani. Kalau Daud bisa mengalahkan Goliat dan binatang-binatang buas, teman saya pun pasti bisa, dan anda juga bisa.

Walk with God, fear nothing

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, May 10, 2016

Biasa Ditolong Tuhan (1)

Ayat bacaan: 1 Samuel 17:37
====================
"Pula kata Daud: "TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu."

Adakah diantara teman-teman yang merasa takut menjalani tahun 2016 ini? Kalau ada, saya yakin anda bukanlah satu-satunya karena kondisi sulit tengah melanda kita dan banyak bangsa di dunia juga. Atau mungkin ada teman-teman yang tengah bergumul dengan sesuatu dan belum melihat solusinya. Saya yakin anda pun tidak sendirian. Ada seorang teman yang bercerita panjang lebar mengenai apa yang ia peroleh dari sebuah perenungan dan apa yang ia bagikan sangat memberkati saya. Saya pun ingin membagikan apa yang ia cerita kepada teman-teman sekalian.

Teman saya ini hidup dalam keluarga yang jauh dari berada. Setiap hari ia dan ibunya harus berjuang keras untuk mencukupi kebutuhan keluarga. "Ada banyak pergumulan yang tengah saya hadapi saat ini. Saya sempat down dan terintimidasi oleh beratnya masalah yang tengah saya hadapi, dan itu sempat bikin tahun 2016 ini terlihat seperti tahun yang menakutkan buat saya." katanya.

Lalu malamnya ia berdoa kepada Tuhan seperti ini: "Tuhan, tolong kasih sedikit petunjuk saja untukku. Engkau tahu permasalahanku." Hari Minggu saat kebaktian ia mendapat jawaban doanya lewat kotbah tentang Daud melawan Goliat.

Mari kita lihat terlebih dahulu kisah Daud. Seperti teman saya, Daud terlahir bukan dari keluarga berada. Dikatakan begini: "Daud adalah anak seorang dari Efrata, dari Betlehem-Yehuda, yang bernama Isai. Isai mempunyai delapan anak laki-laki. Pada zaman Saul orang itu telah tua dan lanjut usianya." (1 Samuel 17:12). Dari delapan bersaudara, tiga saudara tertuanya menjadi tentara Israel mengikuti Saul. Ia sebagai anak bungsu ditugaskan untuk menggembalakan domba milik Isai, ayahnya.

Sebelum kita teruskan, mari kita telaah pelan-pelan terlebih dahulu bagian ini. Pekerjaan menggembala tampaknya sepele dan gampang. Kita mungkin berpikir, "ah, hanya duduk-duduk menjaga kambing domba makan rumput saja sambil kita tidur-tiduran kan?" Sepintas terlihat seperti itu. Tapi sesungguhnya pekerjaan itu sangatlah berbahaya. Domba merupakan sasaran empuk dari predator seperti singa, harimau bahkan beruang. Berarti kalau ia setiap hari menggembala, setiap hari pula ia harus berhadapan dengan bahaya yang mengancam nyawa.

Pertanyaan berikutnya, untuk berapa banyak domba kah ia harus mempertaruhkan nyawa setiap harinya? Benar, di ayat 1 Samuel 17:12 tidak disebutkan ada berapa jumlah dombanya. Kita mungkin berpikir bahwa jumlahnya banyak. Tapi anda bisa lihat berapa jumlah sebenarnya di ayat 28. Disana disebutkan bahwa yang digembalakan Daud bukanlah puluhan atau ratusan domba, tapi cuma dua-tiga ekor. Dalam bahasa Inggrisnya disebut few sheep. Bayangkan, Daud yang masih kecil nyawanya dianggap tidak lebih berharga dari dua-tiga ekor domba. Kejam? Mungkin. Tapi lihatlah bahwa keadaan itu ternyata dipakai Tuhan untuk meneguhkan Daud. Kalau orang lain menjalani hidup biasa, ia mengalami penyertaan Tuhan secara luar biasa setiap harinya. Setiap hari ia harus berhadapan dengan hewan-hewan buas, berkelahi dan mempertaruhkan nyawa demi dua-tiga ekor kambing domba yang ia pertanggungjawabkan. Nyatanya Daud tetap keluar sebagai pemenang.

Karena kehebatan Daud? Bukan, sebab apa sih yang bisa dilakukan seorang anak kecil dalam melawan hewan-hewan buas yang kelaparan? Jelas, itu penyertaan Tuhan. Tuhanlah yang memampukan Daud untuk mengatasi hewan-hewan itu. Dan Daud pun sadar akan hal itu. Saat ia melihat tentara Israel termasuk kakak-kakaknya pada ketakutan diintimidasi Goliat, ia memakai pengalaman penyertaan Tuhan sebagai dasar untuk maju mengalahkan Goliat. Bukan memandang kekuatan dan ukuran tubuhnya, tetapi karena ia punya pengalaman panjang bersama Tuhan menghadapi masalah.

(bersambung)

Monday, May 9, 2016

Andalkan Tuhan! (2)

(sambungan)

Bersama Tuhan ada kemenangan. Alkitab begitu banyak menyinggung mengenai hal ini, misalnya seperti yang bisa kita lihat dalam ayat berikut: "sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai kamu untuk berperang bagimu melawan musuhmu, dengan maksud memberikan kemenangan kepadamu." (Ulangan 20:4)  Dan dalam Amsal kita bisa melihat ayat lainnya yang berbicara mengenai kemenangan bersama Tuhan: "Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan TUHAN." (Amsal 21:31).

Jika kita melihat dalam kitab Yeremia, maka kita bisa mendapatkan Firman Tuhan yang berbicara sangat tegas mengenai hal ini. "Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Ini merupakan peringatan yang sangat keras yang menunjukkan isi hati Tuhan. Seperti apa jadinya orang yang terus memilih untuk bergantung kepada kekuatan dirinya sendiri dan manusia lain? "Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk." (ay 6). Sebaliknya, lihatlah apa yang akan terjadi kepada orang yang mengandalkan Tuhan. "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (ay 7). Kepada orang seperti ini dikatakan bahwa "Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah." (ay 8). Sungguh sebuah pemandangan yang kontras terlihat kepada orang yang mengandalkan Tuhan dan dengan yang mengandalkan kekuatannya sendiri atau bergantung kepada manusia.

Selanjutnya, dalam kitab Yesaya kita bisa memperoleh pesan yang sama. "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN. Akan tetapi Dia yang bijaksana akan mendatangkan malapetaka, dan tidak menarik firman-Nya; Ia akan bangkit melawan kaum penjahat, dan melawan bala bantuan orang-orang lalim. Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa. Apabila TUHAN mengacungkan tangan-Nya, tergelincirlah yang membantu dan jatuhlah yang dibantu, dan mereka sekaliannya habis binasa bersama-sama." (Yesaya 31:1-3). Lewat pesan-pesan ini Tuhan sudah mengingatkan sejak dulu bahwa bukan kehebatan atau kuat kuasa kita yang penting, tapi kebersamaan kita dengan Tuhan, penyerahan diri kita dan keputusan kita untuk mengandalkan Tuhan-lah yang akan memberikan perbedaan. Bukankah keterlaluan apabila kita yang punya Tuhan malah pergi mengandalkan Mesir, kuda-kuda, kereta dan pasukannya? Mengandalkan Tuhan, itulah kunci yang akan dapat membawa kita ke dalam berbagai kemenangan, tidak peduli sebesar apapun peperangan yang tengah atau akan kita hadapi.

Sebuah hidup yang mengalami penyertaan Allah hanyalah hidup yang berpusat kepada Allah. Banyak manusia tidak menyadari akan hal ini dan terus keliru  berusaha mempergunakan dan mengandalkan tenaga, otak maupun harta mereka saja dalam menghadapi masalah. Mereka lupa bahwa sehebat apapun yang mereka miliki, semua itu terbatas dan pada suatu ketika tidak akan mampu lagi memberikan jawaban atau solusi. Di sisi lain, Tuhan punya kuasa yang tidak terbatas. Jika demikan, mengapa tidak beralih mengandalkan Tuhan? Mana yang lebih baik, mengandalkan kekuatan manusia yang terbatas atau kekuatan Tuhan yang jelas tidak terbatas? Ingatlah semua berpusat pada Tuhan. "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36). Tuhan punya kuasa tertinggi jauh dari segala sesuatu, dan dengan mengandalkanNya kita akan bisa berbuat lebih jauh melebihi keterbatasan kita.

Bersama Tuhan kita bisa melakukan hal-hal di atas kemampuan kita, dan itu sudah dibuktikan oleh banyak orang. Saya sendiri sudah berulang kali mengalami hal itu dan akan selalu dengan yakin menyampaikan bahwa itu bukanlah hanya wacana tapi sesuatu yang amat sangat nyata. Saya bisa dan sudah mengalami, anda pun bisa!

Bersama Tuhan terletak kemenangan sejati. Jika anda merasa memiliki banyak kekurangan, jangan menjadi rendah diri dan terburu-buru menyerah. Ingatlah bahwa letak kekuatan sebenarnya bukan di tangan anda, namun semua itu ada di tangan Tuhan. Jika ada setumpuk masalah hari ini yang memberatkan langkah anda, katakan pada masalah itu bahwa Tuhan yang hidup di dalam anda jauh lebih besar dari mereka. Pakai kekuatan Tuhan untuk menyelesaikannya, dan anda akan melihat bahwa tidak ada satupun yang mustahil selama anda mengandalkan Tuhan. Bukan kekuatan manusia, tapi Tuhan. Andalkan Dia, dan alamilah pengalaman-pengalaman yang akan mencengangkan anda sepanjang sisa tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang. Ada begitu banyak hal-hal luar biasa yang Tuhan tawarkan dan sudah Dia persiapkan kepada orang-orang yang dengan setia mengandalkanNya lebih dari apapun.

Sebuah hidup yang mengalami penyertaan Allah hanyalah hidup yang berpusat kepada Allah

Follow us on twittewr: http://twitter.com/dailyrho

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (8)

 (sambungan) Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang ...