Friday, June 30, 2017

Kuatir vs Doa (1)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Filipi 4:6
==================
"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."

Salah satu film seri televisi favorit saya waktu kecil adalah MacGyver. Selain adegan-adegan aksinya, saya sangat tertarik dengan kepintarannya dalam menggunakan benda-benda apa yang ada disekitarnya untuk digunakan untuk membebaskan diri dan orang yang tertawan kemudian mengalahkan musuhnya. Waktu kecil saya berpikir, kalau saat saya berada dalam masalah ada MacGyver bersama saya, saya tidak perlu kuatir karena dia pasti bisa melepaskan saya dan mengalahkan apapun atau siapapun yang mengganggu.

Seiring waktu berjalan, saya menyadari bahwa masalah merupakan bagian dalam hidup yang tidak terpisahkan. Kita bisa meminimisasi masalah, menghindari resiko, hidup dengan baik, jujur dan benar. Tapi tetap saja kita tidak bisa selamanya seratus persen hidup tanpa masalah. Saat menghadapi masalah, bagaimana reaksi kita? Okelah, akan ada waktu-waktu dimana kita dirundung perasaan kuatir. Saya pun pernah merasakan dan mungkin akan merasakannya lagi besok-besok. Tapi seharusnya kekuatiran itu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, apalagi kalau sampai membuat hidup kita berubah, menurun kualitasnya dengan drastis, menghalangi pertumbuhan keimanan kita. Jangan sampai kekuatiran itu mengambil alih hati dan pikiran kita sehingga kita hidup segan mati tak mau karena lupa bahwa bersama Tuhan selalu ada pengharapan. Jangan sampai kuatir membuat kita mengecilkan Tuhan dengan menganggapnya tidak lebih besar dari masalah kita.

Dalam beberapa renungan terdahulu saya sudah menyampaikan pentingnya menjaga hati karena dari sanalah kehidupan itu sebenarnya terpancar (Amsal 4:23). Artinya, kita harus berkuasa atas hati kita dan mengisinya dengan Firman Tuhan supaya kehidupan kita tidak harus hancur dan sia-sia. Lantas dalam renungan kemarin saya sudah juga membahas tentang pentingnya bagi kita untuk berakar di dalam Kristus dan tumbuh di atasNya agar bisa mengalami kepenuhan. Semua ini seharusnya mampu membuat kita menghasilkan buah-buah iman yang baik ketika tengah digoyang oleh badai masalah.

Firman Tuhan berulang kali mengingatkan kita agar tidak kuatir dalam begitu banyak kesempatan. Dari pengalaman saya pribadi, saya kira kuatir merupakan salah satu penghalang utama kita untuk berakar dan bertumbuh dalam Kristus. Orang cepat merasa kuatir dan terus kuatir terutama karena mereka tidak percaya pada Tuhan dan kuasaNya, juga tidak percaya bahwa Tuhan itu adil. Kita mengeluh, protes, merasa cemburu terhadap orang lain, itu adalah buah-buah negatif sebagai produk dari hati yang tidak terjaga baik, dari iman yang tidak berakar dan bertumbuh dalam Tuhan.

Salah satu ayat yang memberitahukan cara dalam menghadapi masalah bisa kita baca dalam surat untuk jemaat Filipi. "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6).

Ketika menghadapi problema dalam hidup anda, ingatkan diri anda untuk jangan kuatir tetapi tetaplah berhubungan dengan Tuhan, dan nyatakanlah keinginan itu pada Tuhan melalui doa. Dan jangan lupa pula menyertai doa-doa itu dengan ucapan syukur dan bukan bersungut-sungut penuh keluhan. Ini adalah sebuah ayat yang sangat penting untuk diingat dalam menghadapi situasi apapun. Sikap seperti inilah yang seharusnya memenjadi keputusan anak-anak Tuhan dalam menyikapi permasalahan dalam bentuk dan ukuran seperti apapun.

(bersambung)


Thursday, June 29, 2017

Akar (2)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Lantas dari mana kita bisa melihat apakah seseorang itu berakar kuat dan dalam pada Kristus atau tidak? Menariknya, contoh dari pohon pun masih sangat relevan. Jika mengacu kepada pohon, akar mungkin tidak terlihat, tapi kita bisa melihat dari buah yang dihasilkan.

Buah seperti apa yang kita hasilkan dalam kehidupan kita sehari-hari? Buah apa yang muncul dari kita di tengah masyarakat? Waktu ada tantangan, masalah dan tekanan,  apakah kita punya buah dari iman kita yang berakar pada Kristus atau tidak akan kelihatan dengan jelas. Kita bisa melihat langsung sejauh mana kuatnya kita berakar dalam Kristus dan dibangun diatasNya, orang pun akan dengan gamblang bisa melihat apakah kita sudah menjadi terang dengan mencerminkan pribadi yang berintegritas sebagai warga Kerajaan Allah atau masih sama bahkan lebih buruk dari orang-orang yang berakar pada hal-hal duniawi. Dengan kata lain, apabila buah pada pohon bisa menjadi bukti apakah pohon tersebut berakar kuat atau tidak, buat keimanan kita buah bisa menjadi bukti bahwa kita berakar pada Kristus dan menjadi tanda dari sekuat apa iman kita.

Mari kita baca sekali lagi ayat bacaan hari ini. "Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur." (Kolose 2:6-7).

Kita sudah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat kita, karenanya jangan sampai kita malah tertanam di luar Dia. Hendaklah iman kita tetap berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia. Paulus selanjutnya mengingatkan agar hendaknya hati kita tetap melimpah dengan syukur. Bukan berisi perasaan kuatir, cemas, takut atau marah, iri dan kebencian. Itulah yang akan membuat kita bisa mengalami kepenuhan Ilahi. Dengan demikian kita bisa tetap hidup dengan sukacita, tidak goyah saat digoncang badai kehidupan dan bisa mengalami dan merasakan kehadiran Tuhan dalam setiap sisi kehidupan kita.

Ibarat pohon, dimana kita tertanam saat ini? Apakah kita sudah berakar kuat dalam Kristus atau masih sedikit dan lemah sekali akarnya? Atau jangan-jangan, kita masih belum punya akar sama sekali. Pertanyaan berikutnya, ibarat pohon, apakah kita sudah menghasilkan buah-buah dari iman kita yang bukan saja kita yang bisa menikmati tapi juga sesama kita, bangsa dan negara? Apakah saat menghadapi masalah kita menghasilkan buah atau malah layu, kering dan busuk?

Dalam suratnya kepada jemaat Filipi, Paulus mengatakan "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia" (Filipi 3:10). Satu-satunya yang saya inginkan adalah supaya saya semakin jauh mengenal Kristus, katanya. Bagaimana dengan kita? Apakah kita sama seperti Paulus yang terus bertumbuh pengenalannya terhadap Kristus atau kita masih terlalu sibuk menginginkan banyak hal lain? Hendaklah kita semua berakar kuat di dalamNya, bertumbuh di atasNya dan mengalami kepenuhanNya, lalu berbuah subur dalam setiap aspek kehidupan kita, pada setiap musim.

"When the roots are deep, there is no reason to fear the wind" - traditional Chinese proverb

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, June 28, 2017

Akar (1)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Kolose 2:7
================
"Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur."

Hari ini saya memperhatikan pohon mangga milik tetangga saya. Pohon itu begitu sehat dan subur. Pada musimnya pohon mengeluarkan banyak buah ranum, batangnya besar, dahannya banyak, daunnya lebat. Saya ingat setidaknya sejak 7 tahun lalu saya pindah ke tempat ini pohon tersebut sudah ada dengan kondisi sama baiknya. Saat melihat pohonnya, saya pun teringat pada sebuah ayat yang mengingatkan kita bagaimana agar kita bisa kuat, subur dan berbuah seperti halnya pohon mangga ini.

Ayat tersebut ada dalam surat Kolose 2:7. "Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur." Kita diingatkan agar selalu berakar di dalam Kristus, tumbuh di atasnya. Itulah yang akan menjamin kita untuk bisa memperoleh kepenuhan, seperti yang disebutkan sebagai judul pada perikop dimana ayat ini ada.

Misalkan ada tiga jenis pohon. Yang satu pohon dengan akar yang banyak, panjang dan kuat. Satu pohon punya akar tapi pendek dan sedikit, sedang yang terakhir pohon yang tidak punya akar. Tentu saja pohon yang paling baik kondisinya adalah pohon yang punya akar lebat, panjang dan kuat. Pohon saat memerlukan akar untuk bisa mendapatkan air dan nutrisi. Jika pohon tersebut tumbuh di tanah yang gersang, pohon tersebut harus berusaha keras untuk menjulurkan akar-akarnya menembus kerasnya lapisan tanah hingga bermeter-meter agar bisa memperoleh air. Tanpa itu niscaya pohon akan sulit tumbuh sehat. Jika berhasil, itu akan menjamin kesehatan, kesuburan dan kelangsungan hidupnya. Akar yang panjang menembus tanah hingga menemukan air akan membuat pohon memiliki batang yang besar dan kokoh. Rimbun dan kemudian berbuah lebat saat masanya tiba. Selain itu, pohon yang akarnya dalam dan kuat tentu tidak akan gampang tumbang meski diterpa badai.

Pohon yang tidak memiliki akar yang dalam dan kuat dengan jumlah yang sangat kecil mungkin bisa tumbuh, tapi pastinya tidak sesehat pohon pertama. Batangnya jauh lebih kecil, jauh lebih pendek, daunnya tidak lebat dan biasanya sulit berbuah. Selain itu, pohon seperti ini akan mudah tumbang saat diterpa badai, atau bahkan angin kencang sedikit saja bisa membuatnya tumbang. Untuk sekedar bertahan hidupnya sudah sedemikian sulit. Ironisnya, bisa saja terjadi bahwa ada pohon yang tidak kunjung memiliki akar yang dalam, panjang dan kuat meski hidupnya di tanah yang subur dan banyak airnya. Sebaliknya, ada pohon yang survive dan tumbuh subur dan lebat meski berada di tanah gersang. Sedang pohon yang tidak punya akar tidak akan mungkin tumbuh dan bisa bertahan hidup.

Paulus sangat pintar mengambil kata 'akar' dalam menjelaskan dimana kita harus berdiri untuk bisa mengalami kepenuhan. Contoh sederhana di atas saya rasa bisa memberi contoh nyata akan hal ini. Hidup sebagian orang yang punya akar sedikit itu melelahkan. Hidup, tapi kosong dan kering. Kalaupun ada pertumbuhan sangat sedikit dan lama sekali. Tidak berbuah, sulit bertumbuh dan mudah tumbang saat diterpa masalah. Digoyang angin sedikit sudah goyah. Yang tidak punya akar sama sekali tentu saja tidak akan tumbuh dan menghasilkan apa-apa dalam hidupnya. Jangankan mengalami kepenuhan, untuk tetap hidup saja sudah sangat sulit. Tidak punya pertahanan, tidak punya harapan, tidak punya kemampuan untuk hidup. Iman yang kuat berakar dalam Kristus akan sangat kuat dan subur. Angin badai tidak muddah menggoyahkannya. Yang punya akar kuat tidak gampang dicabut. Hidupnya kuat, batangnya akan bertumbuh ke atas, punya banyak dahan dan ranting dengan daun lebat dan berbuah subur.

(bersambung)


Tuesday, June 27, 2017

Karunia Kuasa Menikmati (2)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Selanjutnya mari kita lihat ayat berikut ini:

"Setiap orang yang dikaruniai Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bahagiannya, dan untuk bersukacita dalam jerih payahnya--juga itupun karunia Allah." (Pengkotbah 5:19).

Kekayaan, harta benda atau berkat-berkat jasmani itu merupakan karunia Allah yang patut disyukuri. Tapi jangan lupa bahwa kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bahagian dan bisa bersukacita menikmati hasil jerih payah, itu pun merupakan karunia Allah pula. Ayat ini juga berbicara jelas akan kuasa untuk menikmati sebagai karunia dari Tuhan yang tidak boleh kita abaikan atau lupakan. Jika Pengkotbah mengangkat pesan ini beberapa kali tentulah itu berarti hal ini sangat penting. Ia tentu ingin agar kita tidak melupakan dari mana kuasa menikmati itu berasal, dan memastikan agar kita tidak melewatkannya. Inilah yang memampukan kita untuk bisa menikmati setiap hasil jerih payah kita dengan bersukacita. Dan itu tidak tergantung dari besaran harta yang kita miliki, melainkan dari sejauh mana kedekatan, kesetiaan dan ketaatan kita kepada Tuhan, Sang Pemberi baik berkat berbentuk fisik, kesehatan maupun sebuah kesempatan bagi kita untuk menikmati berkat-berkatNya.

Mengejar harta di bumi dilakukan begitu banyak orang. Banyak orang tua yang sampai sekarang menginginkan anaknya untuk mencari calon suami yang kaya, tak peduli seperti apa kerohaniannya ketimbang orang yang dewasa dan matang secara iman yang takut akan Tuhan. Banyak orang yang tumbuh dewasa dengan pemahaman ini dan sulit untuk merubah paradigmanya sesuai kebenaran Kerajaan. Yesus sudah mengingatkan kita akan hal ini. KataNya: "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19-20). Tidaklah heran apabila kita hanya sibuk mengumpul harta di bumi dan melupakan hubungan kita dengan Tuhan, kita akan kehilangan segalanya termasuk kuasa untuk menikmatinya. Itu hanya akan menjadi kemalangan, kesia-siaan dan penderitaan yang pahit.

Jangan lupa pula bahwa Yesus sudah mengingatkan kita tentang dimana kita seharusnya bergantung. "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:4-5).

Hendaklah kita bijaksana untuk hidup dalam ketaatan penuh kepada Tuhan, mengasihiNya sepenuh hati, memiliki hidup yang berakar di dalam Tuhan. Membuang hubungan dengan Tuhan tidak saja menghalangi berkat Tuhan tercurah buat kita, tapi juga membuat kita kehilangan kesempatan untuk memperoleh karunia untuk menikmati. Apakah kita telah mengucap syukur dan puas terhadap segala sesuatu yang telah kita miliki? Apakah kita masih saja selalu merasa kekurangan? Apakah kita saat ini bisa menikmati hasil kerja kita atau semua itu masih saja tidak kunjung membuat kita bahagia? Jika ini yang terjadi, sekarang waktunya untuk memperbaiki diri dan arah. Banyak atau sedikit tidak masalah, yang penting kita bisa bersukacita dan bersyukur dalam menikmati setiap berkat yang dikaruniakan Tuhan kepada kita. Ingin bisa bahagia menikmati apa yang ada pada kita? Ingin bisa menikmati berkat Tuhan dalam hidup kita? Menikmati hubungan yang hangat dalam keluarga, menikmati hasil jerih payah dengan penuh ucapan syukur, bersukacita dengan memberkati orang lain dengan berkat yang berasal dari Tuhan, semua itu Tuhan yang punya dan selalu ingin Dia karuniakan kepada kita. Jangan salah fokus sehingga semua itu hanya akan berlalu sia-sia dan mendatangkan kemalangan serta penderitaan yang pahit.

Kekayaan tidak ada gunanya apabila kita tidak memiliki kuasa untuk menikmatinya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho



Monday, June 26, 2017

Karunia Kuasa Menikmati (1)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Pengkhotbah 6:1-2
=========================
"Ada suatu kemalangan yang telah kulihat di bawah matahari, yang sangat menekan manusia:orang yang dikaruniai Allah kekayaan, harta benda dan kemuliaan, sehingga ia tak kekurangan suatupun yang diingininya, tetapi orang itu tidak dikaruniai kuasa oleh Allah untuk menikmatinya, melainkan orang lain yang menikmatinya! Inilah kesia-siaan dan penderitaan yang pahit."

Dunia terus mendorong kita untuk berlomba-lomba mengejar kekayaan. Kaya berarti anda tidak perlu lagi berpikir panjang untuk membeli sesuatu. Anda bisa pergi berlibur kemanapun anda mau tanpa perlu repot-repot mengumpul uang dulu. Rumah bisa besar, mobil yang terbaru, gadget high end. Kalau pada kenyataannya susah lewat jalan benar, jalan yang bengkok bisa dijadikan alternatif. Yang penting kaya, yang penting menimbun harta. Itu dianggap banyak orang sebagai kunci untuk bisa menikmati hidup yang bahagia. Apa benar? Kalau kita tanyakan kepada mereka yang ditangkap karena korupsi, saya yakin sebagian dari mereka saat ini menyesali perbuatannya dan kalau bisa memundurkan waktu, mereka pasti lebih memilih untuk hidup ala kadarnya tapi jujur.

Pada masa saya kuliah, ada seseorang yang saya kenal mendadak kaya entah dari mana. Tadinya tidak punya mobil dan rumah papan, dalam waktu singkat ia punya dua mobil, rumahnya menjadi sangat mewah dan sering mengadakan pesta. Tidak sampai setahun ia menderita sakit parah. Hartanya amblas dipakai untuk biaya pengobatan, dan beberapa waktu kemudian saat ia meninggal, jangankan hartanya masih tersisa, istri dan keluarganya terlilit utang dengan jumlah luar biasa besar. Kalau tidak memakai contoh ekstrim, kita bisa lihat ada banyak orang yang secara materi lebih dari cukup bahkan melimpah ternyata gelisah hidupnya. Tidak bisa tidur, ketakutan kalau-kalau hartanya hilang. Ada yang terlalu sibuk mengejar harta lalu keluarganya berantakan. Ada yang punya anak istri tapi tidak kunjung bisa menikmati kebahagiaan dengan keberadaan mereka dalam kehidupannya. Ada yang sibuk mencari kenikmatan sesaat diluar agar bisa merasa senang, tapi sesaat kemudian hatinya kembali hampa. Ada yang secara ekonomi sama sekali jauh dari masalah tapi hidupnya jauh dari bahagia. Hatinya panas, dengan istri hubungannya buruk, dan orang yang satu ini suka cari masalah. Sejak pagi saat kita seharusnya memulai hari dengan sukacita, ia sudah bermasalah kiri kanan sehingga tidak disukai orang. Saat orang terus memperluas pertemanan, ia terus menambah musuh baru. Kalau sudah begini bagaimana mau memberkati orang lain? Mereka semua ini nyata adanya, masih atau pernah saya kenal. Lihatlah semua dari mereka ini punya kesamaan. Sama-sama berkecukupan bahkan berkelimpahan secara kekayaan, tetapi tidak bisa menikmati apa yang ada pada mereka.

Kalau menurut dunia harta berbanding lurus dengan kebahagiaan, kenapa mereka yang saya contohkan diatas tidak merasakannya? Mengapa ada banyak orang yang hidupnya pas-pasan tetapi bisa menikmati hidupnya dengan kebahagiaan? Alkitab sudah menyebutkan jawabannya sejak dahulu kala. Perhatikanlah ayat berikut ini:

"Ada suatu kemalangan yang telah kulihat di bawah matahari, yang sangat menekan manusia:orang yang dikaruniai Allah kekayaan, harta benda dan kemuliaan, sehingga ia tak kekurangan suatupun yang diingininya, tetapi orang itu tidak dikaruniai kuasa oleh Allah untuk menikmatinya, melainkan orang lain yang menikmatinya! Inilah kesia-siaan dan penderitaan yang pahit." (Pengkhotbah 6:1-2).

Jika kita heran bagaimana banyak orang yang sungguh kaya raya, tapi tidak bisa menikmati kekayaannya, maka itu terjawab pada ayat bacaan hari ini. Ternyata kemampuan untuk menikmati pun berasal atau bersumber dari karunia Tuhan juga. Ketika motivasi kita beralih dari mengasihi Tuhan dan membagi berkat buat sesama yang membutuhkan kepada menimbun harta sebanyak-banyaknya tanpa pernah merasa cukup, ketika kita mulai mengorbankan waktu kita bersama Allah dan mulai fokus mencari uang sebanyak-banyaknya, pada saat itu pula kita mulai meninggalkan Tuhan. Semakin jauh hal itu terjadi, semakin jauh pula karunia-karunia pergi meninggalkan kita, termasuk karunia untuk menikmati apa yang telah kita miliki. Padahal karunia menikmati adalah hal paling mendasar yang dapat membuat kita merasa bahagia. Di saat itu lah kita akan merasa bahwa apa yang kita kumpulkan ternyata sia-sia adanya tanpa kehadiran karunia untuk menikmati. Betapa malangnya, betapa menyedihkan. Betapa sia-sianya semua yang kita punya, ironis, sungguh penderitaan yang pahit, a sickening tragedy. Itulah yang disorot oleh Pengkotbah dan lewat apa yang ia katakan ia ingin memberitahukan manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya agar jangan melupakan darimana sumber kemampuan menikmati itu berasal.

Manusia terus berusaha menjadi kaya jika mengikuti arus dunia. Berlomba-lomba dengan segala cara untuk terus menumpuk pundi-pundinya lalu melupakan satu hal yang teramat sangat penting, bahwa kuasa menikmati pun sangatlah kita perlukan. Ini bahkan lebih penting daripada harta, karena jika ini tidak kita miliki maka kita tidak akan bisa menikmati berkat-berkat dalam hidup kita, tak peduli seberapa berlimpahnya harta itu ada pada kita. Itulah sebabnya ada orang-orang yang sangat kaya raya tetapi hidupnya tidak bahagia, karena mereka tidak memperoleh kuasa untuk menikmatinya. Sebaliknya ada orang-orang yang pendapatannya biasa-biasa saja, hanya secukupnya dari hari ke hari, tetapi mereka masih bisa bersyukur dan merasakan kebahagiaan yang indah bersama keluarganya. Jadi kita butuh kuasa untuk menikmati. Dari mana kuasa itu bisa diperoleh? Tentu saja, itu merupakan karunia dari Tuhan.

(bersambung)


Sunday, June 25, 2017

Bahaya Hati yang Tidak Terjaga

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Kejadian 4:5
===================
"tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram."

Kasus pembunuhan merupakan hal yang hampir setiap hari terjadi. Sebuah data tahun 2011 menyebutkan bahwa di negara maju seperti Amerika Serikat terjadi pembunuhan lebih dari 16 ribu kasus setahun, yang artinya kurang lebih ada 44 pembunuhan terjadi setiap harinya. Di negara kita pun sama. Saat menonton siaran berita, membaca surat kabar atau mengakses situs berita, hampir setiap hari kita menemukan adanya kasus pembunuhan dengan berbagai alasan dan cara. Apakah hukuman untuk kasus pembunuhan begitu ringan sehingga masih banyak saja manusia yang gampang mengakhiri hidup orang lain? Rasanya tidak. Hukuman berat hingga hukuman seumur hidup bahkan hukuman mati yang masih diberlakukan di banyak negara menjadi konsekuensi yang harus siap ditanggung oleh seorang pembunuh. Akan tetapi tetap saja setiap harinya ada yang melakukan. Banyak yang kemudian mengaku menyesal, tapi orang sepertinya tidak kunjung belajar dari pengalaman para pelaku. Gelap mata, kalap, lupa diri, sulit mengontrol emosi bisa jadi merupakan faktor yang menyebabkan seseorang mampu melakukan tindakan keji menghilangkan nyawa sesamanya, selain berbagai masalah psikologis atau gangguan kejiwaan yang diderita si pelaku. Selain hukuman di masing-masing negara alias sistem dunia, jelas membunuh merupakan dosa yang sangat besar.

Hari ini saya ingin melanjutkan pembahasan mengenai pentingnya mengontrol amarah agar jangan sampai menghancurkan masa depan dan rencana Tuhan yang indah bagi kita dengan melihat kisah Kain dan Habel dari sisi lain. Bukan main menyedihkan. Baru saja sejarah manusia yang dicatat oleh Alkitab memasuki generasi kedua, kasus pembunuhan sudah terjadi. Kita tentu sudah sangat familiar dengan kisah pembunuhan pertama ini, yang melibatkan tidak lain daripada dua saudara kandung anak dari Adam dan Hawa.

Pembunuhan mengenaskan terjadi berawal dari rasa marah yang timbul dari iri hati Kain ketika persembahannya ditolak sedangkan persembahan saudaranya diterima Tuhan. "tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram." (Kejadian 4:5). Tuhan sempat mengingatkannya saat melihat bahwa Kain mulai terbakar emosi. "Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya." (ay 6-7). Lihatlah bahwa Tuhan sejak awal sudah mengingatkan bahwa saat kita melakukan hal yang tidak baik, dosa sudah mengintip di depan pintu dan siap masuk memangsa kita. Sayangnya Kain tidak mengindahkan peringatan Tuhan dan membiarkan dirinya terus dibakar amarah. Dan tragedi itu pun terjadi. Dengan keji dia mengakhiri hidup saudara kandungnya sendiri dan kemudian menerima hukuman besar dari Tuhan.

Tuhan berkata, bukankah kalau kita berbuat baik seharusnya reaksi hati kita yang gembira akan tercermin pada rona muka kita? Yang tampak pada muka Kain bukanlah wajah berseri, tapi wajah muram yang muncul dari hati yang panaslah yang terlihat. Apabila memang sikap hati Kain benar saat memberi persembahan, tentu reaksi mukanya tidak akan seperti itu. Kalaupun Tuhan menolak, seharusnya ia introspeksi kenapa itu bisa terjadi? Setidaknya yang muncul adalah raut muka sedih atau kecewa, bukan raut muka hasil dari hati yang panas terbakar amarah. Dengan kata lain, kenapa harus iri, marah, tidak mendengarkan teguran lantas membunuh kalau sikap hatinya benar saat memberi persembahan?

Dari sini kita bisa melihat bahwa selain apa yang ia berikan tidaklah sebaik persembahan Habel (ay 3-4) seperti yang kita bahas dalam renungan kemarin, sikap hati Kain menguatkan kenapa persembahannya ditolak. Alkitab mengatakan dengan tegas bahwa "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Terjaga baik atau tidaknya hati kita akan terlihat dari produk yang dihasilkan, dan seringkali itu akan terlihat secara kasat mata dari air muka hingga gestur. Berkualitas tidaknya hidup kita akan tergantung dari seperti apa kondisi hati kita. Apa yang ada dalam hati Kain pada waktu itu saat memberi? Apa motivasinya saat memberi? Entahlah. Tapi dari apa yang timbul di wajahnya, suasana hatinya yang bisa dilihat Tuhan dan reaksi yang mengikuti, jelas ada sesuatu yang salah disana.

Dari sisi ini kita bisa belajar beberapa hal antara lain:
- Hati-hatilah dengan amarah dan iri hati, karena itu bisa mengarah pada masuknya dosa-dosa yang berbahaya, yang pada satu titik bisa fatal akibatnya.
- Waktu ditegur Tuhan, miliki hati yang lembut. Terima, introspeksi dan perbaiki supaya bisa jadi lebih baik.
- Jaga dan kuasailah hati sepenuhnya karena dari sanalah kehidupan itu terpancar.

Allah berfirman: "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Hati yang tidak terjaga dan dibiarkan penuh dengan kebencian, iri hati, kemarahan tidak akan pernah megerjakan hal baik dalam perjalanan kita menggenapi rancangan Tuhan tersebut. Ada begitu banyak dosa mengintip di balik pintu dan siap masuk menyerang serta membinasakan kita, menggagalkan kita dari hari depan  yang penuh harapan dan damai sejahtera. Kain gagal mengendalikan hatinya. Meski ia melakukan kewajibannya, namun sikap hatinya yang buruk membuatnya harus menuai bencana. Jaga dan kawal hati dengan baik, berakarlah pada Firman Tuhan dan tetap lakukan apa yang benar agar semua rancangan Tuhan tergenapi dalam hidup anda.

Know what God has been planning for you, never let it slip away

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, June 24, 2017

Mengapa Persembahan Kain Ditolak? (2)

webmaster | 10:00:00 PM | 1 Comment so far
(sambungan)

Persembahan yang lebih baik itu seperti apa? Dalam kitab Kejadian disebutkan persembahan Habel "membawa bagian yang terbaik dari dombanya yang terbaik" (Kejadian 4:3). Dalam ayat selanjutnya apa yang terbaik itu secara detail disebutkan, yaitu anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya. Anak sulung dari ternaknya, yang gemuk. Dari sekian banyak ternaknya, Habel memilih yang terbaik. Ia bisa saja menyimpan yang sulung dan tambun itu untuk nanti dimakan, dijual dengan harga tinggi atau dijadikan yang utama untuk mengembang-biakkan ternaknya. Tapi iman yang ia miliki sangat kuat. Ia tahu bahwa ia harus mempersembahkan yang terbaik sebagai pernyataan kasih dan syukurnya kepada Tuhan. Dan itu jelas merupakan korban bakaran yg harum buat Tuhan.

Kuncinya ada pada kata MEMBERI YG TERBAIK. Di gereja kita selalu mendengar doa persembahan berisi kalimat ini. Tapi ada berapa banyak yang benar-benar melakukan hal itu seperti Habel? Kenyataannya, ada banyak yang memberi cuma karena kewajiban semata, memberi dengan terpaksa karena takut merugi dalam usaha atau nanti kalau ada masalah takut Tuhan tidak mau tolong. Atau ada pula yang memberi sebagai etalase kerohanian mereka. Agar dipandang hebat, atau sekedar supaya jangan malu kalau tidak memasukkan apa-apa ke dalam kantong persembahan. Bayangkan apabila persembahan yang kita beri didasari oleh alasan-alasan seperti ini, bukan karena rasa sukacita, ungkapan syukur dan mengasihi Tuhan.

Dari sisi memberi persembahan, keduanya sama-sama memberi. Tapi begitu bicara soal 'yang terbaik' barulah perbedaan Kain dan Habel keliatan jelas. Kain memberi, itu pasti. Yang ia berikan pun saya yakin tidak buruk-buruk amat. Tetapi sayangnya apa yang diberikan Kain bukanlah yang terbaik yang ada daripadanya. Sedang Habel dengan sukacita mempersembahkan ternaknya yang sulung, yang gemuk, yang terbaik. Itu membedakan dengan jelas kualitas persembahan antara dua saudara ini, dan Tuhan pun menyambut berbeda persembahan dari keduanya.

Ada beberapa pesan penting yang bisa kita jadikan pelajaran dari kisah Kain dan Habel ini, yaitu:
- Persembahkan hanya yang terbaik untuk Tuhan. Jangan ala kadarnya, apalagi sisa.
- Jujurlah dalam memberi yang terbaik, karena biar bagaimanapun Tuhan tahu apakah kita memberikan yang terbaik atau bukan.
- Memberilah karena rasa cinta dan syukur kita kepada Tuhan, bukan karena sekedar kewajiban, berharap imbalan apalagi sebagai sarana pamer atau tanding prestise.
- Berikan persembahan dengan penuh sukacita bukan karena terpaksa.

Kita harus memperhatikan betul motivasi dan landasan kita memberi persembahan. Kita juga harus memperhatikan betul hati kita saat memberi. Periksa kondisi hati kita agar saat kita memberi benar-benar didasari rasa syukur dan kasih pada Tuhan. Memberi dengan sukacita bukan karena terpaksa. Semua ini penting untuk kita perhatikan agar jangan sampai kita harus mengalami nasib yang sama dengan Kain. Habel membeli, Kain pun membeli. Tapi reaksi yang diterima dari Tuhan sungguh berbeda. Tuhan sudah begitu baik pada kita, begitu mengasihi kita dan melimpahi kita dengan kasih karunia. Dia lebih dari layak untuk menerima hanya yang terbaik dari kita. Karenanya pastikan benar-benar kualitas persembahan kita. Jadilah orang yang berkenan di mata Tuhan seperti Habel, bukan Kain.

Persembahkan yang terbaik, bukan ala kadarnya apalagi sisa

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, June 23, 2017

Mengapa Persembahan Kain Ditolak? (1)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Ibrani 11:4
==================
"Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara, sesudah ia mati."

Andaikan ada pejabat tinggi negara datang ke rumah anda, apa yang akan anda suguhkan? Katakanlah tiba-tiba ada pemberitahuan bahwa pemimpin tertinggi negara ini mau berkunjung minggu depan ke rumah anda. Saya yakin anda akan segera bergegas memoles rumah agar layak menerima kunjungan beliau, dan anda akan berpikir keras untuk menyuguhkan segala yang terbaik sesuai kemampuan anda. Bagaimana jika bukan pemimpin negara tetapi Tuhan, Allah yang menganugerahkan kasih karuniaNya demi keselamatan kita, yang selalu menyertai kita dan memberi rancangan yang terbaik bagi setiap kita. Apa yang akan kita persembahkan kepadaNya? Yang terbaik, itu jawaban yang pasti akan kita berikan. Tapi apakah benar kita sudah memberi yang terbaik untuk dipersembahkan kepada Tuhan? Atau kita merasa sayang mengeluarkan sejumlah milik kita, merasa rugi kecuali kita sedang punya daftar permintaan atau permohonan akan pertolongan Tuhan? Apakah kita memberi karena kita menyadari betul kewajiban kita sebagai ciptaanNya yang teristimewa atau kita punya motivasi-motivasi lain dalam memberi? Sadarkah kita bahwa kalau tidak menyikapi serius, persembahan kita jangan-jangan ditolak oleh Tuhan dan kemudian kita harus menerima konsekuensi berat sebagai akibatnya? Dalam segala hal kita dituntut untuk memberi yang terbaik sekuat kemampuan kita. Untuk bangsa dan negara kita dituntut untuk berkontribusi, berperan serta secara proaktif dengan sebaik mungkin. Apalagi untuk Tuhan yang berlimpah kasih setiaNya atas kita.

Akan hal ini, alangkah baiknya kita belajar dari Kain dan Habel, anak dari Adam dan Hawa. Dalam Kejadian 4 kita bisa membaca bahwa keduanya pada suatu ketika memberi persembahan kepada Tuhan. Tapi reaksi Tuhan menanggapi keduanya berbeda. Yang satu berkenan di hadapan Tuhan, tapi yang satu ditolak. Pertanyaannya adalah, mengapa persembahan Habel diterima sedang persembahan Kain ditolak? Apa yang membuat Tuhan menerima yang satu dan menolak satunya lagi? Hari ini saya ingin mengajak teman-teman untuk melihat mengapa perbedaan ini terjadi.

Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa kedua saudara ini memiliki profesi yang berbeda. Habel bekerja sebagai gembala sedang Kain adalah seorang petani (Kejadian 4:2). Selang beberapa waktu, tibalah saatnya bagi mereka untuk memberi persembahan kepada Tuhan dari hasil kerjanya. Jadi, persembahan Habel tentulah satu dari ternaknya, dan Kain dari hasil pertaniannya. Dan mereka melakukan seperti itu. Sampai pada poin ini tidak ada yang salah dari keduanya.

Selanjutnya, mari kita baca ayat berikutnya. " Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan; Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu, tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram." (ay 3-5).

Agar bisa melihat penekanan lebih jauh, ada baiknya kita baca juga versi BIS dari ayat ini. "Pada musim panen pertama, Kain membawa pemberian kepada TUHAN. Dia membawa beberapa makanan yang tumbuh di tanah, tetapi Habel membawa beberapa ternak dari kawanannya. IA MEMBAWA BAGIAN YANG TERBAIK DARI DOMBANYA YANG TERBAIK. TUHAN menerima Habel dan pemberiannya, tetapi Ia tidak menerima Kain dan persembahannya itu, Kain sedih dan dia sangat marah."

Bagian yang saya tebalkan menunjukkan dengan jelas bagaimana bentuk penghormatan Habel terhadap Tuhan dalam memberi persembahannya yang terbaik.

Selanjutnya, dalam Perjanjian Baru yaitu di kitab Ibrani kita bisa mendapatkan penjelasan lebih jauh akan hal ini. "Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara, sesudah ia mati." (Ibrani 11:4). Lihatlah bahwa Penulis Ibrani dalam menjelaskan tentang iman memaparkan beberapa contoh nyata dimana Habel adalah salah satunya. Dari ayat ini kita bisa melihat dengan jelas alasannya. Habel memberikan persembahan yang lebih baik karena iman, dan itu membuatnya tetap jadi teladan jauh setelah ia mati, bahkan sampai hari ini.

(bersambung)

Thursday, June 22, 2017

Menghadapi Orang Hobi Nyolot (2)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Saat kita merespon dengan emosi, ketahuilah bahwa ada banyak dosa mengintai dibaliknya, siap menelan kita. Alkitab dengan jelas memberi peringatan bahwa "amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah" (Yakobus 1:20). Bandingkan dengan apa yang dikatakan Daud: "Tuhan memperlakukan aku sesuai dengan kebenaranku." Kebenaran, ya, kebenaran, itulah yang harus tetap kita pertahankan, with no excuse, under any circumstances.

Kebenaran harus sepenuhnya kita pegang teguh dalam menghadapi situasi apapun dan serahkan keadilan Tuhan yang bekerja. Perhatikan bahwa bukan pembalasan Tuhan tapi keadilan Tuhan. Kita menjaga diri sesuai kebenaran, menjaga kesucian diri dengan tidak melakukan hal-hal tercela bukan karena kita ingin Tuhan yang membalaskan dendam kita, tapi kita ingin keadilan Tuhanlah yang bekerja diatasnya.

"Amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah" (Yakobus 1:20), sebaliknya "kesabaran mencegah kesalahan-kesalahan besar" (Pengkotbah 10:4). Dalam Kolose, Paulus menyuruh kita untuk membuang marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor/caci maki/kata-kata jahat dan menggantikannya dengan belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran dan mengenakan kasih sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan di atas semua itu (Kolose 3:8,12,14).

Paulus juga mengingatkan kita untuk tetap bersabar dan mengampuni orang yang melakukan kesalahan atau kejahatan kepada kita, sama seperti Tuhan juga dengan senang hati mengampuni kesalahan-kesalahan kita. (ay 13). Semua ini penting untuk kita cermati, karena apapun penyebabnya, kita wajib menjaga semua perbuatan atau respon kita untuk tetap berakar dan tidak berpaling dari kebenaran.

Jika diantara teman-teman ada yang sedang mendapatkan perlakuan tak adil, diprovokasi, dijahati dan sejenisnya, bersabarlah dan segera lepaskan pengampunan. Jaga hati agar tetap berada dalam kondisi sejuk, jangan biarkan amarah mengambil alih perasaan anda dan kemudian memporak-porandakan semua hal baik yang sudah anda bangun selama ini. Gantikan segala perasaan negatif yang berpotensi merusak diri kita dalam penggenapan rencana Tuhan dengan segala hal baik yang menyehatkan dan bermanfaat bagi kita. Itu bukan tergantung dari perilaku seperti apa yang kita terima dari orang lain, tetapi tergantung dari keputusan kita dalam menyikapinya.

"Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa." (1 Petrus 4:8)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, June 20, 2017

Pentingnya Melepaskan Pengampunan (2)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Seandainya Kain masih hidup hari ini, tanyakan tentang hal ini kepadanya dan saya yakin ia akan mengingatkan kita tentang betapa berbahayanya membiarkan amarah menguasai kita dengan menyatakan penyesalan yang sangat besar. Ketika kita emosi seperti itu, bayangkan ada berapa banyak bahaya yang mengintip, siap membawa kita binasa. Baik dari sisi kesehatan maupun masuknya berbagai kejahatan dalam eskalasi yang seringkali meningkat hingga pada satu titik bisa membawa masalah besar bagi kita. Sebaliknya saat kita menyikapi dengan tenang, segera melepaskan pengampunan, jantung kita bisa tetap berdetak normal, darah tidak harus naik, hati tetap terjaga kehangatannya. Itu saja sudah menghindarkan kita dari berbagai resiko yang bisa jadi fatal. Kita tidak harus terjebak melakukan berbagai kesalahan yang mengarah pada dosa yang pada akhirnya mendatangkan penyesalan tiada habisnya. Kalau kita masih sulit untuk mengampuni, bagaimana kita bisa berharap pada kehidupan yang berkualitas? Bagaimana kita bisa memenuhi tujuan dan rencana Tuhan bagi kita apabila kita masih terus terperangkap pada masalah mengganjal yang membelenggu kita?

Suatu kali Petrus mendatangi Yesus dan bertanya berapa kali ia harus memberi pengampunan terhadap saudaranya yang berbuat salah terhadapnya seperti yang tertulis dalam Injil Matius 18. "Tujuh kali?" katanya. Lantas Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (ay 22). Tujuh puluh kali tujuh. Bukankah mengampuni 490 kali terhadap orang yang sama sulitnya sudah bukan main? Apa yang diajarkan Yesus menunjukkan keharusan kita untuk bisa terus melepaskan pengampunan tanpa batas. Yesus mengingatkan bahwa kita harus siap memberi pengampunan terus menerus, dan jangan pernah tertarik untuk menyisakan dendam dalam hati kita.

Dalam doa yang diajarkan Yesus pun kita diingatkan akan hal itu. "dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami." (Matius 6:12). Bahkan penekanan diberikan pada ayat selanjutnya. Jika ada yang bertanya, kenapa kita wajib mengampuni? Yesus berkata: "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (ay 14-15). Tidak satupun dari kita yang 100 persen terlepas dari melakukan kesalahan. Karenanya, tidak satupun pula dari kita yang tidak membutuhkan pengampunan dari Tuhan. Jika pengampunan dari Tuhan terhadap kita tergantung dari pengampunan yang kita berikan kepada sesama, bagaimana mungkin kita masih tergoda untuk menyimpan dendam apalagi membalas kesalahan orang terhadap kita?

Selanjutnya, mari kita lihat ucapan Yesus berikut ini. "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:25). Ini adalah ucapan Kristus yang tentunya tidak lagi asing bagi kita. Tapi perhatikan ayat selanjutnya. "Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (ay 26).

Perhatikan baik-baik bagaimana Yesus merangkai atau menopang dua kalimat tersebut. Saya percaya Yesus mengatakan kedua kalimat ini secara sengaja untuk menggambarkan bahwa keduanya ada dalam konteks yang sama alias berkaitan. Yesus ingin kita tahu bahwa pengampunan merupakan landasan untuk bisa menerima dari Tuhan. Sebelum berdoa, kita harus terlebih dahulu mengampuni orang-orang yang masih mengganjal di hati kita. Bereskan dulu itu, baru berdoa. Karena jika tidak, iman kita masih terbelenggu dan akibatnya doa yang kita panjatkan pun tidak akan bisa membawa hasil apa-apa alias sia-sia. Menariknya, sebelum Yesus mengatakan kedua kalimat di atas, Dia baru saja menjelaskan bahwa iman yang teguh akan mampu mencampakkan gunung sekalipun untuk terlempar ke laut. (ay 23). Iman yang sekecil biji sesawi sekalipun akan mampu melakukan itu. Tuhan siap memberikan apapun yang kita minta dan doakan dengan disertai rasa percaya. Tapi sebelum itu semua terjadi, dan agar itu bisa terjadi, kita terlebih dahulu harus mengampuni orang-orang yang bersalah kepada kita, orang yang telah menyakiti hati kita, orang yang telah melukai perasaan kita. Sebab tanpa itu, iman kita masih terperangkap dalam penjara dan akan terus menghalangi kita untuk menerima segala sesuatu dari Tuhan.

Dari semua yang saya paparkan dalam renungan ini, kita bisa melihat jelas bahwa pengampunan itu bukan semata untuk orang tetapi terlebih memberi manfaat bagi kita dan merupakan sesuatu yang wajib untuk dilakukan kalau kita tidak ingin malah mendapatkan masalah baik dalam hidup ini maupun dalam perjalanan selanjutnya kelak. Kita yang dijahati? Mungkin ya. Kita yang jadi korban? Mungkin ya. Orang yang menyakiti kita tidak menyadari kesalahannya? Bisa jadi. Atau malah makin provokatif karena merasa diatas angin? Ada banyak orang yang miskin pikiran seperti itu. Tapi biar bagaimanapun, pengampunan adalah sebuah pilihan yang seharusnya diambil oleh orang percaya karena itu akan menjaga kesehatan kita, baik kesehatan fisik, psikis maupun spirit. Kita tidak bisa mengharapkan kehidupan yang berkualitas, kita tidak bisa mengharapkan untuk bisa memenuhi rencana Tuhan yang indah dalam hidup kita apabila kita masih terperangkap pada sulitnya untuk mengampuni. Saya kira, masalah mengampuni bisa jadi merupakan salah satu yang tersulit dalam usaha kita menjadi pelaku Firman.

Karenanya kita harus mulai merubah pola berpikir kita. Apabila kita masih menggantungkan kerelaan memberi pengampunan dari ukuran kesalahan seseorang dan pengakuan mereka, kita akan tetap sulit untuk bisa melakukannya. Akan tetapi saat kita berpikir tentang sebesar apa manfaatnya bagi kita, bagi kelangsungan hidup kita, bagi sebuah hidup yang berkualitas dengan berjalan selangkah demi selangkah dalam memenuhi rencana Tuhan, bagi kesehatan kita secara menyeluruh, bagi hidup yang tidak terganjal oleh beban, bagi hidup yang tidak berisi kebencian dan kepahitan melainkan hidup yang damai sejahtera dan penuh sukacita, tentu kita akan mengambil sikap berbeda. Jika masih tetap sulit, ingatlah bahwa kasih karunia Tuhan bagi kita lebih dari cukup untuk bisa melakukannya. Apakah ada diantara teman-teman yang masih berkutat pada sulitnya mengampuni seseorang saat ini? Jika ada, why don't you do yourself a favor today. Lepaskan pengampunan dan hiduplah ringan tanpa beban, lantas genapi semua rencana Tuhan yang indah dan besar mulai hari ini.

Mengampuni itu menyehatkan. Berhentilah menyiksa diri sendiri dengan terus memendam kebencian. Forgive others, not because they deserve forgiveness but because you deserve peace

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, June 19, 2017

Pentingnya Melepaskan Pengampunan (1)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Matius 6:14
=================
"Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga."

"Cukup sudah saya bersabar! Tidak ada lagi maaf baginya!" Seperti itulah ungkapan kekesalan dari seseorang yang saya kenal terhadap temannya yang telah menyakiti hatinya. Kalau dari ucapannya, kita bisa tahu bahwa temannya bukan cuma sekali membuatnya kesal tapi sudah berulang kali. Ibarat luka, jangankan sembuh, belum kering sudah diiris lagi. Berulang-ulang. Tentunya ia bukanlah orang satu-satunya yang mengalami hal ini. Saya dan anda pun pasti pernah mengalami perasaan seperti itu. Bahkan mungkin ada diantara teman-teman yang saat ini sedang merasakan kekesalan sedemikian rupa sehingga sulit sekali untuk bisa melepaskan pengampunan.

Pengampunan adalah sebuah alternatif reaksi sebagai respon dari rasa kecewa, kesal, sedih, marah yang timbul dari perilaku tidak menyenangkan, menyinggung hingga merugikan yang dilakukan oleh orang lain. Saya katakan alternatif karena ada reaksi lain yang bisa menjadi reaksi seperti membenci, mendendam hingga melakukan pembalasan. Ada kalanya orang melukai kita sedemikian parah sehingga sepertinya kita tidak punya alasan lagi untuk bisa mengampuni. Apalagi kalau apa yang mereka lakukan sudah mengakibatkan kerugian atau kehilangan yang tidak lagi bisa tergantikan atau kembali lagi. Kita sering lihat di televisi bagaimana keluarga yang salah satu anggotanya jadi korban pembunuhan menuntut hukuman setimpal yang seringkali mengarah pada harapan jatuhnya hukuman mati bagi pelaku. Saya tidak mau menyalahkan mereka karena apa yang mereka rasakan pasti tidak terperikan. Tapi apa sebenarnya yang seharusnya dilakukan oleh orang percaya? Apa kata Tuhan tentang pengampunan yang seharusnya kita jadikan panduan? Mengapa kita harus mengampuni? Adakah resiko apabila kita tidak mau melepaskan pengampunan? Atau, adakah batas bagi kita untuk memberi pengampunan baik dari segi jumlah maupun tingkatan berat tidaknya kesalahan seseorang?

Secara umum ada empat level mudah sulitnya buat kita melepaskan pengampunan.

Mengampuni yang menyadari kesalahannya, menyesali dan minta maaf, itu mudah.
Mengampuni yang tidak mengaku atau merasa salah, itu lebih sulit.
Mengampuni yang sudah salah masih provokatif dan terus cari masalah, itu lebih berat.
Mengampuni yang terlanjur mendatangkan kerugian, kehilangan atau kerusakan fatal dalam hidup kita jelas lebih sulit.

Ada di level mana kita hari ini bisa menjadi gambaran seperti apa buah dari pertumbuhan iman kita, sedalam dan sekuat apa kita berakar pada Tuhan. Apabila di level satu saja kita sudah sulit atau bahkan tidak bisa, kita tidak akan bisa berharap bahwa kita sanggup melakukannya di level berikutnya. Oleh karena itu kita bisa melatih diri dari perkara-perkara kecil dan relatif ringan untuk melepaskan pengampunan. Seperti halnya aspek-aspek lain kehidupan, dari pengalaman saya kebesaran dan kerelaan hati untuk bisa mengampuni memerlukan latihan dan seringkali perubahan cara pandang atau paradigma tentang bentuk kehidupan yang diinginkan Sang Pencipta untuk kita terapkan.

Satu hal yang pasti, kalau kita menggantungkan keputusan kita untuk mengampuni atau tidak pada berat ringannya kesalahan seseorang - yang tentu saja relatif dan subjektif - , kita akan sulit melakukannya. Pada suatu kali saya pernah disakiti oleh seseorang yang sudah saya anggap seperti saudara sendiri. Sudah salah, ia masih provokatif dan menyerang. Melihat saya tidak menanggapi pakai otot seperti dirinya, ia malah merasa diatas angin karena merasa saya kalah melawan gertakannya. Tidak satupun Firman Tuhan yang membenarkan saya untuk membalas atau merespon sepertinya, itu saya tahu, bahkan dengan alasan bela diri sekalipun. Yang harus saya lakukan adalah mengampuninya saat itu juga, menyerahkan keadilan pada Tuhan (yang artinya kalau memang saya yang salah saya harus siap ditegur) dan terus mendoakan dan memberkatinya. Berat? Pada mulanya mungkin ya, tapi saat itu saya lakukan, ada perasaan damai dalam hati yang sangat berbanding terbalik dengan perasaan yang kita alami pada saat kita merespon balik dengan tindakan kekerasan.

Pada saat itu saya belajar tentang satu hal sederhana tetapi sangat berguna hingga hari ini, yaitu dari sudut mana seharusnya kita memandang untuk menyikapi provokasi atau perilaku buruk orang dengan memberi pengampunan terhadapnya. Kalau kita pandang dari sisi kesalahannya, maka kita tidak akan pernah selesai. Bukankah ia yang bersalah? Bukankah ia yang mulai? Yang menyerang? yang memancing? Yang menghujat, menghina atau menyerang? Lantas mengapa kita harus memaafkan, atau terkadang harus berbesar hati meminta maaf terlebih dahulu? Kalau dia tidak minta maaf, buat apa kita maafkan? Itu akan menjadi reaksi normal kebanyakan orang saat menghadapi situasi sulit seperti ini. Tapi cobalah pandang dari sisi lain, sebelum kita lihat apa kata Firman Tuhan akan hal ini, yaitu dari sisi kesehatan.

Ada begitu banyak penelitian yang membuktikan bahwa rasa sakit hati, dendam, amarah mendatangkan begitu banyak masalah dalam hidup kita. Mulai dari kepahitan, sulit maju, hingga berbagai sakit penyakit yang bisa sampai membawa konsekuensi berat bagi hidup kita seperti darah tinggi, jantung bahkan memicu pertumbuhan sel-sel kanker. Dari pengalaman saya, perbedaan sangat mudah dirasakan saat kita merespon dengan emosi dibandingkan saat kita mengampuni. Saat kita menanggapi dengan emosi, jantung terasa berdebar kencang dan keras, hati dan kepala terasa panas, dan Firman Tuhan banyak menyebutkan bahwa "amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah" (Yakobus 1:20).

(bersambung)


Sunday, June 18, 2017

Integritas dalam Mazmur 15 (3)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

3. Bersikap/berkata Jujur (ay 2,3)

Kita harus jaga dan pastikan agar jangan sampai dari mulut kita keluar kata-kata yang mengarah pada kebohongan, penipuan, fitnah, apalagi kalau sampai keluar kata-kata kutuk.  Firman Tuhan sudah mengingatkan untuk hati-hati karena berkat dan kutuk bisa keluar dari satu mulut yang sama. "dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi." (Yakobus 3:10). Sudah saatnya kita mempergunakan mulut untuk membangun dan memberkati orang lain, bukan sebaliknya menjatuhkan bahkan menghancurkan mereka.

Dalam hal berkata jujur, itu tidak mudah untuk bisa sepenuhnya melakukan itu karena seringkali ada konsekuensi yang merugikan kalau kita berkata jujur. Tetapi biar bagaimanapun sebagai anak-anak Tuhan kita harus menjunjung tinggi kebenaran apapun resikonya. Yesus bersabda "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat." (Matius 5:37). Berkata benar dan jujur merupakan keharusan bagi kita, dan tentu saja apa yang kita katakan harus pula tercermin dalam perbuatan dan perilaku kita. Jujur dalam perkataan, jujur dalam perbuatan, keduanya harus sejalan dan terus kita pelihara.

Ketiga hal di atas dari Mazmur 15 bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Tetapi inilah sesungguhnya pesan-pesan moral dan etika yang sudah selayaknya mewarnai kehidupan orang-orang percaya. Untuk membangun diri yang berkualitas yang menjunjung tinggi prinsip sebagai umat Tuhan maka Mazmur 15 sudah barang tentu harus bisa tercermin dari kehidupan kita. Kalau kita masih termasuk yang sulit mempraktekkannya secara nyata, kita bisa mengambil komitmen untuk mulai melatih diri dari sekarang.

Sebagai warga Kerajaan Allah, mari kita hidup dengan merepresentasikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Jika tidak, jangan bermimpi kita bisa menjadi terang dan garam bagi dunia, jangan pula bermimpi untuk mengklaim hak atas anugerah keselamatan dan kesempatan untuk berdiam di tahta kudusNya.

"Integrity is doing the right thing, even when no one is watching" - C.S. Lewis

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, June 17, 2017

Integritas dalam Mazmur 15 (2)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Demikian isi keseluruhan pasal. Sangat singkat, tetapi kalau anda baca isinya sangat padat. Akan makan waktu lama kalau kita mau merenungkannya dengan serius dan sungguh-sungguh agar kita memahami sepenuhnya dan bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan kita. Satu hal yang pasti, siapapun yang bisa mengamalkannya dalam kehidupan akan terlihat sangat berbeda di tengah-tengah dunia. Dan tentu saja seperti apa yang dikatakan di awal dan di akhir pasal ini, orang yang menjunjung tinggi dan menghidupi nilai-nilai inilah yang boleh berdiam di kemah atau gunungNya yang kudus, dan mereka tidak akan goyah selama-lamanya.

Secara ringkas ada tiga hal penting yang bisa kita pelajari dari Mazmur ini. Mari kita lihat satu persatu.

1. Kualitas moral yang tidak bercela. (ay 2)

Sudah seharusnya orang percaya menjadi teladan atau contoh akan kehidupan yang tidak bercela. Sebab kalau bukan kita siapa lagi? Bentuk kehidupan yang tidak bercela bukanlah sesuatu yang hanya berbicara secara sempit karena sesungguhnya menyangkut berbagai sendi kehidupan seperti keluarga, hubungan sosial di dalam masyarakat, dalam pekerjaan, dalam studi dan bentuk-bentuk hubungan lainnya. Dan tatanan untuk memiliki kualitas moral seperti ini sudah diatur dalam begitu banyak bagian Firman Tuhan yang terangkum dalam Alkitab.

Setiap saat dunia akan terus menawarkan berbagai hal yang berpusat kepada kepuasan dan kenikmatan daging dan itu bukanlah sesuatu yang seharusnya kita ikuti. Firman Tuhan dengan jelas berkata "Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17). Kita tidak boleh melupakan hakekat diri kita yang sudah menjadi ciptaan baru ketika menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat kita. (2 Korintus 5:17). Betapa sia-sianya semua itu jika kita malah masih menjadi ciptaan yang lama yang terus terjebak dan tergoda oleh bentuk-bentuk dosa yang tercela. Dan alangkah memalukannya kalau kita sebagai orang percaya malah punya moral bobrok, jauh dibawah mereka yang tidak percaya.

2. Melakukan segala yang adil dan benar, tidak memanfaatkan kelemahan orang lain, menghindari berbuat jahat dan mengambil untung atau kesempatan dari orang yang berada dalam posisi lemah. (ay 2,3,5).

Betapa seringnya kita membiarkan diri bersikap egois, hanya mementingkan keadilan bagi diri kita tetapi melupakan keadilan bagi orang lain. Saat ada orang yang terlihat lemah, maka mreka akan segera dijadikan mangsa, dieksploitasi, dimanipulasi, dimanfaatkan, dan sebagainya. Sebagai orang percaya kita seharusnya juga mau memberikan keadilan dan kebenaran bahkan meski itu merugikan kita sendiri.

Firman Tuhan berkata "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." (Yakobus 3:16). Artinya ketika kita hanya mementingkan diri sendiri saja, maka ada banyak jebakan dosa yang akan timbul dengan jumlah dan intensitas yang terus meningkat. Mengambil untung atau kesempatan dari orang dalam posisi lemah, memanfaatkan kelengahan atau kelemahan orang, itu merupakan bentuk yang berlawanan dengan kebenaran moral dan etika, integritas dan tentu saja prinsip kasih dalam kekristenan. Oleh karenanya sikap-sikap ini harus kita hindari. Kalau saat ini kita masih sering terpengaruh oleh berbagai pengajaran dunia yang semakin mengarahkan kita kesana, mulailah tolak sejak sekarang agar kita tidak terus semakin jauh terkontaminasi oleh perbuatan-perbuatan seperti ini.

(bersambung)


Friday, June 16, 2017

Integritas dalam Mazmur 15 (1)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Mazmur 15:1-5
====================
"TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus? ..Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya."

Setiap hari kita disuguhi para petinggi negara atau pemimpin yang jatuh karena wabah korupsi. Sebagian dari mereka mengaku tidak mengambil keuntungan untuk diri sendiri atau pribadi, tetapi ketika mereka mengorbankan masyarakat yang telah memilih mereka demi kepentingan kelompok atau golongan, ketika mereka melakukan kecurangan untuk membiayai kebutuhan korporasi/partai dimana mereka bernaung dan negara dirugikan, bukankah itu pun merupakan tindak kejahatan serius?

Dan itulah yang terus terjadi. Anehnya sudah begitu banyak yang harus pindah alamat ke balik jeruji besi, pelakunya bukannya habis atau berkurang tapi malah tambah banyak, seakan mereka iri dan ingin merasakan nikmatnya tinggal di ruangan sempit yang nama kerennya disebut lembaga permasyarakatan. Tidak percaya bahwa penjara menggiurkan? Coba bandingkan foto-foto mereka yang menggunakan rompi koruptor di negara kita dengan terdakwa di negara lain. Kalau diluar sana mereka menunduk malu, terlihat sedih dan lesu, disini para pelaku tersenyum lebar dan bergaya, seperti sedang di catwalk.

Melihat seriusnya wabah ini, ditambah berbagai tindak-tindak kejahatan lain yang terus semakin merajalela, jelaslah bahwa etika, moral dan integritas merupakan sesuatu yang semakin langka dijumpai ditengah manusia. Orang semakin terbiasa mengorbankan ketiga hal ini untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan lebih. Bahkan bisa jadi nilai-nilai baik seperti ini malah dianggap merugikan.

Jujur itu rugi, lebih baik curang tapi bisa dapat lebih banyak. Demi keuntungan pribadi, kalau perlu sikat saja hak orang lain, atau korbankan orangnya sekalian. Setia? Kapan majunya kalau setia? Lebih baik melompat sana-sini siapa tahu bakalan lebih menjanjikan. Pola pikir seperti ini dianut oleh banyak orang, yang ironisnya juga menjangkiti orang-orang percaya. Kalau dulu orang masih malu melakukan ini atau perbuatan-perbuatan dikategorikan tabu, hari ini semua itu menjadi sesuatu yang wajar, bahkan bagi sebagian orang dianggap prestasi yang membanggakan.

Seperti apa integritas itu? Dalam kitab 1 Raja Raja pasal 3:6 integritas kalau di-breakdown akan terdiri dari tiga hal yaitu kesetiaan, kebenaran dan kejujuran. Bukankah ketiga hal ini sangatlah sulit ditemukan atau dilakukan sepenuhnya? Satu saja sudah susah, apalagi orang yang punya tiga-tiganya yang saling terintegrasi satu sama lainnya. Wah, itu sangat langka. Sebagai orang percaya kita seharusnya bisa memiliki dan menghidupi nilai-nilai ini dalam hidup kita. Kalau sekarang belum bisa, setidaknya nilai-nilai ini bisa jadi fokus perhatian dalam membangun karakter kita.

Untuk renungan hari ini marilah kita fokus kepada sebuah pasal yang sangat singkat tapi menarik dalam kitab Mazmur, yaitu Mazmur 15. Mazmur 15 hanya terdiri dari 5 ayat saja. Tetapi isi yang terkandung didalamnya sesungguhnya sangat penting untuk diperhatikan. Pasal 15 sering disebut sebagai bagian Mazmur yang berisi etika (tata susila) dan moral/nilai kebenaran secara umum. Begitu pentingnya, kelima ayat ini dihubungkan Daud dengan faktor integritas yang harus dimiliki oleh orang-orang percaya. Dengan kata lain, hanya orang-orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai inilah yang boleh berdiam di tahtaNya yang kudus.

Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat pesan-pesan moral dan etika yang terkandung dalam Mazmur 15 satu persatu secara lengkap.

(1) Mazmur Daud. TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus?
(2) Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya,
(3) yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya;
(4) yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi;
(5) yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya.

(bersambung)


Thursday, June 15, 2017

Di Atas Gunung (2)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Dari kedua ayat di atas (Habakuk 3:19 dan Mazmur 18:34), perhatikan bahwa Tuhan selalu siap menyediakan pertolongan. Tuhan mampu membuat kaki-kaki kita menjadi lincah seperti rusa yang mampu melewati atau melompati jalan-jalan berbatu dan terjal untuk sampai ke puncak gunung. Tuhan mau kita naik lebih tinggi mengatasi masalah dan keluar menjadi pemenang, merasakan keindahan, kemurahan dan kemuliaanNya yang semua telah tersedia di atas sana. Naik ke atas, punya iman yang jauh lebih tinggi dari segala kesulitan yang terjadi, itu yang Tuhan inginkan untuk kita miliki.

Hal yang tidak kalah menarik, dalam Yesaya dikatakan di tempat tinggi itulah rumah Tuhan akan berdiri tegak. Di tempat seperti itulah kita, rumah Tuhan/bait Allah akan kokoh dan tidak mudah jatuh saat diterpa badai. "Akan terjadi pada hari-hari yang terakhir: gunung tempat rumah TUHAN akan berdiri tegak di hulu gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit; segala bangsa akan berduyun-duyun ke sana, dan banyak suku bangsa akan pergi serta berkata: "Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman TUHAN dari Yerusalem." (Yesaya 2:2-3).

Lihatlah bahwa berada di tempat tinggi di atas bukit menjanjikan sebuah tempat dimana masalah tidak lagi mampu menyulitkan kita. Rumah Tuhan atau Bait Allah berbicara mengenai diri kita sendiri (bacalah 1 Korintus 3:16). Disana kita bisa melihat bahwa Tuhan menyediakan pertolongan untuk memampukan kaki kita menjadi lincah, melompat melewati berbagai masalah dan berdiri tegak di atas gunung menikmati segala kemuliaanNya.

Firman Tuhan mengajarkan kita bahwa ujian-ujian yang berat jika kita sikapi dengan benar akan mampu membuat iman kita bertumbuh dan naik lebih tinggi lagi. Paulus mengatakan: "Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:3-5).

Firman Tuhan mengingatkan kita agar jangan menjadi lemah ketika mengalami kesengsaraan, ketika berjalan di jalan berbatu tajam dan terjal. Kita diingatkan agar tidak putus asa, dan terus bertekun, karena jika kita ingin memenangkan ujian, kita harus bisa melepaskan segala yang merintangi kita dan dosa-dosa yang menjerat kita. Penulis Ibrani berkata: "Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." (Ibrani 12:1).

Menghadapi apapun, jangan takut dan andalkan Tuhan. Dia siap membuat kaki-kaki kita menjadi lincah agar sanggup melompati bebatuan tajam dan jalan terjal hingga sampai ke puncak gunung. Disana kita bisa tetap tegar meski digoyang masalah seberat apapun. Masalah akan tetap ada sekali waktu, tetapi di puncak itu kita akan berada lebih tinggi dari masalah. Segala sakit dan beban selama perjalanan yang ditempuh akan sirna begitu kita menyaksikan keindahan kemuliaan Tuhan. Tuhan siap menolong kita untuk itu.

Apakah kita mempercayakan perjalanan kita kepada Tuhan? Sudahkah kita memiliki niat yang teguh untuk naik lebih tinggi lagi? Sekarang saatnya bagi kita untuk mendaki lebih tinggi dengan bantuan Tuhan. Kelak ketika kita berada lebih tinggi dari kesengsaraan, kita tidak akan gampang lagi digoyang oleh masalah apapun. Disanalah kita bisa berkata: "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." (Habakuk 3:17-18)

Bersama Tuhan kita bisa meloncat dengan lincah hingga mampu berdiri tegak di atas bukit

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, June 14, 2017

Di Atas Gunung (1)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Habakuk 3:19
=================
"ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku."

Saya bukanlah orang yang suka mendaki gunung. Meski demikian saya suka memandang alam dan selalu kagum kepada orang-orang pencinta alam yang hobi mendaki, dengan segala resikonya bersusah payah untuk bisa mencapai puncak dan disana menikmati keindahan alam yang luar biasa, yang tidak bisa dilihat oleh semua orang. Saya teringat pada seorang teman yang mengalami jamahan Tuhan pada saat berada di puncak. Ia tadinya termasuk orang yang meragukan keberadaan Tuhan. Tapi pada suatu kali saat ia sampai di sebuah puncak gunung, ia memandang sekelilingnya dan terpesona pada apa yang ia lihat. Pemandangan luar biasa indah hadir di sekelilingnya, sejauh mata memandang. Disana ia tiba-tiba menangis dan merasakan jamahan Tuhan seolah memeluknya. Disana Tuhan menyatakan eksistensinya lewat ciptaanNya yang begitu mengagumkan. Sejak saat itu ia tidak lagi meragukan keberadaan Tuhan. Ia sekarang aktif melayani dan kisah ini selalu menjadi bagian favorit yang dengan semangat ia bagikan kepada banyak orang.

Darinya saya mendengar betapa banyak kendala maupun tantangan yang harus dihadapi untuk bisa sampai di puncak gunung. Kalau soal susahnya jalan mendaki di jalan terjal berbatu dengan ransel berat, itu sih biasa. Tantangan menjadi lebih berat karena oksigen seringkali menjadi sangat tipis pada ketinggian tertentu sehingga pendaki bisa merasakan sesak nafas atau gangguan pernafasan lainnya. Belum lagi ancaman cuaca, tersesat, terjatuh, itu bagaikan bertaruh nyawa. Ancaman hewan berbahaya bisa jadi satu dari hal yang harus diwaspadai, belum lagi berbagai tahyul yang bisa meruntuhkan mental.

Mendengar ceritanya saya pun lebih tahu bagaimana beratnya hobi itu. Saya yakin bagi yang melakukan tentu lebih berat lagi daripada apa yang saya dengar. Tapi semua beban itu menjadi sirna begitu sampai ke puncak gunung, katanya. Pemandangan yang luar biasa indah di ketinggian seperti itu membuat semua kesulitan bagai lenyap digantikan kebahagiaan. Menurutnya pemandangan disana selalu begitu menakjubkan. Hanya yang mau bersusah payah mendakilah yang bisa menikmatinya." katanya bangga. Di puncak gunung ia lupa akan kesusahan mendaki dan segala sakit yang ia rasakan. Di puncak gunung ia melihat sebuah keindahan yang tidak dilihat oleh semua orang. Apalagi saat ia mengalami Tuhan disana, sebuah pengalaman yang mengubahkan hidupnya. Itu sangatlah menginspirasi saya. Disana ia mengalami kebesaran dan kemuliaan Tuhan, merasakan keberadaan Tuhan. Di puncak gunung.

Saya merasa diberkati lewat ceritanya. Sebuah pemikiran pun hadir saat saya merenungkannya, yaitu bahwa kalau kita tidak mendaki gunung, maka kita tidak akan bisa merasakan pengalaman yang luar biasa. Ada hal-hal yang tidak bisa kita lihat, alami dan rasakan kalau kita tidak bersusah payah mendaki, naik lebih tinggi dan sampai di puncak. Tanpa melalui proses berat, jalan berliku dan ketegaran/kegigihan menghadapi kesulitan, kita tidak akan bisa menikmati sebuah pemandangan yang sangat langka yang tidak bisa dilihat oleh orang lain.

Dalam perjalanan hidup kita akan ada waktu dimana kita harus berhadapan dengan bukit-bukit terjal, jalan berbatu-batu yang akan sangat sakit untuk kita jalani. Kita bisa memilih apakah tetap diam di tempat tanpa mau berjalan melewatinya, atau kita mencoba sedikit lalu mundur dan menyerah. Tetapi seperti apa yang dialami oleh teman saya, hanya yang mampu bertahan dan dengan semangat pantang mundurlah yang akan mampu berdiri tegak di atas bukit merasakan kemuliaan Tuhan. Akan ada saat dimana kekuatan kita tidak lagi mampu mengatasi kesulitan itu agar bisa terus maju. Tapi tetap saja pilihan ada pada kita, apakah kita mau terus melangkah meski berat atau memilih berhenti dan menyerah. Sulit? Tentu. Berat? Pasti. Kabar baiknya, Tuhan siap membantu kita untuk itu. Yang diperlukan hanyalah kemauan dan kesediaan kita, serta sejauh mana kita bisa percaya kepada Tuhan bahwa Dia akan menuntun kita melewati jalan-jalan yang sulit itu untuk akhirnya kelak sampai di puncak gunung.

Mari kita lihat Firman Tuhan dalam kitab Habakuk. "ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku." (Habakuk 3:19) Ada pula sebuah ayat yang kurang lebih sama bisa kita dapatkan dalam Mazmur. "Allah, Dialah yang mengikat pinggangku dengan keperkasaan dan membuat jalanku rata; yang membuat kakiku seperti kaki rusa dan membuat aku berdiri di bukit." (Mazmur 18:34).

Mengandalkan kemampuan kita yang terbatas, cepat atau lambat kita akan menyerah dalam berjuang melewati jalan terjal dan berbatu-batu. Kita mungkin tahu bahwa kita harus terus mendaki, tapi ada kalanya kekuatan kita semata tidak lagi bisa diandalkan.

(bersambung)


Tuesday, June 13, 2017

Dot (2)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Bagaimana Tuhan memandang kita? Di dalam Alkitab dikatakan bahwa kita disebut sebagai ciptaanNya yang sangat istimewa. We are His masterpiece, we are created special. Dia menciptakan kita segambar dengan rupaNya sendiri (Kejadian 1:26), kita terlukis dalam telapak tanganNya dan dalam ruang mataNya (Yesaya 49:16), dia mengetahui segala sesuatu akan kita, bahkan jumlah helai rambut kita pun Dia hitung (Matius 10:30).

Tuhan tidak pernah menciptakan kita asal-asalan apalagi sia-sia. Dan Dia punya rencana yang indah bagi setiap kita. Apa yang Dia rencanakan kepada kita sejak semula adalah rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, seperti yang disebutkan dalam Yeremia 29:11, untuk memberikan kita hari depan yang penuh harapan.

Seperti yang kita baca dalam renungan beberapa hari lalu, sebuah ayat indah pada Mazmur mengatakan bahwa kita adalah ciptaan Tuhan yang dahsyat dan ajaib. "Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Mazmur 139:13-14). Dan yang lebih penting lagi, bukankah Tuhan sampai rela mengorbankan AnakNya yang tunggal demi keselamatan kita, yang dengan jelas disebutkan atas dasar kasihNya yang begitu besar, seperti dalam Yohanes 3:16?

Semua ini adalah gambaran dari betapa istimewanya kita di mata Tuhan, dalam setiap rencanaNya saat menciptakan kita. Kalau nilai kita seperti itu di mata Tuhan, mengapa kita harus ragu untuk mengarahkan pandangan kepadaNya? Dia tahu keseriusan kita, Dia tahu pergumulan kita, Dia tahu sejauh mana kita berusaha dan Dia akan menghargai setiap jerih payah kita yang sungguh-sungguh.

Jika kita menyadari bagaimana Tuhan memandang kita, seharusnya kepadaNyalah kita mengarahkan pandangan mata kita. Dengan melakukan itu maka kita tidak akan gampang jatuh dan kehilangan kepercayaan diri. Seperti ayat bacaan hari ini, selalulah berlindung kepada Allah. Tujukan mata kepada Allah.

Bersama Allah tidak akan pernah mengecewakan, karena bagi Dia, kita selalu sangat berharga. Besar atau kecilnya yang kita lakukan, selama itu kita perbuat dengan sungguh-sungguh dan sebaik-baiknya, itu akan sangat besar nilainya di mata Tuhan. Kita tidak bisa melarang orang untuk mengeluarkan komentar-komentar negatif atas diri kita, tetapi kita bisa memilih dan memutuskan kemana kita mau memandang. Kalau kita tahu itu, mengapa tidak mengarahkan pandangan kepada Tuhan sekarang juga?

Hindari 'dead pixel' dalam hidup dengan mengarahkan pandangan kepada Tuhan yang tidak akan pernah mengecewakan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, June 12, 2017

Dot (1)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Mazmur 141:8
=====================
"Tetapi kepada-Mulah, ya ALLAH, Tuhanku, mataku tertuju; pada-Mulah aku berlindung, jangan campakkan aku!"

Pernahkah anda mendengar istilah dead pixel? Dead pixel, atau defective pixel atau lebih singkatnya sering disebut dengan 'dot' saja adalah ketika satu titik dari ribuan titik lainnya yang membentuk gambar di layar anda 'tidak nyambung' dengan lainnya. Biasanya ada tiga jenis dead pixel yang terjadi, yaitu titik putih, titik hitam, atau salah satu titik antara merah, hijau atu biru (RGB) yang nyangkut warnanya. Apa yang menyebabkan dead pixel muncul ada bermacam-macam. Selain memang cacat dari pabrik, yang paling sering adalah kalau screen kita terbentur keras. Kurang hati-hati saat membersihkan, terus menerus dioperasikan, terkena air panas juga bisa menjadi penyebab matinya pixel ini. Hanya satu titik yang rusak atau mati, tapi satu diantara ribuan itu bisa sangat mengganggu mata.  Sebuah dead pixel biasanya sulit untuk diperbaiki. Opsi yang tersisa hanyalah mengganti keseluruhan screen, karenanya yang paling bijaksana adalah menjaga dengan baik agar layar jangan sampai mengalami masalah dengan pixelnya.

Kita tidaklah terbuat dari pixel seperti halnya gambar atau layar digital. Tapi kita bisa mengalami situasi-situasi yang bisa menimbulkan dead pixel pada perjalanan hidup kita. Maksud saya, itu bisa terjadi saat kita mengalami situasi-situasi yang meruntuhkan mental, percaya diri atau bahkan bisa jadi ketika ada hal-hal yang membentur atau menimbulkan goncangan pada iman kita. Ada orang-orang yang sulit maju karena gambar dirinya rusak. Sejak kecil kerap dibanding-bandingkan terhadap saudaranya yang lain, sering dikatakan bodoh, direndahkan di depan orang lain dan berbagai macam perilaku tidak adil lainnya dari orang tua. Ada juga yang sekian lama ditekan istri sehingga tidak lagi punya semangat juang, atau sebaliknya istri yang selalu takut ketika bertemu orang lain karena sering mendapat tindak kekerasan dari suaminya. Sudah mati-matian melakukan sesuatu tapi tidak dianggap, disalah-artikan, direndahkan, diejek dan sebagainya.

Semua ini bagaikan 'kematian-kematian' pada 'pixel-pixel' pembentuk diri kita yang jika dibiarkan akan membuat kita tidak bisa maju, tidak bertumbuh, tidak berani mengambil langkah atau inisitaif, potensi kita tidak keluar, gambar diri tidak utuh dan akibatnya gagal memenuhi rencana Tuhan dalam hidup. Semakin banyak 'pixel mati' dalam hidup kita, semakin rusak pula gambar diri kita, yang akan berpengaruh pada jalannya hidup dan masa depan kita.

Masalahnya, kita setiap hari bersinggungan dengan orang lain dan seringkali sulit menghindar dari orang-orang yang baik sengaja ataupun tidak membuat mental kita 'down' baik lewat ucapan maupun perbuatan. Tidak masalah kalau kita tidak punya masalah dengan gambar diri, tidak masalah kalau kita sudah kuat dalam iman dan terbiasa mengaplikasikan kebenaran Firman dalam hidup. Tapi bagaimana kalau kita belum sampai pada tahap itu? Bagaimana kalau saat kita bersinggungan dengan orang-orang atau situasi sulit kita sedang lengah atau sedang punya masalah dengan ketahanan kita? Itu bisa mengakibatkan satu atau lebih 'pixel' mati. Jika demikian, apa yang harus kita lakukan?

Alkitab sudah memberi kuncinya sejak dahulu kala. Perhatikan kata Daud berikut ini: "Tetapi kepada-Mulah, ya ALLAH, Tuhanku, mataku tertuju; pada-Mulah aku berlindung, jangan campakkan aku!" (Mazmur 141:8). Daud tahu bahwa situasi tidak akan pernah menjadi lebih baik jika ia terus mengarahkan pandangan matanya kepada masalah, pada situasi atau pada hubungannya dengan orang lain. Keadaan tidak akan menjadi lebih baik jika kita menelan ucapan-ucapan menjatuhkan dari orang lain atau ketika kita menghadapi ancaman dan sebagainya. Yang ada justru sebaliknya, kita akan rugi sendiri. Mental jatuh, hilang percaya diri, hilang semangat, bahkan sukacita dan kedamaian dalam hidup kita pun terampas.

Semua itu bisa dihindarkan kalau kita mengarahkan pandangan mata kita kepada arah yang seharusnya, yaitu kepada Tuhan, yang tidak lain adalah Kasih itu sendiri. Pencipta kita sangat mengasihi kita dan Dia sudah memberi segala talenta dan keperluan lainnya sejak semula  pada kita masing-masing agar bisa menggenapi rencanaNya yang indah atas kita. Dia tidak akan pernah merendahkan setiap usaha yang anda lakukan demi namaNya, tak peduli apakah itu dihargai oleh manusia atau tidak. Dia justru akan memberkati usaha setiap anak-anakNya yang telah berupaya dengan sungguh-sungguh memberi yang terbaik, Dia akan menghargai apapun yang kita lakukan dalam namaNya dengan sungguh-sungguh dengan sangat tinggi. Dia akan selalu siap melindungi kita yang berlindung kepadaNya. KepadaNya-lah mata kita seharusnya tertuju dan bukan kepada orang-orang yang menjatuhkan kita.

(bersambung)


Sunday, June 11, 2017

Tuhan Ada

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Keluaran 3:14 (BIS)
==========================
"Kata Allah, "Aku adalah AKU ADA. Inilah yang harus kaukatakan kepada bangsa Israel, Dia yang disebut AKU ADA, sudah mengutus saya kepada kamu."

Saya termasuk beruntung memiliki kedua orang tua yang peduli. Saat saya mulai bersekolah, saya tahu bahwa saya selalu bisa mengandalkan orang tua saat saya mendapat kesulitan memahami pelajaran. Sesibuk-sibuknya orang tua saya, mereka selalu punya waktu untuk membantu saya memahami apa saja yang saya tidak mengerti. Mereka mengajarkan saya berhitung dengan cara yang paling sederhana yang mudah dimengerti oleh anak kecil. Mereka membantu saya belajar sejarah dengan cara naratif. Mereka mencarikan buku tambahan untuk belajar, yang pada waktu itu hanya ada dalam bahasa Inggris sehingga mereka harus siap menterjemahkan agar saya bisa mengerti. Mereka pula yang mengajarkan saya beberapa bahasa asing, yang ternyata hari ini sangatlah saya perlukan dalam karir.Jadi saat saya kesulitan dalam belajar, saya selalu bisa mengandalkan mereka. Saya tahu bahwa saya hanya tinggal bertanya kepada mereka, dan saya akan mendapatkan jawaban. Mereka ada buat saya, dan keberadaan mereka nyata.

Demikianlah kehidupan kita yang tidak pernah bisa sendiri. Kita selalu butuh orang-orang yang kita tahu peduli terhadap kita, dan kita tahu bahwa kita akan baik-baik saja jika mereka ada di dekat kita. Bayangkan bagaimana hidup ini seandainya kita hanya sendirian menghadapi segudang masalah. Peran orang-orang terdekat kita tentu sangat penting, dan itu tentu baik. Sayangnya kita seringkali lupa tentang keberadaan Tuhan. Kita sering menjadikanNya sebagai tembok pertahanan terakhir, atau malah tidak mengandalkannya sama sekali. Tidaklah heran jika ada banyak orang yang kemudian menyerah ketika tidak ada siapapun lagi di dunia ini yang bisa diandalkan. Mereka kemudian kehilangan harapan dan sebagian mengambil jalan pintas yang keliru. Mereka lupa bahwa di atas segalanya ada Tuhan yang berkuasa penuh. Mereka lupa bahwa Tuhan itu ada. Sungguh ada.

Ayat bacaan hari ini menggambarkan dengan jelas tentang keberadaan Tuhan yang harus selalu kita ingat. "Kata Allah, "Aku adalah AKU ADA. Inilah yang harus kaukatakan kepada bangsa Israel, Dia yang disebut AKU ADA, sudah mengutus saya kepada kamu." (Keluaran 3:14 BIS). Tuhan menyatakan ini untuk menanggapi timbulnya keraguan Musa ketika ia ditugaskan untuk memimpin bangsa Israel untuk keluar dari perbudakan di Mesir menuju tanah terjanji Kanaan. Siapa Tuhan itu? Kepada Musa Tuhan mengatakan: "Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub." Lalu Musa menutupi mukanya, sebab ia takut memandang Allah." (ay 6). Tuhan yang memanggil Musa adalah Tuhan yang sama yang telah menunjukkan kuasaNya yang tak terbatas kepada Abraham, Ishak dan Yakub. Mereka telah melihat sendiri dan membuktikan kemuliaanNya, kesetiaanNya dalam menepati janji, dan seharusnya Musa tahu itu sejak awal dan tidak perlu lagi terus bertanya. Tapi apa yang terjadi pada Musa sebenarnya merupakan gambaran kita hari ini, manusia yang selalu saja diliputi keraguan akan eksistensi dan kuasa Tuhan terlebih pada saat kita sedang tertimpa beban berat.

Ketika kita mulai lemah, patah semangat dan kehilangan harapan, kita seharusnya segera mengingatkan diri kita bahwa Tuhan itu benar-benar ada. Tuhan di jaman Abraham adalah Tuhan yang Maha Besar dan Maha Kuasa, di jaman Musa Tuhan masih menunjukkan bagaimana kuasaNya menyertai Musa secara nyata dan luar biasa, dan di jaman sekarang pun Tuhan tetaplah Pribadi yang sama. Dia tetap sama, baik dulu, sekarang dan sampai selama-lamanya. (Ibrani 13:8). Di saat kita menghadapi pergumulan, kita akan sadar bahwa ternyata ada banyak ruang kosong dalam diri kita yang tidak akan pernah bisa diisi oleh apapun selain Tuhan. Kabar baiknya, Tuhan selalu rindu untuk memenuhi kita. Tuhan tidak pernah terlalu jauh untuk dijangkau, Dia selalu menyediakan waktuNya untuk siapapun yang bersungguh-sungguh mencariNya.

Yesus mengatakan "Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b). Senantiasa sampai akhir zaman berarti selalu sampai selamanya. Dan itu sudah merupakan janji Tuhan. Bahkan dalam keadaan tersulit dalam hidup kita pun kita perlu tahu bahwa disana Tuhan tetap ada. Lewat Daud kita tahu itu. "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:4). Dia tidak akan pernah meninggalkan diri kita sendirian. Hal itu bisa kita baca dalam Ibrani. "Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b).

Kalau kita percaya kepada kebenaran Firman Tuhan dalam Alkitab, mengapa kita harus ragu dan takut menghadapi persoalan apapun? Tuhan jelas berada di atas segalanya, termasuk di atas permasalahan kita. Bagi Dia tidak pernah ada kata tidak mungkin, tidak ada kata mustahil. Dia mengasihi kita, Dia mampu memulihkan kita, melepaskan kita dari belenggu masalah, menyembuhkan kita, membimbing kita dan sebagainya. Dia jelas punya kemampuan yang ajaib untuk memberikan apa yang kita butuhkan. Tidak hanya menyertai kita senantiasa, tapi Dia juga sangat peduli akan kehidupan kita, terlebih kepada keselamatan kita.

Tuhan benar ada. KasihNya nyata dan tidak pernah berkurang. Dia tetaplah Tuhan yang sungguh mengasihi kita dan tidak akan mengecewakan kita. Dia Allah Abraham, Ishak dan Yakub, Dia Allah Musa, Dia Allah yang sanggup membuat kemustahilan menjadi kenyataan bagi ratusan tokoh Alkitab, bagi begitu banyak orang yang telah mengalami kesaksian mengalami Tuhan secara langsung dalam hidupnya, dan jika kepada mereka semua Tuhan mampu menyatakan kemuliaanNya, kepada kita pun tentu sama. Saya tentu tidak akan mau menghabiskan waktu membagi Firman Tuhan setiap hari selama lebih dari 10 tahun jika saya tidak meyakini eksistensi Tuhan dan kebenaran FirmanNya yang sudah sangat teruji lewat pengalaman saya sendiri.

Jika keberadaan Tuhan bisa dengan sangat nyata terbukti, jika kita tahu bahwa Dia benar ada, mengapa harus takut? Apabila ada diantara teman-teman yang merasa kuatir atau takut hari ini, Tuhan mengingatkan anda dengan berkata "AKU ADA", dan Dia sungguh memperhatikan diri anda. Di dalam beban seberat apapun, bersyukurlah hari ini karena Dia ada.

Tuhan benar ada dan Dia mengasihi anda 

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, June 10, 2017

Dahsyat dan Ajaib (2)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Ada banyak orang yang menganggap bahwa gambar dan rupa itu artinya kita punya kemiripan wajah dan struktur tubuh dengan Tuhan, tapi sebenarnya yang dimaksudkan disini adalah lebih kepada kepribadian kita yang selaras denganNya. Tuhan menciptakan kita menurut gambarNya sendiri agar kita dapat mengenal dan menanggapiNya. Dia membangun unsur-unsur dalam kepribadian kita yang selaras dengan kepribadianNya. Kita mempunyai pemikiran untuk mengerti dan menanggapi pemikiranNya, we have emotions to grab His emotions, kita juga punya kehendak untuk menanggapi kehendakNya. Jika tidak, Tuhan tidak akan merasa perlu untuk membuat kita menjadi mahluk mulia, ciptaanNya yang teristimewa lewat rupa dan gambarNya sendiri.

Tuhan bahkan membuka diri untuk dikenal, dan  menawarkan kepada kita kemampuan untuk bersahabat akrab atau bergaul karib denganNya. Kalau kita menyadari ini, apakah pantas kita mengeluhkan kekurangan kita dan tidak mensyukuri betapa istimewanya, betapa dahsyat dan ajaibnya kita diciptakan?

Apa yang Tuhan pikirkan ketika Dia menciptakan kita secara istimewa dan menjanjikan begitu banyak hal yang indah penuh berkat bagi kita? Semua alasan Tuhan mungkin sulit untuk bisa kita pahami, tetapi setidaknya maukah kita menyadari betul bahwa kita diciptakan secara khusus sebagai ciptaanNya yang teristimewa dan berhenti hanya memandang kekurangan-kekurangan kita untuk kemudian fokus dan bersyukur kepada apa kelebihan yang ditanamkan Allah sejak semula ketika Dia menciptakan kita? Jika kita menyadari hal ini dengan baik, kita akan mampu menyadari kebaikan Tuhan dalam diri kita, dan disaat itulah kita baru bisa menggali potensi-potensi yang ada untuk kemudian dipergunakan dalam segala hal yang memuliakan Allah.

Daud melihat segala yang indah dalam dirinya sebagaimana ia diciptakan Tuhan. Ia menggambarkannya sebagai "dahsyat dan ajaib." Bagaimana kita memandang diri kita hari ini? Apakah jiwa kita sudah benar-benar menyadari betapa dahsyat dan ajaibnya, betapa istimewanya kita, atau jiwa kita masih setengah sadar atau jangan-jangan sama sekali tidak sadar? Yang pasti, Tuhan sangat menganggap kita istimewa. Begitu istimewanya sehingga keselamatan pun Dia berikan kepada kita atas dasar kedahsyatan kasihNya lewat Kristus. Marilah kita merubah cara pandang kita terhadap diri sendiri.

Sadarilah bahwa siapapun anda, anda adalah ciptaanNya yang istimewa, indah, mulia dan berharga, karya orisinil Tuhan, Sang Maestro Yang Agung. Bersyukurlah atas siapa diri anda hari ini dan segala yang Tuhan sudah berikan pada anda.

Pastikan jiwa kita menyadari bahwa kita adalah ciptaanNya yang dahsyat dan ajaib

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, June 9, 2017

Dahsyat dan Ajaib (1)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Mazmur 139:14
====================
"Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya."

Bagaimana anda menilai diri anda saat ini? Puji Tuhan jika anda melihat hal-hal baik yang Tuhan sediakan bagi anda. Kesehatan, kemampuan berpikir dan bertindak atau bekerja, kelengkapan organ tubuh, bakat, talenta dan sebagainya. Ada banyak orang yang lebih tertarik untuk melihat segala kekurangan mereka ketimbang memperhatikan kelebihan atau segala yang baik yang mereka punya. Lebih suka mengeluhkan kekuangan dibanding bersyukur akan apa yang ada. Bukankah akan jauh lebih indah apabila ia berkata: "Puji Tuhan, aku masih diberi kesehatan dan kekuatan, ketimbang mengeluh? Hidung terlalu pesek, pipi kurang montok, alis, kelopak mata, rambut, warna kulit, ada banyak yang bisa dikeluhkan.

Padahal apa yang menurut kita kurang baik belum tentu sama di mata orang. Ketika orang di rata-rata negara Asia ingin kulit yang putih, orang di Eropa timur iri melihat warna kulit kita. Kita sibuk memakai segala sabun dan cream pemutih, mereka berusaha berjemur agar kulitnya lebih gelap. Bahkan kalau sanggup membeli mesin tanning supaya bisa tetap menggelapkan kulit meskipun sedang tidak ada matahari saat musim dingin. Kita merasa hidung kurang mancung, mereka ingin hidungnya jangan terlalu mancung agar tidak mudah patah saat beraktivitas, seperti yang kerap terjadi pada pemain bola saat bertanding. Kita merasa kurang tinggi, mereka merasa terlalu tinggi sehingga harus menunduk kalau memasuki area yang tidak sepadan dengan tinggi mereka. Kesulitan kita untuk bersyukur bertambah parah dengan gelontoran iklan-iklan yang semakin lama semakin merusak paradigma dan cakrawala berpikir kita hanya demi produknya laku di pasaran. Dan serangan itu kita hadapi tiap hari. Maka semakin lama semakin sulit bagi kita untuk memandang diri kita sebagai ciptaan Tuhan yang indah, yang istimewa.

Pada suatu kali lewat perenungannya Daud menyimpulkan begini: "Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Mazmur 139:14). Saya tidak tahu apakah saat Daud berkata demikian ia sedang becermin atau tidak, tapi satu hal yang pasti, Daud sadar betul bahwa dirinya bukanlah sebuah hasil kebetulan saja. Dia tidak diciptakan asal-asalan tanpa makna, dia tidak dibuat tanpa tujuan. Daud tahu pasti dirinya adalah hasil mahakarya Tuhan yang indah, dan semua itu dahsyat dan ajaib adanya. Daud juga tahu bahwa hati dan pikirannya, jiwanya bisa lupa akan hal itu. Maka Daud pun mengingatkan jiwanya agar menyadari sepenuhnya akan hal itu.

Mazmur 139:14 ini perlu diingat dan direnungkan baik-baik terutama pada saat kita tengah menghadapi ketidakpercayaan diri. Tidakkah rasanya sangat melegakan jika kita bisa menyadari bahwa kita bukanlah hasil dari sebuah kesalahan, bukan tidak sengaja ada, bukan tanpa rencana dan bukan pula asal jadi? Kita tidak diciptakan sebagai pecundang tanpa arah tujuan. Kita bukanlah dibuat diciptakan seadanya dengan setengah hati, tetapi Tuhan justru mencurahkan segala yang terindah dalam menciptakan kita. Layaknya Seniman Agung Dia menciptakan manusia secara sangat istimewa. Tidak seperti ciptaan lainnya, kita diciptakan dengan gambar dan rupa Allah sendiri (Kejadian 1:26), mendapatkan nafas hidup langsung dari hembusan Allah (2:7), tetap berada dalam telapak tangan dan ruang mataNya (Yesaya 49:16), dan sungguh semua itu memang benar-benar dahsyat dan ajaib. Bagi Daud, sulit rasanya untuk bisa memahami jalan pikiran Tuhan ketika Dia membentuk buah pinggang dan menenun kita sejak dalam kandungan. (Mazmur 139:13). Ia pun berseru: "Dan bagiku, betapa sulitnya pikiran-Mu, ya Allah! Betapa besar jumlahnya!" (ay 17).

Dalam kitab Kejadian Tuhan menciptakan kita seperti rupa dan gambarNya sendiri seperti yang bisa kita baca di awal penciptaan. "Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita... Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia" (Kejadian 1:26-27). Itu salah satu bukti kuat bahwa Tuhan menciptakan kita dengan sangat istimewa, lebih dari ciptaanNya yang lain.

(bersambung)


Search

Bagi Berkat?

Jika anda terbeban untuk turut memberkati pengunjung RHO, anda bisa mengirimkan renungan ataupun kesaksian yang tentunya berasal dari pengalaman anda sendiri, silahkan kirim email ke: rho_blog[at]yahoo[dot]com

Bahan yang dikirim akan diseleksi oleh tim RHO dan yang terpilih akan dimuat. Tuhan Yesus memberkati.

Renungan Archive

Jesus Followers

Stats

eXTReMe Tracker