Thursday, April 30, 2015

Tidak Mengenal Allah dengan Pikiran Sia-Sia

Ayat bacaan: Efesus 4:17
======================
"Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia"

Takut sendirian di kegelapan karena takut didatangi hantu. Jangan tinggal di lokasi dekat kuburan, nanti bisa sakit. Perhatikan layout rumah baik dari sisi luar maupun dalam. Dimana pintu terletak bisa menentukan rejeki. Pakai pakaian terbalik kalau rasanya mulai tersesat di jalan. Pakai boneka dengan hewan tertentu sebagai penarik tamu biar usaha sukses. Pernah mendengar dan melihat hal-hal ini? Setidaknya sebagian dari apa yang saya sampaikan itu tentu bukan lagi hal yang baru bagi kita. Masuk akal kalau pemikiran itu diadopsi oleh yang bukan orang percaya, tapi anehnya diantara orang percaya pun pemikiran yang sama masih saja diyakini. Ada yang masih terus khawatir, hidup dengan penuh rasa takut, curigaan atau mudah berburuk sangka, gemar bergosip dan lain-lain meski mengaku percaya Kristus. Kalau kita mengacu pada Firman-firman Tuhan, jelaslah bahwa itu semua seharusnya tidak menjadi bagian lagi dari orang yang percaya. Tapi faktanya hal-hal seperti itu masih saja ada di pikiran mereka. Dalam banyak hal mereka ini sudah banyak berubah menjadi lebih baik setelah mengetahui Firman Tuhan, tetapi masih saja ada yang tinggal. Sebagian dari mereka percaya, tapi sebagian lagi seolah tidak mengenal Allah.

Kita bisa menemukan sentilan Paulus tentang hal ini dalam Efesus. Ketika ia berbicara mengenai manusia baru, ia mengingatkan orang-orang disana agar jangan lagi hidup seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah melalui pikiran yang tidak-tidak atau tidak sesuai dengan kebenaran Allah. Paulus berkata: "Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia." (Efesus 4:17). Lihatlah bahwa ternyata masalah yang sama terjadi pada waktu itu. Sebuah proses pengenalan akan kebenaran jika tidak diperhatikan dengan sungguh-sungguh membuat transformasi secara menyeluruh atau total menjadi gagal. Ada bagian-bagian tertentu yang bisa tertinggal dalam pikiran yang masih harus dibereskan. Mungkin kebiasaan-kebiasaan lama termasuk pola pikir lama masih belum ditanggalkan sepenuhnya sehingga dengan biasa saja terus dilakukan.

Kita harus benar-benar hati-hati menjaga pikiran kita, jangan sampai gara-gara kita pikirkan hal buruk, itulah yang benar-benar terjadi. Ada ayat yang berkata: "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (Amsal 23:7) Ayat ini mengingatkan kita bahwa seperti apa yang kita pikirkan, seperti itulah jadinya. Lebih lanjut lewat Ayub kita bisa melihat pula hal yang sama: "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25). Apa yang kita alami akan sangat tergantung dari pola pikir kita, dari apa yang kita pikirkan. Pikiran kita akan sangat menentukan seperti apa kita jadinya, karena itulah sebuah perubahan pola pikir, meninggalkan pola pikir lama dan masuk kepada pola pikir Kristus menjadi sesuatu yang sangat penting untuk kita cermati.

Lalu bagaimana caranya kita bisa mereformasi pikiran? Dalam Efesus 4 Paulus tidak hanya mengingatkan tapi juga memberikan jawaban. "Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus, yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya." (ay 21-24). Dari ayat ini kita bisa melihat solusinya. Kita harus menanggalkan manusia lama kita yang seharusnya binasa lewat keinginan-keinginan yang menyesatkan dengan menjadi manusia baru, agar kita diperbaharui dalam roh dan pikiran, lalu mengenal atau mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Menjadi ciptaan baru adalah anugerah buat siapapun yang berada di dalam Kristus (2 Korintus 5:17), dan menjadi ciptaan atau manusia baru seharusnya berupa sebuah transformasi menyeluruh hingga menyentuh roh dan pikiran kita. Jadi apabila masih ada sisa-sisa pikiran yang sia-sia, itu harus secepatnya dibereskan agar pikiran kita pun bisa mengikuti sebuah proses perubahan dari manusia lama ke dalam manusia baru dengan sepenuhnya.

Adalah penting bagi kita untuk hidup sepikir dan seperasaan seperti Yesus. Dengan kata lain, agar pikiran kita tetap terjaga, tidak terkontaminasi dari pola pikir lama kita harus menaruh pikiran dan perasaan kita selaras dengan Kristus. Dan itu sudah disebutkan pula di dalam Alkitab. "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus" (Filipi 2:5). Jangan lupa pula bahwa damai sejahtera Allah akan selalu memelihara hati dan pikiran kita dalam Yesus Kristus seperti yang tertulis dalam Filipi 4:7.

Lantas bagaimana caranya mendapatkan damai sejahtera Allah? Bacalah ayat berikut ini: "dimana ada kebenaran disitu akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran adalah ketenangan dan ketenteraman." (Yesaya 32:17). Damai sejahtera akan tumbuh sebagai efek atau dampak dari kebenaran, dan itu bukan hanya untuk sementara tapi selamanya. Jadi jelas bahwa damai sejahtera akan menjadi milik dari setiap orang yang melakukan apa yang benar, mematuhi dan melaksanakan ketetapan-ketetapan Tuhan dengan sepenuh hati, sungguh-sungguh dan tidak pilih-pilih.

Mari periksa pikiran kita apakah masih ada hal-hal yang menyimpang dari kebenaran Allah di dalamnya. Apakah ada tahyul, mitos dan kepercayaan-kepercayaan yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan yang masih kita anggap benar dalam pikiran kita? Jika masih ada, perbaikilah segera. Ketahuilah bahwa anda sudah menjadi ciptaan baru, maka pikiran pun seharusnya sudah menjadi baru. Taklukkan pikiran dan perasaan anda dalam Yesus Kristus dan biarkan damai sejahtera tumbuh untuk memeliharanya sebagai hasil dari kebenaran dari Allah berdasarkan iman kita. Jangan tunggu lagi, sekarang saatnya membersihkan pikiran kita dari segala yang sia-sia seperti orang yang tidak mengenal Allah. Pahami dengan benar segala sesuatu tentang kebenaran dan hiduplah dengan itu.

Pelajari kebenaran firman dan sesuaikan dengan segala yang kita pikirkan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, April 29, 2015

Berjalan Lurus

Ayat bacaan: Amsal 3:6
===================
"Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu."

Orang mabuk sudah pasti tidak bisa berjalan lurus. Itu sering dipakai sebagai salah satu tes bagi aparat untuk membuktikan apakah seorang pengendara mengemudi dalam keadaan mabuk atau tidak. Orang yang mabuk akan sempoyongan dalam setiap langkahnya. Jangankan lurus, menjaga agar tidak jatuh saja sudah hebat. Dalam beberapa acara reality show patroli polisi di televisi terlihat bagaimana para pemabuk ini mencoba meyakinkan polisi bahwa mereka baik-baik saja, tetapi tes membuat mereka tidak bisa mengelak lagi. Dalam keadaan normal pun sebetulnya berjalan lurus itu gampang-gampang sulit. Karena itu saya selalu kagum melihat bagaimana seorang model bisa berjalan di satu garis lurus dengan gemulai dan lincah.

Apa yang kita alami dalam perjalanan hidup kita di dunia ini juga kurang lebih seperti itu. Semua orang percaya ingin hidupnya lurus agar bisa mencapai tujuan akhir yang diinginkan. Kita ingin lurus, tetapi berbagai penyesatan dan pengajaran keliru yang dianut dunia bisa setiap saat membuat kita miring ke kiri dan ke kanan, berbelok, bengkok dan serong. Berbagai 'penyakit' dunia bisa meracuni kita dan mengalihkan kita dari jalan yang lurus, mulai dari yang terang-terangan menyesatkan, sampai yang tidak kasat mata karena dikemas sedemikian rupa seolah mengajarkan kebenaran. Semua itu kita temukan hampir setiap hari dimana-mana. Dari pergaulan di lingkungan pekerjaan, pendidikan, tempat tinggal atau ditengah masyarakat, jika tidak hati-hati kita bisa terseret arus kehidupan duniawi. Masalahnya semua itu bisa terlihat indah, menyenangkan, membahagiakan, tetapi di balik semua kesenangan yang hanya sementara itu tersembunyi berbagai penyesatan yang siap menyeret kita ke dalam jurang dosa. Besar usaha kita untuk tetap hidup lurus, tapi tak kalah pula besarnya hal-hal yang bisa membuat kita keluar jalur dan berjalan miring. Kalau tidak kuat mengontrol maka kita bisa terus berjalan dalam arah kemiringan yang semakin lama semakin besar.

Firman Tuhan sudah mengingatkan tentang hal ini. "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12). Dunia yang kita tempati saat ini tepat seperti apa yang dahulu pernah dikatakan Paulus. ".. orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan." (2 Timotius 3:13). Orang jahat akan bertambah jahat, penipu akan semakin parah penipuannya, orang saling disesatkan dan menyesatkan. Itu menggambarkan keadaan yang penuh dengan orang-orang yang bengkok hatinya. Dan inilah yang ada disekitar kita hari-hari ini. Ini bukan berarti kita tidak boleh bergaul, tapi hendaknya kita terus meningkatkan kewaspadaan karena kalau tidak ada begitu banyak hal yang bisa membuat kita tidak lagi lurus tapi sudah berjalan serong menuju kebinasaan.

Lalu apa yang sebenarnya diinginkan Tuhan bagi kita? Tuhan ingin kita tetap hidup dengan menjaga kesucian, "tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia." (Filipi 2:15).

Bagaimana caranya agar kita bisa tetap bertahan untuk terus lurus dan tidak menjadi bengkok seperti angkatan tersebut? Bagaimana agar kita bisa tetap berjalan dalam koridor yang benar, tetap lurus meski kita terus dibelokkan? Alkitab memberitahukan caranya, yaitu dengan terus melibatkan Tuhan dalam segala laku dan perbuatan kita. Ketika Paulus menyatakan seperti apa diri kita yang diinginkan Tuhan dalam Filipi 2:15 tadi, ia ternyata sudah terlebih dahulu memberikan kuncinya.

Kita harus terus mengerjakan keselamatan dengan hormat dan patuh kepada Allah (ay 12) dan melakukan segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan. (ay 14). Intinya kita diminta untuk selalu ingat untuk menyertakan dan melibatkan Tuhan dalam segala yang kita perbuat. Sekuat-kuatnya kita, kita tidak akan bisa mengandalkan kekuatan kita pribadi untuk dapat bertahan tetap lurus di antara angkatan yang bengkok. Hanya dengan kuasa dan kekuatan Tuhan lah itu bisa terjadi, "karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya." (ay 13).

Kunci yang sama sudah diberikan pada Perjanjian Lama yaitu dalam kitab Amsal dalam kalimat yang tidak rumit untuk dimengerti. "Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu."(Amsal 3:6). Kita harus selalu ingat kepada Tuhan dan melibatkanNya dalam segala sesuatu yang kita lakukan, dalam perilaku, tingkah dan perbuatan kita, apabila itu kita lakukan maka Tuhan sendiri yang akan meluruskan jalan kita. Angkatan bengkok akan terus ada di sekitar kita, tetapi kita tidak perlu ikut-ikutan bengkok. Meski mungkin alurnya bisa seolah memaksa kita untuk miring, tapi kita tidak akan mudah terseret jika ada Roh Allah bekerja atas diri kita. Ingat pula bahwa firman Tuhan sudah berkata bahwa "Orang yang serong hatinya adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi orang yang tak bercela, jalannya dikenan-Nya." (Amsal 11:20). Oleh karena itu kita harus menjaga rohani kita dengan benar agar tetap berjalan sesuai ketetapan Tuhan dengan setia dan taat. Di saat kita melakukan hal itu, maka Tuhan sendiri yang akan bekerja meluruskan jalan kita. Tuhan akan selalu berdiri tegak disamping anak-anakNya yang selalu mengerjakan keselamatan dengan rasa hormat dan gentar. Jadilah orang-orang yang tetap lurus meski berada di antara berbagai bentuk penyesatan dan tipuan yang ditawarkan dunia.

Libatkan Tuhan dalam setiap sisi kehidupan agar kita tetap lurus berjalan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, April 28, 2015

Kearifan Kerajaan

Ayat bacaan: Efesus 5:15
===================
"Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif"

Anda tentu sering mendengar istilah kearifan alam dan kearifan lokal. Meski sering didengar, tapi tidak terlalu banyak yang memahami artinya. Sebuah kearifan alam mengacu kepada bagaimana nilai kehidupan alam dan segala kebaikan yang menginspirasi kehidupan baik bagi alam itu sendiri maupun kepada mahluk hidup yang ada didalamnya, termasuk manusia. Sebuah kearifan lokal berbicara mengenai bagaimana karakteristik yang ada pada suatu daerah atau wilayah terbangun dari kekhasannya sendiri-sendiri yang menjadi sumber nilai dan inspirasi yang selama ini membuat mereka mampu membangun kehidupan selama berabad-abad.

Ada nilai-nilai kearifan yang bisa kita peroleh dari baik dari sebuah kultur atau budaya lokal maupun alam. Tapi jangan lupa bahwa Alkitab pun mengandung begitu banyak kearifan yang tentu akan membuat kita mampu memiliki karakter yang bercahaya di tengah kegelapan yang merajai dunia. Kata arif memang sempat menghilang dan baru kembali digunakan di berbagai media, tetapi sebenarnya kata ini tetap penting karena nilai yang terkandung di dalamnya.

Apa yang dimaksud dengan arif? Arif adalah sebuah karakter yang bijaksana, cerdik, pandai, berilmu sehingga paham mengenai kebenaran. Orang yang arif akan selalu mendasarkan pada kebenaran, berani mengakui kesalahan dan akan melihat segala sesuatu secara komprehensif, tidak aku-centris, tidak mementingkan diri sendiri dan mengacu kepada kebenaran. Mereka memiliki hikmat dan mengedepankan keadilan.

Sangatlah menarik apabila melihat bahwa Alkitab mengkomparasi antara bebal dan arif. Orang bebal itu artinya orang yang keras kepala, bandel, hanya peduli terhadap kepentingan diri sendiri dan mau menang sendiri. Mereka akan terus melakukan sesuka hati meski yang dilakukan itu salah. Tidak bisa ditegur, tidak suka diprotes dan tidak mau dinasihati. Itu bukanlah hidup yang mencerminkan Kerajaan Allah, dan sebagai warga Kerajaan kita tidak boleh seperti itu. Maka Paulus mengingatkan: "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif" (Efesus 5:15).

Ayat ini hadir diantara pesan Paulus agar kita hidup sebagai anak-anak terang. Anak-anak yang jadi penurut-penurut Allah (ay 1), hidup dalam kasih (ay 2), menjauhi percabulan, rupa-rupa kecemaran dan keserakahan (ay 3), menghindari perkataan kotor, kosong, sembrono dan tidak pantas (ay 4), tidak cabul, cemar (ay 5), tidak gampang disesatkan (ay 6) dan memperhatikan pertemanan (ay 7). Kita harus terus mengenal apa yang berkenan kepada Tuhan (ay 10), tidak ikut serta dalam perbuatan-perbuatan kegelapan (ay 11), mengoptimalkan penggunaan waktu dengan sebaik-baiknya (ay 16), mencari tahu apa yang menjadi kehendak Tuhan (ay 17), tidak menuruti hawa nafsu dan mabuk didalamnya (ay 18) dan senantiasa mengucap syukur (ay 19-20) serta memiliki kerendahan hati (ay 21).

Rangkaian panjang dari pesan Paulus ini lebih dari cukup untuk menunjukkan seperti apa yang dikatakan hidup seperti orang arif itu. Jika tidak demikian, berarti kita hidup sebagai orang bebal, dan kehidupan kita sebenarnya tengah tidur atau mati. Hidup yang sia-sia, tawar, tanpa makna dan hanya mendatangkan masalah baik bagi orang lain maupun diri sendiri. Tapi orang yang hidup dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupannya secara seksama, itulah orang yang benar-benar hidup. Apabila kita melihat apa yang dikatakan pada ayat 14, kita bisa melihat bahwa orang yang arif adalah orang yang hidupnya memancarkan cahaya Kristus.

Orang yang hidupnya arif mengalami kemuliaan Tuhan dan memancarkannya kepada orang lain lewat pikiran perkataan dan perbuatan. Bercahaya bagai anak-anak terang ditengah kegelapan dan kemuraman dunia. Itu menjadi sebuah kewajiban dan harus mendapat perhatian serius secara seksama. Itulah hidup yang arif dan bukan hidup bagai orang bebal. Pertanyaannya sekarang, maukah kita hidup dengan kearifan Kerajaan atau kita terus membuang waktu hidup tanpa makna atau malah mengganggu orang lain?

Hidup menjadi penuh makna dan bermanfaat apabila kita hidupi dengan kearifan Kerajaan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, April 27, 2015

Perangkap Iblis

Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 13:9-10
===============================
"Tetapi Saulus, juga disebut Paulus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap dia, dan berkata: "Hai anak Iblis, engkau penuh dengan rupa-rupa tipu muslihat dan kejahatan, engkau musuh segala kebenaran, tidakkah engkau akan berhenti membelokkan Jalan Tuhan yang lurus itu?"

Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menangkap seekor tikus dengan menggunakan perangkap dengan umpan keju di dalamnya? Taruhlah ada tikus yang cerdik. Dia tahu itu perangkap dan bisa lolos dari jebakan yang satu. Lalu ada jebakan kedua dengan umpan lainnya, tikus itu masih bisa tidak tergoda. Bagaimana dengan perangkap ketiga, keempat dan seterusnya? Dalam keadaan lapar, atau disaat salah satu jebakan berisi umpan yang terlalu menggoda untuk dihindarkan, tikus itu bisa tertipu dan masuk ke dalam perangkap yang merupakan tempat terakhirnya sebelum binasa.

Ilustrasi ini saya anggap tepat untuk melihat contoh jebakan yang dipasang iblis untuk mematikan kita. Jebakan demi jebakan, satu perangkap ke perangkap berikutnya, semuanya siap membuat kita masuk terjebak dan binasa. Ada yang jelas-jelas terlihat gelap, ada pula yang dikemas seolah-olah baik, bahkan benar, tapi tetap saja jalannya menuju maut. Dan Firman Tuhan sudah menyebutkannya. "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12). Jebakan iblis ada dimana-mana dalam berbagai bentuk, penyesatannya tersebar di berbagai bidang, jika tidak benar-benar waspada, kita bisa masuk perangkap dan binasa disana.

Inilah bentuk dan cara kerja iblis yang kita kenal sebagai bapa segala dusta (Yohanes 8:44) seperti yang sudah kita lihat kemarin. Banyak tipuan iblis yang seolah-olah menjanjikan pertolongan instan dan banyak orang percaya yang masih saja terjerat dengan tipuan ini. Tidak harus selalu dalam bentuk yang nyata seperti jebakan okultisme atau kuasa gelap yang juga banyak versinya dan mendapat jam tayang baik di televisi, tapi bisa pula lewat hal-hal yang sepertinya sesuai dengan kebenaran padahal kalau diperhatikan baik-baik orientasinya menyimpang dari firman Tuhan. Lihat bagaimana prosperity teaching atau ajaran kemakmuran dipelintir seolah mengacu pada penggalan-penggalan Alkitab tapi justru menggiring manusia untuk menghamba pada uang atau mamon. Ini baru satu contoh saja karena penyesatan lewat jebakan iblis bisa muncul dalam ratusan, ribuan atau bahkan jutaan bentuk lainnya dan menggunakan berbagai media atau cara.

Paulus mengatakan hal ini tidaklah mengherankan. "Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang." (2 Korintus 11:14). Sebagai bapa dari segala dusta, bapa tipu muslihat, iblis memang peniru ulung yang pintar dalam memanfaatkan kelemahan kita untuk dimanipulasi. Kalau kita baca di Alkitab, salah satu bentuk jebakannya adalah lewat meniru pekerjaan yang dilakukan Tuhan. Kita bisa melihat contohnya dalam kitab Keluaran, yaitu ketika Musa dan Harun berhadapan dengan ahli sihir Mesir yang mampu meniru apa yang mereka lakukan di depan Firaun. Harun melemparkan tongkatnya kemudian tongkat itu berubah menjadi ular, tapi ahli sihir Mesir pun mampu membuat hal yang sama. (Keluaran 7:9-12). Iblis bisa melakukan itu dengan maksud mengelabuhi kita.

Mari kita ambil satu kisah tentang seseorang bernama Baryseus yang berada di pulau Siprus seperti yang ditulis dalam kitab Kisah Para Rasul. Baryseus disebutkan berprofesi sebagai tukang sihir dan nabi palsu. (Kisah Para Rasul 13:6). Di pulau Siprus itu tinggallah seorang gubernur bernama Sergius Paulus. Sergius sebenarnya adalah orang cerdas dan bijaksana. Ia sendiri yang memanggil Paulus dan Barnabas, karena kerinduannya mendengar firman Allah. (ay 7). Itu artinya ada seseorang yang ingin selamat dengan mendengarkan kebenaran firman. Iblis tentu tidak ingin itu terjadi, dan ia pun tidak akan tinggal diam. Lalu Baryseus alias Elimas pun beraksi. "tukang sihir itu, menghalang-halangi mereka dan berusaha membelokkan gubernur itu dari imannya." (ay 8). Berbagai tipu pun ia lakukan. Menyadari itu Paulus segera bereaksi. "Tetapi Saulus, juga disebut Paulus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap dia, dan berkata: "Hai anak Iblis, engkau penuh dengan rupa-rupa tipu muslihat dan kejahatan, engkau musuh segala kebenaran, tidakkah engkau akan berhenti membelokkan Jalan Tuhan yang lurus itu?" (ay 10). Baryseus kemudian terkena murka Tuhan hingga menjadi buta. Membelokkan jalan Tuhan yang lurus lewat rupa-rupa tipu muslihat dan kejahatan, seperti itulah pekerjaan iblis lewat hamba-hambanya di muka bumi ini.

Saat-saat akhir jaman makin dekat seperti sekarang, semakin banyak orang yang berlaku begitu rupa sehingga terlihat seperti orang benar, tetapi sebenarnya mereka adalah hamba iblis yang berusaha menyesatkan dan membinasakan kita. Kemasannya bisa terlihat begitu rapi sehingga kalau tidak dicermati baik-baik kita bisa tertipu dan mengira bahwa semua itu sesuai firman Tuhan. Dalam Amsal dikatakan "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12), dan ini masih terus kita jumpai di sekitar kita hignga kini. Dalam surat Tesalonika kita bisa melihat peringatan akan hal ini. "Kedatangan si pendurhaka itu adalah pekerjaan Iblis, dan akan disertai rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizat-mujizat palsu, dengan rupa-rupa tipu daya jahat terhadap orang-orang yang harus binasa karena mereka tidak menerima dan mengasihi kebenaran yang dapat menyelamatkan mereka." (2 Tesalonika 2:9-10). Tidak bisa tidak, kita harus hati-hati agar jangan sampai kita termasuk dari mereka yang dikatakan "orang-orang yang harus binasa" karena menolak keselamatan.

Agar terhindar dari jebakan-jebakan ini kita harus selalu mempelari baik-baik firman Tuhan agar tidak mudah terpengaruh atau terpedaya oleh berbagai pengajaran dan penawaran yang diberikan kepada kita. Untuk melawannya, dalam Efesus dikatakan bahwa kita sudah diberikan perlengkapan senjata Allah. Oleh karena itu, "Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis." (Efesus 6:11). Perlengkapan senjata Allah itu secara rinci bisa dilihat dalam ayat 14-18. Ingatlah bahwa belum tentu apa yang sepintas terlihat benar itu sungguh benar. Kita harus terus waspada dan memperlengkapi diri senantiasa dengan perlengkapan senjata Allah.

Iblis akan selalu berusaha mencari titik lemah kita untuk dimanipulasi dan disesatkan. Jebakannya akan dipasang dimana-mana, tipu dayanya akan dikemas serapi dan seindah mungkin agar tidak ketahuan. Iblis bisa memasang perangkap lewat keinginan-keinginan daging, berbagai hal yang sepertinya terasa nikmat dan menyenangkan kedagingan kita, bisa lewat penyesatan-penyesatan kebenaran, atau bisa pula lewat orang dan sebagainya. Oleh karena itu berhati-hatilah. Tetap ijinkan Roh Kudus terus bekerja dalam diri anda agar anda bisa peka membedakan mana yang berasal dari Tuhan dan mana yang berasal dari tipu muslihat si jahat.

Tipuan atau perangkap yang dikemas sedemikian rupa bisa luput dari perhatian kita, jadi perhatikan setiap langkah agar tidak tertipu

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, April 26, 2015

Father of All Lies (2)

(sambungan)

Yesus juga sudah mengingatkan bahwa iblis itu adalah bapa dari segala dusta. Kalimat terakhir dalam ayat diatas disebutkan demikian dalam versi English amplifiednya: "... When he speaks a falsehood, he speaks what is natural to him, for he is a liar [himself] and the father of lies and of all that is false."  Dusta, kebohongan, adalah sesuatu yang alami bagi iblis. Dia sendiri adalah pendusta dan bapa dari segala dusta. Iblis akan terus berusaha mempengaruhi kita dengan segala tipu muslihatnya. Kalau tidak hati-hati dan tidak awas, kita bisa setiap saat dimangsanya. Kita harus benar-benar waspada, terlebih saat kita melakukan sebuah kesalahan yang bisa dimanfaatkannya untuk membinasakan kita. Kita harus semakin menyadari bahwa kasih karunia Allah membukakan pintu pengampunan sepenuhnya agar tidak terjebak pada segala bentuk tipu muslihat iblis.

Iblis seharusnya tidak punya kuku lagi setelah Yesus menuntaskan semuanya. Tetapi meski demikian, dia tetap bisa terus berusaha membuat kita percaya bahwa ia masih punya taring. Iblis siap memakai setiap kesempatan atau celah yang terbuka untuk membunuh kita. Oleh karena itulah kita harus mencegah hal itu terjadi. Kita harus berpegang pada kebenaran Firman Tuhan ketimbang membiarkan diri kita terus tertipu oleh dusta-dusta atau segala bentuk tipu muslihat yang dilancarkan iblis.

Lihatlah apa yang diingatkan oleh Petrus berikut: "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Ayat ini menunjukkan dengan jelas bagaimana cara kerja iblis. Petrus mengatakan bahwa iblis sesungguhnya hanya bisa berkeliling mencari mangsa, mencari celah untuk masuk agar bisa menghancurkan manusia. Artinya jelas, iblis tidak bisa masuk ke dalam orang yang berada di dalam Tuhan. Selama kita tidak membuka kesempatan apapun, dia hanya bisa mengaum-aum di luar sana. Tapi begitu ada celah untuk masuk, maka kita pun akan segera menjadi mangsa empuk.

Iblis sebagai bapa segala dusta yang sanggup meniru mukjizat-mukjizat Tuhan yang secara sepintas bisa terlihat seolah sama. Dalam Keluaran 7 kita bisa melihat bagaimana iblis melakukannya lewat ahli-ahli sihir yang dipanggil Firaun untuk menandingi Harun. "Kemudian Firaunpun memanggil orang-orang berilmu dan ahli-ahli sihir; dan merekapun, ahli-ahli Mesir itu, membuat yang demikian juga dengan ilmu mantera mereka." (ay 11) Bukankah itu masih terjadi secara nyata sampai sekarang? Ketika kita sedang mengalami kesulitan, kita pun bisa terpengaruh untuk mencari alternatif-alternatif lewat jalan yang sesat. Kita bisa terbuai lewat berbagai tawaran yang seolah terlihat baik, tetapi dibalik itu semua berbagai tipu muslihat dan jebakan ada dimana-mana. Iblis siap melompat dan menerkam kita, mencengkram dan menguasai kita. Kita tentu tidak boleh membiarkan hal itu terjadi. Petrus mengatakan "Lawanlah dia dengan iman yang teguh.." (1 Petrus 5:9). Iman, itulah yang kita perlukan untuk mencegah kita dari segala tipu muslihat iblis.

Yesus telah mengalahkan iblis. Apa yang tinggal hanyalah tipu muslihat atau dusta belaka. Karena itu penting bagi kita untuk terus menjaga agar jangan sampai termakan tipuannya. Jangan biarkan diri anda terus menjadi tertuduh. Ingatlah bahwa Tuhan sudah menjanjikan keselamatan seutuhnya kepada siapapun yang berserah kepadaNya. Mari kita terus menjaga diri kita dan hidup sebagai orang merdeka, mari kita menyadari sepenuhnya bahwa pengampunan yang utuh, penyucian bahkan kesempatan untuk dibenarkan sudah disiapkan oleh Tuhan bagi siapapun yang mengakui dosa-dosa dan berkomitmen penuh untuk tidak kembali lagi kesana. Iblis akan terus berdusta. He's the father of lies. Jangan beri kesempatan apapun baginya untuk menjauhkan kita dari kebenaran dan membinasakan kita.

Iblis itu bapa segala dusta, jangan tertipu olehnya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, April 25, 2015

Father of All Lies (1)

Ayat bacaan: Yohanes 8:44
===================
"... When he speaks a falsehood, he speaks what is natural to him, for he is a liar [himself] and the father of lies and of all that is false." (English Amplified)

Saya bertemu dengan banyak orang yang sulit keluar dari kesalahan yang pernah mereka buat di masa lalunya. Mereka terus saja merasa tidak layak untuk menerima kasih karunia karena menganggap kesalahan yang dahulu mereka buat terlalu besar untuk bisa dimaafkan. Ada perasaan tertuduh yang menyiksa, hidup dengan dihantui perasaan bersalah. Apakah benar manusia tidak bisa menerima pengampunan Tuhan atas perbuatan-perbuatan yang buruk di masa lalu? Apakah turunnya pengampunan dari Tuhan sampai pada batas tertentu saja, alias pengampunan hanya turun tergantung dari besar kecilnya kesalahan?

Faktanya, Firman Tuhan berkata seperti ini. "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Lantas, "di dalam Kristus sesungguhnya kita memperoleh pengampunan dosa." (Kolose 1:14) dan firman Tuhan juga berkata "Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan." (Roma 10:10). Dari kedua ayat ini saja kita bisa melihat bahwa pengampunan akan selalu diberikan kepada kita sebagai wujud kasih Tuhan setiap kita mengakui semua dosa-dosa kita. Itu tidak sulit kita ketahui karena jelas tertulis di dalam Alkitab yang bisa kita baca dan renungkan kapan saja. Tetapi mengapa masih saja ada orang yang tetap merasa sebagai tertuduh? Jika tidak ada orang yang terlihat menuduh tetapi hati kita masih terus dikejar perasaan bersalah yang tidak ada habisnya, seolah ada yang terus mengarahkan telunjuknya ke arah kita untuk membuat kita terus didera rasa tidak layak dan tidak bisa bangkit, itu artinya ada sesuatu disana yang menghalangi kita untuk menjalani hidup baru.

Sadar atau tidak, itu semua bersumber dari si jahat. Iblis akan dengan senang hati memanfaatkan kesalahan kita di masa lalu untuk menggagalkan kita dari kasih karunia Allah. Semakin kita biarkan, semakin dia memiliki ruang yang cukup untuk terus menjadikan kita tertuduh. Dia akan terus memperbesar perasaan bersalah dalam diri kita, mempergunakan setiap hal buruk yang pernah kita lakukan untuk menjadikan kita tersangka abadi. Ia akan terus menanamkan dusta bahwa tidak ada pengampunan lagi yang tersedia, bahwa kita akan selamanya menjadi residivis dan tidak akan pernah bisa dipulihkan. Tujuannya? Menjauhkan manusia dari kebenaran, membuat manusia berpaling dari Tuhan karena merasa tidak layak lagi menerima anugerah daripadaNya.

Seorang teman saya pernah mengalami bentuk tuduhan iblis ini yang hampir menggerakkannya untuk bunuh diri. Lewat kesaksiannya kepada saya, ia bercerita bahwa itu berawal dari kesalahannya tergiur untuk ikut main valuta asing. Di awal ia meraup keuntungan besar shingga puluhan juta sehari bukan lagi hal baru baginya. Ia merasa pintar dalam memprediksi pergerakan nilai tukar. Dari puluhan juta, ia ingin meraup ratusan juta. Dan jebakan pun datang. Ia mengajak teman-temannya untuk ikut bergabung agar jumlah uang yang ia putar lebih banyak. Kesalahan fatalnya, ia menjanjikan dalam bentuk tertulis, hitam di atas putih bahwa ia menjamin temannya untuk dapat uang dalam jumlah tertentu per bulan. Menurutnya, itu sudah angka aman, karena apa yang ia janjikan hanyalah sekitar 30% dari potensi keuntungan yang bisa didapat, dan itu adalah hanya sedikit dari angka yang sudah sangat pasti ia dapat berdasarkan pengalamannya terdahulu.

Tidak lama setelah ia melakukan itu, musibah pun datang. Uangnya dibawa lari oleh broker. Ia pun tiba-tiba berhutang sebanyak sekitar 3 milyar kepada sekian banyak teman. Dikejar banyak orang, diancam mau dibunuh, ia bercerita bahwa bisikan-bisikan iblis mulai terdengar sangat kuat. "Ah, kamu ngapain pusing, kan ada kehidupan setelah kematian.. kamu toh sudah terlalu besar kesalahannya dan tidak bisa lagi diperbaiki, jadi hidup yang sekarang sudahi saja." Itu yang ia dengar berulang-ulang. Ia sempat ngebut di jalan tol sambil menutup mata agar hidupnya berakhir, tapi ternyata Tuhan masih sayang kepadanya dan mau memberikannya kesempatan kedua. Ia terus dituduh dan dikondisikan untuk bunuh diri, tapi pada akhirnya ia memilih untuk menyerahkan nasibnya kepada Tuhan sepenuhnya.

Tidak butuh waktu lama ia mengalami pemulihan. Teman-temannya yang tadinya sempat mengancam memperkarakan bahkan mengancam menghabisinya satu persatu memaafkannya. Ia masih dalam posisi hutang, tapi mereka tidak lagi mempermasalahkannya. Ia berkata bahwa iblis bisa begitu pintar menggoda orang untuk melakukan hal buruk seolah apa yang dikatakan itu baik. Tapi disisi lain, tuduhan demi tuduhan itu begitu intens menerpa, sehingga orang yang terkena bisa tergiur untuk menuruti si jahat.

Sebetulnya Yesus telah mengingatkan kita akan tipu muslihat iblis ini. Lihatlah apa kata Yesus ketika ia menegur orang-orang Yahudi, keturunan-keturunan Abraham yang dikatakan tidak berasal dari Allah karena perbuatan mereka yang terus berusaha membunuh Yesus. Yesus menegur mereka seperti ini: 

"Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta." (Yohanes 8:44).

Yesus sudah membuka pemahaman kita bahwa iblis sejak semula memang sudah berusaha membunuh kita. Menjauhkan kita dari keselamatan, menjauhkan kita dari kebenaran. Di dalam iblis tidak pernah ada kebenaran.

(bersambung)

Friday, April 24, 2015

Tanah Liat dan Penjunan

Ayat bacaan: Yesaya 64:8
======================
"Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu."

Secara umum seorang ibu tentu mengenal anaknya dengan sangat baik. Mereka tahu pribadi anaknya, kelemahan dan kelebihannya sehingga mereka biasanya tahu apa yang terbaik bagi anaknya. Seringkali seorang anak memberontak dan membantah nasihat ibu, tapi nanti pada akhirnya penyesalan akan datang dan mereka akan mengakui bahwa sebenarnya ibu memang benar. Saya dahulu lama belajar piano karena ibu saya percaya saya punya bakat musik. Saat memasuki masa puber, ada rasa risih yang timbul karena saya jadi laki-laki sendirian di tengah kumpulan murid perempuan. Saya berontak dan minta berhenti. Karena saya bersikukuh, ibu akhirnya terpaksa menyetujui. Tapi ia berkata: "ya sudah, berhentilah. Tapi nanti suatu saat kamu pasti menyesal." Kata-kata itu masih saya ingat sampai sekarang dan ia terbukti benar. Seandainya saya teruskan, saya sekarang sudah jadi pemain piano handal, dan itu sejalan dengan hobi saya di dunia musik. Dia sudah tahu sejak saya masih sangat muda, saya menyadarinya jauh setelah masa itu, setelah saya dewasa.

Tuhan mencurahkan hatiNya untuk membuat yang terbaik, dan merencanakan segala sesuatu yang terbaik pula bagi manusia, ciptaanNya yang teristimewa. Ketika semua ciptaanNya Dia katakan dibuat dengan sungguh amat baik, menyenangkan dan membanggakan hatiNya, manusia ternyata mendapat perlakuan khusus dalam proses pembuatannya. Kita diciptakan Allah secara istimewa dengan mengambil gambar dan rupanya sendiri (Kejadian 1:26-27) dengan mengambil bahan dasar tanah dan membuatnya hidup dengan menghembuskan nafas ke dalam hidungnya (2:7).

Ketika manusia jatuh dalam dosa, Tuhan menganggap penting untuk melakukan langkah atau misi penyelamatan dengan mengorbankan AnakNya yang tunggal agar tidak satupun dari kita binasa melainkan beroleh kehidupan kekal. (Yohanes 3:16). Kepada kita semua Tuhan sudah merencanakan yang terbaik, "... rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Artinya, Tuhan ingin memberi yang terbaik bagi kita, menjamin hidup orang-orang yang hidup seturut kehendak dan rencanaNya, baik dalam kehidupan pada fase dunia menuju keselamatan yang kekal, bersamaNya kelak di Surga. Jika melihat ini semua, alangkah ironis ketika manusia malah merasa lebih pintar dan lebih tahu apa yang terbaik bagi mereka. Berani melawan Tuhan, melanggar ketetapanNya dan melakukan apa yang Dia larang. Kalau Tuhan yang membuat kita, bukankah Dia seharusnya mengenal dan tahu segalanya tentang kita?

Siapapun kita, tak peduli sebesar apa kekuasaan atau kekayaan kita saat ini, jangan lupa bahwa kita tidaklah lebih dari sosok yang kata Alkitab hanya dibentuk dari tanah liat. Itu disebutkan dalam kitab Yesaya. "Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu." (Yesaya 64:8). Dalam ayat lain Yesaya mengatakan bahwa manusia tidaklah lebih dari hembusan nafas semata, sehingga kita jangan pernah menaruh harapan terlalu tinggi pada sebuah figur atau sosok manusia. "Jangan berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22). Dari kedua ayat ini kita bisa melihat bahwa sebagai mahluk ciptaan Tuhan kita tidak boleh meletakkan harapan kekuatan sendiri atau orang lain, tetapi sudah seharusnya kepada Tuhan, Bapa yang membentuk kita, hasil buatan tanganNya yang istimewa. Kita harus menyadari bahwa Tuhanlah yang berkuasa atas segalanya, dan kita hanyalah ciptaanNya yang dibentuk dengan tanah liat dan diberi nyawa lewat hembusan nafasNya sendiri. Dia sudah memberi rancangan atau rencana terbaik bagi kita hingga mencapai garis akhir menuju hidup yang kekal. Jika demikian, sangatlah keliru apabila kita hanya menggantungkan harapan kepada yang lain selain Tuhan dan merasa lebih tahu dariNya. Seharusnya kita mencari tahu apa panggilan kita, menjalani hidup sesuai sekuens Tuhan dan merendahkan diri kita agar Tuhan tetap ditinggikan atas apapun yang kita lakukan. Itu akan membuat kita bisa memiliki sebuah kualitas kehidupan yang tinggi, tidak mudah tergoncang, penuh damai sukacita tanpa tergantung pada situasi dan kondisi. Itu akan memampukan kita menuai segala rencana terbaik Tuhan atas kita.

Yeremia menyampaikan lebih jauh mengenai status manusia dibandingkan Sang Pencipta. Jika kita adalah tanah liat, maka Tuhan adalah Penjunan kita. Sebagai tanah liat tentu kita tidak punya kekuasaan apa-apa. Tanah liat tidak pernah bisa mengatur pembuatnya untuk membentuk dirinya sesuai dengan keinginannya. Tapi si pembuatlah yang pasti mengenal jenis tanah liat dan seperti apa ia bisa dibentuk agar hasilnya bisa seindah mungkin. Demikianlah sebuah pelajaran yang dipetik oleh Yeremia lewat seorang tukang periuk. Dalam pembuka Yeremia 18 kita membaca bahwa Tuhan menyuruh Yeremia ke tukang periuk untuk mendapat pelajaran penting mengenai hakekat manusia dan hubungannya dengan Tuhan. "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." (Yeremia 18:4). Ini hasil pengamatan Yeremia. Lalu Tuhan berkata: "Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel!, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel!" (ay 6). Ya, Tuhanlah sang Pembuat, sedang kita adalah tanah liat yang berada di tangan sang Pembuat. Karenanya bukan segala kehebatan, kekuatan dan harta kita yang bisa membuat kita menjadi baik, berkelimpahan dan selamat, namun semata-mata karena kehebatan Tuhan membentuk kita-lah maka kita bisa menjadi bejana-bejana yang indah.

Jika Tuhan sebagai sang Penjunan atau sang Pembuat periuk/bejana, ia tentu tahu para "tanah liat" ciptaanNya dengan sangat baik dan tahu pula apa yang terbaik buat kita masing-masing. Kita hanyalah tanah liat yang tidak lebih dari hembusan nafas. Tidak seharusnya kita bersikap paling tahu melebihi Tuhan. Ingatlah bahwa di atas sana ada Tuhan, Sang Penjunan yang begitu mengasihi kita, tidak ingin satupun dari kita binasa dan sangat tahu apa  yang terbaik bagi kita. Kalau beigut cari tahu apa yang menjadi rencanaNya, dan hiduplah sesuai itu. Muliakan Tuhan dalam segala yang kita lakukan dan raih semua rencana luar biasa yang sudah Dia persiapkan bagi kita.

The One who made us knows what best for us more than anyone else

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, April 23, 2015

Menjangkau Orang Lain

Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 28:30
==========================
"Dan Paulus tinggal dua tahun penuh di rumah yang disewanya sendiri itu; ia menerima semua orang yang datang kepadanya."

Beda orang, beda tipe. Ada tipe orang intim yang sangat mudah bersosialisasi dan gampang berteman. Mereka biasanya extrovert alias gampang membuka diri. Ada tipe orang yang tertutup dan pendiam, dan mereka biasanya tidak terlalu peduli untuk bersosialisasi atau berteman dengan orang-orang yang belum mereka kenal sebelumnya. Akan mudah bagi kita untuk dekat dengan orang yang bertipe intim, sebaliknya tidak mudah bagi kita membangun hubungan dengan orang yang tertutup dan pendiam. Maka kita melihat ada orang yang nyambung, ada yang tidak nyambung. Ada yang langsung nyetel, ada yang perlu usaha keras dan ada yang rasa-rasanya sulit sekali.

Hal ini menjadi semakin menarik apabila kita hubungkan dengan sebuah tugas, atau lebih tepatnya disebut amanat yang diberikan Yesus langsung kepada kita, murid-muridNya. Pasti lebih mudah bagi kita menjangkau orang yang bersahabat, tapi akan suka saat berhadapan dengan orang yang tertutup apalagi yang tipenya kasar dan keras. Apa yang ditugaskan Tuhan Yesus adalah seperti ini: "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20). Artinya, kita semua mengemban tugas untuk menyampaikan kebenaran kepada semua orang tanpa terkecuali. Ini tentu saja bukan berbicara tentang berkotbah atau membacakan Alkitab tetapi secara luas berbicara mengenai hidup yang menghasilkan buah, menjadi surat Kristus, alias menyatakan pribadi Kristus lewat cara hidup kita di dunia. Berarti bukan hanya orang-orang yang 'mudah' saja yang harus dijangkau, tetapi orang yang 'sulit' yang ditempatkan disekitar kita pun harus pula mendapat perhatian serius. Ada keragaman manusia yang sangat luas di sekitar kita. Untuk bisa melakukan Amanat Agung dibutuhkan kerelaan untuk meluangkan atau mengorbankan sebagian waktu, tenaga dan lain-lain, dan pengorbanan akan semakin besar diperlukan ketika berhadapan dengan orang-orang yang sulit.

Tuhan menciptakan manusia tidak ada yang persis sama. Semua punya sesuatu yang unik dan berbeda yang membuat hidup ini penuh warna. Ada yang memandang perbedaan itu sebagai berkat Tuhan yang patut disyukuri, ada pula yang memandangnya sebagai alasan untuk menjauh, atau bahkan menjadikannya landasan untuk berbuat jahat. Ada orang yang bisa melihat perbedaan sebagai sesuatu yang bisa dijadikan kesempatan untuk belajar banyak, ada yang menyikapinya sebagai pembatas, memandang perbedaan sebagai sebuah ancaman. Jangankan dengan yang tidak seiman, dengan saudara seiman saja perbedaan masih sering disikapi secara negatif. Kalau berbeda denominasi saja masih membuat orang membangun pagar pembatas dan saling menjelekkan, bagaimana mungkin kita berani bermimpi untuk melihat Kerajaan Allah turun di muka bumi ini lewat kita yang beriman kepada Kristus?

Kita memiliki tugas sendiri-sendiri. Paulus menggambarkannya seperti ini: "Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama,demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain." (Roma 12:4-5). Jika diantara kita saja sudah saling tuding dan merendahkan, bagaimana mungkin kita bisa menunaikan tugas kita seperti Amanat Agung yang sudah dipesankan Yesus kepada setiap muridNya, termasuk kita didalamnya?

Selama bertahun-tahun setelah pertobatannya, Paulus terus bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mewartakan kabar keselamatan. Perjalanan yang ia tempuh bukan pendek. Ia terus bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain bahkan hingga menyentuh Asia Kecil sebelum akhirnya ia ditangkap dan dipenjarakan di Roma. Walaupun ia banyak mendapat hambatan dalam pelayanannya, Paulus dikenal sebagai figur yang teguh dan taat dalam menjalankan tugasnya. Ia mengabdikan sisa hidupnya sepenuhnya untuk memperluas Kerajaan Allah di muka bumi ini. Paulus terus berusaha menyentuh orang dengan pemberitaan Injil karena ia peduli terhadap keselamatan orang lain, rindu agar semakin banyak orang yang mengenal dan percaya kepada Sang Juru Selamat.

Di dalam penjara pun ia terus menulis surat meski ia ditangkap, didera, disiksa, dan menunggu waktu dieksekusi mati. Bagi sebagian besar orang apa yang dialami Paulus mungkin akan dianggap sebagai akhir dari pelayanan. Mendapat beban seperti itu berpotensi mendantangkan kepahitan. Bukankah secara manusiawi kesulitan bisa membuat kita patah semangat dan menyerah? Tapi tidak demikian bagi Paulus. Dia tidak memandang halangan sebagai akhir dari segalanya. Justru Paulus memandang keterbatasan-keterbatasannya bergerak sebagai sebuah kesempatan. Kemanapun ia pergi, apapun resiko yang ia hadapi, seperti apapun keadaan yang ia hadapi, ia terus maju menjangkau banyak jiwa, meski jiwanya sendiri harus menjadi taruhannya.

Contoh keseriusan Paulus dalam melayani bisa kita lihat lebih jauh saat ia berada di Roma. Saat itu ia dikawal dan diawasi oleh seorang prajurit. Tetapi untunglah ia masih diijinkan untuk menyewa sebuah rumah sendiri meski harus tetap hidup dalam pengawasan. "Setelah kami tiba di Roma, Paulus diperbolehkan tinggal dalam rumah sendiri bersama-sama seorang prajurit yang mengawalnya." (Kisah Para Rasul 28:16). Entah karena bertipe intim atau tidak, keterbatasan gerak sebagai tahanan rumah ternyata tidak menyurutkan langkahnya untuk menyebarkan kabar keselamatan. Dalam beberapa ayat berikutnya kita bisa melihat ia tetap beraktivitas seperti sebelumnya. "Dan Paulus tinggal dua tahun penuh di rumah yang disewanya sendiri itu; ia menerima semua orang yang datang kepadanya. Dengan terus terang dan tanpa rintangan apa-apa ia memberitakan Kerajaan Allah dan mengajar tentang Tuhan Yesus Kristus." (ay 30-31). Paulus tidak menutup diri dan tidak berhenti melayani. Ia ternyata membuka rumahnya seluas-luasnya bagi semua orang tanpa terkecuali, memberi waktu dan tenaganya sepenuhnya untuk dengan terbuka memberitakan tentang Kerajaan Allah dan Yesus Kristus. Semua ini agar mereka yang datang ke rumahnya mengenal kebenaran dan bisa turut mendapat anugerah keselamatan.

Ada keragaman manusia yang luas di sekitar kita menunggu untuk dijangkau. Yesus sudah memanggil kita untuk menjadi saksiNya dan telah menganugerahkan Roh Kudus untuk turun atas kita demi panggilan tersebut. "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah Para Rasul 1:8). Menjadi saksi baik di lingkungan terdekat kita dan terus bertumbuh hingga kita bisa menjadi saksi Kristus dalam sebuah lingkungan yang lebih besar, bahkan sampai ke ujung bumi tidaklah bisa kita lakukan jika kita terus memandang perbedaan sebagai alasan untuk menutup diri dari sebagian orang yang kita anggap berbeda atau berseberangan dengan kita.

Kita semua memiliki tugas untuk membawa banyak orang memperoleh keselamatan, dan itu adalah tugas yang harus kita jalankan. Jangan menutup diri terlalu kaku, jangan terlalu cepat menghakimi. Meski mungkin anda bukan bertipe intim, berusahalah menjangkau orang dan mengenalkan mereka pada keselamatan. Jangan berat hati dan menolak meluangkan atau mengorbankan waktu, tenaga dan sebagainya, karena semua ini merupakan hal-hal yang diperlukan dalam memperluas Kerajaan Allah di muka bumi ini. Semakin sulit orangnya maka pengorbanan yang diperlukan akan semakin besar, tapi lakukanlah dengan sukacita dengan didasari belas kasih.  Berbagai hal sederhana seperti memberi pertolongan, menunjukkan kepedulian, atau bahkan memberi sedikit waktu saja bagi mereka untuk mendengarkan bisa menjadi sesuatu yang indah untuk mengenalkan bagaimana kasih Kristus berlaku sama bagi setiap orang tanpa terkecuali.

Nyatakan kasih kepada semua orang tanpa terkecuali

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, April 22, 2015

Di Tepi Aliran Air (2)

(sambungan)

Bisakah kita mengerti secara mendalam tentang sesuatu kalau kita tidak mempelajari sesuatu dengan baik? Tidak ada orang yang bisa langsung membangun rumah kalau tidak pernah kenal dengan bahan bangunan, konstruksi, tata letak dan sebagainya. Seperti itu pula dengan menghidupi Firman. Kita tidak bisa menjadi pelaku Firman apabila kita tidak menyelidiki makna-makna yang terkandung dalam Firman Tuhan secara mendalam. Ada orang yang berpikir bahwa membaca dan mendengar selintas sudah cukup, padahal itu tidak akan pernah cukup untuk bisa membuat hidup kita kuat berakar pada ketetapan Tuhan. Agar bisa teraplikasi secara nyata, kita perlu menghidupi firman Tuhan dengan sepenuhnya dan terus membiasakan diri untuk merenungkannya siang dan malam. Ayat ini bukan menganjurkan kita untuk tidak bersosialisasi dan terus mengurung diri, tetapi agar kita memperhatikan betul pergaulan kita dan apa yang seharusnya menjadi dasar dan pedoman dalam menjalani hidup.

Setelah kita tahu karakteristik yang benar, apa yang akan kita tuai dari sana? Ayat 3 menyebutkannya dengan jelas. "Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air." Bayangkan sebuah pohon yang ditanam tidak jauh dari akses mendapat air. Sebuah pohon yang mudah memperoleh air tentu akan tumbuh subur dan baik. Layaknya pohon, orang yang dekat dengan sumber mata air kehidupan akan:
(1) menghasilkan buahnya pada musimnya,
(2) tidak layu daunnya dan
(3) apa saja yang diperbuatnya berhasil.

Orang-orang yang sudah mengaplikasikan dua ayat pertama akan terus menghasilkan buah-buah dalam hidupnya, tidak akan pernah layu alias terus hidup disertai kebahagiaan, damai sejahtera dan sukacita, bukan kekecewaan atau kepahitan. Dengan jelas ayat ini juga mengatakan bahwa apapun yang diperbuat akan berhasil. Apa saja yang kita kerjakan akan menghasilkan sesuatu yang baik, baik untuk diri sendiri, keluarga maupun untuk memberkati orang lain.

Anda merindukan sebentuk hidup yang bahagia dan penuh keberhasilan? Tiga ayat awal pembuka kitab Mazmur sudah memberikan kuncinya bagi anda. Ingatlah bahwa "iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17), lantas ingat pula bahwa iman harus disertai dengan perbuatan karena iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong (Yakobus 2:20),  bahkan mati (Yakobus 2:26). Mari kita renungkan baik-baik akan hal ini. Jadilah orang-orang yang berbahagia dan berhasil dengan tidak salah bergaul dan menjadi pelaku-pelaku Firman. Jadilah orang yang bertumbuh di tepi aliran sungai, yang terus berbuah pada musimnya, tidak pernah layu dan keberhasilan selalu menyertainya. Terus dasari langkah anda dalam kebenaran FirmanTuhan, disanalah anda akan mengalami sebuah kehidupan yang berbeda dari sebelumnya.

Kehidupan yang berbahagia dan berhasil adalah kehidupan yang berakar/berpusat pada Firman Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, April 21, 2015

Di Tepi Aliran Air (1)

Ayat bacaan: Mazmur 1:1-3
===================
"Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil."

Saat musim kemarau ada banyak pohon yang beradaptasi agar tetap bertahan hidup dengan cara meranggas, menjatuhkan daun-daunnya agar asupan air bisa cukup untuk membuat pohon tetap hidup hingga kemarau berlalu. Beruntunglah pohon-pohon yang tumbuh di aliran sungai karena saat kemarau air masih bisa diperoleh dengan lebih mudah dibandingkan yang tumbuh di tempat lain. Pohon yang ada di tepi aliran sungai akan terus tumbuh subur dan menghasilkan buah dengan daun yang rimbun. Itulah kelebihan pohon yang ada di tepi aliran sungai atau air.

Itu kalau pohon. Bagaimana dengan kita, manusia? Apakah kita bisa menjadi manusia-manusia yang berada di tepi aliran sungai seperti halnya pohon-pohon yang beruntung itu, atau itu semua tergantung takdir? Kalau bukan takdir, apa yang seharusnya menjadi pegangan kita untuk sebuah kehidupan yang bisa dikatakan bahagia dan berhasil? Apa yang saya maksud dengan bahagia dan berhasil disini bukanlah secara sempit berbicara mengenai finansial seperti yang biasanya dipikirkan mayoritas orang ketika mendengar kata ini. Berhasil yang saya maksud berbicara dalam skala yang lebih luas dalam banyak aspek. Misalnya diberkati secara finansial tapi disertai kuasa menikmati. Setidaknya tidak berkekurangan, memperoleh berkat lewat pekerjaan atau profesi lalu menjadi saluran berkat bagi orang lain. Mengalami hidup yang terus berbuah tanpa tergantung situasi dan kondisi faktual, tetap berada dalam penyertaan Tuhan dan merasakan kuasaNya di saat keadaan sedang tidak berpihak pada kita. Keluarga yang bahagia, kehidupan penuh damai sejahtera bebas dari rasa takut dan berisi peningkatan-peningkatan signifikan seiring waktu dan sebagainya. Semua orang tentu merindukan bentuk kehidupan seperti itu, tapi sedikit saja yang bisa mendapatkannya.

Itu bukan tergantung nasib, dan bukan hanya diberikan kepada orang tertentu saja. Tuhan sangat ingin semua anakNya bisa merasakan hal seperti itu. Masalahnya ada banyak orang yang salah arah dalam mengejar keberhasilan. Ada yang mengandalkan orang lain, hanya bertumpu pada diri sendiri atau kepemilikan atas harta benda. Ada yang salah menempatkan prioritas, ada pula yang mencari untuk kepentingan-kepentingan pribadi. Semua ini seringkali terjadi karena mereka tidak tahu apa yang menjadi kunci utama sebuah keberhasilan, padahal Firman Tuhan sudah memberikan kunci itu ribuan tahun yang lalu.

Kuncinya ada di awal kitab Mazmur. Mari perhatikan ayatnya. "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3).

Ayat ini secara jelas membeberkan rahasia untuk memperoleh hidup yang berhasil, yang seharusnya bisa kita jadikan pegangan agar bisa kita peroleh. Disamping itu, ayat ini juga membukakan sebuah kunci penting mengenai kehidupan yang berbahagia dan penuh dengan keberhasilan, sebuah bentuk hidup yang kita semua dambakan sekaligus yang Tuhan inginkan untuk kita miliki.

Mari kita lihat lebih jauh. Kita diingatkan untuk menjadi orang yang:
(1) tidak berjalan menurut orang fasik, artinya tidak mengikuti kebiasaan-kebiasaan dan gaya hidup dari orang yang tidak mengenal Tuhan
(2) tidak berdiri di jalan orang berdosa, artinya tidak ikut-ikutan melakukan dosa atau mencontoh perbuatan-perbuatan orang berdosa, dan
(3) tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, artinya tidak bergaul di kalangan orang-orang yang menghina Tuhan baik lewat ucapan maupun perbuatan.

Perhatikan bahwa kita hidup di dunia yang isinya penuh dengan orang-orang bertipe seperti orang fasik, pendosa dan pengejek. Dimanapun kita berada, kita akan mudah mendapati mereka. Yang sulit justru menemukan orang-orang yang menunjukkan sikap atau cara hidup sebaliknya. Karena tipikal buruk ini yang lebih banyak, maka kalau tidak waspada kita bisa terseret arus bergaul dengan mereka. Dan kalau tidak kuat, maka kita bisa ikut-ikutan seperti cara hidup mereka yang salah. Maka kalau mau berbahagia, kita harus mampu menghindari tipikal orang seperti itu.

Selanjutnya pada bagian berikutnya menyatakan apa yang seharusnya kita lakukan, menjadi orang yang:
(1) kesukaannya ialah Taurat Tuhan dan
(2) merenungkan Taurat itu siang dan malam.

Ini mengacu kepada sebuah keputusan untuk berakar pada perintah atau ketetapan Tuhan, selalu mendasarkan apapun yang kita kerjakan agar tidak melenceng dari ketetapan Tuhan itu alias menjadi pelaku-pelaku Firman secara nyata di dunia.

(bersambung)

Monday, April 20, 2015

Jangan Degil (2)

(sambungan)

Alkitab mencatat kejadian saat itu sebagai berikut. "Mereka mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu pada hari Sabat, supaya mereka dapat mempersalahkan Dia." (ay 2). Hati orang Farisi ini bukan saja keras untuk menerima Yesus, tetapi juga keras terhadap kebutuhan orang-orang di sekitar mereka. Mereka lebih mementingkan tata cara, formalitas atau tradisi ketimbang mengasihi orang lain. Perhatikan apa saja tindakan orang Farisi pada saat itu. Mereka mengecam hamba-hamba Tuhan, mereka lebih tertarik untuk melindungi tradisi keagamaan ketimbang mematuhi Firman Tuhan, mereka hanya mementingkan kesejahteraan mereka sendiri ketimbang orang lain, dan mereka juga lebih peduli akan pendapat orang ketimbang diperkenan Tuhan. Mereka menampilkan sosok yang sepertinya sangat suci, berdoa di jalan-jalan umum agar terlihat begitu alim. Sementara perilaku mereka sama sekali bertolak belakang.

Anda masih melihat orang-orang seperti itu di masa sekarang? Itu artinya kedegilan memang masih menjadi panutan bagi banyak orang. Sikap orang Farisi seperti itu, hari ini pun kita masih menemukan orang-orang degil dalam berbagai bentuk. Atau malah jangan-jangan kita juga pernah, sempat atau tanpa sadar masih melakukan hal seperti itu. Ada banyak orang percaya yang terperangkap dalam sikap yang sama seperti yang dilakukan orang-orang Farisi pada masa itu. Mereka cenderung merasa diri paling benar dan berhak untuk menghakimi orang lain, mereka ingin terlihat sangat alim di mata orang lain padahal perbuatan mereka dibelakang sangatlah berseberangan, mereka berpusat pada kepentingan diri sendiri dan tidak tertarik untuk memikirkan nasib orang lain. Kalau kita biarkan hati kita membatu seperti ini, maka kita pun bisa menjadi mangsa dari kesalahan serupa seperti orang-orang Farisi tersebut.

Jangan sampai kita terlalu asyik dalam melakukan dan mengucapkan hal-hal yang "benar" sehingga kita membiarkan kehangatan kasih Tuhan yang lembut dalam hati kita berubah menjadi dingin dan keras. Kita kemudian menjadi tidak lagi peka, dan itu sesungguhnya sangatlah berbahaya. Apa reaksi Yesus atas sikap ini? Dia berduka. "Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka.." (Markus 3:5). Itu membuatnya berduka dan kecewa.

Renungkanlah. Kalau orang-orang percaya masih saja terus melakukan hal seperti ini, bagaimana mungkin kita bermimpi akan kebangunan rohani yang terjadi di berbagai belahan negara dan dunia? Bagaimana mungkin kita bisa menyaksikan gerakan Tuhan yang luar biasa di antara kita? Tuhan rindu untuk mencurahkan RohNya dalam kuasa dan kelimpahan melalui kita, gerejaNya. Dia terus ingin kita dipenuhi seperti itu. Tetapi itu tidak akan pernah terjadi apabila kita masih saja mengembangkan keadaan hati yang menahan Dia melakukan itu. Sebelum kita bermimpi mengalami ini semua, kita harus terlebih dahulu membuang jauh-jauh kedegilan dan kekerasan hati seperti yang menguasai diri para orang Farisi.

Firman Tuhan berkata: "Mengerti jalannya sendiri adalah hikmat orang cerdik, tetapi orang bebal ditipu oleh kebodohannya." (Amsal 14:8). Kekerasan hati bisa menipu kita, membuat kita tidak peka atau terjebak pada kebodohan diri sendiri. Itulah sebabnya kita diingatkan "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif" (Efesus 5:15). Firman Tuhan juga jelas berkata "Tetapi apabila pernah dikatakan: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman" (Ibrani 3:15). Hal ini penting untuk kita cermati.

Hati merupakan pusat kontrol dari segalanya, dan segala kecemaran itu timbul dari hati yang tidak terjaga dengan baik. "sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan." (Markus 7:21-22). Hari ini juga, apabila kita menginginkan pencurahan Roh Kudus dalam hidup kita dan melihat langsung manifestasiNya dalam gereja dimana anda bertumbuh, kita harus memeriksa kembali keadaan hati kita masing-masing. Jika kita menemukan ada bagian-bagian yang keras atau kedegilan dalam hati kita, bertobatlah dan lembutkan segera. Tanpa itu semua kita tidak akan bisa mencapai apa-apa dan hanya akan mendukakan Kristus dan mengecewakanNya. Kita pun akan menyesal sendiri kelak, dan jangan sampai sesal kemudian itu tidak lagi berguna karena terlambat. Bagaimana keadaan hati kita hari ini? Periksalah dengan baik sekarang juga.

Kekerasan hati bukan saja mendukakan Tuhan, tapi bisa membutakan, merugikan bahkan membahayakan hidup kita sendiri

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, April 19, 2015

Jangan Degil (1)

Ayat bacaan: Markus 3:5
====================
"Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka..."

Kata degil mungkin tidak begitu sering lagi kita dengar. Tapi degil pada masanya kerap dipakai untuk menggambarkan orang-orang yang keras kepala. Dalam kamus bahasa Indonesia kata degil diartikan sebagai sikap yang tidak mau menuruti nasihat orang, keras kepala, kepala batu. Orang yang degil biasanya sudah tahu mana yang baik dan tidak untuk dilakukan, tetapi mereka mengeraskan hati dan kepalanya dan memilih untuk menutup rapat-rapat telinganya dari nasihat dan teguran lantas terus melakukan hal yang buruk. Buruk bagi orang lain, buruk pula bagi diri sendiri. Tidak jarang kita melihat malapetaka atau musibah menimpa orang-orang yang degil, tapi anehnya masih saja banyak orang yang bersikap seperti ini.

Orang-orang yang degil berpusat hanya pada diri mereka sendiri dan akan dengan mudah menyalahkan orang lain yang tidak sepaham dengan mereka meski mungkin dalam hati kecilnya mereka tahu bahwa mereka yang salah. Kita memang tidak harus selalu setuju dengan pendapat orang, tetapi adalah baik apabila kita mau mendengarkan nasihat yang benar, setidaknya memberi kesempatan dulu buat orang untuk menyampaikan pendapatnya. Kedegilan itu bisa membutakan.dan bisa merugikan bahkan menghancurkan. Banyak orang yang mengira bahwa sikap seperti ini menunjukkan kehebatannya, tetapi sebenarnya itu hanyalah akan membawa lebih banyak masalah saja.

Ada banyak contoh orang-orang yang degil dalam Alkitab, dan salah satunya adalah orang-orang Farisi di masa kedatangan Yesus ke dunia. Mereka memiliki sikap hati dan kepala yang keras seperti batu sehingga mendukakan hati Yesus. Kekerasan seperti itu mengakibatkan mereka tidak lagi peka, baik terhadap kebenaran, terhadap orang lain bahkan terhadap diri mereka sendiri.
 Dalam banyak kesempatan yang tertulis dalam Alkitab kita bisa melihat seperti apa sikap mereka yang berulang kali dikatakan sebagai sebuah kemunafikan. Mereka merasa sebagai orang-orang yang paling rohani, paling suci, paling tahu segalanya, paling hebat, paling benar dan kesombongan secara rohani ini ternyata membuat hati mereka mengeras. Mereka rajin menghakimi orang lain tetapi tidak pernah introspeksi terhadap diri sendiri. Kepekaan pun lenyap dari diri mereka.

Mari kita ambil salah satu contoh saja. Kita bisa melihat reaksi orang-orang Farisi ini ketika Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat dalam Markus 3:1-6. Pada saat itu Yesus sedang berada di rumah ibadat dan bertemu dengan orang yang tangannya lumpuh sebelah. Melihat keadaan itu, tampaknya para orang Farisi melihat sebuah peluang untuk mencari perkara terhadap Yesus. Mereka sangat paham bagaimana Yesus mengasihi manusia dan mereka sudah menduga bahwa Yesus tentu akan menyembuhkan orang lumpuh itu meskipun hari itu adalah hari Sabat. Menyembuhkannya tidak masalah, tapi hari Sabatnya yang jadi masalah.

Perhatikan kejadian ini baik-baik. Menurut hukum Taurat, hari Sabat tidak boleh dipakai untuk mengerjakan apapun. Tuhan tengah hadir tepat ditengah-tengah mereka. Seharusnya mereka menyadari hal itu jika mereka mau merenungkan baik seluruh hukum Taurat dan tulisan-tulisan nubuatan para nabi terdahulu. Mereka seharusnya bersukacita dan bersyukur akan hadirnya Yesus yang berdiri langsung di tengah mereka. Tidak ada alasan bagi mereka untuk ragu, karena Yesus jelas memenuhi syarat setiap nubuat mengenai kedatangan Mesias yang sudah tertulis di dalamnya. Dan seharusnya mereka meneladani apapun yang dibuat Yesus pada saat itu. Tapi lihatlah bagaimana kekerasan hati membuat mereka buta dan tidak lagi mengenali jati diri Yesus. Kalaupun mereka kenal, kedegilan itu membuat mereka tetap merasa paling benar, bahkan merasa berhak menyalahkan Tuhan yang hadir di depan mata mereka.

Lihat bagaimana mereka tampil menjadi orang-orang yang tidak punya kepekaan, tidak lagi mampu melihat perspektif yang benar tetapi hanya sibuk mencari masalah karena apa yang mereka lihat tidak sesuai dengan pendapat mereka pribadi. Bukannya bersyukur mendapat kesempatan untuk bertemu langsung dengan Yesus, mereka malah sibuk mencari-cari kesalahan.Seperti itulah bentuk kedegilan.

(bersambung)

Saturday, April 18, 2015

Keriuhan Penuh Sukacita

Ayat bacaan: Mazmur 98:4
================
"Make a joyful noise to the Lord, all the earth; break forth and sing for joy, yes, sing praises!"

Berkecimpung di dunia musik membuat saya mengerti pentingnya peran sound. Kualitas suara yang dihasilkan menjadi sangat krusial agar penonton bisa menikmati permainan penampil dengan maksimal. Monitor yang dipasang di panggung pun harus berfungsi baik supaya pemain di panggung bisa menyajikan musiknya dengan sempurna. Banyak orang menganggap yang penting harus keras suaranya, tetapi suara yang keras tanpa disertai kualitas bagus hanya akan menghasilkan bunyi bising, pecah sehingga bukannya bagus tapi malah mengganggu kenyamanan. Seorang sound engineer yang bagus akan memperhitungkan struktur, luas dan bentuk ruangan agar tahu setting seperti apa yang diperlukan, begitu juga beberapa alat tambahan yang mampu memaksimalkan kualitas suara yang dihasilkan. Selain dari sisi peralatan, soundman yang bertugas juga tidak kalah pentingnya untuk menjaga supaya balance dan penekanan suara dari pemain dapat sampai ke telinga penonton dengan baik.

Ada suara keras yang hanya menimbulkan keributan, tapi ada juga  yang justru menggembirakan. Sangatlah menarik jika melihat Alkitab menyarankan keriuhan yang menggembirakan, dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan joyful noise dalam memuji Tuhan.

Daud berkata:" Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah!" (Mazmur 98:4). Versi Bahasa Inggrisnya berkata: "Make a joyful noise to the Lord, all the earth; break forth and sing for joy, yes, sing praises!" kata Daud. Rangkaian ayat selanjutnya masih menggambarkan sukacita Daud yang seolah ingin bersorak-sorai menyanyikan puji-pujian dengan kegembiraan penuh bersama bumi dan alam hasil karya tangan Tuhan. "Bermazmurlah bagi TUHAN dengan kecapi, dengan kecapi dan lagu yang nyaring, dengan nafiri dan sangkakala yang nyaring bersorak-soraklah di hadapan Raja, yakni TUHAN! Biarlah gemuruh laut serta isinya, dunia serta yang diam di dalamnya! Biarlah sungai-sungai bertepuk tangan, dan gunung-gunung bersorak-sorai bersama-sama" (Mazmur 98:5-8).

Apa yang saat itu dirasakan Daud sehingga ia bisa sampai bersukacita setinggi itu sampai melibatkan alam dan unsur-unsur di dalamnya? Kita bisa memperoleh alasannya dalam rangkaian ayat sebelumnya. "...sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus. TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa. Ia mengingat kasih setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang dari pada Allah kita." (ay 1-3). Daud bersukacita karena ia menyadari betapa Tuhan telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib, mengerjakan keselamatan atas kita, menyatakan keadilanNya dan mengingat kasih setia dan kesetiaan terhadap kita. Dan itu meliputi seluruh bumi. Dengan bentuk kasih sebesar itu, bagaimana Daud tidak bersorak-sorai dengan lagu pujian bergemuruh dan menyerukan seisi bumi termasuk gunung, sungai dan lain-lain?

Bayangkan semilir angin berdesir lembut di gunung dan gemericik air terjun, ombak di laut dan arus aliran sungai bermazmur dalam keriuhan sukacita yang besar, berpadu dengan suara kicau burung di udara dan sorak-sorai hewan lain dan puji-pujian dari kita yang diarahkan kepada Tuhan. Bukankah itu terasa indah?  Kalau digabungkan semuanya mungkin bisa terdengar riuh, tapi itulah keriuhan yang menyenangkan atau menggembirakan, yang bisa mendatangkan rasa damai, tentram dan gembira di hati. Tuhan pun tentu sangat bersuka mendengarnya. Kita semua diberkati dengan kemampuan bernyanyi yang bisa dipakai untuk memuliakan Tuhan, bersyukur atas semua anugerah dan karuniaNya atas diri kita. Tuhan layak mendapat segala hormat dan pujian, dan Tuhan sangat suka ketika menghantarkan itu lewat joyful noise. Bukan ribut yang mengganggu, tetapi sorak-sorai pujian gembira penuh sukacita. "Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan" (Wahyu 4:11). Hari ini mari hampiri Tuhan dan berikan puji-pujian yang terbaik untukNya. Let's sing and make a joyful noise together, give it to Him for He is so good to you and me. 

Nyanyikan puji-pujian dalam keriuhan yang penuh sukacita untuk Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Kemurnian Hati (3)

(sambungan)

6. Menjaga hati dari perasaan dendam, sakit hati dan pahit

Ingatlah bahwa salah satu hal yang tersering mencemari hati adalah saat rasa dendam sebagai efek dari dibiarkannya sakit hati bercokol dalam diri kita dibiarkan tumbuh. Untuk mencegahnya, kita harus hidup dalam pengampunan. Pengampunan berarti mau memaafkan orang dan tidak lagi mengingatnya.

Mengapa kita harus sanggup dalam tingkatan itu? Karena bukankah Tuhan pun melakukan hal yang sama kepada kita? "... sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka." (Yeremia 31:34). Kalau Tuhan seperti itu, siapakah kita yang merasa berhak untuk mendendam?

Akan selalu ada saat dimana kita merasa sakit hati oleh perbuatan orang lain. Bisa jadi perasaan itu begitu menyakitkan sehingga menimbulkan kepahitan. Apa yang diingatkan Yesus akan hal ini sangat berbeda dari cara pandang dunia terhadap reaksi kita atas perilaku jahat orang lain. "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:43-44). Firman Tuhan pun sudah mengingatkan kita agar tidak bersukacita ketika musuh terjatuh.  "Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu beria-ria kalau ia terperosok" (Amsal 24:17).

Orang yang mendendam artinya sama dengan tidak mengenal Allah. Firman Tuhan berkata "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Dan kasih tanpa pamrih seperti halnya Tuhan mengasihi kita ini sudah selayaknya diberikan kepada siapapun, termasuk kepada musuh yang sudah berlaku sangat jahat kepada kita. Tidak ada alasan bagi kita untuk menolak memberikan bentuk kasih seperti ini, karena sesungguhnya Allah sendiri sudah mendemonstrasikannya kepada kita. Ditambah lagi kasih dari Allah ini sudah dicurahkan kepada kita lewat Roh Kudus. Kita bisa melihat buktinya lewat kitab Roma: "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5).

Daud menyadari betul pentingnya memiliki hati yang murni dan kudus. Lihatlah apa yang ia serukan kepada Tuhan. "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" (Mazmur 51:12). "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!" (139:23-24). Dan kita lihat bagaimana Daud yang pernah jatuh sedemikian parah tapi bisa diangkat kembali oleh Tuhan karena Tuhan melihat komitmennya dalam menjaga hati.

Benar, tidaklah mudah untuk bisa menjaga hati agar tetap murni. Terlebih saat ada begitu banyak godaan dan penyesatan yang hadir dalam setiap lini kehidupan kita, lewat berbagai bentuk. Bisa jadi kita perlu bergumul dan berperang melawan semua itu, tetapi kalau kita tahu bahwa hati yang murni itu penting, kita akan mengerahkan segenap daya upaya agar bisa menjaga kemurniannya.

Kemurnian hati sangatlah menentukan kemana arah hidup kita dan bagaimana bentuk hidup kita. Tidak banyak yang menyadari bahwa semua itu berawal dan berasal dari hati. Kalau kita sudah tahu bagaimana pentingnya menjaga kemurnian hati, kenapa kita tidak mulai melakukannya mulai sekarang? Itu akan menghindarkan kita dari berbagai hal buruk, dan akan terus mengarahkan kita kepada jejak langkah yang benar.

Menjaga kemurnian hati menentukan hidup yang sekarang dan kemana nantinya di kehidupan yang akan datang

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, April 17, 2015

Kemurnian Hati (2)

(sambungan)


3. Terus meningkatkan standar hidup sesuai kebenaran Firman

Dalam Kisah Para Rasul 24:16, Paulus mengatakan "Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia." Ini penting agar kita tetap bisa terhindar dari berbagai penyesatan baik yang terang-terang kelihatan maupun yang tersamar, dibungkus oleh kemasan yang seolah benar. Tanpa mengetahui/memahami Firman Tuhan, akan sulit bagi kita untuk tetap menjaga kemurnian hati dari kecemaran. Bukan saja melakukan dosa, tetapi juga menjaga hati agar tetap sejuk, jauh dari iri hati, dengki, sirik dan lain-lain. Kita perlu tahu, merenungkan Firman Tuhan, tapi terlebih meningkatkannya kepada melakukan Firman.

4. Membereskan kesalahan-kesalahan di masa lalu

Seringkali orang terjebak dan sulit tumbuh karena masih terbelenggu dengan masa lalu. Perhatikan apa kata Paulus berikut: "Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Masalahnya, seringkali kesalahan masa lalu yang belum dibereskan menjadi penghalang kita untuk menjaga kemurnian hati. Iblis akan selalu berusaha memanfaatkan kesalahan di masa lalu untuk mendakwa kita.

Dalam Ayub 1:12 iblis disebutkan sebagai "the accuser" alias penuduh/pendakwa (versi English amplified) yang terus berusaha melemahkan kita. Iblis tidak ingin kita diselamatkan. Iblis akan terus berusaha mendakwa atau menuduh kita sampai kita putus asa dan semakin lama semakin jatuh. Yang dipakai untuk mendakwa adalah dosa kita, maka untuk menutup mulut iblis, kita harus segera mengakui dosa kita. Begitu kita mengakui dosa kita dan memohon ampun, saat itu pula Allah mengampuni kita. Imani dan percayalah akan hal itu. Tidak ada alasan lagi bagi iblis untuk mendakwa kita, karena dosa kita sudah diampuni. Apa kata Tuhan mengenai orang yang mengakui dosanya? "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Jadi penting sekali untuk membereskan kesalahan di masa lalu agar tidak ada lagi pijakan bagi iblis untuk mendakwa kita.

5. Mendengar hati nurani

Banyak orang yang mengabaikan hati nuraninya dalam mengingatkan kita akan sebuah potensi bahaya. Padahal hati nurani seringkali menjadi sarana Tuhan untuk menghindarkan kita dari jebakan. Semakin lama kita abaikan, semakin tidak peka pula kita terhadap suara Tuhan.

Firman Tuhan berkata: "Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka," (1 Timotius 1:19). Hal ini disampaikan Paulus kepada Timotius dalam rangka penugasannya, dan Paulus pun mengingatkan bahwa sebuah perjuangan yang baik hanya bisa dilakukan dengan iman dan hati nurani yang murni (ay 18). Karena itu jagalah kepekaan hati nurani dan kepekaan mendengar suara (nasihat, peringatan) Tuhan. Jangan biarkan hati nurani terus teracuni dan terabaikan sehingga kita berpotensi untuk tercemar.

(bersambung)

Thursday, April 16, 2015

Kemurnian Hati (1)

Ayat bacaan: Matius 5:8
====================
"Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah."

Kemarin kita sudah melihat bagaimana Tuhan memperlakukan orang yang tangannya bersih dan hatinya murni. Orang seperti inilah yang boleh naik ke atas gunung Tuhan dan masuk ke dalam tempatNya yang kudus (Mazmur 24:3) dan mereka menerima berkat dan keadilan dari Tuhan. (ay 5). Hari ini saya ingin fokus kepada hati yang murni. Sebuah bentuk hati yang tidak dibiarkan tercemar, terkontaminasi oleh hal-hal yang bertentangan dengan prinsip kasih seperti yang dijabarkan Paulus dalam 1 Korintus 13:4-7. Yesus bahkan berkata: "Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah." (Matius 5:8).

Dalam versi English amplifiednya dikatakan "Blessed (happy, enviably fortunate, and spiritually prosperous--possessing the happiness produced by the experience of God's favor and especially conditioned by the revelation of His grace, regardless of their outward conditions) are the pure in heart, for they shall see God!" Diberkatilah (Bergembiralah, beruntunglah dan makmurlah secara spiritual - dengan kegirangan dan kepuasan hidup dalam kemurahan dan keselamatan Tuhan dan secara khusus berada dalam anugerahNya terlepas dari apapun kondisi yang tengah terjadi) mereka yang suci/murni hatinya, karena mereka akan melihat Allah. wow. Ini sebuah anugerah yang luar biasa besarnya yang akan membuat hidup kita jauh berbeda dibanding kebanyakan orang yang masih membiarkan hatinya terus teracuni oleh iri, dengki, pandangan-pandangan yang keliru tentang kemurahan Tuhan dan berbagai pola pikir yang diajarkan dunia.

Hati merupakan faktor penting yang sangat menentukan kualitas hubungan kita dengan Tuhan, kemampuan kita dalam menerima berkat dan anugerahNya tanpa terhalang sesuatu apapun dan kemana kita akan mengarah setelah fase kehidupan yang sekarang ini selesai. Pendeknya, bagaimana hati akan sangat menentukan dan menunjukkan seperti apa kehidupan kita. Dalam kitab Amsal dikatakan "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." Sebagaimana air memantulkan wajah saat kita pandang dari atas, seperti itu pula hati mencerminkan diri atau hidup seseorang. Tuhan pun sangat mementingkan hati. "... Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7). Sebegitu pentingnya kondisi hati kita, sehingga sebuah ayat berkata demikian: "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Jaga hati bukan dengan asal-asalan, ala kadarnya/seadanya, dengan standar kewaspadaan rendah, tapi dikatakan dengan segala kewaspadaan, karena dari sanalah hidup itu terpancar.

Semakin murni hati kita, maka semakin besar pula kesempatan kita untuk membangun hubungan berkualitas dengan Tuhan. Dan semakin besar pula kesempatan kita untuk menikmati hidup yang berkemenangan, penuh sukacita dalam perlindungan dan perhatian Tuhan tanpa tergantung dari situasi dan kondisi yang tengah kita alami. Pertanyaannya sekarang, bagaimana agar kita bisa memperoleh dan menjaga kemurnian atau kesucian hati? Ada beberapa poin yang akan saya sampaikan berkenaan dengan hal ini.

1. Lahir baru.

Dalam Efesus 4 dikatakan: "yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya." (ay 22-24). Lantas dalam Kolose dikatakan "Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya" (ay 10-11).

Lahir baru membuat kita menjadi manusia baru, diperbaharui dalam roh dan pikiran, yang memungkinkan kita untuk hidup dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya/seharusnya. Sebuah proses lahir baru membuat kita bisa terus menerus diperbaharui untuk semakin dalam mengenal Allah secara benar. "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:7). Tanpa menjadi ciptaan yang baru akan sangat sulit bagi kita untuk bisa memiliki hati yang suci.

2. Hidup oleh Roh dan dipimpin oleh Roh. 

Dalam Galatia 5:16-26 Paulus menguraikan panjang lebar akan pentingnya hidup oleh Roh dan dipimpin oleh Roh. Itu akan membuat kita terhindar dari hidup yang mementingkan keinginan-keinginan daging yang menyesatkan bahkan membinasakan. "Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu--seperti yang telah kubuat dahulu--bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah." (ay 19-21). Sedang buah roh adalah "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu." (ay 22-23). Jadi "hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging" (ay 16) Dan "Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh" (ay 25).

Dalam Yehezkiel hubungan hidup oleh Roh dan hati tertulis dengan jelas. "Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat, supaya mereka hidup menurut segala ketetapan-Ku dan peraturan-peraturan-Ku dengan setia; maka mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allah mereka." (Yehezkiel 11:19-20). Lihatlah bahwa roh yang baru bisa menjauhkan kita dari memiliki hati yang keras dan pembangkang. Hati yang baru dalam roh yang baru akan membuat kita mampu untuk hidup dengan ketaatan menurut semua ketetapan dan peraturan Tuhan dengan setia. Sebuah hidup yang didasarkan oleh Roh Allah dan dipimpin oleh Roh akan memampukan kita menjaga kemurnian hati.

(bersambung)

Wednesday, April 15, 2015

Bersih Tangan dan Murni Hati (2)

(sambungan)

Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, itulah yang berkenan di hadapan Tuhan. Orang seperti inilah yang boleh naik ke atas gunung Tuhan dan masuk ke dalam tempatNya yang kudus (Mazmur 24:3), dan mereka inilah yang akan menerima berkat dan keadilan dari Tuhan. (ay 5). Inilah upah besar yang dijanjikan Tuhan bagi orang yang hidup jujur dan tulus.

Kehidupan dalam tingkatan seperti inilah yang diinginkan Tuhan. Kasih dalam standar kekristenan harus mengandung kebaikan-kebaikan yang mencakup kedua hal ini. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (1 Korintus 13:4-7). Di dalam kasih itu ada bentuk-bentuk hidup dengan hati yang murni, penuh ketulusan dan kejujuran. Artinya jika kita mengaku hidup dalam kasih Tuhan, seharusnya kedua hal ini pun terpancar dari kehidupan kita. Bagaimana mungkin orang yang tidak jujur dan tidak tulus masih berani mengaku punya kasih dalam dirinya? Dan bagaimana mungkin orang yang tidak memiliki kasih mengaku mengenal Allah? "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).

Kalau kita sadar bahwa segala sesuatu itu berasal dari Tuhan, kita tidak perlu takut kekurangan dan khawatir akan hari depan sehingga merasa perlu melakukan tindakan-tindakan yang tidak jujur atau curang agar bisa mampu mencukupi hidup. Kita tidak perlu merasa iri melihat orang lain, justru harus bisa belajar untuk mendahulukan kepentingan orang lain ketimbang kepentingan diri sendiri. Yakobus mengingatkan "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." (Yakobus 3:16).

Kita harus selalu menghindari berbuat curang yang mencermarkan hati kita. Ketahuilah bahwa meski mungkin kita berhasil mengelabui manusia, tapi Tuhan akan selalu melihat segala perbuatan kita. Dan Firman Tuhan berkata: "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Secara tegas Tuhan juga berfirman:  "Seharusnya mereka merasa malu, sebab mereka melakukan kejijikan; tetapi mereka sama sekali tidak merasa malu dan tidak kenal noda mereka. Sebab itu mereka akan rebah di antara orang-orang yang rebah, mereka akan tersandung jatuh pada waktu mereka dihukum, firman TUHAN." (Yeremia 8:12).

Orang bisa saja menganggap bahwa Tuhan tidak menghukum mereka saat ini dan berpikir bahwa mereka aman dari hukuman. Orang-orang jahat ini bisa saja pintar dalam menipu manusia, atau menghamburkan uangnya untuk menyuap penegak hukum agar terlepas dari jerat hukum. Sekarang mungkin lepas, tapi pada suatu ketika nanti hukuman Tuhan itu tetap akan tiba biar bagaimanapun. Akan datang waktunya dimana semua harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan, dan disana tidak akan ada yang bisa berkelit lagi. Kepentingan sesaat di dunia fana diprioritaskan dengan sebuah hidup yang kekal? Itu tentu sebuah pilihan yang sangat naif.

Dunia memang semakin lama semakin keliru menilai prinsip hidup, tetapi kita orang percaya tidak boleh ikut-ikutan seperti itu. Dunia bisa saja semakin kekurangan orang-orang yang tulus dan jujur, kita harus menunjukkan bahwa umatNya yang ada di dunia ini bisa tampil beda dengan ketulusan dan kejujuran sebagai bagian dari kehidupan kekristenan yang sebenarnya. Oleh karena itu jagalah agar kita bisa memiliki ketulusan hati dan kejujuran. Apapun alasannya, apapun resikonya,  Belajarlah untuk senantiasa mempercayai Tuhan, mengasihiNya dan hidup sesuai kehendakNya. Tuhan menyediakan berkat-berkat bagi orang yang hidup dengan ketulusan, kejujuran dan kemurnian hati. Firman Tuhan berkaa: "Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah." (Matius 5:8). Ini janji Tuhan sendiri. "Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya." (Mazmur 73:1).

Kita bisa dipandang bagai mahluk aneh, ditertawakan dan menganggap kejujuran dan ketulusan sebagai sebuah kebodohan. Let it be. Sebab bukan apa kata manusia yang penting, tapi bagaimana Tuhan memandang hidup kita itulah yang penting. Tuhan menjanjikan berkat dan keadilan bagi orang-orang yang hidup dengan tangan yang bersih dan hati yang murni. Orang seperti ini bisa masuk ke dalam rumahNya, berdiam di bukitNya, dan mendapat jaminan berkat dan keadilan dari Tuhan. Nikmati kebaikan Tuhan lewat hidup yang kudus dimana ketulusan dan kejujuran berperan didalamnya. Keduanya merupakan bagian dari integritas yang wajib dimiliki anak-anak Tuhan. Tuhan sanggup memberkati anda berlimpah-limpah dan melindungi hidup setiap orang yang berjalan seturut kehendakNya, dan anda bisa memperoleh semua itu tanpa harus melakukan tindakan-tindakan yang justru akan menghancurkan diri sendiri.

Tangan yang bersih dan hati yang murni merupakan bagian dari integritas yang harus menjadi gaya hidup orang percaya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, April 14, 2015

Bersih Tangan dan Murni Hati (1)

Ayat bacaan: Mazmur 24:4-5
=======================
"Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia."

Kalau melihat lowongan kerja, hampir semua perusahaan mendasarkannya pada gelar. Minimal S1, lebih baik lagi S2 apalagi S3. Lucunya, seringkali mereka hanya mencari sarjana tanpa mempedulikan bidang yang dipelajari. Gelar sarjana teknik bekerja di bank, gelar sarjana ekonomi di bidang yang tidak berhubungan dengan perekonomian, bahkan ada teman lulusan sarjana sastra yang bekerja sebagai supervisor sebuah pabrik makanan ringan. Yang penting S1 dan S lainnya kan? Itu yang dicari. Padahal gelar bisa dibeli, skripsi bisa dialihkan bebannya kepada orang dengan sejumlah uang. Kalau saya yang punya perusahaan, saya tidak akan menggantungkan pada gelar. Mengapa? Karena ada banyak nilai lain yang lebih penting yang nantinya akan jauh lebih berguna ketimbang sebuah surat ijazah kelulusan. Semua bisa diajarkan dan dipelajari, tapi integritas, kesetiaan, ketulusan, kejujuran dan sejenisnya buat saya lebih menentukan kualitas seseorang.

Ini merupakan kualitas manusia yang semakin lama semakin langka dan semakin jarang dianggap penting. Korupsi dan penipuan terjadi di setiap lini pekerjaan mulai dari atas sampai ke bawah. Orang pun tidak lagi tulus dalam mengerjakan sesuatu tapi pamrih. Hasil kerja tergantung bayaran, kalau tidak dibayar tidak dikerjakan, pendeknya semuanya tergantung uang. Soal jujur apalagi. Berbagai godaan, tuntutan keadaan atau alasan seperti ikut arus, solidaritas dan sebagainya bisa membuat orang meninggalkan integritasnya dan mulai beralih untuk mencari tambahan lewat cara-cara curang. Sedikit saja kan tidak apa-apa? Apalah artinya sekian juta buat perusahaan... atau, ah sekali-sekali masa tidak boleh? Kebetulan lagi butuh sih... Dalih seperti itu dijadikan pembenaran untuk mengambil apa yang bukan menjadi haknya.

Dan cara dunia memandang pun menjadi semakin terbalik. Jaman sekarang orang yang jujur dan tulus justru dipandang aneh atau malah bodoh. Orang semakin cenderung berpikir pendek dan mementingkan urusan duniawi, dan itulah orang-orang yang dianggap pintar. Apa yang dikatakan Daud dahulu: "Orang bebal berkata dalam hatinya: "Tidak ada Allah." Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik" (Mazmur 14:1), kini semakin banyak dianut orang. Orang tidak lagi memikirkan pertanggungjawaban kelak di hadapan Tuhan. Masalah kekal nanti dulu, pikirkan dulu dunia yang fana ini. Lumayan kan bisa kaya selama sisa hidup? Anak-anak dikasih makan hasil korupsi juga tidak apa-apa, ketimbang hidup susah kalau jujur. Atau kalaupun tahu bahwa Allah itu ada, tetapi mereka mengira bahwa Tuhan tidak akan menghukum karena mereka menyalah artikan bentuk kasih dan kesabaran Tuhan yang besar dan panjang. Bentuk ilusi rohani seperti inipun sudah disinggung dalam Alkitab. "Kamu menyusahi TUHAN dengan perkataanmu. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menyusahi Dia?" Dengan cara kamu menyangka: "Setiap orang yang berbuat jahat adalah baik di mata TUHAN; kepada orang-orang yang demikianlah Ia berkenan--atau jika tidak, di manakah Allah yang menghukum?" (Maleakhi 2:17). Bukankah itu yang terpampang di depan mata kita saat ini?

Dalam Mazmur terdapat ayat yang bunyinya demikian: "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia." (Mazmur 24:4-5). Apa yang dimaksud dengan orang yang bersih tangannya? Rajin cuci tangan? Pakai antiseptik? Sarung tangan? Tidak main lumpur dan yang kotor-kotor? Tentu bukan. Yang dimaksud dengan orang yang bersih tangannya berarti menjauhi bentuk-bentuk penipuan, menjauhi kecurangan dan tidak gampang tergoda oleh keuntungan-keuntungan lewat jalan yang salah. Orang yang bersih tangannya adalah orang yang tidak melakukan hal-hal salah dan jahat dalam bekerja atau melakukan segala sesuatu. Orang yang bersih tangannya tidak melakukan hal-hal yang tercemar.

Bagaimana dengan pure heart atau murni hatinya? Ini adalah jenis orang yang tidak tergoda pada kecurangan. Kalau kita lihat dalam beberapa ayat lain, dalam Mazmur 24:3-4 dikatakan "Orang yang mencintai kesucian hati dan yang manis bicaranya menjadi sahabat raja." He who loves purity and the pure in heart", itu yang dikatakan dalam bahasa Inggrisnya. Inilah orang-orang yang bisa mendapat kehormatan. Setelah renungan ini saya akan membahas lebih jauh mengenai kemurnian hati ini.

(bersambung)

Belajar dari Rehabeam (2)

 (sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...