(sambungan)
Renungkanlah kasih dari sisi objeknya, maka anda akan mendapati bahwa pesan ini sesungguhnya sangatlah menakjubkan. Kita objek-objek yang menerima kasih Allah, bentuk kasih yang sempurna. Terlebih ketika Allah sudah terlebih dahulu mengulurkan tanganNya untuk mengasihi kita. Wujud mengasihi Tuhan ini tidaklah bisa lepas dari wujud mengasihi sesama kita, seperti apa yang dipesankan Tuhan Yesus.
Yohanes menuliskan demikian: "Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya." (1 Yohanes 4:19-21). Rangkaian pesan ini menegaskan pesan kasih yang harus kita jalankan di dunia jika kita mengaku mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi kita.
Memang tidak mudah untuk mengasihi orang yang suka mengecewakan atau menyakiti kita. Tetapi setidaknya kita bisa belajar untuk melakukannya dengan mengimani pribadi Tuhan yang tidak lain adalah kasih. Seperti kasih yang terus menerus Dia curahkan pada kita yang sebenarnya jauh dari layak untuk menerima itu semua, seperti itu pula kita seharusnya berbuat kepada orang lain.
Kasih adalah sebuah sikap hati yang memerlukan objek. Kita tidak bisa mengatakan kita mengasihi tanpa ada objek untuk dikasihi. Kalau ada objek tapi kita tidak peduli, kasih pun tidak ada disana. Baik kasih terhadap sesama dalam wujud kepedulian, bantuan dalam berbagai bentuk, kepada hewan jalanan yang menderita, atau apapun, yang jelas kasih selalu membutuhkan objek. Kita tidak bisa hanya duduk diam dan menutup mata dari sekitar kita, melupakan orang-orang yang dekat dengan kita, mengabaikan penderitaan orang yang Tuhan tempatkan dekat kita, mudah membenci, mendendam dan kemudian sulit melepas pengampunan tapi mengaku punya kasih.
Ketika Tuhan begitu mengasihi kita, tidakkah kita yang mengaku anak-anakNya sudah sepantasnya berusaha pula untuk mengasihi orang lain? Saat kita sebagai manusia menjadi objek kasih Tuhan, adakah orang disekitar anda saat ini yang bisa anda jadikan objek kasih? Maukah anda mengasihi dan berbagi kasih dengan mereka?
Kasih yang merupakan Pribadi Tuhan butuh objek untuk bisa berfungsi sempurna
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, February 28, 2018
Tuesday, February 27, 2018
Kasih Butuh Objek (2)
(sambungan)
Dalam renungan hari ini saya ingin mengajak teman-teman untuk melihat sebuah sisi lain dari penerapan kasih Allah, yaitu dari sisi hubungan antara kasih dan objeknya. Sebelum kita masuk kesana, mari kita lihat dahulu ayat berikut ini. "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
Ayat ini sangat sederhana dan tidak asing lagi bagi kita, tetapi sesungguhnya berbicara sangat dalam dan mendasar mengenai hubungan antara mengasihi orang lain bahkan musuh sekalipun dengan pengenalan kita akan pribadi Allah. Artinya, seberapa besar kita mengasihi sesama kita akan mencerminkan sejauh mana kita mengenal Allah, yang bukan cuma sumber kasih tapi juga merupakan Kasih itu sendiri.
Dalam ayat berikut kita membaca "Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia." (ay 16). Sedemikian pentingnya sebuah ungkapan kasih kepada sesama manusia, sedemikian pentingnya untuk hidup dikuasai oleh kasih dan bukan kebencian sampai-sampai itu dikaitkan dengan seberapa jauh pengenalan dan kedekatan kita dengan Allah sendiri. Menariknya, apa yang disampaikan ayat ini bukan hanya sebatas Tuhan sebagai Pribadi yang Maha Pengasih, tetapi Tuhan adalah kasih itu sendiri. Tuhan selalu rindu untuk memberikan kasihNya kepada kita, karena PribadiNya adalah kasih.
Sekarang mari kita lihat kasih dari sudut objeknya. Tuhan mempunyai banyak sifat seperti adil, kudus, maha kuasa, maha besar dan seterusnya. Menariknya, sifat-sifat ini bisa dimiliki Tuhan tanpa membutuhkan kita alias sebenarnya tidak butuh objek. Maksud saya, Tuhan tidak perlu kita, manusia, untuk menjadi Yang Maha Kudus, tidak membutuhkan kita untuk menjadi Maha Adil, Maha Besar dan sebagainya. Tapi pribadiNya sebagai Kasih itu berbeda. Kasih tidak dapat Dia berikan tanpa kehadiran kita, manusia-manusia yang dibentuk sesuai dengan gambar dan rupaNya. Artinya, kita ada sebagai objek dimana Tuhan bisa menyatakan kasihNya. Logikanya, kasih akan berlangsung jika ada yang mengasihi dan ada yang dikasihi, dan saat kedua pihak saling mengasihi, maka kasih itu akan menjadi luar biasa indahnya. Singkatnya, kasih butuh objek.
Tidak terhitung banyaknya ayat yang mencatat betapa Tuhan mengasihi kita. Kita dikatakan sebagai ciptaan yang dahsyat dan ajaib. Tuhan membentuk setiap bagian tubuh kita, menenun kita langsung dalam rahim ibu kita (Mazmur 139:13-14), kita dilukiskan Tuhan dalam telapak tanganNya dan terukir di ruang mataNya (Yesaya 39:16), dan lain-lain. Bahkan begitu besar Tuhan mengasihi kita sehingga Kristus pun Dia berikan agar kita semua selamat dari maut. (Yohanes 3:16). Semua kisah kasih Tuhan terhadap manusia yang penuh dosa ini begitu menggugah hati, sehingga seharusnya jika kita mengenal pribadiNya yang kasih, kita pun sudah pada tempatnya senantiasa termotivasi untuk mengasihi orang lain pula.
Tuhan sangat menantikan eratnya hubungan dengan anak-anakNya yang khusus diciptakan segambar dan serupa dengan Dia, yang dapat Dia kasihi. Tuhan menciptakan manusia, baik pria maupun wanita dengan begitu istimewa, dalam gambarNya sendiri, karena Dia menginginkan kita sebagai sosok untuk berbagi kasih.
(bersambung)
Dalam renungan hari ini saya ingin mengajak teman-teman untuk melihat sebuah sisi lain dari penerapan kasih Allah, yaitu dari sisi hubungan antara kasih dan objeknya. Sebelum kita masuk kesana, mari kita lihat dahulu ayat berikut ini. "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
Ayat ini sangat sederhana dan tidak asing lagi bagi kita, tetapi sesungguhnya berbicara sangat dalam dan mendasar mengenai hubungan antara mengasihi orang lain bahkan musuh sekalipun dengan pengenalan kita akan pribadi Allah. Artinya, seberapa besar kita mengasihi sesama kita akan mencerminkan sejauh mana kita mengenal Allah, yang bukan cuma sumber kasih tapi juga merupakan Kasih itu sendiri.
Dalam ayat berikut kita membaca "Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia." (ay 16). Sedemikian pentingnya sebuah ungkapan kasih kepada sesama manusia, sedemikian pentingnya untuk hidup dikuasai oleh kasih dan bukan kebencian sampai-sampai itu dikaitkan dengan seberapa jauh pengenalan dan kedekatan kita dengan Allah sendiri. Menariknya, apa yang disampaikan ayat ini bukan hanya sebatas Tuhan sebagai Pribadi yang Maha Pengasih, tetapi Tuhan adalah kasih itu sendiri. Tuhan selalu rindu untuk memberikan kasihNya kepada kita, karena PribadiNya adalah kasih.
Sekarang mari kita lihat kasih dari sudut objeknya. Tuhan mempunyai banyak sifat seperti adil, kudus, maha kuasa, maha besar dan seterusnya. Menariknya, sifat-sifat ini bisa dimiliki Tuhan tanpa membutuhkan kita alias sebenarnya tidak butuh objek. Maksud saya, Tuhan tidak perlu kita, manusia, untuk menjadi Yang Maha Kudus, tidak membutuhkan kita untuk menjadi Maha Adil, Maha Besar dan sebagainya. Tapi pribadiNya sebagai Kasih itu berbeda. Kasih tidak dapat Dia berikan tanpa kehadiran kita, manusia-manusia yang dibentuk sesuai dengan gambar dan rupaNya. Artinya, kita ada sebagai objek dimana Tuhan bisa menyatakan kasihNya. Logikanya, kasih akan berlangsung jika ada yang mengasihi dan ada yang dikasihi, dan saat kedua pihak saling mengasihi, maka kasih itu akan menjadi luar biasa indahnya. Singkatnya, kasih butuh objek.
Tidak terhitung banyaknya ayat yang mencatat betapa Tuhan mengasihi kita. Kita dikatakan sebagai ciptaan yang dahsyat dan ajaib. Tuhan membentuk setiap bagian tubuh kita, menenun kita langsung dalam rahim ibu kita (Mazmur 139:13-14), kita dilukiskan Tuhan dalam telapak tanganNya dan terukir di ruang mataNya (Yesaya 39:16), dan lain-lain. Bahkan begitu besar Tuhan mengasihi kita sehingga Kristus pun Dia berikan agar kita semua selamat dari maut. (Yohanes 3:16). Semua kisah kasih Tuhan terhadap manusia yang penuh dosa ini begitu menggugah hati, sehingga seharusnya jika kita mengenal pribadiNya yang kasih, kita pun sudah pada tempatnya senantiasa termotivasi untuk mengasihi orang lain pula.
Tuhan sangat menantikan eratnya hubungan dengan anak-anakNya yang khusus diciptakan segambar dan serupa dengan Dia, yang dapat Dia kasihi. Tuhan menciptakan manusia, baik pria maupun wanita dengan begitu istimewa, dalam gambarNya sendiri, karena Dia menginginkan kita sebagai sosok untuk berbagi kasih.
(bersambung)
Monday, February 26, 2018
Kasih Butuh Objek (1)
Ayat bacaan: 1 Yohanes 4:19-21
=======================
"Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya."
Ada dua orang, sebut saja A dan B. Si A peduli terhadap orang lain. Ia ringan tangan membantu, meluangkan waktu, tenaga dan sebagian dari miliknya kepada orang yang membutuhkan pertolongan. Sedangkan si B tidak peduli terhadap kesulitan orang-orang di sekitarnya. Ia memalingkan muka, menghindar dari kewajiban untuk membantu sesamanya yang membutuhkan dengan berbagai macam dalih. Antara si A dan B, yang manakah menurut anda orang yang punya kasih? Saya yakin semua orang akan memilih A.
Kita tidak bisa mengaku memiliki kasih tapi tidak melakukan apapun pada orang lain. Bukan cuma bicara soal sumbangan atau membantu dari segi finansial, tetapi dalam banyak hal seperti perhatian, bantuan moril, tenaga dan sebagainya. Mengorbankan waktu luang demi orang lain, kerelaan untuk mendengar, semua ini seringkali menjadi kebutuhan banyak orang selain kesulitan ekonomi. Sebaliknya, orang yang mau melakukan itu ditengah-tengah kesibukan sehari-hari tidak perlu bersuara bahwa ia punya kasih, orang akan bisa melihat dan merasakan langsung bagaimana kasih itu bekerja dalam dirinya dan mengalir menyentuh banyak orang.
Hari ini saya masih ingin melanjutkan tentang kasih. Kasih adalah sesuatu yang mudah diucapkan tapi kerap tidak mudah dilakukan atau diterapkan. Mungkin mudah kalau kita menyatakan kasih kepada pasangan atau keluarga, tapi akan sulit saat itu berhubungan dengan orang lain, terlebih yang pernah menyakiti, mengecewakan atau orang-orang yang tabiatnya memang sulit dan cenderung provokatif. Kalau kita berhadapan dengan tipe orang seperti itu, tidak bereaksi negatif saja mungkin sudah merupakan keberhasilan besar bagi kita. Bagaimana mau mengasihi mereka yang bersikap jahat pada kita? Enak saja. Itu reaksi normal kebanyakan orang. Kalau harus mengasihi, tentu sulit sekali, atau malah hampir-hampir tidak mungkin.
Padahal kasih merupakan dasar dari kekristenan yang seharusnya dimiliki atau dihidupi oleh orang-orang percaya. Ada juga yang seolah peduli, tetapi bukan karena mereka mengasihi melainkan karena motivasi-motivasi atau agenda yang bisa mendatangkan keuntungan pribadi, misalnya ingin mendapat pujian, ingin terlihat hebat, ingin seperti pahlawan rohani atau ketika mengincar jabatan atau kursi seperti yang selalu dengan mudah kita lihat setiap ada pemilihan kepala daerah, anggota dewan dan sebagainya. Ada yang tampaknya memaafkan, tapi di dalam hati masih menyimpan benci dan masih menantikan saat seterunya jatuh. Hal-hal seperti ini belumlah menggambarkan seperti apa bentuk kasih yang sebenarnya seperti yang Tuhan mau kita miliki.
Dua perintah yang terutama dari Yesus berkaitan dengan kasih, yaitu mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi, lalu mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri (Matius 22:37-40). Lebih lanjut kita justru diperintahkan untuk meningkatkan level kasih kita, tidak hanya seperti mengasihi diri sendiri, melainkan seperti Kristus sendiri telah mengasihi kita. (Yohanes 13:34). Yesus juga berkata: "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (15:13). Tingkatan seperti itulah yang Tuhan sampaikan dan sudah Dia contohkan sendiri. Bisakah kita melakukan itu, apalagi kalau kepada orang lain yang bermasalah dengan kita? Berat, itu pasti. Tetapi kalau kita bicara soal kasih dalam standar Kerajaan Surga, kita harus terus meningkatkan kekuatan otot kasih dalam hati kita agar setapak demi setapak bisa mencapai standar tersebut.
(bersambung)
=======================
"Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya."
Ada dua orang, sebut saja A dan B. Si A peduli terhadap orang lain. Ia ringan tangan membantu, meluangkan waktu, tenaga dan sebagian dari miliknya kepada orang yang membutuhkan pertolongan. Sedangkan si B tidak peduli terhadap kesulitan orang-orang di sekitarnya. Ia memalingkan muka, menghindar dari kewajiban untuk membantu sesamanya yang membutuhkan dengan berbagai macam dalih. Antara si A dan B, yang manakah menurut anda orang yang punya kasih? Saya yakin semua orang akan memilih A.
Kita tidak bisa mengaku memiliki kasih tapi tidak melakukan apapun pada orang lain. Bukan cuma bicara soal sumbangan atau membantu dari segi finansial, tetapi dalam banyak hal seperti perhatian, bantuan moril, tenaga dan sebagainya. Mengorbankan waktu luang demi orang lain, kerelaan untuk mendengar, semua ini seringkali menjadi kebutuhan banyak orang selain kesulitan ekonomi. Sebaliknya, orang yang mau melakukan itu ditengah-tengah kesibukan sehari-hari tidak perlu bersuara bahwa ia punya kasih, orang akan bisa melihat dan merasakan langsung bagaimana kasih itu bekerja dalam dirinya dan mengalir menyentuh banyak orang.
Hari ini saya masih ingin melanjutkan tentang kasih. Kasih adalah sesuatu yang mudah diucapkan tapi kerap tidak mudah dilakukan atau diterapkan. Mungkin mudah kalau kita menyatakan kasih kepada pasangan atau keluarga, tapi akan sulit saat itu berhubungan dengan orang lain, terlebih yang pernah menyakiti, mengecewakan atau orang-orang yang tabiatnya memang sulit dan cenderung provokatif. Kalau kita berhadapan dengan tipe orang seperti itu, tidak bereaksi negatif saja mungkin sudah merupakan keberhasilan besar bagi kita. Bagaimana mau mengasihi mereka yang bersikap jahat pada kita? Enak saja. Itu reaksi normal kebanyakan orang. Kalau harus mengasihi, tentu sulit sekali, atau malah hampir-hampir tidak mungkin.
Padahal kasih merupakan dasar dari kekristenan yang seharusnya dimiliki atau dihidupi oleh orang-orang percaya. Ada juga yang seolah peduli, tetapi bukan karena mereka mengasihi melainkan karena motivasi-motivasi atau agenda yang bisa mendatangkan keuntungan pribadi, misalnya ingin mendapat pujian, ingin terlihat hebat, ingin seperti pahlawan rohani atau ketika mengincar jabatan atau kursi seperti yang selalu dengan mudah kita lihat setiap ada pemilihan kepala daerah, anggota dewan dan sebagainya. Ada yang tampaknya memaafkan, tapi di dalam hati masih menyimpan benci dan masih menantikan saat seterunya jatuh. Hal-hal seperti ini belumlah menggambarkan seperti apa bentuk kasih yang sebenarnya seperti yang Tuhan mau kita miliki.
Dua perintah yang terutama dari Yesus berkaitan dengan kasih, yaitu mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi, lalu mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri (Matius 22:37-40). Lebih lanjut kita justru diperintahkan untuk meningkatkan level kasih kita, tidak hanya seperti mengasihi diri sendiri, melainkan seperti Kristus sendiri telah mengasihi kita. (Yohanes 13:34). Yesus juga berkata: "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (15:13). Tingkatan seperti itulah yang Tuhan sampaikan dan sudah Dia contohkan sendiri. Bisakah kita melakukan itu, apalagi kalau kepada orang lain yang bermasalah dengan kita? Berat, itu pasti. Tetapi kalau kita bicara soal kasih dalam standar Kerajaan Surga, kita harus terus meningkatkan kekuatan otot kasih dalam hati kita agar setapak demi setapak bisa mencapai standar tersebut.
(bersambung)
Sunday, February 25, 2018
Baju Zirah Pelindung Diri (3)
(sambungan)
Di hari-hari yang semakin sulit dan jahat ini kita perlu lebih memperhatikan dan menjaga diri kita untuk tidak terjerumus ke dalam jebakan-jebakan yang dipasang iblis dimana-mana. Maka dari itu sangatlah penting untuk tetap awas atau waspada agar tidak terjebak tipu muslihat iblis. Kita juga perlu perisai pelindung dalam menghadapi iblis yang bisa datang setiap saat dari berbagai sisi. Lengah sedikit saja kita bisa masuk dalam perangkapnya. Kita bisa gagal menggenapi rencana Tuhan yang indah atas hidup kita dan kemudian berakhir dengan kegagalan menerima kasih karunia Tuhan yang besar akan keselamatan.
Agar terhindar dari perangkap si jahat, kita diingatkan agar tidak terlena melainkan harus senantiasa tetap berjaga dalam keadaan dan sadar. "Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar. Sebab mereka yang tidur, tidur waktu malam dan mereka yang mabuk, mabuk waktu malam." (1 Tesalonika 5:6-7). Firman Tuhan berkata, hiduplah seperti orang yang sadar selayaknya kita di siang hari, dan bukan seperti orang yang tertidur, tidak konsentrasi dan tidak awas di malam hari. Selanjutnya firman Tuhan juga mengingatkan: "Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati." (Roma 13:13).
Tidak satupun dari kita yang tahu kapan hari Tuhan datang. Bukankah menyedihkan apabila pada saat waktunya tiba, kita ternyata sedang lengah, tidak berjaga-jaga? "karena kamu sendiri tahu benar-benar, bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam.Apabila mereka mengatakan: Semuanya damai dan aman--maka tiba-tiba mereka ditimpa oleh kebinasaan..." (1 Tesalonika 5:2-3).
Hal yang sama pula juga diingatkan langsung oleh Yesus sendiri. "Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga." (Matius 24:42-44).
Kesadaran yang harus kita miliki bukanlah kesadaran ala kadarnya, tetapi sebuah kesadaran penuh, dengan sebaik-baiknya, seperti yang diingatkan dalam 1 Korintus 15:34. Hal ini penting untuk kita jaga agar kita bisa menghindari tipu daya iblis. Kenakanlah baju zirah, iman dan kasih, juga keadilan. Teruslah membangun iman kita dalam Kristus, tetaplah bertumbuh dan jaga kesetiaan dalam situasi dan kondisi apapun. Keselamatan sudah dianugerahkan bagi kita semua, dan kita sudah menerimanya. Sekarang saatnya kita menjaga dan terus mengerjakan keselamatan itu dengan sungguh-sungguh agar tidak satupun yang merintangi kita untuk menggenapinya.
Kenakan baju zirah agar kita selamat di dunia yang jahat
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Di hari-hari yang semakin sulit dan jahat ini kita perlu lebih memperhatikan dan menjaga diri kita untuk tidak terjerumus ke dalam jebakan-jebakan yang dipasang iblis dimana-mana. Maka dari itu sangatlah penting untuk tetap awas atau waspada agar tidak terjebak tipu muslihat iblis. Kita juga perlu perisai pelindung dalam menghadapi iblis yang bisa datang setiap saat dari berbagai sisi. Lengah sedikit saja kita bisa masuk dalam perangkapnya. Kita bisa gagal menggenapi rencana Tuhan yang indah atas hidup kita dan kemudian berakhir dengan kegagalan menerima kasih karunia Tuhan yang besar akan keselamatan.
Agar terhindar dari perangkap si jahat, kita diingatkan agar tidak terlena melainkan harus senantiasa tetap berjaga dalam keadaan dan sadar. "Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar. Sebab mereka yang tidur, tidur waktu malam dan mereka yang mabuk, mabuk waktu malam." (1 Tesalonika 5:6-7). Firman Tuhan berkata, hiduplah seperti orang yang sadar selayaknya kita di siang hari, dan bukan seperti orang yang tertidur, tidak konsentrasi dan tidak awas di malam hari. Selanjutnya firman Tuhan juga mengingatkan: "Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati." (Roma 13:13).
Tidak satupun dari kita yang tahu kapan hari Tuhan datang. Bukankah menyedihkan apabila pada saat waktunya tiba, kita ternyata sedang lengah, tidak berjaga-jaga? "karena kamu sendiri tahu benar-benar, bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam.Apabila mereka mengatakan: Semuanya damai dan aman--maka tiba-tiba mereka ditimpa oleh kebinasaan..." (1 Tesalonika 5:2-3).
Hal yang sama pula juga diingatkan langsung oleh Yesus sendiri. "Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga." (Matius 24:42-44).
Kesadaran yang harus kita miliki bukanlah kesadaran ala kadarnya, tetapi sebuah kesadaran penuh, dengan sebaik-baiknya, seperti yang diingatkan dalam 1 Korintus 15:34. Hal ini penting untuk kita jaga agar kita bisa menghindari tipu daya iblis. Kenakanlah baju zirah, iman dan kasih, juga keadilan. Teruslah membangun iman kita dalam Kristus, tetaplah bertumbuh dan jaga kesetiaan dalam situasi dan kondisi apapun. Keselamatan sudah dianugerahkan bagi kita semua, dan kita sudah menerimanya. Sekarang saatnya kita menjaga dan terus mengerjakan keselamatan itu dengan sungguh-sungguh agar tidak satupun yang merintangi kita untuk menggenapinya.
Kenakan baju zirah agar kita selamat di dunia yang jahat
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, February 24, 2018
Baju Zirah Pelindung Diri (2)
(sambungan)
Selanjutnya mari kita lihat tentang iman. Apakah iman itu? Dalam Ibrani 11:1 kita bisa menemukan jawabannya. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." Ketika kita berhadapan dengan segala ketidakpastian akan sesuatu yang belum terjadi, bukankah sebuah jaminan kepastian lewat iman sangat kita butuhkan? Bayangkan bagaimana bahayanya hidup tanpa iman. Kita akan mudah diombang-ambingkan dan disesatkan oleh begitu banyak tipu muslihat iblis. Tanpa iman kita akan terus hidup penuh kekuatiran, rasa takut, dan sejenisnya. Tanpa iman kita akan sulit untuk melangkah, atau akan kerap salah langkah. Tanpa iman kita tidak punya jaminan akan perlindungan atau penjagaan Tuhan. Jangankan perlindungan, tanpa iman kita akan begitu mudah goyah karena kita tidak yakin ada Tuhan yang kuasaNya dia atas segalanya di atas sana. Hidup dicekam rasa takut, hidup yang tersesat, hidup yang dipenuhi salah langkah, hidup yang mudah menyerah pada provokasi si jahat, hidup yang mudah disesatkan, semua ini akan menyerang kita dengan gampang jika kita hidup tanpa atau kurang iman.
Dari uraian di atas, tepatlah bahwa iman dan kasih dikatakan sebagai baju zirah yang mampu melindungi kita dalam berperang melawan keinginan daging maupun provokasi, tipuan dan serangan si jahat.
Pada bagian lain Paulus kembali mengutip baju zirah ketika ia menggambarkan perlengkapan senjata Allah. "Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan.." (Efesus 6:14). Kalau Kepada jemaat Tesalonika Paulus menggunakan contoh baju zirah sebagai gambaran iman dan kasih, kepada jemaat Efesus Paulus mempergunakan baju zirah untuk menggambarkan keadilan sebagai salah satu perlengkapan senjata Allah untuk melawan kuasa iblis.
Mengenai keadilan, Firman Tuhan dalam kitab Ulangan pun berbicara jelas akan hal ini. "Janganlah memutarbalikkan keadilan, janganlah memandang bulu dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat buta mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan orang-orang yang benar. Semata-mata keadilan, itulah yang harus kaukejar, supaya engkau hidup dan memiliki negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu." (Ulangan 16:19-20).
Baju zirah pada jaman dahulu dipakai untuk berperang. Lalu bagaimana dengan hari ini? Apakah kita diminta untuk berperang pula melawan sesama manusia? Tentu tidak. Kita tidak pernah disuruh memusuhi apalagi memerangi orang lain. bahkan kita diminta untuk mengasihi musuh alias orang-orang yang berlaku tidak adil, jahat dan menindas kita.
Apa yang kita perangi bukanlah manusia melainkan bala tentara iblis. Itulah yang disampaikan Paulus saat menyampaikan tentang perlengkapan senjata Allah. Sekali lagi, bukan disuruh melawan manusia tapi menghadapi bala tentara iblis. "Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:11-12).
Saya memakai istilah bala tentara iblis, karena tampaknya iblis pun punya sebuah struktural pemerintahan mulai dari tingkat pemerintah, penguasa, penghulu dan roh-roh jahat yang beterbangan di udara. Secara struktural iblis bisa memasang perangkap, menipu, menjebak dan memutar-balikkan kebenaran dalam banyak tingkatan dan cara. Dimanapun ada celah yang kita buka atau lengah kita jaga, disana iblis akan masuk menghancurkan kita.
(bersambung)
Selanjutnya mari kita lihat tentang iman. Apakah iman itu? Dalam Ibrani 11:1 kita bisa menemukan jawabannya. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." Ketika kita berhadapan dengan segala ketidakpastian akan sesuatu yang belum terjadi, bukankah sebuah jaminan kepastian lewat iman sangat kita butuhkan? Bayangkan bagaimana bahayanya hidup tanpa iman. Kita akan mudah diombang-ambingkan dan disesatkan oleh begitu banyak tipu muslihat iblis. Tanpa iman kita akan terus hidup penuh kekuatiran, rasa takut, dan sejenisnya. Tanpa iman kita akan sulit untuk melangkah, atau akan kerap salah langkah. Tanpa iman kita tidak punya jaminan akan perlindungan atau penjagaan Tuhan. Jangankan perlindungan, tanpa iman kita akan begitu mudah goyah karena kita tidak yakin ada Tuhan yang kuasaNya dia atas segalanya di atas sana. Hidup dicekam rasa takut, hidup yang tersesat, hidup yang dipenuhi salah langkah, hidup yang mudah menyerah pada provokasi si jahat, hidup yang mudah disesatkan, semua ini akan menyerang kita dengan gampang jika kita hidup tanpa atau kurang iman.
Dari uraian di atas, tepatlah bahwa iman dan kasih dikatakan sebagai baju zirah yang mampu melindungi kita dalam berperang melawan keinginan daging maupun provokasi, tipuan dan serangan si jahat.
Pada bagian lain Paulus kembali mengutip baju zirah ketika ia menggambarkan perlengkapan senjata Allah. "Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan.." (Efesus 6:14). Kalau Kepada jemaat Tesalonika Paulus menggunakan contoh baju zirah sebagai gambaran iman dan kasih, kepada jemaat Efesus Paulus mempergunakan baju zirah untuk menggambarkan keadilan sebagai salah satu perlengkapan senjata Allah untuk melawan kuasa iblis.
Mengenai keadilan, Firman Tuhan dalam kitab Ulangan pun berbicara jelas akan hal ini. "Janganlah memutarbalikkan keadilan, janganlah memandang bulu dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat buta mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan orang-orang yang benar. Semata-mata keadilan, itulah yang harus kaukejar, supaya engkau hidup dan memiliki negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu." (Ulangan 16:19-20).
Baju zirah pada jaman dahulu dipakai untuk berperang. Lalu bagaimana dengan hari ini? Apakah kita diminta untuk berperang pula melawan sesama manusia? Tentu tidak. Kita tidak pernah disuruh memusuhi apalagi memerangi orang lain. bahkan kita diminta untuk mengasihi musuh alias orang-orang yang berlaku tidak adil, jahat dan menindas kita.
Apa yang kita perangi bukanlah manusia melainkan bala tentara iblis. Itulah yang disampaikan Paulus saat menyampaikan tentang perlengkapan senjata Allah. Sekali lagi, bukan disuruh melawan manusia tapi menghadapi bala tentara iblis. "Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:11-12).
Saya memakai istilah bala tentara iblis, karena tampaknya iblis pun punya sebuah struktural pemerintahan mulai dari tingkat pemerintah, penguasa, penghulu dan roh-roh jahat yang beterbangan di udara. Secara struktural iblis bisa memasang perangkap, menipu, menjebak dan memutar-balikkan kebenaran dalam banyak tingkatan dan cara. Dimanapun ada celah yang kita buka atau lengah kita jaga, disana iblis akan masuk menghancurkan kita.
(bersambung)
Friday, February 23, 2018
Baju Zirah Pelindung Diri (1)
Ayat bacaan: 1 Tesalonika 5:8
=========================
"Tetapi kita, yang adalah orang-orang siang, baiklah kita sadar, berbajuzirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan keselamatan."
Perangkat pelindung dalam peperangan sudah dikenal sejak lama. Kalau hari ini sudah ada rompi anti peluru yang tergolong tipis dan ringan, pada jaman dulu seorang prajurit melindungi dirinya dengan memakai lempengan besi di dada agar mereka terlindung dari panah, tombak dan pedang. Perangkat pelindung ini dikenal dengan nama baju zirah, yang dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan plate armor atau breastplate. Perlengkapan pelindung ini terbukti mampu mengurangi resiko kematian dalam peperangan hingga berabad-abad. Sampai abad pertengahan para ksatria yang bertanding masih mempergunakan lempeng besi agar tidak menemui ajal tertusuk tombak. Perisai mampu melindungi terhadap serangan, tapi jika perisai sudah terlewati, setidaknya ada pertahanan berikutnya yaitu baju zirah.
Menarik jika memperhatikan bahwa Paulus mengambil contoh baju zirah ini dalam beberapa kesempatan untuk menyampaikan kebenaran Firman Tuhan. Misalnya dalam suratnya kepada jemaat Tesalonika. Disana kita bisa menemukan Paulus menggunakan baju zirah sebagai alat "peraga" dalam menyampaikan Firman Tuhan. Ia berkata begini: "Tetapi kita, yang adalah orang-orang siang, baiklah kita sadar, berbajuzirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan keselamatan." (1 Tesalonika 5:8).
Kalau diibaratkan sedang berjuang atau berperang, apa yang digambarkan Paulus sebagai perangkat pelindung seperti baju zirah adalah iman dan kasih. Iman dan kasih dikatakan dapat berfungsi sebagai baju zirah yang mampu melindungi diri baik dari serangan iblis maupun menjaga kita dari berbagai ketidakpastian dalam hidup, masalah yang datang menghampiri atau dalam menghadapi orang-orang sulit.
Bagaimana iman dan kasih itu bisa dikatakan Paulus berfungsi bagaikan baju zirah? Dalam renungan terdahulu kita sudah melihat sebuah pesan dari Petrus bahwa kita harus saling mengasihi satu dengan lainnya karena kasih itu bisa menutupi banyak sekali dosa (1 Petrus 4:8). Jika kasih kuat berakar dalam hidup kita, kita bisa tetap mengasihi orang meski mereka membenci atau bahkan menyakiti kita. Kita bisa tetap mendoakan dan memberkati mereka meskipun mereka terus berbuat jahat pada kita. Kasih yang tetap terjaga kehangatannya akan mampu membuat kita melepas kan pengampunan, mengatasi setiap luka yang terjadi di masa lalu. Orang yang dalam hidupnya ada kasih sebagai buah Roh akan terhindar dari berbagai peluang berbuat dosa.
Peluang dosa bagaimana? Bayangkan apa yang terjadi saat kita diprovokasi dalam keadaan tidak ada kasih dalam diri kita. Kita bisa terpancing untuk mendendam, membalas atau merencanakan kejahatan terhadap mereka. Itu bisa dianggap wajar karena toh bukan kita yang mulai. Kasih mencegah kita untuk melakukan itu. Kasih mencegah kita untuk tetap tenang dan tidak membenci sehingga hidup kita akan jauh lebih sehat. Tidak ada jantung yang berdebar-debar, gemetar karena marah, tidak ada penyakit-penyakit yang bisa berakibat fatal yang diakibatkan oleh memendam kepahitan dan berbagai perasaan negatif lagi dalam hati. Lantas kasih juga akan membuat kita menghindari perilaku kecurangan. Kasih membuat kita tidak mau merugikan orang lain. Kasih akan membuat anda tidak menutup mata dari orang yang membutuhkan bantuan. Kasih akan membuat anda tidak membeda-bedakan orang. Kasih akan membuat anda tidak merugikan orang lain.
Ini baru sedikit contoh dari bagaimana kasih bisa menjadi baju zirah yang melindungi kita dari membuka celah sehingga memungkinkan masuknya serangan iblis. Sejalan dengan yang dikatakan Petrus, dalam Amsal dikatakan: "Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran." (Amsal 10:12)
(bersambung)
=========================
"Tetapi kita, yang adalah orang-orang siang, baiklah kita sadar, berbajuzirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan keselamatan."
Perangkat pelindung dalam peperangan sudah dikenal sejak lama. Kalau hari ini sudah ada rompi anti peluru yang tergolong tipis dan ringan, pada jaman dulu seorang prajurit melindungi dirinya dengan memakai lempengan besi di dada agar mereka terlindung dari panah, tombak dan pedang. Perangkat pelindung ini dikenal dengan nama baju zirah, yang dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan plate armor atau breastplate. Perlengkapan pelindung ini terbukti mampu mengurangi resiko kematian dalam peperangan hingga berabad-abad. Sampai abad pertengahan para ksatria yang bertanding masih mempergunakan lempeng besi agar tidak menemui ajal tertusuk tombak. Perisai mampu melindungi terhadap serangan, tapi jika perisai sudah terlewati, setidaknya ada pertahanan berikutnya yaitu baju zirah.
Menarik jika memperhatikan bahwa Paulus mengambil contoh baju zirah ini dalam beberapa kesempatan untuk menyampaikan kebenaran Firman Tuhan. Misalnya dalam suratnya kepada jemaat Tesalonika. Disana kita bisa menemukan Paulus menggunakan baju zirah sebagai alat "peraga" dalam menyampaikan Firman Tuhan. Ia berkata begini: "Tetapi kita, yang adalah orang-orang siang, baiklah kita sadar, berbajuzirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan keselamatan." (1 Tesalonika 5:8).
Kalau diibaratkan sedang berjuang atau berperang, apa yang digambarkan Paulus sebagai perangkat pelindung seperti baju zirah adalah iman dan kasih. Iman dan kasih dikatakan dapat berfungsi sebagai baju zirah yang mampu melindungi diri baik dari serangan iblis maupun menjaga kita dari berbagai ketidakpastian dalam hidup, masalah yang datang menghampiri atau dalam menghadapi orang-orang sulit.
Bagaimana iman dan kasih itu bisa dikatakan Paulus berfungsi bagaikan baju zirah? Dalam renungan terdahulu kita sudah melihat sebuah pesan dari Petrus bahwa kita harus saling mengasihi satu dengan lainnya karena kasih itu bisa menutupi banyak sekali dosa (1 Petrus 4:8). Jika kasih kuat berakar dalam hidup kita, kita bisa tetap mengasihi orang meski mereka membenci atau bahkan menyakiti kita. Kita bisa tetap mendoakan dan memberkati mereka meskipun mereka terus berbuat jahat pada kita. Kasih yang tetap terjaga kehangatannya akan mampu membuat kita melepas kan pengampunan, mengatasi setiap luka yang terjadi di masa lalu. Orang yang dalam hidupnya ada kasih sebagai buah Roh akan terhindar dari berbagai peluang berbuat dosa.
Peluang dosa bagaimana? Bayangkan apa yang terjadi saat kita diprovokasi dalam keadaan tidak ada kasih dalam diri kita. Kita bisa terpancing untuk mendendam, membalas atau merencanakan kejahatan terhadap mereka. Itu bisa dianggap wajar karena toh bukan kita yang mulai. Kasih mencegah kita untuk melakukan itu. Kasih mencegah kita untuk tetap tenang dan tidak membenci sehingga hidup kita akan jauh lebih sehat. Tidak ada jantung yang berdebar-debar, gemetar karena marah, tidak ada penyakit-penyakit yang bisa berakibat fatal yang diakibatkan oleh memendam kepahitan dan berbagai perasaan negatif lagi dalam hati. Lantas kasih juga akan membuat kita menghindari perilaku kecurangan. Kasih membuat kita tidak mau merugikan orang lain. Kasih akan membuat anda tidak menutup mata dari orang yang membutuhkan bantuan. Kasih akan membuat anda tidak membeda-bedakan orang. Kasih akan membuat anda tidak merugikan orang lain.
Ini baru sedikit contoh dari bagaimana kasih bisa menjadi baju zirah yang melindungi kita dari membuka celah sehingga memungkinkan masuknya serangan iblis. Sejalan dengan yang dikatakan Petrus, dalam Amsal dikatakan: "Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran." (Amsal 10:12)
(bersambung)
Thursday, February 22, 2018
Filadelfia : Kasih Persaudaraan (3)
(sambungan)
Jika kita mau melihat bentuk yang jelas dari kasih persaudaraan ini, kita bisa melihatnya lewat cara dan gaya hidup gereja mula-mula. Dalam Kisah Para Rasul 2:41-47 kita bisa melihat bagaimana cara hidup jemaat yang pertama. Mereka dikatakan selalu tekun dalam pengajaran dan persekutuan, selalu berkumpul, bersama-sama memecah roti dan berdoa (ay 42). Tidak hanya itu, tapi mereka semua bersatu, tanpa memandang latar belakang, status sosial dan sebagainya. Bahkan dikatakan "segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing." (ay 44-45). Tidaklah heran jika gereja itu berkembang sangat pesat. Perikop ini dimulai dengan pertobatan ribuan jiwa (ay 41) dan diakhiri dengan berkat Tuhan yang terus menambah jumlah mereka dengan orang-orang yang diselamatkan. (ay 47). Salah satu hal penting yang membuat mereka diberkati secara luar biasa seperti itu adalah karena mereka memegang teguh kasih persaudaraan dan menjadikannya sebagai sebuah gaya hidup.
Sebuah gereja dan jemaat yang diberkati haruslah memiliki kasih persaudaraan sebagai landasan utamanya. Jangan menjadi sebuah ikatan yang eksklusif, hanya terbatas pada dinding dan kotak-kotak/sekat-sekat yang justru semakin bertolak belakang dari pesan kasih tanpa pamrih seperti yang diajarkan oleh Kristus sendiri. Pada kenyataannya alkitab bercerita begitu banyak mengenai kasih, dan ini menggambarkan betapa pentingnya bagi kita anak-anakNya untuk selalu hidup dalam kasih.
Kasih persaudaraan merupakan sebuah bukti apakah kita sudah mengenal Tuhan yang kita sembah atau belum. Karena dikatakan demikian: "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Dan ingatlah pula bahwa "Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia." (ay 16).
Seperti yang dipesankan Yesus kepada jemaat Filadelfia yang bertekun menantikan kedatanganNya kali kedua, sesungguhnya kedatangan Kristus tidak akan lama lagi. Oleh karena itu kita harus benar-benar hidup dalam kasih persaudaraan ini agar mahkota yang telah kita pegang tidak sampai lepas dari genggaman kita. (Wahyu 3:11). Pada saat kedatangan Kristus, semua bangsa akan dikumpulkan dan dipisahkan bagai memisahkan kambing dengan domba. Dan kepada domba (mengacu kepada orang-orang yang diselamatkan) Sang Raja akan berkata: "Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku." (Matius 25:34-36). Itulah bentuk kasih persaudaraan yang tidak memandang latar belakang apapun.
Hari ini marilah kita belajar menjadi gereja/jemaat yang memiliki kasih persaudaraan dalam diri kita. Sapalah kiri dan kanan anda, dan ulurkan salam sebagai sesama saudara yang saling mengasihi. Berikan bantuan nyata sekiranya anda bisa kepada mereka yang membutuhkan. Dan perlebar jarak jangkau kasih hingga bisa menyentuh orang-orang di luar sana. Hilangkan sekat-sekat yang merintangi kasih untuk dapat bertumbuh, hiduplah senantiasa dalam kasih persaudaraan.
Jadilah gereja yang memiliki filadelfia yang kuat di dalamnya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Jika kita mau melihat bentuk yang jelas dari kasih persaudaraan ini, kita bisa melihatnya lewat cara dan gaya hidup gereja mula-mula. Dalam Kisah Para Rasul 2:41-47 kita bisa melihat bagaimana cara hidup jemaat yang pertama. Mereka dikatakan selalu tekun dalam pengajaran dan persekutuan, selalu berkumpul, bersama-sama memecah roti dan berdoa (ay 42). Tidak hanya itu, tapi mereka semua bersatu, tanpa memandang latar belakang, status sosial dan sebagainya. Bahkan dikatakan "segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing." (ay 44-45). Tidaklah heran jika gereja itu berkembang sangat pesat. Perikop ini dimulai dengan pertobatan ribuan jiwa (ay 41) dan diakhiri dengan berkat Tuhan yang terus menambah jumlah mereka dengan orang-orang yang diselamatkan. (ay 47). Salah satu hal penting yang membuat mereka diberkati secara luar biasa seperti itu adalah karena mereka memegang teguh kasih persaudaraan dan menjadikannya sebagai sebuah gaya hidup.
Sebuah gereja dan jemaat yang diberkati haruslah memiliki kasih persaudaraan sebagai landasan utamanya. Jangan menjadi sebuah ikatan yang eksklusif, hanya terbatas pada dinding dan kotak-kotak/sekat-sekat yang justru semakin bertolak belakang dari pesan kasih tanpa pamrih seperti yang diajarkan oleh Kristus sendiri. Pada kenyataannya alkitab bercerita begitu banyak mengenai kasih, dan ini menggambarkan betapa pentingnya bagi kita anak-anakNya untuk selalu hidup dalam kasih.
Kasih persaudaraan merupakan sebuah bukti apakah kita sudah mengenal Tuhan yang kita sembah atau belum. Karena dikatakan demikian: "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Dan ingatlah pula bahwa "Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia." (ay 16).
Seperti yang dipesankan Yesus kepada jemaat Filadelfia yang bertekun menantikan kedatanganNya kali kedua, sesungguhnya kedatangan Kristus tidak akan lama lagi. Oleh karena itu kita harus benar-benar hidup dalam kasih persaudaraan ini agar mahkota yang telah kita pegang tidak sampai lepas dari genggaman kita. (Wahyu 3:11). Pada saat kedatangan Kristus, semua bangsa akan dikumpulkan dan dipisahkan bagai memisahkan kambing dengan domba. Dan kepada domba (mengacu kepada orang-orang yang diselamatkan) Sang Raja akan berkata: "Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku." (Matius 25:34-36). Itulah bentuk kasih persaudaraan yang tidak memandang latar belakang apapun.
Hari ini marilah kita belajar menjadi gereja/jemaat yang memiliki kasih persaudaraan dalam diri kita. Sapalah kiri dan kanan anda, dan ulurkan salam sebagai sesama saudara yang saling mengasihi. Berikan bantuan nyata sekiranya anda bisa kepada mereka yang membutuhkan. Dan perlebar jarak jangkau kasih hingga bisa menyentuh orang-orang di luar sana. Hilangkan sekat-sekat yang merintangi kasih untuk dapat bertumbuh, hiduplah senantiasa dalam kasih persaudaraan.
Jadilah gereja yang memiliki filadelfia yang kuat di dalamnya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, February 21, 2018
Filadelfia : Kasih Persaudaraan (2)
(sambungan)
Penulis kitab Ibrani membuka sebuah perikop dengan seruan "Peliharalah kasih persaudaraan!" (Ibrani 13:1). Kasih Persaudaraan berasal dari kata Filadelfia yang merupakan gabungan dari kata Fhileo yang artinya kasih tulus tanpa menuntut imbalan/balasan dan Delfho yang artinya ikatan persaudaraan yang kuat. Ini merupakan pesan yang sangat penting untuk dimiliki oleh semua gereja dan umat Tuhan di muka bumi ini dan seharusnya jangan dilupakan apalagi diabaikan.
Menariknya Penulis Ibrani kemudian melanjutkannya seruan tadi dengan: "Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat." (ay 2). Lihatlah bahwa sebegitu pentingnya kita untuk memelihara kasih persaudaraan sehingga dengan melakukannya bisa jadi kita tengah menjamu malaikat-malaikat.
Bisakah anda bayangkan seandainya anda mendapat kehormatan untuk menjamu malaikat? Itu adalah sesuatu yang bisa jadi sulit untuk kita bayangkan. Tapi coba pikir, seandainya ada malaikat yang berkeliaran di sekitar kita. Dan mereka bisa jadi bukan tampil dengan sosok berkilauan dengan sayap putih bersih seperti ilustrasi di film atau gambar melainkan seperti orang biasa, bahkan dalam wujud yang tertolak bagi dunia. Kenapa tidak? Itu mungkin saja. Tapi yang jadi permasalahannya, apakah kita perlu memastikan dulu bahwa mereka adalah malaikat baru kita tergerak untuk menolongnya? Seharusnya tidak. Karena apakah mereka malaikat atau bukan, itu bukan soal. Yang menjadi persoalan adalah apakah kita mengetahui dan menghidupi kasih persaudaraan seperti yang Tuhan inginkan sebagai orang yang percaya kepada Kristus.
Bicara soal Filadelfia, kita tentu akan ingatt kepada sebuah gereja yang disebutkan dalam kitab Wahyu. Dalam Wahyu 3:7-13 ada pesan yang diberikan secara khusus kepada jemaat di Filadelfia. Filadelfia dalam kitab Wahyu ini bukanlah kota Filadelfia di Amerika Serikat melainkan sebuah kota di atas bukit yang terletak di Asia Kecil, hari ini Turki bagian Asia. Menurut penelitian, kota ini merupakan kota penghasil anggur dan dikenal sebagai pintu masuk ke Asia kecil. Puing-puing peninggalannya masih bisa dikunjungi hingga hari ini, seperti yang tampak pada gambar di atas.
Apa yang menarik dari jemaat Filadelfia? Kalau kita perhatikan, kitab Wahyu berisi pesan maupun teguran Yesus kepada jemaat di tujuh gereja. Ada yang dapat teguran keras, tapi kalau kita perhatikan hanya ada jemaat di dua gereja saja yang sama sekali tidak mendapat teguran, dan itu adalah jemaat Filadelfia dan Smirna.
Kepada jemaat Filadelfia pesan Tuhan sungguh indah. "Karena engkau menuruti firman-Ku, untuk tekun menantikan Aku, maka Akupun akan melindungi engkau dari hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk mencobai mereka yang diam di bumi." (ay 10). Seperti itulah besarnya janji Tuhan kepada jemaat dan umatNya yang menerapkan bentuk kasih persaudaraan dalam kehidupannya.
(bersambung)
Penulis kitab Ibrani membuka sebuah perikop dengan seruan "Peliharalah kasih persaudaraan!" (Ibrani 13:1). Kasih Persaudaraan berasal dari kata Filadelfia yang merupakan gabungan dari kata Fhileo yang artinya kasih tulus tanpa menuntut imbalan/balasan dan Delfho yang artinya ikatan persaudaraan yang kuat. Ini merupakan pesan yang sangat penting untuk dimiliki oleh semua gereja dan umat Tuhan di muka bumi ini dan seharusnya jangan dilupakan apalagi diabaikan.
Menariknya Penulis Ibrani kemudian melanjutkannya seruan tadi dengan: "Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat." (ay 2). Lihatlah bahwa sebegitu pentingnya kita untuk memelihara kasih persaudaraan sehingga dengan melakukannya bisa jadi kita tengah menjamu malaikat-malaikat.
Bisakah anda bayangkan seandainya anda mendapat kehormatan untuk menjamu malaikat? Itu adalah sesuatu yang bisa jadi sulit untuk kita bayangkan. Tapi coba pikir, seandainya ada malaikat yang berkeliaran di sekitar kita. Dan mereka bisa jadi bukan tampil dengan sosok berkilauan dengan sayap putih bersih seperti ilustrasi di film atau gambar melainkan seperti orang biasa, bahkan dalam wujud yang tertolak bagi dunia. Kenapa tidak? Itu mungkin saja. Tapi yang jadi permasalahannya, apakah kita perlu memastikan dulu bahwa mereka adalah malaikat baru kita tergerak untuk menolongnya? Seharusnya tidak. Karena apakah mereka malaikat atau bukan, itu bukan soal. Yang menjadi persoalan adalah apakah kita mengetahui dan menghidupi kasih persaudaraan seperti yang Tuhan inginkan sebagai orang yang percaya kepada Kristus.
Bicara soal Filadelfia, kita tentu akan ingatt kepada sebuah gereja yang disebutkan dalam kitab Wahyu. Dalam Wahyu 3:7-13 ada pesan yang diberikan secara khusus kepada jemaat di Filadelfia. Filadelfia dalam kitab Wahyu ini bukanlah kota Filadelfia di Amerika Serikat melainkan sebuah kota di atas bukit yang terletak di Asia Kecil, hari ini Turki bagian Asia. Menurut penelitian, kota ini merupakan kota penghasil anggur dan dikenal sebagai pintu masuk ke Asia kecil. Puing-puing peninggalannya masih bisa dikunjungi hingga hari ini, seperti yang tampak pada gambar di atas.
Apa yang menarik dari jemaat Filadelfia? Kalau kita perhatikan, kitab Wahyu berisi pesan maupun teguran Yesus kepada jemaat di tujuh gereja. Ada yang dapat teguran keras, tapi kalau kita perhatikan hanya ada jemaat di dua gereja saja yang sama sekali tidak mendapat teguran, dan itu adalah jemaat Filadelfia dan Smirna.
Kepada jemaat Filadelfia pesan Tuhan sungguh indah. "Karena engkau menuruti firman-Ku, untuk tekun menantikan Aku, maka Akupun akan melindungi engkau dari hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk mencobai mereka yang diam di bumi." (ay 10). Seperti itulah besarnya janji Tuhan kepada jemaat dan umatNya yang menerapkan bentuk kasih persaudaraan dalam kehidupannya.
(bersambung)
Tuesday, February 20, 2018
Filadelfia : Kasih Persaudaraan (1)
Ayat bacaan: Ibrani 13:1
=======================
"Peliharalah kasih persaudaraan!"
Istri saya pernah bercerita tentang sesuatu yang sangat menarik perhatiannya saat masih kecil. Ada seorang nenek yang selalu lewat di depan rumahnya setiap malam, hampir pada jam yang sama. Sambil tertatih-tatih nenek ini berjalan membawa plastik berisi makanan, bukan untuk dijual atau diberikan kepada orang lain tapi untuk memberi makan anjing dan kucing jalanan yang ia jumpai di sepanjang kompleks. Menurut istri saya, nenek ini pada waktu itu sudah renta dan lemah. Ia pun bukan orang kaya. Tapi ia mau bersusah payah menyiapkan makanan semampunya setiap malam dan berjalan keliling kompleks yang luas hanya untuk memberi makan anjing dan kucing jalanan yang notabene bukan miliknya dan bukan pula tanggungjawabnya.
Ia melakukan itu bukan satu dua kali tapi selama bertahun-tahun, hingga akhirnya ia tidak lewat lagi karena sudah dipanggil pulang ke rumah Bapa. Ia meninggal sudah lama sekali, tapi sampai hari ini para penghuni lama di kompleks itu masih mengingatnya.
Menurut mertua saya, nenek ini ramah menyapa siapapun yang dilewatinya. Ia begitu telaten menyambangi hewan-hewan yang tidak punya tempat tinggal itu. Kalau mereka masih takut, ia sabar menunggu sampai hewan itu mau mendekat, atau ia meninggalkan sebagian untuk mereka makan setelah ia berlalu. Saya tidak sempat bertemu dengannya, tapi kalau diberi kesempatan, saya ingin mengucapkan terima kasih dan salut karena saya yakin hewan-hewan 'terbuang' itu tentu merasa bahagia bahwa dalam hidup mereka masih ada orang yang mau peduli dan memperhatikan mereka.
Bagi saya, nenek ini adalah sebuah cerminan luar biasa akan kasih yang terbukti mampu menembus sekat-sekat apapun, termasuk dalam hubungan antara mahluk hidup yang berbeda jenis. God rest her spirit with Him in heaven.
Hari ini kita melihat besarnya friksi yang terjadi di masyarakat. Semakin lama orang hanya semakin peduli pada kelompoknya dan anti kepada yang berbeda pandangan atau paham dengan mereka. Sadar atau tidak, kalau sikap membeda-bedakan ini dipelihara, seperti penyakit itu bisa menular dan bertambah parah. Kalau tadinya masih peduli pada kelompok sendiri, lama-lama dalam kelompok yang sama pun friksi bisa terjadi. Dari hanya peduli pada kelompok, orang kemudian menjadi individualis yang egoistis. Ironisnya ini pun terjadi di kalangan orang percaya. Untuk mengenal sesama saudara seiman yang sama-sama berjemaat di gereja yang sama saja mungkin susah. Setiap minggu bertemu, masih banyak yang sulit menyapa atau sekedar tersenyum. Di gereja saja begitu apalagi jika berpapasan di luar. Atau, mungkin menyapa dan tersenyum, mungkin mudah mengatakan happy Sunday, God bless you, tapi ketika mereka membutuhkan pertolongan, kita langsung menjauh.
Jika demikian, kasih hanya sampai sebatas ucapan saja namun tidak mampu menyentuh sesuatu yang faktual, riil atau nyata. Kalau pada yang kita kenal saja kita sulit menerapkan kasih secara nyata, bagaimana mungkin kita bisa menerapkannya pada orang-orang di luar sana, yang tidak kita kenal, yang tengah mengalami kesulitan, tekanan, penderitaan, apalagi kepada mereka yang anti pati atau bahkan membenci kita? Padahal kasih merupakan hukum yang terutama yang menjadi dasar utama dari kekristenan, yang secara luas harus menyentuh siapapun yang berada di sekitar kita tanpa terkecuali. Kita mengasihi Tuhan dengan segenap diri kita, kita mengalirkan kasih Tuhan kepada semua orang di sekitar kita. Tapi bagaimana mungkin itu bisa kita lakukan jika terhadap saudara-saudara kita seiman saja sudah bukan main sulitnya?
Masih ada begitu banyak sekat-sekat duniawi yang selalu kita sematkan kepada perorangan, golongan atau kelompok tertentu. Kaya-miskin, suku, budaya, bahasa, bangsa, status, latar belakang, usia dan sebagainya, seringkali menjadi hambatan bagi kita untuk bisa saling kenal dan saling mengasihi. Itu dilakukan banyak orang di luar sana, jangan sampai kita pun terseret untuk berlaku sama seperti itu.
(bersambung)
=======================
"Peliharalah kasih persaudaraan!"
Istri saya pernah bercerita tentang sesuatu yang sangat menarik perhatiannya saat masih kecil. Ada seorang nenek yang selalu lewat di depan rumahnya setiap malam, hampir pada jam yang sama. Sambil tertatih-tatih nenek ini berjalan membawa plastik berisi makanan, bukan untuk dijual atau diberikan kepada orang lain tapi untuk memberi makan anjing dan kucing jalanan yang ia jumpai di sepanjang kompleks. Menurut istri saya, nenek ini pada waktu itu sudah renta dan lemah. Ia pun bukan orang kaya. Tapi ia mau bersusah payah menyiapkan makanan semampunya setiap malam dan berjalan keliling kompleks yang luas hanya untuk memberi makan anjing dan kucing jalanan yang notabene bukan miliknya dan bukan pula tanggungjawabnya.
Ia melakukan itu bukan satu dua kali tapi selama bertahun-tahun, hingga akhirnya ia tidak lewat lagi karena sudah dipanggil pulang ke rumah Bapa. Ia meninggal sudah lama sekali, tapi sampai hari ini para penghuni lama di kompleks itu masih mengingatnya.
Menurut mertua saya, nenek ini ramah menyapa siapapun yang dilewatinya. Ia begitu telaten menyambangi hewan-hewan yang tidak punya tempat tinggal itu. Kalau mereka masih takut, ia sabar menunggu sampai hewan itu mau mendekat, atau ia meninggalkan sebagian untuk mereka makan setelah ia berlalu. Saya tidak sempat bertemu dengannya, tapi kalau diberi kesempatan, saya ingin mengucapkan terima kasih dan salut karena saya yakin hewan-hewan 'terbuang' itu tentu merasa bahagia bahwa dalam hidup mereka masih ada orang yang mau peduli dan memperhatikan mereka.
Bagi saya, nenek ini adalah sebuah cerminan luar biasa akan kasih yang terbukti mampu menembus sekat-sekat apapun, termasuk dalam hubungan antara mahluk hidup yang berbeda jenis. God rest her spirit with Him in heaven.
Hari ini kita melihat besarnya friksi yang terjadi di masyarakat. Semakin lama orang hanya semakin peduli pada kelompoknya dan anti kepada yang berbeda pandangan atau paham dengan mereka. Sadar atau tidak, kalau sikap membeda-bedakan ini dipelihara, seperti penyakit itu bisa menular dan bertambah parah. Kalau tadinya masih peduli pada kelompok sendiri, lama-lama dalam kelompok yang sama pun friksi bisa terjadi. Dari hanya peduli pada kelompok, orang kemudian menjadi individualis yang egoistis. Ironisnya ini pun terjadi di kalangan orang percaya. Untuk mengenal sesama saudara seiman yang sama-sama berjemaat di gereja yang sama saja mungkin susah. Setiap minggu bertemu, masih banyak yang sulit menyapa atau sekedar tersenyum. Di gereja saja begitu apalagi jika berpapasan di luar. Atau, mungkin menyapa dan tersenyum, mungkin mudah mengatakan happy Sunday, God bless you, tapi ketika mereka membutuhkan pertolongan, kita langsung menjauh.
Jika demikian, kasih hanya sampai sebatas ucapan saja namun tidak mampu menyentuh sesuatu yang faktual, riil atau nyata. Kalau pada yang kita kenal saja kita sulit menerapkan kasih secara nyata, bagaimana mungkin kita bisa menerapkannya pada orang-orang di luar sana, yang tidak kita kenal, yang tengah mengalami kesulitan, tekanan, penderitaan, apalagi kepada mereka yang anti pati atau bahkan membenci kita? Padahal kasih merupakan hukum yang terutama yang menjadi dasar utama dari kekristenan, yang secara luas harus menyentuh siapapun yang berada di sekitar kita tanpa terkecuali. Kita mengasihi Tuhan dengan segenap diri kita, kita mengalirkan kasih Tuhan kepada semua orang di sekitar kita. Tapi bagaimana mungkin itu bisa kita lakukan jika terhadap saudara-saudara kita seiman saja sudah bukan main sulitnya?
Masih ada begitu banyak sekat-sekat duniawi yang selalu kita sematkan kepada perorangan, golongan atau kelompok tertentu. Kaya-miskin, suku, budaya, bahasa, bangsa, status, latar belakang, usia dan sebagainya, seringkali menjadi hambatan bagi kita untuk bisa saling kenal dan saling mengasihi. Itu dilakukan banyak orang di luar sana, jangan sampai kita pun terseret untuk berlaku sama seperti itu.
(bersambung)
Monday, February 19, 2018
Kasih Menutupi Banyak Sekali Dosa (3)
(sambungan)
Kasih merupakan hukum yang paling utama dalam kekristenan. Akan hal ini, Tuhan Yesus sendiri telah terlebih dahulu memberi teladan. Lihat bagaimana Dia rela memberikan nyawaNya bagi kita ketika kita masih berdosa, dan oleh karena Dia kita diselamatkan. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Oleh karenanya tepatlah jika Yesus mengajarkan "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34).
Kasih dikatakan akan membuat perbuatan-perbuatan baik kita bermakna, juga bermakna di hadapan Tuhan. Kasih pun mampu membuat kita terhindar dari jebakan berbagai jenis dosa. Lihatlah apa yang dikatakan Petrus dalam ayat bacaan kita hari ini. "Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa." (1 Petrus 4:8).
Ayat ini bukan berarti bahwa dengan mengasihi maka dosa kita dihapus, atau dengan kata lain perbuatan baik bisa menjamin keselamatan dan pengampunan dosa, karena itu hanya disediakan lewat atau dalam Kristus. Yang dimaksudkan Petrus mengacu pada ketidaksempurnaan kita. Meski sudah lahir baru, kita tidak akan sepenuhnya bebas dari dosa. Meski kita sudah menjauhi larangan, ada waktu-waktu dimana kita gagal untuk taat. Kita masih kerap berbuat kesalahan, kita masih bisa tergoda oleh tipu muslihat si jahat. Daging yang lemah masih sering mengganggu dan mengatasi roh yang penurut.
Ambil satu contoh. Kita mengasihi orang, tapi kemudian orang tersebut berbuat jahat pada kita. Kita terganggu karenanya, lalu mulai membenci dan sulit mengampuni. Bukankah kita jadi begitu karena mereka yang mulai? Bukankah mereka yang memprovokasi? Bisa jadi. Tapi kasih yang tetap terjaga kehangatannya seharusnya memampukan kita untuk saling mengampuni, mengatasi luka-luka di masa lalu, sehingga seharusnya sulit bagi dosa untuk tumbuh dalam sebuah kehidupan yang kaya akan kasih Kristus. Dan itu akan membuat kita terhindar dari banyak sekali peluang perbuatan dosa dalam perjalanan hidup kita.
Kasih yang dibiarkan dingin akan membawa kita masuk pada perbuatan-perbuatan dosa. Di sisi lain kasih yang terjaga suhunya dalam diri kita bisa menjauhkan kita dari begitu banyak dosa. Selain itu, kasih pun bisa menjadi jendela bagi orang-orang di sekitar kita untuk mengenal dan mengalami Tuhan lewat diri kita. Itu jelas disebutkan Yesus sendiri. "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35).
Oleh karena itu tetaplah dekat dengan Tuhan. Terus kenal pribadiNya lebih dalam lagi, itu akan berfungsi sebagai penjaga kehangatan kasih di dalam diri kita. Jangan abaikan saat teduh, jangan lewatkan waktu-waktu berdoa dan bersekutu denganNya, jangan lupa bersyukur, tekunlah membaca dan merenungkan Firman Tuhan, dan jangan hindari pertemuan-pertemuan ibadah dimana kita bisa terus bertumbuh dan saling membangun dengan saudara-saudara seiman. Selanjutnya, terus aplikasikan kasih tersebut kepada sesama. Itu akan membuat kita hidup lebih bahagia, lebih tenang, lebih damai dan tenteram. Periksalah hati kita saat ini. Apakah masih ada kasih disana, dan apakah kasih itu masih hangat?
Kasih yang hangat menutupi banyak sekali dosa, kasih yang dingin membuka banyak sekali celah dosa
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Kasih merupakan hukum yang paling utama dalam kekristenan. Akan hal ini, Tuhan Yesus sendiri telah terlebih dahulu memberi teladan. Lihat bagaimana Dia rela memberikan nyawaNya bagi kita ketika kita masih berdosa, dan oleh karena Dia kita diselamatkan. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Oleh karenanya tepatlah jika Yesus mengajarkan "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34).
Kasih dikatakan akan membuat perbuatan-perbuatan baik kita bermakna, juga bermakna di hadapan Tuhan. Kasih pun mampu membuat kita terhindar dari jebakan berbagai jenis dosa. Lihatlah apa yang dikatakan Petrus dalam ayat bacaan kita hari ini. "Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa." (1 Petrus 4:8).
Ayat ini bukan berarti bahwa dengan mengasihi maka dosa kita dihapus, atau dengan kata lain perbuatan baik bisa menjamin keselamatan dan pengampunan dosa, karena itu hanya disediakan lewat atau dalam Kristus. Yang dimaksudkan Petrus mengacu pada ketidaksempurnaan kita. Meski sudah lahir baru, kita tidak akan sepenuhnya bebas dari dosa. Meski kita sudah menjauhi larangan, ada waktu-waktu dimana kita gagal untuk taat. Kita masih kerap berbuat kesalahan, kita masih bisa tergoda oleh tipu muslihat si jahat. Daging yang lemah masih sering mengganggu dan mengatasi roh yang penurut.
Ambil satu contoh. Kita mengasihi orang, tapi kemudian orang tersebut berbuat jahat pada kita. Kita terganggu karenanya, lalu mulai membenci dan sulit mengampuni. Bukankah kita jadi begitu karena mereka yang mulai? Bukankah mereka yang memprovokasi? Bisa jadi. Tapi kasih yang tetap terjaga kehangatannya seharusnya memampukan kita untuk saling mengampuni, mengatasi luka-luka di masa lalu, sehingga seharusnya sulit bagi dosa untuk tumbuh dalam sebuah kehidupan yang kaya akan kasih Kristus. Dan itu akan membuat kita terhindar dari banyak sekali peluang perbuatan dosa dalam perjalanan hidup kita.
Kasih yang dibiarkan dingin akan membawa kita masuk pada perbuatan-perbuatan dosa. Di sisi lain kasih yang terjaga suhunya dalam diri kita bisa menjauhkan kita dari begitu banyak dosa. Selain itu, kasih pun bisa menjadi jendela bagi orang-orang di sekitar kita untuk mengenal dan mengalami Tuhan lewat diri kita. Itu jelas disebutkan Yesus sendiri. "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35).
Oleh karena itu tetaplah dekat dengan Tuhan. Terus kenal pribadiNya lebih dalam lagi, itu akan berfungsi sebagai penjaga kehangatan kasih di dalam diri kita. Jangan abaikan saat teduh, jangan lewatkan waktu-waktu berdoa dan bersekutu denganNya, jangan lupa bersyukur, tekunlah membaca dan merenungkan Firman Tuhan, dan jangan hindari pertemuan-pertemuan ibadah dimana kita bisa terus bertumbuh dan saling membangun dengan saudara-saudara seiman. Selanjutnya, terus aplikasikan kasih tersebut kepada sesama. Itu akan membuat kita hidup lebih bahagia, lebih tenang, lebih damai dan tenteram. Periksalah hati kita saat ini. Apakah masih ada kasih disana, dan apakah kasih itu masih hangat?
Kasih yang hangat menutupi banyak sekali dosa, kasih yang dingin membuka banyak sekali celah dosa
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, February 18, 2018
Kasih Menutupi Banyak Sekali Dosa (2)
(sambungan)
Paulus suatu kali menyatakan sebesar apa pentingnya kasih itu. "Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku." (1 Korintus 13:1-3).
Semua yang disebutkan Paulus adalah hal-hal besar yang bisa membuat kita menjadi manusia super atau manusia paling beruntung di dunia. Bayangkan kalau kita menguasai semua bahasa yang ada di dunia bahkan bahasa malaikat. Bayangkan kalau kita mengetahui segala rahasia kehidupan, menguasai segala ilmu pengetahuan, tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Bayangkan kalau kita memiliki iman yang sempurna yang bisa memindahkan gunung. Tanpa kasih semua itu tidak ada gunanya sama sekali. Di sisi lain, tidak peduli seberapa hebatnya kita merasa sudah melayani, bekerja bahkan berkorban demi Tuhan, tanpa kasih semua itu akan sia-sia saja alias tidak berarti apa-apa. Apa yang disampaikan Paulus jelas. Kasih adalah hal yang paling mendasar, paling utama dan terutama dalam kehidupan anak-anak Tuhan. Kita bisa menjadi orang terpintar, terkaya, terhebat dan sebagainya, tapi tanpa kasih, semuanya tidak akan berguna atau memberi manfaat apapun.
Jika tidak dijaga kehangatannya dan hanya dibiarkan, kasih bisa menjadi dingin. Meskipun kita melakukan berbagai perbuatan baik, tapi jika tidak disertai dengan dasar yang benar yaitu kasih, maka semua itu tidaklah berarti apa-apa. Ada begitu banyak penyesatan dimana-mana, baik yang nyata-nyata kelihatan maupun yang samar-samar atau terselubung lewat berbagai bentuk yang bisa sangat menipu. Orang menjadi semakin individualis, penuh rasa curiga dalam memandang sesamanya, dan paham-paham yang terus tumbuh semakin mengarahkan kita seperti itu. Itu akan menelan kasih yang seharusnya ada dalam diri kita sampai lama-lama tidak lagi ada disana.
Yesus mengatakan bahwa apa yang menyebabkan kasih menjadi bertambah dingin adalah bertambahnya kedurhakaan. Kejahatan, kesesatan, itu membuat manusia semakin jauh berpaling meninggalkan Tuhan. Melawan eksistensi Tuhan, menentang kebenaranNya. Melakukan laranganNya dan tidak lagi mau mendengarNya. Kalau itu dilakukan dengan sadar, maka konsekuensi yang datang tentu harus siap ditanggung. Bagaimana kalau kita tidak sadar, mengira bahwa kita masih hidup dengan kasih tetapi sebenarnya kasih sudah dingin membeku dalam hati kita? Tentu tidak satupun dari kita orang percaya yang mau itu terjadi.
Oleh karena itulah dalam menghadapi hidup di jaman yang sulit ini kita harus tetap memastikan bahwa kasih tetap hidup dalam diri kita dan menjadi dasar dari segala perbuatan baik yang kita lakukan. Kita harus terus menjaga agar kasih jangan sampai menjadi dingin tapi tetap hangat. Dan caranya adalah dengan tetap menghidupi sebuah kehidupan berdasarkan kasih, baik kepada Tuhan maupun kepada sesama, dan menjaga diri kita agar tidak terkontaminasi oleh berbagai bentuk kedurhakaan, kesesatan dan pengaruh-pengaruh negatif lainnya.
Selanjutnya perhatikan pula bahwa pengenalan yang baik akan Tuhan merupakan kunci utama untuk membuat kasih ini tidak menjadi dingin. Yohanes mengingatkan hal itu. "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Kasih bukan saja menjadi sifat Allah, tapi kasih itu sejatinya adalah pribadiNya sendiri. Allah adalah kasih. Karena itulah ketika kita mengenal Allah, yang tidak lain adalah kasih, kita pun dengan sendirinya akan terus memiliki kasih yang menyala-nyala dalam diri kita. Ketika Allah yang adalah kasih tinggal di dalam diri kita, maka hidup kita pun akan senantiasa memiliki kasih.
(bersambung)
Paulus suatu kali menyatakan sebesar apa pentingnya kasih itu. "Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku." (1 Korintus 13:1-3).
Semua yang disebutkan Paulus adalah hal-hal besar yang bisa membuat kita menjadi manusia super atau manusia paling beruntung di dunia. Bayangkan kalau kita menguasai semua bahasa yang ada di dunia bahkan bahasa malaikat. Bayangkan kalau kita mengetahui segala rahasia kehidupan, menguasai segala ilmu pengetahuan, tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Bayangkan kalau kita memiliki iman yang sempurna yang bisa memindahkan gunung. Tanpa kasih semua itu tidak ada gunanya sama sekali. Di sisi lain, tidak peduli seberapa hebatnya kita merasa sudah melayani, bekerja bahkan berkorban demi Tuhan, tanpa kasih semua itu akan sia-sia saja alias tidak berarti apa-apa. Apa yang disampaikan Paulus jelas. Kasih adalah hal yang paling mendasar, paling utama dan terutama dalam kehidupan anak-anak Tuhan. Kita bisa menjadi orang terpintar, terkaya, terhebat dan sebagainya, tapi tanpa kasih, semuanya tidak akan berguna atau memberi manfaat apapun.
Jika tidak dijaga kehangatannya dan hanya dibiarkan, kasih bisa menjadi dingin. Meskipun kita melakukan berbagai perbuatan baik, tapi jika tidak disertai dengan dasar yang benar yaitu kasih, maka semua itu tidaklah berarti apa-apa. Ada begitu banyak penyesatan dimana-mana, baik yang nyata-nyata kelihatan maupun yang samar-samar atau terselubung lewat berbagai bentuk yang bisa sangat menipu. Orang menjadi semakin individualis, penuh rasa curiga dalam memandang sesamanya, dan paham-paham yang terus tumbuh semakin mengarahkan kita seperti itu. Itu akan menelan kasih yang seharusnya ada dalam diri kita sampai lama-lama tidak lagi ada disana.
Yesus mengatakan bahwa apa yang menyebabkan kasih menjadi bertambah dingin adalah bertambahnya kedurhakaan. Kejahatan, kesesatan, itu membuat manusia semakin jauh berpaling meninggalkan Tuhan. Melawan eksistensi Tuhan, menentang kebenaranNya. Melakukan laranganNya dan tidak lagi mau mendengarNya. Kalau itu dilakukan dengan sadar, maka konsekuensi yang datang tentu harus siap ditanggung. Bagaimana kalau kita tidak sadar, mengira bahwa kita masih hidup dengan kasih tetapi sebenarnya kasih sudah dingin membeku dalam hati kita? Tentu tidak satupun dari kita orang percaya yang mau itu terjadi.
Oleh karena itulah dalam menghadapi hidup di jaman yang sulit ini kita harus tetap memastikan bahwa kasih tetap hidup dalam diri kita dan menjadi dasar dari segala perbuatan baik yang kita lakukan. Kita harus terus menjaga agar kasih jangan sampai menjadi dingin tapi tetap hangat. Dan caranya adalah dengan tetap menghidupi sebuah kehidupan berdasarkan kasih, baik kepada Tuhan maupun kepada sesama, dan menjaga diri kita agar tidak terkontaminasi oleh berbagai bentuk kedurhakaan, kesesatan dan pengaruh-pengaruh negatif lainnya.
Selanjutnya perhatikan pula bahwa pengenalan yang baik akan Tuhan merupakan kunci utama untuk membuat kasih ini tidak menjadi dingin. Yohanes mengingatkan hal itu. "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Kasih bukan saja menjadi sifat Allah, tapi kasih itu sejatinya adalah pribadiNya sendiri. Allah adalah kasih. Karena itulah ketika kita mengenal Allah, yang tidak lain adalah kasih, kita pun dengan sendirinya akan terus memiliki kasih yang menyala-nyala dalam diri kita. Ketika Allah yang adalah kasih tinggal di dalam diri kita, maka hidup kita pun akan senantiasa memiliki kasih.
(bersambung)
Saturday, February 17, 2018
Kasih Menutupi Banyak Sekali Dosa (1)
Ayat bacaan: 1 Petrus 4:8
=====================
"Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa."
Saya selalu meletakkan senter dan lilin pada satu tempat yang sama, supaya apabila listrik tiba-tiba padam saya tahu harus bergerak kemana untuk bisa mendapatkan cahaya. Kalau letaknya berpindah-pindah tentu akan sulit untuk mencari senter dan lilin ini ketika sekeliling sudah gelap gulita. Dahulu saya tidak begitu mempedulikan letak sumber penerangan alternatif ini. Saya pikir, nanti pelan-pelan dicari juga pasti nemu. Tapi pada suatu kali saat aliran listrik mendadak mati, saya kerepotan mencari senter atau apapun yang bisa menerangi ruangan. Karena kurang hati-hati, saya tidak sengaja menyenggol gelas. Gelasnya jatuh dan pecah di atas kaki saya. Luka kena pecahan kaca, dan kemudian tidak bisa bergerak karena saya tidak mau menginjak pecahan kaca. Sejak saat itu saya selalu memastikan agar senter dan lilin ada pada tempat yang mudah dijangkau dan diingat.
Kegelapan membuat kita tidak bisa melihat. Itu bisa mendatangkan bahaya, seperti gelas yang jatuh dan pecah di kaki saya tadi. Dalam kehidupan rohani kita, kegelapan yang menggantikan terang juga bisa membawa kita masuk dalam bahaya. Ada banyak dosa yang siap masuk dan merusak tatanan kehidupan yang selama ini sudah susah payah kita bangun. Apa yang harus kita lakukan adalah jangan memberi peluang bagi kegelapan, melainkan tetaplah hidup sebagai anak-anak terang. Kegelapan sekelam apapun tidak akan pernah bisa menang melawan seberkas cahaya. Semakin gelap sebuah tempat, semakin terang pula cahaya disana. Jika anda menyalakan senter di saat lampu menyala atau di siang hari, tentu cahaya senter itu tidak begitu jelas terlihat. Akan tetapi saat senter dipakai dalam ruang gelap, terang cahayanya akan dengan seketika mengalahkan gelap.
Seringkali dosa mulai masuk menguasai kita saat kita mulai kehilangan kasih. Semakin hilang kasih dalam diri kita, maka kita pun akan semakin terekspos pada berbagai perbuatan dosa. Dengan kasih kita bisa mengampuni, tanpa kasih kita membenci dan mendendam. Dengan kasih kita bisa berbahagia atas kebaikan yang dialami orang lain, tanpa kasih kita menjadi iri, sirik dan dengki. Dengan kasih kita memberi, tanpa kasih kita merampas. Lihatlah bahwa pada saat kasih sirna dari diri kita, kita pun terekspos pada begitu banyak perbuatan dosa. Bahayanya, semua contoh ini hanyalah awal dari datangnya dosa-dosa yang lebih parah yang pada akhirnya mendatangkan maut. Dari iri kita kemudian melakukan kejahatan, dari membenci kita kemudian berusaha menyakiti atau menghancurkan, dari merampas kita kemudian menghancurkan hidup orang lain. Dari satu dosa ke dosa berikutnya, demikian seterusnya sampai jurang maut siap menelan kita.
Jika anda memanaskan air untuk membuat segelas teh atau kopi, anda harus segera menuangnya ke gelas setelah mendidih agar anda bisa membuat minuman dengan baik. Apabila setelah mendidih anda diamkan atau biarkan selama beberapa waktu, air akan kehilangan kehangatannya dan menjadi dingin. Jika anda membuat makanan yang nikmat dimakan pada saat panas atau hangat seperti sop atau soto, kenikmatannya akan berkurang jika tidak langsung dimakan begitu dihidangkan.
Kasih yang ada dalam diri kita pun seperti itu. Jika dibiarkan saja, kasih lama-lama bisa menguap, kehilangan kehangatannya lalu menjadi dingin. Apa yang menyebabkan kasih bisa menjadi dingin? Yesus mengatakan: "Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12). Yesus mengingatkan bahwa menjelang kesudahan dunia akan semakin banyak kedurhakaan. Kejahatan merajalela di mana-mana, kesesatan tumbuh subur. Dan berbagai hal itu akan mengakibatkan kasih kebanyakan orang menjadi dingin. Bukankah itu yang terjadi hari ini? Kasih digantikan kebencian yang bermanifestasi pada banyak perbuatan jahat. Bangsa yang tadinya dikenal ramah ternyata menyimpan api dalam sekam, yang saat ini membakar semua topeng sehingga menampilkan wajah aslinya. Kebencian, dendam kesumat, berpesta diatas penderitaan orang, keinginan untuk menyakiti, menyiksa bahkan membunuh, semua tampil di permukaan tanpa tedeng aling-aling.
Lihatlah saat kasih menjadi terus semakin dingin, orang semakin mengarah pada berbagai perbuatan jahat, dimana dosa berkuasa di atasnya. Terang kasih berganti kuasa kegelapan. Orang bisa berubah dengan seketika saat kasih lenyap dari hidup mereka. Hari ini kita dengan mudah melihat contohnya dari orang-orang di sekitar kita.
Kasih menguap, menjadi dingin. Ada yang memang masih suka menyatakan kasih sayangnya seringkali terbatas pada slogan saja, hanya disinggung dan dibicarakan, tapi semakin jarang diaplikasikan dalam kehidupan secara nyata. Kita sering terbawa kebiasaan dalam dunia, mengacu pada teori ekonomi semata berdasarkan prinsip untung rugi. Kalau mau membantu kita melihat dahulu keuntungan apa yang bisa kita peroleh atau motivasi-motivasi lain, bukan lagi didasarkan kasih. Terhadap Tuhan pun sama. Kasih pada Tuhan tergantung pada pemenuhan atau dikabulkannya permintaan. Kalau situasi baik, Tuhan baik, maka kita menyatakan kasih. Tapi kalau sebaliknya yang terjadi, banyak yang langsung kecewa dan berpaling dengan cepat. Kalau kita biasakan perilaku ini, maka kasih yang semakin dingin akan membuatnya kehilangan kekuatan dan kita pun beresiko untuk terperangkap pada berbagai bentuk dosa.
(bersambung)
=====================
"Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa."
Saya selalu meletakkan senter dan lilin pada satu tempat yang sama, supaya apabila listrik tiba-tiba padam saya tahu harus bergerak kemana untuk bisa mendapatkan cahaya. Kalau letaknya berpindah-pindah tentu akan sulit untuk mencari senter dan lilin ini ketika sekeliling sudah gelap gulita. Dahulu saya tidak begitu mempedulikan letak sumber penerangan alternatif ini. Saya pikir, nanti pelan-pelan dicari juga pasti nemu. Tapi pada suatu kali saat aliran listrik mendadak mati, saya kerepotan mencari senter atau apapun yang bisa menerangi ruangan. Karena kurang hati-hati, saya tidak sengaja menyenggol gelas. Gelasnya jatuh dan pecah di atas kaki saya. Luka kena pecahan kaca, dan kemudian tidak bisa bergerak karena saya tidak mau menginjak pecahan kaca. Sejak saat itu saya selalu memastikan agar senter dan lilin ada pada tempat yang mudah dijangkau dan diingat.
Kegelapan membuat kita tidak bisa melihat. Itu bisa mendatangkan bahaya, seperti gelas yang jatuh dan pecah di kaki saya tadi. Dalam kehidupan rohani kita, kegelapan yang menggantikan terang juga bisa membawa kita masuk dalam bahaya. Ada banyak dosa yang siap masuk dan merusak tatanan kehidupan yang selama ini sudah susah payah kita bangun. Apa yang harus kita lakukan adalah jangan memberi peluang bagi kegelapan, melainkan tetaplah hidup sebagai anak-anak terang. Kegelapan sekelam apapun tidak akan pernah bisa menang melawan seberkas cahaya. Semakin gelap sebuah tempat, semakin terang pula cahaya disana. Jika anda menyalakan senter di saat lampu menyala atau di siang hari, tentu cahaya senter itu tidak begitu jelas terlihat. Akan tetapi saat senter dipakai dalam ruang gelap, terang cahayanya akan dengan seketika mengalahkan gelap.
Seringkali dosa mulai masuk menguasai kita saat kita mulai kehilangan kasih. Semakin hilang kasih dalam diri kita, maka kita pun akan semakin terekspos pada berbagai perbuatan dosa. Dengan kasih kita bisa mengampuni, tanpa kasih kita membenci dan mendendam. Dengan kasih kita bisa berbahagia atas kebaikan yang dialami orang lain, tanpa kasih kita menjadi iri, sirik dan dengki. Dengan kasih kita memberi, tanpa kasih kita merampas. Lihatlah bahwa pada saat kasih sirna dari diri kita, kita pun terekspos pada begitu banyak perbuatan dosa. Bahayanya, semua contoh ini hanyalah awal dari datangnya dosa-dosa yang lebih parah yang pada akhirnya mendatangkan maut. Dari iri kita kemudian melakukan kejahatan, dari membenci kita kemudian berusaha menyakiti atau menghancurkan, dari merampas kita kemudian menghancurkan hidup orang lain. Dari satu dosa ke dosa berikutnya, demikian seterusnya sampai jurang maut siap menelan kita.
Jika anda memanaskan air untuk membuat segelas teh atau kopi, anda harus segera menuangnya ke gelas setelah mendidih agar anda bisa membuat minuman dengan baik. Apabila setelah mendidih anda diamkan atau biarkan selama beberapa waktu, air akan kehilangan kehangatannya dan menjadi dingin. Jika anda membuat makanan yang nikmat dimakan pada saat panas atau hangat seperti sop atau soto, kenikmatannya akan berkurang jika tidak langsung dimakan begitu dihidangkan.
Kasih yang ada dalam diri kita pun seperti itu. Jika dibiarkan saja, kasih lama-lama bisa menguap, kehilangan kehangatannya lalu menjadi dingin. Apa yang menyebabkan kasih bisa menjadi dingin? Yesus mengatakan: "Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12). Yesus mengingatkan bahwa menjelang kesudahan dunia akan semakin banyak kedurhakaan. Kejahatan merajalela di mana-mana, kesesatan tumbuh subur. Dan berbagai hal itu akan mengakibatkan kasih kebanyakan orang menjadi dingin. Bukankah itu yang terjadi hari ini? Kasih digantikan kebencian yang bermanifestasi pada banyak perbuatan jahat. Bangsa yang tadinya dikenal ramah ternyata menyimpan api dalam sekam, yang saat ini membakar semua topeng sehingga menampilkan wajah aslinya. Kebencian, dendam kesumat, berpesta diatas penderitaan orang, keinginan untuk menyakiti, menyiksa bahkan membunuh, semua tampil di permukaan tanpa tedeng aling-aling.
Lihatlah saat kasih menjadi terus semakin dingin, orang semakin mengarah pada berbagai perbuatan jahat, dimana dosa berkuasa di atasnya. Terang kasih berganti kuasa kegelapan. Orang bisa berubah dengan seketika saat kasih lenyap dari hidup mereka. Hari ini kita dengan mudah melihat contohnya dari orang-orang di sekitar kita.
Kasih menguap, menjadi dingin. Ada yang memang masih suka menyatakan kasih sayangnya seringkali terbatas pada slogan saja, hanya disinggung dan dibicarakan, tapi semakin jarang diaplikasikan dalam kehidupan secara nyata. Kita sering terbawa kebiasaan dalam dunia, mengacu pada teori ekonomi semata berdasarkan prinsip untung rugi. Kalau mau membantu kita melihat dahulu keuntungan apa yang bisa kita peroleh atau motivasi-motivasi lain, bukan lagi didasarkan kasih. Terhadap Tuhan pun sama. Kasih pada Tuhan tergantung pada pemenuhan atau dikabulkannya permintaan. Kalau situasi baik, Tuhan baik, maka kita menyatakan kasih. Tapi kalau sebaliknya yang terjadi, banyak yang langsung kecewa dan berpaling dengan cepat. Kalau kita biasakan perilaku ini, maka kasih yang semakin dingin akan membuatnya kehilangan kekuatan dan kita pun beresiko untuk terperangkap pada berbagai bentuk dosa.
(bersambung)
Friday, February 16, 2018
Standar Kasih (2)
(sambungan)
Penjabaran kasih lewat Paulus ini sungguh menarik karena diberikan dengan sangat detail. Dari ayat-ayat diatas kita bisa melihat bahwa standar kasih dalam kekristenan haruslah memiliki elemen-elemen berikut ini:
- sabar
- murah hati
- tidak cemburu
- tidak memegahkan diri
- tidak sombong
- tidak melakukan yang tidak sopan
- tidak mencari keuntungan sendiri
- tidak berisi kemarahan
- tidak menyimpan kesalahan orang alias mendendam
- menentang ketidakadilan
- menyukai kebenaran
- menguatkan/memberi daya tahan untuk menghadapi segala sesuatu
- memampukan untuk melihat sisi-sisi terbaik pada setiap orang
- membuat kita terus hidup dalam pengharapan, dan
- membuat kita tabah dalam menanggung segala sesuatu
Dari rincian di atas kita bisa mendapatkan bahwa bentuk kasih yang menjadi inti atau dasar dalam kekristenan memiliki sebuah standar yang sangat tinggi. Di dalamnya jelas terdapat mendahulukan kepentingan orang lain, jujur, setia, sabar, rendah hati, memberi kekuatan dan kesabaran ketika berhadapan dengan orang-orang yang menyusahkan kita dan membuat kita tidak terjebak pada emosi, bahkan hingga kerelaan untuk berkorban.
Standar tinggi ini tentu saja sangat baik apabila diaplikasikan kepada pasangan kita, antara suami-istri, terhadap anak-anak atau keluarga dan sahabat. Tapi kasih seperti ini seharusnya memiliki daya jangkau yang lebih luas lagi, menyentuh orang-orang diluar sana, yang belum kita kenal bahkan yang sulit dijangkau sekalipun. Kasih seperti inilah yang akan mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik, sebentuk kasih Surgawi yang sudah dipraktekkan oleh Allah sendiri lewat Kristus, kasih yang sudah mendatangkan keselamatan bagi kita dan mendamaikan hubungan antara Sang Pencipta dan yang diciptakan yang tadinya terputus akibat dosa.
Lebih lanjut perikop ini memberi sebuah pernyataan yang sangat jelas, yaitu bahwa pada suatu saat nanti "... nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap." Itu semua akan habis pada satu ketika. Akan tetapi "kasih tidak berkesudahan." (ay 8). Tidak akan pernah ada saat dimana orang tidak perlu lagi saling mengasihi, baik di dunia maupun nanti dalam kehidupan selanjutnya yang kekal. Tuhan sendiri tidak akan pernah berhenti mengasihi kita dan akan terus mengharapkan kita mengasihiNya serta menjalani hidup yang digerakkan oleh kasih. Itulah keinginan Tuhan.
Bahkan begitu pentingnya kasih, sehingga diantara yang penting untuk tetap kita lakukan, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dengan jelas disebutkan bahwa yang terpenting atau terbesar diantara itu semua adalah kasih. (ay 13). Mengasihi Tuhan dan mengasihi orang lain seperti halnya Tuhan mengasihi kita, itu adalah bentuk kesadaran kita akan betapa besarnya kasih itu sebagai wujud pribadi dari Tuhan sendiri.
Kalau biasanya kita paling jauh hanya sampai pada merasa kasihan, ini saatnya untuk mulai bergerak melakukan tindakan nyata sebagai bentuk kepedulian kita dengan didasari kasih yang tulus dan murni. Ada begitu banyak orang yang menjadi tawar karena tidak lagi merasakan kasih dalam hidupnya, dan mereka ini ada di sekitar anda dan saya.
Kalau kita ternyata masih mudah dihinggapi kebencian, ini saatnya kita mengisi diri lebih lagi dengan kasih. Jika anda menganggap bahwa kasih Tuhan nyata dalam hidup anda, jika anda tahu betapa indah rasanya dikasihi dan mengasihi, sekarang saatnya untuk membagikan sukacita yang sama pada mereka yang membutuhkan. Akan sangat sulit untuk melakukan seperti ini kalau orang-orang terdekat kita saja belum merasakan hangatnya kasih dan perhatian kita.
Hari valentine yang diperingati sebagai hari kasih sayang hendaknya bisa pula dipakai sebagai sebuah hari yang bukan saja khusus untuk kekasih atau orang-orang terdekat saja, tetapi jadikanlah sebagai titik tolak bagi kita untuk membagi kasih kepada sesama manusia, tanpa terkecuali. Kasih dalam kekristenan adalah kasih yang bersifat universal dan punya daya jangkau luas, bukan kasih yang pilih-pilih seperti sikap orang-orang yang mengadopsi pola pikir dunia, apalagi mengaku punya kasih tapi terus menyebar kebencian. Kasih adalah esensi dasar kekristenan. Semakin jauh kita mengenal Kristus, seharusnya semakin besar kasih yang ada dalam diri kita. Jika yang terjadi sebaliknya, itu berarti ada yang salah dalam prosesnya.
Standar kasih dalam kekristenan itu luas, bukan cuma harus menyentuh orang-orang yang dekat dan baik pada kita, tapi justru harus mampu menjangkau orang di luar sana, bahkan terhadap mereka yang membenci dan menyakiti kita. Adalah baik jika anda merayakan momen kasih sayang setiap tahun ini dengan suasana romantis bersama orang yang anda cintai, bersama keluarga dan sahabat, tapi alangkah baiknya apabila momen ini dipakai untuk memeriksa kasih dalam hati kita dan mengambil komitmen untuk menyalurkannya kepada sesama kita. Enjoy the month of love and keep having it in your heart throughout the years.
Semakin jauh kita mengenal Tuhan, semakin besar pula harusnya kasih dalam diri kita. Love others the way God loves you
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Penjabaran kasih lewat Paulus ini sungguh menarik karena diberikan dengan sangat detail. Dari ayat-ayat diatas kita bisa melihat bahwa standar kasih dalam kekristenan haruslah memiliki elemen-elemen berikut ini:
- sabar
- murah hati
- tidak cemburu
- tidak memegahkan diri
- tidak sombong
- tidak melakukan yang tidak sopan
- tidak mencari keuntungan sendiri
- tidak berisi kemarahan
- tidak menyimpan kesalahan orang alias mendendam
- menentang ketidakadilan
- menyukai kebenaran
- menguatkan/memberi daya tahan untuk menghadapi segala sesuatu
- memampukan untuk melihat sisi-sisi terbaik pada setiap orang
- membuat kita terus hidup dalam pengharapan, dan
- membuat kita tabah dalam menanggung segala sesuatu
Dari rincian di atas kita bisa mendapatkan bahwa bentuk kasih yang menjadi inti atau dasar dalam kekristenan memiliki sebuah standar yang sangat tinggi. Di dalamnya jelas terdapat mendahulukan kepentingan orang lain, jujur, setia, sabar, rendah hati, memberi kekuatan dan kesabaran ketika berhadapan dengan orang-orang yang menyusahkan kita dan membuat kita tidak terjebak pada emosi, bahkan hingga kerelaan untuk berkorban.
Standar tinggi ini tentu saja sangat baik apabila diaplikasikan kepada pasangan kita, antara suami-istri, terhadap anak-anak atau keluarga dan sahabat. Tapi kasih seperti ini seharusnya memiliki daya jangkau yang lebih luas lagi, menyentuh orang-orang diluar sana, yang belum kita kenal bahkan yang sulit dijangkau sekalipun. Kasih seperti inilah yang akan mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik, sebentuk kasih Surgawi yang sudah dipraktekkan oleh Allah sendiri lewat Kristus, kasih yang sudah mendatangkan keselamatan bagi kita dan mendamaikan hubungan antara Sang Pencipta dan yang diciptakan yang tadinya terputus akibat dosa.
Lebih lanjut perikop ini memberi sebuah pernyataan yang sangat jelas, yaitu bahwa pada suatu saat nanti "... nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap." Itu semua akan habis pada satu ketika. Akan tetapi "kasih tidak berkesudahan." (ay 8). Tidak akan pernah ada saat dimana orang tidak perlu lagi saling mengasihi, baik di dunia maupun nanti dalam kehidupan selanjutnya yang kekal. Tuhan sendiri tidak akan pernah berhenti mengasihi kita dan akan terus mengharapkan kita mengasihiNya serta menjalani hidup yang digerakkan oleh kasih. Itulah keinginan Tuhan.
Bahkan begitu pentingnya kasih, sehingga diantara yang penting untuk tetap kita lakukan, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dengan jelas disebutkan bahwa yang terpenting atau terbesar diantara itu semua adalah kasih. (ay 13). Mengasihi Tuhan dan mengasihi orang lain seperti halnya Tuhan mengasihi kita, itu adalah bentuk kesadaran kita akan betapa besarnya kasih itu sebagai wujud pribadi dari Tuhan sendiri.
Kalau biasanya kita paling jauh hanya sampai pada merasa kasihan, ini saatnya untuk mulai bergerak melakukan tindakan nyata sebagai bentuk kepedulian kita dengan didasari kasih yang tulus dan murni. Ada begitu banyak orang yang menjadi tawar karena tidak lagi merasakan kasih dalam hidupnya, dan mereka ini ada di sekitar anda dan saya.
Kalau kita ternyata masih mudah dihinggapi kebencian, ini saatnya kita mengisi diri lebih lagi dengan kasih. Jika anda menganggap bahwa kasih Tuhan nyata dalam hidup anda, jika anda tahu betapa indah rasanya dikasihi dan mengasihi, sekarang saatnya untuk membagikan sukacita yang sama pada mereka yang membutuhkan. Akan sangat sulit untuk melakukan seperti ini kalau orang-orang terdekat kita saja belum merasakan hangatnya kasih dan perhatian kita.
Hari valentine yang diperingati sebagai hari kasih sayang hendaknya bisa pula dipakai sebagai sebuah hari yang bukan saja khusus untuk kekasih atau orang-orang terdekat saja, tetapi jadikanlah sebagai titik tolak bagi kita untuk membagi kasih kepada sesama manusia, tanpa terkecuali. Kasih dalam kekristenan adalah kasih yang bersifat universal dan punya daya jangkau luas, bukan kasih yang pilih-pilih seperti sikap orang-orang yang mengadopsi pola pikir dunia, apalagi mengaku punya kasih tapi terus menyebar kebencian. Kasih adalah esensi dasar kekristenan. Semakin jauh kita mengenal Kristus, seharusnya semakin besar kasih yang ada dalam diri kita. Jika yang terjadi sebaliknya, itu berarti ada yang salah dalam prosesnya.
Standar kasih dalam kekristenan itu luas, bukan cuma harus menyentuh orang-orang yang dekat dan baik pada kita, tapi justru harus mampu menjangkau orang di luar sana, bahkan terhadap mereka yang membenci dan menyakiti kita. Adalah baik jika anda merayakan momen kasih sayang setiap tahun ini dengan suasana romantis bersama orang yang anda cintai, bersama keluarga dan sahabat, tapi alangkah baiknya apabila momen ini dipakai untuk memeriksa kasih dalam hati kita dan mengambil komitmen untuk menyalurkannya kepada sesama kita. Enjoy the month of love and keep having it in your heart throughout the years.
Semakin jauh kita mengenal Tuhan, semakin besar pula harusnya kasih dalam diri kita. Love others the way God loves you
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, February 15, 2018
Standar Kasih (1)
Ayat bacaan: 1 Korintus 13:13
======================
"Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih."
Kalau sudah berulang kali gagal dalam hubungan, bagaimana seseorang menyikapi kasih, atau dalam tema yang lebih spesifik, Hari Kasih Sayang atau Valentine's Day? Sebagian masih mau merayakan, sebagian lagi akan sinis dan anti pati. Reaksi berbeda ini saya dapati dari dua teman yang kebetulan belum cukup beruntung dalam hal percintaan. Yang satu bersikap sinis dan berkata bahwa itu adalah perayaan bukan untuk pria jantan. Tapi teman satu lagi menunjukkan sikap yang tetap positif. Ia tidak kehilangan harapan dan masih menyambut hari Valentine dengan gembira meski ia masih belum punya pendamping untuk kali ini. Kenapa ia bisa bersikap seperti itu? Ia berkata bahwa ia percaya ada seseorang di luar sana yang sudah disediakan Tuhan bagi dirinya, ia hanya belum bertemu saja dengan orangnya. "Tuhan mengasihi saya, Dia tahu apa yang terbaik bagi saya." katanya. Lalu ia mengatakan bahwa ia tahu pasti bahwa kasih Tuhan itu nyata, besar dan tak berkesudahan. "Kalau itu yang saya yakini, kenapa saya harus sedih atau kecewa? Bisa jadi ini adalah tahun terakhir saya sendirian merayakan Valentine, karena tahun depan saya sudah bersama belahan jiwa saya." katanya tersenyum. Itu merupakan reaksi atau keputusan yang sangat baik untuk menjadi teladan bagi kita, terutama saat kita sedang mengalami sesuatu diluar keinginan kita, saat kita merasa tidak seberuntung orang lain dalam satu dan lain hal.
Ketika kita sedang mengalami ini, mudah bagi kita untuk bersikap negatif terhadap kebaikan yang sedang dirasakan orang lain. Biasanya itu kemudian membuat kita sulit merasakan kasih Tuhan dan kalau dibiarkan, kepahitan terhadap sesuatu, seseorang atau bahkan terhadap Tuhan bisa menyusul lantas menguasai hati kita. Kalau sudah begitu, kita yang repot karena hidup tanpa kasih bukanlah hidup yang menyenangkan untuk dijalani. Jauh dari kasih sama dengan jauh dari Tuhan, karena Tuhan bukan hanya punya kasih tapi merupakan Kasih itu sendiri. Terlepas dari pro dan kontra atas hari kasih sayang yang baru saja kita lewati kemarin, kita jangan sampai melupakan kasih Tuhan yang kata teman saya tadi nyata, besar dan tak berkesudahan. Dan kalau kita merasakannya, tentu seharusnya tidak sulit pula bagi kita untuk mengasihi sesama.
Dunia yang kita hidupi hari ini adalah dunia yang terus semakin dipenuhi kebencian. Kalau kita dekat dengan Tuhan seharusnya kita tidak kesulitan mengakses kasih sehingga tidak ada tempat bagi kebencian dalam hati kita. Kalau ternyata kita masih diliputi kebencian dan kepahitan, itu artinya kita harus memeriksa kembali keberadaan kasih Tuhan dalam diri kita. Bagi saya, hari kasih sayang bisa dijadikan momen untuk itu. Saya merayakan juga bersama istri, mengucapkan kepada keluarga dan teman-teman, hanya saja saya tidak mau membatasi dan memandang hari kasih sayang secara sempit hanya mengenai orang yang pacaran atau saling cinta saja. Saya lebih suka melihatnya sebagai saat yang baik untuk melihat kasih secara universal, terhadap Tuhan dan sesama kita, serta memeriksa seberapa besar kasih masih menguasai hati kita.
Kebanyakan orang merayakan hari kasih sayang dengan mengambil sisi romantisme antar pasangan. Memberi bunga mawar, kartu, kado, makan malam ditemani lilin di meja dan sebagainya. Sebagian lain memperluas jangkauan dengan menyentuh orang tua, saudara dan teman-teman dekat. Semua ini tentu baik. Tapi apakah kita sadar bahwa ada banyak orang yang saat ini sedang merasa sebatang kara, sendirian dan tidak merasakan kasih dari siapapun, orang yang sedang sedih atau kecewa karena tidak punya orang yang peduli terhadap mereka, atau mungkin saja ada orang yang sama sekali belum pernah merasakan seperti apa indahnya dikasihi? Ada juga yang punya pengalaman pahit akan kasih sehingga pintu hatinya tertutup rapat terhadap orang lain karena takut kembali luka. Ada banyak orang disekitar kita yang sedang hidup tanpa kasih dari sesamanya, ada pula yang belum pernah mengenal kasih sama sekali, sehingga menganggap kasih hanyalah omong kosong.
Apakah benar manusia bisa tidak butuh kasih? Apakah kasih itu hanya sesuatu yang wujudnya semu dan tidak nyata, atau malah omong kosong? Bagi mereka yang mengalami kepahitan tentang kasih, mungkin jawabannya ya. Tapi siapapun itu, apapun kata mereka, saya yakin, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka pun sama seperti anda dan saya, butuh dicintai dan ingin bisa mencintai.
Bicara soal kasih, saya selalu tertarik pada sebuah perikop dalam 1 Korintus yang diberi judul to the point atau langsung pada sasaran: 'Kasih' yaitu dalam pasal 13. Pasal 13 ini berbicara panjang lebar mengenai kasih, bukan hanya sebatas dicintai oleh orang lain, tetapi lebih jauh berbicara mengenai bentuk kasih yang universal, yang punya daya jangkau luas bahkan menjelaskan seperti apa standar kasih menurut Kerajaan Allah, yang seharusnya dihidupi oleh orang percaya.
Seperti apa standarnya? Mari kita lihat sebagian ayatnya. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran." (1 Korintus 13:4-6). Lebih jauh lagi, orang yang memiliki kasih akan tahan menghadapi segala sesuatu, dan mau melihat sisi baik dari setiap orang, tidak pernah kehilangan harapan dan sabar. "Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (ay 7).
(bersambung)
======================
"Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih."
Kalau sudah berulang kali gagal dalam hubungan, bagaimana seseorang menyikapi kasih, atau dalam tema yang lebih spesifik, Hari Kasih Sayang atau Valentine's Day? Sebagian masih mau merayakan, sebagian lagi akan sinis dan anti pati. Reaksi berbeda ini saya dapati dari dua teman yang kebetulan belum cukup beruntung dalam hal percintaan. Yang satu bersikap sinis dan berkata bahwa itu adalah perayaan bukan untuk pria jantan. Tapi teman satu lagi menunjukkan sikap yang tetap positif. Ia tidak kehilangan harapan dan masih menyambut hari Valentine dengan gembira meski ia masih belum punya pendamping untuk kali ini. Kenapa ia bisa bersikap seperti itu? Ia berkata bahwa ia percaya ada seseorang di luar sana yang sudah disediakan Tuhan bagi dirinya, ia hanya belum bertemu saja dengan orangnya. "Tuhan mengasihi saya, Dia tahu apa yang terbaik bagi saya." katanya. Lalu ia mengatakan bahwa ia tahu pasti bahwa kasih Tuhan itu nyata, besar dan tak berkesudahan. "Kalau itu yang saya yakini, kenapa saya harus sedih atau kecewa? Bisa jadi ini adalah tahun terakhir saya sendirian merayakan Valentine, karena tahun depan saya sudah bersama belahan jiwa saya." katanya tersenyum. Itu merupakan reaksi atau keputusan yang sangat baik untuk menjadi teladan bagi kita, terutama saat kita sedang mengalami sesuatu diluar keinginan kita, saat kita merasa tidak seberuntung orang lain dalam satu dan lain hal.
Ketika kita sedang mengalami ini, mudah bagi kita untuk bersikap negatif terhadap kebaikan yang sedang dirasakan orang lain. Biasanya itu kemudian membuat kita sulit merasakan kasih Tuhan dan kalau dibiarkan, kepahitan terhadap sesuatu, seseorang atau bahkan terhadap Tuhan bisa menyusul lantas menguasai hati kita. Kalau sudah begitu, kita yang repot karena hidup tanpa kasih bukanlah hidup yang menyenangkan untuk dijalani. Jauh dari kasih sama dengan jauh dari Tuhan, karena Tuhan bukan hanya punya kasih tapi merupakan Kasih itu sendiri. Terlepas dari pro dan kontra atas hari kasih sayang yang baru saja kita lewati kemarin, kita jangan sampai melupakan kasih Tuhan yang kata teman saya tadi nyata, besar dan tak berkesudahan. Dan kalau kita merasakannya, tentu seharusnya tidak sulit pula bagi kita untuk mengasihi sesama.
Dunia yang kita hidupi hari ini adalah dunia yang terus semakin dipenuhi kebencian. Kalau kita dekat dengan Tuhan seharusnya kita tidak kesulitan mengakses kasih sehingga tidak ada tempat bagi kebencian dalam hati kita. Kalau ternyata kita masih diliputi kebencian dan kepahitan, itu artinya kita harus memeriksa kembali keberadaan kasih Tuhan dalam diri kita. Bagi saya, hari kasih sayang bisa dijadikan momen untuk itu. Saya merayakan juga bersama istri, mengucapkan kepada keluarga dan teman-teman, hanya saja saya tidak mau membatasi dan memandang hari kasih sayang secara sempit hanya mengenai orang yang pacaran atau saling cinta saja. Saya lebih suka melihatnya sebagai saat yang baik untuk melihat kasih secara universal, terhadap Tuhan dan sesama kita, serta memeriksa seberapa besar kasih masih menguasai hati kita.
Kebanyakan orang merayakan hari kasih sayang dengan mengambil sisi romantisme antar pasangan. Memberi bunga mawar, kartu, kado, makan malam ditemani lilin di meja dan sebagainya. Sebagian lain memperluas jangkauan dengan menyentuh orang tua, saudara dan teman-teman dekat. Semua ini tentu baik. Tapi apakah kita sadar bahwa ada banyak orang yang saat ini sedang merasa sebatang kara, sendirian dan tidak merasakan kasih dari siapapun, orang yang sedang sedih atau kecewa karena tidak punya orang yang peduli terhadap mereka, atau mungkin saja ada orang yang sama sekali belum pernah merasakan seperti apa indahnya dikasihi? Ada juga yang punya pengalaman pahit akan kasih sehingga pintu hatinya tertutup rapat terhadap orang lain karena takut kembali luka. Ada banyak orang disekitar kita yang sedang hidup tanpa kasih dari sesamanya, ada pula yang belum pernah mengenal kasih sama sekali, sehingga menganggap kasih hanyalah omong kosong.
Apakah benar manusia bisa tidak butuh kasih? Apakah kasih itu hanya sesuatu yang wujudnya semu dan tidak nyata, atau malah omong kosong? Bagi mereka yang mengalami kepahitan tentang kasih, mungkin jawabannya ya. Tapi siapapun itu, apapun kata mereka, saya yakin, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka pun sama seperti anda dan saya, butuh dicintai dan ingin bisa mencintai.
Bicara soal kasih, saya selalu tertarik pada sebuah perikop dalam 1 Korintus yang diberi judul to the point atau langsung pada sasaran: 'Kasih' yaitu dalam pasal 13. Pasal 13 ini berbicara panjang lebar mengenai kasih, bukan hanya sebatas dicintai oleh orang lain, tetapi lebih jauh berbicara mengenai bentuk kasih yang universal, yang punya daya jangkau luas bahkan menjelaskan seperti apa standar kasih menurut Kerajaan Allah, yang seharusnya dihidupi oleh orang percaya.
Seperti apa standarnya? Mari kita lihat sebagian ayatnya. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran." (1 Korintus 13:4-6). Lebih jauh lagi, orang yang memiliki kasih akan tahan menghadapi segala sesuatu, dan mau melihat sisi baik dari setiap orang, tidak pernah kehilangan harapan dan sabar. "Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (ay 7).
(bersambung)
Wednesday, February 14, 2018
The Man of Integrity (4)
(sambungan)
Jika kita merenungkan poin-poin di atas sesungguhnya membangun karakter yang berintegritas tidaklah mudah, dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari mungkin akan jauh lebih sulit lagi mengingat kita hidup di dunia yang punya prinsip, pandangan dan tatanan yang sangat bertolak belakang, penuh dengan orang-orang yang saling sesat menyesatkan. Sulit? Tentu. Tapi bukan berarti kita tidak bisa melakukannya, atau kita bakalan rugi saat melakukannya seperti yang dianggap dunia. Sosok seperti inilah yang sesungguhnya diinginkan Tuhan untuk mewarnai kehidupan kita, orang-orang percaya.
Dan kemarin kita sudah melihat sebuah ayat yang menyatakan ganjaran apa yang Tuhan akan limpahkan bagi orang yang sepenuhnya berkomitmen untuk hidup dengan kualitas integritas tinggi. "Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin." (Yesaya 33:15-16).
Untuk membangun pribadi yang berintegritas dan berkualitas maka Mazmur 15 ini penting untuk kita renungkan dan kemudian terapkan dalam hidup. Secara ringkas, setia, benar dan jujur merupakan hal mutlak yang tidak boleh kita abaikan kalau kita tidak mau kehilangan pemeliharaan, penyertaan dan kelimpahan Tuhan. Meski mungkin sulit, tetapi kita bisa mulai berkomitmen untuk menghidupinya mulai dari sekarang.
Pegolf legendaris Bobby Jones pada awalnya tampak rugi akibat kejujuran dan kebenaran yang ia hidupi. Ia gagal menjadi juara turnamen bergengsi karena mengaku melakukan pelanggaran meski itu tidak ia sengaja dan tidak ada yang melihat. Keputusan yang gegabah? Ceroboh? Rugi? Mungkin terlihat seperti itu pada mulanya, tapi lihatlah apa yang terjadi 5 tahun berikutnya. Ia sukses menjadi satu-satunya pemenang Grand Slam di tahun 1930, sebuah prestasi yang belum bisa dilampaui pegolf lainnya hingga hari ini. Selain itu, ia menjadi salah satu teladan penting mengenai integritas dan sportivitas jauh melewati jamannya. Ia bahkan disebut sebagai salah satu figur paling menginspirasi dalam sejarah dunia olah raga.
Sebagai warga Kerajaan kita harus mampu pula hidup dengan nilai-nilai Kerajaan. Orang yang berintegritas tinggi semakin lama semakin langka. Maka kita diharapkan mampu membawa perbedaan dan menunjukkan sebuah konsep gaya hidup berintegritas tinggi. Siapkah anda tampil beda di dunia ini dengan menjadi sosok berintegritas yang menjunjung tinggi nilai-nilai Kerajaan Allah, ada atau tidak orang yang melihat? Mari kita sama-sama menjadikan hal ini sebagai perenungan serius dan mari kita sama-sama mulai menghidupinya dari sekarang.
"The main idea in golf as in life, I suppose is to learn to accept what cannot be altered and to keep on doing one's own reasoned and resolute best whether the prospect be bleak or rosy." - Bobby Jones
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Dan kemarin kita sudah melihat sebuah ayat yang menyatakan ganjaran apa yang Tuhan akan limpahkan bagi orang yang sepenuhnya berkomitmen untuk hidup dengan kualitas integritas tinggi. "Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin." (Yesaya 33:15-16).
Untuk membangun pribadi yang berintegritas dan berkualitas maka Mazmur 15 ini penting untuk kita renungkan dan kemudian terapkan dalam hidup. Secara ringkas, setia, benar dan jujur merupakan hal mutlak yang tidak boleh kita abaikan kalau kita tidak mau kehilangan pemeliharaan, penyertaan dan kelimpahan Tuhan. Meski mungkin sulit, tetapi kita bisa mulai berkomitmen untuk menghidupinya mulai dari sekarang.
Pegolf legendaris Bobby Jones pada awalnya tampak rugi akibat kejujuran dan kebenaran yang ia hidupi. Ia gagal menjadi juara turnamen bergengsi karena mengaku melakukan pelanggaran meski itu tidak ia sengaja dan tidak ada yang melihat. Keputusan yang gegabah? Ceroboh? Rugi? Mungkin terlihat seperti itu pada mulanya, tapi lihatlah apa yang terjadi 5 tahun berikutnya. Ia sukses menjadi satu-satunya pemenang Grand Slam di tahun 1930, sebuah prestasi yang belum bisa dilampaui pegolf lainnya hingga hari ini. Selain itu, ia menjadi salah satu teladan penting mengenai integritas dan sportivitas jauh melewati jamannya. Ia bahkan disebut sebagai salah satu figur paling menginspirasi dalam sejarah dunia olah raga.
Sebagai warga Kerajaan kita harus mampu pula hidup dengan nilai-nilai Kerajaan. Orang yang berintegritas tinggi semakin lama semakin langka. Maka kita diharapkan mampu membawa perbedaan dan menunjukkan sebuah konsep gaya hidup berintegritas tinggi. Siapkah anda tampil beda di dunia ini dengan menjadi sosok berintegritas yang menjunjung tinggi nilai-nilai Kerajaan Allah, ada atau tidak orang yang melihat? Mari kita sama-sama menjadikan hal ini sebagai perenungan serius dan mari kita sama-sama mulai menghidupinya dari sekarang.
"The main idea in golf as in life, I suppose is to learn to accept what cannot be altered and to keep on doing one's own reasoned and resolute best whether the prospect be bleak or rosy." - Bobby Jones
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, February 13, 2018
The Man of Integrity (3)
(sambungan)
Mazmur 15 ini isinya sangat pendek. Cuma ada 5 ayat disana tetapi apa yang terkandung di dalamnya sesungguhnya bernilai sangat tinggi mengenai karakter orang yang berintegritas dan bagaimana hal tersebut dalam pandangan Tuhan. Mari kita lihat isinya dalam versi Bahasa Indonesia Sehari-hari.
"Mazmur Daud. TUHAN, siapa boleh menumpang di Kemah-Mu dan tinggal di bukit-Mu yang suci. Orang yang hidup tanpa cela dan melakukan yang baik, dan dengan jujur mengatakan yang benar; yang tidak memfitnah sesamanya, tidak berbuat jahat terhadap kawan, dan tidak menjelekkan nama tetangganya; yang menganggap rendah orang yang ditolak Allah, tetapi menghormati orang yang takwa; yang menepati janji, biarpun rugi dan meminjamkan uang tanpa bunga; yang tak mau menerima uang suap untuk merugikan orang yang tak bersalah. Orang yang berbuat demikian, akan selalu tentram." (Mazmur 15:1-5 BIS).
Perhatikan betapa tingginya nilai-nilai yang terkandung disana. Ini adalah hasil perenungan Daud mengenai orang dengan pribadi seperti apa yang bisa tinggal dalam kemah Tuhan dan dibukitNya yang suci. Dalam Bahasa Inggrisnya dikatakan: "LORD, WHO shall dwell [temporarily] in Your tabernacle? Who shall dwell [permanently] on Your holy hill?" (ay 1).
Orang yang bisa memperoleh ini adalah orang yang hidupnya:
- tanpa cela
- melakukan yang baik
- jujur yang berkata benar
- tidak memfitnah orang lain
- tidak berbuat jahat
- tidak menjelekkan orang lain
- tidak ikut-ikutan berbuat seperti orang yang tidak berkenan bagi Allah melainkan,
- menghormati orang yang takwa
- orang yang menepati janji sekalipun harus merugi karenanya
- yang tidak mengharapkan bunga kalau meminjamkan
- yang tidak menerima suap
- dan juga tidak melakukan bentuk-bentuk perilaku lain yang bisa merugikan orang lain yang tidak bersalah
Bentuk penjabaran Daud ini sangat rinci. Tapi kalau kita perhatikan baik-baik, semua poin ini akan menuju kepada tiga hal seperti yang digambarkan Salomo di atas, yaitu: kesetiaan, kebenaran dan kejujuran. Daud jelas sangat mengerti kriteria orang yang akan berhak berdiam dalam Kerajaan Allah yang kudus, karena itulah ia pun menghidupi nilai-nilai yang terkandung dalam integritas itu seperti apa yang telah ia ketahui. Tidak heran apabila di kemudian hari Salomo menjadikan nilai-nilai yang dihidupi ayahnya sebagai sesuatu yang harus pula ia adopsi dalam hidupnya. Inilah bentuk sebuah integritas, sebuah bentuk kehidupan yang berkenan di mata Tuhan.
Satu saja dari nilai-nilai itu tidak kita lakukan maka integritas itu tidak akan sempurna. Sekedar mengetahui saja tidak cukup, hanya mengatakan saya tidak cukup, kita harus pula mengamalkannya lewat perbuatan nyata dalam hidup kita.
(bersambung)
Mazmur 15 ini isinya sangat pendek. Cuma ada 5 ayat disana tetapi apa yang terkandung di dalamnya sesungguhnya bernilai sangat tinggi mengenai karakter orang yang berintegritas dan bagaimana hal tersebut dalam pandangan Tuhan. Mari kita lihat isinya dalam versi Bahasa Indonesia Sehari-hari.
"Mazmur Daud. TUHAN, siapa boleh menumpang di Kemah-Mu dan tinggal di bukit-Mu yang suci. Orang yang hidup tanpa cela dan melakukan yang baik, dan dengan jujur mengatakan yang benar; yang tidak memfitnah sesamanya, tidak berbuat jahat terhadap kawan, dan tidak menjelekkan nama tetangganya; yang menganggap rendah orang yang ditolak Allah, tetapi menghormati orang yang takwa; yang menepati janji, biarpun rugi dan meminjamkan uang tanpa bunga; yang tak mau menerima uang suap untuk merugikan orang yang tak bersalah. Orang yang berbuat demikian, akan selalu tentram." (Mazmur 15:1-5 BIS).
Perhatikan betapa tingginya nilai-nilai yang terkandung disana. Ini adalah hasil perenungan Daud mengenai orang dengan pribadi seperti apa yang bisa tinggal dalam kemah Tuhan dan dibukitNya yang suci. Dalam Bahasa Inggrisnya dikatakan: "LORD, WHO shall dwell [temporarily] in Your tabernacle? Who shall dwell [permanently] on Your holy hill?" (ay 1).
Orang yang bisa memperoleh ini adalah orang yang hidupnya:
- tanpa cela
- melakukan yang baik
- jujur yang berkata benar
- tidak memfitnah orang lain
- tidak berbuat jahat
- tidak menjelekkan orang lain
- tidak ikut-ikutan berbuat seperti orang yang tidak berkenan bagi Allah melainkan,
- menghormati orang yang takwa
- orang yang menepati janji sekalipun harus merugi karenanya
- yang tidak mengharapkan bunga kalau meminjamkan
- yang tidak menerima suap
- dan juga tidak melakukan bentuk-bentuk perilaku lain yang bisa merugikan orang lain yang tidak bersalah
Bentuk penjabaran Daud ini sangat rinci. Tapi kalau kita perhatikan baik-baik, semua poin ini akan menuju kepada tiga hal seperti yang digambarkan Salomo di atas, yaitu: kesetiaan, kebenaran dan kejujuran. Daud jelas sangat mengerti kriteria orang yang akan berhak berdiam dalam Kerajaan Allah yang kudus, karena itulah ia pun menghidupi nilai-nilai yang terkandung dalam integritas itu seperti apa yang telah ia ketahui. Tidak heran apabila di kemudian hari Salomo menjadikan nilai-nilai yang dihidupi ayahnya sebagai sesuatu yang harus pula ia adopsi dalam hidupnya. Inilah bentuk sebuah integritas, sebuah bentuk kehidupan yang berkenan di mata Tuhan.
Satu saja dari nilai-nilai itu tidak kita lakukan maka integritas itu tidak akan sempurna. Sekedar mengetahui saja tidak cukup, hanya mengatakan saya tidak cukup, kita harus pula mengamalkannya lewat perbuatan nyata dalam hidup kita.
(bersambung)
Monday, February 12, 2018
The Man of Integrity (2)
(sambungan)
Mari kita lihat sebuah kisah pada masa hidup Salomo dan Daud. Di masa mudanya, Salomo menunjukkan bentuk hidup yang menaati ketetapan-ketetapan Daud dengan perbuatan-perbuatan yang mencerminkan kasihnya kepada Tuhan. Tuhan terkesan dengan sikapnya, dan pada suatu kali menampakkan diri kepada Salomo saat ia tengah berada di Gibeon untuk mempersembahkan korban.
Bukan hanya menampakkan diri, tapi Tuhan juga memberi hadiah sangat istimewa buat Salomo dengan berjanji akan memenuhi apapun permintaan Salomo. Ini dicatat dalam kitab Raja Raja pasal 3. Sebuah kesempatan langka yang sungguh luar biasa.
Bagaimana reaksi Salomo? "Lalu Salomo berkata: "Engkaulah yang telah menunjukkan kasih setia-Mu yang besar kepada hamba-Mu Daud, ayahku, sebab ia hidup di hadapan-Mu dengan setia, benar dan jujur terhadap Engkau; dan Engkau telah menjamin kepadanya kasih setia yang besar itu dengan memberikan kepadanya seorang anak yang duduk di takhtanya seperti pada hari ini." (1 Raja Raja 3:6).
Perhatikan hebatnya sikap Salomo. Meski Salomo bisa meminta sesuatu yang instan yang dipandang dunia merupakan ukuran kebahagiaan seperti harta, rumah mewah, status dan lain-lain, Salomo sama sekali tidak meminta itu. Yang ia minta justru sesuatu yang mungkin luput dari daftar permintaan manusia pada umumnya, yaitu hikmat.
Ketika berhadapan dengan kesempatan seperti itu, kita bisa tahu apa isi dan bagaimana kondisi hati kita dari apa yang kemudian kita minta.
Untuk apa Salomo minta hikmat? Ia minta hikmat bukan untuk kepentingan dirinya tapi supaya ia bisa menjadi raja yang adil dan bijaksana agar ia sanggup menengahi berbagai problema rakyatnya dan memiliki kemampuan untuk menimbang mana yang baik dan jahat. Kita tahu bahwa Tuhan kemudian bukan cuma mengabulkan permintaan Salomo sehingga ia menjadi orang paling berhikmat di muka bumi ini sepanjang masa, tapi juga memberikan kekayaan dan kemuliaan yang sebenarnya tidak ia minta.
Ada hal menarik yang bisa kita dapatkan dari jawaban Salomo. Saat ia menjawab pemberian Tuhan ini ternyata ia mengacu kepada integritas ayahnya, Daud, yang ia lihat sendiri mendatangkan kasih setia Tuhan dengan sangat besar seperti yang bisa kita baca dalam ayat 1 Raja Raja 3:6 di atas.
Seperti apa sebenarnya bentuk integritas Daud yang dilihat oleh Salomo? Mari perhatikan kembali ayat tadi, maka disana ada tiga elemen dari integritas yang disebutkan Salomo sebagai gaya hidup atau sikap ayahnya, yaitu:
1. setia
2. benar
3. jujur
Lewat Daud, Salomo bisa melihat langsung bukti bahwa orang yang menghidupi ketiga elemen penting ini akan mendapatkan kasih setia Tuhan yang besar, dan itu dikatakan pula merupakan sebuah jaminan dari Tuhan. Setia, benar dan jujur merupakan elemen yang akan membentuk sebuah karakter berintegritas tinggi yang akan pula menuai segala kebaikan dari Tuhan. Dari apa yang Salomo lihat dan pelajari lewat ayahnya, Salomo tahu bahwa ketiga elemen ini membentuk pribadi berintegritas tinggi yang bisa membuat pelakunya mendapat keistimewaan di hadapan Tuhan.
Sebuah pertanyaan muncul. Apakah Daud menyadari pentingnya hal ini sehingga ia menghidupinya secara nyata dengan sungguh-sungguh? Adakah ayat dimana Daud menyebutkan hal itu? Jawabannya: Ada. Pandangan Daud akan pentingnya sebuah integritas, sebuah kebenaran yang ia dapatkan sehingga ia bisa teguh mengamalkan elemen-elemen integritas ini dalam hidupnya terangkum dalam Mazmur 15.
(bersambung)
Mari kita lihat sebuah kisah pada masa hidup Salomo dan Daud. Di masa mudanya, Salomo menunjukkan bentuk hidup yang menaati ketetapan-ketetapan Daud dengan perbuatan-perbuatan yang mencerminkan kasihnya kepada Tuhan. Tuhan terkesan dengan sikapnya, dan pada suatu kali menampakkan diri kepada Salomo saat ia tengah berada di Gibeon untuk mempersembahkan korban.
Bukan hanya menampakkan diri, tapi Tuhan juga memberi hadiah sangat istimewa buat Salomo dengan berjanji akan memenuhi apapun permintaan Salomo. Ini dicatat dalam kitab Raja Raja pasal 3. Sebuah kesempatan langka yang sungguh luar biasa.
Bagaimana reaksi Salomo? "Lalu Salomo berkata: "Engkaulah yang telah menunjukkan kasih setia-Mu yang besar kepada hamba-Mu Daud, ayahku, sebab ia hidup di hadapan-Mu dengan setia, benar dan jujur terhadap Engkau; dan Engkau telah menjamin kepadanya kasih setia yang besar itu dengan memberikan kepadanya seorang anak yang duduk di takhtanya seperti pada hari ini." (1 Raja Raja 3:6).
Perhatikan hebatnya sikap Salomo. Meski Salomo bisa meminta sesuatu yang instan yang dipandang dunia merupakan ukuran kebahagiaan seperti harta, rumah mewah, status dan lain-lain, Salomo sama sekali tidak meminta itu. Yang ia minta justru sesuatu yang mungkin luput dari daftar permintaan manusia pada umumnya, yaitu hikmat.
Ketika berhadapan dengan kesempatan seperti itu, kita bisa tahu apa isi dan bagaimana kondisi hati kita dari apa yang kemudian kita minta.
Untuk apa Salomo minta hikmat? Ia minta hikmat bukan untuk kepentingan dirinya tapi supaya ia bisa menjadi raja yang adil dan bijaksana agar ia sanggup menengahi berbagai problema rakyatnya dan memiliki kemampuan untuk menimbang mana yang baik dan jahat. Kita tahu bahwa Tuhan kemudian bukan cuma mengabulkan permintaan Salomo sehingga ia menjadi orang paling berhikmat di muka bumi ini sepanjang masa, tapi juga memberikan kekayaan dan kemuliaan yang sebenarnya tidak ia minta.
Ada hal menarik yang bisa kita dapatkan dari jawaban Salomo. Saat ia menjawab pemberian Tuhan ini ternyata ia mengacu kepada integritas ayahnya, Daud, yang ia lihat sendiri mendatangkan kasih setia Tuhan dengan sangat besar seperti yang bisa kita baca dalam ayat 1 Raja Raja 3:6 di atas.
Seperti apa sebenarnya bentuk integritas Daud yang dilihat oleh Salomo? Mari perhatikan kembali ayat tadi, maka disana ada tiga elemen dari integritas yang disebutkan Salomo sebagai gaya hidup atau sikap ayahnya, yaitu:
1. setia
2. benar
3. jujur
Lewat Daud, Salomo bisa melihat langsung bukti bahwa orang yang menghidupi ketiga elemen penting ini akan mendapatkan kasih setia Tuhan yang besar, dan itu dikatakan pula merupakan sebuah jaminan dari Tuhan. Setia, benar dan jujur merupakan elemen yang akan membentuk sebuah karakter berintegritas tinggi yang akan pula menuai segala kebaikan dari Tuhan. Dari apa yang Salomo lihat dan pelajari lewat ayahnya, Salomo tahu bahwa ketiga elemen ini membentuk pribadi berintegritas tinggi yang bisa membuat pelakunya mendapat keistimewaan di hadapan Tuhan.
Sebuah pertanyaan muncul. Apakah Daud menyadari pentingnya hal ini sehingga ia menghidupinya secara nyata dengan sungguh-sungguh? Adakah ayat dimana Daud menyebutkan hal itu? Jawabannya: Ada. Pandangan Daud akan pentingnya sebuah integritas, sebuah kebenaran yang ia dapatkan sehingga ia bisa teguh mengamalkan elemen-elemen integritas ini dalam hidupnya terangkum dalam Mazmur 15.
(bersambung)
Sunday, February 11, 2018
The Man of Integrity (1)
Ayat bacaan: 1 Raja Raja 3:6
===================
"Lalu Salomo berkata: "Engkaulah yang telah menunjukkan kasih setia-Mu yang besar kepada hamba-Mu Daud, ayahku, sebab ia hidup di hadapan-Mu dengan setia, benar dan jujur terhadap Engkau; dan Engkau telah menjamin kepadanya kasih setia yang besar itu dengan memberikan kepadanya seorang anak yang duduk di takhtanya seperti pada hari ini."
Dalam Pertandingan Golf US Open tahun 1925 di Worcester Country Club dekat Boston, USA, sebuah sejarah yang menginspirasi terjadi dan diingat orang sampai sekarang. Saat itu, seorang pesertanya, Bobby Jones bersiap untuk mengayunkan tongkat golfnya di tempat dengan rumput lumayan tebal karena bolanya sedikit keluar jalur. Saat hendak mengambil posisi ayun, tanpa sengaja kepala club nya tergeser rumput dan mengenai bola, menyebabkan bolanya bergeser sedikit. Hanya ia yang tahu kejadian itu karena posisinya ada di rumput tebal. Ia bisa saja diam dan melanjutkan, apalagi bola hanya tersenggol sedikit saja yang berarti tidak akan menguntungkannya sama sekali.
Tapi hebatnya, Bobby yang juga berprofesi sebagai pengacara merasa bahwa mau ada yang lihat atau tidak, sebuah peraturan tetaplah peraturan. Ia kemudian meminta dirinya dikenakan penalti yang berdampak pada kegagalannya menjuarai turnamen. Orang pun segera menyampaikan ucapan selamat dan hormat terhadap integritas dan sportivitasnya. Apa tanggapan Bobby James? Responnya menjadi quote yang diingat banyak orang sampai hari ini. "You might as well praise me for not robbing banks." Kata Bobby James, kalau ia harus dipuji karena meminta penalti tersebut, ia juga harus dipuji karena tidak merampok bank. Itu artinya ia menganggap apa yang ia lakukan bukanlah sesuatu yang istimewa sehingga harus mendapat pujian. Itu adalah hal biasa yang memang harus ia lakukan.
Mengingat profesinya sebagai pengacara, Bobby tentu tahu hukum. Dan sebagai orang yang tahu hukum, ia sadar bahwa ia harus menjadi orang pertama yang taat hukum dan menjadi teladan. Tanpa banyak berpikir, meski keputusannya membuatnya gagal memenangkan turnamen pada tahun itu, Bobby memilih untuk jujur. Sebuah keputusan yang sangat menginspirasi ini kemudian membuat Bobby James dikenang orang sebagai pria sportif yang menjunjung tinggi integritas. Belakangan dalam sebuah wawancara ia berkata: "Karakter seseorang adalah apa yang mereka lakukan ketika tidak ada yang melihat."
Orang berintegritas menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, kehormatan, kepercayaan, apa yang benar dan baik, diatas segala yang bisa menguntungkan dirinya secara pribadi. Sayangnya manusia rata-rata menganggap integritas hanyalah sebuah pilihan atau bersifat opsional ketimbang menjadikannya sebagai gaya hidup. Integritas hanya dilakukan apabila menguntungkan atau setidaknya tidak merugikan secara pribadi, atau ketika itu bisa membuat orang kagum. Bobby Jones menunjukkan sebuah keputusan hidup yang menjunjung tinggi nilai integritas, yang justru akan terlihat saat tidak ada yang melihat. Integritas sejati merupakan sebuah pertanggungjawaban antara manusia dengan Tuhan, yang tentu dilandasi rasa hormat pada Tuhan. Tidak peduli apakah ada manusia atau tidak yang mengetahui atau melihat, kejujuran dan prinsip-prinsip kebenaran harus tetap dipegang teguh karena pertanggungjawaban sesungguhnya akan siapa kita adalah kepada Tuhan bukan orang lain.
Akan halnya Bobby, meski tahun 1925 ia harus gagal memenangkan turnamen, ia mencetak sejarah 5 tahun berikutnya dengan menjuarai Grand Slam yang artinya memenangkan seluruh kejuaraan besar pada tahun yang sama di Amerika dan Eropa. Namanya harum sampai hari ini, meski ia sudah dipanggil pulang hampir 50 tahun lalu.
Orang yang berintegritas sering digambarkan sebagai orang-orang yang perbuatannya sesuai perkataan, bertindak konsisten dengan menjunjung nilai-nilai luhur, mampu mengemban tanggung jawab, mengamalkan kebenaran tanpa syarat dan berbagai nilai moral lainnya. Ada yang menyebutkan integritas sebagai keterpaduan antara kesempurnaan dan ketulusan. Dalam sebuah kamus integritas didefinisikan sebagai 'the quality of being honest and having strong moral principles; moral uprightness', yang artinya punya kualitas untuk hidup jujur, memiliki prinsip moralitas dengan standar tinggi dan lurus.
Begitu banyak nilai baik yang terkandung dari sebuah pribadi berintegritas yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang diadopsi dari prinsip dunia dalam memandang kebahagiaan saat ini, sehingga sulit sekali mencari orang yang masih memilikinya di tengah kehidupan global yang semakin jauh dari akhlak mulia dan budi pekerti.
Alasan harus memenuhi kebutuhan atau beban hidup yang semakin meningkat, takut kehilangan kesempatan dan sebagainya akan dengan mudah menggeser prinsip-prinsip moral untuk menyerah kepada sikap-sikap oportunis, cari aman dan keuntungan sendiri, berpusat pada diri pribadi bahkan tega mengorbankan orang lain untuk itu. Berbohong menjadi sesuatu yang wajar, berbohong itu biasa. Banyak orang bermimpi untuk menikmati dunia yang lebih baik, lebih damai dan lebih bersahabat, tapi lucunya tidak menyadari bahwa tanpa membangun pribadi-pribadi yang berintegritas itu akan sangat sulit diwujudkan. Hanya berakhir sebagai sebuah pilihan atau bersifat opsional, atau malah hanya jadi sebatas utopia saja.
(bersambung)
===================
"Lalu Salomo berkata: "Engkaulah yang telah menunjukkan kasih setia-Mu yang besar kepada hamba-Mu Daud, ayahku, sebab ia hidup di hadapan-Mu dengan setia, benar dan jujur terhadap Engkau; dan Engkau telah menjamin kepadanya kasih setia yang besar itu dengan memberikan kepadanya seorang anak yang duduk di takhtanya seperti pada hari ini."
Dalam Pertandingan Golf US Open tahun 1925 di Worcester Country Club dekat Boston, USA, sebuah sejarah yang menginspirasi terjadi dan diingat orang sampai sekarang. Saat itu, seorang pesertanya, Bobby Jones bersiap untuk mengayunkan tongkat golfnya di tempat dengan rumput lumayan tebal karena bolanya sedikit keluar jalur. Saat hendak mengambil posisi ayun, tanpa sengaja kepala club nya tergeser rumput dan mengenai bola, menyebabkan bolanya bergeser sedikit. Hanya ia yang tahu kejadian itu karena posisinya ada di rumput tebal. Ia bisa saja diam dan melanjutkan, apalagi bola hanya tersenggol sedikit saja yang berarti tidak akan menguntungkannya sama sekali.
Tapi hebatnya, Bobby yang juga berprofesi sebagai pengacara merasa bahwa mau ada yang lihat atau tidak, sebuah peraturan tetaplah peraturan. Ia kemudian meminta dirinya dikenakan penalti yang berdampak pada kegagalannya menjuarai turnamen. Orang pun segera menyampaikan ucapan selamat dan hormat terhadap integritas dan sportivitasnya. Apa tanggapan Bobby James? Responnya menjadi quote yang diingat banyak orang sampai hari ini. "You might as well praise me for not robbing banks." Kata Bobby James, kalau ia harus dipuji karena meminta penalti tersebut, ia juga harus dipuji karena tidak merampok bank. Itu artinya ia menganggap apa yang ia lakukan bukanlah sesuatu yang istimewa sehingga harus mendapat pujian. Itu adalah hal biasa yang memang harus ia lakukan.
Mengingat profesinya sebagai pengacara, Bobby tentu tahu hukum. Dan sebagai orang yang tahu hukum, ia sadar bahwa ia harus menjadi orang pertama yang taat hukum dan menjadi teladan. Tanpa banyak berpikir, meski keputusannya membuatnya gagal memenangkan turnamen pada tahun itu, Bobby memilih untuk jujur. Sebuah keputusan yang sangat menginspirasi ini kemudian membuat Bobby James dikenang orang sebagai pria sportif yang menjunjung tinggi integritas. Belakangan dalam sebuah wawancara ia berkata: "Karakter seseorang adalah apa yang mereka lakukan ketika tidak ada yang melihat."
Orang berintegritas menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, kehormatan, kepercayaan, apa yang benar dan baik, diatas segala yang bisa menguntungkan dirinya secara pribadi. Sayangnya manusia rata-rata menganggap integritas hanyalah sebuah pilihan atau bersifat opsional ketimbang menjadikannya sebagai gaya hidup. Integritas hanya dilakukan apabila menguntungkan atau setidaknya tidak merugikan secara pribadi, atau ketika itu bisa membuat orang kagum. Bobby Jones menunjukkan sebuah keputusan hidup yang menjunjung tinggi nilai integritas, yang justru akan terlihat saat tidak ada yang melihat. Integritas sejati merupakan sebuah pertanggungjawaban antara manusia dengan Tuhan, yang tentu dilandasi rasa hormat pada Tuhan. Tidak peduli apakah ada manusia atau tidak yang mengetahui atau melihat, kejujuran dan prinsip-prinsip kebenaran harus tetap dipegang teguh karena pertanggungjawaban sesungguhnya akan siapa kita adalah kepada Tuhan bukan orang lain.
Akan halnya Bobby, meski tahun 1925 ia harus gagal memenangkan turnamen, ia mencetak sejarah 5 tahun berikutnya dengan menjuarai Grand Slam yang artinya memenangkan seluruh kejuaraan besar pada tahun yang sama di Amerika dan Eropa. Namanya harum sampai hari ini, meski ia sudah dipanggil pulang hampir 50 tahun lalu.
Orang yang berintegritas sering digambarkan sebagai orang-orang yang perbuatannya sesuai perkataan, bertindak konsisten dengan menjunjung nilai-nilai luhur, mampu mengemban tanggung jawab, mengamalkan kebenaran tanpa syarat dan berbagai nilai moral lainnya. Ada yang menyebutkan integritas sebagai keterpaduan antara kesempurnaan dan ketulusan. Dalam sebuah kamus integritas didefinisikan sebagai 'the quality of being honest and having strong moral principles; moral uprightness', yang artinya punya kualitas untuk hidup jujur, memiliki prinsip moralitas dengan standar tinggi dan lurus.
Begitu banyak nilai baik yang terkandung dari sebuah pribadi berintegritas yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang diadopsi dari prinsip dunia dalam memandang kebahagiaan saat ini, sehingga sulit sekali mencari orang yang masih memilikinya di tengah kehidupan global yang semakin jauh dari akhlak mulia dan budi pekerti.
Alasan harus memenuhi kebutuhan atau beban hidup yang semakin meningkat, takut kehilangan kesempatan dan sebagainya akan dengan mudah menggeser prinsip-prinsip moral untuk menyerah kepada sikap-sikap oportunis, cari aman dan keuntungan sendiri, berpusat pada diri pribadi bahkan tega mengorbankan orang lain untuk itu. Berbohong menjadi sesuatu yang wajar, berbohong itu biasa. Banyak orang bermimpi untuk menikmati dunia yang lebih baik, lebih damai dan lebih bersahabat, tapi lucunya tidak menyadari bahwa tanpa membangun pribadi-pribadi yang berintegritas itu akan sangat sulit diwujudkan. Hanya berakhir sebagai sebuah pilihan atau bersifat opsional, atau malah hanya jadi sebatas utopia saja.
(bersambung)
Saturday, February 10, 2018
Hidup Benar dan Jujur (3)
(sambungan)
Mengapa demikian? Sebab Firman Tuhan kemudian berkata: "supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia." (ay 15).
Sebagai anak-anak Allah dan bukan anak-anak dunia sudah seharusnya kita menunjukkan kebenaran dan berani tampil beda. Kita tidak boleh ikut-ikutan arus sesat dari angkatan yang bengkok hatinya karena kita menyandang status sebagai anak-anak Tuhan. Sebagai anak Tuhan, tentu kita harus mengikuti prinsip kebenaranNya. Meski terlihat merugikan, yakinlah bahwa pada akhirnya kita akan melihat bahwa perjuangan kita terhadap kejujuran tidak akan sia-sia.
Kejadian yang menimpa teman saya di tempat kerjanya pada awal renungan, ia memilih untuk tidak ikut melakukan kecurangan. Ia kemudian memutuskan untuk keluar dan sekarang sukses menjalani panggilannya sebagai pemusik. Ia sudah berkeluarga dan dikaruniai seorang anak yang lucu dan pintar. Tidak lama setelah ia keluar, ia mendengar bahwa kecurangan itu terbongkar sehingga beberapa dari mereka dipecat dan diproses secara hukum.
Hari ini ia mengaku senang karena memilih untuk tetap hidup jujur dan benar meski resikonya sempat kehilangan pekerjaan. Tapi kemudian, kita bisa melihat bagaimana Tuhan memberkatinya dan memberi ganjaran bagi mereka yang hidup jauh dari kebenaran dan curang. "Coba bayangkan seandainya saya menyerah dan ikut mereka waktu itu, mungkin saat ini saya tengah menyesali keputusan saya dibalik jeruji besi." katanya.
Ya, pada saat masih mengalami tekanan dari rekan sekerja yang tidak menyukai kejujuran dan kebenaran tentu berat. Keputusan yang diambil bisa ikut atau tidak. Gampangnya jelas ikut, supaya tidak dapat masalah dari rekan-rekan sekerja. Tapi itu bisa mendatangkan konsekuensi buruk di kemudian hari. Kalaupun tetap tidak ketahuan, Tuhan melihat semuanya dan tidak akan pernah bisa ditipu. Tidak ada satupun hal yang tersembunyi bagi Tuhan. Dia melihat segalanya dan akan mengganjar orang sesuai dengan perbuatannya.
Pesan untuk berlaku jujur dan hidup benar bukan cuma wajib dimiliki oleh orang yang sudah bekerja, tapi anak-anak muda pun harus memegang prinsip kejujuran setinggi mungkin dan tidak menggadaikannya dengan alasan apapun. Lihatlah pesan Paulus Kepada anak rohaninya Timotius: "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Walaupun masih muda kita tetap dituntut untuk bisa menjadi teladan dalam segala hal termasuk didalamnya kejujuran dan hidup dalam kebenaran.
Kita hidup pada jaman dimana begitu banyak orang mau menghalalkan segala cara, yang hidup dengan standar-standar ganda dan yang tidak lagi menghargai kebenaran dan kejujuran. Bagi yang sudah dewasa, tidak ada kata terlambat untuk mulai menghidupi kebenaran dan kejujuran sepenuhnya, tak peduli sekecil apapun ukurannya, seperti apapun kondisinya. Bagi yang masih muda, mulailah menunjukkan nilai-nilai kejujuran dan kebenaran, jangan tukarkan itu dengan apapun, dan lihatlah pada saatnya nanti setiap orang benar yang hidup jujur akan bersukacita memetik buahnya.
Hidup benar dan jujur yang dianggap bodoh oleh dunia akan menuai perlindungan dan pemeliharaan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Mengapa demikian? Sebab Firman Tuhan kemudian berkata: "supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia." (ay 15).
Sebagai anak-anak Allah dan bukan anak-anak dunia sudah seharusnya kita menunjukkan kebenaran dan berani tampil beda. Kita tidak boleh ikut-ikutan arus sesat dari angkatan yang bengkok hatinya karena kita menyandang status sebagai anak-anak Tuhan. Sebagai anak Tuhan, tentu kita harus mengikuti prinsip kebenaranNya. Meski terlihat merugikan, yakinlah bahwa pada akhirnya kita akan melihat bahwa perjuangan kita terhadap kejujuran tidak akan sia-sia.
Kejadian yang menimpa teman saya di tempat kerjanya pada awal renungan, ia memilih untuk tidak ikut melakukan kecurangan. Ia kemudian memutuskan untuk keluar dan sekarang sukses menjalani panggilannya sebagai pemusik. Ia sudah berkeluarga dan dikaruniai seorang anak yang lucu dan pintar. Tidak lama setelah ia keluar, ia mendengar bahwa kecurangan itu terbongkar sehingga beberapa dari mereka dipecat dan diproses secara hukum.
Hari ini ia mengaku senang karena memilih untuk tetap hidup jujur dan benar meski resikonya sempat kehilangan pekerjaan. Tapi kemudian, kita bisa melihat bagaimana Tuhan memberkatinya dan memberi ganjaran bagi mereka yang hidup jauh dari kebenaran dan curang. "Coba bayangkan seandainya saya menyerah dan ikut mereka waktu itu, mungkin saat ini saya tengah menyesali keputusan saya dibalik jeruji besi." katanya.
Ya, pada saat masih mengalami tekanan dari rekan sekerja yang tidak menyukai kejujuran dan kebenaran tentu berat. Keputusan yang diambil bisa ikut atau tidak. Gampangnya jelas ikut, supaya tidak dapat masalah dari rekan-rekan sekerja. Tapi itu bisa mendatangkan konsekuensi buruk di kemudian hari. Kalaupun tetap tidak ketahuan, Tuhan melihat semuanya dan tidak akan pernah bisa ditipu. Tidak ada satupun hal yang tersembunyi bagi Tuhan. Dia melihat segalanya dan akan mengganjar orang sesuai dengan perbuatannya.
Pesan untuk berlaku jujur dan hidup benar bukan cuma wajib dimiliki oleh orang yang sudah bekerja, tapi anak-anak muda pun harus memegang prinsip kejujuran setinggi mungkin dan tidak menggadaikannya dengan alasan apapun. Lihatlah pesan Paulus Kepada anak rohaninya Timotius: "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Walaupun masih muda kita tetap dituntut untuk bisa menjadi teladan dalam segala hal termasuk didalamnya kejujuran dan hidup dalam kebenaran.
Kita hidup pada jaman dimana begitu banyak orang mau menghalalkan segala cara, yang hidup dengan standar-standar ganda dan yang tidak lagi menghargai kebenaran dan kejujuran. Bagi yang sudah dewasa, tidak ada kata terlambat untuk mulai menghidupi kebenaran dan kejujuran sepenuhnya, tak peduli sekecil apapun ukurannya, seperti apapun kondisinya. Bagi yang masih muda, mulailah menunjukkan nilai-nilai kejujuran dan kebenaran, jangan tukarkan itu dengan apapun, dan lihatlah pada saatnya nanti setiap orang benar yang hidup jujur akan bersukacita memetik buahnya.
Hidup benar dan jujur yang dianggap bodoh oleh dunia akan menuai perlindungan dan pemeliharaan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, February 9, 2018
Hidup Benar dan Jujur (2)
(sambungan)
Mungkin awalnya kita sepertinya bisa mengalami kerugian atau bahkan malah mendapat masalah karena memutuskan untuk hidup benar dan berlaku jujur. Tetapi kalau Tuhan sudah berjanji sedemikian hebatnya, bukankah Tuhan pasti akan menepati janjiNya? Ayat lainnya akan hal ini bisa kita baca dalam kitab Mazmur yang saya jadikan ayat bacaan hari ini. Disana dikatakan: "Orang benar akan bersukacita karena TUHAN dan berlindung pada-Nya; semua orang yang jujur akan bermegah." (Mazmur 64:11).
Pada saat ini mungkin kita rugi akibat memutuskan untuk jujur, tetapi kelak pada saatnya kita akan bermegah dan bersyukur karena telah mengambil keputusan yang benar. Dan ayat dalam Mazmur dengan jelas mengatakan bahwa itu berlaku untuk semua, siapapun yang mau hidup benar dan jujur tanpa terkecuali.
Lantas bagaimana kalau kita harus menerima konsekuensi diperlakukan tak adil jika memilih jujur? Anggaplah itu sebuah ujian. Seperti layaknya ujian, untuk menghadapinya memang bisa jadi berat. Tetapi keseriusan dan ketekunan kita dalam menghadapinya akan menentukan hasil akhir. Akan halnya ujian kejujuran, ada saat-saat dimana anda merasa diperlakukan tidak adil, sudah jujur malah disalahkan dan dirugikan. Seperti halnya ujian, hadapi dengan tegar, tetap fokuskan pandangan jauh ke depan. Jangan goyah, jangan menyerah, karena kita akan menuai segala kebaikan Tuhan pada akhirnya.
Yakobus berkata: "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." (Yakobus 1:2-4).
Ujian akan menumbuhkan ketekunan, dan dari sana kita bisa menghasilkan buah-buah yang matang. Karakter kita akan disempurnakan lewat ujian-ujian itu. Ujian adalah kesempatan bagi kita untuk naik ke tingkatan yang lebih tinggi, dan karena itu seharusnya kita berbahagia ketika mendapat kesempatan untuk ujian. Buat sesaat kecurangan mungkin bisa memberi banyak keuntungan, tetapi itu semua hanyalah sesaat dan fana. Untuk sebuah hidup yang kekal, kecurangan tidak akan pernah membawa keuntungan malah mendatangkan kerugian.
Jangan lupa bahwa Tuhan sudah berkata bahwa Dia tidak akan menutup mata dari apapun yang kita lakukan dalam hidup kita. "Malah Ia mengganjar manusia sesuai perbuatannya, dan membuat setiap orang mengalami sesuai kelakuannya." (Ayub 34:11). Baik atau tidak akan membawa ganjaran atau konsekuensinya sendiri. Baik atau tidak ganjaran yang kita terima akan tergantung dari apa yang kita aplikasikan dalam hidup kita, apakah jalan Tuhan atau mengikuti cara dunia.
Bagi yang saat ini tengah menderita atau rugi karena memilih untuk tetap hidup benar dan jujur, bertahanlah. Firman Tuhan berpesan: "Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan" (Filipi 2:14). Ini termasuk pula komitmen kita untuk tetap mempertahankan kejujuran dan kesetiaan dengan tidak mengeluh terhadap konsekuensi apapun yang kita alami di dunia ini.
(bersambung)
Mungkin awalnya kita sepertinya bisa mengalami kerugian atau bahkan malah mendapat masalah karena memutuskan untuk hidup benar dan berlaku jujur. Tetapi kalau Tuhan sudah berjanji sedemikian hebatnya, bukankah Tuhan pasti akan menepati janjiNya? Ayat lainnya akan hal ini bisa kita baca dalam kitab Mazmur yang saya jadikan ayat bacaan hari ini. Disana dikatakan: "Orang benar akan bersukacita karena TUHAN dan berlindung pada-Nya; semua orang yang jujur akan bermegah." (Mazmur 64:11).
Pada saat ini mungkin kita rugi akibat memutuskan untuk jujur, tetapi kelak pada saatnya kita akan bermegah dan bersyukur karena telah mengambil keputusan yang benar. Dan ayat dalam Mazmur dengan jelas mengatakan bahwa itu berlaku untuk semua, siapapun yang mau hidup benar dan jujur tanpa terkecuali.
Lantas bagaimana kalau kita harus menerima konsekuensi diperlakukan tak adil jika memilih jujur? Anggaplah itu sebuah ujian. Seperti layaknya ujian, untuk menghadapinya memang bisa jadi berat. Tetapi keseriusan dan ketekunan kita dalam menghadapinya akan menentukan hasil akhir. Akan halnya ujian kejujuran, ada saat-saat dimana anda merasa diperlakukan tidak adil, sudah jujur malah disalahkan dan dirugikan. Seperti halnya ujian, hadapi dengan tegar, tetap fokuskan pandangan jauh ke depan. Jangan goyah, jangan menyerah, karena kita akan menuai segala kebaikan Tuhan pada akhirnya.
Yakobus berkata: "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." (Yakobus 1:2-4).
Ujian akan menumbuhkan ketekunan, dan dari sana kita bisa menghasilkan buah-buah yang matang. Karakter kita akan disempurnakan lewat ujian-ujian itu. Ujian adalah kesempatan bagi kita untuk naik ke tingkatan yang lebih tinggi, dan karena itu seharusnya kita berbahagia ketika mendapat kesempatan untuk ujian. Buat sesaat kecurangan mungkin bisa memberi banyak keuntungan, tetapi itu semua hanyalah sesaat dan fana. Untuk sebuah hidup yang kekal, kecurangan tidak akan pernah membawa keuntungan malah mendatangkan kerugian.
Jangan lupa bahwa Tuhan sudah berkata bahwa Dia tidak akan menutup mata dari apapun yang kita lakukan dalam hidup kita. "Malah Ia mengganjar manusia sesuai perbuatannya, dan membuat setiap orang mengalami sesuai kelakuannya." (Ayub 34:11). Baik atau tidak akan membawa ganjaran atau konsekuensinya sendiri. Baik atau tidak ganjaran yang kita terima akan tergantung dari apa yang kita aplikasikan dalam hidup kita, apakah jalan Tuhan atau mengikuti cara dunia.
Bagi yang saat ini tengah menderita atau rugi karena memilih untuk tetap hidup benar dan jujur, bertahanlah. Firman Tuhan berpesan: "Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan" (Filipi 2:14). Ini termasuk pula komitmen kita untuk tetap mempertahankan kejujuran dan kesetiaan dengan tidak mengeluh terhadap konsekuensi apapun yang kita alami di dunia ini.
(bersambung)
Thursday, February 8, 2018
Hidup Benar dan Jujur (1)
Ayat bacaan: Mazmur 64:11
==================
"Orang benar akan bersukacita karena TUHAN dan berlindung pada-Nya; semua orang yang jujur akan bermegah."
Hidup yang makin sulit membuat semakin banyak orang yang mengabaikan pentingnya hidup benar dan jujur. Dalam sistem dunia yang mendorong orang-orang yang hidup di dalamnya untuk berlomba-lomba mengejar hal-hal yang dipercaya bisa mendatangkan kebahagiaan menurut dunia. Begitu parahnya kecurangan, sehingga orang yang jujur pun seringkali dipaksa untuk mengikut arus kalau tidak mau kehilangan posisi dalam pekerjaannya.
Ada seorang teman saya yang akhirnya dimusuhi rekan kerjanya karena tidak mau ikut-ikutan berbuat curang. Di satu sisi ia ingin mempertahankan kejujuran, tapi di sisi lain ia pun takut kehilangan pekerjaannya, setidaknya kenyamanan dalam bekerja. "Tidak enak bekerja di lingkungan dimana orang memusuhi kita karena merasa kita sok suci, tapi jaman sekarang cari kerja itu susah, sementara hidup semakin sulit dari hari ke hari." katanya. Itu adalah salah satu gambaran kondisi dilematis yang dialami orang yang memilih hidup benar di tengah dunia yang cemar.
Kalau mau posisi aman, kita harus mengikut arus. Berbohong, menutupi kebenaran dan ikut melakukan kecurangan atau penyelewengan. Itu baru namanya pintar. Bertahan jujur, berusaha tetap hidup benar? Itu bodoh. Seperti itulah yang terjadi saat ini. Meski sudah begitu banyak yang ditangkap karena korupsi, ternyata masih banyak orang yang begitu tergiurnya melakukan hal tersebut sampai-sampai mereka tidak kunjung belajar dari orang-orang yang sudah menjalani hukuman.
Hidup benar dan menjunjung tinggi kejujuran sama dengan bodoh? Di mata dunia mungkin seperti itu, tetapi ingatlah bahwa kejujuran yang sekecil apapun memiliki nilai yang sangat tinggi di mata Tuhan. Pertanyaannya, apakah memang kita harus mengalami kerugian kalau kita memilih hidup jujur dan benar? Apakah Tuhan hanya menuntut kita untuk menghidupi sikap tersebut dan membiarkan kita menderita karenanya?
Dalam kehidupan orang percaya, kejujuran adalah sebuah keharusan. Dan tentu saja, Tuhan tidak akan membiarkan orang-orang yang benar dan jujur menjadi korban dan menderita. Malah imbalan yang disediakan Tuhan bagi orang benar dan jujur bukan main besarnya. Mari kita lihat lagi ayat yang saya sampaikan dalam renungan sebelumnya.
"Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin." (Yesaya 33:15-16).
Lihatlah betapa besar nilai hidup dalam kebenaran kejujuran di mata Tuhan dan bagaimana Tuhan merespon keputusan anakNya yang memilih menghidupi itu.
Orang yang:
- Hidup dalam kebenaran
- Bicara dengan jujur
- Menolak keuntungan dari hasil pemerasan
- Menolak suap
- Tidak mau ikut-ikutan berbuat jahat
- Tidak mau ikut merencanakan hal yang bisa menghancurkan orang lain
Mereka ini akan diganjar Tuhan:
- hidup aman di tempat tinggi, di atas segala masalah yang menerpa kehidupan
- dilindungi bagaikan dikelilingi benteng/kubu di atas bukit batu
- roti disediakan dan air minum terjamin, yang artinya ada jaminan pemeliharaan akan kebutuhan dasar dalam hidup kita.
(bersambung)
==================
"Orang benar akan bersukacita karena TUHAN dan berlindung pada-Nya; semua orang yang jujur akan bermegah."
Hidup yang makin sulit membuat semakin banyak orang yang mengabaikan pentingnya hidup benar dan jujur. Dalam sistem dunia yang mendorong orang-orang yang hidup di dalamnya untuk berlomba-lomba mengejar hal-hal yang dipercaya bisa mendatangkan kebahagiaan menurut dunia. Begitu parahnya kecurangan, sehingga orang yang jujur pun seringkali dipaksa untuk mengikut arus kalau tidak mau kehilangan posisi dalam pekerjaannya.
Ada seorang teman saya yang akhirnya dimusuhi rekan kerjanya karena tidak mau ikut-ikutan berbuat curang. Di satu sisi ia ingin mempertahankan kejujuran, tapi di sisi lain ia pun takut kehilangan pekerjaannya, setidaknya kenyamanan dalam bekerja. "Tidak enak bekerja di lingkungan dimana orang memusuhi kita karena merasa kita sok suci, tapi jaman sekarang cari kerja itu susah, sementara hidup semakin sulit dari hari ke hari." katanya. Itu adalah salah satu gambaran kondisi dilematis yang dialami orang yang memilih hidup benar di tengah dunia yang cemar.
Kalau mau posisi aman, kita harus mengikut arus. Berbohong, menutupi kebenaran dan ikut melakukan kecurangan atau penyelewengan. Itu baru namanya pintar. Bertahan jujur, berusaha tetap hidup benar? Itu bodoh. Seperti itulah yang terjadi saat ini. Meski sudah begitu banyak yang ditangkap karena korupsi, ternyata masih banyak orang yang begitu tergiurnya melakukan hal tersebut sampai-sampai mereka tidak kunjung belajar dari orang-orang yang sudah menjalani hukuman.
Hidup benar dan menjunjung tinggi kejujuran sama dengan bodoh? Di mata dunia mungkin seperti itu, tetapi ingatlah bahwa kejujuran yang sekecil apapun memiliki nilai yang sangat tinggi di mata Tuhan. Pertanyaannya, apakah memang kita harus mengalami kerugian kalau kita memilih hidup jujur dan benar? Apakah Tuhan hanya menuntut kita untuk menghidupi sikap tersebut dan membiarkan kita menderita karenanya?
Dalam kehidupan orang percaya, kejujuran adalah sebuah keharusan. Dan tentu saja, Tuhan tidak akan membiarkan orang-orang yang benar dan jujur menjadi korban dan menderita. Malah imbalan yang disediakan Tuhan bagi orang benar dan jujur bukan main besarnya. Mari kita lihat lagi ayat yang saya sampaikan dalam renungan sebelumnya.
"Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin." (Yesaya 33:15-16).
Lihatlah betapa besar nilai hidup dalam kebenaran kejujuran di mata Tuhan dan bagaimana Tuhan merespon keputusan anakNya yang memilih menghidupi itu.
Orang yang:
- Hidup dalam kebenaran
- Bicara dengan jujur
- Menolak keuntungan dari hasil pemerasan
- Menolak suap
- Tidak mau ikut-ikutan berbuat jahat
- Tidak mau ikut merencanakan hal yang bisa menghancurkan orang lain
Mereka ini akan diganjar Tuhan:
- hidup aman di tempat tinggi, di atas segala masalah yang menerpa kehidupan
- dilindungi bagaikan dikelilingi benteng/kubu di atas bukit batu
- roti disediakan dan air minum terjamin, yang artinya ada jaminan pemeliharaan akan kebutuhan dasar dalam hidup kita.
(bersambung)
Wednesday, February 7, 2018
Hidup dalam Kebenaran di Market Place (3)
(sambungan)
Selain kecurangan, kebiasaan berbohong juga menunjukkan perbuatan melanggar kejujuran. Seringkali bermula dari kebohongan-kebohongan kecil, tetapi itu bisa menjadi kebiasaan yang pada suatu ketika sudah menjadi sulit untuk diubah. Yesus berkata "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat." (Matius 5:37). Kejujuran dalam berbicara atau berkata-kata juga sangat penting untuk kita perhatikan. Orang jujur bukan saja membawa manfaat baik pada diri sendiri tetapi juga kepada orang lain bahkan punya kekuatan untuk mendatangkan berkat bagi kotanya. Dalam Amsal kita bisa membaca sebuah ayat yang berbunyi "Berkat orang jujur memperkembangkan kota, tetapi mulut orang fasik meruntuhkannya." (Amsal 11:11).
Banyaknya ayat dalam Alkitab yang menyerukan panggilan untuk hidup jujur jelas menunjukkan betapa pentingnya prinsip perilaku ini di mata Allah. Pandangan dunia mungkin akan mengatakan bahwa semakin anda pintar menipu maka keuntungan akan semakin besar, tetapi selain perbuatan itu bisa membuat kita rugi sendiri, Tuhan pun sangat tidak suka terhadap bentuk-bentuk kecurangan yang dilakukan oleh orang bermental penipu. Bahkan dalam sebuah ayat Tuhan dikatakan jijik melihat penipu. (Mazmur 5:7). Paulus berseru: "Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah." (1 Korintus 6:9-10)
Sadarilah bahwa dunia tidak akan pernah bisa menjamin kebahagiaan kita. Tidak peduli seberapa besarpun harta kekayaan yang kita miliki, kebahagiaan sejati hanyalah berasal dari Tuhan. Kalau kita salah langkah, mengejar kekayaan tanpa memperhatikan hidup benar, semua itu pada akhirnya hanya akan sia-sia bahkan bisa mendatangkan kehancuran yang berbanding terbalik dengan apa yang dituju, yaitu bahagia. Oleh karena itulah kita harus mulai menerapkan sikap hati yang tulus untuk memilih bersikap jujur.
Sikap hati yang tulus, itulah yang menjadi awal dari datangnya kejujuran. Firman Tuhan berkata "Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya." (Amsal 11:3). Tuhan tidak akan pernah menutup mata dan mengabaikan anak-anakNya yang mau memilih untuk jujur, itu haruslah kita sadari sepenuhnya dan pegang teguh sebagai prinsip hidup.
Dunia mungkin memandang kejujuran sebagai kerugian, dunia mungkin menertawakannya. Mungkin mereka akan melihat orang jujur itu bodoh, sok suci dan sebagainya, tetapi yakinlah bahwa itu adalah sebuah bagian dari integritas yang bernilai tinggi di mata Tuhan.
Bayangkan sebuah hidup yang diisi dengan kejujuran, dan didalamnya penuh limpahan berkat Allah. Bukankah itu luar biasa? Semua itu bisa menjadi bagian dari hidup kita kalau kita mau memutuskan untuk hidup jujur tanpa syarat. Kitalah yang bisa membuktikan bahwa kejujuran bukan mendatangkan kerugian malah bisa mendatangkan keuntungan baik di dunia ini maupun dalam kehidupan selanjutnya kelak. Dan itu bisa membuka mata orang banyak terhadap Tuhan dan prinsip kebenaranNya yang tetap relevan di sepanjang jaman. Mari kita belajar untuk memelihara sikap jujur dan jadilah orang-orang yang berintegritas dalam segala aspek kehidupan.
"He who walks uprightly walks securely" (Amsal 10:9, English Amp)
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Banyaknya ayat dalam Alkitab yang menyerukan panggilan untuk hidup jujur jelas menunjukkan betapa pentingnya prinsip perilaku ini di mata Allah. Pandangan dunia mungkin akan mengatakan bahwa semakin anda pintar menipu maka keuntungan akan semakin besar, tetapi selain perbuatan itu bisa membuat kita rugi sendiri, Tuhan pun sangat tidak suka terhadap bentuk-bentuk kecurangan yang dilakukan oleh orang bermental penipu. Bahkan dalam sebuah ayat Tuhan dikatakan jijik melihat penipu. (Mazmur 5:7). Paulus berseru: "Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah." (1 Korintus 6:9-10)
Sadarilah bahwa dunia tidak akan pernah bisa menjamin kebahagiaan kita. Tidak peduli seberapa besarpun harta kekayaan yang kita miliki, kebahagiaan sejati hanyalah berasal dari Tuhan. Kalau kita salah langkah, mengejar kekayaan tanpa memperhatikan hidup benar, semua itu pada akhirnya hanya akan sia-sia bahkan bisa mendatangkan kehancuran yang berbanding terbalik dengan apa yang dituju, yaitu bahagia. Oleh karena itulah kita harus mulai menerapkan sikap hati yang tulus untuk memilih bersikap jujur.
Sikap hati yang tulus, itulah yang menjadi awal dari datangnya kejujuran. Firman Tuhan berkata "Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya." (Amsal 11:3). Tuhan tidak akan pernah menutup mata dan mengabaikan anak-anakNya yang mau memilih untuk jujur, itu haruslah kita sadari sepenuhnya dan pegang teguh sebagai prinsip hidup.
Dunia mungkin memandang kejujuran sebagai kerugian, dunia mungkin menertawakannya. Mungkin mereka akan melihat orang jujur itu bodoh, sok suci dan sebagainya, tetapi yakinlah bahwa itu adalah sebuah bagian dari integritas yang bernilai tinggi di mata Tuhan.
Bayangkan sebuah hidup yang diisi dengan kejujuran, dan didalamnya penuh limpahan berkat Allah. Bukankah itu luar biasa? Semua itu bisa menjadi bagian dari hidup kita kalau kita mau memutuskan untuk hidup jujur tanpa syarat. Kitalah yang bisa membuktikan bahwa kejujuran bukan mendatangkan kerugian malah bisa mendatangkan keuntungan baik di dunia ini maupun dalam kehidupan selanjutnya kelak. Dan itu bisa membuka mata orang banyak terhadap Tuhan dan prinsip kebenaranNya yang tetap relevan di sepanjang jaman. Mari kita belajar untuk memelihara sikap jujur dan jadilah orang-orang yang berintegritas dalam segala aspek kehidupan.
"He who walks uprightly walks securely" (Amsal 10:9, English Amp)
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, February 5, 2018
Hidup dalam Kebenaran di Market Place (1)
Ayat bacaan: Yesaya 33:15-16
===================
"Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin."
Dunia bisnis seringkali dianggap dunia yang kotor. Para pelakunya harus siap berhadapan dengan segala macam resiko, kerasnya persaingan dengan segala trik atau cara agar bisa berhasil menuai keuntungan sebesar mungkin. Bukan cuma mengalahkan kompetitor, tapi kalau bisa dikubur. Kalau perlu pelicin dalam bentuk apapun, itupun harus siap. Ada teman pebisnis yang mengatakan bahwa suka tidak suka, mau tidak mau, ia harus berkompromi terhadap hal-hal yang tidak baik supaya bisa bersaing. "Realistis lah, kalau tidak begitu jangan harap bisa berhasil." katanya ringan. Bagaimana dengan memegang teguh kebenaran Firman? Ia pun tidak bisa atau tidak mau menjawab. Sepertinya ia memilih untuk membedakan antara kehidupan rohani dan sekuler.
Pertanyaannya, apakah benar kita tidak bisa mempertahankan kehidupan rohani dalam dunia sekuler? Apakah benar hidup yang bersih, jujur dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran lainnya tidak akan pernah bisa mendapat tempat di market place? Pertanyaan ini sempat bercokol dalam pikiran saya sampai saya bertemu dengan seorang pebisnis sukses yang juga aktif melayani Tuhan. Ia membawahi begitu banyak anak perusahaan dengan hasil cemerlang. Artinya, ia bukan pemain baru dan merupakan pelaku yang sudah teruji kesuksesannya, karena kalau tidak, tidak mungkin ia dipercaya memimpin sebegitu banyak perusahaan dengan jumlah karyawan sampai ribuan orang. Luar biasanya, ia memang terbukti selama puluhan tahun punya track record bersih.
Pertanyaan yang sudah lama ada dalam pikiran saya itu pun saya sampaikan kepadanya. Dengan tersenyum ia berkata bahwa benar, dunia bisnis memang bukanlah dunia yang mudah dan bersih. Menurutnya, ada begitu banyak godaan dan potensi penyimpangan dari kebenaran disana yang bisa menyeret pelakunya untuk terjerumus dalam dosa. Bagaimana dengan dia, sebagai sosok pebisnis sukses tapi juga bisa jadi teladan dalam hal pelaku kebenaran? Ia pun berkata, justru karena dunia bisnis bukan dunia yang bersih maka diperlukan orang-orang benar yang bisa menyatakan Tuhan didalamnya. Tapi bagaimana mungkin? Bukankah sudah rahasia umum bahwa untuk bisa memenangkan tender, bisa menjalin kerjasama dan sebagainya seringkali dibutuhkan usaha-usaha dibelakang layar atau dibawah tangan seperti berbagai bentuk suap misalnya? Dia pun berkata bahwa itu prinsip dunia, tapi kalau kita mau mengikuti Tuhan sepenuhnya, maka kita pun bisa sukses memakai prinsip Kerajaan bukan mengikuti cara dunia.
Ia berkali-kali menang tender tanpa harus menyogok atau dengan melakukan pelicin apapun. Dalam bernegosiasi, menjalin kerjasama dan sebagainya, ia pun bersaksi tidak pernah mengambil jalan-jalan curang, dan bersama Tuhan ia ternyata bisa mencapai keberhasilan yang bahkan ada di atas kebanyakan pelaku yang mempergunakan cara dunia. Prinsipnya sederhana. Menurutnya imannya justru teruji kalau dia bisa tetap jujur dan setia saat tidak ada yang tahu atau melihat. Pura-pura alim di depan orang itu mudah, tapi apakah kita bisa tetap berlaku sesuai Firman saat tidak ada yang melihat? katanya. Dan ia juga berkata, orang bisa ditipu, tapi Tuhan tidak akan pernah bisa dikelabui.
Ternyata, saat ia memutuskan untuk tetap bersama Tuhan di dunia bisnis yang kata orang penuh kecemaran, ia dibawa Tuhan untuk berjalan dari satu keberhasilan kepada keberhasilan berikutnya. Mungkin aneh atau sepertinya mustahil bagi orang, tapi disitulah ia kemudian bisa bersaksi tentang Tuhan dan bagaimana kebenaran prinsip Kerajaan ternyata tetap aplikatif di market place. "Tinggal kitanya, apakah kita tetap mau hidup benar, menghidupi prinsip Tuhan tanpa kompromi atau mau menggadaikan kasih karunia lalu memilih cara dunia." katanya.
Pengalaman bapak pebisnis ini menjadi sebuah konfirmasi tak terbantahkan bahwa kita tidak perlu ikut-ikutan arus dunia dengan segala penyesatannya untuk bisa berhasil. Kalau mau bicara dunia yang tidak bersih, bukan saja di dunia bisnis tapi di dunia kerja manapun kecemaran tetap ada. Saya yang hidup di dunia entertaiment juga merasakan hal itu. Dunia hiburan pun bukan dunia yang bersih. Tapi itu bukan berarti bahwa semua yang hidup di dalamnya harus ikut terkontaminasi perilaku buruk. Bagi saya, justru keberadaan orang-orang percaya yang memilih untuk tetap hidup benar - dan saya bisa bersaksi bahwa jumlahnya tidak sedikit - akan membawa terang ke dalam dunia yang gelap.
Apa tidak takut kehilangan kesempatan atau tersingkir dari pergaulan? Saat ingin sukses dan dunia mengajarkan harus menyogok atau mengorbankan hal-hal lainnya, apakah kita harus ikut seperti itu? Tentu saja tidak. Semua keberhasilan yang sejati justru berasal dari Tuhan dan bukan manusia. Karenanya, orang percaya yang memilih untuk terus hidup benar sangat diperlukan di dunia kerja manapun agar orang bisa melihat dan merasakan Tuhan dan berbalik kepadaNya. Godaan akan tetap ada, tetapi kekuatan iman yang berakar kuat pada Kristus seharusnya lebih dari cukup untuk mencegah kita terbawa arus dan bisa membawa perubahan yang bisa membawa orang untuk mengenalNya dengan benar.
(bersambung)
===================
"Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin."
Dunia bisnis seringkali dianggap dunia yang kotor. Para pelakunya harus siap berhadapan dengan segala macam resiko, kerasnya persaingan dengan segala trik atau cara agar bisa berhasil menuai keuntungan sebesar mungkin. Bukan cuma mengalahkan kompetitor, tapi kalau bisa dikubur. Kalau perlu pelicin dalam bentuk apapun, itupun harus siap. Ada teman pebisnis yang mengatakan bahwa suka tidak suka, mau tidak mau, ia harus berkompromi terhadap hal-hal yang tidak baik supaya bisa bersaing. "Realistis lah, kalau tidak begitu jangan harap bisa berhasil." katanya ringan. Bagaimana dengan memegang teguh kebenaran Firman? Ia pun tidak bisa atau tidak mau menjawab. Sepertinya ia memilih untuk membedakan antara kehidupan rohani dan sekuler.
Pertanyaannya, apakah benar kita tidak bisa mempertahankan kehidupan rohani dalam dunia sekuler? Apakah benar hidup yang bersih, jujur dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran lainnya tidak akan pernah bisa mendapat tempat di market place? Pertanyaan ini sempat bercokol dalam pikiran saya sampai saya bertemu dengan seorang pebisnis sukses yang juga aktif melayani Tuhan. Ia membawahi begitu banyak anak perusahaan dengan hasil cemerlang. Artinya, ia bukan pemain baru dan merupakan pelaku yang sudah teruji kesuksesannya, karena kalau tidak, tidak mungkin ia dipercaya memimpin sebegitu banyak perusahaan dengan jumlah karyawan sampai ribuan orang. Luar biasanya, ia memang terbukti selama puluhan tahun punya track record bersih.
Pertanyaan yang sudah lama ada dalam pikiran saya itu pun saya sampaikan kepadanya. Dengan tersenyum ia berkata bahwa benar, dunia bisnis memang bukanlah dunia yang mudah dan bersih. Menurutnya, ada begitu banyak godaan dan potensi penyimpangan dari kebenaran disana yang bisa menyeret pelakunya untuk terjerumus dalam dosa. Bagaimana dengan dia, sebagai sosok pebisnis sukses tapi juga bisa jadi teladan dalam hal pelaku kebenaran? Ia pun berkata, justru karena dunia bisnis bukan dunia yang bersih maka diperlukan orang-orang benar yang bisa menyatakan Tuhan didalamnya. Tapi bagaimana mungkin? Bukankah sudah rahasia umum bahwa untuk bisa memenangkan tender, bisa menjalin kerjasama dan sebagainya seringkali dibutuhkan usaha-usaha dibelakang layar atau dibawah tangan seperti berbagai bentuk suap misalnya? Dia pun berkata bahwa itu prinsip dunia, tapi kalau kita mau mengikuti Tuhan sepenuhnya, maka kita pun bisa sukses memakai prinsip Kerajaan bukan mengikuti cara dunia.
Ia berkali-kali menang tender tanpa harus menyogok atau dengan melakukan pelicin apapun. Dalam bernegosiasi, menjalin kerjasama dan sebagainya, ia pun bersaksi tidak pernah mengambil jalan-jalan curang, dan bersama Tuhan ia ternyata bisa mencapai keberhasilan yang bahkan ada di atas kebanyakan pelaku yang mempergunakan cara dunia. Prinsipnya sederhana. Menurutnya imannya justru teruji kalau dia bisa tetap jujur dan setia saat tidak ada yang tahu atau melihat. Pura-pura alim di depan orang itu mudah, tapi apakah kita bisa tetap berlaku sesuai Firman saat tidak ada yang melihat? katanya. Dan ia juga berkata, orang bisa ditipu, tapi Tuhan tidak akan pernah bisa dikelabui.
Ternyata, saat ia memutuskan untuk tetap bersama Tuhan di dunia bisnis yang kata orang penuh kecemaran, ia dibawa Tuhan untuk berjalan dari satu keberhasilan kepada keberhasilan berikutnya. Mungkin aneh atau sepertinya mustahil bagi orang, tapi disitulah ia kemudian bisa bersaksi tentang Tuhan dan bagaimana kebenaran prinsip Kerajaan ternyata tetap aplikatif di market place. "Tinggal kitanya, apakah kita tetap mau hidup benar, menghidupi prinsip Tuhan tanpa kompromi atau mau menggadaikan kasih karunia lalu memilih cara dunia." katanya.
Pengalaman bapak pebisnis ini menjadi sebuah konfirmasi tak terbantahkan bahwa kita tidak perlu ikut-ikutan arus dunia dengan segala penyesatannya untuk bisa berhasil. Kalau mau bicara dunia yang tidak bersih, bukan saja di dunia bisnis tapi di dunia kerja manapun kecemaran tetap ada. Saya yang hidup di dunia entertaiment juga merasakan hal itu. Dunia hiburan pun bukan dunia yang bersih. Tapi itu bukan berarti bahwa semua yang hidup di dalamnya harus ikut terkontaminasi perilaku buruk. Bagi saya, justru keberadaan orang-orang percaya yang memilih untuk tetap hidup benar - dan saya bisa bersaksi bahwa jumlahnya tidak sedikit - akan membawa terang ke dalam dunia yang gelap.
Apa tidak takut kehilangan kesempatan atau tersingkir dari pergaulan? Saat ingin sukses dan dunia mengajarkan harus menyogok atau mengorbankan hal-hal lainnya, apakah kita harus ikut seperti itu? Tentu saja tidak. Semua keberhasilan yang sejati justru berasal dari Tuhan dan bukan manusia. Karenanya, orang percaya yang memilih untuk terus hidup benar sangat diperlukan di dunia kerja manapun agar orang bisa melihat dan merasakan Tuhan dan berbalik kepadaNya. Godaan akan tetap ada, tetapi kekuatan iman yang berakar kuat pada Kristus seharusnya lebih dari cukup untuk mencegah kita terbawa arus dan bisa membawa perubahan yang bisa membawa orang untuk mengenalNya dengan benar.
(bersambung)
Sunday, February 4, 2018
25 Sen (3)
(sambungan)
Perhatikanlah bahwa pesan ini bukan hanya berlaku bagi pendeta, penginjil atau hamba-hamba Tuhan saja, tetapi juga kepada kita semua orang percaya. Sebagai anak-anak Tuhan kita seharusnya menunjukkan integritas yang baik dengan perbuatan yang sesuai dengan perkataan, sesuai dengan ajaran Tuhan, sesuai dengan gambaran orang percaya yang benar, menghasilkan buah-buah yang sesuai dengan pertobatan, seperti yang diajarkan pada kita dalam Matius 3:8 dan kemudian menjadi teladan bagi orang lain.
Seperti apa yang dialami oleh pendeta dalam ilustrasi di awal, segala perilaku, perbuatan dan keputusan-keputusan yang kita ambil akan tetap menjadi perhatian orang lain. Alangkah ironisnya apabila kita sebagai anak-anak Tuhan sama sekali tidak mencerminkan sikap seperti Kristus lalu malah memberi citra negatif dengan bersikap munafik, terus mencari kepentingan sendiri tanpa merasa bersalah jika merugikan orang lain. Kelanjutan dari ayat Titus di atas mengingatkan kita agar terus bersikap jujur, "..sehat dan tidak bercela dalam pemberitaanmu sehingga lawan menjadi malu, karena tidak ada hal-hal buruk yang dapat mereka sebarkan tentang kita." (ay 8).
Jujur dalam segala hal dan ukuran merupakan sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar atau dinegosiasikan dengan alasan apapun. Salomo yang penuh hikmat berkata "Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya." (Amsal 11:3). Dan dalam bagian lain ia berkata "karena orang yang sesat adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi dengan orang jujur Ia bergaul erat." (3:32).
Kita harus ingat bahwa Tuhan bergaul erat dengan orang-orang jujur, sebaliknya dosa sekecil apapun bisa membuat jurang besar yang memutuskan hubungan kita dengan Tuhan. "tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:2). Jangan lupa bahwa kita membawa nama Kristus dalam setiap langkah hidup kita.
Jangan beri toleransi untuk menghalalkan kejahatan, jangan buat timbangan sendiri untuk besar kecil atau boleh tidaknya kita melakukan kecurangan atau menutup mata atas sesuatu yang menguntungkan kita tetapi merugikan orang lain. Dan Firman Tuhan sudah berkata: ".. janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:27). Hendaklah kita terus bersikap jujur dalam perkara apapun, seperti apa dan berapapun ukurannya agar kita bisa menjadi kesaksian tersendiri akan Kristus di dunia ini.
Watch your thoughts ; they become words. Watch your words, they become actions. Watch your actions, they become habits. Watch your habits, they become character. Watch your character, it becomes your destiny
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Perhatikanlah bahwa pesan ini bukan hanya berlaku bagi pendeta, penginjil atau hamba-hamba Tuhan saja, tetapi juga kepada kita semua orang percaya. Sebagai anak-anak Tuhan kita seharusnya menunjukkan integritas yang baik dengan perbuatan yang sesuai dengan perkataan, sesuai dengan ajaran Tuhan, sesuai dengan gambaran orang percaya yang benar, menghasilkan buah-buah yang sesuai dengan pertobatan, seperti yang diajarkan pada kita dalam Matius 3:8 dan kemudian menjadi teladan bagi orang lain.
Seperti apa yang dialami oleh pendeta dalam ilustrasi di awal, segala perilaku, perbuatan dan keputusan-keputusan yang kita ambil akan tetap menjadi perhatian orang lain. Alangkah ironisnya apabila kita sebagai anak-anak Tuhan sama sekali tidak mencerminkan sikap seperti Kristus lalu malah memberi citra negatif dengan bersikap munafik, terus mencari kepentingan sendiri tanpa merasa bersalah jika merugikan orang lain. Kelanjutan dari ayat Titus di atas mengingatkan kita agar terus bersikap jujur, "..sehat dan tidak bercela dalam pemberitaanmu sehingga lawan menjadi malu, karena tidak ada hal-hal buruk yang dapat mereka sebarkan tentang kita." (ay 8).
Jujur dalam segala hal dan ukuran merupakan sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar atau dinegosiasikan dengan alasan apapun. Salomo yang penuh hikmat berkata "Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya." (Amsal 11:3). Dan dalam bagian lain ia berkata "karena orang yang sesat adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi dengan orang jujur Ia bergaul erat." (3:32).
Kita harus ingat bahwa Tuhan bergaul erat dengan orang-orang jujur, sebaliknya dosa sekecil apapun bisa membuat jurang besar yang memutuskan hubungan kita dengan Tuhan. "tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:2). Jangan lupa bahwa kita membawa nama Kristus dalam setiap langkah hidup kita.
Jangan beri toleransi untuk menghalalkan kejahatan, jangan buat timbangan sendiri untuk besar kecil atau boleh tidaknya kita melakukan kecurangan atau menutup mata atas sesuatu yang menguntungkan kita tetapi merugikan orang lain. Dan Firman Tuhan sudah berkata: ".. janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:27). Hendaklah kita terus bersikap jujur dalam perkara apapun, seperti apa dan berapapun ukurannya agar kita bisa menjadi kesaksian tersendiri akan Kristus di dunia ini.
Watch your thoughts ; they become words. Watch your words, they become actions. Watch your actions, they become habits. Watch your habits, they become character. Watch your character, it becomes your destiny
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Subscribe to:
Posts (Atom)
Belajar dari Rehabeam (2)
(sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...