Friday, August 19, 2022

Untuk Apa Kita Hidup? (1)

 Ayat bacaan: Filipi 1:22a
====================
"Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah."

"Umur sudah segini, pasangan belum ada, pekerjaan nggak jelas. Entah mau jadi apa dia ini nanti.." begitu kata pelanggan saya pada suatu kali membicarakan anak laki-laki satu-satunya. Anaknya memang sudah dewasa, ia sudah bekerja di beberapa tempat tapi punya sifat mudah tidak betah sehingga tidak ada satupun pekerjaan sejauh ini yang bisa bertahan lama. Kalau mau dipikir-pikir, hal seperti ini bisa jadi merupakan salah satu yang paling ditakutkan oleh orang tua, dan sepertinya juga menjadi tekanan bagi si anak. Ada satu teman saya kuliah yang dulu disuruh 'keluar' dari rumah oleh orang tuanya tidak lama setelah wisuda agar bisa mandiri dan 'jadi orang'. Untunglah saat ini ia sudah sukses dan berkeluarga. Tapi pada waktu itu ia bingung dan kalut. Saya masih ingat ia datang ke rumah dan bercerita tentang hal ini. Harus keluar rumah tapi tidak tahu mau apa dan kemana. Ia pun sempat menumpang di rumah saya untuk sementara waktu sebelum akhirnya mendapat pekerjaan di Jakarta dan pindah kesana.

Saya berpikir bahwa hidup ini memang seharusnya punya arah dan tujuan. Hidup tidak boleh dibiarkan mengalir begitu saja karena nantinya akan ada banyak waktu yang terbuang sia-sia. Sementara untuk mencari kerja ada batasan umur dan pengalaman yang sering dijadikan syarat penerimaan, sedangkan untuk memulai usaha butuh modal yang belum tentu dimiliki semua orang.

Pertanyaan paling mendasarnya adalah: untuk apa sebenarnya kita hidup? Yang terbaik adalah mengenali atau mengetahui panggilan kita masing-masing. Panggilan bagi setiap orang itu tentu berbeda-beda. Tapi ada berapa banyak orang yang mengetahui dengan jelas apa panggilannya? Ini bisa jadi merupakan salah satu penyebab kenapa ada orang yang terus menerus gonta ganti profesi, karena pada dasarnya mereka tidak menikmati pekerjaannya. Ada orang yang bertipe gigih, meski tidak suka dengan profesinya mereka terus menekuni dengan sungguh-sungguh sampai bisa berhasil. Ini tentu saja baik, walaupun mungkin mereka hanya sebatas bekerja karena keharusan bukan karena mereka menyukai pekerjaannya.

Panggilan kita itu berbeda-beda. Saya punya panggilan dalam musik, meski bukan di panggung atau studio rekaman karena saya bukan musisi. Disamping itu saya punya panggilan juga untuk melayani lewat tulisan seperti yang sedang anda baca saat ini. Meski saya bukan pendeta, bukan lulusan sekolah Alkitab, bukan pula Kristen sejak lahir, tapi itu jadi panggilan saya, yang saya baru dapatkan sekitar 15 tahun lalu. Sementara istri saya punya panggilan atas anjing dan kucing yang terlantar di jalanan. Ia kerap berkeliling memberi mereka makan, dan saya pun sudah beberapa kali membantu panggilannya dengan melakukan rescue dan mencari adopter. Sebagai suami, saya tentu harus mendukung panggilan istri saya, meski itu bukan panggilan saya. Dan sebaliknya, meski bukan panggilannya, istri saya pun mendukung panggilan saya. Dari dua orang yang sudah dipersatukan saja panggilannya berbeda. Begitu banyak ragam panggilan di dunia ini, yang saya percaya, apabila kita semua mengetahui panggilan kita dan melakukannya, bukan saja kita yang akan merasakan sukacita tapi juga pasti membuat dunia ini menjadi tempat yang jauh lebih bahagia dan menyenangkan untuk didiami.

Kembali kepada pertanyaan: Untuk apa kita hidup, saya ingin mengangkat apa yang ada di Alkitab  berkenaan dengan hal ini. Ada sebuah ayat yang ditulis Paulus dalam suratnya untuk jemaat di Filipi yang meneguhkan dan dengan sendirinya menjadi salah satu ayat yang saya pegang betul dalam hidup saya setelah saya lahir baru dan menemukan ayat ini.

Mari kita lihat ayatnya. "Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:22a). Kalau aku masih diberi kesempatan hidup di dunia, maka itu artinya aku harus bekerja menghasilkan buah. Itu kata Paulus. Kalimat ini sangat sederhana dan tegas, tapi maknanya sangat dalam. 

(bersambung)


No comments:

Lanjutan Sukacita Kedua (4)

 (sambungan) Jawaban sang ayah menunjukkan sebuah gambaran utuh mengenai sukacita kedua. Anak sulung adalah anak yang selalu taat. Ia tentu ...