Wednesday, September 30, 2009

Hakekat Ibadah

Ayat bacaan: Yesaya 29:13
======================
"Dan Tuhan telah berfirman: "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan"

hakekat ibadahRasanya semua anak Tuhan akan sependapat bahwa beribadah kepada Tuhan merupakan hal yang sifatnya wajib. Ada hari yang harus kita pergunakan sebagai kesempatan untuk beribadah bersama-sama dengan saudara-saudari seiman di gereja, berkumpul bersama untuk memuji dan memuliakan Tuhan, bersyukur atas penyertaanNya dalam hidup kita. Selain itu ada pula yang turut dalam persekutuan-persekutuan, kumpulan keluarga dan sebagainya dimana selain menyembah Tuhan bersama-sama, disana para anggotanya juga akan saling menguatkan, menghibur, menasehati dan saling menolong. Diluar itu semua, setiap hari kita juga sangat dianjurkan untuk meluangkan waktu untuk bersaat teduh, membangun mezbah keluarga, dan alangkah baiknya jika setiap saat kita bisa menyadari bahwa ada Tuhan beserta kita sehingga kita menjalani hari ke hari sepenuhnya bersama Tuhan. Semua itu merupakan hal wajib yang idealnya dilakukan oleh semua orang percaya. Karena wajib itu pula, ada banyak orang yang kemudian melupakan esensi dari sebuah ibadah dan melakukannya hanya karena kewajiban semata, sebagai sebuah rutinitas yang terbiasa dilakukan tanpa mengingat makna penting di balik itu semua. Kita melihat ada orang yang terkantuk-kantuk di gereja, lalu menyalahkan kotbah yang dianggap membosankan sehingga membuatnya mengantuk. Ada pula yang menyalahkan worship leader ketika mereka merasa sulit masuk ke dalam hadirat Tuhan ketika pujian dan penyembahan. Tempat kurang nyaman sehingga sulit konsentrasi, ibadahnya terlalu lama dan sebagainya, sering dipakai sebagai alasan, ini semua menggambarkan bahwa orang tersebut sebetulnya melupakan hakekat utama dari ibadah. Semua masih dipandang sebagai rutinitas lahiriah saja, sehingga pengaruh-pengaruh luar pun dapat dengan mudah mengganggu kita dalam menunaikan ibadah.

Fokus yang salah dalam beribadah, mengacu lebih kepada hal-hal lahiriah ketimbang untuk membangun kekuatan rohaniah kita tidak akan membawa kita untuk mendapatkan apa-apa. Padahal ibadah sangat berguna untuk mengubah hidup kita menjadi lebih baik dan membuat pertumbuhan rohani kita semakin dewasa. Hal ini tentu hanya dapat dicapai jika kita memahami hakekat sebenarnya dari ibadah itu. Paulus menggambarkan hal ini sebagai salah satu fenomena menjelang hari-hari terakhir. "Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya." (2 Timotius 3:5). Ini adalah golongan yang secara lahiriah melakukan ibadah, datang ke gereja, berdoa, menyanyi, namun semua itu dilakukan tanpa disertai kerinduan yang sungguh-sungguh, melainkan hanya sebatas aktivitas rutin semata. Tidak heran mereka ini akan tetap hidup dalam keraguan dan gampang goyah ketika permasalahan menerpa mereka. Mereka hadir dalam ibadah, namun pada hakekatnya memungkiri kekuatannya. Secara fisik mereka menjalankan kewajiban beribadah, tapi sebenarnya mereka tidak menangkap inti dari ibadah itu sendiri. Maka tidak akan ada apa-apa yang dialami dan diperoleh dari ibadah itu sendiri. Semua hanyalah akan sia-sia.

Ibadah yang benar seharusnya bisa membuat hidup diubahkan menjadi lebih baik dengan pertumbuhan iman yang pesat. Hakekat dari ibadah sesungguhnya adalah sebuah sarana bagi kita untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan, masuk dan diam dalam hadiratNya, bersekutu dan bergaul akrab dengan Tuhan. Jika ini kita sadari penuh, maka kita tidak akan main-main lagi dalam ibadah kita. Ibadah yang benar akan menghasilkan sesuatu yang besar. Kita bisa belajar dari kesungguhan hati jemaat mula-mula. "Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan." (Kisah Para Rasul 2:46-47). Lihatlah bagaimana Tuhan memberkati mereka dengan jiwa-jiwa.

Ibadah tidak hanya terbatas pada seremonial yang penuh dengan hafalan tanpa memahami esensinya, sesuatu yang tidak berasal dari hati kita yang terdalam. Tuhan tidak suka dengan orang-orang seperti itu. "Dan Tuhan telah berfirman: "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan, maka sebab itu, sesungguhnya, Aku akan melakukan pula hal-hal yang ajaib kepada bangsa ini, keajaiban yang menakjubkan; hikmat orang-orangnya yang berhikmat akan hilang, dan kearifan orang-orangnya yang arif akan bersembunyi." (Yesaya 29:13-14). Perhatikan bahwa ada hukuman Tuhan yang akan jatuh kepada orang-orang yang hanya sebatas bibir saja memuliakan Tuhan, hanya sebatas hafalan, seremonial, sementara hatinya tidak memancarkan kasih sama sekali kepada Tuhan. Sebaliknya kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Tuhan dalam tiap ibadah yang mereka lakukan, Tuhan memberikan seperti ini: "TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera." (Bilangan 6:24-26). Ini akan diberikan sebagai berkat kepada kita jika kita meletakkan nama Tuhan di atas segalanya, termasuk dalam ibadah kita. (ay 27).

"Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1). Ini adalah pesan penting bagi kita. Kita diminta untuk terus berusaha hidup kudus, sehingga kita bisa memberikan hidup kita sebagai persembahan yang berkenan bagi Allah. Inilah sesungguhnya ibadah yang sejati, bukan hanya melakukan segala sesuatu secara lahiriah dan terus membiarkan diri kita untuk dikuasai berbagai dosa. Ibadah yang sejati akan menghasilkan perubahan budi, yang akan membuat pribadi kita menjadi baru, terus bertumbuh lebih baik lagi dengan mengetahui kehendak Allah, apa yang baik dan berkenan kepadaNya dan apa yang sempurna. (ay 2). Kita harus terus melatih diri kita untuk beribadah dengan benar, karena itu akan sangat berguna baik untuk hidup di dunia maupun untuk hidup yang akan datang. (1 Timotius 4:7b-8). Tuhan telah memberi keselamatan atas kita sebagai kasih karuniaNya yang begitu besar, oleh karena itu ia menginginkan kita untuk meninggalkan kefasikan dan kedagingan, nafsu-nafsu duniawi dan memilih hidup bijaksana dan taat beribadah. "Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keingina duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini" (Titus 2:11-12). Ibadah yang dilakukan dengan benar dan sungguh-sungguh karena kerinduan untuk bersekutu dengan Tuhan, mengasihiNya sepenuh hati akan sangat berguna, sebaliknya ibadah yang dilakukan hanya sebatas lahiriah atau seremonial saja selain tidak akan mendatangkan manfaat apa-apa malah akan menjatuhkan hukuman atas kita. Karenanya selagi kesempatan untuk beribadah masih ada, manfaatkanlah itu sebaik-baiknya dan lakukanlah dengan menyadari hakekat ibadah yang benar. Don't turn your back on God, let's worship Him with our heart and soul.

beribadahlah kepada TUHAN dengan segenap hatimu (1 Samuel 12:20b)

Tuesday, September 29, 2009

Kreativitas

Ayat bacaan: Kejadian 11:4
=====================
"Juga kata mereka: "Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi."

kreativitas, inovasiApa yang timbul di benak ketika mendengar kata nuklir? Mungkin yang langsung terbersit adalah bom nuklir, sebuah bom dengan daya musnah yang dahsyat yang sanggup memusnahkan seisi bumi. Padahal nuklir tidaklah hanya melulu soal bom. Ketika sumber energi minyak bumi semakin berkurang, energi nuklir sebenarnya bisa merupakan sumber energi yang layak diperhitungkan dan mendatangkan manfaat bagi manusia. Jika contoh nuklir terlalu berat, saya ambil contoh sebilah pisau. Pisau akan memberi kegunaan positif ketika kita pakai untuk memotong sayur atau daging, tapi sebaliknya bisa berbahaya jika dipakai untuk menyerang orang lain. Inovasi akan terus berkembang seiring perkembangan jaman, demikian pula halnya dengan kreativitas. Mungkin banyak diantara kita yang lupa bahwa kreativitas yang memampukan kita untuk membuat inovasi-inovasi baru merupakan anugerah yang sangat besar dari Tuhan. Adalah baik jika kreativitas kita kembangkan untuk kebaikan bagi orang lain, tapi di sisi lain kreativitas kita pun bisa disalah gunakan untuk hal-hal yang justru merugikan orang lain. Ada pula orang yang menganggap bahwa dirinya tidak kreatif dan menjadikan itu alasan untuk tidak berbuat sesuatu. Padahal sesungguhnya semua orang diciptakan memilik kreativitasnya masing-masing dalam kapasitas dan bidang yang berbeda-beda.

Lihatlah betapa kreatifnya Tuhan ketika menciptakan seluruh alam semesta beserta isinya. Kisah penciptaan yang luar biasa di awal kitab Kejadian menunjukkan kreativitas Tuhan yang tidak terbatas. Betapa indahnya bumi, langit dan seluruh alam semesta dan segala yang terdapat di dalamnya. Tapi ada yang berbeda ketika Tuhan menciptakan manusia. "Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka." (Kejadian 1:27). Manusia diciptakan Tuhan menurut gambarNya sendiri. Ini termasuk menganugerahkan kreativitas ke dalam manusia sebagai cerminan dari gambaran Allah yang kreatif itu sendiri. Ini membuat kita mampu menciptakan sesuatu, melakukan inovasi-inovasi yang semakin berkembang dari masa ke masa. Tujuan diberikannya segala kemampuan itu dengan tujuan baik, agar kita bisa menjaga kelestarian lingkungan hidup dan isinya. (ay 26, 28-30). Tapi sayangnya ada banyak orang yang memanfaatkan anugerah Tuhan ini justru untuk mendatangkan kejahatan di muka bumi. Kreativitas dan kemampuan tidak lagi dipakai untuk memuliakan Tuhan tapi justru dipakai untuk kepentingan diri sendiri tanpa memikirkan dampaknya bagi kelangsungan hidup manusia dan kelestarian alam bahkan untuk menyaingi Tuhan. 

Mari kita lihat sejenak kisah menara Babel. Pada masa itu kreativitas manusia sudah tinggi. Saking tingginya hingga timbul kesombongan dan melupakan siapa yang telah memberikan itu semua kepada mereka. "Juga kata mereka: "Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi." (Kejadian 11:4). Mereka ingin membangun menara setinggi-tingginya agar bisa mencapai langit, semuanya untuk kemegahan diri. Tuhan tidak berkenan atas perilaku manusia pada saat itu yang menyalahgunakan anugerah yang berasal dariNya untuk tujuan yang salah. Maka turunlah hukuman Tuhan sehingga semua orang disana tercerai berai dan saling tidak memahami bahasa masing-masing. (ay 7-8). Lihatlah Tuhan tidak berkenan ketika manusia menggunakan kreativitas itu menyalahi tujuan semula. Ironisnya manusia tampaknya tidak pernah mau belajar dari kisah menara Babel ini. Hingga hari ini masih banyak orang yang mempergunakan kreativitas dan kemampuannya untuk tujuan-tujuan yang salah. Bukannya memuliakan Tuhan, tapi malah berniat menyaingi Tuhan. Bukannya semakin takut akan Tuhan, tapi justru semakin berani menghujat. Bukannya semakin menyadari keberadaan Tuhan, tapi malah terpicu untuk mencari pembuktian bahwa Tuhan tidaklah nyata. Ada banyak orang yang sesat, menganggap bahwa mereka tidak perlu Tuhan karena mereka merasa kreativitas mereka sudah berada di atas segalanya. Penciptaan-penciptaan yang bisa merugikan orang banyak pun terus bermunculan tanpa peduli apa dampak yang ditimbulkan bagi masa depan umat manusia di bumi ini.

Kreativitas adalah anugerah dari Tuhan yang diberikan kepada kita untuk tujuan yang baik, yang tidak boleh kita salah gunakan dengan sembarangan. Semua itu hendaknya dipakai justru untuk kemuliaan Tuhan, Sang Pemberi. Dalam surat Kolose Paulus mengingatkan kita agar "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Bukan untuk nama besar, kemasyhuran, kemegahan diri, tapi untuk Tuhan. Jika kita mengingat untuk menggunakan kreativitas kita demi nama Tuhan, maka kita tidak akan memakainya untuk hal-hal negatif yang merusak. Kita pun dipanggil untuk mempergunakan kreativitas kita agar kita bisa menjadi terang bagi sesama kita. "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16). Semakin kita menyadari betapa luar biasanya kreativitas yang telah diberikan Tuhan kepada kita, sudah seharusnya kita semakin menyadari keberadaanNya dan semakin memuliakanNya. Ini adalah penting, "supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia" (Filipi 2:15). Hendaklah kita mempergunakan segala kreativitas dan kemampuan yang telah dianugerahkan Tuhan untuk tujuan yang baik dimana Tuhan bisa dipermuliakan. Jangan menjadi lupa diri, jangan menjadi sombong, tapi syukurilah itu semua sebagai pemberian yang besar harganya. Artinya, kita harus mampu terus mengembangkan kreativitas kita dengan terus menundukkannya di bawah firman Tuhan. Masing-masing orang mendapat panggilannya sendiri-sendiri. Ketika anda dipanggil untuk berkreasi dalam bidang tertentu, lakukanlah itu untuk kemuliaanNya. Kembalikanlah itu semua mengacu kepada nilai-nilai yang terkandung di dalam Alkitab. Teruslah kembangkan potensi diri dengan kreativitas yang telah diberikan Tuhan tapi ingatlah selalu bahwa semua itu haruslah bertujuan untuk memberi kebaikan bagi kelangsungan hidup kita dimana Tuhan akan bercahaya terang di dalamnya. Itulah yang diinginkan Tuhan ketika Dia membekali kita dengan kreativitas sesuai gambar dan rupaNya.

Pergunakanlah kreativitas untuk tujuan yang baik dimana Tuhan bisa dipermuliakan

Monday, September 28, 2009

Semua Dapat Kesempatan

Ayat bacaan: Matius 21:31
=====================
"Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang terakhir." Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah."

kesempatan yang sama, bertobat, perempuan sundal, pemungut cukaiKetika saya dibaptis sekian tahun yang lalu, ada seorang wanita muda yang dibaptis bersama-sama dengan saya berteriak sambil menangis sesaat setelah ia dicelupkan ke dalam air. Hal itu mengagetkan saya, karena jujur sebelumnya saya belum pernah melihat hal seperti itu. Raut wajahnya saya ingat betul sampai sekarang. Ia menangis dan sedikit histeris tapi wajahnya tersenyum. Ia berkata setelahnya bahwa hidupnya dulu bergelimang dosa dan berisi banyak kepahitan. Dulu dia tidak percaya bahwa dirinya punya kesempatan untuk diselamatkan biar bagaimanapun akibat banyaknya dosa di masa lalu yang ia perbuat. Tapi hari ini, katanya, ia menjadi orang merdeka. Ia sudah diampuni, ia menjadi tahir kembali dan menerima kesempatan untuk lahir baru, hidup menjadi pribadi yang telah diperbaharui, lepas dari segala belenggu yang mengikatnya di masa lalu. Karena itulah begitu ia dibaptis, ia sempat histeris saking gembiranya. Ini perasaan yang luar biasa, tidaklah heran ia bereaksi demikian. Ada banyak orang yang mungkin menganggap dirinya sudah terlalu jauh jatuh ke dalam dosa sehingga pintu kesempatan untuk selamat tidak akan mungkin lagi dibukakan baginya. Tapi dengarlah, bahwa siapapun bisa mendapatkan keselamatan selama orang itu mau mempergunakan kesempatan yang masih ada untuk berbalik jalan, mengakui semua perkara di hadapan Tuhan dan bertobat dengan kesungguhan hati yang utuh.

Sedikit melanjutkan apa yang sudah saya tulis kemarin mengenai stereotipe, mungkin ada banyak di antara kita yang terlalu mudah menghakimi orang lain, menganggap bahwa dosa mereka jauh lebih besar dari kita, sehingga terburu-buru menganggap bahwa mereka sudah pasti berakhir di dalam siksaan kekal kelak. Disisi lain, ada pula banyak orang yang merasa kesempatan mereka sudah tertutup. Saya tertarik untuk mengangkat sebuah perumpamaan singkat namun dalam artinya yang pernah diucapkan Yesus sendiri, yaitu perumpamaan tentang dua orang anak. Tuhan Yesus memberikan perumpamaan ini di hadapan para imam-imam kepala dan pemimpin Yahudi yang merasa diri mereka paling alim di antara yang lainnya, yang begitu mudahnya menghakimi orang lain seperti yang tercatat berkali-kali dalam Injil. Yesus berkata demikian: "Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur." (Matius 21:28). Inilah pembuka perumpamaan itu. Ketika anak sulung itu diminta untuk bekerja di kebun anggur, ternyata anak sulung itu menolak. (ay 29). Mungkin anak sulung menganggap bahwa sebagai anak tertua ia sudah pasti mendapatkan segalanya sehingga ia tidak perlu lagi berbuat apapun. Anak sulung itu tahu ia wajib melakukan kehendak ayahnya, tapi ia tidak melakukannya karena merasa dirinya sudah aman. Lalu sang ayah mendatangi anak keduanya dan mengulangi permintaannya. Tanggapan si anak kedua ternyata berbeda. Mulanya menolak, namun kemudian ia menyesal dan menuruti permintaan ayahnya. "Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga." (ay 30). Lihatlah ada perbedaan nyata antara keduanya. Yesus pun kemudian menanyakan pendapat para imam dan tua-tua Yahudi: "Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang terakhir." Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah." (ay 31). Mengapa? Inilah sebabnya: "Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya." (ay 32).

Perbedaan antara yang masuk ke dalam Kerajaan Allah dan yang tidak bukanlah tergantung dari apa yang terjadi di masa lalu, tapi dari bagaimana kita menyikapi hidup ini, apakah dengan menyesali penolakan kemudian berbalik untuk percaya atau tetap menolak untuk itu. Para imam kepala dan pemimpin Yahudi itu tahu persis apa yang telah berulang kali dinubuatkan sebelumnya, namun mereka tidak juga bisa percaya meski sudah langsung bertemu muka dengan Kristus. Sementara di sisi lain, orang-orang berlumur dosa mungkin hidup dalam kegelapan sepanjang hidupnya, namun ketika mereka membuka hati mereka dan bertobat, mau mempercayakan hidup mereka sepenuhnya pada Yesus, maka Kerajaan Allah pun menjadi bagian dari mereka. Ini perumpamaan yang mengajarkan hal penting bagi kita. Kita tidak boleh menghakimi orang lain, menganggap bahwa kita jauh lebih baik dari mereka, dan dari sisi lain kita bisa belajar bahwa setiap orang, yang berlumur dosa sekalipun tetap diberikan kesempatan untuk mendapatkan janji Tuhan akan keselamatan dan menjadi bagian dalam Kerajaan Allah. Ada begitu banyak contoh lain mengenai hal ini, misalnya kisah perumpamaan mengenai orang Farisi dengan pemungut cukai (Lukas 18:9-14). Ketika keduanya masuk ke bait Allah, ada perbedaan nyata dari sikap hati keduanya. Sementara orang Farisi menyombongkan kerajinannya beribadah dan tata cara hidupnya yang dianggapnya paling benar, pemungut cukai merendahkan dirinya habis-habisan. "Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini" (ay 13). Pemungut cukai lah yang akhirnya pulang sebagai orang yang dibenarkan. (ay 14). Sementara mengenai wanita pelacur, kemarin kita sudah melihat bagaimana Rahab yang awalnya merupakan wanita tuna susila kemudian menjadi satu dari sederet pahlawan iman lainnya sekaliber Musa, Abraham, Yusuf dan lain-lain lewat imannya.

Semua orang dapat kesempatan yang sama tanpa terkecuali untuk bertobat. Tidak terkecuali pendosa seperti wanita pelacur atau pemungut cukai sekalipun, yang biasanya akan mendapatkan stereotipe negatif dari masyarakat. Asalkan mereka menyesali perbuatan-perbuatan mereka dan memilih untuk kembali kepada Tuhan, hidup sesuai firmanNya dan tentunya percaya kepada Kristus, maka mereka pun mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan bagian di Kerajaan Allah. Justru kepada kita yang berlumur dosa inilah Yesus datang. "Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat." (Lukas 5:32). Dia sudah menyerahkan nyawaNya sendiri untuk menebus dosa-dosa kita di atas kayu salib demi kita semua, agar kita bisa diselamatkan. Kesempatan diberikan secara luas kepada siapapun, tapi ingatlah bahwa kesempatan untuk itu tidak akan ada selamanya. "kata-Nya: "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (Markus 1:15). Jangan terlena dengan status kita yang dirasa sudah "aman" ketika kita sudah menerima Kristus, lalu terlena dalam status kita dan lalai dalam menjalankan kewajiban-kewajiban kita seperti halnya anak sulung dalam perumpamaan tentang dua orang anak di atas. Hendaklah kita terus menjaga diri kita, menjauhkan diri kita dari memberi stereotip-stereotip seenaknya dan terus berusaha hidup lebih taat lagi dari hari ke hari. Semua orang punya kesempatan yang sama, tidak peduli apapun latar belakang dan dosa-dosa di masa lalu. Kita yang sudah menyandang status sebagai anak sulung pun bisa terpeleset jika kita tidak berhati-hati. Hari ini mari kita semua melembutkan hati dan taat melakukan apa yang dikehendaki Allah untuk kita lakukan, agar kita semua bisa bersama-sama mendapat bagian dalam KerajaanNya.

Siapapun yang percaya dan melakukan Firman Tuhan akan mendapat tempat dalam Kerajaan Allah

Sunday, September 27, 2009

Stereotipe

Ayat bacaan: Ibrani 11:31
=====================
"Karena iman maka Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa bersama-sama dengan orang-orang durhaka, karena ia telah menyambut pengintai-pengintai itu dengan baik."

stereotipe, rahabMusik itu universal, tapi jazz bagi sebagian orang dianggap eksklusif milik hanya sebagian orang. Salah seorang siswa saya pernah berkata sambil tertawa ketika mengetahui saya mengelola sebuah situs jazz. "wah jazz? berarti orang kaya dong pak.." Ya, begitulah nasib jazz di Indonesia. Musik jazz di negeri kita seringkali mendapat gambaran yang salah. Beberapa stereotipe acap kali ditimpakan secara tidak adil kepada jenis musik ini. Jazz adalah musik kaum elite, kaum eksklusif, jazz adalah musik orang kaya, atau bahkan di kalangan anak muda jazz dianggap sebagai musik orang tua yang membosankan, bikin ngantuk, atau bagi sebagian orang lagi merupakan musik yang komplikatif, ribet dan sulit dicerna. Padahal faktanya, ada lebih dari 50 sub genre jazz dan akan terus bertambah. Dengan keragaman ini, pastinya ada satu-dua sub genre yang akan cocok dengan pendengar jenis musik lain di luar jazz. Memang ada yang kompleks, sulit dicerna bagi pendengar awam, namun tidak sedikit pula yang easy listening, bahkan tampil dalam "perkawinan" harmonis dengan jenis musik lainnya seperti rock, pop, RnB bahkan etnik dan dangdut sekalipun.

Sadar atau tidak kita sering terbiasa untuk memberi label, cap atau stereotipe kepada suku, bangsa, ras, budaya, kalangan, golongan tertentu , dan sebagainya. Suku A itu malas, suku B itu terkenal pelit, suku C itu penipu, dan sebagainya. "Pantas saja kasar, dia suku X sih.." , "ya jelas kaya, dia kan suku Y", "dasar X, tidak heran.." kata-kata seperti ini begitu mudahnya keluar dari mulut kita baik dalam keadaan disadari atau tidak. Padahal Allah tidak membeda-bedakan orang, dan tidak menganjurkan kita untuk memberi cap atau stereotipe seperti ini kepada siapapun.

Mari kita lihat kisah mengenai Rahab dalam kitab Yosua. Rahab adalah wanita pelacur di Yerikho. Pada suatu ketika datanglah dua pengintai utusan Yosua untuk mengamati Yerikho. Mereka datang dan menginap di rumah penginapan milik Rahab. Kedatangan dua pengintai ini ternyata sampai ke telinga raja Yerikho, dan segeralah ia memerintahkan bawahannya untuk menangkap kedua mata-mata itu ke penginapan Rahab. Ternyata Rahab memilih untuk menyembunyikan kedua pengintai itu dan karenanya mereka selamat dari penangkapan. Mengapa Rahab menyelamatkan pengintai yang hendak mengambil alih kotanya? Inilah alasan Rahab seperti yang ia katakan kepada kedua pengintai. "Aku tahu, bahwa TUHAN telah memberikan negeri ini kepada kamu dan bahwa kengerian terhadap kamu telah menghinggapi kami dan segala penduduk negeri ini gemetar menghadapi kamu. Sebab kami mendengar, bahwa TUHAN telah mengeringkan air Laut Teberau di depan kamu, ketika kamu berjalan keluar dari Mesir, dan apa yang kamu lakukan kepada kedua raja orang Amori yang di seberang sungai Yordan itu, yakni kepada Sihon dan Og, yang telah kamu tumpas. Ketika kami mendengar itu, tawarlah hati kami dan jatuhlah semangat setiap orang menghadapi kamu, sebab TUHAN, Allahmu, ialah Allah di langit di atas dan di bumi di bawah." (Yosua 2:9-11). Rahab ternyata memiliki iman terhadap Allah Israel. Ia percaya bahwa jika Allah sudah memutuskan demikian, maka itulah yang akan terjadi. Sebab Tuhan, Allah Israel adalah Allah atas langit dan bumi. Ia tahu benar bahwa jika Allah berkehendak, tidak akan ada manusia yang mampu mencegah, termasuk bangsanya sendiri. Ini menunjukkan iman Rahab yang luar biasa.

Siapakah Rahab? Ia adalah wanita pelacur. Dalam posisi demikian, Rahab tentulah mendapat cap sebagai wanita penuh noda dan dosa. Hidupnya penuh aib, namun ternyata ia memiliki iman yang penuh akan Allah. Ia pun kemudian selamat ketika bangsa Israel menaklukkan Yerikho. Tidak saja dirinya sendiri, tapi seisi rumahnya pun selamat. "Demikianlah Rahab, perempuan sundal itu dan keluarganya serta semua orang yang bersama-sama dengan dia dibiarkan hidup oleh Yosua. Maka diamlah perempuan itu di tengah-tengah orang Israel sampai sekarang, karena ia telah menyembunyikan orang suruhan yang disuruh Yosua mengintai Yerikho." (Yosua 6:25). Iman Rahab ini menjadi harum, hingga di kemudian hari Penulis Ibrani pun menggolongkan Rahab sebagai pahlawan iman sejajar dengan sederetan nama besar seperti Musa, Abraham, Ishak, Yusuf, Yakub dan lain-lain. "Karena iman maka Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa bersama-sama dengan orang-orang durhaka, karena ia telah menyambut pengintai-pengintai itu dengan baik." (Ibrani 11:31). Agaknya setelah kejadian itu, Rahab bertobat meninggalkan masa lalunya dan mulai hidup dengan benar. Ia menikah dengan Salmon, menjadi ibu rumah tangga yang baik, dan lahirlah Boas. Kita tahu selanjutnya Boas menikah dengan Rut, dan Yesus pun lahir dari garis keturunan ini. Lihatlah nama Rahab tercantum dalam silsilah Yesus. "Salmon memperanakkan Boas dari Rahab, Boas memperanakkan Obed dari Rut, Obed memperanakkan Isai.." (Matius 1:5).

Alkitab mencatat banyak kisah stereotipe yang dipatahkan. Lihatlah bagaimana pemungut cukai yang doanya lebih didengarkan ketimbang orang Farisi ahli Taurat (Lukas 18:9-14), lihat bagaimana Yesus menunjukkan kasihnya terhadap orang-orang berdosa yang sudah mendapat cap rendah/hina di masa itu. Yesus menerima undangan pemungut cukai dalam Markus 2:13-17 dan sebagainya. Tuhan tidak pernah memandang muka. Ia tidak memandang masa lalu kita yang kelam, dosa-dosa kita yang bertumpuk di waktu lalu. Pertobatan sungguh-sungguh akan selalu berharga dan bermakna di hadapan Tuhan. "Ingatlah, bahwa Tuhan mereka dan Tuhan kamu ada di sorga dan Ia tidak memandang muka." (Efesus 6:9b). Jika Tuhan tidak memandang muka, demikian pula kita seharusnya tidak boleh memberikan stereotipe-stereotipe kepada siapapun. Stereotipe akan selalu menjadi penghambat untuk menilai sesuatu secara objektif. Stereotipe akan mengarah kepada menghakimi orang lain, dan itu jelas merupakan pelanggaran. "Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran." (Yakobus 2:9). Berapa banyak stereotipe sudah tertanam dalam pikiran kita? Seberapa sering hal itu muncul sebagai penghalang bagi kita untuk menjadi terang dan garam bagi banyak orang? Seberapa banyak hal itu menghambat diri kita untuk melihat potensi orang lain bahkan diri sendiri? Kita selalu diminta untuk mendasarkan segala sesuatu kepada semua yang benar, mulia, adil, suci, manis, sedap didengar, kebajikan dan patut dipuji (Filipi 4:8). Sedangkan stereotipe hanya akan mengarah kepada bentuk-bentuk penghakiman yang tidak akan pernah selalu benar. Semua orang mendapat kesempatan yang sama untuk bertobat dan ditahirkan dari dosa-dosa di masa lalu, tidak terkecuali wanita pelacur seperti Rahab sekalipun bisa mendapat anugerah keselamatan yang luar biasa. Mari kita hancurkan segala bentuk stereotipe yang melekat dalam pikiran kita hari ini.

Stereotipe adalah penghalang bagi kita untuk melihat segala sesuatu secara objektif dari sudut pandang positif

Saturday, September 26, 2009

Rumah Bapa

Ayat bacaan: Yohanes 14:2
======================
"Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu."

rumah Bapa, Kerajaan Allah yang tidak tergoncangkanKebutuhan orang akan perumahan sepertinya tidak akan pernah ada habisnya. Krisis global boleh terjadi, mencari uang boleh menjadi lebih sulit, namun kebutuhan akan rumah jelas merupakan salah satu kebutuhan primer seperti sandang dan pangan. Karena itulah dunia properti akan terus hidup, meski bisa saja mengalami peningkatan atau penurunan. Jumlah pertambahan penduduk akan terus meningkat, dan semua orang rasanya butuh tempat tinggal. Tidak heran ketika kita melihat di koran-koran bahwa ada banyak perumahan yang mengiklankan bahwa unit yang tersedia tinggal sedikit lagi. Ada banyak perumahan yang terus berkembang seiring dibukanya cluster-cluster baru menyikapi penuhnya cluster lama yang ada ditambah tingginya permintaan. Di kota saya, pusat kota sudah jenuh. Tidak ada tempat lagi untuk membuka lahan perumahan, sehingga para developer atau pengembang seakan berlomba-lomba untuk membuka lahan baru di berbagai pinggiran kota. Lokasinya bisa jauh sekali untuk dicapai dari pusat kota, malah beberapa perumahan bisa makan waktu sejam untuk dicapai. Namun hal itu tampaknya tidak menyurutkan keinginan orang untuk membeli rumah. Meski jauh dari pusat kota, tetap saja rumah-rumah itu terus laku.

Pada suatu waktu, semua lahan itu pun akan penuh. Saya membayangkan bagaimana kedepannya jika tidak ada lagi lahan yang bisa diolah. Tempat di dunia ini tentu punya batas maksimal. Itu buat kehidupan di dunia yang hanya sementara ini. Sementara nanti di "rumah masa depan" kita, ternyata Tuhan telah menjanjikan bahwa masih ada begitu banyak lahan kosong untuk kita tempati. Rumah Bapa yang menjadi tujuan kita selanjutnya tidaklah terbatas luasnya, tidak akan pernah ditutup karena sudah penuh. Karena itu seandainya seluruh isi dunia ini bertobat, semuanya pasti akan mendapat tempat disana. Hal ini dikatakan langsung oleh Yesus. "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu." (Yohanes 14:2). Yesus kemudian melanjutkan: "Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (ay 3). Yesus sudah kembali kesana, mempersiapkan tempat bagi orang percaya, dan pada suatu saat nanti Dia akan kembali untuk membawa kita pulang ke rumah Bapa yang telah Dia persiapkan secara khusus.

Rumah Bapa, atau Kerajaan Allah adalah sesuatu yang tidak tergoncangkan. Dunia boleh saja gonjang ganjing, dunia memang tidak abadi, namun Kerajaan Allah adalah sebuah tempat yang tidak akan tergoncangkan dalam kondisi apapun. Penulis Ibrani mengingatkan kita mengenai Kerajaan yang tidak tergoncangkan ini, dan bagaimana kita bisa mendapat bagian di dalamnya. "Jagalah supaya kamu jangan menolak Dia, yang berfirman. Sebab jikalau mereka, yang menolak Dia yang menyampaikan firman Allah di bumi, tidak luput, apa lagi kita, jika kita berpaling dari Dia yang berbicara dari sorga?" (Ibrani 12:25). Kita harus mampu menjaga diri kita agar tetap hidup berkenan di hadapan Tuhan. Jika orang yang tidak mau mendengar saja tidak luput, apalagi kita yang sudah mendengar tapi masih bebal? Penulis Ibrani melanjutkan: "Waktu itu suara-Nya menggoncangkan bumi, tetapi sekarang Ia memberikan janji: "Satu kali lagi Aku akan menggoncangkan bukan hanya bumi saja, melainkan langit juga. Ungkapan "Satu kali lagi" menunjuk kepada perubahan pada apa yang dapat digoncangkan, karena ia dijadikan supaya tinggal tetap apa yang tidak tergoncangkan." (ay 26-27). Bumi memang bisa dan akan digoncangkan. Pengayakan akan terjadi, dimana gandum akan dipisahkan dari lalang. Gandum akan dikumpulkan kedalam lumbung, sedangkan lalang akan dilemparkan ke dalam api. (Matius 13:24-30). Bagi "gandum", yang berbicara mengenai orang-orang percaya yang taat kepada Tuhan, mereka akan masuk ke dalam lumbung Kristus, Kerajaan Allah, yang tidak akan pernah tergoncangkan. "Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut." (Ibrani 12:28). Apa yang dijanjikan Allah untuk kita terima adalah anugerah yang luar biasa. Sebuah tempat di rumah Bapa yang tidak tergoncangkan, tanpa ratap tangis dan dukacita, tanpa penderitaan,penyakit dan berbagai masalah-masalah lainnya seperti yang ada di dunia ini, telah disediakan Kristus bagi kita yang percaya kepadaNya. Untuk itulah kita sudah lebih dari sepantasnya untuk mengucap syukur dan beribadah kepada Tuhan dengan penuh rasa hormat dan takut.

Hal inilah yang diingatkan kepada kita. "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18), dan "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8). Ini dua hal yang harus selalu menyertai setiap derap langkah kita dalam menjalani kehidupan, agar kita tidak kehilangan kesempatan untuk memperoleh bagian dari Kerajaan yang tidak tergoncangkan itu. Hidup hari ini boleh saja berat, permasalahan boleh bertubi-tubi memukul kita dari segala arah, tapi janganlah pernah lupa untuk bersyukur dan terus tekun dalam beribadah. Karena apa yang dijanjikan Allah sesungguhnya jauh lebih besar daripada segala hal di dunia yang hanya sementara ini. Tidak seperti lahan perumahan yang suatu saat akan mencapai titik jenuh, rumah Bapa masih dan akan tetap tersedia bagi siapapun yang mengikuti firmanNya. Tidak ada keraguan sedikitpun tentang itu. Maka Yesus pun berkata: "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku." (Yohanes 14:1). Jagalah diri dan kehidupan kita agar tetap layak dan berkenan di hadapan Tuhan, sehingga kita akan mendapatkan bagian kita di rumahNya kelak.

Jangan biarkan kesempatan untuk beroleh tempat di rumah Bapa melayang akibat keteledoran kita menyikapi hidup

Friday, September 25, 2009

Percayalah

Ayat bacaan: Matius 13:58
======================
"Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ."

percayalahJika sebuah pertanyaan seperti ini diajukan: percayakah anda bahwa Tuhan sanggup melakukan segala perkara? Jawaban sebagian besar orang tentu percaya. Tapi jika pertanyaan yang diberikan lebih spesifik: apakah Tuhan mampu melakukan perkara besar untuk anda? Maka jumlah yang percaya akan menurun drastis. Saya bertemu banyak orang yang tidak pernah merasa yakin bahwa ia mampu mengalami hal-hal luar biasa. Seorang teman pernah berkata "rasanya itu bukan jatahku.. tidak ada sejarahnya aku beruntung." Atau dengarlah seorang lain yang berkata sambil tertawa miris "rugi lagi..sudah biasa tuh.." Seringkali doa-doa yang kita panjatkan pada Tuhan untuk meminta uluran tanganNya tidak disertai dengan keyakinan. Yang penting berdoa dulu, urusan percaya atau tidak nanti saja lihat hasilnya. Padahal firman Tuhan tidak mengajarkan demikian. Ada perbedaan besar antara orang yang berdoa dengan rasa percaya penuh dan sekedar berdoa tanpa iman yang disertai rasa percaya. Apalagi jika diperparah dengan mengukur waktunya Tuhan seperti ukuran waktu yang kita inginkan. Jika seminggu lagi tidak diberikan, maka berarti Tuhan tidak peduli. Kepada Tuhan kita berikan batas waktu jatuh tempo sesuai kehendak kita. Tanpa sadar kita memandang Tuhan hanya secara sempit, sebatas penolong yang bisa kita atur sekehendak kita, atau selayaknya "bodyguard" yang kita sewa dan harus patuh setiap saat kepada kita. Ini fenomena yang sering terjadi pada banyak orang, bahkan di kalangan anak-anak Tuhan sendiri. Ada seorang bapak yang saya kenal betul. Ia sangat rajin berdoa sejak masa mudanya hingga kini, tapi semua ia ukur hanya berdasarkan tingkat kenyamanan menurut dirinya sendiri. Pekerjaan yang ini terlalu kecil gajinya, yang itu terlalu berat, yang ini terlalu jauh, yang itu terlalu repot, dan sebagainya. Pola pikirnya cenderung negatif, hanya melihat segala sesuatu dari sisi buruk saja. Ia tidak memandang dari sisi Tuhan, dan tidak percaya bahwa dari sesuatu yang kecil atau mungkin awalnya menyusahkan bisa diubahkan Tuhan menjadi berkat luar biasa, apabila itu yang dikehendaki Tuhan untuk dia lakukan. Akibatnya hingga hari ini dia tidak juga bekerja dan hidupnya penuh kekecewaan. Sekali lagi, ada perbedaan nyata antara berdoa disertai iman yang percaya dan berdoa yang hanya sekedar saja tanpa keyakinan.

Mari kita lihat perjalanan Yesus melayani di kotaNya sendiri, di Nazaret. Pada saat itu kehebatan Yesus melakukan banyak mukjizat sudah tersiar dimana-mana, termasuk di Nazaret sendiri. Di mana ada Yesus, disana banyak orang yang berkumpul, dan mereka pun mengalami berbagai mukjizat kesembuhan, pemulihan dan lain-lain. Ironisnya hal ini tidak terjadi di Nazaret. Penduduk disana ternyata terlalu dikuasai oleh logika manusiawi mereka. Pertanyaan-pertanyaan hadir di pikiran mereka sehingga mereka diliputi keraguan. "Setibanya di tempat asal-Nya, Yesus mengajar orang-orang di situ di rumah ibadat mereka. Maka takjublah mereka dan berkata: "Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?" (Matius 13:54-56). Kebimbangan mengambil alih rasa percaya mereka. Dan inilah yang terjadi: "Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ." (ay 58). Their disbelief overcame them. Rasa ketidakpercayaan ternyata membuat mereka kehilangan kesempatan untuk memperoleh mukjizat. Inilah yang terjadi apabila kita tidak memliki rasa percaya. Bukankah hal seperti ini sering terjadi pada kita?

Yesus menyadari betul bahwa manusia memiliki logika dan persepsi mereka masing-masing. Karena itulah berulang kali Yesus mengingatkan kita agar percaya, dan berkali-kali pula menegur mereka yang kurang atau tidak percaya. Ambil contoh ketika Yesus diminta menyembuhkan anak Yairus. Pada saat itu ketika Yesus sampai dirumahnya, anak Yairus ternyata sudah keburu meninggal. Secara logika manusia tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Itulah yang disampaikan orang-orang yang keluar dari rumahnya. "Ketika Yesus masih berbicara datanglah orang dari keluarga kepala rumah ibadat itu dan berkata: "Anakmu sudah mati, apa perlunya lagi engkau menyusah-nyusahkan Guru?" (Markus 5:35). Perhatikan, mereka tahu siapa Yesus, mereka tahu Dia sanggup melakukan mukjizat luar biasa, namun logika mereka masih membatasi mereka untuk percaya penuh. Bagaimana reaksi Yesus? "Tetapi Yesus tidak menghiraukan perkataan mereka dan berkata kepada kepala rumah ibadat: "Jangan takut, percaya saja!" (ay 36). Selanjutnya ketika Yesus mengatakan bahwa anak itu hanya tidur, mereka kembali menertawakan Yesus. (ay 39-40). Untunglah Yairus tetap percaya. Yang terjadi kemudian, anak perempuan Yairus itu pun hidup kembali, bangun dan langsung berjalan. Kuasa Tuhan berada jauh di atas kemampuan daya pikir dan nalar kita, namun untuk bisa mengalami itu semua dibutuhkan kepercayaan sepenuhnya tanpa ragu.

Yesus mengatakan demikian: "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24). Agar kita bisa mendapatkan permohonan kita dibutuhkan rasa percaya. Tanpa itu kita akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan mukjizat, berkat dan pertolongan Tuhan. Dalam kesempatan lain Yesus kembali mengingatkan hal yang sama: "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." (Matius 21:22). Artinya, rasa percaya penuh merupakan syarat mutlak agar apa yang kita doakan bisa terjadi secara nyata dalam kehidupan kita. Memang mukjizat Tuhan tidak terjadi kepada semua orang, tapi ingat bahwa dasar turunnya mukjizat Tuhan bukan didasarkan atas latar belakang dan status seseorang, karena Tuhan tidak pernah memandang muka, namun didasarkan pada percaya atau tidak. Jika kita termasuk orang yang percaya, dalam pengertian percaya sepenuhnya pada Tuhan, maka mukjizat akan terjadi pada kita. Ini sesuatu yang mengandung kepastian, karena firman Tuhan dalam Matius 21:22 di atas mengatakan "akan menerima" bukan "bisa menerima". Lihatlah apa yang diberikan Tuhan kepada orang-orang percaya. "Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh." (Markus 16:17-18). Jelaslah ada perbedaan nyata antara orang yang percaya dengan orang yang terus hidup dalam kebimbangan.

Marilah kita sebagai anak-anak Tuhan memiliki pengenalan yang sebenarnya akan Tuhan dan segala kemampuanNya. Seringkali kita gagal mengalami mukjizat, pemulihan, atau lawatan Tuhan justru dari kegagalan kita sendiri untuk percaya. Keraguan kita sendirilah yang menghambat turunnya mukjizat Tuhan secara nyata. Seringkali kita terlalu sibuk mempergunakan kemampuan daya pikir kita yang terbatas ini dan membatasi Tuhan untuk bekerja leluasa sebebas-bebasnya dalam hidup kita. Kita meragukan kuasaNya, dan tidak mengijinkan Tuhan melakukan pekerjaanNya yang dahsyat dan ajaib. Akibatnya kita tidak pernah mengalami sesuatu perkara besar dalam diri kita. Bukan karena Tuhan tidak peduli, namun ternyata karena kita gagal memiliki iman yang percaya penuh kepadaNya. Bila kita percaya, yakinlah bahwa tidak ada satupun hal yang mustahil bagi Tuhan. Dan yakinlah bahwa semua itu akan kita terima. Alami pengalaman luar biasa bersama Tuhan lewat kepercayaan penuh kita kepadaNya.

Ketidakpercayaan akan selalu menghalangi kita untuk mengalami kuasa Tuhan

Thursday, September 24, 2009

Kebimbangan

Ayat bacaan: Matius 14:31
=====================
"Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?"

kebimbanganSeorang aktor laga Hong Kong pernah bercerita dalam sebuah wawancara bahwa dalam melakukan berbagai adegan berbahaya diperlukan kepercayaan diri yang tinggi untuk melakukannya. Misalnya dalam adegan melompat di gedung tinggi, jika ragu-ragu, maka lompatan bisa tidak maksimal dan akan sangat riskan. Ia punya pengalaman pribadi mengenai hal itu. Dalam latihan ia berhasil melakukannya dengan baik, namun ketika shooting dimulai, ia dihinggapi keraguan yang padahal hanya sekelebat saja. Hasilnya? Ia pun mengalami kecelakaan. Untung saja nyawanya selamat. Keraguan, atau kebimbangan, seringkali menyusup masuk dalam momen-momen penting di kehidupan kita. Jika tidak waspada, hati kita bisa dengan mudah dipenuhi oleh berbagai keraguan yang akan membuat performa atau produktivitas kita menurun. Hal ini harus disikapi sejak awal, sebelum kebimbangan menguasai diri kita dan membuat kita lemah.


Kita bisa berkaca dari peristiwa yang di alami oleh Petrus dan murid-murid Yesus lainnya dalam Matius 14:22-33. Pada suatu malam mereka tengah diombang ambingkan gelombang di tengah danau. Antara jam 3 sampai jam 6 pagi, Yesus pun datang menghampiri mereka dengan berjalan di atas air. Mereka semua kaget dan ketakutan mengira hantulah yang datang. (ay 26). Yesus pun kemudian menenangkan mereka, namun Petrus masih meragukan bahwa itu adalah Yesus. "Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air." (ay 28). Yesus memanggilnya, dan Petrus pun mengalami peristiwa ajaib dengan berjalan di atas air. Ia terus berjalan di atas air menghampiri Yesus. (ay 29). Apa yang terjadi kemudian? Ternyata di tengah-tengah danau itu angin mulai membuatnya takut. Imannya memudar, dan ia kemudian mulai tenggelam. Seketika itu pula Petrus lalu berteriak minta tolong pada Yesus. Yesus kemudian menegurnya. "Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" (Matius 14:31). Petrus kemudian diselamatkan, dan mereka menaiki kapal. Seketika itu pula angin reda. (ay 32).

Ini kesaksian hidup Petrus dan para murid Yesus yang tidak asing lagi bagi kita. Lihatlah bahwa apa yang dialami Petrus pada mulanya luar biasa. Petrus sudah mengalami keajaiban dengan berjalan di atas air. Tapi ketika rasa bimbang mulai timbul disertai rasa takut, maka ia pun mulai tenggelam. Ini sebuah gambaran jelas bagaimana kebimbangan bisa menghancurkan kita. Seperti Petrus, kita pun bisa mengalami perkara-perkara besar dan ajaib dalam hidup kita, ketika kita taat pada Tuhan. Tapi lihatlah ketika kita mulai mengandalkan perasaan yang seringkali bias dan dipenuhi kebimbangan, maka kita pun akan tenggelam. Iblis raja tipu muslihat sangat suka memanfaatkan kebimbangan manusia untuk masuk dan menghancurkan diri kita dari dalam. Iblis akan selalu berusaha menghabisi iman kita dengan cara menyerang kita lewat kebimbangan demi kebimbangan. Kebimbangan akan membuat kita ragu-ragu dalam melangkah, dan bisa menimbulkan ketidakpercayaan. Ketidakpercayaan ini akan mengarah pada ketidaktaatan, dan akhirnya kita pun akan tenggelam sia-sia.

Dalam Surat Roma Paulus berkata "Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!" (Roma 12:16). Ini adalah pesan penting bagi kita agar tidak mengandalkan diri kita sendiri saja. Jangan sok tahu, begitu kira-kira pesan Paulus. Ini pesan penting kepada kita yang sering terlalu cepat merasa takut terhadap sesuatu yang belum terjadi. Think simple, think wise, listen to God and follow Him. Itu dia intisari berikutnya dari perkataan Paulus ini. Apa yang dialami Petrus sering kita alami juga dalam kehidupan kita. Banyak orang yang mungkin sudah mengalami berbagai pengalaman ajaib bersama Tuhan, mengalami kuasa dan mukjizatNya yang luar biasa, namun kemudian ketika kebimbangan mulai merasuki hati dan pikiran kita, maka kita pun mulai kehilangan seluruh berkat dan janji-janjiNya.

Agar tidak bimbang, penting bagi kita untuk mengetahui apa yang menjadi rencana Tuhan dalam hidup kita, apa yang Dia kehendaki, dimana Dia akan ada bersama kita karena kita berjalan sesuai rencanaNya. Amsal berkata "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." (Amsal 9:10). Kita bisa bijaksana dan mendengar jalan yang ditentukan Tuhan lewat pengenalan yang baik akan Tuhan. Takut akan Tuhan, itu menjadi pembuka jalan agar kita bisa peka mengenali kehendakNya atas diri kita. Dalam perjalanan hidup kita secara logika manusia bisa penuh dengan ketidakpastian, tapi ingatlah bahwa hidup yang terbaik bukanlah tergantung pada pendapat kita atau manusia, tapi sepenuhnya tergantung pada Tuhan. Yakobus mengingatkan kita untuk meminta dalam iman. "Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin" (Yakobus 1:6). Jangan bimbang, karena dengan kebimbangan kita tidaklah akan mendapatkan apa-apa, tapi percayalah sepenuhnya pada Tuhan, karena bagi diriNya tidak ada satu pun yang mustahil. Yesus berkata "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24). Percaya, itu timbul dari iman. Dari mana iman timbul? "Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Berjalan bersama Kristus berarti hidup bersama kasih, dan dalam kasih itu tidak ada ketakutan. "Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih." (1 Yohanes 4:18). Artinya, tidak ada kebimbangan dan ketakutan jika kita sempurna di dalam kasih Kristus. Jangan berikan tempat bagi kebimbangan yang bisa membuat kita kehilangan janji-janji Tuhan. Alamilah terus perkara besar dalam hidup anda, hiduplah dalam kepercayaan dan ketaatan penuh dalam iman yang teguh akan Kristus.

Kebimbangan akan merusak diri kita dan menghambat kita untuk mengalami perkara-perkara besar

Wednesday, September 23, 2009

Pilihan Musa

Ayat bacaan: Ibrani 11:24
===================
"Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa."

pilihan Musa, keputusan Musa, iman MusaMana yang anda pilih, berkat atau kutuk, kehidupan atau kematian kekal? Pilihan ini sepintas gampang. Tapi ketika kita dihadapkan kepada kenyamanan dan kesenangan dunia yang sifatnya sementara, kita seringkali gagal untuk mengambil pilihan yang benar. Ada banyak orang yang terjerumus ke dalam dosa justru ketika mereka tenggelam dengan segala kenikmatan yang ditawarkan dunia, lupa bahwa di balik itu semua tersembunyi berbagai kesesatan yang bisa berakibat fatal di kemudian hari. Masih lumayan kalau masih sempat bertobat, bagaimana jika sebelum bertobat sesuatu yang tragis, yang tidak kita inginkan keburu terjadi? Ambil contoh dalam mengemudi di jalan. Saya justru lebih berhati-hati ketika jalanan lengang ketimbang saat macet. Menghadapi jalanan macet bisa mengesalkan, tapi kenikmatan mengemudi di saat lengang sungguh berpotensi mendatangkan kecelakaan jika tidak hati-hati. Begitu pula dengan kehidupan kita. Di saat kita menikmati kesenangan dan kelimpahan, berhati-hatilah agar tidak terjebak oleh tipu muslihat iblis yang seringkali mengambil saat-saat seperti itu untuk mengelabui kita.

Siapa yang tidak kenal Musa? Dia adalah nabi besar yang memiliki perjalanan dan pengalaman hidup yang sangat luar biasa bersama Tuhan. Bahkan sejak lahir kehidupannya sudah berliku-liku. Musa lahir di saat Firaun tengah merasa terancam akibat lonjakan pertumbuhan penduduk pendatang, Israel, di Mesir. Begitu takutnya Firaun akan bahaya laten dari jumlah besar orang Israel yang mungkin bisa mendatangkan masalah, seperti jika bersekutu dengan musuh lain misalnya, sehingga ia mengeluarkan perintah yang sungguh kejam kepada para bidan: "Apabila kamu menolong perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan waktu anak itu lahir: jika anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak perempuan, bolehlah ia hidup." (Keluaran 1:16). Bangsa Israel ketika itu mengalami tekanan dan penindasan dari penguasa lewat kerja paksa. "Lalu dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu." (ay 13-14). Di saat seperti itulah Musa lahir. Musa terlahir sebagai bayi yang cantik. Orang tuanya merasa was-was akibat ancaman perintah Firaun, dan kemudian ketika merasa menyembunyikan bayi Musa tidak lagi aman, ibunya mengambil keputusan untuk memasukkan Musa ke dalam peti pandan dan diletakkan di rerumputan pinggiran sungai Nil. Tidak lama kemudian puteri Firaun datang ke sungai Nil untuk mandi bersama dayang-dayangnya, dan mereka pun menemukan peti berisi Musa. Singkat cerita, Musa kemudian menjadi anak angkat dari puteri Firaun sendiri.

Nikmatkah hidup di istana yang megah dan mewah, menyandang status sebagai anak angkat dari anak raja? Tentu saja itu pasti. Hidup disana berarti hidup yang secara duniawi tidak akan pernah kekurangan. Tapi yang terjadi, ternyata Musa tidak melupakan asalnya. Melihat saudara-saudara sebangsanya disiksa melakukan kerja paksa yang berat dan dipukuli, hati nuraninya bergejolak. Ia pun berontak dan memilih untuk keluar dari kenikmatan yang sebenarnya sedang ia rasakan. Bagi banyak orang, pilihan Musa ini mungkin dianggap pilihan yang bodoh. Jika ini terjadi pada kita, mana yang akan kita pilih? Relakah kita meninggalkan segala kenyamanan tinggal di istana demi hidup menderita di padang gurun? Bagi sebagian orang mungkin tidak, tapi Musa menetapkan pilihannya. Musa memilih untuk mengikuti dari mana ia berasal dan siapa yang menciptakanNya. Ia lebih memilih untuk melihat ke depan, taat menuruti Tuhan meski pada saat itu ia belum melihat apa yang akan terjadi kepadanya di masa depan. Dan sekarang kita tahu, itu pilihan yang tepat! Musa dipakai Tuhan secara luar biasa dan namanya harum hingga hari ini bagi banyak bangsa. Tuhan peduli terhadap tangisan dan erangan bangsa Israel, lalu mengutus Musa untuk membebaskan bangsa itu dari perbudakan Mesir. "Dan TUHAN berfirman: "Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka. Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus. Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat, betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka. Jadi sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir." (Keluaran 3:7-10).

Sekali lagi, Musa mengambil keputusan hidup yang tepat. Dia tidak mau terlena dalam kenyamanan yang bisa mengarah pada kesesatan. Musa tahu apa panggilan Tuhan atas dirinya, meski ia belum melihat buktinya. Meski belum terjadi, Musa percaya penuh kepada Tuhan dan memilih untuk taat mengikuti Tuhan lebih daripada segala sesuatu, meninggalkan kenyamanan dan rela menderita demi panggilan Tuhan kepadanya. Itulah iman Musa. Kelak di kemudian hari penulis Ibrani menyinggung hal ini sebagai contoh keteladanan: "Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa." (Ibrani 11:24-25). Musa mengamalkan apa yang dimaksud dengan iman secara tepat. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (ay 1). Hendaklah kita mencontoh pilihan Musa. Ada saat-saat dimana kita harus rela meninggalkan kenyamanan (comfort zone) kita, memutuskan untuk meninggalkan segala kenikmatan dan memilih untuk memikul salib mengikuti Yesus. Menderita? Memang. Namun dalam "frame" yang lebih besar, itu akan jauh lebih bermanfaat demi masa depan kita kelak. Tuhan tidak pernah mengingkari janji-janjiNya. Tidak akan pernah Tuhan menelantarkan kita. Dalam kesesakan dan kesulitan sekalipun, Dia tetap ada bersama kita, menuntun kita yang taat memikul salibNya. Hidup sesungguhnya penuh dengan pilihan. Kehendak bebas membuat kita diijinkan untuk memutuskan apa yang akan menjadi pilihan kita. Pilih mana, kehidupan atau kematian, berkat atau kutuk? Semua tergantung keputusan kita. "Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya, sebab hal itu berarti hidupmu dan lanjut umurmu untuk tinggal di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni kepada Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepada mereka." (Ulangan 30:19-20). Mungkin ada penderitaan di dalamnya, mungkin ada yang harus kita korbankan, sesuatu yang bisa jadi begitu kita nikmati, namun percayalah pada akhirnya kita akan menerima segala janji Tuhan tanpa kurang sedikitpun. Seperti Musa, hendaklah kita bisa mengambil pilihan yang tepat hari ini.

Karena iman, Musa memilih untuk menderita demi memenuhi panggilan hidupnya

Tuesday, September 22, 2009

Portable Gas Stove

Ayat bacaan: Matius 24:12
=====================
"Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin."

portable gas stove, kompor kecil, kasih menjadi dinginDi restoran Jepang kita umumnya bisa menemukan menu set shabu-shabu. Menu ini biasanya disediakan dalam banyak pilihan, baik irisan tipis daging, sosis, bakso maupun sayur-sayuran yang biasanya harus kita rebus terlebih dahulu. Semuanya disediakan di atas meja, termasuk sebuah kompor kecil atau yang biasanya disebut juga dengan portable gas stove, yang akan membuat air tetap panas sehingga urusan rebus merebus ini bisa dilakukan. Tanpa adanya kompor kecil di atas meja ini, air akan menjadi dingin dan mustahil kita bisa merebus berbagai jenis shabu-shabu itu. Karena itulah di sebagian besar restoran Jepang kebutuhan akan portable gas stove ini menjadi sangat penting.

Seperti air yang bisa menjadi dingin, kasih dalam diri kita pun bisa menjadi dingin. Tuhan Yesus sejak jauh hari sudah mengingatkan kemungkinan ini. Begini Firman Tuhan: "Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12). Dikatakan disana bahwa menjelang kesudahan dunia akan semakin banyak kedurhakaan. Kejahatan merajalela di mana-mana, kesesatan tumbuh subur. Dan berbagai hal itu akan mengakibatkan kasih kebanyakan orang menjadi dingin. Hal seperti ini sudah sering kita lihat di jaman sekarang. Kasih seringkali terbatas pada slogan saja, hanya disinggung dan dibicarakan, tapi jarang diaplikasikan dalam kehidupan secara nyata. Kita sering hanya terbawa kebiasaan dalam dunia, mengacu pada teori ekonomi semata berdasarkan prinsip untung rugi. Secara sadar atau tidak, kita sering terbawa ke dalam hal seperti ini. Bukan lagi memberi atau menolong karena kasih, tapi karena ada motivasi-motivasi atau alasan-pertimbangan lain di balik itu. Padahal Firman Tuhan berbicara jelas mengenai hal ini seperti apa yang dikatakan Paulus. "Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku." (1 Korintus 13:1-3). Tanpa kasih, semuanya tidak akan berguna alias sia-sia.

Jika tidak hati-hati, kasih bisa menjadi dingin. Meskipun kita melakukan berbagai perbuatan baik, tapi jika tidak disertai dengan dasar yang benar yaitu kasih, maka semua itu tidaklah berarti apa-apa. Hal ini bisa timbul di jaman sekarang ketika ada begitu banyak penyesatan dimana-mana, baik yang jelas-jelas kelihatan maupun yang samar-samar atau terselubung. Oleh karena itulah dalam menghadapi hidup di jaman yang sulit ini kita harus tetap memastikan bahwa kasih dalam diri kita jangan sampai menjadi dingin, terus menjaga kasih agar tetap hangat. Seperti air untuk shabu-shabu pada ilustrasi pembuka di atas, kita harus bisa menjaga air rebusan agar tetap mendidih, demikian pula kita harus bisa memastikan kasih dalam diri kita. Caranya tidak lain adalah dengan terus menjaga kedekatan hubungan kita dengan Tuhan. Terus rajin berkomunikasi denganNya lewat doa-doa kita, senantiasa bersyukur, memuji dan menyembahNya, tekun membaca dan merenungkan Firman  Tuhan, ini semua bisa memastikan kasih di dalam diri kita akan terus hangat. Pengenalan akan Tuhan menjadi kunci utama untuk membuat kasih ini tidak menjadi dingin. Sebuah untaian kata yang ditulis Yohanes menjelaskan hal ini dengan sangat indah. "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Kasih bukan saja menjadi sifat Allah, tapi kasih itu sejatinya adalah pribadiNya sendiri. Karena itulah ketika kita mengenal Allah, yang tidak lain adalah kasih, kita pun dengan sendirinya akan terus memiliki kasih yang menyala-nyala dalam diri kita. Ketika Allah yang adalah kasih tinggal di dalam diri kita, maka hidup kita pun akan senantiasa memiliki kasih.

Kasih merupakan hukum yang terutama dalam kekristenan. Tuhan Yesus sendiri telah terlebih dahulu memberi teladan. Dia rela memberikan nyawaNya bagi kita ketika kita masih berdosa, dan oleh karena Dia kita diselamatkan. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Oleh karenanya tepatlah jika Yesus mengajarkan "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Kasih akan membuat perbuatan-perbuatan baik kita bermakna, juga bermakna di hadapan Tuhan. Kasih pun mampu membuat kita terhindar dari jebakan berbagai jenis dosa. "Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa." (1 Petrus 4:8). Selain itu, kasih pun bisa menjadi jendela bagi orang-orang di sekitar kita untuk mengenal dan mengalami Tuhan lewat diri kita. "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35). Tetap dekat dengan Tuhan, mengenal pribadiNya terus lebih dalam lagi, itu akan berfungsi sebagai portable gas stove bagi kehangatan kasih di dalam diri kita. Jangan abaikan saat teduh, jangan lewatkan waktu-waktu berdoa dan bersekutu denganNya, jangan lupa bersyukur, tekunlah membaca dan merenungkan Firman Tuhan, dan jangan hindari pertemuan-pertemuan ibadah dimana kita bisa terus bertumbuh dan saling membangun dengan saudara-saudara seiman. Mari pastikan kasih dalam diri kita tetap menyala, jangan sampai menjadi dingin.

Kasih akan senantiasa ada selama Tuhan ada dan diam bersama-sama dengan kita

Monday, September 21, 2009

Petani

Ayat bacaan: 2 Timotius 2:6
=====================
"Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya."

petani, kerja keras, musim panen, sabarSebagai negara agraris, peran petani di negara kita sungguh besar. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya hidup kita tanpa kerja keras para petani. Saya pernah melihat bagaimana petani bekerja pada suatu ketika. Mungkin sepintas kita pikir mudah, tapi kenyataannya tidaklah demikian. Mereka bekerja membanting tulang sejak pagi hingga sore hari di ladang mereka. Terik matahari menghitamkan kulit tidak mereka pedulikan agar mereka mampu menghidupi keluarganya, menghasilkan berbagai hasil pertanian yang kita nikmati di atas meja makan setiap hari. Ketika kita sering terganggu dengan hal-hal yang bisa mengotori tangan atau pakaian kita, mereka tidaklah demikian. Kaki mereka terendam, tangan mereka berlumur tanah, keringat menetes dimana-mana, tapi itu tidaklah mengganggu mereka. Tidak ada petani yang cuma duduk bermalas-malasan tapi bisa menghasilkan panen besar. Jika ingin mendapatkan panen yang besar, mereka tentu harus bekerja keras mulai dari menanam, mengurus, mengairi hingga memanen dan menjual hasil jerih payah mereka. Tanpa itu semua, niscaya tidak ada apapun yang mereka hasilkan. Hasil yang diperoleh petani yang bekerja keras dengan petani yang malas tentu berbeda. Di tempat saya Kuliah Kerja Nyata (KKN) dulu, mobil yang bisa mereka pergunakan untuk menjual hasil taninya ke kota terdekat hanya datang sekali seminggu. Di luar itu, mereka harus menembus hutan dan berjalan kaki mengangkut sendiri selama berjam-jam. Dan itu sering mereka lakukan. Sungguh berat potret kehidupan petani, sehingga kita layak belajar dari mereka.

Amsal Salomo berkata "Pada musim dingin si pemalas tidak membajak; jikalau ia mencari pada musim menuai, maka tidak ada apa-apa." (Amsal 20:4). Petani yang malas dan memilih untuk tidak mengerjakan segala sesuatu pada musim tanam, pada akhirnya ketika musim menuai tiba, mereka tidak akan menghasilkan apa-apa. Kita bisa belajar dari kerja keras dan jerih payah petani dalam kehidupan keimanan kita. Tanpa usaha dari kita untuk menjaga dan menumbuhkan iman kita untuk terus lebih dekat dan lebih dalam lagi dengan Kristus, kita tidak akan pernah bisa menuai apa-apa pada akhirnya. Jika para petani melalui proses yang panjang hingga akhirnya menghasilkan, kita pun demikian. Jika petani harus sabar menunggu hingga musim panen tiba, sesuatu yang tidak mungkin terjadi hanya dalam semalam, demikian pula kita harus bersabar dalam proses pertumbuhan iman kita. Dalam proses itu apa yang kita hadapi seringkali tidak mudah. Ada begitu banyak rintangan dan penderitaan yang harus kita lalui, tidak jarang ada pengorbanan-pengorbanan yang harus kita lakukan. Tapi semua itu pantas karena apa yang dijanjikan Tuhan pada akhirnya sungguh indah. Kita bisa saja bermalas-malasan, tapi ingatlah jika itu yang kita pilih, maka hasil akhirnya nanti hanyalah akan menyisakan penyesalan. Belajarlah dari petani. Inilah yang diingatkan oleh Paulus kepada Timotius. Jika kemarin kita sudah melihat model kehidupan dalam iman lewat "prajurit" dan "olahragawan", satu lagi yang dikatakan oleh Paulus menyangkut pelajaran lewat petani. "Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya." (2 Timotius 2:6).

Petani yang berharap panen besar tentulah harus menabur banyak pula. Demikian pula kita, hendaknya kita rajin-rajin menabur, agar kita bisa menuai banyak. "Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga." (2 Korintus 9:6). Sesungguhnya Tuhan telah menyediakan segalanya untuk ditabur, Dia pula yang akan memberkati kita lewat apa yang kita tabur. "Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu; kamu akan diperkaya dalam segala macam kemurahan hati, yang membangkitkan syukur kepada Allah oleh karena kami." (ay 11-12). Segala kemalasan kita tidak akan mendatangkan kebaikan, sebaliknya hanyalah akan merugikan. Tuhan tidak menyukai orang-orang malas. Paulus mengatakan "Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10). Ia pun mengingatkan agar kita tidak terperosok ke dalam perilaku banyak orang yang hanya sibuk melakukan sesuatu yang tidak berguna saja. Menumbuhkan iman dalam hidup tidak terjadi hanya dalam semalam. Untuk bisa terus meningkatkannya, kita perlu fokus yang benar dan dibutuhkan keseriusan, komitmen dan kerja keras dari kita. Disiplinkan diri dalam berdoa, bersaat teduh, membaca dan merenungkan Firman Tuhan, dan mengaplikasikannya secara nyata dalam hidup kita. Semua itu merupakan proses yang tidak sebentar, kadang kala menyakitkan, terkadang butuh pengorbanan, namun pada akhirnya semua itu akan mendatangkan kebaikan dan sukacita melimpah untuk selamanya. Apa yang dikatakan Paulus mengenai "jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan" berlaku pula dalam kehidupan iman kita. Jika kita tidak mau berusaha untuk lebih dalam lagi bersekutu denganNya dengan sungguh-sungguh, jangan harap kita bisa mendapatkan sesuatu kelak.

Sekali lagi, belajarlah dari petani, baik dari segi kerja kerasnya maupun kesabaran mereka menanti usaha mereka hingga musim panen tiba. "Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi." (Yakobus 5:7). Jangan buru-buru putus asa dan patah semangat, tapi bersabarlah seperti halnya petani menanti tuaian mereka pada waktunya. "Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena kedatangan Tuhan sudah dekat!" (ay 8). Kita harus belajar dan terus berusaha untuk tekun bekerja dan rajin menabur, karena nanti pada saatnya kita sendirilah yang akan menuai hasilnya. Jangan menjadi lemah dalam prosesnya, tetaplah bersabar. Tidak ada janji Tuhan yang tidak Dia tepati. Karenanya lakukanlah apa yang menjadi bagian kita dengan sungguh-sungguh dan serius agar kita bisa mendapat tuaian besar kelak di kemudian hari.

Teladanilah hidup seperti petani yang bekerja keras dan sabar menanti hingga musim panen

Sunday, September 20, 2009

Olahragawan

Ayat bacaan: 2 Timotius 2:5
======================
"Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga."

olahragawan, steve bruce, john stephen akhwariPara penggemar sepakbola di televisi tentu sering melihat pemain yang terus bermain meski dalam keadaan cedera. Ada yang terkadang hanya butuh waktu untuk mendapatkan perawatan, mungkin dijahit dan diperban, lalu mereka kembali lagi bermain di lapangan. Tiga belas tahun yang lalu ada seorang center back luar biasa yang menjadi palang pintu kokoh di Manchester United. Ia bernama Steve Bruce, yang kini menekuni karir sebagai pelatih yang cukup sukses. Pada masa ketika ia aktif membela Manchester United, ia sempat mendapat kehormatan memegang ban kapten selama beberapa tahun. Kepemimpinannya luar biasa, begitu pula teknik bermainnya. Ia menjadi sosok yang sangat tangguh yang berpengaruh penting dalam keberhasilan Manchester United pada masa itu. Selain back, ia pun bisa menjadi penyerang berbahaya lewat tandukan-tandukannya menerima umpan dari sepak pojok. Dan yang lebih hebat lagi, Bruce terkenal sebagai pemain yang gigih, penuh semangat dan kuat. 6 kali hidungnya patah disaat bermain, beberapa kali kepalanya berdarah karena terbentur, namun ia terus melanjutkan permainan. Beberapa bulan yang lalu, penggemar sepakbola kaget melihat seorang gelandang kesebelasan Valencia di Liga Spanyol, Manuel Fernandez, yang masih terus bermain apik selama 60 menit meski kakinya patah! Bagaimana mungkin terus berlari dan menendang bola ketika kaki patah? Tapi itulah yang terjadi. Tulang betisnya yang patah ternyata tidak mengendurkan semangat Fernandez. Ia terus dengan mati-matian membela timnya. Timnya pun pada saat itu menang 4-1. Itu dalam dunia sepakbola. Di Olimpiade pernah pula terjadi sebuah kisah mengharukan. Olimpiade Meksiko tahun 1968 mencatat sebuah kisah luar biasa dari pelari maraton asal Tanzania. John Stephen Akhwari menjadi harum dalam sejarah Olimpiade bukan karena memecahkan rekor finish tercepat, tidak pula mendapat medali emas, ia malah menjadi pelari yang memasuki finish paling akhir, ketika pelari-pelari lain bahkan telah pulang beberapa jam sebelumnya. Apa yang membuatnya harum dalam catatan sejarah adalah ini: Akhwari memasuki stadion dengan tertatih-tatih. Di lutut kanannya terdapat luka menganga dan persendian bahunya bergeser. Cedera ini ia dapatkan akibat terjatuh karena bertubrukan. Semangatnya luar biasa, ia masih bisa mencapai finish dalam kondisi demikian. Itulah yang membuatnya tercatat dalam sejarah Olimpiade dan terus dikenang orang hingga kini, sementara pemenang medali emas pada saat itu tidak lagi diingat orang.

Kehidupan iman Kristiani tidaklah mudah. Yesus sendiri sudah mengingatkan demikian: "Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Ini menunjukkan bahwa menjadi pengikut Kristus bukanlah berarti kita mendapat keistimewaan untuk hidup santai, bermalas-malasan, tanpa masalah dan hanya menunggu berkat jatuh dari langit. Ada kalanya kita dipanggil untuk ikut menderita. Dan pesan itulah yang disampaikan Paulus kepada Timotius. Dalam suratnya yang kedua (2 Timotius 2:3-6), Paulus mengingatkan Timotius dan kita semua sebagai pengikut Kristus agar bisa hidup sebagai prajurit, olahragawan dan petani. Jika kemarin kita sudah melihat gambaran kehidupan keimanan sebagai prajurit Kristus, hari ini kita melihat gambaran sebagai olahragawan. Hidup sebagai olahragawan saat ini mungkin terlihat sebagai hidup yang bergelimang harta, namun tidak banyak yang menyadari bahwa proses pembentukan mereka untuk menjadi atlit handal butuh waktu dan pengorbanan yang tidak sedikit. Mereka pun harus bisa menjunjung tinggi sportivitas, tidak boleh terpancing emosi dalam kondisi apapun. Mereka harus mampu bertanding dengan jujur dan bersih, dan ada kalanya harus menyampingkan kondisi mereka secara pribadi demi klub atau negara mereka agar mampu meraih kemenangan. Ini tidaklah mudah, dan jelas butuh proses yang tidak sebentar, juga butuh keseriusan yang tidak main-main. Tanpa itu semua, seorang olahragawan tidak akan bisa berhasil menjadi olahragawan yang baik dan dikenang orang dari segi positif.

Seperti halnya kegigihan dan semangat pantang mundur olahragawan di dunia olah raga, dalam kehidupan keimanan Kristiani kita pun demikian. Kita dituntut untuk mau tekun berlatih dan taat kepada peraturan yang berlaku. Jika kita melanggar aturan kita pun akan didiskualifikasi dan dikeluarkan dari pertandingan. Patuh kepada firman Tuhan, dan tekun dalam berlatih mendisiplinkan diri agar tetap fokus pada tujuan akhir, tidak melenceng sana sini. Itu menjadi dasar yang penting bagi kita agar bisa mengakhiri pertandingan dengan baik dan mendapatkan mahkota juara. Ini bukanlah tugas yang mudah, dan dalam prosesnya terkadang kita harus pula siap untuk berkorban dan menderita. Namun hasil akhirnya akan harum dan berbuah keselamatan. Jika dalam dunia olah raga latihan teratur memegang peranan penting bagi keberhasilan, begitu pula halnya dalam keimanan kita. Melatih diri kita terus menerus agar taat terhadap firman Tuhan menjadi syarat mutlak. "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8). Latihan untuk ibadah jauh lebih penting, karena berhubungan untuk kehidupan baik di dunia maupun yang akan datang nanti. Bertekunlah terus dalam iman. Penulis Ibrani mengingatkan juga sebagai berikut: "Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." (Ibrani 12:1). Bagaimana caranya agar kita bisa berlomba dengan tekun? Ayat selanjutnya memberikan caranya. "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah." (Ibrani 12:2). Ya, caranya adalah dengan mengarahkan fokus pandangan kepada Yesus, bukan kepada permasalahan hidup, bukan kepada kesusahan, himpitan beban dan lain-lain. Fokus pada hasil akhir, terus mempertahankan iman dalam Kristus meski badai sekuat apapun menghadang, akan menghasilkan kemenangan demi kemenangan baik di kehidupan saat ini hingga kehidupan selanjutnya. Fokus yang berbeda akan menghasilkan akhir yang berbeda, semuanya tergantung pada pilihan dan keputusan kita.

Hari ini ambillah keputusan untuk menjalani hidup dengan iman yang teguh dan penuh disiplin seperti olahragawan yang baik. Paulus berkata demikian: "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.  Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya." (2 Timotius 4:7-8). Saya rindu kita semua pada saatnya nanti bisa berkata hal yang sama seperti apa yang dikatakan Paulus. Untuk bisa mencapai tahapan itu dibutuhkan kerja keras dan keseriusan, serta kerelaan untuk berkorban bahkan menderita buat sementara. Jika kita mau terus tekun dan berdisiplin menuruti firman Tuhan, no matter what you're facing today, in the end, you will be the winner! Dibalik semua penderitaan dan pengorbanan yang harus kita jalani saat ini, pada saat yang tepat kita akan menuai hasilnya. Ada mahkota juara yang disediakan Tuhan di garis finish, yang di dalamnya terkandung berkat-berkat Tuhan yang akan senantiasa menyertai kehidupan kita, termasuk ganjaran keselamatan bagi setiap "olahragawan" iman yang baik dan benar. Siapkah anda menjadi olahragawan tangguh dalam iman akan Kristus? Mulailah pegang komitmen dari sekarang. On your marks, get set... GO!

Olahragawan yang baik adalah olahragawan yang tekun berlatih, taat aturan dan punya fokus benar

Saturday, September 19, 2009

Prajurit

Ayat bacaan: 2 Timotius 2:3
======================
"Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus."

prajurit KristusSeperti apa sikap prajurit yang baik? Dalam dunia ketentaraan kita dikenal Sumpah Prajurit yang berisi 5 butir janji. Setia kepada negara, tunduk pada hukum dan memegang teguh disiplin, taat penuh kepada atasan dan tidak membantah perintah atau putusan, menjalankan segala kewajiban dengan penuh tanggung jawab dan memegang rahasia ketentaraan sekeras-kerasnya. Pada kenyataannya ada oknum-oknum prajurit yang ternyata perilakunya menyimpang dari janji mereka sendiri, namun itu semua adalah perbuatan orang perorang dan bukan secara kelembagaan. Oknum-oknum yang menyimpang memang ada dan akan selalu ada, tapi jangan lupa bahwa ada banyak pula prajurit yang memegang teguh prinsipnya dan rela berkorban jiwa dan raga demi Ibu Pertiwi. Dari sudut kelembagaan, prajurit yang baik haruslah memegang teguh Sumpah Prajurit ini, termasuk juga Sapta Marga dan Delapan Wajib TNI.

Sosok kehidupan kita sebagai orang Kristen pun digambarkan Paulus seperti seorang prajurit. Dalam suratnya kepada Timotius, Paulus menggambarkan bahwa kehidupan pengikut Kristus haruslah seperti seorang prajurit (2 Timotius 2:3-4), olahragawan (ay 5) dan petani (ay 6). Selama tiga hari ke depan kita akan membahas ketiga gambaran ini, dan hari ini kita akan mulai dari sosok prajurit. Dalam surat Paulus dikatakan demikian: "Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya." (2 Timotius 2:3-4). Seorang prajurit yang terlatih baik wajib tunduk sepenuhnya kepada komandannya, meski membahayakan nyawanya sekalipun. Prajurit yang baik haruslah mampu mengabaikan kepentingan diri sendiri demi kepentingan yang lebih besar. Dibutuhkan ketaatan penuh dan kesetiaan total kepada komandannya dan kesiapan untuk berkorban. Yesus sendiri telah memberikan keteladanan bagaimana sosok prajurit yang ideal. "melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:7-8). Ini gambaran ketaatan penuh yang langsung diperagakan secara nyata oleh Kristus sendiri.

Hidup prajurit tergantung penuh kepada komandannya, dan sang komandan lah yang memikirkan apa yang menjadi kebutuhan mereka. Dalam kehidupan Kekristenan kita diminta untuk senantiasa siap menjadi prajurit Kristus yang baik. Dalam hal ini, Kristus bertindak sebagai sosok "Komandan" yang akan selalu mencukupi kebutuhan kita, sangat memperhatikan kita pribadi demi pribadi bahkan telah menjanjikan kita sebuah keselamatan yang sifatnya kekal. Seorang prajurit Roma pernah menemui Yesus dan menyadari sepenuhnya otoritas Kristus sebagai atasannya ketika ia minta agar bawahannya disembuhkan. "Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya." (Matius 8:9). Maka jika Yesus mengatakan sepatah kata saja, bawahannya pun akan sembuh, tanpa perlu repot-repot untuk pergi langsung ke rumahnya. Sang prajurit Roma ini menunjukkan ketaatan penuh kepada Kristus yang berada di atasnya. Dari kisah ini kita mendapatkan gambaran yang baik mengenai hubungan yang baik antar tingkat kepemimpinan. Yang di atas memperhatikan bawahan, sedang yang dibawah patuh kepada atasannya.

Mengapa kita harus dibentuk menjadi prajurit Kristus? Apakah kita diharuskan untuk berperang dan membumihanguskan orang-orang yang tidak seiman? Sama sekali tidak. Kita tidak diminta untuk menyerang siapa-siapa. Bahkan memusuhi saja pun kita tidak diperbolehkan. Kita harus bisa mengasihi sesama kita, siapapun mereka dan apapun latar belakang mereka. Apa yang harus kita perangi bukanlah manusia, melainkan kuasa-kuasa atau roh-roh jahat di udara. "karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12). Kita harus tahu bahwa hidup di dunia ini seperti berada di medan perang. Kita harus menghadapi terus peperangan menghadapi iblis dan siasat-siasat gelapnya. Kita senantiasa harus berjuang mempertahankan iman kita. Karena itulah kita harus selalu siap untuk menderita dan tetap patuh kepada Komandan kita yaitu Yesus Kristus sendiri. Dan untuk itulah kita diminta agar terus mengenakan "seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis." (ay 11). Perlengkapan senjata Allah itu adalah "Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah." (ay 14-17).

Kehidupan Kekristenan bukanlah bentuk kehidupan yang berleha-leha, santai dan tanpa masalah, melainkan bentuk kehidupan yang membutuhkan perjuangan, pengorbanan dan kerja keras tanpa henti dari kita. Untuk bisa menjadi prajurit yang baik tentu dibutuhkan ketekunan dan keseriusan untuk terus melatih diri kita. Seperti apa yang diingatkan Paulus pula, "Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7-8). Seperti halnya prajurit di tiap negara terus dilatih dan dipersiapkan agar bisa menjadi prajurit yang baik, secara keimanan kita pun kita harus terus melatih diri kita dari hari ke hari agar bisa menjadi lebih baik lagi sebagai prajurit Kristus yang kuat dan loyal. Ijinkan Roh Kudus untuk terus membimbing setiap langkah anda agar siap dibentuk menjadi prajurit Kristus yang baik.

Jadilah prajurit Kristus yang memegang teguh iman menghadapi peperangan dengan kuasa kegelapan dan segala tipu muslihatnya

Friday, September 18, 2009

Ketika Iman Diuji

Ayat bacaan: Daniel 1:5
===================
"Dan raja menetapkan bagi mereka pelabur setiap hari dari santapan raja dan dari anggur yang biasa diminumnya. Mereka harus dididik selama tiga tahun, dan sesudah itu mereka harus bekerja pada raja."

ketika iman diujiLulus atau tidak, itu menjadi hasil dari sebuah ujian. Untuk berhasil tentu diperlukan ketekunan dan keseriusan dalam mempersiapkan diri menghadapi ujian. Sebaliknya jika kita menyepelekannya, maka kemungkinan untuk gagal pun akan besar. Dalam kehidupan ini, ada kalanya iman kita pun harus melewati ujian. Bisa jadi lewat tekanan atau bahkan ancaman dari orang-orang sekitar kita, baik di lingkungan atau pekerjaan. Perasaan takut dikucilkan, takut ditolak, takut tidak naik jabatan, diperlakukan tidak adil dan sebagainya seringkali membuat sebagian orang menyembunyikan identitas dirinya dari segi keimanan. Jatuh hati kepada seseorang pun sering menjadi penyebab lunturnya keimanan. Ada banyak orang yang akhirnya berkompromi demi mendapatkan pujaan hatinya, bahkan memilih untuk meninggalkan Kristus. Ironi seperti ini banyak terjadi di tengah masyarakat. Memang tidak mudah hidup sebagai minoritas di tengah mayoritas. Namun sesungguhnya pada saat-saat seperti itulah iman dan ketaatan kita akan Kristus tengah diuji. Lulus atau tidak, itu semua tergantung keputusan kita sendiri. Apakah kita mau berkompromi mengorbankan Tuhan yang telah begitu mengasihi kita dan menebus dosa-dosa kita, mengganjar kita yang sebenarnya tidak layak ini dengan keselamatan kekal, atau memilih untuk terus setia apapun resikonya. Ada banyak pahlawan iman yang tercatat dalam Alkitab, sebagian di antaranya harus rela mengakhiri hidupnya di dunia sebagai martir. Hari ini saya rindu mengajak teman-teman melihat kisah Daniel, Hananya, Misael dan Azarya.

Kisah Daniel dibuka dengan kekalahan bangsa Yehuda di tangan bangsa Babel, bangsa penyembah berhala. Layaknya bangsa yang kalah, harta dan kehidupan Yehuda pun dirampas masuk ke dalam bangsa yang menang. Pada saat itu, raja Babel memerintahkan kepala istana untuk mengambil sebagian orang Israel yang berasal dari keturunan raja dan bangsawan untuk dilatih mengenai bahasa, budaya dan cara hidup Babel sampai identitas mereka sebagai orang Yehuda bisa terkikis habis. "Lalu raja bertitah kepada Aspenas, kepala istananya, untuk membawa beberapa orang Israel, yang berasal dari keturunan raja dan dari kaum bangsawan, yakni orang-orang muda yang tidak ada sesuatu cela, yang berperawakan baik, yang memahami berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan banyak dan yang mempunyai pengertian tentang ilmu, yakni orang-orang yang cakap untuk bekerja dalam istana raja, supaya mereka diajarkan tulisan dan bahasa orang Kasdim." (Daniel 1:3-4). Ini termasuk mengenai makanan. Mereka harus makan dari makanan yang sama yang dipersiapkan bagi anggota keluarga raja. Mereka juga harus siap dilatih selama 3 tahun dan dipersiapkan untuk bekerja bagi raja. "Dan raja menetapkan bagi mereka pelabur setiap hari dari santapan raja dan dari anggur yang biasa diminumnya. Mereka harus dididik selama tiga tahun, dan sesudah itu mereka harus bekerja pada raja." (ay 5). Dari kriteria ini, terdapatlah 4 orang pemuda Yehuda, yaitu Daniel, Hanaya, Misael dan Azarya. (ay 6). Nama mereka pun diganti. "Pemimpin pegawai istana itu memberi nama lain kepada mereka: Daniel dinamainya Beltsazar, Hananya dinamainya Sadrakh, Misael dinamainya Mesakh dan Azarya dinamainya Abednego." (ay 7). Tapi meski nama mereka diganti, dan mereka diwajibkan untuk menjalani proses pencucian identitas sebagai bangsa Yehuda, ternyata hati mereka tidak berubah sedikit pun. Ujian yang mereka alami tidaklah mudah. Mereka menghadapi ancaman kematian dengan cara mengerikan jika masih terus mempertahankan iman mereka dan menolak menyembah berhala-berhala Babel dan rajanya. Menghadapi ancaman, Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab: "Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini.Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." (3:16-18). Sadrakh, Mesakh dan Abednego menolak menyembah berhala-berhala yang menjadi tuhan bangsa Babel, dan akibatnya merekapun dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala. Daniel pun sama. Ketika ia dijebak dari ketaatannya menyembah Allah setiap hari sebanyak tiga kali, ia pun diancam untuk mati dengan cara dilempar ke dalam gua singa. (6:16). Ini ujian iman yang sungguh tidak main-main. Tapi apa yang terjadi? Kita tahu Sadrakh, Mesakh dan Abednego disertai malaikat dan tidak cedera sedikitpun. Apa yang mereka alami bahkan menjadi kesaksian luar biasa akan kuasa Tuhan yang mereka sembah. (3:24-30). Mengenai Daniel, kita tahu pula bagaimana Daniel selamat dari gua Singa tanpa kekurangan suatu apapun lewat penyertaan malaikat pula. "Allahku telah mengutus malaikat-Nya untuk mengatupkan mulut singa-singa itu, sehingga mereka tidak mengapa-apakan aku, karena ternyata aku tak bersalah di hadapan-Nya; tetapi juga terhadap tuanku, ya raja, aku tidak melakukan kejahatan." (6:22). Ujian iman yang berat dilalui oleh Daniel, Hanaya (Sadrakh), Misael (Mesakh) dan Azarya (Abednego) dengan gemilang.

Adakah hari ini di antara teman-teman menghadapi pergumulan mengenai iman? Mungkin ditolak atau diusir dari keluarga karena mengikuti Kristus, mungkin disingkirkan oleh lingkungan, bahkan mungkin pula mengalami ancaman atau aniaya, mendapatkan berbagai penderitaan, dan sebagainya. Seperti halnya Daniel dan ketiga pemuda lainnya, itu semua mungkin kita alami juga di hari-hari yang sulit seperti sekarang ini. Adalah penting bagi kita untuk terus setia meskipun apa yang kita hadapi mungkin sungguh berat. Setiap saat kita harus mampu memastikan bahwa diri kita tetap ada bersama dengan Kristus. Paulus mengingatkan demikian: "Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji." (2 Korintus 13:5). Dalam kesempatan lain, Yakobus justru berkata bahwa kita seharusnya malah merasa beruntung jika kita mengalami berbagai macam cobaan. "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan," (Yakobus 1:2). Mengapa demikian? "sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." (ay 2-3). Lihatlah ada buah yang matang yang akan kita petik sebagai hasil jika kita lulus dari ujian iman itu. Petrus mengatakan hal yang sama. "Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu--yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api--sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya." (1 Petrus 1:6-7). Ingatlah bahwa tujuan iman adalah keselamatan jiwa.(ay 9). Keteguhan dan kesetiaan iman kitalah yang akan menentukan seperti apa kita kelak di kehidupan selanjutnya. Apakah keselamatan kekal atau kebinasaan kekal yang kita peroleh sebagai hasil, itu tergantung dari keseriusan kita dalam menjaga kesetiaan kita pada Yesus. Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego telah membuktikan kesetiaan mereka dan lulus dengan gemilang. Menghadapi hari-hari yang mungkin kurang lebih sama, penuh tekanan, ancaman dan bahkan aniaya, mampukah kita memiliki iman seperti mereka?

Jangan pernah tergoda untuk meninggalkan Kristus dalam menghadapi berbagai tekanan dan ujian

Thursday, September 17, 2009

Mengenal Kristus

Ayat bacaan: Markus 8:29
======================
"Ia bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Petrus: "Engkau adalah Mesias!"

mengenal KristusAda seorang mantan murid saya yang dulu sifatnya pendiam, bahkan terkadang tidak menjawab ketika saya tanya. Menatap balik pun tidak. Awalnya saya sempat mengira bahwa ia sombong. Tapi setelah mengenalnya lebih jauh, ternyata ia orangnya pemalu. Pada kesempatan lain, saya pernah mendapatkan seorang murid yang benar-benar pendiam, menjawab singkat dan cenderung bernada ketus, dan tapi itu semua bukan karena orangnya angkuh atau arogan, tapi ia ternyata autis. Sejauh mana kita bisa mendeskripsikan seseorang tergantung dari sejauh mana kita mengenal mereka. Jika kita mengenal seseorang hanya sepintas, hanya sedikit pula yang bisa kita gambarkan. Bahkan mungkin gambaran yang salah pun bisa muncul jika hanya mendengar apa kata orang saja. Tapi apabila kita mengenal seseorang sangat dekat, maka kita akan bisa memberikan gambaran yang lebih jelas dan benar mengenai mereka. Kesan pertama kita ketika mengenal seseorang bisa jauh berbeda setelah kita mengenal mereka lebih jauh. Awalnya mungkin kita mengira si A itu sombong, ternyata setelah kenal, itu tidaklah benar sama sekali.

Pada suatu kali ketika Yesus berjalan bersama-sama dengan murid-muridNya melewati kampung-kampung di sekitar Kaisarea Filipi, Yesus bertanya kepada murid-muridNya: "Kata orang, siapakah Aku ini?" (Markus 8:27). Sesuai dengan apa yang didengar murid-murid Yesus dari komentar orang-orang disekitar mereka, mereka pun menjawab: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan: seorang dari para nabi." (ay 28). Lalu selanjutnya Yesus bertanya: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Petrus: "Engkau adalah Mesias!" (ay 29). Lihatlah ada perbedaan antara orang yang mengenal sepintas, sambil lalu, atau hanya dari luar saja, dengan orang yang mengenal secara pribadi, lebih dekat dan lebih dalam. Melihat berbagai mukjizat, kuasa dan gambaran atau sosok yang dimiliki Yesus, orang yang hanya melihat dari kulit luar saja akan mengira bahwa Yesus adalah Yohanes Pembaptis, mungkin Elia, atau mungkin juga satu dari nabi yang penuh urapan. Setidaknya ada pengakuan disini bahwa mereka telah menyaksikan perbuatan-perbuatan nyata dari Yesus, namun mereka tidaklah mengenalNya secara pribadi. Tapi para murid yang setiap hari berjalan bersama Yesus mengetahui betul siapa Yesus sebenarnya. Ini karena kedekatan mereka, mengalami berbagai pengalaman berharga sehari-hari setiap kali mereka berada di dekat Yesus.

Mungkin orang-orang dunia lainnya yang belum pernah melihat Yesus bisa bersikap antipati, penuh hujatan dan hinaan. Itu semua karena mereka belumlah mengenal siapa Yesus. Jika sudah sekedar mengenal, gambaran mungkin akan berubah sedikit lebih positif seperti halnya orang-orang dunia yang hidup di jaman Yesus. Mereka melihat sendiri berbagai kuasa Yesus yang luar biasa, tapi belum sampai kepada sebuah pengenalan yang benar mengenai siapa Yesus itu sesungguhnya. Hanya ketika kita benar-benar mengenal Kristus secara pribadilah kita bisa mengetahui bahwa Yesus adalah Mesias. Mengenal, dan mengalami sendiri Yesus dan segala perbuatanNya yang luar biasa dalam hidup kita, itu yang bisa membedakan pandangan kita dari dunia.

Seekor domba akan sangat mengenal gembala mereka, terutama ketika gembala itu begitu peduli dan penuh kasih menjaga dan memelihara mereka. Domba adalah hewan yang lemah, hidupnya terus menerus terancam bahaya jika tidak ada yang melindungi. Maka ketergantungan domba terhadap gembala mereka pun tinggi agar bisa selamat. Yesus menggambarkannya dalam sebuah perumpamaan: "Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya. Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang-orang asing tidak mereka kenal." (Yohanes 10:4-5). Sosok Gembala yang baik itu ada pada Yesus. Mengenal dan mengalami Yesus secara pribadi akan membuat kita dekat, saling mengenal satu sama lain dengan baik. "Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku." (ay 14-15).

Ketika kita lahir baru, pengenalan kita akan Tuhan mungkin masih dangkal. Tapi dari hari ke hari seharusnya kita bisa mengenal pribadi Yesus terus lebih dalam lagi. Tidak hanya berhenti sampai mengenal saja, tapi juga mengalami banyak pengalaman luar biasa bersama Kristus yang bisa kita jadikan kesaksian hidup yang memberkati banyak orang. Jika semua ini kita alami, tidak akan ada lagi keraguan sedikitpun bahwa Yesus bukanlah sekedar satu dari para nabi, orang besar, sosok berpengaruh semata, tapi Dia adalah Mesias. Janganlah berhenti mengenal Kristus hanya sebatas doktrin saja. Tahu Yesus karena terlahir dari keluarga Kristen, hanya mengenal Kristus berdasarkan kata orang saja, tapi marilah alami sendiri berbagai kuasa Kristus yang begitu indah mengubahkan hidup kita dari waktu ke waktu. Apa yang telah dilakukan Yesus sudah berulang kali terbukti nyata. Tidak saja pada saat kedatanganNya ke dunia dahulu, tapi hingga hari ini kita melihat ada begitu banyak mukjizat yang terjadi dalam namaNya. Jangan berhenti hanya sebagai orang yang melihat, tapi alamilah sendiri. Itu akan meneguhkan iman kita untuk mengaku siapa Yesus sesungguhnya. Siapa yang akan masuk ke dalam Surga bukanlah orang-orang yang rajin berseru siang dan malam pada Tuhan. "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 7:21). Bagaimana kita bisa dengan taat melakukan kehendak Bapa di surga jika kita tidak mengenal Dia? Untuk itulah kita harus terlebih dahulu mengenal Bapa, dan pengenalan akan Bapa itu kita peroleh dari pengenalan kita akan Kristus. "Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." (Yohanes 14:7). Hanya dengan mengenal itulah kita akan mampu melakukan segala sesuatunya dengan baik, karena tentu kita tidak ingin Tuhan yang begitu mengasihi kita kecewa dengan apa yang kita perbuat. Jangan sampai pada saatnya nanti kita dianggap sebagai orang yang tidak saling mengenal dengan Tuhan dan beroleh kebinasaan kekal. Jangan sampai ayat ini berlaku pada kita "Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:23). Karena itu, milikilah Roh hikmat dan wahyu agar bisa mengenal Dia dengan benar. "..dan meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar." (Efesus 1:17). Roh hikmat dan wahyu hadir lewat Kristus, dan itu akan membuat kita mengenalNya secara pribadi bahkan mengalami pengalaman demi pengalaman luar biasa dalam perjalanan hidup kita. Seperti Paulus yang berkata "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati." (Filipi 3:10-11), hendaklah kita pun terus mengenal siapa Yesus lebih dalam lagi, bukan hanya karena apa kata orang, hanya doktrinal, tapi secara pribadi.

Kenallah secara pribadi dan berjalanlah senantiasa bersama Kristus

Lanjutan Sukacita Kedua (5)

 (sambungan) Satu jiwa pun begitu berharga di mata Tuhan. Ketika jiwa itu kembali ditemukan, sang gembala akan menggendongnya dengan gembira...