Saturday, December 31, 2022

2023 (1)

Ayat bacaan: Ulangan 11:12
==================
"suatu negeri yang dipelihara oleh TUHAN, Allahmu: mata TUHAN, Allahmu, tetap mengawasinya dari awal sampai akhir tahun."


Sejak bulan Maret tahun 2020 dunia kita diguncang. Semua berubah dengan begitu drastis dengan kengerian yang tidak main-main. Disatu sisi kita harus membiasakan sebuah tatanan bernama 'new normal', di sisi lain kita pun harus berhadapan dengan horror berkepanjangan baik dari pemberitaan media maupun orang-orang yang memanfaatkan situasi demi kepentingan politisnya untuk memperkeruh suasana. Banyak usaha yang gulung tikar, banyak yang jadi pengangguran, banyak pula yang kebingungan menyikapi perubahan mendadak. Namanya virus, variannya pun bermunculan. Baru bernafas sedikit setelah badai yang satu, eh muncul lagi varian berikutnya, dan jumlah korban pun naik lagi. Manusia yang sejatinya mahluk sosial tiba-tiba dipaksa untuk hidup sebaliknya. Tadinya kita bisa berkumpul, mendadak kita menjadi takut bertemu dengan orang lain apalagi yang tidak kita kenal betul. hidu

Banyak negara yang kemudian bangkrut, dan kita harus bersyukur tidak harus sampai separah itu. Meski demikian, kesulitan ekonomi pun menjadi sebuah realita yang mau tidak mau harus dialami oleh banyak dari kita, terutama bagi yang hidup bukan dari gaji tetap. Kesulitan ekonomi menjadi momok yang kemudian sama mengerikannya dengan virus yang sudah melanda dua tahun lebih.

Hari ini kita masih berhadapan dengan masalah itu, meski tidak lagi seperti dahulu. Tapi masalah lain pun muncul sebagai dampaknya, yaitu krisis global. Tahun 2023 yang sebentar lagi akan hadir harus diwaspadai, karena ancaman resesi ada di depan mata. Peringatan akan hal ini sudah disampaikan sejak beberapa bulan lalu. So, tahun 2023 tampaknya bakal suram bagi kehidupan kita. Beberapa teman saya yang tadinya hidup baik sekarang morat-marit, dan mereka menyuarakan ketakutan mereka dalam memasuki tahun baru. Saya pun termasuk yang terdampak secara ekonomi. Berat, penuh ketidakpastian, tapi seperti renungan terdahulu, saya menganggap masa ini sebagai masa ujian saya. Saya bertekad untuk tetap melewatinya dengan mengusahakan sebaik yang saya bisa, dengan hati yang tetap bersyukur dan bersukacita, dan pastinya, menjalani hari demi hari bersama Tuhan.

Krisis ekonomi yang pernah melanda kita di tahun 98 sudah saya alami. Dan saya sudah melewatinya, juga masih hidup hari ini. Buat saya, kalau saya sudah melewati tahun kemarin dengan selamat, kalau saya masih makan dan diberi kesehatan untuk terus berusaha, itu jelas karena Tuhan. Artinya, saya masih punya kesempatan di tahun yang katanya bakal berat dan tidak seharusnya kehilangan pengharapan.

(bersambung)

Friday, December 30, 2022

Palungan (4)

 (sambungan)

Sejalan dengan itu, malaikat lainnya datang menjumpai Yusuf. "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." (Matius 1:20-21). Seperti Maria, saya rasa tidak mudah juga bagi Yusuf untuk menerima berita tentang apa yang akan ia hadapi selanjutnya. Tetapi saya yakin, ia dan Maria fokus kepada berita tentang kelahiran Sang Penebus ketimbang memikirkan resiko yang harus mereka hadapi. Tuhan tidaklah sembarangan dalam memilih. Ada kualitas Maria dan Yusuf yang pasti Dia perhatikan sehingga merekalah yang dipilih untuk sebuah tujuan penyelamatan besar bagi manusia.

Dari palungan, Yesus menggenapi tugasNya dengan sempurna. Dia dengan rela menanggung semua kesakitan yang tak terperikan demi kita semua. Kelahiran dari Sang Penebus, Anak Allah yang tunggal, Raja segala raja, itulah yang kita peringati setiap tanggal 25 Desember.

Maria mungkin memiliki banyak hal untuk direnungkan ada masa itu. Yusuf pun tentu sama. Di palungan yang kotor dan tidak layak itu mereka bersukacita melihat Bayi kecil yang kelak akan menghapus dosa dunia. Tepat seperti itu pula Yohanes Pembaptis di kemudian hari menyebutNya. "Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia." (Yohanes 1:29).

Sekarang, lebih 2000 tahun berlalu, masing-masing dari kita perlu kembali kepada kesadaran semula tentang pentingnya kelahiran Kristus, kematianNya dan kebangkitanNya, serta janjiNya untuk kelak datang kembali. Natal adalah hari yang jauh lebih penting dari sekedar pesta, liburan dan hiburan. Natal jauh lebih penting dari sekedar bertukar hadiah dan bergembira bersama teman-teman dan keluarga. Kita perlu kembali kepada esensi mendasar dari kelahiran Kristus di dunia. Keselamatan di kolong langit ini ada dalam tanganNya. Kunci ada padaNya. Dan itu adalah bentuk kasih Allah yang begitu besar kepada kita yang berselimut dosa. Mari malam ini kita kembali merenungkan dan bersyukur, karena tanpa Kristus kita tidaklah ada apa-apanya dan hanya akan berakhir pada kebinasaan. Mari kita sama-sama renungkan keselamatan yang dianugerahkan kepada kita lewat Kristus dan betapa besarnya kasih karuniaNya atas kita. Tuhan Yesus memberkati anda semua.

Yesus datang membuka kesempatan agar kita bisa hidup dalam keselamatan yang kekal bersamaNya

Thursday, December 29, 2022

Palungan (3)

 (sambungan)

Sekarang mari kita mundur. Ratusan tahun sebelum kelahiran Kristus, nubuatan tentang kedatanganNya dan misi penyelamatanNya sudah disampaikan oleh Yesaya.

Kita bisa membacanya dalam Yesaya pasal 53. "Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh." (ay 2-5).

Bacalah terus bagian ini, dan anda akan bertemu dengan ayat yang berbunyi: "Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya.Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya." (ay 9-10). Semua ini menjadi nubuatan tentang kedatangan Yesus dan misi yang Dia emban persis dengan apa yang terjadi ketika nubuatan itu akhirnya digenapi.

Sebelum kehamilan, malaikat telah terlebih dahulu menyampaikan pesan kepada Maria. "Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya,  dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya da(sambungan)

Sekarang mari kita mundur. Ratusan tahun sebelum kelahiran Kristus, nubuatan tentang kedatanganNya dan misi penyelamatanNya sudah disampaikan oleh Yesaya.

Kita bisa membacanya dalam Yesaya pasal 53. "Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh." (ay 2-5).

Bacalah terus bagian ini, dan anda akan bertemu dengan ayat yang berbunyi: "Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya.Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya." (ay 9-10). Semua ini menjadi nubuatan tentang kedatangan Yesus dan misi yang Dia emban persis dengan apa yang terjadi ketika nubuatan itu akhirnya digenapi.

Sebelum kehamilan, malaikat telah terlebih dahulu menyampaikan pesan kepada Maria. "Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya,  dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan." (Lukas 1:30-33).

Saya rasa hal ini tentu terasa begitu berat bagi Maria. Ia belum menikah, apa kata dunia jika tiba-tiba ia hamil? Terlebih bagaimana tanggapan tunangannya Yusuf kelak? Akankah ia dituduh berselingkuh kemudian dirajam sampai mati seperti bentuk hukuman akan hal itu menurut hukum yang berlaku atas tuduhan seperti itu? Tapi Maria memilih untuk percaya. Malaikat sudah menyampaikan pesan dari Tuhan bahwa ia terpilih untuk melahirkan Anak Allah yang Mahatinggi, Seorang Raja atas keturunan Yakub sampai selama-lamanya dengan Kerajaan yang kekal, tidak berkesudahan.

(bersambung)n Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan." (Lukas 1:30-33).

Saya rasa hal ini tentu terasa begitu berat bagi Maria. Ia belum menikah, apa kata dunia jika tiba-tiba ia hamil? Terlebih bagaimana tanggapan tunangannya Yusuf kelak? Akankah ia dituduh berselingkuh kemudian dirajam sampai mati seperti bentuk hukuman akan hal itu menurut hukum yang berlaku atas tuduhan seperti itu? Tapi Maria memilih untuk percaya. Malaikat sudah menyampaikan pesan dari Tuhan bahwa ia terpilih untuk melahirkan Anak Allah yang Mahatinggi, Seorang Raja atas keturunan Yakub sampai selama-lamanya dengan Kerajaan yang kekal, tidak berkesudahan.

(bersambung)

Wednesday, December 28, 2022

Palungan (2)

 (sambungan)

Masih dalam suasana Natal, malam ini saya secara khusus membayangkan apa yang terjadi pada malam saat bayi Yesus dilahirkan. Betlehem mungkin sudah tertidur lelap di malam sunyi yang dingin. Di saat itulah ada seorang wanita berusia muda tengah berjuang melahirkan Anak yang dikandungnya selama 9 bulan. Tidak ada yang membantunya, kecuali sang suami, Yusuf, yang berprofesi sebagai tukang kayu.

Bukan seperti kisah kelahiran anak saya, kejadian itu bukanlah di rumah sakit bersalin atau rumah bidan, melainkan di dalam palungan berisi jerami. Alkitab mencatatnya demikian: "Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan." (Lukas 2:7).

Lihatlah fakta yang dicatat di dalam Alkitab. Tidak ada penginapan sama sekali bagi mereka, bahkan satu kamar pun. Bayangkan Raja di atas segala raja lahir bukan di istana yang mewah, bukan di tempat selayaknya melainkan di dalam kandang. Suasana pengap, bau dan penuh suara binatang mungkin mewarnai kelahiran Sang Raja pada waktu itu.

Sebagian orang menuduh bahwa si pemilik penginapan adalah orang berdosa yang tidak peduli, atau bahkan dituduh menolak Juru Selamat yang diutus Tuhan. Tapi pernahkah terpikir bahwa mungkin Tuhan sudah menyuratkan seperti itu, mempergunakan si pemilik penginapan untuk mengatur dan menyiapkan tempat dalam palungan tepat seperti kehendak Tuhan sendiri?

Yesus lahir di kandang domba, dan tugasNya adalah menyelamatkan domba-domba yang hilang. Alkitab tidak menyatakan siapa pemilik penginapan dan apa motivasinya menempatkan seorang ibu muda yang tengah hamil tua di tempat yang kotor dan tidak layak itu. Tapi sudahlah, karena itu bukanlah esensi dari kelahiran Sang Juru Selamat. Yesus lahir untuk menggenapkan kehendak BapaNya yang mengutusNya demi melakukan sebuah misi penyelamatan yang didasarkan oleh sebentuk kasih yang luar biasa besarnya dari Tuhan, Sang Pencipta kepada kita semua, ciptaan-ciptaanNya yang sudah begitu terkontaminasi oleh dosa turun temurun. Untuk itu Yesus dilahirkan, mengambil rupa seorang hamba, melepas semua hak-hak KetuhananNya demi keselamatan kita semua. That's the greatest love of all, that's the power of love. That's how He feels towards us, human.

Sekarang mari kita mundur. Ratusan tahun sebelum kelahiran Kristus, nubuatan tentang kedatanganNya dan misi penyelamatanNya sudah disampaikan oleh Yesaya.


(bersambung)

Tuesday, December 27, 2022

Palungan (1)

 Ayat bacaan: Lukas 1:32
=================
"Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya"


Setiap kelahiran punya kisahnya sendiri. Saya ingat pada hari dimana anak saya yang sudah saya nantikan selama 10 tahun hadir. Kami berangkat ke rumah sakit pada malam hari jam 8, dan jadwal operasi cesarnya adalah pukul 6 pagi pada keesokan harinya. Kelahirannya harus melalui operasi karena posisi bayi sedikit menutupi jalan lahir.

Sekitar jam 4 subuh, istri saya mulai dipersiapkan untuk masuk ke ruang operasi. Saya memegang tangannya, memeluknya dan menguatkannya. Perasaan saya pada waktu itu seperti melayang, karena saya tahu sebentar lagi anak yang saya sudah lama nantikan akan hadir secara fisik dalam hidup kami. Istri saya pun masuk ke ruang operasi, sementara saya, mertua dan ipar menunggu di luar.

Prosesnya cepat. Tanpa terasa, tiba-tiba saya melihat perawat keluar mendorong box kaca berisi bayi. Saya mendekat, dan melihat bayi mungil dengan mata tertutup ada disana. Gerakannya sangat pelan. Saya menanyakan kondisi istri saya, dan sang perawat mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Prosesnya berjalan dengan lancar, dan bayi juga dalam kondisi baik. Puji Tuhan. Tapi saya waktu itu tidak bereaksi apa-apa, hanya melihat dan tertegun, serasa sulit percaya bahwa ini benar-benar terjadi dan bukan mimpi. Saya kemudian mengikuti perawat menuju ruangan. Disana bayi saya dibersihkan, diberi salep di matanya dan dokter anak kemudian memastikan lagi kondisi bayi di hadapan saya.

Saya masih ingat betul saat kali pertama saya menggendongnya. Itu terjadi tepat pukul 6:53 pagi, di hari kasih sayang 3 tahun 2019. Kenapa bertepatan dengan hari kasih sayang? Itu bukan kami yang setting, melainkan dokter yang memberi jadwalnya karena saatnya memang sudah tiba tepat pada hari itu. Buat saya pribadi, itu menjadi seperti hadiah kasih Tuhan pada kami. That's His Valentine's gift for us. Hari ini bayi itu sudah menjadi anak yang pintar, sehat dan cantik. Ia bersosialisasi dengan sangat baik, ramah pada semua orang dan sudah lama pintar memimpin doa. I have to say this: God has given me much, much more than I've ever dreamed of. Praise God.

Masih dalam suasana Natal, malam ini saya secara khusus membayangkan apa yang terjadi pada malam saat bayi Yesus dilahirkan.

(bersambung)

Monday, December 26, 2022

Kado Ulang Tahun Buat Yesus (4)

 (sambungan)

Lantas apa hadiah yang sebenarnya bisa kita berikan kepadaNya? Bingkisan? Karangan bunga? Parcel? Rumah? Mobil? Uang? Harta benda? Tidak, semua itu tidak ada artinya. Apa yang menyenangkan hati Yesus sesungguhnya hanya satu, dan itu tidak lain adalah kualitas hati kita. Hati yang terbuka, lembut, mau dibentuk, percaya kepadaNya dan selalu bersungguh-sungguh menyembah dan mengasihiNya. Hati yang takut akan Tuhan, bersih yang siap untuk menerima Kristus untuk berdiam di dalamnya, dan juga hati yang penuh kasih terhadap sesama manusia, seperti halnya Kristus mengasihi kita.

Hal tersebut bisa kita lihat dari dua hukum yang terutama. Pada suatu kali seorang ahli Taurat mengatakan "Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan." (Markus 12:33), Lalu apa tanggapan Yesus? Yesus mengiyakan perkataan orang itu dan berkata "Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!" (ay 34). Jadi jelaslah lewat ayat ini kita bisa melihat apa hadiah sesungguhnya yang bisa kita berikan kepada Yesus. Hati yang mengasihi Tuhan dan sesama, itulah hadiah yang sangat indah untuk kita berikan kepada Yesus dalam memperingati kelahiranNya di dunia.

Selain itu, hal tersebut juga bisa kita lihat dari pernyataan Yesus berikut: "Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40). Tuhan Yesus tidak memerlukan bingkisan-bingkisan duniawi berupa harta benda, perhiasan, materi dan sejenisnya. Apa yang akan menyenangkanNya adalah kasih terhadap Tuhan (kasih dalam bentuk horizontal) dan kepada sesama (vertikal). Kasih berasal dari hati, jadi sebentuk sikap hati yang mengarah penuh kepadaNya dan berpusat pada kehendakNya, itu akan menjadi sebuah hadiah yang sangat indah bagi Yesus.

Hadiah-hadiah yang dibungkus indah itu tidak salah. Keceriaan bertukar kado? Tentu saja boleh. Kegembiraan dalam merayakan Natal memang perlu. Tetapi ada yang jauh lebih penting dari itu yang tidak boleh kita lupakan. Marilah kita merenungkan makna kelahiran Kristus di dunia. Dia sudah memberikan kita hadiah terindah dan terbesar, the greatest gift of all, maka saatnya kita mempersiapkan sebuah hadiah istimewa bagi Yesus kali ini.

Mari masuki Natal yang penuh sukacita, bukan didasarkan kepada gemerlap dan kemeriahan pesta dan timbunan hadiah, tetapi didasarkan oleh rasa syukur kita akan kasihNya yang begitu besar kepada kita semua dan kerinduan kita untuk mengalirkan kasih Kristus untuk menyentuh sesama.

Selamat hari Natal, Tuhan memberkati!

Hati yang mengasihiNya dan menjadi saluran kasih terhadap sesama, itu kado yang terindah buat Yesus

Sunday, December 25, 2022

Kado Ulang Tahun Buat Yesus (3)

 (sambungan)

Alkitab menggambarkan hal ini dengan begitu menyentuh. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Ayat ini adalah salah satu ayat yang membuka mata saya dan kemudian memberikan diri saya untuk Yesus lebih dua puluh tahun yang lalu. Adalah kasih yang begitu besar dari Allah yang sanggup menggerakkan hatiNya untuk mengorbankan Kristus untuk menggantikan kita semua di atas kayu salib, membayar lunas semua pelanggaran dan dosa kita, melepaskan kita dari kutuk dan menganugerahkan keselamatan yang seharusnya tidak layak kita miliki. Semua itu berasal dari sebuah anugerah yang diberikan Tuhan atas dasar besarnya kasihNya kepada kita. Bayangkan bagaimana hidup kita saat ini seandainya Yesus tidak datang ke dunia dan menebus dosa-dosa kita, mematahkan belenggu dosa dan kutuk, menggantikan kita di atas kayu salib dan menyelamatkan kita dari kematian. That's the greatest gift of all. Pemberian yang begitu besar dari Yang Maha Kuasa, kepada saya, manusia yang sekecil dan se-tak penting ini, dengan segala perbuatan buruk yang pernah saya lakukan dalam hidup.

Saya mau ajak teman-teman meihat sekelumit kisah saat Yesus lahir ke dunia mengambil rupa manusia. Orang-orang Majus dari Timur berangkat jauh-jauh menempuh perjalanan panjang yang melelahkan untuk menyembah bayi Yesus. (Matius 2:2). Tapi kelelahan itu segera sirna berubah menjadi sebentuk sukacita luar biasa ketika mereka melihat bintang yang menunjukkan arah dimana Yesus dilahirkan. (ay 10). Kalau kita mundur satu pasal maka kita bisa melihat apa yang dikatakan malaikat kepada Yusuf lewat mimpi. "Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka...Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel (arti Imanuel adalah Allah ada bersama kita)" (Matius 1:21,23).

Imanuel, itu artinya Allah ada bersama kita. Renungkanlah baik-baik makna Imanuel itu. Kelahiran Yesus ke dunia sesungguhnya membawa dampak yang begitu besar bagi perjalanan hidup dan keselamatan kita. Dan itulah seharusnya sumber sukacita kita dalam menyambut Natal.

Jika Yesus sudah memberikan sebuah kado luar biasa kepada kita, apa yang bisa kita berikan kepadaNya? Betapa seringnya kita melupakan ini. Kita sering meminta Yesus untuk memenuhi segala keinginan kita, tetapi kita tidak mau berpikir apa yang bisa kita berikan sebagai hadiah yang terindah yang berkenan untuk Yesus.

(bersambung)

Saturday, December 24, 2022

Kado Ulang Tahun Buat Yesus (2)

 (sambungan)

"apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?" (Mazmur 8:5).

Begitu indahnya langit yang tengah ia pandang, hingga ia berkata, "ya Tuhan, apakah kami ini manusia, sehingga Engkau sampai sepeduli itu pada kami?" itu yang muncul dalam hatinya, dan itu sungguh benar.

Kenapa kita sebegitu penting dan berhaga di mata Tuhan? Apakah kita:
- berjasa sedemikian besar sehingga Tuhan berhutang budi pada kita?
- begitu luar biasa hebatnya sehingga Tuhan harus membayar kita?
- sangat suci tanpa cacat sehingga Tuhan merasa bersalah jika tidak menyelamatkan kita?

Tentu saja tidak. Kita jauh dari itu semua. Kita adalah manusia yang terus menerus berbuat dosa, terus mengecewakan Tuhan dengan segala perilaku kita. Tetapi meski demikian, Tuhan ternyata tetap mengasihi kita.

Seindah-indahnya alam semesta ini Dia ciptakan, tetap saja manusia merupakan ciptaanNya yang paling berharga, yang diciptakan seperti gambar dan rupaNya sendiri (Kejadian 1:26). Kita, manusia itu "dibuat sama seperti Allah" dan dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat (Mazmur 8:6). Dari sana, keselamatan kita pun menjadi agenda penting bagi Tuhan, didasari oleh kasihNya yang begitu besar kepada kita. Dan itu Dia anugerahkan kepada manusia.

Dianugerahkan. Anugerah. Sebuah anugerah bukanlah anugerah apabila diberikan atas balas jasa. Bukan juga disebut anugerah kalau diberikan kalau memangpantas menerima. Sebaliknya, justru karena kita sebenarnya tidak layak, tetapi Dia tetap memberikan, itulah yang disebut dengan anugerah.

(bersambung)

Friday, December 23, 2022

Kado Ulang Tahun Buat Yesus (1)

 Ayat bacaan: Markus 12:33
====================
"Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan."


Salah satu hal yang bikin kita happy disaat merayakan Natal adalah momen bertukar kado. Acara tukar menukar kado ini ada yang sampai beberapa kali, misalnya di tengah keluarga, antar teman, di pekerjaan, di lingkungan persekutuan dan lain-lain. Anak saya saja sejak di usia belum setahun sudah bisa menunjukkan raut sumringah saat melihat ada kado-kado di bawah pohon Natal untuknya. Sekarang di usia hampir 4 tahun, ia sudah mulai bertanya apakah nanti ia akan mendapat kado lagi di bawah pohon Natal seperti tahun lalu.

Mau anak balita, mau dewasa, sepertinya tidak ada satupun dari kita yang tidak senang mendapat kado atau hadiah. Meski buat kita biasanya judulnya tukaran yang artinya kita pun harus membeli sesuatu untuk diberikan kepada yang lain, tetap saja kegembiraan menerima sesuatu dari orang-orang terdekat itu mendatangkan kebahagiaan tersendiri. Apalagi kalau kita mendapatkan sesuatu tanpa disangka-sangka, rasanya pasti senang bukan main.

Siapa yang kita rayakan dalam Natal? Yesus Kristus. Nah, kalau begitu, bukankah Yesus yang paling pantas menerima kado dari kita saat Natal? Jika ya, kira-kira apa kado atau hadiah yang akan paling menyenangkan hatiNya dari kita?

Hal pertama yang harus kita ingat dalam memasuki hari Natal yang harus kita renungkan dan syukuri adalah kedatangan Yesus ke muka bumi ini bukan untuk jalan-jalan atau sekedar kunjungan, tapi bertujuan untuk menebus dosa-dosa kita sebagai perwujudan nyata besarnya kasih Allah kepada kita. Atas dasar kasih Allah yang begitu besar itu, Yesus datang menghapus dosa dunia dan membuka jalan bagi kita untuk masuk ke dalam keselamatan. Ini bukan hal sepele, bukan pemberian biasa-biasa. Coba pikir, siapalah kita ini sehingga kita begitu berharga dalam pandangan Tuhan untuk diselamatkan?

Suatu kali Daud pernah mempertanyakan hal ini ketika ia tengah terpukau dalam kekaguman saat memandang indahnya langit. "apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?" (Mazmur 8:5).

(bersambung)

Thursday, December 22, 2022

Saya Sedang Ujian (5)

(Sambungan)

 "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13).


Mari kita lihat beberapa poin dari ayat ini:
- ujian/pencobaan itu biasa
- itu tidak akan melebihi/melampaui kekuatan atau kesanggupan kita
- dan layaknya sebuah ujian, jawaban/solusi atau jalan keluar sebenarnya sudah disediakan Tuhan sehingga kita tidak harus takut menghadapinya

Tanpa ujian, kita akan berjalan di tempat, atau malah makin merosot. Ujian demi ujian yang kita hadapi akan mampu membawa kita ke level yang lebih tinggi, Jika kita menyikapinya dengan benar, tetap dalam pengharapan yang tidak pernah padam di dalam Kristus, kita akan mendapatkan hasil luar biasa dalam pertumbuhan iman kita.Karenanya, hadapilah ujian dengan penuh ungkapan syukur. Jangan lari dari masalah, tapi hadapilah dengan tegar sambil terus berpegang teguh pada pengharapan dalam iman akan Tuhan.

Saya hari ini sedang dan masih menghadapi ujian. Adakah diantara anda yang hari ini tengah menghadapi ujian seperti saya? Firman Tuhan bilang, bergembiralah dalam menghadapinya, dan percayalah ada sesuatu yang indah di depan sana yang akan anda petik begitu anda lulus dari ujian itu. Kalau sekarang kita sedang ujian, kita sedang menanti naik kelas. Waiting for the time for us to get smarter, stronger and wiser. The time for us to experience God in such ways we never did before. Anda siap naik kelas bersama saya? If so, let's do this!

Tanpa ujian kita tidak akan pernah bisa naik kelas

Wednesday, December 21, 2022

Saya Sedang Ujian (4)

 (Sambungan)

Ujian terhadap iman menghasilkan ketekunan. Lalu ketekunan itu pada suatu ketika akan memperoleh buah yang matang, dan kita pun menjadi semakin sempurna, utuh dan tak kekurangan apapun. Anda mungkin bisa stres dalam menghadapi ujian di sekolah, tapi anda tentu tahu bahwa tanpa itu anda tidak akan pernah lulus. Maka suka atau tidak, anda akan menghadapi ujian dengan sungguh-sungguh dan berharap bahwa anda melakukannya dengan baik dan setelahnya dinyatakan lulus. Begitu pula dengan ujian terhadap iman. Kalau begitu buat apa kita meratap, mengamuk atau melakukan reaksi-reaksi negatif lainnya?

Yakobus mengatakan: "anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan." Kita bukan harus bersedih, tapi seharusnya bahagia. Karena alasannya jelas, untuk kebaikan kita sendiri juga, untuk menghasilkan buah dalam hidup kita. Kita tidak akan bisa bertumbuh dan naik ke jenjang yang lebih tinggi apabila kita tidak menghadapi atau gagal dalam ujian. So don't give up! Kita tidak akan memperoleh hasil apa-apa selain kegagalan dengan tawar hati. Bukannya baik, malah hanya akan menambah masalah saja nantinya.

Penulis Amsal mengatakan: "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." (Amsal 17:22). Tidak dikatakan "hati yang gembira pada saat kita sedang tidak ada masalah", tapi hati yang tetap gembira dalam situasi dan kondisi apapun, itu akan tetap bisa menjadi obat yang manjur. Maka tepatlah kalau Yakobus menyarankan agar kita menghadapi ujian dengan kegembiraan, itu kalau kita menyadari ada hal-hal luar biasa yang dapat kita petik dari berbagai ujian hidup itu.

Lebih jauh lagi, mari kita lihat ayat berikut, terlebih jika anda merasa ujian yang saat ini sedang dihadapi terasa sangat berat.

 "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13).

(bersambung)

Tuesday, December 20, 2022

Saya Sedang Ujian (3)

 (Sambungan)

Jika kita gampang menyerah, itu artinya kita belum mampu untuk percaya sepenuhnya kepada kuasa Kristus. Lihatlah apa yang tertulis dalam Amsal. "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10). Kalau kita gampang menyerah ketika menghadapi kesesakan, kita tidak akan pernah bisa bertumbuh baik secara mental maupun rohani. Kekuatan kita akan tetap kecil atau malah menyusut. Baca lagi ayat ini baik-baik, ada hubungan antara keteguhan hati dalam menghadapi kesesakan dengan power. That means, difficult times is the chance for us to gain power. The power to deal with life, the power to live the faith.

Ujian demi ujian yang kita hadapi akan mampu membawa kita ke level yang lebih tinggi. Despite of the outcome, either you win or lose, either you succeed or fail, jika kita menyikapinya dengan benar, tetap dalam pengharapan yang tidak pernah padam di dalam Kristus, kita akan mendapatkan hasil-hasil luar biasa dalam pertumbuhan iman kita.

Lihatlah apa yang dihadapi tokoh-tokoh Alkitab. Mereka sudah bertemu dengan ujian-ujian yang sungguh berat, yang bagi logika manusia kelihatannya tidak masuk akal. Tapi mereka berhasil membuktikan bahwa percaya sepenuhnya pada Tuhan akan membawa hasil luar biasa. Daud harus bertemu dengan Goliat di usia yang masih sangat muda. Itu adalah ujian yang tidak main-main dan taruhannya nyawa. Tapi Daud mengandalkan Tuhan, percaya penuh kepadaNya dan ternyata sukses. Dari sanalah Daud kemudian dikenal. Abraham mengalami ujian yang sungguh berat. Menanti janji Tuhan begitu lama di usia yang sudah tua renta, dan ketika ia memperolehnya, ia malah diminta mengorbankan anaknya. Bagaimana dengan Daniel? Sadrakh, Mesakh dan Abednego? Ayub? Ujian mereka pun bukan main-main. Tapi mereka semua percaya pada Tuhan, dan karenanya mereka melalui ujian dengan baik dan lulus dengan sangat memuaskan.

Ujian akan selalu datang,  cara kita menyikapinyalah yang akan membuat perbedaan.

Mari kita lihat apa kata Yakobus. "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." (Yakobus 1:2-4).

(bersambung)

Monday, December 19, 2022

Saya Sedang Ujian (2)

 
(Sambungan)

Buat saya, hidup itu penuh dengan ujian. Kita tidak akan bisa mandiri apabila terus bersikap manja. Lebih dua puluh tahun lalu aya memutuskan untuk meninggalkan kota kelahiran saya dan pergi ke kota yang jauh tanpa bekal apapun agar saya bisa kuat berdiri di atas kaki sendiri tanpa dibantu orang tua atau orang lain. Saya melewati saat-saat sulit yang berlangsung lumayan lama yaitu sekitar 5 tahun. Selain saya mencoba membangun segalanya dari awal, di saat itu pula saya melewati pembentukan Tuhan yang seringkali terasa menyakitkan. Ego saya dikikis, sikap malas, suka menggerutu dan cepat emosi juga mengalami penataan ulang selama masa-masa sulit tersebut. Hari ini saya bersyukur melewati itu semua. Rasanya sangat senang, karena tanpa itu saya tidak akan bisa menjadi siapa saya hari ini. Meski demikian, itu bukan berarti saya sekarang bisa berhenti berproses. Tidak akan pernah demikian. Bagi saya, sekarang harus berbeda dengan saya esok, dan saya esok harus berbeda dengan saya lusa, seminggu lagi saya sudah harus lebih baik lagi, dan seterusnya. Itu sudah menjadi tekad saya. Tidak saja dalam bersikap, bertingkah laku, tidak saja dalam hal ilmu, tapi juga dalam mendalami suara hati Tuhan bagi manusia yang terkandung dalam Alkitab.

Apakah itu artinya saya merupakan orang yang kaku, sok rohani atau super serius? Tidak juga. Saya menikmati hidup, tapi saya juga menghadapinya dengan serius. That's the fun part of life. I love to play and have fun, but I don't wanna just play around and forget to learn. Begitu kira-kira.

Apalagi di masa seperti sekarang, dimana krisis ekonomi global sudah menyebabkan resesi bagi sebagian orang dan ancaman akan semakin parah di tahun depan sudah kita sering sama-sama kita dengar. Ini pun bagi saya merupakan sebuah ujian yang tergolong berat. Berat, karena sejak awal tahun saya sudah merasakan anjloknya pendapatan dan beberapa bulan terakhir saya sudah defisit dalam usaha. Saya mencoba melakukan ini dan itu seperti memulai usaha lain, tapi beberapa kali pula gagal. Usaha seperti apapun kalau daya belinya menurun drastis seperti sekarang pasti bakal sangat sulit. Apakah itu artinya saya berhenti saja? No way. Saya akan terus berusaha, menggunakan akal pikiran dan tenaga, dan akan terus mencari tahu lebih jauh lagi apa yang Tuhan inginkan untuk saya lakukan. Saya menganggapnya sebagai ujian. Dan saya ingin naik kelas. Jika saya ingin naik kelas, itu artinya saya harus lulus dalam ujian ini. Dan kalau saya mau lulus, saya harus menjalani ujian dengan sungguh-sungguh.

Ujian-ujian kehidupan maupun dalam proses keimanana kita bisa ringan, bisa juga berat, dan seperti halnya ujian lainnya, kita bisa lulus dan bisa gagal. Bagaimana kalau kita masih gagal, haruskah kita menyerah? Buat saya, yang paling penting adalah bagaimana kita bisa menyikapi sebuah kegagalan dan belajar dari kegagalan itu untuk mencapai sukses luar biasa lain kali. Kesempatan untuk berhasil akan selalu ada selama masih hidup. Itu pasti. One thing I believe is that I will become smarter and wiser if I can pass it successfully. Sebaliknya, jika saya kalah, saya hanya akan mengalami penderitaan tanpa memperoleh apa-apa sama sekali.

Dalam menghadapi berbagai ujian lewat segala macam dimensi problema kehidupan ada sesuatu yang penting untuk kita perhatikan. Masalah boleh hadir, tapi bagaimana sikap kita menghadapinya akan membawa perbedaan nyata. Kita bisa memilih untuk mengeluh, kecewa atau larut dalam mengasihani diri sendiri secara berlebihan, kita bisa mencari kambing hitam mulai dari orang lain, situasi, kondisi bahkan Tuhan, atau kita bisa menguji iman kita, sampai dimana kita kenal Yesus, sampai dimana kekuatan pengharapan lewat iman kita dan sampai dimana kita yakin dengan iman kita akan keberadaan Tuhan dan besar kasihNya pada kita.

(bersambung)

Sunday, December 18, 2022

Saya Sedang Ujian (1)

 

 Ayat bacaan: Amsal 24:10
====================
"Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu."


Kita menghabiskan hampir 20 tahun untuk mengenyam pendidikan formal. Bisa lebih jika ada yang ingin melanjut ke jenjang pasca sarjana. Ayah saya memperoleh gelar sarjana hukum di usia 67 tahun, dan itu setelah ia mencapai tingkat profesor dari bidang medis. Dan di usia seperti itu, sama seperti anak sekolah atau mahasiswa, ia pun harus menempuh ujian, skripsi dengan bimbingan dosen dan tugas-tugas hingga bisa berhak menyandang gelar tersebut. Ujian? Ya, ujian. Ujian adalah sesuatu yang wajib kita hadapi kalau kita mau naik kelas atau mau lulus. Namanya ujian, itu akan menjadi sarana menguji kita apakah kita sudah cukup memahami materi pelajaran dan layak untuk naik ke tingkat selanjutnya. Ujian akhir akan menentukan apakah kita pantas mengakhiri pendidikan dan memperoleh gelar.  

Sekarang, mari kita kilas balik ke masa-masa dimana kita sering ujian. Bagaimana suasana ketika kita sedang menghadapi ujian baik di tingkat sekolah maupun kuliah? Biasanya suasana yang muncul adalah suasana tenang dan hening. Selain yang ujian juga sibuk dengan materinya, hampir tidak ada pengawas yang malah ribut-ribut ketika sedang mengawas ujian, kecuali pengawasnya tidak bertanggung jawab atau tidak benar.

Agaknya itu menjadi bahan perenungan bagi Rick Warren sehingga ia pada suatu kali berkata: "The teacher is always silent when the test is given. If God is silent in your life right now, it's a test of faith."

Rick Warren menyinggung saat-saat dimana Tuhan memilih untuk diam, bukan dengan tujuan untuk membiarkan kita menderita atau tidak peduli terhadap persoalan kita, tetapi karena Dia menginginkan sebuah pertumbuhan iman yang signifikan demi kebaikan kita sendiri, dan Rick mengambil contoh yang mudah dicerna lewat sikap seorang guru ketika mengawasi ujian.

Sekali lagi, ujian merupakan sesuatu yang suka tidak suka, mau tidak mau harus kita hadapi jika kita mau naik kelas atau naik ke tingkat yang lebih tinggi. Tidak ada orang yang naik kelas dan lulus tanpa melalui ujian bukan? Karenanya contoh sederhana yang disampaikan Rick Warren ini rasanya akan mudah untuk kita mengerti dalam hubungannya dengan saat-saat ketika Tuhan memutuskan untuk berdiam diri disaat kita tengah menghadapi kesesakan.

(bersambung)

Saturday, December 17, 2022

Penderitaan (4)

 (sambungan)


Adalah sangat penting bagi kita untuk memastikan bahwa pengharapan jangan sampai hilang dari kita. Kenapa? Karena orang yang masih punya pengharapan akan punya alasan untuk terus berjuang. Alkitab mengatakan "Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita.." (Ibrani 6:19). Pengharapan dapat berfungsi sebagai jangkar yang membuat kita bisa terus tertambat dan tidak oleng atau hanyut lantas karam. Alkitab juga mengingatkan kita bahwa kita harus menjaga tiga hal penting dalam hidup kita yaitu faith, hope and love. Iman, pengharapan dan kasih. Kita sulit terus punya pengharapan di masa sulit kalau kita tidak punya iman. Sebaliknya, pengharapan yang kokoh akan terus menumbuhkan dan menguatkan iman kita. Lantas jangan lupa pula menaruh pengharapan ke tempat yang benar, yaitu Tuhan. Sebab, selain kuasa Tuhan tidak terbatas dan sanggup mengatasi kemustahilan, kita tahu pula bahwa Allah yang menjanjikannya adalah Allah yang setia (Ibrani 10:23).

Rasa sakit akibat penderitaan bisa lantas membuat kita merasa bahwa hidup ini tidak lagi berharga untuk dijalani. Dalam tekanan berat, rasa putus asa akan mulai mencoba menguasai kita, dan kita pun bisa terjebak pada pemikiran sempit untuk menyerah, bahkan menutup lembaran hidup secara sepihak. Saat penderitaan begitu menyiksa, godaan untuk melakukan itu bisa dengan mudah merasuki kita. No. Jangan biarkan hal itu terjadi, dan jangan melakukan tindakan fatal yang hanya akan membawa kita kepada sebuah penyesalan selamanya. Berhentilah mengandalkan kekuatan diri sendiri, orang lain atau lainnya, Gantikan itu dengan mengandalkan Tuhan. Ubah pandangan anda dengan sebuah perspektif baru, letakkan keyakinan kita dalam Tuhan.

Selama kita masih berjalan di dunia ini, penderitaan akan menghampiri kita pada suatu waktu. Akan ada saatnya kita harus merasakan itu sebagai bagian dari hidup kita.Tetapi kita harus tahu bahwa Tuhan akan memampukan kita untuk menanggungnya dan jalan keluar dari Tuhan pada saatnya akan turun atas kita. Jika Hamlet berpikir "to be or not to be", terus hidup atau mati saja, kita sebagai anak-anak Tuhan hendaklah menyadari bahwa selalu ada alasan untuk terus hidup. Selalu ada banyak alasan untuk terus memilih terus hidup dengan pengharapan, iman dan kasih, tak peduli sesulit apapun yang kita alami. So, if you are experiencing pain right now, be strong, be brave and always keep the faith. Itu tidak akan pernah sia-sia.

There's always hope as long as we have God by our side


Friday, December 16, 2022

Penderitaan (3)

 (sambungan)

Penderitaan itu memang menyakitkan, dan terkadang ketika itu terasa begitu berat. Bisa begitu berat sampai kita merasa tidak sanggup lagi memikulnya. Tapi seperti yang terjadi pada Paulus, Tuhan sesungguhnya telah memberikan kasih karuniaNya secara cukup, yang akan memampukan kita untuk bisa bertahan ketika sedang berjalan dalam lembah penderitaan. "Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9).

Renungkanlah. Justru dalam tekanan beratlah sebenarnya kita bisa melihat kuasa Tuhan yang sempurna. Dalam kelemahan kitalah kita akan mampu menyaksikan kuasa Tuhan yang sesungguhnya, yang mampu menjungkirbalikkan segala logika manusia, sesuatu yang mungkin tidak kita alami saat semuanya baik-baik saja.

Dari apa yang Paulus katakan, dan jika anda membaca seluruh surat-suratnya yang ditujukan pada berbagai jemaat dari dalam penjara, penderitaan yang dialami Paulus tidaklah ringan. Bayangkan, ketika ia jahat ia begitu berkuasa, tapi setelah bertobat justru hidupnya berbalik penuh tekanan dan siksaan. Banyak orang akan segera menyangsikan kebenaran jika mengalami apa yang dialami oleh Paulus, tapi tidak demikian halnya dengan dirinya. Dia tahu bahwa apa yang menanti di depan sana adalah jauh lebih besar ketimbang penderitaan-penderitaan yang ia alami di dunia yang sifatnya sementara ini. Paulus mengarahkan pandangannya jauh ke depan, dan di saat yang sama ia terus berpegang dengan kepercayaan penuh kepada Kristus.

Dengan segala penderitaan yang begitu besar, Paulus masih mampu berkata "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Buat saya ini sangat menginspirasi dan menguatkan. Dia tahu bahwa kasih karunia Allah itu sebenarnya cukup untuk dipakai menanggung beban penderitaan. Pencobaan-pencobaan yang kita alami pun tidak akan melebihi kekuatan kita sendiri. Tuhan tahu sampai dimana kita sanggup bertahan, dan pada saat yang tepat ia pasti memberikan jalan keluar.

(bersambung)

Thursday, December 15, 2022

Penderitaan (2)

 (sambungan)

Disaat banyak orang yang tidak tahan dan memilih jalan keliru, sikap berbeda bisa kita temukan dari Paulus. Paulus dikenal militan dalam menjalankan tugasnya mewartakan Injil setelah bertobat. Apakah ia lancar-lancar saja berjalan sebagai duta pewarta kebenaran? Oh tidak, jauh dari itu. Pada suatu saat ia pun merasakan tekanan dan penderitaan yang begitu berat. Ancaman ia dapati dimana-mana. Dia didera, ditangkap, diancam akan dibunuh.

Paulus sempat merinci berbagai penderitaan yang ia alami dalam pelayanannya. "..Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian." (2 Korintus 11:-23-27).

Sehebat-hebatnya dan sekuat-kuatnya Paulus, semilitan sosok Paulus yang sering kita dengar, tekanan bertubi-tubi ini pada suatu ketika bisa membuatnya lemah, karena biar bagaimanapun Paulus juga sama seperti kita, manusia biasa. Ia mengakui hal itu kepada jemaat di Korintus. "Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati." (2 Korintus 1:8-9a). Sebagai manusia biasa sama seperti kita, Paulus ternyata juga pernah mengalami masa dimana ia mulai putus asa.

Bedanya, ia tidak membiarkan dirinya dikuasai rasa putus asa dan kehilangan harapan terus menerus. Paulus dengan cepat mengubah fokusnya. Ia kembali kepada pemikiran positif yang berpegang sepenuhnya kepada Allah. Kenapa bisa begitu? Karena Paulus mampu melihat sisi lain dari sebuah penderitaan, yaitu sebagai pelajaran agar kita tidak bergantung kepada diri sendiri melainkan kepada Tuhan. "Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati." (ay 9b).

(bersambung)

Wednesday, December 14, 2022

Penderitaan (1)

 Ayat bacaan: 2 Korintus 1:8-9a
============================
"Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati."


Apakah anda termasuk penyuka karya-karya William Shakespeare? Shakespeare tidak diragukan lagi merupakan pujangga dan penulis terbesar dalam sejarah literatur Inggris bahkan dunia. Ia hidup pada pertengahan tahun 1500-an sampai awal 1600-an. Ia sudah sangat lama tiada lagi di dunia ini, tapi karya-karyanya masih dikenang orang hingga sekarang. Film dan teater masih terus menampilkan karya-karya terkenalnya. Beberapa judul tentu sudah tidak asing lagi bagi kita, diantaranya Midsummer Night's Dream, Hamlet dan tentu saja drama percintaan yang berakhir tragis: Romeo and Juliet.

Selain karya-karyanya monumental dan abadi, ada banyak pula quote atau kutipan kalimat yang terkenal sepanjang masa. Salah satunya: "To be or not to be, that is the question." Quote ini berasal dari naskah Hamlet.

Banyak yang mengira kalimat ini mengacu pada kebingungan orang untuk melakukan sesuatu atau memilih/memutuskan sesuatu. Tidak terlalu salah, tapi lebih tepatnya kalimat ini sesungguhnya mengacu kepada kepedihan yang dirasa sang tokoh utama yang mengarahkannya pada dua pilihan, apakah ia mau terus hidup atau tidak. Pangeran bernama Hamlet merasakan kepedihan luar biasa sewaktu pamannya membunuh ayahnya, dan menikahi ibunya. Begitu sakit dan perih rasanya, hingga ia sempat berpikir haruskah ia terus hidup ("to be") atau mengakhiri saja hidupnya, ("or not to be").

Apakah anda pernah atau mungkin sedang merasakan rasa sakit dan penderitaan yang begitu berat yang sepertinya tidak lagi kuat untuk ditanggung? Ada kalanya kita merasakan rasa sakit yang tidak terperikan, begitu perihnya sehingga kita mulai merasa putus asa dan perlahan mulai kehilangan harapan. Ada banyak orang yang memilih seperti Hamlet, yaitu mengakhiri hidupnya karena tidak tahan lagi menderita. Orang memilih jalan pintas yang fatal, mengakhiri hidupnya berharap mereka bisa segera terbebas dari rasa sakit, dan itu tentu karena mereka merasa tidak lagi punya harapan. Di jaman seperti sekarang, hal seperti itu semakin sering kita baca di berita. Padahal keputusan seperti itu justru akan membawa penderitaan yang lebih menyakitkan lagi untuk selamanya, dan akan sangat menyiksa yang ditinggalkan.  Apakah mereka tahu konsekuensinya? Harusnya sih tahu, tapi kehilangan harapan sementara rasa perih tidak lagi kuat untuk ditanggung membuat orang bisa melakukan itu. Karenanya penting bagi kita untuk memastikan bahwa kita tetap punya harapan, bukan kepada hal-hal yang tidak cukup kuat di dunia ini melainkan kepada Tuhan.

(bersambung)

Tuesday, December 13, 2022

Einstein (4)

 (sambungan)

Dan jangan lupa pula bahwa tidak pernah ada kata terlambat atau batas umur untuk belajar. Selama hidup masih berlanjut, selama kesempatan masih ada, itu artinya masih ada yang bisa kita lakukan agar hidup kita bermakna, tetap menarik dan tidak membosankan. Buat saya, life is a learning process. Bahkan tujuan hidup kita untuk terus menjadi semakin serupa seperti Kristus tidak akan bisa kita capai kalau kita jalan ditempat, berhenti atau malah mundur.
Sekali lagi, life is a learning process. Tidak ada alasan yang cukup untuk dipakai sebagai pembenaran berhenti belajar. Apalagi kalau menyadari bahwa saat ini sarana atau media belajar sudah sangat mudah aksesnya dibanding jaman dulu. Kalau dulu orang harus pergi ke perpustakaan dan dibatasi waktu, sekarang dengan menggunakan internet anda bisa mendapatkan informasi atau pengetahuan 24 jam sehari, 7 hari seminggu alias setiap waktu dengan biaya yang relatif murah dan jauh lebih efektif dari segi waktu. Mau belajar apapun sekarang tidak lagi sulit. Tinggal duduk, browsing, pelajari, dan kita bisa jadi menguasai sesuatu yang dulu masih asing.

Di tengah deraan masalah pun kita tidak seharusnya berhenti belajar. Justru sebaliknya kita harus semakin giat dan bertekun untuk itu. Dari kegagalan sekalipun kita selalu bisa mendapatkan sesuatu yang berharga untuk menapak maju ke depan. Penulis Mazmur sudah menyadari hal ini ribuan thaun lalu. Ia berkata "Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu." (Mazmur 119:71).

Ada sebuah quote mengatakan "Never stop learning, because life never stop teaching." Kalau kita menyadari bahwa hidup adalah sebuah proses, kita tentu tahu bahwa kita harus mengisi setiap proses dengan belajar. Apakah itu dalam hal spiritual atau intelektual, kita harus mau terus belajar. Belajarlah dari segala hal. Bagaimana kita bisa berharap terus maju menatap masa depan jika kita enggan untuk memperlengkapi diri kita dengan berbagai ilmu terlebih pemahaman yang lebih dalam akan firman Tuhan? Bagaimana kita bisa berharap mengalami peningkatan jika kita tidak lagi merasa perlu untuk belajar? Dan tentu saja, bagaimana kita bisa menjalankan misi yang ditugaskan Tuhan secara maksimal jika kita tidak mau terus memperluas pengetahuan kita?

Buat saya, life stops when we don't know or want anything anymore. Life stops when we stops growing, evolving and moving. Apapun alasannnya, apapun yang kita alami saat ini, janganlah pernah tergoda untuk berhenti bertumbuh dalam ilmu pengtahuan, baik secara spiritual maupun intelektual. Teruslah menjadi semakin bijak, bukalah mata dan telinga untuk mendengar dan luangkan waktu untuk terus belajar mengenai hal-hal baru, sebab hanya dengan demikianlah kita bisa menjadi orang-orang yang terus bersyukur dan terus menghasilkan buah-buah yang baik dan lebat sepanjang musimnya.

"Once you stop learning, you start dying." - Albert Einstein


Monday, December 12, 2022

Einstein (3)

 (sambungan)

Dari apa yang dikatakan Salomo, orang bijak bukanlah orang yang statis, apatis atau malas, tetapi justru yang terus ingin memperbesar kapasitasnya dengan menambah ilmu. Orang bijak akan terus belajar, terus menambah bahan pertimbangan, dan itu akan membuat pengertian atau pemahaman kita menjadi semakin luas karenanya kita pun akan lebih bijaksana dalam membuat pertimbangan-pertimbangan. Lihatlah betapa pentingnya bagi kita untuk terus mendengar dan menambah ilmu. Kita diajak untuk membuka mata, telinga maupun pikiran kita kepada pengetahuan. Baik untuk berbagai ilmu pengetahuan yang akan memperluas cakrawala berpikir kita, maupun pengetahuan akan firman Tuhan yang mengandung begitu banyak rahasia penting di dalamnya. Dalam pengenalan akan firman Tuhan, dalam ilmu pengetahuan, dalam segi apapun kita harus terus belajar. Karena tanpa terus belajar kita tidak akan pernah bisa menjadi pribadi yang lebih baik.

Orang yang selalu mau mendengar dan menambah ilmu pengetahuan dikategorikan sebagai orang yang bijak. Sebaliknya orang yang mengabaikannya dikatakan orang yang bodoh. "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan." (ay 7). Lihatlah betapa pentingnya hal untuk terus belajar menambah ilmu pengetahuan ini sehingga Salomo yang penuh hikmat memilih untuk mengungkapkan ini langsung sejak di awal-awal kitab Amsal.

Ada banyak faktor yang bisa membuat kita berhenti belajar. Terlalu cepat puas, merasa sudah aman dengan kepandaian yang kita miliki hari ini, atau sering juga faktor-faktor non teknis membuat kita tidak lagi punya minat untuk menambah pengetahuan kita. Bagi orang yang tinggal di kota besar misalnya, kelelahan dalam bekerja, keletihan menembus kemacetan dan banyaknya waktu yang terbuang dalam perjalanan selama pergi dan pulang kerja akan membuat kita kehilangan minat untuk meningkatkan ilmu yang kita miliki. Atau bisa pula karena kita melihat karir kita tersendat lalu merasa tidak ada gunanya lagi untuk menambah ilmu karena toh bakal percuma, atau malah karena sudah pada posisi mentok sehingga merasa tidak perlu lagi belajar.

Ada yang sudah terlalu banyak mengalami kegagalan atau kekecewaan sehingga kehilangan semangat. Ada pula yang kehilangan motivasi karena sudah merasa mendapat apa yang mereka inginkan, dan ada juga yang memang pemalas.

Bagi yang merasa bahwa bahwa beratnya tekanan hidup membuat mereka terlalu lemah untuk belajar dan berusaha, itu buat saya sangat disayangkan. Karena justru di saat-saat seperti itu sebenarnya merupakan saat yang paling tepat untuk belajar.


(bersambung)

Sunday, December 11, 2022

Einstein (2)

 (sambungan)

Saya pun jadi ingat kata seorang teman saya pada suatu kali. Katanya, ia tidak ingin menjadi buah yang matang, karena kalau buah sudah matang itu artinya hanya tinggal tunggu busuk. Saat orang ingin menjadi matang, ia justru ingin terus pada posisi belajar agar bisa bertumbuh lebih dan lebih lagi. Ditengah perkembangan teknologi yang begitu pesat, ada begitu banyak ilmu yang sangat menarik yang masih bisa kita kuasai, lalu berkembang dan melihat potensinya bagi kehidupan kita maupun buat orang lain. Bersyukur itu wajib, tapi jangan berpuas diri lalu berhenti. Jangan sampai kita hidup tanpa semangat lagi. Jangan sampai kita hidup tanpa keinginan, semangat atau gairah untuk melakukan pencapaian-pencapaian baru lagi. Hidup hanya berjalan bagai robot sampai ajal menjemput. Buat saya, itu terasa sangat membosankan, karena saya adalah tipe yang terus mau belajar hal baru dan tidak pernah ingin ketinggalan jaman.

Tuhan tidak membayangkan robot saat menciptakan kita. Kita diciptakan sesuai imageNya sendiri dan diberi kehendak bebas. Kehendak bebas, itu merupakan bukti bahwa kita Dia ciptakan untuk sesuatu yang dinamis dan progresif. Dia ingin kita menghidupi sebentuk hidup yang penuh dinamika, menarik, menyenangkan, menantang dan jauh dari kata membosankan. Untuk semua itu, Dia memberi kita talenta dan kemampuan untuk terus meningkat, mengembangkan kapasitas hingga mencapai tahapan-tahapan diluar apa yang kita anggap sebagai batas kemampuan kita. Terus maju untuk menggenapi rencanaNya dan berbuah lebat disana. Hidup yang tidak lagi punya  gairah, tidak ada lagi tantangan, tidak ada lagi impian dan cita-cita akan membuat kita kehilangan banyak hal dalam hidup. Disaat jaman berubah, teknologi berkembang, segala aspek kehidupan tidak akan pernah statis melainkan selalu bergerak dinamis, orang-orang yang tidak mau berkembang akan semakin tertinggal oleh jaman dan kemajuannya. Dan itu tentu sangat merugikan kita.

Selain itu kita harus ingat bahwa talenta yang diberi Tuhan bukan buat disimpan tapi justru harus dikembangkan dan dilipatgandakan agar bisa dipertanggungjawabkan dan bisa pula memberkati sesama. Kerinduan untuk terus belajar menambah ilmu dan terus memperbesar kapasitas pengertian sangat diperlukan untuk itu. Itu akan membuat kita semakin bijaksana, semakin baik, tidak tertinggal oleh jaman dan bertanggungjawab terhadap semua yang telah Tuhan bekali dalam diri kita.

Salomo yang penuh hikmat pernah mengatakan "baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan." (Amsal 1:5).

(bersambung)

Saturday, December 10, 2022

Einstein (1)

 Ayat bacaan: Amsal 1:5
======================
"baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan"

Salah seorang sepupu saya di whatsapp group famili kemarin cerita kalau dia merasa sudah lelah. Pengen berhenti kerja saja, sudah merasa terlalu tua untuk belajar hal baru. Dia mengaku bingung saat pandemi datang dan kehidupan berubah drastis. Rapat-rapat berubah menjadi online, sekolah online, dan buat dirinya, itu terasa sangat mengganggu. "Pengennya bisa pensiun saja, nggak usah ngapa-ngapain lagi." katanya. Umurnya? Masih jauh di bawah saya. Di masa seperti sekarang, berpikir seperti itu sangat tidak realistis. Apalagi kalau bagi orang-orang yang tidak mendapat gaji tetap seperti saya misalnya, dimana daya beli menurun drastis sehingga justru harus berusaha lebih dari sebelumnya saat semua masih baik-baik saja.

Saya pun teringat akan seorang tokoh yang bagi saya sangat luar biasa pintarnya, yaitu Albert Einstein. Bagi anda yang dulu mengambil jurusan eksakta, anda tentu ingat dengan rumus yang menggambarkan kesetaraan energi dengan masa benda sebagai implikasi dari teori relativitas, yaitu E=MC2. Rumus ini hadir lewat dirinya. Sepetinya kalau Einstein tidak pernah ada, sejarah dunia bisa jadi sangat berbeda. Kenapa saya bilang demikian? Salah satunya adalah, bahwa rumus E=MC2 itu merupakan dasar dari ditemukannya bom atom.

Yang luar biasa, rumus ini bukanlah satu-satunya buah pikiran jenius dari Einstein. Lihatlah sebuah fakta bahwa ia menerbitkan tak kurang dari 300 karya ilmiah plus 150 karya non ilmiah selama masa hidupnya. Beberapa tahun lalu ada sebuah universitas yang merilis makalah-makalah Einstein, dan ternyata jumlahnya mencapai 30.000 dokumen yang berbeda. Lalu, tahukah anda bahwa Einstein sebenarnya piawai memainkan musik-musik karya maestro mulai dari Mozart sampai Beethoven dengan memainkan biola? Dan yang membuat saya salut, ia terus berkarya dan sesekali bermain musik buat momen-momen khusus hingga akhir hayatnya di usia 76 pada tahun 1955.

Ia terus berkarya, artinya ia terus belajar sambil melakukan banyak penelitian. Sampai di usia 76, orang sekelas Einstein pun masih belajar. Ayah saya yang berusia 82 tahun pun masih aktif bekerja dan belajar. Meski lumayan sulit diajari, ia masih melek dengan teknologi-teknologi baru saat ini dan tidak buta-buta amat dalam menggunakan gadget. Ia masih terus berpikir merintis ini dan itu, dan saya sering ia telepon untuk bertukar pikiran. Bukankah konyol kalau banyak orang yang masih sangat jauh di bawah Einstein malah merasa sudah terlalu 'kenyang' belajar pada usia muda?

Apa yang ia bilang sangat menarik buat saya dari sosok seperti Einstein dan ayah saya adalah semangat belajar mereka yang tak pernah kendor. Usia boleh saja lanjut, tapi otak mereka masih tetap lapar untuk belajar lebih banyak lagi. Satu hal yang pernah dikatakan ayah saya adalah kita harus mensyukuri hidup dan apapun yang sudah diberikan Tuhan pada kita hari ini, dan harus kuat menerima kondisi apapun dengan hati lapang. Dan ia masih terus menyemangati saya, mengingatkan agar jangan sampai saya berhenti belajar, berusaha dan bekerja keras. Terus belajar, mempergunakan kemampuan otak secara maksimal untuk menyerap ilmu dan kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan. Karena itu adalah perwujudan dari rasa syukur kita, katanya.

(bersambung)

Friday, December 9, 2022

Menghindari Jalan Buruk (3)

 (sambungan)

Demikian pula dalam hal menjaga pergaulan kita. "Janganlah kamu sesat. Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33) Ini bukan berarti bahwa kita harus memusuhi orang lain, tetapi kita harus berhati-hati agar jangan sampai bukannya membawa orang untuk bertobat, tetapi malah kita yang terpengaruh lalu mengikuti jalan-jalan mereka yang sesat dan jahat. Pergaulan yang buruk merupakan salah satu pintu masuknya dosa yang paling utama. Karena itulah kita harus benar-benar memperhatikan dengan siapa kita bergaul agar kita tidak terjatuh lewat pergaulan dengan orang yang salah.

Selain itu, kita tidak boleh gegabah dan merasa diri kita pasti aman, karena firman Tuhan berkata: "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12).

Sangatlah baik jika kita bisa memberi pengaruh yang baik kepada mereka yang sesat sehingga bisa bertobat, tapi jangan sampai malah kita yang terpengaruh untuk mengikuti jalan-jalan mereka. Dan alangkah baik pula apabila kita awas dan peka dalam menyikapi setiap langkah. Untuk itu kita memerlukan hikmat dari Tuhan untuk bisa peka terhadap mana jalan yang benar dan mana yang sesat. Lihatlah apa kata Tuhan berikut: "Janganlah meninggalkan hikmat itu, maka engkau akan dipeliharanya, kasihilah dia, maka engkau akan dijaganya...Hai anakku, dengarkanlah dan terimalah perkataanku, supaya tahun hidupmu menjadi banyak. Aku mengajarkan jalan hikmat kepadamu, aku memimpin engkau di jalan yang lurus. Bila engkau berjalan langkahmu tidak akan terhambat, bila engkau berlari engkau tidak akan tersandung." (Amsal 4:6,10-12).

Berdoalah dan mintalah hikmat Tuhan. Dan seiring dengan itu, tetaplah peka untuk mendengar peringatan Roh Kudus dalam diri anda. Terus dalami Firman Tuhan, kenali mana yang benar dan mana yang salah, mana yang berkenan dan mana  yang dianggap sebagai kejahatan di mata Tuhan. Teruslah berjaga-jaga dengan kesadaran penuh, dengan sepenuh hati, dengan sungguh-sungguh. Jika ada jalan yang jahat terbentang di depan anda, lengkap dengan segala jebakan yang dikemas dengan indah penuh kenikmatan, hindari dan larilah dari sana. Perhatikan betul jalan kita dalam hidup ini. Teruslah berjalan di jalur yang benar agar kita tidak harus kehilangan segala yang telah dianugerahkan Tuhan bagi diri kita. Masa depan yang indah terbentang luas bagi kita, janji Tuhan yang begitu indah sudah dipersiapkan. Mari genapi rencana Tuhan dan jangan berakhir celaka di dalam lubang.

Hindarilah lubang-lubang jebakan dalam perjalanan agar selamat sampai tujuan

Thursday, December 8, 2022

Menghindari Jalan Buruk (2)

 (sambungan)

Paulus mengingatkan kita untuk sadar. Bukan sadar ala kadarnya tetapi ia menyebutkan agar kita sadar sebaik-baiknya. "Sadarlah kembali sebaik-baiknya dan jangan berbuat dosa lagi!" (1 Korintus 15:34). Kalau kita tidak sepenuhnya atau betul-betul sadar, si jahat akan selalu berusaha mempengaruhi kita untuk kembali melakukan dosa-dosa. Bisa lewat kebisaan buruk kita yang dulu, atau berbagai bentuk dosa baru yang belum pernah kita perbuat sebelumnya yang begitu terasa nikmat sehingga kita mentolerir diri kita untuk masuk ke dalamnya.

Sekarang mari kita lihat Firman Tuhan berikut ini yang mengingatkan agar kita waspada, terutama saat berhadapan dengan jalan-jalan yang penuh lubang perangkap. "Jauhilah jalan itu, janganlah melaluinya, menyimpanglah dari padanya dan jalanlah terus." (Amsal 4:15). Kalau kita tahu ada jalan yang beresiko membahayakan atau mencelakakan, atau setidaknya bisa merugikan kita, bukankah lebih baik jika kita tidak melalui jalan itu dan memilih jalan lain? Kalaupun kita harus melewatinya, tentu kita harus sigap menghindari lubang dan kendala-kendala lainnya agar kita bisa terus jalan hingga sampai pada tujuan. Demikian pula dengan perjalanan kita menempuh hidup. Kita diingatkan untuk menghindarinya dan terus berjalan di jalur yang benar. Ini sangat penting untuk kita ingat.  Ayat ini melanjutkan seruan di ayat sebelumnya: "Janganlah menempuh jalan orang fasik, dan janganlah mengikuti jalan orang jahat." (ay 14).

Selama menjalani hidup, semua pasti mengakui bahwa ada banyak sekali jalan berlubang terbentang di depan kita. Semua memiliki jalurnya sendiri-sendiri dengan konsekuensi masing-masing, dan semua tergantung kita untuk memilih jalan mana yang ingin kita lalui. Kenikmatan-kenikmatan yang terlihat menggiurkan seringkali merupakan jebakan-jebakan yang siap mencelakakan kita. Oleh karena itu jika kita tidak hati-hati dan membiarkan diri kita lemah maka dengan segera kita bisa terseret masuk dalam perangkap.

Kita seharusnya peka untuk mengetahui berbagai bahaya yang ada di balik jebakan-jebakan yang menggiurkan itu. Pemahaman yang kurang mengenai Firman Tuhan  akan membuat kita lengah sehingga mudah memberi toleransi-toleransi terhadap hal-hal buruk yang dianggap sepele tetapi sesungguhnya berbahaya bagi perjalanan hidup kita. Kewaspadaan, kesadaran sepenuhnya, itulah yang akan membuat kita terhindar dari berbagai lubang dengan berbagai ukuran dengan tingkat bahayanya masing-masing.

Jangan sampai kita lengah dalam menyikapi perangkap-perangkap dosa yang dipasang di mana-mana karena seringkali kemasannya terlihat indah hingga bisa menipu kita. Kita menyangkanya lurus, kalaupun ada sedikit pelanggaran di dalamnya kita anggap sepele dan wajar-wajar saja, padahal ujungnya sebenarnya menuju maut. Dalam Amsal kita bisa melihat Firman Tuhan yang berbunyi "Ada jalan yang disangka lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 16:25, 14:12). Karenanya kita harus mampu memperhatikan setiap langkah agar tidak mudah dijebak, terutama ketika kita memiliki kebiasaan-kebiasaan buruk di waktu lalu yang sudah kita tinggalkan. Kebiasaan-kebiasaan buruk punya kecenderungan untuk kembali masuk ke dalam diri kita. Karena itu kita harus memastikan betul agar apa yang sudah kita tinggalkan tidak kembali lagi pada diri kita.

(bersambung)

Wednesday, December 7, 2022

Menghindari Jalan Buruk (1)

 Ayat bacaan: Amsal 4:15
==================
"Jauhilah jalan itu, janganlah melaluinya, menyimpanglah dari padanya dan jalanlah terus."

 

Dalam berkendara, terutama bagi yang menggunakan roda dua, kondisi jalanan harus benar-benar diperhatikan kalau tidak mau kendaraan jadi kena masalah atau malah bisa membuat pengendaranya celaka. Jalan berbatu-batu akan merusak ban, jalanan berpasir bisa membuat motor selip sehingga membuat kita terjatuh. Apalagi kalau jalanan berlubang. Terperosok dalam lubang itu runyam urusannya. Yang roda dua bisa terpelanting, mobil bisa mengalami patah as atau kerusakan pada kolong mobil kalau lubangnya cukup dalam. Jalanan bisa sepertinya tampak mulus, tapi jebakan lubang bisa saja ada di sana. Kalau kita berkendara dengan awas, maka kita bisa menghindari bagian-bagian yang rusak di jalan dan bisa mencapai tujuan dengan aman dan selamat. Sebaliknya kalau melamun, sambil menggunakan hp, tidak fokus, sambil ngobrol, mengantuk, lagi memikirkan sesuatu atau kurang awas karena hal-hal lain, maka kerugian bisa datang pada kita. Cedera, atau bahkan hal-hal yang lebih parah bisa saja kita alami.

Kalau ada lubang menganga di tengah jalan, anda tentu tidak akan cuek menabrak lubang tersebut melainkan menghindarinya sedapat mungkin bukan? Saya yakin tidak ada seorangpun yang akan dengan sengaja mengarahkan kendaraannya ke lubang, apalagi kalau lubangnya besar. Polisi tidur saja pasti kita usahakan untuk hindari, minimal kita lalui dengan pelan-pelan supaya aman.  Ada banyak 'pulau', 'lembah' dan 'gunung' di jalan, yang bisa membahayakan. Apalagi kalau lubang tertutup genangan air saat musim hujan. Belum lagi paku, yang meski kecil tapi bisa mendatangkan celaka kalau terlindas.

Kalau dalam urusan berkendara di jalan raya demikian, dalam kehidupan ini pun ada begitu banyak "lubang" yang siap menelan kita. Kalau kita memperhatikan betul setiap langkah, kita seharusnya bisa menghindarinya. Tapi saat kita lengah atau tidak hati-hati, kita bisa masuk ke dalam lubang dan kemudian diperangkap dosa.

Seringkali kita begitu lemah menghadapi perangkap-perangkap dosa yang terpasang di depan kita. Sedikit saja terlihat nikmat, kita akan terjebak, atau malah dengan "sukarela" dan "sukacita" masuk ke dalam perangkap. Kita tidak menganggapnya bahaya, tidak menganggapnya lubang yang harus dihindari dan berkompromi.Hanya karena kesenangan sesaat kita seolah menggadaikan keselamatan kekal yang sudah dianugerahkan kepada kita.

Begitu rentannya kita terhadap berbagai godaan. Keinginan daging begitu mudah menguasai diri kita. Berbagai peringatan lewat hati nurani, lewat roh dan sebagainya kita abaikan demi kenikmatan yang sesaat saja. Satu dua kali mungkin kita tidak merasa apa-apa, tapi dosa punya tendensi untuk terus berlanjut dalam eskalasi yang lebih luas apabila kita masuk dalam jebakannya. Dan pada suatu ketika kita harus menanggung konsekuensi kerugian akibat tidak awas terhaap lubang jebakan dosa itu.

Karena itulah Paulus mengingatkan kita untuk sadar. Bukan sadar ala kadarnya tetapi ia menyebutkan agar kita sadar sebaik-baiknya. "Sadarlah kembali sebaik-baiknya dan jangan berbuat dosa lagi!" (1 Korintus 15:34).

(bersambung)

Tuesday, December 6, 2022

Tanpa Kasih, Sia-Sia (4)

 (sambungan)

Sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui kasih seperti apa sebenarnya yang dikehendaki Tuhan untuk kita aplikasikan dalam hidup. Tuhan sudah memberikan itu lewat Roh Kudus (Roma 5:5). Sekarang keputusan ada di tangan kita. Apakah kita mau mengaplikasikannya dalam setiap sisi kehidupan kita, mencurahkan kasih Allah kepada orang lain juga, atau kita hanya mau menyimpannya untuk diri sendiri saja, atau bahkan hidup tanpa kasih?

Sesungguhnya kedua hukum yang terutama, mengasihi Allah dan manusia itu haruslah berjalan secara bersamaan. Bayangkan jika kita hanya terus melayani di gereja tapi tidak peduli terhadap tetangga kita yang sedang ditimpa masalah. Kita sibuk di gereja tapi menutup mata dari jiwa-jiwa yang ada di luar dinding-dindingnya. Kita terus membuka dompet lebar-lebar untuk persembahan tetapi orang yang kesusahan di dekat kita tidak kita pedulikan. Atau, kita mengira bahwa cukup mengucurkan uang tetapi tidak mau ambil bagian dalam pekerjaan Tuhan, apalagi menjalankan Amanat Agung. Itu bukanlah bentuk kasih yang penuh. Lakukan keduanya sejalan, dan dasarkan dalam kasih, bukan kepentingan-kepentingan lainnya.

Pengharapan terhadap dunia yang fana ini akan sia-sia, tapi kasih yang bersumber dari Allah, yang dikaruniakan lewat Roh Kudus itu mampu membebaskan. Meski kita bisa berbicara dalam berbagai bahasa, hebat dalam menyampaikan berita dari Tuhan, memiliki pengetahuan hingga rahasia-rahasia firman Tuhan, memiliki iman yang sanggup mencampakkan gunung ke laut, sangat royal menyumbang bahkan rela dibakar sekalipun demi kepercayaan yang kita anut, jika kita tidak mempunyai kasih maka semuanya akan sama sekali tidak berguna, sia-sia saja bagai gong yang gemerincing tanpa arti. Tuhan Yesus mengingatkan "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:21-23).

Tuhan menghendaki kita untuk hidup dengan kasih, tinggal di dalam kasih dan menyatakan kasih kepada Tuhan dan sesama. Jika bentuk kasih yang sebenar-benarnya ini yang kita miliki, disanalah orang akan bisa melihat kemuliaan Tuhan secara nyata. Itulah yang akan membedakan kita dari dunia ini. Hari ini mari kita baca baik-baik dan renungkan kemudian perkatakan 1 Korintus 13 ini. Dan mulailah mengaplikasikannya dalam kehidupan kita. Kasih seperti itu sudah dicurahkan Tuhan bagi kita, tinggal kita yang mengeluarkan, mengolah dan memakainya untuk bisa menjadi berkat bagi siapapun tanpa terkecuali. Only then you will witnesss that love really never fails.

A life without love is no life at all

Monday, December 5, 2022

Tanpa Kasih, Sia-Sia (3)

 (sambungan)

Banyak yang berpikir seperti itu, dan memberi atau melayani dengan dasar seperti itu. Tapi perhatikanlah, pemberian sebesar apapun, pelayanan sehebat apapun, bahkan menyerahkan diri kita sendiri sekalipun jika tidak didasari kasih tidak akan membawa manfaat apa-apa. Tuhan tidak melihat besar kecilnya pemberian. Apa yang Dia lihat adalah motif di balik sebuah pemberian itu. Itulah sesungguhnya yang akan membedakan apakah Tuhan berkenan atau tidak lewat pemberian kita itu. Dan dasar yang berkenan bagi Tuhan adalah kasih. Pemberian yang didasari kasih yang tulus, sekecil apapun itu, meski hanya sebuah senyum sekalipun, itu akan dihargai Tuhan. Dan Tuhan tidak perlu disogok untuk menurunkan berkatNya bagi kita. Dia bahkan sudah mengorbankan AnakNya yang tunggal demi keselamatan kita, sebelum kita melakukan apa-apa, disaat kita masih berlumur dosa.

Selanjutnya, seperti apa sebetulnya kasih itu? Paulus menjabarkan apa saja yang menjadi bagian dari kasih yang sungguh-sungguh ini.

"Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (1 Korintus 13:4-7).
 Itulah gambaran dari buah-buah yang dihasilkan oleh kasih yang sesungguhnya. Jika kita amalkan, itulah sebentuk kasih yang bisa membawa perubahan nyata. Kasih seperti inilah yang mampu membuat perbedaan. Inilah ciri kasih, dan juga indikator kasih yang memampukan kita untuk memeriksa apakah kita sudah mengasihi dengan benar atau belum.

Ketika kita memiliki kasih yang seperti ini, disanalah kita akan melihat langsung betapa kasih itu tidak akan pernah gagal. We'll see how love never fails to make a difference. We'll see how love never fails to make every aspects of our life much better. Love never fails, itu sudah dinyatakan di dalam pasal 8, lewat versi amplified.

Iman, pengharapan dan kasih merupakan tiga hal yang sangat penting untuk kita miliki. Paulus menyebutkannya demikian. Itu tiga hal penting yang akan membuat kita hidup dengan baik dan benar. Tapi jangan lupa bahwa ia menekankan: "yang paling besar di antaranya ialah kasih." (ay 13). Pengetahuan dan nubuatan pada suatu saat akan lenyap, pengharapan dan iman akan selesai ketika kita sudah sampai di hadapan tahta Allah dengan selamat dan sudah melihat segala bukti dengan sempurna kelak, namun kasih akan terus bersama kita dalam kehidupan kekal. Karenanya kasihpun disebutkan Paulus sebagai yang terbesar. "Kasih tidak berkesudahan." (ay 8).

(bersambung)

Sunday, December 4, 2022

Tanpa Kasih, Sia-Sia (2)

 (sambungan)

Mari kita lanjutkan ayat berikutnya. Paulus berkata: "Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku." (ay 3).

Suka menyumbang, beramal? Banyak menyumbang untuk gereja? Atau bahkan merelakan diri untuk dibakar karena keyakinan?  Paulus mengatakan bahwa semua itu tidaklah ada manfaatnya sama sekali jika tidak ada kasih.

Banyak orang yang mengira bahwa semakin banyak kita memberi sumbangan, maka itu berarti kita semakin mengasihi. Padahal sebenarnya pemberian bisa saja didasari oleh beribu macam alasan kan? Bisa saja dengan tujuan mengambil hati, menyogok, atau pamrih dengan berharap mendapat balasan atas apa yang sudah diberikan, juga bisa jadi karena ingin terlihat hebat. Motivasi memberi bisa macam-macam, dan belum tentu kasih yang mendasari kita melakukan itu.

Akan hal ini, mari kita lihat apa yang dikatakan Yesus. "Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." (Matius 6:2). Sekali lagi, sebuah pemberian bisa didasarkan oleh harapan akan sebuah imbalan atau balas jasa, mengharapkan pujian, agar keinginan kita dipermudah dan sebagainya.

Atau jangan-jangan kita malah mengira kita bisa menyuap Tuhan dengan melakukan pemberian yang besar. Ini seringkali dilakukan banyak orang. Dengarlah apa kata seorang pelayan Tuhan pada suatu kali yang membuat saya geleng-geleng kepala. Ia mengatakan bahwa ia melayani agar usahanya berjalan baik dan mendapat untung banyak. Itu jadi motivasinya, bukan karena ia mengasihi Tuhan dan menyadari bahwa talentanya bisa dipakai untuk memberkati orang lain.

(bersambung)

Saturday, December 3, 2022

Tanpa Kasih, Sia-Sia (1)

 Ayat bacaan: 1 Korintus 13:1
========================
"Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing."


Drum selalu merupakan alat musik yang menarik buat saya. Satu set perangkat dari sekumpulan bentuk-bentuk yang kalau dipukul bisa menimbulkan bunyi yang akan membuat sebuah lagu menjadi sangat berbeda bunyinya. Bisa menghasilkan beat yang membuat tubuh kita bergoyang mengikuti irama. Di tangan orang yang berbeda, bunyinya bisa berbeda. Beda tipe lagu, pukulannya pun berbeda.

Anak saya meski perempuan tampaknya mulai tertarik pada drum. Berulang kali ia menyusun beberapa mainannya yang bisa bunyi kalau dipukul, dan ia meminta saya menggantung garpu dan sendok untuk menghasilkan bunyi denting. Kalau ada satu set drum di depannya saya yakin ia bisa betah lama menabuhnya. Pukulannya tentu saja masih acak,  belum berirama, karena ia masih kecil dan belum paham soal ketukan apalagi teknik bermain. Tapi di tangan yang ahli, drum yang sama itu tentu bisa menghasilkan bunyi yang melengkapi keindahan sebuah komposisi. Drum yang sama bisa enak didengar, tapi bisa pula hanya mengeluarkan kebisingan tanpa makna sama sekali.

Hari ini saya tergerak untuk melanjutkan lebih jauh tentang apa yang sudah saya sampaikan dalam renungan terdahulu, mengenai kasih dari apa yang ditulis oleh Paulus untuk jemaat Korintus. Kita semua tentu sadar akan betapa besarnya kasih Allah pada kita dan saya yakin kita pun menyadari bagaimana kasih bisa berperan besar dalam kehidupan ini. Dalam renungan kali ini kita akan melihat lebih lanjut kasih seperti apa yang sebenarnya mampu membuat perbedaan itu seperti yang dinyatakan Paulus dalam 1 Korintus 13.

Pertama, mari kita lihat seperti apa peran kasih itu.

"Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing." (1 Korintus 13:1).

Paulus mengatakan, meski dia bisa berkata-kata dengan berbagai bahasa yang ada di dunia ini bahkan bahasa malaikat sekalipun, tapi jika ia tidak memiliki kasih terhadap orang lain, maka ia tidak lebih dari bunyi gong dan canang tanpa makna, yang hanya mengeluarkan berbunyi tapi tidak punya arti apa-apa. Lalu kita lihat ayat berikutnya.

"Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna." (ay 2).

Jika anda membaca Alkitab, anda tentu tahu bahwa Paulus adalah seseorang yang diberkati dengan begitu banyak karunia. Dia memiliki karunia bernubuat, dia punya pengetahuan yang sangat dalam mengenai rahasia surgawi, dan tentu saja, Paulus adalah sosok yang memiliki iman yang kuat., yang teruji hingga akhir hayatnya.

Dalam ayat 2 di atas ia menyebutkan iman seperti yang digambarkan Yesus, dimana iman yang sebesar biji sesawi saja akan mampu memindahkan gunung untuk tercampak kelaut seperti yang bisa kita baca dalam Matius 21:21 dan Markus 11:23. Iman yang sempurna yang bisa memindahkan gunung.Tidakkah semua itu luar biasa? Lalu, mungkinkah orang yang memiliki karunia selengkap itu dikatakan tidak berguna? Tapi Paulus menekankan, bahwa sehebat apapun orang itu, sebesar apapun kemampuan rohani seseorang, mereka tetap saja tidak berguna apa-apa jika tidak mempunyai kasih.

(bersambung)

Friday, December 2, 2022

Kisah Kasih dan Secangkir Kopi (3)

 (Sambungan)


Kasih merupakan hukum yang paling utama dalam kekristenan. Tuhan Yesus sendiri telah terlebih dahulu memberi teladan. Dia rela memberikan nyawaNya bagi kita ketika kita masih berdosa, dan oleh karena Dia kita diselamatkan. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8).

Oleh karenanya tepatlah jika Yesus mengajarkan "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Kasih dikatakan akan membuat perbuatan-perbuatan baik kita bermakna, juga bermakna di hadapan Tuhan. Kasih pun mampu membuat kita terhindar dari jebakan berbagai jenis dosa. "Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa." (1 Petrus 4:8).

Kasih bisa menjadi dingin jika kita terus terjebak pada perbuatan-perbuatan dosa, dalam segala kedurhakaan, di sisi lain kasih yang terjaga suhunya dalam diri kita bisa menjauhkan kita dari begitu banyak dosa dan tetap dekat dengan Tuhan yang tidak lain adalah kasih itu sendiri.

Selain itu, kasih pun bisa menjadi jendela bagi orang-orang di sekitar kita untuk mengenal dan mengalami Tuhan lewat diri kita. "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35).

Oleh karena itu tetaplah dekat dengan Tuhan, mengenal pribadiNya terus lebih dalam lagi, itu akan berfungsi sebagai penjaga kehangatan kasih di dalam diri kita. Jangan abaikan saat teduh, jangan lewatkan waktu-waktu berdoa dan bersekutu denganNya, jangan lupa bersyukur, tekunlah membaca dan merenungkan Firman Tuhan, dan jangan hindari pertemuan-pertemuan ibadah dimana kita bisa terus bertumbuh dan saling membangun dengan saudara-saudara seiman. Lalu lanjutkan dengan terus mengaplikasikan kasih tersebut kepada sesama. Itu akan membuat kita hidup lebih bahagia, lebih tenang dan lebih damai. Mari pastikan kasih dalam diri kita tetap hangat, terus jaga agar jangan sampai menjadi dingin.

Kasih yang hangat menutupi banyak sekali dosa, kasih yang dingin membuka banyak sekali celah dosa

Thursday, December 1, 2022

Kisah Kasih dan Secangkir Kopi (2)

 (sambungan)

Paulus juga menyinggung perihal kasih ini dengan sangat baik. "Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku." (1 Korintus 13:1-3). Kasih sejatinya merupakan hal yang paling mendasar, paling utama dan terutama dalam kehidupan anak-anak Tuhan. Kita bisa menjadi orang terpintar, terkaya, terhebat dan sebagainya, tapi tanpa kasih, semuanya tidak akan berguna dan hanya akan berakhir sia-sia belaka.

Jika tidak dijaga dan hanya dibiarkan dalam segala kedurhakaan, kasih bisa menjadi dingin. Meskipun kita melakukan berbagai perbuatan baik, tapi jika tidak disertai dengan dasar yang benar yaitu kasih, maka semua itu tidaklah berarti apa-apa. Hal baik tapi tidak dimotivasi atau digerakkan oleh kasih? Ya, itu bisa terjadi. Melakukan sesuatu karena pamrih, ada agenda pribadi yang hanya untuk kepentingan diri sendiri, menyogok, menyuap, berharap sesuatu sebagai imbalan, semua itu bukanlah berdasarkan kasih melainkan hitungan untung rugi demi kepentingan pribadi.

Sementara itu ada begitu banyak penyesatan dimana-mana, baik yang nyata-nyata kelihatan maupun yang samar-samar atau terselubung lewat berbagai bentuk yang bisa sangat menipu. Orang menjadi semakin individualis, penuh rasa curiga dalam memandang sesamanya, dan paham-paham yang terus tumbuh semakin mengarahkan kita seperti itu. Itu akan membuat kasih yang seharusnya ada dalam diri kita menjadi semakin dan semakin saja dingin, sampai lama-lama tidak lagi bekerja dalam diri kita.

Dalam menghadapi hidup di jaman yang sulit ini kita harus tetap memastikan bahwa kasih tetap hidup dalam diri kita dan mendasari segala perbuatan baik yang kita lakukan. Kita harus terus menjaga agar kasih jangan sampai menjadi dingin tapi tetap hangat. Dan caranya adalah dengan tetap menghidupi sebuah kehidupan berdasarkan kasih, baik kepada Tuhan maupun kepada sesama, dan menjaga diri kita agar tidak terkontaminasi oleh berbagai bentuk kedurhakaan, kesesatan dan pengaruh-pengaruh negatif lainnya.

Selanjutnya perhatikan pula bahwa pengenalan yang baik akan Tuhan merupakan kunci utama untuk membuat kasih ini tidak menjadi dingin. Yohanes sudah pernah mengingatkan hal itu. "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Kasih bukan saja menjadi sifat Allah, tapi kasih itu sejatinya adalah pribadiNya sendiri. Singkatnya, Allah adalah kasih. Karena itulah ketika kita mengenal Allah, yang tidak lain adalah kasih, kita pun dengan sendirinya akan terus memiliki kasih yang menyala-nyala dalam diri kita. Ketika Allah yang adalah kasih tinggal di dalam diri kita, maka hidup kita pun akan senantiasa memiliki kasih.

(bersambung)

Wednesday, November 30, 2022

Kisah Kasih dan Secangkir Kopi (1)

Ayat bacaan: Matius 24:12
=====================
"Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin."


Saya jadi tertawa sendiri pagi-pagi. Ceritanya, seperti biasa saya membuat kopi setelah bangun. Tepat pada saat air mendidih, Pak RT datang untuk mengutip iuran sampah. Seperti biasa jika ia datang, ngobrol menjadi sebuah keniscayaan. Setelah ia pulang, saya kembali ke dapur untuk melanjutkan membuat kopi, tapi air sudah keburu tidak panas lagi. Maka saya pun memanaskan ulang. Eh, ada tetangga yang datang karena ingin meminjam sesuatu. Dan, ngobrol jilid dua pun jadi sarapan pagi saya. Setelah ia pulang, saya ke dapur lagi, dan yah... airnya sudah tidak cukup panas lagi. Maka saya ulang lagi memasak airnya.

Anak saya bangun dan memanggil papanya. Lagi-lagi seperti biasa ia segera menuntut perhatian penuh dari papanya. Minta dibuatkan sarapan, mengajak bermain, dan kopi saya pun batal hingga siang.


Untuk membuat kopi dibutuhkan air panas. Semakin mendidih maka harum kopinya akan terasa, dan bubuknya pun larut dengan baik. Dari apa yang terjadi pagi ini, pemikiran saya tertuju pada air yang bisa mendidih tapi juga bisa jadi dingin. Tak peduli sepanas apa airnya, jika didiamkan selama beberapa waktu, maka panas air akan hilang. Begitu pula dengan makanan. Jika anda memasak makanan dan lama dihidangkan, makanan akan menjadi dingin dan tidak lagi senikmat kalau dihidangkan panas-panas.

Sesuai teori fisika, segala yang hangat lama-lama akan menjadi dingin karena terjadinya perpindahan kalor. Itulah sebabnya di beberapa restoran disediakan portable gas stove agar makanan tetap bisa hangat selagi disantap. Beberapa termos yang baik juga bisa menghindari terjadinya perpindahan kalor sehingga panas bisa tahan lebih lama.

Hal itu membawa saya berpikir tentang kasih, yang entah kebetulan atau tidak sedang saya bahas sebagai bahan renungan. Perhatikanlah, bukankah kasih di dalam diri kita pun bisa seperti itu? Kasih yang dibiarkan saja dan tidak pernah atau jarang diperhatikan atau dipakai lama-lama bisa menguap. Dari hangat lantas menjadi dingin.

Apa yang menyebabkan kasih bisa menjadi dingin? Tuhan Yesus sebenarnya sudah
 menyampaikan hal itu. Demikian FirmanNya:

"Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12).

Dalam bagian dari Injil Matius ini dikatakan bahwa menjelang kesudahan dunia akan semakin banyak kedurhakaan. Kejahatan merajalela di mana-mana, kesesatan tumbuh subur. Dan berbagai hal itu akan mengakibatkan kasih kebanyakan orang menjadi dingin. Dahulu begitu, sekarang pun sama. Kasih lama-lama bisa terbatas pada slogan saja, hanya disinggung dan dibicarakan, tapi semakin jarang diaplikasikan dalam kehidupan secara nyata. Kita sering terbawa kebiasaan dalam dunia, mengacu pada teori ekonomi semata berdasarkan prinsip untung rugi. Kalau mau membantu kita melihat dahulu keuntungan apa yang bisa kita peroleh atau motivasi-motivasi lain, bukan lagi didasarkan kasih. Kita menjadi pribadi-pribadi yang individualis, tidak lagi punya rasa empati dan belas kasih, lalu kemudian mulai terbiasa melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kebenaran. Jauh dari Tuhan, menjadi durhaka, dan kasih pun menjadi dingin.


(bersambung)

Tuesday, November 29, 2022

Ciri/Indikator Kasih (4)

 (sambungan)

Kasih dalam kekristenan harus memiliki coverage area yang jauh lebih luas dari sekedar menyayangi orang-orang terdekat kita atau yang kita kenal baik. Artinya, ukuran kasih yang diwajibkan itu jauh lebih besar dari apa yang dipercaya oleh  dunia secara umum. Yesus sudah memberikan tingkatan yang harus kita capai dalam Yohanes 13:34, yaitu kita harus mampu mengasihi setingkat dengan Yesus. Kalau saat ini belum, setidaknya kita harus paham bahwa itulah level yang harus kita capai. Pancaran kasih kita harus terus dilatih dan ditingkatkan dengan target mencapai tingkatan kasih Kristus atas diri kita.

Yesus bukan datang ke bumi untuk sekedar menyembuhkan banyak orang dan melakukan mukjizat-mukjizat dimana-mana saja, tetapi kasih yang dimiliki Kristus membuatnya rela untuk menjalani penderitaan dan kesakitan hingga mati di atas kayu salib untuk menyelamatkan kita. Lewat karya penebusanNya kita dianugerahkan keselamatan, sebuah bentuk dari kasih karunia yang justru diberikan pada saat kita tengah penuh dosa. Paulus menyatakan hal itu lewat kalimat berikut: "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8).

Waktu Yesus berkata "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13), Yesus sudah menerapkannya sendiri secara nyata. Sesuai dengan pesan Yesus tentang level kasih, maka kita diminta untuk bisa mencapai tingkatan tersebut. Kalau masih belum, setidaknya semakin mendekati dari hari kehari.  Ada banyak aspek di dalamnya yang bukan hanya sekedar menyampaikan ungkapan rasa cinta, tetapi juga mengandung pengorbanan, kerelaan untuk menderita dan kesanggupan untuk mengampuni. Sangat sulit, tetapi kasih seperti itulah yang seharusnya menjadi dasar hidup orang percaya.

Sejatinya, sejauh mana iman kita kita akan tergambar dari sejauh mana kasih bekerja dalam hidup kita masing-masing. Yesus telah mengingatkan kita untuk saling mengasihi, seperti halnya Dia sendiri mengasihi kita. Dan itulah yang akan bisa menunjukkan kualitas hidup sebagai murid Yesus. "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35). Dan ingatlah bahwa Kristus akan tergambar di dunia lewat perilaku dan perbuatan kita. Tanpa kasih, kita bukan saja akan mengalami banyak kerugian tetapi juga berpotensi mengenalkan sosok Kristus yang keliru. Lewat indikator-indikator ini, mari kita periksa sejauh mana kasih bekerja dalam diri kita. Sejauh mana kita sudah menerapkannya dan mana yang masih harus kita tingkatkan atau perbaiki?

Mengenali ciri kasih akan membuat kita tahu apa yang harus kita lakukan dan tingkatkan. Mengetahui indikator kasih akan membantu kita menganalisa pencapaian dan pertumbuhan kasih agar bisa mencapai level seperti Yesus

Kacang Lupa Kulit (4)

 (sambungan) Alangkah ironis, ketika Israel dalam ayat ke 15 ini memakai istilah "Yesyurun". Yesyurun merupakan salah satu panggil...