Ayat bacaan: Ibrani 12:7
========================
"Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?"
Menjelang akhir era 70an ada seorang anak remaja yang sontak menjadi idola di Amerika. Banyak orang menganggapnya sebagai boyband pertama di dunia. Suaranya yang merdu, penampilannya yang cakap membuatnya menjadi terkenal dalam waktu singkat. Sayangnya di tengah kesuksesan itu ia kemudian terlibat dalam obat-obatan terlarang dan membuat pelanggaran di beberapa tempat umum. Beberapa kali ia lolos dari penjara dan mendapat hukuman rehabilitasi dan denda, tapi itu tidak membuatnya kapok. Akhirnya ketika ia membuat pelanggaran kembali, ia pun harus mendekam di penjara selama sekitar sebulan setengah. Disana ia kemudian mendapatkan pelajaran berharga. "Tampaknya saya memang harus rela mendekam di penjara, dan disana saya bisa melakukan itrospeksi terhadap segala kesalahan yang sudah saya lakukan. Jika mau hidup baik, kita harus menjauhi obat-obat terlarang." katanya kemudian dalam sebuah wawancara. Sebuah hukuman memang tidak enak untuk dijalani. Tapi jika itu demi kebaikan, kita harus rela menanggung konsekuensinya dan belajar dari hal itu. Hari ini ia sudah menjadi seorang yang dewasa dan kembali hidup normal. The turning point for him came when he was sentenced into prison. Ia kini bisa berkata bahwa lebih baik hukuman itu ia terima ketimbang ia harus mati akibat overdosis, kecelakaan karena mengemudi dalam keadaan "fly"/mabuk dan lainnya.
Ketika anda masih kecil tentu ada waktu-waktu dimana anda dihukum orang tua karena berbuat salah. Hukuman bisa terasa menyakitkan, bahkan sebagian orang masih mengingat pengalaman tersebut hingga dewasa. Meski tidak enak, tapi itu semua adalah demi kebaikan sendiri juga. Ada yang mengatakan bahwa tanpa pernah jatuh seseorang tidak akan pernah bisa naik sepeda, dan sama seperti itu, kita tidak akan bisa menjadi siapa diri kita hari ini tanpa pernah mendapatkan hukuman dari orang tua di saat kita masih kecil, atau dalam proses perjalanan hidup kita hingga hari ini.
Sama seperti orang tua yang terpaksa harus mendisiplinkan anaknya lewat hukuman, Tuhan sebagai Bapa yang penuh kasih pun terkadang perlu untuk mendisiplinkan kita. Ketika menjalaninya bisa jadi terasa menyakitkan. Kita terkadang mengeluh bahkan berteriak karena menganggap Tuhan terlalu keras atau malah menuduhNya tidak adil. Ketika Dia menghukum kita, kita menganggap bahwa Tuhan berlaku kasar dan tidak sesuai dengan sosokNya yang penuh kasih. Tentu tidak seperti itu. Kita harus tahu bahwa terkadang kita bisa melakukan kesalahan, dan karenanya kita butuh ditegur atau bahkan dihukum. Itu bukan dengan tujuan menyakiti kita, melainkan untuk membangun diri kita agar menjadi layak di hadapanNya, seperti apa yang Dia rindukan bagi kita semua. All for our own sake. Dan itu akan jauh lebih baik ketimbang kita dibiarkan terus melenceng dan kemudian harus kehilangan keselamatan yang sudah diberikan Kristus bagi kita.
Penulis Ibrani menjelaskan mengenai bentuk pendisplinan dan pengajaran Tuhan serta tujuannya. "Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:5-6). Tuhan menegur kita bukan karena punya sifat kejam, namun justru karena Dia mengasihi kita. Justru karena kita dianggapNya sebagai anak-anakNya, yang harus diajar agar benar hidupnya, tidak melenceng keluar jalur. Para orang tua tentu paham pentingnya mengganjar anak-anak mereka yang masih kecil dengan hukuman sekali waktu, agar mereka bisa belajar dari kesalahannya dan tidak mengulangi lagi perbuatannya. Seperti itu pula-lah kita dimata Tuhan. Betapa inginnya Tuhan menjadikan kita anak-anakNya yang tidak bercela, karenanya Tuhan menganggap perlu untuk mendisplinkan kita jika berbuat salah. "Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang." (ay 7,8). It shows His concern and His love. Kalau begitu, seharusnya bukan saat kita ditegur dan didisplinkan kita harus bersedih, tapi bersedihlah jika Tuhan justru tidak menunjukkan teguran apapun, dan membiarkan kita terus terseret arus kesesatan semakin jauh.
Paulus dalam suratnya kepada jemaat Roma berkata: "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Kita sering melihat ayat ini dan menganggap bahwa ini adalah ayat yang berbicara hanya soal "kebaikan" seperti kenyamanan, pertolongan Tuhan, hidup tanpa masalah dan sebagainya. Tapi ingatlah bahwa sebentuk teguran, peringatan atau hukuman, lembut atau keras, semua itupun termasuk hal-hal yang bertujuan untuk mendatangkan kebaikan. Kita ditegur agar lebih baik, kita dimarahi agar tidak terus melakukan kesalahan, kita dihukum agar tidak mengulangi lagi kesalahan yang sama. Itu juga mendatangkan kebaikan. Tuhan menyesah orang yang diakuiNya sebagai anak, menghajar anak-anakNya agar menjadi pribadi yang benar, sehingga layak di hadapanNya dan bisa menerima janji-janjiNya secara utuh. Tidak selamanya hidup ini mudah dan menyenangkan.
Ada masa-masa dimana kita harus menangis akibat dihukum. Jangan bersungut-sungut, jangan menyerah, jangan putus asa, jangan pula mengeraskan hati dan membangkang. Yakobus mengingatkan hal ini, dan menganjurkan agar kita merasa beruntung dan tetap bertekun ketika mengalami pencobaan. "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." (Yakobus 1:2-4). Mengalami pendisiplinan Tuhan harusnya kita pandang sebagai sesuatu yang membahagiakan. Itu diingatkan Yakobus untuk kita cermati. Itu merupakan "masa-masa di padang gurun" yang harus kita lewati agar layak memasuki "tanah terjanji". Jika anda tengah mengalaminya, tetaplah bertekun hingga memperoleh buah yang matang, hingga anda kembali ke jalur jalan yang benar dan bisa mencapai garis akhir dengan kemenangan yang gilang gemilang. Pada saatnya, anda akan diangkat keluar dan dinyatakan lulus sebagai manusia baru yang telah layak untuk menerima kemuliaan Tuhan.
Bersyukurlah ketika Tuhan menegur, karena itu tandanya Dia mengasihi kita sebagai anak-anakNya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, May 31, 2012
Wednesday, May 30, 2012
Ujian Dikala Sendirian
Ayat bacaan: Kejadian 39:9
===========================
"..Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?"
"Saya tidak bisa kemana-mana biarpun punya beberapa orang pegawai..." kata seorang teman menampik ajakan reuni teman-teman SMA beberapa waktu lalu. Apa yang menjadi masalahnya? Ia berkata bahwa sulit mempercayai kinerja dan kejujuran pegawainya tanpa ada yang mengawasi. Jika ia ada disana, semua berjalan dengan baik dan lancar. Tetapi ketika ia meninggalkan tempat, maka ada saja masalah yang terjadi disana. Ia bercerita bahwa pernah ada barang yang hilang, jumlah uang yang kurang, atau konsumen yang protes karena tidak mendapat pelayanan yang sigap. Ini mungkin menjadi keluhan banyak orang yang membuka usaha hari ini. Tidak sulit untuk mencari orang yang pintar, tetapi alangkah sulitnya mencari orang yang jujur. Ketika diawasi mereka bekerja baik, tetapi ketika tidak ada yang melihat maka mereka pun mulai memanfaatkan kesempatan untuk berbuat hal-hal yang buruk. Lembaga-lembaga pengawas terus berdiri di mana-mana, tapi lembaga-lembaga seperti ini pun tidak 100% bersih. Lembaga pengawas diawasi oleh lembaga pengawas lain, dan begitu seterusnya, itupun tidak serta merta membuat semuanya berjalan seperti apa yang diharapkan. Hingga batas tertentu angka korupsi mungkin bisa ditekan, tetapi layaknya tikus, mereka akan selalu mampu mencari lubang atau celah baru. Begitu menemukan jalan baru, atau ketika tidak diawasi, maka penipuan akan kembali terjadi.
Seperti itulah gambaran dunia kerja hari ini. Orang sepertinya lebih takut terhadap manusia ketimbang Tuhan. Mereka lebih takut hukuman di dunia ketimbang hukuman yang kekal kelak menimpa mereka yang berlaku tidak jujur. Mereka akan tertawa bangga apabila berhasil lolos dari pengamatan manusia dan lupa bahwa Tuhan akan selalu melihat segalanya dengan jelas, tak peduli serapi apapun mereka menyembunyikannya. Di depan banyak orang terlihat rohani, tetapi begitu tidak ada yang melihat berbagai penyimpangan pun dilakukan. Karena itulah saya menganggap bahwa indikator sebenarnya dari ketaatan kita justru akan terlihat ketika kita sendirian, tidak ada yang mengamati atau melihat.
Kita bisa belajar dari Yusuf akan hal ini. Yusuf adalah salah satu tokoh dalam Alkitab yang lulus ujian ketaatan dengan nilai yang sangat baik. Mari kita lihat apa yang terjadi ketika Yusuf diangkat majikannya Potifar untuk menjadi pelayan pribadi sehingga Yusuf leluasa keluar masuk rumah majikannya dengan mudah. Kepada Yusuf juga diberikan kekuasaan atas rumah dan harta benda miliknya (Kejadian 39:4). Artinya Yusuf dianggap mampu dipercaya lebih dari para bawahan lainnya. Pada saat itu datanglah sebuah ujian. Istri Potifar menaruh minat terhadap Yusuf atas segala kualitas dirinya, ditambah lagi bahwa Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya. (ay 6). Istri Potifar pun kemudian menggoda Yusuf. "Selang beberapa waktu isteri tuannya memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya: "Marilah tidur dengan aku." (ay 7). Perhatikan pada saat itu Yusuf sedang sendirian bersama istri tuannya di rumah. Tidak ada yang melihat bukan? Artinya ia bisa dengan sangat mudah menuruti keinginan ibu majikannya. Kesempatan sudah terbuka lebar. Tetapi lihat bagaimana Yusuf dengan tegas menolak. Bahkan ketika wanita itu berulang kali merayu, Yusuf tidak bergeming dan memilih untuk menjauh darinya. (ay 13). Yusuf menolak kenikmatan yang hadir di depan mata. Ia memilih untuk tetap taat, meski konsekuensinya ia difitnah oleh istri Potifar yang merasa sakit hati dan karenanya harus mendekam di penjara untuk waktu yang cukup lama.
Mengapa Yusuf memutuskan untuk bersikap tegas dalam ketaatan seperti itu? Ada dua alasan. Pertama, Yusuf mau memegang teguh kepercayaan yang telah diberikan tuannya Potifar terhadap dirinya. Kedua, dan yang paling penting, Yusuf tahu bahwa biar bagaimanapun Tuhan akan melihat apapun yang dilakukannya. Meski ketika ia sendirian, meski ketika tidak ada satupun manusia yang melihat, Yusuf tetap teguh memegang ketaatannya kepada Tuhan. Ia berkata: "Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" (ay 9).
Berbagai tawaran yang menyesatkan biasanya dikemas dalam kenikmatan atau kesenangan yang sepintas terlihat menggiurkan. Ada banyak orang yang menjadi mudah tergiur ketika mereka sedang sendirian tanpa ada yang mengamati. Yusuf berhadapan dengan godaan yang bagi kedagingannya mungkin akan terasa nikmat, tetapi Yusuf memutuskan untuk tetap taat meski kesempatan saat itu terbuka lebar. Jika kita berada pada posisi Yusuf, apa yang akan kita lakukan? Pada saat kita bekerja dan tidak ada atasan yang mengawasi, apakah kita akan tetap melakukan yang terbaik seperti halnya ketika mereka ada disana?
Godaan akan selalu datang dalam hidup kita. Bahkan intensitasnya biasanya akan meningkat pada saat kita sedang sendirian. Tapi kita harus ingat bahwa biar bagaimanapun Tuhan tetap mengetahui segala sesuatu yang kita lakukan. Berbagai bentuk penipuan, kejahatan dan dosa-dosa walaupun kita sembunyikan serapi apapun akan diketahui Tuhan. Orang-orang yang jahat akan berpikir bahwa mereka bisa menyembunyikannya dari Tuhan. Mereka akan sangat sibuk mencari cara dan menyiapkan dalih dengan sejuta alasan untuk menutupinya. Pemazmur mengatakan hal tersebut seperti ini: "Ia berkata dalam hatinya: "Allah melupakannya; Ia menyembunyikan wajah-Nya, dan tidak akan melihatnya untuk seterusnya." (Mazmur 10:11). Benarkah demikian? Tentu tidak. Lihatlah apa kata Tuhan dalam kitab Yesaya. "Celakalah orang yang menyembunyikan dalam-dalam rancangannya terhadap TUHAN, yang pekerjaan-pekerjaannya terjadi dalam gelap sambil berkata: "Siapakah yang melihat kita dan siapakah yang mengenal kita?" Betapa kamu memutarbalikkan segala sesuatu! Apakah tanah liat dapat dianggap sama seperti tukang periuk, sehingga apa yang dibuat dapat berkata tentang yang membuatnya: "Bukan dia yang membuat aku"; dan apa yang dibentuk berkata tentang yang membentuknya: "Ia tidak tahu apa-apa"? (Yesaya 29:15-16). Ayat ini secara jelas menyatakan bahwa Tuhan akan mengetahui segala sesuatu yang kita lakukan, Meski kita pintar memutarbalikkan segala sesuatu hingga manusia bisa dikelabuhi, itu tidak akan pernah berhasil ketika kita berhadapan dengan Sang Pencipta dan Pemilik kita.
Tuhan mengetahui segalanya, bahkan yang tersembunyi paling dalam dan rapat sekalipun. Firman Tuhan berkata "Sebab Aku mengamat-amati segala tingkah langkah mereka; semuanya itu tidak tersembunyi dari pandangan-Ku, dan kesalahan merekapun tidak terlindung di depan mata-Ku." (Yeremia 16:17). Tidak peduli sepintar apapun kita menutupi kejahatan yang kita lakukan, Tuhan akan tetap melihat seluruhnya, "Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap." (Markus 4:22). Jika kita berpikir bahwa itu hanyalah masalah bagi orang-orang diluar Kristus saja, itu sangatlah keliru. Kenyataannya ada banyak pula di antara orang percaya yang terjatuh dalam jerat dosa ketika mereka memiliki kesempatan untuk melakukan kecurangan dan berbagai kejahatan lainnya, terutama ketika mereka merasa aman atas perbuatan buruk mereka. Dan hal ini pun sudah terjadi sejak dahulu kala. Pikiran bahwa Tuhan tidak melihat kejahatan manusia pun bisa menimpa tua-tua Israel, orang-orang yang seharusnya menjadi teladan. (Yehezkiel 8:12).
Ada atau tidak manusia yang melihat, ingatlah bahwa Tuhan tetap sanggup melihat semuanya itu secara jelas. Yusuf mengerti betul akan hal itu dan ia tidak terjebak untuk melakukan hal yang mengecewakan Tuhan meski kesempatan untuk itu ada. Kualitas diri kita seringkali bukan diukur ketika kita sedang berada di tengah-tengah orang lain, tetapi justru akan terukur jelas apabila kita sedang sendirian. Sudahkah kita menjadi orang-orang yang bisa dipercaya sepenuhnya, baik oleh sesama kita maupun oleh Tuhan? Ingatlah apa yang dilakukan Yusuf pada saat anda tengah sendirian dan berhadapan dengan kesempatan-kesempatan untuk memperoleh sesuatu yang bukan hak anda dengan cara-cara yang salah. Jangan termakan godaan apapun dan teruslah berpegang teguh pada Tuhan. Mari kita uji karakter dan sikap hidup kita hari ini, apakah kita sudah bisa dipercaya atau belum. Jika belum, segeralah berhenti melakukannya, karena kita tidak akan pernah bisa mengelabuhi Tuhan biar bagaimanapun. Apabila godaan itu datang, katakanlah seperti apa yang dikatakan oleh Yusuf: "..Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?"
Pegang terus kejujuran dan ketaatan meski tidak ada orang yang memperhatikan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===========================
"..Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?"
"Saya tidak bisa kemana-mana biarpun punya beberapa orang pegawai..." kata seorang teman menampik ajakan reuni teman-teman SMA beberapa waktu lalu. Apa yang menjadi masalahnya? Ia berkata bahwa sulit mempercayai kinerja dan kejujuran pegawainya tanpa ada yang mengawasi. Jika ia ada disana, semua berjalan dengan baik dan lancar. Tetapi ketika ia meninggalkan tempat, maka ada saja masalah yang terjadi disana. Ia bercerita bahwa pernah ada barang yang hilang, jumlah uang yang kurang, atau konsumen yang protes karena tidak mendapat pelayanan yang sigap. Ini mungkin menjadi keluhan banyak orang yang membuka usaha hari ini. Tidak sulit untuk mencari orang yang pintar, tetapi alangkah sulitnya mencari orang yang jujur. Ketika diawasi mereka bekerja baik, tetapi ketika tidak ada yang melihat maka mereka pun mulai memanfaatkan kesempatan untuk berbuat hal-hal yang buruk. Lembaga-lembaga pengawas terus berdiri di mana-mana, tapi lembaga-lembaga seperti ini pun tidak 100% bersih. Lembaga pengawas diawasi oleh lembaga pengawas lain, dan begitu seterusnya, itupun tidak serta merta membuat semuanya berjalan seperti apa yang diharapkan. Hingga batas tertentu angka korupsi mungkin bisa ditekan, tetapi layaknya tikus, mereka akan selalu mampu mencari lubang atau celah baru. Begitu menemukan jalan baru, atau ketika tidak diawasi, maka penipuan akan kembali terjadi.
Seperti itulah gambaran dunia kerja hari ini. Orang sepertinya lebih takut terhadap manusia ketimbang Tuhan. Mereka lebih takut hukuman di dunia ketimbang hukuman yang kekal kelak menimpa mereka yang berlaku tidak jujur. Mereka akan tertawa bangga apabila berhasil lolos dari pengamatan manusia dan lupa bahwa Tuhan akan selalu melihat segalanya dengan jelas, tak peduli serapi apapun mereka menyembunyikannya. Di depan banyak orang terlihat rohani, tetapi begitu tidak ada yang melihat berbagai penyimpangan pun dilakukan. Karena itulah saya menganggap bahwa indikator sebenarnya dari ketaatan kita justru akan terlihat ketika kita sendirian, tidak ada yang mengamati atau melihat.
Kita bisa belajar dari Yusuf akan hal ini. Yusuf adalah salah satu tokoh dalam Alkitab yang lulus ujian ketaatan dengan nilai yang sangat baik. Mari kita lihat apa yang terjadi ketika Yusuf diangkat majikannya Potifar untuk menjadi pelayan pribadi sehingga Yusuf leluasa keluar masuk rumah majikannya dengan mudah. Kepada Yusuf juga diberikan kekuasaan atas rumah dan harta benda miliknya (Kejadian 39:4). Artinya Yusuf dianggap mampu dipercaya lebih dari para bawahan lainnya. Pada saat itu datanglah sebuah ujian. Istri Potifar menaruh minat terhadap Yusuf atas segala kualitas dirinya, ditambah lagi bahwa Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya. (ay 6). Istri Potifar pun kemudian menggoda Yusuf. "Selang beberapa waktu isteri tuannya memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya: "Marilah tidur dengan aku." (ay 7). Perhatikan pada saat itu Yusuf sedang sendirian bersama istri tuannya di rumah. Tidak ada yang melihat bukan? Artinya ia bisa dengan sangat mudah menuruti keinginan ibu majikannya. Kesempatan sudah terbuka lebar. Tetapi lihat bagaimana Yusuf dengan tegas menolak. Bahkan ketika wanita itu berulang kali merayu, Yusuf tidak bergeming dan memilih untuk menjauh darinya. (ay 13). Yusuf menolak kenikmatan yang hadir di depan mata. Ia memilih untuk tetap taat, meski konsekuensinya ia difitnah oleh istri Potifar yang merasa sakit hati dan karenanya harus mendekam di penjara untuk waktu yang cukup lama.
Mengapa Yusuf memutuskan untuk bersikap tegas dalam ketaatan seperti itu? Ada dua alasan. Pertama, Yusuf mau memegang teguh kepercayaan yang telah diberikan tuannya Potifar terhadap dirinya. Kedua, dan yang paling penting, Yusuf tahu bahwa biar bagaimanapun Tuhan akan melihat apapun yang dilakukannya. Meski ketika ia sendirian, meski ketika tidak ada satupun manusia yang melihat, Yusuf tetap teguh memegang ketaatannya kepada Tuhan. Ia berkata: "Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" (ay 9).
Berbagai tawaran yang menyesatkan biasanya dikemas dalam kenikmatan atau kesenangan yang sepintas terlihat menggiurkan. Ada banyak orang yang menjadi mudah tergiur ketika mereka sedang sendirian tanpa ada yang mengamati. Yusuf berhadapan dengan godaan yang bagi kedagingannya mungkin akan terasa nikmat, tetapi Yusuf memutuskan untuk tetap taat meski kesempatan saat itu terbuka lebar. Jika kita berada pada posisi Yusuf, apa yang akan kita lakukan? Pada saat kita bekerja dan tidak ada atasan yang mengawasi, apakah kita akan tetap melakukan yang terbaik seperti halnya ketika mereka ada disana?
Godaan akan selalu datang dalam hidup kita. Bahkan intensitasnya biasanya akan meningkat pada saat kita sedang sendirian. Tapi kita harus ingat bahwa biar bagaimanapun Tuhan tetap mengetahui segala sesuatu yang kita lakukan. Berbagai bentuk penipuan, kejahatan dan dosa-dosa walaupun kita sembunyikan serapi apapun akan diketahui Tuhan. Orang-orang yang jahat akan berpikir bahwa mereka bisa menyembunyikannya dari Tuhan. Mereka akan sangat sibuk mencari cara dan menyiapkan dalih dengan sejuta alasan untuk menutupinya. Pemazmur mengatakan hal tersebut seperti ini: "Ia berkata dalam hatinya: "Allah melupakannya; Ia menyembunyikan wajah-Nya, dan tidak akan melihatnya untuk seterusnya." (Mazmur 10:11). Benarkah demikian? Tentu tidak. Lihatlah apa kata Tuhan dalam kitab Yesaya. "Celakalah orang yang menyembunyikan dalam-dalam rancangannya terhadap TUHAN, yang pekerjaan-pekerjaannya terjadi dalam gelap sambil berkata: "Siapakah yang melihat kita dan siapakah yang mengenal kita?" Betapa kamu memutarbalikkan segala sesuatu! Apakah tanah liat dapat dianggap sama seperti tukang periuk, sehingga apa yang dibuat dapat berkata tentang yang membuatnya: "Bukan dia yang membuat aku"; dan apa yang dibentuk berkata tentang yang membentuknya: "Ia tidak tahu apa-apa"? (Yesaya 29:15-16). Ayat ini secara jelas menyatakan bahwa Tuhan akan mengetahui segala sesuatu yang kita lakukan, Meski kita pintar memutarbalikkan segala sesuatu hingga manusia bisa dikelabuhi, itu tidak akan pernah berhasil ketika kita berhadapan dengan Sang Pencipta dan Pemilik kita.
Tuhan mengetahui segalanya, bahkan yang tersembunyi paling dalam dan rapat sekalipun. Firman Tuhan berkata "Sebab Aku mengamat-amati segala tingkah langkah mereka; semuanya itu tidak tersembunyi dari pandangan-Ku, dan kesalahan merekapun tidak terlindung di depan mata-Ku." (Yeremia 16:17). Tidak peduli sepintar apapun kita menutupi kejahatan yang kita lakukan, Tuhan akan tetap melihat seluruhnya, "Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap." (Markus 4:22). Jika kita berpikir bahwa itu hanyalah masalah bagi orang-orang diluar Kristus saja, itu sangatlah keliru. Kenyataannya ada banyak pula di antara orang percaya yang terjatuh dalam jerat dosa ketika mereka memiliki kesempatan untuk melakukan kecurangan dan berbagai kejahatan lainnya, terutama ketika mereka merasa aman atas perbuatan buruk mereka. Dan hal ini pun sudah terjadi sejak dahulu kala. Pikiran bahwa Tuhan tidak melihat kejahatan manusia pun bisa menimpa tua-tua Israel, orang-orang yang seharusnya menjadi teladan. (Yehezkiel 8:12).
Ada atau tidak manusia yang melihat, ingatlah bahwa Tuhan tetap sanggup melihat semuanya itu secara jelas. Yusuf mengerti betul akan hal itu dan ia tidak terjebak untuk melakukan hal yang mengecewakan Tuhan meski kesempatan untuk itu ada. Kualitas diri kita seringkali bukan diukur ketika kita sedang berada di tengah-tengah orang lain, tetapi justru akan terukur jelas apabila kita sedang sendirian. Sudahkah kita menjadi orang-orang yang bisa dipercaya sepenuhnya, baik oleh sesama kita maupun oleh Tuhan? Ingatlah apa yang dilakukan Yusuf pada saat anda tengah sendirian dan berhadapan dengan kesempatan-kesempatan untuk memperoleh sesuatu yang bukan hak anda dengan cara-cara yang salah. Jangan termakan godaan apapun dan teruslah berpegang teguh pada Tuhan. Mari kita uji karakter dan sikap hidup kita hari ini, apakah kita sudah bisa dipercaya atau belum. Jika belum, segeralah berhenti melakukannya, karena kita tidak akan pernah bisa mengelabuhi Tuhan biar bagaimanapun. Apabila godaan itu datang, katakanlah seperti apa yang dikatakan oleh Yusuf: "..Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?"
Pegang terus kejujuran dan ketaatan meski tidak ada orang yang memperhatikan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, May 29, 2012
Kecantikan Sejati Memancar dari Dalam
Ayat bacaan: 1 Petrus 3:3-4
======================
"Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah."
Percaya atau tidak, perawatan kecantikan seseorang bisa menyita sebagian besar pendapatan maupun waktu. Facial, manicure, pedicure, bonding dan banyak lagi sudah menjadi kebutuhan utama bagi banyak orang. Itu belum termasuk make up, busana dan aksesorisnya juga tas, sepatu, perhiasan, parfum dan lain-lain. Jika itu belum cukup, mereka juga membutuhkan berbagai jenis perawatan lainnya seperti body slimming, cellulite treatment, peeling secara reguler. Jika dahulu urusan seperti ini didominasi kaum wanita, sekarang pria pun demikian. Malah terkadang para pria ini bisa lebih pesolek dibanding wanita. Ada seorang pria yang saya kenal saking parahnya bisa berganti baju 4 sampai 5 kali sehari, dan setiap berganti pakaian ia pun harus menyesuaikan ikat pinggang, kaos kaki, sepatu dan atribut lainnya agar "matching" dengan baju yang ia pakai. Para pria ini seolah menjadi gambaran pria modern yang sangat peduli terhadap penampilan fisiknya. Baik pria maupun wanita yang sangat mementingkan penampilan, biayanya bisa mencapai jutaan atau bahkan puluhan juta sebulan.
Saya sama sekali tidak anti hal ini. Tampil trendy dan menawan itu hak semua orang, tidak peduli jenis kelaminnya. Dan tentu saja tidak salah menjaga penampilan. Yang salah adalah ketika kita melakukannya secara berlebihan, sehingga melupakan aspek-aspek lain. Tidak jarang mereka yang terseret gaya hidup metropolitan seperti ini harus mengeluarkan dana jauh di atas kemampuan atau pendapatan mereka. Di saat seperti inilah berbagai jerat dosa mulai menggiring kita. Karena takut dianggap kurang gaul, tidak modis, kuno, takut dianggap kurang sempurna, ada banyak orang yang akhirnya rela melakukan apapun asal mereka bisa tampil maksimal. Di sisi lain, ada banyak yang melupakan tugas dan tanggungjawabnya karena terlalu sibuk mematut diri. Lupa mengurus keluarga, lupa pekerjaan, bahkan lupa untuk terus setia membangun hubungan dengan Tuhan. Terlalu sibuk berdandan sehingga selalu terlambat beribadah, itu bisa menjadi contoh kecil. Orang bisa lupa menyediakan waktu buat keluarga sehingga anak-anak dan pasangan menjadi terlantar. Ibu yang tidak ingin "kusut" karena harus menggendong anak atau mengurus sendiri akan memilih untuk menyewa baby sitter, satu atau bahkan dua per anak. Mereka akan berjalan gemulai bak peragawati di depan sementara para baby sitter akan tergopoh-gopoh mengikuti dari belakang sambil mengurus anak yang menjadi tanggung jawab masing-masing. Semua ini merupakan hal nyata sehari-hari yang bisa terjadi jika seseorang fokus berlebihan pada penampilan luarnya. Disamping itu, terlalu peduli secara berlebihan pada penampilan fisik bisa menumbuhkan perasaan bangga yang berlebihan pula, yang bisa membuat mereka mulai meremehkan orang lain atau malah mengabaikan Tuhan.
Menjaga penampilan agar terlihat menarik tentu baik. Tapi ada yang jauh lebih penting daripada segala penampilan luar. Alkitab dengan tegas berkata bahwa segala perhiasan dan keindahan secara lahiriah satu saat akan habis. Segala sesuatu mengenai keindahan yang tampak dari luar tidaklah kekal. Tapi yang kekal, yang tidak akan binasa, justru apa yang ada di dalam diri kita. "Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah." (1 Petrus 3:3-4). It's the beauty on the inside, yang lebih dikenal dengan sebutan inner beauty. Inilah kecantikan sejati yang berasal dari dalam diri kita yang mampu membuat kita "bersinar", dan itu akan jauh lebih berkesan ketimbang penampilan fisik. Inner beauty akan memancar kepada orang lain lewat sikap, tindakan, perbuatan dan tingkah laku kita sehari-hari. Bagaimana kita bersikap, bagaimana perbuatan kita, bagaimana kita memperlakukan orang, bagaimana kita menghargai orang lain, menjadi teladan bagi orang lain, mengasihi, seperasaan dan sepenanggungan, ringan tangan dan murah hati, itu bisa menggambarkan apakah sisi kita di bagian dalam, apakah sudah ditata dengan benar atau belum. Apakah orang merasa gembira lewat kehadiran kita atau malah menimbulkan rasa kesal, apakah kehadiran kita membawa terang atau malah membawa gelap, itu bisa menggambarkan sejauh mana kecantikan sejati di dalam diri kita.
Bagaimana dengan Tuhan? Tuhan sendiri tidak peduli dengan penampilan luar. Apa yang dilihat Tuhan bukanlah penampilan luar melainkan hati. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7). Karena itulah penting bagi kita untuk membenahi dan menjaga hati. Itu pula yang diingatkan firman Tuhan, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23).
Memprioritaskan keindahan lahiriah berlebihan, lebih dari segala sesuatu berpotensi menjerumuskan kita dalam berbagai kesesatan. Tidak salah menjaga dan memperindah penampilan, tapi janganlah jadikan keindahan lahiriah, apa yang tampak dari luar sebagai tujuan hidup yang terutama. Firman Tuhan berkata demikian: "Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." (1 Timotius 6:11). Adalah sia-sia mementingkan penampilan luar di atas keindahan dalam diri kita, karena hal itu tidaklah membawa manfaat apa-apa untuk sebuah keselamatan. Kita harus sadar bahwa bukan orang yang paling cantik atau ganteng, berpenampilan paling menawan yang diselamatkan, melainkan orang-orang yang terus menjaga keindahan hatinya, dipenuhi ucapan syukur dan terus menjadi berkat buat orang lain dalam nama Yesus. Ketika kita selalu ingin tampil mempesona dan menawan di mata orang lain, sudahkah kita memperhatikan keindahan dalam diri kita?
What matters most is who and how we are inside
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
======================
"Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah."
Percaya atau tidak, perawatan kecantikan seseorang bisa menyita sebagian besar pendapatan maupun waktu. Facial, manicure, pedicure, bonding dan banyak lagi sudah menjadi kebutuhan utama bagi banyak orang. Itu belum termasuk make up, busana dan aksesorisnya juga tas, sepatu, perhiasan, parfum dan lain-lain. Jika itu belum cukup, mereka juga membutuhkan berbagai jenis perawatan lainnya seperti body slimming, cellulite treatment, peeling secara reguler. Jika dahulu urusan seperti ini didominasi kaum wanita, sekarang pria pun demikian. Malah terkadang para pria ini bisa lebih pesolek dibanding wanita. Ada seorang pria yang saya kenal saking parahnya bisa berganti baju 4 sampai 5 kali sehari, dan setiap berganti pakaian ia pun harus menyesuaikan ikat pinggang, kaos kaki, sepatu dan atribut lainnya agar "matching" dengan baju yang ia pakai. Para pria ini seolah menjadi gambaran pria modern yang sangat peduli terhadap penampilan fisiknya. Baik pria maupun wanita yang sangat mementingkan penampilan, biayanya bisa mencapai jutaan atau bahkan puluhan juta sebulan.
Saya sama sekali tidak anti hal ini. Tampil trendy dan menawan itu hak semua orang, tidak peduli jenis kelaminnya. Dan tentu saja tidak salah menjaga penampilan. Yang salah adalah ketika kita melakukannya secara berlebihan, sehingga melupakan aspek-aspek lain. Tidak jarang mereka yang terseret gaya hidup metropolitan seperti ini harus mengeluarkan dana jauh di atas kemampuan atau pendapatan mereka. Di saat seperti inilah berbagai jerat dosa mulai menggiring kita. Karena takut dianggap kurang gaul, tidak modis, kuno, takut dianggap kurang sempurna, ada banyak orang yang akhirnya rela melakukan apapun asal mereka bisa tampil maksimal. Di sisi lain, ada banyak yang melupakan tugas dan tanggungjawabnya karena terlalu sibuk mematut diri. Lupa mengurus keluarga, lupa pekerjaan, bahkan lupa untuk terus setia membangun hubungan dengan Tuhan. Terlalu sibuk berdandan sehingga selalu terlambat beribadah, itu bisa menjadi contoh kecil. Orang bisa lupa menyediakan waktu buat keluarga sehingga anak-anak dan pasangan menjadi terlantar. Ibu yang tidak ingin "kusut" karena harus menggendong anak atau mengurus sendiri akan memilih untuk menyewa baby sitter, satu atau bahkan dua per anak. Mereka akan berjalan gemulai bak peragawati di depan sementara para baby sitter akan tergopoh-gopoh mengikuti dari belakang sambil mengurus anak yang menjadi tanggung jawab masing-masing. Semua ini merupakan hal nyata sehari-hari yang bisa terjadi jika seseorang fokus berlebihan pada penampilan luarnya. Disamping itu, terlalu peduli secara berlebihan pada penampilan fisik bisa menumbuhkan perasaan bangga yang berlebihan pula, yang bisa membuat mereka mulai meremehkan orang lain atau malah mengabaikan Tuhan.
Menjaga penampilan agar terlihat menarik tentu baik. Tapi ada yang jauh lebih penting daripada segala penampilan luar. Alkitab dengan tegas berkata bahwa segala perhiasan dan keindahan secara lahiriah satu saat akan habis. Segala sesuatu mengenai keindahan yang tampak dari luar tidaklah kekal. Tapi yang kekal, yang tidak akan binasa, justru apa yang ada di dalam diri kita. "Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah." (1 Petrus 3:3-4). It's the beauty on the inside, yang lebih dikenal dengan sebutan inner beauty. Inilah kecantikan sejati yang berasal dari dalam diri kita yang mampu membuat kita "bersinar", dan itu akan jauh lebih berkesan ketimbang penampilan fisik. Inner beauty akan memancar kepada orang lain lewat sikap, tindakan, perbuatan dan tingkah laku kita sehari-hari. Bagaimana kita bersikap, bagaimana perbuatan kita, bagaimana kita memperlakukan orang, bagaimana kita menghargai orang lain, menjadi teladan bagi orang lain, mengasihi, seperasaan dan sepenanggungan, ringan tangan dan murah hati, itu bisa menggambarkan apakah sisi kita di bagian dalam, apakah sudah ditata dengan benar atau belum. Apakah orang merasa gembira lewat kehadiran kita atau malah menimbulkan rasa kesal, apakah kehadiran kita membawa terang atau malah membawa gelap, itu bisa menggambarkan sejauh mana kecantikan sejati di dalam diri kita.
Bagaimana dengan Tuhan? Tuhan sendiri tidak peduli dengan penampilan luar. Apa yang dilihat Tuhan bukanlah penampilan luar melainkan hati. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7). Karena itulah penting bagi kita untuk membenahi dan menjaga hati. Itu pula yang diingatkan firman Tuhan, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23).
Memprioritaskan keindahan lahiriah berlebihan, lebih dari segala sesuatu berpotensi menjerumuskan kita dalam berbagai kesesatan. Tidak salah menjaga dan memperindah penampilan, tapi janganlah jadikan keindahan lahiriah, apa yang tampak dari luar sebagai tujuan hidup yang terutama. Firman Tuhan berkata demikian: "Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." (1 Timotius 6:11). Adalah sia-sia mementingkan penampilan luar di atas keindahan dalam diri kita, karena hal itu tidaklah membawa manfaat apa-apa untuk sebuah keselamatan. Kita harus sadar bahwa bukan orang yang paling cantik atau ganteng, berpenampilan paling menawan yang diselamatkan, melainkan orang-orang yang terus menjaga keindahan hatinya, dipenuhi ucapan syukur dan terus menjadi berkat buat orang lain dalam nama Yesus. Ketika kita selalu ingin tampil mempesona dan menawan di mata orang lain, sudahkah kita memperhatikan keindahan dalam diri kita?
What matters most is who and how we are inside
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, May 28, 2012
Kemiskinan yang Termiskin
Ayat bacaan: Yakobus 1:27
=================
"Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia."
Kemiskinan sering diasosiasikan dengan keadaan finansial yang berada jauh di bawah rata-rata. Orang yang hidup kekurangan, tidak punya rumah, hanya mampu makan sekali sehari dan sebagainya, itulah yang dikatakan orang sebagai orang miskin. Tapi benarkah kemiskinan hanya melulu soal harta atau kondisi finansial saja? Sesungguhnya tidak. Terlalu sempit jika kita menganggap kemiskinan hanya sebatas itu. Ada banyak lagi bentuk-bentuk kemiskinan lainnya yang tidak hanya berbicara soal kondisi ekonomi seseorang. Lantas kemiskinan apa yang dikatakan sebagai kemiskinan yang paling miskin? Apakah ini mengacu kepada orang yang paling tidak punya uang sama sekali? Bunda Teresa memiliki jawabannya."We think sometimes that poverty is only being hungry, naked and homeless. The poverty of being unwanted, unloved and uncared for is the greatest poverty. We must start in our own homes to remedy this kind of poverty."
Menurut bunda Teresa, kemiskinan yang termiskin bukanlah kelaparan, telanjang dan tidak punya rumah, melainkan rasa tidak diinginkan, tidak dicintai, tidak dipedulikan. Being unwanted, unloved and uncared. Itulah kemiskinan yang paling miskin. Begitu banyak orang yang mengalami kepahitan dan sangat menderita bukan karena mereka tidak mampu secara finansial, tapi karena mereka merasa tertolak, merasa tidak dikasihi atau tidak merasakan kasih sayang.
Bunda Teresa tentu tahu benar mengenai kemiskinan. Hampir sepanjang hidupnya dihabiskan di India, tepatnya di Kalkuta. Bunda Teresa menempatkan dirinya ditengah-tengah masyarakat yang sangat miskin di wilayah itu. Beliau melayani Tuhan dengan memberi waktu sepenuhnya untuk orang-orang yang termiskin, terbuang. Bunda Teresa melayani orang yang lapar, gelandangan, buta, pincang, lepra dan sakit penyakit lain, orang yang telanjang. Ia memeluk bayi-bayi terbuang dengan penuh kasih. Ia berada disana bagi orang yang tidak dicintai, tidak diinginkan, tidak diperhatikan atau orang-orang tertolak. Lewat pengalaman puluhan tahun berada di salah satu tempat termiskin di dunia itu tentu Bunda Teresa sangat mengetahui mengenai kemiskinan, termasuk apa sebenarnya kemiskinan yang paling parah. Kesimpulannya jatuh bukan pada kekurangan biaya, rumah atau harta lainnya, tapi justru kepada sebuah perasaan tertolak tanpa memiliki kasih sayang. Itu sebuah kesimpulan dari pengalaman beliau dari pelayanannya selama puluhan tahun, meninggalkan semua kemewahan dunia untuk datang ke sebuah tempat yang terbuang dan membagikan seluruh perhatian dan kasih yang ada pada dirinya hingga akhir hayatnya.
Jika demikian, maka alangkah sia-sianya kita rajin beribadah apabila kita masih menutup mata, telinga dan perasaan kita terhadap mereka yang saat ini hidup dalam kemiskinan yang termiskin. Yakobus mengatakan: "Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia." (Yakobus 1:27). Ibadah yang murni dan tak bercacat bukanlah kerajinan berdoa panjang lebar, bukanlah duduk di gereja berlama-lama, melainkan membagi kepedulian, kasih dan sebagian dari perhatian dan apa yang kita punya untuk mereka yang berada dalam kesusahan. Yatim piatu, para janda, ini gambaran dari orang-orang yang kehilangan kasih sayang selain membutuhkan bantuan secara materi pada masa itu. Kita melakukan sebuah ibadah murni dan tak bercacat di hadapan Allah dikatakan ketika kita peduli kepada mereka. Mengunjungi mereka dalam kesusahan mereka, being there for them, letting them know that they are not alone. Kita mungkin tidak memiliki panggilan seperti Bunda Teresa, tetapi sedikit banyak tentu kita bisa membagi perhatian, kasih dan bantuan lainnya sesuai kemampuan kita apabila kita memiliki kasih Allah mengalir dalam diri kita. Selain hal ini, ibadah yang dikatakan murni dan tak bercacat juga berbicara mengenai keseriusan kita untuk menjaga diri dari kecemaran-kecemaran yang ada di dunia.
Selanjutnya amsal Salomo mengingatkan kita untuk memiliki telinga peka terhadap jeritan orang yang membutuhkan pertolongan. Jika tidak, maka jeritan kita ketika membutuhkan pertolongan pun tidak akan didengar Tuhan. "Siapa menutup telinganya bagi jeritan orang lemah, tidak akan menerima jawaban, kalau ia sendiri berseru-seru." (Amsal 21:13). Mengapa demikian? Karena Allah adalah kasih. (1 Yohanes 4:8). Kedatangan Kristus ke dunia untuk menebus dosa kita adalah bukti nyata betapa besar kasih Allah pada kita. Karena Allah begitu mengasihi kita, maka kita pun harus mengasihi orang lain. (1 Yohanes 4:11). Mengasihi tidaklah harus selalu berbentuk pemberian materi, tapi lewat perhatian, lewat membagikan sebagian waktu kita untuk mendengarkan mereka yang membutuhkan pertolongan, atau yang paling mudah, lewat senyum tulus, itu bisa meringankan penderitaan mereka.
Apabila ada diantara teman-teman yang saat ini merasa tidak diinginkan atau tidak merasakan kasih sayang, feeling unwanted and unloved, tidak ada dukungan moril, kepedulian atau empati dari saudara-saudara seiman, ingatlah bahwa diatas segalanya ada Tuhan yang selalu peduli dan tidak pernah terlalu sibuk untuk mendengar anda. Tuhan tidak akan pernah meninggalkan anda sendirian. "Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati" (Ulangan 31:8). Meski mungkin orang terlihat tidak menghargai anda, meski mungkin anda merasa tertolak dari lingkungan atau bahkan keluarga sendiri, tapi anda berharga di mata Tuhan dan sangat Dia kasihi. Bacalah Mazmur 139:13-18, disana tertulis bahwa kita adalah hasil "tenunan" Tuhan sendiri, itu adalah sebuah kejadian yang dahsyat dan ajaib. Tuhan peduli, dan Dia punya rencana istimewa bagi anda.
Bagi kita yang lebih beruntung tidak mengalami kemiskinan yang paling miskin ini, sudahkah kita perduli kepada saudara-saudara kita yang tengah menjerit meminta pertolongan? Jika pengabdian seperti Bunda Teresa terasa begitu jauh dan sulit, sudahkah kita memperhatikan orang-orang yang sangat dekat di sekitar kita? Maukah kita menyisihkan sebagian dari diri kita untuk mereka, atau kita malah bersungut-sungut karena merasa terganggu dengan kehadiran mereka? Yesus berkata: "..sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40) Kita bisa menjadi wakil-wakil Tuhan untuk mengalirkan kasih Kristus kepada mereka yang tengah mengalami kemiskinan yang termiskin ini. Jangan sampai semua ibadah kita tercemar karena kita tidak memiliki sedikitpun kasih dan perhatian untuk dicurahkan kepada mereka yang membutuhkan.
Tidak ada ibadah yang murni dan tak bercacat tanpa adanya kerinduan untuk membagi kasih kepada mereka yang tertolak
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=================
"Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia."
Kemiskinan sering diasosiasikan dengan keadaan finansial yang berada jauh di bawah rata-rata. Orang yang hidup kekurangan, tidak punya rumah, hanya mampu makan sekali sehari dan sebagainya, itulah yang dikatakan orang sebagai orang miskin. Tapi benarkah kemiskinan hanya melulu soal harta atau kondisi finansial saja? Sesungguhnya tidak. Terlalu sempit jika kita menganggap kemiskinan hanya sebatas itu. Ada banyak lagi bentuk-bentuk kemiskinan lainnya yang tidak hanya berbicara soal kondisi ekonomi seseorang. Lantas kemiskinan apa yang dikatakan sebagai kemiskinan yang paling miskin? Apakah ini mengacu kepada orang yang paling tidak punya uang sama sekali? Bunda Teresa memiliki jawabannya."We think sometimes that poverty is only being hungry, naked and homeless. The poverty of being unwanted, unloved and uncared for is the greatest poverty. We must start in our own homes to remedy this kind of poverty."
Menurut bunda Teresa, kemiskinan yang termiskin bukanlah kelaparan, telanjang dan tidak punya rumah, melainkan rasa tidak diinginkan, tidak dicintai, tidak dipedulikan. Being unwanted, unloved and uncared. Itulah kemiskinan yang paling miskin. Begitu banyak orang yang mengalami kepahitan dan sangat menderita bukan karena mereka tidak mampu secara finansial, tapi karena mereka merasa tertolak, merasa tidak dikasihi atau tidak merasakan kasih sayang.
Bunda Teresa tentu tahu benar mengenai kemiskinan. Hampir sepanjang hidupnya dihabiskan di India, tepatnya di Kalkuta. Bunda Teresa menempatkan dirinya ditengah-tengah masyarakat yang sangat miskin di wilayah itu. Beliau melayani Tuhan dengan memberi waktu sepenuhnya untuk orang-orang yang termiskin, terbuang. Bunda Teresa melayani orang yang lapar, gelandangan, buta, pincang, lepra dan sakit penyakit lain, orang yang telanjang. Ia memeluk bayi-bayi terbuang dengan penuh kasih. Ia berada disana bagi orang yang tidak dicintai, tidak diinginkan, tidak diperhatikan atau orang-orang tertolak. Lewat pengalaman puluhan tahun berada di salah satu tempat termiskin di dunia itu tentu Bunda Teresa sangat mengetahui mengenai kemiskinan, termasuk apa sebenarnya kemiskinan yang paling parah. Kesimpulannya jatuh bukan pada kekurangan biaya, rumah atau harta lainnya, tapi justru kepada sebuah perasaan tertolak tanpa memiliki kasih sayang. Itu sebuah kesimpulan dari pengalaman beliau dari pelayanannya selama puluhan tahun, meninggalkan semua kemewahan dunia untuk datang ke sebuah tempat yang terbuang dan membagikan seluruh perhatian dan kasih yang ada pada dirinya hingga akhir hayatnya.
Jika demikian, maka alangkah sia-sianya kita rajin beribadah apabila kita masih menutup mata, telinga dan perasaan kita terhadap mereka yang saat ini hidup dalam kemiskinan yang termiskin. Yakobus mengatakan: "Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia." (Yakobus 1:27). Ibadah yang murni dan tak bercacat bukanlah kerajinan berdoa panjang lebar, bukanlah duduk di gereja berlama-lama, melainkan membagi kepedulian, kasih dan sebagian dari perhatian dan apa yang kita punya untuk mereka yang berada dalam kesusahan. Yatim piatu, para janda, ini gambaran dari orang-orang yang kehilangan kasih sayang selain membutuhkan bantuan secara materi pada masa itu. Kita melakukan sebuah ibadah murni dan tak bercacat di hadapan Allah dikatakan ketika kita peduli kepada mereka. Mengunjungi mereka dalam kesusahan mereka, being there for them, letting them know that they are not alone. Kita mungkin tidak memiliki panggilan seperti Bunda Teresa, tetapi sedikit banyak tentu kita bisa membagi perhatian, kasih dan bantuan lainnya sesuai kemampuan kita apabila kita memiliki kasih Allah mengalir dalam diri kita. Selain hal ini, ibadah yang dikatakan murni dan tak bercacat juga berbicara mengenai keseriusan kita untuk menjaga diri dari kecemaran-kecemaran yang ada di dunia.
Selanjutnya amsal Salomo mengingatkan kita untuk memiliki telinga peka terhadap jeritan orang yang membutuhkan pertolongan. Jika tidak, maka jeritan kita ketika membutuhkan pertolongan pun tidak akan didengar Tuhan. "Siapa menutup telinganya bagi jeritan orang lemah, tidak akan menerima jawaban, kalau ia sendiri berseru-seru." (Amsal 21:13). Mengapa demikian? Karena Allah adalah kasih. (1 Yohanes 4:8). Kedatangan Kristus ke dunia untuk menebus dosa kita adalah bukti nyata betapa besar kasih Allah pada kita. Karena Allah begitu mengasihi kita, maka kita pun harus mengasihi orang lain. (1 Yohanes 4:11). Mengasihi tidaklah harus selalu berbentuk pemberian materi, tapi lewat perhatian, lewat membagikan sebagian waktu kita untuk mendengarkan mereka yang membutuhkan pertolongan, atau yang paling mudah, lewat senyum tulus, itu bisa meringankan penderitaan mereka.
Apabila ada diantara teman-teman yang saat ini merasa tidak diinginkan atau tidak merasakan kasih sayang, feeling unwanted and unloved, tidak ada dukungan moril, kepedulian atau empati dari saudara-saudara seiman, ingatlah bahwa diatas segalanya ada Tuhan yang selalu peduli dan tidak pernah terlalu sibuk untuk mendengar anda. Tuhan tidak akan pernah meninggalkan anda sendirian. "Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati" (Ulangan 31:8). Meski mungkin orang terlihat tidak menghargai anda, meski mungkin anda merasa tertolak dari lingkungan atau bahkan keluarga sendiri, tapi anda berharga di mata Tuhan dan sangat Dia kasihi. Bacalah Mazmur 139:13-18, disana tertulis bahwa kita adalah hasil "tenunan" Tuhan sendiri, itu adalah sebuah kejadian yang dahsyat dan ajaib. Tuhan peduli, dan Dia punya rencana istimewa bagi anda.
Bagi kita yang lebih beruntung tidak mengalami kemiskinan yang paling miskin ini, sudahkah kita perduli kepada saudara-saudara kita yang tengah menjerit meminta pertolongan? Jika pengabdian seperti Bunda Teresa terasa begitu jauh dan sulit, sudahkah kita memperhatikan orang-orang yang sangat dekat di sekitar kita? Maukah kita menyisihkan sebagian dari diri kita untuk mereka, atau kita malah bersungut-sungut karena merasa terganggu dengan kehadiran mereka? Yesus berkata: "..sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40) Kita bisa menjadi wakil-wakil Tuhan untuk mengalirkan kasih Kristus kepada mereka yang tengah mengalami kemiskinan yang termiskin ini. Jangan sampai semua ibadah kita tercemar karena kita tidak memiliki sedikitpun kasih dan perhatian untuk dicurahkan kepada mereka yang membutuhkan.
Tidak ada ibadah yang murni dan tak bercacat tanpa adanya kerinduan untuk membagi kasih kepada mereka yang tertolak
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, May 27, 2012
Hidup dalam Pengharapan
Ayat bacaan: 1 Korintus 9:10
=====================
"Atau kitakah yang Ia maksudkan? Ya, untuk kitalah hal ini ditulis, yaitu pembajak harus membajak dalam pengharapan dan pengirik harus mengirik dalam pengharapan untuk memperoleh bagiannya."
Seperti apa rasanya hidup tanpa pengharapan? Bagi saya pribadi itu rasanya mengerikan. Seandainya saya berjalan tanpa adanya harapan, tanpa impian dan cita-cita, maka segala yang saya lakukan hari ini tentu sia-sia saja. Jika saya masih berusaha hari ini, itu karena saya punya pengharapan. Apakah berusaha untuk bekerja lebih giat dan lebih baik lagi, berusaha mengasihi keluarga lebih dari sebelumnya, berusaha melayani Tuhan dengan lebih dalam dan tentu saja berusaha semakin mendekati citra Kristus, semua itu karena ada pengharapan yang saya nantikan. Ini bukanlah dalam artian pamrih, karena segala yang dilakukan atau diusahakan untuk sebuah pengharapan disini adalah dengan rasa takut atau hormat akan Tuhan, bukan dengan menghalalkan segala sesuatu termasuk menabrak larangan Tuhan. Tidak semua orang hidup dalam pengharapan. Ada banyak yang bekerja bagai robot. Bekerja setiap hari seperti jalannya sebuah program rutin tanpa memiliki tujuan, harapan atau impian. Mereka ini akan tampil sebagai orang-orang yang air mukanya keruh, tanpa kegembiraan. Seperti itulah beberapa orang yang saya kenal dan tahu bahwa mereka berjalan tanpa arah tujuan dalam hidup mereka.
Siapa bilang hidup itu mudah? Hidup itu memang penuh kesulitan, dan itu seringkali menjadi sebab terampasnya kebahagiaan dari hidup seseorang. Mereka berubah menjadi pribadi-pribadi kaku, dingin dan muram karena tekanan pekerjaan yang merubah mereka hidup seperti tanpa jiwa. Sebuah sikap hati yang baik untuk ditanamkan dalam melakukan aktivitas atau pekerjaan adalah bekerja atau berusaha dengan pengharapan. Sangatlah penting bagi kita untuk tetap memiliki pengharapan dalam bekerja, bukan hanya melakukannya tanpa jiwa, tanpa target, tanpa impian dan harapan. Mengapa hal ini penting? Karena tanpa pengharapan kita tak ubahnya seperti robot yang hanya berjalan sesuai program tanpa kerinduan apapun dalam hati kita. Kemarin saya sudah sampaikan pentingnya untuk memiliki visi ke depan dengan memandang lewat iman. Mungkinkah itu terjadi jika kita tidak memiliki harapan sama sekali dalam hidup kita? Tentu saja tidak. Tidak ada gunanya memandang dengan iman jauh ke depan jika kita tidak punya pengharapan apa-apa.
Dalam suratnya kepada jemaat Korintus Paulus menyampaikan sesuatu yang penting mengenai pengharapan ini. Pada saat itu ia mengutip sebuah tulisan mengenai hukum Musa dalam Ulangan 25:4. Kata Paulus: "Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik!" (1 Korintus 9:9a). Lalu Paulus bertanya, "Lembukah yang Allah perhatikan?" (ay 9b). Lembukah, atau itu ditulis sebenarnya untuk kita? Perhatikan ayat selanjutnya: "Atau kitakah yang Ia maksudkan? Ya, untuk kitalah hal ini ditulis, yaitu pembajak harus membajak dalam pengharapan dan pengirik harus mengirik dalam pengharapan untuk memperoleh bagiannya." (ay 10). Perhatikanlah bahwa Paulus mengingatkan bahwa kita harus membajak atau mengirik, yang notabene maksudnya adalah bekerja dalam pengharapan. Ini merupakan sebuah pesan penting yang akan mampu membuat kita terus memiliki tujuan dalam bekerja, bukan sekedar menyambung hidup dari ke hari tanpa harapan sama sekali dalam hati kita masing-masing.
Jangan berharap kita memiliki nyala semangat apabila hidup tanpa pengharapan. Tanpa pengharapan kita tidak akan bisa tekun dan memberikan hasil yang terbaik. Pengharapan mampu menolong kita untuk bisa bersikap setia dan berkomitmen baik bagi tempat kita bekerja, atas profesi kita atau segala sesuatu yang kita usahakan di dunia. Lantas kemana pengharapan kita harus diarahkan? Paulus dalam surat Korintus di atas mengatakan bahwa penting bagi kita untuk mengarahkan pengharapan untuk memperoleh bagian kita, in expectation of partaking of the harvest. Dan bagian itu sudah disediakan oleh Tuhan dalam Kristus. Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa Yesus Kristuslah yang harus menjadi dasar pengharapan kita (1 Timotius 1:1). Selanjutnya Alkitab mengingatkan pula bahwa kita hendaknya "..teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia." (Ibrani 10:23). Allah tidak pernah ingkar janji. Dia akan selalu menepati setiap janji yang telah Dia berikan. Oleh karena itulah kita juga diingatkan bahwa pengharapan tidak akan pernah mengecewakan. (Roma 5:5).
Jika anda merupakan salah satu dari orang yang melihat masa depan sebagai sesuatu yang suram ataupun gelap, terangilah pandangan anda dengan pengharapan. Ini adalah salah satu buah dari iman yang seharusnya ada pada diri setiap orang percaya. Jika anda merasa apa yang anda kerjakan hari ini sepertinya menyita hidup anda secara sia-sia, berdoalah dan tanyakan kepada Tuhan dimana titik masalahnya. Ijinkan Tuhan berbicara dan memberitahukan rencanaNya kepada anda sambil terus memupuk pengharapan dalam ketaatan. Berikan yang terbaik dalam segala sesuatu yang anda lakukan. Lakukan bagian anda, dan percayalah Tuhan akan melakukan bagianNya. Meski pekerjaan yang kita lakukan begitu menyita waktu, tenaga dan pikiran, meski semua itu saat ini terlihat seolah-olah menutup segala kemungkinan bagi kita untuk berharap apapun, tetaplah pegang pengharapan dalam Kristus erat-erat, karena Alkitab sudah dengan tegas mengatakan bahwa "..masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18). Seberapa jauh kita bisa mengimani hal itu akan sangat tergantung dari seberapa besar pengharapan kita akan pemenuhan janji Tuhan. Mengucap syukurlah atas pekerjaan yang anda miliki hari ini, dan tetap pegang teguh janji Tuhan bahwa ada pengharapan di dalamnya, dan itu tidak akan pernah sia-sia.
Tetap miliki nyala pengharapan dalam segala sesuatu yang kita kerjakan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Atau kitakah yang Ia maksudkan? Ya, untuk kitalah hal ini ditulis, yaitu pembajak harus membajak dalam pengharapan dan pengirik harus mengirik dalam pengharapan untuk memperoleh bagiannya."
Seperti apa rasanya hidup tanpa pengharapan? Bagi saya pribadi itu rasanya mengerikan. Seandainya saya berjalan tanpa adanya harapan, tanpa impian dan cita-cita, maka segala yang saya lakukan hari ini tentu sia-sia saja. Jika saya masih berusaha hari ini, itu karena saya punya pengharapan. Apakah berusaha untuk bekerja lebih giat dan lebih baik lagi, berusaha mengasihi keluarga lebih dari sebelumnya, berusaha melayani Tuhan dengan lebih dalam dan tentu saja berusaha semakin mendekati citra Kristus, semua itu karena ada pengharapan yang saya nantikan. Ini bukanlah dalam artian pamrih, karena segala yang dilakukan atau diusahakan untuk sebuah pengharapan disini adalah dengan rasa takut atau hormat akan Tuhan, bukan dengan menghalalkan segala sesuatu termasuk menabrak larangan Tuhan. Tidak semua orang hidup dalam pengharapan. Ada banyak yang bekerja bagai robot. Bekerja setiap hari seperti jalannya sebuah program rutin tanpa memiliki tujuan, harapan atau impian. Mereka ini akan tampil sebagai orang-orang yang air mukanya keruh, tanpa kegembiraan. Seperti itulah beberapa orang yang saya kenal dan tahu bahwa mereka berjalan tanpa arah tujuan dalam hidup mereka.
Siapa bilang hidup itu mudah? Hidup itu memang penuh kesulitan, dan itu seringkali menjadi sebab terampasnya kebahagiaan dari hidup seseorang. Mereka berubah menjadi pribadi-pribadi kaku, dingin dan muram karena tekanan pekerjaan yang merubah mereka hidup seperti tanpa jiwa. Sebuah sikap hati yang baik untuk ditanamkan dalam melakukan aktivitas atau pekerjaan adalah bekerja atau berusaha dengan pengharapan. Sangatlah penting bagi kita untuk tetap memiliki pengharapan dalam bekerja, bukan hanya melakukannya tanpa jiwa, tanpa target, tanpa impian dan harapan. Mengapa hal ini penting? Karena tanpa pengharapan kita tak ubahnya seperti robot yang hanya berjalan sesuai program tanpa kerinduan apapun dalam hati kita. Kemarin saya sudah sampaikan pentingnya untuk memiliki visi ke depan dengan memandang lewat iman. Mungkinkah itu terjadi jika kita tidak memiliki harapan sama sekali dalam hidup kita? Tentu saja tidak. Tidak ada gunanya memandang dengan iman jauh ke depan jika kita tidak punya pengharapan apa-apa.
Dalam suratnya kepada jemaat Korintus Paulus menyampaikan sesuatu yang penting mengenai pengharapan ini. Pada saat itu ia mengutip sebuah tulisan mengenai hukum Musa dalam Ulangan 25:4. Kata Paulus: "Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik!" (1 Korintus 9:9a). Lalu Paulus bertanya, "Lembukah yang Allah perhatikan?" (ay 9b). Lembukah, atau itu ditulis sebenarnya untuk kita? Perhatikan ayat selanjutnya: "Atau kitakah yang Ia maksudkan? Ya, untuk kitalah hal ini ditulis, yaitu pembajak harus membajak dalam pengharapan dan pengirik harus mengirik dalam pengharapan untuk memperoleh bagiannya." (ay 10). Perhatikanlah bahwa Paulus mengingatkan bahwa kita harus membajak atau mengirik, yang notabene maksudnya adalah bekerja dalam pengharapan. Ini merupakan sebuah pesan penting yang akan mampu membuat kita terus memiliki tujuan dalam bekerja, bukan sekedar menyambung hidup dari ke hari tanpa harapan sama sekali dalam hati kita masing-masing.
Jangan berharap kita memiliki nyala semangat apabila hidup tanpa pengharapan. Tanpa pengharapan kita tidak akan bisa tekun dan memberikan hasil yang terbaik. Pengharapan mampu menolong kita untuk bisa bersikap setia dan berkomitmen baik bagi tempat kita bekerja, atas profesi kita atau segala sesuatu yang kita usahakan di dunia. Lantas kemana pengharapan kita harus diarahkan? Paulus dalam surat Korintus di atas mengatakan bahwa penting bagi kita untuk mengarahkan pengharapan untuk memperoleh bagian kita, in expectation of partaking of the harvest. Dan bagian itu sudah disediakan oleh Tuhan dalam Kristus. Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa Yesus Kristuslah yang harus menjadi dasar pengharapan kita (1 Timotius 1:1). Selanjutnya Alkitab mengingatkan pula bahwa kita hendaknya "..teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia." (Ibrani 10:23). Allah tidak pernah ingkar janji. Dia akan selalu menepati setiap janji yang telah Dia berikan. Oleh karena itulah kita juga diingatkan bahwa pengharapan tidak akan pernah mengecewakan. (Roma 5:5).
Jika anda merupakan salah satu dari orang yang melihat masa depan sebagai sesuatu yang suram ataupun gelap, terangilah pandangan anda dengan pengharapan. Ini adalah salah satu buah dari iman yang seharusnya ada pada diri setiap orang percaya. Jika anda merasa apa yang anda kerjakan hari ini sepertinya menyita hidup anda secara sia-sia, berdoalah dan tanyakan kepada Tuhan dimana titik masalahnya. Ijinkan Tuhan berbicara dan memberitahukan rencanaNya kepada anda sambil terus memupuk pengharapan dalam ketaatan. Berikan yang terbaik dalam segala sesuatu yang anda lakukan. Lakukan bagian anda, dan percayalah Tuhan akan melakukan bagianNya. Meski pekerjaan yang kita lakukan begitu menyita waktu, tenaga dan pikiran, meski semua itu saat ini terlihat seolah-olah menutup segala kemungkinan bagi kita untuk berharap apapun, tetaplah pegang pengharapan dalam Kristus erat-erat, karena Alkitab sudah dengan tegas mengatakan bahwa "..masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18). Seberapa jauh kita bisa mengimani hal itu akan sangat tergantung dari seberapa besar pengharapan kita akan pemenuhan janji Tuhan. Mengucap syukurlah atas pekerjaan yang anda miliki hari ini, dan tetap pegang teguh janji Tuhan bahwa ada pengharapan di dalamnya, dan itu tidak akan pernah sia-sia.
Tetap miliki nyala pengharapan dalam segala sesuatu yang kita kerjakan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, May 26, 2012
Jarak Pandang Rajawali
Ayat bacaan: Ibrani 11:1
====================
"Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."
Selalu mengagumkan melihat orang-orang yang visioner dan optimis memandang masa depan, apalagi di tengah dunia yang semakin lama semakin banyak dipenuhi orang-orang yang pesimistis. Orang-orang yang visioner dan penuh optimisme akan selalu bersikap positif meski kondisi secara realita sepertinya tidak mendukung. Hidup yang semakin lama semakin sulit akan mudah membuat kita kehilangan semangat. "Mau bagaimana bisa yakin kalau situasinya serba tidak menentu seperti ini..." kata seorang teman yang membuka toko pada suatu kali. Sebaliknya orang-orang yang optimis tetap memiliki semangat juang tanpa memandang situasi dan kondisi terkini. Saya katakan visioner, karena mereka ini biasanya bisa memandang jauh ke depan melebihi jarak pandang orang awam. Bukan karena mereka punya mata yang lebih dari kita, bukan pula karena kehebatan supranatural dan sebagainya. Salah seorang tipe visioner ini pernah membagi rahasianya kepada saya. "Saya memandang dengan iman, bukan dengan mata biasa. Selama saya melakukan apa yang dikehendaki Tuhan, mengapa saya harus ragu tentang kesuksesan di masa depan?" katanya sambil tersenyum. Luar biasa. Inilah sebenarnya rahasia yang sepertinya mudah untuk dikatakan, mungkin juga tidak asing lagi bagi telinga kita, tetapi seringkali sulit untuk dilakukan.
Dua hari terakhir kita sudah melihat beberapa karakteristik burung rajawali yang bisa kita pakai sebagai pelajaran hidup bagi kita. Alkitab memakai burung rajawali sebagai contoh dalam banyak kesempatan, lebih dari jenis burung lainnya. Ini tidaklah mengherankan karena burung rajawali memang memiliki banyak keistimewaan yang bisa kita teladani. Kita sudah melihat bagaimana induk rajawali melatih anaknya untuk mandiri, keluar dari zona kenyamanan dalam sarang untuk bisa terbang tanpa harus takut. Kita juga sudah melihat bagaimana rajawali melayang jauh tinggi di langit mampu terbang di atas angin kencang atau badai dibawahnya. Satu hal lagi yang bisa kita pelajari dari burung rajawali adalah jarak pandangnya. Jarak pandang burung rajawali dikatakan bisa mencapai sekitar 6 km atau kurang lebih 8 kali jarak pandang manusia. Berada di tempat tinggi akan membuatnya mampu memandang dengan lebih jauh tanpa terhalang tembok-tembok atau pohon dan gunung yang bisa menutupi kemampuan pandangnya yang jauh itu. Dalam Obaja 1:4 dikatakan bahwa burung rajawali menempatkan sarangnya di antara bintang-bintang, dan memang demikianlah adanya. Rajawali selalu berada di tempat tinggi, dimana selain ia bisa melewati berbagai halangan di udara, rajawali juga akan aman dari serangan pemburu atau pemangsa yang biasanya ramai di tempat rendah.
Kita bisa belajar dari burung rajawali mengenai pandangan jauh ke depan ini tanpa harus mengganti mata kita terlebih dahulu dengan mata rajawali. Kunci untuk itu sebenarnya sudah disebutkan di dalam Alkitab. Bagaimana agar kita bisa memandang jauh ke depan? Lihatlah ayat ini. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Seperti apa yang dikatakan oleh orang yang visioner di atas, kita bisa memandang jauh ke depan, yang mungkin jauh diatas jarak pandang mata kita, dengan mempergunakan mata iman. Iman merupakan DASAR dari segala sesuatu yang kita harapkan, juga merupakan BUKTI dari Segala sesuatu yang tidak atau belum kita lihat. Memandang dengan iman akan membuat kita tidak perlu ragu menatap masa depan. Memandang dengan iman akan membuat kita bisa melihat segala janji Tuhan bahkan sebelum janji itu tiba bagi kita. Mengapa kita bisa yakin? Sebab Tuhan sudah menjanjikan segala yang terbaik buat kita seperti dalam Yeremia 29:11, dan itu tidak akan bisa kita lihat tanpa mempergunakan iman. Kemampuan jarak pandang mata kita yang sangat terbatas tidak akan pernah mampu membawa kita untuk melihat berbagai penggenapan di masa depan. Kita hanya menunggu dan menunggu, berharap tanpa pernah sedikitpun percaya akan hal itu. Bagaimana kita bisa percaya jika kita tidak bisa melihat buktinya? Itu mungkin yang menjadi pemikiran banyak orang. Maka ayat ini memberi ketegasan bahwa kita bisa melihat BUKTI dari segala yang belum kita lihat itu jika kita mau memandang dengan iman. Iman, itulah dasarnya yang akan membawa perbedaan. Iman yang akan memampukan kita untuk tetap tenang dan percaya, tetap berjalan tanpa ragu menatap hari depan yang cerah dan penuh harapan.
Seberapa besar iman yang kita butuhkan untuk bisa memandang jauh seperti itu? Sebesar rumah, gedung pencakar langit atau lebih? Yesus menyebutkan sebaliknya. Yesus berkata "Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." (Matius 17:20). Bila kita belum mengalami janji Tuhan, itu artinya iman kita masih lebih kecil dari biji sesawi, yang diameternya kurang dari satu milimeter. Padahal jika kita memiliki iman seukuran itu saja dampaknya bisa begitu besar. Iman seringkali mudah diucapkan namun sulit untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Kita mungkin tahu akan sepasang mata iman, tetapi sedikit dari kita yang mau memiliki dan memakainya. Semua orang boleh saja mengaku sudah memiliki iman, namun semua akan terlihat jelas dari bagaimana reaksi kita dalam menghadapi situasi sulit atau pandangan kita ketika menatap masa depan yang penuh ketidakpastian. Reaksi dan pandangan kita akan menunjukkan dengan jelas sebesar apa sesungguhnya iman kita saat ini. Sejauh mana kita percaya kepada janji Tuhan. Sebab iman adalah buktinya.
Seandainya kita bisa bertanya kepada burung rajawali bagaimana indahnya memandang sejauh jarak itu, saya kira burung rajawali akan tersenyum dan berkata bahwa jarak pandang itu membuatnya mampu melihat segala sesuatu yang lebih indah dari pandangan manusia yang 8 kali lebih rendah darinya. Seperti itulah apabila kita memiliki mata iman dalam memandang hidup. Membiarkan mata hanya memandang kesulitan yang tengah dihadapi tidak akan membawa manfaat apa-apa. Kita perlu mata iman untuk memandang jauh mengatasi situasi sulit yang tengah kita hadapi. Kita perlu mata iman untuk melihat janji-janji yang disediakan Tuhan bagi kita yang tengah menanti di depan sana. Kita perlu mata iman yang memandang kepada Tuhan sehingga kita tidak perlu goyah, ragu atau takut dalam berjalan. God is with us in every step of the way! He's promised us, and He will guide us towards the way. Mata imanlah yang akan memampukan kita memandang semua itu. Iman, itulah bukti dari segala yang tidak/belum kita lihat, itulah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan. Sudahkah anda mempergunakan mata iman dalam memandang hidup? Jika belum, pergunakanlah sekarang, sehingga anda tidak perlu harus kehilangan sukacita dalam menapak naik di atas hari-hari yang sulit.
Mata iman akan membawa anda melihat janji-janji Tuhan sebelum ia hadir
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
====================
"Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."
Selalu mengagumkan melihat orang-orang yang visioner dan optimis memandang masa depan, apalagi di tengah dunia yang semakin lama semakin banyak dipenuhi orang-orang yang pesimistis. Orang-orang yang visioner dan penuh optimisme akan selalu bersikap positif meski kondisi secara realita sepertinya tidak mendukung. Hidup yang semakin lama semakin sulit akan mudah membuat kita kehilangan semangat. "Mau bagaimana bisa yakin kalau situasinya serba tidak menentu seperti ini..." kata seorang teman yang membuka toko pada suatu kali. Sebaliknya orang-orang yang optimis tetap memiliki semangat juang tanpa memandang situasi dan kondisi terkini. Saya katakan visioner, karena mereka ini biasanya bisa memandang jauh ke depan melebihi jarak pandang orang awam. Bukan karena mereka punya mata yang lebih dari kita, bukan pula karena kehebatan supranatural dan sebagainya. Salah seorang tipe visioner ini pernah membagi rahasianya kepada saya. "Saya memandang dengan iman, bukan dengan mata biasa. Selama saya melakukan apa yang dikehendaki Tuhan, mengapa saya harus ragu tentang kesuksesan di masa depan?" katanya sambil tersenyum. Luar biasa. Inilah sebenarnya rahasia yang sepertinya mudah untuk dikatakan, mungkin juga tidak asing lagi bagi telinga kita, tetapi seringkali sulit untuk dilakukan.
Dua hari terakhir kita sudah melihat beberapa karakteristik burung rajawali yang bisa kita pakai sebagai pelajaran hidup bagi kita. Alkitab memakai burung rajawali sebagai contoh dalam banyak kesempatan, lebih dari jenis burung lainnya. Ini tidaklah mengherankan karena burung rajawali memang memiliki banyak keistimewaan yang bisa kita teladani. Kita sudah melihat bagaimana induk rajawali melatih anaknya untuk mandiri, keluar dari zona kenyamanan dalam sarang untuk bisa terbang tanpa harus takut. Kita juga sudah melihat bagaimana rajawali melayang jauh tinggi di langit mampu terbang di atas angin kencang atau badai dibawahnya. Satu hal lagi yang bisa kita pelajari dari burung rajawali adalah jarak pandangnya. Jarak pandang burung rajawali dikatakan bisa mencapai sekitar 6 km atau kurang lebih 8 kali jarak pandang manusia. Berada di tempat tinggi akan membuatnya mampu memandang dengan lebih jauh tanpa terhalang tembok-tembok atau pohon dan gunung yang bisa menutupi kemampuan pandangnya yang jauh itu. Dalam Obaja 1:4 dikatakan bahwa burung rajawali menempatkan sarangnya di antara bintang-bintang, dan memang demikianlah adanya. Rajawali selalu berada di tempat tinggi, dimana selain ia bisa melewati berbagai halangan di udara, rajawali juga akan aman dari serangan pemburu atau pemangsa yang biasanya ramai di tempat rendah.
Kita bisa belajar dari burung rajawali mengenai pandangan jauh ke depan ini tanpa harus mengganti mata kita terlebih dahulu dengan mata rajawali. Kunci untuk itu sebenarnya sudah disebutkan di dalam Alkitab. Bagaimana agar kita bisa memandang jauh ke depan? Lihatlah ayat ini. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Seperti apa yang dikatakan oleh orang yang visioner di atas, kita bisa memandang jauh ke depan, yang mungkin jauh diatas jarak pandang mata kita, dengan mempergunakan mata iman. Iman merupakan DASAR dari segala sesuatu yang kita harapkan, juga merupakan BUKTI dari Segala sesuatu yang tidak atau belum kita lihat. Memandang dengan iman akan membuat kita tidak perlu ragu menatap masa depan. Memandang dengan iman akan membuat kita bisa melihat segala janji Tuhan bahkan sebelum janji itu tiba bagi kita. Mengapa kita bisa yakin? Sebab Tuhan sudah menjanjikan segala yang terbaik buat kita seperti dalam Yeremia 29:11, dan itu tidak akan bisa kita lihat tanpa mempergunakan iman. Kemampuan jarak pandang mata kita yang sangat terbatas tidak akan pernah mampu membawa kita untuk melihat berbagai penggenapan di masa depan. Kita hanya menunggu dan menunggu, berharap tanpa pernah sedikitpun percaya akan hal itu. Bagaimana kita bisa percaya jika kita tidak bisa melihat buktinya? Itu mungkin yang menjadi pemikiran banyak orang. Maka ayat ini memberi ketegasan bahwa kita bisa melihat BUKTI dari segala yang belum kita lihat itu jika kita mau memandang dengan iman. Iman, itulah dasarnya yang akan membawa perbedaan. Iman yang akan memampukan kita untuk tetap tenang dan percaya, tetap berjalan tanpa ragu menatap hari depan yang cerah dan penuh harapan.
Seberapa besar iman yang kita butuhkan untuk bisa memandang jauh seperti itu? Sebesar rumah, gedung pencakar langit atau lebih? Yesus menyebutkan sebaliknya. Yesus berkata "Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." (Matius 17:20). Bila kita belum mengalami janji Tuhan, itu artinya iman kita masih lebih kecil dari biji sesawi, yang diameternya kurang dari satu milimeter. Padahal jika kita memiliki iman seukuran itu saja dampaknya bisa begitu besar. Iman seringkali mudah diucapkan namun sulit untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Kita mungkin tahu akan sepasang mata iman, tetapi sedikit dari kita yang mau memiliki dan memakainya. Semua orang boleh saja mengaku sudah memiliki iman, namun semua akan terlihat jelas dari bagaimana reaksi kita dalam menghadapi situasi sulit atau pandangan kita ketika menatap masa depan yang penuh ketidakpastian. Reaksi dan pandangan kita akan menunjukkan dengan jelas sebesar apa sesungguhnya iman kita saat ini. Sejauh mana kita percaya kepada janji Tuhan. Sebab iman adalah buktinya.
Seandainya kita bisa bertanya kepada burung rajawali bagaimana indahnya memandang sejauh jarak itu, saya kira burung rajawali akan tersenyum dan berkata bahwa jarak pandang itu membuatnya mampu melihat segala sesuatu yang lebih indah dari pandangan manusia yang 8 kali lebih rendah darinya. Seperti itulah apabila kita memiliki mata iman dalam memandang hidup. Membiarkan mata hanya memandang kesulitan yang tengah dihadapi tidak akan membawa manfaat apa-apa. Kita perlu mata iman untuk memandang jauh mengatasi situasi sulit yang tengah kita hadapi. Kita perlu mata iman untuk melihat janji-janji yang disediakan Tuhan bagi kita yang tengah menanti di depan sana. Kita perlu mata iman yang memandang kepada Tuhan sehingga kita tidak perlu goyah, ragu atau takut dalam berjalan. God is with us in every step of the way! He's promised us, and He will guide us towards the way. Mata imanlah yang akan memampukan kita memandang semua itu. Iman, itulah bukti dari segala yang tidak/belum kita lihat, itulah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan. Sudahkah anda mempergunakan mata iman dalam memandang hidup? Jika belum, pergunakanlah sekarang, sehingga anda tidak perlu harus kehilangan sukacita dalam menapak naik di atas hari-hari yang sulit.
Mata iman akan membawa anda melihat janji-janji Tuhan sebelum ia hadir
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, May 25, 2012
Rajawali Terbang Tinggi
Ayat bacaan: Yesaya 40:31
=====================
"tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah."
Kemarin kita sudah melihat bagaimana seekor induk rajawali mengajar anak-anaknya untuk menjadi dewasa. Anak-anak rajawali tentu akan terus berharap mereka bisa tinggal nyaman di dalam sarang, berleha-leha sementara induknya yang pergi kesana kemari mencari makan buat mereka. Pada suatu saat ketika anak-anak ini dirasa sudah cukup umur, sang induk akan melatih mereka untuk mandiri. Sarang dibongkar dan digoncang sehingga anak-anak ini tidak lagi punya pilihan lain kecuali belajar terbang. Otot-otot mereka yang lemah mulai terlatih untuk mampu mengepak sayap agar bisa terbang tinggi. Induk mereka akan dengan telaten mengajar mereka. Jika mereka meluncur jatuh ke bawah, sang induk akan segera menangkap dan membawa mereka naik lagi ke atas. Demikian seterusnya hingga otot-otot sayapnya terlatih untuk bisa terbang sendiri tanpa rasa takut lagi.
Hari ini mari kita lanjutkan belajar dari burung rajawali. Burung rajawali akan terlihat sangat indah melayang dengan kedua sayap terbentang jauh di atas langit. Burung rajawali ini biasanya berukuran cukup besar. Jika kedua sayapnya direntangkan bisa mencapai dua meter panjangnya. Mereka biasanya tinggal di ketinggian di atas gunung. Untuk bisa mencapai tempat tinggi itu tentu tidak mudah. Burung rajawali harus berjuang melawan angin terlebih dahulu. Otot-otot sayapnya harus cukup kuat untuk membawa tubuh mereka yang besar itu naik ke tempat tinggi. Jika ada badai, maka burung rajawali pun harus berani menghadapi dan menentang badai untuk bisa melewatinya. Tapi usaha keras burung rajawali untuk menentang angin dan badai tidaklah sia-sia. Ketika mereka berada di atas badai dan angin kencang, mereka bisa melayang-layang bebas dengan indahnya. Tempat tinggi adalah tempat dimana burung rajawali ini bisa mengatasi angin kencang dan badai, tidak lagi terpengaruh dengan kondisi cuaca buruk yang mengguncang dibawahnya.
Dalam kerohanian kita hal yang sama pun berlaku. Dimana posisi kita hari ini? Jika terus berada di tempat rendah, kita akan merasakan berbagai masalah yang terus menerpa kita bak angin kencang dan badai. Kita akan mudah goyah diterpa angin kencang dan badai kehidupan. Untuk bisa mengatasinya adalah dengan berani mengambil langkah untuk naik lebih tinggi, sehingga kita bisa berada di atas segala permasalahan duniawi. Dengan berada di atas, kita tidak akan mudah terpengaruh berbagai masalah dalam hidup, malah mungkin kita tidak lagi merasakannya. Dunia boleh ditimpa krisis, dunia boleh goncang, namun hanya ketika kita berada di ataslah kita akan selamat, tidak kurang suatu apapun. Kita bisa bagai burung rajawali yang melayang-layang dengan penuh sukacita tanpa tergantung situasi atau kondisi yang terjadi di bawah sana.
Bagaimana caranya agar kita bisa terbang ke tempat yang tinggi? Perhatikan ayat berikut ini. "Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." (Yesaya 40:31). Dari ayat ini kita bisa melihat pentingnya untuk terus menanti-nantikan Tuhan jika mau naik lebih tinggi. Terus berpegang teguh dalam iman kepada Tuhan tanpa putus pengharapan. Ingatlah bahwa pengharapan akan Tuhan tidaklah pernah mengecewakan seperti yang dikatakan dalam kitab Roma. "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5). Itu janji Tuhan, dan kita tahu janji Tuhan itu adalah "ya dan amin". (2 Korintus 1:20).
Mungkin waktunya tidaklah sama dengan keinginan kita, mungkin prosesnya tidak mudah. Tapi kita tahu bahwa apa yang dirancang Tuhan bagi kita adalah semua yang terbaik, yang bahkan lebih baik dari apa yang kita anggap terbaik. Semua Dia sediakan untuk kita miliki. Karena itulah pengharapan dalam menanti-nanti Tuhan tidak akan pernah mengecewakan. Bagi kita semua yang terus bertekun dan patuh, kita akan dibawa seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya, tidak akan lesu dan tidak akan lelah, meskipun harus menempuh angin dan badai sekalipun. "Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." (Yesaya 40:29).
Seperti burung rajawali yang harus mengepakkan sayapnya dengan sekuat tenaga berulang-ulang agar dapat menembus angin untuk naik ke atas, demikian pula ketika kita hendak melatih otot-otot rohani kita untuk terus menapak naik. Kita harus mematahkan kebiasaan-kebiasaan buruk, mengatakan tidak atas tawaran-tawaran yang mungkin terlihat sangat nikmat buat kita apabila itu mengarahkan kita ke dalam dosa. Kita harus rela keluar dari zona kenyamanan kita yang sering membuat kita terlena. Untuk bisa "terbang" di atas masalah, kita harus berani menghadapi masa-masa sukar dan tidak menghindar darinya. Percayalah, jika kita adalah orang percaya yang setia menanti-nantikan Tuhan, maka dalam proses untuk naik terbang tersebut kita akan ditopang langsung oleh Allah, sehingga kita tidak menjadi lesu dan lelah. Pada suatu saat nanti, anda akan berada di atas segala badai kehidupan, tidak lagi terpengaruh oleh berbagai goncangan-goncangan hidup lainnya. Ada janji Tuhan yang sangat besar menanti di atas. Karena itu teruslah bertekun untuk terbang naik bak rajawali bersama Tuhan yang akan terus menguatkan anda.
Naiklah ke tempat yang lebih tinggi dimana badai tidak lagi mampu mengguncang kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah."
Kemarin kita sudah melihat bagaimana seekor induk rajawali mengajar anak-anaknya untuk menjadi dewasa. Anak-anak rajawali tentu akan terus berharap mereka bisa tinggal nyaman di dalam sarang, berleha-leha sementara induknya yang pergi kesana kemari mencari makan buat mereka. Pada suatu saat ketika anak-anak ini dirasa sudah cukup umur, sang induk akan melatih mereka untuk mandiri. Sarang dibongkar dan digoncang sehingga anak-anak ini tidak lagi punya pilihan lain kecuali belajar terbang. Otot-otot mereka yang lemah mulai terlatih untuk mampu mengepak sayap agar bisa terbang tinggi. Induk mereka akan dengan telaten mengajar mereka. Jika mereka meluncur jatuh ke bawah, sang induk akan segera menangkap dan membawa mereka naik lagi ke atas. Demikian seterusnya hingga otot-otot sayapnya terlatih untuk bisa terbang sendiri tanpa rasa takut lagi.
Hari ini mari kita lanjutkan belajar dari burung rajawali. Burung rajawali akan terlihat sangat indah melayang dengan kedua sayap terbentang jauh di atas langit. Burung rajawali ini biasanya berukuran cukup besar. Jika kedua sayapnya direntangkan bisa mencapai dua meter panjangnya. Mereka biasanya tinggal di ketinggian di atas gunung. Untuk bisa mencapai tempat tinggi itu tentu tidak mudah. Burung rajawali harus berjuang melawan angin terlebih dahulu. Otot-otot sayapnya harus cukup kuat untuk membawa tubuh mereka yang besar itu naik ke tempat tinggi. Jika ada badai, maka burung rajawali pun harus berani menghadapi dan menentang badai untuk bisa melewatinya. Tapi usaha keras burung rajawali untuk menentang angin dan badai tidaklah sia-sia. Ketika mereka berada di atas badai dan angin kencang, mereka bisa melayang-layang bebas dengan indahnya. Tempat tinggi adalah tempat dimana burung rajawali ini bisa mengatasi angin kencang dan badai, tidak lagi terpengaruh dengan kondisi cuaca buruk yang mengguncang dibawahnya.
Dalam kerohanian kita hal yang sama pun berlaku. Dimana posisi kita hari ini? Jika terus berada di tempat rendah, kita akan merasakan berbagai masalah yang terus menerpa kita bak angin kencang dan badai. Kita akan mudah goyah diterpa angin kencang dan badai kehidupan. Untuk bisa mengatasinya adalah dengan berani mengambil langkah untuk naik lebih tinggi, sehingga kita bisa berada di atas segala permasalahan duniawi. Dengan berada di atas, kita tidak akan mudah terpengaruh berbagai masalah dalam hidup, malah mungkin kita tidak lagi merasakannya. Dunia boleh ditimpa krisis, dunia boleh goncang, namun hanya ketika kita berada di ataslah kita akan selamat, tidak kurang suatu apapun. Kita bisa bagai burung rajawali yang melayang-layang dengan penuh sukacita tanpa tergantung situasi atau kondisi yang terjadi di bawah sana.
Bagaimana caranya agar kita bisa terbang ke tempat yang tinggi? Perhatikan ayat berikut ini. "Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." (Yesaya 40:31). Dari ayat ini kita bisa melihat pentingnya untuk terus menanti-nantikan Tuhan jika mau naik lebih tinggi. Terus berpegang teguh dalam iman kepada Tuhan tanpa putus pengharapan. Ingatlah bahwa pengharapan akan Tuhan tidaklah pernah mengecewakan seperti yang dikatakan dalam kitab Roma. "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5). Itu janji Tuhan, dan kita tahu janji Tuhan itu adalah "ya dan amin". (2 Korintus 1:20).
Mungkin waktunya tidaklah sama dengan keinginan kita, mungkin prosesnya tidak mudah. Tapi kita tahu bahwa apa yang dirancang Tuhan bagi kita adalah semua yang terbaik, yang bahkan lebih baik dari apa yang kita anggap terbaik. Semua Dia sediakan untuk kita miliki. Karena itulah pengharapan dalam menanti-nanti Tuhan tidak akan pernah mengecewakan. Bagi kita semua yang terus bertekun dan patuh, kita akan dibawa seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya, tidak akan lesu dan tidak akan lelah, meskipun harus menempuh angin dan badai sekalipun. "Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." (Yesaya 40:29).
Seperti burung rajawali yang harus mengepakkan sayapnya dengan sekuat tenaga berulang-ulang agar dapat menembus angin untuk naik ke atas, demikian pula ketika kita hendak melatih otot-otot rohani kita untuk terus menapak naik. Kita harus mematahkan kebiasaan-kebiasaan buruk, mengatakan tidak atas tawaran-tawaran yang mungkin terlihat sangat nikmat buat kita apabila itu mengarahkan kita ke dalam dosa. Kita harus rela keluar dari zona kenyamanan kita yang sering membuat kita terlena. Untuk bisa "terbang" di atas masalah, kita harus berani menghadapi masa-masa sukar dan tidak menghindar darinya. Percayalah, jika kita adalah orang percaya yang setia menanti-nantikan Tuhan, maka dalam proses untuk naik terbang tersebut kita akan ditopang langsung oleh Allah, sehingga kita tidak menjadi lesu dan lelah. Pada suatu saat nanti, anda akan berada di atas segala badai kehidupan, tidak lagi terpengaruh oleh berbagai goncangan-goncangan hidup lainnya. Ada janji Tuhan yang sangat besar menanti di atas. Karena itu teruslah bertekun untuk terbang naik bak rajawali bersama Tuhan yang akan terus menguatkan anda.
Naiklah ke tempat yang lebih tinggi dimana badai tidak lagi mampu mengguncang kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, May 24, 2012
Induk Rajawali dan Anak-Anaknya
Ayat bacaan: Ulangan 32:11
===================
"Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya"
Tepat di depan rumah saya ada seorang bapak sedang mengajari anaknya naik sepeda roda dua. Ia dengan sabar dan telaten menuntun anaknya perlahan. Sesekali ia mencoba melepas pegangan dan membiarkan anaknya mengayuh, dan begitu si anak kelihatan oleng ia dengan cekatan menopang anaknya. Saya menyaksikan sang ayah yang sedang mengajar anaknya naik sepeda tersebut ketika saya hendak menuliskan renungan, dan saya pun tersenyum. Tidaklah mudah untuk belajar naik sepeda roda dua, terutama ketika masih kecil dimana kaki belum cukup panjang untuk menjejak ketika sepedanya oleng. Itu butuh keseimbangan dan memerlukan proses dalam latihan. Jatuh ketika belajar seimbang biasa terjadi, dan itu bisa jadi sakit rasanya. Tapi saya membayangkan sebentar lagi anak ini akan senang karena ia bisa bermain lebih jauh bersama teman-temannya karena sudah bisa naik sepeda.
Cara sang ayah melatih anaknya ini mengingatkan saya kepada cara Tuhan melatih kita, anak-anakNya. Lihatlah ayat berikut ini: "Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya." (Ulangan 32:11). Ayat ini berbicara mengenai cara Tuhan mendidik umatNya bagaikan induk rajawali yang ingin melatih anak-anaknya agar bisa terbang. Burung rajawali mengasuh anaknya dengan cara yang unik. Hingga usia tertentu induk akan terus keluar mencarikan makanan untuk anak-anaknya. Anak-anaknya bisa dengan nyaman tinggal di sarang tanpa perlu bersusah payah. Tapi pada saatnya ketika mereka dirasa sudah cukup dewasa, sang induk akan segera mengajar anak-anaknya untuk belajar terbang dan mencari makan sendiri. Tidak jarang sang induk harus mengguncang sarang agar anak-anaknya mulai bergerak keluar. Sarang dibongkar hingga yang tinggal hanyalah lapisan kasar penuh duri, lalu si anak akan diterjunkan ke bawah. Mau tidak mau anak-anak rajawali inipun akan mulai mengembangkan sayap dan melatih otot-otot mereka agar dapat terbang. Pada mulanya tentu sulit. Anak-anaknya mungkin takut, dan ketika dilepas mereka bisa meluncur cepat menghujam ke bawah. Disaat seperti itu sang induk akan segera menyambar dan membawa anaknya naik kembali. Begitu seterusnya berulang-ulang sampai anak-anaknya bisa terbang sendiri.
Seperti rajawali melatih anak-anaknya terbang, seperti itulah Tuhan melatih anak-anakNya. Akan tiba saatnya dimana Tuhan merasa perlu untuk membongkar segala "sarang" yang membuat kita terlena dalam kenyamanan. Mengapa harus dibongkar? Karena kenyamanan bisa membuat kita menjadi orang-orang yang malas dan semakin jauh dari Tuhan. Kita lupa berdoa, kita mulai terfokus pada harta, kita menjadi manja, malas ke gereja, atau juga malas melayani Tuhan. Buat apa? Toh semua baik-baik saja.. itu mungkin pikir kita. Di saat seperti itulah, karena kasihNya kepada kita begitu besar, Tuhan harus membongkar semua sarang dimana kita biasanya berlindung dan melatih kita untuk terbang tinggi seperti burung rajawali. Prosesnya tidak mudah, dan itu tidaklah nyaman. Kita harus rela keluar dari zona kenyamanan kita dan merelakan diri kita pula untuk dilatih. Tapi itu semua adalah untuk kebaikan kita sendiri juga. Itu bisa menghindarkan kita dari terbuai dalam kenyamanan di balik "sarang" yang bisa berujung pada kematian rohani. Abraham pernah mengalaminya, Musa pun demikian. Abraham harus keluar menuju sebuah tempat yang belum pernah ia ketahui sebelumnya, melepaskan semua kenyamanan yang sudah ia peroleh selama hidupnya, dan Musa harus rela meninggalkan kehidupan di istana yang mewah untuk kemudian menuntun bangsa Israel yang bandelnya minta ampun dengan menempuh jalan di padang gurun selama 40 tahun. Tapi itulah sebuah proses, yang pada suatu ketika akan berujung pada sesuatu yang indah yang disediakan Tuhan bagi kita.
Seperti induk rajawali yang memaksa anak-anaknya untuk keluar dari sarang dan melatih agar anak-anaknya memiliki otot yang kuat untuk terbang tanpa rasa takut, seperti itulah Tuhan kepada kita. Jika perlu, Dia akan mengguncang kenyamanan kita dan melatih agar otot-otot rohani kita lebih kuat dari sebelumnya. Kita bisa merasa seperti terjun bebas hendak menghujam tanah, tapi pada saatnya Tuhan akan segera menyelamatkan kita sebelum kita membentur tanah keras itu. Itulah hal yang juga dikatakan Paulus kepada jemaat Korintus. "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Ada rencana yang indah yang telah Dia sediakan kepada kita, lengkap dengan sebentuk hari depan yang penuh harapan, tapi sebelum kita sampai kesana, kita harus terlebih dahulu rela diguncang dan dilatih apabila perlu. Ini adalah sebuah proses yang tidak enak untuk dilakukan, tetapi akan membawa manfaat besar dalam perjalanan hidup kita, baik ketika masih di dunia maupun kelak untuk sebuah keselamatan kekal sebagai ahli waris Allah. Si anak kecil yang berlatih sepeda suatu saat akan sangat berterimakasih kepada ayahnya, anak-anak burung rajawali akan berterimakasih punya induk yang tahu apa yang terbaik bagi mereka. Proses yang tengah kita alami mungkin tidak nyaman, tetapi pada suatu saat nanti kita akan bersyukur punya Allah yang begitu peduli kepada kita.
Bersyukurlah ketika sarang kenyamanan kita diguncang dan otot-otot rohani kita dilatih
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya"
Tepat di depan rumah saya ada seorang bapak sedang mengajari anaknya naik sepeda roda dua. Ia dengan sabar dan telaten menuntun anaknya perlahan. Sesekali ia mencoba melepas pegangan dan membiarkan anaknya mengayuh, dan begitu si anak kelihatan oleng ia dengan cekatan menopang anaknya. Saya menyaksikan sang ayah yang sedang mengajar anaknya naik sepeda tersebut ketika saya hendak menuliskan renungan, dan saya pun tersenyum. Tidaklah mudah untuk belajar naik sepeda roda dua, terutama ketika masih kecil dimana kaki belum cukup panjang untuk menjejak ketika sepedanya oleng. Itu butuh keseimbangan dan memerlukan proses dalam latihan. Jatuh ketika belajar seimbang biasa terjadi, dan itu bisa jadi sakit rasanya. Tapi saya membayangkan sebentar lagi anak ini akan senang karena ia bisa bermain lebih jauh bersama teman-temannya karena sudah bisa naik sepeda.
Cara sang ayah melatih anaknya ini mengingatkan saya kepada cara Tuhan melatih kita, anak-anakNya. Lihatlah ayat berikut ini: "Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya." (Ulangan 32:11). Ayat ini berbicara mengenai cara Tuhan mendidik umatNya bagaikan induk rajawali yang ingin melatih anak-anaknya agar bisa terbang. Burung rajawali mengasuh anaknya dengan cara yang unik. Hingga usia tertentu induk akan terus keluar mencarikan makanan untuk anak-anaknya. Anak-anaknya bisa dengan nyaman tinggal di sarang tanpa perlu bersusah payah. Tapi pada saatnya ketika mereka dirasa sudah cukup dewasa, sang induk akan segera mengajar anak-anaknya untuk belajar terbang dan mencari makan sendiri. Tidak jarang sang induk harus mengguncang sarang agar anak-anaknya mulai bergerak keluar. Sarang dibongkar hingga yang tinggal hanyalah lapisan kasar penuh duri, lalu si anak akan diterjunkan ke bawah. Mau tidak mau anak-anak rajawali inipun akan mulai mengembangkan sayap dan melatih otot-otot mereka agar dapat terbang. Pada mulanya tentu sulit. Anak-anaknya mungkin takut, dan ketika dilepas mereka bisa meluncur cepat menghujam ke bawah. Disaat seperti itu sang induk akan segera menyambar dan membawa anaknya naik kembali. Begitu seterusnya berulang-ulang sampai anak-anaknya bisa terbang sendiri.
Seperti rajawali melatih anak-anaknya terbang, seperti itulah Tuhan melatih anak-anakNya. Akan tiba saatnya dimana Tuhan merasa perlu untuk membongkar segala "sarang" yang membuat kita terlena dalam kenyamanan. Mengapa harus dibongkar? Karena kenyamanan bisa membuat kita menjadi orang-orang yang malas dan semakin jauh dari Tuhan. Kita lupa berdoa, kita mulai terfokus pada harta, kita menjadi manja, malas ke gereja, atau juga malas melayani Tuhan. Buat apa? Toh semua baik-baik saja.. itu mungkin pikir kita. Di saat seperti itulah, karena kasihNya kepada kita begitu besar, Tuhan harus membongkar semua sarang dimana kita biasanya berlindung dan melatih kita untuk terbang tinggi seperti burung rajawali. Prosesnya tidak mudah, dan itu tidaklah nyaman. Kita harus rela keluar dari zona kenyamanan kita dan merelakan diri kita pula untuk dilatih. Tapi itu semua adalah untuk kebaikan kita sendiri juga. Itu bisa menghindarkan kita dari terbuai dalam kenyamanan di balik "sarang" yang bisa berujung pada kematian rohani. Abraham pernah mengalaminya, Musa pun demikian. Abraham harus keluar menuju sebuah tempat yang belum pernah ia ketahui sebelumnya, melepaskan semua kenyamanan yang sudah ia peroleh selama hidupnya, dan Musa harus rela meninggalkan kehidupan di istana yang mewah untuk kemudian menuntun bangsa Israel yang bandelnya minta ampun dengan menempuh jalan di padang gurun selama 40 tahun. Tapi itulah sebuah proses, yang pada suatu ketika akan berujung pada sesuatu yang indah yang disediakan Tuhan bagi kita.
Seperti induk rajawali yang memaksa anak-anaknya untuk keluar dari sarang dan melatih agar anak-anaknya memiliki otot yang kuat untuk terbang tanpa rasa takut, seperti itulah Tuhan kepada kita. Jika perlu, Dia akan mengguncang kenyamanan kita dan melatih agar otot-otot rohani kita lebih kuat dari sebelumnya. Kita bisa merasa seperti terjun bebas hendak menghujam tanah, tapi pada saatnya Tuhan akan segera menyelamatkan kita sebelum kita membentur tanah keras itu. Itulah hal yang juga dikatakan Paulus kepada jemaat Korintus. "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Ada rencana yang indah yang telah Dia sediakan kepada kita, lengkap dengan sebentuk hari depan yang penuh harapan, tapi sebelum kita sampai kesana, kita harus terlebih dahulu rela diguncang dan dilatih apabila perlu. Ini adalah sebuah proses yang tidak enak untuk dilakukan, tetapi akan membawa manfaat besar dalam perjalanan hidup kita, baik ketika masih di dunia maupun kelak untuk sebuah keselamatan kekal sebagai ahli waris Allah. Si anak kecil yang berlatih sepeda suatu saat akan sangat berterimakasih kepada ayahnya, anak-anak burung rajawali akan berterimakasih punya induk yang tahu apa yang terbaik bagi mereka. Proses yang tengah kita alami mungkin tidak nyaman, tetapi pada suatu saat nanti kita akan bersyukur punya Allah yang begitu peduli kepada kita.
Bersyukurlah ketika sarang kenyamanan kita diguncang dan otot-otot rohani kita dilatih
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, May 23, 2012
Jangan Lupakan Tuhan
Ayat bacaan: Ayub 38:4
===================
"Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengertian!"
Tidak ada seorang pun manusia yang ingin hidupnya dipenuhi problem. Tidak ada yang mau berada dalam tumpukan persoalan. Tapi namanya hidup, tentu ada saat-saat dimana kita tidak bisa mengelak dari hal tersebut. Benar, itu tidak nyaman, bisa menyakitkan, apalagi kalau datangnya tidak satu-satu melainkan sekaligus, beruntun dan bertumpuk. Titik terang penyelesaiannya pun tidak terlihat, seolah kita tiba-tiba berada di sebuah lorong gelap tanpa ada cahaya apapun. Dalam situasi seperti ini ada saat-saat kita menjadi lemah akibat tertekan beban berat, dan pada saat seperti itu jika tidak hati-hati kita bisa lupa kepada tuhan. Kita tidak lagi ingat bahwa kuasa dan kemampuan Tuhan tidak terbatas, juga lupa kepada kebaikan, kasih setiaNya dan janji-janjiNya. Himpitan masalah penuh penderitaan berkepanjangan akan mulai mengaburkan pandangan kita tentang kebaikan Tuhan, dan mulai menganggap bahwa Tuhan mungkin sudah tidak lagi peduli dengan hidup kita, atau bahkan mulai mempertanyakan keberadaanNya. Di saat-saat seperti itu kita perlu diingatkan kembali akan keajaiban kuasa Tuhan yang tidak terbatas, seperti Tuhan mengingatkan Ayub di saat penderitaan yang ia alami berada pada titik puncak.
Ayub mengalami serangkaian pengalaman tragis dalam hidupnya yang terjadi dalam waktu sangat singkat. Membaca kisah Ayub berarti membaca bagaimana kehidupan seseorang bisa jungkir balik dalam sekejap, bagaikan roda yang berguling cepat, sedetik sebelumnya di atas lalu sedetik kemudian berada pada bagian terbawah. Pada awal kitab Ayub kita bisa mengetahui siapa Ayub sebelumnya. Ayub dikenal saleh, jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. (Ayub 1:1). Ia disebut sebagai orang yang terkaya di sebelah timur (ay 3). Hidupnya sangatlah nyaman dan sempurna. Tetapi tiba-tiba semuanya jungkir balik. Ribuan ternaknya musnah (ay 16-17), anak-anaknya tewas (ay 19), hartanya habis ludes dan jika itu belum cukup, penyakit kulit mengerikan menimpa sekujur tubuhnya. (2:7). Selesaikah? Ternyata tidak. Istrinya sendiri mengutuki dia, dan teman-temannya mengolok-olok apa yang terjadi atas dirinya. Lengkap sudah penderitaannya. Kita mungkin akan shock jika tiba-tiba mengalami itu semua tanpa disangka-sangka, Ayub pun demikian. Awalnya ia masih bisa menerima dengan pasrah, tetapi kemudian ia terperangkap dalam pikirannya sendiri bahwa Tuhan telah bertindak tidak adil. Ayub yang sedang sengsara dalam kesakitan luar biasa baik secara fisik maupun mental lupa siapa Tuhan itu sebenarnya dan seperti apa besarnya kuasa Tuhan. Dan yang terjadi kemudian, Tuhan kembali mengingatkan Ayub mengenai kuasanya. Mari kita lihat beberapa diantaranya.
1. Tuhan yang meletakkan dasar bumi.
"Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengertian!" (38:4)
2. Tuhan yang menetapkan batas samudera.
"Siapa telah membendung laut dengan pintu, ketika membual ke luar dari dalam rahim?" (ay 8)
3. Tuhan menerbitkan matahari pagi.
"Pernahkah dalam hidupmu engkau menyuruh datang dinihari atau fajar kautunjukkan tempatnya" (ay 12).
4. Tuhan berkuasa atas hidup dan mati.
"Apakah pintu gerbang maut tersingkap bagimu, atau pernahkah engkau melihat pintu gerbang kelam pekat?" (ay 17)
5. Tuhan mendatangkan salju (ay 22), hujan (26), bahkan membekukan air (30).
6. Tuhan membuat rumput-rumput bertunas lewat hujan (26-27)
7. Tuhan memberi hikmat dan kebijaksanaan (ay 36)
8. Tuhan menetapkan masa mengandung dan melahirkan bagi hewan (39:4)
dan seterusnya.
Semua ini diingatkan Tuhan kepada Ayub, agar Ayub tidak lupa kepada kuasa Tuhan meski ia tengah berada pada titik terendah dalam kehidupannya di dunia. Tuhan bagaikan berkata: "Hai Ayub, lupakah engkau terhadapku? Apakah engkau tidak lagi menyadari siapa Aku sebenarnya, dan sebesar apa kuasaKu?" Kita tahu apa akhir dari cerita ini. Hidup Ayub dipulihkan sepenuhnya, bahkan ia kemudian memperoleh lebih dari apa yang ia peroleh sebelum ia mengalami situasi menyakitkan itu.
Seperti kepada Ayub, pesan ini pun berlaku kepada kita semua. Benar bahwa dosa-dosa yang kita lakukan bisa membawa kita masuk kepada penderitaan, tetapi ada juga saat dimana Tuhan mengijinkan hidup kita dimasuki berbagai masalah dan kesulitan untuk alasan tertentu. Namun itu bukan berarti bahwa Dia sedang mengabaikan atau bersikap kejam menyiksa kita. Ada tujuan-tujuan tertentu dibalik semua itu, dan pada akhirnya kita akan menyadari bahwa semua itu membawa kebaikan bagi kita. Dikala lemah, segala yang diingatkan Tuhan ini menjadi pesan penting agar kita tidak melupakan kebaikan Tuhan dan berhenti untuk mengucap syukur kepadaNya. Dalam Mazmur kita bisa melihat bahwa tidak peduli dalam keadaan apapun, baik atau buruk, Tuhan tetap ada bersama kita, dan kuasaNya selalu turut serta di dalamnya. "Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku. Jika aku berkata: "Biarlah kegelapan saja melingkupi aku, dan terang sekelilingku menjadi malam," maka kegelapanpun tidak menggelapkan bagi-Mu, dan malam menjadi terang seperti siang; kegelapan sama seperti terang." (Mazmur 139:8-12). Lihatlah bahwa sesungguhnya dalam keadaan seperti apapun, seberat dan sepahit apapun yang terjadi dalam hidup kita pada saat-saat tertentu, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita sendirian. Dia tetap ada bersama anak-anakNya yang begitu Dia kasihi. Mungkin hari ini ada diantara teman-teman yang tengah berada di bawah serangkaian pergumulan berat, jangan putus asa dan kehilangan pegangan, sebaliknya peganglah baik-baik pesan Tuhan hari ini. Jangan pernah lupa kepadaNya, jangan pernah ragu akan kuasaNya yang mampu membuat segala sesuatu yang mustahil menjadi mungkin, jauh melampaui kemampuan daya pikir dan akal budi kita. Tuhan tidak akan meninggalkan anak-anakNya yang selalu taat kepadaNya, dan Tuhan sudah menjanjikan bahwa tidak akan pernah berkekurangan orang-orang yang takut akan Dia. (Mazmur 34:10). Dalam kondisi yang paling tidak kondusif sekalipun, tetaplah bersyukur dan pegang teguh iman yang percaya kepada Tuhan sepenuhnya.
Jangan lupakan dahsyatnya kuasa Tuhan mengatasi segalanya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengertian!"
Tidak ada seorang pun manusia yang ingin hidupnya dipenuhi problem. Tidak ada yang mau berada dalam tumpukan persoalan. Tapi namanya hidup, tentu ada saat-saat dimana kita tidak bisa mengelak dari hal tersebut. Benar, itu tidak nyaman, bisa menyakitkan, apalagi kalau datangnya tidak satu-satu melainkan sekaligus, beruntun dan bertumpuk. Titik terang penyelesaiannya pun tidak terlihat, seolah kita tiba-tiba berada di sebuah lorong gelap tanpa ada cahaya apapun. Dalam situasi seperti ini ada saat-saat kita menjadi lemah akibat tertekan beban berat, dan pada saat seperti itu jika tidak hati-hati kita bisa lupa kepada tuhan. Kita tidak lagi ingat bahwa kuasa dan kemampuan Tuhan tidak terbatas, juga lupa kepada kebaikan, kasih setiaNya dan janji-janjiNya. Himpitan masalah penuh penderitaan berkepanjangan akan mulai mengaburkan pandangan kita tentang kebaikan Tuhan, dan mulai menganggap bahwa Tuhan mungkin sudah tidak lagi peduli dengan hidup kita, atau bahkan mulai mempertanyakan keberadaanNya. Di saat-saat seperti itu kita perlu diingatkan kembali akan keajaiban kuasa Tuhan yang tidak terbatas, seperti Tuhan mengingatkan Ayub di saat penderitaan yang ia alami berada pada titik puncak.
Ayub mengalami serangkaian pengalaman tragis dalam hidupnya yang terjadi dalam waktu sangat singkat. Membaca kisah Ayub berarti membaca bagaimana kehidupan seseorang bisa jungkir balik dalam sekejap, bagaikan roda yang berguling cepat, sedetik sebelumnya di atas lalu sedetik kemudian berada pada bagian terbawah. Pada awal kitab Ayub kita bisa mengetahui siapa Ayub sebelumnya. Ayub dikenal saleh, jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. (Ayub 1:1). Ia disebut sebagai orang yang terkaya di sebelah timur (ay 3). Hidupnya sangatlah nyaman dan sempurna. Tetapi tiba-tiba semuanya jungkir balik. Ribuan ternaknya musnah (ay 16-17), anak-anaknya tewas (ay 19), hartanya habis ludes dan jika itu belum cukup, penyakit kulit mengerikan menimpa sekujur tubuhnya. (2:7). Selesaikah? Ternyata tidak. Istrinya sendiri mengutuki dia, dan teman-temannya mengolok-olok apa yang terjadi atas dirinya. Lengkap sudah penderitaannya. Kita mungkin akan shock jika tiba-tiba mengalami itu semua tanpa disangka-sangka, Ayub pun demikian. Awalnya ia masih bisa menerima dengan pasrah, tetapi kemudian ia terperangkap dalam pikirannya sendiri bahwa Tuhan telah bertindak tidak adil. Ayub yang sedang sengsara dalam kesakitan luar biasa baik secara fisik maupun mental lupa siapa Tuhan itu sebenarnya dan seperti apa besarnya kuasa Tuhan. Dan yang terjadi kemudian, Tuhan kembali mengingatkan Ayub mengenai kuasanya. Mari kita lihat beberapa diantaranya.
1. Tuhan yang meletakkan dasar bumi.
"Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengertian!" (38:4)
2. Tuhan yang menetapkan batas samudera.
"Siapa telah membendung laut dengan pintu, ketika membual ke luar dari dalam rahim?" (ay 8)
3. Tuhan menerbitkan matahari pagi.
"Pernahkah dalam hidupmu engkau menyuruh datang dinihari atau fajar kautunjukkan tempatnya" (ay 12).
4. Tuhan berkuasa atas hidup dan mati.
"Apakah pintu gerbang maut tersingkap bagimu, atau pernahkah engkau melihat pintu gerbang kelam pekat?" (ay 17)
5. Tuhan mendatangkan salju (ay 22), hujan (26), bahkan membekukan air (30).
6. Tuhan membuat rumput-rumput bertunas lewat hujan (26-27)
7. Tuhan memberi hikmat dan kebijaksanaan (ay 36)
8. Tuhan menetapkan masa mengandung dan melahirkan bagi hewan (39:4)
dan seterusnya.
Semua ini diingatkan Tuhan kepada Ayub, agar Ayub tidak lupa kepada kuasa Tuhan meski ia tengah berada pada titik terendah dalam kehidupannya di dunia. Tuhan bagaikan berkata: "Hai Ayub, lupakah engkau terhadapku? Apakah engkau tidak lagi menyadari siapa Aku sebenarnya, dan sebesar apa kuasaKu?" Kita tahu apa akhir dari cerita ini. Hidup Ayub dipulihkan sepenuhnya, bahkan ia kemudian memperoleh lebih dari apa yang ia peroleh sebelum ia mengalami situasi menyakitkan itu.
Seperti kepada Ayub, pesan ini pun berlaku kepada kita semua. Benar bahwa dosa-dosa yang kita lakukan bisa membawa kita masuk kepada penderitaan, tetapi ada juga saat dimana Tuhan mengijinkan hidup kita dimasuki berbagai masalah dan kesulitan untuk alasan tertentu. Namun itu bukan berarti bahwa Dia sedang mengabaikan atau bersikap kejam menyiksa kita. Ada tujuan-tujuan tertentu dibalik semua itu, dan pada akhirnya kita akan menyadari bahwa semua itu membawa kebaikan bagi kita. Dikala lemah, segala yang diingatkan Tuhan ini menjadi pesan penting agar kita tidak melupakan kebaikan Tuhan dan berhenti untuk mengucap syukur kepadaNya. Dalam Mazmur kita bisa melihat bahwa tidak peduli dalam keadaan apapun, baik atau buruk, Tuhan tetap ada bersama kita, dan kuasaNya selalu turut serta di dalamnya. "Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku. Jika aku berkata: "Biarlah kegelapan saja melingkupi aku, dan terang sekelilingku menjadi malam," maka kegelapanpun tidak menggelapkan bagi-Mu, dan malam menjadi terang seperti siang; kegelapan sama seperti terang." (Mazmur 139:8-12). Lihatlah bahwa sesungguhnya dalam keadaan seperti apapun, seberat dan sepahit apapun yang terjadi dalam hidup kita pada saat-saat tertentu, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita sendirian. Dia tetap ada bersama anak-anakNya yang begitu Dia kasihi. Mungkin hari ini ada diantara teman-teman yang tengah berada di bawah serangkaian pergumulan berat, jangan putus asa dan kehilangan pegangan, sebaliknya peganglah baik-baik pesan Tuhan hari ini. Jangan pernah lupa kepadaNya, jangan pernah ragu akan kuasaNya yang mampu membuat segala sesuatu yang mustahil menjadi mungkin, jauh melampaui kemampuan daya pikir dan akal budi kita. Tuhan tidak akan meninggalkan anak-anakNya yang selalu taat kepadaNya, dan Tuhan sudah menjanjikan bahwa tidak akan pernah berkekurangan orang-orang yang takut akan Dia. (Mazmur 34:10). Dalam kondisi yang paling tidak kondusif sekalipun, tetaplah bersyukur dan pegang teguh iman yang percaya kepada Tuhan sepenuhnya.
Jangan lupakan dahsyatnya kuasa Tuhan mengatasi segalanya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, May 22, 2012
Pola Pikir Seorang Pemenang
Ayat bacaan: Roma 8:37
===================
"Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita."
Kapan seseorang merasa layak untuk berpikir sebagai seorang juara? Ada banyak kriteria yang mungkin akan berbeda bagi setiap orang. Bisa dari ukuran tingginya pendidikan, bisa dari pengalaman di lapangan, bisa dari kemampuan finansial, relasi dan lain-lain, dan tidak jarang pula gabungan dari beberapa diantaranya. Ada banyak orang juga yang begitu tidak percaya diri dan selalu ragu, sehingga tidak peduli potensi apapun yang mereka miliki, mereka tetap berpikir bahwa semua itu tidak akan cukup untuk membuat mereka berhasil. Masalahnya, seringkali orang terhambat untuk sukses bukan karena ketidakmampuan mereka atau ada tidaknya kriteria-kriteria di atas, tapi justru berasal dari paradigma berpikir yang dipasang terlalu rendah. Bukan karena orang lain atau faktor-faktor teknis, tapi justru faktor non teknis dari diri sendiri. Setiap saya bertemu dengan tokoh-tokoh yang sukses dalam bisnis, pekerjaan maupun hidupnya, pelajaran yang mereka berikan selalu mengarah pada satu kesimpulan bahwa kita harus mulai dari men-set pikiran kita sebagai seorang juara. Think like a champion, then you'll become a champion. Think like a loser, you'll be one. Itu kata salah seorang dari mereka yang saya ingat sampai sekarang.Jika belum apa-apa kita sudah yakin kalah. Bagaimana caranya kita bisa menang? Atlit atau tim olahraga manapun tidak akan bisa menang kalau mereka sejak awal sudah tidak yakin mampu menjadi juara. Bagaimana mungkin kita berharap menang jika paradigma berpikir kita sudah seperti orang yang kalah? Keraguan seperti itu akan menghalangi kita untuk mulai melakukan sesuatu, sehingga beberapa tahun kemudian kita masih saja berjalan di tempat, atau malah mundur. Padahal jika sudah dimulai sejak awal bisa jadi kita sudah memetik buah dari apa yang dibangun tersebut. Singkatnya, untuk memiliki mental pemenang kita harus memulainya dari cara berpikir seperti layaknya seorang pemenang pula.
Hari ini masih banyak orang yang bertanya, bagaimana mereka bisa berpikir seperti seorang pemenang atau juara jika mereka tidak ada apa-apanya? Jika sarjana atau yang lebih tinggi saja masih banyak yang menganggur, apalagi saya yang hanya lulusan sekolah menengah? Ada banyak orang yang terjebak pada pola pemikiran seperti ini. Mereka terlalu sibuk berfokus kepada kekurangan mereka dan melupakan bahwa Tuhan sebenarnya telah menciptakan kita masing-masing dengan talenta dan keistimewaan tersendiri. Mereka hanya memperhatikan apa yang tidak ada lalu melupakan apa yang ada pada mereka. Sudahkah kita sadar bahwa apa yang diberikan Tuhan kepada kita sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk mulai melakukan sesuatu dan menuai sukses seperti yang direncanakan Allah sejak semula? Mungkin kita hanya tamat SMA, tetapi bukankah kita memiliki anggota tubuh yang berfungsi baik? Misalnya, jika ada anggota tubuh kita yang ternyata cacat atau kurang sempurna, bukankah masih ada anggota-anggota tubuh lainnya yang kondisinya baik? Sudah terlalu banyak orang yang gagal mencapai impian mereka justru karena mereka memandang diri mereka sendiri terlalu rendah, sementara Tuhan saja memandang manusia manapun sebagai ciptaanNya yang sangat istimewa.
Seberapa jauh kita menyadari apa sebenarnya yang Tuhan rencanakan bagi kita? Tuhan sama sekali tidak menginginkan kita untuk menjadi pecundang, orang-orang yang gagal. Tuhan tidak pernah merencanakan kita untuk memiliki mental yang mudah menyerah dan hidup tanpa semangat. Apa yang direncanakan Tuhan justru sebaliknya. Alkitab menyebutkan begini "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Perhatikanlah bahwa kita seharusnya sadar bahwa kita bukan cuma direncanakan sebagai sekedar pemenang saja, tetapi malah dikatakan lebih dari pemenang! Dalam bahasa Inggrisnya lebih dari pemenang disebutkan dengan "More than conquerors and gain surpassing victory", Menang melebihi para penguasa, memperoleh kemenangan melewati batas yang kita harapkan. Dari mana itu kita peroleh? Alkitab menyebutkan jawabannya dengan sangat jelas, lewat Kristus yang telah mengasihi kita. Through Him who loved us.
Selanjutnya mari kita lihat janji Tuhan lainnya. "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun," (Ulangan 28:13) itulah dikehendaki Tuhan. Menjadi kepala dan bukan ekor, tetap mengalami peningkatan dan bukan penurunan. Lihatlah kata yang dipakai adalah "TUHAN AKAN", "the Lord shall", dan bukan "Tuhan mungkin berkenan" atau "mudah-mudahan Tuhan mau". Kata AKAN mengandung kepastian bahwa Dia menginginkan itu untuk terjadi pada anak-anakNya, termasuk buat anda dan saya. Bagaimana caranya? sambungan ayat di atas memberitahukan cara untuk memperolehnya. ".. apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia, dan apabila engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya." (ay 13-14).
Tuhan sudah berjanji untuk tidak akan pernah meninggalkan kita. "Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b). Bersama Tuhan kita tidak perlu takut atau bimbang. Camkan pula ayat ini: "Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati." (Ulangan 31:8). Lihatlah bahwa untuk mencapai sebuah tingkatan "lebih dari pemenang", "to gain a surpassing victory more than conquerors", kita bukannya dibiarkan berjuang sendirian, tetapi Tuhan sendiri berjanji untuk senantiasa menyertai kita. Jangan lupa pula bahwa Roh Kudus telah dianugerahkan kepada orang-orang percaya. Kehadiran Roh Kudus akan membuat kita mampu melakukan hal-hal yang jauh lebih daripada apa yang kita pikirkan, melebihi apa yang kita anggap sebagai batas kesanggupan kita. Bagaimana jika kita masih juga takut? Bagaimana jika tetap menganggap bahwa kita tidak ada apa-apanya? Lihatlah apa jawaban Tuhan akan hal ini. "Tetapi engkau, hai Israel, hamba-Ku, hai Yakub, yang telah Kupilih, keturunan Abraham, yang Kukasihi; engkau yang telah Kuambil dari ujung-ujung bumi dan yang telah Kupanggil dari penjuru-penjurunya, Aku berkata kepadamu: "Engkau hamba-Ku, Aku telah memilih engkau dan tidak menolak engkau"; janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." (Yesaya 41:8-10).
Kita tidak boleh takut, karena Tuhan sudah menyatakan akan selalu menyertai kita. Kita tidak boleh ragu, alias setengah yakin menang sedang setengah lagi yakin kalah. Mengapa? Karena kita punya Allah yang memiliki kuasa di atas segalanya. Kita tidak pula perlu khawatir, karena Tuhan berjanji pula untuk meneguhkan dan menolong kita. Dia memegang kita dengan tangan kananNya dan hal itu akan mampu membawa kita masuk ke dalam sebuah kemenangan yang lebih dari apa yang kita pikir sanggup untuk kita peroleh. Dengan merenungkan semua ini, masih pantaskah kita menilai diri kita sendiri rendah? Masihkah kita harus terus hidup dengan pemikiran dan mental seperti orang yang gagal atau kalah? Berhati-hatilah agar kita jangan sampai menilai diri kita sendiri rendah dan tidak ada apa-apanya, karena Firman Tuhan mengingatkan kita "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (dalam versi King James dikatakan"For as he thinketh in his heart, so is he." (Amsal 23:7). Atau dalam bahasa sederhana diartikan sebagai "we are what we think."). Dan dalam kitab Ayub kita bisa memperoleh sebuah ayat lainnya: "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25). If we think like a loser, we will be a loser. But if we think like a champion, we'll become a champion! Apa yang perlu kita lakukan adalah terus berdoa sehingga kita bisa mendengar apa yang menjadi rencana Tuhan bagi kita masing-masing, dan lakukanlah tepat seperti kehendakNya. Sesungguhnya apa yang diberikan Tuhan sudah lebih dari cukup untuk kita olah dan pakai hingga mencapai sebuah kesuksesan besar. Kita harus mulai mengubah pola pikir kita terhadap diri sendiri dan berhenti membiarkan paradigma berpikir yang keliru terus menerus menghambat laju kesuksesan kita. Mulailah berpikir sebagai pemenang atau juara, karena itulah yang diinginkan Tuhan sejak awal bagi kita semua.
Think like a real champion that will gain surpassing victory, just like what God wants us to be
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita."
Kapan seseorang merasa layak untuk berpikir sebagai seorang juara? Ada banyak kriteria yang mungkin akan berbeda bagi setiap orang. Bisa dari ukuran tingginya pendidikan, bisa dari pengalaman di lapangan, bisa dari kemampuan finansial, relasi dan lain-lain, dan tidak jarang pula gabungan dari beberapa diantaranya. Ada banyak orang juga yang begitu tidak percaya diri dan selalu ragu, sehingga tidak peduli potensi apapun yang mereka miliki, mereka tetap berpikir bahwa semua itu tidak akan cukup untuk membuat mereka berhasil. Masalahnya, seringkali orang terhambat untuk sukses bukan karena ketidakmampuan mereka atau ada tidaknya kriteria-kriteria di atas, tapi justru berasal dari paradigma berpikir yang dipasang terlalu rendah. Bukan karena orang lain atau faktor-faktor teknis, tapi justru faktor non teknis dari diri sendiri. Setiap saya bertemu dengan tokoh-tokoh yang sukses dalam bisnis, pekerjaan maupun hidupnya, pelajaran yang mereka berikan selalu mengarah pada satu kesimpulan bahwa kita harus mulai dari men-set pikiran kita sebagai seorang juara. Think like a champion, then you'll become a champion. Think like a loser, you'll be one. Itu kata salah seorang dari mereka yang saya ingat sampai sekarang.Jika belum apa-apa kita sudah yakin kalah. Bagaimana caranya kita bisa menang? Atlit atau tim olahraga manapun tidak akan bisa menang kalau mereka sejak awal sudah tidak yakin mampu menjadi juara. Bagaimana mungkin kita berharap menang jika paradigma berpikir kita sudah seperti orang yang kalah? Keraguan seperti itu akan menghalangi kita untuk mulai melakukan sesuatu, sehingga beberapa tahun kemudian kita masih saja berjalan di tempat, atau malah mundur. Padahal jika sudah dimulai sejak awal bisa jadi kita sudah memetik buah dari apa yang dibangun tersebut. Singkatnya, untuk memiliki mental pemenang kita harus memulainya dari cara berpikir seperti layaknya seorang pemenang pula.
Hari ini masih banyak orang yang bertanya, bagaimana mereka bisa berpikir seperti seorang pemenang atau juara jika mereka tidak ada apa-apanya? Jika sarjana atau yang lebih tinggi saja masih banyak yang menganggur, apalagi saya yang hanya lulusan sekolah menengah? Ada banyak orang yang terjebak pada pola pemikiran seperti ini. Mereka terlalu sibuk berfokus kepada kekurangan mereka dan melupakan bahwa Tuhan sebenarnya telah menciptakan kita masing-masing dengan talenta dan keistimewaan tersendiri. Mereka hanya memperhatikan apa yang tidak ada lalu melupakan apa yang ada pada mereka. Sudahkah kita sadar bahwa apa yang diberikan Tuhan kepada kita sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk mulai melakukan sesuatu dan menuai sukses seperti yang direncanakan Allah sejak semula? Mungkin kita hanya tamat SMA, tetapi bukankah kita memiliki anggota tubuh yang berfungsi baik? Misalnya, jika ada anggota tubuh kita yang ternyata cacat atau kurang sempurna, bukankah masih ada anggota-anggota tubuh lainnya yang kondisinya baik? Sudah terlalu banyak orang yang gagal mencapai impian mereka justru karena mereka memandang diri mereka sendiri terlalu rendah, sementara Tuhan saja memandang manusia manapun sebagai ciptaanNya yang sangat istimewa.
Seberapa jauh kita menyadari apa sebenarnya yang Tuhan rencanakan bagi kita? Tuhan sama sekali tidak menginginkan kita untuk menjadi pecundang, orang-orang yang gagal. Tuhan tidak pernah merencanakan kita untuk memiliki mental yang mudah menyerah dan hidup tanpa semangat. Apa yang direncanakan Tuhan justru sebaliknya. Alkitab menyebutkan begini "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Perhatikanlah bahwa kita seharusnya sadar bahwa kita bukan cuma direncanakan sebagai sekedar pemenang saja, tetapi malah dikatakan lebih dari pemenang! Dalam bahasa Inggrisnya lebih dari pemenang disebutkan dengan "More than conquerors and gain surpassing victory", Menang melebihi para penguasa, memperoleh kemenangan melewati batas yang kita harapkan. Dari mana itu kita peroleh? Alkitab menyebutkan jawabannya dengan sangat jelas, lewat Kristus yang telah mengasihi kita. Through Him who loved us.
Selanjutnya mari kita lihat janji Tuhan lainnya. "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun," (Ulangan 28:13) itulah dikehendaki Tuhan. Menjadi kepala dan bukan ekor, tetap mengalami peningkatan dan bukan penurunan. Lihatlah kata yang dipakai adalah "TUHAN AKAN", "the Lord shall", dan bukan "Tuhan mungkin berkenan" atau "mudah-mudahan Tuhan mau". Kata AKAN mengandung kepastian bahwa Dia menginginkan itu untuk terjadi pada anak-anakNya, termasuk buat anda dan saya. Bagaimana caranya? sambungan ayat di atas memberitahukan cara untuk memperolehnya. ".. apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia, dan apabila engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya." (ay 13-14).
Tuhan sudah berjanji untuk tidak akan pernah meninggalkan kita. "Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b). Bersama Tuhan kita tidak perlu takut atau bimbang. Camkan pula ayat ini: "Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati." (Ulangan 31:8). Lihatlah bahwa untuk mencapai sebuah tingkatan "lebih dari pemenang", "to gain a surpassing victory more than conquerors", kita bukannya dibiarkan berjuang sendirian, tetapi Tuhan sendiri berjanji untuk senantiasa menyertai kita. Jangan lupa pula bahwa Roh Kudus telah dianugerahkan kepada orang-orang percaya. Kehadiran Roh Kudus akan membuat kita mampu melakukan hal-hal yang jauh lebih daripada apa yang kita pikirkan, melebihi apa yang kita anggap sebagai batas kesanggupan kita. Bagaimana jika kita masih juga takut? Bagaimana jika tetap menganggap bahwa kita tidak ada apa-apanya? Lihatlah apa jawaban Tuhan akan hal ini. "Tetapi engkau, hai Israel, hamba-Ku, hai Yakub, yang telah Kupilih, keturunan Abraham, yang Kukasihi; engkau yang telah Kuambil dari ujung-ujung bumi dan yang telah Kupanggil dari penjuru-penjurunya, Aku berkata kepadamu: "Engkau hamba-Ku, Aku telah memilih engkau dan tidak menolak engkau"; janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." (Yesaya 41:8-10).
Kita tidak boleh takut, karena Tuhan sudah menyatakan akan selalu menyertai kita. Kita tidak boleh ragu, alias setengah yakin menang sedang setengah lagi yakin kalah. Mengapa? Karena kita punya Allah yang memiliki kuasa di atas segalanya. Kita tidak pula perlu khawatir, karena Tuhan berjanji pula untuk meneguhkan dan menolong kita. Dia memegang kita dengan tangan kananNya dan hal itu akan mampu membawa kita masuk ke dalam sebuah kemenangan yang lebih dari apa yang kita pikir sanggup untuk kita peroleh. Dengan merenungkan semua ini, masih pantaskah kita menilai diri kita sendiri rendah? Masihkah kita harus terus hidup dengan pemikiran dan mental seperti orang yang gagal atau kalah? Berhati-hatilah agar kita jangan sampai menilai diri kita sendiri rendah dan tidak ada apa-apanya, karena Firman Tuhan mengingatkan kita "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (dalam versi King James dikatakan"For as he thinketh in his heart, so is he." (Amsal 23:7). Atau dalam bahasa sederhana diartikan sebagai "we are what we think."). Dan dalam kitab Ayub kita bisa memperoleh sebuah ayat lainnya: "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25). If we think like a loser, we will be a loser. But if we think like a champion, we'll become a champion! Apa yang perlu kita lakukan adalah terus berdoa sehingga kita bisa mendengar apa yang menjadi rencana Tuhan bagi kita masing-masing, dan lakukanlah tepat seperti kehendakNya. Sesungguhnya apa yang diberikan Tuhan sudah lebih dari cukup untuk kita olah dan pakai hingga mencapai sebuah kesuksesan besar. Kita harus mulai mengubah pola pikir kita terhadap diri sendiri dan berhenti membiarkan paradigma berpikir yang keliru terus menerus menghambat laju kesuksesan kita. Mulailah berpikir sebagai pemenang atau juara, karena itulah yang diinginkan Tuhan sejak awal bagi kita semua.
Think like a real champion that will gain surpassing victory, just like what God wants us to be
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, May 21, 2012
Pemurnian Perak dan Emas (2)
(bersambung)
Proses pemurnian perak dan emas kemarin menggambarkan proses keimanan kita. Ada kalanya Tuhan mengijinkan kita masuk dalam proses "pembakaran" seperti ini, dan itu tujuannya tidak pernah untuk menyiksa kita, namun sebaliknya untuk memurnikan iman kita. Seperti halnya emas diproses hingga menjadi emas murni, iman kita pun terkadang harus melalui proses pemurnian lewat penderitaan-penderitaan yang mungkin rasanya sangat menyakitkan seperti dibakar. Seperti halnya perak atau emas yang dimasukkan ke dalam api hingga menjadi murni, demikian pula iman kita. Reaksi dan tindakan dalam menghadapi permasalahan dan pergumulan hidup bisa menunjukkan tingkat keimanan seseorang. Bagaimana mungkin seseorang bisa dikatakan memiliki iman besar jika menghadapi masalah kecil saja sudah bersungut-sungut, takut, khawatir atau bahkan menyerah? Orang yang beriman teguh akan selalu tegar, karena mereka percaya penuh pada rancangan Tuhan beserta penyertaanNya dalam setiap aspek kehidupan kita. Dan untuk memperoleh iman seperti itu ada kalanya kita harus diproses terlebih dahulu.
Kita tentu tahu bahwa pada jaman Petrus tampaknya menjadi orang Kristen bukanlah sesuatu yang ringan. Ada banyak tekanan, ancaman bahkan siksaan sampai mati yang menjadi konsekuensinya. Maka Petrus pun mengingatkan akan manfaat dari pencobaan, agar orang-orang percaya mampu tegar menghadapi itu semua. Petrus memulainya dengan ayat yang mengingatkan esensi hidup yang sejati dalam Kristus. "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu." (1 Petrus 1:3-4). Petrus menggambarkan sebuah hidup baru yang penuh dengan pengharapan, yang dipersiapkan untuk menerima bagian dalam kerajaan Surga yang disediakan lewat Yesus Kristus. Petrus kemudian mengingatkan agar jemaat tetap kuat ketika menghadapi bermacam-macam pencobaan. Bukan hanya kuat, tapi ia menasehati supaya bergembira. "Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan." (ay 6). Bagaimana bisa bergembira ditengah-tengah permasalahan hidup? Petrus mengambil contoh pemurnian emas untuk menjelaskannya. "Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu--yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api--sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya." (ay 7). Perhatikan bagaimana Petrus membandingkan proses pemurnian iman dengan proses pemurnian emas. Kalau emas saja butuh dimurnikan dengan mengalami proses hingga akhirnya menjadi emas murni yang berharga, apalagi iman kita yang jauh lebih berharga dari emas. Emas adalah benda fana, yang tidak kekal, sementara iman kita akan membawa kita kedalam keselamatan jiwa yang kekal sifatnya. (ay 9). Jelaslah bahwa iman kita jauh lebih berharga dari emas. Jika emas saja harus dimurnikan agar bisa menjadi berharga, apalagi iman kita yang bisa membawa kita kepada kehidupan yang penuh sukacita yang kekal sifatnya. Ayub pun pernah mengalami serangkaian penderitaan yang tak terperikan. Itu berat, tapi pada suatu ketika Ayub pun menyadari bahwa apa yang ia alami adalah sebuah proses pengujian. "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10).
Pesan Petrus yang menguatkan jemaat di masa itu agar tidak goyah ketika menghadapi penderitaan tetap relevan bagi kita, demikian pula dengan apa yang kita baca dalam Maleakhi 3:3 tentang pemurnian perak. Apa yang kita alami hari-hari ini pun tidak mudah. Ada banyak ancaman, intimidasi, tekanan yang kita hadapi, belum lagi berbagai bentuk godaan duniawi yang setiap saat bisa merontokkan iman kita. setiap hari kita berhadapan dengan berbagai ujian yang bisa menjadi alat ukur kemurnian iman kita. Bagaimana kita menyikapi permasalahan akan menjadi ukuran seteguh apa iman kita percaya pada Tuhan. Pencobaan yang terkadang membawa kita ke dalam penderitaan akan membangkitkan pengharapan dan ketekunan kita serta melatih iman kita agar lebih kuat. Proses "pembakaran" iman kita akan melepaskan segala kotoran yang melekat pada iman kita, sehingga akhirnya kita bisa memiliki sebentuk iman yang murni, seperti emas murni. Semua itu bertujuan untuk kebaikan kita. Kita dipersiapkan agar layak menerima segala janji Tuhan yang sudah disediakanNya bagi kita semua. Apakah hari ini ada diantara teman-teman yang merasa seperti berada di tengah api yang panas? Jangan putus asa, dan bersyukurlah dalam melewatinya. Jangan menyerah dan terburu-buru mencari alternatif yang menyesatkan ketika sedang menghadapi proses pemurnian, karena di ujung proses itu ada upah besar yang sedang menanti kita. Percayalah Tuhan saat ini tengah menanti anda untuk menjadi murni, dimana Dia akan dapat melihat cerminan wajahNya di dalam diri anda.
Proses pemurnian bisa menyakitkan, tapi hasilnya akan sangat bermanfaat bagi kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Proses pemurnian perak dan emas kemarin menggambarkan proses keimanan kita. Ada kalanya Tuhan mengijinkan kita masuk dalam proses "pembakaran" seperti ini, dan itu tujuannya tidak pernah untuk menyiksa kita, namun sebaliknya untuk memurnikan iman kita. Seperti halnya emas diproses hingga menjadi emas murni, iman kita pun terkadang harus melalui proses pemurnian lewat penderitaan-penderitaan yang mungkin rasanya sangat menyakitkan seperti dibakar. Seperti halnya perak atau emas yang dimasukkan ke dalam api hingga menjadi murni, demikian pula iman kita. Reaksi dan tindakan dalam menghadapi permasalahan dan pergumulan hidup bisa menunjukkan tingkat keimanan seseorang. Bagaimana mungkin seseorang bisa dikatakan memiliki iman besar jika menghadapi masalah kecil saja sudah bersungut-sungut, takut, khawatir atau bahkan menyerah? Orang yang beriman teguh akan selalu tegar, karena mereka percaya penuh pada rancangan Tuhan beserta penyertaanNya dalam setiap aspek kehidupan kita. Dan untuk memperoleh iman seperti itu ada kalanya kita harus diproses terlebih dahulu.
Kita tentu tahu bahwa pada jaman Petrus tampaknya menjadi orang Kristen bukanlah sesuatu yang ringan. Ada banyak tekanan, ancaman bahkan siksaan sampai mati yang menjadi konsekuensinya. Maka Petrus pun mengingatkan akan manfaat dari pencobaan, agar orang-orang percaya mampu tegar menghadapi itu semua. Petrus memulainya dengan ayat yang mengingatkan esensi hidup yang sejati dalam Kristus. "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu." (1 Petrus 1:3-4). Petrus menggambarkan sebuah hidup baru yang penuh dengan pengharapan, yang dipersiapkan untuk menerima bagian dalam kerajaan Surga yang disediakan lewat Yesus Kristus. Petrus kemudian mengingatkan agar jemaat tetap kuat ketika menghadapi bermacam-macam pencobaan. Bukan hanya kuat, tapi ia menasehati supaya bergembira. "Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan." (ay 6). Bagaimana bisa bergembira ditengah-tengah permasalahan hidup? Petrus mengambil contoh pemurnian emas untuk menjelaskannya. "Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu--yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api--sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya." (ay 7). Perhatikan bagaimana Petrus membandingkan proses pemurnian iman dengan proses pemurnian emas. Kalau emas saja butuh dimurnikan dengan mengalami proses hingga akhirnya menjadi emas murni yang berharga, apalagi iman kita yang jauh lebih berharga dari emas. Emas adalah benda fana, yang tidak kekal, sementara iman kita akan membawa kita kedalam keselamatan jiwa yang kekal sifatnya. (ay 9). Jelaslah bahwa iman kita jauh lebih berharga dari emas. Jika emas saja harus dimurnikan agar bisa menjadi berharga, apalagi iman kita yang bisa membawa kita kepada kehidupan yang penuh sukacita yang kekal sifatnya. Ayub pun pernah mengalami serangkaian penderitaan yang tak terperikan. Itu berat, tapi pada suatu ketika Ayub pun menyadari bahwa apa yang ia alami adalah sebuah proses pengujian. "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10).
Pesan Petrus yang menguatkan jemaat di masa itu agar tidak goyah ketika menghadapi penderitaan tetap relevan bagi kita, demikian pula dengan apa yang kita baca dalam Maleakhi 3:3 tentang pemurnian perak. Apa yang kita alami hari-hari ini pun tidak mudah. Ada banyak ancaman, intimidasi, tekanan yang kita hadapi, belum lagi berbagai bentuk godaan duniawi yang setiap saat bisa merontokkan iman kita. setiap hari kita berhadapan dengan berbagai ujian yang bisa menjadi alat ukur kemurnian iman kita. Bagaimana kita menyikapi permasalahan akan menjadi ukuran seteguh apa iman kita percaya pada Tuhan. Pencobaan yang terkadang membawa kita ke dalam penderitaan akan membangkitkan pengharapan dan ketekunan kita serta melatih iman kita agar lebih kuat. Proses "pembakaran" iman kita akan melepaskan segala kotoran yang melekat pada iman kita, sehingga akhirnya kita bisa memiliki sebentuk iman yang murni, seperti emas murni. Semua itu bertujuan untuk kebaikan kita. Kita dipersiapkan agar layak menerima segala janji Tuhan yang sudah disediakanNya bagi kita semua. Apakah hari ini ada diantara teman-teman yang merasa seperti berada di tengah api yang panas? Jangan putus asa, dan bersyukurlah dalam melewatinya. Jangan menyerah dan terburu-buru mencari alternatif yang menyesatkan ketika sedang menghadapi proses pemurnian, karena di ujung proses itu ada upah besar yang sedang menanti kita. Percayalah Tuhan saat ini tengah menanti anda untuk menjadi murni, dimana Dia akan dapat melihat cerminan wajahNya di dalam diri anda.
Proses pemurnian bisa menyakitkan, tapi hasilnya akan sangat bermanfaat bagi kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, May 20, 2012
Pemurnian Perak dan Emas (1)
Ayat bacaan: Maleakhi 3:3
=================
"Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak; dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN."
Seperti apa proses pemurnian perak? Seorang pengrajin perak pernah menerangkan caranya. Perak dipanaskan di atas api, dan harus dijaga agar perak itu tetap berada di tengah-tengah, dimana suhunya paling panas. Itu harus dilakukan agar perak dapat dimurnikan dari kotoran-kotoran yang menempel seperti debu, serpihan batu, pasir dan sebagainya. Satu hal lagi, karena perak itu harus dijaga, maka si pengrajin harus duduk sepanjang waktu memperhatikan peraknya hingga mencapai kemurnian yang diharapkan. Waktunya pun harus tepat. Telat sedikit saja, perak akan menjadi rusak.
Proses pemurnian perak ini pernah dipakai untuk menunjukkan bagaimana Tuhan ingin mensucikan atau memurnikan anak-anakNya seperti yang tertulis dalam Maleakhi. "Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak; dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN." (Maleakhi 3:3). Bayangkan berada di tengah panas seperti perak yang tengah dimurnikan. Jika perak itu bisa bicara, tentu perak itu akan berteriak kesakitan terbakar api. Tapi lihatlah bagaimana perak itu kemudian bersinar menjadi perak yang akan berharga tinggi karena kemurniannya. Seperti itu pula halnya bagi kita.Proses itu sangat dibutuhkan agar kita bisa menjadi orang-orang benar yang mempersembahkan korban yang benar pula kepada Tuhan. Ayat ini memang sekilas terlihat ditujukan kepada orang Lewi, yang notabene adalah para imam di jaman itu. Tapi mengacu kepada ayat dalam 1 Petrus 2:9 mengenai status kita sebagai bangsa yang terpilih atau disebut dengan imamat yang rajani, maka ayat ini tak pelak juga berlaku bagi kita.
Proses pemurnian tidak pernah nyaman. Kita bisa merasa kesakitan, menderita bagai perak yang terbakar dalam bara api. Namun pada akhirnya kita akan menyadari bahwa proses seperti itu sangatlah bermanfaat bagi kita. Saya pernah mengalami langsung proses itu yang berlangsung cukup lama, sekitar 5 tahun. Semua ego, arogansi, emosi dan lain-lain dihancurkan secara perlahan, dan pada masa itu rasanya sangatlah menyakitkan. Ada saat dimana saya menangis karena tidak kuat lagi, tetapi Tuhan berulang kali meneguhkan sehingga saya bisa menjalani proses itu sampai selesai. Hari ini saya bersyukur pernah mengalami masa-masa seperti itu selama 5 tahun, karena tanpa itu saya tidak akan pernah menjadi diri saya hari ini.
Selain perak, firman Tuhan pun pernah mengacu kepada proses pemurnian emas untuk menggambarkan kemurnian iman kita seperti yang tertulis dalam 1 Petrus 1:7. Emas murni bukanlah emas yang kita kenal dalam bentuk-bentuk seperti kalung, cincin atau perhiasan lainnya. Perhiasan-perhiasan yang terbuat dari emas biasanya sudah dicampur dengan logam lain sehingga menjadi keras. Emas yang murni sebenarnya adalah logam yang lembut, berwarna kuning berkilat dan mudah ditempa karena punya sifat lentur. Seperti halnya perak, proses pemurnian emas juga dilakukan lewat proses pembakaran. Caranya adalah dengan membakar emas hingga mencair. Disaat emas sudah cair, berbagai kotoran yang melekat padanya seperti debu, karat dan unsur-unsur logam lain akan naik ke permukaan, sehingga semua kotoran ini bisa diambil. Kemudian panas api dinaikkan dan kotoran-kotoran yang masih tertinggal pun akan naik ke permukaan untuk dibuang. Demikianlah proses ini dilakukan berulang-ulang hingga akhirnya diperoleh emas yang benar-benar murni, bebas dari segala kotoran dan campuran logam lain. Dari proses pembakaran itu akan jelas terlihat mana emas yang murni, mana yang masih dipenuhi oleh kotoran-kotoran yang mengurangi kadar kemurnian emas itu.
(bersambung)
=================
"Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak; dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN."
Seperti apa proses pemurnian perak? Seorang pengrajin perak pernah menerangkan caranya. Perak dipanaskan di atas api, dan harus dijaga agar perak itu tetap berada di tengah-tengah, dimana suhunya paling panas. Itu harus dilakukan agar perak dapat dimurnikan dari kotoran-kotoran yang menempel seperti debu, serpihan batu, pasir dan sebagainya. Satu hal lagi, karena perak itu harus dijaga, maka si pengrajin harus duduk sepanjang waktu memperhatikan peraknya hingga mencapai kemurnian yang diharapkan. Waktunya pun harus tepat. Telat sedikit saja, perak akan menjadi rusak.
Proses pemurnian perak ini pernah dipakai untuk menunjukkan bagaimana Tuhan ingin mensucikan atau memurnikan anak-anakNya seperti yang tertulis dalam Maleakhi. "Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak; dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN." (Maleakhi 3:3). Bayangkan berada di tengah panas seperti perak yang tengah dimurnikan. Jika perak itu bisa bicara, tentu perak itu akan berteriak kesakitan terbakar api. Tapi lihatlah bagaimana perak itu kemudian bersinar menjadi perak yang akan berharga tinggi karena kemurniannya. Seperti itu pula halnya bagi kita.Proses itu sangat dibutuhkan agar kita bisa menjadi orang-orang benar yang mempersembahkan korban yang benar pula kepada Tuhan. Ayat ini memang sekilas terlihat ditujukan kepada orang Lewi, yang notabene adalah para imam di jaman itu. Tapi mengacu kepada ayat dalam 1 Petrus 2:9 mengenai status kita sebagai bangsa yang terpilih atau disebut dengan imamat yang rajani, maka ayat ini tak pelak juga berlaku bagi kita.
Proses pemurnian tidak pernah nyaman. Kita bisa merasa kesakitan, menderita bagai perak yang terbakar dalam bara api. Namun pada akhirnya kita akan menyadari bahwa proses seperti itu sangatlah bermanfaat bagi kita. Saya pernah mengalami langsung proses itu yang berlangsung cukup lama, sekitar 5 tahun. Semua ego, arogansi, emosi dan lain-lain dihancurkan secara perlahan, dan pada masa itu rasanya sangatlah menyakitkan. Ada saat dimana saya menangis karena tidak kuat lagi, tetapi Tuhan berulang kali meneguhkan sehingga saya bisa menjalani proses itu sampai selesai. Hari ini saya bersyukur pernah mengalami masa-masa seperti itu selama 5 tahun, karena tanpa itu saya tidak akan pernah menjadi diri saya hari ini.
Selain perak, firman Tuhan pun pernah mengacu kepada proses pemurnian emas untuk menggambarkan kemurnian iman kita seperti yang tertulis dalam 1 Petrus 1:7. Emas murni bukanlah emas yang kita kenal dalam bentuk-bentuk seperti kalung, cincin atau perhiasan lainnya. Perhiasan-perhiasan yang terbuat dari emas biasanya sudah dicampur dengan logam lain sehingga menjadi keras. Emas yang murni sebenarnya adalah logam yang lembut, berwarna kuning berkilat dan mudah ditempa karena punya sifat lentur. Seperti halnya perak, proses pemurnian emas juga dilakukan lewat proses pembakaran. Caranya adalah dengan membakar emas hingga mencair. Disaat emas sudah cair, berbagai kotoran yang melekat padanya seperti debu, karat dan unsur-unsur logam lain akan naik ke permukaan, sehingga semua kotoran ini bisa diambil. Kemudian panas api dinaikkan dan kotoran-kotoran yang masih tertinggal pun akan naik ke permukaan untuk dibuang. Demikianlah proses ini dilakukan berulang-ulang hingga akhirnya diperoleh emas yang benar-benar murni, bebas dari segala kotoran dan campuran logam lain. Dari proses pembakaran itu akan jelas terlihat mana emas yang murni, mana yang masih dipenuhi oleh kotoran-kotoran yang mengurangi kadar kemurnian emas itu.
(bersambung)
Saturday, May 19, 2012
Janji Tuhan Murni dan Teruji (2)
(sambungan)
Membaca dan merenungkan firman Tuhan akan membuat kita tahu apa yang menjadi janji Tuhan buat kita. Selain itu kita bisa mengatahui mana yang benar dan mana yang salah, mana jalan yang menuju keselamatan dan mana yang menuju kebinasaan. Mengenal firman Tuhan membuat kita mengenal suaraNya, dan mengenal pribadiNya. Betapa banyaknya penyesatan baik yang secara langsung maupun terselubung di sekitar kita hari-hari ini. Berbagai ajaran yang berorientasi kepada kemakmuran, berpusat kepada kekuatan diri sendiri, seringkali tampak seolah-olah benar, padahal sebenarnya sangatlah bertentangan dengan firman Tuhan. Kita bisa tertipu apabila tidak benar-benar mengetahui segala perkataan Tuhan yang dimuat sepanjang Alkitab.
Semua bermula dari kerinduan kita untuk mengetahui dan mempelajari janji-janji Tuhan. Kita bagaikan domba yang lemah, yang gampang tersesat dan tidak memiliki perlindungan cukup untuk menghadapi hari-hari yang semakin lama semakin jahat. Oleh karena itulah firman Tuhan kita perlukan agar langkah-langkah kita terjaga senantiasa dari segala penyimpangan yang ada di sekeliling kita, menuntun kita untuk tetap berjalan dalam terang meski sekeliling kita dipenuhi kegelapan. Pemazmur berkata: "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105). Apapun yang sempurna di dunia sesungguhnya ada batasnya. Tidak ada satupun yang kekal, dan tidak ada satupun yang bisa bertahan selamanya. Tapi tidak demikian dengan firman Tuhan yang telah teruji ribuan tahun, hingga hari ini bahkan ke depannya nanti. Pemazmur melihat hal ini. "Aku melihat batas-batas kesempurnaan, tetapi perintah-Mu luas sekali." (ay 96). Begitu banyak yang bisa dipelajari dan dijadikan pedoman untuk melangkah hidup sehingga Pemazmur dan kita yang terus haus akan firman Tuhan bisa berkata "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (ay 97).
Firman Tuhan bisa membuat kita kuat dan awas akan tipuan-tipuan yang tersembunyi dibalik polesan indah, firman Tuhan pun penuh dengan petunjuk yang akan membuat kita bisa tetap tegar ditengah badai, tidak gampang goyah atau hancur, bahkan mampu membawa kita memasuki keberhasilan demi keberhasilan, terbang bagai rajawali jauh mengatasi badai permasalahan. Bacalah ayat pembuka Mazmur untuk lebih jelasnya. "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:2-3). Bukankah janji Tuhan ini begitu indah? Semua ini akan kita lewatkan apabila kita tidak melatih diri kita untuk bertekun dalam merenungkan firman Tuhan setiap saat. Penuh janji, penuh tuntunan, dan penuh kepastian. Tidak heran jika firman Allah digambarkan sebagai "pedang Roh" (Efesus 5:17) yang "hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). Kita tidak akan gampang disesatkan oleh berbagai ajaran yang terkadang dikemas begitu rapi sehingga terlihat seolah-olah sesuai dengan firman Tuhan.
Merenungkan firman Tuhan akan membawa kita kepada pemahaman atau pengertian tentang apa saja yang menjadi kehendak Tuhan, apa yang menjadi suaraNya sehingga kita terhindar dari binasa. Kita bisa melihat dengan jelas apa yang harus kita lakukan dan sebaliknya apa yang harus kita hindari atau tinggalkan. "Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (Mazmur 12:7). Karena itulah kita bisa yakin akan firman Tuhan, dan itu sungguh mengandung kepastian yang mutlak bisa kita percaya. Berdoalah terlebih dahulu dan mintalah Roh Kudus untuk menyingkap berbagai kebenaran yang terkandung dalam firman Tuhan. Jika itu terjadi, anda akan melihat begitu banyak janji Tuhan yang sungguh indah berlaku bagi anda, dan anda akan mulai mengalami satu persatu janji Tuhan itu terjadi dalam hidup anda. Jangan tunda lagi, perkayalah rohani anda hari ini juga dengan kemurnian firman Tuhan.
Janji Tuhan adalah janji yang murni dan teruji, yang bisa kita percaya sepenuhnya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Membaca dan merenungkan firman Tuhan akan membuat kita tahu apa yang menjadi janji Tuhan buat kita. Selain itu kita bisa mengatahui mana yang benar dan mana yang salah, mana jalan yang menuju keselamatan dan mana yang menuju kebinasaan. Mengenal firman Tuhan membuat kita mengenal suaraNya, dan mengenal pribadiNya. Betapa banyaknya penyesatan baik yang secara langsung maupun terselubung di sekitar kita hari-hari ini. Berbagai ajaran yang berorientasi kepada kemakmuran, berpusat kepada kekuatan diri sendiri, seringkali tampak seolah-olah benar, padahal sebenarnya sangatlah bertentangan dengan firman Tuhan. Kita bisa tertipu apabila tidak benar-benar mengetahui segala perkataan Tuhan yang dimuat sepanjang Alkitab.
Semua bermula dari kerinduan kita untuk mengetahui dan mempelajari janji-janji Tuhan. Kita bagaikan domba yang lemah, yang gampang tersesat dan tidak memiliki perlindungan cukup untuk menghadapi hari-hari yang semakin lama semakin jahat. Oleh karena itulah firman Tuhan kita perlukan agar langkah-langkah kita terjaga senantiasa dari segala penyimpangan yang ada di sekeliling kita, menuntun kita untuk tetap berjalan dalam terang meski sekeliling kita dipenuhi kegelapan. Pemazmur berkata: "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105). Apapun yang sempurna di dunia sesungguhnya ada batasnya. Tidak ada satupun yang kekal, dan tidak ada satupun yang bisa bertahan selamanya. Tapi tidak demikian dengan firman Tuhan yang telah teruji ribuan tahun, hingga hari ini bahkan ke depannya nanti. Pemazmur melihat hal ini. "Aku melihat batas-batas kesempurnaan, tetapi perintah-Mu luas sekali." (ay 96). Begitu banyak yang bisa dipelajari dan dijadikan pedoman untuk melangkah hidup sehingga Pemazmur dan kita yang terus haus akan firman Tuhan bisa berkata "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (ay 97).
Firman Tuhan bisa membuat kita kuat dan awas akan tipuan-tipuan yang tersembunyi dibalik polesan indah, firman Tuhan pun penuh dengan petunjuk yang akan membuat kita bisa tetap tegar ditengah badai, tidak gampang goyah atau hancur, bahkan mampu membawa kita memasuki keberhasilan demi keberhasilan, terbang bagai rajawali jauh mengatasi badai permasalahan. Bacalah ayat pembuka Mazmur untuk lebih jelasnya. "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:2-3). Bukankah janji Tuhan ini begitu indah? Semua ini akan kita lewatkan apabila kita tidak melatih diri kita untuk bertekun dalam merenungkan firman Tuhan setiap saat. Penuh janji, penuh tuntunan, dan penuh kepastian. Tidak heran jika firman Allah digambarkan sebagai "pedang Roh" (Efesus 5:17) yang "hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). Kita tidak akan gampang disesatkan oleh berbagai ajaran yang terkadang dikemas begitu rapi sehingga terlihat seolah-olah sesuai dengan firman Tuhan.
Merenungkan firman Tuhan akan membawa kita kepada pemahaman atau pengertian tentang apa saja yang menjadi kehendak Tuhan, apa yang menjadi suaraNya sehingga kita terhindar dari binasa. Kita bisa melihat dengan jelas apa yang harus kita lakukan dan sebaliknya apa yang harus kita hindari atau tinggalkan. "Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (Mazmur 12:7). Karena itulah kita bisa yakin akan firman Tuhan, dan itu sungguh mengandung kepastian yang mutlak bisa kita percaya. Berdoalah terlebih dahulu dan mintalah Roh Kudus untuk menyingkap berbagai kebenaran yang terkandung dalam firman Tuhan. Jika itu terjadi, anda akan melihat begitu banyak janji Tuhan yang sungguh indah berlaku bagi anda, dan anda akan mulai mengalami satu persatu janji Tuhan itu terjadi dalam hidup anda. Jangan tunda lagi, perkayalah rohani anda hari ini juga dengan kemurnian firman Tuhan.
Janji Tuhan adalah janji yang murni dan teruji, yang bisa kita percaya sepenuhnya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, May 18, 2012
Janji Tuhan Murni dan Teruji (1)
Ayat bacaan: Mazmur 12:7
===================
"Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah."
Ada seorang teman yang suka menebar janji tapi jarang menepati. Ia begitu mudah mengatakan kata-kata seperti "ya saya pasti datang", "ok, nanti kita ketemu", atau bahkan berani mengatakan jam dan tempatnya, namun ketika ditunggu ia tidak datang. Di awal-awal saya kecewa melihat sikapnya ini. Saya pun sempat mengingatkan, dan ia hanya meminta maaf, tetapi terus saja ingkar janji. Sepertinya itu sudah menjadi gaya hidupnya sehingga sulit untuk diubah. Saya tetap berteman namun saya tidak mau memandang serius lagi janjinya agar tidak kecewa. Ketika ia mengatakan ya, atau berjanji sesuatu, saya hanya akan tersenyum tanpa berharap bahwa itu benar. Ada banyak orang-orang yang gemar ingkar janji seperti ini, minimal jam karet alias datang melebihi waktu yang dijanjikan. Berhadapan dengan orang seperti ini bisa sangat mengecewakan dan membuat kita kehilangan kepercayaan atas mereka. Jika mau tetap berteman, setidaknya anda harus siap dengan sifat buruk mereka ini agar tidak menjadi kecewa atau bahkan sakit hati.
Untunglah Tuhan bukan tipe seperti itu. Lihatlah apa yang dikatakan dalam Mazmur berikut ini: "Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (Mazmur 12:7). Satu kali pemurnian saja sudah memberi hasil yang sangat baik, apalagi jika sampai tujuh kali. Seperti itulah digambarkan kemurnian janji Tuhan, sehingga sampai kapanpun kita bisa percaya bahwa janji-janji Tuhan itu teguh dan selalu dapat diandalkan. Tidak ada kata-kataNya yang sia-sia, tidak ada yang diisi kebohongan, atau hanya sebatas mungkin dan mudah-mudahan saja. Semua mengandung kebenaran yang mutlak. Saya sudah membuktikannya dalam banyak kesempatan, anda pun mungkin sudah memiliki kesaksian tersendiri akan hal itu. Sejak jaman Daud pun hal ini sudah terbukti, sehingga kita bisa melihat sebuah ayat yang dengan tegas berseru: "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Berbagai hal yang mungkin sulit kita terima secara logika dijanjikan Tuhan. Tidak ada yang mustahil bagiNya, dan dengan demikian tidak ada yang mustahil pula bagi kita orang percaya. Semua itu nyata dan menggambarkan bagaimana Tuhan masih terus bekerja secara luar biasa jauh mengatasi kemustahilan dalam hidup kita semua hingga hari ini.
Bagi saya sendiri, saya merasakan langsung betapa besar perbedaan yang saya rasakan sebelum dan sesudah saya rutin membaca firman Tuhan yang tertulis di dalam Alkitab. Setelah rajin membaca Alkitab saya mendapati begitu banyak tuntunan yang sangat bermanfaat dalam hidup. Ada banyak rahasia-rahasia yang kemudian menjadi terang benderang lewat tuntunan Roh Kudus, dimana semua itu sangat aplikatif untuk diterapkan ke dalam kehidupan. Apapun yang kita butuhkan, baik jawaban, tuntunan, peneguhan, teguran dan sebagainya itu ada lengkap disana. Firman Tuhan memang hidup dan punya kuasa. Perubahan pola pikir, cara pandang, kesabaran, kasih dan sebagainya, itu semua akan tumbuh seiring bertambahnya firman Tuhan yang masuk dengan lembut ke dalam hati. Saya mengalami sendiri bagaimana orang bisa diubahkan secara luar biasa dalam waktu yang relatif singkat, yang jika dilihat dari nalar manusia tentu sulit atau bahkan hampir tidak mungkin untuk terjadi. Begitu banyak mukjizat dan pemulihan yang saya saksikan, termasuk pula yang dialami sendiri. Hari ini saya bisa mengatakan dengan pasti bahwa tidak ada satupun janji-janji Tuhan yang tidak terjadi. Waktunya memang bervariasi, bisa cepat, bisa lambat, tapi pada waktunya semua itu pasti terjadi. In the end, I can say this out loud: His words never failed!
(bersambung)
===================
"Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah."
Ada seorang teman yang suka menebar janji tapi jarang menepati. Ia begitu mudah mengatakan kata-kata seperti "ya saya pasti datang", "ok, nanti kita ketemu", atau bahkan berani mengatakan jam dan tempatnya, namun ketika ditunggu ia tidak datang. Di awal-awal saya kecewa melihat sikapnya ini. Saya pun sempat mengingatkan, dan ia hanya meminta maaf, tetapi terus saja ingkar janji. Sepertinya itu sudah menjadi gaya hidupnya sehingga sulit untuk diubah. Saya tetap berteman namun saya tidak mau memandang serius lagi janjinya agar tidak kecewa. Ketika ia mengatakan ya, atau berjanji sesuatu, saya hanya akan tersenyum tanpa berharap bahwa itu benar. Ada banyak orang-orang yang gemar ingkar janji seperti ini, minimal jam karet alias datang melebihi waktu yang dijanjikan. Berhadapan dengan orang seperti ini bisa sangat mengecewakan dan membuat kita kehilangan kepercayaan atas mereka. Jika mau tetap berteman, setidaknya anda harus siap dengan sifat buruk mereka ini agar tidak menjadi kecewa atau bahkan sakit hati.
Untunglah Tuhan bukan tipe seperti itu. Lihatlah apa yang dikatakan dalam Mazmur berikut ini: "Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (Mazmur 12:7). Satu kali pemurnian saja sudah memberi hasil yang sangat baik, apalagi jika sampai tujuh kali. Seperti itulah digambarkan kemurnian janji Tuhan, sehingga sampai kapanpun kita bisa percaya bahwa janji-janji Tuhan itu teguh dan selalu dapat diandalkan. Tidak ada kata-kataNya yang sia-sia, tidak ada yang diisi kebohongan, atau hanya sebatas mungkin dan mudah-mudahan saja. Semua mengandung kebenaran yang mutlak. Saya sudah membuktikannya dalam banyak kesempatan, anda pun mungkin sudah memiliki kesaksian tersendiri akan hal itu. Sejak jaman Daud pun hal ini sudah terbukti, sehingga kita bisa melihat sebuah ayat yang dengan tegas berseru: "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Berbagai hal yang mungkin sulit kita terima secara logika dijanjikan Tuhan. Tidak ada yang mustahil bagiNya, dan dengan demikian tidak ada yang mustahil pula bagi kita orang percaya. Semua itu nyata dan menggambarkan bagaimana Tuhan masih terus bekerja secara luar biasa jauh mengatasi kemustahilan dalam hidup kita semua hingga hari ini.
Bagi saya sendiri, saya merasakan langsung betapa besar perbedaan yang saya rasakan sebelum dan sesudah saya rutin membaca firman Tuhan yang tertulis di dalam Alkitab. Setelah rajin membaca Alkitab saya mendapati begitu banyak tuntunan yang sangat bermanfaat dalam hidup. Ada banyak rahasia-rahasia yang kemudian menjadi terang benderang lewat tuntunan Roh Kudus, dimana semua itu sangat aplikatif untuk diterapkan ke dalam kehidupan. Apapun yang kita butuhkan, baik jawaban, tuntunan, peneguhan, teguran dan sebagainya itu ada lengkap disana. Firman Tuhan memang hidup dan punya kuasa. Perubahan pola pikir, cara pandang, kesabaran, kasih dan sebagainya, itu semua akan tumbuh seiring bertambahnya firman Tuhan yang masuk dengan lembut ke dalam hati. Saya mengalami sendiri bagaimana orang bisa diubahkan secara luar biasa dalam waktu yang relatif singkat, yang jika dilihat dari nalar manusia tentu sulit atau bahkan hampir tidak mungkin untuk terjadi. Begitu banyak mukjizat dan pemulihan yang saya saksikan, termasuk pula yang dialami sendiri. Hari ini saya bisa mengatakan dengan pasti bahwa tidak ada satupun janji-janji Tuhan yang tidak terjadi. Waktunya memang bervariasi, bisa cepat, bisa lambat, tapi pada waktunya semua itu pasti terjadi. In the end, I can say this out loud: His words never failed!
(bersambung)
Thursday, May 17, 2012
Menghargai Jasa
Ayat bacaan: 2 Timotius 3:14
=====================
"Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu."
Ada banyak orang yang cepat meminta tolong namun kemudian melupakan orang yang sudah berjasa bagi mereka. Pelajaran sejarah bukanlah merupakan pelajaran yang populer di sekolah. Itu menunjukkan ketidakinginan para siswa untuk mengenal pahlawan-pahlawan yang sudah berkorban jiwa sehingga mereka bisa menikmati apa yang ada hari ini. Dalam dunia musik pun sama. Berapa banyak orang yang masih mengenal nama-nama seperti Ismail Marzuki, Mochtar Embut, Ibu Sud dan sebagainya? Padahal mereka inipun merupakan pahlawan di dunia musik yang seharusnya kita kenang, hormati dan hargai. Jika itu masih terlalu tinggi, bagaimana dengan orang tua kita sendiri? Kita masih suka melawan orang tua padahal kita lahir, dibesarkan, disekolahkan oleh mereka, dan tidak jarang mereka harus bekerja mati-matian demi membesarkan kita. Bayangkan betapa hancur perasaan orang tua apabila anaknya bersikap demikian. Di salah sebuah channel tv kabel yang saya tonton, ada seorang anak yang bahkan melempar ayahnya dengan benda-benda berat termasuk benda tajam seperti pisau hanya karena ditegur pulang larut malam. Bukankah ini keterlaluan? Realita seperti ini sudah menjadi hal yang terlihat biasa di tengah masyarakat. Orang tidak lagi menganggap penting untuk mengingat jasa para pahlawan baik bagi bangsa dan negara maupun bagi mereka secara pribadi. Hal seperti ini bukanlah merupakan ciri orang-orang percaya, karena Tuhan sudah mengingatkan kita untuk menghargai mereka yang berjasa.
Kita tidak bisa memungkiri bahwa akan selalu ada banyak orang yang berjasa dalam hidup kita. Apakah itu dalam hal membantu, menasihati, membimbing atau bahkan berkorban untuk kita, memberikan sesuatu bagi kita sehingga kita bisa menjadi siapa diri kita hari ini. Sama halnya dalam kehidupan rohani. Ada orang-orang yang mengingatkan kita bahkan meluangkan waktunya untuk membimbing kita dalam prosesnya sehingga kita bisa menjadi pengikut Kristus yang setia hari ini. Bagi saya pribadi pun demikian. Diawal pertobatan saya masih bingung dengan segala sesuatu. Untunglah ada teman-teman yang begitu berjasa menemani saya ke gereja dan membimbing saya dengan sabar, bahkan menemani saya ketika dibaptis dan membantu saya mengenal Kristus lebih jauh. Pertanyaannya, setelah kita mencapai sukses masih maukah kita ingat kepada mereka? Apakah kita masih menghargai jasa mereka dan mendoakan mereka atau kita malah melupakan bahkan tidak lagi peduli atas diri mereka?
Tuhan tidak pernah ingin anak-anaknya untuk menjadi orang-orang yang tidak tahu berterima kasih, bagai kacang lupa kulit. Tuhan tidak mau anak-anakNya melupakan jasa orang lain. Kita bisa melihat isi surat Paulus kepada Timotius yang menyinggung hal ini. Saat itu dalam tulisannya Paulus tengah menubuatkan datangnya sebuah masa yang sukar. "Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah." (2 Timotius 3:2-4). Seperti apa masa yang sukar itu? Apakah sukar secara finansial, sulit mencari kerja, bencana alam, bencana kelaparan atau kondisi keamanan yang tidak stabil? Ternyata bukanbukanitu yang disebut Paulus sebagai masa sukar, melainkan sifat manusia yang akan terus semakin jahat, semakin jauh dari kehendak Tuhan. Perhatikanlah rangkaian ayat di atas, bukankah itu yang sedang terjadi hari ini? Dan lihatlah bahwa "tidak tahu berterima kasih" termasuk didalamnya. Manusia cenderung untuk menjadi kacang yang lupa kulit, tidak mengingat apalagi menghargai jasa orang-orang yang telah memberi kontribusi hingga kita menjadi siapa diri kita saat ini. Maka Paulus pun mengingatkan Timotius agar tidak berlaku demikian. "Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu." (2 Timotius 3:14). Tetaplah setia berpegang pada kebenaran yang telah diterima, dan jangan lupa untuk mengingat orang yang telah berjasa kepadanya. Itu pesan Paulus kepada Timotius yang masih muda, dan pesan ini pun sangatlah baik untuk kita pegang baik-baik.
Dalam kesempatan lain penulis Ibrani juga menyampaikan pesan yang sama. "Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka." (Ibrani 13:7). Jangan lupakan orang-orang yang sudah mengorbankan jiwa mereka demi menyampaikan firman Tuhan. Hargai mereka, berterima kasihlah dan contohlah iman mereka yang taat sampai mati. Jangan sia-siakan semua itu. Ingatlah akan jasa mereka, berterima kasihlah dan bertekadlah untuk hidup dengan benar. Itulah yang seharusnya kita lakukan sebagai tanda bahwa kita tidak melupakan mereka.
Terhadap manusia saja kita tidak boleh melupakan jasa atau budi baik mereka, apalagi terhadap Tuhan. Bukankah Tuhan telah begitu baik kepada kita sejak dahulu hingga sekarang? Sudahkah kita bersyukur untuk itu atau kita masih terus menyakiti hatiNya dan melupakan segala kebaikanNya kepada kita? Daud sudah menggugah kita agar jangan pernah melupakan segala kebaikan Tuhan. "Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!" (Mazmur 103:2). Musa juga menyampaikan pesan yang sama. "Hati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, Allahmu, dengan tidak berpegang pada perintah, peraturan dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini; dan supaya, apabila engkau sudah makan dan kenyang, mendirikan rumah-rumah yang baik serta mendiaminya, dan apabila lembu sapimu dan kambing dombamu bertambah banyak dan emas serta perakmu bertambah banyak, dan segala yang ada padamu bertambah banyak, jangan engkau tinggi hati, sehingga engkau melupakan TUHAN, Allahmu.." (Ulangan 8:11-14). Bacalah selengkapnya kitab Ulangan 8 yang mengingatkan kita sepenuhnya untuk tidak melupakan kebaikan Tuhan.
Kita tidak akan bisa menjadi orang yang berhasil hari ini tanpa bantuan atau jasa orang lain yang dahulu memberikan sumbangsihnya kepada kita. Orang tua, guru, teman yang peduli, pembimbing rohani dan sebagainya, mereka tentu punya kontribusi atas kesuksesan kita hari ini. Untuk itu kita harus berterimakasih dan tetap mengingat segala yang telah mereka berikan di waktu lalu hingga kita bisa menjadi diri kita hari ini. Selanjutnya jangan pernah lupakan pula kebaikan Tuhan. Jangan lupakan pengorbanan Kristus menanggung bantahan, siksaan hingga disalibkan untuk keselamatan kita. (Ibrani 12:3). Jadilah orang-orang yang selalu menghargai jasa orang lain maupun segala kebaikan Tuhan. Coba ingat-ingat lagi, siapa saja orang yang telah berjasa atas diri anda? Tunjukkanlah kepada mereka bahwa anda sangat bersyukur atas jasa mereka dengan ucapan atau penghargaan tulus secara pribadi. Dan di atas segalanya, tetaplah bersyukur kepada Tuhan yang telah mengasihi kita dengan setia secara luar biasa. Jadilah orang-orang yang tahu berterima kasih dan tidak melupakan segala kebaikan dari orang lain maupun Tuhan.
Jadilah orang yang tahu berterimakasih dan menghargai orang-orang yang berjasa dalam hidup kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu."
Ada banyak orang yang cepat meminta tolong namun kemudian melupakan orang yang sudah berjasa bagi mereka. Pelajaran sejarah bukanlah merupakan pelajaran yang populer di sekolah. Itu menunjukkan ketidakinginan para siswa untuk mengenal pahlawan-pahlawan yang sudah berkorban jiwa sehingga mereka bisa menikmati apa yang ada hari ini. Dalam dunia musik pun sama. Berapa banyak orang yang masih mengenal nama-nama seperti Ismail Marzuki, Mochtar Embut, Ibu Sud dan sebagainya? Padahal mereka inipun merupakan pahlawan di dunia musik yang seharusnya kita kenang, hormati dan hargai. Jika itu masih terlalu tinggi, bagaimana dengan orang tua kita sendiri? Kita masih suka melawan orang tua padahal kita lahir, dibesarkan, disekolahkan oleh mereka, dan tidak jarang mereka harus bekerja mati-matian demi membesarkan kita. Bayangkan betapa hancur perasaan orang tua apabila anaknya bersikap demikian. Di salah sebuah channel tv kabel yang saya tonton, ada seorang anak yang bahkan melempar ayahnya dengan benda-benda berat termasuk benda tajam seperti pisau hanya karena ditegur pulang larut malam. Bukankah ini keterlaluan? Realita seperti ini sudah menjadi hal yang terlihat biasa di tengah masyarakat. Orang tidak lagi menganggap penting untuk mengingat jasa para pahlawan baik bagi bangsa dan negara maupun bagi mereka secara pribadi. Hal seperti ini bukanlah merupakan ciri orang-orang percaya, karena Tuhan sudah mengingatkan kita untuk menghargai mereka yang berjasa.
Kita tidak bisa memungkiri bahwa akan selalu ada banyak orang yang berjasa dalam hidup kita. Apakah itu dalam hal membantu, menasihati, membimbing atau bahkan berkorban untuk kita, memberikan sesuatu bagi kita sehingga kita bisa menjadi siapa diri kita hari ini. Sama halnya dalam kehidupan rohani. Ada orang-orang yang mengingatkan kita bahkan meluangkan waktunya untuk membimbing kita dalam prosesnya sehingga kita bisa menjadi pengikut Kristus yang setia hari ini. Bagi saya pribadi pun demikian. Diawal pertobatan saya masih bingung dengan segala sesuatu. Untunglah ada teman-teman yang begitu berjasa menemani saya ke gereja dan membimbing saya dengan sabar, bahkan menemani saya ketika dibaptis dan membantu saya mengenal Kristus lebih jauh. Pertanyaannya, setelah kita mencapai sukses masih maukah kita ingat kepada mereka? Apakah kita masih menghargai jasa mereka dan mendoakan mereka atau kita malah melupakan bahkan tidak lagi peduli atas diri mereka?
Tuhan tidak pernah ingin anak-anaknya untuk menjadi orang-orang yang tidak tahu berterima kasih, bagai kacang lupa kulit. Tuhan tidak mau anak-anakNya melupakan jasa orang lain. Kita bisa melihat isi surat Paulus kepada Timotius yang menyinggung hal ini. Saat itu dalam tulisannya Paulus tengah menubuatkan datangnya sebuah masa yang sukar. "Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah." (2 Timotius 3:2-4). Seperti apa masa yang sukar itu? Apakah sukar secara finansial, sulit mencari kerja, bencana alam, bencana kelaparan atau kondisi keamanan yang tidak stabil? Ternyata bukanbukanitu yang disebut Paulus sebagai masa sukar, melainkan sifat manusia yang akan terus semakin jahat, semakin jauh dari kehendak Tuhan. Perhatikanlah rangkaian ayat di atas, bukankah itu yang sedang terjadi hari ini? Dan lihatlah bahwa "tidak tahu berterima kasih" termasuk didalamnya. Manusia cenderung untuk menjadi kacang yang lupa kulit, tidak mengingat apalagi menghargai jasa orang-orang yang telah memberi kontribusi hingga kita menjadi siapa diri kita saat ini. Maka Paulus pun mengingatkan Timotius agar tidak berlaku demikian. "Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu." (2 Timotius 3:14). Tetaplah setia berpegang pada kebenaran yang telah diterima, dan jangan lupa untuk mengingat orang yang telah berjasa kepadanya. Itu pesan Paulus kepada Timotius yang masih muda, dan pesan ini pun sangatlah baik untuk kita pegang baik-baik.
Dalam kesempatan lain penulis Ibrani juga menyampaikan pesan yang sama. "Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka." (Ibrani 13:7). Jangan lupakan orang-orang yang sudah mengorbankan jiwa mereka demi menyampaikan firman Tuhan. Hargai mereka, berterima kasihlah dan contohlah iman mereka yang taat sampai mati. Jangan sia-siakan semua itu. Ingatlah akan jasa mereka, berterima kasihlah dan bertekadlah untuk hidup dengan benar. Itulah yang seharusnya kita lakukan sebagai tanda bahwa kita tidak melupakan mereka.
Terhadap manusia saja kita tidak boleh melupakan jasa atau budi baik mereka, apalagi terhadap Tuhan. Bukankah Tuhan telah begitu baik kepada kita sejak dahulu hingga sekarang? Sudahkah kita bersyukur untuk itu atau kita masih terus menyakiti hatiNya dan melupakan segala kebaikanNya kepada kita? Daud sudah menggugah kita agar jangan pernah melupakan segala kebaikan Tuhan. "Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!" (Mazmur 103:2). Musa juga menyampaikan pesan yang sama. "Hati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, Allahmu, dengan tidak berpegang pada perintah, peraturan dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini; dan supaya, apabila engkau sudah makan dan kenyang, mendirikan rumah-rumah yang baik serta mendiaminya, dan apabila lembu sapimu dan kambing dombamu bertambah banyak dan emas serta perakmu bertambah banyak, dan segala yang ada padamu bertambah banyak, jangan engkau tinggi hati, sehingga engkau melupakan TUHAN, Allahmu.." (Ulangan 8:11-14). Bacalah selengkapnya kitab Ulangan 8 yang mengingatkan kita sepenuhnya untuk tidak melupakan kebaikan Tuhan.
Kita tidak akan bisa menjadi orang yang berhasil hari ini tanpa bantuan atau jasa orang lain yang dahulu memberikan sumbangsihnya kepada kita. Orang tua, guru, teman yang peduli, pembimbing rohani dan sebagainya, mereka tentu punya kontribusi atas kesuksesan kita hari ini. Untuk itu kita harus berterimakasih dan tetap mengingat segala yang telah mereka berikan di waktu lalu hingga kita bisa menjadi diri kita hari ini. Selanjutnya jangan pernah lupakan pula kebaikan Tuhan. Jangan lupakan pengorbanan Kristus menanggung bantahan, siksaan hingga disalibkan untuk keselamatan kita. (Ibrani 12:3). Jadilah orang-orang yang selalu menghargai jasa orang lain maupun segala kebaikan Tuhan. Coba ingat-ingat lagi, siapa saja orang yang telah berjasa atas diri anda? Tunjukkanlah kepada mereka bahwa anda sangat bersyukur atas jasa mereka dengan ucapan atau penghargaan tulus secara pribadi. Dan di atas segalanya, tetaplah bersyukur kepada Tuhan yang telah mengasihi kita dengan setia secara luar biasa. Jadilah orang-orang yang tahu berterima kasih dan tidak melupakan segala kebaikan dari orang lain maupun Tuhan.
Jadilah orang yang tahu berterimakasih dan menghargai orang-orang yang berjasa dalam hidup kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, May 16, 2012
Rubah dan Kelinci
Ayat bacaan: Kidung Agung 2:15
=======================
"Tangkaplah bagi kami rubah-rubah itu, rubah-rubah yang kecil, yang merusak kebun-kebun anggur, kebun-kebun anggur kami yang sedang berbunga!"
Ada sebuah dongeng bahasa Inggris berjudul Kelinci dan Rubah. Ada seekor kelinci yang sangat pintar, tetapi sangat gesit dan sulit ditangkap. Pada suatu hari, seekor serigala bersekongkol dengan rubah untuk menangkap dan memangsa kelinci itu. Serigala berkata kepada sang rubah: "Aku punya ide agar kita bisa menangkap kelinci itu. Kamu pulang dan naik ke tempat tidur dan pura-pura mati. Aku akan bilang kepada kelinci bahwa rubah sudah mati. Begitu ia datang melihat, terkam dan tangkap dia." Rubah pun setuju dan melakukan persis seperti itu. Lalu serigala pun menjumpai kelinci untuk menjalankan rencananya. Kelinci itu pun datang ke rumah rubah dan mengintip dari jendela. Ternyata kelinci cukup cerdik. Ia memakai akalnya untuk menguji terlebih dahulu kebenaran dari apa yang dikatakan serigala. "Hai serigala, anda berkata bahwa rubah itu sudah mati, tapi dari apa yang aku lihat ia tidak tampak seperti rubah mati. Seekor rubah yang mati mulutnya selalu terbuka." Sang rubah mendengar perkataan kelinci dan berpikir, "wah...begitu ya, kalau begitu aku harus buka mulut supaya ia benar-benar mengira bahwa aku sudah mati." Begitu rubah itu membuka mulut, kelinci pun tahu bahwa semua itu hanyalah jebakan saja. Ia pun kemudian lari sekencang-kencangnya menjauh dari rumah itu.
Sebuah kisah yang singkat ini menggambarkan kecerdikan kelinci dalam menghindari jebakan rubah dan serigala. Rubah ukurannya tidaklah sebesar hewan buas di hutan seperti singa, harimau atau beruang misalnya. Tetapi meski kecil, rubah tergolong hewan yang cerdik dan cekatan. Rubah sanggup hidup dimana-mana dan gemar merusak apa saja yang ia lewati. Tidak jarang rubah memangsa bukan karena lapar, tetapi hanya karena ingin mempermainkan mangsanya sampai mati. Dalam Kidung Agung ada sebuah ayat unik yang tiba-tiba menyeruak ditengah rangkaian ayat-ayat yang indah menggambarkan kemesraan dan kebahagiaan sebuah hubungan. Ayat-ayat itu sambung menyambung dengan manis, tapi tiba-tiba ada ayat yang berbunyi: "Tangkaplah bagi kami rubah-rubah itu, rubah-rubah yang kecil, yang merusak kebun-kebun anggur, kebun-kebun anggur kami yang sedang berbunga!" (Kidung Agung 2:15). Apa yang digambarkan ayat ini jelas. Ketika kita tengah membangun hubungan yang erat dengan Tuhan, kita tidak boleh mengabaikan hal-hal kecil yang bisa muncul setiap saat. Apa yang kecil di mata kita ini mampu merusak semua yang telah kita bangun dengan susah payah. Karena nila setitik rusak susu sebelanga, begitu kata pepatah. Dan lewat perumpamaan rubah dalam kitab Kidung Agung ini kita diingatkan untuk waspada terhadap dosa-dosa yang sepertinya sepele atau kita anggap kecil. Kita sudah sekian lama melatih diri kita untuk taat dan setia, kita mampu menghindari dosa-dosa yang kita anggap besar, tetapi kita menganggap remeh dosa-dosa kecil dan memberi toleransi akan hal tersebut. Kita tidak membunuh, tidak merampok bank, tapi sekali-kali bohong itu biasa, menipu orang tua untuk mendapat uang itu tidak apa-apa kalau cuma sesekali, itu contoh dari pembenaran yang kerap kita lakukan untuk membiarkan dosa-dosa kecil menjebak kita. Kita tidak membunuh siapa-siapa, tapi lewat gosip-gosip yang kita sampaikan kita tanpa sadar tengah merusak atau bahkan membunuh karakter seseorang. Kita lengah menghadapi masuknya jebakan dosa yang kita anggap sepele. Seperti rubah-rubah kecil, dosa-dosa kecil itu sanggup memporak-porandakan apa yang sudah kita bina selama ini. Kelinci dalam dongeng tadi cukup cerdik untuk menghindar dari jebakan rubah. Apakah kita sudah secerdik kelinci atau masih mudah termakan jebakan rubah?
Dalam menjalani kehidupan di dunia ini kita seringkali tidak menyadari adanya "duri-duri kecil" ini. Mungkin mudah bagi kita untuk tidak melakukan dosa-dosa yang kita anggap besar, tapi seringkali sulit bagi kita untuk menghindar dari hal-hal yang kita anggap sepele padahal itu sama seriusnya di mata Tuhan? Kita berkompromi karena menganggap itu hanyalah dosa kecil yang tidak beresiko apa-apa sama sekali. Tidak membunuh, tetapi kita mengolok-olok teman, bergosip, berkata kotor, menghujat dan sebagainya, atau ketika kita tidak tahan menolak ajakan dan turut serta melakukan hal yang buruk dalam lingkungan pergaulan yang tidak baik. Ah, hanya sekali-kali, itu kata kita. Tetapi Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa kita sekali-kali boleh melanggar firman Tuhan. Atau bagaimana ketika kita membiarkan rasa benci, dendam, iri hati dan sejenisnya menguasai kita? Atau menipu orang lain dengan berbagai alasan? Inipun bisa menjadi masalah besar pada suatu saat. Dosa-dosa kecil yang kita anggap sepele dan kita beri toleransi seringkali menjadi awal untuk masuknya berbagai dosa yang akan meningkat intensitasnya, dan pada suatu ketika kita sudah terjerat sedemikian rupa sehingga ketika kita sadar, sudah sulit bagi kita untuk melepaskan diri dari semua itu.
Ketika pepatah mengatakan "karena nila setitik rusak susu sebelanga", itu pun ada dalam firman Tuhan. "Sedikit ragi sudah mengkhamirkan seluruh adonan." (Galatia 5:9). Perhatikan pula ayat berikut ini: "Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15). Lihatlah bahwa dengan berkompromi terhadap hal-hal kecil, ketika kita membiarkan diri kita terpikat oleh keinginan-keinginan daging yang mungkin terlihat tidaklah seberat dosa seperti menghilangkan nyawa orang lain misalnya, itu bisa meningkat eskalasinya hingga melahirkan dosa dan berujung maut. Sedikit kesalahan kecil bisa menjadi pintu masuk iblis buat merusak tatanan kehidupan dalam Tuhan yang sudah kita bangun selama ini dengan susah payah. Karena itulah apabila kita selama ini awas dalam memperhatikan dosa-dosa besar, kini saatnya kita juga harus memperhatikan pelanggaran-pelanggaran yang mungkin kita anggap kecil. Semua dosa itu sama seriusnya di hadapan Tuhan, no matter how big or small. Semua harus kita pertanggungjawabkan nanti dan akan menentukan kemana kita selanjutnya. Apalagi dengan keberadaan kita sebagai anak-anak terang, kita harus pula menjaga diri kita baik-baik agar bisa sampai ke garis akhir dengan selamat dan tidak terjerembab jatuh ke dalam kegelapan. "Karena itu perhatikanlah supaya terang yang ada padamu jangan menjadi kegelapan." (Matius 12:35).
Rubah-rubah kecil siap menutup pintu surga dan membuat kita kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keselamatan. Berbagai duri-duri yang kecil yang tampaknya sepele bisa sangat menyakitkan dan menghambat langkah kita. Dongeng di atas hendaknya mengingatkan kita semua akan bahayanya jebakan rubah-rubah atau dosa-dosa kecil ini. Dosa sekecil apapun itu, bereskanlah segera. Mintalah pengampunan secepatnya kepada Tuhan dan selanjutnya berjaga-jagalah dengan waspada. Jangan beri toleransi apapun terhadap penyimpangan-penyimpangan dari firman Tuhan walau sekecil apapun itu. Berdoalah dan teruslah berjalan dalam tuntunan Roh Kudus agar tidak ada satupun yang bisa merusak semua yang telah kita bangun selama ini.
Bersikaplah cerdik seperti kelinci agar terhindar dari jebakan rubah
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=======================
"Tangkaplah bagi kami rubah-rubah itu, rubah-rubah yang kecil, yang merusak kebun-kebun anggur, kebun-kebun anggur kami yang sedang berbunga!"
Ada sebuah dongeng bahasa Inggris berjudul Kelinci dan Rubah. Ada seekor kelinci yang sangat pintar, tetapi sangat gesit dan sulit ditangkap. Pada suatu hari, seekor serigala bersekongkol dengan rubah untuk menangkap dan memangsa kelinci itu. Serigala berkata kepada sang rubah: "Aku punya ide agar kita bisa menangkap kelinci itu. Kamu pulang dan naik ke tempat tidur dan pura-pura mati. Aku akan bilang kepada kelinci bahwa rubah sudah mati. Begitu ia datang melihat, terkam dan tangkap dia." Rubah pun setuju dan melakukan persis seperti itu. Lalu serigala pun menjumpai kelinci untuk menjalankan rencananya. Kelinci itu pun datang ke rumah rubah dan mengintip dari jendela. Ternyata kelinci cukup cerdik. Ia memakai akalnya untuk menguji terlebih dahulu kebenaran dari apa yang dikatakan serigala. "Hai serigala, anda berkata bahwa rubah itu sudah mati, tapi dari apa yang aku lihat ia tidak tampak seperti rubah mati. Seekor rubah yang mati mulutnya selalu terbuka." Sang rubah mendengar perkataan kelinci dan berpikir, "wah...begitu ya, kalau begitu aku harus buka mulut supaya ia benar-benar mengira bahwa aku sudah mati." Begitu rubah itu membuka mulut, kelinci pun tahu bahwa semua itu hanyalah jebakan saja. Ia pun kemudian lari sekencang-kencangnya menjauh dari rumah itu.
Sebuah kisah yang singkat ini menggambarkan kecerdikan kelinci dalam menghindari jebakan rubah dan serigala. Rubah ukurannya tidaklah sebesar hewan buas di hutan seperti singa, harimau atau beruang misalnya. Tetapi meski kecil, rubah tergolong hewan yang cerdik dan cekatan. Rubah sanggup hidup dimana-mana dan gemar merusak apa saja yang ia lewati. Tidak jarang rubah memangsa bukan karena lapar, tetapi hanya karena ingin mempermainkan mangsanya sampai mati. Dalam Kidung Agung ada sebuah ayat unik yang tiba-tiba menyeruak ditengah rangkaian ayat-ayat yang indah menggambarkan kemesraan dan kebahagiaan sebuah hubungan. Ayat-ayat itu sambung menyambung dengan manis, tapi tiba-tiba ada ayat yang berbunyi: "Tangkaplah bagi kami rubah-rubah itu, rubah-rubah yang kecil, yang merusak kebun-kebun anggur, kebun-kebun anggur kami yang sedang berbunga!" (Kidung Agung 2:15). Apa yang digambarkan ayat ini jelas. Ketika kita tengah membangun hubungan yang erat dengan Tuhan, kita tidak boleh mengabaikan hal-hal kecil yang bisa muncul setiap saat. Apa yang kecil di mata kita ini mampu merusak semua yang telah kita bangun dengan susah payah. Karena nila setitik rusak susu sebelanga, begitu kata pepatah. Dan lewat perumpamaan rubah dalam kitab Kidung Agung ini kita diingatkan untuk waspada terhadap dosa-dosa yang sepertinya sepele atau kita anggap kecil. Kita sudah sekian lama melatih diri kita untuk taat dan setia, kita mampu menghindari dosa-dosa yang kita anggap besar, tetapi kita menganggap remeh dosa-dosa kecil dan memberi toleransi akan hal tersebut. Kita tidak membunuh, tidak merampok bank, tapi sekali-kali bohong itu biasa, menipu orang tua untuk mendapat uang itu tidak apa-apa kalau cuma sesekali, itu contoh dari pembenaran yang kerap kita lakukan untuk membiarkan dosa-dosa kecil menjebak kita. Kita tidak membunuh siapa-siapa, tapi lewat gosip-gosip yang kita sampaikan kita tanpa sadar tengah merusak atau bahkan membunuh karakter seseorang. Kita lengah menghadapi masuknya jebakan dosa yang kita anggap sepele. Seperti rubah-rubah kecil, dosa-dosa kecil itu sanggup memporak-porandakan apa yang sudah kita bina selama ini. Kelinci dalam dongeng tadi cukup cerdik untuk menghindar dari jebakan rubah. Apakah kita sudah secerdik kelinci atau masih mudah termakan jebakan rubah?
Dalam menjalani kehidupan di dunia ini kita seringkali tidak menyadari adanya "duri-duri kecil" ini. Mungkin mudah bagi kita untuk tidak melakukan dosa-dosa yang kita anggap besar, tapi seringkali sulit bagi kita untuk menghindar dari hal-hal yang kita anggap sepele padahal itu sama seriusnya di mata Tuhan? Kita berkompromi karena menganggap itu hanyalah dosa kecil yang tidak beresiko apa-apa sama sekali. Tidak membunuh, tetapi kita mengolok-olok teman, bergosip, berkata kotor, menghujat dan sebagainya, atau ketika kita tidak tahan menolak ajakan dan turut serta melakukan hal yang buruk dalam lingkungan pergaulan yang tidak baik. Ah, hanya sekali-kali, itu kata kita. Tetapi Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa kita sekali-kali boleh melanggar firman Tuhan. Atau bagaimana ketika kita membiarkan rasa benci, dendam, iri hati dan sejenisnya menguasai kita? Atau menipu orang lain dengan berbagai alasan? Inipun bisa menjadi masalah besar pada suatu saat. Dosa-dosa kecil yang kita anggap sepele dan kita beri toleransi seringkali menjadi awal untuk masuknya berbagai dosa yang akan meningkat intensitasnya, dan pada suatu ketika kita sudah terjerat sedemikian rupa sehingga ketika kita sadar, sudah sulit bagi kita untuk melepaskan diri dari semua itu.
Ketika pepatah mengatakan "karena nila setitik rusak susu sebelanga", itu pun ada dalam firman Tuhan. "Sedikit ragi sudah mengkhamirkan seluruh adonan." (Galatia 5:9). Perhatikan pula ayat berikut ini: "Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15). Lihatlah bahwa dengan berkompromi terhadap hal-hal kecil, ketika kita membiarkan diri kita terpikat oleh keinginan-keinginan daging yang mungkin terlihat tidaklah seberat dosa seperti menghilangkan nyawa orang lain misalnya, itu bisa meningkat eskalasinya hingga melahirkan dosa dan berujung maut. Sedikit kesalahan kecil bisa menjadi pintu masuk iblis buat merusak tatanan kehidupan dalam Tuhan yang sudah kita bangun selama ini dengan susah payah. Karena itulah apabila kita selama ini awas dalam memperhatikan dosa-dosa besar, kini saatnya kita juga harus memperhatikan pelanggaran-pelanggaran yang mungkin kita anggap kecil. Semua dosa itu sama seriusnya di hadapan Tuhan, no matter how big or small. Semua harus kita pertanggungjawabkan nanti dan akan menentukan kemana kita selanjutnya. Apalagi dengan keberadaan kita sebagai anak-anak terang, kita harus pula menjaga diri kita baik-baik agar bisa sampai ke garis akhir dengan selamat dan tidak terjerembab jatuh ke dalam kegelapan. "Karena itu perhatikanlah supaya terang yang ada padamu jangan menjadi kegelapan." (Matius 12:35).
Rubah-rubah kecil siap menutup pintu surga dan membuat kita kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keselamatan. Berbagai duri-duri yang kecil yang tampaknya sepele bisa sangat menyakitkan dan menghambat langkah kita. Dongeng di atas hendaknya mengingatkan kita semua akan bahayanya jebakan rubah-rubah atau dosa-dosa kecil ini. Dosa sekecil apapun itu, bereskanlah segera. Mintalah pengampunan secepatnya kepada Tuhan dan selanjutnya berjaga-jagalah dengan waspada. Jangan beri toleransi apapun terhadap penyimpangan-penyimpangan dari firman Tuhan walau sekecil apapun itu. Berdoalah dan teruslah berjalan dalam tuntunan Roh Kudus agar tidak ada satupun yang bisa merusak semua yang telah kita bangun selama ini.
Bersikaplah cerdik seperti kelinci agar terhindar dari jebakan rubah
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Subscribe to:
Posts (Atom)
Sukacita Kedua (7)
(sambungan) Menempatkan diri dari sisi sang pemilik rumah, saya merasa ia sadar bahwa itu adalah bagian atau resiko dari pelayanan. Saat ki...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...