(sambungan)
Sangatlah besar resikonya apabila kita terus membiarkan dosa terus menumpuk hingga membuat kita tidak lagi peka atau menjadi tuli terhadap teguran Tuhan. Jika kita terbiasa atau membiasakan diri untuk terus melakukan dosa, pada suatu saat hati kita bisa menjadi dingin, mengeras membatu dan ketika itulah kita tidak lagi memiliki kontrol atas diri kita. Kita tidak lagi bisa membedakan yang salah dan benar, baik dan buruk, dan ketika itu terjadi maka dosa pun memiliki kuasa penuh atas hidup kita. Itu jelas hal yang sangat serius. Hati tidak lagi peka, bahkan berbagai kesaksian yang jelas-jelas menyatakan kuasa Kristus pun tidak lagi bisa membuka mata orang-orang seperti ini. "Tetapi Aku telah berkata kepadamu: Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya." (Yohanes 30:36).
Kekerasan hati, ketidaksadaran untuk bertobat, terus membiarkan dosa menguasai diri sangatlah berbahaya. Mulai dari keinginan-keinginan daging yang tampaknya sederhana, itu bisa memunculkan dosa dan ketika dosa itu terus diperam hingga matang, maka mautlah yang datang. Lewat Yakobus pesan ini sudah pernah disampaikan: "Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:15). Dari keinginan mengarah kepada dosa dan berujung maut. Kita harus hati-hati dan serius dalam menyikapi hal ini, karena kalau kita terus membangkang satu saat kita bisa hancur tanpa punya kesempatan pulih lagi. "Siapa bersitegang leher, walaupun telah mendapat teguran, akan sekonyong-konyong diremukkan tanpa dapat dipulihkan lagi." (Amsal 29:1).
Kalau kita masih punya kepekaan untuk menyadari jalan-jalan yang salah, bersyukurlah dan jangan abaikan lagi. Pakai kesempatan yang ada untuk kembali sepenuhnya kepada jalan Tuhan. Lewat perantaraan nabiNya Tuhan sudah mengingatkan bahwa pintu pertobatan tetap Dia bukakan pada kita atas dasar kasihNya yang begitu besar pada kita. Dia akan memeluk kita yang kembali kepadaNya dan selamanya akan berada di dalam rancanganNya yang indah. "Kata mereka: Bertobatlah masing-masing kamu dari tingkah langkahmu yang jahat dan dari perbuatan-perbuatanmu yang jahat; maka kamu akan tetap diam di tanah yang diberikan TUHAN kepadamu dan kepada nenek moyangmu, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya." (Yeremia 25:5). Ambil keputusan untuk putus total dari dosa dan jangan beri toleransi lagi sekecil apapun, sebab konsekuensinya bukan main-main. Bagi yang bertobat akan diberikan hak sebagai ahli waris Tuhan, namun yang terus menolak akan dibuang selamanya dari tanah yang diberikan Tuhan, diremukkan tanpa bisa dipulihkan lagi, berakhir pada maut. Sesungguhnya ini merupakan hal serius karena apa yang dikatakan Tuhan bukan hanya sekedar berbicara mengenai hilangnya berkat akibat dosa, tapi juga berbicara mengenai hilangnya keselamatan dan kasih karunia Tuhan bagi kita.
Stop playing with fire, stop playing with sin. Kita perlu sadar sepenuhnya, sadar sebaik-baiknya agar tidak berbuat dosa lagi (1 Korintus 15:34). Ingatlah bahwa terus menerus melakukan dosa, sudah tobat tapi kemudian kumat lagi berulang-ulang bisa membawa akibat yang semakin buruk. Yesus sudah mengingatkan hal itu lewat kisah mukjizat kesembuhannya atas seorang lumpuh di Betesda: "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk." (Yohanes 5:14). Jangan lupa bahwa kedatangan Yesus ke dunia bertujuan untuk menghapus segala dosa kita seperti kehendak Allah. Tuhan merasa perlu untuk menganugerahkan apa yang sesungguhnya tidak layak kita terima, yaitu keselamatan atas dasar kasihNya yang begitu besar kepada kita. Dan Yesus sudah menggenapinya. Bersyukurlah untuk itu, jangan sampai penebusan Kristus menjadi sia-sia karena kita terus menerus membiarkan dosa berkuasa dalam hidup kita. Kita tidak akan pernah bisa berjalan bersama Kristus dan menerima janji-janjinya jika sementara pada saat yang sama masih terus hidup di dalam dosa.
Katakan tidak pada dosa, sekecil apapun
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyhrho
Wednesday, April 30, 2014
Tuesday, April 29, 2014
Playing with Fire (1)
Ayat bacaan: Wahyu 9:21
====================
"Dan mereka tidak bertobat dari pada pembunuhan, sihir, percabulan dan pencurian"
Ada sebuah idiom berbahasa Inggris, "play with fire." Seperti terjemahan aslinya, kalimat ini berbicara tentang kegemaran banyak orang untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang riskan dan bisa mendatangkan bahaya. Bagi mereka itu mungkin menantang adrenalin, tapi bahaya yang mengintai pun juga besar. Jika aktivitas atau kegiatan tertentu bisa mendatangkan malapetaka, bermain-main dengan dosa pun demikian. Ada saja orang yang mengira bahwa mereka masih punya kesempatan untuk merasakan berbagai kenikmatan yang berasal dari dosa. Mereka terus melakukan berbagai bentuk penyimpangan dengan pertimbangan bahwa nanti mereka bisa bertobat setelah puas melakukan dosa-dosa tersebut. Tapi yang sering terjadi adalah, satu dosa akan mengarah kepada dosa lainnya. Hati menjadi keras sehingga tidak lagi ada perasaan bersalah setelah melakukannya. Berbuat dosa menjadi terasa semakin ringan, dan itu sangatlah berbahaya. Bukan saja karena kita tidak tahu kapan waktunya kita dipanggil, tetapi kita pun harus sadar Tuhan sudah mengingatkan bahwa meski Dia panjang sabar, setiap kesalahan itu tetap ada hukumannya biar bagaimanapun. (Nahum 1:3).
Dari jaman ke jaman selalu saja ada orang-orang yang terlena dalam dosa dan sulit untuk putus dari dosa. Dahulu, hari ini dan kelak hal ini masih dan akan terus terjadi, sehingga dalam kitab terakhir yaitu Wahyu yang berisi nubuatan tentang akhir zaman pun pola pikir atau sikap yang sama masih saja ada. Dalam kitab Wahyu pasal 9 kita bisa melihat contohnya. Dikatakan disana, bahkan setelah sangkakala ke enam ditiup dan penghukuman berlanjut, masih saja ada manusia yang belum kapok dan tidak kunjung berhenti dari perbuatan-perbuatan dosanya. Ayatnya berbunyi demikian: "Tetapi manusia lain, yang tidak mati oleh malapetaka itu, tidak juga bertobat dari perbuatan tangan mereka: mereka tidak berhenti menyembah roh-roh jahat dan berhala-berhala dari emas dan perak, dari tembaga, batu dan kayu yang tidak dapat melihat atau mendengar atau berjalan, dan mereka tidak bertobat dari pada pembunuhan, sihir, percabulan dan pencurian." (Wahyu 9:20-21).
Kita bisa lihat bahwa samapai saat-saat terakhir sekalipun masih saja ada orang yang tidak jera dan tidak kunjung sadar, meski malapetaka sudah hadir tepat di depan mereka. Fakta berbicara, dalam hidup kita hari ini ada begitu banyak orang yang mengambil keputusan sama seperti mereka. Meski berbagai hukuman berat sudah nyata di depan mereka, meski berbagai bencana seharusnya membuka mata mereka, masih saja ada banyak orang yang berani bermain dengan dosa. Hati mereka sudah sedemikian keras sehingga apapun tidak lagi bisa membuat mereka bertobat. Mereka tidak lagi mendengar hati nurani mereka, atau mungkin hati nuraninya pun sudah berhenti berbicara. Bisa dibayangkan apa jadinya orang-orang seperti ini kelak. Kalaupun di dunia mereka bisa berkelit, tetapi di tahta penghakiman Allah tidak satupun yang luput dari setiap kejahatan atau penyimpangan yang dilakukan.
Bentuk ketidakpedulian yang tega berbuat jahat demi keuntungan diri sendiri akan membawa masuk dosa yang semakin besar dan semakin banyak. Orang akan terus semakin jahat. ini sudah diingatkan sejak dahulu dalam Alkitab. "sedangkan orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan." (2 Timotius 3:13) Orang yang terbiasa berbuat jahat akan membuat orang semakin dingin dan tidak lagi bisa mendengar teguran Tuhan. Mereka akan terus semakin jahat dan saling menyesatkan. Tuhan Yesus sejak jauh hari sudah bahwa perbuatan-perbuatan jahat itu juga akan membuat kasih lenyap dari diri mereka. "Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12).
(bersambung)
====================
"Dan mereka tidak bertobat dari pada pembunuhan, sihir, percabulan dan pencurian"
Ada sebuah idiom berbahasa Inggris, "play with fire." Seperti terjemahan aslinya, kalimat ini berbicara tentang kegemaran banyak orang untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang riskan dan bisa mendatangkan bahaya. Bagi mereka itu mungkin menantang adrenalin, tapi bahaya yang mengintai pun juga besar. Jika aktivitas atau kegiatan tertentu bisa mendatangkan malapetaka, bermain-main dengan dosa pun demikian. Ada saja orang yang mengira bahwa mereka masih punya kesempatan untuk merasakan berbagai kenikmatan yang berasal dari dosa. Mereka terus melakukan berbagai bentuk penyimpangan dengan pertimbangan bahwa nanti mereka bisa bertobat setelah puas melakukan dosa-dosa tersebut. Tapi yang sering terjadi adalah, satu dosa akan mengarah kepada dosa lainnya. Hati menjadi keras sehingga tidak lagi ada perasaan bersalah setelah melakukannya. Berbuat dosa menjadi terasa semakin ringan, dan itu sangatlah berbahaya. Bukan saja karena kita tidak tahu kapan waktunya kita dipanggil, tetapi kita pun harus sadar Tuhan sudah mengingatkan bahwa meski Dia panjang sabar, setiap kesalahan itu tetap ada hukumannya biar bagaimanapun. (Nahum 1:3).
Dari jaman ke jaman selalu saja ada orang-orang yang terlena dalam dosa dan sulit untuk putus dari dosa. Dahulu, hari ini dan kelak hal ini masih dan akan terus terjadi, sehingga dalam kitab terakhir yaitu Wahyu yang berisi nubuatan tentang akhir zaman pun pola pikir atau sikap yang sama masih saja ada. Dalam kitab Wahyu pasal 9 kita bisa melihat contohnya. Dikatakan disana, bahkan setelah sangkakala ke enam ditiup dan penghukuman berlanjut, masih saja ada manusia yang belum kapok dan tidak kunjung berhenti dari perbuatan-perbuatan dosanya. Ayatnya berbunyi demikian: "Tetapi manusia lain, yang tidak mati oleh malapetaka itu, tidak juga bertobat dari perbuatan tangan mereka: mereka tidak berhenti menyembah roh-roh jahat dan berhala-berhala dari emas dan perak, dari tembaga, batu dan kayu yang tidak dapat melihat atau mendengar atau berjalan, dan mereka tidak bertobat dari pada pembunuhan, sihir, percabulan dan pencurian." (Wahyu 9:20-21).
Kita bisa lihat bahwa samapai saat-saat terakhir sekalipun masih saja ada orang yang tidak jera dan tidak kunjung sadar, meski malapetaka sudah hadir tepat di depan mereka. Fakta berbicara, dalam hidup kita hari ini ada begitu banyak orang yang mengambil keputusan sama seperti mereka. Meski berbagai hukuman berat sudah nyata di depan mereka, meski berbagai bencana seharusnya membuka mata mereka, masih saja ada banyak orang yang berani bermain dengan dosa. Hati mereka sudah sedemikian keras sehingga apapun tidak lagi bisa membuat mereka bertobat. Mereka tidak lagi mendengar hati nurani mereka, atau mungkin hati nuraninya pun sudah berhenti berbicara. Bisa dibayangkan apa jadinya orang-orang seperti ini kelak. Kalaupun di dunia mereka bisa berkelit, tetapi di tahta penghakiman Allah tidak satupun yang luput dari setiap kejahatan atau penyimpangan yang dilakukan.
Bentuk ketidakpedulian yang tega berbuat jahat demi keuntungan diri sendiri akan membawa masuk dosa yang semakin besar dan semakin banyak. Orang akan terus semakin jahat. ini sudah diingatkan sejak dahulu dalam Alkitab. "sedangkan orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan." (2 Timotius 3:13) Orang yang terbiasa berbuat jahat akan membuat orang semakin dingin dan tidak lagi bisa mendengar teguran Tuhan. Mereka akan terus semakin jahat dan saling menyesatkan. Tuhan Yesus sejak jauh hari sudah bahwa perbuatan-perbuatan jahat itu juga akan membuat kasih lenyap dari diri mereka. "Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12).
(bersambung)
Monday, April 28, 2014
Cuek
Ayat bacaan: Zefanya 2:1-2
==================
"Bersemangatlah dan berkumpullah, hai bangsa yang acuh tak acuh, sebelum kamu dihalau seperti sekam yang tertiup, sebelum datang ke atasmu murka TUHAN yang bernyala-nyala itu, sebelum datang ke atasmu hari kemurkaan TUHAN."
Kata cuek bukan lagi kata yang baru. Setidaknya saya sudah melihat kata ini dipakai dalam lirik lagu di tahun 80an, tapi semakin sering dipakai akhir-akhir ini. Kata yang kurang lebih sama dengan acuh tak acuh menggambarkan sebuah sikap yang datar, tidak peduli baik terhadap lawan bicaranya maupun dalam menghadapi berbagai situasi. Jika kita berhadapan dengan orang yang sikapnya seperti ini mungkin kita akan kesal. Kita ajak ngomong dengan, apalagi kalau yang dibahas serius tapi mereka menunjukkan bersikap acuh tak acuh. Untuk hal-hal yang ringan mungkin sikap ini bisa terlihat lucu atau paling banter menyebalkan, tetapi tahukah anda bahwa sikap cuek ini bisa membawa dampak fatal dengan datangnya murka Tuhan apabila itu terjadi dalam hal mematuhi ketetapan atau peraturan Tuhan?
Kalau kita sebagai manusia saja kesal ketika berhadapan dengan orang-orang yang punya sifat cuek, apalagi Tuhan. Mengapa Tuhan harus marah atas sikap acuh tak acuh alias cuek ini? Mengapa tidak, jika kita mengingat bahwa Dia sudah mencurahkan segala kebaikan dan kemurahan Dtanpa henti kepada kita, bahkan sebuah keselamatan kekal Dia beri dalam bentuk anugerah justru disaat kita masih berselubung dosa. Bukankah keterlaluan apabila kita masih sanggup bersikap acuh tak acuh terhadapNya? Ada banyak orang yang rajin berdoa hanya saat tertimpa masalah. Mereka mudah berseru pada Tuhan bahkan disertai ratap tangis dalam doa yang jumlahnya banyak dalam sehari. Tetapi ketika Tuhan mengulurkan tanganNya dan melepaskan dari masalah, mereka pun segera melupakan Tuhan dan sibuk dengan dunia masing-masing. Mungkin sempat berterimakasih, tetapi itu pun tidak bertahan lama. Doa menjadi semakin jarang dengan beragam alasan. Peraturan Tuhan menjadi nomor ke sekian untuk dipatuhi, berada jauh di bawah kenikmatan dunia dalam skala prioritas sehari-hari. Apalagi jika diminta untuk terlibat dalam pelayanan, seribu satu alasan pun tiba-tiba bermunculan untuk menolak. Begitu seringnya anak-anak Tuhan terlena dalam kenyamanan dan kemudian melupakan Tuhan, namun kembali datang ketika masalah kembali muncul. Bahkan tidak jarang kita mendengar bahwa orang melayani Tuhan semata-mata karena mengharapkan hidup mereka bersih dari masalah, atau kalaupun ada masalah, Tuhan akan segera mengulurkan bantuan. "Kan saya melayani Tuhan, jadi wajar dong punya hubungan lebih spesial dibanding orang yang tidak melayani." begitu pikir mereka. Tuhan hanya dijadikan sebagai alat penolong, body guard dan tempat mengemis, tidak lebih, tidak kurang. Diluar itu, mereka cuek dengan pentingnya membangun hubungan dengan Tuhan, mematuhi ketetapanNya, merenungkan dan melakukan firmanNya dalam hidup sehari-hari. Sikap seperti ini tidaklah berkenan di hadapan Tuhan.
Mari kita lihat teguran keras Tuhan atas bangsa Israel di masa Zefanya. Sikap bangsa Israel yang keras kepala sudah berulang kali tampak jauh sebelum jaman Zefanya. Hati mereka dengan Tuhan begitu cepatnya berubah-ubah. Mereka dengan mudah menangis meminta pertolongan, berseru-seru pada Tuhan, namun saat ditolong, sesaat kemudian mereka sudah menunjukkan sikap tidak puas dan kembali bersungut-sungut. Pada saat-saat tertentu mereka memuliakan Tuhan, namun sesaat kemudian sikap mereka berubah 180 derajat. Lebih parah lagi, mereka tega menduakan Tuhan dengan ikut-ikutan menyembah dewa-dewa. Sikap seperti ini sangat tidak disukai Tuhan. Maka melalui Zefanya Tuhan memberi teguran keras. "Bersemangatlah dan berkumpullah, hai bangsa yang acuh tak acuh, sebelum kamu dihalau seperti sekam yang tertiup, sebelum datang ke atasmu murka TUHAN yang bernyala-nyala itu, sebelum datang ke atasmu hari kemurkaan TUHAN." (Zefanya 2:1-2). Ini teguran sangat keras yang dijatuhkan kepada sebuah bangsa yang tidak kunjung mengerti untuk bersyukur. Walaupun sudah berulangkali mengalami kuasa Tuhan, begitu banyak mukjizat yang mereka saksikan langsung di depan mata, tetapi mereka masih juga menunjukkan perilaku tidak terpuji dalam berbagai hal. Kalaupun mereka beribadah, seringkali itu hanya seremonial atau rutinitas semata. Untuk ketidak acuhan atas masalah ini pun Tuhan pernah menegur tak kalah keras. "Dan Tuhan telah berfirman: "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan, maka sebab itu, sesungguhnya, Aku akan melakukan pula hal-hal yang ajaib kepada bangsa ini, keajaiban yang menakjubkan; hikmat orang-orangnya yang berhikmat akan hilang, dan kearifan orang-orangnya yang arif akan bersembunyi." (Yesaya 29:13-14). Hal-hal yang ajaib atau keajaiban yang menakjubkan disini bukan hal-hal yang baik atau positif, tapi yang buruk. Dalam versi Bahasa Indonesia Sehari-hari diterjemahkan sebagai "pukulan bertubi-tubi". Sangatlah tidak pantas memperlakukan Tuhan yang luar biasa baik dan begitu mengasihi kita dengan sangat setia dengan sikap cuek atau acuh tak acuh seperti ini.
Dalam Wahyu teguran yang keras juga dialamatkan kepada jemaat di Laodikia atas sikap mirip. "Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:16). Sikap suam-suam kuku kurang lebih sama dengan sikap acuh tak acuh. Sikap seperti ini bisa mendatangkan murka Tuhan, dan itu wajar mengingat betapa baiknya Tuhan kepada kita. Hari-hari ini ada banyak diantara anak-anak Tuhan yang punya sikap sama. Beribadah sih, berdoa juga, tapi hanya kalau ingat, kalau ada waktu atau sifatnya hanya karena rutinitas saja. Ada banyak diantara mereka yang lebih mementingkan perkara duniawi ketimbang bersekutu intim dengan Tuhan dan mematuhi peraturanNya. Sebesar apa sebenarnya porsi Tuhan dalam hidup kita hari ini? Seberapa besar kerinduan kita kepadaNya? Dimana posisi Tuhan dalam hidup kita? Apakah kita mau mendengar apa kata Tuhan dengan baik atau jam-jam yang kita pakai untuk berdoa hanyalah rutinitas belaka, atau malah hanya dipakai sebagai sarana meminta? Apakah kita mau dengan sungguh-sungguh mematuhiNya, mendengar nasihat dan laranganNya? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan penting yang patut kita jadikan bahan introspeksi agar kita jangan sampai kemarahan Tuhan turun atas kita.
Kita harus tetap memiliki rasa takut akan Tuhan yang berbicara mengenai sikap hormat kita kepadaNya, tidak ingin membuatNya kecewa karena kita menyadari betul betapa besar kasihNya kepada kita dan betapa besar pula kasih kita kepadaNya. Ini adalah bentuk rasa takut yang sehat, yang akan membawa kita lebih dekat lagi kepadaNya. Takut akan Tuhan tidak saja bisa membawa kita untuk menerima keselamatan yang kekal sifatnya, namun Tuhan juga menjanjikan kita untuk tidak akan berkekurangan, seperti apa yang dikatakan Daud. "Takutlah akan TUHAN, hai orang-orang-Nya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia!" (Mazmur 34:9). Sikap acuh tak acuh dari lawan bicara kita bisa menyakiti hati kita, tapi kita sering lupa bahwa sikap acuh tak acuh kepada Tuhan pun akan mengecewakan dan menyakiti hatiNya. Jangan sampai kita menuai hal-hal yang buruk sebagai konsekuensinya. Oleh karena itu seriuslah dalam membangun hubungan dengan Tuhan. Dengarkan baik-baik pesan dan peringatanNya, takutlah akan Dia dan taatlah dengan sepenuh hati, serius dan sungguh-sungguh.
Jangan bersikap cuek, seriuslah dalam membangun hubungan dengan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
==================
"Bersemangatlah dan berkumpullah, hai bangsa yang acuh tak acuh, sebelum kamu dihalau seperti sekam yang tertiup, sebelum datang ke atasmu murka TUHAN yang bernyala-nyala itu, sebelum datang ke atasmu hari kemurkaan TUHAN."
Kata cuek bukan lagi kata yang baru. Setidaknya saya sudah melihat kata ini dipakai dalam lirik lagu di tahun 80an, tapi semakin sering dipakai akhir-akhir ini. Kata yang kurang lebih sama dengan acuh tak acuh menggambarkan sebuah sikap yang datar, tidak peduli baik terhadap lawan bicaranya maupun dalam menghadapi berbagai situasi. Jika kita berhadapan dengan orang yang sikapnya seperti ini mungkin kita akan kesal. Kita ajak ngomong dengan, apalagi kalau yang dibahas serius tapi mereka menunjukkan bersikap acuh tak acuh. Untuk hal-hal yang ringan mungkin sikap ini bisa terlihat lucu atau paling banter menyebalkan, tetapi tahukah anda bahwa sikap cuek ini bisa membawa dampak fatal dengan datangnya murka Tuhan apabila itu terjadi dalam hal mematuhi ketetapan atau peraturan Tuhan?
Kalau kita sebagai manusia saja kesal ketika berhadapan dengan orang-orang yang punya sifat cuek, apalagi Tuhan. Mengapa Tuhan harus marah atas sikap acuh tak acuh alias cuek ini? Mengapa tidak, jika kita mengingat bahwa Dia sudah mencurahkan segala kebaikan dan kemurahan Dtanpa henti kepada kita, bahkan sebuah keselamatan kekal Dia beri dalam bentuk anugerah justru disaat kita masih berselubung dosa. Bukankah keterlaluan apabila kita masih sanggup bersikap acuh tak acuh terhadapNya? Ada banyak orang yang rajin berdoa hanya saat tertimpa masalah. Mereka mudah berseru pada Tuhan bahkan disertai ratap tangis dalam doa yang jumlahnya banyak dalam sehari. Tetapi ketika Tuhan mengulurkan tanganNya dan melepaskan dari masalah, mereka pun segera melupakan Tuhan dan sibuk dengan dunia masing-masing. Mungkin sempat berterimakasih, tetapi itu pun tidak bertahan lama. Doa menjadi semakin jarang dengan beragam alasan. Peraturan Tuhan menjadi nomor ke sekian untuk dipatuhi, berada jauh di bawah kenikmatan dunia dalam skala prioritas sehari-hari. Apalagi jika diminta untuk terlibat dalam pelayanan, seribu satu alasan pun tiba-tiba bermunculan untuk menolak. Begitu seringnya anak-anak Tuhan terlena dalam kenyamanan dan kemudian melupakan Tuhan, namun kembali datang ketika masalah kembali muncul. Bahkan tidak jarang kita mendengar bahwa orang melayani Tuhan semata-mata karena mengharapkan hidup mereka bersih dari masalah, atau kalaupun ada masalah, Tuhan akan segera mengulurkan bantuan. "Kan saya melayani Tuhan, jadi wajar dong punya hubungan lebih spesial dibanding orang yang tidak melayani." begitu pikir mereka. Tuhan hanya dijadikan sebagai alat penolong, body guard dan tempat mengemis, tidak lebih, tidak kurang. Diluar itu, mereka cuek dengan pentingnya membangun hubungan dengan Tuhan, mematuhi ketetapanNya, merenungkan dan melakukan firmanNya dalam hidup sehari-hari. Sikap seperti ini tidaklah berkenan di hadapan Tuhan.
Mari kita lihat teguran keras Tuhan atas bangsa Israel di masa Zefanya. Sikap bangsa Israel yang keras kepala sudah berulang kali tampak jauh sebelum jaman Zefanya. Hati mereka dengan Tuhan begitu cepatnya berubah-ubah. Mereka dengan mudah menangis meminta pertolongan, berseru-seru pada Tuhan, namun saat ditolong, sesaat kemudian mereka sudah menunjukkan sikap tidak puas dan kembali bersungut-sungut. Pada saat-saat tertentu mereka memuliakan Tuhan, namun sesaat kemudian sikap mereka berubah 180 derajat. Lebih parah lagi, mereka tega menduakan Tuhan dengan ikut-ikutan menyembah dewa-dewa. Sikap seperti ini sangat tidak disukai Tuhan. Maka melalui Zefanya Tuhan memberi teguran keras. "Bersemangatlah dan berkumpullah, hai bangsa yang acuh tak acuh, sebelum kamu dihalau seperti sekam yang tertiup, sebelum datang ke atasmu murka TUHAN yang bernyala-nyala itu, sebelum datang ke atasmu hari kemurkaan TUHAN." (Zefanya 2:1-2). Ini teguran sangat keras yang dijatuhkan kepada sebuah bangsa yang tidak kunjung mengerti untuk bersyukur. Walaupun sudah berulangkali mengalami kuasa Tuhan, begitu banyak mukjizat yang mereka saksikan langsung di depan mata, tetapi mereka masih juga menunjukkan perilaku tidak terpuji dalam berbagai hal. Kalaupun mereka beribadah, seringkali itu hanya seremonial atau rutinitas semata. Untuk ketidak acuhan atas masalah ini pun Tuhan pernah menegur tak kalah keras. "Dan Tuhan telah berfirman: "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan, maka sebab itu, sesungguhnya, Aku akan melakukan pula hal-hal yang ajaib kepada bangsa ini, keajaiban yang menakjubkan; hikmat orang-orangnya yang berhikmat akan hilang, dan kearifan orang-orangnya yang arif akan bersembunyi." (Yesaya 29:13-14). Hal-hal yang ajaib atau keajaiban yang menakjubkan disini bukan hal-hal yang baik atau positif, tapi yang buruk. Dalam versi Bahasa Indonesia Sehari-hari diterjemahkan sebagai "pukulan bertubi-tubi". Sangatlah tidak pantas memperlakukan Tuhan yang luar biasa baik dan begitu mengasihi kita dengan sangat setia dengan sikap cuek atau acuh tak acuh seperti ini.
Dalam Wahyu teguran yang keras juga dialamatkan kepada jemaat di Laodikia atas sikap mirip. "Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:16). Sikap suam-suam kuku kurang lebih sama dengan sikap acuh tak acuh. Sikap seperti ini bisa mendatangkan murka Tuhan, dan itu wajar mengingat betapa baiknya Tuhan kepada kita. Hari-hari ini ada banyak diantara anak-anak Tuhan yang punya sikap sama. Beribadah sih, berdoa juga, tapi hanya kalau ingat, kalau ada waktu atau sifatnya hanya karena rutinitas saja. Ada banyak diantara mereka yang lebih mementingkan perkara duniawi ketimbang bersekutu intim dengan Tuhan dan mematuhi peraturanNya. Sebesar apa sebenarnya porsi Tuhan dalam hidup kita hari ini? Seberapa besar kerinduan kita kepadaNya? Dimana posisi Tuhan dalam hidup kita? Apakah kita mau mendengar apa kata Tuhan dengan baik atau jam-jam yang kita pakai untuk berdoa hanyalah rutinitas belaka, atau malah hanya dipakai sebagai sarana meminta? Apakah kita mau dengan sungguh-sungguh mematuhiNya, mendengar nasihat dan laranganNya? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan penting yang patut kita jadikan bahan introspeksi agar kita jangan sampai kemarahan Tuhan turun atas kita.
Kita harus tetap memiliki rasa takut akan Tuhan yang berbicara mengenai sikap hormat kita kepadaNya, tidak ingin membuatNya kecewa karena kita menyadari betul betapa besar kasihNya kepada kita dan betapa besar pula kasih kita kepadaNya. Ini adalah bentuk rasa takut yang sehat, yang akan membawa kita lebih dekat lagi kepadaNya. Takut akan Tuhan tidak saja bisa membawa kita untuk menerima keselamatan yang kekal sifatnya, namun Tuhan juga menjanjikan kita untuk tidak akan berkekurangan, seperti apa yang dikatakan Daud. "Takutlah akan TUHAN, hai orang-orang-Nya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia!" (Mazmur 34:9). Sikap acuh tak acuh dari lawan bicara kita bisa menyakiti hati kita, tapi kita sering lupa bahwa sikap acuh tak acuh kepada Tuhan pun akan mengecewakan dan menyakiti hatiNya. Jangan sampai kita menuai hal-hal yang buruk sebagai konsekuensinya. Oleh karena itu seriuslah dalam membangun hubungan dengan Tuhan. Dengarkan baik-baik pesan dan peringatanNya, takutlah akan Dia dan taatlah dengan sepenuh hati, serius dan sungguh-sungguh.
Jangan bersikap cuek, seriuslah dalam membangun hubungan dengan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, April 27, 2014
Terus Berbuat Dosa Mendatangkan Akibat yang Lebih Buruk
Ayat bacaan: Yohanes 5:14
======================
"Kemudian Yesus bertemu dengan dia dalam Bait Allah lalu berkata kepadanya: "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk."
Sewaktu kecil adik saya termasuk bandel dan hiperaktif. Sudah berkali-kali diingatkan oleh ayah dan ibu saya, tapi ia tetap saja seperti itu. Suatu kali ia memanjat meja di dalam kelas dan kemudian terjatuh. Gigi depannya patah setengah dan bibirnya sobek karena terbentur ujung meja. Itu terjadi di tahun 80 an, tapi sampai sekarang bekas luka di bibirnya masih jelas terlihat, begitu juga giginya yang disarung setengah, masih bisa dilihat dengan jelas. "Seandainya saya mendengar nasihat mama pada waktu itu, sesuatu seperti ini tidak seharusnya terjadi." katanya pada suatu kali setelah dewasa.
Bersikap bandel meski sudah diingatkan seringkali membawa kerugian, kecelakaan bahkan malapetaka dalam hidup kita. Rasanya kita semua tentu pernah mengalami itu. Sudah diingatkan orang tua tapi masih bandel, kita kemudian harus menanggung resikonya. Kita menabur sikap bandel, kita menuai kerugian. Masih untung jika kerugiannya tidak serius, bagaimana kalau sampai mengakibatkan cacat atau kerugian lain yang akibatnya berat? Ketidaksadaran, ketidakpedulian, tidak acuh atau cuek terhadap nasihat seringkali membawa dampak seperti ini dalam hidup kita. Adik saya bukan hanya kali itu mengalami kecelakaan. Ia pernah terjatuh dari kuda karena memacu kuda seenaknya dengan mengetuk-ngetukkan kakinya ke badan kuda, ia pernah hilang di sebuah tempat rekreasi dan lain-lain. Jatuh dan terbentur meja pun bukan menjadi akhir dari kebandelannya, karena ketika dewasa ia pernah ngebut di jalan dengan mengendarai motor bersama temannya dan terjatuh sehingga kepalanya sobek dan harus dijahit. Kebandelan yang terus berulang tampaknya membawa kejadian yang lebih buruk.
Seperti itulah pula ketika dosa terus kita biarkan bercokol dalam diri kita. Dosa lama yang kembali kita rangkul, dosa-dosa 'kecil' yang terus kita biarkan bisa mendatangkan dosa lebih banyak dan dengan sendirinya membawa akibat lebih buruk bagi kita. Kalau tadinya kita merasa menyesal ketika berbuat dosa, ketika itu terus berulang-ulang kita biarkan maka lama kelamaan berbuat dosa akan terasa lebih ringan. Kita jadi terbiasa berbuat dosa dan tidak lagi merasa bersalah ketika melakukannya. Dosa terus bertambah banyak dan berat, terus dibuahi sehingga mendatangkan banyak masalah dalam eskalasi yang seringkali bertambah pula.
Tuhan Yesus sudah pernah mengingatkan hal ini ketika ia menyembuhkan orang lumpuh di kolam yang disebut Betesda (Yohanes 5:1-18). Orang ini sudah mengalami lumpuh selama 38 tahun dan berharap akan kesembuhan. Tidak satupun orang yang mau membawanya masuk ke dalam kolam, tapi Yesus ada disana dan tanpa perlu basah ia pun disembuhkan. Setelah sembuh ia bertemu dengan Yesus di dalam Bait Allah. "Kemudian Yesus bertemu dengan dia dalam Bait Allah lalu berkata kepadanya: "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk." (ay 14). Lihatlah bahwa Yesus mengingatkan orang ini agar jangan berbuat dosa lagi setelah sembuh, karena itu bisa membawa dampak yang lebih buruk lagi kepadanya. Yesus pun pernah beberapa kali mengatakan "jangan berbuat dosa lagi" secara langsung seperti dalam kisah "perempuan yang berzinah" (Yohanes 7:53-8:11). Ketika perempuan yang berzinah itu hampir dihakimi oleh para ahli Taurat dan orang Farisi dengan hukuman dirajam sampai mati akibat kesalahannya, Yesus datang memberikan pengampunan. Satu pesan yang disampaikan Yesus kepadanya: "..jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." (8:11).
Kesadaran sangatlah diperlukan agar kita tidak berbuat dosa lagi. Seperti yang sudah kita lihat kemarin, Paulus dengan jelas mengingatkan kita agar tidak terbuai dan lengah menjaga kesadaran. "Sadarlah kembali sebaik-baiknya dan jangan berbuat dosa lagi!" (1 Korintus 15:34). Sadarlah kembali, dan sadarlah benar-benar, jangan setengah-setengah. Itulah yang bisa membuat kita awas akan jebakan-jebakan iblis agar kita kembali tercemar oleh berbagai dosa. Iblis akan terus berkeliling mengaum-aum mencari celah seperti yang disebutkan dalam 1 Petrus 5:8 kemarin, tetapi ia tidak akan bisa berbuat apa-apa jika kita tidak memberi celah sedikitpun baginya untuk masuk. Ia hanya bisa berkeliling tanpa bisa melakukan apapun karena tidak ada celah yang bisa ia manfaatkan. oleh karena itulah menjaga kesadaran sebaik-baiknya merupakan tugas yang sangat penting untuk kita ingat setiap saat. Si jahat akan terus berusaha tanpa lelah untuk menipu dan menjebak kita agar kita kembali menjadi hamba dosa. Tetapi iblis tidak akan sanggup berbuat apa-apa jika kita tetap berada dalam kondisi sadar penuh setiap hari.
Dosa yang dilakukan berulang-ulang bisa mendatangkan akibat yang semakin buruk. Begitulah berat resikonya apabila kita terus bermain-main dengan dosa. Oleh karena itulah kita harus mengingat betul pesan Paulus agar kita benar-benar memperhatikan kesadaran kita sebaik-baiknya. Kesadaran yang sebaik-baiknya sangatlah penting dalam menentukan apakah kita bisa menjaga kekudusan diri kita atau tidak, apakah kita bisa tetap bersih atau kembali tercemar oleh banyak dosa. Apabila kita tahu apa yang salah namun kita terus melakukannya karena kita tidak serius dalam menjaga kesadaran, maka yang terjadi bisa lebih buruk dari yang kita duga. Tidaklah cukup bagi kita untuk sekedar tahu saja akan mana yang baik dan buruk tanpa benar-benar menjaga kesadaran kita secara baik. Jika itu kita lakukan, itu hanya akan memperburuk status kita dan dengan sendirinya kita tengah mengeluarkan diri kita dari jalan keselamatan yang sudah dibukakan Kristus untuk kita.
Menjaga diri dengan kesadaran sebaik-baiknya akan mencegah kita dari berulang kali melakukan dosa yang bisa mendatangkan hal yang lebih buruk lagi
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
======================
"Kemudian Yesus bertemu dengan dia dalam Bait Allah lalu berkata kepadanya: "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk."
Sewaktu kecil adik saya termasuk bandel dan hiperaktif. Sudah berkali-kali diingatkan oleh ayah dan ibu saya, tapi ia tetap saja seperti itu. Suatu kali ia memanjat meja di dalam kelas dan kemudian terjatuh. Gigi depannya patah setengah dan bibirnya sobek karena terbentur ujung meja. Itu terjadi di tahun 80 an, tapi sampai sekarang bekas luka di bibirnya masih jelas terlihat, begitu juga giginya yang disarung setengah, masih bisa dilihat dengan jelas. "Seandainya saya mendengar nasihat mama pada waktu itu, sesuatu seperti ini tidak seharusnya terjadi." katanya pada suatu kali setelah dewasa.
Bersikap bandel meski sudah diingatkan seringkali membawa kerugian, kecelakaan bahkan malapetaka dalam hidup kita. Rasanya kita semua tentu pernah mengalami itu. Sudah diingatkan orang tua tapi masih bandel, kita kemudian harus menanggung resikonya. Kita menabur sikap bandel, kita menuai kerugian. Masih untung jika kerugiannya tidak serius, bagaimana kalau sampai mengakibatkan cacat atau kerugian lain yang akibatnya berat? Ketidaksadaran, ketidakpedulian, tidak acuh atau cuek terhadap nasihat seringkali membawa dampak seperti ini dalam hidup kita. Adik saya bukan hanya kali itu mengalami kecelakaan. Ia pernah terjatuh dari kuda karena memacu kuda seenaknya dengan mengetuk-ngetukkan kakinya ke badan kuda, ia pernah hilang di sebuah tempat rekreasi dan lain-lain. Jatuh dan terbentur meja pun bukan menjadi akhir dari kebandelannya, karena ketika dewasa ia pernah ngebut di jalan dengan mengendarai motor bersama temannya dan terjatuh sehingga kepalanya sobek dan harus dijahit. Kebandelan yang terus berulang tampaknya membawa kejadian yang lebih buruk.
Seperti itulah pula ketika dosa terus kita biarkan bercokol dalam diri kita. Dosa lama yang kembali kita rangkul, dosa-dosa 'kecil' yang terus kita biarkan bisa mendatangkan dosa lebih banyak dan dengan sendirinya membawa akibat lebih buruk bagi kita. Kalau tadinya kita merasa menyesal ketika berbuat dosa, ketika itu terus berulang-ulang kita biarkan maka lama kelamaan berbuat dosa akan terasa lebih ringan. Kita jadi terbiasa berbuat dosa dan tidak lagi merasa bersalah ketika melakukannya. Dosa terus bertambah banyak dan berat, terus dibuahi sehingga mendatangkan banyak masalah dalam eskalasi yang seringkali bertambah pula.
Tuhan Yesus sudah pernah mengingatkan hal ini ketika ia menyembuhkan orang lumpuh di kolam yang disebut Betesda (Yohanes 5:1-18). Orang ini sudah mengalami lumpuh selama 38 tahun dan berharap akan kesembuhan. Tidak satupun orang yang mau membawanya masuk ke dalam kolam, tapi Yesus ada disana dan tanpa perlu basah ia pun disembuhkan. Setelah sembuh ia bertemu dengan Yesus di dalam Bait Allah. "Kemudian Yesus bertemu dengan dia dalam Bait Allah lalu berkata kepadanya: "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk." (ay 14). Lihatlah bahwa Yesus mengingatkan orang ini agar jangan berbuat dosa lagi setelah sembuh, karena itu bisa membawa dampak yang lebih buruk lagi kepadanya. Yesus pun pernah beberapa kali mengatakan "jangan berbuat dosa lagi" secara langsung seperti dalam kisah "perempuan yang berzinah" (Yohanes 7:53-8:11). Ketika perempuan yang berzinah itu hampir dihakimi oleh para ahli Taurat dan orang Farisi dengan hukuman dirajam sampai mati akibat kesalahannya, Yesus datang memberikan pengampunan. Satu pesan yang disampaikan Yesus kepadanya: "..jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." (8:11).
Kesadaran sangatlah diperlukan agar kita tidak berbuat dosa lagi. Seperti yang sudah kita lihat kemarin, Paulus dengan jelas mengingatkan kita agar tidak terbuai dan lengah menjaga kesadaran. "Sadarlah kembali sebaik-baiknya dan jangan berbuat dosa lagi!" (1 Korintus 15:34). Sadarlah kembali, dan sadarlah benar-benar, jangan setengah-setengah. Itulah yang bisa membuat kita awas akan jebakan-jebakan iblis agar kita kembali tercemar oleh berbagai dosa. Iblis akan terus berkeliling mengaum-aum mencari celah seperti yang disebutkan dalam 1 Petrus 5:8 kemarin, tetapi ia tidak akan bisa berbuat apa-apa jika kita tidak memberi celah sedikitpun baginya untuk masuk. Ia hanya bisa berkeliling tanpa bisa melakukan apapun karena tidak ada celah yang bisa ia manfaatkan. oleh karena itulah menjaga kesadaran sebaik-baiknya merupakan tugas yang sangat penting untuk kita ingat setiap saat. Si jahat akan terus berusaha tanpa lelah untuk menipu dan menjebak kita agar kita kembali menjadi hamba dosa. Tetapi iblis tidak akan sanggup berbuat apa-apa jika kita tetap berada dalam kondisi sadar penuh setiap hari.
Dosa yang dilakukan berulang-ulang bisa mendatangkan akibat yang semakin buruk. Begitulah berat resikonya apabila kita terus bermain-main dengan dosa. Oleh karena itulah kita harus mengingat betul pesan Paulus agar kita benar-benar memperhatikan kesadaran kita sebaik-baiknya. Kesadaran yang sebaik-baiknya sangatlah penting dalam menentukan apakah kita bisa menjaga kekudusan diri kita atau tidak, apakah kita bisa tetap bersih atau kembali tercemar oleh banyak dosa. Apabila kita tahu apa yang salah namun kita terus melakukannya karena kita tidak serius dalam menjaga kesadaran, maka yang terjadi bisa lebih buruk dari yang kita duga. Tidaklah cukup bagi kita untuk sekedar tahu saja akan mana yang baik dan buruk tanpa benar-benar menjaga kesadaran kita secara baik. Jika itu kita lakukan, itu hanya akan memperburuk status kita dan dengan sendirinya kita tengah mengeluarkan diri kita dari jalan keselamatan yang sudah dibukakan Kristus untuk kita.
Menjaga diri dengan kesadaran sebaik-baiknya akan mencegah kita dari berulang kali melakukan dosa yang bisa mendatangkan hal yang lebih buruk lagi
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, April 26, 2014
Mengulang Dosa yang Sama
Ayat bacaan: 1 Korintus 15:34
=======================
"Sadarlah kembali sebaik-baiknya dan jangan berbuat dosa lagi!"
Ada teman yang dahulu suka mabuk-mabukan meminum minuman keras mengaku bahwa ia kerap tergoda ketika melihat orang lain tengah minum, atau bahkan ketika melihat botolnya dipajang di toko. Ini satu contoh betapa sulitnya kita menghindar dari dosa yang sama. Ada pepatah yang mengatakan hanya keledai yang jatuh dua kali di lubang yang sama. Tapi faktanya manusia pun kerap jatuh berulang-ulang pada dosa yang sama. Dosa-dosa di masa lalu yang sudah kita tinggalkan seringkali berusaha menarik kita kembali kesana. Mabuk-mabukan, rokok, menonton video porno , kebut-kebutan di jalan merupakan sedikit dari bentuk-bentuk perilaku buruk yang tampaknya susah dihilangkan. Sudah lepas, jatuh lagi. Apalagi yang tingkat ketergantungannya sudah terlalu tinggi biasanya lebih sulit lagi dilepaskan. Jika demikian, tentu kesadaran memegang peranan penting agar kita tidak terus-terusan jatuh ke dalam jebakan yang sama. Tidak sadar atau sedikit saja lengah bisa membawa banyak kerugian baik bagi hidup kita maupun bagi perkembangan iman kita menuju keselamatan yang kekal.
Kesadaran. Itu sangatlah penting, karena seringkali kejatuhan pada dosa yang sama berawal dari kelemahan kita mengontrol kesadaran. Bagaimana kata firman Tuhan? Firman Tuhan berkata: "Sadarlah kembali sebaik-baiknya dan jangan berbuat dosa lagi!" (1 Korintus 15:34). Sadarlah, bukan sekedar sadar tapi sadar kembali sebaik-baiknya, agar dosa lama tidak kembali masuk mengganggu dan menguasai kita. Peringatan untuk sadar juga disampaikan oleh Petrus. "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Ayat ini dengan jelas mengatakan bahwa iblis hanya bisa mencari orang yang dapat ditelannya. Iblis tidak bisa serta merta mempengaruhi kita apabila tidak ada celah yang terbuka untuk dia masuki. Tanpa adanya celah, iblis hanya bisa berputar-putar di luar saja. Apabila roh kita lemah, kita rentan untuk diserang oleh berbagai macam jebakan. Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengingatkan kita untuk senantiasa berjaga-jaga dan berdoa. "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan; roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41, Markus 14:38). Berjaga-jaga tidak akan bisa dilakukan oleh orang yang setengah sadar apalagi yang tidak sadar sama sekali. Orang yang setengah sadar biasanya lengah. Sadar dengan sebaik-baikny, ituah yang akan sanggup menutup segala celah sehingga kita tidak terus menerus jatuh ke dalam jebakan dosa yang sama.
Kesadaran sepenuhnya juga harus tumbuh dalam pengertian yang benar tentang hakekat diri kita sebagai orang percaya. "yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya." (Efesus 4:22-24). Kita juga harus sadar benar untuk "menanggalkan semua beban dosa yang begitu merintangi kita dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." (Ibrani 12:1). Setiap saat dosa bisa memperlambat atau bahkan menghentikan langkah kita. Iblis selalu siap menjebak kita masuk ke dalam jeratnya kapan, dimana dan bagaimanapun. Hanya dengan kesadaran yang sebaik-baiknyalah kita bisa terhindar dari itu semua. Mungkin sulit, sebab kedagingan kita yang lemah bisa membuat kita tergoda terhadap berbagai bentuk dosa terutama yang dulu pernah menguasai kita. Tapi ingatlah bahwa kita bukan bergantung pada kekuatan kita sendiri, tapi Roh Allah-lah yang akan memampukan kita. Itu akan sulit terjadi apabila kita belum sadar sepenuhnya mengenai siapa sejatinya diri kita hari ini dan bagaimana seharusnya kita hidup sebagai manusia yang baru.
Kesadaran yang sebaik-baiknya mutlak kita miliki agar bisa terhindar dari berbagai jebakan dosa termasuk kebiasaan-kebiasaan lama yang akan terus menggiring kita kembali kesana. Sadarilah baik-baik bahwa kita sudah ditebus dan dianugerahkan kedudukan tinggi sebagai anak-anak Allah. Segala yang terbaik yang Tuhan sediakan bagi anak-anakNya tidak akan pernah sebanding dengan berbagai kenikmatan sementara yang mengandung banyak kecemaran. Jadi kita harus benar-benar sadar sepenuhnya, sebaik-baiknya dan tidak berbuat atau mengulang dosa lagi. Miliki tekad hari ini untuk berjalan dalam kesadaran penuh sesuai kedudukan kita yang benar di hadapan Allah. Jika anda merasa ragu dengan kemampuan anda untuk mencegah kembalinya dosa-dosa lama, Firman Tuhan berkata: "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7).
Jangan setengah sadar apalagi tidak sadar, tapi sadarlah sepenuhnya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=======================
"Sadarlah kembali sebaik-baiknya dan jangan berbuat dosa lagi!"
Ada teman yang dahulu suka mabuk-mabukan meminum minuman keras mengaku bahwa ia kerap tergoda ketika melihat orang lain tengah minum, atau bahkan ketika melihat botolnya dipajang di toko. Ini satu contoh betapa sulitnya kita menghindar dari dosa yang sama. Ada pepatah yang mengatakan hanya keledai yang jatuh dua kali di lubang yang sama. Tapi faktanya manusia pun kerap jatuh berulang-ulang pada dosa yang sama. Dosa-dosa di masa lalu yang sudah kita tinggalkan seringkali berusaha menarik kita kembali kesana. Mabuk-mabukan, rokok, menonton video porno , kebut-kebutan di jalan merupakan sedikit dari bentuk-bentuk perilaku buruk yang tampaknya susah dihilangkan. Sudah lepas, jatuh lagi. Apalagi yang tingkat ketergantungannya sudah terlalu tinggi biasanya lebih sulit lagi dilepaskan. Jika demikian, tentu kesadaran memegang peranan penting agar kita tidak terus-terusan jatuh ke dalam jebakan yang sama. Tidak sadar atau sedikit saja lengah bisa membawa banyak kerugian baik bagi hidup kita maupun bagi perkembangan iman kita menuju keselamatan yang kekal.
Kesadaran. Itu sangatlah penting, karena seringkali kejatuhan pada dosa yang sama berawal dari kelemahan kita mengontrol kesadaran. Bagaimana kata firman Tuhan? Firman Tuhan berkata: "Sadarlah kembali sebaik-baiknya dan jangan berbuat dosa lagi!" (1 Korintus 15:34). Sadarlah, bukan sekedar sadar tapi sadar kembali sebaik-baiknya, agar dosa lama tidak kembali masuk mengganggu dan menguasai kita. Peringatan untuk sadar juga disampaikan oleh Petrus. "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Ayat ini dengan jelas mengatakan bahwa iblis hanya bisa mencari orang yang dapat ditelannya. Iblis tidak bisa serta merta mempengaruhi kita apabila tidak ada celah yang terbuka untuk dia masuki. Tanpa adanya celah, iblis hanya bisa berputar-putar di luar saja. Apabila roh kita lemah, kita rentan untuk diserang oleh berbagai macam jebakan. Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengingatkan kita untuk senantiasa berjaga-jaga dan berdoa. "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan; roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41, Markus 14:38). Berjaga-jaga tidak akan bisa dilakukan oleh orang yang setengah sadar apalagi yang tidak sadar sama sekali. Orang yang setengah sadar biasanya lengah. Sadar dengan sebaik-baikny, ituah yang akan sanggup menutup segala celah sehingga kita tidak terus menerus jatuh ke dalam jebakan dosa yang sama.
Kesadaran sepenuhnya juga harus tumbuh dalam pengertian yang benar tentang hakekat diri kita sebagai orang percaya. "yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya." (Efesus 4:22-24). Kita juga harus sadar benar untuk "menanggalkan semua beban dosa yang begitu merintangi kita dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." (Ibrani 12:1). Setiap saat dosa bisa memperlambat atau bahkan menghentikan langkah kita. Iblis selalu siap menjebak kita masuk ke dalam jeratnya kapan, dimana dan bagaimanapun. Hanya dengan kesadaran yang sebaik-baiknyalah kita bisa terhindar dari itu semua. Mungkin sulit, sebab kedagingan kita yang lemah bisa membuat kita tergoda terhadap berbagai bentuk dosa terutama yang dulu pernah menguasai kita. Tapi ingatlah bahwa kita bukan bergantung pada kekuatan kita sendiri, tapi Roh Allah-lah yang akan memampukan kita. Itu akan sulit terjadi apabila kita belum sadar sepenuhnya mengenai siapa sejatinya diri kita hari ini dan bagaimana seharusnya kita hidup sebagai manusia yang baru.
Kesadaran yang sebaik-baiknya mutlak kita miliki agar bisa terhindar dari berbagai jebakan dosa termasuk kebiasaan-kebiasaan lama yang akan terus menggiring kita kembali kesana. Sadarilah baik-baik bahwa kita sudah ditebus dan dianugerahkan kedudukan tinggi sebagai anak-anak Allah. Segala yang terbaik yang Tuhan sediakan bagi anak-anakNya tidak akan pernah sebanding dengan berbagai kenikmatan sementara yang mengandung banyak kecemaran. Jadi kita harus benar-benar sadar sepenuhnya, sebaik-baiknya dan tidak berbuat atau mengulang dosa lagi. Miliki tekad hari ini untuk berjalan dalam kesadaran penuh sesuai kedudukan kita yang benar di hadapan Allah. Jika anda merasa ragu dengan kemampuan anda untuk mencegah kembalinya dosa-dosa lama, Firman Tuhan berkata: "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7).
Jangan setengah sadar apalagi tidak sadar, tapi sadarlah sepenuhnya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, April 25, 2014
Menyikapi Panjang Sabar Tuhan
Ayat bacaan: Nahum 1:3
=====================
"TUHAN itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah. Ia berjalan dalam puting beliung dan badai, dan awan adalah debu kaki-Nya"
Masa muda dianggap banyak orang sebagai masa-masa kebebasan untuk mencoba hal-hal baru. Mumpung belum ada tanggungan, mumpung belum ada tuntutan. Begitu pikiran banyak anak muda terlebih di jaman sekarang. Mencoba hal baru boleh saja, sepanjang hal baru itu bukan sesuatu yang melanggar ketetapan Tuhan. Obat-obatan, seks bebas dan berbagai jenis kenakalan remaja tentu tidak boleh disentuh dengan alasan apapun. Banyak di antara mereka berpikir bahwa nanti ada waktu untuk bertobat dan hidup benar, karena perjalanan hidup masih panjang. Jadi selagi muda, berpuas-puas lah dulu. Ini tentu pemikiran keliru, karena yang sering terjadi adalah, sekali kita masuk ke dalam dosa, kita akan terus terperosok semakin dalam dan sulit lepas. Kita akan diperangkap iblis dan dijadikan tempat bermain yang menyenangkan bagi si jahat. Seorang teman yang masa lalunya buruk mengatakan bahwa ia sangat-sangat bersyukur karena ia masih diberi kesempatan untuk bertobat dan menjalani hidup baru bersama Tuhan. "Tuhan itu panjang sabarnya mas.. dan kasihNya yang luar biasa besar membuat saya diberi kesempatan untuk keluar dari masa lalu saya yang buruk." katanya.
Ada banyak dari kita masih saja terus bergumul, sulit untuk lepas dari dosa. Hari ini bertobat, besok kumat lagi, kembali jatuh ke dalam dosa yang sama. Jika anda ada diposisi Tuhan, anda mungkin kesal atau kecewa melihat orang yang berulang kali datang minta ampun tetapi masih terus saja melakukan perbuatan-perbuatan buruk yang sama. Tapi hebatnya, kasih Tuhan masih jauh lebih besar ketimbang rasa kecewaNya. Berulang-ulang kita berbuat salah, Tuhan masih berkenan dengan sabar memberi kesempatan kepada kita untuk berbalik dari jalan-jalan yang salah dan kembali kejalanNya yang benar. Ini adalah sebuah bukti betapa Tuhan mengasihi kita. Benar, kasih Tuhan membuka kesempatan bagi kita untuk bertobat. Tetapi jangan pakai itu sebagai celah untuk terus berbuat dosa, karena meski Tuhan panjang sabarnya, Dia tidak akan membiarkan satupun pelanggaran berlalu begitu saja. Kesalahan ada hukumannya, maka kita harus hati-hati dan tidak boleh mempergunakan kebaikan Tuhan untuk niat-niat yang buruk.
Kitab Nahum mengingatkan hal ini dengan jelas. "TUHAN itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah. Ia berjalan dalam puting beliung dan badai, dan awan adalah debu kaki-Nya." (Nahum 1:3). Perhatikanlah dengan jelas. Tuhan memang panjang kesabarannya, tetapi itu bukan berarti kita bisa memanfaatkan kebaikan Tuhan dengan terus melakukan perbuatan yang melanggar ketetapanNya. Jika kesempatan masih ada, bersyukurlah karena itu artinya Tuhan yang sangat panjang sabarnya itu masih memberi anda waktu untuk berbenah, memperbaiki diri kembali ke jalan yang benar agar segala yang Dia janjikan tidak luput dari kita. Semua itu karena Tuhan begitu mengasihi kita dan tidak ingin satupun dari kita gagal menerima keselamatan yang telah membuat Tuhan rela mengorbankan Yesus menggantikan kita di atas kayu salib.
Tuhan ingin memberikan kesempatan kepada kita semua untuk bertobat. Kalau kita menganggap bahwa ada orang-orang berdosa yang tampaknya masih baik-baik saja sebagai sebuah kelalaian, dalam 2 Petrus 3:9 sudah dikatakan bahwa tidaklah demikian. Disana tertulis: "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melaikan supaya semua orang berbalik dan bertobat." Lihat bahwa kesabaran Tuhan itu bertujuan untuk membuka kesempatan agar siapapun yang pernah berbuat dosa bisa berbalik dari jalan-jalannya yang salah dan melakukan pertobatan menyeluruh. Tapi meski demikian, dalam ayat Nahum diatas dikatakan bahwa Tuhan tidak sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman. Kesabaran Tuhan itu ada batasnya. Orang yang tidak mempergunakan kesempatan untuk bertobat dan terus berbuat kejahatan pada akhirnya akan mengalami murkaNya. Dalam Roma 11:22 dikatakan: "Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah jatuh, tetapi atas kamu kemurahan-Nya, yaitu jika kamu tetap dalam kemurahan-Nya; jika tidak, kamupun akan dipotong juga." Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Allah itu sangat baik, tetapi juga keras. Dia akan bertindak keras terhadap orang yang berdoa, tetapi baik hati terhadap siapapun yang hidup mensyukuri kebaikanNya. Jika kita mengabaikan itu, maka murka Tuhanlah yang akan kita terima.
Bayangkan betapa baiknya Tuhan dengan kesabaran yang begitu panjang. Tanpa itu semua, mungkin sejak dulu kita sudah binasa. Dia sungguh baik memberikan kita waktu dan kesempatan untuk terus berusaha menjadi lebih baik lagi. Tidak hanya itu saja, Tuhan pun sangatlah besar dan tak terukur kuasaNya. Lihatlah bagaimana Tuhan mengatur segala alam semesta beserta isinya, sehingga tidak satupun dari planet atau gugus bintang bertabrakan dan saling menghancurkan satu sama lain. Segala yang baik yang disediakan Tuhan dalam pemeliharaanNya pun berperan untuk memberi kesempatan bagi kita untuk terus berbenah diri. Bayangkan jika tiba-tiba alam semesta menjadi kacau, kesempatan kita untuk memperbaiki diri pun sirna. Daud begitu menyadari hal ini dan ia juga berkata "Sesungguhnya aku tahu, bahwa TUHAN itu maha besar dan Tuhan kita itu melebihi segala allah." (Mazmur 135:5).
Kita pantas bersyukur atas kebesaran kuasa Tuhan yang jauh melebihi kemampuan nalar manusia dan atas panjangnya kesabaran Tuhan dalam proses perbaikan diri kita. Kebaikan Tuhan seharusnya membuat kita berdiri dan bersorak sorai dalam sukacita, bukannya malah terus menjauh, melupakan atau menyalahkan Tuhan atas segala kesulitan yang kita alami, atau malah memanfaatkan itu sebagai sarana kebebasan untuk terus berbuat dosa. Sudah sepantasnya kita menyadari betul segala perbuatan dan penyertaan Tuhan dalam hidup kita dan mengucap syukur atasnya. Menyadari kesabaran Tuhan hendaknya dipakai sebagai momen untuk tidak lagi melanggar peraturan/ketetapan Tuhan sebagai bentuk penghargaan kita akan kasihNya dan kesempatan yang masih diberikan kepada kita. Lewat Kristus kita semua sudah dimerdekakan, oleh sebab itu kita harus menyikapinya dengan terus menjaga diri kita agar tidak kembali terjatuh kepada kebiasaan-kebiasaan buruk atau dosa-dosa di masa lalu. "Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan." (Galatia 5:1). Jangan biarkan ada kuk perhambaan lagi yang masih membelenggu kita. Kita harus menjaga kesadaran dengan sebaik-baiknya agar tidak terus mengulangi kesalahan yang sama. "Sadarlah kembali sebaik-baiknya dan jangan berbuat dosa lagi!" (1 Korintus 15:34). Kesalahan demi kesalahan yang tidak ditangani serius bisa membuka pintu masuk bagi banyak dosa yang akhirnya menguasai diri kita. Selagi Tuhan masih memberi kesempatan untuk berbalik, pergunakanlah kesempatan itu dengan sebaik-baiknya. Bersyukurlah bahwa Tuhan tidak serta merta memukul hancur kita melainkan terlebih dahulu berusaha menggapai dan menyentuh hati kita. Tuhan memberi kita kesempatan luas, tapi jangan sia-siakan agar kita tidak harus luput dari segala yang terbaik yang sudah Tuhan sediakan buat kita.
Tuhan itu baik dan panjang sabar, tetapi jangan pernah manfaatkan sebagai peluang untuk terus berbuat dosa
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"TUHAN itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah. Ia berjalan dalam puting beliung dan badai, dan awan adalah debu kaki-Nya"
Masa muda dianggap banyak orang sebagai masa-masa kebebasan untuk mencoba hal-hal baru. Mumpung belum ada tanggungan, mumpung belum ada tuntutan. Begitu pikiran banyak anak muda terlebih di jaman sekarang. Mencoba hal baru boleh saja, sepanjang hal baru itu bukan sesuatu yang melanggar ketetapan Tuhan. Obat-obatan, seks bebas dan berbagai jenis kenakalan remaja tentu tidak boleh disentuh dengan alasan apapun. Banyak di antara mereka berpikir bahwa nanti ada waktu untuk bertobat dan hidup benar, karena perjalanan hidup masih panjang. Jadi selagi muda, berpuas-puas lah dulu. Ini tentu pemikiran keliru, karena yang sering terjadi adalah, sekali kita masuk ke dalam dosa, kita akan terus terperosok semakin dalam dan sulit lepas. Kita akan diperangkap iblis dan dijadikan tempat bermain yang menyenangkan bagi si jahat. Seorang teman yang masa lalunya buruk mengatakan bahwa ia sangat-sangat bersyukur karena ia masih diberi kesempatan untuk bertobat dan menjalani hidup baru bersama Tuhan. "Tuhan itu panjang sabarnya mas.. dan kasihNya yang luar biasa besar membuat saya diberi kesempatan untuk keluar dari masa lalu saya yang buruk." katanya.
Ada banyak dari kita masih saja terus bergumul, sulit untuk lepas dari dosa. Hari ini bertobat, besok kumat lagi, kembali jatuh ke dalam dosa yang sama. Jika anda ada diposisi Tuhan, anda mungkin kesal atau kecewa melihat orang yang berulang kali datang minta ampun tetapi masih terus saja melakukan perbuatan-perbuatan buruk yang sama. Tapi hebatnya, kasih Tuhan masih jauh lebih besar ketimbang rasa kecewaNya. Berulang-ulang kita berbuat salah, Tuhan masih berkenan dengan sabar memberi kesempatan kepada kita untuk berbalik dari jalan-jalan yang salah dan kembali kejalanNya yang benar. Ini adalah sebuah bukti betapa Tuhan mengasihi kita. Benar, kasih Tuhan membuka kesempatan bagi kita untuk bertobat. Tetapi jangan pakai itu sebagai celah untuk terus berbuat dosa, karena meski Tuhan panjang sabarnya, Dia tidak akan membiarkan satupun pelanggaran berlalu begitu saja. Kesalahan ada hukumannya, maka kita harus hati-hati dan tidak boleh mempergunakan kebaikan Tuhan untuk niat-niat yang buruk.
Kitab Nahum mengingatkan hal ini dengan jelas. "TUHAN itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah. Ia berjalan dalam puting beliung dan badai, dan awan adalah debu kaki-Nya." (Nahum 1:3). Perhatikanlah dengan jelas. Tuhan memang panjang kesabarannya, tetapi itu bukan berarti kita bisa memanfaatkan kebaikan Tuhan dengan terus melakukan perbuatan yang melanggar ketetapanNya. Jika kesempatan masih ada, bersyukurlah karena itu artinya Tuhan yang sangat panjang sabarnya itu masih memberi anda waktu untuk berbenah, memperbaiki diri kembali ke jalan yang benar agar segala yang Dia janjikan tidak luput dari kita. Semua itu karena Tuhan begitu mengasihi kita dan tidak ingin satupun dari kita gagal menerima keselamatan yang telah membuat Tuhan rela mengorbankan Yesus menggantikan kita di atas kayu salib.
Tuhan ingin memberikan kesempatan kepada kita semua untuk bertobat. Kalau kita menganggap bahwa ada orang-orang berdosa yang tampaknya masih baik-baik saja sebagai sebuah kelalaian, dalam 2 Petrus 3:9 sudah dikatakan bahwa tidaklah demikian. Disana tertulis: "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melaikan supaya semua orang berbalik dan bertobat." Lihat bahwa kesabaran Tuhan itu bertujuan untuk membuka kesempatan agar siapapun yang pernah berbuat dosa bisa berbalik dari jalan-jalannya yang salah dan melakukan pertobatan menyeluruh. Tapi meski demikian, dalam ayat Nahum diatas dikatakan bahwa Tuhan tidak sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman. Kesabaran Tuhan itu ada batasnya. Orang yang tidak mempergunakan kesempatan untuk bertobat dan terus berbuat kejahatan pada akhirnya akan mengalami murkaNya. Dalam Roma 11:22 dikatakan: "Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah jatuh, tetapi atas kamu kemurahan-Nya, yaitu jika kamu tetap dalam kemurahan-Nya; jika tidak, kamupun akan dipotong juga." Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Allah itu sangat baik, tetapi juga keras. Dia akan bertindak keras terhadap orang yang berdoa, tetapi baik hati terhadap siapapun yang hidup mensyukuri kebaikanNya. Jika kita mengabaikan itu, maka murka Tuhanlah yang akan kita terima.
Bayangkan betapa baiknya Tuhan dengan kesabaran yang begitu panjang. Tanpa itu semua, mungkin sejak dulu kita sudah binasa. Dia sungguh baik memberikan kita waktu dan kesempatan untuk terus berusaha menjadi lebih baik lagi. Tidak hanya itu saja, Tuhan pun sangatlah besar dan tak terukur kuasaNya. Lihatlah bagaimana Tuhan mengatur segala alam semesta beserta isinya, sehingga tidak satupun dari planet atau gugus bintang bertabrakan dan saling menghancurkan satu sama lain. Segala yang baik yang disediakan Tuhan dalam pemeliharaanNya pun berperan untuk memberi kesempatan bagi kita untuk terus berbenah diri. Bayangkan jika tiba-tiba alam semesta menjadi kacau, kesempatan kita untuk memperbaiki diri pun sirna. Daud begitu menyadari hal ini dan ia juga berkata "Sesungguhnya aku tahu, bahwa TUHAN itu maha besar dan Tuhan kita itu melebihi segala allah." (Mazmur 135:5).
Kita pantas bersyukur atas kebesaran kuasa Tuhan yang jauh melebihi kemampuan nalar manusia dan atas panjangnya kesabaran Tuhan dalam proses perbaikan diri kita. Kebaikan Tuhan seharusnya membuat kita berdiri dan bersorak sorai dalam sukacita, bukannya malah terus menjauh, melupakan atau menyalahkan Tuhan atas segala kesulitan yang kita alami, atau malah memanfaatkan itu sebagai sarana kebebasan untuk terus berbuat dosa. Sudah sepantasnya kita menyadari betul segala perbuatan dan penyertaan Tuhan dalam hidup kita dan mengucap syukur atasnya. Menyadari kesabaran Tuhan hendaknya dipakai sebagai momen untuk tidak lagi melanggar peraturan/ketetapan Tuhan sebagai bentuk penghargaan kita akan kasihNya dan kesempatan yang masih diberikan kepada kita. Lewat Kristus kita semua sudah dimerdekakan, oleh sebab itu kita harus menyikapinya dengan terus menjaga diri kita agar tidak kembali terjatuh kepada kebiasaan-kebiasaan buruk atau dosa-dosa di masa lalu. "Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan." (Galatia 5:1). Jangan biarkan ada kuk perhambaan lagi yang masih membelenggu kita. Kita harus menjaga kesadaran dengan sebaik-baiknya agar tidak terus mengulangi kesalahan yang sama. "Sadarlah kembali sebaik-baiknya dan jangan berbuat dosa lagi!" (1 Korintus 15:34). Kesalahan demi kesalahan yang tidak ditangani serius bisa membuka pintu masuk bagi banyak dosa yang akhirnya menguasai diri kita. Selagi Tuhan masih memberi kesempatan untuk berbalik, pergunakanlah kesempatan itu dengan sebaik-baiknya. Bersyukurlah bahwa Tuhan tidak serta merta memukul hancur kita melainkan terlebih dahulu berusaha menggapai dan menyentuh hati kita. Tuhan memberi kita kesempatan luas, tapi jangan sia-siakan agar kita tidak harus luput dari segala yang terbaik yang sudah Tuhan sediakan buat kita.
Tuhan itu baik dan panjang sabar, tetapi jangan pernah manfaatkan sebagai peluang untuk terus berbuat dosa
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, April 24, 2014
Tidak Berhenti Belajar
Ayat bacaan: Amsal 1:5
======================
"baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan"
"Saya tidak mau jadi matang.. karena kalau sudah matang, artinya tinggal menunggu busuk saja." Demikian kata seorang teman yang berprofesi sebagai guru menyanyi. Meski ia sudah lebih dari 1 tahun bekerja sebagai guru vokal, ia terus belajar mengolah vokalnya yang tidak hanya sebatas menyanyi tapi juga meniru suara beberapa jenis alat musik, perkusi dan sebagainya. Ia rajin melatih nafas agar tahan menyanyi yang panjang-panjang dan melatih ketepatan vokalnya agar jatuh di nada yang pas ketika bernyanyi dalam keaaan cepat. Apa yang ia bilang sangat menarik buat saya, karena saat orang ingin menjadi matang, ia justru ingin terus pada posisi belajar agar bisa bertumbuh lebih dan lebih lagi. Ia bersyukur, tapi tidak mau merasa puas dan berhenti. Ia juga berkata bahwa ada begitu banyak ilmu yang sangat menarik tapi belum ia kuasai. Karenanya ia terus berusaha mengolah talentanya untuk terus lebih dan lebih lagi. Ini sangat menginspirasi saya, karena disaat yang sama saya berhadapan dengan banyak orang yang cepat berpuas diri dan tidak lagi mau mengembangkan kapasitasnya. Mereka puas dengan apa yang ada pada mereka dan seperti hidup tanpa semangat lagi. Dari hari ke hari sama, bagai robot yang diprogram melakukan hal berulang secara rutin.
Tuhan tidak menciptakan kita sebagai robot. Kita diciptakan sesuai imageNya sendiri dan diberi kehendak bebas. Dia memberi kita talenta dan kemampuan untuk terus meningkat, mengembangkan kapasitas hingga mencapai tahapan-tahapan diluar apa yang kita anggap sebagai batas kemampuan kita. Hidup yang tidak lagi puya gairah, tidak ada lagi tantangan, tidak ada lagi impian dan cita-cita akan sangat membosankan. Disaat jaman berubah, teknologi berkembang, segala aspek kehidupan tidak akan pernah statis melainkan selalu bergerak dinamis, orang-orang yang tidak mau berkembang akan terus hidup di masa lalu dengan segala ke-'jadul'annya. Lama-lama mereka akan ditinggalkan oleh jaman dan kemajuannya, dan itu tentu tidak akan baik buat siapapun. Selain itu kita harus ingat bahwa talenta yang diberi Tuhan bukan buat disimpan tapi justru harus dikembangkan dan dilipatgandakan agar bisa dipertanggungjawabkan dan bisa pula memberkati sesama. Kerinduan untuk terus belajar menambah ilmu dan terus memperbesar kapasitas pengertian sangat diperlukan untuk itu. Itu akan membuat kita semakin bijaksana, semakin baik, tidak tertinggal oleh jaman dan bertanggungjawab terhadap semua yang telah Tuhan bekali dalam diri kita.
Salomo yang penuh hikmat mengatakan "baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan." (Amsal 1:5). Orang bijak bukanlah orang yang statis, apatis atau malas, tetapi justru yang terus ingin memperbesar kapasitasnya dengan menambah ilmu. Itu akan membuat pengertian atau pemahaman kita menjadi semakin luas karenanya kita pun akan lebih bijaksana dalam membuat pertimbangan-pertimbangan. Lihatlah betapa pentingnya bagi kita untuk terus mendengar dan menambah ilmu. Kita diajak untuk membuka mata, telinga maupun pikiran kita kepada pengetahuan. Baik untuk berbagai ilmu pengetahuan yang akan memperluas cakrawala berpikir kita, maupun pengetahuan akan firman Tuhan yang mengandung begitu banyak rahasia penting di dalamnya. Dalam pengenalan akan firman Tuhan, dalam ilmu pengetahuan, dalam segi apapun kita harus terus belajar. Tanpa terus belajar kita tidak akan pernah bisa menjadi lebih baik.
Orang yang selalu mau mendengar dan menambah ilmu pengetahuan dikategorikan sebagai orang yang bijak. Sebaliknya orang yang mengabaikannya dikatakan orang yang bodoh. "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan." (ay 7). Lihatlah betapa pentingnya hal untuk terus belajar menambah ilmu pengetahuan ini sehingga Salomo yang penuh hikmat memilih untuk mengungkapkan ini langsung sejak di awal-awal kitab Amsal.
Memang akan selalu ada godaan yang bisa membuat kita berhenti belajar. Terlalu cepat puas, merasa sudah aman dengan kepandaian yang kita miliki hari ini, atau sering juga faktor-faktor non teknis membuat kita tidak lagi punya minat untuk menambah pengetahuan kita. Bagi orang yang tinggal di kota besar misalnya, kelelahan dalam bekerja, keletihan menembus kemacetan dan banyaknya waktu yang terbuang dalam perjalanan selama pergi dan pulang kerja akan membuat kita kehilangan minat untuk meningkatkan ilmu yang kita miliki. Atau bisa pula karena kita melihat karir kita tersendat dan merasa tidak ada gunanya lagi untuk menambah ilmu karena toh bakal percuma, atau malah karena sudah pada posisi puncak sehingga merasa tidak perlu lagi belajar. Sebagian lagi mungkin beralasan bahwa beratnya tekanan hidup membuat mereka terlalu lemah untuk belajar. Padahal di saat-saat kita mengalami masalah, sebenarnya itulah saat yang paling tepat untuk belajar. Dan jangan lupa pula bahwa tidak pernah ada kata terlambat atau batas umur untuk belajar. Teman saya tadi sudah hampir kepala empat umurnya, tapi ia terus rindu untuk belajar lebih banyak. Atau anda mungkin kaget apabila saya katakan bahwa saya pernah mengajar seorang kakek berusia 70 tahun yang sudah pikun dalam hal menggunakan perangkat lunak dalam desain digital.
Tidak ada alasan yang cukup untuk dipakai sebagai pembenaran berhenti belajar. Apalagi kalau menyadari bahwa saat ini sarana atau media belajar sudah sangat mudah aksesnya dibanding jaman dulu. Kalau dulu orang harus pergi ke perpustakaan dan dibatasi waktu, sekarang dengan menggunakan internet anda bisa mendapatkan informasi atau pengetahuan 24 jam sehari, 7 hari seminggu alias setiap waktu dengan biaya yang relatif murah dan jauh lebih efektif dari segi waktu. Di tengah deraan masalah pun kita tidak seharusnya berhenti belajar. Justru sebaliknya kita harus semakin giat dan bertekun untuk itu. Dari kegagalan sekalipun kita selalu bisa mendapatkan sesuatu yang berharga untuk menapak maju ke depan. Penulis Mazmur sudah menyadari hal ini ribuan thaun lalu. Ia berkata "Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu." (Mazmur 119:71).
Life is a process. Kalau kita menyadari bahwa hidup adalah sebuah proses, kita tentu tahu bahwa kita harus mengisi setiap proses dengan belajar. Apakah itu dalam hal spiritual atau intelektual, kita harus selalu mau terbuka untuk belajar. Belajarlah dari segala hal. Bagaimana kita bisa berharap terus maju menatap masa depan jika kita enggan untuk memperlengkapi diri kita dengan berbagai ilmu terlebih pemahaman yang lebih dalam akan firman Tuhan? Bagaimana kita bisa berharap mengalami peningkatan jika kita berhenti belajar? Dan tentu saja, bagaimana kita bisa menjalankan misi yang ditugaskan Tuhan secara maksimal jika kita tidak mau terus memperluas pengetahuan kita? Apapun alasannnya, apapun yang kita alami saat ini, janganlah pernah tergoda untuk berhenti bertumbuh dalam ilmu pengtahuan, baik secara spiritual maupun intelektual. Teruslah menjadi semakin bijak, bukalah mata dan telinga untuk mendengar dan luangkan waktu untuk terus belajar mengenai hal-hal baru, sebab hanya dengan demikianlah kita bisa menjadi orang-orang yang terus bertumbuh menjadi lebih baik untuk menggenggam masa depan yang cerah di depan sana.
Tidak ada kata terlambat atau final untuk belajar selama masih ada kesempatan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
======================
"baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan"
"Saya tidak mau jadi matang.. karena kalau sudah matang, artinya tinggal menunggu busuk saja." Demikian kata seorang teman yang berprofesi sebagai guru menyanyi. Meski ia sudah lebih dari 1 tahun bekerja sebagai guru vokal, ia terus belajar mengolah vokalnya yang tidak hanya sebatas menyanyi tapi juga meniru suara beberapa jenis alat musik, perkusi dan sebagainya. Ia rajin melatih nafas agar tahan menyanyi yang panjang-panjang dan melatih ketepatan vokalnya agar jatuh di nada yang pas ketika bernyanyi dalam keaaan cepat. Apa yang ia bilang sangat menarik buat saya, karena saat orang ingin menjadi matang, ia justru ingin terus pada posisi belajar agar bisa bertumbuh lebih dan lebih lagi. Ia bersyukur, tapi tidak mau merasa puas dan berhenti. Ia juga berkata bahwa ada begitu banyak ilmu yang sangat menarik tapi belum ia kuasai. Karenanya ia terus berusaha mengolah talentanya untuk terus lebih dan lebih lagi. Ini sangat menginspirasi saya, karena disaat yang sama saya berhadapan dengan banyak orang yang cepat berpuas diri dan tidak lagi mau mengembangkan kapasitasnya. Mereka puas dengan apa yang ada pada mereka dan seperti hidup tanpa semangat lagi. Dari hari ke hari sama, bagai robot yang diprogram melakukan hal berulang secara rutin.
Tuhan tidak menciptakan kita sebagai robot. Kita diciptakan sesuai imageNya sendiri dan diberi kehendak bebas. Dia memberi kita talenta dan kemampuan untuk terus meningkat, mengembangkan kapasitas hingga mencapai tahapan-tahapan diluar apa yang kita anggap sebagai batas kemampuan kita. Hidup yang tidak lagi puya gairah, tidak ada lagi tantangan, tidak ada lagi impian dan cita-cita akan sangat membosankan. Disaat jaman berubah, teknologi berkembang, segala aspek kehidupan tidak akan pernah statis melainkan selalu bergerak dinamis, orang-orang yang tidak mau berkembang akan terus hidup di masa lalu dengan segala ke-'jadul'annya. Lama-lama mereka akan ditinggalkan oleh jaman dan kemajuannya, dan itu tentu tidak akan baik buat siapapun. Selain itu kita harus ingat bahwa talenta yang diberi Tuhan bukan buat disimpan tapi justru harus dikembangkan dan dilipatgandakan agar bisa dipertanggungjawabkan dan bisa pula memberkati sesama. Kerinduan untuk terus belajar menambah ilmu dan terus memperbesar kapasitas pengertian sangat diperlukan untuk itu. Itu akan membuat kita semakin bijaksana, semakin baik, tidak tertinggal oleh jaman dan bertanggungjawab terhadap semua yang telah Tuhan bekali dalam diri kita.
Salomo yang penuh hikmat mengatakan "baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan." (Amsal 1:5). Orang bijak bukanlah orang yang statis, apatis atau malas, tetapi justru yang terus ingin memperbesar kapasitasnya dengan menambah ilmu. Itu akan membuat pengertian atau pemahaman kita menjadi semakin luas karenanya kita pun akan lebih bijaksana dalam membuat pertimbangan-pertimbangan. Lihatlah betapa pentingnya bagi kita untuk terus mendengar dan menambah ilmu. Kita diajak untuk membuka mata, telinga maupun pikiran kita kepada pengetahuan. Baik untuk berbagai ilmu pengetahuan yang akan memperluas cakrawala berpikir kita, maupun pengetahuan akan firman Tuhan yang mengandung begitu banyak rahasia penting di dalamnya. Dalam pengenalan akan firman Tuhan, dalam ilmu pengetahuan, dalam segi apapun kita harus terus belajar. Tanpa terus belajar kita tidak akan pernah bisa menjadi lebih baik.
Orang yang selalu mau mendengar dan menambah ilmu pengetahuan dikategorikan sebagai orang yang bijak. Sebaliknya orang yang mengabaikannya dikatakan orang yang bodoh. "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan." (ay 7). Lihatlah betapa pentingnya hal untuk terus belajar menambah ilmu pengetahuan ini sehingga Salomo yang penuh hikmat memilih untuk mengungkapkan ini langsung sejak di awal-awal kitab Amsal.
Memang akan selalu ada godaan yang bisa membuat kita berhenti belajar. Terlalu cepat puas, merasa sudah aman dengan kepandaian yang kita miliki hari ini, atau sering juga faktor-faktor non teknis membuat kita tidak lagi punya minat untuk menambah pengetahuan kita. Bagi orang yang tinggal di kota besar misalnya, kelelahan dalam bekerja, keletihan menembus kemacetan dan banyaknya waktu yang terbuang dalam perjalanan selama pergi dan pulang kerja akan membuat kita kehilangan minat untuk meningkatkan ilmu yang kita miliki. Atau bisa pula karena kita melihat karir kita tersendat dan merasa tidak ada gunanya lagi untuk menambah ilmu karena toh bakal percuma, atau malah karena sudah pada posisi puncak sehingga merasa tidak perlu lagi belajar. Sebagian lagi mungkin beralasan bahwa beratnya tekanan hidup membuat mereka terlalu lemah untuk belajar. Padahal di saat-saat kita mengalami masalah, sebenarnya itulah saat yang paling tepat untuk belajar. Dan jangan lupa pula bahwa tidak pernah ada kata terlambat atau batas umur untuk belajar. Teman saya tadi sudah hampir kepala empat umurnya, tapi ia terus rindu untuk belajar lebih banyak. Atau anda mungkin kaget apabila saya katakan bahwa saya pernah mengajar seorang kakek berusia 70 tahun yang sudah pikun dalam hal menggunakan perangkat lunak dalam desain digital.
Tidak ada alasan yang cukup untuk dipakai sebagai pembenaran berhenti belajar. Apalagi kalau menyadari bahwa saat ini sarana atau media belajar sudah sangat mudah aksesnya dibanding jaman dulu. Kalau dulu orang harus pergi ke perpustakaan dan dibatasi waktu, sekarang dengan menggunakan internet anda bisa mendapatkan informasi atau pengetahuan 24 jam sehari, 7 hari seminggu alias setiap waktu dengan biaya yang relatif murah dan jauh lebih efektif dari segi waktu. Di tengah deraan masalah pun kita tidak seharusnya berhenti belajar. Justru sebaliknya kita harus semakin giat dan bertekun untuk itu. Dari kegagalan sekalipun kita selalu bisa mendapatkan sesuatu yang berharga untuk menapak maju ke depan. Penulis Mazmur sudah menyadari hal ini ribuan thaun lalu. Ia berkata "Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu." (Mazmur 119:71).
Life is a process. Kalau kita menyadari bahwa hidup adalah sebuah proses, kita tentu tahu bahwa kita harus mengisi setiap proses dengan belajar. Apakah itu dalam hal spiritual atau intelektual, kita harus selalu mau terbuka untuk belajar. Belajarlah dari segala hal. Bagaimana kita bisa berharap terus maju menatap masa depan jika kita enggan untuk memperlengkapi diri kita dengan berbagai ilmu terlebih pemahaman yang lebih dalam akan firman Tuhan? Bagaimana kita bisa berharap mengalami peningkatan jika kita berhenti belajar? Dan tentu saja, bagaimana kita bisa menjalankan misi yang ditugaskan Tuhan secara maksimal jika kita tidak mau terus memperluas pengetahuan kita? Apapun alasannnya, apapun yang kita alami saat ini, janganlah pernah tergoda untuk berhenti bertumbuh dalam ilmu pengtahuan, baik secara spiritual maupun intelektual. Teruslah menjadi semakin bijak, bukalah mata dan telinga untuk mendengar dan luangkan waktu untuk terus belajar mengenai hal-hal baru, sebab hanya dengan demikianlah kita bisa menjadi orang-orang yang terus bertumbuh menjadi lebih baik untuk menggenggam masa depan yang cerah di depan sana.
Tidak ada kata terlambat atau final untuk belajar selama masih ada kesempatan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, April 23, 2014
Popularitas
Ayat bacaan: Lukas 6:26
=====================
"Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu."
Popularitas menjadi impian semua orang di jaman sekarang. Kalau dulu popularitas hanya bisa didapat dari keahlian atau kemampuan istimewa seseorang, hari ini dengan begitu banyaknya media, popularitas bisa dicapai dengan segala cara. Lewat video yang diunggah ke Youtube misalnya, ada banyak orang yang menampilkan hal-hal lucu meski tanpa makna agar bisa terkenal secara instan. Beberapa sukses menarik minat media seperti televisi sehingga menjadi tenar dalam sekejap, tapi mereka-mereka ini pun kemudian meredup tak kalah cepatnya pula karena tidak didukung oleh kesiapan baik secara mental maupun kemampuan. Korban eksploitasi media? Mungkin. Yang jelas popularitas instan ini ternyata merusak sikap (attitude) dari beberapa korbannya. Popularitas dadakan membuat mereka cepat berbangga diri sehingga terjebak pada perilaku sombong, gaya hidup hedon dan kelakuan buruk lainnya. Masih ada orang-orang yang menjalankan panggilan tanpa mempedulikan ketenaran, tetapi jumlahnya sangat sedikit dibanding orang yang mencari popularitas demi kepentingan sendiri. Masih ada orang-orang yang berusaha terus memuliakan Tuhan dalam apapun yang mereka kerjakan, tapi jumlahnya kalah banyak dibanding orang yang berpusat pada diri sendiri. Seperti apa kita harus menyikapi kesuksesan dan pentingkah popularitas menurut Tuhan?
Alkitab tidak pernah mengajarkan kita untuk mengejar popularitas. Populer di mata orang lain itu tidaklah penting. Firman Tuhan mengatakan "Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu." (Lukas 6:26). Celaka? Ya, celaka, karena semua itu bisa membuat kita lupa diri kemudian melupakan Sang Pemberinya sendiri. Apa yang dituntut dari kita adalah terus berupaya bukan menjadi orang besar tapi menjadi orang benar, semakin sempurna seperti Bapa di sorga (Matius 5:48), menghayati keberadaan kita sebagai manusia baru yang terus diperbaharui untuk lebih mengenal Allah dengan lebih dalam (Kolose 3:10) dan terus semakin menyerupai Yesus dengan pertolongan Roh Kudus yang telah dianugerahkan untuk diam di dalam diri kita. (2 Korintus 3:18). Itu yang diinginkan bagi kita, dan bukan untuk mengejar popularitas di mata manusia yang hanya sementara sifatnya.
Alkitab juga berkata, semakin tinggi kita menapak naik, kita seharusnya semakin kecil, dan Allah sendiri yang harus semakin besar. Yohanes Pembaptis bisa saja membanggakan diri sebagai sosok yang membaptis Yesus, tetapi lihatlah apa katanya. "Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya...Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:28,30). Kemuliaan Allah harus terus semakin besar lewat pribadi kita dan dalam saat yang sama kita harus terus semakin rendah hati dan tidak tergiur oleh dorongan mencari popularitas di mata manusia.
Tidak menganggap penting popularitas berarti harus siap dianggap aneh. Tapi kalau memang kita harus dianggap aneh oleh dunia, atau malah harus menghadapi resiko disingkirkan atau dikucilkan, biarlah. Itu jauh lebih baik ketimbang kita mentolerir berbagai bentuk pelanggaran yang akan semakin menjauhkan kita dari posisi kita sebagai ahli waris Tuhan. Yesus bahkan telah mengingatkan "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Mengapa demikian? "Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya." (Matius 16:25). Dan ini adalah sesuatu yang kekal. Something everlasting and eternal. Itu yang dijanjikan oleh Kristus, dan itulah yang jauh lebih pantas kita usahakan ketimbang mencari popularitas di dunia yang sifatnya hanya sementara ini. Itu tepat seperti apa yang dikatakan Yesus selanjutnya: "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (ay 26). Apalah artinya popularitas di dunia dibandingkan dengan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan hidup yang terberkati dalam Kerajaan Allah? Itu sama sekali tidak sebanding.
Melakukan sesuatu yang benar tapi beresiko disisihkan banyak orang atau dianggap bodoh, atau sebaliknya melakukan hal yang salah tapi akan dipuja-puja orang lain. Semua itu tergantung kita. Tidak mudah memang untuk tampil benar di dunia yang penuh kesesatan. Tidak mudah untuk tampil lurus di lingkungan yang bengkok. Tapi itulah yang menjadi panggilan kita. Tuhan memanggil kita untuk melakukan apa yang benar dan bukan untuk menjadi populer di mata dunia. Kalaupun kita populer, jangan pakai popularitas itu demi kesombongan pribadi, tapi muliakanlah Tuhan di dalamnya. Pakai itu sebagai alat untuk memperluas KerajaanNya di muka bumi ini, tunjukkan keteladanan mengenai cara hidup benar yang berkenan di mata Tuhan. Populer atau tidak, itu tidak penting, karena bagaimana kita menjalani hidup yang sesuai kehendakNya, menjalankan sesuai rencanaNya dan memuliakan Tuhan didalamnya, itulah yang penting.
Kita diminta untuk menjadi orang benar dan bukan untuk menjadi populer
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu."
Popularitas menjadi impian semua orang di jaman sekarang. Kalau dulu popularitas hanya bisa didapat dari keahlian atau kemampuan istimewa seseorang, hari ini dengan begitu banyaknya media, popularitas bisa dicapai dengan segala cara. Lewat video yang diunggah ke Youtube misalnya, ada banyak orang yang menampilkan hal-hal lucu meski tanpa makna agar bisa terkenal secara instan. Beberapa sukses menarik minat media seperti televisi sehingga menjadi tenar dalam sekejap, tapi mereka-mereka ini pun kemudian meredup tak kalah cepatnya pula karena tidak didukung oleh kesiapan baik secara mental maupun kemampuan. Korban eksploitasi media? Mungkin. Yang jelas popularitas instan ini ternyata merusak sikap (attitude) dari beberapa korbannya. Popularitas dadakan membuat mereka cepat berbangga diri sehingga terjebak pada perilaku sombong, gaya hidup hedon dan kelakuan buruk lainnya. Masih ada orang-orang yang menjalankan panggilan tanpa mempedulikan ketenaran, tetapi jumlahnya sangat sedikit dibanding orang yang mencari popularitas demi kepentingan sendiri. Masih ada orang-orang yang berusaha terus memuliakan Tuhan dalam apapun yang mereka kerjakan, tapi jumlahnya kalah banyak dibanding orang yang berpusat pada diri sendiri. Seperti apa kita harus menyikapi kesuksesan dan pentingkah popularitas menurut Tuhan?
Alkitab tidak pernah mengajarkan kita untuk mengejar popularitas. Populer di mata orang lain itu tidaklah penting. Firman Tuhan mengatakan "Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu." (Lukas 6:26). Celaka? Ya, celaka, karena semua itu bisa membuat kita lupa diri kemudian melupakan Sang Pemberinya sendiri. Apa yang dituntut dari kita adalah terus berupaya bukan menjadi orang besar tapi menjadi orang benar, semakin sempurna seperti Bapa di sorga (Matius 5:48), menghayati keberadaan kita sebagai manusia baru yang terus diperbaharui untuk lebih mengenal Allah dengan lebih dalam (Kolose 3:10) dan terus semakin menyerupai Yesus dengan pertolongan Roh Kudus yang telah dianugerahkan untuk diam di dalam diri kita. (2 Korintus 3:18). Itu yang diinginkan bagi kita, dan bukan untuk mengejar popularitas di mata manusia yang hanya sementara sifatnya.
Alkitab juga berkata, semakin tinggi kita menapak naik, kita seharusnya semakin kecil, dan Allah sendiri yang harus semakin besar. Yohanes Pembaptis bisa saja membanggakan diri sebagai sosok yang membaptis Yesus, tetapi lihatlah apa katanya. "Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya...Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:28,30). Kemuliaan Allah harus terus semakin besar lewat pribadi kita dan dalam saat yang sama kita harus terus semakin rendah hati dan tidak tergiur oleh dorongan mencari popularitas di mata manusia.
Tidak menganggap penting popularitas berarti harus siap dianggap aneh. Tapi kalau memang kita harus dianggap aneh oleh dunia, atau malah harus menghadapi resiko disingkirkan atau dikucilkan, biarlah. Itu jauh lebih baik ketimbang kita mentolerir berbagai bentuk pelanggaran yang akan semakin menjauhkan kita dari posisi kita sebagai ahli waris Tuhan. Yesus bahkan telah mengingatkan "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Mengapa demikian? "Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya." (Matius 16:25). Dan ini adalah sesuatu yang kekal. Something everlasting and eternal. Itu yang dijanjikan oleh Kristus, dan itulah yang jauh lebih pantas kita usahakan ketimbang mencari popularitas di dunia yang sifatnya hanya sementara ini. Itu tepat seperti apa yang dikatakan Yesus selanjutnya: "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (ay 26). Apalah artinya popularitas di dunia dibandingkan dengan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan hidup yang terberkati dalam Kerajaan Allah? Itu sama sekali tidak sebanding.
Melakukan sesuatu yang benar tapi beresiko disisihkan banyak orang atau dianggap bodoh, atau sebaliknya melakukan hal yang salah tapi akan dipuja-puja orang lain. Semua itu tergantung kita. Tidak mudah memang untuk tampil benar di dunia yang penuh kesesatan. Tidak mudah untuk tampil lurus di lingkungan yang bengkok. Tapi itulah yang menjadi panggilan kita. Tuhan memanggil kita untuk melakukan apa yang benar dan bukan untuk menjadi populer di mata dunia. Kalaupun kita populer, jangan pakai popularitas itu demi kesombongan pribadi, tapi muliakanlah Tuhan di dalamnya. Pakai itu sebagai alat untuk memperluas KerajaanNya di muka bumi ini, tunjukkan keteladanan mengenai cara hidup benar yang berkenan di mata Tuhan. Populer atau tidak, itu tidak penting, karena bagaimana kita menjalani hidup yang sesuai kehendakNya, menjalankan sesuai rencanaNya dan memuliakan Tuhan didalamnya, itulah yang penting.
Kita diminta untuk menjadi orang benar dan bukan untuk menjadi populer
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, April 22, 2014
Pohon Buah
Ayat bacaan: Filipi 1:22
================
"Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah."
Pohon buah adalah pohon yang menghasilkan buah, yang mayoritas bisa dikonsumsi oleh manusia dan hewan. Kalau semua yang diciptakan di dunia punya tujuan atau tugasnya masing-masing, maka pohon buah tugas utamanya adalah menghasilkan buah. Meski pohon buah bisa membawa manfaat lain seperti untuk tujuan penghijauan, penghasil udara bersih dan cadangan air, menyejukkan udara dan menyaring karbon dioksida dan sebagainya, pohon buah haruslah menghasilkan buah. Jika anda menanam pohon mangga, anda tentu mengharapkan pohon itu berbuah bukan? Anda akan berusaha menyiram, memberi pupuk, mengatasi hama yang mungkin timbul pada daun maupun batang agar pohon itu mampu menghasilkan buah. Jika tidak berbuah, meski fungsi-fungsi lainnya bisa terpenuhi, anda tentu akan merasa kecewa.
Untuk apa kita hidup? Apa yang menjadi tujuan dan tugas kita saat kita masih berkesempatan untuk terus ada di dunia? Ada banyak orang tidak menyadari apa yang menjadi tujuan hidupnya. Banyak yang hanya menjalani sekenanya saja tanpa melakukan sesuatu yang berarti. Sibuk berhitung untung rugi tanpa mau berbuat. Malas untuk berusaha dan hanya suka mengeluh. Banyak yang tidak mengetahui panggilannya, apa yang harus ia perbuat sesuai dengan rencana Tuhan dan talenta-talenta yang sudah Tuhan tanamkan kepada mereka sejak semula. Tidak jarang pula dosa-dosa terus menyerang seperti hama yang merusak di daun, batang dan akar pohon. Ada yang terlihat jelas, ada pula yang samar atau tidak kasat mata sehingga kalau tidak awas kita tidak menyadari bahwa kita sedang diserang hama dosa yang akibatnya bisa sangat fatal. Sama seperti pohon yang terserang penyakit, pohon akan mengering, daun-daun layu, tidak ada putik bunga dan tidak lagi menghasilkan buah. Pohon yang seperti itu hanya akan berakhir ditebang dan dibakar atau dibuang. Menghasilkan buah merupakan tugas utama sebuah pohon buah. Sama dengan kita, Alkitab jelas berkata bahwa hidup kita pun perlu menghasilkan buah. Bahkan dengan tegas dikatakan bahwa itulah yang menjadi tujuan kita di saat kita masih diberikan kesempatan untuk berada dimana kita ada saat ini.
Surat Filipi 1:22 menyampaikan hal ini. "Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." Paulus mengingatkan jemaat di Filipi dan kepada kita semua bahwa hidup ini harus menghasilkan buah lewat apapun yang kita kerjakan. Life has to be fruitful, or else it will just be useless. Untuk tujuan itu Paulus pun siap menanggung resiko apapun dan memberi atau melakukan segala yang ia sanggup. Bahkan ia berkata: "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (ay 21). Berbuah adalah satu hal yang harus kita hasilkan selama hidup. Seperti apakah berbuah itu? Berbuah berbicara tentang hidup yang bermakna, bermanfaat dan berguna, bukan saja bagi diri sendiri, tetapi juga terhadap orang lain. Berbuah berbicara tentang sebuah pertumbuhan dan perkembangan menghasilkan sesuatu yang manis. Berbuah, itu merupakan keharusan bagi orang-orang percaya.
Yesus pun berulang kali memberi penekanan akan hal ini. Perhatikan ayat berikut yang berasal dari ucapan Yesus sendiri. "Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal." (Matius 12:33). Dari buahnyalah sebuah pohon dikenal. Hal ini diulang Yesus beberapa kali dalam berbagai kesempatan, seperti ketika Dia menyampaikan perihal pengajar-pengajar yang sesat dalam Matius 7:15-23. Agar dapat membedakan mana yang benar dan sesat, kita bisa melihat itu dari buah-buah yang dihasilkan. "Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri?" (ay 16). Seperti apa buah yang kita hasilkan akan sangat menentukan seperti apa kita sudah menjalani tujuan hidup kita. Dan Tuhan tidak main-main mengenai kehidupan yang berbuah atau tidak ini."Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api." (ay 19). Lalu kembali kita menemukan peringatan Yesus yang sama: "Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka." (ay 20). Pohon yang tidak menghasilkan buah tidak ada gunanya dipertahankan. Batang kering itu hanya akan berakhir dengan ditebang lalu dibakar. Seperti itu pula kehidupan yang kita jalani dengan sia-sia. Semua hanya akan berakhir dalam api yang menyala-nyala.
Melakukan pertobatan menyeluruh dan menerima Yesus dengan sepenuh kesadaran sebagai Tuhan dan Juru Selamat itu langkah awal. Tetapi selanjutnya kita harus melangkah kepada tahapan berikutnya dengan menghasilkan buah yang baik, yang bukan saja bermanfaat bagi kita tapi juga membawa kebaikan bagi orang lain. Sebuah pertobatan harus berlanjut kepada berbuah, seperti apa yang dikatakan Yesus: "Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (ay 8). Kita pun harus menjaga diri kita baik-baik agar jangan sampai dosa-dosa kembali menyerang kita baik secara terang-terangan maupun tersembunyi. Semua itu bisa membuat kita berhenti menghasilkan buah sehingga akibatnya bisa menjadi sangat fatal di kemudian hari.
Jadi penting bagi kita untuk menyadari tugas dan tujuan kita, dan itu adalah dengan menghasilkan buah lewat pertobatan kita dan lewat apapun yang kita kerjakan. Kita harus tahu apa yang menjadi rencana Tuhan atas kita, apa yang harus kita kerjakan dan menghasilkan buah-buah disana. Tidak jarang kita lupa akan hal ini. Kita merasa puas dengan menjadi orang percaya, atau merasa sudah cukup ketika kita mencapai jabatan-jabatan tertentu baik dalam pekerjaan maupun dalam pelayanan. Tuhan tidak peduli setinggi apa jabatan kita, atau bahkan berapa lama kita sudah mengaku jadi pengikutNya. Apa yang Dia perhatikan adalah buah yang kita hasilkan, apakah kita sudah bertumbuh dengan subur dan menghasilkan banyak buah ranum yang rasanya manis dan segar, atau kita tidak kunjung menghasilkan apapun dalam hidup ini.
Maka Yesus mengingatkan: "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar." (Yohanes 15:4-6). Jangan lupa bahwa ranting-ranting yang tidak berbuah akhirnya akan dipotong (ay 2a), lalu dikumpulkan dan dicampakkan ke dalam api. Ini adalah sesuatu yang tidak main-main. Terus bertumbuh dan berbuah merupakan sebuah kesempatan besar yang diberikan Tuhan kepada orang benar. Itu hanya akan bisa kita peroleh apabila kita berpegang teguh kepada ketetapan Tuhan, menjalani hidup sesuai panggilan dan melakukannya dengan sungguh-sungguh, dan memperhatikan betul kemana kita sebenarnya berakar. Jika kita adalah ranting yang tinggal pada Kristus, maka buah-buah yang kita hasilkan akan menyatakan kemuliaan Tuhan di dunia. Sebab dari buahnya lah pohon itu dikenal. Oleh karena itu selama kita masih diberi kesempatan untuk hidup, pastikanlah bahwa kita terus berbuah.
Teruslah tumbuh di dalam Kristus dan terus hasilkan buah-buah manis
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
================
"Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah."
Pohon buah adalah pohon yang menghasilkan buah, yang mayoritas bisa dikonsumsi oleh manusia dan hewan. Kalau semua yang diciptakan di dunia punya tujuan atau tugasnya masing-masing, maka pohon buah tugas utamanya adalah menghasilkan buah. Meski pohon buah bisa membawa manfaat lain seperti untuk tujuan penghijauan, penghasil udara bersih dan cadangan air, menyejukkan udara dan menyaring karbon dioksida dan sebagainya, pohon buah haruslah menghasilkan buah. Jika anda menanam pohon mangga, anda tentu mengharapkan pohon itu berbuah bukan? Anda akan berusaha menyiram, memberi pupuk, mengatasi hama yang mungkin timbul pada daun maupun batang agar pohon itu mampu menghasilkan buah. Jika tidak berbuah, meski fungsi-fungsi lainnya bisa terpenuhi, anda tentu akan merasa kecewa.
Untuk apa kita hidup? Apa yang menjadi tujuan dan tugas kita saat kita masih berkesempatan untuk terus ada di dunia? Ada banyak orang tidak menyadari apa yang menjadi tujuan hidupnya. Banyak yang hanya menjalani sekenanya saja tanpa melakukan sesuatu yang berarti. Sibuk berhitung untung rugi tanpa mau berbuat. Malas untuk berusaha dan hanya suka mengeluh. Banyak yang tidak mengetahui panggilannya, apa yang harus ia perbuat sesuai dengan rencana Tuhan dan talenta-talenta yang sudah Tuhan tanamkan kepada mereka sejak semula. Tidak jarang pula dosa-dosa terus menyerang seperti hama yang merusak di daun, batang dan akar pohon. Ada yang terlihat jelas, ada pula yang samar atau tidak kasat mata sehingga kalau tidak awas kita tidak menyadari bahwa kita sedang diserang hama dosa yang akibatnya bisa sangat fatal. Sama seperti pohon yang terserang penyakit, pohon akan mengering, daun-daun layu, tidak ada putik bunga dan tidak lagi menghasilkan buah. Pohon yang seperti itu hanya akan berakhir ditebang dan dibakar atau dibuang. Menghasilkan buah merupakan tugas utama sebuah pohon buah. Sama dengan kita, Alkitab jelas berkata bahwa hidup kita pun perlu menghasilkan buah. Bahkan dengan tegas dikatakan bahwa itulah yang menjadi tujuan kita di saat kita masih diberikan kesempatan untuk berada dimana kita ada saat ini.
Surat Filipi 1:22 menyampaikan hal ini. "Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." Paulus mengingatkan jemaat di Filipi dan kepada kita semua bahwa hidup ini harus menghasilkan buah lewat apapun yang kita kerjakan. Life has to be fruitful, or else it will just be useless. Untuk tujuan itu Paulus pun siap menanggung resiko apapun dan memberi atau melakukan segala yang ia sanggup. Bahkan ia berkata: "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (ay 21). Berbuah adalah satu hal yang harus kita hasilkan selama hidup. Seperti apakah berbuah itu? Berbuah berbicara tentang hidup yang bermakna, bermanfaat dan berguna, bukan saja bagi diri sendiri, tetapi juga terhadap orang lain. Berbuah berbicara tentang sebuah pertumbuhan dan perkembangan menghasilkan sesuatu yang manis. Berbuah, itu merupakan keharusan bagi orang-orang percaya.
Yesus pun berulang kali memberi penekanan akan hal ini. Perhatikan ayat berikut yang berasal dari ucapan Yesus sendiri. "Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal." (Matius 12:33). Dari buahnyalah sebuah pohon dikenal. Hal ini diulang Yesus beberapa kali dalam berbagai kesempatan, seperti ketika Dia menyampaikan perihal pengajar-pengajar yang sesat dalam Matius 7:15-23. Agar dapat membedakan mana yang benar dan sesat, kita bisa melihat itu dari buah-buah yang dihasilkan. "Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri?" (ay 16). Seperti apa buah yang kita hasilkan akan sangat menentukan seperti apa kita sudah menjalani tujuan hidup kita. Dan Tuhan tidak main-main mengenai kehidupan yang berbuah atau tidak ini."Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api." (ay 19). Lalu kembali kita menemukan peringatan Yesus yang sama: "Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka." (ay 20). Pohon yang tidak menghasilkan buah tidak ada gunanya dipertahankan. Batang kering itu hanya akan berakhir dengan ditebang lalu dibakar. Seperti itu pula kehidupan yang kita jalani dengan sia-sia. Semua hanya akan berakhir dalam api yang menyala-nyala.
Melakukan pertobatan menyeluruh dan menerima Yesus dengan sepenuh kesadaran sebagai Tuhan dan Juru Selamat itu langkah awal. Tetapi selanjutnya kita harus melangkah kepada tahapan berikutnya dengan menghasilkan buah yang baik, yang bukan saja bermanfaat bagi kita tapi juga membawa kebaikan bagi orang lain. Sebuah pertobatan harus berlanjut kepada berbuah, seperti apa yang dikatakan Yesus: "Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (ay 8). Kita pun harus menjaga diri kita baik-baik agar jangan sampai dosa-dosa kembali menyerang kita baik secara terang-terangan maupun tersembunyi. Semua itu bisa membuat kita berhenti menghasilkan buah sehingga akibatnya bisa menjadi sangat fatal di kemudian hari.
Jadi penting bagi kita untuk menyadari tugas dan tujuan kita, dan itu adalah dengan menghasilkan buah lewat pertobatan kita dan lewat apapun yang kita kerjakan. Kita harus tahu apa yang menjadi rencana Tuhan atas kita, apa yang harus kita kerjakan dan menghasilkan buah-buah disana. Tidak jarang kita lupa akan hal ini. Kita merasa puas dengan menjadi orang percaya, atau merasa sudah cukup ketika kita mencapai jabatan-jabatan tertentu baik dalam pekerjaan maupun dalam pelayanan. Tuhan tidak peduli setinggi apa jabatan kita, atau bahkan berapa lama kita sudah mengaku jadi pengikutNya. Apa yang Dia perhatikan adalah buah yang kita hasilkan, apakah kita sudah bertumbuh dengan subur dan menghasilkan banyak buah ranum yang rasanya manis dan segar, atau kita tidak kunjung menghasilkan apapun dalam hidup ini.
Maka Yesus mengingatkan: "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar." (Yohanes 15:4-6). Jangan lupa bahwa ranting-ranting yang tidak berbuah akhirnya akan dipotong (ay 2a), lalu dikumpulkan dan dicampakkan ke dalam api. Ini adalah sesuatu yang tidak main-main. Terus bertumbuh dan berbuah merupakan sebuah kesempatan besar yang diberikan Tuhan kepada orang benar. Itu hanya akan bisa kita peroleh apabila kita berpegang teguh kepada ketetapan Tuhan, menjalani hidup sesuai panggilan dan melakukannya dengan sungguh-sungguh, dan memperhatikan betul kemana kita sebenarnya berakar. Jika kita adalah ranting yang tinggal pada Kristus, maka buah-buah yang kita hasilkan akan menyatakan kemuliaan Tuhan di dunia. Sebab dari buahnya lah pohon itu dikenal. Oleh karena itu selama kita masih diberi kesempatan untuk hidup, pastikanlah bahwa kita terus berbuah.
Teruslah tumbuh di dalam Kristus dan terus hasilkan buah-buah manis
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, April 21, 2014
Bristlecone Pines
Ayat bacaan: Roma 5:3-4
===================
"Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan,dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan."
Kita bisa mengetahui kira-kira seperti apa dunia ribuan tahun lalu lewat penelitian para ahli yang dilakukan lewat banyak penemuan peninggalan prasejarah seperti fosil maupun benda-benda lainnya. Tapi tahukah anda bahwa ada saksi sejarah lainnya yang masih hidup di dunia ini setelah melewati rentang waktu selama lebih dari 5000 tahun yang masih bisa dilihat secara langsung di beberapa tempat di dunia? Itu bisa kita lihat lewat sekumpulan pohon yang tumbuh di dataran tinggi di Amerika Serikat. Pohon ini masih tergolong keluarga cemara dan bernama Bristlecone Pines. Salah satu pohon disana yang diberi nama Methuselah, yang diambil dari nama tokoh alkitab yang berusia paling panjang, 969 tahun, Metusalah. Anda bisa bayangkan betapa luar biasanya sekumpulan pohon yang usianya mencapai 5.000 tahun dan masih terus hidup sampai detik ini. Mengingat usianya yang mencapai lebih dari 5000 tahun, berarti pohon ini sudah ada ketika bangsa Mesir mulai membangun piramid-piramid. Kalau 5000 tahun saja sudah terdengar ajaib, Bristlecone pines bukanlah pohon tertua karena pada tahun 2008 para peneliti menemukan pohon yang lebih tua lagi di Lapland, Swedia. Pohon ini juga masih tergolong keluarga cemara dengan usia yang tidak kurang dari 9.500 tahun.
Pohon-pohon tertua ini semuanya tumbuh di dataran yang tinggi. Pohon cemara tertua di Swedia tumbuh pada ketinggian 950 m dari permukaan laut, sedangkan kumpulan cemara Bristlecone berada pada ketinggian sekitar 3.000 m di atas permukaan laut. Untuk tumbuh pada ketinggian yang ekstrim seperti itu tentu tidak mudah. Angin yang kencang dan ganas, temperatur yang sangat dingin, udara yang tipis dan curah hujan yang sangat rendah membuat kondisi luar biasa berat untuk bisa bertahan hidup. Tapi faktanya, pohon-pohon yang bertahan hidup ribuan tahun seperti itu justru terdapat pada lokasi yang rasanya tidak memungkinkan.
Kemarin kita sudah melihat bahwa orang benar dikatakan akan bertunas seperti pohon korma dan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon (Mazmur 92:13). Ayat ini menyiratkan bahwa orang yang benar akan memiliki keistimewaan-keistimewaan sendiri dengan kekuatan yang berasal dari Tuhan. Pohon korma bisa hidup di gurun tandus lewat kemampuan akarnya yang sanggup menembus kerasnya tanah dan batu sampai jarak yang sangat dalam. Pohon korma akan menjadi pertanda bagi musafir bahwa sebentar lagi mereka akan menemukan mata air, selain itu buah korma juga punya kandungan nutrisi tinggi yang akan sangat bermanfaat bagi yang mengkonsumsinya. Pohon aras memiliki kayu yang sangat kuat sehingga baik dipakai untuk membangun bangunan-bangunan penting seperti istana dan bait Allah. Satu hal yang pasti, seperti halnya Bristlecone pines dan pohon tertua di Swedia, pohon-pohon ini bertunas dan tumbuh bukan ditempat nyaman tetapi di tempat yang tergolong sulit.
Kesulitan-kesulitan hidup terkadang terasa sangat menyakitkan. Tapi Tuhan dapat memakai itu untuk membentuk kita menjadi pribadi yang tangguh dan dewasa. Kita pun dapat bertumbuh dalam iman yang penuh pengharapan jika kita bergantung penuh pada Tuhan. Disana kekuatan kita diuji, kedewasaan dan ketangguhan kita akan dilatih. Kita bisa belajar lewat banyak tokoh-tokoh alkitab yang terlebih dahulu mengalami proses pembentukan ini, dan itu tidaklah mudah atau tanpa penderitaan. Tapi lihatlah hasilnya. Berbagai kesengsaraan dan penderitaan yang kita jalani dengan iman teguh disertai penyerahan sepenuhnya pada Tuhan akan memberikan yang terbaik pada kita. Kabar baiknya, Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita dan tetap memberi kekuatan dalam proses kita menjalani setiap kesulitan hidup. Ada kalanya kita harus diperas agar sarinya bisa keluar. Hidup tanpa masalah seringkali membuat kita tidak bertumbuh dan malas, menjadi pribadi-pribadi manja yang lemah dan rentan terhadap berbagai jebakan. Kehidupan yang sulit memang tidak enak bahkan menyakitkan. Tapi itu bisa membuat kita menjadi orang-orang yang lebih baik. Bertahan disana, bukan lewat kekuatan kita melainkan dengan penyertaan Tuhan yang tidak pernah meninggalkan kita sendirian menghadapi setiap bentuk masalah akan membuat kita bisa bertunas dan tumbuh menjadi pribadi yang luar biasa. Dan seperti yang saya katakan tadi, itu pun akan membuat kita tahu bahwa di atas segalanya kita cuma bisa mengandalkan Tuhan, bergantung dan berserah kepadaNya dan bukan mengandalkan kekuatan sendiri saja.
Maka lihatlah apa kata Paulus berikut ini. "Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan,dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan." (Roma 5:3-4). Paulus berkata bahwa kita seharusnya gembira di kala sedang sengsara, karena itu bisa menimbulkan ketekunan, lalu ketekunan menimbulkan tahan uji, dan itu mendatangkan pengharapan. Selanjutnya Paulus juga berkata: "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (ay 5). Such hope never dissapoints, deludes or shames us, tidak akan mengecewakan dan mempermalukan, karena kita sudah diisi Allah dengan kasihNya sendiri lewat perantaraan Roh Kudus.
Pohon-pohon tertua ini mengajarkan kita bahwa ketika kita mampu bertahan melewati masa-masa sulit, kita akan tumbuh bertunas dan subur, menjadi pribadi-pribadi tangguh yang kemampuannya bahkan diluar perkiraan orang dan logika. Maka dari itu jangan putus asa saat masuk ke dalam ujian, tapi juga berdoalah agar kita bisa mendapatkan hal terbaik sesuai kehendakNya dari penderitaan itu. Kita akan menjadi pribadi-pribadi yang kuat, tegar, tahan uji dan tidak akan pernah putus pengharapan, mampu bertahan lama dan menjadi teladan bagi banyak orang. Fenomenal, mencengangkan, seperti pohon-pohon tertua tadi.
Tuhan memakai kesulitan-kesulitan dalam hidup kita untuk membentuk karakter yang kuat
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan,dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan."
Kita bisa mengetahui kira-kira seperti apa dunia ribuan tahun lalu lewat penelitian para ahli yang dilakukan lewat banyak penemuan peninggalan prasejarah seperti fosil maupun benda-benda lainnya. Tapi tahukah anda bahwa ada saksi sejarah lainnya yang masih hidup di dunia ini setelah melewati rentang waktu selama lebih dari 5000 tahun yang masih bisa dilihat secara langsung di beberapa tempat di dunia? Itu bisa kita lihat lewat sekumpulan pohon yang tumbuh di dataran tinggi di Amerika Serikat. Pohon ini masih tergolong keluarga cemara dan bernama Bristlecone Pines. Salah satu pohon disana yang diberi nama Methuselah, yang diambil dari nama tokoh alkitab yang berusia paling panjang, 969 tahun, Metusalah. Anda bisa bayangkan betapa luar biasanya sekumpulan pohon yang usianya mencapai 5.000 tahun dan masih terus hidup sampai detik ini. Mengingat usianya yang mencapai lebih dari 5000 tahun, berarti pohon ini sudah ada ketika bangsa Mesir mulai membangun piramid-piramid. Kalau 5000 tahun saja sudah terdengar ajaib, Bristlecone pines bukanlah pohon tertua karena pada tahun 2008 para peneliti menemukan pohon yang lebih tua lagi di Lapland, Swedia. Pohon ini juga masih tergolong keluarga cemara dengan usia yang tidak kurang dari 9.500 tahun.
Pohon-pohon tertua ini semuanya tumbuh di dataran yang tinggi. Pohon cemara tertua di Swedia tumbuh pada ketinggian 950 m dari permukaan laut, sedangkan kumpulan cemara Bristlecone berada pada ketinggian sekitar 3.000 m di atas permukaan laut. Untuk tumbuh pada ketinggian yang ekstrim seperti itu tentu tidak mudah. Angin yang kencang dan ganas, temperatur yang sangat dingin, udara yang tipis dan curah hujan yang sangat rendah membuat kondisi luar biasa berat untuk bisa bertahan hidup. Tapi faktanya, pohon-pohon yang bertahan hidup ribuan tahun seperti itu justru terdapat pada lokasi yang rasanya tidak memungkinkan.
Kemarin kita sudah melihat bahwa orang benar dikatakan akan bertunas seperti pohon korma dan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon (Mazmur 92:13). Ayat ini menyiratkan bahwa orang yang benar akan memiliki keistimewaan-keistimewaan sendiri dengan kekuatan yang berasal dari Tuhan. Pohon korma bisa hidup di gurun tandus lewat kemampuan akarnya yang sanggup menembus kerasnya tanah dan batu sampai jarak yang sangat dalam. Pohon korma akan menjadi pertanda bagi musafir bahwa sebentar lagi mereka akan menemukan mata air, selain itu buah korma juga punya kandungan nutrisi tinggi yang akan sangat bermanfaat bagi yang mengkonsumsinya. Pohon aras memiliki kayu yang sangat kuat sehingga baik dipakai untuk membangun bangunan-bangunan penting seperti istana dan bait Allah. Satu hal yang pasti, seperti halnya Bristlecone pines dan pohon tertua di Swedia, pohon-pohon ini bertunas dan tumbuh bukan ditempat nyaman tetapi di tempat yang tergolong sulit.
Kesulitan-kesulitan hidup terkadang terasa sangat menyakitkan. Tapi Tuhan dapat memakai itu untuk membentuk kita menjadi pribadi yang tangguh dan dewasa. Kita pun dapat bertumbuh dalam iman yang penuh pengharapan jika kita bergantung penuh pada Tuhan. Disana kekuatan kita diuji, kedewasaan dan ketangguhan kita akan dilatih. Kita bisa belajar lewat banyak tokoh-tokoh alkitab yang terlebih dahulu mengalami proses pembentukan ini, dan itu tidaklah mudah atau tanpa penderitaan. Tapi lihatlah hasilnya. Berbagai kesengsaraan dan penderitaan yang kita jalani dengan iman teguh disertai penyerahan sepenuhnya pada Tuhan akan memberikan yang terbaik pada kita. Kabar baiknya, Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita dan tetap memberi kekuatan dalam proses kita menjalani setiap kesulitan hidup. Ada kalanya kita harus diperas agar sarinya bisa keluar. Hidup tanpa masalah seringkali membuat kita tidak bertumbuh dan malas, menjadi pribadi-pribadi manja yang lemah dan rentan terhadap berbagai jebakan. Kehidupan yang sulit memang tidak enak bahkan menyakitkan. Tapi itu bisa membuat kita menjadi orang-orang yang lebih baik. Bertahan disana, bukan lewat kekuatan kita melainkan dengan penyertaan Tuhan yang tidak pernah meninggalkan kita sendirian menghadapi setiap bentuk masalah akan membuat kita bisa bertunas dan tumbuh menjadi pribadi yang luar biasa. Dan seperti yang saya katakan tadi, itu pun akan membuat kita tahu bahwa di atas segalanya kita cuma bisa mengandalkan Tuhan, bergantung dan berserah kepadaNya dan bukan mengandalkan kekuatan sendiri saja.
Maka lihatlah apa kata Paulus berikut ini. "Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan,dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan." (Roma 5:3-4). Paulus berkata bahwa kita seharusnya gembira di kala sedang sengsara, karena itu bisa menimbulkan ketekunan, lalu ketekunan menimbulkan tahan uji, dan itu mendatangkan pengharapan. Selanjutnya Paulus juga berkata: "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (ay 5). Such hope never dissapoints, deludes or shames us, tidak akan mengecewakan dan mempermalukan, karena kita sudah diisi Allah dengan kasihNya sendiri lewat perantaraan Roh Kudus.
Pohon-pohon tertua ini mengajarkan kita bahwa ketika kita mampu bertahan melewati masa-masa sulit, kita akan tumbuh bertunas dan subur, menjadi pribadi-pribadi tangguh yang kemampuannya bahkan diluar perkiraan orang dan logika. Maka dari itu jangan putus asa saat masuk ke dalam ujian, tapi juga berdoalah agar kita bisa mendapatkan hal terbaik sesuai kehendakNya dari penderitaan itu. Kita akan menjadi pribadi-pribadi yang kuat, tegar, tahan uji dan tidak akan pernah putus pengharapan, mampu bertahan lama dan menjadi teladan bagi banyak orang. Fenomenal, mencengangkan, seperti pohon-pohon tertua tadi.
Tuhan memakai kesulitan-kesulitan dalam hidup kita untuk membentuk karakter yang kuat
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, April 20, 2014
Karakteristik Orang Benar (2) : Pohon Aras
(sambungan)
Setelah kemarin kita melihat tentang pohon korma, hari ini mari kita lihat karakteristik pohon aras yang tumbuh subur di Libanon. Pohon aras adalah sebuah pohon yang menyerupai pohon cemara. Menurut para ahli sejarah, pada masa itu pohon aras memang tumbuh subur di Libanon. Apa yang hebat dari pohon ini adalah kekuatan kayunya. Pohon ini punya jenis kayu yang tidak mudah lapuk. Semakin tua kayunya semakin kuat. Pohon ini juga tahan terhadap perubahan cuaca. Tidaklah heran jika di masa itu pohon aras sering dipakai untuk tiang penyangga, mulai dari rumah-rumah pejabat penting, gedung istana sampai Bait Allah. Dalam kitab Raja Raja kita dapat mendapatkan gambaran mengenai keistimewaan pohon aras. Ketika Salomo membangun istananya, ia banyak menggunakan pohon aras yang berasal dari Libanon. Di dalam istananya, "Ia mendirikan gedung "Hutan Libanon", seratus hasta panjangnya dan lima puluh hasta lebarnya dan tiga puluh hasta tingginya, disangga oleh tiga jajar tiang kayu aras dengan ganja kayu aras di atas tiang itu. Gedung itu ditutup dari atas dengan langit-langit kayu aras, di atas balok-balok melintang yang disangga oleh tiang-tiang itu, empat puluh lima jumlahnya, yakni lima belas sejajar." (1 Raja Raja 7:2-3). Istana Salomo yang megah ternyata disangga oleh tiang-tiang kayu aras.
Jadi orang benar pun akan memiliki karakteristik yang sama. Orang benar akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang kuat. Tahan banting dalam situasi, kondisi apapun. Tidak mudah menyerah, tidak lapuk, tidak lemah. Orang-orang benar akan mampu menjadi agen-agen perubahan menuju tatanan dunia yang lebih baik, bahkan bisa bertindak sebagai tiang penyangga bagi kehidupan sesama. Dengan demikian orang-orang benar akan menjadi panutan terlebih pada masa di mana dunia terus terseret arus-arus penyesatan sehingga orang semakin kesulitan menemukan dan mengetahui kebenaran. Kalau kita sebagai anak-anak Tuhan ikut terseret arus, siapa lagi yang bisa menyatakan kasih Tuhan di dunia ini? Untuk bisa sampai kesana, diperlukan pribadi-pribadi tangguh, kuat, berkomitmen, penuh tanggung jawab dan bergerak didasarkan oleh kasih yang mengalir dari Bapa Surgawi. Orang-orang benar punya kekuatan seperti pohon aras yang bukan saja menunjukkan bagaimana kuatnya kehidupan yang berpusat pada Tuhan tapi juga mampu menjadi tiang penyangga yang reliable atau terpercaya.
Setelah melihat karakteristik pohon korma dan aras, jelaslah bagi kita bahwa Pemazmur tidak sembarangan mengambil perumpamaan mengenai pohon korma dan pohon aras untuk menggambarkan pribadi orang benar. Seperti itulah orang benar diharapkan untuk hidup. Berakar kuat, mampu mengatasi hambatan untuk terus bertumbuh, mampu hidup di tengah kesulitan, mampu berbuah dan menjadi penyegar yang mendatangkan sukacita bagi orang-orang disekitarnya. Kemudian mampu pula menjadi tiang penyangga yang kuat dalam kehidupan. Inilah yang bisa dicapai dan seharusnya dilakukan oleh orang-orang benar.
Sekarang sebagai pohon, bagaimana agar kita bisa terus tumbuh, bertunas dan berbuah? Yesus sudah memberitahukannya. "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). Lalu Yesus berkata: "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Ay 5). Untuk bisa berbuah dan menjadi berkat bagi sesama, kita hendaklah tinggal dan berakar kuat di dalam Kristus. Tanpa itu, semua hanyalah akan sia-sia. Hanya ketika kita berbuah banyaklah kita bisa memuliakan Tuhan. "Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." (ay 8).
Menjadi garam (Matius 5:13) dan terang (ay 14-16) sudah menjadi tugas orang-orang benar. Agar bisa menjadi garam dan terang kita harus mampu menjadi orang-orang benar yang sejati, dimana kita akan bertunas seperti pohon korma dan tumbuh subur pohon aras. Orang-orang benar akan mampu menjadi saluran berkat bagi sesamanya, dan tidak akan pernah menyimpan berkat itu sendirian saja untuk kepentingan diri sendiri. Ingatlah firman Tuhan bahwa hakekat kita menerima berkat sesungguhnya adalah untuk memberkati orang lain. "....hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat." (1 Petrus 3:9) Mari kita periksa diri kita. Sudahkah kita menjadi oase di padang gurun, menjadi tempat perlindungan bagi mereka yang memerlukan, menjadi pohon korma berbuah lebat yang memberi sukacita dan berkat bagi banyak orang atau kita malah ikut-ikutan menjadi tandus dan kering? Sudahkah kita menjadi tiang penyangga yang kuat bagai kayu pohon aras, tumbuh subur dengan kekuatan yang luar biasa, atau kita masih gampang goyang diterpa angin, lemah dan justru selalu goyah sehingga butuh penyangga dari orang lain? Orang benar pada hakekatnya haruslah bisa mengacu kepada pertumbuhan pohon korma dan kesuburan pohon aras. Itulah yang akan membuat kita bisa membagi berkat bagi banyak orang dan memuliakan Tuhan di dalamnya.
Bertunaslah dan berbuahlah seperti pohon korma dan bertumbuh kuatlah bagai pohon aras agar bisa menjadi berkat dan penyangga yang kuat bagi sesama
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Setelah kemarin kita melihat tentang pohon korma, hari ini mari kita lihat karakteristik pohon aras yang tumbuh subur di Libanon. Pohon aras adalah sebuah pohon yang menyerupai pohon cemara. Menurut para ahli sejarah, pada masa itu pohon aras memang tumbuh subur di Libanon. Apa yang hebat dari pohon ini adalah kekuatan kayunya. Pohon ini punya jenis kayu yang tidak mudah lapuk. Semakin tua kayunya semakin kuat. Pohon ini juga tahan terhadap perubahan cuaca. Tidaklah heran jika di masa itu pohon aras sering dipakai untuk tiang penyangga, mulai dari rumah-rumah pejabat penting, gedung istana sampai Bait Allah. Dalam kitab Raja Raja kita dapat mendapatkan gambaran mengenai keistimewaan pohon aras. Ketika Salomo membangun istananya, ia banyak menggunakan pohon aras yang berasal dari Libanon. Di dalam istananya, "Ia mendirikan gedung "Hutan Libanon", seratus hasta panjangnya dan lima puluh hasta lebarnya dan tiga puluh hasta tingginya, disangga oleh tiga jajar tiang kayu aras dengan ganja kayu aras di atas tiang itu. Gedung itu ditutup dari atas dengan langit-langit kayu aras, di atas balok-balok melintang yang disangga oleh tiang-tiang itu, empat puluh lima jumlahnya, yakni lima belas sejajar." (1 Raja Raja 7:2-3). Istana Salomo yang megah ternyata disangga oleh tiang-tiang kayu aras.
Jadi orang benar pun akan memiliki karakteristik yang sama. Orang benar akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang kuat. Tahan banting dalam situasi, kondisi apapun. Tidak mudah menyerah, tidak lapuk, tidak lemah. Orang-orang benar akan mampu menjadi agen-agen perubahan menuju tatanan dunia yang lebih baik, bahkan bisa bertindak sebagai tiang penyangga bagi kehidupan sesama. Dengan demikian orang-orang benar akan menjadi panutan terlebih pada masa di mana dunia terus terseret arus-arus penyesatan sehingga orang semakin kesulitan menemukan dan mengetahui kebenaran. Kalau kita sebagai anak-anak Tuhan ikut terseret arus, siapa lagi yang bisa menyatakan kasih Tuhan di dunia ini? Untuk bisa sampai kesana, diperlukan pribadi-pribadi tangguh, kuat, berkomitmen, penuh tanggung jawab dan bergerak didasarkan oleh kasih yang mengalir dari Bapa Surgawi. Orang-orang benar punya kekuatan seperti pohon aras yang bukan saja menunjukkan bagaimana kuatnya kehidupan yang berpusat pada Tuhan tapi juga mampu menjadi tiang penyangga yang reliable atau terpercaya.
Setelah melihat karakteristik pohon korma dan aras, jelaslah bagi kita bahwa Pemazmur tidak sembarangan mengambil perumpamaan mengenai pohon korma dan pohon aras untuk menggambarkan pribadi orang benar. Seperti itulah orang benar diharapkan untuk hidup. Berakar kuat, mampu mengatasi hambatan untuk terus bertumbuh, mampu hidup di tengah kesulitan, mampu berbuah dan menjadi penyegar yang mendatangkan sukacita bagi orang-orang disekitarnya. Kemudian mampu pula menjadi tiang penyangga yang kuat dalam kehidupan. Inilah yang bisa dicapai dan seharusnya dilakukan oleh orang-orang benar.
Sekarang sebagai pohon, bagaimana agar kita bisa terus tumbuh, bertunas dan berbuah? Yesus sudah memberitahukannya. "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). Lalu Yesus berkata: "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Ay 5). Untuk bisa berbuah dan menjadi berkat bagi sesama, kita hendaklah tinggal dan berakar kuat di dalam Kristus. Tanpa itu, semua hanyalah akan sia-sia. Hanya ketika kita berbuah banyaklah kita bisa memuliakan Tuhan. "Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." (ay 8).
Menjadi garam (Matius 5:13) dan terang (ay 14-16) sudah menjadi tugas orang-orang benar. Agar bisa menjadi garam dan terang kita harus mampu menjadi orang-orang benar yang sejati, dimana kita akan bertunas seperti pohon korma dan tumbuh subur pohon aras. Orang-orang benar akan mampu menjadi saluran berkat bagi sesamanya, dan tidak akan pernah menyimpan berkat itu sendirian saja untuk kepentingan diri sendiri. Ingatlah firman Tuhan bahwa hakekat kita menerima berkat sesungguhnya adalah untuk memberkati orang lain. "....hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat." (1 Petrus 3:9) Mari kita periksa diri kita. Sudahkah kita menjadi oase di padang gurun, menjadi tempat perlindungan bagi mereka yang memerlukan, menjadi pohon korma berbuah lebat yang memberi sukacita dan berkat bagi banyak orang atau kita malah ikut-ikutan menjadi tandus dan kering? Sudahkah kita menjadi tiang penyangga yang kuat bagai kayu pohon aras, tumbuh subur dengan kekuatan yang luar biasa, atau kita masih gampang goyang diterpa angin, lemah dan justru selalu goyah sehingga butuh penyangga dari orang lain? Orang benar pada hakekatnya haruslah bisa mengacu kepada pertumbuhan pohon korma dan kesuburan pohon aras. Itulah yang akan membuat kita bisa membagi berkat bagi banyak orang dan memuliakan Tuhan di dalamnya.
Bertunaslah dan berbuahlah seperti pohon korma dan bertumbuh kuatlah bagai pohon aras agar bisa menjadi berkat dan penyangga yang kuat bagi sesama
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, April 19, 2014
Karakteristik Orang Benar (1) : Pohon Korma
Ayat bacaan: Mazmur 92:13
======================
"Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon"
Menjadi orang benar sudah merupakan kewajiban dari orang percaya. Kalau kita mengacu kepada ayat pembuka kitab Mazmur maka kita akan menemukan bahwa orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam akan berbahagia, karena mereka akan tumbuh seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buah pada musimnya dan tidak layu daunnya, bahkan apa saja yang diperbuatnya berhasil. (Mazmur 1:1-3). Ayat ini tentu sudah tidak lagi asing bagi kita, sehingga kita tahu bahwa menjadi orang benar, yang tidak ikut-ikutan berbuat dosa seperti para pendosa bukan saja akan dilayakkan untuk menerima keselamatan tapi akan bahagia pula dengan keberhasilan demi keberhasilan semasa hidup di dunia. Ada satu ayat lainnya yang sangat menarik mengenai orang benar, yang bisa kita lihat pada pasal lainnya dalam kitab Mazmur. Ayat tersebut mengatakan bahwa "Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon" (Mazmur 92:13). Bertunas seperti pohon korma dan tumbuh subur seperti pohon aras yang biasa tumbuh di Libanon, itu kata Pemazmur. Kalau hanya mengacu kepada kata bertunas dan tumbuh subur saja sudah membuat kita bersyukur, akan lebih baik jika kita mengetahui seperti apa karakteristik pohon korma dan pohon aras itu.
Jika anda bertanya kepada musafir atau pengembara padang pasir, anda tentu akan mendengar bahwa setiap mereka melihat pohon korma, mereka akan sangat senang. Kenapa? Karena apabila mereka melihat pohon korma, maka itu pertanda sebentar lagi mereka akan bertemu dengan oase atau mata air. Dalam perjalanan di gurun pasir yang panas terik menyengat, seringkali mereka melihat fatamorgana, yaitu sebuah tipuan mata yang acap kali dialami oleh para pengembara di tengah gurun. Jadi jelas mereka akan sangat lega dan bersukacita jika bertemu dengan pohon korma yang benar.
Seperti apa buah korma yang sering anda lihat di supermarket, terutama menjelang lebaran? Korma adalah buah istimewa yang mengandung begitu banyak nutrisi di dalamnya sehingga menjadi sebuah makanan sehat yang memberi kekuatan dan kesehatan jika dikonsumsi. Pertanyaannya, bagaimana pohon korma bisa tumbuh di gurun pasir yang tandus dan panas itu? Dari cara bertahannya, pohon korma pun sesungguhnya unik. Saat biji korma ditanam, akarnya akan terus menembus tanah untuk mencari air, bahkan hingga puluhan meter. Setelah mendapatkan air jauh dibawah, barulah korma ini mulai tumbuh. Dan sekali lagi, biasanya dimana pohon korma berada, disana akan terdapat oase. Karakter inilah yang dimaksud oleh Pemazmur. Kalau ia mengatakan bahwa orang benar akan bertunas seperti pohon korma, artinya orang benar akan memiliki akar yang kuat. Akar yang membuat mereka mampu tegar berdiri ditengah berbagai hambatan, meski kondisi faktual secara umum terlihat tidak kondusif dan sulit layaknya padang pasir. Orang benar yang bertunas seperti pohon korma akan mampu untuk terus tumbuh dan menghasilkan buah dalam kondisi sesulit apapun. Selain itu, seperti layaknya pohon korma yang menyegarkan, orang-orang benar pun seharusnya bisa menjadi penyegar bagi lingkungan yang "tandus", menjadi berkat yang mendatangkan sukacita bagi sesama.
(bersambung)
======================
"Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon"
Menjadi orang benar sudah merupakan kewajiban dari orang percaya. Kalau kita mengacu kepada ayat pembuka kitab Mazmur maka kita akan menemukan bahwa orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam akan berbahagia, karena mereka akan tumbuh seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buah pada musimnya dan tidak layu daunnya, bahkan apa saja yang diperbuatnya berhasil. (Mazmur 1:1-3). Ayat ini tentu sudah tidak lagi asing bagi kita, sehingga kita tahu bahwa menjadi orang benar, yang tidak ikut-ikutan berbuat dosa seperti para pendosa bukan saja akan dilayakkan untuk menerima keselamatan tapi akan bahagia pula dengan keberhasilan demi keberhasilan semasa hidup di dunia. Ada satu ayat lainnya yang sangat menarik mengenai orang benar, yang bisa kita lihat pada pasal lainnya dalam kitab Mazmur. Ayat tersebut mengatakan bahwa "Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon" (Mazmur 92:13). Bertunas seperti pohon korma dan tumbuh subur seperti pohon aras yang biasa tumbuh di Libanon, itu kata Pemazmur. Kalau hanya mengacu kepada kata bertunas dan tumbuh subur saja sudah membuat kita bersyukur, akan lebih baik jika kita mengetahui seperti apa karakteristik pohon korma dan pohon aras itu.
Jika anda bertanya kepada musafir atau pengembara padang pasir, anda tentu akan mendengar bahwa setiap mereka melihat pohon korma, mereka akan sangat senang. Kenapa? Karena apabila mereka melihat pohon korma, maka itu pertanda sebentar lagi mereka akan bertemu dengan oase atau mata air. Dalam perjalanan di gurun pasir yang panas terik menyengat, seringkali mereka melihat fatamorgana, yaitu sebuah tipuan mata yang acap kali dialami oleh para pengembara di tengah gurun. Jadi jelas mereka akan sangat lega dan bersukacita jika bertemu dengan pohon korma yang benar.
Seperti apa buah korma yang sering anda lihat di supermarket, terutama menjelang lebaran? Korma adalah buah istimewa yang mengandung begitu banyak nutrisi di dalamnya sehingga menjadi sebuah makanan sehat yang memberi kekuatan dan kesehatan jika dikonsumsi. Pertanyaannya, bagaimana pohon korma bisa tumbuh di gurun pasir yang tandus dan panas itu? Dari cara bertahannya, pohon korma pun sesungguhnya unik. Saat biji korma ditanam, akarnya akan terus menembus tanah untuk mencari air, bahkan hingga puluhan meter. Setelah mendapatkan air jauh dibawah, barulah korma ini mulai tumbuh. Dan sekali lagi, biasanya dimana pohon korma berada, disana akan terdapat oase. Karakter inilah yang dimaksud oleh Pemazmur. Kalau ia mengatakan bahwa orang benar akan bertunas seperti pohon korma, artinya orang benar akan memiliki akar yang kuat. Akar yang membuat mereka mampu tegar berdiri ditengah berbagai hambatan, meski kondisi faktual secara umum terlihat tidak kondusif dan sulit layaknya padang pasir. Orang benar yang bertunas seperti pohon korma akan mampu untuk terus tumbuh dan menghasilkan buah dalam kondisi sesulit apapun. Selain itu, seperti layaknya pohon korma yang menyegarkan, orang-orang benar pun seharusnya bisa menjadi penyegar bagi lingkungan yang "tandus", menjadi berkat yang mendatangkan sukacita bagi sesama.
(bersambung)
Friday, April 18, 2014
Mempertahankan Mahkota
Ayat bacaan: Wahyu 3:11
=====================
"Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu."
Menjadi juara lalu memperoleh piala dan mahkota. Lalu apa yang menjadi target selanjutnya? Meski ada orang yang kemudian berpuas diri lantas kehilangan motivasi, banyak pula yang memilih langkah ideal yaitu mempertahankan mahkota juara. Mempertahankan seringkali jauh lebih sulit ketimbang merebut. Bagi anda yang tengah atau pernah merasakan sebuah kesuksesan dalam hal apapun, anda tentu tahu bahwa mempertahankannya lebih sulit dibanding ketika anda pertama kali meraihnya. Ada banyak ujian dalam perjalanan, dan untuk bisa mempertahankan apa yang telah kita raih butuh semangat pantang menyerah, dan kerap dibutuhkan usaha keras dan perjuangan yang lebih lagi dari sebelumnya.
Bagaimana dengan mahkota kehidupan yang diberikan Tuhan kepada kita? Itupun harus dipertahankan. Jangan sampai kita terlena lalu melanggar ketetapan Tuhan sehingga mahkota pun harus dicabut dari kita. Jemaat Filadelfia mendapatkan pesan penting akan hal ini. Mereka dinasihatkan agar tetap hidup dalam ketaatan, jangan berubah, selalu berusaha serius untuk mempertahankan apa yang telah mereka peroleh agar mahkota kehidupan yang dijanjikan tetap berlaku bagi mereka. Lihat ayat ini: "Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu." (Wahyu 3:11).
Pesan yang tidak sulit dimengerti ini berlaku juga bagi kita semua. Hari-hari yang kita hadapi sungguh sulit. Ada begitu banyak godaan sepanjang perjalanan hidup kita yang siap membuat kita keluar dari rel yang benar. Baik yang nyata-nyata maupun yang dibungkus kemasan menarik sehingga tidak kasat mata. Singkatnya, godaan bisa timbul dari segala arah. Jika tidak hati-hati, setiap saat kita bisa terpeleset dan terjerumus jatuh ke dalam jebakan iblis. Itu akan membawa akibat fatal, mahkota kehidupan lepas dari kita. Tentu tidak satupun dari kita yang mau mengalami itu. Oleh karenanya kita harus benar-benar waspada dalam menjalani hidup.
Dalam Ibrani kita sudah diingatkan agar tetap dengan teliti melihat segala sesuatu agar jangan sampai hanyut terbawa arus. "Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Ibrani 2:1-4 memberikan pesan bagi kita agar kita jeli melihat jalan kita ke depan. Sepanjang Alkitab kita melihat bagaimana firman-firman Tuhan disampaikan baik lewat perantaraan malaikat, para nabi dan langsung oleh Kristus sendiri. Bahkan Tuhan sendiri telah menguatkan kesaksian-kesaksian yang telah tertulis itu lewat berbagai tanda dan mukjizat. Dalam begitu banyak kesempatan Tuhan telah menyatakan kuasaNya, juga membagi-bagikan berbagai pemberian termasuk tentunya keselamatan kekal dari Roh Allah sesuai kehendak Tuhan sendiri. Karena itulah jika semua itu sudah diberikan kepada kita, dan menjadi peringatan bagi kita, "bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu, yang mula-mula diberitakan oleh Tuhan dan oleh mereka yang telah mendengarnya, kepada kita dengan cara yang dapat dipercayai" (ay 3).
Menerima Yesus sebagai Juru Selamat pribadi adalah sebuah langkah awal yang besar. Tapi kita tidak boleh berhenti hanya sampai disitu saja. Selanjutnya penting pula bagi kita untuk mempertahankan apa yang telah kita awali agar kita mampu melewati ujian, cobaan atau godaan yang akan senantiasa hadir di dalam hidup kita. Ada firman-firman Tuhan yang telah diberikan kepada kita untuk menguatkan kita dalam melalui perjalanan hidup kita. Semua itu jelas akan memperkuat kita agar tetap tegar dalam menghadapi ujian demi ujian yang akan terus datang. Lulus atau tidak, itu semua tergantung dari komitmen kita, karena Tuhan telah memberikan kekuatan lewat firman-firmanNya yang meneguhkan, bahkan telah menganugerahkan kita dengan Roh Kudus sebagai Penolong yang akan selalu menyertai kita untuk selama-lamanya (Yohanes 14:16), dan akan selalu siap membimbing kita dalam setiap langkah. Alangkah sayangnya jika apa yang telah kita mulai dengan baik akhirnya harus sia-sia akibat keteledoran kita sendiri. Oleh karena itu, tetaplah bertahan dalam berbagai ujian.
Firman Tuhan berkata: "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12). Hendaklah tetap bertekun dalam doa dan tetaplah isi diri kita dengan firman-firman Tuhan. Jangan keraskan hati ketika menerima suaraNya, agar kita tetap teguh dalam mempertahankan keselamatan yang telah kita peroleh lewat menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Penulis Ibrani mengingatkan: "Sebab itu, seperti yang dikatakan Roh Kudus: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun, di mana nenek moyangmu mencobai Aku dengan jalan menguji Aku, sekalipun mereka melihat perbuatan-perbuatan-Ku, empat puluh tahun lamanya. Itulah sebabnya Aku murka kepada angkatan itu, dan berkata: Selalu mereka sesat hati, dan mereka tidak mengenal jalan-Ku,sehingga Aku bersumpah dalam murka-Ku: Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku." (Ibrani 3:7-11). Tetaplah serius dalam menjaga diri kita, agar jangan sampai murka Allah jatuh kepada kita dan mahkota kehidupan berlalu dari kita. "Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula." (ay 14).
Mempertahankan lebih sulit daripada memulai
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu."
Menjadi juara lalu memperoleh piala dan mahkota. Lalu apa yang menjadi target selanjutnya? Meski ada orang yang kemudian berpuas diri lantas kehilangan motivasi, banyak pula yang memilih langkah ideal yaitu mempertahankan mahkota juara. Mempertahankan seringkali jauh lebih sulit ketimbang merebut. Bagi anda yang tengah atau pernah merasakan sebuah kesuksesan dalam hal apapun, anda tentu tahu bahwa mempertahankannya lebih sulit dibanding ketika anda pertama kali meraihnya. Ada banyak ujian dalam perjalanan, dan untuk bisa mempertahankan apa yang telah kita raih butuh semangat pantang menyerah, dan kerap dibutuhkan usaha keras dan perjuangan yang lebih lagi dari sebelumnya.
Bagaimana dengan mahkota kehidupan yang diberikan Tuhan kepada kita? Itupun harus dipertahankan. Jangan sampai kita terlena lalu melanggar ketetapan Tuhan sehingga mahkota pun harus dicabut dari kita. Jemaat Filadelfia mendapatkan pesan penting akan hal ini. Mereka dinasihatkan agar tetap hidup dalam ketaatan, jangan berubah, selalu berusaha serius untuk mempertahankan apa yang telah mereka peroleh agar mahkota kehidupan yang dijanjikan tetap berlaku bagi mereka. Lihat ayat ini: "Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu." (Wahyu 3:11).
Pesan yang tidak sulit dimengerti ini berlaku juga bagi kita semua. Hari-hari yang kita hadapi sungguh sulit. Ada begitu banyak godaan sepanjang perjalanan hidup kita yang siap membuat kita keluar dari rel yang benar. Baik yang nyata-nyata maupun yang dibungkus kemasan menarik sehingga tidak kasat mata. Singkatnya, godaan bisa timbul dari segala arah. Jika tidak hati-hati, setiap saat kita bisa terpeleset dan terjerumus jatuh ke dalam jebakan iblis. Itu akan membawa akibat fatal, mahkota kehidupan lepas dari kita. Tentu tidak satupun dari kita yang mau mengalami itu. Oleh karenanya kita harus benar-benar waspada dalam menjalani hidup.
Dalam Ibrani kita sudah diingatkan agar tetap dengan teliti melihat segala sesuatu agar jangan sampai hanyut terbawa arus. "Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Ibrani 2:1-4 memberikan pesan bagi kita agar kita jeli melihat jalan kita ke depan. Sepanjang Alkitab kita melihat bagaimana firman-firman Tuhan disampaikan baik lewat perantaraan malaikat, para nabi dan langsung oleh Kristus sendiri. Bahkan Tuhan sendiri telah menguatkan kesaksian-kesaksian yang telah tertulis itu lewat berbagai tanda dan mukjizat. Dalam begitu banyak kesempatan Tuhan telah menyatakan kuasaNya, juga membagi-bagikan berbagai pemberian termasuk tentunya keselamatan kekal dari Roh Allah sesuai kehendak Tuhan sendiri. Karena itulah jika semua itu sudah diberikan kepada kita, dan menjadi peringatan bagi kita, "bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu, yang mula-mula diberitakan oleh Tuhan dan oleh mereka yang telah mendengarnya, kepada kita dengan cara yang dapat dipercayai" (ay 3).
Menerima Yesus sebagai Juru Selamat pribadi adalah sebuah langkah awal yang besar. Tapi kita tidak boleh berhenti hanya sampai disitu saja. Selanjutnya penting pula bagi kita untuk mempertahankan apa yang telah kita awali agar kita mampu melewati ujian, cobaan atau godaan yang akan senantiasa hadir di dalam hidup kita. Ada firman-firman Tuhan yang telah diberikan kepada kita untuk menguatkan kita dalam melalui perjalanan hidup kita. Semua itu jelas akan memperkuat kita agar tetap tegar dalam menghadapi ujian demi ujian yang akan terus datang. Lulus atau tidak, itu semua tergantung dari komitmen kita, karena Tuhan telah memberikan kekuatan lewat firman-firmanNya yang meneguhkan, bahkan telah menganugerahkan kita dengan Roh Kudus sebagai Penolong yang akan selalu menyertai kita untuk selama-lamanya (Yohanes 14:16), dan akan selalu siap membimbing kita dalam setiap langkah. Alangkah sayangnya jika apa yang telah kita mulai dengan baik akhirnya harus sia-sia akibat keteledoran kita sendiri. Oleh karena itu, tetaplah bertahan dalam berbagai ujian.
Firman Tuhan berkata: "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12). Hendaklah tetap bertekun dalam doa dan tetaplah isi diri kita dengan firman-firman Tuhan. Jangan keraskan hati ketika menerima suaraNya, agar kita tetap teguh dalam mempertahankan keselamatan yang telah kita peroleh lewat menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Penulis Ibrani mengingatkan: "Sebab itu, seperti yang dikatakan Roh Kudus: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun, di mana nenek moyangmu mencobai Aku dengan jalan menguji Aku, sekalipun mereka melihat perbuatan-perbuatan-Ku, empat puluh tahun lamanya. Itulah sebabnya Aku murka kepada angkatan itu, dan berkata: Selalu mereka sesat hati, dan mereka tidak mengenal jalan-Ku,sehingga Aku bersumpah dalam murka-Ku: Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku." (Ibrani 3:7-11). Tetaplah serius dalam menjaga diri kita, agar jangan sampai murka Allah jatuh kepada kita dan mahkota kehidupan berlalu dari kita. "Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula." (ay 14).
Mempertahankan lebih sulit daripada memulai
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, April 17, 2014
Kebugaran Rohani (2)
(sambungan)
Latihan atau training. Seperti layaknya sebuah latihan, sesuatu yang kita tuju sebagai hasil tidaklah akan tercapai dengan instan. Orang yang baru memulai komitmennya untuk lari pagi biasanya harus terlebih dahulu mengalahkan keinginan akan kenyamanan untuk terus berlama-lama berbaring di atas kasur yang empuk, melawan rasa malas dan sebagainya. Rasa lelah yang luar biasa atau bahkan kebosanan mungkin akan menjadi masalah awal ketika kita baru memulai untuk berolahraga secara rutin. Itu wajar, karena ritme tubuh kita belum terprogram sepenuhnya untuk sebuah kegiatan baru. Itulah sebabnya kita harus berlatih. Lalu coba tanyakan kepada mereka yang sudah lama secara rutin berolahraga. Mereka biasanya mengaku gelisah apabila jadwal olahraganya berhalangan. Mereka akan merasa ada sesuatu yang kurang, tidak lengkap jika mereka melewatkannya sekali saja. Tubuh mereka biasanya sudah terprogram untuk melakukan latihan pada waktu-waktu yang ditentukan. Bukan hanya masalah kedisiplinan, tetapi body clock dan body rhythm mereka sudah berada dalam kondisi seperti itu. Inilah hal yang bisa kita dapatkan dari sebuah rangkaian proses bernama latihan. Dan kondisi kebugaran optimal hanya akan dicapai jika latihan itu dilakukan secara disiplin, rutin, teratur dan tentunya kontinu.
Proses latihan rohani juga seperti itu. Kita harus membiasakan diri kita secara rutin meluangkan waktu untuk merenungkan firman Tuhan, berdoa, bersaat teduh dan sebagainya. Kita harus terus melatih diri kita hingga terbiasa untuk menghidupi firman Tuhan, mempercayakan jalannya hidup kita setiap saat ke dalam tangan Tuhan. Tanpa mengenal firman Tuhan, kita tidak akan mungkin bisa mengaplikasikan kebenaran Kerajaan dalam kehidupan kita.
Lihatlah bagaimana Daud begitu mencintai firman Tuhan. "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3). Kita juga bisa melihat Mazmur 119 yang menjelaskan secara lengkap bagaimana bahagianya orang yang hidup menurut Firman Tuhan.
Penulis Ibrani menyerukan "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25). Ada begitu banyak manfaat yang akan kita peroleh dengan mendisiplinkan diri untuk terus melatih kerohanian kita. Bukan saja untuk kehidupan saat ini, tetapi juga berlaku selamanya alias kekal. Jika demikian, kalau untuk latihan jasmani yang gunanya terbatas saja kita mau menghabiskan banyak waktu, mengapa untuk sesuatu yang berguna dalam segala hal dan kekal kita masih malas atau malah tidak mau? Ambillah komitmen dari sekarang untuk mempergunakan waktu-waktu secara khusus bersama Tuhan. Mendengarkan suaraNya, diam di hadiratNya, merenungkan firmanNya dan menghidupi itu semua dalam segala yang kita lakukan sehari-hari. Mungkin berat pada mulanya, tetapi pada suatu ketika anda sendirilah yang akan merasakan manfaatnya.
Berlatihlah terus untuk mencapai kebugaran rohani yang optimal
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Latihan atau training. Seperti layaknya sebuah latihan, sesuatu yang kita tuju sebagai hasil tidaklah akan tercapai dengan instan. Orang yang baru memulai komitmennya untuk lari pagi biasanya harus terlebih dahulu mengalahkan keinginan akan kenyamanan untuk terus berlama-lama berbaring di atas kasur yang empuk, melawan rasa malas dan sebagainya. Rasa lelah yang luar biasa atau bahkan kebosanan mungkin akan menjadi masalah awal ketika kita baru memulai untuk berolahraga secara rutin. Itu wajar, karena ritme tubuh kita belum terprogram sepenuhnya untuk sebuah kegiatan baru. Itulah sebabnya kita harus berlatih. Lalu coba tanyakan kepada mereka yang sudah lama secara rutin berolahraga. Mereka biasanya mengaku gelisah apabila jadwal olahraganya berhalangan. Mereka akan merasa ada sesuatu yang kurang, tidak lengkap jika mereka melewatkannya sekali saja. Tubuh mereka biasanya sudah terprogram untuk melakukan latihan pada waktu-waktu yang ditentukan. Bukan hanya masalah kedisiplinan, tetapi body clock dan body rhythm mereka sudah berada dalam kondisi seperti itu. Inilah hal yang bisa kita dapatkan dari sebuah rangkaian proses bernama latihan. Dan kondisi kebugaran optimal hanya akan dicapai jika latihan itu dilakukan secara disiplin, rutin, teratur dan tentunya kontinu.
Proses latihan rohani juga seperti itu. Kita harus membiasakan diri kita secara rutin meluangkan waktu untuk merenungkan firman Tuhan, berdoa, bersaat teduh dan sebagainya. Kita harus terus melatih diri kita hingga terbiasa untuk menghidupi firman Tuhan, mempercayakan jalannya hidup kita setiap saat ke dalam tangan Tuhan. Tanpa mengenal firman Tuhan, kita tidak akan mungkin bisa mengaplikasikan kebenaran Kerajaan dalam kehidupan kita.
Lihatlah bagaimana Daud begitu mencintai firman Tuhan. "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3). Kita juga bisa melihat Mazmur 119 yang menjelaskan secara lengkap bagaimana bahagianya orang yang hidup menurut Firman Tuhan.
Penulis Ibrani menyerukan "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25). Ada begitu banyak manfaat yang akan kita peroleh dengan mendisiplinkan diri untuk terus melatih kerohanian kita. Bukan saja untuk kehidupan saat ini, tetapi juga berlaku selamanya alias kekal. Jika demikian, kalau untuk latihan jasmani yang gunanya terbatas saja kita mau menghabiskan banyak waktu, mengapa untuk sesuatu yang berguna dalam segala hal dan kekal kita masih malas atau malah tidak mau? Ambillah komitmen dari sekarang untuk mempergunakan waktu-waktu secara khusus bersama Tuhan. Mendengarkan suaraNya, diam di hadiratNya, merenungkan firmanNya dan menghidupi itu semua dalam segala yang kita lakukan sehari-hari. Mungkin berat pada mulanya, tetapi pada suatu ketika anda sendirilah yang akan merasakan manfaatnya.
Berlatihlah terus untuk mencapai kebugaran rohani yang optimal
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, April 16, 2014
Kebugaran Rohani (1)
Ayat bacaan: 1 Timotius 4:8
======================
"Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang."
Tinggal di kota besar yang sibuk membuat banyak orang sulit mendapatkan akses memadai untuk berolah raga. Oleh karena itu fitness center atau pusat-pusat kebugaran pun menjadi pilihan banyak orang. Ada yang mahal, ada yang murah. Ada yang hanya menyediakan peralatan seadanya, ada yang sangat lengkap, tergantung pilihan. Tapi yang jelas, kebutuhan untuk menjaga stamina, kebugaran bahkan penampilan merupakan hal yang mutlak di jaman sekarang bahkan dianggap banyak orang sebagai bagian dari gaya hidup alias lifestyle. Orang tidak memperhitungkan uang yang keluar untuk menjaga penampilan dan kebugaran. Waktu pun selalu bisa diluangkan. Baikkah berolah raga atau sekedar menjaga kebugaran? Tentu saja baik, bahkan sangat baik. Tapi ingatlah bahwa itu semua bukan sesuatu yang berguna selamanya. Sehebat apapun kebugaran kita, sekeras apapun otot dan sebaik apapun penampilan kita, pada suatu ketika semua itu akan habis dimakan usia. Maka saya pun berpikir, jika orang mau meluangkan waktu yang membawa manfaat dalam masa hidup yang hanya sementara, mengapa banyak yang justru malas meluangkan waktu untuk sesuatu yang sifatnya selamanya, bukan hanya dalam hidup saat ini tetapi juga kehidupan yang akan datang yang kekal itu?
Saya bukan hanya bicara soal meluangkan waktu, tetapi juga keseriusan, kesungguhan, tekad, kesadaran, penempatan prioritas yang benar bahkan kerinduan untuk bersekutu dengan Tuhan, mendengar suaraNya, berdiam di hadiratNya, merasakan kasihNya, mengerti kebenaran firman Tuhan dan mengaplikasikannya dalam setiap aspek kehidupan. Anda mungkin bingung, apa hubungannya dengan fitness alias kebugaran? Banyak orang yang tidak menyadari bahwa sebagaimana tubuh butuh dijaga kebugarannya, rohani kita pun sama. Spiritual fitness, atau kebugaran rohani juga merupakan hal yang sangat penting untuk kita perhatikan, bahkan jauh lebih penting dari kebugaran apapun baik saat ini ketika kita masih di dunia maupun nanti setelah kita selesai dari masa-masa yang singkat ini.
Seperti tubuh yang harus dijaga dan dilatih dengan sungguh-sungguh agar kita bisa mencapai kondisi prima, kebugaran dan kesehatan yang baik dari kerohanian atau spiritual kita pun penting untuk dijaga dan ditingkatkan. Dengan kata lain, latihan badani atau fisik itu perlu, tapi latihan untuk kerohanian juga tidak kalah pentingnya. Terlebih jika kita menyadari bahwa kita tengah menghadapi dunia yang sulit. Kerohanian kita setiap saat bisa terkena polusi dan hal-hal lain yang mampu melemahkan kita. Jika tidak mawas diri, bisa-bisa dalam kelemahan kita akan terjatuh dan pada akhirnya kehilangan apa yang sebenarnya disediakan Tuhan bagi kita.
Paulus telah mengingatkan hal ini. Katanya, "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7). Paulus membandingkan pentingnya melatih jasmani kita dengan melatih rohani. Perhatikan bahwa ia sama sekali tidak mengatakan bahwa latihan jasmani itu tidak penting, tetapi ia mengingatkan bahwa ada latihan lain yang sebenarnya jauh lebih besar manfaatnya. "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang. "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (ay 8). Latihan jasmani, berolahraga, fitness, apapun bentuknya itu tentu baik. Tetapi seperti kata Paulus sesungguhnya terbatas gunanya. Setelah kita meninggalkan dunia ini kelak, semua itu tidak lagi memberi manfaat apa-apa. Tetapi latihan rohani akan sangat berguna dalam segala hal. Dalam masa hidup sekarang, kita bisa tegar menghadapi berbagai masalah yang harus dihadapi. Kita bisa membedakan mana yang baik dan buruk, menghindari berbagai jerat atau jebakan iblis dalam berbagai cara dan bentuk. Kita bisa hidup tenang penuh damai sejahtera dan bahagia tanpa melihat kondisi atau situasi terkini yang kita alami. Kita tidak perlu ragu dan bimbang dalam ketidakpastian, cemas menghadapi hari depan, takut ini dan itu. Semua itu akan timbul dari sebuah kondisi jiwa dan roh yang sehat. Dan sehat tidaknya kerohanian kita akan sangat tergantung dari seberapa dekat kita dengan Tuhan dan firmanNya. Jika anda berlari di treadmill, menggunakan sepeda statis dan sebagainya dalam melatih kebugaran fisik, kerohanian kita akan terlatih dari keseriusan kita dalam beribadah. Beribadah bukanlah melulu mengenai pergi ke gereja, tetapi lebih kepada pengaplikasian firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Membaca firman Tuhan, merenungkan siang dan malam dan melakukannya secara nyata. Menjadi berkat bagi sesama, menjadi sosok yang baik dalam keluarga. Suami yang siaga, istri yang cakap, anak-anak yang patuh, menjadi saudara atau sahabat yang peduli, menjadi manusia yang hidupnya digerakkan oleh kasih. Menjadi orang-orang yang mengandalkan Tuhan dalam setiap langkah, mendasarkan hidup sesuai firman Tuhan. Untuk bisa sampai ke dalam bentuk hidup seperti ini tidak bisa secara instan melainkan memerlukan latihan.
(bersambung)
======================
"Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang."
Tinggal di kota besar yang sibuk membuat banyak orang sulit mendapatkan akses memadai untuk berolah raga. Oleh karena itu fitness center atau pusat-pusat kebugaran pun menjadi pilihan banyak orang. Ada yang mahal, ada yang murah. Ada yang hanya menyediakan peralatan seadanya, ada yang sangat lengkap, tergantung pilihan. Tapi yang jelas, kebutuhan untuk menjaga stamina, kebugaran bahkan penampilan merupakan hal yang mutlak di jaman sekarang bahkan dianggap banyak orang sebagai bagian dari gaya hidup alias lifestyle. Orang tidak memperhitungkan uang yang keluar untuk menjaga penampilan dan kebugaran. Waktu pun selalu bisa diluangkan. Baikkah berolah raga atau sekedar menjaga kebugaran? Tentu saja baik, bahkan sangat baik. Tapi ingatlah bahwa itu semua bukan sesuatu yang berguna selamanya. Sehebat apapun kebugaran kita, sekeras apapun otot dan sebaik apapun penampilan kita, pada suatu ketika semua itu akan habis dimakan usia. Maka saya pun berpikir, jika orang mau meluangkan waktu yang membawa manfaat dalam masa hidup yang hanya sementara, mengapa banyak yang justru malas meluangkan waktu untuk sesuatu yang sifatnya selamanya, bukan hanya dalam hidup saat ini tetapi juga kehidupan yang akan datang yang kekal itu?
Saya bukan hanya bicara soal meluangkan waktu, tetapi juga keseriusan, kesungguhan, tekad, kesadaran, penempatan prioritas yang benar bahkan kerinduan untuk bersekutu dengan Tuhan, mendengar suaraNya, berdiam di hadiratNya, merasakan kasihNya, mengerti kebenaran firman Tuhan dan mengaplikasikannya dalam setiap aspek kehidupan. Anda mungkin bingung, apa hubungannya dengan fitness alias kebugaran? Banyak orang yang tidak menyadari bahwa sebagaimana tubuh butuh dijaga kebugarannya, rohani kita pun sama. Spiritual fitness, atau kebugaran rohani juga merupakan hal yang sangat penting untuk kita perhatikan, bahkan jauh lebih penting dari kebugaran apapun baik saat ini ketika kita masih di dunia maupun nanti setelah kita selesai dari masa-masa yang singkat ini.
Seperti tubuh yang harus dijaga dan dilatih dengan sungguh-sungguh agar kita bisa mencapai kondisi prima, kebugaran dan kesehatan yang baik dari kerohanian atau spiritual kita pun penting untuk dijaga dan ditingkatkan. Dengan kata lain, latihan badani atau fisik itu perlu, tapi latihan untuk kerohanian juga tidak kalah pentingnya. Terlebih jika kita menyadari bahwa kita tengah menghadapi dunia yang sulit. Kerohanian kita setiap saat bisa terkena polusi dan hal-hal lain yang mampu melemahkan kita. Jika tidak mawas diri, bisa-bisa dalam kelemahan kita akan terjatuh dan pada akhirnya kehilangan apa yang sebenarnya disediakan Tuhan bagi kita.
Paulus telah mengingatkan hal ini. Katanya, "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7). Paulus membandingkan pentingnya melatih jasmani kita dengan melatih rohani. Perhatikan bahwa ia sama sekali tidak mengatakan bahwa latihan jasmani itu tidak penting, tetapi ia mengingatkan bahwa ada latihan lain yang sebenarnya jauh lebih besar manfaatnya. "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang. "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (ay 8). Latihan jasmani, berolahraga, fitness, apapun bentuknya itu tentu baik. Tetapi seperti kata Paulus sesungguhnya terbatas gunanya. Setelah kita meninggalkan dunia ini kelak, semua itu tidak lagi memberi manfaat apa-apa. Tetapi latihan rohani akan sangat berguna dalam segala hal. Dalam masa hidup sekarang, kita bisa tegar menghadapi berbagai masalah yang harus dihadapi. Kita bisa membedakan mana yang baik dan buruk, menghindari berbagai jerat atau jebakan iblis dalam berbagai cara dan bentuk. Kita bisa hidup tenang penuh damai sejahtera dan bahagia tanpa melihat kondisi atau situasi terkini yang kita alami. Kita tidak perlu ragu dan bimbang dalam ketidakpastian, cemas menghadapi hari depan, takut ini dan itu. Semua itu akan timbul dari sebuah kondisi jiwa dan roh yang sehat. Dan sehat tidaknya kerohanian kita akan sangat tergantung dari seberapa dekat kita dengan Tuhan dan firmanNya. Jika anda berlari di treadmill, menggunakan sepeda statis dan sebagainya dalam melatih kebugaran fisik, kerohanian kita akan terlatih dari keseriusan kita dalam beribadah. Beribadah bukanlah melulu mengenai pergi ke gereja, tetapi lebih kepada pengaplikasian firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Membaca firman Tuhan, merenungkan siang dan malam dan melakukannya secara nyata. Menjadi berkat bagi sesama, menjadi sosok yang baik dalam keluarga. Suami yang siaga, istri yang cakap, anak-anak yang patuh, menjadi saudara atau sahabat yang peduli, menjadi manusia yang hidupnya digerakkan oleh kasih. Menjadi orang-orang yang mengandalkan Tuhan dalam setiap langkah, mendasarkan hidup sesuai firman Tuhan. Untuk bisa sampai ke dalam bentuk hidup seperti ini tidak bisa secara instan melainkan memerlukan latihan.
(bersambung)
Tuesday, April 15, 2014
Mahkota Kemuliaan dan Hormat
Ayat bacaan: Mazmur 8:6
===================
"Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat."
Siapakah yang berhak memakai mahkota? Hiasan kepala yang khas dan seringkali bertahtakan berlian atau logam-logam mulia yang berharga lainnya seperti emas ini dahulu dipakai oleh raja, ratu atau orang-orang besar yang berkuasa. Mahkota dipergunakan sebagai lambang kekuasaan, kedaulatan dan kehormatan. Belakangan mahkota juga dipakai sebagai lambang kemenangan seperti yang sering kita lihat pada kontes-kontes seperti Miss World, Miss Universe dan sebagainya. Siapapun yang memakai atau menganugerahkan, satu hal yang pasti adalah bahwa mahkota tidak dipakai oleh sembarang orang. Hanya orang-orang berkuasa atau yang berhasil meraih pencapaian-pencapaian tertentu saja yang boleh memakainya. Anda mungkin sama seperti saya, bukan seorang raja/ratu atau pemenang salah satu kontes besar internasional sehingga saat ini anda tidak memakai mahkota di kepala. Tapi tahukah anda bahwa Sang Pencipta memberi manusia sebuah mahkota yang sangat istimewa, sebuah mahkota dengan kemuliaan dan hormat?
Daud tampaknya merupakan pribadi yang suka melakukan perenungan dan suka mengamati secara mendalam akan apa yang ia lihat. Kecintaannya terhadap alam pun sangat besar, dimana dalam banyak kesempatan kita menemukan tulisan-tulisan perenungan yang muncul dari pengamatannya akan alam yang indah hasil ciptaan Tuhan. Pada suatu malam Daud menerawang memandang langit di malam hari yang dipenuhi bintang-bintang. Daud tidak sekedar melihat atau memandangi saja, tetapi ia mengambil momen untuk merenungkan eksistensi manusia dibandingkan dengan langit yang bertahtakan bintang kerlap kerlip. Hasilnya bisa kita baca dalam kitab Mazmur. Katanya: "Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?" (Mazmur 8:4-5). Pemikiran Daud sangat sederhana tapi dalam. Jika kita hanya mengagumi keindahan langit, ia berpikir lebih jauh dengan membandingkan keindahan langit penuh bintang dan cahaya bulan dengan keberadaan manusia. Siapakah kita manusia? Ketika langit di malam hari diciptakan Tuhan dengan sangat indah, manusia terus merusak hasil ciptaan Tuhan dan menyakiti hatinya. Tapi Daud menyadari bahwa keberadaan kita manusia ternyata jauh lebih indah dan spesial di mata Tuhan dibandingkan ciptaan terindah manapun yang sudah atau pernah Tuhan buat. Lihatlah kelanjutan ayat diatas. "Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat." (ay 6). Tidak terkira keindahan dan kesempurnaan alam semesta ini diciptakan, tetapi manusia tetap ciptaan Tuhan yang berbeda. Teristimewa dibandingkan ciptaan-ciptaan lainnya. Begitu istimewa bahkan dikatakan bahwa kita Tuhan mahkotai dengan kemuliaan dan hormat, dibuat mirip Allah dan memiliki citra Allah dalam diri kita. Kita dibentuk secara unik dari debu tanah langsung dari tanganNya, lalu menghembuskan nafas hidup ke dalam kita. (Kejadian 2:7). Itu menyatakan dengan jelas bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang teristimewa. Dan kepada kita diberikan kuasa. Daud mengatakannya seperti ini: "Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya." (Mazmur 8:7).
Kelak Petrus menyebutkan hal ini juga. "Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib." (1 Petrus 2:9). Kita disebutkan sebagai yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa kudus, milik Allah sendiri. Sebegitu istimewanya kita diciptakan, karenanya kita pantas bersyukur setiap saat dalam keadaan seperti apapun. Tetapi ayat ini juga seharusnya mengingatkan kita bahwa ada tugas yang disematkan untuk menyatakan kemuliaan Tuhan di dunia, menjadi penyampai berita perbuatan-perbuatan besarNya. Menjadi sosok anak-anak terang yang mewakili nama baik Bapa kita, Raja diatas segala raja.
Kita dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, kita terpilih sebagai imamat yang rajani, kehidupan kita pun seharusnya mencerminkan prinsip Kerajaan dan menggambarkan citra Sang Raja. Kita harus selalu menjaga agar jangan sampai mahkota yang dipakaikan Allah atas kita, yang penuh kemuliaan dan hormat itu sampai membuat muka Sang Pemberi tercoreng akibat perilaku kita yang buruk. Ingatlah bahwa kepada setiap manusia Tuhan sudah memberi kita kuasa penuh atas segala ciptaan Tuhan lainnya, baik ikan di laut, burung di udara dan atas segala hewan darat lainnya. "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kejadian 1:28). Bukan hanya menguasai, tapi juga taklukkan. Itu bukan berarti bahwa kita boleh sembarangan atau seenaknya mengeksploitasi semuanya, tapi kita justru diminta untuk menjaga kelestarian alam beserta isinya sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kuasa yang telah Dia berikan atas kita semua. Mahkota kemuliaan dan hormat yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia jangan sampai disia-siakan atau tidak dihargai.
Jika anda memenangi sebuah mahkota, anda tentu akan bangga dan menjaga agar mahkota itu tetap baik dan terlihat indah di atas kepala anda bukan? Seperti itu pula kita seharusnya menyikapi mahkota yang dianugerahkan Tuhan kepada kita. Kita diciptakan dengan tujuan mulia secara istimewa. Oleh karena itu kita harus belajar untuk hidup sesuai prinsip Kerajaan, menjadi anak-anakNya yang benar-benar menghidupi segala hak-hak yang telah diberikan kepada kita dan melakukan tanggung jawab kita pula. Sudahkah kita benar-benar menghayati jati diri kita sebagai ciptaan spesial yang segambar dengan Allah? Sudahkah kita menghargai mahkota yang Dia berikan lewat cara hidup yang berkenan dihadapanNya? Hendaknya perenungan Daud ini membuka cakrawala baru dalam pemikiran kita bahwa kita diciptakan seperti gambar dan rupaNya, kita dimahkotai kemuliaan dan hormat sehingga tidak satupun manusia yang boleh merasa rendah diri atau tidak berharga. Kemudian renungkan pula bahwa layaknya sebuah mahkota kehormatan, penghargaan itu harus kita jaga dengan baik, apalagi jika menyadari bahwa Tuhan sendiri yang memberikan, bukan manusia lain yang hidup di dunia yang sama dengan kita. Kita mungkin tidak melihat ada mahkota di atas kepala kita, tetapi ketahuilah bahwa Tuhan memberikan itu kepada kita semua tanpa terkecuali. So let's ask ourselves this question: as a crowned human, what should we do, and what can we do to glorify Him?
We are the crown of creation
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat."
Siapakah yang berhak memakai mahkota? Hiasan kepala yang khas dan seringkali bertahtakan berlian atau logam-logam mulia yang berharga lainnya seperti emas ini dahulu dipakai oleh raja, ratu atau orang-orang besar yang berkuasa. Mahkota dipergunakan sebagai lambang kekuasaan, kedaulatan dan kehormatan. Belakangan mahkota juga dipakai sebagai lambang kemenangan seperti yang sering kita lihat pada kontes-kontes seperti Miss World, Miss Universe dan sebagainya. Siapapun yang memakai atau menganugerahkan, satu hal yang pasti adalah bahwa mahkota tidak dipakai oleh sembarang orang. Hanya orang-orang berkuasa atau yang berhasil meraih pencapaian-pencapaian tertentu saja yang boleh memakainya. Anda mungkin sama seperti saya, bukan seorang raja/ratu atau pemenang salah satu kontes besar internasional sehingga saat ini anda tidak memakai mahkota di kepala. Tapi tahukah anda bahwa Sang Pencipta memberi manusia sebuah mahkota yang sangat istimewa, sebuah mahkota dengan kemuliaan dan hormat?
Daud tampaknya merupakan pribadi yang suka melakukan perenungan dan suka mengamati secara mendalam akan apa yang ia lihat. Kecintaannya terhadap alam pun sangat besar, dimana dalam banyak kesempatan kita menemukan tulisan-tulisan perenungan yang muncul dari pengamatannya akan alam yang indah hasil ciptaan Tuhan. Pada suatu malam Daud menerawang memandang langit di malam hari yang dipenuhi bintang-bintang. Daud tidak sekedar melihat atau memandangi saja, tetapi ia mengambil momen untuk merenungkan eksistensi manusia dibandingkan dengan langit yang bertahtakan bintang kerlap kerlip. Hasilnya bisa kita baca dalam kitab Mazmur. Katanya: "Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?" (Mazmur 8:4-5). Pemikiran Daud sangat sederhana tapi dalam. Jika kita hanya mengagumi keindahan langit, ia berpikir lebih jauh dengan membandingkan keindahan langit penuh bintang dan cahaya bulan dengan keberadaan manusia. Siapakah kita manusia? Ketika langit di malam hari diciptakan Tuhan dengan sangat indah, manusia terus merusak hasil ciptaan Tuhan dan menyakiti hatinya. Tapi Daud menyadari bahwa keberadaan kita manusia ternyata jauh lebih indah dan spesial di mata Tuhan dibandingkan ciptaan terindah manapun yang sudah atau pernah Tuhan buat. Lihatlah kelanjutan ayat diatas. "Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat." (ay 6). Tidak terkira keindahan dan kesempurnaan alam semesta ini diciptakan, tetapi manusia tetap ciptaan Tuhan yang berbeda. Teristimewa dibandingkan ciptaan-ciptaan lainnya. Begitu istimewa bahkan dikatakan bahwa kita Tuhan mahkotai dengan kemuliaan dan hormat, dibuat mirip Allah dan memiliki citra Allah dalam diri kita. Kita dibentuk secara unik dari debu tanah langsung dari tanganNya, lalu menghembuskan nafas hidup ke dalam kita. (Kejadian 2:7). Itu menyatakan dengan jelas bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang teristimewa. Dan kepada kita diberikan kuasa. Daud mengatakannya seperti ini: "Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya." (Mazmur 8:7).
Kelak Petrus menyebutkan hal ini juga. "Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib." (1 Petrus 2:9). Kita disebutkan sebagai yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa kudus, milik Allah sendiri. Sebegitu istimewanya kita diciptakan, karenanya kita pantas bersyukur setiap saat dalam keadaan seperti apapun. Tetapi ayat ini juga seharusnya mengingatkan kita bahwa ada tugas yang disematkan untuk menyatakan kemuliaan Tuhan di dunia, menjadi penyampai berita perbuatan-perbuatan besarNya. Menjadi sosok anak-anak terang yang mewakili nama baik Bapa kita, Raja diatas segala raja.
Kita dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, kita terpilih sebagai imamat yang rajani, kehidupan kita pun seharusnya mencerminkan prinsip Kerajaan dan menggambarkan citra Sang Raja. Kita harus selalu menjaga agar jangan sampai mahkota yang dipakaikan Allah atas kita, yang penuh kemuliaan dan hormat itu sampai membuat muka Sang Pemberi tercoreng akibat perilaku kita yang buruk. Ingatlah bahwa kepada setiap manusia Tuhan sudah memberi kita kuasa penuh atas segala ciptaan Tuhan lainnya, baik ikan di laut, burung di udara dan atas segala hewan darat lainnya. "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kejadian 1:28). Bukan hanya menguasai, tapi juga taklukkan. Itu bukan berarti bahwa kita boleh sembarangan atau seenaknya mengeksploitasi semuanya, tapi kita justru diminta untuk menjaga kelestarian alam beserta isinya sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kuasa yang telah Dia berikan atas kita semua. Mahkota kemuliaan dan hormat yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia jangan sampai disia-siakan atau tidak dihargai.
Jika anda memenangi sebuah mahkota, anda tentu akan bangga dan menjaga agar mahkota itu tetap baik dan terlihat indah di atas kepala anda bukan? Seperti itu pula kita seharusnya menyikapi mahkota yang dianugerahkan Tuhan kepada kita. Kita diciptakan dengan tujuan mulia secara istimewa. Oleh karena itu kita harus belajar untuk hidup sesuai prinsip Kerajaan, menjadi anak-anakNya yang benar-benar menghidupi segala hak-hak yang telah diberikan kepada kita dan melakukan tanggung jawab kita pula. Sudahkah kita benar-benar menghayati jati diri kita sebagai ciptaan spesial yang segambar dengan Allah? Sudahkah kita menghargai mahkota yang Dia berikan lewat cara hidup yang berkenan dihadapanNya? Hendaknya perenungan Daud ini membuka cakrawala baru dalam pemikiran kita bahwa kita diciptakan seperti gambar dan rupaNya, kita dimahkotai kemuliaan dan hormat sehingga tidak satupun manusia yang boleh merasa rendah diri atau tidak berharga. Kemudian renungkan pula bahwa layaknya sebuah mahkota kehormatan, penghargaan itu harus kita jaga dengan baik, apalagi jika menyadari bahwa Tuhan sendiri yang memberikan, bukan manusia lain yang hidup di dunia yang sama dengan kita. Kita mungkin tidak melihat ada mahkota di atas kepala kita, tetapi ketahuilah bahwa Tuhan memberikan itu kepada kita semua tanpa terkecuali. So let's ask ourselves this question: as a crowned human, what should we do, and what can we do to glorify Him?
We are the crown of creation
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Subscribe to:
Posts (Atom)
Belajar dari Rehabeam (2)
(sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...