Ayat bacaan: Ulangan 32:10
=====================
"Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun, di tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya."
Bagi yang suka mendengar lagu-lagu rohani tentu tahu sebuah lagu terkenal karangan Jeffrey S Tjandra yang berjudul Seperti Bapa Sayang AnakNya. Hari ini saya mendengar lagu tersebut dalam playlist saya, dan salah satu bagian reffrainnya berbunyi:
Sperti Bapa Sayang Anaknya
Demikianlah Engkau Mengasihiku
Kau Jadikan Biji MataMu
Kau Berikan Smua Yg Ada PadaMu
Jeffrey menuliskan bahwa Bapa begitu sayang kepada kita, hingga Dia menjadikan kita biji mataNya. Ini tertulis di dalam Alkitab, yaitu dalam Ulangan 32:10 yang bunyinya: "Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun, di tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya."
Mata adalah satu dari panca indra yang punya fungsi sangat penting. Tanpa mata maka segalanya akan terlihat gelap. Kita tidak akan bisa melihat apapun. Apakah itu berbagai keragaman ciptaan Tuhan, keindahan warna-warni dunia, segala karya seni tak tertandingi buah karyaNya akan luput dari penglihatan kita tanpa adanya sepasang mata. Mata pun merupakan salah satu objek keindahan tersendiri yang sering kita kagumi. Kita tentu pernah terpesona melihat mata yang indah milik seseorang? Contact lense dengan warna-warna menarik pun tersedia di mana-mana untuk mempercantik mata. Tidak hanya pada bola mata saja, tetapi wanita pun suka memoles area sekitar mata mereka dengan berbagai warna, baik pada kelopak, bulu mata dan alis. Agar tidak silau orang pun melindungi matanya dengan kaca mata hitam. Kalau anda bekerja sebagai pengelas, anda pun harus melindungi mata anda dari percikan api las dalam bekerja. Ini semua menggambarkan betapa berharga dan pentingnya mata bagi kita.
Jika manusia menganggap mata itu penting atas banyak alasan, demikian pula bagi Tuhan. Betapa indahnya ketika Tuhan menganggap kita bagai biji mataNya. Dia akan senantiasa menjaga, melindungi dan mengawasi kita bagaikan menjaga biji mataNya sendiri. Itulah yang tertulis di dalam Ulangan 32:10 tadi. Bagian ini termasuk dalam rangkaian nyanyian Musa yang ternyata cukup penting, karena kelak pada kitab Wahyu nyanyian ini kembali disebutkan. "Dan mereka menyanyikan nyanyian Musa, hamba Allah, dan nyanyian Anak Domba, bunyinya: "Besar dan ajaib segala pekerjaan-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa! Adil dan benar segala jalan-Mu, ya Raja segala bangsa!" (Wahyu 15:3). Pada akhir jaman nanti, mereka yang menang atas binatang dan patungnya dan orang-orang yang ditandai dengan angka (bilangan) akan menyanyikan kembali nyanyian Musa, bersama-sama dengan nyanyian Anak Domba dengan diiringi kecapi Allah. (ay 2). Luar biasa bukan? Artinya pernyataan kita sebagai biji matanya Tuhan akan terus ada hingga akhir jaman.
Adakah orang yang akan dengan sengaja merusak matanya sendiri? Tentu tidak. Jika kita merusak mata kita sendiri, sama artinya dengan merusak diri kita sendiri. Tidak ada bagian tubuh kita yang tidak berguna, Tuhan telah melengkapi kita secara luar biasa, termasuk di dalamnya mata, salah satu organ tubuh yang sangat penting agar kita dapat melihat. Semua keindahan alam beserta keragamannya, jutaan budaya berbeda-beda dengan daya tariknya sendiri-sendiri, segala kebesaran Tuhan lewat ciptaan-ciptaanNya yang luar biasa, semua bisa kita saksikan lewat mata. Kita membaca betapa Daud menyadari betul keindahan ciptaan Tuhan yang menunjukkan kebesaranNya dalam Mazmur 104:1-35. Lihatlah salah satu petikan dari perikop itu. "Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu." (Mazmur 104:24). Mata merupakan salah satu organ terpenting yang memampukan kita untuk menikmati itu semua. Tanpa mata akan sulit bagi kita untuk melihat keindahan ciptaan Tuhan. Betapa indahnya mengetahui bahwa kita yang tidak ada apa-apanya dan kerap mengecewakanNya ternyata begitu penting bagi Tuhan. Begitu penting sehingga akan selalu Dia perhatikan seperti halnya Dia memperhatikan biji mataNya sendiri.
Mari kita lihat sebentar sebuah bagian dari kisah hidup Daud. Ketika Daud dikejar-kejar musuh, Daud pun mengaitkannya dengan biji mata ini dalam menantikan perlindungan Tuhan. "Peliharalah aku seperti biji mata, sembunyikanlah aku dalam naungan sayap-Mu, terhadap orang-orang fasik yang menggagahi aku, terhadap musuh nyawaku yang mengepung aku." (Mazmur 17:9). Lalu marilah kita lihat bagaimana bunyi Firman Tuhan yang memberi jaminan pemeliharaan atas hidup kita. "Sebab beginilah firman TUHAN semesta alam, yang dalam kemuliaan-Nya telah mengutus aku, mengenai bangsa-bangsa yang telah menjarah kamu--sebab siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mata-Nya" (Zakharia 2:8). Firman Tuhan berkata: barang siapa menjamah kita anak-anakNya itu sama artinya dengan menjamah biji mataNya. Bagi mereka-mereka ini, demikian kata Tuhan: "Sesungguhnya Aku akan menggerakkan tangan-Ku terhadap mereka, dan mereka akan menjadi jarahan bagi orang-orang yang tadinya takluk kepada mereka. Maka kamu akan mengetahui bahwa TUHAN semesta alam yang mengutus aku." (ay 9). Sebuah jaminan perlindungan luar biasa sudah dinyatakan Tuhan sendiri atas kita, dengan menyatakan bahwa kita itu begitu penting seperti biji mataNya sendiri.
Jika Tuhan sudah menjanjikan sebuah jaminan pemeliharaan yang sama pentingnya seperti melindungi biji mataNya sendiri, maka itu artinya kita tidak perlu khawatir, tidak perlu ragu, tidak perlu takut dalam menatap hari depan. Meskipun itu semua belum bisa kita lihat, meski mungkin hari ini kita masih berhadapan dengan ketidakpastian atau bahkan jika himpitan berbagai masalah kehidupan masih terus menekan kita, jangan khawatir, karena biar bagaimanapun Tuhan sudah menyatakan bahwa kita merupakan biji mataNya sampai kapanpun. Begitu berharganya kita di mata Tuhan, Dia akan senantiasa ada bersama kita, mengawasi dan melindungi kita dari segala hal agar bisa mendapat hidup yang aman lengkap dengan segala kelimpahannya. Apapun yang kita hadapi hari ini, yakinlah bahwa kita akan selalu menjadi biji mata Tuhan sampai kapanpun. Puji Tuhan dan bersyukurlah untuk itu.
Kita berharga di mata Tuhan seperti biji mataNya sendiri
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, September 30, 2012
Saturday, September 29, 2012
Dari Tanah Liat
Ayat bacaan: Yesaya 64:8
======================
"Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu."
Kesombongan dan kepongahan orang bukanlah hal yang langka untuk kita lihat hari ini. Ada begitu banyak orang yang merasa diatas angin penuh kuasa hingga sama sekali tidak merasa bersalah untuk menindas atau merendahkan orang lain. Apakah itu dari harta kekayaan, status, pangkat dan jabatan, atau di sisi lain merasa kuat karena termasuk dalam anggota geng, punya koneksi atau hubungan dengan orang 'kuat', atau sekedar otot dan wajah seram yang dipercaya akan membuat orang takut ketika bertemu muka. Hari ini ketika sedang mengemudi di malam hari, saya bertemu dengan geng bermotor berjumlah puluhan yang berlaku seenaknya di jalan. Mereka terkenal tidak ragu-ragu dalam menyakiti orang lain di jalan raya, sehingga siapapun akan segera menghindar daripada mendapat masalah. Saat ini mungkin mereka merasa punya kekuatan atau kuasa besar yang bahkan membuat polisi memilih untuk menutup mata mereka, tapi sadarkah mereka bahwa 'show of force' mereka hanya berlaku sangat singkat di dunia yang fana ini? Pada saatnya kelak mereka harus menghadapi Sang Pencipta, dan tidak ada otot, senjata atau kekuatan apapun yang bisa mereka andalkan untuk mengelak dari pertanggungjawaban sepenuhnya atas perbuatan mereka selama hidup. Mereka lupa bahwa meski mereka punya kekuatan saat ini, mereka sama seperti kita, tidak lebih dari sosok yang kata Alkitab hanya dibentuk dari tanah liat.
Ayat bacaan hari ini menggambarkan 'bahan baku' pembuatan kita manusia. "Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu." (Yesaya 64:8). Jika kita melihat ayat ini,maka jelaslah bahwa kita tidak seharusnya bersikap sok kuasa, pamer kekuatan, arogan atau sombong. Mengapa? Karena kita ini ternyata tidak lebih dari seonggok tanah liat. Dalam ayat lain Yesaya mengatakan bahwa manusia tidaklah lebih dari hembusan nafas semata, sehingga kita jangan pernah menaruh harapan terlalu tinggi pada sebuah figur atau sosok manusia. "Jangan berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22). Selain itu kita juga harus sadar bahwa masa hidup kita di dunia pun singkat. "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (Mazmur 90:10). Jika kita menyadari hal ini, dimana usia kita secara total terhitung sejak bayi hingga tua hanya sesingkat itu, maka alangkah memalukannya jika kita masih merasa berhak untuk berlaku semena-mena apalagi menyakiti orang lain hanya ketika kita pada saat ini merasa punya 'modal' untuk itu. Pada suatu ketika semua manusia harus siap untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan selama di dunia ini di hadapan Tuhan. Dan ingatlah bahwa Tuhan tidak bisa disogok dan tidak akan takut pada siapapun atau apapun, karena Tuhanlah yang berkuasa atas segalanya, dan kita hanyalah ciptaanNya yang dibentuk dengan tanah liat dan diberi nyawa lewat hembusan nafasNya sendiri.
Jika kita adalah tanah liat, maka Tuhan adalah Penjunan kita. Sebagai tanah liat tentu kita tidak punya kekuasaan apa-apa. Tanah liat tidak pernah bisa mengatur pembuatnya untuk membentuk dirinya sesuai dengan keinginannya. Tapi si pembuatlah yang pasti mengenal jenis tanah liat dan seperti apa ia bisa dibentuk, seindah mungkin. Demikianlah sebuah pelajaran yang dipetik oleh Yeremia lewat seorang tukang periuk. Dalam pembuka Yeremia 18 kita membaca bahwa Tuhan menyuruh Yeremia ke tukang periuk untuk mendapat pelajaran penting mengenai hakekat manusia dan hubungannya dengan Tuhan. "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." (Yeremia 18:4). Ini hasil pengamatan Yeremia. Lalu Tuhan berkata: "Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel!, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel!" (ay 6). Ya, Tuhanlah sang Pembuat, sedang kita adalah tanah liat yang berada di tangan sang Pembuat. Karenanya bukan segala kehebatan, kekuatan dan harta kita yang bisa membuat kita menjadi baik, berkelimpahan dan selamat, namun semata-mata karena kehebatan Tuhan membentuk kita-lah maka kita bisa menjadi bejana-bejana yang indah. Menyombongkan diri atau berlindung di belakang orang lain adalah sebuah sikap yang memalukan, karena itu artinya si orang tersebut tidak menyadari betul siapa dia sebenarnya. Malah Alkitab mencatat demikian "Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5).
Jika Tuhan sebagai sang Penjunan atau sang Pembuat periuk/bejana yang mengenal karakter kita, para "tanah liat", dengan sangat baik, apa yang menjadi rencanaNya? Demikian firman Tuhan. "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (29:11). Untuk mencapai tujuan itu, terkadang proses pembentukan karakter diperlukan, dan hal itu seringkali tidak nyaman bahkan menyakitkan. Tapi lihatlah nanti, sebuah bejana yang sangat indah akan terbentuk. Kita hanyalah tanah liat yang tidak lebih dari embusan nafas. Tidak seharusnya kita bersikap paling hebat di atas segala-galanya dan hidup seenaknya dengan kekuatan diri kita sendiri maupun orang lain. Ingatlah bahwa di atas sana ada Tuhan, Sang Penjunan yang begitu mengasihi kita dan tidak ingin satupun dari kita binasa. Jauhkanlah kesombongan dan keangkuhan dari diri kita. Sebaliknya hiduplah rendah hati, rajin menolong sesama dan berserahlah secara penuh kepada Tuhan dalam segala hal. Semua perbuatan kita pada waktunya harus kita pertanggungjawabkan. Oleh karena itu, perhatikan baik sikap kita. Pergunakan segala yang Dia beri untuk memberkati orang dan memuliakan Tuhan, bukan untuk merugikan orang lain dan mempermalukan Tuhan di dalamnya.
Kita hanyalah tanah liat hasil buatan tangan Tuhan, karenanya tidak ada yang perlu disombongkan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
======================
"Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu."
Kesombongan dan kepongahan orang bukanlah hal yang langka untuk kita lihat hari ini. Ada begitu banyak orang yang merasa diatas angin penuh kuasa hingga sama sekali tidak merasa bersalah untuk menindas atau merendahkan orang lain. Apakah itu dari harta kekayaan, status, pangkat dan jabatan, atau di sisi lain merasa kuat karena termasuk dalam anggota geng, punya koneksi atau hubungan dengan orang 'kuat', atau sekedar otot dan wajah seram yang dipercaya akan membuat orang takut ketika bertemu muka. Hari ini ketika sedang mengemudi di malam hari, saya bertemu dengan geng bermotor berjumlah puluhan yang berlaku seenaknya di jalan. Mereka terkenal tidak ragu-ragu dalam menyakiti orang lain di jalan raya, sehingga siapapun akan segera menghindar daripada mendapat masalah. Saat ini mungkin mereka merasa punya kekuatan atau kuasa besar yang bahkan membuat polisi memilih untuk menutup mata mereka, tapi sadarkah mereka bahwa 'show of force' mereka hanya berlaku sangat singkat di dunia yang fana ini? Pada saatnya kelak mereka harus menghadapi Sang Pencipta, dan tidak ada otot, senjata atau kekuatan apapun yang bisa mereka andalkan untuk mengelak dari pertanggungjawaban sepenuhnya atas perbuatan mereka selama hidup. Mereka lupa bahwa meski mereka punya kekuatan saat ini, mereka sama seperti kita, tidak lebih dari sosok yang kata Alkitab hanya dibentuk dari tanah liat.
Ayat bacaan hari ini menggambarkan 'bahan baku' pembuatan kita manusia. "Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu." (Yesaya 64:8). Jika kita melihat ayat ini,maka jelaslah bahwa kita tidak seharusnya bersikap sok kuasa, pamer kekuatan, arogan atau sombong. Mengapa? Karena kita ini ternyata tidak lebih dari seonggok tanah liat. Dalam ayat lain Yesaya mengatakan bahwa manusia tidaklah lebih dari hembusan nafas semata, sehingga kita jangan pernah menaruh harapan terlalu tinggi pada sebuah figur atau sosok manusia. "Jangan berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22). Selain itu kita juga harus sadar bahwa masa hidup kita di dunia pun singkat. "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (Mazmur 90:10). Jika kita menyadari hal ini, dimana usia kita secara total terhitung sejak bayi hingga tua hanya sesingkat itu, maka alangkah memalukannya jika kita masih merasa berhak untuk berlaku semena-mena apalagi menyakiti orang lain hanya ketika kita pada saat ini merasa punya 'modal' untuk itu. Pada suatu ketika semua manusia harus siap untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan selama di dunia ini di hadapan Tuhan. Dan ingatlah bahwa Tuhan tidak bisa disogok dan tidak akan takut pada siapapun atau apapun, karena Tuhanlah yang berkuasa atas segalanya, dan kita hanyalah ciptaanNya yang dibentuk dengan tanah liat dan diberi nyawa lewat hembusan nafasNya sendiri.
Jika kita adalah tanah liat, maka Tuhan adalah Penjunan kita. Sebagai tanah liat tentu kita tidak punya kekuasaan apa-apa. Tanah liat tidak pernah bisa mengatur pembuatnya untuk membentuk dirinya sesuai dengan keinginannya. Tapi si pembuatlah yang pasti mengenal jenis tanah liat dan seperti apa ia bisa dibentuk, seindah mungkin. Demikianlah sebuah pelajaran yang dipetik oleh Yeremia lewat seorang tukang periuk. Dalam pembuka Yeremia 18 kita membaca bahwa Tuhan menyuruh Yeremia ke tukang periuk untuk mendapat pelajaran penting mengenai hakekat manusia dan hubungannya dengan Tuhan. "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." (Yeremia 18:4). Ini hasil pengamatan Yeremia. Lalu Tuhan berkata: "Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel!, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel!" (ay 6). Ya, Tuhanlah sang Pembuat, sedang kita adalah tanah liat yang berada di tangan sang Pembuat. Karenanya bukan segala kehebatan, kekuatan dan harta kita yang bisa membuat kita menjadi baik, berkelimpahan dan selamat, namun semata-mata karena kehebatan Tuhan membentuk kita-lah maka kita bisa menjadi bejana-bejana yang indah. Menyombongkan diri atau berlindung di belakang orang lain adalah sebuah sikap yang memalukan, karena itu artinya si orang tersebut tidak menyadari betul siapa dia sebenarnya. Malah Alkitab mencatat demikian "Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5).
Jika Tuhan sebagai sang Penjunan atau sang Pembuat periuk/bejana yang mengenal karakter kita, para "tanah liat", dengan sangat baik, apa yang menjadi rencanaNya? Demikian firman Tuhan. "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (29:11). Untuk mencapai tujuan itu, terkadang proses pembentukan karakter diperlukan, dan hal itu seringkali tidak nyaman bahkan menyakitkan. Tapi lihatlah nanti, sebuah bejana yang sangat indah akan terbentuk. Kita hanyalah tanah liat yang tidak lebih dari embusan nafas. Tidak seharusnya kita bersikap paling hebat di atas segala-galanya dan hidup seenaknya dengan kekuatan diri kita sendiri maupun orang lain. Ingatlah bahwa di atas sana ada Tuhan, Sang Penjunan yang begitu mengasihi kita dan tidak ingin satupun dari kita binasa. Jauhkanlah kesombongan dan keangkuhan dari diri kita. Sebaliknya hiduplah rendah hati, rajin menolong sesama dan berserahlah secara penuh kepada Tuhan dalam segala hal. Semua perbuatan kita pada waktunya harus kita pertanggungjawabkan. Oleh karena itu, perhatikan baik sikap kita. Pergunakan segala yang Dia beri untuk memberkati orang dan memuliakan Tuhan, bukan untuk merugikan orang lain dan mempermalukan Tuhan di dalamnya.
Kita hanyalah tanah liat hasil buatan tangan Tuhan, karenanya tidak ada yang perlu disombongkan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, September 28, 2012
Great is the Lord, and Greatly to be Praised
Ayat bacaan: Mazmur 96:4
====================
"Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah."
Julukan biasanya diberikan dengan mengacu kepada sifat dan karakteristik atau keistimewaan seseorang. Baik dalam dunia musik, seni, olahraga, politik dan dalam keseharian kita, kita tentu sering mendengar berbagai bentuk julukan atas seseorang yang tentunya sangat menggambarkan sosok mereka dengan jelas. Meski kebanyakan julukan mengacu kepada hal-hal yang positif, ada kalanya orang memberi julukan negatif pula terhadap sosok yang tidak mereka sukai. Apapun itu, positif dan negatif, julukan yang dibuat akan mengacu kepada sesuatu yang tentu saja sanggup merepresentasikan orang tersebut secara umum, dan tentu saja kita perlu mengenal mereka terlebih dahulu sebelum memberi sebuah julukan. Berbicara mengenai hal ini, apakah Tuhan memiliki julukan atau sebutan? Alkitab mencatat begitu banyak sebutan Tuhan. Begitu banyak, sehingga apabila kita mengambil kurang dari sepertiga kitab Mazmur saja, kita bisa menemukan begitu banyak sebutan bagi Tuhan yang ditulis oleh Pemazmur.
Pemazmur tampak jelas memiliki kedekatan, hubungan yang sangat erat dengan Tuhan. Dengan kedekatakan tersebut kita bisa melihat begitu banyak sebutan yang menggambarkan atau mendeskripsikan kehebatan Tuhan yang tercatat disana. Jika anda membaca Mazmur 1 sampai 48 saja anda sudah menemukan begitu banyak gambaran dahsyatnya Tuhan dalam berbagai sebutan.
Berikut adalah sebutan yang menggambarkan berbagai sifat Tuhan beserta kehebatannya oleh Pemazmur yang tercatat dalam kurang lebih sepertiga panjang kitab tersebut.
Perisai yang melindungi aku (Mazmur 3:4), yang membiarkan aku diam dengan aman (the source of safety) (4:98), Rajaku dan Allahku (5:3), Hakim (7:9. 9-9), Yang Maha Tinggi (The Most High) (7:18), tempat perlindungan (our refuge and high tower, a stronghold) (9:10), penolong anak yatim (the helper of the fatherless) (10:14), Raja untuk seterusnya dan selama-lamanya (10:16), adil dan mengasihi keadilan (11:7).
Tuhan adalah bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku (my Rock, my Fortress and my Deliverer) (18:3, 31:3-4), sandaranku (my stay and support) (18:19), Penebusku (my Redeemer) (19:15). Tuhan adalah gembalaku (23:1), Raja Kemuliaan (24:7), Maha Kuasa (the Lord of hosts) (24:10), Penyelamat (25:5), terangku dan keselamatanku (27:1), gunung batuku (28:1), kekuatanku dan perisaiku (28:7), benteng pertahanan (28:8). Tuhan adalah Allah yang mulia (29:3), Allah yang setia (31:6), Allah yang hidup (42:3), penolong dalam kesesakan (46:2), Mahatinggi dan dahsyat, Raja yang besar atas seluruh bumi (47:3).
"Great is the Lord and highly to be praised in the city of our God". "Besarlah Tuhan dan sangat terpuji di kota Allah kita!" begitulah yang disebutkan dalam Mazmur 48:1. Dalam Mazmur 96:4 kita bisa membaca seruan Daud: "Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah". Ayat yang sama juga tertulis dalam 1 Tawarikh 16:25. Ada begitu banyak kebesaran dan kemuliaan Tuhan yang menggambarkan pribadi Allah kita yang dahsyatnya luar biasa. Tidak akan ada habisnya untuk kita renungkan.
Mengacu kepada "sedikit" dari sekian banyak gambaran Allah yang tercatat kekal di dalam alkitab, sudahkah kita memakai waktu kita secara khusus untuk memuji dan menyembahNya? Pernahkah kita merenungkan sebesar apa Tuhan itu? Apa saja sebutan yang bisa kita utarakan untuk menggambarkan kebesaran, keagungan dan kemuliaanNya? Sudahkah kita bersyukur dengan memiliki Tuhan yang berkuasa di atas segalanya? Lihatlah ada begitu banyak dasar atau alasan bagi kita untuk memuji Tuhan. Karena itu mari kita sama-sama mencari Dia hari ini untuk mengucap syukur atas segala kebaikanNya kepada kita. Great is the Lord, and greatly to be praised!
Tidak akan pernah ada kata cukup untuk memuji Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
====================
"Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah."
Julukan biasanya diberikan dengan mengacu kepada sifat dan karakteristik atau keistimewaan seseorang. Baik dalam dunia musik, seni, olahraga, politik dan dalam keseharian kita, kita tentu sering mendengar berbagai bentuk julukan atas seseorang yang tentunya sangat menggambarkan sosok mereka dengan jelas. Meski kebanyakan julukan mengacu kepada hal-hal yang positif, ada kalanya orang memberi julukan negatif pula terhadap sosok yang tidak mereka sukai. Apapun itu, positif dan negatif, julukan yang dibuat akan mengacu kepada sesuatu yang tentu saja sanggup merepresentasikan orang tersebut secara umum, dan tentu saja kita perlu mengenal mereka terlebih dahulu sebelum memberi sebuah julukan. Berbicara mengenai hal ini, apakah Tuhan memiliki julukan atau sebutan? Alkitab mencatat begitu banyak sebutan Tuhan. Begitu banyak, sehingga apabila kita mengambil kurang dari sepertiga kitab Mazmur saja, kita bisa menemukan begitu banyak sebutan bagi Tuhan yang ditulis oleh Pemazmur.
Pemazmur tampak jelas memiliki kedekatan, hubungan yang sangat erat dengan Tuhan. Dengan kedekatakan tersebut kita bisa melihat begitu banyak sebutan yang menggambarkan atau mendeskripsikan kehebatan Tuhan yang tercatat disana. Jika anda membaca Mazmur 1 sampai 48 saja anda sudah menemukan begitu banyak gambaran dahsyatnya Tuhan dalam berbagai sebutan.
Berikut adalah sebutan yang menggambarkan berbagai sifat Tuhan beserta kehebatannya oleh Pemazmur yang tercatat dalam kurang lebih sepertiga panjang kitab tersebut.
Perisai yang melindungi aku (Mazmur 3:4), yang membiarkan aku diam dengan aman (the source of safety) (4:98), Rajaku dan Allahku (5:3), Hakim (7:9. 9-9), Yang Maha Tinggi (The Most High) (7:18), tempat perlindungan (our refuge and high tower, a stronghold) (9:10), penolong anak yatim (the helper of the fatherless) (10:14), Raja untuk seterusnya dan selama-lamanya (10:16), adil dan mengasihi keadilan (11:7).
Tuhan adalah bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku (my Rock, my Fortress and my Deliverer) (18:3, 31:3-4), sandaranku (my stay and support) (18:19), Penebusku (my Redeemer) (19:15). Tuhan adalah gembalaku (23:1), Raja Kemuliaan (24:7), Maha Kuasa (the Lord of hosts) (24:10), Penyelamat (25:5), terangku dan keselamatanku (27:1), gunung batuku (28:1), kekuatanku dan perisaiku (28:7), benteng pertahanan (28:8). Tuhan adalah Allah yang mulia (29:3), Allah yang setia (31:6), Allah yang hidup (42:3), penolong dalam kesesakan (46:2), Mahatinggi dan dahsyat, Raja yang besar atas seluruh bumi (47:3).
"Great is the Lord and highly to be praised in the city of our God". "Besarlah Tuhan dan sangat terpuji di kota Allah kita!" begitulah yang disebutkan dalam Mazmur 48:1. Dalam Mazmur 96:4 kita bisa membaca seruan Daud: "Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah". Ayat yang sama juga tertulis dalam 1 Tawarikh 16:25. Ada begitu banyak kebesaran dan kemuliaan Tuhan yang menggambarkan pribadi Allah kita yang dahsyatnya luar biasa. Tidak akan ada habisnya untuk kita renungkan.
Mengacu kepada "sedikit" dari sekian banyak gambaran Allah yang tercatat kekal di dalam alkitab, sudahkah kita memakai waktu kita secara khusus untuk memuji dan menyembahNya? Pernahkah kita merenungkan sebesar apa Tuhan itu? Apa saja sebutan yang bisa kita utarakan untuk menggambarkan kebesaran, keagungan dan kemuliaanNya? Sudahkah kita bersyukur dengan memiliki Tuhan yang berkuasa di atas segalanya? Lihatlah ada begitu banyak dasar atau alasan bagi kita untuk memuji Tuhan. Karena itu mari kita sama-sama mencari Dia hari ini untuk mengucap syukur atas segala kebaikanNya kepada kita. Great is the Lord, and greatly to be praised!
Tidak akan pernah ada kata cukup untuk memuji Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, September 27, 2012
Bimbang
Ayat bacaan: Matius 14:31
=====================
"Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?"
Saya pernah mengikuti jalan di atas bara api sebagai sebuah metode untuk melatih keyakinan dan keberanian dalam melakukan sesuatu pada saat saya mengambil kuliah. Tentu awalnya mengerikan membayangkan kaki harus melewati bara api sepanjang beberapa meter tanpa memakai alas. Kuncinya agar kaki tidak terbakar sebenarnya hanya satu, kita harus melakukannya tanpa ragu. Jika kontak kulit dan bara api terjadi dalam jarak waktu yang sangat singkat maka kaki tidak akan mendapatkan cukup panas untuk membakar kulit sehingga kita bisa luput dari luka bakar serius. Langkah yang cepat juga membuat kaki menginjak ringan saja sehingga resikonya pun menjadi jauh lebih ringan. Sedikit saja ragu di tengah, itu akan membuat langkah kita melambat dan disanalah masalah bisa terjadi.
Bimbang artinya tidak yakin. Tidak yakin menang, tidak yakin kalah. Tidak yakin sukses, tidak yakin gagal. Tidak yakin antara mau atau tidak. Keraguan atau kebimbangan seringkali menngganggu dalam saat-saat penting di kehidupan kita. Jika tidak waspada, hati kita bisa dengan mudah dipenuhi oleh berbagai keraguan yang akan membuat performa atau produktivitas kita menurun atau malah gagal. Dalam hal iman pun demikian. Iman yang dijalankan dengan ragu-ragu, antara percaya dan tidak seringkali merupakan penghambat utama dari keberhasilan kita menerima berkat atau mukjizat Tuhan. Jadi bukan hanya tidak percaya yang bisa merugikan, sekedar bimbang pun ternyata sanggup untuk menggagalkan kita untuk menerima sesuatu dari Tuhan. Dan Alkitab sudah menyatakan bahwa kebimbangan akan membawa kita ke dalam banyak kegagalan dalam hidup ini.
Kita bisa melihat contoh yang sangat jelas dari peristiwa yang di alami oleh Petrus dan murid-murid Yesus lainnya dalam Matius 14:22-33. Pada suatu malam mereka tengah cemas terombang ambing oleh gelombang di tengah danau. Antara jam 3 sampai jam 6 pagi, Yesus pun datang menghampiri mereka dengan berjalan di atas air. Mereka semua terkejut dan ketakutan mengira yang datang itu hantu. (ay 26). Rasa takut atau gentar membuat mereka tidak bisa berpikir jernih. Yesus pun kemudian menenangkan mereka, namun Petrus masih meragukan bahwa itu adalah Yesus. "Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air." (ay 28). Yesus memanggilnya, dan Petrus pun mengalami peristiwa ajaib dengan berjalan di atas air. Ini mukjizat luar biasa. Petrus manusia biasa, tapi lewat iman yang percaya terhadap perintah Yesus ternyata ia bisa berjalan di atas air. Ia pun terus berjalan di atas air untuk menghampiri Yesus. (ay 29). Tapi lihat apa yang terjadi setelahnya. Ternyata di tengah-tengah danau itu angin mulai membuatnya takut. Imannya memudar, dan ia kemudian mulai tenggelam. Seketika itu pula Petrus lalu berteriak minta tolong pada Yesus. Yesus kemudian menegurnya. "Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" (Matius 14:31). Petrus kemudian diselamatkan, dan mereka menaiki kapal. Seketika itu pula angin reda. (ay 32).
Ini kesaksian hidup Petrus dan para murid Yesus yang tentu sudah tidak lagi asing bagi kita. Lihatlah bahwa apa yang dialami Petrus pada mulanya luar biasa. Petrus sudah mengalami keajaiban dengan berjalan di atas air. Tapi ketika rasa bimbang mulai timbul disertai rasa takut, maka ia pun mulai tenggelam dan gagal mencapai tujuannya. Ini sebuah gambaran jelas bagaimana kebimbangan bisa menghancurkan kita. Seperti Petrus, kita pun bisa mengalami perkara-perkara besar dan ajaib dalam hidup kita, ketika kita taat pada Tuhan. Tapi lihatlah ketika kita mulai mengandalkan perasaan yang kerap dipengaruhi oleh kebimbangan, maka kita pun akan tenggelam. Iblis raja tipu muslihat sangat suka memanfaatkan kebimbangan manusia untuk masuk dan menghancurkan diri kita dari dalam. Iblis akan selalu berusaha menghabisi iman kita dengan cara menyerang kita lewat kebimbangan demi kebimbangan. Kebimbangan akan membuat kita ragu-ragu dalam melangkah, dan bisa menimbulkan ketidakpercayaan. Ketidakpercayaan ini akan mengarah pada ketidaktaatan, dan akhirnya kita pun akan tenggelam sia-sia.
Kita sering terlalu cepat merasa takut terhadap sesuatu yang belum terjadi. Kita sering terlalu mudah diliputi keraguan akan sesuatu. Dibalik kebimbangan tersembunyi kegagalan, dan kita seringkali lupa akan hal itu. Iman yang dikatakan sebagai bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat dalam Ibrani 11:1 seharusnya mampu menjadi jawaban dalam mengatasi segala bentuk keraguan kita. Apa yang dialami Petrus sesungguhnya sering kita alami juga dalam kehidupan kita. Banyak orang yang mungkin sudah mengalami berbagai pengalaman ajaib bersama Tuhan, mengalami kuasa dan mukjizatNya yang luar biasa, namun kemudian ketika kebimbangan mulai merasuki hati dan pikiran kita, maka kita pun mulai kehilangan seluruh berkat dan janji-janjiNya.
Kebimbangan membuat iman kita tidak cukup besar untuk bisa melakukan perkara-perkara besar. Kita percaya akan Firman Tuhan, namun di sisi lain kita mencoba melakukan banyak alternatif-alternatif lain karena rasa percaya itu terkontaminasi oleh sesuatu yang namanya bimbang. Kita tidak cukup tegas untuk berpegang pada janji Tuhan, dan ketika itu terjadi, disanalah benih-benih kegagalan mulai mengintip. Agar tidak bimbang, penting bagi kita untuk mengetahui apa yang menjadi rencana Tuhan dalam hidup kita, apa yang Dia kehendaki, dimana Dia akan ada bersama kita karena kita berjalan sesuai rencanaNya. Kita harus ingat bahwa hidup yang terbaik bukanlah tergantung pada pendapat kita atau manusia, tapi sepenuhnya tergantung pada Tuhan. Selanjutnya Yakobus mengingatkan kita untuk meminta dalam iman yang bulat, utuh tanpa ada kebimbangan di dalamnya. "Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin" (Yakobus 1:6). Jangan bimbang, karena dengan kebimbangan kita tidaklah akan mendapatkan apa-apa, tapi percayalah sepenuhnya pada Tuhan, karena bagi diriNya tidak ada satu pun yang mustahil. Yesus berkata "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24). Percaya, itu timbul dari iman. Dari mana iman timbul? "Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Berjalan bersama Kristus berarti hidup bersama kasih, dan dalam kasih itu tidak ada ketakutan. "Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih." (1 Yohanes 4:18). Artinya, tidak ada tempat bagi kebimbangan dan ketakutan jika kita sempurna di dalam kasih Kristus. Jangan berikan tempat bagi kebimbangan yang bisa membuat kita kehilangan janji-janji Tuhan. Alamilah terus perkara besar dalam hidup anda, hiduplah dalam kepercayaan dan ketaatan penuh dalam iman yang teguh akan Kristus.
Kebimbangan akan merusak diri kita dan menghambat kita untuk mengalami perkara-perkara besar
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?"
Saya pernah mengikuti jalan di atas bara api sebagai sebuah metode untuk melatih keyakinan dan keberanian dalam melakukan sesuatu pada saat saya mengambil kuliah. Tentu awalnya mengerikan membayangkan kaki harus melewati bara api sepanjang beberapa meter tanpa memakai alas. Kuncinya agar kaki tidak terbakar sebenarnya hanya satu, kita harus melakukannya tanpa ragu. Jika kontak kulit dan bara api terjadi dalam jarak waktu yang sangat singkat maka kaki tidak akan mendapatkan cukup panas untuk membakar kulit sehingga kita bisa luput dari luka bakar serius. Langkah yang cepat juga membuat kaki menginjak ringan saja sehingga resikonya pun menjadi jauh lebih ringan. Sedikit saja ragu di tengah, itu akan membuat langkah kita melambat dan disanalah masalah bisa terjadi.
Bimbang artinya tidak yakin. Tidak yakin menang, tidak yakin kalah. Tidak yakin sukses, tidak yakin gagal. Tidak yakin antara mau atau tidak. Keraguan atau kebimbangan seringkali menngganggu dalam saat-saat penting di kehidupan kita. Jika tidak waspada, hati kita bisa dengan mudah dipenuhi oleh berbagai keraguan yang akan membuat performa atau produktivitas kita menurun atau malah gagal. Dalam hal iman pun demikian. Iman yang dijalankan dengan ragu-ragu, antara percaya dan tidak seringkali merupakan penghambat utama dari keberhasilan kita menerima berkat atau mukjizat Tuhan. Jadi bukan hanya tidak percaya yang bisa merugikan, sekedar bimbang pun ternyata sanggup untuk menggagalkan kita untuk menerima sesuatu dari Tuhan. Dan Alkitab sudah menyatakan bahwa kebimbangan akan membawa kita ke dalam banyak kegagalan dalam hidup ini.
Kita bisa melihat contoh yang sangat jelas dari peristiwa yang di alami oleh Petrus dan murid-murid Yesus lainnya dalam Matius 14:22-33. Pada suatu malam mereka tengah cemas terombang ambing oleh gelombang di tengah danau. Antara jam 3 sampai jam 6 pagi, Yesus pun datang menghampiri mereka dengan berjalan di atas air. Mereka semua terkejut dan ketakutan mengira yang datang itu hantu. (ay 26). Rasa takut atau gentar membuat mereka tidak bisa berpikir jernih. Yesus pun kemudian menenangkan mereka, namun Petrus masih meragukan bahwa itu adalah Yesus. "Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air." (ay 28). Yesus memanggilnya, dan Petrus pun mengalami peristiwa ajaib dengan berjalan di atas air. Ini mukjizat luar biasa. Petrus manusia biasa, tapi lewat iman yang percaya terhadap perintah Yesus ternyata ia bisa berjalan di atas air. Ia pun terus berjalan di atas air untuk menghampiri Yesus. (ay 29). Tapi lihat apa yang terjadi setelahnya. Ternyata di tengah-tengah danau itu angin mulai membuatnya takut. Imannya memudar, dan ia kemudian mulai tenggelam. Seketika itu pula Petrus lalu berteriak minta tolong pada Yesus. Yesus kemudian menegurnya. "Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" (Matius 14:31). Petrus kemudian diselamatkan, dan mereka menaiki kapal. Seketika itu pula angin reda. (ay 32).
Ini kesaksian hidup Petrus dan para murid Yesus yang tentu sudah tidak lagi asing bagi kita. Lihatlah bahwa apa yang dialami Petrus pada mulanya luar biasa. Petrus sudah mengalami keajaiban dengan berjalan di atas air. Tapi ketika rasa bimbang mulai timbul disertai rasa takut, maka ia pun mulai tenggelam dan gagal mencapai tujuannya. Ini sebuah gambaran jelas bagaimana kebimbangan bisa menghancurkan kita. Seperti Petrus, kita pun bisa mengalami perkara-perkara besar dan ajaib dalam hidup kita, ketika kita taat pada Tuhan. Tapi lihatlah ketika kita mulai mengandalkan perasaan yang kerap dipengaruhi oleh kebimbangan, maka kita pun akan tenggelam. Iblis raja tipu muslihat sangat suka memanfaatkan kebimbangan manusia untuk masuk dan menghancurkan diri kita dari dalam. Iblis akan selalu berusaha menghabisi iman kita dengan cara menyerang kita lewat kebimbangan demi kebimbangan. Kebimbangan akan membuat kita ragu-ragu dalam melangkah, dan bisa menimbulkan ketidakpercayaan. Ketidakpercayaan ini akan mengarah pada ketidaktaatan, dan akhirnya kita pun akan tenggelam sia-sia.
Kita sering terlalu cepat merasa takut terhadap sesuatu yang belum terjadi. Kita sering terlalu mudah diliputi keraguan akan sesuatu. Dibalik kebimbangan tersembunyi kegagalan, dan kita seringkali lupa akan hal itu. Iman yang dikatakan sebagai bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat dalam Ibrani 11:1 seharusnya mampu menjadi jawaban dalam mengatasi segala bentuk keraguan kita. Apa yang dialami Petrus sesungguhnya sering kita alami juga dalam kehidupan kita. Banyak orang yang mungkin sudah mengalami berbagai pengalaman ajaib bersama Tuhan, mengalami kuasa dan mukjizatNya yang luar biasa, namun kemudian ketika kebimbangan mulai merasuki hati dan pikiran kita, maka kita pun mulai kehilangan seluruh berkat dan janji-janjiNya.
Kebimbangan membuat iman kita tidak cukup besar untuk bisa melakukan perkara-perkara besar. Kita percaya akan Firman Tuhan, namun di sisi lain kita mencoba melakukan banyak alternatif-alternatif lain karena rasa percaya itu terkontaminasi oleh sesuatu yang namanya bimbang. Kita tidak cukup tegas untuk berpegang pada janji Tuhan, dan ketika itu terjadi, disanalah benih-benih kegagalan mulai mengintip. Agar tidak bimbang, penting bagi kita untuk mengetahui apa yang menjadi rencana Tuhan dalam hidup kita, apa yang Dia kehendaki, dimana Dia akan ada bersama kita karena kita berjalan sesuai rencanaNya. Kita harus ingat bahwa hidup yang terbaik bukanlah tergantung pada pendapat kita atau manusia, tapi sepenuhnya tergantung pada Tuhan. Selanjutnya Yakobus mengingatkan kita untuk meminta dalam iman yang bulat, utuh tanpa ada kebimbangan di dalamnya. "Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin" (Yakobus 1:6). Jangan bimbang, karena dengan kebimbangan kita tidaklah akan mendapatkan apa-apa, tapi percayalah sepenuhnya pada Tuhan, karena bagi diriNya tidak ada satu pun yang mustahil. Yesus berkata "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24). Percaya, itu timbul dari iman. Dari mana iman timbul? "Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Berjalan bersama Kristus berarti hidup bersama kasih, dan dalam kasih itu tidak ada ketakutan. "Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih." (1 Yohanes 4:18). Artinya, tidak ada tempat bagi kebimbangan dan ketakutan jika kita sempurna di dalam kasih Kristus. Jangan berikan tempat bagi kebimbangan yang bisa membuat kita kehilangan janji-janji Tuhan. Alamilah terus perkara besar dalam hidup anda, hiduplah dalam kepercayaan dan ketaatan penuh dalam iman yang teguh akan Kristus.
Kebimbangan akan merusak diri kita dan menghambat kita untuk mengalami perkara-perkara besar
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, September 26, 2012
Lembut Hati
Ayat bacaan: Bilangan 12:3
======================
"Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi."
Tidak satupun dari kita yang ingin terus terpancing emosi. Marah-marah itu bukan saja mengganggu orang lain di sekitar kita, tapi juga beresiko terhadap kesehatan dan saya yakin anda setuju kalau saya katakan bahwa marah itu sangat-sangat melelahkan. "Kita ingin hidup damai, tapi mereka kan yang memancing? Mereka jual, saya beli!" kata teman saya yang tidak bisa menahan emosi karena antriannya di kedai makanan diserobot sekelompok ibu-ibu. Itulah memang yang menjadi masalahnya. Rasanya orang akan lebih suka hidup tenang dan damai, tapi menghadapi orang-orang yang sulit, usaha untuk tetap tenang pun menjadi sulit pula. Apalagi kalau yang terganggu itu adalah prinsip kita. Wah, bukan main sulitnya mengontrol emosi. Lucunya, ada pula sebagian orang yang menganggap dirinya gagah berani dan jantan apabila marah atau menonjolkan kekerasan sebagai gaya hidupnya. Sebagai manusia mungkin ada kalanya kita memang harus marah. Tapi kita perlu menjaga agar emosi itu tidak berkepanjangan dan kemudian membuka peluang bagi iblis untuk mengobok-obok dan memporak-porandakan diri kita untuk masuk ke dalam berbagai bentuk dosa yang kelak akan kita sesali juga. Karena itu yang terbaik adalah usaha untuk mengendalikan emosi sedini mungkin sebelum emosi kita menjadi melebar melebihi batas. Untuk itu kita memerlukan hati yang lembut.
Siapa tokoh yang dikatakan lembut hatinya di dalam Alkitab? Tidak lain adalah Musa. Alkitab menyatakannya seperti ini: "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3). Mengapa Musa? Mari kita lihat. Musa memimpin sebuah bangsa besar yang tabiatnya sangat buruk. Bangsa Israel pada masa itu dikatakan sebagai bangsa dengan orang-orang yang tegar tengkuk alias keras kepala. Bangsa Israel sudah mengalami berbagai bentuk mukjizat Tuhan, namun mereka tetaplah bangsa yang tidak tahu berterimakasih. Mereka ahli dalam hal bersungut-sungut dan mengeluh, ahli dalam mengolok-olok, menyudutkan, menyindir, dan bersikap sinis. Sikap-sikap seperti itulah yang harus dialami Musa terus menerus, bukan sehari dua hari tapi hingga puluhan tahun. Saya membayangkan mungkin kalau kita di posisi Musa, bisa bertahan seminggu saja sudah ajaib. Tapi Musa sanggup mengendalikan emosinya dan terus mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan untuk ia perbuat. Karena itu tidaklah mengherankan jika Musa dikatakan sebagai orang yang lembut hatinya melebihi manusia lainnya di muka bumi ini.
Bagaimana dari Yesus sendiri? Yesus pun sudah mengingatkan kita agar memiliki hati yang lemah lembut. "Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi." (Matius 5:5). Ini adalah satu dari rangkaian ucapan bahagia yang diucapkan Yesus dalam kotbahnya atas bukit yang terkenal itu. Lemah lembut seperti apa yang Yesus maksud? Dalam versi bahasa Inggris kita membaca rincian yang lebih detail: "the mild, patient, long suffering". "lembut, sabar dan tabah". Hanya orang yang memiliki sikap seperti inilah yang dikatakan Yesus akan memiliki bumi. Tuhan akan memenuhi janjiNya pada mereka ini, bukan kepada orang yang pendek kesabarannya, cepat emosi, kasar dan cepat mengeluh.
Easy to say, tapi itu kan sulit? Bagaimana kita bisa memiliki hati yang lembut seperti itu? Daud memberikan sebuah tips menarik untuk bisa menjadi orang yang sabar. "Dari Daud. Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang; sebab mereka segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau. Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak." (Mazmur 37:1-5). Kita diingatkan untuk senantiasa bergembira dan setia, serta menyerahkan hidup kita kepadaNya dengan kepercayaan penuh, dan percayalah, kata Daud, bahwa Tuhan akan bertindak menjawab apa yang diinginkan hati kita. Emosi yang tak terkendali tentu sulit keluar dari orang yang hatinya terus bergembira karena Tuhan, tetap percaya dan setia. Selanjutnya Daud berkata "Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan. Sebab orang-orang yang berbuat jahat akan dilenyapkan, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN akan mewarisi negeri." (ay 8-9). Ini pun sejalan dengan apa yang dikatakan Yesus di atas, dan sejalan pula dengan pesan-pesan dari Daud di atas. Kemarahan tidaklah mendatangkan hal baik tapi bisa membawa orang untuk terjerumus pada kejahatan, yang pada akhirnya akan dilenyapkan.
Yakobus mengingatkan pula agar kita cepat untuk mendengar, tapi lambat untuk berkata-kata dan lambat untuk marah. (Yakobus 1:19). Mengapa demikian? "sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." (ay 20). Memang tidaklah mudah untuk bisa menahan diri, tapi itulah yang menjadi kehendak Tuhan dan berkenan di hadapannya. Mungkin sulit bagi kita untuk meniru figur Musa, tapi tidak ada salahnya untuk mulai mencoba. Itu akan menjauhkan kita dari segala penyakit, kelelahan luar biasa akibat marah, dan akibatnya kita bisa tetap menjalani hidup dengan keriangan dan penuh sukacita. Adakah di antara teman-teman yang sedang emosi atau masih sulit meredamnya saat ini? Jika ada, redakanlah segera dan tersenyumlah. Jangan biarkan hati mengeras, jagalah agar tetap berada dalam kondisi lembut. Di dalam sebuah kelembutan hatilah kita akhirnya bisa merasakan bahwa Tuhan itu sungguh baik.
Miliki hati yang lemah lembut dan jangan cepat terpancing oleh amarah, karena itu tidak akan pernah mengerjakan kebenaran di hadapan Allah
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
======================
"Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi."
Tidak satupun dari kita yang ingin terus terpancing emosi. Marah-marah itu bukan saja mengganggu orang lain di sekitar kita, tapi juga beresiko terhadap kesehatan dan saya yakin anda setuju kalau saya katakan bahwa marah itu sangat-sangat melelahkan. "Kita ingin hidup damai, tapi mereka kan yang memancing? Mereka jual, saya beli!" kata teman saya yang tidak bisa menahan emosi karena antriannya di kedai makanan diserobot sekelompok ibu-ibu. Itulah memang yang menjadi masalahnya. Rasanya orang akan lebih suka hidup tenang dan damai, tapi menghadapi orang-orang yang sulit, usaha untuk tetap tenang pun menjadi sulit pula. Apalagi kalau yang terganggu itu adalah prinsip kita. Wah, bukan main sulitnya mengontrol emosi. Lucunya, ada pula sebagian orang yang menganggap dirinya gagah berani dan jantan apabila marah atau menonjolkan kekerasan sebagai gaya hidupnya. Sebagai manusia mungkin ada kalanya kita memang harus marah. Tapi kita perlu menjaga agar emosi itu tidak berkepanjangan dan kemudian membuka peluang bagi iblis untuk mengobok-obok dan memporak-porandakan diri kita untuk masuk ke dalam berbagai bentuk dosa yang kelak akan kita sesali juga. Karena itu yang terbaik adalah usaha untuk mengendalikan emosi sedini mungkin sebelum emosi kita menjadi melebar melebihi batas. Untuk itu kita memerlukan hati yang lembut.
Siapa tokoh yang dikatakan lembut hatinya di dalam Alkitab? Tidak lain adalah Musa. Alkitab menyatakannya seperti ini: "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3). Mengapa Musa? Mari kita lihat. Musa memimpin sebuah bangsa besar yang tabiatnya sangat buruk. Bangsa Israel pada masa itu dikatakan sebagai bangsa dengan orang-orang yang tegar tengkuk alias keras kepala. Bangsa Israel sudah mengalami berbagai bentuk mukjizat Tuhan, namun mereka tetaplah bangsa yang tidak tahu berterimakasih. Mereka ahli dalam hal bersungut-sungut dan mengeluh, ahli dalam mengolok-olok, menyudutkan, menyindir, dan bersikap sinis. Sikap-sikap seperti itulah yang harus dialami Musa terus menerus, bukan sehari dua hari tapi hingga puluhan tahun. Saya membayangkan mungkin kalau kita di posisi Musa, bisa bertahan seminggu saja sudah ajaib. Tapi Musa sanggup mengendalikan emosinya dan terus mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan untuk ia perbuat. Karena itu tidaklah mengherankan jika Musa dikatakan sebagai orang yang lembut hatinya melebihi manusia lainnya di muka bumi ini.
Bagaimana dari Yesus sendiri? Yesus pun sudah mengingatkan kita agar memiliki hati yang lemah lembut. "Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi." (Matius 5:5). Ini adalah satu dari rangkaian ucapan bahagia yang diucapkan Yesus dalam kotbahnya atas bukit yang terkenal itu. Lemah lembut seperti apa yang Yesus maksud? Dalam versi bahasa Inggris kita membaca rincian yang lebih detail: "the mild, patient, long suffering". "lembut, sabar dan tabah". Hanya orang yang memiliki sikap seperti inilah yang dikatakan Yesus akan memiliki bumi. Tuhan akan memenuhi janjiNya pada mereka ini, bukan kepada orang yang pendek kesabarannya, cepat emosi, kasar dan cepat mengeluh.
Easy to say, tapi itu kan sulit? Bagaimana kita bisa memiliki hati yang lembut seperti itu? Daud memberikan sebuah tips menarik untuk bisa menjadi orang yang sabar. "Dari Daud. Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang; sebab mereka segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau. Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak." (Mazmur 37:1-5). Kita diingatkan untuk senantiasa bergembira dan setia, serta menyerahkan hidup kita kepadaNya dengan kepercayaan penuh, dan percayalah, kata Daud, bahwa Tuhan akan bertindak menjawab apa yang diinginkan hati kita. Emosi yang tak terkendali tentu sulit keluar dari orang yang hatinya terus bergembira karena Tuhan, tetap percaya dan setia. Selanjutnya Daud berkata "Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan. Sebab orang-orang yang berbuat jahat akan dilenyapkan, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN akan mewarisi negeri." (ay 8-9). Ini pun sejalan dengan apa yang dikatakan Yesus di atas, dan sejalan pula dengan pesan-pesan dari Daud di atas. Kemarahan tidaklah mendatangkan hal baik tapi bisa membawa orang untuk terjerumus pada kejahatan, yang pada akhirnya akan dilenyapkan.
Yakobus mengingatkan pula agar kita cepat untuk mendengar, tapi lambat untuk berkata-kata dan lambat untuk marah. (Yakobus 1:19). Mengapa demikian? "sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." (ay 20). Memang tidaklah mudah untuk bisa menahan diri, tapi itulah yang menjadi kehendak Tuhan dan berkenan di hadapannya. Mungkin sulit bagi kita untuk meniru figur Musa, tapi tidak ada salahnya untuk mulai mencoba. Itu akan menjauhkan kita dari segala penyakit, kelelahan luar biasa akibat marah, dan akibatnya kita bisa tetap menjalani hidup dengan keriangan dan penuh sukacita. Adakah di antara teman-teman yang sedang emosi atau masih sulit meredamnya saat ini? Jika ada, redakanlah segera dan tersenyumlah. Jangan biarkan hati mengeras, jagalah agar tetap berada dalam kondisi lembut. Di dalam sebuah kelembutan hatilah kita akhirnya bisa merasakan bahwa Tuhan itu sungguh baik.
Miliki hati yang lemah lembut dan jangan cepat terpancing oleh amarah, karena itu tidak akan pernah mengerjakan kebenaran di hadapan Allah
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, September 25, 2012
Pulang
Ayat bacaan: Lukas 15:32
====================
"Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."
Sebuah band rohani pernah bercerita mengenai sebuah komposisinya kepada saya. Komposisi itu terinspirasi dari orang-orang yang sibuk mudik menjelang hari raya keagamaan. Itu mengilhami sebuah perenungan bahwa manusia pada hakekatnya tengah menjalani sebuah 'journey' dalam kehidupan ini. "Kita bisa berjalan begitu jauh, tapi pada suatu saat kita tahu bahwa kita akan kembali ke tempat dari mana kita berasal." katanya. Ia pun melanjutkan bahwa dalam rangkaian perjalanan kehidupan ada kalanya kita keluar dari jalur dan menjauh dari alur yang seharusnya, tapi ketika kita mendengar dan merespon ketukan Tuhan dalam hati kita, selalu ada kesempatan bagi kita untuk kembali kepada Tuhan yang akan dengan senang hati menerima kita kembali dengan penuh sukacita bersama seisi Surga.
Itu sebuah perenungan sederhana tapi memiliki makna yang cukup dalam. Ada kalanya kita terlalu sibuk dalam aktivitas sehari-hari, baik itu pekerjaan, tugas-tugas, berbagai kewajiban dan serangkaian kegiatan lainnya sehingga tanpa sadar kita sudah tidak lagi punya waktu untuk Tuhan. Kita meninggalkan Dia dan terus berjalan semakin jauh dariNya. Kita memilih dunia yang fana ketimbang kebahagiaan dalam KerajaanNya yang kekal. Apa yang terjadi dalam hati Tuhan ketika kita melakukan itu? Setiap saat Tuhan merindukan anak-anakNya yang sudah meninggalkanNya, bahkan yang sudah terlalu jauh sekalipun, untuk kembali kepadaNya. Setiap saat itu pula Tuhan siap menyambut dengan penuh sukacita dengan pelukanNya untuk kembali melimpahi kita dengan berkat-berkatNya.
Kisah Perumpamaan tentang anak yang hilang dalam Lukas 15:11-32 yang diberikan Yesus menggambarkan suasana hati Bapa itu dengan jelas. Dalam perumpamaan ini ada seorang anak bungsu yang meminta bagian warisannya dan segera mempergunakan itu untuk bertualang ke negeri yang jauh, meninggalkan ayahnya. Sepintas hidup terasa luar biasa indah. Ia menghabiskan semuanya untuk berfoya-foya. Lalu dalam waktu singkat ia pun melarat, bahkan harus mulai makan ampas sisa makanan babi untuk bertahan hidup. Ia pun menyadari kesalahannya dan berpikir untuk kembali. Tidak apa-apa jika harus dihukum dan tidak lagi mendapat hak sebagai anak, karena ia tahu bahwa kesalahan berasal dari dirinya sendiri. Ia pun pulang. Mungkin perasaannya berkecamuk antara menyesal dan takut, tapi ia tahu bahwa tidak ada tempat yang lebih baik lagi selain berada di rumah ayahnya. There's no place like home, itu mungkin yang kemudian ia sadari. Lantas apa yang terjadi? Yesus berkata: "Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia." (Lukas 15:20b). Ia tidak dihukum, bahkan diomeli pun tidak. Sang ayah justru berlari merangkul dan menciumnya sebelum ia sampai di gerbang rumahnya. Kasih dan kegirangan sang ayah ternyata tidak berhenti sampai disitu. Dia segera memberikan jubah terbaik, cincin, sepatu dan menyembelih anak sapi tambun untuk menyambut kembalinya si anak dengan penuh sukacita. (ay 22-23). Betapa besar sukacita sang ayah karena anaknya yang hilang telah kembali. "Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." (ay 32). Itulah suasana hati Bapa menyambut kepulangan anak-anakNya.
Lewat dosa-dosa yang kita lakukan dan pembangkangan-pembangkangan, kita seharusnya binasa. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Kedatangan Kristus ke dunia ini justru untuk mencegah kita semua masuk ke dalam kematian kekal dan memberikan kita semua jalan untuk memperoleh keselamatan. Yesus berkata "..Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Matius 9:13b) Mengapa? "Karena Anak Manusia datang untuk menyelamatkan yang hilang." (18:11). Keselamatan. Inilah anugerah terbesar yang diberikan Tuhan buat manusia lewat Kristus. Tuhan selalu rindu menantikan kita semua untuk kembali kepadanya. Tidak peduli apa yang telah kita lakukan, sejauh mana kita sudah tersesat, Dia akan selalu siap menyambut kita dengan tangan terbuka. Tuhan siap melemparkan dosa kita jauh ke dalam tubir laut (Mkha 7:19), membuang dosa-dosa kita sejauh timur dari barat (Mazmur 103:12), mengampuni kesalahan kita bahkan tidak lagi mengingat-ingat dosa-dosa yang telah kita lakukan. (Yeremia 31:34).
While we are walking in a journey of life, it's important for us to check where we actually are right now. Jika kita mendapati bahwa kita sudah berjalan jauh meninggalkanNya, mari kita kembali mengingat betapa besarnya kasih Tuhan kepada kita, sehingga AnakNya yang tunggal pun rela Dia anugerahkan kepada kita agar tidak satupun dari kita binasa melainkan beroleh kehidupan yang kekal. (Yohanes 3:16). Tidak peduli dosa apapun yang telah kita lakukan, Tuhan siap memberikan pengampunannya kepada kita. Dia akan berlari mendapati kita, merangkul dan mencium kita, menyambut kita dengan penuh sukacita. Tidak perlu merasa takut, tidak perlu ragu, karena Tuhan selalu mengasihi kita semua dan akan segera menyambut kepulangan kita kapan saja dengan tangan terbuka. Anda sudah terlalu jauh? Tidak ada kata terlambat. Pulanglah sekarang juga dan biarkan Tuhan dan seisi Surga bersukacita menyambut anda.
It's never too late to come home to God
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
====================
"Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."
Sebuah band rohani pernah bercerita mengenai sebuah komposisinya kepada saya. Komposisi itu terinspirasi dari orang-orang yang sibuk mudik menjelang hari raya keagamaan. Itu mengilhami sebuah perenungan bahwa manusia pada hakekatnya tengah menjalani sebuah 'journey' dalam kehidupan ini. "Kita bisa berjalan begitu jauh, tapi pada suatu saat kita tahu bahwa kita akan kembali ke tempat dari mana kita berasal." katanya. Ia pun melanjutkan bahwa dalam rangkaian perjalanan kehidupan ada kalanya kita keluar dari jalur dan menjauh dari alur yang seharusnya, tapi ketika kita mendengar dan merespon ketukan Tuhan dalam hati kita, selalu ada kesempatan bagi kita untuk kembali kepada Tuhan yang akan dengan senang hati menerima kita kembali dengan penuh sukacita bersama seisi Surga.
Itu sebuah perenungan sederhana tapi memiliki makna yang cukup dalam. Ada kalanya kita terlalu sibuk dalam aktivitas sehari-hari, baik itu pekerjaan, tugas-tugas, berbagai kewajiban dan serangkaian kegiatan lainnya sehingga tanpa sadar kita sudah tidak lagi punya waktu untuk Tuhan. Kita meninggalkan Dia dan terus berjalan semakin jauh dariNya. Kita memilih dunia yang fana ketimbang kebahagiaan dalam KerajaanNya yang kekal. Apa yang terjadi dalam hati Tuhan ketika kita melakukan itu? Setiap saat Tuhan merindukan anak-anakNya yang sudah meninggalkanNya, bahkan yang sudah terlalu jauh sekalipun, untuk kembali kepadaNya. Setiap saat itu pula Tuhan siap menyambut dengan penuh sukacita dengan pelukanNya untuk kembali melimpahi kita dengan berkat-berkatNya.
Kisah Perumpamaan tentang anak yang hilang dalam Lukas 15:11-32 yang diberikan Yesus menggambarkan suasana hati Bapa itu dengan jelas. Dalam perumpamaan ini ada seorang anak bungsu yang meminta bagian warisannya dan segera mempergunakan itu untuk bertualang ke negeri yang jauh, meninggalkan ayahnya. Sepintas hidup terasa luar biasa indah. Ia menghabiskan semuanya untuk berfoya-foya. Lalu dalam waktu singkat ia pun melarat, bahkan harus mulai makan ampas sisa makanan babi untuk bertahan hidup. Ia pun menyadari kesalahannya dan berpikir untuk kembali. Tidak apa-apa jika harus dihukum dan tidak lagi mendapat hak sebagai anak, karena ia tahu bahwa kesalahan berasal dari dirinya sendiri. Ia pun pulang. Mungkin perasaannya berkecamuk antara menyesal dan takut, tapi ia tahu bahwa tidak ada tempat yang lebih baik lagi selain berada di rumah ayahnya. There's no place like home, itu mungkin yang kemudian ia sadari. Lantas apa yang terjadi? Yesus berkata: "Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia." (Lukas 15:20b). Ia tidak dihukum, bahkan diomeli pun tidak. Sang ayah justru berlari merangkul dan menciumnya sebelum ia sampai di gerbang rumahnya. Kasih dan kegirangan sang ayah ternyata tidak berhenti sampai disitu. Dia segera memberikan jubah terbaik, cincin, sepatu dan menyembelih anak sapi tambun untuk menyambut kembalinya si anak dengan penuh sukacita. (ay 22-23). Betapa besar sukacita sang ayah karena anaknya yang hilang telah kembali. "Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." (ay 32). Itulah suasana hati Bapa menyambut kepulangan anak-anakNya.
Lewat dosa-dosa yang kita lakukan dan pembangkangan-pembangkangan, kita seharusnya binasa. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Kedatangan Kristus ke dunia ini justru untuk mencegah kita semua masuk ke dalam kematian kekal dan memberikan kita semua jalan untuk memperoleh keselamatan. Yesus berkata "..Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Matius 9:13b) Mengapa? "Karena Anak Manusia datang untuk menyelamatkan yang hilang." (18:11). Keselamatan. Inilah anugerah terbesar yang diberikan Tuhan buat manusia lewat Kristus. Tuhan selalu rindu menantikan kita semua untuk kembali kepadanya. Tidak peduli apa yang telah kita lakukan, sejauh mana kita sudah tersesat, Dia akan selalu siap menyambut kita dengan tangan terbuka. Tuhan siap melemparkan dosa kita jauh ke dalam tubir laut (Mkha 7:19), membuang dosa-dosa kita sejauh timur dari barat (Mazmur 103:12), mengampuni kesalahan kita bahkan tidak lagi mengingat-ingat dosa-dosa yang telah kita lakukan. (Yeremia 31:34).
While we are walking in a journey of life, it's important for us to check where we actually are right now. Jika kita mendapati bahwa kita sudah berjalan jauh meninggalkanNya, mari kita kembali mengingat betapa besarnya kasih Tuhan kepada kita, sehingga AnakNya yang tunggal pun rela Dia anugerahkan kepada kita agar tidak satupun dari kita binasa melainkan beroleh kehidupan yang kekal. (Yohanes 3:16). Tidak peduli dosa apapun yang telah kita lakukan, Tuhan siap memberikan pengampunannya kepada kita. Dia akan berlari mendapati kita, merangkul dan mencium kita, menyambut kita dengan penuh sukacita. Tidak perlu merasa takut, tidak perlu ragu, karena Tuhan selalu mengasihi kita semua dan akan segera menyambut kepulangan kita kapan saja dengan tangan terbuka. Anda sudah terlalu jauh? Tidak ada kata terlambat. Pulanglah sekarang juga dan biarkan Tuhan dan seisi Surga bersukacita menyambut anda.
It's never too late to come home to God
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, September 24, 2012
Layang-Layang
Ayat bacaan: Yakobus 4:10
=========================
"Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu."
Ada sebuah layang-layang yang terbang dengan indahnya meliuk ke kiri dan kanan. Ia menjadi objek kekaguman banyak anak-anak yang melihatnya. Karena itu muncullah sikap sombong dari layang-layang tersebut. Ia tidak lagi ingin dikendalikan dari bawah dan ingin terbang makin tinggi dengan bebas tanpa kendali. Tiba-tiba benangnya putus. Layang-layang pun gembira karena berpikir bahwa ia sekarang bisa melayang naik ke atas dengan bebas. Tapi bukan itu yang terjadi. Layang-layang itu kemudian terhuyung-huyung turun ke bawah dan akhirnya berakhir sobek di atas sebuah pagar. Layang-layang kemudian menyesal karena lupa bahwa keindahannya meliuk gemulai di udara sesungguhnya tergantung dari orang yang mengendalikan dirinya lewat seutas benang dari bawah. Tetapi sekarang ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Nasi sudah jadi bubur. Layang-layang yang indah kini tinggal rangka yang tersobek-sobek tanpa arti lagi.
Ilustrasi ini saya ambil untuk mengingatkan kita akan pentingnya berada dibawah kendali Tuhan agar bisa terbang naik lebih tinggi lagi dalam hidup ini. Kita seringkali merasa terganggu atau terbelenggu oleh peraturan-peraturan atau batasan-batasan seperti yang telah digariskan Tuhan. Kita merasa bahwa kebebasan kita seolah dibatasi, sepertinya kita dilarang untuk menikmati sesuatu yang menyenangkan yang mungkin sedang berlangsung di sekitar kita. Apa yang ditawarkan dunia memang seringkali terlihat menyenangkan, namun dibalik itu semua terdapat banyak jebakan yang siap membawa kita jatuh ke dalam jurang dosa. Kita terkadang berkompromi, berpikir bahwa kita akan lebih baik apabila memutuskan "benang" dengan Tuhan. Kita mengira bahwa segala kenyamanan yang ditawarkan oleh dunia akan lebih memuaskan ketimbang terbelenggu ke dalam peraturan dan batasan yang berasal dari Tuhan. Tapi kemudian seperti layang-layang, kita pun akan jatuh semakin jauh. Ada banyak orang yang terlena ke dalam apa yang dianggap memberi kesenangan, namun pada suatu ketika mereka tiba-tiba menyadari bahwa kehancuran ada di depan mata. Penyesalan pun datang, namun bisa jadi sudah terlambat.
Tuhan membuat segenap aturan, batasan dan peringatan bagi kita semua seperti yang dimuat di sepanjang isi Alkitab yang tebal bukan dengan tujuan agar kita menderita atau tidak boleh mendapat kesenangan, tapi semua itu justru bertujuan agar kita bisa menapak di jalan yang benar, terus naik hingga bisa mencapai sebuah keselamatan kekal yang penuh dengan sukacita. Yakobus menggambarkannya seperti berikut ini: "Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu." (Yakobus 4:10). Seperti halnya layang-layang, keinginan untuk lepas dari benang bukannya akan semakin meninggikan terbangnya, tapi justru membawanya untuk berakhir terhempas ke tanah dan tercabik-cabik. Sebaliknya dengan seutas benang yang baik, di tangan Sosok yang benar, justru layangan akan terus bisa menapak naik semakin tinggi. Seperti itu pula kita dalam dunia ini. Di tangan Tuhan ada rencana yang terindah dan terbaik yang telah Dia sediakan bagi kita. Berada dalam tanganNya akan membuat kita terjaga dan terus menjadi semakin baik, semakin tinggi dari hari ke hari. ada batasan dan peraturan yang digariskan Tuhan, bagaikan benang yang mengikat kita, tapi itu semua bertujuan agar kita terhindar dari kejatuhan dan kehancuran.
"Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci." (Roma 15:4). Ada begitu banyak pelajaran yang bisa kita peroleh dari Alkitab. Kita bisa melihat bagaimana pengharapan dan ketekunan akan sanggup membawa sebuah perbedaan, kita bisa belajar dari orang-orang yang tergelincir, namun kemudian kembali menapak naik, kita bisa melihat bagaimana penyertaan Tuhan membawa sebuah hasil yang indah. Sebaliknya kita juga bisa melihat orang-orang yang ternyata salah jalan hingga menemui kebinasaan. Semua itu sudah tertulis bagi kita agar kita bisa belajar untuk mengetahui apa saja yang menjadi batasan dan aturan untuk hidup benar, kudus dan taat sesuai dengan kehendak Tuhan. Sekali lagi, semua itu bukanlah ditujukan untuk menyiksa kita, tapi justru agar kita semua terhindar dari berbagai jebakan yang ditawarkan dunia dan bisa mencapai garis akhir yang gemilang. Berpeganglah selalu kepada firman Tuhan, bacalah dan renungkanlah senantiasa, maka seperti apa yang dikatakan Pemazmur, inilah yang akan terjadi pada kita: "Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:3). Itu janji Tuhan kepada setiap anak-anakNya yang taat, yang tidak terpengaruh kepada berbagai kesesatan yang ditawarkan dunia dengan segala pernak-pernik atau polesan yang terlihat indah. Tuhan dengan penuh kasih ingin kita naik dan bukan turun, terbang tinggi dengan indahnya menyatakan kemuliaannya. Jika kita mau mengalami itu, ijinkan Tuhan sendiri yang membawa kita untuk bisa menikmatinya.
Pastikan bahwa 'benang' yang menghubungkan kita dengan Tuhan jangan sampai putus
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=========================
"Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu."
Ada sebuah layang-layang yang terbang dengan indahnya meliuk ke kiri dan kanan. Ia menjadi objek kekaguman banyak anak-anak yang melihatnya. Karena itu muncullah sikap sombong dari layang-layang tersebut. Ia tidak lagi ingin dikendalikan dari bawah dan ingin terbang makin tinggi dengan bebas tanpa kendali. Tiba-tiba benangnya putus. Layang-layang pun gembira karena berpikir bahwa ia sekarang bisa melayang naik ke atas dengan bebas. Tapi bukan itu yang terjadi. Layang-layang itu kemudian terhuyung-huyung turun ke bawah dan akhirnya berakhir sobek di atas sebuah pagar. Layang-layang kemudian menyesal karena lupa bahwa keindahannya meliuk gemulai di udara sesungguhnya tergantung dari orang yang mengendalikan dirinya lewat seutas benang dari bawah. Tetapi sekarang ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Nasi sudah jadi bubur. Layang-layang yang indah kini tinggal rangka yang tersobek-sobek tanpa arti lagi.
Ilustrasi ini saya ambil untuk mengingatkan kita akan pentingnya berada dibawah kendali Tuhan agar bisa terbang naik lebih tinggi lagi dalam hidup ini. Kita seringkali merasa terganggu atau terbelenggu oleh peraturan-peraturan atau batasan-batasan seperti yang telah digariskan Tuhan. Kita merasa bahwa kebebasan kita seolah dibatasi, sepertinya kita dilarang untuk menikmati sesuatu yang menyenangkan yang mungkin sedang berlangsung di sekitar kita. Apa yang ditawarkan dunia memang seringkali terlihat menyenangkan, namun dibalik itu semua terdapat banyak jebakan yang siap membawa kita jatuh ke dalam jurang dosa. Kita terkadang berkompromi, berpikir bahwa kita akan lebih baik apabila memutuskan "benang" dengan Tuhan. Kita mengira bahwa segala kenyamanan yang ditawarkan oleh dunia akan lebih memuaskan ketimbang terbelenggu ke dalam peraturan dan batasan yang berasal dari Tuhan. Tapi kemudian seperti layang-layang, kita pun akan jatuh semakin jauh. Ada banyak orang yang terlena ke dalam apa yang dianggap memberi kesenangan, namun pada suatu ketika mereka tiba-tiba menyadari bahwa kehancuran ada di depan mata. Penyesalan pun datang, namun bisa jadi sudah terlambat.
Tuhan membuat segenap aturan, batasan dan peringatan bagi kita semua seperti yang dimuat di sepanjang isi Alkitab yang tebal bukan dengan tujuan agar kita menderita atau tidak boleh mendapat kesenangan, tapi semua itu justru bertujuan agar kita bisa menapak di jalan yang benar, terus naik hingga bisa mencapai sebuah keselamatan kekal yang penuh dengan sukacita. Yakobus menggambarkannya seperti berikut ini: "Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu." (Yakobus 4:10). Seperti halnya layang-layang, keinginan untuk lepas dari benang bukannya akan semakin meninggikan terbangnya, tapi justru membawanya untuk berakhir terhempas ke tanah dan tercabik-cabik. Sebaliknya dengan seutas benang yang baik, di tangan Sosok yang benar, justru layangan akan terus bisa menapak naik semakin tinggi. Seperti itu pula kita dalam dunia ini. Di tangan Tuhan ada rencana yang terindah dan terbaik yang telah Dia sediakan bagi kita. Berada dalam tanganNya akan membuat kita terjaga dan terus menjadi semakin baik, semakin tinggi dari hari ke hari. ada batasan dan peraturan yang digariskan Tuhan, bagaikan benang yang mengikat kita, tapi itu semua bertujuan agar kita terhindar dari kejatuhan dan kehancuran.
"Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci." (Roma 15:4). Ada begitu banyak pelajaran yang bisa kita peroleh dari Alkitab. Kita bisa melihat bagaimana pengharapan dan ketekunan akan sanggup membawa sebuah perbedaan, kita bisa belajar dari orang-orang yang tergelincir, namun kemudian kembali menapak naik, kita bisa melihat bagaimana penyertaan Tuhan membawa sebuah hasil yang indah. Sebaliknya kita juga bisa melihat orang-orang yang ternyata salah jalan hingga menemui kebinasaan. Semua itu sudah tertulis bagi kita agar kita bisa belajar untuk mengetahui apa saja yang menjadi batasan dan aturan untuk hidup benar, kudus dan taat sesuai dengan kehendak Tuhan. Sekali lagi, semua itu bukanlah ditujukan untuk menyiksa kita, tapi justru agar kita semua terhindar dari berbagai jebakan yang ditawarkan dunia dan bisa mencapai garis akhir yang gemilang. Berpeganglah selalu kepada firman Tuhan, bacalah dan renungkanlah senantiasa, maka seperti apa yang dikatakan Pemazmur, inilah yang akan terjadi pada kita: "Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:3). Itu janji Tuhan kepada setiap anak-anakNya yang taat, yang tidak terpengaruh kepada berbagai kesesatan yang ditawarkan dunia dengan segala pernak-pernik atau polesan yang terlihat indah. Tuhan dengan penuh kasih ingin kita naik dan bukan turun, terbang tinggi dengan indahnya menyatakan kemuliaannya. Jika kita mau mengalami itu, ijinkan Tuhan sendiri yang membawa kita untuk bisa menikmatinya.
Pastikan bahwa 'benang' yang menghubungkan kita dengan Tuhan jangan sampai putus
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, September 23, 2012
Menunjukkan Kerendahan Hati
Ayat bacaan: 1 Korintus 9:19
========================
"Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang."
Seperti apa image seorang pemimpin di benak anda? Bagi teman saya yang sudah bekerja di beberapa tempat berbeda, gambaran pemimpin yang ia dapatkan adalah angkuh, sok kuasa, jaim alias jaga-image, dingin dan kerap berkata seenaknya menyakiti hati bawahan. Dari teman saya yang lain, sosok pemimpin adalah sosok yang bisa berbuat seenaknya, tidak pernah salah, sinis dan pilih kasih. Mungkin gambaran seperti itu mewakili image dari banyak pemimpin. Jika kita melihat sikap para pejabat di negara ini, gambaran-gambaran seperti itu pun akan mudah kita lihat. Disaat orang memiliki kuasa, ada banyak di antara mereka yang kemudian lupa diri dan mempertontonkan sikap-sikap yang negatif. Ada pula yang menjaga image secara berlebihan dan tidak bersahabat. Perubahan sikap dan gaya bisa menjadi berubah sangat kontras ketika mendapat kenaikan jabatan, bahkan kepada teman-teman sendiri. Dunia boleh saja menjadikan hal seperti itu sebagai hal yang lumrah, namun Kekristenan tidak pernah mengajarkan hal yang demikian. Kerendahan hati, kesabaran dan keramahan merupakan penekanan penting dalam melayani siapapun seperti yang bisa diteladani langsung dari Kristus sendiri.
Paulus merupakan sosok yang bisa menjadi contoh sebagai orang yang menerapkan hal ini secara langsung dalam kehidupannya. Meski ia berada pada sebuah posisi penting dalam pewartaan Injil ke seluruh belahan dunia, namun ia tidak menjadi lupa diri dan menganggap dirinya berhak mendapatkan keistimewaan. Ia tahu bahwa ia hanyalah satu dari setiap orang percaya yang telah disematkan tugas untuk mengemban Amanat Agung dari Yesus yang berbunyi: "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20). Itulah yang ia jadikan sebagai dasar pelayanannya. Karenanya ia tidak perlu merasa sombong dan membangggakan dirinya secara berlebihan dalam melayani. Dalam berbagai kesempatan ia selalu menunjukkan bahwa ia sangat meneladani Kristus, yang datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani bahkan memberikan nyawaNya demi keselamatan semua orang.
Yesus mengajarkan sesuatu yang bertolak belakang dengan apa yang dipercaya dunia. "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:26b-28). Kontroversial? Mungkin saja. Tapi itulah bentuk ajaran Bapa yang seharusnya diadopsi oleh anak-anakNya di dunia, termasuk Paulus semasa hidupnya setelah bertobat. Ia tegas dalam mewartakan injil, tapi tidak keras. Ia selalu berusaha menyesuaikan diri agar dapat diterima dengan tangan terbuka dan dengan demikian terus memiliki kesempatan untuk dapat memberitakan Injil kemanapun ia pergi. Lihatlah apa katanya. "Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang." (1 Korintus 9:19). Menjadikan dirinya hamba dari semua orang, ini menunjukkan bagaimana ia mengimani keteladanan dan ajaran Kristus. Dalam kesempatan lain Yesus pernah menengahi perdebatan di antara murid-muridNya mengenai siapa diantara mereka yang terbesar dengan kalimat: "Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." (Lukas 9:48b). Seperti halnya Paulus, Yohanes Pembaptis pun menerapkan hal yang sama. "Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya...Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:28,30). Di balik kerendahan hati itulah sebenarnya kita bisa meninggikan kemuliaan Tuhan di muka bumi ini. Dan dengan berlaku demikianlah baru kita mampu memenangkan banyak jiwa.
Paulus juga selalu membuka dirinya untuk berhubungan dengan baik kepada setiap orang. Dan itu ia lakukan sebagai pintu masuk untuk mewartakan kabar gembira kemanapun ia pergi. Tapi meskipun demikian, ia tidak berkompromi dengan cara-cara hidup yang mengarah pada dosa. Ia tidak mau terpengaruh kepada keinginan-keinginan daging melainkan terus mengarahkan pandangannya ke depan, untuk memperoleh panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus. Kepada Timotius ia pun berpesan: "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2). Inilah pesan penting yang harus selalu kita ingat pula. Dalam kondisi apapun, siap sedialah untuk mewartakan Firman Tuhan. Namun dalam melakukannya hendaklah kita memiliki kesabaran. Menjadikan diri sebagai hamba, memiliki sikap rendah hati dalam melayani akan menjadi awal yang sangat baik untuk melayani dan memenangkan sebanyak mungkin jiwa.
Sudahkah kita menghidupi nilai-nilai Kristus dalam sikap hidup kita? Sudahkah hidup kita membawa sukacita bagi orang lain, bukan sebaliknya malah mendatangkan kesuraman, kemuraman atau bahkan rasa antipati? Mungkin tidak mudah, tapi kita bisa mulai dengan membuka diri lewat kerendahan hati, keramahan dan kesabaran. Dan disanalah kita bisa mulai mencerminkan terang Kristus secara nyata dan membawa jiwa-jiwa masuk ke dalam pertobatan. Jika kita berposisi sebagai pemimpin, kita tidak perlu bersikap menjaga jarak agar tidak kehilangan wibawa. Saya membawahi puluhan anggota dan bisa berteman dekat dengan mereka tanpa harus kehilangan respect dari mereka. Dari pengalmaan saya, kedekatan itu justru membawa banyak hal positif yang jauh lebih indah dibandingkan sebaliknya. Karenanya kita tidak boleh terjatuh pada sikap tinggi hati atau sombong, melainkan teruslah hidup dengan melayani untuk Tuhan. Mari berkaca dari sikap Paulus dalam melayani dan selalu teladani pribadi Kristus dalam setiap langkah yang kita tempuh.
Sikap sabar, rendah hati dalam melayani merupakan kunci penting untuk memenangkan jiwa
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
========================
"Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang."
Seperti apa image seorang pemimpin di benak anda? Bagi teman saya yang sudah bekerja di beberapa tempat berbeda, gambaran pemimpin yang ia dapatkan adalah angkuh, sok kuasa, jaim alias jaga-image, dingin dan kerap berkata seenaknya menyakiti hati bawahan. Dari teman saya yang lain, sosok pemimpin adalah sosok yang bisa berbuat seenaknya, tidak pernah salah, sinis dan pilih kasih. Mungkin gambaran seperti itu mewakili image dari banyak pemimpin. Jika kita melihat sikap para pejabat di negara ini, gambaran-gambaran seperti itu pun akan mudah kita lihat. Disaat orang memiliki kuasa, ada banyak di antara mereka yang kemudian lupa diri dan mempertontonkan sikap-sikap yang negatif. Ada pula yang menjaga image secara berlebihan dan tidak bersahabat. Perubahan sikap dan gaya bisa menjadi berubah sangat kontras ketika mendapat kenaikan jabatan, bahkan kepada teman-teman sendiri. Dunia boleh saja menjadikan hal seperti itu sebagai hal yang lumrah, namun Kekristenan tidak pernah mengajarkan hal yang demikian. Kerendahan hati, kesabaran dan keramahan merupakan penekanan penting dalam melayani siapapun seperti yang bisa diteladani langsung dari Kristus sendiri.
Paulus merupakan sosok yang bisa menjadi contoh sebagai orang yang menerapkan hal ini secara langsung dalam kehidupannya. Meski ia berada pada sebuah posisi penting dalam pewartaan Injil ke seluruh belahan dunia, namun ia tidak menjadi lupa diri dan menganggap dirinya berhak mendapatkan keistimewaan. Ia tahu bahwa ia hanyalah satu dari setiap orang percaya yang telah disematkan tugas untuk mengemban Amanat Agung dari Yesus yang berbunyi: "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20). Itulah yang ia jadikan sebagai dasar pelayanannya. Karenanya ia tidak perlu merasa sombong dan membangggakan dirinya secara berlebihan dalam melayani. Dalam berbagai kesempatan ia selalu menunjukkan bahwa ia sangat meneladani Kristus, yang datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani bahkan memberikan nyawaNya demi keselamatan semua orang.
Yesus mengajarkan sesuatu yang bertolak belakang dengan apa yang dipercaya dunia. "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:26b-28). Kontroversial? Mungkin saja. Tapi itulah bentuk ajaran Bapa yang seharusnya diadopsi oleh anak-anakNya di dunia, termasuk Paulus semasa hidupnya setelah bertobat. Ia tegas dalam mewartakan injil, tapi tidak keras. Ia selalu berusaha menyesuaikan diri agar dapat diterima dengan tangan terbuka dan dengan demikian terus memiliki kesempatan untuk dapat memberitakan Injil kemanapun ia pergi. Lihatlah apa katanya. "Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang." (1 Korintus 9:19). Menjadikan dirinya hamba dari semua orang, ini menunjukkan bagaimana ia mengimani keteladanan dan ajaran Kristus. Dalam kesempatan lain Yesus pernah menengahi perdebatan di antara murid-muridNya mengenai siapa diantara mereka yang terbesar dengan kalimat: "Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." (Lukas 9:48b). Seperti halnya Paulus, Yohanes Pembaptis pun menerapkan hal yang sama. "Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya...Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:28,30). Di balik kerendahan hati itulah sebenarnya kita bisa meninggikan kemuliaan Tuhan di muka bumi ini. Dan dengan berlaku demikianlah baru kita mampu memenangkan banyak jiwa.
Paulus juga selalu membuka dirinya untuk berhubungan dengan baik kepada setiap orang. Dan itu ia lakukan sebagai pintu masuk untuk mewartakan kabar gembira kemanapun ia pergi. Tapi meskipun demikian, ia tidak berkompromi dengan cara-cara hidup yang mengarah pada dosa. Ia tidak mau terpengaruh kepada keinginan-keinginan daging melainkan terus mengarahkan pandangannya ke depan, untuk memperoleh panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus. Kepada Timotius ia pun berpesan: "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2). Inilah pesan penting yang harus selalu kita ingat pula. Dalam kondisi apapun, siap sedialah untuk mewartakan Firman Tuhan. Namun dalam melakukannya hendaklah kita memiliki kesabaran. Menjadikan diri sebagai hamba, memiliki sikap rendah hati dalam melayani akan menjadi awal yang sangat baik untuk melayani dan memenangkan sebanyak mungkin jiwa.
Sudahkah kita menghidupi nilai-nilai Kristus dalam sikap hidup kita? Sudahkah hidup kita membawa sukacita bagi orang lain, bukan sebaliknya malah mendatangkan kesuraman, kemuraman atau bahkan rasa antipati? Mungkin tidak mudah, tapi kita bisa mulai dengan membuka diri lewat kerendahan hati, keramahan dan kesabaran. Dan disanalah kita bisa mulai mencerminkan terang Kristus secara nyata dan membawa jiwa-jiwa masuk ke dalam pertobatan. Jika kita berposisi sebagai pemimpin, kita tidak perlu bersikap menjaga jarak agar tidak kehilangan wibawa. Saya membawahi puluhan anggota dan bisa berteman dekat dengan mereka tanpa harus kehilangan respect dari mereka. Dari pengalmaan saya, kedekatan itu justru membawa banyak hal positif yang jauh lebih indah dibandingkan sebaliknya. Karenanya kita tidak boleh terjatuh pada sikap tinggi hati atau sombong, melainkan teruslah hidup dengan melayani untuk Tuhan. Mari berkaca dari sikap Paulus dalam melayani dan selalu teladani pribadi Kristus dalam setiap langkah yang kita tempuh.
Sikap sabar, rendah hati dalam melayani merupakan kunci penting untuk memenangkan jiwa
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, September 22, 2012
Tergantung Ada Ditangan Siapa
Ayat bacaan: Matius 6:33
====================
"Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."
Bagi saya yang berkecimpung dalam pekerjaan yang kebanyakan berada di dunia maya, agak mengherankan bagi saya ketika mendengar pandangan-pandangan negatif yang sering digelontorkan di media mengenai bahaya internet. Banyak orang yang dengan sempit mengartikan cyber world sebagai sebuah dunia yang melulu berisi hal yang buruk. Benar, ada banyak hal buruk yang bisa menjadi dipermudah aksesnya dengan menggunakan internet, tetapi itu hanyalah sebagian kecil dari begitu banyak manfaat positif yang bisa kita peroleh lewat itu. Bayangkan ketika dahulu kita harus repot duduk di perpustakaan untuk mencari referensi, saat ini kita cukup duduk di rumah dan dengan beberapa klik kita bisa memperoleh informasi atau data yang kita butuhkan. Bukankah saya mempergunakan media internet untuk menulis renungan setiap hari untuk membagi berkat sesuai panggilan saya bagi teman-teman sekalian? Itu membuktikan juga bahwa internet bukan melulu berisi hal yang buruk, tapi bisa juga dipakai sebagai media yang mewartakan Injil Kerajaan bagi orang-orang yang hidup didalamnya. Mulai dari resep membuat sambal terasi sampai bom atom bisa kita peroleh di internet. Masalahnya bukan dari teknologinya, tetapi justru dari kita sebagai pengguna atau pengakses. Anda bisa menyebutkan pisau sebagai benda tajam berbahaya yang bisa membunuh, tapi bagaimana kita bisa memotong dalam memasak tanpa adanya pisau? Apakah pisau masih merupakan senjata berbahaya ketika dipakai untuk memasak di dapur? Itu sebuah analogi sederhana yang mungkin bisa menggambarkan bahwa berbahaya atau bermanfaat, semua tergantung dari si pengguna. Dengan kata lain, baik atau buruknya sesuatu, itu tergantung dari tangan siapa yang menggunakannya.
Mari kita lihat sisi lain dari ayat yang sudah sangat kita kenal berikut ini. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."(Matius 6:33). Ayat ini biasanya dipakai untuk menjelaskan bahwa Tuhan menjamin hidup kita, anak-anakNya yang selalu rindu untuk dekat dengan Tuhan. Itu benar. Tapi disamping itu kita bisa melihat ayat ini dari sudut pandang topik seperti ilustrasi kecil di atas. Jika kita mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenarannya, jika kita hidup benar sesuai firman Tuhan, maka apapun yang ada di tangan kita bisa menjadi berkat bagi banyak orang dan tidak akan menjadi senjata berbahaya atau awal dari kebinasaan. Akan sangat berbeda penggunaan alat apapun jika berada di tangan yang benar dibandingkan jika ada di tangan yang salah. Yang penting adalah bagaimana kita mendahulukan untuk hidup dalam kebenaran, hidup benar sesuai firman Tuhan. Jika kita memprioritaskan hal ini, kita pun akan terbentuk menjadi manusia yang benar, sehingga apapun yang ada di tangan kita tidak akan menjadi benda mematikan, senjata berbahaya atau sesuatu yang menghancurkan. Itu tidak akan menjadi sesuatu yang negatif, namun justru bisa menjadi sebuah berkat yang berguna bagi sesama dimana kemuliaan Tuhan bisa dinyatakan.
Tuhan Yesus berkata: "Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal." (Matius 12:33). Dari ayat ini kita bisa melihat bahwa apa yang harus kita perhatikan adalah pohonnya, dan bukan buahnya. Sebuah pohon yang baik akan selalu menghasilkan buah-buah yang baik. Demikianlah orang-orang yang selalu mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenarannya, tentu akan mempergunakan berbagai berkat jasmani dan benda-benda yang dipercayakan Tuhan kepadanya untuk sesuatu yang memberkati orang lain.
Dalam Ibrani tertulis: "Janganlah kamu menjadi hamba uang.." (Ibrani 13:5). Ini pun sesungguhnya bisa menunjukkan sebuah pesan yang tegas, bahwa bukan uangnya yang salah, namun bagaimana orang memandang uang atau memposisikan dirinya terhadap uanglah yang menentukan hasil akhirnya. Apakah uang dianggap lebih penting dari segala-galanya sehingga kita jadi menghamba kepada uang, atau uang dipakai untuk mencukupi keluarga dan kemudian dipakai untuk memberkati orang lain yang membutuhkan pertolongan. Amsal berkata: "Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rezekinya dengan si miskin." (Amsal 9:22). Jadi bukan soal ada rezeki atau tidak ata tidak, bukan pula salah untuk memperoleh penghasilan, tapi bagaimana kita memperolehnya dan untuk apa kita memanfaatkannya. Tuhan lebih dari sekedar mampu untuk memberikan kita hidup yang berkelimpahan. Berkat-berkat Tuhan siap tercurah pada kita. Namun sebelumnya, pastikan dulu diri kita untuk mendahulukan untuk mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya, sehingga semua berkat yang Dia tambahkan tidak akan membawa kita membuka pintu-pintu dosa yang menjerumuskan kita ke dalam kematian kekal, melainkan menjadikan kita sebagai anak-anak Tuhan yang selalu membagi berkat dan membantu sesama dimana kemuliaan Tuhan bisa dinyatakan. Pisau akan sangat bermanfaat di tangan orang yang benar, tetapi bisa berbahaya ketika ada ditangan yang jahat. Internet bisa sangat menolong dalam banyak hal, tetapi bisa menjadi sumber dosa bagi orang yang salah memanfaatkannya. Semua tergantung kita. Karena itu pastikan bahwa kita hidup seturut kehendak Allah terlebih dahulu agar apapun yang ada pada kita hari ini bisa menjadi alat berkat dimana Tuhan dipermuliakan.
Prioritaskan Kerajaan Allah dan kebenarannya sehingga segala sesuatu di tangan kita menjadi alat yang berguna bagi orang lain
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
====================
"Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."
Bagi saya yang berkecimpung dalam pekerjaan yang kebanyakan berada di dunia maya, agak mengherankan bagi saya ketika mendengar pandangan-pandangan negatif yang sering digelontorkan di media mengenai bahaya internet. Banyak orang yang dengan sempit mengartikan cyber world sebagai sebuah dunia yang melulu berisi hal yang buruk. Benar, ada banyak hal buruk yang bisa menjadi dipermudah aksesnya dengan menggunakan internet, tetapi itu hanyalah sebagian kecil dari begitu banyak manfaat positif yang bisa kita peroleh lewat itu. Bayangkan ketika dahulu kita harus repot duduk di perpustakaan untuk mencari referensi, saat ini kita cukup duduk di rumah dan dengan beberapa klik kita bisa memperoleh informasi atau data yang kita butuhkan. Bukankah saya mempergunakan media internet untuk menulis renungan setiap hari untuk membagi berkat sesuai panggilan saya bagi teman-teman sekalian? Itu membuktikan juga bahwa internet bukan melulu berisi hal yang buruk, tapi bisa juga dipakai sebagai media yang mewartakan Injil Kerajaan bagi orang-orang yang hidup didalamnya. Mulai dari resep membuat sambal terasi sampai bom atom bisa kita peroleh di internet. Masalahnya bukan dari teknologinya, tetapi justru dari kita sebagai pengguna atau pengakses. Anda bisa menyebutkan pisau sebagai benda tajam berbahaya yang bisa membunuh, tapi bagaimana kita bisa memotong dalam memasak tanpa adanya pisau? Apakah pisau masih merupakan senjata berbahaya ketika dipakai untuk memasak di dapur? Itu sebuah analogi sederhana yang mungkin bisa menggambarkan bahwa berbahaya atau bermanfaat, semua tergantung dari si pengguna. Dengan kata lain, baik atau buruknya sesuatu, itu tergantung dari tangan siapa yang menggunakannya.
Mari kita lihat sisi lain dari ayat yang sudah sangat kita kenal berikut ini. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."(Matius 6:33). Ayat ini biasanya dipakai untuk menjelaskan bahwa Tuhan menjamin hidup kita, anak-anakNya yang selalu rindu untuk dekat dengan Tuhan. Itu benar. Tapi disamping itu kita bisa melihat ayat ini dari sudut pandang topik seperti ilustrasi kecil di atas. Jika kita mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenarannya, jika kita hidup benar sesuai firman Tuhan, maka apapun yang ada di tangan kita bisa menjadi berkat bagi banyak orang dan tidak akan menjadi senjata berbahaya atau awal dari kebinasaan. Akan sangat berbeda penggunaan alat apapun jika berada di tangan yang benar dibandingkan jika ada di tangan yang salah. Yang penting adalah bagaimana kita mendahulukan untuk hidup dalam kebenaran, hidup benar sesuai firman Tuhan. Jika kita memprioritaskan hal ini, kita pun akan terbentuk menjadi manusia yang benar, sehingga apapun yang ada di tangan kita tidak akan menjadi benda mematikan, senjata berbahaya atau sesuatu yang menghancurkan. Itu tidak akan menjadi sesuatu yang negatif, namun justru bisa menjadi sebuah berkat yang berguna bagi sesama dimana kemuliaan Tuhan bisa dinyatakan.
Tuhan Yesus berkata: "Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal." (Matius 12:33). Dari ayat ini kita bisa melihat bahwa apa yang harus kita perhatikan adalah pohonnya, dan bukan buahnya. Sebuah pohon yang baik akan selalu menghasilkan buah-buah yang baik. Demikianlah orang-orang yang selalu mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenarannya, tentu akan mempergunakan berbagai berkat jasmani dan benda-benda yang dipercayakan Tuhan kepadanya untuk sesuatu yang memberkati orang lain.
Dalam Ibrani tertulis: "Janganlah kamu menjadi hamba uang.." (Ibrani 13:5). Ini pun sesungguhnya bisa menunjukkan sebuah pesan yang tegas, bahwa bukan uangnya yang salah, namun bagaimana orang memandang uang atau memposisikan dirinya terhadap uanglah yang menentukan hasil akhirnya. Apakah uang dianggap lebih penting dari segala-galanya sehingga kita jadi menghamba kepada uang, atau uang dipakai untuk mencukupi keluarga dan kemudian dipakai untuk memberkati orang lain yang membutuhkan pertolongan. Amsal berkata: "Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rezekinya dengan si miskin." (Amsal 9:22). Jadi bukan soal ada rezeki atau tidak ata tidak, bukan pula salah untuk memperoleh penghasilan, tapi bagaimana kita memperolehnya dan untuk apa kita memanfaatkannya. Tuhan lebih dari sekedar mampu untuk memberikan kita hidup yang berkelimpahan. Berkat-berkat Tuhan siap tercurah pada kita. Namun sebelumnya, pastikan dulu diri kita untuk mendahulukan untuk mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya, sehingga semua berkat yang Dia tambahkan tidak akan membawa kita membuka pintu-pintu dosa yang menjerumuskan kita ke dalam kematian kekal, melainkan menjadikan kita sebagai anak-anak Tuhan yang selalu membagi berkat dan membantu sesama dimana kemuliaan Tuhan bisa dinyatakan. Pisau akan sangat bermanfaat di tangan orang yang benar, tetapi bisa berbahaya ketika ada ditangan yang jahat. Internet bisa sangat menolong dalam banyak hal, tetapi bisa menjadi sumber dosa bagi orang yang salah memanfaatkannya. Semua tergantung kita. Karena itu pastikan bahwa kita hidup seturut kehendak Allah terlebih dahulu agar apapun yang ada pada kita hari ini bisa menjadi alat berkat dimana Tuhan dipermuliakan.
Prioritaskan Kerajaan Allah dan kebenarannya sehingga segala sesuatu di tangan kita menjadi alat yang berguna bagi orang lain
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, September 21, 2012
Kuasa Tuhan Dibalik Kelemahan
Ayat bacaan: 1 Korintus 2:3
======================
"Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar."
Manusia cenderung tidak ingin kelemahan atau kekurangannya terekspos. Dalam banyak hal kita cenderung berusaha menyembunyikan kelemahan kita rapat-rapat dan menonjolkan kelebihan kita agar tidak terlihat lemah di mata orang lain. Kita bahkan merasa perlu untuk mendandani kelebihan kita habis-habisan agar terlihat 'kinclong' agar orang tidak melihat kelemahan kita. Tidak jarang pula sebagian orang tega mengeluarkan bad campaign atau berbicara buruk tentang orang lain semata-mata agar mereka terlihat hebat. Di sisi lain, ada banyak juga orang yang menyerah sebelum bertanding karena merasa terlalu lemah dan tidak sanggup berbuat apa-apa. Haruskah kita malu terhadap kelemahan kita? Di sisi lain, apakah kita tidak boleh memiliki kelebihan? Benar, kita memang harus memaksimalkan talenta kita, harus terus meningkatkan kapasitas kita sesuai dengan apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita. Tapi kadang kala kita lupa bahwa itu berasal dari Tuhan. Kita terlena akan kelebihan atau kehebatan kita, lantas kita bermegah berlebihan dan bersikap melebihi batas. Fokus kepada apa yang bisa kita lakukan, pada spesialisasi kita masing-masing, itu bagus. Tapi di sisi lain kita pun harus mengakui dengan jujur bahwa kita bukanlah mahluk yang 100% sempurna. Di satu sisi kita kuat, di sisi lain kita lemah. Semua manusia pasti punya kelemahan sendiri-sendiri, baik secara fisik, emosi, kemampuan, intelegensia bahkan juga rohani.
Kita harus berbesar hati berani mengakui kelemahan kita. Mengakui kelemahan bukan berarti kita harus minder. Sama sekali bukan demikian. Tapi mengakui kelemahan disini bertujuan untuk menjaga diri kita agar tetap berpijak di atas bumi, tetap low profile. Mengakui kelemahan bukan mengarah kepada perasaan rendah diri, tapi lebih kepada rendah hati. Kita harus sadar bahwa tanpa Tuhan, sehebat apapun kita, semua itu tidak akan berarti apa-apa.Karena itu kita tidak perlu menyesali kelemahan kita. Justru dengan mengetahui kelemahan kita, kita bisa berusaha untuk mengatasinya tentu saja dengan terus mengandalkan Tuhan dalam proses tersebut.
Kita bisa belajar lewat sosok Paulus. Kita semua tahu bagaimana luar biasanya Paulus menjalankan penginjilannya kemana-mana. Ia dipakai Tuhan secara luar biasa dan menyerahkan segenap jiwa, raga dan tenaganya untuk memberitakan Kristus ke segala penjuru bumi. Tapi lihatlah bahwa sehebat-hebatnya Paulus, dia ternyata tidak merasa malu untuk mengakui bahwa ada masa-masa dimana ia merasa lemah, takut dan gentar. Lihatlah apa katanya kepada jemaat Korintus. "Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar." (1 Korintus 2:3). Paulus sama sekali tidak malu untuk menyatakan itu, dan ia tidak merasa khawatir disepelekan atau direndahkan orang jika ia mengakui kelemahannya. Dan kita tahu, bahwa meski ia mengakui itu, ia sama sekali tidak goyah dalam menghadapi siksaan dan tekanan dalam misi pelayanannya.
Sebelum sampai kepada perkataannya di atas, Paulus terlebih dahulu menegaskan bahwa pelayanannya bukanlah digunakan sebagai sarana untuk memamerkan kebolehannya. Sama sekali tidak. "Demikianlah pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu. Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan." (ay 1-2). Paulus menyadari bahwa jika ia bisa melakukan tugasnya, itu bukan karena kuat dan hebatnya sendiri, tapi semata-mata karena Tuhan yang memampukan. Tidak ada niat lain, selain memberitakan tentang keselamatan di dalam Kristus. Paulus sangat mengasihi Kristus. Ia tahu bahwa anugerah terbesar bagi dirinya datang ketika ia diselamatkan dari kematian kekal, keluar dari gelap untuk kemudian menjadi terang. Masa lalu Paulus sama sekali tidak membanggakan. Dengan segala perbuatannya di masa lalu, ia jelas mengarah kepada kebinasaan. Namun ternyata ia diselamatkan bahkan dipilih Tuhan untuk dipakai secara luar biasa. Paulus pasti sangat bersyukur karenanya, Dia berterimakasih kepada Yesus yang telah mati bagi dosa-dosanya, seperti halnya bagi dosa-dosa semua jemaat yang ia layani, termasuk pula bagi dosa-dosa kita hari ini. Dengan kata lain, Paulus sadar betul bahwa tanpa Kristus dia bukanlah siapa-siapa.
Haruskah kita malu dan terus menutup-nutupi kelemahan kita? Haruskah kita pura-pura tegar padahal kita tengah membutuhkan pertolongan? Paulus menyatakan seperti ini: "Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9). Ia melanjutkan: "Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." (ay 10). Kenyataannya adalah seperti itu. Seringkali dalam kelemahan dan keterbatasanlah kita justru merasakan betapa besar kuasa Tuhan. Hal itu tidak akan bisa kita rasakan ketika kita berada dalam situasi yang super nyaman tanpa masalah. Selain itu Tuhan pun bisa memakai segala kelemahan kita untuk pekerjaan besar. Jika melihat dari banyak tokoh Alkitab, kita akan segera tahu bahwa Tuhan tidak memakai orang-orang yang pintar pidato, para ahli, cendekiawan, orang-orang kaya, berpengaruh, raja, dan sebagainya, tapi seringkali Tuhan justru memakai orang yang bagi dunia tidak ada apa-apanya. Di tangan Tuhan, orang-orang biasa yang penuh kelemahan ini diubahkan menjadi sosok luar biasa yang pengaruhnya masih kita rasakan hingga hari ini. Bagaimana bisa demikian? Alkitab berkata demikian: "Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia." (1 Korintus 1:25).
Siapapun kita yang punya banyak kelemahan dan keterbatasan ini, Tuhan bisa memakai itu semua. "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti" (ay 27-28). Tuhan suka memakai orang-orang yang bodoh dan lemah bagi dunia, karena disanalah kuasa Allah akan dirasakan sangat nyata. Karenanya kita tidak perlu malu terhadap kelemahan kita, sebaliknya kita tidak boleh pula bermegah dengan kelebihan kita. It's a reminder, "supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (ay 29). Ingatlah bahwa kita memang terbatas dalam segala hal. Lebih dari segalanya, kita harus menyadari bahwa Tuhanlah yang memampukan segalanya, bukan karena kuat dan hebatnya diri kita. "Karena itu seperti ada tertulis: "Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan." (1 Korintus 1:31).
Ada kalanya Tuhan mengijinkan kita untuk merasakan kelemahan kita, bukan bertujuan untuk menyakiti kita, tapi justru agar kuasaNya nyata pada diri kita. Mungkin kelemahan pada diri kita terdapat pada masalah fisik, seperti cacat, tidak kuat dan sebagainya, mungkin kita punya keterbatasan dalam hal kecerdasan atau kepintaran, mungkin kita punya masalah dengan psikis kita seperti trauma, kekecewaan, kepahitan dan sebagainya. Semua kelemahan ini seringkali menjadi faktor penghambat utama untuk maju. Atasi kelemahan yang bisa kita perbaiki, jangan rendah diri terhadap keterbatasan kita. Janganlah terus membiarkan diri anda tenggelam di dalamnya dan menjadikan kelemahan sebagai alasan untuk tidak berbuat apa-apa, dan jangan pula malu untuk mengakui itu di hadapan Tuhan. Akuilah dan rasakan bagaimana kuasa Tuhan mampu bersinar di atas kelemahan-kelemahan kita. Tidak perlu pula untuk menutupi kelemahan kita dan bersembunyi dibalik kelebihan kita agar terlihat hebat di mata orang. Jadilah diri sendiri, dan tunjukkan bahwa Tuhan bisa pakai kelemahan-kelemahan kita untuk hal-hal besar.
Justru dalam kelemahan kitalah kuasa Tuhan semakin sempurna dinyatakan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
======================
"Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar."
Manusia cenderung tidak ingin kelemahan atau kekurangannya terekspos. Dalam banyak hal kita cenderung berusaha menyembunyikan kelemahan kita rapat-rapat dan menonjolkan kelebihan kita agar tidak terlihat lemah di mata orang lain. Kita bahkan merasa perlu untuk mendandani kelebihan kita habis-habisan agar terlihat 'kinclong' agar orang tidak melihat kelemahan kita. Tidak jarang pula sebagian orang tega mengeluarkan bad campaign atau berbicara buruk tentang orang lain semata-mata agar mereka terlihat hebat. Di sisi lain, ada banyak juga orang yang menyerah sebelum bertanding karena merasa terlalu lemah dan tidak sanggup berbuat apa-apa. Haruskah kita malu terhadap kelemahan kita? Di sisi lain, apakah kita tidak boleh memiliki kelebihan? Benar, kita memang harus memaksimalkan talenta kita, harus terus meningkatkan kapasitas kita sesuai dengan apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita. Tapi kadang kala kita lupa bahwa itu berasal dari Tuhan. Kita terlena akan kelebihan atau kehebatan kita, lantas kita bermegah berlebihan dan bersikap melebihi batas. Fokus kepada apa yang bisa kita lakukan, pada spesialisasi kita masing-masing, itu bagus. Tapi di sisi lain kita pun harus mengakui dengan jujur bahwa kita bukanlah mahluk yang 100% sempurna. Di satu sisi kita kuat, di sisi lain kita lemah. Semua manusia pasti punya kelemahan sendiri-sendiri, baik secara fisik, emosi, kemampuan, intelegensia bahkan juga rohani.
Kita harus berbesar hati berani mengakui kelemahan kita. Mengakui kelemahan bukan berarti kita harus minder. Sama sekali bukan demikian. Tapi mengakui kelemahan disini bertujuan untuk menjaga diri kita agar tetap berpijak di atas bumi, tetap low profile. Mengakui kelemahan bukan mengarah kepada perasaan rendah diri, tapi lebih kepada rendah hati. Kita harus sadar bahwa tanpa Tuhan, sehebat apapun kita, semua itu tidak akan berarti apa-apa.Karena itu kita tidak perlu menyesali kelemahan kita. Justru dengan mengetahui kelemahan kita, kita bisa berusaha untuk mengatasinya tentu saja dengan terus mengandalkan Tuhan dalam proses tersebut.
Kita bisa belajar lewat sosok Paulus. Kita semua tahu bagaimana luar biasanya Paulus menjalankan penginjilannya kemana-mana. Ia dipakai Tuhan secara luar biasa dan menyerahkan segenap jiwa, raga dan tenaganya untuk memberitakan Kristus ke segala penjuru bumi. Tapi lihatlah bahwa sehebat-hebatnya Paulus, dia ternyata tidak merasa malu untuk mengakui bahwa ada masa-masa dimana ia merasa lemah, takut dan gentar. Lihatlah apa katanya kepada jemaat Korintus. "Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar." (1 Korintus 2:3). Paulus sama sekali tidak malu untuk menyatakan itu, dan ia tidak merasa khawatir disepelekan atau direndahkan orang jika ia mengakui kelemahannya. Dan kita tahu, bahwa meski ia mengakui itu, ia sama sekali tidak goyah dalam menghadapi siksaan dan tekanan dalam misi pelayanannya.
Sebelum sampai kepada perkataannya di atas, Paulus terlebih dahulu menegaskan bahwa pelayanannya bukanlah digunakan sebagai sarana untuk memamerkan kebolehannya. Sama sekali tidak. "Demikianlah pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu. Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan." (ay 1-2). Paulus menyadari bahwa jika ia bisa melakukan tugasnya, itu bukan karena kuat dan hebatnya sendiri, tapi semata-mata karena Tuhan yang memampukan. Tidak ada niat lain, selain memberitakan tentang keselamatan di dalam Kristus. Paulus sangat mengasihi Kristus. Ia tahu bahwa anugerah terbesar bagi dirinya datang ketika ia diselamatkan dari kematian kekal, keluar dari gelap untuk kemudian menjadi terang. Masa lalu Paulus sama sekali tidak membanggakan. Dengan segala perbuatannya di masa lalu, ia jelas mengarah kepada kebinasaan. Namun ternyata ia diselamatkan bahkan dipilih Tuhan untuk dipakai secara luar biasa. Paulus pasti sangat bersyukur karenanya, Dia berterimakasih kepada Yesus yang telah mati bagi dosa-dosanya, seperti halnya bagi dosa-dosa semua jemaat yang ia layani, termasuk pula bagi dosa-dosa kita hari ini. Dengan kata lain, Paulus sadar betul bahwa tanpa Kristus dia bukanlah siapa-siapa.
Haruskah kita malu dan terus menutup-nutupi kelemahan kita? Haruskah kita pura-pura tegar padahal kita tengah membutuhkan pertolongan? Paulus menyatakan seperti ini: "Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9). Ia melanjutkan: "Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." (ay 10). Kenyataannya adalah seperti itu. Seringkali dalam kelemahan dan keterbatasanlah kita justru merasakan betapa besar kuasa Tuhan. Hal itu tidak akan bisa kita rasakan ketika kita berada dalam situasi yang super nyaman tanpa masalah. Selain itu Tuhan pun bisa memakai segala kelemahan kita untuk pekerjaan besar. Jika melihat dari banyak tokoh Alkitab, kita akan segera tahu bahwa Tuhan tidak memakai orang-orang yang pintar pidato, para ahli, cendekiawan, orang-orang kaya, berpengaruh, raja, dan sebagainya, tapi seringkali Tuhan justru memakai orang yang bagi dunia tidak ada apa-apanya. Di tangan Tuhan, orang-orang biasa yang penuh kelemahan ini diubahkan menjadi sosok luar biasa yang pengaruhnya masih kita rasakan hingga hari ini. Bagaimana bisa demikian? Alkitab berkata demikian: "Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia." (1 Korintus 1:25).
Siapapun kita yang punya banyak kelemahan dan keterbatasan ini, Tuhan bisa memakai itu semua. "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti" (ay 27-28). Tuhan suka memakai orang-orang yang bodoh dan lemah bagi dunia, karena disanalah kuasa Allah akan dirasakan sangat nyata. Karenanya kita tidak perlu malu terhadap kelemahan kita, sebaliknya kita tidak boleh pula bermegah dengan kelebihan kita. It's a reminder, "supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (ay 29). Ingatlah bahwa kita memang terbatas dalam segala hal. Lebih dari segalanya, kita harus menyadari bahwa Tuhanlah yang memampukan segalanya, bukan karena kuat dan hebatnya diri kita. "Karena itu seperti ada tertulis: "Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan." (1 Korintus 1:31).
Ada kalanya Tuhan mengijinkan kita untuk merasakan kelemahan kita, bukan bertujuan untuk menyakiti kita, tapi justru agar kuasaNya nyata pada diri kita. Mungkin kelemahan pada diri kita terdapat pada masalah fisik, seperti cacat, tidak kuat dan sebagainya, mungkin kita punya keterbatasan dalam hal kecerdasan atau kepintaran, mungkin kita punya masalah dengan psikis kita seperti trauma, kekecewaan, kepahitan dan sebagainya. Semua kelemahan ini seringkali menjadi faktor penghambat utama untuk maju. Atasi kelemahan yang bisa kita perbaiki, jangan rendah diri terhadap keterbatasan kita. Janganlah terus membiarkan diri anda tenggelam di dalamnya dan menjadikan kelemahan sebagai alasan untuk tidak berbuat apa-apa, dan jangan pula malu untuk mengakui itu di hadapan Tuhan. Akuilah dan rasakan bagaimana kuasa Tuhan mampu bersinar di atas kelemahan-kelemahan kita. Tidak perlu pula untuk menutupi kelemahan kita dan bersembunyi dibalik kelebihan kita agar terlihat hebat di mata orang. Jadilah diri sendiri, dan tunjukkan bahwa Tuhan bisa pakai kelemahan-kelemahan kita untuk hal-hal besar.
Justru dalam kelemahan kitalah kuasa Tuhan semakin sempurna dinyatakan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, September 20, 2012
Alarm Hati Nurani (2)
(sambungan)
Dalam kesempatan lain mengenai "Perempuan yang berzinah" (Yohanes 8:1-11) kembali kita bisa melihat bagaimana Yesus menegur manusia lewat ketukan pada hati nurani. Pada saat itu para ahli Taurat dan orang Farisi mencobai Yesus dengan membawa seorang wanita yang kedapatan berzinah ke hadapanNya. Hukum Taurat dengan tegas memerintahkan untuk menghukum lewat rajam, sedangkan mereka tahu bahwa Yesus adalah Pribadi yang selalu mengasihi dan mengampuni. Mereka berharap ada sesuatu yang bisa dijadikan alasan untuk menyalahkan Yesus. (ay 6). Tapi lihatlah reaksi Yesus. "Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Iapun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." (ay 7). Yesus memberi sebuah reaksi yang langsung mengetuk pintu hati nurani masing-masing orang hanya dengan satu kalimat saja. Dan yang terjadi setelahnya, semua orang itu akhirnya pergi. Ketika orang mendengar hati nuraninya, maka mereka akan tersadar akan kekeliruan mereka. Itulah yang terjadi pada saat itu. Jika kita bandingkan sedikit dengan apa yang terjadi hari ini, ada banyak orang yang hati nuraninya sudah tidak lagi berfungsi. Kita melihat orang yang terus melakukan pembenaran terhadap perilaku yang sudah jelas-jelas menyimpang tanpa merasa bersalah sedikitpun. Itu menunjukkan matinya hati nurani dalam diri mereka.
Dalam surat Roma dikatakan: "Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela." (Roma 2:15). Hati nurani sesungguhnya merupakan anugerah yang diberikan Tuhan secara langsung untuk membekali setiap manusia dalam penciptaanNya. Semua manusia memiliki hati nurani, yang kerap dipakai Tuhan untuk berbicara kepada kita. Tidak satupun orang yang hidup tanpa hati nurani. Kita bukan diciptakan sebagai robot atau patung tanpa jiwa dan roh. Tuhan akan terus berbicara melalui hati, tetapi semua tergantung kita, apakah kita mau mendengarkan atau memilih untuk mengabaikannya. Hati nurani bisa menegur dan bahkan membuat kita merasa sebagai tertuduh apabila apa yang kita lakukan memang bertentangan dengan kebenaran.
Jika ada di antara teman-teman yang saat ini sedang merasa gelisah karena sedang atau akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani anda sendiri, merasa cemas, kehilangan sukacita atau merasa tertuduh, berdoalah dan mintalah Roh Kudus untuk menerangi hati anda. Ingatlah bahwa Firman Tuhan berkata: "Roh manusia adalah pelita TUHAN, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya." (Amsal 20:27). Seperti yang sudah kita lihat kemarin, ada Tuhan yang mau bertindak sebagai bola lampu atau penerangan yang akan mampu menyinari hati kita melalui roh kita. Dan jangan lupa pula untuk menjaga hati kita agar tetap seturut kehendak Allah, karena dari situlah sebenarnya terpancar kehidupan. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Anda butuh sebuah alarm untuk mengingatkan anda? Hati nurani bisa berfungsi untuk itu. Biarkan terang Tuhan memancar terang dalam hati anda, biarkan Roh Kudus menguasai hati anda dan peka-lah terhadap suara Tuhan lewat hati nurani anda.
Hati nurani merupakan bekal dari Tuhan yang akan sangat menolong agar kita tidak salah melangkah
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Dalam kesempatan lain mengenai "Perempuan yang berzinah" (Yohanes 8:1-11) kembali kita bisa melihat bagaimana Yesus menegur manusia lewat ketukan pada hati nurani. Pada saat itu para ahli Taurat dan orang Farisi mencobai Yesus dengan membawa seorang wanita yang kedapatan berzinah ke hadapanNya. Hukum Taurat dengan tegas memerintahkan untuk menghukum lewat rajam, sedangkan mereka tahu bahwa Yesus adalah Pribadi yang selalu mengasihi dan mengampuni. Mereka berharap ada sesuatu yang bisa dijadikan alasan untuk menyalahkan Yesus. (ay 6). Tapi lihatlah reaksi Yesus. "Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Iapun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." (ay 7). Yesus memberi sebuah reaksi yang langsung mengetuk pintu hati nurani masing-masing orang hanya dengan satu kalimat saja. Dan yang terjadi setelahnya, semua orang itu akhirnya pergi. Ketika orang mendengar hati nuraninya, maka mereka akan tersadar akan kekeliruan mereka. Itulah yang terjadi pada saat itu. Jika kita bandingkan sedikit dengan apa yang terjadi hari ini, ada banyak orang yang hati nuraninya sudah tidak lagi berfungsi. Kita melihat orang yang terus melakukan pembenaran terhadap perilaku yang sudah jelas-jelas menyimpang tanpa merasa bersalah sedikitpun. Itu menunjukkan matinya hati nurani dalam diri mereka.
Dalam surat Roma dikatakan: "Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela." (Roma 2:15). Hati nurani sesungguhnya merupakan anugerah yang diberikan Tuhan secara langsung untuk membekali setiap manusia dalam penciptaanNya. Semua manusia memiliki hati nurani, yang kerap dipakai Tuhan untuk berbicara kepada kita. Tidak satupun orang yang hidup tanpa hati nurani. Kita bukan diciptakan sebagai robot atau patung tanpa jiwa dan roh. Tuhan akan terus berbicara melalui hati, tetapi semua tergantung kita, apakah kita mau mendengarkan atau memilih untuk mengabaikannya. Hati nurani bisa menegur dan bahkan membuat kita merasa sebagai tertuduh apabila apa yang kita lakukan memang bertentangan dengan kebenaran.
Jika ada di antara teman-teman yang saat ini sedang merasa gelisah karena sedang atau akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani anda sendiri, merasa cemas, kehilangan sukacita atau merasa tertuduh, berdoalah dan mintalah Roh Kudus untuk menerangi hati anda. Ingatlah bahwa Firman Tuhan berkata: "Roh manusia adalah pelita TUHAN, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya." (Amsal 20:27). Seperti yang sudah kita lihat kemarin, ada Tuhan yang mau bertindak sebagai bola lampu atau penerangan yang akan mampu menyinari hati kita melalui roh kita. Dan jangan lupa pula untuk menjaga hati kita agar tetap seturut kehendak Allah, karena dari situlah sebenarnya terpancar kehidupan. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Anda butuh sebuah alarm untuk mengingatkan anda? Hati nurani bisa berfungsi untuk itu. Biarkan terang Tuhan memancar terang dalam hati anda, biarkan Roh Kudus menguasai hati anda dan peka-lah terhadap suara Tuhan lewat hati nurani anda.
Hati nurani merupakan bekal dari Tuhan yang akan sangat menolong agar kita tidak salah melangkah
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, September 19, 2012
Alarm Hati Nurani (1)
Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 23:1
==================================
"Sambil menatap anggota-anggota Mahkamah Agama, Paulus berkata: "Hai saudara-saudaraku, sampai kepada hari ini aku tetap hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah."
Adakah 'alarm' yang bisa berbunyi sebagai peringatan ketika kita mulai melakukan sebuah kesalahan, atau katakanlah ketika kita mulai melenceng keluar dari garis batas yang ditetapkan Tuhan? Dalam hidup ini ada begitu banyak tawaran yang bisa membuat kita tertarik karena terlihat menyenangkan. Jika tidak waspada, maka salah-salah kita bisa memberi toleransi terhadap dosa dan menganggap itu hanyalah 'dosa ringan' yang sepele saja. Kita lupa bahwa dosa tetaplah dosa meski sekecil apapun, dan berbagai keinginan-keinginan yang terlihat sepele itu tetap bisa berujung maut seperti yang sudah disebutkan dalam Yakobus 1:14-15. Oleh karena itu kita bisa berpikir alangkah baiknya jika kita punya alarm yang akan mengingatkan kita segera sebelum kita mulai melenceng keluar jalur. Apakah ada? Sebenarnya ada. Selain Roh Kudus yang akan selalu mengingatkan kita dalam setiap langkah, selain pagar Firman Tuhan yang akan berfungsi banyak untuk membantu kita menjaga batas-batas perjalanan agar tetap berada dalam koridor yang benar, Tuhan pun sebenarnya telah memberikan sesuatu dalam diri kita yang bisa berfungsi sebagai alarm awal untuk menghindari dosa, sesuatu yang Dia beri dalam hati kita. Kita mengenalnya dengan sebutan hati nurani.
Hati nurani bisa berfungsi sebagai sarana dimana Tuhan bisa berbisik untuk memperingatkan kita ketika kita mulai berpikir untuk melakukan perbuatan yang tidak baik. Seperti apa contohnya? Ada kalanya ketika kita berpikir untuk berbuat sedikit salah itu tidak apa-apa, kita mulai dicekam rasa gelisah, tidak tenang dalam diri kita. Itulah bentuk suara hati nurani yang mengingatkan kita seperti sebuah alarm yang akan membuat kita tersadar akan kesalahan yang hendak atau sudah kita lakukan. Seperti halnya alarm, hati nurani ini pun harus selalu diaktifkan dan dipastikan berfungsi baik, karena jika kita terus mengabaikannya pada suatu ketika hati nurani akan kehilangan fungsinya. Dan jika ini terjadi, inilah awal dari datangnya dosa-dosa dengan eskalasi meningkat hingga kita tidak lagi merasakan apapun ketika melakukan perbuatan yang salah. Semua dosa menjadi terasa biasa saja atau sepele, semakin lama kita semakin tidak peka, dan pada suatu ketika kita menjadi kebal terhadap "sentilan" yang diberikan oleh teguran lewat hati nurani ini.
Mari kita lihat sebuah kisah ketika Paulus ditangkap dan dihadapkan ke depan Mahkamah Agama karena keberaniannya untuk terus secara frontal mewartakan berita keselamatan dari Kerajaan Allah. Dalam Kisah Para Rasul 22 kita membaca kisah penangkapan yang hampir saja membuahkan hukuman cambuk atas diri Paulus. Bahkan ketika ia dihadapkan ke depan Mahkamah Agama, ternyata keberanian Paulus tidak surut sedikitpun. "Sambil menatap anggota-anggota Mahkamah Agama, Paulus berkata: "Hai saudara-saudaraku, sampai kepada hari ini aku tetap hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah." (Kisah Para Rasul 23:1). Paulus memilih untuk mendengar , mematuhi dan melakukan apa yang ia dengar dari hati nuraninya yang murni. Dia menyadari bahwa Tuhan akan terus berbicara melalui hati nurani di dalam dirinya, dan ia memilih untuk mengikuti dan bukan mengabaikannya, no matter what or how. Dengan tegas pun Paulus menyatakannya di depan para penuduhnya, dan itu membuahkan sebuah tamparan keras ke mulutnya (ay 2). Tetapi Paulus tidak bergeming. Ia malah dengan lantang berkata "Allah akan menampar engkau, hai tembok yang dikapur putih-putih! Engkau duduk di sini untuk menghakimi aku menurut hukum Taurat, namun engkau melanggar hukum Taurat oleh perintahmu untuk menampar aku." (ay 3). Pada akhirnya kita bisa melihat bagaimana hati nurani para orang Farisi dan Saduki disana saling menghakimi diri mereka. Mereka pun mulai bertengkar karena ada yang merasakan suara hati nurani mereka mengatakan bahwa Paulus tidak bersalah tetapi sebagian lagi ternyata mengabaikan seruan itu. Kisah ini memberi gambaran bagaimana hati nurani bekerja, lalu tergantung kita untuk menyikapinya, apakah kita memilih untuk mendengar atau mengabaikannya.
(bersambung)
==================================
"Sambil menatap anggota-anggota Mahkamah Agama, Paulus berkata: "Hai saudara-saudaraku, sampai kepada hari ini aku tetap hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah."
Adakah 'alarm' yang bisa berbunyi sebagai peringatan ketika kita mulai melakukan sebuah kesalahan, atau katakanlah ketika kita mulai melenceng keluar dari garis batas yang ditetapkan Tuhan? Dalam hidup ini ada begitu banyak tawaran yang bisa membuat kita tertarik karena terlihat menyenangkan. Jika tidak waspada, maka salah-salah kita bisa memberi toleransi terhadap dosa dan menganggap itu hanyalah 'dosa ringan' yang sepele saja. Kita lupa bahwa dosa tetaplah dosa meski sekecil apapun, dan berbagai keinginan-keinginan yang terlihat sepele itu tetap bisa berujung maut seperti yang sudah disebutkan dalam Yakobus 1:14-15. Oleh karena itu kita bisa berpikir alangkah baiknya jika kita punya alarm yang akan mengingatkan kita segera sebelum kita mulai melenceng keluar jalur. Apakah ada? Sebenarnya ada. Selain Roh Kudus yang akan selalu mengingatkan kita dalam setiap langkah, selain pagar Firman Tuhan yang akan berfungsi banyak untuk membantu kita menjaga batas-batas perjalanan agar tetap berada dalam koridor yang benar, Tuhan pun sebenarnya telah memberikan sesuatu dalam diri kita yang bisa berfungsi sebagai alarm awal untuk menghindari dosa, sesuatu yang Dia beri dalam hati kita. Kita mengenalnya dengan sebutan hati nurani.
Hati nurani bisa berfungsi sebagai sarana dimana Tuhan bisa berbisik untuk memperingatkan kita ketika kita mulai berpikir untuk melakukan perbuatan yang tidak baik. Seperti apa contohnya? Ada kalanya ketika kita berpikir untuk berbuat sedikit salah itu tidak apa-apa, kita mulai dicekam rasa gelisah, tidak tenang dalam diri kita. Itulah bentuk suara hati nurani yang mengingatkan kita seperti sebuah alarm yang akan membuat kita tersadar akan kesalahan yang hendak atau sudah kita lakukan. Seperti halnya alarm, hati nurani ini pun harus selalu diaktifkan dan dipastikan berfungsi baik, karena jika kita terus mengabaikannya pada suatu ketika hati nurani akan kehilangan fungsinya. Dan jika ini terjadi, inilah awal dari datangnya dosa-dosa dengan eskalasi meningkat hingga kita tidak lagi merasakan apapun ketika melakukan perbuatan yang salah. Semua dosa menjadi terasa biasa saja atau sepele, semakin lama kita semakin tidak peka, dan pada suatu ketika kita menjadi kebal terhadap "sentilan" yang diberikan oleh teguran lewat hati nurani ini.
Mari kita lihat sebuah kisah ketika Paulus ditangkap dan dihadapkan ke depan Mahkamah Agama karena keberaniannya untuk terus secara frontal mewartakan berita keselamatan dari Kerajaan Allah. Dalam Kisah Para Rasul 22 kita membaca kisah penangkapan yang hampir saja membuahkan hukuman cambuk atas diri Paulus. Bahkan ketika ia dihadapkan ke depan Mahkamah Agama, ternyata keberanian Paulus tidak surut sedikitpun. "Sambil menatap anggota-anggota Mahkamah Agama, Paulus berkata: "Hai saudara-saudaraku, sampai kepada hari ini aku tetap hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah." (Kisah Para Rasul 23:1). Paulus memilih untuk mendengar , mematuhi dan melakukan apa yang ia dengar dari hati nuraninya yang murni. Dia menyadari bahwa Tuhan akan terus berbicara melalui hati nurani di dalam dirinya, dan ia memilih untuk mengikuti dan bukan mengabaikannya, no matter what or how. Dengan tegas pun Paulus menyatakannya di depan para penuduhnya, dan itu membuahkan sebuah tamparan keras ke mulutnya (ay 2). Tetapi Paulus tidak bergeming. Ia malah dengan lantang berkata "Allah akan menampar engkau, hai tembok yang dikapur putih-putih! Engkau duduk di sini untuk menghakimi aku menurut hukum Taurat, namun engkau melanggar hukum Taurat oleh perintahmu untuk menampar aku." (ay 3). Pada akhirnya kita bisa melihat bagaimana hati nurani para orang Farisi dan Saduki disana saling menghakimi diri mereka. Mereka pun mulai bertengkar karena ada yang merasakan suara hati nurani mereka mengatakan bahwa Paulus tidak bersalah tetapi sebagian lagi ternyata mengabaikan seruan itu. Kisah ini memberi gambaran bagaimana hati nurani bekerja, lalu tergantung kita untuk menyikapinya, apakah kita memilih untuk mendengar atau mengabaikannya.
(bersambung)
Tuesday, September 18, 2012
Tetap Berjalan Lurus
Ayat bacaan: Amsal 3:6
===================
"Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu."
Satu terkena flu, seisi rumah pun tertular. Itulah yang terjadi di rumah saya saat ini. Berawal dari saya yang pilek, batuk dan demam, adik ipar dan ayah mertua yang sedang menginap di rumah beserta istri pun terkena virus yang sama. Sedikit saja dalam kondisi lemah, kita akan mudah tertular penyakit. Sangatlah sulit bagi kita untuk menghindar karena hampir setiap saat kita bertemu atau bersinggungan dengan orang lain. Ada beberapa orang yang saat ini rajin memakai masker penutup hidung dan mulut, tapi itupun tidak 100% mampu mencegah penularan penyakit terutama bagi yang tinggal di lingkungan padat penduduk, kota besar dan pusat-pusat perbelanjaan yang penuh sesak. Lewat udara, lewat bersentuhan, bersinggungan dan sebagainya Berbagai penyakit bisa menular, mulai dari yang ringan hingga yang berat.
Ingin hidup sehat secara rohani di dunia ini pun sama sulitnya. Setiap saat kita bisa tertular "penyakit-penyakit" dunia, mulai dari yang terang-terangan menyesatkan, sampai yang dikemas dengan baik sehingga terlihat benar tapi sesungguhnya bertolak belakang dengan firman Tuhan. Dari pergaulan di lingkungan pekerjaan, tempat tinggal atau pertemanan, jika tidak hati-hati kita bisa terseret arus kehidupan duniawi yang semakin menjauh dari Tuhan. Seringkali semua itu terlihat indah, menyenangkan, membahagiakan, namun di balik semuanya yang hanya sementara itu tersembunyi berbagai penyesatan yang siap menyeret kita untuk terjebak dalam perangkap dosa. Ada kalanya itu terlihat indah, dipoles secara luar biasa namun sebetulnya dibaliknya ada banyak penyesatan.
Sejak dahulu kala Alkitab sudah mengingatkan kita akan hal ini. "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12). Dunia yang kita tempati saat ini sangatlah tepat seperti apa yang dahulu pernah dikatakan Paulus. ".. orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan." (2 Timotius 3:13). Apakah itu artinya kita harus paranoid dan hidup jauh dari sukacita, gelisah dan takut setiap saat? Tentu tidak. Tapi penting bagi kita untuk meningkatkan kewaspadaan, karena kita ini manusia yang lemah yang setiap saat bisa tertular oleh arus kesesatan dunia yang bisa menyerang dari berbagai sisi.
Orang jahat akan bertambah jahat, penipu akan semakin parah penipuannya, orang saling disesatkan dan menyesatkan. Itu menggambarkan keadaan yang penuh dengan angkatan yang bengkok hatinya. Dan inilah yang ada disekitar kita hari-hari ini. Apa yang diinginkan Tuhan untuk kita lakukan? Tuhan ingin kita tetap hidup dengan "tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia." (Filipi 2:15). Itu mudah diucapkan tapi sangat sulit untuk dijalankan. Bagaimana agar kita bisa tetap bertahan untuk terus lurus dan tidak menjadi bengkok seperti itu? Caranya adalah dengan terus melibatkan Tuhan dalam segala laku dan perbuatan kita. Ketika Paulus menyatakan seperti apa diri kita yang diinginkan Tuhan dalam Filipi 2:15 tadi, ia sudah terlebih dahulu memberikan kuncinya. Kita harus terus mengerjakan keselamatan dengan hormat dan patuh kepada Allah (ay 12) dan melakukan segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan. (ay 14). Intinya, kita diminta untuk selalu ingat untuk menyertakan Tuhan dalam segala yang kita perbuat. Alangkah sulit apabila kita hanya mengandalkan kekuatan kita pribadi untuk dapat bertahan tetap lurus di antara angkatan yang bengkok. Tapi dengan kuasa Tuhan itu tidak mustahil. Taatlah kepada Tuhan, maka Tuhan akan bekerja dalam hidup kita, menjaga dan melindungi kita. Dan memang, bukan oleh kehebatan kita, tapi "karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya." (ay 13). Kita sendiri mungkin tidak sanggup, tapi Roh Allah yang bekerja dalam diri kita akan memampukan.
Kunci yang sama sudah diberikan jauh sebelumnya. "Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu."(Amsal 3:6). Ingatlah kepada Tuhan dalam segala sesuatu yang kita lakukan, maka Tuhan sendiri yang akan meluruskan jalan kita. Angkatan bengkok boleh ada, dan akan terus ada, tapi kita jangan ikut-ikutan menjadi bengkok. Meski mungkin arusnya sangat deras, tapi kita tidak akan mudah terseret jika ada Roh Allah bekerja atas diri kita. Jika untuk menjaga diri kita agar tidak mudah tertular virus flu atau penyakit-penyakit menular lainnya kita harus tetap menjaga kondisi tetap fit dan memperhatikan lingkungan dimana kita berada, maka kita harus menjaga rohani kita untuk selalu mengingat Tuhan dalam menjalani hidup. Di saat kita melakukan hal itu, maka Tuhan sendiri yang akan bekerja meluruskan jalan kita. Tuhan akan selalu berdiri tegak disamping anak-anakNya yang selalu mengerjakan keselamatan dengan rasa hormat dan gentar. Jadilah orang-orang yang tetap lurus meski berada di antara generasi bengkok. Libatkan Tuhan senantiasa dalam setiap langkah, dan percayalah, Tuhan sendiri akan bekerja atas kita.
Jaga kondisi kesehatan spiritual kita dengan senantiasa melibatkan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu."
Satu terkena flu, seisi rumah pun tertular. Itulah yang terjadi di rumah saya saat ini. Berawal dari saya yang pilek, batuk dan demam, adik ipar dan ayah mertua yang sedang menginap di rumah beserta istri pun terkena virus yang sama. Sedikit saja dalam kondisi lemah, kita akan mudah tertular penyakit. Sangatlah sulit bagi kita untuk menghindar karena hampir setiap saat kita bertemu atau bersinggungan dengan orang lain. Ada beberapa orang yang saat ini rajin memakai masker penutup hidung dan mulut, tapi itupun tidak 100% mampu mencegah penularan penyakit terutama bagi yang tinggal di lingkungan padat penduduk, kota besar dan pusat-pusat perbelanjaan yang penuh sesak. Lewat udara, lewat bersentuhan, bersinggungan dan sebagainya Berbagai penyakit bisa menular, mulai dari yang ringan hingga yang berat.
Ingin hidup sehat secara rohani di dunia ini pun sama sulitnya. Setiap saat kita bisa tertular "penyakit-penyakit" dunia, mulai dari yang terang-terangan menyesatkan, sampai yang dikemas dengan baik sehingga terlihat benar tapi sesungguhnya bertolak belakang dengan firman Tuhan. Dari pergaulan di lingkungan pekerjaan, tempat tinggal atau pertemanan, jika tidak hati-hati kita bisa terseret arus kehidupan duniawi yang semakin menjauh dari Tuhan. Seringkali semua itu terlihat indah, menyenangkan, membahagiakan, namun di balik semuanya yang hanya sementara itu tersembunyi berbagai penyesatan yang siap menyeret kita untuk terjebak dalam perangkap dosa. Ada kalanya itu terlihat indah, dipoles secara luar biasa namun sebetulnya dibaliknya ada banyak penyesatan.
Sejak dahulu kala Alkitab sudah mengingatkan kita akan hal ini. "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12). Dunia yang kita tempati saat ini sangatlah tepat seperti apa yang dahulu pernah dikatakan Paulus. ".. orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan." (2 Timotius 3:13). Apakah itu artinya kita harus paranoid dan hidup jauh dari sukacita, gelisah dan takut setiap saat? Tentu tidak. Tapi penting bagi kita untuk meningkatkan kewaspadaan, karena kita ini manusia yang lemah yang setiap saat bisa tertular oleh arus kesesatan dunia yang bisa menyerang dari berbagai sisi.
Orang jahat akan bertambah jahat, penipu akan semakin parah penipuannya, orang saling disesatkan dan menyesatkan. Itu menggambarkan keadaan yang penuh dengan angkatan yang bengkok hatinya. Dan inilah yang ada disekitar kita hari-hari ini. Apa yang diinginkan Tuhan untuk kita lakukan? Tuhan ingin kita tetap hidup dengan "tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia." (Filipi 2:15). Itu mudah diucapkan tapi sangat sulit untuk dijalankan. Bagaimana agar kita bisa tetap bertahan untuk terus lurus dan tidak menjadi bengkok seperti itu? Caranya adalah dengan terus melibatkan Tuhan dalam segala laku dan perbuatan kita. Ketika Paulus menyatakan seperti apa diri kita yang diinginkan Tuhan dalam Filipi 2:15 tadi, ia sudah terlebih dahulu memberikan kuncinya. Kita harus terus mengerjakan keselamatan dengan hormat dan patuh kepada Allah (ay 12) dan melakukan segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan. (ay 14). Intinya, kita diminta untuk selalu ingat untuk menyertakan Tuhan dalam segala yang kita perbuat. Alangkah sulit apabila kita hanya mengandalkan kekuatan kita pribadi untuk dapat bertahan tetap lurus di antara angkatan yang bengkok. Tapi dengan kuasa Tuhan itu tidak mustahil. Taatlah kepada Tuhan, maka Tuhan akan bekerja dalam hidup kita, menjaga dan melindungi kita. Dan memang, bukan oleh kehebatan kita, tapi "karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya." (ay 13). Kita sendiri mungkin tidak sanggup, tapi Roh Allah yang bekerja dalam diri kita akan memampukan.
Kunci yang sama sudah diberikan jauh sebelumnya. "Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu."(Amsal 3:6). Ingatlah kepada Tuhan dalam segala sesuatu yang kita lakukan, maka Tuhan sendiri yang akan meluruskan jalan kita. Angkatan bengkok boleh ada, dan akan terus ada, tapi kita jangan ikut-ikutan menjadi bengkok. Meski mungkin arusnya sangat deras, tapi kita tidak akan mudah terseret jika ada Roh Allah bekerja atas diri kita. Jika untuk menjaga diri kita agar tidak mudah tertular virus flu atau penyakit-penyakit menular lainnya kita harus tetap menjaga kondisi tetap fit dan memperhatikan lingkungan dimana kita berada, maka kita harus menjaga rohani kita untuk selalu mengingat Tuhan dalam menjalani hidup. Di saat kita melakukan hal itu, maka Tuhan sendiri yang akan bekerja meluruskan jalan kita. Tuhan akan selalu berdiri tegak disamping anak-anakNya yang selalu mengerjakan keselamatan dengan rasa hormat dan gentar. Jadilah orang-orang yang tetap lurus meski berada di antara generasi bengkok. Libatkan Tuhan senantiasa dalam setiap langkah, dan percayalah, Tuhan sendiri akan bekerja atas kita.
Jaga kondisi kesehatan spiritual kita dengan senantiasa melibatkan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, September 17, 2012
Terkenal itu Keren?
Ayat bacaan: Yohanes 3:30
=====================
"Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil."
"Menjadi orang terkenal itu keren!" kata seorang teman sambil tertawa.Apa yang ia katakan menjadi kerinduan begitu banyak orang. Untuk itu orang akan berusaha dengan segala cara untuk bisa mencapai status populer atau terkenal. Segala cara, berapapun harganya, itu akan dihalalkan agar bisa memperoleh status populer di kalangan dunia. Lihatlah bagaimana berbagai kontes-kontes atau acara mencari bakat terus menjamur dan laris. Itu menunjukkan bahwa menjadi populer itu sangatlah penting bagi begitu banyak orang. Ingin dikagumi, dikenal, diperhatikan dan diidolakan. Apa boleh buat jika harus menabrak larangan-larangan Tuhan yang bisa jadi dianggap penghalang untuk bisa mencapai popularitas di mata dunia. Dan dunia pun akan terus mengajarkan kita untuk bisa populer, sukses, kaya raya, dan itu diarahkan agar kita percaya bahwa semuanya bisa membuat kita bahagia. Tetapi nyatanya tidaklah demikian. Pada suatu ketika nanti kita akan mengerti bahwa uang tidak menjamin kebahagiaan dan tidak pula bisa menjamin keselamatan kita. Tidak ada tiket yang sanggup kita bayar dengan berapapun harta yang kita miliki di dunia ini yang bisa menjamin kita untuk masuk ke dalam kerajaanNya. Seberapa terkenalnya pun kita di muka bumi ini tidak akan berpengaruh terhadap kemana nanti kita akan menuju. Bukan di mata manusia atau dunia yang penting, tapi bagaimana, siapa atau seperti apa kita di mata Tuhan, itulah sesungguhnya yang terpenting.
Alkitab justru tidak pernah mengajarkan kita untuk mengejar popularitas di mata dunia. Populer di mata orang lain itu tidak penting. Malah Tuhan secara tegas berfirman: "Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu." (Lukas 6:26). Mengapa Firman Tuhan harus berbunyi sekeras itu? Karena semua itu bisa membuat kita lupa diri kemudian melupakan Sang Pemberinya. Terus mengejar popularitas dunia bisa membuat kita terjebak pada kesalahan itu. Apa yang dituntut dari kita adalah terus berupaya menjadi orang benar, semakin sempurna seperti Bapa di sorga (Matius 5:48), menghayati keberadaan kita sebagai manusia baru yang terus diperbaharui untuk lebih mengenal Allah dengan lebih dalam (Kolose 3:10) dan terus semakin menyerupai Yesus dengan pertolongan Roh Kudus yang telah dianugerahkan untuk diam di dalam diri kita. (2 Korintus 3:18). Itulah yang sesungguhnya dituntut dari kita, dan bukan untuk mengejar popularitas di mata manusia yang hanya fana sifatnya.
Mari kita lihat perbedaan nyata antara pandangan dunia dengan pandangan Tuhan. Ketika dunia terus mengajarkan kita untuk terus mencari popularitas lebih dan lebih lagi, Alkitab justru mengatakan sebaliknya. Semakin tinggi kita menapak naik, kita seharusnya semakin kecil, dan Tuhan lah yang seharusnya semakin besar. Lewat Yohanes Pembaptis kita bisa melihat contohnya. Ia merupakan satu-satunya orang yang diberi kehormatan besar untuk membaptis Yesus. Berdasarkan itu, ia bisa saja membanggakan dirinya dan mencari popularitas untuk dirinya sendiri, tetapi lihatlah apa katanya. "Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya...Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:28,30). Kemuliaan Allah harus terus semakin besar lewat pribadi kita dan dalam saat yang sama kita harus terus semakin rendah hati dan tidak tergiur oleh dorongan mencari popularitas di mata manusia. Ini jelas berbanding terbalik dari apa yang hebat dalam pandangan dunia.
Memilih untuk rendah hati dan tidak mengejar ketenaran bisa jadi dianggap pilihan tidak populer atau malah bodoh di mata dunia. Tapi bila memang kita harus dianggap aneh oleh dunia, atau malah harus menghadapi resiko disingkirkan atau dikucilkan,itu masih jauh lebih baik ketimbang kita mentolerir berbagai bentuk pelanggaran yang akan semakin menjauhkan kita dari posisi kita sebagai ahli waris Tuhan. Yesus bahkan telah mengingatkan "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Kenapa? "Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya." (Matius 16:25). Dan itulah yang sesungguhnya kekal. An everlasting, eternal life. Itu yang dijanjikan oleh Kristus. Itulah yang jauh lebih pantas kita usahakan ketimbang mencari popularitas di dunia yang sifatnya hanya sementara ini. Lalu dengarkanlah apa kata Yesus selanjutnya: "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (ay 26). Apa gunanya popularitas di dunia dibandingkan dengan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan hidup yang terberkati dalam Kerajaan Allah? Buat apa terlihat hebat di mata dunia dan dikenal semua orang tetapi Tuhan tidak mengenal kita dan kita sama sekali tidak tertulis di dalam daftar yang akan masuk menerima kebahagiaan yang kekal kelak bersamaNya?
Apakah itu artinya kita tidak boleh populer? Tentu saja tidak, sepanjang itu bukan menjadi prioritas utama untuk dikejar dalam hidup ini. Menjadi populer bisa sangat baik apabila itu dipakai untuk memuliakan Tuhan. Ada banyak penyanyi atau musisi saat ini yang rajin memberkati penonton dari panggung padahal mereka bukan sedang berada dalam kebaktian atau KKR. Seperti itulah seharusnya hidup ini kita gunakan, untuk itulah seharusnya popularitas kita pakai. Semakin tinggi kita naik, seharusnya Tuhanlah yang semakin kita tinggikan dan kita sendiri semakin kecil. Populer boleh saja, tetapi bukan untuk menunjukkan kekuasaan atau kehebatan kita tetapi untuk menyatakan kebenaran, kebaikan dan kasih Tuhan.
Kita harus hati-hati dengan berbagai tawaran dunia yang menjanjikan kepopuleran dan ketenaran. Itu semua tidaklah penting karena tidak akan pernah bisa berguna untuk kehidupan kita kelak jika hanya dipakai untuk mencari keuntungan diri sendiri. Muliakan Tuhan di dalam segala yang kita kerjakan, biarlah setiap langkah kesuksesan kita menyerukan nama Tuhan dan bukan nama kita. Tuhan memanggil kita untuk melakukan apa yang benar dan bukan untuk menjadi populer di mata dunia. Meski di mata orang lain kita dianggap aneh atau bodoh, ingatlah bahwa Allah selalu menghargai betul keputusan kita untuk tetap tampil sebagai orang benar. Dan itu jauh lebih cukup ketimbang ketenaran di mata manusia yang bisa semakin menyesatkan kita dan semakin menjauhkan kita dari Tuhan.
Kita diminta untuk menjadi orang benar dan bukan untuk menjadi populer
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil."
"Menjadi orang terkenal itu keren!" kata seorang teman sambil tertawa.Apa yang ia katakan menjadi kerinduan begitu banyak orang. Untuk itu orang akan berusaha dengan segala cara untuk bisa mencapai status populer atau terkenal. Segala cara, berapapun harganya, itu akan dihalalkan agar bisa memperoleh status populer di kalangan dunia. Lihatlah bagaimana berbagai kontes-kontes atau acara mencari bakat terus menjamur dan laris. Itu menunjukkan bahwa menjadi populer itu sangatlah penting bagi begitu banyak orang. Ingin dikagumi, dikenal, diperhatikan dan diidolakan. Apa boleh buat jika harus menabrak larangan-larangan Tuhan yang bisa jadi dianggap penghalang untuk bisa mencapai popularitas di mata dunia. Dan dunia pun akan terus mengajarkan kita untuk bisa populer, sukses, kaya raya, dan itu diarahkan agar kita percaya bahwa semuanya bisa membuat kita bahagia. Tetapi nyatanya tidaklah demikian. Pada suatu ketika nanti kita akan mengerti bahwa uang tidak menjamin kebahagiaan dan tidak pula bisa menjamin keselamatan kita. Tidak ada tiket yang sanggup kita bayar dengan berapapun harta yang kita miliki di dunia ini yang bisa menjamin kita untuk masuk ke dalam kerajaanNya. Seberapa terkenalnya pun kita di muka bumi ini tidak akan berpengaruh terhadap kemana nanti kita akan menuju. Bukan di mata manusia atau dunia yang penting, tapi bagaimana, siapa atau seperti apa kita di mata Tuhan, itulah sesungguhnya yang terpenting.
Alkitab justru tidak pernah mengajarkan kita untuk mengejar popularitas di mata dunia. Populer di mata orang lain itu tidak penting. Malah Tuhan secara tegas berfirman: "Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu." (Lukas 6:26). Mengapa Firman Tuhan harus berbunyi sekeras itu? Karena semua itu bisa membuat kita lupa diri kemudian melupakan Sang Pemberinya. Terus mengejar popularitas dunia bisa membuat kita terjebak pada kesalahan itu. Apa yang dituntut dari kita adalah terus berupaya menjadi orang benar, semakin sempurna seperti Bapa di sorga (Matius 5:48), menghayati keberadaan kita sebagai manusia baru yang terus diperbaharui untuk lebih mengenal Allah dengan lebih dalam (Kolose 3:10) dan terus semakin menyerupai Yesus dengan pertolongan Roh Kudus yang telah dianugerahkan untuk diam di dalam diri kita. (2 Korintus 3:18). Itulah yang sesungguhnya dituntut dari kita, dan bukan untuk mengejar popularitas di mata manusia yang hanya fana sifatnya.
Mari kita lihat perbedaan nyata antara pandangan dunia dengan pandangan Tuhan. Ketika dunia terus mengajarkan kita untuk terus mencari popularitas lebih dan lebih lagi, Alkitab justru mengatakan sebaliknya. Semakin tinggi kita menapak naik, kita seharusnya semakin kecil, dan Tuhan lah yang seharusnya semakin besar. Lewat Yohanes Pembaptis kita bisa melihat contohnya. Ia merupakan satu-satunya orang yang diberi kehormatan besar untuk membaptis Yesus. Berdasarkan itu, ia bisa saja membanggakan dirinya dan mencari popularitas untuk dirinya sendiri, tetapi lihatlah apa katanya. "Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya...Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:28,30). Kemuliaan Allah harus terus semakin besar lewat pribadi kita dan dalam saat yang sama kita harus terus semakin rendah hati dan tidak tergiur oleh dorongan mencari popularitas di mata manusia. Ini jelas berbanding terbalik dari apa yang hebat dalam pandangan dunia.
Memilih untuk rendah hati dan tidak mengejar ketenaran bisa jadi dianggap pilihan tidak populer atau malah bodoh di mata dunia. Tapi bila memang kita harus dianggap aneh oleh dunia, atau malah harus menghadapi resiko disingkirkan atau dikucilkan,itu masih jauh lebih baik ketimbang kita mentolerir berbagai bentuk pelanggaran yang akan semakin menjauhkan kita dari posisi kita sebagai ahli waris Tuhan. Yesus bahkan telah mengingatkan "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Kenapa? "Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya." (Matius 16:25). Dan itulah yang sesungguhnya kekal. An everlasting, eternal life. Itu yang dijanjikan oleh Kristus. Itulah yang jauh lebih pantas kita usahakan ketimbang mencari popularitas di dunia yang sifatnya hanya sementara ini. Lalu dengarkanlah apa kata Yesus selanjutnya: "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (ay 26). Apa gunanya popularitas di dunia dibandingkan dengan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan hidup yang terberkati dalam Kerajaan Allah? Buat apa terlihat hebat di mata dunia dan dikenal semua orang tetapi Tuhan tidak mengenal kita dan kita sama sekali tidak tertulis di dalam daftar yang akan masuk menerima kebahagiaan yang kekal kelak bersamaNya?
Apakah itu artinya kita tidak boleh populer? Tentu saja tidak, sepanjang itu bukan menjadi prioritas utama untuk dikejar dalam hidup ini. Menjadi populer bisa sangat baik apabila itu dipakai untuk memuliakan Tuhan. Ada banyak penyanyi atau musisi saat ini yang rajin memberkati penonton dari panggung padahal mereka bukan sedang berada dalam kebaktian atau KKR. Seperti itulah seharusnya hidup ini kita gunakan, untuk itulah seharusnya popularitas kita pakai. Semakin tinggi kita naik, seharusnya Tuhanlah yang semakin kita tinggikan dan kita sendiri semakin kecil. Populer boleh saja, tetapi bukan untuk menunjukkan kekuasaan atau kehebatan kita tetapi untuk menyatakan kebenaran, kebaikan dan kasih Tuhan.
Kita harus hati-hati dengan berbagai tawaran dunia yang menjanjikan kepopuleran dan ketenaran. Itu semua tidaklah penting karena tidak akan pernah bisa berguna untuk kehidupan kita kelak jika hanya dipakai untuk mencari keuntungan diri sendiri. Muliakan Tuhan di dalam segala yang kita kerjakan, biarlah setiap langkah kesuksesan kita menyerukan nama Tuhan dan bukan nama kita. Tuhan memanggil kita untuk melakukan apa yang benar dan bukan untuk menjadi populer di mata dunia. Meski di mata orang lain kita dianggap aneh atau bodoh, ingatlah bahwa Allah selalu menghargai betul keputusan kita untuk tetap tampil sebagai orang benar. Dan itu jauh lebih cukup ketimbang ketenaran di mata manusia yang bisa semakin menyesatkan kita dan semakin menjauhkan kita dari Tuhan.
Kita diminta untuk menjadi orang benar dan bukan untuk menjadi populer
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, September 16, 2012
Terseret Arus
Ayat bacaan: Ibrani 2:1
===================
"Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus."
Dalam sebuah acara di televisi saya melihat cuplikan kejadian menegangkan tentang seorang pria yang terseret arus di sebuah negara di luar sana. Ia terus terseret dan gagal diselamatkan karena arus yang menariknya cukup deras. Untunglah setelah hanyut sekian kilometer, ia akhirnya berhasil diangkat keluar dan tidak harus kehilangan nyawanya. Begitulah besar resikonya ketika terseret arus deras. Seorang teman pernah menceritakan pengalaman masa kecilnya ketika ia hampir menemui ajalnya karena terseret arus saat sedang berenang di sebuah sungai. Ia beruntung karena sempat meraih sebuah dahan yang menjorok ke arah sungai. Kalau tidak, ia bisa jatuh ke bebatuan di bawah karena tidak jauh dari posisi dahan itu ada air terjun yang cukup tinggi siap menelannya. Sebagai anak kecil pada saat itu, ia tidak mengetahui betapa besar bahayanya jika terseret arus. Ia mungkin hanya ingin bersenang-senang sebentar dengan bermain di sungai, tetapi ia tidak menyadari malapetaka yang tengah mengintip akibat perbuatannya itu.
Sadar atau tidak, dalam kehidupan ini kita pun akan banyak berhadapan dengan berbagai arus berbahaya yang siap membinasakan kita. Betapa seringnya kita melihat atau mendengar orang-orang yang tadinya baik lalu berubah menjadi sesat karena terbawa pengaruh yang salah dari lingkungan pergaulan mereka. Kita sering menyaksikan atau mungkin juga pernah mengalami sendiri bagaimana pergaulan yang buruk membuat kita ikut terbawa arus kesesatan. Di kalangan anak-anak Tuhan pun hal ini lumayan sering terjadi. Kejatuhan mereka seringkali terjadi bukan karena mereka sendiri ingin berbuat dosa, tetapi justru karena terhanyut di bawa arus. Di zaman yang begitu maju seperti sekarang ini, berbagai arus penyesatan pun kerap tampil dari banyak sisi. Dari pertemanan, lingkungan, berbagai media seperti bacaan, lagu, televisi, internet dan banyak media lainnya. Lebih parah lagi, seringkali arus penyesatan ini hadir tidak kasat mata alias samar-samar sehingga kita tidak sadar saat mulai terseret masuk di dalamnya. Jika kita membiarkan diri kita terus hanyut terseret arus seperti ini mungkin kelak pada suatu ketika kita akan sadar, tapi bisa jadi saat itu kita sudah sulit melepaskan diri lagi. Maka banyak korban yang akan jatuh akibat terseret arus dalam kehidupan seperti ini, di mana banyak di antaranya adalah orang baik-baik yang tadinya hidup lurus dan taat.
Firman Tuhan sudah mengingatkan kita agar mewaspadai hal ini. "Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Hanyut terbawa arus sudah merupakan masalah yang dihadapi manusia sejak jaman dahulu sampai sekarang. Ketika kita lemah, maka akan sangat mudah bagi kita untuk terhanyut dalam berbagai kesesatan. Dan Alkitab mengingatkan kita agar terus berhati-hati terhadap segala kemungkinan yang berpotensi menghanyutkan kita. Sekarang pertanyaannya, bagaimana caranya kita bisa berhati-hati agar tidak hanyut terbawa arus kalau kita tidak tahu apa-apa mengenai Firman Tuhan? Oleh karena itulah Alkitab mengingatkan dengan tegas lewat ayat di atas. Sangatlah perlu bagi kita untuk benar-benar memperhatikan dengan teliti dan seksama akan segala sesuatu yang kita dengar, memiliki kemampuan memilah-milah mana yang benar dan salah, mana yang baik dan buruk, mana yang harus diterima dan ditolak dan sebagainya. Itu akan mampu menghindarkan atau menjauhkan kita dari potensi hanyut terbawa arus.
Arus penyesatan itu kerap timbul dari lingkungan pertemanan yang salah. Hal seperti ini sudah sering kita lihat, bahkan mungkin sudah atau pernah kita alami sendiri. Firman Tuhan mengingatkan "Hai anakku, jikalau orang berdosa hendak membujuk engkau, janganlah engkau menurut" (Amsal 1:10). Sangatlah menarik melihat bahwa pesan penting ini muncul lewat manusia paling berhikmat yaitu Salomo. Lewat hikmat yang ia miliki ia bisa melihat adanya kecenderungan manusia untuk terjebak pada bujuk rayu orang lain. Salomo melanjutkan "Hai anakku, janganlah engkau hidup menurut tingkah laku mereka, tahanlah kakimu dari pada jalan mereka." (ay 15). Kaki orang berdosa digambarkan sedang "lari menuju kejahatan dan bergegas-gegas untuk menumpahkan darah" (ay 16), dan dengan demikian "mereka menghadang darahnya sendiri dan mengintai nyawanya sendiri." (ay 18). Terseret arus seperti ini akan membawa kita masuk ke dalam situasi yang sama pula. Itulah sebabnya kita diingatkan untuk tidak terjebak dan terseret dalam arus ini.
Selain dari lingkungan pertemanan, Alkitab pun mengingatkan kita agar mewaspadai nabi-nabi palsu dengan ajaran-ajaran mereka yang sesat. Ini adalah arus kesesatan lain yang seringkali dikemas sedemikian rupa sehingga terlihat seolah-olah baik, seolah-olah sejalan dengan firman Tuhan padahal orientasi atau dasarnya sangatlah jauh berbeda atau bahkan bertolak belakang. Tuhan Yesus sendiri sudah mengingatkan kita akan hal ini. "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas." (Matius 7:15). Mereka bisa tampil seperti lurus dengan kemasan-kemasan yang mampu memperdaya kita. Ada begitu banyak ajaran berorientasi kepada kemakmuran, kesukesan, keberhasilan dan sebagainya yang terlihat seolah-olah benar namun semua itu ternyata bertentangan dengan Firman Tuhan. Terhadap hal seperti ini kita haruslah berhati-hati. Yesus pun memberikan cara bagaimana kita bisa membedakannya. "Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka." (ay 16a).
Disamping kedua hal di atas, sebenarnya ada banyak arus-arus lain yang bisa datang dari segala arah dan siap menghanyutkan kita. Berbagai arus ini siap menjanjikan banyak hal yang sepertinya membahagiakan dan nikmat, tetapi sebenarnya sedang mengarahkan manusia untuk lenyap dalam kenikmatannya. Hal ini sudah diingatkan oleh Yohanes. "Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17). Dunia akan cenderung mengarah kepada arus-arus seperti ini, tetapi bagi kita anak-anak Tuhan sudah diingatkan dengan jelas agar tidak ikut-ikutan terbawa arus. Sebuah firman Tuhan yang sudah sangat kita kenal wajib untuk kita ingat, yaitu: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2)
Lewat Petrus Tuhan menasihatkan "Tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, kamu telah mengetahui hal ini sebelumnya. Karena itu waspadalah, supaya kamu jangan terseret ke dalam kesesatan orang-orang yang tak mengenal hukum, dan jangan kehilangan peganganmu yang teguh." (2 Petrus 3:17). Kita wajib waspada, karena kelemahan-kelemahan kita akan selalu siap untuk dimanfaatkan oleh si jahat untuk menyesatkan kita lewat berbagai arus penyesatan baik yang terlihat kasat mata maupun yang dikemas secara rapi. Apa yang harus kita lakukan bisa kita baca dalam ayat berikutnya. "Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya." (ay 18). Kita memang tidak dilarang untuk bersahabat dengan orang lain, tetapi perhatikan betul siapa dan seperti apa orangnya. Dan yang terlebih penting lagi, ketahuilah dengan teliti apa yang menjadi pesan Tuhan sehingga kita bisa awas dalam menjalani hidup. Berhati-hatilah terhadap arus-arus yang siap menghanyutkan kita hingga binasa. Biasakan diri untuk teliti terhadap segala sesuatu yang kita dengar dan lihat agar kita terhindar dari bahaya seperti ini.
Teliti dan cermati segala sesuatu agar kita tidak mudah terbawa arus
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus."
Dalam sebuah acara di televisi saya melihat cuplikan kejadian menegangkan tentang seorang pria yang terseret arus di sebuah negara di luar sana. Ia terus terseret dan gagal diselamatkan karena arus yang menariknya cukup deras. Untunglah setelah hanyut sekian kilometer, ia akhirnya berhasil diangkat keluar dan tidak harus kehilangan nyawanya. Begitulah besar resikonya ketika terseret arus deras. Seorang teman pernah menceritakan pengalaman masa kecilnya ketika ia hampir menemui ajalnya karena terseret arus saat sedang berenang di sebuah sungai. Ia beruntung karena sempat meraih sebuah dahan yang menjorok ke arah sungai. Kalau tidak, ia bisa jatuh ke bebatuan di bawah karena tidak jauh dari posisi dahan itu ada air terjun yang cukup tinggi siap menelannya. Sebagai anak kecil pada saat itu, ia tidak mengetahui betapa besar bahayanya jika terseret arus. Ia mungkin hanya ingin bersenang-senang sebentar dengan bermain di sungai, tetapi ia tidak menyadari malapetaka yang tengah mengintip akibat perbuatannya itu.
Sadar atau tidak, dalam kehidupan ini kita pun akan banyak berhadapan dengan berbagai arus berbahaya yang siap membinasakan kita. Betapa seringnya kita melihat atau mendengar orang-orang yang tadinya baik lalu berubah menjadi sesat karena terbawa pengaruh yang salah dari lingkungan pergaulan mereka. Kita sering menyaksikan atau mungkin juga pernah mengalami sendiri bagaimana pergaulan yang buruk membuat kita ikut terbawa arus kesesatan. Di kalangan anak-anak Tuhan pun hal ini lumayan sering terjadi. Kejatuhan mereka seringkali terjadi bukan karena mereka sendiri ingin berbuat dosa, tetapi justru karena terhanyut di bawa arus. Di zaman yang begitu maju seperti sekarang ini, berbagai arus penyesatan pun kerap tampil dari banyak sisi. Dari pertemanan, lingkungan, berbagai media seperti bacaan, lagu, televisi, internet dan banyak media lainnya. Lebih parah lagi, seringkali arus penyesatan ini hadir tidak kasat mata alias samar-samar sehingga kita tidak sadar saat mulai terseret masuk di dalamnya. Jika kita membiarkan diri kita terus hanyut terseret arus seperti ini mungkin kelak pada suatu ketika kita akan sadar, tapi bisa jadi saat itu kita sudah sulit melepaskan diri lagi. Maka banyak korban yang akan jatuh akibat terseret arus dalam kehidupan seperti ini, di mana banyak di antaranya adalah orang baik-baik yang tadinya hidup lurus dan taat.
Firman Tuhan sudah mengingatkan kita agar mewaspadai hal ini. "Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Hanyut terbawa arus sudah merupakan masalah yang dihadapi manusia sejak jaman dahulu sampai sekarang. Ketika kita lemah, maka akan sangat mudah bagi kita untuk terhanyut dalam berbagai kesesatan. Dan Alkitab mengingatkan kita agar terus berhati-hati terhadap segala kemungkinan yang berpotensi menghanyutkan kita. Sekarang pertanyaannya, bagaimana caranya kita bisa berhati-hati agar tidak hanyut terbawa arus kalau kita tidak tahu apa-apa mengenai Firman Tuhan? Oleh karena itulah Alkitab mengingatkan dengan tegas lewat ayat di atas. Sangatlah perlu bagi kita untuk benar-benar memperhatikan dengan teliti dan seksama akan segala sesuatu yang kita dengar, memiliki kemampuan memilah-milah mana yang benar dan salah, mana yang baik dan buruk, mana yang harus diterima dan ditolak dan sebagainya. Itu akan mampu menghindarkan atau menjauhkan kita dari potensi hanyut terbawa arus.
Arus penyesatan itu kerap timbul dari lingkungan pertemanan yang salah. Hal seperti ini sudah sering kita lihat, bahkan mungkin sudah atau pernah kita alami sendiri. Firman Tuhan mengingatkan "Hai anakku, jikalau orang berdosa hendak membujuk engkau, janganlah engkau menurut" (Amsal 1:10). Sangatlah menarik melihat bahwa pesan penting ini muncul lewat manusia paling berhikmat yaitu Salomo. Lewat hikmat yang ia miliki ia bisa melihat adanya kecenderungan manusia untuk terjebak pada bujuk rayu orang lain. Salomo melanjutkan "Hai anakku, janganlah engkau hidup menurut tingkah laku mereka, tahanlah kakimu dari pada jalan mereka." (ay 15). Kaki orang berdosa digambarkan sedang "lari menuju kejahatan dan bergegas-gegas untuk menumpahkan darah" (ay 16), dan dengan demikian "mereka menghadang darahnya sendiri dan mengintai nyawanya sendiri." (ay 18). Terseret arus seperti ini akan membawa kita masuk ke dalam situasi yang sama pula. Itulah sebabnya kita diingatkan untuk tidak terjebak dan terseret dalam arus ini.
Selain dari lingkungan pertemanan, Alkitab pun mengingatkan kita agar mewaspadai nabi-nabi palsu dengan ajaran-ajaran mereka yang sesat. Ini adalah arus kesesatan lain yang seringkali dikemas sedemikian rupa sehingga terlihat seolah-olah baik, seolah-olah sejalan dengan firman Tuhan padahal orientasi atau dasarnya sangatlah jauh berbeda atau bahkan bertolak belakang. Tuhan Yesus sendiri sudah mengingatkan kita akan hal ini. "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas." (Matius 7:15). Mereka bisa tampil seperti lurus dengan kemasan-kemasan yang mampu memperdaya kita. Ada begitu banyak ajaran berorientasi kepada kemakmuran, kesukesan, keberhasilan dan sebagainya yang terlihat seolah-olah benar namun semua itu ternyata bertentangan dengan Firman Tuhan. Terhadap hal seperti ini kita haruslah berhati-hati. Yesus pun memberikan cara bagaimana kita bisa membedakannya. "Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka." (ay 16a).
Disamping kedua hal di atas, sebenarnya ada banyak arus-arus lain yang bisa datang dari segala arah dan siap menghanyutkan kita. Berbagai arus ini siap menjanjikan banyak hal yang sepertinya membahagiakan dan nikmat, tetapi sebenarnya sedang mengarahkan manusia untuk lenyap dalam kenikmatannya. Hal ini sudah diingatkan oleh Yohanes. "Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17). Dunia akan cenderung mengarah kepada arus-arus seperti ini, tetapi bagi kita anak-anak Tuhan sudah diingatkan dengan jelas agar tidak ikut-ikutan terbawa arus. Sebuah firman Tuhan yang sudah sangat kita kenal wajib untuk kita ingat, yaitu: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2)
Lewat Petrus Tuhan menasihatkan "Tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, kamu telah mengetahui hal ini sebelumnya. Karena itu waspadalah, supaya kamu jangan terseret ke dalam kesesatan orang-orang yang tak mengenal hukum, dan jangan kehilangan peganganmu yang teguh." (2 Petrus 3:17). Kita wajib waspada, karena kelemahan-kelemahan kita akan selalu siap untuk dimanfaatkan oleh si jahat untuk menyesatkan kita lewat berbagai arus penyesatan baik yang terlihat kasat mata maupun yang dikemas secara rapi. Apa yang harus kita lakukan bisa kita baca dalam ayat berikutnya. "Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya." (ay 18). Kita memang tidak dilarang untuk bersahabat dengan orang lain, tetapi perhatikan betul siapa dan seperti apa orangnya. Dan yang terlebih penting lagi, ketahuilah dengan teliti apa yang menjadi pesan Tuhan sehingga kita bisa awas dalam menjalani hidup. Berhati-hatilah terhadap arus-arus yang siap menghanyutkan kita hingga binasa. Biasakan diri untuk teliti terhadap segala sesuatu yang kita dengar dan lihat agar kita terhindar dari bahaya seperti ini.
Teliti dan cermati segala sesuatu agar kita tidak mudah terbawa arus
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, September 15, 2012
Pujian di Malam Hari
Ayat bacaan: Ayub 35:10
=======================
"tetapi orang tidak bertanya: Di mana Allah, yang membuat aku, dan yang memberi nyanyian pujian di waktu malam"
Buat saya yang bekerja di dunia musik, saya merasakan betul bahwa Tuhan sungguh Seniman yang Agung. Tanpa adanya musik yang Dia ciptakan, maka tidak akan ada musik setiap saat sanggup menghibur hati kita. Benar, manusialah yang bermain musik, terus mengembangkan dan menciptakan kreasi-kreasi baru dalam berbagai rupa dan gaya, tetapi tanpa musik, talenta, kemampuan dan kepintaran yang semuanya berasal dari Tuhan, niscaya semua itu tidak akan pernah hadir dalam hidup kita. Saya hidup ditengah-tengah bunyi musik setiap harinya, dan kerap saya menyempatkan diri untuk mengucap syukur atas adanya musik ini, terutama ketika saya bekerja di malam hari. Ketika musik bisa menghibur, membuat kita rileks dan merasa bahagia, ingatlah bahwa nyanyian dan musik itu seharusnya tidak berhenti sampai disitu saja. Alangkah baiknya apabila kebaikan yang Tuhan ciptakan lewat musik itu bisa kita kembalikan sebagai sarana memuji dan menyembahNya.
Seringkali ketika sedang tertimbun persoalan, kita hanya fokus kepada permasalahan yang terjadi ketimbang menyadari kasih setia Tuhan yang senantiasa menyertai kita. Hidup sama sekali tidak mudah. Terkadang dalam perjalanan hidup kita akan bertemu dengan saat-saat dimana kita merasa bahwa hidup ini tidaklah selalu berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan. Ada saat senang, ada pula saat susah, bahkan terkadang kita harus berjalan dalam kegelapan. Tetapi ingatlah bahwa di saat seperti itupun kita tetap berjalan dengan penyertaan Tuhan, tidak akan pernah sendiri. Firman Tuhan berkata "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:4). Sudah beberapa hari terakhir ini saya berhadapan dengan tumpukan deadline yang mengalir bagai air bah. Saya merasa kelelahan, lemas dan mengantuk. Tetapi Puji Tuhan Dia telah menciptakan musik dan telah memberkati saya dengan suara yang sedikit-sedikit bisa dipakai untuk bernyanyi. Sambil menulis saya menyanyi kecil mengikuti puji-pujian yang saya putar, dan nyata benar Tuhan memberikan kekuatan agar saya bisa menyelesaikan tugas demi tugas, dan yang pasti Tuhan pun memberikan rasa sukacita disamping kelegaan dan kekuatan yang hadir lewat puji-pujian yang saya panjatkan untuk Tuhan. Menjalani tugas-tugas yang berat pun terasa jauh lebih ringan dengan sebentuk rasa yang sadar bahwa saya tidak sendirian, melainkan ada Tuhan yang tengah menemani saya dalam menyelesaikan semua itu satu persatu dengan hasil terbaik.
Lewat kitab Ayub kita bisa melihat betapa seringnya manusia hanya fokus kepada masalahnya dan melupakan Tuhan. "Orang menjerit oleh karena banyaknya penindasan, berteriak minta tolong oleh karena kekerasan orang-orang yang berkuasa" kata Ayub (Ayub 35:9), "tetapi orang tidak bertanya: Di mana Allah, yang membuat aku, dan yang memberi nyanyian pujian di waktu malam.." (ay 10). Betul sekali. Mengapa kita hanya berteriak dalam kesesakan tetapi lupa untuk memuji penyertaan Tuhan yang tidak pernah hilang dari hidup kita? Pemazmur tahu betul akan hal itu, ia berkata "TUHAN memerintahkan kasih setia-Nya pada siang hari, dan pada malam hari aku menyanyikan nyanyian, suatu doa kepada Allah kehidupanku." (Mazmur 42:9). Sepanjang kita melakukan berbagai aktivitas di siang hari Tuhan dengan setia terus bersama kita, tidakkah indah apabila pada malam hari sebelum kita beristirahat kita pun memanjatkan nyanyian-nyanyian pujian dan penyembahan kepadaNya?
Ada kuasa dalam puji-pujian. Itu tidak boleh kita lupakan. Lihatlah bagaimana tembok Yerikho runtuh di hari ke tujuh setelah dikelilingi berhari-hari. Apa yang membuat tembok itu runtuh pada akhirnya? Selain memang Allah sendiri yang telah menjanjikan, "Berfirmanlah TUHAN kepada Yosua: "Ketahuilah, Aku serahkan ke tanganmu Yerikho ini beserta rajanya dan pahlawan-pahlawannya yang gagah perkasa." (Yosua 6:2), tapi lihatlah bahwa pujian dan sorak sorai bagi Tuhan membuat tembok itu akhirnya runtuh. "Lalu bersoraklah bangsa itu, sedang sangkakala ditiup; segera sesudah bangsa itu mendengar bunyi sangkakala, bersoraklah mereka dengan sorak yang nyaring. Maka runtuhlah tembok itu, lalu mereka memanjat masuk ke dalam kota, masing-masing langsung ke depan, dan merebut kota itu." (ay 20). Dalam kisah lain yang belum lama sudah saya sampaikan, kita tahu bagaimana Gideon dengan prajurit berjumlah hanya 300 orang mampu menaklukkan musuh tak terhitung banyaknya, seperti belalang dan pasir di tepi laut, lewat puji-pujian dan gemuruh suara sangkakala seperti yang bisa kita baca dalam Hakim Hakim 7. Kemudian perhatikan pula apa yang terjadi ketika Paulus dan Silas yang tengah terpasung di dalam penjara memutuskan untuk tidak meratapi diri melainkan berdoa dan memanjatkan puji-pujian kepada Tuhan. "Tetapi kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka." (Kisah Para Rasul 16:25). Apa yang terjadi kemudian? Alkitab mencatat hadirnya gempa menyelamatkan mereka (ay 26). Bukan itu saja, tetapi keputusan mereka pun membawa pertobatan orang lain. (ay 30-33). Lihatlah bagaimana besarnya kuasa di balik puji-pujian, dan itu semua bisa terjadi karena ada Tuhan yang bertahta/bersemayam di atas puji-pujian. (Mazmur 22:4).
Setelah lelah bekerja sepanjang hari atau mungkin ada yang seperti saya masih tertimbun tugas hingga malam hari, masihkah kita menyadari bahwa Tuhan sebenarnya tidak pernah absen menyertai kita? Sudahkah kita memuji Dia malam ini? Ingatlah bahwa ada kuasa di balik puji-pujian. Bukan saja kita memuliakan dan menyenangkan hati Tuhan lewat puji-pujian tulus dari hati kita, tetapi kita pun akan diberi kelegaan, kekuatan, semangat dan sukacita baru untuk terus melangkah melewati hari demi hari yang sulit dengan hati lapang dan bersukacita. Malam ini marilah kita panjatkan pujian dan penyembahan dengan sepenuh hati kepadaNya. Let's sing and praise Him with it!
Jangan lupakan kebaikan dan kasih setiaNya, it's time to praise Him tonight!
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=======================
"tetapi orang tidak bertanya: Di mana Allah, yang membuat aku, dan yang memberi nyanyian pujian di waktu malam"
Buat saya yang bekerja di dunia musik, saya merasakan betul bahwa Tuhan sungguh Seniman yang Agung. Tanpa adanya musik yang Dia ciptakan, maka tidak akan ada musik setiap saat sanggup menghibur hati kita. Benar, manusialah yang bermain musik, terus mengembangkan dan menciptakan kreasi-kreasi baru dalam berbagai rupa dan gaya, tetapi tanpa musik, talenta, kemampuan dan kepintaran yang semuanya berasal dari Tuhan, niscaya semua itu tidak akan pernah hadir dalam hidup kita. Saya hidup ditengah-tengah bunyi musik setiap harinya, dan kerap saya menyempatkan diri untuk mengucap syukur atas adanya musik ini, terutama ketika saya bekerja di malam hari. Ketika musik bisa menghibur, membuat kita rileks dan merasa bahagia, ingatlah bahwa nyanyian dan musik itu seharusnya tidak berhenti sampai disitu saja. Alangkah baiknya apabila kebaikan yang Tuhan ciptakan lewat musik itu bisa kita kembalikan sebagai sarana memuji dan menyembahNya.
Seringkali ketika sedang tertimbun persoalan, kita hanya fokus kepada permasalahan yang terjadi ketimbang menyadari kasih setia Tuhan yang senantiasa menyertai kita. Hidup sama sekali tidak mudah. Terkadang dalam perjalanan hidup kita akan bertemu dengan saat-saat dimana kita merasa bahwa hidup ini tidaklah selalu berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan. Ada saat senang, ada pula saat susah, bahkan terkadang kita harus berjalan dalam kegelapan. Tetapi ingatlah bahwa di saat seperti itupun kita tetap berjalan dengan penyertaan Tuhan, tidak akan pernah sendiri. Firman Tuhan berkata "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:4). Sudah beberapa hari terakhir ini saya berhadapan dengan tumpukan deadline yang mengalir bagai air bah. Saya merasa kelelahan, lemas dan mengantuk. Tetapi Puji Tuhan Dia telah menciptakan musik dan telah memberkati saya dengan suara yang sedikit-sedikit bisa dipakai untuk bernyanyi. Sambil menulis saya menyanyi kecil mengikuti puji-pujian yang saya putar, dan nyata benar Tuhan memberikan kekuatan agar saya bisa menyelesaikan tugas demi tugas, dan yang pasti Tuhan pun memberikan rasa sukacita disamping kelegaan dan kekuatan yang hadir lewat puji-pujian yang saya panjatkan untuk Tuhan. Menjalani tugas-tugas yang berat pun terasa jauh lebih ringan dengan sebentuk rasa yang sadar bahwa saya tidak sendirian, melainkan ada Tuhan yang tengah menemani saya dalam menyelesaikan semua itu satu persatu dengan hasil terbaik.
Lewat kitab Ayub kita bisa melihat betapa seringnya manusia hanya fokus kepada masalahnya dan melupakan Tuhan. "Orang menjerit oleh karena banyaknya penindasan, berteriak minta tolong oleh karena kekerasan orang-orang yang berkuasa" kata Ayub (Ayub 35:9), "tetapi orang tidak bertanya: Di mana Allah, yang membuat aku, dan yang memberi nyanyian pujian di waktu malam.." (ay 10). Betul sekali. Mengapa kita hanya berteriak dalam kesesakan tetapi lupa untuk memuji penyertaan Tuhan yang tidak pernah hilang dari hidup kita? Pemazmur tahu betul akan hal itu, ia berkata "TUHAN memerintahkan kasih setia-Nya pada siang hari, dan pada malam hari aku menyanyikan nyanyian, suatu doa kepada Allah kehidupanku." (Mazmur 42:9). Sepanjang kita melakukan berbagai aktivitas di siang hari Tuhan dengan setia terus bersama kita, tidakkah indah apabila pada malam hari sebelum kita beristirahat kita pun memanjatkan nyanyian-nyanyian pujian dan penyembahan kepadaNya?
Ada kuasa dalam puji-pujian. Itu tidak boleh kita lupakan. Lihatlah bagaimana tembok Yerikho runtuh di hari ke tujuh setelah dikelilingi berhari-hari. Apa yang membuat tembok itu runtuh pada akhirnya? Selain memang Allah sendiri yang telah menjanjikan, "Berfirmanlah TUHAN kepada Yosua: "Ketahuilah, Aku serahkan ke tanganmu Yerikho ini beserta rajanya dan pahlawan-pahlawannya yang gagah perkasa." (Yosua 6:2), tapi lihatlah bahwa pujian dan sorak sorai bagi Tuhan membuat tembok itu akhirnya runtuh. "Lalu bersoraklah bangsa itu, sedang sangkakala ditiup; segera sesudah bangsa itu mendengar bunyi sangkakala, bersoraklah mereka dengan sorak yang nyaring. Maka runtuhlah tembok itu, lalu mereka memanjat masuk ke dalam kota, masing-masing langsung ke depan, dan merebut kota itu." (ay 20). Dalam kisah lain yang belum lama sudah saya sampaikan, kita tahu bagaimana Gideon dengan prajurit berjumlah hanya 300 orang mampu menaklukkan musuh tak terhitung banyaknya, seperti belalang dan pasir di tepi laut, lewat puji-pujian dan gemuruh suara sangkakala seperti yang bisa kita baca dalam Hakim Hakim 7. Kemudian perhatikan pula apa yang terjadi ketika Paulus dan Silas yang tengah terpasung di dalam penjara memutuskan untuk tidak meratapi diri melainkan berdoa dan memanjatkan puji-pujian kepada Tuhan. "Tetapi kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka." (Kisah Para Rasul 16:25). Apa yang terjadi kemudian? Alkitab mencatat hadirnya gempa menyelamatkan mereka (ay 26). Bukan itu saja, tetapi keputusan mereka pun membawa pertobatan orang lain. (ay 30-33). Lihatlah bagaimana besarnya kuasa di balik puji-pujian, dan itu semua bisa terjadi karena ada Tuhan yang bertahta/bersemayam di atas puji-pujian. (Mazmur 22:4).
Setelah lelah bekerja sepanjang hari atau mungkin ada yang seperti saya masih tertimbun tugas hingga malam hari, masihkah kita menyadari bahwa Tuhan sebenarnya tidak pernah absen menyertai kita? Sudahkah kita memuji Dia malam ini? Ingatlah bahwa ada kuasa di balik puji-pujian. Bukan saja kita memuliakan dan menyenangkan hati Tuhan lewat puji-pujian tulus dari hati kita, tetapi kita pun akan diberi kelegaan, kekuatan, semangat dan sukacita baru untuk terus melangkah melewati hari demi hari yang sulit dengan hati lapang dan bersukacita. Malam ini marilah kita panjatkan pujian dan penyembahan dengan sepenuh hati kepadaNya. Let's sing and praise Him with it!
Jangan lupakan kebaikan dan kasih setiaNya, it's time to praise Him tonight!
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Subscribe to:
Posts (Atom)
Kacang Lupa Kulit (5)
(sambungan) Kapok kah mereka? Ternyata tidak. Bukan sekali dua kali bangsa ini melupakan Tuhannya. Kita melihat dalam banyak kesempatan mer...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...