Tuesday, September 30, 2014

Air Muka

Ayat bacaan: Kejadian 4:6-7a
=====================
"Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik?"

Saat orang lain mengajarkan tentang pentingnya skill dan kebersatuan dalam bermain di sebuah band, seorang pianis senior memberi masukan yang terdengar aneh dan biasanya tidak dipikirkan orang. Ia berkata: "pandanglah wajah teman-teman dalam satu grup sebelum bermain, berikan senyum kepada mereka satu persatu, dan pertahankan selama bermain." Senyum? Apa hubungannya itu dengan kualitas musik yang dihasilkan? Ternyata lewat pengalamannya selama lebih 40 tahun, ia mendapati bahwa senyum bisa membawa atmosfir atau aura positif, ketenangan, kenyamanan yang akan berdampak pada kualitas permainan. "Coba pikir, bukankah kita merasa senang saat melihat orang berwajah cerah, ramah dan tersenyum saat bertemu dengan kita, meski kita tidak mengenal mereka?" katanya. Kalau dipikir-pikir benar juga.. kita tentu merasa senang kalau bisa hidup di dunia yang ramah dan penuh dengan senyum. Dunia tanpa kekerasan, tanpa kejahatan, tanpa perang, tanpa perselisihan. Kalau kita tengah berada dalam pergumulan, maka sebuah senyum seringkali mampu menyingkirkan mendung dan membawa kembali mentari cerah ke dalam hati kita. Sebaliknya, apa rasanya saat kita sedang senang hati tapi kemudian bertemu dengan wajah yang tidak ada damainya, keruh bahkan provokatif? Itu bisa merebut cerah ceria dan mendatangkan kekelaman. Pertanyaannya, dari mana sebenarnya air muka yang cerah sesungguhnya datang? Lantas adakah dampak negatif yang bisa muncul dari air muka keruh tak berseri?  Kita bertemu dengan orang-orang yang bersikap buruk dengan air muka yang provokatif hampir setiap hari, dan itu sama sekali tidak menyenangkan. Dari mana air muka yang cerah sesungguhnya berasal? Dan adakah dampak negatif yang bisa muncul dari air muka yang keruh tak berseri?

Untuk menjawab kedua pertanyaan ini, kita bisa melihat kisah antara Kain dan Habel. Pada suatu hari mereka mempersembahkan korban persembahan kepada Tuhan. Dalam Kejadian 4:4 dikatakan bahwa Tuhan berkenan; dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "had respect and regard" pada Habel atas persembahannya. Sebaliknya, korban persembahan Kain ternyata ditolak. Kain ternyata bukannya menyesal dan memperbaiki kesalahannya, tapi malah merasa kesal kepada Tuhan. "Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram." (ay 5b).

Mari kita lihat dulu bagian ini. Ketika hati panas, air muka pun berubah menjadi muram. Hati tenang muka cerah, tapi kalau mendidih, muka pun kemudian menjadi muram. "Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik?" (ay 6-7a). Ada dua hal yang bisa kita lihat dari ayat ini. Pertama, Tuhan menyatakan bahwa ia tidak suka terhadap raut muka kerung seperti ini. Kedua, Tuhan  mengingatkan kita bahwa raut wajah yang muram itu timbul ketika tidak ada sukacita dalam diri kita, dimana kasih Tuhan tidak lagi ada dalam kita dan berkuasa atas kita. Berbuat hal-hal baik yang berkenan kepada Tuhan menjadi cerminan yang seharusnya bisa mendatangkan sukacita dalam diri kita. Ayat berikutnya menuliskan lanjutannya. "Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya." (ay 7b). Air muka yang muram muncul ketika kita kehilangan sukacita dalam hati kita yang diakibatkan oleh perbuatan-perbuatan kita yang tidak baik. Dan ketika itu terjadi, ada dosa yang sudah mengintip di depan pintu dan tengah bersiap-siap untuk menerkam kita. Dan benarlah, ketika Sayangnya Kain mengabaikan peringatan Tuhan. Maka sesuatu yang buruk pun terjadi. Ia membunuh adiknya sendiri dan dengan sendirinya harus menanggung konsekuensi atas perbuatannya seumur hidup, bahkan berdampak hingga ke generasi selanjutnya. Jadi jelaslah bahwa hubungan yang kuat antara apa yang ada dalam hati kita dengan apa yang terpancar keluar lewat air muka kita.

Dalam salah satu amsal Salomo kita baca "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat." (Amsal 15:13). Muka yang berseri-seri berasal dari hati yang gembira, yang bersukacita. Seperti yang kita sudah tahu, hatilah yang menjadi sumber dari mana kehidupan kita terpancar yang ditulis dalam Amsal 4:23. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." Jadi penting bagi kita untuk tidak membiarkan pengaruh-pengaruh buruk masuk ke dalam hati kita, berkuasa di dalamnya dan kemudian menggiring kita ke dalam berbagai penyimpangan. Jika itu terjadi, sukacita akan hilang dari diri kita. Air muka kita pun berubah muram, tidak sedap dipandang mata, dan tidak lagi mencerminkan raut yang seharusnya sebagai anak-anak Tuhan.

Kesimpulannya, agar kita bisa memiliki air muka yang menyenangkan, caranya tidak lain adalah dengan terus mengisi hati kita dengan sukacita. Hati yang bersukacita akan memancarkan sinar cerah di wajah kita yang bisa membahagiakan kita dan juga orang lain yang melihatnya. Kalau begitu tidaklah mengherankan bahwa firman Tuhan terus memerintahkan kita untuk setiap saat terus bersukacita dalam situasi dan kondisi apapun. "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (Filipi 4:4). Hati yang bersukacita akan selalu membawa banyak manfaat. Selain membawa pengaruh kepada orang-orang disekitar kita, itu juga akan membuat kita lebih luwes dalam pergaulan, membawa kita bekerja sebaik mungkin bahkan akan bermanfaat pula pada kesehatan kita. Sebaliknya Ketakutan, kebencian, kegelisahan, emosi dan perasaan-perasaan negatif justru menjadi pembunuh mematikan jika terus kita simpan di dalam hati kita. Berbagai jenis penyakit seringkali berawal dari hal-hal negatif yang kita pelihara di dalam diri kita. Sejak jauh hari Tuhan pun sudah mengingatkan akan hal ini. "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." (Amsal 17:22).

Tuhan tidak suka kepada orang yang air mukanya muram dan suka bersungut-sungut. Selain teguran Tuhan pada Kain, lihatlah bagaimana kesal dan kecewanya Tuhan melihat bangsa Israel yang terus saja bersungut-sungut meski mereka terus mendapat curahan berkat dan penyertaan Tuhan secara langsung dalam hidup mereka. Haruskah kita mencontoh perilaku mereka dan terus mengecewakan Tuhan lewat sikap dan air muka kita? Baikkah kalau kita terus membiarkan diri kita menjadi orang yang cepat marah, cepat tersinggung, egois, tidak mau mengerti orang lain dan memasang wajah kaku tak bersahabat? Tuhan sendiri tidak menginginkan hal seperti itu untuk dilakukan anak-anakNya. Kasih Tuhan yang tercurah setiap hari kepada anak-anakNya seharusnya mendatangkan sukacita, dan selanjutnya terpancar lewat raut  muka, sikap dan perilaku yang bersinar terang, dan itu seharusnya dapat dengan mudah dilihat oleh dunia. Jadilah orang yang ramah, murah senyum, punya sikap bersahabat. Jangan pernah biarkan kesulitan-kesulitan dan tekanan dalam hidup merampas sukacita dalam diri kita dan menghilangkan senyum dari wajah kita. Anda ingin terus tersenyum dengan wajah yang cerah? Jika ya, jaga terus hati anda supaya tetap penuh dengan sukacita Allah.

Senyum ramah terpancar dari hati yang bersukacita, dan itu akan bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, September 29, 2014

Ditolak itu Biasa

Ayat bacaan: Lukas 13:33
=====================
"Tetapi hari ini dan besok dan lusa Aku harus meneruskan perjalanan-Ku, sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem."

Kalau cuma sekali mengalami penolakan mungkin tidak apa-apa. Bagaimana kalau itu terus terjadi berulang-ulang? Percaya diri bisa runtuh, orang pun bisa takut untuk terus mencoba. Itu berlaku dalam berbagai bentuk penolakan. Ada yang ditolak cintanya sampai berkali-kali, ada yang terus mengalami meski yang ditaksir sudah berganti-ganti, bentuk penolakan bisa juga terjadi dalam dunia kerja atau profesi. Lihatlah sebuah pengalaman teman saya yang tanpa patah semangat terus berusaha meyakinkan gadis yang ia sukai untuk menerimanya. Sekali ditolak ia mencoba lagi, kedua kali masih tetap tegar, akhirnya pada kali ketiga cintanya bersambut. Bagaimana kalau ia menyerah pada kali pertama atau kedua? Ia tentu gagal dalam usahanya. Contoh lainnya bisa kita lihat di dunia akting. Ada seorang aktor laga Indonesia yang saat ini berkibar bukan hanya di perfilman nasional tapi sudah mencapai Hollywood. Apakah perjuangannya mudah, langsung sukses dalam sekejap mata? Sama sekali tidak. Dalam sebuah wawancara ia bercerita bahwa beberapa tahun pertama ia terus menerus gagal dalam casting. Ia berkata bahwa penolakan sudah menjadi bagian hidupnya di masa itu. Tapi ia menolak untuk putus asa, meski itu harus ia alami sekian tahun lamanya. Ia memutuskan sesuatu yang jauh lebih positif, yaitu belajar dari setiap kegagalan yang terjadi. "Saya belajar dengan melihat mengapa saya ditolak, mengapa yang lain berhasil." katanya. Itu terus ia lakukan, lama-lama ia pun berhasil. Semenjak itu karirnya meningkat pesat hingga mencapai percaturan perfilman paling bergengsi di dunia. Kalau ia menyerah ketika mengalami beberapa penolakan, niscaya ia tidak akan pernah bisa meraih mimpinya.

Ada seorang aktor senior terkenal di Amerika yang mengalami keadaan lebih buruk di masa awal karirnya. Ia juga mengalami banyak penolakan, bahkan pada suatu ketika ia harus hidup di jalan karena tidak lagi mampu memperpanjang sewa kontrakannya. Saat ia membuat sebuah skrip film, hampir semua PH yang ia datangi menolak. Ada yang tertarik, tapi tidak mau memakainya sebagai pemeran utama sebagai syarat yang ia ajukan kepada masing-masing PH tersebut. Pada akhirnya ada PH kecil yang setuju, dan filmnya menjadi sangat terkenal sepanjang masa sekaligus melambungkannya menjadi aktor laga kelas atas.

Penolakan, penolakan dan penolakan. Itu tidak pernah enak bagi siapapun. Ada rasa sakit yang mungkin timbul, mungkin kecewa, mungkin sedih. Sebuah penolakan pasti pernah dialami oleh siapapun yang pernah hidup di dunia ini pasti pernah merasakan bagaimana tidak enaknya mengalami penolakan. Tidak terkecuali Yesus sendiri.

Ketika Yesus turun ke bumi. Dia pun pernah merasakannya. Bukan hanya satu dua kali tapi sering. Lihat saja ketika ada yang berniat menjatuhkan Yesus dari atas tebing (Lukas 4:29), mendapat ancaman akan dibunuh oleh Herodes jika masih bersikeras memasuki Yerusalem (13:31). Dalam kesempatan lain kita tahu pula bahwa Yesus pernah menghadapi persekongkolan orang Farisi yang merasa gerah menghadapi sepak terjang Yesus. Mereka berusaha mencobai (Matius 16:1) bahkan mencoba membunuhNya. (3:6). Orang-orang yang berseru "Hosana! Hosana!" (Markus 11:7-10) adalah orang-orang yang sama mengucapkan "salibkan Dia! salibkan Dia!" (15:12-14). Jika kita mengalami hal ini mungkin kita akan merasa kecil hati, merasa kecewa dan sakit hati, dendam atau kehilangan pegangan. Tapi tidak bagi Yesus. Yesus terus melakukan pelayanan dengan semangat pantang mundur. Apa kuncinya? Kuncinya adalah karena Yesus tahu tujuanNya turun ke dunia. Dia turun bukan untuk mencari pengakuan atau penghormatan dari manusia, melainkan menjalankan misi untuk menyelesaikan kehendak Bapa yang mengutusNya."Tetapi hari ini dan besok dan lusa Aku harus meneruskan perjalanan-Ku, sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem." (Lukas 13:33). Itu fokus Yesus sesuai dengan tugas yang diembanNya seperti yang dikehendaki Bapa. Oleh karena itulah Yesus tidak surut walau mendapat berbagai penolakan bahkan ancaman pembunuhan sekalipun, karena fokusnya jelas, melakukan kehendak Bapa dan bukan tergantung dari respon manusia.

Berbagai penolakan pernah kita alami dan akan terus terjadi. Jagalah agar berbagai penolakan jangan sampai membuat kita patah semangat dan hancur berantakan dalam kegagalan. Justru penolakan-penolakan itu seharusnya mampu menjadi stimulus atau penyemangat, juga pembelajaran bagi kita agar kita bisa tumbuh lebih kuat dalam berjuang mencapai tujuan. Jika orang-orang yang saya sebutkan di awal renungan ini cepat menyerah, mereka juga tidak akan bisa sukses seperti sekarang. Jika Yesus menyerah saat mendapat tekanan-tekanan berat, hari ini kita tidak akan mengalami hidup dalam jaminan keselamatan dan bisa merasakan hadirat Tuhan yang begitu indah. Bagaimana Paulus, Petrus, Yohanes dan rekan-rekan sepelayanan mereka patah arang ketika mengalami penolakan? Kita bisa bayangkan akibatnya dalam hal penyebaran kabar keselamatan dan pengenalan manusia akan Kristus.

Penolakan bisa dan akan selalu terjadi kapan saja, tapi jangan pernah menyerah. Tetaplah bersukacita dalam keadaan apapun, sebab sukacita sejati bukan berasal dari manusia atau keadaan di dunia, melainkan berasal dari Tuhan. "Ya, karena Dia hati kita bersukacita, sebab kepada nama-Nya yang kudus kita percaya." (Mazmur 33:21). Sukacita sejati yang berasal dari Tuhan sesungguhnya jauh berada di atas segala permasalahan, penolakan dan orang-orang yang mengecewakan kita. Hari ini mungkin kita ditolak, tetapi yakinkan diri anda bahwa tidak selamanya anda akan mengalami hal itu. Pada suatu kali kegigihan anda akan berbuah, dengan pengalaman-pengalaman yang justru membuat anda tumbuh sebagai anak-anak Tuhan yang dewasa, bijaksana dan bermental baja. Fokuslah kepada rencana Tuhan bagi hidup anda, dan pakailah pengalaman tertolak itu sebagai batu loncatan untuk sebuah kesuksesan.

Ditolak itu biasa, jangan putus asa tetapi teruslah berjuang sampai berhasil

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, September 28, 2014

Mencekik Firman

Ayat bacaan: Markus 4:19
===============
"Then the cares and anxieties of the world and distractions of the age, and the pleasure and delight and false glamour and deceitfulness of riches, and the craving and passionate desire for other things creep in and choke and suffocate the Word, and it becomes fruitless." (English Amp)

Jika mendengar kata mencekik, pikiran kita biasanya akan mengarah kepada sebuah tindakan mencengkram leher seseorang dengan kuat sehingga korban bisa lemas bahkan mati. Kita sering melihat adegan seperti ini di film-film yang mengangkat tema kriminal, kita juga sering membaca pola pembunuhan seperti ini di berbagai media massa. Cekik memang memiliki definisi tepat seperti itu, tetapi ada juga defenisi lainnya yaitu mematikan, menekan, menjepit atau menindas sehingga seseorang atau sesuatu itu tidak bertumbuh sebagaimana mestinya.

Menarik jika melihat bahwa Yesus dalam menerangkan tentang bagaimana benih firman bisa tumbuh dalam Matius 13:1-23, Lukas 8:4-15 dan Markus 4:1-20. Layaknya bibit atau benih tanaman yang kita inginkan untuk tumbuh di halaman rumah atau kebun kita, benih firman yang ditabur akan sangat tergantung dari kondisi tanah dimana benih itu jatuh. Yesus mengatakan bahwa benih yang akan berbuah tentu saja adalah benih yang jatuh di tanah yang baik. "Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat." (ay 8). Pertanyaannya, bagaimana kondisi hati kita saat ini? Sudahkah hati kita baik seperti tanah yang baik? Sudahkah kita memperhatikan betul kondisinya hari ini? Mungkin perilaku kejahatan yang jelas-jelas nyata memang tidak kita lakukan, seperti membunuh, mencuri, menyiksa orang dan sebagainya. Tetapi kita luput memperhatikan hal-hal yang tampaknya tidak bersalah dalam hidup sehari-hari. Hal-hal seperti ini bisa mencekik kehidupan rohani kita jika kita ijinkan terjadi.

Hal itu tampak jelas dalam ayat dalam Injil Markus 4:18-19. "Dan yang lain ialah yang ditaburkan di tengah semak duri, itulah yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah." Dalam versi English Amplified, dikatakan "And the ones sown among the thorns are others who hear the Word; Then the cares and anxieties of the world and distractions of the age, and the pleasure and delight and false glamour and deceitfulness of riches, and the craving and passionate desire for other things creep in and choke and suffocate the Word, and it becomes fruitless." Tanahnya mungkin tidak berbatu dan keras, tetapi ada banyak semak duri disana yang akan menghambat pertumbuhan benih tersebut. Seperti apa bentuk semak duri yang dimaksud Yesus? Versi Alkitab kita mengatakan itu adalah kekuatiran, tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain, keinginan-keinginan yang ditujukan untuk memuaskan dan berpusat pada daging. Mengapa saya mengacu kepada versi bahasa Inggrisnya? Karena dalam versi ini penjabarannya lebih detail. "The cares and anxieties of the world and distractions of the age, and the pleasure and delight and false glamour and deceitfulness of riches, and the craving and passionate desire for other things."  Lebih mementingkan dunia, Kekhawatiran dan kegelisahan duniawi, gangguan atau kebingungan di jaman ini, kesenangan dan kegembiraan dan gemerlap yang semu atau palsu, tipu daya kekayaan dan kecanduan dan hasrat yang menggebu untuk hal-hal lain, itulah yang menjadi semak duri. Semak duri ini dikatakan bisa menyelinap masuk kemudian mencekik firman (choke and suffocate the Word) sehingga firman menjadi terhambat atau sama sekali tidak bertumbuh. Ayat ini menggunakan kata choke and suffocate. Choke itu mencekik, sedang suffocate adalah sebuah tindakan yang dibuat untuk menghambat, menghalangi atau menghancurkan akses seseorang akan udara atau oksigen. Misalnya dengan menutup kepala seseorang dengan kantong plastik, menutup hidung dan mulut dengan sesuatu yang membuat korban tidak bisa bernafas dan sebagainya. Keduanya punya tujuan sama, yaitu untuk mencelakakan dengan menutup akses kepada hal yang diperlukan untuk bisa hidup. Mencekik leher orang, menutup kepalanya dengan plastik atau menutup mulut dan hidung dengan sapu tangan, bantal atau tangan kosong, itu akan menghasilkan kondisi yang sama bagi korban, yaitu mati lemas. Itulah yang akan terjadi dengan benih firman apabila kita membiarkan semak duri seperti dalam penjabaran diatas untuk menguasai hati dan hidup kita secara keseluruhan. Benih bukan saja bisa terhalang bertumbuh, tapi bisa tidak tumbuh sama sekali alias mati. Kalau sudah begitu, bagaimana kita bisa mengharapkan adanya buah?

Maka sangatlah penting bagi kita untuk menjaga cara hidup kita dalam dunia ini agar jangan sampai ada yang mencekik kerohanian kita. Kita sibuk mementingkan segala sesuatu yang diajarkan dunia bisa mendatangkan kebahagiaan dan kepenuhan. Kita terus menerus bekerja bagai mesin yang terus beroperasi nonstop untuk mengikuti ajaran dunia sehingga tidak lagi punya waktu sedikitpun untuk mengurusi masalah rohani. Jika ini yang kita pilih, disanalah roh kita tercekik dan tidak lagi bertumbuh, tidak berbuah. Kalau kita ada pada situasi ini, artinya sudah tiba waktu bagi kita untuk menyederhanakan hidup kita dengan menitikberatkan sesuai skala prioritasnya. Jangan sampai kita mengorbankan waktu untuk berdoa dan bersaat teduh, merenungkan Firman bersama Tuhan demi hal-hal lainnya yang kita anggap jauh lebih penting dibandingkan itu. Jangan sampai pula kita mengorbankan keluarga demi karir dan kekayaan. Dunia terus menganjurkan dan menghasut kita sehingga paradigma kita pun tidak lagi mengacu kepada kebenaran firman. Itupun sudah menunjukkan tercekiknya benih firman dalam diri kita. Firman Tuhan sudah mengingatkan hal ini. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2).

Lihatlah pesan Paulus kepada Timotius berikut: "Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya." (2 Timotius 2:4). Ini adalah pesan yang sangat penting agar kita tidak memusingkan diri setiap saat dengan soal-soal penghidupan. Tidakkah seorang prajurit atau tentara pun akan seperti itu? Akankah seorang prajurit bisa berkenan kepada atasan atau komandannya apabila ia malah sibuk mengurusi urusan pribadinya dan mengabaikan perintah dari sang komandan? Bagi saya ini adalah sebuah perumpamaan yang sangat tepat untuk mengingatkan kita mengenai skala prioritas dalam menjalani hidup. Jangan sampai segala aktivitas kita membuat kita lupa untuk membangun hubungan dengan Tuhan lewat doa, pembacaan atau perenungan firman dan saat-saat teduh kita. Jangan sampai segala kesibukan kita membuat keluarga kita kering akan kebenaran firman. Kita harus senantiasa merawat, memperkuat dan menyehatkan roh kita agar tetap baik keadaannya dan tidak sedang dalam keadaan tercekik.

Selanjutnya lihatlah firman Tuhan dalam surat 1 Yohanes 2 berikut. "Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia." (1 Yohanes 2:15-16). Ayat ini berbicara dengan jelas mengenai apa yang seharusnya menjadi titik fokus atau pilihan kita dalam menjalani kehidupan. Bahkan lebih tegas lagi dikatakan: "Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah akan hidup selama-lamanya." (ay 17). Apa yang bisa membuat kita berbuah adalah apabila kita tetap bersatu dengan Tuhan. Perhatikan ayat berikut ini: "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). Itulah yang penting untuk kita pastikan.

Kita tidak akan bisa berbuah apabila kita malah tinggal di dalam segala yang ditawarkan dunia dan terlepas dari Yesus. Dwell in Him, and he will dwell in you. Live with Him, and He will live in you. That's the only way for us to bear fruit. That's the way for us to avoid the condition of being spirtually choked and suffocated.

Perhatikan hidup sehari-hari dan pastikan jangan sampai satupun ada yang mencekik kerohanian kita hingga tidak bisa tumbuh dan berbuah

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, September 27, 2014

Beautiful People of God

Ayat bacaan: Mazmur 139:14
====================
"Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya."

Saya termasuk orang yang sering menonton iklan. Bukan, bukan karena faktor konsumerisme atau tukang belanja, tetapi untuk melihat bagaimana perkembangan bentuk iklan 'menyerang' target atau calon konsumen mereka. Semakin hari iklan semakin tidak sehat atau 'kejam' dalam melakukan serangan. Perhatikan bagaimana mereka membentuk image orang mengenai apa yang dikatakan cantik, sukses, bahagia dan sempurna. Jika anda tidak memindahkan channel pada saat iklan berlangsung, maka cepat atau lambat dalam pikiran anda akan terbentuk bahwa orang cantik itu kulitnya putih, rambutnya berkilau bak mayang terurai, tubuh langsing, muka tanpa kerut dan sebagainya. Iklan-iklan ini terkadang konyol dalam melakukan editing sehingga orang bisa terlihat seperti mayat hidup tanpa pori-pori saking keterlaluan memutihkan objek. Atau bisa juga konyol dalam menyampaikan jargon. Lihatlah sebuah iklan yang menyebut bahwa 'cantik itu kulit putih bebas bulu.' Belakangan entah kenapa jargonnya diganti dengan 'kulit mulus bebas bulu.' Bagaimana dengan orang yang punya bulu dan kurang mulus? Berarti mereka tidak cantik, sehingga kalau mau cantik ya beli produknya. "Memangnya ada orang yang tidak berbulu sama sekali? Kalau begitu Tuhan sengaja menciptakan manusia tidak cantik dong.." begitu kata seorang teman pada suatu kali ketika saya ngobrol tentang bentuk kampanye iklan di televisi. Bagaimana nasib orang yang kulitnya tidak putih? Itu juga dianggap jelek, padahal sebagai orang yang tinggal di daerah tropis, kulit normalnya rata-rata berwarna sawo matang. Di luar sana orang kulit putih justru berusaha menggelapkan kulit agar terlihat eksotis atau lebih indah, sementara kita terus saja merasa kurang putih. Rambut keriting? Rambut pendek? Itu juga berarti jelek. Badan yang tidak setipis kertas sehingga bisa menyelip diantara dua orang dalam ruang sempit, itu juga artinya jelek.

Lantas kebahagiaan, itu ditunjukkan lewat kepemilikan atas mobil, apartemen dan lain-lain yang mewah. Sepasang suami-istri dan anak sepasang, laki-laki dan perempuan, tersenyum lebar sampai giginya kelihatan semua, agar konsumen melihat betapa bahagianya hidup mereka kalau memiliki produk-produk tersebut. Belum lagi iklan-iklan yang menakut-nakuti penontonnya dengan berbagai bentuk penyakit, ketidakamanan dan sebagainya. Kalau mau tidak takut dan bisa merasa aman, ya beli saja produknya, atau ikuti penawarannya. Betapa mengerikan ketika iklan-iklan ini dikonsumsi oleh anak-anak kecil, maka pemikiran mereka akan cantik, bahagia dan sejahtera bisa terbentuk secara salah sejak usia mudanya. Tidaklah heran kalau hari ini semakin banyak orang yang tidak puas terhadap penampilan mereka. Operasi plastik, berbagai cream yang janjinya bisa memudakan sekian puluh tahun dan berbagai kosmetik/sabun yang bisa melunturkan warna kulit sampai habis pun semakin banyak di pasaran. Soal kandungannya mengandung merkuri atau zat-zat berbahaya lainnya tidak dipikirkan, yang penting bisa cantik menurut orang. Mau trendy? Anda tentu tahu harus punya gadget jenis apa. Atau kalau mau selingkuh, ada gadget yang bisa menyembunyikan aktivitas anda dari pemeriksaan 'interpol pribadi' alias istri. Wah, semakin lama iklan semakin tidak karuan. Kita pun semakin melupakan apa yang ada dipikiran Tuhan ketika Dia menciptakan kita lewat tanah liat dan menjadi hidup bernyawa dengan hembusan nafasNya.

Apa yang sedang Daud lakukan ketika ia menuliskan bagian Mazmur pada ayat bacaan hari ini? Apakah ia sedang mematut diri di depan cermin atau sedang merenung, entahlah. Tidak ada catatan apa yang sedang ia lakukan pada saat menuliskan ayat ini. Tapi apapun yang ia lakukan, satu hal yang pasti adalah ia sampai pada sebuah kesimpulan:  "Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Mazmur 139:14). Daud mengetahui dengan pasti bahwa dirinya bukanlah hanya kebetulan saja. Ia tidak diciptakan asal-asalan tanpa makna, tanpa rencana, tanpa tujuan. Daud tahu bahwa ia ada untuk sebuah tujuan, dan jiwanya menyadari bahwa Tuhan telah menyiapkan segalanya dengan cara yang dahsyat dan ajaib. Dia tahu pasti dirinya adalah hasil mahakarya Tuhan yang indah. Daud tidak hanya berbicara mengenai ketampanan atau kesempurnaan secara fisik, tetapi ia melihat dirinya sebagai sebuah kesatuan yang utuh, dan ia pun mengucapkan rasa syukurnya kepada Tuhan atas anugerah yang ia terima tersebut.

Betapa indahnya ayat dalam Mazmur 139:14 ini, yang sangat baik untuk kita renungkan secara mendalam hari ini. Tidakkah rasanya sangat melegakan jika kita mampu menyadari bahwa kita bukanlah hasil dari sebuah kesalahan, was not made as a mistake, bukan dibuat secara acak, sembarangan atau sia-sia, bukan pula diciptakan sebagai pecundang tanpa arah tujuan atau tanpa rencana, atau sengaja ditakdirkan sebagai orang susah? Kita bukanlah dibuat diciptakan seadanya dengan setengah hati, tetapi Tuhan justru mencurahkan segala yang terindah dalam menciptakan kita. Bak Seniman Agung Dia menciptakan manusia secara sangat istimewa. Tidak seperti ciptaan lainnya, kita diciptakan dengan gambar dan rupa Allah sendiri (Kejadian 1:26). Kita mendapatkan nafas hidup langsung dari hembusan Allah (2:7), tetap berada dalam telapak tangan dan ruang mataNya (Yesaya 49:16), dan sungguh semua itu memang benar-benar dahsyat dan ajaib adanya. Bagi Daud, sulit rasanya untuk bisa memahami jalan pikiran Tuhan ketika Dia membentuk buah pinggang dan menenun kita sejak dalam kandungan. (Mazmur 139:13). Ia pun berseru: "Dan bagiku, betapa sulitnya pikiran-Mu, ya Allah! Betapa besar jumlahnya!" (ay 17).

Apa yang ada dipikiran Tuhan saat Dia menciptakan kita secara istimewa dan menjanjikan begitu banyak hal yang indah penuh berkat bagi kita? Apapun alasan Tuhan bisa jadi sulit untuk bisa kita pahami, tetapi setidaknya maukah kita menyadari betul bahwa kita diciptakan secara khusus sebagai ciptaanNya yang teristimewa dan berhenti hanya memandang kekurangan-kekurangan kita? Maukah kita untuk fokus kepada apa kelebihan yang ditanamkan Allah sejak semula ketika Dia menciptakan kita dan bersyukur untuk itu dan berhenti menghakimi kekurangan kita, yang belum tentu merupakan sebuah kekurangan, karena hanya berdasarkan image keliru yang diciptakan pasar atau dunia saja? Jika kita menyadari hal ini dengan baik, kita akan mampu menyadari kebaikan Tuhan dalam diri kita, dan disaat itulah kita baru bisa menggali potensi-potensi yang ada untuk kemudian dipergunakan dalam segala hal yang memuliakan Allah.

Daud mampu melihat segala yang indah dalam dirinya sebagaimana ia diciptakan Tuhan. Ia menggambarkannya sebagai sesuatu yang "dahsyat dan ajaib". Itu Daud. Bagaimana kita memandang diri kita hari ini? Yang pasti, Tuhan sangat menganggap kita istimewa. Begitu istimewanya sehingga keselamatan pun Dia berikan kepada kita atas dasar kedahsyatan kasihNya lewat Kristus. Kita ada sebagaimana kita ada, itu karena kasih karunia Allah semata. (1 Korintus 15:10). Kalau memang disebut kasih karunia, apakah masih ada hal lain yang membuat kita terlihat jelek atau dianggap bertakdir tidak seberuntung mereka yang sukses? Kita diciptakan secara dahsyat dan ajaib, diberi talenta yang istimewa, dengan tujuan-tujuan khusus dimana damai sejahtera dan masa depan yang penuh harapan tertulis didalamnya. We are made special, with special purpose for a better future based on God's graceful plan. We are beautiful people, His beautiful and beloved children. That's who we are in His eyes. Berbagai iklan dan image yang ditawarkan dunia boleh berbicara sebaliknya, tapi dengan melihat dari sudut pandang Sang Pencipta, kita seharusnya bisa menghindari jebakan-jebakan tersebut dan mengubah paradigma kita akan nilai keindahan yang ada dalam diri setiap kita.

Whoever you are, you are special to Him

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, September 26, 2014

Lilin Mainan dan Tanah Liat

Ayat bacaan: Yesaya 64:8
======================
"Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu."

Saya masih ingat saat kecil saya sangat suka bermain-main dengan lilin mainan. Saya membentuk berbagai objek mulai dari orang, superhero, mobil, gedung, hewan dan objek lainnya. Kalau tidak pakai lilin dengan warna berbeda, saya mengecatnya supaya terlihat lebih realistis. Kalau ditanya apa yang menjadi karya terbaik saya, maka saya akan memilih sebuah kota yang terlihat hancur dengan beberapa superhero sedang melawan monster disana. Sayang semuanya saat ini sudah tidak ada lagi, dan kesibukan setelah dewasa membuat saya tidak lagi punya waktu untuk bermain-main dengan lilin-lilin ini.

Seperti orang-orangan yang dibuat dengan menggunakan lilin mainan, kita pun dibentuk dengan bahan yang mirip. Apa yang dipergunakan Tuhan dalam membentuk kita? Ayat bacaan hari ini menggambarkan hal itu. "Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu." (Yesaya 64:8). Kita dibentuk dengan menggunakan tanah liat dan memperoleh nyawa yang hidup dari hembusan nafas Tuhan sendiri (Kejadian 2:7). Kita ini ternyata tidak lebih dari seonggok tanah liat yang menjadi hidup lewat nafasNya sendiri. Dengan menyadari dasar eksistensi manusia ini, sudah seharusnya kita tidak boleh bersikap arogan, menyombongkan diri dan merebut semua yang menjadi hak Tuhan, Sang Pencipta kita.

Dalam ayat lain Yesaya mengatakan bahwa manusia tidaklah lebih dari embusan nafas semata, sehingga kita jangan pernah menaruh harapan terlalu tinggi pada sebuah figur atau sosok manusia. "Jangan berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22). Selain itu kita pun harus menyadari bahwa masa hidup kita di dunia singkat adanya. "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (Mazmur 90:10). Itu tidak sebanding dengan tujuan berikutnya yang kekal setelah masa yang fana ini selesai. Tidakkah menyedihkan kalau kita tidak menyadari hal ini dan masih merasa jauh lebih hebat dari orang lain, merasa punya kuasa untuk melakukan banyak hal semena-mena terhadap orang lain? Pada suatu ketika semua manusia harus siap untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan selama di dunia ini di hadapan Tuhan. Dan ingatlah bahwa pada waktu itu tidak akan ada lagi yang bisa kita lakukan selain menyerahkan semuanya kepada penghakiman Tuhan.

Kalau kita dibentuk dengan tanah liat, maka Tuhan adalah Penjunan kita. Objek yang dibuat tidak punya kekuasaan apa-apa melebihi Pembuatnya. Tanah liat tidak pernah bisa mengatur pembuatnya untuk membentuk dirinya sesuai dengan keinginannya. Tapi si pembuat pasti mengenal jenis tanah liat dan seperti apa ia bisa dibentuk agar bisa menghasilkan karya seindah mungkin. Demikianlah sebuah pelajaran yang dipetik oleh Yeremia lewat seorang tukang periuk. Dalam pembuka Yeremia 18 kita membaca bahwa Tuhan menyuruh Yeremia ke tukang periuk untuk mendapat pelajaran penting mengenai hakekat manusia dan hubungannya dengan Tuhan. "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." (Yeremia 18:4). Seperti itulah hasil pengamatan Yeremia. Lalu Tuhan berkata: "Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel!, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel!" (ay 6). Ya, Tuhanlah sang Penjunan atau Pembuat, sedang kita adalah tanah liat yang berada di tangan sang Pembuat. Karenanya bukan kehebatan kita yang bisa membuat kita menjadi baik, berkelimpahan dan selamat, namun semata-mata karena kehebatan Tuhan membentuk kita-lah maka kita bisa menjadi bejana-bejana yang indah. Kalau kita masih melakukan berbagai bentuk dosa, meninggikan diri sendiri, mencari pamor dan kekuasaan agar bisa seenaknya melakukan ketidakadilan dan kejahatan, itu artinya kita masih tidak menyadari betul jatidiri kita yang sebenarnya. Malah Alkitab mencatat demikian "Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5).

Jika Tuhan sebagai sang Penjunan atau sang Pembuat periuk/bejana yang mengenal karakter kita masing-masing, si "tanah liat", dengan sangat baik, apa yang menjadi rencanaNya? Tuhan berfirman: "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (29:11). Untuk mencapai tujuan itu, terkadang proses pembentukan karakter diperlukan, dan hal itu seringkali tidak nyaman bahkan mungkin menyakitkan. Tapi nantinya setelah proses itu dilewati, sebuah bejana yang sangat indah akan terbentuk.

Kita hanyalah tanah liat yang hidup dengan hembusan nafas Tuhan. Tidak seharusnya kita bersikap paling hebat di atas segala-galanya dan hidup seenaknya dengan kekuatan diri kita sendiri maupun orang lain. Ingatlah bahwa di atas sana ada Tuhan, Sang Penjunan yang begitu mengasihi kita dan tidak ingin satupun dari kita binasa. Jauhkanlah kesombongan dan keangkuhan dari diri kita. Hiduplah rendah hati, rajin menolong sesama dan berserahlah secara penuh kepada Tuhan dalam segala hal. Lakukan setiap aktivitas dengan sebaik-baiknya seperti untuk Tuhan sendiri, dan tetap muliakan Dia disana. Selama kita masih bernafas, pergunakanlah setiap nafas yang ada untuk memuji dan memuliakanNya.

Kita dibentuk dengan tanah liat dan hidup dengan hembusan nafasNya, pujilah Tuhan lewat segala yang kita lakukan dan dalam segala sisi kehidupan kita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, September 25, 2014

Bernafas: Berkat Tuhan yang Terabaikan

Ayat bacaan: Mazmur 150:6
=======================
"Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya!"

Pernahkah anda menghitung berapa kali anda perlu bernafas dalam sehari? Dahulu waktu saya masih kecil, saya pernah penasaran dan mencoba menghitungnya. Tapi karena saya waktu itu menghitung satu persatu, maka jelas itu tidak akan mungkin berhasil. Dari fakta ilmiah, rata-rata orang bernafas 20 kali per menit (dalam hitungan normal, tidak termasuk saat terengah-engah atau ketika panik). Berarti secara rata-rata orang bernafas 28.800 kali dalam sehari. Fakta ilmiah berikutnya adalah dalam satu kali bernafas manusia menghirup sekitar 0.5% udara. Benar kita butuh oksigen, tetapi bukan cuma oksigen yang terkandung disana. Biar tidak repot, ambil oksigen saja. Apabila oksigen yang disediakan Tuhan dalam udara yang kita hirup saat bernafas tidak gratis alias berbayar, apakah kita bakal mampu memenuhi biayanya supaya bisa tetap hidup? Harga satu liter oksigen saat ini ada di kisaran 20 ribu-25 ribu rupiah. Kalikan harga tersebut dengan 28.800 kali bernafas plus saat kita ngos-ngosan habis berlari, maka jumlah uang yang harus anda keluarkan untuk bisa hidup ternyata sangat besar. Oksigen saja sudah mencapai 700 juta rupiah lebih, belum hitungan gas-gas lain seperti nitrogen misalnya. Berapa (puluh) milyar uang yang harus kita peroleh setiap hari untuk bisa bernafas?

Ketika membahas hal ini dengan seorang teman beberapa waktu lalu, kami pun mengambil kesimpulan bahwa bernafas merupakan sebuah nikmat yang seringkali diabaikan manusia. Orang-orang yang melupakan Tuhan, yang menghujatNya, yang tidak percaya kepadaNya atau sekedar hobi melanggar ketetapanNya pun sama-sama butuh bernafas. Kalau hari ini mereka masih bisa bernafas dengan gratis, bagaimana mereka bisa tega melakukan kejahatan kepada Tuhan? Yang lebih aneh lagi, lihatlah berapa banyak manusia yang tidak peduli terhadap kebersihan udara. Jika anda tinggal di kota, anda akan sulit menemukan udara segar, bahkan di pagi hari sekalipun. Polusi terjadi dimana-mana dan berbagai gas beracunlah yang mau tidak mau anda hirup. Saya memilih tinggal jauh dari keramaian kota, di atas gunung yang udaranya masih relatif lebih baik. Tapi berapa lama lagi udara segar ini akan bertahan? Apa yang akan terjadi ketika pengembangan kota mengarah ke sini membawa serta segala polusi dari berbagai jenis asap dan berbagai emisi karbon? Tingkat polusi dunia semakin lama semakin parah. Orang bisa melakukan itu jelas karena mereka tidak menyadari bahwa bernafas merupakan berkat atau nikmat dari Tuhan yang sesungguhnya luar biasa.

Sekarang mari kita lihat dari sisi Tuhan. Seperti apa nilai nafas bagi Tuhan sendiri? Mari lihat ayat berikut ini: "ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup." (Kejadian 2:7). Kalau kita menghembuskan nafas ke arah segenggam debu tanah, mungkin tidak akan ada apa-apa yang terjadi selain debu akan beterbangan kemana-mana. Tapi saat Tuhan menghembuskan nafasnya kepada debu tanah, yang terjadi adalah manusia ciptaanNya berubah menjadi mahluk yang hidup! Manusia yang begitu rumit, kompleks, lengkap dengan kemampuan berpikir, akal budi, memiliki perasaan, bisa mengasihi, bisa berkembang biak dan bahkan dijanjikan sebuah kehidupan kekal kelak di sisi Allah sendiri, nyawanya berasal dari hembusan nafas Tuhan sendiri. Kalau kita tidak bisa hidup tanpa bernafas, bagi Tuhan hembusan nafas ternyata mendatangkan hidup.

Kebanyakan orang mengabaikannya, tapi sepertinya Pemazmur sudah menyadari hal ini pada jamannya. Ia menulis: "Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya!" (Mazmur 150:6). Bagi saya ayat ini sungguh unik, karena Pemazmur bukan menyebutkan semua mahluk hidup, semua ciptaan Tuhan dan sebagainya, tapi justru menitikberatkan kepada semua yang punya kemampuan bernafas. Ini adalah sesuatu yang patut kita renungkan. Atas berkat Tuhan yang luar biasa dengan kemampuan kita bernafas menghirup udara yang masih gratis, dan dengan menyadari bahwa hidup kita sesungguhnya berasal dari nafas Tuhan sendiri, tidakkah pantas kalau kita memujiNya?

Untuk apa nafas kita pakai sehari-hari? Mungkin kita terengah-engah ketika naik tangga atau saat sedang kelelahan. Di saat lain kita mungkin mengisi saat-saat kita bernafas dengan berkeluh kesah atau menyesali hidup, atau tengah bergosip, bergunjing, atau juga mengeluarkan kata-kata kasar, kotor dan tidak pantas. Kalau itu masih kita lakukan, artinya kita belum menyadari betapa besarnya berkat Tuhan atas nafas yang masih bisa kita lakukan saat ini. Pemazmur bisa melihat sisi lain dari sebuah nafas. Ketika nafas ini masih berada pada kita, adalah baik jika itu dipakai untuk alasan yang tepat, sebuah alasan yang menjadi landasan kita untuk hidup, yaitu untuk memuji Tuhan. To worship Him, baik dengan memujiNya secara langsung dengan kata-kata maupun dengan menjaga perkataan dan perbuatan yang kita lakukan/ucapkan selagi masih bernafas. Ayat ini pun menjadi penutup dari rangkaian kitab Mazmur yang panjang itu.

Nafas tidak bisa kita simpan untuk dipakai kemudian. Jika kita memilih untuk menahan nafas, maka kita akan melewatkan kesempatan untuk itu. Bahkan jika kita menahannya untuk waktu yang lama kita bisa pingsan lalu mati. Karena itulah selagi nafas itu masih ada dalam diri kita, kita harus mampu mempergunakannya dengan sebaik-baiknya demi kemuliaan Tuhan. Memuji, menyembahNya dan mensyukuri kebaikan-kebaikan Tuhan bagi diri kita. Jangan sampai kita menyia-nyiakan nafas yang telah Dia anugerahkan kepada kita dengan hal-hal yang menyakiti hatiNya. "Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada.." (Kisah Para Rasul 17:28), menyadari itulah kita harus mempergunakan setiap kesempatan yang ada dalam hidup kita, selagi nafas masih ada, untuk terus memuji dan memuliakan Tuhan.

Meskipun kita tidak akan pernah bisa menghembuskan nafas ke dalam segenggam debu tanah untuk menghidupi seorang manusia, tapi nafas yang kita miliki bisa dipakai untuk mengeluarkan kata-kata penghiburan bagi yang sedang susah. Kita bisa menaikkan pujian dan penyembahan, kita bisa menggunakannya untuk hal-hal baik yang berkenan bagi Tuhan dan bemanfaat bagi sesama. Jika kita mempergunakan nafas yang kita miliki untuk hal-hal yang demikian, disanalah kita bisa memuliakan Tuhan. Dan dengan cara itulah kita tidak menyia-nyiakan nafas kita selagi masih ada. Seperti apa anda mempergunakan nafas hari ini? Sudahkah Tuhan dipuji dalam setiap nafas yang kita ambil?

Pergunakanlah berkat bernafas selagi masih ada untuk memuji Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, September 24, 2014

Kaya Dalam Kemurahan (2)

(sambungan)

Kembali kepada cerita tentang jemaat Makedonia, Paulus mengatakan "Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka. Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus. ereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami." (ay 3-5). Bukankah luar biasa saat kita menyaksikan perbuatan seperti ini datang justru bukan dari orang-orang yang hartanya berlebihan, tapi justru datang dari orang yang miskin secara materi?

Kalau kita menjalankan sungguh-sungguh iman kita dengan perbuatan nyata, pada akhirnya kita akan sampai pada kesimpulan bahwasanya "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35). Ini hanya akan muncul jika kita memiliki iman yang sungguh percaya bahwa Tuhan sanggup mencukupkan kita akan segala sesuatu. Tanpa itu, kita hanya akan terus merasa kekurangan, terus menimbun harta tanpa ada rasa cukup, dan cepat atau lambat kita akan menjadi hamba uang. Tidak akan ada lagi sukacita, meski harta berlimpah. Orang mungkin berpikir bahwa hidup akan begitu mudah ketika segalanya berlimpah, padahal mereka lupa bahwa disamping kekayaan harta, kita perlu pula kuasa untuk menikmatinya, dan itu pun juga karunia Tuhan. "Setiap orang yang dikaruniai Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bahagiannya, dan untuk bersukacita dalam jerih payahnya--juga itupun karunia Allah." (Pengkotbah 5:19). Tanpa kuasa untuk menikmati, niscaya segala yang kita kumpulkan tidak akan pernah bisa membahagiakan kita.

Karena itu, mengapa kita harus takut dan berpelit-pelit untuk memberkati orang lain yang lebih sulit hidupnya daripada kita? Tuhan Yesus sendiri mengajarkan demikian: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Dalam kisah tentang ibu janda miskin yang memberi dalam kemiskinannya yang tertulis pada Lukas 21:1-4 kita melihat hal yang sama juga. Ia memang memberi hanya dua peser. Namun dibanding orang-orang kaya yang memberi banyak ke dalam kotak persembahan, Yesus mengatakan bahwa si ibu janda yang miskin ternyata dianggap memberi lebih banyak dari semua yang kaya itu. Alasannya, "Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya." (ay 4). Kembali kita melihat bahwa meski ibu janda ini miskin harta, namun ia kaya dalam kemurahan.

Tuhan sanggup memberkati pekerjaan kita secara berkelimpahan. Tuhan tidak akan pernah kekurangan cara untuk melimpahkan berkatNya bagi kita. Ingatlah bahwa memberi kepada mereka yang membutuhkan adalah tanggung jawab kita. Dengan menolong orang yang kesusahan, itu artinya kita memenuhi hukum Kristus. (Galatia 6:2). Sebab, "sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 5:40). Hidup kita Tuhan sanggup pelihara. Yang penting adalah melakukan dengan taat segala yang diperintahkan Tuhan dengan penuh sukacita. Berilah maka kamu akan diberi, itu janji Tuhan. Di samping itu, hati yang bersyukur akan kebaikan Tuhan akan selalu kaya dalam kemurahan.

Memberi disaat berlebih itu baik, tapi tidak sulit dilakukan. Sebuah level baru akan kita capai saat kita bisa bersukacita dalam memberi meski hidup tengah berada pada kondisi yang tidak memihak kita. Pemberian yang disertai dengan pengorbanan seperti yang dilakukan oleh jemaat Makedonia dan juga ibu janda yang miskin ternyata bernilai sangat tinggi bagi Tuhan. Karenanya, marilah kita lebih peka lagi terhadap jeritan orang-orang di sekitar kita yang butuh pertolongan. Mari kita sisihkan sebagian dari apa yang kita miliki, termasuk di dalamnya waktu, tenaga atau pikiran kita, agar mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian menghadapi masalah. Lewat diri kita, kemuliaan Tuhan bisa dinyatakan dalam hidup mereka.

Jadilah seperti jemaat Makedonia yang kaya dalam kemurahan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, September 23, 2014

Kaya dalam Kemurahan (1)

Ayat bacaan: 2 Korintus 8:2
=======================
"Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan."

Bagi banyak orang, memberi tergantung dari banyak tidaknya uang berlebih. Ada yang mengikuti like and dislike alias suka atau tidak, suasana hati atau mood. Kalau lagi mood ya dikasih, kalau lagi tidak ya biarkan saja. Ada yang memberi karena ingin terlihat hebat di mata orang lain, bahkan ada pula yang memberi untuk 'mencuci' dosa. Di desa dibelakang rumah saya para ibu sedang heboh menceritakan seorang pria. Ceritanya ia baru saja menyumbang 30 juta rupiah ke rumah ibadah di lingkungan itu. Ia tidak mau menyebutkan dari siapa uang itu berasal. Ia mau disebut hanya sebagai hamba Allah, tapi lucunya itu ia ucapkan dengan keras di depan banyak orang. Orang mengenalnya, orang tahu berapa jumlah sedekahnya. Terus untuk apa pakai tidak mau sebut nama segala? Satu hal yang sama dari contoh-contoh diatas adalah bahwa pemberian seperti itu bukanlah pemberian yang didasarkan oleh kemurahan. Kenyataannya seseorang tidak perlu kaya terlebih dahulu agar bisa memberi dengan kemurahan hati, sebaliknya orang yang sudah kaya sekalipun bisa merasa tidak kunjung cukup agar bisa memberi.

Seringkali pemberian hanya didasarkan pada untung-rugi. Kita royal ketika memberi kepada sebagian orang saat kita kita bersenang-senang, tetapi sulit memberi ketika hal itu tidak berkaitan secara langsung pada kesenangan kita. Kita royal ketika punya agenda tertentu, tapi sulit kalau hanya memberi tanpa mendapat imbalan. Apalagi kalau sedang merasa kekurangan. Mungkin mudah memberi ketika sedang berlebih, namun tidak mau ketika sedang dalam kekurangan. Ada banyak orang yang berkata, "jangankan memberi, untuk diri sendiri saja belum cukup." Padahal terkadang ukuran cukup dan tidak ini begitu bias dan sangat subjektif sifatnya. Kita seringkali lupa bahwa di saat kita merasa tidak cukup, ada banyak yang justru untuk makan satu kali sehari saja sudah bukan main susahnya.

Suatu kali kepada jemaat Korintus, Paulus bersaksi mengenai bagaimana pertumbuhan kasih karunia yang terjadi pada jemaat di Makedonia. Mungkin saat itu disana ada banyak orang yang beranggapan seperti di atas, hanya memberi ketika mereka sedang berkelimpahan. Saat diberitahukan bahwa jemaat Makedonia memberi begitu banyak, dengan mudah orang akan beranggapan bahwa mereka adalah jemaat yang kaya raya. Tapi Paulus mengatakan sebaliknya. "Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan." (2 Korintus 8:2). Bagaimana mungkin orang yang sedang mengalami banyak penderitaan dan sedang kesusahan dari segi finansial hatinya bisa meluap penuh sukacita sehingga bisa kaya dalam kemurahan? Tapi begitulah jemaat di Makedonia waktu itu. Kemurahan hati yang mereka miliki bukanlah berasal dari harta kekayaan mereka, namun berasal dari sukacita meski berada dalam kemiskinan dan penderitaan! Ini adalah sebuah contoh nyata bahwa orang yang miskin pun bisa kaya dalam kemurahan. Kemurahan tidak tergantung dari jumlah harta, dari kondisi, dari suasana hati atau ada tidaknya yang ingin kita peroleh dengan memberi, tetapi itu berasal dari sukacita dalam Tuhan.

Bagaimana mereka bisa beroleh sukacita meski dalam keadaan yang tidak kondusif seperti itu sehingga mereka masih bisa bermurah hati? Mereka menyadari betul akan kasih karunia yang dianugerahkan oleh Tuhan. Mereka boleh saja miskin harta, namun mereka kaya dalam kemurahan. Hati mereka tetap dipenuhi luapan ucapan syukur. Mereka tahu bahwa Tuhan ada beserta mereka dan menjanjikan mereka keselamatan, dan untuk itu tidak ada yang perlu mereka cemaskan sama sekali. Mereka akan memberi, dan terus memberi, dan mereka tahu pasti bahwa Tuhan akan selalu jaga hidup mereka sehingga tidak perlu kuatir meski mereka sendiri sedang dalam kemiskinan. Miskin dan kaya, itu relatif, tergantung bagaimana kita mensyukuri apa yang ada pada hidup kita hari ini. Kita bisa saja lebih miskin dari orang lain disekitar kita secara finansial, namun itu bukan berarti kita harus miskin iman pula untuk percaya kepada penyertaan Tuhan.

(bersambung)


Monday, September 22, 2014

Makna/Nilai Spiritual Dalam Kerja

Ayat bacaan: Kolose 3:23
===================
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk  manusia."

Banyak orang yang menempatkan antara kehidupan rohani dan kehidupan sehari-hari dalam dua bagian yang berbeda. Urusan rohani ya rohani, urusan dunia ya dunia. Kerja menjadi bagian dari dunia yang dianggap tidak ada kaitannya dengan kerohanian. Kalaupun ada kerja yang berhubungan dengan rohani, ya itu urusan pendeta, tim musik, diaken dan sebagainya, bukan pekerjaan di market place. Kerja murni urusan menyambung hidup, mencari nafkah memenuhi kebutuhan diri dan keluarga. Urusan rohani nanti lewat doa, nyanyi pujian dan penyembahan dan kalau ada waktu, kapan-kapan baca Alkitab sedikit. Bentuk kehidupan seperti ini dijalankan oleh banyak orang. Salah seorang karyawan muda pernah berkata seperti ini: "Kalau memang mau punya penghasilan ya kerja, urusan rohani sih beda lagi. Masa saya hanya harus berdoa saja sepanjang hari?" Inilah bentuk kekeliruan pemahaman akan makna dan tujuan dalam bekerja. Mereka mengartikan bahwa membangun iman hanya urusan spiritual dan terpisah dari aktivitas sehari-hari termasuk bekerja. Kalau dibilang Tuhan harus dilibatkan disana, mereka mengira bahwa itu artinya mereka harus terus berdoa sehingga waktu untuk bekerja menjadi terganggu.

Kita bekerja untuk menyambung hidup, itu benar. Bahwa kita harus bekerja untuk mencari nafkah, mencukupi kehidupan rumah tangga dan kebutuhan istri dan anak-anak, itupun benar. Bekerja merupakan kewajiban bagi kita untuk dilakukan dengan serius dan sungguh-sungguh. Bahkan secara tegas Paulus berkata "Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10). Tapi kita tidak boleh lupa bahwa pekerjaan dan kehidupan rohani tidaklah boleh dipisahkan. Tidak ada kemalasan dalam kamus kehidupan kekristenan. Jika kita melihat orang-orang yang dipakai Tuhan di sepanjang alkitab, kita pun akan menemukan bahwa mereka yang dipakai Tuhan adalah orang-orang yang kedapatan tengah bekerja. Tuhan tidak memakai orang malas, Dia tidak pernah berkenan kepada sikap seperti ini. Tetapi kita harus ingat bahwa prinsip kekristenan memandang kerja bukan hanya sekedar untuk menyambung hidup atau mencari nafkah saja, melainkan juga untuk memuliakan Tuhan di dalamnya. Lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan, bekerja seharusnya juga memiliki makna spiritual di dalamnya. Seperti apa makna/nilai spiritual dibalik kerja?

Dalam Kejadian 2 kita bisa membaca mengenai tugas manusia, ciptaan Tuhan yang teristimewa lewat perintahNya kepada Adam. Adam ditugaskan untuk "mengusahakan dan memelihara taman Eden" (Kejadian 2:15), lebih lanjut juga ditugaskan seperti ini: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (1:28). Perhatikan bahwa Adam bukan ditugaskan untuk berdoa, menyanyi dan menari untuk Tuhan, tetapi untuk melakukan serangkaian tugas seperti yang tertulis dalam ayat di atas. Artinya untuk menyenangkan dan memuliakan Tuhan kita bukan hanya terbatas pada kegiatan-kegiatan kerohanian semata, tapi lewat pekerjaan atau profesi kita sehari-haripun kita harus memperhatikan untuk melakukan hal-hal yang bisa menyenangkan hati Tuhan, dimana Tuhan dimuliakan di dalamnya.

Selanjutnya mari kita lihat sejenak sosok Paulus. Paulus adalah seorang yang giat dalam mewartakan berita keselamatan kemanapun ia pergi. Dia tidak takut, dia tidak bersungut-sungut, dia tidak hitung-hitungan untung rugi, semua dia lakukan karena ketaatan dan kasih yang besar kepada Kristus. Bahkan nyawanya sekalipun ia berikan demi menjalankan apa yang telah ditugaskan kepadanya. Meski demikian, Paulus masih tetap harus bekerja. Alkitab mencatat bahwa Paulus bekerja sebagai pembuat kemah dalam Kisah Para Rasul 18:2-3, yang digunakan untuk membiayai keperluan dan kebutuhannya beserta teman-teman sekerja dalam melayani. (20:34). Paulus tidak meminta hak khusus untuk tidak bekerja, meskipun waktu dan fisiknya jelas tersita untuk melayani kemana-mana. Ia mengalami deraan, siksaan dan sebagainya, namun ia tetap menjalankan profesinya. Bahkan lebih dari sekedar untuk membiayai pelayanan, Paulus pun menyatakan bahwa ia bekerja agar bisa memberi, membantu orang lain. "Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (ay 35). Dari rangkaian fakta ini kita bisa menyimpulkan bahwa Paulus menyadari ia bisa memuliakan Tuhan lewat pekerjaannya. Tidak bersungut-sungut dalam melayani dan bekerja sekaligus, membiayai pelayanannya dan rekan-rekan, plus memberi bantuan kepada orang lain, bukankah semua itu merupakan sesuatu yang berharga di mata Tuhan? Artinya jelas, ada makna atau nilai spiritual yang harus terkandung di dalam pekerjaan yang kita lakukan sehari-hari.

"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk  manusia." (Kolose 3:23). Ayat ini mengikuti ayat sebelumnya yang berbunyi "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan." (ay 22). Ada sebuah alasan yang lebih dari sekedar menyambung hidup dalam bekerja, yaitu untuk menyenangkan hati Tuhan. Dan karena itulah kita dituntut untuk bekerja dengan serius dan sungguh-sungguh, bukan seperti untuk manusia melainkan seperti untuk Tuhan.

Tokoh reformasi Martin Luther suatu kali mengatakan: "Even if I knew that tomorrow the world would go to pieces, I would still plant my apple tree." Ia akan tetap bekerja, menanam agar menghasilkan buah meskipun besok dunia hancur lebur. Semua ini hendaknya bisa membuka cakrawala pemikiran kita bahwa sudah seharusnya pekerjaan kita memiliki nilai spiritual yang sama dalamnya dengan segala kegiatan kerohanian kita seperti berdoa, membaca firman Tuhan, beribadah, bersekutu dan sebagainya. Bekerja adalah sebuah hal yang mendapat perhatian penting bagi Tuhan, bukan saja karena Tuhan tidak menyukai orang malas tetapi karena disana ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menyatakan kemuliaan Tuhan, memperluas Kerajaan Allah di muka bumi dan menjadi saluran berkat bagi sesama. Kita harus memandang dan memperlakukan pekerjaan kita sama serius dan dalamnya seperti segala kegiatan kerohanian kita dan harus serius mengaplikasikan ketetapan Tuhan didalamnya. Dengan melakukan itu kita akan tahu bagaimana menyikapi peningkatan karir/usaha, terhindar dari kesombongan dan tidak jatuh ke dalam kegiatan korupsi, suap menyuap, menyalahgunakan jabatan dan berbagai penyelewengan lainnya dan hal-hal negatif lainnya yang kerap muncul ketika seseorang tidak tahu bagaimana menyikapi kemajuan dalam profesinya. Mari kita pastikan bahwa kita telah memandang pekerjaan atau profesi kita hari ini dari kacamata spiritual agar kita menjalankan pekerjaan dan profesi kita seperti apa yang Tuhan kehendaki.

Lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan hidup, bekerja mengandung nilai-nilai spiritual yang tidak boleh diabaikan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, September 21, 2014

Mengejar Kekayaan Sebagai Motivasi Bekerja (2)

(sambungan)

Sebuah kehidupan yang baik tidaklah diukur dari seberapa besar kekayaan yang dimiliki. Kebahagiaan, kesejahteraan dan kenyamanan tidaklah bergantung dari seberapa besar angka yang ada pada kita saat ini. Tuhan Yesus mengingatkan kita untuk memiliki prioritas yang benar, "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Mencari Kerajaan Allah bukan berarti bahwa kita hanya diminta untuk terus berdoa sepanjang waktu tanpa melakukan apa-apa, tapi itu artinya kita harus mulai berpikir untuk menempatkan Tuhan di atas segala sesuatu yang kita lakukan termasuk dalam bekerja. Menjadi agen-agen Tuhan yang melakukan pekerjaan sesuai prinsip-prinsip kebenaran di market place, menunjukkan bahwa dengan mengikuti firman dalam bekerja tidaklah membuat kita menjadi miskin tetapi justru memperoleh apa yang menjadi bagian kita dengan diberkati Tuhan. Kalaupun memang ingin kaya, itu bukanlah kaya akan harta tapi yang terbaik adalah kaya dalam kemurahan. (2 Korintus 8:2).

Kalau saya ditanya apa yang seharusnya dijadikan motivasi untuk bekerja, saya akan berkata bahwa yang terbaik adalah:
- Melakukannya untuk memuliakan Tuhan
- Menggenapi rencana Tuhan dalam hidup saya
- Mempertanggungjawabkan talenta dan panggilan Tuhan
- Menjadi saluran berkat bagi sesama

Bolehkah menjadi kaya? Boleh. Tapi perhatikan benar untuk apa kekayaan itu kita miliki. Apakah untuk memuaskan diri sendiri, untuk menindas orang lain, untuk dipakai sebagai alat kekuasaan, mencari nama, pamor, status atau menganggap harta kekayaan sebagai sumber kebahagiaan, atau sebaliknya untuk memuliakan Tuhan dan memberkati sesama. Perhatikan baik pula darimana kita memperoleh harta itu, apakah lewat jalan-jalan yang keliru, melanggar ketetapan Tuhan dan merugikan orang lain atau lewat usaha yang jujur dan sungguh-sungguh.

Sebuah pekerjaan hendaklah dilakukan dengan sebaik-baiknya tanpa berhitung untung rugi, bahkan diwajibkan untuk melakukan itu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (Kolose 3:23). Ingatlah bahwa kebahagiaan, kesejahteraan, kenyamanan dan sebagainya semua datang dari Tuhan, bukan dari segala harta kekayaan yang kita kumpulkan. Jangan sampai motivasi bergeser menjadi hamba uang, tetapi lakukanlah pekerjaan dengan sebaik-baiknya disertai rasa syukur akan Tuhan. Muliakan Tuhan disana, jadikan itu sebagai landasan untuk mempertanggungjawabkan semua yang diberikan Tuhan dan jangan lupa memberkati orang lain melalui apa yang telah kita terima. Betapa indahnya jika apa yang kita miliki berasal dari hasil jerih payah lewat kejujuran dan keseriusan dalam bekerja yang diberkati Tuhan. Apapun pekerjaan anda saat ini, selama tidak menyimpang dari firman Tuhan, lakukanlah dengan sungguh-sungguh, walaupun mungkin apa yang anda peroleh belum cukup untuk memenuhi kebutuhan anda sekeluarga. Percayalah Tuhan mampu memberkati anda lewat banyak hal. Dia tidak pernah kekurangan cara untuk mencukupi kebutuhan anda sehingga anda tidak berkekurangan tanpa harus berkejar-kejaran memburu harta dan mengorbankan segalanya.

Money can't buy happiness, because the true happiness lies in God alone

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, September 20, 2014

Mengejar Kekayaan Sebagai Motivasi Bekerja (1)

Ayat bacaan: Amsal 23:4
===================
"Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini. Kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa seperti rajawali."

"Kalau bukan untuk kaya, buat apa bekerja?" Demikian kata seseorang pada suatu kali. Secara umum bekerja diasosiasikan sebagai kegiatan untuk mencari nafkah, memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam hidup mulai dari makan, pakaian, perumahan sampai hal-hal lainnya baik yang memang penting maupun yang kurang atau tidak penting. Tapi selain untuk memenuhi kebutuhan hidup, ada banyak pula tujuan atau motivasi yang mendorong seseorang untuk bekerja. Misalnya demi gengsi, agar punya aktivitas atau sekedar melakukan sesuatu, untuk memenuhi keinginan orang tua, atau bahkan agar mendapat lampu hijau dari calon mertua, seperti yang kerap saya dengar dari banyak orang. Ada banyak hal yang menjadi dasar bagi orang untuk bekerja, termasuk untuk memperoleh hasil yang lebih dari sekedar memenuhi atau menafkahi kebutuhan yaitu untuk mengejar kekayaan seperti yang diucapkan seseorang di awal ilustrasi tadi.

Menjadi kaya. Itu boleh jadi menjadi motivasi orang dalam bekerja, tapi sesungguhnya bukanlah merupakan tujuan yang baik dan mendatangkan manfaat bagi kita. Sepintas mungkin terlihat benar, karena dengan kekayaan kita bisa membeli apapun yang kita mau tanpa harus banyak pertimbangan. Namun bukankah ada banyak hal-hal yang justru mendatangkan kerugian, menjadi sumber masalah atau bahkan menjadi awal kehancuran dari apa yang kita miliki? Bukan berarti kita tidak boleh menjadi kaya ; Tuhan pun ingin kita ada dalam kondisi berkelimpahan; tetapi kekayaan tidak akan pernah baik untuk dijadikan motivasi dalam bekerja. Keinginan untuk menjadi kaya cepat atau lambat akan menggoda orang untuk melakukan korupsi, mulai dari sedikit-sedikit sampai dengan mengemplang uang jutaan miliaran atau trilunan. Motivasi untuk menjadi kaya akan membuat orang yang mengadopsi pemikiran ini menghalalkan segala cara termasuk kalau memang harus, mengorbankan orang lain. Jalan untuk memperoleh lebih dari upah resmi pun ada banyak. Ada yang memilih jalan okultisme. Ada yang jadi kecanduan judi. Ada yang akhirnya merampok, mencuri, bahkan membunuh demi harta. Ada yang jatuh dalam dosa perzinahan karena hal ini. Masalahnya berapa banyak yang harus dikumpulkan untuk mencapai sebuah status kaya? Faktanya, manusia punya kecenderungan untuk sulit puas. Bukankah secara alami manusia akan berpikir bahwa apabila bisa mendapatkan penghasilan 2 kali lipat, kenapa harus puas dengan nominal standar? Tidak akan ada angka final yang bisa membuat kita mencapai kepuasan jika kita terus memandang hidup dari sisi ini. Tidak heran jika dikatakan akar dari segala kejahatan adalah cinta akan uang. (1 Timotius 6:10). Bermula dari mengejar harta, orang bisa terjerumus ke dalam berbagai dosa yang semakin lama akan semakin parah.

Pertanyaannya, apakah kekristenan melarang jemaat untuk kaya? Apakah kekristenan mengharamkan bekerja keras untuk mencari penghasilan? Tentu saja tidak. Seperti yang saya bilang diawal, Tuhan sendiri justru ingin kita berada dalam kondisi yang berkelimpahan, bukan berkekurangan atau pas-pasan. Yang dipermasalahkan bukanlah uangnya, tetapi motivasinya. Bukan uang, tetapi cinta uang. Menjadi kaya boleh saja dan tentu baik sepanjang diperoleh dengan cara-cara yang benar dan dipergunakan untuk menjadi saluran berkat dan memperluas Kerajaan Allah di muka bumi ini, tetapi itu tidak akan pernah baik apabila dijadikan dasar motivasi dalam bekerja.

Pengkotbah menulis panjang lebar mengenai betapa sia-sianya kekayaan sebagai motivasi hidup. Lihat ayat berikut ini: "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia. Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya selain dari pada melihatnya? Enak tidurnya orang yang bekerja, baik ia makan sedikit maupun banyak; tetapi kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur." (Pengkotbah 5:11). Miskin bikin orang tidak bisa tidur, tapi kaya pun bikin sulit tidur juga. Pengkotbah mengatakan apa yang bisa membuat kita tidur nyenyak adalah mensyukuri apa yang kita peroleh sebagai hasil kerja kita tanpa memandang besarannya. "There is a serious and severe evil which I have seen under the sun.." kata Pengkotbah, "riches were kept by their owner to his hurt". (ay 12). Mati-matian mengejar harta dengan motivasi yang salah adalah seperti orang yang berlelah-lelah menjaring angin, alias sia-sia. Semua itu bisa habis dalam sekejap mata. Yesus mengatakan bahwa niat mengumpulkan harta di dunia akan sia-sia, karena setiap saat ngengat dan karat bisa merusakkannya, pencuri pun bisa membongkar dan mencurinya. (Matius 6:19). Penulis Amsal mengingatkan demikian: "Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini. Kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa seperti rajawali." (Amsal 23:4) Ia berkata: kalau pikiran kita mulai mengarah kepada niat untuk menjadi kaya, tinggalkanlah niat itu segera, karena sesuatu yang fana seperti itu setiap saat bisa lenyap tak berbekas. Mencari jalan pintas untuk menjadi kaya dalam sekejap mata tidak akan pernah membawa kebaikan.

(bersambung)

Friday, September 19, 2014

Filosofi Bekerja (3)

(sambungan)

Dalam perumpamaan tentang talenta yang diberikan Yesus dalam Matius 25:14-30 kita bisa melihat seperti apa talenta itu diberikan dalam hubungannya dengan penggenapan rencana Tuhan. Jumlah talenta berbeda-beda, yang terkecil adalah satu. Lima memang lebih banyak dari dua, dan dua lebih banyak dari satu. Tapi bukankah satu pun merupakan pemberian yang harus kita syukuri dan kembangkan? Satu talenta itu senilai seribu uang emas. Satu uang emas saja sudah banyak, apalagi seribu. Jadi sesungguhnya satu talenta itu pun sudah merupakan kepercayaan besar yang diberikan Tuhan kepada kita. Berapapun yang diberi, kita harus bersyukur dan mempergunakannya untuk memuliakan Tuhan. Berapapun yang dipercayakan, kita harus mampu mengelolanya dengan baik untuk tujuan-tujuan yang mulia. Berapapun jumlahnya, kita harus mampu melipatgandakannya agar kita bisa diberi kepercayaan lebih lagi oleh Tuhan. Betapa senangnya Tuhan jika kita melakukan dan menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

Tuhan menghargai orang-orang yang bersungguh hati dalam menjalankan pemberianNya. Jika kita melakukan seperti itu, maka jawaban "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu" akan kita terima, tidak peduli berapapun talenta yang awalnya dipercayakan kepada kita.

Tidak ada tempat bagi kemalasan bagi anak-anak Tuhan. Jika kita melihat perjalanan para tokoh Alkitab, kita akan melihat pula bahwa mereka semua adalah pekerja keras dan tidak satupun yang bermalas-malasan. Semua pasti lelah, tapi mereka tetap punya kemauan dan semangat karena mereka tahu bahwa semua itu merupakan berkat yang berasal dari Tuhan, dan Tuhan menjanjikan keberhasilan yang gemilang dalam setiap pekerjaan baik yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam namaNya. Tuhan menjanjikan kita sebagai "kepala dan bukan ekor, tetap naik dan tidak akan turun" (Ulangan 28:13) jika kita setia melakukan segala yang Dia berikan kepada kita.

Selanjutnya lihatlah firman Tuhan ini: "Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina." (Amsal 22:29). Seperti itulah ganjaran terhadap orang-orang yang cakap dalam pekerjaannya, yang melakukan pekerjaannya dengan serius dan sungguh-sungguh. Jika Tuhan menyertai, apapun yang kita kerjakan akan dibuatNya berhasil. (Kejadian 39:2,3,23). Bersyukurlah atas pekerjaan yang bertumpuk, yang berat, karena semua itu merupakan berkat yang tak ternilai besarnya dari Tuhan, dan dibalik itu semua keberhasilan pun telah Dia sediakan bagi kita.

Adakah diantara anda yang saat ini merasa bahwa usaha yang anda kerjakan seolah berjalan di tempat? Anda merasakan kelelahan yang seperti tidak sebanding dengan yang anda peroleh? Tetap syukuri semua sebagai berkat dari Tuhan, dan syukuri pula karena setidaknya kita sudah lebih baik dari orang yang masih bermalas-malasan tanpa mau melakukan apapun. Selelah apapun, Tuhan menjanjikan kelegaan dan akan selalu memberikan kekuatan. Ketika anda pergi tidur, anda akan bangun dengan berkat yang baru setiap pagi yang berasal dari Tuhan. (Ratapan 3:22-23). Ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, itu artinya kepercayaan yang Tuhan berikan pun besar. Maka lakukanlah itu dengan sebaik-baiknya, sebab Tuhan telah membekali dengan talenta yang tidak sedikit pula dan sudah menyediakan segala yang diperlukan agar anda bisa berhasil. Pakailah itu untuk memuliakan Tuhan.

Lelah karena banyak kerjaan? Bersyukurlah dan tetap lakukan yang terbaik

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, September 18, 2014

Filosofi Bekerja (2)

(sambungan)

Tidak satupun manusia yang dijadikan untuk menjadi gagal dalam hidup. Jadi apabila kita masih belum sukses, kita perlu memeriksa poin di atas satu persatu. Mungkin ada yang masih luput dari perhatian kita, mungkin kita keliru mengambil pekerjaan yang tidak sesuai dengan talenta yang diberikan dan/atau panggilan kita, mungkin ada faktor-faktor yang masih menghambat dan sebagainya. Yang pasti Tuhan punya rencana besar bagi setiap kita, Dia merancang sebuah kehidupan yang penuh damai sejahtera dan mengarah kepada masa depan yang penuh harapan.

Apa yang dibutuhkan dari kita? Ada dua hal, yaitu kemauan dan semangat. Kedua hal ini tergantung dari kita sebagai bagian dari kehendak bebas atau free will yang juga merupakan anugerah dari Tuhan. Beberapa waktu lalu saya mendapat sebuah hikmat yang mengatakan bahwa selama ada kemauan dan bakat, sukses pasti akan mengikuti. Pada waktu itu satu pertanyaan saya adalah: kenapa pasti? Dari topik kita hari ini jawabannya kita peroleh, yaitu karena yang lain sudah disediakan oleh Tuhan sendiri.

Secara jelas Tuhan memberi penjelasan yang saya anggap sebagai kesimpulan dari rangkaian ayat yang telah kita baca di atas. "Demikianlah harus bekerja Bezaleel dan Aholiab, dan setiap orang yang ahli, yang telah dikaruniai TUHAN keahlian dan pengertian, sehingga ia tahu melakukan segala macam pekerjaan untuk mendirikan tempat kudus, tepat menurut yang diperintahkan TUHAN." (Keluaran 36:1). Ini merupakan gambaran yang jelas tentang apa sesungguhnya yang harus kita lakukan dan perhatikan dalam bekerja atau mengusahakan sesuatu.

Mari kita penggal ayat dalam Keluaran 36:1 ini dalam 3 bagian agar terlihat lebih jelas.
1. "Demikianlah harus bekerja Bezaleel dan Aholiab, dan setiap orang yang ahli."  
Sebuah pekerjaan tanpa melihat besar kecilnya merupakan berkat dari Tuhan yang harus disyukuri. Oleh sebab itu sangatlah tidak tepat apabila kita menyikapi kesulitan, kesibukan atau problem-problem dalam bekerja itu dengan bersungut-sungut, mengeluh atau komentar-komentar negatif lainnya. Talenta dan keahlian-keahlian istimewa yang Tuhan berikan bukanlah untuk disimpan sendiri melainkan untuk dipakai bekerja menghasilkan buah-buah yang dapat dinikmati dan memberkati orang lain. Selanjutnya kita harus menjaga pula agar jangan sampai keahlian itu menjadikan kita menjadi orang-orang sombong. Ingatlah bahwa itu semua berasal dari Tuhan, sehingga seharusnya kita memuliakan Tuhan di dalamnya, bukan mencuri kemuliaan dari Tuhan.

2. "yang telah dikaruniai TUHAN keahlian dan pengertian, sehingga ia tahu melakukan segala macam pekerjaan"
Perhatikan, bukan hanya pekerjaan yang Tuhan beri, tapi kita diperlengkapiNya pula dengan segudang talenta; keahlian dan pengertian; sehingga kita mampu menjalankan pekerjaan kita dengan baik dan berhasil. Artinya, ketika Tuhan memberikan kita berkat untuk bekerja dan berusaha, Tuhan telah melengkapi kita terlebih dahulu dengan bekal yang diperlukan untuk mengelola segala yang dipercayakan kepada kita agar bisa kita lakukan dengan baik.

3. "untuk mendirikan tempat kudus, tepat menurut yang diperintahkan TUHAN." 
Bagian ini dengan jelas berbicara mengenai pentingnya kita memuliakan Tuhan dalam segala sesuatu yang kita lakukan. Mendirikan tempat yang kudus, tepat menurut yang diperintahkan Tuhan tidak hanya secara sempit berbicara mengenai membangun gereja, tapi juga termasuk kehidupan dan pekerjaan kita yang harus selalu memuliakan Tuhan dan dilakukan sesuai kehendakNya. Artinya, hidup kita pun harus bisa menjadi bait yang kudus, demikian pula pekerjaan kita dan segala aspek kehidupan yang kita jalani. Setiap pekerjaan kita seharusnya bisa menjadi media untuk memuliakan Tuhan, menjadi saksi keberadaan Tuhan, yang artinya orang akan bisa mengenal dan merasakan Tuhan lewat karya kita.

(bersambung)

Wednesday, September 17, 2014

Filosofi Bekerja (1)

Ayat bacaan: Keluaran 36:1
=======================
"Demikianlah harus bekerja Bezaleel dan Aholiab, dan setiap orang yang ahli, yang telah dikaruniai TUHAN keahlian dan pengertian, sehingga ia tahu melakukan segala macam pekerjaan untuk mendirikan tempat kudus, tepat menurut yang diperintahkan TUHAN."

Seorang teman baru saja membagikan filosofinya dalam menyikapi kesibukan dalam bekerja yang seringkali menyerap energi dan tenaga sehingga mendatangkan kelelahan. Baginya kesibukan dalam melakukan sebuah pekerjaan jauh lebih baik ketimbang hanya berdiam diri tanpa melakukan apa-apa. Ia berprinsip bahwa setiap pekerjaan yang dilakukan haruslah dilakukan sebaik-baiknya seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (Kolose 3:23), dan ia pun selalu berusaha sedapatnya mengaplikasikan pengajaran Yesus untuk berjalan ekstra mil (Matius 5:41). Karena ia bertekad menjalankan kedua hal ini dalam apapun yang ia kerjakan, tidaklah mengherankan kalau ia bisa merasa sangat kelelahan. Katanya, sebagian orang menganggapnya bodoh karena mau kerja mati-matian dengan upah yang menurut mereka tidak sebanding, tapi ia terus melakukan seperti apa yang dikatakan firman-firman Tuhan tersebut. "Aku sering merasa seperti kehabisan bensin, tapi daripada menganggapnya sebagai beban, aku memandangnya sebagai happy problem." katanya. Happy, karena kalau lelah artinya ia masih bekerja dan ada kesempatan baginya untuk melakukan firman Tuhan.

Apa yang menjadi filosofinya dalam memandang sebuah kesibukan bekerja bagi saya sangat menarik dan memberkati. Kedua prinsip yang ia pegang sangatlah baik untuk kita teladani, terlebih hari ini ketika kebanyakan orang hanya berhitung untung rugi secara sempit. Serius tidaknya dan baik tidaknya sesuatu yang dikerjakan tergantung pada berapa nilai upah yang diterima. Itu pemikiran dunia, yang sangatlah berbeda dengan prinsip firman. Berbuat sebaik-baiknya seperti Tuhan yang menyuruh, lantas memberi ekstra, lebih dari kewajiban untuk mencapai hasil terbaik. Dari apa yang ia alami dan sering pula saya alami sendiri, Tuhan ternyata tidak pernah kekurangan cara untuk menyatakan berkatNya saat kita melakukan tepat seperti apa yang Dia mau. Mungkin dari sebuah pekerjaan kita sepertinya tidak mendapat hasil jerih payah yang sebanding, tapi dari jalan lain berkatNya bisa datang melimpah tanpa disangka-sangka. Itu sangat sering terjadi, sehingga ini bisa menjadi bukti nyata akan kesetiaan Tuhan dalam menepati janji, setidaknya lewat kesaksian saya dan teman saya ini.

Selanjutnya mari kita lihat prinsip atau filosofi menarik lainnya dalam bekerja dari sebuah kisah  mengenai pengangkatan Bezaleel dan Aholiab untuk membangun Kemah Suci dalam kitab Keluaran. "Berkatalah Musa kepada orang Israel: "Lihatlah, TUHAN telah menunjuk Bezaleel bin Uri bin Hur, dari suku Yehuda, dan telah memenuhinya dengan Roh Allah, dengan keahlian, pengertian dan pengetahuan, dalam segala macam pekerjaan." (Keluaran 35:30-31). Bezaleel dan Aholiab adalah dua orang yang kepadanya diberikan tugas untuk membangun Kemah Suci. Tuhan tidak sekedar menyuruh, tapi Dia membekali dengan Roh Allah yang memberi keahlian, pengertian dan pengetahuan agar mampu mengerjakan tugas-tugas yang telah diberikan itu. Tidak hanya itu, tapi Tuhan pun memberikan kepandaian untuk mengajar agar orang lain pun bisa mendapat ilmu dari apa yang mereka miliki. "Dan TUHAN menanam dalam hatinya, dan dalam hati Aholiab bin Ahisamakh dari suku Dan, kepandaian untuk mengajar." (ay 34).

Betapa banyaknya talenta yang telah Tuhan berikan kepada kedua orang ini. Secara detail dikatakan seperti berikut: "Ia telah memenuhi mereka dengan keahlian, untuk membuat segala macam pekerjaan seorang tukang, pekerjaan seorang ahli, pekerjaan seorang yang membuat tenunan yang berwarna-warna dari kain ungu tua, kain ungu muda, kain kirmizi dan lenan halus, dan pekerjaan seorang tukang tenun, yakni sebagai pelaksana segala macam pekerjaan dan perancang segala sesuatu." (ay 35). Terdengar seperti rumit dan bertumpuk-tumpuk bukan? Anggaplah ayah anda ingin anda mengerjakan sesuatu yang besar, ia ingin anda sukses, karenanya ia menyekolahkan anda agar punya ilmu pengetahuanyang baik dan keahlian yang cakap, lantas melengkapi pula semua modal yang dibutuhkan agar anda bisa segera mulai mengerjakannya sampai berhasil. Kira-kira seperti itu gambarannya. Dari sini saja kita bisa mengambil beberapa kesimpulan bahwa:
1. Tuhan punya rencana besar bagi kita
2. Tuhan ingin kita sukses
3. Agar bisa sukses, Tuhan sudah melengkapi kita dengan talenta
4. Talenta diberikan berbeda-beda, karenanya kita perlu membangun hubungan dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama
5. Tuhan juga melengkapi kita dengan modal dan lain-lain yang dibutuhkan melalui curahan berkatNya

(bersambung)

Tuesday, September 16, 2014

Melupakan Sang Pencipta

Ayat bacaan: Roma 1:20
====================
"Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih."

Ada banyak lagu yang tetap dikenal dari satu generasi ke generasi berikutnya. Orang mengenal dan menyukai lagunya, hafal lirik dan bisa menyanyikan tetapi hanya sedikit yang tahu siapa pengarangnya. Ambil contoh misalnya lagu Sabda Alam, Payung Fantasi dan Indonesia Pusaka. Siapa pengarang lagu-lagu ini? Tidak banyak yang ingat, padahal tanpa ada yang mengarang, lagu-lagu itu tidak akan pernah ada. Pengarangnya adalah satu orang yang sama, seorang maestro bernama Ismail Marzuki. Sebagian dari anda tentu tahu nama ini, tapi sebagian lagi mungkin tidak mengenal atau bahkan belum pernah mendengar. Seorang teman yang berprofesi sebagai penyanyi pada suatu kali pernah berkata seperti ini: "Untuk apa memangnya kita harus tahu siapa yang menulis lagu, atau siapa penyanyinya? Yang penting tahu lagu dan bisa menyanyikan dan mendapat imbalan untuk itu." Seperti itulah kecenderungan banyak orang. Berapa banyak orang yang tahu siapa sosok dibelakang lagu-lagu yang kita sukai, atau pencipta/penemu berbagai alat-alat penting? Kita menikmati karya-karya indah atau yang memberi manfaat bagi kita tapi merasa tidak perlu menghargai penciptanya. Padahal tanpa mereka apa yang kita nikmati itu tidak akan pernah ada.

Dengan banyak alasan kita seringkali melupakan Tuhan. Tidak sedikit pula orang yang tidak percaya atau meragukan keberadaan Tuhan. Padahal kita hidup dengan menikmati semua yang Dia ciptakan. Bukankah semua yang ada di dunia ini merupakan hasil karyaNya? Kalau kita mengalami, mempergunakan, menikmati dan hidup dengan semua itu, mengapa kita malah melupakan Penciptanya? Padahal atas segala yang Dia berikan pada kita, sudah seharusnya kita bersyukur, memuji dan memuliakanNya dalam segala sesuatu yang kita nikmati itu.

Kalau banyak orang yang bersikap melupakan atau mengabaikan Sang Pencipta, tidaklah demikian dengan Daud. Lihatlah bagaimana Daud memuji keagungan Tuhan pencipta langit dan bumi beserta segala isinya dalam Mazmur 104 dengan begitu indahnya. Mazmur 104 ini berjudul "Kebesaran Tuhan dalam segala ciptaanNya", menunjukkan bahwa Daud merasakan kebesaran Tuhan dalam segala ciptaan Tuhan yang ada disekitarnya setiap saat dimana isinya ia tulis secara puitis dengan indah. Misalnya seperti ini: "Engkau yang melepas mata-mata air ke dalam lembah-lembah, mengalir di antara gunung-gunung, memberi minum segala binatang di padang, memuaskan haus keledai-keledai hutan; di dekatnya diam burung-burung di udara, bersiul dari antara daun-daunan. Engkau yang memberi minum gunung-gunung dari kamar-kamar loteng-Mu, bumi kenyang dari buah pekerjaan-Mu. Engkau yang menumbuhkan rumput bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan untuk diusahakan manusia, yang mengeluarkan makanan dari dalam tanah dan anggur yang menyukakan hati manusia, yang membuat muka berseri karena minyak, dan makanan yang menyegarkan hati manusia." (Mazmur 104:10-15). Semua itu indah, tapi tidak satupun bisa melebihi ciptaanNya yang paling istimewa, yaitu manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar dan rupaNya sendiri. Tidak ada satupun manusia yang persis sama, baik rupa, warna, bentuk, sifat dan sebagainya. Itu pekerjaan yang sungguh luar biasa yang tidak akan bisa dilakukan oleh siapapun selain Allah. Bukankah sangat disayangkan apabila ciptaanNya yang teristimewa justru cenderung melupakanNya?

Sepanjang Mazmur Daud berbicara begitu banyak tentang menaikkan puji-pujian bagi Tuhan. Dia begitu menyadari bahwa kebesaran Tuhan itu terlihat nyata dan jelas melalui segala hasil ciptaanNya. Salah satunya berbunyi "Haleluya! Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Aku hendak memuliakan TUHAN selama aku hidup, dan bermazmur bagi Allahku selagi aku ada." (Mazmur 146:1-2). Pujian lainnya ia nyatakan seperti ini: "Bersyukurlah kepada TUHAN, panggillah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa! Bernyanyilah bagi-Nya, bermazmurlah bagi-Nya, percakapkanlah segala perbuatan-Nya yang ajaib!" (1 Tawarikh 16:8-9). Pertanyaannya, apakah kita menyadari kebesaran Tuhan melalui karya-karyaNya seperti Daud? Sudahkah kita merenung dan memuji Tuhan ketika kita melihat alam yang begitu indah, yang meski sudah semakin berkurang tapi masih bisa kita nikmati hari ini? Ketika melihat matahari bersinar indah ditengah sekumpulan awan putih, melihat indahnya bintang gemerlapan di tengah malam, bunga-bunga warna-warni bermekaran, bahkan udara yang kita hirup yang disediakan gratis untuk kita. Bayangkan bagaimana hidup tanpa itu semua. Sudahkah kita bersyukur dan memuliakan namaNya?

Sangatlah menyedihkan apabila kita melupakan siapa Sang Pencipta Agung di balik semua itu, tidak memuliakan dan mengucap syukur malah kemudian menindas kebenaran dengan kelaliman. Paulus menggambarkan sifat melupakan Tuhan ini sebagai kefasikan dan kelaliman yang memurkakan Tuhan (Roma 1:18). Tuhan memang tidak terlihat kasat mata seperti kita memandang manusia atau alam dan isinya, tapi jika kita mau sedikit berpikir, kehebatan Tuhan itu sebenarnya bisa terlihat jelas dari segala karyaNya sejak dahulu hingga sekarang. Itulah yang dikatakan pula oleh Paulus. "Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih." (Roma 1:20). Eksistensi Tuhan merupakan sesuatu yang nyata, ada di sekitar kita sehingga seharusnya tidak perlu dipertanyakan atau diragukan. Tapi banyak orang yang tidak menyadari hal ini, tidak memuliakan dan tidak mengucap syukur kepada Tuhan. "Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap." (ay 21). Yang lebih parah, malah ada banyak orang yang tega menggantikan kemuliaan Allah dengan segala sesuatu yang fana dalam berbagai bentuk untuk disembah. "Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar...mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin." (ay 23,25). Hal-hal seperti ini sungguh tidak pantas kita lakukan. Ketika kita menikmati hasil ciptaan Tuhan yang indah ini, seharusnya kita bersyukur dan memuliakanNya pula dalam setiap waktu kita menikmatinya.

Maestro di atas segala maestro telah menyediakan segalanya bagi kita. Sang Virtuoso telah memberikan kita semua hal terindah dan terbaik. Tuhan yang penuh kasih itu telah dengan jelas menyatakan diriNya sendiri lewat segala ciptaanNya yang bisa kita lihat dan rasakan setiap hari. Hari ini mari kita belajar meninggalkan sejenak doa yang berisi keluh kesah dan daftar permintaan. Datanglah kepadaNya dan muliakanlah Dia dengan pujian dan penyembahan yang terbaik dari diri kita. Isi doa-doa kita dengan ucapan syukur yang mengagungkan namaNya. Atas segala ciptaanNya yang luar biasa dan segala yang Dia berikan kepada kita, Dia lebih dari layak untuk itu.

Segala ciptaan yang indah bagaikan jari penunuk yang mengarah kepada Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, September 15, 2014

Kehendak Bebas

Ayat bacaan: Ulangan 30:19
======================
"Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu"

Makan di rumah makan padang selalu menarik. Selain rasanya enak, hidangan yang dibentang di atas meja membuat konsumen bisa memilih makanan jenis apa yang ingin disantap. Ada yang berlemak dan bersantan, ada yang digoreng. Ada yang berkuah, ada yang kering. Ada yang mahal, ada yang murah. Kita bebas memilih, tapi masing-masing akan membawa konsekuensinya sendiri. Memilih yang berlemak biasanya tidak terlalu baik buat kesehatan apalagi buat yang punya masalah dengan kolestrol dan mungkin lebih mahal. Tapi kalau memilih untuk memakannya, tentu saja tidak ada yang bisa melarang.

Apakah Tuhan menganugerahkan keselamatan dan rancangan damai sejahteraNya pada semua orang? Ya. Tuhan memberikan itu kepada orang tanpa terkecuali. Tuhan menganugerahkan keselamatan dan perencanaan akan hal-hal yang terbaik dalam hidup siapapun. Tapi ingat, ada kehendak bebas pada manusia. Setiap keputusan atau pilihan yang kita ambil akan membawa hasil yang berbeda. Apakah kita mau patuh dan taat kepada ketetapan Tuhan, apakah kita menyerahkan hidup kita ke dalam tanganNya, menjalani sesuai kehendakNya, atau kita fokus pada hal-hal yang menurut kita sendiri terbaik buat kita, meski itu bertentangan dengan firman Tuhan, apakah kita memilih untuk menjalankan hidup dengan mendengarkan Tuhan atau hanya mendasarkan keputusan kita terpusat pada diri sendiri, itu semua adalah pilihan. Kesimpulan yang saya dapat adalah, ya, Tuhan memberikan anugerahNya akan keselamatan dan rancangan terbaik untuk hari depan pada semua orang, namun kepada kita diberikan kehendak bebas (free will) untuk mengikuti atau menolakNya. The choice is up to us.

Mengapa Tuhan memberi kehendak bebas? Seorang teman pernah berkata bahwa Tuhan seolah ingin menjebak manusia dengan memberi kehendak bebas. Apa yang ia katakan tentu saja salah. Tuhan menciptakan manusia menurut gambar dan rupaNya sendiri. Tidak ada satupun mahluk ciptaanNya yang lain yang dirancang seistimewa itu. Apa yang ingin dia buat adalah manusia dan bukan robot. Kehendak bebas seharusnya merupakan anugerah yang kita syukuri karena dengan demikian kita bisa berkreasi dan bereksplorasi dengan leluasa, bukan hidup rata, datar terprogram. Hidup menjadi menarik karenanya. Sebagai bukti bahwa Tuhan bukan menjebak manusia, bukankah Dia menyediakan hikmat, pengetahuan dan kepandaian/kebijaksanaan bagi kita untuk memilih mana yang benar dan salah? "Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian." (Amsal 2:6). Tuhan kerap berbicara lewat hati nurani, Dia akan selalu mengingatkan siapapun yang mau mendengar suaraNya, firmanNya memberitahukan dan memberi tuntunan agar hidup tetap berada dalam koridor yang benar, bahkan Roh Kudus sudah diberikan untuk membantu kita dalam melangkah. Semua itu sudah disediakan Tuhan agar kehendak bebas yang membuat hidup menjadi penuh warna dan menarik jangan sampai melenceng dari jalan yang benar. Sekali lagi, Tuhan bukan menciptakan robot tapi manusia yang mewarisi gambar dan rupaNya.

Dalam kitab Ulangan kita bisa melihat sebuah pesan yang mengacu kepada pengambilan keputusan yang akan sangat menentukan arah hidup kita. "Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya, sebab hal itu berarti hidupmu dan lanjut umurmu untuk tinggal di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni kepada Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepada mereka." (Ulangan 30:19-20). Dengan sangat jelas ayat ini menunjukkan bahwa ada pilihan yang dihadapkan kepada kita yang bisa bermuara pada ujung yang sama sekali berbeda, antara kehidupan atau kematian, berkat atau kutuk. Itu menjadi arah atas pilihan-pilihan kita. Dan kerinduan Tuhan bukanlah kepada kematian kita, tetapi justru kepada kehidupan. Ayat ini jelas mengatakan hal itu dengan menjabarkan bagaimana caranya kita memilih kehidupan dan apa yang bisa kita peroleh dari pilihan tersebut.

Sebelum Yosua meninggal, ia sempat menyampaikan pesan agar bangsanya hendaknya bijaksana dalam memilih. "Oleh sebab itu, takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN. Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!" (Yosua 24:14-15). Dalam hidup ini ada banyak pilihan. Kita bebas memilih, tetapi akan selalu  ada konsekuensi yang mengikuti setiap pilihan yang kita ambil. Yang jelas, Tuhan sudah mengingatkan pilihan mana yang terbaik untuk kita ambil, bagaimana caranya dan apa yang akan kita peroleh dari pilihan yang benar tersebut.

Sulitkah bagi kita untuk memilih yang benar? Alkitab mengatakan tidak. "Sebab perintah ini, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, tidaklah terlalu sukar bagimu dan tidak pula terlalu jauh." (Ulangan 30:11). Itu bukan di langit, bukan di seberang laut (ay 12-13), maksudnya tidaklah jauh atau sulit untuk diraih, tapi kenyataannya hal tersebut sangatlah dekat. "Tetapi firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan."(ay 14). Tuhan setiap hari berbicara kepada kita dengan banyak cara. Rajin membaca Alkitab akan membawa kita semakin tahu rencana Tuhan. Kita pun akan dibimbing langsung oleh Roh Kudus untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Ketika firman itu menjadi rhema dalam diri kita, maka hati kita akan berfungsi banyak untuk membuat kita peka mengetahui mana yang baik dan yang buruk. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Hati kita haruslah kita jaga agar firman Tuhan tetap bertumbuh kembang disana, karena dari situlah terpancar kehidupan.

Status, gelar, tinggi pendidikan seseorang tidaklah menjamin orang untuk berlaku benar. Mengaku sebagai pengikut Kristus pun belum menjamin orang untuk hidup sesuai kehendak Tuhan, jika ia tidak mendengar firmanNya, terlebih tidak melakukan firmanNya dan hanya fokus pada kepentingan-kepentingan duniawi saja. Begitu banyak anak-anak Tuhan yang jatuh pada banyak hal. Ada begitu banyak lubang menganga di depan kita. Apakah kita mau melompat melewati lubang-lubang itu atau memilih untuk jatuh, itu adalah pilihan. Pilihan dan keputusan kita hendaklah senantiasa didasarkan pada kehendak Tuhan, bukan atas diri kita sendiri. Ulangan 28 menjelaskan secara rinci mengenai berkat dan kutuk. Berkat, apabila kita melakukan hal ini: "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini...." (Ulangan 28:1), sementara kutuk akan jatuh bila demikian: "Tetapi jika engkau tidak mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan tidak melakukan dengan setia segala perintah dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini." (ay 15). Hidup ini penuh pilihan dan akan selalu berisi berbagai pilihan. Pilihlah untuk hidup seperti jalan yang diinginkan Tuhan dan nikmati senyum kasihNya sebagai orang yang berkenan di mata Tuhan, dimana Dia akan senang terhadap setiap pilihan yang kita ambil. Sebaliknya, kita bisa saja memilih yang bodoh, dungu, lalu masuk ke dalam kematian. Pilihan manapun yang kita ambil akan menentukan masa depan kita. Mana yang kita pilih akan menentukan seperti apa masa depan kita kelak. Hari ini marilah kita tanya pada diri kita, keputusan apa yang akan kita ambil.

Hidup penuh pilihan, tapi Tuhan sudah memberi jalan yang benar untuk diambil

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Lanjutan Sukacita Kedua (5)

 (sambungan) Satu jiwa pun begitu berharga di mata Tuhan. Ketika jiwa itu kembali ditemukan, sang gembala akan menggendongnya dengan gembira...