Ayat bacaan: Mazmur 34:9a
=====================
"O, taste and see that Lord is good!"
'
Pernahkah anda mampir ke sebuah rumah makan karena tertarik akan bau harum masakan yang keluar dari sana? Hari ini saya mengalaminya. Wangi masakan di tengah saya sedang lapar membuat saya tertarik untuk masuk ke sebuah rumah makan. Ketika dihidangkan makanan itu pun terlihat begitu menarik. Sajiannya ditata sedemikian rupa sehingga bisa menggoda selera makan siapapun yang melihatnya. Tapi seharum atau seindah apapun sajian itu terlihat, semua itu tidak akan sempurna apabila anda belum mencobanya, merasakan langsung dengan lidah anda apakah makanan itu benar enak atau tidak. Bisa saja makanan itu harum dan ditata dengan menarik, tetapi rasanya hambar karena kurang garam misalnya, atau terlalu banyak bumbu sehingga rasanya menjadi terlalu tajam. Sebaliknya, mungkin juga rasanya enak, tetapi sajiannya tidak terlihat menarik sehingga orang tidak tergoda untuk mencobanya. Sebuah restoran yang baik akan memperhatikan kualitas rasa dan sajian. Meski masakan itu memang untuk dimakan, tetapi ternyata untuk menikmati sebuah masakan secara maksimal kita harus melibatkan beberapa indra. Lidah untuk merasa, hidung untuk mencium dan tentu saja mata untuk melihat. Orang lain boleh saja mengatakan bahwa masakan di sebuah restoran itu enak, tetapi kita tidak akan pernah mengetahuinya dengan pasti apabila kita belum mencobanya sendiri.
Semua ini membawa saya kedalam sebuah perenungan hari ini akan kebaikan Tuhan. Anda mungkin sudah sering mendengar Pendeta mengatakan bahwa Tuhan itu baik. Lewat renungan-renungan yang saya tulis pun tentu anda sudah sering membacanya. Tetapi kebaikan Tuhan itu tidak akan pernah anda ketahui dengan pasti apabila anda sendiri belum mengalami atau merasakan sendiri secara nyata dalam kehidupan anda. Kabar baiknya, Tuhan tidak menyatakan bahwa Dia hanya berbuat baik kepada sebagian orang tertentu saja, tetapi Tuhan mengundang siapapun untuk mengalami sendiri kebaikanNya yang begitu luar biasa.
Mari kita lihat apa kata Daud berikut ini: "Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!" (Mazmur 34:9). Dalam versi bahasa Inggrisnya dikatakan: "O taste and see that the Lord is good!" Oh, rasakan dan lihatlah betapa baiknya Tuhan! Seruan seperti ini tentu keluar dari orang yang bukan saja sudah banyak menyaksikan kebaikan Tuhan tetapi juga telah mengalami sendiri hal itu berulang-ulang. Dari apa kata Daud ini, saya menangkap rasa gemas yang berasal dari sebuah kerinduan besar agar orang lain pun bisa merasakan dan melihat langsung kebaikan Tuhan itu. Perhatikan bahwa Daud mengatakan kecaplah dan lihatlah, taste and see. Ini melibatkan lebih dari satu indera sekaligus. Dan seperti ilustrasi masakan di atas, untuk bisa menikmati masakan itu kita membutuhkan lebih dari satu indera saja dan harus mencoba atau merasakannya sendiri, bukan hanya dari kata orang saja. Seperti itu pula kebaikan Tuhan bisa kita rasakan. Bukan hanya dari kata Pendeta, bukan hanya dari tulisan-tulisan atau bahkan dari Alkitab saja, tetapi kita pun diundang untuk merasakan langsung kebaikan Tuhan secara nyata.
Perhatikanlah ayat berikut ini:"TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya" (Nahum 1:7). Lihatlah besarnya kuasa Tuhan yang mampu melebihi akal mengatasi segala kemustahilan akan selalu membuat kita aman ketika berlindung di dalamnya. Ayat dalam Nahum ini paralel dengan seruan Daud lainnya. "TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya." (Mazmur 145:9). Sepanjang pasal 145 kita bisa menemukan banyak hal akan kemurahan dan kebaikan Tuhan yang ditulis oleh Daud. Lihatlah beberapa poin tentang kebaikan Tuhan yang ia nyatakan.
- "TUHAN itu penopang bagi semua orang yang jatuh dan penegak bagi semua orang yang tertunduk."(ay 14)
- "..Engkaupun memberi mereka makanan pada waktunya" (ay 15)
- "Engkau yang membuka tangan-Mu dan yang berkenan mengenyangkan segala yang hidup." (ay 16)
- "TUHAN itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya." (ay 17)
- "TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan." (ay 18)
- "Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka." (ay 19)
Ini baru beberapa contoh saja, karena sesungguhnya Alkitab berbicara sangat banyak mengenai kebaikan Tuhan disetiap lembarnya.
(bersambung)
Wednesday, August 31, 2011
Tuesday, August 30, 2011
Proses Belajar
Ayat bacaan: Titus 3:14
==================
"Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah."
Ada sebuah pepatah asing yang mengatakan "Rome wasn't built in a day". Ini menggambarkan pentingnya sebuah proses belajar dalam kehidupan kita. Sebuah lukisan berasal sebuah kanvas kosong yang nantinya akan terus berisi dengan coretan-coretan sehingga menghasilkan karya seni yang indah. Seperti itu pula kita manusia yang pada akhirnya akan terbentuk sesuai dengan "coretan-coretan" apa yang menghiasi kanvas hidup kita. Yang jelas hidup butuh proses belajar yang tidak ada habisnya. Jika kita berhenti belajar maka kita pun berhenti bertumbuh. Bahkan ada yang mengatakan bahwa ketika kita berhenti belajar maka kehidupan pun berhenti sampai disitu. Tidak peduli orang sepintar apapun, ia tidak akan bertambah baik apabila berhenti untuk belajar. Selalu ada hal-hal baru untuk kita pelajari, berbagai karya-karya inovatif terus berkembang lewat orang-orang yang selalu mau belajar. Tuhan memberikan kita kemampuan berpikir, Tuhan memberikan otak untuk diisi terus dengan hal-hal yang baik, otak yang kapasitasnya begitu luar biasa yang mampu menampung jauh di atas komputer yang kita gunakan sehari-hari, dan alangkah sayangnya jika semua itu tidak pernah atau jarang dipakai. Yang pasti, hidup adalah sebuah proses dimana belajar merupakan hal mutlak yang harus terus kita kembangkan selama kita masih berkesempatan untuk berjalan didalamnya.
Tuhan sendiri tidak menyukai proses instan, biarpun Dia bisa melakukannya. Sebuah pemberian instan tidak akan memberi proses pengajaran. Itu tidak mendidik. Bayangkan jika anda terus memanjakan anak anda dengan segala pemberian tanpa mereka harus mencapai sesuatu terlebih dahulu, bukankah itu akan merusak diri mereka? Oleh karena itulah Tuhan menyukai sebuah proses pembelajaran bagi kita anak-anakNya, dan itu semua demi kebaikan kita sendiri. Setiap langkah-langkah kehidupan kita yang harus terus menerus diisi dengan belajar. Untuk bisa berhasil atau sukses dalam segala bidang kita tidak bisa hanya mengandalkan bakat saja, tetapi harus terus diasah dengan latihan atau belajar lebih dan lebih lagi. Apakah itu untuk menambah kepintaran kita, menambah ilmu dan pengetahuan, atau untuk mencapai pertumbuhan iman, semua itu membutuhkan proses yang harus diisi dengan belajar.
Lihatlah bunyi Firman Tuhan berikut ini: "Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah." (Titus 3:14). Lihat disana ada kalimat "Belajar untuk melakukan pekerjaan yang baik", yang dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "learn to apply themselves to good deeds", dan itu berguna untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok agar jangan sampai hidup menjadi tidak menghasilkan apa-apa, tidak berguna, alias sia-sia. Hidup adalah sebuah proses belajar. Bagi saya pribadi, itulah salah satu hal penting yang bisa membuat hidup ini indah dan menarik. Segala sesuatu yang ada di muka bumi ini tidak akan ada habisnya untuk kita pelajari. Selalu saja ada hal baru, hal menarik dan hal-hal yang bisa menambah pengetahuan atau mengembangkan wawasan kita. Dan ketika kita berhenti belajar maka kita akan segera ketinggalan jaman dan sulit mencapai hasil maksimal dalam segala hal.
Beribadah pun memerlukan proses. Kita tidak bisa berharap Tuhan langsung menyetel roh kita untuk menjadi roh yang taat dalam sekejap mata. Dia sanggup melakukan itu, tapi itu tidak mendidik. Melalui serangkaian peristiwa, kejadian dan sebagainya, baik yang indah maupun lewat penderitaan dan kesulitan, Tuhan siap memberi pelajaran bagi kita untuk lebih dekat lagi kepadaNya. Inilah yang dipesankan Paulus dalam suratnya untuk Timotius: "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b). Jika sebuah latihan badani alias olahraga saja penting untuk menjaga kebugaran kita, dan itupun lewat sebuah proses, apalagi sebuah ibadah yang akan berguna jauh lebih banyak. "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (ay 8).
Lihat pula bagaimana Tuhan memerintahkan bangsa Israel untuk mengajarkan firman Tuhan kepada keturunan mereka secara terus menerus, kontinu dan berkesinambungan. "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:6-7). Jika belajar merupakan hal yang penting bagi kita, apalagi buat anak-anak kita yang "kanvas"nya masih relatif lebih kosong dibanding kita. Dunia yang mereka huni sekarang bukanlah sebuah dunia yang mudah dijalani dan selalu aman bersahabat. Ada banyak jebakan dan godaan yang akan mampu membuat hidup mereka porak poranda. Oleh karena itulah kita harus mampu terus menanamkan firman Tuhan secara terus-menerus kepada mereka, baik lewat pengajaran maupun contoh keteladanan. Kita harus melatih kerohanian mereka agar bisa terus bertumbuh semakin baik, sementara kita sendiri terus berproses melatih diri kita agar lebih baik lagi. Semua ini akan menjadi bekal yang sangat berharga buat mereka. Tapi itu tidak bisa kita lakukan hanya dalam sekejap saja. Semua itu haruslah melalui serangkaian proses pembelajaran dan latihan yang dilakukan secara terus menerus.
Menjalani proses memang seringkali tidak gampang. Ada kalanya kita mengalami kesulitan bahkan penderitaan. Tapi itulah bagian dari kehidupan yang harus kita sikapi dengan proses. Tetaplah berpegang teguh kepada Tuhan, tetaplah berusaha, tetaplah belajar dan jangan lupa tetaplah penuhi diri kita dengan ucapan syukur. Firman Tuhan berkata "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Tuhan akan selalu memberi kekuatan atas kelemahan kita, oleh karena itu hendaklah kita tidak berhenti untuk belajar menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari.
Tuhan selalu menginginkan kita anak-anakNya untuk terus belajar. Belajar mengenai hal-hal yang bisa meningkatkan kualitas hidup di dunia, tapi juga terutama belajar untuk mengenalNya lebih lagi dan mengetahui apa yang menjadi rencana dan kehendakNya dalam kehidupan kita. Yesus mengingatkan kita untuk terus menyempurnakan diri hingga bisa menyerupai kesempurnaan Bapa. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Matius 5:48). Ini pun harus melalui proses, tidak akan bisa kita capai hanya dalam sekejap mata saja. Oleh karena itu kita harus senantiasa mengingatkan diri kita untuk tidak berhenti belajar. Masih ada banyak yang belum kita ketahui, masih banyak yang harus kita benahi dalam diri kita. Jangan berhenti, teruslah belajar selama kesempatan untuk itu masih ada.
Hidup adalah sebuah proses yang harus terus diisi dengan belajar
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
==================
"Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah."
Ada sebuah pepatah asing yang mengatakan "Rome wasn't built in a day". Ini menggambarkan pentingnya sebuah proses belajar dalam kehidupan kita. Sebuah lukisan berasal sebuah kanvas kosong yang nantinya akan terus berisi dengan coretan-coretan sehingga menghasilkan karya seni yang indah. Seperti itu pula kita manusia yang pada akhirnya akan terbentuk sesuai dengan "coretan-coretan" apa yang menghiasi kanvas hidup kita. Yang jelas hidup butuh proses belajar yang tidak ada habisnya. Jika kita berhenti belajar maka kita pun berhenti bertumbuh. Bahkan ada yang mengatakan bahwa ketika kita berhenti belajar maka kehidupan pun berhenti sampai disitu. Tidak peduli orang sepintar apapun, ia tidak akan bertambah baik apabila berhenti untuk belajar. Selalu ada hal-hal baru untuk kita pelajari, berbagai karya-karya inovatif terus berkembang lewat orang-orang yang selalu mau belajar. Tuhan memberikan kita kemampuan berpikir, Tuhan memberikan otak untuk diisi terus dengan hal-hal yang baik, otak yang kapasitasnya begitu luar biasa yang mampu menampung jauh di atas komputer yang kita gunakan sehari-hari, dan alangkah sayangnya jika semua itu tidak pernah atau jarang dipakai. Yang pasti, hidup adalah sebuah proses dimana belajar merupakan hal mutlak yang harus terus kita kembangkan selama kita masih berkesempatan untuk berjalan didalamnya.
Tuhan sendiri tidak menyukai proses instan, biarpun Dia bisa melakukannya. Sebuah pemberian instan tidak akan memberi proses pengajaran. Itu tidak mendidik. Bayangkan jika anda terus memanjakan anak anda dengan segala pemberian tanpa mereka harus mencapai sesuatu terlebih dahulu, bukankah itu akan merusak diri mereka? Oleh karena itulah Tuhan menyukai sebuah proses pembelajaran bagi kita anak-anakNya, dan itu semua demi kebaikan kita sendiri. Setiap langkah-langkah kehidupan kita yang harus terus menerus diisi dengan belajar. Untuk bisa berhasil atau sukses dalam segala bidang kita tidak bisa hanya mengandalkan bakat saja, tetapi harus terus diasah dengan latihan atau belajar lebih dan lebih lagi. Apakah itu untuk menambah kepintaran kita, menambah ilmu dan pengetahuan, atau untuk mencapai pertumbuhan iman, semua itu membutuhkan proses yang harus diisi dengan belajar.
Lihatlah bunyi Firman Tuhan berikut ini: "Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah." (Titus 3:14). Lihat disana ada kalimat "Belajar untuk melakukan pekerjaan yang baik", yang dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "learn to apply themselves to good deeds", dan itu berguna untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok agar jangan sampai hidup menjadi tidak menghasilkan apa-apa, tidak berguna, alias sia-sia. Hidup adalah sebuah proses belajar. Bagi saya pribadi, itulah salah satu hal penting yang bisa membuat hidup ini indah dan menarik. Segala sesuatu yang ada di muka bumi ini tidak akan ada habisnya untuk kita pelajari. Selalu saja ada hal baru, hal menarik dan hal-hal yang bisa menambah pengetahuan atau mengembangkan wawasan kita. Dan ketika kita berhenti belajar maka kita akan segera ketinggalan jaman dan sulit mencapai hasil maksimal dalam segala hal.
Beribadah pun memerlukan proses. Kita tidak bisa berharap Tuhan langsung menyetel roh kita untuk menjadi roh yang taat dalam sekejap mata. Dia sanggup melakukan itu, tapi itu tidak mendidik. Melalui serangkaian peristiwa, kejadian dan sebagainya, baik yang indah maupun lewat penderitaan dan kesulitan, Tuhan siap memberi pelajaran bagi kita untuk lebih dekat lagi kepadaNya. Inilah yang dipesankan Paulus dalam suratnya untuk Timotius: "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b). Jika sebuah latihan badani alias olahraga saja penting untuk menjaga kebugaran kita, dan itupun lewat sebuah proses, apalagi sebuah ibadah yang akan berguna jauh lebih banyak. "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (ay 8).
Lihat pula bagaimana Tuhan memerintahkan bangsa Israel untuk mengajarkan firman Tuhan kepada keturunan mereka secara terus menerus, kontinu dan berkesinambungan. "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:6-7). Jika belajar merupakan hal yang penting bagi kita, apalagi buat anak-anak kita yang "kanvas"nya masih relatif lebih kosong dibanding kita. Dunia yang mereka huni sekarang bukanlah sebuah dunia yang mudah dijalani dan selalu aman bersahabat. Ada banyak jebakan dan godaan yang akan mampu membuat hidup mereka porak poranda. Oleh karena itulah kita harus mampu terus menanamkan firman Tuhan secara terus-menerus kepada mereka, baik lewat pengajaran maupun contoh keteladanan. Kita harus melatih kerohanian mereka agar bisa terus bertumbuh semakin baik, sementara kita sendiri terus berproses melatih diri kita agar lebih baik lagi. Semua ini akan menjadi bekal yang sangat berharga buat mereka. Tapi itu tidak bisa kita lakukan hanya dalam sekejap saja. Semua itu haruslah melalui serangkaian proses pembelajaran dan latihan yang dilakukan secara terus menerus.
Menjalani proses memang seringkali tidak gampang. Ada kalanya kita mengalami kesulitan bahkan penderitaan. Tapi itulah bagian dari kehidupan yang harus kita sikapi dengan proses. Tetaplah berpegang teguh kepada Tuhan, tetaplah berusaha, tetaplah belajar dan jangan lupa tetaplah penuhi diri kita dengan ucapan syukur. Firman Tuhan berkata "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Tuhan akan selalu memberi kekuatan atas kelemahan kita, oleh karena itu hendaklah kita tidak berhenti untuk belajar menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari.
Tuhan selalu menginginkan kita anak-anakNya untuk terus belajar. Belajar mengenai hal-hal yang bisa meningkatkan kualitas hidup di dunia, tapi juga terutama belajar untuk mengenalNya lebih lagi dan mengetahui apa yang menjadi rencana dan kehendakNya dalam kehidupan kita. Yesus mengingatkan kita untuk terus menyempurnakan diri hingga bisa menyerupai kesempurnaan Bapa. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Matius 5:48). Ini pun harus melalui proses, tidak akan bisa kita capai hanya dalam sekejap mata saja. Oleh karena itu kita harus senantiasa mengingatkan diri kita untuk tidak berhenti belajar. Masih ada banyak yang belum kita ketahui, masih banyak yang harus kita benahi dalam diri kita. Jangan berhenti, teruslah belajar selama kesempatan untuk itu masih ada.
Hidup adalah sebuah proses yang harus terus diisi dengan belajar
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, August 29, 2011
Mental Juara
Ayat bacaan: Roma 8:37
===================
"Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita."
Dari semua lomba lari, bagi saya yang paling menegangkan adalah lomba lari 100 meter. Jarak seperti itu terbilang sangat pendek bagi para jago lari, sehingga perbedaan ketika finish bisa begitu tipis, hingga nol koma nol sekian detik. Ketepatan saat start, rentang kaki dalam berlari bahkan posisi tubuh akan sangat menentukan dalam mencapai kemenangan. Jika lomba lari 100 meter itu singkat, kebalikannya adalah marathon. Jarak yang ditempuh luar biasa panjangnya, mencapai 42,195 km. Waktu yang ditempuh bisa sekitar dua jam setengah bagi para pelari maraton kelas dunia, dan itu bukanlah waktu yang singkat. Bayangkan betapa melelahkannya berlari dan terus berlari selama dua hingga tiga jam untuk menempuh jarak puluhan kilometer seperti itu. Stamina jelas merupakan faktor penting disini, juga pengaturan ritme berlari dengan tidak memforsir tenaga sejak awal. Maraton pun merupakan salah satu olah raga yang sudah sangat tua umurnya. Para ahli sejarah menelusuri dan menemukan bahwa olah raga ini sudah ada sejak ratusan tahun Sebelum Masehi. Apapun bentuk lomba larinya, berapa pun pesertanya, pemenang pertama yang menyentuh garis finish hanya satu orang. Skill, stamina, daya tahan, tenaga, semua itu penting, tetapi jangan lupa bahwa seringkali mental juara punya peran yang sangat menentukan dalam menjadi pemenang.
Olahragawan tentu ingin mengukir prestasinya sebagai yang terdepan di bidangnya masing-masing. Tidak ada satupun olahragawan yang bersiap untuk kalah bukan? Semua berlomba untuk menang. Tidak hanya atlit, tetapi dalam kehidupan kita masing-masing kitapun ingin mengukir prestasi setinggi mungkin. Karir, pekerjaan, pendidikan dan sebagainya, semua itu merupakan "gelanggang-gelanggang" yang kita jalani untuk bisa mengukir prestasi. Tidak mudah memang untuk itu, karena dibutuhkan kerja keras, semangat dan ketekunan agar bisa mencapai sebuah prestasi yang membanggakan. Perjuangan untuk itu bisa jadi sangat berat. Lihatlah bagaimana para atlit menghabiskan hari-harinya. Mereka harus menata porsi makan mereka, harus bangun pagi-pagi benar dan terus berlatih. Pola dan jadwal latihan mereka mungkin sangat menjenuhkan bagi kita. Pengorbanan tenaga, waktu dan kesenangan-kesenangan pribadi pun menjadi harga yang harus dibayar untuk berhasil. Tanpa itu maka jangan harap prestasi mampu diraih.
Apakah Paulus sempat menjadi atlit, atau hobi olah raga, atau merupakan pengamat olah raga? Entahlah. Tapi yang pasti Paulus banyak mengambil perumpamaan lewat beberapa jenis olah raga. Lari merupakan satu diantaranya. Lihat apa kata Paulus berikut: "Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!" (1 Korintus 9:24). Paulus mengingatkan hal ini karena dia tahu persis bahwa hidup ini bagaikan sebuah perlombaan. Life is indeed a race. Tidak semua orang mampu mencapai garis finish dan keluar sebagai pemenang. Seperti itulah Paulus menggambarkan kehidupan iman kita. Perjuangan yang harus dihadapi sepanjang hidup tidaklah mudah. Selalu saja ada hambatan atau halangan yang harus kita lewati, dan itu bukan hal yang sepele. Sedikit saja lengah kita bisa terjatuh dan gagal untuk mencapai garis akhir. "Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya." Demikian kata Paulus.
Dalam menghadapi perlombaan dalam kehidupan kerohanian kita, seperti apakah hadiah yang disediakan bagi pemenang? Mari kita baca kelanjutan kata-kata Paulus diatas. "Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi." (ay 25). Ada mahkota yang disediakan Tuhan buat kita. Bukan sebuah mahkota yang fana seperti segala bentuk mahkota yang bisa kita miliki di dunia ini, melainkan sebuah MAHKOTA YANG ABADI. Inilah mahkota kehidupan yang dijanjikan Tuhan kepada siapapun yang mengasihi Dia dan mampu menghadapi rintangan-rintangan hingga mencapai garis akhir sebagai pemenang. Tidak saja Paulus, tapi Yakobus pun menyatakan hal yang sama. "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12).
Mental juara pun menjadi hal yang sangat menentukan keberhasilan kita dalam melewati segala tantangan. Betapa seringnya kita menyaksikan para atlit atau tim yang sebenarnya punya skill tinggi dan mampu bermain baik, tetapi mereka gagal karena tidak punya mental juara. Karena itu, kita pun harus terus membangun mental seperti seorang juara sedini mungkin. Bagaimana caranya? Ada ayat yang sangat baik untuk kita renungkan agar mental juara ini bisa tumbuh dalam diri kita. Sebuah ayat yang menggambarkan seperti apa hakekat kita yang sebenarnya. "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Kita harus tahu dengan benar seperti apa kita telah diciptakan Tuhan dan apa makna dari pengorbanan Kristus sehingga kita bisa dilayakkan untuk memperoleh mahkota kehidupan kelak di kemudian hari. Selain itu, tujuan dan sasaran, atau arah kita harus pula jelas. Kita lihat Paulus kemudian melanjutkan suratnya dengan: "Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul." (1 Korintus 9:26). Kita harus tetap fokus kepada tujuan akhir, tidak mengumbar waktu, tenaga dan pikiran kita untuk hal-hal yang sia-sia. Fokus kita, tujuan dan arah yang ingin dicapai haruslah jelas. Mental juara jelas dibutuhkan untuk itu. Ingat bahwa ada mahkota kehidupan yang telah dipersiapkan bagi kita. Karena itu, apapun kondisi dan situasi yang sedang dan akan anda hadapi, tetaplah fokus dan teruslah berjuang, Keep running on the right track, jangan melenceng sedikitpun, dan berlombalah sebaik-baiknya. Jangan terus menerus menoleh ke belakang, melihat berbagai kegagalan di masa lalu yang akan memperlambat laju kita untuk mencapai garis finish, bahkan mungkin bisa menjadikan kita gagal. "Aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Perlombaan sesungguhnya sedang kita hadapi, dan tidak semua orang bisa mencapai garis kemenangan dan memperoleh mahkota abadi. Teruslah berjuang, dan jadilah pemenang.
Seperti seorang atlit, larilah dengan mental juara untuk memperoleh mahkota yang dijanjikan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita."
Dari semua lomba lari, bagi saya yang paling menegangkan adalah lomba lari 100 meter. Jarak seperti itu terbilang sangat pendek bagi para jago lari, sehingga perbedaan ketika finish bisa begitu tipis, hingga nol koma nol sekian detik. Ketepatan saat start, rentang kaki dalam berlari bahkan posisi tubuh akan sangat menentukan dalam mencapai kemenangan. Jika lomba lari 100 meter itu singkat, kebalikannya adalah marathon. Jarak yang ditempuh luar biasa panjangnya, mencapai 42,195 km. Waktu yang ditempuh bisa sekitar dua jam setengah bagi para pelari maraton kelas dunia, dan itu bukanlah waktu yang singkat. Bayangkan betapa melelahkannya berlari dan terus berlari selama dua hingga tiga jam untuk menempuh jarak puluhan kilometer seperti itu. Stamina jelas merupakan faktor penting disini, juga pengaturan ritme berlari dengan tidak memforsir tenaga sejak awal. Maraton pun merupakan salah satu olah raga yang sudah sangat tua umurnya. Para ahli sejarah menelusuri dan menemukan bahwa olah raga ini sudah ada sejak ratusan tahun Sebelum Masehi. Apapun bentuk lomba larinya, berapa pun pesertanya, pemenang pertama yang menyentuh garis finish hanya satu orang. Skill, stamina, daya tahan, tenaga, semua itu penting, tetapi jangan lupa bahwa seringkali mental juara punya peran yang sangat menentukan dalam menjadi pemenang.
Olahragawan tentu ingin mengukir prestasinya sebagai yang terdepan di bidangnya masing-masing. Tidak ada satupun olahragawan yang bersiap untuk kalah bukan? Semua berlomba untuk menang. Tidak hanya atlit, tetapi dalam kehidupan kita masing-masing kitapun ingin mengukir prestasi setinggi mungkin. Karir, pekerjaan, pendidikan dan sebagainya, semua itu merupakan "gelanggang-gelanggang" yang kita jalani untuk bisa mengukir prestasi. Tidak mudah memang untuk itu, karena dibutuhkan kerja keras, semangat dan ketekunan agar bisa mencapai sebuah prestasi yang membanggakan. Perjuangan untuk itu bisa jadi sangat berat. Lihatlah bagaimana para atlit menghabiskan hari-harinya. Mereka harus menata porsi makan mereka, harus bangun pagi-pagi benar dan terus berlatih. Pola dan jadwal latihan mereka mungkin sangat menjenuhkan bagi kita. Pengorbanan tenaga, waktu dan kesenangan-kesenangan pribadi pun menjadi harga yang harus dibayar untuk berhasil. Tanpa itu maka jangan harap prestasi mampu diraih.
Apakah Paulus sempat menjadi atlit, atau hobi olah raga, atau merupakan pengamat olah raga? Entahlah. Tapi yang pasti Paulus banyak mengambil perumpamaan lewat beberapa jenis olah raga. Lari merupakan satu diantaranya. Lihat apa kata Paulus berikut: "Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!" (1 Korintus 9:24). Paulus mengingatkan hal ini karena dia tahu persis bahwa hidup ini bagaikan sebuah perlombaan. Life is indeed a race. Tidak semua orang mampu mencapai garis finish dan keluar sebagai pemenang. Seperti itulah Paulus menggambarkan kehidupan iman kita. Perjuangan yang harus dihadapi sepanjang hidup tidaklah mudah. Selalu saja ada hambatan atau halangan yang harus kita lewati, dan itu bukan hal yang sepele. Sedikit saja lengah kita bisa terjatuh dan gagal untuk mencapai garis akhir. "Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya." Demikian kata Paulus.
Dalam menghadapi perlombaan dalam kehidupan kerohanian kita, seperti apakah hadiah yang disediakan bagi pemenang? Mari kita baca kelanjutan kata-kata Paulus diatas. "Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi." (ay 25). Ada mahkota yang disediakan Tuhan buat kita. Bukan sebuah mahkota yang fana seperti segala bentuk mahkota yang bisa kita miliki di dunia ini, melainkan sebuah MAHKOTA YANG ABADI. Inilah mahkota kehidupan yang dijanjikan Tuhan kepada siapapun yang mengasihi Dia dan mampu menghadapi rintangan-rintangan hingga mencapai garis akhir sebagai pemenang. Tidak saja Paulus, tapi Yakobus pun menyatakan hal yang sama. "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12).
Mental juara pun menjadi hal yang sangat menentukan keberhasilan kita dalam melewati segala tantangan. Betapa seringnya kita menyaksikan para atlit atau tim yang sebenarnya punya skill tinggi dan mampu bermain baik, tetapi mereka gagal karena tidak punya mental juara. Karena itu, kita pun harus terus membangun mental seperti seorang juara sedini mungkin. Bagaimana caranya? Ada ayat yang sangat baik untuk kita renungkan agar mental juara ini bisa tumbuh dalam diri kita. Sebuah ayat yang menggambarkan seperti apa hakekat kita yang sebenarnya. "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Kita harus tahu dengan benar seperti apa kita telah diciptakan Tuhan dan apa makna dari pengorbanan Kristus sehingga kita bisa dilayakkan untuk memperoleh mahkota kehidupan kelak di kemudian hari. Selain itu, tujuan dan sasaran, atau arah kita harus pula jelas. Kita lihat Paulus kemudian melanjutkan suratnya dengan: "Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul." (1 Korintus 9:26). Kita harus tetap fokus kepada tujuan akhir, tidak mengumbar waktu, tenaga dan pikiran kita untuk hal-hal yang sia-sia. Fokus kita, tujuan dan arah yang ingin dicapai haruslah jelas. Mental juara jelas dibutuhkan untuk itu. Ingat bahwa ada mahkota kehidupan yang telah dipersiapkan bagi kita. Karena itu, apapun kondisi dan situasi yang sedang dan akan anda hadapi, tetaplah fokus dan teruslah berjuang, Keep running on the right track, jangan melenceng sedikitpun, dan berlombalah sebaik-baiknya. Jangan terus menerus menoleh ke belakang, melihat berbagai kegagalan di masa lalu yang akan memperlambat laju kita untuk mencapai garis finish, bahkan mungkin bisa menjadikan kita gagal. "Aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Perlombaan sesungguhnya sedang kita hadapi, dan tidak semua orang bisa mencapai garis kemenangan dan memperoleh mahkota abadi. Teruslah berjuang, dan jadilah pemenang.
Seperti seorang atlit, larilah dengan mental juara untuk memperoleh mahkota yang dijanjikan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, August 28, 2011
Kerelaan dalam Memberi
Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 9:36
===========================
"Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita--dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah."
Diberkati untuk memberkati, diberi untuk memberi. Itu yang saya bagikan dalam renungan kemarin untuk kembali sama-sama mengingatkan kita akan tujuan Tuhan dalam memberi berkatNya turun atas kita. Lantas pertanyaannya, bagaimana jika kita merasa belum cukup "diberkati", apakah kita tetap harus memberi? Sesungguhnya kalau mau jujur, sangatlah sulit bagi kita untuk bisa merasa cukup. Manusia cenderung merasa kurang dan terus kurang sehingga merasa tidak kunjung sanggup untuk memberi. Semakin banyak yang kita punya, maka semakin banyak saja rasanya yang kita tidak punya. Oleh karenanya kita pun terus meminta ketimbang berpikir untuk memberi. "Ah nanti saja kalau sudah kaya, saya sekarang belum sanggup.." kata seorang teman dengan ringannya setelah menolak memberi sedekah di sebuah lampu merah. Baiklah jika uang rasanya kurang, bagaimana dengan tenaga, pikiran atau waktu? Ada banyak orang pula yang merasa tidak punya kemampuan untuk berbuat sesuatu bagi orang lain. Mereka menganggap bahwa memberkati orang lain artinya harus berkotbah atau menjadi full timer di gereja, dan itu buang waktu saja. Padahal Tuhan tidak pernah menuntut kita hanya dalam perkara-perkara besar saja. Hal-hal kecil seperti senyuman yang gratis sekalipun bisa sangat bermakna bagi yang membutuhkan, dan itu dihargai besar pula oleh Tuhan. Yang diminta adalah "menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan." Mengapa? "Sebab Tuhan mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." Ini bisa kita baca dalam 2 Korintus 9:7. Artinya, besar kecilnya pemberian kita, dalam bentuk apapun, selama dilakukan dengan kerelaan dan sukacita, maka Tuhan akan menghargai itu dengan sangat besar.
Alkitab menggambarkan beberapa kali mengenai orang yang dimata dunia mungkin "tidak punya apa-apa", tetapi kerelaan mereka dalam memberi mendapat perhatian khusus dari Tuhan sehingga merekapun tertulis di dalam Alkitab dan bisa kita baca hingga hari ini. Lihatlah janda miskin yang memberikan persembahan "hanya" dua peser dalam Markus 12:41-44. Dikala ada banyak orang kaya memberi dalam jumlah yang besar, janda miskin ini memberikan jumlah yang sangat tidak sebanding. Tetapi apa kata Yesus? "Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan." (ay 43). Lihatlah bahwa jumlah bukanlah menjadi patokan dalam penilaian Tuhan, tetapi kerelaan hati dalam memberilah yang Dia perhatikan.
Dalam kesempatan lain, kita pun bisa membaca sekelumit kisah pendek mengenai seorang wanita bernama Tabita, yang dalam bahasa Yunani disebut Dorkas. "Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita--dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah." (Kisah Para Rasul 9:36). Apa yang dimiliki Tabita sederhana, yaitu menjahit. Itu bisa kita lihat dalam ayat 39, dimana ketika ia meninggal para janda semuanya menangis dan mengenangnya dengan menunjukkan pakaian-pakaian yang dia jahitkan untuk para janda ini semasa hidup. Kelihatannya ia tidak memberi uang dalam jumlah besar, ia pun tidak pintar berkotbah seperti halnya para rasul yang pergi mewartakan kabar keselamatan kemana-mana pada saat itu. Tetapi apa yang ia lakukan ternyata bermakna sangat besar bagi para janda miskin di kotanya, dan Tuhan pun sangat menghargai hal itu. Pada suatu ketika ia sakit dan meninggal. Begitu berkesannya perbuatan baik Tabita kepada banyak orang, sehingga ketika mendengar Petrus tengah melayani di sebuah kota yang tidak jauh dari tempat Tabita, dua orang segera diutus untuk menjumpai Petrus. Petrus pun datang ke rumah dimana Tabita disemayamkan. Dan mukjizat pun terjadi. "Tetapi Petrus menyuruh mereka semua keluar, lalu ia berlutut dan berdoa. Kemudian ia berpaling ke mayat itu dan berkata: "Tabita, bangkitlah!" Lalu Tabita membuka matanya dan ketika melihat Petrus, ia bangun lalu duduk. Petrus memegang tangannya dan membantu dia berdiri. Kemudian ia memanggil orang-orang kudus beserta janda-janda, lalu menunjukkan kepada mereka, bahwa perempuan itu hidup." (ay 40-41). Tabita dibangkitkan. Bayangkan jika ia bukan orang yang rajin berbuat baik dan memberi sedekah. Mungkin tidak ada orang yang peduli untuk jauh-jauh pergi meminta Petrus untuk datang, maka tidak akan ada mukjizat kebangkitan disana. Tapi perbuatan baik yang ia lakukan dengan tulus, sedekah yang ia berikan lewat menjahitkan baju bagi janda-janda ternyata membuat cerita yang berbeda. Tuhan tidak menutup mata atas kebaikan hati Tabita dan segala yang ia lakukan untuk menolong sesamanya. Tabita pun akhirnya hidup lagi dan menjadi kesaksian yang membuat banyak orang menjadi percaya pada Yesus. (ay 42).
Kemarin kita sudah melihat Firman Tuhan yang berbunyi: "Allah berkuasa memberi kepada kalian berkat yang melimpah ruah, supaya kalian selalu mempunyai apa yang kalian butuhkan; bahkan kalian akan berkelebihan untuk berbuat baik dan beramal." (2 Korintus 9:8 BIS). Berbuat baik dan beramal. Persis seperti itulah yang dilakukan Tabita alias Dorkas sesuai kemampuan atau panggilannya. Ia berprofesi sebagai penjahit, dan ia memberkati lewat profesinya. Banyak sedikit uang yang dimilikinya bukanlah menjadi ukuran, tetapi kerelaan hatinya dalam memberi atas dasar belas kasih, itulah yang menggerakkannya dalam berbuat baik dan beramal. Dan lihatlah bagaimana Tuhan menghargai itu. Bukan saja Tuhan, tetapi para janda di kotanya yang kecil pun sangat menghargai kemurahan hatinya.
Anda hanya punya sedikit harta? Kemampuan anda terbatas dan anda merasa tidak ada yang istimewa dengan kemampuan anda itu? Itu bukanlah masalah sama sekali dan tidak akan pernah bisa menjadi alasan untuk tidak memberi. Sesungguhnya jika kita mau melihat atau memeriksa kembali apa yang kita punya, Tuhan sudah melengkapi kita untuk melakukan setiap perbuatan baik. (2 Timotius 3:17). Artinya kita tinggal memiliki sebentuk hati yang penuh kasih, yang rindu untuk menolong orang lain, siapapun mereka. Selebihnya sudah disediakan langsung oleh Tuhan. Pada akhirnya kita harus merenungkan ayat berikut: "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." (Lukas 6:36). Kita tidak akan pernah kekurangan setelah memberi dengan kerelaan hati dan sukacita, Tuhan justru akan terus melipat gandakan agar selain kita mampu mencukupi kebutuhan kita, tetapi terlebih pula agar kita mampu memberkati orang lain lebih dan lebih lagi. Kita diberkati untuk memberkati, kita diberi untuk memberi. Hati yang bersukacita dalam memberi tidak akan memandang kekurangan atau keterbatasan diri sendiri, tetapi mampu melihat dengan penuh rasa syukur bagaimana Tuhan selama ini telah memberkati kita.
Jadilah orang murah hati seperti Bapa adalah murah hati
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===========================
"Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita--dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah."
Diberkati untuk memberkati, diberi untuk memberi. Itu yang saya bagikan dalam renungan kemarin untuk kembali sama-sama mengingatkan kita akan tujuan Tuhan dalam memberi berkatNya turun atas kita. Lantas pertanyaannya, bagaimana jika kita merasa belum cukup "diberkati", apakah kita tetap harus memberi? Sesungguhnya kalau mau jujur, sangatlah sulit bagi kita untuk bisa merasa cukup. Manusia cenderung merasa kurang dan terus kurang sehingga merasa tidak kunjung sanggup untuk memberi. Semakin banyak yang kita punya, maka semakin banyak saja rasanya yang kita tidak punya. Oleh karenanya kita pun terus meminta ketimbang berpikir untuk memberi. "Ah nanti saja kalau sudah kaya, saya sekarang belum sanggup.." kata seorang teman dengan ringannya setelah menolak memberi sedekah di sebuah lampu merah. Baiklah jika uang rasanya kurang, bagaimana dengan tenaga, pikiran atau waktu? Ada banyak orang pula yang merasa tidak punya kemampuan untuk berbuat sesuatu bagi orang lain. Mereka menganggap bahwa memberkati orang lain artinya harus berkotbah atau menjadi full timer di gereja, dan itu buang waktu saja. Padahal Tuhan tidak pernah menuntut kita hanya dalam perkara-perkara besar saja. Hal-hal kecil seperti senyuman yang gratis sekalipun bisa sangat bermakna bagi yang membutuhkan, dan itu dihargai besar pula oleh Tuhan. Yang diminta adalah "menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan." Mengapa? "Sebab Tuhan mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." Ini bisa kita baca dalam 2 Korintus 9:7. Artinya, besar kecilnya pemberian kita, dalam bentuk apapun, selama dilakukan dengan kerelaan dan sukacita, maka Tuhan akan menghargai itu dengan sangat besar.
Alkitab menggambarkan beberapa kali mengenai orang yang dimata dunia mungkin "tidak punya apa-apa", tetapi kerelaan mereka dalam memberi mendapat perhatian khusus dari Tuhan sehingga merekapun tertulis di dalam Alkitab dan bisa kita baca hingga hari ini. Lihatlah janda miskin yang memberikan persembahan "hanya" dua peser dalam Markus 12:41-44. Dikala ada banyak orang kaya memberi dalam jumlah yang besar, janda miskin ini memberikan jumlah yang sangat tidak sebanding. Tetapi apa kata Yesus? "Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan." (ay 43). Lihatlah bahwa jumlah bukanlah menjadi patokan dalam penilaian Tuhan, tetapi kerelaan hati dalam memberilah yang Dia perhatikan.
Dalam kesempatan lain, kita pun bisa membaca sekelumit kisah pendek mengenai seorang wanita bernama Tabita, yang dalam bahasa Yunani disebut Dorkas. "Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita--dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah." (Kisah Para Rasul 9:36). Apa yang dimiliki Tabita sederhana, yaitu menjahit. Itu bisa kita lihat dalam ayat 39, dimana ketika ia meninggal para janda semuanya menangis dan mengenangnya dengan menunjukkan pakaian-pakaian yang dia jahitkan untuk para janda ini semasa hidup. Kelihatannya ia tidak memberi uang dalam jumlah besar, ia pun tidak pintar berkotbah seperti halnya para rasul yang pergi mewartakan kabar keselamatan kemana-mana pada saat itu. Tetapi apa yang ia lakukan ternyata bermakna sangat besar bagi para janda miskin di kotanya, dan Tuhan pun sangat menghargai hal itu. Pada suatu ketika ia sakit dan meninggal. Begitu berkesannya perbuatan baik Tabita kepada banyak orang, sehingga ketika mendengar Petrus tengah melayani di sebuah kota yang tidak jauh dari tempat Tabita, dua orang segera diutus untuk menjumpai Petrus. Petrus pun datang ke rumah dimana Tabita disemayamkan. Dan mukjizat pun terjadi. "Tetapi Petrus menyuruh mereka semua keluar, lalu ia berlutut dan berdoa. Kemudian ia berpaling ke mayat itu dan berkata: "Tabita, bangkitlah!" Lalu Tabita membuka matanya dan ketika melihat Petrus, ia bangun lalu duduk. Petrus memegang tangannya dan membantu dia berdiri. Kemudian ia memanggil orang-orang kudus beserta janda-janda, lalu menunjukkan kepada mereka, bahwa perempuan itu hidup." (ay 40-41). Tabita dibangkitkan. Bayangkan jika ia bukan orang yang rajin berbuat baik dan memberi sedekah. Mungkin tidak ada orang yang peduli untuk jauh-jauh pergi meminta Petrus untuk datang, maka tidak akan ada mukjizat kebangkitan disana. Tapi perbuatan baik yang ia lakukan dengan tulus, sedekah yang ia berikan lewat menjahitkan baju bagi janda-janda ternyata membuat cerita yang berbeda. Tuhan tidak menutup mata atas kebaikan hati Tabita dan segala yang ia lakukan untuk menolong sesamanya. Tabita pun akhirnya hidup lagi dan menjadi kesaksian yang membuat banyak orang menjadi percaya pada Yesus. (ay 42).
Kemarin kita sudah melihat Firman Tuhan yang berbunyi: "Allah berkuasa memberi kepada kalian berkat yang melimpah ruah, supaya kalian selalu mempunyai apa yang kalian butuhkan; bahkan kalian akan berkelebihan untuk berbuat baik dan beramal." (2 Korintus 9:8 BIS). Berbuat baik dan beramal. Persis seperti itulah yang dilakukan Tabita alias Dorkas sesuai kemampuan atau panggilannya. Ia berprofesi sebagai penjahit, dan ia memberkati lewat profesinya. Banyak sedikit uang yang dimilikinya bukanlah menjadi ukuran, tetapi kerelaan hatinya dalam memberi atas dasar belas kasih, itulah yang menggerakkannya dalam berbuat baik dan beramal. Dan lihatlah bagaimana Tuhan menghargai itu. Bukan saja Tuhan, tetapi para janda di kotanya yang kecil pun sangat menghargai kemurahan hatinya.
Anda hanya punya sedikit harta? Kemampuan anda terbatas dan anda merasa tidak ada yang istimewa dengan kemampuan anda itu? Itu bukanlah masalah sama sekali dan tidak akan pernah bisa menjadi alasan untuk tidak memberi. Sesungguhnya jika kita mau melihat atau memeriksa kembali apa yang kita punya, Tuhan sudah melengkapi kita untuk melakukan setiap perbuatan baik. (2 Timotius 3:17). Artinya kita tinggal memiliki sebentuk hati yang penuh kasih, yang rindu untuk menolong orang lain, siapapun mereka. Selebihnya sudah disediakan langsung oleh Tuhan. Pada akhirnya kita harus merenungkan ayat berikut: "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." (Lukas 6:36). Kita tidak akan pernah kekurangan setelah memberi dengan kerelaan hati dan sukacita, Tuhan justru akan terus melipat gandakan agar selain kita mampu mencukupi kebutuhan kita, tetapi terlebih pula agar kita mampu memberkati orang lain lebih dan lebih lagi. Kita diberkati untuk memberkati, kita diberi untuk memberi. Hati yang bersukacita dalam memberi tidak akan memandang kekurangan atau keterbatasan diri sendiri, tetapi mampu melihat dengan penuh rasa syukur bagaimana Tuhan selama ini telah memberkati kita.
Jadilah orang murah hati seperti Bapa adalah murah hati
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, August 27, 2011
Diberi Untuk Memberi
Ayat bacaan: 1 Petrus 3:9
====================
"...hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat..."
Betapa lucunya berbincang-bincang dengan anak teman saya yang masih berusia di bawah 10 tahun. Ia tengah sibuk mendesak ibunya untuk memberinya les gitar di sebuah sekolah musik. Saya pun bertanya kepadanya, mengapa ia tertarik untuk belajar musik, dan mengapa harus gitar. Dengan polos ia menjawab bahwa ia ingin terkenal di dunia suatu hari nanti sehingga ia bisa membantu orang miskin. Dan menurutnya, itu bisa ia capai jika ia menjadi seorang pemusik yang baik. Mengapa gitar? "Karena gitar tidak terlalu mahal, kasihan mama kalau harus beli alat musik yang mahal-mahal, om.." katanya. Saya pun tertawa mendengarnya. "Lagian kenapa tidak? Gitar itu hebat.. saya pengen jadi pemain blues, yang nadanya tinggi-tinggi itu om.." katanya lagi. Saya tertawa bukan hanya karena merasa lucu melihat kepolosan cara bepikirnya, tetapi juga karena kagum, bahwa anak sekecil dia ternyata sudah tahu bahwa ia harus mulai melakukan sesuatu sejak di usia dini agar bisa sukses kelak di kemudian hari. Kenyataannya banyak dari kita yang jauh lebih dewasa tidak kunjung juga menyadari hal itu. Kita malah tidak tahu untuk apa kita diberkati. Banyak dari kita cenderung terus menumpuk, menyimpan harta untuk diri sendiri. Semakin diberkati malah semakin pelit. Semakin banyak yang dimiliki, semakin banyak yang dirasa belum punya. Berkat yang diperoleh hanya dipakai untuk memperkaya diri sendiri, membeli benda-benda yang seharusnya tidak terlalu diperlukan. Bukannya semakin terpanggil untuk memberkati orang lain, tetapi justru semakin pelit dalam memberi. Saya memperoleh banyak karena kerja keras saya, jadi tidak ada orang lain yang harus mendapat apa-apa dari itu. Pola pemikiran seperti itu menjadi milik banyak orang. Ya, kita memang bekerja keras untuk memperoleh hasil. Dan memang kita harus bekerja keras, tidak boleh bermalas-malasan. Tetapi bukankah rejeki atau berkat itu datangnya dari Tuhan? Jika datangnya dari Tuhan, tahukah kita mengapa Tuhan memberikan berkat itu turun atas kita? Apakah cukup karena kita kerja keras maka semua itu mutlak menjadi hak milik kita dan kita tidak perlu tahu apa yang menjadi keinginan Tuhan kemana berkat itu harus kita pergunakan?
Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa ada hubungan sebab akibat dalam hal diberi dan memberi. Anak teman saya yang umurnya belum 10 tahun saja tahu itu. Kita diberi untuk memberi. Kita diberkati untuk memberkati. Kita bekerja keras untuk mencukupi nafkah hidup kita dan keluarga, itu benar. But that's not all. Ada pesan Tuhan yang penting pula agar kita memberi, menolong orang-orang lain yang tengah kesusahan. Dan sesungguhnya, untuk itulah kita diberi. Perhatikan kata Petrus berikut ini: "...hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat..." (1 Petrus 3:9). Apabila kita memperoleh berkat tetapi tidak mau memberkati, maka itu artinya kita menolak untuk melakukan kehendak Tuhan.
Jika Petrus mengatakan demikian, lihat bagaimana cara Paulus untuk mengatakan hal yang sama. Sebuah perikop penting dari surat rasul Paulus menjabarkan lebih lanjut mengenai ini. "Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita."(2 Korintus 9:6-7). Paulus tidak berhenti sampai disitu. Ia lebih jauh menjelaskan bahwa Tuhan sanggup melimpahkan segala kasih karuniaNya bahkan hingga berkelebihan, dan ini semua bukan untuk memperkaya diri, menyombongkan diri dan dinikmati sendiri dengan serakah, melainkan untuk beramal, memberkati orang lain. "Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan." (ay 8). Dalam versi BIS dikatakan "Allah berkuasa memberi kepada kalian berkat yang melimpah ruah, supaya kalian selalu mempunyai apa yang kalian butuhkan; bahkan kalian akan berkelebihan untuk berbuat baik dan beramal." Tuhan berkuasa memutuskan untuk melimpahi kita dengan berkat, tetapi lihatlah untuk apa itu diberikan. Selain agar kita mampu memiliki apa yang kita butuhkan dalam hidup, tetapi terlebih pula itu ditujukan agar kita punya sesuatu untuk BERBUAT BAIK dan BERAMAL. Paulus ternyata menegaskan juga tentang hakekatnya mengapa kita diberkati, dan itu sama seperti apa yang dikatakan Petrus dalam kesempatan lain seperti yang bisa kita baca di atas.
Ingatlah akan hal ini: bahwa berkat-berkat yang kita peroleh adalah titipan Tuhan, yang harus kita pakai untuk memberkati sesama kita, untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Apakah itu berkat kekayaan, berkat kesehatan, talenta-talenta yang kita miliki, semua itu hendaklah kita pergunakan untuk menjadi berkat buat orang lain. Apapun yang kita lakukan buat membantu orang lain bernilai sangat tinggi bagi Tuhan. Demikian firman Tuhan: "Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku." (Matius 25:45). Kita harus mengerti bahwa kekayaan yang ada pada kita hanya titipan Tuhan. Karena itu kita harus mempergunakannya untuk sesama kita, siapapun mereka, apapun latar belakangnya, dimana Tuhan dimuliakan disana. "Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35). Perhatikan, semakin dalam kita masuk ke dalam hadiratNya, semakin dekat kita pada Tuhan, maka prinsip kebahagiaan pun berubah. Jika dulu kita berbahagia ketika kita diberi, maka kini kita akan jauh lebih berbahagia ketika bisa memberi kontribusi kepada orang lain. Kita akan merasa sangat bahagia ketika bisa membahagiakan orang lain. Itu jauh lebih membahagiakan dibandingkan ketika kita memperoleh sesuatu. Kita memperoleh berkat adalah agar kita bisa memberkati orang lain lewat segala yang kita miliki. Singkatnya, kita diberkati untuk memberkati.
Rugikah jika kita banyak memberi? Jika kita memberi dengan hati yang tulus semata-mata karena mengasihi Tuhan dan sesama, kita tidak akan menjadi berkekuangan, malah akan semakin banyak lagi menerima berkat. Itu sejalan dengan Amsal berikut ini: "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan." (Amsal 11:24). Pelit, serakah, tamak, egois dan sejenisnya tidak akan pernah membawa hasil apa-apa selain kerugian buat diri kita sendiri. Kita harus tahu untuk apa Tuhan memberkati kita, dan kita harus memiliki kerinduan untuk melakukannya. Anak kecil tahu bahwa ia harus mulai melakukan sesuatu, bekerja keras belajar main gitar agar kelak ia mampu membantu sesamanya. Ia tahu bahwa berkat hanya bisa ia miliki dengan belajar serius sungguh-sungguh, dan ia tahu kemana ia bisa mempergunakannya. Tidak ada salahnya kita belajar dari cara berpikirnya, meski kita mungkin berusia jauh di atasnya. So, let's work hard, and when God gives you His blessings, use it to help others. Mulailah memberi, maka Tuhan akan terus mencurahkan berkatNya memenuhi lumbung agar anda bisa memberkati lebih dan lebih lagi.
Kita diberi untuk memberi, kita diberkati untuk memberkati
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
====================
"...hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat..."
Betapa lucunya berbincang-bincang dengan anak teman saya yang masih berusia di bawah 10 tahun. Ia tengah sibuk mendesak ibunya untuk memberinya les gitar di sebuah sekolah musik. Saya pun bertanya kepadanya, mengapa ia tertarik untuk belajar musik, dan mengapa harus gitar. Dengan polos ia menjawab bahwa ia ingin terkenal di dunia suatu hari nanti sehingga ia bisa membantu orang miskin. Dan menurutnya, itu bisa ia capai jika ia menjadi seorang pemusik yang baik. Mengapa gitar? "Karena gitar tidak terlalu mahal, kasihan mama kalau harus beli alat musik yang mahal-mahal, om.." katanya. Saya pun tertawa mendengarnya. "Lagian kenapa tidak? Gitar itu hebat.. saya pengen jadi pemain blues, yang nadanya tinggi-tinggi itu om.." katanya lagi. Saya tertawa bukan hanya karena merasa lucu melihat kepolosan cara bepikirnya, tetapi juga karena kagum, bahwa anak sekecil dia ternyata sudah tahu bahwa ia harus mulai melakukan sesuatu sejak di usia dini agar bisa sukses kelak di kemudian hari. Kenyataannya banyak dari kita yang jauh lebih dewasa tidak kunjung juga menyadari hal itu. Kita malah tidak tahu untuk apa kita diberkati. Banyak dari kita cenderung terus menumpuk, menyimpan harta untuk diri sendiri. Semakin diberkati malah semakin pelit. Semakin banyak yang dimiliki, semakin banyak yang dirasa belum punya. Berkat yang diperoleh hanya dipakai untuk memperkaya diri sendiri, membeli benda-benda yang seharusnya tidak terlalu diperlukan. Bukannya semakin terpanggil untuk memberkati orang lain, tetapi justru semakin pelit dalam memberi. Saya memperoleh banyak karena kerja keras saya, jadi tidak ada orang lain yang harus mendapat apa-apa dari itu. Pola pemikiran seperti itu menjadi milik banyak orang. Ya, kita memang bekerja keras untuk memperoleh hasil. Dan memang kita harus bekerja keras, tidak boleh bermalas-malasan. Tetapi bukankah rejeki atau berkat itu datangnya dari Tuhan? Jika datangnya dari Tuhan, tahukah kita mengapa Tuhan memberikan berkat itu turun atas kita? Apakah cukup karena kita kerja keras maka semua itu mutlak menjadi hak milik kita dan kita tidak perlu tahu apa yang menjadi keinginan Tuhan kemana berkat itu harus kita pergunakan?
Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa ada hubungan sebab akibat dalam hal diberi dan memberi. Anak teman saya yang umurnya belum 10 tahun saja tahu itu. Kita diberi untuk memberi. Kita diberkati untuk memberkati. Kita bekerja keras untuk mencukupi nafkah hidup kita dan keluarga, itu benar. But that's not all. Ada pesan Tuhan yang penting pula agar kita memberi, menolong orang-orang lain yang tengah kesusahan. Dan sesungguhnya, untuk itulah kita diberi. Perhatikan kata Petrus berikut ini: "...hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat..." (1 Petrus 3:9). Apabila kita memperoleh berkat tetapi tidak mau memberkati, maka itu artinya kita menolak untuk melakukan kehendak Tuhan.
Jika Petrus mengatakan demikian, lihat bagaimana cara Paulus untuk mengatakan hal yang sama. Sebuah perikop penting dari surat rasul Paulus menjabarkan lebih lanjut mengenai ini. "Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita."(2 Korintus 9:6-7). Paulus tidak berhenti sampai disitu. Ia lebih jauh menjelaskan bahwa Tuhan sanggup melimpahkan segala kasih karuniaNya bahkan hingga berkelebihan, dan ini semua bukan untuk memperkaya diri, menyombongkan diri dan dinikmati sendiri dengan serakah, melainkan untuk beramal, memberkati orang lain. "Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan." (ay 8). Dalam versi BIS dikatakan "Allah berkuasa memberi kepada kalian berkat yang melimpah ruah, supaya kalian selalu mempunyai apa yang kalian butuhkan; bahkan kalian akan berkelebihan untuk berbuat baik dan beramal." Tuhan berkuasa memutuskan untuk melimpahi kita dengan berkat, tetapi lihatlah untuk apa itu diberikan. Selain agar kita mampu memiliki apa yang kita butuhkan dalam hidup, tetapi terlebih pula itu ditujukan agar kita punya sesuatu untuk BERBUAT BAIK dan BERAMAL. Paulus ternyata menegaskan juga tentang hakekatnya mengapa kita diberkati, dan itu sama seperti apa yang dikatakan Petrus dalam kesempatan lain seperti yang bisa kita baca di atas.
Ingatlah akan hal ini: bahwa berkat-berkat yang kita peroleh adalah titipan Tuhan, yang harus kita pakai untuk memberkati sesama kita, untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Apakah itu berkat kekayaan, berkat kesehatan, talenta-talenta yang kita miliki, semua itu hendaklah kita pergunakan untuk menjadi berkat buat orang lain. Apapun yang kita lakukan buat membantu orang lain bernilai sangat tinggi bagi Tuhan. Demikian firman Tuhan: "Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku." (Matius 25:45). Kita harus mengerti bahwa kekayaan yang ada pada kita hanya titipan Tuhan. Karena itu kita harus mempergunakannya untuk sesama kita, siapapun mereka, apapun latar belakangnya, dimana Tuhan dimuliakan disana. "Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35). Perhatikan, semakin dalam kita masuk ke dalam hadiratNya, semakin dekat kita pada Tuhan, maka prinsip kebahagiaan pun berubah. Jika dulu kita berbahagia ketika kita diberi, maka kini kita akan jauh lebih berbahagia ketika bisa memberi kontribusi kepada orang lain. Kita akan merasa sangat bahagia ketika bisa membahagiakan orang lain. Itu jauh lebih membahagiakan dibandingkan ketika kita memperoleh sesuatu. Kita memperoleh berkat adalah agar kita bisa memberkati orang lain lewat segala yang kita miliki. Singkatnya, kita diberkati untuk memberkati.
Rugikah jika kita banyak memberi? Jika kita memberi dengan hati yang tulus semata-mata karena mengasihi Tuhan dan sesama, kita tidak akan menjadi berkekuangan, malah akan semakin banyak lagi menerima berkat. Itu sejalan dengan Amsal berikut ini: "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan." (Amsal 11:24). Pelit, serakah, tamak, egois dan sejenisnya tidak akan pernah membawa hasil apa-apa selain kerugian buat diri kita sendiri. Kita harus tahu untuk apa Tuhan memberkati kita, dan kita harus memiliki kerinduan untuk melakukannya. Anak kecil tahu bahwa ia harus mulai melakukan sesuatu, bekerja keras belajar main gitar agar kelak ia mampu membantu sesamanya. Ia tahu bahwa berkat hanya bisa ia miliki dengan belajar serius sungguh-sungguh, dan ia tahu kemana ia bisa mempergunakannya. Tidak ada salahnya kita belajar dari cara berpikirnya, meski kita mungkin berusia jauh di atasnya. So, let's work hard, and when God gives you His blessings, use it to help others. Mulailah memberi, maka Tuhan akan terus mencurahkan berkatNya memenuhi lumbung agar anda bisa memberkati lebih dan lebih lagi.
Kita diberi untuk memberi, kita diberkati untuk memberkati
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, August 26, 2011
Tandem
Ayat bacaan: Amsal 16:3
================
"Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu."
Jika anda penggemar sepakbola, anda tentu memiliki tandem-tandem favorit yang perpaduannya bisa mendatangkan maut bagi lawan di lapangan hijau. Striker bisa banyak, tetapi ketika seorang striker dipadu dengan pasangan "sehati" nya dalam bermain, maka mereka bisa menjadi momok yang sangat menakutkan. Kehebatan pasangan sejati di lapangan sepak bola ini biasanya terlihat dari bagaimana mereka bisa mengetahui bola-bola yang disukai pasangannya sehingga mereka tahu bagaimana harus mengumpan, atau mereka bisa mengetahui pergerakan pasangannya dan dengan demikian tahu kemana mereka harus mengarahkan bola. Tandem seperti ini seringkali bisa membuat perbedaan dalam bermain, dan mereka akan terlihat timpang apabila tampil tidak dengan pasangannya. Tidak hanya striker, tapi pemain tengah atau bertahan pun akan tampil beda ketika mereka bermain dengan tandemnya. Mereka akan lebih tangguh dan kokoh sehingga tidak mudah untuk ditembus. Dalam level kompetisi liga atau pertandingan membawa nama negara tandem-tandem legendaris selalu datang dan pergi, dan kita mengenal mereka bukan hanya dari skill bermain tetapi juga chemistry yang solid dengan pasangan masing-masing.
Saya mengawali renungan hari ini dengan tandem sepak bola, karena dalam hidup ini pun kita memerlukan tandem yang bisa membawa perbedaan dalam mencapai keberhasilan. Seringkali kita berpikir bahwa kita sanggup melakukan segalanya sendirian, kita tidak butuh siapapun, dan yang lebih menyedihkan lagi, kita tidak merasa membutuhkan Tuhan sebagai partner atau tandem kita dalam meniti setiap jenjang kehidupan. Padahal Tuhan selalu rindu untuk berpasangan dengan kita, untuk membawa kita dari satu keberhasilan kepada keberhasilan berikutnya. Sayangnya hanya sedikit orang yang menyadari hal ini. Kebanyakan orang lebih tertarik untuk memutuskan segala sesuatu sendiri, menganggap mereka yang paling tahu apa yang terbaik buat mereka. Dalam skema rencana banyak orang, Tuhan tidak termasuk penting di dalamnya. Dan ironisnya, ketika rencana itu gagal, Tuhan malah yang dipersalahkan. Mungkinkah bertandem dengan Tuhan? Tentu saja, mengapa tidak? Kita bisa melihat tokoh-tokoh yang dengan jelas dikatakan "bergaul karib" dengan Tuhan bahkan menjadikan Tuhan sebagai Sosok Sahabat dalam hidup mereka. Lihatlah bagaimana Musa bisa "berhadapan muka (dengan Tuhan) seperti seorang berbicara kepada temannya" (Keluaran 33:11), Abraham yang dikatakan sebagai sahabat Tuhan (2 Tawarikh 20:7) atau Henokh yang disebut begaul dengan Allah selama ratusan tahun (Kejadian 5:22,24). Dan kita melihat bagaimana kualitas mereka sebagai manusia menjadi begitu istimewa ketika memiliki partner Tuhan sendiri.
Tuhan membuka kesempatan seluas-luasnya bahkan menantikan untuk membina sebuah hubungan erat dengan kita. Dan sebagai teman, Tuhan siap menyingkapkan apa saja yang menjadi rencana terbaikNya bagi kita. Lihatlah ayat berikut ini: "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Sebagai Sang Pencipta, tentu saja Tuhan yang paling tahu apa yang terbaik untuk kita. Dan yang terbaik adalah jelas, menyelaraskan rencana kita dengan apa yang menjadi rencana Tuhan, dan melibatkanNya dalam setiap proses. Tuhan tahu apa yang terbaik untuk kita, tetapi sudahkah kita tahu apa yang Dia mau untuk kita lakukan? Sudahkah kita tahu apa rencanaNya buat kita dan bagaimana untuk mencapainya? Sudahkah kita peduli terhadap isi hati Tuhan? Tandem tidak akan menghasilkan apa-apa jika mereka bermain sendiri-sendiri. Tandem tidak akan sukses jika keduanya saling tidak mengenal, dan seperti itu pula hubungan kita dengan Tuhan. Tuhan mengenal kita, maka kita pun harus mengenalNya agar bisa membangun sebuah hubungan yang intim dan harmonis.
Firman Tuhan mengatakan "Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu." (Amsal 16:3). Ini adalah sebuah kunci penting untuk bisa mencapai keberhasilan. Tuhan harus dilibatkan dalam apapun yang kita lakukan, dan kita pun harus menjauhi segala sesuatu yang tidak sejalan dengan keinginan atau rencanaNya. Artinya jelas, "Manusia dapat membuat rencana, tetapi Allah yang menentukan jalan hidupnya." (ay 9:BIS). Apa yang direncanakan Tuhan jelas yang terbaik, dan dengan mengikuti itu sambil terus melibatkan Tuhan di dalamnya maka kita akan bisa menggenapi satu persatu rencana Tuhan bagi kita dan terus berhasil, mulai dari pencapaian-pencapaian kecil hingga besar. Jika anda meluangkan waktu untuk membaca Ulangan 28:1-14 maka anda akan bertemu dengan skema luar biasa yang direncanakan Tuhan bagi setiap anak-anakNya. Demikian pula jika anda mau membagi waktu untuk merenungkan Yosua 1:1-18, dan banyak janji Tuhan lainnya. Kita butuh tahu apa yang menjadi keinginan Tuhan untuk kita lakukan, dan lihatlah bagaimana Tuhan melimpahi kita. Selain janji-janji yang sangat besar itu, Tuhan pun memberi jaminan akan penyertaanNya sebagai partner terbaik/sejati bagi kita. Anda bisa melihat itu dalam banyak ayat, misalnya dalam Keluaran 23:22-23, Yesaya 41:10, Ulangan 31:6, Ibrani 13:5, Matius 28:20 dan sebagainya. Bahkan Tuhan menyatakan bahwa Dia yang akan turun berperang dalam setiap pergumulan kita. (2 Tawarikh 20:15). Semua ini akan luput dari bagian kita apabila kita tidak mulai membangun hubungan yang baik dengan Tuhan. Mendengar suaraNya, mengetahui isi hatiNya dan membuka diri dalam membina persahabatan yang harmonis dengan Tuhan.
Tuhan selalu menanti kita untuk menyambut uluran tanganNya. Dia selalu siap untuk menjadi sahabat sejati kita, bersama dengan kita dalam menghadapi apapun dalam hidup ini, berjalan melewati satu keberhasilan menuju kepada keberhasilan berikutnya. Masalahnya, apakah kita siap untuk menjadikan Tuhan sebagai tandem sejati kita? Dengarlah apa yang menjadi rencana Tuhan bagi anda, dan libatkan Tuhan dalam setiap proses di dalamnya. Anda akan melihat sebuah perbedaan nyata dari setiap langkah yang anda ambil.
It will make a difference when you're pairing with God
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
================
"Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu."
Jika anda penggemar sepakbola, anda tentu memiliki tandem-tandem favorit yang perpaduannya bisa mendatangkan maut bagi lawan di lapangan hijau. Striker bisa banyak, tetapi ketika seorang striker dipadu dengan pasangan "sehati" nya dalam bermain, maka mereka bisa menjadi momok yang sangat menakutkan. Kehebatan pasangan sejati di lapangan sepak bola ini biasanya terlihat dari bagaimana mereka bisa mengetahui bola-bola yang disukai pasangannya sehingga mereka tahu bagaimana harus mengumpan, atau mereka bisa mengetahui pergerakan pasangannya dan dengan demikian tahu kemana mereka harus mengarahkan bola. Tandem seperti ini seringkali bisa membuat perbedaan dalam bermain, dan mereka akan terlihat timpang apabila tampil tidak dengan pasangannya. Tidak hanya striker, tapi pemain tengah atau bertahan pun akan tampil beda ketika mereka bermain dengan tandemnya. Mereka akan lebih tangguh dan kokoh sehingga tidak mudah untuk ditembus. Dalam level kompetisi liga atau pertandingan membawa nama negara tandem-tandem legendaris selalu datang dan pergi, dan kita mengenal mereka bukan hanya dari skill bermain tetapi juga chemistry yang solid dengan pasangan masing-masing.
Saya mengawali renungan hari ini dengan tandem sepak bola, karena dalam hidup ini pun kita memerlukan tandem yang bisa membawa perbedaan dalam mencapai keberhasilan. Seringkali kita berpikir bahwa kita sanggup melakukan segalanya sendirian, kita tidak butuh siapapun, dan yang lebih menyedihkan lagi, kita tidak merasa membutuhkan Tuhan sebagai partner atau tandem kita dalam meniti setiap jenjang kehidupan. Padahal Tuhan selalu rindu untuk berpasangan dengan kita, untuk membawa kita dari satu keberhasilan kepada keberhasilan berikutnya. Sayangnya hanya sedikit orang yang menyadari hal ini. Kebanyakan orang lebih tertarik untuk memutuskan segala sesuatu sendiri, menganggap mereka yang paling tahu apa yang terbaik buat mereka. Dalam skema rencana banyak orang, Tuhan tidak termasuk penting di dalamnya. Dan ironisnya, ketika rencana itu gagal, Tuhan malah yang dipersalahkan. Mungkinkah bertandem dengan Tuhan? Tentu saja, mengapa tidak? Kita bisa melihat tokoh-tokoh yang dengan jelas dikatakan "bergaul karib" dengan Tuhan bahkan menjadikan Tuhan sebagai Sosok Sahabat dalam hidup mereka. Lihatlah bagaimana Musa bisa "berhadapan muka (dengan Tuhan) seperti seorang berbicara kepada temannya" (Keluaran 33:11), Abraham yang dikatakan sebagai sahabat Tuhan (2 Tawarikh 20:7) atau Henokh yang disebut begaul dengan Allah selama ratusan tahun (Kejadian 5:22,24). Dan kita melihat bagaimana kualitas mereka sebagai manusia menjadi begitu istimewa ketika memiliki partner Tuhan sendiri.
Tuhan membuka kesempatan seluas-luasnya bahkan menantikan untuk membina sebuah hubungan erat dengan kita. Dan sebagai teman, Tuhan siap menyingkapkan apa saja yang menjadi rencana terbaikNya bagi kita. Lihatlah ayat berikut ini: "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Sebagai Sang Pencipta, tentu saja Tuhan yang paling tahu apa yang terbaik untuk kita. Dan yang terbaik adalah jelas, menyelaraskan rencana kita dengan apa yang menjadi rencana Tuhan, dan melibatkanNya dalam setiap proses. Tuhan tahu apa yang terbaik untuk kita, tetapi sudahkah kita tahu apa yang Dia mau untuk kita lakukan? Sudahkah kita tahu apa rencanaNya buat kita dan bagaimana untuk mencapainya? Sudahkah kita peduli terhadap isi hati Tuhan? Tandem tidak akan menghasilkan apa-apa jika mereka bermain sendiri-sendiri. Tandem tidak akan sukses jika keduanya saling tidak mengenal, dan seperti itu pula hubungan kita dengan Tuhan. Tuhan mengenal kita, maka kita pun harus mengenalNya agar bisa membangun sebuah hubungan yang intim dan harmonis.
Firman Tuhan mengatakan "Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu." (Amsal 16:3). Ini adalah sebuah kunci penting untuk bisa mencapai keberhasilan. Tuhan harus dilibatkan dalam apapun yang kita lakukan, dan kita pun harus menjauhi segala sesuatu yang tidak sejalan dengan keinginan atau rencanaNya. Artinya jelas, "Manusia dapat membuat rencana, tetapi Allah yang menentukan jalan hidupnya." (ay 9:BIS). Apa yang direncanakan Tuhan jelas yang terbaik, dan dengan mengikuti itu sambil terus melibatkan Tuhan di dalamnya maka kita akan bisa menggenapi satu persatu rencana Tuhan bagi kita dan terus berhasil, mulai dari pencapaian-pencapaian kecil hingga besar. Jika anda meluangkan waktu untuk membaca Ulangan 28:1-14 maka anda akan bertemu dengan skema luar biasa yang direncanakan Tuhan bagi setiap anak-anakNya. Demikian pula jika anda mau membagi waktu untuk merenungkan Yosua 1:1-18, dan banyak janji Tuhan lainnya. Kita butuh tahu apa yang menjadi keinginan Tuhan untuk kita lakukan, dan lihatlah bagaimana Tuhan melimpahi kita. Selain janji-janji yang sangat besar itu, Tuhan pun memberi jaminan akan penyertaanNya sebagai partner terbaik/sejati bagi kita. Anda bisa melihat itu dalam banyak ayat, misalnya dalam Keluaran 23:22-23, Yesaya 41:10, Ulangan 31:6, Ibrani 13:5, Matius 28:20 dan sebagainya. Bahkan Tuhan menyatakan bahwa Dia yang akan turun berperang dalam setiap pergumulan kita. (2 Tawarikh 20:15). Semua ini akan luput dari bagian kita apabila kita tidak mulai membangun hubungan yang baik dengan Tuhan. Mendengar suaraNya, mengetahui isi hatiNya dan membuka diri dalam membina persahabatan yang harmonis dengan Tuhan.
Tuhan selalu menanti kita untuk menyambut uluran tanganNya. Dia selalu siap untuk menjadi sahabat sejati kita, bersama dengan kita dalam menghadapi apapun dalam hidup ini, berjalan melewati satu keberhasilan menuju kepada keberhasilan berikutnya. Masalahnya, apakah kita siap untuk menjadikan Tuhan sebagai tandem sejati kita? Dengarlah apa yang menjadi rencana Tuhan bagi anda, dan libatkan Tuhan dalam setiap proses di dalamnya. Anda akan melihat sebuah perbedaan nyata dari setiap langkah yang anda ambil.
It will make a difference when you're pairing with God
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Arise and Shine
Ayat bacaan: Yesaya 60:1
=======================
"Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu."
Ada orang yang senang tampil di depan dan diperhatikan banyak orang, ada yang lebih suka berada di belakang layar tidak ingin terekspos. Dalam kadar yang normal keduanya tidaklah buruk. Ada kalanya kita butuh orang-orang yang bisa membuat suasana menjadi lebih ceria dengan keberadaan mereka, ada kalanya pula kita butuh pekerja-pekerja keras yang lebih menikmati pekerjaannya tanpa harus terlihat di permukaan. Dalam kadar yang lebih dari normal, keduanya bisa menjadi negatif. Orang yang ingin eksis secara berlebihan bisa tampil over, menyombongkan diri atau bahkan merasa harus menjelekkan orang lain agar mereka terlihat hebat. Sebaliknya orang yang menutup diri secara berlebihan sulit dalam bergaul dan cenderung gagal melihat potensi diri mereka sebenarnya.Saya mengenal beberapa orang yang punya potensi luar biasa untuk sukses namun mereka bagaikan tertutupi kabut tebal, atau mungkin lebih tepat jika saya katakan diikat oleh kabut tebal akibat rasa rendah diri berlebihan ini sehingga tidak kunjung tampil "bersinar" seperti seharusnya. Burukkah untuk bersinar? Sampai batas tertentu itu tidak buruk, karena Tuhan sendiri tidak menginginkan kita menjadi orang-orang yang tidak berbuah apapun selama hidup di dunia ini. Tetapi ketika kita mempergunakan "sinar cemerlang" yang terpancar dari diri kita untuk kepentingan atau kepuasan diri sendiri, maka hal itu menjadi tidak lagi baik.
Perhatikanlah ayat berikut ini: "Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu." (Yesaya 60:1). Ini adalah seruan yang sesungguhnya penting untuk kita cermati, dan ini membuktikan bahwa setiap orang percaya sesungguhnya diminta untuk bangkit, dan menjadi terang dengan turunnya atau terbitnya kemuliaan Tuhan dalam diri kita. Perhatikan pula ayat-ayat berikut: "Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:14-16). Kita diminta untuk menjadi terang. Terang tidak akan berfungsi maksimal bila diletakkan di bawah gantang atau dalam keadaan tertutup. Kita harus bersinar keluar, memancarkan sinar terang kemuliaan Tuhan kepada dunia, dan pakailah itu bukan untuk popularitas atau menonjolkan kehebatan diri sendiri melainkan untuk memuliakan Bapa di sorga. Ayat-ayat ini jelas menyebutkan bahwa kita tidak diminta untuk menutup diri, menghalangi sinar kemuliaan Allah yang sudah turun atas kita, melainkan tampil bersinar membawa terang demi kemuliaanNya. Arise and shine. Arise from the depression and prostration in which circumstances have kept you, and shine, be radiant with the glory of the Lord.
Mengapa harus bangkit? Karena seringkali kita gagal bersinar akibat berbagai pengalaman buruk di masa lalu atau rangkaian kegagalan yang pernah menimpa kita. Bisa jadi kita merasa tidak memiliki fisik yang sempurna, ada bekas-bekas cacat, merasa kurang cantik atau kurang pintar dibandingkan orang lain, merasa tidak memiliki aksesoris atau gadget-gadget yang dianggap gaul dan sebagainya. Mungkin juga kita dari kecil sering dibandingkan dengan kakak atau adik sendiri oleh orang tua sehingga rasa percaya diri kita menjadi rendah sejak kecil. Mendapat intimidasi dari saudara, teman atau orang lain, atau pernah mengalami hal-hal traumatis, ini pun bisa menjadi sebab orang menutup dirinya, tidak lagi mampu melihat potensinya apalagi mempergunakannya, dan akibatnya menjadi gagal bersinar. Karena itulah Firman Tuhan berkata dengan sangat jelas agar kita mampu melepaskan diri dari segala belenggu yang menghalangi kita untuk bersinar. Bangkitlah, dan menjadi teranglah. Arise, and shine.
Di mata orang lain mungkin kita dianggap tidak cukup baik untuk sukses. Mungkin kita pernah atau bahkan sering mendapat intimidasi dari orang lain, baik ketika masih kecil atau sampai sekarang. Tapi di mata Tuhan, siapapun kita, sesungguhnya kita tidak pernah dianggap kurang layak untuk bisa bersinar. Di mata Tuhan justru kita sangat berharga. Begitu berharga, sehingga Dia rela mengorbankan AnakNya yang tunggal untuk menggantikan kita semua di atas kayu salib. Secara tegas Firman Tuhan menyatakan hal ini: "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau..." (Yesaya 43:4a). Berharga dan mulia, dan dikasihi. Itu artinya jelas, siapapun kita, seperti apapun keadaan kita, Tuhan menganggap kita begitu berharga bahkan dikatakan mulia. Secara spesifik Tuhan bahkan menginginkan kita seperti ini: "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia, dan apabila engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya." (Ulangan 28:13-14). Perhatikan apa yang diinginkan Tuhan, dan perhatikan pula bagaimana syaratnya. Ini menjadi gambaran agar kita tidak kehilangan "image" atau gambar diri yang telah dipersiapkan Tuhan bagi kita, seperti rencanaNya atas masing-masing kita yang sudah Dia reka dalam blueprintNya jauh sebelum kita diciptakan.
Perbaiki dan pulihkanlah gambar diri yang mungkin sudah terlanjur rusak itu. Bangkitlah, dan menjadi teranglah. Arise and shine! Kita tidak diminta untuk menjadi pribadi-pribadi gelap yang terkungkung di dalam kerendah-dirian atau ketidakpercayaan diri, tetapi diminta untuk bisa menjadi terang yang mampu menyinari orang lain di muka bumi ini. Kita diminta menjadi orang-orang yang mampu memancarkan sinar terang kemuliaan Tuhan kepada orang lain, dan untuk itu Tuhan sudah membekali kita masing-masing dengan talenta-talenta istimewa. Jangan lupa pula untuk mempergunakan itu bukan untuk kepentingan atau kebanggaan diri sendiri, melainkan untuk memuliakan Tuhan. Tidak ada satupun alasan yang bisa menghalangi kita untuk tampil bersinar. Tidak ada gelap yang mampu melawan terang. Apapun kata orang, apapun kata ketidakyakinan diri anda, apapun kekurangan yang anda pikir buruk dari diri anda, anda tetaplah berharga dan mulia di mata Tuhan. Jika demikian, ubahlah cara pandang anda akan diri sendiri, bangkitlah dan menjadi teranglah.
Biarkan terang dalam diri kita bercahaya dimana kemuliaan Tuhan dinyatakan didalamnya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=======================
"Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu."
Ada orang yang senang tampil di depan dan diperhatikan banyak orang, ada yang lebih suka berada di belakang layar tidak ingin terekspos. Dalam kadar yang normal keduanya tidaklah buruk. Ada kalanya kita butuh orang-orang yang bisa membuat suasana menjadi lebih ceria dengan keberadaan mereka, ada kalanya pula kita butuh pekerja-pekerja keras yang lebih menikmati pekerjaannya tanpa harus terlihat di permukaan. Dalam kadar yang lebih dari normal, keduanya bisa menjadi negatif. Orang yang ingin eksis secara berlebihan bisa tampil over, menyombongkan diri atau bahkan merasa harus menjelekkan orang lain agar mereka terlihat hebat. Sebaliknya orang yang menutup diri secara berlebihan sulit dalam bergaul dan cenderung gagal melihat potensi diri mereka sebenarnya.Saya mengenal beberapa orang yang punya potensi luar biasa untuk sukses namun mereka bagaikan tertutupi kabut tebal, atau mungkin lebih tepat jika saya katakan diikat oleh kabut tebal akibat rasa rendah diri berlebihan ini sehingga tidak kunjung tampil "bersinar" seperti seharusnya. Burukkah untuk bersinar? Sampai batas tertentu itu tidak buruk, karena Tuhan sendiri tidak menginginkan kita menjadi orang-orang yang tidak berbuah apapun selama hidup di dunia ini. Tetapi ketika kita mempergunakan "sinar cemerlang" yang terpancar dari diri kita untuk kepentingan atau kepuasan diri sendiri, maka hal itu menjadi tidak lagi baik.
Perhatikanlah ayat berikut ini: "Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu." (Yesaya 60:1). Ini adalah seruan yang sesungguhnya penting untuk kita cermati, dan ini membuktikan bahwa setiap orang percaya sesungguhnya diminta untuk bangkit, dan menjadi terang dengan turunnya atau terbitnya kemuliaan Tuhan dalam diri kita. Perhatikan pula ayat-ayat berikut: "Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:14-16). Kita diminta untuk menjadi terang. Terang tidak akan berfungsi maksimal bila diletakkan di bawah gantang atau dalam keadaan tertutup. Kita harus bersinar keluar, memancarkan sinar terang kemuliaan Tuhan kepada dunia, dan pakailah itu bukan untuk popularitas atau menonjolkan kehebatan diri sendiri melainkan untuk memuliakan Bapa di sorga. Ayat-ayat ini jelas menyebutkan bahwa kita tidak diminta untuk menutup diri, menghalangi sinar kemuliaan Allah yang sudah turun atas kita, melainkan tampil bersinar membawa terang demi kemuliaanNya. Arise and shine. Arise from the depression and prostration in which circumstances have kept you, and shine, be radiant with the glory of the Lord.
Mengapa harus bangkit? Karena seringkali kita gagal bersinar akibat berbagai pengalaman buruk di masa lalu atau rangkaian kegagalan yang pernah menimpa kita. Bisa jadi kita merasa tidak memiliki fisik yang sempurna, ada bekas-bekas cacat, merasa kurang cantik atau kurang pintar dibandingkan orang lain, merasa tidak memiliki aksesoris atau gadget-gadget yang dianggap gaul dan sebagainya. Mungkin juga kita dari kecil sering dibandingkan dengan kakak atau adik sendiri oleh orang tua sehingga rasa percaya diri kita menjadi rendah sejak kecil. Mendapat intimidasi dari saudara, teman atau orang lain, atau pernah mengalami hal-hal traumatis, ini pun bisa menjadi sebab orang menutup dirinya, tidak lagi mampu melihat potensinya apalagi mempergunakannya, dan akibatnya menjadi gagal bersinar. Karena itulah Firman Tuhan berkata dengan sangat jelas agar kita mampu melepaskan diri dari segala belenggu yang menghalangi kita untuk bersinar. Bangkitlah, dan menjadi teranglah. Arise, and shine.
Di mata orang lain mungkin kita dianggap tidak cukup baik untuk sukses. Mungkin kita pernah atau bahkan sering mendapat intimidasi dari orang lain, baik ketika masih kecil atau sampai sekarang. Tapi di mata Tuhan, siapapun kita, sesungguhnya kita tidak pernah dianggap kurang layak untuk bisa bersinar. Di mata Tuhan justru kita sangat berharga. Begitu berharga, sehingga Dia rela mengorbankan AnakNya yang tunggal untuk menggantikan kita semua di atas kayu salib. Secara tegas Firman Tuhan menyatakan hal ini: "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau..." (Yesaya 43:4a). Berharga dan mulia, dan dikasihi. Itu artinya jelas, siapapun kita, seperti apapun keadaan kita, Tuhan menganggap kita begitu berharga bahkan dikatakan mulia. Secara spesifik Tuhan bahkan menginginkan kita seperti ini: "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia, dan apabila engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya." (Ulangan 28:13-14). Perhatikan apa yang diinginkan Tuhan, dan perhatikan pula bagaimana syaratnya. Ini menjadi gambaran agar kita tidak kehilangan "image" atau gambar diri yang telah dipersiapkan Tuhan bagi kita, seperti rencanaNya atas masing-masing kita yang sudah Dia reka dalam blueprintNya jauh sebelum kita diciptakan.
Perbaiki dan pulihkanlah gambar diri yang mungkin sudah terlanjur rusak itu. Bangkitlah, dan menjadi teranglah. Arise and shine! Kita tidak diminta untuk menjadi pribadi-pribadi gelap yang terkungkung di dalam kerendah-dirian atau ketidakpercayaan diri, tetapi diminta untuk bisa menjadi terang yang mampu menyinari orang lain di muka bumi ini. Kita diminta menjadi orang-orang yang mampu memancarkan sinar terang kemuliaan Tuhan kepada orang lain, dan untuk itu Tuhan sudah membekali kita masing-masing dengan talenta-talenta istimewa. Jangan lupa pula untuk mempergunakan itu bukan untuk kepentingan atau kebanggaan diri sendiri, melainkan untuk memuliakan Tuhan. Tidak ada satupun alasan yang bisa menghalangi kita untuk tampil bersinar. Tidak ada gelap yang mampu melawan terang. Apapun kata orang, apapun kata ketidakyakinan diri anda, apapun kekurangan yang anda pikir buruk dari diri anda, anda tetaplah berharga dan mulia di mata Tuhan. Jika demikian, ubahlah cara pandang anda akan diri sendiri, bangkitlah dan menjadi teranglah.
Biarkan terang dalam diri kita bercahaya dimana kemuliaan Tuhan dinyatakan didalamnya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, August 25, 2011
Ketidakadilan di Pengadilan
Ayat bacaan: Pengkotbah 3:16
=========================
"Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situpun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situpun terdapat ketidakadilan."
Salah satu film seri tv yang saya gemari adalah CSI (Crime Scene Investigator). Film seri yang terdiri dari beberapa versi seperti Las Vegas, New York atau Miami ini menceritakan bagaimana para ahli forensik mengungkap kasus-kasus pembunuhan atau kejahatan lainnya. Mereka terus mengumpulkan kepingan-kepingan bukti untuk mengetahui bagaimana kejahatan itu terjadi dan siapa pelakunya. Berbagai kebohongan dari para pelaku kerap mereka dapati, dan dengan fakta-fakta yang mereka temukan baik dari korban maupun tempat kejadian perkara mereka akhirnya mampu menemukan siapa pelakunya dan bagaimana sebuah kejahatan dan pembunuhan itu terjadi. Betapa hebatnya melihat kegigihan para ahli forensik ini dalam mencari fakta dan keadilan. Sayangnya kisah seperti ini tampaknya hanya terjadi dalam film saja, karena kenyataannya kita hampir selalu mendengar ketidakadilan justru terjadi di tempat dimana kita seharusnya bisa mencari keadilan. Apalagi di negara kita yang tingkat korupsinya merupakan salah satu yang terparah di muka bumi ini. Kita melihat para pelaku bagai tidak punya malu, berani tampil di publik dan bebas dari hukum karena mereka mampu menyetorkan sejumlah uang kepada penyidik atau lewat orang-orang berpengaruh yang mampu melindungi mereka dari jerat hukum. Kebiasaan suap menyuap ini memang sangat sulit untuk dihilangkan. Lembaga keadilan bagaikan pasar, ada pembeli dan ada penjual. Betapa memprihatinkan ketika lembaga peradilan yang seharusnya menjadi tempat dimana keadilan bisa ditegakkan sebenar-benarnya malah menjadi tempat yang paling sulit untuk mendapatkannya.
Kejadian seperti ini ternyata sudah ada jauh di waktu lalu. Kita bisa melihat hal itu dalam banyak bagian di Alkitab. Pengkotbah mencatat kejadian persis sama seperti apa yang kita lihat hari ini. "Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situpun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situpun terdapat ketidakadilan." (Pengkotbah 3:16). Namanya pengadilan, tapi justru disana terdapat ketidakadilan, di tempat di mana keadilan seharusnya ditegakkan justru di sana pula keadilan bisa diperjualbelikan. Itu yang kita lihat hari ini, itu pula yang sejak dulu terjadi. Artinya, warisan budaya suap ini sudah berlangsung sedemikian lama, dari generasi ke generasi berikutnya tanpa pernah terputus. Suap memungkinkan orang untuk membeli hukum dan keadilan, suap mampu memutarbalikkan fakta dan kebenaran sedemikian rupa sehingga orang yang bersalah bisa terbebas dari hukuman, minimal dihukum serendah-rendahnya. Suap mampu melakukan berbagai manipulasi tanpa peduli melukai rasa keadilan masyarakat. Mungkin di dunia mereka bisa lolos dengan menyuap, tapi mereka lupa bahwa keadilan pada suatu saat tidak lagi bisa dibeli ketika berhadapan dengan Tuhan sebagai Hakim. Berapa pun harta yang kita punya tidak akan bisa cukup untuk membeli penghakiman Tuhan. They can get away from human but will never can from God.
Di mata Tuhan, sikap menyuap atau membeli keadilan ini jelas merupakan sesuatu yang sangat Dia benci. Tuhan bahkan secara tegas menganggapnya sebagai sebuah penghinaan. "Siapa berjalan dengan jujur, takut akan TUHAN, tetapi orang yang sesat jalannya, menghina Dia." (Amsal 14:2) Bukan itu saja, suap pun digolongkan sebagai sebuah kekejian. "Karena orang yang sesat adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi dengan orang jujur Ia bergaul erat." (3:32). Tuhan pada suatu hari akan menuntut pertanggungjawaban kita atas segala perbuatan yang pernah kita lakukan semasa hidup, dan disana tidak akan ada pemutarbalikan fakta yang mungkin untuk dilakukan lagi. Keadilan sekarang bisa dibeli, pada akhirnya nanti biar bagaimanapun akan ditegakkan, dan tidak satupun yang bisa lolos dari kejahatan-kejahatan yang dilakukan. Paulus mengingatkan jemaat Roma: "Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah." (Roma 14:12), lalu Penulis Ibrani mengatakan "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Suap merupakan pelanggaran serius yang mampu membuat kita dihapuskan dari kitab kehidupan. Pengkotbah pun tahu bahwa hal ini pada saatnya nanti harus dipertanggungjawabkan. "Berkatalah aku dalam hati: "Allah akan mengadili baik orang yang benar maupun yang tidak adil, karena untuk segala hal dan segala pekerjaan ada waktunya."(Pengkotbah 3:17). Cepat atau lambat, saat ini akan tiba.
Banyak orang sayangnya berpikir singkat saja dengan menyepelekan pelanggaran suap menyuap ini. Bahkan sejak dulu pun demikian. Di masa hidup Pengkotbah kita sudah melihatnya, di masa Mikha pun kasus suap menjadi salah satu sumber kemurkaan Tuhan yang begitu menakutkan. Lihatlah betapa bobroknya perilaku para penegak hukum, imam bahkan nabi pada masa itu. "Para kepalanya memutuskan hukum karena suap, dan para imamnya memberi pengajaran karena bayaran, para nabinya menenung karena uang, padahal mereka bersandar kepada TUHAN dengan berkata: "Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita! Tidak akan datang malapetaka menimpa kita!" (Mikha 3:11). Jika di masa itu terlihat buruk, di Perjanjian Baru pun kita menemukan kisah mengenai percobaan suap yang dilakukan Simon, mantan penyihir terkenal seperti yang bisa dibaca dalam Kisah Para Rasul 8:4-25. Berulang-ulang kita melihat suap masih saja dilakukan, bahkan hingga hari ini, padahal jauh sebelumnya Tuhan telahmengingatkan dalam kitab Keluaran agar kita tidak melakukan pelanggaran suap menyuap ini. "Suap janganlah kauterima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar." (Keluaran 23:8).
Melihat bagaimana seriusnya dosa suap menyuap ini, marilah kita hari ini tidak tergoda untuk melakukannya. Baik menyuap maupun menerima suap, keduanya sama seriusnya, dan harus kita pertanggungjawabkan kelak di hadapan Tuhan. Suap dalam bentuk apapun yang dilakukan pelaku atau penerima sama-sama merupakan penghinaan dan kekejian di hadapan Tuhan seperti yang bisa kita lihat dari ayat-ayat di atas. Saya tahu memang sulit untuk hidup tanpa memberi uang pelicin atau suap dalam berbagai urusan di negara kita. Mungkin waktu kita akan tersita, mungkin urusan menjadi berbelit-belit dan lebih sulit, mungkin kesabaran kita pun akan diuji, tetapi biarlah itu terjadi. Rela repot, waktu terbuang dan mengalami proses berbelit dan lama merupakan konsekuensi dari kejujuran di negara kita ini, dan itu jauh lebih baik daripada kita mendapat kesulitan di hari penghakiman kelak. Saya sudah mulai melakukannya, beberapa teman pun demikian. Meski urusan menjadi lebih rumit dan sulit, namun ada sukacita tersendiri ketika saya berhasil membereskan urusan tanpa harus melakukan suap sama sekali. Kita masih tetap bisa berhasil meski tanpa menyuap, karena semua berkat dan keberhasilan itu sesungguhnya berasal dari Tuhan dan bukan lewat orang lain. Jika kita bisa menyenangkan Tuhan dan perilaku jujur kita, kenapa tidak? Marilah kita mulai dari diri kita sendiri untuk mengatakan tidak kepada suap menyuap, dan cepat atau lambat itu bisa memberi dampak positif bagi bangsa dan negara kita. Be a role model, say no to bribery!
Ketidakadilan mungkin terjadi di rumah keadilan, tetapi tidak akan pernah bisa mengatasi penghakiman Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=========================
"Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situpun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situpun terdapat ketidakadilan."
Salah satu film seri tv yang saya gemari adalah CSI (Crime Scene Investigator). Film seri yang terdiri dari beberapa versi seperti Las Vegas, New York atau Miami ini menceritakan bagaimana para ahli forensik mengungkap kasus-kasus pembunuhan atau kejahatan lainnya. Mereka terus mengumpulkan kepingan-kepingan bukti untuk mengetahui bagaimana kejahatan itu terjadi dan siapa pelakunya. Berbagai kebohongan dari para pelaku kerap mereka dapati, dan dengan fakta-fakta yang mereka temukan baik dari korban maupun tempat kejadian perkara mereka akhirnya mampu menemukan siapa pelakunya dan bagaimana sebuah kejahatan dan pembunuhan itu terjadi. Betapa hebatnya melihat kegigihan para ahli forensik ini dalam mencari fakta dan keadilan. Sayangnya kisah seperti ini tampaknya hanya terjadi dalam film saja, karena kenyataannya kita hampir selalu mendengar ketidakadilan justru terjadi di tempat dimana kita seharusnya bisa mencari keadilan. Apalagi di negara kita yang tingkat korupsinya merupakan salah satu yang terparah di muka bumi ini. Kita melihat para pelaku bagai tidak punya malu, berani tampil di publik dan bebas dari hukum karena mereka mampu menyetorkan sejumlah uang kepada penyidik atau lewat orang-orang berpengaruh yang mampu melindungi mereka dari jerat hukum. Kebiasaan suap menyuap ini memang sangat sulit untuk dihilangkan. Lembaga keadilan bagaikan pasar, ada pembeli dan ada penjual. Betapa memprihatinkan ketika lembaga peradilan yang seharusnya menjadi tempat dimana keadilan bisa ditegakkan sebenar-benarnya malah menjadi tempat yang paling sulit untuk mendapatkannya.
Kejadian seperti ini ternyata sudah ada jauh di waktu lalu. Kita bisa melihat hal itu dalam banyak bagian di Alkitab. Pengkotbah mencatat kejadian persis sama seperti apa yang kita lihat hari ini. "Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situpun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situpun terdapat ketidakadilan." (Pengkotbah 3:16). Namanya pengadilan, tapi justru disana terdapat ketidakadilan, di tempat di mana keadilan seharusnya ditegakkan justru di sana pula keadilan bisa diperjualbelikan. Itu yang kita lihat hari ini, itu pula yang sejak dulu terjadi. Artinya, warisan budaya suap ini sudah berlangsung sedemikian lama, dari generasi ke generasi berikutnya tanpa pernah terputus. Suap memungkinkan orang untuk membeli hukum dan keadilan, suap mampu memutarbalikkan fakta dan kebenaran sedemikian rupa sehingga orang yang bersalah bisa terbebas dari hukuman, minimal dihukum serendah-rendahnya. Suap mampu melakukan berbagai manipulasi tanpa peduli melukai rasa keadilan masyarakat. Mungkin di dunia mereka bisa lolos dengan menyuap, tapi mereka lupa bahwa keadilan pada suatu saat tidak lagi bisa dibeli ketika berhadapan dengan Tuhan sebagai Hakim. Berapa pun harta yang kita punya tidak akan bisa cukup untuk membeli penghakiman Tuhan. They can get away from human but will never can from God.
Di mata Tuhan, sikap menyuap atau membeli keadilan ini jelas merupakan sesuatu yang sangat Dia benci. Tuhan bahkan secara tegas menganggapnya sebagai sebuah penghinaan. "Siapa berjalan dengan jujur, takut akan TUHAN, tetapi orang yang sesat jalannya, menghina Dia." (Amsal 14:2) Bukan itu saja, suap pun digolongkan sebagai sebuah kekejian. "Karena orang yang sesat adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi dengan orang jujur Ia bergaul erat." (3:32). Tuhan pada suatu hari akan menuntut pertanggungjawaban kita atas segala perbuatan yang pernah kita lakukan semasa hidup, dan disana tidak akan ada pemutarbalikan fakta yang mungkin untuk dilakukan lagi. Keadilan sekarang bisa dibeli, pada akhirnya nanti biar bagaimanapun akan ditegakkan, dan tidak satupun yang bisa lolos dari kejahatan-kejahatan yang dilakukan. Paulus mengingatkan jemaat Roma: "Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah." (Roma 14:12), lalu Penulis Ibrani mengatakan "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Suap merupakan pelanggaran serius yang mampu membuat kita dihapuskan dari kitab kehidupan. Pengkotbah pun tahu bahwa hal ini pada saatnya nanti harus dipertanggungjawabkan. "Berkatalah aku dalam hati: "Allah akan mengadili baik orang yang benar maupun yang tidak adil, karena untuk segala hal dan segala pekerjaan ada waktunya."(Pengkotbah 3:17). Cepat atau lambat, saat ini akan tiba.
Banyak orang sayangnya berpikir singkat saja dengan menyepelekan pelanggaran suap menyuap ini. Bahkan sejak dulu pun demikian. Di masa hidup Pengkotbah kita sudah melihatnya, di masa Mikha pun kasus suap menjadi salah satu sumber kemurkaan Tuhan yang begitu menakutkan. Lihatlah betapa bobroknya perilaku para penegak hukum, imam bahkan nabi pada masa itu. "Para kepalanya memutuskan hukum karena suap, dan para imamnya memberi pengajaran karena bayaran, para nabinya menenung karena uang, padahal mereka bersandar kepada TUHAN dengan berkata: "Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita! Tidak akan datang malapetaka menimpa kita!" (Mikha 3:11). Jika di masa itu terlihat buruk, di Perjanjian Baru pun kita menemukan kisah mengenai percobaan suap yang dilakukan Simon, mantan penyihir terkenal seperti yang bisa dibaca dalam Kisah Para Rasul 8:4-25. Berulang-ulang kita melihat suap masih saja dilakukan, bahkan hingga hari ini, padahal jauh sebelumnya Tuhan telahmengingatkan dalam kitab Keluaran agar kita tidak melakukan pelanggaran suap menyuap ini. "Suap janganlah kauterima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar." (Keluaran 23:8).
Melihat bagaimana seriusnya dosa suap menyuap ini, marilah kita hari ini tidak tergoda untuk melakukannya. Baik menyuap maupun menerima suap, keduanya sama seriusnya, dan harus kita pertanggungjawabkan kelak di hadapan Tuhan. Suap dalam bentuk apapun yang dilakukan pelaku atau penerima sama-sama merupakan penghinaan dan kekejian di hadapan Tuhan seperti yang bisa kita lihat dari ayat-ayat di atas. Saya tahu memang sulit untuk hidup tanpa memberi uang pelicin atau suap dalam berbagai urusan di negara kita. Mungkin waktu kita akan tersita, mungkin urusan menjadi berbelit-belit dan lebih sulit, mungkin kesabaran kita pun akan diuji, tetapi biarlah itu terjadi. Rela repot, waktu terbuang dan mengalami proses berbelit dan lama merupakan konsekuensi dari kejujuran di negara kita ini, dan itu jauh lebih baik daripada kita mendapat kesulitan di hari penghakiman kelak. Saya sudah mulai melakukannya, beberapa teman pun demikian. Meski urusan menjadi lebih rumit dan sulit, namun ada sukacita tersendiri ketika saya berhasil membereskan urusan tanpa harus melakukan suap sama sekali. Kita masih tetap bisa berhasil meski tanpa menyuap, karena semua berkat dan keberhasilan itu sesungguhnya berasal dari Tuhan dan bukan lewat orang lain. Jika kita bisa menyenangkan Tuhan dan perilaku jujur kita, kenapa tidak? Marilah kita mulai dari diri kita sendiri untuk mengatakan tidak kepada suap menyuap, dan cepat atau lambat itu bisa memberi dampak positif bagi bangsa dan negara kita. Be a role model, say no to bribery!
Ketidakadilan mungkin terjadi di rumah keadilan, tetapi tidak akan pernah bisa mengatasi penghakiman Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, August 24, 2011
Biji Mata Tuhan
Ayat bacaan: Ulangan 32:10
=====================
"Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun, di tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya."
Mata adalah salah satu indra yang punya fungsi sangat penting. Tanpa mata kita tidak akan bisa melihat apapun. Keragaman, keindahan warna-warni dunia, segala ciptaan Tuhan yang semuanya merupakan karya seni tak tertandingi akan luput dari penglihatan kita tanpa adanya sepasang mata. Mata pun merupakan salah satu objek keindahan tersendiri yang sering kita kagumi. Tidakkah anda pernah terpesona melihat mata yang indah milik seseorang? Contact lense dengan warna-warna menarik pun tersedia di mana-mana untuk mempercantik mata. Tidak hanya pada bola mata saja, tetapi wanita pun suka memoles area sekitar mata mereka dengan berbagai warna, baik pada kelopak, bulu mata dan alis. Agar tidak silau orang pun melindungi matanya dengan kaca mata hitam. Kalau anda bekerja sebagai pengelas, anda pun harus melindungi mata anda dari percikan api las dalam bekerja. Ini semua menggambarkan betapa berharga dan pentingnya mata bagi kita.
Jika bagi kita seperti itu, demikian pula bagi Tuhan. Dan jika mata itu penting bagi Tuhan, betapa indahnya ketika Tuhan menganggap kita bagai biji mataNya. Dia akan senantiasa melindungi dan mengawasi kita seperti menjaga biji mataNya sendiri. Beberapa kali Firman Tuhan berbicara akan hal ini. "Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun, di tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya." (Ulangan 32:10). Ini bunyi nyanyian Musa yang ternyata cukup penting, karena kelak pada kitab Wahyu nyanyian ini kembali disebutkan. "Dan mereka menyanyikan nyanyian Musa, hamba Allah, dan nyanyian Anak Domba, bunyinya: "Besar dan ajaib segala pekerjaan-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa! Adil dan benar segala jalan-Mu, ya Raja segala bangsa!" (Wahyu 15:3). Pada akhir jaman nanti, mereka yang menang atas binatang dan patungnya dan orang-orang yang ditandai dengan angka (bilangan) akan menyanyikan kembali nyanyian Musa, bersama-sama dengan nyanyian Anak Domba dengan diiringi kecapi Allah. (ay 2). Bukankah itu luar biasa? Artinya pernyataan kita sebagai biji matanya Tuhan akan terus ada hingga akhir jaman.
Betapa indahnya mengetahui bahwa kita yang tidak ada apa-apanya dan selalu berbuat dosa setiap hari ternyata begitu penting bagi Tuhan, sehingga kita disebut sebagai biji mataNya. Adakah orang yang akan dengan sengaja merusak matanya sendiri? Tentu tidak. Jika kita merusak mata kita sendiri, sama artinya dengan merusak diri kita sendiri. Tidak ada bagian tubuh kita yang tidak berguna, Tuhan telah melengkapi kita secara luar biasa, termasuk di dalamnya mata, salah satu organ tubuh yang sangat penting agar kita dapat melihat. Semua keindahan alam beserta keragamannya, jutaan budaya berbeda-beda, warna-warni nya dunia, kita melihat kebesaran Tuhan lewat ciptaan-ciptaanNya yang luar biasa, semua bisa kita nikmati lewat mata. Kita membaca betapa Daud menyadari betul keindahan ciptaan Tuhan yang menunjukkan kebesaranNya dalam Mazmur 104:1-35. Lihatlah salah satu petikan dari perikop itu. "Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu." (Mazmur 104:24). Mata merupakan salah satu organ terpenting yang memampukan kita untuk menikmati itu semua. Tanpa mata akan sulit bagi kita untuk melihat keindahan ciptaan Tuhan. Maka, jika Tuhan menganggap kita sebagai biji mataNya, tentulah itu sebuah pernyataan penting dari Tuhan akan betapa pentingnya kita bagi Dia.
Ketika Daud dikejar-kejar musuh, Daud pun mengaitkannya dengan biji mata ini dalam menantikan perlindungan Tuhan. "Peliharalah aku seperti biji mata, sembunyikanlah aku dalam naungan sayap-Mu, terhadap orang-orang fasik yang menggagahi aku, terhadap musuh nyawaku yang mengepung aku." (Mazmur 17:9). Lalu marilah kita lihat bagaimana bunyi Firman Tuhan yang memberi jaminan pemeliharaan atas hidup kita. "Sebab beginilah firman TUHAN semesta alam, yang dalam kemuliaan-Nya telah mengutus aku, mengenai bangsa-bangsa yang telah menjarah kamu--sebab siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mata-Nya" (Zakharia 2:8). Lihatlah ayat tersebut. Barang siapa menjamah kita anak-anakNya itu sama artinya dengan menjamah biji mataNya. Bagi mereka-mereka ini, demikian kata Tuhan: "Sesungguhnya Aku akan menggerakkan tangan-Ku terhadap mereka, dan mereka akan menjadi jarahan bagi orang-orang yang tadinya takluk kepada mereka. Maka kamu akan mengetahui bahwa TUHAN semesta alam yang mengutus aku." (ay 9). Sebuah jaminan perlindungan luar biasa sudah dinyatakan Tuhan sendiri atas kita, dengan menyatakan bahwa kita itu begitu penting seperti biji mataNya sendiri.
Jika Tuhan sudah menjanjikan sebuah jaminan pemeliharaan yang sama pentingnya seperti melindungi biji mataNya sendiri, maka itu artinya kita tidak perlu khawatir, tidak perlu ragu, tidak perlu takut dalam menatap hari depan. Meskipun itu semua belum bisa kita lihat, meski mungkin hari ini kita masih berhadapan dengan ketidakpastian atau bahkan jika himpitan problema kehidupan masih terus mendera kita, jangan khawatir, karena biar bagaimanapun Tuhan sudah menyatakan bahwa kita merupakan biji mataNya sampai kapanpun. Begitu berharganya kita di mata Tuhan, Dia akan senantiasa ada bersama kita, mengawasi dan melindungi kita dari segala hal agar bisa mendapat hidup yang aman lengkap dengan segala kelimpahannya. Apapun yang kita hadapi hari ini, yakinlah bahwa kita akan selalu menjadi biji mata Tuhan sampai kapanpun. Praise the Lord for that!
Kita berharga di mata Tuhan seperti biji mataNya sendiri
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun, di tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya."
Mata adalah salah satu indra yang punya fungsi sangat penting. Tanpa mata kita tidak akan bisa melihat apapun. Keragaman, keindahan warna-warni dunia, segala ciptaan Tuhan yang semuanya merupakan karya seni tak tertandingi akan luput dari penglihatan kita tanpa adanya sepasang mata. Mata pun merupakan salah satu objek keindahan tersendiri yang sering kita kagumi. Tidakkah anda pernah terpesona melihat mata yang indah milik seseorang? Contact lense dengan warna-warna menarik pun tersedia di mana-mana untuk mempercantik mata. Tidak hanya pada bola mata saja, tetapi wanita pun suka memoles area sekitar mata mereka dengan berbagai warna, baik pada kelopak, bulu mata dan alis. Agar tidak silau orang pun melindungi matanya dengan kaca mata hitam. Kalau anda bekerja sebagai pengelas, anda pun harus melindungi mata anda dari percikan api las dalam bekerja. Ini semua menggambarkan betapa berharga dan pentingnya mata bagi kita.
Jika bagi kita seperti itu, demikian pula bagi Tuhan. Dan jika mata itu penting bagi Tuhan, betapa indahnya ketika Tuhan menganggap kita bagai biji mataNya. Dia akan senantiasa melindungi dan mengawasi kita seperti menjaga biji mataNya sendiri. Beberapa kali Firman Tuhan berbicara akan hal ini. "Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun, di tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya." (Ulangan 32:10). Ini bunyi nyanyian Musa yang ternyata cukup penting, karena kelak pada kitab Wahyu nyanyian ini kembali disebutkan. "Dan mereka menyanyikan nyanyian Musa, hamba Allah, dan nyanyian Anak Domba, bunyinya: "Besar dan ajaib segala pekerjaan-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa! Adil dan benar segala jalan-Mu, ya Raja segala bangsa!" (Wahyu 15:3). Pada akhir jaman nanti, mereka yang menang atas binatang dan patungnya dan orang-orang yang ditandai dengan angka (bilangan) akan menyanyikan kembali nyanyian Musa, bersama-sama dengan nyanyian Anak Domba dengan diiringi kecapi Allah. (ay 2). Bukankah itu luar biasa? Artinya pernyataan kita sebagai biji matanya Tuhan akan terus ada hingga akhir jaman.
Betapa indahnya mengetahui bahwa kita yang tidak ada apa-apanya dan selalu berbuat dosa setiap hari ternyata begitu penting bagi Tuhan, sehingga kita disebut sebagai biji mataNya. Adakah orang yang akan dengan sengaja merusak matanya sendiri? Tentu tidak. Jika kita merusak mata kita sendiri, sama artinya dengan merusak diri kita sendiri. Tidak ada bagian tubuh kita yang tidak berguna, Tuhan telah melengkapi kita secara luar biasa, termasuk di dalamnya mata, salah satu organ tubuh yang sangat penting agar kita dapat melihat. Semua keindahan alam beserta keragamannya, jutaan budaya berbeda-beda, warna-warni nya dunia, kita melihat kebesaran Tuhan lewat ciptaan-ciptaanNya yang luar biasa, semua bisa kita nikmati lewat mata. Kita membaca betapa Daud menyadari betul keindahan ciptaan Tuhan yang menunjukkan kebesaranNya dalam Mazmur 104:1-35. Lihatlah salah satu petikan dari perikop itu. "Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu." (Mazmur 104:24). Mata merupakan salah satu organ terpenting yang memampukan kita untuk menikmati itu semua. Tanpa mata akan sulit bagi kita untuk melihat keindahan ciptaan Tuhan. Maka, jika Tuhan menganggap kita sebagai biji mataNya, tentulah itu sebuah pernyataan penting dari Tuhan akan betapa pentingnya kita bagi Dia.
Ketika Daud dikejar-kejar musuh, Daud pun mengaitkannya dengan biji mata ini dalam menantikan perlindungan Tuhan. "Peliharalah aku seperti biji mata, sembunyikanlah aku dalam naungan sayap-Mu, terhadap orang-orang fasik yang menggagahi aku, terhadap musuh nyawaku yang mengepung aku." (Mazmur 17:9). Lalu marilah kita lihat bagaimana bunyi Firman Tuhan yang memberi jaminan pemeliharaan atas hidup kita. "Sebab beginilah firman TUHAN semesta alam, yang dalam kemuliaan-Nya telah mengutus aku, mengenai bangsa-bangsa yang telah menjarah kamu--sebab siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mata-Nya" (Zakharia 2:8). Lihatlah ayat tersebut. Barang siapa menjamah kita anak-anakNya itu sama artinya dengan menjamah biji mataNya. Bagi mereka-mereka ini, demikian kata Tuhan: "Sesungguhnya Aku akan menggerakkan tangan-Ku terhadap mereka, dan mereka akan menjadi jarahan bagi orang-orang yang tadinya takluk kepada mereka. Maka kamu akan mengetahui bahwa TUHAN semesta alam yang mengutus aku." (ay 9). Sebuah jaminan perlindungan luar biasa sudah dinyatakan Tuhan sendiri atas kita, dengan menyatakan bahwa kita itu begitu penting seperti biji mataNya sendiri.
Jika Tuhan sudah menjanjikan sebuah jaminan pemeliharaan yang sama pentingnya seperti melindungi biji mataNya sendiri, maka itu artinya kita tidak perlu khawatir, tidak perlu ragu, tidak perlu takut dalam menatap hari depan. Meskipun itu semua belum bisa kita lihat, meski mungkin hari ini kita masih berhadapan dengan ketidakpastian atau bahkan jika himpitan problema kehidupan masih terus mendera kita, jangan khawatir, karena biar bagaimanapun Tuhan sudah menyatakan bahwa kita merupakan biji mataNya sampai kapanpun. Begitu berharganya kita di mata Tuhan, Dia akan senantiasa ada bersama kita, mengawasi dan melindungi kita dari segala hal agar bisa mendapat hidup yang aman lengkap dengan segala kelimpahannya. Apapun yang kita hadapi hari ini, yakinlah bahwa kita akan selalu menjadi biji mata Tuhan sampai kapanpun. Praise the Lord for that!
Kita berharga di mata Tuhan seperti biji mataNya sendiri
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, August 23, 2011
Cicak
Ayat bacaan: Amsal 30:28
===================
"cicak yang dapat kautangkap dengan tangan, tetapi yang juga ada di istana-istana raja."
"Cicak-cicak di dinding..diam-diam merayap..datang seekor nyamuk, hap! lalu ditangkap.." Kenalkah anda dengan lagu ini? Saya yakin teman-teman sudah sangat akrab dengan lagu anak-anak yang sangat singkat ini. Lagunya sederhana saja, menceritakan tentang bagaimana seekor cicak dengan tenang dan sabar merayap perlahan untuk menangkap mangsanya. Saya sendiri sering kagum kepada cicak yang bisa begitu sabar berdiam tanpa bergerak sedikit pun untuk bisa menjebak mangsanya seperti nyamuk, semut atau serangga lainnya. Seringkali cicak hanya menanti hingga mangsa itu mendekat, kalaupun harus bergerak maka cicak akan bergerak mengendap-endap secara perlahan agar mangsanya tidak keburu kabur ketakutan. Bagi sebagian orang mungkin merasa geli melihat sosk cicak, tidak jarang pula yang merasa jijik, terutama para wanita. Padahal cicak hanyalah hewan lemah yang tak berdaya. Cicak bukanlah seperti ular yang bisa mematuk dan mematikan, cicak juga bukan seperti landak atau kumbang pembombardir yang punya sistem pertahanan luar biasa. Apa yang bisa dilakukan cicak hanyalah memutuskan ekornya yang akan terus menggeliat-geliat untuk mengelabuhi musuh sementara ia lari menyelamatkan diri. Untuk menangkap cicak pun bisa dilakukan dengan tangan kosong saja. Anda bahkan bisa membunuh cicak dengan begitu mudahnya. Tetapi lihatlah bahwa meski lemah, ada sesuatu yang bisa kita pelajari dari seekor cicak, yaitu kesabarannya. Tanpa kesabaran, niscaya semua cicak akan mati kelaparan karena tidak mendapat buruan. Dan perhatikan pula, meski lemah, bukankah cicak ada dimana-mana, bahkan di rumah-rumah mewah atau bahkan istana sekalipun?
Adalah menarik jika kita melihat bahwa cicak dan perilaku sabarnya yang luar biasa ini pun tercatatuntuk dijadikan contoh bagi kita manusia di dalam Alkitab. Dari empat sosok binatang yang kecil tetapi sangat cekatan di muka bumi ini seperti yang disebutkan oleh Agur Bin Yake dalam Amsal 30, salah satu yang disebutkan adalah cicak. Katanya: "cicak yang dapat kautangkap dengan tangan, tetapi yang juga ada di istana-istana raja." (Amsal 28:30). Empat hewan yang sangat cekatan, atau dalam bahasa Inggrisnya disebutkan sebagai "exceedingly wise" atau sangat bijaksana, dan cicak termasuk didalamnya. Cicak memang lemah, bahkan mudah kita tangkap dengan tangan, tetapi cicak bisa berada di istana-istana raja. Kita yang jauh lebih kuat dan besar dibanding cicak saja mungkin belum tentu bisa menginjakkan kaki di istana. Tapi cicak bisa, dan keberadaan mereka tidak akan dipermasalahkan bahkan oleh raja sekalipun. Mengapa cicak tidak harus dibunuh meski masuk ke dalam istana? Cicak bukanlah hewan buas yang bisa merepotkan. Selain itu cicak pun lumayan berguna karena mereka memakan serangga-serangga yang merugikan seperti nyamuk. Meski lemah, ternyata cicak tidak membahayakan malah berguna, dan karena itu mereka bisa berkeliaran dengan bebas di dalam istana. Dalam melakukan itu, cicak bisa begitu sabar menanti buruannya. Cicak tidak terburu-buru dalam memangsa. Mereka sangat tenang dan sabar. Dan itu menjadi sebuah kelebihan yang bisa kita jadikan pelajaran.
Berbeda dengan cicak, kita seringkali terbentuk menjadi manusia yang tidak sabaran. Menunggu sebentar saja bisa membuat emosi meledak. Dalam menghadapi masalah sabar menjadi pilihan terakhir. Kita gampang panik dan terburu-buru sehingga seringkali mengambil keputusan-keputusan yang salah akibat ketidaksabaran kita sendiri. Menghadapi orang-orang yang sulit kita malah berlaku lebih sulit lagi ketimbang bersabar. Makanan fast food terus tumbuh subur. Koneksi internet harus berkecepatan tertinggi, mobil harus secanggih mungkin, bermesin besar dan bertenaga besar agar bisa mendorong kendaraan untuk melaju sekencang-kencangnya. Buruh dituntut bekerja secepat-cepatnya dengan upah yang serendah mungkin. Jasa kurir terus berlomba menyediakan layanan paling cepat, sehari sampai ke seluruh pelosok daerah, jika tidak maka mereka akan tertinggal dan dilupakan orang. Orang tidak lagi sabar menghadapi kemacetan dan antrian. Segala sesuatu diinginkan instan, orang tidak lagi mau menikmati proses. Kesibukan bekerja, banyaknya aktivitas dan lain-lain seringkali menjadi alasan bagi kita untuk tidak bersabar. Coba renungkan ada berapa banyak peluang yang baik dalam hidup ini kemudian terlewatkan begitu saja hanya karena kita tidak cukup sabar dalam meraihnya. Mengenai sikap seperti ini, agaknya benar bahwa kita harus bisa belajar dari cicak, mahluk yang lemah dengan sistem pertahanan yang seadanya, tetapi sangat luar biasa dalam hal kesabaran.
Tuhan sangat menganggap penting kesabaran. Begitu penting, bahkan Firman Tuhan mengatakan "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota" (Amsal 16:32). Kurang apa lagi hebatnya pahlawan? Everybody wants to be a hero. Pahlawan dimanapun dikenal dengan kegigihan mereka memperjuangkan sesuatu hingga titik darah terakhir. Tidak jarang para pahlawan ini harus gugur di medan perang, mengorbankan segala yang mereka miliki dalam berjuang. Karena itulah nama pahlawan akan selalu harum dikenal sepanjang masa. Tetapi perhatikan bahwa Alkitab mengatakan ada orang yang bisa melebihi seorang pahlawan, dan itu adalah orang yang sabar. Betapa pentingnya memiliki kesabaran dalam proses perjalanan hidup kita. Begitu penting, sehingga dikatakan bahwa orang yang memiliki sabar akan melebihi hebatnya pahlawan. Orang yang mampu menguasai dirinya akan lebih besar dari orang yang mampu merebut sebuah kota sekalipun. Hidup di dunia yang menuntut serba cepat membuat kita sering melupakan firman Tuhan yang menekankan kesabaran terhadap segala sesuatu. Sabar menderita, sabar menghadapi fitnahan, sabar menghadapi segala sesuatu termasuk menunggu datangnya pertolongan Tuhan. Itu semua akan membuat iman kita bisa terus bertumbuh.
Dalam penutup suratnya buat Timotius, Paulus mengingatkan mengenai hal ini. "Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." (1 Timotius 6:11). Sebagai anak-anak Allah, kita harus menjauhi hal-hal yang negatif, yang tidak berkenan di hadapan Allah, yang bertentangan dengan Firman-firman-Nya. Apa yang harus kita tuju adalah hal-hal yang berkenan bagi Dia, salah satunya adalah kesabaran. Manusia diciptakan mempunyai emosi, yang gampang tersulut ketika berada dalam tekanan, dan punya kecenderungan untuk menyerah pada suatu titik tertentu. Itu memang manusiawi. Namun kita dapat melatih diri kita untuk kuat. Kita mampu melatih diri kita untuk lebih sabar. Dan itu akan membuat kita bisa melebihi pahlawan. Lihatlah bahwa cicak diciptakan Tuhan bukan hanya sebagai satu dari jutaan hewan, tetapi cicak yang setiap hari kita lihat di rumah pun bisa menjadi peringatan bagi kita untuk belajar bersabar dalam menghadapi segala sesuatu. Jika cicak yang lemah saja bisa, mengapa kita yang dilengkapi akal budi malah sulit atau tidak mampu melakukannya?
Belajarlah mengenai kesabaran dari seekor cicak. Belajarlah untuk fokus terhadap tujuan dari cicak. Belajarlah untuk bisa mempergunakan segala sesuatu yang telah diperlengkapi Tuhan untuk berhasil dari cicak. Cicak tidak menangis mengeluh karena tidak memiliki otot-otot kuat, gigi taring berbisa atau ukuran tubuh yang besar untuk bisa hidup. Cicak mempergunakan segala yang dimilikinya secara optimal, seperti kaki dan tangan yang bisa melekat di dinding dan lidah yang bisa menyergap dengan cepat untuk menangkap mangsanya. Itu terlihat tidak ada apa-apanya dibandingkan seekor singa atau harimau yang bisa menyergap buruan, tetapi cicak tidak mengeluhkan itu. Cicak tahu keterbatasannya dan tahu memaksimalkan apa yang dimiliki untuk bisa terus hidup. Alangkah banyak yang bisa kita pelajari dari seekor cicak. Hari ini saya menulis renungan ini sambil melihat dua ekor cicak di langit-langit rumah saya, dan saya bersyukur mereka hadir untuk mengajarkan saya agar bisa lebih sabar lagi dalam menjalani hidup. Mungkin anda geli atau jijik melihat seekor cicak, tetapi milikilah hati yang rela untuk belajar dari hewan ini, karena tidaklah kebetulan kalau Tuhan menciptakan cicak seperti apa adanya. Anda tidak perlu jauh-jauh untuk belajar mengenai kesabaran, lewat cicak yang ada di rumah anda pun anda bisa mendapatkan pelajaran berharga mengenai hal ini.
Miliki kesabaran seperti seekor cicak untuk berhasil dalam hidup
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"cicak yang dapat kautangkap dengan tangan, tetapi yang juga ada di istana-istana raja."
"Cicak-cicak di dinding..diam-diam merayap..datang seekor nyamuk, hap! lalu ditangkap.." Kenalkah anda dengan lagu ini? Saya yakin teman-teman sudah sangat akrab dengan lagu anak-anak yang sangat singkat ini. Lagunya sederhana saja, menceritakan tentang bagaimana seekor cicak dengan tenang dan sabar merayap perlahan untuk menangkap mangsanya. Saya sendiri sering kagum kepada cicak yang bisa begitu sabar berdiam tanpa bergerak sedikit pun untuk bisa menjebak mangsanya seperti nyamuk, semut atau serangga lainnya. Seringkali cicak hanya menanti hingga mangsa itu mendekat, kalaupun harus bergerak maka cicak akan bergerak mengendap-endap secara perlahan agar mangsanya tidak keburu kabur ketakutan. Bagi sebagian orang mungkin merasa geli melihat sosk cicak, tidak jarang pula yang merasa jijik, terutama para wanita. Padahal cicak hanyalah hewan lemah yang tak berdaya. Cicak bukanlah seperti ular yang bisa mematuk dan mematikan, cicak juga bukan seperti landak atau kumbang pembombardir yang punya sistem pertahanan luar biasa. Apa yang bisa dilakukan cicak hanyalah memutuskan ekornya yang akan terus menggeliat-geliat untuk mengelabuhi musuh sementara ia lari menyelamatkan diri. Untuk menangkap cicak pun bisa dilakukan dengan tangan kosong saja. Anda bahkan bisa membunuh cicak dengan begitu mudahnya. Tetapi lihatlah bahwa meski lemah, ada sesuatu yang bisa kita pelajari dari seekor cicak, yaitu kesabarannya. Tanpa kesabaran, niscaya semua cicak akan mati kelaparan karena tidak mendapat buruan. Dan perhatikan pula, meski lemah, bukankah cicak ada dimana-mana, bahkan di rumah-rumah mewah atau bahkan istana sekalipun?
Adalah menarik jika kita melihat bahwa cicak dan perilaku sabarnya yang luar biasa ini pun tercatatuntuk dijadikan contoh bagi kita manusia di dalam Alkitab. Dari empat sosok binatang yang kecil tetapi sangat cekatan di muka bumi ini seperti yang disebutkan oleh Agur Bin Yake dalam Amsal 30, salah satu yang disebutkan adalah cicak. Katanya: "cicak yang dapat kautangkap dengan tangan, tetapi yang juga ada di istana-istana raja." (Amsal 28:30). Empat hewan yang sangat cekatan, atau dalam bahasa Inggrisnya disebutkan sebagai "exceedingly wise" atau sangat bijaksana, dan cicak termasuk didalamnya. Cicak memang lemah, bahkan mudah kita tangkap dengan tangan, tetapi cicak bisa berada di istana-istana raja. Kita yang jauh lebih kuat dan besar dibanding cicak saja mungkin belum tentu bisa menginjakkan kaki di istana. Tapi cicak bisa, dan keberadaan mereka tidak akan dipermasalahkan bahkan oleh raja sekalipun. Mengapa cicak tidak harus dibunuh meski masuk ke dalam istana? Cicak bukanlah hewan buas yang bisa merepotkan. Selain itu cicak pun lumayan berguna karena mereka memakan serangga-serangga yang merugikan seperti nyamuk. Meski lemah, ternyata cicak tidak membahayakan malah berguna, dan karena itu mereka bisa berkeliaran dengan bebas di dalam istana. Dalam melakukan itu, cicak bisa begitu sabar menanti buruannya. Cicak tidak terburu-buru dalam memangsa. Mereka sangat tenang dan sabar. Dan itu menjadi sebuah kelebihan yang bisa kita jadikan pelajaran.
Berbeda dengan cicak, kita seringkali terbentuk menjadi manusia yang tidak sabaran. Menunggu sebentar saja bisa membuat emosi meledak. Dalam menghadapi masalah sabar menjadi pilihan terakhir. Kita gampang panik dan terburu-buru sehingga seringkali mengambil keputusan-keputusan yang salah akibat ketidaksabaran kita sendiri. Menghadapi orang-orang yang sulit kita malah berlaku lebih sulit lagi ketimbang bersabar. Makanan fast food terus tumbuh subur. Koneksi internet harus berkecepatan tertinggi, mobil harus secanggih mungkin, bermesin besar dan bertenaga besar agar bisa mendorong kendaraan untuk melaju sekencang-kencangnya. Buruh dituntut bekerja secepat-cepatnya dengan upah yang serendah mungkin. Jasa kurir terus berlomba menyediakan layanan paling cepat, sehari sampai ke seluruh pelosok daerah, jika tidak maka mereka akan tertinggal dan dilupakan orang. Orang tidak lagi sabar menghadapi kemacetan dan antrian. Segala sesuatu diinginkan instan, orang tidak lagi mau menikmati proses. Kesibukan bekerja, banyaknya aktivitas dan lain-lain seringkali menjadi alasan bagi kita untuk tidak bersabar. Coba renungkan ada berapa banyak peluang yang baik dalam hidup ini kemudian terlewatkan begitu saja hanya karena kita tidak cukup sabar dalam meraihnya. Mengenai sikap seperti ini, agaknya benar bahwa kita harus bisa belajar dari cicak, mahluk yang lemah dengan sistem pertahanan yang seadanya, tetapi sangat luar biasa dalam hal kesabaran.
Tuhan sangat menganggap penting kesabaran. Begitu penting, bahkan Firman Tuhan mengatakan "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota" (Amsal 16:32). Kurang apa lagi hebatnya pahlawan? Everybody wants to be a hero. Pahlawan dimanapun dikenal dengan kegigihan mereka memperjuangkan sesuatu hingga titik darah terakhir. Tidak jarang para pahlawan ini harus gugur di medan perang, mengorbankan segala yang mereka miliki dalam berjuang. Karena itulah nama pahlawan akan selalu harum dikenal sepanjang masa. Tetapi perhatikan bahwa Alkitab mengatakan ada orang yang bisa melebihi seorang pahlawan, dan itu adalah orang yang sabar. Betapa pentingnya memiliki kesabaran dalam proses perjalanan hidup kita. Begitu penting, sehingga dikatakan bahwa orang yang memiliki sabar akan melebihi hebatnya pahlawan. Orang yang mampu menguasai dirinya akan lebih besar dari orang yang mampu merebut sebuah kota sekalipun. Hidup di dunia yang menuntut serba cepat membuat kita sering melupakan firman Tuhan yang menekankan kesabaran terhadap segala sesuatu. Sabar menderita, sabar menghadapi fitnahan, sabar menghadapi segala sesuatu termasuk menunggu datangnya pertolongan Tuhan. Itu semua akan membuat iman kita bisa terus bertumbuh.
Dalam penutup suratnya buat Timotius, Paulus mengingatkan mengenai hal ini. "Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." (1 Timotius 6:11). Sebagai anak-anak Allah, kita harus menjauhi hal-hal yang negatif, yang tidak berkenan di hadapan Allah, yang bertentangan dengan Firman-firman-Nya. Apa yang harus kita tuju adalah hal-hal yang berkenan bagi Dia, salah satunya adalah kesabaran. Manusia diciptakan mempunyai emosi, yang gampang tersulut ketika berada dalam tekanan, dan punya kecenderungan untuk menyerah pada suatu titik tertentu. Itu memang manusiawi. Namun kita dapat melatih diri kita untuk kuat. Kita mampu melatih diri kita untuk lebih sabar. Dan itu akan membuat kita bisa melebihi pahlawan. Lihatlah bahwa cicak diciptakan Tuhan bukan hanya sebagai satu dari jutaan hewan, tetapi cicak yang setiap hari kita lihat di rumah pun bisa menjadi peringatan bagi kita untuk belajar bersabar dalam menghadapi segala sesuatu. Jika cicak yang lemah saja bisa, mengapa kita yang dilengkapi akal budi malah sulit atau tidak mampu melakukannya?
Belajarlah mengenai kesabaran dari seekor cicak. Belajarlah untuk fokus terhadap tujuan dari cicak. Belajarlah untuk bisa mempergunakan segala sesuatu yang telah diperlengkapi Tuhan untuk berhasil dari cicak. Cicak tidak menangis mengeluh karena tidak memiliki otot-otot kuat, gigi taring berbisa atau ukuran tubuh yang besar untuk bisa hidup. Cicak mempergunakan segala yang dimilikinya secara optimal, seperti kaki dan tangan yang bisa melekat di dinding dan lidah yang bisa menyergap dengan cepat untuk menangkap mangsanya. Itu terlihat tidak ada apa-apanya dibandingkan seekor singa atau harimau yang bisa menyergap buruan, tetapi cicak tidak mengeluhkan itu. Cicak tahu keterbatasannya dan tahu memaksimalkan apa yang dimiliki untuk bisa terus hidup. Alangkah banyak yang bisa kita pelajari dari seekor cicak. Hari ini saya menulis renungan ini sambil melihat dua ekor cicak di langit-langit rumah saya, dan saya bersyukur mereka hadir untuk mengajarkan saya agar bisa lebih sabar lagi dalam menjalani hidup. Mungkin anda geli atau jijik melihat seekor cicak, tetapi milikilah hati yang rela untuk belajar dari hewan ini, karena tidaklah kebetulan kalau Tuhan menciptakan cicak seperti apa adanya. Anda tidak perlu jauh-jauh untuk belajar mengenai kesabaran, lewat cicak yang ada di rumah anda pun anda bisa mendapatkan pelajaran berharga mengenai hal ini.
Miliki kesabaran seperti seekor cicak untuk berhasil dalam hidup
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, August 22, 2011
Come and See
Ayat bacaan: Yohanes 1:47a
=====================
"Kata Filipus kepadanya: "Mari dan lihatlah!"
Pandangan kita akan sangat berkurang kemampuannya apabila terhalang sesuatu. Tutuplah mata anda dengan tangan atau sapu tangan, maka anda tidak akan bisa melihat apa-apa. Atau ketika kabut turun menutupi jalanan, maka jarak pandang kita pun terbatas, berkurang jauh dari batas normal. Demikian pula kita bisa gagal melihat sesuatu yang benar ketika mata hati kita tertutup oleh banyak hal. Emosi, pikiran negatif, kebencian, ego, sinisme dan sebagainya, itu bisa membuat pandangan kita terhalang. Sebuah film yang baru saja saya tonton berisi sebuah quote yang diucapkan tokoh utamanya yang mengacu kepada sosok kakaknya. "He's a good man, with good and just ideals, but his temper can cloud his judgement." Begitulah kita manusia. Seringkali pengambilan keputusan kita terhalang oleh begitu banyak hal. Kita bisa menjadi buta karena tidak bisa lagi melihat dengan jelas. Dan itu akan berakibat kepada banyak hal, salah satunya adalah kemudian mengeluarkan pernyataan atau penilaian terlalu dini tanpa melihat dengan baik terlebih dahulu. Kita bisa dengan cepat menilai orang hanya dari suku, golongan atau status sebelum kita mengenal mereka dengan baik. Sifatnya sangat subjektif. Itulah yang bisa terjadi jika kita tidak mau melihat sesuatu dengan benar terlebih dahulu, atau ketika pandangan mata kita terhalang (dihalangi) oleh berbagai macam hal.
Kemarin kita sudah melihat reaksi awal Natanael dalam perjumpaan pertamanya dengan Yesus. Reaksinya skeptis bahkan negatif terlontar spontan ketika mendengar tentang seseorang yang datang dari Nazaret, sebuah kota yang menurut Natanael "tidak ada baiknya". Ucapannya timbul sebelum ia mengenal Kristus lebih jauh terlebih dahulu. Hal ini masih terjadi hingga hari ini. Ada banyak pandangan skeptis tentang Yesus. Tidak sedikit yang mengejek, menghina bahkan menghujat Yesus. Berbagai ajang diskusi seperti lewat forum-forum misalnya sudah melenceng jauh lebih dari sekedar diskusi, tapi menjadi tempat menghujat dengan menggunakan kata-kata yang jauh dari norma kesopanan. Sayangnya ada banyak diantara orang percaya yang malah ikut-ikutan berkata kasar bahkan tidak jarang malah tidak malu menjadi penyulut pertengkaran. Perlukah anak-anak Tuhan menanggapi dengan ikut kasar? Perlukah kita emosi dan membalas dengan kembali mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas? Tentu tidak. Sebab dengan berlaku sama seperti mereka, itu artinya kita tidaklah merepresentasikan sosok Kristus yang sebenarnya. Itu artinya kita bukannya membukakan mata orang lain untuk mengenal Yesus, tetapi malah sebaliknya semakin menghalangi pandangan mereka. Mari kita sambung renungan kemarin. Ketika Natanael berkata: "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" (Yohanes 1:46), Filipus menjawab: "Mari dan lihatlah!" (ay 47a). Come and see, demikianlah Filipus mengajak Natanael untuk mengenal terlebih dahulu sebelum mengeluarkan pernyataan terburu-buru.
Yesus menegaskan bahwa Dialah jalan dan kebenaran dan hidup. (Yohanes 14:6). Yesus adalah pintu yang menuju keselamatan (Yohanes 10:9). Yesus adalah juru selamat dunia (Yohanes 4:42), Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia (Yohanes 1:29). Orang percaya tentu mengimani hal tersebut. Tapi bagi yang belum mengenal Kristus hal ini tentu sulit mereka terima. Bagaimana kita mengenalkan Kristus? Apakah lewat pemaksaan, dengan menghina kepercayaan mereka, dengan kekerasan atau bentuk intimidasi lainnya? Tidak, kekristenan tidak mengenal kekerasan. "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Kita bisa melakukannya seperti perkataan Filipus, "mari dan lihatlah." Ini sebuah bentuk ajakan simpatik tanpa pemaksaan atau emosi agar seseorang mengenal Kristus terlebih dahulu sebelum menyimpulkan apa-apa. Dalam ayat 47 di atas, reaksi Yesus pun ternyata sama. Alih-alih marah atau tersinggung atas komentar spontan Natanael, inilah yang dilakukan Yesus: "Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia: "Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!" (ay 47b). Lihatlah bahwa Yesus sendiri mau membuka diri dan tidak menolak Natanael, meski ia sudah berkata negatif tentang Dia sebelumnya.
Mari kita mundur sehari sebelum kisah perjumpaan Natanael dan Yesus. Pada waktu itu Yesus mengundang dua murid Yohanes dengan perkataan yang sama. "Tetapi Yesus menoleh ke belakang. Ia melihat, bahwa mereka mengikut Dia lalu berkata kepada mereka: "Apakah yang kamu cari?" Kata mereka kepada-Nya: "Rabi (artinya: Guru), di manakah Engkau tinggal?" (Yohanes 1:38). Ketika mereka bertanya dimana Yesus tinggal, Yesus kemudian menjawab: "Marilah dan kamu akan melihatnya." (ay 39a). "He said to them, Come and see." Mereka bukan ingin melihat dekorasi rumah tempat Yesus tinggal, melihat terbuat dari apa lantai, dinding dan sebagainya, mereka bukan ingin melihat rumah tempat tinggal Yesus itu gedung mewah atau gubuk derita, tapi yang ingin mereka lihat adalah seperti apa hati Kristus, sehingga Dia disebut Yohanes sebagai Anak Domba Allah. Yesus sendiri pun mengundang mereka. "Apakah kamu ingin mengenal hatiKu? apakah kamu ingin tahu apa yang menurutKu penting untuk kamu lakukan? Apakah kamu ingin tahu bagaimana Aku memberkatimu? Apakah kamu ingin mengenal atau bahkan melihat Tuhan? Kalau ya, "mari datang dan lihatlah." Seperti itulah kira-kira yang akan diucapkan Yesus kepada orang untuk mengenalNya lebih jauh. "Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." (Yohanes 14:7).
Yesus terus mengetuk pintu hati siapapun untuk mengenalNya. Dia bahkan mau terlebih dahulu mengetuk pintu hati kita tanpa menunggu kita yang datang kepadaNya. "Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku." (Wayhu 3:20). Alkitab menggambarkan dengan jelas seperti apa pribadi Kristus yang patut diteladani, tujuan kedatangan Kristus ke dunia dan apa yang Dia tebus lewat kematianNya di kayu salib. Begitu banyak nubuatan-nubuatan yang bahkan sudah hadir sebelum Kristus turun ke dunia. Kebangkitan Yesus yang disaksikan bukan hanya satu-dua orang, tapi begitu banyak orang pun dicatat alkitab membuktikan dengan jelas siapa Yesus sebenarnya. Jangan lupa satu hal yang penting, bahwa orang bisa mengenal Kristus lewat kesaksian kita, lewat sikap dan perilaku kita dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai murid Yesus, kita harus mampu mencerminkan Yesus yang jika kita amalkan sungguh-sungguh akan membuat kita terlihat berbeda dari kebiasaan dunia. Ketika para murid Yesus datang memenuhi undangan Yesus dan kemudian mengenal Dia, mereka pun langsung mengakui bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, dan tanpa ragu segera menjadi murid-muridNya, termasuk Natanael pun berkata: "Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!"(Yohanes 1:49).
Untuk bisa mengenalNya dengan baik, kita harus mau membuka pintu hati kita dan membiarkan mata hati kita melihatNya dengan jelas. Yang pasti, Yesus terus mengetuk hati kita setiap saat, dan Dia terus menanti kita untuk membuka pintu agar Dia bisa masuk membawa keselamatan. Hingga hari ini Dia tetap mengundang siapapun untuk "datang dan melihat", tinggal bersamaNya dan mengenalNya agar siapapun bisa mengetahui dengan benar siapa Dia yang sebenarnya dan seperti apa besar kasihNya kepada kita. Lewat hidup, kesaksian, perbuatan dan perkataan kita pun kita bisa memperkenalkan sosok Yesus yang sebenarnya kepada orang lain. Yesus mengundang siapapun untuk mengenalNya. Filipus mengajak Natanael untuk itu juga. Kita pun seharusnya demikian. Dengan gaya atau cara hidup kita pun kita berkesempatan untuk mengundang orang untuk mengenalNya. Tanpa memperhatikan tindakan dan perbuatan serta perkataan kita, niscaya kita tidak akan pernah bisa melakukan itu.
To know Him is to love Him
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Kata Filipus kepadanya: "Mari dan lihatlah!"
Pandangan kita akan sangat berkurang kemampuannya apabila terhalang sesuatu. Tutuplah mata anda dengan tangan atau sapu tangan, maka anda tidak akan bisa melihat apa-apa. Atau ketika kabut turun menutupi jalanan, maka jarak pandang kita pun terbatas, berkurang jauh dari batas normal. Demikian pula kita bisa gagal melihat sesuatu yang benar ketika mata hati kita tertutup oleh banyak hal. Emosi, pikiran negatif, kebencian, ego, sinisme dan sebagainya, itu bisa membuat pandangan kita terhalang. Sebuah film yang baru saja saya tonton berisi sebuah quote yang diucapkan tokoh utamanya yang mengacu kepada sosok kakaknya. "He's a good man, with good and just ideals, but his temper can cloud his judgement." Begitulah kita manusia. Seringkali pengambilan keputusan kita terhalang oleh begitu banyak hal. Kita bisa menjadi buta karena tidak bisa lagi melihat dengan jelas. Dan itu akan berakibat kepada banyak hal, salah satunya adalah kemudian mengeluarkan pernyataan atau penilaian terlalu dini tanpa melihat dengan baik terlebih dahulu. Kita bisa dengan cepat menilai orang hanya dari suku, golongan atau status sebelum kita mengenal mereka dengan baik. Sifatnya sangat subjektif. Itulah yang bisa terjadi jika kita tidak mau melihat sesuatu dengan benar terlebih dahulu, atau ketika pandangan mata kita terhalang (dihalangi) oleh berbagai macam hal.
Kemarin kita sudah melihat reaksi awal Natanael dalam perjumpaan pertamanya dengan Yesus. Reaksinya skeptis bahkan negatif terlontar spontan ketika mendengar tentang seseorang yang datang dari Nazaret, sebuah kota yang menurut Natanael "tidak ada baiknya". Ucapannya timbul sebelum ia mengenal Kristus lebih jauh terlebih dahulu. Hal ini masih terjadi hingga hari ini. Ada banyak pandangan skeptis tentang Yesus. Tidak sedikit yang mengejek, menghina bahkan menghujat Yesus. Berbagai ajang diskusi seperti lewat forum-forum misalnya sudah melenceng jauh lebih dari sekedar diskusi, tapi menjadi tempat menghujat dengan menggunakan kata-kata yang jauh dari norma kesopanan. Sayangnya ada banyak diantara orang percaya yang malah ikut-ikutan berkata kasar bahkan tidak jarang malah tidak malu menjadi penyulut pertengkaran. Perlukah anak-anak Tuhan menanggapi dengan ikut kasar? Perlukah kita emosi dan membalas dengan kembali mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas? Tentu tidak. Sebab dengan berlaku sama seperti mereka, itu artinya kita tidaklah merepresentasikan sosok Kristus yang sebenarnya. Itu artinya kita bukannya membukakan mata orang lain untuk mengenal Yesus, tetapi malah sebaliknya semakin menghalangi pandangan mereka. Mari kita sambung renungan kemarin. Ketika Natanael berkata: "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" (Yohanes 1:46), Filipus menjawab: "Mari dan lihatlah!" (ay 47a). Come and see, demikianlah Filipus mengajak Natanael untuk mengenal terlebih dahulu sebelum mengeluarkan pernyataan terburu-buru.
Yesus menegaskan bahwa Dialah jalan dan kebenaran dan hidup. (Yohanes 14:6). Yesus adalah pintu yang menuju keselamatan (Yohanes 10:9). Yesus adalah juru selamat dunia (Yohanes 4:42), Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia (Yohanes 1:29). Orang percaya tentu mengimani hal tersebut. Tapi bagi yang belum mengenal Kristus hal ini tentu sulit mereka terima. Bagaimana kita mengenalkan Kristus? Apakah lewat pemaksaan, dengan menghina kepercayaan mereka, dengan kekerasan atau bentuk intimidasi lainnya? Tidak, kekristenan tidak mengenal kekerasan. "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Kita bisa melakukannya seperti perkataan Filipus, "mari dan lihatlah." Ini sebuah bentuk ajakan simpatik tanpa pemaksaan atau emosi agar seseorang mengenal Kristus terlebih dahulu sebelum menyimpulkan apa-apa. Dalam ayat 47 di atas, reaksi Yesus pun ternyata sama. Alih-alih marah atau tersinggung atas komentar spontan Natanael, inilah yang dilakukan Yesus: "Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia: "Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!" (ay 47b). Lihatlah bahwa Yesus sendiri mau membuka diri dan tidak menolak Natanael, meski ia sudah berkata negatif tentang Dia sebelumnya.
Mari kita mundur sehari sebelum kisah perjumpaan Natanael dan Yesus. Pada waktu itu Yesus mengundang dua murid Yohanes dengan perkataan yang sama. "Tetapi Yesus menoleh ke belakang. Ia melihat, bahwa mereka mengikut Dia lalu berkata kepada mereka: "Apakah yang kamu cari?" Kata mereka kepada-Nya: "Rabi (artinya: Guru), di manakah Engkau tinggal?" (Yohanes 1:38). Ketika mereka bertanya dimana Yesus tinggal, Yesus kemudian menjawab: "Marilah dan kamu akan melihatnya." (ay 39a). "He said to them, Come and see." Mereka bukan ingin melihat dekorasi rumah tempat Yesus tinggal, melihat terbuat dari apa lantai, dinding dan sebagainya, mereka bukan ingin melihat rumah tempat tinggal Yesus itu gedung mewah atau gubuk derita, tapi yang ingin mereka lihat adalah seperti apa hati Kristus, sehingga Dia disebut Yohanes sebagai Anak Domba Allah. Yesus sendiri pun mengundang mereka. "Apakah kamu ingin mengenal hatiKu? apakah kamu ingin tahu apa yang menurutKu penting untuk kamu lakukan? Apakah kamu ingin tahu bagaimana Aku memberkatimu? Apakah kamu ingin mengenal atau bahkan melihat Tuhan? Kalau ya, "mari datang dan lihatlah." Seperti itulah kira-kira yang akan diucapkan Yesus kepada orang untuk mengenalNya lebih jauh. "Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." (Yohanes 14:7).
Yesus terus mengetuk pintu hati siapapun untuk mengenalNya. Dia bahkan mau terlebih dahulu mengetuk pintu hati kita tanpa menunggu kita yang datang kepadaNya. "Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku." (Wayhu 3:20). Alkitab menggambarkan dengan jelas seperti apa pribadi Kristus yang patut diteladani, tujuan kedatangan Kristus ke dunia dan apa yang Dia tebus lewat kematianNya di kayu salib. Begitu banyak nubuatan-nubuatan yang bahkan sudah hadir sebelum Kristus turun ke dunia. Kebangkitan Yesus yang disaksikan bukan hanya satu-dua orang, tapi begitu banyak orang pun dicatat alkitab membuktikan dengan jelas siapa Yesus sebenarnya. Jangan lupa satu hal yang penting, bahwa orang bisa mengenal Kristus lewat kesaksian kita, lewat sikap dan perilaku kita dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai murid Yesus, kita harus mampu mencerminkan Yesus yang jika kita amalkan sungguh-sungguh akan membuat kita terlihat berbeda dari kebiasaan dunia. Ketika para murid Yesus datang memenuhi undangan Yesus dan kemudian mengenal Dia, mereka pun langsung mengakui bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, dan tanpa ragu segera menjadi murid-muridNya, termasuk Natanael pun berkata: "Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!"(Yohanes 1:49).
Untuk bisa mengenalNya dengan baik, kita harus mau membuka pintu hati kita dan membiarkan mata hati kita melihatNya dengan jelas. Yang pasti, Yesus terus mengetuk hati kita setiap saat, dan Dia terus menanti kita untuk membuka pintu agar Dia bisa masuk membawa keselamatan. Hingga hari ini Dia tetap mengundang siapapun untuk "datang dan melihat", tinggal bersamaNya dan mengenalNya agar siapapun bisa mengetahui dengan benar siapa Dia yang sebenarnya dan seperti apa besar kasihNya kepada kita. Lewat hidup, kesaksian, perbuatan dan perkataan kita pun kita bisa memperkenalkan sosok Yesus yang sebenarnya kepada orang lain. Yesus mengundang siapapun untuk mengenalNya. Filipus mengajak Natanael untuk itu juga. Kita pun seharusnya demikian. Dengan gaya atau cara hidup kita pun kita berkesempatan untuk mengundang orang untuk mengenalNya. Tanpa memperhatikan tindakan dan perbuatan serta perkataan kita, niscaya kita tidak akan pernah bisa melakukan itu.
To know Him is to love Him
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, August 21, 2011
Kesimpulan Prematur
Ayat bacaan: Yohanes 1:46
====================
"Kata Natanael kepadanya: "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?"
Dahulu seorang teman pernah dengan galau bercerita kepada saya bahwa orang tuanya tidak setuju terhadap kekasih pilihannya. Karena jahat? Ternyata bukan, melainkan karena kekasihnya berasal dari sebuah suku, katakanlah suku A. Hal seperti ini tentu sudah sering kita dengar bukan? Tidak menutup kemungkinan bahwa anda pun pernah mengalami hal ini, baik sebagai korban maupun mungkin juga sebagai pelakunya. Betapa seringnya orang dengan mudah menghakimi orang lain terburu-buru karena berasal dari suku tertentu, atau mungkin juga dari tingkatan sosial keluarganya atau kekayaan. Ada teman lainnya yang pernah mendapat penolakan dari orang tua pasangannya karena ia tidak memiliki mobil, ada pula yang ditolak karena bukan pegawai negeri. Terdengar konyol mungkin bagi kita, tetapi itulah realita yang pernah saya saksikan langsung. Sebuah kesimpulan prematur, yang hanya mendasarkan pada satu-dua alasan yang seringkali berasal dari generalisir secara subyektif tanpa memandang bibit-bobot-bebet seseorang secara objektif. Ketiga teman saya ini akhirnya menikah, dan nyatanya sampai sekarang mereka baik-baik saja dan hidup bahagia.
Sepertinya sudah menjadi kecenderungan manusia untuk terlalu cepat menarik kesimpulan terhadap sesuatu. Ketika kita berada dalam satu lingkungan kecil yang kebetulan terdapat beberapa orang yang tidak sopan, kita bisa dengan cepat berkata "kota ini kasar dan buruk!" Padahal beberapa orang itu tidak sebanding untuk mewakili sebuah kota dengan penduduk ribuan. Ketika ada seorang anak yang bandel, orang bisa berkata: "orang tuanya tidak benar.." atau "memang sudah turunan..". Ketika ada satu orang yang kita temui sedang dalam keadaan marah, kita bisa menganggap bahwa ia pemarah. Ketika kita berpapasan dengan orang yang tidak tersenyum, kita langsung menganggap bahwa orang itu angkuh dan arogan. Dan ada banyak contoh lain dari kecenderungan manusia untuk menilai terlalu cepat hanya berdasarkan pandangan sesaat. Padahal kalau mau jujur, seringkali apa hal buruk yang kita lihat dari sebagian orang atau dalam satu waktu tertentu tidaklah cukup representatif untuk menggambarkan keseluruhan suku atau kota/negara, atau dalam kasus per orang tidaklah cukup representatif untuk mewakili sifat sebenarnya dari orang tersebut.
Sifat terlalu cepat menghakimi dengan menggeneralisir seperti ini sudah terjadi sejak jaman dahulu. Kita bisa melihat hal ini ketika Yesus mengumpulkan murid-murid pertamaNya. Natanael pernah menarik kesimpulan terlalu terburu-buru. Ketika mendengar perkataan Filipus bahwa mereka telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret, Natanael langsung bereaksi negatif. Ia berkata "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" (Yohanes 1:46). Mengapa ia bisa berkata seperti itu? Fakta sejarah menyatakan bahwa Nazaret merupakan kota kecil yang berjarak sekitar 80 mil dari Yerusalem. Sebagai kota yang terletak pada jalur perdagangan dari Damaskus ke Galilea, mungkin sekali Natanael sering mendengar kekacauan dan kejahatan disana, sehingga langsung menyimpulkan bahwa adalah tidak mungkin jika seorang Mesias akan datang dari kota seperti Nazaret. Atau ada hal-hal buruk lainnya yang pernah terdengar tentang Nazaret pada masa itu, atau ia hanya negatif karena kota itu kecil saja, entahlah. Saya tidak tahu bagaimana pastinya pandangan orang di masa itu tentang kota Nazaret. Mungkin belum pernah ada hal baik dari kota itu sebelumnya sehingga Natanael bisa berkata seperti itu. Tetapi lihatlah fakta bahwa Yesus "Orang Nazaret" pada waktu itu sudah melakukan banyak mukjizat yang baik. "Kamu tahu tentang segala sesuatu yang terjadi di seluruh tanah Yudea, mulai dari Galilea, sesudah baptisan yang diberitakan oleh Yohanes,yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia." (Kisah Rasul 10:38). "Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik" (Matius 11:5), bahkan lebih dari itu, Dia menebus dosa-dosa kita dengan nyawaNya sendiri. Dan ini semua dilakukan oleh "Seorang" yang tumbuh dan dibesarkan di Nazaret. Jika kita melihat salah satu nubuatan Yesaya dalam Yesaya 53:3, dimana disana disebutkan bahwa Mesias akan merupakan orang yang hina, dan dengan berasalnya Yesus dari Nazaret, nubuatan ini pun dipenuhi. Yesus bukan berasal dari kota besar yang terkenal pada masa itu, tetapi hanya dari kota sekecil Nazaret yang tidak ada apa-apanya. Tapi benarkah bahwa kota yang kecil dan dianggap tak berguna itu tidak akan pernah menghasilkan sesuatu yang baik? Tentu saja tidak. Itu kesimpulan yang terlalu prematur, terburu-buru dan tidak memiliki cukup alasan. Sebagai bukti, Sang Penyelamat turun ke dunia mengambil rupa manusia berasal dari Nazaret.
Yesus sendiri sudah mengingatkan: "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Matius 7:1-2). Lihatlah betapa berbahayanya menjatuhkan "vonis" terburu-buru, apalagi dengan menggeneralisir sesuatu hanya dari sebuah sudut pandang saja tanpa melihat sesuatu secara menyeluruh terlebih dahulu. Suku A itu kasar, suku B itu lambat, suku C itu penipu dan sebagainya. Anak-anak Tuhan tidak boleh berpikiran seperti itu. Berburuk sangka dan bersifat negatif terlalu cepat bukanlah bagian dari kasih seperti yang diajarkan Firman Tuhan. Betapa seringnya manusia melakukan hal itu dan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar. Itu harus kita jauhkan dari pola pikir kita, dan sebaliknya gantilah dengan apa yang dikatakan Paulus: "isilah pikiranmu dengan hal-hal bernilai, yang patut dipuji, yaitu hal-hal yang benar, yang terhormat, yang adil, murni, manis, dan baik." (Filipi 4:8 BIS). Jadi, jika pertanyaan "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret" ditujukan kepada kita, kita harus belajar untuk menjawab "ya, sesuatu yang baik bisa datang dari Nazaret." Janganlah terlalu cepat menggeneralisir sesuatu. Kita harus menjaga diri agar tidak terperosok pada kecenderungan mengambil kesimpulan negatif secara prematur atau terlalu cepat. Seperti jawaban Filipus pada Natanael, "Mari dan lihatlah!" (Yohanes 1:47), kita harus membuka mata lebar-lebar dan melihat sesuatu dengan objektif sebelum menarik kesimpulan terburu-buru.
Hindari kecenderungan untuk menarik kesimpulan secara prematur, karena itu sama saja dengan menghakimi
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
====================
"Kata Natanael kepadanya: "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?"
Dahulu seorang teman pernah dengan galau bercerita kepada saya bahwa orang tuanya tidak setuju terhadap kekasih pilihannya. Karena jahat? Ternyata bukan, melainkan karena kekasihnya berasal dari sebuah suku, katakanlah suku A. Hal seperti ini tentu sudah sering kita dengar bukan? Tidak menutup kemungkinan bahwa anda pun pernah mengalami hal ini, baik sebagai korban maupun mungkin juga sebagai pelakunya. Betapa seringnya orang dengan mudah menghakimi orang lain terburu-buru karena berasal dari suku tertentu, atau mungkin juga dari tingkatan sosial keluarganya atau kekayaan. Ada teman lainnya yang pernah mendapat penolakan dari orang tua pasangannya karena ia tidak memiliki mobil, ada pula yang ditolak karena bukan pegawai negeri. Terdengar konyol mungkin bagi kita, tetapi itulah realita yang pernah saya saksikan langsung. Sebuah kesimpulan prematur, yang hanya mendasarkan pada satu-dua alasan yang seringkali berasal dari generalisir secara subyektif tanpa memandang bibit-bobot-bebet seseorang secara objektif. Ketiga teman saya ini akhirnya menikah, dan nyatanya sampai sekarang mereka baik-baik saja dan hidup bahagia.
Sepertinya sudah menjadi kecenderungan manusia untuk terlalu cepat menarik kesimpulan terhadap sesuatu. Ketika kita berada dalam satu lingkungan kecil yang kebetulan terdapat beberapa orang yang tidak sopan, kita bisa dengan cepat berkata "kota ini kasar dan buruk!" Padahal beberapa orang itu tidak sebanding untuk mewakili sebuah kota dengan penduduk ribuan. Ketika ada seorang anak yang bandel, orang bisa berkata: "orang tuanya tidak benar.." atau "memang sudah turunan..". Ketika ada satu orang yang kita temui sedang dalam keadaan marah, kita bisa menganggap bahwa ia pemarah. Ketika kita berpapasan dengan orang yang tidak tersenyum, kita langsung menganggap bahwa orang itu angkuh dan arogan. Dan ada banyak contoh lain dari kecenderungan manusia untuk menilai terlalu cepat hanya berdasarkan pandangan sesaat. Padahal kalau mau jujur, seringkali apa hal buruk yang kita lihat dari sebagian orang atau dalam satu waktu tertentu tidaklah cukup representatif untuk menggambarkan keseluruhan suku atau kota/negara, atau dalam kasus per orang tidaklah cukup representatif untuk mewakili sifat sebenarnya dari orang tersebut.
Sifat terlalu cepat menghakimi dengan menggeneralisir seperti ini sudah terjadi sejak jaman dahulu. Kita bisa melihat hal ini ketika Yesus mengumpulkan murid-murid pertamaNya. Natanael pernah menarik kesimpulan terlalu terburu-buru. Ketika mendengar perkataan Filipus bahwa mereka telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret, Natanael langsung bereaksi negatif. Ia berkata "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" (Yohanes 1:46). Mengapa ia bisa berkata seperti itu? Fakta sejarah menyatakan bahwa Nazaret merupakan kota kecil yang berjarak sekitar 80 mil dari Yerusalem. Sebagai kota yang terletak pada jalur perdagangan dari Damaskus ke Galilea, mungkin sekali Natanael sering mendengar kekacauan dan kejahatan disana, sehingga langsung menyimpulkan bahwa adalah tidak mungkin jika seorang Mesias akan datang dari kota seperti Nazaret. Atau ada hal-hal buruk lainnya yang pernah terdengar tentang Nazaret pada masa itu, atau ia hanya negatif karena kota itu kecil saja, entahlah. Saya tidak tahu bagaimana pastinya pandangan orang di masa itu tentang kota Nazaret. Mungkin belum pernah ada hal baik dari kota itu sebelumnya sehingga Natanael bisa berkata seperti itu. Tetapi lihatlah fakta bahwa Yesus "Orang Nazaret" pada waktu itu sudah melakukan banyak mukjizat yang baik. "Kamu tahu tentang segala sesuatu yang terjadi di seluruh tanah Yudea, mulai dari Galilea, sesudah baptisan yang diberitakan oleh Yohanes,yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia." (Kisah Rasul 10:38). "Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik" (Matius 11:5), bahkan lebih dari itu, Dia menebus dosa-dosa kita dengan nyawaNya sendiri. Dan ini semua dilakukan oleh "Seorang" yang tumbuh dan dibesarkan di Nazaret. Jika kita melihat salah satu nubuatan Yesaya dalam Yesaya 53:3, dimana disana disebutkan bahwa Mesias akan merupakan orang yang hina, dan dengan berasalnya Yesus dari Nazaret, nubuatan ini pun dipenuhi. Yesus bukan berasal dari kota besar yang terkenal pada masa itu, tetapi hanya dari kota sekecil Nazaret yang tidak ada apa-apanya. Tapi benarkah bahwa kota yang kecil dan dianggap tak berguna itu tidak akan pernah menghasilkan sesuatu yang baik? Tentu saja tidak. Itu kesimpulan yang terlalu prematur, terburu-buru dan tidak memiliki cukup alasan. Sebagai bukti, Sang Penyelamat turun ke dunia mengambil rupa manusia berasal dari Nazaret.
Yesus sendiri sudah mengingatkan: "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Matius 7:1-2). Lihatlah betapa berbahayanya menjatuhkan "vonis" terburu-buru, apalagi dengan menggeneralisir sesuatu hanya dari sebuah sudut pandang saja tanpa melihat sesuatu secara menyeluruh terlebih dahulu. Suku A itu kasar, suku B itu lambat, suku C itu penipu dan sebagainya. Anak-anak Tuhan tidak boleh berpikiran seperti itu. Berburuk sangka dan bersifat negatif terlalu cepat bukanlah bagian dari kasih seperti yang diajarkan Firman Tuhan. Betapa seringnya manusia melakukan hal itu dan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar. Itu harus kita jauhkan dari pola pikir kita, dan sebaliknya gantilah dengan apa yang dikatakan Paulus: "isilah pikiranmu dengan hal-hal bernilai, yang patut dipuji, yaitu hal-hal yang benar, yang terhormat, yang adil, murni, manis, dan baik." (Filipi 4:8 BIS). Jadi, jika pertanyaan "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret" ditujukan kepada kita, kita harus belajar untuk menjawab "ya, sesuatu yang baik bisa datang dari Nazaret." Janganlah terlalu cepat menggeneralisir sesuatu. Kita harus menjaga diri agar tidak terperosok pada kecenderungan mengambil kesimpulan negatif secara prematur atau terlalu cepat. Seperti jawaban Filipus pada Natanael, "Mari dan lihatlah!" (Yohanes 1:47), kita harus membuka mata lebar-lebar dan melihat sesuatu dengan objektif sebelum menarik kesimpulan terburu-buru.
Hindari kecenderungan untuk menarik kesimpulan secara prematur, karena itu sama saja dengan menghakimi
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, August 20, 2011
Petasan dalam sebuah Kemerdekaan
Ayat bacaan: 1 Korintus 10:23
======================
"Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun."
Mengapa perayaan hari besar harus dirayakan dengan mercon atau petasan? Adakah kepercayaan yang mengajarkan bahwa petasan itu baik? Saya yakin tidak. Saya tidak tahu tradisi itu berawal dari mana, tetapi sepertinya sudah menjadi sebuah kebiasaan apalagi bagi anak-anak kecil bahwa merayakan hari besar itu tidak afdol jika tanpa petasan. Padahal korban sudah banyak berjatuhan. Tidak hanya cacat seumur hidup yang bisa menjadi akibatnya tetapi juga nyawa. Kembang api itu masih lumayan, tetapi petasan, apalagi yang dengan sengaja dilemparkan kepada orang yang sedang lewat atau sengaja ditempatkan di dekat rumah orang, itu tentu saja bukan hal yang baik untuk dilakukan. Kenyataannya kita harus berhadapan dengan hal seperti itu menjelang sebuah perayaan. Meski polisi sudah menyita dan melarang petasan, tetapi faktanya jumlah yang beredar masih saja banyak. Dan lucunya, para orang tua seakan tidak berdaya melarang anaknya, ironisnya membiarkan atau malah ikut-ikutan. Mungkin mereka berpikir, bukankah kita sudah merdeka sehingga kita bebas melakukan apapun? Itu menggambarkan bahwa masih banyak orang yang salah dalam menafsirkan arti sebuah kemerdekaan. Bagi mereka kemerdekaan berarti boleh berbuat seenaknya tanpa batas. Orang dunia boleh saja berpikiran seperti itu, namun bagi orang-orang percaya ada banyak firman Tuhan yang mengingatkan kita akan arti sebuah kemerdekaan dan yang paling penting, bagaimana cara kita menyikapi dan mengisinya.
Yesus telah memerdekakan kita dan telah mengingatkan kita agar mampu menyikapi kemerdekaan itu dengan baik, jangan sampai kita kembali terikat oleh berbagai hal buruk lagi seperti sebelumnya. Dalam surat Galatia pesan itu bisa kita baca "Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan." (Galatia 5:1). Yesus sendiri telah menyatakan sendiri bahwa kedatanganNya ke dunia ini membawa kemerdekaan yang sejati bagi kita semua. "Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." (Yohanes 8:36). Kita dibebaskan dari berbagai jerat, simpul dan ikatan yang membelenggu kita. Kutuk, dosa dan hal-hal lain yang bisa merintangi kita untuk masuk ke dalam kehidupan yang kekal telah Dia bayar lunas dan tuntas di atas kayu salib. Kita tidak lagi budak yang tidak jelas masa depannya, tetapi kita menjadi anak-anak Allah yang merdeka. Apa yang harus kita perhatikan adalah bagaimana menjalani hidup dalam kemerdekaan itu dan seperti apa kita harus mengisinya. Alkitab mengingatkan kita agar kita tidak terlena di dalam kebebasan atau kemerdekaan itu dengan melakukan hal-hal yang sia-sia atau bahkan merugikan, baik untuk diri sendiri apalagi terhadap orang lain. Lihatlah apa kata Paulus berikut: "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun." (1 Korintus 10:23). Paulus mengatakan, ya, benar kita telah merdeka dan bebas melakukan segala sesuatu. Tetapi ada batasan-batasan yang harus kita ingat dalam menyikapinya. Apakah kebebasan itu kita isi dengan hal-hal yang berguna atau bermanfaat bagi kita dan orang lain? Apakah kemerdekaan itu kita pakai untuk hal-hal yang membangun atau tidak? Ini penting untuk kita ingat baik-baik karena meski segala sesuatu diperbolehkan, tetapi tidak semua itu berguna dan membangun. Ada hal-hal yang justru akan menjatuhkan kita apabila kita lakukan, meski hal itu dianggap wajar oleh dunia dalam menyikapi arti kemerdekaan. Pikirkanlah, apabila kita melakukan segala sesuatu yang mengganggu, mengacau atau bahkan merugikan orang lain dengan dalih kemerdekaan, bukankah itu malah merusak indahnya kemerdekaan? Jika kita bukan menjadi terang dan garam tetapi menjadi batu sandungan, tidakkah itu buruk? Kemerdekaan adalah sebuah anugerah yang seharusnya kita sikapi dengan baik dan benar, karena jika tidak maka sia-sialah arti sebuah kemerdekaan itu.
Petrus mengatakan "Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah." (1 Petrus 2:16). Ini penting untuk kita perhatikan agar kita jangan sampai ikut-ikutan arus dunia yang terus menyalahgunakan atau menyelewengkan nilai dari kemerdekaan itu untuk terus melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela di mata Tuhan. Kita harus ingat bahwa kita hidup sebagai anak-anak Tuhan dan kita punya panggilan tugas yang penting di muka bumi ini. Oleh karena itu kita harus memperhatikan cara hidup kita sebagai orang merdeka. Kita harus tampil beda dalam menyikapi arti sebuah kemerdekaan yang telah dianugerahkan bagi kita. Paulus juga menggambarkan dengan jelas bagaimana harusnya kita menanggapi kemerdekaan itu. "Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih." (Galatia 5:13). Jangan memelintir kemerdekaan itu sebagai landasan untuk melakukan dosa, tetapi pakailah itu sebagai landasan untuk mengasihi dan melayani orang lain. Betapa pentingnya pesan-pesan ini kita resapi baik-baik agar sebuah kemerdekaan yang hadir sebagai anugerah itu bisa benar-benar membawa nilai yang berarti dalam hidup kita.
Seperti apa cara kita dalam menyikapi kemerdekaan akan menunjukkan seberapa jauh kita menghargai anugerah yang telah diberikan Tuhan itu. Dalam sebuah contoh mengenai petasan di atas kita bisa memperoleh ilustrasi sederhana akan hal ini. Ya, petasan ada yang menjual. Itu artinya kita bisa bebas membeli sebanyak yang kita mau jika kita punya uang untuk itu. Tetapi apakah hal itu berguna bagi kita atau justru mengganggu orang lain bahkan mencederai diri kita sendiri? Jika itu tidak berguna dan bisa beresiko fatal, untuk apa kita membeli dan bermain dengan itu? Tidakkah lebih baik apabila uang yang ada digunakan untuk hal-hal yang jauh lebih bermanfaat? Kita harus ingat bahwa kemerdekaan itu diberikan untuk tujuan-tujuan yang baik sebagai hadiah yang sangat indah dari Tuhan. Syukurilah itu dengan mempergunakannya demi kebaikan, demi sesuatu yang berguna, bermanfaat dan membangun dan bukan mengganggu, merugikan atau menghancurkan orang lain. Jika orang-orang dunia belum mengerti bagaimana menyikapi kemerdekaan dengan benar, marilah kita sebagai anak-anak Tuhan menunjukkan keteladanan untuk itu.
Kemerdekaan seharusnya berguna dan membangun bukan merusak dan merugikan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
======================
"Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun."
Mengapa perayaan hari besar harus dirayakan dengan mercon atau petasan? Adakah kepercayaan yang mengajarkan bahwa petasan itu baik? Saya yakin tidak. Saya tidak tahu tradisi itu berawal dari mana, tetapi sepertinya sudah menjadi sebuah kebiasaan apalagi bagi anak-anak kecil bahwa merayakan hari besar itu tidak afdol jika tanpa petasan. Padahal korban sudah banyak berjatuhan. Tidak hanya cacat seumur hidup yang bisa menjadi akibatnya tetapi juga nyawa. Kembang api itu masih lumayan, tetapi petasan, apalagi yang dengan sengaja dilemparkan kepada orang yang sedang lewat atau sengaja ditempatkan di dekat rumah orang, itu tentu saja bukan hal yang baik untuk dilakukan. Kenyataannya kita harus berhadapan dengan hal seperti itu menjelang sebuah perayaan. Meski polisi sudah menyita dan melarang petasan, tetapi faktanya jumlah yang beredar masih saja banyak. Dan lucunya, para orang tua seakan tidak berdaya melarang anaknya, ironisnya membiarkan atau malah ikut-ikutan. Mungkin mereka berpikir, bukankah kita sudah merdeka sehingga kita bebas melakukan apapun? Itu menggambarkan bahwa masih banyak orang yang salah dalam menafsirkan arti sebuah kemerdekaan. Bagi mereka kemerdekaan berarti boleh berbuat seenaknya tanpa batas. Orang dunia boleh saja berpikiran seperti itu, namun bagi orang-orang percaya ada banyak firman Tuhan yang mengingatkan kita akan arti sebuah kemerdekaan dan yang paling penting, bagaimana cara kita menyikapi dan mengisinya.
Yesus telah memerdekakan kita dan telah mengingatkan kita agar mampu menyikapi kemerdekaan itu dengan baik, jangan sampai kita kembali terikat oleh berbagai hal buruk lagi seperti sebelumnya. Dalam surat Galatia pesan itu bisa kita baca "Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan." (Galatia 5:1). Yesus sendiri telah menyatakan sendiri bahwa kedatanganNya ke dunia ini membawa kemerdekaan yang sejati bagi kita semua. "Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." (Yohanes 8:36). Kita dibebaskan dari berbagai jerat, simpul dan ikatan yang membelenggu kita. Kutuk, dosa dan hal-hal lain yang bisa merintangi kita untuk masuk ke dalam kehidupan yang kekal telah Dia bayar lunas dan tuntas di atas kayu salib. Kita tidak lagi budak yang tidak jelas masa depannya, tetapi kita menjadi anak-anak Allah yang merdeka. Apa yang harus kita perhatikan adalah bagaimana menjalani hidup dalam kemerdekaan itu dan seperti apa kita harus mengisinya. Alkitab mengingatkan kita agar kita tidak terlena di dalam kebebasan atau kemerdekaan itu dengan melakukan hal-hal yang sia-sia atau bahkan merugikan, baik untuk diri sendiri apalagi terhadap orang lain. Lihatlah apa kata Paulus berikut: "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun." (1 Korintus 10:23). Paulus mengatakan, ya, benar kita telah merdeka dan bebas melakukan segala sesuatu. Tetapi ada batasan-batasan yang harus kita ingat dalam menyikapinya. Apakah kebebasan itu kita isi dengan hal-hal yang berguna atau bermanfaat bagi kita dan orang lain? Apakah kemerdekaan itu kita pakai untuk hal-hal yang membangun atau tidak? Ini penting untuk kita ingat baik-baik karena meski segala sesuatu diperbolehkan, tetapi tidak semua itu berguna dan membangun. Ada hal-hal yang justru akan menjatuhkan kita apabila kita lakukan, meski hal itu dianggap wajar oleh dunia dalam menyikapi arti kemerdekaan. Pikirkanlah, apabila kita melakukan segala sesuatu yang mengganggu, mengacau atau bahkan merugikan orang lain dengan dalih kemerdekaan, bukankah itu malah merusak indahnya kemerdekaan? Jika kita bukan menjadi terang dan garam tetapi menjadi batu sandungan, tidakkah itu buruk? Kemerdekaan adalah sebuah anugerah yang seharusnya kita sikapi dengan baik dan benar, karena jika tidak maka sia-sialah arti sebuah kemerdekaan itu.
Petrus mengatakan "Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah." (1 Petrus 2:16). Ini penting untuk kita perhatikan agar kita jangan sampai ikut-ikutan arus dunia yang terus menyalahgunakan atau menyelewengkan nilai dari kemerdekaan itu untuk terus melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela di mata Tuhan. Kita harus ingat bahwa kita hidup sebagai anak-anak Tuhan dan kita punya panggilan tugas yang penting di muka bumi ini. Oleh karena itu kita harus memperhatikan cara hidup kita sebagai orang merdeka. Kita harus tampil beda dalam menyikapi arti sebuah kemerdekaan yang telah dianugerahkan bagi kita. Paulus juga menggambarkan dengan jelas bagaimana harusnya kita menanggapi kemerdekaan itu. "Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih." (Galatia 5:13). Jangan memelintir kemerdekaan itu sebagai landasan untuk melakukan dosa, tetapi pakailah itu sebagai landasan untuk mengasihi dan melayani orang lain. Betapa pentingnya pesan-pesan ini kita resapi baik-baik agar sebuah kemerdekaan yang hadir sebagai anugerah itu bisa benar-benar membawa nilai yang berarti dalam hidup kita.
Seperti apa cara kita dalam menyikapi kemerdekaan akan menunjukkan seberapa jauh kita menghargai anugerah yang telah diberikan Tuhan itu. Dalam sebuah contoh mengenai petasan di atas kita bisa memperoleh ilustrasi sederhana akan hal ini. Ya, petasan ada yang menjual. Itu artinya kita bisa bebas membeli sebanyak yang kita mau jika kita punya uang untuk itu. Tetapi apakah hal itu berguna bagi kita atau justru mengganggu orang lain bahkan mencederai diri kita sendiri? Jika itu tidak berguna dan bisa beresiko fatal, untuk apa kita membeli dan bermain dengan itu? Tidakkah lebih baik apabila uang yang ada digunakan untuk hal-hal yang jauh lebih bermanfaat? Kita harus ingat bahwa kemerdekaan itu diberikan untuk tujuan-tujuan yang baik sebagai hadiah yang sangat indah dari Tuhan. Syukurilah itu dengan mempergunakannya demi kebaikan, demi sesuatu yang berguna, bermanfaat dan membangun dan bukan mengganggu, merugikan atau menghancurkan orang lain. Jika orang-orang dunia belum mengerti bagaimana menyikapi kemerdekaan dengan benar, marilah kita sebagai anak-anak Tuhan menunjukkan keteladanan untuk itu.
Kemerdekaan seharusnya berguna dan membangun bukan merusak dan merugikan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, August 19, 2011
Mensejahterakan Bangsa Sesuai Panggilan
Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 17:16-17
=============================
"Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala. "Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ."
"Ask not what your country can do for you - ask what you can do for your country." Demikianlah sebuah penggalan dari pidato John F Kennedy pada peresmian pengangkatannya menjadi Presiden Amerika Serikat ke 35 tahun 1961. Tidak banyak yang mengetahui bahwa quote yang sangat terkenal ini sesungguhnya dikutip dari tulisan Khalil Gibran. Demikian pentingnya kalimat ini karena sebagian besar penduduk suatu negara hanya menuntut haknya tanpa memperhatikan kewajiban mereka sebagai warga negara. Begitu juga dengan kita. Kita hanya mengeluh melihat banyaknya pengemis, gelandangan, pengamen dan lain-lain, kita memprotes tingginya tingkat kejahatan, kesemrawutan jalan raya, kondisi jalan yang buruk dan lain-lain tetapi tidak mau berbuat sesuatu untuk itu. Apa yang bisa kita buat? Apa kita semua harus menjadi polisi atau harus terlebih dahulu diberi kekuasaan mutlak atas negara ini baru kita mau berbuat sesuatu? Sesungguhnya tidak. Hal sekecil apapun yang kita lakukan sesuai panggilan kita dengan sungguh-sungguh atas dasar kasih bisa dipakai Tuhan untuk berbuah secara luar biasa.
Kemarin kita sudah meilhat panggilan penting bagi setiap orang percaya untuk turut berperan aktif secara nyata dalam mensejahterakan kota dimana kita tinggal. "Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu." (Yeremia 29:7). Secara spesifik dan jelas ayat ini menyerukan pentingnya untuk memberi kontribusi nyata dan berdoa demi kesejahteraan kota. Mengapa? Karena kesejahteraan kita sesungguhnya tergantung dari kesejahteraan kota tempat tinggal kita. Ada banyak orang yang sebenarnya tahu akan hal ini, tetapi tidak tahu apa yang bisa mereka lakukan untuk itu. Mereka mengira bahwa untuk mengubah nasib sebuah bangsa mereka harus melakukan hal-hal yang besar saja. Padahal itu tidaklah benar. Setiap orang pada dasarnya memiliki panggilannya sendiri-sendiri. Apapun panggilan kita, dimanapun kita bekerja dan tinggal, kita bisa berbuat sesuatu, berkontribusi secara aktif dan nyata demi kesejahteraan bangsa kita. Itu seringkali dimulai dari hal-hal kecil dahulu, yang nantinya akan terus meningkat apabila kita melakukannya dengan sungguh-sungguh, dan itu sedikit banyak akan berdampak bagi kesejahteraan kota, bangsa dan negara.
Sebuah contoh kegelisahan akan panggilan demi kesejahteraan kota bisa kita lihat dari sosok Paulus. Ketika ia sampai di Yunani tepatnya di kota Athena, ia merasa sedih melihat banyaknya patung-patung berhala yang berdiri di sana. "Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala." (Kisah Para Rasul 17:16). Paulus pergi berkeliling dari satu tempat ke tempat lain sebenarnya untuk mewartakan berita keselamatan. Tetapi lihatlah bahwa ia tidak hanya berpuas diri akan hal itu saja, meski apa yang ia lakukan sesungguhnya sudah sangat besar. Mari kita perhatikan apa yang kemudian ia lakukan. "Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ." (ay 17). Paulus tidak berdiam diri. Ia gelisah untuk melakukan sesuatu demi kesejahteraan kota Atena yang disinggahinya. Ia tidak tinggal disana untuk selamanya, tetapi tetap saja ia peduli akan kesejahteraan dan keselamatan kota itu. Ini adalah sebuah contoh yang sangat baik untuk melihat apa yang bisa kita lakukan sesuai kapasitas kita demi kota dimana kita berada saat ini. Paulus tidak meminta dirinya terlebih dahulu untuk menjadi gubernur atau raja disana. Sebagai seorang Paulus yang hanya pendatang pun ia tahu bahwa ia harus peduli, dan ia berbuat sesuai dengan batas kemampuannya.
Pada dasarnya setiap kita didesain dengan cara yang berbeda oleh Tuhan. Kita masing-masing diberi talenta dan panggilan masing-masing, dan semua itu tidak ada yang tidak berguna bagi kesejahteraan kota. Tuhan menciptakan binatang sesuai kemampuan dan fungsinya masing-masing. Kuda diciptakan untuk berlari sedang ikan untuk berenang. Burung diciptakan untuk terbang sedang cicak untuk merayap. Agar bisa berlari kencang kuda diberi kaki-kaki yang kuat dan kokoh. Ikan diberi insang dan sirip agar bisa berenang di dalam air, burung memiliki sayap dan cicak memiliki telapak kaki yang bisa merekat di dinding. Masing-masing diciptakan sesuai fungsi dan kegunaannya masing-masing. Dan manusia pun seperti itu. Paulus mengatakan "Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus." (Efesus 4:7) Ayat ini mengatakan dengan jelas bahwa siapapun kita telah diberikan talenta-talenta tersendiri menurut ukuran pemberian Kristus yang semuanya bisa dipakai sebagai karya nyata dalam memenuhi panggilan kita. Masing-masing kita diberi fungsi dan karunia masing-masing, dan kebersatuan kita dalam membangun bangsa ini akan menyatakan kemuliaan Tuhan. "Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih." (ay 16).
Sebagai manusia, kita semua telah dilengkapi Tuhan secara khusus dengan berbagai talenta, bakat dan kemampuan tersendiri yang tentunya bisa kita pakai dalam kehidupan kita, untuk memberkati sesama dan memuliakan Tuhan. Ayat bacaan hari ini diambil dari Amsal yang berbunyi: "Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan, dan dengan pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta benda yang berharga dan menarik." (Amsal 24:3-4). Rumah disini bukan berbicara hanya mengenai masalah rumah biasa, rumah yang didirikan dari batu, pasir, kayu, rangka besi, dan berbagai bahan bangunan lainnya. Tapi rumah disini berbicara akan sesuatu yang lebih luas, yaitu sebuah kehidupan. Sebuah kehidupan yang baik haruslah didirikan atas hikmat, ditegakkan dengan kepandaian, dan kehidupan itu selanjutnya diisi dengan berbagai hal berharga. Tidak hanya atas satu hal saja, melainkan berbagai hal berharga, berharga buat hidup kita sendiri, berharga buat sesama, berharga buat bangsa dan negara, dan tentunya berharga di mata Tuhan. Inilah sebuah pelajaran penting dari penulis Amsal akan betapa berharganya sebuah kehidupan.
Apapun pekerjaan kita bisa dipakai secara nyata untuk kesejahteraan bangsa. Kita memiliki panggilan dan tugas sendiri-sendiri yang akan sangat bermanfaat untuk itu. Tidak peduli sekecil apapun, tidak peduli dimanapun atau apapun pekerjaan yang sedang ditekuni saat ini. Dengan panggilan yang sudah diberikan Tuhan, dimana kita ditempatkan hari ini, dan dengan talenta-talenta yang sudah Dia sediakan, kita bisa berkarya maksimal untuk melakukan sesuatu demi kesejahteraan bangsa, dan dengan demikian menegakkan KerajaanNya di muka bumi ini. Anda merasa "cuma" pekerja kantoran? Anda tetap bisa menjadi terang dan garam dan menjadi role model sebagai sosok yang baik dan cakap dalam bekerja. Tidak korupsi, berlaku sopan dan ramah, disiplin waktu dan menghargai atau mengasihi teman sekerja, itupun sudah merupakan sesuatu yang baik untuk dilakukan. Anda bergelut di dunia hiburan? Anda bisa membawa terang disana dan menunjukkan bahwa dunia hiburan tidak harus selalu negatif. Panggilan anda dalam dunia politik, pendidikan atau kesehatan? Sama, anda bisa berperan banyak disana. So, let's find out our callings, let's fulfill our destiny. Let God use us to transform our city and community, and that will surely give some impacts to our nations.
Kepada kita sudah diberikan panggilan dan talenta masing-masing yang akan sangat bermanfaat untuk kesejahteraan kota, bangsa dan negara kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=============================
"Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala. "Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ."
"Ask not what your country can do for you - ask what you can do for your country." Demikianlah sebuah penggalan dari pidato John F Kennedy pada peresmian pengangkatannya menjadi Presiden Amerika Serikat ke 35 tahun 1961. Tidak banyak yang mengetahui bahwa quote yang sangat terkenal ini sesungguhnya dikutip dari tulisan Khalil Gibran. Demikian pentingnya kalimat ini karena sebagian besar penduduk suatu negara hanya menuntut haknya tanpa memperhatikan kewajiban mereka sebagai warga negara. Begitu juga dengan kita. Kita hanya mengeluh melihat banyaknya pengemis, gelandangan, pengamen dan lain-lain, kita memprotes tingginya tingkat kejahatan, kesemrawutan jalan raya, kondisi jalan yang buruk dan lain-lain tetapi tidak mau berbuat sesuatu untuk itu. Apa yang bisa kita buat? Apa kita semua harus menjadi polisi atau harus terlebih dahulu diberi kekuasaan mutlak atas negara ini baru kita mau berbuat sesuatu? Sesungguhnya tidak. Hal sekecil apapun yang kita lakukan sesuai panggilan kita dengan sungguh-sungguh atas dasar kasih bisa dipakai Tuhan untuk berbuah secara luar biasa.
Kemarin kita sudah meilhat panggilan penting bagi setiap orang percaya untuk turut berperan aktif secara nyata dalam mensejahterakan kota dimana kita tinggal. "Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu." (Yeremia 29:7). Secara spesifik dan jelas ayat ini menyerukan pentingnya untuk memberi kontribusi nyata dan berdoa demi kesejahteraan kota. Mengapa? Karena kesejahteraan kita sesungguhnya tergantung dari kesejahteraan kota tempat tinggal kita. Ada banyak orang yang sebenarnya tahu akan hal ini, tetapi tidak tahu apa yang bisa mereka lakukan untuk itu. Mereka mengira bahwa untuk mengubah nasib sebuah bangsa mereka harus melakukan hal-hal yang besar saja. Padahal itu tidaklah benar. Setiap orang pada dasarnya memiliki panggilannya sendiri-sendiri. Apapun panggilan kita, dimanapun kita bekerja dan tinggal, kita bisa berbuat sesuatu, berkontribusi secara aktif dan nyata demi kesejahteraan bangsa kita. Itu seringkali dimulai dari hal-hal kecil dahulu, yang nantinya akan terus meningkat apabila kita melakukannya dengan sungguh-sungguh, dan itu sedikit banyak akan berdampak bagi kesejahteraan kota, bangsa dan negara.
Sebuah contoh kegelisahan akan panggilan demi kesejahteraan kota bisa kita lihat dari sosok Paulus. Ketika ia sampai di Yunani tepatnya di kota Athena, ia merasa sedih melihat banyaknya patung-patung berhala yang berdiri di sana. "Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala." (Kisah Para Rasul 17:16). Paulus pergi berkeliling dari satu tempat ke tempat lain sebenarnya untuk mewartakan berita keselamatan. Tetapi lihatlah bahwa ia tidak hanya berpuas diri akan hal itu saja, meski apa yang ia lakukan sesungguhnya sudah sangat besar. Mari kita perhatikan apa yang kemudian ia lakukan. "Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ." (ay 17). Paulus tidak berdiam diri. Ia gelisah untuk melakukan sesuatu demi kesejahteraan kota Atena yang disinggahinya. Ia tidak tinggal disana untuk selamanya, tetapi tetap saja ia peduli akan kesejahteraan dan keselamatan kota itu. Ini adalah sebuah contoh yang sangat baik untuk melihat apa yang bisa kita lakukan sesuai kapasitas kita demi kota dimana kita berada saat ini. Paulus tidak meminta dirinya terlebih dahulu untuk menjadi gubernur atau raja disana. Sebagai seorang Paulus yang hanya pendatang pun ia tahu bahwa ia harus peduli, dan ia berbuat sesuai dengan batas kemampuannya.
Pada dasarnya setiap kita didesain dengan cara yang berbeda oleh Tuhan. Kita masing-masing diberi talenta dan panggilan masing-masing, dan semua itu tidak ada yang tidak berguna bagi kesejahteraan kota. Tuhan menciptakan binatang sesuai kemampuan dan fungsinya masing-masing. Kuda diciptakan untuk berlari sedang ikan untuk berenang. Burung diciptakan untuk terbang sedang cicak untuk merayap. Agar bisa berlari kencang kuda diberi kaki-kaki yang kuat dan kokoh. Ikan diberi insang dan sirip agar bisa berenang di dalam air, burung memiliki sayap dan cicak memiliki telapak kaki yang bisa merekat di dinding. Masing-masing diciptakan sesuai fungsi dan kegunaannya masing-masing. Dan manusia pun seperti itu. Paulus mengatakan "Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus." (Efesus 4:7) Ayat ini mengatakan dengan jelas bahwa siapapun kita telah diberikan talenta-talenta tersendiri menurut ukuran pemberian Kristus yang semuanya bisa dipakai sebagai karya nyata dalam memenuhi panggilan kita. Masing-masing kita diberi fungsi dan karunia masing-masing, dan kebersatuan kita dalam membangun bangsa ini akan menyatakan kemuliaan Tuhan. "Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih." (ay 16).
Sebagai manusia, kita semua telah dilengkapi Tuhan secara khusus dengan berbagai talenta, bakat dan kemampuan tersendiri yang tentunya bisa kita pakai dalam kehidupan kita, untuk memberkati sesama dan memuliakan Tuhan. Ayat bacaan hari ini diambil dari Amsal yang berbunyi: "Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan, dan dengan pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta benda yang berharga dan menarik." (Amsal 24:3-4). Rumah disini bukan berbicara hanya mengenai masalah rumah biasa, rumah yang didirikan dari batu, pasir, kayu, rangka besi, dan berbagai bahan bangunan lainnya. Tapi rumah disini berbicara akan sesuatu yang lebih luas, yaitu sebuah kehidupan. Sebuah kehidupan yang baik haruslah didirikan atas hikmat, ditegakkan dengan kepandaian, dan kehidupan itu selanjutnya diisi dengan berbagai hal berharga. Tidak hanya atas satu hal saja, melainkan berbagai hal berharga, berharga buat hidup kita sendiri, berharga buat sesama, berharga buat bangsa dan negara, dan tentunya berharga di mata Tuhan. Inilah sebuah pelajaran penting dari penulis Amsal akan betapa berharganya sebuah kehidupan.
Apapun pekerjaan kita bisa dipakai secara nyata untuk kesejahteraan bangsa. Kita memiliki panggilan dan tugas sendiri-sendiri yang akan sangat bermanfaat untuk itu. Tidak peduli sekecil apapun, tidak peduli dimanapun atau apapun pekerjaan yang sedang ditekuni saat ini. Dengan panggilan yang sudah diberikan Tuhan, dimana kita ditempatkan hari ini, dan dengan talenta-talenta yang sudah Dia sediakan, kita bisa berkarya maksimal untuk melakukan sesuatu demi kesejahteraan bangsa, dan dengan demikian menegakkan KerajaanNya di muka bumi ini. Anda merasa "cuma" pekerja kantoran? Anda tetap bisa menjadi terang dan garam dan menjadi role model sebagai sosok yang baik dan cakap dalam bekerja. Tidak korupsi, berlaku sopan dan ramah, disiplin waktu dan menghargai atau mengasihi teman sekerja, itupun sudah merupakan sesuatu yang baik untuk dilakukan. Anda bergelut di dunia hiburan? Anda bisa membawa terang disana dan menunjukkan bahwa dunia hiburan tidak harus selalu negatif. Panggilan anda dalam dunia politik, pendidikan atau kesehatan? Sama, anda bisa berperan banyak disana. So, let's find out our callings, let's fulfill our destiny. Let God use us to transform our city and community, and that will surely give some impacts to our nations.
Kepada kita sudah diberikan panggilan dan talenta masing-masing yang akan sangat bermanfaat untuk kesejahteraan kota, bangsa dan negara kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Subscribe to:
Posts (Atom)
Kacang Lupa Kulit (4)
(sambungan) Alangkah ironis, ketika Israel dalam ayat ke 15 ini memakai istilah "Yesyurun". Yesyurun merupakan salah satu panggil...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...