Ayat bacaan: Yudas 1:24
=======================
"Bagi Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu dengan tak bernoda dan penuh kegembiraan di hadapan kemuliaan-Nya," ("Now to Him Who is able to keep you without stumbling or slipping or falling, and to present you unblemished [blameless and faultless] before the presence of His glory in triumphant joy and exultation [with unspeakable, ecstatic delight] )"
Ada sebuah mal yang sudah berdiri lebih dari 10 tahun lalu. Letaknya sebenarnya sangat strategis, tapi entah kenapa mal tersebut kalah saing dibanding mal-mal lainnya. Setelah pemiliknya mencoba beberapa cara namun gagal mendongkrak popularitas mal tersebut, akhirnya diputuskan untuk merenovasi mal tersebut. Prosesnya lumayan lama kurang lebih satu tahun, karena bukan sekedar ganti cat atau tambah sedikit, tapi bentuknya mengalami perubahan signifikan. Ada beberapa bagian yang dirubuhkan kemudian dibangun kembali. Hasilnya? Tidak saja desainnya lebih indah, tapi popularitasnya pun jauh lebih baik. Jumlah pengunjung meningkat, tenant bertambah. Seandainya si pemilik tidak melakukan apa-apa, mal tersebut bisa tutup dan tinggal gedung besar yang kosong seperti nasib dari banyak mal yang kalah saing di banyak tempat.
Sebuah proses (re)konstruksi biasanya tidak berlangsung cepat. Butuh waktu panjang untuk menyelesaikannya dan membutuhkan usaha yang tidak sedikit. Tapi pada akhirnya proses pembangunan dapat menghasilkan sesuatu yang indah pada akhirnya setelah melalui proses panjang, apalagi jika dibangun oleh arsitek yang bagus dan punya blueprint rancang bangun yang bagus pula. Ada rencana yang baik, ada eksekusi yang sesuai rencana, ada proses yang harus dilalui, dan pada akhirnya akan menghasilkan sesuatu yang indah dan mendatangkan kebaikan bagi banyak pihak.
Hidup adalah sebuah proses panjang. Dari kecil kita bertumbuh, bertambah besar seiring bertambahnya usia, belajar untuk bertambah pintar dari sisi ilmu dan keahlian dan kelak membaktikan diri kepada bangsa dan negara lewat pekerjaan kita. Begitu banyak proses pembelajaran yang kita alami semasa hidup baik dari pendidikan formal, lingkungan maupun pengalaman yang dapat membentuk kita menjadi seperti siapa kita hari ini.
Sebagai anak-anak Allah, kita harus sadar bahwa Tuhan telah merancang diri kita masing-masing dengan rencana yang indah. Ada "blueprint" bagi setiap kita yang disediakan bagi Allah, Dia telah menetapkan apa yang menjadi rencanaNya bagi kita seperti apa yang Dia katakan pada Yeremia. "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa." (Yeremia 1:5). Ada rencana yang telah Dia berikan jauh sebelum kita ada, Tuhan lengkapi kita dengan segala yang dibutuhkan agar rencanaNya jadi atas kita.
Dalam hidup, kita biasanya harus menemukan rencana Tuhan tersebut, mengasah semua bekal yang diberikan Tuhan agar menjadi matang lalu menggenapinya. Jangan lupa pula bahwa kematian dan kebangkitan Yesus sudah mengalahkan maut, sehingga hubungan dengan Bapa dipulihkan dan lewat Kristus pula kita diberikaNya kasih karunia keselamatan. Agar kita tidak bolak balik jatuh pada dosa baik karena godaan dunia dari segala arah maupun dari kebiasaan-kebiasaan buruk dan titik lemah kita, Tuhan memberikan pula kesempatan bagi kita untuk menjadi manusia baru. Bukankah semua sudah begitu sempurna?
Masalahnya, kita seringkali menyimpang dari rencanaNya. Kita kerap kalah dari godaan dosa, kita menyerah pada kebiasaan buruk kita, kita terus mengambil keputusan-keputusan yang salah. Kita membiarkan kesombongan, egoisme, ketidakjujuran, tamak, iri hati dan lain-lain bercokol dalam diri kita. Kita ikut berpacu dalam perlombaan dunia dan mengabaikan perlombaan menuju Kerajaan Allah. Kita terlena saat dalam keadaan baik, kita menyerah dan marah saat dalam keadaan buruk. Kita malas untuk belajar mengenai ketetapan-ketetapanNya. Karenanya, segala yang sempurna dalam rencana Tuhan bisa lepas dari genggaman kita. Kita gagal menggenapi rencanaNya di dunia, kita gagal memperoleh anugerah kehidupan kekal.
(bersambung)
Tuesday, October 31, 2017
Monday, October 30, 2017
Tertindas Itu Baik? (2)
(sambungan)
Pemazmur menyadari bahwa berada dalam posisi tertindas itu bukan berarti bahwa itu adalah akhir dari segalanya, tapi justru semua itu merupakan waktunya untuk belajar ketetapan-ketetapan Tuhan, mengalami pembentukan karakter agar lebih dewasa/matang, menyadari bahwa ia harus belajar untuk mengandalkan Tuhan dan berhenti bergantung pada kekuatan manusia yang terbatas, menjadi pribadi yang benar di hadapan Tuhan, bukan lagi on and off benarnya atau malah terus menyimpang.
Tertindas itu ternyata ada sisi baiknya. Rasa sakit ternyata bisa membuat kita belajar banyak hal, mendewasakan dan membentuk karakter yang jauh lebih kuat dan bijaksana dari sebelumnya. Seringkali manusia dengan segala kebandelannya harus belajar lewat rasa sakit untuk akhirnya bisa mengerti. Orang tidak akan bisa naik sepeda dengan baik dan hati-hati kalau belum pernah terjatuh, orang sulit menghargai kesehatan sebelum merasakan sakit. Kita tidak tahu perihnya terbakar kalau belum merasakan panasnya api. Jadi ada waktunya kita memang perlu merasakan rasa sakit, penderitaan dan penindasan, sehingga kita bisa menghargai yang namanya kebahagiaan dengan baik. Ada banyak pelajaran yang hanya bisa kita peroleh melalui masa-masa sukar dimana Tuhan memakai keadaan itu untuk mengoreksi dan merekonstruksi diri kita agar makin baik, taat pada kehendakNya.
Saat mengalami bukan main sakit rasanya. Itu benar. Kabar baiknya, jangan ragu bahwa kita akan dibiarkan sendirian berada disana. Ketahuilah bahwa Tuhan tidak akan pernah membiarkan kita sendirian melewati penderitaan. Dia senantiasa menyertai kita dalam situasi sesulit apapun kalau kita mau belajar mengandalkanNya. "Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati" (Ulangan 31:8). Sewaktu-waktu Dia memberikan kekuatan, ketegaran bahkan kelegaan, sehingga saya bisa melewati proses pembentukan itu sepenuhnya. Tuhan juga sudah berjanji bahwa sekalipun kita harus berjalan dalam lembah kekelaman, gada dan tongkatNya akan selalu beserta kita, menjauhkan kita dari bahaya dan mendatangkan penghiburan (Mazmur 23:4).
Daripada membiarkan masa-masa sulit berjalan sia-sia dan hanya dipenuhi rasa sakit, daripada melawan dan membuat penderitaan hanya akan berjalan lebih lama, mengapa kita tidak segera mempergunakan keadaan tertindas yang penuh penderitaan sebagai sebuah proses untuk belajar patuh mengikuti Firman Tuhan? Lihat apa kata Tuhan ketika hidup kita berkenan padaNya. "TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya." (Mazmur 37:23-24). Cara pandang dalam menyikapi masa-masa sulit, tertekan, tertindas maupun penderitaan lainnya akan sangat menentukan, apakah kita hanya akan menjadikannya sebagai momen kejatuhan kita atau justru kebangkitan kita menuju hari depan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Bad situations can be a way to experience real victory
Jika ada di antara teman-teman saat ini yang tengah merasakan penderitaan atau berada dalam keadaan tertindas, pergunakanlah itu sebagai momen untuk membentuk diri untuk menjadi pribadi-pribadi pemenang. Tuhan bisa memakai masalah sebagai sarana untuk mengoreksi dan membentuk ulang diri kita. Lewat penindasan atau penderitaan Tuhan bisa mengikis ego kita, membuat kita menjadi pribadi baru yang seturut dengan kehendakNya, yang layak menerima segala yang terbaik dari Tuhan.
Jangan sia-siakan, jangan keraskan hati, jangan melawan, jangan buru-buru negatif apalagi menyalahkan Tuhan. Pada suatu hari nanti, anda akan bersyukur pernah dilatih Tuhan melalui penindasan atau masalah untuk menjadi pribadi yang kuat, tegar dan taat, yang mengalami kasih Tuhan yang luar biasa dalam banyak hal serta memiliki kerinduan pula untuk menjadi umatNya yang mewakili otoritas Kerajaan dalam menyatakan kasih di muka bumi ini.
Don't let a bad situation bring out the worst in you. Choose to stay positive, learn from it and be the strong person that God created you to be
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Pemazmur menyadari bahwa berada dalam posisi tertindas itu bukan berarti bahwa itu adalah akhir dari segalanya, tapi justru semua itu merupakan waktunya untuk belajar ketetapan-ketetapan Tuhan, mengalami pembentukan karakter agar lebih dewasa/matang, menyadari bahwa ia harus belajar untuk mengandalkan Tuhan dan berhenti bergantung pada kekuatan manusia yang terbatas, menjadi pribadi yang benar di hadapan Tuhan, bukan lagi on and off benarnya atau malah terus menyimpang.
Tertindas itu ternyata ada sisi baiknya. Rasa sakit ternyata bisa membuat kita belajar banyak hal, mendewasakan dan membentuk karakter yang jauh lebih kuat dan bijaksana dari sebelumnya. Seringkali manusia dengan segala kebandelannya harus belajar lewat rasa sakit untuk akhirnya bisa mengerti. Orang tidak akan bisa naik sepeda dengan baik dan hati-hati kalau belum pernah terjatuh, orang sulit menghargai kesehatan sebelum merasakan sakit. Kita tidak tahu perihnya terbakar kalau belum merasakan panasnya api. Jadi ada waktunya kita memang perlu merasakan rasa sakit, penderitaan dan penindasan, sehingga kita bisa menghargai yang namanya kebahagiaan dengan baik. Ada banyak pelajaran yang hanya bisa kita peroleh melalui masa-masa sukar dimana Tuhan memakai keadaan itu untuk mengoreksi dan merekonstruksi diri kita agar makin baik, taat pada kehendakNya.
Saat mengalami bukan main sakit rasanya. Itu benar. Kabar baiknya, jangan ragu bahwa kita akan dibiarkan sendirian berada disana. Ketahuilah bahwa Tuhan tidak akan pernah membiarkan kita sendirian melewati penderitaan. Dia senantiasa menyertai kita dalam situasi sesulit apapun kalau kita mau belajar mengandalkanNya. "Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati" (Ulangan 31:8). Sewaktu-waktu Dia memberikan kekuatan, ketegaran bahkan kelegaan, sehingga saya bisa melewati proses pembentukan itu sepenuhnya. Tuhan juga sudah berjanji bahwa sekalipun kita harus berjalan dalam lembah kekelaman, gada dan tongkatNya akan selalu beserta kita, menjauhkan kita dari bahaya dan mendatangkan penghiburan (Mazmur 23:4).
Daripada membiarkan masa-masa sulit berjalan sia-sia dan hanya dipenuhi rasa sakit, daripada melawan dan membuat penderitaan hanya akan berjalan lebih lama, mengapa kita tidak segera mempergunakan keadaan tertindas yang penuh penderitaan sebagai sebuah proses untuk belajar patuh mengikuti Firman Tuhan? Lihat apa kata Tuhan ketika hidup kita berkenan padaNya. "TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya." (Mazmur 37:23-24). Cara pandang dalam menyikapi masa-masa sulit, tertekan, tertindas maupun penderitaan lainnya akan sangat menentukan, apakah kita hanya akan menjadikannya sebagai momen kejatuhan kita atau justru kebangkitan kita menuju hari depan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Bad situations can be a way to experience real victory
Jika ada di antara teman-teman saat ini yang tengah merasakan penderitaan atau berada dalam keadaan tertindas, pergunakanlah itu sebagai momen untuk membentuk diri untuk menjadi pribadi-pribadi pemenang. Tuhan bisa memakai masalah sebagai sarana untuk mengoreksi dan membentuk ulang diri kita. Lewat penindasan atau penderitaan Tuhan bisa mengikis ego kita, membuat kita menjadi pribadi baru yang seturut dengan kehendakNya, yang layak menerima segala yang terbaik dari Tuhan.
Jangan sia-siakan, jangan keraskan hati, jangan melawan, jangan buru-buru negatif apalagi menyalahkan Tuhan. Pada suatu hari nanti, anda akan bersyukur pernah dilatih Tuhan melalui penindasan atau masalah untuk menjadi pribadi yang kuat, tegar dan taat, yang mengalami kasih Tuhan yang luar biasa dalam banyak hal serta memiliki kerinduan pula untuk menjadi umatNya yang mewakili otoritas Kerajaan dalam menyatakan kasih di muka bumi ini.
Don't let a bad situation bring out the worst in you. Choose to stay positive, learn from it and be the strong person that God created you to be
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, October 29, 2017
Tertindas Itu Baik? (1)
Ayat bacaan: Mazmur 119:71
==========================
"Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu."
Kapan kita berkata bahwa Tuhan itu baik? Puji Tuhan kalau kita bisa mengatakan hal itu dengan tulus dalam segala keadaan, baik atau buruk. Banyak orang yang mudah berkata seperti itu saat hidup sedang aman dan lancar, tapi menjadi sangat sulit pada waktu kita ditimpa masalah, sedang susah atau berada dalam keadaan tertindas. Tadinya Tuhan dikatakan baik, tapi mereka segera merubah pandangannya saat hidup sedang berada pada titik yang kurang atau tidak baik. Mereka beralih pada sikap bersungut-sungut, mengeluh lantas kecewa kepada Tuhan bahkan tidak jarang yang kemudian meragukan eksistensiNya. Sebagian menuduh Tuhan sedang berlaku tidak adil, bertindak semena-mena, kejam terhadap mereka.
Tidak ada satupun dari kita yang ingin mengalami hidup sulit. Tidak ada yang suka menderita, tapi ada kalanya kita harus masuk kesana. Bisa jadi karena kesalahan kita sendiri tapi bisa juga sebagai bagian dari proses pembentukan/pemurnian dari Tuhan agar kita bisa menjadi pribadi baru yang benar hidupnya. Satu hal yang penting, meskipun kondisi tidak baik saat ini datang dari kesalahan kita sendiri, Tuhan bisa pakai itu sebagai sarana untuk membentuk kita kalau kita menyikapinya dengan benar. Jangan sampai kita malah melakukan tindakan-tindakan yang lebih memperburuk keadaan karena kita salah menyikapinya.
Seperti yang kita lihat kemarin, ada waktu dimana Tuhan merasa perlu untuk membentuk ulang kita. Renovasi ini diperlukan untuk membuat kita menjadi lebih baik sebagai wujud dari besarnya kasih Tuhan pada kita. Hal-hal yang buruk, titik lemah kita, kebiasaan-kebiasaan jelek yang kerap membuat kita terus jatuh ke lubang yang sama dikikis dan dihancurkan, supaya kita tidak lagi terhalang untuk bertumbuh dan menerima kasih karunia Tuhan hingga kekekalan. Ibarat pohon dikikis atau ditebang, tentu bisa ada luka dan rasa sakit yang bisa membuat kita menderita. Tapi kalau semua hal buruk itu ternyata merintangi kita untuk menerima segala sesuatu dari Tuhan, kalau sampai membuat kita jauh dari rencana Tuhan, bukankah lebih baik bagi kita untuk mengalami proses itu? Tertindas, tertekan itu tidak enak. Tapi ada hal-hal positif yang bisa kita dapati disana yang justru jarang bisa kita peroleh saat hidup sedang baik. Salah satunya adalah bahwa dalam keadaan tertindas, kita justru bisa belajar banyak tentang ketetapan Tuhan.
Hal itu juga disadari oleh Pemazmur. Tidak jelas siapa yang menulis Mazmur 119 yang salah satu ayatnya saya ambil sebagai ayat bacaan hari ini. Mazmur ini adalah mazmur terpanjang sekaligus pasal terpanjang dalam keseluruhan Alkitab. Salah satu pesan penting dalam Mazmur ini adalah mengajarkan kepada kita akan kepatuhan sepenuhnya kepada Tuhan dalam kondisi apapun. Penulis Mazmur 119 ini sudah melalui pengalaman spiritual untuk sampai kepada sebuah penundukan diri dan pemahaman dengan menyikapi masa-masa tertindas dengan positif.
Mari kita lihat serangkaian ayat berikut:
"Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu. Engkau baik dan berbuat baik; ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku. Orang yang kurang ajar menodai aku dengan dusta, tetapi aku, dengan segenap hati aku akan memegang titah-titah-Mu. Hati mereka tebal seperti lemak, tetapi aku, Taurat-Mu ialah kesukaanku. Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu. Taurat yang Kausampaikan adalah baik bagiku, lebih dari pada ribuan keping emas dan perak." (Mazmur 119:67-72).
Kita bisa melihat bahwa titik balik dari Penulis Mazmur ini adalah saat ia masuk ke dalam kondisi tertindas. Kalau dulunya kehidupannya masih banyak yang menyimpang alias melanggar ketetapan Tuhan, tapi ia bersyukur masuk ke dalam keadaan tertindas karena disana ia dipulihkan, dibentuk ulang menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Keadaan tertindas membuatnya belajar banyak tentang ketetapan-ketetapan Tuhan. Ia belajar berpegang pada janji Tuhan yang menunjukkan pertumbuhan imannya.
Tertindas tidaklah enak. Kita seringkali harus menerima atau menelan saja perilaku semena-mena orang yang berbuat jahat pada kita. Tapi saat berada dalam kondisi seperti itu, ketimbang mengeluh, marah, kecewa atau malah pahit, kita bisa belajar dari Pemamzur yang mengambil sikap positif untuk menggali keuntungan yang justru jarang bisa didapat pada saat baik, yaitu belajar banyak tentang ketetapan Tuhan. Belajar bahwa kita harus bersabar, jangan membalas kejahatan dengan kejahatan, jangan mudah marah atau lekas tersinggung, dan hidup berpegang pada iman dalam segala situasi dan kondisi. Belajar menyerahkan keadilan pada Tuhan dan tidak main hakim sendiri, belajar menyadari betapa besarnya harga ketetapan dan ajaran Tuhan itu, sehingga ia tidak lagi menyia-nyiakannya.
(bersambung)
==========================
"Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu."
Kapan kita berkata bahwa Tuhan itu baik? Puji Tuhan kalau kita bisa mengatakan hal itu dengan tulus dalam segala keadaan, baik atau buruk. Banyak orang yang mudah berkata seperti itu saat hidup sedang aman dan lancar, tapi menjadi sangat sulit pada waktu kita ditimpa masalah, sedang susah atau berada dalam keadaan tertindas. Tadinya Tuhan dikatakan baik, tapi mereka segera merubah pandangannya saat hidup sedang berada pada titik yang kurang atau tidak baik. Mereka beralih pada sikap bersungut-sungut, mengeluh lantas kecewa kepada Tuhan bahkan tidak jarang yang kemudian meragukan eksistensiNya. Sebagian menuduh Tuhan sedang berlaku tidak adil, bertindak semena-mena, kejam terhadap mereka.
Tidak ada satupun dari kita yang ingin mengalami hidup sulit. Tidak ada yang suka menderita, tapi ada kalanya kita harus masuk kesana. Bisa jadi karena kesalahan kita sendiri tapi bisa juga sebagai bagian dari proses pembentukan/pemurnian dari Tuhan agar kita bisa menjadi pribadi baru yang benar hidupnya. Satu hal yang penting, meskipun kondisi tidak baik saat ini datang dari kesalahan kita sendiri, Tuhan bisa pakai itu sebagai sarana untuk membentuk kita kalau kita menyikapinya dengan benar. Jangan sampai kita malah melakukan tindakan-tindakan yang lebih memperburuk keadaan karena kita salah menyikapinya.
Seperti yang kita lihat kemarin, ada waktu dimana Tuhan merasa perlu untuk membentuk ulang kita. Renovasi ini diperlukan untuk membuat kita menjadi lebih baik sebagai wujud dari besarnya kasih Tuhan pada kita. Hal-hal yang buruk, titik lemah kita, kebiasaan-kebiasaan jelek yang kerap membuat kita terus jatuh ke lubang yang sama dikikis dan dihancurkan, supaya kita tidak lagi terhalang untuk bertumbuh dan menerima kasih karunia Tuhan hingga kekekalan. Ibarat pohon dikikis atau ditebang, tentu bisa ada luka dan rasa sakit yang bisa membuat kita menderita. Tapi kalau semua hal buruk itu ternyata merintangi kita untuk menerima segala sesuatu dari Tuhan, kalau sampai membuat kita jauh dari rencana Tuhan, bukankah lebih baik bagi kita untuk mengalami proses itu? Tertindas, tertekan itu tidak enak. Tapi ada hal-hal positif yang bisa kita dapati disana yang justru jarang bisa kita peroleh saat hidup sedang baik. Salah satunya adalah bahwa dalam keadaan tertindas, kita justru bisa belajar banyak tentang ketetapan Tuhan.
Hal itu juga disadari oleh Pemazmur. Tidak jelas siapa yang menulis Mazmur 119 yang salah satu ayatnya saya ambil sebagai ayat bacaan hari ini. Mazmur ini adalah mazmur terpanjang sekaligus pasal terpanjang dalam keseluruhan Alkitab. Salah satu pesan penting dalam Mazmur ini adalah mengajarkan kepada kita akan kepatuhan sepenuhnya kepada Tuhan dalam kondisi apapun. Penulis Mazmur 119 ini sudah melalui pengalaman spiritual untuk sampai kepada sebuah penundukan diri dan pemahaman dengan menyikapi masa-masa tertindas dengan positif.
Mari kita lihat serangkaian ayat berikut:
"Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu. Engkau baik dan berbuat baik; ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku. Orang yang kurang ajar menodai aku dengan dusta, tetapi aku, dengan segenap hati aku akan memegang titah-titah-Mu. Hati mereka tebal seperti lemak, tetapi aku, Taurat-Mu ialah kesukaanku. Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu. Taurat yang Kausampaikan adalah baik bagiku, lebih dari pada ribuan keping emas dan perak." (Mazmur 119:67-72).
Kita bisa melihat bahwa titik balik dari Penulis Mazmur ini adalah saat ia masuk ke dalam kondisi tertindas. Kalau dulunya kehidupannya masih banyak yang menyimpang alias melanggar ketetapan Tuhan, tapi ia bersyukur masuk ke dalam keadaan tertindas karena disana ia dipulihkan, dibentuk ulang menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Keadaan tertindas membuatnya belajar banyak tentang ketetapan-ketetapan Tuhan. Ia belajar berpegang pada janji Tuhan yang menunjukkan pertumbuhan imannya.
Tertindas tidaklah enak. Kita seringkali harus menerima atau menelan saja perilaku semena-mena orang yang berbuat jahat pada kita. Tapi saat berada dalam kondisi seperti itu, ketimbang mengeluh, marah, kecewa atau malah pahit, kita bisa belajar dari Pemamzur yang mengambil sikap positif untuk menggali keuntungan yang justru jarang bisa didapat pada saat baik, yaitu belajar banyak tentang ketetapan Tuhan. Belajar bahwa kita harus bersabar, jangan membalas kejahatan dengan kejahatan, jangan mudah marah atau lekas tersinggung, dan hidup berpegang pada iman dalam segala situasi dan kondisi. Belajar menyerahkan keadilan pada Tuhan dan tidak main hakim sendiri, belajar menyadari betapa besarnya harga ketetapan dan ajaran Tuhan itu, sehingga ia tidak lagi menyia-nyiakannya.
(bersambung)
Saturday, October 28, 2017
Under (Re) Construction (2)
(sambungan)
Itu bukan untuk Tuhan melainkan demi kebaikan kita, semata-mata karena besar kasihNya kepada kita. Bagai bejana, kita pun harus melalui proses pembentukan baik dari awal maupun kalau perlu dibentuk ulang, dan itu akan terasa menyakitkan. Kita dibersihkan, segala ego, kebiasaan buruk, kesombongan, dan sebagainya ditanggalkan, dikikis lepas dari kita, dan proses itu jauh dari nyaman. Saat menjalani mungkin penuh penderitaan, tetapi lihatlah hasil akhirnya, bahwa dengan melewati proses itulah kita akan menjadi anak-anak Tuhan yang bisa Dia banggakan. Kita kemudian bisa dipakai Tuhan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaanNya di dunia dan bisa terus berpacu dalam pengenalan akan Kristus dan terus bertumbuh untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus.
Jika bangunan sudah tidak layak tinggal atau bahkan kalau kondisinya sudah membahayakan penghuninya, mau tidak mau bangunan itu harus direnovasi ulang. Dan mungkin saja dalam prosesnya ada bagian-bagian yang harus dibongkar atau dihancurkan. Bangunan itu mungkin akan berteriak kesakitan, tapi kelak setelah proses 'under construction' itu selesai, bangunan itu akan kembali berfungsi sempurna sesuai pemiliknya dan meningkat nilainya.
Apa yang dirancangkan Tuhan bagi hidup kita adalah segala sesuatu yang terbaik dan sempurna. Sesakit atau seperih apapun prosesnya, ingatlah bahwa semua itu bertujuan mendatangkan kebaikan bagi kita. Paulus mengingatkan demikian: "Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: "Mengapakah engkau membentuk aku demikian?" Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa? Jadi, kalau untuk menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaan-Nya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan--justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaan-Nya atas benda-benda belas kasihan-Nya yang telah dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan.."(Roma 9:20-23).
Tuhan punya hak penuh atas kita, ciptaanNya, dan sebuah proses pembentukan ulang bejana dari yang rusak menjadi sempurna yang Tuhan lakukan semata-mata karena Dia sangat mengasihi kita dan mempersiapkan kita agar layak menerima kemuliaan bersamaNya. Dia bisa saja membiarkan kita terlena melanggar ketetapan-ketetapanNya lalu binasa dalam siksaan kekal. Tapi Dia tidak ingin satupun dari kita berakhir seperti itu. Bukankah lebih baik apabila kita saat ini dibentuk lewat proses yang menyakitkan tapi kemudian menjadi lebih baik, tidak lagi terhalang untuk mengalami pertumbuhan dan kepenuhan serta layak untuk menerima keselamatan penuh sukacita bersamaNya ketimbang sebaliknya, dibiarkan saja sampai berakhir di sisi sebelah yang panas menyala? Setelah kita dibuatNya menjadi sebuah bejana yang indah, Tuhan pun mempersiapkan kita untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang mulia. "Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia." (2 Timotius 2:21). Kita tidak akan mampu melakukan itu semua jika kita masih berupa tanah liat tak berbentuk atau bejana yang rusak.
Kembali kepada perenungan yang di share adik ipar saya, ia mengatakan "Demi tampil cantik memakai sepatu baru saja orang rela lecet kakinya, kenapa untuk mempercantik kehidupan malah meringis lalu menyerah?" Sebagai seorang wanita, ia tahu bahwa ada banyak yang rela lecet asal bisa tampil cantik dengan sepatu baru. Kalau untuk itu saja kita rela, kenapa untuk sebuah hidup, pribadi yang lebih baik dan berkenan di hadapan Allah kita seringkali terlalu cepat meringis lantas menyerah? Mungkin anda berpikir, kan sakitnya beda? Betul, sakitnya bisa beda, tapi bukankah hasil atau keuntungan yang didapat pun jauh berbeda? Pembentukan 'ulang' Tuhan bukan saja berguna dalam kehidupan yang sekarang tapi juga akan sangat menentukan di kekekalan mana kita berada nanti.
Adik ipar saya menyadari bahwa meski saat ini rasanya berat menjalani proses konstruksi/renovasi/pembentukan ulang dari Tuhan, ia tahu bahwa it's worth the wait. Berat dan menderitanya proses ini memang diperlukan untuk menjadikan kita lebih 'cantik', karenanya kita harus bersyukur kalau kita sedang berada di titik ini, itu artinya Tuhan sayang pada kita. We might still be under the dark, heavy thundering clouds right now, but the bright blue sky is waiting just behind them.
Buat yang sedang mengalami, jangan sedih, jangan kecewa, jangan menyerah dan yang tidak kalah pentingnya, jangan keras hati saat menjalani proses agar Tuhan mudah membentuk kita dalam waktu yang tidak terlalu lama. Belajarlah banyak selama dalam masa proses sampai mejadi bejana-bejana indah bermutu tinggi seperti yang Tuhan inginkan.
Proses pembentukan bejana menyakitkan tapi menghasilkan bentuk indah yang bernilai tinggi dan bermanfaat bagi banyak orang
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Itu bukan untuk Tuhan melainkan demi kebaikan kita, semata-mata karena besar kasihNya kepada kita. Bagai bejana, kita pun harus melalui proses pembentukan baik dari awal maupun kalau perlu dibentuk ulang, dan itu akan terasa menyakitkan. Kita dibersihkan, segala ego, kebiasaan buruk, kesombongan, dan sebagainya ditanggalkan, dikikis lepas dari kita, dan proses itu jauh dari nyaman. Saat menjalani mungkin penuh penderitaan, tetapi lihatlah hasil akhirnya, bahwa dengan melewati proses itulah kita akan menjadi anak-anak Tuhan yang bisa Dia banggakan. Kita kemudian bisa dipakai Tuhan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaanNya di dunia dan bisa terus berpacu dalam pengenalan akan Kristus dan terus bertumbuh untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus.
Jika bangunan sudah tidak layak tinggal atau bahkan kalau kondisinya sudah membahayakan penghuninya, mau tidak mau bangunan itu harus direnovasi ulang. Dan mungkin saja dalam prosesnya ada bagian-bagian yang harus dibongkar atau dihancurkan. Bangunan itu mungkin akan berteriak kesakitan, tapi kelak setelah proses 'under construction' itu selesai, bangunan itu akan kembali berfungsi sempurna sesuai pemiliknya dan meningkat nilainya.
Apa yang dirancangkan Tuhan bagi hidup kita adalah segala sesuatu yang terbaik dan sempurna. Sesakit atau seperih apapun prosesnya, ingatlah bahwa semua itu bertujuan mendatangkan kebaikan bagi kita. Paulus mengingatkan demikian: "Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: "Mengapakah engkau membentuk aku demikian?" Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa? Jadi, kalau untuk menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaan-Nya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan--justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaan-Nya atas benda-benda belas kasihan-Nya yang telah dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan.."(Roma 9:20-23).
Tuhan punya hak penuh atas kita, ciptaanNya, dan sebuah proses pembentukan ulang bejana dari yang rusak menjadi sempurna yang Tuhan lakukan semata-mata karena Dia sangat mengasihi kita dan mempersiapkan kita agar layak menerima kemuliaan bersamaNya. Dia bisa saja membiarkan kita terlena melanggar ketetapan-ketetapanNya lalu binasa dalam siksaan kekal. Tapi Dia tidak ingin satupun dari kita berakhir seperti itu. Bukankah lebih baik apabila kita saat ini dibentuk lewat proses yang menyakitkan tapi kemudian menjadi lebih baik, tidak lagi terhalang untuk mengalami pertumbuhan dan kepenuhan serta layak untuk menerima keselamatan penuh sukacita bersamaNya ketimbang sebaliknya, dibiarkan saja sampai berakhir di sisi sebelah yang panas menyala? Setelah kita dibuatNya menjadi sebuah bejana yang indah, Tuhan pun mempersiapkan kita untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang mulia. "Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia." (2 Timotius 2:21). Kita tidak akan mampu melakukan itu semua jika kita masih berupa tanah liat tak berbentuk atau bejana yang rusak.
Kembali kepada perenungan yang di share adik ipar saya, ia mengatakan "Demi tampil cantik memakai sepatu baru saja orang rela lecet kakinya, kenapa untuk mempercantik kehidupan malah meringis lalu menyerah?" Sebagai seorang wanita, ia tahu bahwa ada banyak yang rela lecet asal bisa tampil cantik dengan sepatu baru. Kalau untuk itu saja kita rela, kenapa untuk sebuah hidup, pribadi yang lebih baik dan berkenan di hadapan Allah kita seringkali terlalu cepat meringis lantas menyerah? Mungkin anda berpikir, kan sakitnya beda? Betul, sakitnya bisa beda, tapi bukankah hasil atau keuntungan yang didapat pun jauh berbeda? Pembentukan 'ulang' Tuhan bukan saja berguna dalam kehidupan yang sekarang tapi juga akan sangat menentukan di kekekalan mana kita berada nanti.
Adik ipar saya menyadari bahwa meski saat ini rasanya berat menjalani proses konstruksi/renovasi/pembentukan ulang dari Tuhan, ia tahu bahwa it's worth the wait. Berat dan menderitanya proses ini memang diperlukan untuk menjadikan kita lebih 'cantik', karenanya kita harus bersyukur kalau kita sedang berada di titik ini, itu artinya Tuhan sayang pada kita. We might still be under the dark, heavy thundering clouds right now, but the bright blue sky is waiting just behind them.
Buat yang sedang mengalami, jangan sedih, jangan kecewa, jangan menyerah dan yang tidak kalah pentingnya, jangan keras hati saat menjalani proses agar Tuhan mudah membentuk kita dalam waktu yang tidak terlalu lama. Belajarlah banyak selama dalam masa proses sampai mejadi bejana-bejana indah bermutu tinggi seperti yang Tuhan inginkan.
Proses pembentukan bejana menyakitkan tapi menghasilkan bentuk indah yang bernilai tinggi dan bermanfaat bagi banyak orang
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, October 27, 2017
Under (Re) Construction (1)
Ayat bacaan: Yeremia 18:4
====================
"Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya."
Hari ini saya merasa diberkati sekali oleh tulisan di instagram adik ipar saya. Tidak biasanya ia menulis agak panjang apalagi sesuatu yang berhubungan dengan rohani. Saya kira apa yang ia tulis berasal dari perenungan tentang pergumulan yang tengah ia alami. Saya akan bagikan tulisannya.
UNDER CONSTRUCTION
Kenapa harus takut saat dibentuk?
Karena itu menyakitkan. Sudah pasti! Sejenak direnungkan, semua hal yang membuat kita nyaman dan stabil itu memang menyenangkan. Ibarat sudah tidur-tiduran di sofa empuk dan malas bangun (haha..ketahuan banget hobinya). Tapi kalau perubahan itu bisa memperindah bentuk dan masa depan, kenapa tidak.
Demi tampil cantik memakai sepatu baru saja orang rela lecet kakinya, kenapa untuk mempercantik kehidupan malah meringis lalu menyerah?
It will hurt at the beginning, but the results are worth the wait. There's a big blue sky waiting just behind the clouds.:)
Oh nice. Tulisan ini membuat saya tersenyum bahagia, karena ia ternyata bisa menyikapi proses pembentukan atau 'renovasi' Tuhan dengan benar. Kebanyakan orang dengan cepat kecewa, mengeluh dan marah saat mereka harus melewati proses pembentukan ulang dari Tuhan. Tentu saja. Seperti kata adik saya di atas, orang cenderung tidak mau dibentuk karena itu sudah pasti menyakitkan. Kita dipaksa keluar dari comfort zone kita lalu harus melewati proses yang jauh dari nyaman. Tadinya mudah beli ini itu, sekarang harus berpikir dua kali bahkan untuk sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu mahal. Dulu bisa royal dalam belanja, sekarang harus menahan diri beli yang perlu saja. Ini baru dua contoh dari salah satu model pembentukan Tuhan dari sisi finansial. Ada banyak lagi cara Tuhan melakukan pembentukan ulang untuk mengikis atau bahkan merombak/menghancurkan sisi buruk atau titik lemah kita seperti kesombongan, arogansi, egoisme, tidak jujur dan hal-hal negatif lainnya yang merusak.
Apakah itu untuk keuntungan Tuhan? Tentu saja tidak. Itu karena Tuhan sayang pada kita dan tidak mau kita terus kalah oleh sisi buruk atau lemah kita, kemudian gagal menggenapi rencanaNya atas kita dan pada akhirnya gagal menerima keselamatan yang sudah Dia anugerahkan dengan mengorbankan AnakNya sendiri. Anak kecil merengek minta permen dan coklat terus menerus, karena rasanya manis dan enak. Mereka suka itu. Tapi sebagai orang tua, apakah kita akan membiarkan gigi mereka rusak dan kurang gizi karena tidak mau makan yang benar lagi? Orang tua melarang, anak menangis menganggap orang tuanya jahat. Tapi kelak di kemudian hari, mereka akan sadar bahwa semua itu demi kebaikan mereka sendiri. Bapa Surgawi sekali waktu harus melakukan 'renovasi', dan saat itu terjadi tentu tidak enak rasanya, bahkan bisa begitu menyakitkan untuk jangka waktu tertentu. Jika Tuhan menganggap hal itu sangat penting dan kita melawan, kita bisa lebih lama berada disana.
Memberikan diri untuk dibentuk itu tidak mudah. Mungkin mudah bagi kita berkata bahwa kita siap untuk dibentuk seturut kehendak Tuhan, menyebutkan bahwa kita adalah bejana-bejana yang siap dibentuk. Tapi ketika kita mengalami proses pembentukan itu, rasa sakit yang diderita untuk waktu yang bisa jadi lama bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Tapi kalau itu untuk kebaikan kita, untuk membentuk kita agar menjadi orang yang lebih baik/lebih benar, mengalami perubahan budi dan pertumbuhan roh, kenapa kita harus menolak?
Bicara soal membentuk bejana, mari kita lihat seperti apa proses pembuatan bejana tanah liat. Prosesnya dimulai dengan mengambil gumpalan tanah liat. Tanah liat tersebut lalu dibersihkan dari batu-batu, kerikil dan kotoran-kotoran lain yang melekat di tanah liat tersebut. Lalu tanah liat biasanya direndam agar menjadi lebih lembek sehingga bisa dibentuk sesuai keinginan si pembuatnya. Langkah selanjutnya, tanah liat itu akan melalui pembentukan di atas sebuah meja berputar, yang biasanya dilengkapi pedal yang dapat mengatur kecepatan putar meja bulat diatasnya. Sambil terus diputar, tanah liat akan terus dibentuk oleh pembuatnya. Ditekan, didorong, tanah liat akan terkikis dan perlahan-lahan semakin bagus bentuknya. Setelah bentuknya dirasa sudah baik, bejana masih harus melalui sebuah proses pembakaran hingga akhirnya menjadi sebuah bejana tanah liat yang indah. Bagaimana sekiranya bentuknya masih kurang baik atau salah? Bejana itu harus dibentuk ulang dari awal lagi hingga menjadi sempurna. Seandainya tanah liat itu memiliki indera perasa dan bisa bicara, saya yakin tanah liat itu akan menjerit-jerit kesakitan. Dibersihkan, direndam, diputar, ditekan, didorong, dibakar, semua harus ia lalui. Sakit? Jelas. Lama? Bisa jadi. Tetapi pada akhirnya tanah liat itu akan bersyukur saat menyadari dirinya menjadi sebuah bejana yang indah, berharga dan bermanfaat bagi orang banyak.
Itulah yang disaksikan oleh Yeremia di masa hidupnya. Pada suatu hari Yeremia mendapatkan hikmat Tuhan untuk belajar dari tukang periuk. (Yeremia 18:1-17). Sesampainya disana, ia bertemu dengan tukang periuk yang sedang bekerja dengan pelarikan (meja beroda/berputar). Dari pengamatannya ia mendapati: "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." (ay 4). Tuhan lalu berkata: "Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel!, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel!" (ay 6).
Tuhan terkadang akan mengambil posisi sebagai tukang periuk/bejana bukan karena ingin menyiksa kita, tapi justru karena kasihNya yang luar biasa dan karena kepedulianNya terhadap keselamatan kita. Dia selalu ingin yang terbaik bagi kita, dan untuk itu Dia mau turun tangan membentuk tanah liat agar menjadi bejana-bejana yang baik. Apabila Dia mendapati bejananya rusak, maka Dia akan membentuk ulang bejana tersebut sehingga menjadi baik dan sempurna. Tuhan tidak akan membiarkan anak-anakNya dalam keadaan rusak menuju kematian kekal. Agar jangan itu yang jadi nasib kita maka proses pembuatan ulang bejana adalah pilihan terbaik.
(bersambung)
====================
"Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya."
Hari ini saya merasa diberkati sekali oleh tulisan di instagram adik ipar saya. Tidak biasanya ia menulis agak panjang apalagi sesuatu yang berhubungan dengan rohani. Saya kira apa yang ia tulis berasal dari perenungan tentang pergumulan yang tengah ia alami. Saya akan bagikan tulisannya.
UNDER CONSTRUCTION
Kenapa harus takut saat dibentuk?
Karena itu menyakitkan. Sudah pasti! Sejenak direnungkan, semua hal yang membuat kita nyaman dan stabil itu memang menyenangkan. Ibarat sudah tidur-tiduran di sofa empuk dan malas bangun (haha..ketahuan banget hobinya). Tapi kalau perubahan itu bisa memperindah bentuk dan masa depan, kenapa tidak.
Demi tampil cantik memakai sepatu baru saja orang rela lecet kakinya, kenapa untuk mempercantik kehidupan malah meringis lalu menyerah?
It will hurt at the beginning, but the results are worth the wait. There's a big blue sky waiting just behind the clouds.:)
Oh nice. Tulisan ini membuat saya tersenyum bahagia, karena ia ternyata bisa menyikapi proses pembentukan atau 'renovasi' Tuhan dengan benar. Kebanyakan orang dengan cepat kecewa, mengeluh dan marah saat mereka harus melewati proses pembentukan ulang dari Tuhan. Tentu saja. Seperti kata adik saya di atas, orang cenderung tidak mau dibentuk karena itu sudah pasti menyakitkan. Kita dipaksa keluar dari comfort zone kita lalu harus melewati proses yang jauh dari nyaman. Tadinya mudah beli ini itu, sekarang harus berpikir dua kali bahkan untuk sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu mahal. Dulu bisa royal dalam belanja, sekarang harus menahan diri beli yang perlu saja. Ini baru dua contoh dari salah satu model pembentukan Tuhan dari sisi finansial. Ada banyak lagi cara Tuhan melakukan pembentukan ulang untuk mengikis atau bahkan merombak/menghancurkan sisi buruk atau titik lemah kita seperti kesombongan, arogansi, egoisme, tidak jujur dan hal-hal negatif lainnya yang merusak.
Apakah itu untuk keuntungan Tuhan? Tentu saja tidak. Itu karena Tuhan sayang pada kita dan tidak mau kita terus kalah oleh sisi buruk atau lemah kita, kemudian gagal menggenapi rencanaNya atas kita dan pada akhirnya gagal menerima keselamatan yang sudah Dia anugerahkan dengan mengorbankan AnakNya sendiri. Anak kecil merengek minta permen dan coklat terus menerus, karena rasanya manis dan enak. Mereka suka itu. Tapi sebagai orang tua, apakah kita akan membiarkan gigi mereka rusak dan kurang gizi karena tidak mau makan yang benar lagi? Orang tua melarang, anak menangis menganggap orang tuanya jahat. Tapi kelak di kemudian hari, mereka akan sadar bahwa semua itu demi kebaikan mereka sendiri. Bapa Surgawi sekali waktu harus melakukan 'renovasi', dan saat itu terjadi tentu tidak enak rasanya, bahkan bisa begitu menyakitkan untuk jangka waktu tertentu. Jika Tuhan menganggap hal itu sangat penting dan kita melawan, kita bisa lebih lama berada disana.
Memberikan diri untuk dibentuk itu tidak mudah. Mungkin mudah bagi kita berkata bahwa kita siap untuk dibentuk seturut kehendak Tuhan, menyebutkan bahwa kita adalah bejana-bejana yang siap dibentuk. Tapi ketika kita mengalami proses pembentukan itu, rasa sakit yang diderita untuk waktu yang bisa jadi lama bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Tapi kalau itu untuk kebaikan kita, untuk membentuk kita agar menjadi orang yang lebih baik/lebih benar, mengalami perubahan budi dan pertumbuhan roh, kenapa kita harus menolak?
Bicara soal membentuk bejana, mari kita lihat seperti apa proses pembuatan bejana tanah liat. Prosesnya dimulai dengan mengambil gumpalan tanah liat. Tanah liat tersebut lalu dibersihkan dari batu-batu, kerikil dan kotoran-kotoran lain yang melekat di tanah liat tersebut. Lalu tanah liat biasanya direndam agar menjadi lebih lembek sehingga bisa dibentuk sesuai keinginan si pembuatnya. Langkah selanjutnya, tanah liat itu akan melalui pembentukan di atas sebuah meja berputar, yang biasanya dilengkapi pedal yang dapat mengatur kecepatan putar meja bulat diatasnya. Sambil terus diputar, tanah liat akan terus dibentuk oleh pembuatnya. Ditekan, didorong, tanah liat akan terkikis dan perlahan-lahan semakin bagus bentuknya. Setelah bentuknya dirasa sudah baik, bejana masih harus melalui sebuah proses pembakaran hingga akhirnya menjadi sebuah bejana tanah liat yang indah. Bagaimana sekiranya bentuknya masih kurang baik atau salah? Bejana itu harus dibentuk ulang dari awal lagi hingga menjadi sempurna. Seandainya tanah liat itu memiliki indera perasa dan bisa bicara, saya yakin tanah liat itu akan menjerit-jerit kesakitan. Dibersihkan, direndam, diputar, ditekan, didorong, dibakar, semua harus ia lalui. Sakit? Jelas. Lama? Bisa jadi. Tetapi pada akhirnya tanah liat itu akan bersyukur saat menyadari dirinya menjadi sebuah bejana yang indah, berharga dan bermanfaat bagi orang banyak.
Itulah yang disaksikan oleh Yeremia di masa hidupnya. Pada suatu hari Yeremia mendapatkan hikmat Tuhan untuk belajar dari tukang periuk. (Yeremia 18:1-17). Sesampainya disana, ia bertemu dengan tukang periuk yang sedang bekerja dengan pelarikan (meja beroda/berputar). Dari pengamatannya ia mendapati: "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." (ay 4). Tuhan lalu berkata: "Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel!, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel!" (ay 6).
Tuhan terkadang akan mengambil posisi sebagai tukang periuk/bejana bukan karena ingin menyiksa kita, tapi justru karena kasihNya yang luar biasa dan karena kepedulianNya terhadap keselamatan kita. Dia selalu ingin yang terbaik bagi kita, dan untuk itu Dia mau turun tangan membentuk tanah liat agar menjadi bejana-bejana yang baik. Apabila Dia mendapati bejananya rusak, maka Dia akan membentuk ulang bejana tersebut sehingga menjadi baik dan sempurna. Tuhan tidak akan membiarkan anak-anakNya dalam keadaan rusak menuju kematian kekal. Agar jangan itu yang jadi nasib kita maka proses pembuatan ulang bejana adalah pilihan terbaik.
(bersambung)
Wednesday, October 25, 2017
Iman, Orang Benar dan Kasih Karunia (2)
(sambungan)
Nuh mendapat tugas "aneh" dari Tuhan untuk membangun sebuah bahtera super besar, yang harus mampu memuat seluruh keluarganya beserta sepasang dari segala jenis hewan. Nuh bukanlah seorang tukang kapal, bukan pula tukang kayu. Ia sepertinya bahkan belum pernah melihat kapal sebelumnya. Bisa dibayangkan bagaimana jika kita menjadi Nuh pada saat itu mendapat perintah untuk membangun kapal besar, di usia senjanya. Sebesar apa? Tuhan berikan ukuran detail dan bahannya. "Buatlah bagimu sebuah bahtera dari kayu gofir; bahtera itu harus kaubuat berpetak-petak dan harus kaututup dengan pakal dari luar dan dari dalam. Beginilah engkau harus membuat bahtera itu: tiga ratus hasta panjangnya, lima puluh hasta lebarnya dan tiga puluh hasta tingginya. Buatlah atap pada bahtera itu dan selesaikanlah bahtera itu sampai sehasta dari atas, dan pasanglah pintunya pada lambungnya; buatlah bahtera itu bertingkat bawah, tengah dan atas." (Kejadian 6:14-16).
Ukuran hasta bukanlah ukuran yang lazim kita pakai. Dalam versi BIS ukurannya disampaikan dalam meter. "Kapal itu harus 133 meter panjangnya, 22 meter lebarnya, dan 13 meter tingginya. Buatlah atap pada kapal itu, dan berilah jarak sebesar 44 sentimeter di antara atap dan dinding-dindingnya. Buatlah kapal itu bertingkat tiga, dan pasanglah sebuah pintu di sisinya." (ay 15-16). 133 meter panjang, 22 meter lebar, 13 meter tinggi. Belum lagi atap dan dinding-dinding untuk menampung ratusan atau mungkin ribuan pasang hewan selain Nuh dan keluarga.
Bayangkan Nuh ditugaskan membangun kapal sebesar itu. Dia harus tebang pohon sendiri, ikat, angkat kayunya, itu sungguh sangat berat. Apa yang dilakukan oleh Nuh? Nuh tidak protes, mengeluh atau kesal. Dia tidak bilang, "Tuhan, yang bener dong, masa saya yang disuruh beginian?" Tidak. Nuh taat melakukan perintah Tuhan tanpa membantah sedikitpun.
Kitab Kejadian dengan jelas mencatatnya. "Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya." (Kejadian 6:22). Dan lihat apa kata Tuhan saat bahtera itu selesai. "Masuklah ke dalam bahtera itu, engkau dan seisi rumahmu, sebab engkaulah yang Kulihat benar di hadapan-Ku di antara orang zaman ini." (7:1). Disamping sebuah fakta menyedihkan bahwa Nuh dikatakan satu-satunya kepala keluarga yang benar di hadapan Tuhan di antara begitu banyak manusia pada jaman itu, kita bisa melihat bahwa Tuhan tetap bisa mendeteksi orang yang benar dan memberikan kasih karuniaNya.
Hujan pun turun selama 40 hari dan 40 malam menenggelamkan segalanya. Pada akhirnya, kita mengetahui bahwa Nuh beserta keluarganya diselamatkan. Semua karena Nuh adalah orang benar. Imannya besar dan jelas teruji. Sebelum tugas sangat berat yang sebenarnya mustahil dilakukan oleh pria berumur lanjut seperti Nuh, dia sudah hidup bergaul dengan Allah. Dan saat tugas itu datang, kebesaran imannya pun terbukti. Hubungan dengan Tuhan yang ia bangun sejak awal jelas membawa hasil sangat baik dalam hidupnya beserta keluarga.
Penulis Ibrani menuliskan tentang iman Nuh ini sebagai contoh yang harus diteladani oleh jemaat disana. "Karena iman, maka Nuh--dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan--dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya." (Ibrani 11:7). Karena iman, Nuh melakukan segala sesuatu yang belum pernah atau bisa dia lihat dengan ketaatan penuh, iman yang dimiliki Nuh membuat ia dinyatakan benar di hadapan Tuhan, dan karenanya ia dan seisi rumah diselamatkan. Dengan kata lain, Ketaatan Nuh berasal dari imannya, dan karena imannya itulah ia diperhitungkan Tuhan sebagai orang yang benar.
(bersambung)
Nuh mendapat tugas "aneh" dari Tuhan untuk membangun sebuah bahtera super besar, yang harus mampu memuat seluruh keluarganya beserta sepasang dari segala jenis hewan. Nuh bukanlah seorang tukang kapal, bukan pula tukang kayu. Ia sepertinya bahkan belum pernah melihat kapal sebelumnya. Bisa dibayangkan bagaimana jika kita menjadi Nuh pada saat itu mendapat perintah untuk membangun kapal besar, di usia senjanya. Sebesar apa? Tuhan berikan ukuran detail dan bahannya. "Buatlah bagimu sebuah bahtera dari kayu gofir; bahtera itu harus kaubuat berpetak-petak dan harus kaututup dengan pakal dari luar dan dari dalam. Beginilah engkau harus membuat bahtera itu: tiga ratus hasta panjangnya, lima puluh hasta lebarnya dan tiga puluh hasta tingginya. Buatlah atap pada bahtera itu dan selesaikanlah bahtera itu sampai sehasta dari atas, dan pasanglah pintunya pada lambungnya; buatlah bahtera itu bertingkat bawah, tengah dan atas." (Kejadian 6:14-16).
Ukuran hasta bukanlah ukuran yang lazim kita pakai. Dalam versi BIS ukurannya disampaikan dalam meter. "Kapal itu harus 133 meter panjangnya, 22 meter lebarnya, dan 13 meter tingginya. Buatlah atap pada kapal itu, dan berilah jarak sebesar 44 sentimeter di antara atap dan dinding-dindingnya. Buatlah kapal itu bertingkat tiga, dan pasanglah sebuah pintu di sisinya." (ay 15-16). 133 meter panjang, 22 meter lebar, 13 meter tinggi. Belum lagi atap dan dinding-dinding untuk menampung ratusan atau mungkin ribuan pasang hewan selain Nuh dan keluarga.
Bayangkan Nuh ditugaskan membangun kapal sebesar itu. Dia harus tebang pohon sendiri, ikat, angkat kayunya, itu sungguh sangat berat. Apa yang dilakukan oleh Nuh? Nuh tidak protes, mengeluh atau kesal. Dia tidak bilang, "Tuhan, yang bener dong, masa saya yang disuruh beginian?" Tidak. Nuh taat melakukan perintah Tuhan tanpa membantah sedikitpun.
Kitab Kejadian dengan jelas mencatatnya. "Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya." (Kejadian 6:22). Dan lihat apa kata Tuhan saat bahtera itu selesai. "Masuklah ke dalam bahtera itu, engkau dan seisi rumahmu, sebab engkaulah yang Kulihat benar di hadapan-Ku di antara orang zaman ini." (7:1). Disamping sebuah fakta menyedihkan bahwa Nuh dikatakan satu-satunya kepala keluarga yang benar di hadapan Tuhan di antara begitu banyak manusia pada jaman itu, kita bisa melihat bahwa Tuhan tetap bisa mendeteksi orang yang benar dan memberikan kasih karuniaNya.
Hujan pun turun selama 40 hari dan 40 malam menenggelamkan segalanya. Pada akhirnya, kita mengetahui bahwa Nuh beserta keluarganya diselamatkan. Semua karena Nuh adalah orang benar. Imannya besar dan jelas teruji. Sebelum tugas sangat berat yang sebenarnya mustahil dilakukan oleh pria berumur lanjut seperti Nuh, dia sudah hidup bergaul dengan Allah. Dan saat tugas itu datang, kebesaran imannya pun terbukti. Hubungan dengan Tuhan yang ia bangun sejak awal jelas membawa hasil sangat baik dalam hidupnya beserta keluarga.
Penulis Ibrani menuliskan tentang iman Nuh ini sebagai contoh yang harus diteladani oleh jemaat disana. "Karena iman, maka Nuh--dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan--dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya." (Ibrani 11:7). Karena iman, Nuh melakukan segala sesuatu yang belum pernah atau bisa dia lihat dengan ketaatan penuh, iman yang dimiliki Nuh membuat ia dinyatakan benar di hadapan Tuhan, dan karenanya ia dan seisi rumah diselamatkan. Dengan kata lain, Ketaatan Nuh berasal dari imannya, dan karena imannya itulah ia diperhitungkan Tuhan sebagai orang yang benar.
(bersambung)
Tuesday, October 24, 2017
Iman, Orang Benar dan Kasih Karunia (1)
Ayat bacaan: Ibrani 11:7
===================
"Karena iman, maka Nuh--dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan--dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya."
Seperti banyak orang, saya dahulu mengambil les mengemudi agar bisa menyetir mobil sendiri saat saya berusia 18 tahun. Selama dua minggu saya diajarkan dan langsung praktek di jalan raya. Saya dikenalkan pada jalan yang lengang dan menghadapi macet. Belajar mundur buat saya adalah yang tersulit karena posisinya terbalik ke belakang. Setelah lulus, saya menyadari bahwa ternyata saya harus menyesuaikan diri lagi untuk benar-benar terjun ke jalan. Masalahnya, selama kursus menyetir instruktur punya rem dan kopling sendiri. Jadi kalau saya lupa atau kurang injak, instrukturlah yang akan mencegah terjadinya tabrakan dengan kendaraan lain. Kalau setir kurang lurus atau terlalu mepet, dia juga yang memperbaiki arah mobil. Kalau terlalu kencang diingatkan, kalau terlalu pelan diingatkan. Saat tidak ada lagi instruktur dan ekstra kopling dan rem disamping saya, maka disanalah ujian sebenarnya untuk mengetahui apakah saya sudah cukup mahir atau belum. Lumayan sulit, karena ada banyak hal yang harus saya perhatikan seperti menjaga kecepatan yang pas dengan flow di jalan, menjaga agar mobil tidak berbenturan dengan mobil lain, menjaga jarak rem, bagaimana ganti kopling agar mesin jangan sampai mati dan deg-degannya jika harus parkir mundur apalagi parkir paralel. Kemudian melatih reflek mengerem atau membanting setir kalau-kalau ada situasi mendadak yang mungkin saja dilakukan oleh pengendara lain yang tidak disiplin.
Soal iman bisa jadi mirip proses di atas. Ada masa dimana kita belajar agar mengalami pertumbuhan iman, tapi apakah iman yang kita punya memang sudah cukup besar atau tidak baru akan teruji saat berhadapan langsung dengan situasi nyata. Dari reaksi kita menyikapi masalah dan keputusan yang kita ambil, kita bisa melihat apakah iman kita sudah semakin besar dan kuat atau masih tidak bertumbuh, atau jangan-jangan malah menyusut. Apakah kita gampang panik, cemas, takut saat berhadapan dengan masalah, segera kecewa dan menyalahkan Tuhan, tidak sabaran dan mengambil jalan-jalan pintas yang mengarah pada kuasa kegelapan, itu semua menunjukkan bahwa iman kita masih perlu dibenahi secara serius. Atau, dalam menghadapi panggilan atau tugas dari Tuhan, apakah kita taat melakukan tepat seperti yang Tuhan mau meski awalnya terlihat aneh, terlalu sulit atau sangat berat, atau kita terus menunda, tak henti bertanya dan lebih suka mengelak. Selain reaksi menghadapi masalah, reaksi dalam menyikapi tugas/panggilan pun bisa kita jadikan salah satu penanda sampai dimana iman kita saat ini.
Pertanyaannya, seberapa besar sebetulnya iman yang dibutuhkan agar bisa tetap berjalan dalam kebenaran dalam situasi apapun? Yesus mengatakan kita bukan butuh yang sebesar gunung, sebesar pulau atau bumi, tapi kalau kita punya sebesar biji sesawi saja maka tidak ada yang mustahil bagi kita. Sebesar apa biji sesawi itu? Biji sesawi bukan seperti biji salak atau jeruk, tapi jauh lebih kecil dengan diameter kurang dari satu milimeter. Punya iman sebesar itu saja dampaknya sudah luar biasa. Kalau kita masih mudah goyah, gampang panik, masih suka mengambil cara-cara keliru, menduakan Tuhan dan sebagainya saat menghadapi masalah atau tugas dari Tuhan, itu artinya iman kita masih jauh lebih kecil ketimbang biji sesawi yang kecil itu.
Iman sebagai sebuah kata sangat mudah untuk diucapkan tapi seringkali sulit untuk dipraktekkan. Padahal implikasi dan aplikasi iman sungguh luas, begitu luas sehingga Yesus berkata bahwa jika sekiranya saja kita memiliki iman sebesar biji sesawi saja maka gunung sekalipun akan pindah, dan dengan iman tidak akan ada hal yang mustahil lagi bagi kita. (Matius 17:20). Kita mudah mengatakan bahwa kita beriman pada Kristus terutama saat hidup sedang berada pada keadaan baik, nyaman tanpa gangguan masalah. Tapi bisa menjadi begitu sulit untuk direalisasikan ketika berbagai masalah sedang menjungkirbalikkan kita ke titik terendah. Semua orang boleh mengaku sudah memiliki iman tapi segalanya akan terlihat jelas dari bagaimana reaksi dan tindakan kita dalam menghadapi situasi sulit, sebuah ketidakpastian, hal yang secara logis mustahil atau bahkan hal yang belum bisa kita lihat secara nyata. Reaksi dan tindakan kita akan menunjukkan secara nyata sejauh dan sebesar apa iman kita, sejauh mana kita percaya, sejauh mana kita bisa taat kepada Tuhan.
Apa yang dimaksud dengan iman? Penulis Ibrani sudah memberikan jawabannya. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Dalam bahasa Inggris, dikatakan demikian: "Now faith is the assurance of the things we hope for, being the proof of things we do not see and the conviction of their reality" Iman adalah jaminan atas segala sesuatu yang kita harapkan, bukti dari segala sesuatu yang tidak/belum kita lihat, dan mempunyai kepastian sebagai sesuatu yang nyata, meski tidak terlihat sekalipun. Kemudian penjelasan selanjutnya: "Sebab oleh imanlah telah diberikan kesaksian kepada nenek moyang kita. Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat." (Ay 2-3). Berbagai kesaksian luar biasa yang dialami begitu banyak nabi dalam Perjanjian Lama semuanya oleh karena iman mereka. Dan iman lah yang membuat kita bisa mengerti bahwa alam semesta yang bisa kita lihat saat ini, semua terjadi karena firman Tuhan, yang tidak dapat kita lihat.
Dalam beberapa renungan terdahulu kita sudah melihat banyak inspirasi dan bukti dari kisah Nuh. Hari ini mari kita fokus dari sisi imannya.
(bersambung)
===================
"Karena iman, maka Nuh--dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan--dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya."
Seperti banyak orang, saya dahulu mengambil les mengemudi agar bisa menyetir mobil sendiri saat saya berusia 18 tahun. Selama dua minggu saya diajarkan dan langsung praktek di jalan raya. Saya dikenalkan pada jalan yang lengang dan menghadapi macet. Belajar mundur buat saya adalah yang tersulit karena posisinya terbalik ke belakang. Setelah lulus, saya menyadari bahwa ternyata saya harus menyesuaikan diri lagi untuk benar-benar terjun ke jalan. Masalahnya, selama kursus menyetir instruktur punya rem dan kopling sendiri. Jadi kalau saya lupa atau kurang injak, instrukturlah yang akan mencegah terjadinya tabrakan dengan kendaraan lain. Kalau setir kurang lurus atau terlalu mepet, dia juga yang memperbaiki arah mobil. Kalau terlalu kencang diingatkan, kalau terlalu pelan diingatkan. Saat tidak ada lagi instruktur dan ekstra kopling dan rem disamping saya, maka disanalah ujian sebenarnya untuk mengetahui apakah saya sudah cukup mahir atau belum. Lumayan sulit, karena ada banyak hal yang harus saya perhatikan seperti menjaga kecepatan yang pas dengan flow di jalan, menjaga agar mobil tidak berbenturan dengan mobil lain, menjaga jarak rem, bagaimana ganti kopling agar mesin jangan sampai mati dan deg-degannya jika harus parkir mundur apalagi parkir paralel. Kemudian melatih reflek mengerem atau membanting setir kalau-kalau ada situasi mendadak yang mungkin saja dilakukan oleh pengendara lain yang tidak disiplin.
Soal iman bisa jadi mirip proses di atas. Ada masa dimana kita belajar agar mengalami pertumbuhan iman, tapi apakah iman yang kita punya memang sudah cukup besar atau tidak baru akan teruji saat berhadapan langsung dengan situasi nyata. Dari reaksi kita menyikapi masalah dan keputusan yang kita ambil, kita bisa melihat apakah iman kita sudah semakin besar dan kuat atau masih tidak bertumbuh, atau jangan-jangan malah menyusut. Apakah kita gampang panik, cemas, takut saat berhadapan dengan masalah, segera kecewa dan menyalahkan Tuhan, tidak sabaran dan mengambil jalan-jalan pintas yang mengarah pada kuasa kegelapan, itu semua menunjukkan bahwa iman kita masih perlu dibenahi secara serius. Atau, dalam menghadapi panggilan atau tugas dari Tuhan, apakah kita taat melakukan tepat seperti yang Tuhan mau meski awalnya terlihat aneh, terlalu sulit atau sangat berat, atau kita terus menunda, tak henti bertanya dan lebih suka mengelak. Selain reaksi menghadapi masalah, reaksi dalam menyikapi tugas/panggilan pun bisa kita jadikan salah satu penanda sampai dimana iman kita saat ini.
Pertanyaannya, seberapa besar sebetulnya iman yang dibutuhkan agar bisa tetap berjalan dalam kebenaran dalam situasi apapun? Yesus mengatakan kita bukan butuh yang sebesar gunung, sebesar pulau atau bumi, tapi kalau kita punya sebesar biji sesawi saja maka tidak ada yang mustahil bagi kita. Sebesar apa biji sesawi itu? Biji sesawi bukan seperti biji salak atau jeruk, tapi jauh lebih kecil dengan diameter kurang dari satu milimeter. Punya iman sebesar itu saja dampaknya sudah luar biasa. Kalau kita masih mudah goyah, gampang panik, masih suka mengambil cara-cara keliru, menduakan Tuhan dan sebagainya saat menghadapi masalah atau tugas dari Tuhan, itu artinya iman kita masih jauh lebih kecil ketimbang biji sesawi yang kecil itu.
Iman sebagai sebuah kata sangat mudah untuk diucapkan tapi seringkali sulit untuk dipraktekkan. Padahal implikasi dan aplikasi iman sungguh luas, begitu luas sehingga Yesus berkata bahwa jika sekiranya saja kita memiliki iman sebesar biji sesawi saja maka gunung sekalipun akan pindah, dan dengan iman tidak akan ada hal yang mustahil lagi bagi kita. (Matius 17:20). Kita mudah mengatakan bahwa kita beriman pada Kristus terutama saat hidup sedang berada pada keadaan baik, nyaman tanpa gangguan masalah. Tapi bisa menjadi begitu sulit untuk direalisasikan ketika berbagai masalah sedang menjungkirbalikkan kita ke titik terendah. Semua orang boleh mengaku sudah memiliki iman tapi segalanya akan terlihat jelas dari bagaimana reaksi dan tindakan kita dalam menghadapi situasi sulit, sebuah ketidakpastian, hal yang secara logis mustahil atau bahkan hal yang belum bisa kita lihat secara nyata. Reaksi dan tindakan kita akan menunjukkan secara nyata sejauh dan sebesar apa iman kita, sejauh mana kita percaya, sejauh mana kita bisa taat kepada Tuhan.
Apa yang dimaksud dengan iman? Penulis Ibrani sudah memberikan jawabannya. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Dalam bahasa Inggris, dikatakan demikian: "Now faith is the assurance of the things we hope for, being the proof of things we do not see and the conviction of their reality" Iman adalah jaminan atas segala sesuatu yang kita harapkan, bukti dari segala sesuatu yang tidak/belum kita lihat, dan mempunyai kepastian sebagai sesuatu yang nyata, meski tidak terlihat sekalipun. Kemudian penjelasan selanjutnya: "Sebab oleh imanlah telah diberikan kesaksian kepada nenek moyang kita. Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat." (Ay 2-3). Berbagai kesaksian luar biasa yang dialami begitu banyak nabi dalam Perjanjian Lama semuanya oleh karena iman mereka. Dan iman lah yang membuat kita bisa mengerti bahwa alam semesta yang bisa kita lihat saat ini, semua terjadi karena firman Tuhan, yang tidak dapat kita lihat.
Dalam beberapa renungan terdahulu kita sudah melihat banyak inspirasi dan bukti dari kisah Nuh. Hari ini mari kita fokus dari sisi imannya.
(bersambung)
Monday, October 23, 2017
Ikan Salmon dan Nuh (3)
(sambungan)
Seperti yang kita sudah bahas dalam renungan sebelumnya, Nuh ditugaskan Tuhan untuk membangun bahtera berukuran super besar. Jelas hal ini tidak mudah apalagi untuk orang yang sudah lanjut usia seperti Nuh. Dia belum pernah melihat kapal, ia tinggal di dataran tinggi, jadi ia pasti bingung dengan tugas ini. Belum lagi ia harus menebang pohon-pohon besar supaya bisa menyelesaikan pembangunan bahtera alias kapal kayu berukuran raksasa seperti yang dipesan Tuhan. Apa yang ia alami semasa membangun? Saya yakin ia harus menghadapi ejekan dari orang-orang bermoral rusak parah saat itu. Tapi ia tetap taat. Ia tidak ragu, tidak mengeluh, tidak banyak tanya, melainkan patuh melakukan tepat seperti yang diinginkan Tuhan. Lewat bahtera inilah kemudian Nuh dan keluarganya beserta segala jenis hewan sepasang-sepasang diselamatkan dari hujan lebat selama 40 hari 40 malam nonstop yang menenggelamkan seisi bumi. Ia diselamatkan dari bencana air bah dan mulai membangun peradaban lagi termasuk kelangsungan hidup hewan-hewan yang ada dalam bahtera.
Nuh berani tampil beda melawan arus dunia. Nuh sadar betul untuk mengambil pilihan hidup taat kepada Tuhan, sebuah standar hidup yang seharusnya dimiliki oleh umat Tuhan seperti yang Dia inginkan saat menciptakan kita secara begitu istimewa. Nuh tahu bahwa ia tidak harus ikut-ikutan terseret arus dunia dengan alasan apapun.
Seringkali kita memilih berkompromi terhadap dosa dan mencari pembenaran karena kita terlalu takut untuk disisihkan atau dipinggirkan dari pergaulan, takut dianggap tidak gaul dan sebagainya. Kita mudah jatuh pada cara berpikir dunia yang begitu terobsesi kepada kemewahan sehingga menghalalkan segala cara agar bisa memperoleh semuanya. Tapi kalau Nuh bisa, dan kita lihat bahwa ia merupakan satu-satunya kepala keluarga yang mendapat kasih karunia Tuhan pada jamannya, kenapa kita tidak?
Bukan itu saja, kedekatan Nuh yang bergaul dengan Tuhan secara erat membuatnya memiliki iman yang luar biasa. Jika membaca alkitab sebelum jaman Nuh, tidak ada satupun catatan yang menyatakan bahwa hujan besar pernah turun. Dan pada saat itu, Nuh disuruh membangun sebuah bahtera berukuran sangat besar saat sudah tua, di atas bukit, ditengah masyarakat yang sudah sangat parah kerusakannya. Tapi Nuh tidak peduli dengan semua itu. Itu bentuk iman Nuh, yang memilih untuk taat kepada perintah Allah meski apa yang akan terjadi belum dapat dilihat oleh Nuh sama sekali. Penulis Ibrani pun menyinggung hal ini. "Karena iman, maka Nuh--dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan--dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya." (Ibrani 11:7).
Nuh berani memutuskan untuk hidup tidak serupa dengan dunia. Nuh berani menghadapi konsekuensi dibenci, disisihkan atau disingkirkan dari pergaulan di sekelilingnya. Baginya hubungan erat dengan Tuhan adalah jauh lebih penting dari segala kepentingan dunia dan itu keputusan yang membuat Tuhan berkenan unuk menyingkapkan rahasiaNya kepada Nuh.
Apa yang dilakukan Nuh adalah melangkah dengan iman, sebuah keputusan untuk taat sepenuhnya kepada Allah dengan langkah mantap, tanpa keraguan. Dan itulah yang diinginkan Tuhan untuk kita lakukan. Dari masa ke masa dunia akan selalu menjadi medan yang sulit bagi kita, namun sesulit apapun jangan sampai kita memilih untuk berkompromi dengan berbagai hal yang menyakiti hati Tuhan demi kepentingan duniawi sesaat. Kita bisa belajar dari teladan Nuh dan imannya yang taat. Jadilah orang-orang yang berani tampil beda, yang berani melawan arus dunia, tidak serupa dengan dunia yang cenderung mengecewakan Tuhan.
Firman Tuhan berkata: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Firman Tuhan sudah mengingatkan bahwa dunia memiliki cara pandang yang sangat berbeda dengan prinsip kebenaran KerajaanNya. Sepintas dunia menawarkan begitu banyak kenikmatan, tapi sesungguhnya saat kita mengikutinya, kita sedang bersama-sama dengannya menuju kehancuran. "Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17).
Karena itulah kita jangan sampai serupa dengan dunia yang penuh kerusakan dan kesesatan, tetapi kita harus terus menghidupi jati diri kita sebagai manusia baru yang terus bertumbuh terus menerus, sehingga kita bisa peka membedakan mana yang menjadi kehendak Allah dan mana yang bukan, lantas melakukan kehendak Allah sepenuhnya. Itulah yang akan membawa kita tetap berada dalam kasih karuniaNya dan akan hidup kekal bersama Tuhan selama-lamanya.
Hidup melawan arus kesesatan dunia akan membawa kita menerima kasih karunia Allah
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Seperti yang kita sudah bahas dalam renungan sebelumnya, Nuh ditugaskan Tuhan untuk membangun bahtera berukuran super besar. Jelas hal ini tidak mudah apalagi untuk orang yang sudah lanjut usia seperti Nuh. Dia belum pernah melihat kapal, ia tinggal di dataran tinggi, jadi ia pasti bingung dengan tugas ini. Belum lagi ia harus menebang pohon-pohon besar supaya bisa menyelesaikan pembangunan bahtera alias kapal kayu berukuran raksasa seperti yang dipesan Tuhan. Apa yang ia alami semasa membangun? Saya yakin ia harus menghadapi ejekan dari orang-orang bermoral rusak parah saat itu. Tapi ia tetap taat. Ia tidak ragu, tidak mengeluh, tidak banyak tanya, melainkan patuh melakukan tepat seperti yang diinginkan Tuhan. Lewat bahtera inilah kemudian Nuh dan keluarganya beserta segala jenis hewan sepasang-sepasang diselamatkan dari hujan lebat selama 40 hari 40 malam nonstop yang menenggelamkan seisi bumi. Ia diselamatkan dari bencana air bah dan mulai membangun peradaban lagi termasuk kelangsungan hidup hewan-hewan yang ada dalam bahtera.
Nuh berani tampil beda melawan arus dunia. Nuh sadar betul untuk mengambil pilihan hidup taat kepada Tuhan, sebuah standar hidup yang seharusnya dimiliki oleh umat Tuhan seperti yang Dia inginkan saat menciptakan kita secara begitu istimewa. Nuh tahu bahwa ia tidak harus ikut-ikutan terseret arus dunia dengan alasan apapun.
Seringkali kita memilih berkompromi terhadap dosa dan mencari pembenaran karena kita terlalu takut untuk disisihkan atau dipinggirkan dari pergaulan, takut dianggap tidak gaul dan sebagainya. Kita mudah jatuh pada cara berpikir dunia yang begitu terobsesi kepada kemewahan sehingga menghalalkan segala cara agar bisa memperoleh semuanya. Tapi kalau Nuh bisa, dan kita lihat bahwa ia merupakan satu-satunya kepala keluarga yang mendapat kasih karunia Tuhan pada jamannya, kenapa kita tidak?
Bukan itu saja, kedekatan Nuh yang bergaul dengan Tuhan secara erat membuatnya memiliki iman yang luar biasa. Jika membaca alkitab sebelum jaman Nuh, tidak ada satupun catatan yang menyatakan bahwa hujan besar pernah turun. Dan pada saat itu, Nuh disuruh membangun sebuah bahtera berukuran sangat besar saat sudah tua, di atas bukit, ditengah masyarakat yang sudah sangat parah kerusakannya. Tapi Nuh tidak peduli dengan semua itu. Itu bentuk iman Nuh, yang memilih untuk taat kepada perintah Allah meski apa yang akan terjadi belum dapat dilihat oleh Nuh sama sekali. Penulis Ibrani pun menyinggung hal ini. "Karena iman, maka Nuh--dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan--dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya." (Ibrani 11:7).
Nuh berani memutuskan untuk hidup tidak serupa dengan dunia. Nuh berani menghadapi konsekuensi dibenci, disisihkan atau disingkirkan dari pergaulan di sekelilingnya. Baginya hubungan erat dengan Tuhan adalah jauh lebih penting dari segala kepentingan dunia dan itu keputusan yang membuat Tuhan berkenan unuk menyingkapkan rahasiaNya kepada Nuh.
Apa yang dilakukan Nuh adalah melangkah dengan iman, sebuah keputusan untuk taat sepenuhnya kepada Allah dengan langkah mantap, tanpa keraguan. Dan itulah yang diinginkan Tuhan untuk kita lakukan. Dari masa ke masa dunia akan selalu menjadi medan yang sulit bagi kita, namun sesulit apapun jangan sampai kita memilih untuk berkompromi dengan berbagai hal yang menyakiti hati Tuhan demi kepentingan duniawi sesaat. Kita bisa belajar dari teladan Nuh dan imannya yang taat. Jadilah orang-orang yang berani tampil beda, yang berani melawan arus dunia, tidak serupa dengan dunia yang cenderung mengecewakan Tuhan.
Firman Tuhan berkata: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Firman Tuhan sudah mengingatkan bahwa dunia memiliki cara pandang yang sangat berbeda dengan prinsip kebenaran KerajaanNya. Sepintas dunia menawarkan begitu banyak kenikmatan, tapi sesungguhnya saat kita mengikutinya, kita sedang bersama-sama dengannya menuju kehancuran. "Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17).
Karena itulah kita jangan sampai serupa dengan dunia yang penuh kerusakan dan kesesatan, tetapi kita harus terus menghidupi jati diri kita sebagai manusia baru yang terus bertumbuh terus menerus, sehingga kita bisa peka membedakan mana yang menjadi kehendak Allah dan mana yang bukan, lantas melakukan kehendak Allah sepenuhnya. Itulah yang akan membawa kita tetap berada dalam kasih karuniaNya dan akan hidup kekal bersama Tuhan selama-lamanya.
Hidup melawan arus kesesatan dunia akan membawa kita menerima kasih karunia Allah
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, October 22, 2017
Ikan Salmon dan Nuh (2)
(sambungan)
Jika anda di posisi Tuhan, apa yang akan jadi reaksi anda melihat kerusakan parah dan massive yang dilakukan justru oleh ciptaan-ciptaan yang teristimewa? Dunia yang tadinya diciptakan oleh Tuhan dengan sungguh sangat baik, lalu Tuhan memberi otoritas pada manusia untuk mengelola dan menjaga kelestariannya. Tapi kemudian manusia menyalahgunakan otoritasnya, bukannya menjaga tapi malah menghancurkan. Bukannya melestarikan tapi mendatangkan kepunahan. Bukannya memenuhi bumi dengan damai sejahtera dan kasih tapi malah pakai label dan atribut yang dianggap mepresentasikan Tuhan untuk melakukan tindak-tindak pemaksaan kehendak hingga cara-cara kekerasan. Betapa sedih, kecewa dan terlukanya hati Tuhan oleh tindakan manusia.
Tidak ada satupun rencana Allah menciptakan manusia untuk tujuan-tujuan yang jahat. Peace on earth, itu yang diinginkan Tuhan, dengan rancangan-rancangan terbaikNya yang telah Dia sediakan bagi setiap kita. Tapi nyatanya, dari masa ke masa manusia terus saja melenceng dari apa yang telah Dia harapkan. Moral terus merosot, terjadi degradasi moral dimana-mana. Ketika di jaman Nuh keburukan moral terjadi sedemikian parahnya, sampai-sampai Tuhan memutuskan untuk memusnahkan semua manusia, kecuali Nuh dan keluarganya.
Pada zaman itu perilaku menyimpang manusia sudah sedemikian besar kerusakannya. Alkitab mencatat demikian: "Adapun bumi itu telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan. Allah menilik bumi itu dan sungguhlah rusak benar, sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi." (Kejadian 6:11-12). Perhatikan kata rusak dalam petikan ayat di atas diulang sampai 3 kali. Itu menunjukkan bahwa kerusakan di zaman Nuh benar-benar sudah kelewat parah. Dari segi moral, perilaku maupun kerohanian, semuanya sudah benar-benar rusak. Betapa kecewanya Tuhan melihat itu semua. Begitu kecewanya Tuhan sampai-sampai Tuhan mengatakan menyesal telah menjadikan manusia. "Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya." (ay 5-6). Hati Tuhan sakit luar biasa. Tetapi ternyata ditengah kerusakan parah itu ada seorang manusia yang terus membangun hubungan karib dengan Tuhan dan berhasil membina keluarganya dengan baik. Orang itu adalah Nuh.
Apa yang membuat Nuh berbeda? Alkitab mencatat dengan jelas bahwa "Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN." (ay 8). Dunia boleh rusak, manusia di jaman itu sudah sedemikian parah rusaknya, tapi ternyata Nuh tidak ikut-ikutan terseret arus penyesatan dan penyimpangan seperti apa yang terjadi di sekelilingnya. Seperti ikan salmon, Nuh ternyata punya mental dan spirit yang kuat untuk melawan arus kesesatan dan kerusakan. Bagaimana cara hidup Nuh sampai ia mendapat kasih karunia dari Tuhan? Alkitab pun mencatat alasannya dengan jelas. "Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah." (ay 9).
Ada tiga cara hidup Nuh yang membuatnya berbeda di mata Tuhan, yaitu:
- Nuh hidup benar
- Nuh menjaga dirinya agar tidak melakukan hal-hal tercela
- Nuh membangun hubungan karib dengan Allah
Mudahkah bagi Nuh untuk bisa demikian? Pasti tidak. Seperti kita yang hidup di tengah-tengah dunia yang jahat, demikian pula Nuh saat itu hidup ditengah kemerosotan moral dan rohani yang begitu parah. Seperti kita, Nuh pun pasti mengalami saat-saat dimana ia bisa jatuh terseret ke dalam dosa. Ketika arus terlalu besar, maka kita bisa terseret kalau tidak cukup kuat. Bisa ada tekanan berat, ketidakadilan, cemooh atau kerugian yang diderita Nuh dan keluarga. Tetapi nyatanya Nuh tetap bisa hidup dengan benar, tetap hidup tidak bercela, bahkan dikatakan bahwa ia hidup bergaul dengan Allah. Bergaul itu artinya berteman dekat, sahabatan. Kalau kita bergaul dengan seseorang, itu artinya kita sangat dekat dengan mereka, sering jalan, ngobrol atau main bareng. Bergaul itu lebih tinggi tingkatannya dari sekedar teman apalagi kenal. Dan Nuh dikatakan punya hidup yang bergaul dengan Allah. Itulah yang membuat Nuh berbeda sehingga diganjar kasih karunia oleh Tuhan.
(bersambung)
Tidak ada satupun rencana Allah menciptakan manusia untuk tujuan-tujuan yang jahat. Peace on earth, itu yang diinginkan Tuhan, dengan rancangan-rancangan terbaikNya yang telah Dia sediakan bagi setiap kita. Tapi nyatanya, dari masa ke masa manusia terus saja melenceng dari apa yang telah Dia harapkan. Moral terus merosot, terjadi degradasi moral dimana-mana. Ketika di jaman Nuh keburukan moral terjadi sedemikian parahnya, sampai-sampai Tuhan memutuskan untuk memusnahkan semua manusia, kecuali Nuh dan keluarganya.
Pada zaman itu perilaku menyimpang manusia sudah sedemikian besar kerusakannya. Alkitab mencatat demikian: "Adapun bumi itu telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan. Allah menilik bumi itu dan sungguhlah rusak benar, sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi." (Kejadian 6:11-12). Perhatikan kata rusak dalam petikan ayat di atas diulang sampai 3 kali. Itu menunjukkan bahwa kerusakan di zaman Nuh benar-benar sudah kelewat parah. Dari segi moral, perilaku maupun kerohanian, semuanya sudah benar-benar rusak. Betapa kecewanya Tuhan melihat itu semua. Begitu kecewanya Tuhan sampai-sampai Tuhan mengatakan menyesal telah menjadikan manusia. "Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya." (ay 5-6). Hati Tuhan sakit luar biasa. Tetapi ternyata ditengah kerusakan parah itu ada seorang manusia yang terus membangun hubungan karib dengan Tuhan dan berhasil membina keluarganya dengan baik. Orang itu adalah Nuh.
Apa yang membuat Nuh berbeda? Alkitab mencatat dengan jelas bahwa "Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN." (ay 8). Dunia boleh rusak, manusia di jaman itu sudah sedemikian parah rusaknya, tapi ternyata Nuh tidak ikut-ikutan terseret arus penyesatan dan penyimpangan seperti apa yang terjadi di sekelilingnya. Seperti ikan salmon, Nuh ternyata punya mental dan spirit yang kuat untuk melawan arus kesesatan dan kerusakan. Bagaimana cara hidup Nuh sampai ia mendapat kasih karunia dari Tuhan? Alkitab pun mencatat alasannya dengan jelas. "Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah." (ay 9).
Ada tiga cara hidup Nuh yang membuatnya berbeda di mata Tuhan, yaitu:
- Nuh hidup benar
- Nuh menjaga dirinya agar tidak melakukan hal-hal tercela
- Nuh membangun hubungan karib dengan Allah
Mudahkah bagi Nuh untuk bisa demikian? Pasti tidak. Seperti kita yang hidup di tengah-tengah dunia yang jahat, demikian pula Nuh saat itu hidup ditengah kemerosotan moral dan rohani yang begitu parah. Seperti kita, Nuh pun pasti mengalami saat-saat dimana ia bisa jatuh terseret ke dalam dosa. Ketika arus terlalu besar, maka kita bisa terseret kalau tidak cukup kuat. Bisa ada tekanan berat, ketidakadilan, cemooh atau kerugian yang diderita Nuh dan keluarga. Tetapi nyatanya Nuh tetap bisa hidup dengan benar, tetap hidup tidak bercela, bahkan dikatakan bahwa ia hidup bergaul dengan Allah. Bergaul itu artinya berteman dekat, sahabatan. Kalau kita bergaul dengan seseorang, itu artinya kita sangat dekat dengan mereka, sering jalan, ngobrol atau main bareng. Bergaul itu lebih tinggi tingkatannya dari sekedar teman apalagi kenal. Dan Nuh dikatakan punya hidup yang bergaul dengan Allah. Itulah yang membuat Nuh berbeda sehingga diganjar kasih karunia oleh Tuhan.
(bersambung)
Saturday, October 21, 2017
Ikan Salmon dan Nuh (1)
Ayat bacaan: Kejadian 6:11-12
=========================
"Adapun bumi itu telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan. Allah menilik bumi itu dan sungguhlah rusak benar, sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi."
Apakah anda suka dengan ikan salmon? Ikan salmon adalah ikan yang dianggap banyak orang punya gizi tertinggi di antara jenis-jenis ikan. Kalaupun bukan yang tertinggi, kandungan gizinya memang sangat tinggi. Ditambah rasanya yang enak, ikan ini terbilang mahal harganya dan bisa dengan mudah ditemukan di restoran-restoran kelas atas. Penggemar sushi akan familiar dengan ikan ini, sedang penggemar steak ala Eropa pun tentu menyukai steak salmon. Ada banyak fakta menarik tentang ikan salmon. Ikan salmon adalah satu dari sedikit ikan yang bisa hidup di air tawar dan air laut. Salmon bereproduksi/bertelur di hulu sungai lantas menghabiskan sebagian besar kehidupannya di laut. Selain kemampuannya hidup di dua jenis air, ikan salmon kuat untuk berenang melawan arus dan sanggup melompat mendaki air terjun (kemampuan lompatnya bisa mencapai 3 meter) agar bisa bertelur di hulu sungai.
Berenang melawan arus dan mendaki air terjun jelas bukan urusan mudah. Jika anda pernah tercebur di sungai dengan arus deras, anda pasti tahu bahwa berenang melawan arus itu bukan main sulitnya. Kalau tidak cukup kuat dan punya daya tahan tinggi, sebentar kemudian kita pasti sudah menyerah hanyut terbawa arus. Bagi ikan salmon melawan arus juga bukan perkara gampang. Seringkali mereka harus luka-luka saat berenang melawan arus, bertemu pemangsa seperti beruang yang menanti di atas air terjun dan lain-lain. Perjalanan ikan salmon selalu penuh resiko dan bahaya, saking bahayanya hanya setengah atau kurang dari itu yang akhirnya berhasil tiba di hulu sungai dan bertelur. Meski berat dan berbahaya, mereka tetap melakukan itu demi kelangsungan spesiesnya. Bayangkan apabila ikan salmon memilih untuk 'menghanyut' saja mengikut arus, atau tiba-tiba mogok dan demo seperti yang hobi atau profesinya banyak orang di negara ini, ikan salmon bisa punah dalam waktu singkat.
Kita tinggalkan sebentar fakta ikan salmon yang berani melawan arus dan mari lihat kondisi bangsa hari ini. Untuk urusan kepentingan pribadi dan kelompok saja kerukunan bangsa dengan tega dikorbankan. Antar teman yang tadinya baik jadi jaga jarak bahkan bermusuhan. Lalu lihat kasus korupsi, pencurian, pembunuhan, obat-obatan terlarang, mabuk, pelanggaran lalu lintas, intoleransi, penindasan sampai terorisme. Bukan main susahnya. Padahal kita masih sangat bermasalah dengan kesejahteraan apalagi kemakmuran. Daya beli terus merosot, ekonomi makro terus dijadikan parameter keberhasilan padahal ekonomi mikro megap-megap yang berdampak pada semakin kecilnya daya beli masyarakat terutama yang berpenghasilan menengah ke bawah. Pendapatan tetap (kalau tidak berkurang) tapi harga terus naik. Pemerintah sekarat juga soal pendapatan lalu main tekan lewat banyak cara seperti amnesti pajak yang salah sasaran menghantam orang kecil. Harga listrik, gas dan kebutuhan-kebutuhan mendasar lainnya juga makin tinggi sementara pendapatan tidak bertambah kalau bukannya malah menurun.
Orang yang sudah susah makin susah. Kapan harga di negara kita bisa stabil seperti di negara-negara yang lebih maju? Ini pekerjaan berat yang harusnya diatasi dulu karena daya beli dan ekonomi mikro itu berkaitan dengan urusan substansial atau primer seperti urusan perut. Tapi alih-alih bersatu memecahkan masalah-masalah mendasar yang membuat kita sulit bangkit dari keterpurukan, ternyata banyak orang yang entah karena sengaja atau gagal paham justru menambah masalah dengan sibuk terjebak paham kebencian berlatarbelakang sara.
Masalah terorisme dengan tingkat kesadisan luar biasa menjadi isu global. Negara manapun rentan terkena teror. Kekerasan dengan latar belakang isu sara makin marak terjadi dimana-mana. Merasa diri paling benar dan merasa berhak menghakimi yang berbeda paham atau kepercayaan. Hebatnya, mereka mengatasnamakan Tuhan untuk menindas, menyakiti atau sekedar menyebar kebencian. Benci sama orang, benci sama suku, benci sama program bahkan benci sama bunga. Bagaimana mungkin orang membenci dan menyakiti kalau beriman pada Tuhan? Bagaimana orang mengaku punya Tuhan tapi hatinya penuh kebencian dan kemarahan? Itu adalah hal yang berlawanan, karena sepanjang yang saya tahu, Tuhan yang penuh kasih bahkan adalah kasih itu sendiri bukan sosok bengis, kejam dan sadis seperti pikiran beberapa orang atau kelompok.
Lalu lihat bagaimana cara dunia mencari kebahagiaan lewat popularitas, status, kekayaan dan kepemilikan barang-barang mewah bermerek. Mau kerja jujur bukannya baik tapi malah dipandang aneh, sok suci atau bodoh. Harus kaya baru bisa bikin orang segan, harus berada berlimpah baru bisa diakui dalam dunia pergaulan. Mau susah harus hedon, kalau tidak siap-siap saja tersingkir. Mau gampang? Ya ikut arus saja, mengalir, menghanyut sama-sama dengan mereka yang hidup dengan cara dunia, atau turuti apa kata mereka supaya aman. Seperti menghanyut di sungai mengikuti arus, itu lebih mudah tapi kemudian kita bisa binasa terbentur bebatuan tajam sampai terlempar ke bawah dari air terjun. Apa yang ditawarkan dunia tampaknya gemerlap, gegap gempita penuh kenikmatan. Tapi seperti apa yang dikatakan Alkitab dua ribu tahun lalu, dunia sedang lenyap dengan keinginannya (1 Yohanes 2:17) bersama orang-orang yang hidup menuruti caranya. Jadi kita harus berani dan kuat seperti ikan salmon untuk melawan arus.
Tidak mudah dan butuh pengorbanan serta daya tahan mental yang tinggi. Arus kesesatan itu begitu deras dan padat sehingga tentu saja sulit bagi kita untuk berenang melawan arus tersebut. Kalau untuk melangkah ke arah berlawanan saja sudah berat, kita harus pula siap dicap aneh, bodoh atau bego, disisihkan, disingkirkan. Untuk jangka pendek di dunia yang singkat ini mungkin terasa merugikan, tapi sebenarnya dalam fase kekekalan kita tidak perlu ragu untuk menerima kehidupan yang akan penuh kebahagiaan selama-lamanya asal kita tetap melakukan kehendak Allah. Inilah sambungan dari ayat 1 Yohanes 2:17 diatas.
(bersambung)
=========================
"Adapun bumi itu telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan. Allah menilik bumi itu dan sungguhlah rusak benar, sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi."
Apakah anda suka dengan ikan salmon? Ikan salmon adalah ikan yang dianggap banyak orang punya gizi tertinggi di antara jenis-jenis ikan. Kalaupun bukan yang tertinggi, kandungan gizinya memang sangat tinggi. Ditambah rasanya yang enak, ikan ini terbilang mahal harganya dan bisa dengan mudah ditemukan di restoran-restoran kelas atas. Penggemar sushi akan familiar dengan ikan ini, sedang penggemar steak ala Eropa pun tentu menyukai steak salmon. Ada banyak fakta menarik tentang ikan salmon. Ikan salmon adalah satu dari sedikit ikan yang bisa hidup di air tawar dan air laut. Salmon bereproduksi/bertelur di hulu sungai lantas menghabiskan sebagian besar kehidupannya di laut. Selain kemampuannya hidup di dua jenis air, ikan salmon kuat untuk berenang melawan arus dan sanggup melompat mendaki air terjun (kemampuan lompatnya bisa mencapai 3 meter) agar bisa bertelur di hulu sungai.
Berenang melawan arus dan mendaki air terjun jelas bukan urusan mudah. Jika anda pernah tercebur di sungai dengan arus deras, anda pasti tahu bahwa berenang melawan arus itu bukan main sulitnya. Kalau tidak cukup kuat dan punya daya tahan tinggi, sebentar kemudian kita pasti sudah menyerah hanyut terbawa arus. Bagi ikan salmon melawan arus juga bukan perkara gampang. Seringkali mereka harus luka-luka saat berenang melawan arus, bertemu pemangsa seperti beruang yang menanti di atas air terjun dan lain-lain. Perjalanan ikan salmon selalu penuh resiko dan bahaya, saking bahayanya hanya setengah atau kurang dari itu yang akhirnya berhasil tiba di hulu sungai dan bertelur. Meski berat dan berbahaya, mereka tetap melakukan itu demi kelangsungan spesiesnya. Bayangkan apabila ikan salmon memilih untuk 'menghanyut' saja mengikut arus, atau tiba-tiba mogok dan demo seperti yang hobi atau profesinya banyak orang di negara ini, ikan salmon bisa punah dalam waktu singkat.
Kita tinggalkan sebentar fakta ikan salmon yang berani melawan arus dan mari lihat kondisi bangsa hari ini. Untuk urusan kepentingan pribadi dan kelompok saja kerukunan bangsa dengan tega dikorbankan. Antar teman yang tadinya baik jadi jaga jarak bahkan bermusuhan. Lalu lihat kasus korupsi, pencurian, pembunuhan, obat-obatan terlarang, mabuk, pelanggaran lalu lintas, intoleransi, penindasan sampai terorisme. Bukan main susahnya. Padahal kita masih sangat bermasalah dengan kesejahteraan apalagi kemakmuran. Daya beli terus merosot, ekonomi makro terus dijadikan parameter keberhasilan padahal ekonomi mikro megap-megap yang berdampak pada semakin kecilnya daya beli masyarakat terutama yang berpenghasilan menengah ke bawah. Pendapatan tetap (kalau tidak berkurang) tapi harga terus naik. Pemerintah sekarat juga soal pendapatan lalu main tekan lewat banyak cara seperti amnesti pajak yang salah sasaran menghantam orang kecil. Harga listrik, gas dan kebutuhan-kebutuhan mendasar lainnya juga makin tinggi sementara pendapatan tidak bertambah kalau bukannya malah menurun.
Orang yang sudah susah makin susah. Kapan harga di negara kita bisa stabil seperti di negara-negara yang lebih maju? Ini pekerjaan berat yang harusnya diatasi dulu karena daya beli dan ekonomi mikro itu berkaitan dengan urusan substansial atau primer seperti urusan perut. Tapi alih-alih bersatu memecahkan masalah-masalah mendasar yang membuat kita sulit bangkit dari keterpurukan, ternyata banyak orang yang entah karena sengaja atau gagal paham justru menambah masalah dengan sibuk terjebak paham kebencian berlatarbelakang sara.
Masalah terorisme dengan tingkat kesadisan luar biasa menjadi isu global. Negara manapun rentan terkena teror. Kekerasan dengan latar belakang isu sara makin marak terjadi dimana-mana. Merasa diri paling benar dan merasa berhak menghakimi yang berbeda paham atau kepercayaan. Hebatnya, mereka mengatasnamakan Tuhan untuk menindas, menyakiti atau sekedar menyebar kebencian. Benci sama orang, benci sama suku, benci sama program bahkan benci sama bunga. Bagaimana mungkin orang membenci dan menyakiti kalau beriman pada Tuhan? Bagaimana orang mengaku punya Tuhan tapi hatinya penuh kebencian dan kemarahan? Itu adalah hal yang berlawanan, karena sepanjang yang saya tahu, Tuhan yang penuh kasih bahkan adalah kasih itu sendiri bukan sosok bengis, kejam dan sadis seperti pikiran beberapa orang atau kelompok.
Lalu lihat bagaimana cara dunia mencari kebahagiaan lewat popularitas, status, kekayaan dan kepemilikan barang-barang mewah bermerek. Mau kerja jujur bukannya baik tapi malah dipandang aneh, sok suci atau bodoh. Harus kaya baru bisa bikin orang segan, harus berada berlimpah baru bisa diakui dalam dunia pergaulan. Mau susah harus hedon, kalau tidak siap-siap saja tersingkir. Mau gampang? Ya ikut arus saja, mengalir, menghanyut sama-sama dengan mereka yang hidup dengan cara dunia, atau turuti apa kata mereka supaya aman. Seperti menghanyut di sungai mengikuti arus, itu lebih mudah tapi kemudian kita bisa binasa terbentur bebatuan tajam sampai terlempar ke bawah dari air terjun. Apa yang ditawarkan dunia tampaknya gemerlap, gegap gempita penuh kenikmatan. Tapi seperti apa yang dikatakan Alkitab dua ribu tahun lalu, dunia sedang lenyap dengan keinginannya (1 Yohanes 2:17) bersama orang-orang yang hidup menuruti caranya. Jadi kita harus berani dan kuat seperti ikan salmon untuk melawan arus.
Tidak mudah dan butuh pengorbanan serta daya tahan mental yang tinggi. Arus kesesatan itu begitu deras dan padat sehingga tentu saja sulit bagi kita untuk berenang melawan arus tersebut. Kalau untuk melangkah ke arah berlawanan saja sudah berat, kita harus pula siap dicap aneh, bodoh atau bego, disisihkan, disingkirkan. Untuk jangka pendek di dunia yang singkat ini mungkin terasa merugikan, tapi sebenarnya dalam fase kekekalan kita tidak perlu ragu untuk menerima kehidupan yang akan penuh kebahagiaan selama-lamanya asal kita tetap melakukan kehendak Allah. Inilah sambungan dari ayat 1 Yohanes 2:17 diatas.
(bersambung)
Friday, October 20, 2017
Tugas Berat (3)
(sambungan)
Mungkin tugas seperti ini terlihat mustahil bagi kita, baik dari bentuk penugasan maupun tingkat kesulitan mengerjakannya. Tetapi ternyata tidak demikian bagi Nuh. Dia tahu ada sebuah agenda penting yang disediakan Tuhan baginya, sebuah misi besar, dan dia pun tahu bahwa dalam segala kerepotan yang ia hadapi selama menunaikan perintah itu Tuhan pun akan selalu menyertai dia. Maka Nuh pun melakukan semuanya tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya. Pada akhirnya kita tahu bagaimana ia dan keluarganya diselamatkan dari air bah yang menelan habis semua yang hidup dan bernyawa di kolong langit, dan kehidupan di bumi pun berlanjut.
Tidaklah heran jika beberapa ribu tahun kemudian Penulis Ibrani pun mencatat ketaatan Nuh ini sebagai sebuah keteladanan iman. "Karena iman, maka Nuh--dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan--dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya." (Ibrani 11:7).
Seringkali kita hanya ingin mendapatkan sesuatu dengan instan tanpa perlu berusaha apa-apa. Sangat sulit bagi kita untuk keluar dari comfort zone alias zona kenyamanan kita tetapi kita mau memperoleh segala sesuatu yang terbaik. Kita berkata mau mengikuti keinginan dan rencana Tuhan, tapi kita tidak mau repot. Kita ingin mengalami mukjizat tapi terus mempertanyakan atau meragukan suara Tuhan. Kita ingin bangsa ini lebih baik tapi kita keberatan menuruti apa yang ditugaskan Tuhan. Jika kita terus mengembangkan sikap seperti ini kita tidak akan pernah bisa menjadi seorang yang memperoleh kasih karunia di mata Tuhan seperti halnya Nuh. Kita pun tidak akan bisa mendapatkan penggenapan janji-janji dan rencana besar yang telah Tuhan sediakan bagi kita masing-masing.
Apa jadinya jika Nuh menolak mengerjakan tugas dari Allah? Apa yang akan terjadi bagi masa depan kehidupan di bumi kalau Nuh tidak melakukan karena merasa tugas itu terlalu berat baginya, out of his league? Bagaimana jika Tuhan punya rencana lewat diri anda untuk sesuatu yang sangat besar seperti halnya yang diberikan pada Nuh? Nuh mungkin masih belum mengerti betul apa yang akan dia buat saat ditugaskan Tuhan. Tapi lewat imannya ia sudah melihat, karenanya ia patuh melakukan tepat seperti apa yang diminta Tuhan. Mungkin terlihat sangat sulit jauh melebihi kemampuan kita, tapi kalau Tuhan yang minta, saya percaya Tuhan yang akan lengkapi segala yang kurang. Jika kita yang ditugaskan, itu artinya Tuhan percaya bahwa kita mampu. Saat melakukan, kita pun akan mengalami banyak pengalaman rohani yang bukan saja akan menguatkan iman tapi juga bisa dibagikan kepada orang lain sebagai kesaksian tentang Tuhan.
Untuk mengikuti perintah Tuhan kita harus rela repot. Kita mungkin harus mengorbankan banyak hal. Tetapi ingatlah bahwa apa yang Dia sediakan di depan itu pastinya jauh lebih besar nilainya dibanding kerepotan dan kesulitan kita saat melakukan. Bukan hanya Nuh, tetapi Musa dan bangsa Israel, Abraham dan banyak nabi-nabi lainnya pernah mengalami tempaan Tuhan seperti ini. Harus rela repot dan keluar dari zona nyaman untuk menerima penugasan Tuhan. Bahkan misi yang dijalankan Yesus sesuai kehendak Allah pun sama sekali tidak mudah bukan? Tapi Yesus taat menjalankan semuanya tepat seperti apa yang dikehendaki Allah, meski sangat berat, dan lewat itulah kita bisa mendapatkan penebusan, pemulihan hubungan dengan Tuhan dan kenikmatan luar biasa saat masuk ke hadiratNya. Kalau Yesus tidak mau melalui proses yang menyakitkan itu, apa jadinya kita hari ini?
Jika ada diantara teman-teman sedang menghadapi sesuatu yang sangat merepotkan hari ini demi memenuhi sebuah panggilan dari Tuhan, bersyukurlah karena itu artinya ada sesuatu yang besar sedang menanti anda di depan. Apakah anda saat ini sedang merasa Tuhan menyuruh anda untuk melakukan sesuatu tapi masih belum mulai melakukan karena merasa itu adalah hal yang mustahil untuk bisa anda lakukan? Segera lakukan dengan penuh ketaatan dan kepercayaan penuh. Jangan bersungut-sungut atau mengeluh. Pandanglah tugas itu sebagai sebuah kehormatan, karena diantara begitu banyak manusia ternyata Tuhan pilih anda. Pakai masa-masa repot dan kesulitan saat dalam proses untuk belajar banyak hal. Lakukanlah TEPAT seperti apa yang digariskan Tuhan kepada anda, dan kelak dapatkan berkat TEPAT seperti apa yang direncanakan Tuhan untuk anda sejak semula.
Firman Tuhan berkata: "Hiduplah sebagai anak-anak yang taat.." (1 Petrus 1:14). Dengarkan jelas suaraNya, pahami panggilanNya dan lakukan. Meski berat, suatu hari nanti anda akan bersyukur karena telah taat melakukan tepat seperti apa yang Tuhan perintahkan.
Big tasks are difficult but will result something big
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Mungkin tugas seperti ini terlihat mustahil bagi kita, baik dari bentuk penugasan maupun tingkat kesulitan mengerjakannya. Tetapi ternyata tidak demikian bagi Nuh. Dia tahu ada sebuah agenda penting yang disediakan Tuhan baginya, sebuah misi besar, dan dia pun tahu bahwa dalam segala kerepotan yang ia hadapi selama menunaikan perintah itu Tuhan pun akan selalu menyertai dia. Maka Nuh pun melakukan semuanya tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya. Pada akhirnya kita tahu bagaimana ia dan keluarganya diselamatkan dari air bah yang menelan habis semua yang hidup dan bernyawa di kolong langit, dan kehidupan di bumi pun berlanjut.
Tidaklah heran jika beberapa ribu tahun kemudian Penulis Ibrani pun mencatat ketaatan Nuh ini sebagai sebuah keteladanan iman. "Karena iman, maka Nuh--dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan--dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya." (Ibrani 11:7).
Seringkali kita hanya ingin mendapatkan sesuatu dengan instan tanpa perlu berusaha apa-apa. Sangat sulit bagi kita untuk keluar dari comfort zone alias zona kenyamanan kita tetapi kita mau memperoleh segala sesuatu yang terbaik. Kita berkata mau mengikuti keinginan dan rencana Tuhan, tapi kita tidak mau repot. Kita ingin mengalami mukjizat tapi terus mempertanyakan atau meragukan suara Tuhan. Kita ingin bangsa ini lebih baik tapi kita keberatan menuruti apa yang ditugaskan Tuhan. Jika kita terus mengembangkan sikap seperti ini kita tidak akan pernah bisa menjadi seorang yang memperoleh kasih karunia di mata Tuhan seperti halnya Nuh. Kita pun tidak akan bisa mendapatkan penggenapan janji-janji dan rencana besar yang telah Tuhan sediakan bagi kita masing-masing.
Apa jadinya jika Nuh menolak mengerjakan tugas dari Allah? Apa yang akan terjadi bagi masa depan kehidupan di bumi kalau Nuh tidak melakukan karena merasa tugas itu terlalu berat baginya, out of his league? Bagaimana jika Tuhan punya rencana lewat diri anda untuk sesuatu yang sangat besar seperti halnya yang diberikan pada Nuh? Nuh mungkin masih belum mengerti betul apa yang akan dia buat saat ditugaskan Tuhan. Tapi lewat imannya ia sudah melihat, karenanya ia patuh melakukan tepat seperti apa yang diminta Tuhan. Mungkin terlihat sangat sulit jauh melebihi kemampuan kita, tapi kalau Tuhan yang minta, saya percaya Tuhan yang akan lengkapi segala yang kurang. Jika kita yang ditugaskan, itu artinya Tuhan percaya bahwa kita mampu. Saat melakukan, kita pun akan mengalami banyak pengalaman rohani yang bukan saja akan menguatkan iman tapi juga bisa dibagikan kepada orang lain sebagai kesaksian tentang Tuhan.
Untuk mengikuti perintah Tuhan kita harus rela repot. Kita mungkin harus mengorbankan banyak hal. Tetapi ingatlah bahwa apa yang Dia sediakan di depan itu pastinya jauh lebih besar nilainya dibanding kerepotan dan kesulitan kita saat melakukan. Bukan hanya Nuh, tetapi Musa dan bangsa Israel, Abraham dan banyak nabi-nabi lainnya pernah mengalami tempaan Tuhan seperti ini. Harus rela repot dan keluar dari zona nyaman untuk menerima penugasan Tuhan. Bahkan misi yang dijalankan Yesus sesuai kehendak Allah pun sama sekali tidak mudah bukan? Tapi Yesus taat menjalankan semuanya tepat seperti apa yang dikehendaki Allah, meski sangat berat, dan lewat itulah kita bisa mendapatkan penebusan, pemulihan hubungan dengan Tuhan dan kenikmatan luar biasa saat masuk ke hadiratNya. Kalau Yesus tidak mau melalui proses yang menyakitkan itu, apa jadinya kita hari ini?
Jika ada diantara teman-teman sedang menghadapi sesuatu yang sangat merepotkan hari ini demi memenuhi sebuah panggilan dari Tuhan, bersyukurlah karena itu artinya ada sesuatu yang besar sedang menanti anda di depan. Apakah anda saat ini sedang merasa Tuhan menyuruh anda untuk melakukan sesuatu tapi masih belum mulai melakukan karena merasa itu adalah hal yang mustahil untuk bisa anda lakukan? Segera lakukan dengan penuh ketaatan dan kepercayaan penuh. Jangan bersungut-sungut atau mengeluh. Pandanglah tugas itu sebagai sebuah kehormatan, karena diantara begitu banyak manusia ternyata Tuhan pilih anda. Pakai masa-masa repot dan kesulitan saat dalam proses untuk belajar banyak hal. Lakukanlah TEPAT seperti apa yang digariskan Tuhan kepada anda, dan kelak dapatkan berkat TEPAT seperti apa yang direncanakan Tuhan untuk anda sejak semula.
Firman Tuhan berkata: "Hiduplah sebagai anak-anak yang taat.." (1 Petrus 1:14). Dengarkan jelas suaraNya, pahami panggilanNya dan lakukan. Meski berat, suatu hari nanti anda akan bersyukur karena telah taat melakukan tepat seperti apa yang Tuhan perintahkan.
Big tasks are difficult but will result something big
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, October 19, 2017
Tugas Berat (2)
(sambungan)
Bicara soal aneh, pengalaman Nuh adalah salah satunya. Mari kita lihat sejenak kisah mengenai Nuh. Suatu hari Tuhan memerintahkan Nuh untuk membuat bahtera alias kapal besar. Uniknya, Tuhan sepertinya tahu bahwa kapal bukanlah sesuatu yang lazim ada bagi mereka yang tinggal di perbukitan dan jauh dari pantai sehingga Tuhan memberikan petunjuk tentang ukuran dan bahan secara sangat rinci. "Buatlah bagimu sebuah bahtera dari kayu gofir; bahtera itu harus kaubuat berpetak-petak dan harus kaututup dengan pakal dari luar dan dari dalam. Beginilah engkau harus membuat bahtera itu: tiga ratus hasta panjangnya, lima puluh hasta lebarnya dan tiga puluh hasta tingginya. Buatlah atap pada bahtera itu dan selesaikanlah bahtera itu sampai sehasta dari atas, dan pasanglah pintunya pada lambungnya; buatlah bahtera itu bertingkat bawah, tengah dan atas." (Kejadian 6:14-16).
Ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa sebelumnya mereka belum pernah melihat kapal apalagi yang ukurannya sebesar itu. Jika anda yang mendapat tugas membangun sesuatu yang namanya bahtera atau kapal besar di atas bukit, sementara anda belum pernah melihat atau mengetahui apa-apa tentang bahtera sebelumnya, bagaimana reaksi anda? Kenyataannya ada banyak orang yang sudah menyerah meski tingkat keanehan atau kesulitannya masih seujung kuku dibandingkan yang diberikan pada Nuh, seorang yang sudah tua.
Meski Tuhan sudah memberi rinciannya, tetap saja sangat berat dan sulit untuk melakukannya. Kalau saya saja yang tinggal merakit/merangkai lemari lumayan kesulitan, Nuh harus mulai membuat dari nol. Saya membayangkan ia harus mencari pohon-pohon yang spesifik yang tinggi dan besar agar bisa membuat kepingan-kepingan dengan ukuran besar seperti yang disuruh Tuhan. Menebang, memotong, membolongi, mmengetam. Lantas nantinya merakit. Kalau merakit lemari saja bagi orang yang 'tak berbakat' bertukang seperti saya butuh dua jam, dan seorang tukang pengalaman mungkin butuh beberapa hari untuk membuat pondok atau gubuk sederhana, bayangkan waktu dan tenaga yang dibutuhkan untuk membuat bahtera raksasa.
Mengingat bahwa bahtera itu disuruh buat oleh Tuhan karena Dia ingin menyudahi kehidupan manusia pada saat itu yang sudah terlalu rusak parah, penuh kekerasan dan kejahatan (ay 11-13), saya yakin Nuh harus menghadapi hari-hari yang sulit penuh cemooh dari manusia dengan akhlak yang sudah rusak benar tersebut. Pekerjaan yang sudah luar biasa berat harus bertambah berat dengan hinaan atau cercaan orang lain. Luar biasanya, Nuh taat melakukan tepat seperti yang dikatakan Tuhan. Ia bahkan tidak bertanya apa-apa, mencoba tawar menawar, mengalami keraguan dan sebagainya kepada Tuhan.
Kalau mengedepankan logika, kita tentu akan banyak bertanya kalaupun mau melakukan. Misalnya, bagaimana agar bahtera dari kayu yang sangat berat ini nantinya bisa mengapung dan tindak tenggelam? Jangan sampai kita sudah repot bertahun-tahun mengerjakan kapal, tapi malah langsung tenggelam nantinya saat berada di atas air. Atau, bagaimana kapal di atas bukit ini bisa menyentuh air? Siapa yang kuat mendorongnya? Pertanyaan lain yang mungkin muncul: berapa lama dead line pengerjaannya? Saya tidak sanggup melakukannya sendiri, lantas bayar upah buruh dari mana? Dan ribuan pertanyaan lainnya. Karena itu saya menganggap iman Nuh itu luar biasa, karena ia langsung melakukan tanpa ragu atau banyak tanya.
Selanjutnya, jika urusan membuat kapal sudah selesai bukan berarti masalah selesai. Karena kemudian Nuh harus mulai masuk kepada tugas berikutnya yang juga aneh dan luar biasa sulit. Selain Nuh, istri dan anak-anaknya, Nuh diperintahkan untuk membawa sepasang dari segala jenis hewan dan menyediakan makanan buat semuanya. Lengkapnya adalah seperti ini: "Dan dari segala yang hidup, dari segala makhluk, dari semuanya haruslah engkau bawa satu pasang ke dalam bahtera itu, supaya terpelihara hidupnya bersama-sama dengan engkau; jantan dan betina harus kaubawa. Dari segala jenis burung dan dari segala jenis hewan, dari segala jenis binatang melata di muka bumi, dari semuanya itu harus datang satu pasang kepadamu, supaya terpelihara hidupnya. Dan engkau, bawalah bagimu segala apa yang dapat dimakan; kumpulkanlah itu padamu untuk menjadi makanan bagimu dan bagi mereka." (ay 19-21).
Nuh harus mengumpulkan sepasang dari segala jenis hewan yang ada di bumi, memasukkan semuanya ke dalam bahtera, serta mengumpulkan makanan yang cukup untuk dia beserta keluarganya dan untuk semua hewan-hewan dalam kapal. Bisakah anda bayangkan bagaimana tingkat kesulitan dan kerepotannya? Ini sebuah pekerjaan yang rasanya mustahil untuk diakukan. Tapi lihatlah ketaatan Nuh. Jelas dikatakan dalam alkitab: "Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya." (ay 22). Nuh melakukan semuanya TEPAT seperti yang diperintahkan Allah. Tidak peduli bagaimana sulitnya, tidak peduli bagaimana beratnya, Nuh tidak bersungut-sungut atau mengeluh, tidak bertanya dan ragu. Dia melakukan tepat seperti apa yang digariskan Tuhan. Sikap yang sangat luar biasa. Tidaklah heran jika Nuh dinyatakan sebagai seorang yang "mendapat kasih karunia di mata Tuhan" (ay 8) Dan, kalau kita heran bagaimana Nuh bisa punya sikap seperti itu, bagaimana ia bisa punya iman yang sangat kuat dengan roh yang luar biasa, Alkitab jelas mencatat siapa Nuh di mata Tuhan, yaitu "seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah." (ay 9).
(bersambung)
Bicara soal aneh, pengalaman Nuh adalah salah satunya. Mari kita lihat sejenak kisah mengenai Nuh. Suatu hari Tuhan memerintahkan Nuh untuk membuat bahtera alias kapal besar. Uniknya, Tuhan sepertinya tahu bahwa kapal bukanlah sesuatu yang lazim ada bagi mereka yang tinggal di perbukitan dan jauh dari pantai sehingga Tuhan memberikan petunjuk tentang ukuran dan bahan secara sangat rinci. "Buatlah bagimu sebuah bahtera dari kayu gofir; bahtera itu harus kaubuat berpetak-petak dan harus kaututup dengan pakal dari luar dan dari dalam. Beginilah engkau harus membuat bahtera itu: tiga ratus hasta panjangnya, lima puluh hasta lebarnya dan tiga puluh hasta tingginya. Buatlah atap pada bahtera itu dan selesaikanlah bahtera itu sampai sehasta dari atas, dan pasanglah pintunya pada lambungnya; buatlah bahtera itu bertingkat bawah, tengah dan atas." (Kejadian 6:14-16).
Ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa sebelumnya mereka belum pernah melihat kapal apalagi yang ukurannya sebesar itu. Jika anda yang mendapat tugas membangun sesuatu yang namanya bahtera atau kapal besar di atas bukit, sementara anda belum pernah melihat atau mengetahui apa-apa tentang bahtera sebelumnya, bagaimana reaksi anda? Kenyataannya ada banyak orang yang sudah menyerah meski tingkat keanehan atau kesulitannya masih seujung kuku dibandingkan yang diberikan pada Nuh, seorang yang sudah tua.
Meski Tuhan sudah memberi rinciannya, tetap saja sangat berat dan sulit untuk melakukannya. Kalau saya saja yang tinggal merakit/merangkai lemari lumayan kesulitan, Nuh harus mulai membuat dari nol. Saya membayangkan ia harus mencari pohon-pohon yang spesifik yang tinggi dan besar agar bisa membuat kepingan-kepingan dengan ukuran besar seperti yang disuruh Tuhan. Menebang, memotong, membolongi, mmengetam. Lantas nantinya merakit. Kalau merakit lemari saja bagi orang yang 'tak berbakat' bertukang seperti saya butuh dua jam, dan seorang tukang pengalaman mungkin butuh beberapa hari untuk membuat pondok atau gubuk sederhana, bayangkan waktu dan tenaga yang dibutuhkan untuk membuat bahtera raksasa.
Mengingat bahwa bahtera itu disuruh buat oleh Tuhan karena Dia ingin menyudahi kehidupan manusia pada saat itu yang sudah terlalu rusak parah, penuh kekerasan dan kejahatan (ay 11-13), saya yakin Nuh harus menghadapi hari-hari yang sulit penuh cemooh dari manusia dengan akhlak yang sudah rusak benar tersebut. Pekerjaan yang sudah luar biasa berat harus bertambah berat dengan hinaan atau cercaan orang lain. Luar biasanya, Nuh taat melakukan tepat seperti yang dikatakan Tuhan. Ia bahkan tidak bertanya apa-apa, mencoba tawar menawar, mengalami keraguan dan sebagainya kepada Tuhan.
Kalau mengedepankan logika, kita tentu akan banyak bertanya kalaupun mau melakukan. Misalnya, bagaimana agar bahtera dari kayu yang sangat berat ini nantinya bisa mengapung dan tindak tenggelam? Jangan sampai kita sudah repot bertahun-tahun mengerjakan kapal, tapi malah langsung tenggelam nantinya saat berada di atas air. Atau, bagaimana kapal di atas bukit ini bisa menyentuh air? Siapa yang kuat mendorongnya? Pertanyaan lain yang mungkin muncul: berapa lama dead line pengerjaannya? Saya tidak sanggup melakukannya sendiri, lantas bayar upah buruh dari mana? Dan ribuan pertanyaan lainnya. Karena itu saya menganggap iman Nuh itu luar biasa, karena ia langsung melakukan tanpa ragu atau banyak tanya.
Selanjutnya, jika urusan membuat kapal sudah selesai bukan berarti masalah selesai. Karena kemudian Nuh harus mulai masuk kepada tugas berikutnya yang juga aneh dan luar biasa sulit. Selain Nuh, istri dan anak-anaknya, Nuh diperintahkan untuk membawa sepasang dari segala jenis hewan dan menyediakan makanan buat semuanya. Lengkapnya adalah seperti ini: "Dan dari segala yang hidup, dari segala makhluk, dari semuanya haruslah engkau bawa satu pasang ke dalam bahtera itu, supaya terpelihara hidupnya bersama-sama dengan engkau; jantan dan betina harus kaubawa. Dari segala jenis burung dan dari segala jenis hewan, dari segala jenis binatang melata di muka bumi, dari semuanya itu harus datang satu pasang kepadamu, supaya terpelihara hidupnya. Dan engkau, bawalah bagimu segala apa yang dapat dimakan; kumpulkanlah itu padamu untuk menjadi makanan bagimu dan bagi mereka." (ay 19-21).
Nuh harus mengumpulkan sepasang dari segala jenis hewan yang ada di bumi, memasukkan semuanya ke dalam bahtera, serta mengumpulkan makanan yang cukup untuk dia beserta keluarganya dan untuk semua hewan-hewan dalam kapal. Bisakah anda bayangkan bagaimana tingkat kesulitan dan kerepotannya? Ini sebuah pekerjaan yang rasanya mustahil untuk diakukan. Tapi lihatlah ketaatan Nuh. Jelas dikatakan dalam alkitab: "Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya." (ay 22). Nuh melakukan semuanya TEPAT seperti yang diperintahkan Allah. Tidak peduli bagaimana sulitnya, tidak peduli bagaimana beratnya, Nuh tidak bersungut-sungut atau mengeluh, tidak bertanya dan ragu. Dia melakukan tepat seperti apa yang digariskan Tuhan. Sikap yang sangat luar biasa. Tidaklah heran jika Nuh dinyatakan sebagai seorang yang "mendapat kasih karunia di mata Tuhan" (ay 8) Dan, kalau kita heran bagaimana Nuh bisa punya sikap seperti itu, bagaimana ia bisa punya iman yang sangat kuat dengan roh yang luar biasa, Alkitab jelas mencatat siapa Nuh di mata Tuhan, yaitu "seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah." (ay 9).
(bersambung)
Wednesday, October 18, 2017
Tugas Berat (1)
Ayat bacaan: Kejadian 6:22
=======================
"Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya."
Suatu kali saya membeli lemari karena butuh untuk membuat barang-barang di rumah bisa tersusun lebih rapi. Agar lebih cepat, saya memutuskan untuk membeli yang baru, yang masih dalam kardus untuk nantinya saya rakit sendiri. Harusnya tidak akan sulit, karena selain potongan-potongannya sudah dibuat pas dan lengkap, kertas petunjuk pemasangan pun sudah ada, berikut pemutar sekrup yang ukurannya pun pas dengan sekrup. Saat saya mulai memasang, ternyata pengerjaannya tidaklah segampang yang saya kira. Ada begitu banyak perintilan dan kepingan yang bentuknya mirip. Beberapa kali saya harus membongkar ulang karena salah sambung atau terbalik. Belum lagi kalau ada yang kurang pas, sekrup masuknya miring sehingga tidak rapat, lumayan bikin bingung, menyita waktu dan tenaga. Setelah lebih dua jam akhirnya lemari pun selesai. Saya bisa saja berhenti merakit, tapi kalau berhenti saya tidak akan bisa memakai lemari sesuai fungsinya. Pembelian pun akan menjadi sia-sia. Dengan kata lain, kalau saya mau rumah lebih rapi, lemari itu harus saya usahakan selesai dirakit agar bisa berfungsi.
Dalam hidup, suka tidak suka kita sekali waktu atau mungkin seringkali berhadapan dengan kondisi sulit yang bisa sangat merepotkan. Apakah dalam pekerjaan, hubungan sosial dan lain-lain, kita harus mengusahakan dengan susah payah agar apa yang kita kerjakan atau inginkan bisa berjalan dengan baik sesuai harapan. Apalagi kalau bicara soal panggilan. Seringkali panggilan itu pada awalnya membingungkan kita. Kita tahu apa yang jadi panggilan kita, rasanya kuat sekali dalam hati kita, tapi kita tidak tahu harus mulai dari mana. Setelah mulai, meski kita tahu langkah-langkah yang harus kita ambil, bisa muncul banyak kesulitan di dalam prosesnya. Ada orang yang akhirnya memilih untuk berhenti, putar haluan atau menyerah. Ada yang terus melakukan dengan gigih. Tidak jarang pula banyak orang yang merasa kecewa pada Tuhan karena prosesnya terasa berat. Kenapa Tuhan tidak langsung berikan saja biar tidak perlu repot-repot? Kenapa Tuhan tidak bantu supaya bisa lebih cepat dan mudah?
Apa Tuhan terbatas kuasanya untuk memberikan sesuatu yang instan? Tentu saja tidak. Dia lebih dari sanggup memberi segala sesuatu dengan instan. Tapi Tuhan sering menunjukkan bahwa Dia tidaklah suka dengan sesuatu yang instan. Mengapa? Sebab biasanya sesuatu yang instan itu biasanya tidak mendidik. Tuhan tidak mau membuat kita menjadi orang-orang manja yang cuma mau enak atau gampangnya dan tidak mau berusaha. Tuhan bisa kasih langsung ikan goreng di meja kalau Dia mau, tapi Tuhan seringkali menyediakan kita kayu dan tali untuk membuat pancing, cacing di tanah dan laut berisi ikan. Kita kemudian butuh proses memancing dan memasak/menggoreng agar bisa mendapatkan ikan goreng di atas meja makan.
Sesuatu yang datang dari hasil usaha keras biasanya akan kita hargai lebih daripada sesuatu yang kita peroleh instan alias terlalu gampang. Jadi, kalau kita mau ikan, ya harus rela repot dulu. Kalaupun tidak mau memancing, minimal kita harus beli dulu ke pasar atau supermarket, dan uangnya harus kita cari dulu lewat bekerja. Kalau mau lemari yang dibeli bisa berfungsi, kita harus mau repot dulu merakitnya dengan baik dan benar. Kalau mau ikan goreng, kita pun harus mau mengusahakannya. Jika manusia selalu berorientasi pada hasil akhir, Tuhan lebih memandang penting proses. Saat kita menjalani sebuah proses kita akan belajar sangat banyak di tiap langkahnya. Itu akan membekali kita tentang banyak hal, mulai dari ilmu, keahlian, kesabaran, kekuatan mental sampai iman, semua itu bukanlah sesuatu yang datangnya instan melainkan harus melalui proses panjang dan kontinu. Akan butuh banyak pengorbanan dalam berbagai hal, tapi kelak kita akan bersyukur bahwa kita memilih untuk tetap melakukan saat melihat hasilnya. Disamping hasilnya akan bisa kita rasakan, kita pun sudah bertumbuh lebih banyak dalam berbagai hal.
Kalau begitu, alangkah sayangnya saat orang menyerah di tengah jalan karena merasa terlalu berat atau tidak mau repot/bersusah-payah. Kalau cuma diri sendiri yang rugi masih mending, bagaimana kalau yang kita berhenti kerjakan merupakan panggilan dengan rencana besar Tuhan di dalamnya? Bagaimana kalau kita gagal menyikapi panggilan, gagal menggenapi rencana Tuhan, gagal menjalankan tugas dari Tuhan? Kita sudah diberitahuNya untuk melakukan sesuatu, kita sudah diberikanNya petunjuk, tapi tetap saja kita tidak berhasil menyelesaikan karena tidak mau susah, baik gara-gara malas, kurang kuat mental alias punya semangat juang lemah atau mudah tergoda akan hal-hal lain yang tampaknya menjanjikan sesuatu yang lebih instan. Yang jadi masalah, seringkali blueprint atau kertas petunjuk dari Tuhan sepintas terlihat aneh atau tidak masuk akal. Seringkali dibutuhkan iman yang percaya sepenuhnya pada rencana Tuhan di awal agar kita mau mulai mengambil langkah walaupun belum tahu betul Tuhan mau bawa kita kemana.
Ada banyak tokoh besar dalam Alkitab yang punya iman kuat sehingga mereka bisa memutuskan untuk keluar dari zona nyaman, melangkah mengikuti apa kata Tuhan meski mereka belum benar-benar mengerti akhir dari rencana Tuhan dalam mengutus atau menugaskan mereka. Ada yang dapat tugas begitu aneh, sehingga kalau mereka taat melakukannya kita tahu itu karena iman mereka yang hadir dari kedekatan mereka dengan Tuhan. Tuhan memberi panggilan, memberi rencana atau tugas, itu satu hal. Tapi semua itu tidak akan jadi apa-apa kalau kita tidak melakukan bagian kita, yaitu taat dan melakukan tepat seperti apa yang Tuhan inginkan.
(bersambung)
=======================
"Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya."
Suatu kali saya membeli lemari karena butuh untuk membuat barang-barang di rumah bisa tersusun lebih rapi. Agar lebih cepat, saya memutuskan untuk membeli yang baru, yang masih dalam kardus untuk nantinya saya rakit sendiri. Harusnya tidak akan sulit, karena selain potongan-potongannya sudah dibuat pas dan lengkap, kertas petunjuk pemasangan pun sudah ada, berikut pemutar sekrup yang ukurannya pun pas dengan sekrup. Saat saya mulai memasang, ternyata pengerjaannya tidaklah segampang yang saya kira. Ada begitu banyak perintilan dan kepingan yang bentuknya mirip. Beberapa kali saya harus membongkar ulang karena salah sambung atau terbalik. Belum lagi kalau ada yang kurang pas, sekrup masuknya miring sehingga tidak rapat, lumayan bikin bingung, menyita waktu dan tenaga. Setelah lebih dua jam akhirnya lemari pun selesai. Saya bisa saja berhenti merakit, tapi kalau berhenti saya tidak akan bisa memakai lemari sesuai fungsinya. Pembelian pun akan menjadi sia-sia. Dengan kata lain, kalau saya mau rumah lebih rapi, lemari itu harus saya usahakan selesai dirakit agar bisa berfungsi.
Dalam hidup, suka tidak suka kita sekali waktu atau mungkin seringkali berhadapan dengan kondisi sulit yang bisa sangat merepotkan. Apakah dalam pekerjaan, hubungan sosial dan lain-lain, kita harus mengusahakan dengan susah payah agar apa yang kita kerjakan atau inginkan bisa berjalan dengan baik sesuai harapan. Apalagi kalau bicara soal panggilan. Seringkali panggilan itu pada awalnya membingungkan kita. Kita tahu apa yang jadi panggilan kita, rasanya kuat sekali dalam hati kita, tapi kita tidak tahu harus mulai dari mana. Setelah mulai, meski kita tahu langkah-langkah yang harus kita ambil, bisa muncul banyak kesulitan di dalam prosesnya. Ada orang yang akhirnya memilih untuk berhenti, putar haluan atau menyerah. Ada yang terus melakukan dengan gigih. Tidak jarang pula banyak orang yang merasa kecewa pada Tuhan karena prosesnya terasa berat. Kenapa Tuhan tidak langsung berikan saja biar tidak perlu repot-repot? Kenapa Tuhan tidak bantu supaya bisa lebih cepat dan mudah?
Apa Tuhan terbatas kuasanya untuk memberikan sesuatu yang instan? Tentu saja tidak. Dia lebih dari sanggup memberi segala sesuatu dengan instan. Tapi Tuhan sering menunjukkan bahwa Dia tidaklah suka dengan sesuatu yang instan. Mengapa? Sebab biasanya sesuatu yang instan itu biasanya tidak mendidik. Tuhan tidak mau membuat kita menjadi orang-orang manja yang cuma mau enak atau gampangnya dan tidak mau berusaha. Tuhan bisa kasih langsung ikan goreng di meja kalau Dia mau, tapi Tuhan seringkali menyediakan kita kayu dan tali untuk membuat pancing, cacing di tanah dan laut berisi ikan. Kita kemudian butuh proses memancing dan memasak/menggoreng agar bisa mendapatkan ikan goreng di atas meja makan.
Sesuatu yang datang dari hasil usaha keras biasanya akan kita hargai lebih daripada sesuatu yang kita peroleh instan alias terlalu gampang. Jadi, kalau kita mau ikan, ya harus rela repot dulu. Kalaupun tidak mau memancing, minimal kita harus beli dulu ke pasar atau supermarket, dan uangnya harus kita cari dulu lewat bekerja. Kalau mau lemari yang dibeli bisa berfungsi, kita harus mau repot dulu merakitnya dengan baik dan benar. Kalau mau ikan goreng, kita pun harus mau mengusahakannya. Jika manusia selalu berorientasi pada hasil akhir, Tuhan lebih memandang penting proses. Saat kita menjalani sebuah proses kita akan belajar sangat banyak di tiap langkahnya. Itu akan membekali kita tentang banyak hal, mulai dari ilmu, keahlian, kesabaran, kekuatan mental sampai iman, semua itu bukanlah sesuatu yang datangnya instan melainkan harus melalui proses panjang dan kontinu. Akan butuh banyak pengorbanan dalam berbagai hal, tapi kelak kita akan bersyukur bahwa kita memilih untuk tetap melakukan saat melihat hasilnya. Disamping hasilnya akan bisa kita rasakan, kita pun sudah bertumbuh lebih banyak dalam berbagai hal.
Kalau begitu, alangkah sayangnya saat orang menyerah di tengah jalan karena merasa terlalu berat atau tidak mau repot/bersusah-payah. Kalau cuma diri sendiri yang rugi masih mending, bagaimana kalau yang kita berhenti kerjakan merupakan panggilan dengan rencana besar Tuhan di dalamnya? Bagaimana kalau kita gagal menyikapi panggilan, gagal menggenapi rencana Tuhan, gagal menjalankan tugas dari Tuhan? Kita sudah diberitahuNya untuk melakukan sesuatu, kita sudah diberikanNya petunjuk, tapi tetap saja kita tidak berhasil menyelesaikan karena tidak mau susah, baik gara-gara malas, kurang kuat mental alias punya semangat juang lemah atau mudah tergoda akan hal-hal lain yang tampaknya menjanjikan sesuatu yang lebih instan. Yang jadi masalah, seringkali blueprint atau kertas petunjuk dari Tuhan sepintas terlihat aneh atau tidak masuk akal. Seringkali dibutuhkan iman yang percaya sepenuhnya pada rencana Tuhan di awal agar kita mau mulai mengambil langkah walaupun belum tahu betul Tuhan mau bawa kita kemana.
Ada banyak tokoh besar dalam Alkitab yang punya iman kuat sehingga mereka bisa memutuskan untuk keluar dari zona nyaman, melangkah mengikuti apa kata Tuhan meski mereka belum benar-benar mengerti akhir dari rencana Tuhan dalam mengutus atau menugaskan mereka. Ada yang dapat tugas begitu aneh, sehingga kalau mereka taat melakukannya kita tahu itu karena iman mereka yang hadir dari kedekatan mereka dengan Tuhan. Tuhan memberi panggilan, memberi rencana atau tugas, itu satu hal. Tapi semua itu tidak akan jadi apa-apa kalau kita tidak melakukan bagian kita, yaitu taat dan melakukan tepat seperti apa yang Tuhan inginkan.
(bersambung)
Tuesday, October 17, 2017
Membangun Kekuatan Roh Lewat Doa (4)
(sambungan)
Jika keselamatan kekal saja Tuhan mau berikan kepada kita, dan untuk itu Tuhan rela mengorbankan Yesus, masa untuk urusan di dunia Tuhan tidak mau atau bisa? Hubungan yang karib dengan Tuhan lewat doa akan membuat kita semua bisa menerima sebentuk hidup yang tenang, damai, tentram, sejahtera, sentosa yang tidak lagi tergantung dari situasi atau kondisi yang kita alami.
4. Doa melahirkan kasih
Jika anda ada di posisi seperti Daniel, bagaimana reaksi anda terhadap orang yang siap mengeksekusi anda atas tuduhan yang tidak pada tempatnya? Kita bisa merasa sangat marah bahkan dendam. Tapi Daniel ternyata bisa tetap bisa mengasihi. Ketika Daniel sudah tiba di depan mulut gua, meski sedih hati tapi raja sudah bersiap melaksanakan eksekusi sesuai surat perintah yang ia keluarkan atas hasutan orang-orang yang iri terhadap Daniel. Raja bertanya kepada Daniel: "Daniel, hamba Allah yang hidup, Allahmu yang kausembah dengan tekun, telah sanggupkah Ia melepaskan engkau dari singa-singa itu?" (ay 21). Apa jawab Daniel? "Lalu kata Daniel kepada raja: "Ya raja, kekallah hidupmu! Allahku telah mengutus malaikat-Nya untuk mengatupkan mulut singa-singa itu, sehingga mereka tidak mengapa-apakan aku, karena ternyata aku tak bersalah di hadapan-Nya; tetapi juga terhadap tuanku, ya raja, aku tidak melakukan kejahatan." (ay 22-23) Daniel tetap memberkati raja meski sedang dalam situasi yang sebenarnya sangat buruk sebagai hasil dari keputusan rajanya.
Jika kita melihat keteladanan dari Yesus, kitapun akan menemukan hal yang sama. Yesus sama sekali tidak berubah sikapnya setelah menerima siksaan sangat kejam dan tengah berada di atas kayu salib. "Yesus berkata: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34). Kita bisa melihat bagaimana cara hidup kita seharusnya yang dipenuhi doa lewat keteladanan dari sikap Yesus sendiri. Berulang kali kita bisa membaca bahwa Yesus berdoa secara teratur. Beberapa ayat yang menyebutkan hal ini, diantaranya: "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35), "Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ." (Matius 14:23), di taman Getsemani sesaat menjelang penangkapan dirinya (Matius 26:36-46) dan lain-lain. Yesus juga mengajarkan bagaimana berdoa yang baik dan benar lewat doa yang dikenal sebagai doa Bapa Kami, yang intinya mengucap syukur dan menyelaraskan diri kita untuk sepakat dengan kehendak Tuhan, di bumi seperti halnya di surga.
Tidak ada masalah yang bisa menghancurkan kita kalau kita tetap melekat dengan Tuhan. Lewat Daniel kita bisa belajar bahwa membangun hubungan dengan doa bisa mendatangkan hikmat dan pengurapan Tuhan, nasihat dan/atau teguran, iman dan ketenangan, serta kasih.
Melihat banyaknya pergumulan yang harus kita hadapi sehari-hari, jelas kita memerlukan roh yang kuat seperti Daniel. Roh seperti ini hanya bisa hadir lewat keseriusan kita untuk membangun hubungan yang kuat dengan Tuhan, dan itu adalah lewat kebiasaan dan kedisiplinan kita dalam berdoa. Daniel dikatakan biasa berdoa secara rutin tiga kali sehari. Artinya ada atau tidak masalah dalam hidupnya, sibuk atau tidak sibuk, ia tetap berdoa sama seriusnya. Itulah yang dikatakan dengan sebuah kegiatan rutin.
Jangan sampai kita keliru menyikapi doa. Doa bukanlah berbicara mengenai tata cara, hafalan, prosesi atau seremonial, doa bukanlah soal tradisi, rutinitas atau kewajiban semata tetapi berbicara mengenai pembangunan hubungan dengan Tuhan secara pribadi. Sebuah doa yang disertai pertobatan sungguh-sungguh akan membawa pengampunan dosa dan pemulihan atas kita dan keluarga, bahkan bisa membawa dampak luar biasa bagi lingkungan dimana kita ditempatkan bahkan atas bangsa, negara dan selanjutnya hingga ke ujung bumi.
Mari bangun sebuah kehidupan doa dalam keluarga anda, jadikan itu sebagai media membangun hubungan yang kuat dengan Tuhan. Dari sana anda akan memiliki roh yang kuat, yang tidak akan bisa digoncangkan oleh apapun, dan disanalah anda akan menjalani sebentuk kehidupan yang berbeda dari pola kehidupan dunia. Have you prayed today?
Miliki doa yang berdampak agar kita tidak melewatkan besarnya kuasa yang hadir lewat doa
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Jika keselamatan kekal saja Tuhan mau berikan kepada kita, dan untuk itu Tuhan rela mengorbankan Yesus, masa untuk urusan di dunia Tuhan tidak mau atau bisa? Hubungan yang karib dengan Tuhan lewat doa akan membuat kita semua bisa menerima sebentuk hidup yang tenang, damai, tentram, sejahtera, sentosa yang tidak lagi tergantung dari situasi atau kondisi yang kita alami.
4. Doa melahirkan kasih
Jika anda ada di posisi seperti Daniel, bagaimana reaksi anda terhadap orang yang siap mengeksekusi anda atas tuduhan yang tidak pada tempatnya? Kita bisa merasa sangat marah bahkan dendam. Tapi Daniel ternyata bisa tetap bisa mengasihi. Ketika Daniel sudah tiba di depan mulut gua, meski sedih hati tapi raja sudah bersiap melaksanakan eksekusi sesuai surat perintah yang ia keluarkan atas hasutan orang-orang yang iri terhadap Daniel. Raja bertanya kepada Daniel: "Daniel, hamba Allah yang hidup, Allahmu yang kausembah dengan tekun, telah sanggupkah Ia melepaskan engkau dari singa-singa itu?" (ay 21). Apa jawab Daniel? "Lalu kata Daniel kepada raja: "Ya raja, kekallah hidupmu! Allahku telah mengutus malaikat-Nya untuk mengatupkan mulut singa-singa itu, sehingga mereka tidak mengapa-apakan aku, karena ternyata aku tak bersalah di hadapan-Nya; tetapi juga terhadap tuanku, ya raja, aku tidak melakukan kejahatan." (ay 22-23) Daniel tetap memberkati raja meski sedang dalam situasi yang sebenarnya sangat buruk sebagai hasil dari keputusan rajanya.
Jika kita melihat keteladanan dari Yesus, kitapun akan menemukan hal yang sama. Yesus sama sekali tidak berubah sikapnya setelah menerima siksaan sangat kejam dan tengah berada di atas kayu salib. "Yesus berkata: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34). Kita bisa melihat bagaimana cara hidup kita seharusnya yang dipenuhi doa lewat keteladanan dari sikap Yesus sendiri. Berulang kali kita bisa membaca bahwa Yesus berdoa secara teratur. Beberapa ayat yang menyebutkan hal ini, diantaranya: "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35), "Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ." (Matius 14:23), di taman Getsemani sesaat menjelang penangkapan dirinya (Matius 26:36-46) dan lain-lain. Yesus juga mengajarkan bagaimana berdoa yang baik dan benar lewat doa yang dikenal sebagai doa Bapa Kami, yang intinya mengucap syukur dan menyelaraskan diri kita untuk sepakat dengan kehendak Tuhan, di bumi seperti halnya di surga.
Tidak ada masalah yang bisa menghancurkan kita kalau kita tetap melekat dengan Tuhan. Lewat Daniel kita bisa belajar bahwa membangun hubungan dengan doa bisa mendatangkan hikmat dan pengurapan Tuhan, nasihat dan/atau teguran, iman dan ketenangan, serta kasih.
Melihat banyaknya pergumulan yang harus kita hadapi sehari-hari, jelas kita memerlukan roh yang kuat seperti Daniel. Roh seperti ini hanya bisa hadir lewat keseriusan kita untuk membangun hubungan yang kuat dengan Tuhan, dan itu adalah lewat kebiasaan dan kedisiplinan kita dalam berdoa. Daniel dikatakan biasa berdoa secara rutin tiga kali sehari. Artinya ada atau tidak masalah dalam hidupnya, sibuk atau tidak sibuk, ia tetap berdoa sama seriusnya. Itulah yang dikatakan dengan sebuah kegiatan rutin.
Jangan sampai kita keliru menyikapi doa. Doa bukanlah berbicara mengenai tata cara, hafalan, prosesi atau seremonial, doa bukanlah soal tradisi, rutinitas atau kewajiban semata tetapi berbicara mengenai pembangunan hubungan dengan Tuhan secara pribadi. Sebuah doa yang disertai pertobatan sungguh-sungguh akan membawa pengampunan dosa dan pemulihan atas kita dan keluarga, bahkan bisa membawa dampak luar biasa bagi lingkungan dimana kita ditempatkan bahkan atas bangsa, negara dan selanjutnya hingga ke ujung bumi.
Mari bangun sebuah kehidupan doa dalam keluarga anda, jadikan itu sebagai media membangun hubungan yang kuat dengan Tuhan. Dari sana anda akan memiliki roh yang kuat, yang tidak akan bisa digoncangkan oleh apapun, dan disanalah anda akan menjalani sebentuk kehidupan yang berbeda dari pola kehidupan dunia. Have you prayed today?
Miliki doa yang berdampak agar kita tidak melewatkan besarnya kuasa yang hadir lewat doa
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, October 16, 2017
Membangun Kekuatan Roh Lewat Doa (3)
(sambungan)
2. Doa mendatangkan nasihat, pesan, bahkan teguran
Tuhan bisa mengingatkan kita agar tidak terkontaminasi oleh pikiran-pikiran negatif, rasa takut, keraguan, kuatir dan menjauhkan kita dari bermacam-macam godaan jika kita membangun hubungan yang karib dengan Tuhan lewat doa.
Daniel mau dihancurkan lewat cara berdoanya. Daniel bisa luput dari hukuman apabila ia mau mengorbankan kebiasaannya menyembah Tuhan lalu menyembah raja. Dia bisa saja pura-pura melakukan itu agar selamat. Bukankah hari ini kita juga mengalami tekanan dan larangan untuk beribadah? Kalau bukan soal beribadah, ada banyak orang yang harus rela mengalami kerugian dalam bisnis, karir, kehilangan hak-haknya seperti rumah dinas dan sebagainya karena mereka mempertahankan iman Kekristenannya. Disaat seperti itu orang yang mengalami akan berada di persimpangan jalan. Apakah mengorbankan hak kesulungannya demi memperoleh kemudahan, atau tetap mempertahankan iman dengan resiko kehilangan banyak hal di dunia bahkan nyawa. Apa yang dilakukan Daniel menyikapi hal ini?
Pada waktu surat larangan untuk berdoa selain kepada raja dibuat, Daniel sama sekali tidak goyah dan terus berpegang kepada keputusan yang benar. Inilah yang ia lakukan. "Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11). Dia tidak terganggu sedikitpun. Ia mengetahui adanya surat larangan, tapi ia justru merasa itulah saatnya ia harus datang pada Tuhan, seperti yang biasa ia lakukan. Ia berlutut, memuji dan berdoa seperti biasa dengan tenang. Bahkan ketika para musuh sudah tiba tepat di hadapannya, ia tetap tenang melanjutkan doanya. "Lalu orang-orang itu bergegas-gegas masuk dan mendapati Daniel sedang berdoa dan bermohon kepada Allahnya." (ay 12).
Bagaimana mungkin ia bisa tetap tenang dan membiarkan dirinya tertangkap basah setelah tahu betapa berat ancaman hukuman yang harus ia terima? Rohnya yang kuat lewat doa teratur membuatnya bisa mendengar berbagai nasihat dari Tuhan yang memberikan ketenangan dan kekuatan. Hikmat Allah turun atasnya sehingga ia tidak perlu takut menghadapi masalah berat yang mengancam jiwanya.
Bentuk hubungan yang karib atau akrab seperti itu tentu membuatnya peka terhadap nasihat-nasihat dari Tuhan, termasuk teguran sekiranya ia berbuat sesuatu yang keliru. Jika hikmat Allah memungkinkan kita untuk bisa tahu sesuatu yang melebihi kemampuan daya pikir kita, tentu berbagai nasihat dan teguran dengan sendirinya akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari pula.
3. Doa mendatangkan iman dan ketenangan
Kemana kita lari ketika masalah menghantam kita? Daniel memutuskan untuk datang kepada Tuhan. Ia tetap tenang meski ketika musuh sudah tiba dan siap menangkapnya dan akan segera membawanya ke dalam bahaya mengerikan. Iman dari rohnya yang kuat membuat Daniel bisa tetap tenang dan khusyuk berdoa tanpa terganggu situasi sekitarnya, bahkan dalam keadaan sangat genting sekalipun.
Ibarat mobil, lihatlah bahwa doa bisa berfungsi seperti radiator, sebagai pendingin ketika pikiran dan perasaan kita sedang panas. Doa bisa membuat kita tetap tenang dan tidak kehilangan kontrol dalam menghadapi berbagai masalah pelik.
Dalam Mazmur dikatakan "Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku." (Mazmur 62:2). Lihat bahwa bukan hanya Daniel, tapi Daud pun memperoleh ketenangan dari berbagai masalah dengan mendekatkan diri kepada Tuhan. Kita tahu bagaimana Daud dikejar-kejar oleh Saul dan sempat masuk ke daerah musuh lalu ditangkap. Itu bukanlah situasi yang ringan. Tapi ia tidak takut sedikitpun. Ia tetap tenang, karena ia tahu betul darimana keselamatan itu sesungguhnya berasal. Ia tahu betul bahwa keselamatannya hanya berasal dari Tuhan dan bukan dari yang lain, sehingga ia tidak perlu takut ketika harus menghadapi banyak masalah.
(bersambung)
2. Doa mendatangkan nasihat, pesan, bahkan teguran
Tuhan bisa mengingatkan kita agar tidak terkontaminasi oleh pikiran-pikiran negatif, rasa takut, keraguan, kuatir dan menjauhkan kita dari bermacam-macam godaan jika kita membangun hubungan yang karib dengan Tuhan lewat doa.
Daniel mau dihancurkan lewat cara berdoanya. Daniel bisa luput dari hukuman apabila ia mau mengorbankan kebiasaannya menyembah Tuhan lalu menyembah raja. Dia bisa saja pura-pura melakukan itu agar selamat. Bukankah hari ini kita juga mengalami tekanan dan larangan untuk beribadah? Kalau bukan soal beribadah, ada banyak orang yang harus rela mengalami kerugian dalam bisnis, karir, kehilangan hak-haknya seperti rumah dinas dan sebagainya karena mereka mempertahankan iman Kekristenannya. Disaat seperti itu orang yang mengalami akan berada di persimpangan jalan. Apakah mengorbankan hak kesulungannya demi memperoleh kemudahan, atau tetap mempertahankan iman dengan resiko kehilangan banyak hal di dunia bahkan nyawa. Apa yang dilakukan Daniel menyikapi hal ini?
Pada waktu surat larangan untuk berdoa selain kepada raja dibuat, Daniel sama sekali tidak goyah dan terus berpegang kepada keputusan yang benar. Inilah yang ia lakukan. "Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11). Dia tidak terganggu sedikitpun. Ia mengetahui adanya surat larangan, tapi ia justru merasa itulah saatnya ia harus datang pada Tuhan, seperti yang biasa ia lakukan. Ia berlutut, memuji dan berdoa seperti biasa dengan tenang. Bahkan ketika para musuh sudah tiba tepat di hadapannya, ia tetap tenang melanjutkan doanya. "Lalu orang-orang itu bergegas-gegas masuk dan mendapati Daniel sedang berdoa dan bermohon kepada Allahnya." (ay 12).
Bagaimana mungkin ia bisa tetap tenang dan membiarkan dirinya tertangkap basah setelah tahu betapa berat ancaman hukuman yang harus ia terima? Rohnya yang kuat lewat doa teratur membuatnya bisa mendengar berbagai nasihat dari Tuhan yang memberikan ketenangan dan kekuatan. Hikmat Allah turun atasnya sehingga ia tidak perlu takut menghadapi masalah berat yang mengancam jiwanya.
Bentuk hubungan yang karib atau akrab seperti itu tentu membuatnya peka terhadap nasihat-nasihat dari Tuhan, termasuk teguran sekiranya ia berbuat sesuatu yang keliru. Jika hikmat Allah memungkinkan kita untuk bisa tahu sesuatu yang melebihi kemampuan daya pikir kita, tentu berbagai nasihat dan teguran dengan sendirinya akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari pula.
3. Doa mendatangkan iman dan ketenangan
Kemana kita lari ketika masalah menghantam kita? Daniel memutuskan untuk datang kepada Tuhan. Ia tetap tenang meski ketika musuh sudah tiba dan siap menangkapnya dan akan segera membawanya ke dalam bahaya mengerikan. Iman dari rohnya yang kuat membuat Daniel bisa tetap tenang dan khusyuk berdoa tanpa terganggu situasi sekitarnya, bahkan dalam keadaan sangat genting sekalipun.
Ibarat mobil, lihatlah bahwa doa bisa berfungsi seperti radiator, sebagai pendingin ketika pikiran dan perasaan kita sedang panas. Doa bisa membuat kita tetap tenang dan tidak kehilangan kontrol dalam menghadapi berbagai masalah pelik.
Dalam Mazmur dikatakan "Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku." (Mazmur 62:2). Lihat bahwa bukan hanya Daniel, tapi Daud pun memperoleh ketenangan dari berbagai masalah dengan mendekatkan diri kepada Tuhan. Kita tahu bagaimana Daud dikejar-kejar oleh Saul dan sempat masuk ke daerah musuh lalu ditangkap. Itu bukanlah situasi yang ringan. Tapi ia tidak takut sedikitpun. Ia tetap tenang, karena ia tahu betul darimana keselamatan itu sesungguhnya berasal. Ia tahu betul bahwa keselamatannya hanya berasal dari Tuhan dan bukan dari yang lain, sehingga ia tidak perlu takut ketika harus menghadapi banyak masalah.
(bersambung)
Sunday, October 15, 2017
Membangun Kekuatan Roh Lewat Doa (2)
(sambungan)
Dari mana kita tahu bahwa roh yang luar biasa itu merupakan hasil dari kekuatan doa? Kita bisa melihatnya dari gaya hidup Daniel yang sangat dipenuhi doa. Lihatlah ayat berikut. "Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11). Ayat bacaan kita hari ini menyatakan bahwa Daniel secara rutin berdoa tiga kali sehari. Apakah Daniel punya banyak waktu luang atau tidak banyak kerjaan sehingga ia punya waktu untuk berdoa tiga kali dalam sehari? Jabatan yang ia pegang jelas bukan main-main, bukan sesuatu yang ringan. Saya yakin ia sangat sibuk mengurusi 120 wakil raja yang tersebar di seantero negeri. Wah, itu pekerjaan berat. Jadi jelas bahwa Daniel tahu pentingnya doa sehingga ia menempatkan pada prioritas yang tidak bisa diganggu oleh kesibukan apapun.
Gaya hidupnya yang dipenuhi doa membuat rohnya kuat, sehingga Daniel pun menjadi figur penting dalam empat kali pergantian raja. Seperti biasa, saat ada orang yang berprestasi luar biasa, akan muncul orang-orang yang iri dan kemudian berusaha menghancurkan. Dan itulah yang terjadi kemudian. Karena Daniel memiliki posisi penting diatas para wakil dan pejabat lain, merekapun mulai merancang dakwaan untuk menghabisi Daniel. Mereka dikatakan tidak menemukan satupun kesalahan kecuali dalam hal ibadahnya (ay 6).
Jika banyak orang akan ketakutan bahkan bukan tidak mungkin segera mengorbankan imannya agar selamat dari ancaman, Daniel ternyata memiliki reaksi berbeda. Meski hal ibadahnya menjadi titik serang, ia memutuskan untuk tetap melakukan apa yang biasa ia lakukan, yaitu menjaga hubungan dengan Tuhan lewat doa teratur dan rutin. Daniel tidak goyah sedikitpun dan memilih untuk menghadapi bersama dengan Tuhan. Rohnya yang kuat tahu bahwa bersama Tuhan ia pasti bisa mengatasi permasalahan tidak peduli berapa besarnya. Jika dalam ayat di awal kita melihat bahwa Daniel tercatat memiliki roh yang luar biasa, ketika menghadapi masalah serius kekuatan rohnya jelas terbukti. Roh yang kuat milik Daniel tidak bisa digoyahkan oleh ancaman semengerikan apapun, seperti dilemparkan ke dalam gua berisi singa lapar. Dan kita tahu apa hasilnya. Daniel selamat dari terkaman singa di dalam gua, dan akhirnya justru para penuduhnyalah yag binasa dimangsa singa-singa tersebut.
Kita bisa belajar dari Daniel mengenai pembentukan roh yang kuat lewat doa. Apa saja pengaruh luar biasa dari doa sehubungan dengan pembentukan roh yang luar biasa ini? Mari kita lihat satu persatu.
1. Doa mendatangkan hikmat dan pengurapan Allah
Kebiasaan Daniel berlutut dan mencari Tuhan secara rutin dan teratur 3 kali sehari ternyata membawa hikmat dan pengurapan Allah turun atasnya. Hikmat disini bukanlah hikmat yang ada di dunia tetapi merupakan hikmat yang lebih tinggi yaitu hikmat Allah, sebuah hikmat yang berada diatas batas kemampuan pengetahuan kita. Mengandalkan kepintaran, tenaga, kemampuan finansial mungkin bisa mengatasi sebagian masalah. Tapi hikmat Tuhan bisa memberitahu apa yang kita tidak tahu atau mengerti. Hikmat Allah adalah sebuah hikmat yang tidak terbatas melebihi kepintaran manusia.
Dalam hidup kita akan berhadapan dengan begitu banyak hal yang memerlukan pengambilan keputusan. Sekali lagi, kita bisa mengandalkan apa yang kita tahu dan punya saat ini, tetapi akan jauh lebih baik apabila kita bisa mendapatkan hikmat Allah agar apapun yang kita putuskan tidak salah atau melenceng dari prinsip Kerajaan dan rencana Tuhan. Hikmat dan pengurapan Allah yang turun atasnya bukan hanya membuatnya tampil cemerlang dalam posisi penting tapi juga membuat rohnya kuat dalam menghadapi masalah berat yang mengancam nyawanya lewat cara keji. Sepakat dengan rencanaNya, setia menjaga iman dan menghidupi kebenaran, itulah intinya, dan itu bisa kita lakukan jika hikmat dan pengurapan Allah turun atas kita.
(bersambung)
Dari mana kita tahu bahwa roh yang luar biasa itu merupakan hasil dari kekuatan doa? Kita bisa melihatnya dari gaya hidup Daniel yang sangat dipenuhi doa. Lihatlah ayat berikut. "Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11). Ayat bacaan kita hari ini menyatakan bahwa Daniel secara rutin berdoa tiga kali sehari. Apakah Daniel punya banyak waktu luang atau tidak banyak kerjaan sehingga ia punya waktu untuk berdoa tiga kali dalam sehari? Jabatan yang ia pegang jelas bukan main-main, bukan sesuatu yang ringan. Saya yakin ia sangat sibuk mengurusi 120 wakil raja yang tersebar di seantero negeri. Wah, itu pekerjaan berat. Jadi jelas bahwa Daniel tahu pentingnya doa sehingga ia menempatkan pada prioritas yang tidak bisa diganggu oleh kesibukan apapun.
Gaya hidupnya yang dipenuhi doa membuat rohnya kuat, sehingga Daniel pun menjadi figur penting dalam empat kali pergantian raja. Seperti biasa, saat ada orang yang berprestasi luar biasa, akan muncul orang-orang yang iri dan kemudian berusaha menghancurkan. Dan itulah yang terjadi kemudian. Karena Daniel memiliki posisi penting diatas para wakil dan pejabat lain, merekapun mulai merancang dakwaan untuk menghabisi Daniel. Mereka dikatakan tidak menemukan satupun kesalahan kecuali dalam hal ibadahnya (ay 6).
Jika banyak orang akan ketakutan bahkan bukan tidak mungkin segera mengorbankan imannya agar selamat dari ancaman, Daniel ternyata memiliki reaksi berbeda. Meski hal ibadahnya menjadi titik serang, ia memutuskan untuk tetap melakukan apa yang biasa ia lakukan, yaitu menjaga hubungan dengan Tuhan lewat doa teratur dan rutin. Daniel tidak goyah sedikitpun dan memilih untuk menghadapi bersama dengan Tuhan. Rohnya yang kuat tahu bahwa bersama Tuhan ia pasti bisa mengatasi permasalahan tidak peduli berapa besarnya. Jika dalam ayat di awal kita melihat bahwa Daniel tercatat memiliki roh yang luar biasa, ketika menghadapi masalah serius kekuatan rohnya jelas terbukti. Roh yang kuat milik Daniel tidak bisa digoyahkan oleh ancaman semengerikan apapun, seperti dilemparkan ke dalam gua berisi singa lapar. Dan kita tahu apa hasilnya. Daniel selamat dari terkaman singa di dalam gua, dan akhirnya justru para penuduhnyalah yag binasa dimangsa singa-singa tersebut.
Kita bisa belajar dari Daniel mengenai pembentukan roh yang kuat lewat doa. Apa saja pengaruh luar biasa dari doa sehubungan dengan pembentukan roh yang luar biasa ini? Mari kita lihat satu persatu.
1. Doa mendatangkan hikmat dan pengurapan Allah
Kebiasaan Daniel berlutut dan mencari Tuhan secara rutin dan teratur 3 kali sehari ternyata membawa hikmat dan pengurapan Allah turun atasnya. Hikmat disini bukanlah hikmat yang ada di dunia tetapi merupakan hikmat yang lebih tinggi yaitu hikmat Allah, sebuah hikmat yang berada diatas batas kemampuan pengetahuan kita. Mengandalkan kepintaran, tenaga, kemampuan finansial mungkin bisa mengatasi sebagian masalah. Tapi hikmat Tuhan bisa memberitahu apa yang kita tidak tahu atau mengerti. Hikmat Allah adalah sebuah hikmat yang tidak terbatas melebihi kepintaran manusia.
Dalam hidup kita akan berhadapan dengan begitu banyak hal yang memerlukan pengambilan keputusan. Sekali lagi, kita bisa mengandalkan apa yang kita tahu dan punya saat ini, tetapi akan jauh lebih baik apabila kita bisa mendapatkan hikmat Allah agar apapun yang kita putuskan tidak salah atau melenceng dari prinsip Kerajaan dan rencana Tuhan. Hikmat dan pengurapan Allah yang turun atasnya bukan hanya membuatnya tampil cemerlang dalam posisi penting tapi juga membuat rohnya kuat dalam menghadapi masalah berat yang mengancam nyawanya lewat cara keji. Sepakat dengan rencanaNya, setia menjaga iman dan menghidupi kebenaran, itulah intinya, dan itu bisa kita lakukan jika hikmat dan pengurapan Allah turun atas kita.
(bersambung)
Saturday, October 14, 2017
Membangun Kekuatan Roh Lewat Doa (1)
Ayat bacaan: Daniel 6:11
====================
"Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya."
Saya bukanlah orang yang terlahir Kristen. Masa bertumbuh saya jauh dari yang namanya berdoa. Karenanya, setelah saya lahir baru, saya cukup kesulitan untuk mendisplinkan diri mengambil waktu berdoa. Saya tidak tahu harus bilang apa, harus bagaimana, tata caranya seperti apa. Kemudian saya tahu bahwa doa merupakan sarana untuk berhubungan dengan Tuhan, mendengar suaraNya, pesan, teguran dan sebagainya, lalu menjadi waktu untuk bercerita apa saja, bertanya dan sebagainya, layaknya seorang anak dengan ayahnya. Sejak saat itu saya tidak lagi sulit melakukannya. Kalau kita cinta pada seseorang, bukankah kita ingin terus bertemu dan berada bersamanya? Itu tidak perlu dipaksa atau didisplinkan, melainkan lahir dari rasa cinta dan merupakan sebuah kebutuhan. Semakin banyak saya tahu fungsi dan kekuatan atau bahkan kuasa di balik doa, semakin besar pula kerinduan untuk menikmati saat-saat teduh dan damai ketika berada di hadiratNya.
Karena itulah saya susah menjawab kalau ada yang tanya berapa lama sebenarnya waktu yang harus dihabiskan untuk berdoa. Kalau memang lahir dari rasa cinta, tentu kita tidak hitung-hitungan soal waktu, juga tidak menjadikannya sebagai alternatif atau diletakkan pada prioritas ke sekian di bagian bawah. Masalahnya, banyak orang yang menganggap doa itu hanya buang-buang waktu alias tidak penting. Jadi penting nanti kalau terbentur masalah atau lagi punya daftar permintaan. Ketika terlalu sibuk, doa pun dikorbankan. "Ah, nanti sajalah.. yang penting kerjaan dulu selesaikan." Itu jadi bentuk pemikiran banyak orang termasuk orang yang katanya percaya. Atau, "Sekali seminggu di gereja kan cukup? Sudah untung saya rela bangun pagi untuk pergi ke gereja." Ada banyak orang yang lebih sibuk urusan tata cara atau urutan ketimbang mementingkan keseriusan dalam membangun hubungan yang erat, dua arah dengan Tuhan. Di sisi lain, ada yang menganggap doa itu sebagai sebuah rutinitas semata, yang artinya bukan karena kerinduan dan faktor membangun hubungan. Ada yang sibuk merangkai kata indah atau bahkan menyampaikan hafalan.
Sayang sekali kalau doa hanya mentok sebagai rutinitas, seremonial, agar tidak berdosa, agar masuk surga atau dianggap tidak lebih penting dari kegiatan-kegiatan lainnya. For me praying is a privilege. Tuhan Yesus lewat kematian dan kebangkitanNya sudah memulihkan hubungan yang rusak akibat dosa dengan Tuhan, sehingga kita tidak lagi butuh perantara untuk bisa masuk ke tahtaNya yang kudus dan berhubungan langsung dengan Tuhan. Seringkali saya hanya mengucap syukur, mendengar suaraNya yang menguatkan lalu diam menikmati sebuah rasa damai yang tidak saya dapatkan diluar waktu doa.
Berdoa punya pengaruh amat besar bagi hidup kita saat ini. Doa punya kekuatan yang sangat luar biasa dalam banyak hal. Ambil satu contoh saja kekuatan doa lewat ayat berikut: "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14). Hanya dari ayat ini saja, doa bisa membuat dosa kita diampuni, kondisi keluarga kita dipulihkan, lingkungan dimana kita berada, bahkan negeri pun bisa dipulihkan. Itulah sebabnya baik tidaknya negara akan sangat tergantung dari seberapa banyak orang percaya yang berdoa untuk bangsa dan negaranya, yang jadi benang merah renungan kali ini dengan yang sebelumnya. Banyak orang yang lebih mementingkan jumlah dan lamanya doa ketimbang isinya. Atau kemasan kata-kata dipercaya menentukan didengar tidaknya sebuah doa. Singkatnya, banyak orang berdoa, tapi sedikit yang tahu makna, tujuan, kegunaan dan kekuatan di balik sebuah doa.
Sadarkah anda bahwa doa bisa membuat anda memiliki roh yang kuat? Akan hal ini, mari kita belajar mengenai pengaruh doa dalam memiliki roh yang kuat lewat kisah Daniel. Daniel adalah satu dari tiga pejabat tinggi di bawah raja melebihi 120 wakil raja seperti yang dicatat dalam Daniel 6:2-4. "Lalu berkenanlah Darius mengangkat seratus dua puluh wakil-wakil raja atas kerajaannya; mereka akan ditempatkan di seluruh kerajaan; membawahi mereka diangkat pula tiga pejabat tinggi, dan Daniel adalah salah satu dari ketiga orang itu; kepada merekalah para wakil-wakil raja harus memberi pertanggungan jawab, supaya raja jangan dirugikan. Maka Daniel ini melebihi para pejabat tinggi dan para wakil raja itu, karena ia mempunyai roh yang luar biasa; dan raja bermaksud untuk menempatkannya atas seluruh kerajaannya." Hebatnya, Daniel tetap memegang jabatan itu dalam 4 kali pergantian raja. Dari mana Daniel meperoleh itu semua? Kita bisa mendapatkan jawabannya dari ayat di atas. Daniel bisa memiliki itu semua "karena ia mempunyai roh yang luar biasa." Dan roh yang luar biasa itu lahir sebagai hasil dari kekuatan doa.
(bersambung)
====================
"Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya."
Saya bukanlah orang yang terlahir Kristen. Masa bertumbuh saya jauh dari yang namanya berdoa. Karenanya, setelah saya lahir baru, saya cukup kesulitan untuk mendisplinkan diri mengambil waktu berdoa. Saya tidak tahu harus bilang apa, harus bagaimana, tata caranya seperti apa. Kemudian saya tahu bahwa doa merupakan sarana untuk berhubungan dengan Tuhan, mendengar suaraNya, pesan, teguran dan sebagainya, lalu menjadi waktu untuk bercerita apa saja, bertanya dan sebagainya, layaknya seorang anak dengan ayahnya. Sejak saat itu saya tidak lagi sulit melakukannya. Kalau kita cinta pada seseorang, bukankah kita ingin terus bertemu dan berada bersamanya? Itu tidak perlu dipaksa atau didisplinkan, melainkan lahir dari rasa cinta dan merupakan sebuah kebutuhan. Semakin banyak saya tahu fungsi dan kekuatan atau bahkan kuasa di balik doa, semakin besar pula kerinduan untuk menikmati saat-saat teduh dan damai ketika berada di hadiratNya.
Karena itulah saya susah menjawab kalau ada yang tanya berapa lama sebenarnya waktu yang harus dihabiskan untuk berdoa. Kalau memang lahir dari rasa cinta, tentu kita tidak hitung-hitungan soal waktu, juga tidak menjadikannya sebagai alternatif atau diletakkan pada prioritas ke sekian di bagian bawah. Masalahnya, banyak orang yang menganggap doa itu hanya buang-buang waktu alias tidak penting. Jadi penting nanti kalau terbentur masalah atau lagi punya daftar permintaan. Ketika terlalu sibuk, doa pun dikorbankan. "Ah, nanti sajalah.. yang penting kerjaan dulu selesaikan." Itu jadi bentuk pemikiran banyak orang termasuk orang yang katanya percaya. Atau, "Sekali seminggu di gereja kan cukup? Sudah untung saya rela bangun pagi untuk pergi ke gereja." Ada banyak orang yang lebih sibuk urusan tata cara atau urutan ketimbang mementingkan keseriusan dalam membangun hubungan yang erat, dua arah dengan Tuhan. Di sisi lain, ada yang menganggap doa itu sebagai sebuah rutinitas semata, yang artinya bukan karena kerinduan dan faktor membangun hubungan. Ada yang sibuk merangkai kata indah atau bahkan menyampaikan hafalan.
Sayang sekali kalau doa hanya mentok sebagai rutinitas, seremonial, agar tidak berdosa, agar masuk surga atau dianggap tidak lebih penting dari kegiatan-kegiatan lainnya. For me praying is a privilege. Tuhan Yesus lewat kematian dan kebangkitanNya sudah memulihkan hubungan yang rusak akibat dosa dengan Tuhan, sehingga kita tidak lagi butuh perantara untuk bisa masuk ke tahtaNya yang kudus dan berhubungan langsung dengan Tuhan. Seringkali saya hanya mengucap syukur, mendengar suaraNya yang menguatkan lalu diam menikmati sebuah rasa damai yang tidak saya dapatkan diluar waktu doa.
Berdoa punya pengaruh amat besar bagi hidup kita saat ini. Doa punya kekuatan yang sangat luar biasa dalam banyak hal. Ambil satu contoh saja kekuatan doa lewat ayat berikut: "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14). Hanya dari ayat ini saja, doa bisa membuat dosa kita diampuni, kondisi keluarga kita dipulihkan, lingkungan dimana kita berada, bahkan negeri pun bisa dipulihkan. Itulah sebabnya baik tidaknya negara akan sangat tergantung dari seberapa banyak orang percaya yang berdoa untuk bangsa dan negaranya, yang jadi benang merah renungan kali ini dengan yang sebelumnya. Banyak orang yang lebih mementingkan jumlah dan lamanya doa ketimbang isinya. Atau kemasan kata-kata dipercaya menentukan didengar tidaknya sebuah doa. Singkatnya, banyak orang berdoa, tapi sedikit yang tahu makna, tujuan, kegunaan dan kekuatan di balik sebuah doa.
Sadarkah anda bahwa doa bisa membuat anda memiliki roh yang kuat? Akan hal ini, mari kita belajar mengenai pengaruh doa dalam memiliki roh yang kuat lewat kisah Daniel. Daniel adalah satu dari tiga pejabat tinggi di bawah raja melebihi 120 wakil raja seperti yang dicatat dalam Daniel 6:2-4. "Lalu berkenanlah Darius mengangkat seratus dua puluh wakil-wakil raja atas kerajaannya; mereka akan ditempatkan di seluruh kerajaan; membawahi mereka diangkat pula tiga pejabat tinggi, dan Daniel adalah salah satu dari ketiga orang itu; kepada merekalah para wakil-wakil raja harus memberi pertanggungan jawab, supaya raja jangan dirugikan. Maka Daniel ini melebihi para pejabat tinggi dan para wakil raja itu, karena ia mempunyai roh yang luar biasa; dan raja bermaksud untuk menempatkannya atas seluruh kerajaannya." Hebatnya, Daniel tetap memegang jabatan itu dalam 4 kali pergantian raja. Dari mana Daniel meperoleh itu semua? Kita bisa mendapatkan jawabannya dari ayat di atas. Daniel bisa memiliki itu semua "karena ia mempunyai roh yang luar biasa." Dan roh yang luar biasa itu lahir sebagai hasil dari kekuatan doa.
(bersambung)
Friday, October 13, 2017
Bagian dari Kota dan Bangsa (2)
(sambungan)
Bukankah apa yang Daniel katakan dalam doanya menarik atau mungkin aneh? Dia tidak melakukan hal yang tidak benar, ia justru jadi korban, tapi ia memakai kata 'kami' dan bukan 'mereka'. Ia tidak mengutuki bangsa dan orang-orang jahat di dalamnya tapi ia justru memohon ampun mewakili bangsanya. Dengan menggunakan kata "kami", artinya Daniel menempatkan diri sebagai bagian dari bangsanya. Meski Daniel tidak ikut-ikutan melakukan kesalahan, tapi ia sadar betul bahwa ia pun merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bangsanya sendiri. Jika bangsanya buruk, maka ia pun akan ikut terkena didalamnya. Dan saya yakin Daniel tahu bahwa sebagai orang benar di dalam bangsa yang tidak benar, ia harus melakukan sesuatu secara aktif dan nyata. Ia melakukan pekerjaannya dan ia mendoakan bangsanya. Itu dilakukan oleh Daniel yang seharusnya kita teladani.
Daniel memiliki sebuah kerendahan hati untuk tidak bermegah diri meski dia sendiri sudah mengaplikasikan hidup benar, memiliki iman yang setia dan akrab dengan Tuhan sejak semula. Biarpun ia diperlakukan sangat jahat, Daniel tetap mengasihi bangsanya. Ia peduli. Jika bangsanya menderita, ia pun akan turut menderita. Sebaliknya apabila bangsanya makmur sejahtera dan penuh berkat, maka ia pun akan menjadi bagian yang bisa menikmati itu. Daniel tahu benar bahwa meskipun ia tidak berbuat kesalahan apa-apa, ia tetaplah merupakan bagian dari bangsa yang saat itu tengah memberontak, tengah berperilaku fasik, sebuah bangsa yang bergelimang dosa dan penuh dengan perilaku menyimpang.
Daniel pun sadar betul bahwa jika bukan dia, siapa lagi yang harus berdoa agar malapetaka dan murka Tuhan dijauhkan dari bangsanya? Maka lihatlah bagaimana Daniel berdoa. "Ya Tuhan, sesuai dengan belas kasihan-Mu, biarlah kiranya murka dan amarah-Mu berlalu dari Yerusalem, kota-Mu, gunung-Mu yang kudus; sebab oleh karena dosa kami dan oleh karena kesalahan nenek moyang kami maka Yerusalem dan umat-Mu telah menjadi cela bagi semua orang yang di sekeliling kami." (Daniel 9:16). Kemudian, "Oleh sebab itu, dengarkanlah, ya Allah kami, doa hamba-Mu ini dan permohonannya, dan sinarilah tempat kudus-Mu yang telah musnah ini dengan wajah-Mu, demi Tuhan sendiri. Ya Allahku, arahkanlah telinga-Mu dan dengarlah, bukalah mata-Mu dan lihatlah kebinasaan kami dan kota yang disebut dengan nama-Mu, sebab kami menyampaikan doa permohonan kami ke hadapan-Mu bukan berdasarkan jasa-jasa kami, tetapi berdasarkan kasih sayang-Mu yang berlimpah-limpah. Ya Tuhan, dengarlah! Ya, Tuhan, ampunilah! Ya Tuhan, perhatikanlah dan bertindaklah dengan tidak bertangguh, oleh karena Engkau sendiri, Allahku, sebab kota-Mu dan umat-Mu disebut dengan nama-Mu!" (ay 17-19). Ini untaian doa yang menyentuh dan mengharukan, dipanjatkan oleh Daniel bukan untuk mencari keamanan dirinya sendiri tetapi mewakili sebuah bangsa. Ia mendoakan kota dan bangsanya kepada Tuhan agar kiranya bisa mendapat pengampunan atas pelanggaran-pelanggarannya.
Seperti Daniel, kita sebagai anak-anak Tuhan pun seharusnya bisa melihat dari sisi yang sama. Kita bisa berdoa demi bangsa, agar kiranya Tuhan memperhatikan dan menjauhkan segala hal buruk atas negara ini lewat doa dari anak-anakNya yang benar. Sebab jika bukan kita, siapa lagi yang bisa berdoa agar Tuhan menjauhkan segala malapetaka dari negara kita, agar Tuhan berkenan memberkati bangsa dan negara kita ini?
Sebagai komponen dari bangsa, kita tidak boleh bersikap apatis. Ada begitu banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh warganya, termasuk dan terutama kita yang jadi umatNya di muka bumi ini. Seperti yang saya sampaikan dalam renungan judul terdahulu, kita harus berperan aktif dalam mengusahakan kesejahteraan kota dan selalu membawa kota kita dalam doa-doa yang dipanjatkan kepada Tuhan. Yeremia sudah mengingatkan akan hal itu dalam pasal 29 ayat 7, dimana keduanya harus dilakukan secara simultan dan kontinu. Kesejahteraan kota adalah kesejahteraan warganya, juga kesejahteraan kita. Penderitaan kota adalah penderitaan warganya, dan penderitaan kita. Kalau kita ingin kota dimana kita tinggal bisa sejahtera dan penuh berkat serta kemuliaan Tuhan, kita harus berperan nyata mengusahakan dan mendoakannya. Daniel menunjukkan dua hal penting:
- Ia melakukan karya nyata lewat profesinya di kota dimana ia berada
- Ia mendoakan kota dan bangsanya
Daniel melakukan kedua hal itu meski ia bukanlah bagian dari pelaku kejahatan, ia tidak termasuk orang-orang yang bobrok moral dan perbuatannya. Tapi dalam doanya Daniel memasukkan dirinya sebagai bagian dari kota dan bangsanya, karena ia sadar betul bahwa dirinya ia tidak bisa memisahkan diri dari tempatnya berada dan ia punya tugas penting disana yang tidak boleh ia hindari. Adalah sangat baik apabila kita sudah terus meningkatkan pertumbuhan pengenalan kita akan Kristus, adalah sangat baik jika kita sudah terus menjaga iman dan terus menguatkannya. Tapi jangan berhenti hanya pada pertumbuhan diri sendiri saja melainkan mulailah pikirkan apa yang bisa kita lakukan bagi bangsa ini. Doa orang benar itu besar kuasanya, dan profesi kita yang dijalankan dengan takut akan Tuhan, dengan mengadopsi nilai-nilai kebenaran bisa menjadi tempat dimana Tuhan menyalurkan berkatNya atas kota. Mari jadi Daniel-Daniel di jaman ini, mari sejahterakan kota lewat pekerjaan dan perbuatan kita dan jangan pernah berhenti berdoa untuknya.
Kita adalah bagian dari sebuah kota yang bertanggungjawab atas kesejahteraannya, usahakan dan doakan dengan menempatkan diri sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kota dan bangsa dimana kita berada
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Bukankah apa yang Daniel katakan dalam doanya menarik atau mungkin aneh? Dia tidak melakukan hal yang tidak benar, ia justru jadi korban, tapi ia memakai kata 'kami' dan bukan 'mereka'. Ia tidak mengutuki bangsa dan orang-orang jahat di dalamnya tapi ia justru memohon ampun mewakili bangsanya. Dengan menggunakan kata "kami", artinya Daniel menempatkan diri sebagai bagian dari bangsanya. Meski Daniel tidak ikut-ikutan melakukan kesalahan, tapi ia sadar betul bahwa ia pun merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bangsanya sendiri. Jika bangsanya buruk, maka ia pun akan ikut terkena didalamnya. Dan saya yakin Daniel tahu bahwa sebagai orang benar di dalam bangsa yang tidak benar, ia harus melakukan sesuatu secara aktif dan nyata. Ia melakukan pekerjaannya dan ia mendoakan bangsanya. Itu dilakukan oleh Daniel yang seharusnya kita teladani.
Daniel memiliki sebuah kerendahan hati untuk tidak bermegah diri meski dia sendiri sudah mengaplikasikan hidup benar, memiliki iman yang setia dan akrab dengan Tuhan sejak semula. Biarpun ia diperlakukan sangat jahat, Daniel tetap mengasihi bangsanya. Ia peduli. Jika bangsanya menderita, ia pun akan turut menderita. Sebaliknya apabila bangsanya makmur sejahtera dan penuh berkat, maka ia pun akan menjadi bagian yang bisa menikmati itu. Daniel tahu benar bahwa meskipun ia tidak berbuat kesalahan apa-apa, ia tetaplah merupakan bagian dari bangsa yang saat itu tengah memberontak, tengah berperilaku fasik, sebuah bangsa yang bergelimang dosa dan penuh dengan perilaku menyimpang.
Daniel pun sadar betul bahwa jika bukan dia, siapa lagi yang harus berdoa agar malapetaka dan murka Tuhan dijauhkan dari bangsanya? Maka lihatlah bagaimana Daniel berdoa. "Ya Tuhan, sesuai dengan belas kasihan-Mu, biarlah kiranya murka dan amarah-Mu berlalu dari Yerusalem, kota-Mu, gunung-Mu yang kudus; sebab oleh karena dosa kami dan oleh karena kesalahan nenek moyang kami maka Yerusalem dan umat-Mu telah menjadi cela bagi semua orang yang di sekeliling kami." (Daniel 9:16). Kemudian, "Oleh sebab itu, dengarkanlah, ya Allah kami, doa hamba-Mu ini dan permohonannya, dan sinarilah tempat kudus-Mu yang telah musnah ini dengan wajah-Mu, demi Tuhan sendiri. Ya Allahku, arahkanlah telinga-Mu dan dengarlah, bukalah mata-Mu dan lihatlah kebinasaan kami dan kota yang disebut dengan nama-Mu, sebab kami menyampaikan doa permohonan kami ke hadapan-Mu bukan berdasarkan jasa-jasa kami, tetapi berdasarkan kasih sayang-Mu yang berlimpah-limpah. Ya Tuhan, dengarlah! Ya, Tuhan, ampunilah! Ya Tuhan, perhatikanlah dan bertindaklah dengan tidak bertangguh, oleh karena Engkau sendiri, Allahku, sebab kota-Mu dan umat-Mu disebut dengan nama-Mu!" (ay 17-19). Ini untaian doa yang menyentuh dan mengharukan, dipanjatkan oleh Daniel bukan untuk mencari keamanan dirinya sendiri tetapi mewakili sebuah bangsa. Ia mendoakan kota dan bangsanya kepada Tuhan agar kiranya bisa mendapat pengampunan atas pelanggaran-pelanggarannya.
Seperti Daniel, kita sebagai anak-anak Tuhan pun seharusnya bisa melihat dari sisi yang sama. Kita bisa berdoa demi bangsa, agar kiranya Tuhan memperhatikan dan menjauhkan segala hal buruk atas negara ini lewat doa dari anak-anakNya yang benar. Sebab jika bukan kita, siapa lagi yang bisa berdoa agar Tuhan menjauhkan segala malapetaka dari negara kita, agar Tuhan berkenan memberkati bangsa dan negara kita ini?
Sebagai komponen dari bangsa, kita tidak boleh bersikap apatis. Ada begitu banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh warganya, termasuk dan terutama kita yang jadi umatNya di muka bumi ini. Seperti yang saya sampaikan dalam renungan judul terdahulu, kita harus berperan aktif dalam mengusahakan kesejahteraan kota dan selalu membawa kota kita dalam doa-doa yang dipanjatkan kepada Tuhan. Yeremia sudah mengingatkan akan hal itu dalam pasal 29 ayat 7, dimana keduanya harus dilakukan secara simultan dan kontinu. Kesejahteraan kota adalah kesejahteraan warganya, juga kesejahteraan kita. Penderitaan kota adalah penderitaan warganya, dan penderitaan kita. Kalau kita ingin kota dimana kita tinggal bisa sejahtera dan penuh berkat serta kemuliaan Tuhan, kita harus berperan nyata mengusahakan dan mendoakannya. Daniel menunjukkan dua hal penting:
- Ia melakukan karya nyata lewat profesinya di kota dimana ia berada
- Ia mendoakan kota dan bangsanya
Daniel melakukan kedua hal itu meski ia bukanlah bagian dari pelaku kejahatan, ia tidak termasuk orang-orang yang bobrok moral dan perbuatannya. Tapi dalam doanya Daniel memasukkan dirinya sebagai bagian dari kota dan bangsanya, karena ia sadar betul bahwa dirinya ia tidak bisa memisahkan diri dari tempatnya berada dan ia punya tugas penting disana yang tidak boleh ia hindari. Adalah sangat baik apabila kita sudah terus meningkatkan pertumbuhan pengenalan kita akan Kristus, adalah sangat baik jika kita sudah terus menjaga iman dan terus menguatkannya. Tapi jangan berhenti hanya pada pertumbuhan diri sendiri saja melainkan mulailah pikirkan apa yang bisa kita lakukan bagi bangsa ini. Doa orang benar itu besar kuasanya, dan profesi kita yang dijalankan dengan takut akan Tuhan, dengan mengadopsi nilai-nilai kebenaran bisa menjadi tempat dimana Tuhan menyalurkan berkatNya atas kota. Mari jadi Daniel-Daniel di jaman ini, mari sejahterakan kota lewat pekerjaan dan perbuatan kita dan jangan pernah berhenti berdoa untuknya.
Kita adalah bagian dari sebuah kota yang bertanggungjawab atas kesejahteraannya, usahakan dan doakan dengan menempatkan diri sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kota dan bangsa dimana kita berada
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, October 12, 2017
Bagian dari Kota dan Bangsa (1)
Ayat bacaan: Daniel 9:16
====================
"Ya Tuhan, sesuai dengan belas kasihan-Mu, biarlah kiranya murka dan amarah-Mu berlalu dari Yerusalem, kota-Mu, gunung-Mu yang kudus; sebab oleh karena dosa kami dan oleh karena kesalahan nenek moyang kami maka Yerusalem dan umat-Mu telah menjadi cela bagi semua orang yang di sekeliling kami."
Suatu kali saya bertemu dengan musisi dari sebuah negara di Eropa. Ia baru pertama kali ke Indonesia. Ia mengaku merasakan kehangatan dan keramahan dari orang-orang yang ia temui. Yang membuatnya heran adalah apa yang ia lihat tidaklah sama dengan pemberitaan tentang negara kita di luar sana. Berita negatif dari perilaku orang-orang yang terus menjadi masalah di negeri ini ternyata lebih menjual bagi banyak media disana, sehingga citra buruk pun suka tidak suka menempel pada kita. Padahal, dari 250 juta penduduk, berapa banyak yang menunjukkan intoleransi luar biasa? Meski jumlah mereka terus bertambah dan harus segera disikapi serius oleh para pemimpin bangsa ini, saya percaya sebagian besar masih mewakili ciri khas bangsa yang ramah dan bersahabat dengan tingkat toleransi tinggi. Hanya saja, orang-orang yang ramah ini tertutupi oleh sebagian kecil orang yang ingin memecah belah bangsa demi keuntungan pribadi dan orang-orang yang terpengaruh oleh hasutan mereka alias mudah digiring opininya. Akibatnya, kelompok mayoritas yang ramah dan toleran harus ikut kena getah sebagai bagian dari bangsa. Jadilah berita negatif itu menumbuhkan citra buruk yang terpaksa harus kita pikul bersama.
Kita berkata, "Tapi saya kan tidak melakukannya? Saya justru jadi korban dari perilaku mereka. Sudah hak asasi dan kemerdekaan saya dirampas, masa saya harus ikut kena getah lagi dianggap sama dengan mereka?" Sebagai bagian dari bangsa, suka tidak suka, mau tidak mau kita harus berbesar hati untuk hal ini. Dan kalau kita diam saja tak berbuat apa-apa, keadaan akan makin buruk dan kita sendiri yang akan makin parah tercemar.
Kita mencintai tanah air kita. Kita ingin bangsa ini makmur, sejahtera, aman damai penuh berkat Tuhan. Apa yang bisa kita lakukan sebagai orang percaya agar bangsa ini bisa memperolehnya? Sesungguhnya banyak sekali yang bisa kita lakukan. Sayangnya banyak dari kita yang memilih untuk berpangku tangan dan merasa bahwa itu bukan bagian kita. Terus merasa jadi korban dan tidak berbuat apa-apa hanya akan menambah buruk permasalahan bangsa dan diri kita. Kita bisa melakukan banyak hal, dan seperti itulah sebenarnya tugas kita, orang-orang percaya. Saling mendukung dan mendorong pertumbuhan iman antar orang percaya itu sangat penting, tapi kita tidak diminta untuk berkumpul secara eksklusif didalam ruang tembok gereja dan melupakan dunia luar, tetapi kita harus membawa nilai-nilai Kerajaan Allah untuk menyentuh orang-orang diluar tembok sana. Dan tentu saja, kita harus berdoa secara sungguh-sungguh dan secara khusus serta terus menerus bagi bangsa ini.
Selama tiga hari kemarin kita sudah mendalami hal ini lewat sebuah ayat dalam kitab Yeremia pasal 29 ayat 7 yang mengingatkan kita untuk melakukan secara simultan dan kontinu dua hal penting: mengusahakan kesejahteraan kota yang artinya memerlukan tindakan nyata secara aktif, dan mendoakan bangsa. Itu tugas yang harus selalu kita ingat dan lakukan. Alkitab selanjutnya berkata: "sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu". Kalau kota tempat kita tinggal sejahtera, kita sejahtera. Kalau bangsa kita sejahtera, kita sejahtera. Sebaliknya, kalau negara punya banyak masalah, kita pun bakal banyak masalah. Semakin berat beban sebuah kota, semakin berat pula beban kita yang hidup disana. Semakin buruk citra kota dan bangsa, kita pun akan ikut terkena.
Hari ini mari kita lihat apa yang pernah dilakukan Daniel pada masanya. Jaman dan tempat dimana Daniel hidup bukanlah masa yang mudah. Kejahatan, kehancuran moral, perilaku-perilaku yang menghianati Tuhan terus terjadi. Daniel adalah orang benar, dan dia mendapat perlakuan buruk yang sangat tidak adil. Dituduh, ditangkap dan menghadapi hukuman mati karena terus mempertahankan iman, itu harus ia alami. Tapi kita tahu bagaimana penyertaan dan kuasa Tuhan kemudian mendatangkan peristiwa ajaib yang membuat orang-orang sesat tidak lagi bisa berbuat apa-apa.
Daniel menyadari betapa hancurnya moral dan keadaan bangsanya. Daniel bisa saja bersikap apatis, mengingat dia bukanlah termasuk salah satu dari orang yang berbuat kejahatan di mata Tuhan, malah menjadi korban dari orang-orang jahat dalam tempat dan jaman yang sama. Tapi Daniel memilih tidak melakukan hal itu. Lihatlah meski mendapat perlakuan sangat tidak adil dan buruk dari orang-orang jahat, Daniel tetap mengambil waktu untuk mendoakan bangsanya. Jika anda baca seluruh isi doa Daniel yang tertulis dalam Daniel 9:1-19, maka anda akan menemukan bahwa sesuatu yang istimewa, yaitu bahwa Daniel menggunakan kata "kami" dan bukan "mereka" dalam doanya. Ia berkata: "Kami telah berbuat dosa dan salah, kami telah berlaku fasik dan telah memberontak, kami telah menyimpang dari perintah dan peraturan-Mu, dan kami tidak taat kepada hamba-hamba-Mu, para nabi, yang telah berbicara atas nama-Mu kepada raja-raja kami, kepada pemimpin-pemimpin kami, kepada bapa-bapa kami dan kepada segenap rakyat negeri." (Daniel 9:5-6).
(bersambung)
====================
"Ya Tuhan, sesuai dengan belas kasihan-Mu, biarlah kiranya murka dan amarah-Mu berlalu dari Yerusalem, kota-Mu, gunung-Mu yang kudus; sebab oleh karena dosa kami dan oleh karena kesalahan nenek moyang kami maka Yerusalem dan umat-Mu telah menjadi cela bagi semua orang yang di sekeliling kami."
Suatu kali saya bertemu dengan musisi dari sebuah negara di Eropa. Ia baru pertama kali ke Indonesia. Ia mengaku merasakan kehangatan dan keramahan dari orang-orang yang ia temui. Yang membuatnya heran adalah apa yang ia lihat tidaklah sama dengan pemberitaan tentang negara kita di luar sana. Berita negatif dari perilaku orang-orang yang terus menjadi masalah di negeri ini ternyata lebih menjual bagi banyak media disana, sehingga citra buruk pun suka tidak suka menempel pada kita. Padahal, dari 250 juta penduduk, berapa banyak yang menunjukkan intoleransi luar biasa? Meski jumlah mereka terus bertambah dan harus segera disikapi serius oleh para pemimpin bangsa ini, saya percaya sebagian besar masih mewakili ciri khas bangsa yang ramah dan bersahabat dengan tingkat toleransi tinggi. Hanya saja, orang-orang yang ramah ini tertutupi oleh sebagian kecil orang yang ingin memecah belah bangsa demi keuntungan pribadi dan orang-orang yang terpengaruh oleh hasutan mereka alias mudah digiring opininya. Akibatnya, kelompok mayoritas yang ramah dan toleran harus ikut kena getah sebagai bagian dari bangsa. Jadilah berita negatif itu menumbuhkan citra buruk yang terpaksa harus kita pikul bersama.
Kita berkata, "Tapi saya kan tidak melakukannya? Saya justru jadi korban dari perilaku mereka. Sudah hak asasi dan kemerdekaan saya dirampas, masa saya harus ikut kena getah lagi dianggap sama dengan mereka?" Sebagai bagian dari bangsa, suka tidak suka, mau tidak mau kita harus berbesar hati untuk hal ini. Dan kalau kita diam saja tak berbuat apa-apa, keadaan akan makin buruk dan kita sendiri yang akan makin parah tercemar.
Kita mencintai tanah air kita. Kita ingin bangsa ini makmur, sejahtera, aman damai penuh berkat Tuhan. Apa yang bisa kita lakukan sebagai orang percaya agar bangsa ini bisa memperolehnya? Sesungguhnya banyak sekali yang bisa kita lakukan. Sayangnya banyak dari kita yang memilih untuk berpangku tangan dan merasa bahwa itu bukan bagian kita. Terus merasa jadi korban dan tidak berbuat apa-apa hanya akan menambah buruk permasalahan bangsa dan diri kita. Kita bisa melakukan banyak hal, dan seperti itulah sebenarnya tugas kita, orang-orang percaya. Saling mendukung dan mendorong pertumbuhan iman antar orang percaya itu sangat penting, tapi kita tidak diminta untuk berkumpul secara eksklusif didalam ruang tembok gereja dan melupakan dunia luar, tetapi kita harus membawa nilai-nilai Kerajaan Allah untuk menyentuh orang-orang diluar tembok sana. Dan tentu saja, kita harus berdoa secara sungguh-sungguh dan secara khusus serta terus menerus bagi bangsa ini.
Selama tiga hari kemarin kita sudah mendalami hal ini lewat sebuah ayat dalam kitab Yeremia pasal 29 ayat 7 yang mengingatkan kita untuk melakukan secara simultan dan kontinu dua hal penting: mengusahakan kesejahteraan kota yang artinya memerlukan tindakan nyata secara aktif, dan mendoakan bangsa. Itu tugas yang harus selalu kita ingat dan lakukan. Alkitab selanjutnya berkata: "sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu". Kalau kota tempat kita tinggal sejahtera, kita sejahtera. Kalau bangsa kita sejahtera, kita sejahtera. Sebaliknya, kalau negara punya banyak masalah, kita pun bakal banyak masalah. Semakin berat beban sebuah kota, semakin berat pula beban kita yang hidup disana. Semakin buruk citra kota dan bangsa, kita pun akan ikut terkena.
Hari ini mari kita lihat apa yang pernah dilakukan Daniel pada masanya. Jaman dan tempat dimana Daniel hidup bukanlah masa yang mudah. Kejahatan, kehancuran moral, perilaku-perilaku yang menghianati Tuhan terus terjadi. Daniel adalah orang benar, dan dia mendapat perlakuan buruk yang sangat tidak adil. Dituduh, ditangkap dan menghadapi hukuman mati karena terus mempertahankan iman, itu harus ia alami. Tapi kita tahu bagaimana penyertaan dan kuasa Tuhan kemudian mendatangkan peristiwa ajaib yang membuat orang-orang sesat tidak lagi bisa berbuat apa-apa.
Daniel menyadari betapa hancurnya moral dan keadaan bangsanya. Daniel bisa saja bersikap apatis, mengingat dia bukanlah termasuk salah satu dari orang yang berbuat kejahatan di mata Tuhan, malah menjadi korban dari orang-orang jahat dalam tempat dan jaman yang sama. Tapi Daniel memilih tidak melakukan hal itu. Lihatlah meski mendapat perlakuan sangat tidak adil dan buruk dari orang-orang jahat, Daniel tetap mengambil waktu untuk mendoakan bangsanya. Jika anda baca seluruh isi doa Daniel yang tertulis dalam Daniel 9:1-19, maka anda akan menemukan bahwa sesuatu yang istimewa, yaitu bahwa Daniel menggunakan kata "kami" dan bukan "mereka" dalam doanya. Ia berkata: "Kami telah berbuat dosa dan salah, kami telah berlaku fasik dan telah memberontak, kami telah menyimpang dari perintah dan peraturan-Mu, dan kami tidak taat kepada hamba-hamba-Mu, para nabi, yang telah berbicara atas nama-Mu kepada raja-raja kami, kepada pemimpin-pemimpin kami, kepada bapa-bapa kami dan kepada segenap rakyat negeri." (Daniel 9:5-6).
(bersambung)
Subscribe to:
Posts (Atom)
Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (8)
(sambungan) Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...