=======================
"Setelah Firaun membiarkan bangsa itu pergi, Allah tidak menuntun mereka melalui jalan ke negeri orang Filistin..."
Dalam perjalanan hidup saya lengkap dengan naik turun dan jatuh bangunnya, saya menyadari satu hal, yaitu bahwa saya senang melewati proses untuk menuju keberhasilan. In most of the times I'm enjoying the process more than the result. Ada kalanya proses itu mudah, tapi seringkali proses terasa berat, bagai mendaki jalanan terjal dan bisa jadi menyakitkan. Tapi apapun itu, semua itu merupakan proses yang pada akhirnya membentuk saya menjadi siapa diri saya hari ini. Kita tentu ingin hasil instan, langsung berhasil, langsung sukses. Tapi dari pengalaman saya, sesuatu yang instan sulit untuk bertahan lama. Justru sesuatu yang dibangun dengan cucuran keringat dan air mata dalam proses yang bisa jadi butuh waktu panjang, itu akan terasa lebih berharga dan nikmat ketika pada akhirnya menghasilkan buah yang baik. Karena itulah dalam setiap usaha yang saya lakukan, saya menikmati betul prosesnya, termasuk yang pahit-pahit dan berat. Dan tentu saja, saya menyadari betul bahwa Tuhan akan selalu ada bersama saya dalam setiap langkah yang saya ambil dari hari ke hari. Seringkali Tuhan mengajak kita menempuh jalan 'memutar' ketimbang jalan yang mulus dan lancar atau lebih singkat. Mengapa harus demikian? Itu bertujuan agar kita bisa belajar melewati proses dalam setiap jenjang untuk bisa naik setahap demi setahap. Itu melatih kita agar tidak menjadi orang-orang yang malas dan manja. That's a part of process to shape us up to be a better, winning person. Kita bisa melihat contoh yang sangat menarik akan keputusan Tuhan ini lewat kisah bangsa Israel ketika mereka keluar dari Mesir.
Lewat serangkaian usaha panjang yang penuh liku-liku, bangsa Israel akhirnya mengakhiri masa perbudakan mereka dan dituntun Tuhan sendiri lewat kepemimpinan Musa untuk berangkat menuju tanah yang disediakan Tuhan bagi mereka. Menariknya, Alkitab mencatat awal perjalanan itu sebagai berikut: "Setelah Firaun membiarkan bangsa itu pergi, Allah tidak menuntun mereka melalui jalan ke negeri orang Filistin, walaupun jalan ini yang paling dekat; sebab firman Allah: "Jangan-jangan bangsa itu menyesal, apabila mereka menghadapi peperangan, sehingga mereka kembali ke Mesir. Tetapi Allah menuntun bangsa itu berputar melalui jalan di padang gurun menuju ke Laut Teberau. Dengan siap sedia berperang berjalanlah orang Israel dari tanah Mesir." (Keluaran 13:17-18). Lihatlah bahwa Tuhan bisa membawa mereka lewat jalan yang jauh lebih dekat, tapi Tuhan ternyata memutuskan untuk membawa mereka memutar lewat jalan yang harus ditempuh sampai 40 tahun lamanya. Jalan yang sulit, penuh penderitaan, lewat gurun dengan panas menyengat di siang hari dan sangat dingin di malam hari. Mengapa harus begitu? Dari ayat tadi kita bisa melihat bahwa Tuhan tahu apabila bangsa itu terlalu cepat tiba di tanah Kanaan dengan mudah, mereka akan mudah melupakan penyertaan Tuhan dan dengan demikian mereka akan terlena dan tidak menghargai sesuatu yang besar yang Tuhan berikan kepada mereka. Jadi bangsa Israel dianggap perlu untuk dipersiapkan agar bisa menjadi bangsa yang besar, mandiri dan tahu bersyukur saat mereka masuk ke tanah yang berlimpah madu dan susunya alias sangat subur itu. Jika kita baca ayat-ayat berikutnya, kita akan tahu bahwa meski perjalanan itu sangat berat dan penuh tantangan, Tuhan tetaplah ada bersama mereka, menyertai dan menolong mereka di dalamnya. "TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam.Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu." (ay 21-22). Berkali-kali pula dalam kesempatan lain Tuhan menunjukkan bantuannya yang luar biasa. Misalnya menurunkan manna dari surga, membelah danau Teberau dan lain-lain. Artinya, meski perjalanan 40 tahun itu sangat berat, Tuhan menunjukkan bahwa Dia tetap ada beserta mereka sepanjang perjalanan. He wanted them to go through a process, but He would be with them all the way, helping them until they reached the destination.
Apakah bangsa Israel mau belajar dari proses ini? Ternyata bukannya bersyukur meski sudah tahu tujuan dari apa yang diberikan Tuhan, mereka malah menunjukkan sikap negatif dengan terus protes dan bersungut-sungut berulang kali sepanjang perjalanan. Lihatlah beberapa diantaranya: "dan mereka berkata kepada Musa: "Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir? Bukankah ini telah kami katakan kepadamu di Mesir: Janganlah mengganggu kami dan biarlah kami bekerja pada orang Mesir. Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini." (Keluaran 14:11-12), "Di padang gurun itu bersungut-sungutlah segenap jemaah Israel kepada Musa dan Harun; dan berkata kepada mereka: "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (16:2-3), dan banyak lagi. Kalau 40 tahun diproses saja masih begitu mentalnya, bagaimana kalau mereka mendapatkannya dengan mudah? Tentu mereka makin tidak tahu menghargai pemberian Tuhan. Lantas harus berapa tahun lagi mereka diproses? 80 tahun? 100 tahun? Itu semua karena sikap bandel, tegar tengkuk atau keras kepala mereka. Kita pun sama. Daripada harus melalui tahapan keras yang lama, mengapa kita tidak melembutkan hati dan menjalaninya dengan taat saja? Semua itu tetap untuk kebaikan bagi kita sendiri. Itu adalah proses untuk menjadikan kita orang-orang yang layak dihadapanNya.
Seringkali Tuhan sengaja membawa kita lewat 'jalan memutar'. Bentuknya bisa berbagai rupa. Bisa lewat masalah-masalah yang Dia ijinkan untuk masuk ke dalam hidup kita, berbagai bentuk kegagalan, kekalahan atau tekanan-tekanan lainnya. Semua ini mungkin bisa membuat kita bersungut-sungut, kecewa atau bahkan marah seperti halnya bangsa Israel. Tetapi kita bisa melihat bahwa itu tidaklah produktif dan tidak berguna, malah hanya akan menambah masalah bagi kita sendiri. Kita harus mengerti bahwa semua itu untuk kebaikan kita juga. Jadi jangan menyerah, taatlah dan tetaplah berpegang dengan pengharapan kuat kepada Allah. Biar bagaimanapun, seperti yang Dia tunjukkan kepada bangsa Israel pada masa itu, Dia tetap menyertai kita dan menolong kita dengan berbagai caraNya yang ajaib dalam setiap proses tersebut. Allah bahkan sudah berkata, meski dalam lembah kekelaman sekalipun kita tidak perlu takut, sebab Tuhan selalu ada beserta kita dengan pertolongan dan penghiburan dariNya. Itulah yang disadari Daud yang berkata: "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:4). Tuhan ingin kita melewati proses penempaan dan pembentukan, tapi Jadi jika anda tengah menjalani proses saat ini, janganlah menyerah. Jalani semuanya dengan sikap tetap bersyukur dan percaya sepenuhnya kepada rencana Allah. Pada saatnya kelak, Tuhan sendiri yang akan menuntun anda keluar, to become a better and winning person.
Berbagai ujian adalah proses yang dilewati bersama Tuhan yang akan menempa kita untuk menjadi lebih sempurna
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Bagaimana reaksi kita dalam menghadapi teguran atau peringatan? Ada banyak orang yang langsung merasa harga dirinya diinjak-injak. Mereka langsung sakit hati, memendam rasa dendam dan sebagainya, bahkan tidak jarang pula yang kemudian melakukan hal-hal bodoh yang fatal. Di sisi lain, ada orang-orang yang sudah begitu terbiasa melakukan kesalahan, sehingga mereka tidak lagi merasa terganggu dengan itu. Apakah Tuhan mengingatkan kita, mengetuk pintu hati kita setiap kita berbuat salah? Tentu saja ya. Apakah itu lewat hati nurani, lewat Firman yang kita baca, lewat kotbah, lewat orang lain dan lain-lain, Tuhan selalu menegur atau mengingatkan kita ketika kita melenceng dari jalur yang benar. Jika kita terus berjalan dengan baik, biasanya kita akan gelisah atau merasa sulit hidup tenang ketika melakukan suatu kesalahan. Saya katakan jika kita terus memilih untuk berjalan dengan baik, karena ada kalanya seseorang mulai kehilangan kontrol atas dirinya. Seringnya berbuat dosa membuat mereka tidak lagi peka, tidak lagi merasa bersalah atau menyesal setelah melakukan sesuatu yang jahat. Hati bisa membeku dan membatu, membuat kejahatan menjadi hal yang biasa.
Apabila anda mengendarai mobil lalu terus dan terus memacunya tanpa berhenti sedikitpun, apa yang akan terjadi? Pada suatu ketika mesin mobil itu akan meledak. Mobil yang hanya dipakai tapi tidak dirawat pun tentu akan lebih cepat rusak ketimbang mobil yang teratur diperiksa dan mengalami perawatan. Tubuh kita pun demikian. Cobalah terus bekerja tanpa henti, tanpa tidur, tanpa rehat, anda akan jatuh sakit atau bisa mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. Orang yang kurang istirahat akan cenderung lebih cepat terpancing emosi, labil moodnya dan sulit konsentrasi ketimbang orang yang sudah melakukan istirahat yang cukup. Kita memang harus berbuat sebaik-baiknya dalam bekerja, belajar atau dalam melakukan berbagai kegiatan positif dalam hidup, tapi ada kalanya kita harus mengambil jeda. Eventually we have to press the pause button to reshape, refreshen or rejuvenate ourselves before continuing our tasks.
Adakah diantara teman-teman yang hari ini merasakan kelelahan dan penat luar biasa akibat aktivitas yang anda lakukan? Apakah itu dalam pekerjaan, pelayanan atau bagi yang masih belajar mungkin lelah ditimbun setumpuk tugas yang tampaknya tidak ada habisnya. Saya mengalami hal tersebut akhir-akhir ini, dan betapa saya ingin bisa bangun dengan segar, dengan kekuatan dan semangat baru jika saya tidur dalam keadaan lelah malam hari. A brand new day with a brand new freshness, brand new strength, and of course brand new blessings. Bukankah itu yang kita butuhkan disaat kita merasa begitu capai? Sekarang pertanyaannya, is there any such thing in this life? Jawabannya, yes there is! Tuhan sudah menjanjikan langsung hal seperti itu, dan karenanya itu bukanlah sebuah utopia atau harapan yang tak kunjung ada. Semua itu mungkin, semua itu Dia sediakan bagi kita. Praise the Lord for that!
Saya pernah membaca sebuah tulisan mengenai tumbuhan indikator. Tumbuhan memiliki sifat dan karakteristik tertentu dan akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan dalam pertumbuhannya. Tanaman yang ada di sebuah komunitas atau wilayah tertentu bisa dipergunakan sebagai indikator di lingkungan tersebut, baik untuk melihat ciri atau sifat tanah setempat agar kita dapat menentukan jenis tanaman seperti apa yang bisa diusahakan disana, kandungan jenis logam apa yang ada di area tersebut atau bahkan tanaman bisa pula dipakai sebagai indikator dalam pencemaran lingkungan. Ini semua bisa dipergunakan sebagai bioindikator karena tanaman sudah sangat erat berhubungan dengan habitatnya, apalagi yang sudah lama tumbuh disana. Dalam bekerja kita juga seringkali butuh indikator untuk mengetahui sejauh mana pencapaian kita selama ini. Indikator merupakan sebuah petunjuk atau acuan yang bisa kita jadikan tolok ukur untuk melihat apakah kita sudah berada pada jalur proses yang benar atau tidak.
Ada tidaknya sahabat karib atau akrab akan membuat banyak perbedaan dalam hidup kita. Jika ada, setidaknya anda akan tahu bahwa seorang sahabat karib akan selalu berada disamping anda baik dalam suka maupun duka. Salah seorang sahabat karib saya dipanggil Tuhan dalam usia yang masih sangat muda akibat sakit sekitar 3 tahun yang lalu. Saya merasa kehilangan dan itu masih terasa hingga hari ini. Biasanya saya akan bercerita kepadanya mengenai segala sesuatu tanpa ditutupi dan ia pun demikian. Kita sama-sama saling mengenal dengan baik satu sama lain dan akan selalu saling bantu sejauh yang sanggup dilakukan. Rasa kehilangan itu pun terus membekas sampai sekarang. Terkadang kedekatan kepada sahabat karib ini bisa jauh melebihi kedekatan dengan saudara kandung sendiri. Mereka tahu semua kelemahan kita, dan kita tidak ragu untuk berterus-terang karena kita percaya sepenuhnya kepada mereka. Sahabat karib adalah tempat dimana kita bisa berteduh dalam duka, dan akan menjadi orang pertama yang ikut bahagia ketika kita berada dalam suka. Kepercayaan, pengertian, itu tentu menjadi sebuah harapan besar dari seorang sahabat karib.
Sebuah kejadian menarik baru saja saya alami. Berapa sering anda mendapati pemilik rumah makan membagi berkat kepada pengunjungnya lewat Firman Tuhan? Itulah yang dilakukan oleh seorang ibu pemilik sebuah rumah makan ketika saya makan siang buat kali pertama disana. Ketika memberi bon, disana ternyata ia menulis sebuah ayat yang saya jadikan ayat bacaan hari ini, yaitu Yosua 1:8. Ketika hendak pulang ia mengatakan: "Terima kasih, Tuhan memberkati." Ayat yang ia berikan tentu bukan ayat yang asing lagi bagi kita. Ayat ini berbicara mengenai janji berkat Tuhan, tapi tidak berhenti disitu saja melainkan disertai dengan tips atau cara untuk mendapatkannya. Disaat saya sedang sibuk-sibuknya seperti akhir-akhir ini, apa yang ia ingatkan lewat ayat tersebut terasa sangat pas dan memberkati saya.
Agaknya sudah menjadi kebiasaan bagi kita untuk memberontak ketika sesuatu tidak berjalan sesuai keinginan kita. Ditegur sedikit kita gampang sakit hati, gampang tersinggung dan lain-lain, lantas dengan mudahnya kita pun memberontak. Mulai dari demonstrasi yang damai hingga anarkis, atau jika masalahnya di tempat kerja mulai dari uring-uringan dalam bekerja, sengaja menurunkan keseriusan kerja, bahkan ada juga yang melakukan sesuatu yang buruk sebagai upaya balas dendam sampai menghasut rekan-rekan untuk memberontak. Itu dilakukan oleh banyak orang yang merasa bahwa apa yang terjadi tidaklah sesuai dengan kemauan mereka. Pemain bola yang merasa tersinggung ditegur pelatihnya langsung memberontak tidak mau dilatih lagi oleh yang bersangkutan, atau memilih mengundurkan diri. Atau melawan ketika orang tua melarang sesuatu atau mengingatkan. Semua ini adalah berbagai bentuk sikap memberontak yang biasanya didasari oleh ego yang gampang tersulut emosi. Sedikit saja tersentil langsung terbakar, tidak mau berbesar hati untuk melakukan introspeksi terlebih dahulu, tapi langsung merasa paling benar dan melakukan tindakan melawan. Memang benar, ada kalanya kita diperlakukan tidak adil sehingga kita pun merasa harus melawan mempertahankan harga diri. Tapi ada baiknya jika kita mau berbesar hati terlebih dahulu untuk memeriksa diri kita sebelum kita langsung menentang tanpa pikir panjang.
Miris rasanya melihat lagu-lagu mancanegara terutama yang berasal dari Amerika semakin lama semakin tidak mendidik. Keprihatinan ini juga dirasakan oleh banyak penduduk disana yang memilih untuk hidup benar. Saya pernah berbicara dengan salah seorang teman yang tinggal disana, dan dia bercerita bahwa ada banyak orang tua yang khawatir akan mental dan pola pikir anaknya akibat terus disusupi dengan bentuk-bentuk penyesatan yang dikemas indah lewat lagu. Jika anda perhatikan, lirik-lirik lagu dari sana banyak yang mengajarkan hal-hal yang sesat. Mulai dari sikap materialistis, hubungan sesama jenis, perilaku sex bebas, sumpah serapah dan hal buruk lainnya. Ada yang disebutkan berulang-ulang agar bisa tertanam di bawah alam sadar kita. Musik yang terdengar indah, video klip yang sepintas terlihat keren, tapi jika diperhatikan penuh dengan lambang-lambang milik si jahat. Beberapa artis yang dahulu berpenampilan baik sekarang terlihat bagai representatif resmi kerajaan iblis dengan dandanan dan raut muka menyeramkan. Ada beberapa film Hollywood yang secara jelas terlihat aneh dan mengarah kesana, baik konsepnya, ceritanya maupun visualnya. Apakah itu artinya kita dilarang untuk mendengar lagu sekuler dan menonton film-film yang berasal dari sana? Saya rasa tidak harus seekstrim itu. Hanya saja kita harus berhati-hati dan memilah baik-baik segala yang masuk ke dalam diri kita, termasuk lagu yang masuk lewat pendengaran. Ingatlah bahwa iblis adalah bapa segala dusta yang akan terus mencoba menipu kita dengan segala trik dan cara dengan tujuan untuk membunuh kita. Yang penting kita bisa mawas diri terhadap berbagai jebakan dan mengetahui tipuan-tipuan itu dan tidak terpengaruh oleh tipuan apapun yang dilancarkan iblis.
Meneruskan renungan kemarin mengenai panggilan kepada setiap orang percaya untuk tampil menjadi teladan yang melakukan perintah-perintah Tuhan secara nyata, hari ini mari kita lihat apa jadinya jika kita terus saja tidak menganggap penting hal ini. Seringkali kita tidak menganggap penting peringatan untuk menjadi teladan yang bisa menyatakan hati Tuhan secara nyata. Kita mengira bahwa itu cukup menjadi keharusan bagi pendeta, hamba Tuhan, guru atau tokoh-tokoh panutan lainnya dan bukan kita. Kita lupa bahwa pada saat kita tidak menjadi teladan, kita akan cenderung untuk melakukan banyak hal buruk. Dan disaat kita tidak berbuat baik, maka Tuhan sudah mengingatkan sejak semula bahwa dosa sudah mengintip di depan pintu, menunggu untuk masuk dan menerkam kita sampai binasa.
Ijinkan saya untuk melanjutkan renungan kemarin yang menyoroti premanisme dan kesesatan di kalangan anak-anak muda atau remaja, kali ini dari sisi orang tua. Kemarin kita sudah melihat bahwa Tuhan meminta kita para orang tua untuk memperkenalkan dan mengajarkan Firman Tuhan kepada anak-anak secara berulang-ulang (Ulangan 6:7). Ini penting untuk dilakukan hingga si anak menjadi paham akan pentingnya hal tersebut dan hingga Firman itu tertanam dengan baik dalam diri mereka. Kita juga diingatkan Tuhan bahwa dengan mendidik anak dengan baik, mereka pun akan memiliki jalan kehidupan yang lurus sebagai bekal penting untuk menuju kehidupan berkemenangan hingga akhir. (Amsal 22:6). Masalahnya, bagaimana kita sebagai orang tua (atau calon orang tua) bisa melakukan itu apabila kita sendiri tidak menjadi contoh nyata dari apa yang kita ajarkan? Ada banyak orang tua yang melakukan itu. Mereka mengajarkan anak-anaknya, melarang ini dan itu, tapi mereka sendiri melakukannya. Itu bukanlah contoh yang baik dan malah akan membuat anak-anak tidak bisa menerima hal-hal baik yang diajarkan tersebut. Singkatnya, apabila kita mau efektif dalam mendidik anak-anak, tidak ada jalan lain, kita harus terlebih dahulu menjadi contoh nyata dan teladan dari segala sesuatu yang kita ajarkan.
Kelompok-kelompok berandalan sepertinya tidak bisa dihapuskan dari negeri ini. Bayangkan, mereka bisa seenaknya konvoi di jalan dan menyabet orang yang tidak tahu apa-apa dengan clurit atau bahkan samurai seperti di film-film yakuza Jepang, menendang orang yang sedang mengendarai motor lalu merebut motornya, merampas tas pengendara lainnya tanpa peduli keselamatan jiwa korban dengan seenaknya. Polisi sepertinya kura-kura dalam perahu saja. Ada yang ditangkap, tapi hanya 'dibina' dan dikembalikan kepada orang tuanya. Besok si anak bisa beroperasi lagi. Apakah ada orang besar dibelakang mereka sehingga polisi segan untuk turun tangan? Atau alasan-alasan lainnya yang jauh lebih tinggi ketimbang melindungi dan mengayomi warganegara seperti tugas yang seharusnya? Entahlah. Tapi sekiranya pun dikembalikan kepada orang tua, seharusnya orang tua juga mampu mendidik anaknya. Kalau perlu menegur dan menghukum. Kenyataannya ada banyak anak yang memang dibiarkan sejak kecil. Orang tua tidak peduli kepada siapa anak mereka bergaul dan malah membela anaknya yang bersalah. Suatu kali petasan dilemparkan ke dalam rumah saya dan hampir mengenai kepala istri saya. Ketika saya pergi menjumpai para ibu yang ada di lokasi kejadian, mereka pun semua berdalih tidak melihat dan mengaku anaknya tidak mungkin melakukan. Padahal mereka duduk disana dan anak-anak mereka juga yang tengah bermain petasan. Tidak heran apabila ketika remaja anak-anak ini akan 'naik kelas' dalam melakukan kejahatan. Disaat seperti itu, orang tua tidak lagi berani menegur dan tidak lagi bisa berbuat apa-apa. Perekrutan anggota gang sudah dimulai sejak anak-anak itu masih di sekolah dasar, dan akan itens pada tingkat sekolah menengah pertama. Artinya, anak-anak berusia 12-15 tahun sudah bisa melakukan tindakan biadab yang mengancam keselamatan orang lain. Tidak jarang pula anggota gang muda ini harus melakukan sesuatu yang 'hebat' seperti merampas motor orang dan sebagainya agar bisa naik pangkat. Jika bukan pihak berwajib, tentu orang tua yang harusnya punya peran. Apalagi mereka yang melahirkan dan membesarkan, dan anak akan terbentuk sesuai dengan bagaimana orang tua mendidik mereka. Kalau bukan anggota gang, lihat pula anak-anak lainnya yang terjerumus obat-obatan terlarang, seks bebas, aborsi dan sebagainya. Dan itu seringkali juga timbul dari pergaulan yang salah yang tidak diperhatikan oleh orang tuanya.
Penggelembungan dana proyek atau dana apapun sudah menjadi sebuah kebiasaan begitu banyak orang hari ini, mulai dari yang relatif kecil seperti supir yang meminta petugas pom bensin menulis bon lebih dari jumlah liter yang diisi sampai proyek-proyek besar berjumlah milyaran atau trilyunan. Semua itu sepertinya wajar saja bagi kita. "Wajar dong saya menaikkan harganya, siapa sih hari ini yang tidak melakukan itu? Cuma orang bodoh dan sok jujur yang seperti itu..rugi sendiri." kata seseorang yang saya kenal sambil tertawa ketika ia melakukan penggelembungan dana secara terang-terangan di depan beberapa orang, termasuk saya. Bahasa yang dipakai pun macam-macam. Ada yang menyebutnya uang kopi, uang rokok, atau yang agak lebih 'keren' dalam kasus suap wisma atlit yang sempat heboh disebut sebagai 'apel washington' untuk mata uang dollar dan 'apel malang' dalam satuan rupiah. Istilah-istilah itu dijadikan sebuah pembenaran agar penggelembungan harga beli dari kenyataan atau bentuk-bentuk suap menyuap menjadi berhak mereka peroleh bahkan dianggap sesuatu yang wajar hari-hari ini.