(sambungan)
Semua ini dengan jelas menyatakan bahwa tidak satupun dari kita yang dipanggil hanya untuk berpuas diri dengan berada di kursi penonton saja. Kita semua dituntut untuk menjadi pemain-pemain yang siap berbuat yang terbaik dengan segala yang kita miliki, berperan secara langsung dan nyata sesuai dengan panggilan kita masing-masing, untuk menjadi rekan-rekan sekerja Tuhan di muka bumi ini. Disanalah anda akan mengalami berbagai perbuatanNya yang ajaib, bukan untuk disimpan sendiri melainkan untuk disiarkan kepada orang lain sebagai bentuk kesaksian akan kuasa Allah yang tak terbatas yang berlaku dalam kehidupan kita secara nyata hingga hari ini.
Kerajaan Allah tidak akan turun dan dirasakan secara nyata di muka bumi ini tanpa peran orang-orang percaya. Anda tidak bisa berharap untuk sebuah dunia yang damai, aman, sejahtera, sentosa, bahagia jika anda tidak mulai berpikir untuk melakukan sesuatu yang nyata. It's our job, it's our calling, we have to start doing something. Jika anda rindu untuk melihat Kerajaan Allah terus diperluas di dunia ini, maka itu artinya anda harus pula terjun dan berperan secara langsung di dalamnya. Bukan lagi sekedar menempatkan diri sebagai jemaat biasa yang datang ke gereja hanya sebagai penonton saja, hanya mencari berkat bagi diri mereka sendiri dan tidak mempedulikan keselamatan orang-orang di sekitarnya, hanya mau menerima tanpa pernah mau memberi, melainkan harus mulai berpikir untuk tampil secara langsung sebagai pelaku-pelaku yang menyandang gelar imamat yang rajani.
Yesus sendiri sudah menyatakan, "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit." (Matius 9:37). Seharusnya kita tersentil mendengar kata-kata Yesus ini dan mulai mau berpikir untuk melakukan perbuatan-perbuatan nyata secara langsung.
Sekarang saatnya menjadi terang yang bercahaya bagi sekitar kita. Yesus menghimbau kita "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 9:16). Tidak ada terang yang akan berfungsi jika hanya disimpan dibawah kolong atau ditutup rapat dalam kotak. Cahaya terang hanya akan berfungsi jika diletakkan di atas dalam kegelapan. Jika terang sudah berfungsi sebagaimana mestinya, maka tidak ada satupun kegelapan yang mampu menelan terang. Demikian pula kita semua, anak-anak Tuhan hendaklah bertindak sebagai pemain-pemain andalan Tuhan secara langsung dan tidak berhenti hanya sebagai penonton saja, apalagi hanya sibuk mengomentari, mengeluh, memprotes dan mencela tanpa mau berbuat sesuatu yang nyata.
It's time for us to go out of the box, time to play our part, time to go and do something real. Kita dipersiapkan Tuhan untuk menjadi pelaku-pelaku, wakil-wakilNya dalam menuai di dunia ini dan bukan penonton yang tidak pernah merasakan apa-apa daripadaNya. Siapkah anda berperan sebagai pelaku langsung dalam arena kehidupan sebagai duta Kerajaan Allah? Siapkan diri anda, jadilah pelaku-pelaku tangguh sebagai rekan sekerjaNya, sandanglah gelar imamat yang rajani dengan penuh tanggung jawab dan rasa syukur, dan beritakanlah betapa besar perbuatan-perbuatan dan kasihNya pada umat manusia.
Sebagai bangsa terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus dan umat kepunyaan Allah, kita harus menjadi pelaku aktif bukan penonton pasif
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, August 30, 2018
Wednesday, August 29, 2018
Dari Penonton Menjadi Pemain (3)
(sambungan)
Itu adalah panggilan yang secara umum berlaku bagi kita semua. Caranya tidak harus menjadi pendeta, pengerja dan jabatan atau posisi lainnya di gereja, melainkan dilakukan sesuai dengan panggilan atau pekerjaan/profesi dan dalam keseharian kita masing-masing. Mengingat bahwa itu adalah pesan terakhir Yesus sebelum naik ke Surga menunjukkan bahwa itu adalah pesan penting yang harus kita sikapi dengan serius.
Dalam ayat bacaan kita hari ini kita bisa melihat sebuah tulisan dari Petrus yang bagi saya sangat penting dalam hal ini. "Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib" (1 Petrus 2:9).
Kata "bangsa" disana berbicara tentang keseluruhan orang percaya dan bukan hanya segelintir pribadi. Lalu kalimat "Kamulah bangsa yang terpilih", menyatakan bahwa kita, anda dan saya berada dalam bangsa yang terpilih itu. Sebuah bangsa yang kudus, yang berisi umat kepunyaan Allah sendiri.
Selanjutnya kita dikatakan imamat yang rajani. Apa artinya imamat yang rajani? Dalam bahasa Inggrisnya imamat yang rajani disebutkan sebagai "the royal priesthood". Kalau bagi kita disematkan gelar imamat yang rajani, itu artinya dimata Tuhan kita adalah sebagai imam-imam yang melayani raja. Gelar sebesar ini tentulah bukan tanpa maksud. Itu menunjukkan panggilan bagi setiap kita untuk memberitakan perbuatan-perbuatan besar Tuhan secara aktif lewat berbagai kesaksian akan karya nyata Tuhan dalam hidup kita.
Ini adalah sebuah panggilan untuk semua anak-anak Tuhan tanpa terkecuali, bagi anda dan saya. Bayangkan betapa konyolnya kalau seseorang yang memangku jabatan sebagai 'the royal priesthood' alias imam-imam yang melayani raja hanya duduk menonton dari kejauhan tanpa melakukan apa-apa. Itu tentu sangat menyedihkan. Jadi pertama sekali kita harus menyadari jati diri kita sebagai imamat yang rajani, bukan warga, bukan orang luar apalagi orang asing.
Selanjutnya yang perlu kita ingat adalah bahwa untuk menjalankan itu semua kita pun sudah dipersiapkan secara baik. selain Yesus sudah berjanji untuk senantiasa menyertai kita, Dia juga telah membekali kita dengan kuasa-kuasa luar biasa. Tidak mudah? Sulit? Repot? Ribet? Mungkin benar. Bahwa dalam melakukannya kita akan menemukan kesulitan, itu pun benar. Tapi ketahuilah bahwa Tuhan tidak pernah hanya menyuruh kita tanpa menyediakan sarana dan prasarana dalam menjalankan tugas. Ketika Tuhan memberi tugas, Dia pula yang menyediakan segala kebutuhan untuk itu.
Lihatlah ayat berikut ini: "Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu." (Lukas 10:19). Yesus juga berkata "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah Para Rasul 1:8). Kuasa-kuasa itu tidak ditahan tapi diberikan agar kita mampu berperan langsung menjadi saksi Kristus baik di lingkungan kita bahkan bisa meningkat sampai ke ujung bumi.
(bersambung)
Itu adalah panggilan yang secara umum berlaku bagi kita semua. Caranya tidak harus menjadi pendeta, pengerja dan jabatan atau posisi lainnya di gereja, melainkan dilakukan sesuai dengan panggilan atau pekerjaan/profesi dan dalam keseharian kita masing-masing. Mengingat bahwa itu adalah pesan terakhir Yesus sebelum naik ke Surga menunjukkan bahwa itu adalah pesan penting yang harus kita sikapi dengan serius.
Dalam ayat bacaan kita hari ini kita bisa melihat sebuah tulisan dari Petrus yang bagi saya sangat penting dalam hal ini. "Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib" (1 Petrus 2:9).
Kata "bangsa" disana berbicara tentang keseluruhan orang percaya dan bukan hanya segelintir pribadi. Lalu kalimat "Kamulah bangsa yang terpilih", menyatakan bahwa kita, anda dan saya berada dalam bangsa yang terpilih itu. Sebuah bangsa yang kudus, yang berisi umat kepunyaan Allah sendiri.
Selanjutnya kita dikatakan imamat yang rajani. Apa artinya imamat yang rajani? Dalam bahasa Inggrisnya imamat yang rajani disebutkan sebagai "the royal priesthood". Kalau bagi kita disematkan gelar imamat yang rajani, itu artinya dimata Tuhan kita adalah sebagai imam-imam yang melayani raja. Gelar sebesar ini tentulah bukan tanpa maksud. Itu menunjukkan panggilan bagi setiap kita untuk memberitakan perbuatan-perbuatan besar Tuhan secara aktif lewat berbagai kesaksian akan karya nyata Tuhan dalam hidup kita.
Ini adalah sebuah panggilan untuk semua anak-anak Tuhan tanpa terkecuali, bagi anda dan saya. Bayangkan betapa konyolnya kalau seseorang yang memangku jabatan sebagai 'the royal priesthood' alias imam-imam yang melayani raja hanya duduk menonton dari kejauhan tanpa melakukan apa-apa. Itu tentu sangat menyedihkan. Jadi pertama sekali kita harus menyadari jati diri kita sebagai imamat yang rajani, bukan warga, bukan orang luar apalagi orang asing.
Selanjutnya yang perlu kita ingat adalah bahwa untuk menjalankan itu semua kita pun sudah dipersiapkan secara baik. selain Yesus sudah berjanji untuk senantiasa menyertai kita, Dia juga telah membekali kita dengan kuasa-kuasa luar biasa. Tidak mudah? Sulit? Repot? Ribet? Mungkin benar. Bahwa dalam melakukannya kita akan menemukan kesulitan, itu pun benar. Tapi ketahuilah bahwa Tuhan tidak pernah hanya menyuruh kita tanpa menyediakan sarana dan prasarana dalam menjalankan tugas. Ketika Tuhan memberi tugas, Dia pula yang menyediakan segala kebutuhan untuk itu.
Lihatlah ayat berikut ini: "Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu." (Lukas 10:19). Yesus juga berkata "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah Para Rasul 1:8). Kuasa-kuasa itu tidak ditahan tapi diberikan agar kita mampu berperan langsung menjadi saksi Kristus baik di lingkungan kita bahkan bisa meningkat sampai ke ujung bumi.
(bersambung)
Tuesday, August 28, 2018
Dari Penonton Menjadi Pemain (2)
(sambungan)
Apakah kita hanya mendengar berbagai kesaksian orang lain atas mukjizat ajaib Tuhan yang terjadi atas mereka atau kita sudah mengalaminya sendiri secara langsung dan menjadikannya kesaksian buat orang lain? Apakah kita sudah berkontribusi dan berperan langsung sebagai saluran berkat, menjadi duta-duta Kerajaan yang menyampaikan Amanat yang Agung secara nyata atau masih pada posisi yang hanya menyaksikan dari kejauhan? Apakah kita sudah memberi atau masih hanya menerima saja?
Faktanya lebih banyak orang Kristen yang puas dengan hanya berada di bangku penonton ketimbang aktif secara langsung dalam melakukan pekerjaan Tuhan di dunia ini. Kebanyakan lebih suka untuk berpangku tangan, hanya ingin menerima berkat buat diri sendiri dan tidak mau terlibat langsung untuk menjadi 'pemain' yang mewakili Kerajaan Allah di dunia, dimana kita Tuhan tempatkan. Banyak yang masih berpikir bahwa melayani Tuhan itu hanya tugas pendeta atau para pengerja saja. Urusan duniawi seringkali dianggap jauh lebih penting ketimbang menerima panggilan Tuhan yang menurut kita hanya buang-buang waktu.
Atau, banyak pula yang mengira bahwa melayani Tuhan, menjadi berkat buat sesama itu hanyalah salah satu jenis panggilan. Kalau panggilannya melayani, ya harus melayani, tapi kalau panggilannya lain, ya itu artinya tidak harus menjadi agen Tuhan di bidang kerja masing-masing. "Pelayanan? Buat apa? Mending saya kerja siang malam supaya banyak uang, pelayanan itu ribet dan nggak ada duitnya..." kata seorang yang saya kenal pada suatu kali sambil tertawa. Atau alasan berikut ini : "Saya karunianya itu karunia jemaat, bukan melayani." Itu diucapkan seorang anak muda menjawab nasihat saya agar ia mulai berpikir untuk melakukan sesuatu yang nyata bagi orang lain.
Bukankah banyak orang yang memiliki pola pikir seperti ini? Kalau orang percaya masih begini pola pikirnya, bagaimana kita mau menyatakan terang Tuhan di dunia pada masa kita dimana kita saat ini berada? Dan bagaimana kita bisa berharap bisa memenuhi Amanat Agung yang dipesankan Yesus bukan hanya pada segelintir orang melainkan kepada kita semua yang menjadi murid-muridNya?
Amanat Agung berbunyi "Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
Ucapan Yesus yang tertulis jelas dalam Matius 28:18-20 menunjukkan bahwa bukan hanya sebagian yang punya tugas sementara yang lain boleh berpangku tangan sambil tetap menerima segala curahan berkat dan anugerahNya. Secara jelas Yesus menyatakan bahwa Tuhan bukan menginginkan sebagian orang saja buat berperan secara aktif mewartakan Injil, melainkan harus diamini dan diimani, dilakukan oleh siapapun yang percaya kepadaNya.
(bersambung)
Apakah kita hanya mendengar berbagai kesaksian orang lain atas mukjizat ajaib Tuhan yang terjadi atas mereka atau kita sudah mengalaminya sendiri secara langsung dan menjadikannya kesaksian buat orang lain? Apakah kita sudah berkontribusi dan berperan langsung sebagai saluran berkat, menjadi duta-duta Kerajaan yang menyampaikan Amanat yang Agung secara nyata atau masih pada posisi yang hanya menyaksikan dari kejauhan? Apakah kita sudah memberi atau masih hanya menerima saja?
Faktanya lebih banyak orang Kristen yang puas dengan hanya berada di bangku penonton ketimbang aktif secara langsung dalam melakukan pekerjaan Tuhan di dunia ini. Kebanyakan lebih suka untuk berpangku tangan, hanya ingin menerima berkat buat diri sendiri dan tidak mau terlibat langsung untuk menjadi 'pemain' yang mewakili Kerajaan Allah di dunia, dimana kita Tuhan tempatkan. Banyak yang masih berpikir bahwa melayani Tuhan itu hanya tugas pendeta atau para pengerja saja. Urusan duniawi seringkali dianggap jauh lebih penting ketimbang menerima panggilan Tuhan yang menurut kita hanya buang-buang waktu.
Atau, banyak pula yang mengira bahwa melayani Tuhan, menjadi berkat buat sesama itu hanyalah salah satu jenis panggilan. Kalau panggilannya melayani, ya harus melayani, tapi kalau panggilannya lain, ya itu artinya tidak harus menjadi agen Tuhan di bidang kerja masing-masing. "Pelayanan? Buat apa? Mending saya kerja siang malam supaya banyak uang, pelayanan itu ribet dan nggak ada duitnya..." kata seorang yang saya kenal pada suatu kali sambil tertawa. Atau alasan berikut ini : "Saya karunianya itu karunia jemaat, bukan melayani." Itu diucapkan seorang anak muda menjawab nasihat saya agar ia mulai berpikir untuk melakukan sesuatu yang nyata bagi orang lain.
Bukankah banyak orang yang memiliki pola pikir seperti ini? Kalau orang percaya masih begini pola pikirnya, bagaimana kita mau menyatakan terang Tuhan di dunia pada masa kita dimana kita saat ini berada? Dan bagaimana kita bisa berharap bisa memenuhi Amanat Agung yang dipesankan Yesus bukan hanya pada segelintir orang melainkan kepada kita semua yang menjadi murid-muridNya?
Amanat Agung berbunyi "Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
Ucapan Yesus yang tertulis jelas dalam Matius 28:18-20 menunjukkan bahwa bukan hanya sebagian yang punya tugas sementara yang lain boleh berpangku tangan sambil tetap menerima segala curahan berkat dan anugerahNya. Secara jelas Yesus menyatakan bahwa Tuhan bukan menginginkan sebagian orang saja buat berperan secara aktif mewartakan Injil, melainkan harus diamini dan diimani, dilakukan oleh siapapun yang percaya kepadaNya.
(bersambung)
Monday, August 27, 2018
Dari Penonton Menjadi Pemain (1)
Ayat bacaan: 1 Petrus 2:9
==================
"Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib"
Seorang anak muda berusia 15 tahun baru saja memulai debutnya tampil di atas pentas untuk pertama kali. Dahulu sewaktu kecil ia sering dibawa ibunya yang berprofesi sebagai fotografer ke berbagai event musik. Dari hanya ikut menonton ia kemudian mulai membantu ibunya untuk memotret para penampil. Waktu itu usianya masih dibawah 10 tahun. Sekitar setahun lebih yang lalu ia merasa ingin untuk mendalami musik. Dibawah bimbingan guru yang baik, ia mulai rajin belajar dan berlatih. Dan sekarang ia mulai tampil sebagai pemain, bukan lagi penonton dan pemotret. Ia berkata bahwa ia sebenarnya sudah lama ingin merasakan seperti apa menjadi pemain yang ditonton orang. Menurutnya, perasaan sebagai penonton, pemotret dan pemain sangatlah berbeda. Mana yang ia paling suka? "Tentu saja jadi pemain," katanya. Kenapa? "Karena melihat orang tersenyum karena menikmati dan terhibur lewat penampilan saya itu rasanya bahagia banget." katanya sambil tersenyum.
Ada lagi seorang gadis remaja yang juga tergolong belum lama menjalani karirnya sebagai musisi. Ayahnya adalah musisi terkenal dengan banyak pencapaian. Sejak kecil ia kerap melihat ayahnya tampil di panggung dan tumbuh besar dari pentas ke pentas menemani ayahnya. Saat ini ia sudah mengikuti jejak sang ayah dan mulai semakin dikenal. Bukan karena nama besar sang ayah saja melainkan karena ia memang sangat berbakat dan rajin dalam berlatih. "Kalau dulu saya hanya melihat papa di panggung, sekarang saya bisa merasakan seperti apa rasanya menjadi pemusik itu saat berada disana didepan penonton. Rasanya luar biasa kak." katanya.
Kedua anak muda ini baru saja berpindah posisi dari bangku penonton ke atas panggung, dari hanya melihat menjadi pelaku atau pemain. Dan mereka sama-sama mengaku bahwa posisi sebagai pelaku itu rasanya jauh berbeda. Mereka menemukan tujuan hidup mereka sesuai panggilan dan menjalani hidup dengan lebih semangat. Yang membuat saya senang adalah karena mereka menemukan passion mereka sejak di usia dini dan kemudian memilih untuk menekuni dan serius disana. Mereka tidak menunggu sampai lebih dewasa, mereka tidak menunda-nunda apalagi mengabaikan panggilan yang mereka rasakan dalam diri mereka. Mereka memutuskan untuk terjun menggapai mimpi mereka. Dan untuk itu, keduanya mengaku mengorbankan waktu-waktu santai dan hal-hal yang biasanya dilakukan para remaja seperti hangout, main bersama teman, bersantai dan lain-lain.
Keduanya masih bersekolah seperti anak-anak lainnya seusia mereka, tapi sisa waktunya mereka pakai untuk serius berlatih bermain musik. Bagi saya kedua anak ini sangat menginspirasi, dan seharusnya bisa menjadi contoh bagi generasi muda kita. Entah mereka sadar atau tidak, mereka sudah mulai memberkati orang lain di usia mudanya lewat panggilan yang mereka jalani secara serius sejak di usia muda.
Dalam renungan kali ini saya ingin mengajak teman-teman merenungkan sebuah pertanyaan yang penting. Dalam kehidupan kerohanian kita, dimanakah posisi kita berdiri? Apakah kita berada di posisi pelaku atau masih sebagai penonton? Buat yang masih sebagai penonton, apakah anda merasakan kerinduan untuk pada suatu hari bisa tampil di depan menjadi pelaku Firman secara langsung yang membawa terang dan garam lewat panggilan anda masing-masing, atau hanya ingin menonton dari kejauhan saja? Apakah anda masih hanya ingin menikmati untuk diri sendiri atau punya keinginan untuk bisa menjadi berkat bagi orang lain, tapi tidak tahu harus mulai dari mana dan bagaimana caranya? Apakah masih ada hal-hal yang mengganjal anda untuk bisa tampil sebagai pelaku seperti merasa tidak mampu, tidak sanggup, malu, malas, merasa terlalu berat, sulit mengorbankan kesenangan dan sebagainya?
(bersambung)
==================
"Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib"
Seorang anak muda berusia 15 tahun baru saja memulai debutnya tampil di atas pentas untuk pertama kali. Dahulu sewaktu kecil ia sering dibawa ibunya yang berprofesi sebagai fotografer ke berbagai event musik. Dari hanya ikut menonton ia kemudian mulai membantu ibunya untuk memotret para penampil. Waktu itu usianya masih dibawah 10 tahun. Sekitar setahun lebih yang lalu ia merasa ingin untuk mendalami musik. Dibawah bimbingan guru yang baik, ia mulai rajin belajar dan berlatih. Dan sekarang ia mulai tampil sebagai pemain, bukan lagi penonton dan pemotret. Ia berkata bahwa ia sebenarnya sudah lama ingin merasakan seperti apa menjadi pemain yang ditonton orang. Menurutnya, perasaan sebagai penonton, pemotret dan pemain sangatlah berbeda. Mana yang ia paling suka? "Tentu saja jadi pemain," katanya. Kenapa? "Karena melihat orang tersenyum karena menikmati dan terhibur lewat penampilan saya itu rasanya bahagia banget." katanya sambil tersenyum.
Ada lagi seorang gadis remaja yang juga tergolong belum lama menjalani karirnya sebagai musisi. Ayahnya adalah musisi terkenal dengan banyak pencapaian. Sejak kecil ia kerap melihat ayahnya tampil di panggung dan tumbuh besar dari pentas ke pentas menemani ayahnya. Saat ini ia sudah mengikuti jejak sang ayah dan mulai semakin dikenal. Bukan karena nama besar sang ayah saja melainkan karena ia memang sangat berbakat dan rajin dalam berlatih. "Kalau dulu saya hanya melihat papa di panggung, sekarang saya bisa merasakan seperti apa rasanya menjadi pemusik itu saat berada disana didepan penonton. Rasanya luar biasa kak." katanya.
Kedua anak muda ini baru saja berpindah posisi dari bangku penonton ke atas panggung, dari hanya melihat menjadi pelaku atau pemain. Dan mereka sama-sama mengaku bahwa posisi sebagai pelaku itu rasanya jauh berbeda. Mereka menemukan tujuan hidup mereka sesuai panggilan dan menjalani hidup dengan lebih semangat. Yang membuat saya senang adalah karena mereka menemukan passion mereka sejak di usia dini dan kemudian memilih untuk menekuni dan serius disana. Mereka tidak menunggu sampai lebih dewasa, mereka tidak menunda-nunda apalagi mengabaikan panggilan yang mereka rasakan dalam diri mereka. Mereka memutuskan untuk terjun menggapai mimpi mereka. Dan untuk itu, keduanya mengaku mengorbankan waktu-waktu santai dan hal-hal yang biasanya dilakukan para remaja seperti hangout, main bersama teman, bersantai dan lain-lain.
Keduanya masih bersekolah seperti anak-anak lainnya seusia mereka, tapi sisa waktunya mereka pakai untuk serius berlatih bermain musik. Bagi saya kedua anak ini sangat menginspirasi, dan seharusnya bisa menjadi contoh bagi generasi muda kita. Entah mereka sadar atau tidak, mereka sudah mulai memberkati orang lain di usia mudanya lewat panggilan yang mereka jalani secara serius sejak di usia muda.
Dalam renungan kali ini saya ingin mengajak teman-teman merenungkan sebuah pertanyaan yang penting. Dalam kehidupan kerohanian kita, dimanakah posisi kita berdiri? Apakah kita berada di posisi pelaku atau masih sebagai penonton? Buat yang masih sebagai penonton, apakah anda merasakan kerinduan untuk pada suatu hari bisa tampil di depan menjadi pelaku Firman secara langsung yang membawa terang dan garam lewat panggilan anda masing-masing, atau hanya ingin menonton dari kejauhan saja? Apakah anda masih hanya ingin menikmati untuk diri sendiri atau punya keinginan untuk bisa menjadi berkat bagi orang lain, tapi tidak tahu harus mulai dari mana dan bagaimana caranya? Apakah masih ada hal-hal yang mengganjal anda untuk bisa tampil sebagai pelaku seperti merasa tidak mampu, tidak sanggup, malu, malas, merasa terlalu berat, sulit mengorbankan kesenangan dan sebagainya?
(bersambung)
Sunday, August 26, 2018
Belenggu-Belenggu Penghalang Kemerdekaan (4)
(sambungan)
Suatu kali gembala saya mengatakan bahwa biasanya orang akan sulit mengampuni apabila mereka tidak menyadari bahwa itu baik bagi diri mereka sendiri. Dan saya rasa itu tepat sekali. Kalau kita mengira bahwa mengampuni hanya akan menguntungkan orang yang menyakiti kita maka kita akan sulit melakukan itu. Buat apa menguntungkan orang yang sudah menyakiti kita? Tapi kalau kita sadar bahwa pengampunan itu memerdekakan iman, membuat doa kita dan turunnya mukjizat besar Tuhan tidak terhalang, dan juga menjauhkan kita dari berbagai penyakit yang bisa membunuh kita serta membuat kita hidup jauh dari rasa bahagia, damai sejahtera dan sukacita, akankah kita masih mempertahankan kebencian dan enggan melepaskan pengampunan?
Orang bisa menyakiti kita begitu rupa sehingga kita sepertinya tidak lagi punya alasan apapun untuk bisa memaafkan, terlebih bila yang mereka lakukan menyisakan trauma dan penderitaan yang harus kita pikul untuk waktu yang lama. Tapi biar bagaimanapun sudah menjadi perintah Tuhan bagi kita untuk bisa mengampuni, dan karena itulah kita wajib mentaatinya. Kekuatan kita mungkin terbatas, tapi serahkanlah kepada Tuhan dan mintalah Roh Kudus untuk menguatkan diri kita hingga membuat kita sanggup memberikan pengampunan di luar batas kemampuan kita.
Tuhan sesungguhnya tidak sabar untuk menyatakan kasihNya kepada kita. Dia tidak sabar untuk menjawab doa-doa kita yang tetap menanti-nantikan Dia tanpa putus pengharapan. Kembali kepada kitab Yesaya, kita bisa mendapati ayat berikut ini: "Sebab itu TUHAN menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab TUHAN adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia!" (Yesaya 30:18).
Seandainya anda masih merasa adanya ganjalan saat mencoba menikmati hubungan secara langsung dengan Tuhan, sekiranya anda telah berdoa untuk sesuatu dan tidak kunjung memperoleh jawaban, tidak ada salahnya untuk kembali memeriksa hati anda. Jika anda menemui ganjalan terhadap seseorang, masih merasakan atau menyimpan sakit hati atau dendam, segeralah bereskanlah itu terlebih dahulu. Mintalah dan ijinkanlah Roh Kudus untuk membantu anda mengeluarkannya dari hati anda.
Bebaskan iman anda dari belenggu kepahitan, sakit hati dan dendam, dan merdekakanlah iman anda dengan segera dengan memberi pengampunan agar anda punya kesempatan menyaksikan bagaimana Tuhan menjawab doa-doa anda dengan begitu luar biasa.
Forgiveness is for us, so that we don't have to carry the burden and loose our connection with God
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Suatu kali gembala saya mengatakan bahwa biasanya orang akan sulit mengampuni apabila mereka tidak menyadari bahwa itu baik bagi diri mereka sendiri. Dan saya rasa itu tepat sekali. Kalau kita mengira bahwa mengampuni hanya akan menguntungkan orang yang menyakiti kita maka kita akan sulit melakukan itu. Buat apa menguntungkan orang yang sudah menyakiti kita? Tapi kalau kita sadar bahwa pengampunan itu memerdekakan iman, membuat doa kita dan turunnya mukjizat besar Tuhan tidak terhalang, dan juga menjauhkan kita dari berbagai penyakit yang bisa membunuh kita serta membuat kita hidup jauh dari rasa bahagia, damai sejahtera dan sukacita, akankah kita masih mempertahankan kebencian dan enggan melepaskan pengampunan?
Orang bisa menyakiti kita begitu rupa sehingga kita sepertinya tidak lagi punya alasan apapun untuk bisa memaafkan, terlebih bila yang mereka lakukan menyisakan trauma dan penderitaan yang harus kita pikul untuk waktu yang lama. Tapi biar bagaimanapun sudah menjadi perintah Tuhan bagi kita untuk bisa mengampuni, dan karena itulah kita wajib mentaatinya. Kekuatan kita mungkin terbatas, tapi serahkanlah kepada Tuhan dan mintalah Roh Kudus untuk menguatkan diri kita hingga membuat kita sanggup memberikan pengampunan di luar batas kemampuan kita.
Tuhan sesungguhnya tidak sabar untuk menyatakan kasihNya kepada kita. Dia tidak sabar untuk menjawab doa-doa kita yang tetap menanti-nantikan Dia tanpa putus pengharapan. Kembali kepada kitab Yesaya, kita bisa mendapati ayat berikut ini: "Sebab itu TUHAN menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab TUHAN adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia!" (Yesaya 30:18).
Seandainya anda masih merasa adanya ganjalan saat mencoba menikmati hubungan secara langsung dengan Tuhan, sekiranya anda telah berdoa untuk sesuatu dan tidak kunjung memperoleh jawaban, tidak ada salahnya untuk kembali memeriksa hati anda. Jika anda menemui ganjalan terhadap seseorang, masih merasakan atau menyimpan sakit hati atau dendam, segeralah bereskanlah itu terlebih dahulu. Mintalah dan ijinkanlah Roh Kudus untuk membantu anda mengeluarkannya dari hati anda.
Bebaskan iman anda dari belenggu kepahitan, sakit hati dan dendam, dan merdekakanlah iman anda dengan segera dengan memberi pengampunan agar anda punya kesempatan menyaksikan bagaimana Tuhan menjawab doa-doa anda dengan begitu luar biasa.
Forgiveness is for us, so that we don't have to carry the burden and loose our connection with God
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, August 25, 2018
Belenggu-Belenggu Penghalang Kemerdekaan (3)
(sambungan)
Tentu saja bukan kebetulan jika Yesus menopang gabungan kedua kalimat itu. Dan saya percaya rangkaian ucapan Yesus dalam Markus 11:24-26 ini bukanlah sesuatu yang terpisah. Tuhan Yesus ingin kita sadar bahwa mengampuni orang-orang yang bersalah kepada kita adalah dasar utama untuk menerima sesuatu dari Tuhan. Tuhan sendiri sudah menunjukkan sikap tersebut terlebih dahulu. Dia selalu siap mengampuni kesalahan kita sebesar apapun. Tapi lihatlah bahwa itu bisa terjadi apabila kita mau mengampuni kesalahan orang. "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga." (Matius 6:14).
Pesan yang sangat penting dikemukakan Yesus lewat sandingan ayat antara menerima apa yang kita doakan dengan memberikan pengampunan kepada orang-orang yang sudah menyakiti kita: Jangan berharap doa kita didengar jika kita masih menyimpan sakit hati dan dendam terhadap orang lain. Jangan berharap mendapat jawaban dan pertolongan kalau kita masih tidak bersedia atau berat melepaskan pengampunan.
Dengan kata lain, kita tidak akan dapat memperoleh pengabulan doa dan dendam dalam hati kita sekaligus. Kita tidak akan bisa mendapatkan jawaban dan pertolongan kalau iman kita belum merdeka dari dendam, benci dan apapun yang memubat kita masih kesulitan untuk bisa melepaskan pengampunan.
Tuhan akan selalu memberi kesempatan bagi kita untuk bertobat. Dia memberikan pengampunan yang sebenarnya sangat banyak bagi setiap kita. Bayangkan kalau kesempatan diampuni cuma satu, dua atau maksimal tiga kali, setelah itu tiada maaf bagimu. Kalau itu yang terjadi, habislah kita.
Seringkali kita menetapkan standar ganda dalam hal ini. Di satu sisi kita ingin diampuni setiap kali melakukan pelanggaran. Kita ingin Tuhan segera mengampuni kita saat kita mengakui dosa kita. Dan tentu saja Tuhan melakukan itu. Firman Tuhan dalam Yesaya 1:18 bahkan mengatakan, sekalipun dosa kita merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba. Tuhan siap melakukan itu segera setelah kita mengakui dosa kita. Tetapi saat kita harus mengampuni orang, itu sulitnya bukan main dan kita sering anggap tidak mungkin. Itu adalah sebuah standar ganda. Di satu sisi kita ingin diampuni, di sisi lain kita sulit mengampuni.
Kalau Tuhan yang Maha Besar saja mau seperti itu, sudah seharusnya kita pun berlaku sama terhadap sesama kita. Menyimpan dendam tidak akan membawa manfaat selain akan menimbulkan berbagai penyakit dan membuat kita tidak bisa melangkah maju. Selain itu, terus mendendam dan tidak mau mengampuni pun akan membuat doa-doa kita terhalang, membelenggu iman kita sehingga tidak bisa tumbuh bahkan menghilangkan kesempatan kita untuk menerima pengampunan dari Tuhan.
Kemampuan melepaskan pengampunan ini sangatlah memegang peranan penting bagi pertumbuhan iman kita dan sangat menentukan terhadap apakah doa kita didengar Tuhan atau tidak. Saya tahu bahwa itu bisa sangat sulit, apalagi jika kita mengandalkan kekuatan diri sendiri untuk bisa memberikan pengampunan.
(bersambung)
Tentu saja bukan kebetulan jika Yesus menopang gabungan kedua kalimat itu. Dan saya percaya rangkaian ucapan Yesus dalam Markus 11:24-26 ini bukanlah sesuatu yang terpisah. Tuhan Yesus ingin kita sadar bahwa mengampuni orang-orang yang bersalah kepada kita adalah dasar utama untuk menerima sesuatu dari Tuhan. Tuhan sendiri sudah menunjukkan sikap tersebut terlebih dahulu. Dia selalu siap mengampuni kesalahan kita sebesar apapun. Tapi lihatlah bahwa itu bisa terjadi apabila kita mau mengampuni kesalahan orang. "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga." (Matius 6:14).
Pesan yang sangat penting dikemukakan Yesus lewat sandingan ayat antara menerima apa yang kita doakan dengan memberikan pengampunan kepada orang-orang yang sudah menyakiti kita: Jangan berharap doa kita didengar jika kita masih menyimpan sakit hati dan dendam terhadap orang lain. Jangan berharap mendapat jawaban dan pertolongan kalau kita masih tidak bersedia atau berat melepaskan pengampunan.
Dengan kata lain, kita tidak akan dapat memperoleh pengabulan doa dan dendam dalam hati kita sekaligus. Kita tidak akan bisa mendapatkan jawaban dan pertolongan kalau iman kita belum merdeka dari dendam, benci dan apapun yang memubat kita masih kesulitan untuk bisa melepaskan pengampunan.
Tuhan akan selalu memberi kesempatan bagi kita untuk bertobat. Dia memberikan pengampunan yang sebenarnya sangat banyak bagi setiap kita. Bayangkan kalau kesempatan diampuni cuma satu, dua atau maksimal tiga kali, setelah itu tiada maaf bagimu. Kalau itu yang terjadi, habislah kita.
Seringkali kita menetapkan standar ganda dalam hal ini. Di satu sisi kita ingin diampuni setiap kali melakukan pelanggaran. Kita ingin Tuhan segera mengampuni kita saat kita mengakui dosa kita. Dan tentu saja Tuhan melakukan itu. Firman Tuhan dalam Yesaya 1:18 bahkan mengatakan, sekalipun dosa kita merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba. Tuhan siap melakukan itu segera setelah kita mengakui dosa kita. Tetapi saat kita harus mengampuni orang, itu sulitnya bukan main dan kita sering anggap tidak mungkin. Itu adalah sebuah standar ganda. Di satu sisi kita ingin diampuni, di sisi lain kita sulit mengampuni.
Kalau Tuhan yang Maha Besar saja mau seperti itu, sudah seharusnya kita pun berlaku sama terhadap sesama kita. Menyimpan dendam tidak akan membawa manfaat selain akan menimbulkan berbagai penyakit dan membuat kita tidak bisa melangkah maju. Selain itu, terus mendendam dan tidak mau mengampuni pun akan membuat doa-doa kita terhalang, membelenggu iman kita sehingga tidak bisa tumbuh bahkan menghilangkan kesempatan kita untuk menerima pengampunan dari Tuhan.
Kemampuan melepaskan pengampunan ini sangatlah memegang peranan penting bagi pertumbuhan iman kita dan sangat menentukan terhadap apakah doa kita didengar Tuhan atau tidak. Saya tahu bahwa itu bisa sangat sulit, apalagi jika kita mengandalkan kekuatan diri sendiri untuk bisa memberikan pengampunan.
(bersambung)
Friday, August 24, 2018
Belenggu-Belenggu Penghalang Kemerdekaan (2)
(sambungan)
Itu merupakan penghalang atau pemutus hubungan kita dengan Tuhan. Jadi kalau rasanya sulit untuk terhubung dengan Tuhan atau doa rasanya tidak kunjung dijawab, ada baiknya perhatikan ulang lagi hidup kita, apakah masih ada dosa yang kita biarkan bercokol baik sadar maupun tidak.
Perlakuan suami terhadap istri yang tidak bijaksana pun bisa menghalangi kita menjadi orang-orang yang merdeka imannya. Firman Tuhan berkata: "Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang." (1 Petrus 3:7). Suami yang masih otoriter, kasar, tidak menghargai, melakukan kekerasan, suka membohongi atau bahkan menduakan istrinya berarti tidak menghormati istri sebagai teman pewaris dari kasih karunia, dan itu akan membuat doa-doa menjadi terhalang.
Selain hal-hal di atas, ada satu lagi penghambat doa-doa kita didengar Tuhan, yaitu ketika kita masih menyimpan dendam dan belum bisa memberikan pengampunan terhadap seseorang yang pernah melukai perasaan kita atau merugikan hidup kita. Itu artinya, iman kita masih belum merdeka kalau kita masih belum bisa mengampuni.
Banyak orang tidak menyadari betapa eratnya hubungan antara iman dan pengampunan. Yesus pernah mengajarkan mengenai hubungan ini ketika memberi nasihat tentang doa (Markus 11:20-26). Dalam perikop ini syarat yang diberikan Yesus agar kita bisa memiliki iman yang sanggup mencampakkan gunung ke laut adalah keteguhan hati kita. Tidak bimbang, tidak goyah, tetap percaya. Jika kita memiliki iman demikian, maka hal itu akan terjadi. Demikian kata Yesus dalam ayat 23. Kemudian Yesus melanjutkan lewat ayat yang sudah begitu kita kenal dengan baik. "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (ay 24). Iman yang kuat akan membuat kita bisa percaya penuh kepada Tuhan.
Ayat ini sudah sangat familiar bagi kita. Tapi ada hal yang menarik yang mungkin masih jarang kita bahas atau perhatikan. Mari kita lihat ayat apa yang langsung menyambung ayat dalam Markus 11:24 itu. "Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (ay 25). Bahkan kemudian ditekankan lagi dengan hal sebaliknya: "Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (ay 26).
Sekarang mari perhatikan bukan cuma ayat 24, tapi bacalah hingga ayat 26 sebagai satu bagian yang tidak terpisah.
Rangkaian ayat ini sesungguhnya menunjukkan sebuah kaitan yang sangat erat antara iman dan pengampunan. Sebelum kita berdoa dan berharap menerima apa yang kita minta, kita wajib terlebih dahulu mengampuni orang-orang yang masih mengganjal dalam hati kita. Artinya, doa hanya akan berakhir sia-sia jika kita belum melepaskan sakit hati atau dendam yang masih bercokol di dalam hati kita dan memberi pengampunan.
(bersambung)
Itu merupakan penghalang atau pemutus hubungan kita dengan Tuhan. Jadi kalau rasanya sulit untuk terhubung dengan Tuhan atau doa rasanya tidak kunjung dijawab, ada baiknya perhatikan ulang lagi hidup kita, apakah masih ada dosa yang kita biarkan bercokol baik sadar maupun tidak.
Perlakuan suami terhadap istri yang tidak bijaksana pun bisa menghalangi kita menjadi orang-orang yang merdeka imannya. Firman Tuhan berkata: "Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang." (1 Petrus 3:7). Suami yang masih otoriter, kasar, tidak menghargai, melakukan kekerasan, suka membohongi atau bahkan menduakan istrinya berarti tidak menghormati istri sebagai teman pewaris dari kasih karunia, dan itu akan membuat doa-doa menjadi terhalang.
Selain hal-hal di atas, ada satu lagi penghambat doa-doa kita didengar Tuhan, yaitu ketika kita masih menyimpan dendam dan belum bisa memberikan pengampunan terhadap seseorang yang pernah melukai perasaan kita atau merugikan hidup kita. Itu artinya, iman kita masih belum merdeka kalau kita masih belum bisa mengampuni.
Banyak orang tidak menyadari betapa eratnya hubungan antara iman dan pengampunan. Yesus pernah mengajarkan mengenai hubungan ini ketika memberi nasihat tentang doa (Markus 11:20-26). Dalam perikop ini syarat yang diberikan Yesus agar kita bisa memiliki iman yang sanggup mencampakkan gunung ke laut adalah keteguhan hati kita. Tidak bimbang, tidak goyah, tetap percaya. Jika kita memiliki iman demikian, maka hal itu akan terjadi. Demikian kata Yesus dalam ayat 23. Kemudian Yesus melanjutkan lewat ayat yang sudah begitu kita kenal dengan baik. "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (ay 24). Iman yang kuat akan membuat kita bisa percaya penuh kepada Tuhan.
Ayat ini sudah sangat familiar bagi kita. Tapi ada hal yang menarik yang mungkin masih jarang kita bahas atau perhatikan. Mari kita lihat ayat apa yang langsung menyambung ayat dalam Markus 11:24 itu. "Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (ay 25). Bahkan kemudian ditekankan lagi dengan hal sebaliknya: "Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (ay 26).
Sekarang mari perhatikan bukan cuma ayat 24, tapi bacalah hingga ayat 26 sebagai satu bagian yang tidak terpisah.
Rangkaian ayat ini sesungguhnya menunjukkan sebuah kaitan yang sangat erat antara iman dan pengampunan. Sebelum kita berdoa dan berharap menerima apa yang kita minta, kita wajib terlebih dahulu mengampuni orang-orang yang masih mengganjal dalam hati kita. Artinya, doa hanya akan berakhir sia-sia jika kita belum melepaskan sakit hati atau dendam yang masih bercokol di dalam hati kita dan memberi pengampunan.
(bersambung)
Thursday, August 23, 2018
Belenggu-Belenggu Penghalang Kemerdekaan (1)
Ayat bacaan: Markus 11:25
======================
"Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu."
Bangsa Indonesia dalam sejarahnya pernah mengalami oleh beberapa negara. Yang terlama tentu saja Belanda terutama di pulau Jawa. Belanda mulai masuk ke Indonesia di awal tahun 1600 hingga 1942, kemudian digantikan Jepang selama 3,5 tahun. Jepang hanya terbilang sebentar, tapi kekejaman bangsa negara matahari terbit ini menyisakan luka yang masih membekas baik bagi keturunan korbannya maupun bagi sejarah bangsa. Lalu beberapa ratus tahun sebelumnya ada Portugis dan Spanyol. Inggris pun sempat masuk dan menguasai pulau Jawa selama 1811-1816. Thomas Stamford Raffles adalah gubernur jendral yang diangkat pemerintah Inggris pada saat itu merupakan nama yang masih diingat terutama karena ia dicantumkan dalam pelajaran-pelajaran sejarah dan namanya juga diabadikan pada sebuah bunga parasit berukuran terbesar di dunia. Kalau Jepang yang melakukan praktek romusha dan kekejian lainnya terutama pada kaum wanita, Belanda sempat kembali mencoba masuk setelah bangsa ini merdeka dan melakukan agresi militernya beberapa kali.
Jadi bangsa kita seharusnya sudah tahu bagaimana berat dan kejamnya penderitaan sebagai bangsa terjajah. Sayangnya ada banyak orang yang hingga hari ini masih lebih memilih dijajah daripada hidup dalam kemerdekaan. Termasuk pula orang percaya. Bukan, kita bukan lagi dijajah oleh Belanda, Jepang dan sebagainya, melainkan oleh berbagai bentuk dosa sebagai produk dari si jahat. Banyak dari kita yang belum sepenuhnya merdeka, atau malah belum merdeka sama sekali. Kita sudah ditebus dari kutuk dosa, tetapi banyak yang masih hidup dibawahnya. Harusnya sudah tidak lagi dibelenggu dan bisa berlari maju untuk meraih masa depan yang baik sesuai rencana Tuhan yang indah, tapi malah memilih untuk terus dibelenggu jerat berbagai dosa.
Mengapa bisa seperti itu, padahal Yesus sudah memerdekakan kita ribuan tahun lalu? Kita yang sudah merdeka masih bisa terjajah karena keputusan kita sendiri yang masih mengijinkan kejahatan dosa berkuasa atas kita. Keputusan-keputusan atau perilaku kita sendiri yang bertentangan dengan Firman Tuhan membuat kita hidup bagai budak di alam kemerdekaan.
Menjadi budak di alam kemerdekaan, itu menyedihkan. Itu membuat kita tidak bisa meraih apa yang menjadi rencana Tuhan atas hidup kita. Itu akan membuat kita gagal hidup dalam kasih karunia dan karenanya gagal untuk menerima hidup yang kekal yang padahal sudah diberikan Kristus buat kita. Kita terhalang dari segala berkat dan terpisah jauh dari Tuhan. Karya penebusan Kristus yang juga memulihkan hubungan manusia dengan Tuhan seharusnya kita hargai sebagai sesuatu yang luar biasa besarnya.
Bayangkan, kita tidak lagi perlu untuk melalui perantaraan nabi jika ingin berhubungan dengan Tuhan. Setiap saat kita bisa menghampiri tahta karuniaNya yang kudus dan duduk di kakiNya untuk mendengar apa yang ingin Dia katakan pada kita. Tapi banyak orang yang sebenarnya sudah percaya masih terikat pada berbagai dosa dan karenanya kembali terputus hubungan dengan Tuhan. Harusnya sudah sangat dekat malah jadi tambah jauh. Itu adalah sesuatu yang ironis dan menyedihkan. Betapa sedihnya Yesus saat menyadari bahwa penderitaannya mengalami siksaan sampai wafat di kayu salib dibuang sia-sia oleh orang yang masih memilih untuk tunduk atau menghamba pada dosa.
Sebuah ayat dalam kitab Yesaya berkata: "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2).
Ayat ini sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar dari kita, tetapi apakah kita sudah benar-benar merenungkannya? Adalah dosa-dosa yang kita biarkan terus bercokol di dalam diri kita yang bisa membuat doa-doa kita terhalang untuk mendapatkan jawaban.
(bersambung)
======================
"Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu."
Bangsa Indonesia dalam sejarahnya pernah mengalami oleh beberapa negara. Yang terlama tentu saja Belanda terutama di pulau Jawa. Belanda mulai masuk ke Indonesia di awal tahun 1600 hingga 1942, kemudian digantikan Jepang selama 3,5 tahun. Jepang hanya terbilang sebentar, tapi kekejaman bangsa negara matahari terbit ini menyisakan luka yang masih membekas baik bagi keturunan korbannya maupun bagi sejarah bangsa. Lalu beberapa ratus tahun sebelumnya ada Portugis dan Spanyol. Inggris pun sempat masuk dan menguasai pulau Jawa selama 1811-1816. Thomas Stamford Raffles adalah gubernur jendral yang diangkat pemerintah Inggris pada saat itu merupakan nama yang masih diingat terutama karena ia dicantumkan dalam pelajaran-pelajaran sejarah dan namanya juga diabadikan pada sebuah bunga parasit berukuran terbesar di dunia. Kalau Jepang yang melakukan praktek romusha dan kekejian lainnya terutama pada kaum wanita, Belanda sempat kembali mencoba masuk setelah bangsa ini merdeka dan melakukan agresi militernya beberapa kali.
Jadi bangsa kita seharusnya sudah tahu bagaimana berat dan kejamnya penderitaan sebagai bangsa terjajah. Sayangnya ada banyak orang yang hingga hari ini masih lebih memilih dijajah daripada hidup dalam kemerdekaan. Termasuk pula orang percaya. Bukan, kita bukan lagi dijajah oleh Belanda, Jepang dan sebagainya, melainkan oleh berbagai bentuk dosa sebagai produk dari si jahat. Banyak dari kita yang belum sepenuhnya merdeka, atau malah belum merdeka sama sekali. Kita sudah ditebus dari kutuk dosa, tetapi banyak yang masih hidup dibawahnya. Harusnya sudah tidak lagi dibelenggu dan bisa berlari maju untuk meraih masa depan yang baik sesuai rencana Tuhan yang indah, tapi malah memilih untuk terus dibelenggu jerat berbagai dosa.
Mengapa bisa seperti itu, padahal Yesus sudah memerdekakan kita ribuan tahun lalu? Kita yang sudah merdeka masih bisa terjajah karena keputusan kita sendiri yang masih mengijinkan kejahatan dosa berkuasa atas kita. Keputusan-keputusan atau perilaku kita sendiri yang bertentangan dengan Firman Tuhan membuat kita hidup bagai budak di alam kemerdekaan.
Menjadi budak di alam kemerdekaan, itu menyedihkan. Itu membuat kita tidak bisa meraih apa yang menjadi rencana Tuhan atas hidup kita. Itu akan membuat kita gagal hidup dalam kasih karunia dan karenanya gagal untuk menerima hidup yang kekal yang padahal sudah diberikan Kristus buat kita. Kita terhalang dari segala berkat dan terpisah jauh dari Tuhan. Karya penebusan Kristus yang juga memulihkan hubungan manusia dengan Tuhan seharusnya kita hargai sebagai sesuatu yang luar biasa besarnya.
Bayangkan, kita tidak lagi perlu untuk melalui perantaraan nabi jika ingin berhubungan dengan Tuhan. Setiap saat kita bisa menghampiri tahta karuniaNya yang kudus dan duduk di kakiNya untuk mendengar apa yang ingin Dia katakan pada kita. Tapi banyak orang yang sebenarnya sudah percaya masih terikat pada berbagai dosa dan karenanya kembali terputus hubungan dengan Tuhan. Harusnya sudah sangat dekat malah jadi tambah jauh. Itu adalah sesuatu yang ironis dan menyedihkan. Betapa sedihnya Yesus saat menyadari bahwa penderitaannya mengalami siksaan sampai wafat di kayu salib dibuang sia-sia oleh orang yang masih memilih untuk tunduk atau menghamba pada dosa.
Sebuah ayat dalam kitab Yesaya berkata: "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2).
Ayat ini sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar dari kita, tetapi apakah kita sudah benar-benar merenungkannya? Adalah dosa-dosa yang kita biarkan terus bercokol di dalam diri kita yang bisa membuat doa-doa kita terhalang untuk mendapatkan jawaban.
(bersambung)
Wednesday, August 22, 2018
Menyikapi Kemerdekaan Dengan Benar (4)
(sambungan)
Ini pesan penting dalam menyikapi kemerdekaan yang telah dikaruniakan Tuhan kepada kita. Pesan penting dari Petrus dari dua ayat ini jelas. Menyikapi kemerdekaan yang sesuai dengan prinsip Kerajaan adalah kemerdekaan yang:
1. tidak disalahgunakan untuk melindungi kejahatan
2. dihidupi/dijalani sebagai hamba Allah
3. dipakai untuk menghormati semua orang, tanpa terkecuali
4. diisi dengan mengasihi saudara-saudara atau sesama manusia
5. disikapi dengan takut/hormat akan Allah
6. tidak membuat masalah melainkan menghormati pemimpin dan keputusannya
Sedangkan Paulus dalam surat Galatia 5 yang sudah saya sampaikan dalam bagian sebelumnya mengingatkan agar kita menyikapi kemerdekaan dengan:
1. Berdiri teguh menjauhi belenggu dan jerat dosa
2. Jangan lagi mau diperhamba atau mengenakan kuk perhambaan
3. Tidak menjadikannya kesempatan untuk hidup dalam dosa
4. melayani sesama oleh kasih
5. memiliki mindset mengasihi sesama seperti diri sendiri
Menyikapi kemerdekaan dengan keliru dan salah kaprah, menyikapi demokrasi dengan kebablasan, mempergunakan kemerdekaan sebagai selubung untuk melakukan berbagai kejahatan, menyuarakan pendapat dengan cara-cara yang tidak pantas, memaksakan kehendak dan meneror sudah begitu sering kita lihatdi sekeliling kita. Jangan sampai kita melakukan hal yang sama. Kita seharusnya tahu bagaimana menyikapi kemerdekaan dengan benar, yang sesuai dengan apa yang diinginkan Tuhan karena semua cara dan prinsipnya sudah diberitahukan pada kita lewat Firman Tuhan.
Pertama, sebagai orang merdeka dalam iman kita jangan lagi mau diperbudak dosa yang merupakan produk dari si jahat. Hiduplah dalam kemerdekaan yang sungguh-sungguh, yang sebenar-benar atau sepenuhnya yang sudah diberikan Yesus, dan kemudian, isi kemerdekaan bangsa ini dengan buah-buah yang lahir dari kebenaran. Tidak menjadi bagian dari masalah melainkan bagian dari solusi.
How do we look at our nation? What can we do to make it better? What contribution can we give right now? Let's start doing something!
Kebebasan diberikan Tuhan bukanlah sebagai peluang untuk berbuat dosa
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Ini pesan penting dalam menyikapi kemerdekaan yang telah dikaruniakan Tuhan kepada kita. Pesan penting dari Petrus dari dua ayat ini jelas. Menyikapi kemerdekaan yang sesuai dengan prinsip Kerajaan adalah kemerdekaan yang:
1. tidak disalahgunakan untuk melindungi kejahatan
2. dihidupi/dijalani sebagai hamba Allah
3. dipakai untuk menghormati semua orang, tanpa terkecuali
4. diisi dengan mengasihi saudara-saudara atau sesama manusia
5. disikapi dengan takut/hormat akan Allah
6. tidak membuat masalah melainkan menghormati pemimpin dan keputusannya
Sedangkan Paulus dalam surat Galatia 5 yang sudah saya sampaikan dalam bagian sebelumnya mengingatkan agar kita menyikapi kemerdekaan dengan:
1. Berdiri teguh menjauhi belenggu dan jerat dosa
2. Jangan lagi mau diperhamba atau mengenakan kuk perhambaan
3. Tidak menjadikannya kesempatan untuk hidup dalam dosa
4. melayani sesama oleh kasih
5. memiliki mindset mengasihi sesama seperti diri sendiri
Menyikapi kemerdekaan dengan keliru dan salah kaprah, menyikapi demokrasi dengan kebablasan, mempergunakan kemerdekaan sebagai selubung untuk melakukan berbagai kejahatan, menyuarakan pendapat dengan cara-cara yang tidak pantas, memaksakan kehendak dan meneror sudah begitu sering kita lihatdi sekeliling kita. Jangan sampai kita melakukan hal yang sama. Kita seharusnya tahu bagaimana menyikapi kemerdekaan dengan benar, yang sesuai dengan apa yang diinginkan Tuhan karena semua cara dan prinsipnya sudah diberitahukan pada kita lewat Firman Tuhan.
Pertama, sebagai orang merdeka dalam iman kita jangan lagi mau diperbudak dosa yang merupakan produk dari si jahat. Hiduplah dalam kemerdekaan yang sungguh-sungguh, yang sebenar-benar atau sepenuhnya yang sudah diberikan Yesus, dan kemudian, isi kemerdekaan bangsa ini dengan buah-buah yang lahir dari kebenaran. Tidak menjadi bagian dari masalah melainkan bagian dari solusi.
How do we look at our nation? What can we do to make it better? What contribution can we give right now? Let's start doing something!
Kebebasan diberikan Tuhan bukanlah sebagai peluang untuk berbuat dosa
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, August 21, 2018
Menyikapi Kemerdekaan Dengan Benar (3)
(sambungan)
"Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih." (Galatia 5:13).
Ayat ini sesungguhnya memberikan dasar yang sangat jelas tentang bagaimana kita seharusnya menyikapi kemerdekaan. Kemerdekaan bukan, dan tidak pernah boleh dipakai sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa. Kita tidak pernah boleh memanfaatkan kemerdekaan untuk melakukan hal-hal yang jahat, kita tidak pernah boleh merugikan orang lain dengan atas dasar kebebasan. Kita tidak boleh memaksakan kehendak, membenci, apalagi menyakiti dengan alasan kebebasan di era reformasi. Kita tidak boleh memanfaatkan kemerdekaan untuk melakukan berbagai perbuatan yang jahat di mata Tuhan. Jangan sampai karena alasan sudah merdeka, kita berpikir bahwa kita boleh melakukan dosa.
Apa yang harusnya kita lakukan justru mempergunakannya agar kita bisa melayani satu sama lain lebih dari sebelumnya dengan didasarkan atas kasih. Untuk lebih menegaskan lagi, Paulus melanjutkan: "Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!" (ay 14). Kalau kita memiliki prinsip hidup mengasihi sesama seperti diri sendiri, kita tentu tidak akan mau melakukan berbagai hal buruk yang merugikan diri sendiri maupun orang lain atas nama kebebasan. Itu akan bisa menghindarkan kita dari kegagalan atau kekeliruan dalam menyikapi sebuah kemerdekaan.
Benar bahwa Tuhan menyediakan pengampunan untuk dosa kita. Tapi itu bukan berarti bahwa kita boleh memanfaatkan atau menyalahgunakan kasih Tuhan itu sebagai kesempatan untuk terus hidup dalam dosa. Bagaimanapun juga, kita tidak bisa mengelak dari konsekuensi akibat dosa-dosa yang kita lakukan. Dan pada saatnya nanti, segala perbuatan dan perkataan kita haruslah kita pertanggungjawabkan di hadapanNya.
Petrus mengingatkan juga hal yang sama. "Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah." (1 Petrus 2:16). Itu pesan Petrus mengenai bagaimana menyikapi kemerdekaan dengan baik dan benar. Pesannya jelas. Kita tidak boleh menyalahgunakan kemerdekaan, apalagi memakai itu untuk menyelubungi/melindungi kejahatan-kejahatan seperti apa yang dilakukan sebagian orang yang masih dengan mudah bisa kita saksikan sampai hari ini. Kita tidak boleh ikut-ikutan seperti itu. Tapi, hiduplah sebagai hamba Allah. Hamba yang taat sepenuhnya kepada tuannya, yang hidup melayani tuannya. Hamba yang tidak akan mengecewakan tuannya dengan melakukan hal-hal dan nilai-nilai kehidupan seperti yang dimiliki tuannya.
Lebih lanjut Petrus mengatakan: "Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!" (ay 17).
(bersambung)
Demikian bunyi ayatnya:
Ayat ini sesungguhnya memberikan dasar yang sangat jelas tentang bagaimana kita seharusnya menyikapi kemerdekaan. Kemerdekaan bukan, dan tidak pernah boleh dipakai sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa. Kita tidak pernah boleh memanfaatkan kemerdekaan untuk melakukan hal-hal yang jahat, kita tidak pernah boleh merugikan orang lain dengan atas dasar kebebasan. Kita tidak boleh memaksakan kehendak, membenci, apalagi menyakiti dengan alasan kebebasan di era reformasi. Kita tidak boleh memanfaatkan kemerdekaan untuk melakukan berbagai perbuatan yang jahat di mata Tuhan. Jangan sampai karena alasan sudah merdeka, kita berpikir bahwa kita boleh melakukan dosa.
Apa yang harusnya kita lakukan justru mempergunakannya agar kita bisa melayani satu sama lain lebih dari sebelumnya dengan didasarkan atas kasih. Untuk lebih menegaskan lagi, Paulus melanjutkan: "Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!" (ay 14). Kalau kita memiliki prinsip hidup mengasihi sesama seperti diri sendiri, kita tentu tidak akan mau melakukan berbagai hal buruk yang merugikan diri sendiri maupun orang lain atas nama kebebasan. Itu akan bisa menghindarkan kita dari kegagalan atau kekeliruan dalam menyikapi sebuah kemerdekaan.
Benar bahwa Tuhan menyediakan pengampunan untuk dosa kita. Tapi itu bukan berarti bahwa kita boleh memanfaatkan atau menyalahgunakan kasih Tuhan itu sebagai kesempatan untuk terus hidup dalam dosa. Bagaimanapun juga, kita tidak bisa mengelak dari konsekuensi akibat dosa-dosa yang kita lakukan. Dan pada saatnya nanti, segala perbuatan dan perkataan kita haruslah kita pertanggungjawabkan di hadapanNya.
Petrus mengingatkan juga hal yang sama. "Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah." (1 Petrus 2:16). Itu pesan Petrus mengenai bagaimana menyikapi kemerdekaan dengan baik dan benar. Pesannya jelas. Kita tidak boleh menyalahgunakan kemerdekaan, apalagi memakai itu untuk menyelubungi/melindungi kejahatan-kejahatan seperti apa yang dilakukan sebagian orang yang masih dengan mudah bisa kita saksikan sampai hari ini. Kita tidak boleh ikut-ikutan seperti itu. Tapi, hiduplah sebagai hamba Allah. Hamba yang taat sepenuhnya kepada tuannya, yang hidup melayani tuannya. Hamba yang tidak akan mengecewakan tuannya dengan melakukan hal-hal dan nilai-nilai kehidupan seperti yang dimiliki tuannya.
Lebih lanjut Petrus mengatakan: "Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!" (ay 17).
(bersambung)
Monday, August 20, 2018
Menyikapi Kemerdekaan Dengan Benar (2)
(sambungan)
Karena itu penting bagi kita untuk bisa menyikapinya dengan benar, yaitu dengan berdiri teguh dan jangan mau lagi diperhamba. Diperhamba oleh apa? Oleh berbagai keinginan daging, kebiasaan-kebiasaan buruk di masa lalu, titik-titik lemah kita sebelum kita merdeka, atau perbuatan-perbuatan dosa lainnya yang berasal dari si jahat.
Masalahnya, semua ini memang bisa begitu memikat dan menjanjikan kenikmatan yang akan sulit untuk dihindari kalau kita tidak hati-hati menjaga diri. Karenanya Paulus mengingatkan agar kita "jangan mau lagi" , yang menunjukkan bahwa bagaimanapun semuanya tergantung dari keputusan kita. Apakah kita mau atau tidak untuk benar-benar menyikapi kemerdekaan dengan benar, apakah kita masih mau diperhamba dosa lagi setelah dimerdekakan atau tidak. Kemudian mari kita lihat apa yang dikatakan Yesus berikut ini: "Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." (Yohanes 8:36).
Kembali penegasan kita dapati kali ini langsung dari Yesus sendiri. Bukan merdeka asal-asalan, merdeka ala kadarnya, tapi benar-benar, sepenuhnya merdeka. Ini merupakan sebuah anugerah yang sebenarnya sangat besar yang diberikan bagi kita. Dikatakan anugerah karena hal ini diberikan kepada kita yang sebenarnya tidak layak menerimanya. Kita yang tadinya masih dibawah dosa, kemudian dilayakkan untuk menerima kemerdekaan, pemulihan hubungan dengan Tuhan dan keselamatan lewat penebusan Kristus. Disamping itu, apa yang kita sudah buat bagi Tuhan sehingga kita dianggap layak untuk mendapatkan kemerdekaan dan keselamatan dari Tuhan? Karena itulah ini merupakan anugerah atas dasar kasih karunia Tuhan yang seharusnya kita hargai dengan sangat tinggi.
Manusia punya kehendak bebas yang menunjukkan bahwa Tuhan menciptakan kita bukan sebagai robot melainkan sosok hidup yang sangat Dia kasihi. Untuk membuat kita awas dalam hidup yang berkehendak bebas, Tuhan memberikan kita akal budi yang dapat membedakan mana yang benar dan salah, kita bisa meminta hikmat kepadaNya, dan kita dituntun langsung oleh Roh Kudus dalam menjalani hidup. Seharusnya semua ini lebih dari cukup untuk membuat kita tidak salah dalam menjalani hidup.
Dalam hal penggunaan waktu, bergaul, berusaha/bekerja/berbisnis dan lainnya, Tuhan tidak memperlakukan manusia seperti robot, atau seperti kerbau dicocok hidungnya. Tidak, Tuhan mengasihi kita sehingga Dia memberi kehendak bebas kepada kita. Tapi ingatlah bahwa atas apapun yang kita lakukan, dalam apapun keputusan kita, ada konsekuensi yang menyertainya. Kita bisa hidup sesuai Firman Tuhan, tapi kita bisa pula hidup dalam berbagai bentuk dosa. Kita diberikan kemerdekaan dalam hidup, dan kita sudah benar-benar atau sungguh-sungguh merdeka berkat Yesus. Kita tidak lagi hidup dibawah kuk perhambaan, kita tidak lagi terikat oleh dosa yang berasal dari iblis. Itu adalah jati diri kita sebagai pengikut Kristus. Apakah kita menyikapi kemerdekaan sebagai anugerah yang sangat besar ini dengan baik atau kita menyia-nyiakan, mengabaikan, membuang atau bahkan menolak, itu tergantung dari kita sendiri.
Selanjutnya, setelah kita menyadari benar-benar bahwa kita sudah merdeka sepenuhnya, Firman Tuhan mengingatkan agar hendaklah kita mempergunakan kemerdekaan itu dengan baik dan tidak memanfaatkan itu untuk malah berbuat dosa. Kembali pada kitab Galatia pasal 5 pada perikop yang berjudul "Kemerdekaan Kristen", Paulus mengingatkan betul akan hal ini.
(bersambung)
Masalahnya, semua ini memang bisa begitu memikat dan menjanjikan kenikmatan yang akan sulit untuk dihindari kalau kita tidak hati-hati menjaga diri. Karenanya Paulus mengingatkan agar kita "jangan mau lagi" , yang menunjukkan bahwa bagaimanapun semuanya tergantung dari keputusan kita. Apakah kita mau atau tidak untuk benar-benar menyikapi kemerdekaan dengan benar, apakah kita masih mau diperhamba dosa lagi setelah dimerdekakan atau tidak. Kemudian mari kita lihat apa yang dikatakan Yesus berikut ini: "Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." (Yohanes 8:36).
Kembali penegasan kita dapati kali ini langsung dari Yesus sendiri. Bukan merdeka asal-asalan, merdeka ala kadarnya, tapi benar-benar, sepenuhnya merdeka. Ini merupakan sebuah anugerah yang sebenarnya sangat besar yang diberikan bagi kita. Dikatakan anugerah karena hal ini diberikan kepada kita yang sebenarnya tidak layak menerimanya. Kita yang tadinya masih dibawah dosa, kemudian dilayakkan untuk menerima kemerdekaan, pemulihan hubungan dengan Tuhan dan keselamatan lewat penebusan Kristus. Disamping itu, apa yang kita sudah buat bagi Tuhan sehingga kita dianggap layak untuk mendapatkan kemerdekaan dan keselamatan dari Tuhan? Karena itulah ini merupakan anugerah atas dasar kasih karunia Tuhan yang seharusnya kita hargai dengan sangat tinggi.
Manusia punya kehendak bebas yang menunjukkan bahwa Tuhan menciptakan kita bukan sebagai robot melainkan sosok hidup yang sangat Dia kasihi. Untuk membuat kita awas dalam hidup yang berkehendak bebas, Tuhan memberikan kita akal budi yang dapat membedakan mana yang benar dan salah, kita bisa meminta hikmat kepadaNya, dan kita dituntun langsung oleh Roh Kudus dalam menjalani hidup. Seharusnya semua ini lebih dari cukup untuk membuat kita tidak salah dalam menjalani hidup.
Dalam hal penggunaan waktu, bergaul, berusaha/bekerja/berbisnis dan lainnya, Tuhan tidak memperlakukan manusia seperti robot, atau seperti kerbau dicocok hidungnya. Tidak, Tuhan mengasihi kita sehingga Dia memberi kehendak bebas kepada kita. Tapi ingatlah bahwa atas apapun yang kita lakukan, dalam apapun keputusan kita, ada konsekuensi yang menyertainya. Kita bisa hidup sesuai Firman Tuhan, tapi kita bisa pula hidup dalam berbagai bentuk dosa. Kita diberikan kemerdekaan dalam hidup, dan kita sudah benar-benar atau sungguh-sungguh merdeka berkat Yesus. Kita tidak lagi hidup dibawah kuk perhambaan, kita tidak lagi terikat oleh dosa yang berasal dari iblis. Itu adalah jati diri kita sebagai pengikut Kristus. Apakah kita menyikapi kemerdekaan sebagai anugerah yang sangat besar ini dengan baik atau kita menyia-nyiakan, mengabaikan, membuang atau bahkan menolak, itu tergantung dari kita sendiri.
Selanjutnya, setelah kita menyadari benar-benar bahwa kita sudah merdeka sepenuhnya, Firman Tuhan mengingatkan agar hendaklah kita mempergunakan kemerdekaan itu dengan baik dan tidak memanfaatkan itu untuk malah berbuat dosa. Kembali pada kitab Galatia pasal 5 pada perikop yang berjudul "Kemerdekaan Kristen", Paulus mengingatkan betul akan hal ini.
(bersambung)
Sunday, August 19, 2018
Menyikapi Kemerdekaan Dengan Benar (1)
Ayat bacaan: Galatia 5:13
====================
"Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih."
Dua hari lalu kita baru saja merayakan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang ke 73. 73 tahun bukanlah masa yang singkat. Seandainya saja kita semua sepakat menyikapi kemerdekaan dengan benar dan mengisinya dengan segala kebaikan sesuai panggilan masing-masing, negara ini sudah menjadi negara yang sangat makmur hari ini. Sayangnya dalam tiap generasi tampaknya jumlah mereka yang tidak tahu atau mungkin tidak peduli akan kemakmuran negeri lebih banyak dari mereka yang peduli. Bangsa ini pun kemudian harus jatuh bangun menghadapi banyak masalah yang berbeda-beda. Reformasi yang terjadi seharusnya memberi babak baru yang lebih baik.
Sayangnya, lagi-lagi kemerdekaan menyatakan pendapat disikapi keliru oleh banyak elemen bangsa. Kemerdekaan atau kebebasan itu diartikan sebagai boleh berbuat seenaknya, merugikan hak orang lain, merasa paling benar, dan melakukan hal-hal yang bisa mengarah pada tindakan anarkis. Menyebar kebencian dianggap bagian dari kebebasan atau kemerdekaan. Tidaklah heran kalau ada sebagian orang yang menganggap bahwa masa sebelum reformasi ternyata lebih baik, padahal itu karena banyak orang keliru menyikapi arti dari sebuah kemerdekaan.
Kebebasan, kemerdekaan, adalah sesuatu yang patut disyukuri. Sayang sekali ada banyak orang yan menyikapi kemerdekaan dengan salah kaprah dan kemudian entah sadar atau tidak bukannya memanjukan bangsa, tapi malah menyebabkan kemunduran hingga puluhan tahun. Sendi-sendi kehidupan gotong royong, kebersatuan dalam keberagaman yang sudah dengan susah payah dibangun dan dijaga dalam sekejap mata ambruk dan akan butuh waktu yang sangat lama untuk kembali dibangun. Itupun kalau semuanya sadar akan pentingnya hal ini. Kalau terus dibiarkan rusak, entah bagaimana masa depan bangsa ini dan semua yang hidup di dalamnya.
Hidup di alam kemerdekaan bisa membuat orang terlena sehingga mengira bahwa itu berarti mereka bisa melakukan segalanya sesuka hati. Bukan menyampaikan keluhan dengan cara baik, tapi memaksakan kehendak karena merasa absolut, paling benar. Kebencian yang tadinya mungkin seperti api dalam sekam kemudian menyala membakar apapun yang bisa disambarnya. Ada juga yang tidak tahu bagaimana harus menyikapi sebuah kemerdekaan itu. Tidak melakukan apa-apa, apatis dan hanya fokus pada kepentingan pemenuhan kebutuhan diri sendiri. Apa yang harusnya dilakukan orang percaya? Bagaimana kita seharusnya menyikapi kemerdekaan? Adakah Alkitab menyebutkan akan hal ini? Semua ini menjadi pertanyaan penting yang baik kita renungkan saat kita merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang sama-sama kita cintai.
Alkitab sudah memberi peringatan mengenai bagaimana cara menyikapi kemerdekaan. Pertama, ingatlah bahwa kita adalah orang-orang yang sudah dimerdekakan dari dosa dan berbagai kuk perhambaan. Kristus sendirilah yang telah memerdekakan kita. Paulus menyampaikan: "Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan." (Galatia 5:1). Ayat ini mengingatkan dengan jelas bahwa kemerdekaan yang telah diberikan Yesus bagi kita membuat kita merdeka bukan setengah-setengah melainkan sungguh-sungguh, sepenuhnya. Itu bukan lagi 'bakal' atau 'akan', tetapi 'telah' atau 'sudah'.
(bersambung)
====================
"Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih."
Dua hari lalu kita baru saja merayakan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang ke 73. 73 tahun bukanlah masa yang singkat. Seandainya saja kita semua sepakat menyikapi kemerdekaan dengan benar dan mengisinya dengan segala kebaikan sesuai panggilan masing-masing, negara ini sudah menjadi negara yang sangat makmur hari ini. Sayangnya dalam tiap generasi tampaknya jumlah mereka yang tidak tahu atau mungkin tidak peduli akan kemakmuran negeri lebih banyak dari mereka yang peduli. Bangsa ini pun kemudian harus jatuh bangun menghadapi banyak masalah yang berbeda-beda. Reformasi yang terjadi seharusnya memberi babak baru yang lebih baik.
Sayangnya, lagi-lagi kemerdekaan menyatakan pendapat disikapi keliru oleh banyak elemen bangsa. Kemerdekaan atau kebebasan itu diartikan sebagai boleh berbuat seenaknya, merugikan hak orang lain, merasa paling benar, dan melakukan hal-hal yang bisa mengarah pada tindakan anarkis. Menyebar kebencian dianggap bagian dari kebebasan atau kemerdekaan. Tidaklah heran kalau ada sebagian orang yang menganggap bahwa masa sebelum reformasi ternyata lebih baik, padahal itu karena banyak orang keliru menyikapi arti dari sebuah kemerdekaan.
Kebebasan, kemerdekaan, adalah sesuatu yang patut disyukuri. Sayang sekali ada banyak orang yan menyikapi kemerdekaan dengan salah kaprah dan kemudian entah sadar atau tidak bukannya memanjukan bangsa, tapi malah menyebabkan kemunduran hingga puluhan tahun. Sendi-sendi kehidupan gotong royong, kebersatuan dalam keberagaman yang sudah dengan susah payah dibangun dan dijaga dalam sekejap mata ambruk dan akan butuh waktu yang sangat lama untuk kembali dibangun. Itupun kalau semuanya sadar akan pentingnya hal ini. Kalau terus dibiarkan rusak, entah bagaimana masa depan bangsa ini dan semua yang hidup di dalamnya.
Hidup di alam kemerdekaan bisa membuat orang terlena sehingga mengira bahwa itu berarti mereka bisa melakukan segalanya sesuka hati. Bukan menyampaikan keluhan dengan cara baik, tapi memaksakan kehendak karena merasa absolut, paling benar. Kebencian yang tadinya mungkin seperti api dalam sekam kemudian menyala membakar apapun yang bisa disambarnya. Ada juga yang tidak tahu bagaimana harus menyikapi sebuah kemerdekaan itu. Tidak melakukan apa-apa, apatis dan hanya fokus pada kepentingan pemenuhan kebutuhan diri sendiri. Apa yang harusnya dilakukan orang percaya? Bagaimana kita seharusnya menyikapi kemerdekaan? Adakah Alkitab menyebutkan akan hal ini? Semua ini menjadi pertanyaan penting yang baik kita renungkan saat kita merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang sama-sama kita cintai.
Alkitab sudah memberi peringatan mengenai bagaimana cara menyikapi kemerdekaan. Pertama, ingatlah bahwa kita adalah orang-orang yang sudah dimerdekakan dari dosa dan berbagai kuk perhambaan. Kristus sendirilah yang telah memerdekakan kita. Paulus menyampaikan: "Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan." (Galatia 5:1). Ayat ini mengingatkan dengan jelas bahwa kemerdekaan yang telah diberikan Yesus bagi kita membuat kita merdeka bukan setengah-setengah melainkan sungguh-sungguh, sepenuhnya. Itu bukan lagi 'bakal' atau 'akan', tetapi 'telah' atau 'sudah'.
(bersambung)
Saturday, August 18, 2018
Merdeka! (3)
(sambungan)
Hal ini dia ingatkan kepada jemaat Roma agar mereka sadar akan kesalahan mereka. "Aku mengatakan hal ini secara manusia karena kelemahan kamu. Sebab sama seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan." (ay 19). "Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran... Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal." (ay 20, 22).
Dan ia menambahkan sesuatu yang sangat penting untuk kita ingat: "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (ay 23). Ya, dalam Yesus Kristus. Itulah satu-satunya jalan untuk bisa terbebas sepenuhnya dari jerat iblis dengan berbagai jebakan dosanya. Dan itu bukan 'bakal', melainkan sudah Dia berikan bagi kita lewat penebusan di atas kayu salib.
"Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan." (Roma 10:9-10). Itulah cara yang harus kita lakukan agar kita benar-benar bisa mengalami sebuah kemerdekaan secara utuh dan sepenuhnya.
Tidak ada alasan bagi kita untuk terus hidup terjajah, karena bentuk kemerdekaan seutuhnya sudah dianugerahkan Tuhan lewat Kristus. Sudah selayaknya kita mensyukuri anugerah Tuhan yang luar biasa besar itu dengan hidup menjaga kekudusan dalam Yesus. Ingatlah bahwa kita adalah orang-orang merdeka, hiduplah sebagai orang merdeka dan tidak lagi tunduk kebiasaan-kebiasaan buruk yang mengarahkan kita ke dalam jurang kebinasaan sebagai jajahan iblis. Lalu isilah kemerdekaan bangsa ini dengan hal-hal positif sesuai panggilan kita masing-masing. Ada begitu banyak pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan, dan kita seharusnya bisa menjadi saluran berkat Tuhan bagi bangsa ini, terutama di kota dimana kita Tuhan tempatkan.
Kita tidak bisa mengisi kemerdekaan dengan karya nyata kalau kita sendiri belum merdeka. Karenanya jangan biarkan belenggu apapun masih mengikat kita. Hiduplah dalam keadaan benar-benar merdeka, dan ajak bangsa ini untuk bisa menikmati alam kemerdekaan yang makmur, damai dan bahagia seperti yang diimpikan oleh para pejuang yang sudah mengorbankan dirinya bagi kita. Mari kita doakan bangsa ini, agar kemerdekaannya mendatangkan kebaikan bagi kita semua.
We are not bound by sin. We are loved, we are a new creation. We are free. Live as one
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Hal ini dia ingatkan kepada jemaat Roma agar mereka sadar akan kesalahan mereka. "Aku mengatakan hal ini secara manusia karena kelemahan kamu. Sebab sama seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan." (ay 19). "Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran... Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal." (ay 20, 22).
Dan ia menambahkan sesuatu yang sangat penting untuk kita ingat: "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (ay 23). Ya, dalam Yesus Kristus. Itulah satu-satunya jalan untuk bisa terbebas sepenuhnya dari jerat iblis dengan berbagai jebakan dosanya. Dan itu bukan 'bakal', melainkan sudah Dia berikan bagi kita lewat penebusan di atas kayu salib.
"Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan." (Roma 10:9-10). Itulah cara yang harus kita lakukan agar kita benar-benar bisa mengalami sebuah kemerdekaan secara utuh dan sepenuhnya.
Tidak ada alasan bagi kita untuk terus hidup terjajah, karena bentuk kemerdekaan seutuhnya sudah dianugerahkan Tuhan lewat Kristus. Sudah selayaknya kita mensyukuri anugerah Tuhan yang luar biasa besar itu dengan hidup menjaga kekudusan dalam Yesus. Ingatlah bahwa kita adalah orang-orang merdeka, hiduplah sebagai orang merdeka dan tidak lagi tunduk kebiasaan-kebiasaan buruk yang mengarahkan kita ke dalam jurang kebinasaan sebagai jajahan iblis. Lalu isilah kemerdekaan bangsa ini dengan hal-hal positif sesuai panggilan kita masing-masing. Ada begitu banyak pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan, dan kita seharusnya bisa menjadi saluran berkat Tuhan bagi bangsa ini, terutama di kota dimana kita Tuhan tempatkan.
Kita tidak bisa mengisi kemerdekaan dengan karya nyata kalau kita sendiri belum merdeka. Karenanya jangan biarkan belenggu apapun masih mengikat kita. Hiduplah dalam keadaan benar-benar merdeka, dan ajak bangsa ini untuk bisa menikmati alam kemerdekaan yang makmur, damai dan bahagia seperti yang diimpikan oleh para pejuang yang sudah mengorbankan dirinya bagi kita. Mari kita doakan bangsa ini, agar kemerdekaannya mendatangkan kebaikan bagi kita semua.
We are not bound by sin. We are loved, we are a new creation. We are free. Live as one
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, August 17, 2018
Merdeka! (2)
(sambungan)
Kita mungkin tertawa melihat cara berpikir mereka yang sepertinya bodoh, tapi kita pun sering tanpa sadar bertindak seperti itu. Gelimang dosa dan kebiasaan buruk dari masa lalu terkadang terasa begitu nikmat dan masih begitu besar daya pikatnya, sehingga kita lebih memilih untuk membiarkan diri kita tersiksa dalam dosa ketimbang berbalik untuk mengikuti jalan Tuhan dengan penuh ketaatan.
Gambaran seperti ini pun merupakan kenyataan dari kehidupan kita. Kita berpikir bahwa kita sudah merdeka, dan dengan menerima Kristus seharusnya memang demikian. Tetapi sayangnya kita sebenarnya masih terikat dan karenanya tidak bisa melangkah maju memenuhi rencana Tuhan. Kita tidak kunjung merdeka dan tidak bisa menikmati hidup dalam kasih karunia. Tanpa sadar status merdeka kita pun hanya tinggal status, karena kenyataannya kita masih terjajah dan terbelenggu oleh berbagai hal, masih diperbudak oleh iblis dan terus menjadi hamba dosa. Begitu kuatnya ikatan ini, sehingga seperti bangsa Israel kita pun masih berpikir untuk lebih memilih menjadi bangsa terjajah ketimbang keluar dan menuai janji Tuhan.
Kemerdekaan itu sesungguhnya telah diberikan kepada kita lewat Kristus. Yesus berkata: "Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." (Yohanes 8:36). Benar-benar merdeka, itu berarti seharusnya tidak ada lagi satupun yang mengikat kita. Tidak ada penjajah manapun yang berhak untuk berkuasa atas hidup kita. Sebuah kemerdekaan yang sebenar-benarnya seharusnya membuat kita layak hidup tanpa perlu lagi menjadi hamba atas penjajah yang dahulu memperbudak kita. Seharusnya demikian.
Satu-satunya yang bisa membuat kita masih bisa dikuasai adalah apabila kita mengijinkannya, apabila kita memilih untuk tetap berada dibawah kekuasaan si jahat, masih memilih menghamba pada dosa dan membiarkan diri kita kembali diikat ketimbang menikmati kehidupan yang benar-benar merdeka yang sudah disediakan Tuhan lewat Kristus. Jika itu yang terjadi, kita sama seperti bangsa Israel pada masa perbudakan Mesir tadi. Kita tidak memandang sesuatu yang begitu besar yang Tuhan sudah sediakan di depan sana sehingga mengabaikannya. Kita lebih mau kembali kepada perbudakan dan binasa disana ketimbang menerima kebaikan Tuhan dalam kepenuhan.
Betapa sedihnya Tuhan Yesus kalau itu yang menjadi sikap dan keputusan kita. Kita tidak menghargai apa yang sudah Dia lakukan bagi kita, kita tidak mau menerima keselamatan kekal dan lebih memilih binasa dalam kuasa si jahat.
Kemerdekaan yang sebenar-benarnya bukanlah sekedar omongan belaka, tetapi merupakan sebuah anugerah luar biasa yang sudah diberikan kepada kita. Masalahnya adalah, apakah kita benar-benar mau menghargai kemerdekaan sebenar-benarnya itu secara sungguh-sungguh atau kita masih memilih hidup di bawah perbudakan, menjadi hamba dosa, menjadi tawanan iblis. Paulus pun mengingatkan hal ini. "Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:18).
(bersambung)
Kita mungkin tertawa melihat cara berpikir mereka yang sepertinya bodoh, tapi kita pun sering tanpa sadar bertindak seperti itu. Gelimang dosa dan kebiasaan buruk dari masa lalu terkadang terasa begitu nikmat dan masih begitu besar daya pikatnya, sehingga kita lebih memilih untuk membiarkan diri kita tersiksa dalam dosa ketimbang berbalik untuk mengikuti jalan Tuhan dengan penuh ketaatan.
Gambaran seperti ini pun merupakan kenyataan dari kehidupan kita. Kita berpikir bahwa kita sudah merdeka, dan dengan menerima Kristus seharusnya memang demikian. Tetapi sayangnya kita sebenarnya masih terikat dan karenanya tidak bisa melangkah maju memenuhi rencana Tuhan. Kita tidak kunjung merdeka dan tidak bisa menikmati hidup dalam kasih karunia. Tanpa sadar status merdeka kita pun hanya tinggal status, karena kenyataannya kita masih terjajah dan terbelenggu oleh berbagai hal, masih diperbudak oleh iblis dan terus menjadi hamba dosa. Begitu kuatnya ikatan ini, sehingga seperti bangsa Israel kita pun masih berpikir untuk lebih memilih menjadi bangsa terjajah ketimbang keluar dan menuai janji Tuhan.
Kemerdekaan itu sesungguhnya telah diberikan kepada kita lewat Kristus. Yesus berkata: "Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." (Yohanes 8:36). Benar-benar merdeka, itu berarti seharusnya tidak ada lagi satupun yang mengikat kita. Tidak ada penjajah manapun yang berhak untuk berkuasa atas hidup kita. Sebuah kemerdekaan yang sebenar-benarnya seharusnya membuat kita layak hidup tanpa perlu lagi menjadi hamba atas penjajah yang dahulu memperbudak kita. Seharusnya demikian.
Satu-satunya yang bisa membuat kita masih bisa dikuasai adalah apabila kita mengijinkannya, apabila kita memilih untuk tetap berada dibawah kekuasaan si jahat, masih memilih menghamba pada dosa dan membiarkan diri kita kembali diikat ketimbang menikmati kehidupan yang benar-benar merdeka yang sudah disediakan Tuhan lewat Kristus. Jika itu yang terjadi, kita sama seperti bangsa Israel pada masa perbudakan Mesir tadi. Kita tidak memandang sesuatu yang begitu besar yang Tuhan sudah sediakan di depan sana sehingga mengabaikannya. Kita lebih mau kembali kepada perbudakan dan binasa disana ketimbang menerima kebaikan Tuhan dalam kepenuhan.
Betapa sedihnya Tuhan Yesus kalau itu yang menjadi sikap dan keputusan kita. Kita tidak menghargai apa yang sudah Dia lakukan bagi kita, kita tidak mau menerima keselamatan kekal dan lebih memilih binasa dalam kuasa si jahat.
Kemerdekaan yang sebenar-benarnya bukanlah sekedar omongan belaka, tetapi merupakan sebuah anugerah luar biasa yang sudah diberikan kepada kita. Masalahnya adalah, apakah kita benar-benar mau menghargai kemerdekaan sebenar-benarnya itu secara sungguh-sungguh atau kita masih memilih hidup di bawah perbudakan, menjadi hamba dosa, menjadi tawanan iblis. Paulus pun mengingatkan hal ini. "Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:18).
(bersambung)
Thursday, August 16, 2018
Merdeka! (1)
Ayat bacaan: Keluaran 14:12
========================
"Bukankah ini telah kami katakan kepadamu di Mesir: Janganlah mengganggu kami dan biarlah kami bekerja pada orang Mesir. Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini."
1945-2018. 73 tahun kita sudah merdeka. Kemerdekaan secara resmi diproklamirkan oleh bapak bangsa Soekarno dan Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 tepat jam 10 pagi. Sejak saat itu Indonesia dinyatakan resmi merdeka. Meski demikian, ada banyak gejolak bahkan serangan yang membuat Indonesia masih harus terus berjuang. Kalau dulu berjuang merebut, setelah 1945 berjuang mempertahankan kemderdekaan. Banyak pahlawan yang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan. Mereka rela mengorbankan nyawa demi bangsa dan kita semua yang hidup di dalamnya. Mereka ingin agar kita bisa hidup dalam damai dan bahagia di alam kemerdekaan, yang secara logika pasti lebih baik daripada hidup dalam alam penjajahan. Kalau mereka melihat bagaimana bangsanya hari ini, mereka tentu bersedih. Apa yang mereka perjuangkan dan korbankan seperti sia-sia. Begitu banyak orang yang tidak menghargai pengorbanan mereka dan masih berusaha membuat negara ini porak poranda demi kepentingan pribadi dan golongan yang sesaat. Kepentingannya sesaat, hancurnya massive untuk waktu yang lama.
Ada banyak orang yang gagal menyikapi kemerdekaan. Dan dalam hal iman pun sama. Ada banyak orang percaya yang gagal, gagap atau keliru menyikapi sebuah kemerdekaan yang sudah dianugerahkan lewat penebusan langsung oleh Yesus. Seharusnya kehidupan sudah bebas dari belenggu kutuk, tapi banyak yang memilih untuk masih terikat atau malah kembali masuk ke dalam jerat kutuk. Keinginan daging masih terlalu memikat sehingga mereka masih enggan beranjak dari kondisi itu untuk masuk ke dalam alam merdeka yang sebenarnya sudah disediakan Tuhan atas dasar kasihNya yang begitu besar bagi kita. Benar, kita tinggal di negara yang sudah merdeka. Tapi saat bangsa ini masih memiliki begitu banyak belenggu yang menghalangi sebuah kemerdekaan seperti yang diinginkan oleh para pejuang dan pendahulu kita, kita sendiri masih terikat oleh banyak hal yang membuat kita sulit untuk maju dalam menghidupi kebenaran sesuai prinsip Kerajaan. Dan itu akan membuat kita tidak berdampak apa-apa untuk mengisi dan melakukan sesuatu bagi bangsa ini.
Bangsa Israel sempat mengalami masa-masa terjajah beberapa kali. Seperti bangsa kita yang mengalami kerja paksa di jaman pendudukan Belanda dan Jepang, mereka pun pernah mengalaminya ketika berada di bawah kekuasaan Mesir. "Sebab itu pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas mereka untuk menindas mereka dengan kerja paksa: mereka harus mendirikan bagi Firaun kota-kota perbekalan, yakni Pitom dan Raamses." (Keluaran 1:11).
Mereka diharuskan melakukan kerja rodi, alias kerja paksa yang diwajibkan oleh bangsa penjajah tanpa memperoleh upah apapun. Gambaran kerja rodi/paksa itu sangat berat. "Lalu dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu." (ay 13-14).
Ditengah terik matahari, mereka siap tidak siap, sehat tidak sehat, kuat tidak kuat, muda dan lanjut usia harus bekerja mengangkat batu, memacul dan sebagainya sesuai keinginan penguasa Mesir. Kalau sedikit saja lambat, maka lecutan cambuk atau pukulan akan mereka terima. Terjatuh, pingsan akibat kelelahan tidak membuat mereka iba. Hukuman pun akan jatuh atas mereka. Kalau ada yang kemudian meninggal tinggal dibuang saja. Begitu tidak berharganya, begitu rendahnya, begitu hinanya. Belakangan mereka pun kembali mengalami pembuangan di Babel dan kembali harus mengalami kerja paksa ini. Jelas menjadi budak terjajah seperti itu sangatlah menyakitkan. Pahit, getir dan penuh penderitaan.
Dalam keadaan demikian, situasi apapun akan lebih baik, apalagi kalau merdeka dan diberikan tanah yang subur dimana mereka bisa membangun kehidupan secara baik dan makmur. Itu jelas jauh lebih baik dibandingkan bekerja sebagai budak kerja paksa dibawah penindasan bangsa lain. Bukankah begitu seharusnya? Tapi ternyata bangsa Israel punya pandangan lain! Mereka berkata: "Bukankah ini telah kami katakan kepadamu di Mesir: Janganlah mengganggu kami dan biarlah kami bekerja pada orang Mesir. Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini." (Keluaran 14:12).
(bersambung)
========================
"Bukankah ini telah kami katakan kepadamu di Mesir: Janganlah mengganggu kami dan biarlah kami bekerja pada orang Mesir. Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini."
1945-2018. 73 tahun kita sudah merdeka. Kemerdekaan secara resmi diproklamirkan oleh bapak bangsa Soekarno dan Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 tepat jam 10 pagi. Sejak saat itu Indonesia dinyatakan resmi merdeka. Meski demikian, ada banyak gejolak bahkan serangan yang membuat Indonesia masih harus terus berjuang. Kalau dulu berjuang merebut, setelah 1945 berjuang mempertahankan kemderdekaan. Banyak pahlawan yang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan. Mereka rela mengorbankan nyawa demi bangsa dan kita semua yang hidup di dalamnya. Mereka ingin agar kita bisa hidup dalam damai dan bahagia di alam kemerdekaan, yang secara logika pasti lebih baik daripada hidup dalam alam penjajahan. Kalau mereka melihat bagaimana bangsanya hari ini, mereka tentu bersedih. Apa yang mereka perjuangkan dan korbankan seperti sia-sia. Begitu banyak orang yang tidak menghargai pengorbanan mereka dan masih berusaha membuat negara ini porak poranda demi kepentingan pribadi dan golongan yang sesaat. Kepentingannya sesaat, hancurnya massive untuk waktu yang lama.
Ada banyak orang yang gagal menyikapi kemerdekaan. Dan dalam hal iman pun sama. Ada banyak orang percaya yang gagal, gagap atau keliru menyikapi sebuah kemerdekaan yang sudah dianugerahkan lewat penebusan langsung oleh Yesus. Seharusnya kehidupan sudah bebas dari belenggu kutuk, tapi banyak yang memilih untuk masih terikat atau malah kembali masuk ke dalam jerat kutuk. Keinginan daging masih terlalu memikat sehingga mereka masih enggan beranjak dari kondisi itu untuk masuk ke dalam alam merdeka yang sebenarnya sudah disediakan Tuhan atas dasar kasihNya yang begitu besar bagi kita. Benar, kita tinggal di negara yang sudah merdeka. Tapi saat bangsa ini masih memiliki begitu banyak belenggu yang menghalangi sebuah kemerdekaan seperti yang diinginkan oleh para pejuang dan pendahulu kita, kita sendiri masih terikat oleh banyak hal yang membuat kita sulit untuk maju dalam menghidupi kebenaran sesuai prinsip Kerajaan. Dan itu akan membuat kita tidak berdampak apa-apa untuk mengisi dan melakukan sesuatu bagi bangsa ini.
Bangsa Israel sempat mengalami masa-masa terjajah beberapa kali. Seperti bangsa kita yang mengalami kerja paksa di jaman pendudukan Belanda dan Jepang, mereka pun pernah mengalaminya ketika berada di bawah kekuasaan Mesir. "Sebab itu pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas mereka untuk menindas mereka dengan kerja paksa: mereka harus mendirikan bagi Firaun kota-kota perbekalan, yakni Pitom dan Raamses." (Keluaran 1:11).
Mereka diharuskan melakukan kerja rodi, alias kerja paksa yang diwajibkan oleh bangsa penjajah tanpa memperoleh upah apapun. Gambaran kerja rodi/paksa itu sangat berat. "Lalu dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu." (ay 13-14).
Ditengah terik matahari, mereka siap tidak siap, sehat tidak sehat, kuat tidak kuat, muda dan lanjut usia harus bekerja mengangkat batu, memacul dan sebagainya sesuai keinginan penguasa Mesir. Kalau sedikit saja lambat, maka lecutan cambuk atau pukulan akan mereka terima. Terjatuh, pingsan akibat kelelahan tidak membuat mereka iba. Hukuman pun akan jatuh atas mereka. Kalau ada yang kemudian meninggal tinggal dibuang saja. Begitu tidak berharganya, begitu rendahnya, begitu hinanya. Belakangan mereka pun kembali mengalami pembuangan di Babel dan kembali harus mengalami kerja paksa ini. Jelas menjadi budak terjajah seperti itu sangatlah menyakitkan. Pahit, getir dan penuh penderitaan.
Dalam keadaan demikian, situasi apapun akan lebih baik, apalagi kalau merdeka dan diberikan tanah yang subur dimana mereka bisa membangun kehidupan secara baik dan makmur. Itu jelas jauh lebih baik dibandingkan bekerja sebagai budak kerja paksa dibawah penindasan bangsa lain. Bukankah begitu seharusnya? Tapi ternyata bangsa Israel punya pandangan lain! Mereka berkata: "Bukankah ini telah kami katakan kepadamu di Mesir: Janganlah mengganggu kami dan biarlah kami bekerja pada orang Mesir. Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini." (Keluaran 14:12).
(bersambung)
Wednesday, August 15, 2018
Keep Praying, Never Give Up (5)
(sambungan)
Paulus pun dalam beberapa kesempatan menunjuk pada doa yang terus dilakukan siang dan malam dengan sungguh-sungguh. Salah satu contoh adalah ketika Paulus menyatakan betapa ia terus berdoa siang dan malam dalam kerinduan untuk bertemu dengan para jemaat di Tesalonika dan melayani mereka. (1 Tesalonika 3:10). Lalu dalam Kolose 4:12, rekan sepelayanan Paulus bernama Epafras juga menunjukkan bagaimana ia bergumul dalam doa agar jemaat di Kolose tetap bisa berdiri teguh sebagai orang-orang yang dewasa imannya dan berkeyakinan penuh dengan segala hal yang Tuhan kehendaki. Bergumul dalam doa saat di penjara menanti dieksekusi menunjukkan bagaimana besarnya iman Epafras yang sepenuhnya percaya kepada Tuhan. Dan jelas, orang yang bergumul dalam doa menunjukkan kegigihan dalam doa tanpa jemu-jemu.
Berdoa dengan tidak jemu-jemu, doa yang dipanjatkan terus menerus siang dan malam bukanlah berarti doa harus terus kita ulang-ulang atau bertele-tele. Bukan pula dengan cara-cara memaksa. Hal berdoa diajarkan dengan jelas oleh Yesus sendiri dalam Matius 6:5-15, dan hendaknya itu kita jadikan acuan kita. Bukan karena banyaknya kata-kata, keindahan rangkaian kata dalam doa, tapi doa yang disertai iman lah yang penting. Bukan pula doa yang cuma dilakukan karena ada permintaan dan kebutuhan, menjadikan doa sebagai paket berisi daftar permintaan, tapi dasarkan doa sebagai sarana bagi kita untuk membina keintiman hubungan dengan Tuhan.
Sejauh mana kita mampu bergantung dan mau mengandalkan Tuhan, itu akan terlihat dari kesetiaan kita dalam berdoa. Dalam Roma kita diingatkan agar senantiasa "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:12).
Bertekun dalam doa, berdoa dengan tidak jemu-jemu, berdoa siang dan malam, itu tidak akan pernah berakhir sia-sia. Ada kalanya jawaban Tuhan tidak akan segera datang. Mungkin waktunya belum tepat, mungkin Tuhan masih merasa perlu untuk menguji keteguhan dan ketekunan kita, tapi pada saatnya, Tuhan akan menolong dan memberkati kita sesuai janji-janjiNya. Karena itu, hindarilah ketidaksabaran yang bisa mengarahkan kita kepada rupa-rupa kesesatan ketika kita memilih untuk mencari alternatif atau jalan pintas yang justru akan memperburuk situasi.
Adalah jauh lebih penting untuk membina hubungan karib dengan Tuhan, dan sarana untuk itu adalah melalui doa. Bertekun dan konsisten lah dalam berdoa. Jangan pernah jenuh, jangan pernah jemu, meski saat ini jawaban sepertinya belum terlihat.
Even if you haven't seen the answer, keep praying, never give up
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Paulus pun dalam beberapa kesempatan menunjuk pada doa yang terus dilakukan siang dan malam dengan sungguh-sungguh. Salah satu contoh adalah ketika Paulus menyatakan betapa ia terus berdoa siang dan malam dalam kerinduan untuk bertemu dengan para jemaat di Tesalonika dan melayani mereka. (1 Tesalonika 3:10). Lalu dalam Kolose 4:12, rekan sepelayanan Paulus bernama Epafras juga menunjukkan bagaimana ia bergumul dalam doa agar jemaat di Kolose tetap bisa berdiri teguh sebagai orang-orang yang dewasa imannya dan berkeyakinan penuh dengan segala hal yang Tuhan kehendaki. Bergumul dalam doa saat di penjara menanti dieksekusi menunjukkan bagaimana besarnya iman Epafras yang sepenuhnya percaya kepada Tuhan. Dan jelas, orang yang bergumul dalam doa menunjukkan kegigihan dalam doa tanpa jemu-jemu.
Berdoa dengan tidak jemu-jemu, doa yang dipanjatkan terus menerus siang dan malam bukanlah berarti doa harus terus kita ulang-ulang atau bertele-tele. Bukan pula dengan cara-cara memaksa. Hal berdoa diajarkan dengan jelas oleh Yesus sendiri dalam Matius 6:5-15, dan hendaknya itu kita jadikan acuan kita. Bukan karena banyaknya kata-kata, keindahan rangkaian kata dalam doa, tapi doa yang disertai iman lah yang penting. Bukan pula doa yang cuma dilakukan karena ada permintaan dan kebutuhan, menjadikan doa sebagai paket berisi daftar permintaan, tapi dasarkan doa sebagai sarana bagi kita untuk membina keintiman hubungan dengan Tuhan.
Sejauh mana kita mampu bergantung dan mau mengandalkan Tuhan, itu akan terlihat dari kesetiaan kita dalam berdoa. Dalam Roma kita diingatkan agar senantiasa "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:12).
Bertekun dalam doa, berdoa dengan tidak jemu-jemu, berdoa siang dan malam, itu tidak akan pernah berakhir sia-sia. Ada kalanya jawaban Tuhan tidak akan segera datang. Mungkin waktunya belum tepat, mungkin Tuhan masih merasa perlu untuk menguji keteguhan dan ketekunan kita, tapi pada saatnya, Tuhan akan menolong dan memberkati kita sesuai janji-janjiNya. Karena itu, hindarilah ketidaksabaran yang bisa mengarahkan kita kepada rupa-rupa kesesatan ketika kita memilih untuk mencari alternatif atau jalan pintas yang justru akan memperburuk situasi.
Adalah jauh lebih penting untuk membina hubungan karib dengan Tuhan, dan sarana untuk itu adalah melalui doa. Bertekun dan konsisten lah dalam berdoa. Jangan pernah jenuh, jangan pernah jemu, meski saat ini jawaban sepertinya belum terlihat.
Even if you haven't seen the answer, keep praying, never give up
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, August 14, 2018
Keep Praying, Never Give Up (4)
(sambungan)
3. Doa yang tidak jemu-jemu melatih diri kita untuk hidup dengan iman
"Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Iman timbul dari pendengaran kita oleh Firman, tapi kita akan sulit mengalami pertumbuhan iman apabila kita tidak melakukan Firman dalam hidup kita sehari-hari. Doa yang tidak jemu-jemu merupakan salah satu bentuk nyata keyakinan kita akan Firman Tuhan, yang kalau kita lakukan tentu akan terus melatih diri kita untuk hidup berpegang pada iman.
4. Doa yang tidak jemu-jemu menunjukkan seberapa besar kita menggantungkan harapan kepada Tuhan
Ketekunan, kegigihan kita dalam berdoa juga bisa dijadikan gambaran tentang sejauh mana kita menggantungkan harapan kepada Tuhan. Apakah kita benar-benar hanya menggantungkan harapan pada Tuhan saja atau hanya menjadikan doa sebagai salah satu alternatif. Bisa jadi di satu sisi berdoa, di sisi lain mencoba mengandalkan banyak hal lainnya seperti harta yang kita miliki, koneksi dengan orang lain atau bahkan lewat kuasa-kuasa gelap. Kalau benar kita hanya mengandalkan Tuhan saja dan bukan menjadikan Tuhan hanya sebagai satu dari sekian alternatif, tentu kita akan terus berdoa dengan sepenuh hati, dengan segenap kekuatan iman kita. Jadi dengan kata lain, apakah kita sepenuhnya menggantungkan harapan atau menantikan jawaban pada Tuhan atau tidak, itu akan terlihat dari seberapa tekun kita berdoa.
5. Doa yang tidak jemu-jemu menujukkan kesungguhan kita
Apakah kita sungguh-sungguh atau tidak dalam berdoa akan tercermin dari seberapa besar intensitas kita berdoa. Orang yang tidak sungguh-sungguh biasanya akan cepat berhenti, cepat menyerah dan mudah putus asa. Atau hanya berdoa ala kadarnya saja, karena kurang percaya akan kekuatan doa. Tapi orang yang serius dalam menanti pertolongan Tuhan akan terus berdoa bukan saja sampai doa mereka dikabulkan tapi juga akan terus menjadikan kehidupan doa sebagai sarana membangun hubungan yang kuat dengan Tuhan.
Dari lima poin di atas kita bisa melihat bahwa doa yang tidak jemu-jemu menunjukkan keteguhan hati dengan pengharapan tanpa henti dan keyakinan sepenuhnya kepada Tuhan. Tanpa itu maka orang akan cepat berhenti berdoa, mudah kembali putus asa, merasa dikecewakan Tuhan dan akibatnya menjadi terombang-ambing atau bahkan meninggalkan Tuhan sama sekali.
Tuhan memang tidak akan mengulur-ulur waktu selama doa kita benar dan disertai motivasi yang benar pula. Tetapi jelaslah bahwa disamping itu kita pun perlu untuk berdoa tanpa henti dalam menantikan jawaban dari Tuhan.
Apa yang Tuhan Yesus ajarkan lewat perumpamaan seorang janda dan hakim yang lalim dalam Lukas 18 tersebut dengan jelas mengingatkan pentingnya untuk terus berdoa tanpa jemu-jemu. Yesus mengajarkan bagaimana besarnya kuasa doa, bagaimana kita sebagai anak-anak Allah sebaiknya terus berdoa siang dan malam dengan tidak jemu-jemu, tanpa putus asa, tanpa putus pengharapan melainkan dengan keyakinan teguh bahwa Tuhan akan memberi pertolongan tepat pada saatnya.
(bersambung)
3. Doa yang tidak jemu-jemu melatih diri kita untuk hidup dengan iman
"Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Iman timbul dari pendengaran kita oleh Firman, tapi kita akan sulit mengalami pertumbuhan iman apabila kita tidak melakukan Firman dalam hidup kita sehari-hari. Doa yang tidak jemu-jemu merupakan salah satu bentuk nyata keyakinan kita akan Firman Tuhan, yang kalau kita lakukan tentu akan terus melatih diri kita untuk hidup berpegang pada iman.
4. Doa yang tidak jemu-jemu menunjukkan seberapa besar kita menggantungkan harapan kepada Tuhan
Ketekunan, kegigihan kita dalam berdoa juga bisa dijadikan gambaran tentang sejauh mana kita menggantungkan harapan kepada Tuhan. Apakah kita benar-benar hanya menggantungkan harapan pada Tuhan saja atau hanya menjadikan doa sebagai salah satu alternatif. Bisa jadi di satu sisi berdoa, di sisi lain mencoba mengandalkan banyak hal lainnya seperti harta yang kita miliki, koneksi dengan orang lain atau bahkan lewat kuasa-kuasa gelap. Kalau benar kita hanya mengandalkan Tuhan saja dan bukan menjadikan Tuhan hanya sebagai satu dari sekian alternatif, tentu kita akan terus berdoa dengan sepenuh hati, dengan segenap kekuatan iman kita. Jadi dengan kata lain, apakah kita sepenuhnya menggantungkan harapan atau menantikan jawaban pada Tuhan atau tidak, itu akan terlihat dari seberapa tekun kita berdoa.
5. Doa yang tidak jemu-jemu menujukkan kesungguhan kita
Apakah kita sungguh-sungguh atau tidak dalam berdoa akan tercermin dari seberapa besar intensitas kita berdoa. Orang yang tidak sungguh-sungguh biasanya akan cepat berhenti, cepat menyerah dan mudah putus asa. Atau hanya berdoa ala kadarnya saja, karena kurang percaya akan kekuatan doa. Tapi orang yang serius dalam menanti pertolongan Tuhan akan terus berdoa bukan saja sampai doa mereka dikabulkan tapi juga akan terus menjadikan kehidupan doa sebagai sarana membangun hubungan yang kuat dengan Tuhan.
Dari lima poin di atas kita bisa melihat bahwa doa yang tidak jemu-jemu menunjukkan keteguhan hati dengan pengharapan tanpa henti dan keyakinan sepenuhnya kepada Tuhan. Tanpa itu maka orang akan cepat berhenti berdoa, mudah kembali putus asa, merasa dikecewakan Tuhan dan akibatnya menjadi terombang-ambing atau bahkan meninggalkan Tuhan sama sekali.
Tuhan memang tidak akan mengulur-ulur waktu selama doa kita benar dan disertai motivasi yang benar pula. Tetapi jelaslah bahwa disamping itu kita pun perlu untuk berdoa tanpa henti dalam menantikan jawaban dari Tuhan.
Apa yang Tuhan Yesus ajarkan lewat perumpamaan seorang janda dan hakim yang lalim dalam Lukas 18 tersebut dengan jelas mengingatkan pentingnya untuk terus berdoa tanpa jemu-jemu. Yesus mengajarkan bagaimana besarnya kuasa doa, bagaimana kita sebagai anak-anak Allah sebaiknya terus berdoa siang dan malam dengan tidak jemu-jemu, tanpa putus asa, tanpa putus pengharapan melainkan dengan keyakinan teguh bahwa Tuhan akan memberi pertolongan tepat pada saatnya.
(bersambung)
Monday, August 13, 2018
Keep Praying, Never Give Up (3)
(sambungan)
Seperti apa doa tanpa jemu-jemu itu? Doa tanpa jemu-jemu adalah doa yang terus kita panjatkan tanpa bosan, terus menerus dengan disertai iman. Kegigihan dan keuletan tentu termasuk pula dari sebuah aktivitas tak jemu-jemu. Dalam bahasa Inggrisnya kata "mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu" disebutkan dengan "they have should always pray and not give up." Harus tetap berdoa dan tidak menyerah. Terus berdoa dengan penuh harapan tanpa putus asa.
Tentu doa ini bukan berarti kita menjadikannya sebagai media untuk merengek kepada Tuhan, atau mendesak Tuhan untuk mengabulkan permintaan kita secepat yang kita mau. Doa tanpa jemu-jemu juga bukan doa dilakukan bertele-tele. Yesus sudah mengingatkan hal itu dengan jelas dalam Matius 6:7. "Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan." Berdoa yang tidak jemu-jemu tidaklah sama dengan doa yang bertele-tele. Itu bukan berarti kita harus mengkonsep doa dengan panjang lebar dan diisi dengan kepintaran merangkai kata, membuatnya penuh perulangan melainkan tetap harus datang dari hati dan disampaikan dengan iman.
Kalau begitu, kenapa kita harus berdoa dengan tidak jemu-jemu? Untuk apa atau apa gunanya bagi kita? Setidaknya ada 5 alasan mengapa doa harus disampaikan seperti itu. Mari kita lihat satu persatu.
1. Doa yang tidak jemu-jemu menunjukkan kesungguhan iman kita kepada Tuhan
Doa adalah sarana kita untuk membangun hubungan dengan Tuhan. Doa juga merupakan bentuk ungkapan atau deklarasi iman kita dihadapan Tuhan yang disampaikan lewat kata. Saat kita berdoa, itu menunjukkan seperti apa iman kita dan kepada siapa kita meletakkan iman. Doa yang disampaikan dengan tidak jemu-jemu menunjukkan seperti apa kondisi iman kita saat ini. Iman haruslah disertai percaya, dan hanya orang yang percayalah yang mau terus berdoa meski jawaban belum datang saat ini. Sederhananya, orang tidak akan mau terus berdoa kalau mereka tidak atau kurang cukup percaya. Orang yang imannya rapuh akan segera bosan atau malas berdoa meski baru sebentar karena ia tidak punya cukup iman untuk percaya akan pertolongan Tuhan, sebaliknya orang yang punya iman kuat tahu bahwa pertolongan Tuhan akan datang, karenanya mereka akan terus berdoa. Jadi doa bisa menunjukkan sampai dimana kesungguhan iman kita kepada Tuhan.
2. Doa yang tidak jemu-jemu menunjukkan sampai dimana kesetiaan dan kesabaran kita pada Tuhan untuk mendapatkan jawaban atas doa
Dalam mengharapkan pertolongan Tuhan saat menghadapi permasalahan terutama yang berat, seberapa besar kesabaran kita untuk berharap kepadaNya? Seringkali ketidaksabaran ini menjadi penghalang terbesar bagi kita untuk menikmati janji-janji Tuhan. Awalnya mungkin kita berdoa, tapi ketika jawaban tidak kunjung datang secepat yang kita kehendaki, intensitas doa pun menurun drastis hingga akhirnya berhenti total. Sebagian orang akan segera mencari alternatif-alternatif lain dengan perasaan kecewa kepada Tuhan. Maka orang yang melakukan doa yang terus dilakukan tanpa rasa jemu pun bisa dijadikan ukuran sampai dimana kesetiaan kita untuk bergantung pada Tuhan saja dan sebesar apa kesabaran yang ada pada kita dalam menanti jawaban dari Tuhan.
(bersambung)
Seperti apa doa tanpa jemu-jemu itu? Doa tanpa jemu-jemu adalah doa yang terus kita panjatkan tanpa bosan, terus menerus dengan disertai iman. Kegigihan dan keuletan tentu termasuk pula dari sebuah aktivitas tak jemu-jemu. Dalam bahasa Inggrisnya kata "mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu" disebutkan dengan "they have should always pray and not give up." Harus tetap berdoa dan tidak menyerah. Terus berdoa dengan penuh harapan tanpa putus asa.
Tentu doa ini bukan berarti kita menjadikannya sebagai media untuk merengek kepada Tuhan, atau mendesak Tuhan untuk mengabulkan permintaan kita secepat yang kita mau. Doa tanpa jemu-jemu juga bukan doa dilakukan bertele-tele. Yesus sudah mengingatkan hal itu dengan jelas dalam Matius 6:7. "Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan." Berdoa yang tidak jemu-jemu tidaklah sama dengan doa yang bertele-tele. Itu bukan berarti kita harus mengkonsep doa dengan panjang lebar dan diisi dengan kepintaran merangkai kata, membuatnya penuh perulangan melainkan tetap harus datang dari hati dan disampaikan dengan iman.
Kalau begitu, kenapa kita harus berdoa dengan tidak jemu-jemu? Untuk apa atau apa gunanya bagi kita? Setidaknya ada 5 alasan mengapa doa harus disampaikan seperti itu. Mari kita lihat satu persatu.
1. Doa yang tidak jemu-jemu menunjukkan kesungguhan iman kita kepada Tuhan
Doa adalah sarana kita untuk membangun hubungan dengan Tuhan. Doa juga merupakan bentuk ungkapan atau deklarasi iman kita dihadapan Tuhan yang disampaikan lewat kata. Saat kita berdoa, itu menunjukkan seperti apa iman kita dan kepada siapa kita meletakkan iman. Doa yang disampaikan dengan tidak jemu-jemu menunjukkan seperti apa kondisi iman kita saat ini. Iman haruslah disertai percaya, dan hanya orang yang percayalah yang mau terus berdoa meski jawaban belum datang saat ini. Sederhananya, orang tidak akan mau terus berdoa kalau mereka tidak atau kurang cukup percaya. Orang yang imannya rapuh akan segera bosan atau malas berdoa meski baru sebentar karena ia tidak punya cukup iman untuk percaya akan pertolongan Tuhan, sebaliknya orang yang punya iman kuat tahu bahwa pertolongan Tuhan akan datang, karenanya mereka akan terus berdoa. Jadi doa bisa menunjukkan sampai dimana kesungguhan iman kita kepada Tuhan.
2. Doa yang tidak jemu-jemu menunjukkan sampai dimana kesetiaan dan kesabaran kita pada Tuhan untuk mendapatkan jawaban atas doa
Dalam mengharapkan pertolongan Tuhan saat menghadapi permasalahan terutama yang berat, seberapa besar kesabaran kita untuk berharap kepadaNya? Seringkali ketidaksabaran ini menjadi penghalang terbesar bagi kita untuk menikmati janji-janji Tuhan. Awalnya mungkin kita berdoa, tapi ketika jawaban tidak kunjung datang secepat yang kita kehendaki, intensitas doa pun menurun drastis hingga akhirnya berhenti total. Sebagian orang akan segera mencari alternatif-alternatif lain dengan perasaan kecewa kepada Tuhan. Maka orang yang melakukan doa yang terus dilakukan tanpa rasa jemu pun bisa dijadikan ukuran sampai dimana kesetiaan kita untuk bergantung pada Tuhan saja dan sebesar apa kesabaran yang ada pada kita dalam menanti jawaban dari Tuhan.
(bersambung)
Sunday, August 12, 2018
Keep Praying, Never Give Up (2)
(sambungan)
Bagaimana halnya dengan doa? Sadarkah kita bahwa dalam berdoa pun dibutuhkan keseriusan, kesungguhan dan ketekunan, kegigihan yang tidak jemu-jemu seperti contoh-contoh di atas? Banyak orang yang berdoa hanya selintas saja, ala kadarnya. Ada yang menjadikannya sebagai salah satu alternatif saja untuk bisa memperoleh apa yang diinginkan. Dijawab syukur, tidak dijawab ya sudah, cari alternatif lain. Atau ada pula yang mencoba berdoa sebentar saja, tapi saat tidak langsung dikabulkan langsung kecewa dan menganggap Tuhan tidak peduli, tidak sayang atau bahkan segera meragukan FirmanNya bahkan eksistensiNya.
Bagi mereka ini, doa dianggap sebagai sarana meminta yang Tuhan harus dikabulkan sesuai waktu yang mereka mau, atau kalau tidak maka Tuhan dipersalahkan. Ada pula orang yang mengira bahwa doa berulang-ulang itu buang waktu, waste of time. Bukankah Tuhan menyelidiki hati kita dan tahu segala sesuatu yang ada disana? Bukankah tanpa diminta pun Tuhan tahu apa yang kita butuhkan? Benar. Tuhan mengerti kita lebih dari kita mengenal diri sendiri. Tapi itu bukan berarti bahwa kita tidak perlu lagi berdoa. Dan hal ini diingatkan langsung oleh Yesus.
Suatu kali Yesus menyampaikan tentang hal ini lewat sebuah perumpamaan yang dicatat dalam Injil Lukas 18:1-8. Perikop ini dibuka dengan kalimat berikut: "Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1).
Yesus mengambil perumpamaan tentang seorang janda, sosok yang lemah dan sering digambarkan sebagai figur yang tertindas, hidup susah dalam kemiskinan dan kerap diperlakukan tidak adil dalam masyarakat, dan seorang hakim yang lalim. Dalam perumpamaan ini Yesus mengisahkan tentang seorang janda diceritakan terus memohon kepada hakim yang lalim agar berkenan membela haknya. (ay 3). Sementara hakim itu bukanlah orang yang takut akan Tuhan, dan mempunyai sikap arogan yang tidak menghormati siapapun. Sesuai dengan gambaran pribadi si hakim, sudah tentu ia menolak mentah-mentah permohonan janda ini. Tapi lihatlah kegigihan ibu janda ini. Ia tidak jemu-jemu mendatanginya dan memohon, dan akhirnya ia berhasil meluluhkan hakim yang lalim itu. Dan Yesus pun berkata, "Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu!" (ay 6).
Kalau hakim yang lalim saja bisa luluh terhadap permohonan tidak jemu-jemu dari seorang janda dan pada akhirnya mau mengabulkan permintaan si janda, mungkinkah Tuhan yang begitu penuh kasih setia, begitu mengasihi kita manusia ciptaanNya sendiridan menganggap kita begitu istimewa tidak mendengarkan seruan kita? Inilah yang dikatakan Yesus. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (ay 7).
Tuhan tidak akan mengulur-ulur waktu. Ia akan menjawab doa kita tepat pada waktunya, selama doa dilakukan dengan benar dengan meminta sesuatu yang baik dan perlu bukan untuk pemenuhan kesenangan diri sendiri (Yakobus 4:3), sudah terlebih dahulu menyelesaikan segala ganjalan yang ada dalam hati terhadap orang lain (Markus 11:25) dan hidup bijaksana dan menghormati pasangan hidupnya (1 Petrus 3:7). Meski demikian, doa tidak boleh dilakukan cuma sekedarnya melainkan datang dari hati yang tulus, jujur dan dilakukan dengan sungguh-sungguh tanpa jemu-jemu.
(bersambung)
Bagaimana halnya dengan doa? Sadarkah kita bahwa dalam berdoa pun dibutuhkan keseriusan, kesungguhan dan ketekunan, kegigihan yang tidak jemu-jemu seperti contoh-contoh di atas? Banyak orang yang berdoa hanya selintas saja, ala kadarnya. Ada yang menjadikannya sebagai salah satu alternatif saja untuk bisa memperoleh apa yang diinginkan. Dijawab syukur, tidak dijawab ya sudah, cari alternatif lain. Atau ada pula yang mencoba berdoa sebentar saja, tapi saat tidak langsung dikabulkan langsung kecewa dan menganggap Tuhan tidak peduli, tidak sayang atau bahkan segera meragukan FirmanNya bahkan eksistensiNya.
Bagi mereka ini, doa dianggap sebagai sarana meminta yang Tuhan harus dikabulkan sesuai waktu yang mereka mau, atau kalau tidak maka Tuhan dipersalahkan. Ada pula orang yang mengira bahwa doa berulang-ulang itu buang waktu, waste of time. Bukankah Tuhan menyelidiki hati kita dan tahu segala sesuatu yang ada disana? Bukankah tanpa diminta pun Tuhan tahu apa yang kita butuhkan? Benar. Tuhan mengerti kita lebih dari kita mengenal diri sendiri. Tapi itu bukan berarti bahwa kita tidak perlu lagi berdoa. Dan hal ini diingatkan langsung oleh Yesus.
Suatu kali Yesus menyampaikan tentang hal ini lewat sebuah perumpamaan yang dicatat dalam Injil Lukas 18:1-8. Perikop ini dibuka dengan kalimat berikut: "Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1).
Yesus mengambil perumpamaan tentang seorang janda, sosok yang lemah dan sering digambarkan sebagai figur yang tertindas, hidup susah dalam kemiskinan dan kerap diperlakukan tidak adil dalam masyarakat, dan seorang hakim yang lalim. Dalam perumpamaan ini Yesus mengisahkan tentang seorang janda diceritakan terus memohon kepada hakim yang lalim agar berkenan membela haknya. (ay 3). Sementara hakim itu bukanlah orang yang takut akan Tuhan, dan mempunyai sikap arogan yang tidak menghormati siapapun. Sesuai dengan gambaran pribadi si hakim, sudah tentu ia menolak mentah-mentah permohonan janda ini. Tapi lihatlah kegigihan ibu janda ini. Ia tidak jemu-jemu mendatanginya dan memohon, dan akhirnya ia berhasil meluluhkan hakim yang lalim itu. Dan Yesus pun berkata, "Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu!" (ay 6).
Kalau hakim yang lalim saja bisa luluh terhadap permohonan tidak jemu-jemu dari seorang janda dan pada akhirnya mau mengabulkan permintaan si janda, mungkinkah Tuhan yang begitu penuh kasih setia, begitu mengasihi kita manusia ciptaanNya sendiridan menganggap kita begitu istimewa tidak mendengarkan seruan kita? Inilah yang dikatakan Yesus. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (ay 7).
Tuhan tidak akan mengulur-ulur waktu. Ia akan menjawab doa kita tepat pada waktunya, selama doa dilakukan dengan benar dengan meminta sesuatu yang baik dan perlu bukan untuk pemenuhan kesenangan diri sendiri (Yakobus 4:3), sudah terlebih dahulu menyelesaikan segala ganjalan yang ada dalam hati terhadap orang lain (Markus 11:25) dan hidup bijaksana dan menghormati pasangan hidupnya (1 Petrus 3:7). Meski demikian, doa tidak boleh dilakukan cuma sekedarnya melainkan datang dari hati yang tulus, jujur dan dilakukan dengan sungguh-sungguh tanpa jemu-jemu.
(bersambung)
Saturday, August 11, 2018
Keep Praying, Never Give Up (1)
Ayat bacaan: Lukas 18:1
====================
"Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu."
Saat duduk ingin mempersiapkan renungan ini, tiba-tiba aliran listrik padam. Karena baterai laptop saya sudah lemah, baterai ini tidak cukup kuat untuk dipakai untuk waktu yang panjang. Saya pun memutuskan untuk menunggu sampai aliran kembali nyala. Praktis tidak banyak yang bisa saya lakukan saat listrik mati. Saya tidak bisa menunggu sambil nonton tv. Penerangan seadanya hanya pakai lilin, jadi untuk membaca buku pun tidak terlalu disarankan karena bisa membuat mata saya yang sudah plus semakin buruk kalau dipaksakan. Jadi saya duduk saja sambil berharap pemadaman tidak berlangsung lama.
Selagi menunggu, saya pun berpikir betapa beruntungnya kita yang hidup di jaman setelah listrik dan lampu sudah ditemukan. Hari ini kebutuhan akan aliran listrik bagi manusia terutama yang tinggal di kota bisa jadi sama pentingnya dengan kebutuhan akan makan dan minum. Aktivitas nyaris terhenti jika tidak ada listrik. Kita tidak bisa kerja, tidak bisa melakukan banyak hal saat kita tidak mendapatkan akses kepada sumber daya yaitu listrik.
Apa jadinya sekiranya para penemu listrik dan lampu ini tidak cukup gigih dalam melakukan riset dan percobaan-percobaan ilmiahnya? Semua dimulai pada pertengahan tahun 1700 an saat Benjamin Franklin menemukan bahwa listrik memiliki elemen positif dan negatif dimana listrik mengalir diantara kedua elemen ini. Ia pun percaya bahwa petir juga merupakan bentuk dari aliran listrik yang mengalir di antara elemen positif dan negatif. Lalu ia pun melakukan eksperimen yang sangat terkenal dengan menggunakan layangan. Ia menerbangkan layangan di saat badai petir, dimana ia mengikatkan sebuah kunci dari besi pada layangan tersebut. Maka petir kemudian menyengat besi di layangan dan mengalirkan listrik pada benang. Untung dia tidak sampai celaka, tapi kemudian ia berhasil membuktikan bahwa petir memang merupakan listrik yang mengalir dari antara dua elemen tersebut.
Sebelum masa Benjamin Franklin, ada nama sperti William Gilbert dan Thomas Browne yang pernah meneliti listrik, bahkan diklaim sebagai ilmuwan pertama yang menggunakan istilah 'electricity'. Kemudian sekitar 1 abad setelah Franklin, ada nama besar yaitu Thomas Alva Edision yang menemukan bola lampu, yang kemudian membuat dunia menjadi terang benderang.
Bayangkan seandainya Benjamin Franklin, William Gilbert, Thomas Browne dan Thomas Alva Edison tidak gigih dalam melakukan penelitian mereka. Bayangkan kalau mereka adalah tipe orang yang cepat bosan dan menyerah seperti banyak orang hari ini. Thomas Alva Edison bahkan pernah mengungkapkan optimisme dan sikap positifnya yang sampai sekarang masih sering diingat orang dan dipakai sebagai sebuah quote yang mengingatkan semangat pantang menyerah.
Saat pada suatu hari ia ditanya wartawan, apa rasanya gagal sampai 10 ribu kali? Dia menjawab: "I have not failed. I've just found 10,000 ways that won't work." Katanya, "saya tidak gagal. Saya hanya menemukan 10 ribu cara yang tidak akan menghasilkan apa-apa." Itu sebuah bentuk optimisme yang kemudian membuahkan hasil yang dinikmati dan menjadi sumber teknologi modern lainnya pada generasi selanjutnya hingga yang akan datang. Anda bisa bayangkan berapa uang yang harus dikeluarkannya dan berapa lama waktu yang harus ia habiskan sampai ia menemukan bola lampu.
Berapa kali kita tahan melakukan percobaan seperti itu? Sepuluh? Seratus? Seribu? Dan kalau Edison kemudian berhenti karena tidak kunjung 'berhasil' menemukan lampu, dunia mungkin masih bergantung pada lilin sampai hari ini. Jangankan untuk sebuah penemuan sebesar itu, untuk bisa menemukan takaran yang paling pas untuk membuat masakan enak saja kita seringkali perlu banyak trial and error hingga akhirnya bisa menemukannya.
Untuk sesuatu yang kita anggap penting, biasanya kita akan berusaha sedemikian rupa memperjuangkannya hingga berhasil. Saat kita jatuh cinta pada seseorang, kita akan berusaha dengan segenap kemampuan kita untuk bisa memenangkan hatinya. Kalau malas-malasan, atau cepat bosan, hampir bisa dipastikan bahwa kita akan gagal mendapatkan orang yang kita dambakan. Seringkali keberhasilan akan sangat tergantung dari seberapa gigih kita memperjuangkannya. Bagaimana dengan doa?
(bersambung)
====================
"Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu."
Saat duduk ingin mempersiapkan renungan ini, tiba-tiba aliran listrik padam. Karena baterai laptop saya sudah lemah, baterai ini tidak cukup kuat untuk dipakai untuk waktu yang panjang. Saya pun memutuskan untuk menunggu sampai aliran kembali nyala. Praktis tidak banyak yang bisa saya lakukan saat listrik mati. Saya tidak bisa menunggu sambil nonton tv. Penerangan seadanya hanya pakai lilin, jadi untuk membaca buku pun tidak terlalu disarankan karena bisa membuat mata saya yang sudah plus semakin buruk kalau dipaksakan. Jadi saya duduk saja sambil berharap pemadaman tidak berlangsung lama.
Selagi menunggu, saya pun berpikir betapa beruntungnya kita yang hidup di jaman setelah listrik dan lampu sudah ditemukan. Hari ini kebutuhan akan aliran listrik bagi manusia terutama yang tinggal di kota bisa jadi sama pentingnya dengan kebutuhan akan makan dan minum. Aktivitas nyaris terhenti jika tidak ada listrik. Kita tidak bisa kerja, tidak bisa melakukan banyak hal saat kita tidak mendapatkan akses kepada sumber daya yaitu listrik.
Apa jadinya sekiranya para penemu listrik dan lampu ini tidak cukup gigih dalam melakukan riset dan percobaan-percobaan ilmiahnya? Semua dimulai pada pertengahan tahun 1700 an saat Benjamin Franklin menemukan bahwa listrik memiliki elemen positif dan negatif dimana listrik mengalir diantara kedua elemen ini. Ia pun percaya bahwa petir juga merupakan bentuk dari aliran listrik yang mengalir di antara elemen positif dan negatif. Lalu ia pun melakukan eksperimen yang sangat terkenal dengan menggunakan layangan. Ia menerbangkan layangan di saat badai petir, dimana ia mengikatkan sebuah kunci dari besi pada layangan tersebut. Maka petir kemudian menyengat besi di layangan dan mengalirkan listrik pada benang. Untung dia tidak sampai celaka, tapi kemudian ia berhasil membuktikan bahwa petir memang merupakan listrik yang mengalir dari antara dua elemen tersebut.
Sebelum masa Benjamin Franklin, ada nama sperti William Gilbert dan Thomas Browne yang pernah meneliti listrik, bahkan diklaim sebagai ilmuwan pertama yang menggunakan istilah 'electricity'. Kemudian sekitar 1 abad setelah Franklin, ada nama besar yaitu Thomas Alva Edision yang menemukan bola lampu, yang kemudian membuat dunia menjadi terang benderang.
Bayangkan seandainya Benjamin Franklin, William Gilbert, Thomas Browne dan Thomas Alva Edison tidak gigih dalam melakukan penelitian mereka. Bayangkan kalau mereka adalah tipe orang yang cepat bosan dan menyerah seperti banyak orang hari ini. Thomas Alva Edison bahkan pernah mengungkapkan optimisme dan sikap positifnya yang sampai sekarang masih sering diingat orang dan dipakai sebagai sebuah quote yang mengingatkan semangat pantang menyerah.
Saat pada suatu hari ia ditanya wartawan, apa rasanya gagal sampai 10 ribu kali? Dia menjawab: "I have not failed. I've just found 10,000 ways that won't work." Katanya, "saya tidak gagal. Saya hanya menemukan 10 ribu cara yang tidak akan menghasilkan apa-apa." Itu sebuah bentuk optimisme yang kemudian membuahkan hasil yang dinikmati dan menjadi sumber teknologi modern lainnya pada generasi selanjutnya hingga yang akan datang. Anda bisa bayangkan berapa uang yang harus dikeluarkannya dan berapa lama waktu yang harus ia habiskan sampai ia menemukan bola lampu.
Berapa kali kita tahan melakukan percobaan seperti itu? Sepuluh? Seratus? Seribu? Dan kalau Edison kemudian berhenti karena tidak kunjung 'berhasil' menemukan lampu, dunia mungkin masih bergantung pada lilin sampai hari ini. Jangankan untuk sebuah penemuan sebesar itu, untuk bisa menemukan takaran yang paling pas untuk membuat masakan enak saja kita seringkali perlu banyak trial and error hingga akhirnya bisa menemukannya.
Untuk sesuatu yang kita anggap penting, biasanya kita akan berusaha sedemikian rupa memperjuangkannya hingga berhasil. Saat kita jatuh cinta pada seseorang, kita akan berusaha dengan segenap kemampuan kita untuk bisa memenangkan hatinya. Kalau malas-malasan, atau cepat bosan, hampir bisa dipastikan bahwa kita akan gagal mendapatkan orang yang kita dambakan. Seringkali keberhasilan akan sangat tergantung dari seberapa gigih kita memperjuangkannya. Bagaimana dengan doa?
(bersambung)
Friday, August 10, 2018
"Maaf, Bapak Sedang Sibuk" (3)
(sambungan)
Dari pasal ini saja kita sudah bisa melihat bahwa Tuhan menyelidiki dan mengenal kita (ay 1), kita diciptakannya sebagai ciptaan yang dahsyat dan ajaib (13-14), Dia sudah merencanakan segala yang indah bagi kita jauh sebelum kita dilahirkan (ay 15-16). Bukan cuma mengenal, tapi Dia juga sangat peduli. Tidak peduli dimanapun kita berada, apakah dalam keadaan baik maupun tidak, Tuhan akan selalu ada bersama kita. Dia akan selalu mengulurkan tanganNya menuntun, menolong, memegang, membimbing dan melindungi kita. (ay 8-10). Jika kita menyadari hal ini, kita seharusnya sadar bahwa kita tidak pernah dibiarkanNya sendirian menghadapi segala masalah atau beban. We are never alone, because God is always be with us through all the way.
Kalau Tuhan selalu punya waktu buat kita, bukankah keterlaluan kalau kita yang malah merasa terlalu sibuk untuk berhubungan denganNya? Ada banyak orang yang hanya mencari Tuhan saat butuh sesuatu, apakah itu bantuan, permintaan dan sebagainya. Jika anda punya anak dan anak anda hanya mau bertemu dengan anda kalau dia butuh sesuatu, tentu anda akan merasa sedih dan kecewa bukan? Sebagai orang tua, kita tentu ingin anak-anak kita dekat pada kita, mau berbagi cerita apa yang mereka alami sepanjang hari, menunjukkan mereka mengasihi kita dan rindu untuk merasakan kasih dari kita.
Sebuah hubungan yang sehat tidak mungkin dibangun kalau hanya didasarkan pada mencari untung alias untung-rugi. Sebuah hubungan yang erat tidak mungkin dibangun hanya oleh satu pihak. Diperlukan kerinduan dari kedua belah pihak supaya sebuah hubungan bisa berjalan dengan baik dan harmonis. Demikian pula hubungan antara kita dengan Tuhan.
Kalau Tuhan tidak pernah terlalu sibuk dan selalu peduli pada kita, masalahnya tinggal di kita. Apakah kita menganggap penting hubungan dengan Tuhan? Apakah kita menyadari bahwa kalau kita boleh berhubungan dengan Tuhan hari ini, itu merupakan kasih karunia yang hanya dimungkinkan oleh penebusan Kristus? Dan, apakah kita menyadari betapa beruntungnya kita diperkenankan untuk bisa langsung berhubungan dengan Tuhan tanpa perlu perantara lagi seperti pada masa Perjanjian Lama? Apakah kita menyadari itu sebagai sesuatu yang istimewa sehingga kita menghargainya dengan sangat tinggi dan tidak menyia-nyiakannya? Semua ini menjadi pertanyaan yang penting untuk kita renungkan.
Sekali lagi, manusia bisa terlalu sibuk dan memilih siapa yang ia berkenan temui atau bantu, tapi Tuhan tidak. Dia tidak pernah terlalu sibuk buat kita tanpa memandang siapa kita, latar belakang, usia, dan sebagainya. Tuhan akan selalu memiliki waktu seluas-luasnya untuk siapapun yang datang kepadaNya. Dia akan dengan senang hati menerima siapapun yang menghadapNya, kapan dan dimanapun.
Tuhan tidak pernah terlalu sibuk! Dia selalu mendengarkan doa kita. "Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu" (Yeremia 29:12). Tuhan siap menjawab doa-doa kita. Karena itu ingatlah bahwa kapanpun kita butuh menyampaikan sesuatu kepada Tuhan, Tuhan akan selalu siap untuk mendengar. whenever we need to talk, He will always be available for us and will happily welcome us.
Adakah yang membebani anda hari ini? Sudahkah anda datang kepadaNya? Tuhan tidak pernah terlalu sibuk buat anda. Dia menunggu anda.
God is neer too busy to listen to you, don't be too busy to talk to Him
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, August 9, 2018
"Maaf, Bapak Sedang Sibuk" (2)
(sambungan)
Ketika dunia menganggap kasih hanya layak diberikan kepada orang-orang terdekat dan yang baik atau menguntungkan saja, Yesus mengajarkan sebaliknya. Sebuah kasih haruslah mencakup kehidupan kita secara luas dan aplikasinya harus mampu menyentuh orang-orang yang jahat kepada kita, memusuhi atau bahkan tega menganiaya kita. Jika kita sanggup berbuat demikian, Yesus berkata: "Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar." (Matius 5:45).
Lihatlah bahwa Tuhan tidak saja mengurus anak-anakNya yang patuh kepadaNya saja, tetapi Dia juga sangat peduli kepada masa depan orang-orang yang tidak benar. Tuhan tidak pernah terlalu sibuk untuk manusia, Dia tidak pernah menutup diri dari kita. Jika manusia bisa merasa dirinya sudah terlalu sibuk, bisakah anda bayangkan bagaimana sibuknya Tuhan mengurusi seisi dunia ini dari satu generasi ke generasi berikutnya? Itu bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah, tetapi Tuhan dengan senang hati selalu membuka DiriNya bagi kita, bahkan rindu untuk menerima kita bercerita, tertawa dan menangis bersama-sama denganNya.
Daud menggambarkan kesediaan Tuhan ini secara panjang lebar dalam Mazmur 34. Daud berkata "Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:7). Bukankah itu sangat melegakan? Ketika kita berhadapan dengan kesulitan lalu berseru, Tuhan mendengar. Tuhan tidak berkata, "maaf, Saya terlalu sibuk untuk anda", atau "Maaf, anda kurang penting dibandingkan yang lain, silahkan datang lagi lain waktu." Tidak. Tuhan mengatakan Dia mendengar. He does listen.
Tidak saja mendengar, tetapi Dia pun siap menyelamatkan dan melepaskan kita dari kesesakan. Seperti seorang ayah yang peduli dan sayang kepada anak-anaknya, demikianlah sikap Tuhan kepada kita. Lalu selanjutnya kita bisa membaca ayat berikut ini: "Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong... Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." (ay 16,18).
Tuhan penuh kasih sayang terhadap kita dan tidak ingin kita menghadapi masalah atau terluka sendirian. Dalam ayat berikutnya dikatakan: "TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya." (ay 19). Seperti itulah Tuhan mengasihi kita. Dia peduli terhadap penderitaan kita, dan Dia tidak pernah terlalu sibuk untuk berada bersama kita, menguatkan kita dan melepaskan kita dari beban-beban yang berat.
Di saat banyak orang terlalu sibuk untuk mendengarkan atau membantu orang lain, ketika sebagian dari mereka berkata bahwa ia tidak punya waktu untuk orang lain, ketika mereka menganggap waktu mereka terlalu berharga buat diberikan, Tuhan tidak seperti itu. Ingatlah bahwa dalam renungan sebelumnya saya sudah menyampaikan bagaimana keyakinan Daud kepada Tuhan yang begitu besar seperti yang ia sampaikan dalam Mazmur 139.
(bersambung)
Ketika dunia menganggap kasih hanya layak diberikan kepada orang-orang terdekat dan yang baik atau menguntungkan saja, Yesus mengajarkan sebaliknya. Sebuah kasih haruslah mencakup kehidupan kita secara luas dan aplikasinya harus mampu menyentuh orang-orang yang jahat kepada kita, memusuhi atau bahkan tega menganiaya kita. Jika kita sanggup berbuat demikian, Yesus berkata: "Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar." (Matius 5:45).
Lihatlah bahwa Tuhan tidak saja mengurus anak-anakNya yang patuh kepadaNya saja, tetapi Dia juga sangat peduli kepada masa depan orang-orang yang tidak benar. Tuhan tidak pernah terlalu sibuk untuk manusia, Dia tidak pernah menutup diri dari kita. Jika manusia bisa merasa dirinya sudah terlalu sibuk, bisakah anda bayangkan bagaimana sibuknya Tuhan mengurusi seisi dunia ini dari satu generasi ke generasi berikutnya? Itu bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah, tetapi Tuhan dengan senang hati selalu membuka DiriNya bagi kita, bahkan rindu untuk menerima kita bercerita, tertawa dan menangis bersama-sama denganNya.
Daud menggambarkan kesediaan Tuhan ini secara panjang lebar dalam Mazmur 34. Daud berkata "Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:7). Bukankah itu sangat melegakan? Ketika kita berhadapan dengan kesulitan lalu berseru, Tuhan mendengar. Tuhan tidak berkata, "maaf, Saya terlalu sibuk untuk anda", atau "Maaf, anda kurang penting dibandingkan yang lain, silahkan datang lagi lain waktu." Tidak. Tuhan mengatakan Dia mendengar. He does listen.
Tidak saja mendengar, tetapi Dia pun siap menyelamatkan dan melepaskan kita dari kesesakan. Seperti seorang ayah yang peduli dan sayang kepada anak-anaknya, demikianlah sikap Tuhan kepada kita. Lalu selanjutnya kita bisa membaca ayat berikut ini: "Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong... Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." (ay 16,18).
Tuhan penuh kasih sayang terhadap kita dan tidak ingin kita menghadapi masalah atau terluka sendirian. Dalam ayat berikutnya dikatakan: "TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya." (ay 19). Seperti itulah Tuhan mengasihi kita. Dia peduli terhadap penderitaan kita, dan Dia tidak pernah terlalu sibuk untuk berada bersama kita, menguatkan kita dan melepaskan kita dari beban-beban yang berat.
Di saat banyak orang terlalu sibuk untuk mendengarkan atau membantu orang lain, ketika sebagian dari mereka berkata bahwa ia tidak punya waktu untuk orang lain, ketika mereka menganggap waktu mereka terlalu berharga buat diberikan, Tuhan tidak seperti itu. Ingatlah bahwa dalam renungan sebelumnya saya sudah menyampaikan bagaimana keyakinan Daud kepada Tuhan yang begitu besar seperti yang ia sampaikan dalam Mazmur 139.
(bersambung)
Wednesday, August 8, 2018
"Maaf, Bapak Sedang Sibuk" (1)
Ayat bacaan: Mazmur 34:6
===================
"Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya."
"Kalau ada yang menghubungi tapi tidak tahu siapa dan tidak penting-penting amat, bilang saja saya keluar atau sedang sibuk jadi tidak bisa diganggu ya." "Baik pak." Itulah komunikasi singkat antara seorang manajer dan sekretarisnya pada suatu kali saat saya sedang berada di dalam kantornya. Manajer ini adalah teman lama saya yang baru kali itu saya kunjungi sesuai appointment yang sudah diatur sejak seminggu sebelumnya.
Untuk bisa bertemu dengannya pun tidak terlalu gampang. Saya dicegat dulu oleh satpam untuk ditanyakan keperluannya, KTP ditahan di depan dan kemudian di resepsionis saya ditanyakan dulu sudah buat janji atau belum, kalau sudah atas nama siapa. Kalau tiap dinding bisa ditembus, maka barulah saya pun bisa bertemu dengan sang pimpinan. Apakah ia memang benar-benar lagi sibuk? Rasanya tidak. Sebab kalau benar sibuk, tentu saya pun tidak bisa bertemu dengannya, dan yang kita lakukan hanyalah ngobrol tentang masa lalu dan saling berbagi kisah hidup.
Semakin penting seseorang, biasanya semakin banyak pula urusan protokoler yang harus dihadapi. Dan kalau kita masuk kategori 'tidak penting', maka jangan harap kita bisa bertemu. Jangankan ketemu, dipeduli saja sudah tidak mungkin. Jika anda coba hubungi, maka jawaban "Maaf, bapak sedang sibuk", akan menjadi jawaban yang diberikan. Jangankan orang penting, kita pun seringkali mempergunakan kata-kata atau alasan yang sama kalau sedang malas bertemu seseorang. Bisa jadi kita sedang benar-benar sibuk, sedang lelah, tidak ingin diganggu dan sebagainya. Atau bisa juga dipakai untuk menjadi alasan agar tidak perlu bertemu seseorang yang kita anggap 'tidak' atau 'kurang penting.' Semua tergantung dari kesediaan kita apakah mau bertemu dengan seseorang atau tidak.
Kalau semakin penting seseorang, maka mereka makin sulit kita temui, bagaimana dengan Tuhan yang tentunya berada di atas semua pemimpin dan orang terpenting di dunia ini? Bayangkan apabila Tuhan bersikap seperti orang-orang penting yang memilah-milah siapa yang mau Dia temui atau urus, apa jadinya kita? Bagaimana kalau saat kita tengah membutuhkanNya lantas ada malaikat yang berkata: "Maaf, Tuhan sedang sibuk, silahkan coba lagi lain kali." ? Bagaimana kalau untuk berdoa harus masuk daftar antri dulu atau menunggu sampai Tuhan berkenan mendengar doa kita? Atau, bagaimana kalau kita dianggap sama sekali tidak penting dan hanya buang-buang waktu, sehingga mau menunggu sampai kapanpun Tuhan tidak akan mau bertemu atau bahkan sekedar mendengar kita?
Untunglah Tuhan tidak bersikap seperti itu. Milyaran manusia ciptaanNya tersebar di muka bumi ini dari satu generasi ke generasi berikutnya, tidak satupun yang luput dari pandangan mataNya, dan tidak satupun yang Dia kesampingkan. Semua manusia dimataNya istimewa, semua Dia kasihi, siapapun dan dimanapun sebagai ciptaanNya yang spesial. Tuhan tidak bertindak seperti seorang kaisar atau eksekutif super sibuk yang terus berusaha untuk menghindari gangguan dari kita, para manusia. Tuhan tidak pernah terlalu sibuk buat siapapun. Justru sebaliknya, Dia akan sangat senang untuk mendengarkan dan merespon suara anak-anakNya.
Anak, itu status yang sangat istimewa untuk menggambarkan hubungan antara kita dengan Tuhan. Yesus datang ke dunia dan mengajarkan kita untuk menyebut Tuhan dengan panggilan yang sangat intim yaitu sebagai Bapa. Dalam Matius 5 kita bisa mengetahui bahwa Status Bapa dan anak ini akan hadir pada kita apabila kita hidup dengan standar kasih yang jauh di atas standar dunia.
(bersambung)
"Maaf, Bapak Sedang Sibuk" (2)
===================
"Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya."
"Kalau ada yang menghubungi tapi tidak tahu siapa dan tidak penting-penting amat, bilang saja saya keluar atau sedang sibuk jadi tidak bisa diganggu ya." "Baik pak." Itulah komunikasi singkat antara seorang manajer dan sekretarisnya pada suatu kali saat saya sedang berada di dalam kantornya. Manajer ini adalah teman lama saya yang baru kali itu saya kunjungi sesuai appointment yang sudah diatur sejak seminggu sebelumnya.
Untuk bisa bertemu dengannya pun tidak terlalu gampang. Saya dicegat dulu oleh satpam untuk ditanyakan keperluannya, KTP ditahan di depan dan kemudian di resepsionis saya ditanyakan dulu sudah buat janji atau belum, kalau sudah atas nama siapa. Kalau tiap dinding bisa ditembus, maka barulah saya pun bisa bertemu dengan sang pimpinan. Apakah ia memang benar-benar lagi sibuk? Rasanya tidak. Sebab kalau benar sibuk, tentu saya pun tidak bisa bertemu dengannya, dan yang kita lakukan hanyalah ngobrol tentang masa lalu dan saling berbagi kisah hidup.
Semakin penting seseorang, biasanya semakin banyak pula urusan protokoler yang harus dihadapi. Dan kalau kita masuk kategori 'tidak penting', maka jangan harap kita bisa bertemu. Jangankan ketemu, dipeduli saja sudah tidak mungkin. Jika anda coba hubungi, maka jawaban "Maaf, bapak sedang sibuk", akan menjadi jawaban yang diberikan. Jangankan orang penting, kita pun seringkali mempergunakan kata-kata atau alasan yang sama kalau sedang malas bertemu seseorang. Bisa jadi kita sedang benar-benar sibuk, sedang lelah, tidak ingin diganggu dan sebagainya. Atau bisa juga dipakai untuk menjadi alasan agar tidak perlu bertemu seseorang yang kita anggap 'tidak' atau 'kurang penting.' Semua tergantung dari kesediaan kita apakah mau bertemu dengan seseorang atau tidak.
Kalau semakin penting seseorang, maka mereka makin sulit kita temui, bagaimana dengan Tuhan yang tentunya berada di atas semua pemimpin dan orang terpenting di dunia ini? Bayangkan apabila Tuhan bersikap seperti orang-orang penting yang memilah-milah siapa yang mau Dia temui atau urus, apa jadinya kita? Bagaimana kalau saat kita tengah membutuhkanNya lantas ada malaikat yang berkata: "Maaf, Tuhan sedang sibuk, silahkan coba lagi lain kali." ? Bagaimana kalau untuk berdoa harus masuk daftar antri dulu atau menunggu sampai Tuhan berkenan mendengar doa kita? Atau, bagaimana kalau kita dianggap sama sekali tidak penting dan hanya buang-buang waktu, sehingga mau menunggu sampai kapanpun Tuhan tidak akan mau bertemu atau bahkan sekedar mendengar kita?
Untunglah Tuhan tidak bersikap seperti itu. Milyaran manusia ciptaanNya tersebar di muka bumi ini dari satu generasi ke generasi berikutnya, tidak satupun yang luput dari pandangan mataNya, dan tidak satupun yang Dia kesampingkan. Semua manusia dimataNya istimewa, semua Dia kasihi, siapapun dan dimanapun sebagai ciptaanNya yang spesial. Tuhan tidak bertindak seperti seorang kaisar atau eksekutif super sibuk yang terus berusaha untuk menghindari gangguan dari kita, para manusia. Tuhan tidak pernah terlalu sibuk buat siapapun. Justru sebaliknya, Dia akan sangat senang untuk mendengarkan dan merespon suara anak-anakNya.
Anak, itu status yang sangat istimewa untuk menggambarkan hubungan antara kita dengan Tuhan. Yesus datang ke dunia dan mengajarkan kita untuk menyebut Tuhan dengan panggilan yang sangat intim yaitu sebagai Bapa. Dalam Matius 5 kita bisa mengetahui bahwa Status Bapa dan anak ini akan hadir pada kita apabila kita hidup dengan standar kasih yang jauh di atas standar dunia.
(bersambung)
"Maaf, Bapak Sedang Sibuk" (2)
Tuesday, August 7, 2018
In the End I'm Alone? (4)
(sambungan)
Betapa indahnya janji Tuhan akan penyertaan dan perlindunganNya atas kita yang tertulis berulang kali di dalam Alkitab. Lihatlah ayat berikut: "Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati." (Ulangan 31:8). Atau bacalah ayat ini: "Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, maka engkau akan tetap tinggal untuk selama-lamanya; sebab TUHAN mencintai hukum, dan Ia tidak meninggalkan orang-orang yang dikasihi-Nya. Sampai selama-lamanya mereka akan terpelihara.." (Mazmur 37:27-28).
Peringatan yang disampaikan Penulis Ibrani pun mengacu akan hal ini: Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5).
Tuhan Yesus sendiri sudah berjanji untuk menyertai kita senantiasa sampai kepada akhir zaman (Matius 28:20), dan siap memberi kita kelegaan. "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (11:28). Ini janji yang menunjukkan betapa Tuhan mengenal kita dan betapa Dia peduli terhadap segala pergumulan kita.
Ketika tidak ada orang mengerti, ada Tuhan yang mengerti. Ketika tidak ada yang peduli, Tuhan akan selalu peduli. Ketika tidak ada yang mau mengenal anda lebih jauh, Tuhan sudah mengenal anda bahkan lebih dari anda mengenal diri anda sendiri. Dia tahu pasti apa yang menjadi permasalahan anda.
Dia mengenal anda luar dalam dengan sangat baik. Tidak ada yang tersembunyi bagiNya, Dia tahu isi hati kita yang terdalam sekalipun. Dia yang menciptakan kita, tentu Dia pula yang paling tahu segalanya tentang kita. Dan Tuhan adalah Bapa yang sangat mengasihi kita. Bentuk kasih itu pun diwujudkan dengan kepedulian yang luar biasa besar pula terhadap anak-anakNya. Dia siap tertawa gembira bersama kita, Dia pun turut bersedih bersama kita.
Tuhan tahu pasti apa yang menjadi pergumulan anda saat ini. Bahkan hal-hal yang mungkin terlalu berat untuk dikemukakan, sulit untuk diucapkan, Tuhan pun mengetahui itu semua. Tuhan mendengar jeritan hati kita, mengerti permasalahan anda dan punya jalan keluarnya. You may feel lost and alone, but God knows exactly where you are. He cares and has a good plan for your life. Jika anda merasa sendirian saat ini menghadapi segala sesuatu, datanglah pada Tuhan. Dia sangat mengenal anda, mengerti anda, dan sangat peduli.
Allah mengerti, Allah peduli
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Betapa indahnya janji Tuhan akan penyertaan dan perlindunganNya atas kita yang tertulis berulang kali di dalam Alkitab. Lihatlah ayat berikut: "Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati." (Ulangan 31:8). Atau bacalah ayat ini: "Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, maka engkau akan tetap tinggal untuk selama-lamanya; sebab TUHAN mencintai hukum, dan Ia tidak meninggalkan orang-orang yang dikasihi-Nya. Sampai selama-lamanya mereka akan terpelihara.." (Mazmur 37:27-28).
Peringatan yang disampaikan Penulis Ibrani pun mengacu akan hal ini: Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5).
Tuhan Yesus sendiri sudah berjanji untuk menyertai kita senantiasa sampai kepada akhir zaman (Matius 28:20), dan siap memberi kita kelegaan. "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (11:28). Ini janji yang menunjukkan betapa Tuhan mengenal kita dan betapa Dia peduli terhadap segala pergumulan kita.
Ketika tidak ada orang mengerti, ada Tuhan yang mengerti. Ketika tidak ada yang peduli, Tuhan akan selalu peduli. Ketika tidak ada yang mau mengenal anda lebih jauh, Tuhan sudah mengenal anda bahkan lebih dari anda mengenal diri anda sendiri. Dia tahu pasti apa yang menjadi permasalahan anda.
Dia mengenal anda luar dalam dengan sangat baik. Tidak ada yang tersembunyi bagiNya, Dia tahu isi hati kita yang terdalam sekalipun. Dia yang menciptakan kita, tentu Dia pula yang paling tahu segalanya tentang kita. Dan Tuhan adalah Bapa yang sangat mengasihi kita. Bentuk kasih itu pun diwujudkan dengan kepedulian yang luar biasa besar pula terhadap anak-anakNya. Dia siap tertawa gembira bersama kita, Dia pun turut bersedih bersama kita.
Tuhan tahu pasti apa yang menjadi pergumulan anda saat ini. Bahkan hal-hal yang mungkin terlalu berat untuk dikemukakan, sulit untuk diucapkan, Tuhan pun mengetahui itu semua. Tuhan mendengar jeritan hati kita, mengerti permasalahan anda dan punya jalan keluarnya. You may feel lost and alone, but God knows exactly where you are. He cares and has a good plan for your life. Jika anda merasa sendirian saat ini menghadapi segala sesuatu, datanglah pada Tuhan. Dia sangat mengenal anda, mengerti anda, dan sangat peduli.
Allah mengerti, Allah peduli
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, August 6, 2018
In the End I'm Alone? (3)
(sambungan)
Sebuah Firman Tuhan dalam Yesaya 29 menggambarkan betapa Tuhan sungguh mengetahui kita, karena kita adalah ciptaanNya sendiri. Kalau Tuhan diibaratkan sebagai tukang periuk, dan kita adalah bejana yang dibentuk dari tanah liat olehNya sendiri, mungkinkah Tuhan, Sang Pencipta, tidak mengenal apa-apa tentang kita?
"..Apakah tanah liat dapat dianggap sama seperti tukang periuk, sehingga apa yang dibuat dapat berkata tentang yang membuatnya: "Bukan dia yang membuat aku"; dan apa yang dibentuk berkata tentang yang membentuknya: "Ia tidak tahu apa-apa"? (Yesaya 29:16).
Kita dilahirkan dan dibesarkan oleh orang tua kita. Mereka merawat dan mendidik sejak kita kecil. Karenanya mereka tentu mengenal kita dengan sangat baik. Kalau orang tua kita di dunia saja mengenal kita secara pribadi dan mendalam, apalagi Bapa di Surga yang membentuk atau menciptakan kita. Kembali kita mendapati sebuah kesadaran akan pengenalan dan kepedulian Tuhan yang sangat mendalam pada kita.
Tuhan sungguh mengenal kita dengan baik, Dia sungguh peduli, tapi seringkali kita-lah tidak mau mengenal Dia dengan sungguh-sungguh. Ketika Tuhan peduli, kita malah tidak peduli padaNya dan hanya menggantungkan harapan kepada manusia. Kita hanya berharap bisa dimengerti oleh orang lain dan melupakan kasih Tuhan yang selalu dicurahkan atas kita semua.
Manusia bisa mengecewakan, tapi Tuhan tidak akan pernah mengecewakan. Karenanya, andalkanlah Tuhan selalu."Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7). Ayat ini menyebutkan dengan jelas bahwa menaruh pengharapan kepada Tuhan tidak akan pernah berujung sia-sia.
Penegasan lainnya disampaikan pula oleh Yesus. "Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekorpun dari padanya yang dilupakan Allah,bahkan rambut kepalamupun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit." (Lukas 12:6-7).
Kalau burung saja diperhatikan Tuhan, apalagi kita yang diciptakan secara sangat istimewa, secara dahsyat dan ajaib menurut gambarNya sendiri. Bayangkan, sampai jumlah rambut kita helai demi helai pun Dia ketahui. Sedekat-dekatnya dan sepeduli-pedulinya manusia, adakah yang sampai tahu jumlah rambut kita? Manusia tidak akan pernah tahu, tapi Tuhan tahu itu. Itu menunjukkan bagaimana kepedulian dan pengenalanNya akan kita dengan sangat detail.
(bersambung)
Sebuah Firman Tuhan dalam Yesaya 29 menggambarkan betapa Tuhan sungguh mengetahui kita, karena kita adalah ciptaanNya sendiri. Kalau Tuhan diibaratkan sebagai tukang periuk, dan kita adalah bejana yang dibentuk dari tanah liat olehNya sendiri, mungkinkah Tuhan, Sang Pencipta, tidak mengenal apa-apa tentang kita?
"..Apakah tanah liat dapat dianggap sama seperti tukang periuk, sehingga apa yang dibuat dapat berkata tentang yang membuatnya: "Bukan dia yang membuat aku"; dan apa yang dibentuk berkata tentang yang membentuknya: "Ia tidak tahu apa-apa"? (Yesaya 29:16).
Kita dilahirkan dan dibesarkan oleh orang tua kita. Mereka merawat dan mendidik sejak kita kecil. Karenanya mereka tentu mengenal kita dengan sangat baik. Kalau orang tua kita di dunia saja mengenal kita secara pribadi dan mendalam, apalagi Bapa di Surga yang membentuk atau menciptakan kita. Kembali kita mendapati sebuah kesadaran akan pengenalan dan kepedulian Tuhan yang sangat mendalam pada kita.
Tuhan sungguh mengenal kita dengan baik, Dia sungguh peduli, tapi seringkali kita-lah tidak mau mengenal Dia dengan sungguh-sungguh. Ketika Tuhan peduli, kita malah tidak peduli padaNya dan hanya menggantungkan harapan kepada manusia. Kita hanya berharap bisa dimengerti oleh orang lain dan melupakan kasih Tuhan yang selalu dicurahkan atas kita semua.
Manusia bisa mengecewakan, tapi Tuhan tidak akan pernah mengecewakan. Karenanya, andalkanlah Tuhan selalu."Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7). Ayat ini menyebutkan dengan jelas bahwa menaruh pengharapan kepada Tuhan tidak akan pernah berujung sia-sia.
Penegasan lainnya disampaikan pula oleh Yesus. "Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekorpun dari padanya yang dilupakan Allah,bahkan rambut kepalamupun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit." (Lukas 12:6-7).
Kalau burung saja diperhatikan Tuhan, apalagi kita yang diciptakan secara sangat istimewa, secara dahsyat dan ajaib menurut gambarNya sendiri. Bayangkan, sampai jumlah rambut kita helai demi helai pun Dia ketahui. Sedekat-dekatnya dan sepeduli-pedulinya manusia, adakah yang sampai tahu jumlah rambut kita? Manusia tidak akan pernah tahu, tapi Tuhan tahu itu. Itu menunjukkan bagaimana kepedulian dan pengenalanNya akan kita dengan sangat detail.
(bersambung)
Sunday, August 5, 2018
In the End I'm Alone? (2)
(sambungan)
Daud menyadari dan paham sepenuhnya akan pengenalan Tuhan tentang dirinya. Lanjut Daud lagi: "Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi." (ay 2-3). Tuhan tahu apapun yang Daud lakukan atau perbuat. Dan Tuhan ada di sekelilingnya dari segala penjuru, bahkan ia merasakan tangan Tuhan melindunginya dari atas (ay 5).
Semua itu jauh di atas kemampuan pemikiran kita. Daud menggambarkannya begini: "Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya.". (ay 6). Apalagi saat jiwa Daud menyadari sebenar-benarnya bahwa dia, seperti halnya kita, dibentuk dan ditenun Tuhan sendiri dalam kandungan ibu dan dengan demikian merupakan ciptaan Tuhan yang dahsyat dan ajaib. (ay 13-14), kemudian menyadari pula bahwa Tuhan sudah melihat kita sebelum kita lahir, bahkan sudah merencanakan segala yang terbaik bagi kita jauh sebelum kita ada (ay 15-16).
Menyadari itu, Daud kembali berseru "Dan bagiku, betapa sulitnya pikiran-Mu, ya Allah! Betapa besar jumlahnya!" (ay 17). Betapa banyaknya yang Tuhan tahu dari kita, betapa istimewa dan pentingnya kita dalam hati Tuhan.
Jadi jelas, Tuhan mengenal kita dengan teramat sangat baik. He fully knows us. Tapi apakah berhenti hanya sampai mengenal saja? Daud tahu bahwa Tuhan tidak hanya sekedar mengenal kita, tapi Dia juga peduli. Sangat peduli. Daud berkata: "Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku." (ay 8-10).
Tidak peduli dimanapun kita berada, apakah dalam keadaan baik maupun tidak, Tuhan akan selalu ada bersama kita. Dia akan selalu mengulurkan tanganNya menuntun, menolong, memegang, membimbing dan melindungi kita. Jadi kalau Tuhan mengenal dan sangat peduli pada kita, kenapa kita harus merasa sendirian menghadapi segalanya?
Yang luar biasa, Daud tidak sekedar menyadari bahwa Tuhan mengenal dan peduli untuk melepaskannya dari kesulitan, tapi terlebih penting baginya adalah agar Tuhan menyelidiki hati dan pikirannya. Ia berkata "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!" (ay 23-24).
Daud tahu betapa pentingnya hal itu, karena ia tidak mau ada sedikitpun yang melenceng dari kebenaran tanpa ia sadari. Sekiranya ada, Daud meminta Tuhan untuk memeriksa dan sekiranya mendapati, agar Tuhan membimbingnya pada jalan yang benar.
(bersambung)
Daud menyadari dan paham sepenuhnya akan pengenalan Tuhan tentang dirinya. Lanjut Daud lagi: "Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi." (ay 2-3). Tuhan tahu apapun yang Daud lakukan atau perbuat. Dan Tuhan ada di sekelilingnya dari segala penjuru, bahkan ia merasakan tangan Tuhan melindunginya dari atas (ay 5).
Semua itu jauh di atas kemampuan pemikiran kita. Daud menggambarkannya begini: "Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya.". (ay 6). Apalagi saat jiwa Daud menyadari sebenar-benarnya bahwa dia, seperti halnya kita, dibentuk dan ditenun Tuhan sendiri dalam kandungan ibu dan dengan demikian merupakan ciptaan Tuhan yang dahsyat dan ajaib. (ay 13-14), kemudian menyadari pula bahwa Tuhan sudah melihat kita sebelum kita lahir, bahkan sudah merencanakan segala yang terbaik bagi kita jauh sebelum kita ada (ay 15-16).
Menyadari itu, Daud kembali berseru "Dan bagiku, betapa sulitnya pikiran-Mu, ya Allah! Betapa besar jumlahnya!" (ay 17). Betapa banyaknya yang Tuhan tahu dari kita, betapa istimewa dan pentingnya kita dalam hati Tuhan.
Jadi jelas, Tuhan mengenal kita dengan teramat sangat baik. He fully knows us. Tapi apakah berhenti hanya sampai mengenal saja? Daud tahu bahwa Tuhan tidak hanya sekedar mengenal kita, tapi Dia juga peduli. Sangat peduli. Daud berkata: "Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku." (ay 8-10).
Tidak peduli dimanapun kita berada, apakah dalam keadaan baik maupun tidak, Tuhan akan selalu ada bersama kita. Dia akan selalu mengulurkan tanganNya menuntun, menolong, memegang, membimbing dan melindungi kita. Jadi kalau Tuhan mengenal dan sangat peduli pada kita, kenapa kita harus merasa sendirian menghadapi segalanya?
Yang luar biasa, Daud tidak sekedar menyadari bahwa Tuhan mengenal dan peduli untuk melepaskannya dari kesulitan, tapi terlebih penting baginya adalah agar Tuhan menyelidiki hati dan pikirannya. Ia berkata "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!" (ay 23-24).
Daud tahu betapa pentingnya hal itu, karena ia tidak mau ada sedikitpun yang melenceng dari kebenaran tanpa ia sadari. Sekiranya ada, Daud meminta Tuhan untuk memeriksa dan sekiranya mendapati, agar Tuhan membimbingnya pada jalan yang benar.
(bersambung)
Saturday, August 4, 2018
In the End I'm Alone? (1)
Ayat bacaan: Mazmur 139:1
=======================
"TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku"
Apakah anda pernah merasa bahwa tidak ada orang yang mengerti anda? Saya kira semua orang, termasuk saya, pernah mengalaminya. Sudah berusaha berbuat sebaik mungkin, orang bisa menyalahartikan. Atau saat kita sedang membutuhkan bantuan, tidak ada satupun yang mau meluangkan waktunya buat kita disaat sulit. Kita merasa sendirian menghadapi sesuatu, tidak ada yang mengerti, tidak ada yang peduli. Dulu saya punya 'quote' sendiri, "in the end I'm alone".
Itu menggambarkan perasaan saya bahwa tak peduli berapa banyak pun orang di sekitar saya, pada akhirnya saya sendirian. Sendirian harus mengerjakan semuanya, sendirian harus menghadapi kesulitan, masalah dan sebagainya. Semua sibuk dengan kerjaan dan urusan masing-masing.
Akan ada waktu-waktu dimana kita berada dalam situasi seperti itu. Terkadang kita sulit mengharapkan orang untuk mengerti atau peduli keadaan kita, karena mungkin mereka juga sedang bergumul dengan banyak masalah seperti kita. Atau mungkin mereka peduli, tetapi mereka tidak tahu bagaimana menunjukkannya sehingga terlihat seperti tidak bagi kita. Atau bisa juga karena mereka masih kurang mengerti tentang kita. Tidak menutup kemungkinan pula mereka memang tidak peduli, dan kita tidak bisa memaksa mereka untuk peduli. Itu akan selalu kita alami pada waktu-waktu tertentu.
So, it's easy for us to feel that in the end, we are alone. The question is, are we really?
Sekarang saya tidak lagi memandang hidup seperti itu. Saya tidak lagi merasa seperti itu, saya juga tidak mau berpikir seperti itu. Mungkin ada masa-masa dimana kebetulan tidak ada satupun yang bisa atau bersedia. Seperti yang saya katakan tadi, kita tidak bisa memaksa orang untuk membantu kita dan mengikuti keinginan kita, dan itu bukan selalu berarti bahwa mereka tidak peduli terhadap kita. Tapi meski demikian, sekalipun sedang tidak ada satupun yang bisa kita harapkan untuk membantu, jangan lupakan bahwa ada Tuhan bersama kita.
Mindset saya berubah sejak saya menyadari bahwa saya punya Tuhan yang tidak pernah terlalu sibuk untuk saya. Dia ada, keberadaanNya nyata. Dia mengenal saya, mengerti saya, dan peduli pada saya. Itu saya tahu pasti dengan keyakinan penuh. Karena itu saya tahu saya tidak akan pernah sendirian dalam menghadapi apapun. I'm never alone, I'll never walk alone, because God will always be with me through all the way.
Apa yang kemudian menyadarkan saya akan hal ini dan menjadi titik balik mindset saya adalah sebuah perikop dalam Mazmur 139 yang merupakan Mazmur Daud. Dalam perikop yang diberi judul "Doa di hadapan Allah yang maha tahu", Daud masuk langsung pada intinya. Katanya: "Tuhan, Engkau menyelidiki dan mengenal aku." (ay 1). Tuhan menyelami dan tahu semua yang ada dalam pikiran dan perasaan kita. Dia tahu apa yang tengah menjadi kesulitan kita. Dan Tuhan mengenal kita. Dia yang menciptakan, maka Dia tentunya yang paling mengenal atau mengetahui segala sesuatu tentang kita. Bahkan lebih dari kita mengenal diri kita sendiri.
(bersambung)
=======================
"TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku"
Apakah anda pernah merasa bahwa tidak ada orang yang mengerti anda? Saya kira semua orang, termasuk saya, pernah mengalaminya. Sudah berusaha berbuat sebaik mungkin, orang bisa menyalahartikan. Atau saat kita sedang membutuhkan bantuan, tidak ada satupun yang mau meluangkan waktunya buat kita disaat sulit. Kita merasa sendirian menghadapi sesuatu, tidak ada yang mengerti, tidak ada yang peduli. Dulu saya punya 'quote' sendiri, "in the end I'm alone".
Itu menggambarkan perasaan saya bahwa tak peduli berapa banyak pun orang di sekitar saya, pada akhirnya saya sendirian. Sendirian harus mengerjakan semuanya, sendirian harus menghadapi kesulitan, masalah dan sebagainya. Semua sibuk dengan kerjaan dan urusan masing-masing.
Akan ada waktu-waktu dimana kita berada dalam situasi seperti itu. Terkadang kita sulit mengharapkan orang untuk mengerti atau peduli keadaan kita, karena mungkin mereka juga sedang bergumul dengan banyak masalah seperti kita. Atau mungkin mereka peduli, tetapi mereka tidak tahu bagaimana menunjukkannya sehingga terlihat seperti tidak bagi kita. Atau bisa juga karena mereka masih kurang mengerti tentang kita. Tidak menutup kemungkinan pula mereka memang tidak peduli, dan kita tidak bisa memaksa mereka untuk peduli. Itu akan selalu kita alami pada waktu-waktu tertentu.
So, it's easy for us to feel that in the end, we are alone. The question is, are we really?
Sekarang saya tidak lagi memandang hidup seperti itu. Saya tidak lagi merasa seperti itu, saya juga tidak mau berpikir seperti itu. Mungkin ada masa-masa dimana kebetulan tidak ada satupun yang bisa atau bersedia. Seperti yang saya katakan tadi, kita tidak bisa memaksa orang untuk membantu kita dan mengikuti keinginan kita, dan itu bukan selalu berarti bahwa mereka tidak peduli terhadap kita. Tapi meski demikian, sekalipun sedang tidak ada satupun yang bisa kita harapkan untuk membantu, jangan lupakan bahwa ada Tuhan bersama kita.
Mindset saya berubah sejak saya menyadari bahwa saya punya Tuhan yang tidak pernah terlalu sibuk untuk saya. Dia ada, keberadaanNya nyata. Dia mengenal saya, mengerti saya, dan peduli pada saya. Itu saya tahu pasti dengan keyakinan penuh. Karena itu saya tahu saya tidak akan pernah sendirian dalam menghadapi apapun. I'm never alone, I'll never walk alone, because God will always be with me through all the way.
Apa yang kemudian menyadarkan saya akan hal ini dan menjadi titik balik mindset saya adalah sebuah perikop dalam Mazmur 139 yang merupakan Mazmur Daud. Dalam perikop yang diberi judul "Doa di hadapan Allah yang maha tahu", Daud masuk langsung pada intinya. Katanya: "Tuhan, Engkau menyelidiki dan mengenal aku." (ay 1). Tuhan menyelami dan tahu semua yang ada dalam pikiran dan perasaan kita. Dia tahu apa yang tengah menjadi kesulitan kita. Dan Tuhan mengenal kita. Dia yang menciptakan, maka Dia tentunya yang paling mengenal atau mengetahui segala sesuatu tentang kita. Bahkan lebih dari kita mengenal diri kita sendiri.
(bersambung)
Friday, August 3, 2018
Kalau Janji, Tepati (3)
(sambungan)
Lihatlah ada banyak orang bahkan bisa dengan santai saat melanggar janji yang pernah ia ucapkan. Contoh paling gampang saja, orang dengan mudahnya bercerai.Padahal itu jelas-jelas melanggar janji nikah yang mereka ucapkan bukan cuma di depan pendeta tapi juga merupakan janji kepada Tuhan yang memateraikan hubungan pernikahan. Luar biasanya lagi, mereka malah menyalahkan Tuhan dengan mengatakan bahwa itu adalah takdir atau merasa bahwa Tuhan yang sudah berkehendak seperti itu. Lihatlah betapa parahnya kebiasaan melanggar janji kalau kita biarkan.
Orang yang selalu menepati janji dengan sendirinya menjadi saksi kuat akan dirinya sendiri dalam hal kebenaran, sehingga mereka tidak lagi perlu mengucapkan sumpah-sumpah lewat bibirnya untuk meyakinkan orang lain. Kita harus mampu menjalani kehidupan yang bisa mendatangkan kepercayaan orang pada diri kita lewat kesetiaan kita akan sebuah janji, dan itu akan jauh lebih terbukti dibanding kepercayaan yang bisa diperoleh lewat ucapan yang berusaha meyakinkan orang lain.
Satu hal lagi yang sangat penting untuk kita perhatikan, kalau kepada manusia saja janji itu penting dan harus dipegang sebenar-benarnya atau ditepati, jangan pernah berani untuk mengumbar janji kepada Tuhan lantas kemudian tidak ditepati. Misalnya nazar, yang merupakan janji kita terhadap Tuhan ketika memohon sesuatu, itu tidak boleh kita lupakan, ditunda apalagi kalau sampai dengan sengaja dilanggar. "Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu." (Pengkotbah 5:4).
Memegang teguh dan menepati janji merupakan bagian dari integritas yang seharusnya dimiliki umat Tuhan di tiap generasinya. Kita tidak bisa mengaku sebagai orang berintegritas yang hidup sesuai Firman kalau kita masih mudah untuk tidak menepati janji. Hendaklah kita mau menghormati janji dan senantiasa menepatinya. Jika berjanji, tepatilah. Kalau ya katakan ya, kalau tidak katakan tidak. Kalau kita belum yakin, jangan terburu-buru menjanjikan sesuatu. Sebab, kalau mengatakan ya tapi tidak dilakukan, itu adalah kebohongan yang datangnya dari iblis. Ketika mengatakan ya, peganglah itu dengan sungguh-sungguh. Jangan biasakan untuk memberi janji-janji palsu dengan alasan apapun, meski untuk hal-hal yang tidak serius sekalipun.
Seperti yang dikatakan sebuah pepatah dalam bahasa Inggris "Never make a promise you can't keep", hendaklah kita selalu mengutamakan kejujuran agar tidak membuka peluang bagi iblis untuk masuk dan menghancurkanhidup kita. Ingatlah bahwa janji yang dibuat asal-asalan dan tidak ditepati akan mengakibatkan ketidakpercayaan orang pada kita dan kemudian akan sangat merugikan hidup kita ke depannya serta merupakan sebuah dosa yang menjijikkan di mata Tuhan.
"Breaking promises are worse than lies, because you make them hope for something that you're not sure you can give. Don't make a promise just to make someone expect but get hurt in the end"
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Lihatlah ada banyak orang bahkan bisa dengan santai saat melanggar janji yang pernah ia ucapkan. Contoh paling gampang saja, orang dengan mudahnya bercerai.Padahal itu jelas-jelas melanggar janji nikah yang mereka ucapkan bukan cuma di depan pendeta tapi juga merupakan janji kepada Tuhan yang memateraikan hubungan pernikahan. Luar biasanya lagi, mereka malah menyalahkan Tuhan dengan mengatakan bahwa itu adalah takdir atau merasa bahwa Tuhan yang sudah berkehendak seperti itu. Lihatlah betapa parahnya kebiasaan melanggar janji kalau kita biarkan.
Orang yang selalu menepati janji dengan sendirinya menjadi saksi kuat akan dirinya sendiri dalam hal kebenaran, sehingga mereka tidak lagi perlu mengucapkan sumpah-sumpah lewat bibirnya untuk meyakinkan orang lain. Kita harus mampu menjalani kehidupan yang bisa mendatangkan kepercayaan orang pada diri kita lewat kesetiaan kita akan sebuah janji, dan itu akan jauh lebih terbukti dibanding kepercayaan yang bisa diperoleh lewat ucapan yang berusaha meyakinkan orang lain.
Satu hal lagi yang sangat penting untuk kita perhatikan, kalau kepada manusia saja janji itu penting dan harus dipegang sebenar-benarnya atau ditepati, jangan pernah berani untuk mengumbar janji kepada Tuhan lantas kemudian tidak ditepati. Misalnya nazar, yang merupakan janji kita terhadap Tuhan ketika memohon sesuatu, itu tidak boleh kita lupakan, ditunda apalagi kalau sampai dengan sengaja dilanggar. "Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu." (Pengkotbah 5:4).
Memegang teguh dan menepati janji merupakan bagian dari integritas yang seharusnya dimiliki umat Tuhan di tiap generasinya. Kita tidak bisa mengaku sebagai orang berintegritas yang hidup sesuai Firman kalau kita masih mudah untuk tidak menepati janji. Hendaklah kita mau menghormati janji dan senantiasa menepatinya. Jika berjanji, tepatilah. Kalau ya katakan ya, kalau tidak katakan tidak. Kalau kita belum yakin, jangan terburu-buru menjanjikan sesuatu. Sebab, kalau mengatakan ya tapi tidak dilakukan, itu adalah kebohongan yang datangnya dari iblis. Ketika mengatakan ya, peganglah itu dengan sungguh-sungguh. Jangan biasakan untuk memberi janji-janji palsu dengan alasan apapun, meski untuk hal-hal yang tidak serius sekalipun.
Seperti yang dikatakan sebuah pepatah dalam bahasa Inggris "Never make a promise you can't keep", hendaklah kita selalu mengutamakan kejujuran agar tidak membuka peluang bagi iblis untuk masuk dan menghancurkanhidup kita. Ingatlah bahwa janji yang dibuat asal-asalan dan tidak ditepati akan mengakibatkan ketidakpercayaan orang pada kita dan kemudian akan sangat merugikan hidup kita ke depannya serta merupakan sebuah dosa yang menjijikkan di mata Tuhan.
"Breaking promises are worse than lies, because you make them hope for something that you're not sure you can give. Don't make a promise just to make someone expect but get hurt in the end"
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, August 2, 2018
Kalau Janji, Tepati (2)
(sambungan)
Jadi sejak jaman Daud kita sudah lihat bahwa tendensi orang untuk sulit menepati janji memang sudah ada. Tapi apakah kita cukup mengatakan bahwa itu adalah sudah menjadi sifat manusia yang tidak akan bisa sempurna seperti Tuhan? Mungkin kita memang tidak akan bisa sesempurna Tuhan, tapi bukan berarti itu layak dijadikan alasan untuk terus membiarkan diri melanggar janji tanpa pernah berusaha membenahi diri untuk lebih baik.
Apa kata Firman Tuhan mengenai hal ini? Apakah Firman Tuhan membolehkan orang untuk menempatkan janji dalam berbagai kategori mulai dari sangat penting, sedang, kurang sampai tidak penting? Perilaku ingkar janji ini sebenarnya tidak berbeda jauh dengan berbohong. Kalau berbohong itu salah, ingkar janji pun sama. Lihatlah apa kata Yesus berikut ini: "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat." (Matius 5:37). Saya sangat suka dengan versi bahasa Inggrisnya yang sangat mudah diingat. "Let your Yes be simply Yes, and your No be simply No; anything more than that comes from the evil one."
Kalau kita lihat dalam ayat sebelumnya, Yesus mengatakan hal ini dalam konteks menasihati kita untuk tidak bersumpah, yang didasarkanNya dari 10 Perintah Allah yang tertulis dalam Keluaran 20:16, yaitu "Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu". Kenyataannya, ada banyak orang yang bahkan dengan mudah bersumpah demi segala sesuatu, bahkan demi Tuhan untuk sesuatu kebohongan. Mungkin kita bilang kita tidak melanggar sumpah, hanya ingkar janji. Mungkin juga itu hanya dilakukan untuk sesuatu yang tidak penting atau bukan hal hal serius, bukan urusan kerjaan atau yang berpotensi merugikan secara moril dan materil. Tapi sebenarnya, mengacu pada apa yang disampaikan Yesus di atas, apapun alasannya, itu tidak boleh kita lakukan apalagi biasakan.
Tuhan sangat tidak suka, bahkan dikatakan jijik dengan sikap atau kebiasaan orang yang suka berbohong. Itu bisa ditemukan dalam Mazmur, yang berkata: "Engkau membinasakan orang-orang yang berkata bohong, TUHAN jijik melihat penumpah darah dan penipu." (Mazmur 5:7). Dari ayat ini kita melihat bahwa penipu disamakan dengan pembunuh. Kita mungkin akan berpikir, bukankah orang membunuh itu jauh lebih parah dari sekedar menipu? Mungkin sekilas tampak seperti itu, tetapi sebenarnya penipu pun sama berbahayanya. Orang yang penipu, orang yang bersaksi dusta, orang yang ingkar janji bisa membunuh harapan orang, kepercayaan orang, bahkan karakter orang lain dengan segala kebohongannya.
Dan Salomo mengingatkan kita untuk tidak bermain-main dengan kejujuran dan setia pada janji. "Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan tidak akan terhindar." (Amsal 19:5). Pada saatnya, orang-orang pembohong tidak akan luput dari hukuman. Begitu seseorang berbohong, maka Tuhan pun akan menjadi lawannya. (Yehezkiel 13:9).
Kita perlu belajar dan berkomitmen mengubah kebiasaan kalau sudah terlanjur, untuk menepati dan menganggap serius sebuah janji, meski janji yang sepele sekalipun. Kita perlu memperhatikan secara serius janji yang kita berikan dan tidak asal-asalan mengumbarnya. Kalau kita biarkan, kebiasaan melanggar janji bisa terus bertambah parah. Mulanya kita mentolerir melanggar janji yang tidak mengenai sesuatu yang penting, tapi lama-lama kita akan terbiasa melakukan itu bahkan untuk hal-hal yang serius.
(bersambung)
Jadi sejak jaman Daud kita sudah lihat bahwa tendensi orang untuk sulit menepati janji memang sudah ada. Tapi apakah kita cukup mengatakan bahwa itu adalah sudah menjadi sifat manusia yang tidak akan bisa sempurna seperti Tuhan? Mungkin kita memang tidak akan bisa sesempurna Tuhan, tapi bukan berarti itu layak dijadikan alasan untuk terus membiarkan diri melanggar janji tanpa pernah berusaha membenahi diri untuk lebih baik.
Apa kata Firman Tuhan mengenai hal ini? Apakah Firman Tuhan membolehkan orang untuk menempatkan janji dalam berbagai kategori mulai dari sangat penting, sedang, kurang sampai tidak penting? Perilaku ingkar janji ini sebenarnya tidak berbeda jauh dengan berbohong. Kalau berbohong itu salah, ingkar janji pun sama. Lihatlah apa kata Yesus berikut ini: "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat." (Matius 5:37). Saya sangat suka dengan versi bahasa Inggrisnya yang sangat mudah diingat. "Let your Yes be simply Yes, and your No be simply No; anything more than that comes from the evil one."
Kalau kita lihat dalam ayat sebelumnya, Yesus mengatakan hal ini dalam konteks menasihati kita untuk tidak bersumpah, yang didasarkanNya dari 10 Perintah Allah yang tertulis dalam Keluaran 20:16, yaitu "Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu". Kenyataannya, ada banyak orang yang bahkan dengan mudah bersumpah demi segala sesuatu, bahkan demi Tuhan untuk sesuatu kebohongan. Mungkin kita bilang kita tidak melanggar sumpah, hanya ingkar janji. Mungkin juga itu hanya dilakukan untuk sesuatu yang tidak penting atau bukan hal hal serius, bukan urusan kerjaan atau yang berpotensi merugikan secara moril dan materil. Tapi sebenarnya, mengacu pada apa yang disampaikan Yesus di atas, apapun alasannya, itu tidak boleh kita lakukan apalagi biasakan.
Tuhan sangat tidak suka, bahkan dikatakan jijik dengan sikap atau kebiasaan orang yang suka berbohong. Itu bisa ditemukan dalam Mazmur, yang berkata: "Engkau membinasakan orang-orang yang berkata bohong, TUHAN jijik melihat penumpah darah dan penipu." (Mazmur 5:7). Dari ayat ini kita melihat bahwa penipu disamakan dengan pembunuh. Kita mungkin akan berpikir, bukankah orang membunuh itu jauh lebih parah dari sekedar menipu? Mungkin sekilas tampak seperti itu, tetapi sebenarnya penipu pun sama berbahayanya. Orang yang penipu, orang yang bersaksi dusta, orang yang ingkar janji bisa membunuh harapan orang, kepercayaan orang, bahkan karakter orang lain dengan segala kebohongannya.
Dan Salomo mengingatkan kita untuk tidak bermain-main dengan kejujuran dan setia pada janji. "Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan tidak akan terhindar." (Amsal 19:5). Pada saatnya, orang-orang pembohong tidak akan luput dari hukuman. Begitu seseorang berbohong, maka Tuhan pun akan menjadi lawannya. (Yehezkiel 13:9).
Kita perlu belajar dan berkomitmen mengubah kebiasaan kalau sudah terlanjur, untuk menepati dan menganggap serius sebuah janji, meski janji yang sepele sekalipun. Kita perlu memperhatikan secara serius janji yang kita berikan dan tidak asal-asalan mengumbarnya. Kalau kita biarkan, kebiasaan melanggar janji bisa terus bertambah parah. Mulanya kita mentolerir melanggar janji yang tidak mengenai sesuatu yang penting, tapi lama-lama kita akan terbiasa melakukan itu bahkan untuk hal-hal yang serius.
(bersambung)
Subscribe to:
Posts (Atom)
Lanjutan Sukacita Kedua (5)
(sambungan) Satu jiwa pun begitu berharga di mata Tuhan. Ketika jiwa itu kembali ditemukan, sang gembala akan menggendongnya dengan gembira...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...