Ayat bacaan: Wahyu 2:2-4
========================
"Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta. Dan engkau tetap sabar dan menderita oleh karena nama-Ku; dan engkau tidak mengenal lelah. Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula."
Melayani, menjadi rekan sekerja Tuhan merupakan pekerjaan mulia yang sesungguhnya sudah menjadi kewajiban kita sebagai orang percaya. Karena itu, adalah sangat baik apabila anda saat ini sudah masuk ke dalam pelayanan dalam bentuk apapun dan memuliakan Tuhan di dalamnya. Di gereja ada begitu banyak posisi dimana anda bisa ambil bagian, seperti tim musik, worship leader, singer, usher, multi media, organizer dan sebagainya. Selain di gereja, anda bisa turut serta dengan rekan-rekan melakukan pelayanan di luar yan tentu saja tidak kalah penting dan berharganya, tergantung apa yang menjadi panggilan anda. Melayani dimanapun, apapun bentuknya, tentu akan menyenangkan hati Tuhan jika dilakukan dengan hati yang mengasihi Tuhan dan sesama.
Sayangnya, ada banyak yang kemudian malah menjadi terfokus pada kesibukan pelayanan dan tidak lagi punya waktu untuk mengenal pribadi Tuhan secara lebih jauh. Atau yang lebih menyedihkan, ada pula yang melayani karena hendak 'menyogok Tuhan'. Agar bisnis diberkati, agar hidup dilancarkan, dan bentuk-bentuk lainnya yang secara langsung atau tidak langsung menuntut imbalan atau balas jasa dari Tuhan. Ada yang melayani karena takut tidak selamat dan bukan lagi karena mengasihi Tuhan. Ada yang tidak kalah parahnya, melayani agar terlihat wah di mata orang lain alias sebagai ajang pamer rohani dan diri sendiri.
Semua alasan di atas barulah sebagian dari motivasi-motivasi yang mungkin mendasari keputusan seseorang untuk melayani. Ada paradigma maupun tujuan dan hekekat yang bergeser terhadap mlakukan pelayanan yang bisa jadi tidak kita sadari. Maria dan Marta mungkin menjadi contoh yang paling baik dalam hal ini. Keduanya melakukan hal yang baik, tapi lihatlah bagaimana tanggapan Yesus terhadap keduanya. Ketika Marta dikatakan sibuk sekali melayani (Lukas 10:40), Maria justru memilih untuk diam di kaki Tuhan dan terus mendengar perkataanNya. (ay 39). Dan Yesus pun berkata demikian: "Tetapi Tuhan menjawabnya: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya." (ay 41-42).
Tentu saja sangatlah baik ketika kita melakukan pekerjaan Tuhan, tapi kita harus melakukannya atas dasar atau tujuan yang benar, dan diatas segalanya jangan lupakan pula pentingnya untuk berdiam di kaki Tuhan dan mendengarkan perkataanNya. Sebuah hati yang melayani seharusnya lahir dari kasih kita kepada Tuhan dan kasih kita kepada sesama, kerinduan untuk melihat lebih banyak lagi orang yang bisa menikmati keindahan sebuah hubungan yang intim dan erat dengan Tuhan. Kalau kita malah sibuk pelayanan tapi hubungan dengan Tuhan terbengkalai, kalau hubungan kita dengan Tuhan ditempatkan jauh di bawah pentingnya melayani, bukankah itu sudah melenceng dari hakekat sebenarnya?
Ada contoh lainnya yang menarik untuk kita jadikan pembelajaran, yaitu dari kehidupan jemaat di Efesus. Kota Efesus berada di Asia Kecil, yaitu kawasan di Asia Barat Daya yang letaknya kalau pada peta hari ini kurang lebih di Turki bagian Asia. Kota Efesus merupakan kota tua yang dikenal punya peradaban tinggi selama berabad-abad dan merupakan kota perdagangan yang kaya raya. Di kota ini pula, seperti halnya daerah Asia Kecil lainnya pada masa itu, penduduknya menyembah berhala. Dikatakan bahwa mereka menyembah patung dewi Artemis yang dipercaya jatuh dari langit (Kisah Para Rasul 19:35). Disana kekuatan sihir berkembang dengan sangat pesat, sesuai pengakuan beberapa tukang sihir yang bertobat (ay 19).
Keadaan ini membuat usaha pewartaan Injil di Efesus menjadi jauh lebih sulit. Paulus bahkan menggambarkan itu sebagai pelayanan yang banyak mencucurkan air mata, banyak percobaan dan usaha pembunuhan (20:19). Tetapi berkat tuntunan Roh Kudus, Alkitab mencatat pelayanan Paulus membuahkan hasil luar biasa. Selama 2 tahun Paulus mengajar dengan berani (19:8-10) mulai dari rumah ibadat hingga ruang kuliah Tiranus (19:8-10). Ia juga melakukan mukjizat-mukjizat yang luar biasa (19:11). Semua ini kemudian membuat firman Tuhan terdengar oleh semua orang (ay 10), dan makin berkuasa (ay 20).
Mari kita lihat lebih jauh profil jemaat Efesus yang terbentuk dari jiwa-jiwa yang diselamatkan dalam misi pewartaan Injil Paulus beserta rekan-rekannya. Jemaat di Efesus dikenal sebagai jemaat yang setia dan penuh semangat penginjilan. Mereka tidak terpengaruh atau takut pada lingkungan disekeliling mereka yang menyembah berhala. Meski mungkin sulit, mereka dikatakan selalu menjaga integritas mereka. Mereka bahkan dikatakan punya karunia mampu membedakan rasul palsu dari yang asli. "Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta." (Wahyu 2:2). Mereka rela menderita dan tidak kenal lelah. (ay 3). Semua ini diketahui benar oleh Tuhan. Luar biasa bukan?
Akan tetapi lihatlah ayat selanjutnya. Meski Tuhan tahu dan menghargai upaya mereka, Tuhan menegur mereka. Teguran atas apa? Firman Tuhan berkata: "Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula." (ay 4).
Meski mereka giat dalam pelayanan, tetapi Tuhan mencela mereka karena mereka meninggalkan kasih mula-mula. Artinya mereka lebih memprioritaskan "pekerjaan Tuhan" daripada kerinduan untuk mengenal lebih jauh "pribadi Tuhan" dan mengasihiNya seperti semula.
Dari jemaat Efesus kita bisa belajar bahwa memang penting untuk melakukan pekerjaan Tuhan, tetapi adalah jauh lebih penting lagi bagi kita untuk menjaga keintiman, hubungan yang sehat dengan Tuhan secara konsisten. Kita harus tetap mengarahkan fokus pada kasih yang semula agar fokus tidak berpindah kepada "sekedar menjalankan tugas dan kewajiban" dan akibatnya kehilangan kasih yang semula, sebuah kasih yang meluap-luap tanpa pamrih ketika kita pertama kali menerima Kristus.
Menjaga keintiman dengan Tuhan akan membuat kasih mula-mula tetap ada dalam diri kita. Tekun berdoa, tidak meninggalkan saat teduh, meluangkan waktu-waktu khusus untuk berdiam di hadiratNya, memanjatkan pujian/penyembahan dengan penuh rasa syukur dan suka cita, semua itu akan membuat roh kita tetap menyala dalam kasih mula-mula. Agar pelayanan kita berkenan bagi Tuhan, marilah kita tetap menjaga bahwa apapun yang kita kerjakan adalah semata-mata demi kemuliaanNya, karena kita begitu mengasihiNya dan rindu lebih banyak lagi orang bisa merasakan kedekatan hubungan yang indah dengan Tuhan, bukan karena sekedar sebuah tuntutan semata apalagi dijadikan sebuah ajang minta-minta kepada Tuhan.
Pastikan anda melayani dengan dasar yang benar
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, November 30, 2016
Tuesday, November 29, 2016
Terbiasa dalam Kegelapan
Ayat bacaan: 1 Yohanes 1:6
==========================
"Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran."
Saat saya tengah duduk makan, tiba-tiba aliran listrik padam. Seketika ruangan menjadi sangat gelap sehingga saya tidak bisa melihat apa-apa sama sekali. Tapi mata rupanya menyesuaikan diri dengan kegelapan. Perlahan saya mulai bisa melihat sedikit demi sedikit, setidaknya tidak segelap sebelumnya. Saya mulai bisa jalan pelan-pelan untuk mencari sumber penerangan seperti senter pada handpone, senter biasa atau lilin. Mata ternyata beradaptasi dengan keadaan lingkungan. Kalau gelap, mata lambat laun akan membiasakan diri dengan situasi gelap itu lalu. Kalau anda telat masuk ke dalam bioskop, jika kebetulan filmnya sedang gelap juga, anda bisa tersandung tangga kalau tidak hati-hati. Apalagi kalau lampu petunjuk di tangga sedang mati. Berjalan dari terangnya lampu di luar bioskop dan tiba-tiba masuk ke dalam ruang gelap membuat awalnya kita sulit melihat apa-apa. Perpindahan mendadak itu membuat mata butuh waktu untuk menyesuaikan diri. Kalau anda berdiri di bawah agak lama, anda akan bisa melihat tangga itu dengan cukup jelas meski tidak ada lampu sama sekali disana. Kalau terjadi pemadaman listrik tiba-tiba pun demikian. Kita akan sangat kesulitan mencari lilin atau senter, meraba-raba kesana kemari, namun setelah dibiarkan untuk beberapa saat, mata akan mulai beradaptasi dan kita mulai mampu melihat dalam gelap.
Hal yang sama pun bisa terjadi dalam kehidupan kerohanian kita. Membiasakan diri hidup dalam Terang Kristus membuat kita secara natural atau alami menjalani dengan mengadopsi kebenaran-kebenaran sesuai prinsip Allah. Tapi saat kita mulai memberi toleransi pada penyimpangan-penyimpangan kecil, saat kita mulai membiasakan diri untuk mengabaikan bahaya dosa dan menganggap bahwa sebuah dosa itu hanyalah bagian dari hal yang sifatnya manusiawi, wajar, maka lambat laun kita akan menjadi terbiasa berbuat dosa. Seperti halnya mata yang pelan-pelan jadi terbiasa dalam gelap, diri kita pun pelan-pelan bisa terbiasa hidup dalam kegelapan, menjauhi Terang Tuhan. Akibatnya kita tidak lagi bisa mendengar suaraNya, tidak lagi merasa perlu untuk bersekutu denganNya, mengalami hubungan yang semakin renggang lama-lama terputus. Hati nurani kehilangan kepekaannya, kita jadi sulit membedakan mana yang benar dan salah, mana yang baik dan sesat, kehilangan kendali atas diri kita dan disana kebinasaan pun membuka mulut lebar-lebar, siap untuk menelan kita.
Dalam kitab 1 Yohanes kita diingatkan akan hal ini. "Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran." (1 Yohanes 1:6). Tuhan yang kudus tidak akan bisa didekati dengan kecemaran. Antara hidup dalam terang dan gelap, antara hidup benar dan melanggar Firman Tuhan, itu tidak bisa dilakukan secara bersamaan. Jadi kalau kita menunjukkan hidup yang baik tapi sebenarnya saat tidak ada yang melihat kita hidup dalam kegelapan, itu sama saja dengan berdusta dan tidak melakukan kebenaran.
Lebih lanjut, Yesus pun mengingatkan kita agar berhati-hati menjaga diri kita agar tidak terperangkap dalam kegelapan. "Karena itu perhatikanlah supaya terang yang ada padamu jangan menjadi kegelapan." (Matius 12:35). Paulus berpesan pada jemaat Efesus mengenai hal ini dengan rinci. Pada perikop Hidup Sebagai Anak Terang (Efesus 5:1-21), kita diingatkan agar selalu hidup dalam kasih (ay 1), jangan sampai diri kita dimasuki oleh rupa-rupa kecemaran, keserakahan, percabulan, perkataan kotor dan kosong dan lain-lain (ay 3), dan kita harus tetap waspada agar jangan sampai disesatkan (ay 6).
Kenapa Paulus mengingatkan hal ini? Karena dengan menerima Kristus, kita mendapat status sebagai anak-anak terang. "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yoh 8:12). Karena itu pula, bagi kita yang mengikut Yesus, kita pun diminta untuk menjadi terang dunia. (Lukas 5:14). Kita tidak akan bisa menjadi terang dunia jika kegelapan masih memiliki kuasa atas diri kita. Karenanya, Paulus pun mengingatkan kita agar senantiasa hidup sebagai anak-anak terang. "Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang" (Efesus 5:9).
Katakan tidak pada dosa meski yang kecil atau tampak sepele sekalipun. Dosa meski yang ringan dan seolah tidak berarti bisa menjadi pintu masuk iblis untuk menyesatkan kita lebih jauh. Jangan pernah beri toleransi, jangan beri kesempatan, jangan buka peluang, karena sekali kita beri kesempatan, tanpa sadar kita akan menjadi terbiasa dalam kegelapan. Terbiasa berbuat dosa dan kehilangan segala yang baik dari Tuhan.
Tetaplah hidup sesuai firman Tuhan, dan hiduplah kudus sehingga Roh Kudus menerangi hidup kita. Tidak akan ada gelap yang mampu melawan terang kecuali kita sendiri yang menyingkirkan terang dan mengijinkan gelap memasuki hidup kita. Pastikan kita tetap memiliki terang Kristus dan bercahaya di depan orang dan dengan demikian kita memuliakan Bapa. "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16).
"Darkness cannot drive out darkness; only light can do that." - Marin Luther King, Jr
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
==========================
"Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran."
Saat saya tengah duduk makan, tiba-tiba aliran listrik padam. Seketika ruangan menjadi sangat gelap sehingga saya tidak bisa melihat apa-apa sama sekali. Tapi mata rupanya menyesuaikan diri dengan kegelapan. Perlahan saya mulai bisa melihat sedikit demi sedikit, setidaknya tidak segelap sebelumnya. Saya mulai bisa jalan pelan-pelan untuk mencari sumber penerangan seperti senter pada handpone, senter biasa atau lilin. Mata ternyata beradaptasi dengan keadaan lingkungan. Kalau gelap, mata lambat laun akan membiasakan diri dengan situasi gelap itu lalu. Kalau anda telat masuk ke dalam bioskop, jika kebetulan filmnya sedang gelap juga, anda bisa tersandung tangga kalau tidak hati-hati. Apalagi kalau lampu petunjuk di tangga sedang mati. Berjalan dari terangnya lampu di luar bioskop dan tiba-tiba masuk ke dalam ruang gelap membuat awalnya kita sulit melihat apa-apa. Perpindahan mendadak itu membuat mata butuh waktu untuk menyesuaikan diri. Kalau anda berdiri di bawah agak lama, anda akan bisa melihat tangga itu dengan cukup jelas meski tidak ada lampu sama sekali disana. Kalau terjadi pemadaman listrik tiba-tiba pun demikian. Kita akan sangat kesulitan mencari lilin atau senter, meraba-raba kesana kemari, namun setelah dibiarkan untuk beberapa saat, mata akan mulai beradaptasi dan kita mulai mampu melihat dalam gelap.
Hal yang sama pun bisa terjadi dalam kehidupan kerohanian kita. Membiasakan diri hidup dalam Terang Kristus membuat kita secara natural atau alami menjalani dengan mengadopsi kebenaran-kebenaran sesuai prinsip Allah. Tapi saat kita mulai memberi toleransi pada penyimpangan-penyimpangan kecil, saat kita mulai membiasakan diri untuk mengabaikan bahaya dosa dan menganggap bahwa sebuah dosa itu hanyalah bagian dari hal yang sifatnya manusiawi, wajar, maka lambat laun kita akan menjadi terbiasa berbuat dosa. Seperti halnya mata yang pelan-pelan jadi terbiasa dalam gelap, diri kita pun pelan-pelan bisa terbiasa hidup dalam kegelapan, menjauhi Terang Tuhan. Akibatnya kita tidak lagi bisa mendengar suaraNya, tidak lagi merasa perlu untuk bersekutu denganNya, mengalami hubungan yang semakin renggang lama-lama terputus. Hati nurani kehilangan kepekaannya, kita jadi sulit membedakan mana yang benar dan salah, mana yang baik dan sesat, kehilangan kendali atas diri kita dan disana kebinasaan pun membuka mulut lebar-lebar, siap untuk menelan kita.
Dalam kitab 1 Yohanes kita diingatkan akan hal ini. "Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran." (1 Yohanes 1:6). Tuhan yang kudus tidak akan bisa didekati dengan kecemaran. Antara hidup dalam terang dan gelap, antara hidup benar dan melanggar Firman Tuhan, itu tidak bisa dilakukan secara bersamaan. Jadi kalau kita menunjukkan hidup yang baik tapi sebenarnya saat tidak ada yang melihat kita hidup dalam kegelapan, itu sama saja dengan berdusta dan tidak melakukan kebenaran.
Lebih lanjut, Yesus pun mengingatkan kita agar berhati-hati menjaga diri kita agar tidak terperangkap dalam kegelapan. "Karena itu perhatikanlah supaya terang yang ada padamu jangan menjadi kegelapan." (Matius 12:35). Paulus berpesan pada jemaat Efesus mengenai hal ini dengan rinci. Pada perikop Hidup Sebagai Anak Terang (Efesus 5:1-21), kita diingatkan agar selalu hidup dalam kasih (ay 1), jangan sampai diri kita dimasuki oleh rupa-rupa kecemaran, keserakahan, percabulan, perkataan kotor dan kosong dan lain-lain (ay 3), dan kita harus tetap waspada agar jangan sampai disesatkan (ay 6).
Kenapa Paulus mengingatkan hal ini? Karena dengan menerima Kristus, kita mendapat status sebagai anak-anak terang. "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yoh 8:12). Karena itu pula, bagi kita yang mengikut Yesus, kita pun diminta untuk menjadi terang dunia. (Lukas 5:14). Kita tidak akan bisa menjadi terang dunia jika kegelapan masih memiliki kuasa atas diri kita. Karenanya, Paulus pun mengingatkan kita agar senantiasa hidup sebagai anak-anak terang. "Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang" (Efesus 5:9).
Katakan tidak pada dosa meski yang kecil atau tampak sepele sekalipun. Dosa meski yang ringan dan seolah tidak berarti bisa menjadi pintu masuk iblis untuk menyesatkan kita lebih jauh. Jangan pernah beri toleransi, jangan beri kesempatan, jangan buka peluang, karena sekali kita beri kesempatan, tanpa sadar kita akan menjadi terbiasa dalam kegelapan. Terbiasa berbuat dosa dan kehilangan segala yang baik dari Tuhan.
Tetaplah hidup sesuai firman Tuhan, dan hiduplah kudus sehingga Roh Kudus menerangi hidup kita. Tidak akan ada gelap yang mampu melawan terang kecuali kita sendiri yang menyingkirkan terang dan mengijinkan gelap memasuki hidup kita. Pastikan kita tetap memiliki terang Kristus dan bercahaya di depan orang dan dengan demikian kita memuliakan Bapa. "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16).
"Darkness cannot drive out darkness; only light can do that." - Marin Luther King, Jr
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, November 28, 2016
Gunung Berapi
Ayat bacaan: Matius 24:44
=====================
"Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga."
Tinggal di sekitaran gunung berapi yang masih aktif itu berbahaya. Meski demikian, tetap saja ada banyak masyarakat yang hidup disana. Biasanya mereka sudah ada disana turun temurun, karenanya mereka pun enggan untuk pindah ke lokasi yang lebih aman. Bahkan saat ada ancaman gunung akan meletus dan akan dievakuasi, banyak di antara mereka yang menolak. Cairan lava yang keluar saat gunung meletus berupa cairan pijar dengan panas yang bisa mencapai di atas 100 °C. Disamping cairan pijar yang sangat-sangat panas itu, letusan sebuah gunung bisa melemparkan batu dan abu vulkanis sejauh radius 20 km. Sangat berbahaya bagi nyawa. Tapi sebenarnya sebuah gunung berapi sudah menunjukkan tanda-tanda terlebih dahulu sebelum meletus. Suhu yang meningkat di sekitar gunung, sumber air yang kemudian mengering dan membuat air jadi terasa jauh lebih hangat, itu jadi tanda-tanda awal akan adanya potensi gunung bakal meletus. Lalu selanjutnya akan mulai terasa getaran-getaran disertai gemuruh. Tumbuhan di sekitar mulai layu, dan hewan-hewan yang tinggal di pegunungan akan mulai beranjak migrasi ke tempat lain. Apabila tanda-tanda ini sudah terlihat, sebaiknya cepat tinggalkan kawasan tersebut. Karena sekali gunung meletus, kita tidak akan bisa mencapai tempat yang aman dalam waktu yang lebih singkat dari muntahan lava, batu dan abu vulkanis.
Dalam menjalani hidup kita seringkali mengabaikan pentingnya untuk hidup kudus dan benar sesuai ketetapan Tuhan. Kita kerap melanggar dan melakukan apa yang kita suka, mengira bahwa kita akan punya waktu selamanya, bebas memilih kapan kita mau berubah. "Ah saya masih muda, nanti saja kalau sudah tua baru bertobat." Itu menjadi pikiran banyak orang, padahal tidak ada satupun dari kita yang tahu kapan kesempatan kita berakhir, kapan akhir jaman tiba, kapan Yesus datang untuk kedua kalinya.
Setelah Yesus meninggalkan Bait Allah untuk terakhir kalinya dan duduk di atas Bukit Zaitun, murid-murid Yesus bertanya tentang kapan kedatangan Yesus untuk kedua kalinya dan apa yang akan menjadi tanda dari kedatanganNya. "Katakanlah kepada kami, bilamanakah itu akan terjadi dan apakah tanda kedatangan-Mu dan tanda kesudahan dunia?" (Matius 24:3). Yesus kemudian menjelaskan dengan panjang lebar banyak hal yang akan menjadi tanda kedatanganNya mulai dari deru perang, pengikut Yesus akan diserahkan untuk disiksa dan dibunuh, akan banyak orang murtad, kebencian merajalela, dan seterusnya. Sebagian besar sudah digenapi saat ini. Tanda-tanda yang sudah diberikan dan apa yang terjadi hari ini seharusnya membuat kita lebih waspada.
Meski menjelaskan berbagai tanda-tanda yang mendahului kedatanganNya untuk kedua kali, Yesus tetap mengingatkan manusia untuk selalu siap sedia, karena Dia akan datang pada saat yang tidak disangka-sangka. "Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar.Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga." (ay 42-44). Berjaga-jaga, waspada, supaya saat Yesus datang, kita kedapatan siap agar bisa masuk ke dalam KerajaanNya, menikmati hadirat dan kemuliaanNya.
Petrus juga mengingatkan bahwa di akhir jaman akan tampil para pengejek yang mempertanyakan tentang kebenaran kedatangan Kristus untuk yang kedua kali. "Kata mereka: "Di manakah janji tentang kedatangan-Nya itu? Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal, segala sesuatu tetap seperti semula, pada waktu dunia diciptakan." (2 Petrus 3:4). Akan muncul orang-orang yang akan terus mempengaruhi kita semua agar lengah dan lupa untuk berjaga-jaga, menawarkan semua kenikmatan daging, penyesatan dan sebagainya untuk mengubah paradigma kita dan menjauhkan kita dari kebenaran. Petrus mengingatkan bahwa Tuhan tidak pernah lalai, dan tidak pernah menghendaki ada yang binasa. "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (ay 9). Tuhan menginginkan kita untuk tetap berjaga-jaga, karena Dia tidak mau ada anakNya yang sampai binasa.
Selanjutnya Petrus berkata: "Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap." (ay 10). Seperti halnya perkataan Yesus sendiri, hari itu akan tiba pada saat yang tidak terduga, seperti pencuri.Pada saat itu langit akan lenyap, bumi akan hangus dalam nyala api dan segala di atasnya akan lenyap. Maka dari itu, kita pun diingatkan untuk tetap hidup suci dan saleh. (ay 11).
Para pengejek dan penyesat selalu ada di sekitar kita, seperti apa yang diingatkan Petrus. Manusia punya tendensi untuk mengabaikan peringatan, dan baru ketakutan ketika bencana sudah terlanjur datang. Kita pun sangat berpotensi untuk lengah, dan beranggapan bahwa Tuhan Yesus tidak akan datang saat ini, besok, tahun depan, sepuluh tahun lagi, alias masih lama. Kita mengira bahwa kita bisa menentukan kapan waktunya kita tiba sehingga kita boleh seenaknya melanggar ketetapannya selama yang kita mau. Padahal tidak ada yang tahu persisnya kapan Yesus akan kembali ke dunia.
Karena itu, janganlah lengah, tetaplah berjaga-jaga dalam hidup yang kudus dan berkenan di hadapan Tuhan setiap saat.. Lengah dan lalai hingga mengabaikan tanda-tanda akhir jaman sesungguhnya jauh lebih berbahaya daripada mengabaikan ancaman gunung berapi. Kelalaian kita mengabaikan pesan yang tertulis dalam Alkitab akan menjerumuskan kita kedalam penyesalan yang kekal, yang tidak bisa diubah lagi. Agar kita tidak harus mengalaminya, mari kita selalu berjaga-jaga dengan sungguh-sungguh!
Mengabaikan firman Tuhan sama artinya dengan mengundang bencana
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga."
Tinggal di sekitaran gunung berapi yang masih aktif itu berbahaya. Meski demikian, tetap saja ada banyak masyarakat yang hidup disana. Biasanya mereka sudah ada disana turun temurun, karenanya mereka pun enggan untuk pindah ke lokasi yang lebih aman. Bahkan saat ada ancaman gunung akan meletus dan akan dievakuasi, banyak di antara mereka yang menolak. Cairan lava yang keluar saat gunung meletus berupa cairan pijar dengan panas yang bisa mencapai di atas 100 °C. Disamping cairan pijar yang sangat-sangat panas itu, letusan sebuah gunung bisa melemparkan batu dan abu vulkanis sejauh radius 20 km. Sangat berbahaya bagi nyawa. Tapi sebenarnya sebuah gunung berapi sudah menunjukkan tanda-tanda terlebih dahulu sebelum meletus. Suhu yang meningkat di sekitar gunung, sumber air yang kemudian mengering dan membuat air jadi terasa jauh lebih hangat, itu jadi tanda-tanda awal akan adanya potensi gunung bakal meletus. Lalu selanjutnya akan mulai terasa getaran-getaran disertai gemuruh. Tumbuhan di sekitar mulai layu, dan hewan-hewan yang tinggal di pegunungan akan mulai beranjak migrasi ke tempat lain. Apabila tanda-tanda ini sudah terlihat, sebaiknya cepat tinggalkan kawasan tersebut. Karena sekali gunung meletus, kita tidak akan bisa mencapai tempat yang aman dalam waktu yang lebih singkat dari muntahan lava, batu dan abu vulkanis.
Dalam menjalani hidup kita seringkali mengabaikan pentingnya untuk hidup kudus dan benar sesuai ketetapan Tuhan. Kita kerap melanggar dan melakukan apa yang kita suka, mengira bahwa kita akan punya waktu selamanya, bebas memilih kapan kita mau berubah. "Ah saya masih muda, nanti saja kalau sudah tua baru bertobat." Itu menjadi pikiran banyak orang, padahal tidak ada satupun dari kita yang tahu kapan kesempatan kita berakhir, kapan akhir jaman tiba, kapan Yesus datang untuk kedua kalinya.
Setelah Yesus meninggalkan Bait Allah untuk terakhir kalinya dan duduk di atas Bukit Zaitun, murid-murid Yesus bertanya tentang kapan kedatangan Yesus untuk kedua kalinya dan apa yang akan menjadi tanda dari kedatanganNya. "Katakanlah kepada kami, bilamanakah itu akan terjadi dan apakah tanda kedatangan-Mu dan tanda kesudahan dunia?" (Matius 24:3). Yesus kemudian menjelaskan dengan panjang lebar banyak hal yang akan menjadi tanda kedatanganNya mulai dari deru perang, pengikut Yesus akan diserahkan untuk disiksa dan dibunuh, akan banyak orang murtad, kebencian merajalela, dan seterusnya. Sebagian besar sudah digenapi saat ini. Tanda-tanda yang sudah diberikan dan apa yang terjadi hari ini seharusnya membuat kita lebih waspada.
Meski menjelaskan berbagai tanda-tanda yang mendahului kedatanganNya untuk kedua kali, Yesus tetap mengingatkan manusia untuk selalu siap sedia, karena Dia akan datang pada saat yang tidak disangka-sangka. "Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar.Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga." (ay 42-44). Berjaga-jaga, waspada, supaya saat Yesus datang, kita kedapatan siap agar bisa masuk ke dalam KerajaanNya, menikmati hadirat dan kemuliaanNya.
Petrus juga mengingatkan bahwa di akhir jaman akan tampil para pengejek yang mempertanyakan tentang kebenaran kedatangan Kristus untuk yang kedua kali. "Kata mereka: "Di manakah janji tentang kedatangan-Nya itu? Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal, segala sesuatu tetap seperti semula, pada waktu dunia diciptakan." (2 Petrus 3:4). Akan muncul orang-orang yang akan terus mempengaruhi kita semua agar lengah dan lupa untuk berjaga-jaga, menawarkan semua kenikmatan daging, penyesatan dan sebagainya untuk mengubah paradigma kita dan menjauhkan kita dari kebenaran. Petrus mengingatkan bahwa Tuhan tidak pernah lalai, dan tidak pernah menghendaki ada yang binasa. "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (ay 9). Tuhan menginginkan kita untuk tetap berjaga-jaga, karena Dia tidak mau ada anakNya yang sampai binasa.
Selanjutnya Petrus berkata: "Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap." (ay 10). Seperti halnya perkataan Yesus sendiri, hari itu akan tiba pada saat yang tidak terduga, seperti pencuri.Pada saat itu langit akan lenyap, bumi akan hangus dalam nyala api dan segala di atasnya akan lenyap. Maka dari itu, kita pun diingatkan untuk tetap hidup suci dan saleh. (ay 11).
Para pengejek dan penyesat selalu ada di sekitar kita, seperti apa yang diingatkan Petrus. Manusia punya tendensi untuk mengabaikan peringatan, dan baru ketakutan ketika bencana sudah terlanjur datang. Kita pun sangat berpotensi untuk lengah, dan beranggapan bahwa Tuhan Yesus tidak akan datang saat ini, besok, tahun depan, sepuluh tahun lagi, alias masih lama. Kita mengira bahwa kita bisa menentukan kapan waktunya kita tiba sehingga kita boleh seenaknya melanggar ketetapannya selama yang kita mau. Padahal tidak ada yang tahu persisnya kapan Yesus akan kembali ke dunia.
Karena itu, janganlah lengah, tetaplah berjaga-jaga dalam hidup yang kudus dan berkenan di hadapan Tuhan setiap saat.. Lengah dan lalai hingga mengabaikan tanda-tanda akhir jaman sesungguhnya jauh lebih berbahaya daripada mengabaikan ancaman gunung berapi. Kelalaian kita mengabaikan pesan yang tertulis dalam Alkitab akan menjerumuskan kita kedalam penyesalan yang kekal, yang tidak bisa diubah lagi. Agar kita tidak harus mengalaminya, mari kita selalu berjaga-jaga dengan sungguh-sungguh!
Mengabaikan firman Tuhan sama artinya dengan mengundang bencana
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, November 27, 2016
Percaya dalam Setiap Keping (2)
(sambungan)
Kalau kita melihat setiap bagian hidup hanya bersandar kepada pengertian kita sendiri, itu tentu sangat sulit. Firman Tuhan berkata "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:9). Kemampuan daya pikir, nalar dan logika kita sesungguhnya terbatas, sangat kecil jika dibandingkan kemampuan Tuhan dalam merancang sesuatu bagi kita. Oleh karena itulah jika kita hanya mengandalkan logika lewat pengertian kita yang terbatas ini, cepat atau lambat kita akan menyerah. Kita tidak akan mampu menangkap rencana Tuhan atas diri kita apabila tidak disertai dengan iman yang teguh.
Iman memampukan kita untuk mengetahui atau percaya bahwa apa yang direncanakan Tuhan itu sesungguhnya indah. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." (Pengkotbah 3:11). Pada waktunya, kita akan mendapatkan sesuatu yang indah sebagai bagian dari rencana Tuhan dalam hidup kita. Tapi kita sulit mengetahuinya sejak awal karena keterbatasan kemampuan kita, yang perbedaannya digambarkan bagai bumi dan langit dengan Tuhan.
Karena ketidakmampuan kita itulah maka kita perlu mempercayakan seluruh perjalanan hidup kita ke dalam tangan Tuhan. Biar rencanaNya yang terjadi, bukan rencana kita, karena itulah pasti yang terindah. Waktunya mungkin lama, kita mungkin harus menderita terlebih dahulu, namun percayalah pada waktunya nanti, pada akhirnya kita akan melihat bahwa semua itu akan bermuara kepada sesuatu yang indah, rencana yang bunyinya seperti ini: "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Tanyakan kepada bangsa Israel di jaman Musa bagaimana rasanya dibawa berputar selama 40 tahun melewati padang gurun. Tanyakan Yusuf bagaimana rasanya mengalami segala penderitaan dan ketidakadilan selama 20 tahun sebelum akhirnya ia diangkat menjadi penguasa di Mesir. Tanyakan kepada Daud bagaimana rasanya menunggu di bawah Saul sebelum akhirnya ia diangkat menjadi raja. Tanyakan kepada Nuh berapa lama ia harus mati-matian membangun bahtera berukuran raksasa seperti perintah Tuhan. Dan ada banyak lagi contoh bagaimana sesuatu yang pada awalnya mungkin terlihat sebagai ketidakpastian, namun pada akhirnya menjadi begitu indah yang tercatat di dalam Alkitab.
Bagaimana dengan kita saat ini? Adakah hal yang membuat anda bertanya-tanya untuk apa anda melakukan sesuatu? Anda boleh saja tidak mampu melihatnya saat ini, tapi percayalah pada suatu ketika nanti semua akan menjadi begitu jelas, bermuara kepada sesuatu yang sangat indah yang telah direncanakan Tuhan sejak awal bagi diri anda. Agar dapat melihatnya, pakailah kacamata iman dan lakukan dengan sebaik-baiknya. Tetaplah peka terhadap suara Tuhan dan ikuti terus langkah demi langkah. Dalam setiap langkah yang anda ambil, meski sulit atau bahkan sakit sekalipun, yakinlah bahwa Tuhan ada bersama anda. Seberapa kuat otot iman anda dalam menjalani hidup piece by piece akan mementukan kualitas hidup anda saat menghadapi masalah. Percayakan setiap langkah ke dalam kehendak Tuhan, dan suatu ketika nanti anda akan melihat 'gambaran jadi' yang indah, sebuah grand-design Tuhan yang indah atas diri anda.
Ketahui grand-design Tuhan bagi anda, dan pegang itu erat-erat saat menjalani hidup sekeping demi sekeping
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Kalau kita melihat setiap bagian hidup hanya bersandar kepada pengertian kita sendiri, itu tentu sangat sulit. Firman Tuhan berkata "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:9). Kemampuan daya pikir, nalar dan logika kita sesungguhnya terbatas, sangat kecil jika dibandingkan kemampuan Tuhan dalam merancang sesuatu bagi kita. Oleh karena itulah jika kita hanya mengandalkan logika lewat pengertian kita yang terbatas ini, cepat atau lambat kita akan menyerah. Kita tidak akan mampu menangkap rencana Tuhan atas diri kita apabila tidak disertai dengan iman yang teguh.
Iman memampukan kita untuk mengetahui atau percaya bahwa apa yang direncanakan Tuhan itu sesungguhnya indah. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." (Pengkotbah 3:11). Pada waktunya, kita akan mendapatkan sesuatu yang indah sebagai bagian dari rencana Tuhan dalam hidup kita. Tapi kita sulit mengetahuinya sejak awal karena keterbatasan kemampuan kita, yang perbedaannya digambarkan bagai bumi dan langit dengan Tuhan.
Karena ketidakmampuan kita itulah maka kita perlu mempercayakan seluruh perjalanan hidup kita ke dalam tangan Tuhan. Biar rencanaNya yang terjadi, bukan rencana kita, karena itulah pasti yang terindah. Waktunya mungkin lama, kita mungkin harus menderita terlebih dahulu, namun percayalah pada waktunya nanti, pada akhirnya kita akan melihat bahwa semua itu akan bermuara kepada sesuatu yang indah, rencana yang bunyinya seperti ini: "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Tanyakan kepada bangsa Israel di jaman Musa bagaimana rasanya dibawa berputar selama 40 tahun melewati padang gurun. Tanyakan Yusuf bagaimana rasanya mengalami segala penderitaan dan ketidakadilan selama 20 tahun sebelum akhirnya ia diangkat menjadi penguasa di Mesir. Tanyakan kepada Daud bagaimana rasanya menunggu di bawah Saul sebelum akhirnya ia diangkat menjadi raja. Tanyakan kepada Nuh berapa lama ia harus mati-matian membangun bahtera berukuran raksasa seperti perintah Tuhan. Dan ada banyak lagi contoh bagaimana sesuatu yang pada awalnya mungkin terlihat sebagai ketidakpastian, namun pada akhirnya menjadi begitu indah yang tercatat di dalam Alkitab.
Bagaimana dengan kita saat ini? Adakah hal yang membuat anda bertanya-tanya untuk apa anda melakukan sesuatu? Anda boleh saja tidak mampu melihatnya saat ini, tapi percayalah pada suatu ketika nanti semua akan menjadi begitu jelas, bermuara kepada sesuatu yang sangat indah yang telah direncanakan Tuhan sejak awal bagi diri anda. Agar dapat melihatnya, pakailah kacamata iman dan lakukan dengan sebaik-baiknya. Tetaplah peka terhadap suara Tuhan dan ikuti terus langkah demi langkah. Dalam setiap langkah yang anda ambil, meski sulit atau bahkan sakit sekalipun, yakinlah bahwa Tuhan ada bersama anda. Seberapa kuat otot iman anda dalam menjalani hidup piece by piece akan mementukan kualitas hidup anda saat menghadapi masalah. Percayakan setiap langkah ke dalam kehendak Tuhan, dan suatu ketika nanti anda akan melihat 'gambaran jadi' yang indah, sebuah grand-design Tuhan yang indah atas diri anda.
Ketahui grand-design Tuhan bagi anda, dan pegang itu erat-erat saat menjalani hidup sekeping demi sekeping
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, November 26, 2016
Percaya dalam Setiap Keping (1)
Ayat bacaan: Amsal 3:5
==================
"Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri."
Menyusun jigsaw puzzle itu menyenangkan bagi yang sabar, tapi menyebalkan bagi orang yang tidak sabaran. Dahulu sewaktu masih remaja saya sangat suka bermain puzzle ini. Yang paling saya sukai dari jigsaw puzzle adalah prosesnya. Itu bisa makan waktu lama, apalagi kalau yang kepingannya di atas 500 buah. Saya mencari potongannya satu-persatu, secara perlahan, hingga akhirnya keseluruhan potongan itu menampilkan gambar sesuai dengan yang saya inginkan. Belakangan setelah krisis moneter harga jigsaw puzzle menjadi sangat mahal sehingga hobi ini pun berhenti.
Kita tahu gambar apa yang akan kita peroleh dari sekotak jigsaw puzzle. Kita tahu ada berapa keping isinya. Tapi untuk bisa mencapai itu kita harus terlebih dahulu menempuh proses, merangkainya satu-persatu untuk waktu yang lama sampai pada akhirnya kepingan-kepingan itu bersatu membentuk sebuah gambar tepat seperti gambar yang disediakan pabriknya pada bagian depan kotak.
Saya menganggap contoh jigsaw puzzle ini sangat baik dipakai untuk menunjukkan bagian-bagian hidup kita. Kita menjalani sekeping demi sekeping, dari satu penggalan ke penggalan berikutnya. Ada kalanya dalam satu momen, periode atau kepingan hidup itu kita harus mengalami penderitaan kesusahan, masalah atau mendapat perlakuan-perlakuan menyakitkan dari orang lain. Saat mengalami bagian keping itu tentu tidak enak. Disana kita mungkin merasa menderita. Semua orang mengalami masalah pada suatu ketika. Tapi yang membedakan reaksi adalah apakah kita tahu 'gambar' apa yang pada akhirnya akan kita peroleh sebagai rencana Tuhan atas hidup kita, atau kita tidak tahu sama sekali. Kalau kita tahu, tentu kita akan bersabar dalam prosesnya karena iman kita mengatakan bahwa rencana Tuhan itu selalu indah pada waktunya. Tapi kalau kita tidak tahu, tidaklah heran apabila penderitaan itu mengoyak kita, bahkan menghancurkan, membuat segala yang sudah dibangun selama ini menjadi sia-sia.
So, whether we know the grand design God has planned to us or not will determine our response in facing the life's problems.
Tidak tahu sama sekali tentang rencana Tuhan bagi hidup kita masing-masing itu satu hal, tahu tapi menyerah di tengah jalan itu hal lain. Betapa sayangnya apabila kita tahu dan tengah dalam proses, tapi kita tidak punya stamina iman yang cukup untuk berjalan, lalu memberontak, mengabaikan rencana Tuhan dan menyerah? Kita harus sadar bahwa sebagai manusia yang punya kehendak bebas, kita bisa memutuskan apakah kita mau mendengar dan patuh kepada panggilanNya,kehendakNya dan rencanaNya, atau kita memilih untuk menolak dan lebih memilih keinginan kita sendiri.
Bukan saja secara keseluruhan tapi per-bagian hidup juga, seperti halnya keping demi keping jigsaw puzzle. Sadar atau tidak, keputusan kita, apakah kita mau mempercayakan pada Tuhan atau tidak akan sangat mementukan seperti apa akhirnya. Satu proses yang salah bisa mengarah pada langkah berikutnya yang salah, itu tentu akan menuju hasil yang berbeda dengan pengambilan langkah yang dijaga baik dalam setiap fase kehidupan.
Amsal Salomo berkata "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri." (Amsal 3:5). Mempercayai Tuhan dengan segenap hati itu sungguh penting. Jangan setengah-setengah, jangan asal jadi, jangan malas-malasan, jangan naik turun, jangan tergantung mood dan jangan pula memberontak, tetapi harus dengan sepenuh hati. Ini penting untuk kita ingat karena pada dasarnya manusia memiliki sifat tidak sabaran dan sangat mudah goyah alias labil. Apalagi sebuah proses dari Tuhan kerap berlangsung lama. Tidak instan, tetapi selangkah demi selangkah atau step by step.
Kita maunya instan, tetapi Tuhan mau membimbing kita secara perlahan sampai kita benar-benar siap melihat rencanaNya. Itu bisa makan waktu tahunan bahkan puluhan tahun. Dan dalam proses pembentukan itu kita bisa merasakan sakit, mengalami penderitaan. Kita bisa mengalami proses dimana kita harus menangis terlebih dahulu, tetapi sebuah sukacita yang indah dengan rencana Tuhan yang terkonsep dengan sempurna telah disediakan Tuhan di depan. Dari mana kita bisa tahu itu? Ibrani 11:1 sudah mengatakan caranya, yaitu dengan iman.
(bersambung)
==================
"Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri."
Menyusun jigsaw puzzle itu menyenangkan bagi yang sabar, tapi menyebalkan bagi orang yang tidak sabaran. Dahulu sewaktu masih remaja saya sangat suka bermain puzzle ini. Yang paling saya sukai dari jigsaw puzzle adalah prosesnya. Itu bisa makan waktu lama, apalagi kalau yang kepingannya di atas 500 buah. Saya mencari potongannya satu-persatu, secara perlahan, hingga akhirnya keseluruhan potongan itu menampilkan gambar sesuai dengan yang saya inginkan. Belakangan setelah krisis moneter harga jigsaw puzzle menjadi sangat mahal sehingga hobi ini pun berhenti.
Kita tahu gambar apa yang akan kita peroleh dari sekotak jigsaw puzzle. Kita tahu ada berapa keping isinya. Tapi untuk bisa mencapai itu kita harus terlebih dahulu menempuh proses, merangkainya satu-persatu untuk waktu yang lama sampai pada akhirnya kepingan-kepingan itu bersatu membentuk sebuah gambar tepat seperti gambar yang disediakan pabriknya pada bagian depan kotak.
Saya menganggap contoh jigsaw puzzle ini sangat baik dipakai untuk menunjukkan bagian-bagian hidup kita. Kita menjalani sekeping demi sekeping, dari satu penggalan ke penggalan berikutnya. Ada kalanya dalam satu momen, periode atau kepingan hidup itu kita harus mengalami penderitaan kesusahan, masalah atau mendapat perlakuan-perlakuan menyakitkan dari orang lain. Saat mengalami bagian keping itu tentu tidak enak. Disana kita mungkin merasa menderita. Semua orang mengalami masalah pada suatu ketika. Tapi yang membedakan reaksi adalah apakah kita tahu 'gambar' apa yang pada akhirnya akan kita peroleh sebagai rencana Tuhan atas hidup kita, atau kita tidak tahu sama sekali. Kalau kita tahu, tentu kita akan bersabar dalam prosesnya karena iman kita mengatakan bahwa rencana Tuhan itu selalu indah pada waktunya. Tapi kalau kita tidak tahu, tidaklah heran apabila penderitaan itu mengoyak kita, bahkan menghancurkan, membuat segala yang sudah dibangun selama ini menjadi sia-sia.
So, whether we know the grand design God has planned to us or not will determine our response in facing the life's problems.
Tidak tahu sama sekali tentang rencana Tuhan bagi hidup kita masing-masing itu satu hal, tahu tapi menyerah di tengah jalan itu hal lain. Betapa sayangnya apabila kita tahu dan tengah dalam proses, tapi kita tidak punya stamina iman yang cukup untuk berjalan, lalu memberontak, mengabaikan rencana Tuhan dan menyerah? Kita harus sadar bahwa sebagai manusia yang punya kehendak bebas, kita bisa memutuskan apakah kita mau mendengar dan patuh kepada panggilanNya,kehendakNya dan rencanaNya, atau kita memilih untuk menolak dan lebih memilih keinginan kita sendiri.
Bukan saja secara keseluruhan tapi per-bagian hidup juga, seperti halnya keping demi keping jigsaw puzzle. Sadar atau tidak, keputusan kita, apakah kita mau mempercayakan pada Tuhan atau tidak akan sangat mementukan seperti apa akhirnya. Satu proses yang salah bisa mengarah pada langkah berikutnya yang salah, itu tentu akan menuju hasil yang berbeda dengan pengambilan langkah yang dijaga baik dalam setiap fase kehidupan.
Amsal Salomo berkata "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri." (Amsal 3:5). Mempercayai Tuhan dengan segenap hati itu sungguh penting. Jangan setengah-setengah, jangan asal jadi, jangan malas-malasan, jangan naik turun, jangan tergantung mood dan jangan pula memberontak, tetapi harus dengan sepenuh hati. Ini penting untuk kita ingat karena pada dasarnya manusia memiliki sifat tidak sabaran dan sangat mudah goyah alias labil. Apalagi sebuah proses dari Tuhan kerap berlangsung lama. Tidak instan, tetapi selangkah demi selangkah atau step by step.
Kita maunya instan, tetapi Tuhan mau membimbing kita secara perlahan sampai kita benar-benar siap melihat rencanaNya. Itu bisa makan waktu tahunan bahkan puluhan tahun. Dan dalam proses pembentukan itu kita bisa merasakan sakit, mengalami penderitaan. Kita bisa mengalami proses dimana kita harus menangis terlebih dahulu, tetapi sebuah sukacita yang indah dengan rencana Tuhan yang terkonsep dengan sempurna telah disediakan Tuhan di depan. Dari mana kita bisa tahu itu? Ibrani 11:1 sudah mengatakan caranya, yaitu dengan iman.
(bersambung)
Friday, November 25, 2016
Mikha (2)
(sambungan)
Ayat bacaan kita hari ini menggambarkan reaksi Mikha untuk menyerahkan sepenuhnya pada Tuhan sekaligus peran aktifnya sebagai umat Tuhan. "Tetapi aku ini akan menunggu-nunggu TUHAN, akan mengharapkan Allah yang menyelamatkan aku; Allahku akan mendengarkan aku!" (Mikha 7:7). Mikha percaya dengan imannya bahwa seberapapun hancur moral bangsanya, ia tidak akan pernah kecewa dalam menanti pemulihan yang berasal dari Tuhan.
Meski sudah begitu gawat dan secara logika tidak lagi bisa diatasi, Mikha tahu bahwa Tuhan pasti sanggup memulihkan bangsa yang sudah terlanjur jatuh sedemikian jauh dalam kesesatan melalui dirinya. Mikha tahu bahwa Tuhan akan mendengarkannya, mendengarkan doa-doa yang ia panjatkan. "Allahku akan mendengarkan aku!" katanya. Itu tepat seperti apa kata Tuhan langsung dalam 2 Tawarikh 7:14 diatas.
Mikha, nabi yang hidup benar pada jamannya dan selalu tekun dalam berdoa mencari wajahNya, mau merendahkan diri dengan tidak merasa diri paling benar. Maka Tuhan berjanji untuk mendengarkan doa-doanya. Jika Tuhan mendengar doa Mikha, Daniel atau umat-umatNya yang benar lainnya, hari ini Tuhan pun mendengar doa kita, umat-umatNya yang memilih untuk hidup benar dan mengandalkanNya lebih dari segala sesuatu. Jika Tuhan mampu menyelamatkan umatNya di masa lalu, jika kita sudah berkali-kali melihat bahwa Tuhan mampu melakukan mukjizat lewat cara-cara yang ajaib, sekarang pun Tuhan pun sanggup. Tuhan tidak pernah berubah, Dia selalu sama, dulu, sekarang sampai selamanya. (Ibrani 13:8) Tidak ada yang perlu diragukan tentang hal itu.
Pemazmur juga tahu bahwa dalam kondisi seperti apapun tidak akan pernah sia-sia untuk mengandalkan Tuhan dalam keadaan terburuk sekalipun. "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut;sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya. Kota Allah, kediaman Yang Mahatinggi, disukakan oleh aliran-aliran sebuah sungai. Allah ada di dalamnya, kota itu tidak akan goncang; Allah akan menolongnya menjelang pagi. Bangsa-bangsa ribut, kerajaan-kerajaan goncang, Ia memperdengarkan suara-Nya, dan bumipun hancur. TUHAN semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub." (Mazmur 46:2-8). Seperti itulah janji penyertaan Tuhan yang luar biasa, karenanya kita tidak perlu takut untuk hidup dalam masa suram dan penuh ketidakpastian dan kemerosotan moral serta kejahatan seperti saat ini. Tentu saja kita pun tidak boleh lupa bahwa sesungguhnya keadaan bangsa dan pemulihannya akan sangat tergantung dari seberapa besar kepedulian kita untuk mau mendoakan dan berbuat sesuatu dengan tindakan-tindakan nyata bagi bangsa ini.
Mikha menyikapi kehancuran moral dan bencana-bencana yang menimpa bangsanya dengan tetap menanti-nantikan Tuhan. Daripada pesimis dan menyerah, ia memilih untuk percaya penuh pada kuasa Tuhan yang akan selalu siap memulihkan bangsanya. Mikha tahu bahwa apabila ia hidup kudus dan benar, Tuhan pasti akan mendengar doanya. Yesus sendiri sudah berkata: "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23).
Jadi jangan takut, jangan pula bersikap pesimis, apatis dan hanya menyesali, berpangku tangan tanpa mau berbuat apa-apa. Ini saatnya kita melakukan peran nyata lewat doa-doa kita agar bangsa yang kita cintai ini bisa dipulihkan dan berjalan memasuki era yang gemilang. Secara logika manusia itu tampaknya sulit, tapi percayalah bahwa tidak ada satu hal yang mustahilpun bagi Tuhan. Dia selalu siap mendengar doa anak-anakNya yang taat kepadaNya, Dia akan selalu mendengar seruan anak-anakNya yang prihatin terhadap nasib bangsa.
Tuhan akan selalu mendengar doa orang benar
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Meski sudah begitu gawat dan secara logika tidak lagi bisa diatasi, Mikha tahu bahwa Tuhan pasti sanggup memulihkan bangsa yang sudah terlanjur jatuh sedemikian jauh dalam kesesatan melalui dirinya. Mikha tahu bahwa Tuhan akan mendengarkannya, mendengarkan doa-doa yang ia panjatkan. "Allahku akan mendengarkan aku!" katanya. Itu tepat seperti apa kata Tuhan langsung dalam 2 Tawarikh 7:14 diatas.
Mikha, nabi yang hidup benar pada jamannya dan selalu tekun dalam berdoa mencari wajahNya, mau merendahkan diri dengan tidak merasa diri paling benar. Maka Tuhan berjanji untuk mendengarkan doa-doanya. Jika Tuhan mendengar doa Mikha, Daniel atau umat-umatNya yang benar lainnya, hari ini Tuhan pun mendengar doa kita, umat-umatNya yang memilih untuk hidup benar dan mengandalkanNya lebih dari segala sesuatu. Jika Tuhan mampu menyelamatkan umatNya di masa lalu, jika kita sudah berkali-kali melihat bahwa Tuhan mampu melakukan mukjizat lewat cara-cara yang ajaib, sekarang pun Tuhan pun sanggup. Tuhan tidak pernah berubah, Dia selalu sama, dulu, sekarang sampai selamanya. (Ibrani 13:8) Tidak ada yang perlu diragukan tentang hal itu.
Pemazmur juga tahu bahwa dalam kondisi seperti apapun tidak akan pernah sia-sia untuk mengandalkan Tuhan dalam keadaan terburuk sekalipun. "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut;sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya. Kota Allah, kediaman Yang Mahatinggi, disukakan oleh aliran-aliran sebuah sungai. Allah ada di dalamnya, kota itu tidak akan goncang; Allah akan menolongnya menjelang pagi. Bangsa-bangsa ribut, kerajaan-kerajaan goncang, Ia memperdengarkan suara-Nya, dan bumipun hancur. TUHAN semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub." (Mazmur 46:2-8). Seperti itulah janji penyertaan Tuhan yang luar biasa, karenanya kita tidak perlu takut untuk hidup dalam masa suram dan penuh ketidakpastian dan kemerosotan moral serta kejahatan seperti saat ini. Tentu saja kita pun tidak boleh lupa bahwa sesungguhnya keadaan bangsa dan pemulihannya akan sangat tergantung dari seberapa besar kepedulian kita untuk mau mendoakan dan berbuat sesuatu dengan tindakan-tindakan nyata bagi bangsa ini.
Mikha menyikapi kehancuran moral dan bencana-bencana yang menimpa bangsanya dengan tetap menanti-nantikan Tuhan. Daripada pesimis dan menyerah, ia memilih untuk percaya penuh pada kuasa Tuhan yang akan selalu siap memulihkan bangsanya. Mikha tahu bahwa apabila ia hidup kudus dan benar, Tuhan pasti akan mendengar doanya. Yesus sendiri sudah berkata: "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23).
Jadi jangan takut, jangan pula bersikap pesimis, apatis dan hanya menyesali, berpangku tangan tanpa mau berbuat apa-apa. Ini saatnya kita melakukan peran nyata lewat doa-doa kita agar bangsa yang kita cintai ini bisa dipulihkan dan berjalan memasuki era yang gemilang. Secara logika manusia itu tampaknya sulit, tapi percayalah bahwa tidak ada satu hal yang mustahilpun bagi Tuhan. Dia selalu siap mendengar doa anak-anakNya yang taat kepadaNya, Dia akan selalu mendengar seruan anak-anakNya yang prihatin terhadap nasib bangsa.
Tuhan akan selalu mendengar doa orang benar
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, November 24, 2016
Mikha (1)
Ayat bacaan: Mikha 7:7
======================
"Tetapi aku ini akan menunggu-nunggu TUHAN, akan mengharapkan Allah yang menyelamatkan aku; Allahku akan mendengarkan aku!"
Masalah di negara ini tidak kunjung habis. Sudah susah dibereskan, masalah baru pun terus datang. Konflik kepentingan tidak ada habisnya, mengedepankan kepentingan pribadi atau golongan dan mengorbankan rakyat yang berteriak merindukan kehidupan yang lebih baik. Tikus-tikus pengerat, perongrong, premanisme, kelompok ekstrimis, harga kebutuhan yang melambung tinggi, begal dan tindak-tindak kejahatan, semua itu barulah sedikit dari permasalahan yang terus menggerogoti bangsa ini.
Apa yang bisa kita lakukan? Banyak orang percaya yang segera membandingkan kemampuan kita secara perorangan terhadap kondisi yang sudah terlanjur berantakan sedemikian rupa, sehingga rasanya tidak ada lagi yang bisa kita lakukan untuk memperbaikinya. Yang menyedihkan, jangankan melakukan hal-hal nyata untuk memberkati kota, sekedar mendoakan negara atau setidaknya kota atau lingkungan dimana kita tinggal saja malas. Padahal doa orang benar dikatakan sangat besar kuasanya (Yakobus 5:16b), sehingga doa-doa syafaat yang dipanjatkan oleh umat Tuhan yang benar akan membawa dampak yang besar bagi terjadinya pemulihan sebuah bangsa.
Lantas dalam 2 Tawarikh 7:14 Tuhan sudah mengingatkan: "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." Karena itulah Paulus pun mengingatkan akan pentingnya doa syafaat dari para orang percaya dalam 1 Timotius 2:1-2, "Karena itu, pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk raja-raja dan semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan."
Peran orang percaya jadi semakin nyata bisa kita lihat dari kisah kehancuran Sodom. Tuhan memutuskan untuk memusnahkan kota itu karena pada masa itu semua orang sudah begitu jahat, bahkan 10 orang benar pun tidak ada lagi di dalam kota itu. (bacalah Kejadian 18). Lalu contoh lainnya ada Daniel yang berdoa bagi bangsanya dengan melibatkan dirinya yang sebenarnya tidak ikut-ikutan hidup buruk sebagai bagian terintegrasi dari bangsanya sendiri. Semua ini adalah sebuah contoh yang sangat baik tentang bagaimana seharusnya sikap umat Tuhan dalam menyikapi kehancuran bangsanya. Dalam renungan kali ini mari kita lihat contoh lain lewat Mikha.
Mikha adalah seorang nabi dari desa terpencil yang masa pelayanannya berada dalam rentang masa pemerintahan raja Yotam, Ahaz dan Hizkia. Segala kerusakan yang terjadi di negeri kita saat ini sudah pula terjadi pada masa tersebut. Kita bisa tahu itu karena Alkitab mencatat segala keburukan atau kejahatan yang terjadi pada masa itu secara rinci.
Apa saja? Mari kita lihat seperti apa parahnya kehancuran pada masa itu seperti yang tertulis dalam Mikha pasal 7.
- Kelaparan, gagal panen (ay 1),
- kemerosotan moral, hilangnya orang saleh dan jujur, saling jebak, saling tipu, bahkan saling menghancurkan (ay 2)
- sudah begitu terbiasa berbuat jahat, pejabat dan hakim korupsi dan menerima suap, pemimpin memaksakan kemauannya, hukum diputar balikkan (ay 3)
- orang yang terbaik sekalipun di dunia diibaratkan bagai semak duri yang tidak berguna dan menusuk (ay 4)
- tidak ada lagi yang bisa dipercaya (ay 5)
- kehancuran rumah tangga, permusuhan antara anggota keluarga (ay 6).
Bukankah semua ini pun menjadi masalah bangsa kita hari-hari ini? Begitu parahnya, bahkan Mikha menggambarkan semua itu sebagai sebuah luka yang tidak dapat sembuh dan menular (Mikha 1:9).
Kalau sudah jadi luka yang tidak dapat sembuh dan menular, apa lagi yang harus dilakukan? Kalau ada penyakit menular yang belum ada obatnya, biasanya penderitanya dikarantina seperti halnya saat virus flu burung kemarin sempat mencemaskan kita. Tapi bagaimana dengan Mikha? Melihat sesuatu yang menurutnya sudah tidak tahu mau diapakan lagi, apakah Mikha berpangku tangan dan hanya mengeluh melihat permasalahan berat yang tengah dialami bangsanya? Sama sekali tidak.
(bersambung)
======================
"Tetapi aku ini akan menunggu-nunggu TUHAN, akan mengharapkan Allah yang menyelamatkan aku; Allahku akan mendengarkan aku!"
Masalah di negara ini tidak kunjung habis. Sudah susah dibereskan, masalah baru pun terus datang. Konflik kepentingan tidak ada habisnya, mengedepankan kepentingan pribadi atau golongan dan mengorbankan rakyat yang berteriak merindukan kehidupan yang lebih baik. Tikus-tikus pengerat, perongrong, premanisme, kelompok ekstrimis, harga kebutuhan yang melambung tinggi, begal dan tindak-tindak kejahatan, semua itu barulah sedikit dari permasalahan yang terus menggerogoti bangsa ini.
Apa yang bisa kita lakukan? Banyak orang percaya yang segera membandingkan kemampuan kita secara perorangan terhadap kondisi yang sudah terlanjur berantakan sedemikian rupa, sehingga rasanya tidak ada lagi yang bisa kita lakukan untuk memperbaikinya. Yang menyedihkan, jangankan melakukan hal-hal nyata untuk memberkati kota, sekedar mendoakan negara atau setidaknya kota atau lingkungan dimana kita tinggal saja malas. Padahal doa orang benar dikatakan sangat besar kuasanya (Yakobus 5:16b), sehingga doa-doa syafaat yang dipanjatkan oleh umat Tuhan yang benar akan membawa dampak yang besar bagi terjadinya pemulihan sebuah bangsa.
Lantas dalam 2 Tawarikh 7:14 Tuhan sudah mengingatkan: "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." Karena itulah Paulus pun mengingatkan akan pentingnya doa syafaat dari para orang percaya dalam 1 Timotius 2:1-2, "Karena itu, pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk raja-raja dan semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan."
Peran orang percaya jadi semakin nyata bisa kita lihat dari kisah kehancuran Sodom. Tuhan memutuskan untuk memusnahkan kota itu karena pada masa itu semua orang sudah begitu jahat, bahkan 10 orang benar pun tidak ada lagi di dalam kota itu. (bacalah Kejadian 18). Lalu contoh lainnya ada Daniel yang berdoa bagi bangsanya dengan melibatkan dirinya yang sebenarnya tidak ikut-ikutan hidup buruk sebagai bagian terintegrasi dari bangsanya sendiri. Semua ini adalah sebuah contoh yang sangat baik tentang bagaimana seharusnya sikap umat Tuhan dalam menyikapi kehancuran bangsanya. Dalam renungan kali ini mari kita lihat contoh lain lewat Mikha.
Mikha adalah seorang nabi dari desa terpencil yang masa pelayanannya berada dalam rentang masa pemerintahan raja Yotam, Ahaz dan Hizkia. Segala kerusakan yang terjadi di negeri kita saat ini sudah pula terjadi pada masa tersebut. Kita bisa tahu itu karena Alkitab mencatat segala keburukan atau kejahatan yang terjadi pada masa itu secara rinci.
Apa saja? Mari kita lihat seperti apa parahnya kehancuran pada masa itu seperti yang tertulis dalam Mikha pasal 7.
- Kelaparan, gagal panen (ay 1),
- kemerosotan moral, hilangnya orang saleh dan jujur, saling jebak, saling tipu, bahkan saling menghancurkan (ay 2)
- sudah begitu terbiasa berbuat jahat, pejabat dan hakim korupsi dan menerima suap, pemimpin memaksakan kemauannya, hukum diputar balikkan (ay 3)
- orang yang terbaik sekalipun di dunia diibaratkan bagai semak duri yang tidak berguna dan menusuk (ay 4)
- tidak ada lagi yang bisa dipercaya (ay 5)
- kehancuran rumah tangga, permusuhan antara anggota keluarga (ay 6).
Bukankah semua ini pun menjadi masalah bangsa kita hari-hari ini? Begitu parahnya, bahkan Mikha menggambarkan semua itu sebagai sebuah luka yang tidak dapat sembuh dan menular (Mikha 1:9).
Kalau sudah jadi luka yang tidak dapat sembuh dan menular, apa lagi yang harus dilakukan? Kalau ada penyakit menular yang belum ada obatnya, biasanya penderitanya dikarantina seperti halnya saat virus flu burung kemarin sempat mencemaskan kita. Tapi bagaimana dengan Mikha? Melihat sesuatu yang menurutnya sudah tidak tahu mau diapakan lagi, apakah Mikha berpangku tangan dan hanya mengeluh melihat permasalahan berat yang tengah dialami bangsanya? Sama sekali tidak.
(bersambung)
Wednesday, November 23, 2016
Duri-Duri Pencekik Firman (2)
(sambungan)
Jika kita melihat apa saja yang dikatakan duri dalam ayat ini, maka kita akan mendapatkan bahwa secara umum duri-duri itu mewakili hal-hal yang sering kita beri toleransi karena kerap dianggap kecil dan tidak berbahaya, antara lain:
- Cares and anxieties of the world (kekuatiran dan kegelisahan dalam dunia)
- Distractions of the age (gangguan atau kebingungan dari zaman ini)
- The pleasure and delight (kesenangan dan kegembiraan)
- False glamour and deceitfulness of riches (kegemerlapan yang palsu dan tipu daya kekayaan)
- The craving and passionate desire for other things (kecanduan dan hasrat yang menggebu untuk hal-hal lainnya)
Lihatlah baik-baik poin-poin di atas. Bukankah semuanya merupakan sesuatu yang seringkali tidak kita awasi dengan baik dan terus menerus kita biarkan untuk hadir bahkan berkuasa dalam hidup kita? Inilah semak-semak duri itu, yang walaupun kecil tetapi sanggup menghimpit Firman sehingga tidak bisa berbuah. Kata menghimpit ini dalam bahasa Inggrisnya Bukan saja dikatakan choke alias mencekik, tetapi juga "suffocate", yang artinya membunuh dengan cara menghambat akses masuknya udara/oksigen sehingga kita tidak bisa bernafas. Bayangkan seandainya wajah kita dibekap dengan plastik sehingga tidak bisa bernafas, seperti itulah bentuknya.
Adalah sangat baik jika kita sudah mampu menghindari kejahatan-kejahatan yang dianggap besar seperti membunuh, mencuri dan sebagainya. Tetapi jangan lupakan pula hal-hal yang terlihat kecil namun cukup punya kemampuan untuk membuat firman tidak bisa berbuah lalu membahayakan perjalanan hidup kita ke depan.
Lantas dimana seharusnya firman itu jatuh? Ayat selanjutnya mengatakan: "Dan akhirnya yang ditaburkan di tanah yang baik, ialah orang yang mendengar dan menyambut firman itu lalu berbuah, ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang seratus kali lipat." (ay 20). Jatuh di tanah yang subur dan gembur, itu akan membuat firman itu bisa berbuah puluhan bahkan ratusan kali lipat. Seperti itulah dikatakan firman yang jatuh pada kondisi hati yang baik.
Dalam surat Paulus kepada Timotius, ia mengingatkan: "Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya." (2 Timotius 2:4). Kita diminta untuk tidak memusingkan diri dengan soal-soal penghidupan, dan seharusnya lebih fokus untuk melakukan hal-hal yang akan membuat Tuhan berkenan atas kita. Jika kita mau merenungkan baik-baik, pada akhirnya kita akan mendapati bahwa tidak ada satupun hal yang lebih penting selain meluangkan waktu dalam doa dan bertumbuh dalam Firman bersama Tuhan. Setelah itu kemudian kita mengaplikasikannya dalam setiap sendi kehidupan kita dan menghasilkan buah-buah yang matang.
Sangatlah penting bagi kita untuk mengawasi "duri-duri" kecil yang mampu menghambat atau bahkan menghentikan langkah kita. Ukurannya memang kecil, tapi akibat yang ditimbulkan bisa mematikan. Seperti itulah semak duri yang disebutkan Yesus. Jangan biarkan semak duri itu mengganggu kita. Sekecil dan sesedikit apapun, tebang habis segera semua semak duri agar Firman itu jatuh di tempat yang baik kemudian berbuah dengan subur.
Let your faith be bigger than your fears
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Jika kita melihat apa saja yang dikatakan duri dalam ayat ini, maka kita akan mendapatkan bahwa secara umum duri-duri itu mewakili hal-hal yang sering kita beri toleransi karena kerap dianggap kecil dan tidak berbahaya, antara lain:
- Cares and anxieties of the world (kekuatiran dan kegelisahan dalam dunia)
- Distractions of the age (gangguan atau kebingungan dari zaman ini)
- The pleasure and delight (kesenangan dan kegembiraan)
- False glamour and deceitfulness of riches (kegemerlapan yang palsu dan tipu daya kekayaan)
- The craving and passionate desire for other things (kecanduan dan hasrat yang menggebu untuk hal-hal lainnya)
Lihatlah baik-baik poin-poin di atas. Bukankah semuanya merupakan sesuatu yang seringkali tidak kita awasi dengan baik dan terus menerus kita biarkan untuk hadir bahkan berkuasa dalam hidup kita? Inilah semak-semak duri itu, yang walaupun kecil tetapi sanggup menghimpit Firman sehingga tidak bisa berbuah. Kata menghimpit ini dalam bahasa Inggrisnya Bukan saja dikatakan choke alias mencekik, tetapi juga "suffocate", yang artinya membunuh dengan cara menghambat akses masuknya udara/oksigen sehingga kita tidak bisa bernafas. Bayangkan seandainya wajah kita dibekap dengan plastik sehingga tidak bisa bernafas, seperti itulah bentuknya.
Adalah sangat baik jika kita sudah mampu menghindari kejahatan-kejahatan yang dianggap besar seperti membunuh, mencuri dan sebagainya. Tetapi jangan lupakan pula hal-hal yang terlihat kecil namun cukup punya kemampuan untuk membuat firman tidak bisa berbuah lalu membahayakan perjalanan hidup kita ke depan.
Lantas dimana seharusnya firman itu jatuh? Ayat selanjutnya mengatakan: "Dan akhirnya yang ditaburkan di tanah yang baik, ialah orang yang mendengar dan menyambut firman itu lalu berbuah, ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang seratus kali lipat." (ay 20). Jatuh di tanah yang subur dan gembur, itu akan membuat firman itu bisa berbuah puluhan bahkan ratusan kali lipat. Seperti itulah dikatakan firman yang jatuh pada kondisi hati yang baik.
Dalam surat Paulus kepada Timotius, ia mengingatkan: "Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya." (2 Timotius 2:4). Kita diminta untuk tidak memusingkan diri dengan soal-soal penghidupan, dan seharusnya lebih fokus untuk melakukan hal-hal yang akan membuat Tuhan berkenan atas kita. Jika kita mau merenungkan baik-baik, pada akhirnya kita akan mendapati bahwa tidak ada satupun hal yang lebih penting selain meluangkan waktu dalam doa dan bertumbuh dalam Firman bersama Tuhan. Setelah itu kemudian kita mengaplikasikannya dalam setiap sendi kehidupan kita dan menghasilkan buah-buah yang matang.
Sangatlah penting bagi kita untuk mengawasi "duri-duri" kecil yang mampu menghambat atau bahkan menghentikan langkah kita. Ukurannya memang kecil, tapi akibat yang ditimbulkan bisa mematikan. Seperti itulah semak duri yang disebutkan Yesus. Jangan biarkan semak duri itu mengganggu kita. Sekecil dan sesedikit apapun, tebang habis segera semua semak duri agar Firman itu jatuh di tempat yang baik kemudian berbuah dengan subur.
Let your faith be bigger than your fears
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, November 22, 2016
Duri-Duri Pencekik Firman (1)
Ayat bacaan: Markus 4:19
=================
"Then the cares and anxieties of the world and distractions of the age, and the pleasure and delight and false glamour and deceitfulness of riches, and the craving and passionate desire for other things creep in and choke and suffocate the Word, and it becomes fruitless."
Makan ikan itu enak, tapi kalau sempat tertelan duri, sakitnya bukan main. Apalagi kalau ikannya yang punya duri bercabang seperti ikan mas, kita harus ekstra hati-hati. Kalau tertusuk duri ikan itu sakit, duri-duri dari tanaman pun sama sakitnya. Ada sebuah tanaman di halaman rumah saya yang durinya cukup banyak. Tajam-tajam pula. Beberapa kali saya tertusuk kalau berada di dekatnya. Itu tanaman yang berdiri. Bayangkan jika anda harus berjalan di antara semak duri. Kaki bisa jadi korban meski sudah hati-hati. Duri itu kecil ukurannya. Tapi kalau tertusuk sakit sekali. Dalam jumlah yang banyak, duri bisa mendatangkan lebih banyak masalah. Luka tertusuk duri kalau dibiarkan bisa mendatangkan infeksi, membengkak, bernanah dan bisa mendatangkan resiko-resiko yang fatal.
Tanaman pun susah tumbuh dengan baik kalau ada di lingkungan semak duri. Menariknya, Tuhan Yesus kerap menggambarkan pertumbuhan iman dengan tanaman. Mulai dari benih yang ditabur, lalu tumbuh sehat dan berbuah banyak. Tanaman buah seperti itu, kita pun sama. Pertumbuhan iman akan sangat tergantung dari kualitas benih dan kondisi hati kita, lantas bagaimana kita merawatnya. Kalau semua itu dilakukan dengan benar maka pertumbuhan iman kita akan sehat dan menghasilkan buah-buah yang baik. sebaliknya, apabila tidak maka iman kita akan terhimpit, tercekik dan terhambat pertumbuhannya.
Lihatlah saat Tuhan Yesus memberi sebuah perumpamaan mengenai penabur firman seperti yang tertulis di Markus 4:1-20. Kata Yesus: "Dengarlah! Adalah seorang penabur keluar untuk menabur." (ay 3). Benih yang ditabur itu kemudian jatuh di beberapa tempat berbeda. Ada yang jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung memakannya sampai habis. (ay 4). Benih yang jatuh di pinggir jalan lalu dimakan burung menggambarkan orang yang mendengar firman tapi tidak menyimpannya dengan baik dalam hatinya. Mereka puas hanya dibagian luar saja, dan kemudian iblis pun datang mengambil firman yang ditaburkan pada mereka.
Lalu ada yang jatuh di tanah berbatu-batu, kata Yesus dalam ayat 5. Benih yang jatuh di tanah berbatu tidak akan bisa diharapkan untuk tumbuh sehat. Saat akar dari sebuah tanaman tidak bisa menembus kerasnya lapisan batu, bisa dipastikan tanaman itu akan kerdil atau bahkan lama-kelamaan mati. Seperti perumpamaannya, demikian pula orang yang menerima firman Tuhan tetapi hatinya keras bagai tanah penuh batu. "Demikian juga yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu, ialah orang-orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira, tetapi mereka tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila kemudian datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, mereka segera murtad." (ay 16-17).
Selanjutnya Yesus bilang ada firman yang jatuh tertabur di semak duri. Inilah yang ingin saya jadikan titik fokus dari renungan kali ini. "Dan yang lain ialah yang ditaburkan di tengah semak duri, itulah yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah." (ay 18-19). Duri itu kecil. Seperti itu pula berbagai hal-hal yang sepertinya kecil dan kita abaikan, tetapi nyatanya tetap berpotensi besar untuk menghancurkan kita. Seringkali kita awas terhadap kejahatan-kejahatan yang besar dan mudah untuk menghindarinya. Namun di sisi lain kita sering membiarkan atau memberi toleransi pada berbagai dosa-dosa kecil, yang mungkin tidak terlihat berbahaya, tetapi seperti halnya duri yang ukurannya relatif kecil namun tetap bisa melukai bahkan mencelakakan kita.
Mari kita lihat lebih jauh lagi ayat 19 ini dalam versi bahasa Inggrisnya. Dalam versi English Amplified dikatakan sebagai berikut:
"Then the cares and anxieties of the world and distractions of the age, and the pleasure and delight and false glamour and deceitfulness of riches, and the craving and passionate desire for other things creep in and choke and suffocate the Word, and it becomes fruitless."
First they creep in, then choke the Word, and the next thing you know, they suffocate it until the Word brings no fruit. Perhatikan bahwa disana dikatakan bahwa duri-duri ini bisa menyusup (creep in) lalu mencekik (choke) dan menghambat jalur pernafasan (suffocate) sehingga Firman itu pun tidak bisa berbuah.
(bersambung)
=================
"Then the cares and anxieties of the world and distractions of the age, and the pleasure and delight and false glamour and deceitfulness of riches, and the craving and passionate desire for other things creep in and choke and suffocate the Word, and it becomes fruitless."
Makan ikan itu enak, tapi kalau sempat tertelan duri, sakitnya bukan main. Apalagi kalau ikannya yang punya duri bercabang seperti ikan mas, kita harus ekstra hati-hati. Kalau tertusuk duri ikan itu sakit, duri-duri dari tanaman pun sama sakitnya. Ada sebuah tanaman di halaman rumah saya yang durinya cukup banyak. Tajam-tajam pula. Beberapa kali saya tertusuk kalau berada di dekatnya. Itu tanaman yang berdiri. Bayangkan jika anda harus berjalan di antara semak duri. Kaki bisa jadi korban meski sudah hati-hati. Duri itu kecil ukurannya. Tapi kalau tertusuk sakit sekali. Dalam jumlah yang banyak, duri bisa mendatangkan lebih banyak masalah. Luka tertusuk duri kalau dibiarkan bisa mendatangkan infeksi, membengkak, bernanah dan bisa mendatangkan resiko-resiko yang fatal.
Tanaman pun susah tumbuh dengan baik kalau ada di lingkungan semak duri. Menariknya, Tuhan Yesus kerap menggambarkan pertumbuhan iman dengan tanaman. Mulai dari benih yang ditabur, lalu tumbuh sehat dan berbuah banyak. Tanaman buah seperti itu, kita pun sama. Pertumbuhan iman akan sangat tergantung dari kualitas benih dan kondisi hati kita, lantas bagaimana kita merawatnya. Kalau semua itu dilakukan dengan benar maka pertumbuhan iman kita akan sehat dan menghasilkan buah-buah yang baik. sebaliknya, apabila tidak maka iman kita akan terhimpit, tercekik dan terhambat pertumbuhannya.
Lihatlah saat Tuhan Yesus memberi sebuah perumpamaan mengenai penabur firman seperti yang tertulis di Markus 4:1-20. Kata Yesus: "Dengarlah! Adalah seorang penabur keluar untuk menabur." (ay 3). Benih yang ditabur itu kemudian jatuh di beberapa tempat berbeda. Ada yang jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung memakannya sampai habis. (ay 4). Benih yang jatuh di pinggir jalan lalu dimakan burung menggambarkan orang yang mendengar firman tapi tidak menyimpannya dengan baik dalam hatinya. Mereka puas hanya dibagian luar saja, dan kemudian iblis pun datang mengambil firman yang ditaburkan pada mereka.
Lalu ada yang jatuh di tanah berbatu-batu, kata Yesus dalam ayat 5. Benih yang jatuh di tanah berbatu tidak akan bisa diharapkan untuk tumbuh sehat. Saat akar dari sebuah tanaman tidak bisa menembus kerasnya lapisan batu, bisa dipastikan tanaman itu akan kerdil atau bahkan lama-kelamaan mati. Seperti perumpamaannya, demikian pula orang yang menerima firman Tuhan tetapi hatinya keras bagai tanah penuh batu. "Demikian juga yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu, ialah orang-orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira, tetapi mereka tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila kemudian datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, mereka segera murtad." (ay 16-17).
Selanjutnya Yesus bilang ada firman yang jatuh tertabur di semak duri. Inilah yang ingin saya jadikan titik fokus dari renungan kali ini. "Dan yang lain ialah yang ditaburkan di tengah semak duri, itulah yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah." (ay 18-19). Duri itu kecil. Seperti itu pula berbagai hal-hal yang sepertinya kecil dan kita abaikan, tetapi nyatanya tetap berpotensi besar untuk menghancurkan kita. Seringkali kita awas terhadap kejahatan-kejahatan yang besar dan mudah untuk menghindarinya. Namun di sisi lain kita sering membiarkan atau memberi toleransi pada berbagai dosa-dosa kecil, yang mungkin tidak terlihat berbahaya, tetapi seperti halnya duri yang ukurannya relatif kecil namun tetap bisa melukai bahkan mencelakakan kita.
Mari kita lihat lebih jauh lagi ayat 19 ini dalam versi bahasa Inggrisnya. Dalam versi English Amplified dikatakan sebagai berikut:
"Then the cares and anxieties of the world and distractions of the age, and the pleasure and delight and false glamour and deceitfulness of riches, and the craving and passionate desire for other things creep in and choke and suffocate the Word, and it becomes fruitless."
First they creep in, then choke the Word, and the next thing you know, they suffocate it until the Word brings no fruit. Perhatikan bahwa disana dikatakan bahwa duri-duri ini bisa menyusup (creep in) lalu mencekik (choke) dan menghambat jalur pernafasan (suffocate) sehingga Firman itu pun tidak bisa berbuah.
(bersambung)
Monday, November 21, 2016
Menjaga Mata (2)
(sambungan)
Dosa-dosa perselingkuhan dan zinah sering berawal dari ketidakmampuan mengendalikan mata. Apakah perzinahan hanya terjadi saat ada hubungan badan diantara pasangan di luar nikah? Perhatikan apa kata Yesus berikut ini: "Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya." (Matius 5:27-28). Yesus menegaskan bahwa apabila kita melihat dan menginginkannya saja sekalipun, itu sudah dianggap sebagai sebuah zinah. Memandang atau melihat, itu tentu menggunakan mata.
Dalam kisah lain dalam kitab 1 Raja Raja 21, kita bisa melihat kisah raja Ahab yang menginginkan kebun anggur milik Nabot. Waktu Nabot menolak karena kebun itu merupakan harta pusaka nenek moyang, raja Ahab pun termakan godaan istrinya Izebel untuk membunuh Nabot. Akibatnya pun cukup fatal. Apa yang dilakukan Ahab dikatakan sebagai sebuah hal yang jahat di mata Tuhan. (1 Raja Raja 21:25). Keinginan mata bisa membuat kita serakah ingin menguasai harta orang lain, atau menghamba pada harta agar bisa memiliki harta benda yang mungkin belum saatnya kita miliki. Ini baru dua dari sisi negatif mata yang tidak dijaga dengan baik. Saya yakin setiap kita bisa menambahkan lebih banyak lagi dari pengalaman sehari-hari.
Ayat bacaan hari ini dikutip dari kata-kata Salomo bahwa mata manusia tidak akan pernah puas. "Dunia orang mati dan kebinasaan tak akan puas, demikianlah mata manusia tak akan puas." (Amsal 27:20). Mata kalau dibiarkan akan selalu menuntut lebih alias tidak pernah puas. Karenanya kita memang harus benar-benar mengawasi dan tidak membiarkan mata terus menginginkan sesuatu tanpa pernah puas.
Perhatikan bahwa tidak semua yang diinginkan mata mendatangkan manfaat bagi kita, bahkan bisa menjebak kita untuk tidak lagi hidup sesuai kehendak Allah. Kalau begitu, mata perlu kita awasi baik-baik dan ditundukkan dalam hukum Tuhan. Jika keinginan mata mulai menggoda, berdoalah seperti Pemazmur "Lalukanlah mataku dari pada melihat hal yang hampa, hidupkanlah aku dengan jalan-jalan yang Kautunjukkan!" (Mazmur 119:37)
Dengan mengetahui bahwa serangan kerap masuk lewat mata, marilah kita selalu menjaga mata kita dari berbagai keinginan-keinginan yang sifatnya duniawi agar kita tidak tersandung ke dalam jebakan dosa dan ikut hilang bersama dunia yang sedang lenyap bersama keinginan-keinginannya. Kita harus mewaspadai berbagai hal yang berpotensi menjauhkan kita dari kebenaran yang pada suatu ketika membinasakan kita selamanya, dan salah satunya adalah mata.
"The eyes are the window of the soul", guard them carefully
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Dosa-dosa perselingkuhan dan zinah sering berawal dari ketidakmampuan mengendalikan mata. Apakah perzinahan hanya terjadi saat ada hubungan badan diantara pasangan di luar nikah? Perhatikan apa kata Yesus berikut ini: "Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya." (Matius 5:27-28). Yesus menegaskan bahwa apabila kita melihat dan menginginkannya saja sekalipun, itu sudah dianggap sebagai sebuah zinah. Memandang atau melihat, itu tentu menggunakan mata.
Dalam kisah lain dalam kitab 1 Raja Raja 21, kita bisa melihat kisah raja Ahab yang menginginkan kebun anggur milik Nabot. Waktu Nabot menolak karena kebun itu merupakan harta pusaka nenek moyang, raja Ahab pun termakan godaan istrinya Izebel untuk membunuh Nabot. Akibatnya pun cukup fatal. Apa yang dilakukan Ahab dikatakan sebagai sebuah hal yang jahat di mata Tuhan. (1 Raja Raja 21:25). Keinginan mata bisa membuat kita serakah ingin menguasai harta orang lain, atau menghamba pada harta agar bisa memiliki harta benda yang mungkin belum saatnya kita miliki. Ini baru dua dari sisi negatif mata yang tidak dijaga dengan baik. Saya yakin setiap kita bisa menambahkan lebih banyak lagi dari pengalaman sehari-hari.
Ayat bacaan hari ini dikutip dari kata-kata Salomo bahwa mata manusia tidak akan pernah puas. "Dunia orang mati dan kebinasaan tak akan puas, demikianlah mata manusia tak akan puas." (Amsal 27:20). Mata kalau dibiarkan akan selalu menuntut lebih alias tidak pernah puas. Karenanya kita memang harus benar-benar mengawasi dan tidak membiarkan mata terus menginginkan sesuatu tanpa pernah puas.
Perhatikan bahwa tidak semua yang diinginkan mata mendatangkan manfaat bagi kita, bahkan bisa menjebak kita untuk tidak lagi hidup sesuai kehendak Allah. Kalau begitu, mata perlu kita awasi baik-baik dan ditundukkan dalam hukum Tuhan. Jika keinginan mata mulai menggoda, berdoalah seperti Pemazmur "Lalukanlah mataku dari pada melihat hal yang hampa, hidupkanlah aku dengan jalan-jalan yang Kautunjukkan!" (Mazmur 119:37)
Dengan mengetahui bahwa serangan kerap masuk lewat mata, marilah kita selalu menjaga mata kita dari berbagai keinginan-keinginan yang sifatnya duniawi agar kita tidak tersandung ke dalam jebakan dosa dan ikut hilang bersama dunia yang sedang lenyap bersama keinginan-keinginannya. Kita harus mewaspadai berbagai hal yang berpotensi menjauhkan kita dari kebenaran yang pada suatu ketika membinasakan kita selamanya, dan salah satunya adalah mata.
"The eyes are the window of the soul", guard them carefully
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, November 20, 2016
Menjaga Mata (1)
Ayat bacaan: Amsal 27:20
========================
"Dunia orang mati dan kebinasaan tak akan puas, demikianlah mata manusia tak akan puas."
"Love at first sight"adalah sebuah pepatah dari luar yang menggambarkan bagaimana orang bisa jatuh cinta langsung pada pandangan pertama. Versi bahasa Indonesianya, "cinta pada pandangan pertama". Ada yang hanya tertarik sesaat, ada yang kemudian berlanjut, bahkan hingga menikah. Atau ada juga pepatah lainnya, "Dari mata turun ke hati". Mata melihat, kemudian apa yang dilihat mata masuk ke hati untuk dirasa. Dan disana kemudian apa yang dilihat mata itu diolah menjadi perasaan. Dengan kata lain, selain untuk melihat dan membaca, mata merupakan jendela hati. Hampir semua kegiatan saya itu pakai mata. Berjalan kalau tutup mata bisa nabrak sana sini, tersandung atau jatuh. Saya mengetik juga harus melihat membaca, menonton, mengemudi, dan sebagainya. Mata itu merupakan indera yang sangat-sangat penting. Ada begitu banyak kegunaannya, tapi jangan lupa bahwa lewat mata pula ada banyak jebakan dosa bisa menyelinap masuk lalu menghancurkan kita. So many danger can cost us and our life to die starting from our eyes. Sebegitu pentingnya mata, mata bisa memberikan manfaat-manfaat positif, tapi bisa juga jadi jalan masuk dosa yang akan menghancurkan kita, menggagalkan kita untuk menerima anugerah keselamatan dari Tuhan.
Alkitab mengingatkan kita untuk mewaspadai mata dalam banyak kesempatan. Lihatlah salah satunya yang berasal dari Yohanes. Dalam 1 Yohanes 2:16 dikatakan: "Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia." Mata merupakan satu dari tiga hal yang harus kita waspadai benar. Tuhan menciptakan mata, itu benar. Tapi keinginan mata bukanlah berasal dariNya melainkan dari dunia. Kalau mata tidak dijaga dan dikendalikan, mata bisa menjadi salah satu jendela dosa yang paling efektif.
Lewat mata kita melihat hal-hal yang tidak baik atau tidak pantas untuk dilihat, yang bisa membutakan mata hati, lantas membuat kita melakukan penyimpangan-penyimpangan dari kebenaran. Selain itu apa yang kita lihat bisa menimbulkan berbagai keinginan, yang kalau tidak dikendalikan dapat membuat kita tersandung dalam proses perjalanan hidup kita. Ada banyak orang yang akhirnya tergoda untuk korupsi karena tidak tahan melihat gemerlap kekayaan orang-orang disekitarnya. Ada yang sulit menabung bahkan jadi berhutang karena ingin menyamai gaya hidup orang lain. Kita mendengar banyak berita perkosaan yang diawali dari menonton film porno. Semua ini berhubungan dengan mata yang sangat besar potensinya untuk mejadi awal kejatuhan orang dalam dosa.
Kalau Daud masih hidup saat ini, saya yakin ia punya banyak cerita tentang bagaimana ia hampir saja mengalami kehancuran berawal dari mata yang tidak ia kendalikan. Kurang terbukti apa iman Daud? Kita bisa melihat bagaimana ia terus tegar dan percaya penuh pada Tuhan dalam menghadapi setiap kesulitan dalam hidupnya, sejak ia kecil sampai menjadi raja. Ia berani menghadapi Goliat dan menang karena mengandalkan Tuhan, sejak kecil ia menghalau binatang-binatang buas yang hendak memangsa ternak yang ia gembalakan karena ia percaya ada Tuhan bersamanya. Dalam masa-masa sulit saat hendak dibunuh Saul, ia kembali menunjukkan kebesaran imannya.
Tapi ada kisah gelap dalam hidup Daud, dan seperti yang saya sampaikan di atas, itu dimulai dari mata. Berawal dari mata yang ia pakai untuk mengintip Batsyeba mandi, Daud lalu terus terperosok pada dosa yang terus bertumbuh dalam eskalasi meningkat, sampai-sampai Daud gelap mata dan merancang pembunuhan suami dari Batsyeba lewat cara yang licik. Kisah ini bisa dibaca dalam 2 Samuel pasal 11. Bermula dari mata yang tidak dijaga baik, Daud kemudian berzinah dan melakukan tindakan pembunuhan. Bagaimana perbuatannya menurut pandangan Tuhan? "... Tetapi hal yang telah dilakukan Daud itu adalah jahat di mata TUHAN." (2 Samuel 11:27).
(bersambung)
========================
"Dunia orang mati dan kebinasaan tak akan puas, demikianlah mata manusia tak akan puas."
"Love at first sight"adalah sebuah pepatah dari luar yang menggambarkan bagaimana orang bisa jatuh cinta langsung pada pandangan pertama. Versi bahasa Indonesianya, "cinta pada pandangan pertama". Ada yang hanya tertarik sesaat, ada yang kemudian berlanjut, bahkan hingga menikah. Atau ada juga pepatah lainnya, "Dari mata turun ke hati". Mata melihat, kemudian apa yang dilihat mata masuk ke hati untuk dirasa. Dan disana kemudian apa yang dilihat mata itu diolah menjadi perasaan. Dengan kata lain, selain untuk melihat dan membaca, mata merupakan jendela hati. Hampir semua kegiatan saya itu pakai mata. Berjalan kalau tutup mata bisa nabrak sana sini, tersandung atau jatuh. Saya mengetik juga harus melihat membaca, menonton, mengemudi, dan sebagainya. Mata itu merupakan indera yang sangat-sangat penting. Ada begitu banyak kegunaannya, tapi jangan lupa bahwa lewat mata pula ada banyak jebakan dosa bisa menyelinap masuk lalu menghancurkan kita. So many danger can cost us and our life to die starting from our eyes. Sebegitu pentingnya mata, mata bisa memberikan manfaat-manfaat positif, tapi bisa juga jadi jalan masuk dosa yang akan menghancurkan kita, menggagalkan kita untuk menerima anugerah keselamatan dari Tuhan.
Alkitab mengingatkan kita untuk mewaspadai mata dalam banyak kesempatan. Lihatlah salah satunya yang berasal dari Yohanes. Dalam 1 Yohanes 2:16 dikatakan: "Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia." Mata merupakan satu dari tiga hal yang harus kita waspadai benar. Tuhan menciptakan mata, itu benar. Tapi keinginan mata bukanlah berasal dariNya melainkan dari dunia. Kalau mata tidak dijaga dan dikendalikan, mata bisa menjadi salah satu jendela dosa yang paling efektif.
Lewat mata kita melihat hal-hal yang tidak baik atau tidak pantas untuk dilihat, yang bisa membutakan mata hati, lantas membuat kita melakukan penyimpangan-penyimpangan dari kebenaran. Selain itu apa yang kita lihat bisa menimbulkan berbagai keinginan, yang kalau tidak dikendalikan dapat membuat kita tersandung dalam proses perjalanan hidup kita. Ada banyak orang yang akhirnya tergoda untuk korupsi karena tidak tahan melihat gemerlap kekayaan orang-orang disekitarnya. Ada yang sulit menabung bahkan jadi berhutang karena ingin menyamai gaya hidup orang lain. Kita mendengar banyak berita perkosaan yang diawali dari menonton film porno. Semua ini berhubungan dengan mata yang sangat besar potensinya untuk mejadi awal kejatuhan orang dalam dosa.
Kalau Daud masih hidup saat ini, saya yakin ia punya banyak cerita tentang bagaimana ia hampir saja mengalami kehancuran berawal dari mata yang tidak ia kendalikan. Kurang terbukti apa iman Daud? Kita bisa melihat bagaimana ia terus tegar dan percaya penuh pada Tuhan dalam menghadapi setiap kesulitan dalam hidupnya, sejak ia kecil sampai menjadi raja. Ia berani menghadapi Goliat dan menang karena mengandalkan Tuhan, sejak kecil ia menghalau binatang-binatang buas yang hendak memangsa ternak yang ia gembalakan karena ia percaya ada Tuhan bersamanya. Dalam masa-masa sulit saat hendak dibunuh Saul, ia kembali menunjukkan kebesaran imannya.
Tapi ada kisah gelap dalam hidup Daud, dan seperti yang saya sampaikan di atas, itu dimulai dari mata. Berawal dari mata yang ia pakai untuk mengintip Batsyeba mandi, Daud lalu terus terperosok pada dosa yang terus bertumbuh dalam eskalasi meningkat, sampai-sampai Daud gelap mata dan merancang pembunuhan suami dari Batsyeba lewat cara yang licik. Kisah ini bisa dibaca dalam 2 Samuel pasal 11. Bermula dari mata yang tidak dijaga baik, Daud kemudian berzinah dan melakukan tindakan pembunuhan. Bagaimana perbuatannya menurut pandangan Tuhan? "... Tetapi hal yang telah dilakukan Daud itu adalah jahat di mata TUHAN." (2 Samuel 11:27).
(bersambung)
Saturday, November 19, 2016
Saat Mengalami Perlakuan Tidak Adil (2)
(sambungan)
Selain Yusuf, kalau bicara soal keteguhan saat menerima ketidakadilan saya kira kita bisa belajar dari Paulus. Paulus tahu benar bagaimana rasanya menderita ketika mewartakan Injil kebenaran. Lihat apa katanya. "Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian, dan, dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat." (2 Korintus 11:24-28).
Bacalah pelan-pelan, anda bisa melihat besarnya penderitaan dan rasa sakita yang harus ia pikul demi memenuhi tugasnya. Paulus harus rela menerima semua itu demi memelihara jemaat. Bukan hanya Paulus, tetapi semua rasul-rasul dan pewarta Injil pada saat itu termasuk para jemaat pun harus menerima berbagai ancaman, siksaan bahkan dihukum mati dengan mengenaskan.
Betapa tidak adilnya dunia ini. Tapi ingatlah bahwa meski demikian Tuhan tidak akan menutup mata dari apa yang kita perbuat. Meski harus menderita akibat perbuatan baik, itu masih jauh lebih baik daripada kita menyelamatkan diri dengan melanggar firman Tuhan. Dan itu dikatakan Petrus. "Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat." (1 Petrus 3:17). Petrus juga berkata "Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar." (1 Petrus 3:14). Menderita karena berbuat baik mungkin membuat kita tersiksa dalam kehidupan di dunia ini, tetapi perbuatan jahat yang kita lakukan saat ini akan berbuah penderitaan yang kekal kelak. Tuhan mengetahui segalanya dan akan mengganjar kita sesuai dengan apa yang kita perbuat ketika hidup.
Yesus sudah mengingatkan kita "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Pada waktu lain Yesus juga berkata "Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku." (10:38). Artinya kita memang harus siap menerima berbagai bentuk penderitaan itu, jika memang harus, untuk mengikut Yesus daripada menolakNya demi sesuatu yang fana di dunia ini. Dalam Ibrani kita melihat pesan penting buat kita untuk terus bertahan meski berada dalam tekanan atau situasi yang tidak adil ini. Disana dikatakan: "Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula." (Ibrani 3:14). Dalam Yakobus kita bisa baca "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12). Dan sebuah pesan penting dalam Wahyu: "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10b).
Jika memang kita harus mengalami ketidakadilan atau bentuk-bentuk perlakuan buruk lainnya karena kita mengikuti firman Tuhan, bersabarlah dan tetaplah setia. Ada sesuatu yang disediakan Tuhan kepada siapapun yang mampu mempertahankan kesetiaannya sampai mati. Yang penting adalah untuk terus berjalan sesuai firman Tuhan apapun resiko yang harus kita hadapi, karena biar bagaimanapun lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita nantinya karena berbuat jahat, seperti yang dikatakan oleh Petrus. Setiap saat akan ada godaan yang menerpa kita, mencoba menyesatkan kita dengan berbagai iming-iming kemewahan atau kenikmatan dunia, tolaklah semua itu dalam nama Yesus.
Meski harus menanggung cemooh, fitnahan atau akibat-akibat buruk dari sesama manusia di dunia ini, tetaplah berjalan sesuai firmanNya. Sadarilah bahwa seringkali penderitaan yang kita rasakan akibat ketidakadilan karena kita belum melihat rencana besar Tuhan dibelakangnya, yang pada suatu hari nanti akan kita genapi. Pakailah kacamata iman agar anda bisa beroleh bukti dari segala sesuatu yang tidak atau belum kita lihat seperti yang dikatakan dalam Ibrani 11:1. Tetaplah setia pada kebenaran Firman Tuhan, pertahankan integritas. Pada akhirnya kita akan menjadi orang-orang pemenang, bahkan lebih dari pemenang.
"No great wisdom can be reached without sacrifice." - C.S Lewis
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Selain Yusuf, kalau bicara soal keteguhan saat menerima ketidakadilan saya kira kita bisa belajar dari Paulus. Paulus tahu benar bagaimana rasanya menderita ketika mewartakan Injil kebenaran. Lihat apa katanya. "Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian, dan, dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat." (2 Korintus 11:24-28).
Bacalah pelan-pelan, anda bisa melihat besarnya penderitaan dan rasa sakita yang harus ia pikul demi memenuhi tugasnya. Paulus harus rela menerima semua itu demi memelihara jemaat. Bukan hanya Paulus, tetapi semua rasul-rasul dan pewarta Injil pada saat itu termasuk para jemaat pun harus menerima berbagai ancaman, siksaan bahkan dihukum mati dengan mengenaskan.
Betapa tidak adilnya dunia ini. Tapi ingatlah bahwa meski demikian Tuhan tidak akan menutup mata dari apa yang kita perbuat. Meski harus menderita akibat perbuatan baik, itu masih jauh lebih baik daripada kita menyelamatkan diri dengan melanggar firman Tuhan. Dan itu dikatakan Petrus. "Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat." (1 Petrus 3:17). Petrus juga berkata "Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar." (1 Petrus 3:14). Menderita karena berbuat baik mungkin membuat kita tersiksa dalam kehidupan di dunia ini, tetapi perbuatan jahat yang kita lakukan saat ini akan berbuah penderitaan yang kekal kelak. Tuhan mengetahui segalanya dan akan mengganjar kita sesuai dengan apa yang kita perbuat ketika hidup.
Yesus sudah mengingatkan kita "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Pada waktu lain Yesus juga berkata "Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku." (10:38). Artinya kita memang harus siap menerima berbagai bentuk penderitaan itu, jika memang harus, untuk mengikut Yesus daripada menolakNya demi sesuatu yang fana di dunia ini. Dalam Ibrani kita melihat pesan penting buat kita untuk terus bertahan meski berada dalam tekanan atau situasi yang tidak adil ini. Disana dikatakan: "Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula." (Ibrani 3:14). Dalam Yakobus kita bisa baca "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12). Dan sebuah pesan penting dalam Wahyu: "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10b).
Jika memang kita harus mengalami ketidakadilan atau bentuk-bentuk perlakuan buruk lainnya karena kita mengikuti firman Tuhan, bersabarlah dan tetaplah setia. Ada sesuatu yang disediakan Tuhan kepada siapapun yang mampu mempertahankan kesetiaannya sampai mati. Yang penting adalah untuk terus berjalan sesuai firman Tuhan apapun resiko yang harus kita hadapi, karena biar bagaimanapun lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita nantinya karena berbuat jahat, seperti yang dikatakan oleh Petrus. Setiap saat akan ada godaan yang menerpa kita, mencoba menyesatkan kita dengan berbagai iming-iming kemewahan atau kenikmatan dunia, tolaklah semua itu dalam nama Yesus.
Meski harus menanggung cemooh, fitnahan atau akibat-akibat buruk dari sesama manusia di dunia ini, tetaplah berjalan sesuai firmanNya. Sadarilah bahwa seringkali penderitaan yang kita rasakan akibat ketidakadilan karena kita belum melihat rencana besar Tuhan dibelakangnya, yang pada suatu hari nanti akan kita genapi. Pakailah kacamata iman agar anda bisa beroleh bukti dari segala sesuatu yang tidak atau belum kita lihat seperti yang dikatakan dalam Ibrani 11:1. Tetaplah setia pada kebenaran Firman Tuhan, pertahankan integritas. Pada akhirnya kita akan menjadi orang-orang pemenang, bahkan lebih dari pemenang.
"No great wisdom can be reached without sacrifice." - C.S Lewis
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, November 18, 2016
Saat Mengalami Perlakuan Tidak Adil (1)
Ayat bacaan: Kejadian 39:12
======================
"Lalu perempuan itu memegang baju Yusuf sambil berkata: "Marilah tidur dengan aku." Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar."
Berbuat baik tapi disalah-artikan atau disalahkan? Kita bisa mengalami itu dalam hidup kita. Dijadikan kambing hitam, mendapat fitnah, ditipu, itu bisa saja terjadi. Akan lebih menyakitkan apabila itu terjadi saat kita sebenarnya sedang melakukan sesuatu yang baik dan benar. Ada teman saya yang harus rela meringkuk dalam penjara karena mendapat tuduhan yang sama sekali tidak ia lakukan. Dan prinsip hukum Indonesia masih cenderung tidak membela kebenaran, apalagi kalau korbannya orang kecil yang tidak bisa diperas. Ia seorang ibu dengan anak dua, usia sudah kepala empat. Ia didakwa melakukan sesuatu yang tidak terbukti, tapi tetap harus ikhlas masuk penjara.
Ia bercerita bahwa pada awalnya ia sempat merasa sangat kecewa. Kenapa Tuhan biarkan semua ini terjadi? Tapi ia tidak mau berlama-lama membiarkan dirinya dilanda rasa kecewa. Ia bertemu dengan banyak korban lainnya di dalam penjara dan justru disana ia belajar banyak soal pengampunan. Apa yang terjadi setelahnya? Setelah ia keluar, ia kemudian rutin mengunjungi teman-teman sependeritaan saat ia masih ditahan. Ia melayani disana, melatih mereka memainkan musik, memuji dan menyembah setiap minggu. "Sekarang saya tahu kenapa saya harus mengalami itu, dan saya tidak henti-hentinya berterimakasih kepada Tuhan atas kesempatan ini." katanya.
Mendapat perlakuan tidak adil itu menyedihkan, mengecewakan dan menyakitkan. Itu pasti. Tapi dari teman saya ini saya pun belajar bahwa perasaan-perasaan seperti itu sebenarnya terjadi karena kita belum tahu apa yang menjadi rencana Tuhan buat kita di depan sana. Kita mengalami rasa sakit karena masih menjalani sebagian atau fase dari sebuah rencana besar atau grand design Tuhan yang indah pada waktunya. Kita belum bisa melihat itu, sehingga saat bagian yang tidak enak atau tidak adil ini kita alami, kita merasakan kepedihan karena diperlakukan tidak adil, disalah artikan, difitnah, dikambinghitamkan dan sebagainya.
Pengalaman yang mirip seperti teman saya ini pernah terjadi ribuan tahun yang lalu seperti yang ditulis dalam Alkitab. Saya ingin menyambung kisah antara Yusuf dan istri Potifar kemarin dari sudut yang berbeda. Yusuf adalah orang yang disertai Tuhan. Penyertaan Tuhan atas hidupnya itu membuatnya terus berhasil meski dalam situasi sulit sekalipun. Bicara soal diperlakukan tak adil, Yusuf punya pengalaman banyak tentang itu. Bukan hanya satu, tapi ia berkali-kali mengalami dalam prosesnya menggenapi rencana Tuhan, beruntun pula. Tapi hebatnya, meski ia beranjak dari satu ketidakadilan kepada ketidakadilan yang lain, ia tetap menjalani hidup yang berintegritas tanpa tergoyahkan sedikitpun, dan itu membuat penyertaan Tuhan turun atasnya yang memungkinkannya terus mengalami keberhasilan-keberhasilan kecil yang kelak terakumulasi pada tergenapinya rencana Tuhan.
Setelah dibuang ke dalam sumur oleh kakak-kakaknya sendiri, ia dijual menjadi budak ke Mesir. Tidak ada orang yang ingin jadi budak. Kebebasan dirampas, harga diri diinjak. Bagi kebanyakan orang, itulah akhir dari harapan akan hidup yang indah. Tapi tidak buat Yusuf. Menjadi budak tidak masalah baginya. Di sana ia menunjukkan kualitas dirinya yang tangguh. Penyertaan Tuhan membuatnya berhasil dalam pekerjaannya sehingga ia pun mendapat promosi dari tuannya, Potifar. (Kejadian 39:2).
Kita tahu apa yang terjadi selanjutnya. Istri Potifar berusaha menggodanya, tapi Yusuf tidak menanggapinya, meski kesempatan sudah begitu terbuka di depan mata. "Tetapi Yusuf menolak dan berkata kepada isteri tuannya itu: "Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku, bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" (ay 8-9). Yusuf mau menjaga kepercayaan yang telah ia terima, tapi lebih dari itu ia tidak mau terjebak untuk melakukan kejahatan yang besar yang artinya berbuat dosa terhadap Allah. Ini kualitas luar biasa dalam diri Yusuf.
Apakah istri Potifar menyerah? Tidak. Ia terus berusaha membujuk Yusuf untuk menyetubuhinya. "Lalu perempuan itu memegang baju Yusuf sambil berkata: "Marilah tidur dengan aku." Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar." (ay 12). Yusuf memilih untuk lari keluar, menjauhi dosa. Tetapi akibat bajunya tertinggal di tangan istri Potifar ia pun kemudian difitnah. Kekesalan ditolak berkali-kali oleh Yusuf membuat wanita itu kesal dan menyimpan dendam. Sehingga Yusuf pun difitnah melakukan hal yang sebaliknya yaitu sebuah tuduhan atas usaha memperkosa dirinya. "dipanggilnyalah seisi rumah itu, lalu katanya kepada mereka: "Lihat, dibawanya ke mari seorang Ibrani, supaya orang ini dapat mempermainkan kita. Orang ini mendekati aku untuk tidur dengan aku, tetapi aku berteriak-teriak dengan suara keras. Dan ketika didengarnya bahwa aku berteriak sekeras-kerasnya, ditinggalkannyalah bajunya padaku, lalu ia lari ke luar." (ay 14-15). Dan kita tahu apa yang terjadi selanjutnya. Potifar kemudian memenjarakan Yusuf atas tuduhan perbuatan yang sebenarnya sama sekali tidak ia lakukan.
Sangat tidak adil bukan? Yusuf harus masuk penjara karena difitnah untuk menutupi rasa sakit hati istri majikannya. Tapi Yusuf rela mengalami itu. Ia memilih untuk menjaga kepercayaan dari tuannya terlebih ia mau tetap setia kepada Tuhan meski apa yang ditawarkan bisa sangat memuaskan daging dan tidak ada yang melihat. Bagi Yusuf itu adalah konsekuensi dari keputusannya bertahan pada kebenaran. Kalau itu harus ia alami, if that's the price I should pay, so be it. Tidak masalah. Yang penting ia tidak menggadaikan kesetiaannya pada Tuhan yang ia sembah. Bagi saya, kisah Yusuf ini selalu menginspirasi terutama saat bergumul dengan ketidakadilan karena memilih untuk mempertahankan integritas dan kesetiaan.
Hal seperti ini pun terkadang bisa menimpa kita. Ketika kita sudah berbuat baik, tetapi kita malah menderita karenanya. Maksud baik kita disalahartikan, bahkan dimanfaatkan untuk menghancurkan kita. Kita sering mendengar orang difitnah, bahkan dianiaya justru karena berbuat baik. Ini memang terjadi di dunia, terutama dengan sistem keadilan dunia yang masih subjektif. Tapi hendaklah kita ingat bahwa ada Tuhan di atas segalanya. Dia tahu apa yang benar, dan meski di dunia kita diperlakukan tidak adil tapi sebuah keadilan yang sebenarnya kelak akan kita terima dari Tuhan.
(bersambung)
======================
"Lalu perempuan itu memegang baju Yusuf sambil berkata: "Marilah tidur dengan aku." Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar."
Berbuat baik tapi disalah-artikan atau disalahkan? Kita bisa mengalami itu dalam hidup kita. Dijadikan kambing hitam, mendapat fitnah, ditipu, itu bisa saja terjadi. Akan lebih menyakitkan apabila itu terjadi saat kita sebenarnya sedang melakukan sesuatu yang baik dan benar. Ada teman saya yang harus rela meringkuk dalam penjara karena mendapat tuduhan yang sama sekali tidak ia lakukan. Dan prinsip hukum Indonesia masih cenderung tidak membela kebenaran, apalagi kalau korbannya orang kecil yang tidak bisa diperas. Ia seorang ibu dengan anak dua, usia sudah kepala empat. Ia didakwa melakukan sesuatu yang tidak terbukti, tapi tetap harus ikhlas masuk penjara.
Ia bercerita bahwa pada awalnya ia sempat merasa sangat kecewa. Kenapa Tuhan biarkan semua ini terjadi? Tapi ia tidak mau berlama-lama membiarkan dirinya dilanda rasa kecewa. Ia bertemu dengan banyak korban lainnya di dalam penjara dan justru disana ia belajar banyak soal pengampunan. Apa yang terjadi setelahnya? Setelah ia keluar, ia kemudian rutin mengunjungi teman-teman sependeritaan saat ia masih ditahan. Ia melayani disana, melatih mereka memainkan musik, memuji dan menyembah setiap minggu. "Sekarang saya tahu kenapa saya harus mengalami itu, dan saya tidak henti-hentinya berterimakasih kepada Tuhan atas kesempatan ini." katanya.
Mendapat perlakuan tidak adil itu menyedihkan, mengecewakan dan menyakitkan. Itu pasti. Tapi dari teman saya ini saya pun belajar bahwa perasaan-perasaan seperti itu sebenarnya terjadi karena kita belum tahu apa yang menjadi rencana Tuhan buat kita di depan sana. Kita mengalami rasa sakit karena masih menjalani sebagian atau fase dari sebuah rencana besar atau grand design Tuhan yang indah pada waktunya. Kita belum bisa melihat itu, sehingga saat bagian yang tidak enak atau tidak adil ini kita alami, kita merasakan kepedihan karena diperlakukan tidak adil, disalah artikan, difitnah, dikambinghitamkan dan sebagainya.
Pengalaman yang mirip seperti teman saya ini pernah terjadi ribuan tahun yang lalu seperti yang ditulis dalam Alkitab. Saya ingin menyambung kisah antara Yusuf dan istri Potifar kemarin dari sudut yang berbeda. Yusuf adalah orang yang disertai Tuhan. Penyertaan Tuhan atas hidupnya itu membuatnya terus berhasil meski dalam situasi sulit sekalipun. Bicara soal diperlakukan tak adil, Yusuf punya pengalaman banyak tentang itu. Bukan hanya satu, tapi ia berkali-kali mengalami dalam prosesnya menggenapi rencana Tuhan, beruntun pula. Tapi hebatnya, meski ia beranjak dari satu ketidakadilan kepada ketidakadilan yang lain, ia tetap menjalani hidup yang berintegritas tanpa tergoyahkan sedikitpun, dan itu membuat penyertaan Tuhan turun atasnya yang memungkinkannya terus mengalami keberhasilan-keberhasilan kecil yang kelak terakumulasi pada tergenapinya rencana Tuhan.
Setelah dibuang ke dalam sumur oleh kakak-kakaknya sendiri, ia dijual menjadi budak ke Mesir. Tidak ada orang yang ingin jadi budak. Kebebasan dirampas, harga diri diinjak. Bagi kebanyakan orang, itulah akhir dari harapan akan hidup yang indah. Tapi tidak buat Yusuf. Menjadi budak tidak masalah baginya. Di sana ia menunjukkan kualitas dirinya yang tangguh. Penyertaan Tuhan membuatnya berhasil dalam pekerjaannya sehingga ia pun mendapat promosi dari tuannya, Potifar. (Kejadian 39:2).
Kita tahu apa yang terjadi selanjutnya. Istri Potifar berusaha menggodanya, tapi Yusuf tidak menanggapinya, meski kesempatan sudah begitu terbuka di depan mata. "Tetapi Yusuf menolak dan berkata kepada isteri tuannya itu: "Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku, bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" (ay 8-9). Yusuf mau menjaga kepercayaan yang telah ia terima, tapi lebih dari itu ia tidak mau terjebak untuk melakukan kejahatan yang besar yang artinya berbuat dosa terhadap Allah. Ini kualitas luar biasa dalam diri Yusuf.
Apakah istri Potifar menyerah? Tidak. Ia terus berusaha membujuk Yusuf untuk menyetubuhinya. "Lalu perempuan itu memegang baju Yusuf sambil berkata: "Marilah tidur dengan aku." Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar." (ay 12). Yusuf memilih untuk lari keluar, menjauhi dosa. Tetapi akibat bajunya tertinggal di tangan istri Potifar ia pun kemudian difitnah. Kekesalan ditolak berkali-kali oleh Yusuf membuat wanita itu kesal dan menyimpan dendam. Sehingga Yusuf pun difitnah melakukan hal yang sebaliknya yaitu sebuah tuduhan atas usaha memperkosa dirinya. "dipanggilnyalah seisi rumah itu, lalu katanya kepada mereka: "Lihat, dibawanya ke mari seorang Ibrani, supaya orang ini dapat mempermainkan kita. Orang ini mendekati aku untuk tidur dengan aku, tetapi aku berteriak-teriak dengan suara keras. Dan ketika didengarnya bahwa aku berteriak sekeras-kerasnya, ditinggalkannyalah bajunya padaku, lalu ia lari ke luar." (ay 14-15). Dan kita tahu apa yang terjadi selanjutnya. Potifar kemudian memenjarakan Yusuf atas tuduhan perbuatan yang sebenarnya sama sekali tidak ia lakukan.
Sangat tidak adil bukan? Yusuf harus masuk penjara karena difitnah untuk menutupi rasa sakit hati istri majikannya. Tapi Yusuf rela mengalami itu. Ia memilih untuk menjaga kepercayaan dari tuannya terlebih ia mau tetap setia kepada Tuhan meski apa yang ditawarkan bisa sangat memuaskan daging dan tidak ada yang melihat. Bagi Yusuf itu adalah konsekuensi dari keputusannya bertahan pada kebenaran. Kalau itu harus ia alami, if that's the price I should pay, so be it. Tidak masalah. Yang penting ia tidak menggadaikan kesetiaannya pada Tuhan yang ia sembah. Bagi saya, kisah Yusuf ini selalu menginspirasi terutama saat bergumul dengan ketidakadilan karena memilih untuk mempertahankan integritas dan kesetiaan.
Hal seperti ini pun terkadang bisa menimpa kita. Ketika kita sudah berbuat baik, tetapi kita malah menderita karenanya. Maksud baik kita disalahartikan, bahkan dimanfaatkan untuk menghancurkan kita. Kita sering mendengar orang difitnah, bahkan dianiaya justru karena berbuat baik. Ini memang terjadi di dunia, terutama dengan sistem keadilan dunia yang masih subjektif. Tapi hendaklah kita ingat bahwa ada Tuhan di atas segalanya. Dia tahu apa yang benar, dan meski di dunia kita diperlakukan tidak adil tapi sebuah keadilan yang sebenarnya kelak akan kita terima dari Tuhan.
(bersambung)
Thursday, November 17, 2016
Menjaga Integritas Saat Tidak Ada yang Lihat (1)
(sambungan)
Saat kita sedang sendirian seperti Yusuf dan berhadapan dengan godaan yang bagi kedagingan kita mungkin terasa nikmat, apa yang akan kita lakukan? Apa yang akan kita perbuat ketika tidak ada satupun yang sedang mengawasi kita? Saat kita bekerja dan tidak ada atasan kita mengawasi, apakah kita akan tetap melakukan yang terbaik? Godaan akan selalu datang dalam hidup kita. Bahkan intensitasnya biasanya akan meningkat pada saat kita sedang sendirian. Tapi kita harus ingat bahwa biar bagaimanapun Tuhan tetap mengetahui segala sesuatu yang kita lakukan.
Berbagai bentuk penipuan, kebohongan, kejahatan dan dosa-dosa lainnya walaupun kita sembunyikan serapi apapun akan selalu terlihat jelas oleh Tuhan. Banyak orang berpikir bahwa mereka bisa menyembunyikannya dari Tuhan. Mereka akan sangat sibuk mencari cara dan menyiapkan dalih dengan sejuta alasan untuk menutupinya. Pemazmur menulis: "Ia berkata dalam hatinya: "Allah melupakannya; Ia menyembunyikan wajah-Nya, dan tidak akan melihatnya untuk seterusnya." (Mazmur 10:11). Tapi benarkah demikian? Tentu tidak. Lihatlah apa kata Tuhan dalam kitab Yesaya. "Celakalah orang yang menyembunyikan dalam-dalam rancangannya terhadap TUHAN, yang pekerjaan-pekerjaannya terjadi dalam gelap sambil berkata: "Siapakah yang melihat kita dan siapakah yang mengenal kita?" Betapa kamu memutarbalikkan segala sesuatu! Apakah tanah liat dapat dianggap sama seperti tukang periuk, sehingga apa yang dibuat dapat berkata tentang yang membuatnya: "Bukan dia yang membuat aku"; dan apa yang dibentuk berkata tentang yang membentuknya: "Ia tidak tahu apa-apa"? (Yesaya 29:15-16).
Tentu saja tidak sulit bagi kita untuk memahami bahwa Tuhan mengetahui segalanya, bahkan yang paling tersembunyi sekalipun. Firman Tuhan berkata "Sebab Aku mengamat-amati segala tingkah langkah mereka; semuanya itu tidak tersembunyi dari pandangan-Ku, dan kesalahan merekapun tidak terlindung di depan mata-Ku." (Yeremia 16:17). Tidak peduli sepintar apapun kita menutupi kejahatan yang kita lakukan, Tuhan akan tetap melihat seluruhnya, "Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap." (Markus 4:22).
Sangatlah keliru kalau kita berpikir bahwa itu hanyalah masalah bagi orang-orang diluar Kristus saja. Itu tidaklah benar. Karena kenyataannya ada banyak pula di antara orang percaya yang terjatuh dalam jerat dosa ketika mereka memiliki kesempatan untuk melakukan kecurangan dan berbagai kejahatan lainnya. Dan hal ini pun bahkan sudah terjadi sejak dahulu kala. Pikiran bahwa Tuhan tidak melihat kejahatan manusia pun bisa menimpa tua-tua Israel, orang-orang yang seharusnya menjadi teladan. (Yehezkiel 8:12).
Ada atau tidak yang melihat, ingatlah bahwa Tuhan tetap sanggup melihat semuanya itu secara jelas. Yusuf paham betul akan hal itu sehingga ia tidak terjebak untuk melakukan hal yang mengecewakan Tuhan meski kesempatan untuk itu ada, dan meski karena penolakan ia harus menerima konsekuensi yang tidak mengenakkan.
Kualitas diri kita seringkali bukan diukur ketika kita sedang berada di tengah-tengah orang lain, tetapi justru akan terukur jelas apabila kita sedang sendirian. Sudahkah kita menjadi orang-orang yang bisa dipercaya sepenuhnya, baik oleh sesama kita maupun oleh Tuhan? Mampukah kita menjaga kesetiaan, kejujuran dan kepercayaan, menjaga kinerja kita dalam bekerja sama baiknya ketika sendirian dengan ketika sedang diperhatikan? Apakah kita tetap menjaga kesucian kita saat tidak ada yang melihat? Ingatlah apa yang dilakukan Yusuf ketika ada godaan datang pada saat anda tengah sendirian. Jangan tergoda dan teruslah berpegang teguh pada Tuhan.
Mari kita uji karakter dan sikap hidup kita hari ini, apakah kita sudah bisa dipercaya atau belum. Jika belum, segeralah berhenti melakukannya, karena Tuhan akan selalu melihat segala perbuatan kita, bahkan yang paling tersembunyi dan paling rapi sekalipun.
"Integrity is doing the right thing, even when no one is watching" - C.S. Lewis
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saat kita sedang sendirian seperti Yusuf dan berhadapan dengan godaan yang bagi kedagingan kita mungkin terasa nikmat, apa yang akan kita lakukan? Apa yang akan kita perbuat ketika tidak ada satupun yang sedang mengawasi kita? Saat kita bekerja dan tidak ada atasan kita mengawasi, apakah kita akan tetap melakukan yang terbaik? Godaan akan selalu datang dalam hidup kita. Bahkan intensitasnya biasanya akan meningkat pada saat kita sedang sendirian. Tapi kita harus ingat bahwa biar bagaimanapun Tuhan tetap mengetahui segala sesuatu yang kita lakukan.
Berbagai bentuk penipuan, kebohongan, kejahatan dan dosa-dosa lainnya walaupun kita sembunyikan serapi apapun akan selalu terlihat jelas oleh Tuhan. Banyak orang berpikir bahwa mereka bisa menyembunyikannya dari Tuhan. Mereka akan sangat sibuk mencari cara dan menyiapkan dalih dengan sejuta alasan untuk menutupinya. Pemazmur menulis: "Ia berkata dalam hatinya: "Allah melupakannya; Ia menyembunyikan wajah-Nya, dan tidak akan melihatnya untuk seterusnya." (Mazmur 10:11). Tapi benarkah demikian? Tentu tidak. Lihatlah apa kata Tuhan dalam kitab Yesaya. "Celakalah orang yang menyembunyikan dalam-dalam rancangannya terhadap TUHAN, yang pekerjaan-pekerjaannya terjadi dalam gelap sambil berkata: "Siapakah yang melihat kita dan siapakah yang mengenal kita?" Betapa kamu memutarbalikkan segala sesuatu! Apakah tanah liat dapat dianggap sama seperti tukang periuk, sehingga apa yang dibuat dapat berkata tentang yang membuatnya: "Bukan dia yang membuat aku"; dan apa yang dibentuk berkata tentang yang membentuknya: "Ia tidak tahu apa-apa"? (Yesaya 29:15-16).
Tentu saja tidak sulit bagi kita untuk memahami bahwa Tuhan mengetahui segalanya, bahkan yang paling tersembunyi sekalipun. Firman Tuhan berkata "Sebab Aku mengamat-amati segala tingkah langkah mereka; semuanya itu tidak tersembunyi dari pandangan-Ku, dan kesalahan merekapun tidak terlindung di depan mata-Ku." (Yeremia 16:17). Tidak peduli sepintar apapun kita menutupi kejahatan yang kita lakukan, Tuhan akan tetap melihat seluruhnya, "Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap." (Markus 4:22).
Sangatlah keliru kalau kita berpikir bahwa itu hanyalah masalah bagi orang-orang diluar Kristus saja. Itu tidaklah benar. Karena kenyataannya ada banyak pula di antara orang percaya yang terjatuh dalam jerat dosa ketika mereka memiliki kesempatan untuk melakukan kecurangan dan berbagai kejahatan lainnya. Dan hal ini pun bahkan sudah terjadi sejak dahulu kala. Pikiran bahwa Tuhan tidak melihat kejahatan manusia pun bisa menimpa tua-tua Israel, orang-orang yang seharusnya menjadi teladan. (Yehezkiel 8:12).
Ada atau tidak yang melihat, ingatlah bahwa Tuhan tetap sanggup melihat semuanya itu secara jelas. Yusuf paham betul akan hal itu sehingga ia tidak terjebak untuk melakukan hal yang mengecewakan Tuhan meski kesempatan untuk itu ada, dan meski karena penolakan ia harus menerima konsekuensi yang tidak mengenakkan.
Kualitas diri kita seringkali bukan diukur ketika kita sedang berada di tengah-tengah orang lain, tetapi justru akan terukur jelas apabila kita sedang sendirian. Sudahkah kita menjadi orang-orang yang bisa dipercaya sepenuhnya, baik oleh sesama kita maupun oleh Tuhan? Mampukah kita menjaga kesetiaan, kejujuran dan kepercayaan, menjaga kinerja kita dalam bekerja sama baiknya ketika sendirian dengan ketika sedang diperhatikan? Apakah kita tetap menjaga kesucian kita saat tidak ada yang melihat? Ingatlah apa yang dilakukan Yusuf ketika ada godaan datang pada saat anda tengah sendirian. Jangan tergoda dan teruslah berpegang teguh pada Tuhan.
Mari kita uji karakter dan sikap hidup kita hari ini, apakah kita sudah bisa dipercaya atau belum. Jika belum, segeralah berhenti melakukannya, karena Tuhan akan selalu melihat segala perbuatan kita, bahkan yang paling tersembunyi dan paling rapi sekalipun.
"Integrity is doing the right thing, even when no one is watching" - C.S. Lewis
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, November 16, 2016
Menjaga Integritas Saat Tidak Ada yang Lihat (1)
Ayat bacaan: Kejadian 39:9
=======================
"..Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?"
Semakin hari semakin sulit saja mencari orang yang benar-benar bisa dipercaya. Kalau diawasi kerjanya mungkin benar, tapi kalau sedang tidak ada yang lihat, mereka bisa melakukan banyak hal buruk yang tentunya merugikan kita atau lembaga/kantor/perusahaan dan lain-lain dimana mereka bekerja. Ditutup satu celah, mereka ketemu dua celah. Ditutup dua celah, mereka mendapat empat celah lainnya untuk melakukan kecurangan. Teman saya yang membuka usaha makanan di sebuah mall mengeluhkan susahnya mencari pegawai jujur. Sudah beberapa kali gonta-ganti, tetap saja ia susah mendapatkan orang seperti ini. Suatu kali saya makan di sebuah food court di mall, ketika dihidangkan nasinya minta ampun parahnya. Berwarna hitam dan berbau tidak enak. Saya kemudian mengontak sang pemilik dan beliau terkejut ketika melihat foto nasi yang dihidangkan pegawainya. Bayangkan, beras dengan kualitas layak untuk jualan mereka jual, dan sebagai gantinya beras yang kualitasnya sangat buruk dihidangkan kepada pembeli. Bukan main pintarnya mereka.
Di lembaga pemerintahan kita melihat banyaknya jagoan korupsi yang tentunya berharap tidak ketahuan. Di depan rakyat mereka seperti orang bersih, tapi ternyata di belakang layar kelakuannya merugikan negara dan masyarakat yang hidup di dalamnya. Ada lembaga-lembaga pengawasan yang kemudian menangkapi maling-maling berdasi ini, tapi seperti tikus mereka terus bisa mencari lubang baru. Dan lembaga pengawasnya, mudah-mudahan bersih. Dan mudah-mudahan, kita juga tidak ikut-ikutan melakukan kecurangan. Bukan cuma kecurangan sebenarnya, tapi juga kebohongan, melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan Firman Tuhan dengan sembunyi-sembunyi. Di depan orang terlihat benar, tapi saat tidak ada yang melihat maka perbuatan-perbuatan buruk dilakukan. Semoga kita tidak termasuk di dalamnya, minimal sedang berusaha keras untuk punya integritas hidup yang benar, baik saat ada yang melihat maupun tidak.
Banyak orang yang merasa lebih penting menjaga image di depan manusia ketimbang Tuhan. Lebih takut hukuman di dunia ketimbang hukuman yang kekal kelak menimpa mereka yang melakukan tindakan-tindakan yang buruk. Segala bentuk penipuan atau kejahatan rasanya akan aman apabila tidak ada orang yang melihat, lupa bahwa mata Tuhan tidak akan bisa dikelabuhi. Tidak ada satu tempat pun yang tersembunyi bagi Tuhan. Tapi berapa banyak dari kita yang sadar akan hal itu? Itulah sebabnya saya menyimpulkan bahwa ujian kejujuran sebagai bagian dari integritas yang sebenarnya dari siapa diri kita akan tampak ketika kita sedang sendirian.
Akan hal ini, Yusuf bisa jadi contoh yang sangat baik. Setelah dibuang ke sumur, Yusuf kemudian dibeli dalam status sebagai budak dan dibawa ke Mesir. Kinerja Yusuf ternyata sangat baik, dan Alkitab mengatakan dengan jelas itu karena Tuhan terus menyertai dia (Kejadian 39:2-3). Melihat work ethic and performance Yusuf, Potifar pun kemudian mengangkatnya menjadi pelayan pribadi yang diperbolehkan keluar masuk secara bebas ke dalam rumah sang majikan. Kepada Yusuf diberikan kekuasaan atas rumah dan harta benda miliknya (ay 4). Tentu saja itu menunjukkan bahwa Yusuf dianggap mampu dipercaya lebih dari para bawahan lainnya.
Kinerjanya yang sangat baik ternyata bukan cuma menarik perhatian Potifar, tapi juga istrinya. Istri Potifar kemudian menaruh minat terhadap Yusuf. Apalagi segala kualitas Yusuf itu didukung pula oleh sikap yang manis dan tampan. (ay 6). Inilah yang terjadi selanjutnya. "Selang beberapa waktu isteri tuannya memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya: "Marilah tidur dengan aku." (ay 7).
Adalah sebuah fakta bahwa pada saat itu Yusuf sedang sendirian bersama istri tuannya di rumah. Itu artinya tidak ada yang melihatnya. Tidak Potifar, tidak juga pekerja lainnya. Tentu akan sangat mudah melakukan itu, apalagi kesempatan sudah terbuka lebar. Tidur bersama seorang wanita, bukankah itu sangat mumpuni untuk memuaskan keinginan daging? Sebagai seorang laki-laki normal, bukankah itu sebuah tawaran yang sangat menggoda? Bayangkan, kalau Yusuf melakukannya, ia bisa dapat kesempatan untuk dilimpahi kemewahan oleh istri Potifar yang kaya. Ada banyak yang bisa ia dapatkan.
Tapi apakah itu yang dilakukan oleh Yusuf? Sama sekali tidak. Ia dengan tegas menolak. Bahkan ketika wanita itu berulang kali merayu, Yusuf tidak bergeming dan memilih untuk menjauh darinya.
Kenapa Yusuf menolak? Saya rasa ada dua alasan yang mendasari keputusannya untuk menolak kenikmatan daging dan potensi untuk memperoleh bnayak keuntungan. Pertama, Yusuf mau memegang teguh kepercayaan yang telah diberikan tuannya Potifar terhadap dirinya. Kepercayaan haruslah dipertanggungjawabkan dengan benar.Dan tidur bersama istri majikan, itu tentu sangat-sangat melanggar kepercayaan yang ia pegang. Lantas alasan kedua dan yang paling penting, Yusuf tahu bahwa biar bagaimanapun Tuhan akan melihat segala sesuatu yang dilakukannya. Meski ketika ia sendirian, meski ketika tidak ada satupun manusia yang melihat, Yusuf tahu bahwa tidak satupun yang tersembunyi bagi Tuhan. Dan alasan yang ada di benak Yusuf ini dicatat dalam Alkitab. Ia berkata: "Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" (Kejadian 39:9).
Kita tahu konsekuensi yang harus ditanggung Yusuf akibat menolak. Ia kemudian difitnah oleh istri Potifar yang sakit hati karena ditolak dan dijebloskan ke penjara. Bukannya menjadi baik, tapi malah tampaknya memburuk. Bukankah meringkuk di penjara yang pengap, kotor dan lembab lebih buruk ketimbang jadi budak kepercayaan di rumah tuannya? Tapi Yusuf mengambil keputusan untuk taat sepenuhnya. Alkitab tidak mencatat adanya kekecewaan dan keluhan dari Yusuf. Justru yang terjadi, Tuhan tetap menyertainya sehingga dalam kondisi seperti itu sekalipun Yusuf tetap dikatakan mengalami keberhasilan demi keberhasilan. Dan kita tahu apa yang akhirnya terjadi. Yusuf menjadi orang terkuat kedua di seantero Mesir, dan ia sukses mengatasi bencana kelaparan, menjadi terang dimana ia ditempatkan.
(bersambung)
=======================
"..Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?"
Semakin hari semakin sulit saja mencari orang yang benar-benar bisa dipercaya. Kalau diawasi kerjanya mungkin benar, tapi kalau sedang tidak ada yang lihat, mereka bisa melakukan banyak hal buruk yang tentunya merugikan kita atau lembaga/kantor/perusahaan dan lain-lain dimana mereka bekerja. Ditutup satu celah, mereka ketemu dua celah. Ditutup dua celah, mereka mendapat empat celah lainnya untuk melakukan kecurangan. Teman saya yang membuka usaha makanan di sebuah mall mengeluhkan susahnya mencari pegawai jujur. Sudah beberapa kali gonta-ganti, tetap saja ia susah mendapatkan orang seperti ini. Suatu kali saya makan di sebuah food court di mall, ketika dihidangkan nasinya minta ampun parahnya. Berwarna hitam dan berbau tidak enak. Saya kemudian mengontak sang pemilik dan beliau terkejut ketika melihat foto nasi yang dihidangkan pegawainya. Bayangkan, beras dengan kualitas layak untuk jualan mereka jual, dan sebagai gantinya beras yang kualitasnya sangat buruk dihidangkan kepada pembeli. Bukan main pintarnya mereka.
Di lembaga pemerintahan kita melihat banyaknya jagoan korupsi yang tentunya berharap tidak ketahuan. Di depan rakyat mereka seperti orang bersih, tapi ternyata di belakang layar kelakuannya merugikan negara dan masyarakat yang hidup di dalamnya. Ada lembaga-lembaga pengawasan yang kemudian menangkapi maling-maling berdasi ini, tapi seperti tikus mereka terus bisa mencari lubang baru. Dan lembaga pengawasnya, mudah-mudahan bersih. Dan mudah-mudahan, kita juga tidak ikut-ikutan melakukan kecurangan. Bukan cuma kecurangan sebenarnya, tapi juga kebohongan, melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan Firman Tuhan dengan sembunyi-sembunyi. Di depan orang terlihat benar, tapi saat tidak ada yang melihat maka perbuatan-perbuatan buruk dilakukan. Semoga kita tidak termasuk di dalamnya, minimal sedang berusaha keras untuk punya integritas hidup yang benar, baik saat ada yang melihat maupun tidak.
Banyak orang yang merasa lebih penting menjaga image di depan manusia ketimbang Tuhan. Lebih takut hukuman di dunia ketimbang hukuman yang kekal kelak menimpa mereka yang melakukan tindakan-tindakan yang buruk. Segala bentuk penipuan atau kejahatan rasanya akan aman apabila tidak ada orang yang melihat, lupa bahwa mata Tuhan tidak akan bisa dikelabuhi. Tidak ada satu tempat pun yang tersembunyi bagi Tuhan. Tapi berapa banyak dari kita yang sadar akan hal itu? Itulah sebabnya saya menyimpulkan bahwa ujian kejujuran sebagai bagian dari integritas yang sebenarnya dari siapa diri kita akan tampak ketika kita sedang sendirian.
Akan hal ini, Yusuf bisa jadi contoh yang sangat baik. Setelah dibuang ke sumur, Yusuf kemudian dibeli dalam status sebagai budak dan dibawa ke Mesir. Kinerja Yusuf ternyata sangat baik, dan Alkitab mengatakan dengan jelas itu karena Tuhan terus menyertai dia (Kejadian 39:2-3). Melihat work ethic and performance Yusuf, Potifar pun kemudian mengangkatnya menjadi pelayan pribadi yang diperbolehkan keluar masuk secara bebas ke dalam rumah sang majikan. Kepada Yusuf diberikan kekuasaan atas rumah dan harta benda miliknya (ay 4). Tentu saja itu menunjukkan bahwa Yusuf dianggap mampu dipercaya lebih dari para bawahan lainnya.
Kinerjanya yang sangat baik ternyata bukan cuma menarik perhatian Potifar, tapi juga istrinya. Istri Potifar kemudian menaruh minat terhadap Yusuf. Apalagi segala kualitas Yusuf itu didukung pula oleh sikap yang manis dan tampan. (ay 6). Inilah yang terjadi selanjutnya. "Selang beberapa waktu isteri tuannya memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya: "Marilah tidur dengan aku." (ay 7).
Adalah sebuah fakta bahwa pada saat itu Yusuf sedang sendirian bersama istri tuannya di rumah. Itu artinya tidak ada yang melihatnya. Tidak Potifar, tidak juga pekerja lainnya. Tentu akan sangat mudah melakukan itu, apalagi kesempatan sudah terbuka lebar. Tidur bersama seorang wanita, bukankah itu sangat mumpuni untuk memuaskan keinginan daging? Sebagai seorang laki-laki normal, bukankah itu sebuah tawaran yang sangat menggoda? Bayangkan, kalau Yusuf melakukannya, ia bisa dapat kesempatan untuk dilimpahi kemewahan oleh istri Potifar yang kaya. Ada banyak yang bisa ia dapatkan.
Tapi apakah itu yang dilakukan oleh Yusuf? Sama sekali tidak. Ia dengan tegas menolak. Bahkan ketika wanita itu berulang kali merayu, Yusuf tidak bergeming dan memilih untuk menjauh darinya.
Kenapa Yusuf menolak? Saya rasa ada dua alasan yang mendasari keputusannya untuk menolak kenikmatan daging dan potensi untuk memperoleh bnayak keuntungan. Pertama, Yusuf mau memegang teguh kepercayaan yang telah diberikan tuannya Potifar terhadap dirinya. Kepercayaan haruslah dipertanggungjawabkan dengan benar.Dan tidur bersama istri majikan, itu tentu sangat-sangat melanggar kepercayaan yang ia pegang. Lantas alasan kedua dan yang paling penting, Yusuf tahu bahwa biar bagaimanapun Tuhan akan melihat segala sesuatu yang dilakukannya. Meski ketika ia sendirian, meski ketika tidak ada satupun manusia yang melihat, Yusuf tahu bahwa tidak satupun yang tersembunyi bagi Tuhan. Dan alasan yang ada di benak Yusuf ini dicatat dalam Alkitab. Ia berkata: "Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" (Kejadian 39:9).
Kita tahu konsekuensi yang harus ditanggung Yusuf akibat menolak. Ia kemudian difitnah oleh istri Potifar yang sakit hati karena ditolak dan dijebloskan ke penjara. Bukannya menjadi baik, tapi malah tampaknya memburuk. Bukankah meringkuk di penjara yang pengap, kotor dan lembab lebih buruk ketimbang jadi budak kepercayaan di rumah tuannya? Tapi Yusuf mengambil keputusan untuk taat sepenuhnya. Alkitab tidak mencatat adanya kekecewaan dan keluhan dari Yusuf. Justru yang terjadi, Tuhan tetap menyertainya sehingga dalam kondisi seperti itu sekalipun Yusuf tetap dikatakan mengalami keberhasilan demi keberhasilan. Dan kita tahu apa yang akhirnya terjadi. Yusuf menjadi orang terkuat kedua di seantero Mesir, dan ia sukses mengatasi bencana kelaparan, menjadi terang dimana ia ditempatkan.
(bersambung)
Tuesday, November 15, 2016
Hakekatnya Bekerja
Ayat bacaan: Kolose 3:23
================
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."
Untuk apa kita bekerja? Jika ini yang ditanyakan pada anda, apa yang menjadi jawaban anda? Saya yakin jawaban akan beragam. Yang terbanyak mungkin jawaban bahwa bekerja itu agar bisa mencukupi kebutuhan. Kita butuh makan, pakaian, rumah, kendaraan, bayar rekening, beli ini dan itu, jadi ya harus bekerja supaya semua terpenuhi. Ada yang karena tuntutan orang tua. Agar tidak digunjingkan orang. Ada juga yang hanya ikut-ikutan. Karena semua orang bekerja, jadi saya pun harus bekerja. Ada juga yang aneh-aneh, yaitu harus punya profesi tertentu seperti misalnya pegawai negeri supaya diijinkan orang tua sang calon untuk menikahi anaknya. Atau yang tidak kalah anehnya, bekerja supaya tidak bosan saja di rumah. Ada banyak lagi jawaban yang bisa diperoleh. Ada yang pekerjaannya baik dan halal, Ada yang berani melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak baik karena hanya berpikir untuk memenuhi kebutuhan di dunia yang fana saja.
Tapi pertanyaannya, seberapa banyak orang yang melihat pekerjaannya dari sisi kerohanian? Bekerja sebagai bentuk menjalankan panggilan, sebagai sarana untuk menjadi terang dan garam, berkat bagi orang lain, sebagai tempat melatih karakter yang berintegritas, mengaplikasikan prinsip-prinsip kebenaran Kerajaan Allah, dan menjalankan pekerjaan untuk kemuliaan Tuhan? Apakah kita sadar bahwa pekerjaan yang kita lakukan hari ini adalah tempat dimana kita menerapkan nilai-nilai kebenaran Firman Tuhan di dalamnya? Hari ini mari kita lihat apa yang sebenarnya menjadi hakekat bekerja itu menurut prinsip Tuhan.
Ada sebuah kutipan dari perkataan Martin Luther King, Jr yang sangat menginspirasi akan hal ini. "If a man is called to be a street sweeper, he should sweep streets even as Michelangelo painted, or Beethoven composed music, or Shakespeare wrote poetry. He should sweep streets so well that all the hosts of heaven and earth will pause to say, here lived a great street sweeper who did his job well." Martin Luther King, Jr mengatakan bahwa jika seseorang memang dipanggil untuk menyapu jalan, mereka seharusnya bersyukur untuk itu dan mengerjakan sebaik-baiknya, sebaik dan seindah Michaelangelo melukis atau Beethoven mengkomposisi karyanya. Apa yang dikatakan Martin Luther King Jr ini mengingatkan kita agar tidak menilai besar kecilnya pekerjaan terlalu sempit seperti bagaimana manusia memandang, lalu bisa menghargai pekerjaan itu dengan penuh rasa syukur. "Masterpiece apa yang bisa diharapkan dari pekerjaan saya yang tidak ada apa-apanya ini?" Itu menjadi pikiran banyak orang, padahal jangan salah, saat anda melakukan pekerjaan dengan melibatkan sepenuh hati, maka sesuatu dengan nilai seni tinggi yang indah pun bisa tumbuh dan terasa disana.
Sebuah pekerjaan sekecil apapun bisa menjadi sangat baik dan sangat indah kalau dilakukan dengan sepenuh hati, dengan serius. Melakukannya bukan seperti untuk manusia tapi seperti untuk Tuhan. Dan itulah yang sesungguhnya sudah diingatkan sejak lama kepada kita semua. Ayatnya berbunyi: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Ini adalah sebuah ayat yang sebenarnya tidak asing lagi bagi kita tapi sepertinya sangat jarang untuk diterapkan.
Pekerjaan apapun, selama pekerjaan itu baik dan benar, lakukanlah sungguh-sungguh seperti melakukannya untuk Tuhan. Tuhan sanggup memberkati pekerjaan anda dan memberi kelimpahan jika Dia berkenan atas usaha anda. Itu adalah sesuatu yang sifatnya pasti. Pekerjaan yang dianggap rendah sekalipun oleh manusia, akan berharga sangat tinggi untuk Tuhan, jika kita melakukannya untuk Tuhan, atas kasih dan rasa syukur kita pada penyertaanNya dalam hidup kita, dalam namaNya. Kita lihat ayat sebelum ayat bacaan hari ini: "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan." (Kolose 3:22) Memang apa yang dinyatakan Paulus ditujukan untuk hamba-hamba mengenai ketaatan akan tuan mereka, namun apa yang dinyatakan sudah sepantasnya berlaku bagi setiap profesi atau pekerjaan. Semua itu akan sangat berarti di hadapanNya, dan merupakan persembahan yang harum jika kita mempersembahkannya untuk Tuhan.
Segala sesuatu yang kita kerjakan adalah baik jika kita lakukan untuk memuliakan Tuhan. "Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah." (1 Korintus 10:31). Lalu kita juga harus melakukan pekerjaan dengan kasih. "Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!"(1 korintus 16:14). Dan tentu saja, lakukanlah perkerjaan kita dalam nama Yesus disertai ucapan syukur. "Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita."(Kolose 3:17).
Ingatlah bahwa pekerjaan sekecil apapun yang kita peroleh merupakan pemberian yang baik dan sempurna dari Allah. "Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran." (Yakobus 1:17). Dan karenanya itu pantas kita syukuri. Tidak ada cara yang lebih indah untuk berterimakasih atas pemberianNya dengan bekerja sungguh-sungguh sebaik mungkin dan memuliakanNya di atas segalanya, dengan senantiasa dipenuhi ucapan syukur dalam nama Kristus. Selain itu, lewat cara dan etos kerja kita pula-lah kita bisa mengenalkan Yesus kepada teman-teman yang belum mengenalNya, seperti yang digambarkan pada ayat berikut: "Dan anggaplah sebagai suatu kehormatan untuk hidup tenang, untuk mengurus persoalan-persoalan sendiri dan bekerja dengan tangan, seperti yang telah kami pesankan kepadamu, sehingga kamu hidup sebagai orang-orang yang sopan di mata orang luar dan tidak bergantung pada mereka." (1 Tesalonika 4:11-12).
Semua pekerjaan yang baik dan benar merupakan berkat luar biasa dari Tuhan, tidak perduli kecil atau besar. Berdasarkan pengalaman saya pribadi, saat kita melakukan pekerjaan kepada Tuhan, kita tidak akan mudah kecewa meski tidak mendapat penghargaan yang layak sekalipun atas hasil jerih payah kita. Manusia bisa mengecewakan, kalau kita gantungkan pekerjaan kita untuk mengharapkan pujian atau penghargaan dari manusia, maka kebahagiaan kita akan digantungkan pada sesuatu yang sangat lemah. Saat anda melakukannya untuk Tuhan, apapun yang dikatakan orang tidak akan mudah mempengaruhi diri anda karena anda tahu pasti bahwa Tuhan menghargai yang anda kerjakan dengan sangat tinggi.
Kecil, besar, itu relatif. Apapun yang dipercayakan Tuhan, kerjakan dengan sepenuh hati dan sebaik-baiknya. Dan ketahuilah, ketika kita bisa mempertanggungjawabkan tugas kecil, maka Tuhan akan mempercayakan tugas-tugas yang lebih besar lagi.
"It's the quality of our work which will please God and not the quantity" - Mahatma Gandhi
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
================
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."
Untuk apa kita bekerja? Jika ini yang ditanyakan pada anda, apa yang menjadi jawaban anda? Saya yakin jawaban akan beragam. Yang terbanyak mungkin jawaban bahwa bekerja itu agar bisa mencukupi kebutuhan. Kita butuh makan, pakaian, rumah, kendaraan, bayar rekening, beli ini dan itu, jadi ya harus bekerja supaya semua terpenuhi. Ada yang karena tuntutan orang tua. Agar tidak digunjingkan orang. Ada juga yang hanya ikut-ikutan. Karena semua orang bekerja, jadi saya pun harus bekerja. Ada juga yang aneh-aneh, yaitu harus punya profesi tertentu seperti misalnya pegawai negeri supaya diijinkan orang tua sang calon untuk menikahi anaknya. Atau yang tidak kalah anehnya, bekerja supaya tidak bosan saja di rumah. Ada banyak lagi jawaban yang bisa diperoleh. Ada yang pekerjaannya baik dan halal, Ada yang berani melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak baik karena hanya berpikir untuk memenuhi kebutuhan di dunia yang fana saja.
Tapi pertanyaannya, seberapa banyak orang yang melihat pekerjaannya dari sisi kerohanian? Bekerja sebagai bentuk menjalankan panggilan, sebagai sarana untuk menjadi terang dan garam, berkat bagi orang lain, sebagai tempat melatih karakter yang berintegritas, mengaplikasikan prinsip-prinsip kebenaran Kerajaan Allah, dan menjalankan pekerjaan untuk kemuliaan Tuhan? Apakah kita sadar bahwa pekerjaan yang kita lakukan hari ini adalah tempat dimana kita menerapkan nilai-nilai kebenaran Firman Tuhan di dalamnya? Hari ini mari kita lihat apa yang sebenarnya menjadi hakekat bekerja itu menurut prinsip Tuhan.
Ada sebuah kutipan dari perkataan Martin Luther King, Jr yang sangat menginspirasi akan hal ini. "If a man is called to be a street sweeper, he should sweep streets even as Michelangelo painted, or Beethoven composed music, or Shakespeare wrote poetry. He should sweep streets so well that all the hosts of heaven and earth will pause to say, here lived a great street sweeper who did his job well." Martin Luther King, Jr mengatakan bahwa jika seseorang memang dipanggil untuk menyapu jalan, mereka seharusnya bersyukur untuk itu dan mengerjakan sebaik-baiknya, sebaik dan seindah Michaelangelo melukis atau Beethoven mengkomposisi karyanya. Apa yang dikatakan Martin Luther King Jr ini mengingatkan kita agar tidak menilai besar kecilnya pekerjaan terlalu sempit seperti bagaimana manusia memandang, lalu bisa menghargai pekerjaan itu dengan penuh rasa syukur. "Masterpiece apa yang bisa diharapkan dari pekerjaan saya yang tidak ada apa-apanya ini?" Itu menjadi pikiran banyak orang, padahal jangan salah, saat anda melakukan pekerjaan dengan melibatkan sepenuh hati, maka sesuatu dengan nilai seni tinggi yang indah pun bisa tumbuh dan terasa disana.
Sebuah pekerjaan sekecil apapun bisa menjadi sangat baik dan sangat indah kalau dilakukan dengan sepenuh hati, dengan serius. Melakukannya bukan seperti untuk manusia tapi seperti untuk Tuhan. Dan itulah yang sesungguhnya sudah diingatkan sejak lama kepada kita semua. Ayatnya berbunyi: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Ini adalah sebuah ayat yang sebenarnya tidak asing lagi bagi kita tapi sepertinya sangat jarang untuk diterapkan.
Pekerjaan apapun, selama pekerjaan itu baik dan benar, lakukanlah sungguh-sungguh seperti melakukannya untuk Tuhan. Tuhan sanggup memberkati pekerjaan anda dan memberi kelimpahan jika Dia berkenan atas usaha anda. Itu adalah sesuatu yang sifatnya pasti. Pekerjaan yang dianggap rendah sekalipun oleh manusia, akan berharga sangat tinggi untuk Tuhan, jika kita melakukannya untuk Tuhan, atas kasih dan rasa syukur kita pada penyertaanNya dalam hidup kita, dalam namaNya. Kita lihat ayat sebelum ayat bacaan hari ini: "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan." (Kolose 3:22) Memang apa yang dinyatakan Paulus ditujukan untuk hamba-hamba mengenai ketaatan akan tuan mereka, namun apa yang dinyatakan sudah sepantasnya berlaku bagi setiap profesi atau pekerjaan. Semua itu akan sangat berarti di hadapanNya, dan merupakan persembahan yang harum jika kita mempersembahkannya untuk Tuhan.
Segala sesuatu yang kita kerjakan adalah baik jika kita lakukan untuk memuliakan Tuhan. "Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah." (1 Korintus 10:31). Lalu kita juga harus melakukan pekerjaan dengan kasih. "Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!"(1 korintus 16:14). Dan tentu saja, lakukanlah perkerjaan kita dalam nama Yesus disertai ucapan syukur. "Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita."(Kolose 3:17).
Ingatlah bahwa pekerjaan sekecil apapun yang kita peroleh merupakan pemberian yang baik dan sempurna dari Allah. "Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran." (Yakobus 1:17). Dan karenanya itu pantas kita syukuri. Tidak ada cara yang lebih indah untuk berterimakasih atas pemberianNya dengan bekerja sungguh-sungguh sebaik mungkin dan memuliakanNya di atas segalanya, dengan senantiasa dipenuhi ucapan syukur dalam nama Kristus. Selain itu, lewat cara dan etos kerja kita pula-lah kita bisa mengenalkan Yesus kepada teman-teman yang belum mengenalNya, seperti yang digambarkan pada ayat berikut: "Dan anggaplah sebagai suatu kehormatan untuk hidup tenang, untuk mengurus persoalan-persoalan sendiri dan bekerja dengan tangan, seperti yang telah kami pesankan kepadamu, sehingga kamu hidup sebagai orang-orang yang sopan di mata orang luar dan tidak bergantung pada mereka." (1 Tesalonika 4:11-12).
Semua pekerjaan yang baik dan benar merupakan berkat luar biasa dari Tuhan, tidak perduli kecil atau besar. Berdasarkan pengalaman saya pribadi, saat kita melakukan pekerjaan kepada Tuhan, kita tidak akan mudah kecewa meski tidak mendapat penghargaan yang layak sekalipun atas hasil jerih payah kita. Manusia bisa mengecewakan, kalau kita gantungkan pekerjaan kita untuk mengharapkan pujian atau penghargaan dari manusia, maka kebahagiaan kita akan digantungkan pada sesuatu yang sangat lemah. Saat anda melakukannya untuk Tuhan, apapun yang dikatakan orang tidak akan mudah mempengaruhi diri anda karena anda tahu pasti bahwa Tuhan menghargai yang anda kerjakan dengan sangat tinggi.
Kecil, besar, itu relatif. Apapun yang dipercayakan Tuhan, kerjakan dengan sepenuh hati dan sebaik-baiknya. Dan ketahuilah, ketika kita bisa mempertanggungjawabkan tugas kecil, maka Tuhan akan mempercayakan tugas-tugas yang lebih besar lagi.
"It's the quality of our work which will please God and not the quantity" - Mahatma Gandhi
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, November 14, 2016
Lebah yang Malang (2)
(sambungan)
Ketahuilah bahwa Tuhan akan selalu ada beserta umatNya, bahkan dalam kegelapan yang tergelap sekalipun. Daud merupakan orang yang mengalami banyak pergumulan hidup sejak masa kecilnya. Hidupnya tidak mudah, tapi lihatlah bagaimana keteguhan hatinya untuk percaya kepada penyertaan Tuhan. "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:4). Daud tahu persis bahwa meski dalam kondisi yang paling parah sekalipun ia tidak perlu takut, sebab ada penyertaan Tuhan yang siap memberikan pertolongan. Tidak ada satupun masalah yang terlalu sulit bagi Tuhan. Daud tahu itu dan ia pun mengisi pikirannya dengan kesadaran penuh akan hal ini. Itulah yang menghiburnya untuk menghadapi masalah demi masalah dalam hidupnya.
Daripada fokus kepada masalah, yang seringkali tidak membawa keuntungan apapun bagi kita malah akan memberatkan langkah kita lebih dan lebih lagi, daripada panik mencari solusi dari cara-cara duniawi yang seringkali menyesatkan, mengapa tidak melakukan perubahan dengan memandang ke atas dan mengandalkan Tuhan, yang jauh lebih berkuasa dari apapun juga?
Tuhan tidak menginginkan kita menjadi lebah yang malang, yang harus binasa dalam perangkap masalah karena gagal dan keliru melihat jalan keluar. Dengan penyertaannya, kita dijanjikan seperti ini: "tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." (Yesaya 40:31).
Firman Tuhan juga berkata: "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7). Seperti apa diberkatinya? Firman Tuhan bilang: "Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah." (ay 8). Firman yang tepat sama pun hadir lewat Daud. "Berbahagialah orang yang...kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3).
Saat anda merasa kesulitan dan menderita akibat berbagai masalah yang membebani hidup anda, ingatlah bahwa di atas sana ada Tuhan yang peduli dan mengasihi kita dengan sepenuhnya. Tidak ada masalah yang terlalu sulit untuk diatasi olehNya. Dan selama kita hidup mengandalkan Tuhan, selama kita berjalan bersamaNya, mengapa kita harus takut? Kita bisa belajar dari ketidaksadaran yang dilakukan lebah yang malang agar kita tidak harus berakhir dengan cara yang sama. Solusi selalu ada dalam Tuhan, yang akan selalu menyertai kita dengan setia dan siap melimpahkan pertolonganNya tak peduli sekelam atau sepelik apapun saat ini situasi yang tengah kita hadapi.
There's always a way out if you look up
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Ketahuilah bahwa Tuhan akan selalu ada beserta umatNya, bahkan dalam kegelapan yang tergelap sekalipun. Daud merupakan orang yang mengalami banyak pergumulan hidup sejak masa kecilnya. Hidupnya tidak mudah, tapi lihatlah bagaimana keteguhan hatinya untuk percaya kepada penyertaan Tuhan. "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:4). Daud tahu persis bahwa meski dalam kondisi yang paling parah sekalipun ia tidak perlu takut, sebab ada penyertaan Tuhan yang siap memberikan pertolongan. Tidak ada satupun masalah yang terlalu sulit bagi Tuhan. Daud tahu itu dan ia pun mengisi pikirannya dengan kesadaran penuh akan hal ini. Itulah yang menghiburnya untuk menghadapi masalah demi masalah dalam hidupnya.
Daripada fokus kepada masalah, yang seringkali tidak membawa keuntungan apapun bagi kita malah akan memberatkan langkah kita lebih dan lebih lagi, daripada panik mencari solusi dari cara-cara duniawi yang seringkali menyesatkan, mengapa tidak melakukan perubahan dengan memandang ke atas dan mengandalkan Tuhan, yang jauh lebih berkuasa dari apapun juga?
Tuhan tidak menginginkan kita menjadi lebah yang malang, yang harus binasa dalam perangkap masalah karena gagal dan keliru melihat jalan keluar. Dengan penyertaannya, kita dijanjikan seperti ini: "tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." (Yesaya 40:31).
Firman Tuhan juga berkata: "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7). Seperti apa diberkatinya? Firman Tuhan bilang: "Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah." (ay 8). Firman yang tepat sama pun hadir lewat Daud. "Berbahagialah orang yang...kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3).
Saat anda merasa kesulitan dan menderita akibat berbagai masalah yang membebani hidup anda, ingatlah bahwa di atas sana ada Tuhan yang peduli dan mengasihi kita dengan sepenuhnya. Tidak ada masalah yang terlalu sulit untuk diatasi olehNya. Dan selama kita hidup mengandalkan Tuhan, selama kita berjalan bersamaNya, mengapa kita harus takut? Kita bisa belajar dari ketidaksadaran yang dilakukan lebah yang malang agar kita tidak harus berakhir dengan cara yang sama. Solusi selalu ada dalam Tuhan, yang akan selalu menyertai kita dengan setia dan siap melimpahkan pertolonganNya tak peduli sekelam atau sepelik apapun saat ini situasi yang tengah kita hadapi.
There's always a way out if you look up
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, November 13, 2016
Lebah yang Malang (1)
Ayat bacaan: Mazmur 23:4
======================
"Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku."
Ada sebuah fakta menarik dari seekor lebah yang terjatuh dalam segelas kopi. Gelas kopi atau teh gula tampaknya bukanlah benda menyeramkan buat seekor lebah, tapi ternyata gelas bekas kopi atau teh bisa jadi perangkap mematikan buat hewan ini. Dalam usahanya mencari nektar dalam bunga, lebah bisa tertarik pada kandungan gula dalam gelas seperti itu. Kalau lebah itu masuk ke dalam gelas, itu akan menjadi akhir hidupnya. Mengapa? Karena lebah akan sibuk berputar ke sekeliling gelas untuk mencari jalan keluar sampai akhirnya kehabisan tenaga dan menemui ajalnya.
Bagi saya fakta ini sangat aneh. Gelas itu terbuka lebar bagian atasnya. Lebah bisa terbang dan tidak membutuhkan landasan pacu terlebih dahulu untuk bisa terbang seperti halnya burung elang. Tapi ternyata lebah hanya mencari solusi untuk melepaskan diri dari sekelilingnya dan tidak melihat jalan keluar bagian atasnya yang terbuka.
Menariknya, ketidaksadaran lebah ini seringkali terjadi pada kita. Seperti lebah yang malang yang terperangkap dalam gelas, kita lupa bahwa ada Tuhan di atas segalanya yang sanggup memberikan jawaban, jalan keluar atau pertolongan, tidak peduli seberat apapun masalah yang kita hadapi. Kita sibuk dan panik berputar-putar mencari cara untuk melepaskan diri kita dari masalah, terus mengandalkan kekuatan sendiri saja, atau berharap pada manusia lain, bahkan terjerumus ke dalam alternatif-alternatif yang jahat di mata Tuhan. Dengan kata lain, kita sibuk mencari solusi dengan cara-cara di sekeliling kita tapi lupa memandang Allah Surgawi kita. Kepanikan dan ketakutan kita membuat kita lupa memandang ke atas, dimana ada Allah yang sanggup menjadi jawaban atas segala permasalahan yang tengah menimpa kita.
Yusuf pernah mengalami situasi yang sangat mirip seperti lebah malang ini. Suatu kali a dijerumuskan ke dalam sumur sempit yang gelap oleh saudara-saudara kandungnya sendiri. "Dan mereka membawa dia dan melemparkan dia ke dalam sumur. Sumur itu kosong, tidak berair." (Kejadian 37:24). Apa yang dilakukan Yusuf di dalam sumur? Tidak ada catatan bahwa Yusuf berteriak-teriak ketakutan, memohon belas kasih saudara-saudaranya. Tidak ada catatan bahwa Yusuf merasa panik meski tidak ada yang tahu apakah ia akan mendapat pertolongan atau harus disana sampai mati. Jika kita berada dalam situasi seperti itu, mungkin kita akan berpikir bahwa itulah akhir dari hidup kita. Mati pelan-pelan tersiksa disana.
Tapi Yusuf tidak berpikir pesimis seperti itu. Ia masih melihat cahaya terang dari atas. Ia tahu kalau ia masih melihat ada "Terang" dari atas, itu artinya pengharapannya belumlah habis. Masih ada Tuhan, di atas sana, yang sanggup melepaskan dirinya. Mungkin tidak langsung, tapi ia percaya pada waktunya Tuhan pasti mengangkatnya dan membawanya ke dalam keberhasilan-keberhasilan yang gemilang. Saya yakin itu memenuhi pikiran dan hati Yusuf. Ia masih mengalami banyak hal yang mendatangkan penderitaan hingga beberapa tahun setelahnya, tapi Firman Tuhan bilang berkali-kali bahwa ia dipenuhi Roh Allah sehingga keberhasilan menyertainya dalam setiap langkah hingga ia akhirnya menggenapi rencana Tuhan bagi dirinya.
Bagi teman-teman hari ini yang tengah mengalami situasi yang sama dan masih terus berputar-putar tanpa hasil yang jelas dengan mengandalkan kekuatan anda sendiri, ini saatnya anda mulai melihat ke atas. Cari dan pandanglah Tuhan dan serahkan segala beban anda kepadaNya. Percayalah dengan kesungguhan penuh bahwa Tuhan jauh lebih dari sekedar sanggup untuk membantu anda keluar dari masalah. Jangan terjebak pada kekeliruan yang sama dengan lebah yang jatuh ke dalam secangkir kopi, tapi miliki iman yang sama seperti Yusuf.
(bersambung)
======================
"Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku."
Ada sebuah fakta menarik dari seekor lebah yang terjatuh dalam segelas kopi. Gelas kopi atau teh gula tampaknya bukanlah benda menyeramkan buat seekor lebah, tapi ternyata gelas bekas kopi atau teh bisa jadi perangkap mematikan buat hewan ini. Dalam usahanya mencari nektar dalam bunga, lebah bisa tertarik pada kandungan gula dalam gelas seperti itu. Kalau lebah itu masuk ke dalam gelas, itu akan menjadi akhir hidupnya. Mengapa? Karena lebah akan sibuk berputar ke sekeliling gelas untuk mencari jalan keluar sampai akhirnya kehabisan tenaga dan menemui ajalnya.
Bagi saya fakta ini sangat aneh. Gelas itu terbuka lebar bagian atasnya. Lebah bisa terbang dan tidak membutuhkan landasan pacu terlebih dahulu untuk bisa terbang seperti halnya burung elang. Tapi ternyata lebah hanya mencari solusi untuk melepaskan diri dari sekelilingnya dan tidak melihat jalan keluar bagian atasnya yang terbuka.
Menariknya, ketidaksadaran lebah ini seringkali terjadi pada kita. Seperti lebah yang malang yang terperangkap dalam gelas, kita lupa bahwa ada Tuhan di atas segalanya yang sanggup memberikan jawaban, jalan keluar atau pertolongan, tidak peduli seberat apapun masalah yang kita hadapi. Kita sibuk dan panik berputar-putar mencari cara untuk melepaskan diri kita dari masalah, terus mengandalkan kekuatan sendiri saja, atau berharap pada manusia lain, bahkan terjerumus ke dalam alternatif-alternatif yang jahat di mata Tuhan. Dengan kata lain, kita sibuk mencari solusi dengan cara-cara di sekeliling kita tapi lupa memandang Allah Surgawi kita. Kepanikan dan ketakutan kita membuat kita lupa memandang ke atas, dimana ada Allah yang sanggup menjadi jawaban atas segala permasalahan yang tengah menimpa kita.
Yusuf pernah mengalami situasi yang sangat mirip seperti lebah malang ini. Suatu kali a dijerumuskan ke dalam sumur sempit yang gelap oleh saudara-saudara kandungnya sendiri. "Dan mereka membawa dia dan melemparkan dia ke dalam sumur. Sumur itu kosong, tidak berair." (Kejadian 37:24). Apa yang dilakukan Yusuf di dalam sumur? Tidak ada catatan bahwa Yusuf berteriak-teriak ketakutan, memohon belas kasih saudara-saudaranya. Tidak ada catatan bahwa Yusuf merasa panik meski tidak ada yang tahu apakah ia akan mendapat pertolongan atau harus disana sampai mati. Jika kita berada dalam situasi seperti itu, mungkin kita akan berpikir bahwa itulah akhir dari hidup kita. Mati pelan-pelan tersiksa disana.
Tapi Yusuf tidak berpikir pesimis seperti itu. Ia masih melihat cahaya terang dari atas. Ia tahu kalau ia masih melihat ada "Terang" dari atas, itu artinya pengharapannya belumlah habis. Masih ada Tuhan, di atas sana, yang sanggup melepaskan dirinya. Mungkin tidak langsung, tapi ia percaya pada waktunya Tuhan pasti mengangkatnya dan membawanya ke dalam keberhasilan-keberhasilan yang gemilang. Saya yakin itu memenuhi pikiran dan hati Yusuf. Ia masih mengalami banyak hal yang mendatangkan penderitaan hingga beberapa tahun setelahnya, tapi Firman Tuhan bilang berkali-kali bahwa ia dipenuhi Roh Allah sehingga keberhasilan menyertainya dalam setiap langkah hingga ia akhirnya menggenapi rencana Tuhan bagi dirinya.
Bagi teman-teman hari ini yang tengah mengalami situasi yang sama dan masih terus berputar-putar tanpa hasil yang jelas dengan mengandalkan kekuatan anda sendiri, ini saatnya anda mulai melihat ke atas. Cari dan pandanglah Tuhan dan serahkan segala beban anda kepadaNya. Percayalah dengan kesungguhan penuh bahwa Tuhan jauh lebih dari sekedar sanggup untuk membantu anda keluar dari masalah. Jangan terjebak pada kekeliruan yang sama dengan lebah yang jatuh ke dalam secangkir kopi, tapi miliki iman yang sama seperti Yusuf.
(bersambung)
Saturday, November 12, 2016
Hanya Memuaskan Telinga (2)
(sambungan)
Kembali kepada konteks ayat bacaan kita hari ini, Paulus mengingatkan agar kita selalu siap sedia kapan saja untuk menyatakan apa yang salah dengan tegas, tetapi harus dalam kesabaran dan bukan dengan paksaan apalagi kekerasan. (ay 2). Mudah? Tentu saja jauh dari mudah. Paulus pun tahu itu, karenanya ia berkata "Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu." (2 Timotius 2:9). Paulus mengingatkan bahwa orang percaya seharusnya siap menanggung semua itu dengan penuh kesabaran agar orang lain pun berkesempatan untuk diselamatkan. "Karena itu aku sabar menanggung semuanya itu bagi orang-orang pilihan Allah, supaya mereka juga mendapat keselamatan dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan yang kekal." (ay 10).
Pada kesempatan lain Paulus pun bersaksi: "Sebaliknya, dalam segala hal kami menunjukkan, bahwa kami adalah pelayan Allah, yaitu: dalam menahan dengan penuh kesabaran dalam penderitaan, kesesakan dan kesukaran, dalam menanggung dera, dalam penjara dan kerusuhan, dalam berjerih payah, dalam berjaga-jaga dan berpuasa." (2 Korintus 6:4-5). Semua itu rela ia lakukan demi menyelamatkan jiwa lebih banyak lagi, dan itulah sesungguhnya jati diri dari pelayan Allah yang sejati.
Seperti yang sudah saya sampaikan dalam beberapa renungan terdahulu, ada saat dimana orang-orang yang baru bertobat masih memerlukan pengajaran yang lembut, tetapi ada pula waktu dimana mereka harus disapih dari itu dan beralih kepada makanan yang keras. Penulis Ibrani mengatakan hal ini. "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:13-14). Pancaindera, termasuk telinga di dalamnya, haruslah siap mendengarkan Firman-Firman Tuhan yang bunyinya keras sekalipun agar kita benar-benar tahu dan bisa membedakan mana yang baik dan yang jahat.
Apa yang dikatakan Penulis Ibrani ini bagi saya sangatlah menarik. Seorang bayi tidaklah bisa terus-terusan dikasih susu seumur hidupnya. Ada saat dimana bayi mulai bertumbuh besar dan disaat itu susu tidak lagi cukup untuk mendukung pertumbuhannya secara baik. Cukupkah susu saja bagi orang dewasa? Tentu tidak. Makanan keras akan menjadi makanan yang tepat bagi orang dewasa. Begitu juga pertumbuhan kedewasaan secara rohani tidak akan bisa tercukupi hanya dengan yang lembut-lembut saja. Ada kalanya kita harus diingatkan oleh teguran keras agar kita bisa tetap berada di jalur yang benar, atau kalau sudah terlanjur melenceng bisa kembali ke jalan yang benar sehingga kita bisa melanjutkan proses pertumbuhan untuk menjadi seperti Kristus.
Firman Tuhan berkata: "Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17). Ini merupakan pesan yang penting untuk kita perhatikan, terlebih pada jaman di mana orang lebih tertarik untuk hanya mendengarkan segala sesuatu yang nyaman bagi telinganya dan merasa risih bahkan tersinggung ketika ada Firman Tuhan yang terasa keras dengan teguran. Hanya orang yang melakukan kehendak Tuhanlah yang akan hidup selama-lamanya.
Kalau memang masih ada yang tidak benar dalam perbuatan kita, terimalah dengan penuh syukur segala teguran-teguran termasuk yang keras sekalipun. Sebuah teguran bukan bertujuan untuk mempermalukan kita, merampas kesenangan dan memenjarakan, tetapi justru memerdekakan kita dari kekuasaan si jahat dan memastikan agar jangan satupun dari kita luput dari keselamatan. Lalu tegaslah dalam mengingatkan, tetapi bersikaplah lemah lembut dan tidak kasar. Sampaikan dengan benar apa kata Firman Tuhan, meski belum tentu orang senang mendengarnya. Mungkin kita perlu menderita seperti halnya Paulus, tetapi jika itu membawa keselamatan bagi banyak orang, mengapa tidak?
Firman yang berisi teguran bukan membatasi atau mengekang kesenangan kita tetapi menyelamatkan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Kembali kepada konteks ayat bacaan kita hari ini, Paulus mengingatkan agar kita selalu siap sedia kapan saja untuk menyatakan apa yang salah dengan tegas, tetapi harus dalam kesabaran dan bukan dengan paksaan apalagi kekerasan. (ay 2). Mudah? Tentu saja jauh dari mudah. Paulus pun tahu itu, karenanya ia berkata "Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu." (2 Timotius 2:9). Paulus mengingatkan bahwa orang percaya seharusnya siap menanggung semua itu dengan penuh kesabaran agar orang lain pun berkesempatan untuk diselamatkan. "Karena itu aku sabar menanggung semuanya itu bagi orang-orang pilihan Allah, supaya mereka juga mendapat keselamatan dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan yang kekal." (ay 10).
Pada kesempatan lain Paulus pun bersaksi: "Sebaliknya, dalam segala hal kami menunjukkan, bahwa kami adalah pelayan Allah, yaitu: dalam menahan dengan penuh kesabaran dalam penderitaan, kesesakan dan kesukaran, dalam menanggung dera, dalam penjara dan kerusuhan, dalam berjerih payah, dalam berjaga-jaga dan berpuasa." (2 Korintus 6:4-5). Semua itu rela ia lakukan demi menyelamatkan jiwa lebih banyak lagi, dan itulah sesungguhnya jati diri dari pelayan Allah yang sejati.
Seperti yang sudah saya sampaikan dalam beberapa renungan terdahulu, ada saat dimana orang-orang yang baru bertobat masih memerlukan pengajaran yang lembut, tetapi ada pula waktu dimana mereka harus disapih dari itu dan beralih kepada makanan yang keras. Penulis Ibrani mengatakan hal ini. "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:13-14). Pancaindera, termasuk telinga di dalamnya, haruslah siap mendengarkan Firman-Firman Tuhan yang bunyinya keras sekalipun agar kita benar-benar tahu dan bisa membedakan mana yang baik dan yang jahat.
Apa yang dikatakan Penulis Ibrani ini bagi saya sangatlah menarik. Seorang bayi tidaklah bisa terus-terusan dikasih susu seumur hidupnya. Ada saat dimana bayi mulai bertumbuh besar dan disaat itu susu tidak lagi cukup untuk mendukung pertumbuhannya secara baik. Cukupkah susu saja bagi orang dewasa? Tentu tidak. Makanan keras akan menjadi makanan yang tepat bagi orang dewasa. Begitu juga pertumbuhan kedewasaan secara rohani tidak akan bisa tercukupi hanya dengan yang lembut-lembut saja. Ada kalanya kita harus diingatkan oleh teguran keras agar kita bisa tetap berada di jalur yang benar, atau kalau sudah terlanjur melenceng bisa kembali ke jalan yang benar sehingga kita bisa melanjutkan proses pertumbuhan untuk menjadi seperti Kristus.
Firman Tuhan berkata: "Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17). Ini merupakan pesan yang penting untuk kita perhatikan, terlebih pada jaman di mana orang lebih tertarik untuk hanya mendengarkan segala sesuatu yang nyaman bagi telinganya dan merasa risih bahkan tersinggung ketika ada Firman Tuhan yang terasa keras dengan teguran. Hanya orang yang melakukan kehendak Tuhanlah yang akan hidup selama-lamanya.
Kalau memang masih ada yang tidak benar dalam perbuatan kita, terimalah dengan penuh syukur segala teguran-teguran termasuk yang keras sekalipun. Sebuah teguran bukan bertujuan untuk mempermalukan kita, merampas kesenangan dan memenjarakan, tetapi justru memerdekakan kita dari kekuasaan si jahat dan memastikan agar jangan satupun dari kita luput dari keselamatan. Lalu tegaslah dalam mengingatkan, tetapi bersikaplah lemah lembut dan tidak kasar. Sampaikan dengan benar apa kata Firman Tuhan, meski belum tentu orang senang mendengarnya. Mungkin kita perlu menderita seperti halnya Paulus, tetapi jika itu membawa keselamatan bagi banyak orang, mengapa tidak?
Firman yang berisi teguran bukan membatasi atau mengekang kesenangan kita tetapi menyelamatkan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Subscribe to:
Posts (Atom)
Kacang Lupa Kulit (4)
(sambungan) Alangkah ironis, ketika Israel dalam ayat ke 15 ini memakai istilah "Yesyurun". Yesyurun merupakan salah satu panggil...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...