Sunday, July 31, 2016

Semangat Pantang Menyerah (2)

(sambungan)

Semangat bisa berfungsi bagaikan bahan bakar yang membuat kita bisa terus maju. Tanggung jawab yang besar ataupun kecil apabila dilakukan dengan antusiasme, gairah dan semangat yang tinggi akan mampu kita selesaikan dengan hasil terbaik. Sebaliknya jangan pernah bermimpi untuk menggapai sesuatu yang besar jika kita sudah kehilangan semangat dalam hidup kita.

Seorang musisi dari luar baru saja bercerita pada saya bahwa ia kehilangan waktu lebih dari 10 tahun karena ia sempat kehilangan semangat. Pada saat itu ia sebenarnya sudah hampir mencapai puncak karirnya, tapi kemudian ia kehilangan semangat. Ia menolak berbagai tawaran, ia keluar dari labelnya dan hidup hanya memakai tabungannya. Setelah sepuluh tahun ia pun menyesal. Ia menyadari kesalahannya dan ingin memperbaiki. Sayangnya 10 tahun yang terbuang itu sudah sangat lama, sehingga bukan saja ia harus kembali menapak dari nol, tetapi untuk mengejar ketertinggalan sudah sangat sulit. Dunianya sudah berubah, pelakunya sudah berganti, sampai hari ini ia masih terus berjuang untuk kembali kepada jalurnya. Lihatlah bahwa kehilangan semangat bisa sangat merugikan dan mendatangkan konsekuensi yang berat.

Masalah boleh saja datang, kendala boleh ada, kegagalan boleh saja terus dialami. Tapi semangat juang yang tinggi apabila kita miliki akan mampu memberi perbedaan yang sangat besar dalam memperoleh hasil akhir yang indah. Kita harus ingat bahwa Tuhan sudah merencanakan segala sesuatu yang indah, dan Dia juga sudah menjanjikan penyertaanNya. Tuhan yang menjanjikan itu adalah Tuhan yang setia. Dia mau agar kita hidup di dalam rencanaNya, dimana Dia akan membimbing dan menyertai kita dalam setiap langkah untuk menuai apa yang telah Dia sediakan bagi kita.

Kalau begitu kenapa kita harus mudah patah semangat dalam menghadapi berbagai ujian atau tekanan? Berbagai problema kehidupan datang silih berganti, dan kita harus menghadapinya dengan semangat. Kita harus tetap berjuang dengan semangat pantang menyerang. Itu akan menguatkan kita untuk terus bertahan melewati batu-batu ujian dan mengatasinya dengan baik untuk keluar sebagai pemenang.

Ada upah yang disediakan Tuhan bagi mereka yang tahan banting dalam membangun usahanya. Dalam 2 Tawarikh 15:7 dikatakan: "Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu!" Lantas Paulus mengingatkan juga hal yang sama. "Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah." (2 Korintus 3:14).

Apapun yang anda hadapi hari ini, hadapilah dengan semangat. Percayalah kepada janji-janji Tuhan, rasakan kebaikan dan penyertaanNya dan terus pegang itu dengan iman. Itu seharusnya lebih dari cukup untuk menumbuhkan dan mengobarkan semangat dalam diri anda, dan tentu saja menjaga agar baranya jangan sampai meredup. Jangan pernah lupa bahwa Tuhan menjanjikan upah bagi orang-orang yang memiliki semangat tinggi dan tahan uji. Ada banyak orang biasa yang tampil luar biasa dengan bermodalkan semangat juang tinggi yang pantang menyerah. Let's become one of them. Keep the spirit up! 

Great things take time. Never give up. 

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, July 30, 2016

Semangat Pantang Menyerah (1)

Ayat bacaan: 2 Tawarikh 15:7
======================
"Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu!"

Belakangan ini semakin sulit saja menemukan tempat fotokopi di sekitar rumah saya. Kelihatannya keberadaan mesin printer membuat kebutuhan orang akan fotokopi semakin berkurang sehingga pengusahanya pun berkurang pula. Tapi biar bagaimanapun, saya rasa kita semua setuju bahwa keberadaan tempat fotokopi masih sangat kita butuhkan. Saat saya mencari tempat fotokopi, saya pun berpikir siapa sebenarnya yang menciptakan hal itu. Setelah mengetahui orangnya, saya kemudian mengetahui bahwa ternyata prosesnya tidak gampang. Ada banyak kegagalan dan kendala yang harus dilalui oleh si pencipta sebelum ia akhirnya berhasil menciptakan mesin yang masih kita perlukan sampai hari ini.

Penciptanya bernama Chester Floyd Carlson. Chester pada mulanya adalah seorang pengacara hak paten. Ia kerap menemukan kesulitan dalam pekerjaannya, dimana ia harus menyalin dan mengetik ulang semua hak paten yang didaftarkan kepadanya satu persatu. Berawal dari kesulitan-kesulitan itu, ia mulai berpikir untuk mencari alternatif yang lebih baik, yang bisa mempermudah pekerjaannya, bisa memghemat waktu, lebih efektif dan efisien. Mengetik ulang semuanya tentunya menyita waktu. Teknologi saat itu yang memakai kopi karbon atau dikenal juga dengan "wet copy" pun rasanya masih membuang banyak waktu.

Carlson berpikir seperti ini: "I thought the possibility of making an invention might kill two birds with one stone; it would be a chance to do the world some good and also a chance to do myself some good." Carlson memulai karena kebutuhannya, tetapi ia memperluas wawasan berpikirnya melewati kepentingannya sendiri. Di satu sisi ia berpikir untuk meringankan dan mempercepat kerjanya, di sisi lain dia ingin membuat sesuatu yang berguna bagi dunia. Dengan serangkaian percobaan dan usaha yang keras, ia pun kemudian berhasil membuat sebuah mesin fotokopi pada tahun 1937.

Kendala belum berakhir meski ia sudah berhasil menciptakan alatnya. Bertahun-tahun ia gagal dalam memasarkan produk ciptaannya ini. Beberapa perusahaan besar saat itu seperti IBM atau US Army Signal Corps tidak berminat, karena menurut mereka penemuan Carlson itu tidak bakal laku di pasaran. Tapi Carlson tidak putus asa. Ia tetap semangat mencoba dan mencoba lagi. Setelah 8 tahun mencoba, kegigihannya membuahkan hasil. Adalah sebuah perusahaan bernama Haloid Company yang tertarik, dan itulah yang menjadi awal dari hadirnya mesin fotokopi dengan Xerox, sebuah brand yang hingga hari ini masih menjadi jaminan mutu. Bayangkan jika Carlson punya pribadi yang gampang menyerah. Mungkin hari ini kita masih harus menyalin segala sesuatunya dengan manual atau masih mempergunakan cetak karbon yang basah dan gampang luntur. Karena semangatnya tidak gampang patah, kita pun bisa menikmati fasilitas yang begitu banyak meringankan kita dan menghemat waktu.

Semangat, itulah yang sering menentukan apakah kita gagal atau sukses menggenapi rencana Tuhan. Seringkali rencana Tuhan tidak serta merta hadir. Dibutuhkan usaha keras, semangat baja, kegigihan, ketekunan dan mental yang pantang menyerah agar kita bisa menggenapinya dalam hidup kita. Dalam Amsal dikatakan: "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" (Amsal 18:14). Semangat mampu memberi kekuatan untuk menanggung penderitaan dan beban berat. Tetapi apa yang bisa kita perbuat ketika kita tidak memiliki semangat lagi? Orang yang patah semangat cenderung sulit untuk bangkit. Semakin lama dibiarkan, semakin sulit pula untuk pulih.Bagi yang pernah mengalaminya tentu tahu akan hal itu.

(bersambung)


Friday, July 29, 2016

Pentingnya Manajemen Waktu (3)

(sambungan)

Waktu sama-sama 24 jam sehari. Ada orang yang berhasil mempergunakannya secara maksimal, ada yang masih kurang baik memanfaatkannya, ada pula yang menyia-nyiakannya. Ada yang sukses berjalan dalam rentang waktu itu, ada juga yang gagal. Apa yang seringkali berpengaruh antara sukses dan gagal ini adalah sejauh mana kita pintar memanajemen waktu yang ada dengan baik. Ada banyak faktor yang bisa berperan terhadap manajemen waktu ini seperti salah satunya sikap mental kita dalam menyikapi pentingnya mengatur waktu dengan baik.

Mentalitas yang buruk akan selalu mencari ribuan bahkan jutaan alasan untuk tidak memanfaatkan waktu dengan maksimal. Tetapi jika kita berkomitmen untuk mau melakukannya, minimal mulai memikirkannya, maka tidak ada satu alasan pun yang bisa menghentikan kita. Sikap mental yang suka menunda-nunda pekerjaan pun merupakan salah satu hambatan yang harus dikikis sedini mungkin. Betapa seringnya kegemaran seperti ini bukannya baik tapi hanya akan merepotkan kita, membuat kita kelabakan pada akhirnya. Waktu berlalu dengan kecepatan yang sama, jumlah yang diberikan pun sama bagi setiap orang dari dulu hingga kini sampai nanti.

Daripada sibuk meminta waktu lebih lagi, daripada berkeluh kesah waktu terlalu sedikit, kita bisa membalik pertanyaan kepada diri kita dengan "bagaimana saya bisa mempergunakan waktu secara maksimal dengan perencanaan yang baik dan seimbang." Firman Tuhan berkata: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Apapun juga yang kamu perbuat, itu artinya berlaku secara luas, bukan hanya sebatas pekerjaan saja, tetapi meluangkan waktu bersama keluarga, saudara dan kerabat, berolah raga, beristirahat dan tentu saja melayani, itu pun aktivitas-aktivitas yang seharusnya kita isi dengan sebaik-baik yang kita mampu seperti untuk Tuhan.

Kuncinya adalah manajemen waktu, Kita harus memperhatikan betapa kita harus pintar menyusun perencanaan atau jadwal sehari-hari agar seluruh pekerjaan yang kita lakukan bisa berjalan dengan baik dan seimbang sesuai dengan jatah waktu yang berlaku sama bagi setiap manusia sepanjang masa. Melakukan pekerjaan dengan baik, meluangkan waktu bersama keluarga bukan cuma kualitas tapi kuantitas, memenuhi panggilan sebagai murid Kristus seperti yang diperintahkan dalam Amanat Agung. Semua itu akan sulit berhasil kalau kita tidak pintar-pintar memanajemen waktu.

Masing-masing dari kita tentu tahu apa yang harus kita lakukan dan bagaimana metode yang terbaik untuk memanajemen waktu ini. At least we have to remember that time management is something important for us to do. Setidaknya kita harus menyadari pentingnya manajemen waktu ini dalam hidup kita. Pesan akan pentingnya memanajemen waktu pun berlaku bagi saya, karena saya masih sering kesulitan untuk membagi waktu ditengah tumpukan kesibukan baik pekerjaan, keluarga dan pelayanan. Agar semua bisa sukses, mari kita belajar mengatur pembagian waktunya sebaik mungkin. Mari kita sama-sama melakukannya.

Rentang dan kecepatan waktunya sama, yang membedakan adalah seberapa bijaksana kita memanajemen waktu

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, July 28, 2016

Pentingnya Manajemen Waktu (2)

(sambungan)

Selanjutnya kita bisa pula belajar dari Tuhan Yesus sendiri. Dalam pelayanannya Yesus tidak hanya melayani satu-dua orang, atau puluhan, tapi dalam waktu-waktu tertentu Yesus harus menangani ratusan bahkan ribuan orang sekaligus. Sebuah pekerjaan yang tidak gampang harus Dia lakukan untuk menggenapi kehendak BapaNya hanya dalam rentang waktu yang terbilang sangat singkat. Besarnya belas kasih yang Dia miliki membuatNya harus merespon begitu banyak orang secara personal. Tidak jarang pula kita melihat Yesus melayani satu orang saja. Sampai larut malam pun Yesus tidak menolak orang yang datang kepadaNya seperti yang bisa kita lihat dari kisah Nikodemus yang dicatat Yohanes secara lengkap dalam Yohanes 3:1-21. Apabila Yesus tidak pintar-pintar memanajemen waktu, Dia tidak akan sanggup menjalani itu karena biar bagaimanapun Dia hadir ke dunia mengambil rupa sebagai Anak Manusia seperti halnya kita.

Sangatlah menarik jika kita melihat bahwa Yesus beberapa kali didapati pergi menyepi untuk berdoa."Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Atau dalam kesempatan lain di malam hari: "Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ." (Matius 14:23). Yesus menunjukkan atau mencontohkan kepada kita betapa pentingnya untuk menikmati waktu-waktu bersekutu dengan Bapa tanpa harus terganggu oleh hiruk pikuk atau hal-hal lain yang bisa memecah konsentrasi. Dia mencontohkan langsung bagaimana untuk membagi waktu.

Ada waktu untuk bekerja, ada waktu untuk melayani, ada pula waktu untuk mengambil waktu-waktu pribadi untuk berdiam di hadirat Tuhan, mendengarkan suaraNya. Kita tidak bisa mencampur adukkan semuanya, Itu tidak akan memberi kebaikan buat kita. Kita tidak bisa menyambilkan waktu untuk Tuhan sembari melakukan hal lain. Yesus menunjukkan bagaimana pentingnya mengambil waktu khusus untuk bersekutu dengan Tuhan, menikmati hadiratNya secara maksimal, dan itu hanya bisa kita rasakan apabila konsentrasi kita tidak terpecah-pecah dengan apapun yang ada disekitar kita. Agar bisa maksimal, kita harus memiliki perencanaan waktu yang baik.

Berulang kali Alkitab mengingatkan kita akan pentingnya mempergunakan waktu dengan baik. Lihatlah salah satu penggalan doa Musa yang dicatat dalam Mazmur. "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12). Kitab Mazmur mencatat doa Musa meminta Tuhan memberi hikmat agar kita bisa menghitung dan mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Mengapa? Karena sesungguhnya hidup ini singkat. "So, teach us to number our days", he said, "that we may get us a heart of wisdom." Ini seringkali kita lupakan ditengah kesibukan kita bekerja, atau sebaliknya hanya bersantai-santai dan bermalas-malasan membuang waktu secara sia-sia.

Demikian pula kita bisa menangkap pesan yang sama lewat pesan Paulus. Dalam Kolose 4:5 disebutkan "...pergunakanlah waktu yang ada." Secara kontekstual pesan ini ditujukan Paulus agar kita tidak menyia-nyiakan waktu dalam menjangkau orang-orang luar, atau orang-orang yang belum percaya, tetapi secara umum pun pesan ini sesungguhnya layak untuk kita renungkan. Make the most of each opportunity, treating it as something precious." katanya. Terlebih lagi dalam menghadapi hari-hari yang semakin jahat, seperti bunyi pesan Paulus selanjutnya dalam surat lain. "dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:16). Ia mengatakan bahwa orang yang mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya, atau dengan kata lain orang yang pintar memanajemen waktu akan menunjukkan watak yang bijak atau arif, sebaliknya jika tidak maka itu dikatakan sebagai orang bebal. (ay 15).

(bersambung)


Wednesday, July 27, 2016

Pentingnya Manajemen Waktu (1)

 Ayat bacaan: Kolose 4:5
==================
"...pergunakanlah waktu yang ada."

Ijinkan saya kembali mengambil ilustrasi dari teman saya yang punya beberapa panggilan kemarin. Ia seorang wanita, aktif sebagai musisi yang manggung, rekaman dan mengajar musik. Ia juga berprofesi sebagai arsitek dan terlibat dalam tata kota bersama pemerintah daerah di kotanya. Ia juga menjabat sebagai salah satu dewan pengurus di gerejanya, lalu ia juga istri dan ibu dalam keluarganya. Semua ia lakukan dengan baik dan berhasil, padahal pekerjaannya beragam dan berbeda-beda pula bidangnya. Apakah ia memiliki waktu yang lebih panjang dari kita? Kalau kita 24 jam, apakah ia punya 36 atau 48 jam? Tentu saja tidak. Jumlah dan kecepatan waktu berlaku sama bagi kita semua di belahan dunia manapun kita berada hari ini. Pernahkah anda mengeluh bahwa waktu yang ada, 24 jam ini tidak cukup? Kita meminta tambahan waktu, tetapi percayalah bahwa kalaupun waktu diperpanjang seperti itu, kita nanti pasti masih akan mengeluh minta tambah. Setiap ketemu, di wajah teman saya tidak ada gambaran keluhan. Ia terlihat bersukacita dan malah tidak mengeluh kecapaian atau sejenisnya. Padahal waktu yang dititipkan kepada mereka sama seperti kita.

Kemarin kita sudah melihat bahwa kita mampu memberi yang terbaik, lebih dari ukuran kemampuan kita secara logika karena kasih karunia Allah. Pertanyaannya, dalam jumlah waktu yang sama yang diberikan kepada setiap orang yaitu 24 jam sehari, bagaimana ia bisa sempat melakukan semua itu? Kuncinya ada pada manajemen waktu. Ia tahu bagaimana mengatur waktu dan memanfaatkannya secara efektif. Tidak membuang-buang waktu secara sia-sia, tapi menggunakannya dengan baik dalam mepertanggungjawabkan setiap pekerjaan yang dipercayakan kepadanya.

Manajemen waktu adalah sesuatu yang sangat penting yang ironisnya seringkali kita abaikan. Banyak orang yang bermalas-malasan selagi masih ada waktu lalu kalang kabut ketika deadline atau batas waktu tiba. Mereka seolah bangga dengan sistim kebut semalam, padahal yang namanya kerja terburu-buru hasilnya tentu tidak akan bisa maksimal. Atau ada pula yang menebar janji ke mana-mana tanpa memperhitungkan aspek waktu dan kesanggupan, lalu janji itu pun menjadi lentur seperti karet, atau bahkan malah berantakan sama sekali. Itu pun juga contoh akan apa yang terjadi jika kita tidak melakukan manajemen waktu. Sibuk bekerja seharian dan mengabaikan waktu bersama keluarga, istri dan anak-anak, mengabaikan waktu beristirahat dan berolahraga. Akibatnya bisa fatal. Dan semua ini akan menjadi dampak dari ketidakpedulian kita akan manajemen waktu.

Akan halnya manajemen waktu kita bisa belajar dari salah satu tokoh yang punya peran vital dalam penyebaran berita Kerajaan bagi orang-orang non Yahudi, terutama dalam menjangkau regional Asia Besar yaitu Paulus. Jika sebagian dari kita hanya mengetahui bahwa Paulus tugasnya total untuk mewartakan kabar keselamatan ini kemana-mana, sebenarnya Alkitab menyatakan pekerjaan atau profesi Paulus dengan jelas, yaitu dalam Kisah Para Rasul 18:2-3. Ayatnya berbunyi: "Di Korintus ia berjumpa dengan seorang Yahudi bernama Akwila, yang berasal dari Pontus. Ia baru datang dari Italia dengan Priskila, isterinya, karena kaisar Klaudius telah memerintahkan, supaya semua orang Yahudi meninggalkan Roma. Paulus singgah ke rumah mereka. Dan karena mereka melakukan pekerjaan yang sama, ia tinggal bersama-sama dengan mereka. Mereka bekerja bersama-sama, karena mereka sama-sama tukang kemah." Paulus ternyata berprofesi sebagai pembuat kemah atau tentmaker.

Kalau melihat bagaimana kesibukan Paulus dalam pelayanan termasuk berbagai resiko-resiko besar yang harus ia hadapi, rasa-rasanya Paulus berhak untuk diberi kelonggaran untuk tidak lagi perlu bekerja. Tetapi lihatlah bahwa Paulus sama sekali tidak meminta hak khusus untuk tidak bekerja, meski waktu dan fisiknya sudah terkuras habis untuk terus berjalan membawa kabar keselamatan dari satu tempat menuju tempat yang lain. Untuk apa uang itu dipergunakannya? Ada ayat yang dengan jelas menyatakannya. "Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku." (20:34). Luar biasa hebatnya. Ia sudah melayani habis-habisan, tetapi ia masih juga harus bekerja untuk membiayai dirinya dan perjalanannya beserta rekan-rekan sepelayanan. Hebatnya lagi ia masih juga berpikir untuk memberi kepada orang lain secara meteri. "Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi
 dari pada menerima." (ay 35). Tidak ada ayat yang menyebutkan bagaimana cara Paulus bisa membagi waktu, tetapi jika melihat perjalanannya, saya percaya Paulus pintar dalam memanajemen waktu. Tanpa itu, niscaya ia tidak akan sanggup menjalankan semua itu dengan berhasil.

(bersambung)


Tuesday, July 26, 2016

Dimampukan oleh Kasih Karunia (2)

(sambungan)

Paulus begitu tulus mengakui bahwa semua keberhasilan yang ia alami, semua pekerjaan dan pelayanannya dari kota ke kota bukanlah karena kehebatan dirinya. Bukan karena kepintaran, kekuatan dan kesanggupannya semata, namun semua itu adalah hasil karunia Allah yang menyertainya. Semua berasal dari Tuhan, maka kemuliaan adalah milik Tuhan juga.

Selanjutnya mari kita lihat apa yang dikatakan Yesus berikut ini: "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5). Hanya Di dalam Kristus lah kita akan berbuah banyak, dan hanya karena penyertaanNya lah kita mampu berbuat sesuatu dan mencapai keberhasilan dan peningkatan dalam berbagai aspek kehidupan kita. Maka ingatlah bahwa tidak ada alasan apapun bagi kita untuk memegahkan diri, merasa hebat dan menjadi sombong ketika kita mengalami keberhasilan dalam apa saja yang kita lakukan.

 Dalam Mazmur kita membaca hal yang sama, bahwa orang yang suka melakukan firman Tuhan dan merenungkannya siang dan malam mendapat janji Tuhan agar apapun yang diperbuatnya menjadi berhasil. "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3).

 Jika kita mundur ke kitab Kejadian, kita pun melihat bagaimana Yusuf bisa tetap keluar dari masalah, meskipun berbagai masalah luar biasa menjerumuskan dia ke dalam penderitaan berkali-kali. Tapi ia tetap dikatakan berhasil dalam setiap langkah meski masih berada dalam situasi yang tidak baik. Semua itu bukan karena kehebatannya, melainkan karena Tuhan menyertai dia. "..karena TUHAN menyertai dia dan apa yang dikerjakannya dibuat TUHAN berhasil." (Kejadian 39:23b). Roh Tuhan yang memampukan semuanya dalam kehidupan kita. "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6).

Ada banyak orang terjatuh ketika mereka mulai mencicipi keberhasilan. Bahkan ada banyak diantaranya anak-anak Tuhan dan para hamba Tuhan yang juga terjatuh bukan pada saat merintis tetapi ketika sudah mencapai kesuksesan. Jangan sampai kita mencuri hak Tuhan beserta kemuliaanNya dengan menganggap bahwa semua itu adalah hasil usaha keras kita semata, dengan menjadi sombong membanggakan kehebatan, kepintaran dan kekuatan kita.

Semakin tinggi kita naik, hendaklah kita semakin rendah hati. Ingatlah bahwa Roh Kudus hanya bisa bekerja dengan leluasa dalam sebentuk hati yang tetap penuh dengan kerendahan dan terus berserah sepenuhnya ke dalam tangan Tuhan. Paulus menyadari bahwa tanpa campur tangan Tuhan yang melimpahkan kasih karunia, ia tidak akan pernah bisa berbuat apa-apa. Mari kita teladani hal ini. Lakukan yang terbaik, dan jangan pernah lupa untuk bersyukur pada Tuhan atas kasih karuniaNya yang berlimpah pada kita.

To deliver our best, we are powered by His grace

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, July 25, 2016

Dimampukan oleh Kasih Karunia (1)

Ayat bacaan: 1 Korintus 15:10
========================
"Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku."

Ada seorang musisi wanita yang saya kenal sepertinya punya lebih dari satu panggilan yang spesifik. Ia aktif bermusik, manggung di banyak tempat termasuk reguler dan rekaman. Dia punya band sendiri, dia juga aktif bermain sebagai sessionist, plus mengajar. Sebagai pemusik, itu baru satu profesinya. Ia juga sukses sebagai arsitek dan terlibat dalam rancangan pembangungan bersama pemerintah kota. Itu sudah sangat menyita waktu, tapi ia masih punya kesibukan lain. Ia juga aktif sebagai pengurus gereja dan menjadi istri serta ibu dalam keluarga. Waktu yang ia jalani sehari sama dengan saya, sama dengan anda. Saya sangat kagum kepadanya karena ia bukan hanya sekedar menjalani semuanya tapi sukses. Setiap bertemu dengannya ia tidak pernah menampakkan muka lelah, tapi tetap ceria sambil bercerita tentang kegiatan-kegiatannya. Suatu kali saya bertanya kepadanya, bagaimana mungkin ia sanggup melakukan semua itu dengan sukses padahal sehari cuma 24 jam? Sambil tertawa ia berkata: "wah, kalau pakai kemampuan sendiri saya mungkin sudah lama terkapar. Tapi kasih karunia Tuhan ternyata menguatkan saya untuk melakukan yang terbaik sesuai panggilan-panggilan saya."

Apa yang teman saya ini katakan sangat memberkati saya. Apa yang saya lakukan sehari-hari juga banyak, tapi mungkin tidak sampai setengah dari aktivitasnya. Segitu saja saya sudah sering merasa letih dan merasa kerjaan seperti air bah yang tanpa henti menerpa diri saya. Tapi dari teman saya ini saya belajar bahwa sebenarnya masih ada banyak yang bisa saya lakukan dan kemampuan untuk melakukan itu bukanlah tergantung dari kekuatan kita saja tapi terlebih oleh kasih karunia Tuhan yang menyertai saya. Apa yang harus saya lakukan adalah mengerjakan semua yang dipercayakan kepada saya dengan sungguh-sungguh dan serius seperti bekerja untuk Tuhan, lalu bersyukur sepenuhnya atas kasih karunia Tuhan yang memampukan saya untuk memberi yang terbaik. Tanpa kasih karuniaNya, tidak akan ada yang dapat saya kerjakan, dan tidak akan ada pencapaian-pencapaian luar biasa yang bukan cuma buat saya tapi seharusnya bisa memberkati banyak orang.

Paulus mengatakan hal tersebut. "Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku." (1 Korintus 15:10). Paulus mengatakan bahwa ia bisa menjadi pribadi yang kuat sebagaimana kita mengenalnya bukan karena kekuatannya melainkan karena kasih karunia Allah yang menyertainya. Itulah yang memampukannya melakukan pekerjaan Tuhan secara maraton dari satu tempat ke tempat lain tanpa gentar menghadapi bahaya. Disamping itu ia masih harus bekerja memenuhi kebutuhan misi pelayanannya bersama rekan-rekan. Melelahkan, penuh tantangan, banyak resiko, tapi ia mengatakan bahwa kasih karunia yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya tidaklah pernah sia-sia. Ia bekerja keras, lebih keras dari kebanyakan orang, tapi bukan karena ia hebat melainkan semata-mata karena kasih karunia Tuhan yang menyertainya.

Inilah sebuah prinsip hidup yang seharusnya kita tekankan bagi diri kita, terutama dalam hal melakukan kerja atau menjalani panggilan. Kita harus melakukan yang terbaik atas semua yang dipercayakan pada kita selama kesempatan masih ada. Tapi jangan sampai kita lupa dan mengira bahwa semua itu karena kehebatan kita melainkan karena dimampukan oleh kasih karunia yang berasal dari Tuhan.

Pada kesempatan lain Paulus berkata: "Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami." (2 Korintus 4:7). Bukankah semangat, kekuatan, kemampuan, kepintaran dan talenta-talenta lainnya juga berasal dari Tuhan? Dan, bukannya semua itu bisa mengarah pada kesia-siaan jika tidak ada kasih karunia Tuhan menyertai setiap yang kita lakukan?

(bersambung)


Sunday, July 24, 2016

Sisi Lain Penderitaan (2)

(sambungan)

Daud menyadari hal itu. Ketika ia mengalami berbagai penindasan dan kesukaran, ketika ia berada dalam kesesakan, Daud menanggapinya dengan berpikir positif. "Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu." (Mazmur 119:67). Itu kata Daud. Dan kemudian ia melanjutkan: "Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu." (ay 71).

Daud melihat sisi positif dari penderitaan yang mungkin jarang dilihat oleh orang lain. Daud bilang, kalau hidup tenang dan baik-baik saja, itu justru berpotensi membuat kita menyimpang. Tapi saat-saat tertindas sebenarnya baik, karena disanalah kita bisa belajar ketetapan-ketetapan Tuhan lebih dari sebelumnya. Hidup yang tenang, aman dan lancar bisa membuat kita terlena dan kemudian merasa tidak butuh Tuhan, tapi saat kita tertindas, kita akan belajar bahwa tanpa Tuhan kita tidak akan bisa lagi berbuat apa-apa. We will eventually come to a point that we are nothing without God. Disanalah kita bisa belajar mengenai ketetapanNya dan mengenal pribadiNya secara lebih mendalam.

Tapi ada satu hal yang membuat saya sadar akan betapa besarnya kebaikan Tuhan. Dari apa yang saya alami, meski di saat tertindas itu saya belajar akan ketetapan-ketetapanNya, ternyata Tuhan tetap tidak membiarkan saya sendirian melewati penderitaan. Dia senantiasa menyertai, seperti janjiNya. "Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati" (Ulangan 31:8). Sewaktu-waktu Dia memberikan kekuatan, ketegaran, sehingga saya bisa melewati proses pembentukan itu dengan baik. Pada saat dibentuk memang sakit, tapi manfaatkanlah proses-proses itu untuk belajar patuh mengikuti firman Tuhan. Dan lihat apa kata Tuhan ketika hidup kita berkenan padaNya. "TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya." (Mazmur 37:23-24). Bukankah Tuhan itu sungguh baik?

Alangkah sayangnya apabila masa-masa sulit kita jalani tanpa memperoleh apa-apa darinya. Alangkah sayangnya apabila masa-masa sulit kita pakai hanya untuk mengeluh dan marah, atau cemas dan takut. Jika ada di antara anda saat ini yang tengah merasakan penderitaan, pakailah momen tersebut untuk mengenalNya semakin dalam. Belajar tentang FirmanNya, kenali hatiNya dan suaraNya, dan jadilah seorang pemenang.

Tuhan bisa memakai masalah sebagai sarana untuk mengoreksi dan mendidik kita. Lewat penindasan atau penderitaan Tuhan bisa mengikis ego kita, membuat kita menjadi pribadi baru yang seturut dengan kehendakNya. Jangan sia-siakan, jangan keraskan hati. Pada suatu hari nanti, anda akan bersyukur pernah dilatih Tuhan melalui pengalaman tertindas untuk menjadi pribadi yang kuat, tegar dan taat dan mengenalNya dengan sungguh-sungguh secara benar.

"Troubles are often the tools by which God fahions us for better things." - Henry Ward Beecher

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, July 23, 2016

Sisi Lain Penderitaan (1)

Ayat bacaan: Mazmur 119:71
==========================
"Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu."

"Papa baik banget deh. Dia baru saja membelikan saya game." Demikian kata anak seorang teman dengan sumringah. Iseng sambil menemaninya bermain saya bertanya, apakah papanya pernah jahat? Sambil terus sibuk menggerakkan joysticknya ia berkata bahwa ayahnya kadang juga jahat. Misalnya waktu memarahi atau menghukumnya, waktu menyuruhnya  mengerjakan tugas, saat harus tidur padahal lagi nonton dan sebagainya. Tapi menurutnya ayahnya pun bisa baik, kalau lagi membelikan barang-barang yang ia inginkan. Berarti, ayahnya baik kalau melakukan sesuai keinginannya, dan jahat kalau tidak menurutinya. Dasar anak-anak, ia belum mengerti kalau hal-hal yang ia anggap jahat dari ayahnya sebenarnya adalah untuk kebaikannya sendiri.

Kita mungkin tersenyum melihat cara penilaian si anak. Tapi masih banyak orang percaya yang memandang Tuhan seperti itu. Di saat hidup baik, maka Tuhan baik. Di saat kita susah, maka itu artinya Tuhan sedang jahat atau meperlakukan kita tidak adil. Akibatnya kita bersungut-sungut, mengeluh, bahkan ada yang mulai meragukan kebaikan Tuhan atau sudah meragukan eksistensi Tuhan. Tuhan itu pilih kasih, Tuhan itu tidak adil, dan berbagai "pendapat miring" mengenai Tuhan akan mudah terlontar dari banyak orang ketika mereka tengah terhimpit berbagai persoalan. Apakah benar seperti itu? Apakah Tuhan sedemikian semena-mena? Pikiran kita bisa seperti itu kalau kita masih punya pola pikir sebatas anak-anak yang belum banyak mengerti. Tapi kalau kita bisa melihat lebih jauh, setidaknya kita berpikir bahwa saat-saat seperti itu sebenarnya ada baiknya karena itulah momen yang paling tepat untuk mendapatkan pelajaran berharga tentang ketetapan-ketetapan Tuhan.

Sebelum saya lanjutkan, ijinkan saya untuk membagi pengalaman saya. Pada awal saya bertobat, hidup ternyata bukannya membaik tapi justru seperti roda yang tiba-tiba berada di bawah. Dalam hitungan bulan hidup saya berubah drastis. Dari hidup berkelimpahan saya kmeudian kehilangan ibu yang meninggal karena sakit, usaha bangkrut, saya dilarang untuk beribadah, dan karenanya saya pun memutuskan untuk pindah ke kota lain, dimana saya tinggal hari ini. Uang tabungan habis, dan saya harus mulai merangkak lagi dari nol. Prosesnya tidak cepat, karena saya harus struggle selama tidak kurang dari lima tahun.

Waktu saya mengalaminya itu sangat tidak enak, tapi hari ini saya bersyukur bisa mengalami itu. Kenapa? Karena justru lewat segala pergumulan dan penderitaan itu karakter saya dibentuk ulang. Semua yang jelek satu persatu dihancurkan. Saya merasa seperti dihempaskan sampai ke tanah, ditekan dari atas sampai saya tidak lagi bisa bergerak, tidak bisa lagi berbuat apa-apa. Dari segi mental saya dikuatkan, dari segi iman pun saya kemudian bertumbuh. Kalau saya tidak pernah mengalami itu, mungkin saya masih menjadi orang yang tidak mengerti apa-apa tentang ketetapan-ketetapanNya hari ini. Dan itu sangatlah berbahaya karena saya bisa berakhir di sudut yang salah. Jika keadaan tertindas tidak saya alami, mungkin saya masihlah "ciptaan lama", yang tidak menyadari atau menghargai kasih Tuhan, dan saya akan terpisah dari Tuhan untuk selamanya. Pengorbanan Kristus hanya akan sia-sia bagi saya. Saya tidak bisa membayangkan kalau itu yang terjadi. Saya sangat-sangat bersyukur bahwa saya diijinkan untuk mengalami proses tersebut. Sekali lagi pada saat mengalaminya tidak enak, tetapi bagi saya 5 tahun itu adalah waktu yang paling bermakna dan esensial dalam hidup saya.

Selalu ada yang bisa kita pelajari dari kesalahan. Selalu ada pelajaran yang bisa kita petik dari rasa sakit. Kita tidak akan bisa mahir naik sepeda jika tidak pernah merasakan sakitnya terjatuh dari sepeda. Kita tidak akan pernah bisa menghargai kesehatan sebelum kita merasakan sakit. Kita tidak akan hati-hati terhadap api sebelum merasakan sakitnya jika tangan kita bersentuhan dengan api. Terkadang kita memang perlu merasakan penderitaan, sehingga kita akan menghargai yang namanya kebahagiaan dengan sungguh-sungguh. Ada banyak pelajaran yang hanya bisa kita peroleh melalui penderitaan, penindasan atau kegagalan. Tuhan bisa menggunakan itu semua untuk mengoreksi kita.

(bersambung)


Friday, July 22, 2016

Bermain-main dengan Okultisme (2)

(sambungan)

Melakukan kekejian bagi Tuhan tentulah ada konsekuensinya. Itulah yang dialami oleh Saul. Jika kita baca kisahnya dalam 1 Samuel 28, pada saat itu Saul tengah ketakutan menghadapi serangan bangsa Filistin. Ia sempat bertanya pada Tuhan, namun ia merasa tidak mendapat jawaban secepat yang dia inginkan. (ay 6). Karena tidak sabar, ia lalu memutuskan untuk mencari dukun wanita yang sanggup memanggil arwah. (ay 7). Apa yang dilakukan Saul merupakan kekejian di hadapan Tuhan. Kesalahannya fatal dan akibatnya pun fatal. Yang menyedihkan, keputusannya untuk berhubungan dengan okultisme hanyalah satu dari serangkaian kesalahan yang ia lakukan. Saul pun akhirnya harus mati dengan tragis. Alkitab mencatat hal ini secara jelas dalam 1 Tawarikh. "Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah, dan tidak meminta petunjuk TUHAN." (1 Tawarikh 10:13-14a).

Dijawab Tuhan dengan segera atau tidak, itu adalah mutlak keputusan Tuhan. Yang pasti apa yang Tuhan sediakan adalah segala sesuatu yang terbaik bagi kita. Termasuk kapan waktu yang terbaik untuk memberikannya kepada kita. Dia jauh lebih mengetahui apa yang terbaik bagi kita lebih dari kemampuan kita dalam memutuskan apa yang terbaik bagi kita. Seringkali ketidaksabaran berbuah malapetaka, salah satunya dengan pergi kepada peramal, dukun atau kuasa-kuasa kegelapan lainnya.

Ada banyak orang yang hari-hari ini lebih percaya pada seorang peramal atau dukun daripada kepada Tuhan. Ketika usaha atau toko sepi pengunjung, ketika karir jalan di tempat, ketika jodoh tidak kunjung datang, orang akan rela merogoh kantongnya mengeluarkan uang sebesar apapun untuk datang kepada dukun/peramal atau orang pintar. Mencari hari baik, tanggal baik, memasang berbagai jimat yang ditanam di sekitaran rumah atau tempat usaha dan sebagainya, menanam berbagai benda di dalam tubuh, dan seterusnya. Semua itu dilakukan dengan tenang tanpa perasaan bersalah.

Tuhan menganggap praktek-praktek perdukunan sebagai sebuah kekejian. Kalau kita bersinggungan dengan hal ini, kita pun melakukan hal yang keji di mata Tuhan. Bagaimana tidak, atas segala yang Tuhan sudah berikan termasuk atau terutama keselamatan yang kekal, kita masih lebih memilih yang lain ketimbang Dia?  Ketidaksabaran kita bisa dimanfaatkan iblis yang terus mengaum-aum mencari mangsa untuk menjebak kita. Padahal biar bagaimanapun janji Tuhan akan digenapi kepada orang-orang yang terus hidup taat akan firmanNya. Lihat apa kata Pemazmur. "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2).

Alkitab mencatat begitu banyak kisah tentang bagaimana Tuhan sanggup mengubah segala sesuatu secara gemilang tepat pada waktunya. Kita melihat begitu banyak hidup diubahkan bahkan hingga hari ini kepada orang-orang yang terus hidup dalam pengharapan dengan taat. If that could happen to them, it could happen to us. Sekali kita terjerumus ke dalam dunia okultisme kita akan sulit lepas. Dan ada konsekuensi yang menunggu atas segala kekejian yang kita lakukan kepada Tuhan yang telah begitu baik pada kita.

Ketika kita menghadapi persoalan, datanglah menghadap ke hadiratNya, dan percayalah dengan pengharapan penuh bahwa Tuhan sanggup melepaskan kita dari berbagai belenggu masalah. Perkuat iman agar kita tidak sampai tergoda untuk memilih alternatif-alternatif diluar Tuhan yang menyesatkan dan membinasakan. Berhati-hatilah dan jangan tergoda untuk bermain-main dengan kuasa kegelapan atau okultisme. Teruslah hidup kudus dan teruslah berusaha melatih diri untuk semakin teguh hidup dalam kebenaran. Karena sebagai orang percaya, "Haruslah engkau hidup dengan tidak bercela di hadapan TUHAN, Allahmu." (Ulangan 18:13).

Faith in God includes faith in his timing

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, July 21, 2016

Bermain-main dengan Okultisme (1)

Ayat bacaan: 1 Tawarikh 10:13-14a
============================
"Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah, dan tidak meminta petunjuk TUHAN."

Saya ingat beberapa tahun yang lalu ada begitu banyak iklan ramal-meramal di televisi kita dengan begitu bebasnya. Ketik reg spasi a, spasi b, dan sebagainya. Untunglah hal itu tidak berlangsung terlalu lama. Meski demikian, orang yang pergi mencari kuasa-kuasa kegelapan masih saja banyak. Kalau dulu dukun cuma identik dengan rumah kumuh di pelosok, dupa menyan dan kakek-kakek yang membaca mantera, hari ini bentuknya sudah lebih variatif. Berbagai praktek ramalan dan perdukunan saat ini sudah dikemas secara menarik sehingga terkadang tidak lagi terlihat secara nyata sebagai sebuah okultisme. Praktek-praktek perdukunan pun tumbuh subur dimana-mana. Yang palsu dengan modus-modus tertentu? Lebih banyak lagi. Kita sering mendapati di media kedok dukun palsu terkuak. Banyak pasien yang menjadi korban pelecehan seksual, ditipu dari sisi uang, dan sebagainya. Meskipun demikian, tetap saja orang tidak kapok-kapoknya pergi ke dukun.

Dunia terus mencoba menipu pikiran kita supaya menganggap sihir dan kuasa-kuasa gelap itu hal biasa saja. Lihat saja banyaknya penyihir yang malah jadi idola, dukun sakti yang baik dan sebagainya. Semakin sering kita melihat itu, dunia berharap kita akan makin terbiasa dan tidak menganggap hal itu sebagai sesuatu yang bertentangan dengan iman. Jika anda pikir perbuatan ini hanya dilakukan oleh orang diluar kekristenan, nanti dulu. Di kalangan orang percaya sendiri pun ada yang masih banyak yang percaya pada hal-hal seperti ini. Di satu sisi ke gereja, di satu sisi berdoa, tapi di sisi lain pergi bertanya atau meminta kepada roh-roh leluhur. Atau pergi ke dukun. Mereka menganggap bahwa itu hanyalah alternatif saja yang tidak ada kaitannya dengan iman. Yang satu iman, yang satu usaha. Ada seseorang yang pernah dengan entengnya berkata seperti itu. "Yang mana yang paling cepat sajalah, yang penting masalah saya teratasi. Siapa tahu Tuhan bekerja lewat mereka." katanya. Tuhan bekerja lewat kuasa kegelapan? Betapa kelirunya cara berpikir seperti ini.

Mari kita lihat bagaimana kelakuan bangsa Israel jaman dulu. Mereka sudah berulangkali mengalami dan menyaksikan sendiri bagaimana mukjizat demi mukjizat turun atas mereka. Betapa baiknya Tuhan yang berulang kali menyelamatkan mereka, menuntun mereka secara langsung, bahkan begitu sabarnya dengan terus menerus mengingatkan mereka setiap kali mereka sesat. Sayangnya semua itu ternyata masih belum cukup untuk meneguhkan iman mereka dalam menghadapi segala kondisi. Mereka masih juga berperilaku buruk. Meski Tuhan sudah lebih dahulu begitu baik kepada mereka, mereka terus saja memberontak. Ketika menghadapi masalah, bukannya pergi kepada Tuhan, namun mereka malah pergi ke peramal-peramal untuk meminta petunjuk.

Perbuatan ini jelas menyakiti hati Tuhan. Tuhan pun mengingatkan dengan tegas. "Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati." (Ulangan 18:10-11). Tuhan menganggap hal ini sebagai sebuah kekejian. "Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal ini adalah kekejian bagi TUHAN, dan oleh karena kekejian-kekejian inilah TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu." (ay 12).

(bersambung)


Wednesday, July 20, 2016

Ngeles ala Saul (2)

(sambungan)

Ketika teguran Allah disampaikan Samuel kepada Saul, apa reaksinya? Bukannya mengakui kesalahan dan bertobat, Saul malah mencoba menutup-nutupi dengan berbagai macam kebohongan. "Jawab Saul: "Semuanya itu dibawa dari pada orang Amalek, sebab rakyat menyelamatkan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dengan maksud untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu; tetapi selebihnya telah kami tumpas." (ay 15). Dalam bahasa sederhana Saul bilang kira-kira seperti ini: "bukannya bandel, tapi justru kami sengaja menyimpannya yang ujung-ujungnya tetap untuk dipersembahkan kepada Tuhan juga kok.." Alasan yang sama kembali ia ulangi pada ayat berikutnya. "Tetapi rakyat mengambil dari jarahan itu kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dari yang dikhususkan untuk ditumpas itu, untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu, di Gilgal." (ay 21).

Alasan satu gagal, alasan kedua pun hadir. Samuel terus mencecarnya sampai ia tidak bisa berkelit lagi dengan alasan tersebut. "Berkatalah Saul kepada Samuel: "Aku telah berdosa, sebab telah kulangkahi titah TUHAN dan perkataanmu; tetapi aku takut kepada rakyat, karena itu aku mengabulkan permintaan mereka." (ay 24). Bukan main, setelah dalih awal gagal, dalih berikutnya langsung dilancarkan. Kali ini Saul berdalih bahwa ia terpaksa melanggar karena takut kehilangan kekuasaan/jabatan karena ditentang rakyat. Karenanya ia menuruti rakyatnya dan berani mengorbankan perintah Tuhan untuk itu. Kita bisa lihat usaha keras Saul berdalih dengan beragam alasan yang ia anggap cukup bisa memberi pembenaran atas pelanggarannya. Dan ini jelas merupakan keputusan yang keliru bahkan bodoh. Mau mencoba menipu Tuhan, bukannya itu sebuah kebodohan? Manusia mungkin bisa ditipu tetapi tidak akan ada satupun alasan yang bisa mengelabui Tuhan karena tidak ada satupun yang tersembunyi bagi Tuhan. Atas perilakunya yang buruk, pada akhirnya kita bisa melihat konsekuensi yang harus ditanggung Saul. Segala awal gemilang yang ada pada Saul harus berakhir dengan kejatuhan dan kebinasaan.

Sesungguhnya tidak ada satupun hal yang tersembunyi bagi Tuhan. Mungkin kita bisa memperdaya manusia lewat alasan-alasan yang kita ciptakan, tetapi itu tidak akan pernah mampu memperdaya Tuhan. Pada saatnya kelak kita harus mempertanggungjawabkan segala-galanya di hadapan tahtaNya, termasuk pula berbagai alasan yang mungkin kita anggap biasa-biasa saja atau bukan apa-apa dibanding dosa-dosa lainnya yang menurut kita lebih serius.

Ngeles, apapun alasannya tetap merupakan kebohongan yang punya konsekuensi serius. Bukankah firman Tuhan sudah berkata: "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat." (Matius 5:37).  Dari contoh Saul kita bisa melihat bahwa terus bikin alasan bisa membuat kita kehilangan kepercayaan dari Tuhan. Pilihan ada pada kita. Apakah kita mau bersikap dewasa dan dengan lapang dada mengaku dengan jujur dan bertanggung jawab atas kesalahan kita lalu memperbaikinya atau kita memilih untuk terus membela diri dengan berbagai alasan lalu kehilangan kepercayaan Tuhan. Hari ini mari kita ambil keputusan yang benar agar kita tidak perlu mengulangi kesalahan fatal Saul.

Honesty costs nothing, lying could cost you everything

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, July 19, 2016

Ngeles ala Saul (1)

Ayat bacaan: 1 Samuel 15:24
=====================
"Berkatalah Saul kepada Samuel: "Aku telah berdosa, sebab telah kulangkahi titah TUHAN dan perkataanmu; tetapi aku takut kepada rakyat, karena itu aku mengabulkan permintaan mereka."

Suatu kali ada salah seorang murid yang mengambil milik teman sekelasnya. Anak yang menjadi korban pun panik mencari benda kepunyaannya. Pada saat itu sebenarnya ia belum sempat keluar kelas tapi sedang sibuk mengerjakan sesuatu jadi tidak mengawasi barangnya. Saat ditanya, tidak ada satupun anak disana yang mengaku. Untungnya sekolah itu memiliki CCTV di kelas dan setelah diselidiki, sang pelaku pun segera ketahuan. Ketika dipanggil, anak ini tidak mengaku salah. Ia bersikukuh mengatakan bahwa ia tidak melakukan itu. Setelah bukti video ditunjukkan, ternyata ia masih bisa ngeles lagi dengan berkata ia hanya salah ambil karena mengira barang itu miliknya. Padahal di CCTV jelas terlihat bahwa ia membuka tas temannya dan mengambil dari dalam tas tersebut lalu memindahkan ke dalam tasnya. Bagaimana bisa anak sekecil itu melakukan tindakan tidak terpuji lalu ngeles menutupi perbuatannya? Kalau masih kecil saja sudah begitu, gimana kalau sudah besar nanti. Ini benar-benar terjadi. Yang hampir kehilangan adalah anak teman saya yang menceritakan langsung pada saya. "Dia memang suka ngeles om, teman-teman sudah pada tahu sifatnya." katanya pada saya.

Ngeles adalah sebuah kata yang menggambarkan sebuah sikap berdalih, mencari alasan, menghindar dari kesalahan, perdebatan, pembicaraan, tidak mau bertanggungjawab atas kesalahan sendiri dan bisa sampai mencari kambing hitam, menimpakan kesalahan kepada orang lain. Semakin banyak saja orang yang lebih memilih untuk ngeles ketimbang mengakui kesalahan. Dan hebatnya, manusia ternyata sangat kreatif dalam mengarang alasan agar tidak disalahkan. Ada banyak alasan yang bisa disampaikan, mulai dari yang sederhana sampai yang menggunakan imajinasi super canggih. Apapun itu, yang penting alasan dulu. Kalau harus repot sekalipun tetap rela asal tidak harus mengakui kesalahan dengan tulus. Semakin lama ngeles sudah menjadi seperti budaya saja bagi sebagian besar manusia. Saat berselisih paham, orang rata-ratalebih suka mengeluarkan jurus "sebab-akibat", "Saya terpaksa harus berbuat itu karena kamu begitu..." Padahal kalau dipikir baik-baik, bisa jadi kita yang menanggapi terlalu berlebihan karena sedang sensi. Orang yang biasa berdalih atau ngeles biasanya akan makin terbiasa melakukan itu. Orang yang terbiasa berbohong akan terus mengeluarkan kebohongan yang lebih banyak tanpa ada rasa bersalah. Perbuatan seperti ini tidak dibenarkan dan bisa mendatangkan konsekuensi yang serius bagi pelakunya.

Mari kita lihat kembali kisah Saul. Seperti yang sudah dibahas kemarin, Saul mengawali dengan baik dan masa depan Saul sebenarnya sangat menjanjikan. Ia bahkan dikatakan dipenuhi Roh Allah seperti halnya nabi (1 Samuel 10:10-13). Tapi ketidaksetiaannya kepada Tuhan menjadi awal keruntuhannya. Dilanda ketakutan akan kehilangan jabatan sebagai raja dan berbagai kekhawatiran lainnya, bukannya menyerahkan pada Tuhan, tetapi ia justru meminta petunjuk dari arwah karena gentar menghadapi bangsa Filistin dan takut tidak didukung lagi oleh bangsanya. (13:11-12). Ini jelas merupakan kesalahan besar di mata Tuhan. Teguran keras pun diberikan kepadanya lewat Samuel.

Apakah ia sadar dan bertobat? Sayangnya tidak. Dalam 1 Samuel 15 kita bisa melihat bagaimana Saul kembali berlaku buruk. Saat itu Saul diperintahkan untuk menumpas orang Amalek secara total, termasuk ternak-ternak yang mereka miliki. (ay 3). Perintahnya jelas, sayangnya Saul tidak melakukan tepat seperti yang diperintahkan. "Tetapi Saul dan rakyat itu menyelamatkan Agag dan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dan tambun, pula anak domba dan segala yang berharga: tidak mau mereka menumpas semuanya itu. Tetapi segala hewan yang tidak berharga dan yang buruk, itulah yang ditumpas mereka." (ay 9).

Saul dan rakyatnya tidak menuruti perintah Tuhan. Mereka menyimpan ternak-ternak yang gemuk dan hanya menghabisi yang berada dalam kondisi buruk. Mereka merasa sayang jika membuang kesempatan untuk bisa menjadi makmur lewat ternak-ternak hasil rampasan itu. Dan Tuhan pun marah, sampai berkata menyesal menjadikan Saul sebagai raja atas dua hal: Saul telah berbalik dari Tuhan dan tidak melaksanakan firmanNya. (ay 11).

(bersambung)


Monday, July 18, 2016

Kesalahan Saul (2)

(sambungan)

Awal yang gemilang kemudian berakhir dengan kejatuhan karena terus bersikap menghianati Tuhan. Daud pun lalu terpilih menggantikan Saul. Terhadap Daud, Saul pun sempat menunjukkan iri hatinya yang mengarah pada kejahatan demi kejahatan. Kita tahu bagaimana Daud dikejar-kejar Saul dan mendapat ancaman pembunuhan. Tapi Daud tenyata menunjukkan sikap taat penuh pada Tuhan. Daud yakin dengan kuasa Tuhan dan mau menyerahkan seluruhnya ke dalam perlindungan Tuhan. Ia tetap memuji dan memuliakan Tuhan meski hidupnya terancam, dan Daud pun menerima berkat Tuhan seperti yang tertulis dalam 2 Samuel 7:1-17. "Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia. Tetapi kasih setia-Ku tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya." (2 Samuel 7:14-16).

Saat kita bertobat dan menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi, saat kita percaya dan mengenal Tuhan Yesus dengan keyakinan yang berasal dari diri kita sendiri, saat itu sebenarnya kita sudah memulai sebuah awal yang manis, indah dan gemilang. Kita menerima berbagai janji perlindungan, pemeliharaan dan keselamatan dari Tuhan. Tetapi kalau kita terlena dan menjauh dari Tuhan, mulai berkompromi terhadap hal-hal yang sesat dan melakukan perbuatan-perbuatan menyakiti hati Tuhan, kita bisa menuju pada kejatuhan bahkan kebinasaan seperti Saul. Setelah memulai awal yang gemilang dengan menerima Kristus dalam hidup kita secara pribadi, kita harus melanjutkannya dengan terus taat dan setia mengikuti Tuhan. Menyerahkan hidup kita sepenuhnya ke dalam rencanaNya, yang sudah pasti akan indah pada akhirnya. Menjaga setiap langkah dengan mengamalkan atau menghidupi Firman dengan sungguh-sungguh.

Dalam keadaan tertekan, terjepit, dihimpit persoalan, jangan melepas pandangan dari Tuhan. Jangan mencari cara-cara penyelesaian yang tidak sesuai dengan kebenaran, memilih apa yang ditawarkan kegelapan dan meninggalkan Tuhan. Itu pilihan keliru yang bisa merugikan kita. Percayalah bahwa Tuhan punya kuasa yang lebih dari apapun, dan sanggup melepaskan anda tepat pada waktuNya. Jangan tergiur mencari alternatif-alternatif lain akibat tidak sabar. Sebaliknya ketika hidup sudah aman dan sukses, janganlah lupa diri. Pastikan bahwa kita tetap rendah hati, tetap bersyukur kepada Tuhan atas semua berkat yang Dia curahkan bagi kita. Jadikan Tuhan berkuasa atas hidup kita, baik dalam suka maupun duka, agar kita bisa mengakhiri awal yang gemilang dengan akhir yang gemilang pula.

Saul yang kehilangan segala berkat Tuhan dan harus mengalami akhir tragis karena kebodohannya sendiri. Kisah Saul menyatakan adanya konsekuensi atau akibat yang harus kita tanggung jika kita melupakan atau menghianati Tuhan. Sudahkah kita taat sepenuhnya pada Tuhan atau masih bergantung pada hal-hal lain di luar Dia? Bagi yang sudah sukses menggapai mimpi, bagaimana anda menyikapinya? Apakah anda masih tetap rendah hati dan dipenuhi rasa syukur, menjadi saluran berkat bagi sesama atau sudah berubah menjadi orang yang angkuh, rakus dan besar kepala? Apakah kita masih berpusat pada Tuhan atau tanpa sadar sudah lama meninggalkanNya dan beralih kepada segala bentuk kegelapan yang ada di dunia? Ini penting untuk diperhatikan dengan serius karena konsekuensi yang harus ditanggung pun tidak kalah seriusnya. Semua tergantung keputusan kita sendiri, oleh sebab itu mari awasi setiap langkah secara sungguh-sungguh agar kita jangan sampai berakhir seperti Saul.

Akhirilah awal yang gemilang dengan gemilang pula

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, July 17, 2016

Kesalahan Saul (1)

Ayat bacaan: 1 Samuel 13:13-14
=========================
"Kata Samuel kepada Saul: "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu."

Kesuksesan kita sangat tergantung dari bagaimana kita memulainya. Membangun pondasi yang kuat itu merupakan hal yang penting. Tapi tidak berhenti sampai disitu saja, karena proses selanjutnya juga akan berperan sangat penting. Menyusun strategi yang baik ke depannya dengan melibatkan Tuhan, memperhatikan dengan baik setiap langkah yang diambil, itu pun akan sangat menentukan seperti apa keberhasilan yang bisa kita raih. Hidup terdiri dari serangkaian sekuens, dimana satu sekuens akan menentukan sekuens berikutnya. Satu langkah salah biasanya akan menuju kepada langkah berikutnya yang salah, semakin jauh dari rencana Tuhan sehingga waktu pun bisa terbuang sia-sia, bahkan bisa mengakibatkan kegagalan kita untuk menggenapi rencana Tuhan yang indah, yang telah Dia sediakan di depan sana. Seperti yang kemarin saya sampaikan, sangatlah bagus kalau kita sudah memulai sesuatu dengan manis. Tapi kemudian pastikan bahwa kita pun akan mengakhiri dengan manis. Karena sesuatu yang dimulai manis masih bisa berakhir buruk apabila kita tidak menyikapi setiap langkah dengan sungguh-sungguh.

Kemarin kita sudah melihat contohnya lewat raja Yehuda bernama Asa. Hari ini mari kita lihat kisah tragis raja lainnya yang juga dicatat dalam Alkitab, yaitu  Saul. Seperti Asa, pada mulanya ia jelas-jelas merupakan orang yang berkenan di hadapan Tuhan. Ia bahkan disebut sebagai orang yang diurapi Tuhan. Ia dikatakan elok rupanya, badannya tinggi (1 Samuel 9:2). Saul juga dikenal sebagai pribadi yang rendah hati (ay 20-21). Ia penuh Roh Allah seperti halnya nabi (10:10-13). Everything was so perfectly good. Saul mengawali segalanya dengan sangat baik dan gemilang.

Tapi yang terjadi kemudian sangatlah ironis. Mulai dari pasal ke 13 tanda-tanda kejatuhan Saul mulai terlihat dalam sekuens yang terus bertambah buruk. Kalau mau ditarik asalnya, akar penyebabnya sebenarnya jelas. Kejayaan Saul tidaklah diikuti dengan ketaatan dan kesetiaan pada Tuhan. Worry, stress and fear were all over his mind. Ia mulai hilang pengharapan dan kesabaran. Ia meminta petunjuk dari arwah karena gentar menghadapi bangsa Filistin dan kuatir tidak lagi didukung oleh bangsanya (13:11-12). Ia tidak lagi percaya dan berserah kepada Tuhan, melainkan mulai mencari alternatif-alternatif sendiri yang merupakan hal yang jahat di mata Tuhan. Seseorang yang mengawali langkahnya dengan sangat baik bahkan diurapi Roh Tuhan ternyata kemudian melakukan begitu banyak kesalahan, dari satu kepada yang berikut dengan tingkatan yang semakin parah.

Atas perilaku-perilaku seperti itu, Tuhan mengutus Samuel untuk menegurnya dengan keras. "Kata Samuel kepada Saul: "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu." (1 Samuel 13:13-14).

Kebodohan Saul membuat apa yang ia mulai dengan baik menjadi kandas. Tuhan berkata: "Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku." (15:11). Pada akhirnya Saul tewas mengenaskan dengan mengakhiri hidupnya sendiri karena menyerah kalah seperti yang dapat kita baca dalam 1 Samuel 31:4 dan 1 Tawarikh 10:4. Dalam Tawarikh dikatakan: "Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah, dan tidak meminta petunjuk TUHAN. Sebab itu TUHAN membunuh dia dan menyerahkan jabatan raja itu kepada Daud bin Isai." (1 Tawarikh 10:13-14).

(bersambung)


Saturday, July 16, 2016

Kesalahan Raja Asa (2)

(sambungan)

Ketika kita mengalami masalah dalam hidup, siapa yang kita andalkan? Mungkin kita bisa geleng-geleng kepala dan sedih melihat raja Asa dan keputusannya, tetapi tidakkah kita sering tergiur untuk melakukan hal-hal yang sama? Ada banyak manusia yang mencoba menyelesaikan masalah lewat hal-hal duniawi, mengandalkan manusia hingga bahkan menjalin perjanjian dengan iblis. Itu bukanlah menyelesaikan masalah, tetapi malah memperbesar masalah. Jika tidak hati-hati, eskalasi masalah pada suatu saat akan sangat sulit untuk dikendalikan, membuat kita jatuh semakin jauh dan berakhir pada sesuatu yang fatal yang sama-sama tidak kita inginkan.

Raja Asa mengalami hal seperti itu. Ia terus semakin jauh dalam kesesatan, dan kemudian sudah terlanjur begitu jauh, sehingga sudah sulit baginya untuk kembali ke jalan Tuhan. Ada banyak orang yang terjebak dalam tawaran-tawaran ke dukun, peramal, paranormal dan bentuk okultisme lainnya ketika berhadapan dengan masalah. Itu merupakan kekejian di mata Tuhan. Firman Tuhan jelas berkata "Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Dalam kesempatan lainnya tertulis: "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1).

Dalam kitab Hosea kemarahan Allah pun bisa kita lihat: "Kamu telah membajak kefasikan, telah menuai kecurangan, telah memakan buah kebohongan. Oleh karena engkau telah mengandalkan diri pada keretamu, pada banyaknya pahlawan-pahlawanmu, maka keriuhan perang akan timbul di antara bangsamu, dan segala kubumu akan dihancurkan seperti Salman menghancurkan Bet-Arbel pada hari pertempuran: ibu beserta anak-anak diremukkan." (Hosea 10:13-14). Lihatlah bahwa Tuhan sudah mengingatkan kita berkali-kali untuk tidak mengandalkan manusia atau kekuatan kita sendiri dalam menghadapi masalah, tetapi bergantung kepadaNya dengan sepenuh hati.

Tentu bukan berarti bahwa kita hanya diam saja ketika menghadapi masalah, tetapi pastikanlah bahwa semua yang kita putuskan tidak ada yang salah di mata Tuhan. Pastikan kita sejalan dengan pandangan Tuhan. Ambillah keputusan yang telah dibawa dalam doa terlebih dahulu, dan dengarkan baik-baik apa yang dikatakan Tuhan. Lakukan sesuai dengan itu, dan peganglah Tuhan dengan keyakinan dan kepercayaan yang teguh. Bagaimana kita bisa yakin akan hal itu? Mari kita lihat kembali apa yang dikatakan Hanani kepada Asa: "Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia.." (2 Tawarikh 16:9). Pemazmur pun mengatakan hal yang sama: "Allah memandang ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia, untuk melihat apakah ada yang berakal budi dan yang mencari Allah." (Mazmur 53:3). Kepada orang-orang yang termasuk dalam kategori bersungguh hati terhadap Tuhan, berakal budi dan terus mencariNya, Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu yang ajaib, bahkan diluar hal yang mampu diterima oleh logika kita sekalipun. Tuhan Fiman merngatakan: "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7).

Awali dengan manis, akhiri pula dengan manis. Berhati-hatilah dalam melangkah di sepanjang kehidupan kita agar kita tidak terperosok ke dalam kebodohan yang sama seperti yang dilakukan raja Asa. Masalah apa yang anda alami hari ini? Apakah itu sakit penyakit, krisis keuangan, masalah berat dalam keluarga, studi, karir/pekerjaan, jodoh atau lainnya? Jangan mengandalkan kekuatan manusia, jangan terjatuh ke dalam jebakan okultisme dan tawaran-tawaran menggiurkan lainnya di dunia, tetapi andalkanlah Tuhan. Tetap taruh harapan sepenuhnya ke dalam tangan Tuhan, dengarkan apa kataNya dan lakukanlah sesuai dengan apa yang Dia katakan. Bersabarlah dan pegang teguh janjiNya, karena akan ada saat dimana Tuhan melepaskan anda dan membawa anda menjadi pemenang.

Don't tell God you have big problem, tell your problem you have a big God

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, July 15, 2016

Kesalahan Raja Asa (1)

Ayat bacaan: 2 Tawarikh 16:8-9
========================
"Pada waktu itu datanglah Hanani, pelihat itu, kepada Asa, raja Yehuda, katanya kepadanya: "Karena engkau bersandar kepada raja Aram dan tidak bersandar kepada TUHAN Allahmu, oleh karena itu terluputlah tentara raja Aram dari tanganmu."

Kemarin kita sudah melihat bagaimana pencuri sukacita atau joy stealers bekerja. Menurut Charles Swindoll, seorang pastor senior dari Amerika, ada tiga pencuri sukacita yang paling utama, yaitu worry (cemas/kuatir), stress (tegang, tertekan) dan fear (takut). Ketiga hal ini seringkali berhasil merampas sukacita dari diri kita dan menggantikannya kepada sebuah suasana hati yang tidak lagi ceria, tenang dan bahagia. Masalahnya, jika hal itu dibiarkan maka akan ada kerugian-kerugian yang akan kita alami sebagai konsekuensi dari hilangnya sukacita dari dalam diri kita. Kesehatan kita akan menjadi terganggu, hubungan kita dengan orang lain bisa memburuk dan hal-hal lainnya yang merugikan, termasuk gagalnya kita menuai janji dan rencana Tuhan.

Ada banyak orang yang sebenarnya mengawali hidupnya dengan sukses. Secara perlahan membangun imannya untuk percaya kepada Tuhan dengan ketaatan yang baik, Sayangnya, pencuri-pencuri sukacita kemudian datang dan menghimpit iman dari setiap sisi sehingga kita semakin kehilangan sukacita. Kalau dibiarkan akhirnya bisa jauh dari harapan kita dan rencana Tuhan.Alkitab berisikan banyak contoh yang seperti ini. Mengawali dengan baik, sayangnya menutup akhir kisahnya dengan tragis. Hari ini mari kita lihat satu tokoh yang pernah mengalami hal itu. Tokoh ini memulai dengan manis tapi kemudian jatuh karena kebodohannya sendiri, yaitu seorang raja Yehuda bernama Asa.

Raja Asa memulai karirnya dengan indah. Sebagai salah satu garis keturunan Daud, pada mulanya dikatakan "Asa melakukan apa yang benar di mata TUHAN seperti Daud, bapa leluhurnya." (1 Raja Raja 15:11). Lihatlah bagaimana ia memulai jabatannya sebagai raja. "Ia menyingkirkan pelacuran bakti dari negeri itu dan menjauhkan segala berhala yang dibuat oleh nenek moyangnya. Bahkan ia memecat Maakha, neneknya, dari pangkat ibu suri, karena neneknya itu membuat patung Asyera yang keji. Asa merobohkan patung yang keji itu dan membakarnya di lembah Kidron." (ay 12-13). Hal itu tentu benar di mata Tuhan.

Tetapi kemudian muncullah masalah ketika ia mulai menghadapi tekanan dari raja Israel, Baesa. Peperangan ini membuat dirinya merasa terdesak dan takut. Worry, stress and fear overcame him, and then he started to make wrong moves. Disinilah kesalahan terbesar raja Asa. Ia tidak mengandalkan Tuhan untuk mengatasi rasa takutnya menghadapi peperangan dengan raja Baesa, tetapi malah memilih untuk meminta pertolongan dan menyandarkan dirinya kepada raja Aram. Ia lebih percaya kepada raja Aram ketimbang meminta pertolongan Tuhan. Yang lebih parah, ia bahkan berani mengambil apa yang menjadi perbendaharaan rumah Tuhan untuk diberikan sebagai upeti buat raja Aram. "Lalu Asa mengeluarkan emas dan perak dari perbendaharaan rumah TUHAN dan dari perbendaharaan rumah raja dan mengirimnya kepada Benhadad, raja Aram yang diam di Damsyik." (2 Tawarikh 16:2). Itu adalah sebuah pelanggaran besar di mata Tuhan.

Seorang pelihat bernama Hanani kemudian datang menegurnya. "Pada waktu itu datanglah Hanani, pelihat itu, kepada Asa, raja Yehuda, katanya kepadanya: "Karena engkau bersandar kepada raja Aram dan tidak bersandar kepada TUHAN Allahmu, oleh karena itu terluputlah tentara raja Aram dari tanganmu." (ay 7). Karena keputusan Asa yang salah, kesempatannya untuk menang pun luput dari dirinya. "Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia. Dalam hal ini engkau telah berlaku bodoh, oleh sebab itu mulai sekarang ini engkau akan mengalami peperangan." (ay 9). Sayangnya Asa tidak segera memperbaiki kesalahannya.

Ada peluang baginya untuk bertobat dan kembali ke jalur yang benar ketika ditegur Hanani, tapi sayangnya ia tidak mempergunakannya. Asa yang sudah terlanjur sesat malah menjadi semakin sesat. Yang terjadi malah seperti ini: "Maka sakit hatilah Asa karena perkataan pelihat itu, sehingga ia memasukkannya ke dalam penjara, sebab memang ia sangat marah terhadap dia karena perkara itu. Pada waktu itu Asa menganiaya juga beberapa orang dari rakyat." (ay 10). Bahkan ketika menderita sakit yang parah pun ia tidak juga bertobat, malah semakin jauh meninggalkan Tuhan. "Pada tahun ketiga puluh sembilan pemerintahannya Asa menderita sakit pada kakinya yang kemudian menjadi semakin parah. Namun dalam kesakitannya itu ia tidak mencari pertolongan TUHAN, tetapi pertolongan tabib-tabib." (ay 12). Itulah yang menjadi akhir dari riwayat raja Asa, yang memulai segala sesuatu dengan manis, tapi kemudian melakukan serangkaian kebodohan dan menutup akhir kisahnya dengan tragis.

(bersambung)


Thursday, July 14, 2016

Pencuri Sukacita (2)

(sambungan)

Selain yang disebutkan Swindoll, satu hal lagi yang juga pantas menjadi perhatian kita adalah membereskan segala kesalahan dan masalah kita di masa lalu. Ini sangatlah penting, karena sesungguhnya hidup dengan hati yang tertuduh pun bisa merampas sukacita dari diri kita. Lihatlah ayat berikut ini: "Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah" (1 Yohanes 3:21). Seringkali perasaan tertuduh dan bersalah membuat kita ragu untuk mendekati Tuhan, dan akibatnya kita tidak lagi merasakan sebentuk sukacita yang berasal dariNya. Iblis sangat senang memperdaya kita dengan terus menuduh kita atas segala kesalahan di masa lalu. Bisa begitu intensnya tuduhan itu hingga kita lupa bahwa Tuhan sebenarnya sudah mengampuni kita ketika kita bertobat.

Yesus sudah mengingatkan kita: "Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10). Iblis siap mencuri apa yang kita miliki dan bagian kita yang dijanjikan Tuhan. Bukan hanya mencuri, tapi iblis pun siap membunuh dan membinasakan kita. Membunuh karakter kita, menggagalkan kita dari keselamatan dan menjerumuskan kita ke dalam kebinasaan. Salah satu caranya mencuri biasanya dengan menjadikan kita sebagai tertuduh. Menggunakan kesalahan kita di masa lalu untuk mendakwa kita agar kita tidak bisa maju. Jika kita membereskan semua kesalahan kita, mengakuinya di hadapan Tuhan dan membereskan dengan orang-orang yang berkaitan dengan itu, memberikan pengampunan bagi mereka yang pernah menyakiti kita, iblis tidak akan bisa mendakwa kita, ia tidak akan bisa lagi memperdaya kita.. Kita bisa membangun kembali hubungan kita dengan Tuhan, dan dengan demikian sukacita daripadaNya tidak akan tersumbat melainkan bisa mengalir lancar ke dalam hati kita.

Jangan dasarkan sukacita kita kepada orang atau situasi terkini yang kita hadapi, tetapi dasarkanlah kepada Tuhan. Pandanglah Tuhan dan bukan masalah atau orang-orang yang bermasalah. Itulah sumber sukacita yang sebenarnya, yang sejati. Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bersukacita, karena semua itu berasal dari Tuhan dan itu letaknya sangat jauh di atas segala permasalahan atau orang-orang yang mengecewakan kita. Begitu banyak orang yang keliru meletakkan sukacitanya hingga Firman Tuhan pun mengingatkan hingga berulang dalam ayat yang sama. "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (Filipi 4:4). Lalu dalam kesempatan lain: "Bersukacitalah senantiasa." (1 Tesalonika 5:16).

Percayalah bahwa kita punya Tuhan yang jauh lebih besar dari semua masalah, yang telah memberikan kita sukacita sejati terlepas dari apapun keadaan kita hari ini dan siapapun yang kita hadapi saat ini. Oleh karenanya, jangan biarkan sukacita kita dirampas. Don't let fear, stress, worry, our mistakes in the past and whatever problems to steal our joy. Let's set our mind towards the real joy from the real Source. "Bersukacitalah senantiasa.Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:16-18). Jika anda ingin sukacita sejati yang tidak terguncang oleh apapun, dasarkanlah pada sumber yang benar. Let's rejoice!

True joy isn't found in circumstances but in God

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, July 13, 2016

Pencuri Sukacita (1)

Ayat bacaan: Yohanes 10:10
======================
"Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan."

Orang yang bersukacita dan tidak akan terlihat jelas dari raut wajahnya. Tadinya periang mendadak jadi murung, pendiam dan cenderung menghindar dari orang lain. Ada yang tiba-tiba berubah jadi pemarah dengan emosi yang tidak stabil. Salah sedikit saja urusannya bisa panjang. Ada yang menjadi dingin dan kaku. Pendeknya, mereka mengalami perubahan sikap ke arah negatif yang membuat suasana disekitar mereka tiba-tiba menjadi terasa tidak nyaman, suram atau bahkan panas. Semua ini bermuara pada satu hal yaitu  kehilangan sukacita.

Agar tidak kehilangan sukacita, kita harus tahu apa yang menjadi pencuri sukacita itu. Dalam salah satu bukunya Charles Swindoll menyebutkan ada tiga hal yang paling sering menjadi pencuri sukacita, yaitu: worry, stress and fear. Cemas, stres dan takut. Charles mendefinisikan worry atau cemas sebagai "an inordinate anxiety about something that may or may not occur." Kekuatiran berlebihan terhadap sesuatu yang mungkin bisa atau mungkin tidak terjadi. Stress is "intense strain over a situation we can't change or control". Ketegangan yang intens terhadap sebuah situasi yang tidak bisa kita ubah atau kendalikan. Dan fear: "a dreadful uneasiness over danger, evil or pain." Sebuah rasa gentar yang sangat tidak nyaman terhadap bahaya, perbuatan keji dan rasa sakit.

Menurut Swindoll, ketiga hal inilah yang seringkali bertindak sebagai pencuri sukacita atau joy stealers. Dan untuk mengalahkannya, ia menganjurkan kita untuk mengimani keyakinan Paulus akan penyertaan Tuhan seperti yang disebukan dalam kitab Filipi. "Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus. " (Filipi 1:6). Kalau kita tahu sepenuhnya seperti Paulus, bahwa Tuhan yang sudah memulai sesuatu yang baik bagi kita akan meneruskan sampai pada akhirnya, kita seharusnya tidak perlu kehilangan sukacita.

Kita hidup di dunia yang sulit. Sudah sulit, kita bertemu dengan orang-orang yang siap membuat kita kehilangan kesabaran dan membuat situasi yang sudah buruk bertambah parah. Bukankah itu kita temui hampir setiap saat? Dan kita pun terbatas daya tahan dan sabarnya. Kalau kita terus berpusat pada hal-hal seperti ini, rasa cemas, stres dan takut akan dengan mudah merampas sukacita dari diri kita. Manusia bisa mengecewakan, orang terdekat kita sekalipun pada suatu waktu bisa menyinggung perasaan kita lalu membuat kita terluka, merasa tidak dipeduli, dikhianati dan sebagainya. Apa yang terjadi di depan bisa begitu tidak pasti sehingga membuat kita kuatir. Berbagai bahaya, perbuatan-perbuatan jahat dan rasa sakit bisa setiap saat membuat kita takut. Tapi dengarlah. Tuhan tidak akan pernah mengecewakan kita. Selain yang dikatakan Paulus, Pemazmur juga berseru: "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Tidak hanya dikatakan sebagai tempat perlindungan dan kekuatan dan penolong dalam kesesakan, tapi juga sangat terbukti.

Sebuah sukacita yang sejati itu sesungguhnya berasal dari Tuhan. Bukan dari manusia, bukan pula tergantung dari situasi, kondisi atau keadaan yang tengah kita alami. Artinya, kita tidak harus menggantungkan kebahagiaan dan kegembiraan dalam hidup kita kepada manusia lain di sekeliling kita, atau pada keadaan kita saat ini, melainkan menggantungkannya kepada Tuhan, Allah kita yang tidak akan pernah mengecewakan anak-anakNya. Seperti renungan kemarin, Daud memberitahukan kunci yang bisa membuatnya tetap bersukacita dalam segala kondisi: "Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak.." (Mazmur 16:8-9a).

Masih dari kitab yang sama dikatakan: "Ya, karena Dia hati kita bersukacita, sebab kepada nama-Nya yang kudus kita percaya." (Mazmur 33:21). Dari sini kita bisa melihat bahwa hati kita bersukacita bukan tergantung dari orang lain atau situasi yang kita hadapi, tapi tergantung dari sejauh mana kita percaya pada Tuhan dan mempercayakanNya sebagai sumber sukacita kita yang sejati. Kita tidak akan pernah bisa menghempang masalah, kita tidak akan bisa menghindari persinggungan dengan orang lain. Masalah boleh hadir, orang-orang yang sulit ini bisa kapan saja hadir di depan hidung kita, tapi sukacita tidak boleh hilang karenanya. Mengapa? Karena sukacita sesungguhnya berasal dari Tuhan, bukan dari orang atau situasi di sekeliling kita.

(bersambung)

Tuesday, July 12, 2016

Sukacitanya Daud (2)

(sambungan)

Tuhan selalu siap menyertai kita, dan selalu siap pula memberi kelegaan bahkan melepaskan kita dari belenggu masalah. Mungkin jawaban tidak langsung hadir sesuai keinginan kita, mungkin kita tidak langsung lepas pada saat ini juga, tetapi jika kita memiliki iman yang teguh kita akan tahu bahwa menaruh harapan pada Tuhan tidak akan pernah berakhir sia-sia. Menaruh pengharapan penuh di dalam Tuhan akan membuat kita tidak mudah goyah meski dalam badai, dan dengan demikian kita tidak harus kehilangan sukacita walau sedang berada dalam keadaan yang tidak baik. Kegembiraan akan membuat banyak hal positif hadir dalam kehidupan kita, sebaliknya hati yang selalu susah akan membuat segalanya tampak buruk. "Hari orang berkesusahan buruk semuanya, tetapi orang yang gembira hatinya selalu berpesta." (Amsal 15:15).

Diperlukan iman untuk membuat tetap sadar akan keberadaan Tuhan di dekat kita meski masih berada ditengah masalah. Dengan kacamata iman kita tahu bahwa tangan Tuhan akan selalu siap mengangkat kita keluar tepat pada waktunya. Dengan kacamata iman kita tahu bahwa janji Tuhan cepat atau lambat akan digenapi. Dengan kacamata iman kita akan tahu bahwa Tuhan tidak akan pernah lalai dan akan selalu menepati janji tepat pada waktunya. Hari ini mungkin belum, tetapi iman akan memungkinkan kita untuk percaya sepenuhnya akan itu, sebab firman Tuhan jelas berkata bahwa "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Janganlah ragu apabila pertolongan Tuhan belum hadir saat ini, karena "Tuhan tidak lalai menepati janjiNya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian." (2 Petrus 3:9). Imanlah yang memampukan kita untuk bisa melihat itu. Iman lah yang menjadi bukti akan hal itu, sehingga kita tidak perlu khawatir dan bisa terus memiliki sukacita sejati yang berasal dari Allah dalam menjalani hidup ini.

Bagi anda yang moodnya lagi down bukan karena ada masalah besar, berhentikan segera perasaan itu. Semakin anda biarkan, semakin berlarut-larut pula anjloknya mood itu. Semakin lama dibiarkan, semakin berat pula untuk kembali naik. Kalau kuatir akan hal yang masih belum terjadi, hentikan segera juga. Sebab Firman Tuhan pun sudah berkata: "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?" (Matius 6:27). Arahkan pandangan anda kepada Tuhan. Yakinlah bahwa Dia tidak pernah meninggalkan anda. Dia berdiri tepat di sebelah anda dan siap untuk berjalan bersama anda. Sadari bahwa sukacita sejati berasal dari Tuhan dan tidak pernah tergantung dari kondisi yang kita alami saat ini.

Mari kita baca sekali lagi bagaimana Daud tetap bisa bersukacita bahkan bersorak-sorak meski tengah berada dalam kesulitan sekalipun. "Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak.." (Mazmur 16:8-9a). Itulah kunci untuk memperoleh sukacita sejati yang tidak tergantung dari keadaan. Itulah rahasia agar jiwa kita bisa tetap bersorak-sorak walaupun situasi dan kondisi sedang jauh dari kondusif. Daud mengetahui kuncinya dan ia sudah membagikannya kepada kita. Mari kita tanamkan ayat ini dalam-dalam sehingga kita tetap bisa berdiri tegak dengan sukacita tanpa terpengaruh apapun yang  terjadi hari  ini.

Sukacita sejati tidak tergantung dari kondisi melainkan dari kedekatan kita dengan Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, July 11, 2016

Sukacitanya Daud (1)

Ayat bacaan: Mazmur 16:8-9a
======================
"Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak.."

Seorang teman yang biasanya ceria tiba-tiba berubah jadi pendiam. Air mukanya keruh meski tidak menunjukkan emosi atau sedih. Ia hanya diam dan menyapa sekenanya. Setelah saya tanya, ia baru bercerita kalau sebenarnya ia tidak punya masalah yang terlalu pelik, hanya saja moodnya sedang down. Bukankah kita pun bisa atau pernah mengalami hal itu? Mungkin karena terlalu lelah, mungkin karena ada gangguan-gangguan yang meski kecil tapi tetap saja merusak mood kita. Itu wajar saja. Masalahnya, kalau mood yang kurang kondusif itu kita biarkan, biasanya mood bukannya makin baik tapi memburuk. Bisa berubah jadi emosi, jadi mudah marah, gampang kesal dan salah-salah orang yang tak bersalah bisa kita semprot tanpa kita sadari. Dibiarkan saja bisa seperti itu apalagi kalau diladeni, semakin dirasa-rasa, semakin disulut. Wah, bisa makin besar baranya.

Hidup memang tidak mudah. Jika melihat hidup yang semakin sulit, itu tidaklah mengherankan. Tetapi itulah sebenarnya sebuah kekeliruan dalam memandang sukacita. Kita berpikir bahwa sukacita akan otomatis hadir jika hidup tanpa masalah. Tetapi saya pun telah bertemu dengan banyak orang yang tidak merasa bahagia justru di tengah kemewahan mereka. Sebaliknya, ada orang yang hidupnya pas-pasan atau malah sedang kekurangan, tapi mereka masih punya sukacita.

Menyerahkan perasaan kepada kesulitan yang tengah dihadapi akan membuat kita semakin jauh dari sukacita. Kalau membiarkan hati dan otak kita terus memikirkan atau merasakan kesusahan, sukacita pun terusir dari diri kita. Kita yang sedang susah akan mudah berkata bahwa kita bisa tidak mungkin bisa gembira ketika hidup sedang penuh dengan problema, tetapi masalahnya jarang sekali hidup berjalan tanpa masalah. Kita akan berhadapan dengan setumpuk permasalahan, yang terkadang bahkan datang pada waktu bersamaan sekaligus. Kalau kita gantungkan sukacita disana, mau kapan kita bisa bersukacita? Bukankah hidup hampir tidak pernah bisa sepenuhnya bebas tanpa masalah? Jika demikian, bagaimana kita bisa tetap merasakan sukacita meski di tengah kesulitan-kesulitan yang ada dalam hidup kita? Lewat Daud kita bisa menemukan jawabannya. Sukacita yang bisa membawa rasa gembira dalam hidup ternyata bukan tergantung dari kesulitan-kesulitan yang kita alami, melainkan bergantung kepada seberapa jauh kita mengandalkan Tuhan dalam hidup kita, seberapa dekat kita berada denganNya, atau seberapa jauh kita menyadari  keberadaan Tuhan bersama dengan kita.

Daud adalah seorang raja. Tapi status raja terbukti tidak serta merta membuat hidupnya aman dan tenang seratus persen. Disamping berkuasa sebagai raja, Daud adalah manusia yang sama seperti kita. Berulang kali Daud mengalami masa-masa sulit bahkan tidak jarang nyawanya terancam. Daud bisa dengan mudah menyalahkan Tuhan jika ia keliru dalam memandang hubungan antara kedekatan dengan Tuhan dan bagaimana kehidupan real-nya berjalan. Tetapi Daud tidaklah berpikir demikian. Lihatlah apa yang ia katakan. "Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak" (Mazmur 16:8-9). Daud mengerti benar bahwa sukacita dan sorak-sorai bukanlah bergantung dari berat-ringannya situasi yang sedang ia hadapi. Tetapi ia percaya bahwa dengan memandang kepada Tuhan, menyadari kehadiran Tuhan yang selalu berjalan di sebelahnya dengan setia akan membuatnya mampu untuk terus berdiri tegak meski situasi sama sekali sedang tidak baik. Bagi Daud, kehadiran Tuhan bersamanya merupakan kunci utama yang membuatnya mampu terus hidup dengan penuh sukacita. Ia menolak untuk memandang masalah tapi mengarahkan pandangannya kepada Tuhan. Saat ia memandang kepada Tuhan, ia mendapati bahwa Tuhan berdiri di sebelah kanannya. Menopangnya. Karenanya ia tidak goyah. Dan karenanya, hatinya tetap bisa bersukacita bahkan jiwanya ia katakan bersorak-sorak. Daud tahu kalau Tuhan ada di sampingnya, tidak ada yang perlu ia takutkan. Bersama Tuhan ada perlindungan, solusi, pertolongan bahkan kemenangan. Kalau begitu bersama Tuhan kita akan selalu bisa bersukacita. Daud sadar betul akan hal itu. Itulah sebabnya kita akan menemukan banyak tulisan Daud yang menyatakan hal ini, termasuk salah satunya ayat bacaan hari ini.

Apakah anda sedang sulit tersenyum dan tidak merasa bahagia saat ini? Apa yang dilakukan Daud akan sangat baik untuk direnungkan. Sadarilah bahwa beban kehidupan akan selalu datang silih berganti. Tetapi kabar baiknya adalah, Tuhan mengerti kesulitan kita. Dia mendengar segala teriakan, rintihan dan keluh kesah kita dan sangat peduli terhadap itu semua. Yesus bersabda: "Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28).

(bersambung)


Sunday, July 10, 2016

Siap Sedia Setiap Waktu (2)

(sambungan)

Sebuah contoh menyampaikan firman Tuhan pada saat yang bagi kita dianggap sebuah waktu yang sungguh tidak tepat bisa kita lihat lewat kisah Paulus dan Silas yang sudah saya pakai sebagai bahan renungan beberapa hari terakhir.  Mari kita lihat lagi dalam Kisah Para Rasul 16.  ketika Paulus dan Silas dipenjara setelah mengalami siksaan sebelumnya. Dalam keadaan kesakitan, mereka dipasung dan diletakkan dalam ruang penjara terdalam. Bukankah itu adalah saat yang sangat tidak baik untuk mewartakan firman Tuhan? Kita mungkin akan meratap kesakitan dengan luka cambuk di punggung dan bagian tubuh lain, menggigil kedinginan atau gemetar ketakutan kalau-kalau kita kemudian dibunuh. Tetapi perhatikan apa yang dilakukan Paulus dan Silas pada waktu itu. "Tetapi kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka." (Kisah Para Rasul 16:25). Yang terjadi selanjutnya sungguh ajaib. Sebuah gempa hebat terjadi, dan mereka pun lepas dari belenggu.

Mukjizat malam itu tidak berhenti sampai disitu saja, karena kemudian kita mengetahui terjadi pertobatan kepala penjara dan seisi rumahnya. Si kepala penjara bertanya apa yang harus ia perbuat agar selamat. "Jawab mereka: "Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu." (ay 31). Paulus dan Silas pun kemudian menyampaikan firman Tuhan kepada seluruh keluarga kepala penjara. "Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan kepada semua orang yang ada di rumahnya." (ay 32), dan memberi diri mereka dibaptis. (ay 33). Dari kisah ini kita bisa melihat bagaimana firman Tuhan itu sanggup menyelamatkan dan memerdekakan. Waktunya sangat tidak baik, tapi Paulus dan Silas ternyata siap setiap saat, meski dalam keadaan seperti itu. Bukan saja mereka dibebaskan, tapi ada pertobatan dari kepala penjara dan keluarganya.

Di pundak kita semua pesan yang sama ini telah disematkan. Baik atau tidak baik waktunya, kita harus selalu siap sedia menyampaikan kebenaran firman Tuhan, membimbing, mengingatkan dan mengajar orang akan keselamatan. Ketika kita memikirkan betapa sulitnya atau mungkin berbahayanya menjadi duta Kerajaan Allah untuk menyampaikan berita keselamatan, kita bisa belajar dari keteladanan yang ditunjukkan oleh Paulus dan Silas ini. Caranya pun bisa seribu satu macam. Mungkin kita tidak bisa berkotbah, tapi mungkin kita bisa menulis. Jika tidak bisa menulis, kita bisa bersaksi tentang hal-hal yang sederhana, dan sebagainya. Sekedar menyampaikan kesaksian bagaimana sukacitanya hidup yang selalu berada dalam lindungan Tuhan pun bisa menjadi berkat buat banyak orang. Bahkan seharusnya terang Kristus bisa tercermin dari cara hidup kita, Tingkah laku, perkataan, perbuatan dan gaya hidup kita, itupun bisa menjadi cara tersendiri untuk memperkenalkan Kristus kepada orang lain.

Apa yang menjadi tugas kita adalah kita harus senantiasa siap sedia untuk menyampaikan firman Tuhan, dan biarkanlah firman itu kemudian berjalan sendiri dengan kuasaNya untuk menjangkau jiwa-jiwa. Sebab Tuhan berkata: "Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:10-11). Mari kita perhatikan orang-orang disekeliling kita hari ini. Adakah yang membutuhkan penghiburan dan siraman firman Tuhan? Sudahkah kita peduli kepada mereka? Tetaplah siap sedia untuk memberitakan firman, meski waktunya baik ataupun tidak.

Always be ready and prepared to preach the Word, in season and out of season

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, July 9, 2016

Siap Sedia Setiap Waktu (1)

Ayat bacaan: 2 Timotius 4:2
========================
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran."

Ada banyak teman saya yang aktif bermusik. Main di wedding, event musik sampai festival. Ada yang punya manajer, ada yang masih merintis dan menjalankan sendiri fungsi manajerialnya. Sukses atau tidaknya mereka akan terlihat dari kesiapan mereka. Band atau musisi yang siap kapan saja saat ada yang minta main akan dapat job lebih banyak dibanding mereka yang kurang atau tidak siap. Tidak siap bagaimana? Biasanya mereka jarang latihan dan hanya latihan saat ada jadwal main. Ketika ada job dadakan dengan waktu mepet, mereka pun harus menolak karena tidak punya cukup waktu latihan. Ada yang sibuk kerja, mereka ini pun susah menyesuaikan jadwal. Bagi mereka yang fokus nge-band, ajakan main mendadak tidak akan menjadi masalah karena mereka siap. "Ready or not, siap atau tidak, kita ambil. Karena kita memang mau serius berprofesi disini", ujar seorang teman pada suatu kali. Kesiapan mereka, mau waktu persiapan santai atau mepet, waktunya baik atau tidak, itulah yang seringkali menjadi salah satu faktor penentu maju tidaknya karir mereka ke depan.

Bagaimana dalam hal menjalankan tugas mulia mewartakan berita mengenai Yesus? Seringkali kita punya ribuan alasan untuk menolak memberitakan kabar gembira kepada orang. Segala keterbatasan pun akan mudah kita berikan. Takut, tidak tahu caranya, tidak mengerti terlalu banyak, tidak pintar ngomong, sudah terlalu sibuk dan lain-lain, termasuk alasan waktunya kurang tepat, sedang tidak pas. Padahal seringkali bukan waktunya yang tidak pas, tapi kitanya lah yang tidak siap. Padahal cara-cara sederhana seperti menyampaikan kesaksian tentang hal-hal yang kita alami langsung pun bisa sangat efektif untuk menceritakan kebenaran. Kalau kita tidak siap, kita tidak akan bisa merespon saat Tuhan membawa jiwa datang pada kita. Kesempatan untuk membawa jiwa menuju pertobatan pun akan terlewatkan sia-sia.

Berkenaan dengan hal ini, ada sebuah pesan dari Paulus yang amat penting. "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2). Mengacu kepada pesan ini, kita bisa melihat bahwa tugas untuk menyampaikan firman itu bukanlah hanya di saat kita punya waktu saja, atau ketika memungkinkan, tetapi harus senantiasa mengikuti hidup kita. Baik atau tidak baik waktunya, kita harus selalu siap sedia.

Dan pesan ini penting adanya, karena sesaat sebelum Tuhan Yesus naik ke Surga, Dia pun menyampaikan sebuah Amanat Agung yang wajib dilaksanakan oleh semua orang yang beriman kepadaNya. "Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:18-20). Lihatlah bahwa kita tidak melakukannya sendirian, tetapi ada penyertaan Tuhan yang memampukan kita untuk melakukan itu.

 Kembali kepada 2 Timotius 4:2, perhatikan pula bahwa Tuhan bilang kita harus siap sedia. Itu artinya kesempatan dan orang-orang untuk kita tuntun bisa datang kapan saja, dan itu Tuhan yang bukakan. Karena dari Tuhan dan waktunya bisa kapan saja, kita harus siap sedia. Bukan bisa atau tidak, tapi bersedia atau tidak, itulah yang penting.

(bersambung)


Lanjutan Sukacita Kedua (5)

 (sambungan) Satu jiwa pun begitu berharga di mata Tuhan. Ketika jiwa itu kembali ditemukan, sang gembala akan menggendongnya dengan gembira...