Thursday, June 30, 2022

Spirit, Volumetrik, Fullness (1)

 Ayat bacaan: 1 Yohanes 4:18
=============
"Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna dalam kasih."

Tampaknya kita belum juga bisa bernafas lega hingga saat ini sejak covid 19 memporak-porandakan tatanan dunia. Mulai dari saat pertama merebak, lalu varian-varian baru datang silih berganti. Baru saja mau tarik nafas, varian baru datang dan kembali membuat kita harus kembali ekstra ketat dan super hati-hati. Berbagai pembatasan apabila kembali diambil sebagai langkah pencegahan atau penyelamatan akan membuat perekonomian yang sebenarnya belum bangkit akan kembali ke titik terendah, jangan-jangan lebih parah lagi dari sebelumnya. Usaha saya mulai anjlok sejak varian Delta tahun lalu. Belum lagi membaik, varian Omicron membuat kondisinya makin hancur. Masih dalam keadaan babak belur bahkan merugi, varian baru yang membuat jumlah yang terkena kembail meroket kembali muncul dan saya tidak tahu entah harus bertahan bagaimana lagi. Hampir semua harga naik, mulai dari kebutuhan pokok hingga kebutuhan lainnya yang terjadi atas berbagai faktor. Sementara orang yang berdagang seperti saya sulit untuk ikut naik mengikuti kenaikan produk yang dijual karena daya beli orang pun jauh menurun. Antara takut terinfeksi lalu menulari istri dan anak karena harus terus keluar mencari nafkah, dan tertekan akibat kondisi ekonomi, betapa hidup hari ini terasa begitu berat.

Saya bukanlah tipe orang yang suka klise dalam berdoa. Saya tidak pernah mau menyembunyikan apa yang saya rasakan, karena biar bagaimanapun Tuhan pasti tahu apa yang tengah berkecamuk di dalam hati saya. Mau sedalam apapun saya sembunyikan, Dia pasti tahu. Karenanya saya lebih suka memakai doa sebagai sarana berbicara, curhat, bertanya apa adanya. Apa yang saya bagikan hari ini adalah hasil yang saya dapat dari 'komunikasi' doa saya disertai dengan perenungan setelahnya.

Beberapa waktu kemarin saya sudah menyampaikan mengenai soal takut. Kali ini ternyata apa yang saya dapat adalah jawaban lain yang masih berhubungan dengan rasa takut, yang disertai pula dengan doa dari Paulus untuk jemaat Efesus yang membuat saya diberkati karena terasa sangat relevan dengan apa yang saya alami. Semakin saya merenungkan dan menelaahnya, semakin saya merasa dikuatkan dan dilapangkan. Saya berharap semoga renungan kali ini bisa menguatkan teman-teman yang sedang mengalami perasaan yang sama, bukan cuma atas kemelut yang diakibatkan virus tapi juga dalam hal-hal lainnya.

Saya akan mulai dengan ayat yang seperti sangat nyaring bunyinya dalam telinga saya saat berdoa.

"Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna dalam kasih." (1 Yohanes 4:18).

Ini buat saya adalah teguran. Teguran karena saya membiarkan rasa takut itu ada meski di sisi lain saya sedang terus berusaha menguatkan iman saya. Di dalam kasih itu tidak dikenal yang namanya ketakutan. Mengapa? Sebab kasih yang sempurna seharusnya melenyapkan ketakutan. Ketakutan itu sesungguhnya mengandung hukuman, dan apabila saya atau kita masih takut, itu berarti kita tidak atau belum sempurna dalam kasih. 

(bersambung)





Wednesday, June 29, 2022

Takut Berlebihan

 Ayat bacaan: Markus 5:36
==========
"Jangan takut, percaya saja!"


Apakah anda masih ingat saat virus pertama kali masuk ke Indonesia di sekitar bulan Maret tahun 2020? Tiba-tiba hidup kita seperti dijungkirbalikkan. Mendadak kita berkejaran dengan waktu untuk mengaplikasi gaya hidup baru seraya melihat begitu banyak orang terinfeksi di sekitar kita. Kita dipaksa berubah dalam tatanan new normal, hidup dengan kebiasaan baru sementara namanya kebiasaan itu bukanlah sesuatu yang instan. Butuh waktu bagi kita untuk terbiasa dahulu terhadap sesuatu alias beradaptasi agar kita bisa hidup dengan kebiasaan yang baru itu. Cuci tangan berulang-ulang, tidak lagi boleh bersalaman, pakai masker harus benar, hand sanitizer yang waktu itu sempat menggila harganya itupun kalau tidak sulit ditemukan. Belum lagi yang kehilangan mata pencaharian, diberhentikan atau dirumahkan, gulung tikar atau bangkrut dan sebagainya.

Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya hidup dalam suasana yang tiba-tiba berubah 180 derajat dalam waktu yang sangat singkat. Saya yang waktu itu baru punya bayi berusia setahun harus ekstra hati-hati karena tidak ingin anak yang masih rentan ini sampai terkena, sementara saya harus terus berada di luar atau kami tidak makan. Berita media massa yang simpang siur dan cenderung menebar kengerian, ketidakjelasan tentang virus ini karena masih baru dan bahaya yang ditimbulkan membuat saya pada waktu itu sempat merasa takut. Takut kalau sampai tertular, takut kalau sampai menularkan.

Saya menulis renungan, pelayanan dan terus berusaha semakin dalam hidup dalam kebenaran Kristus sejak lama. Tapi sebagai manusia biasa, saya harus akui bahwa ada kalanya saya pun masih harus berhadapan dengan rasa takut. Saya mencoba mengatasinya, ada saat saya berhasil tapi ada kalanya rasa takut itu kembali muncul. Dalam doa-doa saya pada waktu itu, saya tidak berusaha 'sok jago' dan 'sok kuat' tapi saya mengakui kepada Tuhan bahwa saya takut.

Takut itu adalah indikasi kurang iman. Saya tahu itu. Sebagai pengikut Kristus saya seharusnya tidak takut. Saya pun tahu itu. But fear is fear. Saya berusaha, tapi secara manusia saya harus akui bahwa saya takut. Disana saya sadar bahwa ternyata iman saya masih belum cukup kuat untuk menghadapi guncangan model ini. Kalau kondisi ini saja membuat saya goyah, bagaimana dengan guncangan lain yang mungkin saja datang kelak? Itu yang saya pikir. Saya tahu saya harus mengatasinya, tapi hingga beberapa waktu saya tidak kunjung sanggup. Hari ini saya akan bagikan apa yang saya dapatkan dari saat-saat teduh pada waktu itu dan bagaimana saya berdamai dengan rasa takut kemudian perlahan keluar dari rasa itu.

1. Jangan bohongi diri apalagi Tuhan. Kalau memang takut, ya takutlah. Terkadang takut itu ada bagusnya karena bisa bikin kita waspada, tapi menjadi tidak bagus kalau rasa takut itu sudah merampas sukacita dan damai sejahtera dari dalam diri kita. So, we have to know when we have to overcome it before it consumes us.
2. Takut yang berlebihan dan berkepanjangan akan membuat kita tidak lagi bisa melihat bukti penyertaan dan ikut campur Tuhan dalam hidup kita. Kita lupa semua berkat dan mukjizat Tuhan di masa lalu yang pernah kita alami dan kita lupa bahwa kalau dulu Tuhan bisa, sekarang pun bisa. Dengan kata lain, sama saja dengan kita mengabaikan track record Tuhan yang sesungguhnya nyata.
3. Takut yang berlebihan bisa membuka celah buat iblis untuk semakin menjauhkan kita dari atmosfir Tuhan, membenamkan kita semakin jauh dalam ketakutan lalu menjatuhkan, menghancurkan dan membinasakan.
4. Takut yang dibiarkan malah menghambat imunitas, bisa membuat kita sakit dan mendatangkan banyak masalah baru.

Saya garis bawahi kata 'takut yang berlebihan', karena saya rasa Tuhan tidak akan menghukum kita karena takut. Tapi kita harus tahu batas sampai dimana rasa takut kita dan sampai kapan kita harus membiarkan rasa itu ada dalam diri kita.

Di saat-saat seperti itu, dan mungkin ada yang sedang mengalami dalam bentuk lain di saat sekarang, itu adalah saat dimana iman kita benar-benar diuji. Dan pada waktu itu, saya harus jujur bahwa iman saya ternyata masih harus jauh dipertebal lagi. Awal pandemi merupakan momen dimana saya sadar bahwa masih banyak yang harus saya benahi dari diri dan iman saya. Satu hal lagi yang penting, kejadian saya bersama rasa takut itu membuat saya sadar saya makin harus bergantung pada Tuhan. Itu akan jauh lebih baik daripada bentuk iman yang 'sok jago', karena Tuhan tidak akan pernah bisa dikelabuhi dengan iman yang buta, apalagi kalau kita malah 'memerintah' Tuhan untuk buat mukjizat segera sesuai keinginan kita.

Waktu itu saya menyadari bahwa bentuk iman yang percaya tidak bisa diperoleh hanya dari mendengar dan membaca, hanya bersifat text book, tapi ada kalanya kita harus diuji agar kita tahu sampai dimana kekuatan kita hari ini dan apa yang harus ditingkatkan. Dan saya juga tahu bahwa saya bisa jujur saja mengakui di hadapan Tuhan, karena saya percaya Tuhan suka kita apa adanya. 

Pada saat itu, saya merasakan sebuah kalimat dalam hati saya, "Jangan takut, percaya saja", tepat seperti yang diucapkan Yesus kepada pemilik rumah ibadat yang baru kehilangan anaknya seperti yang tertulis dalam Markus 5:36. Dan lihatlah apa yang terjadi setelahnya, mukjizat besar turun atas pemilik rumah ibadat. Dan itu terjadi saat percaya kemudian menggantikan takut. Siapapun yang hari ini tengah berhadapan dengan jenis rasa yang tidak enak dan tidak kondusif ini, ayo kita sama-sama terus berproses menaikkan kadar keimanan kita. Karena tanpa itu, kita akan membuang banyak waktu, menyiksa diri dan melewatkan segala hal luar biasa yang Tuhan pernah, sedang dan akan terus kerjakan dalam hidup kita.

Don't be afraid, just believe

Tuesday, June 28, 2022

Karena Percaya Bukan Melihat (2)

 Lantas bagaimana dengan “Hidup karena PERCAYA”? Defenisi dari percaya artinya “keyakinan mendasar terhadap sesuatu yg mengacu kepada kebenaran”. Kita percaya pada sesuatu yang kita anggap benar, meski kita mungkin belum melihat buktinya. Yang menarik, jika kita melihat ayat ini dalam bahasa aslinya, kata yang dipakai adalah “pisteos” , dan pisteos berarti Faith atau iman. Hidup yang berdasarkan pisteos alias faith atau iman kalau di ilustrasikan kira-kira seperti ini:




Jadi, ayat ini sebenarnya berkata bahwa hidup karena PERCAYA adalah hidup karena IMAN. Iman yang bagaimana? Iman yg percaya  bahwa Firman Tuhan “ya” dan “amin”, iman yang yakin bahwa Tuhan itu ada dan nyata, perlindunganNya pun ada dan nyata, iman yang yakin bahwa bersama Tuhan kita tidak perlu khawatir dalam menjalani hidup. Tentu saja bukan berarti bahwa kita bisa seenaknya dan sembrono karena percaya, tetapi yang disertai dengan menerapkan kedisplinan dan kepatuhan dengan baik.

Pertanyaan selanjutnya, kenapa hidup karena percaya itu jadi penting? Ketahuilah bahwa hidup itu dinamis dan kontinu. Hidup itu progresif, tidak stagnan apalagi mundur. Hidup merupakan sebuah (1) rangkaian perjalanan, (2) sesuatu yang move forward alias melangkah maju, oleh karenanya harus disikapi dengan (3) penuh perencanaan atau tata kelola yang baik. Karenanya, hidup dengan iman akan sangat menentukan siapa dan bagaimana kita ke depan.

Saya adalah tipe orang yang logis. Data, fakta, itu penting buat saya. Tapi kalau hanya itu yang saya lihat, saat saya berada dalam situasi yang tidak kondusif, maka itu justru akan melemahkan bahkan menghancurkan saya. Ibrani 11:1 mengatakan bahwa "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." Faith really gives assurance. Iman memberi dasar dan bukti yang kokoh dari apa yang belum terjadi. Can you believe in that? If you can, that's what faith means.

Ayat inilah yang kemudian terus menjadi pegangan saya dalam hidup di saat-saat itu, termasuk saat adanya serangan masif dari delta dan omicron, dan saya membuktikan sendiri how powerful it is to living a life by faith then watching the actual things happening around me.

Puji Tuhan hari ini keadaan sudah jauh lebih baik dibanding waktu itu, tapi ingat bahwa situasi belum benar-benar aman. Mungkin ada diantara teman-teman yang seperti saya, masih bergumul dengan kondisi keuangan yang terlanjur hancur gara-gara pandemi, atau mungkin ada juga yang sedang mengalami kekhawatiran atau ketakutan dalam hal lain. Saya mau ajak teman-teman untuk belajar seperti Paulus dan rekan-rekan sepelayanan dalam mengamalkan ayat dari 2 Korintus 5:7 "sebab hidup kami ini adalah HIDUP karena PERCAYA, bukan karena MELIHAT". Rasa takut atau kuatir adalah sesuatu yang wajar. Terkadang bahkan ada baiknya karena itu membuat kita hidup dengan lebih hati-hati Saya pun mengalami itu. Tapi jika itu terus dibiarkan menguasai hidup, apalagi saat hidup berjalan dengan didasarkan pada hal tersebut, maka hidup kita akan makin tidak karuan, bukannya makin baik tapi malah makin  berantakan. Lebih baik perhatiannya diarahkan pada perjuangan untuk memperbaiki keadaan dengan didasari prinsip hidup yang percaya (faith-based life). Hidup karena iman adalah hidup yang dijalani dengan pertimbangan matang dan dengan hikmat, bukan asal-asalan atau sembrono. Yakinlah bahwa Tuhan pasti akan selalu lindungi kita selama kita disiplin.


Keep on living life by faith





Monday, June 27, 2022

Karena Percaya Bukan Melihat (1)

 Ayat bacaan: 2 Korintus 5:7
=============
“sebab hidup kami ini adalah HIDUP karena PERCAYA, bukan karena MELIHAT .”

Tahun 2020 mungkin akan diingat sebagai tahun terkelam di abad ini. Kita mengalami langsung bagaimana virus menyerang seluruh dunia, membuat kita kehilangan orang-orang yang kita kenal dan meluluh-lantakkan segala sendi kehidupan, termasuk ekonomi. Pasti banyak dari kita yang pendapatannya menjadi merosot bahkan hancur-hancuran. Belum lagi rasa takut dengan adanya virus yang bisa menular kapan saja dari siapa saja.

Saya pun sama seperti anda, mengalami hal itu. Di satu sisi saya harus terus keluar rumah untuk bekerja dan bertemu banyak orang, di sisi lain saya takut kalau-kalau saya terinfeksi dan membawa virus itu ke rumah, dimana pada waktu itu anak saya masih berusia setahun. Jangan sampai anak dan istri saya nanti kena gara-gara saya yang masih harus berjuang diluar, mau tidak mau, suka tidak suka. Sementara, ambulans terus bolak balik di depan mata, dan berita tentang orang disekitar yang terinfeksi terus saja terdengar. Masa horror itu seperti yang kita tahu berlangsung cukup lama. Saya sempat berpikir, ini kalau bukan mati karena virus ya mati karena lapar. Singkatnya, kalau saya pada saat itu hidup berdasarkan hanya dengan apa yang saya lihat, saya bisa down dan hancur, dan itu justru akan membuat daya tahan tubuh saya drop. Pada suatu malam saat saya merasa mental saya sedang jatuh ke titik nadir, saya mendapatkan pencerahan. Kalau hidup jangan didasarkan pada apa yang kita lihat, lantas kemana harusnya hidup ini didasarkan? Sebuah pertanyaan mendasar dan sederhana yang sayangnya luput saat pikiran kita penuh dengan kekuatiran atau ketakutan.

Ayat yang mencerahkan saya adalah 2 Korintus 5:7 "sebab hidup kami ini adalah HIDUP YANG PERCAYA, bukan karena MELIHAT." 

Hidup yang percaya, bukan hidup yang melihat. Hidup yang didasari percaya, bukan hidup yang didasari penglihatan. Ayat yang sangat singkat ini sontak membuka mata batin saya pada malam itu. Memang singkat, tapi ayat ini sangatlah dalam dan luas aplikasinya, termasuk di masa-masa mengerikan itu. Mari kita bedah ayat ini.

Saya akan mulai dari latar belakangnya. Paulus menyampaikan ayat ini di kota Korintus. Korintus pada waktu itu adalah sebuah kota besar, padat penduduk dan modern. Letaknya ada diantara ibu kota Athena dan kota pertahanan Sparta dan punya dua pelabuhan. Karena lokasinya itu, maka kota Korintus berisi banyak orang-orang intelek yang jalan logikanya dan cara berpikirnya kritis. Jadi menarik buat saya jika Paulus menyampaikan hal ini kepada mereka.

Sekarang mari kita lihat bagaimana bentuk proses respon dari apa yang kita lihat. Kita melihat sesuatu dengan mata, lalu mata melaporkan atau memberi informasi tentang apa yg kita lihat atau baca. Otak kemudian memproses, dan selanjutnya berujung pada memproduksi apa yg kita rasa, apakah rasa senang, sedih, marah, takut, cemas, kecewa dan lain sebagainya. Gambarannya kira-kira seperti ini:





Jadi hidup yg didasari ‘Melihat’ artinya tergantung dari laporan pandangan mata tentang apa yang dilihatnya. Betapa menyeramkan kalau itu yang dijadikan dasar untuk hidup di masa-masa menakutkan seperti itu.

(bersambung)


Sunday, June 26, 2022

God's Most Beautiful Gift (2)

(sambungan)

Teman-teman, ada begitu banyak pengalaman sebelum kehamilan dan peristiwa-peristiwa dalam prosesnya. Ada begitu banyak ayat yang bisa saya jadikan kesaksian tentang kebenaran yang terkandung di dalamnya. Untuk hari ini, saya mau ajak untuk fokus pada satu ayat saja yaitu dari 1 Korintus 2:9 yang mengatakan sebagai berikut: 

 "Tetapi seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." 

Ayat ini dengan sangat jelas menggambarkan bagaimana Allah berkenan untuk menyediakan hal-hal yang bahkan jauh dari jangkauan keinginan kita. Sesuatu yang tidak kita duga, tidak terbayangkan, tidak terpikirkan, sesuatu yang mungkin pernah kita harapkan tapi kemudian sudah kita pasrahkan, bahkan saat kita mungkin tidak merasa layak menerimanya sekalipun. Semua itu disediakan Tuhan, dan itu Dia sediakan bagi siapapun yang mengasihiNya, dengan sepenuh hati. Tuhan mampu, mau dan senang menyediakan itu semua sebagai wujud kasih bagi anak-anakNya yang sungguh-sungguh mengasihiNya.

Perhatikanlah apa yang menggerakkan Tuhan untuk memberi kejutan seperti itu, itu adalah: Kasih. Itulah yang membuat Tuhan dengan senang hati melimpahi kita dengan segala sesuatu yang tidak terbayangkan atau terpikirkan oleh kita. Itulah sebuah bukti nyata bahwa "Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).

 Dalam surat kepada jemaat Efesus kita bisa pula melihat pernyataan ini. "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita."(Efesus 3:20). Perhatikan bahwa Tuhan sanggup melakukan jauh lebih banyak dari apa yang kita doakan atau pikirkan, dan Dia mau memberikan itu dengan senang hati. Bersyukurlah kita punya Bapa yang sudah merencanakan "rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan" (Yeremia 29:11), lengkap dengan berbagai kejutan di dalamnya. Fokus mengasihi Dia, mencari KerajaanNya, melakukan bagian kita sesuai panggilan kita, maka tanpa kita minta pun semua itu akan ditambahkan kepada kita pada waktunya.

Apa yang menjadi kebutuhan anda hari ini? Apakah anda khawatir anda tidak dapat memenuhinya? Apa yang masih menjadi pergumulan anda hari ini, mungkin sudah merasa lelah menanti dan berharap? Anda tidak perlu takut, ragu atau khawatir. Kita punya Bapa yang penuh kasih, dan siap memberikan kita lebih dari apapun yang kita pikir kita butuhkan. 

Tuhan adalah Bapa yang suka memberi bagi anak-anakNya. Syaratnya hanya satu: mengasihiNya dengan sungguh-sungguh. Di dalam kata mengasihiNya itu terkandung ketaatan, kehidupan yang takut dan gentar akan Tuhan, menjauhi laranganNya, mendengar dan mematuhi perintahNya. Di dalamnya ada kesabaran, ketekunan dan keberserahan sepenuhnya kepadaNya. Dia mengenal kita, Dia tahu apa yang kita butuhkan bahkan lebih dari itu. Tuhan siap melimpahkan apapun yang bisa membuat kita mengalami kepenuhan, mukijzatNya nyata dan bukan cuma teori. Itu terjadi dan bisa kita alami dalam hidup nyata. Kalau saya bisa, teman-teman pun bisa. Dan hari ini saya berdoa secara khusus buat teman-teman yang masih bergumul dengan sesuatu. Dalam nama Yesus, percayalah bahwa Dia sanggup mengulurkan tanganNya untuk anda, bahkan lebih dari yang anda harapkan. Amin.

Tuhan adalah Bapa yang suka memberi segala yang indah kepada anak-anakNya yang mengasihi Dia




 

Saturday, June 25, 2022

God's Most Beautiful Gift (1)

 Ayat bacaan: 1 Korintus 2:9
=====================
"Tetapi seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia."


Shalom teman-teman RHO. Ijinkan saya meng-update apa yang terjadi, yang menyebabkan saya menghilang beberapa tahun. Dan saya mohon maaf untuk itu.

Suatu pagi saya bangun seperti biasa. Saat itu saya baru saja membuka usaha baru sehingga saya sedang bersiap-siap untuk pergi jaga toko. (Nanti saya akan bahas lebih lanjut mengenai usaha saya ini karena saya percaya itu ada kaitannya juga dengan kejadian besar yang akan saya bagikan hari ini).

Tiba-tiba saya mendengar suara dalam hati saya, "siap-siap ya." Nah, itu membuat saya terdiam dan berpikir. Siap-siap apa ya..bukankah saya memang lagi siap-siap untuk pergi kerja? Tapi kemudian saya ingat, bahwa istri saya sepertinya belum datang bulan padahal saya tahu seharusnya sudah. Saya langsung buru-buru ke kamar menjumpai istri saya dan menanyakan hal itu.

Saat saya tanya, ia tidak menjawab tapi hanya tersenyum dan berjalan ke kamar mandi. Lantas ia keluar dan membawa test pack, dan saat saya lihat, ada dua garis meski satu garisnya rada samar. "Kamu hamil...?" Tanya saya masih tak percaya. Ia tersenyum dan memeluk saya. Oh my God. Saya waktu itu tertegun diam sambil memeluknya.

Sedikit informasi, saya pada waktu itu sudah menikah selama 10 tahun dan belum dikaruniai anak. Diawal pernikahan saya sempat mencoba ke dokter tapi hasilnya tetap nihil. Saya sempat mendapatkan nubuat pada suatu malam setelah berdoa bahwa Tuhan sudah sediakan anak perempuan buat kami, tapi saya tidak tahu kapan nubuatan itu akan Dia genapi. Meski demikian, saya tetap memegangnya sebagai kebenaran, karena saya yakin Tuhan tidak akan pernah mengingkari janjiNya. Yang saya tidak tahu, janji itu baru Dia genapi setelah 10 tahun, disaat saya dan istri sebenarnya sudah sampai pada titik pasrah untuk menjalani keluarga tanpa anak. Yang penting, kami tetap menjalani dengan bersyukur dan bahagia. 10 tahun saya harus menjadi 'bemper' dari segala pertanyaan sanak keluarga dan teman kenapa kami tidak kunjung punya anak, agar istri saya tidak tertekan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu.

Dan benar. Setelah menunggu hingga cukup waktu untuk melakukan cek, puji Tuhan istri saya benar hamil. Dan saya memegang kebenaran Tuhan, percaya bahwa anak perempuan yang dijanjikan 10 tahun lalu sekarang digenapi. Saya meyakinkan istri saya untuk memikirkan nama untuk anak perempuan saja, sesuai dengan apa yang Tuhan bilang. Kehamilannya tanpa masalah sama sekali, istri saya sehat hingga saat melahirkan dan kita benar-benar menikmati masa 9 bulan itu dengan penuh rasa syukur dan bahagia. Meski konsekuensinya, saya tidak lagi punya waktu untuk menuliskan renungan setiap hari karena harus membagi waktu antara menjaga istri saya, bekerja, menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dilakukan istri saya dan menjaga agar kondisi saya terus fit. Maklumlah kami hidup hanya berdua, sehingga semuanya harus saya ambil alih.

Tepat pada hari Valentine tahun 2019 anak kami pun lahir, tepat seperti apa yang Tuhan katakan. Seorang anak perempuan, dengan berat 2,5 kg saat lahir. Serasa mimpi, saya masih ingat betapa luar biasa rasanya saat saya menggendongnya untuk pertama kali. Kami memberinya nama terdiri dari 3 suku kata yang kalau diartikan menjadi: "yang dikagumi, cahaya dari Surga." Ini fotonya waktu berumur belum sehari. Dia sudah tersenyum.

Hari ini ia sudah berusia 3 tahun setengah dan tumbuh menjadi anak cantik, pintar dan baik. Ia sudah aktif dan sangat rajin memimpin doa sebelum tidur bahkan sudah bisa membantu papa mamanya bekerja. Terima kasih Tuhan untuk anugerah luar biasa ini.

(bersambung)

Monday, June 20, 2022

Renungan Harian Online Akan Kembali Hadir, Segera.

 


Shalom teman-teman, pertama-tama saya mohon maaf yang sebesar-besarnya karena RHO tidak update selama hampir 4 tahun. Dan saya ucapkan terima kasih banyak untuk semua perhatian dari teman-teman sekalian yang bertanya-tanya atas menghilangnya saya dan tulisan-tulisan pada website ini. Saya dalam keadaan baik dan siap untuk kembali menuliskan renungan untuk teman-teman sekalian.

 Dengan ini saya ingin mengumumkan bahwa RHO akan kembali aktif lagi seperti sediakala setiap hari pada jam 21:00 dimulai dari hari Sabtu, tanggal 25 Juni 2022.

Saya akan ceritakan apa yang menyebabkan renungan harian tiba-tiba berhenti terbit di hari Sabtu nanti.  Semoga teman-teman bisa memaklumi. Atas perhatian teman-teman sekalian saya haturkan banyak terima kasih. Tuhan memberkati.

 

Belajar dari Rehabeam (2)

 (sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...