Ayat bacaan: 2 Timotius 2:20
=====================
"Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia."
Cobalah bandingkan bedanya harga peralatan dapur yang terbuat dari kayu dengan yang dari logam. Semakin tinggi kelas logamnya, maka jelas harganya pun semakin meningkat pula berkali-kali lipat. Apalagi jika terbuat dari perak atau bahkan emas, maka harganya selangit. Bukan hanya dari segi kemewahan saja, tetapi mutunya tentu sebanding pula dengan harga. Harga yang terbuat dari kayu memang murah, tetapi daya tahannya tentu tidak sekuat yang terbuat dari logam. Bukan hanya peralatan dapur, tetapi berbagai perabotan, perkakas atau benda-benda lainnya hal yang sama juga berlaku. Yang jelas kita tentu bisa memanfaatkan peralatan dengan mutu baik secara lebih jauh dan lebih lama dibandingkan sesuatu yang memakai bahan seadanya dan tidak tahan lama.
Apabila contoh peralatan dapur dan perabotan rumah tangga di atas kita aplikasikan dalam hal melihat kualitas hidup kita, dimana kita saat ini berada? Apakah kita berada pada deretan perabot perak atau emas yang berkualitas sehingga bernilai tinggi atau hanya terpuruk di bagian perabotan kayu yang akan cepat lapuk dan tidak bakal tahan lama? Itu akan mengarah pada pertanyaan berikutnya yang lebih spesifik, apakah kita rindu untuk memperoleh kemuliaan masuk dalam KerajaanNya atau akan bahagia cukup dengan sekedar lolos dari lubang jarum saja atau sekedar menjadi pelengkap penderita? Apakah kita ingin memperoleh mahkota kehidupan atau cukup hadiah hiburan saja? Apa sebenarnya yang diinginkan Tuhan untuk kita?
Tuhan jelas tidak menginginkan kita berkualitas pas-pasan. Tuhan siap mengangkat kita menjadi kepala dan bukan ekor, Dia siap membawa kita untuk tetap naik dan bukan turun, seperti bunyi FirmanNya dalam Ulangan 28:13. Tuhan sudah mengatakan bahwa Dia menyediakan rancangan terbaik, penuh dengan damai sejahtera untuk hari depan yang penuh harapan. (Yeremia 29:11). Mengacu pada kerinduan hati Tuhan ini dikaitkan dengan ilustrasi di atas, apakah kita sudah menyadari bahwa kita Dia kehendaki untuk menjadi perabot emas dan perak, bukan sekedar kayu dan tanah saja?
Paulus menyinggung hal ini secara khusus dalam suratnya kepada Timotius. "Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia." (2 Timotius 2:20). Dalam Kerajaan akan terdapat perabot-perabot mulai dari emas, perak sampai kayu dan tanah liat. Siapa kita nanti disana? Apakah itu tergantung takdir? Sama sekali tidak. Tuhan justru ingin kita semua untuk bisa menjadi perabot dari emas dan perak! Jika demikian, itu semua tergantung kita sendiri untuk menentukan kita untuk menjadi jenis yang mana. Tuhan ingin kita menjadi emas dan perak, tetapi jika kita tidak serius menanggapinya kita bisa berakhir sebagai kayu atau tanah. Masih mending jika kayunya bagus sehingga bisa dibuat menjadi perabot yang baik, atau tanah yang berkualitas sehingga masih bisa dibentuk menjadi pot. Tapi bagaimana jika kita berakhir menjadi kayu yang lapuk atau tanah yang tidak bisa diapa-apakan, sehingga ujung-ujungnya kita hanya akan dibuang ke perapian?
Lantas bagaimana caranya? Untunglah ketika Paulus menyinggung mengenai kiasan tentang perabot ini dia juga membeberkan caranya. Perhatikan ayat selanjutnya: "Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia." (ay 21). Ini berhubungan dengan ayat sebelumnya: "Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan." (ay 19). Menyucikan diri dari kejahatan, itulah yang akan membuat kita bisa menjadi perabot-perabot dari emas dan perak berkualitas tinggi. Hidup suci, hidup kudus, itu harus terus kita lakukan agar kita layak dipakai untuk setiap pekerjaan mulia. Dalam ayat-ayat selanjutnya kita bisa mendapat penjabaran lebih lanjut dari Paulus akan hal ini. "Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran." (ay 22-23). Jangan mengejar nafsu orang muda tetapi kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai. Jangan mencari masalah karena itu tidak ada gunanya alias sia-sia, dan bersekutulah dengan saudara-saudara seiman. Selanjutnya kita juga diingatkan agar jangan bertengkar tetapi jadilah ramah dan sabar (ay 24), lemah lembut kepada orang-orang yang sulit agar hati mereka bisa terpanggil untuk mengenal kebenaran. (ay 25). Menyucikan diri, itulah intinya yang artinya sama dengan mematikan semua kedagingan yang masih melekat mengotori diri kita. Dalam surat Kolose kita bisa membaca: "Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah (atas orang-orang durhaka)". (Kolose 3:5-6). Lalu, "Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya." (ay 8-10). Semua ini dikatakan berlaku kepada siapapun. (ay 11). Apabila terasa sulit, jangan lupa bahwa kita punya Roh Kudus di dalam diri kita yang akan dengan senang hati membantu proses penyucian diri ini. Ingatlah bahwa Roh Kudus tinggal di dalam orang-orang percaya (Roma 8:11) dan akan terus bekerja untuk menyucikan kita. (Roma 15:16).
Ada banyak di antara orang percaya yang sudah merasa puas untuk menjadi perabot dari kayu dan tanah. Di sisi lain ada pula yang tidak mencukupi syarat untuk menjadi perabot emas dan perak. Tidak cukup setia, tidak mau memisahkan diri dari berbagai pengaruh yang membawa kecemaran, tidak mau berpaling dari keduniawian untuk berjalan di jalan yang benar bersama Tuhan. Tuhan tidak menghendaki kita untuk berakhir seperti itu. Tuhan siap memakai kita untuk maksud mulia, tetapi kita harus terlebih dahulu menyucikan diri kita. Itulah yang sesungguhnya menjadi panggilan Tuhan buat kita semua, dan seperti itulah kita seharusnya. Jangan berhenti untuk terus berbenah meningkatkan kualitas diri dan iman kita. Ijinkanlah Roh Kudus untuk terus bekerja atas diri kita sehingga kita bisa menjadi perabot bernilai tinggi terbuat dari logam mulia.
Jangan puas hanya menjadi perabot kayu dan tanah, tetapi tingkatkan terus hingga bernilai seperti emas dan perak
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, January 31, 2013
Wednesday, January 30, 2013
Terima Kasih
Ayat bacaan: 1 Yohanes 3:17
=====================
"Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?"
Agaknya kata terima kasih yang kita pakai untuk menunjukkan apresiasi atas pemberian seseorang sangatlah tepat. Kata terima kasih secara harafiah berarti kita menerima kasih dari seseorang yang memberi sesuatu kepada kita. Dan itu sangatlah tepat dalam merespon sebuah pemberian seperti apa yang dikatakan oleh Firman Tuhan. Lalu untuk menjawab ucapan terima kasih, kita membalas dengan kata "kembali", yang menunjukkan penghargaan kembali atau memberikan kasih kembali kepada orang yang menyatakannya. Kata terima kasih menunjukkan bentuk kasih yang saling berbagi diantara yang memberi dan yang menerima. Seandainya hal ini terjadi pada semua manusia di muka bumi ini, bayangkan betapa indahnya kehidupan semua manusia. Tidak ada perang, tidak ada kekerasan, tidak ada iri hati, egoisme dan sebagainya. Only love and nothing but love. Tidakkah itu sangat indah?
Ayat bacaan kita hari ini berasal dari kitab 1 Yohanes yang menuliskan: "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17). Memberi, itu jauh lebih bernilai ketimbang menerima. Dan jika kita bisa tega terhadap saudara-saudari kita yang membutuhkan uluran tangan sementara kita sebenarnya sanggup berbuat sesuatu untuk mereka, bagaimana kita bisa mengaku bahwa kita memiliki kasih Allah di dalam diri kita? Firman Tuhan sendiri sudah dengan sangat jelas menyatakan bahwa pada suatu saat kita akan mengetahui bahwa memberi akan memberi kebahagiaan lebih dari sekedar menerima. "...sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35). Apa yang kerap kita lihat di dunia justru sebaliknya. Kita terus diajarkan untuk menerima sebanyak-banyaknya lalu memberi sesedikit mungkin. Atau sering juga hanya memberi jika ada agenda terselubung di belakangnya. Dunia terus mempertontonkan hal itu secara terang-terangan seakan-akan itu adalah hal yang wajar dan biasa. Para pejabat mendadak berubah menjadi sangat dermawan dengan membagi-bagikan sembako, kaos atau "amplop" ketika mereka sedang mengincar sebuah kedudukan. Tapi setelah mereka memperoleh apa yang mereka inginkan, tiba-tiba mereka berubah sikap, lupa dan tidak peduli lagi terhadap orang lain. Berbagai bingkisan bisa menumpuk ketika seseorang berada di atas, lalu kelak tidak ada lagi yang ingat ketika mereka sudah turun dari singgasananya. Orang bisa berubah ramah ketika ada perlu, kemudian tidak menoleh lagi ketika tidak ada perlu. Hal-hal seperti ini bukanlah pemandangan langka lagi di sekitar kita hari ini. Di sisi lain, ada banyak pula orang yang tidak berbelas kasih untuk membantu orang lain, meski terhadap teman atau keluarga sendiri. Berbagai alasan pun biasa dijadikan alasan seperti takut tidak dikembalikan, curiga alasan bohong, tidak mau repot dan sebagainya.
Dari Firman Tuhan lewat Yohanes kita bisa membaca bahwa semua itu bukanlah gaya hidup kita, orang percaya, seperti yang dikehendaki Tuhan. Apa yang diinginkan Tuhan adalah sebuah bentuk kerelaan hati lewat belas kasihan yang digerakkan oleh satu hal, yaitu kasih. Perhatikanlah, bukankah segala sesuatu yang kita beri dengan kerelaan hati, yang bermanfaat bagi orang dan tidak bertentangan dengan Firman Tuhan sesungguhnya memiliki satu pesan yang sama yang bersifat universal, yaitu kasih? Kekuatan kasih itu sungguh besar. Begitu besarnya, adalah kasih yang satu-satunya mampu menggerakkan Tuhan untuk mengorbankan AnakNya yang tunggal sekalipun demi menyelamatkan kita seperti yang bisa kita baca dalam ayat emas Yohanes 3:16. Kembali kepada ayat bacaan hari ini, kita bisa melihat inti dari sebuah belas kasih sesungguhnya berasal dari kasih Allah yang terdapat dalam diri kita. Jika kita menutup mata terhadap penderitaan saudara-saudara kita, sementara ada sesuatu yang bisa kita berikan untuk meringankan beban mereka, itu artinya kita tidak memiliki kasih. Dan bagaimana mungkin kita bisa mengaku bahwa kita mengenal Allah dan memiliki kasihNya dalam diri kita? Sebab Firman Tuhan juga berkata: "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
Jika kita mundur satu ayat sebelum ayat bacaan di atas, kita akan mendapatkan ayat yang berbunyi "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita." (1 Yohanes 3:16). Seperti halnya Kristus mengasihi kita, Dia rela menyerahkan nyawaNya sekalipun bagi kita. Karena itu kita pun dikatakan wajib melakukan hal yang sama. Ini berkaitan dengan pesan Yesus: "Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." (Yohanes 15:12-14). Kita diminta untuk mengasihi seperti halnya Kristus mengasihi kita. Jika Dia rela menyerahkan nyawaNya sendiri demi kita, seperti yang telah dilakukanNya, maka artinya kita pun sudah seharusnya siap melakukan hal yang sama pula. Jika besaran kasih yang sesungguhnya sampai sedemikian tinggi, mengapa untuk sekedar menolong meringankan beban saudara-saudara kita saja kita masih sulit? Seringkali sebuah pemberian kita konotasikan dengan uang, benda atau harta dalam jumlah besar, dan kita mungkin merasa belum cukup untuk bisa melakukannya. Padahal pemberian itu tidaklah harus berupa sesuatu yang mahal. Pemberian bisa dalam wujud banyak hal. Meluangkan waktu bagi mereka, menjadi sahabat yang mau mendengar keluh kesah mereka, memberi perhatian dan kepedulian, being there when they need us, bahkan sebuah senyuman tulus sekalipun, itu bisa menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi yang berbeban berat. Itupun merupakan sebuah pemberian yang sama sekali tidak membutuhkan uang.
Intinya adalah, kita sudah pada tempatnya memiliki kepekaan terhadap penderitaan saudara-saudara kita dan melihat apa yang bisa kita berikan kepada mereka atas dasar kasih. Itulah sesungguhnya yang menunjukkan seberapa besar kasih Allah itu ada dalam diri kita, dan sejauh mana kita bisa menghargai kasih yang telah Dia alirkan kepada kita. Setiap pemberian haruslah berdasarkan kasih, itu kata Firman Tuhan yang harus kita ingat baik-baik. Bukan atas dasar pamrih, maksud-maksud tersembunyi dan sebagainya. Dan ingat pula bahwa setiap orang yang mengasihi seharusnya memiliki kerelaan pula untuk memberi. Karenanya Yohanes pun menghimbau: "Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." (1 Yohanes 3:18). Jangan cuma terbatas dengan ucapan saja, tetapi aplikasikanlah secara nyata lewat perbuatan-perbuatan dalam kebenaran. Sudahkah kita memberikan sesuatu bagi saudara-saudara yang kita kasihi hari ini? Tanpa itu, kita tidak berhak mengaku bahwa kita memiliki kasih Allah dalam diri kita.
Memberi artinya menyatakan kasih kepada saudara-saudara kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?"
Agaknya kata terima kasih yang kita pakai untuk menunjukkan apresiasi atas pemberian seseorang sangatlah tepat. Kata terima kasih secara harafiah berarti kita menerima kasih dari seseorang yang memberi sesuatu kepada kita. Dan itu sangatlah tepat dalam merespon sebuah pemberian seperti apa yang dikatakan oleh Firman Tuhan. Lalu untuk menjawab ucapan terima kasih, kita membalas dengan kata "kembali", yang menunjukkan penghargaan kembali atau memberikan kasih kembali kepada orang yang menyatakannya. Kata terima kasih menunjukkan bentuk kasih yang saling berbagi diantara yang memberi dan yang menerima. Seandainya hal ini terjadi pada semua manusia di muka bumi ini, bayangkan betapa indahnya kehidupan semua manusia. Tidak ada perang, tidak ada kekerasan, tidak ada iri hati, egoisme dan sebagainya. Only love and nothing but love. Tidakkah itu sangat indah?
Ayat bacaan kita hari ini berasal dari kitab 1 Yohanes yang menuliskan: "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17). Memberi, itu jauh lebih bernilai ketimbang menerima. Dan jika kita bisa tega terhadap saudara-saudari kita yang membutuhkan uluran tangan sementara kita sebenarnya sanggup berbuat sesuatu untuk mereka, bagaimana kita bisa mengaku bahwa kita memiliki kasih Allah di dalam diri kita? Firman Tuhan sendiri sudah dengan sangat jelas menyatakan bahwa pada suatu saat kita akan mengetahui bahwa memberi akan memberi kebahagiaan lebih dari sekedar menerima. "...sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35). Apa yang kerap kita lihat di dunia justru sebaliknya. Kita terus diajarkan untuk menerima sebanyak-banyaknya lalu memberi sesedikit mungkin. Atau sering juga hanya memberi jika ada agenda terselubung di belakangnya. Dunia terus mempertontonkan hal itu secara terang-terangan seakan-akan itu adalah hal yang wajar dan biasa. Para pejabat mendadak berubah menjadi sangat dermawan dengan membagi-bagikan sembako, kaos atau "amplop" ketika mereka sedang mengincar sebuah kedudukan. Tapi setelah mereka memperoleh apa yang mereka inginkan, tiba-tiba mereka berubah sikap, lupa dan tidak peduli lagi terhadap orang lain. Berbagai bingkisan bisa menumpuk ketika seseorang berada di atas, lalu kelak tidak ada lagi yang ingat ketika mereka sudah turun dari singgasananya. Orang bisa berubah ramah ketika ada perlu, kemudian tidak menoleh lagi ketika tidak ada perlu. Hal-hal seperti ini bukanlah pemandangan langka lagi di sekitar kita hari ini. Di sisi lain, ada banyak pula orang yang tidak berbelas kasih untuk membantu orang lain, meski terhadap teman atau keluarga sendiri. Berbagai alasan pun biasa dijadikan alasan seperti takut tidak dikembalikan, curiga alasan bohong, tidak mau repot dan sebagainya.
Dari Firman Tuhan lewat Yohanes kita bisa membaca bahwa semua itu bukanlah gaya hidup kita, orang percaya, seperti yang dikehendaki Tuhan. Apa yang diinginkan Tuhan adalah sebuah bentuk kerelaan hati lewat belas kasihan yang digerakkan oleh satu hal, yaitu kasih. Perhatikanlah, bukankah segala sesuatu yang kita beri dengan kerelaan hati, yang bermanfaat bagi orang dan tidak bertentangan dengan Firman Tuhan sesungguhnya memiliki satu pesan yang sama yang bersifat universal, yaitu kasih? Kekuatan kasih itu sungguh besar. Begitu besarnya, adalah kasih yang satu-satunya mampu menggerakkan Tuhan untuk mengorbankan AnakNya yang tunggal sekalipun demi menyelamatkan kita seperti yang bisa kita baca dalam ayat emas Yohanes 3:16. Kembali kepada ayat bacaan hari ini, kita bisa melihat inti dari sebuah belas kasih sesungguhnya berasal dari kasih Allah yang terdapat dalam diri kita. Jika kita menutup mata terhadap penderitaan saudara-saudara kita, sementara ada sesuatu yang bisa kita berikan untuk meringankan beban mereka, itu artinya kita tidak memiliki kasih. Dan bagaimana mungkin kita bisa mengaku bahwa kita mengenal Allah dan memiliki kasihNya dalam diri kita? Sebab Firman Tuhan juga berkata: "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
Jika kita mundur satu ayat sebelum ayat bacaan di atas, kita akan mendapatkan ayat yang berbunyi "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita." (1 Yohanes 3:16). Seperti halnya Kristus mengasihi kita, Dia rela menyerahkan nyawaNya sekalipun bagi kita. Karena itu kita pun dikatakan wajib melakukan hal yang sama. Ini berkaitan dengan pesan Yesus: "Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." (Yohanes 15:12-14). Kita diminta untuk mengasihi seperti halnya Kristus mengasihi kita. Jika Dia rela menyerahkan nyawaNya sendiri demi kita, seperti yang telah dilakukanNya, maka artinya kita pun sudah seharusnya siap melakukan hal yang sama pula. Jika besaran kasih yang sesungguhnya sampai sedemikian tinggi, mengapa untuk sekedar menolong meringankan beban saudara-saudara kita saja kita masih sulit? Seringkali sebuah pemberian kita konotasikan dengan uang, benda atau harta dalam jumlah besar, dan kita mungkin merasa belum cukup untuk bisa melakukannya. Padahal pemberian itu tidaklah harus berupa sesuatu yang mahal. Pemberian bisa dalam wujud banyak hal. Meluangkan waktu bagi mereka, menjadi sahabat yang mau mendengar keluh kesah mereka, memberi perhatian dan kepedulian, being there when they need us, bahkan sebuah senyuman tulus sekalipun, itu bisa menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi yang berbeban berat. Itupun merupakan sebuah pemberian yang sama sekali tidak membutuhkan uang.
Intinya adalah, kita sudah pada tempatnya memiliki kepekaan terhadap penderitaan saudara-saudara kita dan melihat apa yang bisa kita berikan kepada mereka atas dasar kasih. Itulah sesungguhnya yang menunjukkan seberapa besar kasih Allah itu ada dalam diri kita, dan sejauh mana kita bisa menghargai kasih yang telah Dia alirkan kepada kita. Setiap pemberian haruslah berdasarkan kasih, itu kata Firman Tuhan yang harus kita ingat baik-baik. Bukan atas dasar pamrih, maksud-maksud tersembunyi dan sebagainya. Dan ingat pula bahwa setiap orang yang mengasihi seharusnya memiliki kerelaan pula untuk memberi. Karenanya Yohanes pun menghimbau: "Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." (1 Yohanes 3:18). Jangan cuma terbatas dengan ucapan saja, tetapi aplikasikanlah secara nyata lewat perbuatan-perbuatan dalam kebenaran. Sudahkah kita memberikan sesuatu bagi saudara-saudara yang kita kasihi hari ini? Tanpa itu, kita tidak berhak mengaku bahwa kita memiliki kasih Allah dalam diri kita.
Memberi artinya menyatakan kasih kepada saudara-saudara kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, January 29, 2013
Kasih sebagai Sumber Daya Iman
Ayat bacaan: Galatia 5:6
==================
"...faith activated and energized and expressed and working through love." (English AMP)
Jika anda menggunakan Blackberry, anda tentu tahu betapa besarnya kebutuhan smart phone ini akan sumber daya. Baterainya relatif tidak sanggup bertahan lama terutama jika anda sangat aktif berhubungan lewat aplikasi instant messaging atau punya beberapa group di dalamnya yang aktif. Betapa seringnya saya melihat orang sibuk mencari colokan listrik agar Blackberry nya bisa bertahan hidup baik di restoran, cafe dan sebagainya. Demikian pula dengan gadget atau peralatan-peralatan yang menggunakan listrik lainnya. Kita selalu membutuhkan sumber daya agar semua itu bisa beroperasi. Jika listrik padam, maka kita akan bingung tidak tahu harus melakukan apa, karena kita hidup di jaman yang serba elektronik.
Bagaimana dengan iman? Apakah iman juga butuh sumber daya, atau dengan apa iman sebenarnya bekerja? Banyak dari kita yang tidak menyadari bahwa ternyata iman pun butuh 'sumber daya' agar iman kita tetap menyala. Ada hal yang diperlukan agar iman kita tetap bekerja dengan baik, sesuatu yang bisa membuat kita tetap berada dalam proses yang benar dari hari ke hari dan tetap bisa melanjutkan hidup dengan penuh sukacita, penuh pengharapan dalam melewati hari-hari yang sulit.
Hal itu bisa kita lihat dalam surat Galatia, dimana Paulus mengingatkan jemaat tentang apa yang penting atau mempunyai makna mengenai keselamatan. Ia menyinggung tentang banyaknya orang yang lebih bergantung kepada prosesi, tata cara atau ritual-ritual lengkap dengan perulangannya. Ini dianggap penting dan mampu membawa keselamatan, sementara kita lupa akan hal lain yang justru jauh lebih penting, bahkan dikatakan berarti atau bermakna dalam menerima janji-janji Tuhan. Mari kita lihat ayat berikut ini: "Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih." (Galatia 5:6). Paulus memulai bagian ini dengan penegasan tentang kemerdekaan yang sesungguhnya sudah diberikan kepada orang percaya lewat Kristus. (ay 1). Tapi banyak yang tidak mengetahuinya dan masih bergantung kepada prosesi atau ritual, bahkan menganggap prosesi dan ritual sebagai hal yang terpenting lalu melupakan apa yang justru terutama yang harus kita lakukan. Maka Paulus pun mengatakan sia-sialah semua itu tanpa adanya satu hal yang terpenting dalam hidup untuk kita miliki, yaitu iman. Itulah yang dikatakan Paulus sebagai hal yang "mempunyai sesuatu arti", alias bermakna,atau something that really counts. Dan perhatikan ayat Galatia 5:6 bagian terakhir, disana dikatakan bahwa iman itu bekerja oleh kasih. Dalam versi English Amplified bagian ini tertulis sangat detail, "...faith activated and energized and expressed and working through love."
Dari mana iman itu timbul? Firman Tuhan mengatakan bahwa "..Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Dari sanalah iman itu berasal. Benih-benih Firman Tuhan yang kita tabur dan jatuh di tanah yang baik akan membuat benih-benih itu bertunas dan tumbuh subur. Selanjutnya ada sumber daya yang menggerakkan agar iman itu bisa terus berbuah baik untuk kebaikan kita sendiri maupun kebaikan sesama, dan sumber daya itu ternyata, dan tidak lain adalah kasih. Sedemikian pentingnya arti kasih itu, jauh lebih penting dari hal-hal lainnya.
Bagaimana jika tidak ada aliran kasih dalam diri kita? Itu akan sama dengan peralatan elektronik kita tanpa adanya listrik. Bayangkan bagaimana hidup tanpa kasih. Kita akan dengan mudahnya membenci orang lain, mendendam atau merasa iri hati dan cepat tersinggung. Kita akan hidup mencari kepentingan sendiri dan tega mengorbankan siapapun demi diri kita. Jika itu terjadi maka berbagai perbuatan jahat lainnya akan mengintip dan siap menerkam kita, "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." (Yakobus 3:16). Itu sangatlah berbahaya, dan bahaya-bahaya semacam itulah yang akan mudah menguasai kita ketika kita tidak memiliki kasih. Disanalah akan terbuka banyak lahan subur bagi iblis untuk berpesta di dalam kita. Perhatikanlah bahwa kasih termasuk salah satu buah Roh (Galatia 5:22), sementara iri hati adalah bagian dari keinginan daging (ay 19-21). Kemudian lihatlah ayat ini: "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki" (ay 17). Artinya, ketika hal ini terjadi, aliran kasih dalam diri kitapun akan terganggu. Hubungan kita dengan Tuhan terputus, iman kita tidak bekerja lagi dan tentu semua itu merugikan bahkan akan membinasakan kita.
Kasih adalah prinsip dasar dalam kekristenan. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika Yohanes dengan tegas mengingatkan kita agar terus saling mengasihi."Sebab inilah berita yang telah kamu dengar dari mulanya, yaitu bahwa kita harus saling mengasihi..." (1 Yohanes 3:11). Kemudian Yohanes mengingatkan kita pula akan akibat yang timbul jika kita tidak mengasihi atau memiliki kasih, "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut" (ay 14), dan dengan lebih keras melanjutkan bahwa "Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia" (ay 15). Maka dengan tegas kita harus menolak kehadiran iri hati dan berbagai kebencian lainnya untuk masuk ke dalam kehidupan kita. Kita harus mencegah apapun yang bisa membuat kabel kasih kita terputus dari sumber dayanya. Kasih adalah esensi dasar ajaran Kristus, sedemikian pentingnya sehingga dikatakan "Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih." (1 Korintus 13:13). Ingat pula bahwa aliran kasih itu akan mampu menghindarkan kita dari banyak kejahatan, sekaligus menyembuhkan berbagai luka dan membawa pengampunan bagi orang yang pernah menyakiti kita. "Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa." "For love covers a multitude of sins [forgives and disregards the offenses of others]." (1 Petrus 4:8). Ini waktunya kita memeriksa kembali apakah kabel kasih masih terpasang pada tempatnya dalam diri kita atau sudah lama tercabut. Selanjutnya kita harus memastikan bahwa kabel itu terus bekerja mengalirkan kasih ke dalam diri kita, lalu mengalirkannya keluar dari diri kita untuk menjangkau orang-orang lain. Adalah percuma jika kita mengikuti tata cara, ritual dan kebiasaan tetapi melupakan esensi terpenting yang menjadi dasar utama kekristenan. Kita tidak bisa mengaku beriman tanpa memiliki kasih. Itu tidak akan membawa arti atau makna apa-apa, sebab iman tidak akan berfungsi apa-apa tanpa adanya kasih dalam diri kita.
Iman bekerja oleh kasih
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
==================
"...faith activated and energized and expressed and working through love." (English AMP)
Jika anda menggunakan Blackberry, anda tentu tahu betapa besarnya kebutuhan smart phone ini akan sumber daya. Baterainya relatif tidak sanggup bertahan lama terutama jika anda sangat aktif berhubungan lewat aplikasi instant messaging atau punya beberapa group di dalamnya yang aktif. Betapa seringnya saya melihat orang sibuk mencari colokan listrik agar Blackberry nya bisa bertahan hidup baik di restoran, cafe dan sebagainya. Demikian pula dengan gadget atau peralatan-peralatan yang menggunakan listrik lainnya. Kita selalu membutuhkan sumber daya agar semua itu bisa beroperasi. Jika listrik padam, maka kita akan bingung tidak tahu harus melakukan apa, karena kita hidup di jaman yang serba elektronik.
Bagaimana dengan iman? Apakah iman juga butuh sumber daya, atau dengan apa iman sebenarnya bekerja? Banyak dari kita yang tidak menyadari bahwa ternyata iman pun butuh 'sumber daya' agar iman kita tetap menyala. Ada hal yang diperlukan agar iman kita tetap bekerja dengan baik, sesuatu yang bisa membuat kita tetap berada dalam proses yang benar dari hari ke hari dan tetap bisa melanjutkan hidup dengan penuh sukacita, penuh pengharapan dalam melewati hari-hari yang sulit.
Hal itu bisa kita lihat dalam surat Galatia, dimana Paulus mengingatkan jemaat tentang apa yang penting atau mempunyai makna mengenai keselamatan. Ia menyinggung tentang banyaknya orang yang lebih bergantung kepada prosesi, tata cara atau ritual-ritual lengkap dengan perulangannya. Ini dianggap penting dan mampu membawa keselamatan, sementara kita lupa akan hal lain yang justru jauh lebih penting, bahkan dikatakan berarti atau bermakna dalam menerima janji-janji Tuhan. Mari kita lihat ayat berikut ini: "Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih." (Galatia 5:6). Paulus memulai bagian ini dengan penegasan tentang kemerdekaan yang sesungguhnya sudah diberikan kepada orang percaya lewat Kristus. (ay 1). Tapi banyak yang tidak mengetahuinya dan masih bergantung kepada prosesi atau ritual, bahkan menganggap prosesi dan ritual sebagai hal yang terpenting lalu melupakan apa yang justru terutama yang harus kita lakukan. Maka Paulus pun mengatakan sia-sialah semua itu tanpa adanya satu hal yang terpenting dalam hidup untuk kita miliki, yaitu iman. Itulah yang dikatakan Paulus sebagai hal yang "mempunyai sesuatu arti", alias bermakna,atau something that really counts. Dan perhatikan ayat Galatia 5:6 bagian terakhir, disana dikatakan bahwa iman itu bekerja oleh kasih. Dalam versi English Amplified bagian ini tertulis sangat detail, "...faith activated and energized and expressed and working through love."
Dari mana iman itu timbul? Firman Tuhan mengatakan bahwa "..Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Dari sanalah iman itu berasal. Benih-benih Firman Tuhan yang kita tabur dan jatuh di tanah yang baik akan membuat benih-benih itu bertunas dan tumbuh subur. Selanjutnya ada sumber daya yang menggerakkan agar iman itu bisa terus berbuah baik untuk kebaikan kita sendiri maupun kebaikan sesama, dan sumber daya itu ternyata, dan tidak lain adalah kasih. Sedemikian pentingnya arti kasih itu, jauh lebih penting dari hal-hal lainnya.
Bagaimana jika tidak ada aliran kasih dalam diri kita? Itu akan sama dengan peralatan elektronik kita tanpa adanya listrik. Bayangkan bagaimana hidup tanpa kasih. Kita akan dengan mudahnya membenci orang lain, mendendam atau merasa iri hati dan cepat tersinggung. Kita akan hidup mencari kepentingan sendiri dan tega mengorbankan siapapun demi diri kita. Jika itu terjadi maka berbagai perbuatan jahat lainnya akan mengintip dan siap menerkam kita, "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." (Yakobus 3:16). Itu sangatlah berbahaya, dan bahaya-bahaya semacam itulah yang akan mudah menguasai kita ketika kita tidak memiliki kasih. Disanalah akan terbuka banyak lahan subur bagi iblis untuk berpesta di dalam kita. Perhatikanlah bahwa kasih termasuk salah satu buah Roh (Galatia 5:22), sementara iri hati adalah bagian dari keinginan daging (ay 19-21). Kemudian lihatlah ayat ini: "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki" (ay 17). Artinya, ketika hal ini terjadi, aliran kasih dalam diri kitapun akan terganggu. Hubungan kita dengan Tuhan terputus, iman kita tidak bekerja lagi dan tentu semua itu merugikan bahkan akan membinasakan kita.
Kasih adalah prinsip dasar dalam kekristenan. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika Yohanes dengan tegas mengingatkan kita agar terus saling mengasihi."Sebab inilah berita yang telah kamu dengar dari mulanya, yaitu bahwa kita harus saling mengasihi..." (1 Yohanes 3:11). Kemudian Yohanes mengingatkan kita pula akan akibat yang timbul jika kita tidak mengasihi atau memiliki kasih, "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut" (ay 14), dan dengan lebih keras melanjutkan bahwa "Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia" (ay 15). Maka dengan tegas kita harus menolak kehadiran iri hati dan berbagai kebencian lainnya untuk masuk ke dalam kehidupan kita. Kita harus mencegah apapun yang bisa membuat kabel kasih kita terputus dari sumber dayanya. Kasih adalah esensi dasar ajaran Kristus, sedemikian pentingnya sehingga dikatakan "Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih." (1 Korintus 13:13). Ingat pula bahwa aliran kasih itu akan mampu menghindarkan kita dari banyak kejahatan, sekaligus menyembuhkan berbagai luka dan membawa pengampunan bagi orang yang pernah menyakiti kita. "Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa." "For love covers a multitude of sins [forgives and disregards the offenses of others]." (1 Petrus 4:8). Ini waktunya kita memeriksa kembali apakah kabel kasih masih terpasang pada tempatnya dalam diri kita atau sudah lama tercabut. Selanjutnya kita harus memastikan bahwa kabel itu terus bekerja mengalirkan kasih ke dalam diri kita, lalu mengalirkannya keluar dari diri kita untuk menjangkau orang-orang lain. Adalah percuma jika kita mengikuti tata cara, ritual dan kebiasaan tetapi melupakan esensi terpenting yang menjadi dasar utama kekristenan. Kita tidak bisa mengaku beriman tanpa memiliki kasih. Itu tidak akan membawa arti atau makna apa-apa, sebab iman tidak akan berfungsi apa-apa tanpa adanya kasih dalam diri kita.
Iman bekerja oleh kasih
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, January 28, 2013
Ada Banyak Cara Tuhan (2)
(sambungan)
Paulus menuliskan kepada jemaat Roma seperti berikut: "O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!" (Roma 11:33). Tidak ada satupun manusia, sepintar apapun, yang akan sanggup mengukur cara-cara yang dipakai Tuhan. Paulus pun melanjutkan "Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?" (ay 34). Alangkah sia-sianya jika kita terus menerka-nerka bagaimana Tuhan sanggup menolong kita untuk lepas dari masalah yang tengah kita gumuli hari ini. Alangkah ironisnya jika kita merasa putus asa bahwa masalah kita tidak akan mampu terpecahkan. Kita bisa memakai logika kita yang paling muktahir untuk menganalisa problema yang tengah kita hadapi hari ini, dan mungkin logika kita berkata bahwa apa yang kita alami tidak lagi memiliki pemecahan atau jalan penyelesaian, namun di tangan Tuhan tidak ada yang mustahil! Segalanya mungkin, dan Tuhan bisa memakai orang-orang atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan bagi kita untuk menjadi saluranNya dalam menolong atau memberkati kita. Kita tidak akan pernah bisa mengukur Tuhan. Jarak antara kemampuan logika kita dan kemampuan Tuhan itu bagaikan bumi dan langit, tidak terselidiki, tidak terselami.
Jika demikian ,tidakkah lebih baik apabila kita menggunakan iman kita secara baik untuk bisa percaya kepada Tuhan sepenuhnya? Tentu saja kita bukannya tidak boleh menggunakan akal pikiran kita untuk bisa menyelesaikan masalah sepanjang caranya tidak bertentangan dengan perintah Tuhan, tetapi di sisi lain kita jangan sampai lupa bahwa di atas segalanya kita punya Bapa yang besar kasih dan selalu siap menolong anak-anakNya lewat begitu banyak cara yang ajaib. Tuhan Yesus sudah berkata: "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24) Artinya, terkabulnya atau tidaknya doa akan sangat tergantung dari sejauh mana kita bisa percaya kepadaNya. Dan untuk bisa percaya jelas dibutuhkan iman, sebentuk iman yang setidaknya sebesar biji sesawi yang sanggup membawa kita mengalami mukjizat-mukjizatNya yang ajaib.
Berabad-abad yang lampau Pemazmur sudah menyadari betapa besarnya kemampuan Tuhan untuk memberi pertolongan dan berbagai hal lainnya lewat seribu satu cara yang ajaib. Pemazmur berkata: "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu." (Mazmur 77:12-13). Kabar baiknya, keajaiban Tuhan itu masih berlanjut hingga hari ini, dan akan terus berlangsung sampai kapanpun. Jika demikian, mengapa kita harus gentar menghadapi masalah seberat apapun yang tengah menghimpit kita hari ini? Teruslah hidup dalam pengharapan dan kepercayaan penuh dalam Tuhan. Lakukan bagian kita, dan pada saatnya nanti Tuhan akan bertindak dengan cara-cara yang ajaib, yang tidak terselami atau tidak terselidiki, tidak terbayangkan dan tidak terpikirkan oleh kita. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, "Besar dan ajaib segala pekerjaan-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa! Adil dan benar segala jalan-Mu, ya Raja segala bangsa!" (Wahyu 15:3b).
God can help us out and bless us in many miraculous ways
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Paulus menuliskan kepada jemaat Roma seperti berikut: "O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!" (Roma 11:33). Tidak ada satupun manusia, sepintar apapun, yang akan sanggup mengukur cara-cara yang dipakai Tuhan. Paulus pun melanjutkan "Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?" (ay 34). Alangkah sia-sianya jika kita terus menerka-nerka bagaimana Tuhan sanggup menolong kita untuk lepas dari masalah yang tengah kita gumuli hari ini. Alangkah ironisnya jika kita merasa putus asa bahwa masalah kita tidak akan mampu terpecahkan. Kita bisa memakai logika kita yang paling muktahir untuk menganalisa problema yang tengah kita hadapi hari ini, dan mungkin logika kita berkata bahwa apa yang kita alami tidak lagi memiliki pemecahan atau jalan penyelesaian, namun di tangan Tuhan tidak ada yang mustahil! Segalanya mungkin, dan Tuhan bisa memakai orang-orang atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan bagi kita untuk menjadi saluranNya dalam menolong atau memberkati kita. Kita tidak akan pernah bisa mengukur Tuhan. Jarak antara kemampuan logika kita dan kemampuan Tuhan itu bagaikan bumi dan langit, tidak terselidiki, tidak terselami.
Jika demikian ,tidakkah lebih baik apabila kita menggunakan iman kita secara baik untuk bisa percaya kepada Tuhan sepenuhnya? Tentu saja kita bukannya tidak boleh menggunakan akal pikiran kita untuk bisa menyelesaikan masalah sepanjang caranya tidak bertentangan dengan perintah Tuhan, tetapi di sisi lain kita jangan sampai lupa bahwa di atas segalanya kita punya Bapa yang besar kasih dan selalu siap menolong anak-anakNya lewat begitu banyak cara yang ajaib. Tuhan Yesus sudah berkata: "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24) Artinya, terkabulnya atau tidaknya doa akan sangat tergantung dari sejauh mana kita bisa percaya kepadaNya. Dan untuk bisa percaya jelas dibutuhkan iman, sebentuk iman yang setidaknya sebesar biji sesawi yang sanggup membawa kita mengalami mukjizat-mukjizatNya yang ajaib.
Berabad-abad yang lampau Pemazmur sudah menyadari betapa besarnya kemampuan Tuhan untuk memberi pertolongan dan berbagai hal lainnya lewat seribu satu cara yang ajaib. Pemazmur berkata: "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu." (Mazmur 77:12-13). Kabar baiknya, keajaiban Tuhan itu masih berlanjut hingga hari ini, dan akan terus berlangsung sampai kapanpun. Jika demikian, mengapa kita harus gentar menghadapi masalah seberat apapun yang tengah menghimpit kita hari ini? Teruslah hidup dalam pengharapan dan kepercayaan penuh dalam Tuhan. Lakukan bagian kita, dan pada saatnya nanti Tuhan akan bertindak dengan cara-cara yang ajaib, yang tidak terselami atau tidak terselidiki, tidak terbayangkan dan tidak terpikirkan oleh kita. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, "Besar dan ajaib segala pekerjaan-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa! Adil dan benar segala jalan-Mu, ya Raja segala bangsa!" (Wahyu 15:3b).
God can help us out and bless us in many miraculous ways
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, January 27, 2013
Ada Banyak Cara Tuhan (1)
Ayat bacaan: Yesaya 55:8-9
=======================
"Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu."
Ada seekor kodok yang secara tidak sengaja masuk ke dalam rumah saya. Saya pun berusaha menangkap tanpa menyakitinya untuk kemudian dikembalikan ke luar, ke alam dimana ia seharusnya berada. Tapi ternyata kodok itu cukup cekatan. Ia terus melompat kesana kemari dan terlihat panik, seolah saya ingin melakukan sesuatu yang jahat terhadapnya. Pada suatu ketika ia pun terperangkap di pojokan, dimana kedua sisinya langsung saya sekat dengan karton dan lubang satu-satunya untuk keluar tertutup oleh tubuh saya. Kodok itu terlihat diam dan menempel di sudut dinding. Akhirnya saya berhasil menangkapnya dan kemudian melepaskannya kembali di kebun. Ia pun kembali melompat dengan bebas, dan itu tentu lebih baik baginya karena ia berada di habitat dimana sang kodok seharusnya berada.
Seringkali situasi sulit hadir di dalam hidup kita, membuat kita memutar otak untuk bisa menuntaskan masalah dan keluar sebagai pemenang. Ada banyak cara yang bisa kita ambil baik dengan cara yang benar maupun yang salah untuk menyelesaikannya. Ada kalanya kita terjebak bagaikan kodok dalam ilustrasi di atas setelah berusaha melompat kesana kemari mencari jalan keluar, dan pada satu ketika kita hanya bisa terduduk lemas dan berpikir bahwa segalanya sudah selesai, semua jalan sudah tertutup dan kita tidak akan bisa lepas dari situasi sulit tersebut. Entah berbagai bentuk tekanan, krisis, tumpukan masalah, hutang atau sakit penyakit dan sebagainya. Begitu beratnya tekanan, dan begitu putus asanya kita melihat tidak lagi ada jalan keluar, kita bisa tanpa sadar melupakan eksistensi Tuhan yang kuasanya sungguh tak terbatas di atas segalanya. Dan Tuhan punya begitu banyak cara, yang seringkali bahkan ajaib alias tidak terpikirkan atau terbayangkan oleh nalar kita dalam mengangkat kita keluar dari sudut sempit untuk kemudian meletakkan kita pada tempat yang membuat kita bisa melompat-lompat kembali penuh sukacita dalam kebebasan.
Ayat bacaan hari ini tentu sudah tidak asing lagi bagi kita. Firman Tuhan berkata: "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Awalnya sulit bagi saya untuk memahami ayat ini, tetapi kemudian saya mengerti bahwa ayat ini berbicara akan sesuatu yang sangat besar. Ini adalah ayat yang menunjukkan betapa besarnya Allah yang tidak akan mampu terselami dengan kemampuan akal kita yang begitu terbatas. Kita boleh hebat dengan menciptakan teknologi dan terus berkembang maju di segala bidang, tapi tetap saja kita tidak akan pernah mampu mencapai tingkat seperti Tuhan. Kita tahu bahwa Tuhan selalu rindu untuk memberkati dan menolong anak-anakNya, dan selanjutnya kita pun harus tahu pula bahwa Tuhan punya seribu satu cara untuk menggenapinya. Acap kali cara yang dipakai Tuhan itu ajaib, tidak pernah terpikirkan oleh kita, tidak terselami, bahkan tidak mampu dipecahkan dengan akal logika kita.
Ada begitu banyak contoh ajaib yang bisa kita dapati di dalam Alkitab. Coba lihat bagaimana Tuhan menolong Elia lewat burung-burung gagak yang membawa roti dan daging setiap pagi dan petang ketika ia berada di sungai Kerit. (1 Raja Raja 17:1-6). Kemudian lihatlah bagaimana Tuhan menolong seorang janda yang terjerat hutang lewat sedikit sisa minyak yang ia miliki. Tuhan sanggup mengisi bejana-bejana hingga melimpah, lalu menyuruh perempuan itu untuk pergi menjual minyak untuk menutupi hutangnya. Bahkan begitu melimpah sehingga si janda masih memiliki sisa uang yang bisa ia pakai untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya. (2 Raja Raja 4:1-7). Lantas bagaimana dengan kisah Perkawinan di Kana dimana Yesus mengatasi masalah kehabisan anggur hingga berlimpah-limpah? (Yohanes 2:1-11), atau mengenai penggandaan lima roti dan dua ikan yang dimiliki seorang anak kecil untuk memberi makan lebih dari 5000 orang? (Matius 14:13-21). Atau lihatlah bagaimana Tuhan secara ajaib membelah Laut Teberau agar bangsa Israel bisa berjalan di tengah dan selamat dari bala tentara Firaun yang kemudian tenggelam disana. (Keluaran 14:1-31). Ini baru beberapa contoh saja, karena ada begitu banyak contoh di dalam Alkitab yang mencatat bagaimana bervariasinya perbuatan ajaib yang dilakukan Tuhan untuk menolong dan memberkati anak-anakNya. Hingga hari ini pun berbagai mukjizat yang ajaib masih bisa kita saksikan. Orang sakit disembuhkan, rumah tangga atau diri seseorang dipulihkan, orang-orang yang terikat mengalami pelepasan dan sebagainya, bahkan orang mati yang bangkit kembali pun masih juga terdengar hingga hari ini. Saya sudah menyaksikan begitu banyak mukjizat Tuhan yang sangat ajaib dengan mata kepala sendiri, bahkan sudah pula mengalami sendiri banyak diantaranya. Satu kesimpulan yang saya petik adalah bahwa Tuhan sanggup, bahkan lebih dari sanggup menolong anak-anakNya dengan seribu satu cara sampai kapanpun.
(bersambung)
=======================
"Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu."
Ada seekor kodok yang secara tidak sengaja masuk ke dalam rumah saya. Saya pun berusaha menangkap tanpa menyakitinya untuk kemudian dikembalikan ke luar, ke alam dimana ia seharusnya berada. Tapi ternyata kodok itu cukup cekatan. Ia terus melompat kesana kemari dan terlihat panik, seolah saya ingin melakukan sesuatu yang jahat terhadapnya. Pada suatu ketika ia pun terperangkap di pojokan, dimana kedua sisinya langsung saya sekat dengan karton dan lubang satu-satunya untuk keluar tertutup oleh tubuh saya. Kodok itu terlihat diam dan menempel di sudut dinding. Akhirnya saya berhasil menangkapnya dan kemudian melepaskannya kembali di kebun. Ia pun kembali melompat dengan bebas, dan itu tentu lebih baik baginya karena ia berada di habitat dimana sang kodok seharusnya berada.
Seringkali situasi sulit hadir di dalam hidup kita, membuat kita memutar otak untuk bisa menuntaskan masalah dan keluar sebagai pemenang. Ada banyak cara yang bisa kita ambil baik dengan cara yang benar maupun yang salah untuk menyelesaikannya. Ada kalanya kita terjebak bagaikan kodok dalam ilustrasi di atas setelah berusaha melompat kesana kemari mencari jalan keluar, dan pada satu ketika kita hanya bisa terduduk lemas dan berpikir bahwa segalanya sudah selesai, semua jalan sudah tertutup dan kita tidak akan bisa lepas dari situasi sulit tersebut. Entah berbagai bentuk tekanan, krisis, tumpukan masalah, hutang atau sakit penyakit dan sebagainya. Begitu beratnya tekanan, dan begitu putus asanya kita melihat tidak lagi ada jalan keluar, kita bisa tanpa sadar melupakan eksistensi Tuhan yang kuasanya sungguh tak terbatas di atas segalanya. Dan Tuhan punya begitu banyak cara, yang seringkali bahkan ajaib alias tidak terpikirkan atau terbayangkan oleh nalar kita dalam mengangkat kita keluar dari sudut sempit untuk kemudian meletakkan kita pada tempat yang membuat kita bisa melompat-lompat kembali penuh sukacita dalam kebebasan.
Ayat bacaan hari ini tentu sudah tidak asing lagi bagi kita. Firman Tuhan berkata: "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Awalnya sulit bagi saya untuk memahami ayat ini, tetapi kemudian saya mengerti bahwa ayat ini berbicara akan sesuatu yang sangat besar. Ini adalah ayat yang menunjukkan betapa besarnya Allah yang tidak akan mampu terselami dengan kemampuan akal kita yang begitu terbatas. Kita boleh hebat dengan menciptakan teknologi dan terus berkembang maju di segala bidang, tapi tetap saja kita tidak akan pernah mampu mencapai tingkat seperti Tuhan. Kita tahu bahwa Tuhan selalu rindu untuk memberkati dan menolong anak-anakNya, dan selanjutnya kita pun harus tahu pula bahwa Tuhan punya seribu satu cara untuk menggenapinya. Acap kali cara yang dipakai Tuhan itu ajaib, tidak pernah terpikirkan oleh kita, tidak terselami, bahkan tidak mampu dipecahkan dengan akal logika kita.
Ada begitu banyak contoh ajaib yang bisa kita dapati di dalam Alkitab. Coba lihat bagaimana Tuhan menolong Elia lewat burung-burung gagak yang membawa roti dan daging setiap pagi dan petang ketika ia berada di sungai Kerit. (1 Raja Raja 17:1-6). Kemudian lihatlah bagaimana Tuhan menolong seorang janda yang terjerat hutang lewat sedikit sisa minyak yang ia miliki. Tuhan sanggup mengisi bejana-bejana hingga melimpah, lalu menyuruh perempuan itu untuk pergi menjual minyak untuk menutupi hutangnya. Bahkan begitu melimpah sehingga si janda masih memiliki sisa uang yang bisa ia pakai untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya. (2 Raja Raja 4:1-7). Lantas bagaimana dengan kisah Perkawinan di Kana dimana Yesus mengatasi masalah kehabisan anggur hingga berlimpah-limpah? (Yohanes 2:1-11), atau mengenai penggandaan lima roti dan dua ikan yang dimiliki seorang anak kecil untuk memberi makan lebih dari 5000 orang? (Matius 14:13-21). Atau lihatlah bagaimana Tuhan secara ajaib membelah Laut Teberau agar bangsa Israel bisa berjalan di tengah dan selamat dari bala tentara Firaun yang kemudian tenggelam disana. (Keluaran 14:1-31). Ini baru beberapa contoh saja, karena ada begitu banyak contoh di dalam Alkitab yang mencatat bagaimana bervariasinya perbuatan ajaib yang dilakukan Tuhan untuk menolong dan memberkati anak-anakNya. Hingga hari ini pun berbagai mukjizat yang ajaib masih bisa kita saksikan. Orang sakit disembuhkan, rumah tangga atau diri seseorang dipulihkan, orang-orang yang terikat mengalami pelepasan dan sebagainya, bahkan orang mati yang bangkit kembali pun masih juga terdengar hingga hari ini. Saya sudah menyaksikan begitu banyak mukjizat Tuhan yang sangat ajaib dengan mata kepala sendiri, bahkan sudah pula mengalami sendiri banyak diantaranya. Satu kesimpulan yang saya petik adalah bahwa Tuhan sanggup, bahkan lebih dari sanggup menolong anak-anakNya dengan seribu satu cara sampai kapanpun.
(bersambung)
Saturday, January 26, 2013
Menyegarkan Jiwa
Ayat bacaan: Mazmur 19:8
=====================
"Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman."
Ada sebuah iklan di bengkel mobil yang buat saya cukup menarik yang berbunyi: 'Segarkan mobil anda disini'. Saya selalu tersenyum setiap kali melihat iklan mereka ini. Mobil itu benda mati, tapi tentu kita bisa membayangkan betapa nyamannya berkendara di dalam sebuah mobil yang berada dalam kondisi segar. Jika mobilnya segar, tentu kita di dalam pun ikut segar dan nyaman ketika mengendarainya. Kalau mobil saja perlu disegarkan, kita sendiri apalagi. Tubuh selalu butuh disegarkan juga misalnya dengan cara mandi, berolahraga, dipijat atau sebagainya. Tubuh kita memang butuh pemeliharaan seperti halnya mobil seperti di iklan tadi. Kita terus sibuk setiap hari sehingga jika kondisi tidak dijaga, kita bisa mengalami "turun mesin" dan harus masuk "bengkel" seperti halnya mobil.
Jika tubuh seperti itu, kondisi spiritual pun sama. Setiap hari kita terus berperang baik melawan berbagai keinginan daging dari diri sendiri maupun iblis yang terus berusaha untuk menjatuhkan kita lewat berbagai godaan. Kondisi ini kita hadapi setiap hari, dan jika tidak dijaga, keadaan rohani kita pun bisa kehabisan energi. Our soul can be drained out too! Betapa berbahayanya jika kita membiarkan jiwa kita mengalami kekeringan. Tidak lagi punya daya tahan kuat untuk menghadapi berbagai tantangan yang bisa melemahkan bahkan menghancurkan kondisi spiritual kita. Just like our body, our spirit needs to be restored and refreshed as well.
Kita tentu sudah kenal ayat pertama dalam Mazmur yang mengatakan bahwa orang yang mencintai Taurat Tuhan dan mau merenungkannya siang dan malam akan "seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3). Tidak akan layu, terus berbuah dan berhasil dalam segala yang dilakukan. Kondisi tubuh kita bisa kita jaga dengan menjaga pola makan, berolahraga, pijat, spa dan sebagainya, tetapi untuk menjaga kebugaran rohani kita butuh asupan firman Tuhan setiap hari. Firman Tuhan akan selalu menguatkan, meneguhkan, memberi kelegaan... dan menyegarkan. Menyegarkan? Ya, menyegarkan. Dan jiwa kita, seperti halnya tubuh kita butuh penyegaran setiap saat. Seperti yang tertulis dalam Mazmur: "Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman." (Mazmur 19:8). Firman Tuhan mampu menjawab kebutuhan akan kesegaran jiwa. Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "The law of the Lord is perfect, restoring the whole person."
Hidup di dunia yang sulit ini akan membuat stamina rohani kita terus terkuras. Karenanya kita sangat membutuhkan a splash of fresh water for our soul, percikan air yang akan mengembalikan kesegaran jiwa kita. Dalam Yesaya kita bisa melihat janji Tuhan yang begitu indah buat kita: "Sebab Aku akan mencurahkan air ke atas tanah yang haus, dan hujan lebat ke atas tempat yang kering. Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas keturunanmu, dan berkat-Ku ke atas anak cucumu. Mereka akan tumbuh seperti rumput di tengah-tengah air, seperti pohon-pohon gandarusa di tepi sungai." (Yesaya 44:3-4). Pengenalan yang kontinu, terus menerus akan Tuhan pun akan memberikan kita kesegaran seperti ini. Dalam Hosea kita bisa membaca: "Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi." (Hosea 6:3) Betapa menyegarkannya hujan yang turun di saat kemarau, dan itulah janji Tuhan untuk kita yang mau bersungguh-sungguh mau mengenalNya.
Sangat penting bagi kita untuk terus membekali jiwa kita dengan firman Tuhan. Daud tahu bagaimana bahagianya jika ia tetap berada dekat dengan firman Tuhan yang penuh dengan kuasa. Bacalah Mazmur 119 dimana Daud mendeskripsikan dengan panjang lebar dan lengkap mengenai bahagianya orang yang hidup menurut Taurat Tuhan. Berkali-kali pula Daud memberikan testimoni dari pengalamannya hidup dekat dengan firman Tuhan. Salah satunya berbunyi seperti ini: "Aku mendapatkan kebahagiaan dalam mentaati perintah-perintah-Mu." (Mazmur 119:55). Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan: "This I have had [as the gift of Your grace and as my reward]: that I have kept Your precepts [hearing, receiving, loving, and obeying them]." Jangan biarkan jiwa kita mengalami kekeringan. Tetaplah dekat dengan firman Tuhan agar jiwa kita tetap segar dengan daya tahan yang kuat sehingga kita bisa menghadapi segala tantangan dan kesulitan setiap hari dengan teguh.
Seperti halnya tubuh, jiwa kita pun butuh disegarkan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman."
Ada sebuah iklan di bengkel mobil yang buat saya cukup menarik yang berbunyi: 'Segarkan mobil anda disini'. Saya selalu tersenyum setiap kali melihat iklan mereka ini. Mobil itu benda mati, tapi tentu kita bisa membayangkan betapa nyamannya berkendara di dalam sebuah mobil yang berada dalam kondisi segar. Jika mobilnya segar, tentu kita di dalam pun ikut segar dan nyaman ketika mengendarainya. Kalau mobil saja perlu disegarkan, kita sendiri apalagi. Tubuh selalu butuh disegarkan juga misalnya dengan cara mandi, berolahraga, dipijat atau sebagainya. Tubuh kita memang butuh pemeliharaan seperti halnya mobil seperti di iklan tadi. Kita terus sibuk setiap hari sehingga jika kondisi tidak dijaga, kita bisa mengalami "turun mesin" dan harus masuk "bengkel" seperti halnya mobil.
Jika tubuh seperti itu, kondisi spiritual pun sama. Setiap hari kita terus berperang baik melawan berbagai keinginan daging dari diri sendiri maupun iblis yang terus berusaha untuk menjatuhkan kita lewat berbagai godaan. Kondisi ini kita hadapi setiap hari, dan jika tidak dijaga, keadaan rohani kita pun bisa kehabisan energi. Our soul can be drained out too! Betapa berbahayanya jika kita membiarkan jiwa kita mengalami kekeringan. Tidak lagi punya daya tahan kuat untuk menghadapi berbagai tantangan yang bisa melemahkan bahkan menghancurkan kondisi spiritual kita. Just like our body, our spirit needs to be restored and refreshed as well.
Kita tentu sudah kenal ayat pertama dalam Mazmur yang mengatakan bahwa orang yang mencintai Taurat Tuhan dan mau merenungkannya siang dan malam akan "seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3). Tidak akan layu, terus berbuah dan berhasil dalam segala yang dilakukan. Kondisi tubuh kita bisa kita jaga dengan menjaga pola makan, berolahraga, pijat, spa dan sebagainya, tetapi untuk menjaga kebugaran rohani kita butuh asupan firman Tuhan setiap hari. Firman Tuhan akan selalu menguatkan, meneguhkan, memberi kelegaan... dan menyegarkan. Menyegarkan? Ya, menyegarkan. Dan jiwa kita, seperti halnya tubuh kita butuh penyegaran setiap saat. Seperti yang tertulis dalam Mazmur: "Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman." (Mazmur 19:8). Firman Tuhan mampu menjawab kebutuhan akan kesegaran jiwa. Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "The law of the Lord is perfect, restoring the whole person."
Hidup di dunia yang sulit ini akan membuat stamina rohani kita terus terkuras. Karenanya kita sangat membutuhkan a splash of fresh water for our soul, percikan air yang akan mengembalikan kesegaran jiwa kita. Dalam Yesaya kita bisa melihat janji Tuhan yang begitu indah buat kita: "Sebab Aku akan mencurahkan air ke atas tanah yang haus, dan hujan lebat ke atas tempat yang kering. Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas keturunanmu, dan berkat-Ku ke atas anak cucumu. Mereka akan tumbuh seperti rumput di tengah-tengah air, seperti pohon-pohon gandarusa di tepi sungai." (Yesaya 44:3-4). Pengenalan yang kontinu, terus menerus akan Tuhan pun akan memberikan kita kesegaran seperti ini. Dalam Hosea kita bisa membaca: "Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi." (Hosea 6:3) Betapa menyegarkannya hujan yang turun di saat kemarau, dan itulah janji Tuhan untuk kita yang mau bersungguh-sungguh mau mengenalNya.
Sangat penting bagi kita untuk terus membekali jiwa kita dengan firman Tuhan. Daud tahu bagaimana bahagianya jika ia tetap berada dekat dengan firman Tuhan yang penuh dengan kuasa. Bacalah Mazmur 119 dimana Daud mendeskripsikan dengan panjang lebar dan lengkap mengenai bahagianya orang yang hidup menurut Taurat Tuhan. Berkali-kali pula Daud memberikan testimoni dari pengalamannya hidup dekat dengan firman Tuhan. Salah satunya berbunyi seperti ini: "Aku mendapatkan kebahagiaan dalam mentaati perintah-perintah-Mu." (Mazmur 119:55). Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan: "This I have had [as the gift of Your grace and as my reward]: that I have kept Your precepts [hearing, receiving, loving, and obeying them]." Jangan biarkan jiwa kita mengalami kekeringan. Tetaplah dekat dengan firman Tuhan agar jiwa kita tetap segar dengan daya tahan yang kuat sehingga kita bisa menghadapi segala tantangan dan kesulitan setiap hari dengan teguh.
Seperti halnya tubuh, jiwa kita pun butuh disegarkan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, January 25, 2013
Kesabaran
Ayat Bacaan: Ibrani 6:12
==================
"agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah."
Hari ini saya melihat sebuah stiker yang bertuliskan 'blessed is the patient man' di sebuah mobil yang meluncur tepat di depan saya. Di Indonesia sendiri ada pepatah yang berbunyi: 'sabar itu subur'. Saya pun teringat akan salah satu nasihat penting dari ayah dan ibu saya sejak saya masih kecil agar menjadi orang sabar, baik dalam menanti seseorang, menanti keberhasilan atau dalam menghadapi masalah. Pesan ini saya dapati sangat bermanfaat terutama setelah saya berkeluarga dan berdiri di atas kaki sendiri. Semakin lama kenyataannya kita semakin butuh dengan yang namana kesabaran. Contoh kecil saja, kita seringkali harus menguji kesabaran ketika berada di jalan raya, baik ketika menghadapi kemacetan maupun ketika di depan kita ada kendaraan yang sepertinya tidak tahu tata krama berlalu lintas yang baik. Kita harus sabar dalam menunggu antrian, kita harus sabar ketika emosi kita terpancing oleh sesuatu hal, kita harus sabar dalam menanti hasil dalam usaha kita, dan ada banyak lagi contoh kesabaran yang teraplikasi dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam kehidupan dunia seperti itu, dalam kehidupan rohani pun sebenarnya sama. Kenyataannya, ada banyak orang yang justru gagal bukan karena mereka tidak hidup baik melainkan karena sumbu kesabaran mereka terlalu pendek. Ketidaksabaran akan membawa kita untuk mengambil keputusan-keputusan yang terburu-buru, yang kerap mengarah kepada sesuatu yang keliru. Oleh karena itu kesabaran merupakan hal yang mutlak kita butuhkan agar bisa berhasil dan menuai berkat-berkat Tuhan tepat seperti yang Dia janjikan.
Ada banyak orang yang sudah berjalan dengan iman. Mereka sudah menerapkan hidup kudus dan mau menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Tetapi yang sering terjadi, ketika apa yang kita harapkan seolah tidak kunjung datang, kita ternyata tidak cukup sabar untuk menanti penggenapannya. Pertanyaannya adalah,ketika kita sudah mencoba berjalan dengan iman tetapi tangan Tuhan terasa tidak kunjung turun untuk melepaskan anda dari berbagai masalah, bagaimana reaksi kita menyikapinya? Apakah kita akan terus bersabar dan sementara itu terus berjalan dengan pengharapan penuh, atau sebaliknya akan tergoda untuk menyerah atau mengambil jalan singkat yang keliru? Singkatnya, sejauh mana tingkat kesabaran kita dalam menanti datangnya jawaban Tuhan?
Ayat bacaan hari ini menggambarkan dengan jelas ada kaitan erat antara iman dan kesabaran yang sama pentingnya dalam urusan menerima sesuatu dari Tuhan, apakah itu soal berkat, pertolongan, pemulihan dan sebagainya. Iman dan kesabaran akan sangat berpengaruh terhadap berhasil tidaknya kita memperoleh jawaban dari Tuhan dan segala yang baik yang mengikutinya. Ketika banyak dari kita yang menuduh Tuhan berlaku tidak adil, tidak berkenan untuk menjawab doa kita, ketika kita merasa bahwa kita tidak sepenting orang lain untuk didengar Tuhan, apa yang dikatakan Penulis kitab Ibrani ini baik untuk kita renungkan. "Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang. Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah." (Ibrani 6:10-12). Perhatikanlah bahwa disana dikatakan bahwa Tuhan itu bukan tidak adil atau mengabaikan segala pekerjaan dan kasih sungguh-sungguh yang sudah kita lakukan, akan tetapi kita harus sadar bahwa Tuhan yang menciptakan kita tentu jauh lebih tahu apa yang terbaik buat kita. Jika kita sudah memastikan bahwa kita hidup seturut dengan kehendakNya dan sudah berjalan dengan iman, tetapi kita merasa bahwa Tuhan seolah terlalu lambat untuk turun tangan, sikap bersabar akan menjadi sangat penting untuk kita terapkan sepenuhnya. Dan itulah yang dikatakan pula oleh Penulis Ibrani dalam ayat bacaan kita hari ini.
Mari kita lihat sekali lagi bagian berikut: "agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah." (ay 12). Iman dan kesabaran disebutkan bersamaan disini. Artinya keduanya harus berjalan beriringan dan dua-duanya harus kita miliki. Satu tidak ada, maka kita akan gagal menerima apa-apa. Dalam Bahasa Inggrisnya dikatakan lebih rinci: "through faith (by their leaning of the entire personality on God in Christ in absolute trust and confidence in His power, wisdom, and goodness) and by practice of patient endurance and waiting." Iman yang berakar pada pribadi Tuhan dalam Kristus dengan kepercayaan dan keyakinan penuh kepada kekuatanNya, kebijaksanaan dan kebaikanNya, lalu disertai pula dengan kesabaran dan ketahanan dalam menanti, yang bukan hanya sebatas kata-kata tetapi juga dipraktekkan dalam kehidupan nyata. Sikap seperti inilah yang sebenarnya mampu menjamin kita untuk tidak buru-buru merasa putus asa dan kehilangan harapan. Kesabaran mampu memperkuat dan menopang iman kita hingga saatnya tiba untuk memperoleh apa yang diharapkan dari Tuhan.
Setelah kita merenungkan janji-janji Tuhan dan memiliki itu tertanam dengan baik dalam roh dan jiwa kita lewat iman, selanjutnya kesabaranlah yang akan mendorong kita untuk terus bertahan hingga saat penggenapannya tiba. Percayalah pada suatu ketika kesabaran akan mengantarkan kita kepada sebuah kesimpulan bahwa firman Tuhan tidak pernah gagal. Kesabaran membuat kita tidak akan pernah melangkah mundur karena ketakutan, tetapi sebaliknya akan memampukan kita untuk terus maju dalam iman sampai kita memperoleh jawaban dari Tuhan. Lewat Yakobus kita menemukan ayat yang secara inspiratif mengingatkan hal yang sama. "Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi." (Yakobus 5:7). Lalu ada pula pesan dari Yesus langsung yang berbunyi: "Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu." (“In your patience possess you your souls [lives])" (Lukas 21:19). Ada begitu banyak tokoh dalam Alkitab yang sudah membuktikan bahwa kesabaran mereka akan berbuah manis pada akhirnya, sebaliknya ada banyak pula tokoh yang akhirnya gagal karena ketidaksabaran mereka, meski mereka sudah memulai segala sesuatu dengan baik. Sebaliknya kesabaran akan selalu berbuah manis.
Adalah sangat baik jika kita sudah berjalan dengan firman Tuhan, menerapkan hidup selaras dengan kehendakNya dan mempercayai Tuhan sepenuhnya dalam urusan pemenuhan kebutuhan. Akan tetapi ketika hasil dari itu sepertinya lambat tiba, jangan menyerah apalagi putus asa. Tetaplah bersabar dan gantungkan pengharapan sepenuhnya.Teruslah pegang firman Tuhan dengan kesabaran dan iman. Maka pada suatu ketika nanti, anda akan menerima penggenapan janji Tuhan sebagai sesuatu yang pasti.
Kesabaran dan iman akan sangat menentukan keberhasilan kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
==================
"agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah."
Hari ini saya melihat sebuah stiker yang bertuliskan 'blessed is the patient man' di sebuah mobil yang meluncur tepat di depan saya. Di Indonesia sendiri ada pepatah yang berbunyi: 'sabar itu subur'. Saya pun teringat akan salah satu nasihat penting dari ayah dan ibu saya sejak saya masih kecil agar menjadi orang sabar, baik dalam menanti seseorang, menanti keberhasilan atau dalam menghadapi masalah. Pesan ini saya dapati sangat bermanfaat terutama setelah saya berkeluarga dan berdiri di atas kaki sendiri. Semakin lama kenyataannya kita semakin butuh dengan yang namana kesabaran. Contoh kecil saja, kita seringkali harus menguji kesabaran ketika berada di jalan raya, baik ketika menghadapi kemacetan maupun ketika di depan kita ada kendaraan yang sepertinya tidak tahu tata krama berlalu lintas yang baik. Kita harus sabar dalam menunggu antrian, kita harus sabar ketika emosi kita terpancing oleh sesuatu hal, kita harus sabar dalam menanti hasil dalam usaha kita, dan ada banyak lagi contoh kesabaran yang teraplikasi dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam kehidupan dunia seperti itu, dalam kehidupan rohani pun sebenarnya sama. Kenyataannya, ada banyak orang yang justru gagal bukan karena mereka tidak hidup baik melainkan karena sumbu kesabaran mereka terlalu pendek. Ketidaksabaran akan membawa kita untuk mengambil keputusan-keputusan yang terburu-buru, yang kerap mengarah kepada sesuatu yang keliru. Oleh karena itu kesabaran merupakan hal yang mutlak kita butuhkan agar bisa berhasil dan menuai berkat-berkat Tuhan tepat seperti yang Dia janjikan.
Ada banyak orang yang sudah berjalan dengan iman. Mereka sudah menerapkan hidup kudus dan mau menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Tetapi yang sering terjadi, ketika apa yang kita harapkan seolah tidak kunjung datang, kita ternyata tidak cukup sabar untuk menanti penggenapannya. Pertanyaannya adalah,ketika kita sudah mencoba berjalan dengan iman tetapi tangan Tuhan terasa tidak kunjung turun untuk melepaskan anda dari berbagai masalah, bagaimana reaksi kita menyikapinya? Apakah kita akan terus bersabar dan sementara itu terus berjalan dengan pengharapan penuh, atau sebaliknya akan tergoda untuk menyerah atau mengambil jalan singkat yang keliru? Singkatnya, sejauh mana tingkat kesabaran kita dalam menanti datangnya jawaban Tuhan?
Ayat bacaan hari ini menggambarkan dengan jelas ada kaitan erat antara iman dan kesabaran yang sama pentingnya dalam urusan menerima sesuatu dari Tuhan, apakah itu soal berkat, pertolongan, pemulihan dan sebagainya. Iman dan kesabaran akan sangat berpengaruh terhadap berhasil tidaknya kita memperoleh jawaban dari Tuhan dan segala yang baik yang mengikutinya. Ketika banyak dari kita yang menuduh Tuhan berlaku tidak adil, tidak berkenan untuk menjawab doa kita, ketika kita merasa bahwa kita tidak sepenting orang lain untuk didengar Tuhan, apa yang dikatakan Penulis kitab Ibrani ini baik untuk kita renungkan. "Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang. Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah." (Ibrani 6:10-12). Perhatikanlah bahwa disana dikatakan bahwa Tuhan itu bukan tidak adil atau mengabaikan segala pekerjaan dan kasih sungguh-sungguh yang sudah kita lakukan, akan tetapi kita harus sadar bahwa Tuhan yang menciptakan kita tentu jauh lebih tahu apa yang terbaik buat kita. Jika kita sudah memastikan bahwa kita hidup seturut dengan kehendakNya dan sudah berjalan dengan iman, tetapi kita merasa bahwa Tuhan seolah terlalu lambat untuk turun tangan, sikap bersabar akan menjadi sangat penting untuk kita terapkan sepenuhnya. Dan itulah yang dikatakan pula oleh Penulis Ibrani dalam ayat bacaan kita hari ini.
Mari kita lihat sekali lagi bagian berikut: "agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah." (ay 12). Iman dan kesabaran disebutkan bersamaan disini. Artinya keduanya harus berjalan beriringan dan dua-duanya harus kita miliki. Satu tidak ada, maka kita akan gagal menerima apa-apa. Dalam Bahasa Inggrisnya dikatakan lebih rinci: "through faith (by their leaning of the entire personality on God in Christ in absolute trust and confidence in His power, wisdom, and goodness) and by practice of patient endurance and waiting." Iman yang berakar pada pribadi Tuhan dalam Kristus dengan kepercayaan dan keyakinan penuh kepada kekuatanNya, kebijaksanaan dan kebaikanNya, lalu disertai pula dengan kesabaran dan ketahanan dalam menanti, yang bukan hanya sebatas kata-kata tetapi juga dipraktekkan dalam kehidupan nyata. Sikap seperti inilah yang sebenarnya mampu menjamin kita untuk tidak buru-buru merasa putus asa dan kehilangan harapan. Kesabaran mampu memperkuat dan menopang iman kita hingga saatnya tiba untuk memperoleh apa yang diharapkan dari Tuhan.
Setelah kita merenungkan janji-janji Tuhan dan memiliki itu tertanam dengan baik dalam roh dan jiwa kita lewat iman, selanjutnya kesabaranlah yang akan mendorong kita untuk terus bertahan hingga saat penggenapannya tiba. Percayalah pada suatu ketika kesabaran akan mengantarkan kita kepada sebuah kesimpulan bahwa firman Tuhan tidak pernah gagal. Kesabaran membuat kita tidak akan pernah melangkah mundur karena ketakutan, tetapi sebaliknya akan memampukan kita untuk terus maju dalam iman sampai kita memperoleh jawaban dari Tuhan. Lewat Yakobus kita menemukan ayat yang secara inspiratif mengingatkan hal yang sama. "Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi." (Yakobus 5:7). Lalu ada pula pesan dari Yesus langsung yang berbunyi: "Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu." (“In your patience possess you your souls [lives])" (Lukas 21:19). Ada begitu banyak tokoh dalam Alkitab yang sudah membuktikan bahwa kesabaran mereka akan berbuah manis pada akhirnya, sebaliknya ada banyak pula tokoh yang akhirnya gagal karena ketidaksabaran mereka, meski mereka sudah memulai segala sesuatu dengan baik. Sebaliknya kesabaran akan selalu berbuah manis.
Adalah sangat baik jika kita sudah berjalan dengan firman Tuhan, menerapkan hidup selaras dengan kehendakNya dan mempercayai Tuhan sepenuhnya dalam urusan pemenuhan kebutuhan. Akan tetapi ketika hasil dari itu sepertinya lambat tiba, jangan menyerah apalagi putus asa. Tetaplah bersabar dan gantungkan pengharapan sepenuhnya.Teruslah pegang firman Tuhan dengan kesabaran dan iman. Maka pada suatu ketika nanti, anda akan menerima penggenapan janji Tuhan sebagai sesuatu yang pasti.
Kesabaran dan iman akan sangat menentukan keberhasilan kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, January 24, 2013
Iman Habakuk
Ayat bacaan: Habakuk 3:19
=====================
"ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku."
Berjuang dalam dunia yang sulit, mau tidak mau kita harus berjuang lebih dari normal. Apakah anda merasakannya hari-hari ini? Dalam situasi yang tidak menentu dan keadaan ekonomi sulit yang hampir merata di seluruh dunia terkadang kita tidak tahu lagi bagaimana menyikapinya. Seorang teman bercerita mengenai bagaimana sulitnya menyikapi kondisi ekonomi yang sulit ini dalam usahanya. Menurutnya, sekedar serius saja sudah tidak lagi cukup. Ia harus jauh lebih pintar dari dulu untuk bisa tetap bertahan di iklim sulit seperti sekarang ini. Ada kalanya situasi memang seperti itu. Bukan kitanya yang tidak serius atau main-main, tetapi memang lingkungan atau bahkan dunianya yang sedang kacau.
Haruskah kita menyerah kalah dalam berjuang di dunia yang serba sulit ini? Pertanyaan selanjutnya, apa yang harus kita lakukan? Jika mengandalkan tenaga sendiri mungkin ya, pada satu titik kita tidak akan memiliki cukup tenaga lagi untuk berjuang. Apa yang harus kita ingat adalah keberadaan Tuhan yang selalu setia menyertai kita dengan kekuatannya yang tidak terbatas, yang tidak pernah ada di bawah segala kesulitan duniawi dengan segala lika-likunya yang tengah kita hadapi hari ini.
Hari ini saya ingin mengangkat kisah tentang Habakuk. Habakuk adalah seorang nabi yang hidup di jaman yang sangat berat, penuh dengan krisis moral yang sungguh luar biasa. Pada saat itu Habakuk meratap melihat bangsa Yehuda tengah berada dalam bahaya. Habakuk menyadari bahwa penyebabnya adalah akibat ketidaksetiaan. (Habakuk 1:2-4). Lebih lanjut, dikatakan bahwa bangsa Yehuda tengah menghadapi ancaman serius dari orang Kasdim (bangsa Babel) yang terkenal kejam dan ganas yang siap untuk membantai mereka. (ay 6-11). Habakuk sempat mengaku tidak mengerti mengapa Allah yang Mahakudus bisa berdiam diri melihat orang-orang fasik menghancurkan umatNya. (ay 12-13). Tidak mengerti, itu satu hal, dan memang kemampuan kita terbatas untuk bisa menyelami rencana Tuhan secara utuh. Namun janganlah hal itu berlanjut kepada ketidakyakinan kita akan penyertaan Tuhan. Habakuk menyadari hal ini, dan berkata: "Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya." (2:4). Meskipun ia tidak mengerti mengapa Tuhan terkesan membiarkan bencana siap menghancurkan bangsa Yehuda, tapi Habakuk tahu pasti bahwa Tuhan akan tetap turun tangan terhadap orang benar, yaitu orang yang hidup oleh iman.
Di akhir kitab Habakuk, kita melihat bagaimana tingginya iman nabi ini. Iman Habakuk adalah iman yang tidak tergoncang oleh situasi apapun, bahkan dalam ketidak-mengertiannya akan keputusan Tuhan sekalipun. Habakuk mengakhiri doanya dengan keyakinan teguh. Doa itu berbunyi: "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku." (ay 17-19). Lihatlah sebentuk iman yang meski ada dalam keadaan krisis, tekanan, ketakutan, ancaman yang kelihatannya mengerikan sekalipun, tetap mampu membuat Habakuk bersukacita dan bersorak-sorak pada Tuhan. Sikap Habakuk didasarkan pada imannya yang secara penuh berserah pada keputusan Tuhan. Meski situasi yang ia hadapi mungkin akan terus menjadi lebih parah, namun imannya pada Tuhan tidaklah goyah. Dia tetap bersorak-sorak dalam Allah yang menyelamatkan, dan itu semua terjadi karena Allah ia jadikan sebagai sumber kekuatannya.
Adakah hari ini anda tengah tergoncang akibat kesulitan menghadapi iklim yang semakin sulit? Adakah iman anda hari ini mulai goyah akibat tekanan demi tekanan yang terus menghujam diri anda, kesulitan hidup yang makin meningkat, persoalan yang belum memiliki jalan keluar? Apakah hari ini anda sulit mengerti mengapa Tuhan seolah diam terhadap persoalan anda? Miliki iman seteguh iman Habakuk yang tidak goncang sama sekali dalam kondisi apapun. Percayalah bahwa Tuhan mampu membuat "kaki kita selincah kaki rusa" untuk melompati 'batu-batu' masalah itu, tidak peduli sebesar, sebanyak dan setajam apapun batu-batu yang membentang di hadapan anda. Dasari hidup dengan iman yang teguh, jangan pernah putus harapan. Percayalah sepenuhnya pada Tuhan dengan segenap hati. Tuhan mampu memperlengkapi kita untuk mampu menghadapi segala masalah, segala ketidakpastian dalam hidup, karena Tuhan adalah sumber kekuatan kita. "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19).
Jadikan Tuhan sebagai sumber kekuatan agar mampu menghadapi badai
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku."
Berjuang dalam dunia yang sulit, mau tidak mau kita harus berjuang lebih dari normal. Apakah anda merasakannya hari-hari ini? Dalam situasi yang tidak menentu dan keadaan ekonomi sulit yang hampir merata di seluruh dunia terkadang kita tidak tahu lagi bagaimana menyikapinya. Seorang teman bercerita mengenai bagaimana sulitnya menyikapi kondisi ekonomi yang sulit ini dalam usahanya. Menurutnya, sekedar serius saja sudah tidak lagi cukup. Ia harus jauh lebih pintar dari dulu untuk bisa tetap bertahan di iklim sulit seperti sekarang ini. Ada kalanya situasi memang seperti itu. Bukan kitanya yang tidak serius atau main-main, tetapi memang lingkungan atau bahkan dunianya yang sedang kacau.
Haruskah kita menyerah kalah dalam berjuang di dunia yang serba sulit ini? Pertanyaan selanjutnya, apa yang harus kita lakukan? Jika mengandalkan tenaga sendiri mungkin ya, pada satu titik kita tidak akan memiliki cukup tenaga lagi untuk berjuang. Apa yang harus kita ingat adalah keberadaan Tuhan yang selalu setia menyertai kita dengan kekuatannya yang tidak terbatas, yang tidak pernah ada di bawah segala kesulitan duniawi dengan segala lika-likunya yang tengah kita hadapi hari ini.
Hari ini saya ingin mengangkat kisah tentang Habakuk. Habakuk adalah seorang nabi yang hidup di jaman yang sangat berat, penuh dengan krisis moral yang sungguh luar biasa. Pada saat itu Habakuk meratap melihat bangsa Yehuda tengah berada dalam bahaya. Habakuk menyadari bahwa penyebabnya adalah akibat ketidaksetiaan. (Habakuk 1:2-4). Lebih lanjut, dikatakan bahwa bangsa Yehuda tengah menghadapi ancaman serius dari orang Kasdim (bangsa Babel) yang terkenal kejam dan ganas yang siap untuk membantai mereka. (ay 6-11). Habakuk sempat mengaku tidak mengerti mengapa Allah yang Mahakudus bisa berdiam diri melihat orang-orang fasik menghancurkan umatNya. (ay 12-13). Tidak mengerti, itu satu hal, dan memang kemampuan kita terbatas untuk bisa menyelami rencana Tuhan secara utuh. Namun janganlah hal itu berlanjut kepada ketidakyakinan kita akan penyertaan Tuhan. Habakuk menyadari hal ini, dan berkata: "Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya." (2:4). Meskipun ia tidak mengerti mengapa Tuhan terkesan membiarkan bencana siap menghancurkan bangsa Yehuda, tapi Habakuk tahu pasti bahwa Tuhan akan tetap turun tangan terhadap orang benar, yaitu orang yang hidup oleh iman.
Di akhir kitab Habakuk, kita melihat bagaimana tingginya iman nabi ini. Iman Habakuk adalah iman yang tidak tergoncang oleh situasi apapun, bahkan dalam ketidak-mengertiannya akan keputusan Tuhan sekalipun. Habakuk mengakhiri doanya dengan keyakinan teguh. Doa itu berbunyi: "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku." (ay 17-19). Lihatlah sebentuk iman yang meski ada dalam keadaan krisis, tekanan, ketakutan, ancaman yang kelihatannya mengerikan sekalipun, tetap mampu membuat Habakuk bersukacita dan bersorak-sorak pada Tuhan. Sikap Habakuk didasarkan pada imannya yang secara penuh berserah pada keputusan Tuhan. Meski situasi yang ia hadapi mungkin akan terus menjadi lebih parah, namun imannya pada Tuhan tidaklah goyah. Dia tetap bersorak-sorak dalam Allah yang menyelamatkan, dan itu semua terjadi karena Allah ia jadikan sebagai sumber kekuatannya.
Adakah hari ini anda tengah tergoncang akibat kesulitan menghadapi iklim yang semakin sulit? Adakah iman anda hari ini mulai goyah akibat tekanan demi tekanan yang terus menghujam diri anda, kesulitan hidup yang makin meningkat, persoalan yang belum memiliki jalan keluar? Apakah hari ini anda sulit mengerti mengapa Tuhan seolah diam terhadap persoalan anda? Miliki iman seteguh iman Habakuk yang tidak goncang sama sekali dalam kondisi apapun. Percayalah bahwa Tuhan mampu membuat "kaki kita selincah kaki rusa" untuk melompati 'batu-batu' masalah itu, tidak peduli sebesar, sebanyak dan setajam apapun batu-batu yang membentang di hadapan anda. Dasari hidup dengan iman yang teguh, jangan pernah putus harapan. Percayalah sepenuhnya pada Tuhan dengan segenap hati. Tuhan mampu memperlengkapi kita untuk mampu menghadapi segala masalah, segala ketidakpastian dalam hidup, karena Tuhan adalah sumber kekuatan kita. "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19).
Jadikan Tuhan sebagai sumber kekuatan agar mampu menghadapi badai
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, January 23, 2013
Seni Menghadapi Ejekan
Ayat bacaan: 2 Petrus 3:3
====================
"Yang terutama harus kamu ketahui ialah, bahwa pada hari-hari zaman akhir akan tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menuruti hawa nafsunya."
Dimanapun kita hidup, dan kapan pun masanya, kita akan terus berhadapan dengan orang-orang yang gemar mengejek, menyindir atau menghina. Mereka melakukan itu seolah tidak peduli terhadap perasaan orang lain. Mereka melakukannya tanpa rasa bersalah dan dengan sangat mudah. Ada lagi orang yang hanya tahu melihat hal yang buruk tetapi tidak pernah bisa memuji hal yang baik. Orang seperti ini akan dengan ringan mengkritik sepedas mungkin seolah hanya merekalah yang paling benar dan ditangan mereka semuanya sudah pasti menjadi lebih baik. Saya bukan menganjurkan kita menjadi orang-orang yang anti kritik. Sama sekali tidak. Tetapi kita harus berhati-hati terhadap bentuk-bentuk kritik atau ejekan yang tidak membangun yang bisa jadi membuat mental kita hancur berantakan. Masalahnya, kita tidak bisa setiap saat menghindari orang-orang yang bersifat seperti ini dimanapun kita berada. Tidak tertutup pula kemungkinan kita mengalami itu di dalam keluarga sendiri selama bertahun-tahun, baik antara suami-istri, orang tua-anak atau antar saudara. Di sekolah, di kampus, di tempat kerja dan lain-lain, tidak satupun tempat yang bisa seratus persen bebas dari orang-orang yang gemar mengejek seperti ini. Terkadang hinaan bisa keluar secara spontan, yang menghina sudah lupa, tapi yang dihina bisa merasakan dampaknya dalam waktu lama dan tidak jarang mengakibatkan kepahitan.
Setiap saat ada saja orang-orang yang dengan tega mengeluarkan kata-kata hinaan yang menyakiti diri kita, dan itu bukan hanya masalah masa kini melainkan sudah pula tercatat dalam Alkitab. Petrus menekankan hal penting yang masih berlaku hingga hari ini: "Yang terutama harus kamu ketahui ialah, bahwa pada hari-hari zaman akhir akan tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menuruti hawa nafsunya." (1 Petrus 3:3). Menjelang kedatangan Kristus untuk kedua kalinya, kita akan semakin sering berhadapan dengan pengejek-pengejek yang tampil secara nyata dimanapun kita berada. Akan sangat sulit bagi kita untuk menghindarinya, oleh karena itu saya lebih tertarik untuk fokus kepada cara untuk mengatasi kehancuran diri kita dari dalam akibat menerima hinaan. Dalam 1 Petrus 3:3 itu kita melihat bahwa ejekan keluar dari hati orang-orang yang hidup menuruti hawa nafsunya. Dan ini memang sebuah ciri khas atau gaya hidup banyak orang menjelang akhir zaman. Sulit bagi kita untuk menghindari hinaan, namun kita bisa membentengi diri kita agar efeknya jangan sampai menghancurkan hidup kita.
Pertama-tama, mari kita ingat lagi bahwa kita diciptakan Tuhan bukan kebetulan. Tuhan punya rencana yang besar dengan menciptakan kita. Daud menggambarkan keindahan penciptaan manusia oleh Tuhan. "Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Mazmur 139:13-14). Dalam Yesaya kita pun bisa membaca: "Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku." (Yesaya 49:16). Begitu indahnya Tuhan menciptakan manusia. Ia mempedulikan kita, mengasihi kita, bahkan hingga menganugrahkan anakNya yang tunggal demi keselamatan kita. (Yohanes 3:16). Menyadari hal itu, kita hendaknya bisa tetap kuat ketika menghadapi ejekan dan hinaan. Di mata Tuhan, kita berharga. Daud berkata "Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun TUHAN menyambut aku." (Mazmur 27:10). Yang terpenting bukan pandangan manusia yang seringkali menjatuhkan melainkan pandangan Tuhan yang akan selalu menyambut diri kita dengan penuh sukacita.
Yang kedua, kita harus ingat agar jangan menyimpan ejekan atau hinaan itu sampai membusuk dalam hati dan menimbulkan kepahitan atau ketidakpercayaan diri. Amsal Salomo mengingatkan "Bodohlah yang menyatakan sakit hatinya seketika itu juga, tetapi bijak, yang mengabaikan cemooh." (Amsal 12:16). Orang yang bijak akan mengabaikan hinaan karena mereka mengetahui pandangan Tuhan dibalik penciptaan diri mereka. Jika mau lebih positif, pakailah hinaan itu sebagai alat untuk memotivasi kita agar bisa lebih baik lagi. Jadikan cambuk bukan untuk menyakiti diri sendiri, tetapi pakailah untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan kita. Sulit memang, namun dengan menyelaraskan pandangan kita dengan cara pandang Tuhan, niscaya kita akan mampu melakukannya.
Selanjutnya ada ayat yang berbunyi: "Bila kefasikan datang, datanglah juga penghinaan dan cela disertai cemooh." (Amsal 18:3). Disini Salomo mengingatkan bahwa hinaan itu biasanya berasal dari dosa. Dalam bahasa Inggris dikatakan "When the wicked comes in (to the depth of evil), he becomes a contemptuous despiser". Lebih lanjut dikatakan bahwa hanya orang-orang yang tidak berakal budilah yang menghina sesamanya. "Siapa menghina sesamanya, tidak berakal budi, tetapi orang yang pandai, berdiam diri." (Amsal 11:12). Orang-orang seperti ini dikatakan tidak akan luput dari hukuman karena apa yang mereka lakukan sebenarnya sama saja dengan menghina Penciptanya. (Amsal 17:5). Daripada membiarkan hinaan itu menghancurkan diri kita, lebih baik kita anggap itu sebagai sebuah masukan yang bisa membuat kita lebih baik lagi kedepannya. Dan doakanlah mereka yang mengejek itu agar bisa bertobat dan diampuni Tuhan. Benar, kita tidak bisa menghindari hinaan dan ejekan, namun selama apa yang kita perbuat itu telah kita lakukan dengan sungguh-sungguh dan sesuai dengan firman Tuhan, yakinlah bahwa Tuhan pasti sangat menghargainya. Kita tidak perlu berkecil hati, karena bukan apa kata manusia yang penting, tapi apa kata Tuhan, itulah yang terpenting.
Anak-anak Tuhan tidak perlu tawar hati menghadapi hinaan karena mereka tahu bagaimana Bapa mencintai mereka
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
====================
"Yang terutama harus kamu ketahui ialah, bahwa pada hari-hari zaman akhir akan tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menuruti hawa nafsunya."
Dimanapun kita hidup, dan kapan pun masanya, kita akan terus berhadapan dengan orang-orang yang gemar mengejek, menyindir atau menghina. Mereka melakukan itu seolah tidak peduli terhadap perasaan orang lain. Mereka melakukannya tanpa rasa bersalah dan dengan sangat mudah. Ada lagi orang yang hanya tahu melihat hal yang buruk tetapi tidak pernah bisa memuji hal yang baik. Orang seperti ini akan dengan ringan mengkritik sepedas mungkin seolah hanya merekalah yang paling benar dan ditangan mereka semuanya sudah pasti menjadi lebih baik. Saya bukan menganjurkan kita menjadi orang-orang yang anti kritik. Sama sekali tidak. Tetapi kita harus berhati-hati terhadap bentuk-bentuk kritik atau ejekan yang tidak membangun yang bisa jadi membuat mental kita hancur berantakan. Masalahnya, kita tidak bisa setiap saat menghindari orang-orang yang bersifat seperti ini dimanapun kita berada. Tidak tertutup pula kemungkinan kita mengalami itu di dalam keluarga sendiri selama bertahun-tahun, baik antara suami-istri, orang tua-anak atau antar saudara. Di sekolah, di kampus, di tempat kerja dan lain-lain, tidak satupun tempat yang bisa seratus persen bebas dari orang-orang yang gemar mengejek seperti ini. Terkadang hinaan bisa keluar secara spontan, yang menghina sudah lupa, tapi yang dihina bisa merasakan dampaknya dalam waktu lama dan tidak jarang mengakibatkan kepahitan.
Setiap saat ada saja orang-orang yang dengan tega mengeluarkan kata-kata hinaan yang menyakiti diri kita, dan itu bukan hanya masalah masa kini melainkan sudah pula tercatat dalam Alkitab. Petrus menekankan hal penting yang masih berlaku hingga hari ini: "Yang terutama harus kamu ketahui ialah, bahwa pada hari-hari zaman akhir akan tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menuruti hawa nafsunya." (1 Petrus 3:3). Menjelang kedatangan Kristus untuk kedua kalinya, kita akan semakin sering berhadapan dengan pengejek-pengejek yang tampil secara nyata dimanapun kita berada. Akan sangat sulit bagi kita untuk menghindarinya, oleh karena itu saya lebih tertarik untuk fokus kepada cara untuk mengatasi kehancuran diri kita dari dalam akibat menerima hinaan. Dalam 1 Petrus 3:3 itu kita melihat bahwa ejekan keluar dari hati orang-orang yang hidup menuruti hawa nafsunya. Dan ini memang sebuah ciri khas atau gaya hidup banyak orang menjelang akhir zaman. Sulit bagi kita untuk menghindari hinaan, namun kita bisa membentengi diri kita agar efeknya jangan sampai menghancurkan hidup kita.
Pertama-tama, mari kita ingat lagi bahwa kita diciptakan Tuhan bukan kebetulan. Tuhan punya rencana yang besar dengan menciptakan kita. Daud menggambarkan keindahan penciptaan manusia oleh Tuhan. "Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Mazmur 139:13-14). Dalam Yesaya kita pun bisa membaca: "Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku." (Yesaya 49:16). Begitu indahnya Tuhan menciptakan manusia. Ia mempedulikan kita, mengasihi kita, bahkan hingga menganugrahkan anakNya yang tunggal demi keselamatan kita. (Yohanes 3:16). Menyadari hal itu, kita hendaknya bisa tetap kuat ketika menghadapi ejekan dan hinaan. Di mata Tuhan, kita berharga. Daud berkata "Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun TUHAN menyambut aku." (Mazmur 27:10). Yang terpenting bukan pandangan manusia yang seringkali menjatuhkan melainkan pandangan Tuhan yang akan selalu menyambut diri kita dengan penuh sukacita.
Yang kedua, kita harus ingat agar jangan menyimpan ejekan atau hinaan itu sampai membusuk dalam hati dan menimbulkan kepahitan atau ketidakpercayaan diri. Amsal Salomo mengingatkan "Bodohlah yang menyatakan sakit hatinya seketika itu juga, tetapi bijak, yang mengabaikan cemooh." (Amsal 12:16). Orang yang bijak akan mengabaikan hinaan karena mereka mengetahui pandangan Tuhan dibalik penciptaan diri mereka. Jika mau lebih positif, pakailah hinaan itu sebagai alat untuk memotivasi kita agar bisa lebih baik lagi. Jadikan cambuk bukan untuk menyakiti diri sendiri, tetapi pakailah untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan kita. Sulit memang, namun dengan menyelaraskan pandangan kita dengan cara pandang Tuhan, niscaya kita akan mampu melakukannya.
Selanjutnya ada ayat yang berbunyi: "Bila kefasikan datang, datanglah juga penghinaan dan cela disertai cemooh." (Amsal 18:3). Disini Salomo mengingatkan bahwa hinaan itu biasanya berasal dari dosa. Dalam bahasa Inggris dikatakan "When the wicked comes in (to the depth of evil), he becomes a contemptuous despiser". Lebih lanjut dikatakan bahwa hanya orang-orang yang tidak berakal budilah yang menghina sesamanya. "Siapa menghina sesamanya, tidak berakal budi, tetapi orang yang pandai, berdiam diri." (Amsal 11:12). Orang-orang seperti ini dikatakan tidak akan luput dari hukuman karena apa yang mereka lakukan sebenarnya sama saja dengan menghina Penciptanya. (Amsal 17:5). Daripada membiarkan hinaan itu menghancurkan diri kita, lebih baik kita anggap itu sebagai sebuah masukan yang bisa membuat kita lebih baik lagi kedepannya. Dan doakanlah mereka yang mengejek itu agar bisa bertobat dan diampuni Tuhan. Benar, kita tidak bisa menghindari hinaan dan ejekan, namun selama apa yang kita perbuat itu telah kita lakukan dengan sungguh-sungguh dan sesuai dengan firman Tuhan, yakinlah bahwa Tuhan pasti sangat menghargainya. Kita tidak perlu berkecil hati, karena bukan apa kata manusia yang penting, tapi apa kata Tuhan, itulah yang terpenting.
Anak-anak Tuhan tidak perlu tawar hati menghadapi hinaan karena mereka tahu bagaimana Bapa mencintai mereka
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, January 22, 2013
Kacang Melupakan Kulit
Ayat bacaan: Ulangan 32:15
=======================
"Lalu menjadi gemuklah Yesyurun, dan menendang ke belakang, --bertambah gemuk engkau, gendut dan tambun--dan ia meninggalkan Allah yang telah menjadikan dia, ia memandang rendah gunung batu keselamatannya."
Ada sebuah peribahasa yang berbunyi bagai kacang lupa kulit. Peribahasa ini dipakai untuk menggambarkan sikap orang yang melupakan asal usul dan jasa dari orang yang pernah membesarkan mereka. Kita bisa menjumpai orang-orang yang bagai kacang lupa kulit di setiap jaman, sejak dahulu kala hingga kini, yang menunjukkan bahwa sikap ini merupakan salah satu sikap negatif manusia yang tidak ada habisnya. Tidak jarang kita mendengar orang-orang yang kemudian tega meninggalkan atau bahkan menelantarkan orang tuanya ketika mereka sudah sukses. Mereka lupa bahwa mereka dibesarkan dengan segenap daya upaya yang tidak jarang memerlukan pengorbanan luar biasa. Tapi ketika sudah sukses, orang tua malah dianggap merepotkan. Penuhnya panti jompo menjadi salah satu bukti mengenai hal ini. Terlepas dari ketidaksanggupan sang anak untuk mengurus masa-masa hidup orang tuanya menjelang akhir karena karir dan kesibukan mereka, kenyataannya ada banyak yang membiarkan orang tuanya di panti jompo karena malas bahkan merasa jijik untuk mengurus mereka. Kita sering mendengar artis-artis yang melupakan orang yang berjasa dalam kesukesannya, atau malah menolak mengakui orang tuanya sendiri. Kita bertemu dengan orang yang menjadi berubah sikap, menjadi angkuh, sombong atau tinggi hati setelah meraih kesuksesan dan kekayaan, semua itu tidaklah sulit untuk ditemukan sampai hari ini.
Jika kepada orang yang ada di dekat kita dan terlihat kasat mata saja kita sanggup seperti itu, apalagi kepada Tuhan yang tidak berada langsung disamping kita seperti halnya manusia. Sikap manusia melupakan Tuhan sudah terjadi sejak jaman dahulu. Bangsa Israel di jaman Musa menjadi contoh nyata mengenai kelakuan negatif manusia ini beribu-ribu tahun yang lalu. "Lalu menjadi gemuklah Yesyurun, dan menendang ke belakang, --bertambah gemuk engkau, gendut dan tambun--dan ia meninggalkan Allah yang telah menjadikan dia, ia memandang rendah gunung batu keselamatannya." (Ulangan 32:15). Kita bisa melihat bagaimana indahnya Tuhan telah memberkati mereka dalam ayat 10-14 sebelumnya. Tapi begitu mereka mendapat kelimpahan berkat, apa yang terjadi? Mereka menjadi gemuk kekenyangan dan melupakan Pribadi yang telah menyediakan itu semua. Betapa keterlaluan, "Mereka membangkitkan cemburu-Nya dengan allah asing, mereka menimbulkan sakit hati-Nya dengan dewa kekejian, mereka mempersembahkan korban kepada roh-roh jahat yang bukan Allah, kepada allah yang tidak mereka kenal, allah baru yang belum lama timbul, yang kepadanya nenek moyangmu tidak gentar." (ay 16-17). Mereka melupakan Tuhan yang telah begitu baik kepada mereka. "Gunung batu yang memperanakkan engkau, telah kaulalaikan, dan telah kaulupakan Allah yang melahirkan engkau." (ay 18). Wajar jika Tuhan pun kemudian murka menghadapi "angkatan yang bengkok, anak-anak yang tidak mempunyai kesetiaan." (ay 20) ini. Ayat-ayat selanjutnya menggambarkan kemarahan Tuhan yang begitu mengerikan. Bukan sekali dua kali bangsa ini melupakan Tuhannya. Kita melihat dalam banyak kesempatan mereka berulang kali menyakiti hati Tuhan yang telah melepaskan mereka dari perbudakan dan memberkati mereka secara dahsyat dalam perjalanan mereka menuju tanah terjanji. Dalam kitab Hakim Hakim kembali kita temukan sikap buruk mereka. "Orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, mereka melupakan TUHAN, Allah mereka, dan beribadah kepada para Baal dan para Asyera." (Hakim Hakim 3:7). Dan hukuman Tuhan pun kembali jatuh.
Apa yang terjadi pada bangsa Israel bisa kita pakai sebagai peringatan bagi kita saat ini. Seringkali kita mendekat kepada Tuhan ketika sedang mengalami penderitaan. Tapi setelah berada dalam keadaan baik dan berkecukupan, secepat itu pula Tuhan dilupakan. Padahal bukankah semua itu kita dapatkan sebagai berkat dari Tuhan? Bukankah tanpa Tuhan kita bukan apa-apa? Jika demikian mengapa kita sanggup atau tega melupakan Dia yang telah mengasihi kita dengan begitu besar ketika semua sepertinya baik-baik saja? Mazmur Daud mengingatkan kita untuk selalu mengingat kebaikan Tuhan dalam hidup kita. "Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!" (Mazmur 103:1-2). Seperti kasih seorang bapa kepada anaknya, seperti itu pula kasih Tuhan yang tidak berkesudahan selalu menaungi kita. Firman Tuhan berkata: "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia....kasih setia TUHAN dari selama-lamanya sampai selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia, dan keadilan-Nya bagi anak cucu, bagi orang-orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan yang ingat untuk melakukan titah-Nya." (ay 13, 17-18). Ketika hari ini anda diberkati secara baik dalam kehidupan, keluarga dan pekerjaan, jangan pernah lupakan Tuhan. Tetaplah ingat kepada Tuhan yang telah memberikan itu semua. Puji dan sembah Dia, penuhi diri anda dengan ucapan syukur. Ingatlah selalu bahwa apa yang kita raih bukanlah semata-mata karena kerja keras atau hasil jerih payah kita sendiri, tetapi melalui berkat Tuhan yang turun melalui usaha kita. Tanpa Tuhan semua akan sia-sia. Jangan pernah lupakan kebaikanNya, jangan menjadi kacang yang lupa kulit, mari kita terus memuji dan menyembah Dia dengan sepenuh hati.
"Bless (affectionally, gratefully praise) the Lord, O my soul; and all that is (deepest) within me, bless His holy name!" (Mazmur 103:1)
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=======================
"Lalu menjadi gemuklah Yesyurun, dan menendang ke belakang, --bertambah gemuk engkau, gendut dan tambun--dan ia meninggalkan Allah yang telah menjadikan dia, ia memandang rendah gunung batu keselamatannya."
Ada sebuah peribahasa yang berbunyi bagai kacang lupa kulit. Peribahasa ini dipakai untuk menggambarkan sikap orang yang melupakan asal usul dan jasa dari orang yang pernah membesarkan mereka. Kita bisa menjumpai orang-orang yang bagai kacang lupa kulit di setiap jaman, sejak dahulu kala hingga kini, yang menunjukkan bahwa sikap ini merupakan salah satu sikap negatif manusia yang tidak ada habisnya. Tidak jarang kita mendengar orang-orang yang kemudian tega meninggalkan atau bahkan menelantarkan orang tuanya ketika mereka sudah sukses. Mereka lupa bahwa mereka dibesarkan dengan segenap daya upaya yang tidak jarang memerlukan pengorbanan luar biasa. Tapi ketika sudah sukses, orang tua malah dianggap merepotkan. Penuhnya panti jompo menjadi salah satu bukti mengenai hal ini. Terlepas dari ketidaksanggupan sang anak untuk mengurus masa-masa hidup orang tuanya menjelang akhir karena karir dan kesibukan mereka, kenyataannya ada banyak yang membiarkan orang tuanya di panti jompo karena malas bahkan merasa jijik untuk mengurus mereka. Kita sering mendengar artis-artis yang melupakan orang yang berjasa dalam kesukesannya, atau malah menolak mengakui orang tuanya sendiri. Kita bertemu dengan orang yang menjadi berubah sikap, menjadi angkuh, sombong atau tinggi hati setelah meraih kesuksesan dan kekayaan, semua itu tidaklah sulit untuk ditemukan sampai hari ini.
Jika kepada orang yang ada di dekat kita dan terlihat kasat mata saja kita sanggup seperti itu, apalagi kepada Tuhan yang tidak berada langsung disamping kita seperti halnya manusia. Sikap manusia melupakan Tuhan sudah terjadi sejak jaman dahulu. Bangsa Israel di jaman Musa menjadi contoh nyata mengenai kelakuan negatif manusia ini beribu-ribu tahun yang lalu. "Lalu menjadi gemuklah Yesyurun, dan menendang ke belakang, --bertambah gemuk engkau, gendut dan tambun--dan ia meninggalkan Allah yang telah menjadikan dia, ia memandang rendah gunung batu keselamatannya." (Ulangan 32:15). Kita bisa melihat bagaimana indahnya Tuhan telah memberkati mereka dalam ayat 10-14 sebelumnya. Tapi begitu mereka mendapat kelimpahan berkat, apa yang terjadi? Mereka menjadi gemuk kekenyangan dan melupakan Pribadi yang telah menyediakan itu semua. Betapa keterlaluan, "Mereka membangkitkan cemburu-Nya dengan allah asing, mereka menimbulkan sakit hati-Nya dengan dewa kekejian, mereka mempersembahkan korban kepada roh-roh jahat yang bukan Allah, kepada allah yang tidak mereka kenal, allah baru yang belum lama timbul, yang kepadanya nenek moyangmu tidak gentar." (ay 16-17). Mereka melupakan Tuhan yang telah begitu baik kepada mereka. "Gunung batu yang memperanakkan engkau, telah kaulalaikan, dan telah kaulupakan Allah yang melahirkan engkau." (ay 18). Wajar jika Tuhan pun kemudian murka menghadapi "angkatan yang bengkok, anak-anak yang tidak mempunyai kesetiaan." (ay 20) ini. Ayat-ayat selanjutnya menggambarkan kemarahan Tuhan yang begitu mengerikan. Bukan sekali dua kali bangsa ini melupakan Tuhannya. Kita melihat dalam banyak kesempatan mereka berulang kali menyakiti hati Tuhan yang telah melepaskan mereka dari perbudakan dan memberkati mereka secara dahsyat dalam perjalanan mereka menuju tanah terjanji. Dalam kitab Hakim Hakim kembali kita temukan sikap buruk mereka. "Orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, mereka melupakan TUHAN, Allah mereka, dan beribadah kepada para Baal dan para Asyera." (Hakim Hakim 3:7). Dan hukuman Tuhan pun kembali jatuh.
Apa yang terjadi pada bangsa Israel bisa kita pakai sebagai peringatan bagi kita saat ini. Seringkali kita mendekat kepada Tuhan ketika sedang mengalami penderitaan. Tapi setelah berada dalam keadaan baik dan berkecukupan, secepat itu pula Tuhan dilupakan. Padahal bukankah semua itu kita dapatkan sebagai berkat dari Tuhan? Bukankah tanpa Tuhan kita bukan apa-apa? Jika demikian mengapa kita sanggup atau tega melupakan Dia yang telah mengasihi kita dengan begitu besar ketika semua sepertinya baik-baik saja? Mazmur Daud mengingatkan kita untuk selalu mengingat kebaikan Tuhan dalam hidup kita. "Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!" (Mazmur 103:1-2). Seperti kasih seorang bapa kepada anaknya, seperti itu pula kasih Tuhan yang tidak berkesudahan selalu menaungi kita. Firman Tuhan berkata: "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia....kasih setia TUHAN dari selama-lamanya sampai selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia, dan keadilan-Nya bagi anak cucu, bagi orang-orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan yang ingat untuk melakukan titah-Nya." (ay 13, 17-18). Ketika hari ini anda diberkati secara baik dalam kehidupan, keluarga dan pekerjaan, jangan pernah lupakan Tuhan. Tetaplah ingat kepada Tuhan yang telah memberikan itu semua. Puji dan sembah Dia, penuhi diri anda dengan ucapan syukur. Ingatlah selalu bahwa apa yang kita raih bukanlah semata-mata karena kerja keras atau hasil jerih payah kita sendiri, tetapi melalui berkat Tuhan yang turun melalui usaha kita. Tanpa Tuhan semua akan sia-sia. Jangan pernah lupakan kebaikanNya, jangan menjadi kacang yang lupa kulit, mari kita terus memuji dan menyembah Dia dengan sepenuh hati.
"Bless (affectionally, gratefully praise) the Lord, O my soul; and all that is (deepest) within me, bless His holy name!" (Mazmur 103:1)
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, January 21, 2013
Melangkah dengan Iman
Ayat bacaan: Matius 14:31
======================
"Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?"
Kita tentu tahu bahwa kita bisa meminta sesuatu kepada Tuhan lewat doa. Tapi sejauh mana doa itu memperoleh jawaban? Ada banyak orang yang menaikkan frekuensi berdoanya untuk memaksa Tuhan mendengar permintaan mereka. Ada yang terus berdoa dan mengira iman mereka otomatis bertumbuh, padahal kenyataannya sering berdoa ternyata tidak selalu menghasilkan pertumbuhan iman. Banyak orang yang melakukan doa hanya sebatas seremonial atau rutinitas semata. Mereka berdoa bukan karena kerinduan untuk bersekutu dengan Tuhan, mendengar suara Tuhan dan bersatu dalam hadiratNya, namun karena itu sudah menjadi sebuah kebiasaan belaka. Ada pula yang hanya karena takut masuk neraka dan mengira bahwa dengan ritual berulang mereka sudah terbebas dari itu. Doa yang didasari alasan-alasan keliru seperti ini tentu sulit menghasilkan pertumbuhan iman. Doa sering, tapi percaya? Nanti dulu.. mereka tetap ragu akankah Tuhan mau menjawab doa mereka. "Ah, masa sih saya bisa mengalami mukjizat.. siapa saya, nggak bakalan deh.." kata-kata itu pernah saya dengar dari seorang teman yang padahal lahir dari keluarga Kristen dan masih Kristen hingga kini. Ia berdoa bukan didasari iman, tapi hanya 'nothing to loose' saja sifatnya. Sering berdoa, namun tidak percaya alias ragu doanya didengar. Berdoa itu baik, namun jika tidak disertai dengan iman, malah dipenuhi kebimbangan atau ketidakpercayaan akan kuasa Tuhan akan membawa kita kepada kesia-siaan, bahkan kejatuhan.
Melanjutkan renungan kemarin, hari ini mari kita lihat sebuah kisah dalam Injil Matius 14:22-32. Pada sebuah subuh Yesus menghampiri murid-muridnya yang sudah berada di tengah laut dengan berjalan di atas air. (ay 25). Melihat itu, terkejutlah murid-muridNya. Reaksi mereka bukannya kagum melihat kuasa Yesus, namun malah berteriak-teriak ketakutan, mengira yang datang itu hantu. (ay 26). Perhatikan, meskipun mereka sudah mengikuti Yesus dan melihat mukjizat-mukjizat dengan mata mereka sendiri, namun ternyata iman yang masih lemah membuat murid-murid Yesus masih gampang diombang-ambingkan ketakutan. Reaksi pertama mereka yang malah takut dan menyangka yang datang itu hantu menunjukkan betapa lemahnya keyakinan mereka. Yesus lalu berkata: "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" (ay 27). Mendengar itu, mereka masih juga belum percaya. Maka Petrus berkata: "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air." (ay 28). Yesus pun menyuruhnya datang. Petrus percaya dan turun dari perahu. Ajaib! Ia bisa melangkah, berjalan di atas air menuju Yesus. (ay 29). Setelah beberapa saat berjalan di atas air, rupanya angin kencang yang menerpa Petrus mulai membuatnya takut. Dan ketika ia mulai takut, Petrus pun mulai tenggelam. Maka berteriaklah Petrus minta tolong kepada Yesus. (ay 30). Yesus kemudian menolong dan menegur Petrus. "Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" (ay 31).
Kebimbangan kerap timbul dalam hati kita, dan itu seringkali menghambat pekerjaan Tuhan berlaku atas kita. Yesus mengajarkan, ketika kita meminta, memintalah dengan iman. Maka dari itu, kita perlu melangkah dengan iman. Percayalah akan kuasa Tuhan yang memungkinkan sesuatu yang mustahil sekalipun untuk terjadi. "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24). Dari pengalaman Petrus kita bisa belajar mengenai hal ini. Ia pada awalnya percaya sehingga ia menerima mukjizat yang ajaib dengan berjalan di atas air. Tetapi ketika ia membiarkan rasa takut dalam dirinya, ia menjadi bimbang dan imannya segera terkikis. Dengan segera ia pun mulai tenggelam, kehilangan mukjizat yang tadinya terjadi secara luar biasa atas dirinya. Memang ketika logika kita bekerja, sulit rasanya percaya bahwa sesuatu yang diluar logika bisa terjadi. Oleh karena itulah kita harus mempergunakan iman untuk bisa percaya sepenuhnya kepada kuasa dan kasih Tuhan. Penulis Ibrani mengatakan bahwa "iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Hal-hal luar biasa bisa terjadi ketika kita mengimani apa yang kita doakan. Kebimbangan hanyalah akan menghambat sesuatu yang besar berlaku atas diri kita. Demikian kata Yesus: "Yesus menjawab mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara itu, tetapi juga jikalau kamu berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! hal itu akan terjadi." (Matius 21:21). Apa yang dikatakan Yesus pada Petrus dan murid-murid lainnya pada kisah berjalan di atas air setelah Petrus jatuh :"Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" mengambarkan diri kita yang seringkali diliputi keraguan ketika menghadapi masalah. Mungkin pada awalnya kita percaya, namun ketika angin mulai bertiup kencang, kita bisa menjadi bimbang, ragu, khawatir, cemas atau takut, dan akibatnya kita bisa tenggelam. Seperti yang sudah saya tulis kemarin, Yakobus pun menyinggung secara jelas akan hal ini. "Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7).
Sebuah contoh lain mungkin bisa kita jadikan perbandingan. Abraham, Bapa orang beriman mengalami berbagai situasi yang jauh dari jangkauan logika manusia. Tetapi ia sama sekali tidak bimbang, melainkan malah diperkuat dalam imannya dan tetap memuliakan Allah. (Roma 4:20). Demikian pula kita harus selalu melatih diri kita agar memiliki iman yang teguh dan kokoh untuk menerima janji-janji Tuhan. Yakinkan diri anda bahwa tidak ada satu pun yang mustahil bagi Tuhan. Dia sanggup, bahkan lebih dari sanggup melakukan segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi diri kita. Berserulah kepada Tuhan dalam setiap permasalahan anda, teruslah tekun berdoa dalam nama Yesus, jangan lupa mengucap syukur, dan lakukan semuanya dengan kepercayaan yang penuh didasari iman yang baik. Berdoalah karena kerinduan yang dalam akan Tuhan, bukan karena sebatas seremonial atau rutinitas belaka. Dan percayalah! Seperti gunung yang dapat dilemparkan ke laut dengan iman yang kecil sekalipun, demikian pula dengan masalah-masalah kita. Agar tidak tercebur dan tenggelam, melangkahlah selalu dengan iman.
Percayalah maka engkau akan menerima
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
======================
"Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?"
Kita tentu tahu bahwa kita bisa meminta sesuatu kepada Tuhan lewat doa. Tapi sejauh mana doa itu memperoleh jawaban? Ada banyak orang yang menaikkan frekuensi berdoanya untuk memaksa Tuhan mendengar permintaan mereka. Ada yang terus berdoa dan mengira iman mereka otomatis bertumbuh, padahal kenyataannya sering berdoa ternyata tidak selalu menghasilkan pertumbuhan iman. Banyak orang yang melakukan doa hanya sebatas seremonial atau rutinitas semata. Mereka berdoa bukan karena kerinduan untuk bersekutu dengan Tuhan, mendengar suara Tuhan dan bersatu dalam hadiratNya, namun karena itu sudah menjadi sebuah kebiasaan belaka. Ada pula yang hanya karena takut masuk neraka dan mengira bahwa dengan ritual berulang mereka sudah terbebas dari itu. Doa yang didasari alasan-alasan keliru seperti ini tentu sulit menghasilkan pertumbuhan iman. Doa sering, tapi percaya? Nanti dulu.. mereka tetap ragu akankah Tuhan mau menjawab doa mereka. "Ah, masa sih saya bisa mengalami mukjizat.. siapa saya, nggak bakalan deh.." kata-kata itu pernah saya dengar dari seorang teman yang padahal lahir dari keluarga Kristen dan masih Kristen hingga kini. Ia berdoa bukan didasari iman, tapi hanya 'nothing to loose' saja sifatnya. Sering berdoa, namun tidak percaya alias ragu doanya didengar. Berdoa itu baik, namun jika tidak disertai dengan iman, malah dipenuhi kebimbangan atau ketidakpercayaan akan kuasa Tuhan akan membawa kita kepada kesia-siaan, bahkan kejatuhan.
Melanjutkan renungan kemarin, hari ini mari kita lihat sebuah kisah dalam Injil Matius 14:22-32. Pada sebuah subuh Yesus menghampiri murid-muridnya yang sudah berada di tengah laut dengan berjalan di atas air. (ay 25). Melihat itu, terkejutlah murid-muridNya. Reaksi mereka bukannya kagum melihat kuasa Yesus, namun malah berteriak-teriak ketakutan, mengira yang datang itu hantu. (ay 26). Perhatikan, meskipun mereka sudah mengikuti Yesus dan melihat mukjizat-mukjizat dengan mata mereka sendiri, namun ternyata iman yang masih lemah membuat murid-murid Yesus masih gampang diombang-ambingkan ketakutan. Reaksi pertama mereka yang malah takut dan menyangka yang datang itu hantu menunjukkan betapa lemahnya keyakinan mereka. Yesus lalu berkata: "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" (ay 27). Mendengar itu, mereka masih juga belum percaya. Maka Petrus berkata: "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air." (ay 28). Yesus pun menyuruhnya datang. Petrus percaya dan turun dari perahu. Ajaib! Ia bisa melangkah, berjalan di atas air menuju Yesus. (ay 29). Setelah beberapa saat berjalan di atas air, rupanya angin kencang yang menerpa Petrus mulai membuatnya takut. Dan ketika ia mulai takut, Petrus pun mulai tenggelam. Maka berteriaklah Petrus minta tolong kepada Yesus. (ay 30). Yesus kemudian menolong dan menegur Petrus. "Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" (ay 31).
Kebimbangan kerap timbul dalam hati kita, dan itu seringkali menghambat pekerjaan Tuhan berlaku atas kita. Yesus mengajarkan, ketika kita meminta, memintalah dengan iman. Maka dari itu, kita perlu melangkah dengan iman. Percayalah akan kuasa Tuhan yang memungkinkan sesuatu yang mustahil sekalipun untuk terjadi. "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24). Dari pengalaman Petrus kita bisa belajar mengenai hal ini. Ia pada awalnya percaya sehingga ia menerima mukjizat yang ajaib dengan berjalan di atas air. Tetapi ketika ia membiarkan rasa takut dalam dirinya, ia menjadi bimbang dan imannya segera terkikis. Dengan segera ia pun mulai tenggelam, kehilangan mukjizat yang tadinya terjadi secara luar biasa atas dirinya. Memang ketika logika kita bekerja, sulit rasanya percaya bahwa sesuatu yang diluar logika bisa terjadi. Oleh karena itulah kita harus mempergunakan iman untuk bisa percaya sepenuhnya kepada kuasa dan kasih Tuhan. Penulis Ibrani mengatakan bahwa "iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Hal-hal luar biasa bisa terjadi ketika kita mengimani apa yang kita doakan. Kebimbangan hanyalah akan menghambat sesuatu yang besar berlaku atas diri kita. Demikian kata Yesus: "Yesus menjawab mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara itu, tetapi juga jikalau kamu berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! hal itu akan terjadi." (Matius 21:21). Apa yang dikatakan Yesus pada Petrus dan murid-murid lainnya pada kisah berjalan di atas air setelah Petrus jatuh :"Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" mengambarkan diri kita yang seringkali diliputi keraguan ketika menghadapi masalah. Mungkin pada awalnya kita percaya, namun ketika angin mulai bertiup kencang, kita bisa menjadi bimbang, ragu, khawatir, cemas atau takut, dan akibatnya kita bisa tenggelam. Seperti yang sudah saya tulis kemarin, Yakobus pun menyinggung secara jelas akan hal ini. "Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7).
Sebuah contoh lain mungkin bisa kita jadikan perbandingan. Abraham, Bapa orang beriman mengalami berbagai situasi yang jauh dari jangkauan logika manusia. Tetapi ia sama sekali tidak bimbang, melainkan malah diperkuat dalam imannya dan tetap memuliakan Allah. (Roma 4:20). Demikian pula kita harus selalu melatih diri kita agar memiliki iman yang teguh dan kokoh untuk menerima janji-janji Tuhan. Yakinkan diri anda bahwa tidak ada satu pun yang mustahil bagi Tuhan. Dia sanggup, bahkan lebih dari sanggup melakukan segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi diri kita. Berserulah kepada Tuhan dalam setiap permasalahan anda, teruslah tekun berdoa dalam nama Yesus, jangan lupa mengucap syukur, dan lakukan semuanya dengan kepercayaan yang penuh didasari iman yang baik. Berdoalah karena kerinduan yang dalam akan Tuhan, bukan karena sebatas seremonial atau rutinitas belaka. Dan percayalah! Seperti gunung yang dapat dilemparkan ke laut dengan iman yang kecil sekalipun, demikian pula dengan masalah-masalah kita. Agar tidak tercebur dan tenggelam, melangkahlah selalu dengan iman.
Percayalah maka engkau akan menerima
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, January 20, 2013
Kebimbangan
Ayat bacaan: Yakobus 1:6-7
=====================
"Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan."
Seorang motivator terkenal di Indonesia pernah mengajak penontonnya untuk mengasihani orang-orang yang bimbang. Mengapa? Jawabannya sederhana, karena orang yang bimbang ini sebenarnya sedang tersiksa baik ketika dihadapkan pada dua atau lebih pilihan. Kebimbangan akan membuat orang tidak mengambil keputusan, dan akibatnya mereka bisa menyia-nyiakan kesempatan emas untuk sukses, atau dalam beberapa hal bahkan bisa membahayakan. Lihatlah seorang aktor laga yang pernah hampir kehilangan nyawanya ketika shooting. Ia harus menjalani adegan melompat dari satu gedung ke gedung di depannya dalam jarak yang sebenarnya tidak terlalu jauh. Untuk orang sekaliber dia, seharusnya itu bukan masalah. Tetapi tepat ketika ia melompat, kebimbangan tiba-tiba muncul di kepalanya dan akibatnya ia pun terjatuh dari ketinggian. Untung nyawanya masih bisa diselamatkan meski ia mengalami cedera yang mengharuskannya dirawat secara intensif selama sekian bulan. Untuk contoh yang lebih ringan, seorang teman yang bimbang dalam menentukan pilihan apakah harus menerima atau menolak sebuah peluang kerja hanya karena ia ragu akan kemampuannya sendiri membuat kesempatan emas itu terbuang sia-sia. Disaat ia bimbang, orang lain dengan sigap mengambil posisi itu dan dalam waktu singkat menjadi sukses. Sedang teman saya gigit jari, menyesal karena membuang kesempatan baik yang ia lewatkan hanya karena bimbang. Ada kalanya kebimbangan bisa membuat kita berpikir jauh sebelum mengambil keputusan, tetapi kemudian ketika kita membiarkan kebimbangan berlarut-larut, hanya kegagalan dan kerugianlah yang kita peroleh. Kita tidak akan bisa maju, karena kebimbangan hanya akan membawa kita berjalan berputar-putar di tempat tanpa bisa melangkah ke depan.
Apa saja yang bisa diakibatkan kebimbangan? Selain kita tidak akan pernah maju, kerugian yang sama akan kita peroleh jika kebimbangan itu kita biarkan meracuni iman kita. Alkitab sudah memberi peringatan bahwa kita tidak akan bisa menerima sesuatu dari Tuhan jika kita terus menerus bimbang dan ragu. Kebimbangan akan menjadi penghalang bagi kita untuk menerima berkat, pertolongan atau jawaban dari Tuhan. Salah satu contoh bisa kita lihat lewat Yakobus. Ia menyatakan bahwa jika kita kekurangan hikmat, hendaklah kita memintanya pada Allah. "Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, --yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit--,maka hal itu akan diberikan kepadanya." (Yakobus 1:5). Syaratnya hanyalah kita harus meminta dalam iman, dan jangan pernah biarkan kebimbangan masuk didalamnya, sebab kebimbangan itu ibarat gelombang laut yang diombang ambingkan angin kesana kemari, tanpa arah, tanpa tujuan. Dan orang yang demikian, jangan berharap akan menerima apa-apa dari Tuhan. "Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin.Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7). Ia kemudian melanjutkan bahwa orang yang mendua hati pun tidak akan pernah tenang dalam hidupnya. (ay 8).
Berulang kali Yesus mengajarkan pentingnya sebuah kepercayaan yang penuh dan utuh dalam iman dalam meminta sesuatu lewat doa. "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." (Matius 21:22), lalu: "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24). Kebimbangan itu kebalikan keyakinan, dan karenanya kebimbangan akan membawa hasil sebaliknya. Pikirkanlah, betapa sayangnya jika kita sudah menjaga diri kita untuk hidup dalam kekudusan tetapi kita tetap saja gagal menerima sesuatu dari Tuhan hanya karena kita membiarkan kebimbangan berkuasa atas diri kita. Betapa ironisnya.
Tuhan kita adalah Allah yang menyediakan. Dia lebih dari sanggup menyediakan segala sesuatu yang kita butuhkan. Apakah itu kebutuhan kita sehari-hari, kebutuhan insidentil atau khusus hingga yang mustahil sekalipun. Jika itu memang benar-benar kita butuhkan, dan jika kita memiliki iman yang teguh, tidak ada kebimbangan, keraguan atau ketakutan, Dia bisa dan pasti sediakan semua itu. Apakah itu soal makanan, pemeliharaan hidup, penyertaan, peneguhan, damai sejahtera, solusi atau jalan keluar, kelegaan, bahkan jaminan hidup yang kekal, semua Dia sediakan bagi kita. Bacalah ayat ini: "Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia." (2 Korintus 5:1). Jika sebuah kehidupan kekal yang penuh sukacita tanpa adanya penderitaan dan tangis saja dia sediakan bagi kita, mengapa kita harus bimbang mengenai kehidupan di dunia yang hanya sementara? Dia sanggup melakukan itu semua. Dia tahu apa yang kita butuhkan. Itu harus kita yakini atau kita tidak akan pernah melihat buktinya sama sekali.
Mazmur Daud mengingatkan juga agar kita tidak perlu khawatir, jika kita memiliki hidup yang mentaati Tuhan. "Takutlah akan TUHAN, hai orang-orang-Nya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia! Singa-singa muda merana kelaparan, tetapi orang-orang yang mencari TUHAN, tidak kekurangan sesuatupun yang baik." (Mazmur 34:10-11). Dalam kesempatan lain, Daud kembali mengingatkan: "TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya. Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti; tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat." (Mazmur 37:23-26). Tuhan begitu luar biasa mengasihi kita. Dia tahu, Dia peduli terhadap segala masalah yang kita hadapi. Dia siap dan sanggup menopang kita, memberkati kita, melepaskan kita, memberi jalan keluar dan sebagainya.
Jika demikian, buat apa kita harus bimbang? Iman, yang merupakan "dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat" (Ibrani 11:1) haruslah kita pegang secara mutlak tanpa rasa bimbang atau ragu didalamnya. Iman yang benar-benar teguh akan membuat sebuah perbedaan. Kita tidak perlu ragu untuk melangkah maju, karena apabila kita hidup berkenan kepada Tuhan, maka Dia akan menopang kita untuk melangkah, bahkan diatas kemustahilan sekalipun. Mari bebaskan diri anda dari belenggu kebimbangan, dan serahkanlah semuanya ke tangan Tuhan, karena Dia sanggup, bahkan lebih dari sanggup untuk memelihara hidup kita.
Kebimbangan hanya akan menyumbat saluran berkat Tuhan untuk tercurah bagi kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan."
Seorang motivator terkenal di Indonesia pernah mengajak penontonnya untuk mengasihani orang-orang yang bimbang. Mengapa? Jawabannya sederhana, karena orang yang bimbang ini sebenarnya sedang tersiksa baik ketika dihadapkan pada dua atau lebih pilihan. Kebimbangan akan membuat orang tidak mengambil keputusan, dan akibatnya mereka bisa menyia-nyiakan kesempatan emas untuk sukses, atau dalam beberapa hal bahkan bisa membahayakan. Lihatlah seorang aktor laga yang pernah hampir kehilangan nyawanya ketika shooting. Ia harus menjalani adegan melompat dari satu gedung ke gedung di depannya dalam jarak yang sebenarnya tidak terlalu jauh. Untuk orang sekaliber dia, seharusnya itu bukan masalah. Tetapi tepat ketika ia melompat, kebimbangan tiba-tiba muncul di kepalanya dan akibatnya ia pun terjatuh dari ketinggian. Untung nyawanya masih bisa diselamatkan meski ia mengalami cedera yang mengharuskannya dirawat secara intensif selama sekian bulan. Untuk contoh yang lebih ringan, seorang teman yang bimbang dalam menentukan pilihan apakah harus menerima atau menolak sebuah peluang kerja hanya karena ia ragu akan kemampuannya sendiri membuat kesempatan emas itu terbuang sia-sia. Disaat ia bimbang, orang lain dengan sigap mengambil posisi itu dan dalam waktu singkat menjadi sukses. Sedang teman saya gigit jari, menyesal karena membuang kesempatan baik yang ia lewatkan hanya karena bimbang. Ada kalanya kebimbangan bisa membuat kita berpikir jauh sebelum mengambil keputusan, tetapi kemudian ketika kita membiarkan kebimbangan berlarut-larut, hanya kegagalan dan kerugianlah yang kita peroleh. Kita tidak akan bisa maju, karena kebimbangan hanya akan membawa kita berjalan berputar-putar di tempat tanpa bisa melangkah ke depan.
Apa saja yang bisa diakibatkan kebimbangan? Selain kita tidak akan pernah maju, kerugian yang sama akan kita peroleh jika kebimbangan itu kita biarkan meracuni iman kita. Alkitab sudah memberi peringatan bahwa kita tidak akan bisa menerima sesuatu dari Tuhan jika kita terus menerus bimbang dan ragu. Kebimbangan akan menjadi penghalang bagi kita untuk menerima berkat, pertolongan atau jawaban dari Tuhan. Salah satu contoh bisa kita lihat lewat Yakobus. Ia menyatakan bahwa jika kita kekurangan hikmat, hendaklah kita memintanya pada Allah. "Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, --yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit--,maka hal itu akan diberikan kepadanya." (Yakobus 1:5). Syaratnya hanyalah kita harus meminta dalam iman, dan jangan pernah biarkan kebimbangan masuk didalamnya, sebab kebimbangan itu ibarat gelombang laut yang diombang ambingkan angin kesana kemari, tanpa arah, tanpa tujuan. Dan orang yang demikian, jangan berharap akan menerima apa-apa dari Tuhan. "Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin.Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7). Ia kemudian melanjutkan bahwa orang yang mendua hati pun tidak akan pernah tenang dalam hidupnya. (ay 8).
Berulang kali Yesus mengajarkan pentingnya sebuah kepercayaan yang penuh dan utuh dalam iman dalam meminta sesuatu lewat doa. "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." (Matius 21:22), lalu: "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24). Kebimbangan itu kebalikan keyakinan, dan karenanya kebimbangan akan membawa hasil sebaliknya. Pikirkanlah, betapa sayangnya jika kita sudah menjaga diri kita untuk hidup dalam kekudusan tetapi kita tetap saja gagal menerima sesuatu dari Tuhan hanya karena kita membiarkan kebimbangan berkuasa atas diri kita. Betapa ironisnya.
Tuhan kita adalah Allah yang menyediakan. Dia lebih dari sanggup menyediakan segala sesuatu yang kita butuhkan. Apakah itu kebutuhan kita sehari-hari, kebutuhan insidentil atau khusus hingga yang mustahil sekalipun. Jika itu memang benar-benar kita butuhkan, dan jika kita memiliki iman yang teguh, tidak ada kebimbangan, keraguan atau ketakutan, Dia bisa dan pasti sediakan semua itu. Apakah itu soal makanan, pemeliharaan hidup, penyertaan, peneguhan, damai sejahtera, solusi atau jalan keluar, kelegaan, bahkan jaminan hidup yang kekal, semua Dia sediakan bagi kita. Bacalah ayat ini: "Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia." (2 Korintus 5:1). Jika sebuah kehidupan kekal yang penuh sukacita tanpa adanya penderitaan dan tangis saja dia sediakan bagi kita, mengapa kita harus bimbang mengenai kehidupan di dunia yang hanya sementara? Dia sanggup melakukan itu semua. Dia tahu apa yang kita butuhkan. Itu harus kita yakini atau kita tidak akan pernah melihat buktinya sama sekali.
Mazmur Daud mengingatkan juga agar kita tidak perlu khawatir, jika kita memiliki hidup yang mentaati Tuhan. "Takutlah akan TUHAN, hai orang-orang-Nya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia! Singa-singa muda merana kelaparan, tetapi orang-orang yang mencari TUHAN, tidak kekurangan sesuatupun yang baik." (Mazmur 34:10-11). Dalam kesempatan lain, Daud kembali mengingatkan: "TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya. Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti; tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat." (Mazmur 37:23-26). Tuhan begitu luar biasa mengasihi kita. Dia tahu, Dia peduli terhadap segala masalah yang kita hadapi. Dia siap dan sanggup menopang kita, memberkati kita, melepaskan kita, memberi jalan keluar dan sebagainya.
Jika demikian, buat apa kita harus bimbang? Iman, yang merupakan "dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat" (Ibrani 11:1) haruslah kita pegang secara mutlak tanpa rasa bimbang atau ragu didalamnya. Iman yang benar-benar teguh akan membuat sebuah perbedaan. Kita tidak perlu ragu untuk melangkah maju, karena apabila kita hidup berkenan kepada Tuhan, maka Dia akan menopang kita untuk melangkah, bahkan diatas kemustahilan sekalipun. Mari bebaskan diri anda dari belenggu kebimbangan, dan serahkanlah semuanya ke tangan Tuhan, karena Dia sanggup, bahkan lebih dari sanggup untuk memelihara hidup kita.
Kebimbangan hanya akan menyumbat saluran berkat Tuhan untuk tercurah bagi kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, January 19, 2013
Katakan Stop pada Dosa
Ayat bacaan: Roma 6:12
=================
"Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya."
Hari ini saya meluangkan waktu untuk merapikan semak-semak di taman kecil di rumah saya. Meski saya terus bergerak, tetap saja ada nyamuk-nyamuk yang mencari bagian-bagian tubuh yang terbuka seperti tangan dan kaki untuk diserang. Saya berusaha menepuk nyamuk yang terlihat, tetapi tetap saja ada yang berhasil lolos dan menggigit saya. Bekas gigitan nyamuk itu terasa sangat gatal, membuat saya sangat ingin untuk menggaruknya. Tetapi saya tahu bahwa gigitan nyamuk itu tidak boleh digaruk. Tentu saja rasa gatal itu paling enak rasanya jika digaruk, bahkan terkadang kita kebablasan dalam menggaruk sehingga luka. Tapi bekas garukan itu bisa meninggalkan bekas-bekas hitam yang bisa sangat lama untuk hilang apalagi bagi yang kulitnya sensitif. Belum lagi infeksi yang mungkin timbul akibat luka. Karena itulah saya lebih memilih untuk mencucinya atau mengoleskan balsam agar rasa gatalnya reda.
Sebuah dosa mirip seperti itu. Dosa sering mengintai dari hal-hal yang justru terlihat enak, nikmat dan menyenangkan bagi kedagingan kita. Sekali kita terlena akan kenikmatan-kenikmatan di mana ada dosa bersembunyi di dalamnya, maka akibatnya bisa sangat fatal. Apalagi ketika sudah terlanjur masuk begitu dalam dan menyebar menguasai kita. Kita sering memberi toleransi untuk dosa-dosa yang kita anggap sepele, padahal sesungguhnya itu adalah hal yang sangat serius untuk diperhatikan. Oleh sebab itu Paulus meluangkan waktunya secara khusus untuk mengingatkan hal ini dalam suratnya kepada jemaat Roma. Memang benar, Tuhan sudah berkata bahwa "di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah" (Roma 5:20). Tetapi bukan berarti bahwa kita boleh menjadikannya sebagai alasan untuk terus membiarkan dosa masuk ke dalam diri kita. Dan Paulus mengatakan: "Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu?" (6:1). Jawabannya tentu saja tidak. Ia melanjutkan: "Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?" (ay 2). Kita harus ingat bahwa kita telah dibaptis dalam Kristus, dikuburkan bersama-sama dengan Dia agar kita juga dibangkitkan oleh kemuliaan Bapa bersama-sama Yesus. (ay 3-4). Paulus juga mengingatkan, "Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa." (ay 6). Lihatlah bahwa sesungguhnya tidak ada alasan lagi bagi kita untuk terus menerus takluk pada godaan dosa, karena dengan "mati" itu artinya kita pun telah bebas dari dosa. (ay 7). Dosa seharusnya tidak lagi punya kuasa apa-apa kepada kita karena kita sudah menyalibkan manusia baru kita dan telah menjadi ciptaan baru, kecuali kita terus membuka diri bagi dosa-dosa itu untuk masuk. Singkatnya, dosa tidak lagi bisa berkuasa atas kita, kecuali kita membiarkannya.
Maka selanjutnya bisa melihat nasihat Paulus agar kita menjaga benar-benar diri kita. "Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya." (ay 12). Firman Tuhan pun mengingatkan kita, "dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:27). Perhatikanlah bahwa meski jelas dikatakan bahwa dosa tidak lagi bisa menguasai kita, tetapi jika kita membuka celah mengijinkannya masuk maka dosa itu bisa kembali berkuasa atas diri kita. Jika dosa itu berkuasa, kita pun akan terjebak untuk terus menuruti keinginan-keinginannya, dan itu akan berakibat buruk bahkan bisa fatal bagi kita. Senada dengan itu Yakobus pun mengingatkan kita agar tidak terjebak oleh keinginan-keinginan kita sendiri, terseret dan terpikat olehnya karena terus mengejar kenikmatan. Perhatikan kata-kata Yakobus selanjutnya: "Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (ay 15). Maut. Dan itu kekal. Itulah yang akan menjadi akibatnya apabila kita terus menuruti keinginan-keinginan dari dosa. Kita harus bisa menghentikan dosa-dosa itu untuk terus memiliki taring atas kita. Kita harus tegas menolak dosa untuk berkuasa atas tubuh kita dan menyadari betul sebuah kehidupan yang baru sebagai ciptaan baru seperti yang telah Dia anugerahkan bagi kita.
Tidak semua yang nikmat, enak dan menyenangkan itu baik ujungnya. Kita harus benar-benar memperhatikan apapun yang kita lakukan dengan cermat. Gatal akan terasa sangat nikmat ketika digaruk, tetapi dampaknya bisa buruk bagi kulit maupun kesehatan kita. Begitu pula halnya dengan dosa yang mungkin awalnya terasa nikmat namun akibatnya bisa sangat buruk bagi masa depan kita tidak saja di bumi ini tetapi juga pada kehidupan selanjutnya yang kekal nanti. Dosa tidak lagi punya tempat bagi kita, itulah yang seharusnya menjadi bagian hidup kita setelah menjadi ciptaan baru.
Say no to the temptation of sins
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=================
"Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya."
Hari ini saya meluangkan waktu untuk merapikan semak-semak di taman kecil di rumah saya. Meski saya terus bergerak, tetap saja ada nyamuk-nyamuk yang mencari bagian-bagian tubuh yang terbuka seperti tangan dan kaki untuk diserang. Saya berusaha menepuk nyamuk yang terlihat, tetapi tetap saja ada yang berhasil lolos dan menggigit saya. Bekas gigitan nyamuk itu terasa sangat gatal, membuat saya sangat ingin untuk menggaruknya. Tetapi saya tahu bahwa gigitan nyamuk itu tidak boleh digaruk. Tentu saja rasa gatal itu paling enak rasanya jika digaruk, bahkan terkadang kita kebablasan dalam menggaruk sehingga luka. Tapi bekas garukan itu bisa meninggalkan bekas-bekas hitam yang bisa sangat lama untuk hilang apalagi bagi yang kulitnya sensitif. Belum lagi infeksi yang mungkin timbul akibat luka. Karena itulah saya lebih memilih untuk mencucinya atau mengoleskan balsam agar rasa gatalnya reda.
Sebuah dosa mirip seperti itu. Dosa sering mengintai dari hal-hal yang justru terlihat enak, nikmat dan menyenangkan bagi kedagingan kita. Sekali kita terlena akan kenikmatan-kenikmatan di mana ada dosa bersembunyi di dalamnya, maka akibatnya bisa sangat fatal. Apalagi ketika sudah terlanjur masuk begitu dalam dan menyebar menguasai kita. Kita sering memberi toleransi untuk dosa-dosa yang kita anggap sepele, padahal sesungguhnya itu adalah hal yang sangat serius untuk diperhatikan. Oleh sebab itu Paulus meluangkan waktunya secara khusus untuk mengingatkan hal ini dalam suratnya kepada jemaat Roma. Memang benar, Tuhan sudah berkata bahwa "di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah" (Roma 5:20). Tetapi bukan berarti bahwa kita boleh menjadikannya sebagai alasan untuk terus membiarkan dosa masuk ke dalam diri kita. Dan Paulus mengatakan: "Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu?" (6:1). Jawabannya tentu saja tidak. Ia melanjutkan: "Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?" (ay 2). Kita harus ingat bahwa kita telah dibaptis dalam Kristus, dikuburkan bersama-sama dengan Dia agar kita juga dibangkitkan oleh kemuliaan Bapa bersama-sama Yesus. (ay 3-4). Paulus juga mengingatkan, "Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa." (ay 6). Lihatlah bahwa sesungguhnya tidak ada alasan lagi bagi kita untuk terus menerus takluk pada godaan dosa, karena dengan "mati" itu artinya kita pun telah bebas dari dosa. (ay 7). Dosa seharusnya tidak lagi punya kuasa apa-apa kepada kita karena kita sudah menyalibkan manusia baru kita dan telah menjadi ciptaan baru, kecuali kita terus membuka diri bagi dosa-dosa itu untuk masuk. Singkatnya, dosa tidak lagi bisa berkuasa atas kita, kecuali kita membiarkannya.
Maka selanjutnya bisa melihat nasihat Paulus agar kita menjaga benar-benar diri kita. "Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya." (ay 12). Firman Tuhan pun mengingatkan kita, "dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:27). Perhatikanlah bahwa meski jelas dikatakan bahwa dosa tidak lagi bisa menguasai kita, tetapi jika kita membuka celah mengijinkannya masuk maka dosa itu bisa kembali berkuasa atas diri kita. Jika dosa itu berkuasa, kita pun akan terjebak untuk terus menuruti keinginan-keinginannya, dan itu akan berakibat buruk bahkan bisa fatal bagi kita. Senada dengan itu Yakobus pun mengingatkan kita agar tidak terjebak oleh keinginan-keinginan kita sendiri, terseret dan terpikat olehnya karena terus mengejar kenikmatan. Perhatikan kata-kata Yakobus selanjutnya: "Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (ay 15). Maut. Dan itu kekal. Itulah yang akan menjadi akibatnya apabila kita terus menuruti keinginan-keinginan dari dosa. Kita harus bisa menghentikan dosa-dosa itu untuk terus memiliki taring atas kita. Kita harus tegas menolak dosa untuk berkuasa atas tubuh kita dan menyadari betul sebuah kehidupan yang baru sebagai ciptaan baru seperti yang telah Dia anugerahkan bagi kita.
Tidak semua yang nikmat, enak dan menyenangkan itu baik ujungnya. Kita harus benar-benar memperhatikan apapun yang kita lakukan dengan cermat. Gatal akan terasa sangat nikmat ketika digaruk, tetapi dampaknya bisa buruk bagi kulit maupun kesehatan kita. Begitu pula halnya dengan dosa yang mungkin awalnya terasa nikmat namun akibatnya bisa sangat buruk bagi masa depan kita tidak saja di bumi ini tetapi juga pada kehidupan selanjutnya yang kekal nanti. Dosa tidak lagi punya tempat bagi kita, itulah yang seharusnya menjadi bagian hidup kita setelah menjadi ciptaan baru.
Say no to the temptation of sins
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, January 18, 2013
Degil
Ayat bacaan: Markus 3:5
====================
"Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka..."
Bagaimana ciri-ciri orang degil? Mereka adalah orang-orang yang bandel, hatinya sudah begitu mengeras sedemikian rupa sehingga sulit menerima masukan atau pendapat dari orang lain. Mereka merasa prinsip merekalah yang benar sedang yang lain salah tanpa mau melihat dahulu duduk permasalahannya. Orang-orang yang degil berpusat hanya pada diri mereka sendiri dan akan dengan mudah menyalahkan orang lain yang tidak sepaham dengan mereka. Kita memang tidak harus selalu setuju dengan pendapat orang, tetapi adalah baik apabila kita mau mendengarkan nasihat yang benar, setidaknya memberi kesempatan dulu buat orang untuk menyampaikan pendapatnya. Kedegilan itu bisa membutakan.dan bisa merugikan. Banyak orang yang mengira bahwa sikap seperti ini menunjukkan kehebatannya, tetapi sebenarnya itu hanyalah akan membawa kerugian kepada mereka.
Orang-orang Farisi di jaman dahulu menjadi contoh nyata akan hal ini. Mereka memiliki keadaan hati yang keras seperti batu sehingga mendukakan hati Yesus. Kekerasan hati itu mengakibatkan mereka tidak lagi peka, baik terhadap kebenaran, terhadap orang lain bahkan terhadap diri mereka sendiri. Dalam banyak kesempatan yang tertulis dalam Alkitab kita bisa melihat seperti apa sikap mereka yang berulang kali dikatakan sebagai sebuah kemunafikan. Mereka merasa sebagai orang-orang yang paling rohani, paling suci,paling tahu segalanya, paling hebat, paling benar dan kesombongan ini membuat hati mereka mengeras. Mereka rajin menghakimi orang lain tetapi tidak pernah introspeksi terhadap diri sendiri. Kepekaan pun lenyap dari diri mereka. Mari kita ambil salah satu contoh saja. Kita bisa melihat reaksi orang-orang Farisi ini ketika Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat dalam Markus 3:1-6.
Pada saat itu Yesus sedang berada di rumah ibadat dan bertemu dengan orang yang tangannya lumpuh sebelah. Melihat keadaan itu, tampaknya para orang Farisi melihat sebuah peluang untuk mencari-cari perkara terhadap Yesus. Mereka tahu bagaimana Yesus mengasihi manusia dan mereka sudah menduga bahwa Yesus tentu akan menyembuhkan orang lumpuh itu meskipun hari itu adalah hari Sabat. Menurut hukum Taurat, hari Sabat tidaklah boleh dipakai untuk mengerjakan apapun. Perhatikan kejadian ini baik-baik. Tuhan hadir tepat ditengah-tengah mereka. Seharusnya mereka menyadari hal itu, jika mereka mau merenungkan baik seluruh hukum Taurat dan tulisan-tulisan para nabi terdahulu. Mereka seharusnya bersukacita dan bersyukur akan hadirnya Yesus yang berdiri langsung di tengah mereka. Tidak ada alasan bagi mereka untuk ragu, karena Yesus jelas memenuhi syarat setiap nubuat mengenai kedatangan Mesias yang sudah tertulis di dalamnya. Tetapi lihatlah bagaimana kekerasan hati membuat mereka buta dengan tidak mengenali jati diri Yesus. Lihat bagaimana mereka tampil menjadi orang-orang yang tidak punya kepekaan, tidak lagi mampu melihat perspektif yang benar tetapi hanya sibuk mencari masalah karena apa yang mereka lihat tidak sesuai dengan pendapat mereka pribadi. Itulah bentuk kedegilan. Bukannya bersyukur mendapat kesempatan untuk bertemu langsung dengan Yesus, mereka malah sibuk mencari-cari kesalahan. "Mereka mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu pada hari Sabat, supaya mereka dapat mempersalahkan Dia." (ay 2). Hati orang Farisi ini bukan saja keras untuk menerima Yesus, tetapi juga keras terhadap kebutuhan orang-orang di sekitar mereka. Mereka lebih mementingkan tata cara, formalitas atau tradisi ketimbang mengasihi orang lain. Perhatikan apa saja tindakan orang Farisi pada saat itu. Mereka mengecam pelayan Tuhan, mereka lebih tertarik untuk melindungi tradisi keagamaan ketimbang mematuhi Firman Tuhan, mereka hanya mementingkan kesejahteraan mereka sendiri ketimbang orang lain, dan mereka juga lebih peduli akan pendapat orang ketimbang diperkenan Tuhan. Mereka menampilkan sosok yang sepertinya sangat suci, berdoa di jalan-jalan umum agar terlihat begitu alim. Sementara perilaku mereka sama sekali bertolak belakang.
Sikap orang Farisi seperti itu, hari ini pun kita masih menemukan orang-orang degil dalam berbagai bentuk. Atau malah jangan-jangan kita juga pernah, sempat atau tanpa sadar masih melakukan hal seperti itu. Ada banyak orang percaya yang terperangkap dalam sikap yang sama seperti yang dilakukan orang-orang Farisi pada masa itu. Mereka cenderung merasa diri paling benar dan berhak untuk menghakimi orang lain, mereka ingin terlihat sangat alim di mata orang lain padahal perbuatan mereka dibelakang sangatlah berseberangan, mereka berpusat pada kepentingan diri sendiri dan tidak tertarik untuk memikirkan nasib orang lain. Jika kita biarkan hati kita membatu seperti ini, maka kita pun bisa menjadi mangsa dari kesalahan serupa seperti orang-orang Farisi tersebut. Kita terlalu asyik dalam melakukan dan mengucapkan hal-hal yang "benar" sehingga kita membiarkan kehangatan kasih Tuhan yang lembut dalam hati kita berubah menjadi dingin dan keras. Kita kemudian menjadi tidak lagi peka, dan itu sesungguhnya sangatlah berbahaya. Perhatikan reaksi Yesus terhadap sikap seperti ini. "Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka.." (Markus 3:5). Ya, itu mendukakan Yesus. Itu membuatnya kecewa. Renungkanlah. Kalau orang-orang percaya masih saja terus melakukan hal seperti ini, bagaimana mungkin kita bermimpi akan kebangunan rohani yang terjadi di setiap penjuru? Bagaimana mungkin kita bisa menyaksikan gerakan Tuhan yang luar biasa di antara kita? Tuhan rindu untuk mencurahkan RohNya dalam kuasa dan kelimpahan melalui kita, gerejaNya. Dia terus ingin kita dipenuhi seperti itu. Tetapi itu tidak akan pernah terjadi apabila kita masih saja mengembangkan keadaan hati yang menahan Dia melakukan itu. Sebelum kita bermimpi mengalami ini semua, kita harus terlebih dahulu membuang jauh-jauh kedegilan dan kekerasan hati seperti yang menguasai diri para orang Farisi.
Firman Tuhan berkata: "Mengerti jalannya sendiri adalah hikmat orang cerdik, tetapi orang bebal ditipu oleh kebodohannya." (Amsal 14:8). Kekerasan hati bisa menipu kita, membuat kita tidak peka atau terjebak pada kebodohan diri sendiri. Itulah sebabnya kita diingatkan "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif" (Efesus 5:15). Firman Tuhan juga jelas berkata "Tetapi apabila pernah dikatakan: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman" (Ibrani 3:15). Hal ini penting untuk kita cermati. Hati merupakan pusat kontrol dari segalanya, dan segala kecemaran itu timbul dari hati yang tidak terjaga dengan baik. "sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan." (Markus 7:21-22). Hari ini juga, apabila kita menginginkan pencurahan Roh Kudus dalam hidup kita dan melihat langsung manifestasiNya dalam gereja dimana anda bertumbuh, kita harus memeriksa kembali keadaan hati kita masing-masing. Jika kita menemukan ada bagian-bagian yang keras atau kedegilan dalam hati kita, bertobatlah dan lembutkan segera. Tanpa itu semua kita tidak akan bisa mencapai apa-apa dan hanya akan mendukakan Kristus dan mengecewakanNya. Bagaimana keadaan hati kita hari ini? Periksalah dengan baik sekarang juga dan jangan tunda lagi.
Kekerasan hati bisa membutakan, membuat tidak peka, merugikan bahkan membahayakan hidup kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
====================
"Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka..."
Bagaimana ciri-ciri orang degil? Mereka adalah orang-orang yang bandel, hatinya sudah begitu mengeras sedemikian rupa sehingga sulit menerima masukan atau pendapat dari orang lain. Mereka merasa prinsip merekalah yang benar sedang yang lain salah tanpa mau melihat dahulu duduk permasalahannya. Orang-orang yang degil berpusat hanya pada diri mereka sendiri dan akan dengan mudah menyalahkan orang lain yang tidak sepaham dengan mereka. Kita memang tidak harus selalu setuju dengan pendapat orang, tetapi adalah baik apabila kita mau mendengarkan nasihat yang benar, setidaknya memberi kesempatan dulu buat orang untuk menyampaikan pendapatnya. Kedegilan itu bisa membutakan.dan bisa merugikan. Banyak orang yang mengira bahwa sikap seperti ini menunjukkan kehebatannya, tetapi sebenarnya itu hanyalah akan membawa kerugian kepada mereka.
Orang-orang Farisi di jaman dahulu menjadi contoh nyata akan hal ini. Mereka memiliki keadaan hati yang keras seperti batu sehingga mendukakan hati Yesus. Kekerasan hati itu mengakibatkan mereka tidak lagi peka, baik terhadap kebenaran, terhadap orang lain bahkan terhadap diri mereka sendiri. Dalam banyak kesempatan yang tertulis dalam Alkitab kita bisa melihat seperti apa sikap mereka yang berulang kali dikatakan sebagai sebuah kemunafikan. Mereka merasa sebagai orang-orang yang paling rohani, paling suci,paling tahu segalanya, paling hebat, paling benar dan kesombongan ini membuat hati mereka mengeras. Mereka rajin menghakimi orang lain tetapi tidak pernah introspeksi terhadap diri sendiri. Kepekaan pun lenyap dari diri mereka. Mari kita ambil salah satu contoh saja. Kita bisa melihat reaksi orang-orang Farisi ini ketika Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat dalam Markus 3:1-6.
Pada saat itu Yesus sedang berada di rumah ibadat dan bertemu dengan orang yang tangannya lumpuh sebelah. Melihat keadaan itu, tampaknya para orang Farisi melihat sebuah peluang untuk mencari-cari perkara terhadap Yesus. Mereka tahu bagaimana Yesus mengasihi manusia dan mereka sudah menduga bahwa Yesus tentu akan menyembuhkan orang lumpuh itu meskipun hari itu adalah hari Sabat. Menurut hukum Taurat, hari Sabat tidaklah boleh dipakai untuk mengerjakan apapun. Perhatikan kejadian ini baik-baik. Tuhan hadir tepat ditengah-tengah mereka. Seharusnya mereka menyadari hal itu, jika mereka mau merenungkan baik seluruh hukum Taurat dan tulisan-tulisan para nabi terdahulu. Mereka seharusnya bersukacita dan bersyukur akan hadirnya Yesus yang berdiri langsung di tengah mereka. Tidak ada alasan bagi mereka untuk ragu, karena Yesus jelas memenuhi syarat setiap nubuat mengenai kedatangan Mesias yang sudah tertulis di dalamnya. Tetapi lihatlah bagaimana kekerasan hati membuat mereka buta dengan tidak mengenali jati diri Yesus. Lihat bagaimana mereka tampil menjadi orang-orang yang tidak punya kepekaan, tidak lagi mampu melihat perspektif yang benar tetapi hanya sibuk mencari masalah karena apa yang mereka lihat tidak sesuai dengan pendapat mereka pribadi. Itulah bentuk kedegilan. Bukannya bersyukur mendapat kesempatan untuk bertemu langsung dengan Yesus, mereka malah sibuk mencari-cari kesalahan. "Mereka mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu pada hari Sabat, supaya mereka dapat mempersalahkan Dia." (ay 2). Hati orang Farisi ini bukan saja keras untuk menerima Yesus, tetapi juga keras terhadap kebutuhan orang-orang di sekitar mereka. Mereka lebih mementingkan tata cara, formalitas atau tradisi ketimbang mengasihi orang lain. Perhatikan apa saja tindakan orang Farisi pada saat itu. Mereka mengecam pelayan Tuhan, mereka lebih tertarik untuk melindungi tradisi keagamaan ketimbang mematuhi Firman Tuhan, mereka hanya mementingkan kesejahteraan mereka sendiri ketimbang orang lain, dan mereka juga lebih peduli akan pendapat orang ketimbang diperkenan Tuhan. Mereka menampilkan sosok yang sepertinya sangat suci, berdoa di jalan-jalan umum agar terlihat begitu alim. Sementara perilaku mereka sama sekali bertolak belakang.
Sikap orang Farisi seperti itu, hari ini pun kita masih menemukan orang-orang degil dalam berbagai bentuk. Atau malah jangan-jangan kita juga pernah, sempat atau tanpa sadar masih melakukan hal seperti itu. Ada banyak orang percaya yang terperangkap dalam sikap yang sama seperti yang dilakukan orang-orang Farisi pada masa itu. Mereka cenderung merasa diri paling benar dan berhak untuk menghakimi orang lain, mereka ingin terlihat sangat alim di mata orang lain padahal perbuatan mereka dibelakang sangatlah berseberangan, mereka berpusat pada kepentingan diri sendiri dan tidak tertarik untuk memikirkan nasib orang lain. Jika kita biarkan hati kita membatu seperti ini, maka kita pun bisa menjadi mangsa dari kesalahan serupa seperti orang-orang Farisi tersebut. Kita terlalu asyik dalam melakukan dan mengucapkan hal-hal yang "benar" sehingga kita membiarkan kehangatan kasih Tuhan yang lembut dalam hati kita berubah menjadi dingin dan keras. Kita kemudian menjadi tidak lagi peka, dan itu sesungguhnya sangatlah berbahaya. Perhatikan reaksi Yesus terhadap sikap seperti ini. "Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka.." (Markus 3:5). Ya, itu mendukakan Yesus. Itu membuatnya kecewa. Renungkanlah. Kalau orang-orang percaya masih saja terus melakukan hal seperti ini, bagaimana mungkin kita bermimpi akan kebangunan rohani yang terjadi di setiap penjuru? Bagaimana mungkin kita bisa menyaksikan gerakan Tuhan yang luar biasa di antara kita? Tuhan rindu untuk mencurahkan RohNya dalam kuasa dan kelimpahan melalui kita, gerejaNya. Dia terus ingin kita dipenuhi seperti itu. Tetapi itu tidak akan pernah terjadi apabila kita masih saja mengembangkan keadaan hati yang menahan Dia melakukan itu. Sebelum kita bermimpi mengalami ini semua, kita harus terlebih dahulu membuang jauh-jauh kedegilan dan kekerasan hati seperti yang menguasai diri para orang Farisi.
Firman Tuhan berkata: "Mengerti jalannya sendiri adalah hikmat orang cerdik, tetapi orang bebal ditipu oleh kebodohannya." (Amsal 14:8). Kekerasan hati bisa menipu kita, membuat kita tidak peka atau terjebak pada kebodohan diri sendiri. Itulah sebabnya kita diingatkan "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif" (Efesus 5:15). Firman Tuhan juga jelas berkata "Tetapi apabila pernah dikatakan: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman" (Ibrani 3:15). Hal ini penting untuk kita cermati. Hati merupakan pusat kontrol dari segalanya, dan segala kecemaran itu timbul dari hati yang tidak terjaga dengan baik. "sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan." (Markus 7:21-22). Hari ini juga, apabila kita menginginkan pencurahan Roh Kudus dalam hidup kita dan melihat langsung manifestasiNya dalam gereja dimana anda bertumbuh, kita harus memeriksa kembali keadaan hati kita masing-masing. Jika kita menemukan ada bagian-bagian yang keras atau kedegilan dalam hati kita, bertobatlah dan lembutkan segera. Tanpa itu semua kita tidak akan bisa mencapai apa-apa dan hanya akan mendukakan Kristus dan mengecewakanNya. Bagaimana keadaan hati kita hari ini? Periksalah dengan baik sekarang juga dan jangan tunda lagi.
Kekerasan hati bisa membutakan, membuat tidak peka, merugikan bahkan membahayakan hidup kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, January 17, 2013
Melangkah
Ayat bacaan: Yosua 1:3
==================
"Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa."
Ada banyak orang yang tidak kunjung maju bukan karena ketidakmampuan mereka melainkan karena mereka takut untuk melangkah. Mereka lebih suka membiarkan diri mereka dicekam berbagai kekhawatiran, terlalu sibuk melihat kemungkinan-kemungkinan buruk ketimbang mulai mencoba mengambil langkah secara perlahan, setapak demi setapak. Ada banyak yang sudah rajin berdoa dan sudah mendengar apa yang Tuhan inginkan untuk mereka perbuat, tetapi mereka tetap tidak berani melangkah. Mereka tetap tidak berbuat apa-apa dan lucunya malah kemudian menyalahkan Tuhan. Mereka berharap pada hasil yang instan. Mereka lebih suka hanya diam menanti berkat yang mereka pikir akan secara langsung dikucurkan tanpa harus mengambil langkah apa-apa. Ini sesungguhnya sebuah pengertian yang keliru, karena meski Tuhan sanggup memberikan dalam bentuk jadi, tapi Tuhan lebih suka memberikan pancing atau kail dan menyediakan ikan di laut. Tanpa kita bergerak memancing, tidak akan ada ikan yang bisa kita dapat. Berkat itu sudah Tuhan sediakan, tapi dapat atau tidak, itu tergantung dari kita sendiri, apakah kita mau mulai melangkah atau tidak.
Saya pribadi lebih suka menjalani proses setahap demi setahap ketimbang menerima sesuatu secara instan. Saya menikmati prosesnya, terlebih ketika melihat bagaimana Tuhan melakukan sesuatu yang ajaib dalam setiap langkah yang diambil. Benar, tidaklah mudah untuk berani mengambil keputusan dalam membuat sebuah langkah. Seringkali dibutuhkan keberanian, dan seringkali kita hanya bergantung pada logika kita yang terbatas ketimbang mempercayakan Tuhan yang tidak terbatas kuasaNya. Tentu saja itu bukan berarti bahwa kita boleh melangkah tanpa perhitungan. Apa yang selalu saya lakukan adalah berdoa dan meminta petunjuk Tuhan. Dan jika jawaban sudah saya terima, maka saya akan maju dalam iman yang percaya kepada Tuhan, meski mungkin secara logika itu sepertinya terlihat tidak mungkin. Saya percaya satu hal. Jika dulu Tuhan mampu melakukan keajaiban dan mukjizat, hari ini Tuhan pasti juga mampu. Jika hari ini saya bisa melihat bagaimana mukjizat Tuhan turun memberkati pekerjaan yang saya lakukan sesuai kehendakNya dan membuatnya berhasil, saya yakin ke depan nanti pun Tuhan akan tetap menyertai saya. Apa yang perlu saya lakukan adalah terus melangkah. Stay close to God, trust Him fully and keep walking on.
Mari kita lihat kisah awal pengangkatan Yosua sebagai pengganti Musa. Kita mengenal Yosua sebagai hamba Musa yang setia, yang selalu mengikuti Musa kemanapun ia pergi. Sadar atau tidak, Yosua memang sudah dipersiapkan sejak awal untuk kelak menggantikan peran Musa. Ketika Musa meninggal, Yosua pun diangkat Tuhan untuk menggantikan Musa memimpin bangsa Israel menuju tanah Kanaan yang dijanjikan. Saya yakin Yosua tahu pasti bahwa itu akan teramat sangat sulit. Yosua mengikuti Musa begitu lama, sehingga dia pasti sudah kenal betul perangai bangsa Israel yang keras kepala, dan tahu bahwa tugas yang ia emban adalah tugas luar biasa sulit, bahkan bisa dikatakan sebagai mission impossible. Namun Tuhan menguatkan Yosua lewat beberapa pesan sebelum mulai melakukan tugasnya. Mari kita fokuskan perhatian kita pada salah satu ayat yang berbunyi: "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa." (Yosua 1:3). Ayat ini berisi ulangan janji Tuhan yang pernah Dia berikan pada Musa yaitu: "Setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu, kamulah yang akan memilikinya: mulai dari padang gurun sampai gunung Libanon, dan dari sungai itu, yakni sungai Efrat, sampai laut sebelah barat, akan menjadi daerahmu." (Ulangan 11:24).
Sekarang perhatikan perkataan "setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu" yang terdapat pada kedua ayat tersebut. Kalimat ini dengan sangat jelas mengatakan agar kita berani menapak dan kemudian berani melangkah keluar. Sebab jika kita tidak melangkah, maka tidak akan ada tempat lain yang kita injak, dan itu artinya kita hanya akan berhenti di tempat, atau berjalan di tempat, dan dengan demikian, kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Dengan kata lain, apa yang kita terima dari Tuhan sesuai dengan jumlah langkah kita. Sedikit melangkah, maka sedikit pula yang kita dapat. Tidak melangkah sama sekali maka hasilnya nihil. Tanpa kemauan dan keberanian melangkah, kita tidak akan bisa mendapat apa-apa dari Tuhan.
Untuk berani melangkah dibutuhkan keberanian, keteguhan hati dan semangat baja, dan yang paling penting diperlukan iman yang mampu membuat kita percaya penuh terhadap rencana Tuhan. Terkadang tidaklah mudah untuk melangkah keluar dari zona nyaman kita. Ada banyak orang yang berhenti pada satu titik, dan kemudian tidak mengalami apa-apa lagi. Padahal ada begitu banyak berkat Tuhan menanti mereka di depan sana. Mereka takut, mereka mungkin trauma, mereka dikalahkan oleh kekhawatiran dan keraguan, pikiran mereka dikuasai ribuan "what if" questions, sehingga mereka gagal mendapatkan janji-janji Tuhan akan berkat. Saya awalnya bukanlah tipe orang yang berani mengambil resiko. Saya lahir dengan sifat dasar cenderung takut melakukan hal baru dan takut keluar dari zona nyaman. Tapi saya percaya ada Roh Kudus yang menyertai saya setelah lahir baru, dan menjadikan saya sebagai ciptaan baru seperti yang disebutkan dalam 2 Korintus 5:17. Jika ada Roh Allah menyertai, adakah alasan bagi saya untuk takut? Tidak. Kita tidak perlu ragu dan takut karena kita tidak akan dibiarkanNya sendirian! Tuhan akan selalu menyertai kita! Kepada Yosua pun Tuhan mengingatkan hal itu. "Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi." (Yosua 1:9). Atas segala janji yang diberikan Tuhan, dan atas keyakinan kita bahwa Tuhan itu setia dan tidak akan pernah ingkar janji, apa yang kita butuhkan hanyalah keberanian untuk melangkah. Go and take a step. Dan dalam prosesnya, tetaplah dekat dengan Tuhan. Stick with God and trust Him fully! Keraguan, kekhawatiran, kecemasan dan hal negatif lain boleh saja muncul, namun kalahkanlah semua itu dalam nama Yesus. Tidak ada tempat bagi semua itu dalam ciptaan baru. Daud punya kepercayaan seperti ini: "kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 56:12). Dan itulah yang perlu kita lakukan. Ada banyak berkat Tuhan menunggu di depan sana, sesuai janji-janjiNya, namun semua itu tidak akan bisa kita peroleh jika kita tidak berani melangkah. Mulailah melangkah sesuai apa yang diperintahkan Tuhan, dan terimalah berkat-berkat dalam setiap langkah itu.
Jangan takut melangkah karena Tuhan selalu ada menyertai kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
==================
"Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa."
Ada banyak orang yang tidak kunjung maju bukan karena ketidakmampuan mereka melainkan karena mereka takut untuk melangkah. Mereka lebih suka membiarkan diri mereka dicekam berbagai kekhawatiran, terlalu sibuk melihat kemungkinan-kemungkinan buruk ketimbang mulai mencoba mengambil langkah secara perlahan, setapak demi setapak. Ada banyak yang sudah rajin berdoa dan sudah mendengar apa yang Tuhan inginkan untuk mereka perbuat, tetapi mereka tetap tidak berani melangkah. Mereka tetap tidak berbuat apa-apa dan lucunya malah kemudian menyalahkan Tuhan. Mereka berharap pada hasil yang instan. Mereka lebih suka hanya diam menanti berkat yang mereka pikir akan secara langsung dikucurkan tanpa harus mengambil langkah apa-apa. Ini sesungguhnya sebuah pengertian yang keliru, karena meski Tuhan sanggup memberikan dalam bentuk jadi, tapi Tuhan lebih suka memberikan pancing atau kail dan menyediakan ikan di laut. Tanpa kita bergerak memancing, tidak akan ada ikan yang bisa kita dapat. Berkat itu sudah Tuhan sediakan, tapi dapat atau tidak, itu tergantung dari kita sendiri, apakah kita mau mulai melangkah atau tidak.
Saya pribadi lebih suka menjalani proses setahap demi setahap ketimbang menerima sesuatu secara instan. Saya menikmati prosesnya, terlebih ketika melihat bagaimana Tuhan melakukan sesuatu yang ajaib dalam setiap langkah yang diambil. Benar, tidaklah mudah untuk berani mengambil keputusan dalam membuat sebuah langkah. Seringkali dibutuhkan keberanian, dan seringkali kita hanya bergantung pada logika kita yang terbatas ketimbang mempercayakan Tuhan yang tidak terbatas kuasaNya. Tentu saja itu bukan berarti bahwa kita boleh melangkah tanpa perhitungan. Apa yang selalu saya lakukan adalah berdoa dan meminta petunjuk Tuhan. Dan jika jawaban sudah saya terima, maka saya akan maju dalam iman yang percaya kepada Tuhan, meski mungkin secara logika itu sepertinya terlihat tidak mungkin. Saya percaya satu hal. Jika dulu Tuhan mampu melakukan keajaiban dan mukjizat, hari ini Tuhan pasti juga mampu. Jika hari ini saya bisa melihat bagaimana mukjizat Tuhan turun memberkati pekerjaan yang saya lakukan sesuai kehendakNya dan membuatnya berhasil, saya yakin ke depan nanti pun Tuhan akan tetap menyertai saya. Apa yang perlu saya lakukan adalah terus melangkah. Stay close to God, trust Him fully and keep walking on.
Mari kita lihat kisah awal pengangkatan Yosua sebagai pengganti Musa. Kita mengenal Yosua sebagai hamba Musa yang setia, yang selalu mengikuti Musa kemanapun ia pergi. Sadar atau tidak, Yosua memang sudah dipersiapkan sejak awal untuk kelak menggantikan peran Musa. Ketika Musa meninggal, Yosua pun diangkat Tuhan untuk menggantikan Musa memimpin bangsa Israel menuju tanah Kanaan yang dijanjikan. Saya yakin Yosua tahu pasti bahwa itu akan teramat sangat sulit. Yosua mengikuti Musa begitu lama, sehingga dia pasti sudah kenal betul perangai bangsa Israel yang keras kepala, dan tahu bahwa tugas yang ia emban adalah tugas luar biasa sulit, bahkan bisa dikatakan sebagai mission impossible. Namun Tuhan menguatkan Yosua lewat beberapa pesan sebelum mulai melakukan tugasnya. Mari kita fokuskan perhatian kita pada salah satu ayat yang berbunyi: "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa." (Yosua 1:3). Ayat ini berisi ulangan janji Tuhan yang pernah Dia berikan pada Musa yaitu: "Setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu, kamulah yang akan memilikinya: mulai dari padang gurun sampai gunung Libanon, dan dari sungai itu, yakni sungai Efrat, sampai laut sebelah barat, akan menjadi daerahmu." (Ulangan 11:24).
Sekarang perhatikan perkataan "setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu" yang terdapat pada kedua ayat tersebut. Kalimat ini dengan sangat jelas mengatakan agar kita berani menapak dan kemudian berani melangkah keluar. Sebab jika kita tidak melangkah, maka tidak akan ada tempat lain yang kita injak, dan itu artinya kita hanya akan berhenti di tempat, atau berjalan di tempat, dan dengan demikian, kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Dengan kata lain, apa yang kita terima dari Tuhan sesuai dengan jumlah langkah kita. Sedikit melangkah, maka sedikit pula yang kita dapat. Tidak melangkah sama sekali maka hasilnya nihil. Tanpa kemauan dan keberanian melangkah, kita tidak akan bisa mendapat apa-apa dari Tuhan.
Untuk berani melangkah dibutuhkan keberanian, keteguhan hati dan semangat baja, dan yang paling penting diperlukan iman yang mampu membuat kita percaya penuh terhadap rencana Tuhan. Terkadang tidaklah mudah untuk melangkah keluar dari zona nyaman kita. Ada banyak orang yang berhenti pada satu titik, dan kemudian tidak mengalami apa-apa lagi. Padahal ada begitu banyak berkat Tuhan menanti mereka di depan sana. Mereka takut, mereka mungkin trauma, mereka dikalahkan oleh kekhawatiran dan keraguan, pikiran mereka dikuasai ribuan "what if" questions, sehingga mereka gagal mendapatkan janji-janji Tuhan akan berkat. Saya awalnya bukanlah tipe orang yang berani mengambil resiko. Saya lahir dengan sifat dasar cenderung takut melakukan hal baru dan takut keluar dari zona nyaman. Tapi saya percaya ada Roh Kudus yang menyertai saya setelah lahir baru, dan menjadikan saya sebagai ciptaan baru seperti yang disebutkan dalam 2 Korintus 5:17. Jika ada Roh Allah menyertai, adakah alasan bagi saya untuk takut? Tidak. Kita tidak perlu ragu dan takut karena kita tidak akan dibiarkanNya sendirian! Tuhan akan selalu menyertai kita! Kepada Yosua pun Tuhan mengingatkan hal itu. "Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi." (Yosua 1:9). Atas segala janji yang diberikan Tuhan, dan atas keyakinan kita bahwa Tuhan itu setia dan tidak akan pernah ingkar janji, apa yang kita butuhkan hanyalah keberanian untuk melangkah. Go and take a step. Dan dalam prosesnya, tetaplah dekat dengan Tuhan. Stick with God and trust Him fully! Keraguan, kekhawatiran, kecemasan dan hal negatif lain boleh saja muncul, namun kalahkanlah semua itu dalam nama Yesus. Tidak ada tempat bagi semua itu dalam ciptaan baru. Daud punya kepercayaan seperti ini: "kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 56:12). Dan itulah yang perlu kita lakukan. Ada banyak berkat Tuhan menunggu di depan sana, sesuai janji-janjiNya, namun semua itu tidak akan bisa kita peroleh jika kita tidak berani melangkah. Mulailah melangkah sesuai apa yang diperintahkan Tuhan, dan terimalah berkat-berkat dalam setiap langkah itu.
Jangan takut melangkah karena Tuhan selalu ada menyertai kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, January 16, 2013
Introspeksi
Ayat bacaan: Efesus 5:15
===================
"Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif"
Jika ingin maju kita tentu butuh melakukan evaluasi secara berkala untuk melihat sampai sejauh mana kita sudah mencapai keberhasilan, apakah kita masih tetap dalam koridor yang telah ditetapkan sebelumnya, apakah semua sesuai target, dan tidak kalah pentingnya melihat di titik mana saja kita gagal agar kita bisa belajar dari hal tersebut dan tidak perlu mengulanginya lagi. Yang juga perlu, lewat evaluasi kita bisa melihat apa yang bisa kita canangkan lagi buat kedepannya. Betapa pentingnya sebuah proses evaluasi dalam sebuah lembaga, apakah itu komunitas, perusahaan atau organisasi. Langkah-langkah perbaikan bisa disusun agar bisa lebih baik lagi ke depannya. Kita bisa melihat apa yang harus dipertahankan, apa yang harus ditingkatkan dan apa yang harus dihindari. Evaluasi seperti ini juga sangatlah baik dilakukan oleh kita masing-masing, bukan saja dalam hal pekerjaan atau kegiatan tapi juga mengenai kehidupan kita, terlebih dalam membangun hubungan yang lebih baik lagi dengan Sang Pencipta. Adalah sangat baik jika kita rajin mengevaluasi apa yang sudah kita capai dalam hidup kita, mengetahui apa yang masih menjadi titik lemah kita, agar kita bisa memperbaikinya. Dan kita biasa menyebutnya dengan introspeksi.
Introspeksi sudah menjadi bagian hidup saya selama beberapa tahun terakhir. Terutama setelah saya bekerja, menikah dan aktif dalam berbagai kegiatan maupun pelayanan. Sangatlah penting buat saya untuk melakukan introspeksi, mengevaluasi seperti apa dan dimana saat ini saya berada. Saya ingin menjadi suami yang terbaik bagi istri saya, menjadi kepala rumah tangga yang bertanggungjawab dan bisa memimpin dengan kasih. Saya ingin melakukan berbagai pekerjaan dan kegiatan saya dengan baik dan terus meningkat. Saya ingin segala yang dititipkan Tuhan bisa saya lakukan atau kerjakan dengan semaksimal mungkin dengan talenta-talenta yang telah Dia berikan. Saya ingin melayani lebih baik lagi, bisa memberkati lebih lagi. I want to do my best in every aspects of my life. Saya rindu bahwa segala sesuatu yang saya perbuat bisa terus memuliakan Tuhan di atasnya. Saya sadar betul bahwa saya masih jauh dari sempurna. Ada banyak kelemahan yang masih harus diperbaiki. Karena itulah saya merasa penting untuk terus introspeksi dan mengevaluasi diri secara berkala, melihat apa yang sudah saya capai, dimana kelemahan saya dan berusaha menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari. Kesuksesan bisa membuat orang jatuh pada dosa kesombongan, ketamakan, lupa diri dan sebagainya. Sebaliknya kegagalan bisa membuat patah semangat bahkan kepahitan. Lengah sedikit, kita bisa terpeleset. Dan jika sudah baik, itu saatnya untuk meningkatkan agar bisa lebih baik lagi dari sebelumnya. Maka itu bagi saya adalah sangat penting untuk terus melakukan introspeksi dan evaluasi.
Pesan untuk tetap introspeksi pun disampaikan Paulus kepada jemaat Efesus. Paulus berpesan agar mereka tetap memperhatikan bagaimana hidup mereka. "Karena itu, perhatikanlah dengan seksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif". (Efesus 5:15). Ini adalah sebuah pesan penting agar mereka tidak lupa diri, jangan menyia-nyiakan waktu dan agar bisa tetap bijaksana. Paulus melanjutkan, "dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (ay 16). Jika hari-hari pada masa itu adalah jahat, sekarang pun tidak ada bedanya. Bisa jadi sekarang malah lebih parah ketika dosa hadir dalam berbagai hal dan bisa muncul dalam berbagai bentuk. Dosa mengintip dari segala aspek kehidupan kita baik lewat hiburan, lingkungan rumah/pekerjaan/pendidikan, di mana-mana kita bisa setiap saat tersandung dalam dosa. Paulus menggambarkan celah masuknya dosa-dosa ini lewat tiga hal yang saling berhubungan, yaitu dunia, kedagingan dan iblis. (Efesus 2:1-3). Keterkaitan ketiga aspek ini bagaikan pusaran air yang bisa menyeret kita untuk masuk ke dalamnya jika tidak hati-hati. Yesus pun mengajarkan agar kita senantiasa berjaga-jaga dan berdoa untuk mencegah masuknya pencobaan lewat kelemahan daging kita. "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah."(Matius 26:41).
Semua pencapaian kita bisa sia-sia seketika jika kita akhirnya jatuh ke dalam dosa kedagingan. Sangat ironis ketika kita telah mulai dengan Roh, namun berakhir dalam daging dan kehilangan janji-janji Tuhan. Itulah yang juga disinggung oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat Galatia. "Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging? Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia!" (Galatia 3:3-4). Sering mengevaluasi diri dan melakukan introspeksi akan membuat kita lebih awas dan waspada dalam berbagai kejatuhan itu, karena ada kalanya kita terpeleset tanpa sadar. Disamping itu, tekunlah berdoa dengan kerinduan akan Tuhan. Biarkan Roh Tuhan bekerja dan memimpin langkah-langkah kita, sehingga kita bisa terhindar dari jebakan yang mengarah kepada maut. Marilah kita senantiasa menjaga keberadaan diri kita agar tetap hidup bijaksana, bertumbuh lebih baik dari waktu ke waktu, dan tetap memuliakan Tuhan dalam setiap langkah hidup kita.
Tetaplah bertumbuh dan memperbaiki diri agar lebih baik lagi di kemudian hari
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif"
Jika ingin maju kita tentu butuh melakukan evaluasi secara berkala untuk melihat sampai sejauh mana kita sudah mencapai keberhasilan, apakah kita masih tetap dalam koridor yang telah ditetapkan sebelumnya, apakah semua sesuai target, dan tidak kalah pentingnya melihat di titik mana saja kita gagal agar kita bisa belajar dari hal tersebut dan tidak perlu mengulanginya lagi. Yang juga perlu, lewat evaluasi kita bisa melihat apa yang bisa kita canangkan lagi buat kedepannya. Betapa pentingnya sebuah proses evaluasi dalam sebuah lembaga, apakah itu komunitas, perusahaan atau organisasi. Langkah-langkah perbaikan bisa disusun agar bisa lebih baik lagi ke depannya. Kita bisa melihat apa yang harus dipertahankan, apa yang harus ditingkatkan dan apa yang harus dihindari. Evaluasi seperti ini juga sangatlah baik dilakukan oleh kita masing-masing, bukan saja dalam hal pekerjaan atau kegiatan tapi juga mengenai kehidupan kita, terlebih dalam membangun hubungan yang lebih baik lagi dengan Sang Pencipta. Adalah sangat baik jika kita rajin mengevaluasi apa yang sudah kita capai dalam hidup kita, mengetahui apa yang masih menjadi titik lemah kita, agar kita bisa memperbaikinya. Dan kita biasa menyebutnya dengan introspeksi.
Introspeksi sudah menjadi bagian hidup saya selama beberapa tahun terakhir. Terutama setelah saya bekerja, menikah dan aktif dalam berbagai kegiatan maupun pelayanan. Sangatlah penting buat saya untuk melakukan introspeksi, mengevaluasi seperti apa dan dimana saat ini saya berada. Saya ingin menjadi suami yang terbaik bagi istri saya, menjadi kepala rumah tangga yang bertanggungjawab dan bisa memimpin dengan kasih. Saya ingin melakukan berbagai pekerjaan dan kegiatan saya dengan baik dan terus meningkat. Saya ingin segala yang dititipkan Tuhan bisa saya lakukan atau kerjakan dengan semaksimal mungkin dengan talenta-talenta yang telah Dia berikan. Saya ingin melayani lebih baik lagi, bisa memberkati lebih lagi. I want to do my best in every aspects of my life. Saya rindu bahwa segala sesuatu yang saya perbuat bisa terus memuliakan Tuhan di atasnya. Saya sadar betul bahwa saya masih jauh dari sempurna. Ada banyak kelemahan yang masih harus diperbaiki. Karena itulah saya merasa penting untuk terus introspeksi dan mengevaluasi diri secara berkala, melihat apa yang sudah saya capai, dimana kelemahan saya dan berusaha menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari. Kesuksesan bisa membuat orang jatuh pada dosa kesombongan, ketamakan, lupa diri dan sebagainya. Sebaliknya kegagalan bisa membuat patah semangat bahkan kepahitan. Lengah sedikit, kita bisa terpeleset. Dan jika sudah baik, itu saatnya untuk meningkatkan agar bisa lebih baik lagi dari sebelumnya. Maka itu bagi saya adalah sangat penting untuk terus melakukan introspeksi dan evaluasi.
Pesan untuk tetap introspeksi pun disampaikan Paulus kepada jemaat Efesus. Paulus berpesan agar mereka tetap memperhatikan bagaimana hidup mereka. "Karena itu, perhatikanlah dengan seksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif". (Efesus 5:15). Ini adalah sebuah pesan penting agar mereka tidak lupa diri, jangan menyia-nyiakan waktu dan agar bisa tetap bijaksana. Paulus melanjutkan, "dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (ay 16). Jika hari-hari pada masa itu adalah jahat, sekarang pun tidak ada bedanya. Bisa jadi sekarang malah lebih parah ketika dosa hadir dalam berbagai hal dan bisa muncul dalam berbagai bentuk. Dosa mengintip dari segala aspek kehidupan kita baik lewat hiburan, lingkungan rumah/pekerjaan/pendidikan, di mana-mana kita bisa setiap saat tersandung dalam dosa. Paulus menggambarkan celah masuknya dosa-dosa ini lewat tiga hal yang saling berhubungan, yaitu dunia, kedagingan dan iblis. (Efesus 2:1-3). Keterkaitan ketiga aspek ini bagaikan pusaran air yang bisa menyeret kita untuk masuk ke dalamnya jika tidak hati-hati. Yesus pun mengajarkan agar kita senantiasa berjaga-jaga dan berdoa untuk mencegah masuknya pencobaan lewat kelemahan daging kita. "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah."(Matius 26:41).
Semua pencapaian kita bisa sia-sia seketika jika kita akhirnya jatuh ke dalam dosa kedagingan. Sangat ironis ketika kita telah mulai dengan Roh, namun berakhir dalam daging dan kehilangan janji-janji Tuhan. Itulah yang juga disinggung oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat Galatia. "Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging? Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia!" (Galatia 3:3-4). Sering mengevaluasi diri dan melakukan introspeksi akan membuat kita lebih awas dan waspada dalam berbagai kejatuhan itu, karena ada kalanya kita terpeleset tanpa sadar. Disamping itu, tekunlah berdoa dengan kerinduan akan Tuhan. Biarkan Roh Tuhan bekerja dan memimpin langkah-langkah kita, sehingga kita bisa terhindar dari jebakan yang mengarah kepada maut. Marilah kita senantiasa menjaga keberadaan diri kita agar tetap hidup bijaksana, bertumbuh lebih baik dari waktu ke waktu, dan tetap memuliakan Tuhan dalam setiap langkah hidup kita.
Tetaplah bertumbuh dan memperbaiki diri agar lebih baik lagi di kemudian hari
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Subscribe to:
Posts (Atom)
Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (8)
(sambungan) Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...