Friday, May 31, 2013

Berawal dari Keputusan

Ayat bacaan: Keluaran 4:11-12
======================
"Tetapi TUHAN berfirman kepadanya: "Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni TUHAN?  Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan."

Menulis renungan setiap hari untuk teman-teman berawal dari sebuah keputusan yang mulanya saya anggap cukup nekad. Pada saat itu saya bukanlah orang yang paham mengenai berita kebenaran di dalam buku tebal yang disebut alkitab. Saya baru bertobat beberapa tahun sebelumnya dan masih sering ketiduran ketika mencoba membaca Alkitab. Mungkin anda pun pernah mengalami masa-masa seperti itu. Pada suatu hari sepulang gereja, tiba-tiba saja di dalam hati saya terdengar panggilan untuk menulis renungan untuk kalangan peselancar internet, yang kebetulan memang menjadi dunia yang saya geluti. Renungan harian, ditulis oleh saya? Saya waktu itu belum pernah menulis, berdoa masih bolong-bolong dan membaca Alkitab pun masih malas. Apa yang mau ditulis jika seperti itu? Sebulan sekali saja susah dibayangkan, apalagi setiap hari. Itu yang saya jawab dalam hati, tapi kembali suara tertanam di dalam hati saya yang masih saya ingat sampai sekarang: "Aku bukan menanyakan kemampuanmu, tapi kemauanmu." Saya tidak tahu apakah itu sanggup saya lakukan atau tidak, tapi saya segera memutuskan untuk patuh. "Saya mau, Tuhan. Pakai saya." itu jawaban saya selanjutnya. Sesampainya di kosan (saya masih nge-kos pada saat itu), saya langsung membuka blog ini dan mulai menulis. Hari ini saya sudah menulis hari perhari di tahun ke 7. Betapa luar biasa rasanya mendapat pengetahuan singkapan setiap hari untuk kebutuhan menulis tanpa jeda. Pertumbuhan luar biasa, feedback-feedback yang terasa membahagiakan, bukan untuk kepuasan saya melainkan ketika melihat orang bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan lewat firmanNya. Ada banyak kesaksian yang datang. Dan buat saya pribadi,  saya mengalami banyak keajaiban Tuhan yang sebelumnya belum pernah saya alami. Sebuah rumah yang tidak pernah terbayangkan bisa saya miliki kemudian menjadi milik saya tanpa kredit, seorang istri cantik yang sangat sempurna buat saya, pintar dan takut akan Tuhan, dan yang terpenting, penyertaanNya begitu kuat terasa setiap harinya. Tidak sekalipun Dia membiarkan kami terjatuh dan kekurangan. Masalah memang tetap ada, tapi penyertaanNya membuat kami bisa melewatinya tanpa kehilangan sukacita. Dan pada saatnya ketika tangan Tuhan turun, kami bisa menjadi saksi langsung bagaimana Tuhan mampu melakukan hal yang diluar logika. Itu bukan hanya sekali dua kali terjadi, tapi sudah terlalu sering untuk disebut sebagai kebetulan. All glory to God, saya bersyukur dan bangga telah Dia pilih untuk menjadi salah satu pekerjaNya di dunia internet.

Melanjutkan renungan terdahulu mengenai making decision atau mengambil keputusan, hari ini mari kita lihat kepada siapa atau bagaimana Tuhan memilih pekerja-pekerjanya. Jika anda membaca Alkitab, maka anda akan mendapati bahwa Tuhan ternyata lebih suka memakai orang-orang yang bagi dunia mungkin dipandang sebelah mata ketimbang orang-orang yang ahli Taurat, menguasai hukum, orang kaya, jenius dan sebagainya. Tentu saja saya tidak bermaksud mengatakan bahwa orang yang pintar dan hebat tidak akan Dia pakai. Tuhan rindu memakai setiap anak-anakNya karena tugas yang diberikan bukanlah tugas yang mudah. Tapi yang ingin saya katakan adalah seberapa kecil pun kemampuan yang anda rasa anda miliki, itu bukan penghalang untuk menjadi pekerja yang berhasil.

Adalah menarik jika melihat reaksi awal Musa ketika mendapat tugas berat dari Tuhan. Kita tahu bahwa Musa adalah nabi besar dan dihormati oleh begitu banyak orang dari kepercayaan yang berbeda, namanya harum dan menginspirasi dari generasi ke generasi hingga hari ini.Tapi lihatlah bahwa untuk menjadi besar seperti itu, Musa terlebih dahulu melewati sebuah proses pengambilan keputusan. Alkitab mencatat bahwa pada awalnya Musa ragu dan sempat berbantah-bantahan dengan Tuhan. Ia terus mencari alasan (bahasa sekarangnya ngeles), berkelit karena merasa tugas yang dibebankan terlalu berat buat dirinya yang tidak lagi muda dan tidak ada apa-apanya.

Mari kita lihat reaksi Musa ketika ia hendak diutus Tuhan. "Lalu sahut Musa: "Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri kepadamu?" (Keluaran 4:1). Tuhan pun kemudian menunjukkan beberapa mukjizat dengan mengubah tongkatnya menjadi ular. Patuhkah Musa? Ternyata belum. Ia kembali mengeluarkan alasan. "Lalu kata Musa kepada TUHAN: "Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah." (ay 10). Tuhan kemudian mengingatkan Musa bahwa semua yang ada pada Musa itu Dia sendiri yang menciptakan. "Tetapi TUHAN berfirman kepadanya: "Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni TUHAN?  Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan." (ay 11). Ayat ini jelas mengatakan bahwa Tuhan sendiri yang akan menyertai dan mengajar kita dalam melakukan tugas-tugas Kerajaan. Bukan kehebatan dan kekuatan kita yang Tuhan minta, tetapi kepatuhan kita. Tapi Musa masih ragu dan berkelit lagi. "Tetapi Musa berkata: "Ah, Tuhan, utuslah kiranya siapa saja yang patut Kauutus." (ay 13). Ketika Tuhan marah melihat reaksi Musa,  Musa kemudian takut, dan memutuskan untuk ikut perintah Tuhan. Dalam ayat 18 kita bisa melihat keputusan Musa untuk taat menjalani apa yang diperintahkan Tuhan. Kita tahu bagaimana Tuhan kemudian memakai Musa secara luar biasa, dimana hasilnya masih tetap dikenang orang hingga hari ini dan menjadi salah satu bagian terpenting dalam sejarah dunia.

Masalah berkelit dan berbantah ini tidak hanya dilakukan Musa. Ada beberapa nabi lainnya yang juga melakukan hal ini. Nabi Yeremia misalnya. Ia berkelit dengan alasan bahwa ia terlalu muda untuk menjalani tugas berat dan belum saatnya untuk tampil di depan. (Yeremia 1:6). Kepada Yeremia Tuhan mengatakan: "Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan." (Yeremia 1:7). Apa dasarnya? "Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN." (ay 8). Atau Yunus yang memilih untuk melarikan diri dari tugas yang disematkan Tuhan kepadanya. Pada akhirnya kita tahu bagaimana mereka dipakai Tuhan secara luar biasa. Dari contoh-contoh ini jelas terlihat bahwa semua itu berawal dari sebuah keputusan. Tuhan boleh mengutus, namun jika orang yang bersangkutan tidak mengambil keputusan maka tidak akan bisa membawa perubahan apa-apa. Keputusan yang kita ambil hari ini akan sangat menentukan di masa depan. Dampaknya seringkali bukan hanya untuk diri sendiri melainkan menyangkut kehidupan banyak orang dalam skala berbeda tapi sangat mungkin untuk meningkat atau bertumbuh.

Kita terbiasa untuk punya seribu satu alasan untuk menghindar dari apa yang diinginkan Tuhan untuk kita perbuat. Jangankan melayani, membantu orang yang susah saja rasanya sudah berat. Padahal Tuhan ingin kita semua menjadi perpanjangan tanganNya untuk mewartakan Injil, menjadi garam dan terang, agar dunia bisa mengenal Kristus dan selamat lewat diri kita masing-masing. Terlalu muda, terlalu tua, tidak pandai bicara, terlalu sibuk, sulit menghadapi orang, kekhawatiran ini dan itu, bagaimana jika begini dan begitu, semua ini selalu menjadi alasan kita untuk melakukan pekerjaan Tuhan. Apa yang menjadi kendala bagi anda untuk masih belum bekerja untuk Tuhan? Percayalah bahwa ketika anda menjalaninya, anda akan melihat sendiri bahwa yang diinginkan Tuhan hanyalah kerelaan kita untuk membagi sedikit waktu. Siapapun bisa dipakai Tuhan secara luar biasa, karena Tuhan tidak butuh ahli-ahli melainkan butuh hati yang rindu untuk mengasihi orang lain, seperti halnya Tuhan telah mengasihi kita. Tuhan tahu persis kekurangan dan kelemahan kita masing-masing. Tapi itu semua tidaklah menjadi penghalang bagi kita untuk mampu bekerja di ladang Tuhan. Bukankah adalah sebuah kehormatan jika Tuhan mau memakai kita?

Tuhan tidak memerlukan kuat dan hebat kita, yang Dia inginkan hanyalah kemauan kita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, May 30, 2013

Keputusan yang Mengubah Dunia

Ayat bacaan: 2 Korintus 3:5-6
=======================
"Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah. Ialah membuat kami juga sanggup menjadi pelayan-pelayan dari suatu perjanjian baru, yang tidak terdiri dari hukum yang tertulis, tetapi dari Roh, sebab hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan."

Sepanjang dunia berjalan, selalu ada keputusan-keputusan yang mengubah dunia, apakah menjadi lebih baik atau buruk. Ambil satu contoh kecil saja mengenai Perang Dunia Kedua. Dalam buku berjudul Fateful Choices: Ten Decisions that Changed the World, 1940-1941 kita bisa melihat ada setidaknya 10 keputusan yang diambil para pemimpin dunia saat itu seperti Churchill, Hitler, Mussolini, Roosevelt, Stalin dan sebagainya. Entah mereka sadar atau tidak, serangkaian keputusan ini ternyata berdampak sangat berat terhadap kehidupan dunia. Jutaan orang meninggal dunia bahkan meninggalkan luka yang sangat dalam bagi keluarga dan keturunan banyak orang hingga hari ini.

Kita mungkin tidak berhadapan dengan keputusan-keputusan besar seperti itu, tapi sebenarnya kita pun hidup dengan mengambil begitu banyak keputusan setiap harinya. Mulai dari mau bangun tepat waktu atau menundanya, datang ke kantor atau sekolah tepat waktu atau terlambat, mau sarapan atau tidak, berangkat naik apa, siang mau makan apa, setelah urusan selesai mau kemana, mau tidur jam berapa dan sebagainya. Bagi anda yang menempati posisi atau jabatan, anda tentu tidak asing lagi dengan pengambilan keputusan atau decision making. Itu bisa membuat perusahaan tempat anda bekerja menjadi mampu mencapai target, melebihi atau sebaliknya merosot. Jika lebih baik, anda bisa mendapat promosi, sebaliknya peringatan atau pemecatan bisa terjadi jika keputusan yang diambil keliru.

Ayat bacaan hari ini berisi penjelasan Paulus mengenai prinsip seorang pekerja-pekerja Allah. "Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah. Ialah membuat kami juga sanggup menjadi pelayan-pelayan dari suatu perjanjian baru, yang tidak terdiri dari hukum yang tertulis, tetapi dari Roh, sebab hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan." (2 Korintus 3:5-6). Seringkali kita memutuskan untuk diam saja karena kita merasa tidak cukup sanggup untuk mengerjakannya. Kita tidak mau rugi waktu, rugi tenaga atau materi, mengira bahwa semua itu terlalu berat untuk dilakukan ditengah tumpukan pekerjaan lainnya. Padahal lewat ayat ini jelas dikatakan bahwa kita sanggup bukan karena kuat dan hebat kita sendiri melainkan karena Tuhan, dengan RohNya yang menghidupkan. Apa yang Tuhan cari bukanlah kehebatan kita melainkan kemauan atau kesediaan kita. Jika kita memutuskan untuk ambil bagian, Tuhan sendiri yang bekerja melalui kita untuk pekerjaan penting di ladangNya. Artinya, Tuhan akan memberikan kita kemampuan untuk melaksanakannya. Sebuah keputusan yang mungkin terlihat sederhana tetapi akan membawa dampak luar biasa baik dalam kehidupan anda maupun dalam memberkati kota, bangsa atau bahkan suatu saat bisa berpengaruh luar biasa terhadap dunia. Lewat keputusan ini anda akan mengalami begitu banyak kuasa Tuhan yang luar biasa. Bukan lagi mendengar melainkan menyaksikan dan mengalami sendiri secara langsung.

Dengarkan panggilan anda dan jalanilah. Meski mulai sedikit demi sedikit, anda akan terkaget-kaget melihat pencapaian demi pencapaian yang dimungkinkan oleh kekuatan Tuhan sendiri. Apakah itu dengan mengambil bagian dalam tugas pelayanan di gereja atau di luar seperti di marketplace, dunia seni, musik, sinema atau hiburan lainnya, kampus, kantor dan lain-lain, akan ada perubahan nyata ketika kita memutuskan untuk mengikuti apa yang diinginkan Tuhan sejak semula bagi setiap kita. Tuhan bukan Sosok yang suka memaksa. Dia memanggil kita semua untuk melakukan pekerjaan Tuhan dimanapun kita berada, tapi keputusan kitalah yang akan menentukan langkah kehidupan kita ke depan. Keputusan kecil yang anda ambil hari iniakan mendatangkan perubahan besar, transformasi diri anda sendiri maupun ekses yang lebih luas lagi bagi orang-orang di sekitar anda. So, don't wait anymore, let's make the right decision today.

Keputusan kecil yang anda ambil hari ini bisa menentukan masa depan anda

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, May 29, 2013

Mengenali Panggilan

Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 17:16
=======================
"Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala."

Dalam renungan kemarin saya sudah mengangkat topik mengenai menemukan panggilan alias finding our callings, yang tentu saja berbeda antar orang per-orang. Hari ini mari kita lanjutkan pembahasan ini dengan melihat ciri-ciri utama untuk mengenal atau menemukan panggilan dalam hidup kita.

Sebagai dasar, mari kita mengacu kepada kisah Paulus di Atena dalam Kisah Para Rasul 17:16-34. Pada saat itu Paulus tengah menunggu Silas dan Timotius di Atena dan menyaksikan betapa kota itu ternyata dipenuhi patung berhala. Bacalah perikop ini dengan lengkap terlebih dahulu, lalu mari kita lihat satu persatu poinnya dengan mengacu ke bagian ini.

1. Rasa Sedih/Gelisah ketika mengalami atau menyaksikan sesuatu
"Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala." (Kisah Para Rasul 17:16). Perhatikan bagaimana reaksi Paulus ketika melihat sesuatu yang bersinggungan dengan panggilannya. Dalam ayat ini dikatakan bahwa Paulus merasakan rasa sedih yang mendalam. His spirit was grieved and roused to anger. Seperti inilah rasa yang akan muncul ketika panggilan kita menemukan tempatnya. Ada rasa sakit, sedih dan kasih yang bersinggungan satu sama lain dalam perasaan kita. Ada beberapa orang di gereja saya yang panggilannya untuk anak-anak jalanan. Mereka mengatakan bahwa apa yang mereka rasa adalah rasa sakit yang muncul bersamaan dengan rasa kasih. Mungkin anda tidak punya panggilan terhadap anak jalanan, tapi ada begitu banyak masalah lain yang bisa jadi merupakan panggilan bagi anda seperti yang direncanakan Tuhan. Apakah itu rasa sedih melihat ketidak adilan, terhadap anjing-anjing atau hewan yang terlantar kelaparan atau bahkan meregang nyawa di jalan, pengemis, anak yatim piatu dan lain-lain, anda biasanya akan merasa gelisah apabila tidak melakukan apa-apa untuk menjawab rasa sedih itu. Anda bisa menemukan panggilan dengan memperhatikan bagaimana perasaan anda ketika melihat hal-hal yang masih butuh pembenahan di sekeliling anda.

2. Gairah
Ciri lainnya adalah adanya gairah atau desire/passion untuk melakukan sesuatu terhadap rasa sedih tadi. Dari kisah di atas, ayat 17 merupakan lanjutan dari sebuah rasa duka yang dialami Paulus. Ayatnya berbunyi demikian: "Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ." Lihatlah bahwa Paulus tidak berhenti hanya pada rasa sedih dan marah saja, tetapi ia punya gairah untuk memikirkan dan mencari solusi bersama saudara-saudara seiman yang berada di rumah ibadat di Atena. Bukan hanya di sinagoga tapi ia juga melakukan hal itu di pasar alias marketplace. Sebuah panggilan selain membuat hati anda sedih, biasanya akan diikuti dengan rasa untuk bisa terjun langsung mengerjakan sesuatu atasnya, walaupun tidak dibayar atau meski harus mengorbankan sesuatu.

3. Mengambil Tindakan
Selanjutnya adalah kerinduan untuk turut ambil bagian dengan bertindak langsung atau action, meski sedikit demi sedikit dengan grafik yang meningkat naik. Paulus melanjutkan langkahnya dengan berdiri di atas Areopagus (tempat pertemuan penduduk Atena) dan langsung berkotbah mengingatkan mereka agar bertobat, kembali kepada Allah. Hasilnya? Memang banyak yang tidak mengindahkannya, tapi Paulus berhasil membawa beberapa orang untuk bertobat dan menerima Yesus. Sebuah panggilan biasanya tidak tergantung dari seberapa besar tingkat keberhasilannya tapi lebih kepada hati yang terus gelisah apabila hanya diam dan tidak melakukan apa-apa untuk menjawab rasa sedih yang muncul ketika melihat sesuatu yang belum beres.

Panggilan saya adalah membawa terang dan kasih Tuhan di dunia entertainment. Bukan tugas yang mudah, tetapi berhubung panggilan saya memang disitu, saya melakukannya dengan sukacita. Hingga hari ini tidak sedikit pemusik yang konseling dengan saya baik dengan bertemu langsung maupun lewat telepon, berbalik dari kehidupan gemerlap penuh tipu daya ke dalam kasih Kristus. Bahkan ada seorang pengamen yang dalam 10 menit pertama langsung saya doakan di tempat. Hari ini dia dan istrinya tengah saya bimbing untuk lebih dekat lagi dengan Tuhan. Mungkin nanti suatu saat kesaksian ini akan saya angkat dalam salah satu renungan. Puji Tuhan, panggilan yang saya jalani ternyata mendapat anugerah penyertaanNya, hingga hal-hal yang sepertinya mustahil bisa terjadi dalam hidup saya. Istri saya punya panggilan lain, yaitu terhadap anjing-anjing jalanan  dan hewan lainnya yang terlantar. Tidak jarang ia mengajak saya berkeliling hanya untuk sekedar memberi makan buat mereka atau menghubungi pet shelter apabila ada yang butuh bantuan lebih seperti terluka, sekarat dan sebagainya.

Sebuah panggilan tidaklah memerlukan pujian, penghormatan atau popularitas atasnya melainkan sebuah reaksi atas apa yang telah direncanakan Tuhan sejak awal dalam diri kita, jauh sebelum kita diciptakan. Satu hal yang pasti, berita Kerajaan Allah harus bisa menjangkau hingga ke seluruh penjuru bumi. Itu artinya kita tidak boleh berhenti hanya pada ruangan gereja yang dibatasi oleh tembok-tembok saja.Marketplace, dunia hiburan, kantor, lingkungan anda atau dimanapun anda ditempatkan juga memerlukan jamahan Tuhan. Tidaklah kebetulan anda berada di tempat anda ada saat ini. Temukan panggilan anda dan jalani dengan sungguh-sungguh. Disanalah anda akan melihat indahnya berjalan bersama Tuhan, mengalami sebuah hubungan yang sangat indah dengan Tuhan lengkap dengan keajaiban-keajaiban Surgawi yang mengatasi segala kemustahilan.

Your calling is the way God plans to make an impact through you

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, May 28, 2013

Menemukan Panggilan

Ayat bacaan: Efesus 2:10
=================
"Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya."

Setelah beberapa hari kita melihat bagaimana pentingnya mengetahui talenta yang telah dititipkan Tuhan dalam diri kita dan mengenal potensi diri serta mengasah dan mengolahnya agar bisa membawa hasil gemilang, hari ini kita akan melihat perihal panggilan atau calling. Panggilan tentu berbeda bagi setiap orang. Untuk memberkati bukan berarti anda harus menjadi pendeta, berkotbah, menjadi tim musik gereja, pemimpin pujian, usher atau berbagai posisi tugas lainnya di gereja. Anda mungkin memiliki panggilan yang berbeda, karena Kerajaan Allah seharusnya bisa
menjangkau luas hingga ke seluruh penjuru bumi dan tidak berakhir hanya di balik tembok gereja saja.

Sebelum kita membahas lebih jauh, mari kita ambil contoh sederhana mengenai benda yang sehari-hari saya lihat sehubungan dengan pekerjaan saya di dunia musik yaitu microphone/mikrofon alias mike atau mic. Benda ini diciptakan sebagai alat bantu dengar untuk suara berintensitas rendah.  Mikrofon berfungsi luas misalnya buat penyanyi, penyiar radio dan televisi, alat perekam dan fungsi lainnya untuk membantu komunikasi atau hiburan. Pada perkembangannya di industri musik, mikrofon yang bagus mampu membuat suara penyanyi terdengar jauh lebih baik. Itu secara ringkas deskripsi akan alat ini. Ketika mikrofon diciptakan, penciptanya tentu memiliki tujuan tersendiri dalam membuatnya. Dengan kata lain, mikrofon seharusnya berfungsi sesuai tujuan penciptanya. Jika itu yang terjadi, maka mikrofon akan dikatakan sukses. Tapi apabila kita menggunakannya sebagai tujuan lain seperti melempar kepala orang lain atau menjadikannya sebagai ulekan, tentu mikrofon akan melenceng dari fungsinya seperti saat dibuat.

Mengapa saya mengambil contoh mikrofon di atas? Contoh ini bisa menggambarkan bagaimana kita seharusnya menemukan panggilan tepat sesuai dengan garis tujuan penciptaan dari Sang Pencipta kita, yaitu Tuhan. Ketahuilah bahwa kita semua sebenarnya memiliki jalan hidup sendiri yang telah ditetapkan Allah dengan tujuan utama untuk membangun KerajaanNya di muka bumi ini. Artinya, masing-masing dari kita memiliki panggilan seperti yang telah Dia rancang jauh sebelum kita ada. Pernahkah anda berpikir mengapa anda berada di tempat anda ada saat ini, pada waktu yang sedang dijalani saat ini? Apa tugas anda, tujuan anda, atau singkatnya, panggilan anda? Apakah mungkin kita diciptakan tanpa rencana sama sekali?

Semua pertanyaan ini punya jawaban seperti yang tertulis dalam Efesus 2:10. "Karena kita ini  buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus  untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." Kita ini diciptakan Tuhan (we are God's own handiwork). Dirancang dalam Kristus (Recreated in Christ Jesus). Untuk melakukan pekerjaan baik (doing those good works). Yang sudah diciptakan Tuhan sebelumnya (which God predestined or lanned beforehead). Dan Tuhan mau kita hidup di dalamnya, dalam rencananya. (we should walk in the good life which He has prearranged and made ready for us to live). Artinya, ketika kita berjalan dalam 'destiny Ilahi', kita akan mengalami pemeliharaan Ilahi, perlindungan Ilahi dan penyediaan Ilahi. Jadi, penting bagi kita untuk menemukan apa yang menjadi panggilan, menjalankannya dan kemudian bukan hanya mengetahui tapi juga mengalami Tuhan. Bukan hanya berhenti bermimpi, tapi juga menduduki apa yang telah digariskan sejak semula bagi kita masing-masing.

Dari mana kita harus mulai? Firman Tuhan dalam Matius 6:33 akan menjadi awal yang baik untuk memulai semuanya. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Kebanyakan orang akan terus mencari hal lainnya seperti harta, karir, popularitas dan sebagainya. Ayat ini jika digabungkan dengan ayat bacaan hari ini akan memberi kesimpulan berbeda dari pandangan dunia. Kita harus mengejar rencana Tuhan untuk kita, agar kita mampu membangun Kerajaan Tuhan di muka bumi ini. So, our destiny is our divine calling, that's our promised land.

Sekarang pertanyaannya, bagaimana kita bisa mencari tahu apa yang menjadi panggilan kita? Apa ciri utama agar kita bisa tahu itu? Dalam renungan berikutnya saya akan menuliskan beberapa poin agar anda bisa terbantu untuk mengetahui panggilan anda.
Agar mengalami Tuhan, merasakan pemeliharaan, perlindungan dan penyediaan secara Ilahi serta mengalami hidup seperti rencana yang telah Dia sediakan sejak semula, kita perlu tahu apa yang menjadi panggilan kita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, May 27, 2013

Mengenal Potensi Diri: Sebilah Tongkat

Ayat bacaan: Keluaran 4:2
=================
"TUHAN berfirman kepadanya: "Apakah yang di tanganmu itu?" Jawab Musa: "Tongkat."

Kemarin kita sudah melihat pentingnya mengetahui potensi diri lewat kisah Yesus menggandakan lima roti dan dua ikan. Tuhan ingin kita memeriksa terlebih dahulu talenta apa yang telah ia berikan kepada kita, apa yang kita miliki saat ini, potensi diri kita, dan Dia akan bekerja secara luar biasa lewat itu. Hari ini mari kita lihat contoh lainnya dari kisah Musa.

Pada kitab Keluaran pasal 4 kita bisa melihat keraguan yang berkecamuk dalam pikiran Musa ketika diutus Tuhan. Musa merasa tugas yang diberikan terlalu berat dan tidak mungkin sanggup ia lakukan. "Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri kepadamu?" (Keluaran 4:1) demikian katanya. Lalu bagaimana jawaban Tuhan untuk mengatasi keraguan Musa? "TUHAN berfirman kepadanya: "Apakah yang di tanganmu itu?" Jawab Musa: "Tongkat." (ay 2). Selanjutnya, "Firman TUHAN: "Lemparkanlah itu ke tanah." Dan ketika dilemparkannya ke tanah, maka tongkat itu menjadi ular, sehingga Musa lari meninggalkannya." (ay 3). Kekagetan Musa hanya sesaat karena Tuhan selanjutnya meminta Musa untuk menangkap ular itu kembali."Musa mengulurkan tangannya, ditangkapnya ular itu, lalu menjadi tongkat di tangannya." (ay 4). Perhatikan bahwa Musa sibuk memikirkan apa yang tidak ia punya sampai ia melupakan apa yang ada ditangannya, yaitu sebilah tongkat. Atau mungkin Musa tahu ada tongkat ditangannya, tetapi apa gunanya sebatang tongkat dalam tugas maha berat yang harus ia emban? Musa menganggap itu tidak cukup berguna untuk menjalankan tugas dari Tuhan. Tetapi Tuhan menunjukkan bahwa tongkat yang ditangannya itu lebih dari cukup untuk menjadi alat dimana mukjizat Tuhan turun atasnya.

Kita butuh hikmat untuk mengetahui potensi diri kita. Amsal berkata "Mengerti jalannya sendiri adalah hikmat orang cerdik, tetapi orang bebal ditipu oleh kebodohannya." (Amsal 14:8). Orang cerdik yang penuh hikmat akan mampu mengetahui kemampuannya sendiri, apa yang menjadi potensi dalam diri mereka, tapi sebaliknya orang yang bebal akan terus dikuasai oleh keraguan, kekhawatiran dan ketidakberanian mereka untuk melangkah dan akibatnya tidak kunjung maju. Orang yang bebal hanya akan sibuk melihat kekurangan mereka dan buta akan potensi yang mereka miliki. They don't realize what they actually possess inside.

Kembali dalam perumpamaan talenta di Matius 25:14-30 kita bisa melihat bahwa Tuhan telah membekali kita dengan talenta tersendiri seperti yang sudah saya sampaikan dalam beberapa renungan terdahulu. Jumlahnya bisa jadi berbeda, namun yang terkecil sekalipun, satu talenta, itu pun sebenarnya sudah merupakan pemberian yang besar dari Tuhan. Coba lihat ukuran satu talenta, itu sebenarnya digambarkan setara dengan 1000 uang emas. 1000 uang emas, bukankah itu sesungguhnya sudah cukup layak dan jauh lebih dari cukup untuk memulai sesuatu? Pemberian Tuhan ini harus mampu kita asah dan olah hingga bisa menghasilkan buah-buah yang bermanfaat baik buat kita sendiri maupun buat orang lain. Itulah yang Tuhan kehendaki, bukan sebaliknya hanya ditimbun dan malah bersungut-sungut melihat kesuksesan orang lain. Dalam perumpamaan ini si hamba yang memiliki satu talenta merupakan gambaran orang yang tidak menghargai pemberian Tuhan, tidak hanya menolak tapi malah menuduh dan mencari pembenaran. Hatinya diliputi ketakutan akan kegagalan dan memilih untuk diam saja tanpa berbuat apa-apa.

Talenta yang sekecil apapun merupakan berkat luar biasa dari Tuhan. Jika diolah akan berbuah, dan Tuhan siap memberi lebih lagi jika kita sudah mampu bertanggungjawab atas perkara kecil. "Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya." (ay 29). Dan lihatlah Firman Tuhan ini: "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10).

Mari mulai serius untuk mencari tahu potensi diri kita yang sebenarnya. Yesus berkata, "Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!" (Markus 6:38). Ayo, periksalah talenta apa yang Tuhan berikan kepada kita, dan mari kita kembangkan, asah dan olah. Kini Saatnya untuk mempergunakan talenta yang kita miliki untuk sukses, dan memakainya untuk kemuliaan Tuhan. Sesungguhnya semua orang dirancang Tuhan untuk sukses. Tidak satupun yang dirancang sia-sia tanpa tujuan besar, dan untuk itu Tuhan telah menyediakan segala sesuatu yang diperlukan. Jangan biarkan berkat Tuhan berlalu begitu saja. Mulailah hari ini untuk menjadi orang cerdik yang penuh hikmat yang mengetahui kemampuan atau potensi diri sendiri.

Tanpa mengetahui potensi diri jangan berharap untuk sukses

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, May 26, 2013

Mengenal Potensi Diri: 5 Roti 2 Ikan

Ayat bacaan: Markus 6:38
================
"Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!"


Seberapa jauh kita mengenal potensi diri kita masing-masing? Saya bertemu dengan banyak orang yang di usia dewasanya ternyata belum kunjung mengetahui apa sebenarnya talenta yang telah dianugerahkan Tuhan pada diri mereka. Jangankan talenta, hobby saja kalau ditanya mereka bisa bingung menjawabnya. Ada yang terus belajar, dan itu tentu baik. Tapi itupun tidak menjamin orang untuk bisa mengetahui potensi diri mereka. Ada banyak orang yang sudah melalui jenjang pendidikan tinggi tetapi mereka tidak kunjung menghasilkan apa-apa. Hidupnya tetap tidak produktif bahkan sebagian masih bergantung kepada orang tuanya. Malah ada yang menjadikan proses belajar sebagai pelarian, maksudnya mereka ini terus melanjutkan pendidikan bukan karena ia ingin lebih pintar atau mendapat kesempatan kerja lebih baik, tapi justru untuk mengelak dari bekerja. Ada banyak juga yang bingung harus memilih apa dalam melanjutkan pendidikan di perguruan tingi. Bingung mau jadi apa, karenanya bingung pula harus mengambil jurusan apa. Cari yang favorit, padahal itu bukan panggilannya. Atau memilih jurusan bukan karena mengetahui tujuan melainkan karena desakan orang tua, ikut-ikutan teman atau asal pilih. Akibatnya ada banyak orang yang menjadi tidak tentu arah setelah tamat kuliah.
Saya masih ingin melanjutkan pembahasan diseputaran talenta. Tidak mengenali potensi diri sendiri ternyata menjadi permasalahan umum begitu banyak orang. Banyak diantara mereka yang merasa kecil dan tidak akan mampu melakukan apapun. Jangankan yang besar, yang kecil saja sudah terasa sulit. Mengukur dirinya terlalu rendah dibanding potensi mereka yang sesungguhnya pun kemudian sering menjadi penyebab.

Tuhan sebenarnya menciptakan kita begitu lengkap. Bukan secara sempit hanya mengenai organ tubuh, bukan saja nafas kehidupan, tapi Tuhan telah mempersiapkan rancanganNya yang terbaik bagi kita untuk mencapai hari depan gemilang seperti yang bisa kita baca dalam Yeremia 29:11. Dalam menyiapkan rancangan yang terbaik, Tuhan pun  melengkapi kita dengan talenta-talenta khusus lengkap dengan keunikan dan kemampuan yang berbeda-beda bagi setiap orang. Lengkap bukan? Jika kita menyadari ini, sudah seharusnya kita bersyukur. Seharusnya kita bisa mulai berbuat sesuatu dengan bakat-bakat kita. Seharusnya kita bisa menggenapi rencana Tuhan lewat talenta yang telah Dia anugerahkan kepada kita. Seharusnya kita bisa terhubung dengan orang-orang lain, saling melengkapi untuk melakukan terobosan-terobosan besar bersama-sama. Seharusnya kita sudah bisa berkontribusi untuk memberkati kota dan bangsa atau bahkan dunia. Sayangnya yang sering terjadi justru sebaliknya. Banyak diantara kita lebih suka duduk diam lalu mengeluh macam-macam. Mudah merasa sirik dengan kemampuan orang lain, berkata negatif dan sibuk mengutuki orang lain atau diri sendiri. Padahal jika saja mau melihat potensi diri, pasti ada sesuatu yang bisa diolah dan menghasilkan sukses, karena Tuhan telah membekali setiap kita dengan talenta masing-masing. Mungkin anda tidak pintar jualan seperti saya tapi panggilannya mengajar. Ada yang tidak pintar memasak tapi ahli mengoperasikan komputer. Tidak pintar berbicara, tapi pintar menyusun strategi, tidak suka memimpin tapi cekatan bekerja, dan seterusnya. Apapun itu, satu hal yang pasti adalah bahwa sesuatu yang anda miliki bisa sangat bermanfaat jika diolah dan diasah.

Tuhan ingin kita harus berhenti menjadi manusia pengeluh, bersungut-sungut, gampang kecewa dan segera memeriksa terlebih dahulu apa yang ada pada kita. Dari mana kita tahu itu? Kita bisa melihatnya lewat kisah Yesus yang menggandakan lima roti dan dua ikan. Pada waktu itu ada 5000 orang pria (jumlah tersebut belum termasuk wanita dan anak-anak yang ikut) untuk mendengar pengajaran Yesus. Setelah semua berjalan lancar, masalah muncul ketika hari sudah larut malam, semua orang yang ikut belum makan sama sekali. Apa yang terjadi selanjutnya menarik untuk kita perhatikan. Dalam Markus 6:37 Yesus memerintahkan murid-muridNya untuk memberi semuanya makan. Reaksi para murid mungkin sama dengan reaksi kita jika berada disana. Mereka begitu cepat mengeluh sebelum mulai berbuat apa-apa, memandang pada kesulitan ketimbang memeriksa terlebih dahulu apa yang ada pada mereka. Lihat jawaban mereka. "Kata mereka kepada-Nya: "Jadi haruskah kami membeli roti seharga dua ratus dinar untuk memberi mereka makan?" (ay 37b). Perhatikan jawaban Yesus selanjutnya. "Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!" (ay 38a). Dan setelah memeriksa, mereka pun kemudian mendapati ada lima roti dan dua ikan (ay 38b) milik seorang anak yang ada disana.

Pertanyaannya, apakah Yesus tidak bisa mendatangkan makanan sama sekali? Sama sekali tidak sulit bagi Yesus untuk menurunkan hujan makanan dari langit, itu pasti. Tetapi Dia tidak melakukan itu. Yesus memilih untuk meminta kita untuk memeriksa terlebih dahulu apa yang ada pada kita, dan dengan Yesus semua itu bisa menjadi berkat yang berlimpah-limpah. 5000 orang bisa memperoleh makan malam, itu baru jumlah pria saja belum termasuk wanita dan anak-anak. Ini adalah pelajaran penting bagi kita agar tidak menjadi orang-orang manja dan mau berubah menjadi pribadi yang giat berusaha. "Periksalah!" kata Yesus.  Periksa ada berapa "roti dan ikan" yang kita miliki, dan Tuhan siap melipatgandakan itu menjadi berkat yang melimpah.

Periksa apa yang ada, kembangkan, serahkan ke dalam tangan Tuhan dan jadilah berkat untuk banyak orang

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, May 25, 2013

Belajar Meningkatkan Kapasitas lewat Ezra

Ayat bacaan: Ezra 7:10
===============
"Sebab Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat Tuhan dan melakukannya serta mengajar ketetapan dan peraturan di antara orang Israel."

Masih ingatkah anda pada media penyimpan yang disebut dengan floppy disk alias disket? Sekitar 25 tahun yang lalu disket berukuran besar dan tipis berwarna hitam merupakan satu-satunya media penyimpan baik data maupun program agar komputer atau pc bisa difungsikan. Kapasitasnya hanyalah sekian ratus kilobyte saja. Kemudian muncul disket yang berukuran lebih kecil namun mampu menampung hingga 1.4 Mb. Hari ini kita dengan mudah bisa menemukan flashdisk, SD card maupun micro SD dengan ukuran jauh lebih besar hingga mencapai hitungan giga. Bisa dikantongi, tapi ukurannya luar biasa besar. Hard disk pun demikian, sekarang sudah mencapai ukuran terra. Semakin besar kapasitasnya, semakin banyak pula yang bisa kita simpan disana. Jika kita membeli disk berkapasitas besar, rasanya sayang jika hanya diisi sedikit sekali. Semakin banyak yang kita simpan di dalamnya maka disk itu pun akan semakin tinggi nilai kegunaannya bagi kebutuhan kita. Teknologi mengembangkan ukuran kapasitas disk sehingga makin besar dan makin tinggi nilai gunanya.

Saya ingin melanjutkan sedikit lagi mengenai peningkatan kapasitas dalam hubungannya dengan talenta. Jumlah talenta yang diberikan dalam perumpamaan di Matius 25 ayat 14 sampai 30 bukan menunjukkan Tuhan sedang pilih kasih, ada yang diberi sedikit, ada yang banyak, tapi perhatikan bagian kalimat "menurut kesanggupannya", atau dengan kata lain sesuai kapasitas kita. Artinya, bagaimana mungkin Tuhan mempercayakan talenta besar pada kapasitas kecil? Jika diilustrasikan dengan disket atau disk diatas, bisakah kita mengisi disk tersebut melebihi batas kapasitasnya? Kalau begitu, jika ingin memperoleh kepercayaan lebih, kita harus memiliki kapasitas yang memadai agar mendapat kepercayaan untuk menerima sebuah tanggung jawab dari Tuhan. Bukan hanya kapasitas mengenai kemampuan saja, seperti keahlian, bakat-bakat tertentu, tapi juga kapasitas yang berhubungan dengan karakter kita seperti jujur, sabar, tidak sombong, mampu bekerja sama dan lain-lain. Ada panggilan untuk mengembangkan kapasitas kita lebih lagi, agar Tuhan dapat mempercayakan hal-hal yang lebih besar pula bagi kita.

Hari ini mari kita lihat contoh lain melalui kisah Ezra. Ezra adalah salah satu yang berangkat pulang dari Babel. Ezra bukanlah orang sembarangan melainkan orang terpelajar dan tahu banyak mengenai hukum-hukum Taurat. "Ezra ini berangkat pulang dari Babel. Ia adalah seorang ahli kitab, mahir dalam Taurat Musa yang diberikan TUHAN, Allah Israel."(Ezra 7:6a).  Tapi lihatlah fakta berikut. Meski Ezra mahir dalam hukum Tuhan, dia ternyata bukan sosok yang cepat berpuas diri. Ia mengerti betul akan pentingnya terus bertumbuh dan meningkatkan kapasitas pengetahuannya. Kita bisa melihat hal tersebut dalam ayat 10 yang bunyinya: "Sebab Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya serta mengajar ketetapan dan peraturan di antara orang Israel." Ayat ini menunjukkan bahwa Ezra terus meningkatkan kapasitasnya, baik dalam hal kemampuan (meneliti Taurat Tuhan) maupun karakter (melakukannya). Ayat 10 ini dimulai dengan kata "Sebab", menunjukkan sebuah hubungan sebab-akibat. Apa yang ia peroleh dari Tuhan atas sikapnya? Ayat sebelumnya menyebutkan dengan jelas bahwa "tangan murah Allahnya itu melindungi dia." (ay 9). Kalimat yang sama bisa kita lihat pula dalam ayat 6.

Dari sekilas kisah Ezra ini kita bisa melihat dengan jelas bahwa untuk memperoleh hal-hal yang lebih besar dari Tuhan, kita harus meningkatkan kapasitas kita terlebih dahulu. Jika kita tidak memperhitungkan hal ini, maka kitapun dapat kehilangan banyak kesempatan untuk memperoleh sesuatu yang besar dalam hidup kita.Seorang tokoh sukses dunia pernah berkata: "Are you green and growing or ripe and rotting?" Apa yang ia maksud adalah jika hidup diibaratkan sebagai buah. Apakah kita masih hijau dan terus bertumbuh atau masak dan membusuk? Apa yang ia maksud adalah, selama kita masih hijau itu artinya kita akan terus bertumbuh, namun begitu kita merasa sudah matang/masak, maka kita pun tinggal menunggu waktu untuk membusuk dan tidak lagi berarti. Ini dikatakan oleh seorang tokoh sukses yang ternyata tidak berhenti belajar dan memperbesar kapasitasnya. Sehebat-hebatnya pengetahuan dan/atau kemampuan kita, kita tidak boleh berhenti dalam berproses untuk menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu, mari kita sama-sama terus bertumbuh baik dalam kemampuan maupun karakter sesuai firman Tuhan, memperbesar kapasitas kita sehingga kita akan siap ketika Tuhan mempercayakan sesuatu yang besar dalam hidup kita serta mampu melipatgandakannya.

Terus asah dan kembangkan kapasitas supaya siap menerima tanggung jawab yang lebih besar lagi

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, May 24, 2013

Jumlah Talenta dan Pengembangan Kapasitas

Ayat bacaan: Matius 25:21
=======================
"Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu."

Anak teman saya masih berusia 10 tahun dan duduk di kelas 4 SD, tetapi ia ternyata mendapat pendidikan yang sangat baik dari orang tuanya sehingga ia tidak merasa iri melihat ada anak-anak seusianya yang mendapat benda-benda mewah atau uang lebih dari apa yang ia terima. "Itu bagiannya, ini bagian saya, saya bersyukur untuk apa yang saya miliki." kira-kira seperti itu katanya kepada saya pada suatu hari sambil tersenyum. Ada banyak dari kita yang masih harus belajar dari cara berpikir anak kecil ini. Ia mensyukuri apa yang ia miliki, sesuai dengan kesanggupan orang tuanya dan sesuai pula dengan kesanggupannya untuk mempertanggungjawabkan pemberian. Sebagian dari kita masih mudah merasa iri melihat orang lain yang memiliki sesuatu yang lebih banyak, termasuk mengenai masalah bakat, kemampuan atau talenta.

Kemarin kita sudah melihat bahwa Tuhan tidak membeda-bedakan jumlah talenta, melainkan memperhatikan betul bagaimana kita mengelola, mengembangkan atau mempertanggungjawabkannya. Sesuai janji, hari ini mari kita lihat lebih jauh mengenai jumlah talenta. Sekilas, perumpamaan tentang talenta dalam Matius 25:14-30 berbicara mengenai seorang tuan yang menitipkan hartanya kepada tiga orang hamba yang ia miliki, masing-masing diberi 5, 2 dan 1 sesuai kesanggupan masing-masing menurut penilaian sang tuan yang tentu kenal dengan perilaku para hambanya. Hamba dengan 5 dan 2 talenta melipatgandakan, sedang yang 1 talenta hanya menimbun. Mengapa menimbun? Melihat reaksinya yang tertulis dalam ayat 24 dan 25, kita bisa melihat kekecewaannya yang diluapkan dengan marah dan menuduh tidak pada tempatnya. Sepertinya ia merasa bahwa apa yang ia miliki terlalu sedikit sehingga ia kecewa dan menganggap bahwa itu tidaklah cukup untuk membuatnya berhasil. Atau mungkin ia merasa malas dan mencari alasan untuk pembenaran? Pada kenyataannya, ada banyak orang berpuas diri dengan talenta yang dimilikinya sehingga tidak lagi merasa perlu untuk meningkatkannya, atau mempergunakannya demi kemuliaan Tuhan. Talenta-talenta itu hanya ditimbun dan dinikmati sendiri tanpa ada kemajuan atau malah dibiarkan sia-sia. Ini bisa membuat Tuhan marah. Mengapa? Coba letakkan posisi anda pada posisi Tuhan. Anda memberikan sejumlah modal untuk dikembangkan, tetapi orang yang diberikan ternyata hanya membiarkannya begitu saja. Anda pun tentu akan kesal atau marah bukan?

Maka wajarlah apabila hamba dengan 5 dan 2 talenta yang memutuskan untuk menjalankan talenta yang dipercayakan itu mendapat reaksi positif dari tuannya. Perhatikan kedua ayat bagi hamba-hamba ini persis sama. "Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (Matius 25:21,23). Sebaliknya bagi sang hamba yang hanya menimbun, hukuman berat diberikan kepadanya.

Sekarang mari kita lihat lagi ayat terakhir di atas. Ada kalimat yang berbunyi: "engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar." Ini berbicara jelas mengenai adanya pentingnya meningkatkan atau mengembangkan kapasitas. Artinya, talenta adalah sesuatu yang tidak statis melainkan dinamis, bukan sesuatu yang final tetapi progresif atau bertumbuh, bisa meningkat sesuai dengan reaksi kita dalam pertanggungjawaban atas apa yang telah dipercayakan Tuhan kepada kita. Talenta yang diberikan Tuhan kepada kita jelas bukan hasil akhir, melainkan modal awal bagi kita untuk maju dan berhasil dalam hidup ini. Karena itu sangatlah penting untuk terus meningkatkan kapasitas kita baik lewat terus menerus mengasah dan mengolah talenta agar tidak tumpul dan membuat kita menjadi orang-orang cakap yang berada di posisi tinggi dan terhormat (Amsal 22:29) dan tentunya terus berdoa, selalu rajin bersekutu dengan Tuhan, agar hikmat kebijaksanaan akan terus Tuhan limpahkan bagi kita.

Peringatan yang persis sama bisa kita temukan dalam kitab Yesaya. Yesaya menyampaikan firman Tuhan yang bertujuan untuk mengingatkan kita agar selalu meningkatkan kapasitas kita. "Lapangkanlah tempat kemahmu, dan bentangkanlah tenda tempat kediamanmu, janganlah menghematnya; panjangkanlah tali-tali kemahmu dan pancangkanlah kokoh-kokoh patok-patokmu! Sebab engkau akan mengembang ke kanan dan ke kiri.." (Yesaya 54:2-3a). Ini sebuah pesan penting bagi kita untuk tidak berhenti mengembangkan kemampuan kita berdasarkan talenta yang telah Tuhan sediakan bagi kita. Dalam Amsal disebutkan: "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4). Kemalasan hanyalah mengarahkan kita pada kemiskinan, tapi kerajinan akan membawa kita kepada kekayaan. Hal ini bukan hanya berbicara mengenai rajin bekerja, namun juga rajin untuk terus belajar, memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan, mengikuti perkembangan jaman berikut kemajuan-kemajuannya, dan tentu saja terus rajin membaca firman Tuhan agar kita jangan sampai mengalami kemiskinan rohani dan mudah disusupi iblis untuk menjatuhkan kita.

Berapa talenta yang diberikan Tuhan kepada anda? Sudahkah anda mengembangkannya untuk menghasilkan berkat bagi sesama? Siapkah anda untuk mempertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan seandainya saatnya tiba? Jika anda bisa mempertanggungjawabkan hal-hal kecil, Tuhan akan mempercayakan hal-hal yang lebih besar lagi buat anda. Tuhan tidak pernah menempatkan kita dalam wadah yang terlalu sempit bagi kita untuk bertumbuh. Masih begitu banyak kesempatan tersedia di depan kita, dimana kita bisa terus mengembang ke kiri atau ke kanan. Mari kita tidak berpuas diri. Teruslah meningkatkan kapasitas diri agar talenta-talenta yang berasal dari Tuhan tidak terbuang sia-sia dan bisa meningkat lebih dan lebih lagi.

Perbesar kapasitas untuk menerima hal-hal yang lebih besar lagi

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, May 23, 2013

Perihal Talenta

Ayat bacaan: Matius 25:15
===================
"Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat."

Saya bertemu dengan begitu banyak musisi multi talenta yang sanggup memainkan begitu banyak alat musik bahkan tidak jarang yang bisa pula bernyanyi. Di sisi lain ada banyak pula yang penguasaan instrumennya tidak sebanyak mereka, tetapi orang-orang ini pun bisa berhasil bahkan sangat sukses dalam karirnya. Kita sering merasa heran melihat orang-orang yang memiliki segudang kemampuan dan merasa bahwa kita tidak ada apa-apanya. Tapi apakah kita sudah sadar bahwa talenta, meski sedikit, tetap bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa? Ingatkah kita bahwa talenta sedikit itu pun nanti akan diminta pertanggungjawabannya, sama seperti yang jumlahnya banyak, dan bahwasanya Tuhan menghargai pertanggungjawaban yang baik akan talenta yang telah Dia berikan itu sama, tak peduli berapapun jumlahnya?

Melanjutkan renungan kemarin tentang menjadi orang yang cakap dengan mengolah dan megasah talenta, mari kita lihat ayat bacaan hari ini mengenai perumpamaan tentang talenta yang tentu sudah tidak asing lagi bagi kita seperti yang tertulis dalam Matius 25:14-30. Perikop ini dibuka dengan perumpamaan seorang tuan yang mempercayakan hartanya kepada para hambanya. "Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya.." (Matius 25:15).

Mari kita lihat beberapa poin penting dari ayat ini. Pertama, kita melihat bahwa semua orang diberikan talenta. Tidak ada yang tidak. Jadi apabila anda masih belum merasa punya kemampuan apa-apa, artinya anda harus memeriksa kembali talenta apa sebenarnya yang telah diberikan Tuhan kepada anda. Mungkin karena terlalu silau melihat keistimewaan orang lain anda belum melihat keistimewaan yang ada dalam diri anda sendiri.

Berikutnya, ayat ini menggambarkan bahwa jumlah talenta yang diberikan itu berbeda-beda, dan dikatakan disana bahwa pemberian itu didasari kesanggupan masing-masing. Apakah itu artinya Tuhan berlaku tidak adil? Tentu saja tidak. Secara khusus bagian ini akan saya ulas dalam renungan esok hari.

Ayat-ayat berikutnya berbicara tentang bagaimana ke tiga hamba tadi menyikapi harta yang dipercayakan tuannya. Hamba yang beroleh lima dan dua talenta pergi menjalankan uang lalu beroleh laba, sedang yang menerima satu talenta ternyata hanya menimbunnya dalam tanah tanpa diusahakan sama sekali. Reaksi sang tuan terhadap kedua hamba yang menjalankan ternyata sama. Artinya, mau lima atau dua, pujian yang diterima persis sama (bacalah ayat 21 dan 23). Seandainya hamba dengan satu talenta menjalankan seperti kedua hamba yang lain, tentu reaksi yang ia terima pun akan sama. Sayang ia memutuskan untuk mengambil jalan yang berbeda. Akibatnya ia pun menuai murka dan dihukum sangat berat.

Talenta, apapun itu, berapa banyak atau besarnya, semua itu punya nilai istimewa yang sama. Meski awalnya kecil, itu bisa menjadi besar dan bernilai tinggi apabila kita mau mengoptimalkannya dengan serius dan sungguh-sungguh. Talenta yang kecil bisa menjadi permulaan untuk menerima kepercayaan yang lebih besar lagi. Artinya Tuhan menjanjikan sesuatu yang bertumbuh, dinamis dan progresif, sekiranya kita memutuskan untuk mempertanggungjawabkan talenta yang telah dipercayakan kepada kita. Berapapun talenta yang telah diberikan, itu sesuai dengan kesanggupan menurut penilaian Tuhan. Tunjukkan kesanggupan anda, maka anda akan diberikan tanggung jawab yang lebih besar lagi. Satu hal lagi yang harus diingat adalah bahwa pujian Tuhan tidaklah tergantung dari berapa jumlah talenta, melainkan dari bagaimana kita menyikapinya. Mungkin talenta yang ada pada kita kelihatannya sepele, tapi itu bisa berlipat ganda secara luar biasa kalau kita tahu apa yang harus kita lakukan. Atau mungkin kita belum melakukan hal-hal yang kelihatannya besar pada saat ini, namun sekecil apapun itu, akan berharga sangat besar di mata Tuhan ketika lewat hal-hal kecil yang kita lakukan kita bisa memberkati orang lain. Dan Tuhan pun akan mempercayakan lebih besar lagi.

Sudahkah anda menemukan potensi atau talenta yang ada di dalam diri anda? Sudahkah anda memakai dan mengolahnya semaksimal mungkin? Sudahkah anda mempergunakannya demi menyatakan kemuliaan Tuhan di mana anda berada hari ini? Jika belum, mulailah sekarang, dan lihatlah bagaimana Tuhan memberkati dan melipatgandakan itu semua secara luar biasa.

Talenta sekecil apapun bisa bertumbuh luar biasa dan membawa anda ke dalam sesuatu yang gemilang

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, May 22, 2013

Talenta dan Cakap (2)

(sambungan)

Melanjutkan apa yang telah dibahas kemarin, ingatlah bahwa Tuhan memandang penting akan keseriusan kita dalam mengasah bakat atau talenta yang telah dipercayakan kepada kita. Tuhan menghargai usaha keras yang dilakukan secara serius dan sungguh-sungguh dan siap memberkati kita yang selalu berupaya memberikan yang terbaik. "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia." (Ulangan 28:13). Lihatlah bahwa Tuhan menjanjikan keberhasilan, bukan kegagalan. Tuhan menjanjikan masa depan yang gemilang bukan yang amburadul. Kita didesain sejak semula sebagai kepala dan bukan ekor, dimaksudkan untuk terus naik dan bukan turun. Semua ini akan kita peroleh apabila kita mau mendengarkan perintah Tuhan dan melakukannya dengan setia. Mencari tahu apa yang ada pada diri kita, bekerja secara serius dan sungguh-sungguh, itu pun merupakan cerminan dari melakukan perintah Tuhan dengan setia, dan itu akan membuat kita memperoleh keberhasilan demi keberhasilan dalam karir, keluarga, pelayanan atau dalam apapun yang sedang kita lakukan.

Perumpamaan tentang talenta  dalam Matius 25:14-30 dengan jelas menggambarkan bahwa Tuhan telah memberikan kita keistimewaan-keistimewaan tersendiri. Berapapun jumlahnya, semua itu ia titipkan kepada kita untuk dilipatgandakan. Semua itu merupakan bekal yang sangat besar gunanya bagi kita untuk dipergunakan demi kebaikan kita dan kemuliaan Tuhan. Dari ayat ini juga kita diingatkan bahwa semua itu harus siap kita pertanggungjawabkan kelak.

Perhatikan rangkaian berikut ini: Tuhan ingin kita sukses, untuk itu Tuhan memberikan bekal buat kita  lalu siap memberkati pekerjaan kita. Bukankah itu merupakan sebuah kesatuan yang luar biasa indahnya? Dengan bekerja serius maka berarti kita menghargai Tuhan, sebaliknya bagaimana mungkin kita mengaku sebagai orang yang bersyukur kalau kita tidak serius dalam bekerja? Menjadi cakap itu artinya kita memuliakanNya, tetapi bagaimana kita berani mengaku mengasihi Tuhan kalau kita masih malas untuk mengasah dan mengolah potensi diri kita, apalagi jika tidak mengetahui potensi diri sama sekali?

Kemudian lihatlah bahwa Tuhan pun sudah menegaskan kita agar bekerja serius seperti melakukan itu untuk Tuhan dan bukan untuk manusia, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Tuhan sangat peduli akan keseriusan kita. Jika kita memberi yang terbaik seperti untuk Tuhan, tentu Tuhan pun tidak akan sungkan-sungkan untuk memberkati kita. Jika anda sangat bangga punya anak yang berprestasi baik dalam pendidikan maupun pekerjaan, seperti itu pula senangnya Tuhan ketika melihat anak-anakNya menjadi orang-orang yang cakap: berpengaruh dalam bidangnya masing-masing, menjadi teladan bagi orang lain serta rajin, jujur dan setia dalam setiap yang dikerjakan.

Temukan potensi apa yang kita miliki, lalu mengasah dan mengolahnya, dan pergunakan dengan baik, untuk tujuan baik. Cari tahu apa rencana Tuhan sesungguhnya atas diri kita masing-masing dan doakan terus setiap langkah yang diambil agar seturut kehendak Tuhan. Ini akan membuat anda tampil sebagai orang yang dikatakan cakap, dan disanalah anda akan menggenapi posisi anda yang sesungguhnya seperti yang diinginkan Tuhan.

Mari kita renungkan hari ini, sudahkah kita memberikan yang terbaik baik dalam pekerjaan, karir, pelayanan atau pendidikan? Sudahkah kita memberikan yang terbaik bagi keluarga? Sudahkah kita peduli akan tingkat kecakapan yang mampu kita capai?  Siapkah kita untuk terus melatih dan mengasah diri agar menjadi orang-orang cakap yang menduduki posisi-posisi terhormat? Ketahuilah bahwa Tuhan akan selalu dengan senang hati memperbesar kapasitas dari orang-orang yang cakap di bidangnya masing-masing. Keberhasilan merupakan bagian dari kehidupan anak-anakNya, dan itu akan bisa dicapai apabila kita mau menghargai segala talenta yang diberikan Tuhan dengan sungguh-sungguh dan mempergunakannya dengan baik dalam pekerjaan kita.

Talenta-talenta dari Tuhan yang sudah terasah dengan baik akan menjadikan kita orang-orang cakap yang sukses

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, May 21, 2013

Talenta dan Cakap (1)

Ayat bacaan: Amsal 22:29
===================
"Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina."

"Anak saya tampaknya punya bakat musik.." demikian kata teman saya mengenai anaknya yang masih berusia 6 bulan. Di usia sedemikian kecil ternyata bakat sudah mulai terlihat. Si bayi sangat suka mendengar musik. Ia akan tersenyum bahkan mengeluarkan suara seperti sedang bernyanyi sambil menggoyang-goyangkan kaki dan terkadang tangannya. Itu terjadi hampir setiap kali ia mendengar lagu, sehingga sang ayah bisa mengetahui bahwa anaknya memiliki ketertarikan istimewa terhadap musik. Tapi meski demikian, bisakah ia langsung menjadi penyanyi atau musisi tanpa pernah belajar? Setelah belajar, apakah mereka bisa langsung sukses atau harus terus berlatih dengan tekun agar kemampuannya bisa terasah baik? Tentu saja, sehebat-hebatnya talenta yang dihadiahkan, kita harus tetap mengasah dan melatih agar apa yang dipercayakan Tuhan kepada kita itu bisa berbuah dan selanjutnya bisa memberkati banyak orang.

Adalah penting untuk mencari tahu atau mengenali talenta-talenta yang sudah disediakan Tuhan dalam hidup kita, tapi tidak kalah penting pula untuk menyadari bahwa anda tidak akan bisa berbuat banyak tanpa terlebih dahulu mengolah talenta atau keahlian-keahlian khusus yang telah Dia berikan. Talenta seringkali hadir dalam bentuk "raw material" yang masih harus lebih dulu diasah agar bisa menghasilkan potensi luar biasa. Kita perlu terlebih dahulu memeriksa dengan seksama apa sebenarnya yang telah Tuhan sediakan bagi kita, berdoa untuk mengetahui apa yang menjadi rencana Tuhan sesungguhnya untuk kita masing-masing. Setiap orang punya panggilan masing-masing sesuai dengan talenta-talenta yang telah disediakan sejak semula. Agar bisa berbuah, kita harus serius dalam mengolahnya. Mengetahui, mengasah, mengembangkan dan mempergunakan potensi yang ada untuk mencapai kesuksesan sehingga mampu memberkati orang lain dan memuliakan Tuhan dalam setiap yang kita lakukan, itulah singkatnya point yang harus kita perhatikan.

Tuhan tidak pernah menginginkan kita untuk menjadi orang yang bekerja setengah-setengah. Tuhan tidak menginginkan kita untuk menjadi orang yang biasa-biasa saja. Jika anda terus mengasah potensi yang ada dalam diri anda, mengasah keterampilan, bakat atau kemampuan-kemampuan khusus dalam diri anda dan dengan sungguh-sungguh mempergunakannya, maka anda akan tampil menjadi orang-orang yang cakap di bidangnya. Itulah yang Tuhan inginkan. Seperti itulah kita seharusnya, menjadi orang-orang yang cakap di bidang masing-masing.

Seperti apa orang yang cakap itu dan dimana posisi seorang yang cakap di masyarakat? Mari kita lihat ayat bacaan hari ini. Salomo mengajukan sebuah kalimat penting akan hal ini. "Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina." (Amsal 22:29). Perhatikan kata "cakap" yang disambungkan dengan kata pekerjaan. Dalam versi bahasa Inggris kata cakap disebut dengan "dilligent and skillful" alias "rajin dan ahli." Itulah yang dimaksudkan lewat kata "cakap", seperti itulah seharusnya gambaran dari orang-orang percaya. Bukan setengah-setengah, bukan asal jadi dan bukan pula pas-pasan. Di sini tercakup hal mengetahui potensi dalam diri kita, lalu mengolah, mengasah dan mempergunakannya dengan baik, untuk tujuan baik. Inilah gambaran orang-orang yang cakap, dan orang cakap tentu akan berdiri di posisi terhormat.

(bersambung)

Monday, May 20, 2013

Dasar Hidup Suami Istri

Perikop bacaan: Efesus 5:22-33
========================
"Kasih Kristus adalah dasar hidup suami istri."

Salah seorang teman saya menghabiskan masa pacaran selama 10 tahunan dan akhirnya lewat perjuangan berat mereka berhasil masuk ke jenjang pernikahan. Ketika sepertinya kisah mereka berakhir happy ending atau bahagia, perselisihan demi perselisihan ternyata muncul sejak awal pernikahan mereka. Tidak sampai setahun mereka pun mengambil keputusan bercerai, dan sampai hari ini setelah hampir setahun proses itu tidak juga kunjung selesai.

Tidakkah ironis rasanya jika melihat banyak pasangan yang menghabiskan masa pacarannya jauh lebih lama dibandingkan masa pernikahannya? Ini bukan lagi hal baru untuk kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, dan tidak lagi terasa aneh. Ada begitu banyak pasangan yang tidak memiliki dasar kokoh dalam membina bahtera rumah tangganya. Mereka tidak tahu harus berbuat apa dan cenderung untuk meneruskan kebiasaan hidup sehari-hari ketika masih single ketika sudah memasuki hubungan yang tidak lagi sendirian. Bisa dibayangkan, akibatnya bisa runyam bahkan fatal. Tidak heran kalau hari-hari ini kita begitu sering mendengar pernikahan yang berakhir dengan perceraian.

Jika kemarin saya sudah membagi 5 Prinsip Saling yang akan sangat baik jika diaplikasikan dalam keluarga, hari ini mari kita melihat apa sebenarnya yang bisa dijadikan dasar dalam kehidupan rumah tangga, terutama antara suami dan istri. Benar, ada kalanya kita berbeda pendapat dalam mengambil keputusan, itu wajar dan lumrah. Tetapi itu tidak akan pernah boleh menjadi alasan untuk menjerumuskan keharmonisan/kehangatan sebuah pernikahan ke jurang kehancuran. Seharusnya suami dan istri dalam kekristenan bisa menjadi pasangan yang kokoh, penuh cinta dan sanggup menginspirasi banyak orang, bukan pasangan yang bagaikan sparring partner saling tonjok, menjatuhkan dan melukai dengan disaksikan banyak orang.
Tidak mudah untuk mencari titik temu antara dua pribadi yang berbeda. Semirip-miripnya sifat dua manusia, pasti tetap ada saja hal yang bebeda di antara keduanya.  Sulit, itu pasti. Tetapi bukan berarti tidak bisa. Yang menjadi titik permaslaahan adalah kecenderungan kita menempatkan ego secara berlebihan, atau malah berlindung di balik firman-firman Tuhan yang diinterpretasikan sendiri dan dipenggal-penggal seenaknya sesuai kebutuhan pribadi tanpa memahami keseluruhan pesan yang telah disampaikan Tuhan, tanpa hikmat tetapi menyalahgunakannya demi kepentingan diri sendiri.

Alkitab memberi sebuah kunci rahasia kesuksesan hubungan rumah tangga yang harmonis seperti yang diuraikan panjang lebar di dalam Efesus 5:22-33. Berbeda dari biasanya, kali ini saya tidak memberi satu ayat bacaan melainkan menganjurkan teman-teman untuk membaca satu perikop dalam Efesus 5.
Perikop dalam Efesus 5:22-33 diberi judul: "Kasih Kristus adalah dasar hidup suami istri" yang secara langsung mengungkapkan dasar yang seharusnya bagi kehidupan suami istri. Bagian ini secara jelas mengungkapkan kunci rahasia dari kesuksesan hubungan. Jika anda membacanya secara lengkap, nyatalah bahwa kedua belah pihak, suami dan istri, sama-sama punya tanggung jawab masing-masing.

Pertama-tama, mari kita lihat kewajiban para istri.  "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan." (Efesus 5:22). Mengapa harus tunduk? Ayat selanjutnya berkata "karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh." (ay 23). Bagi anda para istri, hendaklah anda tunduk kepada suami seperti halnya anda tunduk kepada Tuhan. Ini adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar atau diberi pengecualian dengan alasan apapun. Kita tidak bisa tunduk pada Tuhan tergantung kondisi bukan? Seperti itu pula seharusnya penundukan diri seorang istri terhadap suaminya. Apapun alasannya, apakah istri yang berpenghasilan lebih besar, istri berperan lebih banyak dalam keluarga, atau alasan lainnya, sebenar-benarnya alasan yang dikemukakan itu tidak serta merta bisa menjadi dalih untuk berlaku sebaliknya. Istri tunduk kepada suami, seperti halnya kepada Tuhan, itu kunci rahasia dari pihak istri. Tapi apakah itu hanya berlaku sepihak? Bolehkah suami menuntut haknya saja tanpa melakukan kewajibannya? Tentu saja tidak. Sebab ayat berikutnya menjabarkan kewajiban-kewajiban dari suami.

Giliran para suami, dengarlah ini: "Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya." (ay 25). Wow, pasti terdengar sangat berat, sebab kita tahu bagaimana cara Kristus mengasihi jemaat. Yesus tidak menyayangkan nyawaNya atau kenyamananNya, bahkan statusNya demi keselamatan para jemaat. Dia rela menyerahkan diri demi kita semua, menggantikan kita semua yang seharusnya terpancang di atas kayu salib dan membawa kita kepada pintu keselamatan. Seperti itulah bentuk dari kasih Kristus. Seperti itulah yang bisa menjadi kunci rahasia kesuksesan hubungan dari pihak suami. Seorang suami harus bisa mengasihi istri anda seperti bagaimana Yesus mengasihi jemaat hingga rela mengorbankan diriNya sendiri. Bersikap kasar dengan meluaki secara fisik atau psikis, membentak, menghina atau mengejek, menjelek-jelekkan istri di hadapan orang lain, bersikap kasar dan perbuatan-perbuatan negatif lainnya tentu berseberangan dengan cara Kristus mengasihi jemaat.

Ternyata syarat berat bagi suami tidak berhenti sampai disitu saja karena kita bisa melihat tambahan lainnya. "Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh-Nya." (ay 29-30). Tentu tidak ada satu pun orang pun yang mau menyakiti atau menghancurkan bagian tubuhnya sendiri selama masih punya pikiran waras. Kristus selalu memperhatikan dengan seksama keselamatan kita masing-masing sebagai anggota tubuhNya. Roma 12:1-8 dan 1 Korintus 12:12-31 yang berbicara jelas mengenai kita sebagai anggota dari tubuh Kristus. Seperti itulah seharusnya sang suami harus mengasihi istrinya yang tidak lain adalah bagian yang tidak terpisahkan dari mereka, pasangan kita dimana Tuhan sendiri yang telah menjadi saksi atas janji setia yang diucapkan pada saat menikah seperti yang ditegaskan dalam Maleakhi 2:14.Pernikahan akan menjadikan suami dan istri bukan lagi dua, melainkan satu seperti yang tertulis dalam Matius 19:5-6. Artinya, apabila kita tega menyakiti istri sendiri, itu sama saja dengan menyakiti tubuh sendiri. Itu bukanlah hal yang dilakukan oleh orang waras, dan itu tentu saja bertentangan dengan cara Kristus mengasihi jemaatNya.

Selanjutnya perhatikan bahwa Paulus mengatakan pesan mengenai dasar hidup suami istri ini sebagai sebuah rahasia besar. "Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat." (Efesus 5:32). Rahasia besar? Tidakkah itu berlebihan? Mungkin bagi sebagian orang terdengar seperti itu, tetapi apabila kita melihat banyaknya hubungan pernikahan yang hancur di tengah jalan, yang secara umum diakibatkan oleh ketidakpahaman akan fungsi, tugas, tanggung jawab, posisi, hak dan kewajiban masing-masing, kita bisa mengerti betapa besar rahasia kunci kesuksesan hubungan ini. Ayat ini sudah tertulis sejak ribuan tahun yang lalu, tetapi betapa mengherankannya jika hari ini ternyata masih saja menjadi rahasia besar bahkan di antara orang-orang percaya sekalipun.

Secara ringkas, mari kita lihat kunci rahasia besar tadi. Istri tunduk kepada suami seperti kepada Tuhan (ay 22) dan suami mengasihi istri seperti Kristus mengasihi jemaat (ay 25). Bagi anda yang sudah menikah, mari kita renungkan bersama-sama Efesus 5 ini. Sudahkah kita menjalankannya tepat seperti yang dikatakan disana? Tidak ada hubungan yang seratus persen tanpa masalah, tetapi kunci yang disebut sebagai rahasia besar ini seharusnya mampu menjadi alat yang mampu mencegah pertengkaran, menyelesaikan keretakan, lalu merekatkan kembali hubungan untuk ikatan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Keharmonisan rumah tangga bukanlah tergantung dari lamanya usia pernikahan, kondisi, situasi dan lain-lain, tetapi seringkali itu tergantung dari bagaimana kita sendiri menyikapi atau menghidupinya. Kita bisa menikmati sebuah keindahan hubungan yang harmonis, puitis penuh romansa, karena kunci rahasianya sudah diberikan Tuhan bagi setiap anda dan saya.

Suami mengasihi istri seperti Yesus mengasihi jemaat, istri tunduk pada suami seperti tunduk kepada Tuhan adalah rahasia besar yang merupakan kunci kesuksesan sebuah hubungan pernikahan

Sunday, May 19, 2013

Prinsip Saling

Ayat bacaan: Kolose 3:14
================
"Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan."

Kemarin kita sudah melihat bagaimana pentingnya kebersatuan dan keharmonisan dalam keluarga di mata Tuhan. Kisah tentang pernikahan di Kana yang dihadiri Kristus, dimana Dia melakukan mukjizat dan menyelamatkan pernikahan tersebut dari tragedi kehabisan anggur menggambarkan hal tersebut secara jelas dan menunjukkan pula bahwa Tuhan sanggup menyelamatkan pernikahan yang sudah terlanjur hancur untuk kembali manis. Benar, Tuhan sanggup melakukan itu. Tapi adakah yang bisa kita lakukan selain hanya mengharap campur tangan Tuhan saja? Apakah kita cukup hanya berdoa dan berpangku tangan?

Sesungguhnya ada begitu banyak cara yang bisa kita temukan di dalam Alkitab untuk memastikan agar hubungan keluarga tetap berlangsung hangat dan indah, penuh sukacita dan damai sejahtera.
Hari ini saya ingin membagikan 5 Prinsip Saling yang saya harap bisa membantu untuk membangun sebuah kesatuan yang harmonis dalam sebuah keluarga. Mari kita lihat satu persatu.

1. Saling mengasihi
Kasih merupakan hal yang krusial, begitu krusialnya hingga dikatakan bahwa diantara tiga hal penting yaitu "...iman, pengharapan dan kasih, yang paling besar diantaranya ialah kasih." (1 Korintus 13:13). The Bible says, the greatest of those is love. Lalu lihatlah apa yang dikatakan Paulus dalam surat Kolose 3:13-14. "Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan." Perhatikan bahwa kesabaran, rendah hati untuk mengampuni belumlah cukup, karena di atasnya haruslah ada kasih supaya bisa menjadi kuat. Kasih mampu menjadi tali pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan, the bond of perfectness which binds everything together, completely in ideal harmony. Jadi apabila anda mengatasi setiap permasalahan dalam hubungan keluarga dengan didasari kasih, anda bisa terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

2. Saling mengaku dosa dan mendoakanTumpukan rahasia antar pasangan dan ego yang menghalangi kita untuk mengakui kesalahan lalu meminta maaf seringkali menjadi pemicu retaknya sebuah keluarga. Firman Tuhan mengatakan "Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16). Dari ayat ini kita bisa melihat bahwa keharmonisan keluarga pun bisa terjaga apabila para anggotanya terbiasa untuk saling meminta maaf, dengan rendah hati mengakui kesalahan dan kemudian saling mendoakan. Sebuah mesbah keluarga yang rutin dijalankan setiap hari bisa menjadi tempat yang baik dipakai untuk hal ini.

3. Saling mengampuni
Ada kalanya kita sulit mengampuni. Adalah jauh lebih mudah untuk menghakimi ketimbang memaafkan, itu sudah merupakan sifat manusia pada umumnya. Kita bahkan merasa puas jika bisa menyiksa mental orang yang sudah terjatuh lebih lagi hanya demi kepuasan pribadi semata. No, that's not the way. Apa yang dikatakan Tuhan adalah agar kita bersedia atau terbuka untuk saling mengampuni. "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." (Efesus 4:32). Tentu tidak seorangpun dari kita mau untuk tidak diampuni Tuhan bukan? Jika kita berani mengharapkan pengampunan dari Tuhan, mengapa kita harus berat untuk memberi pengampunan kepada orang lain, apalagi keluarga sendiri? Ingatlah bahwa sebagai manusia kita tidak sempurna dan tidak luput dari berbuat kesalahan. Once in a while people make mistake, we do too, jadi sangatlah penting bagi kita untuk bisa berbesar hati untuk saling mengampuni agar mampu menikmati hubungan keluarga yang bahagia.

4. Saling Menghargai dan Memuji
Satu hal lainnya yang seringkali bisa menghancurkan sebuah keluarga adalah kurangnya penghargaan antar anggotanya. Bayangkan ketika suami terus menerus merendahkan istrinya, melecehkan atau menyalahkan secara terang-terangan di depan anak-anak, sebaliknya istri yang terus merendahkan suaminya baik dari segi pekerjaan atau peran dalam rumah tangga. Orang tua yang begitu mudahnya mengeluarkan kata-kata negatif kepada anaknya seperti bodoh atau kepada bentuk-bentuk fisik. Tidak terbiasa memuji ketika mereka berbuat benar tapi langsung marah ketika mereka melakukan kekeliruan. Ini bisa menjadi palu yang menghancurkan tembok-tembok keluarga yang tadinya sudah kita bangun dengan kokoh. Perhatikan ayat berikut: "Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat." (Roma 12:10). Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "Love one another with brotherly affection [as members of one family], giving precedence and showing honor to one another." Pesan ini tentu berlaku luas, tetapi tentu sangat baik jika diberlakukan dalam keluarga.

5. Saling SupportJangan pernah mengharapkan keluarga yang harmonis apabila anggotanya berjalan sendiri-sendiri. Kalau sikap cuek atau tidak peduli saja sudah buruk, apalagi jika saling menjatuhkan satu sama lain. Ini tentu bukan cerminan keluarga yang baik. Firman Tuhan sudah mengingatkan kita untuk saling memperhatikan dan saling mendorong/men-support. "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik." (Ibrani 10:24a). Empati, kepedulian dan kerelaan untuk membagi waktu, materi atau apapun yang ada pada kita menjadi sangat penting dalam hal ini. Sebaliknya kebiasaan untuk tidak peduli, selalu merasa diri paling tahu/paling benar dan suka memaksakan kehendak menjadi hal yang sangat tidak produktif.

Ada begitu banyak prinsip saling lainnya yang mungkin bisa diangkat untuk membangun keluarga yang harmonis, tetapi kelima prinsip yang saya kemukakan di atas bisa menjadi awal yang baik untuk dijadikan dasar. Tidaklah mudah untuk menjaga kehidupan keluarga agar tetap penuh dengan sukacita. Itu memerlukan usaha yang serius dari kita dan jangan pernah lupa untuk meletakkannya dalam tangan dan rencana Tuhan. Satu hal yang pasti, Alkitab sudah menuliskan banyak kunci penting dalam menjaga keindahan rumah tangga. Saya pun masih terus belajar menyempurnakan lagi hubungan dalam keluarga kecil saya, dan berkaca dari pengalaman saya sendiri, kelima point di atas sangatlah besar manfaatnya. Semoga bisa menginspirasi teman-teman lainnya.

Sebuah hubungan yang harmonis dalam keluarga memerlukan usaha serius dan nyata dari para anggotanya

Saturday, May 18, 2013

Pernikahan yang Kekurangan Anggur

Ayat bacaan: Yohanes 2:3
=================
Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepada-Nya: "Mereka kehabisan anggur."

Sebuah pernikahan seyogyanya merupakan sebuah jenjang kehidupan yang membawa kebahagiaan dan damai sejahtera. Bagi saya, keluarga seharusnya membuka kesempatan bagi kita untuk memahami nilai-nilai kebersatuan, apalagi Tuhan sendiri sudah menyatakan bahwa "...di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Matius 18:20). Bayangkan betapa indahnya ketika kedamaian hadir di dalam keluarga dengan merasakan kehadiran Tuhan tepat ditengah kita. Sayangnya yang sering terjadi justru sebaliknya. Keluarga bukan lagi dianggap sebagai surga tetapi malah neraka dunia. Perselisihan, ketidakcocokan, perang ego dan sejenisnya kerap membuat keluarga tidak lagi sejuk tetapi sangat panas. Di televisi kita melihat pasangan-pasangan selebritis yang selama ini dikagumi banyak orang akhirnya berakhir di tahun yang sedang kita jalani sekarang, melanjutkan 'trend' dari lusinan pasangan lain pada tahun-tahun sebelumnya. Komunikasi antar anggota keluarga menjadi semakin jarang, masing-masing sibuk dengan dunianya. Meski hadir dekat secara fisik, belum tentu jiwanya pun dekat. Pertanyaannya, pentingkah keluarga di mata Tuhan? Dan jika penting, bagaimana caranya kita bisa membentuk sebuah keluarga yang penuh kasih, atau memeliharanya agar tetap kokoh?

Dengarlah: keluarga merupakan hal yang sangat penting di mata Tuhan. Lihatlah bagaimana Tuhan mengatakan kesedianNya untuk secara langsung menjadi saksi dalam pernikahan (Maleakhi 2:14-16), yang merupakan awal dari terbentuknya sebuah keluarga. Jika keluarga itu tidak penting, buat apa Tuhan repot-repot memateraikannya secara langsung? Bukti lain akan pentingnya keharmonisan keluarga di mata Tuhan bisa kita lihat pula dari fakta bahwa mukjizat yang menyertai pelayanan Kristus dalam kehadiranNya di muka bumi ini justru berawal dari sebuah pesta pernikahan yang kekurangan/kehabisan anggur.

Ayat bacaan hari ini saya ambil dari Injil Yohanes yang menceritakan sebuah kisah tentang kehadiran Yesus dalam pesta perkawinan di Kana. Dikisahkan pada waktu itu Yesus dan murid-muridNya hadir disana, begitu pula ibu Yesus. Normalnya sebuah pesta, tentu persiapan untuk mampu memenuhi kebutuhan sesuai jumlah tamu seharusnya sudah dipersiapkan dari jauh hari. Tetapi yang terjadi adalah kedua mempelai justru kehabisan anggur. "Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepada-Nya: "Mereka kehabisan anggur." (Yohanes 2:3). Kita tentu sudah tahu apa yang terjadi selanjutnya, Yesus mengubah air menjadi anggur, bukan sekedar anggur biasa tetapi anggur yang baik (ay 8). Kisah ini tidak lagi asing bagi kita dan bisa diaplikasikan dalam banyak hal. Tapi untuk hari ini, mari kita fokus kepada ayat bacaan kita. Sebuah pernikahan yang kekurangan, lalu kehabisan anggur. Ini merupakan sebuah gambaran yang cukup jelas mengenai sebuah pernikahan yang tidak lagi punya sukacita dan damai sejahtera. Pernikahan yang tidak lagi manis tetapi kering dan tawar, atau mungkin malah pahit.

Tuhan menganggap penting hal ini dan mengangkat tema kebersatuan dalam begitu banyak bagian Alkitab. Jika anda membaca Yohanes 7:9-11 anda akan menemukan bahwa Tuhan Yesus secara khusus berdoa bagi kita semua agar bisa menjadi satu sama seperti Yesus dan Bapa. Lantas dalam ayat 21-23 Yesus menekankan bahwa kebersatuan dalam keluarga bahkan bisa membawa kesaksian kepada dunia bahwa Yesus diutus langsung oleh Allah dan bahwa Allah mengasihi kita semua sama seperti Dia mengasihi Kristus. Selanjutnya dalam Mazmur kita juga bisa melihat bahwa kehidupan bersama dengan rukun mampu menurunkan berkat yang melimpah. "...Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya. eperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion. Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya."  (Mazmur 133:1-3). Ini pun menunjukkan bagaimana pentingnya keharmonisan dalam keluarga di mata Tuhan.

Bagaimana apabila sebuah pernikahan atau keluarga sudah terlanjur kekurangan atau bahkan kehabisan anggur? Kembali kepada kisah pernikahan di Kana, kita bisa melihat bahwa tidak pernah ada kata terlambat. Yesus mampu memulihkan sebuah pernikahan yang sudah keburu hancur untuk kembali pulih atau malah jauh lebih manis dari sebelumnya. Itu bukanlah hal yang sulit bagiNya. Apa yang sulit adalah bagi kita untuk mempercayai janji Tuhan dan menuruti FirmanNya agar bisa mengalami pemulihan. Hari ini saya secara khusus berdoa buat teman-teman yang sedang mengalami masa-masa sulit dalam hubungan keluarga, baik antara suami-istri, orang tua-anak, antar saudara dan sebagainya. Percayalah, Yesus mampu memulihkan dan memberkati keluarga anda dengan limpahan anggur terbaik.

Keluarga harmonis itu penting di mata Tuhan, pastikan agar tidak kehabisan anggur!

Friday, May 17, 2013

Tetap Bersyukur dan Bersukacita Dalam Situasi Sulit

Ayat bacaan: Mazmur 52:11
======================
"Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan orang-orang yang Kaukasihi!"

Ada sebuah kalimat yang pernah saya baca bunyinya begini. "Rasa sakit itu sifatnya pasti, namun menderita itu adalah pilihan". Coba renungkan baik-baik perkataan ini. Kita memang tidak bisa menghindari berbagai rasa sakit untuk mendera kita pada saat-saat tertentu, apakah itu rasa sakit secara fisik atau psikis seperti sakit hati, kecewa, patah hati, sedih dan sebagainya. Tapi apakah kita menderita karenanya, itu dikatakan sebagai sebuah pilihan alias optional. Kedagingan kita memang membuat kita harus merasakan rasa sakit dan itu tidak bisa kita anggap tidak ada, tetapi kita bisa memilih apakah kita harus dikuasai rasa menderita atau tetap bersukacita, karena itu semua tergantung keputusan kita dalam menyikapinya.

Saya ingat seorang hamba Tuhan di gereja saya dan sekarang sudah kembali ke rumah Bapa. Di saat-saat terakhir masa hidupnya ia ternyata masih setia melayani di gereja. Meski kondisinya terlihat semakin menurun, wajahnya tetap menyiratkan sukacita dan tetap tersenyum dan memuji Tuhan kepada setiap orang yang menyalamnya. Apa yang ia hadapi pada waktu itu bukanlah penyakit ringan, melainkan penyakit serius yang akan membuat siapapun yang mengalami akan merasa kehilangan harapan, yaitu kanker. Penyakit yang ia derita membuatnya harus bolak balik ke Singapura pada waktu itu untuk menjalani kemoterapi. Dari hasil pemeriksaan terakhir, diketahui bahwa kankernya sudah meluas dan menyebar ke beberapa bagian tubuh. Itu sangat berat. Tapi lihat bagaimana beliau masih terus setia melayani dengan penuh sukacita. Wow, itu luar biasa! Dia terus bersaksi bahwa Tuhan itu baik. Ia berkata bahwa ia tetap percaya Tuhan akan selalu memberikan yang terbaik kepadanya dan keluarga, dan Tuhan pun akan selalu menguatkan dirinya untuk tetap teguh dalam pelayanan. Ketika sebagian orang sudah menyerah, putus asa dan tidak lagi memiliki hasrat untuk melakukan apapun, ia tetap setia tampil di depan melakukan pekerjaan Tuhan. Ini sebuah sikap yang sungguh mengagumkan. Saya terharu dan merasa sangat diberkati lewat sikap beliau. Sakit atau tidak, ia tetap tampil seperti tanpa beban. Ia tetap bersukacita, ia tetap tersenyum, meski apa yang sedang ia derita sangatlah serius. Mengingat masa-masa akhir beliau membawa saya kembali kepada ayat-ayat dalam kitab Mazmur yang berasal dari keteguhan iman Daud. Daud tidak pernah berhenti untuk bersyukur dalam kondisi separah apapun.

Daud pada suatu kali mengatakan "Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan orang-orang yang Kaukasihi!" (Mazmur 52:11). Dalam banyak kesempatan lain pun Daud berulang kali menyatakan ucapan syukurnya. Daud bukanlah orang yang hidup tanpa masalah. Justru sebaliknya ia berkali-kali mengalami situasi sulit bahkan yang mengancam nyawanya selama masa hidupnya sejak kecil hingga tua. Tentu tidak gampang untuk bisa mencapai tingkat seperti Daud, karena seringkali rasa sakit itu menyiksa, penderitaan terasa berat, beban masalah melemahkan diri maupun rohani kita. Itu akan kita alami sewaktu-waktu. Tetapi jangan biarkan kita menyerah dan menuruti segala kelemahan daging.

Bagaimana caranya? Paulus memberikan tips penting yaitu dengan mengarahkan fokus pandangan ke arah yang tepat. "Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18) Inilah kunci bagaimana Paulus dan rekan-rekannya tidak tawar hati meski mereka kerap mengalami penyiksaan dan penderitaan dalam menjalankan pelayanan mereka. Paulus dan teman-teman sepelayanannya tidak memfokuskan diri mereka kepada sesuatu yang kelihatan, hal-hal duniawi, namun mereka terus fokus mengarahkan pandangan kepada yang tidak kelihatan, kepada perkara-perkara Surgawi, segala sesuatu yang mengarah kepada kehidupan selanjutnya yang kekal. Paulus dan kawan-kawan tahu bahwa mengarahkan pandangan hanya kepada yang kelihatan hanyalah akan membuat mereka lemah dan kemudian menyerah. Namun mengarahkan pandangan kepada kehidupan yang kekal kelak bersama Kristus dimana tidak ada lagi yang namanya penderitaan dan tangisan, itu akan membuat mereka terus bersemangat dan tidak kehilangan harapan. Dalam suratnya untuk jemaat Kolose, ia mengulangi hal ini. "Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah." (Kolose 3:1). Dan dengan tegas ia berkata "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (ay 2). Ini sebuah kunci penting yang patut kita teladani dalam menjalani hidup. Dan itulah yang diamini pula oleh bapak penderita kanker di atas semasa hidupnya.

Kembali kepada kutipan di awal renungan ini, "Rasa sakit itu sifatnya pasti, namun menderita itu adalah pilihan", ingatlah bahwa meski rasa sakit itu pasti dan nyata, tetapi menderita atau tetap bersukacita tergantung dari keputusan kita. Apa yang dikatakan Paulus pun menjadi begitu relevan dan baik untuk kita cermati, bahwa tidaklah tepat untuk mengarahkan fokus kepada hal-hal di dunia yang hanya sementara sifatnya. Mengarahkan kepada kekekalan, dimana tidak lagi ada penderitaan dan ratap tangis, dimana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah, itu jauh lebih penting. Dan untuk menuju kesana, kita harus tetap mengarahkan pandangan kita kepada apa yang kekal itu. Untuk itu, hendaklah kita senantiasa mengucap syukur dalam segala hal, baik suka maupun duka, senang maupun susah, sehat maupun sakit. "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18). Tidak ada yang mustahil bagi Allah, namun di atas itu semua, apapun yang menjadi rencanaNya tetap yang terbaik bagi kita. No matter what it may be. Allah itu setia, dan telah menyediakan segalanya sesuai janjiNya. Sementara hidup ini hanya sementara, kekekalan jelas lebih penting. Itulah yang menjadi pegangan iman dari sang bapak di atas untuk tetap terus bersukacita dan tidak henti-hentinya bersyukur mengatakan bahwa Tuhan itu baik meski ia waktu itu tengah berada dalam masa-masa tersulit dalam hidupnya. Ia terus mengatakan itu hingga akhir hayatnya. Mampukah kita berdiri tegar seperti dirinya dan keluar sebagai pemenang pada akhir perjalanan hidup kita? Mari kita teladani sikap beliau. Teruslah berjuang dengan pengharapan penuh dipenuhi ucapan syukur hingga akhir agar segala yang dijanjikan Tuhan tidak menguap sia-sia.

Dunia ini hanya sementara, tapi Surga itu kekal

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, May 16, 2013

Belajar dari Jemaat Efesus

Ayat bacaan: Wahyu 2:2-4
========================
"Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta. Dan engkau tetap sabar dan menderita oleh karena nama-Ku; dan engkau tidak mengenal lelah. Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula."

Melayani Tuhan dan melakukan pekerjaanNya merupakan pekerjaan mulia yang sebenarnya menjadi kewajiban kita sebagai orang percaya. Karena itu, adalah sangat baik apabila anda saat ini sudah masuk ke dalam pelayanan dalam bentuk apapun dan memuliakan Tuhan di dalamnya. Sayangnya, ada banyak yang kemudian malah menjadi terfokus pada kesibukan pelayanan dan tidak lagi punya waktu untuk mengenal pribadiNya secara lebih jauh. Atau ada pula yang melayani karena takut tidak selamat dan bukan karena mengasihi Tuhan. Maria dan Marta mungkin menjadi contoh yang paling baik dalam hal ini. Keduanya melakukan hal yang baik, tapi lihatlah bagaimana tanggapan Yesus terhadap keduanya. Ketika Marta dikatakan sibuk sekali melayani (Lukas 10:40), Maria justru memilih untuk diam di kaki Tuhan dan terus mendengar perkataanNya. (ay 39). Dan Yesus pun berkata demikian: "Tetapi Tuhan menjawabnya: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya." (ay 41-42). Adalah baik ketika kita melakukan pekerjaan Tuhan, tapi kita harus melakukannya atas dasar atau tujuan yang benar, dan diatas segalanya jangan lupakan pula pentingnya untuk berdiam di kaki Tuhan dan mendengarkan perkataanNya.

Hari ini mari kita lihat contoh lain lewat kehidupan jemaat di Efesus. Kota Efesus terletak di Asia Kecil, yaitu kawasan di Asia Barat Daya yang letaknya saat ini kurang lebih di Turki bagian Asia. Kota Efesus merupakan kota tua yang dikenal punya peradaban tinggi selama berabad-abad dan merupakan kota perdagangan yang kaya. Di kota ini pula, seperti halnya daerah Asia Kecil lainnya penduduknya menyembah berhala. Mereka menyembah patung dewi Artemis yang dipercaya jatuh dari langit (Kisah Para Rasul 19:35). Disana kekuatan sihir berkembang pesat, sesuai pengakuan beberapa tukang sihir yang bertobat (ay 19). Keadaan ini membuat usaha pewartaan Injil di Efesus menjadi jauh lebih sulit. Paulus bahkan menggambarkan itu sebagai pelayanan yang banyak mencucurkan air mata, banyak percobaan dan usaha pembunuhan (20:19). Tetapi berkat tuntunan Roh Kudus, Alkitab mencatat pelayanan Paulus membuahkan hasil luar biasa. Selama 2 tahun Paulus mengajar dengan berani (19:8-10) mulai dari rumah ibadat hingga ruang kuliah Tiranus (19:8-10). Ia juga melakukan mukjizat-mukjizat yang luar biasa (19:11). Semua ini membuat firman Tuhan terdengar oleh semua orang (ay 10) dan makin berkuasa (ay 20).

Jemaat di Efesus dikenal sebagai jemaat yang setia dan penuh semangat penginjilan. Mereka tidak terpengaruh pada lingkungan disekeliling mereka yang menyembah berhala. Meski mungkin sulit, mereka dikatakan selalu menjaga integritas mereka, mereka punya karunia mampu membedakan rasul palsu dari yang asli. "Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta." (Wahyu 2:2). Mereka rela menderita dan tidak kenal lelah. (ay 3). Semua ini diketahui benar oleh Tuhan. Luar biasa bukan? Tapi lihatlah ayat selanjutnya, Tuhan menegur mereka. Mengapa demikian? Firman Tuhan berkata: "Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula." (ay 4). Meski mereka giat dalam pelayanan, tetapi Tuhan menegur mereka karena mereka meninggalkan kasih mula-mula. Artinya mereka lebih memprioritaskan "pekerjaan Tuhan" daripada kerinduan untuk mengenal lebih jauh "pribadi Tuhan" dan mengasihiNya seperti semula.

Dari jemaat Efesus kita bisa belajar bahwa memang penting untuk melakukan pekerjaan Tuhan, namun lebih penting lagi bagi kita untuk menjaga keintiman dengan Tuhan secara konsisten. Kita harus tetap mengarahkan fokus pada kasih yang semula agar fokus tidak berpindah kepada "sekedar menjalankan tugas dan kewajiban" dan akibatnya kehilangan kasih yang semula, kasih yang meluap-luap ketika kita pertama kali menerima Kristus. Menjaga keintiman dengan Tuhan akan membuat kasih mula-mula tetap ada dalam diri kita. Tekun berdoa, tidak meninggalkan saat teduh, meluangkan waktu-waktu khusus untuk berdiam di hadiratNya, memanjatkan pujian/penyembahan dengan penuh rasa syukur dan suka cita, semua itu akan membuat roh kita tetap menyala dalam kasih mula-mula. Agar pelayanan kita berkenan bagi Tuhan, marilah kita tetap menjaga bahwa apapun yang kita kerjakan adalah semata-mata demi kemuliaanNya, karena kita begitu mengasihiNya, bukan karena sekedar sebuah tuntutan semata.

Tetapkan prioritas yang benar agar semua yang kita lakukan berkenan dihadapan Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (8)

 (sambungan) Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang ...