Ayat bacaan: Matius 6:5
====================
"Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya."
"Bagaimana sih aku harus berdoa? Aku bukan orang yang pintar merangkai kata." Itu kata seorang teman ketika saya menyarankan dirinya untuk mulai mengisi hari-hari dengan doa. Mungkin ada yang tertawa mendengar pertanyaan itu, tapi sebenarnya ada banyak orang yang mengira bahwa doa itu sama seperti puisi atau lirik lagu, yang harus dibuat bersajak, memakai kata-kata yang terangkai indah atau malah sepanjang mungkin. Tidaklah mengherankan jika banyak orang yang tidak berani memimpin doa bahkan dikalangan teman-temannya sendiri. Bagus tidaknya sebuah doa bukan lagi didasarkan kepada kesungguhan hati, ketulusan dan kejujuran, melainkan kehebatan bermain kata. Doa bukan lagi merupakan sarana hubungan antara kita dengan Tuhan, namun sudah bergeser maknanya menjadi ajang untuk memamerkan kemampuan merangkai kata atau mencari popularitas diri sendiri.
Bukan itu yang dicari Tuhan dari kita. Bukankah Tuhan sendiri sudah berfirman bahwa "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7) ? Tuhan tidak melihat hebat tidaknya rangkaian kata-kata puitis, tapi Dia melihat hati kita. Apakah doa yang kita panjatkan berasal dari hati yang tulus, atau semua itu hanyalah dilakukan untuk memamerkan diri kita sendiri didepan orang lain. Ketika makna doa bergeser menjadi untuk kepentingan duniawi, agar dipuji orang, agar terlihat suci, sebagai ajang pameran rohani, maka sesungguhnya Tuhan pun tidak lagi berkenan atas doa-doa yang kita panjatkan, meski dalam rangkaian kata yang begitu indah. Doa yang didengarkan Tuhan adalah doa yang didsarkan kepada kejujuran atau ketulusan bukan kepura-puraan.
Kita bisa melihat reaksi Yesus terhadap orang-orang Farisi. Ketika itu orang Farisi terkenal dengan kegemarannya berdoa di sudut-sudut jalan yang ramai, ditengah pasar atau kerumunan orang. Pokoknya dimana ada keramaian, maka mereka pun segera pasang aksi. Mereka mengira Tuhan akan terkesan dengan perilaku mereka, namun sebenarnya justru sebaliknya. Tuhan tidak suka dengan gaya seperti ini. Yesus pun segera mengingatkan murid-muridNya untuk tidak meniru cara tersebut. "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." (Matius 6:5). Yesus pun melanjutkan bahwa berdoa itu justru sebaiknya dilakukan dengan mencari tempat yang sepi dan tenang, seperti di dalam kamar, agar kita bisa memusatkan seluruh diri kita untuk mencari Bapa dan mendengarkan suaraNya. "Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (ay 6). Tidak cukup sampai disitu, Yesus pun melanjutkan peringatan agar kita jangan bertele-tele dalam berdoa. Berpanjang lebar, berulang-ulang seolah-olah Tuhan itu pelupa atau sulit mengerti isi hati kita. "Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan." (ay 7). Mengapa demikian? "karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya." (ay 8). Lalu Yesus pun memberikan contoh doa yang baik yang kita kenal dengan Doa Bapa Kami. (ay 9-15).
Apa yang diajarkan Yesus sesungguhnya jelas. Dia mengingatkan kita bahwa doa itu dipanjatkan hanya untuk Tuhan saja, dan bukan untuk didengarkan manusia. Ini berarti bahwa Tuhan mementingkan isi hati kita yang tulus, datang dan mengatakan apa adanya di hadapan Tuhan, mencurahkan isi hati kita tanpa ada agenda-agenda terselubung, tanpa ada maksud lain selain menjalin hubungan secara langsung dengan Tuhan. Ketika berdoa dilakukan agar mendapat pujian, supaya dinilai hebat rohani oleh orang lain, agar terlihat pintar bermain kata-kata puitis, punya banyak perbendaharaan kata dan lain-lain, ketika itu pula kita menjadi orang yang munafik. Dalam kemunafikan tidak ada lagi ketulusan. Motivasi berdoa yang benar itu sungguh penting. Berdoa nonstop 24 jam pun akan percuma apabila dilakukan dengan motivasi yang hanya mencari perhatian dari orang lain.
Tuhan sangat tidak menyukai orang-orang munafik yang mempergunakan doa untuk tujuan atau motivasi yang hanya mencari pujian. Lihat apa kata Tuhan mengenai hal ini. "Dan Tuhan telah berfirman: "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan, maka sebab itu, sesungguhnya, Aku akan melakukan pula hal-hal yang ajaib kepada bangsa ini, keajaiban yang menakjubkan; hikmat orang-orangnya yang berhikmat akan hilang, dan kearifan orang-orangnya yang arif akan bersembunyi." (Yesaya 29:13-14). Keajaiban yang menakjubkan bukanlah keajaiban dalam arti positif, tapi mengacu kepada pukulan yang bertubi-tubi. Jurang kebinasaan pun menganga di depan mata.
Firman Tuhan berkata "Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit." (Pengkotbah 5:2). Ini mengingatkan kita untuk tidak mementingkan rangkaian kata-kata panjang. Apa yang berkenan bagi Tuhan adalah doa yang keluar dari lubuk hati yang paling dalam, yang berasal dari hati yang tulus. Ketulusan sungguh memegang peranan penting dalam menjalin hubungan yang dekat dengan Tuhan. Dengan menerima Kristus sebagai Juru Selamat dan mendapatkan anugerah Roh Kudus dalam diri kita, sudah seharusnya kita datang kepada Bapa dengan hati yang tulus ikhlas dan iman yang teguh. "Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni." (Ibrani 10:2). Janganlah sama dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengenal Tuhan, yang mengira bahwa doa yang dijawab adalah doa yang dirangkai dengan kata-kata mutiara, berpanjang lebar atau berulang-ulang, atau bahkan berupa hafalan. Berdoa dengan kata-kata indah itu bagus, tapi semua itu tidaklah ada gunanya jika bukan berasal dari hati yang tulus. Jika seperti itu, jangan harap Tuhan mau menjawab doa kita. Hati Tuhan akan tersentuh jika kita berdoa dengan hati yang tulus, karena apa yang ada di hati kita,itulah yang dilihat Tuhan. Tidak perlu bingung seperti teman saya ketika hendak berdoa. Datang apa adanya, membawa diri kita sendiri dengan jujur di hadapan Allah akan jauh lebih bernilai daripada doa yang mementingkan gaya dan motivasi-motivasi salah lainnya. Bukan cara kita berdoa yang paling penting, tetapi sikap hati kita ketika melakukannya, itulah yang dilihat Tuhan.
Tuhan mengasihi kita apa adanya
Sunday, February 28, 2010
Saturday, February 27, 2010
Ucapan Syukur
Ayat bacaan: Filipi 4:6
==================
"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."
Pernahkah anda bertemu dengan orang yang hanya berkeluh kesah, hanya melihat sisi negatif dari segalanya tanpa pernah melihat satupun yang baik dari hidupnya? Saya sering bertemu dengan orang seperti ini, yang hanya mengisi perkataannya dengan segala yang buruk. "Yah beginilah saya, sudah nasib harus terus menderita." Ada juga seorang teman yang imannya seperti roller coaster. Di saat tertentu ia bersukacita, tapi dalam sekejap ia bisa melontarkan kata-kata yang sangat tidak pantas diucapkan oleh orang percaya. "Boleh nggak saya minta mati saja?" Itu katanya tadi malam yang membuat saya terkejut. Padahal satu masalah yang ia alami sama sekali tidak sebanding dengan segala pertolongan Tuhan yang telah ia alami, bahkan masih ia alami hingga hari ini. Sangat mudah bagi kita untuk meratapi nasib, tapi betapa sulitnya untuk mengucap syukur.
Berdoa mengeluarkan isi hati di hadapan Tuhan itu baik. Kita memang harus jujur mencurahkan perasaan kita kepada Tuhan, dan memohon Tuhan meneguhkan dan melepaskan kita dari berbagai jerat masalah. Tapi seandainya anda ada di pihak Tuhan, senangkah anda jika mendengar orang yang hanya datang mengeluh tanpa pernah berterimakasih atau bersyukur, meski anda telah begitu banyak menolong mereka? Seperti itulah perasaan Tuhan apabila kita hanya datang menghadapNya dengan membawa rasa mengasihani diri, ratapan, keputusasaan, ketidakpuasan, ketidaksabaran atau bahkan kemarahan. Bayangkan betapa kecewanya Tuhan jika ini dilakukan oleh sebagian besar anak-anakNya sementara Dia tidak pernah berhenti mencurahkan kasihNya kepada kita. Di jaman Yesus hadir di muka bumi hal ini pun terjadi. Lihatlah kisah 10 orang kusta yang disembuhkan Yesus dalam Lukas 17:11-19. Mereka berteriak kepada Yesus: "Yesus, Guru, kasihanilah kami!" (ay 12). Yesus pun menyembuhkan mereka. Lalu apa yang terjadi? Datang kepada Yesus mengucap syukur, berterimakasih atas mukjizat kesembuhan yang mereka terima? Ternyata tidak. Hanya satu orang, itupun orang Samaria, yang datang kembali mengucap syukur kepada Yesus. (ay 16). Menyedihkan. "Lalu Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?" (ay 17-18). Betapa kecewanya Tuhan menghadapi perilaku semacam ini. Datang ketika butuh, lalu meninggalkan ketika hidup aman dan nyaman. Ini gambaran banyak orang di jaman sekarang, bahkan di kalangan anak-anak Tuhan sekalipun.
Kurang apa Paulus mendapat tekanan? Pergumulan, penderitaan, ancaman, dan tekanan lainnya terus menerpa Paulus. Begitu menderita, jauh dari apa yang kita alami sekarang ini. Tapi lihatlah apa yang diajarkan Paulus. Ia tidak membiarkan hidupnya terus dipenuhi keluh kesah, Paulus mengajarkan sebuah prinsip doa yang disertai ucapan syukur. "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Dalam banyak kesempatan Paulus tetap mengingatkan akan hal ini. "Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur." (Kolose 4:2) atau seperti ini: "Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:17-18). Dan ada banyak lagi ucapan-ucapan Paulus yang mengajarkan pola hidup berdoa yang dipenuhi ucapan syukur. Tuhan akan lebih berkenan jika kita datang kepadaNya membawa permohonan kita dengan disertai hati yang sabar dan diisi dengan keyakinan penuh serta ucapan syukur.
Mari kita periksa diri kita hari ini. Apa yang mendominasi isi doa kita? Sudahkah kita benar-benar bersyukur atas perlindungan dan penyertaan Tuhan? Apakah porsi permohonan kita masih jauh lebih banyak dibanding ucapan syukur? Meminta Tuhan memberkati hidup, keluarga, pekerjaan atau pelayanan kita berikut daftar-daftar permintaan yang lebih rinci memang tidak salah. Tapi adalah salah jika kita hanya tahu meminta tanpa berterimakasih dan bersyukur. Tidak saja sekedar mengucap syukur, tapi berikan pula mazmur, puji-pujian kepada Tuhan. Perhatikanlah ayat berikut: "Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita." (Kolose 3:16-17). Meskipun saat ini kita masih berhadapan dengan kejadian yang seolah merugikan, ingatlah bahwa Tuhan itu selalu baik dan tidak pernah berubah. Berkali-kali Dia sudah membuktikan mukjizatNya, dan jika dulu Dia bisa, sekarang pun sama. Tuhan tetap sanggup mengubah masalah seberat apapun menjadi kebahagiaan. Doa dengan ucapan syukur merupakan doa yang dinaikkan dengan iman, yang percaya bahwa Tuhan sanggup mengubahkan keadaan apapun. Karenanya, berhentilah mengisi setiap doa dengan keluh kesah dan permintaan tanpa henti. Gantilah dengan ucapan syukur, dan Tuhan akan menjawab doa-doa anda.
Sertailah setiap doa dengan ucapan syukur
==================
"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."
Pernahkah anda bertemu dengan orang yang hanya berkeluh kesah, hanya melihat sisi negatif dari segalanya tanpa pernah melihat satupun yang baik dari hidupnya? Saya sering bertemu dengan orang seperti ini, yang hanya mengisi perkataannya dengan segala yang buruk. "Yah beginilah saya, sudah nasib harus terus menderita." Ada juga seorang teman yang imannya seperti roller coaster. Di saat tertentu ia bersukacita, tapi dalam sekejap ia bisa melontarkan kata-kata yang sangat tidak pantas diucapkan oleh orang percaya. "Boleh nggak saya minta mati saja?" Itu katanya tadi malam yang membuat saya terkejut. Padahal satu masalah yang ia alami sama sekali tidak sebanding dengan segala pertolongan Tuhan yang telah ia alami, bahkan masih ia alami hingga hari ini. Sangat mudah bagi kita untuk meratapi nasib, tapi betapa sulitnya untuk mengucap syukur.
Berdoa mengeluarkan isi hati di hadapan Tuhan itu baik. Kita memang harus jujur mencurahkan perasaan kita kepada Tuhan, dan memohon Tuhan meneguhkan dan melepaskan kita dari berbagai jerat masalah. Tapi seandainya anda ada di pihak Tuhan, senangkah anda jika mendengar orang yang hanya datang mengeluh tanpa pernah berterimakasih atau bersyukur, meski anda telah begitu banyak menolong mereka? Seperti itulah perasaan Tuhan apabila kita hanya datang menghadapNya dengan membawa rasa mengasihani diri, ratapan, keputusasaan, ketidakpuasan, ketidaksabaran atau bahkan kemarahan. Bayangkan betapa kecewanya Tuhan jika ini dilakukan oleh sebagian besar anak-anakNya sementara Dia tidak pernah berhenti mencurahkan kasihNya kepada kita. Di jaman Yesus hadir di muka bumi hal ini pun terjadi. Lihatlah kisah 10 orang kusta yang disembuhkan Yesus dalam Lukas 17:11-19. Mereka berteriak kepada Yesus: "Yesus, Guru, kasihanilah kami!" (ay 12). Yesus pun menyembuhkan mereka. Lalu apa yang terjadi? Datang kepada Yesus mengucap syukur, berterimakasih atas mukjizat kesembuhan yang mereka terima? Ternyata tidak. Hanya satu orang, itupun orang Samaria, yang datang kembali mengucap syukur kepada Yesus. (ay 16). Menyedihkan. "Lalu Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?" (ay 17-18). Betapa kecewanya Tuhan menghadapi perilaku semacam ini. Datang ketika butuh, lalu meninggalkan ketika hidup aman dan nyaman. Ini gambaran banyak orang di jaman sekarang, bahkan di kalangan anak-anak Tuhan sekalipun.
Kurang apa Paulus mendapat tekanan? Pergumulan, penderitaan, ancaman, dan tekanan lainnya terus menerpa Paulus. Begitu menderita, jauh dari apa yang kita alami sekarang ini. Tapi lihatlah apa yang diajarkan Paulus. Ia tidak membiarkan hidupnya terus dipenuhi keluh kesah, Paulus mengajarkan sebuah prinsip doa yang disertai ucapan syukur. "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Dalam banyak kesempatan Paulus tetap mengingatkan akan hal ini. "Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur." (Kolose 4:2) atau seperti ini: "Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:17-18). Dan ada banyak lagi ucapan-ucapan Paulus yang mengajarkan pola hidup berdoa yang dipenuhi ucapan syukur. Tuhan akan lebih berkenan jika kita datang kepadaNya membawa permohonan kita dengan disertai hati yang sabar dan diisi dengan keyakinan penuh serta ucapan syukur.
Mari kita periksa diri kita hari ini. Apa yang mendominasi isi doa kita? Sudahkah kita benar-benar bersyukur atas perlindungan dan penyertaan Tuhan? Apakah porsi permohonan kita masih jauh lebih banyak dibanding ucapan syukur? Meminta Tuhan memberkati hidup, keluarga, pekerjaan atau pelayanan kita berikut daftar-daftar permintaan yang lebih rinci memang tidak salah. Tapi adalah salah jika kita hanya tahu meminta tanpa berterimakasih dan bersyukur. Tidak saja sekedar mengucap syukur, tapi berikan pula mazmur, puji-pujian kepada Tuhan. Perhatikanlah ayat berikut: "Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita." (Kolose 3:16-17). Meskipun saat ini kita masih berhadapan dengan kejadian yang seolah merugikan, ingatlah bahwa Tuhan itu selalu baik dan tidak pernah berubah. Berkali-kali Dia sudah membuktikan mukjizatNya, dan jika dulu Dia bisa, sekarang pun sama. Tuhan tetap sanggup mengubah masalah seberat apapun menjadi kebahagiaan. Doa dengan ucapan syukur merupakan doa yang dinaikkan dengan iman, yang percaya bahwa Tuhan sanggup mengubahkan keadaan apapun. Karenanya, berhentilah mengisi setiap doa dengan keluh kesah dan permintaan tanpa henti. Gantilah dengan ucapan syukur, dan Tuhan akan menjawab doa-doa anda.
Sertailah setiap doa dengan ucapan syukur
Friday, February 26, 2010
Kemaruk
Ayat bacaan: Matius 6:31
======================
"Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?"
Lucu sekali melihat seorang bapak yang tinggal tidak jauh dari rumah saya. Halamannya hanya sepetak, tapi seluruhnya ia tanami dengan berbagai jenis tanaman hingga pagarnya pun terdorong miring ke luar hampir jatuh. Di lahan yang tidak besar itu ia juga masih menambahkan tambak. Belum lagi kardus-kardus bekas, barang rongsokan, botol plastik dan sebagainya. Semua itu memenuhi seluruh halaman rumahnya. Sehingga rumahnya sama sekali tidak berbentuk jika dilihat dari luar. Penuh semak, kotor dan sumpek. Untuk jalan menuju pintu rumahnya saja sudah sulit bukan main. Setiap malam saya mendengar suara tokek dari rumahnya. Dan ketika saya tanyakan, ia berkata bahwa ia memang memelihara beberapa tokek. Untuk apa? "karena waktu itu saya dengar harga tokek sedang naik..jadi saya buru-buru beternak tokek. Ternyata hanya isu.." katanya sambil tertawa kecil. Tapi itupun tidak membuatnya melepaskan tokek itu. "Sayang, itu kan duit juga, biarpun kecil." katanya polos. Mengapa tidak ditata saja agar terlihat lebih nyaman? Saya tanyakan itu kepadanya. Dan ia menjawab bahwa ia tidak peduli soal nyaman, tapi yang penting adalah keuntungan alias uang.
Kita memang membutuhkan uang untuk bisa tetap hidup. Jika tidak, bagaimana kita bisa memenuhi segala kebutuhan kita? Itu benar. Tapi apakah kita harus terus memburu itu tanpa henti? Mendasarkan segala-galanya hanya pada uang? Apakah hanya itu satu-satunya yang kita percaya mampu mengatasi segala persoalan hidup? Alkitab tidak mengajarkannya demikian. Dalam Matius 6 kita bisa melihat pandangan Kerajaan Surga mengenai hal ini langsung melalui perkataan Yesus.
"Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19). Ini seruan untuk mengingatkan kita agar jangan menjadi budak harta. Jangan bersikap kemaruk, tamak dan berorientasi kepada harta, karena semua itu tidaklah kekal. Setiap saat semua itu bisa habis lenyap dalam sekejap mata. Kalau begitu apa yang harus kita kumpulkan? Yesus melanjutkannya seperti ini: "Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (ay 20). Kita perlu mengumpulkan harta, tapi bukan di bumi melainkan di surga. Itulah yang akan berguna, kekal sifatnya dan tidak akan bisa dicuri atau dirusak oleh siapapun.
Hal mengumpulkan harta di surga tidaklah sama dengan cara kita mengumpulkan harta di dunia ini. Ketika disini kita menimbun, selalu berpikir untuk menerima, di sana justru sebaliknya, kita harus memberi. Salah satunya memberi lewat persepuluhan. Firman Tuhan berkata: "Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan." (Maleakhi 3:10-12). Lalu memberi kepada orang miskin yang membutuhkan, "Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu." (Amsal 19:17), "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40). Juga menanam investasi hidup dan uang kita untuk mengemban amanat Agung. "Jawab Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, rang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal." (Markus 10:29-30). Perhatikan bahwa setiap kita mengumpulkan harta di surga, apa yang kita butuhkan di dunia ini pun akan dengan sendirinya terpenuhi. Harta dikumpulkan di surga, tapi kita bisa menikmatinya sejak sekarang dan akan berlaku selamanya membawa kita masuk dalam keselamatan kekal. Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengingatkan kita untuk tidak perlu khawatir akan apapun di dunia ini. "Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?" (Matius 6:31). Orang dunia boleh saja khawatir, tapi kita tidak pada posisi dimana kita harus ikut-ikutan khawatir kepada hal itu. Mengapa? Sebab Bapa di surga tahu semua kebutuhan kita. "Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu." (ay 32). Oleh karena itulah Yesus kemudian menyimpulkannya dengan jelas. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (ay 33).
"Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia" (Efesus 4:17). Sebagai orang percaya, kita adalah ciptaan baru yang telah dipulihkan, merdeka dari perbudakan dosa, kebiasaan buruk dan lain-lain. Karena itulah kita jangan lagi hidup sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Tuhan dan terus saja sibuk akan perkara yang sesungguhnya sia-sia. Tidak ada gunanya terus sibuk menimbun harta sebanyak-banyaknya dengan mengorbankan seluruh hidup kita, karena semua itu hanyalah akan berguna sementara saja, dan tidak akan pernah abadi. Menimbun harta di surga dengan memberkati orang lain, mengembalikan milik Tuhan dan mempersembahkan hidup dan segala yang kita miliki sepenuhnya untuk Tuhan akan membuat kita berinvestasi di surga, dimana tidak ada satupun yang mampu mencuri dan merusaknya. Sementara itu, apapun yang kita butuhkan selama di bumi ini juga akan tercukupi. Bukan hanya sekedar tercukupi, tetapi firman Tuhan berkata "semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Tuhan tahu pasti pergumulan kita, Dia tahu apa yang menjadi kebutuhan kita, dan Dia siap melimpahkan itu semua kepada kita. Semua tergantung apa fokus kita sebenarnya. Apakah segala harta duniawi yang sia-sia ini, atau harta surgawi yang kekal dan berlaku baik di dunia maupun kelak dalam kehidupan yang kekal. Jangan kemaruk, jangan gila harta, jangan tamak, itu bukanlah gambaran anak-anak Tuhan. Carilah dahulu kerajaanNya, dan juga kebenarannya, maka anda akan melihat betapa besar bedanya hidup dalam perlindungan Allah dengan pola kehidupan duniawi yang dianut oleh banyak orang.
Tidak perlu khawatir karena kelimpahan dan kemurahan Tuhan akan selalu beserta anak-anakNya
Follow RHO Twitter: https://twitter.com/DailyRHO
======================
"Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?"
Lucu sekali melihat seorang bapak yang tinggal tidak jauh dari rumah saya. Halamannya hanya sepetak, tapi seluruhnya ia tanami dengan berbagai jenis tanaman hingga pagarnya pun terdorong miring ke luar hampir jatuh. Di lahan yang tidak besar itu ia juga masih menambahkan tambak. Belum lagi kardus-kardus bekas, barang rongsokan, botol plastik dan sebagainya. Semua itu memenuhi seluruh halaman rumahnya. Sehingga rumahnya sama sekali tidak berbentuk jika dilihat dari luar. Penuh semak, kotor dan sumpek. Untuk jalan menuju pintu rumahnya saja sudah sulit bukan main. Setiap malam saya mendengar suara tokek dari rumahnya. Dan ketika saya tanyakan, ia berkata bahwa ia memang memelihara beberapa tokek. Untuk apa? "karena waktu itu saya dengar harga tokek sedang naik..jadi saya buru-buru beternak tokek. Ternyata hanya isu.." katanya sambil tertawa kecil. Tapi itupun tidak membuatnya melepaskan tokek itu. "Sayang, itu kan duit juga, biarpun kecil." katanya polos. Mengapa tidak ditata saja agar terlihat lebih nyaman? Saya tanyakan itu kepadanya. Dan ia menjawab bahwa ia tidak peduli soal nyaman, tapi yang penting adalah keuntungan alias uang.
Kita memang membutuhkan uang untuk bisa tetap hidup. Jika tidak, bagaimana kita bisa memenuhi segala kebutuhan kita? Itu benar. Tapi apakah kita harus terus memburu itu tanpa henti? Mendasarkan segala-galanya hanya pada uang? Apakah hanya itu satu-satunya yang kita percaya mampu mengatasi segala persoalan hidup? Alkitab tidak mengajarkannya demikian. Dalam Matius 6 kita bisa melihat pandangan Kerajaan Surga mengenai hal ini langsung melalui perkataan Yesus.
"Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19). Ini seruan untuk mengingatkan kita agar jangan menjadi budak harta. Jangan bersikap kemaruk, tamak dan berorientasi kepada harta, karena semua itu tidaklah kekal. Setiap saat semua itu bisa habis lenyap dalam sekejap mata. Kalau begitu apa yang harus kita kumpulkan? Yesus melanjutkannya seperti ini: "Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (ay 20). Kita perlu mengumpulkan harta, tapi bukan di bumi melainkan di surga. Itulah yang akan berguna, kekal sifatnya dan tidak akan bisa dicuri atau dirusak oleh siapapun.
Hal mengumpulkan harta di surga tidaklah sama dengan cara kita mengumpulkan harta di dunia ini. Ketika disini kita menimbun, selalu berpikir untuk menerima, di sana justru sebaliknya, kita harus memberi. Salah satunya memberi lewat persepuluhan. Firman Tuhan berkata: "Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan." (Maleakhi 3:10-12). Lalu memberi kepada orang miskin yang membutuhkan, "Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu." (Amsal 19:17), "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40). Juga menanam investasi hidup dan uang kita untuk mengemban amanat Agung. "Jawab Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, rang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal." (Markus 10:29-30). Perhatikan bahwa setiap kita mengumpulkan harta di surga, apa yang kita butuhkan di dunia ini pun akan dengan sendirinya terpenuhi. Harta dikumpulkan di surga, tapi kita bisa menikmatinya sejak sekarang dan akan berlaku selamanya membawa kita masuk dalam keselamatan kekal. Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengingatkan kita untuk tidak perlu khawatir akan apapun di dunia ini. "Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?" (Matius 6:31). Orang dunia boleh saja khawatir, tapi kita tidak pada posisi dimana kita harus ikut-ikutan khawatir kepada hal itu. Mengapa? Sebab Bapa di surga tahu semua kebutuhan kita. "Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu." (ay 32). Oleh karena itulah Yesus kemudian menyimpulkannya dengan jelas. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (ay 33).
"Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia" (Efesus 4:17). Sebagai orang percaya, kita adalah ciptaan baru yang telah dipulihkan, merdeka dari perbudakan dosa, kebiasaan buruk dan lain-lain. Karena itulah kita jangan lagi hidup sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Tuhan dan terus saja sibuk akan perkara yang sesungguhnya sia-sia. Tidak ada gunanya terus sibuk menimbun harta sebanyak-banyaknya dengan mengorbankan seluruh hidup kita, karena semua itu hanyalah akan berguna sementara saja, dan tidak akan pernah abadi. Menimbun harta di surga dengan memberkati orang lain, mengembalikan milik Tuhan dan mempersembahkan hidup dan segala yang kita miliki sepenuhnya untuk Tuhan akan membuat kita berinvestasi di surga, dimana tidak ada satupun yang mampu mencuri dan merusaknya. Sementara itu, apapun yang kita butuhkan selama di bumi ini juga akan tercukupi. Bukan hanya sekedar tercukupi, tetapi firman Tuhan berkata "semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Tuhan tahu pasti pergumulan kita, Dia tahu apa yang menjadi kebutuhan kita, dan Dia siap melimpahkan itu semua kepada kita. Semua tergantung apa fokus kita sebenarnya. Apakah segala harta duniawi yang sia-sia ini, atau harta surgawi yang kekal dan berlaku baik di dunia maupun kelak dalam kehidupan yang kekal. Jangan kemaruk, jangan gila harta, jangan tamak, itu bukanlah gambaran anak-anak Tuhan. Carilah dahulu kerajaanNya, dan juga kebenarannya, maka anda akan melihat betapa besar bedanya hidup dalam perlindungan Allah dengan pola kehidupan duniawi yang dianut oleh banyak orang.
Tidak perlu khawatir karena kelimpahan dan kemurahan Tuhan akan selalu beserta anak-anakNya
Follow RHO Twitter: https://twitter.com/DailyRHO
Thursday, February 25, 2010
Kunci Sukses
Ayat bacaan: Filipi 3:13-14
======================
"..tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus."
Everything is against me. Rasanya seperti itulah tekanan yang saya alami hari ini. Ada begitu banyak permasalahan yang bertumpuk-tumpuk, hingga 24 jam rasanya sudah sangat kurang untuk bisa menyelesaikan segalanya sesuai waktu. Masih lumayan jika masalah itu datang satu persatu, tapi sayangnya seringkali tekanan datang beruntun sekaligus dalam satu waktu, membuat kita pusing tujuh keliling. Tekanan-tekanan ini bisa begitu menyita waktu, tenaga dan pikiran kita sehingga kita pun lemah, kehabisan tenaga dan daya tahan. Semua manusia pasti pernah mengalami hal ini. Ada yang mampu bertahan dan kemudian lepas dari semua itu dengan gemilang, tapi banyak pula yang gagal. Menyerah kalah menghadapi tekanan-tekanan itu.
Sebenarnya masalah seperti ini pernah dialami oleh semua orang, termasuk beberapa tokoh besar yang sangat berpengaruh dalam perjalanan sejarah dunia. Ambil dua nama saja, Martin Luther King Jr dan Bunda Teresa. Mereka terus dengan gigih berjuang menurut panggilan Tuhan, meski kita tahu apa yang mereka hadapi tidaklah mudah. Masa-masa berat terus menerpa mereka. Bayangkan memberi makan anak-anak, orang sakit dan kaum miskin di Kalkuta India sebanyak itu. Bayangkan jika seandainya orang-orang atau badan yang tergerak menyumbangkan dana sedang tidak ada atau jauh dibawah jumlah yang harus dibantu. Sementara ribuan orang itu harus terus makan. Anak-anak kecil harus diberi susu dan vitamin agar sehat. Belum lagi harus menghadapi orang-orang yang anti pati terhadap gerakan Bunda Teresa. Martin Luther King Jr tidak kalah sulitnya. Memperjuangkan nasib kaum kulit hitam, melawan diskriminasi ras di Amerika, ia menghadapi resiko yang sangat berbahaya, dan kita tahu hidupnya pun dia serahkan demi perjuangan yang mulia ini. Apa kunci rahasia kedua tokoh luar biasa ini? Kita bisa belajar dari keduanya bahwa yang membuat mereka mampu terus maju dan tetap kuat menghadapi tantangan, tekanan bahkan mara bahaya sekalipun adalah komitmen mereka untuk terus berjalan sesuai garis panggilan Tuhan terhadap mereka. Apapun resikonya, apapun alasannya, mau seberat apapun halangan menghadang di depan, mereka pantang menyerah dan terus berjuang hingga akhir hayat mereka. Jika bukan itu yang menjadi fokus, saya yakin di awal-awal perjuangan pun mereka sudah akan patah dan berhenti.
Alkitab pun mencatat banyak tokoh yang terus menjaga komitmen mereka hingga akhir. Tidak sedikit yang bahkan harus mengakhiri nyawanya sebagai martir. Salah satunya adalah Paulus, yang terus setia menjaga komitmennya mengikuti panggilan Tuhan sampai ke akhir hidupnya. Paulus tadinya dikenal sebagai sosok menakutkan, pembantai orang-orang percaya. Lalu setelah perjumpaan langsung dengan Yesus, ia pun bertobat. Apakah hidupnya menjadi semakin mudah setelah bertobat? Justru sebaliknya. Ia harus menghadapi banyak tantangan berat dalam memberitakan Injil. Kita bisa melihat rinciannya. Dari kaum Yahudi, orang-orang bukan Yahudi dan alam, "..Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian." (2 Korintus 11:23-28). Bukan itu saja, karena Paulus juga menyebutkan bahwa ia juga mendapatkan tantangan dari dalam tubuhnya sendiri. (12:7-8). Tidak ringan bukan? Tapi kita tahu bagaimana Paulus. Dia terus memegang komitmennya hingga akhir. Apa rahasianya? Paulus sudah memberikan kuncinya. Inilah rahasia sukses Paulus: " ..tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Paulus menyadari bahwa hidup tidaklah mudah. Paulus menggambarkan bahwa setiap hari ia menghadapi pertandingan iman yang tidak mudah. Melelahkan, sulit, itu pasti. Namun ia menjalaninya dengan terus menatap ke depan. Ia melupakan apa yang ada dibelakangnya, itu bukan berarti tidak ingat lagi, tapi lebih kepada maksud untuk tidak lagi terfokus pada masa lalu. Tidak terbelenggu oleh kesalahan-kesalahan di masa lalu. Merdeka dari ikatan perilaku buruk, dosa atau kebiasaan-kebiasaan yang membinasakan diri secara rohani di masa lalu. Paulus tidak mengarahkan pandangannya ke sana, tapi ia memusatkan perhatiannya ke depan, ke arah tujuan hidupnya, yaitu untuk memenuhi panggilan Tuhan dalam Kristus. Paulus mengatakan panggilannya dengan tegas. "urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat." (2 Korintus 11:28). Itu fokusnya, dan itulah sebabnya maka Paulus bisa tetap tegar dan kuat ditengah badai tekanan, meski harus kehilangan nyawanya di dunia ini. Bukan kehidupan dunia yang menjadi tujuan Paulus, tapi dia tahu ada sesuatu yang menanti di depan sana, sebuah mahkota kehidupan yang telah dijanjikan kepada setiap orang yang mengasihi Tuhan, dan mampu bertahan hingga akhir tanpa kehilangan imannya. Ini disebutkan pula oleh Yakobus. "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12). Dalam versi Paulus, ia menyebutkannya seperti ini: "Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi." (1 Korintus 9:24-25).
Adakah saat ini anda tengah menghadapi tekanan-tekanan berat, baik dalam pendidikan, pekerjaan, keluarga, pertemanan atau mungkin dalam pelayanan? Seperti Paulus, kita pun selalu dituntut untuk taat. Tahan uji hingga akhir, hingga kita bisa mencapai garis finish untuk keluar sebagai pemenang. Ada mahkota yang menanti di ujung sana, mahkota yang telah dijanjikan bagi semua orang yang terus memegang komitmennya dengan taat dan setia hingga akhir. Berdoalah dan minta kekuatan dari Tuhan agar anda mampu tegar menghadapi semuanya, dan bertahanlah. Terus bertumbuh dalam iman, jangan putus asa, karena ada "reward" yang menanti anda di depan, dan itu adalah hadiah yang akan membawa anda masuk ke dalam sebuah kebahagiaan kekal, bukan lagi fana seperti apa yang ada di dunia ini. Sebuah komitmen membutuhkan kesabaran dan ketekunan yang memiliki visi jelas kepada tujuan akhir. Itu kunci sukses dan rahasia kekuatan para tokoh yang sangat menginspirasi di atas. Paulus sudah membuktikannya. Martin Luther King Jr dan Bunda Teresa sudah membuktikannya. Sekarang giliran kita. Siapkah kita membuktikan kesetiaan kita menjaga komitmen?
Teruslah bertekun dalam pertandingan iman agar bisa memperoleh mahkota kehidupan
Follow RHO Twitter: https://twitter.com/DailyRHO
======================
"..tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus."
Everything is against me. Rasanya seperti itulah tekanan yang saya alami hari ini. Ada begitu banyak permasalahan yang bertumpuk-tumpuk, hingga 24 jam rasanya sudah sangat kurang untuk bisa menyelesaikan segalanya sesuai waktu. Masih lumayan jika masalah itu datang satu persatu, tapi sayangnya seringkali tekanan datang beruntun sekaligus dalam satu waktu, membuat kita pusing tujuh keliling. Tekanan-tekanan ini bisa begitu menyita waktu, tenaga dan pikiran kita sehingga kita pun lemah, kehabisan tenaga dan daya tahan. Semua manusia pasti pernah mengalami hal ini. Ada yang mampu bertahan dan kemudian lepas dari semua itu dengan gemilang, tapi banyak pula yang gagal. Menyerah kalah menghadapi tekanan-tekanan itu.
Sebenarnya masalah seperti ini pernah dialami oleh semua orang, termasuk beberapa tokoh besar yang sangat berpengaruh dalam perjalanan sejarah dunia. Ambil dua nama saja, Martin Luther King Jr dan Bunda Teresa. Mereka terus dengan gigih berjuang menurut panggilan Tuhan, meski kita tahu apa yang mereka hadapi tidaklah mudah. Masa-masa berat terus menerpa mereka. Bayangkan memberi makan anak-anak, orang sakit dan kaum miskin di Kalkuta India sebanyak itu. Bayangkan jika seandainya orang-orang atau badan yang tergerak menyumbangkan dana sedang tidak ada atau jauh dibawah jumlah yang harus dibantu. Sementara ribuan orang itu harus terus makan. Anak-anak kecil harus diberi susu dan vitamin agar sehat. Belum lagi harus menghadapi orang-orang yang anti pati terhadap gerakan Bunda Teresa. Martin Luther King Jr tidak kalah sulitnya. Memperjuangkan nasib kaum kulit hitam, melawan diskriminasi ras di Amerika, ia menghadapi resiko yang sangat berbahaya, dan kita tahu hidupnya pun dia serahkan demi perjuangan yang mulia ini. Apa kunci rahasia kedua tokoh luar biasa ini? Kita bisa belajar dari keduanya bahwa yang membuat mereka mampu terus maju dan tetap kuat menghadapi tantangan, tekanan bahkan mara bahaya sekalipun adalah komitmen mereka untuk terus berjalan sesuai garis panggilan Tuhan terhadap mereka. Apapun resikonya, apapun alasannya, mau seberat apapun halangan menghadang di depan, mereka pantang menyerah dan terus berjuang hingga akhir hayat mereka. Jika bukan itu yang menjadi fokus, saya yakin di awal-awal perjuangan pun mereka sudah akan patah dan berhenti.
Alkitab pun mencatat banyak tokoh yang terus menjaga komitmen mereka hingga akhir. Tidak sedikit yang bahkan harus mengakhiri nyawanya sebagai martir. Salah satunya adalah Paulus, yang terus setia menjaga komitmennya mengikuti panggilan Tuhan sampai ke akhir hidupnya. Paulus tadinya dikenal sebagai sosok menakutkan, pembantai orang-orang percaya. Lalu setelah perjumpaan langsung dengan Yesus, ia pun bertobat. Apakah hidupnya menjadi semakin mudah setelah bertobat? Justru sebaliknya. Ia harus menghadapi banyak tantangan berat dalam memberitakan Injil. Kita bisa melihat rinciannya. Dari kaum Yahudi, orang-orang bukan Yahudi dan alam, "..Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian." (2 Korintus 11:23-28). Bukan itu saja, karena Paulus juga menyebutkan bahwa ia juga mendapatkan tantangan dari dalam tubuhnya sendiri. (12:7-8). Tidak ringan bukan? Tapi kita tahu bagaimana Paulus. Dia terus memegang komitmennya hingga akhir. Apa rahasianya? Paulus sudah memberikan kuncinya. Inilah rahasia sukses Paulus: " ..tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Paulus menyadari bahwa hidup tidaklah mudah. Paulus menggambarkan bahwa setiap hari ia menghadapi pertandingan iman yang tidak mudah. Melelahkan, sulit, itu pasti. Namun ia menjalaninya dengan terus menatap ke depan. Ia melupakan apa yang ada dibelakangnya, itu bukan berarti tidak ingat lagi, tapi lebih kepada maksud untuk tidak lagi terfokus pada masa lalu. Tidak terbelenggu oleh kesalahan-kesalahan di masa lalu. Merdeka dari ikatan perilaku buruk, dosa atau kebiasaan-kebiasaan yang membinasakan diri secara rohani di masa lalu. Paulus tidak mengarahkan pandangannya ke sana, tapi ia memusatkan perhatiannya ke depan, ke arah tujuan hidupnya, yaitu untuk memenuhi panggilan Tuhan dalam Kristus. Paulus mengatakan panggilannya dengan tegas. "urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat." (2 Korintus 11:28). Itu fokusnya, dan itulah sebabnya maka Paulus bisa tetap tegar dan kuat ditengah badai tekanan, meski harus kehilangan nyawanya di dunia ini. Bukan kehidupan dunia yang menjadi tujuan Paulus, tapi dia tahu ada sesuatu yang menanti di depan sana, sebuah mahkota kehidupan yang telah dijanjikan kepada setiap orang yang mengasihi Tuhan, dan mampu bertahan hingga akhir tanpa kehilangan imannya. Ini disebutkan pula oleh Yakobus. "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12). Dalam versi Paulus, ia menyebutkannya seperti ini: "Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi." (1 Korintus 9:24-25).
Adakah saat ini anda tengah menghadapi tekanan-tekanan berat, baik dalam pendidikan, pekerjaan, keluarga, pertemanan atau mungkin dalam pelayanan? Seperti Paulus, kita pun selalu dituntut untuk taat. Tahan uji hingga akhir, hingga kita bisa mencapai garis finish untuk keluar sebagai pemenang. Ada mahkota yang menanti di ujung sana, mahkota yang telah dijanjikan bagi semua orang yang terus memegang komitmennya dengan taat dan setia hingga akhir. Berdoalah dan minta kekuatan dari Tuhan agar anda mampu tegar menghadapi semuanya, dan bertahanlah. Terus bertumbuh dalam iman, jangan putus asa, karena ada "reward" yang menanti anda di depan, dan itu adalah hadiah yang akan membawa anda masuk ke dalam sebuah kebahagiaan kekal, bukan lagi fana seperti apa yang ada di dunia ini. Sebuah komitmen membutuhkan kesabaran dan ketekunan yang memiliki visi jelas kepada tujuan akhir. Itu kunci sukses dan rahasia kekuatan para tokoh yang sangat menginspirasi di atas. Paulus sudah membuktikannya. Martin Luther King Jr dan Bunda Teresa sudah membuktikannya. Sekarang giliran kita. Siapkah kita membuktikan kesetiaan kita menjaga komitmen?
Teruslah bertekun dalam pertandingan iman agar bisa memperoleh mahkota kehidupan
Follow RHO Twitter: https://twitter.com/DailyRHO
Wednesday, February 24, 2010
Love Letter From God
Ayat bacaan: Mazmur 104:31
========================
"Biarlah kemuliaan TUHAN tetap untuk selama-lamanya, biarlah TUHAN bersukacita karena perbuatan-perbuatan-Nya!"
Seorang teman saya yang berprofesi sebagai fotografer hari ini memasang salah satu foto hasil jepretannya di sebuah situs jejaring. Foto itu begitu indah. Sebuah foto pemandangan dengan bunga-bunga mekar di sebuah taman ketika matahari mulai terbenam, itulah yang terlihat di sana. Foto itu ia beri judul "Love Letter from God". Saya pun segera memuji hasil karyanya. Ia berkata, "ketika saya melihat foto itu, saya langsung menyadari kebesaran Tuhan." Dia benar. Di tengah jepitan kesesakan yang kita alami dalam hidup ini, kita terlalu sering lupa menyadari bahwa alam semesta ini diciptakan Tuhan begitu indahnya. Gugus tata surya, langit biru diselimuti awan putih, rerumputan hijau dengan bunga warna warni mekar dimana-mana dan sebagainya. Semua itu terlalu indah untuk kita nikmati, tapi kesibukan dan berbagai beban hidup membuat kita jarang punya waktu untuk menikmati hasil ciptaanNya. Kita terlalu sibuk kepada permasalahan kita, kita berkeluh kesah dan mengira Tuhan berlama-lama untuk melakukan sesuatu, padahal jika kita mau mengambil waktu sebentar untuk melihat sekeliling kita, maka kita akan menyadari bahwa Tuhan telah melakukan begitu banyak hal yang indah bagi kita. Keindahan alam, bukankah itu juga berkat dari Tuhan?
Meski kamera belum ditemukan pada masa Daud, tapi mungkin apa yang dilihat Daud kurang lebih sama dengan apa yang dilihat oleh teman saya itu lewat lensa kameranya. Mungkin Daud tengah mengamati indahnya pemandangan ketika ia menulis Mazmur 104. Disana ia menggambarkan keindahan alam ciptaan Tuhan secara sangat puitis. Semua itu jelas merupakan buah tangan Tuhan, sebuah bukti keliahian Tuhan yang bisa kita saksikan dengan amat sangat nyata. Hal ini disinggung Paulus pada suatu kali. "Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih." (Roma 1:20). Daud begitu mengagumi apa yang ia lihat, sehingga ia pun berkata "Biarlah kemuliaan TUHAN tetap untuk selama-lamanya, biarlah TUHAN bersukacita karena perbuatan-perbuatan-Nya!" (Mazmur 104:31).
Tapi apa yang terjadi hari-hari ini agaknya sulit membuat Tuhan tetap bisa bersukacita lewat ciptaan-ciptaanNya. Manusia terus saja merusak kelestarian lingkungan. Buang sampah sembarangan, sungai-sungai tercemar limbah industri dan buangan dari rumah-rumah pemukiman penduduk, asap yang keluar dari knalpot kendaraan dan pabrik-pabrik, semua itu merusak segala keindahan yang Tuhan sediakan bagi kita. Kerusakan lingkungan dan menipisnya lapisan ozone membuat dunia ini semakin lama semakin hancur. Manusia yang diciptakan Allah secara istimewa ternyata tidak menghargai karya Penciptanya. Selain merusak lingkungan, menghancurkan ekosistem dan lain-lain, manusia pun masih sanggup saling membinasakan satu sama lain. Padahal semua manusia ini ciptaan Tuhan, yang berharga dimataNya. Tapi di mata sesama manusia, nyawa itu tidaklah penting, letaknya masih sangat jauh di bawah ego dan kepentingan diri sendiri. Dia sudah begitu baik dengan menganugerahkan keselamatan kepada kita lewat Kristus, tapi kita begitu sulit untuk sekedar menghargai kebaikanNya. Jika semua ini terjadi, bagaimana Tuhan bisa bersukacita karena perbuatan-perbuatanNya?
Alam semesta beserta isinya merupakan ciptaan Tuhan yang luar biasa indahnya. Itu adalah anugerah yang amat besar yang telah ia sediakan sebelum Dia menciptakan manusia, agar ketika manusia hadir, keindahan itu bisa dinikmati secara langsung. Tuhan menyatakan bahwa apa yang Dia ciptakan adalah baik. Tanaman, pohon-pohon berbuah, tunas-tunas muda, itu diciptakan dengan baik (Kejadian 1:11-12). Matahari, bulan dan bintang, cakrawala, semua itu diciptakan Tuhan dengan baik. (ay 14-18). Segala jenis hewan, baik burung-burung di udara, ikan-ikan di laut dan hewan-hewan darat, semua Dia ciptakan dengan baik. (ay 20-22). Dikatakan bahwa bumi beserta segala isinya adalah milik Tuhan (Mazmur 24:1), tapi otoritas untuk menguasai diberikan kepada kita. (Kejadian 1:28). Menguasai bukan berarti bertindak semena-mena dan merusak seenaknya, tapi justru sebaliknya, kita diminta untuk menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan hidup. Tuhan menitipkan itu semua kepada kita. Idealnya kita bersyukur. Idealnya kita bersukacita bersama-sama dengan Tuhan menikmati segala keindahan itu. Tapi apakah kita sudah melakukannya? Apakah Tuhan bisa bersukacita atas segala ciptaanNya hari ini?
Foto yang diambil teman saya adalah gambaran kasih Tuhan yang sungguh besar buat kita. It's the love letter from God. Saya bersyukur jika hari ini masih bisa melihat alam yang indah. Apakah anak cucu kita kelak masih bisa menyaksikannya? Tuhan menitipkan milikNya kepada kita untuk dikelola, dijaga, dilestarikan dan dikembangkan. Jika kita mau melakukannya, disanalah Allah akan bersukacita melihat seluruh ciptaanNya di muka bumi ini dapat saling bekerjasama dalam menghormati hasil karyaNya yang agung. Jika anda melihat sekeliling anda hari ini dan masih mendapati sesuatu yang indah, bersyukurlah untuk itu dan mari kita jaga bersama-sama agar anak cucu kita kelak masih bisa menyaksikan keindahan seperti yang kita lihat saat ini.
Alam yang indah merupakan milik Tuhan yang dititipkan kepada kita untuk dilestarikan
========================
"Biarlah kemuliaan TUHAN tetap untuk selama-lamanya, biarlah TUHAN bersukacita karena perbuatan-perbuatan-Nya!"
Seorang teman saya yang berprofesi sebagai fotografer hari ini memasang salah satu foto hasil jepretannya di sebuah situs jejaring. Foto itu begitu indah. Sebuah foto pemandangan dengan bunga-bunga mekar di sebuah taman ketika matahari mulai terbenam, itulah yang terlihat di sana. Foto itu ia beri judul "Love Letter from God". Saya pun segera memuji hasil karyanya. Ia berkata, "ketika saya melihat foto itu, saya langsung menyadari kebesaran Tuhan." Dia benar. Di tengah jepitan kesesakan yang kita alami dalam hidup ini, kita terlalu sering lupa menyadari bahwa alam semesta ini diciptakan Tuhan begitu indahnya. Gugus tata surya, langit biru diselimuti awan putih, rerumputan hijau dengan bunga warna warni mekar dimana-mana dan sebagainya. Semua itu terlalu indah untuk kita nikmati, tapi kesibukan dan berbagai beban hidup membuat kita jarang punya waktu untuk menikmati hasil ciptaanNya. Kita terlalu sibuk kepada permasalahan kita, kita berkeluh kesah dan mengira Tuhan berlama-lama untuk melakukan sesuatu, padahal jika kita mau mengambil waktu sebentar untuk melihat sekeliling kita, maka kita akan menyadari bahwa Tuhan telah melakukan begitu banyak hal yang indah bagi kita. Keindahan alam, bukankah itu juga berkat dari Tuhan?
Meski kamera belum ditemukan pada masa Daud, tapi mungkin apa yang dilihat Daud kurang lebih sama dengan apa yang dilihat oleh teman saya itu lewat lensa kameranya. Mungkin Daud tengah mengamati indahnya pemandangan ketika ia menulis Mazmur 104. Disana ia menggambarkan keindahan alam ciptaan Tuhan secara sangat puitis. Semua itu jelas merupakan buah tangan Tuhan, sebuah bukti keliahian Tuhan yang bisa kita saksikan dengan amat sangat nyata. Hal ini disinggung Paulus pada suatu kali. "Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih." (Roma 1:20). Daud begitu mengagumi apa yang ia lihat, sehingga ia pun berkata "Biarlah kemuliaan TUHAN tetap untuk selama-lamanya, biarlah TUHAN bersukacita karena perbuatan-perbuatan-Nya!" (Mazmur 104:31).
Tapi apa yang terjadi hari-hari ini agaknya sulit membuat Tuhan tetap bisa bersukacita lewat ciptaan-ciptaanNya. Manusia terus saja merusak kelestarian lingkungan. Buang sampah sembarangan, sungai-sungai tercemar limbah industri dan buangan dari rumah-rumah pemukiman penduduk, asap yang keluar dari knalpot kendaraan dan pabrik-pabrik, semua itu merusak segala keindahan yang Tuhan sediakan bagi kita. Kerusakan lingkungan dan menipisnya lapisan ozone membuat dunia ini semakin lama semakin hancur. Manusia yang diciptakan Allah secara istimewa ternyata tidak menghargai karya Penciptanya. Selain merusak lingkungan, menghancurkan ekosistem dan lain-lain, manusia pun masih sanggup saling membinasakan satu sama lain. Padahal semua manusia ini ciptaan Tuhan, yang berharga dimataNya. Tapi di mata sesama manusia, nyawa itu tidaklah penting, letaknya masih sangat jauh di bawah ego dan kepentingan diri sendiri. Dia sudah begitu baik dengan menganugerahkan keselamatan kepada kita lewat Kristus, tapi kita begitu sulit untuk sekedar menghargai kebaikanNya. Jika semua ini terjadi, bagaimana Tuhan bisa bersukacita karena perbuatan-perbuatanNya?
Alam semesta beserta isinya merupakan ciptaan Tuhan yang luar biasa indahnya. Itu adalah anugerah yang amat besar yang telah ia sediakan sebelum Dia menciptakan manusia, agar ketika manusia hadir, keindahan itu bisa dinikmati secara langsung. Tuhan menyatakan bahwa apa yang Dia ciptakan adalah baik. Tanaman, pohon-pohon berbuah, tunas-tunas muda, itu diciptakan dengan baik (Kejadian 1:11-12). Matahari, bulan dan bintang, cakrawala, semua itu diciptakan Tuhan dengan baik. (ay 14-18). Segala jenis hewan, baik burung-burung di udara, ikan-ikan di laut dan hewan-hewan darat, semua Dia ciptakan dengan baik. (ay 20-22). Dikatakan bahwa bumi beserta segala isinya adalah milik Tuhan (Mazmur 24:1), tapi otoritas untuk menguasai diberikan kepada kita. (Kejadian 1:28). Menguasai bukan berarti bertindak semena-mena dan merusak seenaknya, tapi justru sebaliknya, kita diminta untuk menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan hidup. Tuhan menitipkan itu semua kepada kita. Idealnya kita bersyukur. Idealnya kita bersukacita bersama-sama dengan Tuhan menikmati segala keindahan itu. Tapi apakah kita sudah melakukannya? Apakah Tuhan bisa bersukacita atas segala ciptaanNya hari ini?
Foto yang diambil teman saya adalah gambaran kasih Tuhan yang sungguh besar buat kita. It's the love letter from God. Saya bersyukur jika hari ini masih bisa melihat alam yang indah. Apakah anak cucu kita kelak masih bisa menyaksikannya? Tuhan menitipkan milikNya kepada kita untuk dikelola, dijaga, dilestarikan dan dikembangkan. Jika kita mau melakukannya, disanalah Allah akan bersukacita melihat seluruh ciptaanNya di muka bumi ini dapat saling bekerjasama dalam menghormati hasil karyaNya yang agung. Jika anda melihat sekeliling anda hari ini dan masih mendapati sesuatu yang indah, bersyukurlah untuk itu dan mari kita jaga bersama-sama agar anak cucu kita kelak masih bisa menyaksikan keindahan seperti yang kita lihat saat ini.
Alam yang indah merupakan milik Tuhan yang dititipkan kepada kita untuk dilestarikan
Tuesday, February 23, 2010
Mendoakan Gembala
Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 12:5
============================
"Demikianlah Petrus ditahan di dalam penjara. Tetapi jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah."
Pernah suatu kali mobil teman saya mogok di jalan. Ia menghubungi saya untuk membantu menderek mobilnya pulang ke rumah. Saya pun bergegas menuju ke lokasi, dan kemudian mulai mennyambungkan mobilnya dengan mobil saya di kaki-kaki bawah. Saya tidak memperkirakan sama sekali bahwa ukuran mobil saya lebih kecil jika dibandingkan mobil yang akan saya derek. Ternyata rasanya berat sekali menarik sebuah mobil. Tapi dengan perlahan akhirnya saya berhasil menggiring mobil ke rumahnya. Beban yang melebihi kemampuan mobil saya ternyata berdampak buruk. Kaki-kaki mobil saya rusak dan akhirnya harus diservis dengan menghabiskan biaya yang tidak sedikit.
Mengapa saya bercerita tentang menderek mobil dalam ilustrasi renungan hari ini? Karena saya malam ini teringat bagaimana beratnya kerja seorang pemimpin rohani atau gembala. Seorang teman pernah berkata, "enaknya jadi gembala..terkenal dan dihormati orang." Popularitas, terkenal di kalangan jemaat, sepintas terlihat menyenangkan. Namun saya rasa beban tugas mereka jauh lebih besar dari sekedar mendapatkan popularitas tersebut. Lihat saja, berapa banyak jemaat yang harus mereka tuntun? Lima puluh? Seratus? Lima Ratus? Seribu? Itu baru jumlah. Jemaat-jemaat punya masalah yang berbeda-beda, dan mungkin tidak hanya satu. Itu baru tugas mereka dalam menggembalakan jemaat. Bagaimana dengan kehidupan mereka di luar tugas sebagai gembala? Gembala juga punya keluarga yang harus diurus. Istri, anak, orang tua, saudara, semua itu seringkali membutuhkan perhatian dan waktu yang tidak sedikit. Bagaimana dengan pekerjaan mereka? Itu juga tidak ringan. Lihatlah bagaimana sulitnya menjadi gembala. Waktu mereka bisa begitu tersita, sehingga mereka mungkin harus mengorbankan waktu-waktu berkumpul bersama anggota keluarga. Sekuat-kuatnya manusia, ada saat dimana kita menyentuh titik lemah. Kecapaian, sakit, burn out, dan sebagainya. Kelelahan saja bisa membuat orang kehilangan banyak hal. Sulit konsentrasi, kehilangan semangat atau gairah, juga bisa membuat orang jatuh sakit. Sekuat-kuatnya gembala kita, sehebat-hebatnya mereka, mereka tetaplah manusia yang sama seperti kita. Manusia yang terbatas, manusia yang lemah dan rentan. Maka jelas, gembala atau para pengerja dan pemimpin rohani butuh doa, agar mereka menjadi lebih kuat, lebih sabar, lebih tabah, lebih kokoh sehingga jemaat yang mereka tuntun bisa bertumbuh dengan baik.
Kita bisa melihat satu contoh besarnya dan pentingnya kuasa doa yang ditujukan kepada gembala atau pemimpin rohani, yaitu dalam Kisah Para Rasul 12:1-19. Pada waktu itu Herodes mulai bertindak keras terhadap orang percaya.Ia memerintahkan kepada algojo bahwa Yakobus harus dibunuh dengan pedang. Dan Yakobus pun tewas sebagai martir. Demi melihat perilaku jahatnya ternyata disukai orang Yahudi, maka ia pun ketagihan melanjutkan perbuatannya dengan menahan Petrus. Petrus pun ditangkap. Tapi untunglah hari itu jatuh kepada Hari raya Roti Tidak Beragi, sehingga Petrus tidak langsung diadili untuk kemudian dihukum mati. Sebagai gantinya, Petrus dijebloskan kepenjara dan dijaga oleh 4 regu dengan 4 prajurit pada masing-masing regu. Enam belas orang menjaga satu orang. Mengapa? Karena Herodes tidak ingin ada apa-apa terjadi pada Petrus sebelum dia diadili di depan rakyatnya. Apa yang akan terjadi atas diri Petrus sudah jelas. Hukuman mati telah menanti. Sebentar lagi ia akan mengalami nasib yang sama dengan Yakobus.
Tapi lihatlah apa yang terjadi. "Demikianlah Petrus ditahan di dalam penjara. Tetapi jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah." (Kisah Para Rasul 12:5). Jemaat ternyata tidak tinggal diam. Mereka berkumpul dan terus menerus berdoa dengan sungguh-sungguh untuk Petrus. Dan keajaiban terjadi. "Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan dekat Petrus dan cahaya bersinar dalam ruang itu. Malaikat itu menepuk Petrus untuk membangunkannya, katanya: "Bangunlah segera!" Maka gugurlah rantai itu dari tangan Petrus." (ay 7). Tuhan mengutus malaikat untuk melepaskan Petrus. Petrus pun segera mengikuti malaikat itu meski masih bingung tentang apa yang sedang terjadi, apakah itu nyata atau cuma mimpi. Baru setelah sampai di luar di tempat yang aman dan malaikat itu meninggalkannya, ia baru sadar mengenai apa yang terjadi. "Dan setelah sadar akan dirinya, Petrus berkata: "Sekarang tahulah aku benar-benar bahwa Tuhan telah menyuruh malaikat-Nya dan menyelamatkan aku dari tangan Herodes dan dari segala sesuatu yang diharapkan orang Yahudi." (ay 11). Lihatlah betapa hebatnya kuasa doa. Dan ini doa yang dilakukan para jemaat terhadap pemimpin mereka.
Inilah kuasa doa yang sesungguhnya. Ada banyak orang yang mengira bahwa doa yang dijawab hanyalah doa para pemimpin rohani. Doa mereka tidak akan manjur karena mereka hanyalah jemaat biasa. Tapi dari kisah di atas kita tahu itu keliru. Doa jemaat pun dikabulkan Tuhan. Firman Tuhan tidak berkata bahwa hanya doa gembala atau pengerja yang didengarkan, tapi juga orang biasa, dengan syarat orang itu harus benar. "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16). Jadi tidak peduli siapapun anda, meski hanya jemaat biasa, selama anda hidup dengan benar, anda tidak perlu ragu dengan kuasa doa yang anda panjatkan kepada Tuhan. Dari kisah di atas, kita bisa melihat betapa instannya Tuhan bekerja lewat doa para jemaat. Tuhan tidak menunggu doa mereka selesai terlebih dahulu untuk melakukan mukjizat, tapi itu terjadi ketika mereka masih terus bertekun berdoa. Dengan jelas hal ini terlihat dari kisah tersebut. "Dan setelah berpikir sebentar, pergilah ia (Petrus) ke rumah Maria, ibu Yohanes yang disebut juga Markus. Di situ banyak orang berkumpul dan berdoa." (ay 12). Luar biasa bukan?
Satu lagi hal yang penting dari kisah ini adalah pentingnya mendoakan para gembala, pengerja dan semua pemimpin di gereja anda. Tugas yang mereka emban sesungguhnya tidaklah mudah. Mereka dengan tekun selalu mendoakan anda para jemaat dan melayani anda dengan sebaik-baiknya di samping kesibukan mengurus keluarga dan bekerja yang harus pula mereka jalankan. Mereka mendoakan anda, sudahkah anda balik mendoakan mereka? Kita sering lupa bahwa kita pun mempunyai tugas untuk mendoakan para pemimpin. Kita hanya mau didoakan tapi tidak mau mendoakan. Dan ini bukanlah apa yang diajarkan Tuhan. Apa yang diajarkan Tuhan adalah saling mendoakan (Yakobus 5:16), termasuk mendoakan para pemimpin. (1 Timotius 2:1-2). Firman Tuhan mengatakan bahwa "Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita". (ay 3). Tidak hanya itu saja, tapi kita pun dituntut untuk taat kepada mereka. Tidak terus menentang dan membangkang, sehingga pekerjaan mereka yang sudah sulit bisa menjadi jauh lebih sulit lagi. Pada akhirnya, kita sendiri juga yang akan rugi. "Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya. Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan gembira, bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu." (Ibrani 13:17). Ingatlah bahwa para gembala dan pemimpin gereja, para pengerja dan orang-orang yang selalu melayani anda adalah manusia juga sama seperti anda. Sekuat-kuatnya mereka, ada saat-saat dimana mereka lemah. Timbunan pekerjaan dan pelayanan bisa membuat mereka jatuh sakit, kehilangan semangat, kecapaian atau kejenuhan. Di saat-saat seperti ini anda bisa berperan. Doakan dan dukung mereka agar Tuhan selalu menguatkan mereka dan menambah hikmat atas mereka. Alangkah indahnya hubungan dalam gereja yang terdapat saling doa diantara para pemimpin dan jemaatnya. Paulus menyadari pentingnya doa para jemaat bagi pemimpin seperti dia. Lihatlah apa seruannya kepada jemaat di Tesalonika. "Saudara-saudara, doakanlah kami." (1 Tesalonika 5:25).
Sudahkah anda mendoakan gembala dan para pemimpin gereja anda hari ini? Puji Tuhan jika sudah. Jika belum, ambillah waktu dan mulailah mendoakan mereka. Siapa tahu, mungkin saat ini mereka sangat membutuhkan dukungan doa dari anda semua. Mereka sudah dengan tekun terus mendoakan anda, para jemaat yang dikasihi Tuhan secara rutin. Sekarang giliran kita untuk mendoakan mereka pula, meminta Tuhan memberi kekuatan, perlindungan, kesehatan dan lain-lain agar mereka dapat tetap menjalankan tugas berat mereka dalam keadaan baik, sehat dan penuh sukacita.
Gembala mendoakan jemaat, jemaat mendoakan gembala. Saling mendoakan akan mampu membuat perbedaan nyata
============================
"Demikianlah Petrus ditahan di dalam penjara. Tetapi jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah."
Pernah suatu kali mobil teman saya mogok di jalan. Ia menghubungi saya untuk membantu menderek mobilnya pulang ke rumah. Saya pun bergegas menuju ke lokasi, dan kemudian mulai mennyambungkan mobilnya dengan mobil saya di kaki-kaki bawah. Saya tidak memperkirakan sama sekali bahwa ukuran mobil saya lebih kecil jika dibandingkan mobil yang akan saya derek. Ternyata rasanya berat sekali menarik sebuah mobil. Tapi dengan perlahan akhirnya saya berhasil menggiring mobil ke rumahnya. Beban yang melebihi kemampuan mobil saya ternyata berdampak buruk. Kaki-kaki mobil saya rusak dan akhirnya harus diservis dengan menghabiskan biaya yang tidak sedikit.
Mengapa saya bercerita tentang menderek mobil dalam ilustrasi renungan hari ini? Karena saya malam ini teringat bagaimana beratnya kerja seorang pemimpin rohani atau gembala. Seorang teman pernah berkata, "enaknya jadi gembala..terkenal dan dihormati orang." Popularitas, terkenal di kalangan jemaat, sepintas terlihat menyenangkan. Namun saya rasa beban tugas mereka jauh lebih besar dari sekedar mendapatkan popularitas tersebut. Lihat saja, berapa banyak jemaat yang harus mereka tuntun? Lima puluh? Seratus? Lima Ratus? Seribu? Itu baru jumlah. Jemaat-jemaat punya masalah yang berbeda-beda, dan mungkin tidak hanya satu. Itu baru tugas mereka dalam menggembalakan jemaat. Bagaimana dengan kehidupan mereka di luar tugas sebagai gembala? Gembala juga punya keluarga yang harus diurus. Istri, anak, orang tua, saudara, semua itu seringkali membutuhkan perhatian dan waktu yang tidak sedikit. Bagaimana dengan pekerjaan mereka? Itu juga tidak ringan. Lihatlah bagaimana sulitnya menjadi gembala. Waktu mereka bisa begitu tersita, sehingga mereka mungkin harus mengorbankan waktu-waktu berkumpul bersama anggota keluarga. Sekuat-kuatnya manusia, ada saat dimana kita menyentuh titik lemah. Kecapaian, sakit, burn out, dan sebagainya. Kelelahan saja bisa membuat orang kehilangan banyak hal. Sulit konsentrasi, kehilangan semangat atau gairah, juga bisa membuat orang jatuh sakit. Sekuat-kuatnya gembala kita, sehebat-hebatnya mereka, mereka tetaplah manusia yang sama seperti kita. Manusia yang terbatas, manusia yang lemah dan rentan. Maka jelas, gembala atau para pengerja dan pemimpin rohani butuh doa, agar mereka menjadi lebih kuat, lebih sabar, lebih tabah, lebih kokoh sehingga jemaat yang mereka tuntun bisa bertumbuh dengan baik.
Kita bisa melihat satu contoh besarnya dan pentingnya kuasa doa yang ditujukan kepada gembala atau pemimpin rohani, yaitu dalam Kisah Para Rasul 12:1-19. Pada waktu itu Herodes mulai bertindak keras terhadap orang percaya.Ia memerintahkan kepada algojo bahwa Yakobus harus dibunuh dengan pedang. Dan Yakobus pun tewas sebagai martir. Demi melihat perilaku jahatnya ternyata disukai orang Yahudi, maka ia pun ketagihan melanjutkan perbuatannya dengan menahan Petrus. Petrus pun ditangkap. Tapi untunglah hari itu jatuh kepada Hari raya Roti Tidak Beragi, sehingga Petrus tidak langsung diadili untuk kemudian dihukum mati. Sebagai gantinya, Petrus dijebloskan kepenjara dan dijaga oleh 4 regu dengan 4 prajurit pada masing-masing regu. Enam belas orang menjaga satu orang. Mengapa? Karena Herodes tidak ingin ada apa-apa terjadi pada Petrus sebelum dia diadili di depan rakyatnya. Apa yang akan terjadi atas diri Petrus sudah jelas. Hukuman mati telah menanti. Sebentar lagi ia akan mengalami nasib yang sama dengan Yakobus.
Tapi lihatlah apa yang terjadi. "Demikianlah Petrus ditahan di dalam penjara. Tetapi jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah." (Kisah Para Rasul 12:5). Jemaat ternyata tidak tinggal diam. Mereka berkumpul dan terus menerus berdoa dengan sungguh-sungguh untuk Petrus. Dan keajaiban terjadi. "Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan dekat Petrus dan cahaya bersinar dalam ruang itu. Malaikat itu menepuk Petrus untuk membangunkannya, katanya: "Bangunlah segera!" Maka gugurlah rantai itu dari tangan Petrus." (ay 7). Tuhan mengutus malaikat untuk melepaskan Petrus. Petrus pun segera mengikuti malaikat itu meski masih bingung tentang apa yang sedang terjadi, apakah itu nyata atau cuma mimpi. Baru setelah sampai di luar di tempat yang aman dan malaikat itu meninggalkannya, ia baru sadar mengenai apa yang terjadi. "Dan setelah sadar akan dirinya, Petrus berkata: "Sekarang tahulah aku benar-benar bahwa Tuhan telah menyuruh malaikat-Nya dan menyelamatkan aku dari tangan Herodes dan dari segala sesuatu yang diharapkan orang Yahudi." (ay 11). Lihatlah betapa hebatnya kuasa doa. Dan ini doa yang dilakukan para jemaat terhadap pemimpin mereka.
Inilah kuasa doa yang sesungguhnya. Ada banyak orang yang mengira bahwa doa yang dijawab hanyalah doa para pemimpin rohani. Doa mereka tidak akan manjur karena mereka hanyalah jemaat biasa. Tapi dari kisah di atas kita tahu itu keliru. Doa jemaat pun dikabulkan Tuhan. Firman Tuhan tidak berkata bahwa hanya doa gembala atau pengerja yang didengarkan, tapi juga orang biasa, dengan syarat orang itu harus benar. "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16). Jadi tidak peduli siapapun anda, meski hanya jemaat biasa, selama anda hidup dengan benar, anda tidak perlu ragu dengan kuasa doa yang anda panjatkan kepada Tuhan. Dari kisah di atas, kita bisa melihat betapa instannya Tuhan bekerja lewat doa para jemaat. Tuhan tidak menunggu doa mereka selesai terlebih dahulu untuk melakukan mukjizat, tapi itu terjadi ketika mereka masih terus bertekun berdoa. Dengan jelas hal ini terlihat dari kisah tersebut. "Dan setelah berpikir sebentar, pergilah ia (Petrus) ke rumah Maria, ibu Yohanes yang disebut juga Markus. Di situ banyak orang berkumpul dan berdoa." (ay 12). Luar biasa bukan?
Satu lagi hal yang penting dari kisah ini adalah pentingnya mendoakan para gembala, pengerja dan semua pemimpin di gereja anda. Tugas yang mereka emban sesungguhnya tidaklah mudah. Mereka dengan tekun selalu mendoakan anda para jemaat dan melayani anda dengan sebaik-baiknya di samping kesibukan mengurus keluarga dan bekerja yang harus pula mereka jalankan. Mereka mendoakan anda, sudahkah anda balik mendoakan mereka? Kita sering lupa bahwa kita pun mempunyai tugas untuk mendoakan para pemimpin. Kita hanya mau didoakan tapi tidak mau mendoakan. Dan ini bukanlah apa yang diajarkan Tuhan. Apa yang diajarkan Tuhan adalah saling mendoakan (Yakobus 5:16), termasuk mendoakan para pemimpin. (1 Timotius 2:1-2). Firman Tuhan mengatakan bahwa "Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita". (ay 3). Tidak hanya itu saja, tapi kita pun dituntut untuk taat kepada mereka. Tidak terus menentang dan membangkang, sehingga pekerjaan mereka yang sudah sulit bisa menjadi jauh lebih sulit lagi. Pada akhirnya, kita sendiri juga yang akan rugi. "Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya. Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan gembira, bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu." (Ibrani 13:17). Ingatlah bahwa para gembala dan pemimpin gereja, para pengerja dan orang-orang yang selalu melayani anda adalah manusia juga sama seperti anda. Sekuat-kuatnya mereka, ada saat-saat dimana mereka lemah. Timbunan pekerjaan dan pelayanan bisa membuat mereka jatuh sakit, kehilangan semangat, kecapaian atau kejenuhan. Di saat-saat seperti ini anda bisa berperan. Doakan dan dukung mereka agar Tuhan selalu menguatkan mereka dan menambah hikmat atas mereka. Alangkah indahnya hubungan dalam gereja yang terdapat saling doa diantara para pemimpin dan jemaatnya. Paulus menyadari pentingnya doa para jemaat bagi pemimpin seperti dia. Lihatlah apa seruannya kepada jemaat di Tesalonika. "Saudara-saudara, doakanlah kami." (1 Tesalonika 5:25).
Sudahkah anda mendoakan gembala dan para pemimpin gereja anda hari ini? Puji Tuhan jika sudah. Jika belum, ambillah waktu dan mulailah mendoakan mereka. Siapa tahu, mungkin saat ini mereka sangat membutuhkan dukungan doa dari anda semua. Mereka sudah dengan tekun terus mendoakan anda, para jemaat yang dikasihi Tuhan secara rutin. Sekarang giliran kita untuk mendoakan mereka pula, meminta Tuhan memberi kekuatan, perlindungan, kesehatan dan lain-lain agar mereka dapat tetap menjalankan tugas berat mereka dalam keadaan baik, sehat dan penuh sukacita.
Gembala mendoakan jemaat, jemaat mendoakan gembala. Saling mendoakan akan mampu membuat perbedaan nyata
Monday, February 22, 2010
Kapanpun, Dimanapun
Ayat bacaan: Efesus 2:18
====================
"karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa."
Saya sering berpikir, betapa bahagianya anak-anak yang lahir di era teknologi seperti sekarang ini. Anak-anak SD pun sekarang sudah dilengkapi handphone yang memungkinkan mereka berkomunikasi kapan saja dengan orang tua, saudara, sanak keluarga atau teman-temannya. Di usia sangat muda mereka bahkan sudah mengenal internet, sudah bisa chatting dengan baik lengkap dengan icon atau smileys yang sudah disediakan. Mengagumkan. Saya pernah chatting dengan keponakan seorang teman di Surabaya yang usianya masih 7 tahun. Meski ia masih harus perlahan-lahan mencari huruf di keyboard, tapi dia sudah mampu berkomunikasi dengan lancar menggunakan fasilitas chatting. Itulah era teknologi yang memungkinkan siapapun untuk menjalin hubungan dengan siapapun kapan saja, dimana saja. Saya masih sempat merasakan susahnya berkomunikasi di jaman dulu. Telepon saja belum ada, apalagi handphone. Hubungan hanya bisa dijalin lewat surat menyurat atau bertemu langsung. Sekarang teknologi mampu membuat dunia menjadi sangat kecil. Anda bisa berhubungan langsung dengan orang di belahan bumi lain dalam sekejap. Ini era dimana komunikasi sudah sangat mudah untuk dilakukan dan dengan biaya yang relatif murah.
Dalam hal hubungan kita dengan Sang Pencipta pun demikian. Hari ini kita bisa datang berbicara kepada Tuhan dengan mudah, kapan saja dan dimana saja. Kita bisa masuk menghampiri tahtaNya dan berhubungan denganNya setiap waktu. Jika itu bisa kita nikmati saat ini, itu karena Tuhan Yesus sudah memulihkan hubungan kita yang terputus dari Tuhan akibat dosa. Kita tidak perlu mengantri, memasuki gedung-gedung tertentu, atau mempersiapkan segala sesuatu berhari-hari atau berbulan-bulan untuk bisa berkomunikasi dengan Tuhan. Kita tidak perlu dijadwal terlebih dahulu untuk itu. Tidak. Kita bisa secara langsung menumpahkan isi hati kita, memuji dan menyembahNya, atau memohon pertolongan kapanpun dan dimanapun. Kita bisa merasakan kehadiranNya yang begitu damai, kita bisa mendengar suaraNya setiap saat. Kita tidak memerlukan perantaraan orang lain untuk menyampaikan suara hati kita. Tuhan tidak pernah terlalu sibuk untuk kita. He's never too busy for us. Kapan saja kita membuka hubungan dengan Tuhan, Dia akan selalu berkenan untuk dihampiri. That's amazing.
Tanpa Kristus kita tidak akan pernah bisa mengalami ini semua. Paulus mengerti benar akan hal itu. Dia berkata "karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa." (Efesus 2:18). Karena Tuhanlah kita semua, baik orang-orang Israel secara rohani maupun yang berada diluar, oleh Roh Allah yang satu, dapat mendekati Bapa. Hubungan kita yang telah terputus akibat dosa telah kembali tersambung lewat darah Kristus. "Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu "jauh", sudah menjadi "dekat" oleh darah Kristus." (ay 13). Artinya, semua manusia memiliki kesempatan yang sama untuk selamat dan berhubungan secara langsung kepada Bapa melalui Roh Kudus oleh karena Kristus, dengan perantaraan Kristus. Lebih lanjut Paulus mengatakan "Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-Nya." (3:12). Ini adalah anugerah yang terlalu besar untuk kita buang. Anugerah yang terlalu besar untuk kita sia-siakan. Setiap saat, setiap waktu, kapan saja dan dimana saja, kita bisa berhubungan dengan Tuhan.
Semua orang bisa mendapatkan kesempatan yang sama melalui Kristus. Tuhan selalu menyambut siapapun dengan tangan terbuka, tidak peduli kesalahan di masa lalu atau berbagai perbuatan-perbuatan terdahulu yang penuh dosa. Dia siap menyucikan kita kembali agar bisa dengan penuh keberanian memasuki tahta kudusNya. Apa yang perlu kita perbuat adalah mengakui dosa-dosa kita dengan melakukan pertobatan menyeluruh, karena sesungguhnya yang memisahkan kita dari Tuhan tidak lain adalah dosa-dosa kita, "tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:2). Dan tentu saja percaya kepada Yesus dan menerimaNya sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi kita. "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Dengan melakukan hal-hal tersebut, kita pun akan dapat "dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya." (Ibrani 4:16).
"TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan." (Mazmur 145:8). Dan kedekatan itu sudah menjadi begitu nyata melalui hubungan tanpa hambatan yang telah dimungkinkan lewat darah Kristus. "Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang "jauh" dan damai sejahtera kepada mereka yang "dekat",karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa." (Efesus 2:17). Semuanya tergantung kita. Apakah kita mau memanfaatkan apa yang telah tersedia atau masih memilih untuk berada di luar. Yang pasti, pintu sudah dibuka, dan terbuka untuk semua orang. Tuhan menyambut semuanya yang datang dengan iman. Melalui Yesus, kita bisa menghampiri tahta kudusNya kapanpun dan dimanapun. Selama kita mau, tidak ada tempat atau waktu dimana kita tidak bisa menemuiNya lewat doa kita. Tidakkah itu luar biasa?
Tidak ada satu tempat atau waktupun dimana kita tidak bisa menemui Tuhan
====================
"karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa."
Saya sering berpikir, betapa bahagianya anak-anak yang lahir di era teknologi seperti sekarang ini. Anak-anak SD pun sekarang sudah dilengkapi handphone yang memungkinkan mereka berkomunikasi kapan saja dengan orang tua, saudara, sanak keluarga atau teman-temannya. Di usia sangat muda mereka bahkan sudah mengenal internet, sudah bisa chatting dengan baik lengkap dengan icon atau smileys yang sudah disediakan. Mengagumkan. Saya pernah chatting dengan keponakan seorang teman di Surabaya yang usianya masih 7 tahun. Meski ia masih harus perlahan-lahan mencari huruf di keyboard, tapi dia sudah mampu berkomunikasi dengan lancar menggunakan fasilitas chatting. Itulah era teknologi yang memungkinkan siapapun untuk menjalin hubungan dengan siapapun kapan saja, dimana saja. Saya masih sempat merasakan susahnya berkomunikasi di jaman dulu. Telepon saja belum ada, apalagi handphone. Hubungan hanya bisa dijalin lewat surat menyurat atau bertemu langsung. Sekarang teknologi mampu membuat dunia menjadi sangat kecil. Anda bisa berhubungan langsung dengan orang di belahan bumi lain dalam sekejap. Ini era dimana komunikasi sudah sangat mudah untuk dilakukan dan dengan biaya yang relatif murah.
Dalam hal hubungan kita dengan Sang Pencipta pun demikian. Hari ini kita bisa datang berbicara kepada Tuhan dengan mudah, kapan saja dan dimana saja. Kita bisa masuk menghampiri tahtaNya dan berhubungan denganNya setiap waktu. Jika itu bisa kita nikmati saat ini, itu karena Tuhan Yesus sudah memulihkan hubungan kita yang terputus dari Tuhan akibat dosa. Kita tidak perlu mengantri, memasuki gedung-gedung tertentu, atau mempersiapkan segala sesuatu berhari-hari atau berbulan-bulan untuk bisa berkomunikasi dengan Tuhan. Kita tidak perlu dijadwal terlebih dahulu untuk itu. Tidak. Kita bisa secara langsung menumpahkan isi hati kita, memuji dan menyembahNya, atau memohon pertolongan kapanpun dan dimanapun. Kita bisa merasakan kehadiranNya yang begitu damai, kita bisa mendengar suaraNya setiap saat. Kita tidak memerlukan perantaraan orang lain untuk menyampaikan suara hati kita. Tuhan tidak pernah terlalu sibuk untuk kita. He's never too busy for us. Kapan saja kita membuka hubungan dengan Tuhan, Dia akan selalu berkenan untuk dihampiri. That's amazing.
Tanpa Kristus kita tidak akan pernah bisa mengalami ini semua. Paulus mengerti benar akan hal itu. Dia berkata "karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa." (Efesus 2:18). Karena Tuhanlah kita semua, baik orang-orang Israel secara rohani maupun yang berada diluar, oleh Roh Allah yang satu, dapat mendekati Bapa. Hubungan kita yang telah terputus akibat dosa telah kembali tersambung lewat darah Kristus. "Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu "jauh", sudah menjadi "dekat" oleh darah Kristus." (ay 13). Artinya, semua manusia memiliki kesempatan yang sama untuk selamat dan berhubungan secara langsung kepada Bapa melalui Roh Kudus oleh karena Kristus, dengan perantaraan Kristus. Lebih lanjut Paulus mengatakan "Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-Nya." (3:12). Ini adalah anugerah yang terlalu besar untuk kita buang. Anugerah yang terlalu besar untuk kita sia-siakan. Setiap saat, setiap waktu, kapan saja dan dimana saja, kita bisa berhubungan dengan Tuhan.
Semua orang bisa mendapatkan kesempatan yang sama melalui Kristus. Tuhan selalu menyambut siapapun dengan tangan terbuka, tidak peduli kesalahan di masa lalu atau berbagai perbuatan-perbuatan terdahulu yang penuh dosa. Dia siap menyucikan kita kembali agar bisa dengan penuh keberanian memasuki tahta kudusNya. Apa yang perlu kita perbuat adalah mengakui dosa-dosa kita dengan melakukan pertobatan menyeluruh, karena sesungguhnya yang memisahkan kita dari Tuhan tidak lain adalah dosa-dosa kita, "tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:2). Dan tentu saja percaya kepada Yesus dan menerimaNya sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi kita. "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Dengan melakukan hal-hal tersebut, kita pun akan dapat "dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya." (Ibrani 4:16).
"TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan." (Mazmur 145:8). Dan kedekatan itu sudah menjadi begitu nyata melalui hubungan tanpa hambatan yang telah dimungkinkan lewat darah Kristus. "Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang "jauh" dan damai sejahtera kepada mereka yang "dekat",karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa." (Efesus 2:17). Semuanya tergantung kita. Apakah kita mau memanfaatkan apa yang telah tersedia atau masih memilih untuk berada di luar. Yang pasti, pintu sudah dibuka, dan terbuka untuk semua orang. Tuhan menyambut semuanya yang datang dengan iman. Melalui Yesus, kita bisa menghampiri tahta kudusNya kapanpun dan dimanapun. Selama kita mau, tidak ada tempat atau waktu dimana kita tidak bisa menemuiNya lewat doa kita. Tidakkah itu luar biasa?
Tidak ada satu tempat atau waktupun dimana kita tidak bisa menemui Tuhan
Sunday, February 21, 2010
Nikodemus di Malam Hari
Ayat bacaan: Yohanes 3:1-2
=======================
"Adalah seorang Farisi yang bernama Nikodemus, seorang pemimpin agama Yahudi. Ia datang pada waktu malam kepada Yesus dan berkata: "Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorangpun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya."
"Orang sakit tidak mengenal waktu." Itu kata ayah saya yang hingga hari ini masih saya ingat. Profesinya sebagai dokter ia jalani bukan sebagai profesi semata, tapi sebagai bentuk pengabdiannya untuk menolong orang. Ada jam praktek tetap seperti dokter lainnya. Tapi ia tidak pernah menolak pasien yang datang, bahkan di tengah malam atau menjelang subuh sekalipun. Ia selalu siap untuk pergi ke rumah sang pasien seandainya orang itu tidak bisa datang sendiri. Orang bisa sakit kapan saja. Dan terkadang sakit itu serius sehingga sedetik pun sungguh berharga. Terlambat sedikit saja nyawa bisa keburu melayang. Belakangan setelah saya dewasa, saya melihat betapa banyaknya dokter yang dengan kaku menerapkan waktu kerjanya. Jika itu tidak sesuai dengan jam praktek, mereka pun tidak peduli terhadap orang yang sedang sekarat dan sangat membutuhkan bantuan mereka. Seorang tetangga pun pernah mengeluh. Saudaranya keburu meninggal karena dokter itu lebih memilih untuk terus tidur ketimbang mengurus pasien askes. Pembantunya yang menjumpai dan berkata bahwa untuk pasien askes tidak dilayani oleh sang dokter. Nyawa manusia ternyata bertingkat-tingkat saat ini. Ada nyawa yang mahal, ada nyawa yang murah bahkan tidak dianggap punya harga. Dan melihat itu semua, saya baru sadar bahwa apa yang dilakukan ayah saya sejak dahulu ternyata sungguh mulia.
Sebagai manusia, kita menyadari bahwa masalah bisa datang kapan saja. Masalah pun tidak mengenal waktu. Setiap saat kita bisa berhadapan dengan problema kehidupan, setiap saat kita bisa berada dalam kegelapan, meski mungkin sedetik yang lalu hidup kita masih aman-aman saja. Beruntunglah kita memiliki Tuhan yang juga tidak mengenal waktu untuk menolong kita. Tidak ada jam sibuk, tidak ada jam berhenti. Dia ada kapan saja, dimana saja. Setiap saat kita membutuhkan pertolonganNya, Dia tetap bersedia mendengarkan kita.
Anda ingat kisah Nikodemus yang mencari Yesus di malam hari? Kita bisa melihat kisah ini dicatat dengan jelas oleh Yohanes. "Ia datang pada waktu malam kepada Yesus.." (Yohanes 3:2). Mengapa Nikodemus memilih waktu malam yang seharusnya dipakai untuk beristirahat untuk menemui Yesus? Ada yang mengira bahwa ia sibuk bekerja dan hanya di malam harilah ia punya waktu luang. Ada yang berpendapat bahwa ia mengendap-endap di malam hari agar tidak ketahuan orang-orang Farisi lainnya agar tidak dihujat atau dipermalukan. Nikodemus bukanlah orang biasa. Dengan jelas dikatakan bahwa statusnya adalah sebagai seorang pemimpin agama Yahudi. (ay 1). Masakan seorang guru besar, seorang pemimpin pergi merendahkan dirinya untuk menemui seseorang? Maka sebagian orang berpendapat bahwa ia memilih waktu gelap agar tidak ketahuan. Pendapat lain mengatakan bahwa malam hari adalah saat yang lebih tepat, karena suasana lebih senyap dan minim gangguan sekitar yang bisa membuyarkan konsentrasi. Yang pasti, kedatangannya memang bukan di jam normal, sehingga setiap kali Yohanes menyinggung tentang Nikodemus, ia selalu menghubungkannya dengan waktu kedatangan Nikodemus yang tidak normal. "Nicodemus, who came to Jesus before at night" (7:50,Amplified Bible), "And Nicodemus also, who first had come to Jesus by night." (19:39). "Itu lho, Nikodemus yang datang malam-malam menemui Yesus.." seperti itulah Yohanes selalu menggambarkan Nikodemus.
Kita tidak tahu apa alasan yang sebenarnya. Tapi itu semua tidak penting. Apa yang penting untuk kita lihat adalah ia belum mengetahui siapa Yesus sebenarnya, segala tentang Yesus masih gelap baginya, dan ia ingin menyingkapkan kegelapan itu dan mengenal kebenaran yang membawa terang. Kedatangannya menunjukkan kerinduannya untuk mengenal Yesus lebih jauh secara langsung, bukan dari kata orang, bukan dari pengamatan dari jauh saja. Dia tahu bahwa Yesus berbeda dari manusia lainnya. "Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorangpun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya." (3:2). Tanda-tanda yang dilakukan Yesus sejauh pengamatannya sudah menunjukkan sesuatu yang berbeda, tapi ia ingin mengenal lebih jauh secara pribadi, secara dekat, secara langsung, secara nyata. Dan Yesus melayaninya meski secara manusiawi itu bukan waktu yang tepat.
Nikodemus bisa saja cuek, dia bisa saja berpegang pada statusnya dan menjaga wibawanya, dia punya pilihan untuk tidak peduli dan terus menjalankan hidupnya untuk selalu sesuai dengan Taurat, tapi Nikodemus menyisihkan semua itu untuk pergi datang menemui Yesus. Dan pertemuan dengan Yesus sesungguhnya telah menariknya keluar dari kegelapan untuk masuk ke dalam Terang dunia, the Light of the world. Sebuah pilihan yang tepat, karena jika kita berjalan mengikutiNya, kita tidak akan berjalan dalam kegelapan lagi melainkan memiliki terang dalam hidup. "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (8:12).
Yesus sudah memanggil kita keluar dari kegelapan untuk masuk ke dalam terangNya yang ajaib, dahsyat dan gemilang. "Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib" (1 Petrus 2:9). Yesus juga menjanjikan bahwa barangsiapa yang percaya padaNya tidak akan tinggal dalam kegelapan lagi. "Aku telah datang ke dalam dunia sebagai terang, supaya setiap orang yang percaya kepada-Ku, jangan tinggal di dalam kegelapan." (Yohanes 12:46). Kita harus bersyukur bahwa kita punya Allah yang luar biasa yang akan senantiasa siap menarik kita keluar dari kegelapan untuk masuk ke dalam terangNya. Tidak peduli kapan, Dia selalu bersedia untuk menerima kita kembali, mengijinkan kita untuk mengenalNya lebih jauh secara pribadi, setiap saat, setiap waktu. Tangan Tuhan selalu terbuka untuk menyambut kita dengan lemah lembut. Dia rindu untuk kita kenal. Tapi untuk itu kita harus mau menyingkirkan hal-hal duniawi yang bisa merintangi langkah kita untuk mengenal Tuhan. Ego pribadi, wibawa, status, popularitas, harga diri di mata orang lain, semua ini bisa menghambat kita untuk mengenal Tuhan secara pribadi. Firman Tuhan berkata: "apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati" (Yeremia 29:13). Yesus bersabda "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Matius 7:7-8) Semudah itu? Yes, as simple as that. Yang dibutuhkan adalah kemauan atau kerinduan kita untuk mengenalNya secara lebih jauh dan lebih dekat, maka dia akan selalu membuka diriNya untuk menerima kita dan siap untuk menyingkapkan segala rahasia Kerajaan Surga kepada kita. (Matius 13:1). Nikodemus sudah melakukannya dan mendapatkannya. (Bacalah selengkapnya percakapan Nikodemus dengan Yesus dalam Yohanes 3:1-21) .Bagaimana dengan kita? Datanglah pada Tuhan, kapan saja, dimana saja, mari kenali Tuhan lebih lagi. Meski dalam keadaan tergelap sekalipun dalam hidup kita, Tuhan selalu siap untuk mengangkat kita masuk ke dalam terangNya jika kita mau datang kepadaNya dan rindu untuk mengenal Tuhan lebih dalam lagi.
Pengenalan akan Kristus adalah langkah menuju terang
=======================
"Adalah seorang Farisi yang bernama Nikodemus, seorang pemimpin agama Yahudi. Ia datang pada waktu malam kepada Yesus dan berkata: "Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorangpun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya."
"Orang sakit tidak mengenal waktu." Itu kata ayah saya yang hingga hari ini masih saya ingat. Profesinya sebagai dokter ia jalani bukan sebagai profesi semata, tapi sebagai bentuk pengabdiannya untuk menolong orang. Ada jam praktek tetap seperti dokter lainnya. Tapi ia tidak pernah menolak pasien yang datang, bahkan di tengah malam atau menjelang subuh sekalipun. Ia selalu siap untuk pergi ke rumah sang pasien seandainya orang itu tidak bisa datang sendiri. Orang bisa sakit kapan saja. Dan terkadang sakit itu serius sehingga sedetik pun sungguh berharga. Terlambat sedikit saja nyawa bisa keburu melayang. Belakangan setelah saya dewasa, saya melihat betapa banyaknya dokter yang dengan kaku menerapkan waktu kerjanya. Jika itu tidak sesuai dengan jam praktek, mereka pun tidak peduli terhadap orang yang sedang sekarat dan sangat membutuhkan bantuan mereka. Seorang tetangga pun pernah mengeluh. Saudaranya keburu meninggal karena dokter itu lebih memilih untuk terus tidur ketimbang mengurus pasien askes. Pembantunya yang menjumpai dan berkata bahwa untuk pasien askes tidak dilayani oleh sang dokter. Nyawa manusia ternyata bertingkat-tingkat saat ini. Ada nyawa yang mahal, ada nyawa yang murah bahkan tidak dianggap punya harga. Dan melihat itu semua, saya baru sadar bahwa apa yang dilakukan ayah saya sejak dahulu ternyata sungguh mulia.
Sebagai manusia, kita menyadari bahwa masalah bisa datang kapan saja. Masalah pun tidak mengenal waktu. Setiap saat kita bisa berhadapan dengan problema kehidupan, setiap saat kita bisa berada dalam kegelapan, meski mungkin sedetik yang lalu hidup kita masih aman-aman saja. Beruntunglah kita memiliki Tuhan yang juga tidak mengenal waktu untuk menolong kita. Tidak ada jam sibuk, tidak ada jam berhenti. Dia ada kapan saja, dimana saja. Setiap saat kita membutuhkan pertolonganNya, Dia tetap bersedia mendengarkan kita.
Anda ingat kisah Nikodemus yang mencari Yesus di malam hari? Kita bisa melihat kisah ini dicatat dengan jelas oleh Yohanes. "Ia datang pada waktu malam kepada Yesus.." (Yohanes 3:2). Mengapa Nikodemus memilih waktu malam yang seharusnya dipakai untuk beristirahat untuk menemui Yesus? Ada yang mengira bahwa ia sibuk bekerja dan hanya di malam harilah ia punya waktu luang. Ada yang berpendapat bahwa ia mengendap-endap di malam hari agar tidak ketahuan orang-orang Farisi lainnya agar tidak dihujat atau dipermalukan. Nikodemus bukanlah orang biasa. Dengan jelas dikatakan bahwa statusnya adalah sebagai seorang pemimpin agama Yahudi. (ay 1). Masakan seorang guru besar, seorang pemimpin pergi merendahkan dirinya untuk menemui seseorang? Maka sebagian orang berpendapat bahwa ia memilih waktu gelap agar tidak ketahuan. Pendapat lain mengatakan bahwa malam hari adalah saat yang lebih tepat, karena suasana lebih senyap dan minim gangguan sekitar yang bisa membuyarkan konsentrasi. Yang pasti, kedatangannya memang bukan di jam normal, sehingga setiap kali Yohanes menyinggung tentang Nikodemus, ia selalu menghubungkannya dengan waktu kedatangan Nikodemus yang tidak normal. "Nicodemus, who came to Jesus before at night" (7:50,Amplified Bible), "And Nicodemus also, who first had come to Jesus by night." (19:39). "Itu lho, Nikodemus yang datang malam-malam menemui Yesus.." seperti itulah Yohanes selalu menggambarkan Nikodemus.
Kita tidak tahu apa alasan yang sebenarnya. Tapi itu semua tidak penting. Apa yang penting untuk kita lihat adalah ia belum mengetahui siapa Yesus sebenarnya, segala tentang Yesus masih gelap baginya, dan ia ingin menyingkapkan kegelapan itu dan mengenal kebenaran yang membawa terang. Kedatangannya menunjukkan kerinduannya untuk mengenal Yesus lebih jauh secara langsung, bukan dari kata orang, bukan dari pengamatan dari jauh saja. Dia tahu bahwa Yesus berbeda dari manusia lainnya. "Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorangpun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya." (3:2). Tanda-tanda yang dilakukan Yesus sejauh pengamatannya sudah menunjukkan sesuatu yang berbeda, tapi ia ingin mengenal lebih jauh secara pribadi, secara dekat, secara langsung, secara nyata. Dan Yesus melayaninya meski secara manusiawi itu bukan waktu yang tepat.
Nikodemus bisa saja cuek, dia bisa saja berpegang pada statusnya dan menjaga wibawanya, dia punya pilihan untuk tidak peduli dan terus menjalankan hidupnya untuk selalu sesuai dengan Taurat, tapi Nikodemus menyisihkan semua itu untuk pergi datang menemui Yesus. Dan pertemuan dengan Yesus sesungguhnya telah menariknya keluar dari kegelapan untuk masuk ke dalam Terang dunia, the Light of the world. Sebuah pilihan yang tepat, karena jika kita berjalan mengikutiNya, kita tidak akan berjalan dalam kegelapan lagi melainkan memiliki terang dalam hidup. "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (8:12).
Yesus sudah memanggil kita keluar dari kegelapan untuk masuk ke dalam terangNya yang ajaib, dahsyat dan gemilang. "Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib" (1 Petrus 2:9). Yesus juga menjanjikan bahwa barangsiapa yang percaya padaNya tidak akan tinggal dalam kegelapan lagi. "Aku telah datang ke dalam dunia sebagai terang, supaya setiap orang yang percaya kepada-Ku, jangan tinggal di dalam kegelapan." (Yohanes 12:46). Kita harus bersyukur bahwa kita punya Allah yang luar biasa yang akan senantiasa siap menarik kita keluar dari kegelapan untuk masuk ke dalam terangNya. Tidak peduli kapan, Dia selalu bersedia untuk menerima kita kembali, mengijinkan kita untuk mengenalNya lebih jauh secara pribadi, setiap saat, setiap waktu. Tangan Tuhan selalu terbuka untuk menyambut kita dengan lemah lembut. Dia rindu untuk kita kenal. Tapi untuk itu kita harus mau menyingkirkan hal-hal duniawi yang bisa merintangi langkah kita untuk mengenal Tuhan. Ego pribadi, wibawa, status, popularitas, harga diri di mata orang lain, semua ini bisa menghambat kita untuk mengenal Tuhan secara pribadi. Firman Tuhan berkata: "apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati" (Yeremia 29:13). Yesus bersabda "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Matius 7:7-8) Semudah itu? Yes, as simple as that. Yang dibutuhkan adalah kemauan atau kerinduan kita untuk mengenalNya secara lebih jauh dan lebih dekat, maka dia akan selalu membuka diriNya untuk menerima kita dan siap untuk menyingkapkan segala rahasia Kerajaan Surga kepada kita. (Matius 13:1). Nikodemus sudah melakukannya dan mendapatkannya. (Bacalah selengkapnya percakapan Nikodemus dengan Yesus dalam Yohanes 3:1-21) .Bagaimana dengan kita? Datanglah pada Tuhan, kapan saja, dimana saja, mari kenali Tuhan lebih lagi. Meski dalam keadaan tergelap sekalipun dalam hidup kita, Tuhan selalu siap untuk mengangkat kita masuk ke dalam terangNya jika kita mau datang kepadaNya dan rindu untuk mengenal Tuhan lebih dalam lagi.
Pengenalan akan Kristus adalah langkah menuju terang
Saturday, February 20, 2010
Gemerincing Uang
Ayat bacaan: Matius 27:4
=====================
"Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah."
Gemerincing uang merupakan suara yang termerdu bagi banyak orang hari-hari ini. Hampir setiap hari kita bertemu dengan orang-orang yang menghambakan diri kepada harta, memprioritaskan harga lebih dari segalanya. Hendak mengurus sesuatu harus pakai uang pelicin, ingin lancar harus ada uang rokok atau uang kopi, sebelum pensiun buru-buru melakukan mark-up selagi masih sempat dan lain-lain. Kalau dulu hal ini dilakukan malu-malu atau sembunyi-sembunyi, kesepakatan dibawah tangan, saat ini orang tidak lagi merasa malu melakukan itu. Bahkan institusi pemerintah, lembaga dan abdi negara sekalipun tidak terlepas dari perilaku seperti ini. Hukum bisa dibeli dengan segepok uang. Di kalangan teman dan keluarga pun hal seperti ini masih berlaku. Friend is friend, family is family, but business is business. Itu kata seorang paman saya yang kepada keponakannya sendiri tega berhitung untung rugi hanya karena dimintai tolong sedikit saja. Saat ini orang tidak lagi takut untuk menggelapkan, menggelembungkan atau mengemplang uang yang bukan menjadi haknya. Hidup cuma satu kali menjadi ungkapan yang bukan lagi menggambarkan niat untuk berbuat yang terbaik selama kesempatan masih diberikan Tuhan, tapi sudah bergeser maknanya kepada menimbun harta sebesar-besarnya selagi masih ada kesempatan. Orang tidak lagi menganggap itu dosa. Karena jika mereka tidak ikut, toh orang lain juga akan melakukannya. Daripada orang lain yang untung, lebih baik lakukan juga sendiri. Cinta bisa dibeli dengan uang. Saya pernah mendengar bahwa demi membeli pulsa saja anak remaja rela menjual tubuhnya. Kondisi ini sungguh memperihatinkan. Kita tidak lagi heran melihat orang korupsi, tapi malah sebaliknya, heran jika melihat orang jujur. Gemerincing uang memang bisa membutakan mata siapapun.
Banyak orang mengejar harta kekayaan karena menganggap uang dapat membeli segalanya. Mereka lupa bahwa ada peribahasa yang mengatakan "Money can't buy happiness". Anggaplah uang yang banyak akan memberi kita banyak kemudahan duniawi, namun sebenarnya hati nurani manusia akan terus membuat kita dikejar rasa bersalah. Tuhan seringkali mengetuk pintu hati kita, berbicara lewat hati nurani kita, dan ketika apa yang kita lakukan melawan hal itu, maka perasaan kita pun akan menjadi tidak nyaman. Kita hidup dengan ketakutan, merasa tertuduh dan bersalah. Hal ini dialami oleh tokoh yang "menjual" Yesus bernama Yudas.
Bayangkan, hanya dengan imbalan 30 keping uang perak, ia tega menyerahkan sahabatnya, gurunya, sosok yang sudah berulangkali melakukan mukjizat di depan matanya, sosok yang begitu luar biasa besar kasihnya dan pengajaran-pengajaran yang belum pernah diberikan oleh siapapun sebelumnya. Semua itu dia gadaikan hanya dengan imbalan sejumlah uang. Gemerincing uang membutakan matanya. Dan Yesus pun dia khianati. Sebuah pilihan yang fatal. Tepat setelah ia menerima uang dan melihat Yesus dibelenggu dan dijatuhi hukuman mati, ia pun menyesal. Hidupnya tidak lagi tenang, tidak lagi ada sukacita melainkan diisi oleh penyesalan tiada habis dan ketakutan. Alkitab mencatat "Pada waktu Yudas, yang menyerahkan Dia, melihat, bahwa Yesus telah dijatuhi hukuman mati, menyesallah ia. Lalu ia mengembalikan uang yang tiga puluh perak itu kepada imam-imam kepala dan tua-tua, dan berkata: "Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah." Tetapi jawab mereka: "Apa urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri!" (Matius 27:3-4). Perhatikan kata-kata Yudas: "Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah." Ketika membayangkan uang sejumlah itu akan diperoleh, Yudas mengira bahwa hidupnya akan indah. Namun setelah semuanya terjadi, gemerincing uang tidak lagi melambangkan hadiah baignya, tapi menjadi peringatan akan perbuatan jahatnya kepada Yesus. Setiap mendengar suara gemerincing uang ia pun ketakutan. Depresi berat akhirnya menguasai dirinya. Yang terjadi adalah: "Maka iapun melemparkan uang perak itu ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantung diri." (ay 5). Mengenaskan bukan? Uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Dirinya dihakimi oleh hati nuraninya, begitu berat sehingga ia tidak mampu bertahan lagi dan memutuskan lebih baik mengakhiri hidupnya. Yudas pun mati membawa perasaan bersalah yang tidak lagi mampu ia atasi.
Suara gemerincing uang seringkali membutakan mata kita. Kitapun tergoda untuk masuk ke dalam perangkap dengan menjadi hamba uang. Padahal sekaya-kayanya kita, harta itu tidak akan pernah bisa kita bawa ke tempat yang menjadi tujuan kita selanjutnya. Mengapa kita harus tergoda untuk mementingkan kenyamanan hidup yang hanya sesaat ini ketimbang kehidupan kekal yang akan kita masuki selanjutnya? Bukankah harta yang diperoleh dengan cara curang ini, berapapun besarnya tidak akan pernah sebanding dengan sesuatu yang kekal yang akan kita hadapi nanti? Apakah itu kehidupan kekal atau kematian kekal, semua itu tergantung kita. Firman Tuhan berkata "Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu" (Ulangan 30:19). Artinya, apapun yang akan kita peroleh kelak akan sangat tergantung dari apa yang kita pilih atau putuskan hari ini.
Yesus sudah mengingatkan sejak awal bahwa kita harus fokus mengumpulkan harta bukan untuk di bumi, melainkan untuk di surga. Harta di dunia tidak pernah kekal, setiap saat bisa hilang dan musnah, namun sebaliknya harta di surgalah yang akan sangat bermanfaat karena tidak akan bisa lenyap. "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19-20). Dan ingatlah pesan Yesus berikut: "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (ay 24).
Menghamba kepada uang sama artinya dengan mempertuhankan harta. Ini sama saja dengan menduakan Tuhan yang jelas merupakan pelanggaran yang sangat fatal. Ketika kita memilih untuk mengkhianati Kristus dengan melakukan pelanggaran, ketika kita memilih untuk menyisihkan kebenaran firman Tuhan hanya karena tergoda oleh gemerincing uang, hati kita tidak akan berisi sukacita lagi. Hati kita akan dipenuhi perasaan tidak nyaman, menderita, sedih dan bersalah. Dan akibatnya bisa menjadi sangat fatal seperti apa yang terjadi pada Yudas. Pantaskah ini kita lakukan ketika Tuhan sudah menunjukkan kasihNya yang tak terhingga besarnya dengan menganugerahkan Kristus untuk menyelamatkan kita dari kebinasaan? Betapa bodohnya kita jika kita membuang anugerah terbesar hanya demi kenikmatan sesaat. Tidak perlu korupsi untuk hidup berkelimpahan, karena Tuhan sendiri sudah berjanji bahwa Dia akan memberikan kita "negeri yang berlimpah susu dan madunya" apabila Tuhan berkenan atas hidup kita. "Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya." (Bilangan 14:8). Mendengarkan suara Tuhan dan melakukan dengan setia perintah-perintahNya dalam hidup kita, itu akan membawa kita untuk menerima berkat berlimpah disegala sisi. (Ulangan 28:1-14). Meskipun mungkin anda saat ini merasa tertekan akibat lilitan hutang atau kesesakan untuk memenuhi segala kebutuhan, jangan pernah tergoda untuk korupsi. Apa yang harus anda lakukan adalah menyerahkan segala masalah kepada Tuhan, sebab sesungguhnya Dia lah yang memelihara kita. "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7). Tuhan sanggup melimpahi kita semua, namun kita harus hidup jujur dan taat, serta setia kepada perintah-perintahNya. Berkat-berkat yang diberikan Tuhan sanggup membuat kita hidup penuh kelimpahan tanpa harus korupsi atau menjadi mata duitan. Dan jika kita memperoleh itu semua dari Tuhan, kita akan berkelimpahan dengan penuh sukacita, tanpa harus dicekam rasa bersalah, ketakutan dan terus menerus tertuduh oleh hati nurani kita sendiri. Ketika pada suatu saat anda tergoda oleh gemerincing uang, ingatlah bagaimana makna gemerincing uang itu terhadap Yudas dan apa yang menjadi konsekuensinya. Hari ini marilah kita hidup dengan benar, menjauhkan segala keinginan menumpuk harta dan fokus sepenuhnya untuk melakukan segala sesuatu yang sesuai dengan firman Tuhan. And the rest will surely follow.
Uang mungkin dianggap bisa membeli segalanya, namun tidak akan pernah mampu membeli kebahagiaan, kedamaian dan sukacita
=====================
"Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah."
Gemerincing uang merupakan suara yang termerdu bagi banyak orang hari-hari ini. Hampir setiap hari kita bertemu dengan orang-orang yang menghambakan diri kepada harta, memprioritaskan harga lebih dari segalanya. Hendak mengurus sesuatu harus pakai uang pelicin, ingin lancar harus ada uang rokok atau uang kopi, sebelum pensiun buru-buru melakukan mark-up selagi masih sempat dan lain-lain. Kalau dulu hal ini dilakukan malu-malu atau sembunyi-sembunyi, kesepakatan dibawah tangan, saat ini orang tidak lagi merasa malu melakukan itu. Bahkan institusi pemerintah, lembaga dan abdi negara sekalipun tidak terlepas dari perilaku seperti ini. Hukum bisa dibeli dengan segepok uang. Di kalangan teman dan keluarga pun hal seperti ini masih berlaku. Friend is friend, family is family, but business is business. Itu kata seorang paman saya yang kepada keponakannya sendiri tega berhitung untung rugi hanya karena dimintai tolong sedikit saja. Saat ini orang tidak lagi takut untuk menggelapkan, menggelembungkan atau mengemplang uang yang bukan menjadi haknya. Hidup cuma satu kali menjadi ungkapan yang bukan lagi menggambarkan niat untuk berbuat yang terbaik selama kesempatan masih diberikan Tuhan, tapi sudah bergeser maknanya kepada menimbun harta sebesar-besarnya selagi masih ada kesempatan. Orang tidak lagi menganggap itu dosa. Karena jika mereka tidak ikut, toh orang lain juga akan melakukannya. Daripada orang lain yang untung, lebih baik lakukan juga sendiri. Cinta bisa dibeli dengan uang. Saya pernah mendengar bahwa demi membeli pulsa saja anak remaja rela menjual tubuhnya. Kondisi ini sungguh memperihatinkan. Kita tidak lagi heran melihat orang korupsi, tapi malah sebaliknya, heran jika melihat orang jujur. Gemerincing uang memang bisa membutakan mata siapapun.
Banyak orang mengejar harta kekayaan karena menganggap uang dapat membeli segalanya. Mereka lupa bahwa ada peribahasa yang mengatakan "Money can't buy happiness". Anggaplah uang yang banyak akan memberi kita banyak kemudahan duniawi, namun sebenarnya hati nurani manusia akan terus membuat kita dikejar rasa bersalah. Tuhan seringkali mengetuk pintu hati kita, berbicara lewat hati nurani kita, dan ketika apa yang kita lakukan melawan hal itu, maka perasaan kita pun akan menjadi tidak nyaman. Kita hidup dengan ketakutan, merasa tertuduh dan bersalah. Hal ini dialami oleh tokoh yang "menjual" Yesus bernama Yudas.
Bayangkan, hanya dengan imbalan 30 keping uang perak, ia tega menyerahkan sahabatnya, gurunya, sosok yang sudah berulangkali melakukan mukjizat di depan matanya, sosok yang begitu luar biasa besar kasihnya dan pengajaran-pengajaran yang belum pernah diberikan oleh siapapun sebelumnya. Semua itu dia gadaikan hanya dengan imbalan sejumlah uang. Gemerincing uang membutakan matanya. Dan Yesus pun dia khianati. Sebuah pilihan yang fatal. Tepat setelah ia menerima uang dan melihat Yesus dibelenggu dan dijatuhi hukuman mati, ia pun menyesal. Hidupnya tidak lagi tenang, tidak lagi ada sukacita melainkan diisi oleh penyesalan tiada habis dan ketakutan. Alkitab mencatat "Pada waktu Yudas, yang menyerahkan Dia, melihat, bahwa Yesus telah dijatuhi hukuman mati, menyesallah ia. Lalu ia mengembalikan uang yang tiga puluh perak itu kepada imam-imam kepala dan tua-tua, dan berkata: "Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah." Tetapi jawab mereka: "Apa urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri!" (Matius 27:3-4). Perhatikan kata-kata Yudas: "Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah." Ketika membayangkan uang sejumlah itu akan diperoleh, Yudas mengira bahwa hidupnya akan indah. Namun setelah semuanya terjadi, gemerincing uang tidak lagi melambangkan hadiah baignya, tapi menjadi peringatan akan perbuatan jahatnya kepada Yesus. Setiap mendengar suara gemerincing uang ia pun ketakutan. Depresi berat akhirnya menguasai dirinya. Yang terjadi adalah: "Maka iapun melemparkan uang perak itu ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantung diri." (ay 5). Mengenaskan bukan? Uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Dirinya dihakimi oleh hati nuraninya, begitu berat sehingga ia tidak mampu bertahan lagi dan memutuskan lebih baik mengakhiri hidupnya. Yudas pun mati membawa perasaan bersalah yang tidak lagi mampu ia atasi.
Suara gemerincing uang seringkali membutakan mata kita. Kitapun tergoda untuk masuk ke dalam perangkap dengan menjadi hamba uang. Padahal sekaya-kayanya kita, harta itu tidak akan pernah bisa kita bawa ke tempat yang menjadi tujuan kita selanjutnya. Mengapa kita harus tergoda untuk mementingkan kenyamanan hidup yang hanya sesaat ini ketimbang kehidupan kekal yang akan kita masuki selanjutnya? Bukankah harta yang diperoleh dengan cara curang ini, berapapun besarnya tidak akan pernah sebanding dengan sesuatu yang kekal yang akan kita hadapi nanti? Apakah itu kehidupan kekal atau kematian kekal, semua itu tergantung kita. Firman Tuhan berkata "Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu" (Ulangan 30:19). Artinya, apapun yang akan kita peroleh kelak akan sangat tergantung dari apa yang kita pilih atau putuskan hari ini.
Yesus sudah mengingatkan sejak awal bahwa kita harus fokus mengumpulkan harta bukan untuk di bumi, melainkan untuk di surga. Harta di dunia tidak pernah kekal, setiap saat bisa hilang dan musnah, namun sebaliknya harta di surgalah yang akan sangat bermanfaat karena tidak akan bisa lenyap. "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19-20). Dan ingatlah pesan Yesus berikut: "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (ay 24).
Menghamba kepada uang sama artinya dengan mempertuhankan harta. Ini sama saja dengan menduakan Tuhan yang jelas merupakan pelanggaran yang sangat fatal. Ketika kita memilih untuk mengkhianati Kristus dengan melakukan pelanggaran, ketika kita memilih untuk menyisihkan kebenaran firman Tuhan hanya karena tergoda oleh gemerincing uang, hati kita tidak akan berisi sukacita lagi. Hati kita akan dipenuhi perasaan tidak nyaman, menderita, sedih dan bersalah. Dan akibatnya bisa menjadi sangat fatal seperti apa yang terjadi pada Yudas. Pantaskah ini kita lakukan ketika Tuhan sudah menunjukkan kasihNya yang tak terhingga besarnya dengan menganugerahkan Kristus untuk menyelamatkan kita dari kebinasaan? Betapa bodohnya kita jika kita membuang anugerah terbesar hanya demi kenikmatan sesaat. Tidak perlu korupsi untuk hidup berkelimpahan, karena Tuhan sendiri sudah berjanji bahwa Dia akan memberikan kita "negeri yang berlimpah susu dan madunya" apabila Tuhan berkenan atas hidup kita. "Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya." (Bilangan 14:8). Mendengarkan suara Tuhan dan melakukan dengan setia perintah-perintahNya dalam hidup kita, itu akan membawa kita untuk menerima berkat berlimpah disegala sisi. (Ulangan 28:1-14). Meskipun mungkin anda saat ini merasa tertekan akibat lilitan hutang atau kesesakan untuk memenuhi segala kebutuhan, jangan pernah tergoda untuk korupsi. Apa yang harus anda lakukan adalah menyerahkan segala masalah kepada Tuhan, sebab sesungguhnya Dia lah yang memelihara kita. "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7). Tuhan sanggup melimpahi kita semua, namun kita harus hidup jujur dan taat, serta setia kepada perintah-perintahNya. Berkat-berkat yang diberikan Tuhan sanggup membuat kita hidup penuh kelimpahan tanpa harus korupsi atau menjadi mata duitan. Dan jika kita memperoleh itu semua dari Tuhan, kita akan berkelimpahan dengan penuh sukacita, tanpa harus dicekam rasa bersalah, ketakutan dan terus menerus tertuduh oleh hati nurani kita sendiri. Ketika pada suatu saat anda tergoda oleh gemerincing uang, ingatlah bagaimana makna gemerincing uang itu terhadap Yudas dan apa yang menjadi konsekuensinya. Hari ini marilah kita hidup dengan benar, menjauhkan segala keinginan menumpuk harta dan fokus sepenuhnya untuk melakukan segala sesuatu yang sesuai dengan firman Tuhan. And the rest will surely follow.
Uang mungkin dianggap bisa membeli segalanya, namun tidak akan pernah mampu membeli kebahagiaan, kedamaian dan sukacita
Friday, February 19, 2010
Tuhan memerlukan
Ayat bacaan: Lukas 19:34
=====================
"Kata mereka: "Tuhan memerlukannya."
"Tante kan sudah tua, sudah tidak dibutuhkan lagi. Mau tidak mau ya harus pensiun.." kata tante saya kemarin ketika saya bertemu dengannya. Perjalanan hidup memang seperti itu. Ada usia dimana kita tidak lagi dianggap mampu produktif, meski kita mungkin merasa masih mampu dan masih sehat. KTP sudah seumur hidup, bank tidak lagi mau memberi pinjaman dan sebagainya. Semua seolah-olah berkata sama: "kamu kan tidak lama lagi, tidak ada lagi yang bisa diharapkan darimu." Tante saya berkata demikian dengan senyum miris. Di sisi lain, dalam usia yang terlalu muda pun orang akan sulit dipercaya mampu untuk bisa melakukan sesuatu. Dunia mungkin memberi batasan umur yang dianggap produktif, dunia mungkin memerlukan kita hanya sementara dan setelah itu dibuang, namun tidak bagi Tuhan.
Tuhan tetap membutuhkan kita, tidak perduli keadaan atau usia kita. Jika memasuki usia senja orang bertanya, apakah mereka masih bisa berguna bagi Tuhan? Apakah mereka masih bisa membuat sisa hidup mereka bermakna? Apakah mereka masih dibutuhkan? Jawabannya jelas. Ya, tentu saja. Kita bisa melihat beberapa orang yang dalam usia tuanya ternyata masih berperan besar dalam melakukan perintah Tuhan. Nuh membangun bahtera di usia lanjut. Kaleb mengaku masih sama kuat di usia 85 tahun untuk berperang memasuki tanah yang dijanjikan Tuhan kepadanya. "..Jadi sekarang, telah berumur delapan puluh lima tahun aku hari ini; pada waktu ini aku masih sama kuat seperti pada waktu aku disuruh Musa; seperti kekuatanku pada waktu itu demikianlah kekuatanku sekarang untuk berperang dan untuk keluar masuk." (Yosua 14:10-11). Bagaimana dengan Abraham dan Sara? Mereka mendapatkan janji Tuhan akan keturunan yang banyak bagai bintang di langit justru pada usia yang sangat lanjut. Artinya orang-orang yang berusia tua pun tetap bernilai di mata Tuhan dan selalu mendapat kesempatan bahkan kepercayaan untuk melakukan sesuatu untuk Tuhan. Bagaimana jika sebaliknya karena terlalu muda? Tuhan tetap memerlukan kita. Ada banyak pula orang-orang yang dipakai sejak usia mudanya. Daud sudah harus bertarung melawan Goliat disaat ia masih belia. Timotius dipakai luar biasa pada usia mudanya. Dan ada banyak lagi contoh di dalam alkitab. Lihatlah pesan Paulus kepada Timotius: " Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Jadi usia bukanlah halangan atau hambatan, bukan pula alasan bagi kita untuk menghindari panggilan Tuhan. Berapa lanjutpun usia anda, Tuhan masih memerlukan anda.
Saya jadi ingat kisah ketika Yesus membutuhkan keledai untuk membawanya memasuki Yerusalem. Yesus menyuruh dua muridnya demikian: "Pergilah ke kampung yang di depanmu itu: Pada waktu kamu masuk di situ, kamu akan mendapati seekor keledai muda tertambat, yang belum pernah ditunggangi orang. Lepaskanlah keledai itu dan bawalah ke mari." (Lukas 19:30). Dan ketika mereka melakukannya, si pemilik keledai pun bertanya mengapa mereka melepaskan keledai. Mereka pun menjawab seperti apa yang dipesan Yesus untuk mereka katakan: " Kata mereka: "Tuhan memerlukannya." (ay 34). Jika seekor keledai saja dibutuhkan Tuhan untuk menyelesaikan pekerjaanNya di dunia ini, mengapa kita tidak?
Tuhan selalu memerlukan kita, anak-anakNya, duta-dutaNya di dunia ini untuk melakukan pekerjaanNya. Itu bisa berupa tugas spesifik yang segera harus dilakukan, a brief single task, seperti keledai itu, atau bisa juga memerlukan usaha dan ketekunan bertahun-tahun sampai kita dipanggil menghadap Bapa. Semua ini akan menjadi kesempatan indah bagi kita untuk menyatakan kesaksian kita, menyatakan kasih Tuhan kepada sesama. Ketika kita mendapat tugas dari Tuhan, itu bukan beban melainkan sebuah kehormatan yang harus kita syukuri dan lakukan dengan sebaik-baiknya. Yang pasti, Tuhan akan selalu membutuhkan kita pada waktunya. Untuk itu kita harus senantiasa mempersiapkan diri kita. Senantiasa berjaga-jaga baik lewat doa, membaca dan merenungkan firman Tuhan dalam alkitab dan terus peka mendengar panggilanNya. Ingatlah bahwa ada saat dimana kita tidak lagi bisa berbuat apa-apa, yaitu ketika masa hidup kita di dunia ini sudah selesai. Karenanya selama kita masih punya waktu, terimalah tugas Tuhan itu sebagai sebuah kehormatan besar. "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Soal kapan diperlukan, serahkan itu kepada Tuhan. Dengarlah suaraNya dan turuti perintahNya. Sebab itu bukan tergantung kita, tetapi tergantung Tuhan sendiri. "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu." (Yohanes 15:16). Yang penting adalah kesiapan kita, sehingga begitu tugas diberikan, kita akan mampu untuk langsung mengerjakan sesuai dengan apa yang dikehendakiNya. Apa hebatnya keledai? Bagi orang banyak keledai diasosiasikan sebagai binatang yang bodoh, namun keledai pun nyatanya dibutuhkan Tuhan. Apalagi kita anak-anakNya. Bukan kehebatan kita, keahlian kita, gelar dan tingkat pendidikan kita, pengaruh dan kuasa kita di dunia, tapi kemauan atau kesediaan kita, itulah yang Dia tuntut. Tuhan bukan mencari orang-orang hebat secara duniawi, tapi orang yang dengan tulus mau melakukan sesuai panggilanNya, karena mengasihi Tuhan. Usia? Bukan halangan. Kemampuan? Bukan halangan juga. Mari kita semua tetap mempersiapkan diri dengan tekun. Jika Tuhan memanggil anda untuk sebuah pekerjaan, jika anda dibutuhkan Tuhan saat ini, sudah siapkah anda?
Tuhan memiliki tugas untuk setiap anakNya tanpa memandang usia atau kemampuan
=====================
"Kata mereka: "Tuhan memerlukannya."
"Tante kan sudah tua, sudah tidak dibutuhkan lagi. Mau tidak mau ya harus pensiun.." kata tante saya kemarin ketika saya bertemu dengannya. Perjalanan hidup memang seperti itu. Ada usia dimana kita tidak lagi dianggap mampu produktif, meski kita mungkin merasa masih mampu dan masih sehat. KTP sudah seumur hidup, bank tidak lagi mau memberi pinjaman dan sebagainya. Semua seolah-olah berkata sama: "kamu kan tidak lama lagi, tidak ada lagi yang bisa diharapkan darimu." Tante saya berkata demikian dengan senyum miris. Di sisi lain, dalam usia yang terlalu muda pun orang akan sulit dipercaya mampu untuk bisa melakukan sesuatu. Dunia mungkin memberi batasan umur yang dianggap produktif, dunia mungkin memerlukan kita hanya sementara dan setelah itu dibuang, namun tidak bagi Tuhan.
Tuhan tetap membutuhkan kita, tidak perduli keadaan atau usia kita. Jika memasuki usia senja orang bertanya, apakah mereka masih bisa berguna bagi Tuhan? Apakah mereka masih bisa membuat sisa hidup mereka bermakna? Apakah mereka masih dibutuhkan? Jawabannya jelas. Ya, tentu saja. Kita bisa melihat beberapa orang yang dalam usia tuanya ternyata masih berperan besar dalam melakukan perintah Tuhan. Nuh membangun bahtera di usia lanjut. Kaleb mengaku masih sama kuat di usia 85 tahun untuk berperang memasuki tanah yang dijanjikan Tuhan kepadanya. "..Jadi sekarang, telah berumur delapan puluh lima tahun aku hari ini; pada waktu ini aku masih sama kuat seperti pada waktu aku disuruh Musa; seperti kekuatanku pada waktu itu demikianlah kekuatanku sekarang untuk berperang dan untuk keluar masuk." (Yosua 14:10-11). Bagaimana dengan Abraham dan Sara? Mereka mendapatkan janji Tuhan akan keturunan yang banyak bagai bintang di langit justru pada usia yang sangat lanjut. Artinya orang-orang yang berusia tua pun tetap bernilai di mata Tuhan dan selalu mendapat kesempatan bahkan kepercayaan untuk melakukan sesuatu untuk Tuhan. Bagaimana jika sebaliknya karena terlalu muda? Tuhan tetap memerlukan kita. Ada banyak pula orang-orang yang dipakai sejak usia mudanya. Daud sudah harus bertarung melawan Goliat disaat ia masih belia. Timotius dipakai luar biasa pada usia mudanya. Dan ada banyak lagi contoh di dalam alkitab. Lihatlah pesan Paulus kepada Timotius: " Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Jadi usia bukanlah halangan atau hambatan, bukan pula alasan bagi kita untuk menghindari panggilan Tuhan. Berapa lanjutpun usia anda, Tuhan masih memerlukan anda.
Saya jadi ingat kisah ketika Yesus membutuhkan keledai untuk membawanya memasuki Yerusalem. Yesus menyuruh dua muridnya demikian: "Pergilah ke kampung yang di depanmu itu: Pada waktu kamu masuk di situ, kamu akan mendapati seekor keledai muda tertambat, yang belum pernah ditunggangi orang. Lepaskanlah keledai itu dan bawalah ke mari." (Lukas 19:30). Dan ketika mereka melakukannya, si pemilik keledai pun bertanya mengapa mereka melepaskan keledai. Mereka pun menjawab seperti apa yang dipesan Yesus untuk mereka katakan: " Kata mereka: "Tuhan memerlukannya." (ay 34). Jika seekor keledai saja dibutuhkan Tuhan untuk menyelesaikan pekerjaanNya di dunia ini, mengapa kita tidak?
Tuhan selalu memerlukan kita, anak-anakNya, duta-dutaNya di dunia ini untuk melakukan pekerjaanNya. Itu bisa berupa tugas spesifik yang segera harus dilakukan, a brief single task, seperti keledai itu, atau bisa juga memerlukan usaha dan ketekunan bertahun-tahun sampai kita dipanggil menghadap Bapa. Semua ini akan menjadi kesempatan indah bagi kita untuk menyatakan kesaksian kita, menyatakan kasih Tuhan kepada sesama. Ketika kita mendapat tugas dari Tuhan, itu bukan beban melainkan sebuah kehormatan yang harus kita syukuri dan lakukan dengan sebaik-baiknya. Yang pasti, Tuhan akan selalu membutuhkan kita pada waktunya. Untuk itu kita harus senantiasa mempersiapkan diri kita. Senantiasa berjaga-jaga baik lewat doa, membaca dan merenungkan firman Tuhan dalam alkitab dan terus peka mendengar panggilanNya. Ingatlah bahwa ada saat dimana kita tidak lagi bisa berbuat apa-apa, yaitu ketika masa hidup kita di dunia ini sudah selesai. Karenanya selama kita masih punya waktu, terimalah tugas Tuhan itu sebagai sebuah kehormatan besar. "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Soal kapan diperlukan, serahkan itu kepada Tuhan. Dengarlah suaraNya dan turuti perintahNya. Sebab itu bukan tergantung kita, tetapi tergantung Tuhan sendiri. "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu." (Yohanes 15:16). Yang penting adalah kesiapan kita, sehingga begitu tugas diberikan, kita akan mampu untuk langsung mengerjakan sesuai dengan apa yang dikehendakiNya. Apa hebatnya keledai? Bagi orang banyak keledai diasosiasikan sebagai binatang yang bodoh, namun keledai pun nyatanya dibutuhkan Tuhan. Apalagi kita anak-anakNya. Bukan kehebatan kita, keahlian kita, gelar dan tingkat pendidikan kita, pengaruh dan kuasa kita di dunia, tapi kemauan atau kesediaan kita, itulah yang Dia tuntut. Tuhan bukan mencari orang-orang hebat secara duniawi, tapi orang yang dengan tulus mau melakukan sesuai panggilanNya, karena mengasihi Tuhan. Usia? Bukan halangan. Kemampuan? Bukan halangan juga. Mari kita semua tetap mempersiapkan diri dengan tekun. Jika Tuhan memanggil anda untuk sebuah pekerjaan, jika anda dibutuhkan Tuhan saat ini, sudah siapkah anda?
Tuhan memiliki tugas untuk setiap anakNya tanpa memandang usia atau kemampuan
Thursday, February 18, 2010
Let It Be, Stay Focus
Ayat bacaan: Mazmur 119:78
========================
"Biarlah orang-orang yang kurang ajar mendapat malu, karena mereka berlaku bengkok terhadap aku tanpa alasan; tetapi aku akan merenungkan titah-titah-Mu."
Bermaksud baik tapi disalah-artikan. Kita tidak merugikan siapa-siapa, tapi malah difitnah. Jika anda pernah mengalami hal ini, tentu rasanya sungguh tidak enak. Saya sendiri pernah mengalami hal ini. Sungguh sakit dan sedih rasanya ketika kita menghadapi tuduhan atau fitnah. Apalagi jika dilakukan oleh orang yang dekat dengan kita, orang yang begitu kita percaya. Ada kalanya kita berhadapan dengan situasi seperti ini baik dalam pendidikan, pekerjaan atau lingkungan tetangga bahkan dalam pelayanan. Kita sudah berusaha melayani dengan baik, tapi ketika kita berhalangan malah langsung dianggap tidak serius. Kita tergerak ingin membantu tapi malah dicurigai punya agenda tertentu. Masalah seperti ini mungkin terjadi kapan saja. Ada banyak orang yang merasa sangat kecewa dan kemudian segera memusuhi dan merasa dendam. Bayangkan jika kita termasuk pribadi yang cepat emosi, cepat tersinggung, atau gampang mendendam, pada akhirnya kita tidak akan bisa bertumbuh karena terus direcoki oleh kekecewaan demi kekecewaan. Tidak ada lagi sukacita dalam diri kita, dan jika dibiarkan kita akan menjadi manusia yang penuh dendam. Masalah difitnah, disalah artikan dan sejenisnya tidak akan pernah bisa kita hindari secara seratus persen. Artinya, sewaktu-waktu kita bisa saja mengalami hal yang tidak mengenakkan ini dari siapapun.
Paulus pernah mengalami disalah artikan. Dia berkata: "Berilah tempat bagi kami di dalam hati kamu! Kami tidak pernah berbuat salah terhadap seorangpun, tidak seorangpun yang kami rugikan, dan tidak dari seorangpun kami cari untung." (2 Korintus 7:2). Mengapa Paulus mengatakan hal ini kepada jemaat Korintus? Agaknya teguran Paulus membuat jemaat di sana merasa tidak nyaman. Jika kita lihat pada ayat 9-11, maka disana maksud Paulus terlihat jelas, yaitu meminta kesadaran jemaat untuk melakukan koreksi diri, mengalami pertobatan yang akan membawa keselamatan. Tapi mungkin teguran Paulus terlalu keras sehingga menimbulkan rasa sedih di kalangan jemaat. Sebelum masalah menjadi berlarut-larut Paulus pun segera berusaha menetralkan suasana dan menjelaskan duduk perkara. Ini langkah yang baik dalam menyelesaikan masalah. Paulus perlu menjelaskan bahwa sebenarnya ia bermaksud baik, bukan mau merugikan, menyakiti atau mencari keuntungan pribadi, tapi justru sebaliknya ia ingin agar semua jemaat disana bisa diselamatkan. Dalam mewartakan kabar keselamatan kita bisa mendapatkan tantangan yang seringkali tidak ringan. Kita digambarkan seolah-olah mewartakan itu untuk kepentingan pribadi kita. Fitnah, tuduhan, ancaman dan sebagainya akan langsung ditimpakan kepada kita. Dalam banyak situasi lainnya pun hal ini bisa terjadi. Apa yang harus kita lakukan? Menjelaskan duduk perkara seperti yang dilakukan Paulus, itu adalah salah satu cara. Tapi bagaimana jika orang yang dijelaskan tidak kunjung mengerti dan masih terus memberikan tuduhan?
Untuk menghadapi hal ini kita bisa belajar dari kitab Mazmur. Seperti manusia lainnya, Daud pun pernah mengalami fitnahan. Tapi ia tidak membiarkan dirinya dikuasai amarah, kebencian, permusuhan atau dendam. Ia mengatasinya dengan berdoa, dan ini katanya: "Biarlah orang-orang yang kurang ajar mendapat malu, karena mereka berlaku bengkok terhadap aku tanpa alasan; tetapi aku akan merenungkan titah-titah-Mu." (Mazmur 119:78). Orang boleh memfitnah kita, menuduh kita tanpa alasan jelas, atau bersikap sinis kepada maksud baik kita, tetap menyalah artikan niat baik kita meski sudah dijelaskan, tapi kita harus terus berpegang kepada firman Tuhan. Fokus kepada firman Tuhan, terus merenungkan perintah-perintahNya, itulah yang seharusnya kita lakukan. Dendam atau terpancing untuk memusuhi bukan merupakan ajaran Kristus. Kita harus tetap mengasihi mereka dan berdoa bagi mereka. "Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:44). Memang sulit, tapi dengan demikianlah kita bisa menjadi anak-anak Allah yang benar, yang menerangi dan memberkati orang lain. (ay 45). Balas dendam? Itu bukan hal yang benar untuk dilakukan, tidak peduli seberapa besar kita disakiti. Dalam kitab Roma kita bisa membaca hal ini. "Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan." (Roma 12:19). Don't fight fire with fire. Fight it with ice. Fight hatred with love, karena itulah yang akan mampu memberikan solusi. "Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya." (ay 20).
Bersabarlah menghadapi tuduhan atau fitnahan. Bersabarlah menghadapi orang yang menyalah artikan kita. Dalam hidup ini bentuk-bentuk yang tidak menyenangkan seperti itu akan selalu ada. Tetap doakan dan kasihi, jangan musuhi, jangan mendendam. Itu kata firman Tuhan, dan itulah yang harus selalu menjadi fokus perhatian kita. Orang boleh berlaku jahat kepada kita, tapi kita jangan ikut-ikutan. Ikuti langkah Daud yang tetap fokus kepada merenungkan firman-firman Tuhan. Berjuanglah mengatasi rasa kecewa, sedih dan sakit hati, karena kita tahu ada janji yang disediakan Tuhan bagi kita. Dalam mewartakan kabar keselamatan pun demikian. Lakukan terus dengan sabar, karena kita punya pengharapan dan percaya bahwa janji Tuhan akan selalu digenapi. "Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah " (1 Timotius 4:10). Jika ada di antara anda yang tengah mengalami situasi seperti ini, berdoalah, ampuni dan doakan mereka. Biarlah orang berlaku bengkok terhadap kita, tapi kita harus selalu tekun merenungkan firman Tuhan.
Fight fire with ice, fight hatred with love
========================
"Biarlah orang-orang yang kurang ajar mendapat malu, karena mereka berlaku bengkok terhadap aku tanpa alasan; tetapi aku akan merenungkan titah-titah-Mu."
Bermaksud baik tapi disalah-artikan. Kita tidak merugikan siapa-siapa, tapi malah difitnah. Jika anda pernah mengalami hal ini, tentu rasanya sungguh tidak enak. Saya sendiri pernah mengalami hal ini. Sungguh sakit dan sedih rasanya ketika kita menghadapi tuduhan atau fitnah. Apalagi jika dilakukan oleh orang yang dekat dengan kita, orang yang begitu kita percaya. Ada kalanya kita berhadapan dengan situasi seperti ini baik dalam pendidikan, pekerjaan atau lingkungan tetangga bahkan dalam pelayanan. Kita sudah berusaha melayani dengan baik, tapi ketika kita berhalangan malah langsung dianggap tidak serius. Kita tergerak ingin membantu tapi malah dicurigai punya agenda tertentu. Masalah seperti ini mungkin terjadi kapan saja. Ada banyak orang yang merasa sangat kecewa dan kemudian segera memusuhi dan merasa dendam. Bayangkan jika kita termasuk pribadi yang cepat emosi, cepat tersinggung, atau gampang mendendam, pada akhirnya kita tidak akan bisa bertumbuh karena terus direcoki oleh kekecewaan demi kekecewaan. Tidak ada lagi sukacita dalam diri kita, dan jika dibiarkan kita akan menjadi manusia yang penuh dendam. Masalah difitnah, disalah artikan dan sejenisnya tidak akan pernah bisa kita hindari secara seratus persen. Artinya, sewaktu-waktu kita bisa saja mengalami hal yang tidak mengenakkan ini dari siapapun.
Paulus pernah mengalami disalah artikan. Dia berkata: "Berilah tempat bagi kami di dalam hati kamu! Kami tidak pernah berbuat salah terhadap seorangpun, tidak seorangpun yang kami rugikan, dan tidak dari seorangpun kami cari untung." (2 Korintus 7:2). Mengapa Paulus mengatakan hal ini kepada jemaat Korintus? Agaknya teguran Paulus membuat jemaat di sana merasa tidak nyaman. Jika kita lihat pada ayat 9-11, maka disana maksud Paulus terlihat jelas, yaitu meminta kesadaran jemaat untuk melakukan koreksi diri, mengalami pertobatan yang akan membawa keselamatan. Tapi mungkin teguran Paulus terlalu keras sehingga menimbulkan rasa sedih di kalangan jemaat. Sebelum masalah menjadi berlarut-larut Paulus pun segera berusaha menetralkan suasana dan menjelaskan duduk perkara. Ini langkah yang baik dalam menyelesaikan masalah. Paulus perlu menjelaskan bahwa sebenarnya ia bermaksud baik, bukan mau merugikan, menyakiti atau mencari keuntungan pribadi, tapi justru sebaliknya ia ingin agar semua jemaat disana bisa diselamatkan. Dalam mewartakan kabar keselamatan kita bisa mendapatkan tantangan yang seringkali tidak ringan. Kita digambarkan seolah-olah mewartakan itu untuk kepentingan pribadi kita. Fitnah, tuduhan, ancaman dan sebagainya akan langsung ditimpakan kepada kita. Dalam banyak situasi lainnya pun hal ini bisa terjadi. Apa yang harus kita lakukan? Menjelaskan duduk perkara seperti yang dilakukan Paulus, itu adalah salah satu cara. Tapi bagaimana jika orang yang dijelaskan tidak kunjung mengerti dan masih terus memberikan tuduhan?
Untuk menghadapi hal ini kita bisa belajar dari kitab Mazmur. Seperti manusia lainnya, Daud pun pernah mengalami fitnahan. Tapi ia tidak membiarkan dirinya dikuasai amarah, kebencian, permusuhan atau dendam. Ia mengatasinya dengan berdoa, dan ini katanya: "Biarlah orang-orang yang kurang ajar mendapat malu, karena mereka berlaku bengkok terhadap aku tanpa alasan; tetapi aku akan merenungkan titah-titah-Mu." (Mazmur 119:78). Orang boleh memfitnah kita, menuduh kita tanpa alasan jelas, atau bersikap sinis kepada maksud baik kita, tetap menyalah artikan niat baik kita meski sudah dijelaskan, tapi kita harus terus berpegang kepada firman Tuhan. Fokus kepada firman Tuhan, terus merenungkan perintah-perintahNya, itulah yang seharusnya kita lakukan. Dendam atau terpancing untuk memusuhi bukan merupakan ajaran Kristus. Kita harus tetap mengasihi mereka dan berdoa bagi mereka. "Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:44). Memang sulit, tapi dengan demikianlah kita bisa menjadi anak-anak Allah yang benar, yang menerangi dan memberkati orang lain. (ay 45). Balas dendam? Itu bukan hal yang benar untuk dilakukan, tidak peduli seberapa besar kita disakiti. Dalam kitab Roma kita bisa membaca hal ini. "Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan." (Roma 12:19). Don't fight fire with fire. Fight it with ice. Fight hatred with love, karena itulah yang akan mampu memberikan solusi. "Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya." (ay 20).
Bersabarlah menghadapi tuduhan atau fitnahan. Bersabarlah menghadapi orang yang menyalah artikan kita. Dalam hidup ini bentuk-bentuk yang tidak menyenangkan seperti itu akan selalu ada. Tetap doakan dan kasihi, jangan musuhi, jangan mendendam. Itu kata firman Tuhan, dan itulah yang harus selalu menjadi fokus perhatian kita. Orang boleh berlaku jahat kepada kita, tapi kita jangan ikut-ikutan. Ikuti langkah Daud yang tetap fokus kepada merenungkan firman-firman Tuhan. Berjuanglah mengatasi rasa kecewa, sedih dan sakit hati, karena kita tahu ada janji yang disediakan Tuhan bagi kita. Dalam mewartakan kabar keselamatan pun demikian. Lakukan terus dengan sabar, karena kita punya pengharapan dan percaya bahwa janji Tuhan akan selalu digenapi. "Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah " (1 Timotius 4:10). Jika ada di antara anda yang tengah mengalami situasi seperti ini, berdoalah, ampuni dan doakan mereka. Biarlah orang berlaku bengkok terhadap kita, tapi kita harus selalu tekun merenungkan firman Tuhan.
Fight fire with ice, fight hatred with love
Wednesday, February 17, 2010
Ular dan Perlawanan
Ayat bacaan: Bilangan 14:8
======================
"Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya."
Seekor ular ada di bawah kolong meja makan saya! Istri saya yang menemukannya, ia pun berteriak ketakutan meliat adanya ular di bawah meja. Ular itu masih kecil. Istri saya ketakutan, kelihatannya ular itu pun ketakutan. Saya pun berusaha mengangkat ular itu dengan bantuan gagang sapu untuk memindahkannya keluar dari rumah menuju alam bebas. Ular itu meliuk-liuk dan berusaha melawan. Ular ini mengira bahwa saya bermaksud jahat kepadanya, padahal justru saya bermaksud baik, mengembalikannya ke habitat dimana ia akan jauh lebih nyaman ketimbang terperangkap di dalam rumah yang sama sekali bukan tempat yang tepat baginya. Di kegelapan malam saya akhirnya melepaskan kembali ular itu jauh dari perumahan. Mudah-mudahan ular itu menyadari bahwa saya mengantarkannya ke tempat dimana ia dapat hidup lebih baik.
Apa yang terjadi tadi malam membuat saya merenung. Betapa seringnya kita bertindak seperti ular ini. Kita menolak, melakukan perlawanan terhadap perintah-perintah Tuhan karena merasa dibatasi. Kita mengira bahwa Tuhan memang tidak suka melihat kita senang. Mabuk-mabukan itu enak, mengapa harus dilarang? Korupsi sedikit masa tidak boleh? Berbohong itu kan tidak apa-apa kalau tujuannya demi kebaikan, dan segudang hal lainnya yang kita anggap menyusahkan kita. Padahal maksud Tuhan itu baik. Justru karena Dia mengasihi kita, Dia menyediakan tuntunan-tuntunan yang akan sangat berguna bagi kita agar bisa sampai kepada tempat dimana kita akan hidup dengan penuh sukacita. Tidak seperti di dunia yang penuh dengan masalah, kesedihan, penderitaan ini, tapi di sebuah tempat dimana semua itu tidak ada lagi, dan digantikan oleh sukacita yang kekal selamanya. Tempat ini sungguh nyata dan merupakan tempat yang akan kita tempati selanjutnya, jika kita menuruti dan melakukan firman-firman Tuhan dengan taat, dan membuat Tuhan berkenan kepada kita. "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." (Wahyu 21:3-4). Tempat yang sangat luar biasa bukan? Itu yang diinginkan Tuhan untuk kita, namun kita justru melakukan perlawanan karena tidak mau kehilangan kenikmatan dunia yang hanya sementara ini.
Gambaran yang lebih kecil mengenai ini tercermin dari kisah bangsa Israel sendiri. Lihat apa yang terjadi ketika bangsa Israel ini dibebaskan Tuhan dari perbudakan bangsa Mesir. Tempat yang dijanjikan Tuhan kepada mereka sungguh sangat indah, "yakni ke suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madu." (Keluaran 33:3a). Tapi memang bangsa Israel itu bangsa yang keras kepala dan tegar tengkuk. Meski mereka dijanjikan tempat yang pastinya jauh lebih baik daripada hidup sebagai budak, mereka selalu saja bersungut-sungut dan mengeluh dalam perjalanan mereka. Tidak satu kali mereka ribut protes, bahkan sempat keluar dari mulut mereka: "Ah, sekiranya kami mati di tanah Mesir, atau di padang gurun ini! Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?" (Bilangan 14:2-3). Mereka pun hampir memberontak dengan mengangkat pemimpin baru untuk kembali ke Mesir. (ay 4). Kembali kepada perbudakan kebiasaan dan gaya hidup buruk di masa lalu. Tidakkah ini menjadi gambaran kita hari ini? Meski kita tahu Tuhan menjanjikan tempat perhentian yang tidak lagi berisi perkabungan, ratap tangis atau dukacita, tempat yang hanya berisi sukacita dan damai sejahtera, tapi dalam perjalanan seringkali kita protes dan mengira bahwa Tuhan hanya mau menyusahkan kita. Dengan sikap seperti ini sudah pasti Tuhan tidak lagi berkenan kepada kita. Dan tempat yang dijanjikan itu bisa hilang dari tujuan kita. Kenikmatan di dunia ini mungkin terasa sangat menyenangkan, namun sepadankah itu dengan kebahagiaan kekal yang akan datang?
Tempat itu sudah dijanjikan untuk menjadi milik kita. Kunci sudah diberikan oleh Kristus. Semua tergantung apakah kita mau mempergunakannya atau memilih untuk menukarkannya dengan segala kenikmatan sementara di dunia ini. Yang pasti, tempat itu akan kita peroleh jika Tuhan berkenan kepada kita, seperti apa yang dikatakan oleh Kaleb dan Yosua. "Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya." (Bilangan 14:8). Jangan memberontak kepada Tuhan, jangan takut kepada langkah-langkah yang mungkin terasa sulit bahkan menyakitkan untuk ditempuh. (ay 9). Jangan patah semangat, dan jangan melawan firman Tuhan. Semua itu mungkin akan mendatangkan kenikmatan sementara, namun akibatnya bisa fatal dalam kekekalan.
Tuhan ingin kita semua selamat. Tuhan menawarkan kita untuk dibebaskan dari perbudakan kebiasaan buruk, sikap keras kepala dan lain-lain yang bisa membinasakan kita. Apa yang Dia berikan sungguh luar biasa, oleh karena itu jangan berontak, janganlah melawan. Dalam perjalanan hidup kita ada saat-saat dimana "kebebasan dalam dosa" terlihat lebih menggiurkan ketimbang batasan-batasan atau larangan-larangan yang telah diberikan Tuhan. Padahal semua yang diberikan Tuhan adalah yang terbaik bagi kita. Jangan tertipu oleh kenikmatan-kenikmatan sesaat yang menyembunyikan kebinasaan di dalamnya. Berpeganglah dan percayalah kepada firman Tuhan, karena itulah yang akan mengarahkan kita kedalam kebebasan atau kemerdekaan yang sesungguhnya.
Kebahagiaan kekal telah dijanjikan kepada orang-orang yang berkenan dihadapan Tuhan
======================
"Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya."
Seekor ular ada di bawah kolong meja makan saya! Istri saya yang menemukannya, ia pun berteriak ketakutan meliat adanya ular di bawah meja. Ular itu masih kecil. Istri saya ketakutan, kelihatannya ular itu pun ketakutan. Saya pun berusaha mengangkat ular itu dengan bantuan gagang sapu untuk memindahkannya keluar dari rumah menuju alam bebas. Ular itu meliuk-liuk dan berusaha melawan. Ular ini mengira bahwa saya bermaksud jahat kepadanya, padahal justru saya bermaksud baik, mengembalikannya ke habitat dimana ia akan jauh lebih nyaman ketimbang terperangkap di dalam rumah yang sama sekali bukan tempat yang tepat baginya. Di kegelapan malam saya akhirnya melepaskan kembali ular itu jauh dari perumahan. Mudah-mudahan ular itu menyadari bahwa saya mengantarkannya ke tempat dimana ia dapat hidup lebih baik.
Apa yang terjadi tadi malam membuat saya merenung. Betapa seringnya kita bertindak seperti ular ini. Kita menolak, melakukan perlawanan terhadap perintah-perintah Tuhan karena merasa dibatasi. Kita mengira bahwa Tuhan memang tidak suka melihat kita senang. Mabuk-mabukan itu enak, mengapa harus dilarang? Korupsi sedikit masa tidak boleh? Berbohong itu kan tidak apa-apa kalau tujuannya demi kebaikan, dan segudang hal lainnya yang kita anggap menyusahkan kita. Padahal maksud Tuhan itu baik. Justru karena Dia mengasihi kita, Dia menyediakan tuntunan-tuntunan yang akan sangat berguna bagi kita agar bisa sampai kepada tempat dimana kita akan hidup dengan penuh sukacita. Tidak seperti di dunia yang penuh dengan masalah, kesedihan, penderitaan ini, tapi di sebuah tempat dimana semua itu tidak ada lagi, dan digantikan oleh sukacita yang kekal selamanya. Tempat ini sungguh nyata dan merupakan tempat yang akan kita tempati selanjutnya, jika kita menuruti dan melakukan firman-firman Tuhan dengan taat, dan membuat Tuhan berkenan kepada kita. "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." (Wahyu 21:3-4). Tempat yang sangat luar biasa bukan? Itu yang diinginkan Tuhan untuk kita, namun kita justru melakukan perlawanan karena tidak mau kehilangan kenikmatan dunia yang hanya sementara ini.
Gambaran yang lebih kecil mengenai ini tercermin dari kisah bangsa Israel sendiri. Lihat apa yang terjadi ketika bangsa Israel ini dibebaskan Tuhan dari perbudakan bangsa Mesir. Tempat yang dijanjikan Tuhan kepada mereka sungguh sangat indah, "yakni ke suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madu." (Keluaran 33:3a). Tapi memang bangsa Israel itu bangsa yang keras kepala dan tegar tengkuk. Meski mereka dijanjikan tempat yang pastinya jauh lebih baik daripada hidup sebagai budak, mereka selalu saja bersungut-sungut dan mengeluh dalam perjalanan mereka. Tidak satu kali mereka ribut protes, bahkan sempat keluar dari mulut mereka: "Ah, sekiranya kami mati di tanah Mesir, atau di padang gurun ini! Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?" (Bilangan 14:2-3). Mereka pun hampir memberontak dengan mengangkat pemimpin baru untuk kembali ke Mesir. (ay 4). Kembali kepada perbudakan kebiasaan dan gaya hidup buruk di masa lalu. Tidakkah ini menjadi gambaran kita hari ini? Meski kita tahu Tuhan menjanjikan tempat perhentian yang tidak lagi berisi perkabungan, ratap tangis atau dukacita, tempat yang hanya berisi sukacita dan damai sejahtera, tapi dalam perjalanan seringkali kita protes dan mengira bahwa Tuhan hanya mau menyusahkan kita. Dengan sikap seperti ini sudah pasti Tuhan tidak lagi berkenan kepada kita. Dan tempat yang dijanjikan itu bisa hilang dari tujuan kita. Kenikmatan di dunia ini mungkin terasa sangat menyenangkan, namun sepadankah itu dengan kebahagiaan kekal yang akan datang?
Tempat itu sudah dijanjikan untuk menjadi milik kita. Kunci sudah diberikan oleh Kristus. Semua tergantung apakah kita mau mempergunakannya atau memilih untuk menukarkannya dengan segala kenikmatan sementara di dunia ini. Yang pasti, tempat itu akan kita peroleh jika Tuhan berkenan kepada kita, seperti apa yang dikatakan oleh Kaleb dan Yosua. "Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya." (Bilangan 14:8). Jangan memberontak kepada Tuhan, jangan takut kepada langkah-langkah yang mungkin terasa sulit bahkan menyakitkan untuk ditempuh. (ay 9). Jangan patah semangat, dan jangan melawan firman Tuhan. Semua itu mungkin akan mendatangkan kenikmatan sementara, namun akibatnya bisa fatal dalam kekekalan.
Tuhan ingin kita semua selamat. Tuhan menawarkan kita untuk dibebaskan dari perbudakan kebiasaan buruk, sikap keras kepala dan lain-lain yang bisa membinasakan kita. Apa yang Dia berikan sungguh luar biasa, oleh karena itu jangan berontak, janganlah melawan. Dalam perjalanan hidup kita ada saat-saat dimana "kebebasan dalam dosa" terlihat lebih menggiurkan ketimbang batasan-batasan atau larangan-larangan yang telah diberikan Tuhan. Padahal semua yang diberikan Tuhan adalah yang terbaik bagi kita. Jangan tertipu oleh kenikmatan-kenikmatan sesaat yang menyembunyikan kebinasaan di dalamnya. Berpeganglah dan percayalah kepada firman Tuhan, karena itulah yang akan mengarahkan kita kedalam kebebasan atau kemerdekaan yang sesungguhnya.
Kebahagiaan kekal telah dijanjikan kepada orang-orang yang berkenan dihadapan Tuhan
Tuesday, February 16, 2010
Teruslah Lurus
Ayat bacaan: Amsal 3:6
===================
"Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu."
Apa yang terjadi jika salah satu teman sekantor atau seruangan terkena flu? Biasanya kita beresiko tertular flu juga. Di dekat rumah saya pernah sebuah sekolah diliburkan karena mayoritas anak-anak yang belajar disana ramai-ramai terkena flu, yang untungnya cuma flu biasa. Betapa rentannya daya tahan manusia. Sedikit saja dalam kondisi lemah, kita akan begitu mudah tertular penyakit. Sulit bagi kita untuk menghindar karena hampir setiap saat kita bertemu atau bersinggungan dengan orang lain. Saya sendiri pernah terkena penyakit cacar hingga dua kali. Normalnya cacar hanya terjadi satu kali, tapi karena pada saat itu kondisi saya sedang lemah dan teman kerja saya ada yang terkena cacar, saya pun harus menderita karena terkena penyakit ini lagi untuk kedua kalinya. Berbagai penyakit bisa menular, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Lewat udara, lewat bersentuhan dan sebagainya, penyakit bisa berpindah dari satu penderita ke calon penderita lainnya.
Pernahkah anda berpikir betapa sulitnya hidup di dunia yang berbahaya ini? Setiap saat kita bisa tertular "penyakit-penyakit" dunia. Mulai dari yang terang-terangan menyesatkan, sampai yang dikemas dengan baik sehingga terlihat benar tapi sesungguhnya bertentangan dengan firman Tuhan, semua itu kita temukan hampir setiap hari dimana-mana. Dari pergaulan di lingkungan pekerjaan atau tempat tinggal, jika tidak hati-hati kita bisa terseret arus kehidupan duniawi. Seringkali semua itu terlihat indah, menyenangkan, membahagiakan, namun di balik semuanya yang hanya sementara itu tersembunyi berbagai penyesatan yang siap menyeret kita ke dalam jurang dosa. Terkadang kemasannya begitu rapi dan indah, dipoles secara luar biasa namun sebetulnya itu merupakan penyesatan. Sejak jaman dahulu alkitab sudah mengingatkan kita akan hal ini. "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12). Dunia yang kita tempati saat ini tepat seperti apa yang dahulu pernah dikatakan Paulus. ".. orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan." (2 Timotius 3:13). Apakah saya sedang menakut-nakuti anda hingga anda akan berpikir untuk menjadi orang yang tidak bergaul? Tidak. Saya hanya ingin mengajak anda semua untuk meningkatkan kewaspadaan. Karena kita ini manusia yang lemah, yang setiap saat bisa tertular oleh arus kesesatan dunia yang terus mencoba masuk dari berbagai sisi.
Orang jahat akan bertambah jahat, penipu akan semakin parah penipuannya, orang saling disesatkan dan menyesatkan. Itu menggambarkan keadaan yang penuh dengan angkatan yang bengkok hatinya. Dan inilah yang ada disekitar kita hari-hari ini. Dan apa yang diinginkan Tuhan? Tuhan ingin kita tetap hidup "tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia." (Filipi 2:15). Easy to say, but very difficult to do. Bagaimana agar kita bisa tetap bertahan untuk terus lurus dan tidak menjadi bengkok seperti angkatan tersebut? Caranya adalah dengan terus melibatkan Tuhan dalam segala laku dan perbuatan kita. Ketika Paulus menyatakan seperti apa diri kita yang diinginkan Tuhan dalam Filipi 2:15 tadi, ia sudah terlebih dahulu memberikan kuncinya. Kita harus terus mengerjakan keselamatan dengan hormat dan patuh kepada Allah (ay 12) dan melakukan segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan. (ay 14). Intinya, kita diminta untuk selalu ingat untuk menyertakan Tuhan dalam segala yang kita perbuat. Akan sulit sekali seandainya kita mengandalkan kekuatan kita pribadi untuk dapat bertahan tetap lurus di antara angkatan yang bengkok. Tapi dengan kuasa Tuhan itu bisa terjadi. Taatlah kepada Tuhan, maka Tuhan akan bekerja dalam hidup kita, menjaga dan melindungi kita. Dan memang, bukan oleh kehebatan kita, tapi "karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya." (ay 13). Kita sendiri mungkin tidak sanggup, tapi Roh Allah yang bekerja dalam diri kita akan memampukan.
Kunci yang sama sudah diberikan ribuan tahun sebelumnya. "Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu."(Amsal 3:6). Ingatlah kepada Tuhan dalam segala sesuatu yang kita lakukan, maka Tuhan sendiri yang akan meluruskan jalan kita. Angkatan bengkok boleh ada, dan akan terus ada, namun kita tidak perlu ikut menjadi bengkok. Meski mungkin arusnya sangat deras, tapi kita tidak akan mudah terseret jika ada Roh Allah bekerja atas diri kita. Jika untuk menjaga diri kita agar tidak mudah tertular virus flu atau penyakit-penyakit menular lainnya kita harus tetap menjaga kondisi tetap fit, maka secara rohani agar kita tidak mudah ikut menjadi bengkok, kita harus menjaga rohani kita untuk selalu mengingat Tuhan dalam menjalani hidup. Di saat kita melakukan hal itu, maka Tuhan sendiri yang akan bekerja meluruskan jalan kita. Tuhan akan selalu berdiri tegak disamping anak-anakNya yang selalu mengerjakan keselamatan dengan rasa hormat dan gentar. Jadilah orang-orang yang tetap lurus meski berada di antara generasi bengkok. Akan sulit jika kita menggantungkan kepada kemampuan dan kekuatan sendiri, oleh karena itu libatkan Tuhan senantiasa dalam setiap langkah. Dan percayalah, Tuhan sendiri yang akan bekerja atas kita.
Jadilah pribadi-pribadi dengan rohani yang fit setiap saat dengan senantiasa melibatkan Tuhan
===================
"Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu."
Apa yang terjadi jika salah satu teman sekantor atau seruangan terkena flu? Biasanya kita beresiko tertular flu juga. Di dekat rumah saya pernah sebuah sekolah diliburkan karena mayoritas anak-anak yang belajar disana ramai-ramai terkena flu, yang untungnya cuma flu biasa. Betapa rentannya daya tahan manusia. Sedikit saja dalam kondisi lemah, kita akan begitu mudah tertular penyakit. Sulit bagi kita untuk menghindar karena hampir setiap saat kita bertemu atau bersinggungan dengan orang lain. Saya sendiri pernah terkena penyakit cacar hingga dua kali. Normalnya cacar hanya terjadi satu kali, tapi karena pada saat itu kondisi saya sedang lemah dan teman kerja saya ada yang terkena cacar, saya pun harus menderita karena terkena penyakit ini lagi untuk kedua kalinya. Berbagai penyakit bisa menular, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Lewat udara, lewat bersentuhan dan sebagainya, penyakit bisa berpindah dari satu penderita ke calon penderita lainnya.
Pernahkah anda berpikir betapa sulitnya hidup di dunia yang berbahaya ini? Setiap saat kita bisa tertular "penyakit-penyakit" dunia. Mulai dari yang terang-terangan menyesatkan, sampai yang dikemas dengan baik sehingga terlihat benar tapi sesungguhnya bertentangan dengan firman Tuhan, semua itu kita temukan hampir setiap hari dimana-mana. Dari pergaulan di lingkungan pekerjaan atau tempat tinggal, jika tidak hati-hati kita bisa terseret arus kehidupan duniawi. Seringkali semua itu terlihat indah, menyenangkan, membahagiakan, namun di balik semuanya yang hanya sementara itu tersembunyi berbagai penyesatan yang siap menyeret kita ke dalam jurang dosa. Terkadang kemasannya begitu rapi dan indah, dipoles secara luar biasa namun sebetulnya itu merupakan penyesatan. Sejak jaman dahulu alkitab sudah mengingatkan kita akan hal ini. "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12). Dunia yang kita tempati saat ini tepat seperti apa yang dahulu pernah dikatakan Paulus. ".. orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan." (2 Timotius 3:13). Apakah saya sedang menakut-nakuti anda hingga anda akan berpikir untuk menjadi orang yang tidak bergaul? Tidak. Saya hanya ingin mengajak anda semua untuk meningkatkan kewaspadaan. Karena kita ini manusia yang lemah, yang setiap saat bisa tertular oleh arus kesesatan dunia yang terus mencoba masuk dari berbagai sisi.
Orang jahat akan bertambah jahat, penipu akan semakin parah penipuannya, orang saling disesatkan dan menyesatkan. Itu menggambarkan keadaan yang penuh dengan angkatan yang bengkok hatinya. Dan inilah yang ada disekitar kita hari-hari ini. Dan apa yang diinginkan Tuhan? Tuhan ingin kita tetap hidup "tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia." (Filipi 2:15). Easy to say, but very difficult to do. Bagaimana agar kita bisa tetap bertahan untuk terus lurus dan tidak menjadi bengkok seperti angkatan tersebut? Caranya adalah dengan terus melibatkan Tuhan dalam segala laku dan perbuatan kita. Ketika Paulus menyatakan seperti apa diri kita yang diinginkan Tuhan dalam Filipi 2:15 tadi, ia sudah terlebih dahulu memberikan kuncinya. Kita harus terus mengerjakan keselamatan dengan hormat dan patuh kepada Allah (ay 12) dan melakukan segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan. (ay 14). Intinya, kita diminta untuk selalu ingat untuk menyertakan Tuhan dalam segala yang kita perbuat. Akan sulit sekali seandainya kita mengandalkan kekuatan kita pribadi untuk dapat bertahan tetap lurus di antara angkatan yang bengkok. Tapi dengan kuasa Tuhan itu bisa terjadi. Taatlah kepada Tuhan, maka Tuhan akan bekerja dalam hidup kita, menjaga dan melindungi kita. Dan memang, bukan oleh kehebatan kita, tapi "karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya." (ay 13). Kita sendiri mungkin tidak sanggup, tapi Roh Allah yang bekerja dalam diri kita akan memampukan.
Kunci yang sama sudah diberikan ribuan tahun sebelumnya. "Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu."(Amsal 3:6). Ingatlah kepada Tuhan dalam segala sesuatu yang kita lakukan, maka Tuhan sendiri yang akan meluruskan jalan kita. Angkatan bengkok boleh ada, dan akan terus ada, namun kita tidak perlu ikut menjadi bengkok. Meski mungkin arusnya sangat deras, tapi kita tidak akan mudah terseret jika ada Roh Allah bekerja atas diri kita. Jika untuk menjaga diri kita agar tidak mudah tertular virus flu atau penyakit-penyakit menular lainnya kita harus tetap menjaga kondisi tetap fit, maka secara rohani agar kita tidak mudah ikut menjadi bengkok, kita harus menjaga rohani kita untuk selalu mengingat Tuhan dalam menjalani hidup. Di saat kita melakukan hal itu, maka Tuhan sendiri yang akan bekerja meluruskan jalan kita. Tuhan akan selalu berdiri tegak disamping anak-anakNya yang selalu mengerjakan keselamatan dengan rasa hormat dan gentar. Jadilah orang-orang yang tetap lurus meski berada di antara generasi bengkok. Akan sulit jika kita menggantungkan kepada kemampuan dan kekuatan sendiri, oleh karena itu libatkan Tuhan senantiasa dalam setiap langkah. Dan percayalah, Tuhan sendiri yang akan bekerja atas kita.
Jadilah pribadi-pribadi dengan rohani yang fit setiap saat dengan senantiasa melibatkan Tuhan
Monday, February 15, 2010
To Be or Not To Be
Ayat bacaan: 2 Korintus 1:8-9a
============================
"Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati."
"To be or not to be, that is the question". Demikian quote yang sangat terkenal dari William Shakespeare. Penggalan kalimat yang sangat terkenal ini berasal dari naskah sandiwara Hamlet yang legendaris. Banyak orang yang mengetahui kalimat ini, tapi sedikit yang tahu apa maksud sebenarnya ketika Shakespeare menulisnya. Jika anda membaca naskahnya atau pernah melihat drama panggung atau filmnya, anda akan tahu bahwa kalimat itu diucapkan oleh sang tokoh utama, seorang pangeran bernama Hamlet. Kalimat ini muncul ketika ia merasakan kepedihan luar biasa sewaktu pamannya membunuh ayahnya, dan menikahi ibunya. Begitu sakit rasanya, hingga ia sempat berpikir haruskah ia terus hidup atau mengakhiri saja hidupnya. Jadi kalimat itu sebetulnya berbunyi: "To be" (tetap hidup) or "not to be" (mengakhiri hidup).
Anda pernah merasakan rasa sakit dan penderitaan yang begitu hebat, tidak lagi tertahankan? Anda tidak sendirian, karena rasanya hampir semua orang pernah mengalami perasaan seperti ini. Ada kalanya dalam hidup ini kita merasakan rasa sakit yang tidak tertahankan, begitu perihnya sehingga kita mulai merasa putus asa. Kenyataannya ada banyak orang yang memilih seperti Hamlet, yaitu mengakhiri hidupnya karena tidak tahan lagi menderita. Seorang Paulus yang militan dalam menjalankan tugasnya pun pada suatu ketika merasakan hal ini. Tekanan begitu berat. Ancaman ia dapati dimana-mana. Dia didera, ditangkap, diancam akan dibunuh. Paulus pernah merinci berbagai penderitaan yang ia alami dalam pelayanannya. "..Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian." (2 Korintus 11:-23-27). Sehebat-hebatnya Paulus, tekanan bertubi-tubi ini pada suatu ketika membuatnya lemah, dan itu ia katakan kepada jemaat di Korintus. "Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati." (2 Korintus 1:8-9a). Sebagai manusia biasa sama seperti kita, Paulus pun pernah mengalami keputus-asaan. Namun ia tidak membiarkan dirinya dikuasai rasa putus asa dan kehilangan harapan terus menerus. Paulus segera mengubah fokusnya. Ia kembali kepada pemikiran positif yang berpegang sepenuhnya kepada Allah. Paulus mampu melihat sisi lain dari sebuah penderitaan, yaitu sebagai pelajaran agar kita tidak bergantung kepada diri sendiri melainkan kepada Tuhan. "Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati." (ay 9b).
Penderitaan memang menyakitkan, dan terkadang kita merasa tidak sanggup lagi memikulnya. Tapi seperti yang terjadi pada Paulus, Tuhan sesungguhnya telah memberikan kasih karuniaNya secara cukup, yang akan memampukan kita untuk bisa bertahan ketika sedang berjalan dalam lembah penderitaan. "Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9). Ya, justru dalam tekanan beratlah sebenarnya kita bisa melihat kuasa Tuhan yang sempurna. Dalam kelemahan kitalah kita akan mampu menyaksikan kuasa Tuhan yang sesungguhnya, yang mampu menjungkirbalikkan logika manusia. Penderitaan yang dialami Paulus tidaklah ringan. Bayangkan, ketika ia jahat ia begitu berkuasa, tapi setelah bertobat justru hidupnya penuh tekanan. Banyak orang akan segera menyangsikan kebenaran jika mengalami hal seperti Paulus, tapi tidak demikian halnya dengan dirinya. Dia tahu bahwa apa yang menanti di depan sana adalah jauh lebih besar ketimbang penderitaan-penderitaan yang ia alami di dunia yang sifatnya sementara ini. Paulus mengarahkan pandangannya jauh ke depan, dan di saat yang sama ia terus berpegang dengan kepercayaan penuh kepada Kristus. Beratkah penderitaannya? Tentu saja. Meski demikian, Paulus masih mampu berkata "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Luar biasa bukan? Dia tahu bahwa kasih karunia Allah itu sebenarnya cukup untuk dipakai menanggung beban penderitaan. Pencobaan-pencobaan yang kita alami pun tidak akan melebihi kekuatan kita sendiri. Tuhan tahu sampai dimana kita sanggup bertahan, dan pada saat yang tepat ia pasti memberikan jalan keluar.
Rasa sakit akibat penderitaan bisa membuat kita merasa bahwa hidup ini tidak lagi berharga untuk dijalani. Dalam tekanan berat, rasa putus asa akan mulai mencoba menguasai kita. Jangan biarkan hal itu terjadi, dan jangan melakukan tindakan fatal seperti bunuh diri, yang akan membawa kita kepada sebuah penyesalan selamanya. Berhentilah mengandalkan kekuatan diri sendiri atau manusia lainnya. Gantilah itu dengan mengandalkan Tuhan. Gantilah pandangan anda dengan sebuah perspektif baru, letakkan keyakinan kita dalam Tuhan. Selama berjalan di dunia ini, penderitaan akan menghampiri kita pada suatu waktu. Namun kita harus tahu bahwa Tuhan akan memampukan kita untuk menanggungnya, hingga jalan keluar dari Tuhan turun atas kita. Jika Hamlet berpikir "to be or not to be", terus hidup atau mati saja, kita sebagai anak-anak Tuhan hendaklah menyadari bahwa selalu ada alasan untuk terus hidup. There are always reasons to choose "to be", millions of them, in the name of God.
Selalu ada harapan dalam kegelapan tergelap sekalipun jika kita berjalan bersamaTuhan
============================
"Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati."
"To be or not to be, that is the question". Demikian quote yang sangat terkenal dari William Shakespeare. Penggalan kalimat yang sangat terkenal ini berasal dari naskah sandiwara Hamlet yang legendaris. Banyak orang yang mengetahui kalimat ini, tapi sedikit yang tahu apa maksud sebenarnya ketika Shakespeare menulisnya. Jika anda membaca naskahnya atau pernah melihat drama panggung atau filmnya, anda akan tahu bahwa kalimat itu diucapkan oleh sang tokoh utama, seorang pangeran bernama Hamlet. Kalimat ini muncul ketika ia merasakan kepedihan luar biasa sewaktu pamannya membunuh ayahnya, dan menikahi ibunya. Begitu sakit rasanya, hingga ia sempat berpikir haruskah ia terus hidup atau mengakhiri saja hidupnya. Jadi kalimat itu sebetulnya berbunyi: "To be" (tetap hidup) or "not to be" (mengakhiri hidup).
Anda pernah merasakan rasa sakit dan penderitaan yang begitu hebat, tidak lagi tertahankan? Anda tidak sendirian, karena rasanya hampir semua orang pernah mengalami perasaan seperti ini. Ada kalanya dalam hidup ini kita merasakan rasa sakit yang tidak tertahankan, begitu perihnya sehingga kita mulai merasa putus asa. Kenyataannya ada banyak orang yang memilih seperti Hamlet, yaitu mengakhiri hidupnya karena tidak tahan lagi menderita. Seorang Paulus yang militan dalam menjalankan tugasnya pun pada suatu ketika merasakan hal ini. Tekanan begitu berat. Ancaman ia dapati dimana-mana. Dia didera, ditangkap, diancam akan dibunuh. Paulus pernah merinci berbagai penderitaan yang ia alami dalam pelayanannya. "..Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian." (2 Korintus 11:-23-27). Sehebat-hebatnya Paulus, tekanan bertubi-tubi ini pada suatu ketika membuatnya lemah, dan itu ia katakan kepada jemaat di Korintus. "Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati." (2 Korintus 1:8-9a). Sebagai manusia biasa sama seperti kita, Paulus pun pernah mengalami keputus-asaan. Namun ia tidak membiarkan dirinya dikuasai rasa putus asa dan kehilangan harapan terus menerus. Paulus segera mengubah fokusnya. Ia kembali kepada pemikiran positif yang berpegang sepenuhnya kepada Allah. Paulus mampu melihat sisi lain dari sebuah penderitaan, yaitu sebagai pelajaran agar kita tidak bergantung kepada diri sendiri melainkan kepada Tuhan. "Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati." (ay 9b).
Penderitaan memang menyakitkan, dan terkadang kita merasa tidak sanggup lagi memikulnya. Tapi seperti yang terjadi pada Paulus, Tuhan sesungguhnya telah memberikan kasih karuniaNya secara cukup, yang akan memampukan kita untuk bisa bertahan ketika sedang berjalan dalam lembah penderitaan. "Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9). Ya, justru dalam tekanan beratlah sebenarnya kita bisa melihat kuasa Tuhan yang sempurna. Dalam kelemahan kitalah kita akan mampu menyaksikan kuasa Tuhan yang sesungguhnya, yang mampu menjungkirbalikkan logika manusia. Penderitaan yang dialami Paulus tidaklah ringan. Bayangkan, ketika ia jahat ia begitu berkuasa, tapi setelah bertobat justru hidupnya penuh tekanan. Banyak orang akan segera menyangsikan kebenaran jika mengalami hal seperti Paulus, tapi tidak demikian halnya dengan dirinya. Dia tahu bahwa apa yang menanti di depan sana adalah jauh lebih besar ketimbang penderitaan-penderitaan yang ia alami di dunia yang sifatnya sementara ini. Paulus mengarahkan pandangannya jauh ke depan, dan di saat yang sama ia terus berpegang dengan kepercayaan penuh kepada Kristus. Beratkah penderitaannya? Tentu saja. Meski demikian, Paulus masih mampu berkata "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Luar biasa bukan? Dia tahu bahwa kasih karunia Allah itu sebenarnya cukup untuk dipakai menanggung beban penderitaan. Pencobaan-pencobaan yang kita alami pun tidak akan melebihi kekuatan kita sendiri. Tuhan tahu sampai dimana kita sanggup bertahan, dan pada saat yang tepat ia pasti memberikan jalan keluar.
Rasa sakit akibat penderitaan bisa membuat kita merasa bahwa hidup ini tidak lagi berharga untuk dijalani. Dalam tekanan berat, rasa putus asa akan mulai mencoba menguasai kita. Jangan biarkan hal itu terjadi, dan jangan melakukan tindakan fatal seperti bunuh diri, yang akan membawa kita kepada sebuah penyesalan selamanya. Berhentilah mengandalkan kekuatan diri sendiri atau manusia lainnya. Gantilah itu dengan mengandalkan Tuhan. Gantilah pandangan anda dengan sebuah perspektif baru, letakkan keyakinan kita dalam Tuhan. Selama berjalan di dunia ini, penderitaan akan menghampiri kita pada suatu waktu. Namun kita harus tahu bahwa Tuhan akan memampukan kita untuk menanggungnya, hingga jalan keluar dari Tuhan turun atas kita. Jika Hamlet berpikir "to be or not to be", terus hidup atau mati saja, kita sebagai anak-anak Tuhan hendaklah menyadari bahwa selalu ada alasan untuk terus hidup. There are always reasons to choose "to be", millions of them, in the name of God.
Selalu ada harapan dalam kegelapan tergelap sekalipun jika kita berjalan bersamaTuhan
Sunday, February 14, 2010
Mengasihi
Ayat bacaan: 1 Yohanes 4:11
========================
"Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi."
Seberapa jauh kita peduli terhadap penderitaan orang lain? Boleh jadi kita memimpikan sebuah keadaan yang aman, tentram dan damai. Tidak ada peperangan, tidak ada kebencian, tidak ada kejahatan, tapi kita lupa untuk melihat ke sebelah. Pikiran kita pergi terlalu jauh padahal yang dekat kita lupakan. Mungkin tetangga di sebelah sedang butuh bantuan, mungkin teman kita ada yang butuh didengar, kita tidak menghiraukan mereka padahal keberadaan mereka begitu dekat dengan kita. Pengemis dan gelandangan di jalan yang setiap hari kita lewati tidak pernah kita hiraukan. Jika tidak memulai dari yang kecil, bagaimana kita bisa memimpikan yang besar? Tidak selalu butuh sesuatu yang besar untuk melakukan perubahan, karena lewat hal-hal sederhana pun sebenarnya kita bisa membuat sesuatu untuk itu. Kuncinya adalah kasih.
Bayangkan betapa gersangnya hidup tanpa cinta. Cinta atau kasih seringkali mampu membuat perubahan. Rasa cinta bisa membuat kita bertahan, membuat kita tetap tegar ditengah kesesakan, membuat kita lebih kuat menghadapi apapun. Seperti yang saya katakan kemarin, kita harus menyadari bahwa cinta atau kasih itu adalah sebuah anugerah yang sangat indah yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Kita ingin Tuhan selalu mengasihi kita, tapi kita sendiri merasa terlalu sibuk untuk mengasihi Tuhan. Dan kita lupa untuk menjadi saluran berkat mengasihi sesama kita.
Valentine Day is the day of love. Jika kemarin saya mengajak anda semua untuk memberikan sebuah perhatian khusus di hari kasih sayang kepada pasangan anda atau orang-orang terdekat yang anda sayangi, hari ini saya mengajak anda untuk melihat dari sudut yang lebih luas. Kasih yang dikaruniakan Tuhan kepada kita sesungguhnya begitu besar dan tidak terbatas. Betapa egoisnya kita jika semua itu hanya kita telan sendiri tanpa dibagikan kepada saudara-saudara kita yang lain. Kita seringkali terlalu sibuk menikmati berkat dan tidak mau membagikannya kepada orang lain. Kekristenan tidak mengajarkan hal seperti itu. Kita diberkati untuk memberkati, kita dikasihi untuk mengasihi, dan kita diselamatkan untuk menyelamatkan. Selalu ada keterkaitan yang erat antara hubungan vertikal antara kita dengan Tuhan dan hubungan horizontal antara kita dengan sesama. Bersyukurlah jika hari ini kita diberikan kebahagiaan setidaknya lewat kasih dan perhatian orang-orang yang dekat dengan kita. Tapi di luar sana, ada banyak orang yang begitu merindukan kasih dan perhatian. Hidup sebatang kara, tidak ada yang peduli atau bahkan tertolak. Tidakkah indah jika kita mau membagikan kasih itu kepada mereka, agar mereka pun bisa merasakan hangatnya dicintai?
Tuhan terus mencurahkan kasihNya kepada kita. Itu tidak akan pernah ada habisnya. Karena itu kita tidak perlu takut kehabisan dan hanya mau menyimpannya sendiri. Jika kita menyadari bahwa Allah mengasihi kita, maka tidak bisa tidak kita harus pula mengasihi orang lain. Seperti apa yang dikatakan Yohanes: "Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi." (1 Yohanes 4:11). Dan hanya dengan saling mengasihilah Allah akan tetap berada di dalam kita, dengan kasihNya yang menjadi sempurna pula di dalam diri kita. (ay 12). Kasih merupakan inti dari kekristenan. Betapa ironisnya jika kita mengaku sebagai pengikut Kristus tapi tidak menunjukkan kasih Kristus itu kepada orang lain lewat diri kita.
Mengapa kita harus menyatakan kasih? Sebab kasih merupakan wujud dari Allah sendiri. "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (ay 8). Yohanes pun mengingatkan "Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia." (ay 16). Pergunakanlah hari ini untuk memberikan perhatian khusus, ucapan atau ungkapan kasih kepada orang-orang yang anda kasihi. Tidak saja pasangan anda, tapi juga kepada orang lain. Orang tua, saudara, kakek/nenek dan sebagainya. Jangan berhenti sampai disitu, tapi perluaslah saluran kasih anda untuk menyentuh orang lain. Dalam bentuk perhatian, bantuan, kepedulian atau sekedar senyum tulus, itu semua akan sangat berharga bagi mereka. Ada banyak orang yang haus akan kasih sayang, ada banyak orang yang tidak memperoleh kasih sayang dari orang tuanya, ada banyak keluarga berantakan, orang yang hidupnya susah dan sebagainya. Betapa baiknya jika hari kasih sayang tidak hanya dirayakan bersama orang-orang terdekat saja, tapi mampu pula menyentuh banyak orang secara luas. Seperti itulah Yesus mengharapkan kita. "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34)
Jangan berhenti hanya pada kekasih atau pasangan hidup saja, hanya pada keluarga, tapi keluarlah untuk menyalurkan kasih dan terang Kristus kepada sesama kita. Alangkah indahnya jika momen ini bisa dipakai untuk menyatakan kasih dan kepedulian kepada sesama kita secara luas. Alangkah indahnya jika hari spesial ini bisa dijadikan sebuah momentum untuk membagikan kasih yang telah kita terima dari Tuhan sendiri kepada orang lain. Selain itu, adalah baik pula jika kita memanfaatkan hari kasih sayang ini untuk memperbaiki hubungan dengan seseorang yang mungkin sedang mengalami keretakan. It's time to share the love, it's the right moment to give love. Let's celebrate the day of love by sharing God's love to each other.
Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. (1 Yohanes 4:7)
========================
"Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi."
Seberapa jauh kita peduli terhadap penderitaan orang lain? Boleh jadi kita memimpikan sebuah keadaan yang aman, tentram dan damai. Tidak ada peperangan, tidak ada kebencian, tidak ada kejahatan, tapi kita lupa untuk melihat ke sebelah. Pikiran kita pergi terlalu jauh padahal yang dekat kita lupakan. Mungkin tetangga di sebelah sedang butuh bantuan, mungkin teman kita ada yang butuh didengar, kita tidak menghiraukan mereka padahal keberadaan mereka begitu dekat dengan kita. Pengemis dan gelandangan di jalan yang setiap hari kita lewati tidak pernah kita hiraukan. Jika tidak memulai dari yang kecil, bagaimana kita bisa memimpikan yang besar? Tidak selalu butuh sesuatu yang besar untuk melakukan perubahan, karena lewat hal-hal sederhana pun sebenarnya kita bisa membuat sesuatu untuk itu. Kuncinya adalah kasih.
Bayangkan betapa gersangnya hidup tanpa cinta. Cinta atau kasih seringkali mampu membuat perubahan. Rasa cinta bisa membuat kita bertahan, membuat kita tetap tegar ditengah kesesakan, membuat kita lebih kuat menghadapi apapun. Seperti yang saya katakan kemarin, kita harus menyadari bahwa cinta atau kasih itu adalah sebuah anugerah yang sangat indah yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Kita ingin Tuhan selalu mengasihi kita, tapi kita sendiri merasa terlalu sibuk untuk mengasihi Tuhan. Dan kita lupa untuk menjadi saluran berkat mengasihi sesama kita.
Valentine Day is the day of love. Jika kemarin saya mengajak anda semua untuk memberikan sebuah perhatian khusus di hari kasih sayang kepada pasangan anda atau orang-orang terdekat yang anda sayangi, hari ini saya mengajak anda untuk melihat dari sudut yang lebih luas. Kasih yang dikaruniakan Tuhan kepada kita sesungguhnya begitu besar dan tidak terbatas. Betapa egoisnya kita jika semua itu hanya kita telan sendiri tanpa dibagikan kepada saudara-saudara kita yang lain. Kita seringkali terlalu sibuk menikmati berkat dan tidak mau membagikannya kepada orang lain. Kekristenan tidak mengajarkan hal seperti itu. Kita diberkati untuk memberkati, kita dikasihi untuk mengasihi, dan kita diselamatkan untuk menyelamatkan. Selalu ada keterkaitan yang erat antara hubungan vertikal antara kita dengan Tuhan dan hubungan horizontal antara kita dengan sesama. Bersyukurlah jika hari ini kita diberikan kebahagiaan setidaknya lewat kasih dan perhatian orang-orang yang dekat dengan kita. Tapi di luar sana, ada banyak orang yang begitu merindukan kasih dan perhatian. Hidup sebatang kara, tidak ada yang peduli atau bahkan tertolak. Tidakkah indah jika kita mau membagikan kasih itu kepada mereka, agar mereka pun bisa merasakan hangatnya dicintai?
Tuhan terus mencurahkan kasihNya kepada kita. Itu tidak akan pernah ada habisnya. Karena itu kita tidak perlu takut kehabisan dan hanya mau menyimpannya sendiri. Jika kita menyadari bahwa Allah mengasihi kita, maka tidak bisa tidak kita harus pula mengasihi orang lain. Seperti apa yang dikatakan Yohanes: "Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi." (1 Yohanes 4:11). Dan hanya dengan saling mengasihilah Allah akan tetap berada di dalam kita, dengan kasihNya yang menjadi sempurna pula di dalam diri kita. (ay 12). Kasih merupakan inti dari kekristenan. Betapa ironisnya jika kita mengaku sebagai pengikut Kristus tapi tidak menunjukkan kasih Kristus itu kepada orang lain lewat diri kita.
Mengapa kita harus menyatakan kasih? Sebab kasih merupakan wujud dari Allah sendiri. "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (ay 8). Yohanes pun mengingatkan "Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia." (ay 16). Pergunakanlah hari ini untuk memberikan perhatian khusus, ucapan atau ungkapan kasih kepada orang-orang yang anda kasihi. Tidak saja pasangan anda, tapi juga kepada orang lain. Orang tua, saudara, kakek/nenek dan sebagainya. Jangan berhenti sampai disitu, tapi perluaslah saluran kasih anda untuk menyentuh orang lain. Dalam bentuk perhatian, bantuan, kepedulian atau sekedar senyum tulus, itu semua akan sangat berharga bagi mereka. Ada banyak orang yang haus akan kasih sayang, ada banyak orang yang tidak memperoleh kasih sayang dari orang tuanya, ada banyak keluarga berantakan, orang yang hidupnya susah dan sebagainya. Betapa baiknya jika hari kasih sayang tidak hanya dirayakan bersama orang-orang terdekat saja, tapi mampu pula menyentuh banyak orang secara luas. Seperti itulah Yesus mengharapkan kita. "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34)
Jangan berhenti hanya pada kekasih atau pasangan hidup saja, hanya pada keluarga, tapi keluarlah untuk menyalurkan kasih dan terang Kristus kepada sesama kita. Alangkah indahnya jika momen ini bisa dipakai untuk menyatakan kasih dan kepedulian kepada sesama kita secara luas. Alangkah indahnya jika hari spesial ini bisa dijadikan sebuah momentum untuk membagikan kasih yang telah kita terima dari Tuhan sendiri kepada orang lain. Selain itu, adalah baik pula jika kita memanfaatkan hari kasih sayang ini untuk memperbaiki hubungan dengan seseorang yang mungkin sedang mengalami keretakan. It's time to share the love, it's the right moment to give love. Let's celebrate the day of love by sharing God's love to each other.
Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. (1 Yohanes 4:7)
Subscribe to:
Posts (Atom)
Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (8)
(sambungan) Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...