Monday, January 31, 2011

Lagu Baru

Ayat bacaan: Mazmur 33:3
=================
"Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah kecapi baik-baik dengan sorak-sorai!"

lagu baruHari ini ketika sedang di jalan saya iseng-iseng memutar radio. Sebuah lagu yang sudah lama tidak saya dengar kebetulan di putar di sebuah channel. Rasanya seperti baru kemarin lagu itu saya dengar dan sukai, tetapi kenyataannya lagu itu berasal dari tahun 1987, berarti usianya sudah 24 tahun. Perubahan trend dan gaya di dunia musik berjalan begitu cepat. Setiap saat kita melihat hadirnya jenis musik baru, baik sebagai sebuah kreasi yang saam sekali baru atau merupakan perpaduan (fusi) antara satu jenis musik dengan jenis lainnya. Hari ini menjadi trend, besok sudah menjadi barang usang. Dalam segala jenis musik kita bisa melihat hal itu, mulai dari rock, jazz, r&b, pop dan sebagainya. Ambil contoh jenis musik punk yang dahulu dikenal sebagai jenis punk rock. Belakangan aliran ini terpecah dengan lahirnya jenis emo dengan gayanya sendiri. Ketika punk menekankan kebebasan berekspresi seluas-luasnya dan seringkali terkesan "memberontak", emo lebih menekankan kepada curahan atau jeritan perasaan yang perih. Belakangan emo pun terbagi lagi dengan munculnya screamo, dimana teriakan itu menjadi jauh lebih intens dari sebelumnya. Tanyakan kepada orang tua anda bagaimana The Beatles merubah pakem musik di seluruh dunia. Tanpa mereka mungkin musik dunia bukanlah seperti sekarang. Dari blues kemudian muncul jazz dan rock, lalu kedua genre ini pun terus berkembang biak sehingga muncullah puluhan sub-genre lainnya. Musik selalu dipercaya sebagai sesuatu yang dinamis dan progresif. Meski ada kalanya kita rindu dengan lagu-lagu yang dahulu pernah kita sukai, tetapi tidakkah kita selalu menunggu lagu baru untuk hadir dalam playlist kita? Jika kita suka itu, dan kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, tidakkah itu berarti bahwa Tuhan pun menyukai lagu-lagu yang baru untuk mewakili pujian-pujian yang hadir dari anak-anakNya?

Bukan hanya secara logika, tetapi Alkitab pun menyatakan demikian. Berulang kali kita menemukan bagaimana Tuhan memandang penting musik sebagai media penyembahan dan pengungkapan rasa syukur. Mazmur saja terdiri dari 150 pasal, yang mungkin saja merajai tangga-tangga lagu pada masa itu, jika daftar tangga lagu sudah ada. Jatuh dan bangun Daud tergambar jelas disana, seringkali hadir secara puitis dan indah. Begitu indah sehingga banyak diantara kita yang lebih senang membaca kitab Mazmur agar bisa merasa nyaman dan bahagia. Dan itulah salah satu fungsi terpenting sebuah lagu. Meski pada perkembangannya musik atau lagu bisa dipakai untuk tujuan-tujuan lain bahkan untuk tujuan yang negatif, tetapi kita harus mengakui bahwa musik adalah salah satu ciptaan Tuhan yang terindah. Bayangkan sebentuk kehidupan tanpa adanya musik. Betapa sepi dan suramnya hidup itu. Bagi saya yang berkecimpung di dunia musik, saya merasakan betapa Tuhan memberkati manusia lewat adanya musik. God loves music. And He surely loves new songs.

Salah satu ayat dalam Mazmur berkata "Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah kecapi baik-baik dengan sorak-sorai!" (Mazmur 33:3). Ini seruan yang mengingatkan kita agar jangan pernah berhenti untuk memuji Tuhan lewat lagu-lagu yang baru. Jika anda hanya mendengar satu lagu sepanjang hidup anda, apa yang akan anda rasakan? Demikian pula Tuhan. Musik datang dari kreativitasNya yang tak terbatas, musik bukan saja ada di bumi tetapi juga di surga. Lihatlah dalam kitab Wahyu bagaimana jelasnya digambarkan sebuah orkestra atau ensembel akbar yang terdiri dari perpaduan antara ribuan malaikat, seluruh manusia di bumi, di laut dan sebagainya bersatu memanjatkan pujian kepada Tuhan dan Kristus. "Maka aku melihat dan mendengar suara banyak malaikat sekeliling takhta, makhluk-makhluk dan tua-tua itu; jumlah mereka berlaksa-laksa dan beribu-ribu laksa, katanya dengan suara nyaring: "Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!" Dan aku mendengar semua makhluk yang di sorga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya, berkata: "Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!" (Wahyu 5:11-13) Musik merupakan sesuatu yang penting bagi Tuhan. Dia menyukai musik dan lagu sama seperti kita.

Perkembangan musik yang begitu pesat memang merupakan buah karya hasil kreativitas manusia, tetapi jangan lupa bahwa semua itu pun berasal dari Tuhan. Daud mengaku seperti ini "Ia memberikan nyanyian baru dalam mulutku untuk memuji Allah kita. Banyak orang akan melihatnya dan menjadi takut, lalu percaya kepada TUHAN." (Mazmur 40:4). Inspirasi, ide, kreativitas, semua itu adalah anugerah yang telah diberikan Tuhan kepada manusia. Oleh sebab itu, jika kita suka bernyanyi untuk menghibur diri sendiri, menghibur orang lain, atau bahkan untuk membuat bayi-bayi dan anak-anak tidur dengan nyenyak, mengapa kita tidak menyenangkan Tuhan lebih lagi lewat lagu-lagu? Mengapa kita tidak terus menciptakan lagu-lagu baru yang memuliakan Tuhan dan membuatNya tersenyum bahagia?

Ada kuasa dalam puji-pujian. Itu jelas, karena Tuhan suka berada di atasnya. "Padahal Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:3). Dia memberkati kita dengan musik dan kemampuan untuk terus berbuat sesuatu yang baru di dalamnya, dan sudah seharusnya kita memakai itu untuk memuliakanNya sebagai ungkapan rasa syukur kita atas keindahan berkat Tuhan yang hadir lewat musik atau lagu. Ini tentu bukan berarti bahwa lagu yang lama sama sekali tidak berkenan bagi Tuhan, tetapi sama seperti kita, Tuhan pun menyenangi sesuatu yang dinamis. Lagu lama tetap baik, tetapi lagu-lagu baru jangan sampai dilupakan. Kita tidak akan mau mendengar satu lagu dengan lirik yang sama seumur hidup kita, Tuhan pun demikian. Anda menyanyi untuk menghibur diri dan orang lain, mengapa tidak melakukannya juga untuk Tuhan yang sungguh baik? Selain doa-doa, isilah saat-saat teduh dan waktu-waktu anda bersamanya dengan pujian dan penyembahan. And you can always be creative in it. Bukankah itu terdengar menyenangkan? Sudahkah anda bernyanyi hari ini bagiNya?

Sama seperti kita, Tuhan pun menyukai lagu-lagu yang baru

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, January 30, 2011

Kesabaran

Ayat bacaan: Ibrani 6:12
=================
"agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah."

kesabaranKesabaran adalah sebuah kata yang mudah diucapkan tetapi sangat sulit untuk diterapkan. Hampir di setiap lini kehidupan kita bertemu dengan situasi-situasi dimana kesabaran kita harus diuji. Ketika orang lain mengalami sesuatu, mungkin mudah bagi kita untuk mengingatkan mereka agar bersabar, tetapi ketika kita sendiri yang mengalami, seringkali kita gagal menerapkan kata ini dalam menyikapi situasi sulit tersebut. Ketidaksabaran sering menjadi alasan utama terjadinya kehancuran. Perceraian dalam rumah tangga hingga kecelakaan di jalan raya bisa terjadi berawal dari ketidaksabaran kita.

Dalam hal kerohanian pun demikian. Ada banyak orang yang sudah berjalan dengan iman, menerapkan hidup kudus dan mempercayai sepenuhnya kepada Tuhan untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi terkadang apa yang kita harapkan sepertinya begitu lambat untuk datang, terutama ketika kita memakai ukuran waktu yang kita inginkan. Ketika anda sudah mencoba berjalan dengan iman tetapi tangan Tuhan terasa tidak kunjung turun untuk melepaskan anda dari berbagai masalah, apa yang akan anda lakukan? Apakah anda akan terus berjalan dengan pengharapan penuh, atau anda akan tergoda untuk menyerah dan putus asa?

Firman Tuhan yang saya angkat sebagai ayat bacaan hari ini menggambarkan dengan jelas bahwa iman dan kesabaran itu sama pentingnya dalam urusan menerima sesuatu dari Tuhan. Entah itu berkat, pertolongan, pemulihan dan sebagainya, iman dan kesabaran akan sangat berpengaruh terhadap berhasil tidaknya kita memperoleh jamahan Tuhan dan menerima kucuran berkatNya. "agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah." (Ibrani 6:12). Dari ayat ini jelas kita lhat bahwa untuk mendapatkan bagian dari apa yang dijanjikan Allah, maka kita harus tetap memelihara iman dan kesabaran dengan segenap hati. Iman dan kesabaran, itu merupakan satu kesatuan penting yang saling berhubungan erat dan akan membuat perbedaan yang signifikan jika diterapkan secara beriringan.

Ayat Ibrani 6:12 di atas merupakan lanjutan dari panggilan yang ditujukan kepada kita yaitu untuk memiliki kesabaran dan tidak mudah putus asa. Ada kalanya kita merasa waktu sepertinya tidak memlihak kita dan terasa berjalan lebih lambat. Kita berharap pertolongan Tuhan datang segera untuk melepaskan kita dari jerat masalah, tetapi Tuhan kita anggap tidak peduli kepada kita. Apa yang kita harapkan dariNya tidak kunjung datang, dan ketika ini terjadi, kita bisa dengan begitu mudah kehilangan harapan dan menyerah. Apa kata Alkitab akan hal ini? "Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang." (ay 10). Tuhan bukannya tidak adil, tidak peduli atau malah melupakan kita. Sama sekali tidak. Tetapi frame waktu kita memang berbeda dengan waktunya Tuhan. Sementara Dia tentu jauh lebih tahu apa yang terbaik buat kita. Jika kita sudah memastikan bahwa kita hidup seturut dengan kehendakNya dan sudah berjalan dengan iman, tetapi kita merasa bahwa Tuhan rasanya terlalu lambat untuk turun tangan, sikap bersabar akan menjadi sangat penting untuk kita terapkan sepenuhnya. Sikap inilah yang bisa menjamin kita untuk tidak buru-buru merasa putus asa dan kehilangan harapan. Kesabaran mampu memperkuat dan menopang iman kita sampai anda memperoleh apa yang anda harapkan dari Tuhan.

Setelah kita merenungkan janji-janji Tuhan dan memiliki itu tertanam dalam roh dan jiwa kita, kesabaranlah yang akan mendorong kita untuk terus bertahan. Kesabaran akan mengantarkan kita kepada sebuah kesimpulan bahwa firman Tuhan tidak pernah gagal. Kesabaran membuat kita tidak akan pernah melangkah mundur karena ketakutan, tetapi akan membuat kita terus maju dalam iman sampai kita memperoleh jawaban dari Tuhan. Dalam surat Yakobus kita menemukan ayat yang secara inspiratif mengingatkan hal yang sama. "Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi." (Yakobus 5:7). Ada begitu banyak tokoh dalam Alkitab yang sudah membuktikan bahwa kesabaran mereka akan berbuah manis pada akhirnya, sebaliknya ada banyak pula tokoh yang akhirnya gagal karena ketidaksabaran mereka, meski mereka sudah memulai segala sesuatu dengan baik. Adalah baik jika kita sudah berjalan dengan firman Tuhan, menerapkan hidup seturut kehendakNya dan mempercayai Tuhan sepenuhnya dalam urusan pemenuhan kebutuhan. Akan tetapi ketika hasil dari itu sepertinya lambat tiba, jangan menyerah apalagi putus asa. Tetap gantungkan pengharapan sepenuhnya, dan teruslah pegang firman Tuhan dengan kesabaran dan iman. Maka pada suatu ketika nanti, anda akan menerima penggenapan janji Tuhan sebagai sesuatu yang pasti.

Kesabaran akan sangat menentukan apakah kita akan berhasil atau gagal

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, January 29, 2011

Yesus Sahabat Sejati

Ayat bacaan: Yohanes 15:14
====================
"Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu."

Yesus sahabat sejati"The world is a lonely planet." Demikian status seorang teman saya di sebuah situs jejaring dunia maya. Usut punya usut ternyata ia sedang merasa kesepian. Penduduk dunia diperkirakan mencapai 7 milyar jiwa tahun depan. Lantas bagaimana mungkin dunia ini ia katakan sepi? Indonesia sendiri berada pada urutan keempat dalam daftar negara dengan jumlah penduduk terbanyak, yaitu sekitar 236 juta jiwa. Tetapi tetap saja teman saya itu merasa kesepian, meski setiap hari ia pasti sama seperti anda dan saya, bersinggungan dan bertemu dengan banyak orang hampir setiap saat. Apa yang ia katakan saya yakin mewakili banyak orang yang merasa seperti dirinya, merasa kesepian, sendirian atau bahkan mungkin terasing dari orang-orang disekitarnya.

Perasaan kesepian ini bisa terjadi akibat banyak faktor. Akibat putus hubungan, sakit yang berkepanjangan sehingga tidak ada lagi orang yang mau repot mengurus, pindah ke tempat yang baru dan lain-lain. Tetapi disamping itu ada banyak orang pula yang tetap merasa sendiri dan kesepian di tempatnya bekerja, di lingkungan, di gereja atau bahkan di rumahnya sendiri. Merasa tidak ada yang bisa mengerti, sulit bergaul, punya sifat introvert yang berlebihan, kepahitan yang membuat kita menutup diri, akibat sikap atau kebiasaan kita yang buruk dan sebagainya. Dalam banyak hal, mereka yang mengalami kondisi seperti ini butuh sedikit inisiatif dan kerelaan untuk mencoba membuka kembali diri mereka untuk kembali berhubungan dengan dunia. Mungkin juga dibutuhkan niat untuk merubah sikap yang selama ini bisa jadi tidak disukai oleh banyak orang, atau kesabaran untuk terus berusaha hingga mereka bisa menemukan seorang sahabat yang tepat bagi mereka. Tetapi jangan lupa pula bahwa Yesus sudah membuka diriNya sebagai seorang sahabat bagi kita semua sejak semula. Yesus bukanlah sembarang teman, tetapi Dia adalah sahabat terdekat dan paling setia yang pernah dan bisa kita miliki.

Sahabat terdekat dan paling setia? Ya, itu akan kita amini apabila kita melihat langsung apa yang dimaksud Yesus ketika menyatakan diriNya sebagai sahabat kepada murid-muridNya. Jika kita fokus kepada Yohanes 15 saja, maka kita akan melihat rincian jelas mengenai apa saja yang akan diberikan Yesus sebagai seorang sahabat yang akan membuat kita takjub dan terharu jika kita merenungkannya satu persatu dengan sungguh-sungguh. Mari kita lihat apa saja yang dijanjikan Yesus sebagai sahabat.

1. "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (ay 4). Dia menyediakan diriNya sendiri untuk bersatu dengan kita dan dengan demikian kita bisa berbuah banyak. Itu juga berarti bahwa Yesus berjanji untuk selalu ada disamping kita.

2. "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (ay 7). Sebagai sahabat, Yesus siap mendengar segala keluh kesah atau permintaan kita dan akan menjawab itu semua.

3. "Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak.." (ay 8). Bukan hanya kita yang akan senang ketika kita bisa berbuah lebat, tetapi seperti halnya sahabat yang baik akan bersukacita ketika sahabatnya sukses, demikian pula Yesus. Bahkan Allah pun akan dipermuliakan, dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "honored and glorified" ketika kita menghasilkan buah yang banyak.

4. "Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu." (ay 9). Sahabat yang baik adalah sahabat yang mengasihi tanpa pamrih setiap waktu. Dan Yesus mengasihi kita sedemikian besar seperti halnya Bapa mengasihiNya.

4. "Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh." (ay 11). Yesus siap membuat kita semua bersukacita secara penuh hingga berlimpah (full measure, complete and overflowing). Dan itu akan membuatNya bersukacita pula.

5. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (ay 13). Lihatlah sebuah tingkatan tertinggi dari arti seorang sahabat. Seorang sahabat akan mengasihi sebegitu besar bahkan siap memberikan nyawanya sendiri. Dan itu sudah dibuktikan langsung oleh Yesus dengan karya pengorbananNya di atas kayu salib demi menyelamatkan kita semua.

6. "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku." (ay 15). Seorang sahabat sejati tidak akan menyimpan rahasia dari sahabatnya. Mereka akan merasa nyaman untuk membuka rahasia apapun kepada orang-orang yang sudah dianggap sebagai sahabat terdekat. Yesus tidak menyimpan apapun dari kita mengenai segala yang Dia dengar dari Bapa. Prinsip-prinsip Kerajaan Allah tidak lagi menjadi sesuatu yang tertutup, dan kita mendengar semuanya dengan jelas lewat Yesus.

Kita mengenal pribadi Bapa lewat Yesus, dan kita tahu apa yang harus kita perbuat. Kita diperdamaikan dan dianugerahi keselamatan, semua itu menjadi nyata dengan hadirnya Yesus sebagai seorang sahabat sejati. Firman Tuhan berkata "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Dan Yesus pun memberikan kunci bagaimana agar kita bisa menjadi sahabatnya. "Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." (ay 14).Dan perintahNya pun singkat: "Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain." (ay 17). The world might be the lonely planet for millions of people, mungkin bagi kita juga pada saat-saat tertentu. Tapi ketahuilah kita punya Yesus sebagai sosok sahabat sejati yang mengasihi kita setiap waktu, dan ini saatnya bagi kita untuk memberitahukan itu kepada mereka yang kesepian. What a friend we have in Jesus.

Yesus adalah sahabat sejati dan paling setia yang pernah kita miliki

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, January 28, 2011

Menjadi Saksi

Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 1:8
========================
"Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."

menjadi saksi, karunia jemaat"Ah, saya cuma menerima karunia jemaat saja.." kata seorang teman sambil tersenyum pada suatu hari. Saya sempat bingung dengan apa yang ia maksudkan. Ternyata maksudnya adalah ia tidak merasa terpanggil sama sekali untuk berbuat sesuatu sebagai warga Kerajaan Allah. Karunia jemaat yang ia maksudkan adalah hanya berbuat seperti halnya jemaat menurut pandangannya: datang, duduk, diam, doa, bernyanyi lalu pulang, sampai ketemu minggu depan. Itu gambaran jemaat menurutnya, dan itulah yang ia pikir sudah cukup untuk dilanjutkan. Bukan hanya teman saya itu saja, tetapi ada banyak orang percaya yang berpendapat sama, bahwa mereka tidak lebih dan tidak kurang hanya sebagai "pengunjung" saja di gereja. Dan itu baginya sudah cukup untuk menjamin keselamatan. Tidaklah heran jika sejak jaman dahulu sampai sekarang masalah yang ada tetap sama. "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit." (Matius 9:37). "Masa saya harus jadi pendeta, dan semua orang Kristen harus jadi pendeta? nanti siapa yang jadi jemaat, kan tidak masuk akal" katanya lagi sambil tertawa. Ada banyak orang percaya yang hanya berminat untuk mendapat berkat tetapi tidak mau berusaha untuk memberkati orang lain. Secara sempit mereka berpikir bahwa untuk memberkati orang lain sama dengan harus menjadi pendeta terlebih dahulu. Padahal Firman Tuhan sama sekali tidak mengatakan demikian.

Kita tahu ada Amanat Agung yang disampaikan oleh Tuhan Yesus tepat sebelum Dia naik ke surga seperti yang bisa kita baca di dalam Matius 28:19-20. Apakah untuk menjadikan semua bangsa sebagai murid Yesus kita semua dituntut untuk menjadi pendeta? Tentu saja tidak. Kita semua tidak dipanggil untuk menjadi pendeta, tetapi dipanggil untuk menjadi saksi. Mari kita simak baik-baik apa yang dikatakan Yesus berikut: "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah Para Rasul 1:8). Inilah sebuah panggilan yang sangat penting untuk kita perhatikan.

Pertama, kita diminta untuk menjadi saksi Kristus. Apa sebenarnya yang harus dilakukan oleh saksi? Sederhana saja. Sebagai saksi artinya kita diminta untuk menceritakan kisah hidup kita, bagaimana kasih dan kuasa Tuhan mampu memberi perbedaan dalam hidup kita selama ini. Kita tidak perlu mengajarkan sebuah pelajaran Alkitab secara mendetail atau lengkap, atau bahkan memahami teologi terlebih dahulu untuk menceritakan pengalaman kita bersama Tuhan, kecuali anda memang terpanggil untuk itu. Tetapi intinya, sebagai saksi kita hanya perlu mengetahui apa yang telah dilakukan Tuhan kepada kita, lalu menceritakan atau membagikan kebaikanNya kepada orang lain. Itulah tugas saksi, dan itulah panggilan yang diberikan kepada kita.

Kedua, dari ayat di atas dikatakan "kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu." Artinya Tuhan bukan menggantungkan semuanya kepada kemampuan kita, seperti kemampuan berbicara, kemampuan menjaring masa, kemampuan mengajar, kemampuan menguasai Alkitab dan lain-lain. Tuhan mengatakan bahwa semua itu merupakan pekerjaan Roh Kudus. Kita hanya perlu bersaksi lalu kita serahkan kepada Roh Kudus untuk menjamah mereka. Bahkan seringkali yang diminta hanyalah kesediaan kita, dan Roh Kudus lah yang akan membimbing setiap perkataan yang keluar dari dalam diri kita. "Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu." (Matius 10:19-20). Sekali lagi, bukanlah pekerjaan kita untuk meyakinkan orang, tetapi itu adalah pekerjaan Roh Kudus, dan kita harus menyerahkan sepenuhnya kedalam tanganNya, bukan dengan memaksakan kehendak atau melakukan tekanan-tekanan yang malah akan menjadikan kita sebagai batu sandungan.

Ketiga, dari ayat yang sama kita bisa mleihat bahwa Roh Kudus akan memberikan kita kekuatan khusus untuk melakukan itu. Kita tidak akan pernah dituntut untuk melakukan itu semua sendirian. Ketika kita membagikan kasih Tuhan kepada orang lain, disana akan ada kuasa Roh Kudus yang sedang bekerja dalam diri kita. Yang penting adalah kita tidak menolak ketika panggilan itu sedang turun pada kita. Jangan lari dari panggilan, jangan gentar, karena seringkali kesempatan yang baik akan sulit terulang kembali. Kita hanya perlu mulai membagikan pengalaman atau kisah hidup kita lewat kesaksian-kesaksian, dan Tuhan akan bekerja lewat Roh-nya agar semua kesaksian kita itu bisa tertanam lembut dalam hati orang yang mendengarkannya. Disamping itu Yesus sendiri sudah berkata bahwa Dia akan selalu menyertai kita di dalam menjalankan Amanat Agung itu sampai akhir jaman. Kita tidak akan dibiarkan sendirian untuk melakukan itu. Jika anda menghadapi kesulitan, berdoalah, karena ada Roh Kudus yang akan selalu siap mendampingi anda dalam memberi kesaksian. Kita bisa melihat apa yang terjadi pada Petrus, Yohanes dan rekan-rekan sekerjanya pada suatu kali. Mereka pernah mengalami langsung bagaimana turunnya Roh Kudus membuat perubahan mengatasi ketakutan mereka terhadap ancaman orang banyak ketika hendak mewartakan Injil. "Dan ketika mereka sedang berdoa, goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani." (Kisah Para Rasul 4:31). Tidaklah mengherankan apabila kemudian mereka bisa dengan berani mengatakan "Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang mentaati Dia."(5:32)

Keempat, jangan lupa pula bahwa Allah sendiri yang akan memimpin kita kepada orang-orang yang terbuka, mau menerima dan siap mendengar tentang besar kasih setia Allah kepada manusia tanpa terkecuali. Ada sebuah contoh yang tercatat dalam Kisah Para Rasul 16:4-12 ketika Paulus dipimpin untuk menuju Filipi yang terletak di Makedonia melalui sebuah penglihatan. Pada kesempatan lain kita bisa melihat Filipus dipimpin malaikat menuju seorang pembesar atau sida-sida di Ethiopia. (Bacalah Kisah Para Rasul 8:26-40). Ini menunjukkan bahwa bukan kepintaran kita mencari orang, tetapi Tuhan sendiri yang akan menuntun kita untuk bertemu dengan seseorang dan membagikan kesaksian kita kepadanya.

Pertanyaan yang penting untuk kita pikirkan adalah: apakah kita siap untuk berbagi? Apakah kita bersedia untuk itu, sebagai penggenapan panggilan yang telah diberikan kepada kita semua murid-murid Kristus? Kita harus ingat bahwa kesaksian yang harus kita sampaikan bukanlah hanya sekedar kata-kata saja, tetapi ada kekuatan Roh Kudus yang bekerja di dalamnya. "Sebab Injil yang kami beritakan bukan disampaikan kepada kamu dengan kata-kata saja, tetapi juga dengan kekuatan oleh Roh Kudus dan dengan suatu kepastian yang kokoh. Memang kamu tahu, bagaimana kami bekerja di antara kamu oleh karena kamu." (1 Tesalonika 1:5). Lalu apa yang harus kita lakukan? Petrus mengatakan "Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni.." (1 Petrus 3:15-16). Sementara kita menanti panggilan Tuhan, kita harus tetap menjaga kekudusan kita dan selalu siap sedia untuk itu, sehingga ketika panggilan itu datang, kita akan mampu melakukannya. Bukan kehebatan kita, tetapi kesediaan kita, itulah yang diminta Tuhan. Jadilah saksi-saksi Kristus yang mampu membagikan kasih dan berkat Tuhan kepada sesama.

Karunia jemaat saja tidak cukup, jadilah saksi-saksi Kristus yang mampu membawa pertobatan orang lain

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, January 27, 2011

Keramahtamahan

Ayat bacaan: 3 Yohanes 1:5
==================
"Saudaraku yang kekasih, engkau bertindak sebagai orang percaya, di mana engkau berbuat segala sesuatu untuk saudara-saudara, sekalipun mereka adalah orang-orang asing."

ramah tamah, keramahtamahanSeberapa jauh anda mengenal tetangga disekitar rumah anda? Apakah anda tahu namanya, dimana ia bekerja, atau berapa orang jumlah mereka sekeluarga? Pada kenyataannya individualisme semakin menjamur menguasai kita terutama ketika kita tinggal di kota-kota besar. Kita tidak lagi peduli kepada orang-orang yang tinggal dekat dengan kita. Untuk tahu namanya saja tidak lagi merasa perlu, apalagi mengetahui kesulitan-kesulitan yang mungkin sedang mereka alami. Ada bahkan yang membuang muka ketika berpapasan, dan akan menatap curiga jika mereka datang berkunjung. Pola kehidupan individualis seperti ini membuat kita seolah-olah mendirikan tembok-tembok tinggi di sekitar kita. Duduk di halaman belakang yang dibatasi tembok tinggi agar tidak perlu berpapasan mata dengan tegangga, atau buru-buru masuk ke dalam rumah tanpa melihat atau menyapa orang lain. Segala kesibukan kerja dan aktivitas lainnya membuat kita merasa membuang-buang waktu untuk sekedar bersosialisasi dengan tetangga di sekitar kita. Masing-masing punya dunianya sendiri yang sangat terjaga privasinya. Meski jumlah penduduk dunia semakin bertambah, tetapi kehangatannya justru semakin berkurang. Sepi. Dunia semakin lama semakin kehilangan keramahannya, semakin dingin dan terasing. 

"Tetapi tetanggaku sombong!" "Mereka tidak berminat kenal denganku, lalu untuk apa dekat dengan mereka?" Itu bisa menjadi alasan yang sering kita dengar. Perbedaan pekerjaan/kesibukan, status, suku, atau kepercayaan hingga perbedaan lainnya, itu akan menjadi alasan lainnya yang kita jadikan dasar pembenaran untuk tidak perlu mengenal mereka lebih jauh. Mengapa kita tidak lagi berpikir untuk mengulurkan salam persahabatan terlebih dahulu dan lebih berminat untuk mencari alasan menjauh dari mereka? Keramahtamahan merupakan budaya bangsa kita sejak dahulu, tetapi mengapa kita justru semakin lama semakin eksklusif dan individualis? Terlebih firman-firman Tuhan tidak pernah mengajarkan kita untuk bersikap dingin, kaku atau bahkan kasar. Tetapi mengapa kita yang mengaku anak-anak Tuhan pun masih sanggup bersikap seperti itu?

Jika kita melihat kisah kehidupan para tokoh yang tercatat di dalam Alkitab, maka kita akan menemukan banyak bagian yang menekankan sikap ramahtamah, sabar dan rendah hati. Lihatlah bapa orang beriman, Abraham. Ia tidak merasa perlu untuk bersikap eksklusif sama sekali. Ia membuka pintu bagi orang asing. Dalam Kejadian 18:1-15 kita bisa melihat bagaimana respon Abraham yang sudah tua ketika didatangi oleh tiga orang yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Abraham tua saat itu tengah duduk di pintu kemahnya dekat pohon tarbantin. Ia sedang melepas lelah dan mencari tempat teduh untuk beristirahat ditengah panas terik tengah hari. Tapi Abraham langsung bergegas untuk membuka pintu kemahnya dan menjamu tamu yang datang itu dengan baik. Ia segera mengambil air untuk membasuh kaki tamunya dan menawarkan mereka untuk beristirahat sejenak (ay 4), menyediakan makanan yang terbaik yang ia punya buat mereka (ay 5-8). Dan pada akhir dari bagian ini kita melihat datangnya janji penting dari Allah untuk dirinya dan istrinya. Ketika Yesus datang ke dunia, kita melihat sikap keramahan yang luar biasa pula. Yesus sangat suka mengambil bagian yang menunjukkan keramahtamahan, bahkan dari orang-orang yang berdosa, tertolak atau dikucilkan sekalipun. Lihatlah ayat berikut salah satunya: "Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya." (Matius 9:10). Ini sebuah perbuatan yang membuat Yesus harus rela dikritik atau dihujat oleh para pemuka dan petinggi agama waktu itu. Sungguhpun demikian, Yesus tidak peduli sama sekali terhadap hujatan mereka. Yesus terus dengan ramah berkunjung ke rumah mereka, bahkan makan bersama-sama dengan mereka, dan kita bisa melihat mereka kemudian bertobat, dipulihkan dan diselamatkan. Bayangkan jika Yesus memilih untuk bersikap eksklusif dan merasa bahwa manusia bukanlah sosok yang layak untuk diselamatkan. Bayangkan jika Yesus lebih tertarik untuk menekankan perbedaan status dan tidak peduli kepada keselamatan manusia. Bayangkan jika Yesus berkata, "buat apa? toh semua salahmu sendiri. Terima saja akibatnya.." Jika itu terjadi, maka tamatlah kita. Tapi Yesus tidak melakukan itu. Ia terus bergerak melimpahi belas kasihanNya kemana-mana, sesuai dengan apa yang menjadi panggilanNya dari Allah Bapa. Menyembuhkan, menolong, membuat mukjizat, berkotbah, menjamah hati orang banyak, bahkan merelakan diriNya sendiri menggantikan kita semua. Yesus menunjukkan sikap keramahan yang luar biasa dengan dasar kasihNya yang begitu besar kepada semua manusia tanpa terkecuali. Jika Tuhan saja seperti itu, mengapa kita malah bersikap sebaliknya dalam memandang sesama kita?

Di dalam dunia yang semakin terasing dan dingin ini, keramahtamahan merupakan kesempatan buat kita untuk menyatakan atau menyampaikan kasih Kristus kepada sesama kita. Keramahtamahan bisa mengubah orang asing menjadi teman, bahkan yang tadinya musuh sekalipun. Keramahtamahan bisa menjadi penghangat bagi kesendirian atau kesepian. Keramahtamahan bisa membuat kita merasakan tingkat pertemanan yang jauh lebih dalam dari yang kita pikirkan. Keramahtamahan merupakan kesemptan untuk berbagi makanan dan hati bersama. Keramahtamahan bisa menjadi awal bagi kesembuhan dan pemulihan, dan lain-lain. Ada banyak hal yang bisa kita capai dari perubahan sikap hati kita untuk menjadi pribadi yang ramah, bukan saja terhadap orang lain tetapi sangat bermanfaat bagi kita sendiri juga. Yang jelas panggilan untuk itu merupakan sesuatu yang penting untuk kita miliki dan lakukan dalam hidup kita. Yohanes mengatakan "Saudaraku yang kekasih, engkau bertindak sebagai orang percaya, di mana engkau berbuat segala sesuatu untuk saudara-saudara, sekalipun mereka adalah orang-orang asing." (3 Yohanes 1:5). Berbuat segala sesuatu kepada sesama, bahkan kepada orang-orang asing sekalipun. Ini merupakan bentuk yang mencerminkan orang percaya.

Bagaimana pandangan Tuhan terhadap pribadi anak-anakNya yang ramah? Lihat apa kata Yesus berikut: "Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya." (Matius 10:42). Ada upah yang disediakan Tuhan atas keramahtamahan kita. Dalam Galatia kita bisa menemukan pula sebuah peringatan penting untuk selalu kita ingat: "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." (Galatia 6:9). Atau lihatlah ayat berikut: "Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat." (Ibrani 13:2).

Keramahtamahan merupakan bagian penting dari sikap hidup orang percaya. Kita diingatkan:  "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." (Efesus 4:32). Mungkin berbagai kesibukan bisa membuat kita melupakan hal ini. Mungkin kita merasa tidak cukup mampu untuk berbagi apa-apa sehingga kita lebih cenderung menarik diri. Atau malah kita merasa mampu untuk melakukan segalanya sendirian sehingga tidak lagi butuh orang lain. Tapi kita diciptakan sebagai mahluk sosial yang sudah seharusnya saling berinteraksi, saling dukung, saling mengingatkan dan saling membangun untuk bisa menapak ke jenjang kehidupan yang lebih baik. Dibutuhkan sebuah keputusan untuk mulai berpikir untuk mengasihi orang lain, dan itu bisa dimulai dengan menerapkan sikap ramah tamah kepada orang lain. Mulailah dengan orang-orang terdekat dengan anda seperti tetangga. Kita bisa mulai melakukan sesuatu untuk membuat bumi menjadi tempat tinggal yang lebih hangat dan bersahabat.

Sikap individualisme membuat dunia semakin dingin dan terasing

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, January 26, 2011

Mazmur 15

Ayat bacaan: Mazmur 15:1-5
====================
"TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus? ..Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya."

mazmur 15, etika, moral, integritasSelama empat hari belakangan kita sudah membahas panjang lebar mengenai integritas dan nilai-nilai yang terangkum di dalamnya secara rinci yang mengacu kepada 1 Raja Raja 3:6 terdiri atas tiga hal: kesetiaan, kebenaran dan kejujuran. Ketiga nilai ini sangatlah langka untuk dijumpai hari ini. Jika berdiri sendiri-sendiri saja sudah langka, bisa dibayangkan bagaimana sulitnya mencari orang yang memiliki ketiganya dan saling terintegrasi satu sama lain, atau dengan singkat bisa kita katakan sebagai orang yang memiliki integritas. Ada sebuah bagian dari kitab Mazmur yang terlintas di pikiran saya ketika kita berbicara mengenai integritas dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya ini, yaitu Mazmur 15.

Mazmur 15 sering disebut sebagai Mazmur yang berisi etika (tata susila) dan moral (nilai kebenaran secara umum). Mazmur yang berasal dari Daud ini memuat dasar etika dan moral secara ringkas, namun di dalamnya terkandung banyak hal yang sangat esensial atau penting untuk kita perhatikan dan tentu berhubungan erat dengan faktor integritas yang harus dimiliki oleh orang-orang percaya. Mari kita lihat pesan-pesan moral dan etika yang terkandung dalam Mazmur 15 secara lengkap.

(1) Mazmur Daud. TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus?
(2) Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya,
(3) yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya;
(4) yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi;
(5) yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya.

Mazmur 15 memang hanya terdiri dari 5 ayat tetapi nilai yang terkandung di dalamnya sungguh banyak dan orang yang mampu mengamalkan seluruhnya akan sangat terlihat berbeda di tengah-tengah dunia. Secara ringkas kita bisa melihat tiga hal penting yang terangkum di dalam Mazmur 15 yang unik ini.

1. Kualitas moral yang tidak bercela. (ay 2)
Anak-anak Tuhan sudah seharusnya menjadi teladan dari sebuah kehidupan yang tidak bercela. Sebab jika bukan kita siapa lagi? Kehidupan yang tidak bercela bukanlah sesuatu yang hanya berbicara secara sempit karena menyangkut berbagai sendi kehidupan seperti keluarga, hubungan sosial di dalam masyarakat, dalam pekerjaan, dalam studi dan bentuk-bentuk hubungan lainnya. Setiap saat dunia akan terus menawarkan berbagai hal yang berpusat kepada kepuasan dan kenikmatan daging dan itu bukanlah sesuatu yang seharusnya kita ikuti. Firman Tuhan dengan jelas berkata "Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17). Kita tidak boleh melupakan hakekat diri kita yang sudah menjadi ciptaan baru ketika menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat kita. (2 Korintus 5:17). Alangkah sia-sianya semua itu jika kita malah masih menjadi ciptaan yang lama.

2. Melakukan apa yang adil dan benar, tidak memanfaatkan kelemahan orang lain, berbuat jahat dan mengambil untung atau kesempatan dari orang yang berada dalam posisi lemah. (ay 2,3,5).
Pikirkanlah, betapa kita sering bersikap egois, hanya mementingkan keadilan bagi diri kita tetapi melupakan keadilan bagi orang lain. Sebagai orang percaya kita seharusnya juga mau memberikan keadilan dan kebenaran, meski hal itu mungkin tidak menguntungkan kita bahkan bisa mengarah pada konsekuensi-konsekuensi yang menyulitkan kita. Firman Tuhan berkata "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." (Yakobus 3:16). Artinya ketika kita hanya mementingkan diri sendiri saja, maka ada banyak jebakan dosa yang akan timbul dan terus meningkat.

3. Jujur dalam perkataan (ay 2,3)
Jangan sampai dari mulut kita keluar kata-kata yang mengarah pada fitnah, kebohongan hingga kata-kata kutuk. Firman Tuhan sudah menyatakan bahwa berkat dan kutuk bisa keluar dari satu mulut yang sama. "dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi." (Yakobus 3:10). Sudah saatnya kita mempergunakan mulut untuk membangun dan memberkati orang lain, bukan sebaliknya menjatuhkan bahkan menghancurkan mereka. Tidak gampang untuk berkata jujur, karena seringkali ada konsekuensi di balik itu yang akan merugikan kita. Tetapi biar bagaimanapun sebagai anak-anak Tuhan kita harus menjunjung tinggi kebenaran apapun resikonya. Yesus bersabda "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat." (Matius 5:37). Berkata benar dan jujur merupakan keharusan bagi kita, dan tentu saja apa yang kita katakan harus pula tercermin dalam perbuatan dan perilaku kita. Jika tidak demikian, bagaimana kita bisa mengaku berkata jujur?

Ketiga hal ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Tetapi inilah pesan-pesan moral dan etika yang sudah selayaknya mewarnai kehidupan orang-orang percaya. Untuk membangun diri yang berkualitas dimana didalamnya terdapat integritas maka Mazmur 15 sudah barang tentu harus bisa tercermin dari kehidupan kita. Sekali lagi, memang tidak mudah. Tetapi kita bisa mengambil komitmen untuk memulainya dari sekarang. Sebagai warga Kerajaan Allah, mari kita hidup dengan merepresentasikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sebaik-baiknya. Jika tidak, jangan bermimpi kita bisa menjadi terang dan garam bagi dunia.

Jadilah anak-anak Tuhan yang berkualitas dengan memiliki integritas tinggi

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, January 25, 2011

Integritas (4): Jujur

Ayat bacaan: Yesaya 33:15-16
===================
"Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin."

jujur, integritas"Kalau mau jujur mana bisa untung?" Itu pernah dikatakan oleh salah seorang teman yang berjualan sambil tertawa. Apa yang dikatakannya menggambarkan pandangan yang dianut begitu banyak pebisnis. Tidak tertutup di kalangan anak Tuhan pun bisa saja berpendapat seperti itu. Seorang teman RHO pernah memberi komentar bahwa ini adalah salah satu kelemahan anak-anak Tuhan, bahkan tidak menutup kemungkinan di kalangan pelayan-pelayan Tuhan pun masih menerapkan pola seperti itu dalam dunia pekerjaannya, dan saya setuju itu. Tapi tidak semua tentu saja yang berpandangan demikian. Ada beberapa teman sekerja di gereja saya yang sudah meninggalkan pola pikir seperti itu dalam berdagang. Dan untuk itu memang ada harga yang harus dibayar. Untung lebih sedikit, harus rela mengeluarkan biaya lebih besar, seperti seorang teman yang tidak memakai minyak bersubsidi dan membayar penuh misalnya, dan tidak jarang pula mereka harus gagal dalam tender karena mereka tidak mau menyuap. Tapi menarik jika melihat apa yang mereka peroleh dari keputusan yang mungkin dianggap "bodoh" oleh dunia itu. Mereka semua berkata bahwa ada banyak keuntungan yang mereka peroleh dari keputusan untuk berlaku jujur dalam bekerja. Pertama mereka tidak lagi dihakimi oleh hati nurani mereka, mereka merasa nyaman dan bahagia meski dengan untung yang lebih sedikit, dan ini yang penting: mereka membuktikan sendiri bahwa tangan Tuhan tidak pernah kurang panjang untuk memberkati mereka. Dengan berlaku jujur mereka sama sekali tidak menjadi berkekurangan, malah justru meningkat. Uniknya perilaku mereka kemudian menular kepada karyawan yang akhirnya ikut-ikutan jujur. Hubungan antara atasan dan bawahan menjadi baik, keuntungan meningkat, hidup menjadi jauh lebih bahagia. Semua ini berawal dari keputusan untuk berlaku jujur dalam pekerjaan maupun kehidupan secara umum.

Setelah kita membahas mengenai kesetiaan dan kebenaran, hari ini mari kita melihat kejujuran yang merupakan satu lagi nilai yang terkandung di dalam integritas. Masalah kejujuran adalah masalah klasik yang sudah seperti menjadi darah daging bagi kita. Jika kita melihat bahwa hari ini sulit untuk menemukan orang yang jujur, sejak dahulu kala pun masalah yang sama sebenarnya sudah menjadi bagian permasalahan dalam kehidupan. Padahal jujur merupakan sebuah unsur penting yang tercakup di dalam integritas dan dengan demikian tentu saja merupakan aspek penting di mata Tuhan untuk kita lakukan. Dalam berdagang, firman Tuhan memberikan landasan penting yang berbunyi "Apabila kamu menjual sesuatu kepada sesamamu atau membeli dari padanya, janganlah kamu merugikan satu sama lain...Janganlah kamu merugikan satu sama lain, tetapi engkau harus takut akan Allahmu, sebab Akulah TUHAN, Allahmu." (Imamat 25:14,17) Masalah jujur bukan saja berbicara secara sempit mengenai dunia transaksi, tetapi juga menyangkut aspek-aspek kehidupan lainnya, seperti perilaku, perkataan, sikap, berbuatan dan lain-lain. Berani mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab, tidak menipu atau membohongi, tidak curang di saat ujian dan sebagainya, itu pun merupakan aspek-aspek yang berkaitan dengan kejujuran.

Apakah Tuhan menghargai kejujuran itu dengan nilai yang tinggi? Tentu saja. Ayat bacaan hari ini menggambarkan jelas bagaimana Tuhan menilai kejujuran itu. "Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin." (Yesaya 33:15-16). Tuhan menjanjikan penyertaanNya secara luar biasa bagi orang-orang yang mau memilih untuk hidup jujur. Mudahkah untuk itu? Jelas tidak. Tetapi meskipun sulit dan mungkin menyulitkan atau malah mendatangkan kerugian, Tuhan tidak akan pernah menutup mataNya dari usaha dan keseriusan kita, dan itu semua tetap bisa kita lakukan. Ingat baik-baik bahwa "Tuhan tidak akan pernah menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela." (Mazmur 84:12). Tuhan juga berfirman "Ia menyediakan pertolongan bagi orang yang jujur, menjadi perisai bagi orang yang tidak bercela lakunya, sambil menjaga jalan keadilan, dan memelihara jalan orang-orang-Nya yang setia." (Amsal 2:7-8). Karenanya tepatlah jika Pemazmur mengatakan "Bersukacitalah dalam TUHAN dan bersorak-soraklah, hai orang-orang benar; bersorak-sorailah, hai orang-orang jujur!" (Mazmur 32:11).

Dalam perkataan pun kita harus pula berhenti berbohong. Mungkin awalnya sedikit, tetapi itu bisa menjadi kebiasaan yang pada suatu ketika sudah menjadi sulit untuk diubah. Yesus berkata "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat." (Matius 5:37). Kejujuran dalam berbicara atau berkata-kata juga sangat penting untuk kita perhatikan. Seperti halnya "orang benar" yang kita bahas kemarin, orang jujur pun bukan saja membawa manfaat baik pada diri sendiri tetapi juga bisa membawa berkat bagi kotanya. Dalam Amsal kita bisa membaca sebuah ayat yang berbunyi "Berkat orang jujur memperkembangkan kota, tetapi mulut orang fasik meruntuhkannya." (Amsal 11:11).

Jika anda menelaah sepanjang isi Alkitab maka anda akan menemukan panggilan tentang kejujuran dalam begitu banyak ayat. Ini jelas menunjukkan betapa pentingnya hidup dengan jujur di mata Allah. Pandangan dunia mungkin akan mengatakan bahwa semakin anda pintar menipu maka keuntungan akan semakin besar, namun selain itu bertentangan dengan firman Tuhan, hal itu juga seringkali berakhir pada sesuatu yang akan merugikan kita. Tidak main-main, bahkan dalam sebuah ayat Tuhan dikatakan jijik melihat penipu. (Mazmur 5:7). Maka Allah pun tidak main-main dalam menyikapi penipu, seperti apa yang dikatakan Paulus: "Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah." (1 Korintus 6:9-10)

Agar bisa menerapkan sikap jujur, kita harus ingat bahwa dunia tidak akan pernah bisa menjamin kebahagiaan kita. Tidak peduli seberapa besarpun harta kekayaan yang kita miliki, kebahagiaan sejati hanyalah berasal dari Tuhan. Apa yang dialami beberapa teman saya yang memilih untuk bersikap jujur membuktikan bahwa Tuhan menepati janjiNya secara penuh. Oleh karena itulah kita harus mulai menerapkan sikap hati yang tulus untuk memilih bersikap jujur. Sikap hati yang tulus, itulah yang menjadi awal dari datangnya kejujuran. Firman Tuhan berkata "Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya." (Amsal 11:3). Tuhan tidak akan pernah menutup mata dan mengabaikan anak-anakNya yang mau memilih untuk jujur, itu haruslah kita imani dengan sungguh-sungguh. Dunia mungkin memandang kejujuran sebagai kerugian, tetapi yakinlah bahwa itu bernilai tinggi di mata Tuhan. Bayangkan sebuah hidup yang diisi dengan kejujuran, dan didalamnya penuh limpahan berkat Allah. Bukankah itu luar biasa menyenangkan? Itu bisa menjadi bagian dari hidup kita. Kitalah yang bisa membuktikan bahwa kejujuran bukan mendatangkan kerugian malah bisa mendatangkan keuntungan baik di dunia ini maupun dalam kehidupan selanjutnya kelak. Mari kita belajar untuk memelihara sikap jujur dan jadilah orang-orang yang berintegritas dalam segala aspek kehidupan.

"Korban orang fasik adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi doa orang jujur dikenan-Nya." (Amsal 15:8)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, January 24, 2011

Integritas (3): Benar

Ayat bacaan: Ulangan 6:25
================
"Dan kita akan menjadi benar, apabila kita melakukan segenap perintah itu dengan setia di hadapan TUHAN, Allah kita, seperti yang diperintahkan-Nya kepada kita."

orang benar, integritas"Orang pintar minum tolak angin." kata iklan sebuah produk. Slogan ini ternyata cukup berhasil membuat jamu tolak angin bisa diterima di kalangan yang lebih luas. Mengapa harus orang pintar? Saya menduga kecenderungan orang-orang yang berpendidikan untuk lebih tertarik kepada obat-obatan dengan zat kimia ketimbang menggunakan herbal seperti yang umum ditemukan dalam jamu tradisional yang asli. Slogan itu saya kira efektif dan cerdas dalam merambah pasar yang baru. Pernah suatu kali saya terpikir ketika melihat iklan ini di televisi. Jika orang pintar minum tolak angin, lantas orang benar minum apa? Sepele saja mungkin, tetapi untuk menjadi orang benar sungguhlah penting. "Benar" adalah salah satu bagian tak terpisahkan dari integritas (1 Raja Raja 3:6), dan menjadi orang  benar atau tidak itu merupakan penilaian yang penting di mata Tuhan. Being a "just"/righteous person is a big deal in the Kingdom of God. Jika demikian, pertanyaan iseng-iseng yang terlintas di benak saya tadi menjadi penting. Apa yang akan kita "minum" jika kita menjadi orang benar? Dan tentu saja, apa yang harus kita lakukan agar menjadi orang benar?

Alkitab mencatat beberapa nama yang dengan jelas dinyatakan sebagai orang yang benar di mata Tuhan seperti Nuh dan Daud. Kita bisa melihat bagaimana mereka berada dalam pemeliharaan Tuhan dalam hidupnya. Firman Tuhan secara jelas menyatakan sebagai berikut: "Haruslah kamu berpegang pada perintah, peringatan dan ketetapan TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; haruslah engkau melakukan apa yang benar dan baik di mata TUHAN, supaya baik keadaanmu dan engkau memasuki dan menduduki negeri yang baik, yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu." (Ulangan 6:17-18). Itu panggilan yang diawali dengan kata "harus." Lihatlah bahwa kata yang dipakai bukanlah "sebaiknya", "hendaknya" atau "semoga" tetapi "harus". Ini berarti bahwa menjadi orang yang melakukan segala sesuatu yang benar dan baik di mata Tuhan dengan berpegang pada perintah, peringatan dan ketetapanNya merupakan hal yang tidak bisa tidak, mau tidak mau, mutlak, harus kita jalankan selama hidup di dunia ini. Itu kalau kita mau tetap berada dalam keadaan baik seperti apa yang dijanjikan Tuhan. Kepada orang benar Tuhan menjanjikan banyak hal. Bukan saja keselamatan kekal menjadi bagian kita, tetapi sepanjang di dunia pun kita akan terus berada dalam pemeliharanNya yang penuh kasih setia. Mazmur Daud menyebutkan: "Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong..Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:16-18). Tidakkah itu sangat melegakan untuk kita dengar? Masih dalam Mazmur kita bisa baca "Sebab itu orang fasik tidak akan tahan dalam penghakiman, begitu pula orang berdosa dalam perkumpulan orang benar;sebab TUHAN mengenal jalan orang benar, tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan." (Mazmur 1:5-6). Akan terjadi pemisahan antara orang fasik atau orang berdosa dengan orang benar, simply because God knows and is fully acquainted with the way of the righteous. Orang benar akan masuk ke dalam kehidupan kekal, namun yang fasik akan menuju jurang kebinasaan. Yesus pun mengatakan hal yang sama. "Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal." (Matius 25:46). Kata mereka disini mengacu kepada orang-orang yang tidak melakukan apapun kepada sesamanya yang sedang kesusahan, artinya tidak memiliki kasih, dan dengan sendirinya berarti tidak mengenal Tuhan dan tidak melakukan kehendak Tuhan.

Menjadi orang benar bukan saja berguna bagi diri kita sendiri, tetapi itu pun akan membawa dampak yang baik dan berkat-berkat bagi bangsa dan negara. Kita bisa melihat hal ini dari situasi ketika Tuhan hendak menghukum Sodom. Dalam Kejadian 18:16-33 kita dapat membaca "tawar-menawar" yang dilakukan Abraham kepada Tuhan. Singkatnya, dikatakan bahwa jika ada 10 orang benar saja maka Tuhan tidak akan memusnahkan Sodom. "Katanya: "Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata lagi sekali ini saja. Sekiranya sepuluh didapati di sana?" Firman-Nya: "Aku tidak akan memusnahkannya karena yang sepuluh itu." (ay 32). Lihatlah sedikit orang benar pun sudah mampu melembutkan hati Allah meski jutaan lainnya berbuat dosa. Alangkah memprihatinkannya bahwa bahkan tidak ada 10 orang benar pun pada saat itu di Sodom, dan pertanyaannya, apakah di negara kita sekarang ada sedikitnya 10 orang benar, dan apakah kita sudah berfungsi selayaknya tugas yang diberikan kepada kita sebagai duta-duta Kerajaan?

Setelah melihat semua yang disediakan Allah kepada orang-orang benar, mari kita melihat apa yang harus dilakukan agar kita menjadi orang benar, dan apa ciri-ciri orang benar itu. Kelanjutan Ulangan 6 di atas menyatakan syarat agar kita dipandang sebagai orang-orang benar di mata Tuhan. "Dan kita akan menjadi benar, apabila kita melakukan segenap perintah itu dengan setia di hadapan TUHAN, Allah kita, seperti yang diperintahkan-Nya kepada kita." (ay 25). Kita akan menjadi benar, jika kita melakukan semua perintahNya dengan tepat dan setia. Jika hanya setengah-setengah maka kita belumlah dianggap sebagai orang benar, karena semuanya harus tepat seperti yang diperintahkan Tuhan, dan kita jalankan secara kontinu dengan kesetiaan. Selanjutnya kita bisa melihat pula ayat berikut: "Sebab di dalamnya (Injil) nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: "Orang benar akan hidup oleh iman." (Roma 1:17). Itulah ciri orang benar. Kita tidak cukup berkata bahwa kita percaya Kristus tetapi tidak pernah sanggup hidup dengan iman. Tidak akan cukup jika kita hanya mengaku  sebagai murid Yesus tetapi masih hidup dengan kekhawatiran, ketakutan atau terus melakukan hal-hal yang bertentangan dengan firmanNya. Oleh karena itu penting bagi kita untuk menjalankan segala yang diperintahkan Tuhan secara tepat dan setia, lalu memiliki iman yang akan menghidupi setiap jalan yang kita lalui.

Menjadi orang benar merupakan faktor yang sangat penting di mata Tuhan, dan merupakan salah satu nilai yang tidak terpisahkan dalam integritas. Tidak saja baik bagi masa depan kita tetapi juga akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup bangsa dan negara kita. Hari ini mari kita membuat komitmen untuk menjadi orang-orang benar yang berfungsi baik, dan jadilah orang-orang benar yang membawa berkat baik bagi sesama maupun bangsa dan negara.

Orang benar melakukan dengan tepat dan setia segala perintah Tuhan dan hidup oleh iman

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, January 23, 2011

Integritas (2): Setia

Ayat bacaan: Wahyu 2:10
==================
"..Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan."

setia, integritasKata setia semakin lama semakin saja kehilangan makna. Saat ini sulit sekali mencari orang yang bisa benar-benar setia untuk waktu yang panjang. Apakah itu dalam sebuah hubungan cinta, pekerjaan dan sebagainya, hampir setiap hari kita menyaksikan orang-orang yang tidak menganggap kesetiaan sebagai sesuatu hal yang penting lagi untuk dipertahankan dan dilakukan.  Berita pasangan bercerai, kedapatan selingkuh hampir setiap hari kita saksikan di televisi atau bahkan di sekitar kita. Orang yang berpindah-pindah pekerjaan karena mendapat tawaran yang lebih baik atau sedikit saja tersinggung, itu pun kita dapati dimana-mana. Tidak jarang mereka bahkan tega menghianati tempat mereka bekerja untuk satu dan lain hal. Kesetiaan merupakan sebuah unsur di dalam integritas. Jika kesetiaan saja sudah semakin langka, tidak heran jika integritas pun demikian.

Kesetiaan jelas merupakan aspek yang sangat penting dalam Kerajaan Allah. Pertama, Allah, Raja di dalam Kerajaan itu merupakan Sosok yang Setia. Alkitab menyebutkan dalam banyak kesempatan mengenai sifat Allah yang setia, misalnya dalam Mazmur 31:5, 48:9, 59:10, 1 Raja Raja 8:23, 2 Korintus 1:18, 1 Petrus 4:19, Ibrani 10:23 dan banyak lagi. Lihat pula bagaimana Yesus dengan setia dan taat melakukan semua kehendak Allah dengan tuntas. Dengan keteladanan secara langsung seperti itu seharusnya kita yang merupakan warga Kerajaan pun hidup dengan kesetiaan. Tapi seringkali kita lebih tertarik untuk mengadopsi gaya hidup dunia ketimbang menjalani hidup kesetiaan seperti yang dikehendaki Tuhan.

Kalau dirunut ke belakang maka kita akan mendapati bahwa kesetiaan bukan saja menjadi isu di jaman modern ini. Ribuan tahun yang lalu pun manusia sudah menunjukkan betapa sulitnya untuk setia. Kita bisa melihat bagaimana bangsa Israel yang berulangkali menyaksikan atau mengalami secara nyata penyertaan Tuhan secara langsung namun masih saja tega untuk menyakiti hatiNya berulang-ulang dengan perilaku mereka. Tidak heran jika Salomo berkata "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6) Lihatlah pada masa itu pun kesetiaan sudah menjadi sesuatu yang langka untuk ditemukan. Hingga ke dalam Perjanjian Baru pun masalah kesetiaan tetap menjadi pesan penting untuk dimiliki oleh kita. Kesetiaan adalah sebuah kualitas utama yang seharusnya ada di dalam diri orang-orang percaya. "...kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." (1 Timotius 6:11). Berulang-ulang Tuhan mengingatkan kita untuk setia dalam segala hal, tetapi dari generasi ke generasi manusia masih saja terus menganggap kesetiaan sebagai sesuatu yang tidak penting, yang bisa dikorbankan demi kepentingan lain.

Kesetiaan di dalam Kerajaan Allah memiliki peranan yang sangat penting. Kesetiaan penting untuk kita hidupi karena itu akan sangat menentukan bagi keselamatan kita kelak. Firman Tuhan berkata "...Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10). Ada mahkota kehidupan yang akan dikaruniakan kepada kita kelak apabila kita bisa mempertahankan kesetiaan sampai selesai. Dan bukan itu saja, karena Allah tetap menjanjikan berkat-berkatNya kepada siapapun yang tetap hidup dengan berpegang pada kesetiaan. "Pada hari ini TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau melakukan ketetapan dan peraturan ini; lakukanlah semuanya itu dengan setia, dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu. Engkau telah menerima janji dari pada TUHAN pada hari ini, bahwa Ia akan menjadi Allahmu, dan engkaupun akan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada ketetapan, perintah serta peraturan-Nya, dan mendengarkan suara-Nya. Dan TUHAN telah menerima janji dari padamu pada hari ini, bahwa engkau akan menjadi umat kesayangan-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepadamu, dan bahwa engkau akan berpegang pada segala perintah-Nya, dan Iapun akan mengangkat engkau di atas segala bangsa yang telah dijadikan-Nya, untuk menjadi terpuji, ternama dan terhormat. Maka engkau akan menjadi umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu, seperti yang dijanjikan-Nya." (Ulangan 26:16-19). Ada banyak hal yang akan kita peroleh dari hidup dalam kesetiaan, sebaliknya kita akan mengorbankan banyak hal penting jika kita memilih untuk mencari kenikmatan sesaat dengan mengabaikan kesetiaan. Kehidupan di dunia selalu mengajak kita untuk melupakan kesetiaan, tetapi hari ini marilah kita belajar untuk mengadopsi dengan benar prinsip-prinsip Kerajaan mengenai kesetiaan, sebab tanpa kesetiaan tidak akan pernah ada integritas yang akan mampu membawa perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik.

Tanpa kesetiaan tidak akan ada integritas

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, January 22, 2011

Integritas (1): Kehidupan Daud

Ayat bacaan: 1 Raja Raja 3:6
====================
"Lalu Salomo berkata: "Engkaulah yang telah menunjukkan kasih setia-Mu yang besar kepada hamba-Mu Daud, ayahku, sebab ia hidup di hadapan-Mu dengan setia, benar dan jujur terhadap Engkau; dan Engkau telah menjamin kepadanya kasih setia yang besar itu dengan memberikan kepadanya seorang anak yang duduk di takhtanya seperti pada hari ini."

integritasKata integritas bukanlah kata yang asing lagi bagi kita. Tapi tidak banyak orang yang mengerti betul mengenai kata ini, termasuk saya yang baru saja mencari tahu apa sebenarnya makna yang terkandung dibalik kata ini. Dalam sebuah kamus bahasa Inggris, integritas atau integrity diartikan sebagai "the state of being honest, up right and sincere." Dalam wikipedia dikatakan "a concept of consistency of actions, values, methods, measures, principles, expectations and outcomes." Dalam kamus bahasa Indonesia kata intergritas didefenisikan sebagai sebuah keterpaduan, keutuhan, jujur dan dapat dipercaya. Dalam ruang lingkup yang lebih luas, integritas dapat pula diartikan sebagai kredibilitas dalam etika, moral, karakter, tingkah laku, kepribadian dan melakukannya dengan teguh hati dan terpadu. Jadi integritas adalah perpaduan secara utuh dari semua bagian yang disebutkan di atas sehingga membuat orang tersebut menjadi orang yang dapat dipercaya dan diakui kredibilitasnya. Orang yang memiliki integritas akan memiliki tindakan, pikiran dan perasaan yang sama dan sejalan.

Apakah Alkitab ada menyebutkan hal mengenai integritas ini? Tentu saja ada. Kita bisa melihatnya dari ayat bacaan hari ini melalui perkataan Salomo. "Lalu Salomo berkata: "Engkaulah yang telah menunjukkan kasih setia-Mu yang besar kepada hamba-Mu Daud, ayahku, sebab ia hidup di hadapan-Mu dengan setia, benar dan jujur terhadap Engkau; dan Engkau telah menjamin kepadanya kasih setia yang besar itu dengan memberikan kepadanya seorang anak yang duduk di takhtanya seperti pada hari ini." (1 Raja Raja 3:6). Dari ayat ini kita bisa melihat gambaran integritas menurut Alkitab, terangkum dalam 3 nilai yaitu: setia, benar dan jujur.

Apa yang dikatakan Salomo di atas mengacu kepada sosok ayahnya Daud. Lewat ayat diatas kita melihat sosok Daud sebagai orang yang dikatakan punya integritas. Ia dianggap setia, benar dan jujur dihadapan Allah. Tapi apakah Daud orang yang super sempurna dan tidak pernah berbuat dosa? Sama sekali tidak. Daud adalah manusia biasa sama seperti kita yang tidak kebal dosa dan bisa saja melakukan kesalahan atau jatuh ke dalam dosa. Daud memang kita kenal sebagai orang yang sangat intim dengan Tuhan. Dia juga orang yang punya iman luar biasa besar, yang bisa kita lihat dengan jelas ketika ia berhadapan dengan Goliat. Daud juga merupakan sosok yang hidup dalam pengharapan kuat kepada Tuhan. Beberapa kali kita melihat bagaimana Daud dengan teguh berpegang pada Tuhan dalam berbagai situasi sulit yang ia hadapi, bahkan ketika nyawanya berada di ujung tanduk dalam beberapa kesempatan. Tapi di sisi lain, kita tahu pula bahwa Daud pernah melakukan kesalahan atau pelanggaran berat. Ia berzinah dengan istri Uria, bahkan kemudian semakin jatuh ketika ia menjadi otak dibelakang terbunuhnya Uria. Kesalahan demi kesalahan dibuat oleh Daud. Bahkan sempat dikatakan: "Tetapi hal yang telah dilakukan Daud itu adalah jahat di mata TUHAN." (2 Samuel 11:27). Tetapi tetap saja kita melihat seperti apa pandangan Tuhan tentang Daud yang bisa kita baca dalam beberapa ayat. Dalam Kisah Para Rasul dikatakan "..Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah Para Rasul 13:22). dalam 1 Samuel Daud juga dikatakan sebagai "seorang yang berkenan di hati-Nya" (1 Samuel 13:14). Dan lihatlah bagaimana Tuhan mengikat perjanjian dengan Daud: "Engkau telah berkata: "Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun." (Mazmur 89:5-6). Janji itulah yang kemudian turun kepada Salomo, orang yang paling berhikmat dan terkaya yang pernah ada di muka bumi ini. Bagaimana mungkin Daud yang pernah melakukan dosa berat itu dianggap sebagai orang yang berintegritas? Kita bisa melihat apa reaksi Daud ketika ia mendapat teguran keras dari Tuhan lewat nabi Natan. "Lalu berkatalah Daud kepada Natan: "Aku sudah berdosa kepada TUHAN." (2 Samuel 12:13).Dan kita bisa melihat pengakuan dosa Daud  dalam Mazmur 51:1-19.

Dari rangkaian gambaran yang menarik lewat kehidupan Daud ini kita bisa melihat bahwa orang yang memiliki integritas bukanlah orang yang kebal dosa atau tidak bisa salah, melainkan orang yang memegang prinsip kebenaran, kesetiaan dan kejujuran, namun di saat  ia melakukan kesalahan atau dosa, maka orang yang berintegritas akan merespon dengan sikap hati yang mudah menyadari dosa dan kesalahannya. Mau dengan jujur dan besar hati mengakuinya, lalu bertobat, memperbaiki kesalahan dan tidak mengulanginya lagi. Itulah perilaku atau sikap dari orang yang memiliki integritas yang bisa kita lihat dari sosok Daud. Beberapa hari ke depan saya akan fokus kepada tiga nilai yang terkandung dalam integritas yaitu "setia", "benar" dan "jujur." Integritas semakin lama semakin langka untuk kita jumpai. Marilah kita sama-sama belajar dari kehidupan Daud agar kita bisa menjadi contoh nyata bahwa integritas masih ada di muka bumi ini.

Orang yang memiliki integritas akan memiliki tindakan, pikiran dan perasaan yang sama dan sejalan dan mau mengakui serta memperbaiki kesalahannya

 Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, January 21, 2011

Baru Setiap Pagi

Ayat bacaan: Ratapan 3:21-23
====================
"Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap: Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!"

baru setiap pagiMengapa anda berlangganan koran? Tentu anda ingin mendapatkan update berita-berita baik dari kota, dalam negeri maupun manca negara. Anda ingin tahu apa saja yang menjadi berita hangat dari situasi terkini. Bayangkan apabila koran tidak menyajikan sesuatu yang baru, jika beritanya terlambat seminggu atau bahkan sehari. Maka koran tidak akan semenarik itu lagi bagi anda bukan? Dalam membeli roti, ikan atau segelas juice saja, tidakkah anda akan mencari yang paling "fresh"? Kita suka dengan segala sesuatu yang baru. Kita suka dengan segala yang segar. Tuhan tahu itu, dan lihatlah bahwa Dia menjanjikan berkat yang baru setiap pagi.

Apa yang anda pikirkan ketika anda bangun tadi pagi? "oh, saya sudah terlambat! saya harus bergegas sekarang!", "aduh, kemarin merupakan hari yang berat, hari ini bakal bagaimana lagi ya..", "lagi-lagi pagi, saya sudah harus bekerja sekarang.." dan lain-lain. Ini bisa menjadi isi dari pikiran kita ketika bangun. Semoga bukan hal-hal seperti ini yang mengisi pikiran anda, karena alangkah sayangnya jika kita tidak merasakan berkat Tuhan yang baru setiap pagi. Setiap pagi? Ya, firman Tuhan berkata setiap pagi. Artinya ada rahmatNya tercurah, turun disaat kita hendak memulai sebuah hari yang baru. Lihatlah betapa indahnya hidup bersama Tuhan. Begitu kita bangun, ada rahmat Tuhan yang langsung menyapa kita. Bukankah itu luar biasa indahnya? Itulah yang dijanjikan Tuhan, yang sayangnya akan kita lewatkan apabila kita tidak menyadari itu dan lebih memilih untuk memulai hari dengan setumpuk pikiran rumit, kegelisahan, gerutu dan sebagainya.

Lihat apa yang tertulis dalam kitab Ratapan. "Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap: Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:21-23). Sang Penulis kitab ini tahu kemana ia harus mengarahkan fokusnya. Ia menyadari betul bahwa kasih setia Tuhan itu tiada terbatas dan begitu besar buat kita. Rahmat Tuhan pun demikian, tidak ada habisnya, dan selalu baru setiap pagi. All are fresh and new every morning. Jika demikian, mengapa kita harus ragu-ragu dalam menaruh pengharapan kepadaNya? Inilah yang seharusnya kita ingat agar kita bisa memulai hari baru dengan sukacita penuh tanpa terganggu oleh beban pikiran atau kesibukan yang sebentar lagi akan kita lakukan. Jadi jelas bahwa kita harus mengingatkan diri kita tentang kesetiaan dan kebaikan Tuhan setiap pagi.

Seperti apa kebaikan Tuhan itu? Jika kita membuka lembar demi lembar halaman di dalam Alkitab, maka kita akan menemukan begitu banyak kebaikan Tuhan yang Dia janjikan kepada kita. Mari kita ambil satu bagian saja dari Mazmur, yaitu Mazmur 103. Ada apa saja disana? Mari kita lihat bersama.
1. Tuhan mengampuni semua dosa (ay 3)
2. Tuhan menyembuhkan penyakit (ay 3)
3. Tuhan menebus kita dari kebinasaan (ay 4)
4. Tuhan memahkotai kita dengan kasih setia dan rahmat (ay 4)
5. Tuhan memuaskan kebutuhan kita dengan hal-hal yang baik sehingga kita awet muda seperti burung rajawali (ay 5)
6. Tuhan menyediakan keadilan dan hukum bagi orang tertindas, Dia ingin memerdekakan kita (ay 6)
7. Tuhan menyatakan rencanaNya atau jalan-jalanNya (ay 7)
8. Tuhan itu penyayang, pengasih, panjang sabar dan punya kasih setia berlimpah (ay 8)
dan sebagainya.

Baru dari satu penggalan dalam Alkitab saja kita sudah bisa melihat bagaimana kebaikan Tuhan yang Dia siapkan bagi kita. Ini baru secuil dari begitu banyak ayat yang menyatakan kebaikanNya. Semua itu Dia janjikan hadir bagi diri kita dalam keadaan baru setiap pagi, fresh and new every morning.

Pastikanlah diri anda untuk mengingat semua ini setiap pagi, dan mengucap syukurlah akan semua kebaikan Tuhan itu ketika anda bangun. Terus ingatkan jiwa anda untuk menyadari betapa baiknya Tuhan itu, dan segera gantikan segala kegelisahan atau beban-beban pikiran yang biasa mengganggu anda di pagi hari. Jangan pernah lupakan rahmatNya yang telah Dia curahkan kepada anda. Pertahankan terus sehingga tahun ini akan anda isi sepenuhnya dengan iman yang semakin bertumbuh, semakin kuat dan semakin subur. Mengetahui apa saja yang menjadi berkat Tuhan itu baik, tetapi jangan berhenti hanya sampai mengetahui saja. Mari terus mengucap syukur dan pastikan setiap hari anda merasakan kebaikanNya, dan perhatikanlah itu semua agar menjadi nyata dan hidup dalam diri anda.

Rahmat Tuhan tidak terbatas dan selalu baru setiap pagi

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, January 20, 2011

Handuk dan Baskom

Ayat bacaan: Yohanes 13:14-15
=================
"Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu."

handuk, baskom, persainganPersaingan sepertinya memang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita. Hampir setiap hari di tiap bagian kehidupan ini kita dituntut untuk bersaing. Mulai dari siapa yang lebih disayang di keluarga, kemudian persaingan dalam studi, berlanjut pula dalam dunia pekerjaan. Tidak sedikit pula yang bersaing dalam soal jodoh. Bersaing dalam batas-batas tertentu itu baik. Kita bisa termotivasi untuk memberi yang terbaik dari diri kita untuk bisa memenangkan persaingan. Tetapi dalam kadar tertentu persaingan bisa berakibat sangat buruk. Persaingan yang tidak bisa dikendalikan bisa membuat kita lupa diri, tega menyikut atau menghancurkan orang dengan segala cara demi memenangkan persaingan. Di televisi saja kita bisa melihat iklan-iklan yang saling menjatuhkan pesaingnya, dan itu dipampangkan dengan jelas. Kita mungkin tertawa melihatnya, tetapi sadarkah kita bahwa sedikit banyak hal-hal yang dianggap biasa bagi dunia itu bisa mempengaruhi pola pikir kita? Lama-lama kita akan terbiasa dengan itu semua, lalu mulai terpengaruh untuk melakukannya, dan disaat seperti itu kasih tidak lagi ada dalam hidup kita.

Siapa yang lebih hebat, anda atau saya? Itu bisa jadi ada di dalam pikiran kita dalam berbagai situasi. Pola pikir seperti ini bukan saja miliki orang-orang di jaman modern seperti sekarang ini, tetapi pada masa Yesus berada di muka bumi pun pemikiran seperti itu sudah ada. Lihatlah persaingan di antara murid Yesus sendiri mengenai siapa yang terbesar di antara mereka. Bahkan mereka sampai bertengkar demi memperebutkan posisi itu. "Maka timbullah pertengkaran di antara murid-murid Yesus tentang siapakah yang terbesar di antara mereka." (Lukas 9:46). Betapa ironisnya hal ini. Yesus selalu memberikan keteladanan yang luar biasa, tetapi justru murid-muridNya sendiri tidak bisa meneladani itu dan masih terpengaruh oleh pola pikir dunia. Lantas lihatlah kedua anak Zebedeus, yaitu Yohanes dan Yakobus. Keduanya meminta tolong ibu mereka agar mendapat tempat duduk kemuliaan di Kerajaan Kristus. Karena sayang anak, si ibu pun menurut. Ia mendatangi Yesus untuk menyampaikan permintaan anak-anaknya. "Kata Yesus: "Apa yang kaukehendaki?" Jawabnya: "Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu." (Matius 20:21). Bagaimana Yesus merespon hal ini? "Tetapi Yesus menjawab, kata-Nya: "Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta." (ay 22a). Sesungguhnya ibu dan kedua anaknya ini tidak mengerti apa yang mereka minta. Mereka hanya tertarik pada jebakan kekuasaan, tetapi mereka melupakan sisi lainnya, yaitu pengorbanan. Mereka tidak mengerti bahwa siapa yang terbesar menurut Kerajaan Allah bukanlah yang paling hebat,paling besar atau lainnya seperti tingkatan menurut dunia, melainkan justru yang terkecil. "Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." (Lukas 9:48b). Dengarlah apa kata Yesus berikut ini: "Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu." (Matius 20:25-27). Apakah Yesus hanya menuntut kita untuk melakukan itu? Sama sekali tidak. Yesus memberikan keteladanan akan hal ini sepanjang masa hidupNya di dunia. "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (ay 28).

Terkait dengan apa yang dikatakan Yesus, mari kita kembali kepada kedua anak Zebedeus. Mereka sebenarnya bisa saja berada di sisi kanan dan kiri Yesus dalam banyak kesempatan. Mereka bisa berdiri disana ketika Yesus sedang berdoa di taman Getsemani. (Matius 26:36-46). Yesus sudah membawa mereka berdua bersama Petrus. (ay 37). Tetapi apa yang mereka lakukan? Tidak sampai sejam saja mereka sudah tertidur. (ay 40). Lalu mereka punya kesempatan lagi ketika Yesus ditangkap. (Markus 14:43-52). Tapi mereka memilih untuk melarikan diri. (ay 50). Selanjutnya, mereka pun bisa berada di sisi kanan dan kiri Yesus ketika Dia disalibkan. (Yohanes 23:33-49). Sekali lagi kita melihat bahwa mereka tidak melakukan itu, tetapi justru berdiri dari jauh dalam ketakutan dan hanya menonton saja. (ay 49).

Yesus menjalankan tugasnya sampai tuntas dengan ketaatan penuh demi keselamatan kita semua. Tapi disamping itu, Yesus juga memberikan keteladanan secara langsung kepada murid-muridNya. Dia mengajarkan apa arti besar yang sesungguhnya. Bukan bukan dari pamor atau popularitas, bukan dari kekayaan, tetapi lewat sebuah baskom dan selembar handuk. Yesus mau merendahkan diriNya untuk membasuh kaki para murid, sebuah pekerjaan yang pada saat itu seharusnya dilakukan oleh seorang hamba. Apa yang dilakukan Yesus adalah radikal, dan mungkin kontroversial. Wajar jika murid-muridNya pun terkejut, termasuk Petrus. "Maka sampailah Ia kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepada-Nya: "Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?" (Yohanes 13:6). Dan Yesus menjawab, "Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak."(ay 7). Apa yang dilakukan Yesus mengacu kepada sebuah keteladanan, agar kita semua mau merubah pola pikir kita agar mengerti seperti apa kata besar itu menurut Kerajaan Allah. "Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu." (ay 14-15).

Hidup di dunia yang penuh persaingan membuat kita seringkali lupa bagaimana gambaran yang seharusnya di mata Tuhan. Sampai batas-batas tertentu persaingan itu baik, apabila lewat persaingan itu kita menjadi termotivasi untuk semakin memberi yang terbaik dan terus bertumbuh. Tetapi ketika kita tergoda untuk menjadi yang terbesar melalui mencari kekayaan sebesar-besarnya, popularitas, status atau kejayaan di dunia, itu sudah tidak lagi mencerminkan panggilan manusia yang sebenarnya menurut hukum Kerajaan Allah. Teladan-teladan akan kerendahan hati, suka menolong, peduli terhadap jeritan orang lain, kebaikan, kejujuran, mendahulukan kepentingan orang lain seharusnya bisa terlihat dari kita, murid-murid Yesus yang saat ini ada di muka bumi. Menjadi pelayan, menjadi hamba dengan segala kerendahan hati, itu sangat sulit ditemukan hari-hari ini. Semua itu adalah tugas kita. Yesus sudah memberi keteladanan lewat sebuah baskom dan handuk, Dia juga sudah membuktikanNya dengan mengorbankan diri sepenuhnya untuk mati di atas kayu salib. Dan kita pun seharusnya bisa meneladani contoh yang telah Dia berikan secara langsung.

"Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." (Lukas 9:48b)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, January 19, 2011

Perempuan Samaria di Sumur

Ayat bacaan: Yohanes 4:7
===================
"Maka datanglah seorang perempuan Samaria hendak menimba air. Kata Yesus kepadanya: "Berilah Aku minum."

perempuan SamariaWhen you feel the whole world is against you, what should you do? Perasaan tertolak, kesepian, dijauhi orang lain, atau ditimbun berbagai permasalahan hidup yang bertubi-tubi tentu tidak pernah kita inginkan. Tetapi ketika ini kita rasakan, ketika kita merasa bahwa kita harus menghadapi segalanya sendirian tanpa ada yang peduli, ada kalanya kita tidak lagi bisa berpikir jernih. Saat-saat seperti itu adalah saat-saat yang rawan bagi kita untuk melangkah, karena kita sedang lemah baik secara mental atau dalam banyak kasus juga secara rohani. Dulu saya sering merasakan hal seperti ini. Ada satu kalimat yang dulu saya anggap tepat menggambarkan "nasib" saya, "in the end I'm alone.." Tapi hari ini saya menggantikan kalimat itu dengan "I'm never alone, because God is always stay with me." Kalimat seperti ini akan sangat menguatkan ketika kita berhadapan dengan situasi seperti yang saya gambarkan di atas. Tapi pernahkah kita sadar, bahwa bukan saja Tuhan selalu menyertai kita dengan kasih setiaNya, tetapi juga mau mengulurkan tanganNya terlebih dahulu bahkan sebelum kita melakukannya?

Hari ini saya diingatkan oleh sebuah kisah yang tertulis dalam Yohanes 4:1-42. Disana kita bisa melihat sebuah kisah perjumpaan Yesus dengan perempuan Samaria di pinggir sumur. Tepat tengah hari di saat terik-teriknya, Yesus duduk melepas lelah di pinggir sebuah sumur. Pada saat itu datanglah seorang perempuan Samaria. Ada beberapa hal yang saya rasa menarik untuk kita simak lewat sosok perempuan Samaria ini.

Pertama, ia jelas berasal dari bangsa Samaria. Menyandang status sebagai orang Samaria pada masa itu tidaklah terpandang di mata orang Yahudi. Yohanes pun perlu menambahkan dalam catatannya bahwa "orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria." (ay 4). Sejarah mencatat bahwa orang Samaria dan Yahudi memiliki catatan perseteruan yang panjang. Meski berasal dari akar yang sama, keputusan mereka untuk menikahi orang-orang dari negeri lain dan menyembah allah lain membuat mereka dipandang hina oleh orang Yahudi. Kedua, ia adalah seorang perempuan. Dalam status budaya saat itu perempuan bukanlah ditempatkan diposisi utama. Pria memiliki status yang lebih tinggi dari perempuan pada saat itu.

Ketiga, kita bisa melihat bahwa perempuan Samaria ini adalah orang yang sudah gagal dalam urusan cinta. "Kata perempuan itu: "Aku tidak mempunyai suami." Kata Yesus kepadanya: "Tepat katamu, bahwa engkau tidak mempunyai suami, sebab engkau sudah mempunyai lima suami dan yang ada sekarang padamu, bukanlah suamimu. Dalam hal ini engkau berkata benar." (ay 17-18). Lima kali menikah, dan setelahnya tinggal bersama pria yang bukan suaminya. Ini menunjukkan bahwa ia telah kenyang mengalami kegagalan dalam percintaan. Sepertinya ia sudah trauma akan janji-janji pernikahan sehingga ia lebih memilih untuk "kumpul kebo" tanpa ikatan lagi. Keempat, jika melihat kebiasaan pada masa itu dimana umumnya para wanita Timur Tengah pada masa itu mengambil air di sumur secara beramai-ramai atau berkelompok, perempuan Samaria ini mungkin ditolak oleh sesama perempuan sebangsanya. Ia pergi sendirian ke sumur tanpa ada siapapun disekelilingnya di saat siang hari yang terik.

Keempat hal ini rasanya cukup menjadi alasan bagi bangsa Yahudi untuk tidak mempedulikannya. Tapi Yesus tidaklah demikian. Yesus memilih masuk ke dalam kehidupannya. Yesus bersikap pro-aktif dan mengambil inisiatif untuk membuka percakapan terlebih dahulu kepada perempuan itu. Hal itu tidaklah lazim pada masa itu sehingga si perempuan itu pun sempat terkejut. Apalagi bukan hanya sekedar berbicara, Yesus juga meminta minum kepadanya. "Maka kata perempuan Samaria itu kepada-Nya: "Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?"  (ay 9). Tapi lihatlah apa yang dilakukan Yesus. Bukan saja menjangkau seorang perempuan Samaria yang terbuang, tetapi Yesus pun menawarkan air hidup kepadanya. "Jawab Yesus kepadanya: "Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup."(ay 10). Yesus mengulurkan tangan terlebih dahulu dan menawarkan air hidup, air yang akan mampu memuaskan kekosongan dan kerinduan jiwanya, air yang mampu menyegarkan kembali jiwa yang sedang haus. "..barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal." (ay 14).

Dengan cara yang sama Yesus akan selalu melakukannya kepada kita. Dia akan selalu menjangkau kita terlebih dahulu sebelum kita menjangkauNya. Bukankah Yesus pun telah mati bagi kita ketika kita masih berdosa, atas dasar kasih Allah yang begitu besar kepada kita? (Roma 5:8). Tuhan mengasihi kita dan tidak ingin satupun dari kita dibiarkan begitu saja untuk masuk ke dalam kebinasaan. Tidak. Dia sungguh mengasihi kita dan ingin kita semua diselamatkan. Tuhan bersikap pro-aktif untuk itu. Dalam Wahyu kita menemukan firman Tuhan yang berkata: "Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku." (Wahyu 3:20). Yesus tidak menunggu kita untuk mengundangnya masuk terlebih dahulu, tetapi Dia mau mengetok pintu hati kita agar kita menerimaNya dan dengan demikian diselamatkan. Betapa baiknya Tuhan itu, dan itu haruslah kita sadari dengan sungguh-sungguh sekarang juga.

Jika hari ini ada diantara anda yang mengalami situasi tertolak, merasa gagal, rendah, dan merasa menghadapi semua itu sendirian seperti perempuan Samaria itu, ingatlah bahwa Tuhan sudah mengetok pintu hati anda dan mengatakan bahwa Dia tidak pernah membiarkan anda melalui itu sendirian. Apa yang anda perlu lakukan hanyalah membuka pintu hati anda dan menerimaNya di dalam diri anda. You are never alone, because God who loves you more than anything is always stay right beside you. Terimalah air hidup dariNya yang akan mampu memuaskan dahaga dan mengisi kekosongan relung-relung jiwa anda.

Tuhan bersikap pro-aktif karena Dia mengasihi kita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, January 18, 2011

Sukacita Ada Dimana-mana (2)

Ayat bacaan: Mazmur 4:8
=================
"Engkau telah memberikan sukacita kepadaku, lebih banyak dari pada mereka ketika mereka kelimpahan gandum dan anggur."

sukacita ada dimana-mana(lanjutan)
4. Sukacita akan firman Tuhan
Sudahkah kita sadari sepenuhnya bahwa firman Tuhan yang bisa kita baca di dalam Alkitab mengandung kuasa yang hidup, mampu menjadi solusi atas segala permasalahan kita dan dengan demikian mampu mendatangkan sukacita karenanya?  Daud tahu bagaimana pentingnya menyimpan firman Tuhan untuk terus tumbuh di dalam dirinya. "aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku." (Mazmur 40:9). Bahkan awal kitab Mazmur pun langsung diawali dengan pesan penting akan hal ini. "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (1:1-3). Melewatkan membaca firman Tuhan yang tertulis di dalam Alkitab itu sama saja dengan membuang kesempatan kita untuk dipenuhi sukacita. Jika sukacita bisa hadir lewat firman Tuhan, mengapa kita terus mengabaikan mengambil waktu untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan?

5. Sukacita akan hati yang murni
Hati merupakan sumber yang penting yang akan berdampak kepada kehidupan kita. Dalam Amsal kita diingatkan akan hal ini. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Seringkali kita tidak menyadari bahwa hati merupakan sumber kehidupan. Kita membiarkan hati kita kering, lapar dan haus, kita membiarkan berbagai kecemasan, kecurigaan dan ketakutan melingkupi hati kita. Tidaklah heran apabila rasa sukacita pun tidak akan bisa kita rasakan karena segala yang tidak baik justru kita pupuk didalamnya. Apa yang ada di dalam hati kita saat ini akan sangat berdampak kepada bagaimana kehidupan kita. Mari kita lihat penggalan doa Daud yang berisikan pengakuan dosa berikut: "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku! Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela!" (Mazmur 51:12-14). Daud tahu dosa akan membuat hidupnya tidak nyaman dan jauh dari Tuhan. Dan ketika itu terjadi, sukacita pun jelas tidak akan ia rasakan lagi. Itulah sebabnya Daud segera meminta hatinya disucikan. Itulah yang akan mengembalikan sukacita ke dalam kehidupannya, lepas dari binasa dan kembali ke dalam jalur keselamatan. Begitu pentingnya bagi kita untuk memastikan bahwa firman Tuhan tertanam dan tumbuh subur di dalam hati kita agar kehidupan yang terpancar keluar adalah kehidupan yang penuh sukacita. Jika saat ini kita tidak merasakan adanya sukacita, mungkin inilah waktunya untuk mulai meminta pengampunan dan penyucian hati dari Allah.

6. Sukacita dalam penderitaan
Sukacita dan penderitaan bagi kita tidak akan pernah sejalan, selalu berada berseberangan dan bertolak belakang. Artinya, tidak ada orang yang sedang menderita tetapi tetap bersukacita, dan sebaliknya orang yang bersukacita berarti tidak sedang menderita. Tetapi Alkitab menyatakan hal yang berbeda. Sukacita yang berasal dari Allah  bukanlah sukacita semu yang hanya bergantung kepada situasi dan kondisi yang kita alami sehari-hari. Lihatlah apa yang dikatakan Paulus dalam surat Roma. "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:12).Ini ia tulis ketika ia berada dalam penjara. Situasi sama sekali tidak memihak kepadanya. Ia patuh dan taat kepada perintah Yesus, tetapi justru penderitaanlah yang ia alami. Tetapi Paulus tidak kehilangan sukacita. Bagaimana mungkin? Sebab fokusnya bukan ia letakkan di dunia melainkan ke dalam kehidupan kekal yang menanti didepannya. Berbagai penderitaan yang dialami Paulus sungguh berat. Hampir di setiap langkah ia akan mengalami situasi yang tidak menyenangkan dan penuh resiko. Namun lihatlah apa kata Paulus mengenai rangkaian penderitaan itu. "Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami." (2 Korinuts 4:17). Paulus dengan tegas mengatakan bahwa semua yang ia alami itu ringan. Dan itu bisa ia lakukan karena ia mengarahkan pandangannya bukan ke dalam apa yang ia alami di dunia melainkan ke dalam kehidupan kekal kelak. Jemaat di Makedonia pun mengalami hal yang sama. "Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan." (2 Korintus 8:2). Jika kita berkata, bagaimana mungkin kita bisa bersukacita di dalam penderitaan, maka Tuhan akan menjawab, mengapa tidak? Sukacita dari Tuhan tidaklah bergantung kepada keadaan melainkan kepada seberapa dekat kita denganNya.

Adakah diantara teman-teman yang merasa murung, depresi, stres, tertekan, bersedih atau takut, sulit tidur dan sebagainya? Lihatlah bahwa sukacita ada dimana-mana, dan tidak sulit untuk ditemukan. Sebagai penutup mari kita lihat apa kata Daud berikut: "Engkau telah memberikan sukacita kepadaku, lebih banyak dari pada mereka ketika mereka kelimpahan gandum dan anggur. Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman." (Mazmur 4:8-9). Anda rindu suasana seperti yang dirasakan Daud ini? Sadarilah bahwa Tuhan senantiasa melimpahi sukacita kepada kita.Tuhan selalu siap memberikan kelegaan dan menggantikan kesedihan kita dengan sukacita sejati yang berasal daripadaNya, tetapi semua tergantung kita apakah kita siap untuk menerimanya.

Sukacita dari Tuhan ada dimana-mana

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, January 17, 2011

Sukacita Ada Dimana-mana (1)

Ayat bacaan: Mazmur 32:11
==================
"Bersukacitalah dalam TUHAN dan bersorak-soraklah, hai orang-orang benar; bersorak-sorailah, hai orang-orang jujur!"

sukacita ada dimana-manaBersukacita. Betapa indahnya kata ini terdengar. Apa yang anda bayangkan ketika mendengarnya? Sebuah hidup yang penuh kegembiraan, kebahagiaan, penuh gelak tawa, hati tentram, tidur yang benar-benar nyenyak, sehat, dan lain-lain, apapun yang anda pikirkan dari kata ini tentu segala yang menyenangkan. Selalu bersukacita itu impian setiap orang. Tidak satupun orang yang memimpikan hidup dalam kesedihan, atau kemarahan. Cobalah pikirkan betapa kita merindukan sebuah hidup yang didalamnya penuh sukacita dan bebas dari rasa khawatir serta berbagai beban masalah. Akan tetapi seperti yang saya katakan dalam renungan kemarin, semakin lama rasa sukacita sepertinya semakin mahal. Beratnya tekanan dan beban hidup yang menimpa kita selalu siap merampas sukacita dari diri kita. Terkadang tekanan-tekanan ini datang beruntun sehingga sukacita itu pun semakin menjauh dan sulit kita jangkau lagi. Di saat lelah seperti hari ini saya sempat berpikir betapa nikmatnya apabila saya bisa tetap tersenyum atau bahkan tertawa meski pekerjaan yang harus diselesaikan masih banyak. Bisakah? Tentu saja  bisa, mengapa tidak?

Ayat bacaan hari ini jelas menyatakan bahwa sebuah sukacita sejati itu ada di dalam Tuhan, di dalam persekutuan kita yang manis denganNya. "Bersukacitalah dalam TUHAN dan bersorak-soraklah, hai orang-orang benar; bersorak-sorailah, hai orang-orang jujur!" (Mazmur 32:11). Disanalah letak sukacita itu, dan bukan pada keadaan kita di dunia. Sorak sorai akan selalu keluar dari mulut orang-orang benar dan jujur, karena ada Tuhan bersama orang-orang seperti ini. Dalam persekutuan yang erat dengan Tuhan, kita pun tidak akan gampang goyah menghadapi masalah apapun. Ada sukacita Ilahi yang akan terus mengalir dan mengalir mengisi setiap relung hati kita. Tidak ada satu masalah pun yang mampu menghentikan aliran sukacita sejati yang berasal dari Tuhan itu. Seringkali kita sulit menemukan sukacita ketika kita sedang berbeban. Tetapi Paulus pun menyerukan hal yang sama: "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (Filipi 4:4).

Pertanyaannya sekarang, dimana kita bisa menemukan sukacita Ilahi itu? Ada banyak cara untuk mengalami sukacita Ilahi dalam hidup kita. Terkadang kita berpikir terlalu jauh, padahal sukacita bisa kita temukan dalam hal-hal yang sederhana. Mari kita lihat dimana saja sukacita itu bisa muncul.

1. Sukacita akan kehadiran Tuhan.
Daud mengatakan hal ini dengan jelas: "Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram." (Mazmur 16:8-9). Menyadari kehadiran Allah bersama kita akan membuat kita tenang menghadapi segalanya. Mengapa tidak? Bukankah Allah punya kuasa lebih dari segalanya? Adakah hal yang terlalu sulit bagi Allah? Sama sekali tidak ada. Artinya, jika kita menyadari bahwa Allah hadir bersama kita, tidak ada satu hal pun yang dapat mencuri sukacita itu.

2. Sukacita akan kasih setia dan kebaikan Tuhan.
Selain kehadiranNya, kita pun harus menyadari betapa baiknya Tuhan itu. Dalam kitab Yesaya kita bisa menemukan hubungan antara menyadari kebaikan Tuhan dengan datangnya sukacita. "Aku hendak menyebut-nyebut perbuatan kasih setia TUHAN, perbuatan TUHAN yang masyhur, sesuai dengan segala yang dilakukan TUHAN kepada kita, dan kebajikan yang besar kepada kaum Israel yang dilakukan-Nya kepada mereka sesuai dengan kasih sayang-Nya dan sesuai dengan kasih setia-Nya yang besar." (Yesaya 63:7). Seringkali kita lupa menyadari kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Kita begitu mudah menyalahkan Tuhan dan menuduh Tuhan pilih kasih, tidak adil dan sebagainya ketika pertolonganNya tidak kunjung turun sesuai jangka waktu yang kita tetapkan sendiri, teapi begitu sulitnya kita merasakan kebaikan Tuhan ketika hidup kita sedang baik-baik saja. Apakah dengan hadirnya masalah itu artinya Tuhan tidak baik? Tentu saja tidak. Ada banyak alasan mengapa kita harus tetap melalui lembaran-lembaran berat dalam kehidupan kita. Bisa jadi lewat itu Tuhan ingin melatih otot rohani kita, bisa jadi itu untuk memberi pelajaran bagi kita, bisa jadi pula akibat dosa kita sendiri. Tetapi yang pasti Tuhan itu baik. Ayat Yesaya di atas kemudian dilanjutkan dengan: "..maka Ia menjadi Juruselamat mereka dalam segala kesesakan mereka. Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka; Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya. Ia mengangkat dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala." (ay 8-9). Ketika Yesus datang ke bumi, ia langsung turun tangan menyelamatkan umat manusia, menebus kita dalam kasih dan belas kasihanNya yang sungguh luar biasa. Di zaman Salomo kita bisa menemukan sebuah lagu pujian yang dipersembahkan kepada Tuhan dengan megahnya. "Demikian pula para penyanyi orang Lewi semuanya hadir, yakni Asaf, Heman, Yedutun, beserta anak-anak dan saudara-saudaranya. Mereka berdiri di sebelah timur mezbah, berpakaian lenan halus dan dengan ceracap, gambus dan kecapinya, bersama-sama seratus dua puluh imam peniup nafiri. Lalu para peniup nafiri dan para penyanyi itu serentak memperdengarkan paduan suaranya untuk menyanyikan puji-pujian dan syukur kepada TUHAN. Mereka menyaringkan suara dengan nafiri, ceracap dan alat-alat musik sambil memuji TUHAN dengan ucapan: "Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Pada ketika itu rumah itu, yakni rumah TUHAN, dipenuhi awan." (2 Tawarikh 5:12-13). Lihatlah lagu pujian yang menyatakan kebaikan Tuhan itu mampu membuat kemuliaanNya turun dari langit. Kebaikan Allah haruslah selalu kita sadari agar kita mendapatkan sumber sukacita yang hebat daripadaNya.

3. Sukacita akan keselamatan
Coba pikirkan. Ketika Tuhan sudah memberi jaminan keselamatan kekal lewat Kristus kepada kita. Bukankah itu seharusnya mampu kita syukuri? Dunia hanyalah tempat persinggahan kita sementara. Mau seberat apapun sebuah masalah, jaminan keselamatan yang sifatnya kekal itu seharusnya mampu membuat kita tetap bisa  bersukacita meski sedang berada dalam situasi sulit. Paulus berkata "Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya! Dan bukan hanya itu saja! Kita malah bermegah dalam Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, sebab oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu." (Roma 5:10-11). Yesus turun ke bumi, mendamaikan hubungan kita dengan Allah dan juga menyelamatkan hidup kita. Tidakkah hal itu seharusnya mampu membuat kita bersukacita?
(bersambung)

Sukacita Ilahi adalah sukacita sejati yang ada dimana-mana

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sukacita Kedua (7)

 (sambungan) Menempatkan diri dari sisi sang pemilik rumah, saya merasa ia sadar bahwa itu adalah bagian atau resiko dari pelayanan. Saat ki...