Ayat bacaan: Markus 3:5
====================
"Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka..."
Setiap kali membeli roti tawar saya selalu mencari roti yang paling baru. Roti yang sudah lewat sehari biasanya akan mulai kehilangan kelembutannya, menjadi lebih keras dan tidak seenak pada saat roti masih baru. Beberapa roti mencantumkan tanggal pembuatan, tapi kalau pun tidak, saya akan melihat tanggal kadaluarsanya dan tinggal mengurangi saja, karena rata-rata umur roti tawar yang dijual adalah sekitar 4 hari-an. Kalau membeli roti seperti bakpau dan tidak langsung dimakan, rotinya bisa keras beremah dan tidak enak lagi dimakan setelah dibiarkan lama. Kalau untuk roti kita suka yang lembut, hati kita pun diharuskan untuk tetap lembut. Membiarkan hati menjadi keras akan membuat kita jauh dari melakukan hal baik yang sesuai kebenaran Firman, malah bisa membutakan mata kita. Keras bukan saja masalah hati, tapi juga masalah kepala. Keras kepala menjadi sebuah sikap yang juga buruk dan merugikan kita sendiri. Kalau sudah keras hati keras kepala pula? Wah, ruginya pun jadi makin parah.
Seperti apa sebenarnya orang yang keras hati itu? Orang yang hatinya keras biasanya menunjukkan kemauan yang sangat keras akan sesuatu, yang seringkali kemudian berubah menjadi memaksakan kehendak dan tidak mau mendengar masukan atau pendapat orang lain. Mereka yang keras hati juga mudah tersinggung dan mudah sekali marah. Orang yang keras kepala atau degil juga sama. Tidak mau mendengar nasihat, mau menang sendiri dan selalu merasa diri paling benar. Mereka susah diajak bicara, cenderung lebih memilih untuk berdebat walau mungkin dalam hati mereka setuju dengan apa yang kita katakan. Pokoknya bantah dulu, lempar argumen asal beda dengan pendapat orang. Orang-orang seperti ini terus dikuasai oleh kekerasan hati dan kepalanya sehingga tumbuh menjadi orang yang degil dan sangatlah susah untuk dinasihati atau diubahkan.
Benar, kita memang tidak harus selalu setuju dengan pendapat orang. Tetapi alangkah baiknya jika kita mau mendengarkan terlebih dahulu. Mau menerima nasihat yang benar dan menghargai pendapat yang berbeda. Setidaknya kita harus bisa memberi kesempatan terlebih dahulu buat orang untuk mengutarakan pendapatnya. Orang-orang yang keras hati dan kepalanya susah untuk berubah. Kedegilan itu bisa membutakan.dan sangatlah merugikan. Banyak orang keliru mengira bahwa mereka keren kalau keras hati dan kepalanya, tapi sebenarnya membiarkan hati tetap keras bukan menunjukkan kehebatan kita, tetapi itu hanya akan membawa kerugian kepada diri kita sendiri.
Kita bisa melihat contohnya dari sikap orang-orang Farisi. Mereka ini memiliki keadaan hati dan pikiran yang sungguh mengecewakan Yesus. Hati dan kepalamereka yang sangat keras mengakibatkan mereka tidak lagi peka, baik terhadap kebenaran, terhadap orang lain juga terhadap diri mereka sendiri. Dalam banyak kesempatan yang tercatat dalam Alkitab kita bisa melihat bagaimana bangganya mereka memamerkan kemunafikan mereka. Mereka merasa sebagai orang-orang yang paling rohani, paling suci,paling benar, paling tahu segalanya, paling hebat. Mereka rajin menghakimi orang lain tetapi tidak pernah introspeksi terhadap diri sendiri. Mereka suka pamer rohani, tapi tidak peka sama sekali terhadap kebutuhan orang lain. Mari kita ambil salah satu contoh saja ketika Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat dalam Markus 3:1-6.
Pada suatu kali Yesus bertemu dengan orang yang tangannya lumpuh sebelah di sebuah rumah ibadat. Melihat keadaan itu, tampaknya para orang Farisi seolah mendapatkan peluang untuk mencari-cari perkara terhadap Yesus. Mereka sudah tahu bagaimana Yesus mengasihi manusia, oleh karena itu tentunya mereka sudah memperkirakan bahwa Yesus akan menyembuhkan orang lumpuh itu meskipun hari itu adalah hari Sabat. Mereka bersiap mau menghujat Yesus, karena menurut hukum Taurat hari Sabat tidak boleh dipakai untuk mengerjakan apapun.
Lihatlah betapa ironisnya perbuatan ini. Ada Tuhan hadir tepat ditengah-tengah mereka dan mereka berkesempatan untuk melihat langsung bagaimana hebatnya Tuhan menjamah mereka. Seharusnya mereka bersukacita. Lebih jauh lagi, kalau mereka bukan cuma sekedar hafal tapi benar-benar memahami isi seluruh hukum Taurat dan tulisan-tulisan para nabi terdahulu, mereka harusnya menyadari betul siapa Pribadi yang berdiri di tengah mereka. Sebab, Yesus jelas-jelas memenuhi syarat setiap nubuat mengenai kedatangan Mesias yang sudah tertulis di sana.
Tetapi lihatlah bagaimana kekerasan hati dan kepala membuat mereka tidak lagi peka bahkan menjadi buta. Mereka sama sekali tidak mengenali jati diri Yesus. Bukannya bersyukur dan bersukacita mendapat kesempatan untuk bertemu langsung dengan Yesus, mereka malah sibuk mencari-cari kesalahan supaya bisa menghakimi. "Mereka mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu pada hari Sabat, supaya mereka dapat mempersalahkan Dia." (Markus 3:2).
Seperti itulah perilaku mereka. Hati dan batok kepala orang Farisi ini bukan saja keras untuk menerima Yesus, tetapi juga keras dalam melihat tangisan memohon pertolongan orang-orang di sekitar mereka. Mereka lebih mementingkan tata cara, formalitas atau tradisi ketimbang mengasihi orang lain.
(bersambung)
Wednesday, August 31, 2016
Tuesday, August 30, 2016
Hati yang Lemah Lembut (2)
(sambungan)
Bagaimana agar kita tidak cepat keras dan panas hatinya? Ada sebuah tips diberikan Daud yang sangat baik untuk kita terapkan agar bisa menjadi orang yang panjang sabar. "Dari Daud. Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang; sebab mereka segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau. Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak." (Mazmur 37:1-5).
Daud bilang:
- Jangan lekas marah dalam menghadapi orang-orang yang berbuat jahat
- Jangan iri kepada orang-orang yang suka berbuat curang
- Percayalah kepada Tuhan
- Terus fokus melakukan hal yang baik
- Perdulilah kepada tempat dimana kita ada
- Berlakulah setia
- Teruslah bersukacita bukan karena situasi dan kondisi tetapi karena Tuhan
- Serahkan hidup kepada Tuhan
Kalau ini yang kita lakukan, apapun yang kita hadapi, sesulit apapun situasi atau orang-orang yang kita hadapi, Tuhan akan memberikan apa yang kita inginkan dan Dia sendiri akan bertindak. Ini tips yang saya kira sangat baik untuk mencegah hati kita terkontaminasi oleh hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh orang percaya, termasuk di dalamnya perilaku-perilaku yang berlawanan dengan lemah lembut.
Selanjutnya Daud juga berkata "Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan. Sebab orang-orang yang berbuat jahat akan dilenyapkan, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN akan mewarisi negeri." (ay 8-9). Rangkaian pesan Daud ini paralel dengan apa yang dikatakn Yesus di atas. Kemarahan tidaklah mendatangkan hal baik tapi bisa membawa orang untuk terjerumus pada kejahatan, yang pada akhirnya akan dilenyapkan. Tapi orang-orang yang taat menuruti Tuhan, menyerahkan semua kepada Tuhan akan mewarisi negeri.
Yakobus mengingatkan pula agar kita cepat untuk mendengar, tapi lambat untuk berkata-kata dan lambat untuk marah. (Yakobus 1:19). Mengapa demikian? "sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." (ay 20).
Tidaklah mudah untuk bisa menahan diri saat menghadapi orang-orang atau situasi yang sulit, apalagi kalau kita juga sedang labil. Tapi itulah yang menjadi kehendak Tuhan dan yang berkenan di hadapannya. Mungkin untuk bisa menjadi figur Musa bisa jadi sulit, tapi tidak ada salahnya untuk mulai mencoba. Adakah di antara teman-teman yang sedang dalam tekanan dan emosi pada saat ini karena tengah berhadapan dengan orang-orang atau kondisi yang sulit? Redakanlah, dan tersenyumlah. Jangan biarkan sukacita anda dirampas, jangan buka celah bagi iblis untuk menghancurkan anda. Bergembiralah, tetap jaga kelembutan hati dan rasakanlah bahwa Tuhan itu sungguh baik.
"Have a strong mind and a soft heart" - Anthony J D'Angelo
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Bagaimana agar kita tidak cepat keras dan panas hatinya? Ada sebuah tips diberikan Daud yang sangat baik untuk kita terapkan agar bisa menjadi orang yang panjang sabar. "Dari Daud. Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang; sebab mereka segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau. Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak." (Mazmur 37:1-5).
Daud bilang:
- Jangan lekas marah dalam menghadapi orang-orang yang berbuat jahat
- Jangan iri kepada orang-orang yang suka berbuat curang
- Percayalah kepada Tuhan
- Terus fokus melakukan hal yang baik
- Perdulilah kepada tempat dimana kita ada
- Berlakulah setia
- Teruslah bersukacita bukan karena situasi dan kondisi tetapi karena Tuhan
- Serahkan hidup kepada Tuhan
Kalau ini yang kita lakukan, apapun yang kita hadapi, sesulit apapun situasi atau orang-orang yang kita hadapi, Tuhan akan memberikan apa yang kita inginkan dan Dia sendiri akan bertindak. Ini tips yang saya kira sangat baik untuk mencegah hati kita terkontaminasi oleh hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh orang percaya, termasuk di dalamnya perilaku-perilaku yang berlawanan dengan lemah lembut.
Selanjutnya Daud juga berkata "Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan. Sebab orang-orang yang berbuat jahat akan dilenyapkan, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN akan mewarisi negeri." (ay 8-9). Rangkaian pesan Daud ini paralel dengan apa yang dikatakn Yesus di atas. Kemarahan tidaklah mendatangkan hal baik tapi bisa membawa orang untuk terjerumus pada kejahatan, yang pada akhirnya akan dilenyapkan. Tapi orang-orang yang taat menuruti Tuhan, menyerahkan semua kepada Tuhan akan mewarisi negeri.
Yakobus mengingatkan pula agar kita cepat untuk mendengar, tapi lambat untuk berkata-kata dan lambat untuk marah. (Yakobus 1:19). Mengapa demikian? "sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." (ay 20).
Tidaklah mudah untuk bisa menahan diri saat menghadapi orang-orang atau situasi yang sulit, apalagi kalau kita juga sedang labil. Tapi itulah yang menjadi kehendak Tuhan dan yang berkenan di hadapannya. Mungkin untuk bisa menjadi figur Musa bisa jadi sulit, tapi tidak ada salahnya untuk mulai mencoba. Adakah di antara teman-teman yang sedang dalam tekanan dan emosi pada saat ini karena tengah berhadapan dengan orang-orang atau kondisi yang sulit? Redakanlah, dan tersenyumlah. Jangan biarkan sukacita anda dirampas, jangan buka celah bagi iblis untuk menghancurkan anda. Bergembiralah, tetap jaga kelembutan hati dan rasakanlah bahwa Tuhan itu sungguh baik.
"Have a strong mind and a soft heart" - Anthony J D'Angelo
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, August 29, 2016
Hati yang Lemah Lembut (1)
Ayat bacaan: Matius 5:5
======================
"Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi."
Menghadapi orang-orang yang sulit itu susahnya minta ampun. Ada yang sulit di atur, ada yang sulit di ajak kerja sama, ada yang sulit berkompromi saat berdiskusi, ada yang sikapnya tidak bersahabat atau malah provokatif. Ada yang sumbu kesabarannya pendek sehingga gampang meledak kalau terpancing sedikit saja. Ada yang bikin kacau dalam pertemuan dan membuat rapat tidak bisa berlangsung lancar. Pokoknya selalu ada saja orang-orang seperti ini yang menyusahkan hati. Masih lumayan kalau kita sedang tenang, tapi itu akan terasa dua-tiga kali lebih berat ketika kita sedang kelelahan, sibuk atau banyak pikiran. Pernahkah anda menghadapi situasi seperti ini? Saya rasa semua orang pernah sekali waktu. Kalau kita tidak hati-hati, kita bisa ikutan terpancing emosi dan itu tentu tidak baik buat kita maupun orang lain yang mungkin saja terkena dampaknya karena sedang ada di dekat kita. Marah mungkin wajar untuk batas tertentu dan sekali-kali. Tapi sangat penting bagi kita untuk tidak membiarkan amarah berkuasa atas diri kita. Hati tidak boleh dibiarkan panas dan tentu saja, hati tidak boleh dibiarkan keras. Kita harus sadar bahwa bukan saja kepala yang bisa keras, tapi hati juga sama, bisa keras seperti batu. Kalau kita membiarkan kondisi hati kita keras dan/atau panas, itu jelas bisa membuka kesempatan bagi iblis untuk menjerumuskan kita ke dalam berbagai kejahatan. Memiliki hati yang lembut akan membawa dampak yang positif baik dalam kehidupan di dunia ini maupun nanti setelah kita menyelesaikan masa ini.
Tuhan Yesus sudah mengingatkan kita agar memiliki hati yang lemah lembut. Dia berkata: "Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi." (Matius 5:5).
Peringatan Yesus ini hadir sebagai adalah satu dari rangkaian ucapan bahagia yang diucapkan Yesus di depan orang banyak dari atas bukit. Lemah lembut seperti apa yang Yesus maksudkan? Dalam versi bahasa Inggris kita membaca rincian yang lebih detail: "the mild, patient, long suffering". "Lembut, sabar dan tabah". Orang yang memiliki sikap seperti inilah yang dikatakan Yesus akan memiliki bumi. These kind of people are those who would inherit the earth! Tuhan akan memberikan bumi kepada orang-orang sabar, tabah dan lemah lembut, bukan kepada orang yang pendek kesabarannya, cepat emosi, kasar, cepat mengeluh, lekas panas dan keras hatinya.
Tuhan sangat menganggap penting masalah kelembutan hati ini. Dalam Perjanjian Lama ada ayat yang menyatakan bahwa Musa itu memiliki kelembutan hati melebihi manusia lain di muka bumi. "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3).
Lembut hati bagaimana? Coba kita bayangkan apa yang menjadi tugasnya. Musa harus memimpin sebuah bangsa besar keluar dari perbudakan bangsa Mesir menuju tanah terjanji. Prosesnya berlangsung tidak tanggung-tanggung selama 40 tahun. Masih mending kalau bangsa yang dipimpin berisi orang-orang yang penurut dan tenang. Tapi bangsa Israel yang harus ia pimpin adalah bangsa yang dikatakan tegar tengkuk alias keras kepala. Bangsa Israel sudah mengalami berbagai bentuk mukjizat Tuhan, namun mereka tetaplah bangsa yang terus sulit berterimakasih. Ketimbang bersyukur atas berbagai campur tangan Tuhan yang melindungi mereka selama masa perjalanan, mereka lebih suka untuk terus bersungut-sungut, berkeluh kesah, protes, mengolok-olok, menyudutkan, menyindir, sinis dan sedikit-sedikit marah.
Semua itu dialami Musa terus menerus selama puluhan tahun. Bayangkan bagaimana lelahnya mental dan emosi Musa menghadapi sebuah bangsa yang harus ia pimpin sesuai dengan kehendak Tuhan. Mungkin kalau kita ada di posisi Musa, bisa bertahan seminggu saja sudah prestasi besar. Tapi Musa sanggup mengendalikan emosinya dan terus mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan untuk ia perbuat.
(bersambung)
======================
"Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi."
Menghadapi orang-orang yang sulit itu susahnya minta ampun. Ada yang sulit di atur, ada yang sulit di ajak kerja sama, ada yang sulit berkompromi saat berdiskusi, ada yang sikapnya tidak bersahabat atau malah provokatif. Ada yang sumbu kesabarannya pendek sehingga gampang meledak kalau terpancing sedikit saja. Ada yang bikin kacau dalam pertemuan dan membuat rapat tidak bisa berlangsung lancar. Pokoknya selalu ada saja orang-orang seperti ini yang menyusahkan hati. Masih lumayan kalau kita sedang tenang, tapi itu akan terasa dua-tiga kali lebih berat ketika kita sedang kelelahan, sibuk atau banyak pikiran. Pernahkah anda menghadapi situasi seperti ini? Saya rasa semua orang pernah sekali waktu. Kalau kita tidak hati-hati, kita bisa ikutan terpancing emosi dan itu tentu tidak baik buat kita maupun orang lain yang mungkin saja terkena dampaknya karena sedang ada di dekat kita. Marah mungkin wajar untuk batas tertentu dan sekali-kali. Tapi sangat penting bagi kita untuk tidak membiarkan amarah berkuasa atas diri kita. Hati tidak boleh dibiarkan panas dan tentu saja, hati tidak boleh dibiarkan keras. Kita harus sadar bahwa bukan saja kepala yang bisa keras, tapi hati juga sama, bisa keras seperti batu. Kalau kita membiarkan kondisi hati kita keras dan/atau panas, itu jelas bisa membuka kesempatan bagi iblis untuk menjerumuskan kita ke dalam berbagai kejahatan. Memiliki hati yang lembut akan membawa dampak yang positif baik dalam kehidupan di dunia ini maupun nanti setelah kita menyelesaikan masa ini.
Tuhan Yesus sudah mengingatkan kita agar memiliki hati yang lemah lembut. Dia berkata: "Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi." (Matius 5:5).
Peringatan Yesus ini hadir sebagai adalah satu dari rangkaian ucapan bahagia yang diucapkan Yesus di depan orang banyak dari atas bukit. Lemah lembut seperti apa yang Yesus maksudkan? Dalam versi bahasa Inggris kita membaca rincian yang lebih detail: "the mild, patient, long suffering". "Lembut, sabar dan tabah". Orang yang memiliki sikap seperti inilah yang dikatakan Yesus akan memiliki bumi. These kind of people are those who would inherit the earth! Tuhan akan memberikan bumi kepada orang-orang sabar, tabah dan lemah lembut, bukan kepada orang yang pendek kesabarannya, cepat emosi, kasar, cepat mengeluh, lekas panas dan keras hatinya.
Tuhan sangat menganggap penting masalah kelembutan hati ini. Dalam Perjanjian Lama ada ayat yang menyatakan bahwa Musa itu memiliki kelembutan hati melebihi manusia lain di muka bumi. "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3).
Lembut hati bagaimana? Coba kita bayangkan apa yang menjadi tugasnya. Musa harus memimpin sebuah bangsa besar keluar dari perbudakan bangsa Mesir menuju tanah terjanji. Prosesnya berlangsung tidak tanggung-tanggung selama 40 tahun. Masih mending kalau bangsa yang dipimpin berisi orang-orang yang penurut dan tenang. Tapi bangsa Israel yang harus ia pimpin adalah bangsa yang dikatakan tegar tengkuk alias keras kepala. Bangsa Israel sudah mengalami berbagai bentuk mukjizat Tuhan, namun mereka tetaplah bangsa yang terus sulit berterimakasih. Ketimbang bersyukur atas berbagai campur tangan Tuhan yang melindungi mereka selama masa perjalanan, mereka lebih suka untuk terus bersungut-sungut, berkeluh kesah, protes, mengolok-olok, menyudutkan, menyindir, sinis dan sedikit-sedikit marah.
Semua itu dialami Musa terus menerus selama puluhan tahun. Bayangkan bagaimana lelahnya mental dan emosi Musa menghadapi sebuah bangsa yang harus ia pimpin sesuai dengan kehendak Tuhan. Mungkin kalau kita ada di posisi Musa, bisa bertahan seminggu saja sudah prestasi besar. Tapi Musa sanggup mengendalikan emosinya dan terus mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan untuk ia perbuat.
(bersambung)
Sunday, August 28, 2016
Coming Back Home (2)
(sambungan)
Kalau disebutkan ayahnya sudah melihatnya sejak masih jauh dan berlari mendapatinya, berarti sang ayah menanti-nantikan kepulangan anaknya. Mungkin setiap hari ia berdiri menghadap jendela, berharap ia akan melihat sosok anaknya dari kejauhan dan segera bergegas mengejar. Kasih dan kegirangan sang ayah ternyata tidak berhenti sampai disitu. Dia segera memberikan jubah terbaik, cincin, sepatu dan menyembelih anak sapi tambun untuk menyambut kembalinya si anak dengan penuh sukacita. (ay 22-23). Betapa besar sukacita sang ayah karena anaknya yang hilang telah kembali. "Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." (ay 32). Itulah suasana hati Bapa menyambut kepulangan anak-anakNya.
Atas dosa-dosa yang kita lakukan dan pembangkangan-pembangkangan, kita seharusnya diganjar binasa. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Kedatangan Kristus ke dunia ini justru untuk mencegah kita semua masuk ke dalam kematian kekal dan memberikan kita semua jalan untuk memperoleh keselamatan. Yesus berkata "..Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Matius 9:13b) Mengapa? "Karena Anak Manusia datang untuk menyelamatkan yang hilang." (18:11).
Keselamatan. Inilah anugerah terbesar yang diberikan Tuhan buat manusia lewat Kristus. Tuhan selalu rindu menantikan kita semua untuk kembali kepadanya. Tidak peduli apa yang telah kita lakukan, sejauh mana kita sudah tersesat, Dia akan selalu siap menyambut kita dengan tangan terbuka. Tuhan siap melemparkan dosa kita jauh ke dalam tubir laut (Mkha 7:19), membuang dosa-dosa kita sejauh timur dari barat (Mazmur 103:12), mengampuni kesalahan kita bahkan tidak lagi mengingat-ingat dosa-dosa yang telah kita lakukan. (Yeremia 31:34).
Selagi kita terus menjalani kehidupan, sangatlah penting bagi kita untuk memeriksa dimana kita berdiri saat ini. Jika kita mendapati bahwa kita sudah berjalan jauh meninggalkanNya, mari kita kembali mengingat betapa besarnya kasih Tuhan kepada kita, sehingga AnakNya yang tunggal pun rela Dia anugerahkan kepada kita agar tidak satupun dari kita binasa melainkan beroleh kehidupan yang kekal. (Yohanes 3:16). Tidak peduli dosa apapun yang telah kita lakukan, Tuhan siap memberikan pengampunannya kepada kita. Dia akan berlari mendapati kita, merangkul dan mencium kita, menyambut kita dengan penuh sukacita. Tidak perlu merasa takut, tidak perlu ragu, karena Tuhan selalu mengasihi kita semua dan akan segera menyambut kepulangan kita kapan saja dengan tangan terbuka. Adakah diantara anda yang merasa sudah terlalu jauh? Tidak ada kata terlambat. Pulanglah sekarang juga dan biarkan Tuhan dan seisi Surga bersukacita menyambut anda. He is waiting for us to go back to Him.
Tuhan menantikan untuk menyambut kepulangan anda dengan penuh sukacita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Kalau disebutkan ayahnya sudah melihatnya sejak masih jauh dan berlari mendapatinya, berarti sang ayah menanti-nantikan kepulangan anaknya. Mungkin setiap hari ia berdiri menghadap jendela, berharap ia akan melihat sosok anaknya dari kejauhan dan segera bergegas mengejar. Kasih dan kegirangan sang ayah ternyata tidak berhenti sampai disitu. Dia segera memberikan jubah terbaik, cincin, sepatu dan menyembelih anak sapi tambun untuk menyambut kembalinya si anak dengan penuh sukacita. (ay 22-23). Betapa besar sukacita sang ayah karena anaknya yang hilang telah kembali. "Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." (ay 32). Itulah suasana hati Bapa menyambut kepulangan anak-anakNya.
Atas dosa-dosa yang kita lakukan dan pembangkangan-pembangkangan, kita seharusnya diganjar binasa. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Kedatangan Kristus ke dunia ini justru untuk mencegah kita semua masuk ke dalam kematian kekal dan memberikan kita semua jalan untuk memperoleh keselamatan. Yesus berkata "..Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Matius 9:13b) Mengapa? "Karena Anak Manusia datang untuk menyelamatkan yang hilang." (18:11).
Keselamatan. Inilah anugerah terbesar yang diberikan Tuhan buat manusia lewat Kristus. Tuhan selalu rindu menantikan kita semua untuk kembali kepadanya. Tidak peduli apa yang telah kita lakukan, sejauh mana kita sudah tersesat, Dia akan selalu siap menyambut kita dengan tangan terbuka. Tuhan siap melemparkan dosa kita jauh ke dalam tubir laut (Mkha 7:19), membuang dosa-dosa kita sejauh timur dari barat (Mazmur 103:12), mengampuni kesalahan kita bahkan tidak lagi mengingat-ingat dosa-dosa yang telah kita lakukan. (Yeremia 31:34).
Selagi kita terus menjalani kehidupan, sangatlah penting bagi kita untuk memeriksa dimana kita berdiri saat ini. Jika kita mendapati bahwa kita sudah berjalan jauh meninggalkanNya, mari kita kembali mengingat betapa besarnya kasih Tuhan kepada kita, sehingga AnakNya yang tunggal pun rela Dia anugerahkan kepada kita agar tidak satupun dari kita binasa melainkan beroleh kehidupan yang kekal. (Yohanes 3:16). Tidak peduli dosa apapun yang telah kita lakukan, Tuhan siap memberikan pengampunannya kepada kita. Dia akan berlari mendapati kita, merangkul dan mencium kita, menyambut kita dengan penuh sukacita. Tidak perlu merasa takut, tidak perlu ragu, karena Tuhan selalu mengasihi kita semua dan akan segera menyambut kepulangan kita kapan saja dengan tangan terbuka. Adakah diantara anda yang merasa sudah terlalu jauh? Tidak ada kata terlambat. Pulanglah sekarang juga dan biarkan Tuhan dan seisi Surga bersukacita menyambut anda. He is waiting for us to go back to Him.
Tuhan menantikan untuk menyambut kepulangan anda dengan penuh sukacita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, August 27, 2016
Coming Back Home (1)
Ayat bacaan: Lukas 15:32
====================
"Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."
Ada seorang teman yang sudah lama melayani bercerita tentang sukacita terbarunya. Ia pernah punya teman sepelayanan yang sudah sama-sama menjalaninya selama bertahun-tahun. Pada suatu kali temannya ini pergi meninggalkannya tanpa alasan yang jelas. Ketika dikontak dengan cara apapun tidak pernah direspon sama sekali. Ia sempat kuatir kalau-kalau temannya ada apa-apa, tapi setelah ia cari tahu, temannya itu ternyata baik-baik saja. Ia pun kemudian harus merelakan kepergian temannya melepaskan diri dari pelayanan dan pertemanan. Waktu berlalu bertahun-tahun. Pada suatu hari temannya tersebut tiba-tiba datang dan memohon maaf atas perbuatannya. Menurutnya, si teman ini pergi karena merasa jenuh dengan pelayanan dan ingin menikmati hidup tanpa harus dibebani ini itu. Kalau ia terus menjalin hubungan, ia kuatir akan dipaksa untuk terus melayani. Maka ia benar-benar pergi melepaskan keduanya: pelayanan dan pertemanan.
Hidup tampaknya tenang, tapi semakin lama ia semakin merasa gelisah karena keputusannya tersebut. Maka ia pun kembali, meminta maaf dan berharap ia bisa kembali diterima oleh teman-teman lamanya. Sebagian besar dari teman-temannya cenderung menolak karena merasa dikhianati. Apa jaminannya ia sudah berubah? Bagaimana kalau berulang lagi? Lagi pula, mereka mendengar berbagai kelakuannya yang buruk setelah meninggalkan pelayanan. Tapi teman saya memutuskan untuk menyambut kembalinya si 'anak yang hilang' ini dengan penuh sukacita. "Kalau kalian tidak mau menerimanya tidak apa-apa, tapi saya mau." katanya. Kenapa? "Karena saya yakin benar Tuhan Yesus sendiri akan menyambut kembalinya anak yang hilang ini dengan tangan terbuka. Kalau Yesus saja mau, siapalah saya yang beraninya menolak?" katanya.
Ia sangat senang temannya kembali. Meski bisa saja ada potensi kejadian berulang kembali, tapi teman saya ini mau mengambil resiko itu, karena baginya kembalinya si teman dan kerinduannya untuk melayani lagi haruslah disikapi positif. Ia tidak mau menolak tapi ingin merangkul. Ia tidak ingin menghukum melainkan rindu untuk menyambut. "Begitu seringnya saya melakukan kesalahan, tapi Tuhan selalu kasih saya kesempatan kedua." katanya lagi. Dan ia pun ingin menerapkan hal itu.
Apa yang ia ceritakan sangat memberkati saya.Dalam rangkaian perjalanan kehidupan ada kalanya kita keluar dari jalur dan menjauh dari alur yang benar. Tapi ketika kita mendengar dan merespon ketukan Tuhan dalam hati kita, selalu ada kesempatan bagi kita untuk kembali kepada Tuhan. Bagaimana reaksi Tuhan? Tuhan akan selalu dengan senang hati menerima kita kembali dengan penuh sukacita bersama seisi Surga. Ada kalanya kita terlalu sibuk dalam aktivitas sehari-hari, baik itu pekerjaan, tugas-tugas, berbagai kewajiban dan serangkaian kegiatan lainnya sehingga tanpa sadar kita sudah tidak lagi punya waktu untuk Tuhan. Kita meninggalkan Dia dan terus berjalan semakin jauh dariNya. Kita memilih dunia yang fana ketimbang kebahagiaan dalam KerajaanNya yang kekal. Apa yang terjadi dalam hati Tuhan ketika kita melakukan itu? Setiap saat Tuhan merindukan anak-anakNya yang sudah meninggalkanNya, bahkan yang sudah terlalu jauh sekalipun, untuk kembali kepadaNya. Setiap saat itu pula Tuhan siap menyambut dengan penuh sukacita dengan pelukanNya untuk kembali melimpahi kita dengan berkat-berkatNya.
Dari mana kita bisa yakin akan hal ini? Kisah Perumpamaan tentang anak yang hilang dalam Lukas 15:11-32 yang diberikan Yesus menggambarkan suasana hati Bapa itu dengan jelas.
Perumpamaan ini sudah sangat kita kenal. Ada seorang anak bungsu yang keterlaluan meminta bagian warisannya dan segera mempergunakan itu untuk bertualang ke negeri yang jauh, meninggalkan ayahnya. Untuk sesaat hidup terasa luar biasa indah. Ia menghabiskan semuanya untuk berfoya-foya. Tapi kemudian dalam waktu singkat hidupnya berubah drastis. Ia jadi melarat, bahkan harus mulai makan ampas sisa makanan babi agar bisa bertahan hidup. Ia pun menyadari kesalahannya dan berpikir untuk kembali. Ia rela menerima konsekuensi asal diperbolehkan pulang. Tidak apa-apa jika harus dihukum dan tidak lagi mendapat hak sebagai anak, karena ia tahu bahwa kesalahan berasal dari dirinya sendiri.
Apapun konsekuensinya, ia tetap memilih pulang. Mungkin perasaannya berkecamuk antara menyesal dan takut, tapi ia tahu bahwa tidak ada tempat yang lebih baik lagi selain berada di rumah ayahnya. Lantas apa yang terjadi? Yesus berkata: "Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia." (Lukas 15:20b). Ia tidak dihukum, bahkan diomeli pun tidak. Sang ayah justru berlari merangkul dan menciumnya sebelum ia sampai di gerbang rumahnya.
(bersambung)
====================
"Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."
Ada seorang teman yang sudah lama melayani bercerita tentang sukacita terbarunya. Ia pernah punya teman sepelayanan yang sudah sama-sama menjalaninya selama bertahun-tahun. Pada suatu kali temannya ini pergi meninggalkannya tanpa alasan yang jelas. Ketika dikontak dengan cara apapun tidak pernah direspon sama sekali. Ia sempat kuatir kalau-kalau temannya ada apa-apa, tapi setelah ia cari tahu, temannya itu ternyata baik-baik saja. Ia pun kemudian harus merelakan kepergian temannya melepaskan diri dari pelayanan dan pertemanan. Waktu berlalu bertahun-tahun. Pada suatu hari temannya tersebut tiba-tiba datang dan memohon maaf atas perbuatannya. Menurutnya, si teman ini pergi karena merasa jenuh dengan pelayanan dan ingin menikmati hidup tanpa harus dibebani ini itu. Kalau ia terus menjalin hubungan, ia kuatir akan dipaksa untuk terus melayani. Maka ia benar-benar pergi melepaskan keduanya: pelayanan dan pertemanan.
Hidup tampaknya tenang, tapi semakin lama ia semakin merasa gelisah karena keputusannya tersebut. Maka ia pun kembali, meminta maaf dan berharap ia bisa kembali diterima oleh teman-teman lamanya. Sebagian besar dari teman-temannya cenderung menolak karena merasa dikhianati. Apa jaminannya ia sudah berubah? Bagaimana kalau berulang lagi? Lagi pula, mereka mendengar berbagai kelakuannya yang buruk setelah meninggalkan pelayanan. Tapi teman saya memutuskan untuk menyambut kembalinya si 'anak yang hilang' ini dengan penuh sukacita. "Kalau kalian tidak mau menerimanya tidak apa-apa, tapi saya mau." katanya. Kenapa? "Karena saya yakin benar Tuhan Yesus sendiri akan menyambut kembalinya anak yang hilang ini dengan tangan terbuka. Kalau Yesus saja mau, siapalah saya yang beraninya menolak?" katanya.
Ia sangat senang temannya kembali. Meski bisa saja ada potensi kejadian berulang kembali, tapi teman saya ini mau mengambil resiko itu, karena baginya kembalinya si teman dan kerinduannya untuk melayani lagi haruslah disikapi positif. Ia tidak mau menolak tapi ingin merangkul. Ia tidak ingin menghukum melainkan rindu untuk menyambut. "Begitu seringnya saya melakukan kesalahan, tapi Tuhan selalu kasih saya kesempatan kedua." katanya lagi. Dan ia pun ingin menerapkan hal itu.
Apa yang ia ceritakan sangat memberkati saya.Dalam rangkaian perjalanan kehidupan ada kalanya kita keluar dari jalur dan menjauh dari alur yang benar. Tapi ketika kita mendengar dan merespon ketukan Tuhan dalam hati kita, selalu ada kesempatan bagi kita untuk kembali kepada Tuhan. Bagaimana reaksi Tuhan? Tuhan akan selalu dengan senang hati menerima kita kembali dengan penuh sukacita bersama seisi Surga. Ada kalanya kita terlalu sibuk dalam aktivitas sehari-hari, baik itu pekerjaan, tugas-tugas, berbagai kewajiban dan serangkaian kegiatan lainnya sehingga tanpa sadar kita sudah tidak lagi punya waktu untuk Tuhan. Kita meninggalkan Dia dan terus berjalan semakin jauh dariNya. Kita memilih dunia yang fana ketimbang kebahagiaan dalam KerajaanNya yang kekal. Apa yang terjadi dalam hati Tuhan ketika kita melakukan itu? Setiap saat Tuhan merindukan anak-anakNya yang sudah meninggalkanNya, bahkan yang sudah terlalu jauh sekalipun, untuk kembali kepadaNya. Setiap saat itu pula Tuhan siap menyambut dengan penuh sukacita dengan pelukanNya untuk kembali melimpahi kita dengan berkat-berkatNya.
Dari mana kita bisa yakin akan hal ini? Kisah Perumpamaan tentang anak yang hilang dalam Lukas 15:11-32 yang diberikan Yesus menggambarkan suasana hati Bapa itu dengan jelas.
Perumpamaan ini sudah sangat kita kenal. Ada seorang anak bungsu yang keterlaluan meminta bagian warisannya dan segera mempergunakan itu untuk bertualang ke negeri yang jauh, meninggalkan ayahnya. Untuk sesaat hidup terasa luar biasa indah. Ia menghabiskan semuanya untuk berfoya-foya. Tapi kemudian dalam waktu singkat hidupnya berubah drastis. Ia jadi melarat, bahkan harus mulai makan ampas sisa makanan babi agar bisa bertahan hidup. Ia pun menyadari kesalahannya dan berpikir untuk kembali. Ia rela menerima konsekuensi asal diperbolehkan pulang. Tidak apa-apa jika harus dihukum dan tidak lagi mendapat hak sebagai anak, karena ia tahu bahwa kesalahan berasal dari dirinya sendiri.
Apapun konsekuensinya, ia tetap memilih pulang. Mungkin perasaannya berkecamuk antara menyesal dan takut, tapi ia tahu bahwa tidak ada tempat yang lebih baik lagi selain berada di rumah ayahnya. Lantas apa yang terjadi? Yesus berkata: "Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia." (Lukas 15:20b). Ia tidak dihukum, bahkan diomeli pun tidak. Sang ayah justru berlari merangkul dan menciumnya sebelum ia sampai di gerbang rumahnya.
(bersambung)
Friday, August 26, 2016
Menghindari PHK
Ayat bacaan: Lukas 13:7
===================
"Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma!"
Tidak ada satupun orang yang ingin mengalami PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja. Tapi dalam situasi ekonomi yang sulit banyak perusahaan yang terpaksa harus melakukannya kalau mau perusahaannya bisa terus beroperasi. Di satu sisi buruh harus bisa mencukupi kebutuhan keluarganya dan dengan standar UMR yang terlalu rendah mereka tidak sanggup untuk memenuhi hal itu. Tapi di sisi lain, tuntutan yang terlalu tinggi seperti yang kita lihat pada demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan oleh mereka sudah jauh dari kesanggupan rata-rata perusahaan. Ada perusahaan yang mencoba bertahan dengan merumahkan karyawannya, dan itu akan berbuah demonstrasi pula. Ya, tidak satupun orang yang ingin dirumahkan atau bahkan di PHK. Semua ingin bisa tetap bekerja dengan baik dan mendapatkan penghasilan yang baik pula. Di antara banyak faktor penentu apakah seorang karyawan atau buruh itu dipertahankan atau dilepas oleh perusahaan, dan seringkali yang terpenting adalah kinerja atau performance dari si pekerja itu sendiri.
Mari kita lihat sebuah perumpamaan dari Yesus sendiri tentang pohon ara yang tidak berbuah di kebun anggur. "Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya." (Lukas 13:6). Orang menanam pohon mengharapkan buah yang baik. Bagus tidaknya sebuah pohon biasanya dinilai dari buah yang dihasilkan. Pohon yang sehat yang menghasilkan buah-buah yang banyak dan besar-besar tentu akan sedapat mungkin dipelihara dengan baik. Sebaliknya, jika pohon itu tidak kunjung menghasilkan buah, meski dengan segala cara sudah diusahakan, maka mau tidak mau pohon itu harus ditebang. Kenapa? Karena jika terus dipelihara, maka pohon itu hanya akan menghabiskan zat makanan dari tanah tanpa memberi hasil apa-apa.
Itulah yang terjadi dalam perumpamaan yang diberikan Yesus di Injil Lukas 13:6-9 ini. "Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma!" (ay 7). Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menanti buah keluar dari sebuah pohon. Ada kesempatan yang cukup lama sudah diberikan agar pohon ini bisa berbuah. Bukan cuma ditunggu, tapi segala daya upaya pun sudah dilakukan sang pemilik kebun selama 3 tahun itu. Tapi nyatanya pohon itu tetap saja tidak kunjung menghasilkan apa-apa. Meski demikian, Si tukang kebun ternyata masih berkenan meminta belas kasih dari sang pemilik. "Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!" (ay 8-9). Lewat tukang kebun, pohon itu mendapatkan kesempatan kedua. getting the second chance. Bukan cuma kesempatan kedua, tapi Si tukang kebun pun akan mengusahakan habis-habisan agar pohon ini kemudian bisa berbuah dan tidak jadi ditebang. Akan tetapi apabila setelah semua dilakukan tetap tidak menghasilkan satu buah pun, maka tidak ada jalan lain, pohon tersebut harus ditebang habis.
Ada banyak pekerja yang mendahulukan atau menuntut hak tanpa memperhatikan pentingnya menjalankan kewajiban dengan sebaik-baiknya. Mereka menghitung untung rugi dan melakukan sesuatu berdasarkan besar kecilnya imbalan. Kalau dibayar mahal kerjaan bagus, kalau murah ya ala kadarnya saja. Sudah bagus masih dikerjakan.. begitu pemikirannya. Itu adalah sikap yang keliru. Sebab, Alkitab mengatakan bahwa sebagai orang percaya kita dituntut untuk bisa menjadi teladan dimanapun kita ditempatkan. Dalam pekerjaan pun demikian. Etos kerja seorang Kristen adalah bekerja dengan sungguh-sungguh, dengan sebaik-baiknya seperti melakukannya untuk Tuhan. (Kolose 3:23).
Kita dituntut untuk memiliki buah yang baik, dimana nama Tuhan bisa dipermuliakan lewat buah-buah yang kita hasilkan, sebab "Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal." (Matius 12:33). Dari manusia lama yang berselubung dosa kita telah ditebus menjadi ciptaan baru. Sebuah pertobatan yang telah dibereskan dengan sungguh-sungguh seharusnya bisa menghasilkan buah-buah yang baik. "Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Bayangkan apabila kita menjadi orang percaya yang benar, dengan hidup yang benar-benar dipimpin oleh Roh Allah sendiri. Lalu kita berbuah seperti yang dirinci dalam Galatia 5:22 mengenai buah Roh. Bukankah itu luar biasa? Dalam hal pekerjaan, bukan saja sekedar terhindar dari jerat PHK tapi kita pun bisa menjadi teladan, menjadi terang dan garam yang bisa disaksikan oleh banyak orang.
Perumpamaan hari ini saya rasa sangat tepat untuk memberi tips agar terhindar dari PHK, yaitu dengan menjadi karyawan yang terus memiliki buah. Coba lihat apakah apakah anda sudah memberi yang terbaik dalam apa yang anda kerjakan? Jika anda saat ini seorang karyawan, apakah anda sudah memberi hasil yang memuaskan dalam kinerja anda? Apakah pimpinan puas dengan hasil kerja anda? Jika anda sudah memberi yang terbaik anda tentu tidak perlu khawatir. Alasannya sederhana: tidak ada seorangpun pimpinan atau perusahaan yang rela kehilangan karyawan terbaiknya bukan? Tapi sebaliknya, jika anda masih termasuk "pohon yang tidak berbuah", maka posisi tawar anda akan sangat lemah untuk menghindar dari masalah PHK. Dengan alasan efisiensi, perusahaan biasanya akan memberhentikan karyawan-karyawan yang tidak produktif, tapi mereka akan dengan segala daya upaya mempertahankan pegawai-pegawai terbaiknya. Dari sudut pandang seperti ini kita bisa melihat apa yang harus kita lakukan agar kita bisa selamat dalam setiap kemungkinan pemutusan hubungan kerja. Berbuah, berbuah dan berbuahlah terus.
"Judge a tree from its fruit, not from its leaves"
Follow us on twitter: https://twitter.com/dailyrho
===================
"Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma!"
Tidak ada satupun orang yang ingin mengalami PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja. Tapi dalam situasi ekonomi yang sulit banyak perusahaan yang terpaksa harus melakukannya kalau mau perusahaannya bisa terus beroperasi. Di satu sisi buruh harus bisa mencukupi kebutuhan keluarganya dan dengan standar UMR yang terlalu rendah mereka tidak sanggup untuk memenuhi hal itu. Tapi di sisi lain, tuntutan yang terlalu tinggi seperti yang kita lihat pada demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan oleh mereka sudah jauh dari kesanggupan rata-rata perusahaan. Ada perusahaan yang mencoba bertahan dengan merumahkan karyawannya, dan itu akan berbuah demonstrasi pula. Ya, tidak satupun orang yang ingin dirumahkan atau bahkan di PHK. Semua ingin bisa tetap bekerja dengan baik dan mendapatkan penghasilan yang baik pula. Di antara banyak faktor penentu apakah seorang karyawan atau buruh itu dipertahankan atau dilepas oleh perusahaan, dan seringkali yang terpenting adalah kinerja atau performance dari si pekerja itu sendiri.
Mari kita lihat sebuah perumpamaan dari Yesus sendiri tentang pohon ara yang tidak berbuah di kebun anggur. "Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya." (Lukas 13:6). Orang menanam pohon mengharapkan buah yang baik. Bagus tidaknya sebuah pohon biasanya dinilai dari buah yang dihasilkan. Pohon yang sehat yang menghasilkan buah-buah yang banyak dan besar-besar tentu akan sedapat mungkin dipelihara dengan baik. Sebaliknya, jika pohon itu tidak kunjung menghasilkan buah, meski dengan segala cara sudah diusahakan, maka mau tidak mau pohon itu harus ditebang. Kenapa? Karena jika terus dipelihara, maka pohon itu hanya akan menghabiskan zat makanan dari tanah tanpa memberi hasil apa-apa.
Itulah yang terjadi dalam perumpamaan yang diberikan Yesus di Injil Lukas 13:6-9 ini. "Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma!" (ay 7). Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menanti buah keluar dari sebuah pohon. Ada kesempatan yang cukup lama sudah diberikan agar pohon ini bisa berbuah. Bukan cuma ditunggu, tapi segala daya upaya pun sudah dilakukan sang pemilik kebun selama 3 tahun itu. Tapi nyatanya pohon itu tetap saja tidak kunjung menghasilkan apa-apa. Meski demikian, Si tukang kebun ternyata masih berkenan meminta belas kasih dari sang pemilik. "Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!" (ay 8-9). Lewat tukang kebun, pohon itu mendapatkan kesempatan kedua. getting the second chance. Bukan cuma kesempatan kedua, tapi Si tukang kebun pun akan mengusahakan habis-habisan agar pohon ini kemudian bisa berbuah dan tidak jadi ditebang. Akan tetapi apabila setelah semua dilakukan tetap tidak menghasilkan satu buah pun, maka tidak ada jalan lain, pohon tersebut harus ditebang habis.
Ada banyak pekerja yang mendahulukan atau menuntut hak tanpa memperhatikan pentingnya menjalankan kewajiban dengan sebaik-baiknya. Mereka menghitung untung rugi dan melakukan sesuatu berdasarkan besar kecilnya imbalan. Kalau dibayar mahal kerjaan bagus, kalau murah ya ala kadarnya saja. Sudah bagus masih dikerjakan.. begitu pemikirannya. Itu adalah sikap yang keliru. Sebab, Alkitab mengatakan bahwa sebagai orang percaya kita dituntut untuk bisa menjadi teladan dimanapun kita ditempatkan. Dalam pekerjaan pun demikian. Etos kerja seorang Kristen adalah bekerja dengan sungguh-sungguh, dengan sebaik-baiknya seperti melakukannya untuk Tuhan. (Kolose 3:23).
Kita dituntut untuk memiliki buah yang baik, dimana nama Tuhan bisa dipermuliakan lewat buah-buah yang kita hasilkan, sebab "Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal." (Matius 12:33). Dari manusia lama yang berselubung dosa kita telah ditebus menjadi ciptaan baru. Sebuah pertobatan yang telah dibereskan dengan sungguh-sungguh seharusnya bisa menghasilkan buah-buah yang baik. "Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Bayangkan apabila kita menjadi orang percaya yang benar, dengan hidup yang benar-benar dipimpin oleh Roh Allah sendiri. Lalu kita berbuah seperti yang dirinci dalam Galatia 5:22 mengenai buah Roh. Bukankah itu luar biasa? Dalam hal pekerjaan, bukan saja sekedar terhindar dari jerat PHK tapi kita pun bisa menjadi teladan, menjadi terang dan garam yang bisa disaksikan oleh banyak orang.
Perumpamaan hari ini saya rasa sangat tepat untuk memberi tips agar terhindar dari PHK, yaitu dengan menjadi karyawan yang terus memiliki buah. Coba lihat apakah apakah anda sudah memberi yang terbaik dalam apa yang anda kerjakan? Jika anda saat ini seorang karyawan, apakah anda sudah memberi hasil yang memuaskan dalam kinerja anda? Apakah pimpinan puas dengan hasil kerja anda? Jika anda sudah memberi yang terbaik anda tentu tidak perlu khawatir. Alasannya sederhana: tidak ada seorangpun pimpinan atau perusahaan yang rela kehilangan karyawan terbaiknya bukan? Tapi sebaliknya, jika anda masih termasuk "pohon yang tidak berbuah", maka posisi tawar anda akan sangat lemah untuk menghindar dari masalah PHK. Dengan alasan efisiensi, perusahaan biasanya akan memberhentikan karyawan-karyawan yang tidak produktif, tapi mereka akan dengan segala daya upaya mempertahankan pegawai-pegawai terbaiknya. Dari sudut pandang seperti ini kita bisa melihat apa yang harus kita lakukan agar kita bisa selamat dalam setiap kemungkinan pemutusan hubungan kerja. Berbuah, berbuah dan berbuahlah terus.
"Judge a tree from its fruit, not from its leaves"
Follow us on twitter: https://twitter.com/dailyrho
Thursday, August 25, 2016
Wild Card (2)
(sambungan)
Berkali-kali Daud menuliskan tentang pengakuan dan pertobatannya. "TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat.....Oleh karena nama-Mu, ya TUHAN, ampunilah kesalahanku, sebab besar kesalahan itu." (Mazmur 25:8). "Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku," dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku." (Mazmur 32:5). Dan banyak lagi. Petrus sempat menyangkal Yesus tiga kali, namun ia dipulihkan secara luar biasa ketika ia menyadari kesalahannya. Paulus punya kesalahan yang sungguh besar. Ia adalah pembunuh orang Kristen, namun kesempatan kedua yang diperolehnya ia pakai untuk melakukan pekerjaan Tuhan secara luar biasa.
Kepada kita pun Tuhan selalu melimpahkan kesabaran yang panjang. Meski kita terus terjatuh dalam dosa, Dia terus memberikan kesempatan untuk memperoleh pengampunan. Dosa sebesar dosa Daud atau Paulus tidaklah main-main. Namun bagi mereka pun tetap tersedia pengampunan. Tuhan siap untuk mengampuni,tidak lagi mengingat pelanggaran kita, bahkan dibenarkan. (Roma 10:10).
Our God is a God of mercy. He is a God of second chance. Apa yang harus kita lakukan adalah mengakui dosa kita dan bertobat. Jika kita bertobat secara sungguh-sungguh, mengakui dosa kita secara jujur dan berjanji untuk tidak lagi mengulangi kesesatan kita, saat itu pula Tuhan akan langsung mengampuni kita. "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Bandingkan ayat ini dengan Mazmur 32:5 di atas, dimana Daud pun mengatakan hal yang sama. Selama kita masih hidup di dunia ini, kesempatan akan selalu terbuka. Tuhan terus menanti kita untuk kembali pada sang Gembala, dan berhenti menjadi domba-domba yang sesat dengan mengikuti gembala yang salah.
Tuhan memberi kesempatan bagi kita untuk bertobat dari kesalahan-kesalahan kita, kalau kita hari ini masih hidup itu berarti kesmpatan masih terbuka. Itu benar. Tetapi jangan lupa bahwa kesempatan itu tidak akan terbuka selamanya. Pada suatu saat nanti, kesempatan akan berakhir. Dan pada saat itulah akan terlihat perbedaan nyata dari orang yang tahu mempergunakan kesempatan keduanya dengan baik dan orang yang tidak mempergunakannya. Bagi yang tidak menghargai kesempatan yang diberikan Tuhan, Tuhan akan berkata dengan tegas: "Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:23).
Oleh karena itu kita tidak boleh memanfaatkan 'wild card' Tuhan itu untuk dibuang-buang seenaknya tapi hargailah dengan rasa syukur yang besar serta perubahan sikap yang menunjukkan penghargaan kita akan kebaikan Tuhan. Firman Tuhan berkata: "Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya." (Matius 25:13).
Kita tidak akan pernah tahu kapan kesempatan itu akan berakhir. Oleh karena itu hendaklah kita senantiasa berjaga-jaga dan menghargai setiap kesempatan yang diberikan Tuhan untuk mengakui dosa dan bertobat. Pintu pengampunan Tuhan masih terbuka, apapun kesalahan anda saat ini. Sebelum semuanya terlambat, apabila ada diantara teman-teman yang masih bergumul dengan dosa atau belum membereskannya, datanglah kepadaNya hari ini juga dan bertobatlah. Jangan takut, Tuhan adalah Bapa yang baik, Bapa yang begitu mengasihi kita, and yes, He is a God of second chance.
Our God is a God of second chance (Ayub 33:29)
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Berkali-kali Daud menuliskan tentang pengakuan dan pertobatannya. "TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat.....Oleh karena nama-Mu, ya TUHAN, ampunilah kesalahanku, sebab besar kesalahan itu." (Mazmur 25:8). "Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku," dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku." (Mazmur 32:5). Dan banyak lagi. Petrus sempat menyangkal Yesus tiga kali, namun ia dipulihkan secara luar biasa ketika ia menyadari kesalahannya. Paulus punya kesalahan yang sungguh besar. Ia adalah pembunuh orang Kristen, namun kesempatan kedua yang diperolehnya ia pakai untuk melakukan pekerjaan Tuhan secara luar biasa.
Kepada kita pun Tuhan selalu melimpahkan kesabaran yang panjang. Meski kita terus terjatuh dalam dosa, Dia terus memberikan kesempatan untuk memperoleh pengampunan. Dosa sebesar dosa Daud atau Paulus tidaklah main-main. Namun bagi mereka pun tetap tersedia pengampunan. Tuhan siap untuk mengampuni,tidak lagi mengingat pelanggaran kita, bahkan dibenarkan. (Roma 10:10).
Our God is a God of mercy. He is a God of second chance. Apa yang harus kita lakukan adalah mengakui dosa kita dan bertobat. Jika kita bertobat secara sungguh-sungguh, mengakui dosa kita secara jujur dan berjanji untuk tidak lagi mengulangi kesesatan kita, saat itu pula Tuhan akan langsung mengampuni kita. "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Bandingkan ayat ini dengan Mazmur 32:5 di atas, dimana Daud pun mengatakan hal yang sama. Selama kita masih hidup di dunia ini, kesempatan akan selalu terbuka. Tuhan terus menanti kita untuk kembali pada sang Gembala, dan berhenti menjadi domba-domba yang sesat dengan mengikuti gembala yang salah.
Tuhan memberi kesempatan bagi kita untuk bertobat dari kesalahan-kesalahan kita, kalau kita hari ini masih hidup itu berarti kesmpatan masih terbuka. Itu benar. Tetapi jangan lupa bahwa kesempatan itu tidak akan terbuka selamanya. Pada suatu saat nanti, kesempatan akan berakhir. Dan pada saat itulah akan terlihat perbedaan nyata dari orang yang tahu mempergunakan kesempatan keduanya dengan baik dan orang yang tidak mempergunakannya. Bagi yang tidak menghargai kesempatan yang diberikan Tuhan, Tuhan akan berkata dengan tegas: "Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:23).
Oleh karena itu kita tidak boleh memanfaatkan 'wild card' Tuhan itu untuk dibuang-buang seenaknya tapi hargailah dengan rasa syukur yang besar serta perubahan sikap yang menunjukkan penghargaan kita akan kebaikan Tuhan. Firman Tuhan berkata: "Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya." (Matius 25:13).
Kita tidak akan pernah tahu kapan kesempatan itu akan berakhir. Oleh karena itu hendaklah kita senantiasa berjaga-jaga dan menghargai setiap kesempatan yang diberikan Tuhan untuk mengakui dosa dan bertobat. Pintu pengampunan Tuhan masih terbuka, apapun kesalahan anda saat ini. Sebelum semuanya terlambat, apabila ada diantara teman-teman yang masih bergumul dengan dosa atau belum membereskannya, datanglah kepadaNya hari ini juga dan bertobatlah. Jangan takut, Tuhan adalah Bapa yang baik, Bapa yang begitu mengasihi kita, and yes, He is a God of second chance.
Our God is a God of second chance (Ayub 33:29)
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, August 24, 2016
Wild Card (1)
Ayat bacaan: 1 Yohanes 1:9
=====================
"Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan."
Jika anda menonton ajang-ajang mencari bakat, anda tentu sudah familiar dengan sesuatu bernama wild card. Wild card membuka kesempatan kedua bagi peserta yang sudah tereliminasi untuk bisa kembali berkompetisi dengan rekan-rekannya yang masih dalam posisi aman. Banyak penonton yang mencibir bahwa itu adalah akal-akalan televisi demi rating. Benarkah? Entahlah. Tapi yang ingin saya sorot adalah bahwa wild card ini memberi kesempatan baru bagi orang yang memperolehnya agar bisa memperbaiki diri dari kesalahan terdahulu sehingga berpeluang lagi untuk menang. Saya pikir hal ini sangat baik, karena tekanan besar yang dialami para kontestan bisa saja membuat mereka terpeleset sekali waktu. Bisa jadi mereka salah pilih lagu atau tema, kurang fit atau sedang tidak dalam kondisi yang prima. Namanya manusia bisa saja sekali waktu terpeleset melakukan kesalahan. Dan fasilitas wild card memberikan second chance atau kesempatan kedua untuk kembali di jalur perlombaan dan berkesempatan sama dengan peserta lainnya untuk keluar menjadi pemenang.
Suatu kali saya berpikir. Mengingat betapa sulitnya hidup dan keterbatasan manusia, alangkah baiknya apabila kepada kita pun ada fasilitas wild card yang memberi kesempatan bagi kita untuk memperbaiki diri. Adakah? Tentu saja ada. Our God is a God of second chance. Tuhan kita adalah Tuhan yang sangat baik yang siap memberikan kesempatan kedua bagi anak-anakNya yang bertobat dan ingin kembali ke jalan yang benar.
Sebelum saya lanjutkan dengan ayatnya, ijinkan saya menceritakan sedikit pengalaman saya. Suatu kali saya diminta membuat event. Waktunya sebenarnya sudah mepet sehingga sudah sangat sulit untuk bisa mendapatkan sponsor. Tapi saya memilih untuk terus maju dan dengan yakin bilang bahwa ini rencana Tuhan. Kesalahan saya adalah, saya waktu itu sangat kurang membawa rencana ini dalam doa, tapi buru-buru memaksakan Tuhan masuk ke dalam rencana saya. Saya pun kemudian mengalami kerugian yang sangat besar. Saya mengakui kesalahan saya dan mohon ampun pada Tuhan. Dalam sebuah saat teduh, Tuhan meneguhkan saya dan bilang bahwa saya harus belajar dari kesalahan itu. Dan agar saya jangan kuatir, karena "I'm a God of Second Chance." Dan benar, kerugian yang besar itu bagai tidak terasa memberatkan. Saya belajar dari hal itu, dan itu karena kebaikan Tuhan yang memberi 'wild card' pada saya.
Tuhan punya kesabaran yang panjang kasih setia yang sangat besar, sehingga Dia terus berulang-ulang memberikan kita kesempatan demi kesempatan untuk berubah, berbalik dari jalan-jalan yang sesat untuk kembali ke jalan Tuhan. Di dalam Alkitab ada begitu banyak kisah mengenai pertobatan, pengampunan dan pemulihan yang bisa kita baca dan jadikan bahan perenungan.
Apa persamaan dari Yunus, Daud, Petrus, dan Paulus? Semua nama ini sama-sama memperoleh kesempatan kedua, dan semuanya mempergunakannya dengan baik. Bukan cuma 4 nama itu tentunya, karena ada banyak kisah dimana Tuhan menunjukkan kesabarannya dengan memberi kesempatan berkali-kali. Bangsa Israel tahu betul bagaimana sabarnya Tuhan. Berkali-kali mereka terjatuh, berkali-kali pula Tuhan mengampuni mereka. Tapi dasar bebal, mereka terus saja jatuh dan jatuh lagi. Niniwe adalah bangsa lain yang pernah merasakan betapa luar biasanya kesempatan kedua dari Tuhan ketika mereka memilih untuk bertobat. Dari kisah Yunus kita bisa melihat bagaimana pertobatan massal termasuk didalamnya hewan ternak bisa membuat Tuhan mengurungkan niatnya untuk memusnahkan seluruh kota.
Yunus sendiri mengalami kesempatan kedua dari Tuhan. Ia terus menghindar dari perintah Tuhan, lari dan kemudian dibuang dari kapal dan ditelan ikan besar. Ia baru menyadari kesalahannya di dalam perut ikan. Untunglah doa pertobatannya (Yunus 2:1-10) didengar Tuhan sehingga ia akhirnya lepas dari perut ikan setelah terperangkap selama 3 hari 3 malam disana. Barulah ia taat dan kemudian melakukan apa yang diperintahkan Tuhan kepadanya.
Daud juga memperoleh kesempatan kedua. Bayangkan, seorang pahlawan yang mengalahkan raksasa Goliat dan diangkat langsung menjadi raja oleh Tuhan, dikenal sebagai tokoh yang sangat taat, dekat dan berkenan di hadapan Tuhan seperti Daud pernah jatuh begitu parah. Dosa mengambil milik orang lain (istri orang), skandal perzinahan, dan diikuti dengan pembunuhan berencana pernah mewarnai perjalanan hidupnya. Itu kesalahan yang tidak tanggung-tanggung. Tetapi Tuhan ternyata masih berkenan memberinya 'wildcard', alias kesempatan kedua dan bersedia membukakan pintu pertobatan. Mengapa bisa demikian? Tidak lain karena Daud adalah orang yang selalu mau mengakui kesalahan/kesesatannya segera saat ditegur.
(bersambung)
=====================
"Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan."
Jika anda menonton ajang-ajang mencari bakat, anda tentu sudah familiar dengan sesuatu bernama wild card. Wild card membuka kesempatan kedua bagi peserta yang sudah tereliminasi untuk bisa kembali berkompetisi dengan rekan-rekannya yang masih dalam posisi aman. Banyak penonton yang mencibir bahwa itu adalah akal-akalan televisi demi rating. Benarkah? Entahlah. Tapi yang ingin saya sorot adalah bahwa wild card ini memberi kesempatan baru bagi orang yang memperolehnya agar bisa memperbaiki diri dari kesalahan terdahulu sehingga berpeluang lagi untuk menang. Saya pikir hal ini sangat baik, karena tekanan besar yang dialami para kontestan bisa saja membuat mereka terpeleset sekali waktu. Bisa jadi mereka salah pilih lagu atau tema, kurang fit atau sedang tidak dalam kondisi yang prima. Namanya manusia bisa saja sekali waktu terpeleset melakukan kesalahan. Dan fasilitas wild card memberikan second chance atau kesempatan kedua untuk kembali di jalur perlombaan dan berkesempatan sama dengan peserta lainnya untuk keluar menjadi pemenang.
Suatu kali saya berpikir. Mengingat betapa sulitnya hidup dan keterbatasan manusia, alangkah baiknya apabila kepada kita pun ada fasilitas wild card yang memberi kesempatan bagi kita untuk memperbaiki diri. Adakah? Tentu saja ada. Our God is a God of second chance. Tuhan kita adalah Tuhan yang sangat baik yang siap memberikan kesempatan kedua bagi anak-anakNya yang bertobat dan ingin kembali ke jalan yang benar.
Sebelum saya lanjutkan dengan ayatnya, ijinkan saya menceritakan sedikit pengalaman saya. Suatu kali saya diminta membuat event. Waktunya sebenarnya sudah mepet sehingga sudah sangat sulit untuk bisa mendapatkan sponsor. Tapi saya memilih untuk terus maju dan dengan yakin bilang bahwa ini rencana Tuhan. Kesalahan saya adalah, saya waktu itu sangat kurang membawa rencana ini dalam doa, tapi buru-buru memaksakan Tuhan masuk ke dalam rencana saya. Saya pun kemudian mengalami kerugian yang sangat besar. Saya mengakui kesalahan saya dan mohon ampun pada Tuhan. Dalam sebuah saat teduh, Tuhan meneguhkan saya dan bilang bahwa saya harus belajar dari kesalahan itu. Dan agar saya jangan kuatir, karena "I'm a God of Second Chance." Dan benar, kerugian yang besar itu bagai tidak terasa memberatkan. Saya belajar dari hal itu, dan itu karena kebaikan Tuhan yang memberi 'wild card' pada saya.
Tuhan punya kesabaran yang panjang kasih setia yang sangat besar, sehingga Dia terus berulang-ulang memberikan kita kesempatan demi kesempatan untuk berubah, berbalik dari jalan-jalan yang sesat untuk kembali ke jalan Tuhan. Di dalam Alkitab ada begitu banyak kisah mengenai pertobatan, pengampunan dan pemulihan yang bisa kita baca dan jadikan bahan perenungan.
Apa persamaan dari Yunus, Daud, Petrus, dan Paulus? Semua nama ini sama-sama memperoleh kesempatan kedua, dan semuanya mempergunakannya dengan baik. Bukan cuma 4 nama itu tentunya, karena ada banyak kisah dimana Tuhan menunjukkan kesabarannya dengan memberi kesempatan berkali-kali. Bangsa Israel tahu betul bagaimana sabarnya Tuhan. Berkali-kali mereka terjatuh, berkali-kali pula Tuhan mengampuni mereka. Tapi dasar bebal, mereka terus saja jatuh dan jatuh lagi. Niniwe adalah bangsa lain yang pernah merasakan betapa luar biasanya kesempatan kedua dari Tuhan ketika mereka memilih untuk bertobat. Dari kisah Yunus kita bisa melihat bagaimana pertobatan massal termasuk didalamnya hewan ternak bisa membuat Tuhan mengurungkan niatnya untuk memusnahkan seluruh kota.
Yunus sendiri mengalami kesempatan kedua dari Tuhan. Ia terus menghindar dari perintah Tuhan, lari dan kemudian dibuang dari kapal dan ditelan ikan besar. Ia baru menyadari kesalahannya di dalam perut ikan. Untunglah doa pertobatannya (Yunus 2:1-10) didengar Tuhan sehingga ia akhirnya lepas dari perut ikan setelah terperangkap selama 3 hari 3 malam disana. Barulah ia taat dan kemudian melakukan apa yang diperintahkan Tuhan kepadanya.
Daud juga memperoleh kesempatan kedua. Bayangkan, seorang pahlawan yang mengalahkan raksasa Goliat dan diangkat langsung menjadi raja oleh Tuhan, dikenal sebagai tokoh yang sangat taat, dekat dan berkenan di hadapan Tuhan seperti Daud pernah jatuh begitu parah. Dosa mengambil milik orang lain (istri orang), skandal perzinahan, dan diikuti dengan pembunuhan berencana pernah mewarnai perjalanan hidupnya. Itu kesalahan yang tidak tanggung-tanggung. Tetapi Tuhan ternyata masih berkenan memberinya 'wildcard', alias kesempatan kedua dan bersedia membukakan pintu pertobatan. Mengapa bisa demikian? Tidak lain karena Daud adalah orang yang selalu mau mengakui kesalahan/kesesatannya segera saat ditegur.
(bersambung)
Tuesday, August 23, 2016
Hati Teguh Sekeras Intan (2)
(sambungan)
Seperti yang bisa kita baca dalam ayat bacaan di atas, Tuhan sudah mempergunakan intan sebagai contoh untuk menganalogikan anugerahnya dalam meneguhkan hati kepada anak-anakNya sejak jauh hari. Saya tidak tahu apakah pada masa itu sudah ada penelitian yang menyimpulkan bahwa intan adalah batu mineral dengan tingkat kekerasan tertinggi, tapi faktanya Tuhan memang memakai intan untuk menggambarkan seperti apa Dia akan meneguhkan hati kita dalam menghadapi situasi atau/dan orang-orang sulit.
Untuk menghadapi bangsa keras kepala yang memberontak, Allah mengatakan memberikan hati sekeras batu intan agar Yehezkiel sanggup menunaikan tugasnya dengan baik walau sesulit apapun. Ada kalanya kita kesulitan menembus penghalang-penghalang dalam menunaikan tugas-tugas kita. Orang-orang yang disebutkan pemberontak dan berkepala batu seperti yang ada di masa Yehezkiel masih kita jumpai di sekeliling kita hingga hari ini. Situasi-situasi sulit seperti tidak bisa kita lewati karena kita tidak cukup kuat untuk melakukan itu. Seperti mata bor yang tidak akan sanggup menembus kerasnya sebuah benda tanpa memakai intan, seperti itu pula hati kita apabila tidak memiliki kekerasan setara intan.
Banyak orang menganggap hati adalah kata lain dari perasaan. Ada juga yang menganggap bahwa hati hanyalah pusat emosi semata. Padahal Alkitab mengatakan bahwa lebih dari itu, hati adalah pusat diri, pusat dari segala keinginan yang terkuat. Dari hati lahir berbagai kehendak dan keinginan. Hati dapat memberi gambaran yang lebih besar dari apa yang bahkan tidak bisa dilihat melalui persepsi otak. Dari hati lah kita bisa membuat pilihan-pilihan bijaksana, penuh hikmat, penuh kasih, atau sebaliknya. Kalau kita membiarkan hati tidak terjaga, ada banyak hal buruk yang bisa kita lakukan bermula dari keinginan atau perasaan hati yang tidak lagi dikuasai kasih. Betapa penting fungsi hati bagi manusia, dan itu pun ditegaskan di dalam Alkitab dalam banyak kesempatan. Karena itu pula adalah sangat penting bagi kita untuk menjaga hati kita dengan baik. Firman Tuhan berkata: "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23)
Betapa banyak diantara kita gagal menjadi anak Allah karena kita tidak memiliki keteguhan hati. Kita seringkali terlalu mudah terbawa arus pergaulan, ikut-ikutan teman dan berubah menjadi "pemberontak", sesuatu yang sangat tidak Allah inginkan dari kita. Dengan begitu cepat kita terpengaruh oleh hal-hal kedagingan yang berpusat kepada kenikmatan duniawi, hal-hal yang mengakibatkan dosa, hanya karena hati kita begitu lemah dan tidak sanggup untuk mengatakan "tidak" kepada segala sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah. Jika kondisi hati kita seperti ini, akan sanggupkah kita untuk melakukan tugas yang sudah diamanatkan kepada setiap orang percaya? Sebentuk hati yang teguh akan selalu memotivasi kita, mengingatkan kita untuk memberikan yang terbaik dari diri kita bagi kemuliaan Tuhan. Hati yang teguh akan selalu memberi peringatan apabila berbagai bentuk dosa mulai mendekati kita.
Kita tinggal di dalam dunia yang berada dibawah kuasa si jahat seperti yang tertulis di dalam 1 Yohanes 5:19. Setiap saat godaan mengintai kita, setiap saat orang-orang pemberontak dan berkepala batu akan siap meruntuhkan kita. Maka adalah sangat penting bagi anak-anak Allah untuk memiliki hati seteguh intan. Tetaplah jaga dan pelihara diri kita agar tetap memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan. Kita punya tugas yang tak kalah berat hari ini, tapi jangan gentar karena Tuhan siap memberikan hati yang teguh sekeras intan seperti yang diberikanNya kepada Yehezkiel.
Hati seteguh intan akan membuat kita mampu menembus tantangan yang terkeras sekalipun
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Seperti yang bisa kita baca dalam ayat bacaan di atas, Tuhan sudah mempergunakan intan sebagai contoh untuk menganalogikan anugerahnya dalam meneguhkan hati kepada anak-anakNya sejak jauh hari. Saya tidak tahu apakah pada masa itu sudah ada penelitian yang menyimpulkan bahwa intan adalah batu mineral dengan tingkat kekerasan tertinggi, tapi faktanya Tuhan memang memakai intan untuk menggambarkan seperti apa Dia akan meneguhkan hati kita dalam menghadapi situasi atau/dan orang-orang sulit.
Untuk menghadapi bangsa keras kepala yang memberontak, Allah mengatakan memberikan hati sekeras batu intan agar Yehezkiel sanggup menunaikan tugasnya dengan baik walau sesulit apapun. Ada kalanya kita kesulitan menembus penghalang-penghalang dalam menunaikan tugas-tugas kita. Orang-orang yang disebutkan pemberontak dan berkepala batu seperti yang ada di masa Yehezkiel masih kita jumpai di sekeliling kita hingga hari ini. Situasi-situasi sulit seperti tidak bisa kita lewati karena kita tidak cukup kuat untuk melakukan itu. Seperti mata bor yang tidak akan sanggup menembus kerasnya sebuah benda tanpa memakai intan, seperti itu pula hati kita apabila tidak memiliki kekerasan setara intan.
Banyak orang menganggap hati adalah kata lain dari perasaan. Ada juga yang menganggap bahwa hati hanyalah pusat emosi semata. Padahal Alkitab mengatakan bahwa lebih dari itu, hati adalah pusat diri, pusat dari segala keinginan yang terkuat. Dari hati lahir berbagai kehendak dan keinginan. Hati dapat memberi gambaran yang lebih besar dari apa yang bahkan tidak bisa dilihat melalui persepsi otak. Dari hati lah kita bisa membuat pilihan-pilihan bijaksana, penuh hikmat, penuh kasih, atau sebaliknya. Kalau kita membiarkan hati tidak terjaga, ada banyak hal buruk yang bisa kita lakukan bermula dari keinginan atau perasaan hati yang tidak lagi dikuasai kasih. Betapa penting fungsi hati bagi manusia, dan itu pun ditegaskan di dalam Alkitab dalam banyak kesempatan. Karena itu pula adalah sangat penting bagi kita untuk menjaga hati kita dengan baik. Firman Tuhan berkata: "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23)
Betapa banyak diantara kita gagal menjadi anak Allah karena kita tidak memiliki keteguhan hati. Kita seringkali terlalu mudah terbawa arus pergaulan, ikut-ikutan teman dan berubah menjadi "pemberontak", sesuatu yang sangat tidak Allah inginkan dari kita. Dengan begitu cepat kita terpengaruh oleh hal-hal kedagingan yang berpusat kepada kenikmatan duniawi, hal-hal yang mengakibatkan dosa, hanya karena hati kita begitu lemah dan tidak sanggup untuk mengatakan "tidak" kepada segala sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah. Jika kondisi hati kita seperti ini, akan sanggupkah kita untuk melakukan tugas yang sudah diamanatkan kepada setiap orang percaya? Sebentuk hati yang teguh akan selalu memotivasi kita, mengingatkan kita untuk memberikan yang terbaik dari diri kita bagi kemuliaan Tuhan. Hati yang teguh akan selalu memberi peringatan apabila berbagai bentuk dosa mulai mendekati kita.
Kita tinggal di dalam dunia yang berada dibawah kuasa si jahat seperti yang tertulis di dalam 1 Yohanes 5:19. Setiap saat godaan mengintai kita, setiap saat orang-orang pemberontak dan berkepala batu akan siap meruntuhkan kita. Maka adalah sangat penting bagi anak-anak Allah untuk memiliki hati seteguh intan. Tetaplah jaga dan pelihara diri kita agar tetap memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan. Kita punya tugas yang tak kalah berat hari ini, tapi jangan gentar karena Tuhan siap memberikan hati yang teguh sekeras intan seperti yang diberikanNya kepada Yehezkiel.
Hati seteguh intan akan membuat kita mampu menembus tantangan yang terkeras sekalipun
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, August 22, 2016
Hati Teguh Sekeras Intan (1)
Ayat bacaan: Yehezkiel 3:8-9a
======================
"Lihat, Aku meneguhkan hatimu melawan mereka yang berkepala batu dan membajakan semangatmu melawan ketegaran hati mereka. Seperti batu intan, yang lebih keras dari pada batu Kuteguhkan hatimu; janganlah takut kepada mereka dan janganlah gentar melihat mukanya, sebab mereka adalah kaum pemberontak."
Apa sih bedanya intan dan berlian? Intan adalah batu mulia yang masih mentah (raw material) diperoleh dari hasil penambangan. Secara kimia intan merupakan bentuk kristal dari karbon. Sedangkan berlian adalah bentuk jadi dari intan, yang sudah diolah melalui proses penggosokan, pemotongan sesuai kaidah dan siap dijadikan perhiasan. Batu intan sering digunakan untuk saat-saat spesial seperti pernikahan misalnya, karena selain indah juga dianggap menggambarkan keabadian. Batu berlian bisa begitu menakjubkan keindahannya karena bisa mendispersikan cahaya sehingga terlihat berkilauan. Keistimewaan intan selain dipakai untuk membuat berlian yang mahal dan indah adalah kekerasannya. Intan disebut sebagai batu mineral dengan tingkat kekerasan yang paling tinggi di antara batu-batu lainnya sehingga berguna untuk memotong benda-benda yang sangat keras. Karena itu intan dipakai sebagai mata bor untuk menembus atau memotong benda-benda dengan tingkat kekerasan yang sangat tinggi.
Dunia yang kita hadapi bukanlah dunia yang mudah. Ada banyak godaan, ada banyak tantangan, ada banyak penyesatan yang datang dari berbagai sisi. Ada yang jelas-jelas kasat mata, ada yang terselubung. Saking terselubungnya kita bisa tertipu, bahkan mengira kalau itu adalah sesuatu yang benar kalau kita tidak benar-benar mengetahui apa saja Firman Tuhan yang disampaikan di dalam Alkitab. Perubahan paradigma yang terus terjadi di dunia cenderung mengarah kepada degradasi moral dan makin jauh dari kebenaran. Orang yang jahat makin banyak. Kalau dulu manusia masih bisa hidup dalam harmoni meski berbeda keyakinan, sekarang fanatisme ekstrim membuat orang berhak memusuhi bahkan melukai atau membunuh orang lain yang berbeda. Kalau dulu perceraian itu dianggap memalukan, sekarang itu dianggap sebagai realita sosial yang wajar. Kalau dulu orang korupsi itu malu, sekarang malah bangga. Mereka bisa tetap tersenyum sumringah meski sudah memakai baju tahanan di depan wartawan. Bahkan melambaikan tangan seperti superstar.
Kalau dulu orang yang gampang marah itu dianggap aneh, sekarang terlihat biasa saja. Alasannya pun bisa sangat banyak sebagai pembenaran. Sudah tahu kalau bermain-main dengan obat-obatan terlarang itu berbahaya, masih saja banyak orang yang melakukannya. Pemakai bisa kehilangan nyawa, pengedarnya pun bisa menghadapi konsekuensi hukum yang tidak main-main, yaitu menghadapi regu penembak yang siap menempatkan peluru di dadanya. Tapi tetap saja setiap hari kita melihat ada yang tertangkap dan ada yang kehilangan nyawanya. Alasan ekonomi cenderung menjadi alasan. Benar, hidup sekarang makin sulit, tapi apa benar kita harus melakukan semua yang membinasakan dan lupa kalau Tuhan bisa memberkati kita berlimpah tanpa harus melakukan sesuatu yang berbahaya? Tapi penyesatan tetap saja ada dimana-mana. Kalau kita lemah dan lengah, maka kita bisa tersedot masuk ke pusarannya dan kemudian kehilangan kesempatan untuk selamat.
Ribuan tahun yang lalu Yehezkiel harus menghadapi sebuah bangsa yang memberontak terhadap Allah. Itu bukanlah sebuah tugas mudah. Tuhan pun tahu benar akan hal itu. Karenanya, Tuhan tidak hanya menyuruh, Dia juga memperlengkapi Yehezkiel dengan hati yang keras, seteguh intan. "Lihat, Aku meneguhkan hatimu melawan mereka yang berkepala batu dan membajakan semangatmu melawan ketegaran hati mereka. Seperti batu intan, yang lebih keras dari pada batu Kuteguhkan hatimu; janganlah takut kepada mereka dan janganlah gentar melihat mukanya, sebab mereka adalah kaum pemberontak." (Yehezkiel 3:8-9a). Untuk menghadapi situasi-situasi sulit, bukankah kita membutuhkan hati yang sekeras atau seteguh intan?
Intan memang sangatlah istimewa. Sebagai sebuah mineral yang berasal dari substansi karbon yang mengalami tekanan dan panas sangat tinggi pada kerak bumi dan mengalami proses selama jutaan tahun, intan menjadi sebuah batu yang punya keindahan dan kekuatan luar biasa. Mulai dari proses terbentuknya, keindahan dan pesonanya, hingga tingkat kesulitan tinggi untuk mendapatkannya membuat intan berharga sangat mahal. Tidak hanya keindahannya, tetapi keistimewaan intan pun bisa tampak dari tingkat kekerasannya. Intan bisa memiliki tingkat kekerasan yang paling tinggi yang bisa dijumpai dari alam akibat kerapatan atomnya yang luar biasa padat.
(bersambung)
======================
"Lihat, Aku meneguhkan hatimu melawan mereka yang berkepala batu dan membajakan semangatmu melawan ketegaran hati mereka. Seperti batu intan, yang lebih keras dari pada batu Kuteguhkan hatimu; janganlah takut kepada mereka dan janganlah gentar melihat mukanya, sebab mereka adalah kaum pemberontak."
Apa sih bedanya intan dan berlian? Intan adalah batu mulia yang masih mentah (raw material) diperoleh dari hasil penambangan. Secara kimia intan merupakan bentuk kristal dari karbon. Sedangkan berlian adalah bentuk jadi dari intan, yang sudah diolah melalui proses penggosokan, pemotongan sesuai kaidah dan siap dijadikan perhiasan. Batu intan sering digunakan untuk saat-saat spesial seperti pernikahan misalnya, karena selain indah juga dianggap menggambarkan keabadian. Batu berlian bisa begitu menakjubkan keindahannya karena bisa mendispersikan cahaya sehingga terlihat berkilauan. Keistimewaan intan selain dipakai untuk membuat berlian yang mahal dan indah adalah kekerasannya. Intan disebut sebagai batu mineral dengan tingkat kekerasan yang paling tinggi di antara batu-batu lainnya sehingga berguna untuk memotong benda-benda yang sangat keras. Karena itu intan dipakai sebagai mata bor untuk menembus atau memotong benda-benda dengan tingkat kekerasan yang sangat tinggi.
Dunia yang kita hadapi bukanlah dunia yang mudah. Ada banyak godaan, ada banyak tantangan, ada banyak penyesatan yang datang dari berbagai sisi. Ada yang jelas-jelas kasat mata, ada yang terselubung. Saking terselubungnya kita bisa tertipu, bahkan mengira kalau itu adalah sesuatu yang benar kalau kita tidak benar-benar mengetahui apa saja Firman Tuhan yang disampaikan di dalam Alkitab. Perubahan paradigma yang terus terjadi di dunia cenderung mengarah kepada degradasi moral dan makin jauh dari kebenaran. Orang yang jahat makin banyak. Kalau dulu manusia masih bisa hidup dalam harmoni meski berbeda keyakinan, sekarang fanatisme ekstrim membuat orang berhak memusuhi bahkan melukai atau membunuh orang lain yang berbeda. Kalau dulu perceraian itu dianggap memalukan, sekarang itu dianggap sebagai realita sosial yang wajar. Kalau dulu orang korupsi itu malu, sekarang malah bangga. Mereka bisa tetap tersenyum sumringah meski sudah memakai baju tahanan di depan wartawan. Bahkan melambaikan tangan seperti superstar.
Kalau dulu orang yang gampang marah itu dianggap aneh, sekarang terlihat biasa saja. Alasannya pun bisa sangat banyak sebagai pembenaran. Sudah tahu kalau bermain-main dengan obat-obatan terlarang itu berbahaya, masih saja banyak orang yang melakukannya. Pemakai bisa kehilangan nyawa, pengedarnya pun bisa menghadapi konsekuensi hukum yang tidak main-main, yaitu menghadapi regu penembak yang siap menempatkan peluru di dadanya. Tapi tetap saja setiap hari kita melihat ada yang tertangkap dan ada yang kehilangan nyawanya. Alasan ekonomi cenderung menjadi alasan. Benar, hidup sekarang makin sulit, tapi apa benar kita harus melakukan semua yang membinasakan dan lupa kalau Tuhan bisa memberkati kita berlimpah tanpa harus melakukan sesuatu yang berbahaya? Tapi penyesatan tetap saja ada dimana-mana. Kalau kita lemah dan lengah, maka kita bisa tersedot masuk ke pusarannya dan kemudian kehilangan kesempatan untuk selamat.
Ribuan tahun yang lalu Yehezkiel harus menghadapi sebuah bangsa yang memberontak terhadap Allah. Itu bukanlah sebuah tugas mudah. Tuhan pun tahu benar akan hal itu. Karenanya, Tuhan tidak hanya menyuruh, Dia juga memperlengkapi Yehezkiel dengan hati yang keras, seteguh intan. "Lihat, Aku meneguhkan hatimu melawan mereka yang berkepala batu dan membajakan semangatmu melawan ketegaran hati mereka. Seperti batu intan, yang lebih keras dari pada batu Kuteguhkan hatimu; janganlah takut kepada mereka dan janganlah gentar melihat mukanya, sebab mereka adalah kaum pemberontak." (Yehezkiel 3:8-9a). Untuk menghadapi situasi-situasi sulit, bukankah kita membutuhkan hati yang sekeras atau seteguh intan?
Intan memang sangatlah istimewa. Sebagai sebuah mineral yang berasal dari substansi karbon yang mengalami tekanan dan panas sangat tinggi pada kerak bumi dan mengalami proses selama jutaan tahun, intan menjadi sebuah batu yang punya keindahan dan kekuatan luar biasa. Mulai dari proses terbentuknya, keindahan dan pesonanya, hingga tingkat kesulitan tinggi untuk mendapatkannya membuat intan berharga sangat mahal. Tidak hanya keindahannya, tetapi keistimewaan intan pun bisa tampak dari tingkat kekerasannya. Intan bisa memiliki tingkat kekerasan yang paling tinggi yang bisa dijumpai dari alam akibat kerapatan atomnya yang luar biasa padat.
(bersambung)
Sunday, August 21, 2016
Karya Nyata bagi Kesejahteraan Bangsa (4)
(sambungan)
Kemerdekaan sudah kita capai 71 tahun yang lalu. Selanjutnya tugas setiap anak bangsa adalah untuk mengisi kemerdekaan itu dengan sekuat kemampuannya di jamannya masing-masing. Panggilan kepada kita, orang-orang percaya sesungguhnya jelas. Kita harus berbuat sesuatu setidaknya mulai berpikir apa yang bisa kita berikan demi kesejahteraan negeri kita. Talenta sudah disediakan Tuhan, kita tinggal menemukan, mengasah dan mempergunakannya.
Siapapun kita pasti punya sesuatu yang bisa kita sumbangkan untuk negara ini. Kalau negara sepertinya terlalu besar, kita bisa memulainya dari lingkungan tempat tinggal kita terlebih dahulu. Besar kecilnya kontribusi kita bukanlah masalah, yang penting kita sudah mempergunakan segala yang diberikan Tuhan untuk mulai melakukan sesuatu yang positif untuk bangsa ini.
Kalau kita melihat tugas pertama yang disampaikan oleh Tuhan maka kita seharusnya akan semakin paham akan hal ini. "Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kejadian 1:28). Manusia sedianya tidak diciptakan untuk hanya bermalas-malasan menikmati segala kebaikan yang telah disediakan Tuhan untuk kepentingannya sendiri. Kita semua sudah diberi tugas-tugas sesuai panggilan kita masing-masing, ada pertanggungjawaban kelak yang akan dimintai Tuhan setelah waktu kita di dunia ini selesai, termasuk di dalamnya pertanggungjawaban akan sejauh mana kita sudah berbuat yang terbaik demi kesejahteraan bangsa kita.
Berdoa bagi bangsa itu merupakan hal yang sangat penting, tetapi memberi kontribusi lewat karya nyata pun merupakan kewajiban setiap orang percaya yang tidak kalah pentingnya. Marilah kita sama-sama memeriksa diri kita dan temukan apa yang bisa kita pakai atau sumbangkan untuk kesejahteraan negeri kita, dan mulailah mempergunakannya sekarang juga. Kita bisa mulai dari yang terkecil dulu di lingkungan kita. Kita mungkin mengira bahwa apa yang kita lakukan itu terlalu kecil untuk berkontribusi bagi kesejahteraan kota apalagi bangsa dan negara, tetapi siapa yang meragukan kalau Tuhan bisa memakainya untuk sesuatu yang luar biasa?
Jangan bermimpi dulu untuk memiliki negara yang sejahtera sebelum kota yang kita tinggali sejahtera, dan jangan berpikir kota bisa sejahtera jika anak-anak Tuhan di dalamnya tidak peduli sama sekali. Kalau begitu, sudahkah kita berfungsi dengan benar dan peduli terhadap kelangsungan negeri ini? Sudahkah anda menemukan apa yang sebenarnya menjadi panggilan anda untuk membenahi negeri kita yang tercinta ini? Kalau belum, periksalah. Kalau sudah tapi masih tumpul, asahlah hingga tajam. Kalau sudah tajam, pastikan itu sudah anda pergunakan untuk bangsa dan negara. Tidak ada hal yang terlalu sepele untuk dikerjakan jika kita melakukannya dengan sungguh-sungguh. Tidak ada pula hal yang sia-sia karena Tuhan menghargai benar segala sesuatu yang kita lakukan demi kemuliaanNya.
Mulailah berbuat sesuatu yang berguna bagi peningkatan kesejahteraan bangsa ini selagi waktu masih ada dan teruslah doakan. Sejauh mana peran orang-orang percaya akan sangat menentukan kemana negara ini akan menuju. Selamat Hari Kemerdekaan buat teman-teman sekalian! Let's do something today and never stop praying for the city and nation where we live today.
"Do something now. If not you, who? If not here, where? If not now, when?" - Theodore Roosevelt
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Kemerdekaan sudah kita capai 71 tahun yang lalu. Selanjutnya tugas setiap anak bangsa adalah untuk mengisi kemerdekaan itu dengan sekuat kemampuannya di jamannya masing-masing. Panggilan kepada kita, orang-orang percaya sesungguhnya jelas. Kita harus berbuat sesuatu setidaknya mulai berpikir apa yang bisa kita berikan demi kesejahteraan negeri kita. Talenta sudah disediakan Tuhan, kita tinggal menemukan, mengasah dan mempergunakannya.
Siapapun kita pasti punya sesuatu yang bisa kita sumbangkan untuk negara ini. Kalau negara sepertinya terlalu besar, kita bisa memulainya dari lingkungan tempat tinggal kita terlebih dahulu. Besar kecilnya kontribusi kita bukanlah masalah, yang penting kita sudah mempergunakan segala yang diberikan Tuhan untuk mulai melakukan sesuatu yang positif untuk bangsa ini.
Kalau kita melihat tugas pertama yang disampaikan oleh Tuhan maka kita seharusnya akan semakin paham akan hal ini. "Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kejadian 1:28). Manusia sedianya tidak diciptakan untuk hanya bermalas-malasan menikmati segala kebaikan yang telah disediakan Tuhan untuk kepentingannya sendiri. Kita semua sudah diberi tugas-tugas sesuai panggilan kita masing-masing, ada pertanggungjawaban kelak yang akan dimintai Tuhan setelah waktu kita di dunia ini selesai, termasuk di dalamnya pertanggungjawaban akan sejauh mana kita sudah berbuat yang terbaik demi kesejahteraan bangsa kita.
Berdoa bagi bangsa itu merupakan hal yang sangat penting, tetapi memberi kontribusi lewat karya nyata pun merupakan kewajiban setiap orang percaya yang tidak kalah pentingnya. Marilah kita sama-sama memeriksa diri kita dan temukan apa yang bisa kita pakai atau sumbangkan untuk kesejahteraan negeri kita, dan mulailah mempergunakannya sekarang juga. Kita bisa mulai dari yang terkecil dulu di lingkungan kita. Kita mungkin mengira bahwa apa yang kita lakukan itu terlalu kecil untuk berkontribusi bagi kesejahteraan kota apalagi bangsa dan negara, tetapi siapa yang meragukan kalau Tuhan bisa memakainya untuk sesuatu yang luar biasa?
Jangan bermimpi dulu untuk memiliki negara yang sejahtera sebelum kota yang kita tinggali sejahtera, dan jangan berpikir kota bisa sejahtera jika anak-anak Tuhan di dalamnya tidak peduli sama sekali. Kalau begitu, sudahkah kita berfungsi dengan benar dan peduli terhadap kelangsungan negeri ini? Sudahkah anda menemukan apa yang sebenarnya menjadi panggilan anda untuk membenahi negeri kita yang tercinta ini? Kalau belum, periksalah. Kalau sudah tapi masih tumpul, asahlah hingga tajam. Kalau sudah tajam, pastikan itu sudah anda pergunakan untuk bangsa dan negara. Tidak ada hal yang terlalu sepele untuk dikerjakan jika kita melakukannya dengan sungguh-sungguh. Tidak ada pula hal yang sia-sia karena Tuhan menghargai benar segala sesuatu yang kita lakukan demi kemuliaanNya.
Mulailah berbuat sesuatu yang berguna bagi peningkatan kesejahteraan bangsa ini selagi waktu masih ada dan teruslah doakan. Sejauh mana peran orang-orang percaya akan sangat menentukan kemana negara ini akan menuju. Selamat Hari Kemerdekaan buat teman-teman sekalian! Let's do something today and never stop praying for the city and nation where we live today.
"Do something now. If not you, who? If not here, where? If not now, when?" - Theodore Roosevelt
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, August 20, 2016
Karya Nyata bagi Kesejahteraan Bangsa (3)
(sambungan)
Pertanyaan berikutnya: mungkinkah kita mau melakukan dan memperjuangkan yang terbaik kalau kita tidak mengasihi seseorang atau sesuatu? Termasuk pula kota dan dalam skala lebih besar, bangsa. Kalau kita tidak mengasihi bangsa sendiri, bagaimana mungkin kita mau melakukan dan memperjuangkan dengan segenap kemampuan kita?
Kalau begitu poin selanjutnya adalah "kasih". Kita tidak akan pernah bisa tergerak untuk melakukan peran aktif demi kesejahteraan kota apabila kita tidak mengasihi kota dimana kita tinggal. Sebaliknya, kita akan memiliki kerinduan untuk mengusahakan sesuatu sesuai dengan kemampuan dan talenta yang kita miliki demi kesejahteraan kota kita hanya apabila kita mengasihi kota, bangsa dan negara kita, termasuk orang-orang yang hidup di dalamnya. Kasih punya kuasa yang besar, begitu besarnya bahkan Tuhan sendiri sampai rela mengorbankan Yesus bagi kita semua karena digerakkan oleh kasih.
Seperti apa sebenarnya kasih itu? 1 Korintus 13:4-7 sudah menyajikan secara panjang lebar seperti apa kasih itu sebenarnya.
“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.”
Alangkah baiknya apabila poin-poin ini yang jadi mindset dari orang percaya dalam melakukan sesuatu yang berharga buat lingkungan, kota, bangsa dan negara. Karakter-karakter berintegritas yang mengerti kebenaran, orang-orang yang digerakkan oleh kasih dan dituntun Roh Allah melakukan sesuatu bagi tempat dimana ia ada. Masing-masing melakukan bagian sesuai panggilannya, dan saling berinteraksi satu sama lain. Itu pasti akan membawa dampak luar biasa.
Lalu bagaimana agar kita sanggup melakukannya? Akan hal ini, Firman Tuhan sudah berkata bahwa "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Perhatikan bahwa segala yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan baik sudah dilengkapi oleh Allah lewat Kristus buat kita. Tentu saja mengusahakan kesejahteraan dan keselamatan bangsa termasuk di dalamnya. Tuhan mengatakan bahwa Dia mau kita hidup di dalamnya. Kemampuan, kesanggupan, kekuatan dan bekal-bekal lainnya sudah Dia persiapkan. Tinggal kesediaan, kesadaran dan kesungguhan kita saja yang dibutuhkan. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk mengelak dari kewajiban ini. Jalani sesuai panggilan masing-masing. Perbuatan kecil atau besar bukan masalah, selama semuanya dilakukan demi kemuliaan Tuhan dan bukan atas motivasi-motivasi lain. Jadi jelas, kita harus melakukan karya-karya nyata secara serius dan sungguh-sungguh. Do something real, work on it like we really, really mean it.
Tuhan tidak sekedar meminta, tetapi Dia juga telah mempersiapkan dan memperlengkapi kita untuk tujuan itu. Apa yang Tuhan siapkan? Selain bakat atau talenta yang akan sangat bermanfaat untuk digunakan, Tuhan pun telah menyediakan berkatNya terlebih dahulu bagi kita untuk hidup dengan layak. Itu bisa kita baca dalam Alkitab, salah satunya dalam ayat berikut: "Dirikanlah rumah untuk kamu diami; buatlah kebun untuk kamu nikmati hasilnya; ambillah isteri untuk memperanakkan anak laki-laki dan perempuan; ambilkanlah isteri bagi anakmu laki-laki dan carikanlah suami bagi anakmu perempuan, supaya mereka melahirkan anak laki-laki dan perempuan, agar di sana kamu bertambah banyak dan jangan berkurang!" (Yeremia 29:5-6).
Dirikan rumah, miliki pekerjaan dengan penghasilan yang baik, dan berkeluarga, beranak cucu. Semua itu disediakan Tuhan bagi kita dalam menjalankan tugas kita seperti yang dikehendaki Tuhan. Tidak hanya meminta, tetapi Tuhan telah menyediakan lebih dahulu. Alangkah keterlaluannya kita apabila kita masih saja memilih untuk berpangku tangan setelah Tuhan terlebih dahulu menyediakan berkat-berkatNya bagi kita.
(bersambung)
Pertanyaan berikutnya: mungkinkah kita mau melakukan dan memperjuangkan yang terbaik kalau kita tidak mengasihi seseorang atau sesuatu? Termasuk pula kota dan dalam skala lebih besar, bangsa. Kalau kita tidak mengasihi bangsa sendiri, bagaimana mungkin kita mau melakukan dan memperjuangkan dengan segenap kemampuan kita?
Kalau begitu poin selanjutnya adalah "kasih". Kita tidak akan pernah bisa tergerak untuk melakukan peran aktif demi kesejahteraan kota apabila kita tidak mengasihi kota dimana kita tinggal. Sebaliknya, kita akan memiliki kerinduan untuk mengusahakan sesuatu sesuai dengan kemampuan dan talenta yang kita miliki demi kesejahteraan kota kita hanya apabila kita mengasihi kota, bangsa dan negara kita, termasuk orang-orang yang hidup di dalamnya. Kasih punya kuasa yang besar, begitu besarnya bahkan Tuhan sendiri sampai rela mengorbankan Yesus bagi kita semua karena digerakkan oleh kasih.
Seperti apa sebenarnya kasih itu? 1 Korintus 13:4-7 sudah menyajikan secara panjang lebar seperti apa kasih itu sebenarnya.
“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.”
Alangkah baiknya apabila poin-poin ini yang jadi mindset dari orang percaya dalam melakukan sesuatu yang berharga buat lingkungan, kota, bangsa dan negara. Karakter-karakter berintegritas yang mengerti kebenaran, orang-orang yang digerakkan oleh kasih dan dituntun Roh Allah melakukan sesuatu bagi tempat dimana ia ada. Masing-masing melakukan bagian sesuai panggilannya, dan saling berinteraksi satu sama lain. Itu pasti akan membawa dampak luar biasa.
Lalu bagaimana agar kita sanggup melakukannya? Akan hal ini, Firman Tuhan sudah berkata bahwa "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Perhatikan bahwa segala yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan baik sudah dilengkapi oleh Allah lewat Kristus buat kita. Tentu saja mengusahakan kesejahteraan dan keselamatan bangsa termasuk di dalamnya. Tuhan mengatakan bahwa Dia mau kita hidup di dalamnya. Kemampuan, kesanggupan, kekuatan dan bekal-bekal lainnya sudah Dia persiapkan. Tinggal kesediaan, kesadaran dan kesungguhan kita saja yang dibutuhkan. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk mengelak dari kewajiban ini. Jalani sesuai panggilan masing-masing. Perbuatan kecil atau besar bukan masalah, selama semuanya dilakukan demi kemuliaan Tuhan dan bukan atas motivasi-motivasi lain. Jadi jelas, kita harus melakukan karya-karya nyata secara serius dan sungguh-sungguh. Do something real, work on it like we really, really mean it.
Tuhan tidak sekedar meminta, tetapi Dia juga telah mempersiapkan dan memperlengkapi kita untuk tujuan itu. Apa yang Tuhan siapkan? Selain bakat atau talenta yang akan sangat bermanfaat untuk digunakan, Tuhan pun telah menyediakan berkatNya terlebih dahulu bagi kita untuk hidup dengan layak. Itu bisa kita baca dalam Alkitab, salah satunya dalam ayat berikut: "Dirikanlah rumah untuk kamu diami; buatlah kebun untuk kamu nikmati hasilnya; ambillah isteri untuk memperanakkan anak laki-laki dan perempuan; ambilkanlah isteri bagi anakmu laki-laki dan carikanlah suami bagi anakmu perempuan, supaya mereka melahirkan anak laki-laki dan perempuan, agar di sana kamu bertambah banyak dan jangan berkurang!" (Yeremia 29:5-6).
Dirikan rumah, miliki pekerjaan dengan penghasilan yang baik, dan berkeluarga, beranak cucu. Semua itu disediakan Tuhan bagi kita dalam menjalankan tugas kita seperti yang dikehendaki Tuhan. Tidak hanya meminta, tetapi Tuhan telah menyediakan lebih dahulu. Alangkah keterlaluannya kita apabila kita masih saja memilih untuk berpangku tangan setelah Tuhan terlebih dahulu menyediakan berkat-berkatNya bagi kita.
(bersambung)
Friday, August 19, 2016
Karya Nyata bagi Kesejahteraan Bangsa (2)
(sambungan)
Mari kita lihat ayat ini lebih dalam. Pertama, dari segi urutan kata. "Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, DAN berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN..." Kata "dan" pada ayat ini menunjukkan adanya dua aktivitas berbeda tetapi saling berhubungan. Yang ditempatkan di depan adalah "Usahakanlah kesejahteraan kota" , baru "berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan." Artinya terlepas dari panggilan kita sebagai anak Tuhan untuk terus memanjatkan doa syafaat atas kota, bangsa dan negara kita, termasuk para pemimpin di dalamnya, adalah sangat penting pula bagi kita untuk melakukan sesuatu secara nyata demi kesejahteraan kota dimana kita tinggal.
Harusnya gereja-gereja mengerti betul akan hal ini. Ironisnya, tidak banyak gereja yang mau keluar dari balik dinding-dindingnya untuk menjangkau kehidupan di luar tembok gereja dengan melakukan sesuatu secara nyata. Mereka lebih suka berada di dalam tembok ketimbang di luar. Selain melakukan 'garam menggarami garam', banyak gereja hari ini bahkan masih belum bisa menyelesaikan urusan rumah tangganya sendiri. Mereka masih belum mampu mengatasi perbedaan dan mengedepankan persatuan yang jelas sangat diperlukan untuk bisa membawa perubahan-perubahan berarti di luar sana.
Sekali lagi, mendoakan itu perlu dan sesuai firman Tuhan. Itu wajib. Tetapi firman Tuhan dalam Yeremia 29:7 mengajak kita untuk kembali menyadari apa yang sebenarnya diinginkan Tuhan untuk kita lakukan. Seberapa jauh gereja dan jemaatnya, umat-umat Tuhan, orang-orang percaya, murid-murid Yesus hari ini mau berfungsi nyata dalam kehidupan disekitarnya demi mengusahakan kesejahteraan kota seperti panggilan Tuhan itu?
Mendoakan itu sangat penting. Doa punya kuasa yang luar biasa, apalagi jika dilakukan oleh orang benar. (Yakobus 5:16b). Tapi sebuah tindakan nyata yang aktif juga merupakan sesuatu yang sangat penting untuk kita pikirkan dan lakukan, begitu pentingnya bahkan kata "usahakan" itu diletakkan di depan.
Selanjutnya mari kita fokus kepada kata "mengusahakan". Kalau kita lihat dalam kamus, kata "mengusahakan" menurut kamus bahasa Indonesia mencakup hal-hal berikut:
- mengerjakan/menciptakan sesuatu
- mengikhtiarkan (berpikir dalam-dalam untuk mencari solusi)
- berusaha sekeras-kerasnya dalam melakukan sesuatu
Dari ketiga definisi di atas jelaslah bahwa mengusahakan bukan sebuah hal yang sepele. Jika Tuhan meminta kita untuk mengusahakan kesejahteraan kota dimana kita ditempatkan, itu artinya ketiganya harus mendapat perhatian penting bagi kita. Pola pikir diarahkan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup kita dan keluarga saja tetapi berbuat sesuatu sebagai bagian dari kontribusi dan peran serta kita secara aktif untuk pembangunan kesejahteraan di manapun kita ditempatkan.
(bersambung)
Mari kita lihat ayat ini lebih dalam. Pertama, dari segi urutan kata. "Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, DAN berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN..." Kata "dan" pada ayat ini menunjukkan adanya dua aktivitas berbeda tetapi saling berhubungan. Yang ditempatkan di depan adalah "Usahakanlah kesejahteraan kota" , baru "berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan." Artinya terlepas dari panggilan kita sebagai anak Tuhan untuk terus memanjatkan doa syafaat atas kota, bangsa dan negara kita, termasuk para pemimpin di dalamnya, adalah sangat penting pula bagi kita untuk melakukan sesuatu secara nyata demi kesejahteraan kota dimana kita tinggal.
Harusnya gereja-gereja mengerti betul akan hal ini. Ironisnya, tidak banyak gereja yang mau keluar dari balik dinding-dindingnya untuk menjangkau kehidupan di luar tembok gereja dengan melakukan sesuatu secara nyata. Mereka lebih suka berada di dalam tembok ketimbang di luar. Selain melakukan 'garam menggarami garam', banyak gereja hari ini bahkan masih belum bisa menyelesaikan urusan rumah tangganya sendiri. Mereka masih belum mampu mengatasi perbedaan dan mengedepankan persatuan yang jelas sangat diperlukan untuk bisa membawa perubahan-perubahan berarti di luar sana.
Sekali lagi, mendoakan itu perlu dan sesuai firman Tuhan. Itu wajib. Tetapi firman Tuhan dalam Yeremia 29:7 mengajak kita untuk kembali menyadari apa yang sebenarnya diinginkan Tuhan untuk kita lakukan. Seberapa jauh gereja dan jemaatnya, umat-umat Tuhan, orang-orang percaya, murid-murid Yesus hari ini mau berfungsi nyata dalam kehidupan disekitarnya demi mengusahakan kesejahteraan kota seperti panggilan Tuhan itu?
Mendoakan itu sangat penting. Doa punya kuasa yang luar biasa, apalagi jika dilakukan oleh orang benar. (Yakobus 5:16b). Tapi sebuah tindakan nyata yang aktif juga merupakan sesuatu yang sangat penting untuk kita pikirkan dan lakukan, begitu pentingnya bahkan kata "usahakan" itu diletakkan di depan.
Selanjutnya mari kita fokus kepada kata "mengusahakan". Kalau kita lihat dalam kamus, kata "mengusahakan" menurut kamus bahasa Indonesia mencakup hal-hal berikut:
- mengerjakan/menciptakan sesuatu
- mengikhtiarkan (berpikir dalam-dalam untuk mencari solusi)
- berusaha sekeras-kerasnya dalam melakukan sesuatu
Dari ketiga definisi di atas jelaslah bahwa mengusahakan bukan sebuah hal yang sepele. Jika Tuhan meminta kita untuk mengusahakan kesejahteraan kota dimana kita ditempatkan, itu artinya ketiganya harus mendapat perhatian penting bagi kita. Pola pikir diarahkan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup kita dan keluarga saja tetapi berbuat sesuatu sebagai bagian dari kontribusi dan peran serta kita secara aktif untuk pembangunan kesejahteraan di manapun kita ditempatkan.
(bersambung)
Thursday, August 18, 2016
Karya Nyata bagi Kesejahteraan Bangsa (1)
Ayat bacaan: Yeremia 29:7
=================
"Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu."
Kemarin kita memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 71. Usia negara ini tidak lagi muda, tapi permasalahan yang dihadapi masih banyak. Tentu kita tidak boleh menutup mata atas pencapaian-pencapaian yang baik sepanjang perjalanan negara ini, tapi saat ini kita melihat banyaknya hal yang masih memerlukan perbaikan dan penanganan. Untuk itu tentu diperlukan warganegara yang peduli, yang bisa membawa bangsa ini lebih maju lagi ke depan.
Sebagai orang percaya yang juga menjadi bagian dari negara yang sama-sama kita cintai ini kita jelas tidak boleh berpangku tangan dan diam saja. Kita harus mencari tahu, apa kontribusi atau peran kita sebagai anak bangsa? Sudah sejauh mana kita berbuat yang terbaik demi bangsa kita? Apakah kita sudah berupaya melakukan sesuatu sebaik-baiknya demi bangsa dan negara, atau kita masih hanya menuntut tanpa melakukan apapun? Bersikap apatis bukanlah sesuatu yang diinginkan Tuhan untuk dilakukan oleh anak-anakNya. Mereka bisa saja mengira bahwa adalah cukup untuk bekerja demi kepentingan diri sendiri, keluarga atau golongan, tetapi Firman Tuhan jelas berkata bahwa kesejahteraan kita akan sangat tergantung dari sebesar mana kemakmuran bangsa dimana kita hidup. Jadi kalau ingin sejahtera, bangsa dimana kita tinggal harus sejahtera terlebih dahulu. Dan itu artinya, kita harus melakukan sesuatu yang nyata.
Banyak orang kemudian mengira bahwa mereka harus berdoa syafaat bagi bangsa sering-sering. Salahkah berdoa? Tentu saja tidak. Berdoa bagi bangsa itu tentu saja sangat baik, penting, bahkan wajib untuk dilakukan setiap anak Tuhan di muka bumi ini. Tapi pertanyaannya, apakah berdoa saja sudah cukup? Sesungguhnya tidak. Ada banyak orang percaya atau gereja yang keliru menafsirkan tugas mereka dalam kaitannya dengan tempat dimana mereka ada. Mereka mengira bahwa tugas mereka hanyalah semata berdoa tanpa harus melakukan apa-apa. Maka banyak yang rutin mendoakan, tapi tidak tergerak untuk berbuat sesuatu secara langsung. Mereka melupakan bahwa peran lewat karya nyata sesuai panggilan jelas diperlukan demi kemakmuran kota di mana mereka tinggal. Ayat bacaan kita hari ini mengingatkan bahwa anak-anak Tuhan dituntut tidak saja hanya untuk berdoa bagi bangsanya, tetapi juga melakukan kontribusi-kontribusi atau karya nyata lewat segala talenta yang sudah diberikan Tuhan. Itu bisa kita mulai dari tempat tinggal kita.
Bukanlah sebuah kebetulan apabila anda dan saya ditempatkan dimana kita ada hari ini. Tuhan punya rencana bagi kesejahteraan kota dimana kita ada, dan seringkali itu dimulai dari lingkungan dimana kita tinggal. Dan dari sana apabila kita melakukannya, maka dampaknya akan terasa dalam skala yang lebih besar lagi: negara, bangsa dan mungkin saja dunia. Banyak orang keliru berpikir bahwa mereka tidak punya kewajiban apa-apa. Mungkin merasa tidak akan berpengaruh apa-apa meski lahir disana, atau mungkin juga karena mereka hanyalah pendatang di sebuah kota dimana mereka menetap saat ini. Firman Tuhan dengan jelas menyatakan sebaliknya.
Mari kita perhatikan baik-baik ayat berikut ini: "Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu." (Yeremia 29:7).
Dalam New International Version ayat ini berbunyi:"Also, seek the peace and prosperity of the city to which I have carried you into exile. Pray to the LORD for it, because if it prospers, you too will prosper." Usahakan kedamaian dan kemakmuran dari kota dimana Tuhan membuang atau menempatkan kita. Berdoalah pada Tuhan untuk kota itu, karena kalau kota itu makmur, kamu juga akan makmur.
Melihat ayat ini sepintas saja kita akan segera mendapatkan hubungan yang kuat antara kesejahteraan dan kemakmuran kita dengan kesejahteraan kota di mana kita tinggal. Jika kita mau sejahtera, kota yang kita tinggali pun harus baik pula keadaannya. Berpangku tangan jelas bukan pilihan, karena Tuhan dengan jelas meminta kita untuk mengusahakan kesejahteraan kota di mana kita ditempatkan. Mengusahakan kesejahteraan kota, itu artinya melakukan perbuatan-perbuatan yang nyata agar tempat dimana kita tinggal bisa menjadi sejahtera, lebih baik dari sebelumnya.
(bersambung)
=================
"Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu."
Kemarin kita memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 71. Usia negara ini tidak lagi muda, tapi permasalahan yang dihadapi masih banyak. Tentu kita tidak boleh menutup mata atas pencapaian-pencapaian yang baik sepanjang perjalanan negara ini, tapi saat ini kita melihat banyaknya hal yang masih memerlukan perbaikan dan penanganan. Untuk itu tentu diperlukan warganegara yang peduli, yang bisa membawa bangsa ini lebih maju lagi ke depan.
Sebagai orang percaya yang juga menjadi bagian dari negara yang sama-sama kita cintai ini kita jelas tidak boleh berpangku tangan dan diam saja. Kita harus mencari tahu, apa kontribusi atau peran kita sebagai anak bangsa? Sudah sejauh mana kita berbuat yang terbaik demi bangsa kita? Apakah kita sudah berupaya melakukan sesuatu sebaik-baiknya demi bangsa dan negara, atau kita masih hanya menuntut tanpa melakukan apapun? Bersikap apatis bukanlah sesuatu yang diinginkan Tuhan untuk dilakukan oleh anak-anakNya. Mereka bisa saja mengira bahwa adalah cukup untuk bekerja demi kepentingan diri sendiri, keluarga atau golongan, tetapi Firman Tuhan jelas berkata bahwa kesejahteraan kita akan sangat tergantung dari sebesar mana kemakmuran bangsa dimana kita hidup. Jadi kalau ingin sejahtera, bangsa dimana kita tinggal harus sejahtera terlebih dahulu. Dan itu artinya, kita harus melakukan sesuatu yang nyata.
Banyak orang kemudian mengira bahwa mereka harus berdoa syafaat bagi bangsa sering-sering. Salahkah berdoa? Tentu saja tidak. Berdoa bagi bangsa itu tentu saja sangat baik, penting, bahkan wajib untuk dilakukan setiap anak Tuhan di muka bumi ini. Tapi pertanyaannya, apakah berdoa saja sudah cukup? Sesungguhnya tidak. Ada banyak orang percaya atau gereja yang keliru menafsirkan tugas mereka dalam kaitannya dengan tempat dimana mereka ada. Mereka mengira bahwa tugas mereka hanyalah semata berdoa tanpa harus melakukan apa-apa. Maka banyak yang rutin mendoakan, tapi tidak tergerak untuk berbuat sesuatu secara langsung. Mereka melupakan bahwa peran lewat karya nyata sesuai panggilan jelas diperlukan demi kemakmuran kota di mana mereka tinggal. Ayat bacaan kita hari ini mengingatkan bahwa anak-anak Tuhan dituntut tidak saja hanya untuk berdoa bagi bangsanya, tetapi juga melakukan kontribusi-kontribusi atau karya nyata lewat segala talenta yang sudah diberikan Tuhan. Itu bisa kita mulai dari tempat tinggal kita.
Bukanlah sebuah kebetulan apabila anda dan saya ditempatkan dimana kita ada hari ini. Tuhan punya rencana bagi kesejahteraan kota dimana kita ada, dan seringkali itu dimulai dari lingkungan dimana kita tinggal. Dan dari sana apabila kita melakukannya, maka dampaknya akan terasa dalam skala yang lebih besar lagi: negara, bangsa dan mungkin saja dunia. Banyak orang keliru berpikir bahwa mereka tidak punya kewajiban apa-apa. Mungkin merasa tidak akan berpengaruh apa-apa meski lahir disana, atau mungkin juga karena mereka hanyalah pendatang di sebuah kota dimana mereka menetap saat ini. Firman Tuhan dengan jelas menyatakan sebaliknya.
Mari kita perhatikan baik-baik ayat berikut ini: "Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu." (Yeremia 29:7).
Dalam New International Version ayat ini berbunyi:"Also, seek the peace and prosperity of the city to which I have carried you into exile. Pray to the LORD for it, because if it prospers, you too will prosper." Usahakan kedamaian dan kemakmuran dari kota dimana Tuhan membuang atau menempatkan kita. Berdoalah pada Tuhan untuk kota itu, karena kalau kota itu makmur, kamu juga akan makmur.
Melihat ayat ini sepintas saja kita akan segera mendapatkan hubungan yang kuat antara kesejahteraan dan kemakmuran kita dengan kesejahteraan kota di mana kita tinggal. Jika kita mau sejahtera, kota yang kita tinggali pun harus baik pula keadaannya. Berpangku tangan jelas bukan pilihan, karena Tuhan dengan jelas meminta kita untuk mengusahakan kesejahteraan kota di mana kita ditempatkan. Mengusahakan kesejahteraan kota, itu artinya melakukan perbuatan-perbuatan yang nyata agar tempat dimana kita tinggal bisa menjadi sejahtera, lebih baik dari sebelumnya.
(bersambung)
Wednesday, August 17, 2016
Bersukacita karena Tuhan itu Baik (2)
(sambungan)
Ketika Yesus datang ke bumi, ia langsung turun tangan menyelamatkan umat manusia, menebus kita dalam kasih dan belas kasihNya yang begitu besar. Untuk itu saja kita sudah sangat pantas mengucap syukur tak henti-hentinya. Apalagi dengan adanya campur tangan Tuhan yang ajaib lewat mukjizat-mukjizatNya yang Dia ijinkan untuk kita rasakan sepanjang hidup kita. Meski mungkin hari ini hidup tidaklah seperti yang kita harapkan, bukankah Tuhan tetap ada bersama kita? Kalau dulu Dia pernah melakukan hal baik dalam hidup kita, kenapa kita harus ragu akan hal itu saat ini?
Di zaman Salomo kita bisa menemukan sebuah lagu pujian yang dipersembahkan kepada Tuhan dengan megahnya lewat ensambel besar. "Demikian pula para penyanyi orang Lewi semuanya hadir, yakni Asaf, Heman, Yedutun, beserta anak-anak dan saudara-saudaranya. Mereka berdiri di sebelah timur mezbah, berpakaian lenan halus dan dengan ceracap, gambus dan kecapinya, bersama-sama seratus dua puluh imam peniup nafiri. Lalu para peniup nafiri dan para penyanyi itu serentak memperdengarkan paduan suaranya untuk menyanyikan puji-pujian dan syukur kepada TUHAN. Mereka menyaringkan suara dengan nafiri, ceracap dan alat-alat musik sambil memuji TUHAN dengan ucapan: "Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Pada ketika itu rumah itu, yakni rumah TUHAN, dipenuhi awan." (2 Tawarikh 5:12-13). Lihatlah lagu pujian yang menyatakan kebaikan Tuhan itu mampu membuat kemuliaanNya turun dari langit. Kebaikan Allah haruslah selalu kita ingat, dari sana kita bisa beroleh sumber sukacita yang hebat dari Tuhan sendiri.
Dalam kitab Nehemia dikatakan "Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena Tuhan itulah perlindunganmu!" (Nehemia 8:10b). Perhatikanlah bahwa sumber sukacita yang sejati sesungguhnya berasal dari Tuhan dan bukan tergantung dari kondisi yang kita alami. Lalu lihat apa kata Pemazmur berikut ini. "Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!" (Mazmur 100:2). Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan: "Serve the Lord with gladness! Come before His presence with singing!" Selayaknya orang yang sedang bergembira, tentu lagu yang dibawakan pun berupa lagu-lagu riang.
Mengapa seruan ini dinyatakan Pemazmur? Alasannya sederhana, "Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (ay 5). Pemazmur menyadari betul bahwa Tuhan itu baik. Kasih setiaNya berlaku untuk selama-lamanya, turun temurun dan tak berkesudahan. Kebaikan dan kemurahan Tuhan itu berlaku tidak hanya sesaat tapi sepanjang masa. Pemazmur tahu itu dan berkata "Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa." (Mazmur 23:6).
Adalah mudah bagi kita untuk mengeluh, mudah bagi kita untuk memandang masalah lalu merasa takut, tetapi seringkali sulit bagi kita untuk menyadari segala kebaikan Tuhan yang telah Dia beri dalam hidup kita. Baik saat sedang berbeban berat atau sedang dalam kondisi baik-baik saja, jangan lupakan kebaikan Tuhan dan untuk itu tetaplah bersukacita. Mengeluh dan terus meratapi masalah tidak akan membawa solusi apa-apa selain memperberat masalah dan memperkeruh situasi. Melupakan Tuhan dalam keadaan baik karena terlena akan kenyamanan pun tidaklah baik. Sebaliknya hati yang bersukacita dengan mengucap syukur senantiasa kepadaNya akan membawa segala kebaikan Allah untuk turun atas kita. Percayakan segalanya pada Tuhan, dan bersukacitalah, maka Tuhan akan melepaskan kita. "dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu." (Mazmur 37:4). Tetaplah ingat kebaikan Tuhan, dan bersukacitalah karenanya, no matter what you are experiencing now.
Tuhan Yesus baik, sungguh sangat baik, untuk selama-lamanya, Tuhan Yesus baik
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Ketika Yesus datang ke bumi, ia langsung turun tangan menyelamatkan umat manusia, menebus kita dalam kasih dan belas kasihNya yang begitu besar. Untuk itu saja kita sudah sangat pantas mengucap syukur tak henti-hentinya. Apalagi dengan adanya campur tangan Tuhan yang ajaib lewat mukjizat-mukjizatNya yang Dia ijinkan untuk kita rasakan sepanjang hidup kita. Meski mungkin hari ini hidup tidaklah seperti yang kita harapkan, bukankah Tuhan tetap ada bersama kita? Kalau dulu Dia pernah melakukan hal baik dalam hidup kita, kenapa kita harus ragu akan hal itu saat ini?
Di zaman Salomo kita bisa menemukan sebuah lagu pujian yang dipersembahkan kepada Tuhan dengan megahnya lewat ensambel besar. "Demikian pula para penyanyi orang Lewi semuanya hadir, yakni Asaf, Heman, Yedutun, beserta anak-anak dan saudara-saudaranya. Mereka berdiri di sebelah timur mezbah, berpakaian lenan halus dan dengan ceracap, gambus dan kecapinya, bersama-sama seratus dua puluh imam peniup nafiri. Lalu para peniup nafiri dan para penyanyi itu serentak memperdengarkan paduan suaranya untuk menyanyikan puji-pujian dan syukur kepada TUHAN. Mereka menyaringkan suara dengan nafiri, ceracap dan alat-alat musik sambil memuji TUHAN dengan ucapan: "Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Pada ketika itu rumah itu, yakni rumah TUHAN, dipenuhi awan." (2 Tawarikh 5:12-13). Lihatlah lagu pujian yang menyatakan kebaikan Tuhan itu mampu membuat kemuliaanNya turun dari langit. Kebaikan Allah haruslah selalu kita ingat, dari sana kita bisa beroleh sumber sukacita yang hebat dari Tuhan sendiri.
Dalam kitab Nehemia dikatakan "Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena Tuhan itulah perlindunganmu!" (Nehemia 8:10b). Perhatikanlah bahwa sumber sukacita yang sejati sesungguhnya berasal dari Tuhan dan bukan tergantung dari kondisi yang kita alami. Lalu lihat apa kata Pemazmur berikut ini. "Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!" (Mazmur 100:2). Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan: "Serve the Lord with gladness! Come before His presence with singing!" Selayaknya orang yang sedang bergembira, tentu lagu yang dibawakan pun berupa lagu-lagu riang.
Mengapa seruan ini dinyatakan Pemazmur? Alasannya sederhana, "Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (ay 5). Pemazmur menyadari betul bahwa Tuhan itu baik. Kasih setiaNya berlaku untuk selama-lamanya, turun temurun dan tak berkesudahan. Kebaikan dan kemurahan Tuhan itu berlaku tidak hanya sesaat tapi sepanjang masa. Pemazmur tahu itu dan berkata "Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa." (Mazmur 23:6).
Adalah mudah bagi kita untuk mengeluh, mudah bagi kita untuk memandang masalah lalu merasa takut, tetapi seringkali sulit bagi kita untuk menyadari segala kebaikan Tuhan yang telah Dia beri dalam hidup kita. Baik saat sedang berbeban berat atau sedang dalam kondisi baik-baik saja, jangan lupakan kebaikan Tuhan dan untuk itu tetaplah bersukacita. Mengeluh dan terus meratapi masalah tidak akan membawa solusi apa-apa selain memperberat masalah dan memperkeruh situasi. Melupakan Tuhan dalam keadaan baik karena terlena akan kenyamanan pun tidaklah baik. Sebaliknya hati yang bersukacita dengan mengucap syukur senantiasa kepadaNya akan membawa segala kebaikan Allah untuk turun atas kita. Percayakan segalanya pada Tuhan, dan bersukacitalah, maka Tuhan akan melepaskan kita. "dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu." (Mazmur 37:4). Tetaplah ingat kebaikan Tuhan, dan bersukacitalah karenanya, no matter what you are experiencing now.
Tuhan Yesus baik, sungguh sangat baik, untuk selama-lamanya, Tuhan Yesus baik
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, August 16, 2016
Bersukacita karena Tuhan itu Baik (1)
Ayat bacaan: Mazmur 100:2,5
========================
"Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai...Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun."
Hari ini saya teringat pada sebuah pesan singkat dari teman saya yang kira-kira berbunyi: "Tuhan rindu melakukan perkara-perkara baik pada kita bukan karena kita layak, tapi karena Dia baik." Pesan ini sudah lama sekali ia kirimkan, tapi saya tidak pernah lupa. Perkara-perkara baik, dalam hidup ini hingga keselamatan yang kekal hadir sebagai kasih karunia Tuhan yang luar biasa. Namanya kasih karunia, itu diberikan bukan atas balas jasa, imbalan atau karena kerennya, kuatnya, hebatnya, pintarnya kita, bukan karena kita layak, tapi karena kasih Tuhan yang begitu besar buat kita. Tuhan selalu rindu melakukan perkara-perkara yang baik dalam hidup kita. Bahkan dalam Yesaya 30:18 dikatakan bahwa Tuhan menanti-nantikan saatnya untuk menunjukkan kasihNya kepada kita, Ia bangkit hendak menyayangi kita. Lalu lihatlah bunyi Firman Tuhan ini: "Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran." (Yakobus 1:17).
Tuhan selalu ingin dan menanti-nantikan saat untuk memberikan segala yang baik bagi kita. Apakah karena kita layak? Tidak. Apakah Tuhan berkewajiban untuk membalas budi baik atau jasa-jasa kita? Tidak. Semua itu diberikan Tuhan bukan karena kita yang baik, tetapi karena Dia baik. Tuhan baik, itu berlaku dalam kondisi apapun. Karenanya kita seharusnya tidak atau jangan pernah lupa untuk mengucap syukur atas kebaikanNya.
Di masa-masa sulit seperti sekarang ini, ada banyak hal sebenarnya yang bisa mendatangkan sukacita bagi kita. Salah satunya adalah dengan menyadari betapa baiknya Tuhan itu. Dalam kitab Yesaya kita bisa menemukan hubungan yang indah antara menyadari kebaikan Tuhan dengan datangnya perasaan sukacita. "Aku hendak menyebut-nyebut perbuatan kasih setia TUHAN, perbuatan TUHAN yang masyhur, sesuai dengan segala yang dilakukan TUHAN kepada kita, dan kebajikan yang besar kepada kaum Israel yang dilakukan-Nya kepada mereka sesuai dengan kasih sayang-Nya dan sesuai dengan kasih setia-Nya yang besar." (Yesaya 63:7).
Betapa mudahnya kita melupakan kebaikan Tuhan. Kita mungkin bersukacita saat Tuhan mengulurkan tanganNya, tapi sesaat kemudian kita sudah lupa dan kembali mengeluh ketika masalah lain muncul dalam hidup kita. Kita juga cenderung mudah menyalahkan Tuhan dan menuduh Tuhan tidak adil atau pilih-pilih ketika pertolonganNya tidak kunjung turun sesuai jangka waktu yang kita tetapkan sendiri. Ketika keadaan sedang baik-baik saja, kita pun kerap terlena dan tidak bersyukur. Ada pula orang yang masih saja menggerutu meski keadaannya sebenarnya tidaklah terlalu berat atau parah.
Kalau begitu, apakah dengan hadirnya masalah itu artinya Tuhan tidak baik? Tentu saja tidak. Ada banyak alasan mengapa kita harus tetap melalui lembaran-lembaran sulit dalam perjalanan hidup kita. Bisa jadi Tuhan sedang melatih otot rohani kita, bisa jadi itu untuk memberi pelajaran bagi kita, bisa jadi pula akibat dosa kita sendiri. Apapun itu, satu hal yang pasti adalah bahwa Tuhan itu baik. Ayat Yesaya di atas kemudian dilanjutkan dengan: "..maka Ia menjadi Juruselamat mereka dalam segala kesesakan mereka. Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka; Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya. Ia mengangkat dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala." (ay 8-9).
(bersambung)
========================
"Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai...Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun."
Hari ini saya teringat pada sebuah pesan singkat dari teman saya yang kira-kira berbunyi: "Tuhan rindu melakukan perkara-perkara baik pada kita bukan karena kita layak, tapi karena Dia baik." Pesan ini sudah lama sekali ia kirimkan, tapi saya tidak pernah lupa. Perkara-perkara baik, dalam hidup ini hingga keselamatan yang kekal hadir sebagai kasih karunia Tuhan yang luar biasa. Namanya kasih karunia, itu diberikan bukan atas balas jasa, imbalan atau karena kerennya, kuatnya, hebatnya, pintarnya kita, bukan karena kita layak, tapi karena kasih Tuhan yang begitu besar buat kita. Tuhan selalu rindu melakukan perkara-perkara yang baik dalam hidup kita. Bahkan dalam Yesaya 30:18 dikatakan bahwa Tuhan menanti-nantikan saatnya untuk menunjukkan kasihNya kepada kita, Ia bangkit hendak menyayangi kita. Lalu lihatlah bunyi Firman Tuhan ini: "Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran." (Yakobus 1:17).
Tuhan selalu ingin dan menanti-nantikan saat untuk memberikan segala yang baik bagi kita. Apakah karena kita layak? Tidak. Apakah Tuhan berkewajiban untuk membalas budi baik atau jasa-jasa kita? Tidak. Semua itu diberikan Tuhan bukan karena kita yang baik, tetapi karena Dia baik. Tuhan baik, itu berlaku dalam kondisi apapun. Karenanya kita seharusnya tidak atau jangan pernah lupa untuk mengucap syukur atas kebaikanNya.
Di masa-masa sulit seperti sekarang ini, ada banyak hal sebenarnya yang bisa mendatangkan sukacita bagi kita. Salah satunya adalah dengan menyadari betapa baiknya Tuhan itu. Dalam kitab Yesaya kita bisa menemukan hubungan yang indah antara menyadari kebaikan Tuhan dengan datangnya perasaan sukacita. "Aku hendak menyebut-nyebut perbuatan kasih setia TUHAN, perbuatan TUHAN yang masyhur, sesuai dengan segala yang dilakukan TUHAN kepada kita, dan kebajikan yang besar kepada kaum Israel yang dilakukan-Nya kepada mereka sesuai dengan kasih sayang-Nya dan sesuai dengan kasih setia-Nya yang besar." (Yesaya 63:7).
Betapa mudahnya kita melupakan kebaikan Tuhan. Kita mungkin bersukacita saat Tuhan mengulurkan tanganNya, tapi sesaat kemudian kita sudah lupa dan kembali mengeluh ketika masalah lain muncul dalam hidup kita. Kita juga cenderung mudah menyalahkan Tuhan dan menuduh Tuhan tidak adil atau pilih-pilih ketika pertolonganNya tidak kunjung turun sesuai jangka waktu yang kita tetapkan sendiri. Ketika keadaan sedang baik-baik saja, kita pun kerap terlena dan tidak bersyukur. Ada pula orang yang masih saja menggerutu meski keadaannya sebenarnya tidaklah terlalu berat atau parah.
Kalau begitu, apakah dengan hadirnya masalah itu artinya Tuhan tidak baik? Tentu saja tidak. Ada banyak alasan mengapa kita harus tetap melalui lembaran-lembaran sulit dalam perjalanan hidup kita. Bisa jadi Tuhan sedang melatih otot rohani kita, bisa jadi itu untuk memberi pelajaran bagi kita, bisa jadi pula akibat dosa kita sendiri. Apapun itu, satu hal yang pasti adalah bahwa Tuhan itu baik. Ayat Yesaya di atas kemudian dilanjutkan dengan: "..maka Ia menjadi Juruselamat mereka dalam segala kesesakan mereka. Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka; Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya. Ia mengangkat dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala." (ay 8-9).
(bersambung)
Monday, August 15, 2016
Yang Menyukakan Hati Tuhan (2)
(sambungan)
Tuhan tentu akan disenangkan apabila kita memiliki gaya hidup yang senantiasa memuji dan menyembahNya, bermazmur bagiNya baik dalam keadaan suka maupun duka, baik dalam keadaan senang maupun susah, dan melakukan itu semua dengan hati yang tulus sepenuhnya karena mengasihi Tuhan lebih dari segalanya bukan karena mengharapkan sesuatu imbalan atau lainnya.
Sangatlah penting bagi kita untuk terus waspada secara serius karena ada begitu banyak keinginan daging dan pengajaran-pengajaran dunia yang menyesatkan yang akan selalu berusaha untuk menjauhkan kita dari Tuhan dan merusak hubungan kita denganNya. Seringkali kita menyerah untuk memberi toleransi kepada keinginan-keinginan kedagingan, dan mengira bahwa itu tidaklah apa-apa jika kita anggap hanya sekali-kali atau sedikit-sedikit saja. Padahal kenyataannya Tuhan sama sekali tidak berkenan kepada orang-orang yang memilih untuk hidup dalam daging dan menomor duakan keinginan Roh. "Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (Roma 8:8). Mau mengikut Tuhan tapi juga pengajaran dunia? Itupun jelas salah.
Selanjutnya yang juga penting, apakah kita sudah berkenan meluangkan waktu untuk berdoa bagi orang lain, untuk pemerintah dari tingkat regional hingga nasional? Sudahkah kita menaikkan permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur buat orang lain, buat pemimpin-pemimpin kita? Hal ini pun penting untuk kita cermati, karena firman Tuhan berkata "Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita" (1 Timotius 2:3). Lalu ingat pula bahwa kita bisa melakukan sesuatu untuk membalas segala kebaikan Tuhan dan menunjukkan kasih kita kepadaNya bukan dengan menyogok Tuhan lewat berbagai cara, tapi justru dengan melakukan sesuatu untuk saudara-saudari kita yang membutuhkan uluran tangan kita. "Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40).
Alkitab sudah memberitahukan bagaimana caranya kita bisa menyenangkan hati Bapa. Lebih dari korban bakaran, Tuhan lebih menyukai kasih setia kita dan usaha kita untuk semakin jauh mengenal pribadiNya. Tuhan rindu untuk dapat bergaul karib dengan kita. Kepada kita yang menyenangkan hatiNya, yang berkenan di hadapanNya, Tuhan tidak akan menahan-nahan berkatNya untuk tercurah. "Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela." (Mazmur 84:11). Ini janji Tuhan kepada setiap anakNya yang selalu berusaha menyenangkan hatiNya bukan karena berharap sesuatu atau pamrih tapi semata-mata karena mengasihi Tuhan lebih dari segala yang lain.
Tuhan akan sangat senang jika kita menjadikan diriNya prioritas utama dalam hidup kita. Dia akan sangat bangga jika kita mempersembahkan ibadah sejati kita dengan mempersembahkan tubuh kita sendiri sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepadaNya. (Roma 12:1). Tetap percaya dan berpegang kepadaNya dalam kondisi dan situasi apapun dengan setia, selalu melakukan kehendakNya dengan sepenuh hati, tetap bersukacita dan bersyukur meski dalam kesesakan sekalipun, dan tentunya tidak sekali-kali menomorduakan apalagi meninggalkan Tuhan demi kenikmatan sesaat. Anda siap menyukakan hati Bapa? Lakukan sekarang juga.
Let's make Him happy with our faithful love and good, continuous acquaintance with God
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuhan tentu akan disenangkan apabila kita memiliki gaya hidup yang senantiasa memuji dan menyembahNya, bermazmur bagiNya baik dalam keadaan suka maupun duka, baik dalam keadaan senang maupun susah, dan melakukan itu semua dengan hati yang tulus sepenuhnya karena mengasihi Tuhan lebih dari segalanya bukan karena mengharapkan sesuatu imbalan atau lainnya.
Sangatlah penting bagi kita untuk terus waspada secara serius karena ada begitu banyak keinginan daging dan pengajaran-pengajaran dunia yang menyesatkan yang akan selalu berusaha untuk menjauhkan kita dari Tuhan dan merusak hubungan kita denganNya. Seringkali kita menyerah untuk memberi toleransi kepada keinginan-keinginan kedagingan, dan mengira bahwa itu tidaklah apa-apa jika kita anggap hanya sekali-kali atau sedikit-sedikit saja. Padahal kenyataannya Tuhan sama sekali tidak berkenan kepada orang-orang yang memilih untuk hidup dalam daging dan menomor duakan keinginan Roh. "Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (Roma 8:8). Mau mengikut Tuhan tapi juga pengajaran dunia? Itupun jelas salah.
Selanjutnya yang juga penting, apakah kita sudah berkenan meluangkan waktu untuk berdoa bagi orang lain, untuk pemerintah dari tingkat regional hingga nasional? Sudahkah kita menaikkan permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur buat orang lain, buat pemimpin-pemimpin kita? Hal ini pun penting untuk kita cermati, karena firman Tuhan berkata "Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita" (1 Timotius 2:3). Lalu ingat pula bahwa kita bisa melakukan sesuatu untuk membalas segala kebaikan Tuhan dan menunjukkan kasih kita kepadaNya bukan dengan menyogok Tuhan lewat berbagai cara, tapi justru dengan melakukan sesuatu untuk saudara-saudari kita yang membutuhkan uluran tangan kita. "Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40).
Alkitab sudah memberitahukan bagaimana caranya kita bisa menyenangkan hati Bapa. Lebih dari korban bakaran, Tuhan lebih menyukai kasih setia kita dan usaha kita untuk semakin jauh mengenal pribadiNya. Tuhan rindu untuk dapat bergaul karib dengan kita. Kepada kita yang menyenangkan hatiNya, yang berkenan di hadapanNya, Tuhan tidak akan menahan-nahan berkatNya untuk tercurah. "Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela." (Mazmur 84:11). Ini janji Tuhan kepada setiap anakNya yang selalu berusaha menyenangkan hatiNya bukan karena berharap sesuatu atau pamrih tapi semata-mata karena mengasihi Tuhan lebih dari segala yang lain.
Tuhan akan sangat senang jika kita menjadikan diriNya prioritas utama dalam hidup kita. Dia akan sangat bangga jika kita mempersembahkan ibadah sejati kita dengan mempersembahkan tubuh kita sendiri sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepadaNya. (Roma 12:1). Tetap percaya dan berpegang kepadaNya dalam kondisi dan situasi apapun dengan setia, selalu melakukan kehendakNya dengan sepenuh hati, tetap bersukacita dan bersyukur meski dalam kesesakan sekalipun, dan tentunya tidak sekali-kali menomorduakan apalagi meninggalkan Tuhan demi kenikmatan sesaat. Anda siap menyukakan hati Bapa? Lakukan sekarang juga.
Let's make Him happy with our faithful love and good, continuous acquaintance with God
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, August 14, 2016
Yang Menyukakan Hati Tuhan (1)
Ayat bacaan: Hosea 6:6
===================
"Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran."
Bagi anda yang punya anak, apa yang paling anda sukai dari mereka? Jawabannya bisa banyak. Anda suka kepintarannya, kreatifitasnya. Anda suka saat mereka menunjukkan rasa sayang dengan patuh dan tidak melawan. Anda akan senang saat anda pulang mereka menyambut dengan senyuman dan pelukan, bukan dengan melawan, atau sedang pergi entah kemana. Anda suka saat mereka menunjukkan sayang mereka daripada terus menerus meminta atau membuat masalah. Anda suka saat anak anda melibatkan anda dalam melakukan sesuatu, meminta pandangan atau pendapat anda, berdiskusi dan membanggakan anda di sana.
Itu semua adalah idealnya sikap anak yang akan membuat orang tua manapun di dunia ini akan senang hatinya dan bangga. Sayangnya yang sering terjadi hari ini adalah kebalikannya. Situasi di rumah tidak harmonis, istri entah dimana, anak-anak sibuk dengan dunia masing-masing, tidak ada satupun yang menyambut seolah mereka tidak butuh kehadiran sang ayah sama sekali di rumah.
Siapapun kita tentu merindukan perasaan dikasihi, dihargai dan dipedulikan dari orang lain, terlebih dari orang yang kita sayang. Jika kita merasa seperti itu, pernahkah kita berpikir bahwa Bapa Surgawi pun rindu untuk mendapat sambutan penuh kasih sayang dari anak-anaknya? Tuhan pun akan senang saat kita melakukan hal-hal yang menyukakan hati ayah biologis kita seperti alinea pembuka renungan ini. Intinya, Tuhan akan sangat senang saat kita menunjukkan kasih setia kepadaNya dan usaha kita yang sungguh-sungguh untuk mengenalNya lebih dan lebih lagi. Itu dikatakan menyukakan hati Bapa lebih dari korban sembelihan dan bakaran.
Hal itu tertulis dalam kitab Hosea pasal 6. "..Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6). Kasih dan kesetiaan kita yang besar bagi Tuhan yang tidak lekang dimakan jaman, tidak gampang luntur karena cemaran berbagai warna-warni duniawi, dan kerinduan kita tanpa henti untuk mengenal pribadi Bapa lebih lagi, itulah yang ternyata menyenangkan Tuhan lebih dari apapun. Dalam Mazmur dikatakan: "TUHAN senang kepada orang-orang yang takut akan Dia, kepada orang-orang yang berharap akan kasih setia-Nya." (Mazmur 147:11). Menyenangkan hati Tuhan dilakukan dengan hidup takut akan Tuhan dan terus percaya penuh kepadaNya tanpa pernah ragu atau putus asa. Hal-hal seperti inilah yang bisa kita lakukan untuk menyenangkan hatiNya. Lewat pengenalan akan Tuhan, mengasihiNya dengan setia, menyadari dan percaya sepenuhnya kasih setia Tuhan dalam kondisi apapun yang kita alami, dan terus menjalani hidup dengan rasa takut akan Tuhan, itulah yang bisa kita perbuat untuk mengetuk pintu hati Tuhan dan menyenangkanNya.
Sayangnya banyak orang percaya keliru dalam menyukakan hati Tuhan. Mereka masih berpikir bahwa apa yang penting adalah menggelontorkan uang sebagai korban untuk Tuhan. Benar, kita harus memberkati orang lewat apa yang kita punya. Ada hal-hal yang wajib kita lakukan dengan mempergunakan berkat yang sudah Tuhan percayakan pada kita. Tapi kita harus memeriksa betul apa motivasi kita, karena ada banyak orang yang mempergunakan itu hanya untuk kepentingannya saja. Mengeluarkan uang supaya Tuhan bikin bisnis makin lancar, supaya tidak bangkrut, supaya hidup aman dan nyaman. Menyumbang demi kepentingan pribadi, atau malah berusaha menyogok Tuhan. Ada juga yang bagaikan mencuci uang. Setelah melakukan bnayak kecurangan, sebagian diberi ke gereja supaya jadi bersih. Wah, itu sudah sangat keliru. Ayat bacaan kita hari ini sudah menegaskan bahwa apa yang paling menyukakan hati Tuhan adalah kasih setia dan pengenalan kita akan Dia. Itu lebih dari korban sembelihan dan bakaran. Saat kita melakukan hal-hal yang keliru seperti tadi, itu artinya kita tidak menunjukkan kasih setia dan tidak mengenal Tuhan secara benar. Dan kalau sudah begitu, korban apapun yang diberikan hanyalah akan sia-sia.
Dalam bagian lain pada kitab Mazmur pasal 147 tadi kita bisa melihat juga bahwa memberikan puji-pujian, bermazmur bagiNya, itu pun menyenangkan Tuhan jika kita lakukan dengan hati yang tulus. Sebelum Pemazmur menuliskan hal yang membuat Tuhan senang dalam ayat 11 di atas, kita dapati ayat yang berbunyi "Bernyanyilah bagi TUHAN dengan nyanyian syukur, bermazmurlah bagi Allah kita dengan kecapi!" Itu tertulis dalam ayat 7.
(bersambung)
===================
"Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran."
Bagi anda yang punya anak, apa yang paling anda sukai dari mereka? Jawabannya bisa banyak. Anda suka kepintarannya, kreatifitasnya. Anda suka saat mereka menunjukkan rasa sayang dengan patuh dan tidak melawan. Anda akan senang saat anda pulang mereka menyambut dengan senyuman dan pelukan, bukan dengan melawan, atau sedang pergi entah kemana. Anda suka saat mereka menunjukkan sayang mereka daripada terus menerus meminta atau membuat masalah. Anda suka saat anak anda melibatkan anda dalam melakukan sesuatu, meminta pandangan atau pendapat anda, berdiskusi dan membanggakan anda di sana.
Itu semua adalah idealnya sikap anak yang akan membuat orang tua manapun di dunia ini akan senang hatinya dan bangga. Sayangnya yang sering terjadi hari ini adalah kebalikannya. Situasi di rumah tidak harmonis, istri entah dimana, anak-anak sibuk dengan dunia masing-masing, tidak ada satupun yang menyambut seolah mereka tidak butuh kehadiran sang ayah sama sekali di rumah.
Siapapun kita tentu merindukan perasaan dikasihi, dihargai dan dipedulikan dari orang lain, terlebih dari orang yang kita sayang. Jika kita merasa seperti itu, pernahkah kita berpikir bahwa Bapa Surgawi pun rindu untuk mendapat sambutan penuh kasih sayang dari anak-anaknya? Tuhan pun akan senang saat kita melakukan hal-hal yang menyukakan hati ayah biologis kita seperti alinea pembuka renungan ini. Intinya, Tuhan akan sangat senang saat kita menunjukkan kasih setia kepadaNya dan usaha kita yang sungguh-sungguh untuk mengenalNya lebih dan lebih lagi. Itu dikatakan menyukakan hati Bapa lebih dari korban sembelihan dan bakaran.
Hal itu tertulis dalam kitab Hosea pasal 6. "..Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6). Kasih dan kesetiaan kita yang besar bagi Tuhan yang tidak lekang dimakan jaman, tidak gampang luntur karena cemaran berbagai warna-warni duniawi, dan kerinduan kita tanpa henti untuk mengenal pribadi Bapa lebih lagi, itulah yang ternyata menyenangkan Tuhan lebih dari apapun. Dalam Mazmur dikatakan: "TUHAN senang kepada orang-orang yang takut akan Dia, kepada orang-orang yang berharap akan kasih setia-Nya." (Mazmur 147:11). Menyenangkan hati Tuhan dilakukan dengan hidup takut akan Tuhan dan terus percaya penuh kepadaNya tanpa pernah ragu atau putus asa. Hal-hal seperti inilah yang bisa kita lakukan untuk menyenangkan hatiNya. Lewat pengenalan akan Tuhan, mengasihiNya dengan setia, menyadari dan percaya sepenuhnya kasih setia Tuhan dalam kondisi apapun yang kita alami, dan terus menjalani hidup dengan rasa takut akan Tuhan, itulah yang bisa kita perbuat untuk mengetuk pintu hati Tuhan dan menyenangkanNya.
Sayangnya banyak orang percaya keliru dalam menyukakan hati Tuhan. Mereka masih berpikir bahwa apa yang penting adalah menggelontorkan uang sebagai korban untuk Tuhan. Benar, kita harus memberkati orang lewat apa yang kita punya. Ada hal-hal yang wajib kita lakukan dengan mempergunakan berkat yang sudah Tuhan percayakan pada kita. Tapi kita harus memeriksa betul apa motivasi kita, karena ada banyak orang yang mempergunakan itu hanya untuk kepentingannya saja. Mengeluarkan uang supaya Tuhan bikin bisnis makin lancar, supaya tidak bangkrut, supaya hidup aman dan nyaman. Menyumbang demi kepentingan pribadi, atau malah berusaha menyogok Tuhan. Ada juga yang bagaikan mencuci uang. Setelah melakukan bnayak kecurangan, sebagian diberi ke gereja supaya jadi bersih. Wah, itu sudah sangat keliru. Ayat bacaan kita hari ini sudah menegaskan bahwa apa yang paling menyukakan hati Tuhan adalah kasih setia dan pengenalan kita akan Dia. Itu lebih dari korban sembelihan dan bakaran. Saat kita melakukan hal-hal yang keliru seperti tadi, itu artinya kita tidak menunjukkan kasih setia dan tidak mengenal Tuhan secara benar. Dan kalau sudah begitu, korban apapun yang diberikan hanyalah akan sia-sia.
Dalam bagian lain pada kitab Mazmur pasal 147 tadi kita bisa melihat juga bahwa memberikan puji-pujian, bermazmur bagiNya, itu pun menyenangkan Tuhan jika kita lakukan dengan hati yang tulus. Sebelum Pemazmur menuliskan hal yang membuat Tuhan senang dalam ayat 11 di atas, kita dapati ayat yang berbunyi "Bernyanyilah bagi TUHAN dengan nyanyian syukur, bermazmurlah bagi Allah kita dengan kecapi!" Itu tertulis dalam ayat 7.
(bersambung)
Saturday, August 13, 2016
Tuhan Menanti-nantikan (2)
(sambungan)
Selanjutnya mari kita lihat ayat ini. "tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." (Yesaya 40:31). Bagi sebagian orang terkadang ayat ini agaknya sulit untuk diraih. Mengapa? Karena bagi mereka tangan Tuhan dianggap seringkali terlalu lambat untuk turun. Ketidaksabaran bisa membuat orang hilang pengharapan dan segera pergi meninggalkan Tuhan lalu mencari berbagai alternatif-alternatif lainnya yang seolah-olah mampu memberi jawaban. Apakah cinta kita kepada Tuhan bisa tidak berbalas? Apakah Tuhan memilih-milih siapa yang mau Dia kasihi dan siapa yang tidak? Tentu saja tidak. Janji Tuhan itu setia dan berlaku bagi semua anak-anakNya tanpa terkecuali. Firman Tuhan berkata: "..sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau." (Ulangan 31:6b).
Selain ada kalanya masalah terletak dalam perbedaan antara waktu yang terbaik menurut kita dan menurut Tuhan, bisa pula kendala muncul dari diri kita sendiri yang masih menyimpan dan melakukan banyak dosa. Dosa punya kemampuan dan peran untuk menghambat hubungan kita dengan Tuhan. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:2-3). Dosa merupakan penghambat keselamatan dan turunnya segala berkat Tuhan tepat seperti yang Dia rindukan kepada kita. Dosa merupakan penghambat kerinduan hati Tuhan untuk menyatakan kasih sayangNya yang besar pada kita.
Tuhan tengah tidak sabar untuk mencurahkan segala kasihNya dalam berbagai bentuk kepada kita. Apakah kita mau segera merespon hal itu atau malah memilih untuk menunda lebih lama lagi? Adalah penting bagi kita untuk memastikan bahwa kita sudah berjalan sesuai dengan firmanNya, tetap berada dalam koridor yang tepat dan menjauhkan diri kita dari berbagai bentuk dosa. Penting bagi kita untuk melakukan bagian kita sebelum kita menuntut atau mempersalahkan Tuhan dengan cepat. Ketika kita sudah melakukan hal ini, dan kita terus menanti-nantikan Tuhan lebih dari segalanya, maka Tuhan pun tidak akan sabar dan berlama-lama untuk mencurahkan kasihNya kepada kita.
Lakukan bagian kita, maka kitapun akan melihat sendiri bagaimana tidak sabarnya Tuhan untuk melimpahkan kasih dan berbagai berkat-berkatNya bagi kita. Sebuah hubungan harmonis yang indah hanya akan muncul apabila kedua belah pihak sama-sama saling peduli dan saling mengasihi. Yang pasti, Tuhan sedang tidak sabar menanti-nantikan saat untuk mencurahkan kasihNya kepada kita. Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga merasakan hal yang sama, tidak sabar untuk menyatakan betapa besar kasih kita kepadaNya?
God loves each of us as if there were only one of us
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Selanjutnya mari kita lihat ayat ini. "tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." (Yesaya 40:31). Bagi sebagian orang terkadang ayat ini agaknya sulit untuk diraih. Mengapa? Karena bagi mereka tangan Tuhan dianggap seringkali terlalu lambat untuk turun. Ketidaksabaran bisa membuat orang hilang pengharapan dan segera pergi meninggalkan Tuhan lalu mencari berbagai alternatif-alternatif lainnya yang seolah-olah mampu memberi jawaban. Apakah cinta kita kepada Tuhan bisa tidak berbalas? Apakah Tuhan memilih-milih siapa yang mau Dia kasihi dan siapa yang tidak? Tentu saja tidak. Janji Tuhan itu setia dan berlaku bagi semua anak-anakNya tanpa terkecuali. Firman Tuhan berkata: "..sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau." (Ulangan 31:6b).
Selain ada kalanya masalah terletak dalam perbedaan antara waktu yang terbaik menurut kita dan menurut Tuhan, bisa pula kendala muncul dari diri kita sendiri yang masih menyimpan dan melakukan banyak dosa. Dosa punya kemampuan dan peran untuk menghambat hubungan kita dengan Tuhan. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:2-3). Dosa merupakan penghambat keselamatan dan turunnya segala berkat Tuhan tepat seperti yang Dia rindukan kepada kita. Dosa merupakan penghambat kerinduan hati Tuhan untuk menyatakan kasih sayangNya yang besar pada kita.
Tuhan tengah tidak sabar untuk mencurahkan segala kasihNya dalam berbagai bentuk kepada kita. Apakah kita mau segera merespon hal itu atau malah memilih untuk menunda lebih lama lagi? Adalah penting bagi kita untuk memastikan bahwa kita sudah berjalan sesuai dengan firmanNya, tetap berada dalam koridor yang tepat dan menjauhkan diri kita dari berbagai bentuk dosa. Penting bagi kita untuk melakukan bagian kita sebelum kita menuntut atau mempersalahkan Tuhan dengan cepat. Ketika kita sudah melakukan hal ini, dan kita terus menanti-nantikan Tuhan lebih dari segalanya, maka Tuhan pun tidak akan sabar dan berlama-lama untuk mencurahkan kasihNya kepada kita.
Lakukan bagian kita, maka kitapun akan melihat sendiri bagaimana tidak sabarnya Tuhan untuk melimpahkan kasih dan berbagai berkat-berkatNya bagi kita. Sebuah hubungan harmonis yang indah hanya akan muncul apabila kedua belah pihak sama-sama saling peduli dan saling mengasihi. Yang pasti, Tuhan sedang tidak sabar menanti-nantikan saat untuk mencurahkan kasihNya kepada kita. Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga merasakan hal yang sama, tidak sabar untuk menyatakan betapa besar kasih kita kepadaNya?
God loves each of us as if there were only one of us
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, August 12, 2016
Tuhan Menanti-nantikan (1)
Ayat bacaan: Yesaya 30:18
====================
"Sebab itu TUHAN menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab TUHAN adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia!"
Mana yang lebih enak, cinta yang bertepuk sebelah tangan atau cinta yang berbalas? Tentu saja cinta yang berbalas. Cinta yang bertepuk sebelah tangan atau kalau diluar sana dibilang one-sided love akan terasa menyedihkan atau menyakitkan. Saya jadi ingat salah satu kalimat "I have lost someone that wasn't even mine." Aku kehilangan orang yang bahkan bukan milikku." Sedih kan? Sebaliknya, orang yang cintanya berbalas tentu sangat bahagia.
Umumnya setiap orang yang sedang jatuh cinta akan tidak sabar untuk berbuat yang terbaik bagi orang yang dicintainya. Rindu sekali rasanya Menunjukkan rasa cinta lewat perhatian, kepedulian, dorongan, bantuan, dan sebagainya, dan semuanya bukan dianggap sebagai keterpaksaan melainkan sebuah kewajiban yang dilakukan dengan senang hati. Saat berjauhan, tidak sabar rasanya untuk kembali bertemu, menanti-nantikan waktunya untuk bersama lagi. Kita cenderung mengesampingkan logika dan menuruti perasaan ketika sedang mengalami sebuah perasaan cinta, rasa capai karena kesibukan pun tidak menjadi penghalang, bahkan dianggap sebagai pelepas lelah atau pelipurlara. Saling tidak sabar untuk menunjukkan kasih dan perhatian, saling merindukan dan tidak sabar untuk memberi yang terbaik, itulah keindahan dari rasa cinta di antara pasangan.
Rasa cinta yang membuat kita tidak sabar dan menanti-nantikan kesempatan untuk menyatakannya bukan hanya antar manusia saja. Sebuah hubungan yang mesra dan manis antara Tuhan dan manusia pun ternyata bisa menghasilkan reaksi seperti itu. Lihatlah ayat berikut ini: "Sebab itu TUHAN menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab TUHAN adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia!" (Yesaya 30:18). Ada hubungan mesra yang membuat kedua pihak, Tuhan dan kita seharusnya saling menanti-nantikan untuk menyenangkan hati satu sama lain. Tuhan dikatakan menanti-nantikan untuk menunjukkan kasihNya kepada kita, menunjukkan bagaimana indahnya saat Dia bisa menyayangi kita. Wow, itu luar biasa.
Pola pikir kita seringkali keliru menyikapi keinginan hati Tuhan atas kita. Saat menghadapi masalah, banyak orang mengira bahwa Tuhan senang berlama-lama dengan sengaja untuk berbuat sesuatu. Apakah benar demikian? Alkitab dengan jelas menyatakan tidak. Dalam banyak ayat kita mengetahui bahwa Allah adalah Sosok yang panjang sabar dalam memberikan kesempatan bagi kita untuk bertobat dan memperbaiki diri. Tetapi untuk masalah mengasihi manusia, ternyata Tuhan menunjukkan sikap ketidaksabaran.
Ayat bacaan hari ini menunjukkan bahwa Tuhan sebenarnya 'gelisah' ingin segera menyatakan kasihNya kepada kita tanpa menunda lebih lama lagi.Dalam bahasa Inggrisnya hal itu digambarkan dengan "earnestly waits (expecting, looking and longing) to be gracious to you." Tuhan selalu rindu untuk memberikan yang terbaik bagi kita semua, karena Dia sungguh-sungguh mengasihi kita dengan setia. Tapi yang sering terjadi, masalahnya justru berada di kita. Kita hanya menuntut tanpa melakukan bagian kita. Ketika kita berharap Tuhan menumpahkan kasihNya kepada kita, apakah kita sudah melakukan bagian kita pula untuk mengasihi dan memberikan yang terbaik kepadaNya? Bisakah hubungan mesra terjalin jika hanya satu pihak yang peduli? "Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?" (Amos 3:3).
Ayat bacaan kita pun menunjukkan adanya hubungan dua arah. Seperti saat kita tengah dimabuk cinta, kedua belah pihak tentu saling menanti-nantikan kesempatan untuk bersama, saling membahagiakan, saling menyatakan rasa cintanya. Itu tidak satu arah melainkan saling berbalas-balasan. Kita menunjukkan rasa cinta kepada Tuhan dengan mematuhiNya, mendengar suaraNya dan patuh seturut rencanaNya, kerinduan untuk terus membangun hubungan yang lebih dekat lagi dengan tidak melewatkan saat-saat teduh hanya antara kita dan Tuhan, terus menanti-nantikan saat dimana kita bisa melakukan itu karena kita mengasihiNya lebih dari segala yang lain, dan Tuhan menanti-nantikan saatNya dia bisa mengasihi kita, menunjukkan sayangNya yang begitu besar tanpa terhambat oleh apapun.
(bersambung)
====================
"Sebab itu TUHAN menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab TUHAN adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia!"
Mana yang lebih enak, cinta yang bertepuk sebelah tangan atau cinta yang berbalas? Tentu saja cinta yang berbalas. Cinta yang bertepuk sebelah tangan atau kalau diluar sana dibilang one-sided love akan terasa menyedihkan atau menyakitkan. Saya jadi ingat salah satu kalimat "I have lost someone that wasn't even mine." Aku kehilangan orang yang bahkan bukan milikku." Sedih kan? Sebaliknya, orang yang cintanya berbalas tentu sangat bahagia.
Umumnya setiap orang yang sedang jatuh cinta akan tidak sabar untuk berbuat yang terbaik bagi orang yang dicintainya. Rindu sekali rasanya Menunjukkan rasa cinta lewat perhatian, kepedulian, dorongan, bantuan, dan sebagainya, dan semuanya bukan dianggap sebagai keterpaksaan melainkan sebuah kewajiban yang dilakukan dengan senang hati. Saat berjauhan, tidak sabar rasanya untuk kembali bertemu, menanti-nantikan waktunya untuk bersama lagi. Kita cenderung mengesampingkan logika dan menuruti perasaan ketika sedang mengalami sebuah perasaan cinta, rasa capai karena kesibukan pun tidak menjadi penghalang, bahkan dianggap sebagai pelepas lelah atau pelipurlara. Saling tidak sabar untuk menunjukkan kasih dan perhatian, saling merindukan dan tidak sabar untuk memberi yang terbaik, itulah keindahan dari rasa cinta di antara pasangan.
Rasa cinta yang membuat kita tidak sabar dan menanti-nantikan kesempatan untuk menyatakannya bukan hanya antar manusia saja. Sebuah hubungan yang mesra dan manis antara Tuhan dan manusia pun ternyata bisa menghasilkan reaksi seperti itu. Lihatlah ayat berikut ini: "Sebab itu TUHAN menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab TUHAN adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia!" (Yesaya 30:18). Ada hubungan mesra yang membuat kedua pihak, Tuhan dan kita seharusnya saling menanti-nantikan untuk menyenangkan hati satu sama lain. Tuhan dikatakan menanti-nantikan untuk menunjukkan kasihNya kepada kita, menunjukkan bagaimana indahnya saat Dia bisa menyayangi kita. Wow, itu luar biasa.
Pola pikir kita seringkali keliru menyikapi keinginan hati Tuhan atas kita. Saat menghadapi masalah, banyak orang mengira bahwa Tuhan senang berlama-lama dengan sengaja untuk berbuat sesuatu. Apakah benar demikian? Alkitab dengan jelas menyatakan tidak. Dalam banyak ayat kita mengetahui bahwa Allah adalah Sosok yang panjang sabar dalam memberikan kesempatan bagi kita untuk bertobat dan memperbaiki diri. Tetapi untuk masalah mengasihi manusia, ternyata Tuhan menunjukkan sikap ketidaksabaran.
Ayat bacaan hari ini menunjukkan bahwa Tuhan sebenarnya 'gelisah' ingin segera menyatakan kasihNya kepada kita tanpa menunda lebih lama lagi.Dalam bahasa Inggrisnya hal itu digambarkan dengan "earnestly waits (expecting, looking and longing) to be gracious to you." Tuhan selalu rindu untuk memberikan yang terbaik bagi kita semua, karena Dia sungguh-sungguh mengasihi kita dengan setia. Tapi yang sering terjadi, masalahnya justru berada di kita. Kita hanya menuntut tanpa melakukan bagian kita. Ketika kita berharap Tuhan menumpahkan kasihNya kepada kita, apakah kita sudah melakukan bagian kita pula untuk mengasihi dan memberikan yang terbaik kepadaNya? Bisakah hubungan mesra terjalin jika hanya satu pihak yang peduli? "Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?" (Amos 3:3).
Ayat bacaan kita pun menunjukkan adanya hubungan dua arah. Seperti saat kita tengah dimabuk cinta, kedua belah pihak tentu saling menanti-nantikan kesempatan untuk bersama, saling membahagiakan, saling menyatakan rasa cintanya. Itu tidak satu arah melainkan saling berbalas-balasan. Kita menunjukkan rasa cinta kepada Tuhan dengan mematuhiNya, mendengar suaraNya dan patuh seturut rencanaNya, kerinduan untuk terus membangun hubungan yang lebih dekat lagi dengan tidak melewatkan saat-saat teduh hanya antara kita dan Tuhan, terus menanti-nantikan saat dimana kita bisa melakukan itu karena kita mengasihiNya lebih dari segala yang lain, dan Tuhan menanti-nantikan saatNya dia bisa mengasihi kita, menunjukkan sayangNya yang begitu besar tanpa terhambat oleh apapun.
(bersambung)
Thursday, August 11, 2016
Rehabeam (2)
(sambungan)
Kembali kepada kisah Rehabeam, apa yang terjadi sebagai akibatnya adalah datangnya malapetaka lewat serangan dari Mesir dan aliansinya yaitu orang Libia, Suki dan Etiopia yang dipimpin oleh raja Sisak. Serangan ini segera memporakporandakan Yehuda. Nabi Semaya pun kemudian datang untuk menyampaikan teguran Tuhan kepada Rehabeam. "Nabi Semaya datang kepada Rehabeam dan pemimpin-pemimpin Yehuda yang berkumpul di Yerusalem berhubung dengan ancaman Sisak, dan berkata kepada mereka: "Beginilah firman TUHAN: Kamu telah meninggalkan Aku, oleh sebab itu Akupun meninggalkan kamu juga dalam kuasa Sisak." (2 Tawarikh 12:5). Kalau Tuhan sudah meninggalkan kita, celakalah kita. M
Untunglah Rehabeam cepat sadar bahwa tanpa campur tangan Tuhan ia tidaklah ada apa-apanya. Lalu ia segera datang merendahkan dirinya dan bertobat. Melihat kesungguhan hati Rehabeam tersebut, Tuhan yang penuh belas kasih pun segera mengurungkan niatnya untuk menghukum Rehabeam dan rakyatnya. "Oleh sebab raja merendahkan diri, surutlah murka TUHAN dari padanya, sehingga ia tidak dimusnahkan-Nya sama sekali. Lagipula masih terdapat hal-hal yang baik di Yehuda." (ay 12).
Kesombongan tidaklah pernah mendapat tempat di mata Tuhan. Lihatlah bahwa kehancuran tidak jadi ditimpakan karena sang raja merendahkan dirinya. Selain itu, di Yehuda sebenarnya masih ada hal-hal baik yang menjadi pertimbangan Tuhan untuk mengampuni mereka. Perihal kerendahan hati, Firman Tuhan sudah berkata: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6). Jauh sebelumnya, ayah Rehabeam sendiri yaitu Salomo mengatakan "Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman." (Amsal 16:5), juga "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (ay 8).
Mencegah sikap seperti itu sejak dini akan sangat baik agar kita terhindar dari lupa diri yang mencelakakan seperti itu. Apabila itu sudah terlanjur terjadi, berbaliklah segera. Kita punya Tuhan yang panjang sabar dan penuh kasih yang akan segera mengampuni kita begitu kita datang kepadaNya membawa pertobatan sungguh-sungguh. Jangan lupa bahwa kita hanyalah berasal dari debu (Mazmur 103:14), tidak ada apapun yang bisa kita banggakan, karena semua yang kita miliki sesungguhnya berasal dari Tuhan (Ulangan 8:14-18).
Mari kita periksa diri kita hari ini, apakah bentuk-bentuk kesombongan, keangkuhan, kepongahan, sikap tinggi hati dan sebagainya masih ada dalam diri kita? Apakah kita masih menempatkan Tuhan sebagai prioritas utama atau tanpa sadar kita sudah beralih kepada hal-hal lainnya? Jika masih ada benih-benih yang salah, bereskanlah segera. Datanglah merendahkan diri dan bertobat dengan sungguh-sungguh, sebelum kehancuran terlanjur menimpa diri kita. Kekayaan dan berbagai berkat seharusnya disikapi dengan rasa syukur dan kerinduan untuk menjadi saluran kasih Tuhan, bukan malah menjadi awal masuknya berbagai dosa yang menggagalkan kita menerima anugerah keselamatan.
Be thankful for what He gives and bless others with it
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Kembali kepada kisah Rehabeam, apa yang terjadi sebagai akibatnya adalah datangnya malapetaka lewat serangan dari Mesir dan aliansinya yaitu orang Libia, Suki dan Etiopia yang dipimpin oleh raja Sisak. Serangan ini segera memporakporandakan Yehuda. Nabi Semaya pun kemudian datang untuk menyampaikan teguran Tuhan kepada Rehabeam. "Nabi Semaya datang kepada Rehabeam dan pemimpin-pemimpin Yehuda yang berkumpul di Yerusalem berhubung dengan ancaman Sisak, dan berkata kepada mereka: "Beginilah firman TUHAN: Kamu telah meninggalkan Aku, oleh sebab itu Akupun meninggalkan kamu juga dalam kuasa Sisak." (2 Tawarikh 12:5). Kalau Tuhan sudah meninggalkan kita, celakalah kita. M
Untunglah Rehabeam cepat sadar bahwa tanpa campur tangan Tuhan ia tidaklah ada apa-apanya. Lalu ia segera datang merendahkan dirinya dan bertobat. Melihat kesungguhan hati Rehabeam tersebut, Tuhan yang penuh belas kasih pun segera mengurungkan niatnya untuk menghukum Rehabeam dan rakyatnya. "Oleh sebab raja merendahkan diri, surutlah murka TUHAN dari padanya, sehingga ia tidak dimusnahkan-Nya sama sekali. Lagipula masih terdapat hal-hal yang baik di Yehuda." (ay 12).
Kesombongan tidaklah pernah mendapat tempat di mata Tuhan. Lihatlah bahwa kehancuran tidak jadi ditimpakan karena sang raja merendahkan dirinya. Selain itu, di Yehuda sebenarnya masih ada hal-hal baik yang menjadi pertimbangan Tuhan untuk mengampuni mereka. Perihal kerendahan hati, Firman Tuhan sudah berkata: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6). Jauh sebelumnya, ayah Rehabeam sendiri yaitu Salomo mengatakan "Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman." (Amsal 16:5), juga "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (ay 8).
Mencegah sikap seperti itu sejak dini akan sangat baik agar kita terhindar dari lupa diri yang mencelakakan seperti itu. Apabila itu sudah terlanjur terjadi, berbaliklah segera. Kita punya Tuhan yang panjang sabar dan penuh kasih yang akan segera mengampuni kita begitu kita datang kepadaNya membawa pertobatan sungguh-sungguh. Jangan lupa bahwa kita hanyalah berasal dari debu (Mazmur 103:14), tidak ada apapun yang bisa kita banggakan, karena semua yang kita miliki sesungguhnya berasal dari Tuhan (Ulangan 8:14-18).
Mari kita periksa diri kita hari ini, apakah bentuk-bentuk kesombongan, keangkuhan, kepongahan, sikap tinggi hati dan sebagainya masih ada dalam diri kita? Apakah kita masih menempatkan Tuhan sebagai prioritas utama atau tanpa sadar kita sudah beralih kepada hal-hal lainnya? Jika masih ada benih-benih yang salah, bereskanlah segera. Datanglah merendahkan diri dan bertobat dengan sungguh-sungguh, sebelum kehancuran terlanjur menimpa diri kita. Kekayaan dan berbagai berkat seharusnya disikapi dengan rasa syukur dan kerinduan untuk menjadi saluran kasih Tuhan, bukan malah menjadi awal masuknya berbagai dosa yang menggagalkan kita menerima anugerah keselamatan.
Be thankful for what He gives and bless others with it
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, August 10, 2016
Rehabeam (1)
Ayat bacaan: 2 Tawarikh 12:1
===================
"Rehabeam beserta seluruh Israel meninggalkan hukum TUHAN, ketika kerajaannya menjadi kokoh dan kekuasaannya menjadi teguh."
Tidak satupun dari kita yang ingin hidup pas-pasan, apalagi kekurangan. Apalagi di jaman yang serba sulit seperti sekarang ini. Ditambah lagi serangan budaya konsumerisme yang semakin dahsyat, banyak orang yang akhirnya merubah perhatian dan fokus untuk mengejar uang. Menumpuk dulu sebisanya yang dianggap seperti sedia payung sebelum hujan. Mencari Tuhan pun jadi salah satu alternatif agar bisa memperoleh berkat. Dari pengalaman saya, saya mendapatkan kesimpulan bahwa ketika kekayaan dan kesuksesan datang pada saat kita belum siap, itu berpotensi mendatangkan bahaya. Orang bisa jatuh ke dalam berbagai dosa mencari kenikmatan sesaat yang menyesatkan yang bisa dihadirkan oleh uang.
Di saat orang berburu uang, maka cara memperolehnya pun tidak lagi penting. Yang penting dapat sebanyak-banyaknya, tidak peduli caranya. Dosa kesombongan juga menjadi salah satu sumber penghancur yang paling sering menerpa mereka yang mentalnya belum siap untuk menerima dan mempertanggungjawabkan kekayaan atau popularitas terebut. Sombong merasa tidak lagi perlu orang lain, merasa bisa membeli siapapun, dan kemudian meninggalkan Tuhan karena tidak lagi merasa butuh akan kehadiranNya.
Mengharap berkat itu satu hal, menyikapi berkat itu hal lain. Salah menyikapi berkat bukannya baik tapi malah bisa mendatangkan kemalangan bagi kita. Akan sangat baik jika berkat yang diperoleh itu dipakai untuk memberkati orang lain, karena pada hakekatnya kita memang diberkati untuk memberkati. Tapi kalau itu dipakai untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang jahat di mata Tuhan, menyakiti hatinya, kalau semakin banyak harta malah membuat semakin pelit dan semakin tidak peduli kepada sesama, kalau itu malah membuat orang berusaha mengejar lebih lagi alias menjadi hamba uang, itu sangat berbahaya. Selain ada banyak resiko yang muncul di kehidupan yang sekarang, semua itu punya potensi kuat untuk menggagalkan seseorang dari kasih karunia Tuhan yang sudah memberikan keselamatan kekal. Singkatnya, saat kekuasaan, kekayaan, keberuntungan, popularitas dan hal-hal sejenis datang, kalau tidak hati-hati itu bisa mendatangkan malapetaka bagi kita.
Ironis sekali saat kita keliru menyikapi berkat Tuhan. Saat kita berdoa meminta pertolongan Tuhan di kala kita hidup berkekurangan, lalu Tuhan menurunkan berkatNya, kita bukannya bersyukur dan memuliakanNya dengan menjadi saluran berkat bagi orang lain, tapi itu malah membuat kita jauh dariNya. Menjadi orang yang sombong, tidak peduli sesama dan juga Tuhan. Saat dalam keadaan pas-pasan manusia rajin beribadah dan berdoa, tetapi ketika dipulihkan secepat itu pula manusia berubah dan menggantikan prioritasnya dengan harta. Tuhan tidak lagi ada di posisi teratas dalam hidupnya, digantikan oleh harta kekayaan dan kawan-kawan.
Haruskah kita menolak kekayaan, jabatan, popularitas dan sebagainya? Haruskah itu kita anggap tabu dan kita harus memilih untuk hidup susah? Seharusnya tidak. Apa yang kita harus perhatikan betul adalah bagaimana kita harus menyikapinya dan tahu untuk apa itu semua diberikan kepada kita. Tapi namanya manusia, sangat banyak orang yang mengalami perubahan sikap menjadi lebih buruk setelah mengalami kesuksesan. Dan itu sudah terjadi sejak dahulu kala. Salah satunya adalah raja Rehabeam, seorang raja Yehuda yang juga merupakan anak Salomo, cucu Daud.
Kisahnya bisa kita baca dalam kitab 2 Tawarikh. Dikatakan: "Rehabeam beserta seluruh Israel meninggalkan hukum TUHAN, ketika kerajaannya menjadi kokoh dan kekuasaannya menjadi teguh." (2 Tawarikh 12:1). Betapa menyedihkan. Menyandang status sebagai anak Salomo dan cucu Daud ternyata tidak menjamin seseorang untuk menjadi pribadi berintegritas dan berakhlak. Rehabeam lupa diri ketika berada di puncak kejayaannya. Dia merasa tidak butuh Tuhan dan mengira bahwa semua itu adalah hasil usahanya sendiri. Dia terlena dalam kebanggaan berlebihan dengan apa yang ia miliki. Kekayaannya dan negerinya, juga kekuatan pasukannya.
Sebenarnya sifat seperti ini adalah sesuatu yang sangat salah di mata Tuhan, karena dalam kesempatan lain Tuhan sudah memberi teguran: "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1).
(bersambung)
===================
"Rehabeam beserta seluruh Israel meninggalkan hukum TUHAN, ketika kerajaannya menjadi kokoh dan kekuasaannya menjadi teguh."
Tidak satupun dari kita yang ingin hidup pas-pasan, apalagi kekurangan. Apalagi di jaman yang serba sulit seperti sekarang ini. Ditambah lagi serangan budaya konsumerisme yang semakin dahsyat, banyak orang yang akhirnya merubah perhatian dan fokus untuk mengejar uang. Menumpuk dulu sebisanya yang dianggap seperti sedia payung sebelum hujan. Mencari Tuhan pun jadi salah satu alternatif agar bisa memperoleh berkat. Dari pengalaman saya, saya mendapatkan kesimpulan bahwa ketika kekayaan dan kesuksesan datang pada saat kita belum siap, itu berpotensi mendatangkan bahaya. Orang bisa jatuh ke dalam berbagai dosa mencari kenikmatan sesaat yang menyesatkan yang bisa dihadirkan oleh uang.
Di saat orang berburu uang, maka cara memperolehnya pun tidak lagi penting. Yang penting dapat sebanyak-banyaknya, tidak peduli caranya. Dosa kesombongan juga menjadi salah satu sumber penghancur yang paling sering menerpa mereka yang mentalnya belum siap untuk menerima dan mempertanggungjawabkan kekayaan atau popularitas terebut. Sombong merasa tidak lagi perlu orang lain, merasa bisa membeli siapapun, dan kemudian meninggalkan Tuhan karena tidak lagi merasa butuh akan kehadiranNya.
Mengharap berkat itu satu hal, menyikapi berkat itu hal lain. Salah menyikapi berkat bukannya baik tapi malah bisa mendatangkan kemalangan bagi kita. Akan sangat baik jika berkat yang diperoleh itu dipakai untuk memberkati orang lain, karena pada hakekatnya kita memang diberkati untuk memberkati. Tapi kalau itu dipakai untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang jahat di mata Tuhan, menyakiti hatinya, kalau semakin banyak harta malah membuat semakin pelit dan semakin tidak peduli kepada sesama, kalau itu malah membuat orang berusaha mengejar lebih lagi alias menjadi hamba uang, itu sangat berbahaya. Selain ada banyak resiko yang muncul di kehidupan yang sekarang, semua itu punya potensi kuat untuk menggagalkan seseorang dari kasih karunia Tuhan yang sudah memberikan keselamatan kekal. Singkatnya, saat kekuasaan, kekayaan, keberuntungan, popularitas dan hal-hal sejenis datang, kalau tidak hati-hati itu bisa mendatangkan malapetaka bagi kita.
Ironis sekali saat kita keliru menyikapi berkat Tuhan. Saat kita berdoa meminta pertolongan Tuhan di kala kita hidup berkekurangan, lalu Tuhan menurunkan berkatNya, kita bukannya bersyukur dan memuliakanNya dengan menjadi saluran berkat bagi orang lain, tapi itu malah membuat kita jauh dariNya. Menjadi orang yang sombong, tidak peduli sesama dan juga Tuhan. Saat dalam keadaan pas-pasan manusia rajin beribadah dan berdoa, tetapi ketika dipulihkan secepat itu pula manusia berubah dan menggantikan prioritasnya dengan harta. Tuhan tidak lagi ada di posisi teratas dalam hidupnya, digantikan oleh harta kekayaan dan kawan-kawan.
Haruskah kita menolak kekayaan, jabatan, popularitas dan sebagainya? Haruskah itu kita anggap tabu dan kita harus memilih untuk hidup susah? Seharusnya tidak. Apa yang kita harus perhatikan betul adalah bagaimana kita harus menyikapinya dan tahu untuk apa itu semua diberikan kepada kita. Tapi namanya manusia, sangat banyak orang yang mengalami perubahan sikap menjadi lebih buruk setelah mengalami kesuksesan. Dan itu sudah terjadi sejak dahulu kala. Salah satunya adalah raja Rehabeam, seorang raja Yehuda yang juga merupakan anak Salomo, cucu Daud.
Kisahnya bisa kita baca dalam kitab 2 Tawarikh. Dikatakan: "Rehabeam beserta seluruh Israel meninggalkan hukum TUHAN, ketika kerajaannya menjadi kokoh dan kekuasaannya menjadi teguh." (2 Tawarikh 12:1). Betapa menyedihkan. Menyandang status sebagai anak Salomo dan cucu Daud ternyata tidak menjamin seseorang untuk menjadi pribadi berintegritas dan berakhlak. Rehabeam lupa diri ketika berada di puncak kejayaannya. Dia merasa tidak butuh Tuhan dan mengira bahwa semua itu adalah hasil usahanya sendiri. Dia terlena dalam kebanggaan berlebihan dengan apa yang ia miliki. Kekayaannya dan negerinya, juga kekuatan pasukannya.
Sebenarnya sifat seperti ini adalah sesuatu yang sangat salah di mata Tuhan, karena dalam kesempatan lain Tuhan sudah memberi teguran: "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1).
(bersambung)
Tuesday, August 9, 2016
Zakheus, Yesus dan Orang Farisi (2)
(sambungan)
Zakheus ada dalam kelompok ini. Meski ia seorang pemungut cukai yang tidak disukai masyarakat, ia ternyata punya kerinduan yang sangat besar untuk dapat bertemu Yesus yang ia idolakan. Sayang badannya pendek, sehingga sulit baginya untuk bisa melewati orang-orang lain yang berpostur lebih tinggi darinya. Tapi ia tidak menyerah, ia pun berusaha sedemikian rupa dengan memanjat pohon ara. (Lukas 19:4). Usahanya berhasil. "Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Yesus melihatnya dan berkata: "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu." (ay 5). Bisa dibayangkan betapa terkejutnya Zakheus. Bukan saja Yesus melihat dan berbicara kepadanya, tapi Yesus bahkan berkenan untuk masuk dan menumpang dirumahnya. Tentu saja hal ini disambut Zakheus dengan penuh sukacita.
Tapi lihatlah apa yang dikatakan kerumunan orang Yahudi dan orang-orang Farisi. "Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di rumah orang berdosa." (ay 7). Mereka beranggapan bahwa Zakheus itu sangat hina sehingga Yesus seharusnya tidaklah pantas sama sekali untuk mendatangi rumah orang sehina dia. "Apa-apaan sih, kita semua disini orang-orang yang suci, ini kok malah memilih masuk ke rumah orang kotor seperti Zakheus.." itu kira-kira kata mereka. Kontroversial? Bisa jadi. Tapi perhatikanlah bahwa cara pandang mereka ini. Dengan sikap seperti itu mereka sesungguhnya menutup pintu berkesempatan bagi orang lain untuk diselamatkan. Mereka hanya dengan mudah menghakimi dan memberi cap tanpa mau berbuat apa-apa. Apa yang terjadi sangat mengharukan. Tuhan Yesus menganugerahkan keselamatan kepada Zakheus sebagai buah pertobatannya. Bukan saja kepada diri Zakheus sendiri, namun seluruh anggota keluarganya pun turut diselamatkan. Yesus pun menutup jawaban terhadap protes kerumunan orang-orang yang merasa lebih benar ini dengan "Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (ay 10).
Dari kisah ini, siapa yang ingin kita teladani? Yesus atau para ahli Taurat dan orang-orang Yahudi yang merasa dirinya sudah lebih baik dari orang lain? Adakah hak kita memvonis atau menjatuhkan penghakiman terhadap orang lain dan merasa kita lebih hebat dari mereka? Kalau Yesus saja mengasihi tanpa pandang bulu dan memberi kesempatan yang sama bagi siapapun untuk bertobat tanpa menimbang berat ringannya dosa yang pernah dibuat, siapalah kita yang merasa jauh lebih berhak untuk menilai dan menghakimi orang lain? Tanpa sadar manusia sering membanding-bandingkan diri mereka dengan orang lain, mencari-cari kesalahan orang lain agar diri mereka terlihat hebat. Itu bukanlah cerminan pribadi Kristus. Membuang muka, mencibir, menghina, menjaga jarak juga merupakan bentuk-bentuk penghakiman yang seharusnya bukan menjadi hak kita. Padahal Tuhan mungkin memberi kesempatan kepada mereka untuk berbalik kembali ke jalan yang benar lewat kita. Dengan sikap yang salah, kita pun menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadi berkat bagi mereka yang butuh pertolongan.Kita gagal untuk memenangkan jiwa bagi Kerajaan Allah dan dengan demikian gagal untuk melakukan tugas yang telah diamanatkan oleh Yesus sendiri.
Ingatlah bahwa perkara menghakimi adalah mutlak milik Tuhan. "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Matius 7:1-2). Yesus datang justru untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang, dan kepada kita pun telah diberikan amanat agung disertai pesan untuk menjadi terang dan garam di dunia ini. Semua itu tidak akan pernah bisa kita laksanakan apabila kita masih memiliki hati yang angkuh yang merasa berhak menghakimi, menilai, mencap, atau memvonis orang lain sesuka kita. Oleh karena itu, jauhilah perilaku seperti para ahli Taurat dan orang-orang Yahudi yang merasa diri mereka begitu benar sehingga layak untuk menghakimi dan menjauhi orang lain.
Seperti Yesus yang tetap mengasihi dan mau mengulurkan tanganNya, kasihilah mereka, karena seperti kita, mereka pun layak beroleh kesempatan untuk selamat!
Jangan menghakimi agar tidak dihakimi
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Zakheus ada dalam kelompok ini. Meski ia seorang pemungut cukai yang tidak disukai masyarakat, ia ternyata punya kerinduan yang sangat besar untuk dapat bertemu Yesus yang ia idolakan. Sayang badannya pendek, sehingga sulit baginya untuk bisa melewati orang-orang lain yang berpostur lebih tinggi darinya. Tapi ia tidak menyerah, ia pun berusaha sedemikian rupa dengan memanjat pohon ara. (Lukas 19:4). Usahanya berhasil. "Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Yesus melihatnya dan berkata: "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu." (ay 5). Bisa dibayangkan betapa terkejutnya Zakheus. Bukan saja Yesus melihat dan berbicara kepadanya, tapi Yesus bahkan berkenan untuk masuk dan menumpang dirumahnya. Tentu saja hal ini disambut Zakheus dengan penuh sukacita.
Tapi lihatlah apa yang dikatakan kerumunan orang Yahudi dan orang-orang Farisi. "Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di rumah orang berdosa." (ay 7). Mereka beranggapan bahwa Zakheus itu sangat hina sehingga Yesus seharusnya tidaklah pantas sama sekali untuk mendatangi rumah orang sehina dia. "Apa-apaan sih, kita semua disini orang-orang yang suci, ini kok malah memilih masuk ke rumah orang kotor seperti Zakheus.." itu kira-kira kata mereka. Kontroversial? Bisa jadi. Tapi perhatikanlah bahwa cara pandang mereka ini. Dengan sikap seperti itu mereka sesungguhnya menutup pintu berkesempatan bagi orang lain untuk diselamatkan. Mereka hanya dengan mudah menghakimi dan memberi cap tanpa mau berbuat apa-apa. Apa yang terjadi sangat mengharukan. Tuhan Yesus menganugerahkan keselamatan kepada Zakheus sebagai buah pertobatannya. Bukan saja kepada diri Zakheus sendiri, namun seluruh anggota keluarganya pun turut diselamatkan. Yesus pun menutup jawaban terhadap protes kerumunan orang-orang yang merasa lebih benar ini dengan "Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (ay 10).
Dari kisah ini, siapa yang ingin kita teladani? Yesus atau para ahli Taurat dan orang-orang Yahudi yang merasa dirinya sudah lebih baik dari orang lain? Adakah hak kita memvonis atau menjatuhkan penghakiman terhadap orang lain dan merasa kita lebih hebat dari mereka? Kalau Yesus saja mengasihi tanpa pandang bulu dan memberi kesempatan yang sama bagi siapapun untuk bertobat tanpa menimbang berat ringannya dosa yang pernah dibuat, siapalah kita yang merasa jauh lebih berhak untuk menilai dan menghakimi orang lain? Tanpa sadar manusia sering membanding-bandingkan diri mereka dengan orang lain, mencari-cari kesalahan orang lain agar diri mereka terlihat hebat. Itu bukanlah cerminan pribadi Kristus. Membuang muka, mencibir, menghina, menjaga jarak juga merupakan bentuk-bentuk penghakiman yang seharusnya bukan menjadi hak kita. Padahal Tuhan mungkin memberi kesempatan kepada mereka untuk berbalik kembali ke jalan yang benar lewat kita. Dengan sikap yang salah, kita pun menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadi berkat bagi mereka yang butuh pertolongan.Kita gagal untuk memenangkan jiwa bagi Kerajaan Allah dan dengan demikian gagal untuk melakukan tugas yang telah diamanatkan oleh Yesus sendiri.
Ingatlah bahwa perkara menghakimi adalah mutlak milik Tuhan. "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Matius 7:1-2). Yesus datang justru untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang, dan kepada kita pun telah diberikan amanat agung disertai pesan untuk menjadi terang dan garam di dunia ini. Semua itu tidak akan pernah bisa kita laksanakan apabila kita masih memiliki hati yang angkuh yang merasa berhak menghakimi, menilai, mencap, atau memvonis orang lain sesuka kita. Oleh karena itu, jauhilah perilaku seperti para ahli Taurat dan orang-orang Yahudi yang merasa diri mereka begitu benar sehingga layak untuk menghakimi dan menjauhi orang lain.
Seperti Yesus yang tetap mengasihi dan mau mengulurkan tanganNya, kasihilah mereka, karena seperti kita, mereka pun layak beroleh kesempatan untuk selamat!
Jangan menghakimi agar tidak dihakimi
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Subscribe to:
Posts (Atom)
Kacang Lupa Kulit (4)
(sambungan) Alangkah ironis, ketika Israel dalam ayat ke 15 ini memakai istilah "Yesyurun". Yesyurun merupakan salah satu panggil...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...