Ayat bacaan: Obaja 1:3
==============
"Keangkuhan hatimu telah memperdayakan engkau, ya engkau yang tinggal di liang-liang batu, di tempat kediamanmu yang tinggi; engkau yang berkata dalam hatimu: "Siapakah yang sanggup menurunkan aku ke bumi?"
Suatu kali saya melewati razia di jalan. Saat saya diberhentikan dan diperiksa kelengkapan surat-suratnya, ada seorang bapak yang tampak marah-marah kepada polisi yang memberhentikannya. Ia tidak membawa SIM dan STNK, tapi malah marah karena mobilnya mau disita. Saya mendengar perkataannya dengan jelas karena ia berada dekat dengan posisi saya berdiri. "Kalian hati-hati ya, saya kenal para petinggi kepolisian!" Wah, sudah salah tapi malah marah. Polisi disana tampaknya bingung mau berbuat apa. Kalau benar si bapak ini punya 'backing' petinggi, bisa-bisa mereka pindah tugas atau mendapat masalah dalam karirnya. Sedangkan kalau mereka melepaskan si bapak, itu sama saja melakukan pelanggaran atas prosedur yang benar. Sampai saya berlalu ia masih membentak-bentak polisi disana di depan banyak orang yang mulai berkerumun menonton.
Kapan orang biasanya menjadi angkuh atau sombong? Biasanya ini menjadi penyakit yang timbul ketika orang mulai atau sudah sukses. Berhasil dalam karir, bisnis, atau aspek-aspek kehidupan lainnya. Tidaklah heran apabila kita melihat orang yang tiba-tiba berubah sikapnya begitu mereka mencapai keberhasilan. Mengandalkan uang atau harta, jabatan dan koneksi, itu jadi kartu As untuk bisa berbuat seenaknya, bebas melanggar peraturan tanpa mendapat ganjaran. Singkatnya, begitu orang berhasil, seketika itu pula bahaya kesombongan mulai mengancam.
Dalam beberapa renungan kemarin kita sudah melihat bahaya yang mengancam saat kita tengah berada di atas angin. Kita sudah melihat sebuah pesan penting yang disampaikan lewat Paulus:
"Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12). Lalu saya pun sudah mengambil sebuah contoh mengenai Korah yang karena ambisi dan kesombongannya memberontak dan kemudian mengalami nasib yang tragis dengan cara mati ditelan bumi, turun hidup-hidup ke dunia orang mati dan binasa ditengah-tengah mereka itu. (Bilangan 16:32-33). Melanjutkan pembahasan perihal keangkuhan atau kesombongan ini, mari kita lihat isi dari kitab yang sangat singkat di dalam Alkitab, yaitu kitab Obaja.
Obaja suatu kali mendapat sebuah penglihatan mengenai situasi yang mengancam negeri Edom. Lewat Tuhan ia mengetahui bahwa Tuhan sedang mengirim utusan ke tengah bangsa itu untuk memeranginya.
"Sesungguhnya, Aku membuat engkau kecil di antara bangsa-bangsa, engkau dihinakan sangat." (ay 2). Mengapa Tuhan sampai sebegitu marah? Sebab Tuhan sangatlah tidak berkenan melihat keangkuhan bangsa itu. Demikian Tuhan berkata:
"Keangkuhan hatimu telah memperdayakan engkau, ya engkau yang tinggal di liang-liang batu, di tempat kediamanmu yang tinggi; engkau yang berkata dalam hatimu: "Siapakah yang sanggup menurunkan aku ke bumi?" (ay 3).
Kalau ditinjau dari segi geografis, Edom sebenarnya berada pada posisi yang sangat strategis dan aman. Letaknya ada di puncak gunung yang tinggi, kuat dan terlindung. Belum ada rudal atau bom pada waktu itu, sehingga mereka bisa menyapu bersih ancaman apapun yang merangkak di bawahnya dengan mudah. Menyadari ini, orang Edom merasa sangat aman sehingga lupa diri. Mereka berpikir bahwa tidak akan ada bangsa manapun yang akan mampu menandingi mereka. Jangankan menandingi atau menyerang, mengganggu pun sulit. Mereka tidak menyadari bahwa sikap mereka yang angkuh sedang mengarahkan mereka ke dalam kehancuran. Mereka lupa bahwa meski keadaan geografis yang strategis dan terlihat sangat aman, kekuatan mereka tidaklah berarti apa-apa karena Tuhan mampu menjungkir balikkan segalanya semudah membalikkan telapak tangan.
"Sekalipun engkau terbang tinggi seperti burung rajawali, bahkan, sekalipun sarangmu ditempatkan di antara bintang-bintang, dari sanapun Aku akan menurunkan engkau, --demikianlah firman TUHAN." (ay 4).
Kita boleh sukses, boleh menikmati keberhasilan atas hasil kerja keras kita, karir menanjak, bisnis bagus dan meningkat. Apalagi dalam situasi ekonomi yang sulit seperti sekarang ini, bisnis yang masih meningkat tentu luar biasa. Tapi kita harus ingat bahwa semua itu tidak akan terjadi tanpa perkenan Tuhan. Orang-orang Edom akhirnya harus memetik buah pahit akibat perilaku lupa diri mereka.
Tuhan sangat tidak suka orang yang sombong. Firman Tuhan berkata:
"Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6). Jika kita lupa dan mengira kita boleh sombong atau tinggi hati, itu artinya kita tengah membiarkan diri kita berjalan menuju kehancuran. Sebab Firman Tuhan lewat Salomo berkata
"Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (Amsal 16:18).
Tidak ada alasan bagi kita untuk menyombongkan diri, karena ketika Tuhan menentang kita, Dia bisa menjungkir-balikkan semuanya dalam seketika semudah membalik telapak tangan. Kehancuran atau kejatuhan yang terjadi bisa sangat serius, karena seringkali bukan hanya terjadi untuk pribadi atau individu saja, tapi bisa menjadi kolektif seperti halnya kisah Korah bahkan menimpa satu bangsa besar sekalipun, seperti yang terjadi pada bangsa Edom. Inilah yang harus kita sikapi dengan baik agar kehidupan kita bisa terus diberkati Tuhan hingga kesudahannya.
Kita harus ingat bahwa kita diselamatkan untuk menyelamatkan. Kita diberkati untuk memberkati. Semua itu bukanlah untuk ditimbun sendiri, apalagi kalau malah dipakai untuk menyombongkan diri. Bukan karena kuat dan hebat kita, bukan karena kepandaian atau kehebatan kita, tapi semua itu berasal dari Tuhan. Oleh karena itulah kita jangan sampai merasa berada di atas angin lantas mengabaikan bahwa keberhasilan tetap merupakan berkat dari Tuhan. Bukankah kepandaian kita pun berasal dari anugerahNya juga? Bukankah kesehatan untuk terus bisa bekerja keras, peluang-peluang yang terbuka, kepintaran kita dalam berpikir, talenta-talenta yang kita miliki, itupun semuanya berasal dari Tuhan?
Firman Tuhan berkata
"Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:7-8). Perkara naik dan turun pun berada dalam keputusan Tuhan. Maka dari itu Petrus berkata
"Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya." (1 Petrus 5:6). Tanpa Tuhan kita tidak akan mungkin bisa mempertahankan apa yang sudah sukses kita peroleh hari ini, tidak peduli sehebat apapun diri kita. Dalam sekejap mata semua itu bisa berlalu dari kita, lenyap tanpa bekas.
Dengan berkaca pada konsekuensi yang diterima bangsa Edom, mari kita menjaga diri kita untuk terhindar dari kesombongan, sikap angkuh, congkak, tinggi hati dan sejenisnya. Pakai segala yang diberikan Tuhan untuk anda bukan untuk membanggakan atau meninggikan diri tetapi untuk memuliakan Tuhan lebih, lebih dan lebih lagi.
"Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah." (Yakobus 4:16)
Follow us on twitter:
http://twitter.com/dailyrho