Saturday, December 31, 2016

Pak Pos (2)

(sambungan)

Firman Tuhan mengatakan bahwa "perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12). Iblis bersama antek-antek atau kroni-kroninya, kaki tangannya, para penguasa, penghulu kegelapan alias roh-roh jahat akan siap menghalangi sampainya pesan-pesan dari Tuhan kepada kita.

Iblis siap bersembunyi di balik dosa dan pelanggaran kita, mempengaruhi kita agar menjadi lemah dengan berbagai tipu muslihatnya. Untuk itulah kita diingatkan untuk terus mengenakan perlengkapan senjata Allah agar mampu mengatasi hal itu. (ay 11).

Lalu ingat pula pesan Paulus  yang berbunyi: "dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:27). Seringkali kita sendirilah yang membuka peluang serta kesempatan bagi iblis untuk masuk mempengaruhi kita. Kita memeri toleransi-toleransi terhadap dosa, membuka celah-celah yang bisa dengan mudah dimasuki si jahat. Atau jangan-jangan, kita dengan sukarela membuka diri kepadanya. Itulah sebabnya kita harus benar-benar menjaga agar tidak ada peluang sedikitpun bagi iblis untuk menghambat laju pesan Tuhan dari KerajaanNya ini agar bisa sampai kepada kita.

Iblis akan selalu berusaha menghalangi kita dengan segala cara untuk mendengar pesan Tuhan. Daniel pun mengalaminya. Tapi lihatlah bagaimana Tuhan  kemudian turut campur lebih jauh agar pesanNya bisa sampai dengan baik kepada Daniel.

Tuhan sanggup untuk membuat pesanNya tiba dengan selamat kepada kita. Tetapi ingatlah bahwa kita harus terlebih dahulu mempersiapkan diri kita dengan baik, tetap mengenakan perlengkapan senjata Allah dan tidak memberi kesempatan kepada iblis sama sekali. Lalu hendaklah kita seperti Daniel pula, yang tetap memiliki kerinduan untuk mendapat pengertian dan terus merendahkan diri di hadapan Tuhan. (Daniel 10:12).

Tahun 2016 akan segera kita lewati dan tahun 2017 sudah menanti di depan. Masuki tahun yang baru dengan hubungan dengan Tuhan yang tidak terhalang. Jangan biarkan apapun menghambat, jangan beri peluang buat iblis, jangan ijinkan dosa terus memperlambat pertumbuhan iman kita. Sekarang juga, mari pastikan agar pesan Tuhan bisa sampai kepada kita tanpa gangguan sedikitpun. Selamat tahun baru, Tuhan memberkati anda di tahun yang baru dengan rahmatNya yang melimpah

Jangan beri kesempatan pada iblis untuk menghambat pesan Tuhan turun buat kita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, December 30, 2016

Pak Pos (1)

Ayat bacaan: Daniel 10:13
====================
"Pemimpin kerajaan orang Persia berdiri dua puluh satu hari lamanya menentang aku; tetapi kemudian Mikhael, salah seorang dari pemimpin-pemimpin terkemuka, datang menolong aku, dan aku meninggalkan dia di sana berhadapan dengan raja-raja orang Persia."

Berprofesi sebagai pengantar surat/paket alias pak pos tampaknya pekerjaan yang ringan. Relatif tidak diperlukan ilmu tinggi untuk bisa melakukannya, hanya waktu dan tenaga yang sepertinya dibutuhkan. Saya pernah ngobrol dengan seorang pak pos sambil menunggu hujan reda. Ia bercerita bahwa 'musuh' terbesarnya selain cuaca adalah anjing galak. Saat pemilik rumah tidak berada di rumahnya, anjing yang ada di pekarangan bisa jadi masalah tersendiri buat mereka. Kalau suratnya dilempar nanti dirobek-robek, kalau dibawa lagi ya bakalan repot harus kembali keesokan harinya. Tapi itu belumlah seberapa dibanding para pak pos di jaman dahulu yang harus mengantarkan surat ke garis depan di masa perang.

Foto yang saya pakai di samping diambil dari masa perang dunia pertama, menjelang natal. Anda bisa lihat ada begitu banyak paket dan surat yang ia bawa sampai ke bunker di barisan paling depan. Ancaman tertembak, kena bom, itu menjadi resiko mereka. Kalau tentara punya senjata, pak pos tidak. Itu membuat mereka lebih terancam karena tidak bisa melawan balik. Yang lebih menyedihkan, banyak diantara surat yang mereka antar dengan mempertaruhkan nyawa gagal menemui orang yang dituju karena sudah keburu tewas dalam perang. Kalau sudah begitu, biasanya mereka akan membawa kembali surat kepada si pengirim dengan disertai catatan bahwa orang yang dituju sudah tiada. Jika itu bingkisan berisi makanan atau barang-barang, teman satu peletonnya yang akan membuka dan menggunakannya.

Malaikat-malaikat pun sering diutus Tuhan sebagai pengantar pesan, membawa pesan dari Surga ke bumi, kepada kita orang-orang percaya. Seperti halnya pak pos atau kurir surat di atas, apa yang dialami para malaikat inipun seringkali tidak mudah. Mengapa? Karena iblis sedari dulu hingga sekarang tidak akan pernah berpangku tangan membiarkan pesan dari Tuhan itu sampai kepada kita.

Dalam kitab Daniel kita bisa melihat sebuah keterangan yang sangat jelas akan hal ini. Pada suatu kali Daniel mendapat sebuah penglihatan di tepi sungai Tigris. Sosok malaikat turun menghampiri dia. Daniel melihatnya dengan jelas dan memberikan deskripsi lengkap mengenai malaikat utusan Tuhan yang menjumpainya ini. "kuangkat mukaku, lalu kulihat, tampak seorang yang berpakaian kain lenan dan berikat pinggang emas dari ufas. Tubuhnya seperti permata Tarsis dan wajahnya seperti cahaya kilat; matanya seperti suluh yang menyala-nyala, lengan dan kakinya seperti kilau tembaga yang digilap, dan suara ucapannya seperti gaduh orang banyak." (Daniel 10:5-6).

Kepada Daniel, sang malaikat menceritakan bagaimana sulitnya ia menerobos halangan penguasa-penguasa udara kerajaan Persia. "Pemimpin kerajaan orang Persia berdiri dua puluh satu hari lamanya menentang aku; tetapi kemudian Mikhael, salah seorang dari pemimpin-pemimpin terkemuka, datang menolong aku, dan aku meninggalkan dia di sana berhadapan dengan raja-raja orang Persia." (ay 13).

Pemimpin kerajaan Persia ini dalam bahasa Inggris disebut dengan the prince of Persia, atau roh-roh pelindung kerajaan Persia. Roh-roh ini sempat sukses memperlambat malaikat itu untuk mencapai Daniel seperti yang ditugaskan Allah kepadanya selama dua puluh satu hari lamanya. Untunglah kemudian Mikhael, satu dari para pemimpin malaikat datang membantu. Ia kemudian menghadapi serangan anak buah iblis ini sehingga malaikat utusan Tuhan itu bisa meneruskan perjalanannya untuk menjumpai Daniel.

Apa yang dilakukan iblis ini adalah sesuatu yang klasik, yaitu pekerjaan yang sudah menjadi makanannya sejak semula. Dulu begitu, sampai hari ini pun tetap sama. Iblis akan selalu berusaha dengan segala daya upaya untuk menghalangi, memperlambat laju atau bahkan menggagalkan pesan-pesan Tuhan untuk sampai kepada manusia. Bisa jadi lewat gangguan-gangguan ketika kita membaca Alkitab, gangguan disaat kita sedang serius mendengar kotbah di gereja, berusaha memecahkan konsentrasi kita saat berdoa, membuat iman kita lemah dengan berbagai rasa takut, mencoba menggoyahkan keyakinan kita dan lain-lain. Pendek kata, ada seribu satu cara iblis untuk menghalangi pesan-pesan Tuhan untuk sampai kepada kita.

(bersambung)


Thursday, December 29, 2016

Dari Palungan Membawa Keselamatan (2)

(sambungan)

Sebelum Maria mengandung Yesus, Malaikat datang menyampaikan pesan kepadanya pada suatu hari. "Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya,  dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan." (Lukas 1:30-33). Saya yakin hal ini tentu terasa begitu berat bagi Maria. Ia belum menikah, apa kata dunia kalau tahu ia hamil sebelum bersuami? Terlebih lagi, bagaimana tanggapan tunangannya Yusuf kelak? Bisa-bisa ia dituduh berselingkuh kemudian dirajam sampai mati.

Jadi saat pesan dari malaikat ini disampaikan, saya yakin Maria tahu ada konsekuensi berat yang bisa saja menimpanya. Tapi Maria memutuskan untuk percaya. Malaikat sudah menyampaikan pesan dari Tuhan bahwa ia terpilih untuk melahirkan Anak Allah yang Mahatinggi, Seorang Raja atas keturunan Yakub sampai selama-lamanya dengan Kerajaan yang kekal, tidak berkesudahan. Itu adalah kehormatan besar meski prosesnya sulit untuk dijalani. Maria tahu bahwa apabila Tuhan yang berencana, Dia pula yang akan mempersiapkan segalanya.

Dan itu benar. Bukan saja mengabarkan pada Maria, tapi malaikat lainnya diutus untuk menjumpai Yusuf. "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." (Matius 1:20-21). Bukan saja bagi Maria, tidak mudah juga bagi Yusuf untuk menerimanya. Apa nanti kata orang? Ia bisa mendapatkan banyak masalah. Tapi seperti Maria, ia pun memilih untuk taat.
Kembali kepada saat Yesus lahir, dari palungan Yesus tumbuh selayaknya manusia seperti kita dan kemudian menggenapi tugasNya dengan sempurna. Dia dengan rela menanggung semua kesakitan yang tak terperikan demi kita semua. Kelahiran dari Sang Penebus, Anak Allah yang tunggal, Raja segala raja, itulah yang kita peringati sebagai hari Natal.

Maria dan Yusuf mungkin memiliki banyak hal untuk direnungkan ada masa itu. Di palungan yang kotor dan tidak layak itu mereka bersukacita melihat Bayi kecil yang kelak akan menghapus dosa dunia. Tepat seperti itu pula Yohanes Pembaptis di kemudian hari menyebutNya. "Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia." (Yohanes 1:29).

Hari ini, setelah lebih 2000 tahun setelah kejadian itu, masing-masing dari kita perlu kembali kepada kesadaran semula tentang pentingnya kelahiran Kristus, kematianNya dan kebangkitanNya, serta janjiNya untuk kelak datang kembali. Natal adalah hari yang jauh lebih penting dari sekedar pesta, hadiah, liburan dan hiburan. Kita perlu kembali kepada esensi mendasar dari kelahiran Kristus di dunia. Keselamatan di kolong langit ini ada dalam tanganNya. Kunci ada padaNya, jalan sudah Dia buka dan Dia sediakan bagi kita yang percaya kepadaNya. Itu adalah jaminan yang pasti. Dan itu adalah bentuk kasih Allah yang begitu besar kepada kita, ciptaanNya yang istimewa.

Mari kita kembali merenungkan hal ini dan bersyukur, karena tanpa Kristus kita tidaklah ada apa-apanya dan tidak bisa berbuat apa-apa. Mulai dari sekarang, mari penuhi diri kita dengan sebuah pemahaman penuh akan kasih Tuhan dan mari kita pikirkan apa yang bisa kita perbuat untuk menjadi saluran kasih bagi mereka yang membutuhkan tanpa membedakan latar belakang mereka.

Rasakan dan salurkan kasih Kristus kepada sesama

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, December 28, 2016

Dari Palungan Membawa Keselamatan (1)

Ayat bacaan: Lukas 1:32
=================
"Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya"

Mari kita bayangkan sebuah situasi atau suasana pada suatu malam istimewa saat Sang Juru Selamat turun ke bumi. Mengingat belum ada kota metropolitan pada jaman itu yang tetap hidup selama 24 jam apalagi Betlehem hanyalah sebuah kota kecil, kota itu mungkin sudah tertidur lelap pada malam sunyi yang dingin. Dalam suasana seperti itu seorang wanita muda bernama Maria tengah berjuang melahirkan Anak yang dikandungnya selama 9 bulan. Tidak ada seorangpun yang membantunya, kecuali Yusuf yang berprofesi bukan dokter atau bidan melainkan sebagai tukang kayu. Wanita muda ini tidak berada di rumah sakit bersalin, bukan pula dalam kamar yang bersih melainkan di dalam palungan berisi jerami. Itupun masih untung didapat setelah berjuang mencari tempat dimana mereka bisa menginap. Sama sekali bukan tempat yang layak bagi seorang wanita yang tengah hamil tua untuk melahirkan. Alkitab mencatatnya begini: "Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan." (Lukas 2:7). Tidak ada penginapan sama sekali yang mau menerima mereka, tidak satu kamar pun.

Coba pikirkan seandainya seorang Presiden datang ke kota anda, lalu tidak memperoleh tempat dan harus rela beristirahat di kandang hewan. Bukankah itu sangat tidak pantas, tidak sopan dan memalukan? Ini yang datang bukan hanya kepala negara, tapi Raja di atas segala raja. Dia lahir bukan di istana yang mewah, bukan di tempat yang mewah dan pantas untuk Raja melainkan di dalam kandang. Saya membayangkan udara pengap, bau dan penuh suara binatang mungkin mewarnai kelahiran Sang Raja pada waktu itu. Sebagian orang mengatakan bahwa si pemilik penginapan adalah orang yang tidak punya hati nurani. Betapa teganya dia membiarkan seorang wanita melahirkan dalam kandang. Bukankah ia bisa menampung wanita itu setidaknya di rumahnya? Benar. Untuk alasan tertentu ia tidak melakukan itu. Tapi pernahkah terpikir bahwa mungkin Tuhan sudah menyuratkan seperti itu, mempergunakan si pemilik penginapan untuk mengatur dan menyiapkan tempat dalam palungan tepat seperti kehendak Tuhan sendiri?

Alkitab tidak menyatakan siapa pemilik penginapan dan apa motivasinya menempatkan seorang ibu yang tengah hamil tua di tempat yang kotor dan tidak layak ditempati seperti itu. Tapi biarlah, karena itu bukanlah esensi dari kelahiran Sang Juru Selamat. Dan Yesus pun benar-benar lahir di kandang domba, mengemban tugas untuk menyelamatkan domba-domba yang hilang. Yesus lahir untuk menggenapkan kehendak BapaNya yang mengutusNya demi melakukan sebuah misi penyelamatan yang didasarkan oleh sebentuk kasih yang luar biasa besarnya dari Tuhan kepada kita, manusia ciptaan-ciptaanNya yang sudah begitu terkontaminasi oleh dosa turun temurun dan terus mengarah kepada kematian kekal sebagai konsekuensi atas dosa-dosa tersebut.

Untuk itu Yesus dilahirkan, mengambil rupa seorang hamba, melepas semua hak-hak KetuhananNya demi keselamatan kita semua. Itulah karya dan kasih terbesar yang pernah ada. Kasih ternyata punya kekuatan yang sangat besar sehingga mampu menggerakkan hati Tuhan untuk mengambil langkah luar biasa mencengangkan. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). That's the greatest gift  and love of all. 

Ratusan tahun sebelum kelahiran Kristus, pesan tentang kedatanganNya dan misi penyelamatanNya dinubuatkan lewat Yesaya. Semua itu tertulis pada pasal 53. "Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh." (ay 2-5).

Bacalah terus bagian ini, dan anda akan bertemu dengan ayat yang berbunyi: "Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya.Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya." (ay 9-10). Inilah nubuatan tentang kedatangan Yesus dan misi yang Dia emban persis dengan apa yang kemudian terjadi, seluruh nubuatan digenapi.

(bersambung)


Tuesday, December 27, 2016

Kesukaan Besar bagi Semua (2)

(sambungan)

Mari kita baca sekali lagi pesan Malaikat dalam ayat bacaan kita hari ini. "Lalu kata malaikat itu kepada mereka: "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa" (Lukas 2:10). Kabar kedatangan Kristus ke dunia diawali lewat pesan ini. Di kemudian hari tepat sebelum Yesus terangkat ke surga, Dia meninggalkan pesan berupa Amanat Agung yang berbunyi: "pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20). Nyatalah bahwa kedatangan Kristus sungguh membawa keselamatan bukan saja kepada sekelompok orang, tapi berlaku kepada seluruh bangsa dalam semua generasi. Dan kepada kita semua telah diberikan tanggungjawab yang sama, bukan dalam bentuk keterpaksaan, tapi justru dalam suasana kesukaan besar. Kita seharusnya dengan penuh sukacita memberitahukan kabar gembira ini kepada semua orang.

Penyelamat telah lahir, Dia telah menebus semuanya dengan lunas, dan lewat Dia kita diberikan jalan untuk menuju keselamatan yang kekal. Tidakkah itu merupakan kabar gembira yang sanggup membuat kita semua bersorak sorai? Bukan hanya bagi kita, tapi kepada mereka yang belum mendengarnya pula, agar mereka pun bisa turut bersorak sorai dalam jaminan keselamatan lewat karya penebusan Kristus ke dunia.

Sekali lagi, pesan ini hadir buat semua kita dan berlaku untuk seluruh bangsa. Siapapun berhak dan layak menerimanya, tidak peduli dari latar belakang atau golongan mana kita berasal. Dalam Kristus kita semua merupakan ciptaan baru (2 Korintus 5:17) yang sudah dilayakkan untuk menerima hak waris dalam KerajaanNya. Tidak ada perbedaan dalam bentuk atau status apapun. semua mendapat kabar sukacita yang sama.

Paulus mengatakan itu seperti ini: "Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya" (Roma 10:12). Atau lihatlah ayat berikut ini: "dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu." (Kolose 3:11).

Di penghujung tahun ini, jika anda tengah mengalami situasi yang sulit, "Do not be afraid; for behold, I bring you good news of a great joy which will come to all the people." Juru Selamat telah lahir. Kita tidak perlu lagi takut atau kuatir, "sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." (Yesaya 9:5).

 Jika kita sudah mengimaninya, mari kita beritahukan pula kabar kesukaan besar ini kepada sesama kita yang belum mendengarnya, dan mari kita bersama-sama bersorak memuliakan Allah yang begitu peduli, begitu mengasihi kita. Damai dan kasih Kristus senantiasa menyertai anda.

Keselamatan merupakan anugerah Allah yang diberikan lewat Kristus, berlaku bagi seluruh bangsa

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, December 26, 2016

Kesukaan Besar bagi Semua (1)

Ayat bacaan: Lukas 2:10
=======================
"Lalu kata malaikat itu kepada mereka: "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa"

Bayangkan jika anda saat ini dikurung dalam ruangan penjara yang gelap, lembab dan pengap. Anda tidak tahu seperti apa nasib anda. Tidak ada kepastian kapan anda bisa menghirup kebebasan, tidak ada jaminan keselamatan. Anda pun kemudian mulai berpikir bahwa hidup anda akan berakhir disana. Tapi tiba-tiba pintu terbuka, cahaya terang menyeruak masuk membawa Sosok yang akan membebaskan kita. Menjamin keselamatan, membayar lunas semua hukuman anda sehingga anda bukan saja bisa melenggang bebas sebagai orang merdeka, tapi juga kemudian dilayakkan untuk selamat dalam kebahagiaan dan sukacita selama-lamanya. Bagaimana perasaan anda? Tentu perasaan bahagia, lega, gembira dan penuh sukacita akan segera mengisi hati anda bukan? Bukan cuma sekeliling yang tadinya gelap kemudian jadi terang, tapi hati pun sama.

Manusia pada dasarnya begitu mudah terjerat dan terikat, terkurung dalam selubung dosa. Seringkali dosa-dosa begitu erat mengikat kita sehingga kita tidak lagi mampu untuk melepaskan diri darinya. Ada banyak orang yang terbelenggu oleh perbuatan di masa lalu, terpenjara oleh kebiasaan-kebiasaan buruk sehingga mereka tidak pernah bisa melangkah maju menatap ke depan. Bahkan ada yang sudah begitu terbiasa dalam kegelapan sehingga tidak lagi sanggup melihat sinar terang.

Dengar ini: Tuhan tahu pergumulan kita. Tuhan tahu persis apa yang kita alami dan rasakan. Dan luar biasanya, Dia tidak hanya sekedar tahu, tapi Dia juga peduli dan mengasihi kita semua dengan begitu besar. Jurang menganga di depan kita yang akan menelan kita ke dalam kematian dengan siksaan yang kekal. Tapi i Tuhan tidak membiarkan itu terjadi. Dia sayang kepada anda dan saya. Baginya kita begitu istimewa dan begitu penting. Dia ingin tidak satupun dari kita untuk binasa. Yesus pun lahir ke dunia, buat setiap umat manusia.

Ada sekawanan gembala yang tengah menggembalakan ternak di padang rumput pada malam kelahiran Yesus yang tertulis dalam Lukas 2:8-20. Pada waktu mereka tengah menjaga ternak di malam hari, "Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan." (ay 9). Malaikat itu lalu menyapa dan menyampaikan sebuah berita besar. Demikian kata malaikat itu: "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa. Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud." (ay 11). Jangan lagi takut, tapi bersukacitalah. Sebab Sang Penebus, Sang Juru Selamat, Kristus Tuhan telah lahir!

Malaikat lantas memberitahukan tanda kepada mereka. Dan tiba-tiba pada saat itu mereka melihat "bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah." (ay 13) Itu tentu merupakan sebuah pengalaman yang sangat hebat. Mereka pun segera bergegas ke Betlehem untuk melihat langsung apa yang disampaikan Tuhan kepada mereka melalui perantaraan malaikat tadi. Mereka pun menjumpai Maria, Yusuf dan Bayi Yesus yang tengah terbaring di dalam palungan. (ay 16). Mereka segera menyampaikan apa yang mereka alami sebelumnya. Dan setelah itu, "Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka." (ay 20).

Saya membayangkan mereka berjalan dengan riang, bersorak sorai penuh semangat, perasaan sukacita yang melimpah memenuhi diri mereka sepanjang jalan. Apa yang mereka alami, apa yang disampaikan Tuhan, apa yang dianugerahkan Tuhan di malam itu sungguh merupakan kesukaan besar. Bukan hanya bagi sekumpulan gembala, tapi terlebih untuk seluruh bangsa. Bukan saja pada waktu itu, tapi sepanjang masa, termasuk buat anda dan saya hari ini.

Kedatangan malaikat di depan para gembala sering dipakai untuk menggambarkan pesan kepada para gembala atau hamba Tuhan. Tapi bagi saya ini sebuah pesan yang sangat penting dari Tuhan buat semua kita yang percaya kepadaNya. Lihatlah serangkaian percakapan antara Yesus dan Simon Petrus pada Yohanes 21:15-19. Yesus tiga kali bertanya, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Tiga kali pula Petrus menjawab "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Lalu Yesus membalas jawaban Petrus tiga kali pula dengan kalimat yang sama. "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Kepada setiap orang yang mengasihi Kristus telah diberikan tanggungjawab yang sama. Jika kita mengasihi Kristus, kita harus pula menggembalakan domba-dombaNya. Oleh sebab itulah pesan malaikat kepada gembala-gembala dalam Lukas 2 di atas merupakan pesan yang diberikan kepada kita semua, orang percaya yang mengasihi Kristus.

(bersambung)


Sunday, December 25, 2016

Is There Room for Jesus? (2)

(sambungan)

Selain itu Yesus juga berkata: "Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10). Renungkanlah. Hanya agar kita memiliki hidup yang sesungguhnya, yang tidak terbatas hanya di muka bumi ini, dan memiliki itu semua dalam segala kelimpahan.

Bayangkan sebuah gelas yang diisi air yang mengucur deras sehingga keluar dari wadahnya secara melimpah-limpah. Seperti itulah yang dijanjikan Tuhan lewat kehadiran Yesus. Yesus adalah satu-satunya jalan menuju keselamatan. Tidak ada apapun yang bisa menjadi alternatif lain untuk memperoleh itu. "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6).

Kerinduan Yesus jelas. Dia ingin tinggal diam bersama-sama dengan Allah di dalam diri kita. Bukan hanya sekedar numpang lewat, bukan menginap, tetapi tinggal berdiam atau dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan kata "dwell" dan bukan "stay". Semua itu hanyalah dimungkinkan apabila kita benar-benar mengasihi Yesus dan menuruti firmanNya. (ay 14). Dengan menjadi milikNya kita pun dilayakkan untuk menerima janji-janji Allah seperti yang Dia janjikan kepada Abraham. "Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." (Galatia 3:29).

Untuk keselamatan dan segala kebaikan untuk kita, dengan digerakkan oleh rasa kasih Allah yang begitu besar pada kita, Yesus rela menggantikan kita di atas salib dan menebus semua itu dengan lunas. Tidak satupun yang Dia lakukan untuk kepentinganNya. Alangkah keterlaluan apabila kita tidak menghargai sedikitpun anugerah luar biasa yang telah Dia berikan kepada kita. Pikirkanlah.

Menyambut Natal tahun ini, mari kita introspeksi diri. Dalam segala kesibukan dan hal-hal yang harus kita lakukan, masihkah kita menempatkan Kristus pada posisi teratas atau kita sebenarnya masih terus mengabaikan atau menyisihkan Dia yang telah menciptakan dan begitu mengasihi kita? Saat kita memajang pohon Natal dengan hiasan indah dan lampu kerlap kerlip, saat kita tukar menukar kado, makan malam bersama keluarga, mungkin berlibur ke tempat yang menyenangkan, memakai baju baru, apakah kita masih peduli ada atau tidaknya keberadaan Yesus dalam hidup kita? Jangan sampai hari Natal tanpa kita sadari tinggal sebuah pesta perayaan saja tapi sudah kehilangan hakekat dari apa yang dirayakan. Bukan lagi kelahiran, kasih dan pengorbanan Yesus, tapi hanya berupa kemeriahan pesta dan liburan menyenangkan tanpa mempedulikan makna yang sesungguhnya.  Apakah kita masih seperti kondisi memperihatinkan saat Yesus lahir dalam rupa manusia lebih dari dua ribu tahun yang lalu? Tidak ada tempat kecuali palungan yang kotor, sebuah tempat sisa yang tidak layak sama sekali untuk manusia apalagi Yesus, atau jangan-jangan kita malah lebih parah, bahkan dalam palungan pun Yesus tidak kita ijinkan untuk berdiam.

Mari hari ini kita membuka hati kita sepenuhnya untuk Kristus. Katakanlah kepadaNya bahwa selalu ada ruang yang luas untukNya di dalam hati kita. Undang Dia untuk hadir dan berdiam disana. Mulai dari hari ini, ijinkan dia berdiam dalam diri kita dan bertahta sepenuhnya atas hidup kita. Selamat Hari Natal teman-teman, Tuhan Yesus memberkati.

"Everyone is always trying to leave Jesus out, which is one reason we are in the mess we are in." - War Room movie

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, December 24, 2016

Is There Room for Jesus? (1)

Ayat bacaan: Lukas 2:7
=================
"dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan."

Bayangkan jika anda mendapatkan surat bahwa Presiden hendak datang berkunjung ke rumah anda. Bagaimana reaksi anda? Saya yakin anda akan kelabakan ingin mempersiapkan yang terbaik buat menyambut kedatangannya. Anda mungkin akan mencari hotel yang pantas untuknya menginap. Atau kalau sempat, anda akan merenovasi rumah, minimal di cat ulang. Kalau punya dana lebih, tentu kamar yang mungkin akan ditempati untuk bermalam. Makanan apa yang beliau suka? Sedapat mungkin kita akan menyiapkan. Lantas, sebaiknya memberi sesuatu dong... kira-kira hadiah apa ya yang pas? Tidak murahan, tapi jangan sampai dianggap gratifikasi. Anda akan memakai pakaian resmi terbaik, kalau perlu sewa dulu, dan sejak pagi berdandan agar tampil kinclong saat menyambut kedatangannya. Pendek kata, kita pasti sibuk berusaha mempersiapkan yang terbaik sejauh yang bisa kita lakukan.

Lebih dari 2000 tahun yang lalu, ada Raja di atas segala raja yang turun ke dunia, melakukan misi penyelamatan umat manusia sebagai buah dari kasih Bapa yang begitu besar terhadap kita, manusia yang sebenarnya tidak layak menerimanya. Kalau Presiden saja akan kita sambut dengan segenap daya upaya kita, ini yang datang Raja di atas segala raja lho. Logikanya, penyambutan seharusnya melibatkan seluruh dunia, menyediakan apa yang terbaik yang ada di muka bumi ini untuk menyambut kedatangan Sang Raja. Bukankah begitu? Tapi mari kita mundur kepada waktu dimana Yesus lahir dan melihat apa yang terjadi disana. Tidak ada red carpet untuk menyambutnya. Tidak ada hotel bintang 5, tidak ada fasilitas terbaik, pelayan yang stand by 24 jam, box bayi emas bertahta berlian, kain sutera yang termahal untuk membalutnya, box bayi super mewah, dokter terbaik. Semua tidak ada. Jangankan hotel, tidak ada satupun tempat penginapan yang mau menampung Yesus dan kedua orang tuaNya.

Tidak sulit membayangkan kerepotan luar biasa Yusuf waktu itu, dan betapa menderitanya Maria karena sudah waktunya melahirkan. Yusuf harus membawa istri yang sedang hamil tua berkeliling dari satu tempat penginapan ke tempat penginapan lainnya. Itu tentu sangat merepotkan. Lantas bagi Maria sendiri situasi itu tentu sangat menyiksa. Coba bayangkan, adakah seorang ibu yang bermimpi untuk meletakkan bayinya di palungan, tempat makanan ternak karena tidak ada satupun lagi tempat yang mau menampung? Melalui proses melahirkan tanpa ada bidan, perawat apalagi dokter? Lalu bayangkan pula melahirkan dalam palungan. Palungan tentu jauh dari kondisi bersih. Bukan lagi tidak higienis tapi sangat jorok dan penuh kuman penyakit. Tapi itulah kondisi yang harus dihadapi Yusuf dan Maria, juga bayi Yesus. Dan semua ini berawal dari ketidak-adaan tempat sedikitpun di semua rumah penginapan. Lukas mencatatnya dengan jelas. "Dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan." (Lukas 2:7).

Ayat inilah yang saya pakai jadi ayat renungan hari ini. Ayat Lukas 2:7 ini membuat saya berpikir, bagaimana mungkin tidak ada ruang sedikitpun untuk Raja diatas segala raja? Nyatanya tidak ada. Bagi orang lain dan hal-hal lain, ruang itu ada. Tetapi bagi Yesus? Maaf saja, tidak ada. Bayangkan, Tuhan yang menciptakan seluruh dunia ini datang, tapi justru tidak ada sedikitpun ruang bagiNya.

Kejadian luar biasa penting itu terjadi pada sebuah malam istimewa di Betlehem lebih dari dua ribu tahun lebih yang lalu. Tapi sadarkah kita bahwa sebenarnya apa yang terjadi waktu itu belum berubah hingga hari ini? Kita mengaku percaya, tapi kalau mau diurutkan prioritas dalam hidup, Yesus masih saja berada di bagian belakang, terpinggirkan, dalam kehidupan sebagian besar dari kita. Kita mengaku percaya, tetapi Dia hanya mendapat tempat kalau kita ada perlu saja. Atau kalau keberadaannya tidak mengganggu kesenangan kita. Ketika ada perintah-perintah dan larangan Tuhan yang terasa mengganggu kesenangan kita, maka dengan segera Tuhan pun dipinggirkan. Kita ingin Dia segera menolong kesesakan kita, tetapi begitu pertolongan itu tiba, secepat itu pula Dia kembali kita sisihkan. Tidak ada tempat khusus buat Yesus. atau malah tidak ada tempat sama sekali buat Dia. Itu terjadi dua ribu lebih tahun yang lalu, hari ini hal yang sama pun masih terjadi.

Pantaskah kita memperlakukan Tuhan yang sudah meninggalkan tahtaNya untuk turun ke dunia yang penuh penderitaan ini untuk menyelamatkan kita dengan sikap dan perlakuan seperti itu? Kalau hari ini kita bisa hidup dengan janji yang teguh akan keselamatan, hari ini kita bisa memasuki tahta Allah yang kudus dengan keberanian, hari ini kita bisa berhak untuk menerima segala janji Allah dalam kelimpahan, semua itu adalah berkat Yesus. Sepanjang hidup kita sudah merasakan kasihNya yang begitu besar. Sudah seharusnya Dia mendapatkan posisi yang paling utama kapanpun, dimanapun dari kita. Sudah seharusnya Yesus mendapatkan yang terbaik dari kita. Sudah seharusnya kita menyerahkan seluruh diri kita kepadaNya, mengasihiNya dengan segenap hati dan hidup kita.

Untuk apa Yesus datang? Alkitab mencatat: "Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Lukas 19:10). Semua untuk kita, sama sekali bukan untuk kesenanganNya. Yesus bukan turun ke dunia dalam rangka berlibur atau mau bersenang-senang. "Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya..tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh." (Yesaya 53:4-5). Setelah semua itu, masih pantaskah kita menempatkanNya hanya dalam posisi-posisi kesekian, atau bahkan tidak mendapat posisi sama sekali?

(bersambung)


Friday, December 23, 2016

To Whom Do We Belong?

Ayat bacaan: Galatia 3:29
==================
"Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah."

Ada sebuah lagu lama berjudul "Nobody's Child". Lagu ini pertama kali dinyanyikan pada tahun 1949 dan awalnya tidak terlalu sukses. Tapi kemudian waktu membuktikan bahwa lagu ini menjadi lagu klasik yang masih terus dinyanyikan ulang oleh begitu banyak artis dari masa ke masa sampai hari ini. Lagu ini bercerita tentang seorang anak yatim yang tidak ada yang mau mengadopsi karena ia terlahir buta. Lagu yang sangat menyedihkan. Saya membayangkan seorang anak yang buta duduk sedih di panti asuhan. Saat ia melihat teman-temannya satu persatu pergi mendapat kasih sayang dari orang tua baru yang mengadopsi mereka, ia tetap tersisihkan karena kondisinya tuna netra. Ia terlahir ke dunia bukan karena keinginannya, ia buta bukan karena kemauannya, tapi ia harus hidup menderita karena sesuatu yang bukan salahnya. "I'm nobody's child", "saya bukan anak siapapun."

Sekarang, mari kita berkaca dari lagu ini. Kita adalah manusia yang punya begitu banyak kelemahan, terus berbuat dosa. Kalau dosa kita diakumulasikan, kita harusnya diganjar hukuman berat. Logikanya, mana mungkin Tuhan yang kudus mau menganggap kita yang cemar sebagai anak? Tapi puji Tuhan, sebagai orang-orang percaya kita adalah milik Yesus. Dan karenanya kita dilayakkan untuk menjadi anak-anak Allah. Betapa besarnya anugerah itu.

Berapa banyak dari kita yang sadar bahwa kita adalah milik Yesus? Berapa banyak dari kita yang menyikapinya dengan benar? Lantas, sebagai miliknya apa yang menjadi janji Allah kepada kita? Coba bayangkan seandainya anda manusia biasa yang bukan siapa-siapa lalu diangkat anak oleh seorang raja. Saat anda sah menjadi anak raja, dengan sendirinya anda akan memiliki hak-hak sebagai anak raja dan berhak untuk menerima warisan dari raja. Hal seperti itulah tepatnya yang terjadi ketika kita sudah menjadi anak-anak Allah, sebuah status yang kita peroleh dengan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat dan percaya dalam namaNya. (Yohanes 1:12). Menerima Kristus, itu artinya kita menjadi milikNya, dan dengan demikian kita pun berhak atas janji Tuhan. Firman Tuhan berkata: "Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." (Galatia 3:29). Lihatlah apa yang dikatakan ayat ini. Setiap orang yang menerima Yesus akan menjadi keturunan Abraham, dan oleh karenanya menjadi berhak untuk menerima apa yang dijanjikan Allah.

Seperti apa janji Allah itu? Tuhan menjanjikan segala kebaikan kepada kita seperti janjiNya yang telah Dia tepati kepada Abraham. Abraham menerimanya, maka kita pun berhak untuk itu. Ketika kita menjadi keturunan Abraham dengan menerima Kristus, otomatis warisan yang sama pun diturunkan kepada kita. Mari kita lihat apa kata Yesaya ratusan tahun sebelumnya. "Dengarkanlah Aku, hai kamu yang mengejar apa yang benar, hai kamu yang mencari TUHAN! Pandanglah gunung batu yang dari padanya kamu terpahat, dan kepada lobang penggalian batu yang dari padanya kamu tergali. Pandanglah Abraham, bapa leluhurmu, dan Sara yang melahirkan kamu; ketika Abraham seorang diri, Aku memanggil dia, lalu Aku memberkati dan memperbanyak dia. Sebab TUHAN menghibur Sion, menghibur segala reruntuhannya; Ia membuat padang gurunnya seperti taman Eden dan padang belantaranya seperti taman TUHAN. Di situ terdapat kegirangan dan sukacita, nyanyian syukur dan lagu yang nyaring." (Yesaya 51:1-3). Lihatlah bagaimana Tuhan memanggil Abraham ketika ia seorang diri. Tuhan kemudian memberkati dan memberikan keturunan yang banyak. Inilah yang akan berlaku pula bagi kita, seperti janji Tuhan.

Seperti halnya Abraham, kitapun dipanggil untuk memisahkan diri dari segala kebejatan dan kesesatan dunia ini. Itu akan membuat berkat-berkat Tuhan bisa mengalir deras tanpa hambatan dalam kehidupan yang terus meningkat. Hal seperti itulah yang tepatnya dikatakan Paulus: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2).

Kita perlu melepaskan diri dari pengaruh dan kebiasaan serta pola pikir dunia agar bisa menerima segala janji yang telah diberikan Tuhan. Dalam Yesaya 51:3 kita bisa melihat kerinduan Tuhan untuk menghibur dan memulihkan segala sesuatu yang selama ini terbuang atau hancur dari dalam hidup kita. Kekuatan Tuhan sanggup merubah padang gurun yang paling gersang sekalipun untuk menjadi seindah taman Eden, dimana yang terdapat hanyalah kegirangan dan sukacita, nyanyian syukur dan lagu puji-pujian yang nyaring. Tuhan rindu untuk melakukannya. Semua janji ini bisa turun pada kita dengan syarat bisa kita baca pada Yesaya 51:1, yaitu menjadi orang-orang "yang mengejar apa yang benar dan terus bertekun mencari Tuhan". Tuhan adalah sumber kekuatan. Dia adalah gunung batu, tempat perlindungan kita yang kokoh, kuat dan teguh.

Tuhan ingin membuat hidup kita seindah taman Eden. Tuhan ingin mengubah penderitaan dan kesedihan kita menjadi sukacita dan kegembiraan. Dia ingin memberkati kita secara berkelimpahan, lebih dari yang anda bayangkan sekalipun. Tetapi ingatlah bahwa semua itu bukanlah untuk dipakai berfoya-foya atau demi kepentingan diri sendiri saja. Tuhan ingin segala yang telah Dia percayakan ke dalam tangan kita dipakai kembali untuk memuliakanNya. Pemazmur berkata: "Biarlah bersorak-sorai dan bersukacita orang-orang yang ingin melihat aku dibenarkan! Biarlah mereka tetap berkata: "TUHAN itu besar, Dia menginginkan keselamatan hamba-Nya!" (Mazmur 37:27). Dalam bahasa Ingrisnya dikatakan "Let the Lord be magnified. Who takes pleasure in the prosperity of His servant."

Menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, percaya kepadaNya, itu akan mengantarkan kita untuk berhak menerima janji seperti yang diberikan Tuhan kepada Abraham. Selanjutnya tetaplah mengejar apa yang benar dan teruslah mencari Tuhan. Tuhan rindu untuk mengubah segala padang gurun dan padang belantara yang tengah kita alami menjadi taman Eden, tamannya Tuhan yang penuh dengan kegirangan, sukacita dan dipenuhi ucapan syukur.

I belong to Jesus, you belong to Jesus, we belong to Jesus

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, December 22, 2016

Merayakan Natal dengan Berbagi (2)

(sambungan)

Yang memberi dalam kelimpahan tentu tidak salah. Tapi betapa luar biasanya saat ada orang yang miskin sekali seperti si ibu janda masih berpikir untuk berbagi dalam segala kekurangannya. Malah bukan berbagi, tapi ia memberi seluruh yang ada padanya saat itu. Bukankah itu luar biasa? Tanpa kasih tidak akan ada orang yang mau melakukan seperti itu. Tanpa iman pun tidak akan ada orang yang mau melakukannya, apalagi yang menggantungkan hidupnya pada uang. Berapa pun yang ada pada kita, kita bisa mulai peduli dan tergerak untuk memberi, karena seringkali masalah bukan terletak pada ada atau tidak ada, cukup atau tidak cukup, melainkan masalahnya adalah hati kita.

Pada akhirnya kita harus sampai kepada pola pemikiran yang tepat sesuai Firman Tuhan, seperti yang tertulis dalam ayat berikut ini: "Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35).

Apabila anda diberkati hari ini dengan penghasilan yang besar, bersyukurlah dan nyatakan juga rasa syukur itu dengan pergunakan untuk memberkati sesama. Kalau anda masih pas-pasan, jangan tutup kemungkinan untuk tetap memberkati orang lain dengan apapun yang anda punya atau bisa. Membantu yang kekurangan, menolong yang kelaparan, memberi pakaian bagi yang kurang mampu, semua itu adalah tugas dan kewajiban kita sebagai orang percaya.

Mahatma Gandhi pernah mengatakan: "Earth provides enough to satisfy every man's need, but not every man's greed". Bumi cukup untuk memuaskan semua orang, tetapi tidak akan pernah cukup untuk satu orang yang tamak. Bumi ini sudah diciptakan Tuhan dengan begitu baik sehingga cukup untuk semua manusia, terlebih ketika kita orang percaya bisa berfungsi secara benar sesuai panggilan Tuhan. Tetapi dunia dan segala isinya ini tidak akan pernah cukup bagi orang-orang yang tamak atau serakah, yang ingin selalu memiliki lebih dan lebih lagi tanpa pernah merasa bersyukur.

Yesus mengingatkan: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." (Lukas 12:15).

Hendaklah kita semua hidup dengan rasa cukup dan tidak dikuasai oleh sifat serakah. Dalam keadaan apapun tetaplah bersyukur dan ingatlah bahwa di atas segalanya Tuhan sendiri yang akan memelihara hidup kita. Menjelang hari Natal yang tinggal beberapa hari lagi, mari kita berkomitmen untuk menjadi saluran berkat dari Tuhan kepada sesama. Jangan pandang latar belakang atau kepercayaannya, jangan memberi dengan modus-modus apapun, tapi memberilah atas dasar kasih, karena kalau Yesus ada saat ini, Dia pun akan bergerak menjamah siapapun tanpa terkecuali.

Mungkin mereka yang diberi bukan orang percaya, tapi itu bukan berarti bahwa mereka tidak bisa merasakan kebahagiaan seperti yang kita rasakan dalam merayakan Natal. Ada banyak orang yang tengah kelaparan dan kedinginan, sudahkah kita berbuat sesuatu untuk mereka?

"When you learn, teach. When you get, give." - Maya Angelou

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, December 21, 2016

Merayakan Natal dengan Berbagi (1)

 Ayat bacaan: Yakobus 2:15-16
======================
"Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?"

Ada sekelompok anak muda dari satu komsel membuat gerakan yang membuat saya bahagia. Salah satu dari mereka bercerita tentang apa yang akan mereka lakukan untuk merayakan Natal tahun ini. Biasanya kelompok atau kumpulan teman baik dalam persekutuan atau pertemanan suka tukar menukar kado. Wah, itu memang seru sekali, dan tidak ada yang melarang alias boleh-boleh saja. Tapi anak-anak muda ini memutuskan untuk berbuat sesuatu yang berbeda. "Tukar menukar kado sudah terlalu biasa kak, lagian sebenarnya tidak begitu bermanfaat. Jadi tahun ini kita memutuskan untuk tetap membeli kado tapi bukan untuk ditukar satu sama lain melainkan untuk dibagikan kepada gelandangan yang tidur di pinggir trotoar." katanya.

Mereka berkeliling dan memberkati orang-orang yang sedang kedinginan dan kelaparan. Selain kado, mereka juga mengumpulkan baju-baju yang sudah tidak dipakai lagi untuk dibagikan kepada para gelandangan ini. Saya pikir itu adalah sesuatu yang sangat indah untuk dilakukan dalam merayakan kelahiran Kristus. Saya pun berharap semoga mereka tidak berhenti hanya pada hari Natal saja, tapi menjadikan momen ini sebagai tonggak awal untuk melakukan karya nyata untuk berbagi kasih terhadap sesama.

Anak-anak muda ini beruntung karena lahir dari keluarga berada, dan mereka tidak segan-segan untuk membagikan apa yang mereka miliki kepada orang yang tengah menangis butuh pertolongan. Sayangnya tidak semua mau seperti itu. Ada banyak orang yang salah kaprah dalam menyikapi berkat yang diberikan Tuhan. Mereka berpikir bahwa semua itu adalah untuk membuat mereka bisa hidup mewah, berfoya-foya menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak perlu benar. Tentu saja kita berhak memakai berkat yang kita peroleh untuk membeli keperluan-keperluan kita. Tapi di sisi lain kita harus ingat juga bahwa Tuhan memberi berkat bukan untuk kita simpan sendiri tetapi untuk memberkati orang lain. Kita diberkati bukan untuk ditimbun dan dipakai semata-mata untuk kepentingan pribadi, ttetapi kita diberkati untuk memberkati.

Dalam kitab Yehezkiel dikatakan: "Kalau seseorang adalah orang benar dan ia melakukan keadilan dan kebenaran..tidak menindas orang lain, ia mengembalikan gadaian orang, tidak merampas apa-apa, memberi makan orang lapar, memberi pakaian kepada orang telanjang, tidak memungut bunga uang atau mengambil riba, menjauhkan diri dari kecurangan.." dan sebagainya. (bacalah Yehezkiel 18:5-9)

Dalam Perjanjian Baru pun pesan seperti ini disampaikan beberapa kali, misalnya lewat Yakobus. "Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?" (Yakobus 2:15-16).

 "Wah, kasihan sekali, kamu kelihatannya lapar dan kedinginan... semoga bisa makan yang enak dan punya baju hangat ya." Coba bayangkan jika itu yang kita katakan kepada mereka yang butuh pertolongan, tanpa melakukan apapun buat mereka. Itu akan membuat mereka semakin sedih. Dan itu bukanlah bentuk sikap orang percaya  yang dikehendaki Tuhan. Perhatikanlah bahwa Tuhan menginginkan kita untuk menjadi saluran berkatNya dan bukan untuk membuat kita menjadi orang-orang yang serakah.

Ada banyak yang beralasan bahwa mereka belum sanggup memberi karena masih pas-pasan. Sebenarnya berapapun yang ada pada kita saat ini bisa sangat bermanfaat untuk membantu orang lain. Besar atau kecil nilainya, selama itu diberikan dengan hati yang iklas dan penuh sukacita maka itu akan menyenangkan hati Tuhan. Lihatlah kisah seorang janda miskin yang memberi persembahan dalam jumlah kecil, hanya dua peser alias satu duit. Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan half a cent atau setengah sen. (Markus 12:42). Jumlah itu jauh nilainya dibawah pemberian orang-orang kaya pada saat bersamaan. (ay 41). Apa sih yang bisa dibeli dengan setengah sen? Pikiran normal kita mungkin berpikir seperti itu, lalu kemudian memutuskan untuk tidak memberi. Bukan seperti itu seharusnya.

Saat si janda miskin itu memberi, Yesus tengah berada disana dan mengamati setiap orang yang memberi persembahannya.  Apakah mereka yang memberi dalam jumlah yang besar itu yang menarik perhatian Yesus? "Wah, ini dia donatur gereja paling keren. Dia harus dapat tempat duduk paling depan dan disenangkan hatinya supaya tidak pindah ke gereja lain dan nanti memberi lebih banyak lagi." Apakah itu yang dikatakan Yesus? Sama sekali tidak. Justru si ibu janda yang miskin lah yang mendapat perhatian Yesus. "Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan." (ay 43). Mengapa Yesus mengatakan seperti ini? "Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." (ay 44).

(bersambung)


Tuesday, December 20, 2016

Kecongkakan Awal Kejatuhan (2)

(sambungan)

Dalam versi BIS-nya apa yang dikatakan Paulus bisa kita mengerti dengan lebih sederhana. "Siapakah yang menjadikan Saudara lebih dari orang lain? Bukankah segala sesuatu Saudara terima dari Allah? Jadi, mengapa mau menyombongkan diri, seolah-olah apa yang ada pada Saudara itu bukan sesuatu yang diberi?" Perilaku mereka seolah-olah mereka tidak lagi memerlukan apa-apa, "as if you are already filled and think you have enough (you are full and content, feeling no need of anything more)!" Itu yang tertulis dalam versi bahasa Inggris untuk ayat 8. Mereka lupa diri dan tidak sadar bahwa semua yang mereka miliki sesungguhnya berasal dari Tuhan sehingga tidak ada alasan sedikitpun bagi mereka untuk menjadi congkak atau sombong.

Berulang kali pula Paulus pun mengingatkan dengan tegas bahwa keselamatan itu adalah pemberian Tuhan, (1:18, 15:10). Tuhan yang memilih (1:27-28), mengaruniakan RohNya sendiri untuk menyingkapkan rahasia-rahasia Ilahi (2:10-12), juga memberikan berbagai anugerah atas kasih karuniaNya (1:4-5). Semua berasal dari Tuhan sehingga tidak seorangpun berhak untuk menyombongkan diri.

Semua yang kita miliki saat ini, apakah menurut kita biasa atau istimewa, besar atau kecil dalam pandangan manusia, itu semua adalah anugerah luar biasa yang berasal dari Tuhan. Paulus berkata "Ada tertulis: "Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan." (1:31). Sesungguhnya sebuah kasih karunia dikatakan kasih karunia karena bukan berasal dari perbuatan kita melainkan dari Sang Pemberi yaitu Tuhan sendiri. Dan itupun sudah diingatkan buat kita. "Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia." (Roma 11:6).

Kecongkakan jelas merupakan bentuk penyangkalan dari hal itu, karena artinya mereka berpikiran seolah-olah semua itu adalah hasil pekerjaan mereka atau beranggapan bahwa mereka sudah sangat hebat melebihi orang lain atau bahkan Tuhan sehingga lupa diri. Menyadari bahwa kasih karunia merupakan pemberian Tuhan, milik Tuhan yang diberikan kepada kita akan membuat kita tetap sadar bahwa tidak ada satupun yang pantas kita sombongkan.

Memasuki Natal tahun ini, marilah kita menyadari betul anugerah kasih karunia yang telah Tuhan berikan kepada kita. Semua yang ada pada kita hari ini sesungguhnya berasal dari Tuhan. (Ulangan 8:14-18). Ingatlah bahwa semua itu dari Tuhan, oleh Tuhan dan untuk Tuhan. (Roma 11:36). Tidak ada tempat bagi orang congkak dan sombong di hadapan Tuhan, dan ini bisa kita lihat dalam banyak ayat.

Kecongkakan merupakan awal dari kehancuran, tinggi hati merupakan awal dari kejatuhan, seperti yang Amsal 16:18 di atas, kesombongan merupakan sikap yang ditentang Tuhan (Yakobus 4:6), dan merupakan kekejian bagi Allah sehingga tidak akan luput dari hukuman (Amsal 16:5). Kita harus mensyukuri semua yang telah diberikan Tuhan, dan itu bisa kita tunjukkan lewat sebentuk kerendahan hati bukan lewat sikap congkak atau tinggi hati.

Pride comes before the fall, stay humble!

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, December 19, 2016

Kecongkakan Awal Kejatuhan (1)

Ayat bacaan: Amsal 16:18
=======================
 "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan."

Kata congkak sudah semakin jarang kita dengar. Kalau mengacu pada kamus, congkak adalah sebuah sikap yang merasa dan bertindak dengan memperlihatkan diri sangat mulia (pandai, kaya dan seterusnya). Adakah perbedaan congkak dan sombong? Kalaupun ada, bedanya tipis sekali. Tapi satu hal yang pasti, baik congkak maupun sombong dua-duanya menuju kehancuran.

Dalam karir saya di dunia musik, saya melihat ada begitu banyak orang yang menapak benar-benar dari 0. Banyak dari mereka yang saya kenal sejak awal. Saat menapak naik tentu jarang ada yang sombong. Sebab, kalau belum apa-apa sudah sombong ya pasti tidak akan bisa sukses kan? Setelah mereka berhasil dan terkenal, ada sebagian yang tetap rendah hati dan membumi, tapi ada pula yang kemudian menjadi congkak. Ada seorang artis yang kalau saya sebut namanya semua pasti tahu terus mendapat komentar negatif dari yang pernah mengundangnya. Manajernya sangat kasar, membentak dan memaki-maki panitia, menendang barang-barang yang ada dibawah saat ia mau lewat, dan itu termasuk tas atau alat musik milik musisi lain yang tampil dalam acara yang sama. Ruang gantinya harus berjarak jauh dari ruang ganti artis lain, tidak mau bertegur sapa dan segudang permintaan-permintaan lainnya yang sangat mencerminkan kecongkakan. Gaya bicaranya sombong, seperti kacang lupa kulit ia suatu kali menyangkal adanya orang-orang yang pernah berjasa dalam karirnya. "Saya sudah dari dulu terkenal, mereka yang butuh main dengan saya supaya ikut tenar." katanya. Kalau sudah begini, biasanya mereka tidak punya umur lama dalam karirnya. Saya sangat menyayangkan, karena sebenarnya orang yang satu ini punya bakat dan kelebihan luar biasa untuk mengharumkan bangsa dan negaranya.

Kita sudah diingatkan sejak lama untuk menjaga sikap jauh dari sikap congkak dan tinggi hati. "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (Amsal 16:18). Pride goes before destruction, and a haughty spirit before a fall. Sudah sangat banyak orang sukses yang membuktikan kebenaran Firman ini, mengalami akhir karir jauh lebih cepat dari yang sebenarnya bisa mereka capai. Saya berdoa agar artis di atas bisa cepat sadar dan berhenti menyombongkan diri agar ia tidak harus mengalami firman dalam Amsal 16:18 tadi seperti korban-korban yang mendahuluinya.

Adakah sesuatu yang pantas kita jadikan dasar untuk bersikap congkak? Apakah kita punya alasan untuk menyombongkan diri dengan apa yang kita miliki hari ini? Semua orang berharap dilimpahi berkat, tetapi lupa mempersiapkan diri dan hatinya agar bisa menyikapi datangnya berkat dengan benar. Sangat ironis kalau melihat ada begitu banyak orang yang berubah menjadi sombong ketika mereka diberkati. Saat keberhasilan, kesuksesan, ketenaran atau popularitas hadir, saat itu pula orang langsung terjebak pada dosa kecongkakan dan sikap-sikap sejenis. Dan Tuhan jelas-jelas tidak menyukai sikap ini. Mengapa? Karena kalau kita sadar bahwa semua itu, baik talenta, kesempatan dan kesuksesan berasal dari Tuhan, tentu wajar apabila Tuhan menentang sikap yang melupakan Dia yang telah memberi semuanya. Untuk contohnya kita bisa melihat sikap buruk dari jemaat Korintus.

Jemaat Korintus tampaknya merupakan gambaran jemaat yang sombong. Ada banyak ayat yang mengindikasikan hal ini seperti yang beberapa kali tecatat misalnya dalam 1 Korintus 4:6-21, 5:2, 8:1 dan 13:4. Paulus memberikan teguran atas kesombongan mereka. Lihatlah salah satunya: "Saudara-saudara, kata-kata ini aku kenakan pada diriku sendiri dan pada Apolos, karena kamu, supaya dari teladan kami kamu belajar apakah artinya ungkapan: "Jangan melampaui yang ada tertulis", supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain". (1 Korintus 4:6). Jemaat di Korintus lupa akan jati diri mereka dan tenggelam dalam kesombongan, sehingga merasa tidak lagi memerlukan apa-apa, termasuk tidak lagi membutuhkan hamba Tuhan dalam hidup mereka. "Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?" (ay 7)

(bersambung)


Sunday, December 18, 2016

Kesombongan bangsa Edom

Ayat bacaan: Obaja 1:3
==============
"Keangkuhan hatimu telah memperdayakan engkau, ya engkau yang tinggal di liang-liang batu, di tempat kediamanmu yang tinggi; engkau yang berkata dalam hatimu: "Siapakah yang sanggup menurunkan aku ke bumi?"

Suatu kali saya melewati razia di jalan. Saat saya diberhentikan dan diperiksa kelengkapan surat-suratnya, ada seorang bapak yang tampak marah-marah kepada polisi yang memberhentikannya. Ia tidak membawa SIM dan STNK, tapi malah marah karena mobilnya mau disita. Saya mendengar perkataannya dengan jelas karena ia berada dekat dengan posisi saya berdiri. "Kalian hati-hati ya, saya kenal para petinggi kepolisian!" Wah, sudah salah tapi malah marah. Polisi disana tampaknya bingung mau berbuat apa. Kalau benar si bapak ini punya 'backing' petinggi, bisa-bisa mereka pindah tugas atau mendapat masalah dalam karirnya. Sedangkan kalau mereka melepaskan si bapak, itu sama saja melakukan pelanggaran atas prosedur yang benar. Sampai saya berlalu ia masih membentak-bentak polisi disana di depan banyak orang yang mulai berkerumun menonton.

Kapan orang biasanya menjadi angkuh atau sombong? Biasanya ini menjadi penyakit yang timbul ketika orang mulai atau sudah sukses. Berhasil dalam karir, bisnis, atau aspek-aspek kehidupan lainnya. Tidaklah heran apabila kita melihat orang yang tiba-tiba berubah sikapnya begitu mereka mencapai keberhasilan. Mengandalkan uang atau harta, jabatan dan koneksi, itu jadi kartu As untuk bisa berbuat seenaknya, bebas melanggar peraturan tanpa mendapat ganjaran. Singkatnya, begitu orang berhasil, seketika itu pula bahaya kesombongan mulai mengancam.

Dalam beberapa renungan kemarin kita sudah melihat bahaya yang mengancam saat kita tengah berada di atas angin. Kita sudah melihat sebuah pesan penting yang disampaikan lewat Paulus: "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12). Lalu saya pun sudah mengambil sebuah contoh mengenai Korah yang karena ambisi dan kesombongannya memberontak dan kemudian mengalami nasib yang tragis dengan cara mati ditelan bumi, turun hidup-hidup ke dunia orang mati dan binasa ditengah-tengah mereka itu. (Bilangan 16:32-33). Melanjutkan pembahasan perihal keangkuhan atau kesombongan ini, mari kita lihat isi dari kitab yang sangat singkat di dalam Alkitab, yaitu kitab Obaja.

Obaja suatu kali mendapat sebuah penglihatan mengenai situasi yang mengancam negeri Edom. Lewat Tuhan ia mengetahui bahwa Tuhan sedang mengirim utusan ke tengah bangsa itu untuk memeranginya. "Sesungguhnya, Aku membuat engkau kecil di antara bangsa-bangsa, engkau dihinakan sangat." (ay 2). Mengapa Tuhan sampai sebegitu marah? Sebab Tuhan sangatlah tidak berkenan melihat keangkuhan bangsa itu. Demikian Tuhan berkata: "Keangkuhan hatimu telah memperdayakan engkau, ya engkau yang tinggal di liang-liang batu, di tempat kediamanmu yang tinggi; engkau yang berkata dalam hatimu: "Siapakah yang sanggup menurunkan aku ke bumi?" (ay 3).

Kalau ditinjau dari segi geografis, Edom sebenarnya berada pada posisi yang sangat strategis dan aman. Letaknya ada di puncak gunung yang tinggi, kuat dan terlindung. Belum ada rudal atau bom pada waktu itu, sehingga mereka bisa menyapu bersih ancaman apapun yang merangkak di bawahnya dengan mudah. Menyadari ini, orang Edom merasa sangat aman sehingga lupa diri. Mereka berpikir bahwa tidak akan ada bangsa manapun yang akan mampu menandingi mereka. Jangankan menandingi atau menyerang, mengganggu pun sulit. Mereka tidak menyadari bahwa sikap mereka yang angkuh sedang mengarahkan mereka ke dalam kehancuran. Mereka lupa bahwa meski keadaan geografis yang strategis dan terlihat sangat aman, kekuatan mereka tidaklah berarti apa-apa karena Tuhan mampu menjungkir balikkan segalanya semudah membalikkan telapak tangan. "Sekalipun engkau terbang tinggi seperti burung rajawali, bahkan, sekalipun sarangmu ditempatkan di antara bintang-bintang, dari sanapun Aku akan menurunkan engkau, --demikianlah firman TUHAN." (ay 4).

Kita boleh sukses, boleh menikmati keberhasilan atas hasil kerja keras kita, karir menanjak, bisnis bagus dan meningkat. Apalagi dalam situasi ekonomi yang sulit seperti sekarang ini, bisnis yang masih meningkat tentu luar biasa. Tapi kita harus ingat bahwa semua itu tidak akan terjadi tanpa perkenan Tuhan.  Orang-orang Edom akhirnya harus memetik buah pahit akibat perilaku lupa diri mereka.

Tuhan sangat tidak suka orang yang sombong. Firman Tuhan berkata: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6). Jika kita lupa dan mengira kita boleh sombong atau tinggi hati, itu artinya kita tengah membiarkan diri kita berjalan menuju kehancuran. Sebab Firman Tuhan lewat Salomo berkata "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (Amsal 16:18).

Tidak ada alasan bagi kita untuk menyombongkan diri, karena ketika Tuhan menentang kita, Dia bisa menjungkir-balikkan semuanya dalam seketika semudah membalik telapak tangan.  Kehancuran atau kejatuhan yang terjadi bisa sangat serius, karena seringkali bukan hanya terjadi untuk pribadi atau individu saja, tapi bisa menjadi kolektif seperti halnya kisah Korah bahkan menimpa satu bangsa besar sekalipun, seperti yang terjadi pada bangsa Edom. Inilah yang harus kita sikapi dengan baik agar kehidupan kita bisa terus diberkati Tuhan hingga kesudahannya.

Kita harus ingat bahwa kita diselamatkan untuk menyelamatkan. Kita diberkati untuk memberkati. Semua itu bukanlah untuk ditimbun sendiri, apalagi kalau malah dipakai untuk menyombongkan diri. Bukan karena kuat dan hebat kita, bukan karena kepandaian atau kehebatan kita, tapi semua itu berasal dari Tuhan. Oleh karena itulah kita jangan sampai merasa berada di atas angin lantas mengabaikan bahwa keberhasilan tetap merupakan berkat dari Tuhan. Bukankah kepandaian kita pun berasal dari anugerahNya juga? Bukankah kesehatan untuk terus bisa bekerja keras, peluang-peluang yang terbuka, kepintaran kita dalam berpikir, talenta-talenta yang kita miliki, itupun semuanya berasal dari Tuhan?

Firman Tuhan berkata "Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:7-8). Perkara naik dan turun pun berada dalam keputusan Tuhan. Maka dari itu Petrus berkata "Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya." (1 Petrus 5:6). Tanpa Tuhan kita tidak akan mungkin bisa mempertahankan apa yang sudah sukses kita peroleh hari ini, tidak peduli sehebat apapun diri kita. Dalam sekejap mata semua itu bisa berlalu dari kita, lenyap tanpa bekas.

Dengan berkaca pada konsekuensi yang diterima bangsa Edom, mari kita menjaga diri kita untuk terhindar dari kesombongan, sikap angkuh, congkak, tinggi hati dan sejenisnya. Pakai segala yang diberikan Tuhan untuk anda bukan untuk membanggakan atau meninggikan diri tetapi untuk memuliakan Tuhan lebih, lebih dan lebih lagi.

"Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah." (Yakobus 4:16)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, December 17, 2016

Binasanya Korah (2)

(sambungan)

Lantas Musa mengajak bangsa Israel untuk melihat siapa yang benar. "Sesudah itu berkatalah Musa: "Dari hal inilah kamu akan tahu, bahwa aku diutus TUHAN untuk melakukan segala perbuatan ini, dan hal itu bukanlah dari hatiku sendiri: jika orang-orang ini nanti mati seperti matinya setiap manusia, dan mereka mengalami yang dialami setiap manusia, maka aku tidak diutus TUHAN. Tetapi, jika TUHAN akan menjadikan sesuatu yang belum pernah terjadi, dan tanah mengangakan mulutnya dan menelan mereka beserta segala kepunyaan mereka, sehingga mereka hidup-hidup turun ke dunia orang mati, maka kamu akan tahu, bahwa orang-orang ini telah menista TUHAN." (ay 28-30).

Dan yang terjadi selanjutnya sangat mengerikan. Murka Tuhan turun atas mereka dan kebinasaan pun menimpa mereka. "Baru saja ia selesai mengucapkan segala perkataan itu, maka terbelahlah tanah yang di bawah mereka, dan bumi membuka mulutnya dan menelan mereka dengan seisi rumahnya dan dengan semua orang yang ada pada Korah dan dengan segala harta milik mereka. Demikianlah mereka dengan semua orang yang ada pada mereka turun hidup-hidup ke dunia orang mati; dan bumi menutupi mereka, sehingga mereka binasa dari tengah-tengah jemaah itu." (ay 31-33).

Hal ini kemudian disinggung kembali pada bagian lain. "tetapi bumi membuka mulutnya dan menelan mereka bersama-sama dengan Korah, ketika kumpulan itu mati, ketika kedua ratus lima puluh orang itu dimakan api, sehingga mereka menjadi peringatan." (Bilangan 26:10). Korah dan orang-orangnya akhirnya binasa, turun hidup-hidup ke dunia orang mati. Hukuman Tuhan jatuh atas orang-orang sombong yang melupakan hakekat dirinya lalu berani melawan Tuhan. Ayat ini berkata dengan tegas agar hendaknya kita menjadikannya peringatan, jangan sampai kita mengulangi kesalahan yang sama dalam hidup kita hari ini.

Percaya diri itu baik. Mengetahui potensi dan kemampuan pun tentu baik. Menghargai diri sendiri itu baik. Tidak salah juga kalau kita bersyukur atas kesuksesan yang kita raih sebagai buah dari kerja keras kita. Tapi jika itu kita nikmati secara berlebihan, kita bisa terjatuh kepada berbagai dosa yang akan membuat apa yang telah susah payah kita bangun menjadi luluh lantak dalam sekejap mata. Ketika kita sudah berhasil, bersyukurlah kepada Tuhan yang telah memberikan itu semua. Dan jangan berhenti disitu, tapi pertahankanlah kesuksesan itu dan jauhilah segala hal yang bisa menjatuhkan kita. Jangan ikuti contoh buruk dari Korah.

Ingatlah bahwa Di luar Tuhan kita bukanlah apa-apa (Yohanes 15:5). Jangan lupa diri sehingga merasa bahwa kitalah yang terhebat kemudian melupakan dan merebut kemuliaan yang menjadi hak Tuhan. Ketika kita menjadi sukses, jagalah prestasi itu dengan baik, teruslah bersikap rendah hati, berkati orang lain lebih lagi dan teruslah muliakan Tuhan. Tetap jaga garis batas yang ditetapkan Tuhan bagi kita, dan waspadalah terhadap dosa kesombongan.

Ada banyak jebakan yang siap memerangkap kita dibalik setiap kesuksesan, oleh karenanya kita harus tetap waspada agar apa yang telah kita bangun tidak musnah tetapi akan terus mengarah kepada keberhasilan demi keberhasilan lainnya yang akan mengikuti setiap langkah kita.

Sikapi keberhasilan dengan bijaksana sebelum itu menghancurkan kita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, December 16, 2016

Binasanya Korah (1)

Ayat bacaan: Bilangan 26:10
==========================
"tetapi bumi membuka mulutnya dan menelan mereka bersama-sama dengan Korah, ketika kumpulan itu mati, ketika kedua ratus lima puluh orang itu dimakan api, sehingga mereka menjadi peringatan."

Jika anda berjalan di mall, sekali waktu anda bisa bertemu dengan papan peringatan "hati-hati licin, awas jatuh", atau sejenisnya. Dalam bahasa Inggrisnya biasanya dikatakan: "Caution, slippery when wet." Itu akan dipasang saat ada petugas kebersihan tengah mengepel lantai sebagai peringatan agar pengunjung berhati-hati saat melewati lantai basah supaya tidak terpeleset dan jatuh. Bagi yang bawa anak balita, pegang segera anaknya karena mereka tidak mengerti dan bisa celaka.

Dalam kehidupan kita, seringkali kita bisa terpeleset, lupa terhadap peringatan Tuhan lewat sikap-sikap kita dan jatuh dalam dosa. Dan ini biasanya terjadi bukan di saat kita sedang dalam keadaan sulit atau biasa-biasa saja, tapi justru ketika kita sedang menikmati kesuksesan atau keberhasilan kita. Tidak jarang kita melihat banyak tokoh yang berusaha keras selama bertahun-tahun untuk sukses, tetapi kemudian hancur dalam sekejap mata akibat tersandung atau terpeleset masalah. Tidak jarang pula, konsekuensi yang harus ditanggung bisa berdampak lama, sulit untuk dibangun kembali atau bahkan menjadi akhir perjalanan karir atau hidup mereka. Papan peringatan sebenarnya sudah ada, semua peringatan, ketetapan, pesan, dan prinsip-prinsip kebenaran Firman Tuhan yang tertulis dalam Alkitab. Tapi masalahnya, berapa banyak orang yang mau mengindahkan? Kalau kita hidup jauh dari Tuhan, mengabaikan FirmanNya dan ikut hanyut dalam kerusakan moral dunia, kita hanya tinggal menunggu waktu untuk jatuh.

Kemarin kita sudah melihat pesan penting dari Paulus yang berbunyi: "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12). Mempertahankan adalah jauh lebih berat ketimbang membangun sesuatu. Ada banyak faktor di dalam sebuah keberhasilan yang bisa membuat kita lupa diri, sesuatu yang mungkin tidak terjadi ketika kita sedang merintis atau membangun keberhasilan kita. Ada banyak orang yang tergelincir jatuh bukan ketika mereka berjuang, tapi justru ketika kesuksesan telah berhasil mereka raih. Maka tidaklah heran jika ketika kita sudah sukses, perjuangan bukan menjadi lebih mudah tapi malah akan menjadi jauh lebih berat lagi.

Lalu masih dari renungan kemarin, saya sudah menyinggung sedikit tentang Korah. Mari kita lihat kisah Korah lebih dalam. Korah sebenarnya pada mulanya merupakan seorang pemimpin yang cukup berpengaruh di masa ketika Israel keluar dari Mesir. Seperti halnya orang Lewi lainnya, Korah dipercaya untuk melakukan pekerjaan pada Kemah Suci Tuhan, bertugas bagi umat untuk melayani mereka. Dengan status seperti itu dengan sendirinya Korah mendapat kepercayaan yang lebih tinggi di banding orang Israel lainnya.

Itu adalah sebuah kehormatan yang seharusnya disyukuri dan ditanggungjawabi dengan sungguh-sungguh. Sayangnya tidaklah demikian. Korah terperosok dalam dosa pemberontakan. Ia menjadi lupa akan hakekat kepercayaan yang telah diberikan Tuhan kepadanya setelah sukses. Ia menghargai dirinya sendiri secara berlebihan dan kemudian gagal untuk mengenal batasan yang telah ditetapkan Tuhan baginya. Ia lupa kepada apa yang menjadi garis tugasnya dan menjadi angkuh.

Korah merencanakan makar, "mengajak orang-orang untuk memberontak melawan Musa, beserta dua ratus lima puluh orang Israel, pemimpin-pemimpin umat itu, yaitu orang-orang yang dipilih oleh rapat, semuanya orang-orang yang kenamaan." (Bilangan 16:1-2). Mengapa ia memberontak? Karena ia merasa dirinya hebat diatas orang lain dan haus akan jabatan. Mereka ini adalah orang-orang yang merasa iri kepada Musa. Musa sempat menegur mereka: "Belum cukupkah bagimu, bahwa kamu dipisahkan oleh Allah Israel dari umat Israel dan diperbolehkan mendekat kepada-Nya, supaya kamu melakukan pekerjaan pada Kemah Suci TUHAN dan bertugas bagi umat itu untuk melayani mereka, dan bahwa engkau diperbolehkan mendekat bersama-sama dengan semua saudaramu bani Lewi? Dan sekarang mau pula kamu menuntut pangkat imam lagi?" (ay 9-10). Kesombongan Korah dan pengikut-pengikutnya membuat mereka lupa bahwa yang mereka lawan sebenarnya bukanlah Musa dan Harun saja melainkan Tuhan yang telah menggariskan langsung seperti apa mereka harus berjalan.

(bersambung)


Thursday, December 15, 2016

ABC: Always Be Careful (2)

(sambungan)

Alkitab mencatat banyak contoh tokoh yang sebenarnya luar biasa, berprestasi atau setidaknya sangat menjanjikan tetapi mereka tersandung jatuh hanya karena masalah yang relatif kecil yang seharusnya bisa mereka hindari. Lihat Musa yang mencapai antiklimaks justru di saat-saat terakhir. Ia telah begitu sabar menuntun bangsa Israel yang tegar tengkuk selama puluhan tahun, akhirnya gagal memasuki tanah terjanji karena ia tidak bisa menahan emosi pada suatu ketika. Lihat beberapa raja Israel yang jatuh ketika berada di puncak karir dan popularitas mereka. Daud jatuh akibat dosa perzinaan, Salomo jatuh dalam dosa penyembahan berhala, atau lihatlah Saul yang tadinya begitu cemerlang sinarnya namun akhirnya binasa akibat serangkaian kebodohan yang ia perbuat.

Dalam kisah lain, Korah merasa dirinya terlalu hebat kemudian haus akan kekuasaan dan jabatan lalu memberontak. akibatnya Korah dan orang-orangnya pun mengalami akhir yang mengerikan. "tetapi bumi membuka mulutnya dan menelan mereka bersama-sama dengan Korah, ketika kumpulan itu mati, ketika kedua ratus lima puluh orang itu dimakan api, sehingga mereka menjadi peringatan." (Bilangan 26:10).

Jangan sampai kita harus mengalami itu karena terlena dalam keberhasilan. Ada begitu banyak lagi contoh yang dicatat dalam Alkitab. Kisah menara Babel, jemaat Laodikia dalam kitab Wahyu dan sebagainya, semua menunjukkan bahwa ketika situasi sedang sangat baik, ketika sedang berada di puncak, disanalah ada bahaya mengancam. Saat seperti itulah yang sebenarnya menjadi titik rawan bagi kita untuk jatuh.

Dalam kitab Wahyu ada sebuah pesan bagi jemaat Filadelfia yang sangat penting untuk kita cermati. "Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu." (Wahyu 3:11). Peganglah terus, pertahankan agar tidak lepas. Itu sebuah seruan yang sangat penting dalam perjalanan hidup kita, terlebih ketika aroma kesuksesan dan kenyamanan berada di atas sedang memenuhi diri kita. Penulis Ibrani pun mengingatkan hal yang sama. "Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1).

Ini sebuah pesan yang sangat penting agar kita lebih teliti, lebih jeli dan lebih berhati-hati menapak ke depan. Keselamatan yang telah kita peroleh sebenarnya sungguh tinggi nilainya, karenanya berhati-hatilah agar jangan apa yang telah kita genggam akhirnya harus luput dari tangan kita. Demikian dikatakan oleh Penulis Ibrani: "Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula." (3:14).

Apakah saat ini anda sedang menikmati buah dari usaha yang telah kita rintis selama bertahun-tahun? Apakah anda sedang berada pada kondisi yang sangat nyaman atas keberhasilan-keberhasilan yang berhasil anda capai? Apakah anda sedang berada pada puncak karir atau kesuksesan anda? Jika itu yang sedang anda alami saat ini, berarti inilah saatnya bagi anda untuk benar-benar berhati-hati. Sesungguhnya ada banyak jebakan dan jerat yang siap menjatuhkan jika kita lengah. Ayat 1 Petrus 5:8 sudah mengingatkan kita bahwa iblis akan terus mengaum-aum mencari mangsa, termasuk orang-orang percaya yang dapat ditelannya. Di saat kita sedang merasa kuat, disanalah sebenarnya masa-masa rawan yang harus benar-benar kita awasi.

Marilah kita terus mengingatkan diri kita agar apa yang sudah dianugerahkan jangan sampai lenyap dari diri kita. Berhati-hatilah terhadap berbagai jebakan dosa, apalagi yang tidak kasat mata, terlihat hanya sepele, kita anggap sangat kecil sehingga boleh diberi toleransi dan sejenisnya. Sudah terlalu banyak contoh kejatuhan anak-anak Tuhan disaat mereka sedang terlena dalam kesuksesan, di kala mereka sedang merasa kuat dan hebat.Karena itu peganglah teguh apa yang sudah anda miliki hari ini dari Tuhan, pertahankanlah, dan tetaplah bersyukur dan hidup rendah hati. Pakailah setiap kesuksesan anda bukan untuk lupa diri dan menjadi sombong tapi untuk memberkati lebih banyak orang dan memuliakan Tuhan lebih dari sebelumnya.

ABC: Always Be Careful

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, December 14, 2016

ABC: Always Be Careful (1)

Ayat bacaan: 1 Korintus 10:12
==========================
"Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!"

Ada seorang teman yang hobinya panjat tebing sejak masih kuliah. Hanya karena usia yang sudah tidak muda lagi dan demi keluarga, ia memutuskan untuk meninggalkan hobi beresiko ini. Saat bertemu lagi dengannya beberapa hari lalu, saya bertanya kepadanya, apakah ia tidak takut saat memanjat tebing seperti itu? Saya membayangkan, sedikit saja melakukan kesalahan dalam memanjat akibatnya bisa fatal. Sambil tertawa ia berkata bahwa adrenalinnya justru terpacu saat berhadapan dengan situasi seperti itu. Tapi kemudian ia menambahkan bahwa ia bukan termasuk orang yang ceroboh. Ia selalu melakukan banyak persiapan sebelum memanjat. Persiapannya panjang, dan ia pun dilengkapi dengan banyak alat pengaman untuk meminimisasi resiko kecelakaan. "Saya selalu hati-hati, menyadari bahaya dan resiko. Saya tidak mau terlalu yakin, meski saat situasinya terlihat tidak sulit sekalipun. Itulah tampaknya salah satu faktor penting saya selamat dan masih hidup hari ini." katanya lagi.

Menyadari faktor bahaya dan resiko lantas berhati-hati menjadi kunci dalam melakukan olah raga atau kegiatan ekstrim seperti memanjat tebing. Ada beberapa kasus yang pernah saya baca, kecelakaan terjadi karena faktor kecerobohan dari korban. Ada yang selfie di atas tebing curam lantas terjatuh ke kawah. Ada yang talinya putus saat sibuk main tongsis alias monopod. Ada banyak lagi musibah yang terjadi akibat keteledoran, dan sebagian di antaranya terjadi justru pada keadaan-keadaan yang sebenarnya tidak terlalu berbahaya. Itu artinya, kita seharunya hati-hati dalam segala kondisi, karena sekali kita lupa diri, kejatuhan menanti di depan mata.

Diluar contoh pemanjat tebing, perhatikanlah ada berapa banyak orang terkenal atau hebat yang mengalami kejatuhan di puncak karirnya. Ada yang jadi pemakai obat-obat terlarang dan merasa bahwa kekuasaan dan hartanya dijamin bisa mengamankan mereka dari jerat hukum, ada yang melakukan tindakan pelecehan atau kejahatan lain. Ada orang-orang yang tadinya ramah dan membumi, rendah hati tapi kemudian berubah jadi sombong setelah terkenal. Kesombongan pun merupakan salah satu awal dari kejatuhan banyak orang terkenal. Saya sudah melihat begitu banyak kasus seperti ini, dan itu sangatlah disayangkan.

Ada yang sudah membangun karirnya selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, tapi karena terpeleset sekali saja, semua yang sudah ia bangun mati-matian menjadi hancur dalam sekejap mata. Berbagai bentuk godaan dunia biasanya akan sulit ditolak ketika kita merasa berada di puncak, ketika kita terlena dalam kesuksesan, ketika kita merasa kuat. Kesombongan, ketamakan, skandal, korupsi, dan sebagainya sering membuat para tokoh terkenal dan orang-orang sukses mengalami kehancuran.Kalau saja mereka mau menyadari sejak semula bahwa semua itu adalah anugerah Tuhan yang seharusnya mereka pakai untuk memberkati lebih banyak orang lagi dan bukan untuk disombongkan, mereka tentu tidak harus rusak reputasi dan karirnya.

Mempertahankan kesuksesan adalah jauh lebih sulit daripada memulai membangunnya. Kenapa? Karena di saat kesuksesan hadir dalam diri kita, ada banyak faktor yang siap membuat kita lupa diri. Dan disanalah iblis akan membentangkan perangkapnya. Keadaan seperti ini biasanya tidak menerpa ketika kita sedang merintis  tapi justru munculketika kita mulai merasa di atas angin dengan menikmati popularitas atau tingginya jabatan/pangkat dan sebagainya secara berlebihan. Jadi jelaslah bahwa meski membangun atau merintis sesuatu itu tidak mudah, tetapi mempertahankan akan jauh lebih sulit lagi.

Paulus sudah mengingatkan kita dengan tegas dalam suratnya kepada jemaat Korintus. "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12). Ketika kita merasa kuat, ketika kita merasa sukses, di saat seperti itulah kita harus lebih hati-hati dari sebelumnya. Di saat kita mengira kita sudah teguh berdiri, ketika kita berada di puncak karir atau popularitas dan sebagainya, di saat kita merasa di atas angin, itulah sebenarnya yang merupakan masa paling rawan bagi kita untuk jatuh. Therefore let anyone who thinks he stands, who feels sure that he has a steadfast mind and is standing firm, take heed lest he fall, and that means fall into sin.

(bersambung)


Tuesday, December 13, 2016

Benih yang Ditanam dalam Pikiran (2)

(sambungan)

Kalau kita mengikuti pesan yang tertulis dalam Filipi 4:8 di atas, maka kita pun akan menuai persis seperti apa yang kita tanam, yaitu hal-hal yang benar, adil, mulia, suci, manis dan baik. Adalah sangat penting bagi kita untuk terus menabur firman Tuhan dalam pikiran kita secara teratur, sehingga tidak ada celah lagi bagi benih-benih negatif untuk bertumbuh di dalam pikiran kita.

Selain sumber kasih, Allah merupakan kasih itu sendiri. Firman-firmanNya yang kita tabur tentu akan menumbuhkan kasih pula. Jika kasih yang tumbuh, maka di dalam kita akan berbuah banyak kebajikan. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (1 Korintus 13:4-7). Ini semua akan membentuk pribadi kita menjadi pribadi yang berkenan di mata Tuhan.

Tidak ada tempat bagi hal-hal negatif di dalam kasih. Jika kita berbuah kasih, maka pikiran kita bisa terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif yang siap menenggelamkan diri kita. Selain itu, janganlah kita memenuhi pikiran kita dengan berbagai ketakutan atau kekhawatiran yang seringkali tidak beralasan dan belum tentu terjadi seperti yang kita takutkan. "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Jika ini kita lakukan maka hidup kita pun menjadi lebih indah sebab damai sejahtera Allah akan selalu hadir di dalam diri kita. "Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:7).

Dalam pelayanannya, Paulus dan teman-teman berkomitmen untuk menaklukkan pikiran mereka kepada Kristus. "Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus" (2 Korintus 10:5b). Mengingat betapa pentingnya pikiran untuk menentukan kemana hidup kita selanjutnya menuju, kita harus memastikan bahwa dalam pikiran kita tertanam benih-benih Firman dan bukan yang lain. Jangan sampai yang tumbuh adalah hal-hal yang buruk lantas kita membiarkan diri kita dikendalikan oleh pikiran yang sudah tercemar itu. Kita harus mampu mengendalikan pikiran kita, menabur hal-hal yang positif, yang baik dan yang benar sesuai firman Tuhan, serta menaklukkannya kepada Kristus. Marilah kita mengendalikan dan memperhatikan pikiran kita, sebab apapun benih yang kita tanam di dalamnya akan sangat menentukan seperti apa diri kita dan arah perjalanan hidup kita ke depan.

"Don't judge each day by the harvest you reap, but by the seeds you plant" - Robert Louis Stevenson

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, December 12, 2016

Benih yang Ditanam dalam Pikiran (1)

Ayat bacaan: Matius 13:24
====================
"Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya."

Ada sebidang tanah kosong tepat di samping rumah saya yang tidak diurusi oleh pemiliknya. Sejak saya pindah ke rumah yang sekarang, belum pernah sekalipun saya melihat yang punya tanah datang. Seorang warga dari kampung di belakang saya melihat peluang untuk mendapatkan penghasilan tambahan dengan memanfaatkan lahan kosong ini. Ia memotong rumputnya, menggemburkan tanah lalu menanam sayur-sayuran. Setiap kali ia mempergunakan tanah itu, sayur yang ditanam berbeda-beda. Tergantung dari apa yang sedang laku di pasar, katanya. Dan tentu saja, yang cepat menghasilkan.

Sebelum ia menanam, disana tumbuh rerumputan rimbun, lalang dan tanaman liar lainnya, hingga pohon singkong. Saya memperhatikan, tanahnya sama. Tapi tanaman yang ditanam atau yang tumbuh disana bisa berbeda-beda. Dan hasilnya pun akan berbeda, tergantung apa yang ditanam. Tidak akan mungkin tumbuh wortel kalau yang ditanam daun selada, begitu pula sebaliknya. Tanahnya sama, tanamannya berbeda. Apakah tanaman yang bermanfaat yang ditanam atau tanaman pengganggu, semua aka tergantung yang tanam.  Apa yang kita tabur ke atas tanah, maka itulah yang akan tumbuh. Tanah tidak bisa dan tidak akan pernah memilih. Tanah akan menumbuhkan apapun yang kita tabur atau dibawa angin untuk jatuh ke atasnya.

Saya mendapatkan pencerahan dari apa yang saya lihat ini dan teringat sedikit kilasan mengenai benih dan tanah ini pernah sebenarnya juga pernah dipakai Yesus sebagai ilustrasi dalam perumpamaan tentang lalang di antara gandum. (Matius 13:24-30). Demikian ayat pembukanya. "Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya." (Matius 13:24). Siapapun pasti akan selalu menaburkan benih yang baik di ladangnya, dan tidak akan pernah mau menabur benih yang bisa merusak lahan taninya bukan? Tapi kemudian, musuh bisa menaburkan benih yang tidak baik di sana. "Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi." (ay 25). Perhatikan, tanahnya sama, tapi benih yang baik dan yang tidak baik keduanya bisa sama-sama tumbuh dengan subur.

Seperti halnya tanah, demikian pula yang terjadi dengan pikiran kita. Pikiran kita ibarat tanah. Selalu menerima, memberi respon, menumbuhkan apapun yang ditabur masuk di dalamnya. Apakah itu baik atau buruk, apakah itu bermanfaat atau merusak, apakah itu positif atau negatif, semuanya akan ditumbuhkan oleh pikiran kita tanpa terkecuali! Baik atau buruk, keduanya bisa tumbuh subur di pikiran kita. Itulah sebabnya kita harus mampu menguasai pikiran kita agar jangan sampai benih yang buruk yang hidup disana lalu balik menguasai diri kita. Jika kita menanam hal-hal yang tidak baik, seperti pikiran negatif, berprasangka buruk, menduga-duga, atau malah menghakimi orang lain dalam pikiran kita, maka itulah yang akan tumbuh subur dan merajai hidup kita. Jika kita menabur hal-hal seperti mengasihani diri berlebihan, menganggap diri rendah, kebencian, dendam, atau bahkan kutuk, maka itulah yang akan direspon pikiran kita, ditumbuhkan dan akan berbuah tindakan-tindakan yang negatif pula.

Alkitab berkata: "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (Amsal 23:7) ("For as he thinketh in his heart, so is he." - King James Version). Kita bisa menjadi pribadi yang baik, kudus dan berkenan, atau sebaliknya menjadi pribadi yang buruk, penuh kebencian dan kepahitan, semua tergantung dari apa yang kita tabur ke dalam pikiran kita untuk ditumbuhkan.


Paulus mengingatkan kita untuk selalu menanam hal-hal yang positif dalam pikiran kita. "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8). Lihatlah bahwa kita dianjurkan untuk selalu mengisi pikiran kita dengan hal-hal yang baik. Memandang dari sisi negatif akan membuat kita menjadi negatif pula, karena itulah yang akan ditumbuhkan oleh pikiran kita dan kemudian berbuah subur dalam hidup kita.

(bersambung)


Sunday, December 11, 2016

Christlikeness in the Spirit of Our Mind (2)

(sambungan)

Ayatnya berbunyi sebagai berikut: "yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya." (Efesus 4:22-24). Dalam bahasa Inggrisnya ayat ini disebutkan: Be constantly renewed in the spirit of your mind. Roh kita sudah diperbaharui, maka pemikiran kita pun seharusnya mengikuti itu.

Pikiran dan perasaan adalah ruang-ruang yang harus selalu diisi dengan kebenaran karena keduanya bisa saling meracuni dan saling merusak. Tanpa dipimpin oleh kebenaran, keduanya bisa kacau dan akan menghasilkan sebuah kehidupan yang kacau pula.  Jadi meletakkan pikiran dan perasaan seperti Kristus akan membawa kita kepada sebuah kondisi kehidupan yang dinamis, indah dan penuh sukacita, hidup yang benar dan tentu akan mengarah kepada jaminan keselamatan yang telah dianugerahkan lewat karya penebusanNya.

Alangkah sayangnya apabila kita yang seharusnya sudah diubahkan menjadi manusia baru tapi masih juga belum bisa menanggalkan berbagai pemikiran-pemikiran lama, masih terpusat pada kepentingan dan hal-hal yang menyenangkan atau memuaskan secara pribadi saja, tanpa tergerak sedikitpun untuk memikirkan saudara-saudara kita lainnya yang tengah menghadapi penderitaan.

Kalau kita peka, ada begitu banyak orang yang sedang menangis memohon belas kasih akibat beratnya beban hidup yang harus mereka tanggung. Ada banyak yang masih membutuhkan pertolongan untuk meringankan beban mereka. Ketika Yesus sudah melakukan itu semua lewat kedatanganNya ke dunia ini, sudahkah kita merepresentasikan semangat Kristus itu bagi sesama kita? Apakah kita mau merendahkan diri kita juga untuk berkorban, melayani dan membantu saudara-saudara kita yang sedang menderita seperti halnya Yesus? Apakah kita meletakkan pikiran dan perasaan kita seperti Kristus, memiliki rasa belas kasih dan kerinduan untuk memberkati banyak orang, menjadi saluran berkat Tuhan kepada sesama?

Tidak akan ada perayaan Natal jika Kristus tidak datang ke dunia untuk menebus kita. Dia telah mengosongkan diri, mengambil rupa seorang hamba dan taat sampai mati di kayu salib sehingga memungkinkan kita untuk menikmati hadirat Tuhan hari ini dan mendapat jaminan keselamatan dalam kehidupan kekal. Demikian pula seharusnya kita bersikap. Akan sangat indah apabila Natal tahun ini kita isi dengan semangat melayani dan menjadi saluran berkat. Akan sangat baik jika Natal tahun ini menjadi titik tolak kita untuk menempatkan pikiran dan perasaan kita seperti yang terdapat pula dalam Kristus. Marilah kita lebih peka dan peduli lagi terhadap sesama kita.

Semangat Natal sesungguhnya adalah semangat yang meneladani Kristus, dimana kita mau meluangkan waktu, tenaga dan sebagian dari yang kita miliki untuk membantu dan melayani sesama. Mereka pun ada dalam kasih Tuhan, mereka terlukis dalam telapak tanganNya dan tergambar dalam ruang mataNya. Tuhan mengasihi mereka sama seperti Tuhan mengasihi kita. Kalau Tuhan saja mengasihi mereka, kita pun sudah selayaknya mengasihi mereka juga. Membantu mereka yang kekurangan, membagi sukacita dan berkat kepada mereka, sehingga mereka bisa tersenyum dan dapat merayakan kelahiran Kristus bersama kita tanpa harus menangis lagi. Tidak ada salahnya bagi kita untuk menyambut Natal dengan perayaan-perayaan penuh sukacita, tapi jangan lupakan mereka yang membutuhkan uluran tangan kita. Let's do something so they can also feel the joy the way we do. 

Mari sama-sama buat perayaan Natal bermakna dengan berbagi dan peduli terhadap sesama

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Kacang Lupa Kulit (5)

 (sambungan) Kapok kah mereka? Ternyata tidak. Bukan sekali dua kali bangsa ini melupakan Tuhannya. Kita melihat dalam banyak kesempatan mer...