Monday, November 30, 2015

Buli Minyak Seorang Janda (2)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Elisa kemudian berkata "Pergilah, mintalah bejana-bejana dari luar, dari pada segala tetanggamu, bejana-bejana kosong, tetapi jangan terlalu sedikit. Kemudian masuklah, tutuplah pintu sesudah engkau dan anak-anakmu masuk, lalu tuanglah minyak itu ke dalam segala bejana. Mana yang penuh, angkatlah!" (ay 3-4). Masuk akalkah itu untuk dilakukan? Secara logika kita tentu saja tidak. Tapi si ibu memilih untuk patuh dan melakukan persis seperti apa yang diminta Elisa. Ajaib! Si ibu ternyata bisa terus menuang minyak memenuhi bejana demi bejana sepenuhnya. Minyaknya tidak berhenti mengalir sampai seluruh bejana yang ada terpenuhi. (ay 5-6). Dan si ibu pun dengan sukacita kembali datang memberitahukan mukjizat Tuhan itu kepada Elisa. Dan Elisa pun berkata: "Pergilah, juallah minyak itu, bayarlah hutangmu, dan hiduplah dari lebihnya, engkau serta anak-anakmu." (ay 7).

Kisah ini memberi pelajaran penting bagi kita sekaligus melihat sistem Tuhan mencurahkan berkatNya. Tuhan sanggup mengucurkan secara instan, tentu saja. Tetapi seringkali jalan yang dipakai Tuhan adalah melimpahkan berkatNya melalui apa yang kita punya. Itu jauh lebih mendidik ketimbang menjadikan kita pribadi-pribadi yang manja yang mau memiliki segalanya tapi tidak mau berusaha. Seperti yang saya katakan di atas, Tuhan lebih suka memberi kail atau pancing dan menyediakan ikan di laut ketimbang menurunkan hujan ikan tepat di atas kepala kita. Tuhan menyukai sebuah proses, dan Tuhan senang ketika kita mengetahui apa yang kita miliki lalu mempergunakannya. Tuhan tidak suka orang yang hanya mengeluh dan mencari kambing hitam tanpa memeriksa terlebih dahulu apa yang ia miliki dan apa yang bisa dilakukan dengan itu. Ibu janda ini diberkati melimpah lewat harta satu-satunya yang masih ia miliki secara ajaib. Tidak hanya sanggup melunasi hutangnya tetapi juga mendapatkan lebih dari itu yang bisa ia pergunakan untuk menghidupi keluarganya. Ia memang masih harus menjual terlebih dahulu, tetapi bukankah itu sudah sangat luar biasa dibandingkan harus kehilangan kedua anaknya? Hanya lewat minyak sebotol mukjizat Tuhan bisa mengubah keadaan dalam seketika. Dan Tuhan lebih dari sanggup untuk itu.

Dalam kisah Yesus menggandakan lima roti dan dua ikan untuk memberi makan ribuan orang pun kita bisa mendapati hal yang sama. Yesus tidak membuat mukjizat secara langsung dengan menurunkan hujan makanan dari langit, tetapi Dia menanyakan apa yang masih ada pada mereka. "Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!" Sesudah memeriksanya mereka berkata: "Lima roti dan dua ikan." (Markus 6:38). "Periksalah dahulu apa yang masih kamu miliki." Kira-kira seperti itu yang dikatakan Yesus. Dan dari lima roti dan dua ikan itu ternyata sanggup mengenyangkan ribuan orang, malah masih bersisa banyak. Sekali lagi dalam kisah ini kita bisa melihat cara apa yang disukai Tuhan untuk menolong dan memberkati anak-anakNya.

Kita harus sadar bahwa tidak ada satupun hal yang mustahil bagi Tuhan. KuasaNya jelas berada di atas segalanya. Firman Tuhan berkata "Sesungguhnya, Akulah TUHAN, Allah segala makhluk; adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk-Ku?" (Yeremia 32:27). Dan kuasa tak terbatas Tuhan ini dengan senang hati Dia berikan kepada anak-anakNya yang mau percaya sepenuhnya kepadaNya. Yesus mengatakan "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23).

Dalam hidup ini kita akan senantiasa berhadapan dengan berbagai tantangan yang kadang ringan tetapi bisa pula berat dan bertubi-tubi. Bersabarlah menghadapinya dan tetap hidup dengan pengharapan sepenuhnya kepada Tuhan yang punya kuasa di atas segalanya. Dan jangan lupa pula untuk memeriksa terlebih dahulu apa yang ada pada kita. Talenta kita, kemampuan kita, atau hal-hal lain yang masih kita miliki. Seberapapun tidak berartinya itu bagi kita, Tuhan sanggup mempergunakan bahkan melipatgandakan itu untuk menurunkan mukjizatNya hingga berkelimpahan. Masalah berat boleh saja hadir, tetapi jangan pernah lupakan kebaikan Tuhan dan jangan abaikan kemampuan atau apapun yang ada pada kita. Apa yang anda miliki, meski kecil sekalipun, itu juga merupakan berkat Tuhan bagi anda. Pakailah itu dan lihatlah bagaimana Tuhan bisa mempergunakan hal yang "kecil" itu untuk membuat hal-hal besar, bahkan hingga berkelimpahan.

Tuhan bisa dan kerap mempergunakan apa yang dianggap tidak berarti bagi manusia untuk melakukan perkara besar

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, November 29, 2015

Buli Minyak seorang Janda (1)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: 2 Raja Raja 4:1
======================
"Salah seorang dari isteri-isteri para nabi mengadukan halnya kepada Elisa, sambil berseru: "Hambamu, suamiku, sudah mati dan engkau ini tahu, bahwa hambamu itu takut akan TUHAN. Tetapi sekarang, penagih hutang sudah datang untuk mengambil kedua orang anakku menjadi budaknya."

Mau cari duit ada banyak caranya. Ada cara yang cepat, ada yang butuh usaha. Ada yang mudah, ada yang sulit. Kalau mau dapat uang cepat modelnya macam-macam, mulai dari yang membutuhkan keahlian dan pengalaman, yang model piramid, investasi sana sini sampai berbagai bentuk penipuan dan kejahatan. Saya termasuk orang yang tidak tertarik untuk mencari uang dengan cara cepat. Buat saya, uang itu harus saya peroleh lewat butir keringat yang keluar. Jujur, bekerja dengan baik, tidak melihat orang lain sebagai peluang bisnis yang harus diprospek dan tidak harus pula dijadikan tempat berhitung untung rugi secara sempit. Selama yang saya kerjakan itu baik dan bisa memuliakan Tuhan, saya percaya Tuhan selalu bisa memberkati pekerjaan itu tanpa saya harus repot menipu, hitungan atau curang. Kenapa? Karena dari kecil saya memang dididik seperti itu. Untuk bisa memperoleh sesuatu saya terlebih dahulu harus bekerja keras dan giat, termasuk dalam belajar. Meski kedua orang tua saya termasuk berkecukupan, mereka tidak mau membiasakan anak-anaknya manja. Ketika diajarkan berusaha misalnya, saya disediakan modal, diajarkan caranya, lalu saya sendiri yang harus menjalankannya. Ayah saya setiap saat akan dengan senang hati membimbing dan membantu kalau ada hal-hal yang belum bisa saya atasi.

Saat kita berjalan mengarungi arus kehidupan, kita tidak bisa berharap terus berlayar di laut tenang. Akan ada waktu-waktu dimana angin bertiup kencang bahkan badai yang setiap saat bisa menenggelamkan kapal. Ada kalanya situasi baik dengan peningkatan, ada kalanya stabil, tapi ada waktu-waktu dimana kita harus mengalami situasi yang tidak menyenangkan atau bahkan penuh penderitaan. Ketika mengalami situasi menderita seperti itu, apa yang kita lakukan? Ini sebuah pertanyaan yang penting untuk kita renungkan, karena ada banyak orang termasuk orang percaya sekalipun yang lantas kecewa kepada Tuhan, meragukanNya dan meninggalkanNya. Tidak jarang pula yang akhirnya mengambil jalan yang salah, mengira jalan yang mungkin terlihat pintas dan menjanjikan itu sepertinya baik. Padahal mereka tengah menjerumuskan diri mereka lebih dalam lagi ke dalam kehancuran. Kita menuntut Tuhan untuk segera memberi jalan keluar atau solusi secara langsung, cepat dan terarah. Instan, tidak perlu pakai usaha lagi, tidak mau repot-repot lagi. Padahal Tuhan jauh lebih suka memberi modal kail dan ikan di laut ketimbang secara langsung menggelontorkan ikan dari langit.

Hari ini marilah kita melihat sekelumit kisah mengenai seorang janda dengan dua anak dalam kitab 2 Raja Raja. "Salah seorang dari isteri-isteri para nabi mengadukan halnya kepada Elisa, sambil berseru: "Hambamu, suamiku, sudah mati dan engkau ini tahu, bahwa hambamu itu takut akan TUHAN. Tetapi sekarang, penagih hutang sudah datang untuk mengambil kedua orang anakku menjadi budaknya." (2 Raja Raja 4:1). Apa yang dihadapi janda ini sungguh berat. Sudah tidak ada suami, ia kemudian terlilit hutang dan harus terancam kehilangan kedua anaknya untuk melunasi hutang. Penagih hutang sudah datang, dan ia harus siap-siap untuk segera kehilangan anaknya yang sebentar lagi akan dijadikan budak. Bagaimana mungkin ini semua terjadi ketika suaminya dengan jelas dikatakan sebagai hamba Tuhan yang taat? Tapi itulah yang dialami oleh ibu janda ini. Untunglah ia tidak terjebak untuk mengambil keputusan yang salah dan mengambil sikap benar. Ia memilih untuk membawa persoalannya kepada Elisa dan tidak memilih untuk berputus asa, mencari kambing hitam dan lain-lain. Elisa pun kemudian bertanya apa yang bisa ia perbuat bagi ibu itu. Menariknya, Elisa menanggapi seperti ini. "Jawab Elisa kepadanya: "Apakah yang dapat kuperbuat bagimu? Beritahukanlah kepadaku apa-apa yang kaupunya di rumah." Berkatalah perempuan itu: "Hambamu ini tidak punya sesuatu apapun di rumah, kecuali sebuah buli-buli berisi minyak." (ay 2).


Perhatikan, Elisa bukannya segera memberi uang atau bereaksi secara langsung, tetapi ia menanggapi dengan menanyakan apa yang dipunyai si ibu. Sebagian orang mungkin akan marah dan segera pergi meninggalkan Elisa. Tapi si ibu menjawab bahwa ia tidak punya apa-apa lagi selain sebuah buli-buli berisi minyak. Perhatikan pula penekanan ibu janda ini berada pada ketiadaan, bukan kepada apa yang masih ia miliki. Tapi setidaknya ia masih mengingat sebuah botol berisi minyak miliknya yang tersisa.

(bersambung)


Saturday, November 28, 2015

Rejected by the Society (2)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Ada begitu banyak contoh lain mengenai hal ini, misalnya kisah perumpamaan mengenai orang Farisi dengan pemungut cukai (Lukas 18:9-14). Ketika keduanya masuk ke bait Allah, ada perbedaan nyata dari sikap hati keduanya. Sementara orang Farisi menyombongkan kerajinannya beribadah dan tata cara hidupnya yang dianggapnya paling benar, pemungut cukai merendahkan dirinya habis-habisan. "Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini" (ay 13). Pemungut cukai lah yang akhirnya pulang sebagai orang yang dibenarkan. (ay 14). Bagaimana dengan Rahab yang awalnya merupakan wanita tuna susila kemudian menjadi satu dari sederet pahlawan iman lainnya sekaliber Musa, Abraham, Yusuf dan lain-lain lewat imannya? Itupun bisa menjadi contoh nyata mengenai bentuk keselamatan yang kesempatannya terbuka bagi semua orang, apapun latar belakangnya, apapun masa lalunya.

Semua orang dapat kesempatan yang sama tanpa terkecuali untuk bertobat. Asalkan mereka menyesali perbuatan-perbuatan mereka dan memilih untuk kembali kepada Tuhan, hidup sesuai firmanNya dan tentunya percaya kepada Kristus, maka mereka pun mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan bagian di Kerajaan Allah. Masyarakat mungkin menolak, kondisi sosial mungkin masih sulit menerima hal tersebut, tapi Tuhan tetap menyambut setiap pertobatan yang sungguh-sungguh dengan tangan terbuka dan penuh sukacita.

Justru kepada kita yang berlumur dosa inilah Yesus datang. "Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat." (Lukas 5:32). Dia sudah menyerahkan nyawaNya sendiri untuk menebus dosa-dosa kita di atas kayu salib demi kita semua, agar kita bisa diselamatkan. Kesempatan diberikan secara luas kepada siapapun, tapi ingatlah bahwa kesempatan untuk itu tidak akan ada selamanya. "kata-Nya: "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (Markus 1:15).

Jangan terlena dengan status kita yang dirasa sudah "aman" ketika kita sudah menerima Kristus, kemudian lalai dalam menjalankan kewajiban-kewajiban kita seperti halnya anak sulung dalam perumpamaan tentang dua orang anak di atas. Hendaklah kita terus menjaga diri kita, menjauhkan diri kita dari memberi melakukan penolakan-penolakan dan hobi menghakimi seenaknya. Semua orang punya kesempatan yang sama, tidak peduli apapun latar belakang dan dosa-dosa di masa lalu. Orang yang masa lalunya kelam tapi kemudian bertobat akan segera diselamatkan. Sebaliknya kita yang sudah menyandang status sebagai anak sulung pun bisa terpeleset jika kita tidak berhati-hati. Perhatikan baik-baik sikap hati kita dalam menghadapi mereka yang belum bertobat, lantas perhatikan baik-baik pula keseriusan kita dalam menjaga status kita sendiri saat ini. Kita wajib mengulurkan tangan untuk menolong mereka yang hendak berbalik, tapi disisi lain kita harus tetap memastikan diri kita ada dalam koridor yang benar.

Siapapun yang percaya dan melakukan Firman Tuhan akan mendapat tempat dalam Kerajaan Allah, tanpa terkecuali

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, November 27, 2015

Rejected by the Society (1)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Matius 21:31
=====================
"Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang terakhir." Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah."

From sinner to saint, itu transformasi ideal yang diinginkan oleh siapapun, termasuk oleh Tuhan sendiri. Yesus sendiri menegaskan bahwa kedatanganNya bukan untuk memanggil orang benar melainkan orang berdosa (Markus 2:17). Ayat ini secara jelas menunjukkan keprihatinan Tuhan akan ciptaanNya yang istimewa. Tidak sebatas prihatin tapi Tuhan pun bersikap proaktif dengan mengorbankan Kristus demi menebus umat manusia. Anehnya justru manusia sendiri yang kerap memberi respon negatif terhadap mereka yang bertobat atau yang butuh support agar bisa kembali ke jalan yang benar. Jangankan membantu, menerima saja enggan. Kalau manusia begitu, yang sangat disayangkan ada banyak pula gereja yang justru sukanya menghakimi ketimbang merangkul. Entah sadar atau tidak, mereka justru mengambil prinsip berlawanan dengan Yesus. Kalau Yesus datang untuk memanggil orang berdosa, mereka malah sibuk mencari orang benar (atau orang kaya?), dan menolak orang-orang yang rindu untuk pulih karena tidak ingin kumpulan orang 'benar' menurut pandangan mereka pada kabur dari kursi-kursi yang mereka sediakan.

Kalau orang yang keluar dari penjara masih diberi cap residivis, orang yang tadinya tersesat dalam dosa pun sangat sulit untuk bisa diterima di kalangan orang percaya. Itu kan sama saja dengan cap residivis milik dunia? Begitu mudahnya menghakimi orang lain, menganggap bahwa dosa mereka jauh lebih besar dari kita, sehingga terburu-buru menganggap bahwa mereka sudah pasti berakhir di dalam siksaan kekal kelak. Begitu mudahnya menolak, mengabaikan dan membuang orang yang sebenarnya sangat butuh pertolongan. Sayang sekali, tapi faktanya ada banyak orang percaya baik individu, kelompok/golongan bahkan gereja yang masih mentok pada pola pikir seperti itu.

Akan hal ini, sangatlah menarik apabila kita melihat sebuah perumpamaan singkat namun dalam artinya yang diucapkan bukan oleh salah satu murid melainkan langsung oleh Yesus sendiri, yaitu perumpamaan tentang dua orang anak. Tuhan Yesus memberikan perumpamaan ini bukan di hadapan masyarakat umum melainkan di hadapan para imam-imam kepala dan pemimpin Yahudi yang merasa diri mereka paling alim di antara yang lainnya. Para pemimpin rohani yang bukannya mencerminkan hati Allah yang adalah kasih tetapi sangat mudah menghakimi orang lain seperti yang tercatat berkali-kali dalam Injil.

Mari kita lihat ayatnya. "Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur." (Matius 21:28). Inilah pembuka perumpamaan itu. Ketika anak sulung itu diminta untuk bekerja di kebun anggur, ternyata anak sulung itu menolak. (ay 29). Mungkin anak sulung menganggap bahwa sebagai anak tertua ia sudah pasti mendapatkan segalanya sehingga ia tidak perlu lagi berbuat apapun. Anak sulung itu tahu ia wajib melakukan kehendak ayahnya, tapi ia tidak melakukannya karena merasa dirinya sudah aman. Lalu sang ayah mendatangi anak keduanya dan mengulangi permintaannya. Tanggapan si anak kedua ternyata berbeda. Mulanya menolak, namun kemudian ia menyesal dan menuruti permintaan ayahnya. "Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga." (ay 30). Lihatlah ada perbedaan nyata antara keduanya.

Yesus pun kemudian menanyakan pendapat para imam dan tua-tua Yahudi: "Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang terakhir." Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah." (ay 31). Mengapa? Inilah sebabnya: "Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya." (ay 32).

Perumpamaan ini sesungguhnya bicara sangat jelas. Perbedaan antara yang masuk ke dalam Kerajaan Allah dan yang tidak bukanlah tergantung dari apa yang terjadi di masa lalu, tapi dari bagaimana kita menyikapi hidup kita saat ini, apakah dengan menyesali penolakan kemudian berbalik untuk percaya atau tetap menolak untuk itu. Para imam kepala dan pemimpin Yahudi itu tahu persis apa yang telah berulang kali dinubuatkan sebelumnya, namun mereka tidak juga bisa percaya meski sudah langsung bertemu muka dengan Kristus. Sementara di sisi lain, orang-orang berlumur dosa mungkin hidup dalam kegelapan sepanjang hidupnya, namun ketika mereka membuka hati mereka dan bertobat dengan sungguh-sungguh dan mau mempercayakan hidup mereka sepenuhnya pada Yesus, maka Kerajaan Allah pun menjadi bagian dari mereka.

Perumpamaan ini mengajarkan hal penting bagi kita. Kita tidak boleh menghakimi orang lain, menganggap bahwa kita jauh lebih baik dari mereka, dan dari sisi lain kita bisa belajar bahwa setiap orang, yang berlumur dosa sekalipun tetap diberikan kesempatan untuk mendapatkan janji Tuhan akan keselamatan dan menjadi bagian dalam Kerajaan Allah.

(bersambung)

Thursday, November 26, 2015

Ujian

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Amsal 24:10
====================
"Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu."

Apa yang harus anda lakukan jika ingin naik kelas? Dalam setiap jenjang pendidikan, orang hanya bisa naik kelas apabila sudah melewati ujian. Belajar, lalu ujian. Yang lulus naik kelas, yang tidak lulus apa boleh buat, mengulang kembali. Semakin tinggi jenjangnya, semakin sulit pula ujiannya. Ujian di SD akan berbeda dengan SMP, dan meningkat di SMA. Pada masa perkuliahan anda harus melewati setiap mata kuliah yang tetap melalui ujian, dan untuk meraih gelar sarjana anda harus mempertahankan skripsi anda di depan dosen penguji. S2, S3, Profesor, ujiannya akan jauh lebih berat lagi. Selama kita masih hidup, kita harus terus belajar. Belajar untuk memperoleh ilmu pengetahuan, juga belajar mengenai kehidupan. Kita tidak bisa berharap naik kelas tanpa melalui ujian. Dengan kata lain, ujian adalah sarana untuk naik ke tingkatan lebih tinggi. Meski dalam menghadapi ujian kita harus belajar keras dan seringkali ujian itu tidak enak, tapi kita akan bergembira apabila mampu melewatinya dan kemudian menapak lebih tinggi, selangkah demi selangkah.

Bagaimana dengan proses keimanan kita? Sama, kita juga harus naik kelas. Semakin dewasa, semakin bijaksana, semakin dekat dengan Tuhan, semakin mengerti dan melakukan FirmanNya. Seperti proses pendidikan, untuk bisa naik kelas dalam hal iman pun akan ada ujian-ujian yang harus kita lewati agar bisa naik kelas. Selalu memusingkan dan cukup menyita pikiran jika menghadapi ujian, tetapi ujian tetap diperlukan karena itu bisa membawa kita untuk naik.

Ujian bisa hadir dalam berbagai bentuk, termasuk salah satunya lewat hadirnya masalah dalam hidup kita. Dalam menghadapi berbagai ujian dalam hidup kita lewat segala macam permasalahan, kita selalu diingatkan agar jangan sampai hilang pengharapan, patah semangat dan menyerah. Lewat cara menyikapi ujian-ujian permasalahan itulah kita akan tahu sampai dimana kita kenal Yesus, sampai dimana iman kita, dan mengetahui apakah kita sudah layak naik tingkat atau tidak. Jika kita gampang menyerah, itu artinya kita belum mampu untuk percaya sepenuhnya kepada kuasa Kristus. Kita belum kenal betul pribadiNya yang luar biasa, yang jauh melebihi masalah terberat apapun dalam hidup kita.

Lihatlah apa yang tertulis dalam Amsal. "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10). Ujian yang dihadapi dengan sikap putus asa tidak akan menghasilkan apa-apa. Itu tidak akan membawa kekuatan dan peningkatan apapun buat kita. Ujian demi ujian yang kita hadapi akan mampu membawa kita ke level yang lebih tinggi, Jika kita menyikapinya dengan benar, tetap dalam pengharapan yang tidak pernah padam di dalam Kristus, kita akan mendapatkan hasil luar biasa dalam pertumbuhan iman kita.

Lihatlah apa yang dihadapi tokoh-tokoh Alkitab. Mereka bertemu dengan ujian-ujian yang sungguh berat, yang bagi logika manusia kelihatannya tidak masuk akal. Tapi mereka berhasil membuktikan bahwa percaya sepenuhnya pada Tuhan akan membawa hasil luar biasa. Daud ketika masih sangat muda harus bertemu dengan Goliat. Itu ujian yang tidak main-main dan beresiko nyawa sebagai taruhannya. Tapi Daud sukses, dan dari sanalah Daud kemudian dikenal. Abraham mengalami ujian yang sungguh berat. Menanti janji Tuhan begitu lama di usia yang sangat lanjut, dan ketika ia memperolehnya, ia diminta mengorbankan anaknya. Tapi Abraham percaya pada Tuhan, dan ia melalui ujian dengan sukses gemilang. Ia pun disebut bapa orang beriman lewat serangkaian ujian tersebut. Ujian boleh datang, namun cara kita menyikapinyalah yang akan membuat perbedaan.

Yakobus menyampaikan hal sama. "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." (Yakobus 1:2-4). Kita ternyata diajarkan untuk menghadapi ujian dengan bahagia, dengan sukacita. Kenapa? Orang yang dihadapkan pada ujian hanyalah orang-orang yang punya peluang untuk naik kelas. Kalau mereka sudah pasti tidak bakal naik, buat apa repot-repot ujian? Karenanya kita harus berbahagia apabila berhadapan dengan ujian, karena itu artinya kita sudah dianggap layak naik ke tingkat lebih tinggi. Kita akan sanggup menghadapi ujian dengan tenang dan seperti kata Yakobus, dengan bahagia, apabila kita tahu buah apa saja yang bisa dihasilkan lewat ujian-ujian yang berat itu. Kita tidak akan bisa bertumbuh dan naik level apabila kita tidak melewati ujian.

Jika anda saat ini tengah menghadapi ujian dan ujian itu terasa sangat berat, ingatlah ayat berikut ini: "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Beberapa poinnya:
- ujian itu biasa
- itu tidak akan melebihi/melampaui kekuatan atau kesanggupan kita
- dan layaknya sebuah ujian, jawaban/solusi atau jalan keluar sebenarnya sudah disediakan Tuhan sehingga kita tidak harus takut menghadapinya

Jangan sampai kita tawar hati dan patah semangat, hilang pengharapan dan kemudian menyerah. Don't give up! Kita tidak akan memperoleh hasil apa-apa selain kegagalan dengan tawar hati. Bukannya baik, malah merugikan dan hanya akan menambah masalah saja. Bukankah sayang apabila kita sudah bergumul dengan masalah tapi hasilnya nihil atau malah bertambah-tambah susahnya?

 Tanpa ujian, kita akan berjalan di tempat, atau malah makin merosot. Karenanya, hadapilah ujian dengan penuh ungkapan syukur. Jika sedang ujian, berbahagia dan bersyukurlah. Hadapi dengan baik dan menangkan. Jangan lari daripadanya, jalani sambil terus berpegang teguh pada Tuhan. Jangan tawar hati. Itu akan mendatangkan penyakit dan banyak masalah baru. Anda sedang ujian? Selamat ujian, semoga anda lulus dan segera naik ke tingkatan iman yang lebih tinggi.

Hanya orang yang layak bisa ujian untuk naik ke level berikutnya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, November 25, 2015

Identitas Murid Kristus

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Yohanes 13:35
=======================
"Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi."

Hampir setiap orang punya idolanya masing-masing. Dan biasanya, kita bisa mengetahui idola seseorang dari penampilan mereka. Misalnya dari cara berpakaian, model rambut, aksesoris sampai gaya hingga gerak. Dalam hal keimanan pun sama. Berbagai aksesoris, cara berpakaian, atribut dan lain-lain bisa membuat kita tahu kemana iman seseorang berlabuh. Tidak dilarang dan tidak salah, tetapi ada banyak orang percaya yang keliru mengartikan penanda identitasnya. Mereka mengira bahwa iman kekristenan mereka akan ter-claim dengan penggunaan atribut-atribut yang mengacu kesana. Misalnya baju kaos dengan tema Kristen, kalung salib dan sebagainya. Itu penanda bahwa mereka adalah pengikut atau murid Yesus. Sekali lagi, memakai kalung atau kaos bertema religius tidak salah. Tetapi ada hal yang jauh lebih penting yang sebenarnya bisa menunjukkan apakah kita memang murid Kristus atau tidak. Itu disebutkan di dalam Alkitab, dan itu bukan melalui pakaian, fashion dan aksesoris. What's the thing that can actually describe us as His disciple? 

Menjelang penyalibanNya, Yesus menunjukkan identitas kita yang seharusnya lewat sebuah perintah baru yang Dia berikan. Jika selama ini yang kita tahu hukum kedua yang paling utama adalah "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini" (Markus 12:31), maka kali ini ada level baru mengenai mengasihi sesama manusia. "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Ini sebuah level yang lebih tinggi dari perintah mengasihi sesama. Bukan saja harus mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri, tapi kita harus pula mengasihi sesama seperti halnya Yesus telah mengasihi kita. Dan kita tentu tahu bagaimana besarnya kasih Kristus kepada kita. Lewat pengorbananNya kita yang sebenarnya tidak layak ini diberi sebuah kepastian untuk beroleh keselamatan yang kekal. Bentuk kasih Yesus terhadap kita manusia bukan hanya bentuk kasih lewat ucapan atau sekedar memperhatikan atau menolong, tetapi disertai pula dengan kerelaan untuk berkorban nyawa.

Ayat selanjutnya memberi penegasan tentang bagaimana atau lewat apa orang bisa mengetahui bahwa kita murid Yesus "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35). Saling mengasihi. Kasih. Sebuah kasih, yang tidak berpusat pada diri sendiri tetapi mendahulukan kepentingan yang lain, dimana kerelaan berkorban menjadi dominan atas sebuah perasaan belas kasih merupakan sebuah identitas kuat sehingga akan mudah dibedakan dari orang-orang dunia.

Sayangnya belum banyak murid Yesus yang menyadari hal ini. Mereka mengira bahwa identitas itu cukup ditunjukkan dari penampilan luar saja, dari pakaian dan aksesoris yang dipakai. Di satu sisi mereka menjalankan rutinitas ibadah dan memakai atribut-atribut, tapi disisi lain mereka belum menunjukkan prinsip saling mengasihi seperti yang seharusnya dimiliki/dihidupi oleh orang percaya. Bahkan dalam banyak kesempatan saya mendengar bahkan membuktikan sendiri bahwa orang dunia yang belum mengenal Kristus malah bisa menunjukkan kasih lebih besar dari mereka yang mengaku sudah menjadi murid Kristus. Bukankah ini sangat ironis? Masih banyak orang percaya, kumpulan atau gereja yang bersikap sangat eksklusif dan tidak menjangkau ke luar. Mereka tertutup dan hanya bergaul di kalangannya sendiri dan menutup mata dari hal lain di luar tembok sana. Cara bicaranya rohani sekali, tapi perilakunya buruk. Mudah menghakimi, keberatan menolong, gampang curiga, mencari keuntungan pribadi dan lain-lain, yang bahkan dengan berani dilakukan dengan mengatas namakan Tuhan. Kalau itu yang terjadi, mau atribut dipasang di sekeliling badan sekalipun orang tidak akan melihat figur murid Kristus yang benar. Orang di luar sana akan mendapat gambaran yang keliru dari Yesus dan muridNya, dan itu sangatlah kontra-produktif terhadap Amanat Agung yang disematkan kepada setiap orang percaya.

Kembali kepada pesan saling mengasihi, pada kesempatan selanjutnya Yohanes menegaskan lagi hal ini dalam tulisannya. "Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi." (1 Yohanes 4:11). Yohanes kemudian melajutkan dengan "Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita." (ay 12). Kembali kita diingatkan akan kasih sebagai identitas murid Yesus. Jika kita saling mengasihi, maka ada Allah yang bersatu dengan kita, dan kasihNya menjadi sempurna di dalam diri kita. Maka identitas yang merepresentasikan kita sebagai murid-murid Yesus pun akan nyata terlihat dalam cara hidup, gaya, tingkah laku dan perbuatan kita.

Ketika ada kasih Allah dalam diri kita maka kita sanggup menghasilkan buah Roh. "Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu." (Galatia 5:22-23). Orang yang memiliki buah Roh tentulah hidup saling mengasihi, karena jelas bahwa kasih termasuk satu dari buah-buah Roh yang dihasilkan oleh anak-anak Tuhan. Apabila kita masih hidup dikuasai oleh hawa nafsu, kepentingan atau kesenangan sesaat, egois, dipenuhi iri, dengki dan berbagai perasaan atau sifat jelek lainnya, maka itu artinya kita belum merepresentasikan diri kita sebagai murid dan sahabat Kristus secara benar.

Dalam berinteraksi dan bermasyarakat, pastikan bahwa kita sudah menunjukkan identitas yang tepat, yang sebenarnya. Apa yang dituntut dari kita bukan hanya sekedar peduli atau mengasihi, tetapi kita harus mampu menunjukkan sebentuk kasih kepada sesama kita pada tingkatan bagaimana Kristus telah mengasihi kita. That's the right identity. Apa yang tampak pada diri kita hari ini? Sudahkah warna kita merepresentasikan Yesus tepat seperti seharusnya atau kita masih sibuk mementingkan identitas penampilan luar sementara identitas yang sebenarnya justru masih mencerminkan pemahaman yang salah terhadap Yesus di mata dunia?

Saling mengasihi merupakan tanda pengenal kita yang sebenarnya sebagai murid Kristus

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, November 24, 2015

Refleksi Kristus

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 4:13
============================
"Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus."

Seperti apa kita dikenal orang-orang di sekitar kita hari ini? Banyak orang yang salah kaprah, mengira bahwa mereka akan menjadi orang terpandang dan disegani kalau mereka punya banyak harta. Tidak heran kalau orang terus jatuh pada kejahatan korupsi. Ada yang menggantungkan harga dirinya pada kepemilikan benda-benda bermerek dan update banget dengan produk-produk terbaru, ada yang berusaha menimbun gelar sebanyak mungkin. Sebagian lagi membesarkan badan atau memasang tampang dingin supaya orang segan kepada mereka. Ada yang mengejar pangkat atau jabatan, ada yang menjadikan dirinya etalase atau pajangan perhiasan logam mulia.

Pengakuan di mata orang sangatlah penting bagi kebanyakan orang, ingin dihormati, disegani, menjadi orang terpandang, tapi kemudian lupa bahwa ada sesuatu yang sebenarnya jauh lebih penting lagi yaitu merepresentasikan Tuhan yang kita sembah. Seperti apa orang mengenal kita hari ini? Apakah kita dikenal sebagai orang yang baik, ramah, damai, penuh kasih, rajin menolong sesama atau justru sebaliknya, kasar, sombong dan penuh kebencian, atau bahkan biang kerok alias sumber masalah dimanapun kita ada? Apakah ketika kita hadir orang merasa senang atau sebaliknya ketakutan atau malah kehilangan happy mood atau perasaan sukacita? Apakah kita menunjukkan diri sebagai orang yang hidup dengan iman atau kita masih menunjukkan sikap gampang takut, terus kuatir, penuh kecemasan, rapuh dalam segala hal? Dari sikap kita, cara dan gaya hidup kita, reaksi kita, bagaimana kita berkomunikasi, bermasyarakat, bergaul, sudahkah kita mencerminkan Kristus?

Sebagai pengikut Yesus, mau tidak mau kita akan menjadi jendela yang bisa membawa orang untuk mengenal seperti apa Yesus itu. Sebagai orang percaya, kita otomatis merefleksikan kepada siapa kita beriman. Dengan kata lain, orang bisa, dan akan mengenal Yesus lewat pribadi kita.

Mari kita lihat sebuah kejadian yang dicatat dalam Alkitab ketika Petrus dan Yohanes ditangkap para imam kepala dan orang Saduki saat mereka sedang mengajar. Para imam kepala dan orang Saduki merasa terganggu dengan kegiatan kedua rasul itu dalam mewartakan kabar gembira mengenai Kristus. Penangkapan itu ternyata tidaklah melemahkan mental mereka. Alkitab mencatat tanggapan orang-orang yang hadir dalam persidangan kala itu. "Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus." (Kisah Para Rasul 4:13). Perhatikan bagaimana kedua rasul itu dikenal orang. Mereka dikenal bukan sebagai orang terpelajar, bukan seperti para imam dan orang Saduki yang dianggap orang luar biasa religius, orang-orang yang merasa 'pintar' baik dalam hal keagamaan dan lain-lain, juga punya posisi tinggi di masyarakat. Tapi secara jelas Alkitab mencatat bahwa kedua rasul ini namun mereka dikenal sebagai pengikut Kristus, dan status ini ternyata membuat mereka tampil beda sehingga mengherankan para petinggi agama saat itu. Citra Kristus tergambar dari cara hidup, pikiran dan perkataan mereka. Yang terjadi selanjutnya adalah, keduanya dibebaskan karena memang tidak ada kesalahan apapun yang bisa didakwa dari mereka. (ay 21).

Mau diakui atau tidak, tingkah dan polah, lagak dan gaya kita dalam bermasyarakat akan mengarah kepada pengenalan orang akan Kristus. Maka kita perlu menjaga perilaku kita agar orang tidak salah mengenal siapa pribadi Kristus itu sebenarnya. Tuhan Yesus sendiri mengingatkan kita agar selalu siap menjadi terang dan garam. "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:13-16). Garam hanya akan berfungsi jika bercampur dengan makanan. Dan jika garam menjadi hambar maka garam akan kehilangan fungsi dan tujuannya. Demikian pula dengan terang. Terang hanya akan berfungsi dalam gelap. Jika semuanya terang benderang, untuk apa lagi kita menambahkan terang? Dan jika terang disembunyikan atau ditutupi, apakah gunanya terang itu? Tuhan Yesus pun mengingatkan kita agar kita senantiasa mampu menjadi terang dan garam agar Tuhan bisa dipermuliakan.

Lebih jauh lagi, Yesus pun telah memerintahkan kita untuk saling mengasihi. Bukan hanya sekedar mengasihi orang lain seperti mengasihi diri kita sendiri saja, melainkan mengasihi orang lain seperti halnya Kristus sendiri telah mengasihi kita. "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Hal ini penting, karena "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (ay 35). The world should be able to know that we are His disciples if we applied love to one another, that's where they can see the real image of Jesus through us. 

Apapun pekerjaan, jabatan, tingkat pendidikan, status dan tempat kita saat ini, kita selalu dituntut untuk siap menjadi terang dan garam yang bisa mewakili gambaran Kristus di dunia saat ini. Bahkan orang yang dianggap bodoh atau tidak terpelajar, yang dianggap tak berguna bagi dunia sekalipun bisa Tuhan pakai. "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat." (1 Korintus 1:27). Artinya, siapapun kita, anda dan saya, kita harus selalu siap menjadi duta Kristus dimanapun kita ditempatkan dan merefleksikan image Yesus secara benar di dunia. Bukankah menyedihkan apabila jika Yesus yang mengasihi kita justru mendapat gambaran yang salah di dunia lewat perilaku kita? Yesus sendiri telah mengingatkan kita dan telah memberikan keteladanan yang luar biasa. Kita harus terus berusaha untuk menjadi sosok yang penuh dengan kemuliaan Tuhan sehingga tidak diragukan oleh siapapun disekeliling kita. Sudah seharusnya demikian, karena kita sudah menjadi ciptaan baru, tidak lagi sama dengan dunia ini, yang dipenuhi Roh Kudus. Adalah perlu bagi kita untuk menghidupi cahaya Tuhan dalam diri kita hingga orang asing di pinggir jalan sekalipun akan mampu melihat Yesus lewat diri kita.

Mari kita periksa tingkah laku dan cara hidup kita hari ini. Apakah Tuhan dipermuliakan atau dipermalukan lewat hidup kita? Siapkah anda menjadi duta Kristus yang memberi gambaran yang benar akan diriNya di dunia, di tempat dan masa dimana kita berada saat ini?

Jagalah perilaku kita agar Tuhan senantiasa dipermuliakan di dalamnya, bukan dipermalukan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, November 23, 2015

Kasih Jangan Sampai Dingin (2)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Oleh karena itulah dalam menghadapi hidup di jaman yang sulit ini kita harus tetap memastikan bahwa kasih tetap hidup dalam diri kita dan mendasari segala perbuatan baik yang kita lakukan. Kita harus terus menjaga agar kasih jangan sampai menjadi dingin tapi tetap hangat. Dan caranya adalah dengan tetap menghidupi sebuah kehidupan berdasarkan kasih, baik kepada Tuhan maupun kepada sesama, dan menjaga diri kita agar tidak terkontaminasi oleh berbagai bentuk kedurhakaan, kesesatan dan pengaruh-pengaruh negatif lainnya.

Selanjutnya perhatikan pula bahwa pengenalan yang baik akan Tuhan merupakan kunci utama untuk membuat kasih ini tidak menjadi dingin. Yohanes mengingatkan hal itu. "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Kasih bukan saja menjadi sifat Allah, tapi kasih itu sejatinya adalah pribadiNya sendiri. Allah adalah kasih. Karena itulah ketika kita mengenal Allah, yang tidak lain adalah kasih, kita pun dengan sendirinya akan terus memiliki kasih yang menyala-nyala dalam diri kita. Ketika Allah yang adalah kasih tinggal di dalam diri kita, maka hidup kita pun akan senantiasa memiliki kasih.

Kasih merupakan hukum yang paling utama dalam kekristenan. Tuhan Yesus tidak sekedar bersabda atau memberi pesan/pengajaran, tetapi Dia sendiri telah terlebih dahulu memberi teladan. Dia rela memberikan nyawaNya bagi kita ketika kita masih berdosa, dan oleh karena Dia kita diselamatkan. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Oleh karenanya tepatlah jika Yesus mengajarkan "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Kasih dikatakan akan membuat perbuatan-perbuatan baik kita bermakna, juga bermakna di hadapan Tuhan. Kasih pun mampu membuat kita terhindar dari jebakan berbagai jenis dosa. "Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa." (1 Petrus 4:8).

Kasih bisa menjadi dingin jika kita terus terjebak pada perbuatan-perbuatan dosa. Sebaliknya kasih yang terjaga suhunya dalam diri kita bisa menjauhkan kita dari begitu banyak dosa. Selain itu, kasih pun bisa menjadi jendela bagi orang-orang di sekitar kita untuk mengenal dan mengalami Tuhan lewat diri kita. "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35).

Oleh karena itu tetaplah dekat dengan Tuhan, mengenal pribadiNya terus lebih dalam lagi, itu akan berfungsi sebagai penjaga kehangatan kasih di dalam diri kita. Jangan abaikan saat teduh, jangan lewatkan waktu-waktu berdoa dan bersekutu denganNya, jangan lupa bersyukur, tekunlah membaca dan merenungkan Firman Tuhan, dan jangan hindari pertemuan-pertemuan ibadah dimana kita bisa terus bertumbuh dan saling membangun dengan saudara-saudara seiman. Selanjutnya, terus aplikasikan kasih tersebut kepada sesama. Itu akan membuat kita hidup lebih bahagia, lebih tenang dan lebih damai. Mari periksa kondisi hati kita hari ini, apakah masih tetap hangat atau sudah dingin?

Pastikan kasih dalam diri kita tetap menyala, jangan sampai menjadi dingin

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, November 22, 2015

Kasih Jangan Sampai Dingin (1)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Matius 24:12
=====================
"Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin."

Selagi saya memanaskan air untuk membuat kopi, ada suara orang mengetuk pintu. Rupanya itu teman saya yang datang. Karena sudah lama tidak bertemu, kami langsung terlibat obrolan. Rasanya sebentar saja, tetapi saat saya kembali ke dapur untuk membuat kopi, air yang tadi dipanaskan dalam ceret elektrik sudah keburu dingin. Saya pun harus kembali memanaskan air agar bisa membuat kopi buat saya sendiri dan untuk dihidangkan.

Jika anda memasak air sampai mendidih lalu didiamkan selama beberapa waktu, maka panas air akan hilang. Jika anda memasak makanan dan lama dihidangkan, makanan akan menjadi dingin dan tidak lagi senikmat kalau dihidangkan panas-panas. Secara natural segala yang hangat lama-lama akan menjadi dingin karena terjadinya perpindahan kalor. Untuk mengatasi itu manusia kemudian menciptakan cara-cara untuk menahan panas seperti termos dan tupperware khusus misalnya. Di beberapa restoran disediakan kompor portable atau meja yang didesain khusus dengan dilengkapi pemanas agar makanan tetap bisa hangat selagi disantap.

Bagaimana dengan kasih dalam diri kita? Uniknya, kasih yang ada dalam diri kita pun punya kondisi yang sama. Jika dibiarkan, kasih lama-lama bisa kehilangan kehangatan dan menjadi dingin.

Apa yang menyebabkan kasih bisa menjadi dingin? Yesus sendiri yang pernah menyampaikan hal ini. "Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12). Dikatakan bahwa menjelang kesudahan dunia akan semakin banyak kedurhakaan. Kejahatan merajalela di mana-mana, kesesatan tumbuh subur. Dan berbagai hal itu akan mengakibatkan kasih kebanyakan orang menjadi dingin. Kalau dahulu begitu, sekarang pun sama saja. Kasih seringkali terbatas pada slogan saja, hanya disinggung dan dibicarakan, tapi semakin jarang diaplikasikan dalam kehidupan secara nyata. Kita sering terbawa kebiasaan dalam dunia, mengacu pada teori ekonomi semata berdasarkan prinsip untung rugi. Kalau mau membantu kita melihat dahulu keuntungan apa yang bisa kita peroleh atau motivasi-motivasi lain, bukan lagi didasarkan kasih. Kita terlalu sibuk dan lupa menyatakan kasih terhadap orang lain. Jangankan orang yang tidak dikenal, keluarga terdekat saja kita sudah tidak lagi punya waktu. Hal-hal seperti ini akan sangat cepat membuat kasih menjadi dingin.

Kasih padahal sangat penting. Lihatlah bagaimana Paulus melukiskan pentingnya kasih. "Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku." (1 Korintus 13:1-3). Kasih merupakan hal yang paling mendasar, paling utama dan terutama dalam kehidupan anak-anak Tuhan. Kita bisa menjadi orang terpintar, terkaya, terhebat dan sebagainya, tapi tanpa kasih, semuanya tidak akan berguna alias sia-sia belaka.

Jika tidak dijaga dan hanya dibiarkan, kasih bisa menjadi dingin. Meskipun kita melakukan berbagai perbuatan baik, tapi jika tidak disertai dengan dasar yang benar yaitu kasih, maka semua itu tidaklah berarti apa-apa. Ada begitu banyak penyesatan dimana-mana, baik yang nyata-nyata kelihatan maupun yang samar-samar atau terselubung lewat berbagai bentuk yang bisa sangat menipu. Orang menjadi semakin individualis, penuh rasa curiga dalam memandang sesamanya, dan paham-paham yang terus tumbuh semakin mengarahkan kita seperti itu. Itu akan menelan kasih yang seharusnya ada dalam diri kita sampai lama-lama  tidak lagi ada dalam diri kita.

(bersambung)


Saturday, November 21, 2015

Dengan Kacamata Iman (2)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Ayat selanjutnya adalah mengenai keturunan yang dijanjikan. "Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia." (ay 11). Pada saat itu mereka sudah berusia sangat lanjut. Sara sudah lama menopause, Abraham sudah "mati pucuk". Secara manusiawi tidak akan ada lagi kemungkinan untuk punya anak. Tapi mereka bisa memegang janji Tuhan yang tentu terdengar sangat aneh karena diberikan kepada sepasang kakek nenek seperti Abraham dan Sara. Keturunan besar seperti bintang di langit dan pasir di laut? Kepada pasangan yang sudah sangat lanjut usia? Apa tidak salah? Kita mungkin akan tertawa ketika dijanjikan seperti itu, namun Abraham menerima janji dan memegangnya teguh, meski pembuktian itu tidak langsung datang seketika melainkan membutuhkan bertahun-tahun ke depan untuk digenapi. Dan kita tahu janji Tuhan itu secara ajaib terbukti. Abraham sudah mengetahuinya terlebih dahulu meski belum melihatnya, dan itu karena iman.

Lantas ketika Ishak sudah lahir, datang pula perintah Tuhan agar ia mengorbankan anak yang dijanjikan Tuhan sebagai persembahan. Lagi-lagi, jika kita diposisi Abraham, bagaimana reaksi kita? Sedih, kecewa, marah? Kepahitan? Dendam? Menuduh Tuhan mempermainkan kita seenaknya? Tapi tidak bagi Abraham. Alkitab kembali mencatat seperti ini: "Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal, walaupun kepadanya telah dikatakan: "Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut keturunanmu." Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali." (ay 17-19).

Abraham tahu bahwa Tuhan tidak terbatas kuasaNya, dan ia tahu persis bahwa Tuhan bukanlah sosok kejam dan jahat. Semua itu pasti ada alasannya, dimana rancangan Tuhan itu akan selalu baik. Oleh karena itu ia taat, dan kita tahu apa yang terjadi selanjutnya. Dari mana ia memperoleh kepastian atau buktinya? Alkitab dengan jelas mengatakan, "Karena iman".  Karena iman ia mendapat segala bukti terhadap apa yang belum ia lihat dengan iman. Dia bisa memiliki visi yang jelas di masa depan karena ia percaya sepenuhnya kepada janji Tuhan, dan ia memiliki bukti nyata karena ia memandang dengan iman. FAITH is the assurance of the things we hope for, being the proof of things we do not see and the conviction of their reality.

Aplikasi dan implikasi iman sesungguhnya sangatlah luas. Iman mampu menjadi dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan menjadi bukti kuat dari apapun yang belum kita lihat. Yesus berkata "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." (Matius 21:22). Kuncinya hanya satu: percaya. Dan percaya akan hadir lewat iman. Dan jangan lupa, karena iman dalam Kristus pula kita dibenarkan, sehingga kita bisa hidup tenang dalam damai sejahtera. "Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah." (Roma 5:1-2).

Kita memang tidak tahu apa yang bisa terjadi di kemudian hari. Sedetik dari sekarang pun kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Tapi mampukah kita menjalaninya dengan tenang, dengan penuh rasa syukur? Mampukah kita percaya bahwa Tuhan akan selalu berada bersama kita dan melindungi kita? Bisakah kita memiliki visi seperti Abraham yang bisa melihat janji Tuhan dinyatakan jauh sebelum itu terjadi? Apa yang akan kita alami akan sangat tergantung dari cara pandang kita. Ingatlah bahwa meski semuanya belum terjadi, kita sudah memiliki bukti yaitu iman.

Oleh karena itu, marilah kita memandang ke depan dengan optimis. Pergunakan kacamata yang tepat dalam memandang masa depan, dan itu adalah kacamata iman. Tuhan tidak akan pernah meninggalkan setiap anak-anakNya yang taat mengikuti kehendakNya. Itu sudah dibuktikan oleh para saksi iman sepanjang alkitab, itu sudah saya buktikan sendiri dan ada banyak orang yang pasti bisa memberi kesaksian yang sama. Hal yang sama pasti bisa terjadi pada diri anda juga. None of us can read the future, but we can look at it through faith. Use your faith and live happily.

Kacamata yang tepat akan memungkinkan anda melihat dengan baik

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, November 20, 2015

Dengan Kacamata Iman (1)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Ibrani 11:1
====================
"Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."

Letakkan empat kacamata di atas meja. Ada kacamata minus, kacamata plus, kacamata hitam dan kacamata 3D. Anda tentu tahu fungsi atau kegunaan masing-masing bukan? Walaupun sama-sama kacamata, masing-masing punya fungsinya sendiri. Kacamata minus untuk yang matanya susah melihat jauh, kacamata plus untuk yang kabur kalau membaca atau melihat objek dekat, kacamata hitam untuk memblok sinar matahari agar tidak silau dan kacamata 3D agar anda bisa menikmati tontonan film dengan format timbul tiga dimensi. Apabila anda membolak-balik kacamata dan kegunaannya tentu kacamata itu tidak akan memberikan manfaat apapun bagi anda. Bayangkan anda yang matanya minus pakai kacamata plus untuk melihat objek yang tidak dekat, yang matanya plus pakai kacamata minus untuk membaca, yang silau pakai kacamata 3D dan yang nonton film pakai kacamata hitam. Tidak nyambung sama sekali bukan? Bukannya bermanfaat tapi tidak akan ada gunanya atau malah semakin mengganggu.

Hal yang sama terjadi saat kita hendak memandang hidup kita ke depan. Lihatlah ada begitu banyak orang yang pesimis karena berhadapan dengan segala ketidakpastian. Tidak ada yang bisa membaca masa depannya secara pasti. No one can read the future. Itu bisa membuat kita cemas, gelisah atau bahkan takut. Karena ketidakpastian itu maka ada banyak orang yang terjebak untuk mengejar harta yang kata dunia bisa menjamin masa depan manusia. Semakin banyak uang, semakin aman. Itu kan yang diajarkan? Tapi kenapa banyak yang kaya raya malah tidak tenang dan bahagia hidupnya? Mereka takut semua itu hilang, ada yang mengambil, krisis yang membuat nilai uang menjadi anjlok tidak karuan dan sebagainya. Belum lagi kepastian dari sisi keamanan dan keadilan yang katanya dijamin negara tapi pada kenyataanya belum juga bisa terealisasi. Bagaimana orang tidak terus mencari celah korupsi, menipu dan mengorbankan orang lain dan berkejar-kejaran untuk terus semakin menumpuk kalau yang dilihat oleh mata mereka adalah masa depan yang seperti itu? Kita tidak bisa membaca masa depan. Benar. Tapi Firman Tuhan tidak pernah mengajarkan kita untuk cemas, gelisah apalagi takut. Kalau begitu, adakah kacamata khusus yang bisa kita pakai agar kita bisa melihat ke depan dan karenanya bisa merasa tenang? Adakah kacamata yang bisa membuat kita tidak perlu ragu dalam melangkah, tidak perlu takut dan kehilangan damai sejahtera serta sukacita? Ada. Namanya kacamata iman.

Perhatikan dan cerna baik-baik ayat berikut. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Dasar dari segala sesuatu, dari apapun yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat, dari yang belum kita alami. Dasar, dan bukti. Dari apa yang kita harapkan, dan dari yang belum bisa kita lihat. Itu adalah iman. We can look at the still unseen, at the future in close or far distance through faith. 

Jika demikian, jelaslah terlihat betapa pentingnya iman dalam hidup kita. Seberapa besar iman yang kita butuhkan? Yesus berkata "Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." (Matius 17:20). Artinya ketika kita belum mengalami janji Tuhan, iman kita masih lebih kecil dari biji sesawi, yang ukurannya sangatlah kecil, dengan diameter rata-rata kurang dari satu milimeter. Sangat kecil bukan? Padahal jika kita memiliki iman seukuran itu saja akan bisa membawa dampak yang begitu besar.

Iman seringkali mudah diucapkan namun sulit untuk dipraktekkan atau diaplikasikan. Semua orang boleh saja mengaku sudah memiliki iman, tetapi semua akan terlihat jelas dari bagaimana reaksi kita dalam menghadapi situasi sulit atau pandangan kita ketika menatap masa depan yang penuh ketidakpastian. Reaksi dan pandangan kita, bagaimana respon kita dalam hidup, apakah ketenangan, damai sejahtera dan sukacita atau kegelisahan, rasa takut dan kecemasan yang ada disana, itu akan menunjukkan dengan jelas sebesar apa sesungguhnya iman kita saat ini. Sejauh mana kita percaya kepada janji Tuhan. Iman adalah buktinya.

Mari kita ambil satu tokoh saja sebagai contoh, yaitu Abraham. Kenapa Abraham yang saya ambil? Sebab Abraham disebut bapa orang beriman. Mengapa ia dikatakan demikian? Karena lewat kesaksian hidupnya ada serangkaian kisah yang menggambarkan tingkat keimanan sesuai ayat bacaan kita secara luar biasa besar.

"Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui." (Ibrani 11:8). Mari kita berandai-andai sejenak. Apabila kita ada di posisi Abraham, maukah kita pergi ke sebuah tempat yang tidak pernah kita kenal sebelumnya, di saat kita sedang hidup dengan tenteram, meninggalkan semua kenyamanan kita pada usia yang sudah tidak lagi muda? Jawaban ya mungkin mudah kita lakukan ketika kita sudah mengetahui apa yang terjadi selanjutnya. Karena kita sudah mengetahui kisah Abraham dan apa yang terjadi, maka mungkin mudah bagi kita untuk mengatakan ya. Tapi pada saat itu apakah Abraham tahu apa yang akan terjadi? Tidak. Tapi apakah ia taat dan pergi sesuai dengan panggilan Tuhan? Ya. Dan itu terjadi karena ia mengandalkan atau memandang dengan imannya. Meski tidak ada yang pasti dan pada saat itu ia belum mendapat penjelasan apa-apa mengenai tujuan Tuhan, nyatanya ia tetap pergi dan berdiam di tanah asing yang dijanjikan Tuhan kepadanya. (ay 9). Sekali lagi, itu karena imannya. Dan lihatlah apa yang ditulis alkitab mengenai itu. "Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah." (ay 10). Abraham memiliki visi tentang masa depan, sesuatu yang belum ia lihat secara nyata, sesuatu yang belum terjadi. Tetapi ia teguh melangkah karena ia memiliki bukti, yang ia peroleh lewat iman.

(bersambung)


Thursday, November 19, 2015

The Real Virtuoso

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Roma 1:20
====================
"Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih."

"Paling enak jadi vokalis kalau mau sukses, karena orang pasti akan melihat vokalis terlebih dahulu." Demikian kata seorang teman pemain bass. Di negara kita masih sangat banyak orang yang hanya memandang musik terlalu naif. Kalau cuma instrumen maka tidak dilirik, kalau ada penyanyinya baru mereka mau lihat. Itu pun mereka akan lebih memandang paras dan postur ketimbang kualitas suara. Gitaris? Bolehlah, masih lumayan dilihat. Drummer, pemain piano dan bass? Itu jarang diperhatikan. Jangankan penonton, dari sisi spotlight lampu saja yang tiga ini sangat jarang mendapat sorot cahaya yang pantas. Itu hasil pengamatan saya setelah bertahun-tahun bertualang dari satu panggung ke panggung lain di negara kita. Yang lebih lucu lagi, ada banyak fotografer atau lighting man yang salah kaprah. Dalam memotret dan menembakkan cahaya, mereka otomatis hanya mencari vokalis dan melewatkan yang lain, padahal yang punya band bisa jadi pianis atau malah bassisnya. Kalaupun bukan mereka band leadernya, setidaknya kontribusi mereka itu sangat penting dalam menghasilkan karya yang baik. Coba kalau tidak ada mereka, apa jadinya lagu tersebut? Karena itu, seharusnya apresiasi diberikan secara seimbang buat semua pemain di dalam sebuah band.

Contoh di atas saya ambil hanya dalam lingkup kecil dunia hiburan terutama musik. Tapi coba bayangkan, bukankah sangat ironis apabila saya katakan Tuhan merasakan hal yang sama dan tahu betul rasa kecewa seperti itu? Karena kesibukan dalam kehidupan kita seringkali melupakan Tuhan. Kita meletakkan Tuhan pada prioritas yang terbawah, kalah dari segala hal lain yang dikejar oleh orang-orang yan dipengaruhi ajaran dunia. Bukankah semua yang ada di dunia ini merupakan hasil karyaNya? Jika demikian mengapa kita malah melupakan Penciptanya? Orang sibuk meminta agar bisa berhasil, tapi semakin orang sukses, semakin jauh pula mereka meninggalkan Tuhan yang memberikan kesuksesan itu. Singkatnya, bagi banyak orang, Tuhan hanyalah berfungsi sebagai palang pintu terakhir dalam menghadapi masalah, ketika semuanya tidak lagi bisa dilakukan. Tidak seharusnya kita memperlakukan Tuhan seperti itu. Ketika kita menikmati segala hasil ciptaanNya di dunia ini, seharusnya kita bersyukur, memuji dan memuliakanNya dalam segala sesuatu yang kita nikmati itu.

Banyak orang lupa, tapi Daud tidak. Lihatlah bagaimana Daud memuji keagungan Tuhan pencipta langit dan bumi beserta segala isinya dalam Mazmur 104 dengan begitu indahnya. Mazmur 104 ini diberi judul "Kebesaran Tuhan dalam segala ciptaanNya", dan itu benar adanya. Secara puitis Daud melukiskan rasa sukacitanya memandang ciptaan Tuhan yang begitu luar biasa. Misalnya penggalan berikut ini: "Engkau yang melepas mata-mata air ke dalam lembah-lembah, mengalir di antara gunung-gunung, memberi minum segala binatang di padang, memuaskan haus keledai-keledai hutan; di dekatnya diam burung-burung di udara, bersiul dari antara daun-daunan. Engkau yang memberi minum gunung-gunung dari kamar-kamar loteng-Mu, bumi kenyang dari buah pekerjaan-Mu. Engkau yang menumbuhkan rumput bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan untuk diusahakan manusia, yang mengeluarkan makanan dari dalam tanah dan anggur yang menyukakan hati manusia, yang membuat muka berseri karena minyak, dan makanan yang menyegarkan hati manusia." (Mazmur 104:10-15). Jangan lupa pula ciptaanNya yang paling istimewa, His masterpiece, yaitu manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar dan rupaNya sendiri. Tidak ada satupun manusia yang persis sama, baik rupa, warna, bentuk, sifat dan sebagainya. Itu pekerjaan yang sungguh luar biasa yang tidak akan bisa dilakukan oleh siapapun selain Allah. Ironis sekali ketika justru ciptaanNya yang teristimewa pula-lah yang cenderung melupakanNya.

Daud berbicara begitu banyak tentang menaikkan puji-pujian bagi Tuhan. Dia begitu menyadari bahwa kebesaran Tuhan itu terlihat nyata dan jelas melalui segala hasil ciptaanNya. Salah satunya berbunyi "Haleluya! Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Aku hendak memuliakan TUHAN selama aku hidup, dan bermazmur bagi Allahku selagi aku ada." (Mazmur 146:1-2). Di kesempatan lain ia menuliskan pujian seperti ini: "Bersyukurlah kepada TUHAN, panggillah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa! Bernyanyilah bagi-Nya, bermazmurlah bagi-Nya, percakapkanlah segala perbuatan-Nya yang ajaib!" (1 Tawarikh 16:8-9). Pertanyaannya, apakah kita menyadari kebesaran Tuhan melalui karya-karyaNya seperti Daud? Sudahkah kita merenung dan memuji Tuhan ketika kita melihat alam yang begitu indah, yang meski sudah semakin berkurang tapi masih bisa kita nikmati hari ini? Ketika melihat matahari bersinar indah ditengah sekumpulan awan putih, melihat indahnya bintang gemerlapan di tengah malam, bunga-bunga warna-warni bermekaran, bahkan setiap oksigen yang kita hirup yang disediakan gratis untuk kita, sudahkah kita bersyukur dan memuliakan namaNya?

Manusia cenderung menikmati hasil ciptaanNya tapi melupakan siapa "virtuoso" di balik semua itu. Sama seperti menikmati sebuah lagu yang sangat indah, tapi tidak memberi apresiasi kepada orang-orang yang bermain di balik lagu-lagu itu. Padahal tanpa musisi, tidak akan ada lagu yang tercipta. Paulus menggambarkan sifat melupakan Tuhan ini sebagai kefasikan dan kelaliman yang memurkakan Tuhan. Tuhan memang tidak terlihat kasat mata seperti kita memandang manusia atau alam dan isinya, tapi jika kita mau sedikit berpikir, kehebatan Tuhan itu sebenarnya bisa terlihat jelas dari segala karyaNya sejak dahulu hingga sekarang.

Itulah yang dikatakan pula oleh Paulus. "Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih." (Roma 1:20). Tapi banyak orang yang tidak menyadari hal ini, tidak memuliakan dan tidak mengucap syukur kepada Tuhan. "Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap." (ay 21).

Yang lebih parah, malah ada banyak orang yang tega menggantikan kemuliaan Allah dengan segala sesuatu yang fana dalam berbagai bentuk untuk disembah. "Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar...mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin." (ay 23,25). Hal-hal seperti ini sungguh tidak pantas kita lakukan. Ketika kita menikmati hasil ciptaan Tuhan yang indah ini, seharusnya kita bersyukur dan memuliakanNya pula dalam setiap waktu kita menikmatinya.

The Virtuoso of heaven has given us all the beautiful things in our lives. Maestro di atas segala maestro telah menyediakan segalanya bagi kita. Dan Tuhan yang penuh kasih itu telah dengan jelas menyatakan diriNya sendiri lewat segala ciptaanNya yang bisa kita lihat dan rasakan setiap hari. Marilah hari ini kita tinggalkan sejenak doa yang berisi keluh kesah dan daftar permintaan. Datanglah kepadaNya dan muliakanlah Dia dengan pujian dan penyembahan yang terbaik dari diri kita, penuhi doa-doa kita dengan ucapan syukur yang mengagungkan namaNya. He deserves it for everything he has done and created for us.

Segala ciptaan yang indah bagaikan jari telunjuk yang terarah kepada Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, November 18, 2015

Henokh dan Pergaulan Panjangnya dengan Tuhan (2)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Apakah kita hanya berdoa siang dan malam untuk ditolong Tuhan dari kesusahan, dan setelah itu kita melupakannya? Apakah kita masih menempatkan segala kegiatan, kepentingan atau kebutuhan di dunia di atas kebutuhan kita untuk bersekutu dengan Tuhan? Apakah kita masih menjalani hubungan yang hanya 'memanfaatkan' Tuhan saja, alias take it for granted? Kalau ya, itu artinya kita belum menempatkan Tuhan pada posisi sebagai sahabat karib.

Tuhan mau membuka diri bagi kita untuk mengenalNya terus lebih dalam lagi. Dia bukanlah sebuah misteri yang kaku, dingin, arogan, eksklusif dan tidak terjangkau melainkan sebuah Sosok Pribadi yang terbuka dan bersahabat. Kita pun sudah melihat bahwa ada beberapa orang yang dicatat Alkitab memiliki kehormatan untuk disebutkan sebagai orang-orang yang sangat dekat, berkenan di hati Allah dan hidup bergaul denganNya. Pertanyaannya hari ini, apakah itu berlaku hanya bagi segelintir orang yang benar-benar beruntung saja atau tidak? Tawaran yang sama jelas berlaku bagi semua anak-anakNya, termasuk anda dan saya. Jika Henokh, Nuh dan Daud bisa, kita pun bisa apabila memiliki kualitas hidup penuh ketaatan yang sama seperti mereka. Lantas pertanyaan kedua, apa keistimewaan yang kita dapatkan sebagai sahabat karib Tuhan?

Tuhan menjanjikan banyak hal istimewa kepada orang-orang yang bergaul akrab dengannya. Perhatikan ayat bacaan hari ini. "..Inilah yang difirmankan TUHAN: Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku..." (Imamat 10:3). Tuhan menyatakan kekudusanNya dan memperlihatkan kemuliaanNya kepada orang-orang Dia anggap bersahabat karib denganNya. Daud juga mengerti akan hal ini. "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14).

Takut akan Tuhan akan membawa kita untuk terus membangun hubungan dengan Tuhan hingga ke tingkat kekariban, dan hal itu akan membuat Tuhan terbuka dalam memberitahukan rencana dan rancanganNya pada kita. Itu janji Tuhan. Ada penyertaan dan kebersamaan dalam sebuah persahabatan yang terbina akrab, dan itu pun akan terjadi antara kita dengan Tuhan ketika kita bergaul karib denganNya. Janganlah tergoda oleh berbagai hal yang ditawarkan dunia yang mampu merenggangkan hubungan kita dengan Tuhan. Seperti halnya kita merasakan sakit yang luar biasa jika sahabat karib kita menghianati kita, tentu Tuhan pun akan merasa kecewa apabila kita menghianatiNya. Apalagi hanya untuk kepentingan atau kepuasaan sesaat di dunia yang hanya sementara ini. Tetap ingat bahwa setiap pelanggaran dan ketidaktaatan akan mendapat balasan yang setimpal. (Ibrani 2:2).

Tuhan menciptakan kita seperti rupa dan gambarNya sendiri seperti yang bisa kita baca di awal penciptaan. "Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita... Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia" (Kejadian 1:26-27). Itu salah satu bukti kuat. Tuhan menciptakan kita menurut gambarNya sendiri agar kita dapat mengenal dan menanggapiNya. Dia membangun unsur-unsur dalam kepribadian kita yang selaras dengan kepribadianNya. Kita mempunyai pemikiran untuk mengerti dan menanggapi pemikiranNya, we have emotions to grab His emotions, kita juga punya kehendak untuk menanggapi kehendakNya. Jika tidak, Tuhan tidak akan merasa perlu untuk membuat kita menjadi mahluk mulia, ciptaanNya yang teristimewa lewat rupa dan gambarNya sendiri. Tuhan membuka diri untuk dikenal, dan membuka tawaran untuk bersahabat akrab atau bergaul karib denganNya. Apakah kita mau menyambut uluran tangan Tuhan ini atau tidak, semua itu tergantung diri kita sendiri. Yang pasti, Tuhan akan sangat gembira apabila kita mau menyambutNya dan menjadikan Dia sebagai Sahabat yang akrab dengan kita.

Bergaullah karib dengan Tuhan dengan melibatkanNya dalam setiap aspek kehidupan kita. Rajinlah berdoa, membangun hubungan yang intim denganNya dengan rutin, muliakan Dia selalu dengan tubuh, perbuatan dan perkataan kita. Setia dan hargai hubungan persahabatan setinggi mungkin, jadilah sahabat yang bisa diandalkan dan dipercaya. Tuhan menanti anda untuk menjadi sahabat karibNya, maukah anda menyambutnya?

Bergaul karib dengan Tuhan membawa kita untuk menikmati janji-janjiNya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, November 17, 2015

Henokh dan Pergaulan Panjangnya dengan Tuhan (1)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Imamat 10:3
========================
"..Inilah yang difirmankan TUHAN: Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku..."

Bersahabat karib tentu berbeda dengan teman biasa. Kata karib menggambarkan eratnya persahabatan yang sedekat saudara. Anda bisa lihat bagaimana sahabat karib mampu menyelesaikan perbedaan demi perbedaan dengan cepat, saling mengerti, tidak mudah sakit hati dan seringkali seolah ada ikatan batin diantara dua sahabat yang karib ini. Kerap pula kedekatan dengan sahabat karib melebihi kedekatan dengan saudara kandung sendiri. Kepada sahabat karib-lah biasanya orang akan mengadu, mencurahkan isi hati, berkeluh kesah dan bercerita bahkan mungkin mengenai hal-hal yang sifatnya pribadi sekalipun. Mereka biasanya sangat mengenal kita termasuk kelemahan-kelemahan yang mungkin ada dalam diri kita. Terhadap seorang sahabat karib biasanya kita tidak lagi tertutup karena biasanya sahabat karib bisa kita percaya dengan sepenuh hati. Seorang sahabat karib adalah tempat dimana kita bisa berteduh dalam duka, dan akan menjadi orang pertama yang ikut bahagia ketika kita berada dalam suka. Kepercayaan, pengertian, itu tentu menjadi sebuah harapan besar dari seorang sahabat karib.

Punya sahabat karib sesama manusia saja sudah bahagia sekali. Bagaimana kalau kita bisa bersahabat karib dengan Tuhan? Itu tentu tidak terbayangkan rasanya. Pertanyaannya, apakah mungkin? Bukankah Tuhan sudah terlalu besar dan tidak lagi bisa dijangkau oleh kemampuan manusia? Benar, Tuhan memang Maha Besar, tidak sebanding dengan manusia. Tetapi menjadi sahabat karib Tuhan itu bukanlah sesuatu yang mustahil melainkan sangat mungkin! Dari mana kita bisa tahu? Kita bisa tahu itu dari banyak ayat dalam Alkitab. Beberapa nama bahkan disebut secara jelas sebagai orang yang bergaul/bersahabat karib dengan Tuhan. Kalau kita mundur ke kisah penciptaan awal, Tuhan sejak semula merindukan manusia bisa menjadi sahabat karibnya. Sayangnya manusia jatuh dalam dosa sejak awal pula. Namun demikian, Tuhan tidak henti-hentinya menunggu kerelaan dari manusia, yang begitu Dia kasihi, untuk datang kepadaNya dan bergaul akrab denganNya.

Dalam Alkitab kita mengenal tokoh bernama Henokh. Disebutkan bahwa Henokh berusia 65 tahun ketika mendapatkan seorang anak laki-laki bernama Metusalah. (Kejadian 5:21). Ayat selanjutnya tertulis sebagai berikut: "Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi.." (ay 22a). Perhatikan bahwa Henokh dikatakan hidup bergaul dengan Allah selama 300 tahun lagi. Betapa luar biasanya sebuah hubungan kekerabatan yang akrab atau karib yang tidak lekang di makan waktu. Kita bisa melihat dari ayat ini bagaimana seorang Henokh mampu menjaga hubungannya dengan Sang Pencipta, hidup selaras dengan kehendak Tuhan sebegitu lama. Kesetiaannya teruji dalam rentang waktu yang begitu panjang, melebihi usia normal manusia.

Mungkin kita bisa berpikir bahwa pada saat itu godaan atau cobaan dari dunia tidaklah separah saat ini. Tapi saya percaya godaan duniawi selalu ada pada rentang waktu manapun. Bentuknya mungkin berbeda seiring perjalanan waktu, tetapi intensitas dan daya rusaknya saya kira sama saja. Saya yakin pada masa itu Henokh bukannya tidak mendapat cobaan dari berbagai keinginan duniawi yang bisa menariknya menjauh dari Allah, namun Henokh tidaklah terpengaruh dengan itu. Fakta Alkitab menyebutkan bahwa Henokh tetap bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi, dan itu disebutkan setelah ia menempuh hidup yang bergaul erat dengan Tuhan selama 65 tahun. Pada akhirnya kita tahu apa yang terjadi pada Henokh. Begitu akrabnya ia berhubungan dengan Tuhan, maka ia tidak sampai mengalami kematian! Henokh diangkat langsung dari dunia yang berlumur dosa ini menuju Surga untuk seterusnya bersama-sama dengan Allah. "Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah." (ay 24). Penulis Ibrani kemudian menuliskan lagi mengenai Henokh. "Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah." (Ibrani 11:5). Perhatikan bahwa perilaku dan kesetiaan Henokh ternyata berkenan kepada Allah.

Selain Henokh, kita tahu bahwa Nuh pun disebutkan demikian: "Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah." (Kejadian 6:9). Lantas Ayub: "seperti ketika aku mengalami masa remajaku, ketika Allah bergaul karib dengan aku di dalam kemahku" (Ayub 29:4) dan tentu saja Daud yang kita tahu begitu mengenal Allah dan memiliki hubungan yang sangat dekat lewat berbagai tulisannya maupun seperti yang disebutkan dalam Kisah Para Rasul: "Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah Para Rasul 13:22b). Mereka-mereka ini telah terbukti kualitasnya sehingga Tuhan pun berkenan untuk menjadi sahabat akrab yang bergaul karib dengan mereka.

Sahabat karib yang akrab dengan kita tentu bukanlah sosok teman yang hanya mencari keuntungan dan kesenangan saja bersama kita. Mereka akan tetap setia bersama kita ketika kita mendapat musibah atau berbagai bentuk kesusahan. Mereka akan dengan senang hati membantu kita sedapat-dapatnya ketika kita dalam kesesakan. Bayangkan apabila hubungan sahabat karib dan seperti itu terjalin antara kita dengan Tuhan. Tapi ingat, selain segala sesuatu yang kita peroleh dari sahabat karib kita, kita sendiri pun punya peran yang akan sangat menentukan berhasil tidaknya hubungan kekerabatan itu terbangun sampai mencapai tingkatan karib.

(bersambung)


Monday, November 16, 2015

OKB

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: 2 Tawarikh 12:1
==============================
"Rehabeam beserta seluruh Israel meninggalkan hukum TUHAN, ketika kerajaannya menjadi kokoh dan kekuasaannya menjadi teguh."

Siapa sih yang tidak ingin kaya? Kalau boleh memilih tentu tidak satupun dari kita yang ingin dengan sengaja hidup kekurangan. Jangankan kekurangan, pas-pasan saja sudah sulit rasanya, apalagi kalau kita menyadari bahwa kita hidup ditengah serangan konsumerisme yang luar biasa dahsyatnya. Dalam perjalanan hidup, saya belajar banyak akan hal ini. Saya pernah lebih dari cukup, kemudian terhempas drastis ke titik terendah, tapi lalu bangkit lagi setelah bertobat. Apa yang saya rasakan adalah jauh lebih baik kalau kita hidup biasa-biasa saja tapi didalamnya ada Tuhan yang menjaga ketimbang punya harta berlimpah tapi tanpa Tuhan. Yesus bilang, ngengat dan karat serta pencuri bisa menghancurkan semuanya, dan itu sungguh benar adanya. Satu hal lagi, akan sangat berbahaya apabila kesuksesan atau kekayaan itu datang pada kita tetapi mental kita belum siap untuk itu. Itu bisa membuat kita tersesat jauh dan kemudian jatuh dalam berbagai bentuk dosa. Obat-obat terlarang, dosa perzinahan, kehidupan malam, gaya hedonisme, dosa keangkuhan/kesombongan, itu baru sedikit contoh dari jerat/jebakan dosa yang siap menelan kita apabila mental kita belum siap untuk menerima kekayaan dan/atau popularitas tersebut. Dan biasanya, hal itu akan segera terlihat jelas kasat mata.

Ada istilah yang sangat sering dipakai untuk menggambarkan mereka yan tiba-tiba kaya mendadak tapi mentalnya belum siap, yaitu OKB alias Orang Kaya Baru. Istilah ini sering disematkan kepada seseorang yang tiba-tiba berubah sikap dan tingkah lakunya di mata masyarakat setelah pamor atau kekayaan mereka meningkat jauh dari biasanya. Ketika dulu mereka ramah, kini mereka menjadi angkuh. Jangankan menyapa, melihat saja tidak mau. Dagu terangkat ke atas, omongan menjadi tinggi dan cenderung merendahkan orang lain. Ini sesuatu yang mungkin sering kita lihat langsung di tengah-tengah kita. Harta dan kekuasaan memang bisa membuat perubahan instan dalam hidup seseorang. Adalah baik jika itu semua membuat seseorang malah menjadi semakin rendah hati dan semakin rajin membantu sesama, tapi yang sering terjadi malah sebaliknya. Kesombongan timbul, bertambah pelit dan tidak lagi peduli terhadap orang lain bahkan mudah merendahkan orang. Hal seperti ini bukan hanya terjadi bagi orang-orang dunia, di kalangan orang percaya pun kita bisa menjumpai hal ini.

Betapa ironisnya, ketika kita berdoa meminta pertolongan Tuhan di kala kita hidup berkekurangan, lalu Tuhan menurunkan berkatNya, kita bukannya bersyukur dan memuliakanNya dengan menjadi saluran berkat bagi orang lain, tapi kita malah tergoda untuk bersikap sombong. Saat dalam keadaan pas-pasan manusia rajin beribadah dan berdoa, tetapi ketika dipulihkan secepat itu pula manusia berubah dan menggantikan prioritasnya dengan harta. Tuhan tidak lagi ada di posisi teratas dalam hidupnya. Haruskah kita takut akan kekayaan, jabatan, popularitas atau otoritas? Haruskah itu kita anggap tabu dan kita harus memilih untuk hidup susah? Seharusnya tidak, kalau kita tahu bagaimana kita harus menyikapinya dan tahu untuk apa itu semua diberikan kepada kita. Tapi namanya manusia, sangat banyak orang yang mengalami perubahan sikap menjadi lebih buruk setelah mengalami kesuksesan. Dan itu sudah terjadi sejak dahulu kala. Salah satunya adalah raja Rehabeam, anak Salomo, seorang raja Yehuda.

Kisahnya bisa kita baca dalam kitab 2 Tawarikh. Dikatakan: "Rehabeam beserta seluruh Israel meninggalkan hukum TUHAN, ketika kerajaannya menjadi kokoh dan kekuasaannya menjadi teguh." (2 Tawarikh 12:1). Perhatikan bahwa Rehabeam lupa diri ketika berada di puncak kejayaannya. Dia tidak merasa butuh Tuhan dan mengira bahwa semua itu adalah hasil usahanya sendiri. Dia terlena dalam kebanggaan berlebihan dengan apa yang ia miliki. Kekayaannya dan negerinya, juga kekuatan pasukannya. Sifat seperti ini adalah sesuatu yang sangat salah di mata Tuhan, karena dalam kesempatan lain FirmanNya sudah berkata: "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1).

Kembali kepada kisah Rehabeam, apa yang terjadi adalah datangnya malapetaka lewat serangan dari Mesir dan aliansinya yaitu orang Libia, Suki dan Etiopia yang dipimpin oleh raja Sisak. Serangan ini segera memporakporandakan Yehuda. Nabi Semaya pun kemudian datang untuk menyampaikan teguran Tuhan kepada Rehabeam. "Nabi Semaya datang kepada Rehabeam dan pemimpin-pemimpin Yehuda yang berkumpul di Yerusalem berhubung dengan ancaman Sisak, dan berkata kepada mereka: "Beginilah firman TUHAN: Kamu telah meninggalkan Aku, oleh sebab itu Akupun meninggalkan kamu juga dalam kuasa Sisak." (2 Tawarikh 12:5). Untunglah Rehabeam lekas sadar bahwa tanpa campur tangan Tuhan ia tidaklah ada apa-apanya. Lalu ia segera datang merendahkan dirinya dan bertobat. Melihat kesungguhan hati Rehabeam tersebut, Tuhan yang penuh belas kasih pun segera mengurungkan niatnya untuk menghukum Rehabeam dan rakyatnya. "Oleh sebab raja merendahkan diri, surutlah murka TUHAN dari padanya, sehingga ia tidak dimusnahkan-Nya sama sekali. Lagipula masih terdapat hal-hal yang baik di Yehuda." (ay 12).

Kesombongan tidaklah pernah mendapat tempat di mata Tuhan. Lihatlah bahwa kehancuran tidak jadi ditimpakan karena sang raja merendahkan dirinya dan selain itu, di Yehuda sebenarnya masih ada hal-hal baik yang menjadi pertimbangan Tuhan untuk mengampuni mereka. Perihal kerendahan hati, Firman Tuhan sudah berkata: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6). Jauh sebelumnya, ayah Rehabeam sendiri yaitu Salomo mengatakan "Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman." (Amsal 16:5), juga "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (ay 8).

Apabila kesalahan sudah terlanjur kita lakukan, berbaliklah segera. Kita punya Tuhan yang panjang sabar dan penuh kasih yang akan segera mengampuni kita begitu kita datang kepadaNya membawa pertobatan sungguh-sungguh. Jangan lupa bahwa kita hanyalah berasal dari debu (Mazmur 103:14), tidak ada apapun yang bisa kita banggakan, karena semua yang kita miliki berasal dari Tuhan (Ulangan 8:14-18).

Mari kita periksa diri kita hari ini, apakah bentuk-bentuk kesombongan, keangkuhan, kepongahan, sikap tinggi hati dan sebagainya masih ada dalam diri kita? Apakah kita masih menempatkan Tuhan sebagai prioritas utama atau tidak? Jika masih ada, bereskanlah segera. Datanglah merendahkan diri dan bertobat dengan sungguh-sungguh, sebelum kehancuran terlanjur menimpa diri kita. Kekayaan dan berbagai berkat seharusnya disikapi dengan rasa syukur dan kerinduan untuk menjadi saluran kasih Tuhan, bukan malah menjadi awal masuknya berbagai dosa yang menggagalkan kita menerima anugerah keselamatan.

Stay humble, be thankful and bless others

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, November 15, 2015

Overheat

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
 Ayat bacaan: Pengktobah 7:9
=======================
"Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh."

Komputer yang bermasalah dengan suhu panas atau dikenal dengan istilah overheat akan penuh dengan masalah. Kalau kinerjanya menurun, komputer terasa berat dan lambat diakses, itu biasa. Tapi masalah akan merembet makin parah yang pada akhirnya membuat nge-hang dan kemudian mati total. Masalahnya muncul biasanya tidaklah terlalu sulit untuk diatasi. Misalnya kipas yang penuh debu dan tidak bisa berputar baik, memberikan rongga di bawahnya agar panasnya tidak bertumpuk didalam, atau dengan menambahkan dudukan berkipas. Yang pasti, kita tentu tidak ingin komputer kita panas berlama-lama sampai mendatangkan banyak masalah. Biaya perbaikan bisa mahal dan data-data yang tersimpan bisa lenyap.

Panasnya processor yang mengakibatkan komputer kita menjadi berat merupakan analogi yang sangat tepat untuk menggambarkan bagaimana panasnya amarah atau emosi dalam diri kita. Ada banyak orang yang tidak menyadari akibat yang bisa ditimbulkan oleh kebiasaan membiarkan amarah menguasai diri kita. Sebagian menganggap bahwa sikap emosional bisa memberi rasa aman bagi mereka, ada yang berpikir bahwa mereka bisa terlihat hebat dan berkuasa dengan sering marah, ada pula yang membiarkan saja diri mereka gampang tersulut emosi meski atas hal yang sebenarnya sepele saja. Dan banyak orang yang suka membiarkan kemarahan terus membakar hati mereka.

Api kemarahan biasanya tidak langsung menyala dengan besar. Seringkali amarah mulai dari setitik api kecil saja. Namun jika tidak kita padamkan dengan segera, api itu akan bertambah besar dan pada suatu ketika kita tidak lagi bisa memadamkannya. Disaat seperti itulah berbagai dosa mengintip dan iblis pun siap menerkam kita hingga tidak berkutik lagi. Penyesalan di kemudian hari bisa jadi sudah menjadi terlambat jika kita terlanjur melakukan sesuatu yang bodoh karena tidak bisa berpikir jernih akibat dikuasai emosi. Berbagai penyakit pun bisa menyerang kita dimana beberapa diantaranya berpotensi mengakhiri hidup kita. Selain itu, coba bayangkan jika anda hidup dengan kemarahan, sakit hati, dendam, kesal atau kebencian kepada banyak orang, tidakkah itu akan membuat diri anda seolah ditumpuki beban yang semakin lama semakin berat? Seperti halnya processor yang panas, hati yang terus menerus panas oleh kobaran amarah pun akan membuat diri kita menjadi semakin berat dan lambat dalam melangkah. Dan salah-salah, kita pun bisa seperti komputer yang tamat riwayatnya.

Firman Tuhan mengatakan: "Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh." (Pengkotbah 7:9). Lihatlah Alkitab berkata hanya orang bodohlah yang membiarkan hidupnya terus dikuasai amarah. Orang yang bijak akan tahu resiko-resiko dari kemarahan, mulai dari yang sederhana hingga yang fatal sehingga tidak akan membiarkan dirinya terus menerus dibakar api emosi. Kita bersinggungan dengan begitu banyak orang setiap hari, dan kita memang tidak bisa menghindari pertemuan dengan orang-orang yang sulit, provokatif atau sengaja membuat ulah, itu benar. Tetapi itu bukanlah alasan untuk membiarkan diri kita terus menerus dikuasai amarah. Kita bisa terus memastikan hati dan kepala kita tetap dingin sehingga biar bagaimanapun kita ditekan, kita bisa meresponnya dengan tenang karena hati dan otak kita tetap sejuk. Firman Tuhan mengatakan "janganlah lekas-lekas marah dalam hati." Janganlah mudah terpancing emosi. Jangan sedikit-sedikit sudah marah. Itu bunyi Firman Tuhan yang saya ambil sebagai ayat bacaan hari ini. Kalimat ini menunjukkan satu hal, bahwa marah itu adalah pilihan, dan bukan keharusan, bukan pula keterpaksaan. Artinya, marah atau tidak itu tergantung dari keputusan kita. Memastikan hati tetap dingin akan membuat emosi tidak bisa bertumbuh dalam hati kita, dan itu akan mencegah kita dari melakukan perbuatan-perbuatan bodoh yang pada suatu saat akan kita sesali.

Terus mendendam, menyimpan kemarahan, membiarkan rasa sakit hati bercokol dalam diri kita dan lain-lain bukanlah sesuatu yang sesuai dengan prinsip Kerajaan.Sebaliknya, kita justru diminta untuk memberi pengampunan seluas-luasnya kepada siapapun. Lihatlah ketika Petrus mendatangi Yesus untuk menanyakan seberapa banyak ia bisa mengampuni,  "Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (Matius 18:22). Ini artinya kita diminta untuk bisa memberi pengampunan tanpa batas, seperti halnya Tuhan mengampuni kita. Ada keterkaitan antara mengampuni dan diampuni, seperti apa yang dikatakan Yesus: "..ampunilah dan kamu akan diampuni." (Lukas 6:37). Atau lihatlah ayat berikut: "Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu.)" (Markus 11:25-26). Mengampuni itu pun merupakan pilihan, walaupun memang tidak pernah segampang mengucapkannya. Tapi perhatikanlah bahwa membiarkan sakit hati, kebencian dan kemarahan untuk berkuasa atas kita akan membuat kita terus ditambahi beban berat di atas punggung kita, hingga pada suatu ketika kita tidak akan bisa lagi berdiri dan hanya akan terjatuh terhimpit beban-beban berat. Sebaliknya mengampuni itu sama dengan melepaskan beban. Apakah ada yang bisa tetap merasa ringan ketika sedang benci atau marah kepada seseorang? tentu tidak. Rasa ringan akan terasa jika kita mulai sungguh-sungguh melepaskan pengampunan dan tidak terjebak pada kemarahan.

Yakobus mengingatkan: "Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah." (Yakobus 1:19). Mengapa? Ini alasannya: "sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." (ay 20). Kita harus ingat pula bahwa apa yang kita tabur itu akan kita tuai. (Galatia 6:7). "Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (ay 8). Jika kita terus menabur kebaikan dalam Roh, meski dalam situasi atau kondisi apapun yang kita hadapi, maka kita pun akan menghasilkan tuaian yang baik atasnya.

Tidaklah gampang untuk mengampuni atau menahan amarah jika kita terus ditekan. Tetapi ingatlah bahwa marah atau tidak adalah pilihan dan bukan keterpaksaan. Tuhan mengingatkan kita agar tidak cepat marah, dan apabila marah pun jangan membiarkan marah itu menetap di dalam diri kita. Itu akan membuat hati kita tetap sejuk dan karenanya kita pun bisa jauh lebih ringan dan nyaman dalam menjalani hidup.

Kemarahan akan memperlambat dan memperberat hidup kita bahkan bisa menggagalkan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, November 14, 2015

Create Your Own God (2)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Banyak orang terjebak pada pemahaman yang salah tentang Tuhan. Mereka mengira, kalau Tuhan memang benar tegas terhadap perbuatan-perbuatan dosa, maka Tuhan pasti akan segera mengganjar langsung di tempat, misalnya langsung tersambar petir atau lenyap seketika ditelan bumi. Kalau itu tidak terjadi, mereka mengira bahwa itu berarti Tuhan menutup mata membiarkan saja perbuatan dosa berlalu tanpa terlihat. No, that's not how it works! Tuhan tidak pernah berkenan terhadap perbuatan jahat, dan pada saatnya nanti semua harus dipertanggungjawabkan sepenuhnya. "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Itu kebenaran firman Tuhan. Artinya, cepat atau lambat, ganjaran akan datang, dan tidak akan pernah sebuah perbuatan jahat itu berkenan di mata Tuhan. Perhatikan bahwa dikatakan hal tersebut menyusahi Tuhan. Ilusi tentang Tuhan seperti yang disebutkan dalam ayat dari Maleakhi di atas jelas merupakan sebuah ilusi yang akan sangat fatal akibatnya.

Hati kita merupakan pintu masuk buat berbagai pengaruh, mulai dari yang baik hingga yang buruk. Dalam Yeremia kita bisa membaca: "Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?" (Yeremia 17:9). Hati bisa begitu licik lebih dari apapun. Ketika hati itu sudah membatu maka sulit bagi kita untuk bisa menimbang mana yang benar dan mana yang salah. Hati yang tidak terjaga akan mampu mendatangkan berbagai ilusi-ilusi yang salah mengenai pengenalan akan Tuhan. Disaat demikian kita pun terjebak untuk merancang Tuhan kita sendiri, menurut keinginan dan selera kita sendiri. Betapa berbahayanya jika hal ini terjadi.

Itulah sebabnya kita harus selalu menjaga hati kita dengan benar, seperti apa yang diingatkan lewat Firman Tuhan "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Selain itu kita harus selalu mengisi hati kita dengan Firman Tuhan setiap hari. Menabur Firman itu di tanah yang gembur sehingga bisa tertanam baik, bertumbuh dan berbuah. "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Mendidik orang dalam kebenaran, itu penggalan terakhir dari ayat tadi. Kita tidak akan tahu apa-apa mengenai kebenaran jika kita tidak mengetahui apa saja isi tulisan-tulisan yang diilhamkan Allah itu seperti yang sudah tertulis dalam Alkitab. Dengan kata lain, bagaimana kita bisa terhindar dari penggambaran Tuhan yang salah apabila kita tidak mengetahui apa-apa mengenai Firman yang berkuasa dan hidup, yang berasal dari Tuhan sendiri?

Ilusi menyimpang mengenai Tuhan bisa fatal akibatnya. Memelintir ayat seenaknya demi kepentingan sendiri itu berbahaya. Jangan sampai kita tergoda untuk memaksakan Firman Tuhan agar sesuai dengan keinginan pribadi kita, membuatnya sedemikian fleksibel sehingga menghilangkan esensi kebenaran yang terkandung dalam ayat demi ayat. Kita sama sekali tidak punya hak untuk membentuk image tentang Tuhan seenak perut kita sendiri. Jangan sampai kita terjebak untuk membentuk gambaran yang salah mengenai Tuhan dan mengira kita bisa bermain-main dengan bebas dalam dosa. Tuhan telah mengilhamkan sendiri tulisan-tulisan di dalam Alkitab untuk kita sebagai penuntun, penunjuk jalan menuju keselamatan kekal. Berhentilah mentolerir dosa sekecil apapun. Berhati-hatilah dan jangan biarkan ilusi-ilusi negatif membuat kita tergoda untuk membentuk image Tuhan sesuai dengan kepentingan, keinginan atau selera kita sendiri.

Membentuk image Tuhan sesuai keinginan kita bisa membawa konsekuensi fatal bagi keselamatan kita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Search

Bagi Berkat?

Jika anda terbeban untuk turut memberkati pengunjung RHO, anda bisa mengirimkan renungan ataupun kesaksian yang tentunya berasal dari pengalaman anda sendiri, silahkan kirim email ke: rho_blog[at]yahoo[dot]com

Bahan yang dikirim akan diseleksi oleh tim RHO dan yang terpilih akan dimuat. Tuhan Yesus memberkati.

Renungan Archive

Jesus Followers

Stats

eXTReMe Tracker