Ayat bacaan: Matius 6:19-20
================
"Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya."
Investasi dianggap merupakan sebuah hal yang bisa menjamin masa depan seseorang. Ini berhubungan dengan akumulasi dari suatu bentuk penanaman modal dengan harapan untuk mendapat keuntungan berlipat seiring waktu. Cara orang berinvestasi bermacam-macam. Ada jangka pendek, ada jangka panjang. Bisa dilakukan dengan cara sederhana yaitu menabung, deposito, ada yang memilih pasar uang, saham, berinvestasi dalam bentuk-bentuk fisik seperti emas dan/atau jenis-jenis batu permata, menanamkan modal untuk membangun usaha, investasi tanah/rumah maupun lewat berbagai bentuk asuransi. Itulah beberapa contoh investasi yang dianggap cukup kuat untuk membangun pertahanan di dunia, terutama dari segi finansial atau ekonomi. Yang biasanya menjadi pilihan dalam melakukan investasi adalah kesiapan modal dihubungkan dengan pilihan yang paling menguntungkan dan tentu saja minim resiko. Investasi-investasi yang sudah melalui pemikiran dan perencanaan matang, disesuaikan dengan kemampuan alias tidak mengorbankan sesuatu yang berharga atau hal-hal yang bersifat gambling, tidak melanggar ketetapan Tuhan dan terlebih sudah didoakan terlebih dahulu tentu baik untuk menjadi proteksi masa depan kita dan keluarga. Tapi ingatlah bahwa meski baik, semua itu hanya akan berlaku di dunia dan tidak akan pernah menjadi sebuah investasi yang bisa menjamin kehidupan kekal di rumah Bapa nanti.
Saya tidak menyatakan bahwa berinvestasi itu salah. Saya tidak anti investasi, anti menabung dan anti berusaha. Tapi ingatlah bahwa jika tidak hati-hati maka kita bisa terjebak pada sebuah pusaran yang bersumbu pada uang. Kita bisa tertipu oleh jebakan dunia bahwa kebahagiaan itu tergantung dari jumlah uang atau harta yang ada pada kita. Pada kenyataannya ada begitu banyak orang yang meletakkan harga diri/pride nya pada harta. Mereka terus berpacu siang malam untuk mendapatkan lebih dan lebih banyak lagi. Mereka tidak takut berjudi atas keputusan-keputusan dan tidak ragu mengorbankan sesuatu yang sebenarnya tidak layak untuk dikorbankan.
Pemikiran seperti ini sesungguhnya bertolak belakang dengan prinsip Kerajaan Allah. Yesus sendirilah yang mengingatkan secara langsung bahwa ada sesuatu yang jauh lebih penting untuk diinvestasikan. Menabung, menanam modal dan sebagainya itu baik, tetapi ternyata itu bukanlah yang terpenting. Sehebat-hebatnya kita mencadangkan harta, atau bahkan menimbun harta sebanyak-banyaknya, semua itu bisa lenyap pada suatu ketika. Bukankah mudah bagi harta kita untuk hilang, berapapun jumlahnya? Satu kali bumi digoncangkan, semua itu bisa musnah dalam sekejap mata. Jika ada yang berpikir bahwa kekuatan dan kehebatannya lah yang menentukan perolehan harta, sedikit masalah dalam kesehatan fisik, mental maupun spiritual bisa membuat anda langsung drop dan kehilangan power alias shut down. Dan yang lebih ironis lagi, sebanyak apapun anda menyedot uang untuk masuk ke dalam pundi-pundi anda, semua itu tidak akan berguna untuk bekal kehidupan selanjutnya jika tidak dipergunakan untuk tujuan-tujuan yang tepat seperti tujuan Allah memberkati anda. No matter what, all can be gone in just a second. Jika demikian, adakah sebuah bentuk investasi yang benar-benar aman, yang mampu membawa anda hidup bahagia di dunia sekaligus menjamin kebahagiaan pada fase yang kekal nanti?
Jawabannya ada. Mari kita lihat apa kata Yesus berikut ini. "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19-20). Ini sebuah seruan penting yang seringkali menjadi sumber kekeliruan kita dalam memandang prioritas dalam hidup. Daripada sibuk mengumpulkan harta di bumi tanpa kepastian dan selalu beresiko, mengapa tidak mengumpulkan harta di tempat yang paling aman, yang akan mampu menjamin kelangsungan dan kelanjutan hidup anda kelak, yaitu di surga? Itulah satu-satunya tempat yang teraman, dan itulah yang akan lebih bermanfaat terutama karena kekal sifatnya karena tidak akan pernah bisa dicuri atau dirusak oleh apapun atau siapapun. Tidak ada ngengat dan karat yang bisa merusaknya, dan tidak ada pencuri yang bisa membongkar atau mencurinya.
Lantas bagaimana kita mengumpulkan harta di surga? Ingatlah bahwa mengumpulkan harta di surga tidak sama dengan di dunia. Jika di dunia kita menimbun dan terus menimbun, atau selalu menerima dan terus menerima, maka untuk mengumpulkan harta di surga yang berlaku justru sebaliknya, yaitu dengan memberi atau menabur. Apakah itu lewat persepuluhan (Maleakhi 3:10-12), memberi kepada kaum yang tidak mampu yang dianggap Tuhan memiutangiNya (Amsal 19:17) dan melakukan sesuatu untuk Tuhan alias doing a favor to God (Matius 25:40), atau menanam investasi dengan harta yang kita miliki terlebih juga hidup kita sendiri untuk mewartakan firman (Markus 10:29-30), semua ini berbicara mengenai kerinduan untuk memberi. Dan itulah yang akan membuat kita terus mengumpulkan harta di surga. Artinya, jika dihubungkan dengan tempat tinggal di rumah Bapa dalam Yohanes 14:1-4 seperti yang kita bahas dalam dua renungan terdahulu, maka bisa diibaratkan setiap kali anda melakukan hal-hal diatas, itu sama seperti menambah satu batu pada tempat tinggal anda disana. Terus dan terus bangun sampai pada akhirnya bangunan itu jadi dan siap anda tempati setelah anda menyelesaikan fase dunia yang sementara ini.
Mengumpulkan harta di surga tidak hanya berbicara mengenai jaminan tempat pada kehidupan kekal. Perhatikan kembali ayat-ayat di atas, kita bisa melihat bahwa setiap kita mengumpulkan harta di surga, maka dengan sendirinya kebutuhan kita di dunia pun dijamin Tuhan secara langsung. Artinya dengan mengumpulkan harta di surga kehidupan kita saat ini pun akan berada dalam pemeliharaan Tuhan. Itu bisa kita nikmati sejak sekarang, dan sanggup membawa kita untuk masuk ke dalam kehidupan kekal kelak. Tidakkah itu merupakan investasi yang jauh lebih penting dan berguna?
(bersambung)
Saturday, November 30, 2013
Friday, November 29, 2013
Tempat di Rumah Bapa (2)
(sambungan)
Selanjutnya mari kita lihat siapa kita sebenarnya di dunia ini lewat Petrus. Petrus mengingatkan bahwa di dunia ini kita hanyalah pendatang atau perantau. Lalu Petrus menyampaikan apa yang harus kita lakukan sesuai dengan status kita sebagai pendatang atau perantau ini. "Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa." (1 Petrus 2:11). Kebenaran firman Tuhan mengatakan bahwa kita bukanlah berasal dari dunia. Kita hanyalah pendatang atau perantau yang hanya akan tinggal sementara saja. Sebagai warga Kerajaan surga, sudah seharusnya kita hidup dengan cara hidup disana, dan bukan mengikuti arus-arus penyesatan di dunia. Kita harus menjauhkan diri dari keinginan daging, itu kalau kita mau selamat pulang ke tempat dimana kita seharusnya kembali, tempat dimana kewargaan kita yang sesungguhnya. Bagi orang percaya yang menerima Yesus sebagai juru selamat, kita adalah warga dari Kerajaan Surga. "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat" (Filipi 3:20).
Bagi setiap kita yang memegang perintah Kristus dan melakukannya, maka mereka akan dikasihi Tuhan dan juga oleh Kristus sendiri. "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yohanes 14:21). Seperti yang sudah kita bahas dalam renungan bagian pertama kemarin, Yesus sudah menyediakan tempat tinggal bagi kita di rumah Bapa di surga dan kelak Dia sendiri pula yang akan menjemput kita untuk pergi dan tinggal bersama-sama denganNya. "Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada. Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ." (Yohanes 14:3-4).
Penulis Ibrani juga mengatakan seperti ini: "Inti segala yang kita bicarakan itu ialah: kita mempunyai Imam Besar yang demikian, yang duduk di sebelah kanan takhta Yang Mahabesar di sorga" (Ibrani 8:1). Di dalam Kerajaan dimana Yesus duduk disamping tahta Allah, Dia telah menyediakan tempat bagi siapapun yang percaya padaNya, yang tidak menolakNya, tidak menentang tapi memegang teguh dan melakukan semua yang Dia firmankan. Tidak ada kuota maksimum, tidak ada pembatasan jumlah, tidak ada biaya selangit yang terus meningkat. Siapapun diundang untuk masuk ke dalam rumah Bapa. Bahkan Yesus pun terus mengetuk pintu hati manusia untuk diselamatkan, agar manusia pun bisa diselamatkan dan masuk ke dalam tempat yang telah Dia sediakan.
Jika saat ini pergumulan, permasalahan dan kesulitan masih mengganggu kita, janganlah gelisah. Betapa indahnya ketika Yesus menyampaikan firmanNya tentang Rumah Bapa, Dia memulai itu dengan perkataan: "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku." (Yohanes 14:1). Di dalam "tempat perantauan" kita ini kita telah dijanjikan penyertaan Tuhan, dan ada tempat sebenarnya bagi kita yang telah disediakan Kristus sendiri yaitu di Rumah Bapa. Itu adalah sebuah tempat yang nyata, bukan ilusi atau fatamorgana, yang akan menjadi tempat kekal bagi setiap orang percaya yang hidup sungguh-sungguh menjaga kehidupannya sesuai firman Tuhan. Mari kita terus bertekun agar tempat yang Dia sediakan itu juga tersedia bagi kita.
Jangan biarkan kesempatan untuk beroleh tempat di rumah Bapa melayang akibat kegagalan kita dalammenjalani hidup
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Selanjutnya mari kita lihat siapa kita sebenarnya di dunia ini lewat Petrus. Petrus mengingatkan bahwa di dunia ini kita hanyalah pendatang atau perantau. Lalu Petrus menyampaikan apa yang harus kita lakukan sesuai dengan status kita sebagai pendatang atau perantau ini. "Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa." (1 Petrus 2:11). Kebenaran firman Tuhan mengatakan bahwa kita bukanlah berasal dari dunia. Kita hanyalah pendatang atau perantau yang hanya akan tinggal sementara saja. Sebagai warga Kerajaan surga, sudah seharusnya kita hidup dengan cara hidup disana, dan bukan mengikuti arus-arus penyesatan di dunia. Kita harus menjauhkan diri dari keinginan daging, itu kalau kita mau selamat pulang ke tempat dimana kita seharusnya kembali, tempat dimana kewargaan kita yang sesungguhnya. Bagi orang percaya yang menerima Yesus sebagai juru selamat, kita adalah warga dari Kerajaan Surga. "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat" (Filipi 3:20).
Bagi setiap kita yang memegang perintah Kristus dan melakukannya, maka mereka akan dikasihi Tuhan dan juga oleh Kristus sendiri. "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yohanes 14:21). Seperti yang sudah kita bahas dalam renungan bagian pertama kemarin, Yesus sudah menyediakan tempat tinggal bagi kita di rumah Bapa di surga dan kelak Dia sendiri pula yang akan menjemput kita untuk pergi dan tinggal bersama-sama denganNya. "Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada. Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ." (Yohanes 14:3-4).
Penulis Ibrani juga mengatakan seperti ini: "Inti segala yang kita bicarakan itu ialah: kita mempunyai Imam Besar yang demikian, yang duduk di sebelah kanan takhta Yang Mahabesar di sorga" (Ibrani 8:1). Di dalam Kerajaan dimana Yesus duduk disamping tahta Allah, Dia telah menyediakan tempat bagi siapapun yang percaya padaNya, yang tidak menolakNya, tidak menentang tapi memegang teguh dan melakukan semua yang Dia firmankan. Tidak ada kuota maksimum, tidak ada pembatasan jumlah, tidak ada biaya selangit yang terus meningkat. Siapapun diundang untuk masuk ke dalam rumah Bapa. Bahkan Yesus pun terus mengetuk pintu hati manusia untuk diselamatkan, agar manusia pun bisa diselamatkan dan masuk ke dalam tempat yang telah Dia sediakan.
Jika saat ini pergumulan, permasalahan dan kesulitan masih mengganggu kita, janganlah gelisah. Betapa indahnya ketika Yesus menyampaikan firmanNya tentang Rumah Bapa, Dia memulai itu dengan perkataan: "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku." (Yohanes 14:1). Di dalam "tempat perantauan" kita ini kita telah dijanjikan penyertaan Tuhan, dan ada tempat sebenarnya bagi kita yang telah disediakan Kristus sendiri yaitu di Rumah Bapa. Itu adalah sebuah tempat yang nyata, bukan ilusi atau fatamorgana, yang akan menjadi tempat kekal bagi setiap orang percaya yang hidup sungguh-sungguh menjaga kehidupannya sesuai firman Tuhan. Mari kita terus bertekun agar tempat yang Dia sediakan itu juga tersedia bagi kita.
Jangan biarkan kesempatan untuk beroleh tempat di rumah Bapa melayang akibat kegagalan kita dalammenjalani hidup
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, November 28, 2013
Tempat di Rumah Bapa (1)
Ayat bacaan: Yohanes 14:2
======================
"Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu."
Dalam sebuah artikel yang saya baca, kemampuan rata-rata pasangan baru di Indonesia untuk membeli rumah berkisar pada angka 250 juta rupiah. Meski angka ini sudah terbilang besar, harga seperti itu sudah semakin sulit ditemukan terlebih di kota-kota besar. Agar terjangkau, perumahan-perumahan baru pun terus bertumbuh di pinggiran yang jaraknya lumayan jauh dari pusat kota. Lantas ketika pengembangan kota terjadi dengan pertumbuhan pembangunan dan penduduk, harga pun mengalami penyesuaian alias naik. Ketika harga terus naik, orang akan bergeser semakin kepinggir, semakin jauh dari pusat kota. Di kota tempat saya tinggal, untuk menyiasati daya beli pencari rumah maka developer mengambil langkah dengan memangkas ukuran tanah per kapling. Jika 5 tahun lalu rata-rata rumah tipe minimalis ada di kisaran 100 m2, sekarang ukuran tersebut dipangkas menjadi rata-rata 70 m2 an. Kapling semakin kecil, lokasi semakin jauh, daya beli yang semakin menurun, ini membuat orang semakin sulit untuk bisa memiliki rumah yang layak tinggal. Bank-bank menawarkan kredit pemilikan rumah (KPR) dengan janji-janji muluk, kemudahan dan gigi-gigi putih bersih dibalik senyuman dalam iklan-iklan, tapi pada kenyataannya proses tidaklah segampang dan semurah itu. Lantas ketika pada suatu ketika tidak ada lagi lahan yang bisa dipakai, bagaimana manusia akan tinggal? Beberapa kota yang ukurannya kecil tapi padat sudah melakukan pengembangan bukan lagi ke samping (horizontal) tapi ke atas (vertikal). Tapi tetap saja ada batas ketinggian yang tidak boleh dilewati jika tidak mau mendapat masalah.
Tempat di dunia ini punya batas maksimal. Tapi nanti di "rumah masa depan" kita, Tuhan telah menjanjikan bahwa masih ada begitu banyak lahan kosong untuk kita tempati dengan luas yang tidak akan ada habisnya. Rumah Bapa yang menjadi tujuan kita selanjutnya tidaklah terbatas luasnya, tidak akan pernah ditutup karena kepenuhan. Bahkan dalam kondisi ideal seandainya seluruh isi dunia ini bertobat, semuanya pasti akan mendapat tempat disana.
Gambaran ini dikatakan langsung oleh Yesus. "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu." (Yohanes 14:2). Selanjutnya Dia bersabda: "Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (ay 3). Jadi perhatikan rangkaian ayat di atas. Yesus sudah kembali ke sana untuk mempersiapkan tempat bagi orang percaya, dan pada suatu saat nanti Dia akan kembali untuk membawa kita pulang ke rumah Bapa yang telah Dia persiapkan secara khusus untuk kita. Sudah disediakan rumah, dijemput pula. Bukankah itu luar biasa?
Rumah Bapa, atau Kerajaan Allah adalah sesuatu yang sifatnya kekal dan tidak tergoncangkan. Dunia boleh saja gonjang ganjing, tetapi Kerajaan Allah adalah sebuah tempat yang tidak akan goyah dalam kondisi apapun. Penulis Ibrani mengingatkan kita mengenai Kerajaan yang tidak tergoncangkan dan bagaimana caranya agar kita bisa mendapat bagian di dalamnya. "Jagalah supaya kamu jangan menolak Dia, yang berfirman. Sebab jikalau mereka, yang menolak Dia yang menyampaikan firman Allah di bumi, tidak luput, apa lagi kita, jika kita berpaling dari Dia yang berbicara dari sorga?" (Ibrani 12:25). Kita tidak boleh menolak Dia dan firmanNya. Kita harus mampu menjaga diri kita agar tetap hidup berkenan di hadapan Tuhan. Sebab jika orang yang tidak mau mendengar saja sudah kehilangan kesempatan, apalagi kita yang sudah mendengar tapi masih bebal? Penulis Ibrani melanjutkan: "Waktu itu suara-Nya menggoncangkan bumi, tetapi sekarang Ia memberikan janji: "Satu kali lagi Aku akan menggoncangkan bukan hanya bumi saja, melainkan langit juga. Ungkapan "Satu kali lagi" menunjuk kepada perubahan pada apa yang dapat digoncangkan, karena ia dijadikan supaya tinggal tetap apa yang tidak tergoncangkan." (ay 26-27). Bumi memang bisa dan akan digoncangkan. Pengayakan akan terjadi, dimana gandum akan dipisahkan dari ilalang. Gandum akan dikumpulkan dan selanjutnya masuk kedalam lumbung, sedangkan lalang akan dilemparkan ke dalam api, terbakar musnah (Matius 13:24-30). Bagi para "gandum", yaitu orang-orang percaya yang taat kepada Tuhan, mereka akan masuk ke dalam lumbung Kristus, Kerajaan Allah, yang tidak akan pernah tergoncangkan. "Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut." (Ibrani 12:28). Apa yang dijanjikan Allah untuk kita terima adalah anugerah yang luar biasa. Sebuah tempat di rumah Bapa yang tidak tergoncangkan, tanpa ratap tangis dan dukacita, tanpa penderitaan,penyakit dan berbagai masalah-masalah lainnya seperti yang ada di dunia ini, telah disediakan Kristus bagi kita yang percaya kepadaNya. Untuk itulah kita sudah lebih dari sepantasnya untuk mengucap syukur dan beribadah kepada Tuhan dengan penuh rasa hormat dan takut.
(bersambung)
======================
"Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu."
Dalam sebuah artikel yang saya baca, kemampuan rata-rata pasangan baru di Indonesia untuk membeli rumah berkisar pada angka 250 juta rupiah. Meski angka ini sudah terbilang besar, harga seperti itu sudah semakin sulit ditemukan terlebih di kota-kota besar. Agar terjangkau, perumahan-perumahan baru pun terus bertumbuh di pinggiran yang jaraknya lumayan jauh dari pusat kota. Lantas ketika pengembangan kota terjadi dengan pertumbuhan pembangunan dan penduduk, harga pun mengalami penyesuaian alias naik. Ketika harga terus naik, orang akan bergeser semakin kepinggir, semakin jauh dari pusat kota. Di kota tempat saya tinggal, untuk menyiasati daya beli pencari rumah maka developer mengambil langkah dengan memangkas ukuran tanah per kapling. Jika 5 tahun lalu rata-rata rumah tipe minimalis ada di kisaran 100 m2, sekarang ukuran tersebut dipangkas menjadi rata-rata 70 m2 an. Kapling semakin kecil, lokasi semakin jauh, daya beli yang semakin menurun, ini membuat orang semakin sulit untuk bisa memiliki rumah yang layak tinggal. Bank-bank menawarkan kredit pemilikan rumah (KPR) dengan janji-janji muluk, kemudahan dan gigi-gigi putih bersih dibalik senyuman dalam iklan-iklan, tapi pada kenyataannya proses tidaklah segampang dan semurah itu. Lantas ketika pada suatu ketika tidak ada lagi lahan yang bisa dipakai, bagaimana manusia akan tinggal? Beberapa kota yang ukurannya kecil tapi padat sudah melakukan pengembangan bukan lagi ke samping (horizontal) tapi ke atas (vertikal). Tapi tetap saja ada batas ketinggian yang tidak boleh dilewati jika tidak mau mendapat masalah.
Tempat di dunia ini punya batas maksimal. Tapi nanti di "rumah masa depan" kita, Tuhan telah menjanjikan bahwa masih ada begitu banyak lahan kosong untuk kita tempati dengan luas yang tidak akan ada habisnya. Rumah Bapa yang menjadi tujuan kita selanjutnya tidaklah terbatas luasnya, tidak akan pernah ditutup karena kepenuhan. Bahkan dalam kondisi ideal seandainya seluruh isi dunia ini bertobat, semuanya pasti akan mendapat tempat disana.
Gambaran ini dikatakan langsung oleh Yesus. "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu." (Yohanes 14:2). Selanjutnya Dia bersabda: "Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (ay 3). Jadi perhatikan rangkaian ayat di atas. Yesus sudah kembali ke sana untuk mempersiapkan tempat bagi orang percaya, dan pada suatu saat nanti Dia akan kembali untuk membawa kita pulang ke rumah Bapa yang telah Dia persiapkan secara khusus untuk kita. Sudah disediakan rumah, dijemput pula. Bukankah itu luar biasa?
Rumah Bapa, atau Kerajaan Allah adalah sesuatu yang sifatnya kekal dan tidak tergoncangkan. Dunia boleh saja gonjang ganjing, tetapi Kerajaan Allah adalah sebuah tempat yang tidak akan goyah dalam kondisi apapun. Penulis Ibrani mengingatkan kita mengenai Kerajaan yang tidak tergoncangkan dan bagaimana caranya agar kita bisa mendapat bagian di dalamnya. "Jagalah supaya kamu jangan menolak Dia, yang berfirman. Sebab jikalau mereka, yang menolak Dia yang menyampaikan firman Allah di bumi, tidak luput, apa lagi kita, jika kita berpaling dari Dia yang berbicara dari sorga?" (Ibrani 12:25). Kita tidak boleh menolak Dia dan firmanNya. Kita harus mampu menjaga diri kita agar tetap hidup berkenan di hadapan Tuhan. Sebab jika orang yang tidak mau mendengar saja sudah kehilangan kesempatan, apalagi kita yang sudah mendengar tapi masih bebal? Penulis Ibrani melanjutkan: "Waktu itu suara-Nya menggoncangkan bumi, tetapi sekarang Ia memberikan janji: "Satu kali lagi Aku akan menggoncangkan bukan hanya bumi saja, melainkan langit juga. Ungkapan "Satu kali lagi" menunjuk kepada perubahan pada apa yang dapat digoncangkan, karena ia dijadikan supaya tinggal tetap apa yang tidak tergoncangkan." (ay 26-27). Bumi memang bisa dan akan digoncangkan. Pengayakan akan terjadi, dimana gandum akan dipisahkan dari ilalang. Gandum akan dikumpulkan dan selanjutnya masuk kedalam lumbung, sedangkan lalang akan dilemparkan ke dalam api, terbakar musnah (Matius 13:24-30). Bagi para "gandum", yaitu orang-orang percaya yang taat kepada Tuhan, mereka akan masuk ke dalam lumbung Kristus, Kerajaan Allah, yang tidak akan pernah tergoncangkan. "Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut." (Ibrani 12:28). Apa yang dijanjikan Allah untuk kita terima adalah anugerah yang luar biasa. Sebuah tempat di rumah Bapa yang tidak tergoncangkan, tanpa ratap tangis dan dukacita, tanpa penderitaan,penyakit dan berbagai masalah-masalah lainnya seperti yang ada di dunia ini, telah disediakan Kristus bagi kita yang percaya kepadaNya. Untuk itulah kita sudah lebih dari sepantasnya untuk mengucap syukur dan beribadah kepada Tuhan dengan penuh rasa hormat dan takut.
(bersambung)
Wednesday, November 27, 2013
Duduk di Kaki Tuhan dan MendengarkanNya
Ayat bacaan: Lukas 10:39
=====================
"Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya"
Apa yang akan anda lakukan untuk menyenangkan ayah anda? Ayah saya sangat senang sebuah kebersamaan, pergi bersama anak-anaknya dan bisa ngobrol, tertawa bersama. Berhubung saya tinggal di kota lain, itu jarang bisa terjadi. Tapi saya kerap menelepon dan bercerita tentang hal-hal sehari-hari, dan ia pun demikian. Itu membuat ayah saya tetap bisa merasakan kebersamaan meski tidak bisa sering-sering bertemu secara fisik. Selain punya ayah di dunia, kita juga punya Bapa surgawi. Pernahkah anda berpikir apa yang bisa anda lakukan untuk menyenangkanNya? Ada banyak orang yang salah kaprah mengira bahwa mereka harus sibuk melayani. Semakin terlihat sibuk, semakin baik pula mereka pastinya di mata Allah. Tidak jarang pula orang berpikir untuk menyogok Allah lewat seabreg pelayanan mereka. Lewat kesibukan melayani, mereka pasti akan jauh dari masalah dan Tuhan akan memberikan mereka harta kekayaan di dunia. Ini sebuah konsep yang sangat keliru, karena lewat Yesus sendiri kita bisa melihat bahwa bukan kesibukan melayani yang membuat Tuhan senang, tetapi justru kerinduan kita untuk duduk di kakiNya dan mendengar perkataanNya.
Kesibukan kita bekerja, bermain dan melakukan banyak ativitas sehari-hari seringkali menyita waktu lebih dari yang seharusnya. Kebanyakan orang lebih tertarik untuk mengejar kemakmuran dengan terus memacu diri bekerja sebanyak-banyaknya dan mengabaikan waktu-waktu khusus untuk mendatangi dan berdiam di hadiratNya. Ada juga yang terlalu sibuk melayani, tetapi melupakan saat dimana kita duduk berdiam di kakiNya dan merasakan betapa Tuhan begitu dekat dan begitu mengasihi kita. Melayani jelas sebuah keharusan, tetapi lebih dari itu kita harus tahu kapan kita harus diam, mengambil momen khusus untuk bersekutu denganNya, menikmati hadirat Tuhan yang kudus dan merasakan kedekatan hubungan antara Bapa dan anak bersama Tuhan.
Kita bisa belajar mengenai hal ini lewat kisah saat Yesus berkunjung ke rumah Marta dan Maria. Apa yang anda lakukan jika seorang pemimpin negara datang ke rumah anda? Anda tentu akan segera menyiapkan segala sesuatu untuk melayaninya bukan? Memberi yang terbaik, menyiapkan yang terbaik agar sang pemimpin bisa ada disana senyaman mungkin. Itulah yang ada di pikiran Marta. Mendapat kunjungan dari Yesus, Raja di atas segala raja, Marta langsung sibuk melayani. Ia ingin menunjukkan bahwa ia sangat menghargai kunjungan Yesus lewat cara menyediakan segala hal yang dia anggap akan menyenangkan hati Yesus. Tapi Maria memutuskan untuk melakukan hal yang berbeda. Maria justru memilih untuk terus duduk diam di dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataanNya. Marta menganggap Maria malas dengan tidak membantunya dalam melayani Yesus. Ia bahkan meminta Yesus mengingatkan Maria untuk membantunya. Tapi apa jawab Yesus? Demikian kataNya: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya." (Lukas 10:41-42).
Sebuah pelajaran penting bisa kita petik dari kisah sederhana ini, yaitu bahwa lebih dari segala pelayanan yang kita lakukan, Tuhan merindukan saat-saat khusus ketika anda datang kepadaNya dengan telinga yang siap mendengar, dan hati yang siap menerima. Ada kalanya kita harus menarik rem dari kesibukan kita, baik pekerjaan ataupun pelayanan. Ada saatnya kita harus berhenti berkeluh kesah dan meminta tolong atas segala permasalahan kita. Dan pergunakanlah waktu tersebut untuk duduk diam di kaki Tuhan, menyatakan betapa kita mengasihiNya dan bersyukur atas segala yang telah Dia sediakan bagi kita. Disana kita bisa merasakan kasihNya yang begitu damai, mendengar suaraNya menyampaikan hal-hal yang ingin Dia katakan pada kita, menikmati persekutuan pribadi yang indah dengan Bapa. Yesus mengatakan bahwa inilah bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari kita. Tuhan rindu menikmati saat-saat teduh bersama anak-anakNya, Tuhan rindu memeluk anak-anakNya, berbicara dengan kita, dan itu tidak akan terjadi jika kita tidak tahu kapan saatnya menghentikan ritme kesibukan kita sehari-hari. Kita memang tidak dilarang untuk memohon bantuan dari Tuhan lewat doa-doa kita, tapi ada waktu dimana kita mau diam dan mengetahui bahwa Allah berkuasa di atas segalanya. "Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!" (Mazmur 46:11). Ketahuilah bahwa Tuhan tidak pernah terlelap, tidak pernah lengah menjaga kita, dan sangat tahu apa yang kita butuhkan. Dia mengerti segala pergumulan kita dan Dia akan selalu siap menjadi sumber pertolongan. Masalahnya, apakah kita sudah tahu apa yang paling menyenangkan hati Bapa? Apakah kita peduli akan itu, atau masih menganggap Tuhan sebagai bodyguard, provider uang, pertolongan dan sebagainya, yang hanya kita datangi saat kita butuh sesuatu? Apakah kita masih berpikir bahwa jumlah pelayanan akan menentukan posisi kita di mata Tuhan? Saatnya bagi kita untuk duduk diam dan mendengar apa yang hendak Tuhan nyatakan dalam hidup kita. Duduk di kakiNya, memandang wajahNya dan mendengar suaraNya, itulah bagian yang terbaik yang tidak akan diambil dari kita.
Berikan waktu terbaik anda untuk diam di kakiNya, memandang wajahNya dan mendengar suaraNya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya"
Apa yang akan anda lakukan untuk menyenangkan ayah anda? Ayah saya sangat senang sebuah kebersamaan, pergi bersama anak-anaknya dan bisa ngobrol, tertawa bersama. Berhubung saya tinggal di kota lain, itu jarang bisa terjadi. Tapi saya kerap menelepon dan bercerita tentang hal-hal sehari-hari, dan ia pun demikian. Itu membuat ayah saya tetap bisa merasakan kebersamaan meski tidak bisa sering-sering bertemu secara fisik. Selain punya ayah di dunia, kita juga punya Bapa surgawi. Pernahkah anda berpikir apa yang bisa anda lakukan untuk menyenangkanNya? Ada banyak orang yang salah kaprah mengira bahwa mereka harus sibuk melayani. Semakin terlihat sibuk, semakin baik pula mereka pastinya di mata Allah. Tidak jarang pula orang berpikir untuk menyogok Allah lewat seabreg pelayanan mereka. Lewat kesibukan melayani, mereka pasti akan jauh dari masalah dan Tuhan akan memberikan mereka harta kekayaan di dunia. Ini sebuah konsep yang sangat keliru, karena lewat Yesus sendiri kita bisa melihat bahwa bukan kesibukan melayani yang membuat Tuhan senang, tetapi justru kerinduan kita untuk duduk di kakiNya dan mendengar perkataanNya.
Kesibukan kita bekerja, bermain dan melakukan banyak ativitas sehari-hari seringkali menyita waktu lebih dari yang seharusnya. Kebanyakan orang lebih tertarik untuk mengejar kemakmuran dengan terus memacu diri bekerja sebanyak-banyaknya dan mengabaikan waktu-waktu khusus untuk mendatangi dan berdiam di hadiratNya. Ada juga yang terlalu sibuk melayani, tetapi melupakan saat dimana kita duduk berdiam di kakiNya dan merasakan betapa Tuhan begitu dekat dan begitu mengasihi kita. Melayani jelas sebuah keharusan, tetapi lebih dari itu kita harus tahu kapan kita harus diam, mengambil momen khusus untuk bersekutu denganNya, menikmati hadirat Tuhan yang kudus dan merasakan kedekatan hubungan antara Bapa dan anak bersama Tuhan.
Kita bisa belajar mengenai hal ini lewat kisah saat Yesus berkunjung ke rumah Marta dan Maria. Apa yang anda lakukan jika seorang pemimpin negara datang ke rumah anda? Anda tentu akan segera menyiapkan segala sesuatu untuk melayaninya bukan? Memberi yang terbaik, menyiapkan yang terbaik agar sang pemimpin bisa ada disana senyaman mungkin. Itulah yang ada di pikiran Marta. Mendapat kunjungan dari Yesus, Raja di atas segala raja, Marta langsung sibuk melayani. Ia ingin menunjukkan bahwa ia sangat menghargai kunjungan Yesus lewat cara menyediakan segala hal yang dia anggap akan menyenangkan hati Yesus. Tapi Maria memutuskan untuk melakukan hal yang berbeda. Maria justru memilih untuk terus duduk diam di dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataanNya. Marta menganggap Maria malas dengan tidak membantunya dalam melayani Yesus. Ia bahkan meminta Yesus mengingatkan Maria untuk membantunya. Tapi apa jawab Yesus? Demikian kataNya: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya." (Lukas 10:41-42).
Sebuah pelajaran penting bisa kita petik dari kisah sederhana ini, yaitu bahwa lebih dari segala pelayanan yang kita lakukan, Tuhan merindukan saat-saat khusus ketika anda datang kepadaNya dengan telinga yang siap mendengar, dan hati yang siap menerima. Ada kalanya kita harus menarik rem dari kesibukan kita, baik pekerjaan ataupun pelayanan. Ada saatnya kita harus berhenti berkeluh kesah dan meminta tolong atas segala permasalahan kita. Dan pergunakanlah waktu tersebut untuk duduk diam di kaki Tuhan, menyatakan betapa kita mengasihiNya dan bersyukur atas segala yang telah Dia sediakan bagi kita. Disana kita bisa merasakan kasihNya yang begitu damai, mendengar suaraNya menyampaikan hal-hal yang ingin Dia katakan pada kita, menikmati persekutuan pribadi yang indah dengan Bapa. Yesus mengatakan bahwa inilah bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari kita. Tuhan rindu menikmati saat-saat teduh bersama anak-anakNya, Tuhan rindu memeluk anak-anakNya, berbicara dengan kita, dan itu tidak akan terjadi jika kita tidak tahu kapan saatnya menghentikan ritme kesibukan kita sehari-hari. Kita memang tidak dilarang untuk memohon bantuan dari Tuhan lewat doa-doa kita, tapi ada waktu dimana kita mau diam dan mengetahui bahwa Allah berkuasa di atas segalanya. "Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!" (Mazmur 46:11). Ketahuilah bahwa Tuhan tidak pernah terlelap, tidak pernah lengah menjaga kita, dan sangat tahu apa yang kita butuhkan. Dia mengerti segala pergumulan kita dan Dia akan selalu siap menjadi sumber pertolongan. Masalahnya, apakah kita sudah tahu apa yang paling menyenangkan hati Bapa? Apakah kita peduli akan itu, atau masih menganggap Tuhan sebagai bodyguard, provider uang, pertolongan dan sebagainya, yang hanya kita datangi saat kita butuh sesuatu? Apakah kita masih berpikir bahwa jumlah pelayanan akan menentukan posisi kita di mata Tuhan? Saatnya bagi kita untuk duduk diam dan mendengar apa yang hendak Tuhan nyatakan dalam hidup kita. Duduk di kakiNya, memandang wajahNya dan mendengar suaraNya, itulah bagian yang terbaik yang tidak akan diambil dari kita.
Berikan waktu terbaik anda untuk diam di kakiNya, memandang wajahNya dan mendengar suaraNya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, November 26, 2013
Membiarkan Rumah Tuhan Menjadi Reruntuhan
Ayat bacaan: Hagai 1:9b
===================
"Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri."
24 jam sehari yang diberikan bagi kita, berapa besar porsi Tuhan didalamnya? Manusia semakin lama semakin menjadi individualis-individualis sejati. Untuk bersosialisasi dengan sesama saja sudah tidak sempat lagi, sibuk mengejar target dan pendapatan sebanyak-banyaknya tanpa ada habisnya. Tetangga tidak lagi kenal, pertemanan hanya didasarkan untung rugi, keluarga tidak lagi penting dibandingkan pekerjaan. Jika dalam hubungan dengan sesama saja sudah sulit, apalagi menyediakan waktu untuk Tuhan. Ada yang pernah mengatakan kepada saya dengan bangga bahwa ia membagi tugas dengan istrinya dalam hal ini. "Istri urusannya berdoa, yang rohani-rohani, sedang saya bekerja cari uang. Adil kan?" katanya sambil tertawa. Ia lupa bahwa sebagai suami ia harusnya juga menjalankan role sebagai imam, bukan hanya provider uang untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Banyak orang yang bukan saja melupakan pentingnya membangun hubungan yang erat dengan Tuhan, tapi mereka juga tidak mau melibatkan Tuhan dalam pekerjaan dan hidupnya sehari-hari. Rohani dipisahkan dengan dunia, rohani urusan istri dan urusan dunia itu urusan suami. No, that's not the right concept. Konsep kekristenan bukanlah seperti itu. Jangan sampai rumah kita dibangun dengan megah, mewah dan indah, tapi rumah/mesbah Tuhan dalam keluarga justru dibiarkan terbengkalai bahkan ambruk tinggal puing-puing saja.
Itulah bentuk peringatan Tuhan yang sangat keras kepada bangsa Israel di jaman Hagai. Pada masa itu dikatakan bahwa bangsa Israel terlalu sibuk mengurusi urusannya masing-masing sehingga membiarkan rumah Tuhan terbengkalai tidak terurus. Mereka terlalu sibuk untuk mempercantik rumah sendiri, hingga rumah Tuhan yang sudah menjadi reruntuhan pun tidak lagi mereka pedulikan. Maka Tuhan pun menegur mereka lewat Hagai. "Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?" (Hagai 1:4). Tuhan menegur bangsa Israel dengan mencela secara langsung. "Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri." (ay 9b). Tuhan tersinggung dengan sikap seperti ini, sehingga tidak heran jika bangsa Israel pada waktu itu tidak diberkati lewat pekerjaan mereka bahkan terus mengalami kerugian. "Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang! Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit, dan ketika kamu membawanya ke rumah, Aku menghembuskannya." (ay 6, 9a). Kemarahan Tuhan itu wajar. Bukankah kebaikan dan kesabaran Tuhan telah menyertai mereka sejak dahulu? Tuhan mau mereka mengerti betul mengenai kasih Tuhan, kebaikan dan kesabaranNya, kesetiaanNya. Tuhan mau mereka bisa menghargai sepenuhnya segala berkat-berkat yang telah Dia alirkan ke tengah-tengah mereka. Atas semua yang telah diberikan Tuhan, sudah sewajarnya apabila mereka menghormati Tuhan dengan sungguh-sungguh. Setelah mengalami kuasa mukjizat Tuhan sepanjang perjalanan sejarah bangsa mereka, sudah seharusnya mereka menyadari penyertaan Tuhan dan tidak meninggalkanNya. Tapi ternyata mereka melakukan hal yang sebaliknya, sehingga tidaklah mengherankan apabila Tuhan marah dan menegur mereka dengan keras.
Hal yang sama masih sering dilakukan orang hari ini. Kita terlalu sibuk bekerja, berjuang hidup, sehingga kita sering melewatkan waktu-waktu kita untuk mendatangi dan berdiam di hadiratNya. Ada yang bahkan sering terlalu sibuk melayani, tetapi melupakan saat dimana kita duduk berdiam di kakiNya dan merasakan betapa Tuhan begitu dekat dan begitu mengasihi kita, seperti yang terjadi antara Yesus, Marta dan Maria dalam Lukas 10. Terlalu sibuk bekerja, bahkan terlalu sibuk melayani bisa membuat kita lupa untuk memilih yang terbaik, yaitu duduk diam di kaki Tuhan, merasakan hadiratNya dan mendengar suaraNya. Melanjutkan renungan terdahulu, hari ini lewat Hagai Tuhan menegur agar kita tidak hidup untuk diri sendiri saja, mementingkan diri kita saja, tetapi harus pula memperhatikan rumah Tuhan juga sebagai tanda kasih dan hormat kita kepadaNya.
Adalah penting bagi kita untuk menarik rem sejenak dari kesibukan kita, pekerjaan bahkan pelayanan. Ada saat-saat dimana kita harus berhati-hati agar jangan sampai kesibukan kita membuat hal-hal penting lainnya dalam keseharian kita. Mengurus keluarga, membagi waktu buat istri/suami dan anak-anak serta keluarga lainnya, bersosialisasi dengan tetangga dan teman-teman, memperhatikan kesehatan kita terlebih menjaga hubungan kita dengan Tuhan. Tidaklah salah jika kita bekerja dengan keras dan serius karena itu memang merupakan keinginan Tuhan atas diri kita, tetapi perhatikan baik-baik agar jangan semua itu merebut hubungan kita dengan sesama terutama dengan Tuhan. Jika anda termasuk orang yang sangat sibuk, ini saatnya bagi kita untuk bersama-sama menelaah kembali sejauh mana kita sudah mengendalikan kesibukan tanpa harus mengorbankan hal-hal penting lainnya. Sangatlah penting untuk memperhatikan urutan prioritas dalam hidup. Jangan salah menetapkan prioritas apalagi mengorbankan hubungan dengan Tuhan, karena itu akan merugikan bahkan menghancurkan kita sendiri. Sudahkah anda membangun mesbah keluarga dengan teratur bersama istri/suami, anak dan anggota keluarga lainnya? Sudahkah anda para suami menjalankan fungsi dan peran sebagai imam dan pemimpin dalam keluarga, dan para istri menjadi tiang penyangga yang kokoh dalam rumah tangga? Jika belum, mulailah hari ini sehingga murka Allah tidak harus turun karena rumahNya dibiarkan hancur berantakan seperti puing reruntuhan.
Atur dan susun prioritas secara benar agar jangan sampai kita menuai murka Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri."
24 jam sehari yang diberikan bagi kita, berapa besar porsi Tuhan didalamnya? Manusia semakin lama semakin menjadi individualis-individualis sejati. Untuk bersosialisasi dengan sesama saja sudah tidak sempat lagi, sibuk mengejar target dan pendapatan sebanyak-banyaknya tanpa ada habisnya. Tetangga tidak lagi kenal, pertemanan hanya didasarkan untung rugi, keluarga tidak lagi penting dibandingkan pekerjaan. Jika dalam hubungan dengan sesama saja sudah sulit, apalagi menyediakan waktu untuk Tuhan. Ada yang pernah mengatakan kepada saya dengan bangga bahwa ia membagi tugas dengan istrinya dalam hal ini. "Istri urusannya berdoa, yang rohani-rohani, sedang saya bekerja cari uang. Adil kan?" katanya sambil tertawa. Ia lupa bahwa sebagai suami ia harusnya juga menjalankan role sebagai imam, bukan hanya provider uang untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Banyak orang yang bukan saja melupakan pentingnya membangun hubungan yang erat dengan Tuhan, tapi mereka juga tidak mau melibatkan Tuhan dalam pekerjaan dan hidupnya sehari-hari. Rohani dipisahkan dengan dunia, rohani urusan istri dan urusan dunia itu urusan suami. No, that's not the right concept. Konsep kekristenan bukanlah seperti itu. Jangan sampai rumah kita dibangun dengan megah, mewah dan indah, tapi rumah/mesbah Tuhan dalam keluarga justru dibiarkan terbengkalai bahkan ambruk tinggal puing-puing saja.
Itulah bentuk peringatan Tuhan yang sangat keras kepada bangsa Israel di jaman Hagai. Pada masa itu dikatakan bahwa bangsa Israel terlalu sibuk mengurusi urusannya masing-masing sehingga membiarkan rumah Tuhan terbengkalai tidak terurus. Mereka terlalu sibuk untuk mempercantik rumah sendiri, hingga rumah Tuhan yang sudah menjadi reruntuhan pun tidak lagi mereka pedulikan. Maka Tuhan pun menegur mereka lewat Hagai. "Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?" (Hagai 1:4). Tuhan menegur bangsa Israel dengan mencela secara langsung. "Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri." (ay 9b). Tuhan tersinggung dengan sikap seperti ini, sehingga tidak heran jika bangsa Israel pada waktu itu tidak diberkati lewat pekerjaan mereka bahkan terus mengalami kerugian. "Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang! Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit, dan ketika kamu membawanya ke rumah, Aku menghembuskannya." (ay 6, 9a). Kemarahan Tuhan itu wajar. Bukankah kebaikan dan kesabaran Tuhan telah menyertai mereka sejak dahulu? Tuhan mau mereka mengerti betul mengenai kasih Tuhan, kebaikan dan kesabaranNya, kesetiaanNya. Tuhan mau mereka bisa menghargai sepenuhnya segala berkat-berkat yang telah Dia alirkan ke tengah-tengah mereka. Atas semua yang telah diberikan Tuhan, sudah sewajarnya apabila mereka menghormati Tuhan dengan sungguh-sungguh. Setelah mengalami kuasa mukjizat Tuhan sepanjang perjalanan sejarah bangsa mereka, sudah seharusnya mereka menyadari penyertaan Tuhan dan tidak meninggalkanNya. Tapi ternyata mereka melakukan hal yang sebaliknya, sehingga tidaklah mengherankan apabila Tuhan marah dan menegur mereka dengan keras.
Hal yang sama masih sering dilakukan orang hari ini. Kita terlalu sibuk bekerja, berjuang hidup, sehingga kita sering melewatkan waktu-waktu kita untuk mendatangi dan berdiam di hadiratNya. Ada yang bahkan sering terlalu sibuk melayani, tetapi melupakan saat dimana kita duduk berdiam di kakiNya dan merasakan betapa Tuhan begitu dekat dan begitu mengasihi kita, seperti yang terjadi antara Yesus, Marta dan Maria dalam Lukas 10. Terlalu sibuk bekerja, bahkan terlalu sibuk melayani bisa membuat kita lupa untuk memilih yang terbaik, yaitu duduk diam di kaki Tuhan, merasakan hadiratNya dan mendengar suaraNya. Melanjutkan renungan terdahulu, hari ini lewat Hagai Tuhan menegur agar kita tidak hidup untuk diri sendiri saja, mementingkan diri kita saja, tetapi harus pula memperhatikan rumah Tuhan juga sebagai tanda kasih dan hormat kita kepadaNya.
Adalah penting bagi kita untuk menarik rem sejenak dari kesibukan kita, pekerjaan bahkan pelayanan. Ada saat-saat dimana kita harus berhati-hati agar jangan sampai kesibukan kita membuat hal-hal penting lainnya dalam keseharian kita. Mengurus keluarga, membagi waktu buat istri/suami dan anak-anak serta keluarga lainnya, bersosialisasi dengan tetangga dan teman-teman, memperhatikan kesehatan kita terlebih menjaga hubungan kita dengan Tuhan. Tidaklah salah jika kita bekerja dengan keras dan serius karena itu memang merupakan keinginan Tuhan atas diri kita, tetapi perhatikan baik-baik agar jangan semua itu merebut hubungan kita dengan sesama terutama dengan Tuhan. Jika anda termasuk orang yang sangat sibuk, ini saatnya bagi kita untuk bersama-sama menelaah kembali sejauh mana kita sudah mengendalikan kesibukan tanpa harus mengorbankan hal-hal penting lainnya. Sangatlah penting untuk memperhatikan urutan prioritas dalam hidup. Jangan salah menetapkan prioritas apalagi mengorbankan hubungan dengan Tuhan, karena itu akan merugikan bahkan menghancurkan kita sendiri. Sudahkah anda membangun mesbah keluarga dengan teratur bersama istri/suami, anak dan anggota keluarga lainnya? Sudahkah anda para suami menjalankan fungsi dan peran sebagai imam dan pemimpin dalam keluarga, dan para istri menjadi tiang penyangga yang kokoh dalam rumah tangga? Jika belum, mulailah hari ini sehingga murka Allah tidak harus turun karena rumahNya dibiarkan hancur berantakan seperti puing reruntuhan.
Atur dan susun prioritas secara benar agar jangan sampai kita menuai murka Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, November 25, 2013
Perhentian
Ayat bacaan: Ibrani 4:1
=================
"Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku."
Seandainya diminta membayangkan sebuah suasana yang paling nyaman buat anda, apa yang muncul dibenak anda? Saya membayangkan sebuah tempat di pinggir pantai, angin sejuk berhembus sepoi-sepoi menerpa lembut saya yang tengah duduk dibawah pohon kelapa, menikmati suasana penuh kedamaian tanpa ada beban pikiran, tanpa tugas-tugas, tanpa ada masalah yang harus diselesaikan, tanpa kekurangan apapun. Itu adalah suasana yang paling nyaman yang akan langsung terbayang jika pertanyaan itu diberikan pada saya. Masing-masing orang tentu punya suasana favorit untuk refreshing. Mungkin anda membayangkan suasana pegunungan, ada yang berjalan-jalan dan hang out bersama sahabat di mal, pergi ke tempat-tempat rekreasi, atau mungkin juga yang paling nyaman adalah bisa menonton dvd di rumah sambil rebahan tanpa gangguan. Apapun yang anda bayangkan, tentu saja faktor yang akan selalu ada adalah situasi dimana tidak lagi ada kesulitan, beban hidup, masalah, kesedihan dan hal-hal berat lainnya yang menyita pikiran dan perasaan. Dan yang juga pasti, setelah anda bekerja keras selama beberapa waktu, sebuah perhentian, sebuah masa jeda, masa istirahat akan terasa sangat indah bahkan mewah bagi kita.
Sudahkah kita sadar bahwa Tuhan sudah menyediakan sebuah tempat sebagai perhentian kita, sebuah tempat dimana kita tidak lagi harus setengah mati bekerja, tidak lagi harus mengalami penderitaan hidup?,dimana tidak ada lagi ratap tangis dan sakit. Ini jelas sebuah tempat yang luar biasa nyaman, lebih dari tempat liburan terindah manapun yang pernah anda datangi di dunia ini, dari apapun yang sanggup anda bayangkan. Perhatikan cara Alkitab menggambarkannya. "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." (Wahyu 21:3-4). That's a place where all the problems and sadness no longer disturb us. Dan itu bukan hanya impian, tapi merupakan sesuatu yang sudah disediakan bagi kita, tapi perhatikan bahwa tidak semuanya akan berhasil mencapai tempat perhentian itu dan masuk di dalamnya.
Kitab Ibrani menjelaskan panjang lebar mengenai tempat perhentian ini dan bagaimana agar kita tidak ketinggalan untuk mendapat bagian di dalamnya. Disana dikatakan "Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku." (Ibrani 4:1). Perhentian itu masih berlaku dan tetap akan berlaku bagi orang percaya. Apa yang harus kita lakukan adalah terus waspada, terus menjalani hidup dengan ketaatan yang sungguh-sungguh agar kita tidak sampai ketinggalan kereta untuk mencapai tempat yang penuh sukacita dan damai sejahtera itu.
Kitab Ibrani juga mengingatkan kita agar jangan sampai melakukan kesalahan fatal seperti halnya bangsa Israel yang gagal mencapai tempat perhentian mereka, sebuah tanah terjanji yang berlimpah susu dan madunya. Bacalah Ibrani 3:7-19 untuk mendapatkan gambaran jelas. 40 tahun lamanya mereka ditempa dalam perjalanan memasuki sebuah tempat perhentian yang indah, namun mereka tidak mampu memanfaatkan kesempatan yang ada. Mereka terus saja menyakiti hati Tuhan, melakukan berbagai kesalahan dan pada akhirnya mereka pun luput dari tempat itu. "..nenek moyangmu mencobai Aku dengan jalan menguji Aku, sekalipun mereka melihat perbuatan-perbuatan-Ku, empat puluh tahun lamanya. Itulah sebabnya Aku murka kepada angkatan itu, dan berkata: Selalu mereka sesat hati, dan mereka tidak mengenal jalan-Ku, sehingga Aku bersumpah dalam murka-Ku: Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku." (ay 9-11). Belajarlah dari kegagalan bangsa Israel pada jaman itu agar kita tidak ikut-ikutan terperosok dan kehilangan kesempatan untuk masuk ke tempat perhentian yang sudah disediakan Tuhan itu. Janji itu tetap sama berlaku, "Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula." (ay 14).
Apa yang dapat membuat kita gagal memperoleh tempat perhentian ini? "Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup." (ay 12). Murtad dari Tuhan, memiliki hati yang jahat dan tidak percaya. Itu hal yang akan merintangi kita dan membuat kita melenceng, dimana masalah tidak saja terus berlangsung, tapi intensitasnya akan semakin tinggi. Dalam ayat 14 yang sudah saya kutip di atas kita melihat pula bahwa kita harus terus berpegang teguh kepada iman kita. Memulainya sudah baik, jangan sampai kita terjatuh di tengah jalan. Adalah penting bagi kita untuk terus berpegang kepada iman, sebentuk iman yang kuat, iman yang teguh, iman yang percaya penuh, iman yang penuh pengharapan, iman yang mampu melemparkan gunung ke laut. Secara jelas Penulis Ibrani juga menyebutkan kategori orang yang akan tidak akan diikutsertakan untuk masuk ke dalam tempat perhentianNya. "Dan siapakah yang telah Ia sumpahi, bahwa mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Nya? Bukankah mereka yang tidak taat? Demikianlah kita lihat, bahwa mereka tidak dapat masuk oleh karena ketidakpercayaan mereka." (ay 18-19).
Bagi semua orang tempat ini disediakan. Kepada semua orang pula telah diberitakan kabar gembira seperti halnya kepada kita. Tapi bagi sebagian orang berita itu dibiarkan berlalu sia-sia, sehingga bagi mereka kesempatan untuk beroleh tempat itu akan berlalu di depan mata. "Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka, tetapi firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya." (Ibrani 14:2). Dikalangan orang percaya sekalipun, jika hidup tidak dengan iman yang taat dan percaya, mereka tidak akan bisa mencapainya. (ay 6). Bagaimana cara kita hidup saat ini akan sangat menentukan kemana kita akan masuk nanti. Apakah ke tempat perhentian yang penuh damai sukacita tanpa ratap tangis penderitaan, sakit penyakit dan sebagainya, atau ke tempat dimana penderitaan akan milyaran kali lipat lebih parah selama-lamanya. Oleh karena itu Penulis Ibrani mengingatkan: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!" (ay 7)
Tempat perhentian telah disediakan bagi kita. Apa yang penting diingat adalah agar kita jangan sampai ketinggalan sehingga gagal menerimanya. Jika hidup ini diibaratkan sebagai perlombaan, mari kita semua berlomba dengan baik untuk mencapai garis akhir sebagai pemenang (Ibrani 12:1). Anda rindu tempat peristirahatan seperti tempat rekreasi/wisata yang penuh nyiur melambai, angin sepoi-sepoi, langit biru berawan dan lautan yang jernih seperti kaca, yang bisa anda nikmati tanpa harus memikirkan hal-hal sulit apapun? Apa yang disediakan Tuhan jauh lebih indah dari itu, bahkan kekal sifatnya. Hiduplah dengan iman dan ketaatan penuh hingga akhir, agar tempat perhentian itu bisa menjadi milik anda.
Tuhan menyediakan tempat perhentian yang penuh sukacita kepada orang percaya yang beriman
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=================
"Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku."
Seandainya diminta membayangkan sebuah suasana yang paling nyaman buat anda, apa yang muncul dibenak anda? Saya membayangkan sebuah tempat di pinggir pantai, angin sejuk berhembus sepoi-sepoi menerpa lembut saya yang tengah duduk dibawah pohon kelapa, menikmati suasana penuh kedamaian tanpa ada beban pikiran, tanpa tugas-tugas, tanpa ada masalah yang harus diselesaikan, tanpa kekurangan apapun. Itu adalah suasana yang paling nyaman yang akan langsung terbayang jika pertanyaan itu diberikan pada saya. Masing-masing orang tentu punya suasana favorit untuk refreshing. Mungkin anda membayangkan suasana pegunungan, ada yang berjalan-jalan dan hang out bersama sahabat di mal, pergi ke tempat-tempat rekreasi, atau mungkin juga yang paling nyaman adalah bisa menonton dvd di rumah sambil rebahan tanpa gangguan. Apapun yang anda bayangkan, tentu saja faktor yang akan selalu ada adalah situasi dimana tidak lagi ada kesulitan, beban hidup, masalah, kesedihan dan hal-hal berat lainnya yang menyita pikiran dan perasaan. Dan yang juga pasti, setelah anda bekerja keras selama beberapa waktu, sebuah perhentian, sebuah masa jeda, masa istirahat akan terasa sangat indah bahkan mewah bagi kita.
Sudahkah kita sadar bahwa Tuhan sudah menyediakan sebuah tempat sebagai perhentian kita, sebuah tempat dimana kita tidak lagi harus setengah mati bekerja, tidak lagi harus mengalami penderitaan hidup?,dimana tidak ada lagi ratap tangis dan sakit. Ini jelas sebuah tempat yang luar biasa nyaman, lebih dari tempat liburan terindah manapun yang pernah anda datangi di dunia ini, dari apapun yang sanggup anda bayangkan. Perhatikan cara Alkitab menggambarkannya. "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." (Wahyu 21:3-4). That's a place where all the problems and sadness no longer disturb us. Dan itu bukan hanya impian, tapi merupakan sesuatu yang sudah disediakan bagi kita, tapi perhatikan bahwa tidak semuanya akan berhasil mencapai tempat perhentian itu dan masuk di dalamnya.
Kitab Ibrani menjelaskan panjang lebar mengenai tempat perhentian ini dan bagaimana agar kita tidak ketinggalan untuk mendapat bagian di dalamnya. Disana dikatakan "Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku." (Ibrani 4:1). Perhentian itu masih berlaku dan tetap akan berlaku bagi orang percaya. Apa yang harus kita lakukan adalah terus waspada, terus menjalani hidup dengan ketaatan yang sungguh-sungguh agar kita tidak sampai ketinggalan kereta untuk mencapai tempat yang penuh sukacita dan damai sejahtera itu.
Kitab Ibrani juga mengingatkan kita agar jangan sampai melakukan kesalahan fatal seperti halnya bangsa Israel yang gagal mencapai tempat perhentian mereka, sebuah tanah terjanji yang berlimpah susu dan madunya. Bacalah Ibrani 3:7-19 untuk mendapatkan gambaran jelas. 40 tahun lamanya mereka ditempa dalam perjalanan memasuki sebuah tempat perhentian yang indah, namun mereka tidak mampu memanfaatkan kesempatan yang ada. Mereka terus saja menyakiti hati Tuhan, melakukan berbagai kesalahan dan pada akhirnya mereka pun luput dari tempat itu. "..nenek moyangmu mencobai Aku dengan jalan menguji Aku, sekalipun mereka melihat perbuatan-perbuatan-Ku, empat puluh tahun lamanya. Itulah sebabnya Aku murka kepada angkatan itu, dan berkata: Selalu mereka sesat hati, dan mereka tidak mengenal jalan-Ku, sehingga Aku bersumpah dalam murka-Ku: Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku." (ay 9-11). Belajarlah dari kegagalan bangsa Israel pada jaman itu agar kita tidak ikut-ikutan terperosok dan kehilangan kesempatan untuk masuk ke tempat perhentian yang sudah disediakan Tuhan itu. Janji itu tetap sama berlaku, "Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula." (ay 14).
Apa yang dapat membuat kita gagal memperoleh tempat perhentian ini? "Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup." (ay 12). Murtad dari Tuhan, memiliki hati yang jahat dan tidak percaya. Itu hal yang akan merintangi kita dan membuat kita melenceng, dimana masalah tidak saja terus berlangsung, tapi intensitasnya akan semakin tinggi. Dalam ayat 14 yang sudah saya kutip di atas kita melihat pula bahwa kita harus terus berpegang teguh kepada iman kita. Memulainya sudah baik, jangan sampai kita terjatuh di tengah jalan. Adalah penting bagi kita untuk terus berpegang kepada iman, sebentuk iman yang kuat, iman yang teguh, iman yang percaya penuh, iman yang penuh pengharapan, iman yang mampu melemparkan gunung ke laut. Secara jelas Penulis Ibrani juga menyebutkan kategori orang yang akan tidak akan diikutsertakan untuk masuk ke dalam tempat perhentianNya. "Dan siapakah yang telah Ia sumpahi, bahwa mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Nya? Bukankah mereka yang tidak taat? Demikianlah kita lihat, bahwa mereka tidak dapat masuk oleh karena ketidakpercayaan mereka." (ay 18-19).
Bagi semua orang tempat ini disediakan. Kepada semua orang pula telah diberitakan kabar gembira seperti halnya kepada kita. Tapi bagi sebagian orang berita itu dibiarkan berlalu sia-sia, sehingga bagi mereka kesempatan untuk beroleh tempat itu akan berlalu di depan mata. "Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka, tetapi firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya." (Ibrani 14:2). Dikalangan orang percaya sekalipun, jika hidup tidak dengan iman yang taat dan percaya, mereka tidak akan bisa mencapainya. (ay 6). Bagaimana cara kita hidup saat ini akan sangat menentukan kemana kita akan masuk nanti. Apakah ke tempat perhentian yang penuh damai sukacita tanpa ratap tangis penderitaan, sakit penyakit dan sebagainya, atau ke tempat dimana penderitaan akan milyaran kali lipat lebih parah selama-lamanya. Oleh karena itu Penulis Ibrani mengingatkan: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!" (ay 7)
Tempat perhentian telah disediakan bagi kita. Apa yang penting diingat adalah agar kita jangan sampai ketinggalan sehingga gagal menerimanya. Jika hidup ini diibaratkan sebagai perlombaan, mari kita semua berlomba dengan baik untuk mencapai garis akhir sebagai pemenang (Ibrani 12:1). Anda rindu tempat peristirahatan seperti tempat rekreasi/wisata yang penuh nyiur melambai, angin sepoi-sepoi, langit biru berawan dan lautan yang jernih seperti kaca, yang bisa anda nikmati tanpa harus memikirkan hal-hal sulit apapun? Apa yang disediakan Tuhan jauh lebih indah dari itu, bahkan kekal sifatnya. Hiduplah dengan iman dan ketaatan penuh hingga akhir, agar tempat perhentian itu bisa menjadi milik anda.
Tuhan menyediakan tempat perhentian yang penuh sukacita kepada orang percaya yang beriman
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, November 24, 2013
Sela
Ayat bacaan: Mazmur 3:9
=======================
"Dari TUHAN datang pertolongan. Berkat-Mu atas umat-Mu! S e l a"
Kerja, kerja dan kerja. Itu ada dipikiran banyak orang hari-hari ini karena kebutuhan yang terus meningkat, baik dari segi jumlah barang maupun harga. Selain kebutuhan sehari-hari seperti makan, minum, pakaian, rumah, pendidikan anak, jaman ini manusia punya beban-beban tambahan yang seringkali malah menempati ranking lebih tinggi di atas apa yang dahulu kita kenal sebagai kebutuhan primer. Lifestyle of the rich and famous alias gaya hidup glamor, gadget, fashion, merek-merek mewah dan sebagainya terus mendominasi hidup banyak orang sebagai akibat dari penetrasi iklan-iklan yang terus membombardir kita dengan janji-janji kebahagiaan, dan semua ini membuat manusia memilih untuk bekerja ekstra agar bisa memenuhi semuanya. Kerja siang sampai sore, lanjut kerja lain sampai malam. Nonstop. Seperti seekor kuda yang tanpa rehat terus berlari membawa beban berat agar bisa sampai kepada sebuah tujuan yang sebenarnya tidak ada ujungnya. Sekuat-kuatnya manusia, semuanya punya batas.
Banyak orang yang terus bekerja seperti kuda yang dipaksa terus berlari sambil memanggul beban berat di pundaknya tanpa jeda. Semua dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang saat ini tidak lagi hanya mengacu kepada sandang, pangan dan papan, tetapi sudah dilampaui oleh banyak hal lain seperti lifestyle of rich and famous, gadget keluaran terbaru, fashion trend dan barang-barang bermerek. Itu masih diluar biaya pendidikan anak-anak yang harganya terus melambung gila-gilaan. Kebutuhan primer terus mengalami peningkatan harga dan pemerintah seperti tak berdaya mengatasi gejolak-gejolak seperti itu. Sayangnya, banyak orang yang kemudian mengalihkan pandangan kepada sebuah susunan prioritas yang keliru. Mereka lupa bahwa untuk mengejar dan memperoleh sesuatu, mereka harus membuang/mengorbankan sesuatu. In order to get something we have to sacrifice something. Kerja diletakkan diatas, kemudian keluarga dikorbankan. Jika keluarga saja sanggup dikorbankan, apalagi waktu-waktu bersama Tuhan. Semakin lama semakin sedikit orang yang mau duduk diam di kaki Yesus seperti Maria seperti yang tertulis dalam Lukas 10:38-42. Semua terlalu sibuk untuk itu, mengira bahwa hasil kerja keras lah yang mendatangkan semua kemampuan pemenuhan kebutuhan dan bukan Tuhan. Tuhan dikesampingkan, keluarga dikorbankan. Jika seekor kuda terus dipacu berlari dengan beban berat tanpa henti, apa yang akan terjadi? Benar, kuda akan mati. Jika anda menghidupkan mesin tanpa henti, maka mesin bisa rusak, berhenti bahkan meledak. Manusia yang terus bekerja tanpa jeda pun akan mengalami hal yang sama. Mati, tanpa bisa membawa semua yang fana yang mati-matian ia kumpulkan dengan mengorbankan prioritas-prioritas yang sesungguhnya lebih penting. Ada seorang yang saya kenal bercerita mengenai kekeliruan seperti itu. Ia terus bekerja, tidak lagi punya waktu untuk istri dan anaknya, apalagi untuk Tuhan. Pada suatu kali ia sakit dan terbaring di rumah sakit. Dalam kesendirian ditengah kesunyian, hanya ditemani bunyi mesin pengukur detak jantung yang khas. Disanalah ia kemudian menyadari kekeliruannya selama ini. Itu menjadi titik baliknya, dan hari ini ia menjalani kehidupan yang penuh kebahagiaan dengan susunan prioritas yang benar. Kita memang harus bekerja keras dengan sebaik-baik yang kita sanggup, tetapi ada kalanya kita harus mengambil waktu jeda.
Ayat bacaan yang saya ambil hari ini merupakan satu dari sekian banyak ayat kitab Mazmur yang diakhiri dengan kata Sela. Sela banyak diartikan orang sebagai selingan musik, atau banyak pula orang yang tidak menganggap penting kata ini dalam rangkaian kalimat dimana ia muncul. Tetapi saya percaya bahwa tidak ada kata yang sia-sia apabila ditulis di dalam Alkitab. Sebuah pause dalam bermusik, atau selingan dalam mazmur-mazmur? Mungkin ya. Namun kata Sela ini juga bisa merujuk pada waktu jeda, istirahat, diam sejenak, memberi penekanan pada menutup bagian lagu. Dalam versi bahasa Inggris amplified kata Sela diterjemahkan sebagai "pause and calmly think of that". Ada pula yang menyebutnya sebagai "stop and listen". Selain pada Mazmur, Sela juga beberapa kali kita jumpai dalam Habakuk 3. Begitu seringnya kata ini dipakai, sehingga saya menyadari bahwa ada pesan penting yang sebenarnya terkandung di dalam kata ini.
Rutinitas dari segala aktivitas kita sehari-hari, semua kesibukan kita juga memerlukan waktu Sela. Dalam hal melayani pun sama. Ada banyak anak-anak Tuhan yang begitu sibuk dengan pelayananNya hingga tidak sempat lagi mengambil saat teduh untuk menikmati kasih Tuhan dalam hadiratNya. Apapun yang kita kerjakan dan menyita waktu kita selalu butuh jeda, butuh sela. Sebuah saat dimana bukan saja fisik, tapi jiwa dan roh kita bisa beristirahat, menikmati keintiman hanya bersama Allah. "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?" (Mazmur 42:2-3) Waktu sela adalah waktu yang kita pakai dimana kita melepaskan segala atribut dunia dengan segala permasalahannya, dan datang menghampiri tahta kudus Tuhan dengan tangan menyembah, berserah sepenuhnya dan membawa pujian yang terbaik penuh rasa syukur hanya untuk Allah. Sebuah waktu sela adalah saat yang indah untuk introspeksi, merenung, mengkaji ulang hal-hal yang telah kita lakukan sehari penuh, apakah semua yang kita lakukan adalah sesuai dengan kehendakNya atau belum. Memeriksa kembali langkah kita apakah sudah seturut rencanaNya atau masih menurut pemikiran kita. Apakah kita sudah berserah penuh atau masih memaksakan kehendak kita untuk disetujui Tuhan. Sela menjadi saat yang indah dimana Tuhan bisa terasa begitu dekat, begitu nyata. Waktu sela sebaiknya bukan lagi doa-doa berisi segudang permintaan akan sesuatu dan terus menangis meminta tolong tapi akan sangat baik apabila dipakai sebagai saat-saat dimana kita diam, duduk di kakiNya, mencari wajahNya, mendengar suaraNya, merasakan pelukan Tuhan dan merasakan kedamaian di hadiratNya.
Perenungan Daud tentang Allah dalam kitab Mazmur demikian panjang, termasuk di dalamnya waktu Sela. Apakah anda saat ini terlalu sibuk bekerja sehingga melupakan saat-saat kedamaian bersama Tuhan dan melupakan istri dan anak yang merindukan anda? Apakah anda saat ini tengah kelabakan menghadapi tumpukan masalah berat sehingga mulai panik, sibuk berbuat segalanya tanpa hasil? Jika ya, itu waktunya untuk anda mengambil waktu diam sejenak. Tuhan berkata: "Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!" (Mazmur 46:11). Dengarkan pesanNya, kata-kataNya, teguranNya jika ada, tanyakan kepadaNya apa yang harus anda lakukan. Duduk dikakiNya, pandang wajahNya dan rasakan kedamaian. Tenang dalam waktu sela atau jeda, sebelum anda kembali beraktivitas, melakukan sesuatu yang bukan lagi menurut anda tetapi menjalankan kehendak Tuhan. Ini penting, sebab apabila anda melakukan sesuatu yang tidak dalam rencanaNya, maka itu semua akan habis sia-sia dan bisa jadi membawa kerugian besar yang sulit anda tutupi. Baik ketika anda sedang dalam keadaan tenang terlebih saat anda tengah mengalami pergumulan, ambillah waktu sela agar anda disegarkan kembali, merasakan kedamaian, ketentraman, ketenangan dan kemenangan ketika Allah hadir di dekat kita.
Beri waktu Sela dalam kehidupan sehari-hari untuk kembali fokus kepada rencana Tuhan dalam hidup kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=======================
"Dari TUHAN datang pertolongan. Berkat-Mu atas umat-Mu! S e l a"
Kerja, kerja dan kerja. Itu ada dipikiran banyak orang hari-hari ini karena kebutuhan yang terus meningkat, baik dari segi jumlah barang maupun harga. Selain kebutuhan sehari-hari seperti makan, minum, pakaian, rumah, pendidikan anak, jaman ini manusia punya beban-beban tambahan yang seringkali malah menempati ranking lebih tinggi di atas apa yang dahulu kita kenal sebagai kebutuhan primer. Lifestyle of the rich and famous alias gaya hidup glamor, gadget, fashion, merek-merek mewah dan sebagainya terus mendominasi hidup banyak orang sebagai akibat dari penetrasi iklan-iklan yang terus membombardir kita dengan janji-janji kebahagiaan, dan semua ini membuat manusia memilih untuk bekerja ekstra agar bisa memenuhi semuanya. Kerja siang sampai sore, lanjut kerja lain sampai malam. Nonstop. Seperti seekor kuda yang tanpa rehat terus berlari membawa beban berat agar bisa sampai kepada sebuah tujuan yang sebenarnya tidak ada ujungnya. Sekuat-kuatnya manusia, semuanya punya batas.
Banyak orang yang terus bekerja seperti kuda yang dipaksa terus berlari sambil memanggul beban berat di pundaknya tanpa jeda. Semua dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang saat ini tidak lagi hanya mengacu kepada sandang, pangan dan papan, tetapi sudah dilampaui oleh banyak hal lain seperti lifestyle of rich and famous, gadget keluaran terbaru, fashion trend dan barang-barang bermerek. Itu masih diluar biaya pendidikan anak-anak yang harganya terus melambung gila-gilaan. Kebutuhan primer terus mengalami peningkatan harga dan pemerintah seperti tak berdaya mengatasi gejolak-gejolak seperti itu. Sayangnya, banyak orang yang kemudian mengalihkan pandangan kepada sebuah susunan prioritas yang keliru. Mereka lupa bahwa untuk mengejar dan memperoleh sesuatu, mereka harus membuang/mengorbankan sesuatu. In order to get something we have to sacrifice something. Kerja diletakkan diatas, kemudian keluarga dikorbankan. Jika keluarga saja sanggup dikorbankan, apalagi waktu-waktu bersama Tuhan. Semakin lama semakin sedikit orang yang mau duduk diam di kaki Yesus seperti Maria seperti yang tertulis dalam Lukas 10:38-42. Semua terlalu sibuk untuk itu, mengira bahwa hasil kerja keras lah yang mendatangkan semua kemampuan pemenuhan kebutuhan dan bukan Tuhan. Tuhan dikesampingkan, keluarga dikorbankan. Jika seekor kuda terus dipacu berlari dengan beban berat tanpa henti, apa yang akan terjadi? Benar, kuda akan mati. Jika anda menghidupkan mesin tanpa henti, maka mesin bisa rusak, berhenti bahkan meledak. Manusia yang terus bekerja tanpa jeda pun akan mengalami hal yang sama. Mati, tanpa bisa membawa semua yang fana yang mati-matian ia kumpulkan dengan mengorbankan prioritas-prioritas yang sesungguhnya lebih penting. Ada seorang yang saya kenal bercerita mengenai kekeliruan seperti itu. Ia terus bekerja, tidak lagi punya waktu untuk istri dan anaknya, apalagi untuk Tuhan. Pada suatu kali ia sakit dan terbaring di rumah sakit. Dalam kesendirian ditengah kesunyian, hanya ditemani bunyi mesin pengukur detak jantung yang khas. Disanalah ia kemudian menyadari kekeliruannya selama ini. Itu menjadi titik baliknya, dan hari ini ia menjalani kehidupan yang penuh kebahagiaan dengan susunan prioritas yang benar. Kita memang harus bekerja keras dengan sebaik-baik yang kita sanggup, tetapi ada kalanya kita harus mengambil waktu jeda.
Ayat bacaan yang saya ambil hari ini merupakan satu dari sekian banyak ayat kitab Mazmur yang diakhiri dengan kata Sela. Sela banyak diartikan orang sebagai selingan musik, atau banyak pula orang yang tidak menganggap penting kata ini dalam rangkaian kalimat dimana ia muncul. Tetapi saya percaya bahwa tidak ada kata yang sia-sia apabila ditulis di dalam Alkitab. Sebuah pause dalam bermusik, atau selingan dalam mazmur-mazmur? Mungkin ya. Namun kata Sela ini juga bisa merujuk pada waktu jeda, istirahat, diam sejenak, memberi penekanan pada menutup bagian lagu. Dalam versi bahasa Inggris amplified kata Sela diterjemahkan sebagai "pause and calmly think of that". Ada pula yang menyebutnya sebagai "stop and listen". Selain pada Mazmur, Sela juga beberapa kali kita jumpai dalam Habakuk 3. Begitu seringnya kata ini dipakai, sehingga saya menyadari bahwa ada pesan penting yang sebenarnya terkandung di dalam kata ini.
Rutinitas dari segala aktivitas kita sehari-hari, semua kesibukan kita juga memerlukan waktu Sela. Dalam hal melayani pun sama. Ada banyak anak-anak Tuhan yang begitu sibuk dengan pelayananNya hingga tidak sempat lagi mengambil saat teduh untuk menikmati kasih Tuhan dalam hadiratNya. Apapun yang kita kerjakan dan menyita waktu kita selalu butuh jeda, butuh sela. Sebuah saat dimana bukan saja fisik, tapi jiwa dan roh kita bisa beristirahat, menikmati keintiman hanya bersama Allah. "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?" (Mazmur 42:2-3) Waktu sela adalah waktu yang kita pakai dimana kita melepaskan segala atribut dunia dengan segala permasalahannya, dan datang menghampiri tahta kudus Tuhan dengan tangan menyembah, berserah sepenuhnya dan membawa pujian yang terbaik penuh rasa syukur hanya untuk Allah. Sebuah waktu sela adalah saat yang indah untuk introspeksi, merenung, mengkaji ulang hal-hal yang telah kita lakukan sehari penuh, apakah semua yang kita lakukan adalah sesuai dengan kehendakNya atau belum. Memeriksa kembali langkah kita apakah sudah seturut rencanaNya atau masih menurut pemikiran kita. Apakah kita sudah berserah penuh atau masih memaksakan kehendak kita untuk disetujui Tuhan. Sela menjadi saat yang indah dimana Tuhan bisa terasa begitu dekat, begitu nyata. Waktu sela sebaiknya bukan lagi doa-doa berisi segudang permintaan akan sesuatu dan terus menangis meminta tolong tapi akan sangat baik apabila dipakai sebagai saat-saat dimana kita diam, duduk di kakiNya, mencari wajahNya, mendengar suaraNya, merasakan pelukan Tuhan dan merasakan kedamaian di hadiratNya.
Perenungan Daud tentang Allah dalam kitab Mazmur demikian panjang, termasuk di dalamnya waktu Sela. Apakah anda saat ini terlalu sibuk bekerja sehingga melupakan saat-saat kedamaian bersama Tuhan dan melupakan istri dan anak yang merindukan anda? Apakah anda saat ini tengah kelabakan menghadapi tumpukan masalah berat sehingga mulai panik, sibuk berbuat segalanya tanpa hasil? Jika ya, itu waktunya untuk anda mengambil waktu diam sejenak. Tuhan berkata: "Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!" (Mazmur 46:11). Dengarkan pesanNya, kata-kataNya, teguranNya jika ada, tanyakan kepadaNya apa yang harus anda lakukan. Duduk dikakiNya, pandang wajahNya dan rasakan kedamaian. Tenang dalam waktu sela atau jeda, sebelum anda kembali beraktivitas, melakukan sesuatu yang bukan lagi menurut anda tetapi menjalankan kehendak Tuhan. Ini penting, sebab apabila anda melakukan sesuatu yang tidak dalam rencanaNya, maka itu semua akan habis sia-sia dan bisa jadi membawa kerugian besar yang sulit anda tutupi. Baik ketika anda sedang dalam keadaan tenang terlebih saat anda tengah mengalami pergumulan, ambillah waktu sela agar anda disegarkan kembali, merasakan kedamaian, ketentraman, ketenangan dan kemenangan ketika Allah hadir di dekat kita.
Beri waktu Sela dalam kehidupan sehari-hari untuk kembali fokus kepada rencana Tuhan dalam hidup kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, November 23, 2013
Panggung Sandiwara
Ayat bacaan: 2 Timotius 2:3-4
=======================
"Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng."
Ketika saya hendak menulis renungan hari ini sayup-sayup terdengar lagu Panggung Sandiwara lewat alunan suara rocker senior Achmad Albar. "Dunia ini panggung sandiwara.." demikian awal liriknya. Lagu ini mengajak kita untuk tidak terus hidup dalam kepalsuan dalam dunia yang mudah berubah. Pesan yang baik ini menyinggung salah satu sifat jelek manusia yang masih saja dilakukan oleh begitu banyak orang hingga hari ini, bahkan di kalangan gereja. Seorang pendeta pernah mengatakan bahwa ada banyak gereja yang mewanti-wanti agar kotbah hanya diisi dengan kotbah berkat alias yang baik-baik saja. "Supaya jemaat tidak tersinggung." katanya. Tersinggung? Itulah faktanya. Ada banyak orang percaya yang tampaknya tidak suka ditegur bahkan lewat kebenaran firman Tuhan. Mereka lebih suka terus hidup dalam pikirannya sendiri dan memaksakan kebenaran firman Tuhan untuk masuk ke dalam bingkai pemikiran mereka pribadi. Ironisnya ada banyak pula gereja yang malah ikut-ikutan karena takut kehilangan jemaat. Gereja bukan lagi dijadikan tempat untuk belajar mengenal kebenaran firman Tuhan dan membangun persaudaraan dengan rekan-rekan seiman tapi berubah menjadi sebuah panggung sandiwara. Gereja akan berusaha mencari pengkotbah yang pintar melawak dan terus bicara soal kekayaan untuk menyenangkan hati jemaatnya. Memanggil artis terkenal kemudian mempromosikan lewat media. Jika ini yang terjadi, gereja bukan lagi rumah Tuhan tapi berubah fungsi menjadi panggung hiburan yang penuh sandiwara.
Sudah menjadi kecenderungan bagi manusia untuk lebih ingin mendengar apa yang menyenangkan untuk didengar dan menolak mendengar teguran-teguran yang sering dianggap menghalangi kesenangannya. Di sisi lain, apakah mengikuti Tuhan itu sama artinya dengan membatasi kita untuk menikmati sukacita atau kebahagiaan atau hanya penuh dengan teguran dan larangan? Tentu saja tidak. Tanpa melakukan berbagai kenikmatan yang ditawarkan dunia tapi mengandung jebakan-jebakan berbahaya pun hidup ini bisa terasa sangat indah, bahkan lebih indah dari yang bisa kita bayangkan. Teguran dan larangan itu bertujuan agar kita tidak terpeleset dalam jebakan-jebakan dosa yang hari-hari ini dikemas dengan sangat rapi sehingga tidak lagi kasat mata. Kita bisa tidak sadar masuk ke dalam jebakan itu dan pada suatu ketika sudah sulit untuk keluar atau lepas dari jebakan tersebut. Kotbah-kotbah yang "keras" sesungguhnya mengingatkan kita akan bahaya jebakan dosa. Tetapi bagi banyak jemaat, kotbah seperti ini menjadi sesuatu yang tidak populer bagi mereka. Dan banyak gereja saat ini terjebak mematuhi keinginan seperti ini. Mereka lebih memikirkan kuantitas atau jumlah jemaat dibanding kualitas, yaitu kotbah yang mengandung pesan-pesan agar jemaat bertumbuh dalam iman mereka, mampu membedakan mana yang baik dan buruk, tahu larangan-larangan atau ketetapan-ketetapan Tuhan dan menjauhinya dan tumbuh menjadi pelaku-pelaku firman di tengah kehidupan bermasyarakat. Di antara pendeta pun ada lebih tertarik mencari popularitas dengan hanya memilih jalan aman, bahkan ada banyak pula yang bicaranya hanya fokus pada masalah kekayaan finansial. Bisa dibayangkan bagaimana para jemaat yang masih belum mengerti betul akan kandungan Firman Tuhan bisa terjebak pada harapan akan kekayaan secara materi untuk diri sendiri. Persiapan bukan lagi untuk mengenal kebenaran tetapi sudah seperti menyiapkan sebuah panggung hiburan atau konser.
Hal ini sebenarnya sudah diingatkan sejak jauh-jauh hari. "Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng." (2 Timotius 4:3-4). Itulah yang terjadi saat ini. Orang tidak mau lagi mendengar kebenaran dan hanya mau mendengar apa yang menyenangkan bagi telinga mereka, sesuatu yang membuai bagai mendengarkan dongeng menghibur. Mau apapun isinya, yang penting menghibur, bikin ketawa dan senang. Karena itulah Paulus mengingatkan agar kita selalu siap sedia kapan saja untuk menyatakan apa yang salah dengan tegas. Tetapi ingatlah bahwa itu tetap harus dalam kesabaran dan bukan dengan paksaan apalagi kekerasan. (ay 2). Ini tentu bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Jika Paulus masih ada hari ini dan anda bisa bertanya tentang pengalamannya, ia pasti akan bercerita panjang lebar mengenai sulitnya menyampaikan kebenaran kepada banyak jemaat yang degil. Lihat apa katanya. "Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu." (2 Timotius 2:9). Tetapi dia tahu bahwa orang percaya seharusnya siap menanggung semua itu dengan penuh kesabaran agar orang lain pun berkesempatan untuk diselamatkan. "Karena itu aku sabar menanggung semuanya itu bagi orang-orang pilihan Allah, supaya mereka juga mendapat keselamatan dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan yang kekal." (ay 10). Dalam kesempatan lainnya Paulus sempat bersaksi: "Sebaliknya, dalam segala hal kami menunjukkan, bahwa kami adalah pelayan Allah, yaitu: dalam menahan dengan penuh kesabaran dalam penderitaan, kesesakan dan kesukaran, dalam menanggung dera, dalam penjara dan kerusuhan, dalam berjerih payah, dalam berjaga-jaga dan berpuasa." (2 Korintus 6:4-5). Semua itu rela ia lakukan demi menyelamatkan lebih banyak lagi, dan itulah sesungguhnya jati diri dari pelayan Allah yang sejati, yang lebih mementingkan penyampaian firman Tuhan secara utuh. Bukan hanya yang enak didengar tetapi juga "makanan keras" pun harus kita kunyah, karena itupun penting bagi kita untuk bisa memperoleh keselamatan yang sudah disediakan Tuhan bagi kita.
Ada waktu dimana orang-orang yang baru bertobat masih memerlukan pengajaran yang lembut, tetapi ada pula waktu dimana mereka harus disapih dan beralih kepada makanan yang lebih keras. "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:13-14). Pancaindera, terutama telinga haruslah siap mendengarkan Firman-Firman Tuhan yang bunyinya keras sekalipun agar kita benar-benar tahu dan bisa membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang benar dan salah. Manusia tidaklah bisa terus-terusan dikasih susu seumur hidupnya. Saat masih bayi kita cuma bisa diberi susu, tapi ketika mulai bertumbuh besar susu tidak lagi cukup sebagai satu-satunya asupan nutrisi. Makanan keras akan menjadi makanan yang tepat bagi orang dewasa. Begitu juga pertumbuhan kedewasaan secara rohani tidak akan bisa tercukupi hanya dengan yang lembut-lembut atau hanya yang baik saja. Kotbah berkat boleh saja, tetapi ada kalanya kita harus iklas diingatkan oleh teguran agar kita bisa tetap berada di jalur yang benar, atau kalau sudah terlanjur melenceng kita bisa segera kembali ke dalam kebenaran.
Ada ayat yang berkata: "Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17). Betapa pentingnya hal ini untuk kita pikirkan, terlebih pada jaman di mana orang lebih tertarik untuk hanya mendengarkan segala sesuatu yang nyaman bagi telinganya dan merasa tidak nyaman bahkan tersinggung ketika ada Firman Tuhan yang terasa keras dalam teguran. Hanya orang yang melakukan kehendak Tuhanlah yang akan hidup selama-lamanya. Jika memang masih ada yang tidak benar dalam perbuatan kita, terimalah dengan lapang dada dan rasa syukur teguran-teguran termasuk yang keras sekalipun. Sebab di dalamnya sesungguhnya ada tujuan yang baik untuk menghindarkan kita dari kematian kekal. Ingat pula bahwa kita perlu menguji segala pengajaran yang kita terima agar kita tidak terjebak dalam pemahaman yang keliru apabila ada yang salah menyampaikan. "Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik". (1 Tesalonika 5:21). Kita tidak akan bisa menguji dan bakal menelan bulat-bulat seluruhnya termasuk yang salah apabila kita tidak memahami betul firman-firman Tuhan. Karena itulah kita perlu terus membaca dan merenungkan Firman Tuhan yang sudah tertulis lengkap di dalam Alkitab. Pelajari dengan baik agar terhindar dari pengajaran yang salah.
Meski Tuhan menjanjikan berkat berkelimpahan dan kemakmuran, kita harus memperhatikan benar segala bentuk pengajaran yang mengarah kepada hal-hal seperti itu karena belum tentu semua itu benar-benar sesuai dengan Firman Tuhan. Gereja yang memiliki soundsystem baik, tata mimbar atau dekorasi yang baik dan pembicara terkenal tidak salah, selama itu semua bisa mendekatkan jemaat kepada Tuhan dan bisa membawa mereka untuk mengenal Tuhan lebih baik lagi dan bukan ditujukan untuk tujuan-tujuan atau kepentingan yang sudah melenceng dari fungsi sebuah gereja. Jangan sampai itu semua malah merebut posisi Tuhan yang seharusnya atau malah menjauhkan/menyesatkan jemaat dari Tuhan. Bagi yang melayani, tetaplah tegas dalam mengingatkan terutama ketika Tuhan menanamkan itu kepada anda untuk disampaikan, tetapi bersikaplah lemah lembut dan tidak kasar. Sampaikan dengan benar apa kata Firman Tuhan, meski belum tentu orang senang mendengarnya. Mungkin kita perlu menderita seperti halnya Paulus, tetapi jika itu membawa keselamatan bagi banyak orang dan tidak membuat kita digolongkan sebagai penyesat, kenapa tidak?
Jangan hanya memilih yang enak didengar telinga saja, tetapi sampaikanlah Firman Tuhan seperti apa adanya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=======================
"Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng."
Ketika saya hendak menulis renungan hari ini sayup-sayup terdengar lagu Panggung Sandiwara lewat alunan suara rocker senior Achmad Albar. "Dunia ini panggung sandiwara.." demikian awal liriknya. Lagu ini mengajak kita untuk tidak terus hidup dalam kepalsuan dalam dunia yang mudah berubah. Pesan yang baik ini menyinggung salah satu sifat jelek manusia yang masih saja dilakukan oleh begitu banyak orang hingga hari ini, bahkan di kalangan gereja. Seorang pendeta pernah mengatakan bahwa ada banyak gereja yang mewanti-wanti agar kotbah hanya diisi dengan kotbah berkat alias yang baik-baik saja. "Supaya jemaat tidak tersinggung." katanya. Tersinggung? Itulah faktanya. Ada banyak orang percaya yang tampaknya tidak suka ditegur bahkan lewat kebenaran firman Tuhan. Mereka lebih suka terus hidup dalam pikirannya sendiri dan memaksakan kebenaran firman Tuhan untuk masuk ke dalam bingkai pemikiran mereka pribadi. Ironisnya ada banyak pula gereja yang malah ikut-ikutan karena takut kehilangan jemaat. Gereja bukan lagi dijadikan tempat untuk belajar mengenal kebenaran firman Tuhan dan membangun persaudaraan dengan rekan-rekan seiman tapi berubah menjadi sebuah panggung sandiwara. Gereja akan berusaha mencari pengkotbah yang pintar melawak dan terus bicara soal kekayaan untuk menyenangkan hati jemaatnya. Memanggil artis terkenal kemudian mempromosikan lewat media. Jika ini yang terjadi, gereja bukan lagi rumah Tuhan tapi berubah fungsi menjadi panggung hiburan yang penuh sandiwara.
Sudah menjadi kecenderungan bagi manusia untuk lebih ingin mendengar apa yang menyenangkan untuk didengar dan menolak mendengar teguran-teguran yang sering dianggap menghalangi kesenangannya. Di sisi lain, apakah mengikuti Tuhan itu sama artinya dengan membatasi kita untuk menikmati sukacita atau kebahagiaan atau hanya penuh dengan teguran dan larangan? Tentu saja tidak. Tanpa melakukan berbagai kenikmatan yang ditawarkan dunia tapi mengandung jebakan-jebakan berbahaya pun hidup ini bisa terasa sangat indah, bahkan lebih indah dari yang bisa kita bayangkan. Teguran dan larangan itu bertujuan agar kita tidak terpeleset dalam jebakan-jebakan dosa yang hari-hari ini dikemas dengan sangat rapi sehingga tidak lagi kasat mata. Kita bisa tidak sadar masuk ke dalam jebakan itu dan pada suatu ketika sudah sulit untuk keluar atau lepas dari jebakan tersebut. Kotbah-kotbah yang "keras" sesungguhnya mengingatkan kita akan bahaya jebakan dosa. Tetapi bagi banyak jemaat, kotbah seperti ini menjadi sesuatu yang tidak populer bagi mereka. Dan banyak gereja saat ini terjebak mematuhi keinginan seperti ini. Mereka lebih memikirkan kuantitas atau jumlah jemaat dibanding kualitas, yaitu kotbah yang mengandung pesan-pesan agar jemaat bertumbuh dalam iman mereka, mampu membedakan mana yang baik dan buruk, tahu larangan-larangan atau ketetapan-ketetapan Tuhan dan menjauhinya dan tumbuh menjadi pelaku-pelaku firman di tengah kehidupan bermasyarakat. Di antara pendeta pun ada lebih tertarik mencari popularitas dengan hanya memilih jalan aman, bahkan ada banyak pula yang bicaranya hanya fokus pada masalah kekayaan finansial. Bisa dibayangkan bagaimana para jemaat yang masih belum mengerti betul akan kandungan Firman Tuhan bisa terjebak pada harapan akan kekayaan secara materi untuk diri sendiri. Persiapan bukan lagi untuk mengenal kebenaran tetapi sudah seperti menyiapkan sebuah panggung hiburan atau konser.
Hal ini sebenarnya sudah diingatkan sejak jauh-jauh hari. "Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng." (2 Timotius 4:3-4). Itulah yang terjadi saat ini. Orang tidak mau lagi mendengar kebenaran dan hanya mau mendengar apa yang menyenangkan bagi telinga mereka, sesuatu yang membuai bagai mendengarkan dongeng menghibur. Mau apapun isinya, yang penting menghibur, bikin ketawa dan senang. Karena itulah Paulus mengingatkan agar kita selalu siap sedia kapan saja untuk menyatakan apa yang salah dengan tegas. Tetapi ingatlah bahwa itu tetap harus dalam kesabaran dan bukan dengan paksaan apalagi kekerasan. (ay 2). Ini tentu bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Jika Paulus masih ada hari ini dan anda bisa bertanya tentang pengalamannya, ia pasti akan bercerita panjang lebar mengenai sulitnya menyampaikan kebenaran kepada banyak jemaat yang degil. Lihat apa katanya. "Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu." (2 Timotius 2:9). Tetapi dia tahu bahwa orang percaya seharusnya siap menanggung semua itu dengan penuh kesabaran agar orang lain pun berkesempatan untuk diselamatkan. "Karena itu aku sabar menanggung semuanya itu bagi orang-orang pilihan Allah, supaya mereka juga mendapat keselamatan dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan yang kekal." (ay 10). Dalam kesempatan lainnya Paulus sempat bersaksi: "Sebaliknya, dalam segala hal kami menunjukkan, bahwa kami adalah pelayan Allah, yaitu: dalam menahan dengan penuh kesabaran dalam penderitaan, kesesakan dan kesukaran, dalam menanggung dera, dalam penjara dan kerusuhan, dalam berjerih payah, dalam berjaga-jaga dan berpuasa." (2 Korintus 6:4-5). Semua itu rela ia lakukan demi menyelamatkan lebih banyak lagi, dan itulah sesungguhnya jati diri dari pelayan Allah yang sejati, yang lebih mementingkan penyampaian firman Tuhan secara utuh. Bukan hanya yang enak didengar tetapi juga "makanan keras" pun harus kita kunyah, karena itupun penting bagi kita untuk bisa memperoleh keselamatan yang sudah disediakan Tuhan bagi kita.
Ada waktu dimana orang-orang yang baru bertobat masih memerlukan pengajaran yang lembut, tetapi ada pula waktu dimana mereka harus disapih dan beralih kepada makanan yang lebih keras. "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:13-14). Pancaindera, terutama telinga haruslah siap mendengarkan Firman-Firman Tuhan yang bunyinya keras sekalipun agar kita benar-benar tahu dan bisa membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang benar dan salah. Manusia tidaklah bisa terus-terusan dikasih susu seumur hidupnya. Saat masih bayi kita cuma bisa diberi susu, tapi ketika mulai bertumbuh besar susu tidak lagi cukup sebagai satu-satunya asupan nutrisi. Makanan keras akan menjadi makanan yang tepat bagi orang dewasa. Begitu juga pertumbuhan kedewasaan secara rohani tidak akan bisa tercukupi hanya dengan yang lembut-lembut atau hanya yang baik saja. Kotbah berkat boleh saja, tetapi ada kalanya kita harus iklas diingatkan oleh teguran agar kita bisa tetap berada di jalur yang benar, atau kalau sudah terlanjur melenceng kita bisa segera kembali ke dalam kebenaran.
Ada ayat yang berkata: "Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17). Betapa pentingnya hal ini untuk kita pikirkan, terlebih pada jaman di mana orang lebih tertarik untuk hanya mendengarkan segala sesuatu yang nyaman bagi telinganya dan merasa tidak nyaman bahkan tersinggung ketika ada Firman Tuhan yang terasa keras dalam teguran. Hanya orang yang melakukan kehendak Tuhanlah yang akan hidup selama-lamanya. Jika memang masih ada yang tidak benar dalam perbuatan kita, terimalah dengan lapang dada dan rasa syukur teguran-teguran termasuk yang keras sekalipun. Sebab di dalamnya sesungguhnya ada tujuan yang baik untuk menghindarkan kita dari kematian kekal. Ingat pula bahwa kita perlu menguji segala pengajaran yang kita terima agar kita tidak terjebak dalam pemahaman yang keliru apabila ada yang salah menyampaikan. "Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik". (1 Tesalonika 5:21). Kita tidak akan bisa menguji dan bakal menelan bulat-bulat seluruhnya termasuk yang salah apabila kita tidak memahami betul firman-firman Tuhan. Karena itulah kita perlu terus membaca dan merenungkan Firman Tuhan yang sudah tertulis lengkap di dalam Alkitab. Pelajari dengan baik agar terhindar dari pengajaran yang salah.
Meski Tuhan menjanjikan berkat berkelimpahan dan kemakmuran, kita harus memperhatikan benar segala bentuk pengajaran yang mengarah kepada hal-hal seperti itu karena belum tentu semua itu benar-benar sesuai dengan Firman Tuhan. Gereja yang memiliki soundsystem baik, tata mimbar atau dekorasi yang baik dan pembicara terkenal tidak salah, selama itu semua bisa mendekatkan jemaat kepada Tuhan dan bisa membawa mereka untuk mengenal Tuhan lebih baik lagi dan bukan ditujukan untuk tujuan-tujuan atau kepentingan yang sudah melenceng dari fungsi sebuah gereja. Jangan sampai itu semua malah merebut posisi Tuhan yang seharusnya atau malah menjauhkan/menyesatkan jemaat dari Tuhan. Bagi yang melayani, tetaplah tegas dalam mengingatkan terutama ketika Tuhan menanamkan itu kepada anda untuk disampaikan, tetapi bersikaplah lemah lembut dan tidak kasar. Sampaikan dengan benar apa kata Firman Tuhan, meski belum tentu orang senang mendengarnya. Mungkin kita perlu menderita seperti halnya Paulus, tetapi jika itu membawa keselamatan bagi banyak orang dan tidak membuat kita digolongkan sebagai penyesat, kenapa tidak?
Jangan hanya memilih yang enak didengar telinga saja, tetapi sampaikanlah Firman Tuhan seperti apa adanya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, November 22, 2013
Buah Manis Ketaatan
Ayat bacaan: Amsal 13:13
================
"Siapa meremehkan firman, ia akan menanggung akibatnya, tetapi siapa taat kepada perintah, akan menerima balasan."
"Ah nanti saja mikirin akhirat, sekarang cari duit dulu sebanyak-banyaknya biar hidup jadi mudah." demikian kata seorang bapak kepada temannya yang kebetulan duduk tidak jauh dari saya pada suatu kali. Bentuk pemikiran seperti ini mewakili banyak orang yang sepaham dengan ide itu. Mereka mengira bahwa uang menjamin kebahagiaan hidup dan berasal dari dunia. Ini adalah sebuah pemahaman yang keliru apabila kita mengacu kepada kebenaran firman Tuhan. Saya tidak mengatakan bahwa kita tidak perlu uang, dan Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa kita harus anti terhadap uang dan selalu harus hidup miskin. Apa yang diingatkan Alkitab adalah agar kita tidak mengabdi kepada uang atau mempertuhankan uang di atas segalanya (Matius 6:24) dan kita harus mendahulukan untuk mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semua yang lain akan diberikan Tuhan pada kita (Matius 6:33). Inilah konsep yang tidak diketahui oleh banyak orang yang kemudian membawa mereka terjebak pada pemilihan keputusan-keputusan yang salah dalam hidup mereka. Disaat kita berpikir untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, disanalah godaan-godaan untuk melakukan kecurangan akan muncul. Di saat kita terus merasa kurang dan tidak pernah cukup maka jebakan dosa siap menjerat kita. Sepertinya tidak banyak yang sadar bahwa segala sesuatu itu berasal dari Tuhan dan bukan dunia, dan setiap ketaatan kita yang mungkin dipandang bodoh oleh dunia akan menghasilkan buah-buah manis yang bukan saja membuat kita sejahtera tak kekurangan suatu apapun, tetapi akan berujung pada sebuah kehidupan kekal yang penuh kebahagiaan.
Hidup jujur dan taat akan firman Tuhan adalah sebuah pilihan. Apakah kita mau taat atau melanggar ketetapan Tuhan, semua itu tergantung keputusan kita dan tidak pernah tergantung dari kondisi atau situasi. Bahwa sistem dunia seringkali membuat kita sulit untuk berlaku taat dan jujur itu memang benar. Waktu bisa terbuang berhari-hari, ongkos yang keluar untuk bolak balik bisa besar, urusan dipersulit dan kita harus punya kesabaran berlapis-lapis. Tapi bagi saya itu adalah harga yang harus kita bayar kalau mau taat. Satu hal yang saya alami sendiri, setiap bentuk ketaatan kepada Tuhan tidak pernah sia-sia. Mungkin awalnya terlihat merugikan, tetapi pada saatnya Tuhan melimpahkan berkatNya berlipat ganda. Berdasarkan pengalaman sendiri dan beberapa pengakuan orang-orang lainnya yang mulai mengaplikasikan ketaatan, saya melihat penggenapan firman Tuhan yaitu bahwa Ketaatan akan selalu menghasilkan buah yang manis, dan berjalan bersama Tuhan akan membuat kita mampu mengatasi apapun tanpa kekurangan suatu apapun.
Dalam Amsal dikatakan: "Siapa meremehkan firman, ia akan menanggung akibatnya, tetapi siapa taat kepada perintah, akan menerima balasan." Dalam bahasa Inggris amplified ayat ini berbunyi "Whoever despises the word and counsel [of God] brings destruction upon himself, but he who [reverently] fears and respects the commandment [of God] is rewarded." (Amsal 13:13). Rewarded, diberi penghargaan. Itulah janji Tuhan kepada orang-orang yang taat pada perintah Tuhan. Tuhan sudah menjanjikan dalam banyak kesempatan bahwa Dia sanggup melimpahkan berkatNya ketika kita mau taat kepada firmanNya. Dan kita tahu janji Tuhan itu ya dan amin. Apabila kita taat, maka ada reward, hadiah atau penghargaan yang diberikan Tuhan kepada kita. Dia akan memberkati bahkan ditambahkan berlipat-lipat hingga melimpah, hingga menyentuh dan memberkati orang lain selain kita sendiri.
Tuhan memberi serangkaian janji berkat dalam Ulangan 28. Salah salah satunya berbunyi: "Diberkatilah bakulmu dan tempat adonanmu." (ay 8). Ulangan 28:1-14 berisi serangkaian janji Tuhan dalam melimpahkan berkatNya buat kita. Tapi perhatikan bahwa semua janji berkat ini bisa menjadi milik kita jika dimulai dari keputusan-keputusan untuk taat kepada perintahNya. Dalam awal dari perikop ini disebutkan: "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi." (ay 1). Semua berkat Dia sediakan bagi kita, jika kita mendengarkan baik-baik suara Tuhan kemudian melanjutkannya dengan melakukan Firman secara nyata dengan setia. Inilah bentuk ketaatan yang diinginkan Tuhan untuk kita terapkan dalam hidup kita. Jika ini kita lakukan, maka Tuhan akan melimpahkan berkatNya secara luar biasa. Lewat kesaksian teman saya hari ini kita bisa melihat betapa Tuhan adalah Bapa yang penuh kasih dan setia menggenapi semua janjiNya.
Dalam mempertahankan ketaatan kita harus siap berhadapan dengan berbagai kesulitan atau harus mengalami kerugian. Tapi ketahuilah bahwa Tuhan memperhitungkan segalanya. Seperti yang sudah saya sampaikan beberapa kali dalam renungan terdahulu, ingatlah bahwa setiap perbuatan curang, sekecil apapun, merupakan kekejian bagi Tuhan. "..setiap orang yang berbuat curang, adalah kekejian bagi TUHAN, Allahmu" (Ulangan 25:16), Akan ada ganjaran bagi mereka yang memilih untuk mengabaikan firman Tuhan. Dalam Ayub dikatakan: "Jikalau mereka mendengar dan takluk, maka mereka hidup mujur sampai akhir hari-hari mereka dan senang sampai akhir tahun-tahun mereka. Tetapi, jikalau mereka tidak mendengar, maka mereka akan mati oleh lembing, dan binasa dalam kebebalan." (Ayub 36:11-12). Paulus pun mengingatkan hal yang sama. "Hamba-hamba hendaklah taat kepada tuannya dalam segala hal dan berkenan kepada mereka, jangan membantah, jangan curang, tetapi hendaklah selalu tulus dan setia, supaya dengan demikian mereka dalam segala hal memuliakan ajaran Allah, Juruselamat kita." (Titus 2:9-10).
Tidaklah mudah untuk taat, terlebih ketika kita harus menderita atau mengalami kerugian di dalam dunia yang jahat ini. Tetapi kita akan memetik buah yang manis sebagai hasil dari sebuah keputusan untuk taat. Jika memang harus mengalami kesulitan untuk sementara waktu, mengapa tidak? Bukankah Tuhan Yesus sudah mengingatkan bahwa "setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku" (Matius 16:24)? Mari kita belajar untuk senantiasa berlaku taat dan jujur dalam hal sekecil apapun. Ketika kita memilih untuk taat dan melakukan sesuai Firman, Tuhan sanggup memberkati anda berlipat kali ganda. Do our part and let God do His part.
Ketaatan yang ditanam dan dipupuk akan menghasilkan buah subur yang berlipat ganda
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
================
"Siapa meremehkan firman, ia akan menanggung akibatnya, tetapi siapa taat kepada perintah, akan menerima balasan."
"Ah nanti saja mikirin akhirat, sekarang cari duit dulu sebanyak-banyaknya biar hidup jadi mudah." demikian kata seorang bapak kepada temannya yang kebetulan duduk tidak jauh dari saya pada suatu kali. Bentuk pemikiran seperti ini mewakili banyak orang yang sepaham dengan ide itu. Mereka mengira bahwa uang menjamin kebahagiaan hidup dan berasal dari dunia. Ini adalah sebuah pemahaman yang keliru apabila kita mengacu kepada kebenaran firman Tuhan. Saya tidak mengatakan bahwa kita tidak perlu uang, dan Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa kita harus anti terhadap uang dan selalu harus hidup miskin. Apa yang diingatkan Alkitab adalah agar kita tidak mengabdi kepada uang atau mempertuhankan uang di atas segalanya (Matius 6:24) dan kita harus mendahulukan untuk mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semua yang lain akan diberikan Tuhan pada kita (Matius 6:33). Inilah konsep yang tidak diketahui oleh banyak orang yang kemudian membawa mereka terjebak pada pemilihan keputusan-keputusan yang salah dalam hidup mereka. Disaat kita berpikir untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, disanalah godaan-godaan untuk melakukan kecurangan akan muncul. Di saat kita terus merasa kurang dan tidak pernah cukup maka jebakan dosa siap menjerat kita. Sepertinya tidak banyak yang sadar bahwa segala sesuatu itu berasal dari Tuhan dan bukan dunia, dan setiap ketaatan kita yang mungkin dipandang bodoh oleh dunia akan menghasilkan buah-buah manis yang bukan saja membuat kita sejahtera tak kekurangan suatu apapun, tetapi akan berujung pada sebuah kehidupan kekal yang penuh kebahagiaan.
Hidup jujur dan taat akan firman Tuhan adalah sebuah pilihan. Apakah kita mau taat atau melanggar ketetapan Tuhan, semua itu tergantung keputusan kita dan tidak pernah tergantung dari kondisi atau situasi. Bahwa sistem dunia seringkali membuat kita sulit untuk berlaku taat dan jujur itu memang benar. Waktu bisa terbuang berhari-hari, ongkos yang keluar untuk bolak balik bisa besar, urusan dipersulit dan kita harus punya kesabaran berlapis-lapis. Tapi bagi saya itu adalah harga yang harus kita bayar kalau mau taat. Satu hal yang saya alami sendiri, setiap bentuk ketaatan kepada Tuhan tidak pernah sia-sia. Mungkin awalnya terlihat merugikan, tetapi pada saatnya Tuhan melimpahkan berkatNya berlipat ganda. Berdasarkan pengalaman sendiri dan beberapa pengakuan orang-orang lainnya yang mulai mengaplikasikan ketaatan, saya melihat penggenapan firman Tuhan yaitu bahwa Ketaatan akan selalu menghasilkan buah yang manis, dan berjalan bersama Tuhan akan membuat kita mampu mengatasi apapun tanpa kekurangan suatu apapun.
Dalam Amsal dikatakan: "Siapa meremehkan firman, ia akan menanggung akibatnya, tetapi siapa taat kepada perintah, akan menerima balasan." Dalam bahasa Inggris amplified ayat ini berbunyi "Whoever despises the word and counsel [of God] brings destruction upon himself, but he who [reverently] fears and respects the commandment [of God] is rewarded." (Amsal 13:13). Rewarded, diberi penghargaan. Itulah janji Tuhan kepada orang-orang yang taat pada perintah Tuhan. Tuhan sudah menjanjikan dalam banyak kesempatan bahwa Dia sanggup melimpahkan berkatNya ketika kita mau taat kepada firmanNya. Dan kita tahu janji Tuhan itu ya dan amin. Apabila kita taat, maka ada reward, hadiah atau penghargaan yang diberikan Tuhan kepada kita. Dia akan memberkati bahkan ditambahkan berlipat-lipat hingga melimpah, hingga menyentuh dan memberkati orang lain selain kita sendiri.
Tuhan memberi serangkaian janji berkat dalam Ulangan 28. Salah salah satunya berbunyi: "Diberkatilah bakulmu dan tempat adonanmu." (ay 8). Ulangan 28:1-14 berisi serangkaian janji Tuhan dalam melimpahkan berkatNya buat kita. Tapi perhatikan bahwa semua janji berkat ini bisa menjadi milik kita jika dimulai dari keputusan-keputusan untuk taat kepada perintahNya. Dalam awal dari perikop ini disebutkan: "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi." (ay 1). Semua berkat Dia sediakan bagi kita, jika kita mendengarkan baik-baik suara Tuhan kemudian melanjutkannya dengan melakukan Firman secara nyata dengan setia. Inilah bentuk ketaatan yang diinginkan Tuhan untuk kita terapkan dalam hidup kita. Jika ini kita lakukan, maka Tuhan akan melimpahkan berkatNya secara luar biasa. Lewat kesaksian teman saya hari ini kita bisa melihat betapa Tuhan adalah Bapa yang penuh kasih dan setia menggenapi semua janjiNya.
Dalam mempertahankan ketaatan kita harus siap berhadapan dengan berbagai kesulitan atau harus mengalami kerugian. Tapi ketahuilah bahwa Tuhan memperhitungkan segalanya. Seperti yang sudah saya sampaikan beberapa kali dalam renungan terdahulu, ingatlah bahwa setiap perbuatan curang, sekecil apapun, merupakan kekejian bagi Tuhan. "..setiap orang yang berbuat curang, adalah kekejian bagi TUHAN, Allahmu" (Ulangan 25:16), Akan ada ganjaran bagi mereka yang memilih untuk mengabaikan firman Tuhan. Dalam Ayub dikatakan: "Jikalau mereka mendengar dan takluk, maka mereka hidup mujur sampai akhir hari-hari mereka dan senang sampai akhir tahun-tahun mereka. Tetapi, jikalau mereka tidak mendengar, maka mereka akan mati oleh lembing, dan binasa dalam kebebalan." (Ayub 36:11-12). Paulus pun mengingatkan hal yang sama. "Hamba-hamba hendaklah taat kepada tuannya dalam segala hal dan berkenan kepada mereka, jangan membantah, jangan curang, tetapi hendaklah selalu tulus dan setia, supaya dengan demikian mereka dalam segala hal memuliakan ajaran Allah, Juruselamat kita." (Titus 2:9-10).
Tidaklah mudah untuk taat, terlebih ketika kita harus menderita atau mengalami kerugian di dalam dunia yang jahat ini. Tetapi kita akan memetik buah yang manis sebagai hasil dari sebuah keputusan untuk taat. Jika memang harus mengalami kesulitan untuk sementara waktu, mengapa tidak? Bukankah Tuhan Yesus sudah mengingatkan bahwa "setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku" (Matius 16:24)? Mari kita belajar untuk senantiasa berlaku taat dan jujur dalam hal sekecil apapun. Ketika kita memilih untuk taat dan melakukan sesuai Firman, Tuhan sanggup memberkati anda berlipat kali ganda. Do our part and let God do His part.
Ketaatan yang ditanam dan dipupuk akan menghasilkan buah subur yang berlipat ganda
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, November 21, 2013
Penggelembungan Uang
Ayat bacaan: Lukas 3:13
===================
"Jawabnya: "Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu."
Saya masih ingin melanjutkan soal kecurangan dari sisi lain yang seringkali dianggap orang sebagai hal yang wajar, yaitu penggelembungan dana. Banyak orang yang menganggap perbuatan ini bukan korupsi tetapi sebuah kewajaran. Melebihkan dari tagihan yang sebenarnya, yang bisa tidak terlihat karena tulisan di bon atau nota yang sudah disesuaikan dengan penjual. Pada suatu kali saya memerlukan bon ketika mengisi bensin karena ingin mencatat pengeluaran bulanan secara lebih jelas. Sebelum mencantumkan angka, petugasnya bertanya: "Mau ditulis berapa pak?" Dia malah merasa aneh ketika saya minta mengisi angka tepat seperti yang dibayarkan. Kalau dalam hal kecil seperti itu saja orang sudah terpikir untuk menggelembungkan uang, bisa dibayangkan apa jadinya pada proyek-proyek yang jauh lebih besar yang membutuhkan dana milyaran. Ketika penggelembungan dana dilakukan disana, berapa besar uang rakyat yang seharusnya dikembalikan kepada masyarakat lewat pendidikan, pembangunan dan kesejahteraan lainnya tapi masuk ke kantong pribadi atau golongan? Ada pula yang menagih lebih besar supaya ada sebagian yang masuk ke kantong pribadi. Hal-hal seperti ini dianggap wajar karena kita terbiasa dengan yang namanya uang jasa yang sangat relatif dan tidak pernah dirasa cukup. Atas sesuatu yang dilakukan harus ada imbalan, jadi wajar kalau angkanya dinaikkan sedikit. Semakin banyak yang minta jatah semakin besar pula kenaikan angkanya. Maka kita melihat perbuatan ini dilakukan mulai dari masyarakat bawah hingga pejabat dengan nilai uang yang jaraknya sangat besar. Dari ribuan rupiah, puluh-ribu, ratus ribu, juta sampai milyar bahkan triliunan.
Perbuatan ini mungkin wajar bagi sebagian orang terutama yang terbiasa melakukan, tetapi sebenarnya Alkitab dengan tegas melarang kita untuk melakukan seperti itu. Ada kisah mengenai hal ini dalam Alkitab yaitu pada masa Yohanes Pembaptis. Ketika Yohanes datang ke sungai Yordan untuk membaptis, datanglah beberapa pemungut cukai alias penagih pajak. Mereka mengajukan pertanyaan kepada Yohanes. "Ada datang juga pemungut-pemungut cukai untuk dibaptis dan mereka bertanya kepadanya: "Guru, apakah yang harus kami perbuat?" (Lukas 3:12). Yohanes pun menjawab: "Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu." (ay 13). Dari jawaban Yohanes, kita bisa melihat bahwa pada saat itu pun sebenarnya korupsi dengan cara menggelembungkan uang sudah terjadi. Tampaknya para pemungut cukai waktu itu sudah memiliki kebiasaan untuk memungut lebih dari yang seharusnya demi keuntungan pribadi. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan ada banyak kisah mengenai pemungut cukai dalam Alkitab yang menunjukkan mereka sebagai orang-orang dengan profesi yang dibenci sesamanya. Mereka sering disamakan dengan orang berdosa (Matius 9:11), orang yang tidak mengenal Allah (Matius 18:17) dan sebagainya. Para pemungut cukai atau pajak di jaman sekarang pun banyak yang masih melakukannya bukan? Ternyata ini bukanlah masalah baru melainkan sudah terjadi sejak ribuan tahun lalu.
Apakah kita boleh menggelembungkan nilai uang untuk keuntungan pribadi? Apakah kita memang harus melakukan demikian agar bisa berkecukupan? Apakah tanpa melakukan kecurangan dan memilih kejujuran kita pasti miskin dan susah? Itu bukanlah pemahaman yang benar dalam kekristenan. Tuhan tidak pernah menginginkan kita untuk berbuat curang, walau sekecil apapun. Berkat bukan berasal dari dunia melainkan dari Tuhan, dan kita harus tahu dan percaya bahwa Dia sanggup memberkati kita lebih dari apapun. Itu justru akan Dia berikan apabila kita hidup jujur, bersih dalam ketaatan sepenuhnya kepadaNya.
Apa yang terjadi ketika kita melakukan kecurangan seperti itu adalah kita hanya mendapat sedikit 'remah-remah' tapi kehilangan hak-hak kesulungan kita. Bandingkan dengan berbuat jujur dan menerima berkat dari Tuhan secara penuh bahkan melimpah tanpa kehilangan hak-hak sulung, itu tentu sangat tidak sebanding. Perhatikan firman Tuhan berkata "Orang benar makan sekenyang-kenyangnya, tetapi perut orang fasik menderita kekurangan." (Amsal 13:25). Tuhan sudah memberi janji bagi orang benar bahwa mereka akan dicukupkan, bahkan bukan sekedar cukup tapi bisa makan sekenyang-kenyangnya. Di lain pihak orang yang terus berlaku curang bukannya untung tapi kelak malah buntung. Selain hukuman di dunia jika ketahuan, penghakiman Tuhan pun akan menjadi sesuatu yang nanti harus dipikul.
Penggelembungan harga atau uang sebagai salah satu bentuk korupsi mungkin sepintas terlihat menjanjikan keuntungan instan, tetapi akan membawa konsekuensi berat. Ada begitu banyak pejabat yang sekarang harus meringkuk di dalam penjara karena kejahatannya terbongkar lalu istri dan anak-anaknya pun tidak lagi bisa hidup tenang. Kalau di dunia saja Kita sudah harus menanggung konsekuensi akibat tindakan itu, bagaimana dengan keselamatan dalam hidup yang kekal kelak? Bukankah sebuah kebodohan jika kita sibuk mengejar kepentingan sesaat lalu membuang segala janji Tuhan kepada anak-anakNya yang hidup benar sesuai ketetapanNya?
Kalaupun orang dunia masih banyak yang menganggap hal ini sebagai sebuah kewajaran, kita tidak perlu ikut-ikutan melakukan itu. Lewat janji-janji Tuhan kita tahu bahwa Dia siap untuk memberkati kita berkelimpahan. Tuhan akan selalu punya jalan untuk memberkati orang-orang yang memilih hidup jujur dan benar. Perhatikan ayat berikut ini: "Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin." (Yesaya 33:15-16).
Mulailah dari diri kita sendiri untuk menghindari berbagai bentuk penyelewengan atau kecurangan dalam bekerja. Mulailah mengambil langkah sederhana dengan tidak memberi toleransi pada korupsi sekecil apapun. Hindari pikiran-pikiran untuk berbuat curang, termasuk menggelembungkan uang untuk kepentingan pribadi atau golongan. Sekali lagi, Tuhan tidak akan pernah kekurangan jalan untuk memberkati kita dengan berlimpah.
Kecil atau besar, korupsi akan selalu merupakan perbuatan yang dibenci Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Jawabnya: "Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu."
Saya masih ingin melanjutkan soal kecurangan dari sisi lain yang seringkali dianggap orang sebagai hal yang wajar, yaitu penggelembungan dana. Banyak orang yang menganggap perbuatan ini bukan korupsi tetapi sebuah kewajaran. Melebihkan dari tagihan yang sebenarnya, yang bisa tidak terlihat karena tulisan di bon atau nota yang sudah disesuaikan dengan penjual. Pada suatu kali saya memerlukan bon ketika mengisi bensin karena ingin mencatat pengeluaran bulanan secara lebih jelas. Sebelum mencantumkan angka, petugasnya bertanya: "Mau ditulis berapa pak?" Dia malah merasa aneh ketika saya minta mengisi angka tepat seperti yang dibayarkan. Kalau dalam hal kecil seperti itu saja orang sudah terpikir untuk menggelembungkan uang, bisa dibayangkan apa jadinya pada proyek-proyek yang jauh lebih besar yang membutuhkan dana milyaran. Ketika penggelembungan dana dilakukan disana, berapa besar uang rakyat yang seharusnya dikembalikan kepada masyarakat lewat pendidikan, pembangunan dan kesejahteraan lainnya tapi masuk ke kantong pribadi atau golongan? Ada pula yang menagih lebih besar supaya ada sebagian yang masuk ke kantong pribadi. Hal-hal seperti ini dianggap wajar karena kita terbiasa dengan yang namanya uang jasa yang sangat relatif dan tidak pernah dirasa cukup. Atas sesuatu yang dilakukan harus ada imbalan, jadi wajar kalau angkanya dinaikkan sedikit. Semakin banyak yang minta jatah semakin besar pula kenaikan angkanya. Maka kita melihat perbuatan ini dilakukan mulai dari masyarakat bawah hingga pejabat dengan nilai uang yang jaraknya sangat besar. Dari ribuan rupiah, puluh-ribu, ratus ribu, juta sampai milyar bahkan triliunan.
Perbuatan ini mungkin wajar bagi sebagian orang terutama yang terbiasa melakukan, tetapi sebenarnya Alkitab dengan tegas melarang kita untuk melakukan seperti itu. Ada kisah mengenai hal ini dalam Alkitab yaitu pada masa Yohanes Pembaptis. Ketika Yohanes datang ke sungai Yordan untuk membaptis, datanglah beberapa pemungut cukai alias penagih pajak. Mereka mengajukan pertanyaan kepada Yohanes. "Ada datang juga pemungut-pemungut cukai untuk dibaptis dan mereka bertanya kepadanya: "Guru, apakah yang harus kami perbuat?" (Lukas 3:12). Yohanes pun menjawab: "Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu." (ay 13). Dari jawaban Yohanes, kita bisa melihat bahwa pada saat itu pun sebenarnya korupsi dengan cara menggelembungkan uang sudah terjadi. Tampaknya para pemungut cukai waktu itu sudah memiliki kebiasaan untuk memungut lebih dari yang seharusnya demi keuntungan pribadi. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan ada banyak kisah mengenai pemungut cukai dalam Alkitab yang menunjukkan mereka sebagai orang-orang dengan profesi yang dibenci sesamanya. Mereka sering disamakan dengan orang berdosa (Matius 9:11), orang yang tidak mengenal Allah (Matius 18:17) dan sebagainya. Para pemungut cukai atau pajak di jaman sekarang pun banyak yang masih melakukannya bukan? Ternyata ini bukanlah masalah baru melainkan sudah terjadi sejak ribuan tahun lalu.
Apakah kita boleh menggelembungkan nilai uang untuk keuntungan pribadi? Apakah kita memang harus melakukan demikian agar bisa berkecukupan? Apakah tanpa melakukan kecurangan dan memilih kejujuran kita pasti miskin dan susah? Itu bukanlah pemahaman yang benar dalam kekristenan. Tuhan tidak pernah menginginkan kita untuk berbuat curang, walau sekecil apapun. Berkat bukan berasal dari dunia melainkan dari Tuhan, dan kita harus tahu dan percaya bahwa Dia sanggup memberkati kita lebih dari apapun. Itu justru akan Dia berikan apabila kita hidup jujur, bersih dalam ketaatan sepenuhnya kepadaNya.
Apa yang terjadi ketika kita melakukan kecurangan seperti itu adalah kita hanya mendapat sedikit 'remah-remah' tapi kehilangan hak-hak kesulungan kita. Bandingkan dengan berbuat jujur dan menerima berkat dari Tuhan secara penuh bahkan melimpah tanpa kehilangan hak-hak sulung, itu tentu sangat tidak sebanding. Perhatikan firman Tuhan berkata "Orang benar makan sekenyang-kenyangnya, tetapi perut orang fasik menderita kekurangan." (Amsal 13:25). Tuhan sudah memberi janji bagi orang benar bahwa mereka akan dicukupkan, bahkan bukan sekedar cukup tapi bisa makan sekenyang-kenyangnya. Di lain pihak orang yang terus berlaku curang bukannya untung tapi kelak malah buntung. Selain hukuman di dunia jika ketahuan, penghakiman Tuhan pun akan menjadi sesuatu yang nanti harus dipikul.
Penggelembungan harga atau uang sebagai salah satu bentuk korupsi mungkin sepintas terlihat menjanjikan keuntungan instan, tetapi akan membawa konsekuensi berat. Ada begitu banyak pejabat yang sekarang harus meringkuk di dalam penjara karena kejahatannya terbongkar lalu istri dan anak-anaknya pun tidak lagi bisa hidup tenang. Kalau di dunia saja Kita sudah harus menanggung konsekuensi akibat tindakan itu, bagaimana dengan keselamatan dalam hidup yang kekal kelak? Bukankah sebuah kebodohan jika kita sibuk mengejar kepentingan sesaat lalu membuang segala janji Tuhan kepada anak-anakNya yang hidup benar sesuai ketetapanNya?
Kalaupun orang dunia masih banyak yang menganggap hal ini sebagai sebuah kewajaran, kita tidak perlu ikut-ikutan melakukan itu. Lewat janji-janji Tuhan kita tahu bahwa Dia siap untuk memberkati kita berkelimpahan. Tuhan akan selalu punya jalan untuk memberkati orang-orang yang memilih hidup jujur dan benar. Perhatikan ayat berikut ini: "Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin." (Yesaya 33:15-16).
Mulailah dari diri kita sendiri untuk menghindari berbagai bentuk penyelewengan atau kecurangan dalam bekerja. Mulailah mengambil langkah sederhana dengan tidak memberi toleransi pada korupsi sekecil apapun. Hindari pikiran-pikiran untuk berbuat curang, termasuk menggelembungkan uang untuk kepentingan pribadi atau golongan. Sekali lagi, Tuhan tidak akan pernah kekurangan jalan untuk memberkati kita dengan berlimpah.
Kecil atau besar, korupsi akan selalu merupakan perbuatan yang dibenci Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, November 20, 2013
Suap Menyuap (2)
Ayat bacaan: Pengkotbah 3:16
=========================
"Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situpun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situpun terdapat ketidakadilan."
Hakim yang tertangkap karena suap, itu bukan lagi hal baru. Hukuman yang sangat ringan terhadap orang yang sudah merugikan negara dan rakyat yang hidup didalamnya, itu pun tidak lagi mengherankan. Rakyat kecil yang dihukum berat meski kesalahannya ringan, sementara pejabat yang bersalah masih mendapat fasilitas mewah di selnya bahkan bisa berjalan-jalan di luar, itu pun sudah biasa kita saksikan. Oknum polisi lalu lintas yang bersembunyi tepat di belokan untuk mencari mangsa, itu juga biasa. Seorang tetangga saya yang berusia sekitar 70 tahun baru saja meninggal tertabrak motor. Sebagai warga biasa yang hidup miskin, ia memilih untuk tidak melapor ke polisi karena takut diduiti lagi jika berurusan dengan aparat penegak hukum. "Melapor ke polisi bakal habis uang lagi, sementara untuk pemakaman saja saya sudah tidak tahu harus darimana.." kata anaknya lirih. Begitulah potret keadilan di negara kita hari ini. Di luar kita mengalami perlakuan tidak adil, ketika mencari keadilan di lembaga-lembaga peradilan kita tetap saja tidak mendapatkannya, bahkan dalam banyak kasus ketidakadilan justru paling banyak terjadi di lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi sumber keadilan yang melindungi setiap warga negara, tanpa pandang bulu, tanpa pilih kasih. Ini sesungguhnya merupakan masalah klasik, karena sejak jaman dahulu kejadian yang sama sudah terjadi. Pengkotbah mencatat hal itu dengan sangat jelas. "Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situpun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situpun terdapat ketidakadilan." (Pengkotbah 3:16).
Namanya pengadilan seharusnya menjadi payung hukum dan keadilan, tapi justru disana terdapat ketidakadilan. Keadilan bisa dibeli dan dimanipulasi sekehendak hati. Budaya suap seperti diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya tanpa pernah terputus. Suap memungkinkan orang untuk membeli hukum dan keadilan, suap mampu memutarbalikkan fakta dan kebenaran sedemikian rupa sehingga orang yang bersalah bisa terbebas dari hukuman, minimal dihukum serendah-rendahnya. Suap mampu melakukan berbagai manipulasi tanpa peduli melukai rasa keadilan masyarakat. Mungkin di dunia mereka bisa lolos dan memanipulasi keadilan dengan menyuap, tapi mereka lupa bahwa keadilan pada suatu saat tidak lagi bisa dibeli ketika berhadapan dengan Tuhan sebagai Hakim. Berapa pun harta yang kita punya tidak akan bisa cukup untuk membeli penghakiman Tuhan.
Seperti yang sudah kita lihat kemarin, di mata Tuhan sikap menyuap atau membeli keadilan ini jelas merupakan sesuatu yang sangat Dia benci bahkan Dia anggap sebagai penghinaan. "Siapa berjalan dengan jujur, takut akan TUHAN, tetapi orang yang sesat jalannya, menghina Dia." (Amsal 14:2) Bukan itu saja, suap pun digolongkan sebagai sebuah kekejian. "Karena orang yang sesat adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi dengan orang jujur Ia bergaul erat." (3:32). Pada suatu hari pertanggungjawaban kita atas segala perbuatan yang pernah kita lakukan semasa hidup akan diminta dan disana tidak akan ada pemutarbalikan fakta yang mungkin untuk diusahakan, tak peduli berapapun harta yang kita miliki. Pada akhirnya nanti biar bagaimanapun akan ditegakkan, dan tidak satupun yang bisa lolos dari kejahatan-kejahatan yang dilakukan.
Paulus mengingatkan jemaat Roma: "Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah." (Roma 14:12), lalu Penulis Ibrani mengatakan "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Suap merupakan pelanggaran serius yang berpotensi membuat kita dihapuskan dari kitab kehidupan. Pengkotbah pun tahu bahwa hal ini pada saatnya nanti harus dipertanggungjawabkan. "Berkatalah aku dalam hati: "Allah akan mengadili baik orang yang benar maupun yang tidak adil, karena untuk segala hal dan segala pekerjaan ada waktunya."(Pengkotbah 3:17). Cepat atau lambat, ingatlah bahwa saat ini akan tiba.
Banyak orang sayangnya berpikir singkat saja dengan menyepelekan pelanggaran suap menyuap ini. Bahkan sejak dulu pun demikian. Di masa hidup Pengkotbah kita sudah melihatnya, di masa Mikha pun kasus suap menjadi salah satu sumber kemurkaan Tuhan yang begitu menakutkan. Lihatlah betapa bobroknya perilaku para penegak hukum, imam bahkan nabi di jaman Mikha. "Para kepalanya memutuskan hukum karena suap, dan para imamnya memberi pengajaran karena bayaran, para nabinya menenung karena uang, padahal mereka bersandar kepada TUHAN dengan berkata: "Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita! Tidak akan datang malapetaka menimpa kita!" (Mikha 3:11). Lantas di Perjanjian Baru pun kita menemukan kisah mengenai percobaan suap yang dilakukan Simon, mantan penyihir terkenal seperti yang bisa dibaca dalam Kisah Para Rasul 8:4-25 seperti yang sudah kita bahas kemarin. Berulang-ulang kita melihat suap masih saja dilakukan, bahkan hingga hari ini, padahal jauh sebelumnya Tuhan telahmengingatkan dalam kitab Keluaran agar kita tidak melakukan pelanggaran suap menyuap ini. "Suap janganlah kauterima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar." (Keluaran 23:8).
Melihat bagaimana seriusnya dosa suap menyuap ini dan betapa penyakit ini sudah turun temurun, marilah kita hari ini dengan tegas menolaknya. Baik menyuap maupun menerima suap, keduanya sama seriusnya, dan keduanya harus kita pertanggungjawabkan kelak di hadapan Tuhan. Suap dalam bentuk apapun yang dilakukan pelaku atau penerima sama-sama merupakan penghinaan dan kekejian di hadapan Tuhan seperti yang bisa kita lihat dari ayat-ayat di atas. Saya sadar betul memang sulit untuk hidup tanpa memberi uang pelicin atau suap dalam berbagai urusan di negara kita. Mungkin waktu kita akan tersita, mungkin urusan menjadi berbelit-belit dan lebih sulit, mungkin kesabaran kita pun akan diuji, antrian kerap dipotong oleh orang-orang yang bayar dan sebagainya. Tetapi jauh lebih baik untuk repot, waktu terbuang dan mengalami proses berbelit dan lama sebagai konsekuensi dari kejujuran daripada kita mendapat masalah di hari penghakiman kelak. Kita masih tetap bisa berhasil meski tanpa menyuap, karena semua berkat dan keberhasilan itu sesungguhnya berasal dari Tuhan dan bukan lewat orang lain. Jika kita bisa menyenangkan Tuhan dan perilaku jujur kita, kenapa tidak? Marilah kita mulai dari diri kita sendiri untuk mengatakan tidak kepada suap menyuap. Selain kita sendiri yang untung, saya percaya cepat atau lambat itu bisa memberi dampak positif bagi kota, bangsa dan negara.
Ketidakadilan bisa terjadi di rumah keadilan, tetapi tidak akan pernah bisa menghindari penghakiman Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=========================
"Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situpun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situpun terdapat ketidakadilan."
Hakim yang tertangkap karena suap, itu bukan lagi hal baru. Hukuman yang sangat ringan terhadap orang yang sudah merugikan negara dan rakyat yang hidup didalamnya, itu pun tidak lagi mengherankan. Rakyat kecil yang dihukum berat meski kesalahannya ringan, sementara pejabat yang bersalah masih mendapat fasilitas mewah di selnya bahkan bisa berjalan-jalan di luar, itu pun sudah biasa kita saksikan. Oknum polisi lalu lintas yang bersembunyi tepat di belokan untuk mencari mangsa, itu juga biasa. Seorang tetangga saya yang berusia sekitar 70 tahun baru saja meninggal tertabrak motor. Sebagai warga biasa yang hidup miskin, ia memilih untuk tidak melapor ke polisi karena takut diduiti lagi jika berurusan dengan aparat penegak hukum. "Melapor ke polisi bakal habis uang lagi, sementara untuk pemakaman saja saya sudah tidak tahu harus darimana.." kata anaknya lirih. Begitulah potret keadilan di negara kita hari ini. Di luar kita mengalami perlakuan tidak adil, ketika mencari keadilan di lembaga-lembaga peradilan kita tetap saja tidak mendapatkannya, bahkan dalam banyak kasus ketidakadilan justru paling banyak terjadi di lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi sumber keadilan yang melindungi setiap warga negara, tanpa pandang bulu, tanpa pilih kasih. Ini sesungguhnya merupakan masalah klasik, karena sejak jaman dahulu kejadian yang sama sudah terjadi. Pengkotbah mencatat hal itu dengan sangat jelas. "Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situpun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situpun terdapat ketidakadilan." (Pengkotbah 3:16).
Namanya pengadilan seharusnya menjadi payung hukum dan keadilan, tapi justru disana terdapat ketidakadilan. Keadilan bisa dibeli dan dimanipulasi sekehendak hati. Budaya suap seperti diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya tanpa pernah terputus. Suap memungkinkan orang untuk membeli hukum dan keadilan, suap mampu memutarbalikkan fakta dan kebenaran sedemikian rupa sehingga orang yang bersalah bisa terbebas dari hukuman, minimal dihukum serendah-rendahnya. Suap mampu melakukan berbagai manipulasi tanpa peduli melukai rasa keadilan masyarakat. Mungkin di dunia mereka bisa lolos dan memanipulasi keadilan dengan menyuap, tapi mereka lupa bahwa keadilan pada suatu saat tidak lagi bisa dibeli ketika berhadapan dengan Tuhan sebagai Hakim. Berapa pun harta yang kita punya tidak akan bisa cukup untuk membeli penghakiman Tuhan.
Seperti yang sudah kita lihat kemarin, di mata Tuhan sikap menyuap atau membeli keadilan ini jelas merupakan sesuatu yang sangat Dia benci bahkan Dia anggap sebagai penghinaan. "Siapa berjalan dengan jujur, takut akan TUHAN, tetapi orang yang sesat jalannya, menghina Dia." (Amsal 14:2) Bukan itu saja, suap pun digolongkan sebagai sebuah kekejian. "Karena orang yang sesat adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi dengan orang jujur Ia bergaul erat." (3:32). Pada suatu hari pertanggungjawaban kita atas segala perbuatan yang pernah kita lakukan semasa hidup akan diminta dan disana tidak akan ada pemutarbalikan fakta yang mungkin untuk diusahakan, tak peduli berapapun harta yang kita miliki. Pada akhirnya nanti biar bagaimanapun akan ditegakkan, dan tidak satupun yang bisa lolos dari kejahatan-kejahatan yang dilakukan.
Paulus mengingatkan jemaat Roma: "Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah." (Roma 14:12), lalu Penulis Ibrani mengatakan "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Suap merupakan pelanggaran serius yang berpotensi membuat kita dihapuskan dari kitab kehidupan. Pengkotbah pun tahu bahwa hal ini pada saatnya nanti harus dipertanggungjawabkan. "Berkatalah aku dalam hati: "Allah akan mengadili baik orang yang benar maupun yang tidak adil, karena untuk segala hal dan segala pekerjaan ada waktunya."(Pengkotbah 3:17). Cepat atau lambat, ingatlah bahwa saat ini akan tiba.
Banyak orang sayangnya berpikir singkat saja dengan menyepelekan pelanggaran suap menyuap ini. Bahkan sejak dulu pun demikian. Di masa hidup Pengkotbah kita sudah melihatnya, di masa Mikha pun kasus suap menjadi salah satu sumber kemurkaan Tuhan yang begitu menakutkan. Lihatlah betapa bobroknya perilaku para penegak hukum, imam bahkan nabi di jaman Mikha. "Para kepalanya memutuskan hukum karena suap, dan para imamnya memberi pengajaran karena bayaran, para nabinya menenung karena uang, padahal mereka bersandar kepada TUHAN dengan berkata: "Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita! Tidak akan datang malapetaka menimpa kita!" (Mikha 3:11). Lantas di Perjanjian Baru pun kita menemukan kisah mengenai percobaan suap yang dilakukan Simon, mantan penyihir terkenal seperti yang bisa dibaca dalam Kisah Para Rasul 8:4-25 seperti yang sudah kita bahas kemarin. Berulang-ulang kita melihat suap masih saja dilakukan, bahkan hingga hari ini, padahal jauh sebelumnya Tuhan telahmengingatkan dalam kitab Keluaran agar kita tidak melakukan pelanggaran suap menyuap ini. "Suap janganlah kauterima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar." (Keluaran 23:8).
Melihat bagaimana seriusnya dosa suap menyuap ini dan betapa penyakit ini sudah turun temurun, marilah kita hari ini dengan tegas menolaknya. Baik menyuap maupun menerima suap, keduanya sama seriusnya, dan keduanya harus kita pertanggungjawabkan kelak di hadapan Tuhan. Suap dalam bentuk apapun yang dilakukan pelaku atau penerima sama-sama merupakan penghinaan dan kekejian di hadapan Tuhan seperti yang bisa kita lihat dari ayat-ayat di atas. Saya sadar betul memang sulit untuk hidup tanpa memberi uang pelicin atau suap dalam berbagai urusan di negara kita. Mungkin waktu kita akan tersita, mungkin urusan menjadi berbelit-belit dan lebih sulit, mungkin kesabaran kita pun akan diuji, antrian kerap dipotong oleh orang-orang yang bayar dan sebagainya. Tetapi jauh lebih baik untuk repot, waktu terbuang dan mengalami proses berbelit dan lama sebagai konsekuensi dari kejujuran daripada kita mendapat masalah di hari penghakiman kelak. Kita masih tetap bisa berhasil meski tanpa menyuap, karena semua berkat dan keberhasilan itu sesungguhnya berasal dari Tuhan dan bukan lewat orang lain. Jika kita bisa menyenangkan Tuhan dan perilaku jujur kita, kenapa tidak? Marilah kita mulai dari diri kita sendiri untuk mengatakan tidak kepada suap menyuap. Selain kita sendiri yang untung, saya percaya cepat atau lambat itu bisa memberi dampak positif bagi kota, bangsa dan negara.
Ketidakadilan bisa terjadi di rumah keadilan, tetapi tidak akan pernah bisa menghindari penghakiman Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, November 19, 2013
Suap Menyuap
Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 8:18
===========================
"Ketika Simon melihat, bahwa pemberian Roh Kudus terjadi oleh karena rasul-rasul itu menumpangkan tangannya, ia menawarkan uang kepada mereka"
Entah bagaimana membersihkan negara ini dari korupsi. Terlepas dari segala pro dan kontra, badan-badan pemberantas korupsi di Indonesia terus berupaya untuk meringkus orang-orang yang tega merugikan negara dan mengemplang uang rakyat demi kepentingan pribadi atau golongan. Kita terus melihat tersangka baru, tahanan baru bahkan kerap terkejut melihat nama-nama beken yang tertangkap, baik berdasarkan pemeriksaan saksi, pengumpulan bukti-bukti atau yang langsung tertangkap tangan ketika sedang transaksi. Ironisnya, hampir semuanya mendapat hukuman yang jauh dibawah rasa keadilan. Ternyata selain korupsi, suap menyuap pun menjadi momok yang sudah berakar hingga ke sendi-sendi kehidupan masyarakat umum. Hakim bisa disuap, hukum bisa dibeli, bahkan sistem birokrasi sengaja dibuat sedemikian rupa sehingga diperlukan pelicin di setiap titik agar urusan tidak tersendat dan bisa menggelincir mulus tanpa hambatan. Ada oknum-oknum yang memeras sehingga kita dipaksa untuk menyuap jika tidak mau mendapat masalah, ada yang mempersulit urusan supaya peluang disogok terbuka. Ucapan-ucapan selamat atau terima kasih pun sudah diwakili oleh amplop agar mendapat kemudahan kelak di kemudian hari. Calo, joki, orang dalam, semua ini merupakan perantara yang siap membantu urusan-urusan dengan menyalurkan uang pelicin atau sogokan kepada pihak-pihak berwenang yang tentunya dibagi dengan keuntungan buat dirinya sendiri.
Sebuah bagian dalam Kisah Para Rasul mencatat masalah suap ini, yaitu pada pasal 8:4-25. Pada suatu hari Petrus dan Yohanes diutus Allah mengunjungi tanah Samaria untuk melayani. Kedua rasul ini langsung sibuk bekerja menumpangkan tangan mereka agar segenap rakyat Samaria yang telah bertobat menerima Yesus bisa beroleh Roh Kudus. Di kota itu tinggallah seorang penyihir terkenal bernama Simon yang sebenarnya sudah menyatakan bertobat dan menerima Yesus yang melihat bagaimana kuasa mukjizat Tuhan turun secara luar biasa atas banyak orang. Sebagai orang yang punya latar belakang penyihir, tentu apa yang ia saksikan terlihat begitu menakjubkan. Walaupun ia berprofesi sebagai seorang penyihir besar, namun kelihatannya apa yang dilakukan para rasul lebih hebat dari apa yang bisa ia lakukan terutama ketika melihat bagaimana Roh Kudus mengalir kepada para orang Samaria yang telah dibaptis sehingga ia pun tertarik meningkatkan ilmunya. Ia ingin punya kuasa seperti itu. Ketika keinginannya tak tertahankan lagi, ia pun menawarkan suap. "Ketika Simon melihat, bahwa pemberian Roh Kudus terjadi oleh karena rasul-rasul itu menumpangkan tangannya, ia menawarkan uang kepada mereka" (Kisah Para Rasul 8:18). Katanya: "Berikanlah juga kepadaku kuasa itu, supaya jika aku menumpangkan tanganku di atas seseorang, ia boleh menerima Roh Kudus." (ay 19). Seperti pola pikir yang ada pada masyarakat saat ini, demikian pula Simon mengira bahwa uang bisa membeli segalanya, termasuk karunia Allah. Menyogok rasul untuk membeli karunia Allah? Itu pemikiran yang keterlaluan. Jelas kedua rasul langsung menolak dengan tegas. Petrus pun segera menegurnya dengan keras. "Tetapi Petrus berkata kepadanya: "Binasalah kiranya uangmu itu bersama dengan engkau, karena engkau menyangka, bahwa engkau dapat membeli karunia Allah dengan uang." (ay 20). Petrus melanjutkan tegurannya dengan memberi penegasan akan kesalahan Simon dan menyuruhnya bertobat. "Tidak ada bagian atau hakmu dalam perkara ini, sebab hatimu tidak lurus di hadapan Allah. Jadi bertobatlah dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni niat hatimu ini; sebab kulihat, bahwa hatimu telah seperti empedu yang pahit dan terjerat dalam kejahatan." (ay 21-23). Untunglah Simon tidak degil dan langsung menyesali perbuatannya. Kita bisa bayangkan seandainya ia tidak melakukan itu, murka Allah akan membinasakannya dengan sangat mengenaskan.
Kalau kita mundur ke belakang, kasus suap menyuap ini sudah terjadi sebelumnya. Dalam kitab Pengkotbah kita bisa menemukan itu. "Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situpun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situpun terdapat ketidakadilan." (Pengkotbah 3:16). Bukankah hal yang sama kita lihat pula sekarang? Keadilan menjadi sesuatu yang semu karena semua itu bisa dibeli. Fakta bisa diputarbalikkan dan yang terang-terang salah pun bisa berubah dianggap benar. Di tempat dimana seharusnya kita bisa mencari keadilan, justru disana seringkali menjadi pusat dari segala ketidakadilan. Itu terjadi di jaman dulu, itu masih terjadi di jaman sekarang.
Mari kita kembali kepada kisah Petrus dan Yohanes yang bertemu Simon sang penyihir di Samaria di atas. Simon memang termasuk beruntung karena ia segera menyesali perbuatannya. Tapi ada begitu banyak orang hari ini yang masih saja berkompromi dengan suap menyuap, bahkan menganggap itu sebagai gaya hidup yang memang sudah menjadi sesuatu yang wajar. Berdosa menjadi urusan nanti saja, yang penting sekarang licinkan dulu urusannya. Padahal masalah suap ini tidak main-main, bahkan merupakan sebuah penghinaan bagi Tuhan, "Siapa berjalan dengan jujur, takut akan TUHAN, tetapi orang yang sesat jalannya, menghina Dia." (Amsal 14:2). Selain penghinaan, Tuhan juga menganggap ini sebagai sebuah kekejian bagiNya. "karena orang yang sesat adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi dengan orang jujur Ia bergaul erat." (3:32). Berlaku curang dengan cara menyuap untuk kepentingan duniawi saja sudah salah, apalagi jika berpikir bahwa karunia Tuhan bisa dibeli. Karunia Tuhan tidak bisa dibeli. Keselamatan tidak bisa dibeli, Tuhan tidak bisa disuap dengan cara apapun. Semua ini bisa mengarahkan kita kepada kebinasaan. Ingatlah bahwa dalam kasus seperti ini yang bersalah bukan hanya satu pihak melainkan dua pihak. Pemberi dan penerima, penyuap dan yang disuap sama-sama salah dan akan menerima hukuman yang sama pula.
Dalam serangkaian peraturan tentang hak-hak manusia yang tercatat dalam Keluaran, kita membaca salah satunya berbicara mengenai kasus suap ini. "Suap janganlah kauterima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar." (Keluaran 23:8). Suap bisa memutarbalikkan kebenaran dan melukai rasa keadilan. Dan itu semua tidak akan pernah berkenan di hadapan Tuhan. Kita mungkin bisa merasa lebih mudah saat ini, urusan bisa jauh lebih cepat, terutama ketika sebuah proses memang sengaja dipersulit agar mau tidak mau orang harus menyuap supaya lancar. Kita mungkin rugi waktu dan tenaga, kita mungkin harus belajar bersabar dan tabah ketika dipersulit dan mendapat ketidakadilan jika tidak menyuap, tapi itu jauh lebih baik, karena dengan menyuap sebenarnya kita tengah melakukan kekejian dan penghinaan bagi Tuhan. Mungkin kita terpojok karena rekan-rekan di pekerjaan menerima suap, mungkin kita mendapat banyak kesulitan karena memilih bersih, tapi biar bagaimanapun itu bukanlah alasan untuk ikut-ikutan berlaku curang. Titus mengingatkan demikian: "Hamba-hamba hendaklah taat kepada tuannya dalam segala hal dan berkenan kepada mereka, jangan membantah, jangan curang, tetapi hendaklah selalu tulus dan setia, supaya dengan demikian mereka dalam segala hal memuliakan ajaran Allah, Juruselamat kita." (Titus 2:9-10). Dengan melakukan suap artinya kita tidak memuliakan Allah, melainkan menghina Dia. Tentu tidak ada satupun dari kita yang dengan sengaja berani menghina Tuhan bukan? Oleh sebab itu, hindarilah praktek-praktek suap menyuap, baik di posisi penyuap ataupun yang disuap. Berbuatlah jujur dan bersih apapun resikonya, karena itulah yang berkenan di hadapan Tuhan.
Melakukan suap berarti tidak memuliakan bahkan menghina Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===========================
"Ketika Simon melihat, bahwa pemberian Roh Kudus terjadi oleh karena rasul-rasul itu menumpangkan tangannya, ia menawarkan uang kepada mereka"
Entah bagaimana membersihkan negara ini dari korupsi. Terlepas dari segala pro dan kontra, badan-badan pemberantas korupsi di Indonesia terus berupaya untuk meringkus orang-orang yang tega merugikan negara dan mengemplang uang rakyat demi kepentingan pribadi atau golongan. Kita terus melihat tersangka baru, tahanan baru bahkan kerap terkejut melihat nama-nama beken yang tertangkap, baik berdasarkan pemeriksaan saksi, pengumpulan bukti-bukti atau yang langsung tertangkap tangan ketika sedang transaksi. Ironisnya, hampir semuanya mendapat hukuman yang jauh dibawah rasa keadilan. Ternyata selain korupsi, suap menyuap pun menjadi momok yang sudah berakar hingga ke sendi-sendi kehidupan masyarakat umum. Hakim bisa disuap, hukum bisa dibeli, bahkan sistem birokrasi sengaja dibuat sedemikian rupa sehingga diperlukan pelicin di setiap titik agar urusan tidak tersendat dan bisa menggelincir mulus tanpa hambatan. Ada oknum-oknum yang memeras sehingga kita dipaksa untuk menyuap jika tidak mau mendapat masalah, ada yang mempersulit urusan supaya peluang disogok terbuka. Ucapan-ucapan selamat atau terima kasih pun sudah diwakili oleh amplop agar mendapat kemudahan kelak di kemudian hari. Calo, joki, orang dalam, semua ini merupakan perantara yang siap membantu urusan-urusan dengan menyalurkan uang pelicin atau sogokan kepada pihak-pihak berwenang yang tentunya dibagi dengan keuntungan buat dirinya sendiri.
Sebuah bagian dalam Kisah Para Rasul mencatat masalah suap ini, yaitu pada pasal 8:4-25. Pada suatu hari Petrus dan Yohanes diutus Allah mengunjungi tanah Samaria untuk melayani. Kedua rasul ini langsung sibuk bekerja menumpangkan tangan mereka agar segenap rakyat Samaria yang telah bertobat menerima Yesus bisa beroleh Roh Kudus. Di kota itu tinggallah seorang penyihir terkenal bernama Simon yang sebenarnya sudah menyatakan bertobat dan menerima Yesus yang melihat bagaimana kuasa mukjizat Tuhan turun secara luar biasa atas banyak orang. Sebagai orang yang punya latar belakang penyihir, tentu apa yang ia saksikan terlihat begitu menakjubkan. Walaupun ia berprofesi sebagai seorang penyihir besar, namun kelihatannya apa yang dilakukan para rasul lebih hebat dari apa yang bisa ia lakukan terutama ketika melihat bagaimana Roh Kudus mengalir kepada para orang Samaria yang telah dibaptis sehingga ia pun tertarik meningkatkan ilmunya. Ia ingin punya kuasa seperti itu. Ketika keinginannya tak tertahankan lagi, ia pun menawarkan suap. "Ketika Simon melihat, bahwa pemberian Roh Kudus terjadi oleh karena rasul-rasul itu menumpangkan tangannya, ia menawarkan uang kepada mereka" (Kisah Para Rasul 8:18). Katanya: "Berikanlah juga kepadaku kuasa itu, supaya jika aku menumpangkan tanganku di atas seseorang, ia boleh menerima Roh Kudus." (ay 19). Seperti pola pikir yang ada pada masyarakat saat ini, demikian pula Simon mengira bahwa uang bisa membeli segalanya, termasuk karunia Allah. Menyogok rasul untuk membeli karunia Allah? Itu pemikiran yang keterlaluan. Jelas kedua rasul langsung menolak dengan tegas. Petrus pun segera menegurnya dengan keras. "Tetapi Petrus berkata kepadanya: "Binasalah kiranya uangmu itu bersama dengan engkau, karena engkau menyangka, bahwa engkau dapat membeli karunia Allah dengan uang." (ay 20). Petrus melanjutkan tegurannya dengan memberi penegasan akan kesalahan Simon dan menyuruhnya bertobat. "Tidak ada bagian atau hakmu dalam perkara ini, sebab hatimu tidak lurus di hadapan Allah. Jadi bertobatlah dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni niat hatimu ini; sebab kulihat, bahwa hatimu telah seperti empedu yang pahit dan terjerat dalam kejahatan." (ay 21-23). Untunglah Simon tidak degil dan langsung menyesali perbuatannya. Kita bisa bayangkan seandainya ia tidak melakukan itu, murka Allah akan membinasakannya dengan sangat mengenaskan.
Kalau kita mundur ke belakang, kasus suap menyuap ini sudah terjadi sebelumnya. Dalam kitab Pengkotbah kita bisa menemukan itu. "Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situpun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situpun terdapat ketidakadilan." (Pengkotbah 3:16). Bukankah hal yang sama kita lihat pula sekarang? Keadilan menjadi sesuatu yang semu karena semua itu bisa dibeli. Fakta bisa diputarbalikkan dan yang terang-terang salah pun bisa berubah dianggap benar. Di tempat dimana seharusnya kita bisa mencari keadilan, justru disana seringkali menjadi pusat dari segala ketidakadilan. Itu terjadi di jaman dulu, itu masih terjadi di jaman sekarang.
Mari kita kembali kepada kisah Petrus dan Yohanes yang bertemu Simon sang penyihir di Samaria di atas. Simon memang termasuk beruntung karena ia segera menyesali perbuatannya. Tapi ada begitu banyak orang hari ini yang masih saja berkompromi dengan suap menyuap, bahkan menganggap itu sebagai gaya hidup yang memang sudah menjadi sesuatu yang wajar. Berdosa menjadi urusan nanti saja, yang penting sekarang licinkan dulu urusannya. Padahal masalah suap ini tidak main-main, bahkan merupakan sebuah penghinaan bagi Tuhan, "Siapa berjalan dengan jujur, takut akan TUHAN, tetapi orang yang sesat jalannya, menghina Dia." (Amsal 14:2). Selain penghinaan, Tuhan juga menganggap ini sebagai sebuah kekejian bagiNya. "karena orang yang sesat adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi dengan orang jujur Ia bergaul erat." (3:32). Berlaku curang dengan cara menyuap untuk kepentingan duniawi saja sudah salah, apalagi jika berpikir bahwa karunia Tuhan bisa dibeli. Karunia Tuhan tidak bisa dibeli. Keselamatan tidak bisa dibeli, Tuhan tidak bisa disuap dengan cara apapun. Semua ini bisa mengarahkan kita kepada kebinasaan. Ingatlah bahwa dalam kasus seperti ini yang bersalah bukan hanya satu pihak melainkan dua pihak. Pemberi dan penerima, penyuap dan yang disuap sama-sama salah dan akan menerima hukuman yang sama pula.
Dalam serangkaian peraturan tentang hak-hak manusia yang tercatat dalam Keluaran, kita membaca salah satunya berbicara mengenai kasus suap ini. "Suap janganlah kauterima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar." (Keluaran 23:8). Suap bisa memutarbalikkan kebenaran dan melukai rasa keadilan. Dan itu semua tidak akan pernah berkenan di hadapan Tuhan. Kita mungkin bisa merasa lebih mudah saat ini, urusan bisa jauh lebih cepat, terutama ketika sebuah proses memang sengaja dipersulit agar mau tidak mau orang harus menyuap supaya lancar. Kita mungkin rugi waktu dan tenaga, kita mungkin harus belajar bersabar dan tabah ketika dipersulit dan mendapat ketidakadilan jika tidak menyuap, tapi itu jauh lebih baik, karena dengan menyuap sebenarnya kita tengah melakukan kekejian dan penghinaan bagi Tuhan. Mungkin kita terpojok karena rekan-rekan di pekerjaan menerima suap, mungkin kita mendapat banyak kesulitan karena memilih bersih, tapi biar bagaimanapun itu bukanlah alasan untuk ikut-ikutan berlaku curang. Titus mengingatkan demikian: "Hamba-hamba hendaklah taat kepada tuannya dalam segala hal dan berkenan kepada mereka, jangan membantah, jangan curang, tetapi hendaklah selalu tulus dan setia, supaya dengan demikian mereka dalam segala hal memuliakan ajaran Allah, Juruselamat kita." (Titus 2:9-10). Dengan melakukan suap artinya kita tidak memuliakan Allah, melainkan menghina Dia. Tentu tidak ada satupun dari kita yang dengan sengaja berani menghina Tuhan bukan? Oleh sebab itu, hindarilah praktek-praktek suap menyuap, baik di posisi penyuap ataupun yang disuap. Berbuatlah jujur dan bersih apapun resikonya, karena itulah yang berkenan di hadapan Tuhan.
Melakukan suap berarti tidak memuliakan bahkan menghina Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, November 18, 2013
Jujur itu Sulit?
Ayat bacaan: Mazmur 64:11
==================
"Orang benar akan bersukacita karena TUHAN dan berlindung pada-Nya; semua orang yang jujur akan bermegah."
Susahkah hidup jujur? Secara teori mudah bagi kita untuk mengatakan tidak, tetapi pada prakteknya itu sulit. Orang yang jujur akan kehilangan banyak kesempatan karena tidak bisa mengikuti arus ditempatnya bekerja. Ada seorang teman yang karirnya mandek hanya gara-gara memilih hidup jujur. Ia menolak untuk ikut-ikutan menikmati sisa dana anggaran di sebuah instansi pemerintah. Masih mending kalau memang sisa, tapi sepanjang tahun mereka mempergunakan anggaran sekecil mungkin agar sisanya besar. Karena menolak ikut, ia pun dipinggirkan oleh rekan-rekan dan pimpinannya. Ini baru satu contoh kecil saja dari pola pikir tidak jujur yang terjadi dimana-mana. Kita harus pintar mengikuti arus agar bisa bertahan pada posisi dalam karir, berbohong, menutupi kebenaran atau ikut melakukan penyelewengan. Semakin lama kejujuran semakin menjadi barang langka yang meski selalu diajarkan dimana-mana tetapi pada kenyataannya semakin dipinggirkan. Di mata dunia mungkin seperti itu, tetapi ingatlah bahwa kejujuran yang sekecil apapun memiliki nilai yang sangat tinggi di mata Tuhan.
Dalam konteks kekristenan, kejujuran adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh orang percaya. Imbalan yang disediakan Tuhan bagi orang jujur bukan main besarnya. Lihatlah ayat ini: "Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin." (Yesaya 33:15-16). Lihatlah betapa besar nilai kejujuran di mata Tuhan. Mungkin di dunia ini kita bisa mengalami kerugian atau bahkan malah mendapat masalah karena memutuskan untuk berlaku jujur. Tetapi itu bukanlah masalah karena kelak dalam kehidupan selanjutnya yang kekal semua itu akan diperhitungkan sebagai kebenaran yang berkenan di hadapan Allah. Dalam Mazmur dikatakan: "Orang benar akan bersukacita karena TUHAN dan berlindung pada-Nya; semua orang yang jujur akan bermegah." (Mazmur 64:11). Pada saat ini mungkin kita rugi akibat memutuskan untuk jujur, tetapi kelak pada saatnya kita akan bermegah dan bersyukur karena telah mengambil keputusan yang benar.
Bagaimana kalau kita harus menerima konsekuensi diperlakukan tak adil jika memilih jujur? Anggaplah itu sebuah ujian. Seperti layaknya ujian, untuk menghadapinya memang bisa jadi berat. Tetapi keseriusan dan ketekunan kita dalam menghadapinya akan menentukan hasil akhir. Akan halnya ujian kejujuran, ada saat-saat dimana anda merasa diperlakukan tidak adil, sudah jujur malah disalahkan dan dirugikan. Hadapi ujian dengan tegar, tetap fokuskan pandangan jauh ke depan, kepada sebuah kehidupan abadi yang akan anda jalani kelak. Bukan apa yang fana di dunia ini yang penting melainkan seperti apa anda nantinya dalam penghakiman Tuhan.
Yakobus berkata: "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." (Yakobus 1:2-4). Ujian akan menumbuhkan ketekunan, dan dari sana kita bisa menghasilkan buah-buah yang matang. Karakter kita akan disempurnakan lewat ujian-ujian itu. Ujian adalah kesempatan bagi kita untuk naik ke tingkatan yang lebih tinggi, dan karena itu seharusnya kita berbahagia ketika mendapat kesempatan untuk ujian. Buat sesaat kecurangan mungkin bisa memberi banyak keuntungan, tetapi itu semua hanyalah sesaat dan fana. Untuk sebuah hidup yang kekal, kecurangan tidak akan pernah membawa keuntungan malah mendatangkan kerugian. Jangan lupa bahwa Tuhan sudah berkata bahwa Dia tidak akan menutup mata dari apapun yang kita lakukan dalam hidup kita. "Malah Ia mengganjar manusia sesuai perbuatannya, dan membuat setiap orang mengalami sesuai kelakuannya." (Ayub 34:11). Baik atau tidak akan membawa ganjaran atau konsekuensinya sendiri. Baik atau tidak ganjaran yang kita terima akan tergantung dari bagaimana cara kita hidup.
Kalau jujur membuat anda menderita saat ini, bertahanlah. Firman Tuhan berpesan: "Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan" (Filipi 2:14). Ini termasuk pula komitmen kita untuk tetap mempertahankan kejujuran dan kesetiaan dengan tidak mengeluh terhadap konsekuensi apapun yang kita alami di dunia ini. Mengapa demikian? Sebab Firman Tuhan kemudian berkata: "supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia." (ay 15). Sebagai anak-anak Allah dan bukan anak-anak dunia sudah seharusnya kita menunjukkan kebenaran dan berani tampil beda. Kita tidak boleh ikut-ikutan arus sesat dari angkatan yang bengkok hatinya karena kita menyandang status sebagai anak-anak Tuhan. Pada akhirnya kita akan melihat bahwa perjuangan kita terhadap kejujuran tidak akan sia-sia. Muda atau tua, siapapun kita, peganglah prinsip kejujuran setinggi mungkin dan jangan gadaikan itu untuk alasan apapun.
Kepada anda yang masih muda, hal kejujuran pun sama pentingnya untuk dijalankan. Lihatlah pesan Paulus Kepada Timotius: "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Walaupun masih muda kita tetap dituntut untuk bisa menjadi teladan dalam segala hal.
Kita hidup di dalam masyarakat yang mau menghalalkan segala cara, yang hidup dengan standar-standar ganda dan yang tidak lagi menghargai kebenaran dan kejujuran. Meski anda masih muda, mulailah menunjukkan nilai-nilai kejujuran dan kebenaran, jangan tukarkan itu dengan apapun, dan lihatlah pada saatnya nanti setiap orang jujur akan bersukacita memetik buahnya.
Dunia boleh saja menolak kejujuran, di mata Tuhan sekecil apapun itu akan sangat berharga
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
==================
"Orang benar akan bersukacita karena TUHAN dan berlindung pada-Nya; semua orang yang jujur akan bermegah."
Susahkah hidup jujur? Secara teori mudah bagi kita untuk mengatakan tidak, tetapi pada prakteknya itu sulit. Orang yang jujur akan kehilangan banyak kesempatan karena tidak bisa mengikuti arus ditempatnya bekerja. Ada seorang teman yang karirnya mandek hanya gara-gara memilih hidup jujur. Ia menolak untuk ikut-ikutan menikmati sisa dana anggaran di sebuah instansi pemerintah. Masih mending kalau memang sisa, tapi sepanjang tahun mereka mempergunakan anggaran sekecil mungkin agar sisanya besar. Karena menolak ikut, ia pun dipinggirkan oleh rekan-rekan dan pimpinannya. Ini baru satu contoh kecil saja dari pola pikir tidak jujur yang terjadi dimana-mana. Kita harus pintar mengikuti arus agar bisa bertahan pada posisi dalam karir, berbohong, menutupi kebenaran atau ikut melakukan penyelewengan. Semakin lama kejujuran semakin menjadi barang langka yang meski selalu diajarkan dimana-mana tetapi pada kenyataannya semakin dipinggirkan. Di mata dunia mungkin seperti itu, tetapi ingatlah bahwa kejujuran yang sekecil apapun memiliki nilai yang sangat tinggi di mata Tuhan.
Dalam konteks kekristenan, kejujuran adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh orang percaya. Imbalan yang disediakan Tuhan bagi orang jujur bukan main besarnya. Lihatlah ayat ini: "Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin." (Yesaya 33:15-16). Lihatlah betapa besar nilai kejujuran di mata Tuhan. Mungkin di dunia ini kita bisa mengalami kerugian atau bahkan malah mendapat masalah karena memutuskan untuk berlaku jujur. Tetapi itu bukanlah masalah karena kelak dalam kehidupan selanjutnya yang kekal semua itu akan diperhitungkan sebagai kebenaran yang berkenan di hadapan Allah. Dalam Mazmur dikatakan: "Orang benar akan bersukacita karena TUHAN dan berlindung pada-Nya; semua orang yang jujur akan bermegah." (Mazmur 64:11). Pada saat ini mungkin kita rugi akibat memutuskan untuk jujur, tetapi kelak pada saatnya kita akan bermegah dan bersyukur karena telah mengambil keputusan yang benar.
Bagaimana kalau kita harus menerima konsekuensi diperlakukan tak adil jika memilih jujur? Anggaplah itu sebuah ujian. Seperti layaknya ujian, untuk menghadapinya memang bisa jadi berat. Tetapi keseriusan dan ketekunan kita dalam menghadapinya akan menentukan hasil akhir. Akan halnya ujian kejujuran, ada saat-saat dimana anda merasa diperlakukan tidak adil, sudah jujur malah disalahkan dan dirugikan. Hadapi ujian dengan tegar, tetap fokuskan pandangan jauh ke depan, kepada sebuah kehidupan abadi yang akan anda jalani kelak. Bukan apa yang fana di dunia ini yang penting melainkan seperti apa anda nantinya dalam penghakiman Tuhan.
Yakobus berkata: "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." (Yakobus 1:2-4). Ujian akan menumbuhkan ketekunan, dan dari sana kita bisa menghasilkan buah-buah yang matang. Karakter kita akan disempurnakan lewat ujian-ujian itu. Ujian adalah kesempatan bagi kita untuk naik ke tingkatan yang lebih tinggi, dan karena itu seharusnya kita berbahagia ketika mendapat kesempatan untuk ujian. Buat sesaat kecurangan mungkin bisa memberi banyak keuntungan, tetapi itu semua hanyalah sesaat dan fana. Untuk sebuah hidup yang kekal, kecurangan tidak akan pernah membawa keuntungan malah mendatangkan kerugian. Jangan lupa bahwa Tuhan sudah berkata bahwa Dia tidak akan menutup mata dari apapun yang kita lakukan dalam hidup kita. "Malah Ia mengganjar manusia sesuai perbuatannya, dan membuat setiap orang mengalami sesuai kelakuannya." (Ayub 34:11). Baik atau tidak akan membawa ganjaran atau konsekuensinya sendiri. Baik atau tidak ganjaran yang kita terima akan tergantung dari bagaimana cara kita hidup.
Kalau jujur membuat anda menderita saat ini, bertahanlah. Firman Tuhan berpesan: "Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan" (Filipi 2:14). Ini termasuk pula komitmen kita untuk tetap mempertahankan kejujuran dan kesetiaan dengan tidak mengeluh terhadap konsekuensi apapun yang kita alami di dunia ini. Mengapa demikian? Sebab Firman Tuhan kemudian berkata: "supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia." (ay 15). Sebagai anak-anak Allah dan bukan anak-anak dunia sudah seharusnya kita menunjukkan kebenaran dan berani tampil beda. Kita tidak boleh ikut-ikutan arus sesat dari angkatan yang bengkok hatinya karena kita menyandang status sebagai anak-anak Tuhan. Pada akhirnya kita akan melihat bahwa perjuangan kita terhadap kejujuran tidak akan sia-sia. Muda atau tua, siapapun kita, peganglah prinsip kejujuran setinggi mungkin dan jangan gadaikan itu untuk alasan apapun.
Kepada anda yang masih muda, hal kejujuran pun sama pentingnya untuk dijalankan. Lihatlah pesan Paulus Kepada Timotius: "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Walaupun masih muda kita tetap dituntut untuk bisa menjadi teladan dalam segala hal.
Kita hidup di dalam masyarakat yang mau menghalalkan segala cara, yang hidup dengan standar-standar ganda dan yang tidak lagi menghargai kebenaran dan kejujuran. Meski anda masih muda, mulailah menunjukkan nilai-nilai kejujuran dan kebenaran, jangan tukarkan itu dengan apapun, dan lihatlah pada saatnya nanti setiap orang jujur akan bersukacita memetik buahnya.
Dunia boleh saja menolak kejujuran, di mata Tuhan sekecil apapun itu akan sangat berharga
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, November 17, 2013
Tangan yang Bersih dan Hati yang Murni: Jujur dan Tulus
Ayat bacaan: Mazmur 24:4-5
=======================
"Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia."
Apa kriteria yang sering muncul dalam lowongan-lowongan kerja? Yang paling umum ada tiga, yaitu jenjang pendidikan, pengalaman dan batas usia. Ada beberapa lagi yang juga sering muncul yaitu sanggup bekerja sama secara tim dan bersedia ditempatkan dimanapun sesuai kebutuhan perusahaan, juga penguasaan beberapa kemampuan lain seperti menggunakan komputer dan bahasa. Seandainya saya membuka lowongan, maka yang akan saya jadikan syarat utama bukan itu semua melainkan jujur dan tulus. Mengapa? Karena ini merupakan kualitas manusia yang semakin lama semakin langka. Kejujuran dan ketulusan bukan lagi menjadi hal penting. Korupsi dan penipuan terjadi di setiap lini pekerjaan mulai dari atas sampai ke bawah. Orang pun tidak lagi tulus dalam mengerjakan sesuatu tapi pamrih. Hasil kerja tergantung bayaran, kalau tidak dibayar tidak dikerjakan, pendeknya semuanya tergantung uang. Selain langka, tulus dan jujur merupakan kualitas yang bagi saya tidak bisa dibeli dengan uang. Yang lain-lain bisa dipelajari seiring waktu.
Jaman sekarang orang yang jujur dan tulus justru dipandang aneh atau malah bodoh. Orang semakin cenderung berpikir pendek dan mementingkan urusan duniawi. Apa yang dikatakan Daud dahulu: "Orang bebal berkata dalam hatinya: "Tidak ada Allah." Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik" (Mazmur 14:1), kini dilakukan semakin banyak. Orang tidak lagi memikirkan pertanggungjawaban kelak di hadapan Tuhan. Atau kalaupun tahu bahwa Allah itu ada, tetapi mereka mengira bahwa Tuhan tidak akan menghukum karena mereka menyalah artikan bentuk kasih dan kesabaran Tuhan yang besar dan panjang. Bentuk ilusi rohani seperti inipun sudah disinggung dalam Alkitab. "Kamu menyusahi TUHAN dengan perkataanmu. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menyusahi Dia?" Dengan cara kamu menyangka: "Setiap orang yang berbuat jahat adalah baik di mata TUHAN; kepada orang-orang yang demikianlah Ia berkenan--atau jika tidak, di manakah Allah yang menghukum?" (Maleakhi 2:17). Bukankah kita menyaksikan banyak orang dengan pola pikir seperti itu hari-hari ini?
Dalam Mazmur Firman Tuhan berkata demikian: "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia." (Mazmur 24:4-5). Orang yang bersih tangannya (jujur) dan murni hatinya (tulus), yang tidak tergoda pada kecurangan, itulah yang berkenan di hadapan Tuhan. Bersih tangannya, berarti menjauhi bentuk-bentuk penipuan, menjauhi kecurangan dan tidak gampang tergoda oleh keuntungan-keuntungan lewat jalan yang salah. Murni hati itu artinya hati tidak terkontaminasi/tercemar oleh berbagai motif-motif tersembunyi dalam melakukan sesuatu, tidak pamrih, tidak ada politik kepentingan dalam perbuatan, bersih hatinya. Kepada mereka-mereka yang seperti ini akan diganjar berkat juga akan diselamatkan dengan keadilan yang langsung berasal dari Tuhan. Inilah upah besar yang dijanjikan Tuhan bagi orang yang hidup jujur dan tulus.
Kasih dalam tingkatan seperti yang diinginkan Tuhan mengandung kebaikan-kebaikan yang mencakup kedua hal ini. Lihatlah rinciannya yang disampaikan Paulus. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (1 Korintus 13:4-7). Di dalam kasih itu ada bentuk-bentuk hidup dengan hati yang murni, penuh ketulusan dan kejujuran. Artinya jika kita mengaku hidup dalam kasih Tuhan, seharusnya kedua hal ini pun terpancar dari kehidupan kita. Bagaimana mungkin orang yang tidak jujur dan tidak tulus masih berani mengaku punya kasih dalam dirinya? Dan bagaimana mungkin orang yang tidak memiliki kasih mengaku mengenal Allah? "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
Kita harus selalu ingat bahwa segala sesuatu itu berasal dari Tuhan. Kita tidak perlu takut kekurangan dan khawatir akan hari depan sehingga merasa harus melakukan tindakan-tindakan yang tidak jujur atau curang agar bisa hidup. Kita tidak perlu merasa iri melihat orang lain, dan harus bisa belajar untuk mendahulukan kepentingan orang lain ketimbang kepentingan diri sendiri. Yakobus mengingatkan "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." (Yakobus 3:16). Kita harus selalu menghindari berbuat curang yang mencermarkan hati kita. Ketahuilah bahwa meski mungkin kita berhasil mengelabui manusia, tapi Tuhan akan selalu melihat segala perbuatan kita. Dan Firman Tuhan berkata: "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Secara tegas Tuhan juga berfirman: "Seharusnya mereka merasa malu, sebab mereka melakukan kejijikan; tetapi mereka sama sekali tidak merasa malu dan tidak kenal noda mereka. Sebab itu mereka akan rebah di antara orang-orang yang rebah, mereka akan tersandung jatuh pada waktu mereka dihukum, firman TUHAN." (Yeremia 8:12). Orang bisa saja menganggap bahwa Tuhan tidak menghukum mereka saat ini dan berpikir bahwa mereka aman dari hukuman. Orang-orang jahat ini bisa saja pintar dalam menipu manusia, atau menghamburkan uangnya untuk menyuap penegak hukum agar terlepas dari jerat hukum. Sekarang mungkin lepas, tapi pada suatu ketika nanti hukuman Tuhan itu tetap akan tiba biar bagaimanapun. Akan datang waktunya dimana semua harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan, dan disana tidak akan ada yang bisa berkelit lagi. Kepentingan sesaat di dunia fana diprioritaskan dengan sebuah hidup yang kekal? Itu tentu sebuah pilihan yang sangat bodoh.
Dunia memang semakin lama semakin buruk, tetapi kita orang percaya tidak boleh ikut-ikutan seperti itu. Dunia semakin kekurangan orang-orang yang tulus dan jujur, kita harus menunjukkan bahwa umatNya yang ada di dunia ini bisa tampil beda dengan ketulusan dan kejujuran sebagai bagian dari kehidupan kekristenan yang sebenarnya. Oleh karena itu jagalah agar kita bisa memiliki ketulusan hati dan kejujuran. Apapun alasannya, apapun resikonya, Belajarlah untuk senantiasa mempercayai Tuhan, mengasihiNya dan hidup sesuai kehendakNya. Tuhan menyediakan berkat-berkat bagi orang yang hidup dengan ketulusan, kejujuran dan kemurnian hati. "Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah." (Matius 5:8). Ini janji Tuhan sendiri. "Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya." (Mazmur 73:1). Dunia boleh saja memandang anda dengan sinis, melihat anda sebagai mahluk aneh, mengolok-olok atau menertawakan kejujuran dan ketulusan sebagai suatu hal yang bodoh. Biarkanlah. Bukan apa kata manusia yang penting, tapi bagaimana Tuhan memandang hidup kita itulah yang penting. Tuhan menjanjikan berkat dan keadilan bagi orang-orang yang hidup dengan tangan yang bersih dan hati yang murni. Nikmati kebaikan Tuhan lewat hidup yang kudus dimana ketulusan dan kejujuran berperan didalamnya. Keduanya merupakan bagian dari integritas yang wajib dimiliki anak-anak Tuhan. Tuhan sanggup memberkati anda berlimpah-limpah dan melindungi hidup setiap orang yang berjalan seturut kehendakNya tanpa anda harus menipu dan melakukan kejahatan untuk sukses.
Kejujuran dan ketulusan merupakan bagian dari integritas yang harus dihidupi anak-anak Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=======================
"Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia."
Apa kriteria yang sering muncul dalam lowongan-lowongan kerja? Yang paling umum ada tiga, yaitu jenjang pendidikan, pengalaman dan batas usia. Ada beberapa lagi yang juga sering muncul yaitu sanggup bekerja sama secara tim dan bersedia ditempatkan dimanapun sesuai kebutuhan perusahaan, juga penguasaan beberapa kemampuan lain seperti menggunakan komputer dan bahasa. Seandainya saya membuka lowongan, maka yang akan saya jadikan syarat utama bukan itu semua melainkan jujur dan tulus. Mengapa? Karena ini merupakan kualitas manusia yang semakin lama semakin langka. Kejujuran dan ketulusan bukan lagi menjadi hal penting. Korupsi dan penipuan terjadi di setiap lini pekerjaan mulai dari atas sampai ke bawah. Orang pun tidak lagi tulus dalam mengerjakan sesuatu tapi pamrih. Hasil kerja tergantung bayaran, kalau tidak dibayar tidak dikerjakan, pendeknya semuanya tergantung uang. Selain langka, tulus dan jujur merupakan kualitas yang bagi saya tidak bisa dibeli dengan uang. Yang lain-lain bisa dipelajari seiring waktu.
Jaman sekarang orang yang jujur dan tulus justru dipandang aneh atau malah bodoh. Orang semakin cenderung berpikir pendek dan mementingkan urusan duniawi. Apa yang dikatakan Daud dahulu: "Orang bebal berkata dalam hatinya: "Tidak ada Allah." Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik" (Mazmur 14:1), kini dilakukan semakin banyak. Orang tidak lagi memikirkan pertanggungjawaban kelak di hadapan Tuhan. Atau kalaupun tahu bahwa Allah itu ada, tetapi mereka mengira bahwa Tuhan tidak akan menghukum karena mereka menyalah artikan bentuk kasih dan kesabaran Tuhan yang besar dan panjang. Bentuk ilusi rohani seperti inipun sudah disinggung dalam Alkitab. "Kamu menyusahi TUHAN dengan perkataanmu. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menyusahi Dia?" Dengan cara kamu menyangka: "Setiap orang yang berbuat jahat adalah baik di mata TUHAN; kepada orang-orang yang demikianlah Ia berkenan--atau jika tidak, di manakah Allah yang menghukum?" (Maleakhi 2:17). Bukankah kita menyaksikan banyak orang dengan pola pikir seperti itu hari-hari ini?
Dalam Mazmur Firman Tuhan berkata demikian: "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia." (Mazmur 24:4-5). Orang yang bersih tangannya (jujur) dan murni hatinya (tulus), yang tidak tergoda pada kecurangan, itulah yang berkenan di hadapan Tuhan. Bersih tangannya, berarti menjauhi bentuk-bentuk penipuan, menjauhi kecurangan dan tidak gampang tergoda oleh keuntungan-keuntungan lewat jalan yang salah. Murni hati itu artinya hati tidak terkontaminasi/tercemar oleh berbagai motif-motif tersembunyi dalam melakukan sesuatu, tidak pamrih, tidak ada politik kepentingan dalam perbuatan, bersih hatinya. Kepada mereka-mereka yang seperti ini akan diganjar berkat juga akan diselamatkan dengan keadilan yang langsung berasal dari Tuhan. Inilah upah besar yang dijanjikan Tuhan bagi orang yang hidup jujur dan tulus.
Kasih dalam tingkatan seperti yang diinginkan Tuhan mengandung kebaikan-kebaikan yang mencakup kedua hal ini. Lihatlah rinciannya yang disampaikan Paulus. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (1 Korintus 13:4-7). Di dalam kasih itu ada bentuk-bentuk hidup dengan hati yang murni, penuh ketulusan dan kejujuran. Artinya jika kita mengaku hidup dalam kasih Tuhan, seharusnya kedua hal ini pun terpancar dari kehidupan kita. Bagaimana mungkin orang yang tidak jujur dan tidak tulus masih berani mengaku punya kasih dalam dirinya? Dan bagaimana mungkin orang yang tidak memiliki kasih mengaku mengenal Allah? "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
Kita harus selalu ingat bahwa segala sesuatu itu berasal dari Tuhan. Kita tidak perlu takut kekurangan dan khawatir akan hari depan sehingga merasa harus melakukan tindakan-tindakan yang tidak jujur atau curang agar bisa hidup. Kita tidak perlu merasa iri melihat orang lain, dan harus bisa belajar untuk mendahulukan kepentingan orang lain ketimbang kepentingan diri sendiri. Yakobus mengingatkan "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." (Yakobus 3:16). Kita harus selalu menghindari berbuat curang yang mencermarkan hati kita. Ketahuilah bahwa meski mungkin kita berhasil mengelabui manusia, tapi Tuhan akan selalu melihat segala perbuatan kita. Dan Firman Tuhan berkata: "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Secara tegas Tuhan juga berfirman: "Seharusnya mereka merasa malu, sebab mereka melakukan kejijikan; tetapi mereka sama sekali tidak merasa malu dan tidak kenal noda mereka. Sebab itu mereka akan rebah di antara orang-orang yang rebah, mereka akan tersandung jatuh pada waktu mereka dihukum, firman TUHAN." (Yeremia 8:12). Orang bisa saja menganggap bahwa Tuhan tidak menghukum mereka saat ini dan berpikir bahwa mereka aman dari hukuman. Orang-orang jahat ini bisa saja pintar dalam menipu manusia, atau menghamburkan uangnya untuk menyuap penegak hukum agar terlepas dari jerat hukum. Sekarang mungkin lepas, tapi pada suatu ketika nanti hukuman Tuhan itu tetap akan tiba biar bagaimanapun. Akan datang waktunya dimana semua harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan, dan disana tidak akan ada yang bisa berkelit lagi. Kepentingan sesaat di dunia fana diprioritaskan dengan sebuah hidup yang kekal? Itu tentu sebuah pilihan yang sangat bodoh.
Dunia memang semakin lama semakin buruk, tetapi kita orang percaya tidak boleh ikut-ikutan seperti itu. Dunia semakin kekurangan orang-orang yang tulus dan jujur, kita harus menunjukkan bahwa umatNya yang ada di dunia ini bisa tampil beda dengan ketulusan dan kejujuran sebagai bagian dari kehidupan kekristenan yang sebenarnya. Oleh karena itu jagalah agar kita bisa memiliki ketulusan hati dan kejujuran. Apapun alasannya, apapun resikonya, Belajarlah untuk senantiasa mempercayai Tuhan, mengasihiNya dan hidup sesuai kehendakNya. Tuhan menyediakan berkat-berkat bagi orang yang hidup dengan ketulusan, kejujuran dan kemurnian hati. "Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah." (Matius 5:8). Ini janji Tuhan sendiri. "Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya." (Mazmur 73:1). Dunia boleh saja memandang anda dengan sinis, melihat anda sebagai mahluk aneh, mengolok-olok atau menertawakan kejujuran dan ketulusan sebagai suatu hal yang bodoh. Biarkanlah. Bukan apa kata manusia yang penting, tapi bagaimana Tuhan memandang hidup kita itulah yang penting. Tuhan menjanjikan berkat dan keadilan bagi orang-orang yang hidup dengan tangan yang bersih dan hati yang murni. Nikmati kebaikan Tuhan lewat hidup yang kudus dimana ketulusan dan kejujuran berperan didalamnya. Keduanya merupakan bagian dari integritas yang wajib dimiliki anak-anak Tuhan. Tuhan sanggup memberkati anda berlimpah-limpah dan melindungi hidup setiap orang yang berjalan seturut kehendakNya tanpa anda harus menipu dan melakukan kejahatan untuk sukses.
Kejujuran dan ketulusan merupakan bagian dari integritas yang harus dihidupi anak-anak Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Subscribe to:
Posts (Atom)
Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (8)
(sambungan) Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...