Friday, October 4, 2024

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (8)

 (sambungan)

Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang harus ditunggu agar mampu memberi? Tunggu kaya dulu? Tunggu berlebih dulu? Tunggu sampai semua kebutuhan yang tidak pernah ada habisnya itu tercukupi? Tergantung siapa yang mau diberi? Apa nanti balasannya? Berhentilah berpikir demikian.  

Kita tetap bisa memberi dalam kekurangan dan keterbatasan kita. Kita bisa melakukannya dengan penuh sukacita apabila sikap kemurahan tumbuh subur dalam hati kita. Tidak perlu berpikir terlalu jauh untuk memberi puluhan juta kepada orang lain yang kelaparan, tapi sudahkah kita melakukan sesuatu bagi orang disekitar kita meski nilainya sedikit? Atau sudahkah kita memberikan waktu, perhatian, kasih sayang kepada keluarga kita sendiri? Sudahkah kita berada dengan mereka di saat mereka butuh kehadiran kita? Sudahkah kita memberi senyum kepada orang yang sudah lama tidak merasakan indahnya sebuah senyuman? Sudahkah kita memberi kelegaan kepada mereka yang tengah sesak menghadapi tekanan hidup? Itupun termasuk dalam kategori memberi.

Dan ingatlah, Tuhan ingin kita, anak-anakNya, mempunyai kualitas hidup lebih dari yang biasa. Kalau kita hanya berbuat baik kepada orang yang berbuat baik pada kita, apalah istimewanya? Kalau kita memberi hanya karena kita berlebih, atau merasa sayang jika apa yang kita punya terbuang, apalah hebatnya?

Berbuat baik kepada orang lain itu tindakan terpuji, itu benar. Tapi berbuat baik tanpa pamrih, itu istimewa.  Kalau begitu, kapan kita sebaiknya mulai memberi? Apa yang masih membuat anda tidak kunjung bermurah hati? Mengapa tidak melakukannya sekarang?

Murah hatilah, karena Bapa murah hati

Thursday, October 3, 2024

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (7)

 (sambungan)

Murah hati merupakan bagian dari kasih (1 Korintus 13:4). Dan kasih jelas merupakan sesuatu yang mutlak untuk dimiliki oleh orang-orang percaya. Kita harus malu ketika kita mengaku anak Tuhan tetapi tidak memiliki kasih, dimana salah satu bentuknya adalah keengganan, tidak pernah cukup atau selau merasa berat dalam memberi. Maka tepatlah apa yang dikatakan Yohanes, "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih" (1 Yohanes 4:8).

God is love. Mengaku mengenal Allah artinya kita mengenal kasih dan sebesar apa kekuatan kasih itu. Bagaimana kita berani mengaku mengerti akan artinya kasih apabila kita masih berat untuk memberi kepada mereka yang hidup berkekurangan?

Tuhan adalah kasih, dan Tuhan murah hati. Dia selalu memberi segala sesuatu yang terbaik bagi kita, bahkan anakNya yang tunggal pun Dia relakan untuk menebus kita semua dari kebinasaan menuju keselamatan yang kekal. Lihatlah bagaimana sikap hati Allah sendiri sebagai A Giver atau Sang Pemberi Sejati. Tuhan berbuat baik kepada siapapun. Dia berbuat baik kepada yang tidak tahu berterima kasih, bahkan juga kepada yang jahat.

Murah hati adalah salah satu karakter Bapa. Hal seperti inilah yang harus mewarnai sikap hati kita sebagai orang percaya.

(bersambung)

Wednesday, October 2, 2024

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (6)

 (sambungan)

Seperti janda yang pertama di Sarfat, janda ini rela memberi dalam kekurangannya, bahkan semua uang yang ia miliki ia berikan dengan sukarela. Dua janda dalam dua masa yang berbeda, sama-sama miskin, sama-sama menderita, sama-sama berkekurangan, tetapi keduanya sama-sama memiliki kemurahan hati yang luar biasa.

Memberi, berbuat baik terhadap sesama tanpa mengharapkan balas jasa, terima kasih atau tanpa pamrih merupakan salah satu aspek dari kemurahan hati. Namanya kemurahan hati, ada kata hati disana, artinya kemurahan jelas merupakan sikap dari hati.

Karena merupakan sebuah sikap hati maka seharusnya tidak tergantung dari berapa jumlah harta yang kita miliki atau kondisi yang kita alami saat ini, melainkan tergantung masalah bagaimana sikap dan kondisi hati kita. Ketika kemurahan mewarnai sikap hati kita, kita akan rela memberi dengan sukacita tanpa peduli apapun keadaan kita atau berapapun yang kita punya.

Mengapa kita harus memiliki sikap kemurahan ini? Sederhana, karena Allah yang kita sembah adalah Bapa yang murah hati. Hal ini ditegaskan Yesus sendiri yang bisa kita baca di dalam Alkitab. "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." (Lukas 6:36).

(bersambung)

Tuesday, October 1, 2024

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (5)

 (sambungan)

Kedua, ibu janda di bait Allah.

Dalam Perjanjian Baru kita melihat kisah ibu janda lainnya di Bait Allah yang berhasil menarik perhatian Yesus saat ia memberikan persembahan. Tidak seperti orang-orang kaya yang mungkin memasukkan amplop besar, janda miskin ini memasukkan dua peser saja ke dalam peti.

Peser, apa itu? Peser merupakan mata uang terkecil di kalangan orang Yahudi. Kalau dalam kurs hari ini yang ia berikan mungkin kurang lebih senilai lima ratus rupiah. Kecil sekali kan?

Tetapi ternyata jumlah kecil itu mendapat reaksi sangat positif dari Yesus. "Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu." (Lukas 21:3).

Lho, kok bisa? Ini alasannya. "Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya." (ay 4).

(bersambung)

Monday, September 30, 2024

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (4)

 (sambungan)

Pertama mari kita lihat janda miskin di Sarfat.

Janda miskin di Sarfat ini ada di dalam Perjanjian Lama. Ia adalah janda miskin yang memberi Elia makan dalam kekurangannya. (1 Raja Raja 17:7-24).

Pada saat itu Elia tiba di Sarfat yang tengah mengalami kemarau panjang. Ia bertemu dengan seorang janda miskin. Ketika Elia meminta roti kepada sang janda, "perempuan itu menjawab: "Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikitpun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati." (1 Raja Raja 17:12).

Itu jelas sebuah potret kehidupan serba kekurangan yang berat yang harus dipikul oleh sang ibu janda di Sarfat ini. Ia cuma punya segenggam tepung dan sedikit minyak serta dua tiga potong kayu api. Itupun masih harus dibagi dua dengan anaknya. Mau jadi apa segenggam tepung, sedikit minyak dan tiga potong kayu api? Itu tidak akan mungkin bisa mengenyangkan bahkan satu orang pun, apalagi lebih.

Orang seperti ibu janda ini, bukankah ia punya semua alasan untuk tidak bermurah hati? Kita pasti akan maklum seandainya ia menolak. Dari keadaannya, dia 'berhak' untuk tidak memberi dan tidak akan ada orang yang menyalahkannya.

Tetapi kemudian kita melihat bagaimana persediaan terakhirnya yang sangat sedikit itu rela ia berikan kepada Elia. Ia membuat roti untuk Elia dan merelakan Elia menghabiskannya.

Apa yang terjadi?Tuhan ternyata menghargai besar keputusannya itu. Tidak saja ia diberkati dengan persediaan makanan yang cukup untuk berhari-hari lamanya, tidak habis-habis (ay 15-16), tapi anaknya pun dibangkitkan kembali dari kematian. (ay 22). Wow. Sebegitulah besarnya penghargaan Tuhan atas kemurahan hati si ibu janda ini.

(bersambung)

Sunday, September 29, 2024

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (3)

 (sambungan)

Di sisi lain ada pula orang yang rajin memberi tetapi atas alasan atau motivasi tertentu. Mereka memberi karena mengharapkan sebuah balasan, dengan maksud-maksud atau agenda tertentu alias pamrih. Memberi sih memberi, tapi itu bukanlah hal memberi yang didasari oleh kemurahan hati.

Ada juga yang memberi hanya kepada mereka yang baik, atau orang yang dikenal saja. Buat apa repot-repot memberi sesuatu kepada yang tidak dikenal? Kenal saja tidak, kok mikir memberi ke mereka. Rugi dong.. itu bisa jadi pemikiran sebagian lainnya. Apalagi kalau memberi hanya sebatas pada kalangan sendiri saja. Itu pun buat saya merupakan sesuatu yang ironis.

Alkitab banyak memberi contoh mengenai keikhlasan untuk memberi yang didasarkan kepada kemurahan hati, baik lewat firman-firman Tuhan maupun contoh-contoh dari berbagai tokoh.

Saya rasa menarik bahwa diantara banyak contoh tersebut, Alkitab mencatat keteladanan lewat dari dua orang janda pada dua kesempatan berbeda, yang hidupnya ada di jaman yang berbeda. Mari kita lihat kedua janda ini satu persatu.

(bersambung)

Saturday, September 28, 2024

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (2)

 (sambungan)

Saya kemudian sampai pada sebuah pertanyaan: kapan kita bisa memberi buat orang lain? Atau pertanyaannya dipertajam, harus berapa minimal uang yang ada baru kita mau tergerak untuk memberi?

Ada banyak yang menganggap dirinya belum sanggup untuk memberi karena merasa untuk diri sendiri saja belum cukup. Nanti kalau saya sudah kaya, kalau uang sudah berlebih-lebih. Kalau semua kebutuhan sudah terpenuhi, kalau sudah tidak tahu mau dibelanjakan kemana lagi, baru memberi. itu menjadi bentuk pemikiran sebagian orang mengenai kapan waktu yang tepat untuk bermurah hati memberi.

Padahal pada kenyataannya manusia cenderung merasa tidak pernah cukup dan tidak pernah puas. Kebutuhan yang satu terpenuhi, datang lagi dua kebutuhan. Dua terpenuhi, datang lagi empat. Mau berapa banyak pun uang yang diperoleh tetap saja merasa kurang banyak. Kalau begitu mereka pun tidak akan kunjung bergerak untuk menolong orang lain dengan berbagi dan memberi.

Jadi kalau didasari pada banyak tidaknya uang, kemungkinannya kita tidak akan pernah murah hati karena manusia cenderung tidak pernah cukup.

Di sisi lain ada pula orang yang rajin memberi tetapi ...

(bersambung)

Friday, September 27, 2024

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (1)

 Ayat bacaan: Lukas 6:36
==================
"Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati."


Ada artikel menarik yan pernah saya baca tentang sebuah biara tua berusia sekitar 9 abad yang terletak disekitar belahan utara pegunungan Alpen. Di sana ada sebuah mata air yang keluar dari sisi bukit. Aliran air tersebut dialirkan melalui sebatang pohon yang sudah dibentuk sedemikian rupa sehingga mirip bentuknya seperti pipa. Batangan pohon tersebut bersambung dengan batangan pohon lainnya, begitu seterusnya. Derasnya aliran air yang mengalir melalui sambungan batang pohon ini membuat suara gemericik yang kemudian menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung kesana.

Menariknya, disana terdapat sebuah tulisan dalam bahasa Jerman yang kalau diterjemahkan berbunyi kurang lebih begini: "Kalau ada orang yang datang dan meminum air ini, akankah mereka berterima kasih? Tapi, tidak apa-apa, karena biar bagaimanapun saya akan terus mengalir dan bergemericik. Betapa indah dan sederhananya hidup saya: saya memberi dan terus memberi."

Saya pikir siapapun yang membuat tulisan ini secara luar biasa menggugah hati siapapun yang membacanya. Betapa indah dan sederhananya hidup yang memberi dan terus memberi. Bukan hidup yang terus meminta dan menerima tanpa pernah mau memberi. Memberi yang didasari keikhlasan hati dan kasih, bukan memberi yang mengharapkan pamrih. Atau, memberi bukan hanya saat kita berlebih, tapi terlebih memberi di saat kita pas-pasan atau bahkan kekurangan.

Apalagi, memberi bukan hanya kepada yang kita kenal, bukan memberi hanya sebagai imbalan balas jasa, atau memberi karena yang diberi berbuat baik, tapi bahkan bersedia memberi kepada mereka yang jahat. Saya berpikir, mata air yang sudah berabad-abad itu terus mengalir tanpa memperhitungkan siapa yang menggunakannya. Dia tidak peduli siapa yang datang, apa latar belakangnya, apakah mereka berterima kasih atau tidak, ia hanya tahu satu hal: terus mengalir dan memberkati siapapun yang menghampirinya. Terus begitu, dan terus begitu. Itu buat saya, indah sekali, mencerahkan dan menginspirasi.

(bersambung)

Thursday, September 26, 2024

Bandel atau Taat? (7)

 (sambungan)

Buat anak-anak, patuh terhadap nasihat orang tua merupakan sebuah keharusan demi kebaikan mereka sendiri, patuh terhadap Tuhan tentu jauh lebih penting lagi. Apakah kita sudah menjadi anak-anak Allah yang taat, baik dan membanggakan atau kita merupakan anak-anak bandel yang kerjanya cuma melukai hati Bapa, bukannya membanggakan tapi malah mempermalukan?

Hari ini mari kita sama-sama hidup dengan kebenaran firman Tuhan, menjadi pelaku-pelaku firman, menyesuaikan perilaku kita dengan apa yang kita baca atau dengar dari semua tulisan yang diilhamkan Tuhan sendiri yang tercatat dalam Alkitab.

Mari kita hidup sebagai anak-anak Allah yang menyatakan terang, anak-anak yang berfungsi sebagai terang dan garam dunia yang akan jelas dilihat lewat cara dan gaya hidup kita. Ingatlah bahwa kita tidak akan mungkin menjadi terang dan garam sebelum kita mampu menata hidup kita sendiri terlebih dahulu untuk menjadi anakNya yang taat. Kalau kita masih kerap membandel, melawan, keras kepala, sulit diingatkan, sulit diatur, bagaimana mungkin kita bisa membawa dampak apalagi membawa jiwa?

Tetaplah hidup dengan iman teguh akan Yesus,Tuhan dan Juru Selamat kita. Jangan biarkan anugerah luar biasa besar ini menguap sia-sia akibat sikap bandel dan membangkang yang kita biarkan terus ada dalam diri kita.

Jadilah anak-anak Allah yang membanggakan Bapanya yang penuh kasih

Wednesday, September 25, 2024

Bandel atau Taat? (6)

 (sambungan)

Hanya lewat Kristus kita bisa datang kepada Bapa. Hanya lewat Dia kita memperoleh jalan dan kebenaran dan hidup. Hanya lewat Dia kita diselamatkan, dan hanya lewat Dia pula kita bisa mengenal Bapa, bahkan dikatakan telah melihatNya. Sebuah anugerah yang sungguh besar yang alangkah keterlaluan jika kita sia-siakan dengan tidak mau memperhatikan dengan sebenar-benarnya Firman Tuhan yang kita dengar.

Sudahkah kita menanggapi dengan benar dari apa yang diberikan Tuhan kepada kita?

Lewat Kristus kita memperoleh keselamatan kekal dan diberi kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Sudahkah kita benar-benar menyadari hal itu?

Sudahkah kita menanggapi terang rohani yang telah diberikan Allah kepada kita, dan sudahkah kita menyalurkan terang itu kepada orang-orang di sekitar kita seperti apa yang diperintahkan Tuhan?

Mendengar Firman Tuhan itu baik, tetapi alangkah sia-sianya apabila kita tidak menghidupinya. Jangan-jangan kita masih menjadi pendengar yang baik, namun perilaku, tindakan, pikiran dan perbuatan kita sama sekali tidak mencerminkan apa yang telah kita dengar. "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22).

(bersambung)

Tuesday, September 24, 2024

Bandel atau Taat? (5)

 (sambungan)

Alkitab berkata: "Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya." (Yohanes 1:12).

Apa yang diberikan Tuhan ini adalah sebuah kasih karunia yang begitu luar biasa besarnya. Dari orang berdosa, yang gagal mencapai standar kelayakan bagi Tuhan, ternyata kita malah diberikan kuasa untuk menjadi anak-anak Allah dengan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi kita. Tidakkah itu seharusnya mampu menggerakkan hati kita untuk bersyukur dan memutuskan untuk menghargai segala kebaikan Tuhan yang luar biasa itu sepenuhnya?

Firman Tuhan juga berkata "Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup." (1 Yohanes 5:12).

Ini sebuah jaminan yang diberikan Tuhan kepada kita lewat Kristus. Dengan menerima Kristus, Dia dengan sendirinya telah masuk ke dalam hidup kita, dan dengan demikian kita pun dianugerahkan hidup yang kekal. Lihatlah ayat emas dalam hidup saya berikut ini: "Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." (Yohanes 14:6-7).

(bersambung)

Monday, September 23, 2024

Bandel atau Taat? (4)

 (sambungan)

Tapi lihatlah bagaimana besarnya Tuhan mengasihi kita. Meski semuanya salah kita, Tuhan tidak menginginkan kita berakhir binasa. Lalu Injil mengatakan "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).

Yesus dikaruniakan Tuhan kepada kita, menebus dosa kita dan melayakkan kita kembali untuk berhubungan dengan Tuhan, karena digerakkan oleh kasih yang begitu besar dari Tuhan pada kita. Atau lihat pula Firman Tuhan lewat Petrus: "Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh." (1 Petrus 3:18).

Sebentuk kasih yang begitu besar sanggup menggerakkan Tuhan untuk menebus kita, bahkan dengan mengorbankan AnakNya yang tunggal sekalipun. "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19).

Cerita keselamatan ini bukan lagi hal yang baru bagi kita. Tetapi tentu tidak cukup jika kita hanya mengetahui karya Tuhan yang agung kini tanpa mau mulai berbuat sesuatu untuk menanggapinya serius, menyikapi dengan keputusan-keputusan yang benar yang berasal dari kita sendiri.

(bersambung)

Sunday, September 22, 2024

Bandel atau Taat? (3)

 (sambungan)

Ayat-ayat dalam Alkitab bukan lagi hal yang asing bagi kita, tetapi sudahkah kita menangkap esensi dasar dari kebenaran yang terkandung di dalamNya? Sudahkah kita memperhatikan dengan seksama bagaimana kehidupan kita dan menjaganya agar berita luar biasa tentang keselamatan lewat Kristus yang diberitakan lewat Injil tidak sampai luput dari kita?

Berbagai ayat dalam Alkitab secara kasat mata bagi sebagian orang mungkin hanya terlihat sebagai sekumpulan tulisan saja. Tetapi pikirkanlah baik-baik, Firman Tuhan sesungguhnya mengandung kebenaran yang mampu menembus hati, yang berasal dari kalimat-kalimat Allah sendiri.

Sebagai manusia, lihatlah gambaran siapa sesungguhnya diri kita. "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah." (Roma 3:23).

Kondisi manusia sesungguhnya sangatlah memperihatinkan. Kita digambarkan sebagai orang-orang berdosa, yang dengan sendirinya membuat kita kehilangan kemuliaan Allah. Semua manusia gagal mencapai standar kebenaran yang sempurna dari Tuhan. Ganjaran dari ini semua jelas, kita seharusnya binasa dengan mengenaskan.

Tapi lihatlah bagaimana besarnya Tuhan mengasihi kita...

(bersambung)

Saturday, September 21, 2024

Bandel atau Taat? (2)

 (sambungan)

Okelah kalau anak-anak terkadang masih sulit diatur, diperingatkan atau ditegur. Yang tidak oke adalah kalau orang yang sudah dewasa yang seharusnya sudah punya pertimbangan matang tapi masih kerap melakukan hal yang sama terhadap Allah. Telinga mendengar Firman, namun sikap, tindakan dan perbuatan sama sekali tidak mencerminkan apa yang kita dengar.

Kalau anak-anak yang tidak mendengar orang tua bisa cedera atau terluka atau kecelakaan yang lebih serius, kita pun sama. Akan ada banyak kerugian yang akan kita alami kalau kita bandel terhadap nasihat, pesan, didikan dan pengajaran akan prinsip kebenaran baik dari orang tua, orang yang lebih bijaksana dan dewasa terlebih dari Tuhan.

Namanya orang percaya tentu sering mendengarkan Firman Tuhan. Apakah itu dari kotbah dalam ibadah Minggu, dari mendengar rekaman, menonton, membaca Alkitab dan sebagainya. Tapi pertanyaannya, apakah kita sudah menanggapi, mentaati dan menghidupinya? Sebagian orang akan terus melakukan hal-hal yang menyenangkan dirinya tanpa mempedulikan apa kata Tuhan mengenai apa yang diperbuatnya.

Mendengar Firman sih iya, tapi setelah itu mereka akan kembali pada kehidupan duniawinya. Mereka tahu apa kata sebagian Firman Tuhan, tapi tidak tahu mengaplikasikannya dalam hidup. Saat bersenang-senang mereka cenderung mengabaikan segala nasihat maupun peringatan Tuhan. Saat masalah datang, bukannya segera mencari tahu apa kata Tuhan sebagai solusi tapi malah kalang kabut mencari alternatif-alternatif di luar sana yang jelas mendukakan hati Tuhan.

(bersambung)

Friday, September 20, 2024

Bandel atau Taat? (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 1:12
=========================
"Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya"


Anak saya perempuan, sekarang berusia 5 tahun. Meski perempuan, ia termasuk anak yang sangat aktif dan cerewet sejak balita. Lari sana, lari sini, panjat sana, panjat sini, suaranya kedengaran dimana-mana hampir setiap saat. Saya masih ingat waktu masih berusia 2 tahun, saya terperanjat kaget karena ia ternyata diam-diam memanjat tangga bambu dan sudah sampai ke atas. Padahal baru sebentar saja saya lengah, dan dia sudah ada di puncak tangga bambu yang cuma disandarkan di dinding.

Kalau soal jatuh, itu seperti makanan sehari-hari saja. Mau di sekolah, di rumah, dimanapun, ia seolah tidak mungkin duduk tenang. Untungnya meski ia tidak bisa diam, pelajaran dan tugas-tugas di sekolah selalu ia serap dan selesaikan dengan baik. Hanya saja dia punya asma, itu artinya ia tidak boleh kecapaian. Apalagi kalau cuaca sedang buruk, karena ia alergi cuaca maka alerginya bisa kumat tiba-tiba. Dan kalau sudah begitu, kami pun mencoba meredam kesibukannya bergerak sana sini. Di satu sisi kami tidak boleh membuatnya merasa salah kalau beraktifitas fisik, tapi di sisi lain kami juga harus mengingatkannya agar asmanya tidak sampai kumat.

Untungnya, meski ia termasuk anak yang sangat aktif bergerak, ia bukan tipe ceroboh. Ia selalu berhati-hati misalnya saat naik turun tangga, saat berjalan di jalan ramai dan sebagainya, sehingga sejauh ini luka-luka lecetnya minimalis. Ia pun termasuk anak yang penurut. Benar, ia terkadang beragumen, mencoba membantah, tapi semua masih sesuai usianya yang memang sedang mencoba mengekspresikan dirinya dan belajar mengontrol emosi.

Saya sulit membayangkan bagaimana pontang panting dan kalang kabutnya kami sebagai orang tuanya apabila ia bertipe keras kepala, bandel dan sulit diatur/diingatkan. Kemarin istri saya berseloroh berkata, seandainya ia termasuk anak yang tidak bisa dibilangi, melawan kalau diingatkan atau ditegur, entah bagaimana lagi letihnya kami. "Untungnya dia punya telinga yang berfungsi baik mendengar kita ya," kata istri saya sambil tertawa. Ya, itu membuat kami bersyukur, karena pada kenyataannya ada banyak anak yang karakternya lebih keras, ada yang cenderung ceroboh, dan sebagai orang tua dari karakter seperti ini tentu tantangannya jauh lebih besar.

(bersambung)

Thursday, September 19, 2024

Menjalankan Amanat Agung (7)

 (sambungan)

Semakin sulit orangnya maka pengorbanan yang diperlukan akan semakin besar, tapi lakukanlah dengan sukacita dengan didasari belas kasih. Kita tidak akan bisa melakukan apa-apa kalau masih berpusat pada diri sendiri saja. Kita tidak akan bisa berbuat sesuatu kalau kita masih mementingkan diri kita, memanjakan ego, tidak mau mengalah dan tidak mau berpikir di luar kepentingan kita sendiri.

Jangan pula kita sampai memiliki pemahaman yang keliru mengenai pentingnya menjalankan Amanat Agung, apalagi kalau kita masih pilih-pilih dimana dan bagaimana kita melayani, mencari mana yang paling mudah, paling enak, paling ringan, paling aman, paling sedikit potensi kesulitan atau tekanannya dan lain sebagainya.

Saya percaya setiap kita sudah diberikan panggilan sendiri-sendiri. Masing-masing dari kita sudah ada bagiannya. Tinggal kita mencari tahu apa yang menjadi panggilan kita dan lakukanlah dengan sungguh-sungguh. Dari pengalaman saya, semakin peka kita mendengar suara Tuhan, semakin banyak pula buah yang bisa kita hasilkan dari misi sebagai murid Kristus. Terus membangun hubungan yang kuat dan erat dengan Tuhan menjadi kuncinya, dan itu sangat kita butuhkan tidak saja dalam menjalankan tugas tapi juga dalam kehidupan kita sehari-hari.

Jangkaulah orang lain sebanyak-banyaknya, dan itu bukan berarti harus selalu menjadi pengkotbah, karena berbagai hal seperti memberi pertolongan, menunjukkan kepedulian, berbagi kesaksian atau bahkan memberi sedikit waktu saja bagi mereka untuk mendengarkan seringkali mampu menjadi sesuatu yang indah untuk mengenalkan bagaimana kasih Kristus mengalir melalui diri kita.

Berhentilah mementingkan diri sendiri karena itu menghambat kita untuk menjalankan Amanat Agung


Wednesday, September 18, 2024

Menjalankan Amanat Agung (6)

 (sambungan)

Paulus tidak menutup diri dan tidak berhenti melayani. Ia membuka rumahnya seluas-luasnya bagi semua orang tanpa terkecuali, memberi waktu dan tenaganya sepenuhnya untuk dengan terbuka memberitakan tentang Kerajaan Allah dan Yesus Kristus. Semua ini agar mereka yang datang ke rumahnya mengenal kebenaran dan bisa turut mendapat anugerah keselamatan.

Ada keragaman manusia yang luas di sekitar kita menunggu untuk dijangkau. A universe of diversty is waiting for us to go in. Yesus sudah memanggil kita untuk menjadi saksiNya dan telah menganugerahkan Roh Kudus untuk turun atas kita demi panggilan tersebut. "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah Para Rasul 1:8).

Menjadi saksi baik di lingkungan terdekat kita dan terus bertumbuh hingga kita bisa menjadi saksi Kristus dalam sebuah lingkungan yang lebih besar, bahkan sampai ke ujung bumi tidaklah bisa kita lakukan jika kita terus memandang perbedaan sebagai alasan untuk menutup diri dari sebagian orang yang kita anggap berbeda atau berseberangan dengan kita.

Kita semua memiliki tugas untuk membawa banyak orang memperoleh keselamatan, dan itu adalah tugas yang sifatnya wajib kita jalankan. Jangan menutup diri terlalu kaku, jangan terlalu cepat menghakimi. Jangan berat hati dan menolak meluangkan atau mengorbankan waktu, tenaga dan sebagainya, karena semua ini merupakan hal-hal yang diperlukan dalam memperluas Kerajaan Allah di muka bumi ini.

(bersambung)

Tuesday, September 17, 2024

Menjalankan Amanat Agung (5)

 (sambungan)

Di dalam penjara sekalipun ia terus menulis surat untuk jemaat-jemaat. Sulit bagi kita untuk membayangkan seperti apa jadinya kita tanpa adanya Paulus. Ia ditangkap, didera, disiksa, dan menunggu waktu dieksekusi, bagi sebagian besar orang apa yang dialami Paulus mungkin akan dianggap sebagai akhir dari pelayanan. Bukankah secara manusiawi kesulitan bisa membuat kita patah semangat, putus asa lalu menyerah?

Tapi tidaklah demikian bagi Paulus. Dia tidak memandang halangan sebagai akhir dari segalanya. Justru Paulus memandang keterbatasan-keterbatasannya bergerak sebagai sebuah kesempatan. Kemanapun ia pergi, apapun resiko yang ia hadapi, seperti apapun keadaan yang ia hadapi, ia terus maju menjangkau banyak jiwa, meski jiwanya sendiri harus rela ia korbankan.

Salah satu contoh keseriusan Paulus dalam melayani bisa kita lihat lebih jauh saat ia berada di Roma. Saat itu ia dikawal dan diawasi oleh seorang prajurit. Tetapi untunglah ia masih diijinkan untuk menyewa sebuah rumah sendiri meski harus tetap hidup dalam pengawasan alias menjadi tahanan rumah.

"Setelah kami tiba di Roma, Paulus diperbolehkan tinggal dalam rumah sendiri bersama-sama seorang prajurit yang mengawalnya." (Kisah Para Rasul 28:16).

Keterbatasan gerak sebagai tahanan rumah yang dialami Paulus ternyata tidak menghentikannya. Dalam beberapa ayat berikutnya kita bisa melihat ia tetap beraktivitas seperti sebelumnya. "Dan Paulus tinggal dua tahun penuh di rumah yang disewanya sendiri itu; ia menerima semua orang yang datang kepadanya. Dengan terus terang dan tanpa rintangan apa-apa ia memberitakan Kerajaan Allah dan mengajar tentang Tuhan Yesus Kristus." (ay 30-31).

(bersambung)

Monday, September 16, 2024

Menjalankan Amanat Agung (4)

 (sambungan)

Padahal kita memiliki tugasnya sendiri-sendiri. Paulus menggambarkannya seperti ini: "Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama,demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain." (Roma 12:4-5).

Jika diantara kita saja sudah saling tuding dan merendahkan, bagaimana mungkin kita bisa menunaikan tugas kita seperti Amanat Agung yang sudah dipesankan Yesus kepada setiap muridNya, termasuk kita didalamnya?

Mari kita lihat apa yang dilakukan Paulus sehubungan dengan menjangkau jiwa. Selama bertahun-tahun setelah pertobatannya, Paulus terus bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mewartakan kabar keselamatan. Perjalanan yang ia tempuh sama sekali tidak pendek jaraknya. Ia terus bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain bahkan hingga menyentuh Asia Kecil sebelum akhirnya ia ditangkap dan dipenjarakan di Roma.

Dalam menjalankan misinya, ia banyak mendapat hambatan dalam pelayanannya. Bukan saja kesulitan tapi juga berbagai penderitaan, siksaan, ancaman, dipenjara, dipasung dan sebagainya, seperti yang sudah saya bahas dalam renungan sebelumnya.

Meski demikian, Paulus dikenal sebagai figur yang teguh dan taat dalam menjalankan tugasnya. Ia mengabdikan sisa hidupnya sepenuhnya untuk memperluas Kerajaan Allah di muka bumi ini. Paulus terus berusaha menyentuh orang dengan pemberitaan Injil karena ia peduli terhadap keselamatan orang lain dan rindu agar semakin banyak orang yang mengenal Yesus.

(bersambung)

Sunday, September 15, 2024

Menjalankan Amanat Agung (3)

 (sambungan)

Artinya, kita punya tugas untuk menyampaikan kebenaran kepada semua orang tanpa terkecuali, yang tentu saja bukan sekedar berbicara tentang berkotbah atau membacakan Alkitab tetapi secara luas berbicara mengenai hidup yang menghasilkan buah yang bisa dinikmati orang lain di luar sana. Bagaimana kita bisa menjadi surat Kristus yang benar, alias menyatakan pribadi Kristus lewat cara hidup kita di dunia.

Itu artinya bukan cuma orang-orang yang 'mudah' saja yang harus dijangkau, tetapi orang yang 'sulit' yang ditempatkan disekitar kita pun harus pula mendapat perhatian sama seriusnya. Ada keragaman manusia yang sangat luas di sekitar kita. Untuk bisa melakukan Amanat Agung dibutuhkan kerelaan untuk meluangkan atau mengorbankan sebagian waktu, tenaga, perasaan, keinginan, kenyamanan dan lain-lain, dan pengorbanan akan semakin besar diperlukan ketika berhadapan dengan orang-orang yang sulit.

Tuhan menciptakan manusia tidak ada yang persis sama. Semua punya sesuatu yang unik dan berbeda, dan hal itu bisa kita sikapi dengan pandangan yang bermacam-macam pula. Ada yang memandang perbedaan itu sebagai berkat Tuhan yang patut disyukuri, ada pula yang memandangnya sebagai alasan untuk menjauh, atau bahkan menghujat. Ada orang yang bisa melihat perbedaan sebagai sesuatu yang bisa dijadikan kesempatan untuk belajar banyak, ada yang menyikapinya sebagai pembatas. Mereka ini akan terus memandang perbedaan sebagai sebuah ancaman.

Jangankan dengan yang tidak seiman, dengan saudara seiman saja perbedaan masih sering disikapi secara negatif. Kalau berbeda denominasi saja bisa membuat orang saling memandang sinis satu sama lain, bagaimana kita bisa berharap untuk melihat Kerajaan Allah turun di muka bumi ini lewat kita yang beriman kepada Kristus?  

(bersambung)

Saturday, September 14, 2024

Menjalankan Amanat Agung (2)

 (sambungan)

Dalam band seperti itu, dalam kehidupan pun sama. Tidak ada orang yang punya sifat persis sama dengan kita. Mirip bisa jadi, tapi tidak akan mungkin persis sama. Karenanya kalau kita tidak menyesuaikan diri dan hanya bertindak semau kita saja, bisa dipastikan kita akan sulit berinteraksi dengan orang lain dengan baik. Keluwesan diperlukan untuk menjalin hubungan yang erat dengan orang lain. Diperlukan usaha kita untuk mengenal mereka dan seringkali harus disertai dengan kerelaan hati untuk mengalah. Apalagi kalau orangnya sulit, misalnya orang yang dominan, pendiam atau sensitif, jelas diperlukan usaha yang lebih keras lagi.

Mudah bagi kita untuk dekat atau 'nyetel' dengan orang yang chemistry nya nyambung, sebaliknya ada orang-orang yang sulit kita dekati karena sifat, kebiasaan dan berbagai hal lainnya berbeda dengan kita. Kalau tidak perlu mungkin kita mudah untuk menghindari saja orang yang tidak nyambung dengan kita, tapi bagaimana kalau kita memang harus berhubungan dengan mereka karena alasan-alasan tertentu seperti dalam pekerjaan, karena bertetangga dan sebagainya? Tentu kalau sudah begitu kita harus berusaha supaya kita bisa 'masuk' kepada mereka.

Hal ini menjadi semakin menarik jika kita hubungkan dengan sebuah tugas, atau lebih tepatnya disebut amanat yang diberikan Yesus langsung kepada kita, murid-muridNya. Tentu lebih mudah bagi kita menjangkau orang yang sudah membentuk chemistry serasi dengan kita, tapi itu menjadi sangat sukar jika kita tidak berhasil membangun hubungan yang baik dengan mereka. Seringkali kita kesulitan untuk menjangkau orang. Tidak tahu harus mulai dari mana, tidak tahu harus bagaimana.

Sementara Tuhan Yesus menugaskan kita seperti ini: "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20).

(bersambung)

Friday, September 13, 2024

Menjalankan Amanat Agung (1)

 Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 28:30
==========================
"Dan Paulus tinggal dua tahun penuh di rumah yang disewanya sendiri itu; ia menerima semua orang yang datang kepadanya."


Sebuah band yang baru terbentuk biasanya harus melewati masa-masa pencocokan antar pemain terlebih dahulu, apalagi kalau personilnya baru saling kenal satu sama lain. Mereka perlu tahu gaya, selera dan cara bermain masing-masing, juga bagaimana mereka bisa menyatukan ego mereka. Tanpa itu, sulit mengharapkan band tersebut bisa padu dan kuat.

Saat mereka sudah saling mengenal dan merasa nyaman, disanalah chemistry mulai terbentuk. Apa itu chemistry? Yang dimaksud dengan chemistry adalah interaksi kompleks emosional dan psikologis antara dua orang atau lebih. Itu disebut bagaikan reaksi kimia, dimana ada pencampuran beberapa bahan berbeda yang kemudian menghasilkan sesuatu yang baru, menyatu sempurna dan kemudian membawa manfaat. Hal itu sangat diperlukan oleh sebuah band kalau mau bermain rapi terutama kalau bandnya punya konsep improvisasi seperti bermain jazz. Sebuah band jazz yang sudah kompak akan mudah berimprovisasi. Bahkan lewat kontak mata saja mereka bisa berdialog dan berinteraksi untuk menampilkan trading atau jual-beli improvisasi yang menawan.

Namanya sifat orang beda-beda, perselisihan bisa saja terjadi antar individu di dalam satu band. Bisa terjadi sejak awal, bisa pula belakangan, saat kesuksesan mulai memancing keluar sikap ego dari anggotanya. Ada banyak lagi faktor-faktor yang bisa menimbulkan perpecahan dari sebuah band. Saya pernah mendirikan band beberapa tahun yang lalu, sebagai manager saya melihat sendiri susahnya membuat sebuah band tetap sehati seirama dan tetap kuat menghadapi tekanan, goncangan maupun ujian kesabaran. Padahal mereka ini sudah lama bermain bareng sebagai bagian dari tim musik di sebuah gereja yang saya coba bawa ke dunia sekuler karena melihat kemampuan mereka yang sangat baik, tetap ada saja masalah yang muncul di sana sini.

Saya membayangkan kalau band yang anggotanya sudah saling kenal lama saja bisa berkonflik saat dibawa ke dunia luar, bagaimana kalau band yang baru dibentuk dengan anggota yang sebelumnya sama sekali tidak saling kenal? Wah, pasti berat sekali. Akan halnya band yang saya bentuk, mereka pun akhirnya bubar setelah berusaha selama lebih kurang 2 tahun. Sayang memang, tapi itulah suka duka atau pahit manisnya kehidupan di dunia musik.

(bersambung)

Thursday, September 12, 2024

Keledai (6)

 (sambungan)

"Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu." (Yohanes 15:16).

Keledai boleh saja dipakai sebagai simbol yang menggambarkan kebodohan seperti kita yang mungkin merasa tidak sanggup, terlalu lemah atau bahkan merasa terlalu bodoh untuk berbuat sesuatu. Tapi bukankah Tuhan pun telah menyatakan secara langsung seperti ini? "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti." (1 Korintus 1:27-28).

Sekali lagi, bukan kehebatan kita, bukan kuasa kita yang dibutuhkan Tuhan, tetapi kesediaan kita. Bukan apa yang kita miliki, bukan kuat dan hebat kita, tetapi kemauan kita. Itu yang Dia butuhkan. Dia siap pakai siapapun kita hari ini dengan kemampuan kita masing-masing. Besar atau kecil, tua atau muda, apapun gelar dan tingkat pendidikan anda, apapun kemampuan anda, semua itu bisa dipakai Tuhan untuk melakukan pekerjaanNya.

Jika keledai saja bisa diperlukan Tuhan untuk melayani, kenapa kita tidak?

"Give your hands to serve and your hearts to love" - Mother Theresa


Wednesday, September 11, 2024

Keledai (5)

 (sambungan)

Maka Yesus pun kemudian masuk ke Yerusalem, bukan untuk gagah-gagahan dengan mengendarai kuda tegap, melainkan dengan lemah lembut membawa damai mengendarai seekor keledai. Hal ini sekaligus menggenapi nubuat Nabi Zakharia: "Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda." (Zakharia 9:9).

Dari sini kita bisa melihat bahwa berbeda dengan kuda, keledai ternyata juga menggambarkan kelembutan dan kedamaian.

Dunia boleh saja memandang keledai sebelah mata sebagai hewan lemah dan bodoh, dan memakainya untuk menggambarkan kebodohan atau keras kepala. Tapi bagi Tuhan ternyata tidaklah demikian. Tuhan berkenan mempergunakan keledai dalam berbagai kesempatan secara khusus.

Jika keledai yang bagi dunia dianggap bodoh saja bisa dipakai Tuhan seperti itu, mengapa kita manusia sebagai masterpieceNya yang mulia tidak? Tuhan selalu memerlukan kita, anak-anakNya untuk melakukan pekerjaanNya di muka bumi ini. Bisa berupa tugas spesifik, a brief single task seperti keledai yang dipakai Yesus atau yang dipakai untuk menegur Bileam, dan bisa pula berupa sebuah proses panjang yang memerlukan ketaatan dan ketekunan bertahun-tahun.

Kita bisa saja merasa tidak sanggup dan berusaha menolak dengan berbagai alasan atau bahkan melarikan diri dari tanggung jawab, tetapi kita harus sadar bahwa sanggup tidaknya kita sebenarnya bukan tergantung kita, kemampuan atau kuat hebatnya kita, melainkan tergantung pendapat dan keputusan Tuhan sendiri.

(bersambung)

Tuesday, September 10, 2024

Keledai (4)

 (sambungan)

"Lembu mengenal pemiliknya, tetapi Israel tidak; keledai mengenal palungan yang disediakan tuannya, tetapi umat-Ku tidak memahaminya." (Yesaya 1:3).

Dalam ayat ini Tuhan mengatakan bahwa keledai malahan lebih setia, lebih tahu berterima kasih dan lebih tahu menghargai ketimbang bangsa Israel.

Selanjutnya kita tahu pula kisah Yesus memasuki Yerusalem.  Kisah ini tertulis dalam keempat injil, yaitu dalam Matius 21:1-11, Markus 11:1-10, Lukas 19:28-38, Yohanes 12:12-15).

Saat itu Tuhan Yesus menyuruh dua orang muridNya untuk masuk ke kampung dan mengambil seekor keledai betina dan anaknya untuk dibawa kepadaNya.

"Pergilah ke kampung yang di depanmu itu, dan di situ kamu akan segera menemukan seekor keledai betina tertambat dan anaknya ada dekatnya. Lepaskanlah keledai itu dan bawalah keduanya kepada-Ku. Dan jikalau ada orang menegor kamu, katakanlah: Tuhan memerlukannya. Ia akan segera mengembalikannya." (Matius 21:2-3).

Secara spesifik Yesus mengatakan langsung bahwa Dia memerlukan keledai itu untuk melakukan sesuatu yang tentu saja penting. Keledai, si hewan lemah yang terkena banyak stereotype negatif ternyata dibutuhkan dalam melayani. Lihat bahwa keledai sekalipun bisa dipakai Tuhan secara khusus dan istimewa seperti itu.

(bersambung)

Monday, September 9, 2024

Keledai (3)

 (sambungan)

Selanjutnya, kita juga melihat keledai disebutkan berkali-kali sebagai tanda, lambang atau simbol kekayaan, seperti yang tertulis dalam kisah Ayub.

Ayub awalnya dikenal sebagai orang yang sangat kaya, dan Alkitab menyebutkan bahwa Ayub memelihara banyak keledai betina. Memelihara banyak keledai betina, itu artinya ia beternak keledai. (Ayub 1:14).

Kelak setelah Ayub melewati segala cobaan dan dipulihkan serta diberkati lebih dari sebelumnya, Alkitab kembali mencatat bahwa salah satu ternaknya adalah keledai, dimana keledai betinanya mencapai seribu ekor. (42:12).

Beberapa kali pula Tuhan menunjukkan perhatianNya kepada keledai. Lihatlah dalam kisah Bileam bagaimana Tuhan menggunakan keledai yang ditunggangi Bileam untuk menegurnya dalam Bilangan 22:21-35, yang di lain waktu akan saya bahas lebih lanjut.

Dalam kesempatan lain kita bisa melihat Tuhan menegur bangsa Israel yang memberontak dengan membandingkan mereka dengan keledai. "Lembu mengenal pemiliknya, tetapi Israel tidak; keledai mengenal palungan yang disediakan tuannya, tetapi umat-Ku tidak memahaminya." (Yesaya 1:3).

(bersambung)

Sunday, September 8, 2024

Keledai (2)

 (sambungan)

Terlepas dari pintar atau tidak, apa yang menarik adalah bahwa keledai ternyata berulang kali dipergunakan dalam pandangan yang berbeda baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, bahkan oleh Yesus sendiri.

Kalau mengacu pada  bukti-bukti sejarah dan catatan Alkitab menunjukkan bahwa kuda adalah binatang yang umum digunakan dalam ketentaraan masyarakat jaman dahulu di Timur Tengah. Sejak dulu kuda sering dipandang sebagai simbol kegagahan/kekuatan bahkan kekuasaan. Memiliki kavaleri atau pasukan berkuda akan membuat sebuah bangsa merasa kuat untuk menghadapi peperangan di medan yang berat.

Uniknya, berkali-kali dalam Perjanjian Lama Tuhan mengingatkan bangsa Israel untuk tidak mengandalkan kuda. Contohnya peringatan yang hadir lewat Yesaya berikut ini: "Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa. Apabila TUHAN mengacungkan tangan-Nya, tergelincirlah yang membantu dan jatuhlah yang dibantu, dan mereka sekaliannya habis binasa bersama-sama." (Yesaya 31:3).

Tuhan ternyata lebih menganjurkan bangsa Israel untuk memilih keledai yang lebih kecil dan lebih lemah dari kuda. Itu untuk menunjukkan bahwa bukan soal kudanya yang penting, tetapi penyertaan Tuhan, Tuhan ingin kita mengandalkanNya dan bukan kekuatan-kekuatan di dunia ini.

Selanjutnya, kita juga melihat keledai disebutkan berkali-kali sebagai tanda, lambang atau simbol kekayaan.

(bersambung)

Saturday, September 7, 2024

Keledai (1)

 Ayat bacaan: Matius 21:2b-3
=======================
"Lepaskanlah keledai itu dan bawalah keduanya kepada-Ku. Dan jikalau ada orang menegor kamu, katakanlah: Tuhan memerlukannya. Ia akan segera mengembalikannya."


Apakah anda masih mengenal karakter video game yang bernama Donkey Kong? Karakter ini pertama kali muncul di awal 80an lewat console Nintendo dan menjadi sangat populer. Ada sangat banyak varian gamenya, yang bahkan melahirkan franchise berikutnya yaitu Mario Bros.

Donkey Kong merupakan karakter kera berukuran besar seperti king kong. Lantas kenapa ada donkey alias keledai di depannya? Menurut penciptanya, ia ingin menampilkan karakter kera besar yang keras kepala. Jadi, untuk mewakili keras kepala ia pun memakai simbol hewan yang dianggap keras kepala yaitu keledai. Maka nama Donkey Kong pun lahir.

Entah dari mana, tadinya dianggap sebagai simbol keras kepala, keledai kemudian malah dipakai sebagai simbol bodoh. Saya tidak tahu dari mana asal muasal keledai dianggap hewan yang bodoh. Kasihan juga kalau dipikir-pikir, padahal belum tentu keledai itu bodoh. Apa mungkin karena bentuknya yang sebenarnya mirip kuda tapi lebih kecil dan kalah gagah, atau mungkin karena sudah kalah gagah kupingnya pun lebih panjang, entahlah. Tapi ada banyak contoh yang menunjukkan bagaimana keledai yang malang terkena stereotype sebagai hewan yang bodoh.

Kalau anda dengar orang bilang, "Dasar keledai...", anda akan segera menyimpulkan bahwa yang disebut sebagai keledai pasti orang yang bodoh, yang berbuat kesalahan berkali-kali dan sejenisnya. Bukankah ada juga pepatah yang berkata: "Keledai saja tidak terjerumus/terperosok ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya" ?

Mau dianggap keras kepala, mau dijadikan simbol dari bodoh, keledai yang malang tampaknya tidak akan pernah bisa membela dirinya. Kasihan memang, saya jadi geli sendiri membayangkannya.

(bersambung)

Friday, September 6, 2024

To Be Or Not To Be (7)

 (sambungan)

Jangan biarkan hal itu terjadi, dan jangan melakukan tindakan fatal yang hanya akan membawa kita kepada sebuah penyesalan selamanya. Berhentilah mengandalkan kekuatan diri sendiri, orang lain atau lainnya, Gantikan itu dengan mengandalkan Tuhan. Ubah pandangan anda dengan sebuah perspektif baru, letakkan keyakinan kita dalam Tuhan.

Selama kita masih berjalan di dunia ini, penderitaan akan menghampiri kita pada suatu waktu. Tetapi kita harus tahu bahwa Tuhan akan memampukan kita untuk menanggungnya dan jalan keluar dari Tuhan pada saatnya akan turun atas kita.

Jika Hamlet berpikir "to be or not to be", terus hidup atau mati saja, kita sebagai anak-anak Tuhan hendaklah menyadari bahwa selalu ada alasan untuk terus hidup. Selalu ada banyak alasan untuk terus memilih terus hidup dengan pengharapan, iman dan kasih, tak peduli sesulit apapun yang kita alami.

There's always hope as long as we have God by our side

Thursday, September 5, 2024

To Be Or Not To Be (6)

 (sambungan)

Sangatlah penting bagi kita untuk memastikan bahwa pengharapan jangan sampai hilang dari kita. Mengapa? Karena orang yang masih punya pengharapan akan punya alasan untuk terus berjuang. Sebaliknya, kehilangan harapan akan membuat kita kehilangan semangat dan akan segera menyerah. Dari pengalaman-pengalaman hidup saya yang penuh jatuh bangun, hal tersebutlah yang saya dapatkan sebagai kesimpulan saya. Kalau saya masih punya semangat, daya atau tekad untuk berjuang, itu karena saya masih punya pengharapan. Pengharapan itu bisa saya pegang, karena saya memegang teguh janji-janji Tuhan. Saya percaya Tuhan saya, karena itu saya punya pengharapan.

Lebih jauh mengenai pengharapan, Alkitab mengatakan "Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita.." (Ibrani 6:19).

Pengharapan dapat berfungsi sebagai jangkar yang membuat kita bisa terus tertambat dan tidak oleng atau hanyut lantas karam. Alkitab juga mengingatkan kita bahwa kita harus menjaga tiga hal penting dalam hidup kita yaitu: iman, pengharapan dan kasih.  Faith, hope and love. Kita sulit terus punya pengharapan di masa sulit kalau kita tidak punya iman. Sebaliknya, pengharapan yang kokoh akan terus menumbuhkan dan menguatkan iman kita. Lantas jangan lupa pula menaruh pengharapan ke tempat yang benar, yaitu Tuhan. Kenapa? Sebab, selain kuasa Tuhan tidak terbatas dan sanggup mengatasi kemustahilan, kita tahu pula bahwa Allah yang menjanjikannya adalah Allah yang setia (Ibrani 10:23).

Rasa sakit akibat penderitaan bisa membuat kita merasa bahwa hidup ini tidak lagi berharga untuk dijalani. Dalam tekanan berat, rasa putus asa akan mulai mencoba menguasai kita, dan kita pun bisa terjebak pada pemikiran sempit untuk menyerah, bahkan menutup lembaran hidup secara sepihak.

(bersambung)

Wednesday, September 4, 2024

To Be Or Not To Be (5)

 (sambungan)


Kenyataannya, ada begitu banyak orang yang memilih ikut Yesus bukan karena didasari pertobatan tapi karena menginginkan banyak keuntungan-keuntungan pribadi yang sifatnya duniawi. Memilih ikut Yesus supaya sembuh, supaya tidak bangkrut, supaya untung besar, supaya laris, dan sebagainya. Maka ketika bukan itu yang terjadi, mereka pun segera kecewa, berbalik arah kembali ke kehidupan lama, atau malah menuduh dan menyalahkan Tuhan.

Tapi tidak demikian halnya dengan Paulus. Dia tahu bahwa apa yang menanti di depan sana adalah jauh lebih besar ketimbang penderitaan-penderitaan yang ia alami di dunia yang sifatnya sementara ini. Paulus mengarahkan pandangannya jauh ke depan, dan di saat yang sama ia terus berpegang dengan kepercayaan penuh kepada Kristus.

Beratkah penderitaannya? Tentu saja. Meski demikian, Paulus masih mampu berkata "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13).

Paulus tahu bahwa kasih karunia Allah itu sebenarnya cukup untuk dipakai menanggung beban penderitaan. Pencobaan-pencobaan yang kita alami pun tidak akan melebihi kekuatan kita sendiri. Tuhan pasti tahu sampai dimana kita sanggup bertahan, dan pada saat yang tepat ia pasti memberikan jalan keluar.

(bersambung)

Tuesday, September 3, 2024

To Be Or Not To Be (4)

 (sambungan)


Penderitaan memang menyakitkan, dan terkadang ketika itu terasa begitu berat, kita merasa tidak sanggup lagi memikulnya. Tapi seperti yang terjadi pada Paulus, Tuhan sesungguhnya telah memberikan kasih karuniaNya secara cukup, yang akan memampukan kita untuk bisa bertahan ketika sedang berjalan dalam lembah penderitaan.

"Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9).

Renungkanlah jawaban Tuhan itu. Kita sering lupa bahwa justru dalam tekanan beratlah sebenarnya kita bisa melihat kuasa Tuhan yang sempurna. Dalam kelemahan kitalah kita akan mampu menyaksikan kuasa Tuhan yang sesungguhnya, yang mampu menjungkirbalikkan segala logika manusia.

Penderitaan yang dialami Paulus tidaklah ringan. Bayangkan, ketika ia jahat ia begitu berkuasa, tapi setelah bertobat justru hidupnya penuh tekanan. Banyak orang akan segera menyangsikan kebenaran jika menjadi Paulus dan mengalami apa yang ia alami waktu itu.

Kenyataannya, ada begitu banyak orang yang memilih ikut Yesus...

(bersambung)

Monday, September 2, 2024

To Be Or Not To Be (3)

 (sambungan)

Sering dipenjara. Disiksa diluar batas. Sering dalam bahaya maut. Dilempari batu. Berkali-kali mengalami kapal karam. Terkatung-katung ditengah laut. Bahaya banjir, orang jahat, bahaya dari segala arah, bahaya di kota, padang gurun, tengah laut, bahaya dari saudara-saudara palsu. Lapar, haus, kedinginan, kurang tidur, kecapaian. Semua itu bagai makanan sehari-hari bagi Paulus dalam pelayanannya. Semua ini ia sampaikan dalam 2 Korintus 11:23-27. Bayangkan betapa berat apa yang ia harus pikul.

Sehebat-hebatnya dan sekuat-kuatnya Paulus, tekanan bertubi-tubi ini pada suatu ketika bisa membuatnya jadi lemah, baik secara mental, moral maupun fisik. Ia mengakui hal itu kepada jemaat di Korintus.

"Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati." (2 Korintus 1:8-9a).

Sebagai manusia biasa sama seperti kita, Paulus pun pernah mengalami keputus-asaan. Bedanya, ia tidak membiarkan dirinya dikuasai rasa putus asa dan kehilangan harapan terus menerus. Paulus dengan cepat mengubah fokusnya. Ia kembali kepada pemikiran positif yang berpegang sepenuhnya kepada Allah. Paulus mampu melihat sisi lain dari sebuah penderitaan, yaitu sebagai pelajaran agar kita tidak bergantung kepada diri sendiri melainkan kepada Tuhan.

"Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati." (ay 9b).

(bersambung)

Sunday, September 1, 2024

To Be Or Not To Be (2)

 (sambungan)

Pada kenyataannya ada banyak orang yang memilih seperti Hamlet, yaitu mengakhiri hidupnya karena tidak tahan lagi menderita. Orang memilih jalan pintas yang fatal, mengakhiri hidupnya berharap atau mengira mereka bisa segera terbebas dari rasa sakit, dan itu tentu karena mereka merasa tidak lagi punya harapan.

Padahal keputusan seperti itu justru akan membawa penderitaan yang lebih menyakitkan lagi, dan bukan hanya sementara tapi kali ini untuk selamanya. Tapi itulah kenyataannya, bahwa rasa perih dengan kehilangan harapan  bisa membuat orang kehilangan akal sehatnya. Karenanya penting bagi kita untuk memastikan bahwa kita tetap punya harapan, bukan kepada hal-hal yang tidak cukup kuat melainkan kepada Tuhan.

Disaat banyak orang yang tidak tahan dan memilih jalan keliru, sikap berbeda bisa kita temukan dari Paulus. Paulus dikenal militan dalam menjalankan tugasnya mewartakan Injil setelah bertobat. Pada suatu saat ia merasakan hal ini. Tekanan begitu berat. Ancaman ia dapati dimana-mana. Dia didera, ditangkap, disiksa, sampai terancam dibunuh.

Paulus pernah merinci berbagai penderitaan yang ia alami dalam pelayanannya.

"..Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian." (2 Korintus 11:-23-27).

(bersambung)

Saturday, August 31, 2024

To Be Or Not To Be (1)

 Ayat bacaan: 2 Korintus 1:8-9a
============================
"Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati."


Adakah diantara teman-teman yang menggemari sastra klasik? Jika ada, anda tentu tidak asing lagi dengan nama William Shakespeare.

William Shakespeare merupakan pujangga dan penulis terbesar dalam sejarah literatur Inggris. Masa hidupnya adalah di pertengahan tahun 1500-an sampai awal 1600-an. Meski ia sudah lama tiada, tapi karya-karyanya masih dikenang orang hingga hari ini.

Film dan teater masih terus menampilkan karya-karya terkenalnya sampai detik ini. Beberapa judul tentu sudah tidak asing lagi bagi kita, seperti Romeo and Juliet, Hamlet dan Midsummer Night's Dream. Selain karya-karya monumental dan abadi, ada banyak pula quote atau kutipan kalimat yang terkenal sepanjang masa.

Salah satunya tentu saja "To be or not to be, that is the question." Kutipan ini berasal dari naskah Hamlet. Banyak yang mengira kalimat ini mengacu pada kebingungan orang untuk melakukan sesuatu atau memilih/memutuskan sesuatu. Tidak terlalu salah, tapi lebih tepatnya kalimat ini sebenarnya mengacu kepada rasa perih hati yang dirasa sang tokoh utama sehingga kemudian mengarahkannya pada dua pilihan, apakah ia mau terus hidup atau tidak.

Pangeran bernama Hamlet merasakan kepedihan luar biasa sewaktu pamannya membunuh ayahnya, dan menikahi ibunya. Begitu sakit dan perih rasanya, hingga ia sempat berpikir haruskah ia terus hidup ("to be") atau mengakhiri saja hidupnya, ("or not to be").

Adakah diantara teman-teman yang pernah atau mungkin sedang merasakan rasa sakit dan penderitaan yang begitu berat yang rasanya tidak lagi tertahankan? Ada kalanya kita merasakan rasa sakit yang tidak terperikan, begitu perihnya sehingga kita mulai merasa putus asa dan perlahan mulai kehilangan harapan.

(bersambung)

Friday, August 30, 2024

Kisah Rahab (12)

 (sambungan)

Kisah Rahab juga merupakan cerminan dari kisah hidup kita. Kita bukan keturunan Israel yang menjadi umat pilihan Allah di masa dahulu kala, lewat dosa-dosa kita, yang terus hidup dalam berbagai ketidaktaatan, pembangkangan, mengikuti hawa nafsu dan keinginan daging, hidup dalam kejahatan seperti iri hati, kebencian, mementingkan diri sendiri kalau tidak bahkan lebih seperti mencuri, menipu, zinah, membunuh dan sebagainya, seharusnya kita pun tidak layak untuk selamat.

Tapi Tuhan memberikan kita kasih karuniaNya dalam Kristus yang akan kita terima lewat iman. Dalam Efesus dikatakan "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:8-9).  

Ketika kita menghadapi hari-hari yang sulit hari ini, apakah kita bisa seperti Rahab yang memiliki keteguhan iman kepada Tuhan dan mengaplikasikan iman tersebut dengan sebentuk perbuatan nyata?

Mampukah kita terus percaya kepada Tuhan dengan segenap hati kita meski apa yang sedang kita hadapi hari ini seolah belum mengarah kepada jalan keluar atau titik terang?

Mampukah kita tetap bersukacita dan percaya bahwa Tuhan pasti akan memberikan solusi meski kita belum melihat apa-apa saat ini?

Dan, apakah kita mau mengaplikasikan iman dalam tindakan-tindakan nyata? Iman yang kokoh dan disertai perbuatan nyata akan sangat menentukan seperti apa hidup kita sekarang maupun kelak. Hendaklah kita bisa belajar dari iman Rahab agar pada suatu hari nanti kita bisa berada dalam daftar pahlawan-pahlawan atau saksi-saksi iman seperti halnya Rahab dan para tokoh besar lainnya.

Iman bukan hanya untuk dipendam tapi seharusnya aplikatif dalam kehidupan lewat tindakan-tindakan nyata


Thursday, August 29, 2024

Kisah Rahab (11)

 (sambungan)

Iman jangan berhenti hanya pada pengakuan percaya saja, melainkan harus disertai dengan perbuatan, karena hanya lewat perbuatanlah iman bisa disempurnakan. "Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna." (ay 22). Tanpa perbuatan, iman dikatakan kosong (ay 20), bahkan pada hakekatnya adalah mati (ay 17).

Lewat kisah Rahab kita bisa belajar mengenai bagaimana sebuah iman yang kuat itu. Sudah menjadi Kristen sejak lahir tidak serta merta menjamin kuatnya iman. Sebaliknya, orang yang baru mengenal Tuhan bisa memiliki iman yang kuat apabila mereka menyadari betul keberadaan, kekuatan kuasa, kedaulatan dan belas kasihan Tuhan yang begitu besar dan deras melimpah di muka bumi ini.

Jika kita seperti Rahab, menyadari kebesaran Tuhan ada diatas segalanya baik di langit maupun di bumi, alangkah bodohnya apabila kita masih melawan kehendakNya, menduakanNya dan mengikut atau mencari alternatif-alternatif lain yang ditawarkan kegelapan di luar sana. Alangkah sayangnya jika kita masih labil, bimbang dan terus terpengaruh tipu daya si jahat yang datang dari segala hal di sekeliling kita.

Satu hal lagi yang tidak kalah penting adalah, Rahab tidak berhenti hanya pada percaya lewat imannya tapi ia mengaplikasikan imannya tersebut dalam perbuatan nyata.

(bersambung)

Wednesday, August 28, 2024

Kisah Rahab (10)

 (sambungan)

Kembali ke kitab Yosua, dalam Yosua 6 kita bisa melihat bahwa Rahab dan keluarganya selamat. "Demikianlah Rahab, perempuan sundal itu dan keluarganya serta semua orang yang bersama-sama dengan dia dibiarkan hidup oleh Yosua. Maka diamlah perempuan itu di tengah-tengah orang Israel sampai sekarang, karena ia telah menyembunyikan orang suruhan yang disuruh Yosua mengintai Yerikho." (Yosua 6:25). Rahab menerima belas kasihan Tuhan lewat imannya yang besar.

Tapi lihatlah fakta berikutnya. Ternyata keselamatan bukan satu-satunya yang dia peroleh, karena kemudian kita pun bisa melihat bahwa Rahab tertulis dalam silsilah Yesus yang ada dalam Matius 1:5.

Berawal dari keputusannya untuk menyelamatkan para pengintai yang diutus oleh Yosua dengan didasari iman yang kuat kepada Tuhan yang pada saat itu bukanlah Pribadi yang disembah oleh bangsanya.

Apa yang ditunjukkan oleh Rahab adalah iman. Dikatakan "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Dan itulah yang dimiliki Rahab. Bukankah ia mendasari keputusannya dengan iman yang  percaya kepada Tuhan yang ia dengar? Ia tidak mengetahui apa yang terjadi selanjutnya, tetapi ia percaya. Itulah sebuah iman, dan Rahab memilikinya.

Berkaitan dengan surat Yakobus, kita juga harus melihat bahwa iman Rahab itu menjadi sempurna karena disertai dengan perbuatan. Rahab tidak berhenti hanya kepada percaya saja, tetapi ia pun mengaplikasikannya dalam perbuatan nyata. Iman Rahab bukanlah iman yang kosong, imannya adalah iman yang disertai perbuatan.

(bersambung)

Tuesday, August 27, 2024

Kisah Rahab (9)

 (sambungan)


Belakangan dalam kitab Ibrani ia digolongkan sebagai salah satu saksi iman. Ayatnya berbunyi sebagai berikut:

"Karena iman maka Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa bersama-sama dengan orang-orang durhaka, karena ia telah menyambut pengintai-pengintai itu dengan baik." (Ibrani 11:31).

Seperti yang saya sudah sebutkan diawal renungan ini, Rahab berada dalam sebuah kelompok saksi iman bersama-sama dengan Habel, Henokh, Nuh, Abraham dan istrinya Sara, Ishak, Yakub, Yusuf, Musa, Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel.

Kalau diibaratkan hall of fame, maka Rahab berada disana bersama sederetan nama-nama besar yang pasti tidak asing lagi bagi kita.

Dalam Yakobus 2:25 ia dijadikan contoh pula tentang iman yang disertai perbuatan. "Dan bukankah demikian juga Rahab, pelacur itu, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia menyembunyikan orang-orang yang disuruh itu di dalam rumahnya, lalu menolong mereka lolos melalui jalan yang lain?" Hanya ada dua nama yang diangkat Yakobus akan hal ini, dan satunya lagi adalah Abraham.

Kembali ke kitab Yosua, ...

(bersambung)

Monday, August 26, 2024

Kisah Rahab (8)

 (sambungan)

4. Rahab percaya bahwa Tuhan penuh belas kasihan

"Maka sekarang, bersumpahlah kiranya demi TUHAN, bahwa karena aku telah berlaku ramah terhadapmu, kamu juga akan berlaku ramah terhadap kaum keluargaku; dan berikanlah kepadaku suatu tanda yang dapat dipercaya, bahwa kamu akan membiarkan hidup ayah dan ibuku, saudara-saudaraku yang laki-laki dan yang perempuan dan semua orang-orang mereka dan bahwa kamu akan menyelamatkan nyawa kami dari maut." (ay 12-13)

Kebesaran iman Rahab ternyata tidak berhenti pada kebesaran, kekuasaan dan kedaulatan Tuhan saja tapi ia juga menyadari bahwa Tuhan itu penuh belas kasih. Jika tidak, ia tentu tidak akan memohonkan keselamatan turun atas dirinya beserta keluarga, bahkan lebih luas lagi ia pun minta keselamatan juga turun kepada semua orang-orangnya mereka.

Perhatikan hal unik berikut. Dalam menggambarkan perasaan dan situasi warga Yerikho, Rahab menggunakan kata 'kami'. Tapi untuk menunjukkan iman, Rahab menggunakan kata 'aku'. Itu jelas menunjukkan bahwa ia menggantungkan imannya kepada Tuhan.

Maka Rahab kemudian menerima belas kasihan Tuhan. Ia dan keluarga besarnya diselamatkan. Kebesaran imannya tercatat hingga ribuan tahun sesudah jamannya.

(bersambung)

Sunday, August 25, 2024

Kisah Rahab (7)

 (sambungan)

3. Rahab percaya pada kebesaran dan kedaulatan Tuhan

"...sebab TUHAN, Allahmu, ialah Allah di langit di atas dan di bumi di bawah." (ay 11b)

Bagi saya ini merupakan bagian yang paling menarik.

Kalau dalam dua poin sebelumnya Rahab menyatakan keyakinannya dengan berdasarkan pada apa yang ia tahu dari berita yang sampai kepada diri dan bangsanya, ayat 11 ini mengungkapkan isi hatinya secara pribadi, siapa Tuhan dimatanya. Apa yang ia rasakan, apa yang ia percaya, apa yang ia yakini.

Bukankah luar biasa bahwa kalimat ini dikatakan oleh seorang wanita yang berprofesi sebagai pelacur dan merupakan warga dari bangsa yang menyembah berhala? Rahab sampai pada kesimpulan bahwa Tuhan bangsa Israel adalah Allah atas langit dan bumi. Itu ia percaya tanpa keraguan sedikitpun dan disampaikannya dengan tegas dan lugas pula.

Jadi kalau bangsa Israel dilepaskan dari bangsa Mesir oleh Tuhan, dituntun dalam perjalanannya, bisa menumpas bangsa-bangsa yang menghalangi mereka dan kemudian ada dalam rencana Tuhan untuk memperoleh kota dimana ia tinggal, itu tidak lain karena Tuhan berkuasa dan berdaulat atas segala-galanya baik di Surga dan bumi. Rahab percaya akan hal itu.

(bersambung)

Saturday, August 24, 2024

Kisah Rahab (6)

 (sambungan)

2. Rahab percaya pada kuasa Tuhan

Ayat berikutnya berbunyi: "Sebab kami mendengar, bahwa TUHAN telah mengeringkan air Laut Teberau di depan kamu, ketika kamu berjalan keluar dari Mesir, dan apa yang kamu lakukan kepada kedua raja orang Amori yang di seberang sungai Yordan itu, yakni kepada Sihon dan Og, yang telah kamu tumpas. Ketika kami mendengar itu, tawarlah hati kami dan jatuhlah semangat setiap orang menghadapi kamu..." (ay 10-11a)

Berita tentang kebesaran kuasa Tuhan sudah sampai ke Yerikho. Tuhan melepaskan bangsa Israel dari perbudakan bangsa Mesir, menyertai perjalanan mereka di padang gurun, melepaskan mereka dari pengejaran Firaun beserta bala tentara dan kekuatan persenjataan lengkap dengan membelah laut sehingga bangsa Israel bisa berjalan melewatinya lalu menutup laut itu kembali menenggelamkan Firaun dan prajuritnya.

Bangsa Sihon dan Og juga berhasil ditumpas dengan Allah di pihak mereka. Hal itu membuat Rahab tahu Tuhannya orang Israel Maha Kuasa dan tidak akan ada yang sanggup melawan.

(bersambung)

Friday, August 23, 2024

Kisah Rahab (5)

 (sambungan)

Dari apa yang dikatakan Rahab diatas setidaknya ada empat alasan yang bisa temukan. Mari kita lihat satu persatu.

1. Rahab tahu rencana Tuhan, dan ia percaya tidak akan ada yang bisa menghalanginya

Rahab bilang: "Aku tahu bahwa Tuhan telah memberikan negeri ini kepada kamu dan bahwa kengerian terhadap kamu telah menghinggapi kami dan segala penduduk negeri ini gemetar menghadapi kamu." (ay 9).

Lihatlah Rahab memulai perkataannya dengan "Aku tahu". Ia tidak berkata, "Dengar-dengar sih...", "kata orang..", "sepertinya", "siapa tahu", "mungkin" dan sejenisnya, tapi ia tegas menggunakan kata "Aku tahu". Itu jelas menunjukkan kepercayaannya kepada Tuhan orang Israel pada masa itu.

Rahab tahu:
- Apa yang jadi rencana Tuhan, dan:
- apabila memang Tuhan berkehendak untuk memberikan Yerikho kepada bangsa Israel, tidak ada satu orang pun yang bisa menghalangi hal itu untuk terjadi.

Karena itu Rahab memutuskan untuk mengikuti rencana Tuhan.

(bersambung)

Thursday, August 22, 2024

Kisah Rahab (4)

 (sambungan)

Kenapa Rahab berani melakukan itu? Ini kata Rahab setelah orang suruhan raja Yerikho pergi meninggalkan rumahnya dengan tangan hampa, yaitu dalam kitab Yosua 2:9-13, yaitu sebagai berikut:

Aku tahu, bahwa TUHAN telah memberikan negeri ini kepada kamu dan bahwa kengerian terhadap kamu telah menghinggapi kami dan segala penduduk negeri ini gemetar menghadapi kamu. (9)

Sebab kami mendengar, bahwa TUHAN telah mengeringkan air Laut Teberau di depan kamu, ketika kamu berjalan keluar dari Mesir, dan apa yang kamu lakukan kepada kedua raja orang Amori yang di seberang sungai Yordan itu, yakni kepada Sihon dan Og, yang telah kamu tumpas. (10)

Ketika kami mendengar itu, tawarlah hati kami dan jatuhlah semangat setiap orang menghadapi kamu, sebab TUHAN, Allahmu, ialah Allah di langit di atas dan di bumi di bawah. (11)

Maka sekarang, bersumpahlah kiranya demi TUHAN, bahwa karena aku telah berlaku ramah terhadapmu, kamu juga akan berlaku ramah terhadap kaum keluargaku; dan berikanlah kepadaku suatu tanda yang dapat dipercaya, (12)

bahwa kamu akan membiarkan hidup ayah dan ibuku, saudara-saudaraku yang laki-laki dan yang perempuan dan semua orang-orang mereka dan bahwa kamu akan menyelamatkan nyawa kami dari maut." (13)

Dari apa yang dikatakan Rahab diatas setidaknya ada empat alasan yang bisa temukan. Mari kita lihat satu persatu.

(bersambung)

Wednesday, August 21, 2024

Kisah Rahab (3)

 (sambungan)

Diluar masalah iman, mereka manusia yang sama dengan kita, yang punya kelemahan, kekurangan dan keterbatasan. Bahkan beberapa di antara mereka pernah mengalami kejatuhan.

Lantas, dari Rahab kita tahu bagaimana Tuhan memperhitungkan iman manusia tanpa memandang muka atau status, juga masa lalu. Semua orang punya kesempatan yang sama untuk menerima kasih karunia dan belas kasihanNya tanpa terkecuali.

Kisah Rahab muncul dalam perikop mengenai Pengintai-pengintai di Yerikho dalam Yosua 2:1-24. Rahab disebutkan berprofesi sebagai pelacur yang tinggal di balik tembok tebal menjulang kota Yerikho.

Pada suatu hari Yosua melepas dua orang pengintai untuk mengamati kota Yerikho. Mereka ini kemudian bertemu dengan Rahab. Meski kedua mata-mata ini masuk diam-diam, ternyata kedatangan mereka diketahui oleh Raja Yerikho. Sang raja pun segera mengirimkan utusannya untuk menggeledah rumah Rahab, yang dicurigai sebagai tempat persembunyian para pengintai itu. Rahab lalu memutuskan untuk menyembunyikan kedua pengintai itu di atas sotoh (sotoh adalah bagian atas atau atap rumah yang dibangun dari tembok batu) rumahnya sehingga mereka pun selamat dari penangkapan.

Tindakan Rahab jelas sebuah tindakan yang beresiko. Menyembunyikan mata-mata, jika ketahuan tentu ia harus bayar dengan nyawa. Tetapi ia dengan berani melakukannya.

(bersambung)

Tuesday, August 20, 2024

Kisah Rahab (2)

 (sambungan)

Kalau komik-komik ini punya tokoh-tokoh supernya, Alkitab pun punya daftar pahlawan iman yang bersinar pada jamannya masing-masing dimana sinarnya masih terang benderang pula buat kita hari ini.

Coba perhatikan daftar para saksi iman dalam Ibrani 11:1-40 yang berisi nama-nama tokoh luar biasa yang sudah membuktikan kehebatan atau kebesaran iman mereka sehingga pantas dijadikan teladan sepanjang masa. Dan mereka ini bukanlah tokoh fiksi atau fiktif melainkan pernah hidup pada jamannya masing-masing dan masih menginspirasi hingga hari ini.

Dari nama-nama yang disebutkan dalam Ibrani 11:1-40 ini ada dua orang wanita, yaitu Sara dan Rahab. Hal yang unik, Rahab bukanlah wanita terhormat seperti Sara melainkan seorang pelacur. Bagaimana seorang dengan profesi bergelimang dosa seperti Rahab bisa masuk dalam daftar saksi atau pahlawan iman ini? Seperti apa imannya sampai ia bisa berada dalam satu daftar dengan tokoh-tokoh seperti Habel, Henokh, Nuh, Abraham dan istrinya Sara, Ishak, Yakub, Yusuf, Musa, Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel?

Itu dari surat Ibrani. Kalau dalam surat Yakobus,  Rahab adalah satu dari hanya dua nama yang disebutkan sebagai pahlawan iman. Satunya lagi adalah Abraham. Disandingkan dengan Abraham dalam surat Yakobus, itu tentu sangat istimewa. Jika anda ingin membaca tentang iman Rahab, anda bisa membacanya dalam Yakobus 2:25.  

Bagi saya, keberadaan Rahab dalam daftar ini sangat memperkuat kesan bahwa para saksi/pahlawan iman ini bukanlah manusia super atau superhero dengan kekuatan ajaib tapi mereka adalah manusia biasa sama seperti kita. Bedanya, mereka punya iman yang kuat yang sudah teruji di saat mereka menghadapi situasi sulit dalam masa hidupnya.

(bersambung)

Monday, August 19, 2024

Kisah Rahab (1)

 Ayat bacaan: Yosua 2:9-13
==================
"Aku tahu, bahwa TUHAN telah memberikan negeri ini kepada kamu dan bahwa kengerian terhadap kamu telah menghinggapi kami dan segala penduduk negeri ini gemetar menghadapi kamu. Sebab kami mendengar, bahwa TUHAN telah mengeringkan air Laut Teberau di depan kamu, ketika kamu berjalan keluar dari Mesir, dan apa yang kamu lakukan kepada kedua raja orang Amori yang di seberang sungai Yordan itu, yakni kepada Sihon dan Og, yang telah kamu tumpas. Ketika kami mendengar itu, tawarlah hati kami dan jatuhlah semangat setiap orang menghadapi kamu, sebab TUHAN, Allahmu, ialah Allah di langit di atas dan di bumi di bawah. Maka sekarang, bersumpahlah kiranya demi TUHAN, bahwa karena aku telah berlaku ramah terhadapmu, kamu juga akan berlaku ramah terhadap kaum keluargaku; dan berikanlah kepadaku suatu tanda yang dapat dipercaya, bahwa kamu akan membiarkan hidup ayah dan ibuku, saudara-saudaraku yang laki-laki dan yang perempuan dan semua orang-orang mereka dan bahwa kamu akan menyelamatkan nyawa kami dari maut."


Apakah anda termasuk penggemar Marvel Universe? Saya rasa hampir semua generasi yang hidup di jaman sekarang suka pada film-film ini. Ada banyak superhero yang berasal dari komik keluaran Marvel. Semua punya kekuatannya sendiri, juga kelemahannya sendiri. Mereka bergabung dalam kelompok yang dinamakan The Avengers.

Kalau Marvel punya The Avengers, maka DC Comics punya Justice League, yang berisi gabungan dari superhero-superhero hasil ciptaan dari komik ini. Iron Man, Spiderman, Thor, Captain America, misalnya, itu dari Marvel, sementara Superman, Batman, Wonder Woman, itu dari DC Comics. Indonesia pun punya tokoh-tokoh superheronya sendiri seperti Gundala, Godam dan lain-lain.

Dan kita yang hidup di jaman sekarang sangat dimanjakan lewat film-film berbasiskan dua perusahaan besar komik superhero ini, karena special effect pada saat ini sudah sangat maju. Fantasi ditampilkan secara visual begitu canggih dan megah, seolah terlihat benar-benar nyata. Tokoh superhero dalam negeri pun mulai unjuk gigi di layar lebar. Siapa tahu, nanti kita bakal bisa menyaksikan para superhero dalam negeri ini bergabung menjadi satu seperti The Avengers atau Justice League. Saya yang waktu kecil mengikuti komik-komik superhero dalam negeri ini sangat menantikan hal tersebut.

Diluar para karakter fiktif dengan kemampuan superheronya, tentu saja kita juga punya pahlawan-pahlawan yang berjasa besar dalam memperjuangkan kemerdekaan. Mereka mengorbankan segalanya, termasuk nyawa mereka, agar kita, anak cucunya, bisa merasakan hidup di alam kemerdekaan, bebas dari belenggu penjajahan. Mereka bukanlah orang-orang dengan kemampuan super, melainkan manusia biasa. Dengan peralatan dan persenjataan apapun, bahkan bambu runcing mereka dengan gigih melawan dan mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Dan alangkah sangat baik apabila kita mengenang jasa-jasa mereka terlebih di saat kita merayakan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia seperti sekarang.

(bersambung)

Sunday, August 18, 2024

Keluarga Sepakat, Keluarga Bahagia (7)

 (sambungan)

Ikatan suami istri adalah ikatan kuat yang dimateraikan langsung oleh Tuhan sendiri. Yesus mengatakan "Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu." (Matius 19:5-6a). Ayat ini sudah tidak asing lagi, sudah sangat familiar bahkan, tetapi masih sedikit sekali orang yang menyadari betul hal tersebut dalam membangun keluarga.

Suami istri secara fisik memang terdiri atas dua tubuh, tapi ikatan pernikahan yang dimateraikan Tuhan secara langsung membuat mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Bukan hanya dalam satu dua hal, namun dalam segala hal, termasuk dalam memutuskan sesuatu dan bersepakat dalam mengambil keputusan.

Ketika anda ingin komitmen untuk membangun dan merawat kehidupan keluarga seperti sebuah pertanian, ingatlah untuk membangun gaya hidup sepakat di dalamnya. Seperti halnya bertani, hasilnya tidak langsung jadi melainkan butuh proses. Jalani prosesnya dengan benar, nikmati setiap langkahnya, jangan langgar covenant dengan Tuhan, pegang teguh janji nikah, bersepakatlah dalam membangun mesbah keluarga, membangun keluarga yang takut akan Tuhan. Maka anda akan merasakan keindahan sebuah keluarga seperti apa yang diinginkan Tuhan untuk kita nikmati.

Keluarga yang kuat bukan lemah, keluarga yang hangat bukan dingin, keluarga yang bahagia bukan menderita. Keluarga yang bisa merasakan 'heaven on earth', bukan 'hell break loose'. Anda ingin merasakannya? Mulailah dengan membenahi hubungan dalam keluarga yang didasarkan kesepakatan untuk hidup dalam kesepakatan dengan Tuhan.

Kesepakatan antar anggota keluarga dengan melibatkan Tuhan adalah pondasi kuat sebuah keluarga

Saturday, August 17, 2024

Keluarga Sepakat, Keluarga Bahagia (6)

 (sambungan)

Kesepakatan juga bisa diibaratkan sebagai sebuah teamwork atau kerjasama tim yang harmonis. Saling dukung, saling bantu, saling dukung. Dalam pengambilan keputusan yang penting, pasangan dilibatkan, sepakat berdoa bersama dan sepakat mengambil solusi. Suami memimpin istri dan anak-anak dalam menjaga ikatan perjanjian (covenant) dengan Tuhan.

Suami istri sama-sama memegang teguh janji nikahnya, sama-sama bertanggung jawab terhadap perkembangan moral dan spirit anak. Rajin membangun mesbah keluarga sebagai sendi yang akan memperkuat seisi keluarga dalam menghadapi beragam godaan, tipuan atau penyesatan-penyesatan yang ada di dunia. Keluarga sepakat dalam Tuhan, seirama dalam melangkah.

Mungkin perselisihan atau pertengkaran kecil bisa saja terjadi di sana sini, tetapi seharusnya tidak akan membawa potensi kehancuran. Keluarga yang mendasarkan hidupnya kepada Tuhan akan kuat, kokoh dan tahan goncangan. Keluarga seperti inilah yang akan bisa berdampak besar memberkati sesamanya dan bisa merasakan kehangatan penuh kasih, sukacita dan damai sejahtera di dalamnya.

Kerjasama yang baik dalam keluarga harus melibatkan Tuhan, dimana kita sekeluarga mengikuti isi hati Tuhan dan berjalan menuju apa yang menjadi rencana Tuhan dalam hidup kita. Roh-roh perpecahan akan terus berusaha memecah belah kita, namun sebuah kesepakatan dan kerja sama tim yang kuat dalam Tuhan akan membuat kita tidak gampang diporak-porandakan iblis. Ingatlah ada Yesus ditengah-tengah kita ketika kita bersepakat bersama-sama dalam keluarga. Bukankah hal ini sungguh indah?

(bersambung)

Friday, August 16, 2024

Keluarga Sepakat, Keluarga Bahagia (5)

 (sambungan)


Dari pengalaman saya sendiri, bersepakat dalam segala hal antara suami dan istri atau kalau perlu melibatkan anak dan anggota keluarga lainnya akan menghasilkan sebuah keluarga dengan ikatan kuat dan harmonis. Hari-hari ini tidak jarang kita melihat suami dan istri berjalan terpisah.

Suami ke kiri, istri ke kanan. Istri yang tidak mendukung suami, tidak berada di sisi suaminya ketika sang suami sedang mendapat masalah. Atau sebaliknya suami yang tidak peduli kebutuhan istrinya, menganggap istrinya tidak tahu apa-apa, memutuskan segalanya sendiri. Kesibukan yang menyita waktu membuat mesbah keluarga berantakan dan terabaikan. Semua berjalan sendiri-sendiri, dan cepat atau lambat hal ini bisa membahayakan kelanggengan keharmonisan keluarga.

Padahal kesepakatan dalam keluarga itu sangat penting dalam kekristenan. Begitu pentingnya sehingga Yesus sendiri mengatakan "Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Matius 18:19-20).

Sebesar itu kuasa yang bisa ditimbulkan dari yang namanya kesepakatan. Dua atau tiga orang berkumpul, Yesus hadir, dan kesepakatan untuk meminta dalam nama Yesus akan membuat permintaan dikabulkan. Tidakkah kesepakatan itu penting jika demikian? Alangkah sayangnya jika dalam sebuah rumah tangga tidak lagi ada kesepakatan, dan itu seringkali menjadi awal dari kehancuran.

(bersambung)

Thursday, August 15, 2024

Keluarga Sepakat, Keluarga Bahagia (4)

 (sambungan)

Jatuh cinta, pacaran, nikah. Begitulah secara garis besar proses pada umumnya. Meski saling mencintai, seringkali kehidupan berumah tangga tidak serta merta berjalan mudah. Bagaimana tidak, dua orang dengan dua latar belakang, dua sifat, dua tingkah laku, dua pola pemikiran dan sebagainya seringkali membuat adanya pertentangan dalam pengambilan keputusan.

Semirip-miripnya sifat dari pasangan suami istri, tentu ada saja perbedaan di antara keduanya dan apabila ini tidak disikapi dengan baik, maka perselisihan atau pertengkaran pun bisa menjadi akibatnya. Apalagi kalau kebetulan sifat dan gaya keduanya bertolak belakang, maka potensi perselisihan pun semakin besar. Ada pula yang tidak melawan tapi di dalam merasa tertekan. Sebaliknya ada yang memberontak sehingga pertengkaran besar pun terjadi meski mungkin sumber masalahnya pada mulanya kecil. Bagai api, bisa kecil saat baru menyala tapi kemudian sanggup membakar habis sebuah hutan yang luas dan sulit sekali dipadamkan.

Lalu ada juga pasangan yang sebenarnya belum siap nikah, belum siap membentuk keluarga tapi sudah mengambil keputusan untuk itu. Ada juga yang belum sempat membangun pondasi kuat antara suami istri, anak langsung hadir. Fokus kesibukan berpindah. Belum lagi kesibukan kerja atau kegiatan masing-masing yang membuat komunikasi dan kedekatan antar suami istri terus bertambah renggang. Mungkin ketemu saja sudah jarang, apalagi ngobrol.  

Kalau sudah begini, mau bagaimana bisa sepakat? Untuk sepakat dalam hal ringan saja sudah tidak lagi, apalagi dalam pengambilan keputusan-keputusan penting yang seharusnya melibatkan Tuhan, bersepakat untu sepakat dalam Tuhan.

(bersambung)

Wednesday, August 14, 2024

Keluarga Sepakat, Keluarga Bahagia (3)

 (sambungan)

Saya sendiri sudah beberapa kali terlibat melayani keluarga di ambang kehancuran. Ada yang bahkan kambuhan. Maksudnya, setelah berhasil membuat mereka kembali rukun, pertikaian besar dan ancaman cerai bisa muncul dan muncul lagi di kemudian hari.

Dari apa yang saya lihat lewat pengalaman saya sendiri, banyak pernikahan atau keluarga hancur berawal dari pemahaman atau penetapan tujuan yang salah saat hendak membentuk keluarga. Alasan supaya bisa lebih bahagia, dapat jaminan masa depan (biasanya finansial), atau memandang pernikahan bak peternakan alias hanya cari keturunan.

Kebanyakan dari mereka ini tidak menyadari bahwa pernikahan adalah sesuatu yang harus terus diusahakan, dikerjakan, dirawat seperti halnya bertani.

Bayangkan jika anda merupakan seorang petani. Anda tentu tidak bisa mengharapkan panen baik kalau tidak terlebih dahulu menanam bibit kualitas baik di tanah gembur, disiram, kalau perlu diberi pupuk, anti hama dan sebagainya. Anda tidak menanam, maka tidak ada yang tumbuh kecuali semak ilalang atau rumput liar. Ditanam tapi tidak rajin disiram, tanaman akan sulit tumbuh. Disiram tapi tidak dirawat baik, bisa terserang hama. Disiram anti hama, disiram air tapi tanahnya tidak gembur, bakal sulit mengharapkan hasil baik.

Bagi petani, semua ini adalah kegiatan setiap hari yang harus mereka lakukan agar hasil taninya bisa mendatangkan penghasilan dan mencukupi kebutuhan keluarga. Nanti di lain waktu saya akan membahas lebih jauh mengenai kekeliruan banyak orang memandang pernikahan sebagai peternakan dan bukan pertanian. Untuk kali ini saya ingin memberi penekanan mengenai kesepakatan dan fokus kepada pentingnya kesepakatan dalam keluarga yang sepakat dalam Tuhan.

(bersambung)

Tuesday, August 13, 2024

Keluarga Sepakat, Keluarga Bahagia (2)

 (sambungan)

Ini membuat saya tambah bingung. Secara jelas Kekristenan tidak memperbolehkan cerai. Setiap pernikahan seharusnya sudah menempuh pendidikan pra-nikah, itu harusnya bisa membuat mereka bisa berpikir mau melanjutkan atau tidak sebelum disahkan. Dan kemudian saat disahkan, Tuhan sendiri yang menjadi saksi saat kita mengucapkan janji nikah. Itu jelas dikatakan dalam Maleakhi 2:14.

Kalau namanya Tuhan sendiri yang menjadi saksi, berarti seharusnya ada pertanggungjawaban yang tidak main-main di dalam sebuah pernikahan. Bentuk ikatan dengan Tuhan sendiri bertindak sebagai saksi, itu serius sekali. Ikatan perjanjian seperti ini kalau dilanggar bisa berat konsekuensinya. Kalau dengan sesama manusia saja kita bisa bermasalah besar jika melanggar perjanjian, bayangkan jika yang kita langgar adalah ikatan dengan Tuhan di dalamnya.

Lebih lanjut, menurutnya faktor yang terbanyak biasanya berikisar pada tidak ada kecocokan, tidak ada rasa lagi, kekerasan dalam rumah tangga baik fisik maupun verbal, perselingkuhan dan perilaku-perilaku buruk  dari salah satu atau keduanya. Rasa benci itu biasanya sudah terlanjur membengkak, sehingga tidak ada peluang lagi untuk rekonsiliasi atau berbaikan.

Lagi-lagi saya membayangkan alangkah ironisnya saat kedua orang tua bertikai dan berpisah dengan tidak baik-baik, anak-anak kemudian akan jadi korban. Bukan saja mereka kehilangan salah satu figur penting dalam pertumbuhan mereka, tapi biasanya seperti yang sudah saya sebut diatas, kehancuran itu bisa terjadi hingga ke mental maupun moral mereka.  

(bersambung)

Monday, August 12, 2024

Keluarga Sepakat, Keluarga Bahagia (1)

 Ayat bacaan: Matius 19:5-6a
=======================
"Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu."


Dasarnya orang berkarakter intim alias cepat akrab, saya selalu berusaha membuka percakapan dengan siapapun yang kebetulan ada di dekat saya. Pada suatu kali, saat saya sedang duduk makan, saya berkenalan dengan seseorang disebelah saya yang ternyata berprofesi sebagai pengacara. Kebetulan ia sedang santai dan juga mungkin berkarakter sama, kami pun ngobrol tentang banyak hal.

Salah satu yang kami perbincangkan adalah mengenai profesinya. Saya menanyakan kasus apa yang paling banyak ia tangani, dan ia menjawab bahwa yang paling banyak adalah kasus perceraian dan biasanya dibarengi dengan kasus pembagian harta gono gini. Kasus seperti ini mendominasi agendanya setidaknya sejak 10 an tahun terakhir.

"Saya suka heran melihat klien-klien ini. Kalau mereka bisa saling bencinya sampai seperti itu, kok bisa ya dulu mereka menikah.. bahkan sampai punya anak." katanya sambil tertawa kecil.

Saya pun jadi ikut bingung. Iya ya, kok bisa.. Apa mereka ini dulu menikah dadakan tanpa masa penjajakan dan kenalan? Atau karena dipaksa/terpaksa? Atau saking cueknya tidak pikir panjang atau anggap serius pernikahan? Menikah terlalu dini? Menikah bukan karena cinta tapi karena motif-motif atau kepentingan tertentu? Alasan orang menikah itu memang ada banyak ragamnya. Tapi saya heran, bagaimana orang yang dahulu menikah baik-baik, bisa berakhir tidak baik-baik di tengah jalan. Bagaimana kalau sudah punya anak, tidakkah mereka membayangkan kerusakan yang akan terjadi secara mental maupun moral pada buah kasih mereka?

Menariknya adalah pertanyaan berikutnya: adakah pasangan Kristen diantaranya? Menurut bapak pengacara ini bukan cuma ada, tapi banyak.

(bersambung)

Sunday, August 11, 2024

Kuasa Menikmati (8)

(sambungan)


Jangan lupa pula bahwa Yesus sudah mengingatkan kita tentang dimana kita seharusnya bergantung. "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:4-5).

Hendaklah kita bijaksana untuk hidup dalam ketaatan penuh kepada Tuhan, mengasihiNya sepenuh hati, memiliki hidup yang berakar di dalam Tuhan. Membuang hubungan dengan Tuhan tidak saja menghalangi berkat Tuhan tercurah buat kita, tapi juga membuat kita kehilangan kesempatan untuk memperoleh karunia untuk menikmati.

Apakah kita telah mengucap syukur dan puas terhadap segala sesuatu yang telah kita miliki? Apakah kita masih saja selalu merasa kekurangan? Apakah kita saat ini bisa menikmati hasil kerja kita atau semua itu masih saja tidak kunjung membuat kita bahagia?

Jika ini yang terjadi, sekarang waktunya untuk memperbaiki diri dan arah. Banyak atau sedikit tidak masalah, yang penting kita bisa bersukacita dan bersyukur dalam menikmati setiap berkat yang dikaruniakan Tuhan kepada kita.

Ingin bisa bahagia menikmati apa yang ada pada kita? Ingin bisa menikmati berkat Tuhan dalam hidup kita? Menikmati hubungan yang hangat dalam keluarga, menikmati hasil jerih payah dengan penuh ucapan syukur, bersukacita dengan memberkati orang lain dengan berkat yang berasal dari Tuhan, semua itu Tuhan yang punya dan selalu ingin Dia karuniakan kepada kita. Jangan salah fokus sehingga semua itu hanya akan berlalu sia-sia dan mendatangkan kemalangan serta penderitaan yang pahit.

Kekayaan tidak ada gunanya apabila kita tidak memiliki kuasa untuk menikmatinya
 

Saturday, August 10, 2024

Kuasa Menikmati (7)

 (sambungan)


Padahal Yesus sendiri sudah mengingatkan kita akan hal ini.

"Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19-20).

Harta di bumi itu sifatnya fana, tidak kekal dan punya selalu punya resiko untuk ludes, musnah, sirna atau lenyap. Sekali kemalingan saja bisa hilang dalam sekejap mata. Ancamannya banyak, mulai dari ngengat, karat hingga pencuri, kata Yesus. Tapi harta di sorga, tidak ada satupun yang bisa mengambilnya dari kita.

Apakah itu berarti kita tidak boleh hidup berkecukupan atau makmur? Tentu saja boleh. Hanya saja ingat, jangan sampai fokus kita mendahulukan harta di bumi kemudian menomorduakan atau melupakan hidup dalam kebenaran sesuai Firman Tuhan. Jangan sampai kita sibuk mengejar harta kekayaan dengan segala cara, lalu terlambat untuk berpikir mengumpulkan harta di sorga.

Tidaklah heran apabila kita hanya sibuk mengumpul harta di bumi dan melupakan hubungan kita dengan Tuhan, kita bisa kehilangan segalanya termasuk kuasa untuk menikmatinya. Itu hanya akan menjadi kemalangan, kesia-siaan dan penderitaan yang pahit.

(bersambung)

Friday, August 9, 2024

Kuasa Menikmati (6)

(sambungan)


Selanjutnya mari kita lihat ayat berikut ini:

"Setiap orang yang dikaruniai Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bahagiannya, dan untuk bersukacita dalam jerih payahnya--juga itupun karunia Allah." (Pengkotbah 5:19).

Kekayaan, harta benda atau berkat-berkat jasmani itu merupakan karunia Allah yang patut disyukuri. Tapi jangan lupa bahwa kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bahagian dan bisa bersukacita menikmati hasil jerih payah, itu pun merupakan karunia Allah pula.

Ayat ini juga berbicara jelas akan kuasa untuk menikmati sebagai karunia dari Tuhan yang tidak boleh kita abaikan atau lupakan. Jika Pengkotbah mengangkat pesan ini beberapa kali tentulah itu berarti hal ini sangat penting. Ia tentu ingin agar kita tidak melupakan dari mana kuasa menikmati itu berasal, dan memastikan agar kita tidak melewatkannya.

Kuasa inilah sebenarnya yang memampukan kita untuk bisa menikmati setiap hasil jerih payah kita dengan bersukacita. Dan itu tidak tergantung dari besaran harta yang kita miliki, melainkan dari sejauh mana kedekatan, kesetiaan dan ketaatan kita kepada Tuhan, Sang Pemberi baik berkat berbentuk fisik, kesehatan maupun sebuah kesempatan bagi kita untuk menikmati berkat-berkatNya.

Mengejar harta kekayaan di dunia dilakukan begitu banyak orang. Banyak orang tua yang sampai sekarang menginginkan anaknya untuk mencari calon suami yang kaya, tak peduli seperti apa kerohaniannya ketimbang orang yang dewasa dan matang secara iman yang takut akan Tuhan. Banyak orang yang tumbuh dewasa dengan pemahaman ini dan sulit untuk merubah paradigmanya sesuai kebenaran Kerajaan.

(bersambung)

Thursday, August 8, 2024

Kuasa Menikmati (5)

 (sambungan)


Padahal karunia menikmati adalah hal paling mendasar yang dapat membuat kita merasa bahagia. Di saat itulah kita akan merasa bahwa apa yang kita kumpulkan ternyata sia-sia adanya tanpa kehadiran karunia untuk menikmati.
Betapa malangnya, betapa menyedihkan. Betapa sia-sianya semua yang kita punya, ironis, sungguh penderitaan yang pahit, a sickening tragedy. Itulah yang disorot oleh Pengkotbah.

Lewat ayat ini sang Pengkotbah ingin memberitahukan manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya agar jangan pernah, atau jangan sampai melupakan darimana sumber kemampuan menikmati itu berasal.

Manusia terus berusaha menjadi kaya jika mengikuti arus dunia. Berlomba-lomba dengan segala cara untuk terus menumpuk pundi-pundinya lalu melupakan satu hal yang teramat sangat penting, bahwa kuasa menikmati pun sangatlah kita perlukan.

Kalau mau direnungkan, sesungguhnya kemampuan, kuasa atau saya bisa sebut karunia menikmati ini bahkan lebih penting daripada harta, karena jika ini tidak kita miliki maka kita tidak akan bisa menikmati berkat-berkat dalam hidup kita, tak peduli seberapa berlimpahnya harta itu ada pada kita.

Itulah sebabnya ada orang-orang yang sangat kaya raya tetapi hidupnya tidak bahagia, karena mereka tidak memperoleh kuasa untuk menikmatinya. Sebaliknya ada orang-orang yang pendapatannya biasa-biasa saja, hanya secukupnya dari hari ke hari, tetapi mereka masih bisa bersyukur dan merasakan kebahagiaan yang indah bersama keluarganya.

Jadi kita butuh kuasa untuk menikmati. Dari mana kuasa itu bisa diperoleh? Tentu saja, itu merupakan karunia dari Tuhan.

(bersambung)

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (8)

 (sambungan) Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang ...