Saturday, October 31, 2015

Penyamun (2)

(sambungan)

Memang benar, segala sesuatu bisa diberikan Tuhan. Tuhan bisa menyediakan itu semua, bukan hanya sekedar menyediakan tetapi menyediakannya secara berkelimpahan. Tetapi alangkah kelirunya apabila kita menjadikan itu sebagai motivasi utama kita dalam mengikutiNya. Betapa kecewanya Yesus melihat sikap dan perilaku seperti ini dari manusia yang dikasihiNya. Tidaklah heran jika Dia kecewa dan menjadi begitu marah. Lalu sebutan sarang penyamun pun kemudian hadir dari Yesus sendiri ditujukan kepada orang-orang yang hanya sibuk mencari untung kepadaNya.

Betapa kecewanya Yesus melihat sikap dan perilaku seperti ini dari manusia yang dikasihiNya. Tidaklah heran jika Dia kecewa dan menjadi begitu marah. Lalu sebutan sarang penyamun pun kemudian hadir dari Yesus sendiri ditujukan kepada orang-orang yang sibuk mencari untung kepadaNya.

Kemarahan Yesus menggambarkan dengan jelas bagaimana murka Allah turun kepada orang-orang yang bersikap seperti ini. Dalam Perjanjian Lama pun kita bisa melihat kemarahan Tuhan ketika BaitNya dijadikan sebagai sarang penyamun. "Sudahkah menjadi sarang penyamun di matamu rumah yang atasnya nama-Ku diserukan ini? Kalau Aku, Aku sendiri melihat semuanya, demikianlah firman TUHAN." (Yeremia 7:11). Ini adalah sebuah pelanggaran berat yang membawa konsekuensi berat pula.

Lantas apa saja sebenarnya konsekuensi berat yang harus kita tanggung apabila kita berperilaku seperti penyamun? Di dalam Alkitab ada setidaknya beberapa hal yang akan ditimpakan kepada kita, yaitu:
- Tuhan akan melemparkan kita dari hadapanNya. (Yeremia 7:15)
- Murka dan kemarahanNya akan tercurah secara menyala-nyala dan tidak padam-padam. (Yeremia 7:20)
- Tuhan menjauhkan diriNya dari kita (Yehezkiel 8:6)
- Tuhan siap membalas dalam kemurkaanNya (Yehezkiel 8:18)
- Tidak lagi sayang kepada kita (Yehezkiel 8:18)
- Tidak lagi mau mendengarkan kita (Yehezkiel 8:18)
- Kemuliaan Tuhan meninggalkan kita (Yehezkiel 10:1-22)

Lihatlah bagaimana beratnya konsekuensi yang harus ditanggung apabila kita menjadi orang-orang yang mendasarkan hubungan kepada Tuhan dengan didasarkan pada tujuan untuk mencari untung semata. Kecenderungan manusia hari-hari ini adalah hanya memikirkan kehidupan di dunia ini yang sesungguhnya fana adanya, dan lupa untuk memikirkan kehidupan selanjutnya yang justru kekal sifatnya. Mari hari ini kita perhatikan benar motivasi kita ketika beribadah, ketika mencariNya dalam doa, perenungan, saat teduh maupun pujian dan penyembahan.

Yesus sudah mengasihi dan menyelamatkan kita lebih dulu ketika kita masih berdosa (Roma 5:8). Kita seharusnya sudah menjadi ciptaan baru dan hidup di alam kemerdekaan, terlepas dari dosa dan kecemaran serta bisa menerima anugerah keselamatan yang berasal dari Tuhan. Artinya kita seharusnya jangan lagi hidup di sarang penyamun apalagi kalau sampai berlaku sama seperti itu. Hari ini juga, mari miliki motivasi yang benar dalam membangun hubungan denganNya. Bukan karena berharap untung rugi seolah berdagang tapi karena kita mencintaiNya sebagaimana Dia mengasihi kita.

Jangan jadi penyamun, tapi jadilah anak-anak terang yang hidup di bawah kasih karunia Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, October 30, 2015

Penyamun (1)

Ayat bacaan: Yeremia 7:11
===================
"Sudahkah menjadi sarang penyamun di matamu rumah yang atasnya nama-Ku diserukan ini? Kalau Aku, Akusendiri melihat semuanya, demikianlah firman TUHAN."

Jika anda mendalami karya sastra klasik dalam negeri, anda tentu mengenal novel roman di tahun 30an karya Sutan Takdir Alisjahbana berjudul "Anak Perawan di Sarang Penyamun." Karya ini terbukti tidak pernah lekang di telan jaman dan tetap dianggap sebagai sebuah tonggak sejarah dalam kesusastraan kita. Seperti apa rasanya ya kalau ada gadis terperangkap di tengah saran penyamun? Itu tentu bukan tempat favorit bagi siapapun dan pasti ingin kita hindari selama bisa. Alkitab beberapa kali menyebutkan kata sarang penyamun pula, yang ironisnya mengacu kepada sikap yang dimiliki bukan oleh orang asing, tetapi justru di kalangan orang-orang percaya sendiri.

Contoh nyata bisa kita lihat dalam Matius 21:12-17 dimana tercatat kemarahan Yesus ketika mendapati Bait Allah dipakai bagaikan pasar saja. Bukan cuma penjual dan pembeli, tetapi ada pula meja-meja penukar uang atau money changer disana. Itu tentu buruk sekali. Tidaklah heran kalau Yesus pun menjungkir balikkan meja-meja dan bangku para pedagang disana, "dan berkata kepada mereka: "Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun." (Matius 21:13).

Ada fakta menarik untuk disimak. Perhatikanlah bahwa Yesus tidak marah ketika dia difitnah, ditinggalkan, disiksa diluar perikemanusiaan hingga mati di atas kayu salib. Tidak, Yesus tidak marah bahkan masih melepaskan pengampunan buat mereka. Tetapi Dia marah ketika orang menjadikan Bait Allah sebagai tempat berdagang, tempat cari untung. Tuhan begitu mengasihi kita, dan bahkan mengorbankan AnakNya sendiri, Yesus untuk menjalani semua rangkaian proses yang mengerikan demi menyelamatkan kita. Betapa keterlaluan ketika sebagian diantara kita sama sekali tidak menghargai itu semua malah sibuk mencari keuntungan diri sendiri.

Faktanya memang seperti itu. Ada banyak orang yang memiliki tujuan dan agenda tersendiri ketika datang kepada Yesus dengan beribadah ke gereja. Ingin ditolong dari kesulitan finansial, ingin bisnisnya sukses, mencari jodoh dan lain-lain bisa menjadi dasar kedatangan mereka dan bukan karena mengasihi Yesus. Di sisi lain tidak tertutup pula kemungkinan adanya gereja-gereja yang berpusat pada untung rugi duniawi dalam menjalankan misinya. Segala sesuatu bisa diberikan Tuhan. Tuhan bisa menyediakan itu semua, bukan hanya sekedar menyediakan tetapi menyediakannya secara berkelimpahan, tetapi jangan pernah jadikan itu sebagai motivasi utama kita dalam mengikutiNya.

Yang lebih memperihatinkan lagi, ada gereja-gereja yang berpusat pada untung rugi duniawi dalam menjalankan misinya dengan menjanjikan segala sesuatu mulai dari berkat sampai kesembuhan sebagai alat 'promosi' mereka. Dan disana Yesus dipergunakan hanya bagaikan sebuah produk yang menjanjikan keuntungan duniawi saja. Dan terhadap gereja atau oknum-oknum yang menjalankan fungsi bait Allah seperti layaknya pasar ini, Yesus benar-benar marah, dan itu menjadi satu-satunya hal yang menyebabkan Yesus marah selama masa kehadiranNya di dunia dengan mengambil bentuk manusia seperti kita.

(bersambung)


Thursday, October 29, 2015

Hidup Untuk Berbuah

Ayat bacaan: Filipi 1:22
================
"Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah."

Pohon mangga akan dikatakan tumbuh baik apabila menghasilkan buah. Tak peduli sebesar dan serimbun apapun pohonnya, kalau yang namanya pohon mangga tidak menghasilkan buah maka pohon itu belum bisa dikatakan berhasil ditanam. Apa yang bisa menyebabkan pohon tidak berbuah? Ada banyak kemungkinan. Tanah yang kurang subur, kurang pupuk, kurang air/kekeringan atau mungkin pula karena terlalu basah sehingga akarnya busuk. Atau berbagai jenis hama juga bisa membuat pohon menjadi tidak subur dan pada akhirnya mati kalau tidak segera ditangani.

Pohon mangga tugasnya untuk menghasilkan buah mangga yang ranum dan manis. Bagaimana dengan kita? Ada banyak orang tidak menyadari apa yang menjadi tujuan hidupnya. Mereka hanya menjalani sekenanya saja tanpa melakukan sesuatu yang berarti. Dalam bekerja mereka hanya sibuk berhitung untung rugi tanpa mau mengerti terlebih dahulu apa sebenarnya panggilan atau tugas mereka dalam hidup. Tidak jarang pula dosa-dosa terus menyerang seperti hama yang menyerang berbagai bagian pohon. Bagai hama, terkadang letaknya pun tersembunyi sehingga jika tidak awas kita tidak menyadari bahwa kita sedang diserang dosa yang akibatnya bisa mematikan. Sama seperti pohon yang bermasalah, kita pun lama-lama akan kering, tidak lagi menghasilkan buah lalu binasa sia-sia. Menghasilkan buah bukan hanya penting bagi sebuah pohon, tetapi Alkitab jelas berkata bahwa hidup kita pun perlu menghasilkan buah. Bahkan dengan jelas dikatakan bahwa itulah tujuan kita di saat kita masih diberikan kesempatan untuk hidup di muka bumi ini.

Hal itu disampaikan oleh Paulus seperti yang tercatat dalam surat Filipi 1:22. "Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." Paulus mengingatkan kita semua bahwa hidup ini harus penuh dengan buah. He said life has to be fruitful, or else it will just be useless. Untuk itu Paulus pun siap menanggung resiko apapun. Bahkan ia berkata: "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (ay 21). Berbuah adalah satu hal yang harus kita hasilkan selama hidup. Seperti apakah berbuah itu? Berbuah berbicara tentang hidup yang bermakna, bermanfaat dan berguna, bukan saja bagi diri sendiri, tetapi juga terhadap orang lain. Berbuah berbicara tentang sebuah pertumbuhan dan perkembangan menghasilkan sesuatu yang manis. Jika demikian, berbuah merupakan keharusan bagi orang-orang percaya.

Yesus pun berulang kali memberi penekanan akan hal ini. Lihatlah apa kata Yesus berikut: "Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal." (Matius 12:33). Dari buahnyalah sebuah pohon dikenal. Hal ini diulang Yesus beberapa kali dalam berbagai kesempatan, seperti ketika Dia menyampaikan perihal pengajar-pengajar yang sesat dalam Matius 7:15-23. Agar dapat membedakan mana yang benar dan sesat, kita bisa melihat itu dari buah-buah yang dihasilkan. "Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri?" (ay 16). Seperti apa buah yang kita hasilkan akan sangat menentukan seperti apa kita sudah menjalani tujuan hidup kita. Dan Tuhan tidak main-main mengenai kehidupan yang berbuah atau tidak ini."Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api." (ay 19). Lalu kembali kita menemukan peringatan Yesus yang sama: "Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka." (ay 20). Pohon yang tidak menghasilkan buah tidak ada gunanya dipertahankan. Batang kering itu hanya akan berakhir dengan ditebang lalu dibakar. Seperti itu pula kehidupan yang kita jalani dengan sia-sia. Semua hanya akan berakhir dalam api yang menyala-nyala.

Adalah baik jika kita sudah bertobat, tetapi kita harus melanjutkannya dengan menghasilkan buah yang baik, yang akan terasa segar dan manis pula bagi orang lain. Sebuah pertobatan harus berlanjut kepada berbuah, seperti apa yang dikatakan Yesus: "Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (ay 8). Kita pun harus menjaga diri kita baik-baik agar jangan sampai dosa-dosa kembali menyerang kita baik secara terang-terangan maupun tersembunyi. Semua itu bisa membuat kita berhenti menghasilkan buah sehingga akibatnya bisa menjadi sangat fatal di kemudian hari.

Adalah penting bagi kita untuk menyadari tujuan hidup kita di dunia secara umum, dan itu adalah dengan bekerja memberi buah. Tidak sedikit orang percaya yang lupa akan hal ini. Kita merasa puas dengan menjadi orang percaya, atau merasa sudah cukup ketika kita mencapai jabatan-jabatan tertentu baik dalam pekerjaan maupun dalam pelayanan. Semua itu tidaklah salah asal jangan kemudian merubah kita menjadi sombong. Tetapi kita pun perlu menyadari bahwa Tuhan tidak peduli setinggi apa jabatan kita, atau berapa lama kita sudah menjadi pengikutNya. Apa yang Dia perhatikan adalah buah yang kita hasilkan, apakah kita sudah bertumbuh dengan subur dan menghasilkan banyak buah ranum yang rasanya manis dan segar, atau kita tidak kunjung menghasilkan apapun dalam hidup ini.

Yesus mengingatkan: "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar." (Yohanes 15:4-6). Jangan lupa bahwa ranting-ranting yang tidak berbuah akhirnya akan dipotong (ay 2a), lalu dikumpulkan dan dicampakkan ke dalam api. Ini adalah sesuatu yang tidak main-main. Oleh karena itu selama kita masih diberi kesempatan untuk hidup, pastikanlah bahwa kita terus berbuah.

Teruslah bertumbuh dan hasilkan buah-buah yang manis sesuai pertobatan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, October 28, 2015

Closed-Circuit Television

Ayat bacaan: Amsal 15:3
================
"Mata TUHAN ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik."

Hampir semua toko, bank atau tempat-tempat yang memerlukan pengawasan mempergunakan CCTV alias Closed-circuit television. Teknologi memang sudah memungkinkan untuk melakukan pemantauan baik secara lokal maupun dengan menghubungkannya ke badan/departemen terkait seperti kantor polisi misalnya. Istri saya pernah iseng melakukan hal yang terinspirasi dari CCTV. Ia memasang webcam pada laptop dan meletakkannya di bagian rumah dimana anjing-anjing piaraan kami ditempatkan. Peletakan diatur sedemikian rupa agar semua pergerakan mereka bisa terpantau webcam. Dengan aplikasi Skype, istri saya bisa melihat tingkah, polah dan gerak-gerik masing-masing selagi kami tidak di rumah. Teknologi yang semakin maju saat ini sudah memungkinkan kita untuk bisa memantau situasi dari jarak yang sangat jauh dari lokasi. Kalau dulu orang hanya mampu melihat sejauh jarak pandangan matanya, maka sekarang lewat teknologi kita bisa melihat lebih jauh dari kemampuan mata kita sendiri. Bahkan ada aplikasi yang bisa memungkinkan kita untuk melihat beberapa CCTV sekaligus dari belahan dunia yang berbeda secara nyaris real time.

Jika teknologi masih terus berusaha untuk memampukan mata kita melihat hal-hal yang tadinya tidak bisa diwujudkan hanya dengan mengandalkan mata yang tertempel di wajah, mata Tuhan sudah sejak awal mampu berfungsi seperti itu. Tuhan sanggup berada di segala tempat pada satu waktu yang sama untuk memantau dan mengawasi segala sesuatu yang kita lakukan. Salomo berkata: "Mata TUHAN ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik." (Amsal 15:3). Tidak ada satupun tempat di dunia bahkan di jagat raya ini yang berada di luar jangkauan penglihatan Tuhan.

Kita bisa membaca catatan lainnya lewat ayah Salomo sendiri dalam Mazmur 139 yang bertajuk "Doa di hadapan Allah yang maha tahu." Dalam bagian Mazmur ini kita bisa melihat bagaimana Tuhan menyelidiki dan mengenal kita. "TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku." (ay 1). Selanjutnya dikatakan Dia mengetahui pikiran kita (ay 2), melihat kita bekerja dan beristirahat serta mengetahui apapun yang kita perbuat (ay 3), Dia pun tahu apa yang menjadi isi hati kita sebelum kita mengucapkannya. (ay 4). Tidak satupun tempat yang tersembunyi dariNya (ay 7-10), bahkan di tempat yang tergelap sekalipun Tuhan bisa melihat. (ay 11-12). Semua ini menunjukkan bagaimana mata Tuhan tidak pernah gagal menjangkau segala sudut dari hidup kita. MataNya ada dimana-mana, di segala tempat, mengawasi yang jahat dan yang baik, memeriksa kita sampai bagian yang terdalam, apakah ada niat-niat buruk yang masih bercokol atau tidak.

Bagi orang hidup benar, mengasihi Tuhan dan rajin melakukan kehendakNya ini merupakan sebuah kabar yang menggembirakan. Dengan mengetahui hal ini kita tahu sekarang bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita, Dia ada bersama kita dalam setiap waktu, baik dalam keadaan suka maupun duka, dalam keadaan tenang maupun penuh gejolak. Tidak ada satupun yang luput dipantauNya, kita selalu ada dalam jarak pandangNya. Tuhan berada bersama kita kemanapun kita melangkah, dan itu bisa membuat kita tidak perlu takut menghadapi apapun. Menyadari keberadaan Tuhan dengan kasih setiaNya setiap waktu bersama kita akan membuat kita menyadari bahwa semua yang kita lakukan demi namaNya tidak akan pernah Dia abaikan, meski mungkin di dunia tidak ada satupun orang yang mengapresiasi.

Bagaimana dengan orang yang hidupnya melanggar ketetapan-ketetapan Tuhan? Buat orang yang terus memilih untuk hidup cemar, ini jelas menjadi sebuah kabar buruk. Jika ada orang yang selama ini berpikir bahwa bisa selamat jika perbuatan jahatnya tidak diketahui orang lain, berpikir bahwa jika tidak ada orang yang melihat maka mereka bisa selamat, mereka akan tahu bahwa tidak ada tempat atau kesempatan sedikit pun sebenarnya untuk menyembunyikan diri dari pandangan mata Tuhan. Tuhan melihat segalanya dan tahu segalanya. Meski kebohongan, kecurangan atau kejahatan bisa disimpan rapi sehingga bisa lolos di dunia, serapi apapun penipuan atau kebohongan itu sehingga mampu mengecoh manusia, di mata Tuhan semua itu akan selalu terlihat dengan amat sangat jelas.

Penulis Ibrani berkata: "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Baik atau jahat, semua perbuatan dan niat kita akan sangat transparan di mata Tuhan, bahkan apa yang ada di dalam hati dan pikiran kita pun sesungguhnya terbuka di mata Tuhan. "Roh manusia adalah pelita TUHAN, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya." (Amsal 20:27).

Apapun yang kita lakukan, rencana yang ada di pikiran kita atau perasaan dalam hati kita, ingatlah bahwa Tuhan sedang memandang dan akan terus memantau kita. Maka hendaklah kita menjaga sikap, perbuatan, pikiran, perasaan, tingkah laku dan perkataan kita agar tidak berseberangan dengan kehendakNya. Mari kita buat Tuhan tersenyum bahagia dan bangga melihat bagaimana kita menjalani hidup dengan sebaik-baiknya seperti yang Dia inginkan, baik ketika terlihat oleh orang lain maupun tidak. Sepanjang waktu Tuhan ada bersama kita, melihat dan menyelidiki kita, pergunakanlah kesempatan ini sebagai sebuah jaminan penyertaan dari Tuhan kepada anak-anakNya yang taat dan setia dan bukan sebagai sesuatu yang kita anggap mengganggu kebebasan kita dalam melanggar ketetapanNya

"Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia." (2 Tawarikh 16:9)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, October 27, 2015

Melakukan Kehendak Tuhan pada Zamannya (2)

(sambungan)

Kalau kita baca dalam Pengkotbah pasal 3 kita akan menemukan firman Tuhan yang menerangkan panjang lebar bahwa untuk segala sesuatu ada waktunya. "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." (Pengkotbah 3:1). Rangkaian ayat selanjutnya menggambarkan beberapa contoh yang seharusnya bisa kita sadar akan pentingnya memanfaatkan waktu sesuai masanya. Jangan lagi membuang-buang waktu, berhenti bermalas-malasan, berhenti mencari alasan untuk tidak melakukan apapun, berhenti merasa tidak mampu dan sebagainya, tapi mulailah melakukan sesuatu sekarang juga, selagi kesempatan masih ada. Kita semua ada di dunia ini, di tempat kita masing-masing bukanlah sebuah kebetulan. Kita ini semuanya ada karena Tuhan punya rencana yang jelas buat kita. Karena itu kita harus menemukan apa panggilan kita, apa tugas yang digariskan Tuhan kepada kita, apa yang harus kita lakukan selama kesempatan itu masih ada.

Perhatikanlah firman Tuhan berikut: "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu." (Yohanes 15:16). Bukan kita yang memilih, tapi Tuhanlah yang memilih kita. Karena itu jika Tuhan memilih kita saat ini, di waktu atau jaman kita berada, sadarilah bahwa itu adalah suatu kehormatan, dan bukan keterpaksaan atau sesuatu yang boleh kita lakukan setengah hati. Dan jika itu kehormatan, maka tidaklah pantas kalau kita terus menunda-nundanya. Kita dipilih Tuhan, ditempatkan pada suatu masa tertentu, pada suatu tempat tertentu, dengan rencana tertentu. Hendaklah kita menuruti panggilannya dan menghasilkan buah-buah yang manis, selagi kesempatan itu masih ada.Jangan sia-siakan waktu, karena kesempatan itu tidak akan tersedia selamanya.

Pandanglah sekeliling anda, ada banyak hal yang bisa anda lakukan untuk memuliakan Tuhan. Tuhan Yesus berkata "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Secara lebih spesifik, temui apa yang menjadi rencana Tuhan bagi anda, seperti apa anda bisa dipakai Tuhan, dan jalanilah itu. Apa yang Tuhan minta dari kita bukanlah kehebatan atau kepintaran atau kekayaan kita, tapi kemauan kita.

Mau atau tidak, itu yang menjadi masalah, bukan bisa atau tidak. Adalah sebuah kehormatan untuk bisa melakukan kehendak Allah, karenanya berbuahlah dengan subur sehingga kita pun akan dinilai sebagai orang-orang yang melakukan kehendak Allah pada zamannya. Daud dicatat telah melakukan kehendak Allah di jamannya. Akankah kita juga dicatat Tuhan seperti itu juga?

"Berkatalah aku dalam hati: "Allah akan mengadili baik orang yang benar maupun yang tidak adil, karena untuk segala hal dan segala pekerjaan ada waktunya." (Pengkotbah 3:17)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, October 26, 2015

Melakukan Kehendak Tuhan pada Zamannya (1)

Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 13:36
==============================
"Sebab Daud melakukan kehendak Allah pada zamannya, lalu ia mangkat dan dibaringkan di samping nenek moyangnya, dan ia memang diserahkan kepada kebinasaan."

Pernahkah anda berpikir mengapa anda hidup di zaman ini, zaman yang berbeda dengan orang tua, kakek-nenek atau buyut kita, berbeda pula dengan anak-cucu kita kelak? Lantas apa sebenarnya tugas kita seiring dengan keberadaan kita di zaman yang sekarang tengah kita jalani ini? Itu isi perbincangan saya dengan salah seorang musisi yang sudah tiga generasi mewarnai peta musik di Indonesia ini. Ia sekarang sukses, orang tuanya dulu sukses pada masanya, dan di masa sebelumnya neneknya yang jaya di kancah yang sama. Ia bercerita bahwa pada suatu kali ia merenung mengapa ia berada pada generasinya, dan berpikir apakah ada tugasnya yang lain, selain melanjutkan pencapaian baik dari generasi sebelumnya dan berkontribusi positif bagi dunia musik. Pada masanya, para musisi melalui masa-masa keemasan, lalu bertahan dan terus berkarya menuruti panggilan hidupnya. Tapi sepanjang-panjangnya karir dan usia mereka, pada suatu ketika nanti mereka pun akan habis masa tenarnya, pensiun dan mangkat, lalu digantikan oleh generasi selanjutnya.

Semakin umur kita bertambah, kita seharusnya makin bijaksana dalam berpikir dan menyadari bahwa waktu kita terbatas.Berapa lama sih panjang umur manusia? Semakin lama hidup semakin tidak sehat, baik dari makanan, polusi, stres dan sebagainya, sehingga tampaknya rentang umur manusia hari ini menjadi semakin singkat. Ada batas waktu bagi kita untuk menjalani fase kehidupan di dunia ini. Dalam doanya Musa berkata "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (Mazmur 90:10). Tujuh puluh tahun, dan kalau kuat delapan puluh tahun.

Ada orang yang beruntung bisa mencapai 90, 100 bahkan lebih, tapi sepanjang-panjangnya umur, itupun pasti akan berakhir pada suatu ketika. Di masa lalu saat manusia masih panjang-panjang umurnya, Alkitab mencatat beberapa orang yang berusia jauh di atas itu, bahkan ada yang nyaris 1000 tahun. Adam mencapai 930 tahun (Kejadian 5:5), Set mencapai 912 tahun (ay 8), Enos mencapai 905 tahun (ay 11), Kenan mencapai 910 tahun (ay 14), Yared mencapai 962 tahun (ay 17) Nuh mencapai 950 tahun (9:29), dan yang terpanjang usianya adalah Metusalah, mencapai 969 tahun. (5:27). Begitu panjang umur mereka, tapi ada hal yang menarik dari semua ayat yang menceritakan umur mereka tersebut. Jika anda baca, anda akan selalu menemukan akhir kalimat yang sama: lihatlah kalimatnya selalu diakhiri dengan kata-kata yang sama: "lalu ia mati." Alkitab ternyata sudah mengingatkan bahwa sepanjang apapun umur manusia, pada suatu ketika tetap akan berakhir. Sepanjang-panjangnya umur, ketika waktunya tiba kita lalu mati. Tidak ada manusia yang hidup selamanya. Perjalanan hidup kita di dunia punya ujung, punya batas, punya akhir. Pada suatu ketika kita akan dipanggil Tuhan, dan dengan demikian berakhirlah perjalanan hidup di dunia ini.

Mengingat bahwa waktu terbatas, selama kita masih memiliki kesempatan seharusnya kita tidak membuang-buang waktu dan kesempatan untuk melakukan segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak Allah dalam hidup kita masing-masing. Sayangnya kebanyakan orang lebih suka menunda dari satu besok ke besok yang lain. Banyak yang terus menolak untuk melayani Tuhan karena menganggap mereka belum siap. Kapan siapnya? Itupun mereka tidak tahu. Mengingat umur kita yang punya batas, yang kita sendiri tidak tahu kapan kita mencapai akhir itu, bagaimana jika kita belum melakukan apapun sudah keburu dipanggil untuk mempertanggungjawabkan hidup kita di depan Tuhan? Atau, bagaimana jika ketika kita sadar dan mau melakukan kehendak Tuhan, tapi tenaga kita sudah tidak lagi memungkinkan?

Untuk contoh lain kita bisa melihat catatan manis dalam Alkitab mengenai Daud. Lihatlah catatan manis tentang Daud yang saya ambil sebagai ayat bacaan hari ini. "Sebab Daud melakukan kehendak Allah pada zamannya, lalu ia mangkat dan dibaringkan di samping nenek moyangnya, dan ia memang diserahkan kepada kebinasaan." (Kisah Para Rasul 13:36).

Kisah hidup Daud sangatlah luar biasa. Sejak masa kecilnya ia sudah menjalani sebuah kehidupan yang mengandalkan Tuhan. Ia mengatasi hewan-hewan buas yang hendak memangsa ternak yang ia gembalakan, ia menghadapi raksasa Goliat dan sukses, semuanya bukan karena kekuatannya tapi semata karena ia mengandalkan Tuhan dengan iman yang sangat kokoh. Ia menunjukkan hati penuh kasih yang mengampuni, menunjukkan sikap hebat ketika dalam tekanan dan ancaman, ia pun pernah terjatuh dalam dosa tapi kemudian bertobat dan kembali lagi ke jalan yang benar. Pengalaman hidupnya sangat berwarna, penuh suka dan duka, dan sangat banyak dipenuhi bukti kuasa Tuhan yang tidak terbatas. Tapi sehebat apapun seorang raja Israel bernama Daud pada akhirnya ia pun mangkat. Meski demikian kita bisa belajar dari kisah hidupnya sampai hari ini. Alkitab mencatat Daud sebagai orang yang telah melakukan kehendak Allah pada jamannya. Artinya pada masa dimana ia hidup dan punya kesempatan, ia berhasil memanfaatkan waktu-waktunya untuk melakukan kehendak Allah sehingga kualitas hidupnya mendapat pengakuan tinggi seperti itu.

(bersambung)


Sunday, October 25, 2015

Hari Ini

Ayat bacaaan: Ibrani 3:13
==================
"Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan "hari ini", supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa."

Waktu sehari ada 24 jam, sebulan sekitar 30-31 hari dengan pengecualian bulan Februari yang hanya 28 hari dan 29 hari setiap empat tahun sekali. Tapi secara garis besar, masa atau jalannya waktu dibagi atas tiga bagian yaitu masa lalu (past), masa kini (present) dan masa yang akan datang (future). Setiap detik yang kita lewati menjadi past, yang sedang kita jalani itu present, sedang yang belum kita masuki disebut future. Ada pula yang membaginya dengan kemarin (yesterday), hari ini (today) dan esok hari (tomorrow). Tiga bagian sederhana tapi menarik untuk kita cermati. Kita tidak bisa mengulang masa lalu. Sekali terlewat, maka tidak lagi hal yang bisa kita ubah. Kita tidak bisa memutar balik jam untuk kembali ke masa lalu. What's done is done. We can never turn back the clock and repeat something that has happened in the past. Sementara untuk masa depan, tidak satupun kita yang bisa tahu apa yang akan terjadi disana. Memprediksi bisa, tetapi tidak akan pernah mengetahuinya secara pasti. Kita bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi sedetik lagi. Satu-satunya masa yang bisa kita isi dengan melakukan yang terbaik adalah saat ini. Today, at present time, right now, the very hour, minutes or seconds we are at. Kita tidak bisa mundur ke waktu yang sudah berlalu dan memperbaikinya, tetapi kita bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan yang pernah kita buat di masa lalu dengan perubahan ke arah yang lebih baik yang kita lakukan hari ini. Dan apa yang kita putuskan atau lakukan hari ini akan sangat mempengaruhi seperti apa kita kelak di masa depan.

Dengan kata lain, waktu saat ini yang sedang kita jalani sangatlah penting dan menentukan arah kita, kemana kita akan menuju. Firman Tuhan yang saya pakai sebagai ayat bacaan hari ini mengingatkan kita akan pentingnya memperhatikan baik-baik segala sesuatu yang sedang kita jalani sekarang. "Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan "hari ini", supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa." (Ibrani 3:13). Betapa pentingnya pesan ini yang mengingatkan kita agar tidak menutup mata ketika melihat ada orang-orang yang masih sesat, termasuk pula untuk diri sendiri. Kita tidak boleh menutup mata terhadap diri kita sendiri dengan terus memberi toleransi kepada dosa untuk terus menggerogoti kita. Di satu sisi kita perlu mengingatkan orang yang tersesat, disisi lain kita sendiri pun pasti masih membutuhkan nasihat, teguran atau peringatan dari orang lain yang dekat dengan kita. Jika mereka menutup mata dan membiarkan kita tersesat, bukankah kita sendiri yang rugi? Begitu pula saudara-saudari kita yang masih melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak berkenan di hadapan Tuhan membutuhkan orang yang mau mengingatkan mereka, dan itu menjadi tugas kita. Sebuah panggilan untuk menjadi terang dan garam bukan saja berarti bahwa kita harus berbuat baik dalam hidup kita, tetapi termasuk pula di dalamnya untuk menerapkan prinsip "saling", saling mengingatkan, saling menasihati dan saling mendukung atau membantu.

Perhatikanlah bahwa Penulis Ibrani menekankan kata "HARI INI". Mengapa sang Penulis memberi penekanan pada kata itu? Jawabannya jelas, karena kita semua tidak akan pernah tahu kapan waktu dan kesempatan kita berakhir. Bisa puluhan tahun lagi, bisa beberapa tahun lagi, beberapa bulan, beberapa hari, atau bahkan bukan tidak mungkin pula ini hari terakhir kita di muka bumi. Pemazmur mengakui dan berkata "Masa hidupku ada dalam tangan-Mu." (Mazmur 31:16). Panjang pendeknya usia kita memang ada dalam tangan Tuhan. Menyia-nyiakan waktu yang masih ada untuk membawa yang sesat kembali ke jalan Tuhan akan membuat kita melewatkan sebuah kesempatan untuk memenuhi tugas sesuai panggilan kita di bumi ini. HARI INI mungkin merupakan kesempatan terakhir kita untuk memperoleh pengampunan Tuhan, atau jika kita sudah berjalan sesuai dengan kehendakNya, hari ini bisa menjadi kesempatan terakhir kita untuk membagikan kasih dan keselamatan yang telah dihadiahkan Tuhan kepada saudara-saudari kita, orang-orang terdekat dan yang kita kasihi. Dan keputusan ada di tangan kita.

Selalu ada seribu satu alasan yang bisa kita kemukakan untuk menghindari seruan Tuhan ini. Mungkin kita merasa segan, merasa tidak cukup bisa, tidak berani, tidak tahu caranya atau merasa itu bukan tugas kita. Rasa individualisme dan ego manusia semakin lama semakin menebal. Untuk menolong orang yang jelas-jelas menangis di depan kita saja sudah semakin sulit, apalagi untuk mengingatkan orang yang masih berada dalam situasi tersesat. Di sekeliling kita ada banyak orang yang masih tenggelam dalam jerat-jerat dosa. Waktu mereka sama seperti kita, tidak ada satupun dari kita yang tahu kapan pastinya kita dipanggil pulang. Kita cenderung menunggu sampai orang lain yang menghampiri dan mengingatkan mereka, kita cenderung berdiam diri, tetapi tidakkah kita sadari bahwa kita pun sebenarnya bisa melakukan sesuatu untuk itu?

Tuhan Yesus sendiri sebenarnya telah mengingatkan agar kita bisa menghargai waktu yang ada dan memakainya semaksimal mungkin untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang telah dibebankan kepada kita. "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Ada waktu dimana kita tidak lagi bisa melakukan apa-apa, oleh karena itulah kita harus bisa mempergunakan waktu dengan semaksimal mungkin. Yakobus juga mengingatkan kita akan singkatnya masa hidup kita. "sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap." (Yakobus 4:14). Musa menyadari betul akan hal itu, sehingga ia berkata dalam doanya: "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12).

Jika ada kesempatan yang masih diberikan Tuhan hari ini, baik untuk diri kita sendiri maupun untuk menasihati orang lain, marilah kita mempergunakan waktu dan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya. Jangan sia-siakan, jangan tunda lagi. Mari kita periksa diri kita lalu memperhatikan orang-orang di sekeliling kita. Bukan besok, bukan nanti, bukan kapan-kapan, tetapi mulailah lakukan hari ini juga, karena tidak ada satupun dari kita yang tahu apa yang akan terjadi kemudian.

Hargai waktu yang diberikan Tuhan dengan memanfaatkannya semaksimal mungkin

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, October 24, 2015

Di Puncak Gunung (2)

(sambungan)

Firman Tuhan mengajarkan kita bahwa ujian-ujian yang berat jika kita sikapi dengan benar akan mampu membuat iman kita bertumbuh dan naik lebih tinggi lagi. Paulus mengatakan: "Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:3-5).

Firman Tuhan mengingatkan kita agar jangan menjadi lemah ketika mengalami kesengsaraan, ketika berjalan di jalan berbatu tajam dan terjal. Kita diingatkan agar tidak putus asa, dan terus bertekun, karena jika kita ingin memenangkan ujian, kita harus bisa melepaskan segala yang merintangi kita dan dosa-dosa yang menjerat kita. Penulis Ibrani berkata: "Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." (Ibrani 12:1).

Menghadapi apapun, serahkan semua itu kepada Tuhan. Dia siap membuat kaki-kaki kita menjadi lincah agar sanggup melompati bebatuan hingga sampai ke puncak gunung. Disana kita bisa tetap tegar meski digoyang masalah seberat apapun. Masalah akan tetap ada sekali waktu, tetapi di puncak itu kita akan berada lebih tinggi dari masalah. Segala sakit dan beban selama perjalanan yang ditempuh akan sirna begitu kita menyaksikan keindahan kemuliaan Tuhan. Tuhan siap menolong kita untuk itu.

Sudahkah kita mempercayakan langkah kita kepadaNya? Sudahkah kita memiliki niat yang teguh untuk naik lebih tinggi lagi? Sekarang saatnya bagi kita untuk mendaki dengan bantuan Tuhan. Kelak ketika kita berada lebih tinggi dari kesengsaraan, kita tidak akan gampang lagi digoyang oleh masalah apapun. Disanalah kita bisa berkata: "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." (Habakuk 3:17-18)

Tuhan siap menguatkan dan meringankan kaki kita menjadi lincah hingga mampu berdiri tegak di atas bukit

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, October 23, 2015

Di Puncak Gunung (1)

Ayat bacaan: Habakuk 3:19
=================
"ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku."

Saya bukan termasuk orang yang hobi mendaki gunung atau masuk keluar hutan. Meski demikian, saya selalu kagum terhadap para pecinta alam yang mau menempuh jalan berat dan melelahkan dengan segala resikonya untuk bisa menikmati keindahan ciptaan Tuhan  yang luar biasa. Ada seorang teman yang sangat aktif di kegiatan ini sejak masa kuliah dulu sampai sekarang. Ia bercerita betapa banyak kendala maupun tantangan yang harus dihadapi untuk bisa menaklukkan puncak gunung. Kalau soal susahnya jalan mendaki di jalan terjal berbatu dengan ransel berat, itu sih biasa. Tantangan menjadi lebih berat karena oksigen seringkali menjadi sangat tipis pada ketinggian tertentu sehingga pendaki bisa merasakan sesak nafas atau gangguan pernafasan lainnya. Ancaman hewan berbahaya bisa jadi satu dari hal yang harus diwaspadai, belum lagi berbagai tahyul yang bisa memberikan kontribusi signifikan dalam meruntuhkan mental. Berat? Sangat. Tapi semua beban itu menjadi sirna begitu sampai ke puncak gunung, katanya. Pemandangan yang luar biasa indah di ketinggian seperti itu membuat semua kesulitan bagai lenyap digantikan kebahagiaan. Menurutnya pemandangan disana selalu begitu menakjubkan, luar biasa pesonanya, sesuatu yang tidak dilihat oleh semua orang. Hanya yang mau bersusah payah mendakilah yang bisa menikmatinya." katanya bangga. Di puncak gunung ia lupa akan kesusahan mendaki dan segala sakit yang ia rasakan. Di puncak gunung ia melihat sebuah keindahan yang tidak dilihat oleh semua orang. Dan yang sangat menginspirasi saya, ia berkata bahwa di puncak gunung ia bisa merasakan kebesaran dan kemuliaan Tuhan lebih dari biasanya.

Saya merasa diberkati lewat ceritanya. Dan belajar bahwa jika kita tidak mendaki gunung, maka kita tidak akan bisa merasakan pengalaman yang luar biasa. Tanpa melalui proses berat, jalan berliku dan ketegaran/kegigihan menghadapi kesulitan, kita tidak akan bisa menikmati sebuah pemandangan yang sangat langka yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Saya berpikir bahwa dalam perjalanan hidup kita akan ada waktu dimana kita harus berhadapan dengan bukit-bukit terjal, jalan berbatu-batu yang akan sangat sakit untuk kita jalani, siap atau tidak. Kita bisa memilih apakah tetap diam di tempat tanpa mau berjalan melewatinya, atau kita mencoba sedikit lalu mundur dan menyerah. Tetapi seperti apa yang dialami oleh teman saya, hanya yang mampu bertahan dan dengan semangat pantang mundurlah yang akan mampu berdiri tegak di atas bukit merasakan kemuliaan Tuhan. Akan ada saat dimana kekuatan kita tidak lagi mampu mengatasi kesulitan itu agar bisa terus maju. Tapi ada kabar baik: Tuhan siap membantu kita untuk itu. Yang diperlukan hanyalah kemauan dan kesediaan kita, serta sejauh mana kita bisa percaya kepada Tuhan bahwa Dia akan menuntun kita melewati jalan-jalan yang sulit itu untuk akhirnya kelak sampai di atas bukit.

Lihatlah Firman Tuhan dalam Habakuk. "ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku." (Habakuk 3:19) Sebuah ayat yang kurang lebih sama bisa kita dapatkan dalam Mazmur. "Allah, Dialah yang mengikat pinggangku dengan keperkasaan dan membuat jalanku rata; yang membuat kakiku seperti kaki rusa dan membuat aku berdiri di bukit." (Mazmur 18:34). Mengandalkan kemampuan kita yang terbatas, cepat atau lambat kita akan menyerah dalam berjuang melewati jalan terjal dan berbatu-batu. Tapi lihatlah bahwa Tuhan selalu siap menyediakan pertolongan. Tuhan mampu membuat kaki-kaki kita menjadi lincah seperti rusa yang mampu melewati atau melompati jalan-jalan berbatu dan terjal untuk sampai ke puncak gunung. Tuhan mau kita naik lebih tinggi mengatasi masalah dan keluar menjadi pemenang, merasakan keindahan, kemurahan dan kemuliaanNya yang semua telah tersedia di atas sana. Naik ke atas, punya iman yang jauh lebih tinggi dari segala kesulitan yang terjadi, itu yang Tuhan inginkan untuk kita miliki.

Hal yang menarik, dalam Yesaya dikatakan di tempat tinggi itulah rumah Tuhan akan berdiri tegak. Di tempat seperti itulah kita, rumah Tuhan/bait Allah akan kokoh dan tidak mudah jatuh saat diterpa badai. "Akan terjadi pada hari-hari yang terakhir: gunung tempat rumah TUHAN akan berdiri tegak di hulu gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit; segala bangsa akan berduyun-duyun ke sana, dan banyak suku bangsa akan pergi serta berkata: "Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman TUHAN dari Yerusalem." (Yesaya 2:2-3). Lihatlah bahwa berada di tempat tinggi di atas bukit menjanjikan sebuah tempat dimana masalah tidak lagi mampu menyulitkan kita. Rumah Tuhan atau Bait Allah berbicara mengenai diri kita sendiri (bacalah 1 Korintus 3:16). Disana kita bisa melihat bahwa Tuhan menyediakan pertolongan untuk memampukan kaki kita menjadi lincah, melompat melewati berbagai masalah dan berdiri tegak di atas gunung menikmati segala kemuliaanNya.

(bersambung)


Thursday, October 22, 2015

Bearing the Unbearable Pain

Ayat bacaan: Mazmur 23:1
===================
"THE LORD is my Shepherd, I shall not lack."

Dalam menjalani hidup akan ada saat-saat dimana kita harus siap berhadapan dengan rasa sakit yang sepertinya tidak terperikan seperti saat kehilangan orang yang disayangi, putus cinta, kebangkrutan, vonis atas penyakit dan berbagai masalah besar lainnya. The unbearable pain, demikian bahasa Inggrisnya, bisa membuat kita depresi, trauma, sulit bangkit/maju dan tidak sedikit pula yang memilih mengakhiri hidup karena merasa tidak sanggup menanggung beban derita. Saya pernah mengalami hal tersebut beberapa kali, misalnya saat saya harus rela melepas ibu saya dipanggil menghadapNya di saat saya merasa masih sangat membutuhkan kehadirannya. Hubungan saya dengan ibu saya memang sangat dekat sejak kecil. Beliau memilih meninggalkan profesinya untuk membimbing saya dan adik saya di rumah hingga dirasa cukup untuk berdikari. Saat saya selesai SMA, barulah ia kembali melanjutkan profesinya. Itupun dia tidak pernah terlalu sibuk buat anak-anaknya dan selalu mempergunakan waktu-waktu yang ada untuk bersama anak-anaknya. Maka saat ia divonis kanker, dunia terasa runtuh. Ia sempat koma selama 3 bulan dan tidak lagi bisa berkomunikasi. Satu-satunya yang membuat saya yakin ia mendengar cerita-cerita saya adalah matanya yang meski tertutup tapi terlihat berkedip saat saya minta. Kalau mengandalkan kekuatan saya sebagai manusia, saya jelas tidak sanggup. Tapi di saat itulah saya kemudian banyak mengalami pengalaman supranatural bersama Tuhan yang kemudian membuat saya bertobat dan lahir baru. All started from that point. Saya dipersiapkan Tuhan untuk bisa menerima itu, bahkan Dia memberi tahu kapan ibu saya Dia ambil beberapa jam sebelumnya. Hati saya dikuatkan, ditabahkan, dan saya bisa mengantarkan ibu saya untuk pulang ke rumah Bapa lewat doa. Pengalaman itu membuat saya sadar akan dua hal. Satu, tidak ada satupun orang yang selamanya hidup. Setiap saat siapapun akan dipanggil Tuhan dan kita yang ditinggalkan harus siap, suka tidak suka, mau tidak mau. Dua, bahwa meski rasanya tetap sakit, tapi besar kasih Tuhan membuatNya peduli kepada rasa sakit kita. Dia akan menguatkan, meneguhkan dan memberi penghiburan. Itu saya rasakan langsung. Hingga hari ini saya masih merasa kehilangan, tetapi saya tahu beliau saat ini bahagia di sisi Bapa Surgawi. Ada ayat yang sangat berkesan buat saya dan selalu menguatkan saya terutama dalam menghadapi berbagai masalah berat yang uniknya saya dapat belakangan. "TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku." "The Lord is my Sheperd, I shall not lack." (Mazmur 23:1).

Ayat ini bukan ayat yang jarang di dengar, bahkan sering dipakai untuk menghibur mereka yang kehilangan. Kita sudah tahu dan kenal, tetapi seberapa jauh kita menghidupinya dalam keseharian kita? Seberapa jauh kita mampu mengimaninya ketika kita mengalami kepedihan atau penderitaan? Daud menyatakannya dengan singkat tetapi padat dengan makna. Ia mengatakan, meski apapun yang terjadi, no matter what, come what may, ia tidak akan pernah kekurangan, he shall not lack. Apakah karena kekuatannya, kehebatannya, kemampuannya dan ketahanannya? Sama sekali tidak. Daud tahu bahwa kekuatannya sebagai manusia sangat terbatas. Pada situasi-situasi tertentu kemampuan manusia yang sehebat apapun tidak akan mampu lagi berbuat apa-apa. Daud tahu adalah percuma untuk menggantungkan hidup kepada kemampuannya sendiri. Bahkan dengan fakta bahwa ia adalah seorang raja Israel dengan kekuasaan yang besar. Daud bisa berkata bahwa ia tak akan kekurangan bukan karena kekuatannya sendiri, tapi semata-mata karena menyadari keberadaan Tuhan sebagai Gembala yang baik atas hidupnya. Tidak lebih dan tidak kurang.

Jika anda membaca ayat-ayat selanjutnya dalam Mazmur pasal 23 ini, anda akan merasakan kebesaran Tuhan dengan peranNya sebagai Gembala yang baik dalam hidup anda. "Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya." (ay 2-3). Terasa begitu nyaman dan melegakan bukan? Untuk diketahui, ayat-ayat ini hadir dari Daud yang mengalami begitu banyak masalah dalam hidupnya. Berkali-kali ia menghadapi ancaman, dikejar-kejar dan tersisih dari bangsanya sendiri, berkali-kali ia menghadapi situasi yang mengancam nyawanya, tetapi ia bisa meletakkan dan mempercayakan seluruh hidupnya ke dalam pemeliharaan Tuhan. Dan ayat ini lahir bukanlah disaat ia tengah bersenang-senang. Tetapi imannya cukup untuk memberi rasa tenang karena percaya kepada Tuhan sebagai Gembala yang baik bagi dirinya. "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." (ay 4). Baik dalam masa tenang maupun sukar, Daud menyadari bahwa Tuhan akan selalu ada bersamanya, sehingga ia  bisa berkata: "Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa." (ay 6). Mengagumkan bukan? Mungkin mudah bagi kita untuk mengatakan hal ini di saat kita tengah berada dalam kondisi yang baik, tetapi seberapa jauh kita masih bisa mengimaninya ketika masalah tengah bertubi-tubi menghampiri kita?

Yesus sendiri berkata: "Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya" (Yohanes 10:11). Ayat sebelumnya berkata: "Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (ay 10). Seperti itulah sosok Gembala yang selalu menaungi kita. Masalah bisa saja datang melanda hidup kita, tetapi Tuhan menjanjikan kita untuk tetap memiliki hidup. Bukan sekedar hidup tetapi dalam segala kelimpahan. Kelimpahan? Ya. Meskipun masalah hadir dalam hidup kita, tetapi Tuhan menjanjikan penyertaanNya yang sanggup memberi kekuatan, memberi kelegaan, memberi perlindungan, memberi harapan, dan itu semua Dia sediakan bukan secukupnya melainkan secara berkelimpahan. Bapak Pendeta itu merasakan bagaimana Tuhan sanggup memberinya kekuatan pada masa-masa sulit, dan ia menyadari bahwa tidak ada alasan baginya untuk kecewa kepada Tuhan dan meninggalkanNya. Tidak. Dia tetap setia melayani Tuhan, meski belahan jiwanya telah dipanggil terlebih dahulu untuk masuk ke dalam KerajaanNya yang penuh damai sukacita, tanpa ratap tangis penderitaan lagi seperti yang kerap kita alami di dunia ini.

Ketika kita mengalami situasi penuh penderitaan, mampukah kita untuk terus percaya bahwa kita tidak akan pernah kekurangan kekuatan? Percayakah kita bahwa penyertaan Tuhan akan selalu memberi peneguhan dan kelegaan dalam memikul beban berat? Ketika jiwa kita serasa dicabik-cabik oleh penderitaan, yakinkah kita bahwa kita tidak akan pernah kekurangan sukacita? Ketika ada peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar kendali kita, mampukah kita mengandalkan Tuhan yang tidak terbatas atau kita masih sibuk menggantungkan diri kita kepada kekuatan diri sendiri atau manusia lain yang terbatas? Dalam situasi sesulit apapun, ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita dan sangat-sangat peduli dengan penderitaan kita. Dia siap membantu dan menguatkan kita serta memberi kelegaan. Percayalah bahwa Tuhan tidak akan tinggal diam ketika kita benar-benar membutuhkan jamahanNya. Dengan menyadari itu, kita pun bisa berkata seperti Daud, Tuhan adalah gembalku, takkan kekurangan Aku.

Cling to God in bearing the unbearable pain

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, October 21, 2015

Keep on Running Like Akhwari (2)

(sambungan)

Seperti apa sebenarnya 'berlari dengan begitu rupa' itu? Berlari begitu rupa menunjukkan sekuat, setekun dan segigih apa kita siap berjuang hingga mencapai garis akhir dengan hasil yang terbaik. Artinya, itu berhubungan dengan kesiapan kita. Baik pola latihan, komitmen maupun faktor-faktor yang berkaitan dengan pembangunan karakter maupun mental seperti ketekunan, keseriusan, disiplin, kerelaan untuk berkorban/bayar harga, kegigihan dan sebagainya. Seperti halnya atlit di gelanggang olahraga, demikian pula kehidupan iman kita. Kita harus terus melatih diri kita beribadah, terus berusaha lebih dalam lagi dan lebih dekat lagi dengan Tuhan, rajin mencariNya, mampu menguasai diri kita dari berbagai godaan duniawi, tekun mempelajari firman-firmanNya dan melakukanNya.

Akan ada banyak rintangan, kesulitan, masalah dan sebagainya yang harus kita hadapi dalam kehidupan ini yang mungkin saja membuat kita harus tertatih-tatih dalam berlari seperti halnya Akhwari. Terkadang rintangan bisa begitu berat sampai-sampai kita tergoda untuk menyerah saja di tengah jalan, berhenti berlomba dan melupakan garis akhir untuk menerima mahkota. Bisa jadi demikian, tetapi seperti Akhwari, hendaknya itu jangan sampai menjadi penghalang untuk sukses. Apapun keadaannya, Roh Allah dalam diri kita seharusnya mampu menguatkan kita untuk terus berlari, berlari dan berlari hingga mencapai garis akhir sebagai pemenang. Apabila kita mau sungguh-sungguh bertekun dengan benar dalam menjalaninya dan terus mengandalkan Tuhan yang berdiam dalam diri kita, seharusnya tidak ada rintangan apapun yang mampu memutus jalur perlombaan kita hingga ke garis akhir tersebut.

Apa yang menjadi hadiah dalam menghadapi perlombaan di kehidupan kerohanian kita? Paulus melanjutkan ayat diatas dengan "Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi." (ay 25). Ya, itulah hadiahnya. Ada mahkota yang disediakan Tuhan buat kita. Bukan sebuah mahkota yang fana, melinkan sebuah mahkota yang abadi. Inilah mahkota kehidupan yang dijanjikan Tuhan kepada siapapun yang mengasihi Dia dan mampu menghadapi rintangan-rintangan hingga mencapai finish dengan gemilang. Tidak saja Paulus, tapi Yakobus pun menyatakan hal yang sama. "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12).

Kita sesungguhnya telah dibekali segala sesuatu untuk menjadi pemenang. Bahkan Alkitab berkata kita lebih dari pemenang. "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Karena itu selain usaha-usaha kita di atas, kita perlu pula memiliki mental juara. Kita harus tahu seperti apa kita telah diciptakan Tuhan dan apa makna dari pengorbanan Kristus sehingga kita bisa dilayakkan untuk memperoleh mahkota kehidupan kelak di kemudian hari. Selain itu, tujuan dan sasaran, atau arah kita harus pula jelas. Kita lihat Paulus kemudian melanjutkan suratnya dengan: "Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul." (1 Korintus 9:26).

Kita harus tetap fokus kepada tujuan akhir, tidak mengumbar waktu, tenaga dan pikiran kita untuk hal-hal yang tidak berguna, hal yang sia-sia bahkan yang merupakan kejahatan di mata Tuhan. Fokus kita, tujuan dan arah yang ingin dicapai haruslah jelas. Ingat bahwa ada mahkota kehidupan yang telah dipersiapkan bagi kita. Karena itu, apapun kondisi dan situasinya, tetaplah fokus dan teruslah berjuang, keep running on track and do it the best you can. Jangan terus menerus menoleh ke belakang, melihat berbagai kegagalan di masa lalu yang akan memperlambat laju kita untuk mencapai garis finish, bahkan yang sepertinya terlihat masuk akal untuk bisa menggagalkan kita. "aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Anda siap? Selamat berlomba, teruslah berlari dan jadilah pemenang sejati seperti Akhwari.

Berlarilah begitu rupa sehingga kita mampu meraih mahkota kemenangan yang telah dijanjikan Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, October 20, 2015

Keep on Running Like Akhwari (1)

Ayat bacaan: 1 Korintus 9:24
=======================
"Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!"

Tepat 47 tahun yang lalu di Olimpiade Mexico sebuah kejadian luar biasa kemudian dicatat dengan tinta emas dalam sejarah olah raga. Pelakunya adalah seorang pelari maraton asal Tanzania, John Stephen Akhwari namanya.

Ia menjadi tajuk berita dan dikenang banyak orang sampai hari ini bukan seperti pencapaian olahragawan yang biasa misalnya karena memecahkan rekor finish tercepat, bukan pula karena memenangkan medali emas. Akhwari justru finish di tempat terakhir, saat pelari lain telah menyelesaikan lebih dari satu jam sebelumnya. Stadion pun sudah hampir kosong karena banyak yang mengira perlombaan sudah selesai. Tapi penonton yang masih tinggal kemudian menyaksikan momen bersejarah yang selain mengharukan tapi juga sangat menginspirasi. Di saat lapangan kosong, John Stephen Akhwari mulai terlihat memasuki stadium dengan tertatih-tatih. Kakinya dibalut seadanya dan terlihat berdarah.

Apa penyebabnya? Inilah sebenarnya yang terjadi. Saat memasuki kilometer ke 19, Akhwari terjatuh karena bertubrukan dengan pelari lain. Naas, ia mengalami luka menganga di lutut kanannya dan mengalami masalah dengan persendian bahunya. Dalam kondisi demikian, semua orang akan maklum jika ia mengundurkan diri. Tapi Akhwari tidak berpikir seperti itu. Betapa luar biasa keputusan yang ia ambil. Ia terus berlari dengan lutut terluka parah, dan bahu lepas dari persendian. Mungkin membayangkannya saja kita sudah sulit, apalagi kalau kita yang harus melakukannya. Tapi sejarah mencatat Akhwari meneruskan perlombaan dengan segenap sisa kekuatan yang ada, dan pada akhirnya benar-benar sampai melewati garis finish. Mungkin bagi sebagian orang ia dianggap bodoh, minimal heran akan keputusannya. Kalau memang tidak ada lagi kans untuk menang, buat apa melakukan itu? Wartawan pun bergegas menanyakan apa yang mendasari keputusannya. Akhwari memberi jawaban sederhana saja, "My country did not send me 5,000 miles to start the race,They sent me 5,000 miles to finish it."

Sikap Akhwari menunjukkan pemahamannya yang mendalam akan jati diri dan tujuan olahragawan yang sejati, lebih dari kebanyakan orang. Sebagai olahragawan, termasuk pelari, mengukir prestasi tentu menjadi sebuah tujuan yang ingin dicapai. Tidak ada satupun olahragawan yang tidak ingin menjuarai perlombaan yang ia ikuti. Tidak saja olahragawan, tapi semua orang di bidang-bidang lainpun pasti ingin berprestasi. Karir, pekerjaan, pendidikan dan sebagainya, semua itu merupakan "gelanggang-gelanggang" yang kita jalani untuk bisa mengukir prestasi. Tidak mudah memang untuk itu, karena dibutuhkan kerja keras, semangat dan ketekunan agar bisa mencapai sebuah prestasi yang membanggakan. Perjuangan untuk itu bisa jadi sangat berat. Lihatlah bagaimana para atlit menghabiskan hari-harinya. Mereka harus menata porsi makan mereka, harus bangun pagi-pagi benar dan terus berlatih. Pola dan jadwal latihan mereka mungkin sangat menjenuhkan bagi kita. Pengorbanan tenaga, waktu dan kesenangan-kesenangan pribadi pun menjadi harga yang harus dibayar untuk berhasil. Tapi saat situasi sudah terlalu sulit bahkan sepertinya mustahil dimana kebanyakan orang akan menyerah, apakah kita mampu untuk terus berlari dengan segala yang ada pada kita untuk tetap berhasil mencapai garis akhir layaknya Akhwari?

Paulus beberapa kali mengibaratkan bentuk kehidupan kita sebagai orang kristen seperti perjuangan atlit dalam mengukir prestasi dan mencapai garis akhir dengan sukses. Life is like a race, hidup adalah perlombaan, dan tidak semua orang mampu untuk mencapai garis finish. Itu kira-kira gambaran dari apa yang sering diibaratkan Paulus mengenai hubungan antara perjalanan hidup kita dengan iman. Kepada jemaat Korintus, Paulus menyatakan "Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!" (1 Korintus 9:24). Benar. Tidak semua pelari bisa menjadi juara satu. Tapi ingat pula bahwa meski anda tidak menjadi pelari terdepan, kegigihan anda bertahan dari berbagai penyesatan di dunia akan mampu membawa anda mampu mencapai garis finish, meski secara logika anda mungkin sudah berada pada titik nadir. A true sportman like Akhwari will keep running no matter what, all the way until he reach the finish line. Itu bentuk dari seorang olahragawan sejati yang bermental juara.

Akhwari bukan orang pertama yang masuk ke garis finish. Ia tidak menerima medali apapun, malah menjadi pelari terakhir yang jaraknya begitu lama dibanding pelari sebelum dirinya. Tapi orang ternyata mengenang Akhwari sedang penerima medali emas saat itu tidak banyak lagi yang ingat. Jadi, apapun keadaan atau situasinya, Paulus bilang tetaplah berlari dengan begitu rupa agar kita bisa menjadi pemenang.

(bersambung)


Monday, October 19, 2015

Putus Cinta

Ayat bacaan: Mazmur 13:3a
======================
"Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari?"

Dalam lagunya Titiek Puspa bilang, Jatuh Cinta itu berjuta rasanya. Berjuta rasa bahagia tentunya yang beliau maksud. Bagaimana kalau putus cinta? Sepertinya sama, berjuta juga rasanya, tetapi rasa-rasa yang berlawanan dengan mereka yang jatuh cinta. Rasa perih akibat hati yang luka dan patah, sedih yang mendalam, rasa kehilangan atau mungkin juga perasaan tersakiti yang bisa mendatangkan rasa benci maupun dendam. Apapun itu, patah hati akibat putus cinta tidak akan pernah enak rasanya. Kalau yang putus karena merasa perbedaan di antara mereka memang tak bisa dihindari lagi atau terjadinya penghianatan dalam hubungan saja sakit sekali, apalagi kalau putus itu terjadi karena faktor-faktor diluar pasangan, sementara sebenarnya mereka masih saling mencintai. Misalnya tidak mendapat persetujuan orang tua, harus melanjutkan atau fokus kepada studi terlebih dahulu dan sebagainya. Faktor penyebab putus cinta tak terhitung banyaknya, tetapi semuanya jelas menimbulkan rasa sakit.

Tadinya berdua sekarang harus sendiri. Tadinya ada sekarang tiada. Bisa jadi luka itu terasa terlalu parah sehingga orang yang mengalami menjadi sulit untuk maju. Beberapa orang yang saya kenal memilih untuk tidak menikah lagi gara-gara rencana yang mereka bangun dengan orang yang mereka cintai harus kandas di masa muda mereka. Dan mereka ini bukanlah orang yang jauh kekerabatannya sehingga saya tahu betul bagaimana sulitnya mereka lepas dari trauma percintaan mereka. Ada yang tidak sampai separah itu dampaknya tapi memerlukan waktu lama untuk menyembuhkan luka. Sebaliknya ada pula yang lebih parah, memutuskan untuk melakukan tindakan bodoh dengan mengakhiri hidup mereka karena merasa tidak kuat menanggung derita itu.

Ditinggalkan orang yang kita kasihi rasa sakitnya berjuta rasanya. Bagai luka menganga, seringkali luka itu akan terus meninggalkan bekas dan tidak akan bisa sembuh dalam waktu singkat. Dalam saat-saat seperti itu banyak orang merasa seolah-olah Tuhan tidak peduli terhadap penderitaan mereka, seolah Tuhan memalingkan mukanya bersembunyi dari kita. Daud pernah merasakan hal seperti itu saat ia merasa sangat butuh kehadiran Tuhan menolongnya. "Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku? "Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari?" (Mazmur 13:2-3a).

Apakah benar Tuhan memang begitu tega meninggalkan kita ketika kesedihan tengah mendera? Tentu tidak. Yang sering terjadi adalah konektivitas kita dengan Tuhan sedang terganggu akibat berbagai perasaan yang berkecamuk dalam diri kita, sehingga kita tidak lagi peka merasakan keberadaan Tuhan dan mendengarkan suaraNya. Bisa jadi masih ada dosa yang merintangi kita sehingga hubungan kita tidak berjalan mulus dengan Tuhan, atau bisa saja untuk sementara waktu Tuhan ingin melatih otot-otot rohani kita untuk menjadi lebih kuat terlebih dahulu sampai kita sadar bahwa kita harus mengandalkan Tuhan di atas segalanya. Atau alasan-alasan lainnya yang dipandang baik oleh Tuhan. Tapi satu hal yang pasti, semua itu pasti bertujuan untuk mendatangkan kebaikan, dan itu haruslah kita sadari agar kita tidak terlena dalam kesedihan berlarut-larut. Dan satu hal lagi yang harus kita ingat, Roh Tuhan sebenarnya tidak pernah meninggalkan kita dalam keadaan maupun alasan apapun. When you search your heart to find Him, He'll always be there. 

"Consider and answer me, O Lord my God.." "Pandanglah kiranya, jawablah aku, ya Tuhan, Allahku!" (ay 4). Daud pun berseru dalam kesedihannya. Betapa doa seperti inipun sering kita panjatkan dengan lirih ketika kesedihan begitu menyesakkan dada. Namun bedanya, Daud tidak mau berlama-lama tenggelam dalam keluhannya. Segera ia mengingatkan jiwanya agar kembali percaya dan mengandalkan Tuhan. "Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu." (ay 6a). Bahkan lebih dari itu, dia pun menyanyi bagi Tuhan, sebab meski dalam keadaan sedih sekalipun Daud yakin bahwa Tuhan telah berbuat baik kepadanya. (ay 6b). Hal seperti inilah yang seharusnya kita lakukan. Jiwa yang penuh duka lara, hati yang serasa teriris perih tidak akan mampu berbuat apa-apa jika kita tidak segera diingatkan agar kembali percaya kepada pertolongan Tuhan, yang pasti akan datang pada saatnya. Itulah yang dilakukan Daud. Lihatlah sebuah seruannya yang sudah tidak asing lagi bagi kita. "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!" (Mazmur 42:12). Ingatlah bahwa berharap kepada Allah tidak akan pernah berakhir percuma. "Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58b).

Lalu dengarlah satu lagi berita baik ini: Tuhan tahu persis bagaimana rasa sakit yang ditimbulkan oleh patah hati! "Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka." (Mazmur 147:3). Lihat bagaimana Tuhan berjanji untuk menyembuhkan dan membalut luka-luka yang timbul akibat putus cinta atau patah hati langsung dengan tanganNya sendiri. Bukankah janji ini indah? Tuhan siap untuk merawat kita hingga pulih seperti semula tanpa memandang separah apapun luka yang sedang kita rasakan.

Ketika kita sedang mengalami kesedihan mendalam, baik ketika kita ditinggal oleh orang yang sangat kita sayangi atau mungkin baru mengalami putus cinta dan sebagainya, tidaklah salah untuk mengambil waktu berduka dan berkabung untuk sementara. Ada kalanya kita perlu mengambil waktu khusus seperti itu untuk memulihkan diri kita. Namun janganlah larut dalam kepedihan terlalu lama. Manfaatkan waktu-waktu itu untuk kembali merenungkan kebaikan Tuhan dan ingatkan jiwa kita untuk memandang Allah yang notabene tidak berada jauh melainkan ada di dalam diri kita dan dengan sabar menantikan penguatan daripadaNya. Pakailah waktu-waktu itu untuk belajar dan melatih banyak hal dari dalam diri kita. Percaya dan berharaplah terus kepada Tuhan, dan jangan lupa untuk tetap mengucap syukur. Tuhan akan segera memberi kekuatan kepada kita untuk kembali melangkah melanjutkan perjalanan hidup kita. Jangan biarkan kesedihan terus menguasai kita berkepanjangan, jangan sampai kehilangan pengharapan terlebih janganlah tergoda untuk melakukan tindakan bodoh yang bisa berakibat fatal. Tetap pegang janji Tuhan, percayalah sepenuhnya kepadaNya. Tuhan tidak akan menutup mata dari penderitaan kita, dan pada saatnya Dia akan segera memberi kelegaan dan kekuatan.

"Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka." (Mazmur 147:3)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, October 18, 2015

Sopan dan Teratur

Ayat bacaan: 1 Korintus 14:39
========================
"Tetapi segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur."

Budaya mengantri masih saja menjadi hal yang tampaknya sulit dijalankan. Banyak yang mengira bahwa kerelaan mengantri itu berhubungan dengan tingkat pendidikan atau bahkan dikaitkan dengan status sosial. Kalau di mini market atau rumah makan terutama yang letaknya agak di pinggiran, itu sudah sangat biasa.

Tetapi dalam banyak kesempatan saya sering melihat sendiri bahwa orang-orang yang berpendidikan dan seharusnya sudah diajarkan budi pekerti sejak kecil pun bisa saja melanggar antrian tanpa rasa bersalah. Pada suatu kali saya tengah mengantri di dokter. Sudah lumayan lama saya duduk disana, dan tepat menjelang giliran saya, datanglah seorang ibu dengan dandanan wah tanpa basa-basi langsung nyelonong masuk. Ketika saya tanyakan kepada yang jaga, ia berkata bahwa ibu itu adalah kerabat si dokter. Lho, kalau kerabat berarti boleh seenaknya? Tampaknya begitu. Di waktu lain saya pernah tengah mengantri di loket untuk menonton film. Tiba-tiba ada sekelompok anak muda yang nampaknya merasa punya kekuatan karena datang ramai-ramai. Seenaknya mereka memotong barisan sambil memasang tameng tampang dingin. Anehnya, satpam pura-pura tidak melihat itu. Mungkin orang penting sehingga satpam merasa sungkan untuk menegur. Banyak orang yang lebih memilih untuk mengejar kepentingan dirinya sendiri ketimbang orang lain. Kalau ditegur mereka bukannya sadar, tapi malah membalas dengan tidak sopan seolah mereka berhak untuk melanggar apapun seenaknya. Sudah melanggar, ditegur malah marah. Aneh, tapi itu banyak sekali dilakukan orang. Di jalan raya hal yang sama terjadi. Melanggar lampu merah, melanggar peraturan, merebut hak pejalan kaki, semua dilakukan tanpa merasa berdosa sama sekali.

Apakah sudah sesulit itu kita hidup teratur? Apakah kita sudah berubah menjadi orang-orang yang hanya mementingkan diri sendiri tanpa menghiraukan kepentingan atau kenyamanan orang lain? Sudah begitu egoisnya kah kita sebagai bangsa yang katanya menjunjung tinggi keramahan dan kesopanan? Sayangnya tabiat ini seperti virus ganas. Ketidakteraturan, ketidaksopanandan perilaku seenaknya semakin lama semakin menular kemana-mana menjangkiti banyak orang. Segalanya dihalalkan untuk kepentingan sendiri yang hanya sesaat, orang tidak lagi peduli terhadap apapun selain dirinya sendiri. Di saat seperti ini, kita harus malu kepada belalang.

Belalang? Ya, belalang. Agur bin Yake ribuan tahun yang lalu sudah menyinggungnya. "Belalang yang tidak mempunyai raja, namun semuanya berbaris dengan teratur." (Amsal 30:27) Bayangkan belalang yang tidak memiliki raja, tapi mereka mampu berbaris dengan teratur. Bukan cuma belalang, tapi semut pun sama. Perhatikan semut yang selalu beriringan dan selalu bekerja sama. Binatang-binatang yang ukurannya jauh lebih kecil dari kita, dan tidak memiliki akal budi ternyata sanggup untuk lebih "beradab" di banding kita. Di jalan saja kita tidak bisa mengikuti peraturan. Motor zig-zag seenaknya, mengerem sesukanya, berjalan pelan di tengah, angkot yang berhenti sesuka hati ditengah jalan, klakson yang ditekan dengan panjang berulang-ulang, atau justru melaju semakin kencang ketika melihat ada yang hendak menyeberang, menerobos lampu merah dan sebagainya. Semua ini menunjukkan perilaku yang bukan saja buruk, tapi juga berpotensi membahayakan keselamatan diri sendiri dan orang lain. Jika di jalan saja sudah sulit, apalagi teratur dalam kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan rohani. Orang tidak lagi mendatangi Tuhan dengan rasa takut dan gentar, bukan lagi karena mengasihiNya, tapi karena hendak membawa daftar permintaan untuk segera dikabulkan.

Lalu apa yang harus kita lakukan? Kita mungkin berkata bahwa kita bukan petugas yang berwenang mengatur lalu lintas. Kita mungkin berkata bahwa kita terlalu kecil untuk mengatasi kerumitan sebesar itu di jalan raya. Tapi sebenarnya kita bisa mulai belajar untuk hidup secara teratur. Mulai melatih diri agar bisa mentaati dan berdisiplin.

Dalam hidup kita mungkin bisa mengatasnamakan kesibukan pekerjaan dan sebagainya untuk tidak meniadakan waktu-waktu indah bernaung dalam hadirat Tuhan, tapi saya yakin jika kita membiasakan diri sejak sekarang untuk meluangkan waktu, selalu saja ada waktu yang bisa kita pakai untuk mendengar kata-kata Tuhan, dan mengucap syukur atas penyertaanNya sepanjang hari. Saya percaya selalu ada cukup waktu untuk meluangkan sedikit waktu secara teratur untuk berdoa, bersaat teduh dan membaca, memperkatakan dan merenungkan kebenaran firman Tuhan dalam Alkitab. Jika kita menyadari seperti Daud yang berkata "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105), maka kita akan tahu tanpa pegangan itu kita akan semakin sulit untuk bertahan dalam kehidupan yang semakin sulit.

Keteraturan, itu yang diinginkan Tuhan dari kita untuk kita terapkan dalam hidup kita. Bukan kesemrawutan apalagi kesemena-menaan. "Tetapi segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur." (1 Korintus 14:40). Sopan dan teratur, seharusnya bisa menjadi cerminan sikap atau perilaku dari anak-anak Tuhan, karena itu yang dikehendaki Tuhan untuk kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Jangan dulu bermimpi untuk menikmati kota yang berjalan dengan tertib, rapi dan teratur, penuh sopan santun jika kita sendiri belum mampu melakukannya. Mulailah dari diri sendiri, belajarlah dari belalang atau semut mengenai hal ini, dan mari kita melatih diri untuk melakukannya. Betapa indahnya jika segalanya berjalan dengan teratur, dan itu bisa dimulai dari diri kita.

Jangan menuntut orang lain terlebih dahulu, tetapi mulailah dari diri sendiri

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, October 17, 2015

Tidak Mengenal Tuhan (3)

(sambungan)

Berikutnya, dari mana kita bisa mengenal Tuhan? Pengenalan akan Tuhan bisa kita dapati melalui pendengaran dan pengenalan akan firman-firman Tuhan yang terdapat di dalam Alkitab. Alkitab bukanlah buku usang, tebal, membosankan dan kuno untuk dibaca. Ada banyak tuntunan hidup dan rahasia-rahasia keselamatan di dalamnya yang mampu membuat kita semakin dekat mengenal pribadi Tuhan dan teramat sangat aplikatif menjawab berbagai permasalahan yang terjadi dalam hidup kita. Disana kita bisa mendapati janji-janji Tuhan dan bagaimana untuk memperolehNya. Ada tuntunan-tuntunan hidup baik saat ini maupun untuk kehidupan kekal nanti yang disampaikan secara lengkap sebagai panduan kita.

Lantas jangan berhenti hanya sampai membaca, tapi renungkan dan perbuatlah apa yang telah kita baca itu dalam kehidupan nyata. "Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya."(Yakobus 1:25) Dari sana aplikasikanlah firman tersebut dalam kehidupan nyata. Itu akan membawa kita kepada pengenalan akan Tuhan secara lebih mendalam lagi. Terus membangun hubungan yang dekat dengan Tuhan, mendengar suaraNya, merasakan kehadiranNya dalam kehidupan kita sehari-hari, mengandalkan Tuhan lebih dari apapun, itupun akan membuat pengenalan kita terus meningkat.

Kemudian, kita bisa mengenal Bapa lewat Yesus. "Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." (Yohanes 14:7). Tanpa mengenal Kristus, kita tidak akan pernah bisa mengenal Tuhan, dan dengan demikian kita tidak akan pernah bisa datang menghampiriNya dan menerima janji-janjiNya. Yesus berkata "Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (ay 6).

Membangun sebuah hubungan secara pribadi dan intim dengan Tuhan akan membuat kita mengenal Tuhan secara lebih jauh. Dan kesempatan untuk itu jelas Tuhan bukakan. Lihatlah Abraham yang disebut sebagai Sahabat Allah (Yakobus 2:23, 2 Tawarikh 20:7).  Tidak ada sahabat yang tidak saling mengenal dengan baik bukan? Dan keseriusan kita untuk membangun hubungan dengan Tuhan akan membuat kita bisa mencapai tingkatan seperti itu.

Sudahkah kita menyadari pentingnya untuk mengenal Allah? Sudahkah kita menganggap serius hal ini? Teruslah kenali pribadi dan isi hatiNya baik lewat Alkitab, kotbah, bacaan-bacaan rohani dan sumber lainnya, dan tentu saja, miliki pengenalan yang benar tentang Kristus. Selanjutnya jangan berhenti sampai disitu saja, tetapi kemudian aplikasikanlah semua yang telah kita baca, dengar dan tahu itu ke dalam hidup kita sehari-hari. Kenali Tuhan, temukan apa yang menjadi kehendakNya hari ini. dan lakukan tepat seperti itu. Mari bertumbuh menjadi anak-nakNya yang setia, dipenuhi kasih dan sungguh-sungguh mengenalNya.

Mengenal Allah akan menjauhkan kita dari berbagai pelanggaran sehingga kita tidak harus binasa

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, October 16, 2015

Tidak Mengenal Tuhan (2)

(sambungan)

Tidak setia, tidak punya kasih dan tidak mengenal Allah meski mengaku umat Tuhan. Itu bisa terlihat jelas dari cara hidup. Beribadah hanya sebatas ke gereja tapi tidak mengaplikasikannya dalam keluarga dan hubungan sosial lainnya, tidak mempedulikan sesama, tidak memiliki empati terhadap kesulitan orang, terus melakukan berbagai kecurangan dan menjalankan hidup yang jauh dari ketetapan Tuhan. Mereka beranggapan bahwa rohani ya rohani, tapi business is business. Kambuhan terhadap berbagai jenis dosa dan bentuk-bentuk kemunafikan lainnya. Ada pula yang menerjemahkan bentuk kasih Tuhan yang begitu besar dengan seenaknya bahkan memanfaatkan kebaikan Tuhan, taking it for granted, mengira bahwa kita boleh terus melakukan dosa secara berulang-ulang dan semua pasti diampuni. Benar Tuhan selalu siap mengampuni, memutihkan dosa-dosa kita, tidak mengingat-ingat lagi, tapi itu bukan berarti bahwa kita boleh melakukan segala sesuatu seenaknya. Orang yang melakukan semua ini menunjukkan bahwa mereka belumlah mengenal Tuhan.

Penampilan menggunakan atribut-atribut keagamaan sama sekali tidak menjamin pengenalan akan Tuhan. Bukankah kita melihat sendiri banyak diantara manusia yang seolah paling suci lewat penampilan tapi sama sekali tidak mencerminkan pengenalan yang benar akan Tuhan. Ada yang pintar mengutip ayat-ayat seenaknya demi kepentingan pribadi, menggunakan itu sebagai pembenaran terhadap perbuatan buruknya. Atau mereka yang punya pemahaman keliru karena asal kutip. Misalnya, saya sering mendengar pendapat  mereka yang mengaku percaya bahwa keselamatan akan diperoleh cukup dengan berbuat baik terhadap sesama. Itu menunjukkan pula bahwa orang tersebut tidaklah mengenal Tuhan. Keselamatan hanya ada dalam Kristus dan perbuatan baik sesungguhnya merupakan buah dari iman kita, bukan penjamin keselamatan. Ada yang mengira bahwa jika korupsi, maka itu akan menjadi bersih kalau sebagian disedekahkan atau dipakai membangun rumah ibadah. Bentuk 'pencucian' uang hasil kejahatan ini pun menunjukkan ketidak-kenalan pelaku akan Allah.

Di satu sisi beribadah kepada Tuhan tapi di saat yang sama juga mempercayai berbagai pengajaran lain, beriman pada ilah-ilah lain bahkan menuruti berbagai bentuk supranatural atau okultisme. Mengaku percaya tapi tetap hidup dengan rasa kuatir. Ini pun menunjukkan betapa orang bisa tidak mengenal Allah. Ada banyak orang yang tidak tahu bahwa doa orang benar, siapapun orangnya, punya kuasa besar yang sama. Mereka terus bergantung pada pendeta dan hamba Tuhan lainnya untuk mendoakan apapun yang mereka butuhkan karena beranggapan bahwa doa pasti kalah manjur dibanding para hamba Tuhan. Ada keluarga yang membagi tugas, urusan istri berdoa, urusan suami cari duit. Itu juga merupakan pemahaman keliru terhadap pentingnya membangun mesbah dalam keluarga. Bebagai perilaku munafik orang Farisi di masa Yesus juga menunjukkan bahwa kerajinan melakukan kewajiban agama tidak serta merta menjamin pengenalan akan Tuhan secara baik dan benar. Dalam Matius pasal 6 misalnya, Yesus menyingkapkan hal ini sebagai peringatan bagi kita agar tidak terjebak pada kekeliruan pemahaman yang sama.

Berkaca dari apa yang dialami bangsa Israel, kita bisa melihat bahwa ketidak-kenalan akan Tuhan berpotensi mendatangkan bahaya besar. Tuhan Maha pengasih, Maha pengampun dan Maha penyayang, itu benar, tetapi kita juga harus tahu bahwa berbuat atau mentolerir dosa akan mendatangkan konsekuensinya sendiri. Pengenalan yang buruk akan Tuhan akan membuat kita rentan terhadap berbagai penyesatan. Hari ini bentuk penyesatan banyak hadir bukan lewat sesuatu yang terang-terang salah, tetapi bisa jadi dikemas rapi seolah Alkitabiah. Doktrin-doktrin kemakmuran dan berbagai pengajaran bisa terlihat sepertinya sesuai firman tetapi sebenarnya menyesatkan. Kalau kita tidak kenal betul, bagaimana kita bisa awas terhadap itu semua?

Hanya mengandalkan tata cara peribadatan dan tradisi serta kebiasaan dan rutinitas dalam menjalankan ibadah saja tidaklah cukup dan belum mencerminkan usaha kita yang cukup untuk mengenal Allah dengan baik dan benar.

Yesus menyinggung hal ini dengan keras. "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 7:21). Hanya rajin berseru tapi tidak mencerminkan terang dalam hidup sama saja dengan tidak mengenal Tuhan. "Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?" (ay 22). Bahkan meski kita berpikir bahwa kita sudah melakukan banyak pekerjaan Tuhan, tapi hati kita sebenarnya tidak tulus melakukan itu dan bukan berbuat itu demi kemuliaan Tuhan, jika kita rajin beribadah namun sebatas dibibir saja tanpa aplikasi nyata dalam hidup, maka semua itu sesungguhnya sia-sia, dan kita pun sebenarnya akan kehilangan kesempatan untuk beroleh keselamatan. Jika kita tidak mengenal Tuhan, maka Tuhan pun tidak akan mau mengenal kita. "Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (ay 23).

(bersambung)


Thursday, October 15, 2015

Tidak Mengenal Tuhan (1)

Ayat bacaan: Hosea 4:6a
===================
"Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah"

Tingkat kecelakaan lalu lintas di negara kita terbilang tinggi. Apa yang sering menjadi penyebabnya adalah kegemaran banyak orang melanggar rambu lalu lintas. Pengendara sepeda motor yang melawan arus, kendaraan yang menerobos lampu merah rasanya menjadi penyebab terbesar terjadinya banyak kecelakaan yang seringkali merenggut nyawa. Bukankah mereka punya SIM? Mungkin, tapi itu ternyata tidak serta merta menjamin para pengendara mengenal seluruh rambu yang ada. Sebagian memiliki SIM bukan lewat jalur yang benar melainkan dengan sistim tembak, sehingga mereka tidak akan mengenal seluruh rambu dengan benar. Antara rambu P dan S yang disetrip miring warna merah saja banyak yang masih bingung membedakannya. Kalau kenal saja tidak, bagaimana mereka bisa memahami? Dan kalau tidak paham, bagaimana mau mengharapkan mereka patuh? Belum lagi mereka yang sebenarnya paham arti rambu tapi memang dengan sengaja melanggarnya. Kalau kesadaran dan pemahaman masyarakat akan peraturan lalu lintas masih seperti itu, bagaimana mungkin kita mengharapkan menurunnya tingkat kecelakaan lalu lintas? Sekedar bisa mengemudi saja tidaklah cukup. Sekedar tahu beberapa rambu saja tidak cukup. Kita perlu mengenal pengetahuan umum mengenai rambu-rambu yang ada dan tata cara berkendara lainnya. Kita perlu tahu mengapa rambu itu ada, alias mengenal tujuan rambu dibuat. Pengenalan yang benar selain bisa menjaga ketertiban dan kelancaran di jalan tapi juga mampu menghindarkan kita dari kecelakaan dan berbagai musibah lainnya.

Itu sama halnya dengan dengan pengenalan kita akan Tuhan. Banyak orang yang mengaku percaya Tuhan, tapi sesungguhnya tidak cukup mengenalNya atau malah tidak mengenal sama sekali, baik mengenal pribadiNya dan peraturan atau ketetapanNya. Orang bisa berdalih bahwa mereka sudah ke gereja, atau sudah berdoa. Benar, tapi kenyataannya ada banyak orang yang melakukan itu semua bukanlah atas dasar yang benar melainkan sekadar menjalankan rutinitas, karena disuruh orang tua, karena kebiasaan, tradisi dan alasan-alasan lainnya di luar kerinduan untuk mengenal Tuhan secara lebih dalam lagi. Hal-hal seperti ini jika tidak dicermati akan membuat kita tidak kunjung mengenal pribadi dan ketetapan Tuhan, dan ketidaktahuan itu bisa mengarahkan kita kepada kebinasaan.

Binasa? Ya, binasa. Itu yang diingatkan kepada kita lewat Firman dalam kitab Hosea. Disana kita bisa mencermati kenapa Israel akhirnya binasa. Bukan karena Tuhan bertindak semena-mena, kejam terhadap umatNya sendiri, tetapi justru karena kelakuan mereka sendiri. Kelakuan yang buruk yang terus dibiarkan berlarut-larut. Itulah yang kemudian mendatangkan murka Tuhan.

Di dalam kitab Hosea hal tersebut disebutkan dengan jelas. "Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah" (Hosea 4:6a). Agak aneh memang kalau kita renungkan ayat ini. Bukankah bangsa Israel pada saat itu sudah mengalami langsung penyertaan dan pertolongan Tuhan dalam begitu banyak kesempatan? Kalau begitu, bagaimana mereka bisa dikatakan tidak mengenal Allah yang sudah menyatakan diriNya kepada mereka berulang-ulang? Hosea pasal 4 ini perikopnya berjudul "Menentang imam dan bangsa yang tidak setia". Tidak setia. Itu salah satu tanda bahwa kita tidak mengenal Tuhan, Tidak tahu bagaimana kesetiaan itu menjadi sebuah dasar utama untuk menerima anugerahNya dan tidak tahu pula bahwa pembangkangan akan menjauhkan kita dari penggenapan semua janjiNya bahkan akan menjadi sumber kehancuran bagi kita sendiri.

Mari kita kaji lebih jauh. Pasal ini dimulai dengan: "Dengarlah firman TUHAN, hai orang Israel, sebab TUHAN mempunyai perkara dengan penduduk negeri ini, sebab tidak ada kesetiaan dan tidak ada kasih, dan tidak ada pengenalan akan Allah di negeri ini." (ay 1). Dari ayat pembuka ini dengan jelas disebutkan bahwa ada tiga alasan penting yang saling terkait yang bisa mendatangkan malapetaka bagi kita, yaitu:
- Tidak setia
- Tidak memiliki kasih, dan
- Tidak mengenal Allah.
Ini adalah tiga hal yang wajib kita perhatikan, tiga hal  yang bisa menjadi awal datangnya kehancuran dan kebinasaan apabila tidak diperhatikan dan dibiarkan terus menjadi bagian dalam hidup kita.

Apa sebenarnya yang diperbuat bangsa Israel pada waktu itu? Kelakuan memang sudah termasuk sangat keterlaluan. Dengan jelas disebutkan mereka "hanya mengutuk, berbohong, membunuh, mencuri, berzinah, melakukan kekerasan dan penumpahan darah menyusul penumpahan darah." (ay 2). Bayangkan perilaku-perilaku keji seperti itu dilakukan oleh bangsa yang sudah mengalami Tuhan berulang-ulang, bangsa yang seharusnya mengenal Tuhan tapi ternyata sama sekali tidak mencerminkan itu dalam perbuatan-perbuatan mereka.

Dalam ayat 6 disebutkan pula bahwa para imam yang seharusnya jadi tulang punggung justru memalingkan muka dari ajaran Tuhan. Kegagalan para imam tidak hanya berbicara mengenai para pendeta, pelayan Tuhan, tapi lebih luas lagi mengacu kepada orang percaya secara umum. Mengapa? Sebab sudah disebutkan bahwa kita menjabat status sebagai "imamat yang rajani" (1 Petrus 2:9) atau "imam-imam bagi Allah" seperti yang tertulis dalam Wahyu 1:5-6. Semua pembangkangan yang keterlaluan ini sungguh menggambarkan betapa umat Tuhan bisa terjatuh pada tiga hal penting ini. Mereka tidak memiliki kasih, tidak setia dan tidak mengenal Sang Pencipta yang sudah begitu banyak memberkati mereka. Ini membuat Israel akhirnya harus menanggung konsekuensi yang begitu berat.

(bersambung)


Wednesday, October 14, 2015

Penerang dalam Gelap

Ayat bacaan: Mazmur 119:105
====================
"Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku."

Jika anda melaju di jalan dalam kota besar yang terang benderang, lampu mobil mungkin tidak begitu besar manfaatnya. Tetapi kalau anda mengemudi pada malam hari di lokasi pelosok daerah, anda tentu akan lebih menghargai adanya lampu mobil yang berfungsi baik. Saat tidak ada lampu jalan atau lampu dari mobil lainnya, kita akan sangat tergantung pada lampu mobil kita. Dan di Indonesia lokasi tak berlampu masih sangat banyak sekali. Belum lagi lokasi jalan yang sempit dan ada jurang di salah satu atau ke dua sisinya. Itu akan sangat berbahaya apabila harus dilewati tanpa lampu di malam hari. Meski anda sudah hapal jalannya sekalipun, tetap saja akan berbahaya kalau dilalui tanpa lampu sama sekali.

Contoh di atas saya rasa sangat tepat untuk menggambarkan kebutuhan kita akan terang untuk bisa melalui hidup yang penuh dengan kegelapan. Adalah fakta bahwa hidup pun seringkali penuh ketidakpastian, bahkan ada kalanya situasi terlihat begitu gelap sehingga kita bisa merasa khawatir atau takut menatap kemungkinan yang akan terjadi esok hari. Kemampuan kita yang sangat terbatas membuat kita tidak bisa melihat apa yang terjadi di masa depan. Kita hanya bisa memilih untuk terus berjalan atau sebaliknya berhenti bahkan mundur. Betapa seringnya ketidakpastian membuat kita hidup dalam ketakutan dan berpikir bahwa itulah akhir dari segala-galanya, apalagi jika apa yang kita hadapi terlihat begitu gelap tanpa seberkas cahaya sedikitpun di ujung sana.

Atau banyaknya penyesatan di dunia yang seringkali tidak kasat mata. Secara sepintas bisa seolah terlihat benar, tetapi sebenarnya melawan atau bertentangan dengan kebenaran dan berujung pada maut. Tanpa adanya terang, sulit bagi kita untuk bisa melihat segala yang tersembunyi dalam kegelapan seperti itu. Dalam hal ini pun kita butuh terang.

Lihatlah apa yang dikatakan Pemazmur berikut ini. "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105). Your word is a lamp to my feet and a light to my path, demikian bunyi dalam bahasa Inggrisnya. Pemazmur tahu bagaimana kegelapan akan masa depan itu sanggup membuat kita hidup penuh kekhawatiran. Dan berbagai penyesatan oleh kuasa-kuasa kegelapan pun bisa sangat berbahaya jika tidak ada terang yang memampukan kita untuk melihat semua itu. Oleh karena itulah, seperti halnya mengemudi dalam kegelapan malam di pelosok-pelosok atau daerah tanpa penerangan, kita sangat membutuhkan pertolongan lampu mobil. Tuhan sudah menjanjikan pelita dan terang agar kita mampu terus melangkah setahap demi setahap dalam kegelapan itu untuk bisa mencapai tujuan.

FirmanNya, itulah yang akan mampu membimbing setiap langkah kita, bertindak bagai pelita bercahaya untuk menerangi setiap langkah agar kita bisa tiba pada sebuah kemenangan seperti yang dikehendaki Tuhan bagi kita. Jika demikian, bayangkan apabila kita mengabaikan untuk membaca dan merenungkan Firman Tuhan setiap hari. Bayangkan jika kita tidak mengetahui apa-apa tentang janji Tuhan dan peringatan-peringatanNya, maka itu sama saja dengan menjalani hidup tanpa adanya pelita yang sebenarnya siap menuntun kita dalam melalui kegelapan yang panjang.

Apa yang direncanakan Tuhan kepada kita semua sesungguhnya jelas. Tuhan mengatakan "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Apa yang disediakan Tuhan di depan sana adalah rancangan damai sejahtera dan bukan kecelakaan, dan Dia sudah mencanangkan hari depan yang penuh harapan sejak semula bagi kita. Artinya, segelap apapun situasi yang kita hadapi hari ini, ada sesuatu yang bersinar terang di depan sana, sebuah hari depan yang sangat menjanjikan.

Tuhan juga sudah menegaskan "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Pemazmur juga pernah merasakan bagaimana berjalan dalam gelap, namun ia merasakan kehadiran Tuhan dalam membimbing langkahnya setapak demi setapak untuk keluar dari situasi itu. "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:4). Jika Pemazmur tahu akan hal itu dan bisa berjalan dalam langkah imannya dengan keberanian dan keyakinan, kita pun harus bisa seperti itu. Sebab Tuhan tidak pernah berubah, Dia tetap sama dahulu, sekarang dan sampai selamanya. Janjinya teguh, Dia adalah Allah yang setia yang tidak akan pernah ingkar janji.

Alkitab juga mengingatkan kita agar tidak putus asa ketika terjatuh dalam situasi yang sukar. Yakobus mengatakan: "sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." (Yakobus 1:3-4). Perhatikan bahwa Tuhan sudah menjanjikan bahwa meski kita jatuh dalam berbagai-bagai pencobaan seperti yang disebutkan dalam ayat 2, pencobaan-pencobaan itu bukanlah untuk membuat kita hancur melainkan malah akan memberi manfaat positif bagi diri kita. They are all there to make us even better, not bitter.

Jika ada diantara teman-teman yang sedang merasakan seperti mengemudi dalam kegelapan, ingatlah bahwa Tuhan sudah menyediakan pelita agar anda bisa terus berjalan selangkah demi selangkah untuk menggenapi rencanaNya. Firman Tuhan akan selalu menerangi setiap langkah yang anda ambil agar bisa terus berjalan mencapai tujuan. Meski anda belum melihat titik akhirnya dan masih merasa segala sesuatunya gelap, jangan khawatir dan jangan pernah kehilangan harapan. Anda tidak akan pernah terjerembab jika anda terus berjalan dengan pelita yang berasal dari Firman Tuhan.

Tuhan menyediakan pelita lewat FirmanNya untuk terus menuntun kita setahap demi setahap

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Lanjutan Sukacita Kedua (5)

 (sambungan) Satu jiwa pun begitu berharga di mata Tuhan. Ketika jiwa itu kembali ditemukan, sang gembala akan menggendongnya dengan gembira...