Sunday, November 30, 2014

Kasih yang Menjadi Dingin (1)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Matius 24:12
=====================
"Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin."

Jika anda ingin membuat teh atau kopi dingin, anda tetap harus memulainya dengan menggunakan air mendidih agar teh dan kopi tersebut bisa larut dulu dalam air. Demikian pula dengan gula pasir. Setelah anda aduk, barulah anda bisa mengarahkannya kepada sajian dingin dengan menambahkan air kemudian es batu. Kecuali beberapa jenis minuman berbentuk bubuk yang memang dibuat praktis cukup dengan menambahkan air dingin, pembuatan teh dan kopi secara tradisional tetap memerlukan air mendidih. Semakin anda tambahkan air dingin dan es batu untuk bercampur dengan air mendidih, maka air pun akan semakin dingin. Kalaupun tidak ditambahkan es, dengan berjalannya waktu maka tetap saja air mendidih tersebut akan menjadi dingin.

Segala sesuatu yang dibiarkan atau ditambahkan unsur yang berlawanan dengan sifatnya pasti akan mengalami perubahan. Dari panas menjadi dingin misalnya. Tidak terkecuali dengan kasih. Kasih yang dibiarkan begitu saja lama-lama kehilangan kehangatannya dan berubah jadi dingin. Demikian pula saat kasih tertimbun oleh sesuatu yang sifatnya berlawanan, maka lama kelamaan kasih tersebut pun akan menguap dan menjadi dingin.

Tuhan Yesus mengatakan hal tersebut. "Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12). Disana dikatakan bahwa menjelang kesudahan dunia akan semakin banyak kedurhakaan. Kejahatan merajalela di mana-mana, kesesatan tumbuh subur. Dan berbagai hal itu akan mengakibatkan kasih kebanyakan orang menjadi dingin. Apa yang membuat kasih itu menjadi dingin? Itu adalah lawan dari kasih, yaitu kedurhakaan. Durhaka artinya ingkar terhadap perintah, baik terhadap perintah Tuhan, orang tua atau orang-orang lainnya yang lebih tua dari kita yang seharusnya kita hormati. Kedurhakaan menentang Tuhan jelas bentuk pembangkangan atau berlawanan dengan pribadi Tuhan sendiri yang adalah kasih itu sendiri. Saat yang berlawanan yang berkuasa, tidaklah heran kalau kasih jadi tidak lagi hangat dan berubah menjadi dingin.

Semakin lama kasih tampaknya semakin terbatas pada slogan saja. Hanya disinggung dan dibicarakan, tapi semakin jarang diaplikasikan dalam kehidupan secara nyata. Kita sering terbawa kebiasaan dalam dunia, mengacu pada teori ekonomi semata berdasarkan prinsip untung rugi. Kalau mau membantu kita melihat dahulu keuntungan apa yang bisa kita peroleh atau motivasi-motivasi lain, bukan lagi didasarkan kasih. Pembangkangan terhadap kasih pun menjadi sesuatu yang dianggap biasa. Manusia semakin individualistis, tidaklah heran dunia menjadi sebuah tempat ramai tapi sepi. The world is a lonely planet. 

Peringatan mengenai hal ini disampaikan lewat ucapan/tulisan Paulus. "Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku." (1 Korintus 13:1-3). Kasih merupakan hal yang paling mendasar, paling utama dan terutama dalam kehidupan anak-anak Tuhan. Kita bisa menjadi orang terpintar, terkaya, terhebat dan sebagainya, tapi tanpa kasih, semuanya tidak akan berguna alias sia-sia belaka.

(bersambung)

Saturday, November 29, 2014

Indikator Kasih (2)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Kalau hanya mengandalkan kemampuan sendiri tentu akan sangat sulit bagi kita untuk bisa mencapai kasih seperti tingkatan yang ditentukan Yesus dimana kita bukan lagi sekedar mengasihi orang lain seperti diri sendiri tetapi mengasihi sebagaimana Yesus mengasihi kita (Yohanes 13:34). Lalu bagaimana agar kita bisa memenuhi indikator-indikator di atas? Kuncinya, kita harus berjalan bersama Tuhan dan tetap dipenuhi Roh Kudus. Selama itu ada, kasih Allah akan hidup dalam diri kita. Dan itulah yang akan memampukan kita untuk memenuhi indikator-indikator kasih di atas.

Yohanes menghimbau kita untuk saling mengasihi dengan sebuah hubungan sebab-akibat yang sederhana.  "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah." (1 Yohanes 4:7). Kita tidak bisa mengaku sebagai anak Allah yang mengenal Bapanya apabila kita tidak memiliki kasih dalam diri kita. "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (ay 8). Dan Yohanes kemudian melanjutkan: "Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita." (ay 11-12).

Kasih dalam kekristenan harus memiliki coverage area yang jauh lebih luas dari sekedar menyayangi orang-orang terdekat kita atau yang kita kenal baik. Artinya, ukuran kasih yang diwajibkan itu jauh lebih besar dari apa yang dipercaya oleh prinsip-prinsip dunia pada umumnya. Yesus sudah memberikan tingkatan yang harus kita capai dalam Yohanes 13:34 seperti yang sudah saya sebutkan diatas. Kita harus mengasihi seperti Yesus? Itu tingkatan atau level yang teramat sangat tinggi. Yesus bukan datang ke bumi untuk sekedar menyembuhkan banyak orang dan melakukan mukjizat-mukjizat dimana-mana saja, tetapi kasih yang dimiliki Kristus membuatnya rela untuk menjalani penderitaan dan kesakitan hingga mati di atas kayu salib untuk menyelamatkan kita. Lewat karya penebusanNya kita dianugerahkan keselamatan, sebuah bentuk dari kasih karunia yang justru diberikan pada saat kita tengah penuh dosa. Paulus menyatakan hal itu lewat kalimat berikut: "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Waktu Yesus berkata "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13), Yesus sudah menerapkannya sendiri secara nyata. Sesuai dengan pesan Yesus tentang level kasih, maka kita diminta untuk bisa mencapai tingkatan tersebut. Kalau masih belum, setidaknya semakin mendekati dari hari kehari.  Ada banyak aspek di dalamnya yang bukan hanya sekedar menyampaikan ungkapan rasa cinta, tetapi juga mengandung pengorbanan, kerelaan untuk menderita dan kesanggupan untuk mengampuni. Sangat sulit, tetapi kasih seperti itulah yang seharusnya menjadi dasar hidup orang percaya.

Sejauh mana iman kita kita akan tergambar dari sejauh mana kasih bekerja dalam hidup kita masing-masing. Yesus telah mengingatkan kita untuk saling mengasihi, seperti halnya Dia sendiri mengasihi kita. Dan itulah yang akan bisa menunjukkan kualitas hidup sebagai murid Yesus. "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35). Kristus akan tergambar di dunia lewat perilaku dan perbuatan kita. Tanpa kasih, kita bukan saja akan mengalami banyak kerugian tetapi juga berpotensi mengenalkan sosok Kristus yang keliru. Lewat indikator-indikator ini, mari kita periksa sejauh mana kasih bekerja dalam diri kita. Sejauh mana kita sudah menerapkannya dan mana yang masih harus kita tingkatkan atau perbaiki?

Indikator kasih akan membantu kita menganalisa pencapaian dan pertumbuhan kasih agar bisa mencapai level seperti Yesus

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, November 28, 2014

Indikator Kasih (1)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: 1 Korintus 13:4-7
========================
"Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu."

Kemarin kita sudah melihat bagaimana Allah yang adalah kasih menjadikan kita sebagai objek kasih. Karenanya kita pun harus pula meneladani itu dengan menyatakan kasih kepada orang lain, sehingga kita memenuhi hukum yang terutama dari Yesus sendiri. Mungkin kita sudah tahu bahwa kita harus mengasihi. Tapi seperti apa sebenarnya mengasihi itu? Apakah ada indikator-indikator atau penanda yang bisa menunjukkan apakah kita sudah mempraktekkan kasih kepada sesama seperti halnya Yesus mengasihi kita?

Sebuah penanda atau indikator merupakan kelengkapan yang penting terutama pada alat atau benda yang berhubungan dengan keselamatan. Ambil contoh pada mobil. Pada dashboardnya ada lampu indikator baterai mobil yang akan menyala saat mobil dihidupkan dan akan segera mati saat mobil sudah menyala normal. Jika lampunya masih menyala saat mobil sudah berjalan, anda akan tahu bahwa itu merupakan peringatan tentang sesuatu yang tidak beres pada mobil terutama pada sistim pengisian aki atau oli, dan itu berarti pula bahwa kita harus menuju bengkel agar kita tidak harus mengalami hal buruk saat sedang berkendara di jalan raya.

Seorang teman saya mengalami kejadian naas di tengah jalan tol. Tiba-tiba mobilnya mogok saat sedang berjalan. Untung saja ia selamat tidak disambar oleh mobil yang melaju kencang dari belakang. Anda bisa bayangkan betapa mengerikan seandainya hal itu terjadi. Usut punya usut, ternyata bensinnya kemasukan air dari radiator. Yang membuatnya heran, tidak ada satupun indikator yang menunjukkan bahwa air sudah kosong saat ia melaju menuju ibukota. Tidak ada warning apa-apa, bahkan temperatur mobilnya terlihat normal. Hidup kita membutuhkan indikator seperti itu, yang kalau tidak berfungsi akan membahayakan masa depan kita. Kasih, sebagai inti dasar kekristenan pun harus punya indikator agar kita bisa mengetahui sampai sejauh mana kita mengaplikasikan atau mengadopsi kasih dalam kehidupan nyata kita. Sebuah indikator merupakan penanda akan sesuatu, bisa berupa lampu peringatan, bentuk-bentuk statistik dari pencapaian keberhasilan, parameter, indeks, ukuran dan sebagainya. Apapun bentuknya sebuah indikator merupakan variabel yang bisa membantu kita mengukur tingkat perubahan baik secara langsung maupun tidak langsung, ukuran dari kejadian/kondisi dan bisa membantu kita untuk membuat sebuah penilaian yang komprehensif secara berkala.

Kembali kepada pertanyaan awal, adakah indikator kasih yang bisa kita pakai untuk mengukur besarnya kasih dalam diri kita, untuk mengetahui seberapa jauh kasih itu sudah berfungsi menyentuh dan membawa kebaikan baik bagi kita sendiri maupun orang lain? Adakah tolok ukur atau acuan yang bisa kita pakai untuk melihat apakah kasih dalam diri kita sudah berada pada jalur yang benar atau belum?

Jawabannya, ada. Dan itu bisa kita lihat secara terperinci seperti yang disampaikan Paulus dalam surat 1 Korintus. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (1 Korintus 13:4-7).

Inilah indikator-indikator kasih itu. Kesabaran, kemurahan hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri, tidak sombong, berlaku sopan, tidak mencari keuntungan sendiri, tidak pemarah, mau mengampuni, tidak mendendam, tidak senang dengan kejahatan, tidak mencari-cari kesalahan orang lain, tahan menghadapi segala sesuatu, mau percaya akan yang terbaik pada setiap orang, hidup dalam pengharapan tanpa henti dan sabar dalam menanggung segala sesuatu. Indikator inilah yang akan membantu kita untuk mengetahui atau memeriksa diri kita, apakah kasih berfungsi baik atau tidak, atau sudah sampai di titik mana kasih itu berperan dalam hidup kita. Jika kita masih berhenti hanya kepada mengasihi orang yang dekat dengan kita, masih suka memperhitungkan kejahatan yang dilakukan orang lain, cepat emosi, menyimpan dendam, masih mudah iri terhadap kesuksesan orang lain, masih berkompromi terhadap banyak penyimpangan dan gemar melakukan tindakan-tindakan yang jahat, itu artinya kita belum berjalan dalam kasih dalam level yang tepat.

(bersambung)

Thursday, November 27, 2014

Kasih dan Objeknya

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: 1 Yohanes 4:8
=======================
"Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih."

Hari ini saya mau membagikan mengenai sesuatu yang ringan saja tapi tetap penting untuk kita renungkan dalam-dalam, yaitu mengenai kasih. Kasih adalah sesuatu yang mudah diucapkan tapi tidak mudah diaplikasikan ke dalam kehidupan nyata. Mungkin mudah kalau kita menyatakan kasih kepada pasangan atau keluarga, tapi akan sulit saat itu berhubungan dengan orang lain, terlebih yang pernah menyakiti, mengecewakan atau orang-orang yang tabiatnya memang sulit dan cenderung provokatif. Kalau kita berhadapan dengan tipe orang seperti itu, tidak bereaksi negatif saja mungkin sudah merupakan keberhasilan, alih-alih mau mengasihi mereka. Sulit sekali, atau malah hampir-hampir tidak mungkin. Padahal kasih merupakan dasar dari kekristenan yang seharusnya dimiliki atau dihidupi oleh orang-orang percaya. Aksi pura-pura mungkin mudah kita tampilkan di depan orang, tapi jarang sekali orang sanggup memaafkan dan tetap mengasihi terhadap yang menyakiti atau merugikan.

Dua perintah yang terutama dari Yesus berkaitan dengan kasih, yaitu mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi, lalu mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri (Matius 22:37-40). Lebih lanjut kita justru diperintahkan untuk meningkatkan level kasih kita, tidak hanya seperti mengasihi diri sendiri, melainkan seperti Kristus sendiri telah mengasihi kita. (Yohanes 13:34). Yesus juga berkata: "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (15:13). Tingkatan seperti itulah yang Tuhan sampaikan dan sudah Dia contohkan sendiri. Bisakah kita melakukan itu, apalagi kalau kepada orang lain yang bermasalah dengan kita? Berat, itu pasti. Tetapi kalau kita bicara soal kasih dalam standar Kerajaan Surga, kasih seharusnya mampu sampai kepada tingkatan itu,

Kali ini saya ingin mngajak teman-teman untuk melihat sebuah sisi lain dari penerapan kasih Allah. Ayat bacaan hari ini berbunyi demikian: "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Ayat ini sangat sederhana, tetapi sesungguhnya berbicara jelas mengenai hubungan antara mengasihi orang lain bahkan musuh sekalipun dengan pengenalan kita akan pribadi Allah. Artinya, seberapa besar kita mengasihi sesama kita akan mencerminkan sejauh mana kita mengenal Allah. Dalam ayat berikut kita membaca "Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia." (ay 16). Sedemikian pentingnya sebuah ungkapan kasih kepada sesama manusia, sedemikian pentingnya untuk hidup dikuasai oleh kasih dan bukan kebencian sampai-sampai itu dikaitkan dengan seberapa jauh pengenalan dan kedekatan kita dengan Allah sendiri. Menariknya, apa yang disampaikan ayat ini bukan hanya sebatas Tuhan sebagai Pribadi yang Maha Pengasih, tetapi Tuhan adalah kasih itu sendiri. Tuhan selalu rindu untuk memberikan kasihNya kepada kita, karena PribadiNya adalah kasih.

Tuhan mempunyai banyak sifat lainnya, seperti adil, kudus, maha kuasa, maha besar dan seterusnya. Itu benar. Perhatikan bahwa sifat-sifat ini bisa dimiliki Tuhan tanpa membutuhkan kita alias sebenarnya tidak butuh objek. Maksud saya, Tuhan tidak perlu kita, manusia, untuk menjadi kudus, tidak membutuhkan kita untuk menjadi adil, maha besar dan sebagainya. Tapi kasih itu berbeda. Sifat kasih yang menjadi sifat dasar Tuhan ini tidak dapat Dia berikan tanpa kehadiran kita, manusia-manusia yang dibentuk sesuai dengan gambar dan rupaNya. Artinya, kita ada sebagai objek dimana Tuhan bisa menyatakan kasihNya. Logikanya, kasih akan berlangsung jika ada yang mengasihi dan ada yang dikasihi, dan saat kedua pihak saling mengasihi, maka kasih itu akan menjadi luar biasa indahnya.

Berkali-kali Tuhan menyatakan betapa Dia mengasihi kita. Lihat, kita dikatakan sebagai ciptaan yang dahsyat dan ajaib. Tuhan membentuk setiap bagian tubuh kita, menenun kita langsung dalam rahim ibu kita (Mazmur 139:13-14), kita dilukiskan Tuhan dalam telapak tanganNya dan terukir di ruang mataNya (Yesaya 39:16), dan lain-lain. Bahkan begitu besar Tuhan mengasihi kita sehingga Kristus pun Dia berikan agar kita semua selamat dari maut. (Yohanes 3:16). Semua kisah kasih Tuhan terhadap manusia yang penuh dosa ini begitu menggugah hati, sehingga seharusnya jika kita mengenal pribadiNya yang kasih, kita pun sudah pada tempatnya senantiasa termotivasi untuk mengasihi orang lain pula.

Tuhan sangat menantikan eratnya hubungan dengan anak-anakNya yang khusus diciptakan segambar dan serupa dengan Dia, yang dapat Dia kasihi. Tuhan menciptakan manusia, baik pria maupun wanita dengan begitu istimewa, dalam gambarNya sendiri, karena Dia menginginkan kita sebagai sosok untuk berbagi kasih. Renungkanlah, maka anda akan mendapati bahwa pesan ini sesungguhnya sangatlah menakjubkan. Kita objek-objek yang menerima kasih Allah, bentuk kasih yang sempurna. Terlebih ketika Allah sudah terlebih dahulu mengulurkan tanganNya untuk mengasihi kita. Wujud mengasihi Tuhan ini tidaklah bisa lepas dari wujud mengasihi sesama kita, seperti apa yang dipesankan Tuhan Yesus. Yohanes menuliskan demikian: "Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya." (1 Yohanes 4:19-21). Rangkaian pesan ini menegaskan pesan kasih yang harus kita jalankan di dunia jika kita mengaku mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi kita.

Tidak mudah memang untuk mengasihi orang yang tidak kita kenal, apalagi kalau mereka termasuk orang yang mengecewakan atau menyakiti kita. Tetapi setidaknya kita bisa belajar untuk melakukannya dengan mengimani pribadi Tuhan yang tidak lain adalah kasih. Seperti kasih yang terus menerus Dia curahkan pada kita yang sebenarnya jauh dari layak untuk menerima itu semua, seperti itu pula kita seharusnya berbuat kepada orang lain. Ketika Tuhan begitu mengasihi kita, tidakkah kita yang mengaku anak-anakNya sudah sepantasnya berusaha pula untuk mengasihi orang lain? Sebagai objek kasih Tuhan, adakah orang disekitar anda saat ini yang bisa anda jadikan objek kasih? Sudahkah anda melakukan itu?

Sebagai objek kasih Tuhan, hendaklah kita juga belajar mengasihi orang lain

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, November 26, 2014

Pondasi Hidup yang Kokoh

webmaster | 11:00:00 PM | 2 Comments so far
Ayat bacaan: Lukas 6:47-48
==========================
"Setiap orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya..ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun."

Sebuah rumah bisa tampak indah dari penampilan luarnya, tetapi belum tentu baik kondisinya. Itu pelajaran yang saya dapat beberapa tahun lalu saat saya memutuskan untuk berhenti mengontrak dan mencari rumah. Saya dan istri berkeliling dari satu tempat ke tempat lain mencari yang cocok dengan budget. Mulai dari rumah-rumah baru di perumahan sampai rumah yang hendak dijual pemiliknya kami datangi satu persatu. Beberapa kali saya bertemu dengan rumah yang dari tampak luarnya terlihat baik tapi ketika dindingnya diketuk ternyata rapuh, ada juga yang kalau dilihat baik-baik ternyata miring, meragukan dari segi kekuatan konstruksi penahannya. Kalau tidak hati-hati, saya bisa tertipu dari tampilan luar yang kelihatan indah. Belakangan saya justru lebih memperhatikan konstruksi penahan alias tampilan luarnya. Toh itu nanti bisa direnovasi sesuai keinginan, tetapi kalau pondasinya buruk maka saya harus meruntuhkan dulu dan membangun ulang, sehingga jelas butuh biaya yang jauh lebih besar lagi.

Pondasi merupakan bagian konstruksi yang terpenting pada sebuah bangunan, karena disanalah terletak tumpuan seluruh beban yang ada di atasnya, juga kekuatan menahan berbagai gaya dari luar. Sebuah pondasi akan tergantung dari berat bangunan (berapa tingkat dan bahan yang digunakan), juga kontur tanah dimana bangunan tersebut didirikan. Ada tanah yang miring, ada tanah yang tidak padat alias bekas rawa, ada tanah hasil timbunan, sehingga kondisinya benar-benar harus diketahui terlebih dahulu agar pondasinya kuat untuk menahan beban rumah yang ada diatasnya. Tidak jauh dari tempat saya tinggal ada sebuah perumahan yang ternyata lalai dalam memastikan konstruksi pondasi. Akibatnya beberapa rumah disana ambruk sebagian, konstruksinya patah sehingga tidak lagi layak huni. Beruntung tidak sampai ada korban jiwa, tapi tetap saja sang pengembang harus menghadapi kemarahan pemilik rumah yang rusak tersebut.

Jika pondasi rumah saja sangat penting, apalagi pondasi kehidupan kita. Kehidupan ini tidaklah mudah untuk dijalani. Selalu ada badai masalah, tekanan, problema dan berbagai rintangan yang akan terus muncul pada waktu-waktu tertentu. Bagaimana kita bisa bertahan dan tetap tegar ditengah badai kalau pondasi kita lemah? Bisa-bisa terkena masalah kecil yang jika dibandingkan dengan badai hanya berupa angin sepoi saja sudah mampu membuat kita ambruk, hancur berantakan. Karenanya jelas, kalau rumah saja butuh pondasi yang mumpuni agar bangunan yang ada diatasnya bisa kuat berdiri, hidup kita pun butuh pondasi kuat agar tidak gampang hancur dalam menghadapi segala kesulitan dalam hidup.

Yesus sudah mengingatkan pentingnya membangun pondasi yang kokoh sebagai dasar atau landasan untuk hidup. "Setiap orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya--Aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan--, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun." (Lukas 6:47-48). Rumah yang dibangun dengan membuat pondasi jauh menembus permukaan akan kuat, tidak gampang goyah ketika air bah, banjir, atau badai dan gempa melanda rumah itu. Betapa besar peran pondasi yang kokoh dalam menjaga rumah agar tetap tegak berdiri di tengah badai. Seperti itu pula yang akan terjadi dengan kita jika kita peduli untuk meletakkan dasar yang kuat bagi kerohanian kita. Masalah yang silih berganti niscaya tidak akan mudah meruntuhkan kita. Bagaimana sebaliknya? Dalam ayat selanjutnya Yesus berkata: "Akan tetapi barangsiapa mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya." (ay 49). Orang yang tidak peduli dengan dasar yang kuat akan menjadi seperti rumah yang dibangun di atas tanah tanpa pondasi. Sedikit saja digoyang maka hidupnya pun akan segera ambruk, porak poranda dan hancur berantakan.

Lihatlah bahwa bangunan boleh saja tampak sama indah dari luar. Namun kualitas sesungguhnya baru akan terlihat apabila ada goncangan menerpanya. Bangunan yang punya pondasi kuat tidak akan gampang rusak meski dilanda berbagai bencana, tapi sebaliknya bangunan yang dibangun ala kadarnya akan porak poranda, hancur berkeping-keping ketika badai, banjir atau air bah datang menghantamnya. Seperti halnya bangunan, demikian pula kerohanian kita. Agar kuat, kita perlu memperhatikan atau bahkan menitikberatkan pertumbuhannya dalam sebuah dasar yang kuat.

Bagaimana agar kita bisa memiliki pondasi kokoh kehidupan itu? Perhatikan kembali ayat 47 di atas. "Setiap orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya". Itulah kunci untuk membuat sebuah pondasi kokoh kerohanian yang berpengaruh pada kekuatan hidup. Datang kepadaNya, mendengarkan perkataanNya dan melakukan firmanNya. Berhenti pada percaya kepadaNya dan mengetahui firmanNya saja tidaklah cukup untuk membangun pondasi kuat. Kita harus pula melanjutkan dengan melakukan apa yang Dia ajarkan. Intinya, kita harus melandaskan hidup kita sepenuhnya pada batu karang yang tidak lain adalah Kristus sendiri. (1 Korintus 10:4). Namanya melandaskan hidup tentu bukan berarti boleh berhenti hanya sekedar tahu saja, tetapi harus pula menjalani kehidupan yang berpusat kepadaNya dan mendasari segala yang kita perbuat sesuai firmanNya. Tidaklah cukup hanya mendengar, tetapi harus pula dilanjutkan dengan melakukan. Itulah yang akan membuat kita memiliki pondasi kuat sehingga tidak mudah goyah ketika tertimpa badai persoalan.

Kekristenan tidak mengajarkan kita untuk sekedar rajin berseru kepada Tuhan saja. Itu tidak akan pernah cukup. Yang akan mendapat tempat ke dalam Kerajaan Allah hanyalah orang yang tidak berhenti hanya sampai disana, tapi melanjutkan pula kepada melakukan firman. Yesus berkata "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 7:21) Tuhan tidak berkenan kepada orang yang cuma pandai berseru tanpa disertai aplikasi secara nyata dalam kehidupannya. "Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?" (Lukas 6:46). Karenanya janganlah berpuas diri hanya ketika kita sudah rajin berdoa, atau ketika kita sudah rajin membaca firman Tuhan. Itu tentu baik, tetapi tanpa disertai perbuatan nyata sesuai kehendak Tuhan, semua itu tidak akan membawa hasil maksimal.

Orang saleh bukanlah orang yang hanya rajin berdoa dan tampak suci di mata masyarakat, tapi sebenarnya adalah orang yang melanjutkan langkahnya dengan melakukan segala sesuatu dalam ketaatan penuh secara nyata sesuai firman Tuhan. Bagi orang-orang yang saleh Tuhan menjanjikan begitu banyak kebahagiaan seperti yang tertulis dalam Mazmur 16:1-11. "Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa" (Mazmur 16:11). Semua janji Tuhan ini akan diberikan kepada orang-orang yang peduli untuk membangun kehidupannya di atas dasar rohani yang kuat. Oleh karena itu, hendaklah kita tidak berhenti hanya kepada percaya dan membaca saja, namun melanjutkan itu pula dengan menjadi para pelaku firman yang mampu menjadi terang dan garam di manapun kita berada. Perhatikan baik-baik kehidupan kita apakah sudah dibangun dengan pondasi kuat atau belum. Jika belum, benahilah segera sebelum hidup kita keburu rontok diterjang badai.

Tingkatkan kepada melakukan firman agar kita memiliki pondasi yang kuat

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, November 25, 2014

Is God Good? (3)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Ayat lainnya yang menarik mengenai kebaikan Tuhan dengan kasih tanpa batas (the unconditional love) bisa kita dapatkan dari perkataan Yesus sendiri. Tuhan adalah Allah "..yang menerbitkan  matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar." (Matius 5:45). Orang yang jahat dan tidak benar pun masih Dia perhatikan. Bukankah itu bukti nyata bagaimana baiknya Allah? Dia tetap memelihara dan merindukan orang-orang yang tidak benar untuk bertobat. Tuhan tetap menempatkan orang-orang jahat dan tidak benar itu dalam perhatianNya dan terus memberi kesempatan untuk bertobat. Sebenarnya kalau mau Tuhan bisa saja langsung menghanguskan orang jahat dalam seketika untuk hancur menjadi debu dan segera dilemparkan ke api dan belerang menyala-nyala di neraka. Tetapi kebaikan dan kasih Tuhan membuatNya untuk terus memberi kesempatan bagi orang-orang jahat untuk segera bertobat dan kembali ke dalam pangkuanNya. Jika kita masih hidup dan punya kesempatan untuk bertobat hari ini, bukankah itu pun merupakan bukti betapa baiknya Tuhan?

Dalam menghadapi hidup seringkali kita melupakan kebaikan Tuhan dan malah terjerumus ke dalam berbagai keputusan-keputusan yang keliru. Bahkan tidak jarang pula orang lebih tertarik kepada kuasa-kuasa supranatural di luar Tuhan ketimbang mempercayai besarnya kuasa Tuhan sendiri berdasarkan kebaikanNya kepada manusia. Dalam Kisah Para Rasul 14 kita melihat pula bagaimana kecewanya Paulus dan Barnabas ketika mereka ketika melihat rakyat Likaonia malah menyembah dewa saat mukjizat Tuhan dinyatakan atas orang yang sakit. "Hai kamu sekalian, mengapa kamu berbuat demikian? Kami ini adalah manusia biasa sama seperti kamu. Kami ada di sini untuk memberitakan Injil kepada kamu, supaya kamu meninggalkan perbuatan sia-sia ini dan berbalik kepada Allah yang hidup, yang telah menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya." (ay 15) Demikian mereka berseru menegur orang-orang sesat di sana. Lalu mereka melanjutkan: "Dalam zaman yang lampau Allah membiarkan semua bangsa menuruti jalannya masing-masing, namun Ia bukan tidak menyatakan diri-Nya dengan berbagai-bagai kebajikan, yaitu dengan menurunkan hujan dari langit dan dengan memberikan musim-musim subur bagi kamu. Ia memuaskan hatimu dengan makanan dan kegembiraan." (ay 16-17).

Jemaat di Likaonia  tidak menyadari bagaimana kebaikan Tuhan yang sudah hadir selama ini dari generasi ke generasi. Mereka malah melupakan itu semua dan pergi menyembah dewa-dewa. Mungkin kita tidak menyembah dewa, tetapi apakah kita ingat akan semua kebaikan Tuhan baik dalam suka maupun duka, baik dalam keadaan baik maupun buruk? Apakah kita masih terus mengandalkan manusia dan mengabaikan kuasa Tuhan? Sudahkah kita benar-benar menaruh pengharapan dalam kesetiaan kita akan Tuhan sepenuhnya walau apapun yang terjadi atau kita akan pergi kepada alternatif-alternatif lain yang seolah-olah mampu memberi solusi atas persoalan kita? Apakah kita masih terus mengandalkan harta, kuasa, jabatan dari manusia ketimbang menyerahkan segala sesuatu ke dalam tangan Tuhan? Kita akan sulit untuk bisa setia dengan iman kuat kepada Tuhan dan tetap hidup dalam pengharapan apabila kita tidak menyadari betapa baiknya Tuhan selama ini kepada kita.

Pemazmur berkata: "Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!" (Mazmur 34:9). Seruan Daud ini mengingatkan kita agar tidak melupakan betapa baiknya Tuhan kepada kita. Tidak saja kita diminta agar mau terus melihat kebaikan Tuhan, tetapi Daud pun mendorong kita untuk merasakan sendiri pengalaman demi pengalaman akan kebaikan Tuhan secara langsung. Kesulitan boleh hadir, tetapi itu bukan berarti karena Tuhan kejam atau jahat membiarkan kita menderita. Ada begitu banyak kebaikan Tuhan yang mungkin luput dari perhatian kita saat ini, padahal Dia sudah memberikan begitu banyak termasuk kehidupan yang masih diberikan kepada kita saat inipada kita. Ketika kita masih berdosa pun kasih Tuhan tidak lekang dari kita. Mari hari ini kita sama-sama merenungkan segala kebaikan Tuhan dalam hidup kita, dan marilah kita putuskan hari ini juga untuk tidak melupakan kebaikanNya.

God is good, even when people are not

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, November 24, 2014

Is God Good? (2)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Ada kalanya Tuhan menginginkan kita untuk mengalami kesulitan hidup, bahkan untuk berjalan dalam kegelapan, dan itu bukanlah karena kejam melainkan karena Tuhan tentu punya rencana yang indah dibalik itu. Minimal supaya kita memiliki mental dan iman yang terlatih kuat dan tentu saja agar kita belajar untuk mengandalkan Tuhan sepenuhnya.

Mari kita kembali sejenak kepada kitab Kejadian. Saat Tuhan menciptakan segalanya pada awal penciptaan, Tuhan memberi sebuah kesimpulan bahwa semua ciptaannya itu bukan hanya sekedar baik, tetapi dikatakan "sungguh amat baik." (Kejadian 1:31). Tidak satupun yang Dia ciptakan asal-asalan atau tanpa rencana. Jika terhadap alam semesta dan segala tumbuhan, hewan yang ada di muka bumi ini saja Dia rencanakan dengan matang, hingga hasilnya "sungguh amat baik", apalagi terhadap kita, manusia ciptaanNya yang dibuat sesuai gambar dan rupaNya sendiri (Kejadian 1:26), dibuat hampir sama dengan Allah dan diberikan kemuliaan dan hormat. (Mazmur 8:5). Kebaikan Tuhan juga nyata di dalam perbuatan-perbuatan baikNya bagi manusia.

Dari sana saja kita seharusnya sudah bisa melihat bahwa Tuhan itu baik dan punya kerinduan untuk melimpahkan segala kebaikanNya kepada kita. Daud pun dengan jelas mengatakan  bahwa "TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya." (Mazmur 145:9). Sepanjang pasal 145 Daud berbicara mengenai pujian akan kemurahan atau kebaikan Tuhan bukan hanya terhadap dirinya tetapi terhadap semua manusia, bahkan terhadap segala ciptaanNya. Mari kita lihat beberapa diantaranya.
- "TUHAN itu penopang bagi semua orang yang jatuh dan penegak bagi semua orang yang tertunduk." (ay 14)
- "..Engkaupun memberi mereka makanan pada waktunya" (ay 15)
- "Engkau yang membuka tangan-Mu dan yang berkenan mengenyangkan segala yang hidup." (ay 16)
- "TUHAN itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya." (ay 17)
- "TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan." (ay 18)
- "Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka." (ay 19)

Mazmur pasal 145 hanyalah sedikit dari begitu banyak kebaikan Tuhan kepada kita semua yang bisa didapati di dalam Alkitab.

(bersambung)

Sunday, November 23, 2014

Is God Good? (1)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Mazmur 145:9
====================
"TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya."

"Tolong cariin pendeta sakti yang bisa bicara langsung sama Tuhan, soalnya saya pengen tau kenapa hidup saya susah seperti ini." Kata-kata ini suatu kali disampaikan seseorang kepada saya dan cukup membuat saya sedih. Apa yang ia ucapkan mewakili pandangan keliru banyak orang mengenai Tuhan dan sifatNya. Kalimat diatas hanya satu saja, tetapi ada beberapa kekeliruan yang bisa kita lihat disana. Pertama, tidak ada yang namanya pendeta sakti. Pendeta bukanlah pendekar dalam kisah-kisah atau film-film silat sehingga ada yang sakti, ada yang tidak. Soal berbicara kepada Tuhan, kita hidup di Perjanjian Baru dan bukan lagi Perjanjian Lama.

Di masa Perjanjian Lama memang umat Tuhan butuh perantara untuk mendengar langsung atau menyampaikan sesuatu kepada Tuhan karena tidak semua orang boleh masuk hingga ke dalam Bait Suci. Tetapi saat Yesus menebus kita di kayu salib, tirai yang membatasi batas ke Bait Suci terbelah dua dari atas sampai bawah (Matius 27:51, Markus 15:38, Lukas 23:45) yang menjadi simbol runtuhnya sekat pembatas antara manusia dengan Bapa akibat dosa. Penebusan Kristus sudah melayakkan kita untuk bisa "...dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya." (Ibrani 4:16). Disamping itu, Yesus juga berkata "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 14:12) dan "Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu." (Lukas 10:19).

Apa artinya? Artinya penebusan Kristus sudah memampukan kita untuk langsung menghampiri tahta Kasih Karunia tanpa harus melalui perantara, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, bahkan yang lebih besar dari apa yang dilakukan Yesus sekalipun, dan itu berlaku bukan hanya bagi pendeta tetapi kepada semua orang yang percaya kepada Yesus. Benar bahwa pendeta merupakan orang-orang dengan panggilan khusus yang siap mendoakan dan melayani anda, tetapi anda tidak selalu harus butuh pendeta, apalagi mengira bahwa pendeta punya tingkatan sakti, kurang dan biasa saja, untuk membuat anda bisa berhubungan dengan Tuhan, baik untuk mendengar maupun meminta sesuatu. Jadi semua itu tergantung keseriusan kita untuk membangun hubungan yang erat dengan Tuhan. Tidak melanggar perintahnya, mengasihiNya dan rindu untuk menjalin hubungan yang kuat, menjauhi segala bentuk dosa, itu semua penting untuk diingat. Jika kita sudah melakukan itu, maka kasih Tuhan akan mengalir kepada kita tanpa terganggu apapun. Sebab seperti yang saya sampaikan kemarin, bahkan Firman Tuhan sudah mengatakan seperti ini: "Sebab itu TUHAN menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab TUHAN adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia!" (Yesaya 30:18).

Selanjutnya, apakah benar Tuhan pilih kasih? Atau bahkan, baikkah Tuhan itu? Jawaban bisa beragam. Menjalani hidup memang tidak mudah. Kita akan sering berhadapan dengan berbagai kendala yang akan segera merampas sukacita kita dan menggantikannya dengan kesedihan, kekesalan atau bahkan kekecewaan. Di saat seperti itu banyak yang segera melupakan segala kebaikan Tuhan yang sebenarnya nyata dalam hidup kita, bahkan kita masih bisa menyaksikan dan menikmati kebaikan Tuhan itu di saat kita sedang menghadapi pergumulan berat.

Saya akan ambil contoh. Misalkan kita tengah berhadapan dengan situasi sulit atau sebuah kesusahan. Kita terdesak dan kelimpungan menghadapinya dan serta merta beranggapan bahwa Tuhan itu kejam, atau pilih kasih, atau dengan dingin tega membiarkan kita susah. Tapi coba pikir lagi, bukankah kesempatan yang masih diberikan Tuhan kepada kita untuk menyelesaikannya, kemampuan daya pikir, akal budi, tenaga atau keahlian yang Dia bekali sejak semula, bahkan saat kita masih bisa bernafas menghirup oksigen dari udara tanpa harus bayar alias gratis, bukankah itu semua pun merupakan kebaikan Tuhan juga? Karenanya apabila seseorang hanya melihat baik tidaknya Tuhan hanya secara sempit dari kesusahan yang tengah mereka alami saja, menganggap bahwa Tuhan baik saat tidak ada masalah tapi tidak baik saat tengah ditimpa kesusahan, maka itu adalah sebuah pandangan yang terlalu sempit dan keliru.

(bersambung)


Saturday, November 22, 2014

Menantikan Saat Menyatakan Kasih

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Yesaya 30:18
====================
"Sebab itu TUHAN menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab TUHAN adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia!"

Ketika hendak merayakan ulang tahun pernikahan saya beberapa bulan yang lalu, saya memutuskan untuk membeli hadiah untuk istri saya kira-kira seminggu sebelumnya guna mengantisipasi kesibukan yang harus saya hadapi menjelang hari H. Hadiah sudah ditangan, maka semuanya aman. Saya bisa kembali fokus kepada aktivitas dan tidak harus takut lagi kurang waktu untuk mencari hadiah baginya. Sebelum tanggalnya tiba, saya menyembunyikan hadiah tersebut terlebih dahulu di garasi agar tidak ketahuan sebelum waktunya. Lucunya, saat hadiah sudah ada, saya malah merasa tidak sabar untuk memberikan kepadanya. Waktu seolah berjalan lambat, seminggu bagai setahun saja rasanya. Beberapa kali saya hampir tergoda untuk memberikan saja segera meski tanggalnya belum tiba, tapi untunglah itu tidak saya lakukan sehingga momen istimewa itu tidak harus kehilangan unsur kejutan atau surprisenya.

Malam ini saya tersenyum sendiri mengingat waktu itu. Begitulah saat orang dilanda cinta, rasa tidak sabar untuk berbuat yang terbaik bagi orang yang dicintainya menjadi sesuatu yang sering terjadi. Menunjukkan perhatian, kepedulian, dorongan, bantuan, dan sebagainya akan terasa sebagai sebuah kewajiban dan bukan keterpaksaan. Kita cenderung mengesampingkan logika dan menuruti perasaan ketika sedang mengalami sebuah perasaan cinta yang mendalam. Saling tidak sabar untuk menunjukkan kasih dan perhatian, itu akan menjadi warna indah tersendiri kepada pasangan yang saling mencintai.

Kata orang cinta itu bagai sebuah reaksi kimia yang sulit dimengerti, dimana reaksi tersebut mampu menggerakkan 'korban'nya untuk melakukan hal-hal besar demi kebaikan dan kebahagiaan orang yang dicintai. Sebuah hubungan yang terjalin mesra dan manis antara Tuhan dan manusia pun bisa menghasilkan reaksi seperti itu. Kasih bisa menggerakkan Tuhan untuk menumpahkan kasihNya kepada kita lewat banyak hal, bahkan keselamatan yang Dia berikan dengan mengorbankan Yesus, AnakNya yang tunggal pun sanggup Dia lakukan. (Yohanes 3:16). Itu jelas merupakan bukti nyata akan betapa besar kekuatan kasih yang sebenarnya. Kasih pun ternyata sanggup membuat Tuhan yang panjang sabar menjadi tidak sabar. Bukan tidak sabar terhadap kekurangan kita, tapi justru tidak sabar menanti kapan Dia bisa menunjukkan kasihNya kepada kita. Tidak percaya? Mari lihat ayat berikut ini: "Sebab itu TUHAN menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab TUHAN adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia!" (Yesaya 30:18). Saat sebuah hubungan antara manusia dan Tuhan terjalin mesra, kasih yang berbalas-balasan antar keduanya pun terjalin. Tuhan mengatakan bahwa Dia tidak sabar menanti-nantikan saat untuk menyatakan kasihNya kepada kita. Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "earnestly waits (expecting, looking and longing) to be gracious to you." 

Kita tentu sudah tahu dengan ayat ini: "tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." (Yesaya 40:31). Kita tahu ayatnya, tapi seringkali merasa bahwa itu sulit dipercaya. Kita sering menganggap bahwa Tuhan suka berlama-lama dalam mengulurkan tanganNya. Ketidaksabaran bisa membuat orang hilang pengharapan dan segera pergi meninggalkan Tuhan lalu mencari berbagai alternatif-alternatif lainnya yang seolah sanggup memberi jawaban padahal akan mengarahkan kita ke dalam bahaya. Apakah Tuhan memilih-milih siapa yang mau Dia kasihi dan siapa yang tidak? Apakah Tuhan memang suka berlama-lama atau sering terlambat? Tentu saja tidak. Janji Tuhan berbunyi seperti ini: "..sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau." (Ulangan 31:6b). Tuhan sudah berjanji akan selalu berjalan menyertai kita, tidak akan membiarkan apalagi meninggalkan. Ayat bacaan hari ini pun menegaskan bahwa Tuhan menanti-nantikan waktu dimana Dia bisa menyatakan kasihNya sepenuhnya kepada kita. Lalu dimana letak masalahnya?

Kita biasanya cepat menyalahkan Tuhan dan merasa kecewa, tetapi sebenarnya yang sering terjadi justru masalahnya ada di kita. Kita hanya menuntut tanpa melakukan bagian kita. Kita menuntut hak tapi mengabaikan kewajiban. Kita menuntut Tuhan melimpahi kita dengan berkatNya tapi kita tidak mau menurutiNya, bahkan menjalin hubungan yang serius dengan Tuhan pun kita malas. Ketika kita berharap Tuhan menumpahkan kasihNya kepada kita, sudahkah kita melakukan bagian kita pula untuk mengasihi dan memberikan yang terbaik kepadaNya? Bisakah hubungan mesra terjalin jika hanya satu pihak yang peduli? "Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?" (Amos 3:3).

Selain itu ada kalanya masalah terletak dalam perbedaan antara waktu yang terbaik menurut kita dan menurut Tuhan, seperti yang bisa kita baca dalam Pengkotbah. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." (Pengkotbah 3:11). Masalahnya bisa pula kendala muncul dari diri kita sendiri yang masih berdosa. Dosa punya kemampuan untuk menghambat hubungan kita dengan Tuhan. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:2-3). Dosa merupakan penghambat keselamatan, yang bisa membuat kelancaran hubungan kita dengan Tuhan terganggu.

Sangatlah penting bagi kita untuk memastikan bahwa kita sudah berjalan sesuai dengan firmanNya, tetap berada dalam koridor atau rel yang tepat, menjauhkan diri kita dari berbagai bentuk dosa dan memperhatikan pentingnya membangun hubungan yang karib dengan Tuhan. Penting bagi kita untuk melakukan bagian kita sebelum kita menuntut atau mempersalahkan Tuhan dengan cepat. Kalau kita sudah melakukan hal ini dan kita terus menanti-nantikan Tuhan lebih dari segalanya, maka Tuhan pun tidak akan sabar untuk menunggu lama untuk mencurahkan kasihNya kepada kita. Jika semua bagian kita sudah kita lakukan, kita akan melihat sendiri bagaimana tidak sabarnya Tuhan untuk melimpahkan kasih dan berbagai berkat-berkatNya bagi kita. Sebuah hubungan harmonis yang indah hanya akan muncul apabila kedua belah pihak sama-sama saling peduli dan saling mengasihi. Yang pasti, Tuhan sedang tidak sabar menanti-nantikan saat untuk mencurahkan kasihNya kepada kita. Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga merasakan hal yang sama, tidak sabar untuk menyatakan betapa besar kita mengasihiNya?

Rasa cinta bisa menggerakkan siapapun untuk memberi yang terbaik, termasuk Tuhan sendiri

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, November 21, 2014

Say No to Sin

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Roma 6:12
=================
"Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya."

Anda tentu masih ingat sebuah partai politik besar yang pernah membuat iklan "katakan tidak pada korupsi" di televisi. Selang beberapa waktu partai ini malah tersandung banyak kasus korupsi, bahkan mengenai tokoh-tokoh yang tampil menyampaikan langsung pada iklan tersebut. Terlepas dari kasus yang melilit partai ini, saya tertarik pada seruan yang mereka sampaikan dalam iklan tersebut. Katakan tidak, say no to, sesuatu yang buruk, something bad. Sesuatu yang bertentangan dengan kebaikan, keadilan dan kebenaran. Kita harus selalu mengatakan tidak terhadap semua itu, meski seringkali sulit karena hal-hal yang jahat, buruk dan sesat biasanya terasa nikmat dan begitu menggoda. Korupsi hanyalah satu dari bentuk dosa yang merugikan banyak orang dan melanggar ketetapan Allah. Ada banyak lagi bentuk-bentuk seperti ini yang bukan saja merugikan orang lain tetapi juga akan menggagalkan pelakunya dari keselamatan kekal. Oleh karena itu kita harus mengatakan tidak kepada pusatnya, yaitu dosa.

Kalau anda digigit serangga, bagian kulit yang gatal akan terus berusaha memaksa anda untuk menggaruknya. Kalau digaruk tentu terasa enak, tetapi hasilnya akan membuat kulit anda terluka dan menjadi lebih sulit untuk sembuh. Ada banyak orang yang kemudian mengakali dengan tidak menggaruk di pusat rasa sakit secara langsung melainkan di pinggir-pinggirnya. Tapi itupun akan membuat luka melebar dan memperparah radang pada kulit. Berbagai bentuk dosa kurang lebih mirip dengan ilustrasi gigitan serangga yang mengakibatkan gatal ini. Ada yang melakukan dosa langsung ke'sumber'nya, ada yang hanya mengais remah-remah kecil agar tidak kelihatan atau agar tidak kelihatan kemaruk. Tapi sebuah dosa tetaplah dosa, yang akan bertambah eskalasinya, melebar dari satu dosa kepada dosa lain dan pada akhirnya menjauhkan kita dari semua rencana baik yang sebenarnya ingin Tuhan berikan kepada manusia.

Dosa sering mengintai dan menyelinap masuk lewat hal-hal yang justru terlihat enak, nikmat dan menyenangkan bagi kedagingan kita. Sekali kita terlena akan kenikmatan-kenikmatan di mana ada dosa bersembunyi di dalamnya, begitu kita memberi toleransi, maka cepat atau lambat akibatnya bisa sangat fatal. Begitu fatal hingga konsekuensinya bisa jadi sudah terlalu sulit untuk diperbaiki.

Paulus secara khusus menyampaikan hal ini dalam suratnya kepada jemaat di Roma. Benar, Tuhan sudah berkata bahwa "di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah" (Roma 5:20). Tetapi itu bukan berarti bahwa kita boleh menjadikannya sebagai alasan untuk terus membiarkan dosa masuk ke dalam diri kita. Playing with sin is dangerous. Bermain dengan dosa itu berbahaya. Paulus mengatakannya seperti berikut ini: "Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu?" (6:1). Jawabannya tentu saja tidak. Selanjutnya ia berkata: "Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?" (ay 2). Kita harus ingat bahwa kita telah dibaptis dalam Kristus, dikuburkan bersama-sama dengan Dia agar kita juga dibangkitkan oleh kemuliaan Bapa bersama-sama Yesus. (ay 3-4). Paulus juga mengingatkan, "Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa." (ay 6). Lihatlah bahwa sesungguhnya tidak ada alasan lagi bagi kita untuk terus menerus takluk pada godaan dosa, karena dengan "mati" itu artinya kita pun telah bebas dari dosa. (ay 7). Dosa seharusnya tidak lagi punya kuasa apa-apa kepada kita karena kita sudah menyalibkan manusia baru kita dan telah menjadi ciptaan baru, kecuali kita terus membuka diri bagi dosa-dosa itu untuk masuk. Singkatnya, dosa tidak lagi bisa berkuasa atas kita, kecuali kita membiarkannya, mengatakan ya, atau sedikit-sedikit tidak apa-apa kepada jebakan dosa yang bisa membinasakan ini.

Selanjutnya Paulus menasihatkan agar kita menjaga benar-benar diri kita. "Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya." (ay 12). Sudah diserukan pula agar kita jangan pernah memberi peluang kepada iblis untuk menghancurkan kita. "dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:27). Perhatikanlah bahwa meski jelas dikatakan bahwa dosa tidak lagi bisa menguasai kita, tetapi jika kita membuka celah mengijinkannya masuk maka dosa itu bisa kembali menguasai kita. Dan kalau dosa itu berkuasa, kita pun akan terjebak untuk terus menuruti keinginan-keinginannya, dan itu akan berakibat buruk bahkan bisa fatal bagi kita.

Senada dengan itu Yakobus pun mengingatkan kita agar tidak terjebak oleh keinginan-keinginan kita sendiri, terseret dan terpikat olehnya karena terus mengejar kenikmatan.  Perhatikan kata-kata Yakobus selanjutnya: "Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (ay 15). Maut. Bukankah itu mengerikan? Yang lebih parah, maut itu sifatnya bisa kekal. Itulah yang akan menjadi akibatnya apabila kita terus menuruti keinginan-keinginan dari dosa. Kita harus bisa menghentikan dosa-dosa itu untuk terus memiliki taring atas kita. Kita harus tegas menolak dosa untuk berkuasa atas tubuh kita dan menyadari betul sebuah kehidupan yang baru sebagai ciptaan baru seperti yang telah Dia anugerahkan bagi kita.

Tidak semua yang nikmat, enak dan menyenangkan itu baik ujungnya. Kita harus benar-benar memperhatikan apapun yang kita lakukan dengan cermat. Gatal akan terasa sangat nikmat ketika digaruk, tetapi dampaknya bisa buruk bagi kulit maupun kesehatan kita. Korupsi bisa jadi seolah mampu menjawab segala kebutuhan kita, tetapi akibatnya bisa sangat menghancurkan baik buat kita sendiri maupun keluarga. Begitu pula halnya dengan dosa yang mungkin awalnya terasa nikmat namun akibatnya bisa sangat fatal bagi masa depan kita tidak saja di bumi ini tetapi juga pada kehidupan selanjutnya yang kekal nanti. Dosa seharusnya tidak lagi punya tempat bagi kita dan tidak pernah boleh diijinkan untuk kembali berkuasa atas diri kita. Jika demikian, selalu katakan tidak kepada dosa, tak peduli sekecil apapun. Dan jangan cuma katakan saja, tapi lakukanlah sepenuhnya pula.

No matter how small it is, always say no to the temptation of sins

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, November 20, 2014

Belajar dari Penjual Nasi Goreng (2)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
(bersambung)

Mungkin ada diantara teman-teman yang saat ini merasa bahwa pekerjaan anda terlalu kecil, gaji/imbalan yang tidak seimbang dengan job description, mungkin anda diminta untuk mengerjakan sesuatu tapi imbalannya tidak ada, mungkin ada yang sudah jenuh dengan pekerjaan dan rutinitas, mungkin ada yang kecewa dengan hasil yang diperoleh. Semua itu manusiawi dan wajar dirasakan pada suatu waktu, tapi alangkah baiknya apabila kita kembali merujuk kepada hakekat pekerjaan menurut pandangan Kerajaan dan memahami benar seperti apa kita seharusnya menyikapinya.

Pekerjaan baik besar atau kecil, selama tidak bertentangan dengan ketetapan Tuhan itu baik adanya. Pekerjaan yang saat ini sepertinya kecil bisa jadi akan berujung pada sesuatu yang luar biasa besar. Bukankah hal-hal besar selalu dimulai dari sesuatu yang sederhana? Siapa yang bisa memastikan bahwa sebuah pekerjaan kecil tidak akan pernah berdampak besar? Dan bukankah sebuah pekerjaan, baik besar maupun kecil semuanya berasal dari Tuhan, demikian pula dengan waktu dan kesempatan yang diberikan? Bayangkan apabila ada rencana Tuhan yang besar bagi anda tetapi anda tidak serius melakukannya karena saat ini terasa sangat sepele atau tidak berarti, lantas rencana besar itu harus gagal anda terima sebagai akibat dari sikap yang salah dari anda sendiri. Karena itulah penting bagi kita untuk mengingat bagaimana prinsip melakukan pekerjaan dalam kekristenan.

Jangan lupa bahwa pula bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan seharusnya diarahkan untuk memuliakan Tuhan. "Kita melakukan pekerjaan Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah." (1 Korintus 10:31). Kalau makan dan minum saja harus dilakukan untuk kemuliaan Allah dan bukan untuk memenuhi kebutuhan agar tetap hidup, apalagi pekerjaan-pekerjaan yang merupakan berkat dan anugerah dari Tuhan. Kita harus melakukan yang terbaik dengan sepenuh hati demi kemuliaan Tuhan atas apapun yang kita kerjakan. Ingat pula bahwa kita harus melakukan pekerjaan dengan kasih. "Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!"(1 korintus 16:14). Kemudian lakukanlah perkerjaan kita dalam nama Yesus disertai ucapan syukur. "Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita."(Kolose 3:17).

Pekerjaan sekecil apapun yang kita peroleh merupakan pemberian yang baik dan sempurna dari Allah. "Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran." (Yakobus 1:17). Dan karenanya meski kecil dipandang dunia, itu tetap patut kita syukuri. Tidak ada cara yang lebih indah untuk berterimakasih atas pemberianNya dengan bekerja sungguh-sungguh sebaik mungkin dan memuliakanNya di atas segalanya, dengan senantiasa dipenuhi ucapan syukur dalam nama Kristus. Selain itu, lewat cara dan etos kerja kita pula-lah kita bisa mengenalkan Yesus kepada teman-teman yang belum mengenalNya, seperti yang digambarkan pada ayat berikut: "Dan anggaplah sebagai suatu kehormatan untuk hidup tenang, untuk mengurus persoalan-persoalan sendiri dan bekerja dengan tangan, seperti yang telah kami pesankan kepadamu, sehingga kamu hidup sebagai orang-orang yang sopan di mata orang luar dan tidak bergantung pada mereka." (1 Tesalonika 4:11-12).

Semua pekerjaan yang baik merupakan berkat luar biasa dari Tuhan. Itu harus kita syukuri, dan beri perhatian dan perlakuan terbaik. Perbuat seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia, muliakan Tuhan di dalamnya dan Ketika kita bisa mempertanggungjawabkan tugas kecil, maka Tuhan pun sanggup mempercayakan tugas-tugas yang lebih besar lagi.

Segala pekerjaan yang baik dan benar adalah berkat dari Tuhan, karenanya lakukanlah dengan sepenuh hati seperti untuk Tuhan sendiri

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, November 19, 2014

Belajar dari Penjual Nasi Goreng (1)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Kolose 3:23
================
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."

Ada sebuah warung nasi/mi goreng kecil-kecilan yang sering saya kunjungi. Warungnya kecil saja, tempatnya pun biasa. Tetapi rasanya sangat lezat dan beda dari kebanyakan nasi goreng di tempat lain. Karena sudah sering disana, saya mengenal pemilik yang langsung terjun memasaknya sendiri dan suka ngobrol selagi ia menyiapkan pesanan. Apa yang berbeda adalah bukan karena ia sudah pengalaman dalam membuat nasi goreng sejak masa kecilnya, tapi karena ia sangat menikmati setiap sajian yang ia masak. Ia mengatakan bahwa memasak itu baginya seni, sama seperti pelukis yang sedang berkarya atau pemusik yang sedang bermain. Intinya ia melibatkan hati dan perasaan, menganggap segala yang ia masak sebagai sebuah karya seni, his masterpiece yang ia buat sebaik-baiknya. Itu membuat nasi goreng buatannya terasa sangat spesial.

Hanya warung nasi goreng kecil, didirikan oleh seorang bapak untuk mencari nafkah. Bagi kebanyakan orang meracik dan memasaknya dengan enak supaya orang kembali lagi kesana sudah lebih dari cukup. Tapi bapak yang satu ini memilih untuk meletakkan hatinya, memasak dengan perasaan dan menganggapnya sebuah karya seni. Ia menikmati setiap yang ia masak dan melakukan yang terbaik disana. Yang ia buat mengingatkan saya kepada sebuah kutipan dari Martin Luther King, Jr sekian puluh tahun yang lalu. Demikian kutipannya: "If a man is called to be a street sweeper, he should sweep streets even as Michelangelo painted, or Beethoven composed music, or Shakespeare wrote poetry. He should sweep streets so well that all the hosts of heaven and earth will pause to say, here lived a great street sweeper who did his job well." 

Ini adalah sebuah himbauan yang sangat pantas untuk direnungkan, yaitu agar kita tidak menilai besar kecilnya pekerjaan terlalu sempit, lalu bisa menghargai pekerjaan itu seberapapun kecilnya menurut pandangan kita. Pada kenyatannya ada banyak orang yang menganggap tingkat keseriusan bekerja itu berbanding lurus dengan upah yang mereka dapatkan. Mereka cukup bekerja ala kadarnya atau bahkan asal-asalan apabila pekerjaan itu dinilai terlalu ringan atau mungkin juga karena upahnya dianggap terlalu kecil bagi mereka. Saya mengerti jika orang akan lebih termotivasi jika mereka mendapatkan upah yang memadai, apalagi jika disertai insentif yang menggiurkan. Itu akan membuat orang lebih bersemangat untuk memberi yang terbaik bukan? Dari kacamata dunia memandang, memang seperti itu. Di sisi lain, saya juga paham bahwa ada banyak pimpinan yang memanfaatkan karyawannya secara keterlaluan, menyuruh mereka melakukan lebih dari apa yang menjadi gugus tugas mereka. Karenanya saya tidak ingin pula serta merta menyalahkan orang yang mengukur tingkat keseriusannya sesuai apa yang mereka dapatkan. Apa yang ingin saya sampaikan hanyalah bagaimana prinsip Kerajaan dalam memandang hakekat sebuah pekerjaan dan bagaimana seharusnya kita menyikapinya.

Martin Luther King, Jr mengatakan bahwa jika seseorang memang dipanggil untuk menyapu jalan, mereka seharusnya bersyukur untuk itu dan mengerjakan sebaik-baiknya, sebaik dan seindah Michaelangelo melukis atau Beethoven mengkomposisi karyanya. Kita mungkin bingung, bagaimana mungkin tukang sapu bisa melakukan karya seni seindah kedua maestro legendaris sepanjang masa ini? Tentu itu sebuah perbandingan yang sangat jauh. Tapi sesungguhnya kalau direnungkan, kalimat ini sebenarnya mengingatkan kita bahwa apapun yang kita kerjakan bisa menjadi sangat istimewa dengan hasil yang luar biasa, seindah sebuah karya seni. hasilnya tentu bisa menjadi sangat baik dan sangat indah. Apapun itu yang kita kerjakan apabila kita dilakukan dengan sepenuh hati, seserius melakukannya seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia, hasilnya bisa sangat berbeda. Dan itulah yang sesungguhnya sudah diingatkan sejak lama kepada kita semua. Ayatnya berbunyi: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23).

Melakukan sesuatu pekerjaan, tugas, pelayanan atau panggilan seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Bagi sebagian orang mungkin kalimat ini terdengar agak aneh atau membingungkan. Karenanya ijinkan saya memberi contoh yang lebih mudah. Misalnya anda berprofesi sebagai penjahit dan pada suatu hari pemimpin negara datang ke rumah anda dan meminta anda untuk membuatkannya baju. Anda tentu akan bergegas mempergunakan segala yang terbaik yang anda miliki untuk menciptakan yang paling istimewa yang bisa anda lakukan bukan? Itu akan anda anggap sebuah kehormatan besar yang harus disikapi dengan sebaik mungkin. Itu baru pemimpin negara. Firman Tuhan di atas mengatakan bahwa sesungguhnya kita menganggap setiap hal yang kita lakukan atau kerjakan, tak peduli besar atau kecil haruslah diperbuat dengan segenap hati seperti anda sedang melakukannya untuk Tuhan sendiri. Bukan untuk orang yang menggaji, bukan untuk orang lain, bukan untuk manusia, tetapi untuk Tuhan. Kalau prinsip ini yang anda pegang, maka anda tidak lagi berhitung untung rugi disana, tidak lagi menggunakan pengetahuan, tenaga dan keahlian anda dengan ukuran besar-kecilnya pekerjaan menurut penilaian anda sendiri, tetapi anda akan memberi yang terbaik dari diri anda dalam setiap hal yang dikerjakan. Anda akan menganggap pekerjaan apapun sebagai sebuah karya seni yang membutuhkan torehan seorang maestro dimana andalah yang diberi waktu dan kesempatan untuk itu. Seperti itulah seharusnya kita menyikapi sebuah pekerjaan.

Pekerjaan apapun, selama pekerjaan itu baik dan benar, lakukanlah sungguh-sungguh seperti kita melakukannya untuk Tuhan. Tuhan sanggup memberkati pekerjaan anda dan memberi kelimpahan jika Dia berkenan atas usaha anda. Itu adalah sesuatu yang sifatnya pasti. Pekerjaan yang dianggap rendah sekalipun oleh manusia, akan berharga sangat tinggi untuk Tuhan, jika kita melakukannya untuk Tuhan, atas kasih dan rasa syukur kita pada penyertaanNya dalam hidup kita, dalam namaNya. Kita lihat ayat sebelum ayat bacaan hari ini: "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan." (Kolose 3:22) Memang apa yang dinyatakan Paulus ditujukan untuk hamba-hamba mengenai ketaatan akan tuan mereka, namun apa yang dinyatakan sudah sepantasnya berlaku bagi setiap profesi atau pekerjaan. Semua itu akan sangat berarti di hadapanNya, dan merupakan persembahan yang harum jika kita mempersembahkannya untuk Tuhan.

(bersambung)

Tuesday, November 18, 2014

Menghindari Cara Kekerasan

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: 2 Timotius 2:24
=======================
"sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang.."

Ada sebuah sikap yang dikenal dengan istilah trouble maker alias pembuat onar/keributan. Mereka baru puas setelah bisa memancing emosi orang lain, membuat perdebatan dan pertengkaran. Kalau tidak, mereka akan terus berusaha melakukan atau mengatakan sesuatu yang bisa membuat orang lain kesal. Ada pula yang tidak mau mendengar orang lain dan cenderung memaksakan kehendaknya dengan segala cara. Kalau dengan cara baik-baik tidak bisa, mereka tidak segan-segan untuk melakukannya lewat jalan-jalan kekerasan atau pemaksaan. Lihatlah organisasi-organisasi kemasyarakatan yang katanya mengatasnamakan agama tetapi mempertontonkan kekerasan dengan membawa nama Tuhan. Tindak kekerasan, penganiayaan dan bentuk-bentuk kriminalitas lainnya seolah legal kalau sudah memakai atribut tertentu dan dilakukan sambil meneriakkan nama Sang Pencipta. Apakah itu bisa mendatangkan simpati? Akankah itu baik, bermanfaat bagi masyarakat? Dan apakah itu benar merupakan jalan yang diinginkan Tuhan dalam menyebarkan firmanNya kepada orang lain? Apakah Tuhan mengatakan halal untuk menggunakan cara-cara kasar dan keras dalam menekan orang untuk menganut apa yang mereka percayai? Apakah menjadi wakil Tuhan membuat kita langsung berhak untuk menindas orang lain, melakukan paksaan dengan tindakan-tindakan yang merugikan atau menghancurkan orang yang berbeda dengan kita? Saya percaya tidak satupun agama yang menganjurkan kekerasan. Bahkan iman kekristenan mengingatkan dengan tegas bahwa kita tidak boleh melakukan itu.

Paulus dalam suratnya kepada Timotius mengingatkan bahwa sebagai seorang hamba Tuhan, kita tidak boleh mudah terpancing emosi, tetapi haruslah ramah kepada semua orang. Lebih dari itu, orang percaya juga dituntut untuk cakap mengajar, sabar dan dengan lemah lembut menuntun orang dalam pelayanannya. "sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang.." (2 Timotius 2:24). Kenapa harus ramah? Kata Paulus, "sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran, dan dengan demikian mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis yang telah mengikat mereka pada kehendaknya." (masih pada ayat 24). Kalau Tuhan saja membuka kesempatan bagi orang untuk kembali sadar akan kebenaran, siapakah kita yang merasa berhak menghakimi orang lain dengan cara-cara kasar? Saat dunia mempertontonkan sikap pemaksaan yang justru cenderung mengarah kepada kekerasan, sebagai orang percaya kita justru diingatkan untuk bersikap sebaliknya. Bahkan saat menghadapi orang yang keras melawan dan menentang kebenaran, kita haruslah memperbaikinya dengan ramah, sabar dan lemah lembut, karena Tuhan selalu bersikap adil dalam memberikan kesempatan bagi siapapun untuk bertobat, tanpa terkecuali, tanpa pandang bulu.

Tidak ada pilih kasih bagi Tuhan, karena siapapun manusia itu adalah hasil ciptaanNya yang Dia kasihi, dan Dia mau semuanya selamat. "Atau adakah Allah hanya Allah orang Yahudi saja? Bukankah Ia juga adalah Allah bangsa-bangsa lain? Ya, benar. Ia juga adalah Allah bangsa-bangsa lain!" (Roma 3:29). Perhatikan bahwa Tuhan tidak menganak-emaskan suatu bangsa tertentu, Dia akan memberi berkat melimpah dan keselamatan bagi siapapun yang berseru kepadaNya. "Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya. Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan." (Roma 10:12-13).

Petanyaannya sekarang, bagaimana orang bisa percaya Tuhan jika mereka belum mengenal? Bagaimana orang bisa mengenal Tuhan tanpa ada yang memberitakan-Nya? (ay 14). Oleh sebab itulah Kristus sendiri mengutus kita lewat Amanat Agung untuk mewartakan kabar gembira bagi semua orang. "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20). Persoalannya adalah bagaimana kita bisa memberitakan tentang kebenaran dan keselamatan dalam Kristus kalau itu kita lakukan dengan bersikap keras, menunjukkan sikap bermusuhan, apalagi jika mengandalkan emosi, pemaksaan dan kekerasan? Adakah gunanya, adakah manfaatnya, adakah kebaikan disana? Tidak ada, malah itu akan sangat merugikan. Tidak ada kekerasan yang mampu mendatangkan kebaikan, sebaliknya kelemah-lembutan, kesabaran dan keramahan yang berpusat pada kasih seperti yang diajarkan Allah sendirilah yang akan mampu menghasilkan buah-buah manis.

Kita tidak akan mampu mewartakan kabar gembira apapun jika kita memakai pola pemaksaan, kasar dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya. Jangankan berlaku kasar dan kejam seperti beberapa kelompok di luar sana, bersikap kasar saja kita sudah tidak boleh. Selain hal tersebut tidak akan membawa manfaat apa-apa dan hanya semakin menjauhkan orang dari kebenaran, cara-cara begitu sangatlah bertentangan dengan firman Tuhan. Kita justru diajak untuk bersabar dan tetap bersikap ramah. Dengan cara demikianlah kita bisa melepaskan mereka dan mengenalkan mereka kepada kebenaran. Orang-orang yang melawan dan menolak kebenaran bukanlah musuh sesungguhnya yang harus kita perangi karena mereka pun sebenarnya merupakan korban. Jika anda rindu pada mereka agar bisa diselamatkan, wartakanlah kabar gembira dengan ramah, sabar dan lemah lembut. Kenalkan Kristus dengan kasih, karena kebenaran tanpa kasih adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa menyentuh hati. Ada kesempatan bagi siapapun untuk bertobat dan kembali kepada Tuhan, dan itu bisa terjadi jika kita mampu menjadi anak-anakNya yang rindu untuk mengenalkan Kristus dengan sikap-sikap yang sesuai dengan standar kasih dalam kekristenan.

Kebenaran dinyatakan dengan sikap mengasihi akan menyentuh hati dan mendatangkan keselamatan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, November 17, 2014

Sukacita Kedua

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Lukas 15:32
========================
"Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."

Bersukacita merupakan hal yang penting untuk dirasakan oleh semua orang percaya tanpa memandang apa yang terjadi saat ini. Sebuah sukacita sejati sesungguhnya berasal dari Tuhan dan tidak tergantung dari situasi dan kondisi yang tengah dialami. Saya bahkan menganggap sukacita sebagai sebuah kemampuan luar biasa yang dianugerahkan Tuhan kepada kita. Anda bisa bayangkan bagaimana hidup tanpa rasa sukacita. Suram, kelam, sedih, perih, itu tentu tidak enak sama sekali, apalagi kalau dirasakan berkepanjangan. Pada kenyataannya ada banyak orang yang tetap bisa bersukacita meski tengah mengalami berbagai bentuk masalah dalam hidupnya. Dari mana itu bisa terjadi? Tentu saja karena mereka merasakan keberadaan Tuhan dalam hidupnya. Sukacita akan jauh lebih mudah dirasakan saat hidup sedang berada dalam keadaan baik. Tanpa masalah berarti, tanpa problema, tanpa kendala. Baik ketika tidak mengalami masalah maupun karena merasakan kehadiran Tuhan, orang yang bersukacita akan mudah terlihat dari raut mukanya. Senyum merekah, hati riang dan hidup pun terasa ceria. Ini adalah reaksi normal dari orang yang sedang berbahagia, dan itu sangat wajar. Tapi sukacita seperti ini barulah sebuah sukacita yang saya sebut dengan sukacita pertama. Jika ada sukacita pertama, tentu ada sukacita kedua. Seperti apa bentuk sukacita kedua?

Injil Lukas pasal 15 menggambarkan sukacita kedua bukan hanya lewat satu atau dua, tapi lewat tiga perumpamaan. Mari kita lihat terlebih dahulu perumpamaan ketiga tentang anak yang hilang. (Lukas 15:11-32). Kisah anak yang hilang tentu sudah sangat familiar bagi kita. Meski demikian ada baiknya saya sampaikan sedikit seperti apa garis besarnya.

Secara singkat kisah ini menggambarkan seorang anak yang keterlaluan dengan meminta warisannya ketika sang ayah masih hidup. Uang tersebut lantas ia pakai untuk berfoya-foya, dan dalam waktu singkat ia jatuh miskin dan menderita. Ia menyesal dan memutuskan untuk pulang. Melihat kembalinya si bungsu, sang ayah langsung berlari menyambut dan memeluknya. Ia menyediakan pesta yang besar untuk merayakan kembalinya anak yang hilang. Semua bersukacita, kecuali abangnya, si anak sulung. Ia merasa cemburu karena adiknya yang durhaka ternyata lebih dihargai ketimbang dirinya yang selama ini selalu taat kepada ayahnya. Ia pun protes. Bagaimana reaksi sang ayah? Ayahnya menjawab begini: "Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." (Lukas 15:32).

Jawaban sang ayah menunjukkan sebuah gambaran utuh mengenai sukacita kedua. Anak sulung adalah anak yang selalu taat. Ia tentu bersukacita atas kehidupannya yang terjaga baik bersama sang ayah, tapi sayangnya sukacitanya hanya berhenti disana. Sukacitanya berhenti pada sukacita pertama yang berpusat pada kebaikan yang dirasakan diri sendiri. Si sulung tidak mampu melihat sebuah sukacita ketika adiknya yang hilang dan tadinya sesat sekarang kembali dengan selamat. Maka sang ayah kemudian mengingatkan bahwa sudah sepatutnya ia pun bersukacita karena adiknya yang telah mati menjadi hidup kembali, yang telah hilang telah didapat kembali. Inilah bentuk sukacita kedua, yaitu sukacita yang hadir dalam diri kita ketika melihat ada jiwa yang harusnya mati tapi menjadi hidup kembali, diselamatkan dari kebinasaan dan beroleh hidup yang kekal melalui pertobatan mereka.

Dua perumpamaan sebelumnya menggambarkan hal yang sama. Perumpamaan tentang domba yang hilang (Lukas 15:1-7) menunjukkan kepedulian Tuhan kepada jiwa yang hilang, bagaikan gembala yang akan bergegas meninggalkan 99 ekor domba yang sudah selamat demi mendapatkan satu jiwa yang sesat. "Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?" (ay 4). Satu jiwa pun begitu berharga di mata Tuhan. Ketika jiwa itu kembali ditemukan, sang gembala akan menggendongnya dengan gembira (ay 5) dan akan bersukacita karena jiwa yang hilang telah ditemukan kembali. (ay 6). Dan Yesus pun dengan jelas menggambarkan suasana yang terjadi di surga ketika ada seorang bertobat. "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (ay 7).

Lalu perumpamaan berikutnya adalah mengenai dirham yang hilang. (ay 12-14). Jika seseorang memiliki 10 dirham lantas kehilangan satu diantaranya, tidakkah mereka berusaha mencari dirham yang hilang itu? (ay 8). Sukacita pun akan hadir ketika dirham yang hilang telah ditemukan. Dan kembali Yesus menggambarkan suasana yang terjadi di surga. "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat." (ay 10). Semua perumpamaan dalam Lukas 15 ini menggambarkan sebuah sukacita pada tingkatan baru, bukan hanya berhenti pada sukacita ketika kehidupan kita diberkati Tuhan, tapi juga mengalami sukacita ketika ada jiwa yang bertobat, yang kembali selamat dari kesesatan. Seperti itulah sukacita kedua.

Dalam Roma 15 kita dapati firman Tuhan yang berbunyi "Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri." (Roma 15:1). Kita masing-masing haruslah mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya, menguatkan dan membangun mereka secara spiritual. Dalam bahasa Inggris kebaikan ini digambarkan dengan lebih lengkap: "his good and true welfare, to edify him (to strengthen him and build him up spiritually)"(ay 2). Bentuk kepedulian seperti inilah yang akan memungkinkan bangsa-bangsa berbalik memuliakan Allah dan menyanyikan mazmur bagi namaNya. (ay 9). Dan dengan demikian, bangsa-bangsa akan bersama-sama bersukacita dengan umat Allah. (ay 10). Tidakkah itu indah, ketika kita bisa bersama-sama memuliakan Tuhan bersama jiwa-jiwa yang kembali ke pangkuan Tuhan, menerima anugerah keselamatan dan menjadi bagian dari karya penebusan Kristus? Ini sudah sepantasnya menjadi sebuah hal yang bisa membuat kita dipenuhi sukacita.

Dalam kesempatan lain, mari kita lihat apa yang dikatakan Kristus. Kepada kita semua yang percaya telah diberikanNya kuasa untuk "menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu." (Lukas 10:19). Ini adalah sebuah pemberian yang luar biasa, bukan untuk gagah-gagahan atau pamer kekuatan, tapi adalah pemberian yang bertujuan agar kita semua diperlengkapi dalam menjalankan Amanat Agung, mewartakan kabar gembira untuk menyelamatkan jiwa-jiwa. Karena itulah Yesus kemudian berpesan: "Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga." (ay 20). Jangan bergembira karena roh-roh jahat itu takluk, tapi bersukacitalah justru karena itu berarti nama kita tercatat di surga. Sebuah nama yang muncul dalam kitab kehidupan akan membuat seisi surga bersukacita, dan demikian pula seharusnya dengan kita.

Mampu bersukacita dan bergembira karena kehidupan baik yang dilimpahkan Tuhan kepada kita tentu sungguh baik. Itu sudah jauh lebih baik dari orang-orang yang terlena dalam kenyamanan dan lupa untuk bersyukur atas berkat-berkat yang disediakan Tuhan bagi mereka. Menikmati sukacita sejati yang berasal dari Tuhan dimana keadaan tidak lagi bisa mengganggunya juga tentu sangat baik. Tapi alangkah lebih baik lagi jika kita meningkatkan sukacita kita kepada sukacita berikutnya, yaitu sebuah sukacita yang hadir dalam diri kita ketika melihat adanya jiwa-jiwa yang diselamatkan. Sukacita Bapa adalah sukacita kita juga. Rindukah kita untuk mengalami sukacita kedua? Sudahkah anda tergerak untuk mewartakan keselamatan kepada sesama? Sesungguhnya kita memikul Amanat Agung untuk mewartakan kabar keselamatan bagi setiap orang, dan kita bisa membuat surga terus bersukacita bersama dengan kita jika kita melaksanakan apa yang diamanatkan Yesus kepada setiap orang percaya. Jangan berhenti hanya pada sukacita pertama, tapi tingkatkanlah kepada sukacita kedua.

Setelah bersyukur dengan sukacita pertama, tingkatkan dengan sukacita kedua

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, November 16, 2014

Menjadi Hamba

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: 1 Korintus 9:19
========================
"Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang."

Terbiasa menjadi pemimpin membuat beberapa orang yang saya kenal punya sikap yang tidak begitu indah di mata orang lain, termasuk teman-temannya sendiri. Mereka ini terbiasa memerintah, cenderung memaksakan kehendak dan sulit menerima pendapat orang. Benar bahwa seorang pemimpin harus bisa mengambil keputusan-keputusan diantara sekian banyak opsi atau masukan, dan terkadang mereka tentu saja boleh menganulir pendapat yang lain. Tetapi yang harus dijaga adalah agar jangan sampai itu sampai merubah karakter. Perubahan karakter menjadi otoriter, terbiasa memerintah dan enggan mendengar bisa mengakibatkan munculnya sikap-sikap buruk di tengah masyarakat atau keluarga sendiri. Anak harus mendengar perintah secara buta, tidak lagi boleh mengeluarkan aspirasi atau isi hatinya, istri harus tunduk sepenuhnya, boleh marah-marah tanpa sebab dan tidak boleh ditegur atau diingatkan. Bukan saja itu buruk bagi orang lain tapi diri sendiri juga yang akhirnya rugi dijauhi semua orang.

Kekristenan tidak pernah mengajarkan hal yang demikian. Kerendahan hati, kesabaran dan keramahan merupakan penekanan penting dalam melayani siapapun. Penekanan kerendahan hati, bahkan merendahkan diri layaknya hamba merupakan sikap yang seharusnya ditunjukkan oleh orang percaya. Itu bisa kita teladani bahkan dari cara hidup Yesus sendiri.

Paulus adalah salah seorang yang menerapkan hal ini secara langsung. Pada masa itu, sebenarnya Paulus menempati posisi penting dalam pewartaan Injil ke seluruh belahan dunia. Tetapi ia tetap tidak lupa diri dan menganggap penting dirinya sendiri. Ia tahu bahwa ia hanyalah satu dari setiap orang percaya yang telah disematkan tugas untuk mengemban Amanat Agung yang tentunya tidak asing lagi bagi kita. Amanat Agung itu berbunyi sebagai berikut: "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20). Itulah yang menjadi dasar dari pelayanan Paulus. Karenanya ia tidak perlu merasa sombong dan membangggakan dirinya secara berlebihan dalam melayani. Dalam berbagai kesempatan ia selalu menunjukkan bahwa ia sangat meneladani Kristus, yang datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani bahkan memberikan nyawaNya demi keselamatan semua orang.

Yesus mengajarkan seperti ini: "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamul; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:26b-28). Seperti yang diajarkan Yesus dan sudah Dia contohkan langsung, demikianlah sikap Paulus. Ia tegas dalam mewartakan injil, tapi tidak keras apalagi kasar. Ia selalu berusaha menyesuaikan diri agar dapat diterima dengan tangan terbuka dan dengan demikian terus memiliki kesempatan untuk dapat memberitakan Injil kemanapun ia pergi.

Lihatlah apa katanya. "Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang." (1 Korintus 9:19). Menjadikan dirinya hamba dari semua orang, ini menunjukkan keteladanan dari pengajaran Yesus sendiri. Dalam kesempatan lain Yesus pernah menengahi perdebatan di antara murid-muridNya mengenai siapa diantara mereka yang terbesar dengan kalimat: "Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." (Lukas 9:48b). Seperti halnya Paulus, Yohanes Pembaptis pun menerapkan hal yang sama. "Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya...Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:28,30). Di balik kerendahan hati kitalah kita bisa meninggikan kemuliaan Tuhan di muka bumi ini. Dan dengan berlaku demikianlah baru kita mampu memenangkan banyak jiwa.

Kemanapun Paulus pergi, ia selalu membuka diri untuk berhubungan dengan baik kepada setiap orang. Dan itu ia lakukan sebagai pintu masuk untuk mewartakan kabar gembira kemanapun ia pergi. Bukan untuk kepentingan dirinya tapi justru bagi keselamatan orang-orang yang ia temui. Ia tidak berkompromi dengan cara-cara hidup yang mengarah pada dosa. Ia tidak mau terpengaruh kepada keinginan-keinginan daging melainkan terus mengarahkan pandangannya ke depan, untuk memperoleh panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus. Kepada Timotius ia pun berpesan: "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2). Inilah pesan penting yang harus selalu kita ingat pula. Dalam kondisi apapun, siap sedialah untuk mewartakan Firman Tuhan. Namun dalam melakukannya hendaklah kita memiliki kesabaran dan kerendahan hati. Menjadikan diri sebagai hamba, memiliki sikap rendah hati dalam melayani akan menjadi awal yang sangat baik untuk melayani dan memenangkan sebanyak mungkin jiwa.

Apakah kita peduli terhadap orang lain dan mau mengorbankan waktu, tenaga dan kepentingan-kepentingan kita demi keselamatan orang lain? Tidak gampang memang untuk melayani, tapi kita bisa mulai dengan membuka diri lewat kerendahan hati, keramahan dan kesabaran. Bukan soal hebatnya kita, namun keselamatan jiwa-jiwa, itulah yang harus menjadi fokus utama. Karenanya kita tidak boleh terjatuh pada sikap tinggi hati atau sombong, melainkan teruslah hidup dengan melayani untuk Tuhan. Mari belajar dari sikap Paulus dalam melayani dan selalu teladani pribadi Kristus dalam membawa kabar keselamatan kepada orang yang belum mengenalNya.

Sikap sabar, rendah hati dalam melayani merupakan kunci penting untuk memenangkan jiwa

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, November 15, 2014

Simeon dan Hana (2)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Hati yang terbuka untuk menantikan kedatangan Kristus membuat Simeon dan Hana bisa melihat dengan jelas akan sosok Mesias yang ada di depan mereka. Hadirnya Roh Allah membuat Simeon bisa melihat sosok Yesus dalam penggenapan rencana Allah seperti yang sudah berulangkali dinubuatkan para nabi sebelumnya, dan kerinduan Hana yang terus mengisi dirinya dengan doa dan puasa membuatnya bisa melihat Yesus secara benar. Itulah yang membedakan kedua orang ini dari jemaat lainnya yang hadir disana. Dalam Galatia tertulis "Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan kebenaran yang kita harapkan." (Galatia 5:5).

Lewat Roh dan iman kita bisa melihat kebenaran yang kita harapkan. Mata kita dicelikan sehingga mampu mengenali Yesus dan kebenaran dalam diriNya. Seperti halnya di Bait Allah waktu itu, hari ini pun Yesus hadir ditengah-tengah kita meski tidak lagi secara kasat mata. Yesus hadir dalam ibadah-ibadah yang kita lakukan, baik dalam kebaktian maupun dalam ibadah yang sejati, yaitu kehidupan kita. Tetapi apakah kita merasakan kehadiranNya? Apakah kita cukup merindukan kehadiran Yesus seperti halnya kerinduan yang dimiliki Simeon dan Hana? Masihkah kita merindukan kehadiran Yesus ditengah hiruk pikuk kesibukan sehari-hari dan segala sesuatu yang kita lakukan dan inginkan? Apakah kita berada pada posisi Simeon dan Hana atau sisanya?

Kita harus mengingatkan diri kita untuk beribadah dengan motivasi yang benar. Jangan sampai ibadah-ibadah kita hanya didasari oleh rutinitas atau sekedar menjalankan agama saja tanpa memiliki kerinduan yang murni akan Tuhan. Hidup dalam Roh, itulah yang akan membuat kita mampu melihat segala yang kebenaran dalam Yesus. Paulus berkata "Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus." (Roma 8:9). Yesus mengatakan "Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta." (Yohanes 9:39).

Ada cahaya pengharapan dan keselamatan yang sudah Dia sediakan, dan kedatangan Kristus seharusnya bisa membuka mata kita dengan jelas untuk melihat segala kebaikan yang dianugerahkan Tuhan kepada kita, ciptaan-ciptaanNya yang teristimewa. Bukan cuma ingin memperoleh berkat dan pertolonganNya semata, tetapi kerinduan untuk mengenalNya, itulah yang mampu memberikan sukacita penuh rasa syukur dalam hidup kita. Sebab kalau kita tidak kenal dan tidak peduli, bagaimana mungkin kita bisa mengklaim sebagai milikNya? Kelahiran Yesus menjadi sebuah penggenapan janji Tuhan kepada Simeon dan Hana, yang selama itu hidup benar dan kudus. Janji itu pun berlaku bagi kita semua sampai hari ini. Sadarilah bahwa mengenal Kristus secara pribadi dan dekat merupakan hal yang sangat penting.

Ironis sekali kalau Yesus bukan menjadi yang kita nantikan dalam ibadah-ibadah yang kita lakukan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, November 14, 2014

Simeon dan Hana (1)

webmaster | 11:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Lukas 2:25
================
"Adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon. Ia seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel. Roh Kudus ada di atasnya,"

Apa yang menjadi motivasi kita dalam beribadah? Apakah kerinduan kita bertemu dan merasakan hadirat Tuhan bersama saudara-saudari seiman, hanya mencari berkat/pertolongan, supaya terlihat suci di mata orang atau hanya sekedar ritual atau rutinitas belaka? Sama-sama beribadah, tapi motivasi bisa beragam. Jangan-jangan kita tidak lagi peduli terhadap Yesus ketika beribadah melainkan sibuk mementingkan hal-hal lainnya. Dan jangan-jangan, kalau Yesus tiba-tiba ada disamping kita, kita bahkan tidak lagi mengenalNya.

Mari kita lihat apa yang terjadi saat Yesus dibawa ke bait Allah untuk diserahkan kepada Tuhan. Seperti layaknya gereja, saya yakin pada saat itu ada begitu banyak orang yang hadir di sana. Yusuf dan Maria datang membawa bayi Yesus untuk memenuhi hukum Taurat Musa yang menyatakan bahwa "semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah."  (Lukas 2:23). Pertanyaannya sekarang, ada berapa banyak dari yang hadir mengenal Yesus sebagai Juru Selamat yang sudah lama dinanti-nantikan? Ratusan orang? Puluhan? Ternyata tidak banyak. Alkitab bahkan secara jelas menyatakan bahwa hanya dua orang saja, yaitu Simeon dan Hana. Bayangkan, hanya dua dari sekian banyak orang yang hadir disana.

Siapakah Simeon dan Hana? Tentang Simeon, Alkitab mencatat "Adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon. Ia seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel. Roh Kudus ada di atasnya, dan kepadanya telah dinyatakan oleh Roh Kudus, bahwa ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan." (Lukas 2:26). Sedangkan Hana adalah seorang janda tua berusia 84 tahun. Dikatakan bahwa "Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa." (ay 37).

Ternyata hanya kedua orang inilah yang mampu melihat bayi Yesus sebagai Mesias sesungguhnya yang telah lama ditunggu. Mereka berdua sudah sejak lama menantikan kedatangan Yesus di muka bumi ini. Kerinduan mereka untuk melihat Yesus dapat kita lihat dari ketekunan dan usaha mereka dalam menanti kedatanganNya. Bahkan kepada Simeon Roh Kudus menyatakan bahwa ia tidak akan mati sebelum melihat Mesias dengan mata kepalanya sendiri. (ay 26). Simeon terus menanti dengan pengharapan penuh, hatinya haus untuk bertemu dengan Yesus. Pada hari itu Roh Kudus membimbingnya untuk menuju Bait Allah (ay 27) dan akhirnya bertemu dengan Mesias yang dijanjikan.

Dengan lantang Simeon berkata "Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel." (ay 29-32). Simeon mampu melihat dengan jelas siapa bayi yang tengah ia gendong. Demikian pula Hana yang langsung mengucap syukur kepada Allah. (ay 38). Apakah jemaat lain melihat hal yang sama? Sayang sekali tidak. Tampaknya selain Simeon dan Hana, yang lain tidak memiliki kerinduan yang sama. Mungkin mereka sibuk dengan agenda sendiri, mungkin mereka hanya semata menjalankan rutinitas, atau mungkin saja mereka tidak peduli sama sekali. Yang jelas, mereka tidak bisa melihat siapa Yesus sebenarnya. Kehadiran Yesus tepat di depan mereka nyatanya tidak kunjung menggerakkan hati mereka untuk bersyukur atas keselamatan yang akan hadir sebagai anugerah dari Allah.

(bersambung)


Search

Bagi Berkat?

Jika anda terbeban untuk turut memberkati pengunjung RHO, anda bisa mengirimkan renungan ataupun kesaksian yang tentunya berasal dari pengalaman anda sendiri, silahkan kirim email ke: rho_blog[at]yahoo[dot]com

Bahan yang dikirim akan diseleksi oleh tim RHO dan yang terpilih akan dimuat. Tuhan Yesus memberkati.

Renungan Archive

Jesus Followers

Stats

eXTReMe Tracker