Ayat bacaan: Yohanes 8:44
====================
"Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta."
Teknologi perfilman Hollywood saat ini semakin hebat. Kalau kita lihat bagaimana efek visual semenjak tahun 30an sampai hari ini, kita melihat adanya perkembangan yang sangat pesat. Apa sih efek yang tidak atau belum bisa dibuat hari ini? Film 2012 menggambarkan dunia yang kiamat, dan itu tampak sangat nyata. Atau Jurrasic Park yang efeknya begitu mencengangkan, seolah dinosaurus benar-benar ada lagi di muka bumi ini. The Avengers menampilkan begitu banyak adegan spektakuler lewat peperangan antara tim superhero dengan musuh yang siap menghancurkan dunia dan sebagainya. Settingan masa lalu sejak jaman prasejarah hingga gambaran futuristik semua bisa ditampilkan dengan sangat baik seperti nyata oleh para ahli spesial efek di sana. Seolah itu nyata, tetapi tentu saja tidak. Film 2012 menampilkan dunia kiamat seperti ramalan sebagian orang beberapa tahun lalu sebelum memasuki tahun tersebut, tapi hari ini bumi masih ada dan kita masih tinggal di dalamnya. Para pesulap sejak berabad-abad silam juga bisa melakukan trik-trik yang menipu mata dengan teknik dan kecepatan tangannya. Ada yang disebut illusionist yang jago dalam hal menipu mata kita dengan ilusi-ilusi yang mereka ciptakan.
Prinsip iblis dalam menipu pun begitu. Kalau dianggap karir, iblis sudah punya reputasi mengkilat dalam menipu, mengelabui dan menjebak manusia sangat lama, bahkan sejak kejadian di taman Eden ketika ia mempengaruhi Hawa. Iblis telah berulangkali menunjukkan kemampuannya dalam menipu sepanjang Alkitab, dan akan terus berusaha melakukannya sampai kapanpun. Itu memang pekerjaannya, itu hobinya. Itu kesukaannya. Bukan saja melakukan tipuan-tipuan untuk melemahkan iman kita, iblis juga sanggup meniru berbagai kuasa yang dikerjakan Tuhan.
Contoh nyata akan hal ini bisa kita lihat dalam Keluaran 7 pada saat Musa dan Harun pergi menghadap Firaun untuk memperingatkannya. Ketika itu Harun melemparkan tongkatnya di depan Firaun dan anak buahnya seperti yang diperintahkan Tuhan, dan tongkatnya kemudian berubah menjadi ular. (Keluaran 7:10). Lalu apa yang terjadi? "Kemudian Firaunpun memanggil orang-orang berilmu dan ahli-ahli sihir; dan merekapun, ahli-ahli Mesir itu, membuat yang demikian juga dengan ilmu mantera mereka." (ay 11). Liihatlah bahwa iblis mampu meniru mukjizat Tuhan yang secara kasat mata persis sama. Tetapi dalam ayat selanjutnya kita bisa melihat bahwa kuasa Tuhan lebih besar daripada imitasi mukjizat yang sanggup dilakukan iblis. Satu tongkat harun yang dipakai Tuhan sanggup menelan semua tongkat para penyihir itu sekaligus dengan kuasa iblisnya. (ay 12).
Iblis punya kemampuan untuk membuat hal-hal yang akan terlihat sangat menyerupai mukjizat-mukjizat Tuhan. Soal menipu, iblis memang ahlinya. Tapi ingatlah bahwa semua itu hanya tipuan. Iblis akan selalu berusaha untuk membuat kita tidak lagi percaya kepada janji-janji Tuhan. Dia akan selalu mencoba menipu kita lewat berbagai iming-iming yang akan kelihatan sangat nikmat dan menyenangkan. Iblis akan melakukan berbagai trik dan manuver-manuver untuk menjauhkan kita dari keselamatan yang sudah dijanjikan Tuhan. Iblis akan mencoba menipu kita dengan mendorong rasa bersalah akibat perbuatan-perbuatan di masa lalu, padahal saat kita bertobat kita bukan saja sudah diampuni tapi sudah dibenarkan. Iblis suka sekali melakukan itu.
Iblis juga beraninya tak tanggung-tanggung dalam mencoba menipu dan menjebak. Bahkan berani menyasar Yesus sebagai korbannya. Dan itu dicatat Alkitab dalam Matius pasal 4. ayat 1-11. Lihat bagaimana lihainya iblis dalam melancarkan serangan. "Dan Iblis membawa-Nya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya, dan berkata kepada-Nya: "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku." (ay 8-9). Tidakkah semua ini menggiurkan? Tapi Yesus tidak terpengaruh. Maka jawaban Yesus pun seharusnya menjadi jawaban kita pula terhadap tipuan-tipuan iblis. "Maka berkatalah Yesus kepadanya: "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" (ay 10).
Begitu ahlinya iblis dalam menipu hingga dikatakan iblis adalah bapa segala dusta, bapa segala tipu, seperti kata Yesus. "Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta." (Yohanes 8:44). Iblis itu pendusta dan bapa segala dusta. Iblis sejak semula selalu mencoba menjauhkan kita dari kebenaran, melemahkan kita, menghancurkan kita dan akhirnya membinasakan kita sampai habis. Ia tahu titik mana yang harus diserang, apa yang menjadi titik lemah kita dan dari sanalah ia akan masuk untuk menghancurkan kita dari dalam. Bisa juga menyerang kita lewat orang lain atau kondisi-kondisi di sekitar kita. Apapun itu, lewat manapun, dia akan selalu mencoba. Kalau tidak hati-hati, semua yang kita bangun selama ini bisa musnah. Iblis itu pendusta dan bapa segala dusta. He is the liar himself and the father of lies and of all that is false. Iblis bukan cuma menipu dengan muncul kasat mata seperti apa yang kita lihat di film-film horror, tapi iblis pun melakukan banyak tipuan yang tidak kasat mata dengan tujuan melemahkan iman kita, menjauhkan kita dari kebenaran dan menggagalkan kita menerima keselamatan. Ia bahkan tahu bagaimana mengemas dan memoles tipuannya sedemikian rupa sehingga kita bisa terjebak. Semua ini jelas harus kita waspadai.
Bagaimana dengan posisi kita sebagai anak-anak Tuhan? Yohanes menyebutkan seperti ini: "Kita tahu, bahwa kita berasal dari Allah dan seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat." (1 Yohanes 5:19). Seluruh dunia ada di bawah kekuasaan tipunya, namun kita harus menyadari bahwa lewat Kristus kita sudah menjadi ciptaan baru yang berasal dari Allah dan bukan lagi dari dunia. "Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam Anak-Nya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal." (ay 20).
Petrus mengingatkan kita: "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Perhatikan baik-baik ayat ini. Dikatakan bahwa iblis hanya bisa mengaum-ngaum dari luar. Dia tidak akan bisa berbuat apa-apa apabila kita tetap berada dalam pagar iman bersama Tuhan. Iblis hanya bisa berputar-putar mencari orang-orang yang bisa ditelannya tetapi ia tidak akan pernah bisa menerkam ketika kita berada dalam benteng Firman Tuhan dan dipenuhi Roh Kudus. Sadarilah bahwa Yesus sudah mengalahkan iblis dengan gemilang dan apa yang tinggal hanyalah tipuannya belaka. Tajinya sudah tidak ada lagi, apa yang bisa ia lakukan tinggal mencoba membodohi kita. Iblis bisa mengaum-aum mencari mangsa, namun ia tidak akan bisa masuk menerkam kita jika kita tidak membuka celah apapun.Ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi kecuali kita mengizinkannya.
Seperti hebatnya para ahli visual efek membuat ilusi-ilusi visual yang seperti nyata, demikianlah iblis mencoba mengelabui kita. Dia siap menawarkan tipuan-tipuan yang mungkin terlihat menggiurkan penuh dengan kenikmatan, tetapi di balik itu semua ada jebakan-jebakan terbentang yang siap untuk membinasakan kita. Atau tipuan-tipuan yang menyasar langsung titik lemah kita. Iblis tahu dan akan terus mencoba. Kalau kita membiarkan kelemahan kita terbuka dan tidak cepat diatasi, itu akan menjadi target empuk baginya untuk menghancurkan kita.
Iblis adalah penipu ulung, bapa segala dusta dan pembunuh manusia. Kalau kita tahu bahwa itu semua hanyalah trik belaka, kalau kita tidak membiarkan kelemahan kita terekspos dan kemudian kita benahi, kalau kita tetap hidup dalam firman dan menyadari kasih karunia Tuhan yang dilimpahkan pada kita, seharusnya kita tidak perlu takut. Iblis cuma bisa mengaum mencoba mencari celah terbuka, dan kalau celahnya ditutup dia tidak akan bisa berbuat apa-apa lagi. Jagalah mata, hati dan pikiran kita agar jangan terjebak dengan tipuan dan trik dari iblis yang sudah tidak berkuku lagi. Tetaplah pegang janji Tuhan. Teruslah baca Firman agar anda tahu apa saja yang dijanjikan dan diberikan Tuhan pada anda, agar anda tahu apa isi hati dan keinginanNya, dan anda paham bagaimana prinsip hidup menurut Kerajaan Allah. Lalu percayalah tetap kepada kebenaran dan jangan tergiur kepada hal-hal yang ditawarkan sosok yang tidak pernah berpihak pada kebenaran. Iblis hanya menipu dan akan terus menipu. Don't let yourself be fooled.
Knowing God's truth will prevent you from being fooled
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, April 30, 2016
Friday, April 29, 2016
Beda Upah dan Kasih Karunia
Ayat bacaan: Roma 11:6
===================
"Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia."
Bukan main senangnya teman saya yang belum lama mulai bekerja di sebuah perusahaan. Ia baru saja menerima bonus karena pekerjaannya dinilai sangat baik oleh pimpinannya. Namanya bonus, itu artinya ia mendapat tambahan lebih dari sekedar gaji. Gaji dapat, ditambah bonus. Ada banyak perusahaan yang menerapkan sistim ini untuk menstimulus pegawainya agar bekerja dengan giat dan menghasilkan sesuatu yang lebih dari standar. Baik gaji maupun bonus akan diperoleh sesuai dengan hasil kerja kita. Kalau kita memanggil tukang, maka kita membayar mereka setelah selesai kerja. Ada yang memberikan sesuatu sebagai balas jasa. Tip diberikan kepada pramusaji yang ramah dan cekatan. Ketika anda merasa berhutang budi pada seseorang dan memberi hadiah pada suatu ketika, itu adalah sebuah imbalan balas jasa yang timbul dari rasa berhutang budi. Imbalan diberikan sebagai ganti tenaga atau upaya seseorang buat kita. Upah, gaji, bonus, imbalan, balas jasa, tip dan sejenisnya semua merupakan hal yang kita peroleh sebagai hasil kerja. Kita bekerja, kita menerima. Kita bekerja sangat baik, kita dapat lebih.
Ketika kita melakukan sebuah pekerjaan dan menerima upah atasnya, itu merupakan sebuah hak yang kita peroleh berdasarkan kerja keras kita. "Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya." (Roma 4:4). Semua contoh di atas bukanlah sesuatu yang dinamakan dengan kasih karunia. Kasih karunia adalah sesuatu yang diberikan dengan cuma-cuma. Tuhan menawarkan keselamatan untuk memperoleh hidup yang kekal melalui sebuah pemberian kasih karunia kepada manusia yang sebenarnya tidak layak mendapatkan itu. Roma 11:6 pun mengatakan hal itu. ""Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia."
Pertanyaannya, apakah Tuhan memberikan kasih karunia karena Dia berhutang sesuatu kepada kita kita, manusia? Tentu saja tidak. Tuhan tidak pernah dan tidak akan perlu berhutang pada siapapun. Tuhan tidak berhutang sebuah hidup yang kekal kepada kita. Tapi Dia tetap menawarkan keselamatan untuk hidup yang kekal kepada kita. Dia menawarkannya sebagai hadiah. Itulah bentuk kasih karunia. Belas kasih Tuhan memberikan pengampunan kepada kita orang yang tidak layak, kasih karunia yang turun kepada kita memberikan keselamatan dan menjadikan kita dibenarkan. Kita menjadi orang yang dibenarkan, dan berhak mendapat hidup yang kekal, itu semua adalah hasil kasih karunia Tuhan. Perumpamaan tentang anak yang hilang dalam Lukas 15:11-32 bisa menjadi contoh yang sangat baik akan kasih karunia ini.
Dengan kasih karunia, Tuhan menyelamatkan kita dan memberikan hidup yang kekal secara cuma-cuma. Itu bukanlah atas hasil usaha, tapi merupakan pemberian Tuhan. Kasih karunia bukanlah seperti sebuah tiket keselamatan yang bisa dibeli, tapi murni merupakan hadiah dari Allah yang begitu mengasihi kita. "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:8-9). Sebuah kasih karunia dianugrahkan kepada kita hanya lewat Yesus. Kita memperoleh kasih karunia tersebut dan oleh karenanya dibenarkan dengan cuma-cuma, semua karena penebusan dalam Kristus. "dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:24). Tanpa Yesus, dan hanya mengandalkan hukum-hukum agama dan tata cara peribadatan, maka itu artinya kita hidup di luar kasih karunia. "Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia." (Galatia 5:4).
Sebuah kasih karunia adalah hadiah cuma-cuma dari Tuhan yang dianugrahkan pada kita lewat Yesus Kristus. Dan luar biasanya, Tuhan mengatakan bahwa dimana dosa dan pelanggaran bertambah banyak, disitulah kasih karunia Tuhan menjadi berlimpah-limpah. (Roma 5:20). Meski demikian, kasih karunia bukan berarti bahwa kita boleh terus berbuat dosa. (Roma 6:1). Seperti layaknya sebuah hadiah yang sangat berharga, tentu kita akan selalu menghargai hadiah itu, menjaganya dengan sepenuh hati sebagai sesuatu yang sangat istimewa. Tuhan telah menganugrahkan sebuah hadiah yang sangat istimewa, kita menjadi orang yang dibenarkan oleh kasih karuniaNya dan berhak memperoleh sebuah kehidupan kekal sesuai dengan pengharapan kita. (Titus 3:7).
Tidak ada orang yang mau berakhir dalam siksa kekal, dan jalan untuk selamat sudah dihadiahkan Tuhan secara cuma-cuma dalam Kristus. Ketika kita menolak tawaran kasih karunia Tuhan tersebut, itu sama artinya dengan kita memilih untuk binasa selama-lamanya, binasa abadi. Bukankah ironis jika mengingat bahwa Tuhan sudah menganugerahkan keselamatan sebagai sebuah anugerah atau kasih karunia? Semua pilihan ada di tangan kita. Yang pasti Tuhan begitu mengasihi kita dan rindu untuk terus melimpahkan kasih karuniaNya, menginginkan tidak satupun dari kita binasa melainkan beroleh kehidupan yang kekal.
We are saved by grace through faith
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia."
Bukan main senangnya teman saya yang belum lama mulai bekerja di sebuah perusahaan. Ia baru saja menerima bonus karena pekerjaannya dinilai sangat baik oleh pimpinannya. Namanya bonus, itu artinya ia mendapat tambahan lebih dari sekedar gaji. Gaji dapat, ditambah bonus. Ada banyak perusahaan yang menerapkan sistim ini untuk menstimulus pegawainya agar bekerja dengan giat dan menghasilkan sesuatu yang lebih dari standar. Baik gaji maupun bonus akan diperoleh sesuai dengan hasil kerja kita. Kalau kita memanggil tukang, maka kita membayar mereka setelah selesai kerja. Ada yang memberikan sesuatu sebagai balas jasa. Tip diberikan kepada pramusaji yang ramah dan cekatan. Ketika anda merasa berhutang budi pada seseorang dan memberi hadiah pada suatu ketika, itu adalah sebuah imbalan balas jasa yang timbul dari rasa berhutang budi. Imbalan diberikan sebagai ganti tenaga atau upaya seseorang buat kita. Upah, gaji, bonus, imbalan, balas jasa, tip dan sejenisnya semua merupakan hal yang kita peroleh sebagai hasil kerja. Kita bekerja, kita menerima. Kita bekerja sangat baik, kita dapat lebih.
Ketika kita melakukan sebuah pekerjaan dan menerima upah atasnya, itu merupakan sebuah hak yang kita peroleh berdasarkan kerja keras kita. "Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya." (Roma 4:4). Semua contoh di atas bukanlah sesuatu yang dinamakan dengan kasih karunia. Kasih karunia adalah sesuatu yang diberikan dengan cuma-cuma. Tuhan menawarkan keselamatan untuk memperoleh hidup yang kekal melalui sebuah pemberian kasih karunia kepada manusia yang sebenarnya tidak layak mendapatkan itu. Roma 11:6 pun mengatakan hal itu. ""Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia."
Pertanyaannya, apakah Tuhan memberikan kasih karunia karena Dia berhutang sesuatu kepada kita kita, manusia? Tentu saja tidak. Tuhan tidak pernah dan tidak akan perlu berhutang pada siapapun. Tuhan tidak berhutang sebuah hidup yang kekal kepada kita. Tapi Dia tetap menawarkan keselamatan untuk hidup yang kekal kepada kita. Dia menawarkannya sebagai hadiah. Itulah bentuk kasih karunia. Belas kasih Tuhan memberikan pengampunan kepada kita orang yang tidak layak, kasih karunia yang turun kepada kita memberikan keselamatan dan menjadikan kita dibenarkan. Kita menjadi orang yang dibenarkan, dan berhak mendapat hidup yang kekal, itu semua adalah hasil kasih karunia Tuhan. Perumpamaan tentang anak yang hilang dalam Lukas 15:11-32 bisa menjadi contoh yang sangat baik akan kasih karunia ini.
Dengan kasih karunia, Tuhan menyelamatkan kita dan memberikan hidup yang kekal secara cuma-cuma. Itu bukanlah atas hasil usaha, tapi merupakan pemberian Tuhan. Kasih karunia bukanlah seperti sebuah tiket keselamatan yang bisa dibeli, tapi murni merupakan hadiah dari Allah yang begitu mengasihi kita. "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:8-9). Sebuah kasih karunia dianugrahkan kepada kita hanya lewat Yesus. Kita memperoleh kasih karunia tersebut dan oleh karenanya dibenarkan dengan cuma-cuma, semua karena penebusan dalam Kristus. "dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:24). Tanpa Yesus, dan hanya mengandalkan hukum-hukum agama dan tata cara peribadatan, maka itu artinya kita hidup di luar kasih karunia. "Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia." (Galatia 5:4).
Sebuah kasih karunia adalah hadiah cuma-cuma dari Tuhan yang dianugrahkan pada kita lewat Yesus Kristus. Dan luar biasanya, Tuhan mengatakan bahwa dimana dosa dan pelanggaran bertambah banyak, disitulah kasih karunia Tuhan menjadi berlimpah-limpah. (Roma 5:20). Meski demikian, kasih karunia bukan berarti bahwa kita boleh terus berbuat dosa. (Roma 6:1). Seperti layaknya sebuah hadiah yang sangat berharga, tentu kita akan selalu menghargai hadiah itu, menjaganya dengan sepenuh hati sebagai sesuatu yang sangat istimewa. Tuhan telah menganugrahkan sebuah hadiah yang sangat istimewa, kita menjadi orang yang dibenarkan oleh kasih karuniaNya dan berhak memperoleh sebuah kehidupan kekal sesuai dengan pengharapan kita. (Titus 3:7).
Tidak ada orang yang mau berakhir dalam siksa kekal, dan jalan untuk selamat sudah dihadiahkan Tuhan secara cuma-cuma dalam Kristus. Ketika kita menolak tawaran kasih karunia Tuhan tersebut, itu sama artinya dengan kita memilih untuk binasa selama-lamanya, binasa abadi. Bukankah ironis jika mengingat bahwa Tuhan sudah menganugerahkan keselamatan sebagai sebuah anugerah atau kasih karunia? Semua pilihan ada di tangan kita. Yang pasti Tuhan begitu mengasihi kita dan rindu untuk terus melimpahkan kasih karuniaNya, menginginkan tidak satupun dari kita binasa melainkan beroleh kehidupan yang kekal.
We are saved by grace through faith
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, April 28, 2016
Jangan Menjauhi Kasih Karunia (2)
(sambungan)
Setelah Yesus bangkit dan melakukan penampakan di depan banyak orang, Dia pun kemudian menghampiri Petrus. Kita pun tahu kemudian Yesus menanyakan apakah Petrus mengasihiNya berulang-ulang sebanyak tiga kali. Setiap kali Petrus menjawab bahwa ia mengasihi Yesus maka Yesus pun memintanya untuk menggembalakan domba-dombaNya. (Yohanes 21:15-19). Petrus sudah berbuat dosa besar, tetapi pengampunan tetap diberikan, bahkan tugas mulia pun masih dipercayakan kepadanya. Di akhir dialog antara Yesus yang sudah bangkit dengan Petrus kita bisa melihat pemulihan luar biasa. "Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku." (ay 19b).
Kasih karunia memberikan kuasa besar untuk melakukan banyak hal besar (Kisah Para Rasul 4:33), kekuatan (2 Timotius 2:1) dan keselamatan oleh iman (Efesus 2:8). Jangan lupa bahwa dalam kasih karunia ada pemulihan kepercayaan. Perhatikan apa yang dikatakan Penulis Ibrani berikut: "Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya." (Ibrani 4:16). Kita seharusnya bisa menggantikan ketakutan atau kecemasan kita dengan sebentuk keberanian yang penuh untuk menghampiri tahta kasih karunia. Keberanian untuk menghampiri tahta kasih karunia akan mampu menjawab begitu banyak persoalan kita.
Apakah kita perlu pertolongan? jamahan? pemulihan? kebebasan? kesembuhan? kemenangan? berkat? hikmat? atau lain-lain? Semua itu bisa kita peroleh seperti kata alkitab dalam "tahta kasih karunia". Pemulihan kepercayaan dan peneguhan iman, itu tersedia di tahta kasih karunia. Sebagai anak-anak Tuhan kita sudah dilayakkan untuk datang ke dalam tahta kasih karunia ini dan menikmatinya. Kalau begitu kenapa kita masih saja harus terus merasa tidak layak? Apabila kita terus merasa tidak layak atau tidak pantas, maka dengan sendirinya kitapun kehilangan kesempatan untuk memperoleh anugerah Tuhan yang luar biasa ini untuk turun atas kita. Hanya orang yang memiliki keberanian saja yang bisa mendapatkan lebih banyak kasih karunia. Semakin kita berani mendekat maka semakin banyak pula anugerah Allah yang mengalir ke dalam diri kita.
Disamping itu, Penulis Ibrani juga mencatat mengenai apa yang akan terjadi jika kita menolak kasih karunia. "Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang." (Ibrani 12:15) Menjauhkan diri atau menolak kasih karunia Allah akan menimbulkan akar pahit. Gampang emosi, gampang sakit hati, menyendiri, kehilangan harga diri, sulit maju dan berbagai perasaan dan efek negatif lainnya bisa timbul akibat perasaan tidak layak yang memenuhi diri kita. Saya sudah menyaksikan begitu banyak orang yang menderita akibat hal ini, sehingga saya berharap jangan satupun dari kita terjebak dalam kekeliruan yang sama. Kalau kita biarkan, kita tidak akan bisa menjalani hidup dengan tenang dan lapang. Kita akan sangat sulit maju dan mengalami pertumbuhan iman. Lebih jauh lagi, akibatnya bukan hanya kepada diri kita saja, tetapi bisa pula menimbulkan ekses negatif dimana-mana dan menjadi racun bagi banyak orang.
Hari ini marilah kita sama-sama memeriksa diri kita. Apakah kita sudah menyadari betul bahwa kasih karunia Allah sudah dicurahkan atas diri kita? Apakah kita sudah cukup memiliki "jendela" iman untuk menerima kucuran kasih karunia Allah bagaikan sinar matahari yang masuk lewat jendela untuk menerangi hidup kita atau kita masih merasa tertuduh dan tidak yakin akan jaminan keselamatan yang telah dianugerahkan lewat Kristus? Sadarilah bahwa tanpa kasih karunia hidup ini akan sangat penuh akar pahit yang bukan saja menyiksa diri kita, tapi akan mencemarkan banyak orang pula. Ada pemulihan di dalam kasih karunia, dan itu berlaku bagi semua orang. Jangan biarkan iblis terus menuduh anda, membuat anda terus terdakwa lewat segala tipu muslihatnya. alamilah kemerdekaan sejati hari ini juga.
"Happiness is the experience of living every moment with love, grace and gratitude" - Denis Waitley
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Setelah Yesus bangkit dan melakukan penampakan di depan banyak orang, Dia pun kemudian menghampiri Petrus. Kita pun tahu kemudian Yesus menanyakan apakah Petrus mengasihiNya berulang-ulang sebanyak tiga kali. Setiap kali Petrus menjawab bahwa ia mengasihi Yesus maka Yesus pun memintanya untuk menggembalakan domba-dombaNya. (Yohanes 21:15-19). Petrus sudah berbuat dosa besar, tetapi pengampunan tetap diberikan, bahkan tugas mulia pun masih dipercayakan kepadanya. Di akhir dialog antara Yesus yang sudah bangkit dengan Petrus kita bisa melihat pemulihan luar biasa. "Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku." (ay 19b).
Kasih karunia memberikan kuasa besar untuk melakukan banyak hal besar (Kisah Para Rasul 4:33), kekuatan (2 Timotius 2:1) dan keselamatan oleh iman (Efesus 2:8). Jangan lupa bahwa dalam kasih karunia ada pemulihan kepercayaan. Perhatikan apa yang dikatakan Penulis Ibrani berikut: "Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya." (Ibrani 4:16). Kita seharusnya bisa menggantikan ketakutan atau kecemasan kita dengan sebentuk keberanian yang penuh untuk menghampiri tahta kasih karunia. Keberanian untuk menghampiri tahta kasih karunia akan mampu menjawab begitu banyak persoalan kita.
Apakah kita perlu pertolongan? jamahan? pemulihan? kebebasan? kesembuhan? kemenangan? berkat? hikmat? atau lain-lain? Semua itu bisa kita peroleh seperti kata alkitab dalam "tahta kasih karunia". Pemulihan kepercayaan dan peneguhan iman, itu tersedia di tahta kasih karunia. Sebagai anak-anak Tuhan kita sudah dilayakkan untuk datang ke dalam tahta kasih karunia ini dan menikmatinya. Kalau begitu kenapa kita masih saja harus terus merasa tidak layak? Apabila kita terus merasa tidak layak atau tidak pantas, maka dengan sendirinya kitapun kehilangan kesempatan untuk memperoleh anugerah Tuhan yang luar biasa ini untuk turun atas kita. Hanya orang yang memiliki keberanian saja yang bisa mendapatkan lebih banyak kasih karunia. Semakin kita berani mendekat maka semakin banyak pula anugerah Allah yang mengalir ke dalam diri kita.
Disamping itu, Penulis Ibrani juga mencatat mengenai apa yang akan terjadi jika kita menolak kasih karunia. "Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang." (Ibrani 12:15) Menjauhkan diri atau menolak kasih karunia Allah akan menimbulkan akar pahit. Gampang emosi, gampang sakit hati, menyendiri, kehilangan harga diri, sulit maju dan berbagai perasaan dan efek negatif lainnya bisa timbul akibat perasaan tidak layak yang memenuhi diri kita. Saya sudah menyaksikan begitu banyak orang yang menderita akibat hal ini, sehingga saya berharap jangan satupun dari kita terjebak dalam kekeliruan yang sama. Kalau kita biarkan, kita tidak akan bisa menjalani hidup dengan tenang dan lapang. Kita akan sangat sulit maju dan mengalami pertumbuhan iman. Lebih jauh lagi, akibatnya bukan hanya kepada diri kita saja, tetapi bisa pula menimbulkan ekses negatif dimana-mana dan menjadi racun bagi banyak orang.
Hari ini marilah kita sama-sama memeriksa diri kita. Apakah kita sudah menyadari betul bahwa kasih karunia Allah sudah dicurahkan atas diri kita? Apakah kita sudah cukup memiliki "jendela" iman untuk menerima kucuran kasih karunia Allah bagaikan sinar matahari yang masuk lewat jendela untuk menerangi hidup kita atau kita masih merasa tertuduh dan tidak yakin akan jaminan keselamatan yang telah dianugerahkan lewat Kristus? Sadarilah bahwa tanpa kasih karunia hidup ini akan sangat penuh akar pahit yang bukan saja menyiksa diri kita, tapi akan mencemarkan banyak orang pula. Ada pemulihan di dalam kasih karunia, dan itu berlaku bagi semua orang. Jangan biarkan iblis terus menuduh anda, membuat anda terus terdakwa lewat segala tipu muslihatnya. alamilah kemerdekaan sejati hari ini juga.
"Happiness is the experience of living every moment with love, grace and gratitude" - Denis Waitley
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, April 27, 2016
Jangan Menjauhi Kasih Karunia (1)
Ayat bacaan: Ibrani 12:15
==================
"Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang."
Ada teman saya yang punya masa lalu kelam. Untunglah mereka masih punya kesempatan untuk menyesali semuanya lalu bertobat sungguh-sungguh dan kemudian memulai lembaran hidup baru. Selesaikah masalahnya? Ternyata tidak. Meski sudah bertobat, mereka ternyata masih percaya mereka sudah diampuni. Mereka tidak yakin nama mereka tercatat dalam kitab kehidupan, mereka tidak yakin atas keselamatan mereka. Kecemasan pun kemudian terus menjadi bagian hidup mereka. Dicekam rasa bersalah akibat masa lalu, merasa masih kurang meski mereka sudah berusaha hidup benar.
Apa yang ia alami mewakili banyak orang yang hari ini masih bergumul dengan problem yang sama. Sadarilah bahwa hal seperti ini seringkali menghambat pertumbuhan iman. Hidup tidak tenang Justru bukan karena dosa lagi, tetapi karena kecemasan yang terus menghantui diri mereka. Kalau dibiarkan, perasaan terus bersalah seperti ini bisa menjadi tempat bermain menyenangkan bagi iblis untuk terus berusaha menuduh dan mendakwa. Berbagai tipu muslihat si jahat akan terus membuat orang-orang yang bergumul ini semakin jauh dari sukacita, dan itu adalah hal yang seharusnya tidak boleh dibiarkan. Tuhan sudah berulang kali menyatakan bahwa Dia melimpahkan kasih karuniaNya kepada kita semua. Dan itu dia berikan justru ketika kita masih dalam keadaan berdosa. Itulah sebuah kasih karunia yang luar biasa yang diberikan Tuhan kepada kita, itulah hasil dari kasih Tuhan yang begitu besar pada kita.
Saya ingin menyambung mengenai kasih karunia. Kasih karunia merupakan kasih yang dicurahkan Tuhan kepada kita yang seharusnya tidak layak untuk menerimanya. Kalau kita menerima sesuatu yang layak, atas jerih payah kita, atau karena kehebatan kita, itu bukanlah kasih karunia. Kasih karunia ini dianugerahkan Tuhan kepada semua orang tanpa terkecuali tanpa memandang berat ringannya dosa di masa lalu.
Secara indah Firman Tuhan berkata "..dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah." (Roma 5:20). Ini artinya Tuhan justru membuka curahan kasih karunia lebih lagi di tempat atau saat mana dosa semakin meningkat. Begitu besarnya Tuhan mengasihi kita sehingga Dia justru melimpahkan kasih karuniaNYa untuk mengimbangi dosa. Semakin banyak dosa, semakin banyak pula Dia melimpahkan kasih karunia. Mengapa Tuhan melakukan hal itu? "supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita." (ay 21). Itulah bentuk kepedulian dan besarnya kasih Allah kepada manusia. Dia tidak menginginkan satupun dari manusia untuk binasa. Lewat Yesus Kristus AnakNya yang tunggal, Tuhan menganugerahkan keselamatan kepada kita, sekali untuk selamanya.
Jika kita terus merasa tidak layak atau tidak pantas menerima keselamatan, sadarilah bahwa sebenarnya itu sama artinya kita menolak kasih karunia. Ambil sebuah contoh mengenai Petrus yang telah menyangkal Yesus tiga kali. Dalam Alkitab kita bisa membaca bahwa Petrus bukan hanya menyangkal, tetapi ia pun mengutuk dan menyumpah. (Matius 26:74). Kesalahan yang dilakukan Petrus itu sangat besar. Ia menghianati Pribadi yang telah mengangkatnya untuk masuk ke dalam terang. Lebih dari itu ia telah menistakan Tuhan. Seharusnya tidak ada ganjaran yang lebih tepat lagi selain binasa. Tapi lihatlah bagaimana kasih karunia Tuhan yang penuh dengan pengampunan itu bekerja.
(bersambung)
==================
"Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang."
Ada teman saya yang punya masa lalu kelam. Untunglah mereka masih punya kesempatan untuk menyesali semuanya lalu bertobat sungguh-sungguh dan kemudian memulai lembaran hidup baru. Selesaikah masalahnya? Ternyata tidak. Meski sudah bertobat, mereka ternyata masih percaya mereka sudah diampuni. Mereka tidak yakin nama mereka tercatat dalam kitab kehidupan, mereka tidak yakin atas keselamatan mereka. Kecemasan pun kemudian terus menjadi bagian hidup mereka. Dicekam rasa bersalah akibat masa lalu, merasa masih kurang meski mereka sudah berusaha hidup benar.
Apa yang ia alami mewakili banyak orang yang hari ini masih bergumul dengan problem yang sama. Sadarilah bahwa hal seperti ini seringkali menghambat pertumbuhan iman. Hidup tidak tenang Justru bukan karena dosa lagi, tetapi karena kecemasan yang terus menghantui diri mereka. Kalau dibiarkan, perasaan terus bersalah seperti ini bisa menjadi tempat bermain menyenangkan bagi iblis untuk terus berusaha menuduh dan mendakwa. Berbagai tipu muslihat si jahat akan terus membuat orang-orang yang bergumul ini semakin jauh dari sukacita, dan itu adalah hal yang seharusnya tidak boleh dibiarkan. Tuhan sudah berulang kali menyatakan bahwa Dia melimpahkan kasih karuniaNya kepada kita semua. Dan itu dia berikan justru ketika kita masih dalam keadaan berdosa. Itulah sebuah kasih karunia yang luar biasa yang diberikan Tuhan kepada kita, itulah hasil dari kasih Tuhan yang begitu besar pada kita.
Saya ingin menyambung mengenai kasih karunia. Kasih karunia merupakan kasih yang dicurahkan Tuhan kepada kita yang seharusnya tidak layak untuk menerimanya. Kalau kita menerima sesuatu yang layak, atas jerih payah kita, atau karena kehebatan kita, itu bukanlah kasih karunia. Kasih karunia ini dianugerahkan Tuhan kepada semua orang tanpa terkecuali tanpa memandang berat ringannya dosa di masa lalu.
Secara indah Firman Tuhan berkata "..dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah." (Roma 5:20). Ini artinya Tuhan justru membuka curahan kasih karunia lebih lagi di tempat atau saat mana dosa semakin meningkat. Begitu besarnya Tuhan mengasihi kita sehingga Dia justru melimpahkan kasih karuniaNYa untuk mengimbangi dosa. Semakin banyak dosa, semakin banyak pula Dia melimpahkan kasih karunia. Mengapa Tuhan melakukan hal itu? "supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita." (ay 21). Itulah bentuk kepedulian dan besarnya kasih Allah kepada manusia. Dia tidak menginginkan satupun dari manusia untuk binasa. Lewat Yesus Kristus AnakNya yang tunggal, Tuhan menganugerahkan keselamatan kepada kita, sekali untuk selamanya.
Jika kita terus merasa tidak layak atau tidak pantas menerima keselamatan, sadarilah bahwa sebenarnya itu sama artinya kita menolak kasih karunia. Ambil sebuah contoh mengenai Petrus yang telah menyangkal Yesus tiga kali. Dalam Alkitab kita bisa membaca bahwa Petrus bukan hanya menyangkal, tetapi ia pun mengutuk dan menyumpah. (Matius 26:74). Kesalahan yang dilakukan Petrus itu sangat besar. Ia menghianati Pribadi yang telah mengangkatnya untuk masuk ke dalam terang. Lebih dari itu ia telah menistakan Tuhan. Seharusnya tidak ada ganjaran yang lebih tepat lagi selain binasa. Tapi lihatlah bagaimana kasih karunia Tuhan yang penuh dengan pengampunan itu bekerja.
(bersambung)
Tuesday, April 26, 2016
Rumah Drakula dan Kasih Karunia (2)
(sambungan)
Gambaran dari kasih karunia Bapa kepada kita ini sangat jelas terlihat dalam perumpamaan tentang anak yang hilang yang tertulis dalam Lukas 15:11-32. Apa yang dilakukan oleh si anak bungsu sudah sangat melampaui batas. Pertama, ia tega meminta harta warisan ketika ayahnya masih hidup. Lalu kemudian ia menghabiskannya dengan berfoya-foya. Setelah seluruhnya ludes dalam waktu singkat, hidupnya berbalik drastis. Ia hidup begitu melarat sampai terpaksa makan sisa ampas makanan babi.
Si anak bungsu kemudian menyesal. "Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." (ay 17-19). Ia sadar bahwa ia berdosa, dan karena dosa itu seharusnya membuatnya tidak layak lagi atas apapun. Bahkan apabila bisa menjadi seorang upahan saja itu sudah sangat beruntung. Ia pun memutuskan untuk kembali kepada bapanya.
Apa reaksi sang ayah? Bukannya diusir atau dihukum, sang ayah ternyata sudah menunggu, terus menatap ke jalan menanti kepulangan anaknya. Begitu melihat kedatangan anaknya, ia segera berlari menyambut kembalinya si anak hilang. Alkitab menggambarkannya dengan begitu indah. "Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia." (ay 20). Saya membayangkan sang ayah terus berdiri di depan pintu menanti kepulangan anaknya. Berhari-hari ia terus memandang jauh ke depan menunggu sosok anaknya kembali muncul. Ia terus menunggu dan menunggu, hingga akhirnya pada suatu hari sosok anaknya muncul di kejauhan. Begitu sukacitanya sang ayah, ia tidak sabar menanti hingga anaknya sampai. Ia segera berlari menyambut anaknya. Ia tidak memberi hukuman atau mengusir, tetapi ia segera merangkul dan mencium. Bahkan sang ayah pun menyiapkan jubah terbaik, cincin, sepatu dan sebuah pesta besar. Dosa si anak itu besar, tetapi ternyata kasih sang ayah jauh lebih besar. Inilah gambaran sebuah kasih karunia, kasih yang sebenarnya tidak layak kita terima tetapi diberikan oleh Tuhan karena Dia sungguh mengasihi kita.
Kasih karunia memberikan kita kuasa untuk melakukan banyak hal. Para rasul melakukan banyak hal yang ajaib dalam pelayanan mereka, dan semua itu mereka peroleh lewat kasih karunia yang melimpah-limpah. (Kisah Para Rasul 4:33). Lalu dalam kitab Timotius disebutkan bahwa di dalam kasih karunia ada kekuatan. (2 Timotius 2:1), dan tentu saja dalam kasih karunia kita diselamatkan oleh iman. (Efesus 2:8). Semua ini sudah diberikan Tuhan kepada kita, anda dan saya.
Jika diri anda diibaratkan sebagai rumah, bagaimana bentuknya saat ini? Apakah masih merupakan bangunan bertembok tebal tanpa jendela, tanpa ada sedikitpun jendela yang bisa menerima masuknya cahaya atau sudah terang benderang oleh cahaya kasih karunia? Kasih karunia yang dicurahkan Tuhan tidak akan bisa masuk ke dalam diri kita apabila kita tidak mempunyai cukup "jendela" iman untuk menampungnya. Jangan ragu akibat masa lalu anda yang mungkin tidak bisa dibanggakan. Ketahuilah bahwa keselamatan itu diberikan sebagai kasih karunia, yang berarti diberikan atas dasar kasih oleh Allah kepada setiap kita yang seharusnya tidak layak untuk menerimanya. Jika anda sudah bertobat dan memulai lembaran hidup baru yang seturut FirmanNya, anda tidak perlu lagi ragu akan keselamatan anda karena itu sudah diberikan sebagai sebuah kasih karunia. Whatever sins you made in the past, God's grace is much bigger than them. Ingatlah bahwa kasih karunia Tuhan itu bagaikan matahari yang bersinar untuk semuanya, tetapi hanya rumah dengan jendela yang cukup dan terbukalah yang bisa menerimanya.
"The law condemns the best of us; but grace saves the worst of us" - Joseph Prince
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Gambaran dari kasih karunia Bapa kepada kita ini sangat jelas terlihat dalam perumpamaan tentang anak yang hilang yang tertulis dalam Lukas 15:11-32. Apa yang dilakukan oleh si anak bungsu sudah sangat melampaui batas. Pertama, ia tega meminta harta warisan ketika ayahnya masih hidup. Lalu kemudian ia menghabiskannya dengan berfoya-foya. Setelah seluruhnya ludes dalam waktu singkat, hidupnya berbalik drastis. Ia hidup begitu melarat sampai terpaksa makan sisa ampas makanan babi.
Si anak bungsu kemudian menyesal. "Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." (ay 17-19). Ia sadar bahwa ia berdosa, dan karena dosa itu seharusnya membuatnya tidak layak lagi atas apapun. Bahkan apabila bisa menjadi seorang upahan saja itu sudah sangat beruntung. Ia pun memutuskan untuk kembali kepada bapanya.
Apa reaksi sang ayah? Bukannya diusir atau dihukum, sang ayah ternyata sudah menunggu, terus menatap ke jalan menanti kepulangan anaknya. Begitu melihat kedatangan anaknya, ia segera berlari menyambut kembalinya si anak hilang. Alkitab menggambarkannya dengan begitu indah. "Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia." (ay 20). Saya membayangkan sang ayah terus berdiri di depan pintu menanti kepulangan anaknya. Berhari-hari ia terus memandang jauh ke depan menunggu sosok anaknya kembali muncul. Ia terus menunggu dan menunggu, hingga akhirnya pada suatu hari sosok anaknya muncul di kejauhan. Begitu sukacitanya sang ayah, ia tidak sabar menanti hingga anaknya sampai. Ia segera berlari menyambut anaknya. Ia tidak memberi hukuman atau mengusir, tetapi ia segera merangkul dan mencium. Bahkan sang ayah pun menyiapkan jubah terbaik, cincin, sepatu dan sebuah pesta besar. Dosa si anak itu besar, tetapi ternyata kasih sang ayah jauh lebih besar. Inilah gambaran sebuah kasih karunia, kasih yang sebenarnya tidak layak kita terima tetapi diberikan oleh Tuhan karena Dia sungguh mengasihi kita.
Kasih karunia memberikan kita kuasa untuk melakukan banyak hal. Para rasul melakukan banyak hal yang ajaib dalam pelayanan mereka, dan semua itu mereka peroleh lewat kasih karunia yang melimpah-limpah. (Kisah Para Rasul 4:33). Lalu dalam kitab Timotius disebutkan bahwa di dalam kasih karunia ada kekuatan. (2 Timotius 2:1), dan tentu saja dalam kasih karunia kita diselamatkan oleh iman. (Efesus 2:8). Semua ini sudah diberikan Tuhan kepada kita, anda dan saya.
Jika diri anda diibaratkan sebagai rumah, bagaimana bentuknya saat ini? Apakah masih merupakan bangunan bertembok tebal tanpa jendela, tanpa ada sedikitpun jendela yang bisa menerima masuknya cahaya atau sudah terang benderang oleh cahaya kasih karunia? Kasih karunia yang dicurahkan Tuhan tidak akan bisa masuk ke dalam diri kita apabila kita tidak mempunyai cukup "jendela" iman untuk menampungnya. Jangan ragu akibat masa lalu anda yang mungkin tidak bisa dibanggakan. Ketahuilah bahwa keselamatan itu diberikan sebagai kasih karunia, yang berarti diberikan atas dasar kasih oleh Allah kepada setiap kita yang seharusnya tidak layak untuk menerimanya. Jika anda sudah bertobat dan memulai lembaran hidup baru yang seturut FirmanNya, anda tidak perlu lagi ragu akan keselamatan anda karena itu sudah diberikan sebagai sebuah kasih karunia. Whatever sins you made in the past, God's grace is much bigger than them. Ingatlah bahwa kasih karunia Tuhan itu bagaikan matahari yang bersinar untuk semuanya, tetapi hanya rumah dengan jendela yang cukup dan terbukalah yang bisa menerimanya.
"The law condemns the best of us; but grace saves the worst of us" - Joseph Prince
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, April 25, 2016
Rumah Drakula dan Kasih Karunia (1)
Ayat bacaan: Wahyu 22:21
========================
"Kasih karunia Tuhan Yesus menyertai kamu sekalian! Amin."
Tidak jauh dari rumah saya ada sebuah rumah yang aneh. Saya menyebutnya rumah drakula, didasarkan oleh seperti apa rumah itu kelihatannya. Rumahnya selalu tertutup, tidak pernah kelihatan ada orang maupun cahaya lampu. Satu-satunya yang membuat saya tahu bahwa ada orang yang tinggal adalah karena ada anjing yang kelihatan sehat di pekarangan rumahnya. Selebihnya, rumah itu seolah tidak berpenghuni. Jendelanya banyak, tapi semua tertutup, dipaku dari luar dengan lempengan-lempengan kayu. Tidak ada ventilasi sama sekali. Saya tidak habis pikir, bagaimana ada orang yang bisa hidup dengan kondisi seperti itu? Di dalam mungkin pengap dan lembab, gelap gulita sepanjang hari. Karena itulah saya suka menyebutnya dengan rumah drakula.
Kalau saya sebaliknya. Saya suka rumah dengan banyak jendela. The more the better. Makin banyak jendela, rumah pun terasa makin sejuk. Udara segar masuk, sirkulasi udara lancar, dan sinar matahari pun bisa menyinari rumah di siang hari. Karena memang saya suka rumah dengan sirkulasi udara, pintu rumah juga sering saya buka kalau saya di rumah. Bagi saya itulah rumah yang nyaman.
Saya akan ajak anda untuk fokus pada sinar matahari. Pada saat matahari bersinar di siang hari, ada rumah yang terang benderang menerima cahayanya, ada pula rumah yang gelap. Begini pertanyaannya. Apakah matahari pilih kasih dalam bersinar? Tentu saja tidak. Matahari bersinar untuk menerangi apapun yang ada di muka bumi ini, termasuk rumah kita. Soal cahaya itu untuk masuk menerangi rumah atau tidak, itu tergantung dari keputusan kita. Kalau kita menutup rapat semuanya, maka tidak peduli seterang apapun matahari bersinar, cahayanya tidak akan pernah bisa masuk. Rumah drakula akan tetap gelap meski matahari sedang terik-teriknya. Sedang rumah yang punya jendela banyak akan maksimal menerima cahaya. Matahari akan selalu siap menerangi seisi rumah kita, tetapi hanya rumah dengan jendela-lah yang bisa menerima sinarnya. Semakin banyak jendela di rumah kita, maka semakin banyak pula cahaya matahari yang masuk.
Ilustrasi di atas saya rasa bagus untuk menganalogikan bagaimana kasih karunia Allah bekerja atas diri kita. Kasih karunia dicurahkan Allah kepada semua manusia tanpa terkecuali bagaikan matahari yang bersinar menerangi segala pelosok bumi. Sayangnya tidak semua orang menyadari bahwa kasih karunia yang begitu besar itu memang disediakan bagi semua orang, termasuk mereka. Ada yang tidak sadar dan terus menyimpang dari jalan Tuhan, ada yang bergumul dengan keyakinan mereka akan anugerah keselamatan, terus tidak bisa maju karena didakwa iblis dengan tipu-tipu muslihatnya. Akibatnya mereka tidak punya cukup iman untuk menerima kasih karunia itu masuk ke dalam diri mereka, bagaikan rumah yang tidak punya jendela yang cukup untuk bisa menerima cahaya.
Para rasul sangat mengerti akan hal itu. Itulah sebabnya mereka giat pergi kemana-mana untuk mewartakan kabar gembira mengenai kasih karunia ini tanpa mempedulikan diri mereka. Lihatlah apa kata Paulus dalam perpisahan yang mengharukan dengan para penatua di Efesus. "Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah." (Kisah Para Rasul 20:24). Paulus tahu bahwa Kasih karunia merupakan sebuah kabar penting dalam pemberitaan Injil, dan itu bisa kita lihat dari bagaimana Paulus menuliskan tentang kasih karunia ini dalam semua surat-suratnya. Begitu pentingnya, sampai-sampai ayat penutup dalam Alkitab menyebutkan tentang kasih karunia. "Kasih karunia Tuhan Yesus menyertai kamu sekalian! Amin." (Wayhu 22:21).
Apakah kasih karunia itu? Kasih karunia adalah kasih yang seharusnya tidak layak kita terima, tetapi ternyata diberikan Tuhan kepada kita sebagai sebuah anugerah. Yohanes menggambarkannya begini. "Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita." (1 Yohanes 4:10). Bukan kita yang duluan mengasihi Allah, tapi Allah-lah yang terlebih dahulu mengasihi kita. Kita diberikan keselamatan lewat Yesus yang menebus kita semua dengan lunas bukan karena kita baik, hebat, kaya, pintar atau terkenal, tetapi karena Dia begitu mengasihi kita yang sebenarnya tidak layak untuk menerimanya. Itulah yang merupakan sebuah kasih karunia.
(bersambung)
========================
"Kasih karunia Tuhan Yesus menyertai kamu sekalian! Amin."
Tidak jauh dari rumah saya ada sebuah rumah yang aneh. Saya menyebutnya rumah drakula, didasarkan oleh seperti apa rumah itu kelihatannya. Rumahnya selalu tertutup, tidak pernah kelihatan ada orang maupun cahaya lampu. Satu-satunya yang membuat saya tahu bahwa ada orang yang tinggal adalah karena ada anjing yang kelihatan sehat di pekarangan rumahnya. Selebihnya, rumah itu seolah tidak berpenghuni. Jendelanya banyak, tapi semua tertutup, dipaku dari luar dengan lempengan-lempengan kayu. Tidak ada ventilasi sama sekali. Saya tidak habis pikir, bagaimana ada orang yang bisa hidup dengan kondisi seperti itu? Di dalam mungkin pengap dan lembab, gelap gulita sepanjang hari. Karena itulah saya suka menyebutnya dengan rumah drakula.
Kalau saya sebaliknya. Saya suka rumah dengan banyak jendela. The more the better. Makin banyak jendela, rumah pun terasa makin sejuk. Udara segar masuk, sirkulasi udara lancar, dan sinar matahari pun bisa menyinari rumah di siang hari. Karena memang saya suka rumah dengan sirkulasi udara, pintu rumah juga sering saya buka kalau saya di rumah. Bagi saya itulah rumah yang nyaman.
Saya akan ajak anda untuk fokus pada sinar matahari. Pada saat matahari bersinar di siang hari, ada rumah yang terang benderang menerima cahayanya, ada pula rumah yang gelap. Begini pertanyaannya. Apakah matahari pilih kasih dalam bersinar? Tentu saja tidak. Matahari bersinar untuk menerangi apapun yang ada di muka bumi ini, termasuk rumah kita. Soal cahaya itu untuk masuk menerangi rumah atau tidak, itu tergantung dari keputusan kita. Kalau kita menutup rapat semuanya, maka tidak peduli seterang apapun matahari bersinar, cahayanya tidak akan pernah bisa masuk. Rumah drakula akan tetap gelap meski matahari sedang terik-teriknya. Sedang rumah yang punya jendela banyak akan maksimal menerima cahaya. Matahari akan selalu siap menerangi seisi rumah kita, tetapi hanya rumah dengan jendela-lah yang bisa menerima sinarnya. Semakin banyak jendela di rumah kita, maka semakin banyak pula cahaya matahari yang masuk.
Ilustrasi di atas saya rasa bagus untuk menganalogikan bagaimana kasih karunia Allah bekerja atas diri kita. Kasih karunia dicurahkan Allah kepada semua manusia tanpa terkecuali bagaikan matahari yang bersinar menerangi segala pelosok bumi. Sayangnya tidak semua orang menyadari bahwa kasih karunia yang begitu besar itu memang disediakan bagi semua orang, termasuk mereka. Ada yang tidak sadar dan terus menyimpang dari jalan Tuhan, ada yang bergumul dengan keyakinan mereka akan anugerah keselamatan, terus tidak bisa maju karena didakwa iblis dengan tipu-tipu muslihatnya. Akibatnya mereka tidak punya cukup iman untuk menerima kasih karunia itu masuk ke dalam diri mereka, bagaikan rumah yang tidak punya jendela yang cukup untuk bisa menerima cahaya.
Para rasul sangat mengerti akan hal itu. Itulah sebabnya mereka giat pergi kemana-mana untuk mewartakan kabar gembira mengenai kasih karunia ini tanpa mempedulikan diri mereka. Lihatlah apa kata Paulus dalam perpisahan yang mengharukan dengan para penatua di Efesus. "Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah." (Kisah Para Rasul 20:24). Paulus tahu bahwa Kasih karunia merupakan sebuah kabar penting dalam pemberitaan Injil, dan itu bisa kita lihat dari bagaimana Paulus menuliskan tentang kasih karunia ini dalam semua surat-suratnya. Begitu pentingnya, sampai-sampai ayat penutup dalam Alkitab menyebutkan tentang kasih karunia. "Kasih karunia Tuhan Yesus menyertai kamu sekalian! Amin." (Wayhu 22:21).
Apakah kasih karunia itu? Kasih karunia adalah kasih yang seharusnya tidak layak kita terima, tetapi ternyata diberikan Tuhan kepada kita sebagai sebuah anugerah. Yohanes menggambarkannya begini. "Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita." (1 Yohanes 4:10). Bukan kita yang duluan mengasihi Allah, tapi Allah-lah yang terlebih dahulu mengasihi kita. Kita diberikan keselamatan lewat Yesus yang menebus kita semua dengan lunas bukan karena kita baik, hebat, kaya, pintar atau terkenal, tetapi karena Dia begitu mengasihi kita yang sebenarnya tidak layak untuk menerimanya. Itulah yang merupakan sebuah kasih karunia.
(bersambung)
Sunday, April 24, 2016
Mendoakan dan Mengucapkan Berkat dengan Syalom (3)
(sambungan)
Akan halnya menyebar ke luar kalangan orang percaya hingga ke seluruh penjuru bumi, apakah Tuhan ingin kita memberkati dan mendoakan orang lain di luar komunitas orang percaya? Pedulikah Tuhan terhadap mereka? Jawabannya, ya, Tuhan peduli, sangat-sangat peduli. Tuhan mengasihi semua orang tanpa terkecuali, dan Yesus datang untuk menyelamatkan siapapun tanpa memandang asal-usul, latar belakang, suku, ras dan sebagainya. Dan Tuhan ingin kita memberkati orang lain, siapapun mereka tanpa memandang latar belakang atau kepercayaan yang dianut.
Mengapa demikian? Dalam banyak bagian yang tertulis di dalam Alkitab kita bisa menemukan kasih Tuhan terhadap ciptaanNya, meski mereka bukan orang percaya dan pada saat ini belum bisa dijangkau untuk menerima keselamatan. Ada contoh menarik yang bisa kita lihat dalam Kejadian 41. Pada bagian ini kita bisa membaca kisah ketika Firaun mendapat mimpi dan menjadi gelisah karena tidak mengerti makna dari mimpi itu. Ia pun kemudian memanggil Yusuf untuk menjelaskan arti dari mimpinya. "Berkatalah Firaun kepada Yusuf: "Aku telah bermimpi, dan seorangpun tidak ada yang dapat mengartikannya, tetapi telah kudengar tentang engkau: hanya dengan mendengar mimpi saja engkau dapat mengartikannya." (Kejadian 41:15). Lalu apa jawaban Yusuf? "Yusuf menyahut Firaun: "Bukan sekali-kali aku, melainkan Allah juga yang akan memberitakan kesejahteraan kepada tuanku Firaun." (ay 16). Firaun bukan orang percaya. Tapi lihatlah, Tuhan juga mau syalom kepada Firaun, dan itu disampaikan lewat Yusuf. Itu menunjukkan bahwa kita pun harus mengeluarkan syalom buat mereka yang belum percaya, membawa syalom mengalir dari diri kita menuju ke luar, mengucap berkat kepada mereka.
Dalam Yesaya dikatakan "Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN, seperti air laut yang menutupi dasarnya." (Yesaya 11:9). Tuhan rindu seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan Tuhan, for the earth to be filled fully with God's knowledge, seperti air memenuhi laut, as the waters cover the sea. Dengan kata lain, Tuhan rindu bumi penuh dengan syalom, penuh kedamaian, keamanan, perlindungan, kesejahteraan, kemakmuran, sentosa. Bukan apa yang sering kita lihat hari-hari ini seperti pertikaian, perpecahan, perang, kebencian, dendam, iri hati, kekejaman, kemunafikan dan sebagainya yang mengatasnamakan perbedaan.
Tuhan yang kita kenal bukanlah Allah yang pilih kasih. Dia bukan Tuhan yang hanya memberkati sebagian dan mengutuk yang lain. Dia bukan Tuhan yang hanya mau sebagian saja diberkati lantas yang lainnya tidak. Tidak, sama sekali tidak. Tuhan kita adalah Allah yang mengasihi semua orang tanpa terkecuali dan rindu untuk memberi berkat hingga kepenuhan dan kelimpahan bagi semuanya. Jika sebagian dari orang dunia masih bersikap diskriminatif dalam mengucap berkat bagi sesamanya, bahkan dianggap dosa apabila mengucapkan itu kepada orang diluar komunitas mereka, tidaklah demikian bagi kita. Kita harus menjadi saluran berkat baik di kalangan sendiri maupun keluar tanpa terkecuali, tanpa pandang bulu.
Ucapan doa sejahtera, sebuah syalom hendaklah mengalir mulai dari kita, lalu menyebar diantara orang percaya dan kemudian bermultiplikasi secara luas hingga mampu menjangkau orang-orang diluar. Menjadi saluran berkat lewat ucapan, tindakan, perbuatan, dan berdampak bagi lingkungan tempat tinggal, pekerjaan/pendidikan, kota, bangsa dan negara hingga dunia. Seperti itulah besarnya peran orang-orang percaya dalam perluasan Kerajaan Allah di muka bumi.
Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, ucapan syalom bukanlah sekedar sapaan seperti 'apa kabar'. Meski dipakai juga sebagai pengganti kata 'halo', tetapi dalam arti aslinya kata syalom memiliki makna dan implikasi yang luas dari bentuk doa yang kita sampaikan kepada orang lain. Kalau melihat bagaimana dunia hari ini dan tentu saja negeri kita yang dipenuhi oleh kesulitan, kita benar-benar butuh syalom lebih dari sebelumnya, more than ever. Alangkah sayangnya apabila kita tidak bisa berfungsi atau berdampak sama sekali. Kita dipanggil untuk mengikuti keteladanan Kristus, no matter what it cost (1 Petrus 2:21), kita juga dipanggil untuk menerima berkat daripadaNya dan kemudian bergerak memberkati orang lain.
Dalam bentuk yang paling sederhana dan relatif tanpa harus mengeluarkan tenaga maupun biaya, sebuah ucapan syalom yang diucapkan dengan sungguh-sungguh disertai niat yang penuh bisa membawa berkat besar bagi orang yang kita ucapkan. Jadi kalau anda mengucapkan syalom lagi kepada orang lain, pahamilah maknanya dan besarnya kandungan doa yang ada didalamnya. Dalam ucapan syalom ada doa yang luar biasa besar dan indah, dibalik perkataan ada kuasa. Mari kita sama-sama belajar untuk saling memberkati dan mendoakan. Syalom bagi anda semua, kiranya segala kebaikan Tuhan tercurah bagi anda.
Syalom berisi doa sejahtera yang punya arti luas dan besar agar yang diucapkan dipenuhi kebaikan Tuhan dalam segala hal
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Akan halnya menyebar ke luar kalangan orang percaya hingga ke seluruh penjuru bumi, apakah Tuhan ingin kita memberkati dan mendoakan orang lain di luar komunitas orang percaya? Pedulikah Tuhan terhadap mereka? Jawabannya, ya, Tuhan peduli, sangat-sangat peduli. Tuhan mengasihi semua orang tanpa terkecuali, dan Yesus datang untuk menyelamatkan siapapun tanpa memandang asal-usul, latar belakang, suku, ras dan sebagainya. Dan Tuhan ingin kita memberkati orang lain, siapapun mereka tanpa memandang latar belakang atau kepercayaan yang dianut.
Mengapa demikian? Dalam banyak bagian yang tertulis di dalam Alkitab kita bisa menemukan kasih Tuhan terhadap ciptaanNya, meski mereka bukan orang percaya dan pada saat ini belum bisa dijangkau untuk menerima keselamatan. Ada contoh menarik yang bisa kita lihat dalam Kejadian 41. Pada bagian ini kita bisa membaca kisah ketika Firaun mendapat mimpi dan menjadi gelisah karena tidak mengerti makna dari mimpi itu. Ia pun kemudian memanggil Yusuf untuk menjelaskan arti dari mimpinya. "Berkatalah Firaun kepada Yusuf: "Aku telah bermimpi, dan seorangpun tidak ada yang dapat mengartikannya, tetapi telah kudengar tentang engkau: hanya dengan mendengar mimpi saja engkau dapat mengartikannya." (Kejadian 41:15). Lalu apa jawaban Yusuf? "Yusuf menyahut Firaun: "Bukan sekali-kali aku, melainkan Allah juga yang akan memberitakan kesejahteraan kepada tuanku Firaun." (ay 16). Firaun bukan orang percaya. Tapi lihatlah, Tuhan juga mau syalom kepada Firaun, dan itu disampaikan lewat Yusuf. Itu menunjukkan bahwa kita pun harus mengeluarkan syalom buat mereka yang belum percaya, membawa syalom mengalir dari diri kita menuju ke luar, mengucap berkat kepada mereka.
Dalam Yesaya dikatakan "Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN, seperti air laut yang menutupi dasarnya." (Yesaya 11:9). Tuhan rindu seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan Tuhan, for the earth to be filled fully with God's knowledge, seperti air memenuhi laut, as the waters cover the sea. Dengan kata lain, Tuhan rindu bumi penuh dengan syalom, penuh kedamaian, keamanan, perlindungan, kesejahteraan, kemakmuran, sentosa. Bukan apa yang sering kita lihat hari-hari ini seperti pertikaian, perpecahan, perang, kebencian, dendam, iri hati, kekejaman, kemunafikan dan sebagainya yang mengatasnamakan perbedaan.
Tuhan yang kita kenal bukanlah Allah yang pilih kasih. Dia bukan Tuhan yang hanya memberkati sebagian dan mengutuk yang lain. Dia bukan Tuhan yang hanya mau sebagian saja diberkati lantas yang lainnya tidak. Tidak, sama sekali tidak. Tuhan kita adalah Allah yang mengasihi semua orang tanpa terkecuali dan rindu untuk memberi berkat hingga kepenuhan dan kelimpahan bagi semuanya. Jika sebagian dari orang dunia masih bersikap diskriminatif dalam mengucap berkat bagi sesamanya, bahkan dianggap dosa apabila mengucapkan itu kepada orang diluar komunitas mereka, tidaklah demikian bagi kita. Kita harus menjadi saluran berkat baik di kalangan sendiri maupun keluar tanpa terkecuali, tanpa pandang bulu.
Ucapan doa sejahtera, sebuah syalom hendaklah mengalir mulai dari kita, lalu menyebar diantara orang percaya dan kemudian bermultiplikasi secara luas hingga mampu menjangkau orang-orang diluar. Menjadi saluran berkat lewat ucapan, tindakan, perbuatan, dan berdampak bagi lingkungan tempat tinggal, pekerjaan/pendidikan, kota, bangsa dan negara hingga dunia. Seperti itulah besarnya peran orang-orang percaya dalam perluasan Kerajaan Allah di muka bumi.
Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, ucapan syalom bukanlah sekedar sapaan seperti 'apa kabar'. Meski dipakai juga sebagai pengganti kata 'halo', tetapi dalam arti aslinya kata syalom memiliki makna dan implikasi yang luas dari bentuk doa yang kita sampaikan kepada orang lain. Kalau melihat bagaimana dunia hari ini dan tentu saja negeri kita yang dipenuhi oleh kesulitan, kita benar-benar butuh syalom lebih dari sebelumnya, more than ever. Alangkah sayangnya apabila kita tidak bisa berfungsi atau berdampak sama sekali. Kita dipanggil untuk mengikuti keteladanan Kristus, no matter what it cost (1 Petrus 2:21), kita juga dipanggil untuk menerima berkat daripadaNya dan kemudian bergerak memberkati orang lain.
Dalam bentuk yang paling sederhana dan relatif tanpa harus mengeluarkan tenaga maupun biaya, sebuah ucapan syalom yang diucapkan dengan sungguh-sungguh disertai niat yang penuh bisa membawa berkat besar bagi orang yang kita ucapkan. Jadi kalau anda mengucapkan syalom lagi kepada orang lain, pahamilah maknanya dan besarnya kandungan doa yang ada didalamnya. Dalam ucapan syalom ada doa yang luar biasa besar dan indah, dibalik perkataan ada kuasa. Mari kita sama-sama belajar untuk saling memberkati dan mendoakan. Syalom bagi anda semua, kiranya segala kebaikan Tuhan tercurah bagi anda.
Syalom berisi doa sejahtera yang punya arti luas dan besar agar yang diucapkan dipenuhi kebaikan Tuhan dalam segala hal
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, April 23, 2016
Mendoakan dan Mengucapkan Berkat dengan Syalom (2)
(sambungan)
Agar sebuah syalom dapat berfungsi dengan baik, syalom harus dimulai dari orang percaya. Yesus mengatakan "Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput. Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:9-10). Lihatlah bahwa Tuhan mau datang ke dunia bukan cuma sekedar supaya kita selamat tapi agar kita memiliki hidup yang penuh dengan segala kelimpahan, being able to have and enjoy fruitful and glorious life, and have it in abundance. Kata kelimpahan atau abundance ini berarti to the full, until it overflows, alias hingga mencapai kepenuhan hingga melimpah keluar.
Dari orang percaya, syalom kemudian harus menyebar ke komunitas orang percaya lainnya. Dari Mazmur 122:1-9 yang kita baca kemarin jelas terlihat bahwa doa sejahtera harus saling disampaikan/dibagikan satu sama lain. "Berdoalah bagi kesejahteraan Yerusalem," kata Daud dalam ayat 6, "Biarlah orang-orang yang mencintaimu mendapat sentosa." Yerusalem hari ini mengacu kepada komunitas orang percaya, Israel-israel secara rohani. Jadi biasakanlah mengucap syalom secara tulus dan serius kepada sesama orang percaya. Saling memberkati, saling mendoakan, saling meminta kiranya Tuhan memberkati secara berkepenuhan dan melimpah atas kehidupan satu sama lain.
Selanjutnya, dari sebaran di komunitas orang percaya, selanjutnya syalom harus menyebar ke luar orang percaya hingga ke seluruh ujung bumi. Agar ini bisa kita lakukan dan punya makna, kita harus tahu betul tentang maksud dan tujuan ketika mengucapkan syalom. Ingatlah bahwa dengan mengucapkan syalom, itu pun menggambarkan kesepakatan atau setuju dengan Tuhan. Karena ketika kita sepakat dengan Tuhan, maka yang keluar adalah ucapan syukur, sukacita dan memberi rasa damai, tentram dalam hati kita. Disamping itu kita perlu pula membangun pola pikir dan tindakan dalam Firman Tuhan karena mustahil bagi kita untuk bisa menjadi berkat dan memberkati apabila kita sendiri masih belum beres dalam memahami kebenaran dan ketetapanNya.
Jadi secara ringkas kita bisa melihat bahwa syalom dari Tuhan merupakan sebuah ucapan doa agar kiranya Tuhan memberkati orang yang kita ucapkan dengan segala kebaikan dalam aspek kehidupannya, baik kesejahteraan, sentosa, keamanan, proteksi atau perlindungan, kesehatan, kemakmuran, ketentraman dan lain-lain yang harus dimulai dari kehidupan orang percaya, kemudian menyebar kepada komunitas orang percaya dan akhirnya harus bisa menjangkau orang-orang diluar hingga mencapai ujung bumi. Seperti itulah syalom yang seharusnya seperti yang diinginkan Tuhan.
(bersambung)
Agar sebuah syalom dapat berfungsi dengan baik, syalom harus dimulai dari orang percaya. Yesus mengatakan "Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput. Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:9-10). Lihatlah bahwa Tuhan mau datang ke dunia bukan cuma sekedar supaya kita selamat tapi agar kita memiliki hidup yang penuh dengan segala kelimpahan, being able to have and enjoy fruitful and glorious life, and have it in abundance. Kata kelimpahan atau abundance ini berarti to the full, until it overflows, alias hingga mencapai kepenuhan hingga melimpah keluar.
Dari orang percaya, syalom kemudian harus menyebar ke komunitas orang percaya lainnya. Dari Mazmur 122:1-9 yang kita baca kemarin jelas terlihat bahwa doa sejahtera harus saling disampaikan/dibagikan satu sama lain. "Berdoalah bagi kesejahteraan Yerusalem," kata Daud dalam ayat 6, "Biarlah orang-orang yang mencintaimu mendapat sentosa." Yerusalem hari ini mengacu kepada komunitas orang percaya, Israel-israel secara rohani. Jadi biasakanlah mengucap syalom secara tulus dan serius kepada sesama orang percaya. Saling memberkati, saling mendoakan, saling meminta kiranya Tuhan memberkati secara berkepenuhan dan melimpah atas kehidupan satu sama lain.
Selanjutnya, dari sebaran di komunitas orang percaya, selanjutnya syalom harus menyebar ke luar orang percaya hingga ke seluruh ujung bumi. Agar ini bisa kita lakukan dan punya makna, kita harus tahu betul tentang maksud dan tujuan ketika mengucapkan syalom. Ingatlah bahwa dengan mengucapkan syalom, itu pun menggambarkan kesepakatan atau setuju dengan Tuhan. Karena ketika kita sepakat dengan Tuhan, maka yang keluar adalah ucapan syukur, sukacita dan memberi rasa damai, tentram dalam hati kita. Disamping itu kita perlu pula membangun pola pikir dan tindakan dalam Firman Tuhan karena mustahil bagi kita untuk bisa menjadi berkat dan memberkati apabila kita sendiri masih belum beres dalam memahami kebenaran dan ketetapanNya.
Jadi secara ringkas kita bisa melihat bahwa syalom dari Tuhan merupakan sebuah ucapan doa agar kiranya Tuhan memberkati orang yang kita ucapkan dengan segala kebaikan dalam aspek kehidupannya, baik kesejahteraan, sentosa, keamanan, proteksi atau perlindungan, kesehatan, kemakmuran, ketentraman dan lain-lain yang harus dimulai dari kehidupan orang percaya, kemudian menyebar kepada komunitas orang percaya dan akhirnya harus bisa menjangkau orang-orang diluar hingga mencapai ujung bumi. Seperti itulah syalom yang seharusnya seperti yang diinginkan Tuhan.
(bersambung)
Friday, April 22, 2016
Mendoakan dan Mengucapkan Berkat dengan Syalom (1)
Ayat bacaan: Mazmur 122:8-9
==================
"Oleh karena saudara-saudaraku dan teman-temanku aku hendak mengucapkan: "Semoga kesejahteraan ada di dalammu!" Oleh karena rumah TUHAN, Allah kita, aku hendak mencari kebaikan bagimu."
Syalom. Kata itu tentu tidak lagi asing bagi kita, dan sering kita ucapkan ketika bertemu dengan teman-teman atau kepada jemaat lainnya ketika beribadah sambil berjabat tangan. Saya pernah pula melihat sticker di tempel di belakang mobil bertuliskan syalom. Secara tidak langsung, si pemilik mobil sudah mengucapkan syalom kepada siapapun yang berada di belakangnya. Mau dibalas atau tidak, lewat sticker ia melepaskan kata yang penuh berkat ini kepada orang lain, meski yang tidak ia kenal.
Kata syalom atau shalom berasal dari bahasa Ibrani. Dalam penggunannya di bahasa asli, kata shalom dipakai dalam beberapa pengucapan. Salah satunya adalah yang sering kita dengar karena sangat mirip, yaitu Shalom Aleichem. Ada kesamaan bahasa yang sejenis misalnya dalam bahasa Arab, kita di Indonesia dan orang India pun mengucapkan kata 'salam' yang punya kemiripan dengan syalom.
Bagi anda penggemar film Star Trek, tokoh bertelinga panjang bernama Spock suka menyampaikan salam dengan memisahkan jari telunjuk dan tengah dengan jari manis dan kelingking yang membentuk 'V', lantas berkata "live long and prosper" yang dalam beberapa kesempatan di respon oleh bangsanya yaitu bangsa Vulcan dengan "peace and long life", itu pun sangatlah mirip dan terinspirasi oleh kata syalom ini.
Banyak yang mengira bahwa syalom cuma kata sapaan biasa. Tetapi sesungguhnya kata ini lebih dari sekedar ucap sapaan. Syalom bukanlah hanya 'apa kabar'. Kata ini mengandung arti yang sangat memberkati, yang kalau kita ucapkan kepada orang lain bisa membawa berkat berimplikasi luas dalam kehidupan mereka. Itulah sebabnya kata ini dianggap tabu diucapkan kepada orang yang berbeda kepercayaan oleh sebagian dari saudara-saudara kita di luar sana. Tetapi untuk kita orang percaya, kita boleh, bahkan wajib mengucapkan kata-kata berkat kepada siapapun tanpa melihat keyakinan yang mereka anut.
Apa yang dimaksud dengan shalom? Kalau diterjemahkan langsung, Shalom berarti sejahtera sepenuhnya, tidak ada yang kurang, tidak ada yang pecah, kelengkapan, kesehatan. Syalom meski cuma satu kata singkat dan sederhana sebenarnya punya power yang sangat besar, karena berisikan serangkaian doa dari yang mengucapkan kepada yang diucapkan, menyangkut berbagai hal seperti:
- Proteksi: meminta supaya perlindungan Tuhan turun pada hidup mereka
- Keamanan
- Kesehatan
- Kemakmuran, Sentosa
- Keadaan baik, tidak celaka
- Ketentraman
Jadi ketika kita bertemu dengan saudara-saudari kita, dengan mengucapkan syalom yang disertai niat maka itu artinya kita mendoakan mereka, kiranya mereka mendapatkan segala kebaikan dari Tuhan seperti rincian poin-poin diatas. Ingatlah bahwa dalam ucapan salam sesungguhnya ada doa yang bisa kita sampaikan didalamnya, di balik perkataan ada kuasa, dan seperti renungan kemarin kita wajib mempergunakan kata-kata yang keluar dari mulut kita untuk memberkati supaya orang yang mendengarnya beroleh kasih karunia (Efesus 4:29).
Sebuah gambaran yang indah dari pengucapan syalom bisa kita lihat dalam ucapan doa sejahtera untuk Yerusalem yang tertulis dalam Mazmur 122:1-9.
"Berdoalah untuk kesejahteraan Yerusalem: "Biarlah orang-orang yang mencintaimu mendapat sentosa. Biarlah kesejahteraan ada di lingkungan tembokmu, dan sentosa di dalam purimu!" Oleh karena saudara-saudaraku dan teman-temanku aku hendak mengucapkan: "Semoga kesejahteraan ada di dalammu!" Oleh karena rumah TUHAN, Allah kita, aku hendak mencari kebaikan bagimu." (Mazmur 122:6-9).
Perhatikanlah rangkaian doa sejahtera yang diucapkan Daud ini baik-baik. Seperti itulah bentuk syalom yang sesungguhnya. Biarlah kesejahteraan dan sentosa ada di dalam rumah dan melingkupi segala aspek kehidupanmu. Bukankah ini sangat baik dan indah ketika kita ucapkan kepada orang lain?
(bersambung)
==================
"Oleh karena saudara-saudaraku dan teman-temanku aku hendak mengucapkan: "Semoga kesejahteraan ada di dalammu!" Oleh karena rumah TUHAN, Allah kita, aku hendak mencari kebaikan bagimu."
Syalom. Kata itu tentu tidak lagi asing bagi kita, dan sering kita ucapkan ketika bertemu dengan teman-teman atau kepada jemaat lainnya ketika beribadah sambil berjabat tangan. Saya pernah pula melihat sticker di tempel di belakang mobil bertuliskan syalom. Secara tidak langsung, si pemilik mobil sudah mengucapkan syalom kepada siapapun yang berada di belakangnya. Mau dibalas atau tidak, lewat sticker ia melepaskan kata yang penuh berkat ini kepada orang lain, meski yang tidak ia kenal.
Kata syalom atau shalom berasal dari bahasa Ibrani. Dalam penggunannya di bahasa asli, kata shalom dipakai dalam beberapa pengucapan. Salah satunya adalah yang sering kita dengar karena sangat mirip, yaitu Shalom Aleichem. Ada kesamaan bahasa yang sejenis misalnya dalam bahasa Arab, kita di Indonesia dan orang India pun mengucapkan kata 'salam' yang punya kemiripan dengan syalom.
Bagi anda penggemar film Star Trek, tokoh bertelinga panjang bernama Spock suka menyampaikan salam dengan memisahkan jari telunjuk dan tengah dengan jari manis dan kelingking yang membentuk 'V', lantas berkata "live long and prosper" yang dalam beberapa kesempatan di respon oleh bangsanya yaitu bangsa Vulcan dengan "peace and long life", itu pun sangatlah mirip dan terinspirasi oleh kata syalom ini.
Banyak yang mengira bahwa syalom cuma kata sapaan biasa. Tetapi sesungguhnya kata ini lebih dari sekedar ucap sapaan. Syalom bukanlah hanya 'apa kabar'. Kata ini mengandung arti yang sangat memberkati, yang kalau kita ucapkan kepada orang lain bisa membawa berkat berimplikasi luas dalam kehidupan mereka. Itulah sebabnya kata ini dianggap tabu diucapkan kepada orang yang berbeda kepercayaan oleh sebagian dari saudara-saudara kita di luar sana. Tetapi untuk kita orang percaya, kita boleh, bahkan wajib mengucapkan kata-kata berkat kepada siapapun tanpa melihat keyakinan yang mereka anut.
Apa yang dimaksud dengan shalom? Kalau diterjemahkan langsung, Shalom berarti sejahtera sepenuhnya, tidak ada yang kurang, tidak ada yang pecah, kelengkapan, kesehatan. Syalom meski cuma satu kata singkat dan sederhana sebenarnya punya power yang sangat besar, karena berisikan serangkaian doa dari yang mengucapkan kepada yang diucapkan, menyangkut berbagai hal seperti:
- Proteksi: meminta supaya perlindungan Tuhan turun pada hidup mereka
- Keamanan
- Kesehatan
- Kemakmuran, Sentosa
- Keadaan baik, tidak celaka
- Ketentraman
Jadi ketika kita bertemu dengan saudara-saudari kita, dengan mengucapkan syalom yang disertai niat maka itu artinya kita mendoakan mereka, kiranya mereka mendapatkan segala kebaikan dari Tuhan seperti rincian poin-poin diatas. Ingatlah bahwa dalam ucapan salam sesungguhnya ada doa yang bisa kita sampaikan didalamnya, di balik perkataan ada kuasa, dan seperti renungan kemarin kita wajib mempergunakan kata-kata yang keluar dari mulut kita untuk memberkati supaya orang yang mendengarnya beroleh kasih karunia (Efesus 4:29).
Sebuah gambaran yang indah dari pengucapan syalom bisa kita lihat dalam ucapan doa sejahtera untuk Yerusalem yang tertulis dalam Mazmur 122:1-9.
"Berdoalah untuk kesejahteraan Yerusalem: "Biarlah orang-orang yang mencintaimu mendapat sentosa. Biarlah kesejahteraan ada di lingkungan tembokmu, dan sentosa di dalam purimu!" Oleh karena saudara-saudaraku dan teman-temanku aku hendak mengucapkan: "Semoga kesejahteraan ada di dalammu!" Oleh karena rumah TUHAN, Allah kita, aku hendak mencari kebaikan bagimu." (Mazmur 122:6-9).
Perhatikanlah rangkaian doa sejahtera yang diucapkan Daud ini baik-baik. Seperti itulah bentuk syalom yang sesungguhnya. Biarlah kesejahteraan dan sentosa ada di dalam rumah dan melingkupi segala aspek kehidupanmu. Bukankah ini sangat baik dan indah ketika kita ucapkan kepada orang lain?
(bersambung)
Thursday, April 21, 2016
Mendatangkan Kasih Karunia Lewat Kata-Kata
Ayat bacaan: Efesus 4:29
================
"Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia."
Namanya lagi gaul sama teman, bahasa yang dipakai pun harus gaul. Tidak apa-apa kalau bahasa gaul itu sopan, masalahnya ada banyak bahasa yang dipakai dalam pergaulan itu kasar dan penuh dengan 'kebun binatang'. Kata-kata kotor beterbangan. Bukan dalam konteks memaki memang, cuma tetap saja kata-kata itu tidak elok dipakai apalagi oleh orang-orang berpendidikan. Di sisi lain ada banyak orang tua 'mengatai' anak-anaknya langsung di muka mereka. "Dasar anak bodoh!", "tolol", dan sebagainya. Mereka mungkin emosi sesaat, tetapi dampak yang ditimbulkan apalagi kalau sering bisa merusak mental si anak. Saya bertemu dengan banyak orang yang mengalami masalah dengan kepercayaan atau gambar diri karena masa kecilnya dirusak oleh kata-kata yang merendahkan dan menjatuhkan mental mereka.
Ada banyak orang yang mengira bahwa soal omongan itu tidaklah penting-penting amat. Di lain pihak ada yang kebingungan untuk memberkati, karena mereka mengira bahwa memberkati orang lain hanyalah lewat mengkotbahi, menumpang tangan di atas kepala orang secara formal sedang dia tidak merasa punya panggilan untuk melayani secara langsung di gereja. Itu pun keliru, karena Alkitab mengatakan bahwa memberkati lewat kata-kata positif yang membangun, kasih karunia Allah pun bisa mengalir kepada orang yang mendengar.
Dalam penelitian, air yang kepadanya diberikan kata-kata atau respon positif ternyata bisa menghasilkan molekul kristal dengan bentuk heksagonal yang indah. Ajaib, kita bilang. Tetapi bagi saya itu menunjukkan kuasa dari perkataan, kekuatan pujian yang terbukti bukan saja memberi pengaruh positif bagi manusia dan mahluk hidup, tapi bahkan air pun bisa mengalami perubahan molekul menjadi indah.
Jika kita mengacu kepada firman Tuhan, mulut punya kuasa, perkataan yang keluar pun punya kuasa. Itulah sebabnya kita diingatkan untuk tidak mengeluarkan kata-kata kutuk dan selalu mengisi segala yang keluar dari mulut kita berupa kata-kata berkat, yang membangun, yang positif dan yang bisa memberi kebaikan bagi orang lain. Seperti apa yang dikatakan Yakobus: "dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi." (Yakobus 3:10).
Selanjutnya mari simak apa yang dipesankan Paulus. "Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia." (Efesus 4:29). Bukan kata-kata kotor, tapi perkataan baik sudah sepantasnya berada dalam mulut orang percaya, yang kalau diucapkan punya kuasa untuk memberkati orang lain dan mampu membuat yang menerima/mendengarnya beroleh kasih karunia. Jangan sampai kita mengaku anak Tuhan tetapi kita terus memakai mulut hanya untuk mengeluh, bersungut-sungut dan sebagainya. Atau yang lebih parah malah terbiasa memaki, mengutuk ke kiri dan ke kanan, mengeluarkan kata-kata kotor, tidak sopan, tidak pantas dan lain-lain. Kita tidak boleh lupa bahwa firman Tuhan berkata "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Tentu saja ini termasuk kata-kata yang keluar dari mulut kita. Pemazmur berkata "Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu" (Mazmur 34:14), bahkan dalam Amsal ada sebuah ayat yang saya pakai kemarin sebagai ayat bacaan, peringatannya lebih keras: "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Ada kuasa hidup dan mati di balik lidah yang harus kita pertanggungjawabkan. Karenanya kita harus berhati-hati dalam memilih kata yang keluar dari mulut kita.
Sadarilah bahwa kata-kata dari mulut kita sesungguhnya bisa menjadi ujung pena Tuhan untuk memberkati orang lain. Orang bisa merasakan kasih karunia Tuhan lewat apa yang kita katakan. Sebaliknya orang bisa menjadi hancur berantakan lewat kata-kata negatif kita pula. Semua itu hendaknya kita ingat agar jangan sampai kita keliru mempergunakan mulut dalam berkata-kata. Apakah kita mengeluarkan kata berkat atau kutuk, semua tergantung dari diri kita. Kita harus benar-benar menjaga jangan sampai kata-kata kita menyakiti orang-orang yang kita sayangi lewat perkataan yang keluar dari mulut kita, termasuk yang mungkin tidak kita sengaja sekalipun. Bayangkan betapa indahnya jika kita bisa membuat hidup orang lebih baik, menghidupkan mereka, membekati mereka dan membuat mereka merasakan kasih karunia lewat diri kita, termasuk perkataan yang kita ucapkan kepada mereka.
Jika molekul air saja bisa terpengaruh lewat perkataan baik yang keluar dari mulut kita, apalagi bagi manusia. Mari kita sama-sama menjaga lidah kita agar tidak mengeluarkan kata-kata yang negatif, kotor dan berisi kutukan. Selalu jaga dengan baik agar setiap perkataan berisi kata-kata membangun yang mampu memberkati orang lain dan memastikan bahwa lewat kata-kata kita, orang lain bisa merasakan kasih karunia Allah.
Be careful with your words. Once they are said, they can only be forgiven not forgotten
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
================
"Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia."
Namanya lagi gaul sama teman, bahasa yang dipakai pun harus gaul. Tidak apa-apa kalau bahasa gaul itu sopan, masalahnya ada banyak bahasa yang dipakai dalam pergaulan itu kasar dan penuh dengan 'kebun binatang'. Kata-kata kotor beterbangan. Bukan dalam konteks memaki memang, cuma tetap saja kata-kata itu tidak elok dipakai apalagi oleh orang-orang berpendidikan. Di sisi lain ada banyak orang tua 'mengatai' anak-anaknya langsung di muka mereka. "Dasar anak bodoh!", "tolol", dan sebagainya. Mereka mungkin emosi sesaat, tetapi dampak yang ditimbulkan apalagi kalau sering bisa merusak mental si anak. Saya bertemu dengan banyak orang yang mengalami masalah dengan kepercayaan atau gambar diri karena masa kecilnya dirusak oleh kata-kata yang merendahkan dan menjatuhkan mental mereka.
Ada banyak orang yang mengira bahwa soal omongan itu tidaklah penting-penting amat. Di lain pihak ada yang kebingungan untuk memberkati, karena mereka mengira bahwa memberkati orang lain hanyalah lewat mengkotbahi, menumpang tangan di atas kepala orang secara formal sedang dia tidak merasa punya panggilan untuk melayani secara langsung di gereja. Itu pun keliru, karena Alkitab mengatakan bahwa memberkati lewat kata-kata positif yang membangun, kasih karunia Allah pun bisa mengalir kepada orang yang mendengar.
Dalam penelitian, air yang kepadanya diberikan kata-kata atau respon positif ternyata bisa menghasilkan molekul kristal dengan bentuk heksagonal yang indah. Ajaib, kita bilang. Tetapi bagi saya itu menunjukkan kuasa dari perkataan, kekuatan pujian yang terbukti bukan saja memberi pengaruh positif bagi manusia dan mahluk hidup, tapi bahkan air pun bisa mengalami perubahan molekul menjadi indah.
Jika kita mengacu kepada firman Tuhan, mulut punya kuasa, perkataan yang keluar pun punya kuasa. Itulah sebabnya kita diingatkan untuk tidak mengeluarkan kata-kata kutuk dan selalu mengisi segala yang keluar dari mulut kita berupa kata-kata berkat, yang membangun, yang positif dan yang bisa memberi kebaikan bagi orang lain. Seperti apa yang dikatakan Yakobus: "dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi." (Yakobus 3:10).
Selanjutnya mari simak apa yang dipesankan Paulus. "Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia." (Efesus 4:29). Bukan kata-kata kotor, tapi perkataan baik sudah sepantasnya berada dalam mulut orang percaya, yang kalau diucapkan punya kuasa untuk memberkati orang lain dan mampu membuat yang menerima/mendengarnya beroleh kasih karunia. Jangan sampai kita mengaku anak Tuhan tetapi kita terus memakai mulut hanya untuk mengeluh, bersungut-sungut dan sebagainya. Atau yang lebih parah malah terbiasa memaki, mengutuk ke kiri dan ke kanan, mengeluarkan kata-kata kotor, tidak sopan, tidak pantas dan lain-lain. Kita tidak boleh lupa bahwa firman Tuhan berkata "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Tentu saja ini termasuk kata-kata yang keluar dari mulut kita. Pemazmur berkata "Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu" (Mazmur 34:14), bahkan dalam Amsal ada sebuah ayat yang saya pakai kemarin sebagai ayat bacaan, peringatannya lebih keras: "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Ada kuasa hidup dan mati di balik lidah yang harus kita pertanggungjawabkan. Karenanya kita harus berhati-hati dalam memilih kata yang keluar dari mulut kita.
Sadarilah bahwa kata-kata dari mulut kita sesungguhnya bisa menjadi ujung pena Tuhan untuk memberkati orang lain. Orang bisa merasakan kasih karunia Tuhan lewat apa yang kita katakan. Sebaliknya orang bisa menjadi hancur berantakan lewat kata-kata negatif kita pula. Semua itu hendaknya kita ingat agar jangan sampai kita keliru mempergunakan mulut dalam berkata-kata. Apakah kita mengeluarkan kata berkat atau kutuk, semua tergantung dari diri kita. Kita harus benar-benar menjaga jangan sampai kata-kata kita menyakiti orang-orang yang kita sayangi lewat perkataan yang keluar dari mulut kita, termasuk yang mungkin tidak kita sengaja sekalipun. Bayangkan betapa indahnya jika kita bisa membuat hidup orang lebih baik, menghidupkan mereka, membekati mereka dan membuat mereka merasakan kasih karunia lewat diri kita, termasuk perkataan yang kita ucapkan kepada mereka.
Jika molekul air saja bisa terpengaruh lewat perkataan baik yang keluar dari mulut kita, apalagi bagi manusia. Mari kita sama-sama menjaga lidah kita agar tidak mengeluarkan kata-kata yang negatif, kotor dan berisi kutukan. Selalu jaga dengan baik agar setiap perkataan berisi kata-kata membangun yang mampu memberkati orang lain dan memastikan bahwa lewat kata-kata kita, orang lain bisa merasakan kasih karunia Allah.
Be careful with your words. Once they are said, they can only be forgiven not forgotten
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, April 20, 2016
Kuasa Hidup dan Mati Lidah (2)
(sambungan)
Kita harus sadar bahwa ada kuasa di balik perkataan, dan kuasa itu sesungguhnya sangat besar. Perhatikan ayat berikut ini: "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya." (Markus 11:23). Perhatikan apa yang dikatakan Yesus disana. Dia tidak mengatakan bahwa "Jika Pendeta berkata kepada gunung ini", atau "Jika sebagian orang yang istimewa berkata". Yesus juga tidak berkata "siapa yang berbisik" atau "siapa yang berkata dalam hatinya." Tetapi apa yang dikatakan Yesus adalah: "BARANGSIAPA BERKATA". "WHOEVER SAYS". Pahamilah bahwa Dunia roh tidak berkiprah atas hal yang kita maksudkan melainkan terhadap apa yang kita UCAPKAN. Ayat di atas menegaskan bahwa kita akan bisa memperoleh apa yang kita katakan. Benar, kita harus yakin terlebih dahulu dan tidak bimbang, tetapi kita tetap harus mengatakannya. Mengucapkan, itu adalah hal yang sangat penting.
Lebih lanjut lagi, perhatikan pula bahwa Tuhan dalam menciptakan alam semesta beserta isinya pun bukan dengan berkedip atau berbisik diam-diam, meski Dia tentu saja bisa melakukan dengan cara itu. Alkitab jelas mencatat bahwa semua itu ada melalui firman yang DIUCAPKAN Allah sendiri. Lihatlah awal kitab Kejadian dan anda akan mendapatkan begitu banyak kata: "Berfirmanlah Allah". "Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi." (Kejadian 1:3), "Berfirmanlah Allah: "Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air." (ay 6), "Berfirmanlah Allah: "Hendaklah segala air yang di bawah langit berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering." Dan jadilah demikian." (ay 9), "Berfirmanlah Allah: "Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi." Dan jadilah demikian." (ay 11), dan seterusnya, termasuk ketika Tuhan menciptakan manusia sesuai rupa dan gambarNya sendiri. "Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." (ay 26). Lihatlah bagaimana besarnya kuasa yang timbul dari perkataan, bahkan Tuhan sendiri pun menciptakan segala sesuatu dengan mengucapkan.
Dengan lidah kita bisa memuji Tuhan dan memberkati orang lain, dengan lidah kita bisa mengutuk mereka yang notabene diciptakan menurut rupa Allah sendiri. Dari mulut yang satu keluar berkat, dari mulut yang sama keluar kutuk. Hal yang demikian tidaklah boleh terjadi. Itu bisa kita baca di dalam kitab Yakobus 3:9-10 seperti yang sudah saya tulis di bagian pertama kemarin. Mulut kita cuma satu, jangan sampai dari mulut yang sama itu keluar berkat dan kutuk, memuji dan memaki atau manis dan pahit bersamaan. Perhatikan bagaimana Yakobus mengungkapkannya. "Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama?" (ay 11). Tentu tidak. Itu tidak boleh terjadi. Jangan sampai kedua hal yang bertentangan ini keluar dari satu mulut yang sama. itu artinya kita benar-benar harus mewaspadai betul setiap kata yang keluar dari mulut kita.
Kita harus mengawasi betul setiap kata yang keluar dari mulut kita. Pergunakanlah hikmat yang telah diberi Tuhan kepada kita untuk itu. Sebagai langkah awal, kita mungkin bisa mencoba untuk mengawasi kata yang keluar dari mulut kita sehari penuh. Cobalah satu hari dulu dalam mengawasi secara seksama setiap ucapan yang keluar dari diri kita, dan tingkatkan terus latihan itu sampai kita benar-benar bisa menghindari kata yang sia-sia terlontar dari mulut kita setiap hari. Mari kita latih mulut kita untuk mematuhi firmanNya, mempergunakan mulut sebagai sarana bagi kita untuk memberkati orang lain dan mengucap syukur pada Tuhan. Memang itu tidak mudah, tetapi mengingat bahwa setiap kata yang kita ucapkan harus kita pertanggungjawabkan kelak di hari penghakiman (Matius 12:36-37), itu artinya kita harus secepat mungkin menganggap dan memperlakukan hal ini sebagai sesuatu yang sangat penting. Mulailah dari sekarang untuk menjaga perkataan kita sebelum lidah yang tidak terkendali ini nantinya membumi hanguskan segalanya termasuk kita sendiri.
Your tongue has the power of life and death. Choose wisely
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Kita harus sadar bahwa ada kuasa di balik perkataan, dan kuasa itu sesungguhnya sangat besar. Perhatikan ayat berikut ini: "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya." (Markus 11:23). Perhatikan apa yang dikatakan Yesus disana. Dia tidak mengatakan bahwa "Jika Pendeta berkata kepada gunung ini", atau "Jika sebagian orang yang istimewa berkata". Yesus juga tidak berkata "siapa yang berbisik" atau "siapa yang berkata dalam hatinya." Tetapi apa yang dikatakan Yesus adalah: "BARANGSIAPA BERKATA". "WHOEVER SAYS". Pahamilah bahwa Dunia roh tidak berkiprah atas hal yang kita maksudkan melainkan terhadap apa yang kita UCAPKAN. Ayat di atas menegaskan bahwa kita akan bisa memperoleh apa yang kita katakan. Benar, kita harus yakin terlebih dahulu dan tidak bimbang, tetapi kita tetap harus mengatakannya. Mengucapkan, itu adalah hal yang sangat penting.
Lebih lanjut lagi, perhatikan pula bahwa Tuhan dalam menciptakan alam semesta beserta isinya pun bukan dengan berkedip atau berbisik diam-diam, meski Dia tentu saja bisa melakukan dengan cara itu. Alkitab jelas mencatat bahwa semua itu ada melalui firman yang DIUCAPKAN Allah sendiri. Lihatlah awal kitab Kejadian dan anda akan mendapatkan begitu banyak kata: "Berfirmanlah Allah". "Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi." (Kejadian 1:3), "Berfirmanlah Allah: "Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air." (ay 6), "Berfirmanlah Allah: "Hendaklah segala air yang di bawah langit berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering." Dan jadilah demikian." (ay 9), "Berfirmanlah Allah: "Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi." Dan jadilah demikian." (ay 11), dan seterusnya, termasuk ketika Tuhan menciptakan manusia sesuai rupa dan gambarNya sendiri. "Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." (ay 26). Lihatlah bagaimana besarnya kuasa yang timbul dari perkataan, bahkan Tuhan sendiri pun menciptakan segala sesuatu dengan mengucapkan.
Dengan lidah kita bisa memuji Tuhan dan memberkati orang lain, dengan lidah kita bisa mengutuk mereka yang notabene diciptakan menurut rupa Allah sendiri. Dari mulut yang satu keluar berkat, dari mulut yang sama keluar kutuk. Hal yang demikian tidaklah boleh terjadi. Itu bisa kita baca di dalam kitab Yakobus 3:9-10 seperti yang sudah saya tulis di bagian pertama kemarin. Mulut kita cuma satu, jangan sampai dari mulut yang sama itu keluar berkat dan kutuk, memuji dan memaki atau manis dan pahit bersamaan. Perhatikan bagaimana Yakobus mengungkapkannya. "Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama?" (ay 11). Tentu tidak. Itu tidak boleh terjadi. Jangan sampai kedua hal yang bertentangan ini keluar dari satu mulut yang sama. itu artinya kita benar-benar harus mewaspadai betul setiap kata yang keluar dari mulut kita.
Kita harus mengawasi betul setiap kata yang keluar dari mulut kita. Pergunakanlah hikmat yang telah diberi Tuhan kepada kita untuk itu. Sebagai langkah awal, kita mungkin bisa mencoba untuk mengawasi kata yang keluar dari mulut kita sehari penuh. Cobalah satu hari dulu dalam mengawasi secara seksama setiap ucapan yang keluar dari diri kita, dan tingkatkan terus latihan itu sampai kita benar-benar bisa menghindari kata yang sia-sia terlontar dari mulut kita setiap hari. Mari kita latih mulut kita untuk mematuhi firmanNya, mempergunakan mulut sebagai sarana bagi kita untuk memberkati orang lain dan mengucap syukur pada Tuhan. Memang itu tidak mudah, tetapi mengingat bahwa setiap kata yang kita ucapkan harus kita pertanggungjawabkan kelak di hari penghakiman (Matius 12:36-37), itu artinya kita harus secepat mungkin menganggap dan memperlakukan hal ini sebagai sesuatu yang sangat penting. Mulailah dari sekarang untuk menjaga perkataan kita sebelum lidah yang tidak terkendali ini nantinya membumi hanguskan segalanya termasuk kita sendiri.
Your tongue has the power of life and death. Choose wisely
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, April 19, 2016
Kuasa Hidup dan Mati Lidah (1)
Ayat bacaan: Amsal 18:21
==================
"Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya."
Salah satu New Year resolution saya adalah memastikan bahwa saya harus mengucap syukur setiap hari, apapun keadaannya. Mengapa? Karena saya pikir dalam keadaan yang sulit seringkali kita lupa untuk mengucap syukur dan lebih tertarik untuk mengeluh. Mulut kita mengeluarkan begitu banyak kata setiap harinya. Kalau dari hasil survey katanya jumlah kata yang keluar dari mulut pria rata-rata berjumlah 5000 sampai 9000-an kalau sifatnya agak cerewet. Wanita? Kali dua saja, begitu kira-kira surveynya. Di antara 5000 sampai 9000 an kata itu, atau dikali dua kalau wanita, kata seperti apa saja yang keluar? Pernahkah anda terpikir untuk mencoba tidak mengeluarkan sesuatu yang negatif dari mulut, setidaknya sehari saja? Bagus kalau memang tidak suka memaki, membentak atau mengeluarkan kata-kata kotor dan kasar. Tapi bagaimana dengan mengeluh, menggerutu, bergosip, menyindir, berbohong, menuduh, kata-kata pesimis dan sejenisnya? Bagaimana perbandingannya dengan kata-kata yang baik seperti kata positif, yang membangun, memberkati, optimis, memuji, mengungkapkan perasaan sayang dan seagaainya? Saya rasa siapapun kita, agaknya sulit untuk memastikan mulut atau lidah kita benar-benar hanya mengeluarkan sesuatu yang positif selama sehari penuh. Karena itulah saya memasang satu resolusi tahun baru saya di area ini. Saya mau melatih diri saya untuk lebih bersyukurlagi. Selain Tuhan memang lebih dari layak untuk menerima itu, saya berharap latihan ini bisa membuat saya terbiasa untuk mempergunakan mulut dan lidah demi sesuatu yang positif, baik buat diri sendiri maupun orang lain.
Apabila kita tidak memperhatikan betul setiap kata yang keluar dari mulut kita, sadar atau tidak kata-kata negatif bisa dengan segera mendominasi kata yang keluar, dan bisa jadi pada suatu ketika menyinggung perasaan orang lain. Bukan hanya orang lain, diri kita sendiri pun rugi. Kata-kata negatif yang terus dibiarkan bisa melemahkan kita, membuat iman kita tergerus dan itu akan fatal sekali akibatnya. Selain itu kita harus ingat pula bahwa biar bagaimanapun pada saatnya kelak mau tidak mau kita harus mempertanggungjawabkan setiap kata yang kita ucapkan di hadapan Tuhan. Yesus sendiri sudah berkata "Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." (Matius 12:36-37). Kita seringkali lupa akan hal ini. Kita awas terhadap dosa-dosa yang kita anggap besar lalu mengabaikan pentingnya menjaga mulut. Kita tidak membunuh orang, kita tidak mencuri, kita tidak menganiaya orang, dan kita pikir itu cukup. Tentu saja tidak berbuat dosa-dosa seperti itu memang baik, tetapi kita pun harus memperhatikan hal-hal lain terutama yang biasanya luput dari pengawasan kita, termasuk di dalamnya menjaga ucapan-ucapan yang terlontar dari mulut.
Begitu pentinya hal ini, sehingga Alkitab bahkan telah menegaskan bahwa hidup mati kita itu tergantung dari kata-kata yang keluar dari mulut kita. Lihatlah ayat yang saya jadikan ayat bacaan hari ini. "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Salomo mengingatkan kita bahwa lidah sesungguhnya punya kuasa, apakah untuk menyelamatkan hidup atau merusak/menghancurkannya; Semua orang harus menanggung akibat ucapannya. Ayat ini mengingatkan benar bahwa kita harus berhati-hati menjaga ucapan yang keluar dari mulut kita, karena selain lidah punya power atau kuasa yang bisa baik atau buruk, pada suatu hari nanti kita harus mempertanggungjawabkan semua ucapan kita.
Lebih lanjut lagi ada penekanan lainnya akan hal ini yang bisa kita jumpai pada bagian lain dari kitab Amsal. "Lebih baik seorang miskin yang bersih kelakuannya dari pada seorang yang serong bibirnya lagi bebal." (19:1). Miskin tapi bersih masih jauh lebih baik daripada menjadi orang berbibir serong. Bibir serong, itu berarti lebih dari sekedar berdusta dan mengucapkan kata-kata yang tidak senonoh. Bibir serong? Dalam versi bahasa Inggrisnya bibir serong ini dikatakan dengan "perverse in his speech". Dalam kamus bahasa Inggris kata perverse diartikan sebagai: "directed away from what is right or good", atau "obstinately persisting in an error or fault, wrongly self-willed or stubborn." Keluar dari apa yang benar dan baik, atau suka bersikeras melakukan kesalahan dan keras kepala.
Jika anda berpikir bahwa memaki, menghujat atau mengutuk saja yang buruk, nanti dulu. Pada kenyataannya kita memang sangat kurang memperhatikan ucapan-ucapan kita yang seringkali keluar tanpa kita sadari. Ketika sedang sakit misalnya. Mungkin kita tidak mengutuk atau memaki, tapi keluhan yang negatif bisa keluar dari mulut kita seperti"lebih baik mati saja daripada sakit seperti ini", atau "aku tidak akan bisa sembuh", dan sebagainya. Kata-kata seperti ini pun juga "serong". It's something that directed away from what is good, itu bertentangan dengan pernyataan firman Tuhan.
Yakobus pun mengingatkan akan hal itu. "Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi." (Yakobus 3:9-10). Seperti yang sudah saya sampaikan dalam renungan kemarin, Yakobus bahkan mengumpamakan bagaimana lidah yang kecil bisa menjadi bagaikan api yang menghanguskan ribuan hektar hutan seperti musibah yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia. "Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka." (ay 5-6). Bahkan kemudian ia juga berkata bahwa lidah itu buas, tidak terkuasai dan penuh racun yang mematikan. (ay 8). Yakobus tidak berlebihan menyitir akan hal ini, karena jika kita sadari, alangkah sulitnya bagi kita untuk bisa mengawasi dan mengawal setiap kata yang terlontar dari mulut kita setiap saat. Dan kalau kita biarkan, suatu ketika lidah yang tak terjaga bisa menimbulkan masalah besar bak api besar yang membakar hutan ribuan hektar.
(bersambung)
==================
"Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya."
Apabila kita tidak memperhatikan betul setiap kata yang keluar dari mulut kita, sadar atau tidak kata-kata negatif bisa dengan segera mendominasi kata yang keluar, dan bisa jadi pada suatu ketika menyinggung perasaan orang lain. Bukan hanya orang lain, diri kita sendiri pun rugi. Kata-kata negatif yang terus dibiarkan bisa melemahkan kita, membuat iman kita tergerus dan itu akan fatal sekali akibatnya. Selain itu kita harus ingat pula bahwa biar bagaimanapun pada saatnya kelak mau tidak mau kita harus mempertanggungjawabkan setiap kata yang kita ucapkan di hadapan Tuhan. Yesus sendiri sudah berkata "Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." (Matius 12:36-37). Kita seringkali lupa akan hal ini. Kita awas terhadap dosa-dosa yang kita anggap besar lalu mengabaikan pentingnya menjaga mulut. Kita tidak membunuh orang, kita tidak mencuri, kita tidak menganiaya orang, dan kita pikir itu cukup. Tentu saja tidak berbuat dosa-dosa seperti itu memang baik, tetapi kita pun harus memperhatikan hal-hal lain terutama yang biasanya luput dari pengawasan kita, termasuk di dalamnya menjaga ucapan-ucapan yang terlontar dari mulut.
Begitu pentinya hal ini, sehingga Alkitab bahkan telah menegaskan bahwa hidup mati kita itu tergantung dari kata-kata yang keluar dari mulut kita. Lihatlah ayat yang saya jadikan ayat bacaan hari ini. "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Salomo mengingatkan kita bahwa lidah sesungguhnya punya kuasa, apakah untuk menyelamatkan hidup atau merusak/menghancurkannya; Semua orang harus menanggung akibat ucapannya. Ayat ini mengingatkan benar bahwa kita harus berhati-hati menjaga ucapan yang keluar dari mulut kita, karena selain lidah punya power atau kuasa yang bisa baik atau buruk, pada suatu hari nanti kita harus mempertanggungjawabkan semua ucapan kita.
Lebih lanjut lagi ada penekanan lainnya akan hal ini yang bisa kita jumpai pada bagian lain dari kitab Amsal. "Lebih baik seorang miskin yang bersih kelakuannya dari pada seorang yang serong bibirnya lagi bebal." (19:1). Miskin tapi bersih masih jauh lebih baik daripada menjadi orang berbibir serong. Bibir serong, itu berarti lebih dari sekedar berdusta dan mengucapkan kata-kata yang tidak senonoh. Bibir serong? Dalam versi bahasa Inggrisnya bibir serong ini dikatakan dengan "perverse in his speech". Dalam kamus bahasa Inggris kata perverse diartikan sebagai: "directed away from what is right or good", atau "obstinately persisting in an error or fault, wrongly self-willed or stubborn." Keluar dari apa yang benar dan baik, atau suka bersikeras melakukan kesalahan dan keras kepala.
Jika anda berpikir bahwa memaki, menghujat atau mengutuk saja yang buruk, nanti dulu. Pada kenyataannya kita memang sangat kurang memperhatikan ucapan-ucapan kita yang seringkali keluar tanpa kita sadari. Ketika sedang sakit misalnya. Mungkin kita tidak mengutuk atau memaki, tapi keluhan yang negatif bisa keluar dari mulut kita seperti"lebih baik mati saja daripada sakit seperti ini", atau "aku tidak akan bisa sembuh", dan sebagainya. Kata-kata seperti ini pun juga "serong". It's something that directed away from what is good, itu bertentangan dengan pernyataan firman Tuhan.
Yakobus pun mengingatkan akan hal itu. "Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi." (Yakobus 3:9-10). Seperti yang sudah saya sampaikan dalam renungan kemarin, Yakobus bahkan mengumpamakan bagaimana lidah yang kecil bisa menjadi bagaikan api yang menghanguskan ribuan hektar hutan seperti musibah yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia. "Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka." (ay 5-6). Bahkan kemudian ia juga berkata bahwa lidah itu buas, tidak terkuasai dan penuh racun yang mematikan. (ay 8). Yakobus tidak berlebihan menyitir akan hal ini, karena jika kita sadari, alangkah sulitnya bagi kita untuk bisa mengawasi dan mengawal setiap kata yang terlontar dari mulut kita setiap saat. Dan kalau kita biarkan, suatu ketika lidah yang tak terjaga bisa menimbulkan masalah besar bak api besar yang membakar hutan ribuan hektar.
(bersambung)
Monday, April 18, 2016
Lidah bagai Api yang Membakar Habis Hutan (3)
(sambungan)
Itulah sebabnya firman Tuhan berkata: "Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!" (Roma 12:18). Ayat yang saya pakai sebagai ayat bacaan renungan sebelumnya ini penting karena kita sering lupa bahwa keputusan untuk berdamai atau bertikai seringkali bukan tergantung dari orang, tetapi justru berasal dari diri kita sendiri. Mungkin memang orang lain yang memulai, tetapi bukankah keputusan untuk mengampuni atau tidak itu datangnya dari diri kita sendiri? Apa yang harus kita jaga adalah memiliki kasih dalam diri kita, dan ada elemen kecil yang seharusnya kita jaga dan perhatikan karena sering luput dari perhatian kita, yaitu lidah.
Lidah itu cuma bagian kecil dari keseluruhan tubuh kita. Bandingkan dengan tubuh kita, lidah tidak ada apa-apanya. tetapi kehancuran yang bisa ditimbulkan oleh lidah yang tidak terkawal bisa begitu hebat. Bukan saja menghancurkan diri kita, tetapi bisa berdampak jauh lebih besar daripada itu. Masa depan orang lain bahkan kelangsungan kehidupan manusia secara luas bisa berakhir hanya karena lidah yang tidak terkendali. Sejarah mencatat banyak peristiwa yang mengubah kehidupan manusia menjadi porak poranda, dimana dibutuhkan puluhan bahkan ratusan tahun untuk bisa pulih dari kerusakan yang berawal dari lidah. Untuk itu kita perlu menyerahkan lidah kita ke dalam tangan Tuhan, mengisi hati kita sebagai sumber kehidupan dengan firman Tuhan dan menghidupi kasih secara nyata dalam diri kita. Kemampuan manusia tidak akan sanggup menguasai lidah, tetapi kita bisa belajar untuk mengandalkan Tuhan dalam mengendalikannya.
Sebuah pesan yang tidak kalah penting mungkin baik pula untuk diangkat dalam menyikapi kebuasan lidah ini. "Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah" (Yakobus 1:20). Jangan terburu-buru melempar kata-kata, apalagi dalam keadaan yang sedang panas terbakar emosi. Jangan sampai emosi sesaat yang terlontar lewat perkataan itu menjadi sesuatu yang kita sesali kelak, yang bisa jadi sudah terlambat untuk diperbaiki. Sebuah "amarah manusia tidak mengajarkan kebenaran di hadapan Allah" (ay 20). Dampak yang ditimbulkan bisa sangat parah dimana lidah biasanya menjadi ujung tombak dalam mewakili kemarahan ini. Disamping itu peran lidah sebagai pintu keluar produk kemarahan juga menunjukkan bahwa meski kecil, organ tubuh ini benar-benar harus kita jaga baik.
Oleh karena itu, marilah kita waspadai dengan secermat-cermatnya segala sesuatu yang keluar dari mulut kita. Jangan sampai ada kutuk dalam bentuk apapun yang keluar dari mulut kita, jangan sampai lidah kita berlaku begitu bebas berlaku buas lalu melukai bahkan membunuh masa depan banyak orang. Apa yang baik adalah mempergunakan lidah untuk memuji dan menyembah Tuhan, dan pakai pula untuk memberkati sesama. Itulah tujuan utama Tuhan memberi lidah bagi manusia selain untuk merasa. Tuhan bisa pakai lidah kita untuk menjadi terang dan garam bagi dunia, maka pergunakanlah itu sesuai dengan kehendakNya.
Anger is a condition in which the tongue works faster than mind
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Itulah sebabnya firman Tuhan berkata: "Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!" (Roma 12:18). Ayat yang saya pakai sebagai ayat bacaan renungan sebelumnya ini penting karena kita sering lupa bahwa keputusan untuk berdamai atau bertikai seringkali bukan tergantung dari orang, tetapi justru berasal dari diri kita sendiri. Mungkin memang orang lain yang memulai, tetapi bukankah keputusan untuk mengampuni atau tidak itu datangnya dari diri kita sendiri? Apa yang harus kita jaga adalah memiliki kasih dalam diri kita, dan ada elemen kecil yang seharusnya kita jaga dan perhatikan karena sering luput dari perhatian kita, yaitu lidah.
Lidah itu cuma bagian kecil dari keseluruhan tubuh kita. Bandingkan dengan tubuh kita, lidah tidak ada apa-apanya. tetapi kehancuran yang bisa ditimbulkan oleh lidah yang tidak terkawal bisa begitu hebat. Bukan saja menghancurkan diri kita, tetapi bisa berdampak jauh lebih besar daripada itu. Masa depan orang lain bahkan kelangsungan kehidupan manusia secara luas bisa berakhir hanya karena lidah yang tidak terkendali. Sejarah mencatat banyak peristiwa yang mengubah kehidupan manusia menjadi porak poranda, dimana dibutuhkan puluhan bahkan ratusan tahun untuk bisa pulih dari kerusakan yang berawal dari lidah. Untuk itu kita perlu menyerahkan lidah kita ke dalam tangan Tuhan, mengisi hati kita sebagai sumber kehidupan dengan firman Tuhan dan menghidupi kasih secara nyata dalam diri kita. Kemampuan manusia tidak akan sanggup menguasai lidah, tetapi kita bisa belajar untuk mengandalkan Tuhan dalam mengendalikannya.
Sebuah pesan yang tidak kalah penting mungkin baik pula untuk diangkat dalam menyikapi kebuasan lidah ini. "Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah" (Yakobus 1:20). Jangan terburu-buru melempar kata-kata, apalagi dalam keadaan yang sedang panas terbakar emosi. Jangan sampai emosi sesaat yang terlontar lewat perkataan itu menjadi sesuatu yang kita sesali kelak, yang bisa jadi sudah terlambat untuk diperbaiki. Sebuah "amarah manusia tidak mengajarkan kebenaran di hadapan Allah" (ay 20). Dampak yang ditimbulkan bisa sangat parah dimana lidah biasanya menjadi ujung tombak dalam mewakili kemarahan ini. Disamping itu peran lidah sebagai pintu keluar produk kemarahan juga menunjukkan bahwa meski kecil, organ tubuh ini benar-benar harus kita jaga baik.
Oleh karena itu, marilah kita waspadai dengan secermat-cermatnya segala sesuatu yang keluar dari mulut kita. Jangan sampai ada kutuk dalam bentuk apapun yang keluar dari mulut kita, jangan sampai lidah kita berlaku begitu bebas berlaku buas lalu melukai bahkan membunuh masa depan banyak orang. Apa yang baik adalah mempergunakan lidah untuk memuji dan menyembah Tuhan, dan pakai pula untuk memberkati sesama. Itulah tujuan utama Tuhan memberi lidah bagi manusia selain untuk merasa. Tuhan bisa pakai lidah kita untuk menjadi terang dan garam bagi dunia, maka pergunakanlah itu sesuai dengan kehendakNya.
Anger is a condition in which the tongue works faster than mind
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, April 17, 2016
Lidah bagai Api yang Membakar Habis Hutan (2)
(sambungan)
Yakobus melanjutkan: "Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka.Semua jenis binatang liar, burung-burung, serta binatang-binatang menjalar dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan dan telah dijinakkan oleh sifat manusia, tetapi tidak seorangpun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan." (ay 6-8).
Jika Yakobus menyorot tentang kebuasan lidah yang begitu sulit dijinakkan, tak terkuasai dan penuh racun, seperti itulah memang bahayanya. Kita sudah terlalu sering melihat kehancuran hubungan antar manusia, antar suku bangsa bahkan negara yang berasal dari kebuasan lidah yang tak terkendali ini, sama seperti api yang membakar dan menghancurkan. Ironisnya, lidah sebenarnya bisa dipakai untuk memuji Tuhan, tapi lidah yang sama ini pula bisa menjadi senjata penghancur yang lebih dahsyat dari senjata termuktahir hari ini. "Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi." (ay 9-10).
Setiap saat kita berhadapan dengan begitu banyak orang dengan tingkah, polah dan gayanya sendiri-sendiri, bahkan tidak tertutup terjadi di kalangan keluarga atau orang-orang terdekat. Gesekan bisa terjadi kapan saja dan perselisihan pun bisa timbul. Seperti yang saya sebut tadi, penyebabnya biasanya bukanlah masalah besar tetapi dimulai dari hal-hal yang kecil atau sepele. Tapi ketika dibiarkan, tidak diselesaikan dan kemudian ditambah pula dengan percikan-percikan yang membakar berasal dari lidah, namun kemudian masalahnya meluas sehingga pada akhirnya sulit untuk dikendalikan. Itulah sebabnya kita dianjurkan untuk bersabar dan bisa menahan diri, tidak terbujuk atau terpengaruh oleh emosi sesaat yang pada akhirnya kita sesali juga tetapi sudah terlanjur menghancurkan banyak hal. Hubungan keluarga hancur, hubungan pertemanan, hubungan bertetangga, hubungan antar manusia, dan jika ini yang terjadi, perdamaian di bumi pun akan semakin jauh dari harapan.
Iblis akan berusaha menghancurkan manusia, dan biasanya itu dilakukan dengan menyerang sel terkecil yaitu keluarga. Dari kehancuran keluarga, semua impian iblis bisa diwujudkan, dan ketika itu yang terjadi, maka kita sendiri yang akan menanggung kerugian besar. Tidak ada tempat bagi kebencian apalagi dendam dalam Kekristenan. Kita selalu diminta untuk mengasihi, mengerti dan mengaplikasikan bagaimana kasih Tuhan yang tanpa batas itu untuk diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Apakah orang yang bersalah itu mau mengakui kesalahannya atau tidak, kita diminta untuk bisa memberi pengampunan.
Firman Tuhan berkata: "Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni." (Lukas 6:37). Jika itu kita terapkan, maka kita bisa berharap untuk melihat perdamaian semakin bertumbuh di dunia ini. Sayangnya kita justru sering memakai hukum sebab akibat sebagai alasan pembenaran atas permusuhan yang terjadi antara kita dengan orang lain. Kita mengira bahwa dengan mengeluarkan emosi lewat kata-kata maka kita bisa lebih tenang. Tetapi yang justru sering terjadi, lidah yang tidak terjaga akan terus membakar sehingga pada suatu ketika tidak lagi bisa dipadamkan.
(bersambung)
Yakobus melanjutkan: "Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka.Semua jenis binatang liar, burung-burung, serta binatang-binatang menjalar dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan dan telah dijinakkan oleh sifat manusia, tetapi tidak seorangpun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan." (ay 6-8).
Jika Yakobus menyorot tentang kebuasan lidah yang begitu sulit dijinakkan, tak terkuasai dan penuh racun, seperti itulah memang bahayanya. Kita sudah terlalu sering melihat kehancuran hubungan antar manusia, antar suku bangsa bahkan negara yang berasal dari kebuasan lidah yang tak terkendali ini, sama seperti api yang membakar dan menghancurkan. Ironisnya, lidah sebenarnya bisa dipakai untuk memuji Tuhan, tapi lidah yang sama ini pula bisa menjadi senjata penghancur yang lebih dahsyat dari senjata termuktahir hari ini. "Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi." (ay 9-10).
Setiap saat kita berhadapan dengan begitu banyak orang dengan tingkah, polah dan gayanya sendiri-sendiri, bahkan tidak tertutup terjadi di kalangan keluarga atau orang-orang terdekat. Gesekan bisa terjadi kapan saja dan perselisihan pun bisa timbul. Seperti yang saya sebut tadi, penyebabnya biasanya bukanlah masalah besar tetapi dimulai dari hal-hal yang kecil atau sepele. Tapi ketika dibiarkan, tidak diselesaikan dan kemudian ditambah pula dengan percikan-percikan yang membakar berasal dari lidah, namun kemudian masalahnya meluas sehingga pada akhirnya sulit untuk dikendalikan. Itulah sebabnya kita dianjurkan untuk bersabar dan bisa menahan diri, tidak terbujuk atau terpengaruh oleh emosi sesaat yang pada akhirnya kita sesali juga tetapi sudah terlanjur menghancurkan banyak hal. Hubungan keluarga hancur, hubungan pertemanan, hubungan bertetangga, hubungan antar manusia, dan jika ini yang terjadi, perdamaian di bumi pun akan semakin jauh dari harapan.
Iblis akan berusaha menghancurkan manusia, dan biasanya itu dilakukan dengan menyerang sel terkecil yaitu keluarga. Dari kehancuran keluarga, semua impian iblis bisa diwujudkan, dan ketika itu yang terjadi, maka kita sendiri yang akan menanggung kerugian besar. Tidak ada tempat bagi kebencian apalagi dendam dalam Kekristenan. Kita selalu diminta untuk mengasihi, mengerti dan mengaplikasikan bagaimana kasih Tuhan yang tanpa batas itu untuk diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Apakah orang yang bersalah itu mau mengakui kesalahannya atau tidak, kita diminta untuk bisa memberi pengampunan.
Firman Tuhan berkata: "Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni." (Lukas 6:37). Jika itu kita terapkan, maka kita bisa berharap untuk melihat perdamaian semakin bertumbuh di dunia ini. Sayangnya kita justru sering memakai hukum sebab akibat sebagai alasan pembenaran atas permusuhan yang terjadi antara kita dengan orang lain. Kita mengira bahwa dengan mengeluarkan emosi lewat kata-kata maka kita bisa lebih tenang. Tetapi yang justru sering terjadi, lidah yang tidak terjaga akan terus membakar sehingga pada suatu ketika tidak lagi bisa dipadamkan.
(bersambung)
Saturday, April 16, 2016
Lidah bagai Api yang Membakar Habis Hutan (1)
Ayat bacaan: Yakobus 3:5
===================
"Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar"
Kebakaran hutan menjadi musibah tahunan di negara kita yang menyengsarakan begitu banyak warga. Celakanya, bukan saja di negara kita tapi dampak asap beracun yang timbul dari hasil bakaran orang-orang yang tidak bertanggung jawab ini pun mengganggu negara-negara tertangga. Tahun lalu merupakan musibah terparah karena yang terbakar kebanyakan lahan gambut ditambah lagi bertepatan dengan musim kemarau panjang. Api kalau masih kecil akan mudah sekali dipadamkan. Misalnya anda nyalakan lilin, anda bisa dengan mudah mematikannya hanya dengan meniup saja. Api unggun yang lebih besar tidak bisa padam dengan ditiup, tapi dengan siraman air atau ditutupi tanah api unggun biasanya juga tidak sulit untuk dimatikan. Api yang kecil itu ternyata sanggup membakar hutan. Mulanya kecil, tapi pada suatu ketika ratusan hektar hutan bisa habis terbakar. Dan kalau sudah begitu, memadamkannya pun menjadi luar biasa sulit. Kalau tanah biasa saja sulit apalagi lahan gambut yang punya banyak rongga sehingga walau atasnya disiram, dibawah masih terdapat banyak bara yang sewaktu-waktu akan kembali membakar hebat hutan-hutan tersebut.
Lidah merupakan bagian kecil saja dari tubuh kita. Letaknya pun lumayan tersembunyi, di dalam mulut sehingga orang harus membuka mulut terlebih dahulu agar lidah bisa terlihat. Gunanya untuk mengecap rasa dan membantu agar pelafalan huruf bisa sempurna. Kecil itu biasanya tidak berbahaya. Tapi sadarkah kita bahwa kerusakan terbesar seringkali bukan lewat tindakan-tindakan kekerasan yang ekstrim tapi justru lewat organ kecil bagian tubuh kita yaitu lidah? Dan yang lebih parah, awal persoalan seringkali bukan hal yang berat, tapi lewat gesekan-gesekan kecil yang seharusnya mudah diredakan. Bagaikan nyala api yang mulainya kecil, itu bisa cepat dipadamkan. Tetapi ketika api didiamkan maka ia akan terus membesar dan membakar lebih banyak lagi. Ketika dampak yang ditimbulkan sudah sedemikian besar, maka omongan yang liar bisa menghancurkan dan menimbulkan kerusakan yang tidak sedikit. Bukan saja bagi satu orang tapi juga banyak orang, kelompok, lingkungan, kota, bahkan bangsa dan negara.
Kalau tidak sampai sejauh itu, seringkali lidah berfungsi menyampaikan omongan-omongan yang bisa melukai perasaan atau bahkan menimbulkan kepahitan bagi korban. Ada sebuah kisah nyata yang diceritakan teman saya. Ceritanya, ia pada waktu itu menjabat sebagai ketua tim musik di gereja. Ada seorang gitaris yang menurutnya bermain di bawah standar dan membuat latihan menjadi terus kacau. Sayangnya ia tidak menyikapi dengan baik, melainkan melemparkan kata-kata yang tajam meski tidak membentak. Si pemain gitar ini kemudian pergi meninggalkan latihan sekaligus meninggalkan pelayanan. Sekian tahun kemudian si gitaris bercerita bahwa kata-kata yang dilemparkan teman saya ternyata begitu tajam melukai perasaannya. Ia berhenti melayani, berhenti main musik yang sebenarnya merupakan passion-nya bahkan menjual semua instrumen dan peralatan musiknya. Disana teman saya sadar akan kesalahannya. Ia minta maaf dan menjadikan pengalamannya ini sebagai pelajaran berharga bagi dirinya. Meski memaafkan, tapi si pemain gitar tetap mengubur dalam-dalam hasrat bermusiknya. Lihatlah sebuah kalimat saja ternyata bisa membunuh karir seseorang dengan sangat cepat.
Alkitab mengingatkan dengan jelas mengenai potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh lidah. Yang menarik, Yakobus menganalogikan lidah bagai api yang membakar. Demikian kata Yakobus. "Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar." (Yakobus 3:5).
Ini adalah sebuah analogi yang sesungguhnya sangat tepat, karena efek atau dampak kerusakan yang ditimbulkan bisa sama parahnya seperti kebakaran hutan yang besar. Sepercik api itu sangatlah kecil dan sama sekali tidak dianggapberbahaya. Jika anda nyalakan korek api, nyala api yang timbul sama sekali tidak akan membahayakan. Tapi apa jadinya jika kita mulai mendekatkan itu kepada kulit dan membiarkannya? Atau bagaimana jika api itu kita letakkan membakar sedikit bagian hutan dan kemudian menyebar? Dampaknya bisa sangat berat bahkan fatal. Bisa menghilangkan nyawa orang, kalaupun tidak sampai nyawa, kesehatan begitu banyak orang akan terganggu. Lalu untuk memperbaikinya bisa membutuhkan tahunan, puluhan tahun, atau malah tidak akan pernah bisa dikembalikan lagi ke kondisi semula.
(bersambung)
===================
"Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar"
Kebakaran hutan menjadi musibah tahunan di negara kita yang menyengsarakan begitu banyak warga. Celakanya, bukan saja di negara kita tapi dampak asap beracun yang timbul dari hasil bakaran orang-orang yang tidak bertanggung jawab ini pun mengganggu negara-negara tertangga. Tahun lalu merupakan musibah terparah karena yang terbakar kebanyakan lahan gambut ditambah lagi bertepatan dengan musim kemarau panjang. Api kalau masih kecil akan mudah sekali dipadamkan. Misalnya anda nyalakan lilin, anda bisa dengan mudah mematikannya hanya dengan meniup saja. Api unggun yang lebih besar tidak bisa padam dengan ditiup, tapi dengan siraman air atau ditutupi tanah api unggun biasanya juga tidak sulit untuk dimatikan. Api yang kecil itu ternyata sanggup membakar hutan. Mulanya kecil, tapi pada suatu ketika ratusan hektar hutan bisa habis terbakar. Dan kalau sudah begitu, memadamkannya pun menjadi luar biasa sulit. Kalau tanah biasa saja sulit apalagi lahan gambut yang punya banyak rongga sehingga walau atasnya disiram, dibawah masih terdapat banyak bara yang sewaktu-waktu akan kembali membakar hebat hutan-hutan tersebut.
Lidah merupakan bagian kecil saja dari tubuh kita. Letaknya pun lumayan tersembunyi, di dalam mulut sehingga orang harus membuka mulut terlebih dahulu agar lidah bisa terlihat. Gunanya untuk mengecap rasa dan membantu agar pelafalan huruf bisa sempurna. Kecil itu biasanya tidak berbahaya. Tapi sadarkah kita bahwa kerusakan terbesar seringkali bukan lewat tindakan-tindakan kekerasan yang ekstrim tapi justru lewat organ kecil bagian tubuh kita yaitu lidah? Dan yang lebih parah, awal persoalan seringkali bukan hal yang berat, tapi lewat gesekan-gesekan kecil yang seharusnya mudah diredakan. Bagaikan nyala api yang mulainya kecil, itu bisa cepat dipadamkan. Tetapi ketika api didiamkan maka ia akan terus membesar dan membakar lebih banyak lagi. Ketika dampak yang ditimbulkan sudah sedemikian besar, maka omongan yang liar bisa menghancurkan dan menimbulkan kerusakan yang tidak sedikit. Bukan saja bagi satu orang tapi juga banyak orang, kelompok, lingkungan, kota, bahkan bangsa dan negara.
Kalau tidak sampai sejauh itu, seringkali lidah berfungsi menyampaikan omongan-omongan yang bisa melukai perasaan atau bahkan menimbulkan kepahitan bagi korban. Ada sebuah kisah nyata yang diceritakan teman saya. Ceritanya, ia pada waktu itu menjabat sebagai ketua tim musik di gereja. Ada seorang gitaris yang menurutnya bermain di bawah standar dan membuat latihan menjadi terus kacau. Sayangnya ia tidak menyikapi dengan baik, melainkan melemparkan kata-kata yang tajam meski tidak membentak. Si pemain gitar ini kemudian pergi meninggalkan latihan sekaligus meninggalkan pelayanan. Sekian tahun kemudian si gitaris bercerita bahwa kata-kata yang dilemparkan teman saya ternyata begitu tajam melukai perasaannya. Ia berhenti melayani, berhenti main musik yang sebenarnya merupakan passion-nya bahkan menjual semua instrumen dan peralatan musiknya. Disana teman saya sadar akan kesalahannya. Ia minta maaf dan menjadikan pengalamannya ini sebagai pelajaran berharga bagi dirinya. Meski memaafkan, tapi si pemain gitar tetap mengubur dalam-dalam hasrat bermusiknya. Lihatlah sebuah kalimat saja ternyata bisa membunuh karir seseorang dengan sangat cepat.
Alkitab mengingatkan dengan jelas mengenai potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh lidah. Yang menarik, Yakobus menganalogikan lidah bagai api yang membakar. Demikian kata Yakobus. "Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar." (Yakobus 3:5).
Ini adalah sebuah analogi yang sesungguhnya sangat tepat, karena efek atau dampak kerusakan yang ditimbulkan bisa sama parahnya seperti kebakaran hutan yang besar. Sepercik api itu sangatlah kecil dan sama sekali tidak dianggapberbahaya. Jika anda nyalakan korek api, nyala api yang timbul sama sekali tidak akan membahayakan. Tapi apa jadinya jika kita mulai mendekatkan itu kepada kulit dan membiarkannya? Atau bagaimana jika api itu kita letakkan membakar sedikit bagian hutan dan kemudian menyebar? Dampaknya bisa sangat berat bahkan fatal. Bisa menghilangkan nyawa orang, kalaupun tidak sampai nyawa, kesehatan begitu banyak orang akan terganggu. Lalu untuk memperbaikinya bisa membutuhkan tahunan, puluhan tahun, atau malah tidak akan pernah bisa dikembalikan lagi ke kondisi semula.
(bersambung)
Friday, April 15, 2016
Fight Fire with... ? (2)
(sambungan)
Paulus berulang kali menyinggung mengenai sikap yang harus kita pakai dalam kehidupan kita, termasuk pula dalam menghadapi orang-orang konfrontatif dengan segala bentuk sikap kasar mereka. Kelemah lembutan dan kesabaran, itu diulang-ulang oleh rasul yang dahulunya dikenal sebagai seorang pembantai pengikut Kristus tetapi kemudian mengalami transformasi yang begitu radikal dalam waktu yang sangat singkat. Dalam Efesus 4:2, Kolose 3:12 dan 1 Timotius 6:11 kita bisa melihat bagaimana sikap yang Dia inginkan untuk kita aplikasikan dalam hidup kita, termasuk didalamnya kesabaran dan kelemahlembutan.
Yesus sendiri mengatakan: "Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu." (Lukas 6:27-28). Bahkan Yesus juga berkata: "Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu." (ay 29). Bersikap mengalah, tetap sabar dan lembut seperti itu bukanlah menunjukkan kita sebagai pecundang, tetapi ditinggikan di mata Tuhan, seperti FirmanNya berkata: "Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Matius 23:12). Lewat Petrus kita kembali menemukan janji Tuhan ini: "Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya." (1 Petrus 5:6).
Petrus menyampaikan apa yang menjadi kehendak Allah bagi kita saat berhadapan dengan orang-orang sulit. "Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh." (1 Petrus 2:15) Lalu Yesus berkata: "Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya." (Roma 12:20). Dengan cara-cara kasih seperti inilah kita bisa melawan para pengecam, penganiaya dan orang-orang yang bersifat konfrontatif lainnya. Dengan tetap mengasihi, kita justru akan mengekspos perbedaan nyata dari para pengikut Kristus yang benar dengan orang-orang yang dikuasai pola pikir dunia.
Kita pun diingatkan demikian: "sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran, dan dengan demikian mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis yang telah mengikat mereka pada kehendaknya." (2 Timotius 2:24-26). Kita tetap harus berpegang pada kebenaran seperti yang bisa kita baca dalam 2 Timotius 3:14: "Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu", tetapi kita tidak boleh memakai itu sebagai alasan untuk bertengkar dan bersikap kasar. Sebab, seperti kata ayat dalam 2 Timotius 2:24-26 di atas, mungkin kita bisa mendapatkan kesempatan untuk membawa mereka bertobat dan mengenal kebenaran.
Ada banyak hal positif yang bisa kita dapatkan dari bersikap sabar dan penuh kasih terhadap orang-orang picik, degil, kasar, provokatif, gemar mencari masalah dan sejenisnya ini ini. Sebaliknya kerugian bisa tidak terkendali apabila kita menanggapinya dengan kekerasan pula. Mari miliki sikap yang benar seperti yang diinginkan Tuhan dalam menghadapi orang-orang sesulit apapun. Anda menghadapi ketidakadilan, ancaman, penganiayaan dan bentuk-bentuk represif lainnya? Jangan terprovokasi, tetaplah lakukan perbuatan-perbuatan baik dengan dasar kasih. Jangan terpengaruh, tetaplah berpegang kepada Firman Tuhan.
"How beautiful it is to stay silent when someone ou to be enraged"
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Paulus berulang kali menyinggung mengenai sikap yang harus kita pakai dalam kehidupan kita, termasuk pula dalam menghadapi orang-orang konfrontatif dengan segala bentuk sikap kasar mereka. Kelemah lembutan dan kesabaran, itu diulang-ulang oleh rasul yang dahulunya dikenal sebagai seorang pembantai pengikut Kristus tetapi kemudian mengalami transformasi yang begitu radikal dalam waktu yang sangat singkat. Dalam Efesus 4:2, Kolose 3:12 dan 1 Timotius 6:11 kita bisa melihat bagaimana sikap yang Dia inginkan untuk kita aplikasikan dalam hidup kita, termasuk didalamnya kesabaran dan kelemahlembutan.
Yesus sendiri mengatakan: "Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu." (Lukas 6:27-28). Bahkan Yesus juga berkata: "Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu." (ay 29). Bersikap mengalah, tetap sabar dan lembut seperti itu bukanlah menunjukkan kita sebagai pecundang, tetapi ditinggikan di mata Tuhan, seperti FirmanNya berkata: "Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Matius 23:12). Lewat Petrus kita kembali menemukan janji Tuhan ini: "Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya." (1 Petrus 5:6).
Petrus menyampaikan apa yang menjadi kehendak Allah bagi kita saat berhadapan dengan orang-orang sulit. "Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh." (1 Petrus 2:15) Lalu Yesus berkata: "Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya." (Roma 12:20). Dengan cara-cara kasih seperti inilah kita bisa melawan para pengecam, penganiaya dan orang-orang yang bersifat konfrontatif lainnya. Dengan tetap mengasihi, kita justru akan mengekspos perbedaan nyata dari para pengikut Kristus yang benar dengan orang-orang yang dikuasai pola pikir dunia.
Kita pun diingatkan demikian: "sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran, dan dengan demikian mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis yang telah mengikat mereka pada kehendaknya." (2 Timotius 2:24-26). Kita tetap harus berpegang pada kebenaran seperti yang bisa kita baca dalam 2 Timotius 3:14: "Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu", tetapi kita tidak boleh memakai itu sebagai alasan untuk bertengkar dan bersikap kasar. Sebab, seperti kata ayat dalam 2 Timotius 2:24-26 di atas, mungkin kita bisa mendapatkan kesempatan untuk membawa mereka bertobat dan mengenal kebenaran.
Ada banyak hal positif yang bisa kita dapatkan dari bersikap sabar dan penuh kasih terhadap orang-orang picik, degil, kasar, provokatif, gemar mencari masalah dan sejenisnya ini ini. Sebaliknya kerugian bisa tidak terkendali apabila kita menanggapinya dengan kekerasan pula. Mari miliki sikap yang benar seperti yang diinginkan Tuhan dalam menghadapi orang-orang sesulit apapun. Anda menghadapi ketidakadilan, ancaman, penganiayaan dan bentuk-bentuk represif lainnya? Jangan terprovokasi, tetaplah lakukan perbuatan-perbuatan baik dengan dasar kasih. Jangan terpengaruh, tetaplah berpegang kepada Firman Tuhan.
"How beautiful it is to stay silent when someone ou to be enraged"
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, April 14, 2016
Fight Fire with... ? (1)
Ayat bacaan: 1 Petrus 2:15
====================
"Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh."
Bagaimana reaksi anda ketika berhadapan dengan orang-orang yang konfrontatif lewat sikap, gaya, tindakan atau ucapan mereka? Tidaklah sulit mencari jenis orang-orang seperti ini karena mereka ada di mana-mana. Orang seperti ini biasanya sulit menghargai pandangan atau pendapat orang lain, selalu ingin menang sendiri, merasa paling benar dan menganggap punya hak untuk menghakimi orang lain. Mereka biasanya tidak bertujuan untuk berdiskusi dan saling mengisi tetapi langsung mengambil posisi menyerang yang kemudian berkembang kepada hal-hal yang lebih buruk sampai menuju kepada anarkisme dan kekerasan atau bahkan pembunuhan. Mereka akan sangat senang jika perilaku mereka dilihat orang banyak untuk menunjukkan betapa hebatnya mereka. Hal yang harusnya memalukan tapi jadi membanggakan. Anda lihat sendiri semuanya ini nyata-nyata terjadi bukan? Banyak diantara mereka ini yang tidak segan memakai nama Tuhan sebagai alasan pembenaran, dan cara ini lumayan berhasil untuk membuat aparat segan berurusan dengan mereka.
Albert Einstein bukan pendeta. Dia ilmuwan dengan begitu banyak filosofi ilmu pengetahuan dan buah-buah ilmu fisika modern yang masih berguna hingga hari ini. Tapi ia pun tahu bahwa untuk mencapai perdamaian dengan mempergunakan kekerasan itu tidak benar dan tidak akan berhasil. Ia berkata: "Peace cannot be kept by force, it can only be achieved by understanding." Kalau mau damai bukannya pakai kekerasan, tapi dapatkan itu dengan belajar mengerti orang lain. Itu kata beliau. Di luar sana orang memakai kekerasan sebagai jawaban, kita orang percaya tidak boleh melakukan hal seperti itu. Meski orang-orang yang sulit ini ada dimana-mana dan semakin menjamur, baik di pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, pendidikan, pertemanan bahkan pelayanan, kita tetap harus mengedepankan kasih. Tidak meladeni sikap buruk mereka juga tidak berhenti melakukan perbuatan-perbuatan baik atas dasar kasih.
Memang itu sulit untuk dilakukan, terlebih itu bukanlah 'lifestyle' alias 'gaya hidup' orang-orang di jaman sekarang. Kebanyakan orang akan memproteksi dirinya dari serangan lewat kembali menyerang. Melawan kekerasan dengan kekerasan, fight fire with fire, itu dipercaya banyak orang sebagai solusi paling tepat dalam menghadapi situasi seperti ini. Sepanjang bukan kita yang mulai, ya tidak apa-apa. Kalau ada yang jual, kita beli. Padahal sadar atau tidak, sikap seperti itu akan menempatkan diri kita dalam posisi yang sama seperti mereka. Jika kita tidak suka dikasari, mengapa kita malah meniru sikap tersebut? Emosi yang tidak terkendali seringkali membuat manusia menjadi gelap mata. Itulah sebabnya Alkitab berulang kali mengingatkan kita agar mampu meredam dan mengendalikan amarah sedini mungkin sebelum kita terjebak kepada berbagai efek negatif yang pada suatu titik tidak lagi bisa kita tanggulangi. Melawan kekerasan dengan kekerasan hanya akan membawa kerugian dan tidak akan pernah membawa keuntungan bagi pihak manapun. Dengan merespon dengan kekerasan, kita malah menambah bahan bakar pada api yang sudah mereka nyalakan sehingga pada suatu ketika api terlanjur begitu besar hingga membakar secara luas mengenai orang-orang yang tidak bersalah apa-apa tanpa ada lagi siapapun yang bisa memadamkannya.
Bagaimana cara orang memadamkan api? Tentunya bukan dengan dilempari api lagi atau disiram pakai bensin. Itu hanya akan menambah parah kebakaran. Seorang aktivis kulit hitam yang dibunuh pada tahun 1969 Fred Hampton mengatakan seperti ini: "You don't fight fire with fire, you fight fire with water." Bukankah itu yang benar? Kalau kita mau memadamkan api ya disiram pakai air, bukan pakai api. Kalau kita tengah berhadapan dengan kobaran api dari orang lain, kita seharusnya tidak ikut-ikutan melemparkan api tapi mendinginkan agar api padam.
Tuhan tampaknya tahu bahwa kita akan banyak bermasalah dengan orang-orang atau situasi seperti ini. Itulah sebabnya Alkitab banyak berbicara mengenai cara menghadapinya. Not by fighting fire with fire, but fight it with love. Bukan kembali mendebati mereka, bukan meladeni mereka, bukan dengan membela diri dengan reaksi sama seperti yang mereka lakukan, tetapi dengan tetap merespon baik dan tetap mengerjakan perbuatan baik seperti yang disuruh Tuhan kepada kita semua serta tetap mengatasnamakan kasih.
Yesus pun sempat mengalami hal-hal seperti itu saat Dia turun ke dunia. Yesus menghadapi berbagai kecaman mulai dari sikap sinis sampai yang ekstrim dari kalangan keagamaan pada masa itu. Tapi perhatikanlah, meski Dia lebih dari sanggup dan berhak untuk membalas, Dia tidak melakukan sikap-sikap kasar. Sebagai gantinya, dalam kitab Kisah Para Rasul ada dinyatakan bagaimana cara Yesus menghadapi itu. "...tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia." (Kisah Para Rasul 10:38).
Yesus terus berkeliling berbuat kebaikan seperti yang dikehendaki Allah dengan penuh kesabaran, sebab Allah sendiri terus menyertaiNya dalam setiap langkahNya. Keteladanan seperti itulah yang seharusnya kita tiru sebagai murid-murid Yesus.
Dan Petrus mengungkapkannya dengan berkata: "Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh." (1 Petrus 2:15). Kalau kita ikut cara mereka, kita juga akan termasuk orang-orang yang bodoh. Melawan kepicikan orang-orang yang seperti ini, Tuhan tidak menghendaki kita untuk ikut-ikutan berlaku sama, melainkan dengan terus berbuat baik. Dan itulah cara menurut Tuhan untuk meredam kepicikan mereka.
(bersambung)
====================
"Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh."
Bagaimana reaksi anda ketika berhadapan dengan orang-orang yang konfrontatif lewat sikap, gaya, tindakan atau ucapan mereka? Tidaklah sulit mencari jenis orang-orang seperti ini karena mereka ada di mana-mana. Orang seperti ini biasanya sulit menghargai pandangan atau pendapat orang lain, selalu ingin menang sendiri, merasa paling benar dan menganggap punya hak untuk menghakimi orang lain. Mereka biasanya tidak bertujuan untuk berdiskusi dan saling mengisi tetapi langsung mengambil posisi menyerang yang kemudian berkembang kepada hal-hal yang lebih buruk sampai menuju kepada anarkisme dan kekerasan atau bahkan pembunuhan. Mereka akan sangat senang jika perilaku mereka dilihat orang banyak untuk menunjukkan betapa hebatnya mereka. Hal yang harusnya memalukan tapi jadi membanggakan. Anda lihat sendiri semuanya ini nyata-nyata terjadi bukan? Banyak diantara mereka ini yang tidak segan memakai nama Tuhan sebagai alasan pembenaran, dan cara ini lumayan berhasil untuk membuat aparat segan berurusan dengan mereka.
Albert Einstein bukan pendeta. Dia ilmuwan dengan begitu banyak filosofi ilmu pengetahuan dan buah-buah ilmu fisika modern yang masih berguna hingga hari ini. Tapi ia pun tahu bahwa untuk mencapai perdamaian dengan mempergunakan kekerasan itu tidak benar dan tidak akan berhasil. Ia berkata: "Peace cannot be kept by force, it can only be achieved by understanding." Kalau mau damai bukannya pakai kekerasan, tapi dapatkan itu dengan belajar mengerti orang lain. Itu kata beliau. Di luar sana orang memakai kekerasan sebagai jawaban, kita orang percaya tidak boleh melakukan hal seperti itu. Meski orang-orang yang sulit ini ada dimana-mana dan semakin menjamur, baik di pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, pendidikan, pertemanan bahkan pelayanan, kita tetap harus mengedepankan kasih. Tidak meladeni sikap buruk mereka juga tidak berhenti melakukan perbuatan-perbuatan baik atas dasar kasih.
Memang itu sulit untuk dilakukan, terlebih itu bukanlah 'lifestyle' alias 'gaya hidup' orang-orang di jaman sekarang. Kebanyakan orang akan memproteksi dirinya dari serangan lewat kembali menyerang. Melawan kekerasan dengan kekerasan, fight fire with fire, itu dipercaya banyak orang sebagai solusi paling tepat dalam menghadapi situasi seperti ini. Sepanjang bukan kita yang mulai, ya tidak apa-apa. Kalau ada yang jual, kita beli. Padahal sadar atau tidak, sikap seperti itu akan menempatkan diri kita dalam posisi yang sama seperti mereka. Jika kita tidak suka dikasari, mengapa kita malah meniru sikap tersebut? Emosi yang tidak terkendali seringkali membuat manusia menjadi gelap mata. Itulah sebabnya Alkitab berulang kali mengingatkan kita agar mampu meredam dan mengendalikan amarah sedini mungkin sebelum kita terjebak kepada berbagai efek negatif yang pada suatu titik tidak lagi bisa kita tanggulangi. Melawan kekerasan dengan kekerasan hanya akan membawa kerugian dan tidak akan pernah membawa keuntungan bagi pihak manapun. Dengan merespon dengan kekerasan, kita malah menambah bahan bakar pada api yang sudah mereka nyalakan sehingga pada suatu ketika api terlanjur begitu besar hingga membakar secara luas mengenai orang-orang yang tidak bersalah apa-apa tanpa ada lagi siapapun yang bisa memadamkannya.
Bagaimana cara orang memadamkan api? Tentunya bukan dengan dilempari api lagi atau disiram pakai bensin. Itu hanya akan menambah parah kebakaran. Seorang aktivis kulit hitam yang dibunuh pada tahun 1969 Fred Hampton mengatakan seperti ini: "You don't fight fire with fire, you fight fire with water." Bukankah itu yang benar? Kalau kita mau memadamkan api ya disiram pakai air, bukan pakai api. Kalau kita tengah berhadapan dengan kobaran api dari orang lain, kita seharusnya tidak ikut-ikutan melemparkan api tapi mendinginkan agar api padam.
Tuhan tampaknya tahu bahwa kita akan banyak bermasalah dengan orang-orang atau situasi seperti ini. Itulah sebabnya Alkitab banyak berbicara mengenai cara menghadapinya. Not by fighting fire with fire, but fight it with love. Bukan kembali mendebati mereka, bukan meladeni mereka, bukan dengan membela diri dengan reaksi sama seperti yang mereka lakukan, tetapi dengan tetap merespon baik dan tetap mengerjakan perbuatan baik seperti yang disuruh Tuhan kepada kita semua serta tetap mengatasnamakan kasih.
Yesus pun sempat mengalami hal-hal seperti itu saat Dia turun ke dunia. Yesus menghadapi berbagai kecaman mulai dari sikap sinis sampai yang ekstrim dari kalangan keagamaan pada masa itu. Tapi perhatikanlah, meski Dia lebih dari sanggup dan berhak untuk membalas, Dia tidak melakukan sikap-sikap kasar. Sebagai gantinya, dalam kitab Kisah Para Rasul ada dinyatakan bagaimana cara Yesus menghadapi itu. "...tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia." (Kisah Para Rasul 10:38).
Yesus terus berkeliling berbuat kebaikan seperti yang dikehendaki Allah dengan penuh kesabaran, sebab Allah sendiri terus menyertaiNya dalam setiap langkahNya. Keteladanan seperti itulah yang seharusnya kita tiru sebagai murid-murid Yesus.
Dan Petrus mengungkapkannya dengan berkata: "Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh." (1 Petrus 2:15). Kalau kita ikut cara mereka, kita juga akan termasuk orang-orang yang bodoh. Melawan kepicikan orang-orang yang seperti ini, Tuhan tidak menghendaki kita untuk ikut-ikutan berlaku sama, melainkan dengan terus berbuat baik. Dan itulah cara menurut Tuhan untuk meredam kepicikan mereka.
(bersambung)
Wednesday, April 13, 2016
Mengusahakan Hidup Damai
Ayat bacaan: Roma 12:18
=======================
"Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!"
Rasanya semua orang seharusnya memimpikan hidup dalam perdamaian. Bukankah indah hidup aman dan tenang dalam perdamaian? Saya katakan seharusnya, karena hari-hari ini kita melihat bahwa jumlah orang yang lebih suka tidak berdamai, provokatif, fanatik destruktif, mencintai perpecahan, perdebatan dan keributan ternyata terus bertambah banyak. Tapi orang normal yang baik-baik tentu merindukan suasana damai dalam hidupnya di manapun mereka tinggal. Sayangnya ada banyak di antara kita yang merindukan kedamaian tanpa sadar banyak melakukan hal-hal yang bisa mencederai perdamaian itu sendiri.
Bagaimana bisa? Bukankah kita tidak berperang dengan orang lain? Benar. Mungkin kita tidak sedang berperang melawan orang. Tapi secara tidak sadar kita seringkali dengan mudahnya memupuk kebencian terhadap orang lain. Kita mudah marah dan saat terbakar emosi kita gampang mengeluarkan kata-kata yang penuh dengan caci maki, menghujat atau mengomentari orang lain dengan sinis bahkan kasar. Kita mudah untuk merasa iri terhadap kesuksesan orang lain, bahkan tidak sedikit orang yang berlaku kasar kepada istri dan anak-anaknya sendiri. Alasan stres kerja, tekanan di kantor dan sebagainya bisa jadi dipakai sebagai alasan pembenaran tindakan yang sama sekali tidak baik ini. Kita lebih mudah mengkritik ketimbang memuji. Kita lebih mudah untuk sinis ketimbang dengan tulus mengakui kelebihan orang lain. Jika demikian, bagaimana mungkin kita bisa memimpikan sebuah tatanan dunia yang ramah, damai dan penuh kasih, jika kita sendiri tidak bisa melakukan sesuatu untuk itu? Bukankah itu berarti bahwa dalam banyak hal, ada tidaknya sebuah kedamaian itu sangat tergantung dari kita juga?
Berkenaan dengan hal ini, sesungguhnya pesan Tuhan begitu jelas bagi kita. Apapun alasannya, kita selalu dianjurkan untuk mendahulukan atau mengedepankan perdamaian. Dan ini berlaku untuk kita jalankan kepada siapapun tanpa terkecuali. Mari kita lihat ayatnya. "Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!" (Roma 12:18).
Ayat ini dengan jelas mengatakan bahwa: (1) kita harus selalu mengusahakan perdamaian, dan (2) perdamaian itu adalah dengan semua orang. Bukan hanya kepada saudara/saudari seiman, tetapi semua orang, termasuk dengan orang yang berbeda, orang yang sulit, bahkan orang yang menyinggung atau menyakiti kita sekalipun. Karena berdamai dengan orang baik tentu gampang, tapi untuk bisa tetap menjaga perdamaian dengan orang yang sulit untuk diajak akur, itulah yang sulit, dan justru itu yang harus mampu kita lakukan. Mengapa demikian? Sebab tidak ada tempat bagi pemarah, pendendam, sirik, iri hati dan hal-hal jeleknya dalam kasih, hal esensial yang menjadi inti dasar dari kekristenan. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (1 Korintus 13:4-7).
Dalam Efesus ada firman Tuhan yang berbunyi: "Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono--karena hal-hal ini tidak pantas--tetapi sebaliknya ucapkanlah syukur." (Efesus 5:4). Ya, bukankah jauh lebih baik bagi kita untuk mengucap syukur ketimbang mengeluarkan kata-kata sia-sia atau hujatan, cacian dan makian? Harus kita sadari bahwa memang dari mulut yang sama bisa keluar keduanya. Dan Alkitab dengan tegas mengingatkan kita bahwa apa yang keluar dari mulut kita berasal dari hati. "Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya." (Lukas 6:45). Dalam kesempatan lain Yesus kembali berkata: "Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang." (Matius 15:18). Oleh karena itulah untuk mencegah diri kita untuk terus dikuasai kebencian, iri hati dan emosi, kita harus mampu menjaga hati kita. Mengucap syukur, menaikkan pujian kepada Tuhan, akan membuat hati kita senantiasa dalam kondisi sejuk sehingga yang keluar dari mulut kita pun bukan lagi hal-hal jelek yang mampu membuat kita semakin jauh dari kata damai terhadap orang-orang di sekeliling kita.
Jika diantara kita ada yang terbiasa untuk berbicara kasar, membiarkan diri dikuasai kebencian dan iri hati, ubahlah kebiasaan itu sekarang juga. Bila ada orang yang menyakiti, merugikan atau merintangi anda di kantor, di sekolah atau di mana saja, dan itu mulai membuat anda tergoda untuk segera mencabik-cabik mereka, mengumpat dengan kata-kata kasar atau menyimpan bara dendam, segera kuasai diri anda. Luangkan waktu sesegera mungkin untuk mengucap syukur dan memuji Tuhan. Segera pikirkan segala kebaikan Tuhan. Segera penuhi hati anda dengan ucapan syukur, dan itu akan selalu mampu membuat anda tenang kembali dan terhindar dari kebencian kepada siapapun, termasuk kepada orang yang menyakiti anda secara langsung.
Adalah penting bagi kita untuk terus menjaga hati kita agar tetap dalam kondisi yang tepat di mata Tuhan. Paulus pun mengingatkan akan hal ini. "Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur." (Kolose 4:2). Mari kita senantiasa melatih lidah kita untuk menaikkan pujian, mengisi hati kita selalu dengan kebaikan Tuhan yang mampu membuat mulut kita mengeluarkan ucapan syukur dalam situasi dan kondisi apapun. Kalau itu yang kita lakukan, hidup berdamai tidak akan sulit lagi bagi kita, meski ketika berhadapan dengan orang-orang yang luar biasa sulit sekalipun. Ingin dunia menjadi tempat tinggal yang damai, nyaman, aman dan tenteram? Berhentilah berharap dari orang lain. Mulailah dari diri kita sendiri.
"Peace can not be kept by force, it can only be achieved by understanding" - Albert Einstein
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=======================
"Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!"
Rasanya semua orang seharusnya memimpikan hidup dalam perdamaian. Bukankah indah hidup aman dan tenang dalam perdamaian? Saya katakan seharusnya, karena hari-hari ini kita melihat bahwa jumlah orang yang lebih suka tidak berdamai, provokatif, fanatik destruktif, mencintai perpecahan, perdebatan dan keributan ternyata terus bertambah banyak. Tapi orang normal yang baik-baik tentu merindukan suasana damai dalam hidupnya di manapun mereka tinggal. Sayangnya ada banyak di antara kita yang merindukan kedamaian tanpa sadar banyak melakukan hal-hal yang bisa mencederai perdamaian itu sendiri.
Bagaimana bisa? Bukankah kita tidak berperang dengan orang lain? Benar. Mungkin kita tidak sedang berperang melawan orang. Tapi secara tidak sadar kita seringkali dengan mudahnya memupuk kebencian terhadap orang lain. Kita mudah marah dan saat terbakar emosi kita gampang mengeluarkan kata-kata yang penuh dengan caci maki, menghujat atau mengomentari orang lain dengan sinis bahkan kasar. Kita mudah untuk merasa iri terhadap kesuksesan orang lain, bahkan tidak sedikit orang yang berlaku kasar kepada istri dan anak-anaknya sendiri. Alasan stres kerja, tekanan di kantor dan sebagainya bisa jadi dipakai sebagai alasan pembenaran tindakan yang sama sekali tidak baik ini. Kita lebih mudah mengkritik ketimbang memuji. Kita lebih mudah untuk sinis ketimbang dengan tulus mengakui kelebihan orang lain. Jika demikian, bagaimana mungkin kita bisa memimpikan sebuah tatanan dunia yang ramah, damai dan penuh kasih, jika kita sendiri tidak bisa melakukan sesuatu untuk itu? Bukankah itu berarti bahwa dalam banyak hal, ada tidaknya sebuah kedamaian itu sangat tergantung dari kita juga?
Berkenaan dengan hal ini, sesungguhnya pesan Tuhan begitu jelas bagi kita. Apapun alasannya, kita selalu dianjurkan untuk mendahulukan atau mengedepankan perdamaian. Dan ini berlaku untuk kita jalankan kepada siapapun tanpa terkecuali. Mari kita lihat ayatnya. "Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!" (Roma 12:18).
Ayat ini dengan jelas mengatakan bahwa: (1) kita harus selalu mengusahakan perdamaian, dan (2) perdamaian itu adalah dengan semua orang. Bukan hanya kepada saudara/saudari seiman, tetapi semua orang, termasuk dengan orang yang berbeda, orang yang sulit, bahkan orang yang menyinggung atau menyakiti kita sekalipun. Karena berdamai dengan orang baik tentu gampang, tapi untuk bisa tetap menjaga perdamaian dengan orang yang sulit untuk diajak akur, itulah yang sulit, dan justru itu yang harus mampu kita lakukan. Mengapa demikian? Sebab tidak ada tempat bagi pemarah, pendendam, sirik, iri hati dan hal-hal jeleknya dalam kasih, hal esensial yang menjadi inti dasar dari kekristenan. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (1 Korintus 13:4-7).
Dalam Efesus ada firman Tuhan yang berbunyi: "Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono--karena hal-hal ini tidak pantas--tetapi sebaliknya ucapkanlah syukur." (Efesus 5:4). Ya, bukankah jauh lebih baik bagi kita untuk mengucap syukur ketimbang mengeluarkan kata-kata sia-sia atau hujatan, cacian dan makian? Harus kita sadari bahwa memang dari mulut yang sama bisa keluar keduanya. Dan Alkitab dengan tegas mengingatkan kita bahwa apa yang keluar dari mulut kita berasal dari hati. "Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya." (Lukas 6:45). Dalam kesempatan lain Yesus kembali berkata: "Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang." (Matius 15:18). Oleh karena itulah untuk mencegah diri kita untuk terus dikuasai kebencian, iri hati dan emosi, kita harus mampu menjaga hati kita. Mengucap syukur, menaikkan pujian kepada Tuhan, akan membuat hati kita senantiasa dalam kondisi sejuk sehingga yang keluar dari mulut kita pun bukan lagi hal-hal jelek yang mampu membuat kita semakin jauh dari kata damai terhadap orang-orang di sekeliling kita.
Jika diantara kita ada yang terbiasa untuk berbicara kasar, membiarkan diri dikuasai kebencian dan iri hati, ubahlah kebiasaan itu sekarang juga. Bila ada orang yang menyakiti, merugikan atau merintangi anda di kantor, di sekolah atau di mana saja, dan itu mulai membuat anda tergoda untuk segera mencabik-cabik mereka, mengumpat dengan kata-kata kasar atau menyimpan bara dendam, segera kuasai diri anda. Luangkan waktu sesegera mungkin untuk mengucap syukur dan memuji Tuhan. Segera pikirkan segala kebaikan Tuhan. Segera penuhi hati anda dengan ucapan syukur, dan itu akan selalu mampu membuat anda tenang kembali dan terhindar dari kebencian kepada siapapun, termasuk kepada orang yang menyakiti anda secara langsung.
Adalah penting bagi kita untuk terus menjaga hati kita agar tetap dalam kondisi yang tepat di mata Tuhan. Paulus pun mengingatkan akan hal ini. "Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur." (Kolose 4:2). Mari kita senantiasa melatih lidah kita untuk menaikkan pujian, mengisi hati kita selalu dengan kebaikan Tuhan yang mampu membuat mulut kita mengeluarkan ucapan syukur dalam situasi dan kondisi apapun. Kalau itu yang kita lakukan, hidup berdamai tidak akan sulit lagi bagi kita, meski ketika berhadapan dengan orang-orang yang luar biasa sulit sekalipun. Ingin dunia menjadi tempat tinggal yang damai, nyaman, aman dan tenteram? Berhentilah berharap dari orang lain. Mulailah dari diri kita sendiri.
"Peace can not be kept by force, it can only be achieved by understanding" - Albert Einstein
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, April 12, 2016
Korelasi Mengampuni dan Diampuni (5)
(sambungan)
Sebesar apapun dosa kita, Tuhan siap memutihkan bahkan berkata tidak akan mengingat-ingat dosa kita lagi. (Yesaya 43:25). Bayangkan apabila Tuhan sulit mengampuni kita, tidak mendengarkan pertobatan kita dan terus memutuskan untuk mengganjar kita dengan hukuman berat seperti cara kita berpikir. Apa jadinya dengan diri kita hari ini? Tapi Tuhan penuh kasih, belas kasihan dan kemurahan. Pengampunan akan segera diberikan kepada kita seketika begitu kita bertobat secara sungguh-sungguh. Jika kesalahan kita yang begitu banyak dan besar saja tidak henti-hentinya diampuni Tuhan, bukankah sudah sepantasnya kita pun mengampuni orang yang bersalah kepada kita, yang mungkin ukurannya lebih kecil dari dosa-dosa kita kepada Tuhan, baik seperti apa yang diberikan Yesus dalam perumpamaan dalam Matius 18 maupun dalam banyak kesempatan seperti yang dicatat di banyak ayat dalam Alkitab?
Terus berhadapan dengan situasi sulit atau dengan orang-orang sulit bisa membuat kita semakin sulit pula mengampuni. Ada yang dengan sadar tidak kita maafkan, ada pula yang secara tidak sengaja. Mungkin kita bahkan sudah lupa tapi sebenarnya belum membereskannya. Jika kita tidak mempertebal kasih dalam diri kita dan tidak menyadari betapa besarnya kasih Tuhan kepada kita, maka akan semakin banyak orang-orang yang tidak kita ampuni, dan itu hanya akan merugikan diri kita sendiri. Selain bisa mendatangkan berbagai macam penyakit dan menghilangkan damai sejahtera dan sukacita, hal itu akan menghambat pengampunan Tuhan untuk turun atas diri kita.
Memaafkan mungkin mudah dikatakan tapi sulit untuk dilakukan. Jika anda masih sulit melakukannya, berdoalah dan minta Roh Kudus untuk menguatkan anda dalam memberi pengampunan. Jika memakai perasaan sendiri mungkin sulit, tapi kita punya Roh Kudus yang akan memampukan.
Dua contoh yang saya sebut di awal renungan ini lewat kisah hidup tentara Inggris pada masa Perang Dunia II bernama Eric Lomax dan tokoh perdamaian Nelson Mandela hendaknya membuka mata kita bahwa meski sulit, manusia sebenarnya sanggup melakukan itu. Yang satu dipenjara selama 27 tahun dalam ruang lembab dan kehilangan hak kebebasannya, yang satu lagi mengalami penyiksaan kejam sebagai tahanan perang dan sempat trauma selama puluhan tahun. Sama-sama berat, tapi keduanya sanggup melepaskan pengampunan terhadap orang yang jahat kepada mereka tanpa syarat. Hati mereka bentuknya sama seperti hati kita, kekuatan dan kemampuan mereka pun batasnya sama seperti kita. Mereka juga manusia yang sama seperti kita. Oleh karena itu, kalau mereka bisa kenapa kita tidak?
Kita bisa melihat bagaimana Tuhan dengan penuh kasih membuka pengampunan seluas-luasnya kepada kita tanpa memandang sebesar apa dosa yang pernah kita perbuat, maka kita pun seharusnya melakukan hal itu. Remember, forgiveness doesn't mean we only excuse their behavior, forgiveness actually prevents their behavior from destroying our heart." Dan jangan lupa pula bahwa Tuhan memberikan syarat untuk menerima pengampunan dariNya, yaitu kalau kita pun mengampuni orang yang bersalah kepada kita. C.S Lewis, penulis Chronicles of Narnia mengingatkan kita akan hal ini dengan cara sederhana: "To be a Christian means to forgive the inexcusable because God has forgiven the inexcusable in you."
Kalau kita menyadari bahwa Tuhan dengan senang hati menghapuskan dosa kita yang terbesar sekalipun, sudahkah kita dengan besar hati membukakan pintu pengampunan pula kepada orang lain yang bersalah kepada kita?
"If we really want to love, we must learn how to forgive" - Mother Theresa
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sebesar apapun dosa kita, Tuhan siap memutihkan bahkan berkata tidak akan mengingat-ingat dosa kita lagi. (Yesaya 43:25). Bayangkan apabila Tuhan sulit mengampuni kita, tidak mendengarkan pertobatan kita dan terus memutuskan untuk mengganjar kita dengan hukuman berat seperti cara kita berpikir. Apa jadinya dengan diri kita hari ini? Tapi Tuhan penuh kasih, belas kasihan dan kemurahan. Pengampunan akan segera diberikan kepada kita seketika begitu kita bertobat secara sungguh-sungguh. Jika kesalahan kita yang begitu banyak dan besar saja tidak henti-hentinya diampuni Tuhan, bukankah sudah sepantasnya kita pun mengampuni orang yang bersalah kepada kita, yang mungkin ukurannya lebih kecil dari dosa-dosa kita kepada Tuhan, baik seperti apa yang diberikan Yesus dalam perumpamaan dalam Matius 18 maupun dalam banyak kesempatan seperti yang dicatat di banyak ayat dalam Alkitab?
Terus berhadapan dengan situasi sulit atau dengan orang-orang sulit bisa membuat kita semakin sulit pula mengampuni. Ada yang dengan sadar tidak kita maafkan, ada pula yang secara tidak sengaja. Mungkin kita bahkan sudah lupa tapi sebenarnya belum membereskannya. Jika kita tidak mempertebal kasih dalam diri kita dan tidak menyadari betapa besarnya kasih Tuhan kepada kita, maka akan semakin banyak orang-orang yang tidak kita ampuni, dan itu hanya akan merugikan diri kita sendiri. Selain bisa mendatangkan berbagai macam penyakit dan menghilangkan damai sejahtera dan sukacita, hal itu akan menghambat pengampunan Tuhan untuk turun atas diri kita.
Memaafkan mungkin mudah dikatakan tapi sulit untuk dilakukan. Jika anda masih sulit melakukannya, berdoalah dan minta Roh Kudus untuk menguatkan anda dalam memberi pengampunan. Jika memakai perasaan sendiri mungkin sulit, tapi kita punya Roh Kudus yang akan memampukan.
Dua contoh yang saya sebut di awal renungan ini lewat kisah hidup tentara Inggris pada masa Perang Dunia II bernama Eric Lomax dan tokoh perdamaian Nelson Mandela hendaknya membuka mata kita bahwa meski sulit, manusia sebenarnya sanggup melakukan itu. Yang satu dipenjara selama 27 tahun dalam ruang lembab dan kehilangan hak kebebasannya, yang satu lagi mengalami penyiksaan kejam sebagai tahanan perang dan sempat trauma selama puluhan tahun. Sama-sama berat, tapi keduanya sanggup melepaskan pengampunan terhadap orang yang jahat kepada mereka tanpa syarat. Hati mereka bentuknya sama seperti hati kita, kekuatan dan kemampuan mereka pun batasnya sama seperti kita. Mereka juga manusia yang sama seperti kita. Oleh karena itu, kalau mereka bisa kenapa kita tidak?
Kita bisa melihat bagaimana Tuhan dengan penuh kasih membuka pengampunan seluas-luasnya kepada kita tanpa memandang sebesar apa dosa yang pernah kita perbuat, maka kita pun seharusnya melakukan hal itu. Remember, forgiveness doesn't mean we only excuse their behavior, forgiveness actually prevents their behavior from destroying our heart." Dan jangan lupa pula bahwa Tuhan memberikan syarat untuk menerima pengampunan dariNya, yaitu kalau kita pun mengampuni orang yang bersalah kepada kita. C.S Lewis, penulis Chronicles of Narnia mengingatkan kita akan hal ini dengan cara sederhana: "To be a Christian means to forgive the inexcusable because God has forgiven the inexcusable in you."
Kalau kita menyadari bahwa Tuhan dengan senang hati menghapuskan dosa kita yang terbesar sekalipun, sudahkah kita dengan besar hati membukakan pintu pengampunan pula kepada orang lain yang bersalah kepada kita?
"If we really want to love, we must learn how to forgive" - Mother Theresa
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Subscribe to:
Posts (Atom)
Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (8)
(sambungan) Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...