Friday, October 31, 2014

Membangun Kebersamaan dalam Komunitas (2)

(sambungan)

Seperti yang saya sampaikan kemarin, ada beberapa ayat yang sangat mendukung pentingnya membangun hubungan dalam sebuah perkumpulan atau komunitas alias berfellowship. Ada baikinya kita lihat kembali ayat-ayat tersebut. "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik." (Ibrani 10:24) Saling memperhatikan, saling mendorong, yang dilakukan dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Karena itulah kita diingatkan agar tidak menjauh dari pertemuan-pertemuan dimana kita bisa saling mengisi dan menguatkan lewat firman Tuhan, saling mengingatkan akan janji-janji Tuhan termasuk apa yang harus kita lakukan untuk menuainya. Ayat selanjutnya berbunyi: "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (ay 25).

Cara hidup jemaat mula-mula yang dicatat dalam Kisah Para Rasul 2:41-47 menjadi contoh yang sangat baik akan hal ini. Kita bisa belajar dari mereka pada waktu itu yang berada pada jaman represif dengan kondisi yang bisa membahayakan nyawa setiap saat. Meski demikian, pertumbuhannya ternyata sangat pesat. Berbondong-bondong orang menerima perkataan Petrus dan menyerahkan diri untuk dibaptis. Dalam sehari saja jumlahnya mencapai 3000 orang. Jumlah yang banyak ini ternyata sanggup mengadopsi sepenuhnya prinsip kebersamaan dalam persekutuan yang manis dan erat. "Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan." (ay 44-47).

Jemaat mula-mula melakukan tepat seperti itu. Mereka:
- berkumpul tiap-tiap hari
- hidup bertekun dalam kebersamaan yang sehati
- saling berbagi dan menganggap kepunyaan pribadi sebagai milik bersama
- mereka merotasi tempat berkumpul secara bergiliran
- bersama-sama dengan hati bersukacita memuji Tuhan

Ini adalah sebuah contoh yang sangat baik tentang kehidupan persekutuan yang indah. Tidaklah heran kalau dikatakan bahwa mereka disukai semua orang. Dan Tuhan pun lalu menambahkan mereka dengan jiwa-jiwa baru lagi. Lihatlah bahwa persekutuan yang erat dalam komunitas yang didasari kasih dan kebersamaan sehati ternyata bukan saja mampu mendatangkan damai sejahtera dan sukacita dengan pertumbuhan iman, tetapi juga sanggup mendatangkan keselamatan bagi banyak orang lainnya. Semua ini akan sulit dicapai kalau hanya sendirian saja.

Memperluas Kerajaan Allah dan menyatakan kemuliaanNya di muka bumi tidak bisa dilakukan sendirian. Tuhan telah mengaruniai talenta atau bakat-bakat tersendiri kepada setiap anakNya yang akan bisa menjadi sesuatu yang luar biasa jika dihubungkan dengan orang-orang lain yang memiliki talenta berbeda untuk mencapai tujuan yang sama, berjalan ke arah yang sama. Talenta-talenta itu tidak akan pernah bisa dipakai maksimal apabila kita hanya berjuang sendirian. Paulus telah mengingatkan hal tersebut dalam surat Roma. "Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama, demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain. Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita.." (Roma 12:4-6). Dan ingatlah bahwa kita semua adalah anggota-anggota tubuh dengan Kristus sendiri sebagai Kepala (Efesus 4:15), "Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih." (ay 16).

Menghadapi hari-hari yang sulit, kita perlu mengisinya dengan merenungkan firman Tuhan. Ada waktu-waktu dimana kita memang harus mengambil momen tenang, sepi, jauh dari keramaian agar bisa fokus masuk ke dalam hadirat Bapa. Tapi itu bukan berarti bahwa kita harus selalu melakukan sendirian. Berkumpul bersama-sama memuji Tuhan, membahas firmanNya, saling sharing dan menguatkan akan membuat kita tetap kuat dan bisa terus bertumbuh tak peduli apapun kondisi yang tengah kita alami. Kita harus akui bahwa kita adalah manusia yang terbatas dan punya kelemahan. Menjalani hidup tertutup dan sendirian tidak akan membawa manfaat bagi kita. Jangan biarkan kelemahan menggerogoti kita dan terus menjauhkan kita dari janji-janji Tuhan. Jangan biarkan kelemahan kita menghilangkan damai sukacita dalam diri kita. Oleh karena itu jangan abaikan kesempatan untuk saling berbagi dan menguatkan. Temukan atau bentuklah komunitas atau persekutuan yang sehat dan dinamis, bertumbuhlah bersama-sama di dalamnya. Selain agar kita bisa maju bersama-sama mengatasi kelemahan-kelemahan kita, temukanlah potensi-potensi yang telah diberikan Tuhan. Pergunakan dan kembangkanlah sehingga masing-masing potensi yang berbeda itu bisa bersatu menjadi sebuah kekuatan yang luar biasa.

"The smallest indivisible human unit is two people, not one; one is a fiction. From such nets of souls societies, the social world, human life springs." - Tony Kushner

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, October 30, 2014

Membangun Kebersamaan dalam Komunitas (1)

Ayat bacaan: Pengkotbah 4:12
=================
"Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan."

Dahulu saya bukanlah orang yang mudah bersosialisasi. Saya cenderung menarik diri dari keramaian dan merasa lebih nyaman apabila berada sendirian di dalam kamar. Dunia yang aman bagi saya adalah sebuah ruangan berukuran kecil berbentuk kotak. Kalau keluar, saya mungkin akan bertemu orang lain dan terpaksa harus bertegur sapa. Itu buat saya tidak nyaman, kecuali orang-orang yang memang sudah saya kenal dekat dan sudah saya 'ijinkan' untuk masuk ke dalam zona nyaman saya. Kuper, begitu istilahnya dahulu yang saya kira tepat buat menggambarkan diri saya. Tapi lama kelamaan saya menyadari bahwa itu tidaklah baik, bahkan merugikan bagi kemajuan diri saya. No man is an island, saya tidak akan pernah bisa melakukan apa-apa kalau hanya sendirian. Dari situ saya mulai belajar, berusaha untuk bersosialisasi meski awalnya sulit. Perlahan saya mulai bisa lebih luwes, bisa lebih rileks dan kemudian terus menjadi lebih nyaman. Kotak comfort zone yang tadinya kecil pun bertambah besar. Hari ini saya membawa beberapa orang yang punya masalah sama untuk bisa mulai belajar bersosialisasi. Butuh waktu, butuh kesabaran, tetapi pada akhirnya semua orang harus mengakui bahwa kemampuan dan kemauan bersosialisasi ternyata jauh lebih bermanfaat ketimbang hidup sendiri menutup diri. Kalau tadinya orang-orang introvert seperti saya hanya diperangkap oleh pola pikir sendiri, mau mengurus apa-apa harus sendiri, menghadapi masalah juga sendiri saja, sekarang saya bawa mereka merasakan hangat dan bahagianya punya teman-teman yang mau saling bantu, atau bahkan sekedar having fun bareng. Itu jelas jauh lebih menyenangkan dibanding sendirian.

Sikap introvert yang berlebihan kalau terus dipelihara bisa merugikan. Cakrawala pemikiran akan tetap sempit, cenderung sulit menerima pandangan orang lain alias hanya merasa diri paling benar. Karena kelelahan menghadapi segalanya sendirian stres akan mudah menyerang. Maju menjadi sulit karena kekuatan manusia itu sesungguhnya terbatas. Kita tidak mungkin sanggup melakukan segalanya sendirian. Dan pada hakekatnya, manusia sesungguhnya diciptakan Tuhan bukan sebagai individu-individu yang eksklusif dan menyendiri melainkan sebagai mahluk sosial yang harus saling terhubung satu sama lain agar bisa maju dan bertumbuh. Sangatlah penting bagi kita untuk membangun hubungan dengan orang lain, tentunya hubungan positif dengan orang-orang yang benar yang bisa saling mendukung, mengingatkan atau kalau perlu saling menegur agar kita tidak terperangkap oleh kelemahan-kelemahan kita sendiri.

Firman Tuhan dalam banyak kesempatan mengingatkan kita agar tidak bersikap seperti itu. Misalnya ayat ini: "Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya...Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan." (Pengkotbah 4:9-10,12). Cobalah ambil satu batang lidi dan patahkan, itu akan sangat mudah. Tapi jika anda diminta untuk mematahkan seikat sapu lidi, itu akan sangat sulit. Tidak hanya dalam berbagai aspek kehidupan hal ini berlaku, tapi juga dalam hal kerohanian. Kita butuh membangun hubungan yang kokoh dengan orang lain yang akan sangat bermanfaat bagi kita, kelompok/komunitas atau sesama manusia secara umum. selain itu juga akan bermanfaat untuk menyatakan terang Allah dan memperluas KerajaanNya di muka bumi ini.

Dunia yang kita hidupi ini bukanlah tempat mudah. Cepat atau lambat kekuatan kita akan habis. Kita akan mengalami kelelahan baik secara fisik, jiwa maupun rohani. Berbagai titik lemah kita pun rawan untuk menjadi santapan empuk baik oleh si jahat. Disaat seperti itulah kita butuh dukungan dari teman-teman terutama yang seiman agar kita bisa tetap kuat. Kalaupun sudah sempat jatuh kita akan punya kekuatan untuk kembali bangkit dengan adanya dukungan teman-teman.

Jika demikian kita perlu berada dalam sebuah komunitas dan/atau persekutuan yang baik. Sebuah komunitas yang baik adalah kumpulan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama, berjalan ke arah yang sama, mengalami pertumbuhan bersama-sama dan berisi orang-orang yang saling peduli satu sama lain dan tidak mementingkan diri sendiri serta diarahkan kepada tujuan-tujuan yang positif, baik dan membangun. Itulah yang ideal. Saling menasihati, memberi masukan, menegur jika perlu, dan saling mengulurkan tangan untuk membantu, itu akan membuat kita semua bisa bertumbuh dengan baik dan dapat kembali bangkit dari keterpurukan. Dikala kita butuh ada teman, dikala teman butuh ada kita. Bukankah itu yang bisa membuat kita mampu merasakan damai sejahtera?

(bersambung)

Wednesday, October 29, 2014

Belalang Yang Tidak Punya Raja Saja Bisa

Ayat bacaan: Amsal 30:27
========================
"The locusts have no king, yet they go forth all of them by bands"

Tidak ada yang perlu ditakutkan dari seekor belalang kecil. Hewan ini tergolong hewan yang tidak berbahaya dan kerap menjadi mangsa hewan lainnya yang lebih besar. Kalau mau, kita bisa dengan mudah menangkapnya. Tapi bayangkan seandainya belalang datang bergerombol, diserang ratusan atau bahkan ribuan sekaligus. Wah, itu bisa bikin masalah besar. Bukan saja repot, tapi akan sangat merugikan. Jika anda bertani dan lahan persawahan diserang belalang, semua yang ditanam bisa habis dalam waktu singkat. Tidak heran kalau belalang bagi para petani dianggap hama yang bisa merusak hasil pertanian mereka.

Satu belalang tidak berbahaya, tapi kalau banyak bisa sangat merugikan. Sebuah gambaran bisa kita lihat di dalam Alkitab pada masa Musa. Meski sudah diingatkan akan konsekuensinya, Firaun tetap mengeraskan hatinya untuk melepaskan Israel dari perbudakan di negaranya Mesir. Ia terus saja membandel. Akibatnya serangkaian tulah pun hadir menimpa bangsanya. Tulah ke delapan yang dijatuhkan adalah segerombolan belalang dalam jumlah yang begitu besar. "Datanglah belalang meliputi seluruh tanah Mesir dan hinggap di seluruh daerah Mesir, sangat banyak; sebelum itu tidak pernah ada belalang yang demikian banyaknya dan sesudah itupun tidak akan terjadi lagi yang demikian. Belalang menutupi seluruh permukaan bumi, sehingga negeri itu menjadi gelap olehnya; belalang memakan habis segala tumbuh-tumbuhan di tanah dan segala buah-buahan pada pohon-pohon yang ditinggalkan oleh hujan es itu, sehingga tidak ada tinggal lagi yang hijau pada pohon atau tumbuh-tumbuhan di padang di seluruh tanah Mesir." (Keluaran 10:14-15). Kalau petani saja repot diserang gerombolan belalang dalam jumlah tertentu, Alkitab mengatakan bahwa apa yang terjadi pada masa itu jauh lebih parah. Tidak pernah ada serangan dalam jumlah sebanyak itu sebelumnya, dan tidak akan bakal pernah lagi ada setelahnya. Dalam sekejap mata Mesir berubah menjadi lautan belalang yang mengubah Mesir menjadi gurun gersang dalam waktu singkat.

Satu belalang itu lemah, tapi dalam jumlah banyak belalang bisa mendatangkan masalah besar. Inilah yang diangkat Agur bin Yake dalam mengingatkan kita. "belalang yang tidak mempunyai raja, namun semuanya berbaris dengan teratur." (Amsal 30:27). Dalam versi Bahasa Inggris Amplified ditulis: "The locusts have no king, yet they go forth all of them by bands". Meski belalang  tidak memiliki raja, namun mereka bisa bersatu dengan kuat dalam sebuah kelompok besar untuk satu tujuan tertentu. Ini sangatlah kontras kalau dibandingkan dengan bagaimana sikap manusia yang semakin hari semakin sulit untuk bersatu. Manusia saat ini cenderung justru memperbesar jurang perbedaan dan melupakan kesamaan yang bisa membuat kita untuk bersatu. Lupakan dulu bersatu dengan saudara-saudari kita yang berbeda kepercayaan, di kalangan sendiri saja perpecahan masih terus terjadi. Orang saling curiga satu sama lain, terus bertikai dengan mengedepankan perbedaan. Betapa sulitnya kita yang seiman untuk bersatu. Orang terus menerus saling merendahkan, memandang negatif dan curiga. Sama-sama beriman kepada Kristus, tapi hanya karena tata cara peribadatan yang berbeda orang merasa berhak menghujat saudara seimannya sendiri bahkan berani mengatakan sesat. Padahal kita memiliki Raja yang sama, Raja diatas segala raja yaitu Yesus Kristus. Jika belalang yang tidak memiliki raja saja bisa bersatu dan membawa dampak untuk tujuan tertentu, betapa memalukannya kita yang memiliki Raja malah tidak bisa melakukannya.

Meskipun Perjanjian Baru banyak memberi penekanan kepada pertumbuhan iman kita secara individu, tetapi Tuhan tidak pernah menginginkan kita untuk menjadi pribadi-pribadi yang eksklusif. Gereja dan umat Tuhan tidak akan pernah bisa menjadi terang dan garam jika keimanannya hanya dibatasi oleh dinding-dinding gereja dan tidak pernah berpikir untuk menjangkau lebih banyak jiwa yang berada di luar dinding itu. Itu sama saja dengan garam yang diam di dalam botol tertutup. Tanpa dipakai, garam tidak akan membawa manfaat atau berfungsi apa-apa. Penulis Ibrani menyampaikan: "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik." (Ibrani 10:24). Prinsip saling yang positif harus terus kita tumbuh kembangkan, karena kita harus menyadari bahwa manusia pada hakekatnya terbatas dan lemah, sama seperti seekor belalang. Menghadapi hari-hari yang semakin sukar ini, kita harus lebih menekankan kebersamaan, membangun hubungan kekeluargaan dan persaudaraan erat dengan saudara-saudari kita lainnya. Apa yang diiinginkan Tuhan itu jelas. Kita harus berhenti menjadi pribadi yang eksklusif. Tak peduli berapa seringnya kita berdoa dan membaca Alkitab di rumah, beribadah bersama saudara seiman, menghidupi kehidupan persekutuan yang aktif tetaplah menjadi kebutuhan penting bagi kita. "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (ay 25). Ayat ini jelas mengacu kepada pentingnya kita untuk membangun kehidupan berfellowship, saling dukung, saling bantu, saling menguatkan. Ini adalah hal yang penting untuk dilakukan terlebih ketika hari Tuhan semakin mendekat.

Firman Tuhan berkata: "Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!" (Pengkotbah 4:9-10). Lalu dalam ayat lain kita bisa membaca: "Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan." (ay 12). Jika anda mengambil sebatang lidi, tentu sangat mudah bagi anda untuk mematahkannya. Tapi saat lidi bersatu menjadi sebuah sapu, menjadi mustahil pula bagi kita untuk bisa mematahkannya. Demikian juga dengan belalang.Belalang jika hanya seekor akan mudah dipatahkan, tetapi akan memiliki kekuatan yang luar biasa ketika mereka bersatu. Hari-hari yang kita jalani sesungguhnya sulit. Oleh karena itu marilah kita lebih giat lagi bersekutu, saling support, saling bantu, saling dorong, agar kita bisa sama-sama terus bertumbuh dalam Tuhan.

Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, October 28, 2014

What a Friend We Have in Jesus

Ayat bacaan: Yohanes 15:14
=========================
"Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu."

"A friend in need is a friend indeed." Begitu kata bijak yang sudah kita kenal. Seorang teman yang ada pada saat dibutuhkan adalah seorang sahabat yang benar-benar alias sejati. Memang seperti itulah seharusnya. Teman saat suka itu banyak dan mudah dicari. Tapi teman yang ada mendampingi kita di saat duka itu tidak mudah didapat. Kehadiran sahabat yang baik, kita akan bisa terdorong atau termotivasi untuk terus maju, kita akan merasa jauh lebih aman karena kita tahu kita tidak sendirian, dan tentu saja dalam segi kerohanian pun kita akan mampu bertumbuh jika kita bersahabat dengan orang-orang yang benar. Seorang sahabat berbeda dengan teman yang bisa datang dan pergi kapan saja. Seorang sahabat yang sejati akan selalu berusaha hadir bersama kita menjadi pendengar yang baik, menghibur, menguatkan dan memberi bantuan di kala kita butuhkan.

Ada sebuah lagu terkenal yang sudah dinyanyikan ulang dari masa ke masa sejak awal ditulis pada tahun 1855 oleh Joseph Scriven berjudul "What a Friend We Have in Jesus."  Liriknya yang cukup panjang mudah dicari di internet dan akan sangat baik apabila dibaca isinya. Lagu yang sangat indah ini mengingatkan kita bahwa diatas segalanya, Yesus adalah sahabat sejati yang paling luar biasa yang bisa kita temukan. Manusia yang tidak sempurna sekali waktu bisa mengecewakan kita, tetapi Tuhan yang begitu besar kasihNya, bahkan telah menebus kita semua agar bisa selamat masuk ke dalam KerajaanNya sudah berulang kali menegaskan bahwa Dia rindu untuk menjadi sahabat kita.

Tuhan sendiri mengulurkan tangan menawarkan sebuah persahabatan dengan kita, bukankah itu sesuatu yang luar biasa istimewa? Kalau Tuhan sudah menunjukkan keistimewaan yang akan Dia berikan kepada manusia yang mau menjalin kekariban denganNya seperti yang tertulis pada Imamat 10:3 ". "Inilah yang difirmankan TUHAN: Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku..." dan Mazmur 25:14 "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka.", kedatangan Kristus turun ke muka bumi ini membuat manusia bisa merasakan kehadiran dan kedekatan Tuhan sebagai seorang sahabat yang peduli secara langsung ditengah-tengah mereka. Segala keistimewaan bisa kita dapatkan dari seorang sahabat di dunia, apa yang kita bisa mendapatkan dari Yesus jauh lebih dari itu.

Akan hal status sebagai sahabat, Yesus sudah menyampaikan apa yang menjadi syaratnya. "Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." (Yohanes 15:14). Apakah yang diperintahkan Yesus itu berat? Kenyataannya sama sekali tidak, dan itu bisa kita baca dalam ayat sebelumnya. "Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu." (ay 12). Jika kita melakukan apa yang Dia perintahkan kepada kita, yaitu agar kita saling mengasihi satu sama lain seperti Yesus sendiri mengasihi kita, maka kita memperoleh hak super istimewa yaitu menjadi sahabat Yesus.

Ada banyak sekali keuntungan yang bisa kita peroleh dari bentuk persahabatan. Jika membangun persahabatan dengan sesama manusia saja sudah begitu luar biasa, apalagi jika persahabatan itu terjalin antara kita dengan Yesus, Tuhan yang tidak terbatas kuasaNya melebihi segala sesuatu yang ada di alam semesta. Lihat apa kata Yesus berikut: "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku." (ay 15). Isn't that a very big privilege? Dengan menyandang status sahabat, Tuhan sendiri yang akan memberitahukan segala rahasia Kerajaan Allah, isi hatiNya, pesan-pesan, nasihat-nasihat dan teguran-teguranNya setiap saat. Sebagai manusia kita menghargai status dari sahabat, di mata Tuhan pun sama. Sebab dalam Amsal Firman Tuhan telah berkata: "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17). Artinya jelas, seorang sahabat akan merasa gelisah apabila ia tidak mampu menyatakan perhatiannya dan bantuannya apabila sahabatnya tengah menghadapi masalah. Bayangkan jika kita mendapatkan perhatian seperti ini kita peroleh langsung dari Tuhan.

Yesus sudah membuktikan langsung bagaimana Dia mengartikan sosok sahabat sejati. Anda tentu ingat bahwa Yesus pernah berkata: "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Dan Dia sudah melakukan itu dengan karya penebusanNya di atas kayu salib, membayar lunas segala rintangan yang telah mengarahkan kita kepada kebinasaan dengan mengorbankan diriNya sendiri. Itulah bentuk persahabatan yang kita peroleh dari Yesus, sebuah bentuk persahabatan sejati yang penuh kasih setia. Sebagai sahabatNya yang sejati, kita dituntut pula untuk bisa sampai kepada tingkatan seperti ini, karena kita telah membaca dalam ayat-ayat Injil Yohanes sebelumnya bahwa kita diperintahkan untuk bisa mengasihi orang lain seperti Yesus sendiri telah mengasihi kita.

Tidak ada rahasia di antara sahabat. Tuhan akan dengan senang hati membuka rahasia dan perjanjianNya dengan kita. Menjadi sahabat Tuhan akan membuat kita mendapat penyingkapan berbagai rahasia surgawi, mengetahui isi hati Tuhan dan mendengar apa yang menjadi rencana-rencanaNya. Tuhan sudah mengulurkan tangan untuk menjalin persahabatan dengan kita. Apakah kita mau menyambut uluran tanganNya atau memilih untuk menepis tawaran yang sungguh sangat istimewa ini? Semua tergantung diri kita. Yang pasti, Tuhan rindu untuk menjadi sahabat sejati kita jika kita mau menerima tawaran ini dengan sukacita dan tentunya dengan serius. Apabila kita mengasihi Tuhan selayaknya seorang sahabat, menjaga untuk tidak menyakiti atau mengecewakan perasaan Tuhan, tetap dekat dan melakukan segala perintahNya dengan taat, maka Tuhan akan meletakkan kita di deretan sahabat-sahabatNya yang terdekat. Jika anda nanti mendengar lagi lagu "What a Friend We Have in Jesus", resapi maknanya,  ingatlah bahwa Yesus sudah mengulurkan tangan untuk menjalin persahabatan sejati dengan kita, dan ingat pula bahwa Dia sudah melakukan bagianNya sebagai sahabat yang sangat mengasihi kita.

What a friend we have in Jesus 

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, October 27, 2014

Bersahabat Karib dengan Tuhan

Ayat bacaan: Imamat 10:3
========================
"..Inilah yang difirmankan TUHAN: Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku..."

Beruntunglah apabila anda memiliki sahabat karib, karena itu artinya anda tidak sendirian ketika harus berhadapan dengan kesulitan. Meski sedekat-dekatnya orang ada kalanya berselisih atau kecewa pada waktu-waktu tertentu, mereka biasanya bisa mengatasi hal tersebut dan tidak menjadikan perselisihan sebagai hal yang merusak persahabatan. Mereka ini biasanya tidak termasuk orang-orang yang tidak peduli, suka mengecewakan dan mementingkan diri sendiri. Kalau sikap seperti itu yang muncul, tentu mereka bukan sahabat karib, setidaknya bukan gambaran benar dari seperti apa sikap seorang sahabat karib seharusnya. Seorang sahabat karib seringkali bisa berperan lebih dari saudara kandung sendiri, itu bahkan dituliskan di dalam kitab Amsal "...ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara (Amsal 18:24). Mereka biasanya ada bersama kita di saat suka dan duka. Kepada mereka kita bisa nyaman mengadu, mencurahkan isi hati, berkeluh kesah mulai dari hal-hal biasa hingga yang sifatnya pribadi. Mereka bisa memberi nasihat tanpa menghakimi kita karena mereka mengenal kita sangat baik dan karenanya kita nyaman bercerita kepada mereka. Kita tidak perlu merangkai kata ketika berbicara dengan mereka, tidak perlu takut mereka bisa tersinggung karena sahabat karib akan mengenal satu sama lain dengan sangat dalam. Terhadap seorang sahabat karib biasanya kita tidak lagi tertutup. Ketika dunia sudah berseberangan dengan kita dan kita merasa tidak ada lagi yang peduli, sahabat karib akan selalu menjadi tempat dimana kita bisa berteduh dalam duka, dan akan menjadi orang pertama yang ikut bahagia saat kita berada dalam suka. Kepercayaan, pengertian, tempat mencari pertolongan, sosok untuk berbagi, itu tentu menjadi gambaran dari seorang sahabat karib.

Ketika Tuhan menciptakan manusia, apa yang ada dibenaknya? Hubungan seperti apa yang diinginkan Tuhan ketika membentuk karyaNya yang teristimewa yang dibuat berdasarkan image Nya sendiri? Tuhan ternyata tidak membayangkan sosok budak atau boneka ketika membuat kita. Dia tidak membuat kita untuk menjadi bulan-bulanan untuk dipermainkan, Dia juga tidak membuat kita sebagai budak yang dibisa diperlakukan sesuka hati. Tidak, bukan itu yang ada dibayanganNya saat menjadikan kita. Lantas apa? Bagaimana kalau saya bilang bahwa kita diciptakan untuk menjadi sahabat karib dan rekan sekerjaNya? Bagaimana kalau Tuhan ingin menjalin hubungan yang sangat erat dan terbuka dengan kita? Jika Tuhan yang kudus, yang teramat sangat besar dibandingkan kita menyatakan keinginannya untuk bersahabat karib dengan kita, itu tentu sesuatu yang sangat luar biasa. Kalau Tuhan terasa terlalu besar, coba bayangkan jika ada seorang pemimpin negara besar tiba-tiba datang kepada anda dan menawarkan persahabatan yang karib. Anda mungkin kaget dan sulit mempercayainya sebagai kenyataan. Anda tentu merasa sangat senang, bangga dan terhormat. Sekarang arahkan pandangan anda kepada Tuhan yang berada jauh di atasnya. Tuhan selalu ingin menjalin hubungan dengan anda, bukan sekedar hubungan biasa tetapi selayaknya sahabat karib. Layaknya sesama manusia yang menjadi sahabat karib, anda bisa datang kepadanya untuk bercerita, mencurahkan isi hati, mempercayaiNya dengan sepenuh hati, dan Tuhan pun tidak akan segan-segan memberitahukan anda hal-hal yang tertutup bagi dunia dan orang-orang di dalamnya yang tidak mengenalNya. Itu jelas merupakan sebuah kehormatan luar biasa, a very, very special previlege. 

Tuhan sejak semula merindukan manusia bisa menjadi sahabat karibnya. Lihatlah bagaimana istimewanya Adam dan Hawa Dia tempatkan. Sayangnya meski Tuhan ingin membangun hubungan yang erat sejak awal, manusia jatuh dalam dosa sejak awal pula. Tapi meskipun demikian, Tuhan tidak berhenti menunggu kerelaan dari manusia, yang begitu Dia kasihi, untuk datang kepadaNya dan bergaul akrab denganNya. Semua itu bisa kita lihat dalam Alkitab. Disana kita mengenal beberapa tokoh yang secara khusus dicatat memiliki kekerabatan yang karib dengan Tuhan. Salah satunya adalah Henokh. Disebutkan bahwa Henokh berusia 65 tahun ketika mendapatkan seorang anak laki-laki bernama Metusalah. (Kejadian 5:21). Lalu dikatakan: "Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi.." (ay 22a). Perhatikan bahwa Henokh dikatakan hidup bergaul dengan Allah selama 300 tahun lagi. Betapa luar biasanya sebuah hubungan kekerabatan yang akrab atau karib yang tidak berkurang ditelan waktu hingga mencapai lebih dari 300 tahun. Kita bisa melihat dari ayat ini bagaimana seorang Henokh mampu menjaga hubungannya dengan Sang Pencipta, hidup selaras dengan kehendak Tuhan sampai begitu lama. Kesetiaannya teruji dalam rentang waktu yang begitu panjang.

Mungkin kita bisa berkata bahwa itu mungkin karena tantangan pada jaman Henokh tidaklah sesulit sekarang. Saya tidak tahu seperti apa tepatnya situasi pada masa itu, tapi saya yakin pada masa itu Henokh pasti punya tantangannya sendiri. Saat itu tentu ada cobaan dari berbagai keinginan duniawi yang bisa membuatnya menjauh dari Allah. Setiap jaman pasti punya tantangannya sendiri. Tetapi Henokh tidaklah terpengaruh. Fakta Alkitab menyebutkan bahwa Henokh tetap bergaul dengan Allah hingga 3 abad. Atas hubungan kekerabatan seperti itu, Henokh kemudian tercatat menerima sebuah anugerah luar biasa yaitu tidak mengalami kematian. Henokh diangkat langsung dari dunia yang berlumur dosa ini menuju Surga untuk seterusnya bersama-sama dengan Allah dalam kemuliaanNya yang kekal. "Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah." (ay 24). Kelak ribuan tahun sesudahnya Penulis Ibrani kemudian menuliskan lagi mengenai Henokh. "Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah." (Ibrani 11:5). Perhatikan bahwa perilaku, kesetiaan dan keakraban Henokh dalam membangun hubungan dengan Sang Pencipta ternyata menyukakan hati Allah sehingga Henokh mendapat perlakuan yang sangat istimewa pada saat akhir hayatnya di dunia. 

Seorang sahabat karib tentu bukanlah sosok teman yang hanya mencari keuntungan dan kesenangan saja bersama kita. Mereka akan tetap setia bersama kita ketika kita mendapat musibah atau berbagai bentuk kesusahan. Mereka akan dengan senang hati membantu kita sebesar dan seluas kemampuan mereka ketika kita mencari pertolongan. Itu sosok sahabat karib dan seperti itu pulalah seharusnya hubungan kita dengan Tuhan. Apakah kita hanya berdoa siang dan malam hanya saat berhadapan dengan masalah, dan setelah itu kita melupakannya? Apakah kita menuduh Tuhan tidak adil atau tidak peduli ketika kita terus bergumul dalam masalah? Apakah kita menempatkan segala kegiatan, kepentingan atau kebutuhan di dunia di atas kebutuhan kita untuk bersekutu dengan Tuhan? Apakah kita tidak merasa bahwa mendengar suara Tuhan dan membangun hubungan lewat doa sebagai sebuah hal penting? Atau, sadarkah kita bahwa sesungguhnya Tuhan itu ada dan sedang menanti kita untuk menyambut uluran persahabatan dariNya? Kalau itu yang masih terjadi, artinya kita belum menempatkan Tuhan pada posisi sebagai sahabat karib. Padahal Tuhan menjanjikan banyak hal istimewa kepada orang-orang yang bergaul akrab dengannya.

Seperti apa keistimewaan yang diberikan Tuhan kepada mereka yang Ayat bacaan hari ini mengatakan hal itu dengan jelas. "..Inilah yang difirmankan TUHAN: Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku..." (Imamat 10:3). Tuhan menyatakan kekudusanNya dan memperlihatkan kemuliaanNya kepada orang-orang Dia anggap bersahabat karib denganNya. Daud tahu benar akan hal ini, seperti yang bisa kita lihat dari ayat berikut: "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Takut akan Tuhan akan membawa kita untuk terus membangun hubungan dengan Tuhan hingga mencapai tingkat kekariban dengan kualitas kedekatan yang tinggi, dan hal itu akan membuat Tuhan tidak segan-segan untuk terbuka dalam memberitahukan rencana dan rancanganNya pada kita. Seperti itulah janji Tuhan. Ada penyertaan dan kebersamaan dalam sebuah persahabatan yang terbina akrab, dan itu pun akan terjadi antara kita dengan Tuhan ketika kita bergaul karib denganNya.

Godaan dan jebakan dari berbagai arah akan selalu ada dalam kehidupan kita yang bisa melemahkan kualitas hubungan kita dengan Tuhan bahkan mematikannya. Kita harus mewaspadai semuanya dan memastikan bahwa hubungan kita dengan Tuhan akan tetap terbina dengan baik. Anda tentu tahu betapa sakit rasanya saat kita dikhianati teman sendiri, saat kita sudah mengulurkan persahabatan dengan tulus tetapi mereka malah mempergunakan semua yang baik dari kita untuk kepentingan sendiri kemudian malah tega menyakiti hati kita. Seperti halnya kita merasakan sakit yang luar biasa jika sahabat karib kita menghianati kita, seperti itulah yang dirasakan Tuhan apabila kita menghianatiNya tapi disaat yang sama menginginkan semua yang terbaik dariNya. Mulailah menjalin hubungan yang karib dengan Tuhan dengan melibatkanNya dalam setiap aspek kehidupan kita. Rajinlah berdoa, membangun hubungan yang intim denganNya dengan rutin, muliakan Dia selalu dengan tubuh, jiwa, roh, dengan perbuatan dan perkataan kita. Tuhan mengulurkan tangan untuk bersahabat dengan kita, maukah kita menyambut dengan hati bersukacita? 

He'll open everything to those who are close to Him

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, October 26, 2014

Indah tapi Tanpa Makna

Ayat bacaan: Yehezkiel 33:32
======================
"Sungguh, engkau bagi mereka seperti seorang yang melagukan syair cinta kasih dengan suara yang merdu, dan yang pandai main kecapi; mereka mendengar apa yang kau ucapkan, tetapi mereka sama sekali tidak melakukannya."

Lagu bisa menjadi media pengantar pesan atau cerita yang mewakili perasaan penulisnya. Ada lirik yang menggugah, mendidik ada pula yang mengandung pesan-pesan negatif. Sebagai pendengar, kita pun bisa memilih apakah kita mau memilah-milah mana yang baik dan buruk, mau memperhatikan lirik-liriknya dan kemudian melakukan apa yang dinyanyikan kalau pesannya baik, atau hanya menyukai musiknya tanpa memperhatikan pesan yang disampaikan disana. Idealnya kita bisa mendapat bahan perenungan, pelajaran dari lagu-lagu yang berisi pesan yang baik atau setidaknya termotivasi lewat pesan tersebut, dan menjaga agar tidak terpengaruh pesan-pesan yang buruk. Tetapi sekali lagi, semua tergantung dari kita, karena kita pun bisa saja hanya menjadi pendengar pasif yang cuma menikmati melodi atau merdunya suara yang bernyanyi tanpa mempedulikan isinya. Bagi para pelaku baik musisi maupun penyanyi, mengetahui dan mengenal lagu dengan baik akan membuat mereka mampu menyuntikkan nyawa atau jiwa ke dalam lagu tersebut. Seringkali keindahan lagu menjadi rusak bukan karena mereka tidak piawai dalam memainkan alat musiknya tetapi justru karena mereka tidak mengerti esensi dari lagu tersebut. Karena tidak tahu lagunya bercerita apa, mereka kemudian salah konsep dan salah mengaransemen ulang. Meski seorang penyanyi atau musisi punya kemampuan hebat, tanpa memahami makna yang terkandung di dalam lagu yang mereka mainkan, niscaya lagu tersebut tidak akan punya rasa, terasa ada yang kurang atau malah terasa konyol.

Semua Firman Tuhan yang tertulis dalam Alkitab bertujuan untuk membawa kita berjalan dalam koridor yang benar, menjauhkan kita dari maut, mengalami hidup yang berkemenangan dan masuk ke dalam kehidupan kekal kelak bersama Bapa Surgawi. Ada banyak cara bagi kita untuk bersentuhan dengan firman Tuhan, misalnya dengan rajin membaca Alkitab, mendengar kotbah, lewat lagu-lagu rohani, renungan harian, komsel dan sebagainya. Dengan mengenal firman Tuhan kita akan lebih mengenal pribadi Tuhan, mengenal kehendakNya dan akan mampu menemukan solusi-solusi dalam mengatasi segala permasalahan yang sesuai dengan ketetapanNya. Itu baik, tapi akan jauh lebih baik lagi agar kita tidak berhenti sampai di situ saja. Alangkah sia-sianya jika kita hanya membaca atau mendengar namun menganggap firman-firman itu bagaikan "lagu merdu" saja, lagu yang terdengar indah tapi tanpa makna. Itu bisa terjadi kalau kita tidak melakukan firman secara nyata setelah mengetahui kebenarannya.Hanya berhenti sampai membaca dan mendengar tapi tidak menjadi pelaku Firman itu akan menjadikan semuanya sia-sia saja. Dan Yakobus sudah mengingatkan hal itu. "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22).

Ada banyak orang yang merasa mengantuk ketika mendengar atau membaca firman Tuhan, ada juga yang lebih baik dengan menyukai firman Tuhan tapi tidak mau melakukan. Tipe seperti ini akan senang dan tertawa ketika kotbah terdengar lucu tapi tidak berminat menangkap esensi Firman Tuhan yang terkandung di dalam kotbah tersebut. Membaca firman hanya karena keharusan supaya tidak dihukum, bukan karena ingin mengenal kebenaran secara mendalam. Ada yang suka mendengar tapi tidak berusaha untuk mengerti. Malas bertanya, malas mengulas, malas membahas, malas memikirkan, malas merenungkan. Kalau ini yang terjadi, maka firman Tuhan akan hanya terdengar bagai lagu merdu tapi tidak punya makna, tidak berarti apa-apa alias sia-sia.

Akan hal ini, mari kita lihat cerita dari masa hidupnya Yehezkiel. Ia tekun berbicara dan terus berbicara pada sekelompok orang yang sayangnya seperti itu, suka mendengar tapi enggan melakukan. Maka Tuhan berkata pada Yehezkiel: "Dan mereka datang kepadamu seperti rakyat berkerumun dan duduk di hadapanmu sebagai umat-Ku, mereka mendengar apa yang kauucapkan, tetapi mereka tidak melakukannya; mulutnya penuh dengan kata-kata cinta kasih, tetapi hati mereka mengejar keuntungan yang haram. Sungguh, engkau bagi mereka seperti seorang yang melagukan syair cinta kasih dengan suara yang merdu, dan yang pandai main kecapi; mereka mendengar apa yang kau ucapkan, tetapi mereka sama sekali tidak melakukannya." (Yehezkiel 33:31-32). Kelompok orang-orang Israel ini suka, bahkan sangat suka mendengar pesan Tuhan. Mereka duduk berkerumun seperti kita yang tengah mengikuti ibadah hari Minggu di gereja. Mereka pasti sangat familiar dengan suara Tuhan, bahkan mereka bisa mengatakan kata-kata berisikan cinta kasih, tetapi sesungguhnya semua itu hanya berhenti di telinga dan paling jauh di bibir saja. Kenyataannya mereka terus mencari keuntungan dengan hal-hal yang haram, mereka tetap tidak menuruti atau melakukan Firman yang mereka dengar tersebut. Dan Tuhan mengecam hal ini.

Ingatlah bahwa iman tanpa perbuatan dikatakan sebagai iman yang kosong (Yakobus 2:20), bahkan berarti mati. (ay 26). Adalah baik untuk rajin membaca dan mendengar firman Tuhan, adalah baik untuk memperkatakan firman Tuhan, tapi jauh lebih baik lagi jika kita mau melakukannya. Menjadi pelaku firman akan membuat iman kita hidup dan mengalami Tuhan dalam setiap langkah kita. Ini adalah hal yang sangat esensial alias penting, terlebih saat kita hidup di dunia yang penuh ketidakpastian dan berisi banyak hal menyesatkan yang bisa menjauhkan kita dari keselamatan.

Dengarlah pesan Kristus berikut: "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya." (Matius 7:24-27). Perhatikan bahwa Yesus tidak berhenti pada perkataan "mendengar", tapi melanjutkan kalimat dengan "melakukannya". Inilah ternyata yang akan mampu membuat kita kokoh, kuat, tegar dan mampu bertahan menghadapi badai kesulitan yang menghadang di depan. Kita tidak perlu takut akan masa depan, karena bagi orang yang mendengar dan melakukan selalu ada jaminan penyertaan Tuhan. Di dalam Kristus selalu ada pengharapan, pertolongan dan keselamatan. Janji Tuhan ini tidak tergantung dari besar kecilnya masalah yang menimpa kita, tidak tergantung dari tingkat kesulitan yang di hadapi. Percayalah bahwa tidak ada hal yang mustahil bagi Tuhan. Dia sanggup mengangkat kita tinggi-tinggi melewati kesulitan ekonomi dan kesulitan lainnya yang sedang menimpa dunia, Dia sudah merancangkan segala hal yang baik sejak semula dan itu tidak akan pernah berubah.

Jangan berhenti hanya pada target untuk lebih rajin lagi membaca Alkitab dan tidak bolos dalam mendengar kotbah, tapi miliki tekad untuk menjadi pelaku-pelaku aktif firman Tuhan. Hanya suka membaca dan mendengar tapi tidak melakukan hanya akan membuat firman Tuhan bagaikan lagu merdu yang tidak punya makna. Mari terus tingkatkan pemahaman kita dengan menjadi pelaku nyata. Jangan jadikan firman sia-sia, karena ada banyak kuasa dibalik firman yang tidak akan pernah kita rasakan apabila kita masih menganggapnya hanya sebagai lagu merdu tanpa makna.

Alami kuasa besar dibalik setiap firman dalam hidup kita dengan menjadi pelaku-pelaku aktif secara nyata

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, October 25, 2014

Menyatakan Kasih Kepada Tuhan

Ayat bacaan: Mazmur 104:24
==================
"Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu."

Hari ini saya melihat ada banyak pasangan suami istri yang dipulihkan dalam kebaktian di sebuah gereja. Berhubung tema yang dibawakan adalah membangun keluarga yang berbahagia, maka pada akhir sesi, sang Pendeta mengajak pasangan suami istri maju ke depan mimbar untuk didoakan. Permintaan maaf dari masing-masing pasangan, air mata terharu menjadi pemandangan mengharukan. Ada yang tadinya punya konflik-konflik yang membuat hubungan jadi dingin jadi cair dan saling memaafkan.

Dalam waktu lain saya akan mengulas lebih dalam mengenai kehidupan suami istri agar tetap bahagia dan penuh sukacita. Untuk kali ini saya ingin menyoroti kasih dalam lingkup yang lebih tinggi. Kalau menyatakan kasih antar pasangan saja sudah begitu penting, bagaimana dengan hubungan kasih antara kita dengan Sang Pencipta? Masih peduli atau ingat untuk memberikan apresiasi kasih kita kepada Tuhan? Ini adalah hal yang penting, sayangnya banyak orang yang lupa untuk itu. Padahal seandainya kita mau sedikit lebih merenungkan dan memperhatikan, kita sesungguhnya berjumpa dengan kasih Allah yang total setiap hari dalam banyak hal. Kesehatan yang masih kita rasakan, kesempatan yang masih diberikan, berbagai pertolongan dalam kesesakan, udara yang masih bisa kita hirup gratis, itu semua merupakan bentuk kasih Allah kepada kita. Tuhan sangat mengasihi kita, begitu mengasihi hingga Dia pun rela mengorbankan AnakNya yang tunggal demi kita. (Yohanes 3:16). Bagaimana dengan pemandangan yang indah? Bunga-bunga yang berwarna warni dan harum, padang rumput yang hijau, langit biru, awan, bahkan matahari, bulan dan bintang-bintang, semua itu pun seakan menjadi surat cinta tersendiri dari Tuhan kepada manusia.

Pemazmur sepertinya mengambil waktu sepanjang hari dari pagi sampai malam untuk mengagumi kasih Tuhan lewat keindahan alam semesta beserta isinya yang ia rangkum dalam Mazmur 104. Disana ia menggambarkan keindahan alam ciptaan Tuhan secara sangat puitis sebagai ungkapan kekagumannya terhadap segala yang indah yang ditangkap matanya. Bacalah Mazmur 104 secara utuh dan anda akan dibawa oleh penulisnya untuk merasakan betapa indahnya ciptaan Tuhan yang setiap saat bisa kita nikmati ini. Dan Pemazmur pun berkata, "Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu." (Mazmur 104:24). Karena itulah ia mengingatkan jiwanya agar senantiasa memuji Tuhan. "Pujilah TUHAN, hai jiwaku! TUHAN, Allahku, Engkau sangat besar!" (ay 1). Dan tidak lupa pula ia mengingatkan kita untuk tetap menyukakan hati Tuhan, karena apa yang telah Dia berikan kepada kita sesungguhnya sangatlah indah. "Biarlah kemuliaan TUHAN tetap untuk selama-lamanya, biarlah TUHAN bersukacita karena perbuatan-perbuatan-Nya!" (Mazmur 104:31).

Ditengah tumpukan permasalahan yang kita alami sehari-hari, sesungguhnya kita masih bisa mengingatkan jiwa kita untuk terus bersyukur karena disaat yang sama keberadaan Tuhan dengan kasihNya yang melimpah tetap ada di sekeliling kita dan bisa kita rasakan secara nyata. Alam semesta yang indah merupakan buah tangan Tuhan yang sungguh menunjukkan bukti ke-Ilahian Tuhan yang bisa kita nikmati secara kasat mata. Paulus pun menyinggung hal itu. "Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih." (Roma 1:20). Jika banyak orang yang meragukan eksistensi Tuhan, sesungguhnya lewat seisi dunia ini kita bisa menyaksikan sendiri bahwa Tuhan memang ada, dan Dia memang mengasihi kita secara begitu mendalam.

Jika memang seperti itu, apa yang bisa kita berikan kepadaNya sebagai balasan atas segala kebaikanNya? Perhatikan ayat berikut ini. "Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?" (Mikha 6:8). Atas semua keindahan luar biasa sebagai bukti ke-Ilahian Tuhan, segala kemurahan dan kebaikan lainnya yang Dia berikan kepada kita, apa yang diminta Tuhan sebenarnya sederhana saja. Berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup dengan rendah hati di hadapanNya. Itulah yang bisa menyukakan hati Tuhan, membuatNya bersukacita atas kita. Betapa sedihnya Tuhan apabila kita menolak melakukan ini setelah Dia memberikan begitu banyak kebaikan sebagai bukti kasihNya setiap hari kepada kita.

Adalah sangat baik bagi kita untuk tetap mengasihi pasangan kita, anak-anak, keluarga, orang-orang terdekat bahkan sesama manusia yang tidak kita kenal sekalipun. Tetapi tidak kalah penting pula untuk datang kepada Tuhan dan menyatakan kasih kita secara langsung kepadaNya. Surat cinta dari Tuhan lewat segala keindahan dan kebaikan yang Dia sediakan setiap hari sampai kepada kita. Bagaimana dengan pernyataan kasih kita kepada Tuhan? Tuhan akan sangat senang kalau kita datang kepadanya tidak hanya membawa daftar permintaan atau permohonan, tetapi untuk mengucap syukur dan menyatakan bahwa kita menyadari kasihNya yang begitu besar kepada kita, dan menyampaikan kasih kita pula kepadaNya lewat keadilan, kesetiaan dan sebentuk hidup yang selalu rendah hati.

Tuhan menyatakan kasihNya setiap hari, maukah kita menyatakan kasih kita kepadaNya?

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, October 24, 2014

Antara Penonton dan Pelaku

Ayat bacaan: 1 Petrus 2:9
==================
"Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib"

Seorang musisi pernah menceritakan pengalamannya sewaktu masih menjadi penonton dan setelah ia menjadi pelaku di pentas musik. Menurutnya, pengalamannya sangatlah berbeda. Dari sudut pendengaran, sebagai orang awam yang dahulu ia dengar hanyalah enak tidaknya sebuah lagu saat dibawakan oleh penampil. Selama terdengar enak, maka sebuah lagu itu berarti bagus. Tapi setelah ia menjadi musisi, telinganya pun seperti ter-upgrade. Kalau dulu ia cuma mendengar enak tidaknya sebuah lagu, sekarang telinganya menangkap variasi-variasi kunci nada, harmonisasi, alternatif-alternatif melodi untuk memperkaya sebuah aransemen, model-model pengambilan nada di luar pakem dasar yang bisa membuat sebuah lagu tampil beda dari aslinya. Jadi telinga penonton dan pemain itu sangatlah berbeda, katanya. Dari sisi pandangan mata ia pun merasakan perbedaan. Sebagai penonton, mata akan berusaha mencari sesuatu yang atraktif di panggung. Mungkin penampilan yang menarik, paras atau rupa dari pemain, atraksi panggung dan lainnya yang menghibur. Tapi saat berada di panggung, pemain akan melihat reaksi penonton, yang kalau ramai dan riuh akan memberi sebuah energi ekstra tersendiri bagi yang tampil untuk bisa bermain lebih dari normal. Menurutnya support dan respon dari penonton akan sangat menentukan hasil dari sebuah pertunjukan. Itulah sebabnya artis yang sama bisa tampil lain dari biasa jika berada di atas panggung atau atmosfir yang berbeda.

Ada perbedaan nyata antara penonton dan pelaku atau pemain. Dalam hal kerohanian, hari ini saya ingin mengajak anda merenungkan sebuah pertanyaan yang penting. Dalam kehidupan kerohanian kita dimanakah posisi kita berdiri saat ini? Apakah kita berada di posisi pelaku atau masih berada di kursi penonton? Apakah kita hanya mendengar berbagai kesaksian orang lain atas mukjizat ajaib Tuhan yang terjadi atas mereka atau kita sudah mengalaminya sendiri secara langsung atau bisa membawa orang untuk mengalami Tuhan baik lewat kesaksian maupun perbuatan kita? Apakah kita sudah berkontribusi dan berperan langsung sebagai saluran berkat, menjadi duta-duta Kerajaan yang menyampaikan Amanat Agung secara nyata atau masih pada posisi yang hanya menyaksikan dari kejauhan? Apakah kita sudah memberi atau hanya mau menerima saja?

Pada kenyataannya lebih banyak orang Kristen yang terlanjur puas dengan hanya berada di bangku penonton ketimbang aktif secara langsung dalam melakukan pekerjaan Tuhan di dunia ini. Kebanyakan lebih suka untuk berpangku tangan, hanya ingin menerima berkat buat diri sendiri dan tidak mau terlibat langsung untuk menjadi agen-agen Tuhan. Melayani Tuhan itu hanya tugas pendeta atau para pengerja. Urusan duniawi saja sudah merepotkan, jangan sampai ditambah dengan urusan menjadi pelayan Tuhan. Itu buang waktu, lebih baik dipakai buat cari uang tambahan. Itu menjadi pola pikir dari banyak orang percaya. Kalau pemikiran ini yang terus ada, kabar gembira tidak akan pernah bisa menjangkau banyak orang. Gereja hanya akan jadi sekumpulan orang yang hanya berada di dalam kotak, bersifat eksklusif dan tidak berfungsi sama sekali menjadi terang dan garam. Kalau diibaratkan garam, orang percaya hanya akan jadi garam yang berada dalam botolnya. Garam baru akan bermanfaat kalau dikeluarkan dan dipakai untuk memasak. Kalau hanya dalam botol, garam tidak akan berguna sama sekali.

Pertanyaan selanjutnya, apakah benar hanya sebagian yang punya panggilan melayani sementara yang lain boleh berpangku tangan dan hanya menerima segala curahan berkatNya saja? Apakah Tuhan hanya butuh sebagian saja untuk dipilih berperan secara aktif mewartakan Injil? Firman Tuhan tidak berkata seperti itu. "Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib" (1 Petrus 2:9).

Dalam ayat ini dikatakan sebuah bangsa, itu berbicara tentang keseluruhan orang percaya dan bukan hanya segelintir orang saja. 'Kamulah bangsa yang terpilih', demikian Firman Tuhan, itu artinya kita orang percaya berada dalam bangsa yang terpilih itu, sebuah bangsa yang kudus, yang berisi umat kepunyaan Allah sendiri.

Selanjutnya ada kata-kata 'imamat yang rajani.' Imamat yang rajani artinya adalah imam-imam yang melayani raja atau dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan royal priesthood. Gelar sebesar ini diberikan Tuhan kepada kita tentu bukan tanpa maksud. Itu menunjukkan panggilan bagi setiap kita untuk memberitakan perbuatan-perbuatan besar Tuhan secara aktif lewat berbagai kesaksian akan karya nyata Tuhan dalam hidup kita. Ini adalah sebuah panggilan untuk semua anak-anak Tuhan tanpa terkecuali. Yesus sendiri sudah berpesan dengan sangat jelas agar kita menjadi rekan sekerjaNya lewat Amanat Agung yang Dia berikan tepat sebelum kenaikanNya kembali ke Surga. "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20).

Kita seharusnya tidak perlu merasa kesulitan untuk menjalankan peran sebagai imamat yang rajani karena sebenarnya Tuhan sudah mempersiapkan kita secara baik. selain Yesus sudah berjanji untuk senantiasa menyertai kita, Dia juga telah membekali kita dengan kuasa-kuasa luar biasa. Tidak mudah? Repot? Mungkin saja, tapi ketahuilah bahwa Tuhan tidak pernah hanya menyuruh kita tanpa menyediakan semua kebutuhan yang diperlukan dalam menjalankan tugas. Sejauh mana yang Tuhan sediakan? Lihatlah ayat berikut ini: "Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu." (Lukas 10:19). Lantas lihat pula ayat berikut ini: "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah Para Rasul 1:8). Kuasa tidak ditahan tapi diberikan agar kita mampu berperan langsung menjadi saksi Kristus baik di lingkungan kita bahkan bisa meningkat sampai ke ujung bumi. Semua ini dengan jelas menyatakan bahwa tidak satupun dari kita yang dipanggil hanya untuk berpangku tangan hanya duduk diam di kursi penonton saja sambil menanti semua yang terbaik datang pada kita tanpa melakukan apapun. Kita semua dituntut untuk menjadi pelaku yang siap berbuat yang terbaik dengan segala yang kita miliki, berperan secara langsung dan nyata sesuai dengan panggilan kita masing-masing, untuk menjadi rekan-rekan sekerja Tuhan di muka bumi ini. Disanalah anda akan mengalami berbagai perbuatanNya yang ajaib, bukan untuk disimpan sendiri melainkan untuk menjadi kesaksian bagi orang lain akan kuasa dan kasih Allah yang tak terbatas.

Kerajaan Allah tidak akan datang ke muka bumi ini tanpa peran orang-orang percaya. Anda tidak bisa berharap untuk sebuah dunia yang damai, aman, sejahtera, sentosa jika anda tidak mulai berpikir untuk melakukan sesuatu yang nyata. Dengan status setinggi imamat yang rajani dan disematkan tugas untuk menjadi terang dan garam, itu artinya kita punya tugas sesuai dengan bidang kita masing-masing. Jika anda rindu untuk melihat Kerajaan Allah terus diperluas di dunia ini, maka itu artinya anda harus pula terjun dan berperan secara langsung di dalamnya. Bukan lagi sekedar menempatkan diri sebagai jemaat biasa yang datang ke gereja hanya sebagai penonton saja, hanya mencari berkat bagi diri mereka sendiri dan tidak mempedulikan keselamatan orang-orang di sekitarnya, bukan lagi berdiri sebagai umat yang hanya mau menerima tanpa pernah mau memberi, melainkan harus mulai berpikir untuk tampil secara langsung sebagai pelaku-pelaku yang menyandang gelar imamat yang rajani. Yesus sendiri sudah menyatakan, "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit." (Matius 9:37).

Saatnya menjadi terang yang bercahaya bagi sekitar kita. Yesus menghimbau kita "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 9:16). Terang tidak akan berfungsi apa-apa jika hanya disimpan dibawah kolong atau ditutup rapat dalam kotak. Terang hanya akan bercayaha jika diletakkan di atas dalam kegelapan. Jika terang sudah berfungsi sebagaimana mestinya, maka tidak ada satupun kegelapan yang mampu mengalahkan terang. Demikian pula kita semua, anak-anak Tuhan hendaklah bertindak sebagai pemain-pemain andalan Tuhan secara langsung dan tidak berhenti hanya sebagai penonton saja, apalagi kalau sudah tidak bikin apa-apa tapi malah sibuk mengomentari, mengeluh, memprotes dan mencela tanpa mau berbuat sesuatu yang nyata.

Inilah waktunya untuk mulai melakukan karya nyata. Kita dipersiapkan Tuhan untuk menjadi pelaku-pelaku, rekan sekerjaNya dalam menuai di dunia ini dan bukan penonton pasif yang tidak pernah merasakan apa-apa daripadaNya. Siapkah anda berperan sebagai pelaku langsung dalam arena Kerajaan Allah? Jadilah pelaku-pelaku tangguh sebagai rekan sekerjaNya, sandanglah gelar imamat yang rajani dengan penuh tanggung jawab dan rasa syukur.

Sesuai jabatan yang disandang, jadilah pelaku-pelaku tangguh yang aktif, bukan penonton pasif

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, October 23, 2014

Surat Cinta

 Ayat bacaan: Mazmur 104:31
========================
"Biarlah kemuliaan TUHAN tetap untuk selama-lamanya, biarlah TUHAN bersukacita karena perbuatan-perbuatan-Nya!"

Pernahkah anda mendapat surat cinta? Kalau pernah, anda tentu tahu bagaimana rasanya, apalagi kalau dari orang yang kita cintai. Rasa berbunga-bunga, gembira, bahagia, ser-seran dan sejuta perasaan senang lainnya segera kita rasakan. Perasaan dihargai, disayangi, dipedulikan, itu bisa bikin kita punya gairah dan semangat dalam hidup. Sejak masa pacaran saya termasuk rajin memberi surat cinta kepada kekasih saya, dan sekarang setelah menikah 7 tahun, itu masih rajin saya lakukan. Bukan hanya dalam bentuk tulisan, tapi lewat kata-kata dan perbuatan juga bisa menjadi media yang sangat baik untuk menyatakan cinta kepada seseorang.

Kalau dalam hubungan antar pasangan itu kita rasakan, bagaimana dalam hubungan dengan Tuhan? Kita tentu tahu bahwa Tuhan sangat mengasihi kita, dan kita pun terus belajar untuk mengasihi dan mentaatiNya terus lebih dalam lagi. Pertanyaannya sekarang, adakah surat cinta yang berasal dari Tuhan yang ditujukan kepada kita? Alkitab merupakan sebuah surat cinta yang luar biasa karena berisi segala solusi untuk mengatasi persoalan hidup, bagaimana mengalami hidup yang baik, penuh dan melimpah, juga membimbing kita untuk masuk ke dalam kebahagiaan yang kekal. Itu tentu benar. Tapi apakah ada bentuk surat cinta Tuhan yang bisa kita lihat secara langsung pada saat sekarang? Tentu kita tidak bisa mengharapkan ada sebuah surat berisi kata-kata cinta dengan tanda tangan Tuhan di kanan bawah. Tapi sebenarnya ada bentuk lain dimana Tuhan menyatakan dengan jelas cintaNya kepada kita, dan itu bisa kita lihat dengan mata kepala sendiri. Adalah seorang teman saya yang berprofesi sebagai fotografer yang membuka mata saya untuk menyadari hal ini. Suatu kali ia memasang hasil jepretannya yang sangat indah. Foto pemandangan alam yang begitu memikat mata, penuh bunga warna warni dan dijepret menjelang matahari terbenam. Indah sekali fotonya. Tapi yang menarik adalah judul yang ia beri pada foto itu: "Love Letter from God." 

Love Letter from God. Surat cinta dari Tuhan. Itu memberi pemahaman kepada saya bahwa tanpa sadar sebenarnya kita berhadapan dengan kebesaran Tuhan dengan menikmati ciptaanNya yang indah. Sayangnya kita jarang menyadari hal itu. Di tengah jepitan kesesakan dan masalah yang dihadapi setiap harinya kita terlalu sering lupa bahwa alam semesta ini diciptakan Tuhan begitu indahnya. Gugus tata surya, langit biru diselimuti awan putih, bulan dan bintang gemerlapan di kegelapan langit malam, rerumputan hijau dengan bunga warna warni mekar dimana-mana dan sebagainya. Semua itu terlalu indah untuk kita nikmati, tapi kesibukan dan berbagai pergumulan hidup, pemenuhan kebutuhan yang terus meningkat yang harus dikejar agar terpenuhi membuat kita jarang punya waktu untuk menikmati hasil ciptaanNya. Kita terlalu sibuk kepada permasalahan kita, kita berkeluh kesah dan mengira Tuhan berlama-lama untuk melakukan sesuatu atau bahkan menganggapNya tidak peduli terhadap kesulitan kita. Padahal kalau saja kita mau mengambil waktu sebentar untuk melihat sekeliling kita, maka kita akan menyadari bahwa Tuhan telah melakukan begitu banyak hal yang indah bagi kita. Keindahan alam, bukankah itu juga berkat dari Tuhan dan merupakan sebuah surat cinta buat kita yang berasal dari Allah Bapa Sang Pencipta segalanya?

Pada jaman Daud tentu belum ada kamera, apalagi yang punya kualitas bagus di gadget-gadget modern/smart phone seperti sekarang untuk menghasilkan foto seperti teman saya. Tapi dengan matanya, Daud melihat sebuah keindahan yang tidak kurang dari apa yang dilihat oleh teman saya itu lewat lensa kameranya. Saya membayangkan Daud tengah mengamati indahnya pemandangan ketika ia menulis Mazmur 104. Disana ia menggambarkan keindahan alam ciptaan Tuhan secara sangat puitis. Semua yang ia gambarkan adalah buah tangan Tuhan, hasil karyaNya, sebuah bukti keliahian Tuhan yang bisa kita saksikan dengan amat sangat nyata dengan mata kita. Hal ini juga disampaikan oleh Paulus. "Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih." (Roma 1:20). Kebesaran Tuhan terlihat dan bisa dibuktikan lewat semua hasil karyaNya sejak masa penciptaan mula-mula, sehingga kalau menyadari itu, seharusnya tidak ada seorang pun yang bisa punya dalih untuk mengatakan sebaliknya, menuduhNya yang bukan-bukan atau bahkan menolak eksistensi Tuhan. Kembali kepada Daud, ia begitu mengagumi apa yang ia lihat, sehingga ia pun berkata "Biarlah kemuliaan TUHAN tetap untuk selama-lamanya, biarlah TUHAN bersukacita karena perbuatan-perbuatan-Nya!" (Mazmur 104:31).

Sayangnya, seperti yang saya bagikan dalam renungan kemarin, yang terjadi hari-hari ini agaknya sulit membuat Tuhan tetap bisa bersukacita lewat ciptaan-ciptaanNya. Manusia terus saja menghancurkan lingkungan. Berbagai kecemaran yang dilakukan manusia tanpa tanggung jawab merusak segala keindahan yang Tuhan sediakan bagi kita. Kerusakan lingkungan dan menipisnya lapisan ozone membuat dunia ini semakin lama semakin hancur. Manusia yang diciptakan Allah secara istimewa ternyata tidak menghargai karya Penciptanya, tidak bertanggungjawab atas amanat yang diemban. Selain merusak lingkungan, menghancurkan ekosistem dan lain-lain, manusia pun masih sanggup saling membinasakan satu sama lain. Padahal semua manusia ini ciptaan Tuhan, yang berharga dimataNya. Tapi di mata sesama manusia, nyawa ternyata semakin dianggap tidak penting. Letaknya masih sangat jauh di bawah ego dan kepentingan diri sendiri. Dia sudah begitu baik dengan menganugerahkan keselamatan kepada kita lewat Kristus, tapi kita begitu sulit untuk sekedar menghargai kebaikanNya. Jika semua ini terjadi, bagaimana Tuhan bisa bersukacita karena perbuatan-perbuatanNya?

Alam semesta beserta isinya merupakan ciptaan Tuhan yang luar biasa indahnya. Itu adalah anugerah yang amat besar yang telah disediakan justru sebelum Dia menciptakan manusia. Semua itu disusun sedemikian rupa, agar ketika manusia hadir, keindahan itu bisa dinikmati secara langsung. Tuhan menyatakan bahwa apa yang Dia ciptakan adalah baik. Tanaman, pohon-pohon berbuah, tunas-tunas muda, itu diciptakan dengan baik (Kejadian 1:11-12). Matahari, bulan dan bintang, cakrawala, semua itu diciptakan Tuhan dengan baik. (ay 14-18). Segala jenis hewan, baik burung-burung di udara, ikan-ikan di laut dan hewan-hewan darat, semua Dia ciptakan dengan baik. (ay 20-22). Dikatakan bahwa bumi beserta segala isinya adalah milik Tuhan (Mazmur 24:1), tapi otoritas untuk menguasai diberikan kepada kita. (Kejadian 1:28). Menguasai bukan berarti bertindak semena-mena dan merusak seenaknya, tapi justru sebaliknya,  menjaga dan melestarikan alam beserta isinya. Tuhan menitipkan itu semua kepada kita. Idealnya kita bersyukur. Idealnya kita bersukacita bersama-sama dengan Tuhan menikmati segala keindahan itu. Tapi apakah kita sudah melakukannya? Apakah Tuhan bisa bersukacita atas segala ciptaanNya hari ini?

Bersukacitalah bersama Tuhan dengan mensyukuri segala ciptaanNya yang dibuat dengan amat sangat baik

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, October 22, 2014

Menjaga Kelestarian Alam (2)

(sambungan)

Kalau kita membaca Mazmur 104 maka kita akan mendapatkan bagaimana keindahan alam itu diciptakan Tuhan secara luarbiasa. Semua itu merupakan karya nyata Tuhan, sebuah bukti kebesaran Tuhan yang tidak dapat disangkal. Dalam surat Roma kita baca "Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih." (Roma 1:20). Alangkah keterlaluannya kita merusak apa yang diciptakan dengan baik oleh Tuhan, padahal kita sejak awal sudah dipanggil untuk menguasai dan menaklukkan bumi beserta isinya, artinya menjaga kelestarian, keindahan dan kesinambungan hidup segala mahluk hidup yang hidup didalamnya.

Firman Tuhan berkata "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Merusak lingkungan merupakan salah satu bentuk kecemaran dan itu bukanlah panggilan yang ditentukan Tuhan sejak awal bagi manusia, tetapi yang seharusnya adalah melakukan segala sesuatu yang kudus yang berkenan di mata Tuhan. Menghancurkan lingkungan dan merusak bumi jelas tidak termasuk di dalamnya. Lebih lanjut lagi kita bisa melihat sebuah ayat pada surat Efesus, "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus, untuk melakukan pekerjaan baik, sesuai dengan semua yang diciptakan Tuhan dengan sungguh sangat baik.

Kerusakan yang terjadi di dunia memang sudah terlanjur terjadi dan butuh banyak tahun dan generasi untuk memperbaikinya. Itupun kalau seluruh manusia di bumi ini mau bersatu secara kompak untuk memperbaiki apa yang sudah keburu hancur. Meski demikian, ingatlah bahwa meski kita hanya bagian yang sangat kecil saja dari keseluruhan manusia yang hidup di dunia, kita tetap bisa mulai melakukan sesuatu karena biar bagaimanapun panggilan ini berlaku bagi semua orang, buat tiap pribadi tanpa terkecuali.

Mungkin kita bisa mulai dari halaman kita sendiri, dari lingkungan kita. Siapa tahu itu akan menjadi awal dari sebuah pergerakan kepedulian lingkungan yang akan terus membesar. Salah satu panggilan Tuhan yang penting adalah untuk menguasai dan menaklukkan bumi beserta isinya, menjaga kelestarian dan keindahannya agar bisa dinikmati oleh anak cucu kita di masa depan. Yang pasti, Tuhan memastikan bahwa segala yang Dia ciptakan adalah baik. Baik jadinya, baik pula tujuannya. It was all good. Kepada manusia diberikan otoritas untuk menguasai dan menaklukkan, artinya mengelola dan menjaga kelestariannya sebagai bentuk pertanggungjawaban atas amanat dari Tuhan. Kita harus menjaganya, agar semua yang diciptakan Tuhan dengan baik akan selalu baik pula hingga ke generasi selanjutnya. We can, and will make a change.

Bumi beserta isinya merupakan ciptaan Tuhan yang baik dan kita bertanggungjawab menjaga kelestariannya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, October 21, 2014

Menjaga Kelestarian Alam (1)

Ayat bacaan: Kejadian 1:26
========================
"Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."

Dalam pekerjaan anda, anda tentu memiliki job description atau gugus tugas yang menjadi tanggung jawab anda. Itu adalah bagian-bagian yang harus kerjakan dengan hasil terbaik agar hasil kerja anda bisa dikategorikan berhasil. Sebuah amanat merupakan hak yang diberikan kepada kita harus juga dipertanggungjawabkan kepada yang memberi, apakah kepada sesama manusia atau kepada Tuhan. Amanat wajib tidak boleh dilanggar dan sangat penting untuk diperhatikan dan dijaga dengan baik.

Sudahkah kita sadar bahwa kita sebenarnya sudah diberikan amanat atau otoritas untuk mengelola ciptaan Tuhan lainnya? Hari ini saya masih ingin mengacu pada Kejadian pasal 1. Saat Tuhan menciptakan manusia buat kali pertama. Di sana "job description" buat kita sudah jelas disebutkan oleh Tuhan sendiri. "Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." (Kejadian 1:26). Tugas ini semakin dipertegas dalam ayat selanjutnya: "Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (ay 28). Tuhan memberi amanat dengan hak untuk berkuasa atas ikan-ikan di laut, burung-burung di udara, atas ternak, atas binatang melata yang merayap di darat, atas seluruh bumi beserta isinya. Bukan cuma berkuasa, tapi juga dikatakan taklukkan. Otoritas itu diamanatkan buat kita. Layaknya amanat, otoritas ini tentu sangat penting, sayangnya apa yang kita lakukan justru bertolak belakang dari apa yang menjadi panggilan bagi kita sesungguhnya dari Tuhan.

Hari ini bumi yang kita huni punya begitu banyak masalah. Bencana alam, global warming, kerusakan lingkungan akibat penebangan liar dan pembakaran hutan hanyalah sedikit dari setumpuk masalah besar yang akan menimbulkan malapetaka bagi generasi selanjutnya jika tidak segera diatasi. Jangankan nanti, saat ini saja sudah banyak dampak yang timbul akibat global warming ini. Bumi semakin panas, perubahan cuaca sangat ekstrim dan sebagainya. Itulah nasib bumi dan segala habitat yang hidup didalamnya. Mengacu kepada amanat yang diberikan Tuhan kepada manusia di atas, bukankah manusia juga yang salah karena tidak mau memelihara bumi dengan baik sejak awal? Banyak yang hanya memikirkan kepentingan sesaat dan tidak sadar betapa besar dampaknya bagi kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya. Atas dasar keinginan untuk memperoleh keuntungan, mereka berani melanggar amanat yang sudah dipercayakan Tuhan. Pencemaran lingkungan lewat banyak cara terus terjadi. Kecenderungan manusia mementingkan diri sendiri dan tidak mempedulikan kerusakan lingkungan berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya. Manusia terus bersifat destruktif.

Mari kita fokus kepada kata "menguasai dan menaklukkan". Banyak orang yang menyalah artikan kedua kata ini. Mereka mengira bahwa menguasai berarti mempergunakan segala sesuatu untuk kepentingan diri sendiri seenak hati saja tanpa mempedulikan dampak yang ditimbulkan. Kata berkuasa dan menaklukkan diartikan sebagai menghabiskan tanpa tanggung jawab. Padahal seharusnya bukan seperti itu yang dimaksud. Kata menguasai dan menaklukkan ini terkaiterat dengan tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan kelangsungan dari apa yang telah dititipkan Tuhan kepada kita. Kejadian pasal 1 menunjukkan bagaimana Tuhan berulang kali memastikan sampai puas hingga melihat apa yang Dia ciptakan baik adanya, bahkan sungguh amat baik. Kalau Dia menciptakan semua itu dengan tujuan baik dan dengan sangat sempurna, mengapa kita justru berani merusaknya dengan gegabah? Semua yang ada di muka bumi ini adalah milik Tuhan, dan itu bisa kita baca dalam Mazmur 24:1 yang berbunyi: "Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya." Kepada kita diberi otoritas untuk menguasainya seperti yang kita baca dalam Kejadian 1 ayat 26 dan 28 tadi. Artinya Tuhan memberi otoritas kepada kita untuk menentukan bagaimana masa depan bumi ini kelak. Apakah menjadi semakin hancur, atau tetap indah seperti apa yang diinginkan Tuhan ketika Dia menciptakan sejak awal, semua itu tergantung bagaimana umat manusia menyikapinya.

(bersambung)

Monday, October 20, 2014

... Dan Semua itu Baik, Sungguh Amat Baik (2)

(sambungan)

Perhatikan sebuah fakta menarik lainnya akan hal ini. Tuhan tidak berkata kepada Adam, "Hai kamu orang yang tidak tahu berterimakasih, Aku sudah menyediakan segalanya dengan baik dan lengkap, kenapa kamu masih harus menunjukkan bahwa kamu kesepian sendirian? Bukankah kamu harusnya bersyukur atas taman dan segala isinya, otoritas untuk menguasai/mengelola semua ini?" Tidak, Tuhan tidak mengatakan itu. Tuhan ingin manusia yang Dia buat dengan gambarNya sendiri memiliki setiap hal yang baik. Itulah yang diinginkan hatiNya. Maka ini yang dilakukan Tuhan. "TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." (Kejadian 2:18). Solusi yang dipilih Tuhan untuk mengatasi satu-satunya hal yang tidak baik adalah menciptakan pasangan yang dirancang sebagai penolong/pelengkap dan berdiri dalam status yang sepadan dengan Adam. Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam dan diberikan sebagai istrinya.

Apa yang bisa kita pelajari dari hal ini? Pertama, bahwa pada mulanya semua yang diciptakan Tuhan itu dibuat dengan tujuan baik. Dia memeriksa dan memastikan sampai merasa puas dan mengatakan bahwa itu baik. Masuknya manusia ke dalam dosa lewat pemberontakan atau pembangkangan terhadap larangan Tuhan membuat kita harus berpeluh dan menderita berjuang dalam hidup membuat segalanya tampak jadi tidak baik. Dan Firman Tuhan berkata: "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah." (Roma 3:23). Dosa membuat semua yang direncanakan baik sejak awal menjadi terlihat tidak baik. Tetapi perhatikan bahwa itu tidaklah merubah rencana awal Tuhan atas tujuan penciptaannya sejak semula. Itu tidak membuat Tuhan mengubah pikiran dan ingin menghukum atau menyiksa manusia, Tuhan ingin manusia tetap ada dalam kemuliaanNya dan bisa menuai tepat seperti rencana awalNya. Lihatlah bahwa kelak Tuhan masih mengatakan bahwa "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Tuhan sampai rela mengorbankan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (Yohanes 3:16). Dan ingat pula, bukankah FirmanNya mengatakan bahwa "... di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah" (Roma 5:20)?

Ini semua menunjukkan bahwa Tuhan concern dengan keadaan manusia dan ingin agar rencana yang telah Dia susun sejak semula tidak luput dari kita. Ini menunjukkan bahwa Tuhan sama sekali tidak berpikir untuk merubah keinginan hatiNya, merubah pendirianNya dan mengganti rencanaNya. Tuhan ingin kita tetap mengalami sesuatu yang baik, tidak berkekurangan bahkan berkelimpahan, tepat seperti niatNya sejak awal. Bahwa kita harus melewati masa-masa sulit, bergumul dengan berbagai masalah bahkan penderitaan, itu benar. Tetapi itu tidak berarti bahwa Tuhan menganulir apa yang ada di benakNya saat melakukan proses penciptaan yang dicatat dalam Kejadian pasal 1.

Kejadian pasal 1 membeberkan maksud Tuhan yang semula. Disana tertulis keinginanNya, kehendakNya yang sempurna bagi umat manusia. Itu ditetapkan sejak awal dan tidak akan pernah berubah. Dia ingin memberi semua yang baik, Dia membuat segala sesuatu dengan memastikan bahwa semua itu baik. Baik sampai masa hidup kita yang fana berakhir, baik pula dalam kehidupan kekal bersamaNya di Surga. Kita harus sadar betul betapa Tuhan menginginkan kehidupan kita menjadi baik. Jika ada diantara anda yang saat ini tengah mengalami pergumulan, apakah itu menyangkut masalah seperti saya yang harus merintis sesuatu yang sulit yang mungkin bagi kebanyakan orang dianggap sia-sia dan kemungkinan besar tidak berhasil, apakah mengenai pengambilan sebuah langkah besar yang sepertinya riskan dan penuh resiko, apakah mengenai sebuah rencana yang tampaknya sulit untuk dicapai, apakah menyangkut sebuah proses yang harus dirintis mati-matian dengan penuh pengorbanan dari nol atau kesulitan-kesulitan lainnya yang tengah anda hadapi saat ini, ketahuilah bahwa yang ada dalam benak Tuhan adalah segala sesuatu yang baik bagi anda. Selama anda mengambil langkah yang sesuai/seturut kehendakNya dan memastikan bahwa setiap langkah tidak melanggar ketetapanNya, anda tidak perlu kuatir.

Sebuah langkah iman tetap diperlukan dalam menggenapi rencana Tuhan yang baik itu. Pastikan bahwa anda sudah membawanya dalam doa dengan melepaskan terlebih dahulu kemauan anda, pastikan pula bahwa anda memberi ruang bagi Tuhan untuk berbicara kepada anda. Apabila itu sudah anda lakukan dan anda masih merasa bahwa anda harus maju, jangan ragu untuk maju. Selanjutnya perhatikan bahwa dalam setiap proses anda akan selalu melibatkan Tuhan dan tidak membangkang atau melanggar ketetapanNya. Dengarkan kapan anda harus berlari, kapan anda harus melambat, bahkan kapan anda harus berhenti sejenak. If you keep this way, don't be afraid to keep on moving, because if everything He made in the beginning was good, it will always be good. It will be good, exactly like what He always wants us to be from the start.

Tuhan sangat menghendaki kehidupan umatNya menjadi baik dan itu tidak akan pernah berubah sampai kapanpun

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, October 19, 2014

... Dan Semua itu Baik, Sungguh Amat Baik (1)

Ayat bacaan: Kejadian 1:31
====================
"Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik."

Ada banyak pekerjaan berat yang saat ini membuat saya kecapaian luar biasa. Pekerjaan-pekerjaan itu adalah sesuatu yang ternyata harus mulai saya rintis dari nol dan kalau dihitung-hitung secara logika sangat tipis kemungkinannya untuk berhasil. Sementara energi, tenaga, pikiran dan waktu jelas harus tersita habis untuk itu. Sangat berat, dan hasil secara finansial belum terlihat bahkan sangat kabur kalau dianalisa dengan teori-teori ekonomi yang kita pelajari. Orang awam akan berpikir untuk apa, tetapi visi yang saya dapatkan lewat doa yang berulang-ulang tetap menggiring saya ke arah itu. Ada pekerjaan rumah yang harus saya kerjakan yang kalau berhasil, akan membawa pencapaian baru bagi dunia musik dan pelakunya di kota tempat tinggal saya. Tadi pagi tiba-tiba diingatkan lewat hati saya. Kira-kira ini yang saya dengar. "Kalau kamu mau melihat apa yang ada dipikiranKu saat membuat grand design penciptaan dunia dan isinya, kamu tinggal membaca Kejadian 1." Saya bergegas membaca pasal itu, dan memperoleh hal yang sangat esensial yang sangat menguatkan saya. Saya ingin membagikannya hari ini untuk anda.

Kejadian pasal 1 bercerita tentang proses awal penciptaan. Disana Alkitab menyatakan dengan jelas keinginan dan maksud Tuhan sejak semula, apa yang ada di pikiranNya, apa yang menjadi rencanaNya ketika mulai membuat ini dan itu. Kita dapat melihat seperti apa segalanya dulu di bumi ketika kehendak Tuhan terjadi, sebelum dosa datang dan mengacaukan manusia. Dengan kata lain, Kejadian pasal 1 berbicara mengenai apa yang ada dalam benak Tuhan di fase paling awal saat membuat segala sesuatu dari tidak ada menjadi ada.

Dalam ayat-ayat pertama kitab Kejadian kita melihat seperti apa tempat tinggal yang dirancang Tuhan bagi ciptaanNya yang istimewa, yaitu kita, manusia. Kita diberitahu bahwa Tuhan berfirman dan jadilah terang, dan itu baik. Ia memisahkan air dari daratan kering, dan itu baik. Tuhan menciptakan pepohonan tumbuhan yang menghasilkan buah, dan itu baik. Tuhan menjadikan matahari, bulan, burung-burung di udara, binatang di darat dan ikan di laut, dan itu pun baik. Lihatlah bahwa setiap Tuhan menciptakan sesuatu, ia selalu memastikan bahwa semuanya itu baik. Diciptakan, dan dilihat baik. Alkitab dengan sangat jelas mencatat betapa peduli atau concern-Nya Tuhan terhadap ciptaanNya.

Lalu Tuhan menciptakan manusia menurut gambarNya sendiri. Tuhan menjadikan Adam, lalu memberi Adam kekuasaan dan berfirman sebagai berikut: " "Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu. Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya." Dan jadilah demikian. Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik." (ay 29-31a).

Berulang kali pasal pertama kitab Kejadian kita menyaksikan bahwa Tuhan menciptakan segalanya baik. Baik, baik, dan baik. Tuhan tidak menciptakan sesuatu secara serampangan, asal-asalan dan tanpa rencana. Tuhan tidak menciptakan sesuatu kecil-kecilan, tidak juga biasa-biasa saja. Setelah selesai, Tuhan memeriksa hasil karyaNya dan memastikan bahwa semuanya baik.

Kita bisa baca apa yang terjadi selanjutnya, yaitu bahwa Tuhan merancang sebuah taman yang sempurna bernama Eden sebagai tempat untuk dihuni manusia. Eden merupakan tempat yang luar biasa, tidak ada yang kurang atau rusak, semua disana disediakan dalam kelimpahan, dan itu disediakan agar manusia yang dibuat menurut gambar dan rupaNya sendiri itu bisa tinggal dan menikmatinya. Perhatikan bahwa Eden diciptakan untuk manusia dan bukan untuk diriNya sendiri. Bukankah Tuhan sudah punya tempat tinggal sendiri yaitu Surga? Tapi setelah Eden dibentuk, Tuhan menemukan sesuatu yang tidak baik. Apa yang tidak baik adalah kenyataan bahwa manusia itu sendirian.

(bersambung)

Saturday, October 18, 2014

Ikut-Ikutan

Ayat bacaan: Amsal 1:10
==================
"Hai anakku, jikalau orang berdosa hendak membujuk engkau, janganlah engkau menurut"

Dalam berbagai berita kriminal kita sering melihat sebuah tindak kejahatan yang dilakukan secara berkelompok alias tidak sendirian. Yang umum terjadi, hanya satu atau dua dari mereka yang merencanakan tindakan sejak awal, sedang yang lain hanya ikut-ikutan. Meski yang ikut-ikutan ini mungkin nantinya mendapat hukuman lebih ringan, tetap saja mereka harus menjalani hukuman tergantung dari bagaimana hakim menilai peran serta mereka dalam tindak kejahatan tersebut. Dalam sebuah kunjungan ke lembaga permasyarakatan, ada seorang narapidana yang menangis mengungkapkan penyesalannya. Ia bercerita bahwa ia hanya ikut-ikutan karena mengharapkan imbalan untuk menghidupi keluarganya. Terbelit kondisi ekonomi yang sulit bisa membuat orang terpengaruh lantas tergoda lalu akhirnya terjebak. Ada juga yang tertangkap karena kedapatan menyimpan obat terlarang, ia pun terjerumus karena tergoda ikut perilaku buruk temannya. Teman baik saya saat masih di sekolah menengah pertama awalnya punya prestasi, tetapi karena ia berada dalam lingkungan pergaulan yang buruk, ia mulai sering cabut dengan melompat dari tembok belakang sekolah. Meski sudah diingatkan, ia ternyata tidak mau mendengar. Ia tidak tamat sekolah dan sekian tahun berikutnya saya kebetulan bertemu, ia hidup susah, luntang lantung hidup sendirian. Contoh lainnya? Saya pernah bertemu dengan seorang anak muda yang terkena penyakit mematikan karena mempergunakan suntik bergantian ketika memasukkan zat terlarang ke dalam tubuhnya. Contoh-contoh ini hanyalah sedikit dari konsekuensi buruk akibat tergoda ikut-ikutan ajakan orang yang menyesatkan.

Banyak orang yang mengira bahwa ikut-ikutan tidaklah separah pelaku utama. Mungkin sepintas bisa benar, tetapi akibat yang ditimbulkan bisa saja fatal sehingga penyesalan pun menjadi tidak lagi berguna. Kalaupun tidak separah atau sefatal itu, kalau dibiarkan lama-lama kita tidak lagi peka dan akan mudah sekali terperosok semakin jauh masuk dari satu dosa kepada dosa lainnya. Itu juga sangat berbahaya.

Jauh sebelum masa sekarang Salomo sudah mengingatkan kita akan pentingnya mencermati lingkungan pertemanan kita. "Hai anakku, jikalau orang berdosa hendak membujuk engkau, janganlah engkau menurut." (Amsal 1:10). Ayatnya singkat saja, tetapi mengandung pesan yang sangat penting untuk kita cermati. Salomo dengan hikmatnya sudah melihat kecenderungan manusia untuk jatuh ke dalam dosa bermula dari bujukan dari orang yang sudah terlebih dahulu dipenuhi dosa. Orang yang bisa membujuk kita tentu orang yang dekat dengan kita, setidaknya kita kenal. Orang-orang yang dikuasai dosa akan selalu mencari orang lain untuk mengikuti gaya hidup mereka yang salah. Dan kita kerap menuruti mereka lewat banyak alasan. Gengsi jika menolak, takut dianggap kuno, ketinggalan jaman, kampungan dan sebagainya bisa menjadi awal bagi kita untuk mulai menuruti bujukan mereka. Oleh karena itu sangatlah penting bagi kita untuk mengingat pesan Salomo ini baik-baik.

Kalau kita rajin membaca Alkitab, kita tentu sudah tahu betul konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh pembiaran kita atas dosa. Bisa jadi semula kelihatannya sederhana lewat keinginan-keinginan daging yang menjanjikan kesenangan, kenikmatan dan hal-hal menggiurkan lainnya yang ditawarkan pada kita. Tetapi walaupun kelihatan sepele, ingatlah bahwa hal seperti ini bisa menjadi awal datangnya bencana dalam hidup kita. Dalam Yakobus kita bisa melihat firman Tuhan berbunyi seperti ini: "Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:15). Sebuah keinginan untuk sedikit-sedikit keluar dari kehendak Tuhan bisa jadi biasa saja di mata kita. Tapi ketika keinginan kemudian akan dibuahi dan melahirkan dosa. Dan ketika dosa menjadi matang dalam diri kita, maut pun hadir disana. Ini adalah hal yang sangat serius yang harus kita perhatikan mengingat kita hidup di dunia yang dipenuhi orang-orang sesat. Mereka akan terus menawarkan banyak kenikmatan yang sangat dirindukan oleh daging kita. Itulah sebabnya kita benar-benar harus berhati-hati dalam lingkungan pergaulan kita. Jangan-jangan bukannya menjadi terang dan garam tetapi malah ikut terseret arus kesesatan dunia.

Seperti apa bentuk keinginan-keinginan yang bisa berbuah dosa dan melahirkan maut itu? Paulus pernah merincinya."Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya." (Galatia 5:19-21a). Dan terhadap pelaku dari semua itu dikatakan tidak akan mendapatkan bagian dalam Kerajaan Allah. (ay 21b). Lihatlah jenis-jenis keinginan yang dikatakan bisa melahirkan maut itu. Bukankah itu bukan lagi hal yang asing bagi kita hari ini? Dimana-mana ada potensi penyesatan, dan apabila tidak hati-hati maka kita bisa dengan mudah masuk di dalamnya.

Ayat lainnya dalam Perjanjian Baru mengingatkan kita agar berhati-hati dalam bergaul. "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). Kita harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh kepada siapa kita bergaul. Benar, kita tidak boleh memusuhi siapapun, kita bahkan perlu menjangkau mereka yang berdosa agar bisa diselamatkan. Tetapi penting pula bagi kita untuk berhati-hati agar jangan malah kita yang korban karena termakan bujukan mereka.

Kembali kepada hikmat Salomo, perhatikanlah ayat selanjutnya yang mengatakan:  "..mereka menghadang darahnya sendiri dan mengintai nyawanya sendiri" (Amsal 1:18). Inilah yang dialami oleh orang-orang yang melakukan dosa. Peran kita adalah untuk menyadarkan dan menyelamatkan mereka dari kebinasaan dan mengembalikan mereka kepada kebenaran, bukannya malah menyerahkan nyawa sendiri untuk berakhir sia-sia. Dunia yang kita tinggali saat ini memang penuh dengan kegelapan lengkap dengan berbagai penyesatannya. Tetapi kita jangan sampai serupa dengannya. Firman Tuhan pun mengingatkan "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Segala perbuatan dosa sesungguhnya berasal dari Iblis. Dan Yesus pun sudah hadir ke dunia atas besarnya kasih Allah pada diri kita untuk membinasakan semua itu. Alkitab menyatakan demikian: "barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya. Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu." (1 Yohanes 3:8). Semua sudah dikalahkan Yesus lebih dari 2000 tahun yang lalu, oleh karena itu kita seharusnya tidak lagi terjebak ke dalam tipu muslihat iblis yang akan terus berusaha menggiring kita untuk binasa lewat banyak cara.

Dosa-dosa memang bisa dikemas dengan indah dan penuh kenikmatan, tetapi apa yang sesaat itu sama sekali tidak sebanding dengan akibat yang harus kita tanggung selamanya. Hari ini marilah kita sama-sama mawas diri memperhatikan pergaulan kita dan terlebih lagi menjaga diri kita agar tidak termakan bujuk rayu mereka yang berdosa. Jangan berpikir bahwa hanya ikut-ikutan sekali-sekali itu tidak apa-apa, karena kalau yang fatal sudah terjadi, penyesalan menjadi tidak lagi berguna. Daripada ikut terbujuk rayuan dosa, jadilah agen-agen Tuhan yang berperan dalam menyelamatkan mereka.

Say no and never give any chance to sin

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, October 17, 2014

Ngejudge

Ayat bacaan: Yohanes 1:46
=========================
"Kata Natanael kepadanya: "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?"

Berkecimpung di dunia musik membuat saya bisa melihat perkembangan yang terjadi dari sisi lebih dalam. Kalau dahulu musisi-musisi hebat kebanyakan lahir di kota-kota besar dengan fasilitas yang relatif lebih baik, saat ini banyak pemain potensial yang lahir dari kota-kota yang secara historis belum tercatat sebagai kota penghasil talent. Bukan hanya di pop, tapi juga di genre-genre yang biasanya membutuhkan keahlian khusus seperti jazz misalnya. Dari pengamatan saya dan hasil tanya-tanya, perkembangan teknologi yang semakin pesat ternyata memberi kemudahan bagi mereka untuk mengakses beragam sumber untuk belajar sehingga meski ada keterbatasan sarana pendidikan formal, kemauan mereka untuk mengasah minat dan bakat sangat terbantu oleh keberadaan internet. Saya bertemu dengan sebuah grup yang berasal dari sebuah kota di bagian bawah pulau Sumatra, mereka ternyata piawai dalam membawakan musik dengan tingkat kesulitan tinggi meski mayoritas pemainnya masih bocah, bahkan ada yang berusia hanya sepuluh tahun. Maka kalau anda mendengar ada musisi dari kota kecil yang tidak punya sejarah musik, jangan buru-buru menganggap remeh mereka, karena boleh jadi mereka justru lebih baik daripada para pemain di kota-kota besar.

Agaknya sudah menjadi seperti sifat manusia untuk cenderung terlalu terburu-buru menarik kesimpulan terhadap sesuatu dan menjatuhkan 'vonis' sebelum mereka mempelajari, mengetahui dan mengenal terlebih dahulu seseorang dengan baik.  Ambil contoh apabila kita tengah berada dalam satu lingkungan kecil di sebuah kota dimana kebetulan kita bertemu dengan beberapa orang yang tidak sopan, kita bisa dengan cepat berkata "kota ini benar-benar kasar, isinya orang (maaf) kurang ajar semua!" Padahal beberapa orang itu sama sekali tidak cukup representatif untuk mewakili keseluruhan penduduk di kota itu yang bisa mencapai ratusan ribu orang. Atau ketika ada seorang anak yang bandel, orang terbiasa dengan cepat berkata: "orang tuanya nggak benar.." atau bilang "tidak heran, memang sudah turunan.." Kalau ada satu orang yang kita temui sedang marah, kita bisa dengan cepat beranggapan bahwa ia pemarah. Waktu berpapasan dengan orang yang tidak tersenyum, kita langsung menganggap bahwa orang itu sombong. Saat disapa tidak membalas dengan wajar, kita anggap mereka angkuh.Padahal mungkin saja mereka sedang punya beban pikiran dan tidak fokus kepada sapaan kita. Ada banyak contoh lain dari kecenderungan manusia untuk menilai terlalu cepat hanya berdasarkan pandangan sesaat atau pendapat prematur yang terlalu singkat untuk bisa kita ambil kesimpulannya. Sikap seperti ini pun pernah terjadi bahkan terhadap Yesus sendiri.

Yesus pun mengalami sikap terburu-buru 'ngejudge' seperti itu? Ya, Alkitab menyebutkan hal itu. Mari kita lihat kisahnya. Ketika Yesus tengah mengumpulkan murid-murid pertamaNya yang tertulis dalam Yohanes 1:35-51. Waktu Filipus bertemu dengan Natanael, ia berkata: "Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret." (ay 45). Pada saat itu memang Natanael belum bertemu langsung dengan Kristus. Tapi meski demikian, ia malah terburu-buru mengambil kesimpulan. Beginilah reaksinya. "Kata Natanael kepadanya: "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" (ay 46).

Sebelum kita lanjutkan, kita perlu mengetahui latar belakang kota Nazaret sehingga Natanael bisa berkata seperti itu. Nazaret memang hanyalah kota yang kecil yang terletak sekitar 80 mil dari Yerusalem. Melihat letak geografisnya sebagai kota yang terletak pada jalur perdagangan dari Damaskus ke Galilea, mungkin Natanael mendengar banyak kekacauan dan tindak kriminal disana, sehingga langsung menyimpulkan bahwa adalah tidak mungkin jika seorang Mesias akan datang dari kota kecil yang kacau situasinya seperti Nazaret. Saya tidak tahu bagaimana pastinya pandangan orang di masa itu tentang kota Nazaret. Mungkin ada banyak orang yang berpendapat sama, bahwa kota itu tidak ada baiknya seperti kata Natanael, tetapi faktanya adalah jelas. Yesus "orang Nazaret" melakukan banyak mukjizat dan menunjukkan penggenapan nubuat-nubuat sebelumnya lewat banyak nabi dalam Perjanjian Lama seperti yang disebutkan Filipus. Dalam Kisah Para Rasul dikatakan: "Kamu tahu tentang segala sesuatu yang terjadi di seluruh tanah Yudea, mulai dari Galilea, sesudah baptisan yang diberitakan oleh Yohanes,yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia." (Kisah Rasul 10:38). Berbuat baik dan menyembuhkan ini juga tertulis dalam Injil Matius. "Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik" (Matius 11:5). Lebih dari mukjizat kesembuhan dan pelepasan, Yesus juga menebus dosa-dosa kita dengan nyawaNya sendiri dan melayakkan kita untuk menerima janji keselamatan. Ini semua dilakukan oleh "Seorang" yang tumbuh dan dibesarkan di Nazaret. Jika kita mundur ke belakang melihat Yesaya 53:3, disana dinubuatkan bahwa Mesias akan merupakan orang yang hina, dan dengan berasalnya Yesus dari Nazaret, nubuatan ini pun terbukti terpenuhi.

Seandainya pertanyaan Natanael ditujukan kepada kita: "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?", bagaimana reaksi kita? Apakah kita ikut merasa itu sebagai sesuatu yang tidak mungkin atau kita bisa menjawab "ya, sesuatu yang baik tentu bisa saja datang dari mana saja, termasuk dari Nazaret." Janganlah terlalu cepat menggeneralisir sesuatu, jangan terburu-buru menilai dan terlalu gampang menyimpulkan sesuatu. Kita harus menjaga diri agar tidak terperosok pada kecenderungan mengambil kesimpulan negatif terlalu cepat. Kita bisa belajar dari reaksi Filipus terhadap reaksi negatif Natanael yang prematur itu. Ia merespon dengan: "Mari dan lihatlah!". "Come and see." Mungkin akan ada banyak pertanyaan mengenai Yesus yang ditujukan kepada kita oleh orang-orang yang belum percaya. Mereka mungkin pesimis, ragu atau sulit menerima kebenaran. Kita pun harus mampu mengatakan hal yang sama. Satu hal yang pasti, kita tidak akan bisa menjawab demikian apabila kita tidak mencerminkan terang Kristus sama sekali. Sebab tidak mungkin orang mau mencoba mengenal kalau tidak ada apapun dari kita yang mencerminkan pribadiNya. Aplikasi lainnya, jangan takut memulai dari sesuatu yang kelihatannya kecil, karena itu bisa jadi sesuatu yang luar biasa besar apabila kita tekuni dan membawa Tuhan untuk bertahta disana. Jadi, mungkinkah ada sesuatu yang baik datang dari Nazaret? Jawabannya, tentu saja. Sang Penebus, Tuhan kita Yesus Kristus datang menebus dosa kita dengan berawal dari sana.

Jangan terburu-buru menyimpulkan apalagi menuduh sebelum mengetahui dengan baik

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (8)

 (sambungan) Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang ...