Sunday, July 31, 2022

Jembatan (2)

 (sambungan)

Lewat Barnabas, sang jembatan, akhirnya terjalinlah hubungan antara Saulus dengan rasul-rasul. Ia diterima, "Dan Saulus tetap bersama-sama dengan mereka di Yerusalem, dan dengan keberanian mengajar dalam nama Tuhan." (ay 28). Setelah pertobatan, Paulus mengalami proses pertumbuhan yang luar biasa. Ia menjadi orang yang begitu berpengaruh dalam pertumbuhan awal gereja-gereja, dan hari ini kita bisa melihat setidaknya ada 13 kitab yang ditulis olehnya. Semua ini mungkin tidak akan terjadi tanpa adanya sosok Barnabas. Jika Saulus menjadi seorang Paulus yang luar biasa, itu bisa terjadi karena ada sang jembatan yang bernama Barnabas. Dengan kata lain,Tuhan pakai Barnabas untuk menjadi jembatan bagi Paulus yang dampaknya sangat besar bagi orang percaya hingga hari ini sampai kapanpun.

Seperti halnya Saulus, kita yang penuh dosa ini pun sebenarnya tidak layak untuk diselamatkan. Jangankan diselamatkan, untuk berhubungan dengan Tuhan, menghampiri tahta kudusNya pun kita sama sekali tidak pantas. Sesuatu yang kotor itu tidak bisa masuk ke dalam sesuatu yang suci dan kudus. "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah" (Roma 3:23). Tapi ternyata kita yang berdosa ini begitu dikasihi Allah, sehingga Dia pun mengutus anakNya yang tunggal, Yesus Kristus untuk menyelamatkan kita. Yesus menjadi jembatan yang memulihkan hubungan antara kita dengan Tuhan lewat karya penebusanNya di atas kayu salib. Semua penyiksaan yang tak terperi hingga kematian dalam penderitaan dan kesakitan luar biasa dijalani Kristus semata-mata agar kita selamat dan mendapatkan pemulihan hubungan dengan Tuhan. Setelah semua itu diselesaikan dengan tuntas, Dia pun bangkit, kembali ke tahtaNya dan pada suatu saat nanti akan kembali turun untuk menjemput kita.

Jika hari ini kita bisa "dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya" (Ibrani 4:16), itu adalah berkat jembatan yang dibangun Yesus.

Mari kita lihat sekeliling kita. Sudahkah kita berperan sebagai jembatan-jembatan seperti itu kepada orang lain? Ada banyak orang yang seperti saya dahulu, masih baru menerima Kristus yang butuh dijembatani, dibantu dalam proses pertumbuhannya. Dan ada begitu banyak orang yang masih belum tahu apa yang harus ia lakukan untuk selamat alias belum mengenal Kristus. Atau ada yang sudah tapi kesulitan untuk bisa mengalami Kristus dalam hidupnya. Mungkin anda melihat orang yang imannya masih naik turun, orang yang sudah menerima Yesus namun hidupnya masih dikuasai dosa, orang yang belum menemukan tujuan hidupnya seperti yang digariskan Tuhan, atau orang-orang yang masih bergumul dengan begitu banyak problem kehidupan. Rumah tangga yang retak, broken home, kehilangan mata pencaharian, sedang menghadapi berbagai macam masalah dan sebagainya. Bagi mereka ini, kita yang sedang memiliki sesuatu yang bisa dibagikan bisa berperan sebagai jembatan bagi mereka. Jangan lakukan sebaliknya. Mengabaikan alias tidak peduli, atau justru menghakimi mereka, mengusir, mengata-ngatai, mengejek, mencibir atau menghujat, karena dengan melakukan hal seperti itu, kita malah akan menjadi batu sandungan bagi banyak orang.

Kita harus menyadari bahwa keselamatan dianugerahkan Tuhan untuk semua orang, tanpa terkecuali. Tapi ada kalanya untuk bisa mencapai itu, seseorang membutuhkan jembatan. Dan disana peran kita pun dibutuhkan. Kita dituntut seperti ini: "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16). Jadilah jembatan yang terang benderang. Ada banyak orang membutuhkan Barnabas-Barnabas dalam hidupnya. We need brigdes, yes, but we can be bridges too. Maukah kita membagikan sesuatu dan menjadi jembatan bagi sesama?

Jadilah jembatan seperti Barnabas dan bukan batu sandungan.


Saturday, July 30, 2022

Jembatan (1)

 Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 9:27
===========================
"Tetapi Barnabas menerima dia dan membawanya kepada rasul-rasul dan menceriterakan kepada mereka, bagaimana Saulus melihat Tuhan di tengah jalan dan bahwa Tuhan berbicara dengan dia dan bagaimana keberaniannya mengajar di Damsyik dalam nama Yesus."

Apa fungsi jembatan? Jembatan itu adalah sarana penghubung antara dua area yang terpisah. Jembatan penyeberangan yang melintasi sungai akan membuat masyarakat sekitar terbantu karena tidak harus memutar jauh untuk bisa sampai ke seberang. Jembatan penyeberangan akan membantu kita menyeberang jalan dengan aman supaya tidak mati konyol tertabrak kendaraan saat melintas di tengah jalan. Jembatan yang lebih besar bisa menjadi penghubung antar pulau, bahkan bisa pula antar negara. Yang pasti, jembatan akan sangat membantu dalam segala hal. Baik sebagai sarana mempermudah transportasi, perdagangan, pendidikan dan lain-lain.

Saya jadi teringat lagu Paul Simon dan Art Garfunkel sekitar setengah abad lalu yang berjudul "Bridge Over Troubled Water"? Lagu ini bukanlah lagu rohani, tetapi pesan yang terkandung di dalamnya sesungguhnya sangat menginspirasi dan mengingatkan kita agar mau peduli kepada kesulitan yang tengah diderita orang di sekitar kita. Pesan yang dikandung lagu ini terus menginspirasi hingga sekarang. Tidak heran kalau kemudian lagu ini menjadi salah satu lagu klasik sepanjang masa.

Hidup sejatinya tidaklah mudah. Terkadang bisa begitu berat sehingga kita tidak bisa menghadapinya sendirian saja. Disaat-saat seperti itu kita pun butuh jembatan. Alangkah indahnya apabila kita mendapat dukungan atau bantuan dari teman-teman yang bisa bersama kita agar bisa melewati  'troubled water' hingga bisa mencapai 'safe ground'. 

Dalam hidup saya, saya berterimakasih kepada begitu banyak orang yang telah menjadi 'jembatan' dalam hidup saya. Misalnya, pada saat awal pertobatan saya. Saya terlahir bukan sebagai Kristen. Perjumpaan saya dengan Yesus membuat saya memutuskan untuk menjadi pengikutNya. Waktu itu saya sempat bingung harus pergi ke gereja mana, harus bagaimana di gereja, membuka alkitab mencari ayat pun masih bingung, bagaimana agar bisa dibaptis, proses apa yang harus saya tempuh, siapa yang bisa membantu saya untuk mengerti kebenaran, kepada siapa saya harus bertanya dan seterusnya. Saya masih ingat bagaimana 'lapar' dan 'dahaga'nya saya waktu itu, sehingga saya pergi dari satu gereja ke gereja lain dan bertanya kepada para pendeta tentang apa yang ingin saya pelajari. Saya membuka nomor kontak saya dan bertanya ke teman-teman yang juga percaya Yesus.

Puji Tuhan, ada teman-teman yang rela bertindak sebagai jembatan pada waktu itu, para pendeta yang mau meladeni pertanyaan-pertanyaan saya, sehingga saya pun bisa menjadi diri saya hari ini. Tanpa mereka yang berfungsi sebagai jembatan dari hidup lama menuju hidup baru, mungkin saya tidak akan bisa bertumbuh. Jika hari ini saya aktif mewartakan kabar keselamatan kepada siapa saja, itu semua tidak lepas dari jasa para 'jembatan' yang dengan sepenuh hati membantu saya.

Dalam banyak hal lain pun saya sangat diberkati oleh para 'jembatan' ini. Apakah itu menghubungkan saya dengan orang yang belum saya kenal, menghubungkan saya dengan sesuatu yang belum saya ketahui dan sebagainya. Saya bersyukur dengan adanya mereka. Sedikit banyak, bantuan mereka telah membentuk saya hingga menjadi diri saya saat ini.

Dalam renungan terdahulu kita sudah melihat saat Paulus dan Barnabas berbeda pandangan dan sempat berselisih paham. Kali ini saya ingin mengajak teman-teman mundur ke belakang dan melihat ketika Paulus baru saja bertobat dan memasuki masa transformasi. Pada waktu itu Paulus yang masih bernama Saulus dikenal sebagai pembantai orang percaya. Begitu kejam dan sadis, begitu mengerikan. Lalu dalam Kisah Para Rasul 9:1-19 kita bisa melihat proses pertobatannya yang mengharukan. Saulus bertobat dan kemudian bertransformasi menjadi Paulus. Selesai? Ternyata belum.

Proses selanjutnya tidaklah mudah karena ternyata orang tidak bisa percaya dan menerima dirinya. Orang-orang yang dulu sempat berhadapan dengan Paulus masa lalu masih merasa curiga, terlebih mereka tentu belum lupa seperti apa dia di waktu lalu. Ia bahkan sempat hampir dibunuh. Ia tertolak dimana-mana. Beruntunglah kemudian ada seseorang yang berperan menjadi jembatan, sehingga ia pun akhirnya bisa diterima di kalangan orang percaya. Orang itu adalah Barnabas.

Itu terjadi ketika Saulus masuk ke Yerusalem dan seperti biasa mengalami penolakan. Sepertinya apa yang ia alami bakalan sama saja. "Setibanya di Yerusalem Saulus mencoba menggabungkan diri kepada murid-murid, tetapi semuanya takut kepadanya, karena mereka tidak dapat percaya, bahwa ia juga seorang murid." (ay 26). Reputasinya yang 'mentereng' sebagai pembantai kejam di masa lalu menjadi penghalang utama dimanapun ia sampai. Tidak ada yang percaya kepadanya.

Tetapi ada Barnabas disana, yang kemudian memberi perbedaan besar mengenai penerimaan Paulus dibandingkan kota-kota lainnya. "Tetapi Barnabas menerima dia dan membawanya kepada rasul-rasul dan menceriterakan kepada mereka, bagaimana Saulus melihat Tuhan di tengah jalan dan bahwa Tuhan berbicara dengan dia dan bagaimana keberaniannya mengajar di Damsyik dalam nama Yesus." (ay 27). Adalah Barnabas yang pertama menerima dia, lalu menjembatani Saulus dengan para rasul lainnya.

(bersambung)


Friday, July 29, 2022

Beda Orang Beda Gaya (3)

 

Kitab Amsal menuliskan "Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan, dan dengan pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta benda yang berharga dan menarik." (Amsal 24:3-4). Rumah, itu berbicara bukan hanya soal bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal saja, tapi lebih dari itu rumah berbicara mengenai banyak hal secara lebih luas. Perkumpulan, organisasi, persekutuan, komunitas, semua itu pun merupakan 'tempat tinggal' bagi anggotanya bukan? Peran orang percaya untuk mendirikan Kerajaan Allah di muka bumi ini pun seperti itu. Keragaman seharusnya memperkaya, bukan jadi penghambat. Perbedaan seharusnya dipandang sebagai anugerah Tuhan yang bisa membuat kita lebih baik, bukan sebagai pemicu perpecahan. Ingat pula bahwa dalam 1 Korintus 12 sudah diingatkan bahwa "Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus." (ay 12).

Tubuh kita ini terdiri dari begitu banyak organ dan bagiannya. Bayangkan kalau kita hanya terdiri dari tangan semua, atau kaki semua dan seterusnya. Bukan saja bentuknya akan aneh, tapi kita juga tidak bisa berfungsi maksimal sebagaimana kita hari ini. Kalau berjalan kita pakai kaki dan bukan tangan. Memegang kita butuh tangan dan bukan kaki. Melihat itu pakai mata, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium dan sebagainya. Jantung, hati, usus, pembuluh darah, daging, otot, dan sebagainya, semua punya fungsi sendiri-sendiri dan dalam sebuah kesatuan kita menjadi lengkap dan bisa melakukan banyak hal.  Banyak anggota dengan caranya masing-masing, tetapi semua merupakan satu tubuh, bagian dari tubuh Kristus. Itulah seharusnya yang kita pakai dalam menyikapi perbedaan. Alangkah sayangnya kalau kita hanya mengisi segala aktifitas kita dengan ribut dan bertengkar, saling menjelekkan satu sama lain. Di luar sana semakin banyak orang yang merasa berhak menghakimi, melakukan tindak-tindak kekerasan bahkan tega membunuh hanya karena berbeda. Di antara kita murid Yesus, kasih yang mendasari kekristenan kita seharusnya bisa menjauhkan kita dari sikap-sikap seperti itu. Jangan sampai kita sama seperti mereka, atau malah lebih parah.

Kesatuan tidak berarti harus ada keseragaman dan perbedaan bukanlah berarti perpecahan. Perbedaan hendaklah disikapi dengan kedewasaan dan bijaksana. Apa yang terjadi pada Barnabas dan Paulus hendaknya menjadi pelajaran bagi kita. Alangkah indahnya apabila kita semua bisa bersatu, saling dukung, saling menguatkan dan kompak bekerjasama. Alangkah indah jika segala sesuatu bisa dibicarakan untuk mencari titik temu dan kesepakatan sehingga kita tetap bisa berjalan bareng dan saling bekerjasama untuk satu tujuan yang sama. Jika itu bisa kita lakukan, disanalah Kerajaan Allah akan bisa dinyatakan secara maksimal di muka bumi ini.

Perbedaan hendaknya dipandang sebagai sebuah rahmat dan bukan sumber perpecahan


Thursday, July 28, 2022

Beda Orang Beda Gaya (2)

 (sambungan)

Mari kita sedikit mundur ke belakang untuk melihat perbedaan sifat atau sikap antara Paulus dan Barnabas. Paulus dikenal sebagai orang yang mengalami perubahan radikal. Ia tadinya orang yang kejam, keras, bahkan sadis saat masih dipanggil Saulus, tapi kemudian seperti yang tertulis dalam Kisah Para Rasul 9 ia mengalami pertobatan. Sesudah ia menerima pertobatan, ternyata ia masih sulit diterima oleh sebagian orang yang dulu sempat bermasalah dengannya. Adalah Barnabas yang membuka pintu baginya. Barnabas merupakan orang pertama yang menerima Paulus. Barnabas memberikan Paulus kesempatan kedua. Dan bayangkan, tanpa keputusan Barnabas ini maka Paulus mungkin tidak melayani dan kita pun kehilangan sebagian besar dari Perjanjian Baru karena Paulus menulis setidaknya 13 surat disana.

Paulus tipe keras sedang Barnabas tipe orang yang selalu mau memberi kesempatan kedua.

Siapa yang salah? Tergantung dari sudut pandangnya. Paulus benar karena sifat Markus tentu bisa mengganggu pelayanan mereka yang sesungguhnya tidak gampang. Medan pelayanan mereka itu sangat keras dan penuh bahaya. Mereka harus berjalan dari satu kota ke kota yang lain dengan segala resikonya, sehingga akan sangat mengganggu apabila ada anggota di dalam yang suka bikin masalah. Sebaliknya Barnabas juga benar karena ia ingin memberi kesempatan kedua. Bukankah Tuhan pun selalu membuka kesempatan untuk pertobatan kita? Tak peduli seperti apapun dosa kita yang sudah lalu, Dia akan selalu menyambut kita dengan sukacita bila berbalik kepadaNya dengan pertobatan yang sungguh-sungguh. Jadi siapa yang salah? Saya menganggap tidak ada. Yang terjadi hanyalah perbedaan persepsi atau sudut pandang antara dua hamba Tuhan luar biasa yang timbul karena tekanan dalam pekerjaan atau pelayanan.

Apa yang bisa kita petik sebagai pelajaran dari kisah ini adalah bahwa kita seharusnya bisa menerima perbedaan secara dewasa. Kita tidak boleh merasa diri terus paling benar lantas anti kritik, anti masukan atau berkonflik kepada siapapun yang berbeda pandangan dari kita. Apalagi kalau itu terjadi di antara anak-anak Tuhan. Kalau dalam aliran atau bahkan gereja yang sama saja konflik kerap terjadi, apalagi antar denominasi. Ada banyak denominasi dengan pengajaran dan doktrin berbeda, dan ada banyak pula gereja yang saling menghakimi hanya karena menganggap bahwa mereka lah yang paling benar. Gerejanya begitu, jemaatnya pun nanti bisa begitu. Kalau di antara orang percaya saja terus ribut dan saling menjelekkan, bagaimana kita bisa berharap adanya transformasi besar di negeri ini? 

(bersambung)

(sambungan)

Wednesday, July 27, 2022

Beda Orang Beda Gaya (1)

 Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 15:39
======================
"Hal itu menimbulkan perselisihan yang tajam, sehingga mereka berpisah dan Barnabas membawa Markus juga sertanya berlayar ke Siprus."

Semakin banyak kepala, semakin banyak perbedaan yang bisa mencuat. Itu adalah fakta yang pasti kita semua pernah atau sedang alami. Yang satu maunya begini, yang lain mau begitu. Yang satu sifatnya begini, yang lain begitu. Yang satu sukanya ini, yang lain itu. Ada yang perfeksionis, semua mau dicampuri dan pengennya seperti caranya, ada yang cuek atau bahasa jaman sekarangnya santuy. Wah, seru pokoknya. Di satu sisi perbedaan itu bisa bermanfaat dengan kaya ragam ide dan solusi, memberi warna yang kaya, di sisi lain seringkali perbedaan bisa membuka lubang perpecahan yang akan sangat merugikan dan membuat semua yang sudah susah payah dibangun menjadi berantakan atau malah sia-sia.

Bagi teman-teman yang aktif dalam perkumpulan atau berorganisasi pasti mengerti apa yang saya sampaikan. Semakin aktif sebuah organisasi, maka potensi perselisihan pun makin besar. Tujuan sama, namun cara masing-masing orang, metode atau langkah yang diambil bisa berbeda-beda. Meski mungkin kita sudah sepakat, tetap saja pada pelaksanaannya ada selalu saja ada yang bisa menimbulkan konflik antar sesama anggota. Belum lagi kalau ego dan kepentingan pribadi masuk ke dalam, itu akan memperkeruh dan menambah masalah.

Kita dibesarkan dengan cara berbeda. Sifat kita berbeda. Fokus, tujuan, kepentingan, metode, cara pandang, gaya bicara, sikap, budaya, itu pun berbeda. Alangkah baiknya apabila kita bisa memandang perbedaan sebagai rahmat yang akan memperkaya dan membuat kita bisa menghasilkan sesuatu jauh lebih baik daripada bekerja sendirian. Sayang sekali biasanya yang terjadi bukan seperti itu. Tidak heran jika dalam perkumpulan bisa ada faksi-faksi kecil dari anggota yang umumnya terbentuk dari satu atau beberapa kesamaan diantara mereka. Kalau sudah begini maka suasana bisa semakin tidak kondusif. By the way, bicara soal perbedaan, efek samping dari kebebasan demokrasi yang ada di Indonesia pun saat ini membuat banyak orang merasa seolah berhak menghakimi orang yang berbeda dengan memakai kebebasan di alam demokrasi sebagai alasan pembenaran. Mereka memaksakan kehendak seolah mereka yang paling benar dan paling tahu. Disintegrasi yang terus menerus terjadi jika dibiarkan akan membuat segala yang sudah dibangun lewat perjuangan dan pengorbanan para pejuang menjadi sia-sia. Bukannya maju, kita bisa malah mundur.

Apa kata Alkitab mengenai hal ini? Faktanya, di antara hamba Tuhan pun kerap terjadi selisih paham yang diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan ini. Sangatlah menarik jika mengamati bahwa Alkitab secara jujur mencatat mengenai hal ini, yang terjadi di antara hamba Tuhan yaitu Paulus dan Barnabas.

Kisah perselisihan ini dicatat dalam Kisah Para Rasul 15:35-41.  Mereka berdua adalah orang-orang militan dalam menyampaikan kebenaran, bahkan disebutkan sebagai dua orang yang telah mempertaruhkan nyawanya karena nama Yesus (ay 26). Jadi mereka bukanlah orang-orang yang imannya sembarangan. Tapi lihatlah, bahkan dalam sebuah tujuan baik yang sama, perselisihan bisa tetap terjadi. 

Apa yang membuat mereka berselisih paham adalah soal Markus. Ketika itu Markus sempat meninggalkan keduanya saat di Pamfilia. Karena sikap Markus ini, Paulus menolak untuk membawa Markus kembali masuk dalam pelayanan mereka. Namun Barnabas bersikeras ingin membawa Markus lagi karena ingin memberi kesempatan kedua.

"Barnabas ingin membawa juga Yohanes yang disebut Markus; tetapi Paulus dengan tegas berkata, bahwa tidak baik membawa serta orang yang telah meninggalkan mereka di Pamfilia dan tidak mau turut bekerja bersama-sama dengan mereka." (ay 37-38).

Gara-gara soal Markus, mereka jadi bertengkar keras yang kemudian membuat mereka akhirnya memutuskan untuk berpisah. "Hal itu menimbulkan perselisihan yang tajam, sehingga mereka berpisah dan Barnabas membawa Markus juga sertanya berlayar ke Siprus." (ay 39). 

(bersambung)

(sambungan)


Tuesday, July 26, 2022

Percaya atau Tidak? (3)

 (sambungan)


Kalau kita cermati dalam Alkitab, Yesus sering menyasar masalah percaya ini, Berulang kali Yesus menegur murid-muridNya yang kurang percaya. Si  ayah pun sempat ditegur karena tidak percaya. Tapi lihatlah, Yesus mau membantu sisi kurang percaya si ayah lalu menyembuhkan anaknya. Dia mengerti pergumulan kita, dia paham kelemahan kita.

Ada hal menarik lainnya dari kejadian lain. Mari kita lihat apa yang terjadi saat Yesus menyembuhkan orang sakit kusta (Lukas 5:12-16). Dari kisah orang kusta ini kita bisa melihat perbedaan iman dari orang kusta ini dengan ayah dari anak yang kerasukan tadi. Orang berpenyakit kusta ini berkata: "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku." (ay 12). Lihatlah  perbedaan nyata antara iman orang sakit kusta yang juga sudah sangat lama menderita dengan penyakitnya dengan iman si ayah. Si ayah berkata "jika Engkau dapat" sedang orang kusta bilang "jika Tuhan mau". "Dapat" dan "Mau", itu berbeda.

Tuhan selalu dapat melakukan apapun dan bagi orang percaya tidak ada kata mustahil. Karena itu kita harus terus melatih diri kita untuk mampu memiliki iman yang dipenuhi rasa percaya. Jika kita masih tidak sanggup memilikinya, jangan khawatir dan berkecil hati. Saya pun mengalaminya berkali-kali. Apa yang harus kita lakukan? Berdoalah dan minta Tuhan membantu kita untuk bisa percaya kalau kita masih belum sanggup untuk itu. Tuhan akan memberi kelegaan, ketenangan, Roh Kudus bisa bekerja meneguhkan kita sehingga kita bisa membangun iman kita dengan rasa percaya penuh.

Yesus sudah mengingatkan kita "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku." (Yohanes 14:1), atau "Jangan takut, percaya saja!" (Markus 5:36) dan banyak lagi firman Tuhan yang menyuruh kita untuk memiliki sebentuk rasa percaya yang cukup untuk bisa mendapatkan jawaban atas permasalahan-permasalahan kita. Lihat pula ayat yang sangat menguatkan ini: "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24). Begitu pentingnya sebuah iman yang percaya dalam menerima uluran tangan Tuhan, maka dari itu marilah hari ini kita berdoa agar Tuhan meneguhkan kepercayaan kita kepadaNya. Jika kita bisa hidup dengan iman yang bekerja penuh atas dasar percaya, tidak akan ada lagi hal yang mustahil bagi kita.

Terus latih diri kita untuk bisa tetap percaya dalam keadaan apapun

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, July 25, 2022

Percaya atau Tidak? (2)

 

(sambungan)

Sekarang perhatikan apa yang dikatakan sang ayah. "jika Engkau dapat berbuat sesuatu." Jika Tuhan dapat? Adakah hal yang tidak dapat dilakukan Tuhan? Tentu kita semua tahu jawabannya. Dan seperti itulah tepatnya jawaban Yesus. "Jawab Yesus: "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (ay 23). Ada hal menarik dari jawaban Yesus tersebut. Lihat bahwa Yesus menekankan kepada kata "percaya" dan bukan kepada kemampuanNya. Yesus bukan berkata: Apakah kamu meragukan Aku? Tidak. Yesus mengatakan bahwa tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya. Percaya, itu adalah salah satu kunci penting untuk mendapatkan jawaban atas doa. That's one point.

Lalu dialog mereka menjadi semakin menarik. "Segera ayah anak itu berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!" (ay 24). Pernyataan si ayah ditengah kepanikannya terdengar absurd. Ia berteriak: Aku percaya, tolonglah aku yang tidak percaya ini. Jadi mana yang benar, percaya atau tidak percaya?

Ketakutan, rasa kalut melihat kondisi anaknya membuat jarak antara percaya dan tidak percaya menipis. Begitu tipis hingga hadir dalam satu kalimat hanya dalam hitungan 1 detik.

Sesungguhnya apa yang dialami si ayah seringkali kita alami pula dalam hidup kita. Ketika beban pergumulan memuncak kita menjadi terombang-ambing antara keadaan ingin percaya tapi tidak cukup bisa untuk mempercayainya. Kita ingin ditolong tapi kita sulit untuk benar-benar yakin apakah mungkin pertolongan itu bisa kita alami. Yang menjadi masalah sebenarnya bukanlah ketidakinginan kita untuk percaya, tapi justru lebih kepada ketidaksanggupan kita untuk mengimaninya. Beban terkadang menimpa dengan sangat berat sehingga sulit bagi kita untuk tetap fokus dengan iman disertai rasa percaya yang penuh ketika kita memohon pertolongan Tuhan lewat doa kita. Maka teriakan si ayah pun mewakili apa yang sering kita alami hari ini.

Lalu, jika kita mengalaminya, apa yang harus kita lakukan? Disaat kita ingin bisa benar-benar percaya tapi kita tidak sanggup untuk itu, kita harus bagaimana?

"I want to believe, please help me to believe!" Sederhananya seperti itulah pergumulan si ayah menghadapi keadaan anaknya. Ada kabar baik buat kita. Tuhan bukanlah Allah yang kaku dan hanya menyuruh. Dia adalah Allah yang peduli akan pergumulan kita. Ketika kita diminta untuk percaya, dan kita belum cukup sanggup untuk itu, bukankah sangat melegakan ketika kita mengetahui bahwa Tuhan pun bersedia membantu kita untuk percaya, untuk mengatasi keraguan kita? Dan Tuhan mau melakukannya. Dia bersedia untuk itu. And that's a good news for us, human with limited ability and full with weaknesses.

(bersambung)

Sunday, July 24, 2022

Percaya atau Tidak? (1)

 Ayat bacaan: Markus 9:24
=====================
"Segera ayah anak itu berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!"

Percaya dan tidak percaya itu bertolak belakang. Betul. Kelihatannya tentu seperti itu. Tapi pada kenyataannya belum tentu, bahkan bisa jadi sangat tipis. Kita bisa bagaikan terombang ambing bolak balik antara percaya dan tidak percaya dalam sekedip mata. Itu yang muncul di benak saya saat anak saya mau meluncur dari wahana luncuran saat saya bawa berenang.

"Kamu percaya papa kan? Ayo meluncur, papa tunggu di bawah." "Percaya pa," katanya mantap. Ia naik. Tapi kemudian berubah sebelum duduk di ujung atas luncuran. "Takut pa." katanya. Ia bolak balik duduk dan berdiri, antara percaya tapi juga takut. Takut itu artinya sama saja dengan meragukan atau tidak percaya. Geli rasanya melihat dia mundur maju  seperti itu. Tapi itu buat saya adalah sebuah gambaran mengenai bagaimana iman kita yang bisa naik turun tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi. Kita bisa mengatakan percaya, tapi sekejap kemudian kita bisa berubah menjadi tidak percaya. Seperti pendulum kadang berayun ke kiri, sebentar lagi sudah ada di kanan.

Jika demikian, antara percaya atau tidak itu bisa jadi memang tipis sekali bedanya. Kalau terhadap sesuatu yang nyata saja kita begitu, apalagi terhadap sesuatu yang tidak kelihatan. Saat kita menghadapi kesulitan, kita tidak bisa melihat apa yang akan terjadi di depan. Kemampuan kita tidak sanggup untuk melakukan itu. Karenanya iman menjadi sangat perlu dalam hal ini. Dan Ibrani 11:1 mengatakan bahwa iman merupakan dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari sesuatu yang tidak kita lihat. Tapi iman ini sepertinya pun sangat abstrak bagi manusia. Mengaku beriman belum tentu benar beriman, atau sekarang merasa beriman tapi kemudian hilang entah kemana.

Seperti apa iman kita akan terlihat dari bagaimana reaksi kita ketika menghadapi persoalan. Semakin berat beban masalah, maka semakin teruji pula iman kita. Secara teoritis kita tahu harus bagaimana, tapi seringkali sebagai manusia kita tidak atau belum sekuat itu. Dan kita pun sering berada diantara yakin dan ragu, antara percaya dan tidak percaya. Belum lagi kalau si jahat ikut-ikutan memanfaatkan kelemahan kita dan terus menggoyangnya. Maka, antara percaya dan tidak percaya bisa menjadi tipis sekali. Begitu tipis, bahkan bisa muncul berbarengan, dalam satu kalimat.

Satu kalimat? Ya, itu bisa terjadi pada kita, dan itupun terjadi di jaman Yesus turun ke dunia, bahkan oleh orang yang berada tepat di hadapan Yesus. Alkitab mencatat kisah menarik ini.

Alkisah ada seorang ayah membawa anaknya yang kerasukan roh jahat ke hadapan Yesus. (Markus 9:14-29). Si ayah panik bukan kepalang, karena bukan saja roh itu membisukan anaknya sejak kecil, tapi juga menyerang anaknya dengan cukup parah, mungkin yang terjadi saat itu persis seperti apa yang biasa kita lihat di film-film horror. Secara detail hal itu disebutkan Markus. "Dan setiap kali roh itu menyerang dia, roh itu membantingkannya ke tanah; lalu mulutnya berbusa, giginya bekertakan dan tubuhnya menjadi kejang." (Markus 9:18). Seperti film Exorcist kan? Itu yang terjadi pada waktu itu. Melihat apa yang terjadi, tidak satupun murid Yesus sanggup berbuat sesuatu. Si ayah pun berkata: "Dan seringkali roh itu menyeretnya ke dalam api ataupun ke dalam air untuk membinasakannya. Sebab itu jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami." (ay 22). 

(bersambung)


Saturday, July 23, 2022

Rancangan Tuhan vs Rancangan Manusia (3)

 (sambungan)

Paulus suatu kali menuliskan: "O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!" (Roma 11:33). Tidak ada satupun manusia, sepintar apapun, yang akan sanggup mengukur cara-cara yang dipakai Tuhan. Paulus pun melanjutkan "Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?" (ay 34).  Siapa dari kita yang berani mengklaim bahwa kita lebih tahu dari Tuhan?

Alangkah sia-sianya jika kita terus meragukan bahwa Tuhan sanggup menolong kita untuk lepas dari masalah yang tengah menerpa kita hari ini.  Alangkah ironisnya jika kita merasa putus asa bahwa masalah kita tidak akan mampu terpecahkan. Kita bisa memakai logika kita yang paling muktahir untuk menganalisa masalah yang tengah kita hadapi hari ini, dan mungkin logika kita berkata bahwa apa yang kita alami tidak lagi memiliki pemecahan atau jalan keluar. Kita bisa takut akan setiap masalah yang menyelimuti hidup kita, tetapi sesungguhnya kita harus ingat: di tangan Tuhan tidak ada yang mustahil. Segalanya mungkin, dan Tuhan bisa memakai orang-orang atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan bagi kita untuk menjadi saluranNya dalam menolong atau memberkati kita. Sekali lagi, mungkin bagi pemahaman kita terlihat lambat, terlihat seolah tidak peduli, tetapi percayalah, Allah selalu peduli dan tidak ingin kita sampai celaka. Dia selalu tahu apa yang terbaik buat kita, jalan yang terbaik buat kita, dan apa yang akan kita dapatkan nanti agar bisa menjadi pribadi-pribadi yang lebih bijaksana. Kita tidak akan pernah bisa mengukur Tuhan. Jarak antara kemampuan logika kita dan kemampuan Tuhan itu bagaikan bumi dan langit, tidak terselidiki, tidak terselami.

Pemazmur pun menyadari hal itu. Ia berkata: "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu." (Mazmur 77:12-13). Ribuan Tahun berlalu, hari ini keajaiban Tuhan itu masih terus berlanjut. Jika demikian, mengapa kita harus gentar menghadapi masalah seberat apapun yang tengah menghimpit kita hari ini? Kenapa kita harus ragu akan uluran tangan Tuhan? Kenapa kita harus membiarkan pikiran kita menuduh Tuhan tidak berempati pada permasalahan kita, dan kenapa kita harus terus memaksa Tuhan untuk melakukan tepat seperti keinginan dan waktu menurut kita?

Teman-teman, teruslah hidup dalam pengharapan dan kepercayaan penuh dalam Tuhan. Lakukan bagian kita, dan pada saatnya nanti Tuhan akan bertindak dengan cara-cara yang ajaib, yang tidak terselami atau tidak terselidiki, tidak terbayangkan dan tidak terpikirkan oleh kita. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, "Besar dan ajaib segala pekerjaan-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa! Adil dan benar segala jalan-Mu, ya Raja segala bangsa!" (Wahyu 15:3b).

When God steps in, miracles happen


Friday, July 22, 2022

Rancangan Tuhan vs Rancangan Manusia (2)

 

(sambungan)

Firman Tuhan ini sejak dulu mengingatkan saya baha kemampuan kita tidak ada apa-apanya dibanding Tuhan. Seujung kuku pun tidak. Ayat ini menunjukkan betapa besarnya Allah yang tidak akan mampu terselami dengan kemampuan akal kita yang begitu terbatas. Setinggi apa kita bisa menciptakan sesuatu, kemampuan teknologi yang terus berkembang pesat, tapi tetap saja kita tidak akan pernah mampu mencapai tingkat seperti Tuhan. Kita merasa tahu apa yang kita butuhkan sebagai bantuan dari Tuhan, tapi Tuhan jauh lebih tahu apa yang terbaik yang harus Dia  berikan untuk kita. Tuhan selalu rindu untuk memberkati dan menolong anak-anakNya. Tuhan peduli, dan mengasihi kita. Dia tidak ingin satupun dari kita binasa. Kalau untuk binasa saja Dia tidak ingin, apalagi untuk urusan kehidupan sehari-hari yang bisa jadi kompleks dan terjal untuk dilalui. Untuk menolong kita, Tuhan bisa pakai seribu satu cara. 

Kalau kita menelaah Alkitab maka kita akan menemukan betapa banyaknya cara Tuhan dalam melakukan sesuatu yang mendatangkan kebaikan. His helping hands come with so many surprising ways. Dia memakai begitu banyak cara ajaib yang tidak pernah terpikirkan oleh kita, tidak terselami, bahkan tidak mampu dipecahkan dengan cara berpikir atau logika manusia.

Mari saksikan beberapa contoh saja seperti yang tertulis di dalam Alkitab.
- Lihatlah bagaimana Tuhan menolong Elia lewat burung-burung gagak yang membawa roti dan daging setiap pagi dan petang ketika ia berada di sungai Kerit. (1 Raja Raja 17:1-6).
- Perhatikan bagaimana Tuhan menolong seorang janda yang terjerat hutang lewat sedikit sisa minyak yang ia miliki. Tuhan sanggup mengisi bejana-bejana hingga melimpah, lalu menyuruh perempuan itu untuk pergi menjual minyak untuk menutupi hutangnya. Bahkan begitu melimpah sehingga si janda masih memiliki sisa uang yang bisa ia pakai untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya. (2 Raja Raja 4:1-7).
- Tiang awan dan tiang api dipakai Tuhan untuk menuntun umatNya menuju tanah terjanji (Keluaran 13:17-22).
- Tuhan membelah Laut Teberau sehingga bangsa Israel bisa selamat dari kejaran tentara Mesir (Keluaran 13:17-14:29).
- Masih ingatkah anda dengan kisah Perkawinan di Kana dimana Yesus mengatasi masalah kehabisan anggur bukan cuma secukupnya tapi hingga berlimpah-limpah? (Yohanes 2:1-11).
- Atau mengenai penggandaan lima roti dan dua ikan yang dimiliki seorang anak kecil untuk memberi makan lebih dari 5000 orang (Matius 14:13-21).

Ini baru sedikit sekali contoh dari ratusan perbuatan ajaib Tuhan dengan metode, cara, alternatif atau variasi yang berbeda yang Dia lakukan untuk menolong dan memberkati anak-anakNya. Hingga hari ini pun berbagai mukjizat yang ajaib masih bisa kita saksikan. Orang sakit disembuhkan, rumah tangga atau diri seseorang dipulihkan dan sebagainya, bahkan orang mati yang bangkit kembali pun masih juga terdengar hingga hari ini. Dan semua itu bisa punya kisahnya sendiri yang berbeda antar orang per orang. Tuhan sanggup, lebih dari sanggup menolong anak-anakNya dengan seribu satu cara sampai kapanpun.

(bersambung)

Thursday, July 21, 2022

Rancangan Tuhan vs Rancangan Manusia (1)

 Ayat bacaan: Yesaya 55:8-9
=======================
"Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu."

Belakangan ini saya sedang mengajarkan anak saya berpikir solutif. Ia saya ajarkan untuk tidak buru-buru minta tolong tapi mencoba dulu bagaimana menyelesaikan sesuatu,  kalau setelah dia mencoba tapi tidak bisa juga, baru saya bantu. Dia perlu belajar bahwa ada banyak cara untuk mencari solusi. Misalnya saat dia bermain puzzle, dia bisa belajar untuk mencari jalan mau mulai dari mana. Apakah ia menggabungkan dulu beberapa bagian yang bisa langsung kelihatan, atau mau mulai dari pinggir dulu. Mau menyelesaikan per bagian dulu atau acak, silahkan. Cara yang ia ambil belum tentu sama dengan cara saya, tapi saya biarkan saja dia eksplor sendiri. Pada akhirnya toh puzzle itu akan rampung juga.

Pepatah mengatakan ada banyak cara menuju Roma. Ya, dengan teknologi aplikasi seperti Waze sekarang kita bisa melihat beberapa rute alternatif untuk mencapai tujuan. Ada estimasi waktu tempuh, ada data mengenai macet tidaknya masing-masing jalur, semua bisa kita lihat dan pertimbangkan untuk memilih rute yang mau kita ambil. Suatu kali seorang teman bercerita bahwa ia sampai berselisih dengan istrinya karena memilih rute yang dianggap istrinya salah. Menurutnya ia sudah mengambil jalur sesuai rekomendasi Waze, tapi ternyata ada kemacetan yang sepertinya belum terdata. "Padahal kalau mau sabar saja, biar sedikit lebih lama tapi kan tetap sampai?" katanya.

Kita sering berlaku seperti sang istri saat menantikan uluran tangan Tuhan untuk menolong kita saat berada dalam kesulitan. Baik sadar atau tidak, banyak yang cenderung mendesak Tuhan untuk melakukan sesuai dengan apa yang dipikirkan. Maunya langsung instan, maunya segera, kalau tidak maka langsung bersungut-sungut, menggerutu atau menuduh Tuhan yang tidak-tidak. Berpikir bahwa cara kita yang terbaik, padahal belum tentu. Terkadang ada jalan yang seolah bakal menyelesaikan lebih cepat tapi justru nantinya menambah masalah baru. 

Masalahnya, kita tidak bisa melihat masa depan. Mata dan kemampuan kita terbatas untuk itu. Sebaliknya, sadarkah kita bahwa kemampuan Tuhan justru tak terbatas? Dia bisa melihat apa yang akan terjadi di depan sana, sehingga pastinya akan tahu jalur mana yang harus diambil. Apakah kita bisa setidaknya berpikir bahwa saat Dia terlihat lambat melakukan sesuatu, saat Dia sepertinya tidak kunjung menjawab, Dia sebenarnya sedang menghindarkan kita dari sesuatu yang malah akan semakin merusak, atau mungkin juga, Tuhan ingin kita belajar sesuatu dulu lewat jalan yang ia pilihkan untuk kita. Masalahnya, kebanyakan orang tidak berpikir sejauh itu dan inginnya memaksakan Tuhan untuk melakukan tepat seperti cara yang terbaik menurut pendapat manusia yang amat sangat terbatas kemampuannya. 

Dari apa yang tertulis dalam Alkitab dan pengalaman pribadi saya, Tuhan itu sangatlah kreatif. Dia mampu menciptakan jauh lebih banyak alternatif untuk melepaskan kita dari masalah, karena tidak seperti kita, tidak ada kata mustahil bagi Tuhan. Dia bisa pakai apa saja dan lewat cara manapun untuk menyatakan kemuliaanNya. Apa yang Dia sanggup bahkan  jauh lebih besar dari kemampuan nalar atau logika kita. Keajaiban yang mustahil bagi kita akan sangat mudah ketika berada di tangan Tuhan. Pertanyaannya, apakah kita mau bersabar dan percaya kepada keputusan Tuhan?

Lihatlah Firman berikut ini.

"Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). 

(bersambung)



Wednesday, July 20, 2022

Goliat (6)

 (sambungan)

Demikianlah langkah-langkah yang diambil Daud untuk bisa mengatasi sosok besar dengan perlengkapan perang komplit seperti Goliat. Dengan bentuk iman yang percaya seperti poin-poin tadi Daud bisa mengatasi apa yang dianggap mustahil bagi dunia. Daud kemudian percaya bahwa ia akan segera menambahkan pencapaian baru dalam catatan pribadinya. Demikian kata Daud: "Hari ini juga TUHAN akan menyerahkan engkau ke dalam tanganku dan aku akan mengalahkan engkau dan memenggal kepalamu dari tubuhmu; hari ini juga aku akan memberikan mayatmu dan mayat tentara orang Filistin kepada burung-burung di udara dan kepada binatang-binatang liar, supaya seluruh bumi tahu, bahwa Israel mempunyai Allah, dan supaya segenap jemaah ini tahu, bahwa TUHAN menyelamatkan bukan dengan pedang dan bukan dengan lembing. Sebab di tangan Tuhanlah pertempuran dan Iapun menyerahkan kamu ke dalam tangan kami." (ay 46-47). Betapa tegas dan kuat pernyataan Daud ini, yang tentu timbul dari imannya yang luar biasa.

Sebuah kesaksian bisa menginspirasi banyak orang dan mengenalkan kuasa Kristus kepada orang lain. Jika merujuk pada kitab terakhir yaitu Wahyu, kita akan tahu bahwa musuh hanya bisa dikalahkan oleh darah Anak Domba dan oleh perkataan kesaksian (Wahyu 12:11). Apakah kita sudah membagikan kesaksian atau masih takut melakukannya dengan berbagai alasan? Hal ini pun penting untuk kita renungkan.

Apakah diantara teman-teman ada yang hari ini tengah berhadapan dengan masalah yang rasanya besar seperti raksasa? Anda tengah dicekam ketakutan dan mulai terpikir bahwa anda tidak akan mampu mengatasinya? Belajarlah dari Daud untuk menghadapinya. Daud berkata: "Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu: "Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu." (1 Samuel 17:45).

Dengan hal yang sama anda bisa berkata kepada masalah yang tengah mengintimidasi anda. Hai masalah, engkau boleh menghampiri saya lengkap dengan segala 'persenjataan'mu, tapi saya tidak takut. Saya siap hadapi engkau dalam nama Tuhan semesta alam.

Ingatlah bahwa tidak ada satupun masalah yang lebih besar dari Tuhan. Lakukan seperti Daud, dan kelak pada suatu ketika, anda bisa mempergunakan hal ini sebagai kesaksian yang bisa menjangkau banyak jiwa.

Sebesar apapun masalah yang datang, Tuhan akan selalu lebih besar daripadanya. Jangan pernah lupakan itu


Tuesday, July 19, 2022

Goliat (5)

 

(sambungan)

4. Periksa dan pergunakanlah apa yang ada

Apa senjata yang dipakai Daud untuk melawan Goliat? Daud tidak memilih pedang atau tombak yang mungkin akan segera menjadi alternatif kita bila ada di posisi Daud. Padahal mengingat ia masih sangat belia, dari ukuran saja ia pasti akan kesulitan mengangkatnya, apalagi jika harus menggunakan itu untuk melawan raksasa Goliat. Daud ternyata memilih apa yang ada pada dirinya, dan apa yang tersedia disana.

"Lalu Daud mengambil tongkatnya di tangannya, dipilihnya dari dasar sungai lima batu yang licin dan ditaruhnya dalam kantung gembala yang dibawanya, yakni tempat batu-batu, sedang umbannya dipegangnya di tangannya. Demikianlah ia mendekati orang Filistin itu." (ay 40). Tidak masalah senjata apa yang ia miliki, karena ia tahu meski senjata itu tak ada apa-apanya dibanding tombak tempur kualitas super yang dipakai lawannya, ditangan Tuhan senjata yang terlihat sepele itu bisa berkekuatan luar biasa.

Kalau bicara mengenai memeriksa dan mempergunakan apa yang ada, kita bisa belajar pula dari cerita tentang Yesus saat menggandakan 5 roti dan 2 ikan utuk memberi makan ribuan orang seperti yang bisa kita baca dalam injil Markus ayat 6.

Pada saat itu, para murid Yesus memandang kepada problema yang muncul dan fokus kepada apa yang tidak ada. Mereka bahkan sepertinya tidak berpikir akan kemampuan Yesus dalam membuat mukjizat. Yesus kemudian  mengajarkan mereka untuk mencari tahu apa yang ada dan bisa dipergunakan untuk menyelesaikan masalah. "Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!" Sesudah memeriksanya mereka berkata: "Lima roti dan dua ikan." (Markus 6:38).

Bandingkan dengan reaksi kita pada umumnya ketika menghadapi masalah besar. Bukankah pikiran kita sering tertutupi oleh rasa takut dan kepanikan sehingga kita lebih cenderung fokus kepada apa yang tidak kita miliki ketimbang memeriksa terlebih dahulu apa yang ada pada kita? Akan jauh lebih efektif jika kita bisa tetap tenang dan melihat dahulu apa yang kita punya sebelum kita buru-buru panik. Belum lagi kita sering terbiasa  berpikir terlalu jauh lalu melewatkan bahwa solusinya mungkin saja bisa timbul lewat penyelesaian sederhana.

Mungkin saja apa yang ada pada kita saat ini hanya sesuatu yang sederhana, seperti umban dan batu, atau roti dan ikan. Tetapi kita harus percaya bahwa ditangan Tuhan itu bisa menjadi senjata luar biasa untuk mengatasi persoalan. 

(bersambung)

Monday, July 18, 2022

Goliat (4)

 

(sambungan)

3. Jangan pernah lupakan bagaimana luar biasanya pertolongan Tuhan di masa lalu

Adalah sangat menarik jika kita melihat bagaimana Daud bisa sebegitu yakin dalam menghadapi persoalan besar. Daud berani menghadapi Goliat ternyata merujuk pada pengalaman-pengalaman pribadi sebelumnya, dimana ia sudah merasakan sendiri bagaimana Tuhan melindunginya ketika sedang menggembala.

Mari kita lihat apa katanya.

"Tetapi Daud berkata kepada Saul: "Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya. Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh hambamu ini. Dan orang Filistin yang tidak bersunat itu, ia akan sama seperti salah satu dari pada binatang itu, karena ia telah mencemooh barisan dari pada Allah yang hidup. Pula kata Daud: "TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu." (ay 34-37).

Perhatikan. Ketika berhadapan dengan masalah, Daud segera membuka buku perjalanan hidupnya, museum pribadinya yang berisi pengalaman-pengalamannya terdahulu ketika merasakan kuasa penyertaan Tuhan secara nyata. Bagi tentara Israel Goliat terlihat sebagai raksasa yang tidak akan mungkin dikalahkan, tetapi bagi Daud, Goliat tidaklah lebih dari beruang atau singa yang sudah berulang kali ia taklukkan bersama Tuhan. Kalau Tuhan sanggup membuat Daud kecil mampu mengalahkan binatang-binatang buas sebelumnya, kenapa lantas dia harus gentar menghadapi Goliat?

Dalam Mazmur ada ayat yang berbunyi sebagai berikut:

"Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2).
Kata 'sangat terbukti' menunjukkan sesuatu yang sudah pernah terjadi di waktu lalu. Pemazmur tahu bahwa museum pribadinya pun berisikan begitu banyak bukti bagaimana kuasa Allah sanggup menolong dalam kesesakan, bagaimana Allah mampu menjadi tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai solusi atau jawaban dari setiap permasalahan yang kita alami.

Alkitab juga dengan tegas berkata: "Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah.." (Maleakhi 3:6). Dan Yesus pun demikian. "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Tetap sama, kemarin, hari ini dan sampai selamanya, tidak berubah. Itu artinya, jika dahulu Tuhan bisa, hari ini pun sama, besok lusa dan sampai kapanpun Dia bisa. Kalau dulu kita pernah alami, kenapa sekarang tidak? Can we have this mindset by looking back to the wonderful and wonderous things He has done before to deal with today's problems? 

(bersambung)

Sunday, July 17, 2022

Goliat (3)

 

(sambungan)

2. Jangan biarkan hati menjadi tawar

Dalam ayat 32 tertulis "Berkatalah Daud kepada Saul: "Janganlah seseorang menjadi tawar hati karena dia; hambamu ini akan pergi melawan orang Filistin itu." Perhatikan bagaimana Daud bisa percaya diri menghadapi orang Filistin bertubuh sangat besar itu, dan bandingkan dengan perasaan para tentara Israel yang berisi orang-orang terlatih dan berpengalaman. Bukankah rasanya aneh apabila ada seorang anak kecil yang dikeluarganya saja tidak dianggap, sehari-hari kerjanya hanya menggembalakan ternak milik ayahnya, tapi berani menasihati raja Israel pada waktu itu beserta bala tentaranya? Tapi itulah yang terjadi. Daud berani karena ia tahu siapa yang ada dipihaknya. Daud percaya bahwa jika Tuhan ada bersamanya ia tidak perlu tawar hati terhadap apapun. Ini adalah sebuah sikap iman yang ternyata mampu memberi hasil gemilang. Jadi bukan soal segala kelengkapan, kuat dan hebat kita sebagai manusia dan lain-lain yang menurut kita layak untuk dibanggakan, tapi iman kita akan berpengaruh pada sejauh mana kita mengandalkan Tuhan, disanalah letak kekuatan kita yang sesungguhnya.  

Dalam menghadapi beban masalah besar, hal lain yang perlu kita jaga adalah jangan sampai kita tawar hati. Menjadi gentar, drop mentalnya, kehilangan semangat juang hingga kehilangan kepercayaan. Kalau itu yang terjadi, justru kita tidak lagi punya kekuatan untuk mengatasi problematika hidup yang sedang menyulitkan kita. Bukannya semakin membaik, tapi malah akan membuat segalanya memburuk.

Dalam kitab Amsal juga diingatkan bahwa dengan tawar hati ketika menghadapi situasi sulit, kekuatan kita justru mengecil. Menyusut sehingga kita tidak punya daya lagi untuk bisa terus berjuang. "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10).

Bukankah saat kita tawar hati, pikiran kita pun akan keruh sehingga kita tidak lagi bisa berpikir jernih? Bukankah jika kita tawar hati, kita akan kehilangan semangat untuk berjuang? Jika itu terjadi, bukankah kita akan justru semakin lemah?

Karena itulah penting bagi kita untuk terus menjaga kondisi hati kita agar jangan sampai menjadi tawar. Jangan terintimidasi, jangan terprovokasi. Hati yang tetap terjaga baik akan memungkinkan kita untuk berjuang mencari solusi, bisa mendengar hikmat Tuhan alias tidak terputus dari Tuhan, dan kemudian bisa tetap tegar dengan mengandalkan Tuhan dalam berhadapan dengan kesulitan-kesulitan yang tengah menerpa hidup. 

(bersambung)

Saturday, July 16, 2022

Goliat (2)

 

(sambungan)

Keempat poin itu adalah:

1. Berhentilah memandang hanya kepada masalah, ubah arah pandangan kepada Tuhan

Bayangkan jika Daud memandang ukuran tubuh, pengalaman perang, status, kelengkapan persenjataannya dengan memakai kacamata manusia. Ia tidak mungkin berani berhadapan satu lawan satu dengan tipe lawan seperti itu. Apa yang membuat Daud berani adalah bahwa ia mengarahkan pandangannya bukan kepada raksasa yang siap membunuhnya tapi kepada Tuhan. Hanya itu satu-satunya alasan yang membuatnya berani berhadapan dan kemudian menang.

Seperti halnya Daud, belajarlah untuk berhenti memandang besarnya masalah dan alihkan dengan memandang besarnya Tuhan yang ada bersama kita. Memandang besarnya masalah, itulah yang dilakukan oleh para tentara Israel, dan itu terbukti melemahkan mental dan moral mereka. Daud berbeda. Ia tidak memandang kepada besarnya masalah tapi memandang kepada siapa yang menyertainya.

Lihat bagaimana reaksi Daud ketika mendengar intimidasi Daud yang menakutkan seluruh prajurit Israel. "Lalu berkatalah Daud kepada orang-orang yang berdiri di dekatnya: "Apakah yang akan dilakukan kepada orang yang mengalahkan orang Filistin itu dan yang menghindarkan cemooh dari Israel? Siapakah orang Filistin yang tak bersunat ini, sampai ia berani mencemoohkan barisan dari pada Allah yang hidup?" (ay 26).

Dari apa yang ia katakan kita bisa dengan jelas melihat siapa yang ia andalkan dalam hidupnya. Ia tidak memandang masalah melainkan memfokuskan pandangannya kepada Tuhan yang hidup, yang ia yakin selalu berada bersamanya. Sebesar apa masalah anda hari ini, akankah itu bakal lebih besar dari kuasa Tuhan sehingga Tuhan tidak lagi mampu menolong kita? Tentu saja tidak, tidak ada masalah apapun yang bisa mengatasi kuasa Tuhan. Jadi jika kita memandang Tuhan, kita tidak akan terintimidasi lagi oleh masalah tak peduli sebesar apapun. Pertanyaannya, apakah iman kita cukup untuk itu? Itulah yang harus menjadi titik fokus kita, karena biasanya semakin besar tekanan, semakin goyah pula iman kita. Semakin berat beban hidup yang kita pikul, semakin tawar hati dan ragu pula kita akan eksistensi Tuhan.

Karena itu kita harus memperhatikan betul kondisi iman kita. Sejatinya hidup ini ibarat medan perang, dimana serangan bisa datang kapan saja. Dan jangan harap iman kita akan cukup kuat dan bisa terus bertumbuh jika kita terus saja masih awam atau malah asing dengan segala Firman yang disampaikan Tuhan. Iman, itulah yang akan memampukan kita untuk bisa memandang Tuhan, bukan memandang masalah. Daud, dan banyak tokoh Alkitab lainnya sudah membuktikannya. Kalau mereka bisa mengalami, kita pun bisa.  

(bersambung)

Friday, July 15, 2022

Goliat (1)

 Ayat bacaan: 1 Samuel 17:45
=================
"Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu: "Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu."

Matahari belum lama terbit. Di sebuah lembah bernama Tarbantin, dengan lokasi yang terletak di antara dua bukit sekitar 1000 tahun sebelum Masehi, ada dua sosok yang sedang berhadapan di pagi itu. Yang satu berukuran besar seperti raksasa. Tingginya sekitar tiga meter, dengan kelengkapan peralatan dan persenjataan lengkap termasuk perisai dan memegang senjata tombak yang terbuat dari tembaga. Mata tombaknya sangat tajam dan terlihat sangat berat, berkilauan di terpa matahari yang mulai menyengat terik. Angin tidak terlalu kencang tapi cukup untuk menerbangkan debu menutupi sekeliling lembah. Wajah raksasa itu terlihat kejam, matanya sudah menusuk lawan sebelum mereka mulai bertarung.

Di sudut berlawanan terlihat sesuatu yang kontras. Lawan dari si raksasa adalah seorang anak muda yang wajahnya saja masih kemerahan. Ia berdiri disana tanpa perisai atau pelindung tubuh appaun. Di tangannya bukanlah tombak melainkan hanya ada umban, yang tidak lain adalah sejenis ketapel. Ia berukuran jauh lebih kecil dari sang raksasa. Tapi kelihatannya ia tidak terintimidasi sama sekali dengan lawan yang berdiri tepat dihadapannya. Ia balik menatap, wajahnya terlihat tenang.

Siapapun yang sekiranya ada disana untuk menonton mereka bertempur tentu akan berpikir bahwa itu adalah pertarungan yang tidak seimbang. Pembantaian kilat dan instan sebentar lagi hampir pasti akan terjadi. Sudah kalah jauh soal ukuran tubuh, kalah pula di perlengkapan perang. Bagi yang tahu latar belakang pertarungan ini tentu akan semakin yakin anak muda ini akan tewas dengan segera, karena mereka tahu bahwa raksasa ini beserta prajurit perangnya sudah 40 hari mengintimidasi tentara Israel. Tentara perang yang harusnya sudah terlatih dan diperlengkapi saja ciut nyalinya, mau bagaimana berharap nasib akan memihak si anak muda?

Suasana mencekam memenuhi lembah itu. Hanya ada suara deru angin dan debu yang beterbangan. Dan, keduanya pun mulai bertarung... dan hasilnya...

Teman-teman, anda tentu tahu kisah apa yang saya gambarkan, dan pasti tahu apa yang terjadi selanjutnya. Benar, ini adalah kisah ketika Daud muda berhadapan dengan raksasa dari Gat bernama Goliat. Hanya dengan ketapel Daud mampu menumbangkan lawannya, pertarungan pun berlangsung sangat cepat. Kemenangan Daud merupakan sebuah kemenangan fenomenal yang tercatat dalam tinta emas hingga hari ini.

Kita tidak asing lagi dengan apa yang menjadi rahasia Daud untuk mengalahkan raksasa bersenjata lengkap seperti itu. Tapi apa gunanya bagi kita, apa relevansinya untuk apa yang kita hadapi saat ini? Coba ganti sosok raksasa dan prajuritnya itu dengan situasi hari ini, apalagi bagi yang tengah mengalami berbagai tekanan dalam hidup, maka anda akan segera melihat hubungannya. Bukankah kita seringkali diterpa masalah sebesar raksasa sehingga kita kelabakan, hilang akal atau malah langsung menyerah? Kita pun terkadang harus berhadapan dengan 'Goliat-goliat' dalam hidup kita. Bukan sosok raksasa melainkan masalah-masalah yang besar, menakutkan dan kalau pake logika manusia tidak akan bisa kita kalahkan .Jangankan berani menghadapi, memikirkan saja mungkin kita takut. Kita merasa tidak punya kemampuan untuk mengatasinya karena secara logika itu tidak mungkin. Masalah satu disusul masalah berikutnya, belum selesai satu sudah datang lagi yang lainnya. Terkadang masalah ini pun bagai benang kusut, terkait tapi susah dirapikan, dan bisa jadi kita tidak tahu harus mulai dari mana. Cepat atau lambat, kita pun sampai pada kesimpulan, inilah akhir dari diri kita. 

Mungkin kalau memakai logika dan kemampuan kita yang terbatas saat menghadapi masalah yang seperti tiada batas, kita akan berpikir seperti itu. Tapi tunggu dulu. Jangan lupa bahwa ada Tuhan ada bersama kita. Dia punya kuasa yang tidak terbatas, dan kabar baiknya, Dia mengasihi kita. Dia tidak akan pernah kehabisan cara untuk menolong kita, membimbing dan mengangkat kita keluar dari permasalahan seberat apapun. Mau masalah seperti apapun, tidak akan pernah ada yang terlalu sulit buat Tuhan.

Mari kita mengambil pelajaran penting dari kisah klasik Daud vs Goliat ini berdasarkan runut cerita lengkapnya dalam 1 Samuel 17:1-31. Setidaknya ada 4 poin yang bisa kita ambil sebagai bahan perenungan dan pelajaran dalam menghadapi situasi sulit atau permasalahan pelik yang tengah kita hadapi. 

(bersambung)






Thursday, July 14, 2022

Pahlawan dan Anak Panah (5)

 (sambungan)

Bagi kita para orang tua, kita harus ingat bahwa mencari Tuhan bukanlah berarti mencari peraturan saja tetapi lebih jauh itu berarti mengenal Tuhan. Ketetapan Tuhan dijadikan kesukaan bagi kita yang diterapkan sebagai prinsip-prinsip hidup yang akan menginspirasi dan diteladani oleh anak-anak.

Selain itu orang tua juga diharapkan mampu menemukan minat, bakat atau potensi anak-anak yang tertinggi dan kemudian mengarahkan mereka dengan baik, bukan memaksakan obsesi pribadi. Anak-anak harus diasah untuk tajam dan diarahkan untuk melesat ke arah yang benar, dan itu artinya kita memberi visi kehidupan yang tepat bagi mereka. Kita harus ingat bahwa peraturan hanyalah membatasi dari luar, tetapi prinsip-prinsip Kerajaan yang diadopsi dengan baik dalam kehidupan nyata bisa merubah seseorang dari dalam dan akan hidup di dalam mereka untuk waktu yang lama.

Dari seluruh isi renungan yang saya sampaikan ini kita bisa melihat bahwa untuk menjadi orang tua sama sulitnya seperti menjadi pemanah ulung. Itu butuh proses, butuh ketekunan, perjuangan dan seringkali butuh pengorbanan. Tapi itulah yang bisa menjadikan kita tampil sebagai pahlawan-pahlawan di mata Tuhan. Jika kita sudah melakukan semua ini, kelak bukan hanya anak-anak kita yang hidupnya baik dan berhasil, tapi kita sebagai orang tua pun akan merasa bangga dan bahagia. "Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang." (Mazmur 127:4). Dalam Amsal dikatakan "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." (Amsal 22:6).

Bagi teman-teman yang punya atau bakal punya anak, mari kita bersama-sama mengarahkan anak-anak panah kita menuju sasaran, sehingga selain hidup mereka diberkati mereka pun bisa berdampak bagi sesamanya, kelak bisa berkontribusi untuk kesejahteraan lingkungan sekitar, kota, bangsa dan negara bahkan hingga memberkati dunia.

Kita adalah pahlawannya Tuhan jika berhasil mengarahkan anak-anak panah anda ke sasaran yang benar


Wednesday, July 13, 2022

Pahlawan dan Anak Panah (4)

 

(sambungan)

Zaman berubah, teknologi berubah, kebutuhan manusia berubah. Dunia mereka berbeda dengan dunia kita. Masalah yang lebih besar tentu akan muncul. Karena itulah orang tua sebaiknya diharapkan untuk bisa memahami/mengerti generasi apa yang tengah dihidupi oleh anaknya. Kita perlu tahu dunia pekerjaan hari ini seluas apa, anda perlu tahu bidang yang sesuai bakat atau hobi mereka, kita juga harus familiar dengan hiburan-hiburan apa yang mereka nikmati hari ini seperti lagu atau film misalnya. Jumlah lagu yang berisi lirik negatif semakin banyak, film yang bukan lagi terang-terangan tapi secara implisit memberi pengaruh buruk pun banyak, sehingga kitaperlu tahu apa yang mereka dengar dan lihat, agar bisa mengingatkan mereka tentang hal-hal buruk yang ada disana.Bersikap menentang dengan keras akan membuat anak semakin berjarak dan tertutup dari anda, bersikap cuek atau tidak peduli akan membuat mereka terseret ke dalam pusaran pengaruh buruk bahkan kesesatan yang ditawarkan dunia.

Jadi jangan terlalu kaku mengatur gaya, trend, mode atau hobi, minat dan bakat mereka sehingga gagal dalam menyiapkan busur yang kuat dan elastis. Meski bisa saja tidak sesuai dengan selera kita, selama tidak bertentangan dengan Firman Tuhan, kita harus bisa bertoleransi. Bentuk mendidik atau mendisplinkan yang terlalu kaku dan memaksakan kehendak berlebihan hanyalah akan membuat anak-anak hidup dalam ketakutan, menjauh dari anda dan membuat mereka tidak bisa berkembang. Sebuah sikap fleksibel akan mampu menjembatani hubungan antar generasi, antara anda dan anak-anak, dan itu akan membuat anda mampu mengarahkan mereka, bagai pahlawan yang mengarahkan anak panahnya menuju sasaran.

3. Mengarahkan anak panah ke tempat yang tepat
Seorang pemanah tentu ingin menembakkan anak panahnya mengenai target secara tepat. Tapi bisakah si pemanah mengenai sasaran apabila ia sendiri tidak tahu apa yang menjadi targetnya? Pada kenyataannya ada banyak orang tua yang hanya menerapkan peraturan secara buta tanpa tahu apa yang menjadi tujuan. Mereka tidak mau dilarang, tidak memberi contoh yang baik, tapi mereka menerapkan secara keras terhadap anak-anaknya. Mereka sendiri tidak mau menjadi pelaku Firman Tuhan tapi bersikap layaknya pemimpin diktator dalam rumah tangga. Ini bukanlah gambaran yang baik jika mau mendidik anak-anak untuk menjadi orang-orang terampil yang berhasil dan takut akan Tuhan dalam hidupnya.

Apa yang terlebih dahulu harus diperhatikan adalah sejauh mana orang tua memahami prinsip-prinsip Kerajaan Allah dan mengaplikasikan semua itu secara nyata dalam keluarga alias menjadi contoh nyata atau teladan. Bagaimana mau anak tidak merokok kalau orang tuanya saja bebas merokok di depan mereka? Mau bagaimana mendidik mereka agar tidak menghakimi orang lain kalau orang tuanya jago gosip? Mau bagaimana mendidik moral dan akhlak anak-anak kalau orang tuanya menunjukkan pola hidup yang tidak baik seperti korupsi, berbuat curang atau mempertontonkan keahlian mencari keuntungan dengan merugikan yang lain? Pendek kata, anak-anak akan melihat keteladanan dari orang tuanya. Itu yang sering dilupakan oleh banyak orang tua. Mereka cenderung bersikap otoriter karena menyangka posisinya diatas sehingga merasa berhak bersikap seenaknya terhadap anak-anak. 

(bersambung)


Tuesday, July 12, 2022

Pahlawan dan Anak Panah (3)

(sambungan)

Buat saya pribadi, peran orang tua yang disimbolkan bagai pahlawan yang berjuang dengan panah ini sangatlah menarik karena bisa mengilustrasikan koneksi orang tua dan anak beserta peran didalamnya secara tepat. Sekarang mari kita lihat beberapa poin dalam hubungan dengan peran orang tua ini.

1. Mempersiapkan tali busur, busur dan anak panah yang kuat
Seorang pemanah harus memperhatikan peralatan yang mereka pergunakan, demikian juga dengan anak panahnya. Jika hanya terbuat dari bahan yang mudah lapuk, tipis atau patah, tentu itu akan menggagalkan anda dalam mengenai sasaran. Seperti itulah persiapan orang tua agar dapat mengarahkan anaknya. Tidak ada anak yang akan bisa diarahkan dengan baik apabila orang tuanya saja masih lemah dalam memahami nilai-nilai dan prinsip-prinsip kebenaran Firman Tuhan. Jadi para orang tua perlu terlebih dahulu mengerti nilai dan prinsip dan tidak hanya berhenti disana tapi juga menjadi teladan langsung lewat contoh perbuatan dalam hidup sehari-hari agar bisa mempersiapkan anak-anak muda yang hidup benar dan kuat dalam menghadapi masalah.

2. Tali busur harus fleksibel dan elastis
Bisakah anda melepas anak panah apabila tali busurnya tidak elastis? Tanpa adanya gaya pegas dari keelastisan tali, panah tidak akan bisa melesat jauh menuju sasaran. Sebagai orang tua, kita harus bisa bersikap fleksibel dan 'elastis' terhadap anak-anak yang notabene berada dalam generasi yang berbeda dengan orang tuanya. Maksud elastis atau fleksibel disini bukanlah bersikap lunak membiarkan pelanggaran-pelanggaran yang mereka perbuat, tetapi mengacu kepada pemahaman/mengerti tentang generasi seperti apa yang tengah dialami oleh anak-anak kita. Kita harus paham betul karakter dan pribadi mereka, kita harus menganggap penting perasaan mereka, dan kita harus pula mengerti di jaman seperti apa mereka hidup. Dengan kata lain, kita harus paham dunia mereka dan masuk kedalamnya, bukan memaksakan mereka untuk hidup dalam dunia di masa kita dulu.

Mari kita ambil contoh kecil saja, antara generasi X yang lahir di jaman sekitar 1960an hingga 1980an dengan generasi Y alias generasi Milenial. yaitu generasi yang lahir di era selanjutnya. Antara dua generasi ini saja ada banyak perbedaan nyata yang akan sulit dipahami jika memaksakan kebiasaan atau pola pikir generasi anda ke dalam generasi setelahnya yang saya suka sebut dengan generasi digital. Misalnya dalam hal menyikapi hobi dan profesi. Generasi X cenderung mengatakan bahwa kerja dahulu baru menyalurkan hobi jika sempat. Generasi X masih berpusat pada gelar-gelar kesarjanaan klasik seperti dokter, insinyur dan sebagainya. Sedang pada generasi Y, hobi sudah bukan lagi sesuatu yang dilakukan hanya kalau ada waktu luang tetapi bisa dijadikan profesi. Apalagi di generasi selanjutnya yang tengah berlangsung saat ini. Profesi-profesi yang tadinya bagus banyak yang tidak lagi menjanjikan, sebaliknya hal-hal yang tadinya berupa hobi dan cenderung dilarang justru malah menghasilkan. 

(bersambung)


 

 

Monday, July 11, 2022

Pahlawan dan Anak Panah (2)

(sambungan)

Dari ayat bacaan kali ini yaitu Mazmur 127:4 kita bisa mengetahui bahwa di mata Tuhan, kitapun sama dianggap para pahlawan apabila bisa mengarahkan anak-anak anda menuju sasaran yang benar. Tuhan menggambarkan peran anda dan saya, para orang tua dan calon orang tua seperti pahlawan yang bisa membuat anak-anak 'panah'nya terbang mencapai titik sasaran dengan tepat.

Berikutnya adalah kata pahlawan. Versi bahasa Inggrisnya berbunyi: "As arrows are in the hand of a warrior, so are the children of one's youth." Selain pahlawan, kata yang dipakai dalam bahasa Inggris adalah warrior, alias pejuang yang ahli dalam peperangan, dihormati dan gagah berani. Wow, that's what we are, parents in the eyes of God, if we listen to this verse.

Kapan sebaiknya kita mulai mengajarkan mereka dan menanamkan nilai-nilai baik ke dalam diri mereka? Apakah harus tunggu agak besar dulu? Kalau dari pengalaman saya, semakin awal semakin baik, asal kita sesuaikan porsinya dengan kemampuan nalar mereka. Saya dan istri misalnya sudah mengenalkan buku sejak anak kami masih berusia 3 bulan. Di usia setahun hal-hal sederhana sudah kami ajarkan, ia sudah lepas popok di usia dua tahun, dan di usia 3 tahun lebih saat ini ia sudah mulai belajar membaca, sudah bisa berhitung sederhana, bicara dua bahasa, hobi bernyanyi dan sangat suka memimpin doa sebelum tidur. Ia tumbuh menjadi anak yang ramah dan ceria dan penyayang hewan sama seperti papa dan mamanya. Saya percaya semua nilai-nilai baik yang kami tanamkan sejak dini akan sangat berguna bagi hidupnya ke depan, dan kami akan terus mendidiknya seiring waktu dengan sebaik yang kami mampu.

Sesungguhnya peran orang tua terhadap masa depan anaknya sangatlah krusial. Jika kita melihat ayat sebelumnya Tuhan sudah mengingatkan bahwa anak adalah milik pusaka, pemberian atau anugerah dari Tuhan (Mazmur 127:3). Karenanya, kita perlu memahami bahwa kita yang dititipkan punya tanggungjawab besar untuk mengarahkan mereka agar siap menghadapi dunia yang keras. Siapa anak-anak kita kelak akan sangat tergantung dari bagaimana kita mengarahkannya. Nanti saat mereka tumbuh dewasa, kita akan bisa melihat apakah kita sudah menjadi sosok pahlawan (warrior) seperti yang diinginkan Tuhan atau tidak.

(bersambung)


Sunday, July 10, 2022

Pahlawan dan Anak Panah (1)

Ayat bacaan: Mazmur 127:4
===================
"Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda."

Dengan  kehadiran anak dalam keluarga kecil saya, otomatis sekarang saya harus berpikir bagaimana mempersiapkannya untuk menjadi manusia dengan kepribadian yang baik sejak dini, seperti apa yang dipesankan Paulus kepada Timotius dalam renungan terdahulu yaitu dalam 1 Timotius 4:12. Kata Paulus, anak-anak muda atau baru harus menjadi teladan bukan saja dihadapan mereka yang belum mengenal Tuhan tapi terutama bagi orang percaya.

Agar bisa menjadi teladan, tentu mereka harus dipersiapkan. Dan dalam hal anak, apalagi yang masih balita, itu jelas merupakan tugas orang tua. Saya dan istri sebagai orang tua harus tahu bagaimana menanamkan nilai-nilai kebenaran, tata krama, sopan santun, tentu saja sesuai usianya agar ia bisa menerimanya dengan baik. Bisa menerima dengan baik, artinya bisa mengerti alasannya, dan itu akan jauh lebih efektif ketimbang hanya berupa peraturan yang diatur dengan reward dan punishment. Satu hal yang pasti, orang tua harus bisa menjadi teladan terlebih dahulu. Mereka hidup dengan mencontoh apa yang dilakukan atau dikatakan mama dan papanya. Jangan sampai kita yang mengajarkan, kita pula yang melanggar di depan mereka lantas melakukan pembenaran dengan berbagai alasan. In short, we don't just setting up the rules, but we also have to set up the example, which they could clearly see from how we deal with them, with others and with life in general. Jangan pernah remehkan kemampuan anak-anak mencerna, karena di usia yang sangat dini pun sudah ada yang mulai mereka tangkap dan pelajari.

Apa yang menjadi pegangan saya akan hal ini adalah sebuah ayat dalam Mazmur 127:4 :

"Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda."

Anak-anak panah, di tangan pahlawan. Seperti film action saja kan kedengarannya? Seperti itulah Pemazmur menggambarkan anak-anak di usia dini mereka. Mari kita bahas ayat ini dengan detail.

Saya akan awali dengan memanah. Memanah itu perlu busur, anak panah dan kemampuan dengan presisi baik. Menurut seorang teman saya yang menggemari olah raga panahan, agar bisa menjadi pemanah ulung seseorang haruslah melalui banyak latihan dan butuh persiapan yang tidak ringan. Agar tidak sampai cedera, kita harus tahu betul prosedur dan cara yang benar dalam melakukannya. Bagaimana memegang busur yang baik dan benar, bagaimana mengarahkan, membidik, menarik dan melepaskan menuju sasaran.  Misalnya, posisi tangan yang membidik dengan yang memegang busur itu harus sejajar, bagaimana menarik busur dengan tiga jari dan cara melepaskannya, berbagai peralatan pengaman seperti pelindung tangan, dada (jika diperlukan, terutama bagi wanita) dan sebagainya, semua ini perlu mendapat perhatian khusus. "Menjadi pemanah sangat butuh persiapan dan latihan matang, karena salah-salah bukan hanya bisa meleset dari sasaran tapi juga bisa mencelakakan diri sendiri." katanya.

(bersambung)


Saturday, July 9, 2022

Muda? Nggak Masalah (3)

 (sambungan)

Selanjutnya, keteladanan dalam hal apa saja? Ayat itu menyebutkan empat poin yang harus kita jadikan standar untuk menjadi teladan di dalamnya, yaitu:

- perkataan (logos)
- tingkah laku (anastrophe, yang berarti sikap, sifat atau behaviour).
- kasih (agape)
- kesetiaan (pistei, artinya iman atau faith)
- kesucian (hagneia, artinya purity).

Kata-kata dalam bahasa aslinya saya sertakan di dalam kurung agar teman-teman bisa lebih jelas melihat arah atau sasaran sebenarnya dari ayat ini.

Dunia akan selalu punya pola pikirnya sendiri, yang secara garis besar bertolak belakang dgn prinsip Kerajaan. Di antara orang percaya pun banyak yang memilih berkompromi dengan dunia. Ayat 1 Timotius 9:12 ini meminta kita untuk jadi teladan - yang ternyata juga harus pula ditunjukkan diantara kalangan sesama orang percaya - agar kita bisa sama-sama berproses untuk menjadi semakin serupa dgn Kristus. Semakin mengenal Dia, memahami kebenaranNya, mengadopsi dan mengaplikasikannya ke dalam hidup sehari-hari secara nyata, lalu mengalami Tuhan secara ril dalam realita hidup.

Ingatlah bahwa untuk menjadi teladan jelas dibutuhkan iman, dan iman akan lahir dari pendengaran firman dan wujud iman kita itu akan terbentuk dan terlihat dari pengalaman hidup.

Sekali lagi, menjadi teladan bukan hanya kewajiban bagi yang senior, bukan cuma kewajiban bagi ahli teologia, pendeta, leader saja, tapi juga merupakan KEWAJIBAN bagi yg muda dan baru.

So, are you ready? Let’s become an example, let’s grow our faith and let’s experience God together. God bless!

Ikut Tuhan jangan setengah-setengah; jadi teladan, itu kewajiban

Friday, July 8, 2022

Muda? Nggak Masalah (2)

 

(sambungan)

1 Timotius 4:12.

"Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."

Mari kita perhatikan ayat ini secara detail.

"Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda."

Pertama ayo kita lihat kata 'muda'. Kata 'muda' dalam bahasa aslinya (Yunani) ditulis "neotetos". Neotetos kalau diterjemahkan artinya "youth" atau "younger than". Asal katanya adalah "neo" yang artinya "baru". Jadi ayat ini sebenarnya bukan cuma berlaku untuk anak muda saja tapi juga bagi mereka yang baru. Baru bertobat, baru mau menata hidup dalam kebenaran, baru memutuskan untuk ikut Tuhan benar-benar, baru mau naik level, dan lain-lain. Jadi bunyinya pun bisa seperti ini: "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau masih baru." Ini artinya, menjadi teladan bukan hanya menjadi tanggung jawab para pendeta, mereka yang sekolah alkitab, pemimpin rohani atau orang yang sudah lama ikut Yesus, tapi juga menjadi tanggung jawab atau setidaknya agenda penting dari para 'anak baru'.

Kata 'rendah' juga bisa diartikan dengan disepelekan, tidak dianggap, tidak penting, dan sejenisnya.

Dengan kata lain, Paulus mengingatkan bahwa supaya tidak dianggap tidak penting, direndahkan atau disepelekan, orang yang muda baik dari segi umur maupun iman dan 'baru' pun harus bisa menjadi teladan.

Ada satu hal menarik lainnya yang jarang disinggung dari ayat ini. Ayat dalam 1 Timotius 4:12 ini bilang "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya". Bagi orang percaya. Ternyata kita bukan cuma dituntut untuk menyatakan kristus kepada mereka yg masih diluar seperti yang dipikirkan banyak orang, tapi Wajib pula untuk menunjukkan keteladanan di kalangan sendiri, diantara sesama orang percaya. Menjadi model, contoh, figur panutan bahkan untuk mereka yang sudah lebih dulu menjadi pengikut Kristus, yang mungkin sudah tahu lebih banyak ketimbang kita yang masih baru.

Jadi lebih berat, dong? Pasti. Tapi Paulus mengatakan bahwa itu adalah kewajiban. It's a must. Itu harus menjadi agenda bagi siapapun, termasuk bagi yang baru menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya.

(bersambung)

Thursday, July 7, 2022

Muda? Nggak Masalah (1)

Ayat bacaan: 1 Timotius 4:12
===================
"Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."

Hari ini saya teringat masa kuliah dulu. Di tahun kedua, saya sudah diangkat menjadi asisten dosen untuk lab komputasi. Itu artinya saya berwenang untuk mengumpulkan dan menilai tugas-tugas, mengurus absensi dan sebagainya, bahkan sering juga ketika dosennya 'malas' menerangkan, bagian itu pun diberikan pada saya. Permasalahannya, ada banyak senior yang mengambil mata kuliah ini karena satu dan lain hal, misalnya karena harus mengulang akibat sebelumnya tidak lulus. Karena saya dianggap masih anak baru dan ada di bawah mereka, maka mereka pun bertindak seenaknya. Mulai dari minta absensinya saya isi seolah hadir padahal tidak, sampai tidak mengumpulkan tugas tapi menyuruh saya langsung memberi nilai yang bagus. Saat itu saya sempat tertekan. Hati kecil saya menolak dan merasa harus tegas, tapi saya pun tidak ingin dimusuhi banyak orang di kampus. Akhirnya saya memutuskan untuk menceritakan hal ini kepada ayah saya untuk meminta pandangan dan masukan.

Setelah saya cerita, ayah saya tersenyum. "Kamu itu persis papa waktu kuliah dulu. Apa yang papa alami juga sama." katanya. Lantas harus bagaimana? Dan ia pun mengatakan bahwa menjadi asisten itu adalah suatu amanah yang harus kita pegang dan jalankan dengan integritas tinggi. "Kalau masih di kampus saja kamu sudah mau berkompromi, menipu dan takut, bagaimana nanti setelah bekerja? Disana semua jauh lebih berat lagi." lanjutnya. Ayah saya mengajarkan saya bahwa untuk menjadi orang berintegritas memang bukan tanpa resiko. Tapi kalaupun harus dibenci, so be it, ketimbang kita harus mengkhianati jabatan yang dipercayakan pada kita. "Jadi kalau ada lagi yang seperti itu, tolak dengan tegas tapi baik-baik, jangan kasar atau sok berkuasa." Begitu kira-kira yang dinasihati ayah saya. 

Dan saya pun melakukan seperti itu. Bisa dibayangkan bagaimana reaksi dan air muka para senior itu saat saya menolak berkompromi. Bukan cuma reaksi dan air muka, kata-kata cibiran, sindiran pun sempat dilemparkan sebagian dari mereka. But, so be it, right? Itu harus saya hadapi sebagai 'efek samping' dari integritas atas amanah yang saya sandang. Tapi kemudian saya menemukan cara untuk bisa menghindari kebencian mereka. Saya menawarkan mereka waktu untuk mengajarkan mereka di luar jam kuliah, kapan saja mereka bisa dan bersedia. Dari satu orang, menjadi dua, menjadi empat dan seterusnya. Saya harus mengorbankan waktu dan tenaga saya, tapi itu membuat saya mulai mendapat respek dari mereka. 

Kalau saya ingat lagi pengalaman itu, saya selalu senyum-senyum sendiri. Itu adalah ujian integritas terberat pertama dalam hidup saya, yang menjadi pelajaran penting di saat saya sudah keluar berhadapan dengan real life challenges as an adult, apalagi setelah saya menjadi kepala rumah tangga, suami dan sekarang, juga seorang ayah dari putri kecil saya yang cantik dan pintar.

Setelah saya lahir baru, saya bertemu dengan sebuah ayat yang akan selalu mengingatkan saya pada pengalaman itu, yang tanpa sadar sudah saya amalkan sebelum saya tahu bahwa ayatnya ternyata ada. Ayat itu ada dalam surat Paulus kepada anak rohaninya, yaitu dalam  1 Timotius 4:12.

"Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."

(bersambung)


Wednesday, July 6, 2022

Waktu dan Nasib (3)

(sambungan)


Saat waktu dan nasib tidak berpihak pada kita, apakah itu artinya Tuhan tega atau tidak peduli pada kita? Atau kita buru-buru menyalahkan diri, merasa bahwa itu bentuk hukuman Tuhan yang kejam? Nanti dulu. Buat saya yang saat ini pun sedang bergumul mati-matian bertahan hidup dengan usaha yang menurun akibat daya beli masyarakat yang menurun dan harga-harga yang terus melambung tak terkendali sebagai dampak dari pandemi yang terlalu lama berlangsung, saya sepakat untuk mengambil sikap seperti teman saya tadi. It's time for me to learn something new, it's time for me to get smarter, saatnya buat saya untuk naik kelas. Saya percaya, masa-masa sukar menjadi masa kita belajar untuk menghargai waktu, belajar bersikap, dan juga belajar untuk semakin dekat dengan Tuhan. Ini adalah waktu-waktu dimana saya akan bisa melihat dan merasakan campur tangan Tuhan secara nyata lebih dari sebelumnya, belajar untuk bisa tetap bersyukur meski keadaan sedang tidak baik-baik saja. Itu sulit, dan di masa kesukaran adalah waktu yang paling tepat untuk belajar bersyukur atas segala hal.

Dalam keadaan baik atau tidak, hendaklah kita tetap memenuhi diri kita dengan ucapan syukur. Bersyukur untuk siapa kita hari ini, bersyukur atas apa yang kita punya hari ini. Bersyukur untuk seberapapun yang bisa kita hasilkan hari ini, bersyukur karena kita masih cukup sehat untuk bisa melakukan sesuatu, bersyukur untuk setiap nafas yang masih bisa kita tarik. Ini adalah hal yang penting, karena sangat mudah bagi kita untuk mengeluh akan apa yang tidak kita punya, tetapi sulit bagi kita untuk bersyukur atas apa yang kita punyai hari ini.

So, even when life is not good, we have to be thankful.

Celebrate your life. Enjoy it.
Celebrate the moment. Live it.
Cherish it.
And do your best in every second of your life, always.

Waktu tidak akan pernah bisa diputar ulang. Waktu akan selalu bergerak maju. But we can always enjoy every moment in time and give thanks, no matter how hard it is. Saat dalam keadaan baik, jauhi sikap sombong dan bermegah diri. Isi pula dengan ucapan syukur dan pergunakan untuk memberkati sesama. Life is not always good, but the Bible says it won't be always bad either. Waktu dan nasib, time and chance berlaku untuk semuanya tanpa terkecuali. Yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapinya, mempergunakan setiap momen dengan baik dan benar, dan membiasakan diri untuk terus menjalani setiap waktu bersama dengan Tuhanl This is what life is. Try to, and do enjoy every second of it, before it slips away.


Cherish the day, be thankful no matter under what weather we are in





 

Tuesday, July 5, 2022

Waktu dan Nasib (2)

 

(sambungan)

Waktu dan nasib. No matter how good we are, sometimes life is not as good as we want it to be. Selalu ada waktu dimana kita berduka, selalu ada saat kita mengalami kerugian, kemalangan dan berbagai macam kesukaran. Akan ada masa-masa sulit dalam hidup ini dimana kekuatan, ketegaran dan ketaatan kita akan diuji. Segala sesuatu itu ada waktunya. Pengkotbah pun menyampaikan hal itu dengan lengkap dalam pasal 3.

"Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai." (Pengkotbah 3:1-8).

Segala sesuatu di atas bumi ini ada waktunya. There are good times, there are also bad times. There is happiness, there is also sadness. There is a time and season for everything. That's how life is, no matter who, what, or how we are at this moment in time. Waktu dan nasib, time and chance, keduanya berlaku dan terjadi pada siapapun tanpa terkecuali.

Karena itulah kita tidak boleh bermegah, berbangga diri apalagi sampai bersikap sombong saat kita berada di atas. Tidak peduli sehebat, sekuat, secerdas, secepat, sepintar dan sekaya apapun kita saat ini, bisa saja semua itu pada suatu ketika berbalik. Bisa jadi orang yang tadinya kita perlakukan buruk atau direndahkan nanti berbalik di atas. Petuah lama juga mengatakan bahwa hidup itu bak roda pedati, suatu kali ada di atas, nanti bisa dibawah. Alangkah baik apabila masa-masa seperti itu dipergunakan untuk berbuat kebaikan dengan penuh rasa syukur, berbuat hal-hal yang menyenangkan hati Tuhan, untuk kemuliaanNya. Bukankah itu akan jauh lebih baik ketimbang membuat kita menjadi pribadi-pribadi yang buruk sikapnya saat menerima berkat.

Sebaliknya, bagaimana saat kita berada di bawah? Lihatlah nasib salah seorang yang saya kenal dekat. Bertahun-tahun ia membangun usaha dari 0 hingga sukses. Lalu terjadi musibah kebakaran yang mengenai tokonya. Karena itu ia pun harus mulai lagi dari 0. Belum sempat membalikkan keadaan lagi, datanglah pandemi dan usahanya menjadi jauh lebih sulit lagi. Menariknya, ia mengatakan bahwa ia tetap bisa bersyukur karena setidaknya ia masih sehat dan masih bisa berusaha. Saatnya saya belajar supaya lebih pintar, lebih kuat dan lebih hati-hati, katanya. Ini sikap yang menurut saya sangat baik karena kebanyakan orang akan depresi, putus asa, atau malah menyalahkan Tuhan saat mengalami hal seperti ini. 

(bersambung)


Monday, July 4, 2022

Waktu dan Nasib (1)

 Ayat bacaan: Pengkotbah 9:11
=============
"Lagi aku melihat di bawah matahari bahwa kemenangan perlombaan bukan untuk yang cepat dan keunggulan perjuangan bukan untuk yang kuat, juga roti bukan untuk yang berhikmat, kekayaan bukan untuk yang cerdas, dan karunia bukan untuk yang cerdik cendekia, karena waktu dan nasib dialami mereka semua"

Fenomena crazy rich cukup menyita perhatian setidaknya dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Mereka ini disebut crazy rich karena kayanya ampun-ampunan, dan itu nyata mereka pamerkan di sosial media mereka. Tapi kemudian dalam waktu singkat pula beberapa dari mereka mengalami kasus, dimiskinkan dan berurusan dengan hukum. Secepat itu menjadi kaya, bisa secepat itu pula ambruk. Benar, ada dari mereka yang menjadi crazy rich lewat cara-cara yang tidak terpuji. Di sisi lain, ada pula mereka yang tadinya sukses, tenar, punya banyak fans tapi kemudian kesuksesan itu sirna dengan cepat dan hidup mereka berubah drastis. "Harus punya berapa banyak uang ya supaya kita benar-benar bisa aman? Harta sebanyak para crazy rich itu pun rupanya belum cukup untuk menjamin kita hidup tenang." kata seorang teman pada suatu kali.

Hmm.. saya pun berpikir, he is missing the point. Tidak pernah ada jumlah harta yang cukup untuk bisa menjamin hidup kita aman tanpa masalah. Mau berapa banyak pun jumlahnya, kemalangan bisa terjadi kapan saja dan membuat semuanya musnah dalam sekejap. Salah satu faktornya adalah sikap kita yang salah dalam mengelola apa yang ada pada kita. Berbagai perilaku buruk artis yang baru mencapai popularitas bisa membuatnya langsung sepi tawaran. Harta yang dihambur-hamburkan atau dipakai tanpa perencanaan matang bisa membuat semua itu ludes dengan cepat. Kepintaran akan menjadi bekal untuk sukses, tapi jika kepintaran disalah gunakan bisa destruktif. Tapi tanpa semua hal buruk, apakah ada juga jaminan bahwa hidup akan 100% aman sampai akhir? Tidak juga. Lantas faktor apa yang menyebabkan itu? Bagaimana kita seharusnya menyikapi hidup?

Pengkotbah yang sangat bijaksana dan penuh hikmat menuliskan seperti ini: "Lagi aku melihat di bawah matahari bahwa kemenangan perlombaan bukan untuk yang cepat dan keunggulan perjuangan bukan untuk yang kuat, juga roti bukan untuk yang berhikmat, kekayaan bukan untuk yang cerdas, dan karunia bukan untuk yang cerdik cendekia, karena waktu dan nasib dialami mereka semua" (Pengkotbah 9:11).

Dari hasil perenungannya, Sang Pengkotbah melihat bahwa di kolong langit, di bumi, ada fakta menarik mengenai jalannya hidup. Yang tercepat belum tentu menang, yang terkuat juga belum tentu. Kebijaksanaan belum tentu menjamin bisa makan enak selamanya, kecerdasan tidak pula menjamin kekayaan. Karunia pun bukan cuma ada pada mereka yang pintar. Mengapa? Karena waktu dan nasib, itu dialami oleh semuanya, siapapun tanpa terkecuali.

Waktu dan nasib. No matter how good we are, sometimes life is not as good as we want it to be. 

 (bersambung)

Sunday, July 3, 2022

Spirit, Volumetrik, Fullness (4)

 (sambungan)

3. Fulness, not half

Kepenuhan, bukan setengah penuh apalagi setengah kosong. Paulus berdoa seperti ini: "Aku berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah." (19b)

Allah siap memenuhi kita dengan seluruh kepenuhanNya. Kalau kepenuhanNya memenuhi kita, apa lagi alasan bagi kita untuk tetap merasa takut? Kepenuhan Allah, bukan setengah atau sebagian daripada itu, itu bisa Dia berikan buat kita. Penuh, itu artinya sampai tidak ada lagi rongga yang tersisa yang bisa dipakai oleh rasa takut, cemas, khawatir dan sebagainya untuk bercokol. Bukankah itu akan sangat membantu dan berguna bagi kita?

Teman-teman, doa bukan sekadar ritual, tetapi harus menjadi sebuah wujud relasi yang tidak bisa dan tidak boleh terlepaskan dari iman. Doa adalah sebuah sarana hubungan antara kita dan Sang Pencipta, yang seharusnya dipakai seperti saat kita sebagai anak datang kepada ayah untuk menceritakan apa saja yang sedang kita alami. Lalu selanjutnya, kita pun mendengar apa yang disampaikan ayah pada kita. Apakah itu nasihat, peneguhan, peringatan bahkan teguran, dan itu seharusnya kita dengar baik-baik dan renungkan karena akan sangat bermanfaat bagi kita. Doa sejatinya bukanlah one way, tapi harus menjadi seperti dialog alias two ways. Kita bicara, kita mendengar. Tuhan mendengar, Tuhan menjawab. Kita menyampaikan rasa syukur dan cinta kita kepadaNya, Dia pun akan memeluk kita dan menyatakan kasihNya yang begitu indah dan besar pada kita. That's how prayers should be, karena kalau tidak, doa tidak akan bisa berfungsi maksimal.

Di tengah jaman yang keras dan kejam seperti sekarang, doa tidak lagi menjadi prioritas bagi banyak orang. Mudah bagi kita untuk merasa bahwa keadaan yang sekarang ini memerlukan penanganan dengan menggunakan kekuatan kita sendiri. Tapi lihatlah Paulus. Di tengah kondisi menyedihkan yang ia alami, Paulus senantiasa berdoa bukan saja untuk dirinya sendiri tapi juga bagi jemaatnya, bagi mereka di Efesus dan kita semua.

Paulus berdoa karena ia percaya penuh kepada kuasa Allah dan percaya pula dengan kekuatan pemberitaan Injil yang sangat bernilai (1-13). Rasul Paulus berdoa agar kiranya Allah senantiasa memelihara setiap  jemaat Efesus dalam segala pergumulan mereka, dan doa yang sama sangat meneguhkan buat kita hari ini terutama bagi kita yang tengah dilanda rasa takut akan bahaya, kemerosotan dan ketidakpastian.

Semoga apa yang saya bagikan hari ini bisa bermanfaat dan memberkati teman-teman semua. Bagi yang mengalami hal seperti saya, ayo kita terus renungkan semua ini supaya kita menjadi orang-orang dengan iman yang kuat dan secara sempurna berada dalam kasih Allah. Tuhan memberkati.

Rasa takut tidak punya tempat dalam volume kasih Kristus yang begitu besar dan kepenuhan Allah. Fear not, we have a loving God within us




Saturday, July 2, 2022

Spirit, Volumetrik, Fullness (3)

 

(sambungan)

Setidaknya ada tiga hal yang menjadi titik fokus dari doa Paulus ini. Mari kita lihat satu persatu.

1. Spirit, not flesh

"Aku berdoa supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu, sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih." (16-17)

Dalam keadaan takut, apa yang harus dikuatkan bukanlah hal-hal secara fisik, melainkan bagian 'dalam' kita yaitu roh kita. Paulus mengatakan bahwa dia berdoa, menurut kekayaan dan kemuliaan Tuhan, agar kiranya Tuhan menguatkan dan meneguhkan kita, OLEH RohNya, di DALAM batin kita. Masalah takut adalah sebuah kondisi psikis yang terjadi dalam jiwa kita.

Ketika kita berpikir bahwa kalau masalahnya jiwa ya penanganannya juga harusnya di jiwa, dari ayat ini saya mendapati bahwa solusi terbaik bukan menyasar pada jiwa melainkan pada roh. Roh Allah, meneguhkan dan menguatkan Roh kita. Artinya ini adalah urusan alam roh. Dan kalau begitu, kita pun seharusnya fokus kepada bagian atau alam roh kita dan bukan di sisi tubuh dan jiwa.

Terus membangun hubungan antara roh kita dan Roh Allah lewat doa, kontemplasi atau perenungan dan saat-saat teduh, terus menanam firmanNya dan memegangnya dengan kuat dan dengan iman menerimanya sebagai kebenaran mutlak dengan rasa percaya penuh adalah hal-hal yang harus terus saya jadikan titik fokus saya. Kalau manusia terdiri atas tubuh, jiwa dan roh, doa Paulus ini membuka mata saya bahwa solusi ada di bagian roh. So, let's focus on that.

2. Volumetric

Volumetrik terdengar sangat matematis ya? Tapi itulah yang saya jadikan poin penting dari hal ke dua dalam doa Paulus ini.

Apanya yang volumetrik? Ini yang saya sebut dengan volumetrik: "Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus,
3:19 dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan." (18-19a)

Paulus mendoakan agar kita bisa memahami, betapa LEBAR, PANJANG dan TINGGI dan DALAM nya kasih Kristus. Setelah paham, lalu bisa mengenal betapa luar biasa kasihNya itu meski kemampuan logika kita mungkin sulit untuk bisa mencapai pengertian akan hal itu.

Panjang x Lebar x Tinggi sama dengan volume. Saya jadi ingat jika ada pelanggan yang bertanya tentang ukuran kandang hewan yang saya jual, maka saya tidak hanya memberi tahu ukuran bagian depannya saja, tapi juga lebar ke belakang. Kenapa? Agar calon pembeli bisa mengetahui sebesar apa kira-kira volumenya. Apakah cukup nyaman, cukup luas atau terlalu sempit bagi hewan peliharaannya.

Jadi, ayat ini berbicara bahwa pemahaman kita mengenai volume kasih Yesus yang tak terukur besarnya itu akan membuat kita tidak perlu takut apabila berada di dalamnya. Jika diibaratkan kasih Yesus sebagai sebuah ruang, itu merupakan ruangan bervolume sangat besar dan kokoh, sehingga kita akan sangat aman dan nyaman berada di dalamnya.

So, kita seharusnya bisa teguh dan tidak lagi takut apabila kita (1) memahami, dan (2) mengenal sisi volumetrik dari kasih Kristus, dan berada di dalamnya. Let's focus on this too.

(bersambung)

Kacang Lupa Kulit (5)

 (sambungan) Kapok kah mereka? Ternyata tidak. Bukan sekali dua kali bangsa ini melupakan Tuhannya. Kita melihat dalam banyak kesempatan mer...