(sambungan)
Lewat Barnabas, sang jembatan, akhirnya terjalinlah
hubungan antara Saulus dengan rasul-rasul. Ia diterima, "Dan Saulus
tetap bersama-sama dengan mereka di Yerusalem, dan dengan keberanian
mengajar dalam nama Tuhan." (ay 28). Setelah pertobatan, Paulus
mengalami proses pertumbuhan yang luar biasa. Ia menjadi orang yang
begitu berpengaruh dalam pertumbuhan awal gereja-gereja, dan hari ini
kita bisa melihat setidaknya ada 13 kitab yang ditulis olehnya. Semua
ini mungkin tidak akan terjadi tanpa adanya sosok Barnabas. Jika Saulus
menjadi seorang Paulus yang luar biasa, itu bisa terjadi karena ada sang
jembatan yang bernama Barnabas. Dengan kata lain,Tuhan pakai Barnabas
untuk menjadi jembatan bagi Paulus yang dampaknya sangat besar bagi
orang percaya hingga hari ini sampai kapanpun.
Seperti halnya
Saulus, kita yang penuh dosa ini pun sebenarnya tidak layak untuk
diselamatkan. Jangankan diselamatkan, untuk berhubungan dengan Tuhan,
menghampiri tahta kudusNya pun kita sama sekali tidak pantas. Sesuatu
yang kotor itu tidak bisa masuk ke dalam sesuatu yang suci dan kudus.
"Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan
Allah" (Roma 3:23). Tapi ternyata kita yang berdosa ini begitu dikasihi
Allah, sehingga Dia pun mengutus anakNya yang tunggal, Yesus Kristus
untuk menyelamatkan kita. Yesus menjadi jembatan yang memulihkan
hubungan antara kita dengan Tuhan lewat karya penebusanNya di atas kayu
salib. Semua penyiksaan yang tak terperi hingga kematian dalam
penderitaan dan kesakitan luar biasa dijalani Kristus semata-mata agar
kita selamat dan mendapatkan pemulihan hubungan dengan Tuhan. Setelah
semua itu diselesaikan dengan tuntas, Dia pun bangkit, kembali ke
tahtaNya dan pada suatu saat nanti akan kembali turun untuk menjemput
kita.
Jika hari ini kita bisa "dengan penuh keberanian
menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan
menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya"
(Ibrani 4:16), itu adalah berkat jembatan yang dibangun Yesus.
Mari
kita lihat sekeliling kita. Sudahkah kita berperan sebagai
jembatan-jembatan seperti itu kepada orang lain? Ada banyak orang yang
seperti saya dahulu, masih baru menerima Kristus yang butuh dijembatani,
dibantu dalam proses pertumbuhannya. Dan ada begitu banyak orang yang
masih belum tahu apa yang harus ia lakukan untuk selamat alias belum
mengenal Kristus. Atau ada yang sudah tapi kesulitan untuk bisa
mengalami Kristus dalam hidupnya. Mungkin anda melihat orang yang
imannya masih naik turun, orang yang sudah menerima Yesus namun hidupnya
masih dikuasai dosa, orang yang belum menemukan tujuan hidupnya seperti
yang digariskan Tuhan, atau orang-orang yang masih bergumul dengan
begitu banyak problem kehidupan. Rumah tangga yang retak, broken home,
kehilangan mata pencaharian, sedang menghadapi berbagai macam masalah
dan sebagainya. Bagi mereka ini, kita yang sedang memiliki sesuatu yang
bisa dibagikan bisa berperan sebagai jembatan bagi mereka. Jangan
lakukan sebaliknya. Mengabaikan alias tidak peduli, atau justru
menghakimi mereka, mengusir, mengata-ngatai, mengejek, mencibir atau
menghujat, karena dengan melakukan hal seperti itu, kita malah akan
menjadi batu sandungan bagi banyak orang.
Kita harus menyadari
bahwa keselamatan dianugerahkan Tuhan untuk semua orang, tanpa
terkecuali. Tapi ada kalanya untuk bisa mencapai itu, seseorang
membutuhkan jembatan. Dan disana peran kita pun dibutuhkan. Kita
dituntut seperti ini: "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan
orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan
Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16). Jadilah jembatan yang terang
benderang. Ada banyak orang membutuhkan Barnabas-Barnabas dalam
hidupnya. We need brigdes, yes, but we can be bridges too. Maukah kita
membagikan sesuatu dan menjadi jembatan bagi sesama?
Jadilah jembatan seperti Barnabas dan bukan batu sandungan.
Sunday, July 31, 2022
Jembatan (2)
Saturday, July 30, 2022
Jembatan (1)
Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 9:27
===========================
"Tetapi Barnabas menerima dia dan membawanya kepada rasul-rasul dan menceriterakan kepada mereka, bagaimana Saulus melihat Tuhan di tengah jalan dan bahwa Tuhan berbicara dengan dia dan bagaimana keberaniannya mengajar di Damsyik dalam nama Yesus."
Saya jadi teringat lagu Paul Simon dan Art Garfunkel sekitar setengah abad lalu yang berjudul "Bridge Over Troubled Water"? Lagu ini bukanlah lagu rohani, tetapi pesan yang terkandung di dalamnya sesungguhnya sangat menginspirasi dan mengingatkan kita agar mau peduli kepada kesulitan yang tengah diderita orang di sekitar kita. Pesan yang dikandung lagu ini terus menginspirasi hingga sekarang. Tidak heran kalau kemudian lagu ini menjadi salah satu lagu klasik sepanjang masa.
Hidup sejatinya tidaklah mudah. Terkadang bisa begitu berat sehingga kita tidak bisa menghadapinya sendirian saja. Disaat-saat seperti itu kita pun butuh jembatan. Alangkah indahnya apabila kita mendapat dukungan atau bantuan dari teman-teman yang bisa bersama kita agar bisa melewati 'troubled water' hingga bisa mencapai 'safe ground'.
Dalam hidup saya, saya berterimakasih kepada begitu banyak orang yang telah menjadi 'jembatan' dalam hidup saya. Misalnya, pada saat awal pertobatan saya. Saya terlahir bukan sebagai Kristen. Perjumpaan saya dengan Yesus membuat saya memutuskan untuk menjadi pengikutNya. Waktu itu saya sempat bingung harus pergi ke gereja mana, harus bagaimana di gereja, membuka alkitab mencari ayat pun masih bingung, bagaimana agar bisa dibaptis, proses apa yang harus saya tempuh, siapa yang bisa membantu saya untuk mengerti kebenaran, kepada siapa saya harus bertanya dan seterusnya. Saya masih ingat bagaimana 'lapar' dan 'dahaga'nya saya waktu itu, sehingga saya pergi dari satu gereja ke gereja lain dan bertanya kepada para pendeta tentang apa yang ingin saya pelajari. Saya membuka nomor kontak saya dan bertanya ke teman-teman yang juga percaya Yesus.
Puji Tuhan, ada teman-teman yang rela bertindak sebagai jembatan pada waktu itu, para pendeta yang mau meladeni pertanyaan-pertanyaan saya, sehingga saya pun bisa menjadi diri saya hari ini. Tanpa mereka yang berfungsi sebagai jembatan dari hidup lama menuju hidup baru, mungkin saya tidak akan bisa bertumbuh. Jika hari ini saya aktif mewartakan kabar keselamatan kepada siapa saja, itu semua tidak lepas dari jasa para 'jembatan' yang dengan sepenuh hati membantu saya.
Dalam banyak hal lain pun saya sangat diberkati oleh para 'jembatan' ini. Apakah itu menghubungkan saya dengan orang yang belum saya kenal, menghubungkan saya dengan sesuatu yang belum saya ketahui dan sebagainya. Saya bersyukur dengan adanya mereka. Sedikit banyak, bantuan mereka telah membentuk saya hingga menjadi diri saya saat ini.
Dalam renungan terdahulu kita sudah melihat saat Paulus dan Barnabas berbeda pandangan dan sempat berselisih paham. Kali ini saya ingin mengajak teman-teman mundur ke belakang dan melihat ketika Paulus baru saja bertobat dan memasuki masa transformasi. Pada waktu itu Paulus yang masih bernama Saulus dikenal sebagai pembantai orang percaya. Begitu kejam dan sadis, begitu mengerikan. Lalu dalam Kisah Para Rasul 9:1-19 kita bisa melihat proses pertobatannya yang mengharukan. Saulus bertobat dan kemudian bertransformasi menjadi Paulus. Selesai? Ternyata belum.
Proses selanjutnya tidaklah mudah karena ternyata orang tidak bisa percaya dan menerima dirinya. Orang-orang yang dulu sempat berhadapan dengan Paulus masa lalu masih merasa curiga, terlebih mereka tentu belum lupa seperti apa dia di waktu lalu. Ia bahkan sempat hampir dibunuh. Ia tertolak dimana-mana. Beruntunglah kemudian ada seseorang yang berperan menjadi jembatan, sehingga ia pun akhirnya bisa diterima di kalangan orang percaya. Orang itu adalah Barnabas.
Itu terjadi ketika Saulus masuk ke Yerusalem dan seperti biasa mengalami penolakan. Sepertinya apa yang ia alami bakalan sama saja. "Setibanya di Yerusalem Saulus mencoba menggabungkan diri kepada murid-murid, tetapi semuanya takut kepadanya, karena mereka tidak dapat percaya, bahwa ia juga seorang murid." (ay 26). Reputasinya yang 'mentereng' sebagai pembantai kejam di masa lalu menjadi penghalang utama dimanapun ia sampai. Tidak ada yang percaya kepadanya.
Tetapi ada Barnabas disana, yang kemudian memberi perbedaan besar mengenai penerimaan Paulus dibandingkan kota-kota lainnya. "Tetapi Barnabas menerima dia dan membawanya kepada rasul-rasul dan menceriterakan kepada mereka, bagaimana Saulus melihat Tuhan di tengah jalan dan bahwa Tuhan berbicara dengan dia dan bagaimana keberaniannya mengajar di Damsyik dalam nama Yesus." (ay 27). Adalah Barnabas yang pertama menerima dia, lalu menjembatani Saulus dengan para rasul lainnya.
(bersambung)
Friday, July 29, 2022
Beda Orang Beda Gaya (3)
Kitab Amsal menuliskan "Dengan
hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan, dan dengan
pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta benda yang
berharga dan menarik." (Amsal 24:3-4). Rumah, itu berbicara bukan hanya
soal bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal saja, tapi lebih
dari itu rumah berbicara mengenai banyak hal secara lebih luas.
Perkumpulan, organisasi, persekutuan, komunitas, semua itu pun merupakan
'tempat tinggal' bagi anggotanya bukan? Peran orang percaya untuk
mendirikan Kerajaan Allah di muka bumi ini pun seperti itu. Keragaman
seharusnya memperkaya, bukan jadi penghambat. Perbedaan seharusnya
dipandang sebagai anugerah Tuhan yang bisa membuat kita lebih baik,
bukan sebagai pemicu perpecahan. Ingat pula bahwa dalam 1 Korintus 12
sudah diingatkan bahwa "Karena sama seperti tubuh itu satu dan
anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak,
merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus." (ay 12).
Tubuh
kita ini terdiri dari begitu banyak organ dan bagiannya. Bayangkan kalau
kita hanya terdiri dari tangan semua, atau kaki semua dan seterusnya.
Bukan saja bentuknya akan aneh, tapi kita juga tidak bisa berfungsi
maksimal sebagaimana kita hari ini. Kalau berjalan kita pakai kaki dan
bukan tangan. Memegang kita butuh tangan dan bukan kaki. Melihat itu
pakai mata, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium dan
sebagainya. Jantung, hati, usus, pembuluh darah, daging, otot, dan
sebagainya, semua punya fungsi sendiri-sendiri dan dalam sebuah kesatuan
kita menjadi lengkap dan bisa melakukan banyak hal. Banyak anggota
dengan caranya masing-masing, tetapi semua merupakan satu tubuh, bagian
dari tubuh Kristus. Itulah seharusnya yang kita pakai dalam menyikapi
perbedaan. Alangkah sayangnya kalau kita hanya mengisi segala aktifitas
kita dengan ribut dan bertengkar, saling menjelekkan satu sama lain. Di
luar sana semakin banyak orang yang merasa berhak menghakimi, melakukan
tindak-tindak kekerasan bahkan tega membunuh hanya karena berbeda. Di
antara kita murid Yesus, kasih yang mendasari kekristenan kita
seharusnya bisa menjauhkan kita dari sikap-sikap seperti itu. Jangan
sampai kita sama seperti mereka, atau malah lebih parah.
Kesatuan
tidak berarti harus ada keseragaman dan perbedaan bukanlah berarti
perpecahan. Perbedaan hendaklah disikapi dengan kedewasaan dan
bijaksana. Apa yang terjadi pada Barnabas dan Paulus hendaknya menjadi
pelajaran bagi kita. Alangkah indahnya apabila kita semua bisa bersatu,
saling dukung, saling menguatkan dan kompak bekerjasama. Alangkah indah
jika segala sesuatu bisa dibicarakan untuk mencari titik temu dan
kesepakatan sehingga kita tetap bisa berjalan bareng dan saling
bekerjasama untuk satu tujuan yang sama. Jika itu bisa kita lakukan,
disanalah Kerajaan Allah akan bisa dinyatakan secara maksimal di muka
bumi ini.
Perbedaan hendaknya dipandang sebagai sebuah rahmat dan bukan sumber perpecahan
Thursday, July 28, 2022
Beda Orang Beda Gaya (2)
(sambungan)
Mari kita sedikit mundur ke belakang untuk melihat perbedaan sifat atau
sikap antara Paulus dan Barnabas. Paulus dikenal sebagai orang yang
mengalami perubahan radikal. Ia tadinya orang yang kejam, keras, bahkan
sadis saat masih dipanggil Saulus, tapi kemudian seperti yang tertulis
dalam Kisah Para Rasul 9 ia mengalami pertobatan. Sesudah ia menerima
pertobatan, ternyata ia masih sulit diterima oleh sebagian orang yang
dulu sempat bermasalah dengannya. Adalah Barnabas yang membuka pintu
baginya. Barnabas merupakan orang pertama yang menerima Paulus. Barnabas
memberikan Paulus kesempatan kedua. Dan bayangkan, tanpa keputusan
Barnabas ini maka Paulus mungkin tidak melayani dan kita pun kehilangan
sebagian besar dari Perjanjian Baru karena Paulus menulis setidaknya 13
surat disana.
Paulus tipe keras sedang Barnabas tipe orang yang selalu mau memberi kesempatan kedua.
Siapa
yang salah? Tergantung dari sudut pandangnya. Paulus benar karena sifat
Markus tentu bisa mengganggu pelayanan mereka yang sesungguhnya tidak
gampang. Medan pelayanan mereka itu sangat keras dan penuh bahaya.
Mereka harus berjalan dari satu kota ke kota yang lain dengan segala
resikonya, sehingga akan sangat mengganggu apabila ada anggota di dalam
yang suka bikin masalah. Sebaliknya Barnabas juga benar karena ia ingin
memberi kesempatan kedua. Bukankah Tuhan pun selalu membuka kesempatan
untuk pertobatan kita? Tak peduli seperti apapun dosa kita yang sudah
lalu, Dia akan selalu menyambut kita dengan sukacita bila berbalik
kepadaNya dengan pertobatan yang sungguh-sungguh. Jadi siapa yang salah?
Saya menganggap tidak ada. Yang terjadi hanyalah perbedaan persepsi
atau sudut pandang antara dua hamba Tuhan luar biasa yang timbul karena
tekanan dalam pekerjaan atau pelayanan.
Apa yang bisa kita petik sebagai pelajaran dari kisah
ini adalah bahwa kita seharusnya bisa menerima perbedaan secara dewasa.
Kita tidak boleh merasa diri terus paling benar lantas anti kritik,
anti masukan atau berkonflik kepada siapapun yang berbeda pandangan dari
kita. Apalagi kalau itu terjadi di antara anak-anak Tuhan. Kalau dalam
aliran atau bahkan gereja yang sama saja konflik kerap terjadi, apalagi
antar denominasi. Ada banyak denominasi dengan pengajaran dan doktrin
berbeda, dan ada banyak pula gereja yang saling menghakimi hanya karena
menganggap bahwa mereka lah yang paling benar. Gerejanya begitu,
jemaatnya pun nanti bisa begitu. Kalau di antara orang percaya saja
terus ribut dan saling menjelekkan, bagaimana kita bisa berharap adanya
transformasi besar di negeri ini?
(bersambung)
(sambungan)
Wednesday, July 27, 2022
Beda Orang Beda Gaya (1)
Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 15:39
======================
"Hal itu menimbulkan perselisihan yang tajam, sehingga mereka berpisah dan Barnabas membawa Markus juga sertanya berlayar ke Siprus."
Bagi teman-teman yang aktif dalam perkumpulan atau berorganisasi pasti mengerti apa yang saya sampaikan. Semakin aktif sebuah organisasi, maka potensi perselisihan pun makin besar. Tujuan sama, namun cara masing-masing orang, metode atau langkah yang diambil bisa berbeda-beda. Meski mungkin kita sudah sepakat, tetap saja pada pelaksanaannya ada selalu saja ada yang bisa menimbulkan konflik antar sesama anggota. Belum lagi kalau ego dan kepentingan pribadi masuk ke dalam, itu akan memperkeruh dan menambah masalah.
Kita dibesarkan dengan cara berbeda. Sifat kita berbeda. Fokus, tujuan, kepentingan, metode, cara pandang, gaya bicara, sikap, budaya, itu pun berbeda. Alangkah baiknya apabila kita bisa memandang perbedaan sebagai rahmat yang akan memperkaya dan membuat kita bisa menghasilkan sesuatu jauh lebih baik daripada bekerja sendirian. Sayang sekali biasanya yang terjadi bukan seperti itu. Tidak heran jika dalam perkumpulan bisa ada faksi-faksi kecil dari anggota yang umumnya terbentuk dari satu atau beberapa kesamaan diantara mereka. Kalau sudah begini maka suasana bisa semakin tidak kondusif. By the way, bicara soal perbedaan, efek samping dari kebebasan demokrasi yang ada di Indonesia pun saat ini membuat banyak orang merasa seolah berhak menghakimi orang yang berbeda dengan memakai kebebasan di alam demokrasi sebagai alasan pembenaran. Mereka memaksakan kehendak seolah mereka yang paling benar dan paling tahu. Disintegrasi yang terus menerus terjadi jika dibiarkan akan membuat segala yang sudah dibangun lewat perjuangan dan pengorbanan para pejuang menjadi sia-sia. Bukannya maju, kita bisa malah mundur.
Apa kata Alkitab mengenai hal ini? Faktanya, di antara hamba Tuhan pun kerap terjadi selisih paham yang diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan ini. Sangatlah menarik jika mengamati bahwa Alkitab secara jujur mencatat mengenai hal ini, yang terjadi di antara hamba Tuhan yaitu Paulus dan Barnabas.
Kisah perselisihan ini dicatat dalam Kisah Para Rasul 15:35-41. Mereka berdua adalah orang-orang militan dalam menyampaikan kebenaran, bahkan disebutkan sebagai dua orang yang telah mempertaruhkan nyawanya karena nama Yesus (ay 26). Jadi mereka bukanlah orang-orang yang imannya sembarangan. Tapi lihatlah, bahkan dalam sebuah tujuan baik yang sama, perselisihan bisa tetap terjadi.
Apa yang membuat mereka berselisih paham adalah soal Markus. Ketika itu Markus sempat meninggalkan keduanya saat di Pamfilia. Karena sikap Markus ini, Paulus menolak untuk membawa Markus kembali masuk dalam pelayanan mereka. Namun Barnabas bersikeras ingin membawa Markus lagi karena ingin memberi kesempatan kedua.
"Barnabas ingin membawa juga Yohanes yang disebut Markus; tetapi Paulus dengan tegas berkata, bahwa tidak baik membawa serta orang yang telah meninggalkan mereka di Pamfilia dan tidak mau turut bekerja bersama-sama dengan mereka." (ay 37-38).
Gara-gara soal Markus, mereka jadi bertengkar keras yang kemudian membuat mereka akhirnya memutuskan untuk berpisah. "Hal itu menimbulkan perselisihan yang tajam, sehingga mereka berpisah dan Barnabas membawa Markus juga sertanya berlayar ke Siprus." (ay 39).
(bersambung)
(sambungan)
Tuesday, July 26, 2022
Percaya atau Tidak? (3)
(sambungan)
Kalau kita cermati dalam Alkitab, Yesus sering
menyasar masalah percaya ini, Berulang kali Yesus menegur murid-muridNya
yang kurang percaya. Si ayah pun sempat ditegur karena tidak percaya.
Tapi lihatlah, Yesus mau membantu sisi kurang percaya si ayah lalu
menyembuhkan anaknya. Dia mengerti pergumulan kita, dia paham kelemahan
kita.
Ada hal menarik lainnya dari kejadian lain. Mari kita lihat
apa yang terjadi saat Yesus menyembuhkan orang sakit kusta (Lukas
5:12-16). Dari kisah orang kusta ini kita bisa melihat perbedaan iman
dari orang kusta ini dengan ayah dari anak yang kerasukan tadi. Orang
berpenyakit kusta ini berkata: "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat
mentahirkan aku." (ay 12). Lihatlah perbedaan nyata antara iman orang
sakit kusta yang juga sudah sangat lama menderita dengan penyakitnya
dengan iman si ayah. Si ayah berkata "jika Engkau dapat" sedang orang
kusta bilang "jika Tuhan mau". "Dapat" dan "Mau", itu berbeda.
Tuhan
selalu dapat melakukan apapun dan bagi orang percaya tidak ada kata
mustahil. Karena itu kita harus terus melatih diri kita untuk mampu
memiliki iman yang dipenuhi rasa percaya. Jika kita masih tidak sanggup
memilikinya, jangan khawatir dan berkecil hati. Saya pun mengalaminya
berkali-kali. Apa yang harus kita lakukan? Berdoalah dan minta Tuhan
membantu kita untuk bisa percaya kalau kita masih belum sanggup untuk
itu. Tuhan akan memberi kelegaan, ketenangan, Roh Kudus bisa bekerja
meneguhkan kita sehingga kita bisa membangun iman kita dengan rasa
percaya penuh.
Yesus sudah mengingatkan kita "Janganlah gelisah
hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku." (Yohanes
14:1), atau "Jangan takut, percaya saja!" (Markus 5:36) dan banyak lagi
firman Tuhan yang menyuruh kita untuk memiliki sebentuk rasa percaya
yang cukup untuk bisa mendapatkan jawaban atas permasalahan-permasalahan
kita. Lihat pula ayat yang sangat menguatkan ini: "Karena itu Aku
berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa
kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus
11:24). Begitu pentingnya sebuah iman yang percaya dalam menerima uluran
tangan Tuhan, maka dari itu marilah hari ini kita berdoa agar Tuhan
meneguhkan kepercayaan kita kepadaNya. Jika kita bisa hidup dengan iman
yang bekerja penuh atas dasar percaya, tidak akan ada lagi hal yang
mustahil bagi kita.
Terus latih diri kita untuk bisa tetap percaya dalam keadaan apapun
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, July 25, 2022
Percaya atau Tidak? (2)
(sambungan)
Sekarang perhatikan apa yang dikatakan sang ayah.
"jika Engkau dapat berbuat sesuatu." Jika Tuhan dapat? Adakah hal yang
tidak dapat dilakukan Tuhan? Tentu kita semua tahu jawabannya. Dan
seperti itulah tepatnya jawaban Yesus. "Jawab Yesus: "Katamu: jika
Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (ay 23).
Ada hal menarik dari jawaban Yesus tersebut. Lihat bahwa Yesus
menekankan kepada kata "percaya" dan bukan kepada kemampuanNya. Yesus
bukan berkata: Apakah kamu meragukan Aku? Tidak. Yesus mengatakan bahwa
tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya. Percaya, itu adalah
salah satu kunci penting untuk mendapatkan jawaban atas doa. That's one
point.
Lalu dialog mereka menjadi semakin menarik. "Segera ayah
anak itu berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!"
(ay 24). Pernyataan si ayah ditengah kepanikannya terdengar absurd. Ia
berteriak: Aku percaya, tolonglah aku yang tidak percaya ini. Jadi mana
yang benar, percaya atau tidak percaya?
Ketakutan, rasa kalut
melihat kondisi anaknya membuat jarak antara percaya dan tidak percaya
menipis. Begitu tipis hingga hadir dalam satu kalimat hanya dalam
hitungan 1 detik.
Sesungguhnya apa yang dialami si ayah
seringkali kita alami pula dalam hidup kita. Ketika beban pergumulan
memuncak kita menjadi terombang-ambing antara keadaan ingin percaya tapi
tidak cukup bisa untuk mempercayainya. Kita ingin ditolong tapi kita
sulit untuk benar-benar yakin apakah mungkin pertolongan itu bisa kita
alami. Yang menjadi masalah sebenarnya bukanlah ketidakinginan kita
untuk percaya, tapi justru lebih kepada ketidaksanggupan kita untuk
mengimaninya. Beban terkadang menimpa dengan sangat berat sehingga sulit
bagi kita untuk tetap fokus dengan iman disertai rasa percaya yang
penuh ketika kita memohon pertolongan Tuhan lewat doa kita. Maka
teriakan si ayah pun mewakili apa yang sering kita alami hari ini.
Lalu,
jika kita mengalaminya, apa yang harus kita lakukan? Disaat kita ingin
bisa benar-benar percaya tapi kita tidak sanggup untuk itu, kita harus
bagaimana?
"I want to believe, please help me to believe!"
Sederhananya seperti itulah pergumulan si ayah menghadapi keadaan
anaknya. Ada kabar baik buat kita. Tuhan bukanlah Allah yang kaku dan
hanya menyuruh. Dia adalah Allah yang peduli akan pergumulan kita.
Ketika kita diminta untuk percaya, dan kita belum cukup sanggup untuk
itu, bukankah sangat melegakan ketika kita mengetahui bahwa Tuhan pun
bersedia membantu kita untuk percaya, untuk mengatasi keraguan kita? Dan
Tuhan mau melakukannya. Dia bersedia untuk itu. And that's a good news
for us, human with limited ability and full with weaknesses.
(bersambung)
Sunday, July 24, 2022
Percaya atau Tidak? (1)
Ayat bacaan: Markus 9:24
=====================
"Segera ayah anak itu berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!"
"Kamu percaya papa kan? Ayo meluncur, papa tunggu di bawah." "Percaya pa," katanya mantap. Ia naik. Tapi kemudian berubah sebelum duduk di ujung atas luncuran. "Takut pa." katanya. Ia bolak balik duduk dan berdiri, antara percaya tapi juga takut. Takut itu artinya sama saja dengan meragukan atau tidak percaya. Geli rasanya melihat dia mundur maju seperti itu. Tapi itu buat saya adalah sebuah gambaran mengenai bagaimana iman kita yang bisa naik turun tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi. Kita bisa mengatakan percaya, tapi sekejap kemudian kita bisa berubah menjadi tidak percaya. Seperti pendulum kadang berayun ke kiri, sebentar lagi sudah ada di kanan.
Jika demikian, antara percaya atau tidak itu bisa jadi memang tipis sekali bedanya. Kalau terhadap sesuatu yang nyata saja kita begitu, apalagi terhadap sesuatu yang tidak kelihatan. Saat kita menghadapi kesulitan, kita tidak bisa melihat apa yang akan terjadi di depan. Kemampuan kita tidak sanggup untuk melakukan itu. Karenanya iman menjadi sangat perlu dalam hal ini. Dan Ibrani 11:1 mengatakan bahwa iman merupakan dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari sesuatu yang tidak kita lihat. Tapi iman ini sepertinya pun sangat abstrak bagi manusia. Mengaku beriman belum tentu benar beriman, atau sekarang merasa beriman tapi kemudian hilang entah kemana.
Seperti apa iman kita akan terlihat dari bagaimana reaksi kita ketika menghadapi persoalan. Semakin berat beban masalah, maka semakin teruji pula iman kita. Secara teoritis kita tahu harus bagaimana, tapi seringkali sebagai manusia kita tidak atau belum sekuat itu. Dan kita pun sering berada diantara yakin dan ragu, antara percaya dan tidak percaya. Belum lagi kalau si jahat ikut-ikutan memanfaatkan kelemahan kita dan terus menggoyangnya. Maka, antara percaya dan tidak percaya bisa menjadi tipis sekali. Begitu tipis, bahkan bisa muncul berbarengan, dalam satu kalimat.
Satu kalimat? Ya, itu bisa terjadi pada kita, dan itupun terjadi di jaman Yesus turun ke dunia, bahkan oleh orang yang berada tepat di hadapan Yesus. Alkitab mencatat kisah menarik ini.
Alkisah ada seorang ayah membawa anaknya yang kerasukan roh jahat ke hadapan Yesus. (Markus 9:14-29). Si ayah panik bukan kepalang, karena bukan saja roh itu membisukan anaknya sejak kecil, tapi juga menyerang anaknya dengan cukup parah, mungkin yang terjadi saat itu persis seperti apa yang biasa kita lihat di film-film horror. Secara detail hal itu disebutkan Markus. "Dan setiap kali roh itu menyerang dia, roh itu membantingkannya ke tanah; lalu mulutnya berbusa, giginya bekertakan dan tubuhnya menjadi kejang." (Markus 9:18). Seperti film Exorcist kan? Itu yang terjadi pada waktu itu. Melihat apa yang terjadi, tidak satupun murid Yesus sanggup berbuat sesuatu. Si ayah pun berkata: "Dan seringkali roh itu menyeretnya ke dalam api ataupun ke dalam air untuk membinasakannya. Sebab itu jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami." (ay 22).
(bersambung)
Saturday, July 23, 2022
Rancangan Tuhan vs Rancangan Manusia (3)
(sambungan)
Paulus suatu kali menuliskan: "O, alangkah dalamnya
kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki
keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!"
(Roma 11:33). Tidak ada satupun manusia, sepintar apapun, yang akan
sanggup mengukur cara-cara yang dipakai Tuhan. Paulus pun melanjutkan
"Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang
pernah menjadi penasihat-Nya?" (ay 34). Siapa dari kita yang berani
mengklaim bahwa kita lebih tahu dari Tuhan?
Alangkah sia-sianya
jika kita terus meragukan bahwa Tuhan sanggup menolong kita untuk lepas
dari masalah yang tengah menerpa kita hari ini. Alangkah ironisnya jika
kita merasa putus asa bahwa masalah kita tidak akan mampu terpecahkan.
Kita bisa memakai logika kita yang paling muktahir untuk menganalisa
masalah yang tengah kita hadapi hari ini, dan mungkin logika kita
berkata bahwa apa yang kita alami tidak lagi memiliki pemecahan atau
jalan keluar. Kita bisa takut akan setiap masalah yang menyelimuti hidup
kita, tetapi sesungguhnya kita harus ingat: di tangan Tuhan tidak ada
yang mustahil. Segalanya mungkin, dan Tuhan bisa memakai orang-orang
atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan bagi kita untuk menjadi
saluranNya dalam menolong atau memberkati kita. Sekali lagi, mungkin
bagi pemahaman kita terlihat lambat, terlihat seolah tidak peduli,
tetapi percayalah, Allah selalu peduli dan tidak ingin kita sampai
celaka. Dia selalu tahu apa yang terbaik buat kita, jalan yang terbaik
buat kita, dan apa yang akan kita dapatkan nanti agar bisa menjadi
pribadi-pribadi yang lebih bijaksana. Kita tidak akan pernah bisa
mengukur Tuhan. Jarak antara kemampuan logika kita dan kemampuan Tuhan
itu bagaikan bumi dan langit, tidak terselidiki, tidak terselami.
Pemazmur
pun menyadari hal itu. Ia berkata: "Aku hendak mengingat
perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat
keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut
segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu." (Mazmur
77:12-13). Ribuan Tahun berlalu, hari ini keajaiban Tuhan itu masih
terus berlanjut. Jika demikian, mengapa kita harus gentar menghadapi
masalah seberat apapun yang tengah menghimpit kita hari ini? Kenapa kita
harus ragu akan uluran tangan Tuhan? Kenapa kita harus membiarkan
pikiran kita menuduh Tuhan tidak berempati pada permasalahan kita, dan
kenapa kita harus terus memaksa Tuhan untuk melakukan tepat seperti
keinginan dan waktu menurut kita?
Teman-teman, teruslah hidup
dalam pengharapan dan kepercayaan penuh dalam Tuhan. Lakukan bagian
kita, dan pada saatnya nanti Tuhan akan bertindak dengan cara-cara yang
ajaib, yang tidak terselami atau tidak terselidiki, tidak terbayangkan
dan tidak terpikirkan oleh kita. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan,
"Besar dan ajaib segala pekerjaan-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa!
Adil dan benar segala jalan-Mu, ya Raja segala bangsa!" (Wahyu 15:3b).
When God steps in, miracles happen
Friday, July 22, 2022
Rancangan Tuhan vs Rancangan Manusia (2)
(sambungan)
Firman Tuhan ini sejak dulu mengingatkan saya baha
kemampuan kita tidak ada apa-apanya dibanding Tuhan. Seujung kuku pun
tidak. Ayat ini menunjukkan betapa besarnya Allah yang tidak akan mampu
terselami dengan kemampuan akal kita yang begitu terbatas. Setinggi apa
kita bisa menciptakan sesuatu, kemampuan teknologi yang terus berkembang
pesat, tapi tetap saja kita tidak akan pernah mampu mencapai tingkat
seperti Tuhan. Kita merasa tahu apa yang kita butuhkan sebagai bantuan
dari Tuhan, tapi Tuhan jauh lebih tahu apa yang terbaik yang harus Dia
berikan untuk kita. Tuhan selalu rindu untuk memberkati dan menolong
anak-anakNya. Tuhan peduli, dan mengasihi kita. Dia tidak ingin satupun
dari kita binasa. Kalau untuk binasa saja Dia tidak ingin, apalagi untuk
urusan kehidupan sehari-hari yang bisa jadi kompleks dan terjal untuk
dilalui. Untuk menolong kita, Tuhan bisa pakai seribu satu cara.
Kalau
kita menelaah Alkitab maka kita akan menemukan betapa banyaknya cara
Tuhan dalam melakukan sesuatu yang mendatangkan kebaikan. His helping
hands come with so many surprising ways. Dia memakai begitu banyak cara
ajaib yang tidak pernah terpikirkan oleh kita, tidak terselami, bahkan
tidak mampu dipecahkan dengan cara berpikir atau logika manusia.
Mari saksikan beberapa contoh saja seperti yang tertulis di dalam Alkitab.
-
Lihatlah bagaimana Tuhan menolong Elia lewat burung-burung gagak yang
membawa roti dan daging setiap pagi dan petang ketika ia berada di
sungai Kerit. (1 Raja Raja 17:1-6).
- Perhatikan bagaimana Tuhan
menolong seorang janda yang terjerat hutang lewat sedikit sisa minyak
yang ia miliki. Tuhan sanggup mengisi bejana-bejana hingga melimpah,
lalu menyuruh perempuan itu untuk pergi menjual minyak untuk menutupi
hutangnya. Bahkan begitu melimpah sehingga si janda masih memiliki sisa
uang yang bisa ia pakai untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya. (2
Raja Raja 4:1-7).
- Tiang awan dan tiang api dipakai Tuhan untuk menuntun umatNya menuju tanah terjanji (Keluaran 13:17-22).
- Tuhan membelah Laut Teberau sehingga bangsa Israel bisa selamat dari kejaran tentara Mesir (Keluaran 13:17-14:29).
-
Masih ingatkah anda dengan kisah Perkawinan di Kana dimana Yesus
mengatasi masalah kehabisan anggur bukan cuma secukupnya tapi hingga
berlimpah-limpah? (Yohanes 2:1-11).
- Atau mengenai penggandaan lima
roti dan dua ikan yang dimiliki seorang anak kecil untuk memberi makan
lebih dari 5000 orang (Matius 14:13-21).
Ini baru sedikit sekali
contoh dari ratusan perbuatan ajaib Tuhan dengan metode, cara,
alternatif atau variasi yang berbeda yang Dia lakukan untuk menolong dan
memberkati anak-anakNya. Hingga hari ini pun berbagai mukjizat yang
ajaib masih bisa kita saksikan. Orang sakit disembuhkan, rumah tangga
atau diri seseorang dipulihkan dan sebagainya, bahkan orang mati yang
bangkit kembali pun masih juga terdengar hingga hari ini. Dan semua itu
bisa punya kisahnya sendiri yang berbeda antar orang per orang. Tuhan
sanggup, lebih dari sanggup menolong anak-anakNya dengan seribu satu
cara sampai kapanpun.
(bersambung)
Thursday, July 21, 2022
Rancangan Tuhan vs Rancangan Manusia (1)
Ayat bacaan: Yesaya 55:8-9
=======================
"Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu."
Pepatah mengatakan ada banyak cara menuju Roma. Ya, dengan teknologi aplikasi seperti Waze sekarang kita bisa melihat beberapa rute alternatif untuk mencapai tujuan. Ada estimasi waktu tempuh, ada data mengenai macet tidaknya masing-masing jalur, semua bisa kita lihat dan pertimbangkan untuk memilih rute yang mau kita ambil. Suatu kali seorang teman bercerita bahwa ia sampai berselisih dengan istrinya karena memilih rute yang dianggap istrinya salah. Menurutnya ia sudah mengambil jalur sesuai rekomendasi Waze, tapi ternyata ada kemacetan yang sepertinya belum terdata. "Padahal kalau mau sabar saja, biar sedikit lebih lama tapi kan tetap sampai?" katanya.
Kita sering berlaku seperti sang istri saat menantikan uluran tangan Tuhan untuk menolong kita saat berada dalam kesulitan. Baik sadar atau tidak, banyak yang cenderung mendesak Tuhan untuk melakukan sesuai dengan apa yang dipikirkan. Maunya langsung instan, maunya segera, kalau tidak maka langsung bersungut-sungut, menggerutu atau menuduh Tuhan yang tidak-tidak. Berpikir bahwa cara kita yang terbaik, padahal belum tentu. Terkadang ada jalan yang seolah bakal menyelesaikan lebih cepat tapi justru nantinya menambah masalah baru.
Masalahnya, kita tidak bisa melihat masa depan. Mata dan kemampuan kita terbatas untuk itu. Sebaliknya, sadarkah kita bahwa kemampuan Tuhan justru tak terbatas? Dia bisa melihat apa yang akan terjadi di depan sana, sehingga pastinya akan tahu jalur mana yang harus diambil. Apakah kita bisa setidaknya berpikir bahwa saat Dia terlihat lambat melakukan sesuatu, saat Dia sepertinya tidak kunjung menjawab, Dia sebenarnya sedang menghindarkan kita dari sesuatu yang malah akan semakin merusak, atau mungkin juga, Tuhan ingin kita belajar sesuatu dulu lewat jalan yang ia pilihkan untuk kita. Masalahnya, kebanyakan orang tidak berpikir sejauh itu dan inginnya memaksakan Tuhan untuk melakukan tepat seperti cara yang terbaik menurut pendapat manusia yang amat sangat terbatas kemampuannya.
Dari apa yang tertulis dalam Alkitab dan pengalaman pribadi saya, Tuhan itu sangatlah kreatif. Dia mampu menciptakan jauh lebih banyak alternatif untuk melepaskan kita dari masalah, karena tidak seperti kita, tidak ada kata mustahil bagi Tuhan. Dia bisa pakai apa saja dan lewat cara manapun untuk menyatakan kemuliaanNya. Apa yang Dia sanggup bahkan jauh lebih besar dari kemampuan nalar atau logika kita. Keajaiban yang mustahil bagi kita akan sangat mudah ketika berada di tangan Tuhan. Pertanyaannya, apakah kita mau bersabar dan percaya kepada keputusan Tuhan?
Lihatlah Firman berikut ini.
"Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9).
(bersambung)
Wednesday, July 20, 2022
Goliat (6)
(sambungan)
Demikianlah langkah-langkah yang diambil Daud untuk
bisa mengatasi sosok besar dengan perlengkapan perang komplit seperti
Goliat. Dengan bentuk iman yang percaya seperti poin-poin tadi Daud bisa
mengatasi apa yang dianggap mustahil bagi dunia. Daud kemudian percaya
bahwa ia akan segera menambahkan pencapaian baru dalam catatan
pribadinya. Demikian kata Daud: "Hari ini juga TUHAN akan menyerahkan
engkau ke dalam tanganku dan aku akan mengalahkan engkau dan memenggal
kepalamu dari tubuhmu; hari ini juga aku akan memberikan mayatmu dan
mayat tentara orang Filistin kepada burung-burung di udara dan kepada
binatang-binatang liar, supaya seluruh bumi tahu, bahwa Israel mempunyai
Allah, dan supaya segenap jemaah ini tahu, bahwa TUHAN menyelamatkan
bukan dengan pedang dan bukan dengan lembing. Sebab di tangan Tuhanlah
pertempuran dan Iapun menyerahkan kamu ke dalam tangan kami." (ay
46-47). Betapa tegas dan kuat pernyataan Daud ini, yang tentu timbul
dari imannya yang luar biasa.
Sebuah kesaksian bisa menginspirasi
banyak orang dan mengenalkan kuasa Kristus kepada orang lain. Jika
merujuk pada kitab terakhir yaitu Wahyu, kita akan tahu bahwa musuh
hanya bisa dikalahkan oleh darah Anak Domba dan oleh perkataan kesaksian
(Wahyu 12:11). Apakah kita sudah membagikan kesaksian atau masih takut
melakukannya dengan berbagai alasan? Hal ini pun penting untuk kita
renungkan.
Apakah diantara teman-teman ada yang hari ini tengah
berhadapan dengan masalah yang rasanya besar seperti raksasa? Anda
tengah dicekam ketakutan dan mulai terpikir bahwa anda tidak akan mampu
mengatasinya? Belajarlah dari Daud untuk menghadapinya. Daud berkata:
"Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu: "Engkau mendatangi aku
dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau
dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang
kautantang itu." (1 Samuel 17:45).
Dengan hal yang sama anda
bisa berkata kepada masalah yang tengah mengintimidasi anda. Hai
masalah, engkau boleh menghampiri saya lengkap dengan segala
'persenjataan'mu, tapi saya tidak takut. Saya siap hadapi engkau dalam
nama Tuhan semesta alam.
Ingatlah bahwa tidak ada satupun
masalah yang lebih besar dari Tuhan. Lakukan seperti Daud, dan kelak
pada suatu ketika, anda bisa mempergunakan hal ini sebagai kesaksian
yang bisa menjangkau banyak jiwa.
Sebesar apapun masalah yang datang, Tuhan akan selalu lebih besar daripadanya. Jangan pernah lupakan itu
Tuesday, July 19, 2022
Goliat (5)
(sambungan)
4. Periksa dan pergunakanlah apa yang ada
Apa
senjata yang dipakai Daud untuk melawan Goliat? Daud tidak memilih
pedang atau tombak yang mungkin akan segera menjadi alternatif kita bila
ada di posisi Daud. Padahal mengingat ia masih sangat belia, dari
ukuran saja ia pasti akan kesulitan mengangkatnya, apalagi jika harus
menggunakan itu untuk melawan raksasa Goliat. Daud ternyata memilih apa
yang ada pada dirinya, dan apa yang tersedia disana.
"Lalu Daud
mengambil tongkatnya di tangannya, dipilihnya dari dasar sungai lima
batu yang licin dan ditaruhnya dalam kantung gembala yang dibawanya,
yakni tempat batu-batu, sedang umbannya dipegangnya di tangannya.
Demikianlah ia mendekati orang Filistin itu." (ay 40). Tidak masalah
senjata apa yang ia miliki, karena ia tahu meski senjata itu tak ada
apa-apanya dibanding tombak tempur kualitas super yang dipakai lawannya,
ditangan Tuhan senjata yang terlihat sepele itu bisa berkekuatan luar
biasa.
Kalau bicara mengenai memeriksa dan mempergunakan apa yang
ada, kita bisa belajar pula dari cerita tentang Yesus saat menggandakan
5 roti dan 2 ikan utuk memberi makan ribuan orang seperti yang bisa
kita baca dalam injil Markus ayat 6.
Pada saat itu, para murid
Yesus memandang kepada problema yang muncul dan fokus kepada apa yang
tidak ada. Mereka bahkan sepertinya tidak berpikir akan kemampuan Yesus
dalam membuat mukjizat. Yesus kemudian mengajarkan mereka untuk mencari
tahu apa yang ada dan bisa dipergunakan untuk menyelesaikan masalah.
"Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Berapa banyak roti yang ada padamu?
Cobalah periksa!" Sesudah memeriksanya mereka berkata: "Lima roti dan
dua ikan." (Markus 6:38).
Bandingkan dengan reaksi kita pada
umumnya ketika menghadapi masalah besar. Bukankah pikiran kita sering
tertutupi oleh rasa takut dan kepanikan sehingga kita lebih cenderung
fokus kepada apa yang tidak kita miliki ketimbang memeriksa terlebih
dahulu apa yang ada pada kita? Akan jauh lebih efektif jika kita bisa
tetap tenang dan melihat dahulu apa yang kita punya sebelum kita
buru-buru panik. Belum lagi kita sering terbiasa berpikir terlalu jauh
lalu melewatkan bahwa solusinya mungkin saja bisa timbul lewat
penyelesaian sederhana.
Mungkin saja apa yang ada pada kita saat
ini hanya sesuatu yang sederhana, seperti umban dan batu, atau roti dan
ikan. Tetapi kita harus percaya bahwa ditangan Tuhan itu bisa menjadi
senjata luar biasa untuk mengatasi persoalan.
(bersambung)
Monday, July 18, 2022
Goliat (4)
(sambungan)
3. Jangan pernah lupakan bagaimana luar biasanya pertolongan Tuhan di masa lalu
Adalah
sangat menarik jika kita melihat bagaimana Daud bisa sebegitu yakin
dalam menghadapi persoalan besar. Daud berani menghadapi Goliat ternyata
merujuk pada pengalaman-pengalaman pribadi sebelumnya, dimana ia sudah
merasakan sendiri bagaimana Tuhan melindunginya ketika sedang
menggembala.
Mari kita lihat apa katanya.
"Tetapi Daud
berkata kepada Saul: "Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba
ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba
dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba
itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku
menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya. Baik singa
maupun beruang telah dihajar oleh hambamu ini. Dan orang Filistin yang
tidak bersunat itu, ia akan sama seperti salah satu dari pada binatang
itu, karena ia telah mencemooh barisan dari pada Allah yang hidup. Pula
kata Daud: "TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari
cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin
itu." (ay 34-37).
Perhatikan. Ketika berhadapan dengan masalah,
Daud segera membuka buku perjalanan hidupnya, museum pribadinya yang
berisi pengalaman-pengalamannya terdahulu ketika merasakan kuasa
penyertaan Tuhan secara nyata. Bagi tentara Israel Goliat terlihat
sebagai raksasa yang tidak akan mungkin dikalahkan, tetapi bagi Daud,
Goliat tidaklah lebih dari beruang atau singa yang sudah berulang kali
ia taklukkan bersama Tuhan. Kalau Tuhan sanggup membuat Daud kecil mampu
mengalahkan binatang-binatang buas sebelumnya, kenapa lantas dia harus
gentar menghadapi Goliat?
Dalam Mazmur ada ayat yang berbunyi sebagai berikut:
"Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2).
Kata
'sangat terbukti' menunjukkan sesuatu yang sudah pernah terjadi di
waktu lalu. Pemazmur tahu bahwa museum pribadinya pun berisikan begitu
banyak bukti bagaimana kuasa Allah sanggup menolong dalam kesesakan,
bagaimana Allah mampu menjadi tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai
solusi atau jawaban dari setiap permasalahan yang kita alami.
Alkitab
juga dengan tegas berkata: "Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah.."
(Maleakhi 3:6). Dan Yesus pun demikian. "Yesus Kristus tetap sama, baik
kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Tetap
sama, kemarin, hari ini dan sampai selamanya, tidak berubah. Itu
artinya, jika dahulu Tuhan bisa, hari ini pun sama, besok lusa dan
sampai kapanpun Dia bisa. Kalau dulu kita pernah alami, kenapa sekarang
tidak? Can we have this mindset by looking back to the wonderful and
wonderous things He has done before to deal with today's problems?
(bersambung)
Sunday, July 17, 2022
Goliat (3)
(sambungan)
2. Jangan biarkan hati menjadi tawar
Dalam
ayat 32 tertulis "Berkatalah Daud kepada Saul: "Janganlah seseorang
menjadi tawar hati karena dia; hambamu ini akan pergi melawan orang
Filistin itu." Perhatikan bagaimana Daud bisa percaya diri menghadapi
orang Filistin bertubuh sangat besar itu, dan bandingkan dengan perasaan
para tentara Israel yang berisi orang-orang terlatih dan berpengalaman.
Bukankah rasanya aneh apabila ada seorang anak kecil yang dikeluarganya
saja tidak dianggap, sehari-hari kerjanya hanya menggembalakan ternak
milik ayahnya, tapi berani menasihati raja Israel pada waktu itu beserta
bala tentaranya? Tapi itulah yang terjadi. Daud berani karena ia tahu
siapa yang ada dipihaknya. Daud percaya bahwa jika Tuhan ada bersamanya
ia tidak perlu tawar hati terhadap apapun. Ini adalah sebuah sikap iman
yang ternyata mampu memberi hasil gemilang. Jadi bukan soal segala
kelengkapan, kuat dan hebat kita sebagai manusia dan lain-lain yang
menurut kita layak untuk dibanggakan, tapi iman kita akan berpengaruh
pada sejauh mana kita mengandalkan Tuhan, disanalah letak kekuatan kita
yang sesungguhnya.
Dalam menghadapi beban masalah besar, hal
lain yang perlu kita jaga adalah jangan sampai kita tawar hati. Menjadi
gentar, drop mentalnya, kehilangan semangat juang hingga kehilangan
kepercayaan. Kalau itu yang terjadi, justru kita tidak lagi punya
kekuatan untuk mengatasi problematika hidup yang sedang menyulitkan
kita. Bukannya semakin membaik, tapi malah akan membuat segalanya
memburuk.
Dalam kitab Amsal juga diingatkan bahwa dengan tawar
hati ketika menghadapi situasi sulit, kekuatan kita justru mengecil.
Menyusut sehingga kita tidak punya daya lagi untuk bisa terus berjuang.
"Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu."
(Amsal 24:10).
Bukankah saat kita tawar hati, pikiran kita pun
akan keruh sehingga kita tidak lagi bisa berpikir jernih? Bukankah jika
kita tawar hati, kita akan kehilangan semangat untuk berjuang? Jika itu
terjadi, bukankah kita akan justru semakin lemah?
Karena itulah
penting bagi kita untuk terus menjaga kondisi hati kita agar jangan
sampai menjadi tawar. Jangan terintimidasi, jangan terprovokasi. Hati
yang tetap terjaga baik akan memungkinkan kita untuk berjuang mencari
solusi, bisa mendengar hikmat Tuhan alias tidak terputus dari Tuhan, dan
kemudian bisa tetap tegar dengan mengandalkan Tuhan dalam berhadapan
dengan kesulitan-kesulitan yang tengah menerpa hidup.
(bersambung)
Saturday, July 16, 2022
Goliat (2)
(sambungan)
Keempat poin itu adalah:
1. Berhentilah memandang hanya kepada masalah, ubah arah pandangan kepada Tuhan
Bayangkan
jika Daud memandang ukuran tubuh, pengalaman perang, status,
kelengkapan persenjataannya dengan memakai kacamata manusia. Ia tidak
mungkin berani berhadapan satu lawan satu dengan tipe lawan seperti itu.
Apa yang membuat Daud berani adalah bahwa ia mengarahkan pandangannya
bukan kepada raksasa yang siap membunuhnya tapi kepada Tuhan. Hanya itu
satu-satunya alasan yang membuatnya berani berhadapan dan kemudian
menang.
Seperti halnya Daud, belajarlah untuk berhenti memandang
besarnya masalah dan alihkan dengan memandang besarnya Tuhan yang ada
bersama kita. Memandang besarnya masalah, itulah yang dilakukan oleh
para tentara Israel, dan itu terbukti melemahkan mental dan moral
mereka. Daud berbeda. Ia tidak memandang kepada besarnya masalah tapi
memandang kepada siapa yang menyertainya.
Lihat bagaimana reaksi
Daud ketika mendengar intimidasi Daud yang menakutkan seluruh prajurit
Israel. "Lalu berkatalah Daud kepada orang-orang yang berdiri di
dekatnya: "Apakah yang akan dilakukan kepada orang yang mengalahkan
orang Filistin itu dan yang menghindarkan cemooh dari Israel? Siapakah
orang Filistin yang tak bersunat ini, sampai ia berani mencemoohkan
barisan dari pada Allah yang hidup?" (ay 26).
Dari apa yang ia
katakan kita bisa dengan jelas melihat siapa yang ia andalkan dalam
hidupnya. Ia tidak memandang masalah melainkan memfokuskan pandangannya
kepada Tuhan yang hidup, yang ia yakin selalu berada bersamanya. Sebesar
apa masalah anda hari ini, akankah itu bakal lebih besar dari kuasa
Tuhan sehingga Tuhan tidak lagi mampu menolong kita? Tentu saja tidak,
tidak ada masalah apapun yang bisa mengatasi kuasa Tuhan. Jadi jika kita
memandang Tuhan, kita tidak akan terintimidasi lagi oleh masalah tak
peduli sebesar apapun. Pertanyaannya, apakah iman kita cukup untuk itu?
Itulah yang harus menjadi titik fokus kita, karena biasanya semakin
besar tekanan, semakin goyah pula iman kita. Semakin berat beban hidup
yang kita pikul, semakin tawar hati dan ragu pula kita akan eksistensi
Tuhan.
Karena itu kita harus memperhatikan betul kondisi iman
kita. Sejatinya hidup ini ibarat medan perang, dimana serangan bisa
datang kapan saja. Dan jangan harap iman kita akan cukup kuat dan bisa
terus bertumbuh jika kita terus saja masih awam atau malah asing dengan
segala Firman yang disampaikan Tuhan. Iman, itulah yang akan memampukan
kita untuk bisa memandang Tuhan, bukan memandang masalah. Daud, dan
banyak tokoh Alkitab lainnya sudah membuktikannya. Kalau mereka bisa
mengalami, kita pun bisa.
(bersambung)
Friday, July 15, 2022
Goliat (1)
Ayat bacaan: 1 Samuel 17:45
=================
"Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu: "Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu."
Di sudut berlawanan terlihat sesuatu yang kontras. Lawan dari si raksasa adalah seorang anak muda yang wajahnya saja masih kemerahan. Ia berdiri disana tanpa perisai atau pelindung tubuh appaun. Di tangannya bukanlah tombak melainkan hanya ada umban, yang tidak lain adalah sejenis ketapel. Ia berukuran jauh lebih kecil dari sang raksasa. Tapi kelihatannya ia tidak terintimidasi sama sekali dengan lawan yang berdiri tepat dihadapannya. Ia balik menatap, wajahnya terlihat tenang.
Siapapun yang sekiranya ada disana untuk menonton mereka bertempur tentu akan berpikir bahwa itu adalah pertarungan yang tidak seimbang. Pembantaian kilat dan instan sebentar lagi hampir pasti akan terjadi. Sudah kalah jauh soal ukuran tubuh, kalah pula di perlengkapan perang. Bagi yang tahu latar belakang pertarungan ini tentu akan semakin yakin anak muda ini akan tewas dengan segera, karena mereka tahu bahwa raksasa ini beserta prajurit perangnya sudah 40 hari mengintimidasi tentara Israel. Tentara perang yang harusnya sudah terlatih dan diperlengkapi saja ciut nyalinya, mau bagaimana berharap nasib akan memihak si anak muda?
Suasana mencekam memenuhi lembah itu. Hanya ada suara deru angin dan debu yang beterbangan. Dan, keduanya pun mulai bertarung... dan hasilnya...
Teman-teman, anda tentu tahu kisah apa yang saya gambarkan, dan pasti tahu apa yang terjadi selanjutnya. Benar, ini adalah kisah ketika Daud muda berhadapan dengan raksasa dari Gat bernama Goliat. Hanya dengan ketapel Daud mampu menumbangkan lawannya, pertarungan pun berlangsung sangat cepat. Kemenangan Daud merupakan sebuah kemenangan fenomenal yang tercatat dalam tinta emas hingga hari ini.
Kita tidak asing lagi dengan apa yang menjadi rahasia Daud untuk mengalahkan raksasa bersenjata lengkap seperti itu. Tapi apa gunanya bagi kita, apa relevansinya untuk apa yang kita hadapi saat ini? Coba ganti sosok raksasa dan prajuritnya itu dengan situasi hari ini, apalagi bagi yang tengah mengalami berbagai tekanan dalam hidup, maka anda akan segera melihat hubungannya. Bukankah kita seringkali diterpa masalah sebesar raksasa sehingga kita kelabakan, hilang akal atau malah langsung menyerah? Kita pun terkadang harus berhadapan dengan 'Goliat-goliat' dalam hidup kita. Bukan sosok raksasa melainkan masalah-masalah yang besar, menakutkan dan kalau pake logika manusia tidak akan bisa kita kalahkan .Jangankan berani menghadapi, memikirkan saja mungkin kita takut. Kita merasa tidak punya kemampuan untuk mengatasinya karena secara logika itu tidak mungkin. Masalah satu disusul masalah berikutnya, belum selesai satu sudah datang lagi yang lainnya. Terkadang masalah ini pun bagai benang kusut, terkait tapi susah dirapikan, dan bisa jadi kita tidak tahu harus mulai dari mana. Cepat atau lambat, kita pun sampai pada kesimpulan, inilah akhir dari diri kita.
Mungkin kalau memakai logika dan kemampuan kita yang terbatas saat menghadapi masalah yang seperti tiada batas, kita akan berpikir seperti itu. Tapi tunggu dulu. Jangan lupa bahwa ada Tuhan ada bersama kita. Dia punya kuasa yang tidak terbatas, dan kabar baiknya, Dia mengasihi kita. Dia tidak akan pernah kehabisan cara untuk menolong kita, membimbing dan mengangkat kita keluar dari permasalahan seberat apapun. Mau masalah seperti apapun, tidak akan pernah ada yang terlalu sulit buat Tuhan.
Mari kita mengambil pelajaran penting dari kisah klasik Daud vs Goliat ini berdasarkan runut cerita lengkapnya dalam 1 Samuel 17:1-31. Setidaknya ada 4 poin yang bisa kita ambil sebagai bahan perenungan dan pelajaran dalam menghadapi situasi sulit atau permasalahan pelik yang tengah kita hadapi.
(bersambung)
Thursday, July 14, 2022
Pahlawan dan Anak Panah (5)
(sambungan)
Bagi
kita para orang tua, kita harus ingat bahwa mencari Tuhan bukanlah
berarti mencari peraturan saja tetapi lebih jauh itu berarti mengenal
Tuhan. Ketetapan Tuhan dijadikan kesukaan bagi kita yang diterapkan
sebagai prinsip-prinsip hidup yang akan menginspirasi dan diteladani
oleh anak-anak.
Selain itu orang tua juga diharapkan mampu
menemukan minat, bakat atau potensi anak-anak yang tertinggi dan
kemudian mengarahkan mereka dengan baik, bukan memaksakan obsesi
pribadi. Anak-anak harus diasah untuk tajam dan diarahkan untuk melesat
ke arah yang benar, dan itu artinya kita memberi visi kehidupan yang
tepat bagi mereka. Kita harus ingat bahwa peraturan hanyalah membatasi
dari luar, tetapi prinsip-prinsip Kerajaan yang diadopsi dengan baik
dalam kehidupan nyata bisa merubah seseorang dari dalam dan akan hidup
di dalam mereka untuk waktu yang lama.
Dari seluruh isi renungan
yang saya sampaikan ini kita bisa melihat bahwa untuk menjadi orang tua
sama sulitnya seperti menjadi pemanah ulung. Itu butuh proses, butuh
ketekunan, perjuangan dan seringkali butuh pengorbanan. Tapi itulah yang
bisa menjadikan kita tampil sebagai pahlawan-pahlawan di mata Tuhan.
Jika kita sudah melakukan semua ini, kelak bukan hanya anak-anak kita
yang hidupnya baik dan berhasil, tapi kita sebagai orang tua pun akan
merasa bangga dan bahagia. "Berbahagialah orang yang telah membuat penuh
tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu,
apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang." (Mazmur
127:4). Dalam Amsal dikatakan "Didiklah orang muda menurut jalan yang
patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari
pada jalan itu." (Amsal 22:6).
Bagi teman-teman yang punya atau
bakal punya anak, mari kita bersama-sama mengarahkan anak-anak panah
kita menuju sasaran, sehingga selain hidup mereka diberkati mereka pun
bisa berdampak bagi sesamanya, kelak bisa berkontribusi untuk
kesejahteraan lingkungan sekitar, kota, bangsa dan negara bahkan hingga
memberkati dunia.
Kita adalah pahlawannya Tuhan jika berhasil mengarahkan anak-anak panah anda ke sasaran yang benar
Wednesday, July 13, 2022
Pahlawan dan Anak Panah (4)
(sambungan)
Zaman
berubah, teknologi berubah, kebutuhan manusia berubah. Dunia mereka
berbeda dengan dunia kita. Masalah yang lebih besar tentu akan muncul.
Karena itulah orang tua sebaiknya diharapkan untuk bisa
memahami/mengerti generasi apa yang tengah dihidupi oleh anaknya. Kita
perlu tahu dunia pekerjaan hari ini seluas apa, anda perlu tahu bidang
yang sesuai bakat atau hobi mereka, kita juga harus familiar dengan
hiburan-hiburan apa yang mereka nikmati hari ini seperti lagu atau film
misalnya. Jumlah lagu yang berisi lirik negatif semakin banyak, film
yang bukan lagi terang-terangan tapi secara implisit memberi pengaruh
buruk pun banyak, sehingga kitaperlu tahu apa yang mereka dengar dan
lihat, agar bisa mengingatkan mereka tentang hal-hal buruk yang ada
disana.Bersikap menentang dengan keras akan membuat anak semakin
berjarak dan tertutup dari anda, bersikap cuek atau tidak peduli akan
membuat mereka terseret ke dalam pusaran pengaruh buruk bahkan kesesatan
yang ditawarkan dunia.
Jadi jangan terlalu kaku mengatur gaya,
trend, mode atau hobi, minat dan bakat mereka sehingga gagal dalam
menyiapkan busur yang kuat dan elastis. Meski bisa saja tidak sesuai
dengan selera kita, selama tidak bertentangan dengan Firman Tuhan, kita
harus bisa bertoleransi. Bentuk mendidik atau mendisplinkan yang terlalu
kaku dan memaksakan kehendak berlebihan hanyalah akan membuat anak-anak
hidup dalam ketakutan, menjauh dari anda dan membuat mereka tidak bisa
berkembang. Sebuah sikap fleksibel akan mampu menjembatani hubungan
antar generasi, antara anda dan anak-anak, dan itu akan membuat anda
mampu mengarahkan mereka, bagai pahlawan yang mengarahkan anak panahnya
menuju sasaran.
3. Mengarahkan anak panah ke tempat yang tepat
Seorang
pemanah tentu ingin menembakkan anak panahnya mengenai target secara
tepat. Tapi bisakah si pemanah mengenai sasaran apabila ia sendiri tidak
tahu apa yang menjadi targetnya? Pada kenyataannya ada banyak orang tua
yang hanya menerapkan peraturan secara buta tanpa tahu apa yang menjadi
tujuan. Mereka tidak mau dilarang, tidak memberi contoh yang baik, tapi
mereka menerapkan secara keras terhadap anak-anaknya. Mereka sendiri
tidak mau menjadi pelaku Firman Tuhan tapi bersikap layaknya pemimpin
diktator dalam rumah tangga. Ini bukanlah gambaran yang baik jika mau
mendidik anak-anak untuk menjadi orang-orang terampil yang berhasil dan
takut akan Tuhan dalam hidupnya.
Apa yang terlebih dahulu harus
diperhatikan adalah sejauh mana orang tua memahami prinsip-prinsip
Kerajaan Allah dan mengaplikasikan semua itu secara nyata dalam keluarga
alias menjadi contoh nyata atau teladan. Bagaimana mau anak tidak
merokok kalau orang tuanya saja bebas merokok di depan mereka? Mau
bagaimana mendidik mereka agar tidak menghakimi orang lain kalau orang
tuanya jago gosip? Mau bagaimana mendidik moral dan akhlak anak-anak
kalau orang tuanya menunjukkan pola hidup yang tidak baik seperti
korupsi, berbuat curang atau mempertontonkan keahlian mencari keuntungan
dengan merugikan yang lain? Pendek kata, anak-anak akan melihat
keteladanan dari orang tuanya. Itu yang sering dilupakan oleh banyak
orang tua. Mereka cenderung bersikap otoriter karena menyangka posisinya
diatas sehingga merasa berhak bersikap seenaknya terhadap anak-anak.
(bersambung)
Tuesday, July 12, 2022
Pahlawan dan Anak Panah (3)
(sambungan)
Buat
saya pribadi, peran orang tua yang disimbolkan bagai pahlawan yang
berjuang dengan panah ini sangatlah menarik karena bisa mengilustrasikan
koneksi orang tua dan anak beserta peran didalamnya secara tepat.
Sekarang mari kita lihat beberapa poin dalam hubungan dengan peran orang
tua ini.
1. Mempersiapkan tali busur, busur dan anak panah yang kuat
Seorang
pemanah harus memperhatikan peralatan yang mereka pergunakan, demikian
juga dengan anak panahnya. Jika hanya terbuat dari bahan yang mudah
lapuk, tipis atau patah, tentu itu akan menggagalkan anda dalam mengenai
sasaran. Seperti itulah persiapan orang tua agar dapat mengarahkan
anaknya. Tidak ada anak yang akan bisa diarahkan dengan baik apabila
orang tuanya saja masih lemah dalam memahami nilai-nilai dan
prinsip-prinsip kebenaran Firman Tuhan. Jadi para orang tua perlu
terlebih dahulu mengerti nilai dan prinsip dan tidak hanya berhenti
disana tapi juga menjadi teladan langsung lewat contoh perbuatan dalam
hidup sehari-hari agar bisa mempersiapkan anak-anak muda yang hidup
benar dan kuat dalam menghadapi masalah.
2. Tali busur harus fleksibel dan elastis
Bisakah
anda melepas anak panah apabila tali busurnya tidak elastis? Tanpa
adanya gaya pegas dari keelastisan tali, panah tidak akan bisa melesat
jauh menuju sasaran. Sebagai orang tua, kita harus bisa bersikap
fleksibel dan 'elastis' terhadap anak-anak yang notabene berada dalam
generasi yang berbeda dengan orang tuanya. Maksud elastis atau fleksibel
disini bukanlah bersikap lunak membiarkan pelanggaran-pelanggaran yang
mereka perbuat, tetapi mengacu kepada pemahaman/mengerti tentang
generasi seperti apa yang tengah dialami oleh anak-anak kita. Kita harus
paham betul karakter dan pribadi mereka, kita harus menganggap penting
perasaan mereka, dan kita harus pula mengerti di jaman seperti apa
mereka hidup. Dengan kata lain, kita harus paham dunia mereka dan masuk
kedalamnya, bukan memaksakan mereka untuk hidup dalam dunia di masa kita
dulu.
Mari kita ambil contoh kecil saja, antara generasi X yang
lahir di jaman sekitar 1960an hingga 1980an dengan generasi Y alias
generasi Milenial. yaitu generasi yang lahir di era selanjutnya. Antara
dua generasi ini saja ada banyak perbedaan nyata yang akan sulit
dipahami jika memaksakan kebiasaan atau pola pikir generasi anda ke
dalam generasi setelahnya yang saya suka sebut dengan generasi digital.
Misalnya dalam hal menyikapi hobi dan profesi. Generasi X cenderung
mengatakan bahwa kerja dahulu baru menyalurkan hobi jika sempat.
Generasi X masih berpusat pada gelar-gelar kesarjanaan klasik seperti
dokter, insinyur dan sebagainya. Sedang pada generasi Y, hobi sudah
bukan lagi sesuatu yang dilakukan hanya kalau ada waktu luang tetapi
bisa dijadikan profesi. Apalagi di generasi selanjutnya yang tengah
berlangsung saat ini. Profesi-profesi yang tadinya bagus banyak yang
tidak lagi menjanjikan, sebaliknya hal-hal yang tadinya berupa hobi dan
cenderung dilarang justru malah menghasilkan.
(bersambung)
Monday, July 11, 2022
Pahlawan dan Anak Panah (2)
(sambungan)
Dari ayat bacaan kali ini yaitu Mazmur 127:4 kita
bisa mengetahui bahwa di mata Tuhan, kitapun sama dianggap para pahlawan
apabila bisa mengarahkan anak-anak anda menuju sasaran yang benar.
Tuhan menggambarkan peran anda dan saya, para orang tua dan calon orang
tua seperti pahlawan yang bisa membuat anak-anak 'panah'nya terbang
mencapai titik sasaran dengan tepat.
Berikutnya adalah kata
pahlawan. Versi bahasa Inggrisnya berbunyi: "As arrows are in the hand
of a warrior, so are the children of one's youth." Selain pahlawan, kata
yang dipakai dalam bahasa Inggris adalah warrior, alias pejuang yang
ahli dalam peperangan, dihormati dan gagah berani. Wow, that's what we
are, parents in the eyes of God, if we listen to this verse.
Kapan
sebaiknya kita mulai mengajarkan mereka dan menanamkan nilai-nilai baik
ke dalam diri mereka? Apakah harus tunggu agak besar dulu? Kalau dari
pengalaman saya, semakin awal semakin baik, asal kita sesuaikan porsinya
dengan kemampuan nalar mereka. Saya dan istri misalnya sudah
mengenalkan buku sejak anak kami masih berusia 3 bulan. Di usia setahun
hal-hal sederhana sudah kami ajarkan, ia sudah lepas popok di usia dua
tahun, dan di usia 3 tahun lebih saat ini ia sudah mulai belajar
membaca, sudah bisa berhitung sederhana, bicara dua bahasa, hobi
bernyanyi dan sangat suka memimpin doa sebelum tidur. Ia tumbuh menjadi
anak yang ramah dan ceria dan penyayang hewan sama seperti papa dan
mamanya. Saya percaya semua nilai-nilai baik yang kami tanamkan sejak
dini akan sangat berguna bagi hidupnya ke depan, dan kami akan terus
mendidiknya seiring waktu dengan sebaik yang kami mampu.
Sesungguhnya
peran orang tua terhadap masa depan anaknya sangatlah krusial. Jika
kita melihat ayat sebelumnya Tuhan sudah mengingatkan bahwa anak adalah
milik pusaka, pemberian atau anugerah dari Tuhan (Mazmur 127:3).
Karenanya, kita perlu memahami bahwa kita yang dititipkan punya
tanggungjawab besar untuk mengarahkan mereka agar siap menghadapi dunia
yang keras. Siapa anak-anak kita kelak akan sangat tergantung dari
bagaimana kita mengarahkannya. Nanti saat mereka tumbuh dewasa, kita
akan bisa melihat apakah kita sudah menjadi sosok pahlawan (warrior)
seperti yang diinginkan Tuhan atau tidak.
(bersambung)
Sunday, July 10, 2022
Pahlawan dan Anak Panah (1)
Ayat bacaan: Mazmur 127:4
===================
"Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda."
Agar bisa menjadi teladan, tentu mereka harus dipersiapkan. Dan dalam hal anak, apalagi yang masih balita, itu jelas merupakan tugas orang tua. Saya dan istri sebagai orang tua harus tahu bagaimana menanamkan nilai-nilai kebenaran, tata krama, sopan santun, tentu saja sesuai usianya agar ia bisa menerimanya dengan baik. Bisa menerima dengan baik, artinya bisa mengerti alasannya, dan itu akan jauh lebih efektif ketimbang hanya berupa peraturan yang diatur dengan reward dan punishment. Satu hal yang pasti, orang tua harus bisa menjadi teladan terlebih dahulu. Mereka hidup dengan mencontoh apa yang dilakukan atau dikatakan mama dan papanya. Jangan sampai kita yang mengajarkan, kita pula yang melanggar di depan mereka lantas melakukan pembenaran dengan berbagai alasan. In short, we don't just setting up the rules, but we also have to set up the example, which they could clearly see from how we deal with them, with others and with life in general. Jangan pernah remehkan kemampuan anak-anak mencerna, karena di usia yang sangat dini pun sudah ada yang mulai mereka tangkap dan pelajari.
Apa yang menjadi pegangan saya akan hal ini adalah sebuah ayat dalam Mazmur 127:4 :
"Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda."
Anak-anak panah, di tangan pahlawan. Seperti film action saja kan kedengarannya? Seperti itulah Pemazmur menggambarkan anak-anak di usia dini mereka. Mari kita bahas ayat ini dengan detail.
Saya akan awali dengan memanah. Memanah itu perlu busur, anak panah dan kemampuan dengan presisi baik. Menurut seorang teman saya yang menggemari olah raga panahan, agar bisa menjadi pemanah ulung seseorang haruslah melalui banyak latihan dan butuh persiapan yang tidak ringan. Agar tidak sampai cedera, kita harus tahu betul prosedur dan cara yang benar dalam melakukannya. Bagaimana memegang busur yang baik dan benar, bagaimana mengarahkan, membidik, menarik dan melepaskan menuju sasaran. Misalnya, posisi tangan yang membidik dengan yang memegang busur itu harus sejajar, bagaimana menarik busur dengan tiga jari dan cara melepaskannya, berbagai peralatan pengaman seperti pelindung tangan, dada (jika diperlukan, terutama bagi wanita) dan sebagainya, semua ini perlu mendapat perhatian khusus. "Menjadi pemanah sangat butuh persiapan dan latihan matang, karena salah-salah bukan hanya bisa meleset dari sasaran tapi juga bisa mencelakakan diri sendiri." katanya.
(bersambung)
Saturday, July 9, 2022
Muda? Nggak Masalah (3)
(sambungan)
Selanjutnya,
keteladanan dalam hal apa saja? Ayat itu menyebutkan empat poin yang
harus kita jadikan standar untuk menjadi teladan di dalamnya, yaitu:
- perkataan (logos)
- tingkah laku (anastrophe, yang berarti sikap, sifat atau behaviour).
- kasih (agape)
- kesetiaan (pistei, artinya iman atau faith)
- kesucian (hagneia, artinya purity).
Kata-kata
dalam bahasa aslinya saya sertakan di dalam kurung agar teman-teman
bisa lebih jelas melihat arah atau sasaran sebenarnya dari ayat ini.
Dunia
akan selalu punya pola pikirnya sendiri, yang secara garis besar
bertolak belakang dgn prinsip Kerajaan. Di antara orang percaya pun
banyak yang memilih berkompromi dengan dunia. Ayat 1 Timotius 9:12 ini
meminta kita untuk jadi teladan - yang ternyata juga harus pula
ditunjukkan diantara kalangan sesama orang percaya - agar kita bisa
sama-sama berproses untuk menjadi semakin serupa dgn Kristus. Semakin
mengenal Dia, memahami kebenaranNya, mengadopsi dan mengaplikasikannya
ke dalam hidup sehari-hari secara nyata, lalu mengalami Tuhan secara ril
dalam realita hidup.
Ingatlah bahwa untuk menjadi teladan jelas
dibutuhkan iman, dan iman akan lahir dari pendengaran firman dan wujud
iman kita itu akan terbentuk dan terlihat dari pengalaman hidup.
Sekali
lagi, menjadi teladan bukan hanya kewajiban bagi yang senior, bukan
cuma kewajiban bagi ahli teologia, pendeta, leader saja, tapi juga
merupakan KEWAJIBAN bagi yg muda dan baru.
So, are you ready? Let’s become an example, let’s grow our faith and let’s experience God together. God bless!
Ikut Tuhan jangan setengah-setengah; jadi teladan, itu kewajiban
Friday, July 8, 2022
Muda? Nggak Masalah (2)
(sambungan)
1 Timotius 4:12.
"Jangan seorangpun menganggap engkau rendah
karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam
perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan
dalam kesucianmu."
Mari kita perhatikan ayat ini secara detail.
"Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda."
Pertama
ayo kita lihat kata 'muda'. Kata 'muda' dalam bahasa aslinya (Yunani)
ditulis "neotetos". Neotetos kalau diterjemahkan artinya "youth" atau
"younger than". Asal katanya adalah "neo" yang artinya "baru". Jadi ayat
ini sebenarnya bukan cuma berlaku untuk anak muda saja tapi juga bagi
mereka yang baru. Baru bertobat, baru mau menata hidup dalam kebenaran,
baru memutuskan untuk ikut Tuhan benar-benar, baru mau naik level, dan
lain-lain. Jadi bunyinya pun bisa seperti ini: "Jangan seorangpun
menganggap engkau rendah karena engkau masih baru." Ini artinya, menjadi
teladan bukan hanya menjadi tanggung jawab para pendeta, mereka yang
sekolah alkitab, pemimpin rohani atau orang yang sudah lama ikut Yesus,
tapi juga menjadi tanggung jawab atau setidaknya agenda penting dari
para 'anak baru'.
Kata 'rendah' juga bisa diartikan dengan disepelekan, tidak dianggap, tidak penting, dan sejenisnya.
Dengan
kata lain, Paulus mengingatkan bahwa supaya tidak dianggap tidak
penting, direndahkan atau disepelekan, orang yang muda baik dari segi
umur maupun iman dan 'baru' pun harus bisa menjadi teladan.
Ada
satu hal menarik lainnya yang jarang disinggung dari ayat ini. Ayat
dalam 1 Timotius 4:12 ini bilang "Jadilah teladan bagi orang-orang
percaya". Bagi orang percaya. Ternyata kita bukan cuma dituntut untuk
menyatakan kristus kepada mereka yg masih diluar seperti yang dipikirkan
banyak orang, tapi Wajib pula untuk menunjukkan keteladanan di kalangan
sendiri, diantara sesama orang percaya. Menjadi model, contoh, figur
panutan bahkan untuk mereka yang sudah lebih dulu menjadi pengikut
Kristus, yang mungkin sudah tahu lebih banyak ketimbang kita yang masih
baru.
Jadi lebih berat, dong? Pasti. Tapi Paulus mengatakan bahwa
itu adalah kewajiban. It's a must. Itu harus menjadi agenda bagi
siapapun, termasuk bagi yang baru menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru
Selamatnya.
(bersambung)
Thursday, July 7, 2022
Muda? Nggak Masalah (1)
Ayat bacaan: 1 Timotius 4:12
===================
"Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."
Setelah saya cerita, ayah saya tersenyum. "Kamu itu persis papa waktu kuliah dulu. Apa yang papa alami juga sama." katanya. Lantas harus bagaimana? Dan ia pun mengatakan bahwa menjadi asisten itu adalah suatu amanah yang harus kita pegang dan jalankan dengan integritas tinggi. "Kalau masih di kampus saja kamu sudah mau berkompromi, menipu dan takut, bagaimana nanti setelah bekerja? Disana semua jauh lebih berat lagi." lanjutnya. Ayah saya mengajarkan saya bahwa untuk menjadi orang berintegritas memang bukan tanpa resiko. Tapi kalaupun harus dibenci, so be it, ketimbang kita harus mengkhianati jabatan yang dipercayakan pada kita. "Jadi kalau ada lagi yang seperti itu, tolak dengan tegas tapi baik-baik, jangan kasar atau sok berkuasa." Begitu kira-kira yang dinasihati ayah saya.
Dan saya pun melakukan seperti itu. Bisa dibayangkan bagaimana reaksi dan air muka para senior itu saat saya menolak berkompromi. Bukan cuma reaksi dan air muka, kata-kata cibiran, sindiran pun sempat dilemparkan sebagian dari mereka. But, so be it, right? Itu harus saya hadapi sebagai 'efek samping' dari integritas atas amanah yang saya sandang. Tapi kemudian saya menemukan cara untuk bisa menghindari kebencian mereka. Saya menawarkan mereka waktu untuk mengajarkan mereka di luar jam kuliah, kapan saja mereka bisa dan bersedia. Dari satu orang, menjadi dua, menjadi empat dan seterusnya. Saya harus mengorbankan waktu dan tenaga saya, tapi itu membuat saya mulai mendapat respek dari mereka.
Kalau saya ingat lagi pengalaman itu, saya selalu senyum-senyum sendiri. Itu adalah ujian integritas terberat pertama dalam hidup saya, yang menjadi pelajaran penting di saat saya sudah keluar berhadapan dengan real life challenges as an adult, apalagi setelah saya menjadi kepala rumah tangga, suami dan sekarang, juga seorang ayah dari putri kecil saya yang cantik dan pintar.
Setelah saya lahir baru, saya bertemu dengan sebuah ayat yang akan selalu mengingatkan saya pada pengalaman itu, yang tanpa sadar sudah saya amalkan sebelum saya tahu bahwa ayatnya ternyata ada. Ayat itu ada dalam surat Paulus kepada anak rohaninya, yaitu dalam 1 Timotius 4:12.
"Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."
(bersambung)
Wednesday, July 6, 2022
Waktu dan Nasib (3)
(sambungan)
Saat
waktu dan nasib tidak berpihak pada kita, apakah itu artinya Tuhan tega
atau tidak peduli pada kita? Atau kita buru-buru menyalahkan diri,
merasa bahwa itu bentuk hukuman Tuhan yang kejam? Nanti dulu. Buat saya
yang saat ini pun sedang bergumul mati-matian bertahan hidup dengan
usaha yang menurun akibat daya beli masyarakat yang menurun dan
harga-harga yang terus melambung tak terkendali sebagai dampak dari
pandemi yang terlalu lama berlangsung, saya sepakat untuk mengambil
sikap seperti teman saya tadi. It's time for me to learn something new,
it's time for me to get smarter, saatnya buat saya untuk naik kelas.
Saya percaya, masa-masa sukar menjadi masa kita belajar untuk menghargai
waktu, belajar bersikap, dan juga belajar untuk semakin dekat dengan
Tuhan. Ini adalah waktu-waktu dimana saya akan bisa melihat dan
merasakan campur tangan Tuhan secara nyata lebih dari sebelumnya,
belajar untuk bisa tetap bersyukur meski keadaan sedang tidak baik-baik
saja. Itu sulit, dan di masa kesukaran adalah waktu yang paling tepat
untuk belajar bersyukur atas segala hal.
Dalam keadaan baik atau
tidak, hendaklah kita tetap memenuhi diri kita dengan ucapan syukur.
Bersyukur untuk siapa kita hari ini, bersyukur atas apa yang kita punya
hari ini. Bersyukur untuk seberapapun yang bisa kita hasilkan hari ini,
bersyukur karena kita masih cukup sehat untuk bisa melakukan sesuatu,
bersyukur untuk setiap nafas yang masih bisa kita tarik. Ini adalah hal
yang penting, karena sangat mudah bagi kita untuk mengeluh akan apa yang
tidak kita punya, tetapi sulit bagi kita untuk bersyukur atas apa yang
kita punyai hari ini.
So, even when life is not good, we have to be thankful.
Celebrate your life. Enjoy it.
Celebrate the moment. Live it.
Cherish it.
And do your best in every second of your life, always.
Waktu
tidak akan pernah bisa diputar ulang. Waktu akan selalu bergerak maju.
But we can always enjoy every moment in time and give thanks, no matter
how hard it is. Saat dalam keadaan baik, jauhi sikap sombong dan
bermegah diri. Isi pula dengan ucapan syukur dan pergunakan untuk
memberkati sesama. Life is not always good, but the Bible says it won't
be always bad either. Waktu dan nasib, time and chance berlaku untuk
semuanya tanpa terkecuali. Yang terpenting adalah bagaimana kita
menyikapinya, mempergunakan setiap momen dengan baik dan benar, dan
membiasakan diri untuk terus menjalani setiap waktu bersama dengan
Tuhanl This is what life is. Try to, and do enjoy every second of it,
before it slips away.
Cherish the day, be thankful no matter under what weather we are in
Tuesday, July 5, 2022
Waktu dan Nasib (2)
(sambungan)
Waktu dan nasib. No matter how
good we are, sometimes life is not as good as we want it to be. Selalu
ada waktu dimana kita berduka, selalu ada saat kita mengalami kerugian,
kemalangan dan berbagai macam kesukaran. Akan ada masa-masa sulit dalam
hidup ini dimana kekuatan, ketegaran dan ketaatan kita akan diuji.
Segala sesuatu itu ada waktunya. Pengkotbah pun menyampaikan hal itu
dengan lengkap dalam pasal 3.
"Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai." (Pengkotbah 3:1-8).
Segala sesuatu di atas bumi ini ada
waktunya. There are good times, there are also bad times. There is
happiness, there is also sadness. There is a time and season for
everything. That's how life is, no matter who, what, or how we are at
this moment in time. Waktu dan nasib, time and chance, keduanya berlaku
dan terjadi pada siapapun tanpa terkecuali.
Karena itulah kita
tidak boleh bermegah, berbangga diri apalagi sampai bersikap sombong
saat kita berada di atas. Tidak peduli sehebat, sekuat, secerdas,
secepat, sepintar dan sekaya apapun kita saat ini, bisa saja semua itu
pada suatu ketika berbalik. Bisa jadi orang yang tadinya kita perlakukan
buruk atau direndahkan nanti berbalik di atas. Petuah lama juga
mengatakan bahwa hidup itu bak roda pedati, suatu kali ada di atas,
nanti bisa dibawah. Alangkah baik apabila masa-masa seperti itu
dipergunakan untuk berbuat kebaikan dengan penuh rasa syukur, berbuat
hal-hal yang menyenangkan hati Tuhan, untuk kemuliaanNya. Bukankah itu
akan jauh lebih baik ketimbang membuat kita menjadi pribadi-pribadi yang
buruk sikapnya saat menerima berkat.
Sebaliknya, bagaimana saat
kita berada di bawah? Lihatlah nasib salah seorang yang saya kenal
dekat. Bertahun-tahun ia membangun usaha dari 0 hingga sukses. Lalu
terjadi musibah kebakaran yang mengenai tokonya. Karena itu ia pun harus
mulai lagi dari 0. Belum sempat membalikkan keadaan lagi, datanglah
pandemi dan usahanya menjadi jauh lebih sulit lagi. Menariknya, ia
mengatakan bahwa ia tetap bisa bersyukur karena setidaknya ia masih
sehat dan masih bisa berusaha. Saatnya saya belajar supaya lebih pintar,
lebih kuat dan lebih hati-hati, katanya. Ini sikap yang menurut saya
sangat baik karena kebanyakan orang akan depresi, putus asa, atau malah
menyalahkan Tuhan saat mengalami hal seperti ini.
(bersambung)
Monday, July 4, 2022
Waktu dan Nasib (1)
Ayat bacaan: Pengkotbah 9:11
=============
"Lagi aku melihat di bawah matahari bahwa kemenangan perlombaan bukan untuk yang cepat dan keunggulan perjuangan bukan untuk yang kuat, juga roti bukan untuk yang berhikmat, kekayaan bukan untuk yang cerdas, dan karunia bukan untuk yang cerdik cendekia, karena waktu dan nasib dialami mereka semua"
Fenomena crazy rich cukup menyita perhatian setidaknya dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Mereka ini disebut crazy rich karena kayanya ampun-ampunan, dan itu nyata mereka pamerkan di sosial media mereka. Tapi kemudian dalam waktu singkat pula beberapa dari mereka mengalami kasus, dimiskinkan dan berurusan dengan hukum. Secepat itu menjadi kaya, bisa secepat itu pula ambruk. Benar, ada dari mereka yang menjadi crazy rich lewat cara-cara yang tidak terpuji. Di sisi lain, ada pula mereka yang tadinya sukses, tenar, punya banyak fans tapi kemudian kesuksesan itu sirna dengan cepat dan hidup mereka berubah drastis. "Harus punya berapa banyak uang ya supaya kita benar-benar bisa aman? Harta sebanyak para crazy rich itu pun rupanya belum cukup untuk menjamin kita hidup tenang." kata seorang teman pada suatu kali.
Hmm.. saya pun berpikir, he is missing the point. Tidak pernah ada jumlah harta yang cukup untuk bisa menjamin hidup kita aman tanpa masalah. Mau berapa banyak pun jumlahnya, kemalangan bisa terjadi kapan saja dan membuat semuanya musnah dalam sekejap. Salah satu faktornya adalah sikap kita yang salah dalam mengelola apa yang ada pada kita. Berbagai perilaku buruk artis yang baru mencapai popularitas bisa membuatnya langsung sepi tawaran. Harta yang dihambur-hamburkan atau dipakai tanpa perencanaan matang bisa membuat semua itu ludes dengan cepat. Kepintaran akan menjadi bekal untuk sukses, tapi jika kepintaran disalah gunakan bisa destruktif. Tapi tanpa semua hal buruk, apakah ada juga jaminan bahwa hidup akan 100% aman sampai akhir? Tidak juga. Lantas faktor apa yang menyebabkan itu? Bagaimana kita seharusnya menyikapi hidup?
Pengkotbah yang sangat bijaksana dan penuh hikmat menuliskan seperti ini: "Lagi aku melihat di bawah matahari bahwa kemenangan perlombaan bukan untuk yang cepat dan keunggulan perjuangan bukan untuk yang kuat, juga roti bukan untuk yang berhikmat, kekayaan bukan untuk yang cerdas, dan karunia bukan untuk yang cerdik cendekia, karena waktu dan nasib dialami mereka semua" (Pengkotbah 9:11).
Dari hasil perenungannya, Sang Pengkotbah melihat bahwa di kolong langit, di bumi, ada fakta menarik mengenai jalannya hidup. Yang tercepat belum tentu menang, yang terkuat juga belum tentu. Kebijaksanaan belum tentu menjamin bisa makan enak selamanya, kecerdasan tidak pula menjamin kekayaan. Karunia pun bukan cuma ada pada mereka yang pintar. Mengapa? Karena waktu dan nasib, itu dialami oleh semuanya, siapapun tanpa terkecuali.
Waktu dan nasib. No matter how good we are, sometimes life is not as good as we want it to be.
(bersambung)
Sunday, July 3, 2022
Spirit, Volumetrik, Fullness (4)
(sambungan)
3. Fulness, not half
Kepenuhan, bukan
setengah penuh apalagi setengah kosong. Paulus berdoa seperti ini: "Aku
berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah." (19b)
Allah
siap memenuhi kita dengan seluruh kepenuhanNya. Kalau kepenuhanNya
memenuhi kita, apa lagi alasan bagi kita untuk tetap merasa takut?
Kepenuhan Allah, bukan setengah atau sebagian daripada itu, itu bisa Dia
berikan buat kita. Penuh, itu artinya sampai tidak ada lagi rongga yang
tersisa yang bisa dipakai oleh rasa takut, cemas, khawatir dan
sebagainya untuk bercokol. Bukankah itu akan sangat membantu dan berguna
bagi kita?
Teman-teman, doa bukan sekadar ritual, tetapi harus
menjadi sebuah wujud relasi yang tidak bisa dan tidak boleh terlepaskan
dari iman. Doa adalah sebuah sarana hubungan antara kita dan Sang
Pencipta, yang seharusnya dipakai seperti saat kita sebagai anak datang
kepada ayah untuk menceritakan apa saja yang sedang kita alami. Lalu
selanjutnya, kita pun mendengar apa yang disampaikan ayah pada kita.
Apakah itu nasihat, peneguhan, peringatan bahkan teguran, dan itu
seharusnya kita dengar baik-baik dan renungkan karena akan sangat
bermanfaat bagi kita. Doa sejatinya bukanlah one way, tapi harus menjadi
seperti dialog alias two ways. Kita bicara, kita mendengar. Tuhan
mendengar, Tuhan menjawab. Kita menyampaikan rasa syukur dan cinta kita
kepadaNya, Dia pun akan memeluk kita dan menyatakan kasihNya yang begitu
indah dan besar pada kita. That's how prayers should be, karena kalau
tidak, doa tidak akan bisa berfungsi maksimal.
Di tengah jaman
yang keras dan kejam seperti sekarang, doa tidak lagi menjadi prioritas
bagi banyak orang. Mudah bagi kita untuk merasa bahwa keadaan yang
sekarang ini memerlukan penanganan dengan menggunakan kekuatan kita
sendiri. Tapi lihatlah Paulus. Di tengah kondisi menyedihkan yang ia
alami, Paulus senantiasa berdoa bukan saja untuk dirinya sendiri tapi
juga bagi jemaatnya, bagi mereka di Efesus dan kita semua.
Paulus
berdoa karena ia percaya penuh kepada kuasa Allah dan percaya pula
dengan kekuatan pemberitaan Injil yang sangat bernilai (1-13). Rasul
Paulus berdoa agar kiranya Allah senantiasa memelihara setiap jemaat
Efesus dalam segala pergumulan mereka, dan doa yang sama sangat
meneguhkan buat kita hari ini terutama bagi kita yang tengah dilanda
rasa takut akan bahaya, kemerosotan dan ketidakpastian.
Semoga
apa yang saya bagikan hari ini bisa bermanfaat dan memberkati
teman-teman semua. Bagi yang mengalami hal seperti saya, ayo kita terus
renungkan semua ini supaya kita menjadi orang-orang dengan iman yang
kuat dan secara sempurna berada dalam kasih Allah. Tuhan memberkati.
Rasa
takut tidak punya tempat dalam volume kasih Kristus yang begitu besar
dan kepenuhan Allah. Fear not, we have a loving God within us
Saturday, July 2, 2022
Spirit, Volumetrik, Fullness (3)
(sambungan)
Setidaknya ada tiga hal yang menjadi titik fokus dari doa Paulus ini. Mari kita lihat satu persatu.
1. Spirit, not flesh
"Aku
berdoa supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan
meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu, sehingga oleh imanmu
Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam
kasih." (16-17)
Dalam keadaan takut, apa yang harus dikuatkan
bukanlah hal-hal secara fisik, melainkan bagian 'dalam' kita yaitu roh
kita. Paulus mengatakan bahwa dia berdoa, menurut kekayaan dan kemuliaan
Tuhan, agar kiranya Tuhan menguatkan dan meneguhkan kita, OLEH RohNya,
di DALAM batin kita. Masalah takut adalah sebuah kondisi psikis yang
terjadi dalam jiwa kita.
Ketika kita berpikir bahwa kalau
masalahnya jiwa ya penanganannya juga harusnya di jiwa, dari ayat ini
saya mendapati bahwa solusi terbaik bukan menyasar pada jiwa melainkan
pada roh. Roh Allah, meneguhkan dan menguatkan Roh kita. Artinya ini
adalah urusan alam roh. Dan kalau begitu, kita pun seharusnya fokus
kepada bagian atau alam roh kita dan bukan di sisi tubuh dan jiwa.
Terus
membangun hubungan antara roh kita dan Roh Allah lewat doa, kontemplasi
atau perenungan dan saat-saat teduh, terus menanam firmanNya dan
memegangnya dengan kuat dan dengan iman menerimanya sebagai kebenaran
mutlak dengan rasa percaya penuh adalah hal-hal yang harus terus saya
jadikan titik fokus saya. Kalau manusia terdiri atas tubuh, jiwa dan
roh, doa Paulus ini membuka mata saya bahwa solusi ada di bagian roh.
So, let's focus on that.
2. Volumetric
Volumetrik terdengar sangat matematis ya? Tapi itulah yang saya jadikan poin penting dari hal ke dua dalam doa Paulus ini.
Apanya
yang volumetrik? Ini yang saya sebut dengan volumetrik: "Aku berdoa,
supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami,
betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus,
3:19 dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan." (18-19a)
Paulus
mendoakan agar kita bisa memahami, betapa LEBAR, PANJANG dan TINGGI dan
DALAM nya kasih Kristus. Setelah paham, lalu bisa mengenal betapa luar
biasa kasihNya itu meski kemampuan logika kita mungkin sulit untuk bisa
mencapai pengertian akan hal itu.
Panjang x Lebar x Tinggi sama
dengan volume. Saya jadi ingat jika ada pelanggan yang bertanya tentang
ukuran kandang hewan yang saya jual, maka saya tidak hanya memberi tahu
ukuran bagian depannya saja, tapi juga lebar ke belakang. Kenapa? Agar
calon pembeli bisa mengetahui sebesar apa kira-kira volumenya. Apakah
cukup nyaman, cukup luas atau terlalu sempit bagi hewan peliharaannya.
Jadi,
ayat ini berbicara bahwa pemahaman kita mengenai volume kasih Yesus
yang tak terukur besarnya itu akan membuat kita tidak perlu takut
apabila berada di dalamnya. Jika diibaratkan kasih Yesus sebagai sebuah
ruang, itu merupakan ruangan bervolume sangat besar dan kokoh, sehingga
kita akan sangat aman dan nyaman berada di dalamnya.
So, kita
seharusnya bisa teguh dan tidak lagi takut apabila kita (1) memahami,
dan (2) mengenal sisi volumetrik dari kasih Kristus, dan berada di
dalamnya. Let's focus on this too.
(bersambung)
Kacang Lupa Kulit (5)
(sambungan) Kapok kah mereka? Ternyata tidak. Bukan sekali dua kali bangsa ini melupakan Tuhannya. Kita melihat dalam banyak kesempatan mer...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...