Tuesday, February 28, 2017

Perlukah Diikat? (1)

Ayat bacaan: Mazmur 32:9
======================
"Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau"

Dirumah saya ada 6 ekor anjing bertubuh kecil. Bermula dari satu ekor, kemudian karena kasihan melihatnya sendirian, saya dan istri mencarikan pendamping hidupnya. Suatu kali kami lalai menjaga jarak mereka saat yang betina datang bulan. Ia hamil dan melahirkan empat ekor anak. Saya mulanya berpikir untuk menjual saja anak-anaknya, tapi karena terlanjur sayang dan menyaksikan setiap pertumbuhan mereka selama tiga bulan pertama, kami memutuskan untuk memelihara saja semuanya. 6 ekor jumlah yang tidak sedikit. Kalau tidak dilatih tentu bisa repot. Ada orang yang karena tidak mau repot memilih solusi paling gampang yaitu dikandangi atau diikat lehernya. Kami tidak mau mengambil langkah itu karena tidak mau mereka menderita. Untuk mengatasinya, kami pun melatih anak-anak anjing ini sejak di usia mudanya. Diajari jangan pipis/buang air sembarangan melainkan di tempat yang ditentukan, diajari bersikap baik kepada tamu, diajari 'behave' saat kami sedang makan, datang saat dipanggil, mengerti saat dimarahi dan tentu saja, bermain.

Buahnya pun tidak lama kami petik. Keenam anjing ini tumbuh menjadi anjing penurut yang tidak merepotkan sama sekali untuk tinggal bersama di rumah. Suatu kali saya berkunjung ke rumah teman yang memelihara sepertiga dari jumlah kami yaitu 2 ekor saja, tapi keduanya benar-benar menciptakan chaos di rumahnya. Sudah dikandangi masih saja menendang-nendang kandang, menggonggong dengan sangat ribut, tidak menurut saat disuruh diam dan buang airnya seenaknya. Apalagi kalau sudah keburu keluar kandang. Bagai melakukan victory lap, ia pipis di mana-mana dan selalu mencoba untuk kabur. Adegan kejar-kejaran antara pemilik dan dua anjing yang bandel pun terus berulang. Mau diajari anjingnya sudah keburu dewasa, apalagi dia bukan tipe orang yang telaten. Saya bersyukur punya 6 ekor anjing penurut yang taat kepada pemiliknya. Kalaupun pintu terbuka mereka tidak pernah kabur. Kalau perlu mereka cuma buang air ke rumput di luar, tapi kemudian langsung masuk lagi.

Teman saya cuma pelihara 2 ekor, tapi sudah ampun-ampunan mengurusnya. Saya punya 6, yang untungnya tidak seperti itu. Kalau yang enam ekor ini menjadi anjing bandel, kami pasti kalang kabut di rumah. Sekarang bayangkan berapa banyak Tuhan punya manusia, yang Dia ciptakan secara istimewa. Berapa ratus juta orang, dengan tingkah, polah, gaya dan model sifat yang berbeda? Saya membayangkan betapa repotnya Tuhan mengurusi semua manusia dari masa ke masa. Kalau Tuhan tidak peduli tentu tidak repot. Tapi begitu besar kasihNya pada kita yang didesain sesuai gambar dan rupaNya sendiri sehingga Tuhan berkepentingan atas keselamatan kita. Dia tidak mau satupun dari kita harus berakhir binasa. Dia bahkan rela mengorbankan Yesus untuk menebus kita semua. Tapi lihatlah betapa bandelnya manusia sehingga bukannya menghargai anugerah Tuhan tapi malah terus membangkang dan melakukan tindakan-tindakan yang mengecewakan hatiNya.

Tuhan bisa saja memenjarakan kita, mengandangkan atau mengikat leher kita seperti hewan. Itu akan membuat kita aman, tidak bikin masalah dimana-mana. Tapi Tuhan tidak menciptakan kita seperti itu. Dia tidak mau kita menjadi seperti budak, menjadi hewan yang dirantai, atau bahkan menjadi robot yang diprogram.  Tuhan menciptakan kita secara istimewa dengan diberi karunia kehendak bebas untuk menentukan jalan kita sendiri. Itu seharusnya bisa membuat kita berinteraksi dengan bebas dengan Sang Pencipta, bersikap taat hingga semua yang terbaik yang Dia inginkan bisa kita miliki hingga menuju keselamatan yang kekal. Tapi lihatlah yang dilakukan manusia. Diberi kebebasan malah berlaku seenaknya. Saat diikat oleh peraturan kita protes karena merasa seperti dibatasi dan seolah tidak boleh senang-senang. Kita tidak menyadari bahwa sebenarnya itu semua adalah demi kebaikan kita sendiri.

Apakah Tuhan senang menyiksa dan mengikat kita? Sama sekali tidak. Seperti yang saya sampaikan tadi, Tuhan tidak menciptakan kita sebagai robot, tapi kita diciptakan sebagai mahluk berakal budi, yang punya kehendak bebas, bahkan diciptakan seperti gambar dan rupaNya sendiri secara begitu istimewa. Dikasihi, dijaga, dilindungi dan diberikan rencana-rencana besarNya termasuk agar kita semua selamat masuk ke dalam kekekalan yang bahagia, tinggal bersama denganNya selama-lamanya. Dalam hidup kita diberikan kesempatan untuk menentukan pilihan-pilihan, dimana setiap pilihan itu akan membawa konsekuensi sendiri. Itulah kehendak bebas.

Agar kita bisa mengambil keputusan-keputusan yang baik, Tuhan sudah melengkapi kita dengan FirmanNya. Ada Roh Kudus juga yang mengingatkan kita dalam setiap langkah, Tuhan kerap berbicara lewat hati nurani kita, dan, bukankah Kristus pun telah mendamaikan hubungan manusia dengan Allah sehingga hari ini kita diijinkan untuk "dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya." (Ibrani 4:16). Kalau kita menyadari hal ini dengan sungguh-sungguh kita akan menyikapinya sebagai sebuah karunia yang begitu besar. Seharusnya karunia seperti itu kita sikapi dengan penuh rasa syukur dan penghargaan besar lewat ketaatan kita, bukannya diisi dengan berbagai sikap atau pengambilan keputusan yang salah, yang bukan saja mengecewakan dan menyedihkan hati Tuhan tapi juga merugikan kita sendiri.

(bersambung)


Monday, February 27, 2017

Integritas Daud di Mata Salomo (2)

(sambungan)

Tentu ada. Mari kita lihat pandangan Daud akan pentingnya sebuah integritas, sebuah kebenaran yang ia dapatkan sehingga ia bisa teguh mengamalkan elemen-elemen integritas ini dalam hidupnya. Semua itu terangkum dalam Mazmur 15. Mazmur 15 merupakan perikop yang sangat pendek. Cuma ada 5 ayat disana tetapi apa yang terkandung di dalamnya sesungguhnya bernilai sangat tinggi dalam hal karakter orang yang berintegritas dan bagaimana hal tersebut dimata Tuhan. Mari kita lihat isinya dalam versi Bahasa Indonesia Sehari-hari.

"Mazmur Daud. TUHAN, siapa boleh menumpang di Kemah-Mu dan tinggal di bukit-Mu yang suci. Orang yang hidup tanpa cela dan melakukan yang baik, dan dengan jujur mengatakan yang benar; yang tidak memfitnah sesamanya, tidak berbuat jahat terhadap kawan, dan tidak menjelekkan nama tetangganya; yang menganggap rendah orang yang ditolak Allah, tetapi menghormati orang yang takwa; yang menepati janji, biarpun rugi dan meminjamkan uang tanpa bunga; yang tak mau menerima uang suap untuk merugikan orang yang tak bersalah. Orang yang berbuat demikian, akan selalu tentram." (Mazmur 15:1-5 BIS).

Lihatlah nilai-nilai yang terkandung disana. Tulisan disana merupakan hasil perenungan Daud mengenai orang dengan pribadi seperti apa yang bisa tinggal dalam kemahNya dan dibukitNya yang suci. Dalam Bahasa Inggrisnya dikatakan: "LORD, WHO shall dwell [temporarily] in Your tabernacle? Who shall dwell [permanently] on Your holy hill?" (ay 1). Orang yang bisa berdiam di kemah Tuhan dan bukitNya yang suci adalah orang yang hidupnya:
- tanpa cela
- melakukan yang baik
- jujur yang berkata benar
- tidak memfitnah orang lain
- tidak berbuat jahat
- tidak menjelekkan orang lain
- tidak ikut-ikutan berbuat seperti orang yang tidak berkenan bagi Allah melainkan menghormati orang yang takwa
- orang yang menepati janji sekalipun harus merugi karenanya
- yang tidak mengharapkan bunga kalau meminjamkan
- yang tidak menerima suap

Daud menjabarkan lebih rinci ketimbang apa yang disebutkan Salomo tentang ayahnya di atas. Tapi semua poin ini akan menuju kepada tiga hal seperti yang digambarkan Salomo yaitu: kesetiaan, kebenaran dan kejujuran. Daud jelas mengerti kriteria orang yang akan berhak berdiam dalam Kerajaan Allah yang kudus, karena itulah ia pun menghidupi nilai-nilai yang terkandung dalam integritas itu seperti apa yang telah ia ketahui. Tidak heran apabila kemudian Salomo melihat inegritas ayahnya lalu selanjutnya menjadikan nilai-nilai yang dihidupi ayahnya sebagai sesuatu yang harus pula ia adopsi dalam hidupnya. Inilah bentuk sebuah integritas, sebuah bentuk kehidupan yang berkenan di mata Tuhan.

Satu saja dari nilai-nilai itu tidak kita lakukan maka integritas pun hilang dari diri kita. Sekedar mengetahui saja tidak cukup, hanya sebatas kata-kata juga  tidak cukup. Kita harus pula menyelaraskan dan mengaplikasikannya dengan perbuatan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Jika kita merenungkan poin-poin di atas sesungguhnya membangun karakter yang berintegritas tidaklah mudah, dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari mungkin akan jauh lebih sulit lagi mengingat kita hidup di dunia yang punya prinsip bertolak belakang dan penuh dengan orang-orang yang saling sesat menyesatkan. Tetapi sosok seperti inilah yang sesungguhnya diinginkan Tuhan untuk mewarnai kehidupan kita, orang-orang percaya. Untuk membangun pribadi yang berintegritas dan berkualitas, Mazmur 15 sangatlah penting untuk kita renungkan dan kemudian terapkan dalam hidup.

Secara ringkas, setia, benar dan jujur merupakan hal mutlak yang tidak boleh kita abaikan kalau kita tidak mau kehilangan jaminan penyertaan Tuhan dan berkat-berkatNya. Meski mungkin sulit, tetapi kita bisa mulai berkomitmen untuk menghidupinya mulai dari sekarang. Sebagai warga Kerajaan kita harus mampu pula hidup dengan nilai-nilai Kerajaan.

Orang yang berintegritas tinggi semakin lama semakin langka. Maka kita diharapkan mampu membawa perbedaan dan menunjukkan sebuah konsep gaya hidup berintegritas tinggi  Siapkah anda tampil beda di dunia ini dengan menjadi sosok berintegritas yang menjunjung tinggi nilai-nilai Kerajaan Allah?

God is looking for people with integrity. Are you the one? 

Setia, benar dan jujur harus menjadi bagian hidup kita sebagai orang-orang berintegritas yang hidup sesuai prinsip Kerajaan Allah

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, February 26, 2017

Integritas Daud di Mata Salomo (1)

Ayat bacaan: 1 Raja Raja 3:6
===================
"Lalu Salomo berkata: "Engkaulah yang telah menunjukkan kasih setia-Mu yang besar kepada hamba-Mu Daud, ayahku, sebab ia hidup di hadapan-Mu dengan setia, benar dan jujur terhadap Engkau; dan Engkau telah menjamin kepadanya kasih setia yang besar itu dengan memberikan kepadanya seorang anak yang duduk di takhtanya seperti pada hari ini." 

Orang yang berintegritas adalah orang-orang yang perbuatannya sesuai perkataan, bertindak konsisten dengan menjunjung nilai-nilai luhur, mampu mengemban tanggung jawab, mengamalkan kebenaran tanpa syarat dan berbagai nilai moral lainnya. Ada yang mendefinisikan integritas sebagai keterpaduan antara kesempurnaan dan ketulusan. Kalau mengacu kepada kamus, integritas didefinisikan sebagai 'the quality of being honest and having strong moral principles; moral uprightness', yang artinya punya kualitas untuk hidup jujur, memiliki prinsip moralitas dengan standar tinggi dan lurus. Semua ini menggambarkan banyaknya nilai atau value baik yang terkandung dari orang dengan karakter berintegritas.

Sayangnya dunia berbeda dalam memandang kebahagiaan. Apa yang diajarkan dunia tidak lagi menganggap integritas sebagai sesuatu yang penting. Orang diajarkan untuk terus mengejar kebahagiaan dari materi, uang dan harta benda. Kalau perlu korbankan orang lain yang penting diri sendiri selamat. Kesetiaan tidak penting, yang penting ambil mana yang paling menguntungkan. Cari uang sebanyak-banyaknya agar bisa memenuhi perilaku konsumtif. Semakin hari kita dibombardir lewat segala arah. Anda putar televisi, anda akan menemukan semua keburukan ini sebagai sesuatu yang lucu bahkan keren.

Tidaklah heran kalau hari ini sulit sekali mencari orang yang masih memilikinya di tengah kehidupan global yang semakin jauh dari akhlak mulia dan budi pekerti. Alasan harus memenuhi kebutuhan atau beban hidup yang semakin meningkat, takut kehilangan kesempatan dan sebagainya akan dengan mudah menggeser prinsip-prinsip moral untuk menyerah kepada sikap-sikap oportunis, cari aman dan keuntungan sendiri, berpusat pada diri pribadi bahkan tega mengorbankan orang lain untuk itu. Berbohong menjadi sesuatu yang wajar dan biasa. Banyak orang bermimpi untuk menikmati dunia yang lebih baik, lebih damai dan lebih bersahabat, tapi lucunya tidak menyadari bahwa tanpa membangun pribadi-pribadi yang berintegritas itu akan sangat sulit diwujudkan, kalau tidak bisa dibilang mustahil.

Di masa mudanya Salomo menunjukkan bentuk hidup yang menaati ketetapan-ketetapan Daud dengan perbuatan-perbuatan yang mencerminkan kasihnya kepada Tuhan. Tuhan sangat ternyata terkesan dengan sikapnya. Pada suatu kali Tuhan menampakkan diri kepada Salomo saat ia tengah berada di Gibeon untuk mempersembahkan korban. Bukan hanya menampakkan diri, tapi Tuhan juga memberi hadiah yang sangat istimewa buat Salomo dengan berjanji akan memenuhi apapun permintaan Salomo. Ini dicatat dalam kitab Raja Raja pasal 3.

Kita mungkin akan segera bingung mau minta apa. Sehat? Kaya? Bebas masalah? Dapat pasangan? Rumah, mobil mewah? Liburan ke tempat yang paling diimpikan? Kita pasti langsung pusing memikirkan harus pilih yang mana. Tapi bagaimana dengan Salomo? Demikian reaksinya. "Lalu Salomo berkata: "Engkaulah yang telah menunjukkan kasih setia-Mu yang besar kepada hamba-Mu Daud, ayahku, sebab ia hidup di hadapan-Mu dengan setia, benar dan jujur terhadap Engkau; dan Engkau telah menjamin kepadanya kasih setia yang besar itu dengan memberikan kepadanya seorang anak yang duduk di takhtanya seperti pada hari ini." (1 Raja Raja 3:6).

Perhatikan bahwa meski Salomo bisa meminta sesuatu yang instan yang dipandang dunia merupakan ukuran kebahagiaan, Salomo tidak meminta itu. Ia justru meminta hikmat agar ia bisa menjadi raja yang adil dan bijaksana agar ia sanggup menengahi berbagai problema rakyatnya dan memiliki kemampuan untuk menimbang mana yang baik dan jahat. Itu jelas sebuah pilihan yang luar biasa. Tapi yang tidak kalah menarik, saat Salomo menjawab pemberian Tuhan ini, ia mengacu kepada integritas ayahnya, Daud, yang ia lihat sendiri mendatangkan kasih setia Tuhan dengan sangat besar.

Seperti apa bentuk integritas Daud yang nyatanya dilihat oleh Salomo? Kalau anda perhatikan kembali ayat tadi dengan seksama, anda akan menemukan tiga elemen dari integritas yang disebutkan Salomo sebagai gaya hidup atau sikap ayahnya, yaitu:
- setia
- benar
- jujur

Dari contoh nyata Daud, orang yang menghidupi ketiga elemen penting ini akan mendapatkan kasih setia Tuhan yang besar, dan itu dikatakan pula merupakan sebuah jaminan dari Tuhan. Setia, benar dan jujur merupakan elemen yang akan membentuk sebuah karakter berintegritas tinggi yang akan pula menuai segala kebaikan dari Tuhan. Salomo tahu itu karena ia sudah melihat sendiri buktinya dari apa yang dialami oleh ayahnya.

Pertanyaannya, apakah Daud menyadari pentingnya hal ini sehingga ia menghidupinya secara nyata dengan sungguh-sungguh? Adakah ayat dimana Daud menyebutkan hal itu?

(bersambung)


Saturday, February 25, 2017

Belajar Penundukan Diri lewat Masa Kecil Yesus (2)

(sambungan)

Kita bisa melihat sebuah Firman Tuhan yang turun atas diri sang Penulis Ibrani berbunyi demikian: "Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya. Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan gembira, bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu." (Ibrani 13:17). Lihatlah bahwa menaati pemimpin dan tunduk atas otoritas mereka merupakan sesuatu yang sangat penting di mata Tuhan. Apabila tidak dilakukan maka firman Tuhan berkata kita tidak akan mendapatkan keuntungan dalam hidup kita. Dan itupun harus dilakukan dengan sukarela dan gembira dan bukan atas keterpaksaan.

Kata pemimpin dalam ayat ini menyangkut pemimpin secara luas, baik di rumah, kantor, kota, negara maupun gereja. Titus 3:1 mengingatkan hal yang sama. "Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik." Ayat yang serupa bisa kita lihat pula melalui Paulus dalam Kolose 3:22 dan Efesus 6:5 yang menyebutkan bahwa kita harus taat kepada tuan di dunia sama seperti kita taat pada Kristus.

Lewat Petrus kita bisa juga belajar tentang penundukan diri terhadap pemerintah dan/atau pemegang otoritas di atas kita. Petrus berkata: "Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, maupun kepada wali-wali yang diutusnya untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik." (1 Petrus 2:13-14). Penundukan terhadap otoritas atasan bahkan dikatakan bukan saja kepada yang baik tetapi juga terhadap penguasa yang berlaku kejam atau lalim sekalipun. "Hai kamu, hamba-hamba, tunduklah dengan penuh ketakutan kepada tuanmu, bukan saja kepada yang baik dan peramah, tetapi juga kepada yang bengis." (1 Petrus 2:18).

Selain kepada atasan, penundukan diri juga menyangkut bentuk-bentuk hubungan lainnya.
- Anak-anak hendaklah tunduk kepada orang tuanya (Efesus 6:1, Kolose 3:20)
- istri tunduk kepada suami (Kolose 3:18, Efesus 5:22, 1 Petrus 3:1)
- anak muda tunduk kepada yang lebih tua (1 Petrus 5:5)
Dan seterusnya. Tentu saja di atas segalanya kita harus menundukkan diri kepada Kristus. Firman Tuhan berkata: "Maka sekarang, hai orang Israel, apakah yang dimintakan dari padamu oleh TUHAN, Allahmu, selain dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, mengasihi Dia, beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, berpegang pada perintah dan ketetapan TUHAN yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu." (Ulangan 10:12-13). Semua ini merupakan hal yang penting untuk kita perhatikan.

Kita harus mampu meredam ego agar kita bisa mengaplikasikan sikap penundukan diri seperti yang diinginkan Tuhan. Untuk itu jelas diperlukan sebuah kerendahan hati untuk bisa mempraktekkan sikap ini dalam hidup kita.

Adakah diantara teman-teman ada yang hari ini tengah bermasalah dengan sikap penundukan diri ini, baik dengan anggota keluarga, orang tua, dalam pekerjaan, sekolah atau dalam pelayanan? Jika ya berdoalah dan berusahalah untuk memperkuat sikap rendah hati sehingga anda bisa belajar tunduk kepada otoritas orang yang berada di atas anda. Yesus sendiri sudah mencontohkan bahwa penundukan diri merupakan hal yang sangat penting untuk kita lakukan sebelum menerima otoritas yang lebih tinggi lagi. Percayalah bahwa kasih karunia Allah akan memberikan kekuatan bagi anda untuk meredam ego dan menyadari betul hakekat sebagai umatNya agar tidak tergoda untuk membangkang dan mengabaikan pentingnya penundukan diri.

"..Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (1 Petrus 5:5)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, February 24, 2017

Belajar Penundukan Diri lewat Masa Kecil Yesus (1)

Ayat bacaan: Lukas 2:51
=======================
"Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya."

Menjadi pejabat negara membuat banyak orang lupa bahwa dalam Undang-Undang Dasar yang sama-sama kita jadikan pedoman bernegara ini ada bagian yang berkata bahwa setiap warganegara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib pula menjunjungnya dengan tidak ada perkecualian. Menjadi pejabat negara itu satu hal, tapi mereka tetaplah warganegara sehingga kedudukannya di dalam hukum itu sama seperti rakyat biasa. Apalagi sudah jelas-jelas dikatakan tidak ada pengecualian. Seharusnya mereka paham itu. Tapi ternyata kita masih saja melihat mereka dengan mudahnya merasa ada di atas hukum. Sudah ada keputusan tetap, mreka masih saja berusaha berkelit. Seringkali negara ini kerepotan menghadapi licinnya mereka. Dan kita pun melihat bagaimana hukum itu tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Padahal penundukan diri sebenarnya merupakan hal ynag mutlak dilakukan oleh orang percaya. Apalagi kalau menyandang status sebagai hamba Tuhan, tapi bersikap seperti boss besar, bukankah itu tidak sinkron?

Ada banyak orang yang bermasalah dengan penguasaan diri dan ketaatan. Dapat jabatan sedikit saja sudah merasa absolut. Perangainya langsung berubah. Apalagi kalau naik jabatan. Wah, itu lebih parah. Mereka merasa berhak melanggar peraturan seenaknya, dan malah tersinggung atau marah ketika mendapat teguran. Harga diri disetel terlalu tinggi, alergi kritik dan yakin mereka boleh berbuat sesuka hati. Kita sering bertemu dengan orang-orang yang bersikap seperti ini, mudah-mudahan kita tidak termasuk di dalamnya. Tidak lagi ingat kepada siapa yang berjasa, termasuk oran tua, dan sedihnya lagi, termasuk Tuhan. Masalah penundukan diri, sikap kerendahan hati itu menjadi isu yang penting untuk kita perhatikan.

Sangatlah menarik jika melihat bagaimana Yesus menunjukkan sebuah keteladanan yang sangat baik akan hal ini. Sebagai Allah yang turun ke dunia dengan misi besar untuk menyelamatkan umat manusia dari siksaan kekal dan menyatukan kembali manusia dengan Allah yang terputus akibat dosa, bukankah Yesus punya segala hak untuk berlaku absolut dalam masa kedatanganNya yang pertama? Tidak ada siapapun yang lebih besar dariNya. Yesus jelas punya otoritas yang jauh lebih tinggi dari apapun yang ada di dunia ini Dia memegang kunci surga, dan hanya lewat Dia lah kita bisa masuk ke dalam kesukacitaan kekal yang besar. Jadi kalau bicara soal kuasa, tidak ada lagi siapapun yang besarnya seperti Yesus. Tapi bagaimana sikap Yesus? Hari ini mari belajar langsung dari keteladanan Yesus sendiri ketika masih kecil.

Pada suatu kali Yesus yang masih berusia 12 tahun pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah bersama kedua orang tuanya. Setelah perayaan usai, Maria dan Yusuf baru sadar bahwa ternyata Yesus tidak berada bersama mereka, dan ketika itu mereka sudah ditengah perjalanan. Menyadari hal itu, mereka pun segera berbalik kembali Yerusalem untuk mencari Yesus.

Saya bisa membayangkan betapa cemasnya orang tua yang kehilangan anaknya di tempat ramai seperti itu. Dan perjalanan kembali untuk mencari itu pun makan waktu yang lama. Alkitab mencatat bahwa tiga hari kemudian barulah mereka berhasil menemukan Yesus yang ternyata ada di dalam Bait Allah. "Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka." (Lukas 2:46). Kecerdasan Yesus dalam menjawab para alim ulama itu sungguh mencengangkan mereka, termasuk pula Maria dan Yusuf.

Seperti orang tua pada umumnya, saat itu Maria dan Yusuf pasti diliputi perasaan campur aduk, antara lega dan marah. Maka mereka pun menegur Yesus karena menghilang diam-diam seperti itu. Dan lihatlah, meski dalam Alkitab tercatat bahwa Yesus sempat mengatakan bahwa memang disanalah Dia harus berada, yaitu di dalam rumah Bapa (ay 49), tetapi Yesus mengambil keputusan untuk taat dan tunduk kepada orang tuanya di dunia ini. Ayat selanjutnya menggambarkan hal tersebut. "Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya." (ay 51). Yesus memutuskan untuk taat mengikuti permintaan keuda orang tuaNya. Ia pulang ke Nazaret mengikuti mereka dan tetap hidup dalam asuhan mereka.

Yesus tahu benar bahwa penundukan diri adalah hal yang pertama sekali harus dilakukan sebelum menerima sebuah otoritas.

Hidup dengan penundukan diri seringkali merupakan hal yang tersulit untuk kita lakukan. Kita akan berhadapan dengan ego kita, kebanggaan diri atau bagi sebagian orang dianggap bisa merendahkan harga diri mereka. Dengan sikap seperti ini, bukan saja kita akan mendapat masalah dalam karir, keluarga atau hubungan sosial dalam masyarakat, tetapi kita pun melanggar firman Tuhan yang ternyata banyak berbicara mengenai soal penundukan diri ini.

(bersambung)


Thursday, February 23, 2017

Anak Berbakti dan Berbudi (2)

(sambungan)

Tetapi Rut adalah seorang menantu yang setia. "Tetapi kata Rut: "Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku." (Rut 1:16).

Rut memilih ikut mertuanya untuk kembali masuk ke negeri dimana ia bisa menghadapi banyak masalah karena disana bangsanya tidak dipandang sama sekali.

Benar saja, sebagai seorang janda dan mertua perempuan, hidup Rut pun awalnya sangat sulit di negeri orang. Ia harus melakukan pekerjaan yang sangat rendah sebagai pemungut jelai. Pekerjaan sebagai pemungut jelai dilakukan dengan membuntuti orang-orang yang menyabit gandum dan memunguti sisa-sisa serpihan dari hasil sabitan mereka. Rut rela melakukannya demi menyambung hidup, bukan saja buat dirinya sendiri tetapi juga buat Naomi. Sikap ini menunjukkan baktinya kepada mertuanya. "Maka ia memungut di ladang sampai petang; lalu ia mengirik yang dipungutnya itu, dan ada kira-kira seefa jelai banyaknya.Diangkatnyalah itu, lalu masuklah ia ke kota. Ketika mertuanya melihat apa yang dipungutnya itu, dan ketika dikeluarkannya dan diberikannya kepada mertuanya sisa yang ada setelah kenyang itu." (2:17-18).

Satu efa itu kalau pakai standar ukuran sekarang beratnya kira-kira 10 kg. Itu hasil jerih payahnya bekerja seharian, dan itu dibawanya kepada Naomi. Begitulah besarnya bakti yang ditunjukkan Rut, sehingga tidaklah heran apabila Tuhan berkenan kepadanya. Saya selalu kagum terhadap kisah hidup Rut yang luar biasa. Dan itu semua bermula dari komitmennya untuk berbakti kepada mertuanya meski suaminya sudah tiada.

Ayah, ibu, nenek, kakek maupun mertua, mereka semua adalah orang tua kita yang harusnya kita kasihi dan peduli. Mereka dahulu berjuang dengan segala daya upaya untuk membesarkan dan menyekolahkan kita, membuat kita bisa seperti siapa kita hari ini. Jika kita sudah bekerja mapan saat ini, sudah sukses dan maju, semua itu tidaklah terlepas dari usaha orang tua kita juga.

Sudahkah kita membalas budi mereka dan mengucapkan terimakasih kepada mereka? Sudahkah kita membalas budi dengan memberikan kebahagiaan di usia senja mereka? Jangan tunda lagi. Nyatakanlah bahwa anda mengasihi mereka dan usahakanlah agar mereka bisa menikmati sisa hidup yang bahagia bersama anak cucunya.

Dulu kita masih belum bisa apa-apa dan orang tua kitalah yang berjuang untuk masa depan kita. Sekarang saatnya bagi kita untuk membalas jasa mereka dan membuat mereka bersyukur, bangga dan berbahagia di hari tua mereka karena memiliki anak cucu dan keluarga yang mengasihi mereka. Selain itu akan membuat mereka bahagia di penghujung hidup mereka, sikap ini pun berkenan di hadapan Tuhan.

Jadilah anak-anak yang berbakti dan tahu membalas budi orangtua bukan durhaka

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, February 22, 2017

Anak Berbakti dan Berbudi (1)

Ayat bacaan: 1 Timotius 5:3
===================
"Tetapi jikalau seorang janda mempunyai anak atau cucu, hendaknya mereka itu pertama-tama belajar berbakti kepada kaum keluarganya sendiri dan membalas budi orang tua dan nenek mereka, karena itulah yang berkenan kepada Allah."

Anak berbakti dan berbudi pada orang tua, siapa yang tidak mau? Beruntungnya orang tua yang punya anak seperti ini, karena faktanya di jaman sekarang anak-anak seperti itu semakin langka. Saya baru saja mengunjungi seorang pria lanjut usia yang sakit-sakitan yang tinggal di pinggir sungai. Rumahnya sudah banyak yang butuh renovasi, tapi ia tidak sanggup karena selain sakit, ia juga tidak punya uang. Untuk makan saja ia dibantu tetangga-tetangganya. Betapa kagetnya saya saat mendengar bahwa sebenarnya ia punya banyak anak yang semuanya sukses. Dan yang lebih mengagetkan lagi, semua anaknya ini hidup di kota yang sama dengannya. Sambil meneteskan air mata ia berkata: "kalaupun saya dahulu keras mendidik mereka, semua demi kebaikan mereka. Sekarang tidak ada satupun dari mereka yang peduli. Mampir saja tidak, sudah lama sekali." katanya. Kasihan sekali.

Saya tidak tahu kerasnya ia mendidik itu seperti apa, tapi saya pikir, kalau anak-anaknya masih hidup dan sukses, setidaknya mereka seharusnya peduli terhadap masa hidup ayahnya di usia senja seperti ini. Ia hidup sendiri, kalau ada apa-apa bagaimana? Saya merasa sangat sedih melihat nasibnya di penghujung usia. Jelas apa yang dialami bapak tua yang malang ini mewakili banyak lagi orang yang bernasib sama. Ada seorang ibu di rumah jompo yang juga ditinggalkan anak-anaknya, ia pernah berkata seperti ini: "Dulu saya sendiri sanggup membesarkan lima anak sampai berhasil. Sekarang, lima anak plus menantu dan cucu tidak satupun ada yang mau mengurus saya."

Tidak membalas budi kepada orang tua jelas melanggar Firman Tuhan. Salah satunya berbunyi sebagai berikut: "Tetapi jikalau seorang janda mempunyai anak atau cucu, hendaknya mereka itu pertama-tama belajar berbakti kepada kaum keluarganya sendiri dan membalas budi orang tua dan nenek mereka, karena itulah yang berkenan kepada Allah." (1 Timotius 5:3). Dengan jelas dikatakan bahwa anak cuculah yang seharusnya menjadi orang pertama yang wajib memperhatikan nasib mereka, bukan tetangga, bukan rumah jompo, bukan perawat, bukan orang lain. Setiap anak dan cucu hendaklah belajar berbakti dan belajar membalas budi orang tua dan nenek atau kakek mereka.

Disaat orang tua sudah tidak bisa lagi berbuat banyak karena usia mereka yang sudah lanjut, itulah saatnya bagi para anak dan cucu untuk berbakti membalas budi mereka yang dahulu mati-matian dalam membesarkan dengan penuh cucuran keringat dan air mata. Sangatlah menyedihkan melihat orang-orang yang merasa malu atau risih untuk sekedar bertemu dengan orang tua mereka, apalagi mengurus dan merawatnya. Bagi para orang tua yang malang ini, menjadi tua seolah seperti sebuah kutukan, sehingga tidaklah heran apabila semakin lama semakin banyak orang yang takut menghadapi masa tuanya.

Firman Tuhan mengatakan dengan jelas bahwa anak dan cucu yang mau berbakti dan ingat untuk membalas budilah yang berkenan bagiNya. Tuhan tidak suka orang-orang yang tidak tahu membalas budi, bersikap habis manis sepah dibuang apalagi kalau itu dilakukan terhadap orang tua mereka sendiri, atas alasan apapun.

Di mata Tuhan itu sangatlah penting, begitu penting sehingga Tuhan memasukkannya ke dalam satu dari 10 Perintah Allah yang turun lewat Musa. "Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu." (Ulangan 5:16). Hormati, itu bukan hanya mengacu pada hubungan disaat keduanya masih segar bugar, tetapi terlebih saat menghadapi orang tua yang sudah sakit-sakitan dan berbagai kelemahan lain karena usia lanjut.

Kita bisa menemukan sebuah keteladanan yang sangat baik lewat kisah Rut. Setelah suaminya meninggal, sebenarnya ia bisa saja untuk meninggalkan mertuanya, Naomi dan kembali kepada bangsanya sendiri. Bahkan Naomi pun sudah mengijinkannya untuk pulang kembali ke bangsanya.

(bersambung)


Tuesday, February 21, 2017

Jangan Lupakan Sang Pencipta Agung (2)


(sambungan)

Sangatlah menyedihkan apabila kita melupakan siapa Sang Pencipta yang Agung di balik semua itu, tidak memuliakan dan mengucap syukur malah kemudian menindas kebenaran dengan kelaliman. Paulus menggambarkan sifat melupakan Tuhan ini sebagai kefasikan dan kelaliman yang memurkakan Tuhan (Roma 1:18). Tuhan memang tidak terlihat kasat mata seperti kita memandang manusia atau alam dan isinya, tapi kalau saja kita mau sedikit berpikir, kehebatan Tuhan itu sebenarnya bisa terlihat jelas dari segala karyaNya sejak dahulu hingga sekarang.

Itulah yang dikatakan pula oleh Paulus. "Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih." (Roma 1:20). Eksistensi Tuhan merupakan sesuatu yang nyata, ada di sekitar kita sehingga seharusnya tidak perlu dipertanyakan atau diragukan.

Tapi banyak orang yang tidak menyadari hal ini, tidak memuliakan dan tidak mengucap syukur kepada Tuhan. "Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap." (ay 21). Yang lebih parah, malah ada banyak orang yang tega menggantikan kemuliaan Allah dengan segala sesuatu yang fana dalam berbagai bentuk untuk disembah. "Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar...mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin." (ay 23,25). Hal-hal seperti ini sungguh tidak pantas kita lakukan. Ketika kita menikmati hasil ciptaan Tuhan yang indah ini, seharusnya kita bersyukur dan memuliakanNya pula dalam setiap waktu kita menikmatinya.

Sang Pencipta yang Agung di atas semua pencipta yang terhebat yang pernah ada di muka bumi ini telah menyediakan segalanya bagi kita. Sang Virtuoso telah memberikan kita semua hal terindah dan terbaik. Tuhan yang penuh kasih itu telah dengan jelas menyatakan diriNya sendiri lewat segala ciptaanNya yang bisa kita lihat dan rasakan setiap hari. Hari ini marilah kita belajar meninggalkan sejenak doa yang berisi keluh kesah dan daftar permintaan. Datanglah kepadaNya dan muliakanlah Dia dengan pujian dan penyembahan yang terbaik dari diri kita. Isi doa-doa kita dengan ucapan syukur yang mengagungkan namaNya. Atas segala ciptaanNya yang luar biasa dan segala yang Dia berikan kepada kita, atas segala berkat yang Dia berikan, terlebih atas kasih setiaNya, Dia lebih dari layak untuk itu.

Segala ciptaan yang indah bagaikan jari penunjuk yang mengarah kepada Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, February 20, 2017

Jangan Lupakan Sang Pencipta Agung (1)

Ayat bacaan: Roma 1:20
====================
"Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih."

Menyanyi merupakan sebuah anugerah yang sangat indah dari Tuhan. Seiring dengan itu, lagu pun sudah ada berabad-abad lamanya. Kita hari ini masih mengenal beberapa lagu yang usianya sudah di atas 100, 200 tahun bahkan lebih. Lagu-lagu klasik karya komposer sekelas Beethoven, Mozart dan sebagainya, itu masih kerap dimainkan orang. Beberapa lagu yang pakai lirik pun ada yang usianya sudah sangat tua. Orang mengenal dan menyukai lagunya, hafal lirik dan bisa menyanyikan tetapi hanya sedikit yang peduli untuk tahu siapa pengarangnya. Padahal tanpa ada yang mengarang, lagu-lagu itu tidak akan pernah ada. Saya pernah mendengar seorang penyanyi berkata: "Apa sih gunanya tahu siapa yang menulis lagu, atau siapa penyanyinya? Yang penting tahu lagunya, bisa menyanyikan, dan menghasilkan dari sana." Seperti itulah kecenderungan banyak orang. Berapa banyak orang yang tahu siapa sosok dibelakang lagu-lagu yang kita sukai, atau pencipta/penemu berbagai alat-alat penting? Kita menikmati karya-karya indah atau yang memberi manfaat bagi kita tapi merasa tidak perlu menghargai penciptanya. Padahal tanpa mereka apa yang kita nikmati itu tidak akan pernah ada.

Kecenderungan yang sama pun dilakukan banyak orang kepada Sang Pencipta segalanya. Dengan banyak alasan kita seringkali melupakan Tuhan. Tidak sedikit pula orang yang tidak percaya atau meragukan keberadaan Tuhan. Padahal kita hidup dengan menikmati semua yang Dia ciptakan. Bukankah semua yang ada di dunia ini merupakan hasil karyaNya? Banyak orang yang mencoba mencari bukti secara ilmiah untuk meniadakan keberadaan dan kebesaran Tuhan. Tapi mungkinkah semua ini ada tanpa ada yang menciptakan? Dan kita menikmatinya. Kalau kita mengalami, mempergunakan, menikmati dan hidup dengan semua itu, mengapa kita malah melupakan Penciptanya? Padahal atas segala yang Dia berikan pada kita, sudah sepantasnya kita bersyukur, memuji dan memuliakanNya dalam semua yang kita nikmati.

Kalau banyak orang yang bersikap melupakan atau mengabaikan Sang Pencipta, tidaklah demikian dengan Daud. Lihatlah bagaimana Daud ingat untuk memuji keagungan Tuhan pencipta langit dan bumi beserta segala isinya dalam Mazmur 104. Ia memuji dengan syair yang begitu indah. Mazmur 104 ini berjudul "Kebesaran Tuhan dalam segala ciptaanNya", menunjukkan bahwa Daud merasakan kebesaran Tuhan dalam segala ciptaan Tuhan yang ada disekitarnya setiap saat dimana isinya ia tulis secara puitis. Misalnya seperti ini: "Engkau yang melepas mata-mata air ke dalam lembah-lembah, mengalir di antara gunung-gunung, memberi minum segala binatang di padang, memuaskan haus keledai-keledai hutan; di dekatnya diam burung-burung di udara, bersiul dari antara daun-daunan. Engkau yang memberi minum gunung-gunung dari kamar-kamar loteng-Mu, bumi kenyang dari buah pekerjaan-Mu. Engkau yang menumbuhkan rumput bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan untuk diusahakan manusia, yang mengeluarkan makanan dari dalam tanah dan anggur yang menyukakan hati manusia, yang membuat muka berseri karena minyak, dan makanan yang menyegarkan hati manusia." (Mazmur 104:10-15).

Benar, semua itu indah adanya. Tapi tidak satupun bisa melebihi ciptaanNya yang paling istimewa, yaitu manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar dan rupaNya sendiri. Perhatikanlah. Tidak ada satupun manusia yang persis sama, baik rupa, warna, bentuk, sifat dan sebagainya. Ada istilah doppleganger yang berarti dua orang yang sangat-sangat mirip satu sama lain, tapi itupun tidak akan pernah seratus persen persis sama. Itu pekerjaan yang sungguh luar biasa yang tidak akan bisa dilakukan oleh siapapun selain Allah. Bukankah sangat disayangkan apabila ciptaanNya yang teristimewa ini justru cenderung melupakan dan kerap mengecewakanNya?

Sepanjang tulisannya dalam Mazmur, Daud begitu banyak menaikkan puji-pujian bagi Tuhan. Dia begitu menyadari bahwa kebesaran Tuhan itu terlihat nyata dan jelas melalui segala hasil ciptaanNya. Salah satunya berbunyi "Haleluya! Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Aku hendak memuliakan TUHAN selama aku hidup, dan bermazmur bagi Allahku selagi aku ada." (Mazmur 146:1-2). Pujian lainnya ia nyatakan seperti ini: "Bersyukurlah kepada TUHAN, panggillah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa! Bernyanyilah bagi-Nya, bermazmurlah bagi-Nya, percakapkanlah segala perbuatan-Nya yang ajaib!" (1 Tawarikh 16:8-9).

Pertanyaannya, apakah kita menyadari kebesaran Tuhan melalui karya-karyaNya seperti Daud? Sudahkah kita merenung dan memuji Tuhan ketika kita melihat alam yang begitu indah, yang meski sudah semakin berkurang tapi masih bisa kita nikmati hari ini? Ketika melihat matahari bersinar indah ditengah sekumpulan awan putih, melihat indahnya bintang gemerlapan di tengah malam, bunga-bunga warna-warni bermekaran, burung-burung berkicau riang dengan merdunya, bahkan udara yang kita hirup yang disediakan gratis untuk kita. Bayangkan bagaimana hidup tanpa itu semua. Sudahkah kita bersyukur dan memuliakan namaNya?

(bersambung)

Sunday, February 19, 2017

Peningkatan Kapasitas

Ayat bacaan: Ezra 7:10
===============
"Sebab Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat Tuhan dan melakukannya serta mengajar ketetapan dan peraturan di antara orang Israel."

"Saya nyesal dulu membeli yang 16GB", kata seorang teman sambil tersenyum. Teman saya ini memang hobi selfie, foto-foto dan merekam video. Karena harganya memang beda lumayan jauh, ia memutuskan untuk membeli yang memorinya kecil saja. 16 GB kan gede, masa sih nggak cukup? Pikirnya demikian. Tapi ternyata, belum sampai satu tahun ia sudah kerepotan harus terus memindahkan isi smartphonenya sering-sering. Berbeda dengan android yang bisa diisi memori dengan ukuran sesuka kita, iPhone tidak bisa demikian. Jadi mau tidak mau, para penggemar iPhone yang suka mendownload banyak apps apalagi game dan hobi rekam-jepret harus berusaha membeli yang memori tinggi kalau tidak mau repot di kemudian hari. Tentu saja, kesanggupan dompet akan menjadi penyeimbangnya dalam pengambilan keputusan.

Lebih seperempat abad yang lalu, sebuah floppy disk yang ukurannya besar itu cuma mampu menampung sekian ratus kilobyte saja. Saya masih ingat Windows versi mula-mula sempat hanya memerlukan dua floopy disk untuk dioperasikan. Belum ada hard disk pada waktu itu, sehingga pengguna personal computer awal cuma bisa bergantung pada floppy disk. Ukuran mulai meningkat mulai dari 1.4 MB dan seterusnya, hingga ukuran-ukuran yang sudah mencapai bukan lagi ratusan giga tapi terra. Hebatnya, kita bisa mengantongi flash disk, SD atau micro SD card dengan ukuran memori yang sudah ratusan hingga ribuan kali lebih besar ketimbang floppy disk 30 tahun lalu. Semakin besar kapasitasnya, semakin banyak pula yang bisa kita simpan disana. Teknologi mengembangkan ukuran kapasitas disk terus semakin besar, agar ukurannya jauh lebih lega dan makin tinggi nilai gunanya.

Kapasitas. Semakin besar kapasitasnya maka semakin banyak yang bisa masuk ke dalamnya. Bagaimana dengan kita? Berapa kapasitas kita saat ini dalam hubungannya dengan talenta? Apakah kapasitas bisa ditingkatkan atau mentok tergantung berapa yang Tuhan beri sejak awal?

Pertama, mari kita lihat mengenai hal ini dari sebuah perumpamaan yang disampaikan Yesus sendiri dalam Matius 25:14-30. Perikop ini berbicara mengenai seorang tuan yang menitipkan hartanya kepada tiga orang hamba yang ia miliki, masing-masing diberi 5, 2 dan 1. Coba sampai disitu dulu. Ada yang dikasih lima, ada yang dua dan ada yang satu. Apakah itu artinya Tuhan pilih kasih, ada yang sedikit dan ada yang banyak? Tentu saja tidak. Kata kuncinya ada pada ayat yang sama dengan jumlah talenta itu (ayat 15). kalimatnya berbunyi: "masing-masing menurut kesanggupannya". Dengan kata lain, sesuai kapasitas kita.

Artinya, bagaimana mungkin Tuhan mempercayakan talenta besar pada kapasitas kecil? Jika diilustrasikan dengan memory card diatas, bisakah kita mengisi card tersebut melebihi batas kapasitasnya? Tentu tidak. Kalau begitu, jika ingin memperoleh kepercayaan lebih, kita harus memiliki kapasitas yang memadai agar mendapat kepercayaan untuk menerima sebuah tanggung jawab dari Tuhan. Bukan hanya kapasitas mengenai kemampuan saja, seperti keahlian, bakat-bakat tertentu, tapi juga kapasitas yang berhubungan dengan karakter kita seperti jujur, sabar, tidak sombong, mampu bekerja sama dan lain-lain. Kita bisa meningkatkan kapasitas kita. Bahkan ada panggilan untuk mengembangkan kapasitas kita lebih lagi, agar Tuhan dapat mempercayakan hal-hal yang lebih besar pula bagi kita.

Hari ini mari kita lihat contoh melalui kisah Ezra. Ezra adalah salah satu dari bangsa Israel yang berangkat pulang dari Babel. Ezra bukanlah orang sembarangan melainkan orang terpelajar dan tahu banyak mengenai hukum-hukum Taurat sehingga disebutkan sebagai ahli kitab. "Ezra ini berangkat pulang dari Babel. Ia adalah seorang ahli kitab, mahir dalam Taurat Musa yang diberikan TUHAN, Allah Israel." (Ezra 7:6a). Jelas, Ezra bukan sembarang orang mengenai kitab Taurat. Tapi lihatlah fakta berikut. Meski Ezra mahir dalam pemahaman akan hukum Tuhan, dia ternyata bukan sosok yang cepat berpuas diri. Ia mengerti betul akan pentingnya terus bertumbuh dan meningkatkan kapasitas pengetahuannya.

Kita bisa melihat hal tersebut dalam ayat 10 yang berkata: "Sebab Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya serta mengajar ketetapan dan peraturan di antara orang Israel." 

Ayat ini menunjukkan bahwa Ezra terus meningkatkan kapasitasnya, baik dalam hal kemampuan (meneliti Taurat Tuhan) maupun karakter (melakukannya). Ayat 10 ini dimulai dengan kata "Sebab", menunjukkan sebuah hubungan sebab-akibat dengan ayat sebelumnya. Apa yang ia peroleh dari Tuhan atas sikapnya? Ayat sebelumnya menyebutkan dengan jelas bahwa "tangan murah Allahnya itu melindungi dia." (ay 9). Kalimat yang sama bisa kita lihat pula dalam ayat 6.

Dari sekilas kisah Ezra ini kita bisa melihat dengan jelas bahwa agar bisa memperoleh hal-hal yang lebih besar dari Tuhan, kita harus meningkatkan kapasitas kita terlebih dahulu. Jika kita tidak memperhitungkan hal ini, maka kitapun dapat kehilangan banyak kesempatan untuk memperoleh sesuatu yang besar dalam hidup kita.

Ray Kroc, pengusaha yang sukses membuat McDonald menjadi gerai cepat saji tersukses di dunia pernah berkata: "Are you green and growing or ripe and rotting?" Apa yang ia maksud adalah jika hidup diibaratkan sebagai buah,apakah kita masih hijau dan terus bertumbuh atau masak lalu mulai membusuk? Apa yang ia maksud adalah, selama kita masih hijau itu artinya kita akan terus bertumbuh, namun begitu kita merasa sudah matang/masak, maka kita pun tinggal menunggu waktu untuk membusuk dan tidak lagi berarti. Ini dikatakan oleh seorang tokoh sukses yang ternyata tidak berhenti belajar dan memperbesar kapasitasnya.

Sehebat-hebatnya pengetahuan dan/atau kemampuan kita, kita tidak boleh berhenti dalam berproses untuk menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu, mari kita sama-sama terus bertumbuh baik dalam kemampuan maupun karakter sesuai firman Tuhan, memperbesar kapasitas kita sehingga kita akan siap ketika Tuhan mempercayakan sesuatu yang besar dalam hidup kita serta mampu melipatgandakannya.

Terus asah dan kembangkan kapasitas agar kita bisa menerima tanggung jawab yang lebih besar lagi

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, February 18, 2017

Kemarahan Tuhan atas Penyamun (2)

(sambungan)

Yesus benar-benar marah. Memang benar, segala sesuatu bisa diberikan Tuhan. Tuhan bisa menyediakan itu semua, bukan hanya sekedar menyediakan tetapi menyediakannya secara berkelimpahan. Dan tentu saja, kita boleh meminta dan berharap datangnya pertolonganNya untuk melepaskan kita dari belenggu masalah. Tetapi alangkah kelirunya apabila kita menjadikan itu sebagai motivasi utama kita dalam mengikutiNya. Betapa kecewanya Yesus melihat sikap dan perilaku seperti ini dari manusia yang dikasihiNya. Tidaklah heran jika Dia kemudian menjadi begitu marah. Lalu sebutan sarang penyamun pun kemudian hadir dari Yesus sendiri ditujukan kepada orang-orang yang hanya sibuk mencari untung kepadaNya.

Kemarahan Yesus itu menggambarkan dengan jelas bagaimana murka Allah turun kepada orang-orang yang bersikap buruk seperti itu. Dalam Perjanjian Lama pun kita bisa melihat kemarahan Tuhan ketika BaitNya dijadikan sebagai sarang penyamun. "Sudahkah menjadi sarang penyamun di matamu rumah yang atasnya nama-Ku diserukan ini? Kalau Aku, Aku sendiri melihat semuanya, demikianlah firman TUHAN." (Yeremia 7:11). Kasusnya sama, dan bagi Tuhan itu adalah sebuah pelanggaran berat yang membawa konsekuensi berat pula.

Di dalam Alkitab ada setidaknya beberapa hal yang akan terjadi pada kita apabila kita hidup menjadi sarang penyamun dan memperlakukan bait Allah dengan tidak pantas, yaitu:

- Tuhan akan melemparkan kita dari hadapanNya.
"Aku akan melemparkan kamu dari hadapan-Ku, seperti semua saudaramu, yakni seluruh keturunan Efraim, telah Kulemparkan." (Yeremia 7:15)

- Murka dan kemarahanNya akan tercurah secara menyala-nyala dan tidak padam-padam.
"Sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: Sesungguhnya, murka-Ku dan kehangatan amarah-Ku akan tercurah ke tempat ini, ke atas manusia, ke atas hewan, ke atas pohon-pohonan di padang dan ke atas hasil tanah; amarah itu akan menyala-nyala dengan tidak padam-padam." (Yeremia 7:20)

- Tuhan menjauhkan diriNya dari kita
"Firman-Nya kepadaku: "Hai anak manusia, kaulihatkah apa yang mereka perbuat, yaitu perbuatan-perbuatan kekejian yang besar-besar, yang dilakukan oleh kaum Israel di sini, sehingga Aku harus menjauhkan diri dari tempat kudus-Ku? Engkau masih akan melihat perbuatan-perbuatan kekejian yang lebih besar lagi." (Yehezkiel 8:6)

- Tuhan siap membalas dalam kemurkaanNya
"Oleh karena itu Aku akan membalas di dalam kemurkaan-Ku. Aku tidak akan merasa sayang dan tidak akan kenal belas kasihan. Dan kalaupun mereka berseru-seru kepada-Ku dengan suara yang nyaring, Aku tidak akan mendengarkan mereka." (Yehezkiel 8:18)

- Tidak lagi sayang kepada kita (Yehezkiel 8:18)

- Tidak lagi mau mendengarkan kita (Yehezkiel 8:18)

- Kemuliaan Tuhan meninggalkan kita (Yehezkiel 10:1-22)

Seperti itulah beratnya konsekuensi yang harus ditanggung apabila kita menjadi orang-orang yang mendasarkan hubungan kepada Tuhan dengan didasarkan pada tujuan untuk mencari untung semata. Kecenderungan manusia hari-hari ini adalah hanya memikirkan kehidupan di dunia ini yang sesungguhnya hanyalah sementara atau fana, lantas lupa untuk memikirkan kehidupan selanjutnya yang justru kekal.

Hari ini mari kita perhatikan benar motivasi kita ketika beribadah, ketika mencariNya dalam doa, perenungan, saat teduh maupun pujian dan penyembahan. Yesus sudah mengasihi dan menyelamatkan kita lebih dulu ketika kita masih berdosa (Roma 5:8). Karena itu miliki motivasi yang benar dalam membangun hubungan denganNya agar kita tidak berakhir sebagai penyamun-penyamun yang memurkakan Allah.

Pastikan diri kita sebagai orang percaya yang bukan penyamun

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, February 17, 2017

Kemarahan Tuhan atas Penyamun (1)

Ayat bacaan: Yeremia 7:11
===================
"Sudahkah menjadi sarang penyamun di matamu rumah yang atasnya nama-Ku diserukan ini? Kalau Aku, Aku sendiri melihat semuanya, demikianlah firman TUHAN."

Kata penyamun mungkin sudah jarang kita dengar. Tapi pada masanya, kata ini merupakan kata yang sering sekali dipakai untuk menggambarkan para pelaku kejahatan yang suka mencuri barang milik orang lain. Penjahat, perampok, perampas, maling, garong, begal, penjarah dan sejenisnya. Dalam karya sastra, film nasional tempo dulu, kata ini pun kerap kita temukan. Di laut dikenal istilah perompak dan bajak laut yang menunggu korban melintas di laut wilayah kekuasaan mereka lalu dijarah habis tanpa ampun. Itu pun kalau menurut akar katanya termasuk penyamun.

 Tidak jarang para penyamun ini tega bertindak kejam terhadap korbannya. Melukai bahkan membunuh tanpa ampun. Bayangkan kalau kita terjebak di dalam sarang penyamun, yaitu tepat dimana mereka menetap, berkumpul atau bersembunyi. Itu sangat berbahaya dan membuat kita beresiko kehilangan harta benda, bahkan nyawa.

Sangat menarik bahwa kata ini juga ditemukan di dalam Alkitab. Apakah untuk orang yang tidak percaya? Para penghujat? Pemungut cukai? Penjajah? Para penyembah ilah lain? Ternyata tidak. Kata penyamun justru ditujukan kepada sikap atau perilaku dari sebagian orang-orang percaya. Dan itu dikatakan bukan oleh nabi manapun melainkan oleh Yesus sendiri.

Orang percaya disebut penyamun oleh Yesus? Ya. Mari kita lihat apa yang menyebabkan Yesus mengatakan itu dalam sebuah peristiwa yang tertulis dalam Injil Matius 21:12-17. Perikop ini dengan jelas mencatat kemarahan Yesus ketika mendapati Bait Allah dipakai secara tidak pantas. Apa yang terjadi pada waktu itu benar-benar sudah keterlaluan. Gambarannya, bait Allah sudah seperti pasar saja layaknya, karena ada penjual dan pembeli berkumpul disana. Bukan saja penjual dan pembeli, tetapi meja-meja penukar uang atau kalau sekarang disebut money changer pun lengkap tersedia. Yesus pun menjungkir balikkan meja-meja dan bangku para pedagang disana, "dan berkata kepada mereka: "Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun." (Matius 21:13). Bait Allah, rumah doa, tapi malah dijadikan sarang penyamun. Bukankah itu keterlaluan?

Ada hal menarik yang bisa kita lihat dari kisah ini. Perhatikanlah, Yesus tidak marah ketika Dia difitnah, ditinggalkan, disiksa sedemikian rupa bahkan hingga disalib sampai mati. Diperlakukan diluar perikemanusiaan dengan sangat sadis seperti itu tidak membuatNYa marah. Tuhan Yesus bahkan meminta Tuhan mengampuni mereka. Satu-satunya hal yang membuat Yesus marah besar adalah ketika orang menjadikan Bait Allah sebagai tempat berdagang, tempat mencari untung.

Pertanyaannya, mengapa Yesus sampai marah seperti itu? Tinggal dibubarkan saja beres kan? Itu mungkin pikiran kita. Tapi mari kita lihat kenapa Yesus menjadi begitu marah. Jika kita perhatikan, Yesus mengatakan bahwa Bait Allah itu adalah diriNya sendiri. "Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri." (Yohanes 2:21). Dengan demikian jelaslah mengapa Yesus sampai harus marah ketika Dia melihat orang-orang berdagang alias mencari untung disana. Betapa tidak. Dia begitu mengasihi kita, dan rela menjalani semua rangkaian proses yang mengerikan demi menyelamatkan kita, tetapi alangkah keterlaluan ketika sebagian diantara kita sama sekali tidak menghargai itu semua malah sibuk mencari keuntungan diri sendiri.

Sadar atau tidak, faktanya memang seperti itu. Ada banyak orang yang memiliki tujuan dan agenda tersendiri ketika datang kepada Yesus dengan beribadah ke gereja. Ingin ditolong dari kesulitan finansial, ingin bisnisnya sukses, mencari jodoh dan lain-lain bisa menjadi dasar kedatangan mereka, bukan karena mengasihi Yesus. Yang lebih memperihatinkan lagi, ada gereja-gereja yang berpusat pada untung rugi duniawi dalam menjalankan misinya dengan menjanjikan segala sesuatu mulai dari berkat sampai kesembuhan sebagai alat 'promosi' mereka. Dan disana Yesus dipergunakan bagaikan sebuah produk yang menjanjikan keuntungan duniawi saja. Dan terhadap gereja atau oknum-oknum yang menjalankan fungsi bait Allah seperti layaknya pasar ini,

(bersambung)


Thursday, February 16, 2017

Pagi Hari

Ayat bacaan: Mazmur 104:12
=================
"Di dekatnya burung-burung membuat sarang; mereka berkicau di antara daun-daunan." (BIS)

Dahulu saya sering dibilang orang sebagai manusia kalong, atau versi kerennya, Batman. Kenapa? Mudah ditebak, karena saya suka bekerja menulis hingga jauh lewat tengah malam. Karena saya bukan pegawai kantoran, saya bisa bangun jam berapapun saya mau. Itu berlangsung sangat lama. Apalagi saya lebih suka semua tugas penulisan sudah selesai pada saat saya naik ke tempat tidur. Belakangan saya sadar bahwa itu tidaklah baik bagi kesehatan saya. Istri pun protes karena ia jadi tidur sendirian, tidak merasakan ada suami disampingnya setiap malam. Dari sisi kesehatan, banyak orang yang berkata bahwa tidur yang sehat adalah tidur selama 8 jam sehari. Benar kita harus cukup tidur, tapi 8 jam sebenarnya tidaklah berarti banyak kalau waktunya tidak cocok. Kalau jam 5 anda belum tidur, anda melewatkan proses detox dan regenerasi sel buat tubuh anda. Kalau itu berlangsung bertahun-tahun, bayangkan berapa banyak sebenarnya umur yang anda buang dengan kebiasaan buruk seperti itu.

Mengetahui hal itu saya pun kemudian membiasakan diri tidur lebih cepat. Benar, bangun di pagi hari itu tubuh jauh lebih terasa bugar dibanding bangun siang. Saya malah tidak butuh 8 jam. 6 jam tidur berkualitas membuat saya lebih segar beraktifitas sepanjang hari. Jam hidup saya pun berubah. Kalau dahulu saya tidak pernah melihat matahari terbit, sekarang saya menikmati betul indahnya langit saat fajar menyingsing. Udara pagi yang segar sangat enak dihirup. Melihat bunga-bunga yang mekar pagi itu pun luar biasa rasanya. Saya jadi lebih sering merasakan eksistensi Tuhan menyapa ramah manusia dengan senyum damai di pagi hari, pada jam-jam dimana kita relatif belum disibukkan oleh berbagai agenda, jadwal dan hal-hal lain yang segera mengantri di pikiran kita. Wah, betapa banyaknya hal yang saya lewatkan dengan kebiasaan bergadang menahun.

Oh ya, satu hal lagi yang sangat saya sukai adalah kicau burung yang terdengar begitu riang. Selain menghias langit biru atau pepohonan, burung juga bisa membuat suasana menjadi ceria terutama dengan suara kicauannya. seolah bagai penyanyi berpengalaman, burung terus bernyanyi menyambut datangnya pagi. Kira-kira apa ya yang dinyanyikan oleh burung-burung ini? Apakah tentang cinta, tentang kegembiraan, tentang ucapan syukur atau bahkan memuliakan Tuhan yang sudah menyatakan bahwa mereka ada di dalam lindunganNya, seperti yang tertulis dalam Matius 10:29? Apapun itu, satu hal yang pasti pagi terasa jauh lebih indah dengan hadirnya kicauan burung. Bukan saja indah, kicau burung bahkan bisa meginspirasi banyak seniman dalam berkarya.

Pemazmur pun banyak terinspirasi oleh kicauan merdu burung. Lihatlah bagaimana Pemazmur memuji Tuhan atas segala keindahan bumi dan langit hasil ciptaanNya dalam Mazmur 104, dimana burung dan kicauannya merupakan salah satu penginspirasi Pemazmur dalam menuliskan bagian ini. "di dekatnya diam burung-burung di udara, bersiul dari antara daun-daunan." (ay 12). Dalam versi Bahasa Indonesia Sehari-hari dikatakan demikian: "Di dekatnya burung-burung membuat sarang; mereka berkicau di antara daun-daunan." Puitis, indah, inspiratif dan memberkati. The birds fly in the sky above, perch in branches and sing songs of heartfelt joy. Kita tidak akan pernah tahu apa persisnya yang dinyanyikan burung, tapi jika itu membawa rasa damai dan bahagia di hati kita dan juga bisa memberi inspirasi, jelas Tuhan berkarya di dalamnya.

Keindahan alam yang dilihat, dirasakan dan didengar oleh si Pemazmur meresap jauh dalam hatinya, dan itu membuatnya tidak tahan lagi untuk tidak memuji Tuhan, termasuk di dalamnya suara kicauan burung-burung ini. Seringkali kita begitu terburu-buru ketika bangun pagi sehingga kita melewatkan momen-momen indah seperti ini. Kita lupa berdoa sejenak menyapa Tuhan dan merasakan senyuman kasihNya menyapa kita kembali dengan sangat lembut. Selain itu, ada beberapa berkat yang Tuhan jelas-jelas bilang diberikan kepada kita di pagi hari.

Salah satunya tertulis dalam kitab Ratapan. "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Rahmatnya disediakan baru, fresh every morning buat kita. Wow. Bayangkan anda tidur karena lelah di malam hari, kemudian saat anda bangun, bukan cuma kesegaran dan kebugaran yang anda dapatkan, bukan cuma rasa bahagia dan damai, tapi Tuhan berikan rahmatNya yang baru setiap pagi. Lalu, ayat lain berkata bahwa Tuhan pun akan terus mempertajam kepekaan kita akan suaraNya. "Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid." (Yesaya 50:4b).

Benar, kita bisa memuji Tuhan setiap waktu, kapanpun dan dimanapun. Tapi pagi hari merupakan salah satu waktu yang paling ideal untuk melakukan itu. Pada pagi hari kita masih segar, dan kesejukan atau kesegaran udara pagi pun bisa membawa kita untuk merasakan hadirat Tuhan secara lebih dalam. Hati kita bisa bernyanyi seindah kicauan burung Bayangkan jika anda menyanyikan satu atau dua lagu pujian untuk Tuhan, bayangkan saat anda merasakan kasihNya dan keberadaanNya begitu dekat setiap pagi, bukankah itu luar biasa indah?

Keindahan alam sungguh menyuarakan kebesaran Tuhan secara nyata. Pemazmur berkata: "Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya." (Mazmur 19:1). The heavens declare the glory of God, and the firmament shows his handiwork. Keindahan alam yang mampu menjadi stimulus kita untuk memuji Tuhan tidaklah terbatas hanya pada pandangan secara visual semata, tetapi juga bisa kita rasakan lewat suara-suara alam. Desir angin, gemercik air, daun-daun yang bergoyang, juga suara kicauan burung yang melukis langit dengan indah serta memenuhi dahan-dahan pohon.

Di pagi hari, sebelum kita mulai melakukan rutinitas kegiatan kita sehari-hari, kasih, eksistensi dan kelembutan Tuhan buat saya lebih kuat terasa dibanding waktu lainnya. Kalau begitu, saat anda bangun pagi,  ada baiknya kita mengambil waktu sejenak. Selaraskan hati kita dengan melodi-melodi indah yang sudah Tuhan tempatkan dalam alam ciptaanNya. Kepada kita pun Tuhan sudah menyatakan akan selalu memberi nyanyian baru untuk dipakai kembali memuji Dia. (Mazmur 40:3). Jika demikian, tidakkah keterlaluan apabila kita hanya mempergunakan mulut kita dengan sungut-sungut, keluh kesah atau malah kata-kata kotor tapi malah lupa mempergunakannya untuk memuji Tuhan? Pemazmur berkata: "Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya!" (Mazmur 150:6).

Ambillah waktu khusus besok pagi sebelum anda mulai beraktifitas. Nikmati kedamaian dan ketenangan bersama Tuhan agar anda bisa melewati sehari penuh dengan penyertaanNya. Besok pagi burung-burung akan kembali bernyanyi, anda akan menerima rahmatNya yang baru, mendapatkan telinga anda lebih tajam untuk mendengar pengajaranNya. Anda bisa terus meningkatkan kepekaan dan menjadi semakin dekat dengan Tuhan lebih dari sebelumnya. Bukankah sayang kalau semua itu harus dilewatkan?

Jangan lewatkan menikmati Tuhan di pagi hari

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, February 15, 2017

Kasih Menurut 1 Korintus 13 (2)

(sambungan)

Standar tinggi kasih seperti yang kita lihat di penghujung bagian pertama kemarin tentu saja sangat baik apabila diaplikasikan kepada pasangan kita, antara suami-istri, terhadap anak-anak atau keluarga dan sahabat. Tapi kasih seperti ini akan jauh lebih membawa manfaat apabila diaplikasikan jauh melebihi itu yaitu dengan menjangkau orang-orang diluar sana, yang belum kita kenal bahkan yang sulit dijangkau sekalipun. Kasih seperti inilah yang akan mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Itu merupakan wujud kasih Surgawi yang sudah dipraktekkan oleh Allah sendiri lewat Kristus, kasih yang sudah mendatangkan keselamatan bagi kita dan mendamaikan hubungan antara Sang Pencipta dan yang diciptakan yang tadinya terputus akibat dosa.

Lebih jauh lagi, orang yang memiliki kasih akan tahan menghadapi segala sesuatu, dan mau melihat sisi baik dari setiap orang, tidak pernah kehilangan harapan dan sabar. Mari kita lihat rangkaian ayat berikutnya. "Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (ay 7). Lantas "Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap". (ay 8). Semua yang lainnya pada suatu ketika akan lenyap, bahkan hingga tiga poin penting terakhir yaitu iman, pengharapan dan kasih, Firman Tuhan mengatakan bahwa diantara ketiganya yang paling besar itu adalah kasih. "Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih." (ay 13).

Mari kita lihat lebih jauh ayat 8. Kata "kasih tidak berkesudahan" disana sesungguhnya mengandung pesan yang sangat penting. Dalam versi Amplified Bible dikatakan "Love never fails". Kasih tidak akan pernah gagal, tidak pernah gagal untuk membuat perubahan-perubahan dalam kehidupan kita menuju ke arah yang lebih baik, tidak pernah gagal untuk memulihkan dan memperbaiki apa yang sudah rusak atau bahkan hancur. Seandainya alkitab diperas habis, maka semuanya akan yang akan kita peroleh adalah kasih. Semua bermuara kepada kasih. Kasih pula lah yang menjadi dua hukum yang terutama yang diberikan Yesus sendiri. "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." (Matius 22:37-40).

Mengasihi orang lain, seperti halnya Tuhan mengasihi kita, itulah yang seharusnya kita lakukan. Mengasihi dengan sepenuh hati tanpa memandang siapa diri mereka, tidak memilah-milah mana yang harus dikasihi dan mana yang boleh dibenci seperti yang dilakukan sebagian orang yang keliru dalam mengartikan makna kasih. Ada begitu banyak orang yang menjadi tawar karena tidak lagi merasakan kasih dalam hidupnya, dan mereka ini ada di sekitar anda dan saya. Bukankah menyedihkan kalau kita tidak melakukan apapun bagi mereka?

Jika anda menganggap bahwa kasih Tuhan nyata dalam hidup anda, jika anda menyadari bahwa Tuhan bukan hanya sumber kasih tetapi adalah kasih itu sendiri, jika anda tahu bagaimana indahnya perasaan dikasihi dan mengasihi, sekarang saatnya untuk membagikan sukacita yang sama pada mereka yang membutuhkan. Hari Valentine yang diperingati sebagai hari kasih sayang hendaknya bisa pula dipakai sebagai sebuah hari yang bukan saja khusus untuk kekasih atau orang-orang terdekat saja, tetapi jadikanlah itu sebagai titik tolak bagi kita untuk membagi kasih kepada sesama manusia, tanpa terkecuali. Happy Valentine's Day guys! God bless you all!

Semakin anda mengenal kasih Tuhan, hendaknya semakin banyak pula kasih yang kita berikan pada sesama

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, February 14, 2017

Kasih Menurut 1 Korintus 13 (1)

Ayat bacaan: 1 Korintus 13:13
======================
"Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih."

Love is in the air! Hari ini kita merayakan Valentine's Day yang di Indonesia disebut juga dengan Hari Kasih Sayang. Dari tahun ke tahun perayaan ini terus menimbulkan pro dan kontra. Sebagian menganggapnya sebagai bagian dari perayaan keagamaan kita sehingga pelarangan pun muncul. Sayang sekali sebenarnya, karena yang diambil hanyalah asal muasal menurut sejarah lalu membuang esensinya. Sebagian lagi beralasan bahwa kasih seharusnya dirayakan setiap hari jadi tidak perlu dijadikan peringatan secara istimewa tiap tahun. Menyatakan kasih setiap hari? Itu saya setuju sekali. Itu idealnya. Masalahnya, seringkali kesibukan, kegiatan dan rutinitas membuat kita lupa melakukannya. Kalau saya yang ditanya, saya pikir sebuah momen khusus setiap tahun diperlukan agar kita ingat akan pentingnya kasih dalam hidup kita. Mengasihi pasangan, bagi yang sudah punya anak mengasihi anak-anaknya, mengasihi orang tua, saudara, famili, teman-teman terdekat, dan bahkan, mengasihi sesama secara luas tanpa memandang perbedaan atas dasar apapun.

Saat dunia menerjemahkan kasih secara pilih-pilih berdasarkan kesamaan kepercayaan, suku dan sebagainya, kita sebagai murid dan sahabat Kristus seharusnya memiliki standar kasih yang jauh lebih luas daripada itu. Jangankan kepada orang yang tidak dikenal, kita bahkan diminta Yesus untuk mengasihi dan mendoakan musuh. Bagi saya pribadi, hari kasih sayang seharusnya mampu menyentuh jauh lebih luas daripada hanya dipakai makan malam ditemani lilin dan memberi bunga atau kado. Itu tentu saja boleh. Saya pun melakukannya setiap tahun kepada istri saya, hanya saja jangkauannya jangan berhenti sampai disana tapi diperluas seperti keinginan hati Tuhan.

Semua orang butuh dicintai dan mencintai. Sebagian orang mungkin menganggap itu tidak jantan, tapi apa benar ada manusia yang begitu dingin sampai tidak lagi butuh kasih dalam hidupnya? Apakah benar manusia tidak memerlukan itu kalau mau dianggap jantan dan tangguh? apakah kasih itu hanya sesuatu yang semu dan tidak pernah nyata? Saya yakin, siapapun orangnya, termasuk yang paling jagoan sekalipun akan butuh dicintai dan bisa mencintai, meski mungkin perasaan itu tersimpan jauh di dalam lubuk hati mereka. Kalau begitu, terlepas dari perlu tidaknya ada hari kasih sayang, kasih merupakan sesuatu yang perlu untuk membuat kita bisa menikmati hidup yang berbahagia.

Kalau begitu, apakah kasih itu? Jika ditanya tentang kasih, kebanyakan orang biasanya hanya mengacu kepada sebuah perasaan cinta antara pasangan. Dari ketertarikan kepada seseorang, dari mata turun ke hati, timbul rasa cinta yang mengarah kepada keinginan untuk menjalani dan menghabiskan hidup bersama dengannya. Itu memang salah satu bentuk kasih, tapi sebenarnya ada banyak lagi seluk beluk atau aspek-aspek penting dari kasih yang mungkin masih luput dari perhatian kita. Hari ini saya ingin mengajak teman-teman melihatnya berdasarkan apa yang disampaikan Paulus dalam 1 Korintus pasal 13.

1 Korintus 13 berbicara panjang lebar mengenai kasih. Kasih disana digambarkan bukan hanya sebatas cinta antar pasangan, namun lebih jauh berbicara mengenai aspek-aspek yang ada dalam kasih. Lihatlah bagian ini. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran." (1 Korintus 13:4-6).

Dari ayat ini kita bisa melihat ada begitu banyak aspek kasih yang jauh lebih dari keinginan untuk memiliki. Di dalam kasih ada:
- kesabaran
- kemurahan hati
- tidak cemburu
- tidak memegahkan diri
- tidak sombong
- tidak melakukan yang tidak sopan
- tidak mencari keuntungan sendiri
- tidak berisi kemarahan
- tidak menyimpan kesalahan orang alias mendendam
- menentang ketidakadilan
- menyukai kebenaran
- menguatkan/memberi daya tahan untuk menghadapi segala sesuatu
- memampukan untuk melihat sisi-sisi terbaik pada setiap orang
- membuat kita terus hidup dalam pengharapan, dan
- membuat kita tabah dalam menanggung segala sesuatu.

Seperti itulah aspek-aspek kasih yang seharusnya kita miliki dan aplikasikan. Kalau semua itu kita jalankan tentu akan membawa makna yang sangat besar bagi tatanan kehidupan dunia yang damai, jauh dari kekerasan, kebencian dan kejahatan. Begitu pentingnya dan begitu banyaknya, maka kita perlu diingatkan pada waktu-waktu tertentu akan makna kasih yang mendasari keimanan kita.

(bersambung)


Monday, February 13, 2017

Kita Anak Raja (3)

(sambungan)

4. Anak Allah taat kepada Bapanya

Lewat Paulus disampaikan: "Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih." (Efesus 5:1-8)

Sebagai kelanjutan dari ciri ke 3, orang yang mengasihi Allah tentu akan bertumbuh sebagai orang yang taat, mematuhi ketetapan-ketetapanNya. Ketaatan tidak bisa dimulai jika kita tidak mengenal pribadi Allah. Oleh karena itu kita perlu mengenal siapa Allah itu sesungguhnya, bagaimana besar kasihNya dan betapa kita berharga di mataNya. Untuk mengenalnya kita perlu membaca, merenungkan firman-firman Tuhan, membangun sebuah hubungan yang erat dengan Tuhan lewat doa-doa dan persekutuan pribadi kita denganNya.

Tapi jangan berhenti di situ, karena setelahnya kita harus pula menjadi pelaku-pelaku firman yang mengaplikasikan segala yang telah kita pelajari ke dalam kehidupan lewat perbuatan-perbuatan nyata. Sebab Firman Tuhan berkata: "Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya."(Yakobus 1:25). Dalam 1 Yohanes 5:2 kita melihat juga bahwa tanda anak-anak Allah terlihat dari sikap kita, apakah kita taat melakukan firmanNya sebagai pernyataan kasih kita kepadaNya. "Inilah tandanya, bahwa kita mengasihi anak-anak Allah, yaitu apabila kita mengasihi Allah serta melakukan perintah-perintah-Nya."

5. Hidup dalam terang

"Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang," (Efesus 5:8).

Sebelum bertobat kita hidup dalam kegelapan. Tapi setelah kita meninggalkan manusia lama kita dan lahir kembali sebagai ciptaan baru, kitapun beroleh terang dalam Tuhan. Oleh sebab itu kita dituntut untuk hidup sebagai anak-anak terang, dan inilah salah satu ciri yang dimiliki anak Allah. Menjadi anak terang berarti menjadi orang yang berbuah kebaikan, keadilan dan kebenaran dalam hidupnya. (ay 9).

Berpindah dari gelap ke dalam terang, dari bukan siapa-siapa menjadi anak Raja, itu merupakan anugerah Tuhan yang sangat besar yang sudah diberikan kepada kita lewat Kristus. Dan dengan demikian kita pun sah menjadi ahli waris Allah. "Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah." (Galatia 4:7).

Apakah kita sudah memiliki ciri-ciri sebagai anak Allah seperti ke 5 syarat diatas? Kalau sudah, pertahankan dan jaga baik-baik. Kalau belum, berbenahlah mulai dari sekarang juga. Marilah kita sama-sama bersyukur dan menjaga anugerah begitu besar yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Hiduplah sebagai anak-anak Allah yang sesungguhnya yang mencerminkan pribadiNya, menjadi terang dan garam merepresentasikan kemuliaan Kerajaan di mana kita berasal.

"I am the son (daughter) of a King who is not moved by the world for my God is with me and goes before me. I do not fear because I am His"

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, February 12, 2017

Kita Anak Raja (2)

(sambungan)

1. Anak Allah hidup dipimpin Roh Allah

Demikian Firman Tuhan: "Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah....Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah." (Roma 8:14,16).

Anak-anak Allah adalah orang-orang  yang hidupnya dipimpin langsung oleh Roh Allah bukan oleh ilah-ilah jaman. Inilah Roh yang dijanjikan Tuhan Yesus sebagai Penolong untuk menyertai kita selama-lamanya seperti yang disebutkan dalam Yohanes 14:16. Artinya kehidupan anak-anak Allah adalah sebuah kehidupan yang selalu disertai oleh Roh Kudus dalam setiap perbuatan dan perilaku sehari-hari.

Roh Kudus diberikan kepada siapapun yang menjadi anak Allah yang sejati. "Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!" (Galatia 4:6).

Hidup yang dipimpin Roh Allah bisa dilihat dari cara anak-anak Allah yang sejati mengambil keputusan dalam hidupnya. Apakah keputusan-keputusan didasari kebenaran, mengacu kepada ketetapan firman Tuhan atau mengikuti arus dunia yang terus bertambah sesat. Hidup yang dipimpin Roh Allah tidak lagi berpusat pada diri sendiri tetapi diserahkan sepenuhnya kepada Tuhan. Kalau kita masih gamang dalam melangkah, tidak bertanya kepada Tuhan sebelum mengambil keputusan-keputusan, jika kita masih hidup menurut pandangan dunia, mentolerir dosa, mendahulukan keinginan daging, itu artinya kita belumlah hidup sebagai anak Allah, meski sudah mengaku beriman kepada Kristus sekalipun.

2. Anak Allah sudah dibaptis dalam nama Yesus Kristus

"Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus." (Galatia 3:26-27).

Memberi diri dibaptis adalah sebuah langkah ketaatan dalam iman akan Kristus. Mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, dan merupakan lambang menenggelamkan (meninggalkan) hidup kita yang lama untuk kemudian lahir baru, menjadi ciptaan yang sama sekali baru. Predikat anak Allah diberikan Tuhan kepada kita ketika kita memberi diri dibaptis dalam Kristus, yang artinya mengijinkan Kristus bertahta dan berkuasa dalam hidup kita.

3. Anak Allah Mengasihi Bapanya

"Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah." (1 Korintus 8:3)

Anak-anak Allah adalah orang-orang yang hidup dalam kasih. Apapun yang ia perbuat adalah karena dan untuk Tuhan, bukan karena ingin populer, ingin terlihat hebat, mencari keuntungan pribadi sesaat maupun jenis-jenis motivasi lainnya selain untuk Tuhan. Sibuk melakukan pekerjaan Tuhan belum tentu menjamin seseorang dikenal Tuhan apabila semua itu dilakukan bukan karena mengasihi Allah, seperti yang disebutkan dalam Matius 7:21-23. Anak-anak Allah juga dikatakan sebagai orang yang mengasihi Allah serta melakukan perintahNya sebagai wujud kasih itu. (1 Yohanes 5:2-3). Dan tentunya kalau kita mengasihi Allah, kita pun akan menuruti segala perintahNya. (Yohanes 14:15).

(bersambung)


Saturday, February 11, 2017

Kita Anak Raja (1)

Ayat bacaan: Roma 8:17
====================
"Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia."

"Aku anak Raja, engkau anak Raja, kita semua anak Raja". Anda tentu mengenal lagu ini, terutama jika anda sempat ikut sekolah minggu. Lagu ini sangat sederhana dan pas buat anak-anak. Meski sederhana dan singkat, lagu ini sesungguhnya mengandung makna yang sangat penting, bahkan bagi yang sudah tidak anak-anak lagi seperti kita. Mengapa? Karena lagu ini benar-benar mengingatkan kita akan sebuah status terhormat yang kita sandang. Kita anak siapa? "Anak orang tua kita dong..", demikian mungkin jawaban anda. Tentu saja, kita anak dari ayah dan ibu. Atau bagi orang yang mengalami masa kecil buruk, mereka bisa berkata bahwa mereka bukanlah anak siapa-siapa, seperti lirik lagu "Nobody's Child" yang bercerita tentang seorang anak buta di panti asuhan yang sedih karena tidak ada satupun keluarga mau mengadopsinya.

Mungkin saja jawaban yang muncul seperti itu. Tapi sadarkah kita bahwa kita punya status yang justru lebih tinggi dari itu semua? We are the children, the sons or daughters of the King of all kings. Kita adalah anak dari Raja di atas segala raja. Sebagai anak seorang Raja, sudah seharusnya kita mewarisi sifat Ayahanda kita, Sang Raja. Dan ingat, sedikit banyak sifat, sikap dan gaya hidup kita akan berdampak pada nama baikNya. Sebagai pangeran atau putri Raja, jika kita berbudi luhur, rendah hati dan mengasihi, tentu nama Sang Raja akan harum. Tapi sebaliknya, sebaik-baiknya Raja tapi putra dan putriNya berperilaku buruk, maka namaNya akan tercoreng.

Coba lihat anak-anak berprestasi. Bukankah mereka membanggakan orang tua dan nama besar keluarganya? Sebaliknya, jika anak berperilaku buruk, nama orang tua dan keluarganya yang tercoreng. Itu tidak bisa dihindari, karena biar bagaimanapun anak-anak seharusnya merupakan produk dari pengajaran orang tuanya. Kalau anak pembangkang, suka melawan dan berbuat hal-hal buruk, orang tuanya juga yang harus menanggung malu, meski mungkin mereka sudah mengajarkan akhlak, budi pekerti, etika maupun Firman Tuhan.

Selain menjadi cerminan nama baik Sang Raja, status kita sebagai anak berarti pula bahwa kita adalah ahli waris. Status menyandang ahli waris berarti kita dilayakkan untuk menerima berkat-berkat yang telah disediakan Allah sebagai Bapa kita. "Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia." (Roma 8:17).

Lihatlah bahwa status sebagai anak Allah sangatlah berharga dan bukanlah sesuatu yang main-main saja. Itu adalah sebuah kehormatan besar yang seharusnya kita jaga dengan sebaik-baiknya. Kalau sebagai anak dari orang tua kita saja kita bisa sangat bangga, apalagi menjadi anak Allah. Sayangnya banyak orang yang tidak memperhitungkan anugerah Tuhan yang begitu luar biasa besarnya ini.

Hari ini saya ingin mengajak teman-teman untuk merenungkan sudah sejauh mana kita berlaku selayaknya anak Raja, anak Allah. Apakah apa yang kita lakukan sudah memuliakan Tuhan, sehingga orang bisa mendapatkan gambaran Kristus yang benar seutuhnya, atau malah kita terus menjadi batu sandungan sehingga Kristus pun menjadi tercoreng karena sikap kita yang tidak baik. Apakah kita sudah dilayakkan menerima hak waris sepenuhnya dari Bapa atau masih banyak yang belum kita selesaikan sehingga menghalangi turunnya berkat Tuhan atas kita.

Agar kita bisa mencermati sampai sejauh mana kita sudah berdiri sebagai anak Raja, ada beberapa syarat yang baik untuk kita jadikan landasan seperti yang tertulis di dalam Alkitab. Apa saja?  Mari kita lihat satu persatu.

(bersambung)


Friday, February 10, 2017

Terbiasa Melanggar Aturan (2)

(sambungan)

Seandainya saja mereka mau mendengar, lihatlah apa yang disediakan Tuhan itu. "Sekiranya umat-Ku mendengarkan Aku! Sekiranya Israel hidup menurut jalan yang Kutunjukkan! Seketika itu juga musuh mereka Aku tundukkan, dan terhadap para lawan mereka Aku balikkan tangan-Ku. Orang-orang yang membenci TUHAN akan tunduk menjilat kepada-Nya, dan itulah nasib mereka untuk selama-lamanya. Tetapi umat-Ku akan Kuberi makan gandum yang terbaik dan dengan madu dari gunung batu Aku akan mengenyangkannya." (ay 14-17). Alangkah sayangnya. Hanya karena bebal membangkang perintah Tuhan, mereka pun harus mengalami nasib yang jelek.

Kebandelan tidak akan pernah membawa manfaat sebaliknya justru akan berdampak buruk bagi kita. Resikonya nyata, dan bisa jadi pada suatu ketika menjadi sangat fatal dan sudah terlalu sulit untuk diperbaiki lagi. Kita menganggap bahwa sifat tidak suka dilarang dan cepat tersinggung ketika diingatkan itu adalah manusiawi, dan dalam banyak hal itu benar adanya. Tetapi Tuhan sesungguhnya tidak menginginkan kita menjadi pribadi-pribadi yang keras kepala atau degil seperti itu.

Tuhan rindu agar kita memiliki hati yang lembut yang siap dibentuk. Hanya dengan demikianlah kita bisa memiliki ketaatan kepada Tuhan. "Maka sekarang, hai orang Israel, apakah yang dimintakan dari padamu oleh TUHAN, Allahmu, selain dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, mengasihi Dia, beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, berpegang pada perintah dan ketetapan TUHAN yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu." (Ulangan 10:12-13).

Bangsa Israel sudah merasakan sendiri konsekuensi yang harus mereka hadapi akibat kedegilan mereka melawan Tuhan dalam begitu banyak kesempatan. Bagaimana dengan kita hari ini? Jangan sampai hanya karena kebiasaan dan merasa keren kalau melanggar aturan kita lalu membahayakan jiwa banyak orang lain dan menutup kesempatan untuk masuk dalam kekekalan. Hendaknya ini bisa menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak lagi mengulangi kesalahan seperti itu.

Sebuah larangan memang terlihat seperti membatasi pergerakan kita dan membuat kita seolah tidak bisa menikmati hal-hal yang tampaknya menarik dan menyenangkan di dunia. Tetapi itu semua bertujuan baik, agar kita bisa terhindar dari masalah dan penderitaan yang dapat berujung pada kebinasaan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Apakah itu langsung dari Tuhan, lewat hati nurani kita, atau lewat orang tua, saudara atau sahabat yang peduli kepada kita, bersyukurlah dan berterima kasihlah jika diingatkan.

Belajarlah taat kepada pemimpin dan peraturan yang ada. Jangan keraskan hati apalagi menuduh dan bersungut-sungut, sebab larangan atau peringatan yang baik yang kita terima sesungguhnya bisa menghindarkan kita dari kejadian-kejadian yang sama sekali tidak kita inginkan.

Tuhan memberi larangan bukan untuk menyusahkan melainkan demi kebaikan kita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, February 9, 2017

Terbiasa Melanggar Aturan (1)

Ayat bacaan: Mazmur 81:9
====================
"Dengarlah hai umat-Ku, Aku hendak memberi peringatan kepadamu; hai Israel, jika engkau mau mendengarkan Aku!"

Ada seorang teman yang suatu kali memajang foto yang menunjukkan kenakalannya. Ia difoto sedang enak merokok dengan kepulan asap tebal tepat disamping papan dilarang merokok berukuran lebih besar dari kepalanya. Teman saya ini tidak lagi muda, tapi memang dari dulu tengilnya minta ampun. Fotonya memang iseng dan nakal, tapi itu mewakili kecenderungan banyak sekali orang yang tertarik untuk melanggar aturan. Contoh lain, lihatlah foto ilustrasi di samping kiri. Ada orang berdiri tepat di samping papan larangan dilarang menginjak rumput. Seperti ada daya tarik sendiri buat orang untuk melakukan pelanggaran pada peraturan yang berlaku. Lihatlah orang yang memutar balik padahal ada papan larangan putar balik di atas kepalanya. Orang yang melanggar lampu merah, melawan arus (ini terutama motor yang selalu merasa ukurannya setipis benang sehingga bisa seenaknya di jalan), tetap masuk meski sudah dilarang masuk dan sebagainya.

Untuk hal-hal yang tidak terlalu berat mungkin relatif tidak menimbulkan kerugian besar, tapi kalau yang dilanggar adalah peraturan-peraturan yang serius, pelakunya bisa mendapatkan masalah besar. Narkotika dan obat-obat terlarang ancaman hukumannya bisa sampai hukuman mati, tapi tetap saja ada banyak orang yang masih tertarik melakukan hal ini. Sudah tahu tidak boleh mengemudi dalam keadaan mengantuk apalagi mabuk, masih saja dilakukan. Kalau sudah menabrak banyak orang sampai nyawa mereka hilang, bukankah menyesal pun sudah terlambat? Jangan merokok di SPBU, tapi ada saja satu dua yang bandel. Kalau nanti terjadi ledakan atau minimal kebakaran bagaimana? Ada banyak bahaya yang bisa timbul dari kebiasaan melanggar peraturan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Terus terbiasa melanggar peraturan pada suatu kali akan mendatangkan konsekuensi yang sangat berat, yang bisa jadi terlalu berat untuk kita pikul.

Tuhan dengan jelas memberikan tuntunan hidup yang akan membawa kita kedalam kehidupan yang indah seperti yang diinginkanNya dan juga mengarah kepada keselamatan yang kekal. Tuhan memberikan batasan-batasan dan larangan-larangan, tapi sejauh mana kita mau mendengarnya? Yang sering terjadi justru sikap membangkang dari kita, mengira bahwa Tuhan tidak ingin kita menikmati sesuatu yang menyenangkan, terlalu mengekang atau bersikap otoriter. Padahal sadarkah kita bahwa itu pun sebenarnya demi kebaikan kita sendiri dan bukan untuk kepuasan Tuhan?

Sikap manusia seperti ini sebenarnya sudah merupakan masalah klasik yang turun temurun. Kita bisa melihat contoh nyata dalam Mazmur 81 yang mencatat bagaimana kesalnya Tuhan dalam menyikapi kebandelan bangsa Israel. Dengan tegas Tuhan sudah mengingatkan: "Dengarlah hai umat-Ku, Aku hendak memberi peringatan kepadamu; hai Israel, jika engkau mau mendengarkan Aku!" (Mazmur 81:9). Itu bentuk kepedulian Tuhan. Dia memberi peringatan bukan demi kepentinganNya melainkan demi kebaikan bangsa Israel sendiri.

Dengarkan Aku, dengarkan peringatanKu, kalau kalian mau! Itu kata Tuhan. Apa yang diingatkan Tuhan adalah agar bangsa Israel berhenti menyembah allah-allah asing. "Janganlah ada di antaramu allah lain, dan janganlah engkau menyembah kepada allah asing. Akulah TUHAN, Allahmu, yang menuntun engkau keluar dari tanah Mesir: bukalah mulutmu lebar-lebar, maka Aku akan membuatnya penuh." (ay 10-11). Meski Tuhan sudah mengingatkan dan memberi garis batas, menyatakan apa yang dilarang untuk kebaikan mereka sendiri, tetap saja keputusan mau taat atau tidak tergantung mereka.

Lantas bagaimana reaksi bangsa Israel? Kebebalan mereka membuat mereka menolak untuk patuh. Firman Tuhan selanjutnya mengatakan "Tetapi umat-Ku tidak mendengarkan suara-Ku, dan Israel tidak suka kepada-Ku." (ay 12). Perilaku mereka sangatlah keterlaluan. Bangsa Israel sudah merasakan sendiri bagaimana Tuhan menuntun mereka keluar dari tanah perbudakan untuk menuju tanah terjanji yang melimpah susu dan madunya, dan Tuhan pun telah melakukan begitu banyak mukjizat buat mereka sepanjang perjalanan. Tapi agaknya mereka meremehkan dan melupakan itu semua. Bukannya patuh tapi malah membandel dan mengatakan tidak suka kepada Allah seperti apa yang ditulis dalam ayat 12 tadi. Mereka menganggap Tuhan sebagai Pribadi yang egois, penuntut atau tidak suka melihat mereka senang.

Yang terjadi selanjutnya, Tuhan pun membiarkan mereka dengan pilihannya. "Sebab itu Aku membiarkan dia dalam kedegilan hatinya; biarlah mereka berjalan mengikuti rencananya sendiri!" (ay 13). Sejarah mencatat bahwa keputusan Israel itu kemudian membawa konsekuensi yang sangat buruk buat mereka. Perilaku bandel itu membuat mereka terpuruk. Dijajah musuh, hancur berantakan, jauh dari apa yang sebenarnya telah disediakan Tuhan bagi mereka.

(bersambung)


Wednesday, February 8, 2017

Pentingnya Sejarah (2)

(sambungan)

Seluruh isi Alkitab mencatat bagaimana perbuatan-perbuatan Tuhan yang telah nyata tertulis di dalamnya. Disana kita bisa melihat kisah begitu banyak tokoh dalam mengalami kuasa Tuhan. Paulus mengingatkan bahwa ada masa-masa dimana penderitaan akan menghampiri kita, bahkan aniaya sekalipun. Orang jahat akan semakin jahat dan saling menyesatkan. Menghadapi itu semua, hendaklah kita tidak menjadi kehilangan harapan dan patah semangat. Kita diingatkan untuk terus berpegang kepada kebenaran, dan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepada kita. (2 Timotius 3:14). "Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus." (ay 15).

Paulus juga menekankan bahwa "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (ay 16). Hal ini sangatlah penting. Dengan memahami ini, kita bisa memperlengkapi diri kita untuk hidup tegar menghadapi kesulitan tanpa harus kehilangan iman kita. Pesan yang sama diberikan Paulus pula kepada jemaat Roma. "Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci." (Roma 15:4).

Alkitab berisi begitu banyak hal yang dapat kita jadikan tuntunan bagaimana kita harus berlaku ketika kita menghadapi sesuatu. Kita bisa mendapatkan berbagai tips dan peringatan agar tetap hidup sesuai kehendak Tuhan. Disana kita bisa mendapat penghiburan yang meneguhkan. Kita bisa belajar dari begitu banyak pergumulan tokoh-tokoh di dalamnya, dimana sebagian besar pergumulan itu kita alami juga hari ini. Para nabi dan tokoh-tokoh Alkitab kita bisa belajar lewat bagaimana mereka menyikapi situasi sulit tersebut hingga akhirnya kemuliaan Tuhan hadir dalam diri mereka, melepaskan mereka dan memberi mereka kemenangan. Ada pula tokoh-tokoh yang akhirnya gagal, dan kita pun bisa belajar mengapa mereka akhirnya gagal. Semua itu bisa kita jadikan pelajaran berharga, menjadi bekal yang sempurna dan lengkap untuk menata hidup kita dalam terus melangkah.

Sesulit apapun kondisi yang tengah anda hadapi hari ini, berhentilah terbenam dalam keputus-asaan. Bangkitlah dan ingatlah bahwa ada banyak hal yang bisa kita dapatkan dari pengalaman-pengalaman para tokoh di Alkitab bersama Tuhan di masa lalu. Pergulatan dan turun naiknya iman banyak tokoh jelas dituliskan dalam Alkitab dan itu akan sangat baik untuk kita jadikan pelajaran. Jika mereka bisa mengalaminya, kenapa kita tidak? Tuhan tetap sama, dulu sekarang dan sampai selamanya. Selain itu kita bisa belajar dari apa yang pernah kita alami sendiri, lewat pengalaman orang tua kita, orang-orang terdekat atau kesaksian-kesaksian banyak orang yang mengalami mukjizat Tuhan di masa kini.

Jika kita mau membuka mata untuk melihat semua ini, kita pun akan tahu bahwa Tuhan mampu melakukan segala sesuatu bahkan yang paling mustahil sekalipun. Pada akhirnya kita akan sampai pada kesimpulan yang sama dengan pemazmur ketika ia mengatakan "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:1).

Mengandalkan Tuhan tidak akan pernah sia-sia. Ketika kita sedang mengalami pergumulan, mari kita ingat kembali bagaimana Tuhan melakukan mukjizat-mukjizatNya di waktu lampau, dan marilah bersyukur sebab Tuhan yang kita sembah saat ini adalah Tuhan yang sama dengan Dia yang melakukan perbuatan-perbuatan ajaib seperti yang dialami oleh orang-orang sebelum kita.

Belajarlah dari sejarah masa lalu untuk masa depan yang lebih baik

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (8)

 (sambungan) Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang ...