Wednesday, November 8, 2017

Guarding Our Hearts (1)

webmaster | 11:00:00 PM |
Ayat bacaan: Amsal 4:23
===================
"Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan."

Belum lama ini saat saya ngobrol dengan teman, ia mengeluarkan unek-uneknya tentang kondisi kebersatuan bangsa saat ini. Ia prihatin, sedih karena apa yang selama ini kita banggakan tentang toleransi, kebersamaan dan persatuan, sesuatu yang menjadi warisan turun temurun dan menjadi inspirasi bagi banyak bangsa sudah berada di ambang pintu kepunahan. Bangsa ini semakin parah kehilangan jati dirinya, katanya. Betapa mudahnya orang diprovokasi oleh segelintir orang yang punya agenda sendiri demi keuntungan pribadi mereka atau golongan. "Kenapa orang bisa semudah itu diprovokasi ya?" katanya. Ia berasal dari keluarga dengan latar belakang budaya dan agama yang beragam. Saya juga. Jadi buat orang-orang yang sudah hidup lama dalam kedamaian ditengah keragaman, apa yang terjadi sekarang memang begitu menyedihkan. Buka sosial media isinya banyak yang menyuarakan kebencian, tertawa di atas penderitaan orang lain, saling tuduh, saling hasut, saling hina, rasis dan sebagainya.

 Kenapa orang bisa mudah terprovokasi? Jika Tuhan menciptakan manusia menurut gambar dan rupaNya, apakah sikap-sikap penuh kebencian seperti itu mencerminkan sisi manapun dari Tuhan? Jika tidak, bukankah itu sama saja dengan melawan esensi dasar tentang Tuhan dan menghina isi hati Tuhan pada saat Dia menciptakan manusia secara begitu istimewa? Quo vadis, bangsaku?

Selain masalah utama yang tampaknya sementara ini menjadi klimaks dari serangkaian permasalahan yang menyelimuti bangsa ini dan juga banyak tempat di dunia, banyak dari kita hari-hari ini bergumul dengan kesulitannya masing-masing. Ada begitu banyak orang hari-hari ini yang mulai putus asa dan kehilangan harapan dalam hidupnya. They are slowly giving up, closing the book and don't want to write another chapter. They had enough. Kita bisa mengetahui mereka yang kehilangan harapan ini dengan mudah dari apa yang paling sering keluar dari mulut mereka, bahkan air muka saja sudah bisa menyiratkan itu. Ada banyak orang yang semakin cenderung bicara mengenai hal-hal yang negatif. Mengeluh, bersungut-sungut, menggerutu dan sebagainya.

Lalu semakin banyak orang bisa begitu gampang tersulut emosi, menjadi sangat sulit untuk sabar lalu menjadi orang pemarah. Sumbu emosinya menjadi sangat pendek seperti petasan cabe. Tersulut sedikit langsung meledak besar. Di sisi lain ada orang yang semakin lama semakin tidak yakin akan kemampuan dirinya sendiri. Mereka menolak peluang-peluang yang terbuka di depan mata karena merasa diri mereka pasti tidak sanggup untuk melakukannya bahkan sebelum mereka mencoba atau setidaknya memikirkan baik-baik terlebih dahulu. Ada yang bangga dengan hidup penuh kebencian. Masih mending kalau bencinya disimpan untuk diri sendiri, tapi mereka menyuarakan dengan lantang ke mana-mana, menyebarkan hasutan bahkan kebohongan agar orang mau masuk ke dalam dunia penuh benci mereka.

Ada orang optimis, ada orang pesimis. Ada orang sabar, ada yang cepat marah. Ada yang tidak jemu-jemu berusaha meski sudah terjatuh beberapa kali, ada yang kehilangan harapan dan berhenti berusaha, ada juga yang menyerah sebelum bertanding. Ada yang terus percaya akan rencana Tuhan walau masih berada dalam situasi sulit, tetapi ada pula yang masih ragu meski mereka baik-baik saja. Ada yang mengasihi, ada yang memusuhi dan membenci. Ada banyak faktor yang menjadi dasar perbedaan karakter, cara pandang atau pola pikir seperti ini, tetapi apapun itu, cepat atau lambat kita akan sampai pada satu kesimpulan bahwa semuanya bermuara dari satu hal, yaitu hati.

Seperti apa kondisi dan suasana hati kita hari ini? Kalau diibaratkan seperti cuaca, seperti apa temperaturnya sekarang, panas, hangat atau dingin membeku? Keadaan atau kondisi hati kita akan sangat menentukan reaksi kita dalam memandang kehidupan kita dan bagaimana kita bersikap ditengah persinggungan dengan banyak orang. Ketika hati sedang panas,kita akan mudah terpancing emosi, gampang tersinggung dan sebagainya. Hati yang panas akan mempengaruhi air muka dan kemudian mendorong kita untuk melakukan tindakan-tindakan tercela yang jelas melanggar Firman Tuhan.

Kita bisa melihat sebuah contoh dalam Alkitab, yaitu ketika Kain membunuh saudara kandungnya sendiri, Habel. Mengapa ia membunuh saudaranya? Karena ia iri. Darimana iri itu muncul? Dari hati. Dan Alkitab mencatatnya dengan jelas. "tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram." (Kejadian 4:6). Hatinya panas, itu kemudian membuat wajahnya menjadi muram. Ia menjadi gelap mata, tidak lagi bisa berpikir sehat dan akhirnya ia pun melakukan kekejian, yang rasanya tidak akan mungkin dilakukan oleh manusia normal. Sebuah kejahatan yang fatal terjadi, dan itu semua berasal dari hati yang tidak terjaga dengan baik.

Dalam contoh lain, kepahitan pun bisa timbul dari hati yang kecewa. Dalam hal ini mungkin Naomi bisa menjadi contoh. Tidak tanggung-tanggung, Naomi mengalami kepahitan karena kecewa kepada Tuhan. "Tetapi ia berkata kepada mereka: "Janganlah sebutkan aku Naomi; sebutkanlah aku Mara, sebab Yang Mahakuasa telah melakukan banyak yang pahit kepadaku." (Rut 1:20). Ayub pun merupakan salah satu contoh yang sempat mengalami kepahitan. Satu kesimpulan yang bisa kita ambil, hati akan sangat menentukan bagaimana kita menjalani hidup. Apakah kita optimis atau pesimis, apakah kita bersukacita atau penuh kepahitan, semua bermuara pada satu hal, yaitu kondisi hati kita.

(bersambung)


No comments :

Search

Bagi Berkat?

Jika anda terbeban untuk turut memberkati pengunjung RHO, anda bisa mengirimkan renungan ataupun kesaksian yang tentunya berasal dari pengalaman anda sendiri, silahkan kirim email ke: rho_blog[at]yahoo[dot]com

Bahan yang dikirim akan diseleksi oleh tim RHO dan yang terpilih akan dimuat. Tuhan Yesus memberkati.

Renungan Archive

Jesus Followers

Stats

eXTReMe Tracker