Thursday, August 2, 2018

Kalau Janji, Tepati (2)

(sambungan)

Jadi sejak jaman Daud kita sudah lihat bahwa tendensi orang untuk sulit menepati janji memang sudah ada. Tapi apakah kita cukup mengatakan bahwa itu adalah sudah menjadi sifat manusia yang tidak akan bisa sempurna seperti Tuhan? Mungkin kita memang tidak akan bisa sesempurna Tuhan, tapi bukan berarti itu layak dijadikan alasan untuk terus membiarkan diri melanggar janji tanpa pernah berusaha membenahi diri untuk lebih baik.

Apa kata Firman Tuhan mengenai hal ini? Apakah Firman Tuhan membolehkan orang untuk menempatkan janji dalam berbagai kategori mulai dari sangat penting, sedang, kurang sampai tidak penting? Perilaku ingkar janji ini sebenarnya tidak berbeda jauh dengan berbohong. Kalau berbohong itu salah, ingkar janji pun sama. Lihatlah apa kata Yesus berikut ini: "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat." (Matius 5:37). Saya sangat suka dengan versi bahasa Inggrisnya yang sangat mudah diingat.  "Let your Yes be simply Yes, and your No be simply No; anything more than that comes from the evil one."

Kalau kita lihat dalam ayat sebelumnya, Yesus mengatakan hal ini dalam konteks menasihati kita untuk tidak bersumpah, yang didasarkanNya dari 10 Perintah Allah yang tertulis dalam Keluaran 20:16, yaitu "Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu". Kenyataannya, ada banyak orang yang bahkan dengan mudah bersumpah demi segala sesuatu, bahkan demi Tuhan untuk sesuatu kebohongan. Mungkin kita bilang kita tidak melanggar sumpah, hanya ingkar janji. Mungkin juga itu hanya dilakukan untuk sesuatu yang tidak penting atau bukan hal hal serius, bukan urusan kerjaan atau yang berpotensi merugikan secara moril dan materil. Tapi sebenarnya, mengacu pada apa yang disampaikan Yesus di atas, apapun alasannya, itu tidak boleh kita lakukan apalagi biasakan.

Tuhan sangat tidak suka, bahkan dikatakan jijik dengan sikap atau kebiasaan orang yang suka berbohong. Itu bisa ditemukan dalam Mazmur, yang berkata: "Engkau membinasakan orang-orang yang berkata bohong, TUHAN jijik melihat penumpah darah dan penipu." (Mazmur 5:7). Dari ayat ini kita melihat bahwa penipu disamakan dengan pembunuh. Kita mungkin akan berpikir, bukankah orang membunuh itu jauh lebih parah dari sekedar menipu? Mungkin sekilas tampak seperti itu, tetapi sebenarnya penipu pun sama berbahayanya. Orang yang penipu, orang yang bersaksi dusta, orang yang ingkar janji bisa membunuh harapan orang, kepercayaan orang, bahkan karakter orang lain dengan segala kebohongannya.

Dan Salomo mengingatkan kita untuk tidak bermain-main dengan kejujuran dan setia pada janji. "Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan tidak akan terhindar." (Amsal 19:5). Pada saatnya, orang-orang pembohong tidak akan luput dari hukuman. Begitu seseorang berbohong, maka Tuhan pun akan menjadi lawannya. (Yehezkiel 13:9).

Kita perlu belajar dan berkomitmen mengubah kebiasaan kalau sudah terlanjur, untuk menepati dan menganggap serius sebuah janji, meski janji yang sepele sekalipun. Kita perlu memperhatikan secara serius janji yang kita berikan dan tidak asal-asalan mengumbarnya. Kalau kita biarkan, kebiasaan melanggar janji bisa terus bertambah parah. Mulanya kita mentolerir melanggar janji yang tidak mengenai sesuatu yang penting, tapi lama-lama kita akan terbiasa melakukan itu bahkan untuk hal-hal yang serius.

(bersambung)


No comments:

Lanjutan Sukacita Kedua (5)

 (sambungan) Satu jiwa pun begitu berharga di mata Tuhan. Ketika jiwa itu kembali ditemukan, sang gembala akan menggendongnya dengan gembira...