(sambungan)
"Daud adalah anak seorang dari Efrata, dari
Betlehem-Yehuda, yang bernama Isai. Isai mempunyai delapan anak
laki-laki. Pada zaman Saul orang itu telah tua dan lanjut usianya.
Ketiga anak Isai yang besar-besar telah pergi berperang mengikuti Saul;
nama ketiga anaknya yang pergi berperang itu ialah Eliab, anak sulung,
anak yang kedua ialah Abinadab, dan anak yang ketiga adalah Syama.
Daudlah yang bungsu. Jadi ketiga anak yang besar-besar itu pergi
mengikuti Saul." (1 Samuel 17:12-14).
Dari ayat ini kita bisa
melihat berapa jumlah anak Isai, dimana tiga anak tertuanya yaitu Eliab
Abinadab dan Syama merupakan prajurit Israel dibawah kepemimpinan Saul.
Sebelum saya lanjutkan, tentu ada kriteria tertentu untuk bisa menjadi
prajurit atau tentara. selain postur yang gagah, keahlian berperang pun
harus mereka miliki. Sedang Daud pada masa itu masih sangat muda.
Menjadi prajurit saja mungkin sudah jadi bahan bercandaan, apalagi kalau
bicara untuk dijadikan raja.
Logika manusia dan fenomena
mementingkan penampilan pun terjadi pada saat itu. Mereka dengan mudah
mengira bahwa untuk menjadi raja akan tergantung dari kepantasan sesuai
perawakan atau penampilan. Bahkan Samuel yang notabene seorang nabi pun
ternyata termakan logika berpikir seperti itu. Saat Samuel melihat Eliab
yang gagah, Samuel langsung mengira bahwa pasti anak tertua ini yang
dipilih Tuhan.
"Ketika mereka itu masuk dan Samuel melihat
Eliab, lalu pikirnya: "Sungguh, di hadapan TUHAN sekarang berdiri yang
diurapi-Nya." (ay 6).
Itu pikir Samuel. Tapi kita tahu bahwa
bukan Eliab yang dipilih Tuhan. "Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada
Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab
Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah;
manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (ay
7).
Secara jelas Tuhan menegur nabinya. Tuhan berkata bahwa tidak
peduli apa yang dilihat manusia di depan matanya. Apa yang Tuhan lihat
adalah hati. Samuel lalu segera menangkap esensinya. Tapi tidak dengan
Isai. Isai belum mengerti dan masih berpikir dengan cara pikir manusia.
"Bukan Eliab ya? Kalau begitu pastilah Abinadab atau Syama." Seperti itu
kira-kira pikiran Eliab. Sepertinya Isai berpikir, mungkin Eliab
dianggap sudah terlalu tua, atau dianggap kurang gagah. Tapi kriteria
Tuhan pastilah diantara dua anakku yang lain yang sudah menjadi
kebanggaan keluarga karena ada di jajaran prajurit Israel.
"Lalu
Isai memanggil Abinadab dan menyuruhnya lewat di depan Samuel, tetapi
Samuel berkata: "Orang inipun tidak dipilih TUHAN." Kemudian Isai
menyuruh Syama lewat, tetapi Samuel berkata: "Orang inipun tidak dipilih
TUHAN." (ay 8-9).
Dua-duanya tidak? Wah, masa sih? Mungkin
begitu pikir Isai. Mau tidak mau, ia pun menyuruh sisanya berdiri di
depan Samuel. Semua sisanya? Nanti dulu. Lihatlah ayat berikutnya.
"Demikianlah Isai menyuruh ketujuh anaknya lewat di depan Samuel, tetapi
Samuel berkata kepada Isai: "Semuanya ini tidak dipilih TUHAN." (ay
10).
Perhatikan ayat ini. Disebutkan jelas bahwa Isai menyuruh
ketujuh anaknya untuk tampil bergantian di hadapan Samuel. Tujuh.
Padahal kita sudah tahu bahwa anak laki-lakinya bukan tujuh melainkan
delapan. Bahkan yang sudah jelas-jelas ditolak pun disuruh tampil lagi,
karena Isai mungkin merasa bahwa ada kesalahan teknis pada kesempatan
pertama. But no, none of those seven men was chosen.
(bersambung)
No comments:
Post a Comment