(sambungan)
Saya dan istri saya harus menunggu selama 10 tahun.
Apakah kami bahagia setelah ada anak? Oh yes, very much. Apakah kami
merasa jadi sempurna? Absolutely. Tapi apakah kami tidak bahagia selama
10 tahun sebelum anak perempuan kami yang masih balita ini dianugerahkan
Tuhan? Kami bahagia. Sangat bahagia meski pada waktu itu masih berdua.
Kami merindukan anak, ya, tapi bukan berarti kami tidak sempurna, karena
bagi kami, kesempurnaan itu ada jika Tuhan ada dalam pernikahan kami
sepanjang jalan. Kami terus memegang janji Tuhan bahwa keturunan Ilahi
akan hadir dalam pernikahan kami. Namun sebelum itu terjadi, kami harus
terus menjaga agar pernikahan kami tetap hangat dipenuhi kasih baik
antara kami berdua dan dari kami dengan Tuhan. Nanti pada kesempatan
lain saya akan angkat mengenai hal ini lebih jauh secara khusus, karena
paradigma di masyarkat bahwa keluarga yang belum punya anak adalah
keluarga yang tidak lengkap atau malah gagal bisa sangat menekan
perasaan pasangan yang belum kunjung dikaruniai anak, apalagi kalau
sampai bawa-bawa ayat. Jadi nanti saya akan bahas khusus soal ini.
Kembali
pada Maleakhi pasal 2, disana kita bisa melihat betapa Tuhan membenci
perceraian, Tuhan tidak suka orang yang berkhianat. Dan ketika ini
terjadi, jangan heran jika hidup tidak lagi memiliki sukacita dan damai,
karena Tuhan tidak lagi berkenan menerima persembahan apapun dari
tangan mereka.
Gaya hidup modern saat ini penuh dengan
kawin-cerai. Celakanya itu pun terjadi di kalangan orang percaya. Saya
sudah menangani beberapa di antaranya, dan banyak diantara mereka ini
secara logika sudah tidak lagi bisa dipersatukan. Seringkali butuh waktu
lama dan usaha keras untuk menyadarkan dan memulihkan mereka. Saya
gelisah untuk mereka, saya menangis untuk mereka, saya berdoa untuk
mereka. Karena perceraian tidak akan membuat mereka lebih bahagia tapi
justru akan mendatangkan banyak masalah baru, apalagi kalau mereka
menyadari bahwa perpisahan itu sama artinya dengan memutus sepihak
perjanjian yang dimateraikan Tuhan. Saya tidak berani membayangkan apa
yang bisa terjadi kalau kita berani-beraninya merendahkan Tuhan dengan
membatalkan apa yang sudah Dia ikat.
Sebuah pernikahan
sesungguhnya sakral, suci, kudus dan jelas melibatkan Tuhan di dalamnya.
Bukan hanya soal ketertarikan secara fisik, hanya sebatas menikah
karena tidak baik berlama-lama pacaran, bukan pula hanya sebatas
kemeriahan pesta, foto pre-wedding keren dan sebagainya. Tujuan
pernikahan adalah untuk menggenapi kehendak Tuhan, tempat kita ditempa
dan dilatih, serta peluang kita untuk merasakan kehadiran surga di bumi.
It's not about physical attractions but commitment. Puji Tuhan, RohNya
bekerja melembutkan hati mereka-mereka yang saya mediasi sehingga
semuanya kembali bersatu dengan baik sampai hari ini. Semoga mereka
semua, saya dan anda bisa merasakan hadirnya surga di dunia dalam
keluarga kita masing-masing, semoga keluarga kita semua senantiasa
berjalan bersama dengan Tuhan yang hadir didalamnya.
Masalah
akan selalu ada, baik dalam keluarga yang paling harmonis di dunia
sekalipun. Yang membedakan adalah bagaimana menyikapinya, bagaimana kita
memandang pasangan kita dan bagaimana serius kita berusaha untuk
menjalani dan mengerjakan dengan sebaik mungkin. Semua masalah bisa
diselesaikan dengan keterbukaan dan kejujuran, dan hendaklah
diselesaikan dengan cepat, jangan ditunda-tunda hingga menumpuk dan
menjadi rumit. Mencari pelarian di luar bukanlah sebuah penyelesaian,
malah seringkali membuka permasalahan demi permasalahan baru yang akan
mempersulit segalanya. Lebih dari itu, hal tersebut pun dibenci Tuhan.
Walaupun
ada teman-teman pembaca yang saat ini belum menikah, suatu saat nanti
akan tiba saatnya bagi anda untuk memasuki jenjang pernikahan ini. Baik
teman-teman yang sudah menikah maupun yang belum, mari kita bangun
sebuah hubungan pernikahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip firman
Tuhan, sehingga rumah tangga kita bisa menjadi sebuah kesaksian yang
indah bagi keluarga-keluarga lainnya. Pernikahan yang benar-benar
disadari dipersatukan oleh Tuhan seharusnya bisa memberkati dan
menginspirasi. Ketika dunia penuh dengan kawin-cerai, ini saatnya kita
memperkenalkan keindahan keluarga Ilahi yang dimateraikan langsung oleh
Tuhan. Adalah tugas kita untuk menyatakan seperti apa pernikahan yang
harmonis itu agar bisa diteladani oleh orang lain.
"Marriage
is not a noun, it's a verb. It isn't something you get, it's something
you do. It's the way you love your partner every day." - Barbara De
Angelis
No comments :
Post a Comment