Thursday, November 19, 2015

The Real Virtuoso

Ayat bacaan: Roma 1:20
====================
"Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih."

"Paling enak jadi vokalis kalau mau sukses, karena orang pasti akan melihat vokalis terlebih dahulu." Demikian kata seorang teman pemain bass. Di negara kita masih sangat banyak orang yang hanya memandang musik terlalu naif. Kalau cuma instrumen maka tidak dilirik, kalau ada penyanyinya baru mereka mau lihat. Itu pun mereka akan lebih memandang paras dan postur ketimbang kualitas suara. Gitaris? Bolehlah, masih lumayan dilihat. Drummer, pemain piano dan bass? Itu jarang diperhatikan. Jangankan penonton, dari sisi spotlight lampu saja yang tiga ini sangat jarang mendapat sorot cahaya yang pantas. Itu hasil pengamatan saya setelah bertahun-tahun bertualang dari satu panggung ke panggung lain di negara kita. Yang lebih lucu lagi, ada banyak fotografer atau lighting man yang salah kaprah. Dalam memotret dan menembakkan cahaya, mereka otomatis hanya mencari vokalis dan melewatkan yang lain, padahal yang punya band bisa jadi pianis atau malah bassisnya. Kalaupun bukan mereka band leadernya, setidaknya kontribusi mereka itu sangat penting dalam menghasilkan karya yang baik. Coba kalau tidak ada mereka, apa jadinya lagu tersebut? Karena itu, seharusnya apresiasi diberikan secara seimbang buat semua pemain di dalam sebuah band.

Contoh di atas saya ambil hanya dalam lingkup kecil dunia hiburan terutama musik. Tapi coba bayangkan, bukankah sangat ironis apabila saya katakan Tuhan merasakan hal yang sama dan tahu betul rasa kecewa seperti itu? Karena kesibukan dalam kehidupan kita seringkali melupakan Tuhan. Kita meletakkan Tuhan pada prioritas yang terbawah, kalah dari segala hal lain yang dikejar oleh orang-orang yan dipengaruhi ajaran dunia. Bukankah semua yang ada di dunia ini merupakan hasil karyaNya? Jika demikian mengapa kita malah melupakan Penciptanya? Orang sibuk meminta agar bisa berhasil, tapi semakin orang sukses, semakin jauh pula mereka meninggalkan Tuhan yang memberikan kesuksesan itu. Singkatnya, bagi banyak orang, Tuhan hanyalah berfungsi sebagai palang pintu terakhir dalam menghadapi masalah, ketika semuanya tidak lagi bisa dilakukan. Tidak seharusnya kita memperlakukan Tuhan seperti itu. Ketika kita menikmati segala hasil ciptaanNya di dunia ini, seharusnya kita bersyukur, memuji dan memuliakanNya dalam segala sesuatu yang kita nikmati itu.

Banyak orang lupa, tapi Daud tidak. Lihatlah bagaimana Daud memuji keagungan Tuhan pencipta langit dan bumi beserta segala isinya dalam Mazmur 104 dengan begitu indahnya. Mazmur 104 ini diberi judul "Kebesaran Tuhan dalam segala ciptaanNya", dan itu benar adanya. Secara puitis Daud melukiskan rasa sukacitanya memandang ciptaan Tuhan yang begitu luar biasa. Misalnya penggalan berikut ini: "Engkau yang melepas mata-mata air ke dalam lembah-lembah, mengalir di antara gunung-gunung, memberi minum segala binatang di padang, memuaskan haus keledai-keledai hutan; di dekatnya diam burung-burung di udara, bersiul dari antara daun-daunan. Engkau yang memberi minum gunung-gunung dari kamar-kamar loteng-Mu, bumi kenyang dari buah pekerjaan-Mu. Engkau yang menumbuhkan rumput bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan untuk diusahakan manusia, yang mengeluarkan makanan dari dalam tanah dan anggur yang menyukakan hati manusia, yang membuat muka berseri karena minyak, dan makanan yang menyegarkan hati manusia." (Mazmur 104:10-15). Jangan lupa pula ciptaanNya yang paling istimewa, His masterpiece, yaitu manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar dan rupaNya sendiri. Tidak ada satupun manusia yang persis sama, baik rupa, warna, bentuk, sifat dan sebagainya. Itu pekerjaan yang sungguh luar biasa yang tidak akan bisa dilakukan oleh siapapun selain Allah. Ironis sekali ketika justru ciptaanNya yang teristimewa pula-lah yang cenderung melupakanNya.

Daud berbicara begitu banyak tentang menaikkan puji-pujian bagi Tuhan. Dia begitu menyadari bahwa kebesaran Tuhan itu terlihat nyata dan jelas melalui segala hasil ciptaanNya. Salah satunya berbunyi "Haleluya! Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Aku hendak memuliakan TUHAN selama aku hidup, dan bermazmur bagi Allahku selagi aku ada." (Mazmur 146:1-2). Di kesempatan lain ia menuliskan pujian seperti ini: "Bersyukurlah kepada TUHAN, panggillah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa! Bernyanyilah bagi-Nya, bermazmurlah bagi-Nya, percakapkanlah segala perbuatan-Nya yang ajaib!" (1 Tawarikh 16:8-9). Pertanyaannya, apakah kita menyadari kebesaran Tuhan melalui karya-karyaNya seperti Daud? Sudahkah kita merenung dan memuji Tuhan ketika kita melihat alam yang begitu indah, yang meski sudah semakin berkurang tapi masih bisa kita nikmati hari ini? Ketika melihat matahari bersinar indah ditengah sekumpulan awan putih, melihat indahnya bintang gemerlapan di tengah malam, bunga-bunga warna-warni bermekaran, bahkan setiap oksigen yang kita hirup yang disediakan gratis untuk kita, sudahkah kita bersyukur dan memuliakan namaNya?

Manusia cenderung menikmati hasil ciptaanNya tapi melupakan siapa "virtuoso" di balik semua itu. Sama seperti menikmati sebuah lagu yang sangat indah, tapi tidak memberi apresiasi kepada orang-orang yang bermain di balik lagu-lagu itu. Padahal tanpa musisi, tidak akan ada lagu yang tercipta. Paulus menggambarkan sifat melupakan Tuhan ini sebagai kefasikan dan kelaliman yang memurkakan Tuhan. Tuhan memang tidak terlihat kasat mata seperti kita memandang manusia atau alam dan isinya, tapi jika kita mau sedikit berpikir, kehebatan Tuhan itu sebenarnya bisa terlihat jelas dari segala karyaNya sejak dahulu hingga sekarang.

Itulah yang dikatakan pula oleh Paulus. "Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih." (Roma 1:20). Tapi banyak orang yang tidak menyadari hal ini, tidak memuliakan dan tidak mengucap syukur kepada Tuhan. "Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap." (ay 21).

Yang lebih parah, malah ada banyak orang yang tega menggantikan kemuliaan Allah dengan segala sesuatu yang fana dalam berbagai bentuk untuk disembah. "Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar...mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin." (ay 23,25). Hal-hal seperti ini sungguh tidak pantas kita lakukan. Ketika kita menikmati hasil ciptaan Tuhan yang indah ini, seharusnya kita bersyukur dan memuliakanNya pula dalam setiap waktu kita menikmatinya.

The Virtuoso of heaven has given us all the beautiful things in our lives. Maestro di atas segala maestro telah menyediakan segalanya bagi kita. Dan Tuhan yang penuh kasih itu telah dengan jelas menyatakan diriNya sendiri lewat segala ciptaanNya yang bisa kita lihat dan rasakan setiap hari. Marilah hari ini kita tinggalkan sejenak doa yang berisi keluh kesah dan daftar permintaan. Datanglah kepadaNya dan muliakanlah Dia dengan pujian dan penyembahan yang terbaik dari diri kita, penuhi doa-doa kita dengan ucapan syukur yang mengagungkan namaNya. He deserves it for everything he has done and created for us.

Segala ciptaan yang indah bagaikan jari telunjuk yang terarah kepada Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

No comments:

Kacang Lupa Kulit (4)

 (sambungan) Alangkah ironis, ketika Israel dalam ayat ke 15 ini memakai istilah "Yesyurun". Yesyurun merupakan salah satu panggil...