Ayat bacaan: Mazmur 13:2
=====================
"Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?"
Ada pengalaman berkesan yang pernah saya alami semasa kecil. Waktu itu saya sangat menginginkan sebuah mainan robot yang harganya lumayan mahal. Ibu saya tidak langsung menuruti permintaan, walau ia juga tidak terang-terangan menolak. Ia mengatakan bahwa robot itu bisa menjadi milik saya kalau saya bisa membuktikan naik kelas dengan hasil baik dan menjadi juara, tak peduli juara berapa. Sebenarnya saya kebetulan bukan termasuk anak yang tidak berprestasi. Nilai saya terbilang bagus, rajin mengerjakan tugas dan tidak bermasalah di sekolah. Jadi tanpa permintaan seperti itu pun sebenarnya saya selalu serius dalam belajar. Tapi baiklah, saya menuruti permintaan atau tantangan dari ibu saya. Saya melanjutkan tekun menimba ilmu, melakukan setiap bagian yang harus dikerjakan dengan sebaik mungkin. Tapi meski demikian, sejak adanya keinginan untuk memiliki mainan itu, hari seperti berjalan lambat. Ujian kenaikan kelas masih lama. Bagaimana kalau keburu habis dibeli orang? Bagaimana kalau harganya naik? Bagaimana kalau tokonya tutup? Semua itu sempat terpikir. Berapa lama lagi ya ma, kenapa harus dibuat sulit kalau sebenarnya bisa mudah? Itu sempat saya tanyakan dan ibu hanya tersenyum. Saat rapor dibagikan, tantangan ibu pun saya jawab dengan sukses. Sesuai janji, akhirnya robot itu jadi milik saya.
Masa-masa menunggu memang tidak enak. Rasa tidak sabar itu bisa begitu mengganggu dan punya kekuatan untuk mendatangkan berbagai pikiran negatif. Tapi saat kita akhirnya bisa menerima apa yang dijanjikan, rasanya luar biasa. Sesuatu yang diperoleh dengan usaha dan ketekunan selalu jauh lebih membahagiakan ketimbang hal-hal yang kita dapatkan dengan mudah. Apa yang berkesan bagi saya adalah, kisah robot inilah yang membuat saya kemudian menjadi orang yang lebih mementingkan proses ketimbang hasil. Saya menikmati perjalanan sebuah proses menuju keberhasilan dan tidak tertarik kepada mengejar hasil jadi yang terburu-buru. Benar, menjalankan proses atau saat menunggu itu tetap saja terkadang terasa tidak menyenangkan, tetapi saat proses itu bermuara pada hasil yang luar biasa, itu berjuta rasanya dan tidak akan pernah bisa dikalahkan oleh sesuatu yang instan dan gampangan.
Sekarang mari kita lihat aplikasinya dalam hal keimanan saat menanti datangnya pertolongan Tuhan. Hampir semua orang berharap itu datang secepatnya. Satu doa, dua doa, tiga, kalau Tuhan belum juga menolong kita bisa kecewa bahkan putus asa. Manusia sulit bersabar apalagi kalau sedang berada dalam keadaan terdesak dan tertekan. Di saat seperti itu banyak yang tidak lagi bisa mengucap syukur, padahal firman Tuhan sudah mengingatkan kita untuk tetap mengucap syukur dalam segala hal karena itulah yang sesungguhnya dikehendaki Allah dalam Kristus. (1 Tesalonika 5:18). Tapi kita akan berkata: bagaimana kita bisa mengucap syukur kalau kita sedang tidak berada dalam keadaan baik?
Pemahaman manusia akan sebuah ucapan syukur seringkali sempit dengan hanya mengacu kepada sebuah kondisi, situasi atau keadaan yang sedang dihadapi saja. Dan salah satu penyebab utama turunnya kadar iman, kepercayaan dan keyakinan seseorang adalah saat mereka meletakkan harapan akan datangnya pertolongan, tapi yang ditunggu belum juga datang sesuai dengan ukuran waktu mereka. Kalau iman hanya digantungkan kepada hidup yang tidak punya beban masalah atau cepat tidaknya pertolongan Tuhan datang maka kita akan mudah kecewa. Pasalnya seringkali jawaban atau pertolongan Tuhan datang tidak sesuai dengan maunya kita. Kita menganggap itu sebagai keterlambatan atau ketidakpastian, padahal Tuhan jelas lebih tahu waktu terbaik untuk itu. Atau bagaimana seandainya yang kita minta bukan hal yang berguna atau baik tapi hanya untuk memuaskan kedagingan kita, yang pada akhirnya justru kontraproduktif terhadap perjalanan iman kita menuju garis akhir sebagai pemenang?
Ada begitu banyak pertimbangan, tapi satu hal yang saya percaya, Tuhan tidak pernah suka menahan-nahan berkatNya turun atas kita. Saat semua kondisi terpenuhi, baik dari segi waktunya Tuhan maupun kesiapan kita, maka perbendaharaanNya akan turun sepenuhnya, tanpa potongan, tanpa kurang sedikitpun.
Ada masa dimana kita mengalami kesulitan sebagai bagian dari hidup, meski kita sudah mengikuti kehendak Tuhan dengan sebaik-baiknya. Ada waktu kita harus merasakan kesedihan bahkan penderitaan dengan berbagai bentuk. Sebagai manusia yang memiliki perasaan, tentu rasa itu menyakitkan kita, dan tidak ada satupun dari kita yang ingin berlama-lama berada dalam perasaan sakit itu. Kita ingin sesegera mungkin lepas dan bertanya-tanya berapa lama lagi Tuhan akan melepaskan kita, bahkan mempertanyakan kenapa Tuhan seolah memalingkan muka dari kita. Kalau mau jujur, bukankah itu yang sering kita rasakan dalam masa-masa penantian?
Hal yang sama juga sempat dialami oleh beberapa tokoh Alkitab dalam berbagai kesempatan, termasuk Daud yang imannya sebenarnya sudah sangat teruji. Pada suatu kali Daud mengalami pergumulan berat. Semua musuhnya bersorak-sorak mengejeknya, dan ia pun sempat merasa mengalami itu sendirian saja tanpa ada yang peduli, termasuk merasa bahwa Tuhan pun sama saja, tidak peduli terhadap dirinya. Ia berada dalam titik terendah sampai-sampai Daud berseru: "Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?" (Mazmur 13:2). Daud terus bertanya, "Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku?" (ay 3). Dalam tekanan dan penderitaan yang kita alami, sama seperti Daud kita pun sering mempertanyakan hal yang sama.
Itu mungkin adalah hal yang manusiawi dan mungkin saja terjadi sekali waktu. Tapi penting bagi kita untuk tidak membiarkan hal itu berlarut-larut, terus memandang kepada masalah atau bahkan jadi terbiasa menyalahkan Tuhan karena tidak sabaran. Daud mungkin terjebak sesaat untuk berseru seperti itu dalam keadaan kalut, tapi perhatikan bahwa Daud tidak mau berlama-lama berada pada perasaan seperti itu. Daud tidak ingin tenggelam dalam perasaan yang tidak enak lalu putus asa.
(bersambung)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (8)
(sambungan) Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...
No comments:
Post a Comment